BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN. terutama untuk mendapatkan pemahaman, konsep-konsep, pengertian-pengertian

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN. terutama untuk mendapatkan pemahaman, konsep-konsep, pengertian-pengertian"

Transkripsi

1 12 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka dalam suatu penelitian merupakan hal yang sangat penting terutama untuk mendapatkan pemahaman, konsep-konsep, pengertian-pengertian yang berkaitan dengan permasalahan penulisan ini, dan untuk memperlihatkan kedudukan dari tulisan ini. Pandangan-pandangan dari para ahli sebagai patokan serta bahan pembanding sesuai dengan permasalahan yang akan diteliti. Beberapa karya tulis dan buku, yang memuat pendapat para ahli yang berkaitan dengan objek yang diteliti adalah sebagai berikut. Aryo Sunaryo (2009) dalam bukunya yang berjudul Ornamen Nusantara Kajian Khusus Mengenai Ornamen Indonesia mengemukakan, Indonesia dengan banyak suku bangsa memiliki beragam ornamen yang terdapat pada berbagai benda produk seperti tenun, sulaman, anyaman, ukiran, arsitektur, dan sebagainya. Motif-motif hias ornamen Nusantara terklasifikasi dalam motif hias: geometris, sosok manusia, binatang unggas, binatang air dan melata, binatang darat dan mahluk imajinatif, tumbuh-tumbuhan, benda alam dan pemandangan, benda teknologis, kaligrafi, dan abstrak. Pustaka ini digunakan untuk mengungkapkan bentuk-bentuk ornamen serta variasi-variasi ornamen yang ada pada benda-benda perunggu yang menjadi objek penelitian di Museum Provinsi Negeri Bali. Pustaka ini digunakan untuk mengungkapkan bentuk-bentuk ornamen yang umumnya ada

2 13 pada benda-benda perunggu seperti nekara, moko, mata tombak dan bejana. Dari buku ini pula diketahui variasi ornamen hias yang ada di Indonesia. Van Der Hoop (1949) dalam bukunya yang berjudul Ragam-Ragam Perhiasan Indonesia mengungkapkan bahwa pada zaman neolitikum kesenian Indonesia bersifat monumental dan bersifat lambang. Pada waktu itu manusia sudah membangun batu yang besar-besar dan membubuhinya dengan lambang tertentu. Selanjutnya diungkapkan, kebudayaan perunggu atau Dong Son yang mempunyai pengaruh yang besar atas kesenian Indonesia. Pada masa ini kesenian di Indonesia semakin maju. Hal ini terlihat dari banyaknya tepi dan bidang-bidang barang dihiasi. Van Der Hoop sendiri banyak meneliti ornamen-ornamen pada perunggu logam, keramik, gerabah, kain tradisional (batik dan selendang), dan ukiran-ukiran kayu pada bangunan seperti masjid. Pustaka ini digunakan untuk mengungkapkan bentuk, jenis-jenis ornamen dan variasinya serta untuk melengkapi kekurangan dari pustaka sebelummya. Abdul Azis Said (2004) dalam bukunya Toraja Simbolisme Unsur Visual Rumah Tradisional mengemukakan bahwa dalam seni ragam hias Indonesia ditemukan aneka gaya setempat pada daerah-daerah tertentu. Hal ini mungkin disebabkan adanya perbedaan budaya dan pengaruh berbagai macam unsur budaya yang datang dari luar. Sifat bangsa Indonesia yang terbuka terhadap pengaruh unsur budaya asing, serta kemampuan masyarakatnya untuk menggabungkan dan mengolah ataupun mengembangkan semua unsur dari luar dengan apa yang telah ada pada kebudayaan aslinya. Pustaka ini digunakan untuk

3 14 membantu mengungkapkan makna ornamen yang tersembunyi dalam bendabenda perunggu koleksi Museum Bali. Jakob Sumardjo (2002), dalam bukunya Arkeologi Budaya Indonesia mengemukakan dalam memaknai gambar sebagai simbol dalam artefak-artefak prasejarah, memerlukan pemahaman fungsi artefak dan sistem kepercayaan primordial Indonesia. Fungsi artefak akan menuntun makna gambar-gambar yang tertera padanya. Gambar-gambar tersebut merupakan satu kesatuan makna yang berhubungan dengan maksud upacara. Struktur gambar secara keseluruhan itu akan menentukan makna unsur-unsurnya. Sumardjo juga mengungkapkan bahwa beberapa gambar, lambang atau simbol yang bersifat tetap. Jenis-jenis gambar tertentu ini akan memiliki makna yang sesuai dengan kepercayaan kosmologi nenek moyang kita. Di antaranya adalah seperti gambar ayam, burung, kuda, buaya, dan cicak. Juga gambar-gambar simbol berupa ragam hias seperti bulatan, garis lurus, garis silang, huruf S, gambar-gambar kepala manusia, mata, orang mengangkang, kaki, dan tangan. Pustaka ini digunakan untuk mengetahui makna simbolik dari bentuk-bentuk ornamen yang akan diungkapkan. Viniya Metta (2004) dalam tesisnya Motif Hias Prasejarah Indonesia Kajian Komparasi Koleksi Museum Nasional Jakarta dengan Malaysia dan Vietnam berpendapat bahwa baik di Indonesia, Malaysia maupun di Vietnam ada 5 jenis motif hias yang diindentifikasikan yaitu motif geomeris, motif fauna, motif flora, motif manusia, dan motif kapal. Dalam tulisannya ini Viniya mengangkat motif-motif hias prasejarah yang ada pada benda-benda prasejarah yang ada di koleksi Museum Nasional Jakarta. Diantaranya pada benda-benda logam,

4 15 kuningan, tembikar dan kayu. Berbeda dengan tulisan ini, penulis lebih mengkhususkan penelitian motif hias pada benda-benda logam perunggu prasejarah koleksi Museum Negeri Provinsi Bali. Pustaka ini digunakan untuk mengetahui bentuk-bentuk ornamen. Timbul Haryono (2001) dalam bukunya Logam dan Peradaban Manusia memuat tentang sejarah perkembangan metalurgi dari mulai teknologi penemuan logam, proses pembuatan benda-benda perunggu yang panjang, sampai pada penelitian-penelitian arkeologis terhadap benda-benda logam. Haryono mengungkapakan secara detail bagaimana pembuatan benda-benda perunggu serta campuran yang digunakan untuk menghasilkan perunggu. Pustaka ini digunakan untuk mengungkapkan peradaban logam prasejarah di Indonesia. Pusponegoro dan Notosusanto (1993) dalam bukunya Zaman Perundagian di Sejarah Nasional Indonesia I mengungkapkan bahwa, dalam masa perundagian atau yang dikenal dengan masa bercocok tanam manusia sudah mulai tinggal menetap serta mengatur kehidupannya. Pada masa bertempat tinggal ini manusia telah berupaya meningkatkan kegiatan-kegiatannya guna mencapai hasil yang sebesar-besarnya dalam memenuhi kebutuhan hidup. Usaha-usaha yang mereka kerjakan yang terpenting pada saat itu yaitu peleburan bijih-bijih logam. Pada masa perundagian mereka telah membuat pembagian kerja dan telah muncul golongan-golongan undagi atau golongan yang terampil dalam melakukan suatu jenis usaha tertentu seperti pembuatan rumah kayu, pembuatan benda-benda logam, pembuatan perhiasan, dan lain sebagianya. Pustaka ini digunakan untuk mengungkapkan perkembangan peradaban logam yang meliputi benda-benda

5 16 perunggu yang ditemukan di Indonesia meliputi nekara, moko, bejana dan mata tombak. 2.2 Konsep Konsep adalah pengertian abstrak yang digunakan para ilmuan sebagai komponen dalam membangun proposisi dan teori. Konsep juga digunakan dalam memberikan arti sebuah fenomena (Kountur, 2005: 88). Adapun konsep yang akan dijabarkan dalam penulisan adalah sebagai berikut Koleksi Logam Perunggu Prasejarah Berdasarkan buku pedoman klasifikasi Koleksi Museum Negeri Provinsi Bali tahun 1993 ditetapkan koleksi museum dapat diklasifikasikan menjadi 10 jenis yaitu meliputi: Biologi, Geologi, Etnografi, Arkeologi, Historika, Numismatika dan Heraldika, Filologika, Keramilogika, Seni Rupa, dan Teknologi Modern (Wirata, 1995: 2). Koleksi Museum Provinsi Bali sebagian besar terdiri atas benda-benda ethnografi berupa perlengkapan upacara agama, tari wali, bangunan suci dan masih memiliki kesamaan dengan yang masih berfungsi sakral di masyarakat dewasa ini. Koleksi prasejarah terdapat di gedung timur lantai satu (lampiran gambar peta no. 4). Adapun peninggalan prasejarah pada gedung ini di bagi menjadi 4 masa yaitu: (1). Berburu dan mengumpulkan makanan tingkat sederhana, (2). Masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjut, (3). Masa bercocok

