BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Narkoba merupakan singkatan dari Narkotika, Psikotropika dan Bahan Adiktif lainnya. Terminologi narkoba familiar digunakan oleh aparat penegak hukum; seperti polisi (termasuk didalamnya Badan Narkotika Nasional), jaksa, hakim dan petugas Pemasyarakatan. Selain narkoba, sebutan lain yang menunjuk pada ketiga zat tersebut adalah Napza yaitu Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif. Istilah napza biasanya lebih banyak dipakai oleh para praktisi kesehatan dan rehabilitasi. Akan tetapi pada intinya pemaknaan dari kedua istilah tersebut tetap merujuk pada tiga jenis zat yang sama. Menurut UU No.22 Tahun 1997 tentang Narkotika disebutkan pengertian Narkotika adalah Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Bahan adiktif lainnya adalah zat atau bahan lain bukan narkotika dan psikotropika yang berpengaruh pada kerja otak dan dapat menimbulkan ketergantungan. Sekitar 4,2% penduduk usia tahun pengguna narkoba, 88% laki-laki dan 12% perempuan. Data BNN dan UI, sebanyak 1,5% (3,2 juta) dari 200 juta penduduk indonesia menjadi pelaku penyalahgunaan narkoba pada tahun 2005 Sekitar 30 hingga 40 orang meninggal setiap hari akibat penyalahgunaan narkoba di Indonesia, dari perkiraan pengguna narkoba sekitar 3,2 juta jiwa. BAB II 1

2 PEMBAHASAN 2.1 Definisi Withdrawal syndrome, atau dikenal juga dengan discontinuation syndrome, dapat terjadi pada individu yang kecanduan obat dan alkohol yang menghentikan atau mengurangi penggunaan obat pilihan mereka. Proses menghilangkan narkoba dan alkohol dari tubuh dikenal sebagai detoksifikasi. Kecemasan, insomnia, mual, keringat, nyeri tubuh, dan tremor adalah hanya beberapa dari gejala fisik dan psikologis dari penghentian obat dan alkohol yang mungkin terjadi selama detoksifikasi. Withdrawal syndrome terutama berfokus pada withdrawal dari etanol, sedative-hipnotik, opioid, stimulan, dan gamma-hidroksibutirat (GHB). (1) 2.2 Tanda dan Gejala Klinis Berdasarkan Klasifikasi Sindroma withdrawal sangat terkait erat dengan penggunaan alkohol, narkoba, serta obatobatan lainnya, sehingga manifestasi klinis yang ditampilkan juga dapat diklasifikasikan berdasarkan kaitannya dengan penggunakan obat-obatan tadi. a. Alcohol withdrawal Biasanya pasien telah menyalahgunakan alcohol setiap hari selama 3 bulan, atau dapat pula telah mengkonsumsi alkohol dalam jumlah besar yang biasanya dalam waktu 1 minggu (seperti pada pesta minuman keras). Gejala penolakan akan muncul dalam waktu 6-12 jam setelah individu berhenti atau mengurangi konsumsi alkohol, namun akan segera menghilang jika mengkonsumsi alkohol kembali. Tampak gejala continuum berupa tremor ringan hingga dystonic tremor (DT). Spectrum manifestasi klinis yang muncul sangat bervariasi, gejala dan tanda dapat tumpang tindih dalam waktu dan durasinya, sehinga akan didefinisikan dulu mulai dari yang ringan sampai yang berat. (4) 1. Penarikan atau penolakan ringan terjadi dalam waktu 24 jam setelah penghentian konsumsi alkohol dan ditandai dengan tremor, insomnia, kecemasan, 2

3 hiperrefleksia, diaphoresis, hiperaktif otonom ringan, serta gangguan gastrointestinal. 2. Penarikan atau penolakan sedang terjadi dalam waktu jam setelah penghentian konsumsi alcohol dan ditandai dengan kecemasan intens, tremor, insomnia, dan gejala peningkatan adrenergic. 3. Penarikan atau penolakan berat terjadi dalam waktu lebih dari 48 jam setelah penghentian konsumsi alcohol dan ditandai dengan perubahan sensorium yang mendalam seperti disorientasi, agitasi, dan halusinasi, serta bersamaan dengan hiperaktifitas otonom yang berat seperti tremor, takikardi, takipnea, hipertermia, dan diaphoresis. Pada 25 % pasien dengan riwayat penggunaan alcohol dalam jangka panjang timbul manifestasi klinis berupa alkoholik halusinosis. Ini dapat terjadi 24 jam setelah penghentian konsumsi alcohol dan akan berlanjut selama sekitar 24 jam. Gejala biasanya berupa persekutori, auditori, atau yang paling sering adalah halusinasi visual dan taktil, namun sensorium pasien kadang tidak begitu tampak. Namun pada tahap lanjut, halusinasi akan dianggap nyata dan dapat menimbulkan rasa takut yang ekstrim serta timbul kecemasan. Pasien akan merasa dapat melihat objek yang imajiner, seperti pakaian ataupun lembaranlembaran. Dan pada halusinosis ini tidak selalu diikuti oleh DT. Pada % pasien juga dilaporkan dapat mengalami kejang, yang biasanya berlangsung singkat, berupa kejang umum, tonik-klonik, dan tanpa aura. Dan pada sekitar 30-50% pasein, kejang ini dapat berkembang menjadi DT. Puncak kejadian ini biasanya setelah 24 jam setelah konsumsi alcohol terbaru, dan sekitar 3 % dari pasien yang bermanifestasi kejang ini dapat mengalami status epileptikus. Kejang ini biasanya dapat berhenti secara spontan atau dapat dikontrol dengan pemberian benzodiazepine. Tanda yang paling khas dari Alcohol withdrawal adalah DT, yang terjadi setelah jam konsumsi alcohol terakhir. Tampak gejala sensorium berupa disorientasi, agitasi, dan halusinasi; gangguan otonom berat seperti diaphoresis, takikardia, takipnea, dan hipertermia. DT ini dapat muncul meski tidak didahului oleh kejang. Penghentian efek alcohol withdrawal pada pasein biasanya adalah dengan mengkonsumsi alkohol itu sendiri, namun jika dalam keadaan yang sulit untuk memperoleh minuman alkohol, biasanya pasien juga dapat mengkonsumsi zat lain yang juga mengandung 3

4 alkohol, seperti isopropyl alkohol, sirup batuk, pembersih tangan, obat kumur, methanol, dan juga etilena glikol. (2) b. Sedative-hypnotic withdrawal syndrome Withdrawal syndrome yang ditimbulkan akibat konsumsi benzodiazepine, bariturat, dan obat penenang lain atau hipnotik dalam jangka panjang. Ditandai dengan pronounced psikomotor dan disfungsi otonom. Gejala biasanya muncul 2-10 hari setelah penghentian secara mendadak dari obat-obat penenang yang digunakan, serta akan bergantung pula dari masing-masing waktu paruh obat-obatan tersebut. c. GHB withdrawal syndrome GHB dan prekursornya (gamma-butyrolactone, 1,4 -butanadiol) dilaporkan dapat menimbulkan induksi toleransi dan ketergantungan. Gejalanya mirip dengan withdrawal syndrome pada sedative-hipnotik, ditandai dengan ketidakstabilan otonom ringan dan singkat, dengan gejala psikotik yang berkepanjangan. d. Opioid withdrawal Opioid tidak secara langsung menyebabkan gejala yang mengancam jiwa, kejang, maupun delirium. Gejala yang ditampilkan justru dapat menyerupai penyakit seperti flu berat, yang ditandai dengan rhinorrhea, bersin, lakrimasi, menguap, kram perut, kram kaki, piloereksi atau merinding, mual, muntah, diare, dan pupil melebar. Serta perubahan status mental, disorientasi, halusinasi, dan kejang yang merupakan karakteristik DT, tidak tampak pada Opioid withdrawal ini. Waktu paruh dari Opioid withdrawal ini dapat menentukan onset dan durasi gejala yang akan muncul. Sebagai contoh, gejala penarikan pada penggunaan heroin dan metadon akan memuncak pada jam dan jam, masing-masing, dan dapat berlangsung selama 7-10 hari dan setidaknya masing-masing 14 hari. 4

