GAMBARAN HISTOPATOLOGI ORGAN INSANG, OTOT DAN USUS IKAN MAS ( Cyprinus carpio) DI DESA CIBANTENG DWI SUSANTO

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "GAMBARAN HISTOPATOLOGI ORGAN INSANG, OTOT DAN USUS IKAN MAS ( Cyprinus carpio) DI DESA CIBANTENG DWI SUSANTO"

Transkripsi

1 GAMBARAN HISTOPATOLOGI ORGAN INSANG, OTOT DAN USUS IKAN MAS ( Cyprinus carpio) DI DESA CIBANTENG DWI SUSANTO FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

2 GAMBARAN HISTOPATOLOGI ORGAN INSANG, OTOT DAN USUS IKAN MAS ( Cyprinus carpio) DI DESA CIBANTENG DWI SUSANTO B Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

3 ABSTRAK DWI SUSANTO. Gambaran Histopatologi Organ Insang, Otot dan Usus Ikan Mas (Cyprinus carpio) di Desa Cibanteng. Dibimbing oleh BAMBANG PONTJO PRIOSOERYANTO DAN RISA TIURIA. Ikan merupakan salah satu bahan makanan yang berprotein tinggi, murah dan mudah didapat. Salah satu jenis ikan air tawar yang umum dikonsumsi dan dibudidayakan yaitu ikan mas (Cyprinus carpio). Ikan mas adalah salah satu jenis ikan yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Ikan ini menyebar hampir di semua tempat budidaya ikan air tawar di Indonesia. Pengelolaan kesehatan ikan pada pusat-pusat pemeliharaan ikan mas masih sangat kurang. Salah satu faktor yang menyebabkan adalah terbatasnya sumber pengetahuan tentang penyakit ikan dan dokter hewan yang ahli di bidang perikanan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran histopatologi organ insang, usus dan otot ikan mas yang disebabkan beberapa penyakit. Ikan yang dijadikan sampel berjumlah 18 ekor diambil dari kolam di Desa Cibanteng Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor. Organ yang diambil dibuat preparat histopat dengan pewarnaan Haematoxillin Eosin kemudian diamati perubahan histopatologinya. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa perubahan yang terjadi pada insang ikan mas antara lain hiperplasia epitel lamela, hemoragi, edema dan telangiektasis. Pada insang ditemukan juga cacing monogenea yang menyebabkan fusi lamela sekunder, telangeaktesis dan infiltrasi sel eosinofil. Pada otot ikan mas yang diteliti terjadi kelainan berupa nekrosa sel otot, edema, atropi otot dan degenerasi hyalin. Pada usus ikan mas paling banyak ditemukan hemoragi, nekrosa epitel vili usus dan edema epitel usus. Perubahan-perubahan patologis pada jaringan insang, otot dan usus mungkin terjadi karena infeksi parasit, bakteri, virus, jamur dan defisiensi makanan. Kata kunci: histopatologi, usus, insang, otot, ikan mas 3

4 Judul Skripsi : Gambaran Histopatologi Organ Insang, Otot dan Usus Ikan Mas (Cyprinus carpio) di Desa Cibanteng Nama : Dwi Susanto NRP : B Disetujui Dosen Pembimbing : drh. Bambang Pontjo Priosoeryanto, MS, Ph.D Pembimbing I drh. Risa Tiuria, MS, Ph. D Pembimbing II Diketahui Dr. Nastiti Kusumorini Wakil Dekan Lulus tanggal: 3 September

5 KATA PENGANTAR Alhamdulillah, puji syukur kapada Allah SWT Rabb semesta alam dan isinya, yang menentukan seluruh kehidupan ini sehingga penuh cinta dan kasih sayang. Shalawat serta salam semoga tetap terlimpah kepada qudwah hasanah nabi Muhammad SAW. yang telah mengajarkan jalan kebenaran. Dengan penuh penghargaan dan rasa terimakasih, penulis ucapkan kepada drh. Bambang Pontjo Priosoeryanto, MS, Ph.D dan drh. Risa Tiuria, MS, Ph.D sebagai pembimbing skripsi. Terimakasih dan penghargaan penulis ucapkan kepada drh. Isdoni, M. Biomed yang dengan sabar menjadi pembimbing akademik. Terimaksih juga kepada staf lab. Histopatologi dan Helminth. Tidak lupa Ibu dan Ayah tersayang yang telah dengan keikhlasan mengucurkan keringat dan pikiran, telah mendidik penulis sampai sekarang ini. Salam cinta, ukhuwah dan perjuangan kepada sahabat-sahabatku di DPM TPB 2004, BEM FKH 2005, Himpro Ruminansia 2005, DKM An Nahl, Rohis FKH 41 dan Panitia Salam ISC Sahabat-sahabatku asteroidea 41 yang menciptakan banyak kepingan sejarahku, Hamas crew (Zu, kudik dan Hari), F4 (Ali, Fajrin, Zul, Agus), Adikadikku angkatan 42, 43, 44 dan 45. Brother n sister 39 (mb Marwah et al.) angkatan 40 (Daeng et al.). Sahabat perjuangan tim ikan (spesial Ivan, Reni dan Debi). Penulis sangat menyadari kekurangan penulisan skripsi ini. Oleh karena itu penulis menerima kritik dan saran yang membangun. Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat. Amien. Bogor, Agustus 2008 Penulis 5

6 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Wonogiri pada tanggal 21 Juli 1985 dari pasangan Bapak Paimo dan Ibu Suparmi. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara. Riwayat pendidikan penulis dimulai pada tahun di SDN manyaran V. Tahun 1998 sampai dengan 2001, penulis melanjutkan pendidikan ke SLTP N 1 Manyaran. Sekolah Menengah Atas (SMA) ditempuh di SMAN 1 Wonogiri dari tahun Dilanjutkan dengan pendidikan perguruan tinggi di Institut Pertanian Bogor Fakultas Kedokteran Hewan melalui jalur USMI pada tahun Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam beberapa organisasi kemahasiswaan, antara lain adalah Dewan Perwakilan Mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama (DPM TPB) tahun Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa FKH IPB tahun Dilanjutkan dengan Dewan Keluarga Musholla (DKM) An-Nahl tahun Pada tahun penulis juga aktif sebagai pengurus Himpro Ruminansia. Selain itu penulis juga pernah menjadi asisten praktikum Pendidikan Agama Islam selama tiga semester, Asisten Histologi Veteriner selama satu semester, Asisten Pengelolaan Kesehatan dan Produksi Ternak Tropis (PKPTT) selama dua semester dan asisten Endoparasit bagian Helminthologi selama satu semester. Penulis juga pernah masuk 10 besar mahasiswa berprestasi FKH, menerima beasiswa POM, BRI, GAKA, PPA dan Goodwill Internasional. 6