6 17 tanam, (4). Masa perundagian. Koleksi benda perunggu prasejarah merupakan benda-benda perunggu yang diciptakan pada zaman peasejarah diantaranya yaitu, kapak, ujung tombak, perhiasan diri: gelang tangan, gelang kaki, anting-anting, kalung, cincin, periuk, nekara, moko, dan giring-giring Museum Negeri Provinsi Bali Museum Negeri Provinsi Bali adalah salah satu Unit Pelaksana Teknis Dinas Kebudayaan Provinsi Bali yang mempunyai tugas-tugas: mengumpulkan meneliti, merawat, dan memamerkan benda-benda budaya untuk tujuan pendidikan, penelitian, dan rekreasi/pariwisata. Museum Negeri Provinsi Bali berdiri pada tanggal 8 Desember 1932 merupakan salah satu museum tertua di Indonesia. Bangunan Museum Negeri Provinsi Bali sendiri merupakan bangunan tradisional yaitu perpaduan antara pura dengan puri serta dilengkapi dengan tempat permandian, Bale Kulkul, Bale Bengong, Candi Bentar, Candi Kurung sehingga bangunan museum sendiri merupakan objek yang menarik (Wirata, 1995: 2). Terletak di pusat Kota Denpasar, tepatnya di Jalan Mayor Wisnu di sebelah timur Lapangan Puputan Badung dan di sebelah selatan Pura Jagatnatha, membujur utara-selatan sepanjang 140 meter dengan pintu masuk menghadap ke barat atau ke Jalan Mayor Wisnu. Berdasarkan koleksi yang dimilikinya Museum Bali termasuk salah satu museum provinsi yang memiliki, dan memamerkan benda-benda budaya sejak zaman prasejarah sampai kini yang mencerminkan seluruh unsur kebudayaan Bali

7 18 antara lain koleksi arkeologika, koleksi historika, koleksi seni rupa, dan koleksi ethnografika. Setelah Indonesia merdeka tanggal 17 Agustus 1945 Museum Negeri Provinsi Bali diambil alih oleh Pemerintah Daerah Provinsi Bali, karena keadaan situasi yang masih dalam serba awal dan menghadapi perang dengan NICA dan Jepang maka pada tanggal 5 Januari 1965 diserahkan pada pemerintah pusat di bawah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, dan menjadi museum umum provinsi dengan nama Museum Negeri Provinsi Bali. Sejak otonomi daerah diberlakukan pada tahun 2000, Museum Negeri Provinsi Bali diserahkan kembali ke Pemerintah Propinsi Bali sebagai salah satu Unit Pelaksana Teknis Dinas Kebudayaan Propinsi Bali dengan nama UPTD Museum Bali berubah nama menjadi UPT. Museum Bali (Dinas Kebudayaan Pemerintah Provinsi Bali, 2011: 6) Pengertian Ornamen Istilah ornamen atau ragam hias berasal dari dua kata yaitu ragam dan hias yang terpadu menjadi satu pengertian yakni pola. Dalam bahasa Inggris disebut ornament dan dalam bahasa Belanda disebut siermotieven. Di dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa, kata ragam itu bermacam-macam, jenis, corak, dan warna. Misalnya: kain yang banyak ragamnya, banyak warnanya, banyak coraknya, dan banyak jenisnya. Di dalam ragam hias banyak bermacammacam pola hias (Senirupaunimed, 2009:3 ).

8 19 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, ornamen adalah hiasan yang dibuat (digambar atau dipahat) pada candi, gereja atau gedung lain (Alwi, 2001 : 804). Kata ornamen berasal dari bahasa latin yaitu ornare, yang berarti menghiasi. Menurut Gustami, ornamen adalah komponen produk seni yang ditambahkan atau sengaja dibuat untuk tujuan sebagai hiasan. Jadi berdasarkan pengertian itu, ornamen merupakan penerapan hiasan pada suatu produk. Bentuk-bentuk hiasan yang menjadi ornamen tersebut fungsi utamanya untuk memperindah produk atau barang yang dihias. Benda atau produk itu mungkin sudah indah, tetapi setelah ditambahkan ornamen pada benda tersebut diharapkan menjadi semakin lebih indah (Sunaryo, 2009: 3) Bentuk Ornamen Pada Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ketiga pengertian bentuk dapat diartikan menjadi empat, yaitu, gambaran, wujud, rupa, sistem dan susunan (Alwi, 2001:135). Berdasarkan uraian mengenai cara pemakaian kata-kata bentuk tersebut diatas, maka dalam kajian ini akan lebih mengacu kepada pemakaian kata bentuk, wujud, dan gambar. Bentuk dalam penelitian ini adalah bentuk-bentuk ornamen pada bendabenda perunggu koleksi Museum Negeri Provinsi Bali, yang termasuk di bidang seni rupa, seni lukis, atau seni gambar yang dibangun dari susunan titik, garis, dan bidang yang dituangkan ke media perunggu yang berupa nekara, moko, tajak, mata tombak, dan giring-giring yang berupa simbol yang bermakna religious.

9 Makna Ornamen Makna merupakan hasil interaksi dinamis antara tanda, interpretant, dan objek. Makna secara historis ditempatkan dan mungkin akan berubah seiring dengan jalannya waktu. Makna bukan konsep yang mutlak dan statis yang bisa ditemukan dalam kemasan pesan. Pemaknaan merupakan proses aktif para ahli semiotika menggunakan kata kerja seperti menciptakan, membangkitkan atau menegosiasikan untuk mengacu pada proses ini. Semua model makna memiliki bentuk yang secara luas mirip. Masing-masing memperhatikan tiga unsur yang ada dalam setiap studi tentang makna. Tiga unsur tersebut adalah a) tanda, b) acuan tanda, dan c) pengguna tanda. Salah satu penjabaran makna adalah makna denotasi dan makna konotatif. Makna denotasi bersifat langsung, yaitu makna khusus yang terdapat dalam sebuah tanda dan pada intinya dapat disebut sebagai gambaran sebuah petanda. Makna konotasi sedikit berbeda dan dihubungkan dengan kebudayaan yang tersirat dalam pembungkusnya tentang makna yang terkandung didalamnya. Makna konotasi dari beberapa tanda akan menjadi semacam mitos atau mitos petunjuk dan menekan makna-makna tersebut sehingga makna konotasi dalam banyak hal merupakan sebuah perwujudan yang sangat berpengaruh. Berbagai makna yang tersirat dalam sebuah bangunan yang dipengaruhi nilai budaya tertentu, dominan mengacu pada makna konotasinya (Mulyono dan Thamrin, 2008:2). Kata makna dalam pembahasan ini dianggap sinonim dengan kata arti. Dalam penggunaanya, kata makna atau arti dapat berkonotasi teknis maupun fungsional. Dikatakan berkonotasi teknis apabila arti itu dikaitkan dengan apa

10 21 yang dipresentasikan dengan kata, hal, atau benda tertentu, sedangkan konotasinya adalah fungsional apabila kata, hal, atau benda tertentu itu dikaitkan dengan suatu pengunaan atau kebermanfaatan (Sedyawati, 2006: 164). Setiap elemen kebudayaan memiliki empat ciri pokok, yaitu bentuk, makna, manfaat, dan fungsi. Dalam hal ini makna suatu benda kebudayaan menyangkut asosiasi subjektif masyarakatnya. Dengan demikian makna yang diberikan pada suatu benda kebudayaan adalah berupa sejumlah gabungan gambaran angan-angan yang dihubungkan dengan sesuatu hal oleh masyarakat yang memiliki atau menciptakan benda tersebut (Kosapilawan, 2010: 9). Makna yang dimaksud dalam penelitian ini adalah arti dari wujud hiasan yang terdapat pada benda-benda logam perunggu Museum Bali. 2.3 Landasan Teori Teori merupakan suatu usaha untuk menerangkan atau menggambarkan pengamatan atau suatu ide untuk menerangkan bagaimana peristiwa itu bisa terjadi. Teori dalam penelitian selalu diperlukan guna mendekatkan permasalahan dengan hasilnya, sehingga tujuan dalam satu penelitian dapat tercapai. Pilihan antara satu atau dua teori harus dapat tercapai dengan tujuan yang telah ditentukan. Penelitian-penelitian ilmiah pada umumnya dilakukan untuk menguji hipotesis. Yang dimaksud dengan hipotesis yaitu dugaan sementara tentang suatu fenomena dimana kebenarannya masih perlu diuji. Hipotesis yang dibuat harus didasarkan atas teori. Landasan teori memiliki sekurang-kurangnya tiga manfaat :

11 22 1. memperdalam pengetahuan tentang bidang yang diteliti, 2. mengetahui hasil-hasil penelitian yang berhubungan dengan yang sudah pernah dilaksanakan, dan 3. memperjelas masalah penelitian (Kountur, 2005: 71-72). Melihat permasalahan yang ada sejumlah teori yang digunakan dalam menelaah objek penelitian. Perlu disadari juga tidak sepenuhnya teori yang ada dapat digunakan secara utuh tetapi hanya digunakan secara terpilih sesuai dengan masalah yang diteliti. Berdasarkan uraian di atas maka penelitian ini akan menggunakan beberapa teori dalam mengungkapkan bentuk dan makna ornamen yang terdapat pada benda-benda perunggu prasejarah koleksi Museum Negeri Provinsi Bali Teori Semiotika Istilah Semiotik atau semiologi yang berasal dari kata Yunani semeion yang berarti tanda atau sign. Semiotik adalah ilmu yang mempelajari sistem tanda seperti: bahasa, kode, sinyal, dan sebagainya Semiotic biasanya didefenisikan sebagai teori filsafat umum yang berkenaan dengan tanda-tanda dan simbol-simbol sebagai bagian dari sistem kode yang digunakan untuk mengkomunikasikan informasi. Semoitik meliputi tandatanda visual dan verbal serta sinyal yang bisa diakses oleh indra kita (Wikipedia, 2011: 1). Secara umum, semiotik didefinisikan sebagai teori filsafat umum yang berkenaan dengan produksi tanda-tanda dan simbol-simbol sebagai bagian dari