5 e. Stimulant (cocaine and amphetamine) withdrawal, atau wash-out syndrome Sindrom ini menyerupai gangguan depresi berat, tampak disforia, tidur berlebihan, kelaparan, dan keterbelakangan psikomotor yang parah, sedangkan fungsi vitalnya terjaga dengan baik. Gejala ini dapat berlangsung hingga 2 hari, meskipun pada yang ringan dapat bertahan hingga 2 minggu. (2) 2.3 Patofisiologi Tubuh, ketika terpapar oleh bermacam-macam tipe zat akan mencoba untuk mempertahankan homeostasisnya. Ketika terpapar, tubuh memproduksi mekanisme counterregulatory dan proses tersebut mencoba untuk mempertahankan tubuh dalam keadaan seimbang. Saat zat tersebut telah dihilangkan, sisa dari mekanisme counter-regulatory akan menghasilkan efek yang hebat dan juga withdrawal symptoms. Toleransi terjadi ketika penggunaan suatu zat yang berkepanjangan menghasilkan suatu perubahan yang disesuaikan sehingga hal tersebut meningkatkan jumlah zat yang dibutuhkan untuk menghasilkan suatu efek. Toleransi bergantung pada dosis, durasi, dan frekuensi penggunaan dan hal ini merupakan hasil dari adaptasi farmakokinetik (metabolic) dan farmakodinamik (seluler atau fungsional). Mekanisme dari intoksikasi dan penghentian penggunaan ethanol adalah sesuatu hal yang kompleks. Kebanyakan dari efek klinis dapat dijelaskan oleh interaksi dari ethanol dengan berbagai macam neurotransmitter dan neuroreceptor di otak, termasuk interaksi dengan gammaaminobutyric acid (GABA), glutamate (NMDA), dan opiates. Menghasilkan perubahan pada neurotransmitter inhibisi dan eksitatori sehingga mengganggu keseimbangan neurochemical di otak sehingga dapat menyebabkan gejala dari putus obat. Ethanol berikatan dengan reseptor postsynaptic GABA A (neuron inhibisi). Aktivasi dari reseptor ini meningkatkan efek dari GABA tersebut. Sebagai responnya, terbukanya kanal ion klorida, sehingga menyebabkan influx dari ion klorida. Hiperpolarisasi dari sel tersebut, akan menurunkan dari firing rate dari berbagai neuron, yang pada akhirnya mengakibatkan sedasi. Penggunaan jangka panjang dari ethanol setelah itu 5

6 menghasilkan downregulation dari reseptor GABA A. Dengan adanya supresi yang berkepanjangan dari neurotransmitter eksitatori, otak meningkatkan dari sintesis neurotransmitter eksitatori, seperti norepinephrine, serotonin, dan dopamine, sehingga menyebabkan gejala putus obat. Ethanol menghambat neuron eksitatori dengan cara menurunkan dari aktifitas reseptor N- Methyl-D-aspartate (NMDA, glutamate subtype). Penggunaan jangka panjang menghasilkan upregulation dari reseptor NMDA, sebuah adaptasi yang menyebabkan terjadinya toleransi. Peningkatan dari neuroeksitatori yang tak dapat dikontrol berkontribusi dalam terjadinya serangan withdrawal dan gejala lain ketika intake alkohol diturunkan atau dihentikan. Pada penggunaan jangka pendek, ethanol menghambat dari penempelan opioid pada resptor p-opioid, dan pada penggunaan jangka panjang menghasilkan upregulation dari reseptor opioid. Reseptor opioid di nucleus accumbens dan pada area tegmental anterior dari otak memodulasi pelepasan ethanol-induced dopamine, yang mana menghasilkan kecanduan alkohol dan dapat menjelaskan bahwa penggunaan antagonis opioid dapat menjaga dari ketergantungan tersebut. Pada ketergantungan opioid atau benzodiazepine, stimulasi kronik dari reseptor spesifik untuk obat ini menekan dari produksi endogen neurotransmitter (masing-masing endorphins atau GABA). Penghentian obat yang dikonsumsi dari luar memberikan efek counter-regulatory yang hebat untuk menjadi gejala klinis yang nyata. Ketika obat luar dihentikan secara mendadak, produksi yang tidak adekuat dari transmitter endogen dan stimulasi hebat dari counter-regulatory transmitter menghasilkan karakteristik gambaran klinis dari withdrawal. Sifat dasar dari counterregulatory transmitter yang berlebih menghasilkan karakteristik withdrawal. Waktu yang dibutuhkan untuk mengembalikan homeostasis dengan sintesis dari transmitter endogen menentukan waktu yang dibutuhkan untuk withdrawal. (2) 2.4 Diagnosis Gambaran umum dari keadaan putus zat (withdrawal state) adalah berupa gangguan psikologis seperti anxietas, depresi dan gangguan tidur, sedangkan untuk gejala fisik bervariasi sesuai dengan zat yang digunakan. Yang khas adalah pasien ini akan melaporkan bahwa gejala 6

7 putus zat akan mereda dengan meneruskan penggunaan zat. Keadaan putus zat ini merupakan salah satu indikator dari sindrom ketergantungan sehingga diagnosis ketergantungan zat harus turut dipertimbangkan Berikut adalah kriteria diagnostik beberapa jenis withdrawal syndrome : Kriteria Diagnostik Alcohol Withdrawal Syndrome : A. Penghentian atau pengurangan penggunaan alkohol yang telah berat dan berkepanjangan B. Terdapat dua atau lebih gejala berikut ini beberapa jam sampai beberapa hari setelah kriteria A : 1) Hiperaktifitas otonom (berkeringat, denyut nadi lebih dari 100 kali/menit) 2) Tremor pada tangan 3) Insomnia 4) Nausea dan vomitting 5) Transien visual, taktil, halusinasi atau ilusi auditorik 6) Agitasi psikomotor 7) Anxietas 8) Kejang Grand mal C. Gejala gejala dalam kriteria B menyebabkan distress yang signifikan secara klinis atau penurunan fungsi sosial, pekerjaan, dan fungsi fungsi lain yang penting. D. Gejala gejala tidak disebabkan oleh kondisi medis umum dan gangguan mental lainnya. Kriteria Diagnostik Amphetamine Withdrawal Syndrome : A. Penghentian atau pengurangan penggunaan amphetamine (atau substansi sejenis) yang telah berat dan berkepanjangan. B. Mood dysphoric dan dua (atau lebih) perubahan fisiologis berikut ini beberapa jam sampai beberapa hari setelah kriteria A : 1) Fatigue 2) Mimpi buruk 3) Insomnia atau hipersomnia 4) Nafsu makan meningkat 5) Retardasi psikomotor atau agitasi C. Gejala gejala dalam kriteria B menyebabkan distress yang signifikan secara klinis atau penurunan fungsi sosial, pekerjaan, dan fungsi fungsi lain yang penting. D. Gejala gejala tidak disebabkan oleh kondisi medis umum dan gangguan mental lainnya. Kriteria Diagnostik Cocaine Withdrawal Syndrome : A. Menggunakan cocaine terakhir. B. Perilaku maladaptif yang signifikan secara klinis atau perubahan psikologis (seperti euforia atau penumpulan afektif, perubahan dalam sosialisasi, hipervigilance, sensitifitas interpersonal, anxietas, tegang atau marah, perilaku stereotip, gangguan penilaian, atau 7

8 ganguan fungsi sosial dan pekerjaan) yang terjadi ketika atau sesaat setelah penggunaan cocaine. C. Dua atau lebih gejala berikut ini yang muncul ketika atau sesaat setelah penggunaan cocaine : 1) Takikardi atau bradikardi 2) Dilatasi pupil 3) Peningkatan atau penurunan tekanan darah 4) Berkeringat atau kedinginan 5) Nausea atau vomiting 6) Berat badan menurun 7) Agitasi psikomotor atau retardasi 8) Kelemahan otot, depresi pernafasan, nyeri dada, atau aritmia 9) Bingung, kejang, dyskinesia, dystonia atau koma D. Gejala gejala tidak disebabkan oleh kondisi medis umum dan gangguan mental lainnya. Kriteria Diagnostik Nicotine Withdrawal Syndrome : A. Menggunakan nicotine setiap hari setidaknya dalam beberapa minggu. B. Penghentian tiba-tiba penggunaan nicotine, atau pengurangan penggunaan nicotine diikuti empat (atau lebih) gejala berikut ini : 1) Dysphoric atau mood depresi 2) Insomnia 3) Iritabilitas, frustasi, marah 4) Anxietas 5) Sulit berkonsentrasi 6) Gelisah 7) Penurunan denyut nadi 8) Peningkatan nafsu makan atau berat badan C. Gejala gejala dalam kriteria B menyebabkan distress yang signifikan secara klinis atau penurunan fungsi sosial, pekerjaan, dan fungsi fungsi lain yang penting. D. Gejala gejala tidak disebabkan oleh kondisi medis umum dan gangguan mental lainnya. Kriteria Diagnostik Sedative, Hypnotic, Anxiolytic Withdrawal Syndrome : A. Penghentian atau pengurangan penggunaan sedative, hipnostic, anxiolytic yang telah berat dan berkepanjangan B. Terdapat dua atau lebih gejala berikut ini beberapa jam sampai beberapa hari setelah kriteria A : 1) Hiperaktifitas otonom (berkeringat, denyut nadi lebih dari 100 kali/menit) 2) Tremor pada tangan 3) Insomnia 4) Nausea dan vomitting 8