7 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i ABSTRAK... ii LEMBAR PENGESAHAN... iii KATA PENGANTAR... iv RIWAYAT HIDUP... v DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR GRAFIK... ix PENDAHULUAN Latar Belakang... 1 Tujuan... 2 TINJAUAN PUSTAKA Biologi ikan mas... 3 Anatomi dan Histologi Ikan Mas... 6 Perubahan Histopatologi pada Ikan Mas Penyakit penyakit pada Ikan Mas BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Pelaksanaan Bahan dan Alat Metode Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Histopatologi Organ Insang Perubahan Histopatologi Organ Otot Perubahan Histopatologi Organ Usus KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA 36 7

8 DAFTAR TABEL Halaman 1. Tabel 1 Jumlah rata-rata sel goblet per lima lamela sekunder Tabel 2 Jumlah rata-rata sel goblet dalam tiap vili usus

9 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Ikan mas (Cyprinus carpio) Penebalan lamela primer; Infiltrasi sel radang, proliferasi dan fusi lamela sekunder; telangiektasis; edema epitel lamela sekunder dan deskuamasi epitel lamela sekunder Insang normal; pembendungan lamela primer dan edema Fusi lamela sekunder dengan infiltrasi sel radang dan pembendungan lamela sekunder Hiperplasia dan fusi lamela sekunder; edema epitel lamela sekunder; trophont protozoa di antara lamela sekunder dan Sel radang eusinofil Beberapa parasit cacing; edema dan desquamasi epitel lamela sekunder; fusi lamela sekunder; hiperplasia epitel lamela dan hiperplasia sel goblet insang Edema yang menyebabkan serabut otot tidak teratur; nekrosa serabut otot dan degenerasi hyalin Sebagaian besar otot mengalami nekrosa serabut otot; degenerasi lemak dan edema Pembendungan pada usus Edema epitel usus dan nekrosa epitel Proliferasi sel goblet vili usus

10 DAFTAR GRAFIK Halaman 1. Grafik 1 Perubahan yang terjadi pada insang Grafik 2 Perubahan yang terjadi pada otot Grafik 3 Perubahan yang terjadi pada usus

11 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan merupakan salah satu bahan makanan yang berprotein tinggi, murah dan mudah didapat. Saat ini masih sedikit jenis ikan air tawar yang dapat dibudidayakan di masyarakat. Salah satu jenis ikan air tawar yang umum dikonsumsi dan dibudidayakan yaitu ikan mas (Cyprinus carpio). Ikan mas merupakan salah satu ikan yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan memenuhi 46,5% produksi ikan air tawar Indonesia ( Taukhid et al. 2007). Ikan ini menyebar hampir di semua tempat budidaya ikan air tawar di seluruh provinsi di Indonesia. Bahkan di beberapa daerah tertentu seperti di Jawa Barat, Sumatera Barat, Sulawesi Utara dan Sulawesi Selatan budidaya ikan mas telah menjadi sumber mata pencarian masyarakat setempat. Penyediaan benih yang baik, jumlah yang cukup dan secara kontinyu menjadi hal yang sangat penting dalam mengembangkan budidaya ikan mas ini. Oleh karena itu salah satu hal yang menjadi jaminan kualitas ikan adalah kondisi kesehatannya. Hal ini mungkin masih jarang diperhatikan secara serius atau dalam porsi yang besar. Nilai produksi yang menjadi porsi terbesar yang digarap para peternak ikan mas. Padahal kondisi kesehatan ikan akan mempengaruhi kuantitas dan kualitas produksi secara keseluruhan (Lingga 2002). Data Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Barat tahun 2008 menunjukkan bahwa pemenuhan kebutuhan ikan khususnya ikan air tawar saat ini masih sangat terbatas. Keterbatasan pemenuhan kebutuhan konsumsi ikan air tawar ini karena memang tingkat produksi yang jumlahnya belum berimbang dengan tingkat kebutuhan masyarakat. Saat ini di Kabupaten Bogor tersebar hampir puluhan peternak ikan mas mulai dari skala kecil sampai dengan skala cukup besar. Hampir seluruh sentra peternakan ikan mas di Kabupaten Bogor menggunakan kolam yang berasal dari air sungai. Kondisi lain yang dapat ditemukan di lapangan bahwa pengelolaan kesehatan ikan pada sentra peternakan ikan mas yang ada masih sangat kurang. Bahkan di beberapa tempat para pemilik 11

12 kolam hanya sekedar memelihara ikan pada kolam dan memberi pakan saja tanpa pemeriksaan atau kontrol kondisi kesehatan ikannya. Hal ini yang mendorong untuk perlu dilakukan studi atau penelitian mengenai kondisi ikan khususnya gambaran histopatologinya. Penelitian ini akan membahas tentang gambaran perubahan histopatologi yang terlihat pada organ usus, insang dan otot ikan mas yang sampelnya diambil dari kolam ikan di Desa Cibanteng, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Perubahan yang terjadi pada organ tersebut dijelaskan secara deskripsi. 1.2 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran histopatologi secara deskripsi dari ikan mas pada organ usus, insang dan otot yang sampelnya diambil di kolam ikan di Desa Cibanteng, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. Selain itu penelitian ini bertujuan menyediakan salah satu hasil ilmiah mengenai gambaran histopatologi yang terjadi pada organ usus, insang dan otot ikan mas yang masih tersedia dalam jumlah yang terbatas. 12

