BAB II TINJAUAN PUSTAKA
|
|
- Hartanti Lesmono
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN Kira-kira 85 persen dari semua penduduk Amerika serikat pernah menggunakan minuman yang mengandung alkohol sekurangnya satu kali selama hidupnya, dan kira-kira 51 persen dari semua orang dewasa di amerika serikat merupakan pengguna alkohol saat ini. Angka tersebut hanya mendukung penggambaran bahwa minum minuman yang mengandung alkohol biasanya dianggap sebagai kebiasaan umum dan dapat diterima. Setelah penyakit jantung dan kanker, gangguan berhubungan dengan alkohol merupakan masalah kesehatan nomor tiga terbesar di Amerika serikat sekarang ini, bir berjumlah untuk kira-kira setengah dari semua konsumsi alkohol, minuma keras (Liquor) untuk kira-kira sepertiga, dan anggur (wine) untuk kira-kira seperenam. Kira-kira 35 samapai 45 persen dari semua orang dewasa di Amerika serikat sekurangnya pernah mengalami satu epsode masalah berhubungan dengan alkohol yang sementara, biasanya berupa suatu episode amnestik akibat alkohol yang sementara, biasanya berupa suatu episode amnestik akibat alkohol (sebagai contoh, tidak sadar), mengendarai kendaraan bermotor saatterintoksikasi, atau bolos bekerja atau belajar karena minum yang berlebihan. Dengan criteria (DSM-III-R), 10 persen wanita dan 20 persen laki-laki memenuhi kriteria diagnostik untuk penyalahgunaan alkohol selama hidupnya, dan 3 smapai 5 persen wanita 10 persen laki-laki memenuhi kriteria diagnostik untuk diagnosis ketergantungan alkohol yang lebih serius selama hidupnya. Kira-kira kematian setiap tahunnya berhubungan langsung dengan orang yang memenuhi kriteria diagnostik penyalahgunaan alkohol. Penyebab kematian yang sering diantara ornag dengan gangguan berhubungan dengan alkohol adalah bunuh diri, kanker, penyakita jantung, dan penyakit hati. Walaupun tidak selalu melibatkan orang yang memenuhi kriteria diagnostik untuk suatau gangguan berhubungan dengan alkohol, kira-kira setengah dari semua kecelakaan kendaraan bermotor yang mematikan melibatkan seorang pengemudi yang mabuk, dan persentasi tersebut meningkat sampai 75 persen jika hanya di hitung kecelakaan yang terjadi larut malam. Penggunaan
2 alkohol dan gangguan berhubungan dengan kira-kira 50 persen dari semua pembunuhan dan 25 persen dari semua bunuh diri. Penyalahgunaan alkohol menurunkan harapan hidup 10 tahun. Alkohol memimpin dari semua zat lain dalam kematian yang berhubungan dengan zat (Kaplan, 2010). Hampir 85 persen anggota masyarakat populasi noninstitusional yang berusia 12 tahunatau lebih di Amerika serikat pernha menggunakan alkohol satu kali atau lebih dalam hidupnya. 68 persen pernah menggunakan alkohol dalam tahun terakhir, dan 51 persen menggunakannya dalam bulan terahkir (Kaplan, 2010). Persentasi tersebut sama dengan 171, 2 juta orang yang menggunakan alkohol selama hidupnya, 1,38, 0 juta orang yang menggunakan alkohol dalam tahun terakhir, dan 103,2 juta orang yang menggunakan alkohol dalam bulan terakhir (Kaplan, 2010). Kira-kira 90 persen orang dewasa muda yang berusia 18 sampai 25 tahun, 92 persen orang dewasa yang berusia 26 sampai 34 tahun, dan 87 persen orang dewasa yang berusia 35 tahun atua lebih pernbah menggunakan alkohol selama hidupnya dibandingkan dengan kira-kira 46 persen kaum muda yang berusia 12 sampai 17 tahun (Kaplan, 2010). Kira-kira 64 persen orang dewasa muda dan 62 persen orang dewasa yang berusia 26 sampai 34 tahun pernah menggunakan alkohol dalam bulan terakhir, suatu persentasi yang lebih besar secara bermakna dibandingkan 20 persen pemuda dan 50 persen orang dewasa yang berusia 35 tahun dan lebih (Kaplan, 2010). BAB II TINJAUAN PUSTAKA
3 A. Definisi Withdrawl Sindrom terjadi pada individu yang kecanduan obat dan alkohol yang menghentikan atau mengurangi penggunaan obat pilihan mereka. Proses menghilangkan narkoba dan alkohol dari tubuh dikenal sebagai detoksifikasi. Kecemasan, insomnia, mual, keringat, nyeri tubuh, dan tremor adalah hanya beberapa dari gejala fisik dan psikologis dari penghentian obat dan alkohol yang mungkin terjadi selama detoksifikasi. Withdrawl syndrome terutama berfokus pada Withdrawl dari etanol, sedatif hipnotik-, opioid, stimulan, dan gamma-hidroksibutirat (GHB) (Goldstein, 2009). Gejala penghentian obat (= gejala putus obat, withdrawal syndrome) adalah munculnya kembali gejala penyakit semula atau reaksi pembalikan terhadap efek farmakologik obat, karena penghentian pengobatan. Contoh yang banyak dijumpai misalnya: 1. agitasi ekstrim, takikardi, rasa bingung, delirium dan konvulsi yang mungkin terjadi pada penghentian 2. pengobatan dengan depresansia susunan saraf pusat seperti barbiturat, benzodiazepin dan alkohol, 3. krisis Addison akut yang muncul karena penghentian terapi kortikosteroid, 4. hipertensi berat dan gejala aktivitas simpatetik yang berlebihan karena penghentian terapi klonidin, 5. gejala putus obat karena narkotika (Goldstein, 2009). B. Tanda dan Gejala Klinis Berdasarkan Klasifikasi Sindroma withdrawal sangat terkait erat dengan penggunaan alcohol, narkoba, serta obat-obatan lainnya, sehingga manifestasi klinis yang ditampilkan juga dapat diklasifikasikan berdasarkan kaitannya dengan penggunakan obatobatan tadi (Olmedo, 2000). Alcohol withdrawal Biasanya pasien telah menyalahgunakan alcohol setiap hari selama 3 bulan, atau dapat pula telah mengkonsumsi alcohol dalam jumlah besar yang biasanya dalam waktu 1 minggu (seperti pada pesta minuman keras) (Monte, 2010). Gejala penolakan akan muncul dalam waktu 6-12 jam setelah individu berhenti atau mengurangi konsumsi alcohol, namun akan segera menghilang jika mengkonsumsi alcohol kembali (Monte, 2010).