12 23 sistem kode yang digunakan untuk mengkomunikasikan informasi. Cassirer membedakan antara tanda dan simbol. Tanda adalah bagian dunia fisik yang berfungsi sebagai operator yang memiliki substansial. Sementara simbol adalah bagian dari dunia makna manusia yang berfungsi sebagai designator. Simbol tidak memiliki kenyataan fisik atau substansial, tetapi hanya memiliki nilai fungsional. Tanda adalah bagian dari dunia fisik, simbol adalah bagian dari dunia makna manusia dan hanya memiliki nilai fungisional (Triguna, 2000: 8). Ernest Cassirern menyebutkan manusia sebagai animal symbolicum, yakni mahluk yang mengunakan media berupa simbol kebahasaan dalam memberi arti dan mengisi kehidupannya. Oleh Cassirer, keberadaan manusia sebagai animal symbol dianggap lebih berarti dari pada keberadaan manusia sebagai mahluk berpikir, karena tanpa adanya simbol, manusia tidak akan mampu melangsungkan kegiatan berpikirnya. Selain itu dengan adanya simbol itu juga memungkinkan manusia bukan hanya untuk sekedar berpikir melainkan juga mengadakan kontak dengan realitas kehidupan di luar diri seraya mengabdikan hasil berpikir dan kontak itu kepada dunia. Semiotika merupakan bidang studi yang khusus mempelajari tentang tanda dan cara tanda-tanda bekerja. Dalam memahami studi tentang makna setidaknya terdapat tiga unsur utama yakni; (1). Tanda, (2). Acuan tanda, dan (3). Pengguna tanda. Tanda adalah sesuatu yang bersifat fisik, bias dipersepsi indra kita, tanda mengacu pada sesuatu di luar tanda itu sendiri, dan bergantung pada penegenalan oleh penggunannya sehingga di sebut tanda (Amminuddin, 1988:16).

13 24 Melalui teori semiotika ini diharapkan mampu untuk mengungkapkan makna dari bentuk-bentuk ornamen pada bejana, mata tombak, moko, tajak, giring-giring, dan nekara di Museum Negeri Provinsi Bali Teori Simbol Simbol-simbol adalah ekspresi alami manusia yang mendasar dan muncul di segala zaman, tempat dan budaya. Simbol-simbol kuno pun masih memiliki kekuatan berbicara kepada dimensi intelektual, emosional, dan spiritual individu dan kelompok. Komunikasi manusia terutama tergantung pada tanda-tanda dalam bentuk kata-kata lisa, gambar-gambar atau gerakan tubuh. Simbol-simbol ini secara sadar mewakili realitas yaitu benda, kegiatan dan konsep-konsep disekitar kita.namun selain itu ada aspek simbolisme yang berhubungan dengan dunia spiritual dan alam bawah sadar kita, dimana simbol dapat mewakili kebenaran dan kearifan yang memdalam yang tidak dapat diekspresikan secara langsung. Semua peradaban mengakui kekuatan dan daya imajinasi simbol dan menggunakannya dalam seni, agama, ritual, dan seni mereka (Dillistone, 2002: 10). Kata simbol berasal dari kata kerja bahasa Yunani sym-bollein yang berarti mencocokkan atau menghubungkan antara dua bagian atau dua entitas yang berbeda (Dillistone, 2002: 21). Hampir tidak mungkin masyarakat tanpa simbol (lambang). Setiap komunikasi dengan bahasa atau sarana yang lain, menggunakan lambanglambang. Manusia adalah animal symbolicum kata Ernst Cassirer. Hanya dengan menggunakan lambang-lambang manusia dapat mencapai potensi dan

14 25 tujuan tertinggi hidupnya. Ungkapan simbolis merupakan jalan menuju kebebasan yang berdaya cipta. Bagi Thomas Mann, Hidup yang menggunakan lambang berarti kebebasan sejati. Simbol merupakan alat yang kuat untuk memperluas penglihatan kita, merangsang daya imajinasi, dan memperdalam pemahaman. Bagi Whitehead simbol mengacu kepada makna; bagi Goethe simbol menggambarkan yang universal; bagi Coleridge simbol berpartisipasi dalam realitas; bagi Toynbee simbol menyinari realitas; bagi Goodenough simbol mendatangkan transformasi atas apa yang harfiah dan lumrah; bagi Brown simbol menyelubungi simbol ke- Allah-an. Sebuah simbol sendiri dapat dipandang sebagai: 1). Sebuah kata atau barang atau tindakan atau peristiwa atau pola, atau pribadi atau hal yang konkret, 2). Yang mewakili atau menggambarkan atau mengisyaratkan atau menandakan atau menyelubungi atau menyampaikan atau mengungkapkan atau berkesesuaian atau berhubungan dengan atau mengacu kepada atau berkaitan dengan, 3). Sesuai yang lebih besar atau transenden atau tertinggi atau terakhir; sebuah makna, realitas, suatu cita-cita, nilai, prestasi, kepercayaan, masyarakat, konsep, lembaga, dan suatu keadaan. Pola ini menyingkapkan bahwa nomor 1 lebih dapat dilihat, lebih dapat didengar, lebih dapat diraba, lebih dekat, lebih konkret daripada no 3. Fungsi simbol menurut defenisi-defenisinya ini yaitu untuk menjembatani jurang antara dunia nomor 1 dan dunia nomor 3, jadi sebuah simbol menghubungkan atau menggabungkan (Dillistone, 2002: 17). Simbol berkembang dalam kehidupan manusia beserta perkembangan pemikiran, pandangan hidup, dan budayanya. Simbol erat kaitannya dengan

15 26 manusia yang mempunyai kesadaran diri dan dorongan untuk mengetahui tentang dirinya sendiri termasuk tujuan hidupnya. Menurut Austin Farrer, manusia senantiasa dan dimana pun bergulat dengan bayang-bayangan tak terbatas, berupaya untuk melihat dan melapaui bayangan-bayangan itu, realitas yang disimbolkan. Karena itu simbol memiliki peran penting dalam hidup manusia. Menurut Paul Tillich simbol memliki empat ciri khas yang berhubungan dengan manusia, 1). Simbol berfungsi seturut dengan ciri khas yang membedakan simbol dengan tanda, 2). Simbol membukakan kepada manusia adanya tingkat-tingkat realitas yang tidak dapat dimengerti dengan cara lain, 3). Simbol membuka dimensi-dimensi roh batiniah manusia sehingga terwujud suatu korespondensi atau korelasi dengan segi-segi realitas tertinggi, dan 4). Simbol mirip dengan mahluk hidup: muncul dari kegelapan, dan hidup oleh karena hubungan dengan suatu kebudayaan khusus. Karena itu simbol tidak terpisahkan dengan suatu kebudayaan masyarakat tertentu. Dalam masyarakat simbol memiliki tempatnya karena berkembang dan turut mengembangkan kebudayaan sehingga manusia semakin mengenali realitas dirinya dan realitas yang tertinggi (Dillistone, 2002: 124). Setelah mengetahui peran simbol dalam hidup manusia menurut uraian Tillich, kondisi manusia tanpa simbol dapat dibayangkan. Apabila kehilangan simbol dalam kehidupannya manusia tidak sanggup memahami realitas yang tertinggi dan dimensi-dimensi baru dalam realitas dan subjek pemandang (Dillistone, 2002: 128).

16 27 Menurut Dillistone simbol memiliki empat ciri khas yang dirangkum dari essai-essai karangan Paul Tillich yaitu, 1. Simbol bersifat figuratif. Simbol selalu menunjuk kepada sesuatu di luar dirinya sendiri, sesuatu yang tingkatannya lebih tinggi. 2. Simbol bersifat dapat diserap baik sebagai bentuk objektif maupun sebagai konsepsi imajinatif. 3. Simbol memliki daya kekuatan yang melekat. Pada titik ini simbol dapat dilihat sebagai sesuatu yang memiliki daya dan kekuatan. Simbol dapat menarik manusia masuk dalam pengalaman ketersingkapan realitas-realitas yang lebih tinggi atau lebih dalam. Pengalaman seperti ini dapat dialami dalam pengalaman mistis atau artistis. 4. Simbol memiliki akar dalam masyarakat dan mendapat dukungan dari masyarakat (Dillistone, 2002: 127). Melalui keberadaan simbol manusia menjadi mampu untuk mengenal dan memahami realitas tertinggi yang terungkap lewat simbol (Dillistone, 2002: 144) Teori Estetika Estetika dengan ungkapan lain adalah teori kesenian, filsafat seni atau teori keindahan merupakan bagian penting dari pranata kesenian dan pranata kesenian tersebut dapat dilihat sebagai salah satu keterpaduan sistemik. (Sedyawati, 2006: 125). Tujuan orang melakukan seni adalah sebagai sasaran langsung ataupun sebagai sasaran antara bertujuan untuk menghadirkan keindahan. Dikatakan