13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Ikan Mas Taksonomi ikan mas Ikan mas (Cyprinus carpio) dalam taksonomi masuk ke dalam kingdom animalia, filum chordata, sub filum vertebrata, kelas pisces, sub kelas teleostei, ordo osteriophysi, sub ordo cyprinoidea, famili cyprinidae dan genus Cyprinus. Ikan yang menjadi sampel penelitian ini termasuk ke dalam spesies Cyprinus carpio (Santoso 1999) Sejarah ikan mas Ikan mas pertama kali masuk ke Indonesia berasal dari daratan Eropa dan China yang kemudian berkembang menjadi ikan budidaya yang sangat penting. Ikan mas berkembang membentuk beberapa ras atau strain. Strain-strain yang ada terbentuk secara alami maupun rekayasa dalam waktu cukup lama. Ras-ras ikan mas berwarna gelap diduga berasal dari Eropa dan warna terang berasal dari China (Suseno 1994). Pada tahun 1927 dan 1930 dari Belanda ke Indonesia dimasukkan dua ras ikan mas yaitu ras galisia (karper gajah) dan ras frankisia (karper kaca). Dua ras ini sangat disukai karena kualitas dagingnya yang baik, memiliki duri yang sedikit dan lebih cepat berkembang dibandingkan ras lokal. Pada tahun 1974 Indonesia mengimpor ikan mas ras taiwan, ras jerman, dan ras fancy carp masing-masing dari Taiwan, Jerman dan Jepang. Pada tahun 1977 diimpor lagi ikan mas ras yamato dan ras koi dari Jepang. Dalam perjalanannya ikan-ikan tersebut ada yang disilangkan dengan ras lokal dan hanya beberapa saja yang masih dapat ditemukan ras murninya, misalnya ikan mas koi. Sedangkan Indonesia sendiri memiliki beberapa ras lokal seperti ras si nyonya, punten majalaya, merah, biru, hijau, putih, hitam, kumpay dan kancra domas. Ikan mas sejarahnya berasal dari sungai Danube dan laut Hitam. Pada awalnya ikan mas termasuk ikan liar, karena sifatnya yang mudah berkembang biak dalam berbagai jenis dan kualitas air tawar menyebabkan ikan ini menyebar ke seluruh dunia (Santoso 1999). 13

14 2.1.3 Morfologi Gambar 1 Ikan mas (Cyprinus carpio) Tubuh ikan mas agak memanjang dan memipih tegak (compressed). Mulut terletak di ujung tengah dan dapat disembulkan (protaktil). Bagian anterior mulut terdapat dua pasang sungut. Secara umum permukaan tubuh ikan mas tertutup sisik, sisik ikan mas relatif besar dan digolongkan sisik tipe sikloid. Selain itu tubuh ikan mas juga dilengkapi dengan sirip. Sirip punggung (dorsal) berukuran relatif panjang dengan bagian belakang berjari-jari keras dan sirip terakhir yaitu sirip ketiga dan keempat bergerigi. Letak permukaan sirip punggung berseberangan dengan permukaan sirip perut (ventral), sedangkan sirip anus yang terakhir bergerigi. Linea lateralis (gurat sisi) terletak di pertengahan tubuh, melintang dari tutup insang sampai ke ujung belakang pangkal ekor. Gigi kerongkongan terdiri dari tiga baris yang berbentuk gigi geraham (Suseno 1994) Habitat Ikan mas dapat dibudi dayakan hampir pada semua jenis kolam baik kolam yang airnya mengalir deras atau kolam berair tenang. Ikan mas juga dapat tumbuh baik di sungai, danau, waduk atau kolam buatan. Kondisi optimal untuk pertumbuhan ikan mas yaitu pada ketinggian antara meter di atas permukaan laut, suhu air antara C dan ph air antara 7-8 (Santoso 1999). Ikan mas termasuk jenis ikan yang bersifat termofil karena mampu menyesuaikan diri dengan suhu lingkungan yang tinggi. Ikan mas masih dapat tumbuh pada suhu 35 0 C. Ikan mas dapat hidup dengan kandungan oksigen air kurang dari 4mg/L, 14

15 kandungan nitrit kurang dari 0,1mg/L, kandungan nitrat kurang dari 0,25 mg/l serta kandungan amonia kurang dari 0,6 mg/l (Boyd 1979) Makanan Ikan mas termasuk golongan ikan pemakan segala (omnivora). Pada ikan muda (ukuran 10 cm), ikan mas senang memakan jasad hewan atau tumbuhan yang tumbuh di dasar kolam seperti Chironomidae, Olighochaeta, Tubificidae, Epimidae dan Trichoptera. Beberapa protozoa dan zooplankton seperti copepoda dan cladocera juga biasa menjadi makanan ikan mas. Ikan mas biasa mencari makanan di sekeliling pematang dan mengaduk-aduk dasar kolam atau perairan agar sumber makanan di dasar kolam atau perairan terbuka dan dapat dimakan (Santoso 1999). Makanan alami kebul (istilah untuk fase ikan mas setelah larva) adalah zooplankton seperti Rotifera, Nauplii, Moina, dan Daphnia (Suseno 1994). Pada ikan muda biasanya memakan invertebrata yang tinggal di dasar air. Setelah usia bertambah ikan jenis ini memakan zooplankton, antara lain Rotifera, copepoda, dan ganggang. Sedangkan ikan dewasa akan memakan banyak organisme seperti serangga, binatang berkulit keras, anelida, kerang-kerangan dan sisa ikan (Anonim 2008) Siklus Hidup Siklus reproduksi ikan mas dimulai di dalam gonad, yaitu ovarium pada ikan betina dan testis pada ikan jantan. Dari ovarium dihasilkan telur dan dari testis akan di hasilkan spermatozoa. Perkawinan ikan mas dapat terjadi sepanjang tahun karena tidak mengenal musim. Biasanya perkawinan ikan mas terjadi pada malam hari sampai menjelang fajar. Telur ikan mas akan menempel pada rumput, daun, atau material penutup kolam. Telur ikan mas berbentuk bulat, bening, dan ukuran yang bervariasi menurut umur dan berat badan induk. Diameter telur ikan mas antara 1,5-1,8 mm dan beratnya antara 0,17-0,20 mg. Embrio yang tumbuh dalam telur yang sudah dibuahi akan menetas menjadi larva setelah 2-3 hari. Larva ikan mas biasanya menempel dan bergerak vertikal. Ciri morfologinya antara lain berukuran panjang antara 0,5-0,6 mm dan beratnya antara 0,18-20,0mg. Larva kemudian berubah menjadi benih (kebul) yang memerlukan makanan dari luar tubuh.. Jumlah makanan kebul mencapai 60-70% berat 15