4 Tampak gejala continuum berupa tremor ringan hingga dystonic tremor (DT). Spectrum manifestasi klinis yang muncul sangat bervariasi, gejala dan tanda dapat tumpang tindih dalam waktu dan durasinya, sehinga akan didefinisikan dulu mulai dari yang ringan sampai yang berat (Bayard, 2004). 1. Penarikan atau penolakan ringan terjadi dalam waktu 24 jam setelah penghentian konsumsi alkohol dan ditandai dengan tremor, insomnia, kecemasan, hiperrefleksia, diaphoresis, hiperaktif otonom ringan, serta gangguan gastrointestinal. 2. Penarikan atau penolakan moderat terjadi dalam waktu jam setelah penghentian konsumsi alcohol dan ditandai dengan kecemasan intens, tremor, insomnia, dan gejala peningkatan adrenergic. 3. Penarikan atau penolakan berat terjadi dalam waktu lebih dari 48 jam setelah penghentian konsumsi alcohol dan ditandai dengan perubahan sensorium yang mendalam seperti disorientasi, agitasi, dan halusinasi, serta bersamaan dengan hiperaktifitas otonom yang berat seperti tremor, takikardi, takipnea, hipertermia, dan diaphoresis. Pada 25 % pasien dengan riwayat penggunaan alcohol dalam jangka panjang timbul manifestasi klinis berupa alkoholik halusinosis. Ini dapat terjadi 24 jam setelah penghentian konsumsi alcohol dan akan berlanjut selama sekitar 24 jam. Gejala biasanya berupa persekutori, auditori, atau yang paling sering adalah halusinasi visual dan taktil, namun sensorium pasien kadang tidak begitu tampak. Namun pada tahap lanjut, halusinasi akan dianggap nyata dan dapat menimbulkan rasa takut yang ekstrim serta timbul kecemasan. Pasien akan merasa dapat melihat objek yang imajiner, seperti pakaian ataupun lembaran-lembaran. Dan pada halusinosis ini tidak selalu diikuti oleh DT (Bayard, 2004). Pada % pasien juga dilaporkan dapat mengalami kejang, yang biasanya berlangsung singkat, berupa kejang umum, tonik-klonik, dan tanpa aura. Dan pada sekitar 30-50% pasein, kejang ini dapat berkembang menjadi DT. Puncak kejadian ini biasanya setelah 24 jam setelah konsumsi alcohol terbaru, dan sekitar 3 % dari pasien yang bermanifestasi kejang ini dapat mengalami status epileptikus. Kejang ini biasanya dapat berhenti secara spontan atau dapat dikontrol dengan pemberian benzodiazepine. Tanda yang paling khas dari Alcohol withdrawal adalah DT, yang terjadi setelah jam konsumsi alcohol terakhir. Tampak gejala sensorium berupa disorientasi, agitasi, dan halusinasi; gangguan otonom berat seperti diaphoresis,
5 takikardia, takipnea, dan hipertermia. DT ini dapat muncul meski tidak didahului oleh kejang (Hayner, 2009). Penghentian efek Alcohol withdrawal pada pasein biasanya adalah dengan mengkonsumsi alcohol itu sendiri, namun jika dalam keadaan yang sulit untuk memperoleh minuman alcohol, biasanya pasien juga dapat mengkonsumsi zat lain yang juga mengandung alcohol, seperti isopropyl alcohol, sirup batuk, pembersih tangan, obat kumur, methanol, dan juga etilena glikol (Hayner, 2009). Sedative-hypnotic withdrawal syndrome Withdrawal syndrome yang ditimbulkan akibat konsumsi benzodiazepine, bariturat, dan obat penenang lain atau hipnotik dalam jangka panjang. Ditandai dengan pronounced psikomotor dan disfungsi otonom. Gejala biasanya muncul 2-10 hari setelah penghentian secara mendadak dari obat-obat penenang yang digunakan, serta akan bergantung pula dari masing-masing waktu paruh obatobatan tersebut (Hayner, 2009). GHB withdrawal syndrome GHB dan prekursornya (gamma-butyrolactone, 1,4 -butanadiol) dilaporkan dapat menimbulkan induksi toleransi dan ketergantungan. Gejalanya mirip dengan withdrawal syndrome pada sedative-hipnotik, ditandai dengan ketidakstabilan otonom ringan dan singkat, dengan gejala psikotik yang berkepanjangan (Wojtowicz, 2008)(Tarabar, 2004). Opioid withdrawal Opioid tidak secara langsung menyebabkan gejala yang mengancam jiwa, kejang, maupun delirium. Gejala yang ditampilkan justru dapat menyerupai penyakit seperti flu berat, yang ditandai dengan rhinorrhea, bersin, lakrimasi, menguap, kram perut, kram kaki, piloereksi atau merinding, mual, muntah, diare, dan pupil melebar. Serta perubahan status mental, disorientasi, halusinasi, dan kejang yang merupakan karakteristik DT, tidak tampak pada Opioid withdrawal ini (Olmedo, 2000). Waktu paruh dari Opioid withdrawal ini dapat menentukan onset dan durasi gejala yang akan muncul. Sebagai contoh, gejala penarikan pada penggunaan heroin dan metadon akan memuncak pada jam dan jam,
6 masing-masing, dan dapat berlangsung selama 7-10 hari dan setidaknya masingmasing 14 hari (Olmedo, 2000). Stimulant (cocaine and amphetamine) withdrawal, atau wash-out syndrome Sindrom ini menyerupai gangguan depresi berat, tampak disforia, tidur berlebihan, kelaparan, dan keterbelakangan psikomotor yang parah, sedangkan fungsi vitalnya terjaga dengan baik. Gejala ini dapat berlangsung hingga 2 hari, meskipun pada yang ringan dapat bertahan hingga 2 minggu (Olmedo, 2000). C. Penegakan Diagnosis Gambaran umum dari keadaan putus zat (withdrawal state) adalah berupa gangguan psikologis seperti anxietas, depresi dan gangguan tidur, sedangkan untuk gejala fisik bervariasi sesuai dengan zat yang digunakan. Yang khas adalah pasien ini akan melaporkan bahwa gejala putus zat akan mereda dengan meneruskan penggunaan zat. Keadaan putus zat ini merupakan salah satu indikator dari sindrom ketergantungan sehingga diagnosis ketergantungan zat harus turut dipertimbangkan (Maslim, 2001). Berikut adalah kriteria diagnostik beberapa jenis withdrawal syndrome : 1. Kriteria Diagnostik Alcohol Withdrawal Syndrome (American Psychiatric Association, 2000): A. Penghentian atau pengurangan penggunaan alkohol yang telah berat dan berkepanjangan B. Terdapat dua atau lebih gejala berikut ini beberapa jam sampai beberapa hari setelah kriteria A : 1) Hiperaktifitas otonom (berkeringat, denyut nadi lebih dari 100 kali/menit) 2) Tremor pada tangan 3) Insomnia 4) Nausea dan vomitting 5) Transien visual, taktil, halusinasi atau ilusi auditorik 6) Agitasi psikomotor
7 7) Anxietas 8) Kejang Grand mal C. Gejala gejala dalam kriteria B menyebabkan distress yang signifikan secara klinis atau penurunan fungsi sosial, pekerjaan, dan fungsi fungsi lain yang penting. D. Gejala gejala tidak disebabkan oleh kondisi medis umum dan gangguan mental lainnya. 2. Kriteria Diagnostik Amphetamine Withdrawal Syndrome (American Psychiatric Association, 2000): A. Penghentian atau pengurangan penggunaan amphetamine (atau substansi sejenis) yang telah berat dan berkepanjangan. B. Mood dysphoric dan dua (atau lebih) perubahan fisiologis berikut ini beberapa jam sampai beberapa hari setelah kriteria A : 1) Fatigue 2) Mimpi buruk 3) Insomnia atau hipersomnia 4) Nafsu makan meningkat 5) Retardasi psikomotor atau agitasi C. Gejala gejala dalam kriteria B menyebabkan distress yang signifikan secara klinis atau penurunan fungsi sosial, pekerjaan, dan fungsi fungsi lain yang penting. D. Gejala gejala tidak disebabkan oleh kondisi medis umum dan gangguan mental lainnya. 3. Kriteria Diagnostik Cocaine Withdrawal Syndrome (American Psychiatric Association, 2000): A. Menggunakan cocaine terakhir. B. Perilaku maladaptif yang signifikan secara klinis atau perubahan psikologis (seperti euforia atau penumpulan afektif, perubahan dalam sosialisasi, hipervigilance, sensitifitas interpersonal, anxietas, tegang atau marah,
8 perilaku stereotip, gangguan penilaian, atau ganguan fungsi sosial dan pekerjaan) yang terjadi ketika atau sesaat setelah penggunaan cocaine. C. Dua atau lebih gejala berikut ini yang muncul ketika atau sesaat setelah penggunaan cocaine : 1) Takikardi atau bradikardi 2) Dilatasi pupil 3) Peningkatan atau penurunan tekanan darah 4) Berkeringat atau kedinginan 5) Nausea atau vomiting 6) Berat badan menurun 7) Agitasi psikomotor atau retardasi 8) Kelemahan otot, depresi pernafasan, nyeri dada, atau aritmia 9) Bingung, kejang, dyskinesia, dystonia atau koma D. Gejala gejala tidak disebabkan oleh kondisi medis umum dan gangguan mental lainnya. 4. Kriteria Diagnostik Nicotine Withdrawal Syndrome (American Psychiatric Association, 2000): A. Menggunakan nicotine setiap hari setidaknya dalam beberapa minggu. B. Penghentian tiba-tiba penggunaan nicotine, atau pengurangan penggunaan nicotine diikuti empat (atau lebih) gejala berikut ini : 1) Dysphoric atau mood depresi 2) Insomnia 3) Iritabilitas, frustasi, marah 4) Anxietas 5) Sulit berkonsentrasi 6) Gelisah 7) Penurunan denyut nadi 8) Peningkatan nafsu makan atau berat badan C. Gejala gejala dalam kriteria B menyebabkan distress yang signifikan secara klinis atau penurunan fungsi sosial, pekerjaan, dan fungsi fungsi lain yang penting.