9 5) Transien visual, taktil, halusinasi atau ilusi auditorik 6) Agitasi psikomotor 7) Anxietas 8) Kejang Grand mal C. Gejala gejala dalam kriteria B menyebabkan distress yang signifikan secara klinis atau penurunan fungsi sosial, pekerjaan, dan fungsi fungsi lain yang penting. D. Gejala gejala tidak disebabkan oleh kondisi medis umum dan gangguan mental lainnya. Spesifik jika terdapat gangguan perseptual. Kriteria Diagnostik Opioid Withdrawal Syndrome : A. Terdapat salah satu gejala berikut ini : 1) Penghentian atau pengurangan penggunaan opioid yang telah berat dan berkepanjangan (beberapa minggu atau lebih). 2) Pemberian antagonis opioid setelah masa penggunaan opioid. B. Terdapat tiga atau lebih gejala berikut ini beberapa menit sampai beberapa hari setelah kriteria A : 1) Mood dysphoric 2) Nausea atau vomitting 3) Nyeri otot 4) Lakrimasi atau rinorrhea 5) Dilatasi pupil, piloereksi atau berkeringat 6) Diare 7) Menguap 8) Demam 9) Insomnia C. Gejala gejala dalam kriteria B menyebabkan distress yang signifikan secara klinis atau penurunan fungsi sosial, pekerjaan, dan fungsi fungsi lain yang penting. D. Gejala gejala tidak disebabkan oleh kondisi medis umum dan gangguan mental lainnya. (5) 2.5 Terapi Pengatasan penyalahgunaan obat memerlukan upaya-upaya yang terintegrasi, yang melibatkan pendekatan psikologis, sosial, hukum, dan medis. Kondisi yang perlu diatasi secara 9

10 farmakoterapi pada keadaan ketergantungan obat ada dua, yaitu kondisi intoksikasi dan kejadian munculnya gejala putus obat ( sakaw ). Dengan demikian, sasaran terapinya bervariasi tergantung tujuannya: 1. Terapi pada intoksikasi/over dosis tujuannya untuk mengeliminasi obat dari tubuh, menjaga fungsi vital tubuh 2. Terapi pada gejala putus obat tujuannya untuk mencegah perkembangan gejala supaya tidak semakin parah, sehingga pasien tetap nyaman dalam menjalani program penghentian obat Tabel 1. Ringkasan Tentang Terapi Intoksikasi Kelas obat Terapi obat Terapi nonobat Benzodiazepin Flumazenil 0,2 Support mg/min IV, ulangi fungsi vital sampai max 3 mg Alkohol, barbiturat, Tidak ada Support sedatif hipnotik fungsi vital non-benzodiazepin Opiat Naloxone 0,4-2,0 mg Support IV setiap 3 min fungsi vital Kokain dan þ Lorazepam 2-4 mg -Support stimulan CNS lain IM setiap 30 min fungsi vital sampai 6 jam jika - Monitor perlu fungsi jantung þ Haloperidol 2-5 mg (atau antipsikotik lain) setiap 30 min sampai 6 jam Halusinogen, Sama dgn di atas Support Komentar Kontraindikasi jika ada penggunaan TCA resiko kejang Jika pasien tidak responsif sampai dosis 10 mg mungkin ada OD selain opiat - digunakan jika pasien agitasi - digunakan jika pasien psikotik - komplikasi kardiovaskuler diatasi scr simptomatis 10

11 marijuana fungsi vital, talk-down therapy Tabel 2. Ringkasan Tentang Terapi Untuk Mengatasi Withdrawal Syndrome Obat Terapi obat Komentar Benzodiazepin Klordiazepoksid 50 mg 3 x sehari atau (short acting) Long acting BZD Opiat Barbiturat lorazepam 2 mg 3 x sehari, jaga dosis utk 5 hari, kmd tappering Sama, tapi tambah 5-7 hari utk tappering Methadon mg p.o, taper dengan 5-10 mg sehari, atau klonidin 2 mg/kg tid x 7 hari, taper untuk 3 hari berikutnya Test toleransi pentobarbital, gunakan dosis pada batas atas test, turunkan dosis 100 mg setiap 2-3 hari Mixed-substance Lakukan spt pada long acting BZD Stimulan CNS Terapi supportif saja, bisa gunakan bromokriptin 2,5 mg jika pasien benar-benar kecanduan, terutama pada kokain Alprazolam paling sulit dan butuh wkt lebih lama - jika metadon gagal metadon maintanance program - Klonidin menyebabkan hipotensi pantau BP Terapi ketergantungan opioida yang efektif menurut WHO (2003) adalah terapi abstinensia dan terapi substitusi. Ada 3 bentuk terapi substitusi, yaitu : agonis opioida (metadon), antagonis opioida (naltrekson) dan parsial agonis opioida (buprenorfin). Buprenorfin adalah salah satu semi-sintetik opioida yang telah diketemukan sejak tahun 1965 dengan melalui berbagai penelitian telah diapproved oleh FDA pada tahun 2002 dan mendapat izin edar di Indonesia pada akhir tahun yang sama. (3) Buprenorfin memiliki afinitas tinggi terhadap reseptor opioida μ, berikatan dengan reseptor ini lebih kuat daripada agonis opioida penuh. Buprenorfin juga memiliki afinitas tinggi dan memiliki sifat antagonis pada reseptor k, sehingga pada keadaan tertentu buprenorfin dosis 11

12 tinggi dapat menimbulkan sindrom putus obat opioida (opioida withdrawal syndrome) dengan gejala dan tanda yang serupa secara kualitatif tetapi tidak sama secara kuantitatif dibandingkan akibat antagonis penuh seperti nalokson atau naltrekson. Buprenorfin memberikan beberapa keuntungan dibandingkan terapi gabungan agonis antagonis yang digunakan dalam terapi ketergantungan opioida. Keuntungan ini antara lain indeks keamanan yang lebih besar terhadap terjadinya depresi pernafasan, tanda otonom dari putus obat opioida yang lebih ringan, dan efek psikomimetik atau disforik yang lebih ringan. Dengan efek respon opioida ganda maka ketika menghambat efek penggunaan heroin sampingan, buprenorfin juga mengurangi penggunaan. (2) 2.6 Perkembangan Terapi Withdrawal syndrome adalah gejala-gejala yang timbul karena putusnya pemakaian NAPZA. Terapinya dapat dilakukan baik secara farmakologi maupun nonfarmakologi. Banyak penelitian yang menemukan penggunaan obat-obatan baru sebagai terapi penyakit ini untuk hasil yang lebih baik. Pada salah satu penelitian yang dilakukan pada tahun 2012 dilakukan perbandingan efikasi dan tingkat keamanan pada obat yang telah lama digunakan untuk terapi withdrawal syndrome yaitu methadone dan obat baru yaitu tramadol. Dari hasil penelitian tersebut ditemukan bahwa tramadol memiliki efek samping yang lebih jarang terjadi daripada methadone dengan efektivitas yang sama dalam mengontrol gejala withdrawal syndrome sehingga tramadol dapat dipertimbangkan sebagai pengganti methadone yang potensial. (2) Pada penelitian lain yang dilakukan tahun 2011 dengan objek penelitian berupa ikan zebra dilakukan pengamatan terhadap zat mytraginine dan potensinya untuk terapi withdrawal syndrome. Mytraginine adalah zat alkaloid yang dapat ditemukan pada daun tanaman Mytragina sp. yang kemudian digunakan secara luas untuk meningkatkan pertahanan terhadap kerasnya gejala-gejala withdrawal syndrome pada saat rehabilitasi dari penggunaan opiat. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa pemberian mytraginine pada pasien dengan gejala withdrawal syndrome dapat menurunkan kadar produksi kortikotropin dan prodynorphin pada otak sehingga dapat menekan stress dan kecemasan yang dipengaruhi oleh hormon-hormon tersebut. Selama ini obat-obatan yang digunakan untuk withdrawal syndrome bertujuan untuk mengurangi stress, namun mayoritas obat tersebut akan berefek menekan kemampuan alami pasien untuk mengatasi stress itu sendiri. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk 12