16 badannya. Setelah 2-3minggu, kebul tumbuh menjadi burayak. Burayak ini memiliki ukuran 1-3 cm dan beratnya sekitar 0,1-0,5 gr. Dua sampai tiga minggu kemudian burayak tumbuh menjadi putihan. Putihan ini berukuran antara 3-5 cm dan beratnya antara 0,5-2,5 gr. Putihan secara alami tumbuh terus dan setelah tiga bulan menjadi gelondongan dan beratnya akan mencapai 100 gr per ekornya. Setelah enam bulan ikan jantan dapat mencapai 0,5 kg dan dalam 15 bulan ikan betina dapat mencapai 1,5 kg (Lingga 2002). 2.2 Anatomi dan Histologi Ikan Mas Sistem Respirasi (Insang) Insang merupakan alat respirasi ikan seperti paru-paru pada mamalia atau hewan darat lainnya. Luas permukaan epitel insang hampir setara dengan luas total permukaan kulit, bahkan pada sebagian besar spesies ikan luas permukaan epitel insang ini jauh melebihi kulit. Fungsi lain dari insang yaitu mengatur homeostasis ikan. Lapisan epitel insang yang tipis dan berhubungan langsung dengan lingkungan luar menyebabkan insang berpeluang besar terinfeksi penyakit. Insang juga berfungsi sebagai pengatur pertukaran garam dan air, pengeluaran limbah-limbah yang mengandung nitrogen. Kerusakan struktur yang ringan sekalipun dapat sangat mengganggu pengaturan osmose dan kesulitan pernafasan (Nabib dan Pasaribu 1989). Insang terdiri dari dua rangkaian yang tersusun atas empat lengkungan tulang rawan dan tulang keras (holobrankhia) yang menyusun sisi faring. Masingmasing holobrankhia yang menonjol dari pangkal posterior lengkung insang. Hemibrankhia terdiri dari dua baris filamen tipis panjang yang disebut lamela primer. Lamela primer permukaannya mengalami perluasan oleh adanya lamela sekunder yang merupakan lipatan semilunar yang menutupi permukaan dorsal dan ventral. Insang juga dilengkapi dengan lapisan sel-sel penghasil mukus dan sel-sel yang mengekresi amonia dan kelebihan garam. Pada bagian tepi tengah anterior dilengkapi stuktur (gill rakers) yang berperan menyaring partikel-partikel pakan (Roberts 2001). Insang memiliki beberapa glandula yang disebut dengan glandula brankhial. Glandula brankhial merupakan sel-sel epitel insang yang mengalami 16

17 diferensiasi. Glandula tersebut adalah glandula mukosa dan glandula asidofilik (sel-sel khlorida). Glandula mukosa berupa sejumlah sel-sel tunggal berbentuk buah pear atau oval yang terletak pada lengkung insang, filamen insang maupun lamela sekunder. Glandula ini berfungsi menghasilkan mukus glikoprotein yang bersifat basa atau netral. Fungsi mukus tersebut antara lain: sebagai perlindungan atau proteksi, menurunkan terjadinya friksi atau gesekan, antipatogen, membantu pertukaran ion, membantu pertukaran gas dan air (Irianto 2005) Sistem Pencernaan Sistem pencernaan ikan pada dasarnya terdiri dari dua bagian yaitu saluran pencernaan dan kelenjar pencernaan. Setiap spesies ikan memiliki bermacam-macam variasi saluran cerna dan kelenjarnya. Saluran pencernaan ikan terdiri dari rongga mulut, pharing, esofagus, lambung, dan usus. Pada ikan Cyprinids lambung hanya berupa perluasan usus anterior. Struktur histologi saluran pencernaan ikan secara umum sama dengan struktur histologi vertebrata. Lapisan saluran pencernakan ikan terdiri dari mukosa, sub mukosa, muskularis, dan serosa. Lapisan mukosa terdiri dari epitel, lamina basalis, lamina propria, dan mukosa muskularis. Lapisan sub mukosa terdiri dari stratum kompaktum dan stratum granulosum. Lapisan muskularis merupakan lapisan otot yang terdiri dari otot sirkuler dan otot memanjang (Hibiya 1995). Lambung ikan umumnya berbentuk sigmoid yang melengkung dengan banyak lipatan pada dinding dalamnya. Lapisan otot lambung depan didominasi oleh otot bergaris melintang dan berganti otot licin pada bagian belakangnya. Terdapat sejumlah lapisan otot yang berbatas dengan suatu muskularis mukosa, dan lapisan-lapisan jaringan ikat, yang sering dipenuhi dengan sel-sel eosinofil. Mukosa lambung sangat berlendir yang dihasilkan oleh beberapa kelenjar pada bagian dasar dari lipatan-lipatan (Roberts 2001). Meskipun panjang usus ikan bisa berbeda-beda sesuai dengan makanannya, tetapi kebanyakan usus ikan merupakan suatu tabung sederhana yang tidak dapat bertambah diameternya untuk membentuk seperti kolon dibagian belakangnya. Usus bisa lurus, melengkung atau bergulung-gulung sesuai dengan bentuk dari rongga perut ikan. Usus mempunyai suatu epitel silindris sederhana 17