9 D. Gejala gejala tidak disebabkan oleh kondisi medis umum dan gangguan mental lainnya. 5. Kriteria Diagnostik Sedative, Hypnotic, Anxiolytic Withdrawal Syndrome (American Psychiatric Association, 2000): A. Penghentian atau pengurangan penggunaan sedative, hipnostic, anxiolytic yang telah berat dan berkepanjangan B. Terdapat dua atau lebih gejala berikut ini beberapa jam sampai beberapa hari setelah kriteria A : 1) Hiperaktifitas otonom (berkeringat, denyut nadi lebih dari 100 kali/menit) 2) Tremor pada tangan 3) Insomnia 4) Nausea dan vomitting 5) Transien visual, taktil, halusinasi atau ilusi auditorik 6) Agitasi psikomotor 7) Anxietas 8) Kejang Grand mal C. Gejala gejala dalam kriteria B menyebabkan distress yang signifikan secara klinis atau penurunan fungsi sosial, pekerjaan, dan fungsi fungsi lain yang penting. D. Gejala gejala tidak disebabkan oleh kondisi medis umum dan gangguan mental lainnya. Spesifik jika terdapat gangguan perseptual. 6. Kriteria Diagnostik Opioid Withdrawal Syndrome (American Psychiatric Association, 2000): A. Terdapat salah satu gejala berikut ini : 1) Penghentian atau pengurangan penggunaan opioid yang telah berat dan berkepanjangan (beberapa minggu atau lebih). 2) Pemberian antagonis opioid setelah masa penggunaan opioid.
10 B. Terdapat tiga atau lebih gejala berikut ini beberapa menit sampai beberapa hari setelah kriteria A : 1) Mood dysphoric 2) Nausea atau vomitting 3) Nyeri otot 4) Lakrimasi atau rinorrhea 5) Dilatasi pupil, piloereksi atau berkeringat 6) Diare 7) Menguap 8) Demam 9) Insomnia C. Gejala gejala dalam kriteria B menyebabkan distress yang signifikan secara klinis atau penurunan fungsi sosial, pekerjaan, dan fungsi fungsi lain yang penting. D. Gejala gejala tidak disebabkan oleh kondisi medis umum dan gangguan mental lainnya. D. Terapi Lama Pengatasan penyalah-gunaan obat memerlukan upaya-upaya yang terintegrasi, yang melibatkan pendekatan psikologis, sosial, hukum, dan medis. Kondisi yang perlu diatasi secara farmakoterapi pada keadaan ketergantungan obat ada dua, yaitu kondisi intoksikasi dan kejadian munculnya gejala putus obat ( sakaw ). Dengan demikian, sasaran terapinya bervariasi tergantung tujuannya: 1. Terapi pada intoksikasi/over dosis à tujuannya untuk mengeliminasi obat dari tubuh, menjaga fungsi vital tubuh 2. Terapi pada gejala putus obat à tujuannya untuk mencegah perkembangan gejala supaya tidak semakin parah, sehingga pasien tetap nyaman dalam menjalani program penghentian obat Tabel 1. Ringkasan Tentang Terapi Intoksikasi Kelas obat Terapi obat Terapi nonobat Komentar
11 Benzodiazepin Flumazenil 0,2 mg/min IV, ulangi sampai max 3 mg Alkohol, Tidak ada barbiturat, sedatif hipnotik nonbenzodiazepin Opiat Naloxone 0,4-2,0 mg IV setiap 3 min Kokain dan þ Lorazepam 2-4 stimulan CNS lain mg IM setiap 30 min sampai 6 jam jika perlu þ Haloperidol 2-5 mg (atau antipsikotik lain) setiap 30 min sampai 6 jam Halusinogen, Sama dgn di atas marijuana Support fungsi vital Support fungsi vital Support fungsi vital -Support fungsi vital - Monitor fungsi jantung Support fungsi vital, talk-down therapy Kontraindikasi jika ada penggunaan TCA à resiko kejang Jika pasien tidak responsif sampai dosis 10 mg à mungkin ada OD selain opiat - digunakan jika pasien agitasi - digunakan jika pasien psikotik - komplikasi kardiovaskuler diatasi scr simptomatis Tabel 2. Ringkasan Tentang Terapi Untuk Mengatasi Withdrawal Syndrome (Dipiro et al, 2008) Obat Terapi obat Komentar Benzodiazepin (short acting) Klordiazepoksid 50 mg 3 x sehari atau lorazepam 2 mg 3 x sehari, jaga dosis utk 5 hari, kmd
12 Long acting BZD Opiat Barbiturat Mixed-substance Stimulan CNS tappering Sama, tapi tambah 5-7 hari utk tappering Methadon mg p.o, taper dengan 5-10 mg sehari, atau klonidin 2 mg/kg tid x 7 hari, taper untuk 3 hari berikutnya Test toleransi pentobarbital, gunakan dosis pada batas atas test, turunkan dosis 100 mg setiap 2-3 hari Lakukan spt pada long acting BZD Terapi supportif saja, bisa gunakan bromokriptin 2,5 mg jika pasien benar-benar kecanduan, terutama pada kokain Alprazolam paling sulit dan butuh wkt lebih lama - jika metadon gagal à metadon maintanance program - Klonidin menyebabkan hipotensi à pantau BP Terapi ketergantungan opioida yang efektif menurut WHO (2003) adalah terapi abstinensia dan terapi substitusi. Ada 3 bentuk terapi substitusi, yaitu : agonis opioida (metadon), antagonis opioida (naltrekson) dan parsial agonis opioida (buprenorfin). Buprenorfin adalah salah satu semi-sintetik opioida yang telah diketemukan sejak tahun 1965 dengan melalui berbagai penelitian telah diapproved oleh FDA pada tahun 2002 dan mendapat izin edar di Indonesia pada akhir tahun yang sama (Badan POM RI, 2007). Buprenorfin memiliki afinitas tinggi terhadap reseptor opioida μ, berikatan dengan reseptor ini lebih kuat daripada agonis opioida penuh. Buprenorfin juga memiliki afinitas tinggi dan memiliki sifat antagonis pada reseptor k, sehingga
13 pada keadaan tertentu buprenorfin dosis tinggi dapat menimbulkan sindrom putus obat opioida (opioida withdrawal syndrome) dengan gejala dan tanda yang serupa secara kualitatif tetapi tidak sama secara kuantitatif dibandingkan akibat antagonis penuh seperti nalokson atau naltrekson. Buprenorfin memberikan beberapa keuntungan dibandingkan terapi gabungan agonis antagonis yang digunakan dalam terapi ketergantungan opioida. Keuntungan ini antara lain indeks keamanan yang lebih besar terhadap terjadinya depresi pernafasan, tanda otonom dari putus obat opioida yang lebih ringan, dan efek psikomimetik atau disforik yang lebih ringan. Dengan efek respon opioida ganda maka ketika menghambat efek penggunaan heroin sampingan, buprenorfin juga mengurangi penggunaan (Badan POM RI, 2007). E. Terapi Baru Withdrawal syndrome adalah gejala-gejala yang timbul karena putusnya pemakaian NAPZA. Terapinya dapat dilakukan baik secara farmakologi maupun nonfarmakologi. Banyak penelitian yang menemukan penggunaan obat-obatan baru sebagai terapi penyakit ini untuk hasil yang lebih baik. Pada salah satu penelitian yang dilakukan pada tahun 2012 dilakukan perbandingan efikasi dan tingkat keamanan pada obat yang telah lama digunakan untuk terapi withdrawal syndrome yaitu methadone dan obat baru yaitu tramadol. Dari hasil penelitian tersebut ditemukan bahwa tramadol memiliki efek samping yang lebih jarang terjadi daripada methadone dengan efektivitas yang sama dalam mengontrol gejala withdrawal syndrome sehingga tramadol dapat dipertimbangkan sebagai pengganti methadone yang potensial (Zarghami et al., 2012). Pada penelitian lain yang dilakukan tahun 2011 dengan objek penelitian berupa ikan zebra dilakukan pengamatan terhadap zat mytraginine dan potensinya untuk terapi withdrawal syndrome. Mytraginine adalah zat alkaloid yang dapat ditemukan pada daun tanaman Mytragina sp. yang kemudian digunakan secara luas untuk meningkatkan pertahanan terhadap kerasnya gejala-gejala withdrawal syndrome pada saat rehabilitasi dari penggunaan opiat. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa pemberian mytraginine pada pasien dengan gejala withdrawal syndrome dapat menurunkan kadar produksi