13 mengatasinya. Pada penelitian yang dilakukan di Perancis tahun 2011 dilakukan pengamatan pada corticotrophin releasing factor (CRF) yang berhubungan dengan terjadinya stress. Dari penelitian ini ditemukan bahwa penggunaan reseptor-defisiensi CRF(2) dapat meringankan distress pada masa withdrawal dari opiat tanpa menimbulkan efek kerusakan pada otak dan organ neuroendokrin serta tidak mempengaruhi mekanisme stress coping sebagai respons alami terhadap sindrom ini. (3) 2.7 Diagnosis Diferensial Sindroma koroner akut Penyakit addison Status epileptikus Krisis adrenal Ketoasidosis alkoholik Kecemasan Gangguan SSP Delirium Tremens Depresi dan Bunuh diri Ketoasidosis diabetikum Hipertiroidisme, Grave Disease Hipoglisemia Hipomagnesemia Hipopospatemia Pankreatitis Keracunan zat. (1) 2.8 Komplikasi Beberapa komplikasi medis dapat timbul setelah pemakaian alkohol dan narkoba jangka panjang. Beberapa komplikasi lebih sering ditemukan dan menimbulkan dampak serius pada gejala putus alkohol daripada gejala putus opiat atau zat stimulan lain. Berikut komplikasi yang dapat ditemukan pada sindrom putus alkohol Komplikasi metabolik a. Ketoasidosis alkoholik (AKA) b. Gangguan elektrolit ( contoh: hipomagnesemia, hipokalemia, hipernatremia) c. Defisiensi vitamin (contoh: thiamin, phytonadione, cynocobalamin, asam folat) 13

14 Komplikasi GI a. Pankreatitis b. Perdarahan gastrointestinal (contoh: ulkus peptikum, varises esofageal, gastritis) c. Sirosis hepatis Komplikasi infeksi a. Pneumonia b. Meningitis c. Selulitis Komplikasi neurologi a. Sindroma Wernicke-Korsakoff b. Atrofi serebral c. Degenerasi serebelar d. Subdural atau epidural hemoragia. e. Neuropati perifer. (1) BAB III PENUTUP Kesimpulan Withdrawal syndrome merupakan kumpulan gejala yang terjadi pada individu yang kecanduan obat dan alkohol yang menghentikan atau mengurangi penggunaan obat pilihan mereka. Gambaran umum dari withdrawal syndrome adalah berupa gangguan psikologis seperti anxietas, depresi dan gangguan tidur, sedangkan untuk gejala fisik bervariasi sesuai dengan zat yang digunakan. Terapi yang dibutuhkan untuk mengatasi withdrawal syndrome yaitu bergantung pada zat yang mengakibatkan withdrawal syndrome tersebut. 14

WITHDRAWAL SYNDROME BY : KELOMPOK 4

WITHDRAWAL SYNDROME BY : KELOMPOK 4 WITHDRAWAL SYNDROME BY : KELOMPOK 4 DEFINISI Withdrawal syndrome, atau dikenal juga dengan discontinuation syndrome, merupakan kumpulan gejala yang dapat terjadi pada individu yang kecanduan obat dan alkohol

Lebih terperinci

1. Kriteria Diagnostik Alcohol Withdrawal Syndrome (American Psychiatric Association, 2000):3 2. Kriteria Diagnostik Amphetamine Withdrawal Syndrome

1. Kriteria Diagnostik Alcohol Withdrawal Syndrome (American Psychiatric Association, 2000):3 2. Kriteria Diagnostik Amphetamine Withdrawal Syndrome Berikut adalah kriteria diagnostik beberapa jenis withdrawal syndrome : 1. Kriteria Diagnostik Alcohol Withdrawal Syndrome (American Psychiatric Association, A. Penghentian atau pengurangan penggunaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB I PENDAHULUAN Kira-kira 85 persen dari semua penduduk Amerika serikat pernah menggunakan minuman yang mengandung alkohol sekurangnya satu kali selama hidupnya, dan kira-kira 51 persen dari semua orang

Lebih terperinci

Methadon sejak 1972 disetujui FDA telah terbukti secara klinis mengurangi jumlah orang kecanduan opiat dengan efek samping jangka panjang terbatas

Methadon sejak 1972 disetujui FDA telah terbukti secara klinis mengurangi jumlah orang kecanduan opiat dengan efek samping jangka panjang terbatas Methadone dan Suboxone Methadone pertama kali digunakan dan dipasarkan pada tahun 1939 di di Jerman sebagai obat penghilang rasa sakit yang efektif. Pada awal 1950-an, penggunaan metadon mulai di di Amerika

Lebih terperinci

HUBUNGAN STRUKTUR AKTIVITAS SENYAWA STIMULAN SISTEM SARAF PUSAT. JULAEHA, M.P.H., Apt

HUBUNGAN STRUKTUR AKTIVITAS SENYAWA STIMULAN SISTEM SARAF PUSAT. JULAEHA, M.P.H., Apt HUBUNGAN STRUKTUR AKTIVITAS SENYAWA STIMULAN SISTEM SARAF PUSAT JULAEHA, M.P.H., Apt FISIONEUROLOGI OBAT SSP Obat SSP menekan / menstimulasi seluruh atau bagian tertentu dari SSP. Jika terdapat penekanan

Lebih terperinci

MANFAAT REHABILITASI KETERGANTUNGAN NARKOBA (MANTAN) PECANDU TERHADAP KONDISI PSIKIS

MANFAAT REHABILITASI KETERGANTUNGAN NARKOBA (MANTAN) PECANDU TERHADAP KONDISI PSIKIS MANFAAT REHABILITASI KETERGANTUNGAN NARKOBA TERHADAP KONDISI PSIKIS (MANTAN) PECANDU Tri Wahyu Blok Elektif: Drug Abuse Fakultas Kedokteran Universitas YARSI, Jakarta 2010 Latar belakang Narkoba (NAPZA)

Lebih terperinci

PETIDIN, PROPOFOL, SULFAS ATROPIN, MIDAZOLAM

PETIDIN, PROPOFOL, SULFAS ATROPIN, MIDAZOLAM PETIDIN, PROPOFOL, SULFAS ATROPIN, MIDAZOLAM Annisa Sekar 1210221051 PEMBIMBING : dr.daris H.SP, An PETIDIN Merupakan obat agonis opioid sintetik yang menyerupai morfin yang dapat mengaktifkan reseptor,

Lebih terperinci

Gangguan Mental Terkait Trauma. Pusat Kajian Bencana dan Tindak Kekerasan Departemen Psikiatri FKUI/RSCM

Gangguan Mental Terkait Trauma. Pusat Kajian Bencana dan Tindak Kekerasan Departemen Psikiatri FKUI/RSCM Gangguan Mental Terkait Trauma Pusat Kajian Bencana dan Tindak Kekerasan Departemen Psikiatri FKUI/RSCM Gangguan Mental setelah Trauma Trauma 2 minggu 1 bulan 2 bulan 6 bulan Reaksi stres akut Berkabung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Disisi lain, apabila disalahgunakan narkoba dapat menimbulkan ketergantungan dan

BAB I PENDAHULUAN. Disisi lain, apabila disalahgunakan narkoba dapat menimbulkan ketergantungan dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penyalahgunaan narkoba merupakan penyakit endemik dalam masyarakat modern, dapat dikatakan bahwa penyalahgunaan narkoba merupakan penyakit kronik yang berulang kali

Lebih terperinci

BAB VII ZAT ADIKTIF DAN PSIKOTROPIKA

BAB VII ZAT ADIKTIF DAN PSIKOTROPIKA BAB VII ZAT ADIKTIF DAN PSIKOTROPIKA Gambar 7.1, terdiri dari rokok, minuman keras dan obat-obatan yang semuanya tergolong pada zat adiktif dan psikotropika Gambar 7.1: Zat adiktif dan psikotropika 1.