17 28 sasaran langsung apabila penikmat seni memang menjadi tujuan utama atau tujuan satu-satunya, sedangkan sasaran itu dikatakan sasaran antara apabila tujuan utama dari kegiatan berseni itu adalah sesuatu di luar penikmatan seni itu sendiri, melainkan misalnya pencapaian tujuan-tujuan keagamaan (Sedyawati, 2006: 127). Teori estetika sebagai pengetahuan diketengahkan oleh Thomas Munro; ia mengetengahkan bahwa menganggap seni sebagai ilmu pengetahuan berarti bertentangan dengan teori klasik dari Plato dan Aristoteles yang cenderung kepada pandangan filsafat. Kebanyakan orang menganggap bahwa suatu karya seni harus mampu mengungkapkan diri melalui tata bentuknya sehingga dapat dipahami maknanya. William Bossart mencoba mendiskusikan pengertian bentuk suatu karya seni, yang menurutnya pertama-tama haruslah bersifat ekspresif, yaitu sebagai perwujudan kualitas emosional tertentu yang menyebabkan karya itu bisa di pahami tanpa harus menggali pengalaman lampau dari si pengamat. Seperti halnya dalam konteks permainan seni menolak tiap penjelasan lebih lanjut tentang bentuk dan pengertiannya, lewat bentuknya itulah seni membuka diri bagi kontemplasi estetis (Setjoatmodjo, 1988: 4). Sumber dan kualitas impuls kreatif pada diri si seniman pada waktu menciptakan karya seni, telah diteliti oleh Mounro Beardsley. Menurut Breadsley proses kreatif adalah kegiatan fisik dan mental yang berlangsung sejak munculnya insep sampai penyelesaian final yaitu selang waktu bagaimana karya seni itu menentukan eksistensinya serta memiliki sifat-sifatnya melalui tahapan mencipta. Proses kreatif adalah laksana suatu penjelajahan yang terarah kepada tujuan

18 29 tertentu, kreasi artistik tidak lain adalah penciptaan sesuatu objek yang selfcreative (Setjoatmodjo, 1988:5) Untuk mendapatkan kejelasan apakah seni itu merupakan ekspresi atau isi dari sesuatu emosi C. J. Ducasse mencoba menelaah masalah bahasa emosi dalam kaitanya dengan seni. Apakah mungkin ada pengalaman estetis yang ditimbulkan karya seni dengan perasaan si seniman yang diekspresikan lewat objek ciptaannya? Menurut Ducasse, seni adalah aktivitas yang punya tujuan yang terkontrol, yang bermaksud menciptakan suatu objek yang punya kemampuan merefleksi terhadap penciptanya. Bila ia mengkontempletasi import emosionalnya, image perasaanlah yang melahirkan bentuk dan isi spesifik bagi objek; objek itulah yang akan membangkitkan perasaan estetis yaitu bahasa perasan si seniman yang diekspresikan lewat karyanya. Proses penciptaan karya seni adalah proses komunikasi, proses ekspresi, yaitu memindahkan perasaan supaya dapat di tanggapi pihak lain sehingga mengalami perasaan yang sama demikian menurut Herbert Read. Fungsi seni itu adalah untuk mengekspresikan perasaan dan memindahkan pengertian. Menurut Edgar De Bruyne tentang asal mula seni dan perkembangannya berpendapat bahwa seni bukan gejala yang serba mewah, bukan untuk kegunaan praktis juga bukan semata-mata permainan atau pengutipan. Seni menyangkut kesadaran terhadap rasa nilai dan merupakan penciptaan tata bentuk yang di sengaja dan terencana. Seni membabarkan pengertian yang hidup diantara bentuk dan tata nilai. Sekalipun kehidupan manusia terus berubah namun perkembangan seni tidak mesti sejalan dengan perkembangan kebudayaan. Seni yang bercorak

19 30 primitif bisa saja muncul dalam era kebudayaan dan teknologi modern (Setjoatmodjo, 1988:6). Seni mengandung unsur-unsur praktis maupun estetis tetapi tanpa lebih dari itu ia tidak dapat dikembalikan kepada sumber dari kepuasan estetis maupun kepada kegunaan sebagai peralatan praktis, yang karena dirinya sendiri, dan terlepas dari setiap pengaruh terhadap kesadaran, akan tunduk kepada tujuantujuan kehidupan seni menyangkut kesadaran baik pada diri seniman maupun pada diri manusia yang disuguhinya, tetapi kesadaran ini agar supaya seni dapat dirasakan sebagai gejala khusus terhadap tata bentuk, rasa kefakuran terhadap Tuhan (Setjoatmodjo, 1988: 88) Pada dasarnya seni merupakan gejala yang rumit seperti halnya kehidupan manusia. Seni tersusun atas berbagai unsur, yang tunduk pada hukum-hukum kejiwaan dan pengaruh-pengaruh dari luar. Seperti halnya manusia yang perhatian dan tingkah lakunya berpindah dari suatu objek ke objek lain, sesuai dengan kepercayaannya saat itu. Demikian pula dengan minat artistic berbagai bangsa yang juga berpindah-pindah dari aspek satu ke aspek lain. Kaidah pembagian seni sebagian dapat diduga dan ditentukan sejauh ia bersamaan dengan kaidah-kaidah kehidupan, kesadaran dan kejiwaan. Berdasarkan penjelasan di atas maka jelaslah bahwa benda-benda perunggu koleksi Museum Bali seperti nekara, moko, tajak, giring-giring, merupakan benda seni yang sengaja dibuat oleh seorang seniman dan telah melewati dan merupakan proses kreatif seni yang dibuat secara sadar, terkontrol, terarah dan terencana. Dikatakan termasuk benda seni karena benda-benda ini

20 31 dipakai saat-saat tertentu saja misalnya pada saat upacara. Benda-benda ini bisa mengandung tujuan praktis, non praktis, estetis dan non estetis dalam proses pembuatannya. Benda-benda ini dibuat dengan ketaatan terhadap hukum-hukum yang berlaku dan mendapat pengaruh dari luar (Setjoatmodjo, 1988: 89). 2.4 Model Penelitian Model penelitian merupakan penggambaran yang bersifat penyederhanaan dari suatu keadaan atau fenomena rumit di lapangan berkenaan dengan objek penelitian. Model penelitian lazimnya dikemukakan dalam bentuk gambar (bagan, grafik, atau bentuk gambar lainnya) disertai dengan penjelasan model dan keterangan mengenai tanda-tanda yang digunakan dalam model. Data yang telah dikumpulkan dari hasil pengamatan wawancara, dan dokumen (gambar/foto) ini sesuai dengan tipe penelitian deskriptif. Maka data tersebut dianalisis secara deskriptif kualitatif. Selanjutnya model penelitian dilukiskan dalam bagan seperti di bawah ini ;

21 32 MUSEUM NEGERI PROVINSI BALI KOLEKSI BENDA-BENDA PERUNGGU PRASEJARAH -Tajak -Nekara -Moko -Bejana -Mata Tombak -Giring-giring BENTUK DAN MAKNA ORNAMEN BENTUK ORNAMEN - Kedok - Tumpal - Pilin Berganda -Garis-Garis -persegi -Persegi Panjang -Belah Ketupat - Katak - Rusa -Buah Paria - Bintang -Matahari MAKNA -Pemujaan kepada arwah leluhur -Berkaitan dengan alam bawah -Kekuatan gaib atau magis -Kewibawaan 2.1. Model Penelitian

22 33 Keterangan Bagan Bagan diatas dapat dijelaskan bahwa, Museum Negeri Bali memiliki koleksi arkeologi, berupa koleksi perunggu prasejarah. Adapun benda-benda perunggu ini meliputi bejana, mata tombak, moko, giring-giring, tajak, dan nekara. Benda-benda perunggu di Museum Negeri Provinsi Bali ini akan dikaji dari bentuk dan makna ornamennya. Penelitian ini dilakukan yakni dengan harapan dapat memecahkan dan memberikan kejelasan tentang bentuk-bentuk ornamen prasejarah, dan makna dari ornamen tersebut. dengan terungkapnya bentuk ornamen maka akan semakin jelas makna yang terkandung didalamnya, yakni makna Pemujaan kepada arwah leluhur, makna berkaitan dengan alam bawah, makna kekuatan gaib atau magis, dan makna Kewibawaan.