14 kortikotropin dan prodynorphin pada otak sehingga dapat menekan stress dan kecemasan yang dipengaruhi oleh hormon-hormon tersebut (Khor et al., 2011). Selama ini obat-obatan yang digunakan untuk withdrawal syndrome bertujuan untuk mengurangi stress, namun mayoritas obat tersebut akan berefek menekan kemampuan alami pasien untuk mengatasi stress itu sendiri. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk mengatasinya. Pada penelitian yang dilakukan di Perancis tahun 2011 dilakukan pengamatan pada corticotrophin releasing factor (CRF) yang berhubungan dengan terjadinya stress. Dari penelitian ini ditemukan bahwa penggunaan reseptor-defisiensi CRF(2) dapat meringankan distress pada masa withdrawal dari opiat tanpa menimbulkan efek kerusakan pada otak dan organ neuroendokrin serta tidak mempengaruhi mekanisme stress coping sebagai respons alami terhadap sindrom ini (Ingallinesi et al., 2011). F. Diagnosis Diferensial 1. Sindroma koroner akut 2. Penyakit addison 3. Status epileptikus 4. Krisis adrenal 5. Ketoasidosis alkoholik 6. Kecemasan 7. Gangguan SSP 8. Delirium Tremens 9. Depresi dan Bunuh diri 10. Ketoasidosis diabetikum 11. Hipertiroidisme, Grave Disease 12. Hipoglisemia 13. Hipomagnesemia 14. Hipopospatemia 15. Pankreatitis 16. Keracunan zat
15 G. Komplikasi Beberapa komplikasi medis dapat timbul setelah pemakaian alkohol dan narkoba jangka panjang. Beberapa komplikasi lebih sering ditemukan dan menimbulkan dampak serius pada gejala putus alkohol daripada gejala putus opiat atau zat stimulan lain. Berikut komplikasi yang dapat ditemukan pada sindrom putus alkohol 1. Komplikasi metabolik a. Ketoasidosis alkoholik (AKA) b. Gangguan elektrolit ( contoh: hipomagnesemia, hipokalemia, hipernatremia) c. Defisiensi vitamin (contoh: thiamin, phytonadione, cynocobalamin, asam folat) 2. Komplikasi GI a. Pankreatitis b. Perdarahan gastrointestinal (contoh: ulkus peptikum, varises esofageal, gastritis) c. Sirosis hepatis 3. Komplikasi infeksi a. Pneumonia b. Meningitis c. Selulitis 4. Komplikasi neurologi a. Sindroma Wernicke-Korsakoff b. Atrofi serebral c. Degenerasi serebelar d. Subdural atau epidural hemoragia e. Neuropati perifer BAB III KESIMPULAN
16 DAFTAR PUSTAKA Kaplan, Harold I.; Sadock, Benjamin J.; Grebb, Jack A Kaplan-Sadock Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis. Jilid I. Jakarta: Binarupa Aksara. Goldstein D Relationship of alcohol dose to intensity of withdrawal signs in mice. Journal of Pharmacology and Experimental Therapeutics. 180(2): Bayard M, McIntyre J, Hill KR, et al. Alcohol withdrawal syndrome. Am Fam Physician. Mar ;69(6): Hayner CE, Wuestefeld NL, Bolton PJ. Phenobarbital treatment in a patient with resistant alcohol withdrawal syndrome. Pharmacotherapy. Jul 2009;29(7): Monte R, Rabunal R, Casariego E, Lopez-Agreda H, Mateos A, Pertega S. Analysis of the factors determining survival of alcoholic withdrawal syndrome patients in a general hospital. Alcohol Alcohol. Mar-Apr 2010;45(2): Olmedo R, Hoffman RS. Withdrawal syndromes. Emerg Med Clin North Am. May 2000;18(2): Tarabar AF, Nelson LS. The gamma-hydroxybutyrate withdrawal syndrome. Toxicol Rev. 2004;23(1):45-9 Wojtowicz JM, Yarema MC, Wax PM. Withdrawal from gammahydroxybutyrate, 1,4-butanediol and gamma-butyrolactone: a case report and systematic review. CJEM. Jan 2008;10(1): American Psychiatric Association Diagnostics and Statistical Manual of Mental Dissorders Fourth Edition. Washington DC: American Psychiatric Association. Maslim, Rusdi Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ III. Jakarta: Nuh Jaya.
17 Badan POM RI Menggunakan Buprenorphine Guideline Dalam Terapi Ketergantungan Opioida. Volume 8 No 1. Jakarta : InfoPOM Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia. Dipiro, J.T., R.L. Talbert, G.C. Yee, G.R Matzke, B.G. Wells, L.M. Posey Pharmacotherapy A Pat Ophisiologic Approach Seventh Edition. New York : McGraw-Hill Companies Khor, BS, MF Jamil, MI Adenan, AC Shu-Chien Mitragynine attenuates withdrawal syndrome in morphine-withdrawn zebrafish. PLoS One. 6 (12) : e28340 Zhargami, M, B Masoum, MR Shiran Tramadol versus Methadone for Treatment of Opiate Withdrawal: A Double-Blind, Randomized, Clinical Trial. J Addict Dis. 31 (2) : Ingallinesi, M, K Rouibi, C Le Moine, F Papaleo, A Contarino CRF(2) receptordeficiency eliminates opiate withdrawal distress without impairing stress coping. Mol Psychiatry. (10) : 119 McKeow, N.J Withdrawal Syndromes. Diakses pada 3 Mei 2012
WITHDRAWAL SYNDROME BY : KELOMPOK 4
WITHDRAWAL SYNDROME BY : KELOMPOK 4 DEFINISI Withdrawal syndrome, atau dikenal juga dengan discontinuation syndrome, merupakan kumpulan gejala yang dapat terjadi pada individu yang kecanduan obat dan alkohol
Lebih terperinci1. Kriteria Diagnostik Alcohol Withdrawal Syndrome (American Psychiatric Association, 2000):3 2. Kriteria Diagnostik Amphetamine Withdrawal Syndrome
Berikut adalah kriteria diagnostik beberapa jenis withdrawal syndrome : 1. Kriteria Diagnostik Alcohol Withdrawal Syndrome (American Psychiatric Association, A. Penghentian atau pengurangan penggunaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Narkoba merupakan singkatan dari Narkotika, Psikotropika dan Bahan Adiktif lainnya. Terminologi narkoba familiar digunakan oleh aparat penegak hukum; seperti polisi
Lebih terperinciBAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. gejala klinik yang manifestasinya bisa berbeda beda pada masing
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gangguan Depresif Mayor Depresi merupakan suatu sindrom yang ditandai dengan sejumlah gejala klinik yang manifestasinya bisa berbeda beda pada masing masing individu. Diagnostic
Lebih terperinciMethadon sejak 1972 disetujui FDA telah terbukti secara klinis mengurangi jumlah orang kecanduan opiat dengan efek samping jangka panjang terbatas
Methadone dan Suboxone Methadone pertama kali digunakan dan dipasarkan pada tahun 1939 di di Jerman sebagai obat penghilang rasa sakit yang efektif. Pada awal 1950-an, penggunaan metadon mulai di di Amerika