Lebih terperinci

PATOFISIOLOGI ANSIETAS

PATOFISIOLOGI ANSIETAS PATOFISIOLOGI ANSIETAS Faktor Predisposisi (Suliswati, 2005). Ketegangan dalam kehidupan tersebut dapat berupa : 1. Peristiwa traumatik 2. Konflik emosional 3. Konsep diri terganggu 4. Frustasi 5. Gangguan

Lebih terperinci

1. Dokter Umum 2. Perawat KETERKAITAN : PERALATAN PERLENGKAPAN : 1. SOP anamnesa pasien. Petugas Medis/ paramedis di BP

1. Dokter Umum 2. Perawat KETERKAITAN : PERALATAN PERLENGKAPAN : 1. SOP anamnesa pasien. Petugas Medis/ paramedis di BP NOMOR SOP : TANGGAL : PEMBUATAN TANGGAL REVISI : REVISI YANG KE : TANGGAL EFEKTIF : Dinas Kesehatan Puskesmas Tanah Tinggi Kota Binjai PUSKESMAS TANAH TINGGI DISAHKAN OLEH : KEPALA PUSKESMAS TANAH TINGGI

Lebih terperinci

NEUROTRANSMITTER. Kurnia Eka Wijayanti

NEUROTRANSMITTER. Kurnia Eka Wijayanti NEUROTRANSMITTER Kurnia Eka Wijayanti Neurotransmitter Merupakan senyawa pengantar impuls dari sebuah saraf ke target organ Dilepaskan dari ujung axon dan masuk ke celah sinaps Jenis neurotransmitter Klas

Lebih terperinci

FARMAKOLOGI NIKOTIN DAN PRINSIP ADIKSI

FARMAKOLOGI NIKOTIN DAN PRINSIP ADIKSI 1 FARMAKOLOGI NIKOTIN DAN PRINSIP ADIKSI Modul 2 Tobacco Education Program Peran Apoteker dalam Pengendalian Tembakau Fakultas Farmasi, Universitas Gadjah Mada This presentation was adapted from Rx for

Lebih terperinci

PROSES TERJADINYA MASALAH

PROSES TERJADINYA MASALAH PROSES TERJADINYA MASALAH ` PREDISPOSISI PRESIPITASI BIOLOGIS GABA pada sistem limbik: Neurotransmiter inhibitor Norepineprin pada locus cereleus Serotonin PERILAKU Frustasi yang disebabkan karena kegagalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengancam hampir semua sendi kehidupan masyarakat, bangsa dan Negara. Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mengancam hampir semua sendi kehidupan masyarakat, bangsa dan Negara. Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba telah menjadi permasalahan dunia yang tidak mengenal batas Negara, juga menjadi bahaya global yang mengancam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tergolong makanan jika diminum, diisap, dihirup, ditelan, atau disuntikkan,

BAB I PENDAHULUAN. tergolong makanan jika diminum, diisap, dihirup, ditelan, atau disuntikkan, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Narkoba merupakan singkatan dari narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif lainnya (BNN, 2007). Narkoba atau napza adalah obat, bahan, atau zat, dan bukan tergolong

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 SKIZOFRENIA Skizofrenia adalah suatu gangguan psikotik dengan penyebab yang belum diketahui yang dikarakteristikkan dengan gangguan dalam pikiran, mood dan perilaku. 10 Skizofrenia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya. juga dianggap sebagai pelanggaran hukum.

BAB I PENDAHULUAN. penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya. juga dianggap sebagai pelanggaran hukum. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) di Indonesia merupakan sesuatu yang bersifat komplek dan urgent, permasalahan ini menjadi marak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan fisik yang tidak sehat, dan stress (Widyanto, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan fisik yang tidak sehat, dan stress (Widyanto, 2014). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lanjut usia merupakan individu yang berada pada tahapan dewasa akhir yang usianya dimulai dari 60 tahun keatas. Setiap individu mengalami proses penuaan terlihat dari

Lebih terperinci

Definisi Suatu reaksi organik akut dengan ggn utama adanya kesadaran berkabut (clouding of consciousness), yg disertai dengan ggn atensi, orientasi, m

Definisi Suatu reaksi organik akut dengan ggn utama adanya kesadaran berkabut (clouding of consciousness), yg disertai dengan ggn atensi, orientasi, m DELIRIUM Oleh : dr. H. Syamsir Bs, Sp. KJ Departemen Psikiatri FK-USU 1 Definisi Suatu reaksi organik akut dengan ggn utama adanya kesadaran berkabut (clouding of consciousness), yg disertai dengan ggn

Lebih terperinci

RISIKO PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA PADA IBU HAMIL BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI JAWA TENGAH

RISIKO PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA PADA IBU HAMIL BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI JAWA TENGAH PROVINSI JAWA TENGAH RISIKO PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA PADA IBU HAMIL BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI JAWA TENGAH Latar Belakang Kehamilan merupakan st proses luar biasa, dimana ibu bertanggung jawab untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN BAB I PENDAHULUAN Penyalahgunaan napza semakin marak terjadi, dan generasi muda menjadi sasaran yang paling potensial. Penyalahgunaan Napza merupakan suatu pola penggunaan yang bersifat patologik, berlangsung

Lebih terperinci

ANALGETIKA. Non-Steroidal Antiinflamatory Drugs (OAINS/Obat Antiinflamasi Non-Steroid) Analgetika opioid. Analgetika opioid

ANALGETIKA. Non-Steroidal Antiinflamatory Drugs (OAINS/Obat Antiinflamasi Non-Steroid) Analgetika opioid. Analgetika opioid ANALGETIKA Analgetika dikelompokkan menjadi 2 : Analgetika opioid NSAID/Non Non-Steroidal Antiinflamatory Drugs (OAINS/Obat Antiinflamasi Non-Steroid) Analgetika opioid Mengurangi nyeri dan menimbulkan

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. gejala klinik yang manifestasinya bisa berbeda beda pada masing

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. gejala klinik yang manifestasinya bisa berbeda beda pada masing BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gangguan Depresif Mayor Depresi merupakan suatu sindrom yang ditandai dengan sejumlah gejala klinik yang manifestasinya bisa berbeda beda pada masing masing individu. Diagnostic

Lebih terperinci

FARMAKOTERAPI ASMA. H M. Bakhriansyah Bagian Farmakologi FK UNLAM

FARMAKOTERAPI ASMA. H M. Bakhriansyah Bagian Farmakologi FK UNLAM FARMAKOTERAPI ASMA H M. Bakhriansyah Bagian Farmakologi FK UNLAM Pendahuluan Etiologi: asma ekstrinsik diinduksi alergi asma intrinsik Patofisiologi: Bronkokontriksi akut Hipersekresi mukus yang tebal

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedaruratan psikiatri adalah sub bagian dari psikiatri yang. mengalami gangguan alam pikiran, perasaan, atau perilaku yang

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedaruratan psikiatri adalah sub bagian dari psikiatri yang. mengalami gangguan alam pikiran, perasaan, atau perilaku yang BAB II. TINJAUAN PUSTAKA II.1. Kedaruratan Psikiatri Kedaruratan psikiatri adalah sub bagian dari psikiatri yang mengalami gangguan alam pikiran, perasaan, atau perilaku yang membutuhkan intervensi terapeutik

Lebih terperinci

Modul ke: Kecanduan Obat. Fakultas PSIKOLOGI. Ellen Prima, S.Psi., M.A. Program Studi PSIKOLOGI.

Modul ke: Kecanduan Obat. Fakultas PSIKOLOGI. Ellen Prima, S.Psi., M.A. Program Studi PSIKOLOGI. Modul ke: Kecanduan Obat Fakultas PSIKOLOGI Ellen Prima, S.Psi., M.A. Program Studi PSIKOLOGI www.mercubuana.ac.id Definisi Pecandu adalah pemakai obat habitual yang terus memakai obat terlepas dari efek-efek

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini menguraikan teori teori yang berkaitan dengan pola asuh orang tua, remaja, narkoba, kerangka berpikir dan hipotesis

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini menguraikan teori teori yang berkaitan dengan pola asuh orang tua, remaja, narkoba, kerangka berpikir dan hipotesis BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Bab ini menguraikan teori teori yang berkaitan dengan pola asuh orang tua, remaja, narkoba, kerangka berpikir dan hipotesis 2.1 Pola Asuh Orang Tua 2.1.1 Definisi Pola Asuh Orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak sesuai dengan standar pengobatan dapat menimbulkan akibat yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. tidak sesuai dengan standar pengobatan dapat menimbulkan akibat yang sangat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Narkotika merupakan zat atau obat yang sangat bermanfaat dan diperlukan untuk pengobatan penyakit tertentu. Namun, jika disalahgunakan atau digunakan tidak sesuai

Lebih terperinci

ANALGETIKA. dr. Agung Biworo, M.Kes

ANALGETIKA. dr. Agung Biworo, M.Kes ANALGETIKA dr. Agung Biworo, M.Kes Analgetika dikelompokkan menjadi 2 : Analgetika opioid NSAID/Non Non-Steroidal Antiinflamatory Drugs (OAINS/Obat Antiinflamasi Non-Steroid) Analgetika opioid Mengurangi

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. 1.1 Latar belakang

BAB I. Pendahuluan. 1.1 Latar belakang 1 BAB I Pendahuluan 1.1 Latar belakang Penderita gangguan jiwa dari tahun ke tahun semakin bertambah. Sedikitnya 20% penduduk dewasa Indonesia saat ini menderita gangguan jiwa,, dengan 4 jenis penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertambah dan pertambahan ini relatif lebih tinggi di negara berkembang,

BAB I PENDAHULUAN. bertambah dan pertambahan ini relatif lebih tinggi di negara berkembang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam waktu mendatang jumlah golongan usia lanjut akan semakin bertambah dan pertambahan ini relatif lebih tinggi di negara berkembang, termasuk Indonesia. Bertambahnya

Lebih terperinci

2016, No Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431); 2. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (Lemb

2016, No Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431); 2. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (Lemb BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1501, 2016 KEMENKES. Terapi Buprenorfina. Penyelenggaraan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN TERAPI BUPRENORFINA

Lebih terperinci

Indonesia Nomor 5211); 8. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit; 9.