BAB I PENDAHULUAN. logam tertentu. Kemampuan ini sangat mengagumkan dan revolusioner. Sehingga

BAB I PENDAHULUAN. logam tertentu. Kemampuan ini sangat mengagumkan dan revolusioner. Sehingga 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak berubahnya teknologi batu ke teknologi logam, kehidupan manusia dalam segala aspek sosial, politik, maupun ekonomi menjadi semakin maju (Haryono, 2001: 1).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seni adalah karya cipta manusia yang memiliki nilai estetika dan artistik.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seni adalah karya cipta manusia yang memiliki nilai estetika dan artistik. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seni adalah karya cipta manusia yang memiliki nilai estetika dan artistik. Sepanjang sejarah, manusia tidak terlepas dari seni. Karena seni adalah salah satu

Lebih terperinci

RAGAM HIAS FLORA Ragam hias flora

RAGAM HIAS FLORA Ragam hias flora RAGAM HIAS FLORA Ragam hias flora Flora sebagai sumber objek motif ragam hias dapat dijumpai hampir di seluruh pulau di Indonesia. Ragam hias dengan motif flora (vegetal) mudah dijumpai pada barang-barang

Lebih terperinci

Oleh: Kasiyan, M.Hum. Jurusan Pendidikan Seni Rupa Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta

Oleh: Kasiyan, M.Hum. Jurusan Pendidikan Seni Rupa Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta RAGAM HIAS TRADISIONAL Oleh: Kasiyan, M.Hum. Jurusan Pendidikan Seni Rupa Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta Pengertian Ragam Hias Ragam hias adalah bentuk dasar hiasan yang biasanya

Lebih terperinci

Penerapan Ragam Hias pada Bahan Tekstil

Penerapan Ragam Hias pada Bahan Tekstil Penerapan ragam hias flora, fauna, dan geometris pada bahan tekstil banyak dijumpai di berbagai daerah di Indonesia. Penerapan ragam hias pada bahan tekstil dapat dilakukan dengan cara membatik, menenun,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting dan berharga. Kebudayaan tersebut dapat menjadi pedoman atau

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting dan berharga. Kebudayaan tersebut dapat menjadi pedoman atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebudayaan masyarakat masa lampau merupakan catatan sejarah yang sangat penting dan berharga. Kebudayaan tersebut dapat menjadi pedoman atau pegangan hidup bagi masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada penggunaan lambang suatu kerajaan (Zoest, 1993, hal. 6). Simbol

BAB I PENDAHULUAN. pada penggunaan lambang suatu kerajaan (Zoest, 1993, hal. 6). Simbol BAB I PENDAHULUAN I.1.Latar Belakang Simbol merupakan tanda yang muncul dari kesepakatan sosial, misal pada penggunaan lambang suatu kerajaan (Zoest, 1993, hal. 6). Simbol sangat erat dengan kehidupan

Lebih terperinci

SOAL PENGAYAAN A. FLORA, FAUNA DAN ALAM BENDA

SOAL PENGAYAAN A. FLORA, FAUNA DAN ALAM BENDA SOAL PENGAYAAN A. FLORA, FAUNA DAN ALAM BENDA 1 Jelaskan apa yang dimaksud dengan aktivitas fisik dan mental dalam menggambar! 2 Sebutkan dan jelaskan dua komposisi dalam menggambar! 3 Sebutkan contoh

Lebih terperinci

ESTETIKA ABAD KE-20 SUSANNE K. LANGER. Oleh : Ritter Willy Putra Christina Abigail Daniz Puspita

ESTETIKA ABAD KE-20 SUSANNE K. LANGER. Oleh : Ritter Willy Putra Christina Abigail Daniz Puspita ESTETIKA ABAD KE-20 SUSANNE K. LANGER Oleh : Ritter Willy Putra 12120210157 Christina Abigail 12120210195 Daniz Puspita 12120210208 Fifiani Lugito 12120210231 Harryanto 12120210370 Fakultas Seni dan Desain,

Lebih terperinci

SEJARAH DESAIN. Bentuk Dan Isi Modul 8. Udhi Marsudi, S.Sn. M.Sn. Modul ke: Fakultas Desain dan Seni Kreatif. Program Studi Desain Produk

SEJARAH DESAIN. Bentuk Dan Isi Modul 8. Udhi Marsudi, S.Sn. M.Sn. Modul ke: Fakultas Desain dan Seni Kreatif. Program Studi Desain Produk SEJARAH DESAIN Modul ke: Bentuk Dan Isi Modul 8 Fakultas Desain dan Seni Kreatif Udhi Marsudi, S.Sn. M.Sn Program Studi Desain Produk www.mercubuana.ac.id Bentuk Dan Isi Abstract Bentuk dan isi merupakan

Lebih terperinci

BAB II SENI TARI DAN UNSUR VISUAL

BAB II SENI TARI DAN UNSUR VISUAL BAB II SENI TARI DAN UNSUR VISUAL 2.1. Seni dan Tari 2.1.1. Pengertian Seni Seni dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1991: 915) didefinisikan sebagai keahlian membuat karya yang bermutu dilihat dari segi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG 1 I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG 1. Batasan Masalah Karya seni mempunyai pengertian sangat luas sehingga setiap individu dapat mengartikannya secara berbeda. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, karya

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS TENTANG KEPARIWISATAAN KEBUDAYAAN

BAB II URAIAN TEORITIS TENTANG KEPARIWISATAAN KEBUDAYAAN BAB II URAIAN TEORITIS TENTANG KEPARIWISATAAN KEBUDAYAAN 2.1 Uraina Tentang Seni Kata seni berasal dari kata "SANI" yang kurang lebih artinya "Jiwa Yang Luhur/ Ketulusan jiwa". Menurut kajian ilmu di eropa

Lebih terperinci

Mengenal Jenis, Bentuk, dan Teknik Pembuatan Karya Seni Rupa Tradisional Daerah Setempat

Mengenal Jenis, Bentuk, dan Teknik Pembuatan Karya Seni Rupa Tradisional Daerah Setempat Mengenal Jenis, Bentuk, dan Teknik Pembuatan Karya Seni Rupa Tradisional Daerah Setempat : Umi Faradillah, S.Pd Standar Kompetensi Mengapresiasi Karya Seni Rupa Kompetensi Dasar 1. Mengidentifikasi jenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kata Desain merupakan hal yang sangat lumrah dikalangan para graphic desainer. dalam bahasa Inggris desain diambil dari bahasa Latin (designare) yang artinya merencanakan

Lebih terperinci

BAB III KONSEP PERANCANGAN A.

BAB III KONSEP PERANCANGAN A. BAB III KONSEP PERANCANGAN A. Bagan Pemecahan Masalah Perancangan Motif teratai sebagai hiasan tepi kain lurik Sumber Ide teratai Identifikasi Masalah 1. Perancangan motif teratai sebagai hiasan tepi pada

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain (Alwi, dkk 2003: 588).

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain (Alwi, dkk 2003: 588). BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun yang ada diluar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

SENI KRIYA. Oleh: B Muria Zuhdi

SENI KRIYA. Oleh: B Muria Zuhdi SENI KRIYA Oleh: B Muria Zuhdi PENGERTIAN SENI KRIA Kriya dalam konteks masa lampau dimaknai sebagai suatu karya seni yang unik dan karakteristik yang di dalamnya mengandung muatan nilai estetik, simbolik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang subordinatif, di mana bahasa berada dibawah lingkup kebudayaan.

BAB I PENDAHULUAN. yang subordinatif, di mana bahasa berada dibawah lingkup kebudayaan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan bagian dari kebudayaan, ada juga yang mengatakan bahwa bahasa dan kebudayaan merupakan dua hal yang berbeda, namun antara bahasa dan kebudayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada era modern saat ini sangat jarang terlihat rumah-rumah tradisional

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada era modern saat ini sangat jarang terlihat rumah-rumah tradisional BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era modern saat ini sangat jarang terlihat rumah-rumah tradisional dibangun, namun cukup banyak ditemukan bangunan-bangunan yang diberi sentuhan tradisional

Lebih terperinci

BAB II DATA DAN ANALISA. Sumber data-data untuk menunjang studi Desain Komunikasi Visual diperoleh. 3. Pengamatan langsung / observasi

BAB II DATA DAN ANALISA. Sumber data-data untuk menunjang studi Desain Komunikasi Visual diperoleh. 3. Pengamatan langsung / observasi BAB II DATA DAN ANALISA 2. 1 Data dan Literatur Sumber data-data untuk menunjang studi Desain Komunikasi Visual diperoleh dari: 1. Media elektronik: Internet 2. Literatur: Koran, Buku 3. Pengamatan langsung

Lebih terperinci

ARTIKEL TENTANG SENI TARI

ARTIKEL TENTANG SENI TARI NAMA : MAHDALENA KELAS : VII - 4 MAPEL : SBK ARTIKEL TENTANG SENI TARI A. PENGERTIAN SENI TARI Secara harfiah, istilah seni tari diartikan sebagai proses penciptaan gerak tubuh yang berirama dan diiringi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang popular ialah buku Indonesische siermotieven yang disusun oleh Van Der

BAB I PENDAHULUAN. yang popular ialah buku Indonesische siermotieven yang disusun oleh Van Der BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ragam hias di Indonesia merupakan kesatuan dari pola-pola ragam hias daerah atau suku-suku yang telah membudaya berabad-abad. Salah satu dari buku yang popular

Lebih terperinci

ORNAMEN Pengertian ornamen secara umum Istilah ornamen berasal dari kata Ornare (bahasa Latin) yang berarti menghiasisedang dalam bahasa Inggris

ORNAMEN Pengertian ornamen secara umum Istilah ornamen berasal dari kata Ornare (bahasa Latin) yang berarti menghiasisedang dalam bahasa Inggris ORNAMEN Pengertian ornamen secara umum Istilah ornamen berasal dari kata Ornare (bahasa Latin) yang berarti menghiasisedang dalam bahasa Inggris ornament berarti perhiasan. Secara umum ornament adalah

Lebih terperinci

Mata Kuliah Persepsi Bentuk

Mata Kuliah Persepsi Bentuk Modul ke: Mata Kuliah Persepsi Bentuk Pertemuan 11 Fakultas FDSK Ali Ramadhan S.Sn.,M.Ds Program Studi Desain Produk Grafis Dan Multimedia www.mercubuana.ac.id IDE Dalam dunia seni rupa umumnya dikenal

Lebih terperinci

MODUL PERKULIAHAN. Sejarah Desain. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh

MODUL PERKULIAHAN. Sejarah Desain. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh MODUL PERKULIAHAN Sejarah Seni Rupa Prasejarah Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Fakultas Teknik Perencanaan & Desain Desain Produk 01 Kode MK Abstract Seni rupa dapat dikatakan sebagai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Media Kartu Bergambar 2.1.1 Pengertian Media Kartu Bergambar Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti perantara. Dengan demikian media dapat

Lebih terperinci

Pengertian. Ragam hias. Teknik. Pada pelajaran Bab 4, peserta didik diharapkan peduli dan melakukan aktivitas berkesenian,

Pengertian. Ragam hias. Teknik. Pada pelajaran Bab 4, peserta didik diharapkan peduli dan melakukan aktivitas berkesenian, Bab 4 Menerapkan Ragam Hias pada Bahan Kayu Alur Pembelajaran Pengertian Menerapkan Ragam Hias pada Bahan Kayu Ragam hias Teknik Menggambar Ragam Hias Ukiran Melukis Ragam Hias di Atas Bahan Kayu Pada

Lebih terperinci

DESKRIPSI KARYA SENI MONUMENTAL Judul Karya Seni Monumental (kriya Seni): Predator. Pencipta I Made Sumantra, S.Sn, M.Sn

DESKRIPSI KARYA SENI MONUMENTAL Judul Karya Seni Monumental (kriya Seni): Predator. Pencipta I Made Sumantra, S.Sn, M.Sn DESKRIPSI KARYA SENI MONUMENTAL Judul Karya Seni Monumental (kriya Seni): Predator Pencipta I Made Sumantra, S.Sn, M.Sn FAKULTAS SENI RUPA DAN DESAIN INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR 2017 DESKRIPSI KARYA

Lebih terperinci

MODUL SENI RUPA KELAS X TAHUN AJARAN BERKARYA SENI RUPA TIGA DIMENSI

MODUL SENI RUPA KELAS X TAHUN AJARAN BERKARYA SENI RUPA TIGA DIMENSI YAYASAN WIDYA BHAKTI SEKOLAH MENENGAH ATAS SANTA ANGELA TERAKREDITASI A Jl. Merdeka No. 24 Bandung 022. 4214714 Fax.022. 4222587 http//: www.smasantaangela.sch.id, e-mail : smaangela@yahoo.co.id 043 MODUL

Lebih terperinci

2 Berkarya Seni Rupa. Bab. Tiga Dimensi (3D) Peta Materi. Di unduh dari : Bukupaket.com. Jenis Karya. Berkarya Seni Rupa 3 D.

2 Berkarya Seni Rupa. Bab. Tiga Dimensi (3D) Peta Materi. Di unduh dari : Bukupaket.com. Jenis Karya. Berkarya Seni Rupa 3 D. Bab 2 Berkarya Seni Rupa Tiga Dimensi (3D) Peta Materi Pengertian Jenis Karya Berkarya Seni Rupa 3 D Simbol Karya Nilai Estetis Proses Berkarya 32 Kelas X SMA / MA / SMK / MAK Setelah mempelajari Bab 2

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Pesisir Timur pantai Sumatera Utara sejak abad ke-13, merupakan tempat persinggahan bangsa-bangsa asing dan lintas perdagangan. Bangsa India dan Arab datang dengan

Lebih terperinci

III. METODE PENCIPTAAN TOPENG SEBAGAI TEMA DALAM PENCIPTAAN KARYA SENI RUPA. A. Implementasi Teoritis

III. METODE PENCIPTAAN TOPENG SEBAGAI TEMA DALAM PENCIPTAAN KARYA SENI RUPA. A. Implementasi Teoritis III. METODE PENCIPTAAN TOPENG SEBAGAI TEMA DALAM PENCIPTAAN KARYA SENI RUPA A. Implementasi Teoritis Penulis menyadari bahwa topeng merupakan sebuah bagian peninggalan prasejarah yang sekarang masih mampu

Lebih terperinci

Kajian Perhiasan Tradisional

Kajian Perhiasan Tradisional Kajian Perhiasan Tradisional Oleh : Kiki Indrianti Program Studi Kriya Tekstil dan Mode, Universitas Telkom ABSTRAK Kekayaan budaya Indonesia sangat berlimpah dan beragam macam. Dengan keanekaragaman budaya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN 1.1 Tinjauan Pustaka Tinjauan pustaka dalam suatu penelitian sangatlah penting, terutama untuk memperoleh pandangan-pandangan dan teori-teori

Lebih terperinci

Ragam Hias Tenun Ikat Nusantara

Ragam Hias Tenun Ikat Nusantara RAGAM HIAS TENUN IKAT NUSANTARA 125 Ragam Hias Tenun Ikat Nusantara A. RINGKASAN Pada bab ini kita akan mempelajari sejarah teknik tenun ikat pada saat mulai dikenal masyarakat Nusantara. Selain itu, akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kata songket. Tanjung Pura Langkat merupakan pusat Pemerintahan Kesultanan

BAB I PENDAHULUAN. kata songket. Tanjung Pura Langkat merupakan pusat Pemerintahan Kesultanan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kata songket memiliki banyak definisi dari beberapa beberapa para ahli yang telah mengadakan penelitian dan pengamatan terhadap kain songket. Menurut para ahli

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Moses, 2014 Keraton Ismahayana Landak Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN. Moses, 2014 Keraton Ismahayana Landak Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kesenian merupakan sarana yang digunakan untuk mengekspresikan rasa keindahan dari dalam jiwa manusia. Selain itu kesenian juga mempunyai fungsi lain, seperti

Lebih terperinci

Blangkon gaya Yogyakarta ditinjau dari bentuk motif dan makna simbolisnya

Blangkon gaya Yogyakarta ditinjau dari bentuk motif dan makna simbolisnya Blangkon gaya Yogyakarta ditinjau dari bentuk motif dan makna simbolisnya Oleh Sarimo NIM: K3201008 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perjalanan peradaban bangsa Indonesia telah berlangsung dalam kurun

Lebih terperinci

Mata Kuliah Persepsi Bentuk

Mata Kuliah Persepsi Bentuk Modul ke: Mata Kuliah Persepsi Bentuk Pertemuan 11 Fakultas FDSK Nina Maftukha, S.Pd., M.Sn Program Studi Desain Produk www.mercubuana.ac.id IDE Dalam dunia seni rupa umumnya dikenal ada dua struktur,

Lebih terperinci

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran(RPP)

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran(RPP) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran(RPP) Satuan Pendidikan : SMP/MTs Mata Pelajaran : Seni Budaya Kelas / Semester : VII / Materi Pokok : SENI RUPA Sub Materi Pokok : Menerapkan Ragam Hias pada Bahan Keras

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Pembahasan pada bab ini yang akan dibahas lebih terfokus pada metode yang digunakan dalam pengumpulan data, pemilihan data serta teknik pengolahan yang akan digunakan agar mendapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra adalah seni yang tercipta dari tangan-tangan kreatif, yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Sastra adalah seni yang tercipta dari tangan-tangan kreatif, yang merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah seni yang tercipta dari tangan-tangan kreatif, yang merupakan jabaran dari kehidupan yang terjadi di muka bumi ini. Sastra merupakan salah satu seni yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Peninggalan sejarah Islam diacehsalah satunya kesenian. Kesenian merupakan sesuatu yang diciptakan oleh manusia yang mengandung unsur keindahan yang dapat didengar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di dunia ini banyak hal yang tidak terbaca karena selalu ada sesuatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di dunia ini banyak hal yang tidak terbaca karena selalu ada sesuatu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dunia ini banyak hal yang tidak terbaca karena selalu ada sesuatu yang tidak bisa terungkap secara kasat mata. Untuk mengungkapkan sesuatu kadang tabu untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya memiliki nilai spiritual. Anggapan ini membuat hewan, tumbuhan, dan

BAB I PENDAHULUAN. lainnya memiliki nilai spiritual. Anggapan ini membuat hewan, tumbuhan, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hubungan manusia dengan hewan, tumbuhan, dan beberapa benda alam lainnya memiliki nilai spiritual. Anggapan ini membuat hewan, tumbuhan, dan beberapa benda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sofyan Alamhudi, 2014 Kajian Visual Celengan Gerabah Di Desa Arjawinangun Blok Posong Kabupaten Cirebon

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sofyan Alamhudi, 2014 Kajian Visual Celengan Gerabah Di Desa Arjawinangun Blok Posong Kabupaten Cirebon BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sejak zaman dahulu selalu melakukan banyak hal untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, dari kebutuhan pokok hingga kepuasan batin. Banyak teori yang mengemukakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Museum Budaya Dayak Di Kota Palangka Raya Page 1

BAB I PENDAHULUAN. Museum Budaya Dayak Di Kota Palangka Raya Page 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1. LATAR BELAKANG EKSISTENSI PROYEK Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Karya sastra merupakan hasil cipta, rasa dan karsa manusia, selain memberikan hiburan juga sarat dengan nilai, baik nilai keindahan maupun nilai- nilai ajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam budaya Batak Toba terdapat jenis Ragam Hias (Ornamen) yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam budaya Batak Toba terdapat jenis Ragam Hias (Ornamen) yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam budaya Batak Toba terdapat jenis Ragam Hias (Ornamen) yang sarat dengan nilai serta banyak melahirkan karya yang memiliki kekhususan, citra unggul, unik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Syafrida Eliani, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Syafrida Eliani, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia dengan keanekaragaman suku bangsa, memiliki kekayaan berbagai ornamen yang diterapkan sebagai penghias dalam berbagai benda, seperti lukisan, sulaman,

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG MASALAH

A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pada dasarnya manusia hidup di dunia harus memenuhi lima kebutuhan pokok untuk bertahan hidup, yaitu kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman, kebutuhan sosial,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut sejarah seni kerajinan di Indonesia sudah ada semenjak zaman pra sejarah yaitu zaman Neolitikum. Pada saat itu manusia mulai pada perkembangan hidup menetap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. - Arkeologika, benda koleksi merupakan benda objek penelitian ilmu arkeologi.