Lebih terperinciGangguan Mental Terkait Trauma. Pusat Kajian Bencana dan Tindak Kekerasan Departemen Psikiatri FKUI/RSCM
Gangguan Mental Terkait Trauma Pusat Kajian Bencana dan Tindak Kekerasan Departemen Psikiatri FKUI/RSCM Gangguan Mental setelah Trauma Trauma 2 minggu 1 bulan 2 bulan 6 bulan Reaksi stres akut Berkabung
Lebih terperinciHUBUNGAN STRUKTUR AKTIVITAS SENYAWA STIMULAN SISTEM SARAF PUSAT. JULAEHA, M.P.H., Apt
HUBUNGAN STRUKTUR AKTIVITAS SENYAWA STIMULAN SISTEM SARAF PUSAT JULAEHA, M.P.H., Apt FISIONEUROLOGI OBAT SSP Obat SSP menekan / menstimulasi seluruh atau bagian tertentu dari SSP. Jika terdapat penekanan
Lebih terperinciBAB 1. PENDAHULUAN. Menurut Asosiasi Psikiatri Amerika dalam Diagnostic and Statistical Manual
BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Asosiasi Psikiatri Amerika dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder, Fourth Edition, Text Revision (DSM-IV-TR) agitasi didefinisikan sebagai
Lebih terperinciBAB I. Pendahuluan. 1.1 Latar belakang
1 BAB I Pendahuluan 1.1 Latar belakang Penderita gangguan jiwa dari tahun ke tahun semakin bertambah. Sedikitnya 20% penduduk dewasa Indonesia saat ini menderita gangguan jiwa,, dengan 4 jenis penyakit
Lebih terperinciBAB VII ZAT ADIKTIF DAN PSIKOTROPIKA
BAB VII ZAT ADIKTIF DAN PSIKOTROPIKA Gambar 7.1, terdiri dari rokok, minuman keras dan obat-obatan yang semuanya tergolong pada zat adiktif dan psikotropika Gambar 7.1: Zat adiktif dan psikotropika 1.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Disisi lain, apabila disalahgunakan narkoba dapat menimbulkan ketergantungan dan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penyalahgunaan narkoba merupakan penyakit endemik dalam masyarakat modern, dapat dikatakan bahwa penyalahgunaan narkoba merupakan penyakit kronik yang berulang kali
Lebih terperinci1. Dokter Umum 2. Perawat KETERKAITAN : PERALATAN PERLENGKAPAN : 1. SOP anamnesa pasien. Petugas Medis/ paramedis di BP
NOMOR SOP : TANGGAL : PEMBUATAN TANGGAL REVISI : REVISI YANG KE : TANGGAL EFEKTIF : Dinas Kesehatan Puskesmas Tanah Tinggi Kota Binjai PUSKESMAS TANAH TINGGI DISAHKAN OLEH : KEPALA PUSKESMAS TANAH TINGGI
Lebih terperinciMANFAAT REHABILITASI KETERGANTUNGAN NARKOBA (MANTAN) PECANDU TERHADAP KONDISI PSIKIS
MANFAAT REHABILITASI KETERGANTUNGAN NARKOBA TERHADAP KONDISI PSIKIS (MANTAN) PECANDU Tri Wahyu Blok Elektif: Drug Abuse Fakultas Kedokteran Universitas YARSI, Jakarta 2010 Latar belakang Narkoba (NAPZA)
Lebih terperinciBAB 1. PENDAHULUAN. Agitasi adalah gejala perilaku yang bermanifestasi dalam penyakit-penyakit psikiatrik yang luas.
BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Agitasi adalah gejala perilaku yang bermanifestasi dalam penyakit-penyakit psikiatrik yang luas. Agitasi sering dijumpai di pelayanan gawat darurat psikiatri sebagai
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB I PENDAHULUAN Gangguan stres akut (juga disebut shock psikologis, mental shock, atau sekedar shock) adalah sebuah kondisi psikologis yang timbul sebagai tanggapan terhadap peristiwa yang mengerikan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lingkungan fisik yang tidak sehat, dan stress (Widyanto, 2014).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lanjut usia merupakan individu yang berada pada tahapan dewasa akhir yang usianya dimulai dari 60 tahun keatas. Setiap individu mengalami proses penuaan terlihat dari
Lebih terperinciBAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedaruratan psikiatri adalah sub bagian dari psikiatri yang. mengalami gangguan alam pikiran, perasaan, atau perilaku yang
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA II.1. Kedaruratan Psikiatri Kedaruratan psikiatri adalah sub bagian dari psikiatri yang mengalami gangguan alam pikiran, perasaan, atau perilaku yang membutuhkan intervensi terapeutik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bertambah dan pertambahan ini relatif lebih tinggi di negara berkembang,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam waktu mendatang jumlah golongan usia lanjut akan semakin bertambah dan pertambahan ini relatif lebih tinggi di negara berkembang, termasuk Indonesia. Bertambahnya
Lebih terperinciGANGGUAN PSIKOTIK TERBAGI. Pembimbing: Dr. M. Surya Husada Sp.KJ. disusun oleh: Ade Kurniadi ( )
GANGGUAN PSIKOTIK TERBAGI Pembimbing: Dr. M. Surya Husada Sp.KJ disusun oleh: Ade Kurniadi (080100150) DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN JIWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA RUMAH SAKIT JIWA PROVINSI
Lebih terperinciPETIDIN, PROPOFOL, SULFAS ATROPIN, MIDAZOLAM
PETIDIN, PROPOFOL, SULFAS ATROPIN, MIDAZOLAM Annisa Sekar 1210221051 PEMBIMBING : dr.daris H.SP, An PETIDIN Merupakan obat agonis opioid sintetik yang menyerupai morfin yang dapat mengaktifkan reseptor,
Lebih terperinciGangguan Bipolar. Febrilla Dejaneira Adi Nugraha. Pembimbing : dr. Frilya Rachma Putri, Sp.KJ
Gangguan Bipolar Febrilla Dejaneira Adi Nugraha Pembimbing : dr. Frilya Rachma Putri, Sp.KJ Epidemiologi Gangguan Bipolar I Mulai dikenali masa remaja atau dewasa muda Ditandai oleh satu atau lebih episode
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya. juga dianggap sebagai pelanggaran hukum.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) di Indonesia merupakan sesuatu yang bersifat komplek dan urgent, permasalahan ini menjadi marak
Lebih terperinciGANGGUAN STRESS PASCA TRAUMA
GANGGUAN STRESS PASCA TRAUMA Pembimbing : Dr. Prasilla, Sp KJ Disusun oleh : Kelompok II Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jakarta cemas menyeluruh dan penyalahgunaan zat. PENDAHULUAN
Lebih terperinciRISIKO PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA PADA IBU HAMIL BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
PROVINSI JAWA TENGAH RISIKO PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA PADA IBU HAMIL BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI JAWA TENGAH Latar Belakang Kehamilan merupakan st proses luar biasa, dimana ibu bertanggung jawab untuk
Lebih terperinciDiagnosis & Tatalaksana Gangguan Depresi & Anxietas di Layanan Kesehatan Primer Dr. Suryo Dharmono, SpKJ(K)
Diagnosis & Tatalaksana Gangguan Depresi & Anxietas di Layanan Kesehatan Primer Dr. Suryo Dharmono, SpKJ(K) Yogyakarta, 11 Oct 2014 1 Prevalensi Ganguan Psikiatrik yang lazim di Komunitas dan Pelayanan
Lebih terperinciDefinisi Suatu reaksi organik akut dengan ggn utama adanya kesadaran berkabut (clouding of consciousness), yg disertai dengan ggn atensi, orientasi, m