Indonesia Nomor 5211); 8. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit; 9. Yang Telah Diputus Oleh Pengadilan; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN. Menurut Asosiasi Psikiatri Amerika dalam Diagnostic and Statistical Manual

BAB 1. PENDAHULUAN. Menurut Asosiasi Psikiatri Amerika dalam Diagnostic and Statistical Manual BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Asosiasi Psikiatri Amerika dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder, Fourth Edition, Text Revision (DSM-IV-TR) agitasi didefinisikan sebagai

Lebih terperinci

Gangguan Psikiatrik Pada Pasien Ginjal ANDRI

Gangguan Psikiatrik Pada Pasien Ginjal ANDRI Gangguan Psikiatrik Pada Pasien Ginjal ANDRI Bagian Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana (UKRIDA) Email : andri@ukrida.ac.id Pendahuluan Pasien gagal ginjal kronis adalah salah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ganja adalah tanaman Cannabis sativa yang diolah dengan cara mengeringkan dan mengompres bagian tangkai, daun, biji dan bunganya yang mengandung banyak resin. 1 Ganja

Lebih terperinci

GAMBARAN KLINIS GANGGUAN KECEMASAN

GAMBARAN KLINIS GANGGUAN KECEMASAN GAMBARAN KLINIS GANGGUAN KECEMASAN Definisi Suatu sinyal yang menyadarkan, memperingatkan adanya bahaya yang mengancam dan memungkinkan seseorang untuk mengambil tindakan 2 Beda kecemasan dan ketakutan

Lebih terperinci

Diagnosis & Tatalaksana Gangguan Depresi & Anxietas di Layanan Kesehatan Primer Dr. Suryo Dharmono, SpKJ(K)

Diagnosis & Tatalaksana Gangguan Depresi & Anxietas di Layanan Kesehatan Primer Dr. Suryo Dharmono, SpKJ(K) Diagnosis & Tatalaksana Gangguan Depresi & Anxietas di Layanan Kesehatan Primer Dr. Suryo Dharmono, SpKJ(K) Yogyakarta, 11 Oct 2014 1 Prevalensi Ganguan Psikiatrik yang lazim di Komunitas dan Pelayanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan insulin yang diproduksi dengan efektif ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan insulin yang diproduksi dengan efektif ditandai dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes adalah suatu penyakit kronis yang terjadi akibat kurangnya produksi insulin oleh pankreas atau keadaan dimana tubuh tidak dapat menggunakan insulin yang diproduksi

Lebih terperinci

NARKOBA. Narkotika Psikotropika Bahan Adiktif

NARKOBA. Narkotika Psikotropika Bahan Adiktif NARKOBA Narkotika Psikotropika Bahan Adiktif Narkotika Obat atau zat dari bahan alami, sintetis atau semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, mengurangi sampai menghilangkan

Lebih terperinci

Davies, Teifion ABC Kesehatan Mental. Jakarta : EGC ADIKSI DAN KETERGANTUNGAN OBAT TERLARANG

Davies, Teifion ABC Kesehatan Mental. Jakarta : EGC ADIKSI DAN KETERGANTUNGAN OBAT TERLARANG Davies, Teifion. 2009. ABC Kesehatan Mental. Jakarta : EGC ADIKSI DAN KETERGANTUNGAN OBAT TERLARANG MENGAPA MENYALAHGUNAKAN OBAT? Determinan apa yang menyebabkan penggunaan obat terus berlanjut dan menjadi

Lebih terperinci

OBAT ANALGETIK, ANTIPIRETIK dan ANTIINFLAMASI

OBAT ANALGETIK, ANTIPIRETIK dan ANTIINFLAMASI OBAT ANALGETIK, ANTIPIRETIK dan ANTIINFLAMASI Oleh dr. Agung Biworo, M.Kes Untuk mahasiswa Prodi Ilmu Keperawatan FK Unlam ANALGETIKA Analgetika dikelompokkan menjadi 2 : Analgetika opioid NSAID/Non Non-Steroidal

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian pustaka 2.1.1 Kehamilan 2.1.1.1 Definisi Kehamilan adalah suatu keadaan mengandung embrio atau fetus di dalam tubuh, setelah bertemunya sel telur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pengetahuan Pengetahuan adalah sesuatu yang diketahui berkaitan dengan proses pembelajaran. Proses belajar ini dipengaruhi berbagai faktor dari dalam seperti motivasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini peredaran dan penggunaan narkoba di kalangan masyarakat Indonesia nampaknya sudah sangat mengkhawatirkan dan meningkat tiap tahunnya. Kepala Badan Narkotika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN DEFINISI ETIOLOGI

BAB I PENDAHULUAN DEFINISI ETIOLOGI BAB I PENDAHULUAN Banyaknya jenis status epileptikus sesuai dengan bentuk klinis epilepsi : status petitmal, status psikomotor dan lain-lain. Di sini khusus dibicarakan status epileptikus dengan kejang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Narkoba Narkoba merupakan singkatan dari Narkotika dan obat berbahaya. Adapun istilah lainnya yaitu Napza yang merupakan singkatan dari Narkotika, Psikotropika dan Zat Aditif

Lebih terperinci

Oleh : MASYKUR KHAIR. Definisi

Oleh : MASYKUR KHAIR. Definisi Oleh : MASYKUR KHAIR Definisi Konsep aspek ketergantungan : perilaku dan fisik. Perilaku : menekankan pada aktivitas mencari zat dan bukti terkait tentang pola penggunaan patologis. Fisik : Efek fisiologis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. ke-4 di dunia dengan tingkat produksi sebesar ton dengan nilai USD 367 juta

BAB 1 PENDAHULUAN. ke-4 di dunia dengan tingkat produksi sebesar ton dengan nilai USD 367 juta BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kafein merupakan zat psikoaktif yang terdapat pada banyak sumber seperti kopi, teh, soda dan cokelat. Indonesia dikenal sebagai negara penghasil kopi terbesar ke-4

Lebih terperinci

GANGGUAN STRESS PASCA TRAUMA

GANGGUAN STRESS PASCA TRAUMA GANGGUAN STRESS PASCA TRAUMA Pembimbing : Dr. Prasilla, Sp KJ Disusun oleh : Kelompok II Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jakarta cemas menyeluruh dan penyalahgunaan zat. PENDAHULUAN

Lebih terperinci

Algoritme Tatalaksana Kejang Akut dan Status Epileptikus pada Anak

Algoritme Tatalaksana Kejang Akut dan Status Epileptikus pada Anak Algoritme Tatalaksana Kejang Akut dan Status Epileptikus pada Anak Yazid Dimyati Divisi Saraf Anak Departemen IKA FKUSU / RSHAM Medan UKK Neurologi / IDAI 2006 Pendahuluan Kejang merupakan petunjuk adanya

Lebih terperinci

HIPONATREMIA. Banyak kemungkinan kondisi dan faktor gaya hidup dapat menyebabkan hiponatremia, termasuk:

HIPONATREMIA. Banyak kemungkinan kondisi dan faktor gaya hidup dapat menyebabkan hiponatremia, termasuk: HIPONATREMIA 1. PENGERTIAN Hiponatremia adalah suatu kondisi yang terjadi ketika kadar natrium dalam darah adalah rendah abnormal. Natrium merupakan elektrolit yang membantu mengatur jumlah air di dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia mempunyai kebutuhan tertentu yang harus dipenuhi secara memuaskan untuk menjaga proses homeostasis tubuh, baik fisiologis maupun psikologis. Kebutuhan fisiologis