18 yang berlendir menutupi suatu sub-mukosa yang mengandung sel eosinofilik yang dibatasi oleh suatu lapisan muskularis mukosa yang rapat dan lapisan fibroelastik. Rektum pada ikan berdinding lebih tebal dari pada usus dan sangat berlendir serta dapat sangat berkembang (Nabib dan Pasaribu 1989) Sistem Integumen Kulit ikan disusun oleh dua lapisan yaitu epidermis dan dermis. Lapisan terluar adalah epidermis yang menutupi tubuh ikan. Lapisan epidermis dibatasi oleh dermis yang merupakan lapisan di dalamnya. Epidermis dan dermis mengandung beberapa organ reseptor, alat keseimbangan, kelenjar ekskresi, kelenjar pertahanan dan kelanjar minyak yang khusus setiap spesiesnya (Hibiya 1995). Epidermis disusun oleh beberapa lapisan sel epitel dan berhubungan dengan membran basal. Sel epitel biasanya tidak berkeratin, tetapi permukaannya dilindungi oleh cairan mukus. Pada lapisan epidermis selain epitel juga ada beberapa jenis sel lain, misalnya sel penghasil mukus dan sel yang baru tumbuh. Selain itu juga ada beberapa sel yang berpindah atau ada karena reaksi misalnya limfosit atau makrofag yang dapat kita temukan pada beberapa kasus (Hibiya 1995). Lapisan dermis terbentuk dari kolagen yang berfungsi sebagai penghubung. Pada lapisan ini ada pigmen yang fungsinya memberikan warna pada ikan. Letak lapisan pigmen ini biasanya di bawah epidermis. Pada dermis terdapat alat keseimbangan yang terdiri dari lapisan dalam dan lapisan luar. Lapisan luar adalah lapisan keras yang tersusun dari sel-sel tulang dan lapisan dalam merupakan jaringan kolagen (Hibiya 1995). Kulit merupakan pelindung pertama terhadap perubahan lingkungan serta serangan patogen dari luar tubuh. Lapisan kulit terdiri atas kutikula, epidermis, membran basalis, dermis dan hipodermis. Ikan tidak memiliki lapisan keratin pada epidermisnya, tetapi dilapisi oleh kutikula yang memiliki mukus, mukopolosakarida, immunoglobulin spesifik, lisosim dan sejumlah asam lemak bebas. Sel lain yang ada pada lapisan epidermis yaitu sel-sel goblet yang berperan dalam sekresi mukus. Mukus memiliki kemampuan protektif bagi hewan karena 18

19 mukus melapisi permukaan tubuh sehingga mempermudah gerakan saat berenang, membentuk lapisan pelindung dari infeksi agen patogenik dan mengandung senyawa anti mikroba, melindungi permukaan tubuh dari abrasi, dan berperan dalam proses osmoregulator (Irianto 2005). Sisik dan kulit merupakan bagian dari sistim pelindungan fisik tubuh ikan. Pada umumnya kerusakan sisik dan kulit dapat terjadi akibat penanganan (handling stress), kelebihan populasi, dan infeksi parasit. Kelebihan populasi (overcrowded) atau multi kultur dapat menyebabkan trauma akibat berkelahi disertai lepasnya sisik dan kerusakan kulit. Infestasi parasit dapat pula menyebabkan gangguan berupa kerusakan insang, kulit, sirip serta kehilangan sisik. Kerusakan pada sisik dan kulit akan mempermudah patogen menginvasi inang. Banyak kasus menunjukkan bahwa kematian ikan sebenarnya akibat dari infeksi sekunder oleh bakteri sebagai kelanjutan infestasi parasit yang berat dan berakibat pada kerusakan pelindung fisik tubuh seperti mukus, kulit dan sisik (Irianto 2005) Sistem Muskuloskeletal (Otot) Otot ikan seperti pada vertebrata tersusun atas bagian-bagian kecil yang disebut dengan serabut otot. Secara morfologi dan fungsi otot dibagi menjadi dua yaitu otot halus dan otot lurik. Otot lurik dibagi lagi menjadi otot tulang dan otot jantung. Otot tulang bekerja sama dengan tulang dalam sistem muskuloskeletal dan menyusun bentuk tubuh ikan. Otot halus dapat ditemukan pada dinding pembuluh darah, saluran pencernaan, buluh empedu, dan buluh pankreas. Sedangkan otot lurik jantung merupakan otot khusus penyusun organ jantung (Hibiya 1995). Serabut otot halus panjang berbentuk gelendong. Otot ini berfungsi dalam kontraksi beberapa organ pencernaan dan membentuk struktur pembuluh darah, buluh empedu, dan buluh pankreas. Otot halus biasanya tersusun dari satu atau beberapa gelondong serabut otot. Di dalam beberapa lapisan terdapat fibroblast, kolagen, dan jaringan ikat lunak lainnya. Selain itu terdapat pembuluh darah dan serabut syaraf sebagai sistem koordinasi gerakan (Hibiya 1995). 19

20 Otot lurik merupakan komponen utama pembentuk daging pada ikan. Serabut otot lurik terdiri atas sarkoplasma, myofibril, nukleus dan sarkolema. Sarkoplasma mengisi ruang di antara myofibril. Terutama terdapat di sekitar nukleus dan dekat akhir dari inervasi syaraf serabut itu. Sarkoplasma adalah pemasok bahan makanan dan berperan penting dalam kontraksi otot. Nukleus berbentuk oval atau gelendong yang tajam dan bervariasi di dalam beberapa ukuran (Hibiya 1995). Hasil pemeriksaan histopatologi dan biokimia dari otot ikan ternyata terdapat sejumlah tipe serabut otot yang pada banyak spesies ikan tersusun dalam banyak kelompok-kelompok yang terpisah. Umumnya ada dua kelompok yaitu, kelompok muskularis lateralis superfisialis terdiri atas yang disebut otot merah dan kelompok muskularis lateralis profundus yang terdiri atas serabut-serabut putih. Serabut-serabut merah ini adalah serabut aerobik dan berdaya kontraksi lamban dan banyak pembuluh darah, serupa dengan serabut-serabut merah pada otot mamalia, sedangkan serabut-serabut putih adalah anaerob berdaya kontraksi cepat dan mudah menderita kerusakan. Diantara lapisan otot-otot merah dan putih terdapat serabut merah muda yang fungsinya berada diantara serabut-serabut merah dan putih. Serabut aerobik berarti dalam kontraksinya memerlukan oksigen sebagai bahan bakar metabolismenya sedangkan serabut anaerobik tidak menggunakan oksigen (Nabib dan Pasaribu 1989). 2.3 Perubahan Histopatologi pada Ikan Mas Perubahan Histopatologi pada Insang Insang merupakan komponen utama sistem respirasi ikan. Beberapa perubahan histopatologi pada insang yang umum terjadi antara lain: perubahan regresif, anomali sirkulasi, dan perubahan progresif. Banyak agen patologis menyebabkan edema, vakuolasi, nekrosa lamela sekunder, dan sekresi mukus berlebihan sampai kematian sel mukus. Umumnya edema akan disertai radang yang dapat diketahui dari infiltrasi sel-sel radang sebagai reaksi pertahanan (Hibiya 1995). Secara mikroskopis pada lamela sekunder dapat kita temukan eritrosit di dalam lumen-lumen kapiler. Kadang-kadang darah ini menumpuk menjadi 20