DELIRIUM Oleh : dr. H. Syamsir Bs, Sp. KJ Departemen Psikiatri FK-USU 1 Definisi Suatu reaksi organik akut dengan ggn utama adanya kesadaran berkabut (clouding of consciousness), yg disertai dengan ggn
Lebih terperinciBAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 SKIZOFRENIA Skizofrenia adalah suatu gangguan psikotik dengan penyebab yang belum diketahui yang dikarakteristikkan dengan gangguan dalam pikiran, mood dan perilaku. 10 Skizofrenia
Lebih terperinciBIPOLAR. Dr. Tri Rini BS, Sp.KJ
BIPOLAR Dr. Tri Rini BS, Sp.KJ Definisi Gangguan bipolar (GB) merupakan gangguan jiwa yang bersifat episodik dan ditandai oleh gejala-gejala manik, hipomanik, depresi, dan campuran, biasanya rekuren serta
Lebih terperinciREFLEKSI KASUS GANGGUAN MENTAL DAN PERILAKU AKIBAT PENGGUNAAN ZAT MULTIPEL dan PENGGUNAAN ZAT PSIKOAKTIF LAINNYA
Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa RSD MadaniPalu Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan Universitas Tadulako REFLEKSI KASUS GANGGUAN MENTAL DAN PERILAKU AKIBAT PENGGUNAAN ZAT MULTIPEL dan PENGGUNAAN ZAT PSIKOAKTIF
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. [CDC], 2013). Data dari Riset Kesehatan Dasar ( 2013), prevalensi. gangguan mental emosional (gejala -gejala depresi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kecemasan merupakan jenis gangguan mental paling sering terjadi di dunia dengan prevalensi lebih dari 15%, dengan persentase wanita lebih banyak dibandingkan pria
Lebih terperinciA. Pemeriksaan penunjang. - Darah lengkap
A. Pemeriksaan penunjang - Darah lengkap Darah lengkap dengan diferensiasi digunakan untuk mengetahui anemia sebagai penyebab depresi. Penatalaksanaan, terutama dengan antikonvulsan, dapat mensupresi sumsum
Lebih terperinciBAB I 1PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Universitas Sumatera Utara
BAB I 1PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Nyeri merupakan masalah yang paling sering menyebabkan pasien mencari perawatan ke rumah sakit. Nyeri tidak melakukan diskriminasi terhadap manusia, nyeri tidak membeda-bedakan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian pustaka 2.1.1 Kehamilan 2.1.1.1 Definisi Kehamilan adalah suatu keadaan mengandung embrio atau fetus di dalam tubuh, setelah bertemunya sel telur
Lebih terperinciGAMBARAN KLINIS GANGGUAN KECEMASAN
GAMBARAN KLINIS GANGGUAN KECEMASAN Definisi Suatu sinyal yang menyadarkan, memperingatkan adanya bahaya yang mengancam dan memungkinkan seseorang untuk mengambil tindakan 2 Beda kecemasan dan ketakutan
Lebih terperinciIndonesia Nomor 5211); 8. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit; 9.
Yang Telah Diputus Oleh Pengadilan; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik
Lebih terperinciLAPORAN PSIKIATRI GANGGUAN AFEKTIF BIPOLAR CAMPURAN
LAPORAN PSIKIATRI GANGGUAN AFEKTIF BIPOLAR CAMPURAN Disusun oleh : Ali Abdullah Sungkar S.Ked 0810221112 Dokter Pembimbing: Dr. Tribowo T. Ginting, Sp.KJ KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN JIWA FAKULTAS
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, penyalahgunaan konsumsi alkohol sudah. sangat marak di kalangan masyarakat awam. Di Negara maju
BAB I PENDAHULUAN I. 1 Latar Belakang Penelitian Dewasa ini, penyalahgunaan konsumsi alkohol sudah sangat marak di kalangan masyarakat awam. Di Negara maju maupun berkembang, alkohol sudah menjadi bagian
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Kecemasan a. Pengertian Kecemasan Kecemasan sangat berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Keadaan emosi ini tidak memiliki objek yang spesifik.
Lebih terperinciEPIDEMIOLOGI MANIFESTASI KLINIS
DEFINISI Gangguan Bipolar dikenal juga dengan gangguan manik depresi, yaitu gangguan pada fungsi otak yang menyebabkan perubahan yang tidak biasa pada suasana perasaan, dan proses berfikir. Disebut Bipolar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pada program pengalihan narkoba, yaitu program yang mengganti heroin yang. dipakai oleh pecandu dengan obat lain yang lebih aman.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Terapi rumatan metadon adalah sebuah terapi dimana terdapat substitusi yang mengantikan narkotika jenis heroin yang menggunakan jarum suntik yang berbentuk cair yang
Lebih terperinciPROSES TERJADINYA MASALAH
PROSES TERJADINYA MASALAH ` PREDISPOSISI PRESIPITASI BIOLOGIS GABA pada sistem limbik: Neurotransmiter inhibitor Norepineprin pada locus cereleus Serotonin PERILAKU Frustasi yang disebabkan karena kegagalan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Semakin pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Semakin pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, modernisasi dan globalisasi tidak dapat dihindari lagi oleh setiap negara di dunia. Begitu pula halnya
Lebih terperinciLAPORAN PENDAHULUAN Konsep kebutuhan mempertahankan suhu tubuh normal I.1 Definisi kebutuhan termoregulasi
LAPORAN PENDAHULUAN I. Konsep kebutuhan mempertahankan suhu tubuh normal I.1 Definisi kebutuhan termoregulasi Termoregulasi adalah suatu pengaturan fisiologis tubuh manusia mengenai keseimbangan produksi
Lebih terperinciPATOFISIOLOGI ANSIETAS
PATOFISIOLOGI ANSIETAS Faktor Predisposisi (Suliswati, 2005). Ketegangan dalam kehidupan tersebut dapat berupa : 1. Peristiwa traumatik 2. Konflik emosional 3. Konsep diri terganggu 4. Frustasi 5. Gangguan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. peradangan sel hati yang luas dan menyebabkan banyak kematian sel. Kondisi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang mengenai seluruh organ hati, ditandai dengan pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Keadaan tersebut terjadi karena
Lebih terperinciDavies, Teifion ABC Kesehatan Mental. Jakarta : EGC ADIKSI DAN KETERGANTUNGAN OBAT TERLARANG
Davies, Teifion. 2009. ABC Kesehatan Mental. Jakarta : EGC ADIKSI DAN KETERGANTUNGAN OBAT TERLARANG MENGAPA MENYALAHGUNAKAN OBAT? Determinan apa yang menyebabkan penggunaan obat terus berlanjut dan menjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tergolong makanan jika diminum, diisap, dihirup, ditelan, atau disuntikkan,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Narkoba merupakan singkatan dari narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif lainnya (BNN, 2007). Narkoba atau napza adalah obat, bahan, atau zat, dan bukan tergolong
Lebih terperinciKejang Pada Neonatus
Kejang Pada Neonatus Guslihan Dasa Tjipta Emil Azlin Pertin Sianturi Bugis Mardina Lubis 1 DIVISI PERINATOLOGI Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK USU/RSUP H.Adam Malik Medan 2 Definisi : Kejang merupakan
Lebih terperinciNEUROTRANSMITTER. Kurnia Eka Wijayanti