Lebih terperinci

MENGHILANGKAN RACUN NAPZA DARI TUBUH KLIEN

MENGHILANGKAN RACUN NAPZA DARI TUBUH KLIEN DETOKSIFIKASI DETOKSIFIKASI ADALAH BENTUK TERAPI UNTUK MENGHILANGKAN RACUN NAPZA DARI TUBUH KLIEN PENYALAHGUNAAN DAN KETERGANTUNGAN NARKOTIKA DAN ZAT ADIKTIF. (HAWARI, 2000) DETOKSIFIKASI ADALAH UPAYA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. [CDC], 2013). Data dari Riset Kesehatan Dasar ( 2013), prevalensi. gangguan mental emosional (gejala -gejala depresi

BAB I PENDAHULUAN. [CDC], 2013). Data dari Riset Kesehatan Dasar ( 2013), prevalensi. gangguan mental emosional (gejala -gejala depresi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kecemasan merupakan jenis gangguan mental paling sering terjadi di dunia dengan prevalensi lebih dari 15%, dengan persentase wanita lebih banyak dibandingkan pria

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seorang ahli anestesi. Suatu studi yang dilakukan oleh Pogatzki dkk, 2003

BAB I PENDAHULUAN. seorang ahli anestesi. Suatu studi yang dilakukan oleh Pogatzki dkk, 2003 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Penatalaksanaan nyeri akut pascaoperasi merupakan salah satu tantangan seorang ahli anestesi. Suatu studi yang dilakukan oleh Pogatzki dkk, 2003 melaporkan bahwa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang tua. 1 Berdasarkan data pada Agustus 2010, terdapat pasien anak berusia 2-12 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Anak-anak mempunyai kondisi berbeda dengan orang dewasa pada saat pra bedah sebelum masuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Remaja WHO mendefinisikan remaja (adolescent) sebagai individu berusia 10 sampai 19 tahun dan dewasa muda (youth) 15 sampai 24 tahun. Dua kelompok usia yang saling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Rasa nyeri, paralisis atau kerusakan jaringan dan kehilangan kontrol motorik dapat menyebabkan gangguan pergerakan, sedangkan aktivitas pergerakan yang normal sangat

Lebih terperinci

BAB I PENAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENAHULUAN A. Latar Belakang Penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika merupakan permasalahan global yang sudah menjadi ancaman serius dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Saat ini, penyalahgunaan

Lebih terperinci

Gangguan Bipolar. Febrilla Dejaneira Adi Nugraha. Pembimbing : dr. Frilya Rachma Putri, Sp.KJ

Gangguan Bipolar. Febrilla Dejaneira Adi Nugraha. Pembimbing : dr. Frilya Rachma Putri, Sp.KJ Gangguan Bipolar Febrilla Dejaneira Adi Nugraha Pembimbing : dr. Frilya Rachma Putri, Sp.KJ Epidemiologi Gangguan Bipolar I Mulai dikenali masa remaja atau dewasa muda Ditandai oleh satu atau lebih episode

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 996/MENKES/SK/VIII/2002 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 996/MENKES/SK/VIII/2002 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 996/MENKES/SK/VIII/2002 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN SARANA PELAYANAN REHABILITASI PENYALAHGUNAAN DAN KETERGANTUNGAN NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA DAN

Lebih terperinci

Kejang Pada Neonatus

Kejang Pada Neonatus Kejang Pada Neonatus Guslihan Dasa Tjipta Emil Azlin Pertin Sianturi Bugis Mardina Lubis 1 DIVISI PERINATOLOGI Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK USU/RSUP H.Adam Malik Medan 2 Definisi : Kejang merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kecemasan 2.1.1 Definisi Kecemasan adalah sinyal peringatan; memperingatkan akan adanya bahaya yang akan terjadi dan memungkinkan seseorang mengambil tindakan untuk mengatasi

Lebih terperinci

Farmakoterapi Obat Gangguan Mental

Farmakoterapi Obat Gangguan Mental Farmakoterapi Obat Gangguan Mental Alfi Yasmina Psikotropika Antipsikotik/neuroleptik/major tranquilizer Antiansietas/ansiolitik/minor tranquilizer Antidepresi Psikostimulan 1 Psikosis Ditandai: Gangguan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Kecemasan a. Pengertian Kecemasan Kecemasan sangat berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Keadaan emosi ini tidak memiliki objek yang spesifik.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengetahuan 2.1.1. Definisi Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek, baik malalui indera

Lebih terperinci

PENELITIAN PENGARUH TERAPI MUSIK RELIGI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI DI RUANG BEDAH RSUP. DR. M. DJAMIL PADANG TAHUN 2012

PENELITIAN PENGARUH TERAPI MUSIK RELIGI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI DI RUANG BEDAH RSUP. DR. M. DJAMIL PADANG TAHUN 2012 PENELITIAN PENGARUH TERAPI MUSIK RELIGI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI DI RUANG BEDAH RSUP. DR. M. DJAMIL PADANG TAHUN 2012 Penelitian Keperawatan Jiwa SITI FATIMAH ZUCHRA BP. 1010324031

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada program pengalihan narkoba, yaitu program yang mengganti heroin yang. dipakai oleh pecandu dengan obat lain yang lebih aman.

BAB I PENDAHULUAN. pada program pengalihan narkoba, yaitu program yang mengganti heroin yang. dipakai oleh pecandu dengan obat lain yang lebih aman. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Terapi rumatan metadon adalah sebuah terapi dimana terdapat substitusi yang mengantikan narkotika jenis heroin yang menggunakan jarum suntik yang berbentuk cair yang

Lebih terperinci

Materi 13 KEDARURATAN MEDIS

Materi 13 KEDARURATAN MEDIS Materi 13 KEDARURATAN MEDIS Oleh : Agus Triyono, M.Kes Pengertian Kedaruratan medis adalah keadaan non trauma atau disebut juga kasus medis. Seseorang dengan kedarutan medis dapat juga terjadi cedera.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya 1. Narkotika adalah zat atau obat

BAB I PENDAHULUAN. narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya 1. Narkotika adalah zat atau obat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di indonesia, peredaran narkoba sudah menjadi salah satu permasalahan utama yang harus segera diatasi. Selain narkoba, istilah lain yang diperkenalkan khususnya oleh

Lebih terperinci

STUDI KASUS REMAJA GANGGUAN PENYALAHGUNAAN ZAT AMPHETAMINE ABUSE DI JAKARTA

STUDI KASUS REMAJA GANGGUAN PENYALAHGUNAAN ZAT AMPHETAMINE ABUSE DI JAKARTA C.02 STUDI KASUS REMAJA GANGGUAN PENYALAHGUNAAN ZAT AMPHETAMINE ABUSE DI JAKARTA Rilla Sovitriana Fakultas Psikologi, UPI YAI rilla.sovitriana@gmail.com Abstraksi. Subjek (A) adalah seorang remaja putri

Lebih terperinci

HIPOKALSEMIA DAN HIPERKALSEMIA. PENYEBAB Konsentrasi kalsium darah bisa menurun sebagai akibat dari berbagai masalah.

HIPOKALSEMIA DAN HIPERKALSEMIA. PENYEBAB Konsentrasi kalsium darah bisa menurun sebagai akibat dari berbagai masalah. 1. Hipokalsemia HIPOKALSEMIA DAN HIPERKALSEMIA Hipokalsemia (kadar kalsium darah yang rendah) adalah suatu keadaan dimana konsentrasi kalsium di dalam darah kurang dari 8,8 mgr/dl darah. PENYEBAB Konsentrasi

Lebih terperinci

Skizofrenia. 1. Apa itu Skizofrenia? 2. Siapa yang lebih rentan terhadap Skizofrenia?