21 kongesti atau menyebar ke jaringan menjadi hemoragi. Edema atau penumpukan darah pada kapiler dapat mendorong telangiektasis. Telangiektasis terlihat berupa perbesaran lamela sekunder yang berbentuk seperti bola. Hiperplasia sel epitel pada lamela primer dan sekunder dapat terjadi karena terpapar agen fisik atau kimia. Hiperplasia sel mukus, menempelnya lamela-lamela sekunder, dan hiperplasia sel epitel lamela sekunder biasanya terjadi sebagai respon kronis karena paparan bakteri, parasit, atau agen kimia. Pada kondisi kronis sekali lamela sekunder sudah tidak berbentuk normal lagi tetapi saling menempel sehingga lamela primer tampak seperti pemukul base ball. Kondisi ini biasa disebut clubing lamela insang (Hibiya 1995) Perubahan Histopatologi pada Usus Perubahan degeneratif yang sering terjadi pada saluran pencernaan ikan terutama usus yaitu atropi sel-sel epitel mukosa, nekrosa sel-sel epitel mukosa, dan deskuamasi sel epitel yang disertai infiltrasi sel limfosit ke lapisan lamina propia dan sub mukosa. Selain itu dapat juga terjadi dilatasi lumen usus, perdarahan, dan kongesti atau pembendungan pembuluh darah. Ulser dan deskuamasi menyebabkan mukosa terlepas dari submukosanya disertai perdarahan. Hal ini bisa terjadi karena parasit atau benda asing lainnya. Infiltrasi sel limfosit, leukosit, dan hipertrofi jaringan ikat akan mengikuti kelainan ini (Hibiya 1995). Hipertrofi lapisan mukosa juga dapat terjadi sehingga lumen akan menyempit karena vili-vili usus akan menebal. Pada kondisi kronis hal ini dapat menyebabkan hiperplasia sel-sel goblet yang jumlahnya akan meningkat drastis. Beberapa kasus tumor lapisan usus dan kelenjar pencernaan dapat kita temukan juga pada tampilan histopatologinya (Hibiya 1995) Perubahan Histopatologi pada Otot Perubahan patologis pada otot ikan yang ditemukan pada dasarnya tidak berbeda jauh dengan perubahan patologis pada otot vertebrata. Hasil penelitian para ahli patologi ikan saat ini masih belum cukup untuk menjelaskan perubahan patologis yang terjadi. Oleh karena itu penelitian patologi ikan masih sangat 21

22 diperlukan. Perubahan serabut yang tidak menjadi jelas dapat menunjukkan adanya kelainan. Perubahan ini dapat terjadi sebagian atau menyeluruh tergantung derajat keparahannya. Perubahan patologis yang terjadi pada otot antara lain perubahan serabut otot, perubahan nukleus sel otot, bengkak berawan (cloudy swelling), degenerasi hyalin, degenerasi granular, degenerasi lemak sampai nekrosa serabut otot. Infiltrasi sel-sel radang menunjukan adanya reaksi patologis yang terjadi pada otot. Sel-sel radang yang tampak dapat menunjukan derajat keparahannya dan membantu menentukan kausanya. Jenis-jenis sel radang yang bisa ditemui antara lain limfosit, neutrofil, histiosit, dan fibroblast dari endomysium. Hemoragi pada jaringan dan kongesti pembuluh darah dapat diidentifikasi dari adanya eritrosit pada preparat histopatologinya. Edema merupakan bentuk patologi karena adanya penumpukan cairan pada rongga-rongga antar serabut otot. Edema akan menyebabkan lokasi antar serabut menjauh dan meregang (Hibiya 1995). 2.3 Penyakit-penyakit pada Ikan Mas Penyakit infeksius pada ikan mas Penyakit ikan pada dasarnya dibagi menjadi dua kelompok yaitu penyakit ikan infeksius dan penyakit ikan non infeksius. Penyakit ikan infeksius disebabkan oleh virus, bakteri dan parasit. Sedangkan penyakit non infeksius disebabkan oleh gangguan fisik seperti trauma fisik, zat kimia, ph dan kekurangan nutrisi atau zat makanan. Virus yang sering menyerang ikan mas adalah Koi Herpes Virus (KHV). Badan inklusi merupakan ciri spesifik yang menandakan gangguan virus ini. KHV menyebabkan hiperplasia lamela sekunder insang ikan mas, selain itu pada pemeriksaan darah akan menunjukan peningkatan leukosit yang drastis (Amalia 2006). Koi Herpes Virus (KHV), merupakan penyakit virus yang dikenal ganas sehingga meyebabkan kematian massal pada ikan mas. Kasus kematian massal ikan mas karena KHV telah menyebar ke beberapa negara di dunia (Oata 2001). Jenis parasit ikan air tawar (lele, mas, gurami, mujair dan patin) yang ditemukan pada lokasi pemantauan di wilayah Jawa Barat, DKI Jakarta, Banten dan DI Yogyakarta adalah : Trichodina sp, Dactylogyrus sp, Gyrodactylus sp, 22