BAB I PENDAHULUAN. - Arkeologika, benda koleksi merupakan benda objek penelitian ilmu arkeologi. PENDAHULUAN BAB 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Museum Negeri Provinsi Papua telah dirintis sejak tahun 1981/ 1982 oleh Kepala Bidang Permuseuman, Sejarah dan Kepurbakalaan Departemen Pendidikan

Lebih terperinci

TUGAS SENI BUDAYA ARTIKEL SENI RUPA

TUGAS SENI BUDAYA ARTIKEL SENI RUPA TUGAS SENI BUDAYA ARTIKEL SENI RUPA Nama : Muhammad Bagus Zulmi Kelas : X 4 MIA No : 23 SENI RUPA Seni rupa adalah cabang seni yang membentuk karya seni dengan media yang bisa ditangkap mata dan dirasakan

Lebih terperinci

FUNGSI SENI. Ayat Suryatna. dipublikasikan pada Jurnal Seni Rupa dan Desain Vol.1 No.3 Agustus Abstrak

FUNGSI SENI. Ayat Suryatna. dipublikasikan pada Jurnal Seni Rupa dan Desain Vol.1 No.3 Agustus Abstrak FUNGSI SENI Ayat Suryatna dipublikasikan pada Jurnal Seni Rupa dan Desain Vol.1 No.3 Agustus 2001 Abstrak Dalam kenyataannya, seni meliputi dua hal, yaitu proses penciptaan seni dan karya seni. Seni juga

Lebih terperinci

2. Fungsi tari. a. Fungsi tari primitif

2. Fungsi tari. a. Fungsi tari primitif 2. Fungsi tari Tumbuh dan berkembangnya berbagai jenis tari dalam kategori tari tradisional dan tari non trasional disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor ekternal. Faktor internal

Lebih terperinci

BAB 4 PENUTUP. Universitas Indonesia

BAB 4 PENUTUP. Universitas Indonesia BAB 4 PENUTUP Tembikar merupakan salah satu tinggalan arkeologi yang penting dalam mempelajari kehidupan manusia masa lalu. Berbagai informasi dapat diperoleh dari artefak berbahan tanah liat ini, mulai

Lebih terperinci

GAMBAR ORNAMEN. Dwi Retno SA., M.Sn

GAMBAR ORNAMEN. Dwi Retno SA., M.Sn GAMBAR ORNAMEN Dwi Retno SA., M.Sn PENGERTIAN ORNAMEN berasal dari kata ORNARE (bahasa Latin) yang berarti menghias. juga berarti dekorasi atau hiasan sering disebut sebagai disain dekoratif atau disain

Lebih terperinci

54. Mata Pelajaran Seni Budaya dan Keterampilan untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunarungu (SDLB B) A. Latar Belakang

54. Mata Pelajaran Seni Budaya dan Keterampilan untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunarungu (SDLB B) A. Latar Belakang 54. Mata Pelajaran Seni Budaya dan untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunarungu (SDLB B) A. Latar Belakang Muatan seni budaya dan keterampilan sebagaimana yang diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Republik

Lebih terperinci

BAB II. KONSEP PENCIPTAAN. kaki yang lainnya (https://en.wiktionary.org/wiki/cross-legged). Dimana

BAB II. KONSEP PENCIPTAAN. kaki yang lainnya (https://en.wiktionary.org/wiki/cross-legged). Dimana BAB II. KONSEP PENCIPTAAN A. Sumber Penciptaan 1. Crossed leg Crossed leg secara harfiah memiliki arti menyilangkan kaki diatas kaki yang lainnya (https://en.wiktionary.org/wiki/cross-legged). Dimana menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kewajiban umat Islam untuk melaksanakan shalat, rukun kedua dari agama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kewajiban umat Islam untuk melaksanakan shalat, rukun kedua dari agama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kewajiban umat Islam untuk melaksanakan shalat, rukun kedua dari agama Islam, memberikan pengaruh yang kuat terhadap masjid sebagai bentuk arsitektur Islam yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rachmayanti Gustiani, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rachmayanti Gustiani, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan cara yang ditempuh untuk memberikan pengetahuan kepada anak didik melalui pembelajaran, seperti definisi pendidikan menurut Kamus Besar

Lebih terperinci

Budaya Banten Tingkat Awal

Budaya Banten Tingkat Awal XIX. Budaya Banten Tingkat Awal Penelusuran sejarah kebudayaan manusia sangat diperlukan sebagai rekam jejak untuk mengetahui tingkat peradaan suatu bangsa. Asal usul manusia yang tinggal di wilayah tertentu

Lebih terperinci

BAB III PROSES DAN TEKNIK PENCIPTAAN

BAB III PROSES DAN TEKNIK PENCIPTAAN BAB III PROSES DAN TEKNIK PENCIPTAAN Sebuah karya seni dapat terlihat dari dorongan perasaan pribadi pelukis. Menciptakan karya seni selalu di hubungkan dengan ekspresi pribadi senimannya. Hal itu di awali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara Timur. Di pulau ini ditemukan banyak tinggalan arkeologis yang

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara Timur. Di pulau ini ditemukan banyak tinggalan arkeologis yang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pulau Alor merupakan salah satu pulau yang terletak di Kepulauan Nusa Tenggara Timur. Di pulau ini ditemukan banyak tinggalan arkeologis yang diperkirakan berasal dari

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. terhadap api dan segala bentuk benda tajam. Seni dan budaya debus kini menjadi

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. terhadap api dan segala bentuk benda tajam. Seni dan budaya debus kini menjadi BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Debus, berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya, merupakan suatu bentuk seni dan budaya yang menampilkan peragaan kekebalan tubuh seseorang terhadap api dan segala bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Bhineka Tunggal Ika

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Bhineka Tunggal Ika BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki banyak keanekaragaman budaya, mulai dari indahnya potensi alam, tempat wisata, sajian kuliner hingga peninggalan

Lebih terperinci

14. Baum Garten mengungkapkan estetika sebagai suatu ilmu, bahwa estetika adalah ilmu tentang pengetahuan indriawi yang tujuannya adalah keindahan.

14. Baum Garten mengungkapkan estetika sebagai suatu ilmu, bahwa estetika adalah ilmu tentang pengetahuan indriawi yang tujuannya adalah keindahan. Teori Seni 3 Part 5 1. Bagian utama dari ilmu-ilmu seni adalah filsafat seni. Pada mulanya, ilmu ini memang merupakan bagian dari kajian filsafat yang spekulatif. Tetapi dalam perkembangannya, kedudukannya

Lebih terperinci

Mata Kuliah Persepsi Bentuk

Mata Kuliah Persepsi Bentuk Modul ke: Mata Kuliah Persepsi Bentuk Pertemuan 13 Fakultas FDSK Ali Ramadhan S.Sn.,M.Ds Program Studi Desain Produk Grafis Dan Multimedia www.mercubuana.ac.id BAHASA RUPA Bahasa Rupa sebagai gambar yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. halnya di daerah Sumatera Utara khususnya di kabupaten Karo, rumah adat

BAB I PENDAHULUAN. halnya di daerah Sumatera Utara khususnya di kabupaten Karo, rumah adat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ragam hias atau disebut juga dengan ornamen di Indonesia merupakan kesatuan dari pola-pola ragam hias daerah atau suku-suku yang telah membudaya berabad-abad.

Lebih terperinci

KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP)

KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP) KTSP Perangkat Pembelajaran Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs) PERANGKAT PEMBELAJARAN STANDAR KOMPETENSI DAN KOMPETENSI DASAR Mata Pelajaran Satuan Pendidikan Kelas/Semester : Seni

Lebih terperinci

pendidikan seni tersebut adalah pendidikan seni rupa yang mempelajari seni mengolah kepekaan rasa, estetik, kreativitas, dan unsur-unsur rupa menjadi

pendidikan seni tersebut adalah pendidikan seni rupa yang mempelajari seni mengolah kepekaan rasa, estetik, kreativitas, dan unsur-unsur rupa menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan seni merupakan bagian dari Sistem Pendidikan Nasional yang tidak dapat dipisahkan dari proses pendidikan secara keseluruhan. Salah satu pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Sampai saat ini tidak banyak penelitian yang memperhatikan tentang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Sampai saat ini tidak banyak penelitian yang memperhatikan tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra anak masih terpinggirkan dalam khazanah kesusastraan di Indonesia. Sampai saat ini tidak banyak penelitian yang memperhatikan tentang sastra anak. Hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Potensi Kota Yogyakarta Sebagai Kota Budaya Dan Seni

BAB I PENDAHULUAN Potensi Kota Yogyakarta Sebagai Kota Budaya Dan Seni BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Potensi Kota Yogyakarta Sebagai Kota Budaya Dan Seni Kota Yogyakarta merupakan kota yang terkenal dengan anekaragam budayanya, seperti tatakrama, pola hidup yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk yang berbahasa, berkomunikasi melalui simbol-simbol,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk yang berbahasa, berkomunikasi melalui simbol-simbol, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk yang berbahasa, berkomunikasi melalui simbol-simbol, baik itu simbol verbal maupun simbol non verbal. Mengenai bahasa simbolik, menurut