Skizofrenia. 1. Apa itu Skizofrenia? 2. Siapa yang lebih rentan terhadap Skizofrenia? Skizofrenia Skizofrenia merupakan salah satu penyakit otak dan tergolong ke dalam jenis gangguan mental yang serius. Sekitar 1% dari populasi dunia menderita penyakit ini. Pasien biasanya menunjukkan gejala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa menopause merupakan suatu transisidimana ditandai. perubahan siklus menstruasi yang sebelumnya regular, siklik, bisa

BAB I PENDAHULUAN. Masa menopause merupakan suatu transisidimana ditandai. perubahan siklus menstruasi yang sebelumnya regular, siklik, bisa BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masa menopause merupakan suatu transisidimana ditandai perubahan siklus menstruasi yang sebelumnya regular, siklik, bisa diprediksi yang cenderung ovulatoar menjadi

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN Konsep kebutuhan mempertahankan suhu tubuh normal I.1 Definisi kebutuhan termoregulasi

LAPORAN PENDAHULUAN Konsep kebutuhan mempertahankan suhu tubuh normal I.1 Definisi kebutuhan termoregulasi LAPORAN PENDAHULUAN I. Konsep kebutuhan mempertahankan suhu tubuh normal I.1 Definisi kebutuhan termoregulasi Termoregulasi adalah suatu pengaturan fisiologis tubuh manusia mengenai keseimbangan produksi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Narkoba 1.1.1 Pengertian Narkoba Narkoba adalah senyawa kimia yang dapat mengubah keadaan psikologi seperti perasaan, pikiran, suasana hati dan perilaku seseorang jika masuk

Lebih terperinci

Farmakoterapi Obat Gangguan Mental. Alfi Yasmina

Farmakoterapi Obat Gangguan Mental. Alfi Yasmina Farmakoterapi Obat Gangguan Mental Alfi Yasmina Psikotropika Antipsikotik/neuroleptik/major tranquilizer Antiansietas/ansiolitik/minor tranquilizer Antidepresi Psikostimulan Psikosis Ditandai: Gangguan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peradangan sel hati yang luas dan menyebabkan banyak kematian sel. Kondisi

BAB I PENDAHULUAN. peradangan sel hati yang luas dan menyebabkan banyak kematian sel. Kondisi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang mengenai seluruh organ hati, ditandai dengan pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Keadaan tersebut terjadi karena

Lebih terperinci

NAPZA. Priya - PKBI. Narkotika Psikotropika dan zat adiktif lainnya atau di singkat dengan NAPZA.

NAPZA. Priya - PKBI. Narkotika Psikotropika dan zat adiktif lainnya atau di singkat dengan NAPZA. NAPZA Priya PKBI Narkotika Psikotropika dan zat adiktif lainnya atau di singkat dengan NAPZA. Berdasarkan proses pembuatannya di bagi ke dalam 3 Golongan : 1. Alami yaitu jenis ata zat yang diambil langsung

Lebih terperinci

NAPZA. Trainer : Lina Asisten : Sela, Tito

NAPZA. Trainer : Lina Asisten : Sela, Tito NAPZA Trainer : Lina Asisten : Sela, Tito POST TEST Apa yang dimaksud dengan Napza? Apa kerugian yang disebabkan oleh pemakaian Napza? Bagaimana cara pencegahan penyalahgunaan narkoba? SAY NO TO NAPZA!

Lebih terperinci

MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL

MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL Pendahuluan Parasetamol adalah golongan obat analgesik non opioid yang dijual secara bebas. Indikasi parasetamol adalah untuk sakit kepala, nyeri otot sementara, sakit menjelang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aktivitas motorik atau pergerakan yang normal sangat dibutuhkan oleh makhluk hidup dalam melaksanakan aktivitas sehari-hari (Miller, 2011). Gerak adalah suatu proses

Lebih terperinci

NAPZA. (Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif Lainnya) Definisi. Narkotika

NAPZA. (Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif Lainnya) Definisi. Narkotika NAPZA (Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif Lainnya) Definisi Bahan/zat/obat yang bila masuk ke dalam tubuh manusia akan mempengaruhi tubuh terutama otak atau sistem saraf pusat sehingga menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang baru dan asing lagi di masyarakat, baik itu laki-laki maupun perempuan, tua

BAB I PENDAHULUAN. yang baru dan asing lagi di masyarakat, baik itu laki-laki maupun perempuan, tua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu kebiasaan masyarakat saat ini yang dapat ditemui hampir di setiap kalangan masyarakat adalah perilaku merokok.rokok tidaklah suatu hal yang baru dan asing

Lebih terperinci

LAPORAN PSIKIATRI GANGGUAN AFEKTIF BIPOLAR CAMPURAN

LAPORAN PSIKIATRI GANGGUAN AFEKTIF BIPOLAR CAMPURAN LAPORAN PSIKIATRI GANGGUAN AFEKTIF BIPOLAR CAMPURAN Disusun oleh : Ali Abdullah Sungkar S.Ked 0810221112 Dokter Pembimbing: Dr. Tribowo T. Ginting, Sp.KJ KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN JIWA FAKULTAS

Lebih terperinci

Materi ini merupakan salah satu Bahan kuliah online gratis Bagi anggota keluarga, relawan kesehatan jiwa Dan perawat pendamping. Anxiety (kecemasan)

Materi ini merupakan salah satu Bahan kuliah online gratis Bagi anggota keluarga, relawan kesehatan jiwa Dan perawat pendamping. Anxiety (kecemasan) Materi ini merupakan salah satu Bahan kuliah online gratis Bagi anggota keluarga, relawan kesehatan jiwa Dan perawat pendamping Anxiety (kecemasan) Oleh: TirtoJiwo, Juni 2012 TirtoJiwo 1 Gelisah atau cemas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kecemasan pada Mahasiswa Tingkat Pertama. Bahasa Latin angustus yang berarti kaku, dan ango, anci yang berarti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kecemasan pada Mahasiswa Tingkat Pertama. Bahasa Latin angustus yang berarti kaku, dan ango, anci yang berarti BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kecemasan pada Mahasiswa Tingkat Pertama 2.1.1 Pengertian Kecemasan atau dalam Bahasa Inggris adalah anxiety berasal dari Bahasa Latin angustus yang berarti kaku, dan ango,

Lebih terperinci

persepsi atau mengakibatkan halusinasi 1. Penggunaan dalam dosis yang 2

persepsi atau mengakibatkan halusinasi 1. Penggunaan dalam dosis yang  2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Narkotika adalah zat adiktif yang menyebabkan kehilangan kesadaran dan ketergantungan bagi penggunanya. Narkotika meningkatkan daya imajinasi manusia dengan merangsang

Lebih terperinci

BAB I 1PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Universitas Sumatera Utara

BAB I 1PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Universitas Sumatera Utara BAB I 1PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Nyeri merupakan masalah yang paling sering menyebabkan pasien mencari perawatan ke rumah sakit. Nyeri tidak melakukan diskriminasi terhadap manusia, nyeri tidak membeda-bedakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Semakin pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,

BAB I PENDAHULUAN. Semakin pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Semakin pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, modernisasi dan globalisasi tidak dapat dihindari lagi oleh setiap negara di dunia. Begitu pula halnya

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN ANSIETAS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN ANSIETAS ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN ANSIETAS I. PENGKAJIAN PASIEN ANSIETAS 1. DEFINISI Ansietas adalah suatu perasaan tidak santai yang samar-samar karena ketidaknyamanan atau rasa takut yang disertai suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Stroke juga didefinisikan sebagai kelainan fungsi otak yang timbul mendadak,

BAB I PENDAHULUAN. Stroke juga didefinisikan sebagai kelainan fungsi otak yang timbul mendadak, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Stroke adalah gangguan neurologik mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui sistem suplai arteri otak (Price & Wilson,

Lebih terperinci

REFLEKSI KASUS GANGGUAN MENTAL DAN PERILAKU AKIBAT PENGGUNAAN ZAT MULTIPEL dan PENGGUNAAN ZAT PSIKOAKTIF LAINNYA

REFLEKSI KASUS GANGGUAN MENTAL DAN PERILAKU AKIBAT PENGGUNAAN ZAT MULTIPEL dan PENGGUNAAN ZAT PSIKOAKTIF LAINNYA Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa RSD MadaniPalu Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan Universitas Tadulako REFLEKSI KASUS GANGGUAN MENTAL DAN PERILAKU AKIBAT PENGGUNAAN ZAT MULTIPEL dan PENGGUNAAN ZAT PSIKOAKTIF

Lebih terperinci

BIPOLAR. Dr. Tri Rini BS, Sp.KJ

BIPOLAR. Dr. Tri Rini BS, Sp.KJ BIPOLAR Dr. Tri Rini BS, Sp.KJ Definisi Gangguan bipolar (GB) merupakan gangguan jiwa yang bersifat episodik dan ditandai oleh gejala-gejala manik, hipomanik, depresi, dan campuran, biasanya rekuren serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. seseorang yang mengkonsumsinya (Wikipedia, 2013). Pada awalnya, alkohol

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. seseorang yang mengkonsumsinya (Wikipedia, 2013). Pada awalnya, alkohol 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Minuman berakohol adalah minuman yang mengandung etanol. Etanol adalah bahan psikoaktif yang akan menyebabkan penurunan kesadaran bagi seseorang yang mengkonsumsinya

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN TERAPI BUPRENORFINA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN TERAPI BUPRENORFINA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN TERAPI BUPRENORFINA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. insulin, atau kedua-duanya. Diagnosis DM umumnya dikaitkan dengan adanya gejala

BAB I PENDAHULUAN. insulin, atau kedua-duanya. Diagnosis DM umumnya dikaitkan dengan adanya gejala BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin,

Lebih terperinci