23 Ichthyopthirius sp, Glossatella sp, Glocidium sp dan Copepoda sp. Jenis parasit yang dominan ditemukan adalah Trichodina sp dan Dactylogyrus sp. Jenis bakteri ikan air tawar yang ditemukan pada lokasi pemantauan di wilayah Jawa Barat, DKI Jakarta, Banten dan DI Yogyakarta adalah : Aeromonas hydrophila, Edwardsiella sp, Pseudomonas sp, Staphylococcus sp dan Micrococcus sp. Jenis bakteri yang dominan ditemukan adalah Aeromonas hydrophila. Pemeriksaan virus Koi Herpes virus (KHV) pada lokasi pemantauan di wilayah Jawa Barat, DKI Jakarta, Banten dan Yogyakarta sebanyak 5 pemantauan menunjukkan hasil positif 20% dan negatif 80% (Anonim 2008a). Parasit yang menyerang ikan air tawar ada tujuh macam yaitu protozoa, coelenterata, trematoda, nematoda, cestoda, moluska, dan arthropoda (Markevich, 1963). Parasit yang biasa menyerang ikan yang dibudidayakan di kolam termasuk ikan mas adalah protozoa dan cacing. Protozoa dari golongan ciliata seperti Ichthiophthirius multifiliis, Trichodina sp. dan Epistylis sp. merupakan jenis protozoa yang banyak ditemukan pada ikan mas (Hoole et al 2001). Trichodina sp. adalah jenis protozoa yang digolongkan ke dalam filum protozoa, sub pilum Ciliophora, sub kelas Peritrichia, ordo Mobilina, Famili Urceolariidae dan genus Trichodina (Hoffman 1967). Gejala klinis dari protozoa ini yaitu peningkatan mukus, letarghi, kerusakan kulit dan sirip. Hiperplasia sekunder dan hipertropi epitel insang akan terlihat pada kondisi kronis. Trikodiniasis menular melalui kontak langsung dengan ikan atau air yang terkontaminasi (Irianto 2005). Ichthiophthirius multifiliis adalah jenis parasit yang digolongkan ke dalam phylum protozoa, subphylum Ciliophora, kelas Ciliate, subkelas Holotichia, ordo Hymenostomatida, famili Ophryoglenidae dan genus Ichthiophthirius multifiliis (Hoffman 1967). Parasit ini menyebabkan white spot disease atau ich dan menginfeksi kulit, insang dan mata beberapa spesies ikan air tawar. Gejala klinis yang terlihat adalah erupsi berat pada kulit. Penyakit ini dapat menyebabkan kematian pada ikan (Noble dan Noble 1989). Cacing termasuk parasit yang banyak menyerang ikan air tawar. Beberapa cacing trematoda dan cestoda sering ditemukan pada ikan air tawar. Trematoda monogenea merupakan parasit di kulit dan insang yang dapat menjadi indikasi kondisi sanitasi. Infestasi cacing ini menyebabkan iritasi, luka yang 23

24 dalam pada kulit, produksi mukus meningkat dan hiperplasia epitel. Luka yang terjadi dapat diikuti infeksi sekunder oleh bakteri dan agen lainnya (Irianto 2005). Ada dua ordo dari kelas monogenea yang biasa menyerang ikan air tawar. Ordo pertama Gyrodactylus dan ordo kedua yaitu Dactylogyrus. Trematoda monogenea berbentuk pipih dengan ujung anterior yang dilengkapi alat penempel berpengait serta alat hisap (sucker). Beberapa spesies memiliki alat hisap di ventral tubuh atau di posterior. Seluruh trematoda monogenea adalah hermaprodit dan memiliki siklus hidup langsung. Gyrodactylus berhabitat di kulit dan insang, berbentuk seperti daun, tanpa bintik mata, ujung kepala seperti huruf V serta memiliki orgen untuk menempel (opisthohaptor) dengan dua anchor (kait berbentuk jangkar). Setiap anchor memiliki rata-rata 16 kait kecil. Cacing dewas bersifat vivipar, yaitu melepaskan larva yang berbentuk seperti cacing dewasa. Larva ini akan menempel pada insang atau kulit ikan. Cacing dewasa Dactylogyrus memiliki dua atau empat bintik mata dan memiliki alat menempel yang berbentuk jangkar (opisthohaptor). Dactylogyrus bersifat ovipar sehingga cacing dewasa akan melepaskan telur yang menetas menjadi larva. Larva Dactylogyrus memiliki bulu getar sebagai alat gerak di air untuk menuju inang (Markevich 1963). Dactylogyrus cenderung melekat pada insang dengan haptor, menginfeksi hampir semua ikan air tawar terutama cryprinid. Hal ini merangsang sekresi mukus berlebihan dan dapat menyebabkan tepi lamella insang tercabik atau luka. Pada infeksi berat akan mengganggu penyerapan oksigen sehingga ikan akan kekurangan oksigen. Dactylogyrus membebaskan telur ke kolam kemudian menetas menjadi larva berbulu getar yang berenang bebas hingga menemukan inang yang sesuai. Waktu yang diperlukan dari telur hingga menjadi individu dewasa sangat tergantung suhu, pada suhu 8,5-9 0 C hanya perlu beberapa hari, adapun pada suhu yang lebih rendah akan berlangsung beberapa minggu hingga beberapa bulan (Irianto 2005). Trematoda dari ordo Digenea juga ada yang menyerang ikan air tawar. Digenea berbeda dengan Monogenea karena memiliki siklus hidup tidak langsung, sehingga memerlukan inang antara dalam siklus hidupnya (Paperna 1996). Cestoda merupakan endoparasit yang memiliki bentuk khas yang dapat menginfeksi ikan. Cacing dewasa hidup di usus ikan dan akan melepaskan telur 24