NEUROTRANSMITTER Kurnia Eka Wijayanti Neurotransmitter Merupakan senyawa pengantar impuls dari sebuah saraf ke target organ Dilepaskan dari ujung axon dan masuk ke celah sinaps Jenis neurotransmitter Klas
Lebih terperinciPENELITIAN PENGARUH TERAPI MUSIK RELIGI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI DI RUANG BEDAH RSUP. DR. M. DJAMIL PADANG TAHUN 2012
PENELITIAN PENGARUH TERAPI MUSIK RELIGI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI DI RUANG BEDAH RSUP. DR. M. DJAMIL PADANG TAHUN 2012 Penelitian Keperawatan Jiwa SITI FATIMAH ZUCHRA BP. 1010324031
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSAKA
4 BAB 2 TINJAUAN PUSAKA 2.1. Definisi Prematuritas didefinisikan sebagai anak yang baru lahir belum berkembang dengan berat lahir rendah yang lahir sebelum 37 minggu kehamilan. Bayi prematur yang memiliki
Lebih terperinciAlgoritme Tatalaksana Kejang Akut dan Status Epileptikus pada Anak
Algoritme Tatalaksana Kejang Akut dan Status Epileptikus pada Anak Yazid Dimyati Divisi Saraf Anak Departemen IKA FKUSU / RSHAM Medan UKK Neurologi / IDAI 2006 Pendahuluan Kejang merupakan petunjuk adanya
Lebih terperinciANALGETIKA. Non-Steroidal Antiinflamatory Drugs (OAINS/Obat Antiinflamasi Non-Steroid) Analgetika opioid. Analgetika opioid
ANALGETIKA Analgetika dikelompokkan menjadi 2 : Analgetika opioid NSAID/Non Non-Steroidal Antiinflamatory Drugs (OAINS/Obat Antiinflamasi Non-Steroid) Analgetika opioid Mengurangi nyeri dan menimbulkan
Lebih terperinciCuriculum vitae. Dokter umum 1991-FKUI Spesialis anak 2002 FKUI Spesialis konsultan 2008 Kolegium IDAI Doktor 2013 FKUI
Curiculum vitae Nama : DR.Dr. Setyo Handryastuti, SpA(K) Tempat/tanggal lahir : Jakarta 27 Januari 1968 Pekerjaan : Staf pengajar Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM Pendidikan : Dokter umum 1991-FKUI
Lebih terperinciSAY NO TO DRUGS Nama : Nanda Abilla Aryaguna Nim : Prodi Akuntansi
SAY NO TO DRUGS Nama : Nanda Abilla Aryaguna Nim : 15061143 Prodi Akuntansi Tugas Aplikom 1 Universitas Mercu Buana Yogyakarta 2015 SAY NO TO DRUGS SEJAK Anak bisa berkomunikasi, mereka mulai menyerap
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang
tua. 1 Berdasarkan data pada Agustus 2010, terdapat pasien anak berusia 2-12 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Anak-anak mempunyai kondisi berbeda dengan orang dewasa pada saat pra bedah sebelum masuk
Lebih terperinciOleh : MASYKUR KHAIR. Definisi
Oleh : MASYKUR KHAIR Definisi Konsep aspek ketergantungan : perilaku dan fisik. Perilaku : menekankan pada aktivitas mencari zat dan bukti terkait tentang pola penggunaan patologis. Fisik : Efek fisiologis
Lebih terperinciMENGHILANGKAN RACUN NAPZA DARI TUBUH KLIEN
DETOKSIFIKASI DETOKSIFIKASI ADALAH BENTUK TERAPI UNTUK MENGHILANGKAN RACUN NAPZA DARI TUBUH KLIEN PENYALAHGUNAAN DAN KETERGANTUNGAN NARKOTIKA DAN ZAT ADIKTIF. (HAWARI, 2000) DETOKSIFIKASI ADALAH UPAYA
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Remaja WHO mendefinisikan remaja (adolescent) sebagai individu berusia 10 sampai 19 tahun dan dewasa muda (youth) 15 sampai 24 tahun. Dua kelompok usia yang saling
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Lanjut usia merupakan suatu proses perubahan yang bertahap dalam jangka
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lanjut usia merupakan suatu proses perubahan yang bertahap dalam jangka waktu beberapa dekade. Menurut Undang-Undang No. 13 tahun 1998 tentang kesejahterahaan lanjut
Lebih terperinciGangguan Psikiatrik Pada Pasien Ginjal ANDRI
Gangguan Psikiatrik Pada Pasien Ginjal ANDRI Bagian Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana (UKRIDA) Email : andri@ukrida.ac.id Pendahuluan Pasien gagal ginjal kronis adalah salah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Istilah obsesi menunjuk pada suatu idea yang mendesak ke dalam pikiran.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Istilah obsesi menunjuk pada suatu idea yang mendesak ke dalam pikiran. Istilah kompulsi menunjuk pada dorongan atau impuls yang tidak dapat ditahan untuk melakukan
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini menguraikan teori teori yang berkaitan dengan pola asuh orang tua, remaja, narkoba, kerangka berpikir dan hipotesis
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Bab ini menguraikan teori teori yang berkaitan dengan pola asuh orang tua, remaja, narkoba, kerangka berpikir dan hipotesis 2.1 Pola Asuh Orang Tua 2.1.1 Definisi Pola Asuh Orang
Lebih terperinciMENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL
MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL Pendahuluan Parasetamol adalah golongan obat analgesik non opioid yang dijual secara bebas. Indikasi parasetamol adalah untuk sakit kepala, nyeri otot sementara, sakit menjelang
Lebih terperinciHIPOKALSEMIA DAN HIPERKALSEMIA. PENYEBAB Konsentrasi kalsium darah bisa menurun sebagai akibat dari berbagai masalah.
1. Hipokalsemia HIPOKALSEMIA DAN HIPERKALSEMIA Hipokalsemia (kadar kalsium darah yang rendah) adalah suatu keadaan dimana konsentrasi kalsium di dalam darah kurang dari 8,8 mgr/dl darah. PENYEBAB Konsentrasi
Lebih terperinciAgung Frijanto PIT PDUI
CLINICAL MENTORING INSOMNIA Agung Frijanto PIT PDUI - 2016 Kasus-1 Identitas Tn F, 50 thn, menikah, wiraswasta. Keluhan Utama : Sulit tidur disertai badan lemah sekitar satu bulan. Anamnesis : Sejak satu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dan Zat Adiktif (Abdul & Mahdi, 2006). Permasalahan penyalahgunaan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang NAPZA adalah singkatan dari Narkotika, Alkohol, Psikotropika, Dan Zat Adiktif (Abdul & Mahdi, 2006). Permasalahan penyalahgunaan NAPZA mempunyai dimensi yang luas dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tidak sesuai dengan standar pengobatan dapat menimbulkan akibat yang sangat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Narkotika merupakan zat atau obat yang sangat bermanfaat dan diperlukan untuk pengobatan penyakit tertentu. Namun, jika disalahgunakan atau digunakan tidak sesuai
Lebih terperinciBAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Gangguan bipolar menurut Diagnostic and Statistical Manual of
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gangguan Bipolar I Gangguan bipolar menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders Text Revision edisi yang ke empat (DSM IV-TR) ialah gangguan gangguan mood
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 11% dari seluruh jumlah penduduk dunia (± 605 juta) (World Health. meningkat menjadi 11.4% dibandingkan tahun 2000 sebesar 7.4%.