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI. Kajian pustaka memuat uraian sistematis tentang teori-teori dasar dan konsep

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI. Kajian pustaka memuat uraian sistematis tentang teori-teori dasar dan konsep BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka memuat uraian sistematis tentang teori-teori dasar dan konsep atau hasil-hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti terdahulu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Metode keilmuan adalah suatu cara dalam memperoleh pengetahuan yang berupa

BAB I PENDAHULUAN. Metode keilmuan adalah suatu cara dalam memperoleh pengetahuan yang berupa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra adalah Seni. Dalam seni banyak unsur kemanusiaan yang masuk di dalamnya, khususnya perasaan, sehingga sulit diterapkan untuk metode keilmuan. Metode

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Budaya Menurut Marvin Harris (dalam Spradley, 2007:5) konsep kebudayaan ditampakkan dalam berbagai pola tingkah laku yang dikaitkan dengan kelompokkelompok masyarakat tertentu,

Lebih terperinci

3. Karakteristik tari

3. Karakteristik tari 3. Karakteristik tari Pada sub bab satu telah dijelaskan jenis tari dan sub bab dua dijelaskan tentang fungsi tari. Berdasarkan penjelasan dari dua sub bab tersebut, Anda tentunya telah memperoleh gambaran

Lebih terperinci

Aspek-Aspek Karya Seni Rupa

Aspek-Aspek Karya Seni Rupa Aspek-Aspek Karya Seni Rupa~ Aspek-Aspek Karya Seni Rupa Hi teman-teman disini saya akan membahas tentang Aspek-aspek Karya Seni Rupa, baik mari kita simak sebagai berikut : A. Aspek-aspek Karya Seni Rupa

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode, Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data 1. Metode Penelitian Dalam melakukan penelitian skripsi tentang kerajinan atau kriya kayu lame di kampung Saradan, penulis menggunakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terkenal sebagai salah satu negeri terbesar penghasil kain tenun tradisional yang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terkenal sebagai salah satu negeri terbesar penghasil kain tenun tradisional yang 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat Indonesia dikenal sebagai masyarakat yang kaya budaya dan keberagaman etnis, bahasa, tradisi, adat istiadat, dan cara berpakaian. Indonesia terkenal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selalu berinovasi dan memenuhi perkembangan kebutuhan konsumen tersebut. Bukan

BAB I PENDAHULUAN. selalu berinovasi dan memenuhi perkembangan kebutuhan konsumen tersebut. Bukan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Perusahaan harus dapat menganalisis peluang dan tantangan pada masa yang akan datang. Dengan melihat tantangan tersebut, Perusahaan dituntut untuk mampu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra bersumber dari kenyataan yang berupa fakta sosial bagi masyarakat sekaligus sebagai pembaca dapat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra bersumber dari kenyataan yang berupa fakta sosial bagi masyarakat sekaligus sebagai pembaca dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra bersumber dari kenyataan yang berupa fakta sosial bagi masyarakat sekaligus sebagai pembaca dapat memberikan tanggapannya dalam membangun karya sastra.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan pengindonesiaan dari kata tattoo yang berarti goresan, gambar, atau

BAB I PENDAHULUAN. merupakan pengindonesiaan dari kata tattoo yang berarti goresan, gambar, atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan kebutuhan hidup manusia yang dipicu oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi terus mengalami perkembangan dari zaman ke zaman. Semakin banyaknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kriya merupakan suatu proses dalam berkesenian dengan berkegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Kriya merupakan suatu proses dalam berkesenian dengan berkegiatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kriya merupakan suatu proses dalam berkesenian dengan berkegiatan mengolah benda-benda dan kekayaan alam lingkungan sekitar kita menjadi suatu benda yang mempunyai

Lebih terperinci

Hiasan teknis. Bentuk hiasan yang disamping berguna sebagai hiasan juga memiliki fungsi yang lain. (lihat gambar 3)

Hiasan teknis. Bentuk hiasan yang disamping berguna sebagai hiasan juga memiliki fungsi yang lain. (lihat gambar 3) A. Ornamen Ornamen berasal dari bahasa Yunani yaitu dari kata ornare yang artinya hiasan atau perhiasan. Yang dimaksud menghias di sini adalah mengisi sesuatu yang semula kosong menjadi terisi hiasan,

Lebih terperinci

III. PROSES PENCIPTAAN

III. PROSES PENCIPTAAN III. PROSES PENCIPTAAN A. Implementasi Teoritik 1. Tematik Dunia virtual dalam media sosial memang amat menarik untuk dibahas, hal ini pulalah yang membuat penulis melakukan sebuah pengamatan, perenungan

Lebih terperinci

MEMAHAMI KONSEP KEINDAHAN

MEMAHAMI KONSEP KEINDAHAN MEMAHAMI KONSEP KEINDAHAN A. Pengertian Keindahan Keindahan adalah sifat-sifat yang merujuk pada sesuatu yang indah, dimana manusia mengekspresikan perasaan indah tersebut melalui berbagai hal yang mengandung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setelah ditenun dengan tali sebagai perintang atau menolak warna. Ikat celup di

BAB I PENDAHULUAN. setelah ditenun dengan tali sebagai perintang atau menolak warna. Ikat celup di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ikat celup merupakan upaya penciptaan ragam hias permukaan kain setelah ditenun dengan tali sebagai perintang atau menolak warna. Ikat celup di Indonesia tersebar

Lebih terperinci

Seni Rupa. (Sumber: Dok. Kemdikbud)

Seni Rupa. (Sumber: Dok. Kemdikbud) Seni Rupa Bab 1 Pembelajaran Menggambar Flora, Fauna, dan Alam Benda Kompetensi Inti KI 1 : Menghargai dan menghayati ajaran agama yang dianutnya KI 2 : Menghargai dan menghayati perilaku jujur, disiplin,

Lebih terperinci

BAB IV. PENUTUP. Universitas Indonesia. Estetika sebagai..., Wahyu Akomadin, FIB UI,

BAB IV. PENUTUP. Universitas Indonesia. Estetika sebagai..., Wahyu Akomadin, FIB UI, BAB IV. PENUTUP 4. 1. Kesimpulan Pada bab-bab terdahulu, kita ketahui bahwa dalam konteks pencerahan, di dalamnya berbicara tentang estetika dan logika, merupakan sesuatu yang saling berhubungan, estetika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (kurang lebih ) yang ditandai dengan adanya beberapa situs-situs

BAB I PENDAHULUAN. (kurang lebih ) yang ditandai dengan adanya beberapa situs-situs BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berlatar belakang sejarah Kota Sumedang dan wilayah Sumedang, yang berawal dari kerajaan Sumedang Larang yang didirikan oleh Praburesi Tajimalela (kurang lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Film adalah suatu media komunikasi massa yang sangat penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. Film adalah suatu media komunikasi massa yang sangat penting untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Film adalah suatu media komunikasi massa yang sangat penting untuk mengkomunikasikan tentang suatu realita yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari, film memiliki

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. Pada dasarnya Keraton Yogyakarta dibangun berdasarkan. kosmologi Jawa, yang meletakkan keseimbangan dan keselarasan

BAB VI KESIMPULAN. Pada dasarnya Keraton Yogyakarta dibangun berdasarkan. kosmologi Jawa, yang meletakkan keseimbangan dan keselarasan 533 BAB VI KESIMPULAN A. Kesimpulan Pada dasarnya Keraton Yogyakarta dibangun berdasarkan kosmologi Jawa, yang meletakkan keseimbangan dan keselarasan sebagai landasan relasi manusia-tuhan-alam semesta.

Lebih terperinci

BAB I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

BAB I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Manusia prasejarah maupun saat ini memerlukan tempat tinggal. Manusia prasejarah mencari dan membuat tempat untuk berlindung yang umumnya berpindah-pindah / nomaden

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari, kita ketahui terdapat beberapa jenis seni yang di

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari, kita ketahui terdapat beberapa jenis seni yang di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari, kita ketahui terdapat beberapa jenis seni yang di antaranya adalah Seni Rupa, Seni Musik, Seni Tari, dan Seni Teater. Beberapa jenis

Lebih terperinci

BAB II METODE PERANCANGAN. A. Analisis Permasalahan. Berdasarkan fokus permasalahan di atas ada tiga permasalahan yang

BAB II METODE PERANCANGAN. A. Analisis Permasalahan. Berdasarkan fokus permasalahan di atas ada tiga permasalahan yang BAB II METODE PERANCANGAN A. Analisis Permasalahan Berdasarkan fokus permasalahan di atas ada tiga permasalahan yang muncul dalam mengembangkan relief candi menjadi sebuah motif. Pertama, permasalahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memperhitungkan efek yang ditimbulkan oleh perkataan tersebut, karena nilai

BAB I PENDAHULUAN. memperhitungkan efek yang ditimbulkan oleh perkataan tersebut, karena nilai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dasar penggunaan bahasa dalam sastra bukan sekedar paham, tetapi yang penting adalah keberdayaan kata untuk meninggalkan kesan kepada pembaca atau pendengarnya. Dalam

Lebih terperinci