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari suatu waktu
Lebih terperinciHal-hal yang Perlu Diwaspadai untuk Menghindari Keracunan Kafein dalam Minuman
Hal-hal yang Perlu Diwaspadai untuk Menghindari Keracunan Kafein dalam Minuman Banyak orang terpikat untuk mengonsumsi minuman berenergi. Dengan publikasi/promosi yang menarik, minuman berenergi dapat
Lebih terperinciANALGETIKA. dr. Agung Biworo, M.Kes
ANALGETIKA dr. Agung Biworo, M.Kes Analgetika dikelompokkan menjadi 2 : Analgetika opioid NSAID/Non Non-Steroidal Antiinflamatory Drugs (OAINS/Obat Antiinflamasi Non-Steroid) Analgetika opioid Mengurangi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. gangguan kesuburan atau infertilitas (Agarwa et al, 2015). Infertil merupakan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bagi pasangan suami istri memiliki keturunan merupakan hal yang di sangat diharapkan. Namun, sebanyak 15% pasangan didunia memiliki gangguan kesuburan atau infertilitas
Lebih terperinciWaspada Keracunan Phenylpropanolamin (PPA)
Waspada Keracunan Phenylpropanolamin (PPA) Penyakit flu umumnya dapat sembuh dengan sendirinya jika kita cukup istirahat, makan teratur, dan banyak mengkonsumsi sayur serta buah-buahan. Namun demikian,
Lebih terperinciPrevalensi hipertensi berdasarkan yang telah terdiagnosis oleh tenaga kesehatan dan pengukuran tekanan darah terlihat meningkat dengan bertambahnya
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit hipertensi atau disebut juga tekanan darah tinggi adalah suatu keadaan ketika tekanan darah di pembuluh darah meningkat secara kronis. Tekanan darah pasien
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengancam hampir semua sendi kehidupan masyarakat, bangsa dan Negara. Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba telah menjadi permasalahan dunia yang tidak mengenal batas Negara, juga menjadi bahaya global yang mengancam
Lebih terperinciFARMAKOTERAPI ASMA. H M. Bakhriansyah Bagian Farmakologi FK UNLAM
FARMAKOTERAPI ASMA H M. Bakhriansyah Bagian Farmakologi FK UNLAM Pendahuluan Etiologi: asma ekstrinsik diinduksi alergi asma intrinsik Patofisiologi: Bronkokontriksi akut Hipersekresi mukus yang tebal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menggunakan insulin yang diproduksi dengan efektif ditandai dengan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes adalah suatu penyakit kronis yang terjadi akibat kurangnya produksi insulin oleh pankreas atau keadaan dimana tubuh tidak dapat menggunakan insulin yang diproduksi
Lebih terperinciOBAT ANALGETIK, ANTIPIRETIK dan ANTIINFLAMASI
OBAT ANALGETIK, ANTIPIRETIK dan ANTIINFLAMASI Oleh dr. Agung Biworo, M.Kes Untuk mahasiswa Prodi Ilmu Keperawatan FK Unlam ANALGETIKA Analgetika dikelompokkan menjadi 2 : Analgetika opioid NSAID/Non Non-Steroidal
Lebih terperinci2016, No Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431); 2. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (Lemb
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1501, 2016 KEMENKES. Terapi Buprenorfina. Penyelenggaraan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN TERAPI BUPRENORFINA
Lebih terperinciINTERVENSI ORGANISASI PADA MASALAH KESEHATAN KERJA KARYAWAN
INTERVENSI ORGANISASI PADA MASALAH KESEHATAN KERJA KARYAWAN By Zulkarnain Masalah Kesehatan Mental Kecemasan Depresi Kecemasan Kecemasan merupakan suatu gangguan yang biasa didapati pada pekerja. Dilaporkan
Lebih terperinciKlasifikasi Gangguan Jiwa menurut PPDGJ III Demensia Delirium
Klasifikasi Gangguan Jiwa menurut PPDGJ III Penggolongan diagnosis gangguan jiwa menurut PPDGJ III berdasarkan pada sistem hierarki penyakit yang tercantum paling atas mempunyai hierarki tertinggi dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN UKDW. Kegunaan dan manfaat yang dihasilkan tanaman obat beraneka macam. Salah satu
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Saat ini semakin banyak obat herbal yang beredar di dunia, khususnya Indonesia. Bahan baku utama dari obat herbal itu sendiri adalah tanaman obat. Tanaman
Lebih terperinciKlasifikasi Gangguan Jiwa menurut PPDGJ III. Dr. Tribowo Tuahta Ginting S, SpKJ SMF Psikiatri RSUP Persahabatan
Klasifikasi Gangguan Jiwa menurut PPDGJ III Dr. Tribowo Tuahta Ginting S, SpKJ SMF Psikiatri RSUP Persahabatan Definisi Psikiatri : Cabang ilmu kedokteran yang mempelajari mengenai emosi, persepsi, kognisi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya 1. Narkotika adalah zat atau obat
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di indonesia, peredaran narkoba sudah menjadi salah satu permasalahan utama yang harus segera diatasi. Selain narkoba, istilah lain yang diperkenalkan khususnya oleh
Lebih terperinciPenggunaan taraf awal, disebabkan oleh rasa ingin tahu, ingin mencari -pengalaman baru atau sering juga dikatakan sebagai tahap awal
PENYALAHGUNAAN ZAT Penyalahgunaan zat adalah suatu penyimpangan perilaku yang disebabkan oleh penggunaaan zat adiktif yang bekerja pada susunan saraf pusat yang dapat mempengaruhi tingkah laku, memori,
Lebih terperinciRESUME JURNAL HUBUNGAN ANTARA INSOMNIA DAN DEPRESI PADA LANJUT USIA DI KECAMATAN MERGANGSAN YOGYAKARTA LATAR BELAKANG
RESUME JURNAL HUBUNGAN ANTARA INSOMNIA DAN DEPRESI PADA LANJUT USIA DI KECAMATAN MERGANGSAN YOGYAKARTA LATAR BELAKANG Penelitian sosiologis pada tahun 2002 mengungkapkan bahwa sebagian besar lansia mengaku
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. melakukan aktivitas, setiap individu membutuhkan jumlah yang berbeda untuk
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Istirahat dan tidur suatu faktor bagi pemulihan kondisi tubuh setelah sehari penuh melakukan aktivitas, setiap individu membutuhkan jumlah yang berbeda untuk istirahat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipertensi merupakan penyulit medis yang sering ditemukan pada kehamilan yang dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas baik ibu maupun perinatal. Hipertensi dalam
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. ke-4 di dunia dengan tingkat produksi sebesar ton dengan nilai USD 367 juta
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kafein merupakan zat psikoaktif yang terdapat pada banyak sumber seperti kopi, teh, soda dan cokelat. Indonesia dikenal sebagai negara penghasil kopi terbesar ke-4
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Tidur merupakan salah satu kebutuhan dasar. manusia yang termasuk kedalam kebutuhan dasar dan juga
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tidur merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang termasuk kedalam kebutuhan dasar dan juga universal karena umumnya semua individu dimanapun ia berada
Lebih terperinciMateri ini merupakan salah satu Bahan kuliah online gratis Bagi anggota keluarga, relawan kesehatan jiwa Dan perawat pendamping. Anxiety (kecemasan)
Materi ini merupakan salah satu Bahan kuliah online gratis Bagi anggota keluarga, relawan kesehatan jiwa Dan perawat pendamping Anxiety (kecemasan) Oleh: TirtoJiwo, Juni 2012 TirtoJiwo 1 Gelisah atau cemas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi akibat sekresi insulin yang tidak adekuat, kerja
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kesehatan Jiwa menurut Rancangan Undang-Undang Kesehatan Jiwa tahun
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan Jiwa menurut Rancangan Undang-Undang Kesehatan Jiwa tahun 2012(RUU KESWA,2012) adalah kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, mental, dan spiritual
Lebih terperinciPENYALAHGUNAAN OBAT (DRUG ABUSE) ( DEF4261)
RANCANGAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS) PENYALAHGUNAAN OBAT (DRUG ABUSE) ( DEF4261) DISUSUN OLEH: Tim Dosen Pengampu Obat (Drug Abuse) PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA SEMESTER
Lebih terperinciLAMPIRAN. Depresi. Teori Interpersonal Depresi
LAMPIRAN Depresi Teori depresi dalam ilmu psikologi, banyak aliran yang menjelaskannya secara berbeda.teori psikologi tentang depresi adalah penjelasan predisposisi depresi ditinjau dari sudut pandang
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengetahuan 2.1.1. Definisi Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek, baik malalui indera
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Skizofrenia merupakan salah satu gangguan psikiatrik yang sangat kompleks, yang ditandai dengan sindrom heterogen seperti pikiran kacau dan aneh, delusi, halusinasi,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tidur merupakan kebutuhan dasar bagi setiap manusia. Lima, Fransisco &
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tidur merupakan kebutuhan dasar bagi setiap manusia. Lima, Fransisco & Barros (2012), mendefinisikan tidur sebagai suatu kondisi dimana proses pemulihan harian terjadi.
Lebih terperinciMateri 13 KEDARURATAN MEDIS
Materi 13 KEDARURATAN MEDIS Oleh : Agus Triyono, M.Kes Pengertian Kedaruratan medis adalah keadaan non trauma atau disebut juga kasus medis. Seseorang dengan kedarutan medis dapat juga terjadi cedera.
Lebih terperinci