25 yang mengandung calon skolek dewasa bersama feses inang definitifnya. Telur ini akan termakan inang antara dan akan menjadi protoskolek, apabila protoskolek ini termakan inang definitif akan menjadi dewasa. Cestoda memiliki kepala (skolek) yang dilengkapi batil hisap (suker atau bothria), leher dan segmen-segmen (strobila). Di dalam segmen inilah terdapat testis dan ovarium sebagai alat reproduksi, karena cestoda selain Dioecocestus adalah hermaprodit (Markevich 1963). Beberapa cestoda yang sering menyerang ikan mas antara lain Ligula intestinalis, Bothriocephalus acheilognathi dan Khawia sinensis (Anonim 2008b). Cestoda dapat menginfeksi saluran pencernaan, jaringan otot atau organ lain. Pleroserkoid menyebabkan penurunan kualitas karkas ikan jika dijumpai pada jaringan otot dan menyebabkan gangguan reproduksi jika menginfeksi organ kelamin. Sejumlah kasus menunjukkan bahwa infeksi cestoda juga menyebabkan kerusakan sejumlah organ seperti otak, mata dan jantung (Irianto 2005). Beberapa bakteri dari famili pseudomonadaceae ditemukan dapat menyebabkan kelainan patologis pada ikan Cyprinid. Bakteri Aeromonas liquefaciens, Aeromonas hidrophila dan Pseudomonas fluorescens dapat menyebabkan hemoragi septisemia. Bakteri ini menyebabkan penyakit hemoragi septisemia atau Infectious dropsy (Rubella; Redmouth; Red Pest; Fresh Water Eel Disease) (Bullock 1971). Aeromonas hidrophila merupakan bekteri gram negatif, berbentuk batang dan motil. Bakteri ini menyebabkan hemoragi septicemia atau MAS (Motile Aeromonas Septicaemia) pada beragam spesies ikan air tawar (Irianto 2005). Gejala klinis infeksi Aeromonas hidrophila bervariasi, tetapi umumnya ditunjukkan adanya hemoragi pada kulit, insang, rongga mulut dan borok pada kulit yang dapat meluas ke jaringan otot. Gejala klinis lainya seperti eksoptalmia, asites, pembengkakan limpa dan ginjal. Secara histopatologi tampak terjadinya nekrosa pada limpa, hati, ginjal dan jantung. Seringkali bakterimia ditandai oleh penampakan sel-sel bakteri pada jaringan tersebut (Irianto 2005). Pseudomonas fluorescens merupakan bakteri gram negatif, berbentuk batang, dan motil dengan flagella. Pseudomonas fluorescens menyerang ikan air tawar dan merupakan patogen oportunistik. Secara umum tanda-tanda klinis infeksi Pseudomonas fluorescens mirip dengan Aeromonas hidrophila antara lain terjadi 25

26 hemoraghik septicemia, hemoraghik pada insang dan ekor serta borok pada kulit (Irianto 2005) Penyakit non infeksius pada ikan mas Penyakit non infeksius disebabkan oleh gangguan fisik seperti benturan, zat kimia, ph dan kekurangan nutrisi atau zat makanan. Defisiensi zat makanan terjadi karena kekurangan protein atau asam amino yang akan menyebabkan pertumbuhan terganggu (Roberts 2001). Defisiensi vitamin juga akan menyebabkan abnormalitas pada ikan. Defisiensi vitamin C menyebabkan skoliosis, hemoragi eksternal, erosi sirip dan melanosis (Irianto 2005). Defisiensi vitamin C pada ikan menyebabkan lordosis, skoliosis, stress, fraktur dan deformitas lamelar insang. Perubahan patologi akibat dari defisiensi vitamin E yaitu degenerasi hyalin pada otot, infiltrasi lemak subepikardial dan proliferasi fibroblast (Roberts 2001). Zat kimia seperti pestisida yang digunakan untuk memberantas hama ikan terkadang berakibat buruk pada ikan. Salah satu diantaranya yaitu pyretrin yang sangat toksik bagi ikan dalam dosis rendah. Piretrin mempunyai sifat menghambat fungsi respirasi. Pestisida lain toxisitasnya relatif rendah apabila tercerna bersama makanan, tetapi berbahaya bila terakumulasi di dalam tubuh organisme lain yang menjadi makanan ikan (Roberts 2001). Gangguan fisik pada ikan terjadi karena penanganan ikan yang kurang tepat, misalnya benturan, wadah yang terlalu kecil atau populasi yang terlalu padat. Beberapa gas tertentu juga dapat menyebabkan gangguan pada ikan air tawar. Kekurangan gas oksigen, nitrogen atau gas lain dapat menyebabkan kematian pada ikan. Beberapa faktor lain yang mempengaruhi kesehatan ikan antara lain suhu, cahaya, ph dan kepadatan populasi (Irianto 2005). 26

27 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Juli 2007 sampai dengan Maret Sedangkan tempat penelitian dilakukan di dua laboratorium yaitu Laboratorium Helminthologi bagian Helminthologi Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner serta Laboratorium Histopatologi bagian Patologi Departemen Klinik Reproduksi dan Patologi Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. 3.2 Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah organ usus, otot, insang ikan mas, xylol, formalin 10%, eosin, Mayer, s haematoxillin, alkohol absolute, alkohol 95%, alkohol 85% dan lithium karbonat. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: gelas obyek, penutup gelas obyek, mesin mikrotom, mikroskop, skalpel, gunting, dan kaset plastik tempat blok parafin. 3.3 Metode Penelitian Pengambilan sampel Sampel diambil dari sebuah kolam ikan air tawar di Desa Cibanteng, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. Jumlah ikan mas yang diambil yaitu 18 ekor ikan mas dengan berbagi variasi ukuran dengan berat minimal 200 gram. Ikan yang dijadikan sampel ada dua warna yaitu ikan mas warna kuning dan ikan mas warna hitam Pembuatan preparat histopatologi Ikan dinekropsi kemudian diambil sebagian organ usus, otot, insang dan diawetkan dalam larutan fiksatif Bufer Netral Formalin (BNF) 10% selama 1-2 hari. Setelah itu organ ditrimming dan dimasukkan ke dalam kaset plastik untuk dibuat blok lilin. Blok lilin yang terbentuk di potong dengan menggunakan mesin mikrotom dan diletakkan di gelas objek. Setelah itu dilakukan pewarnaan HE 27

28 (Haematoxillin Eosin). Pertama kali dimasukan ke dalam xylol I, xylol II, alkohol absolut, alkohol 95% dan alkohol 85% masing-masing selama dua menit. Setelah itu secara berurutan dicuci dengan air kran selama satu menit, direndam pada larutan pewarna Haematoxilin selama delapan menit, dicuci dengan air kran selama 30 detik, dimasukkan ke lithium carbonat selama detik, kemudian dicuci dengan air kran selama 2 menit dan dimasukkan ke eosin selama 2-3 menit. Setelah itu secara berlawanan seperti perlakuan awal di celupkan ke dalam alkohol 85%, alkohol 95%, alkohol absolut, xylol I dan xylol II masing-masing dua menit. Preparat di keringkan dan ditutup dengan cover glass yang diberi perekat (Humason 1985) Pengamatan preparat histopatologi dan pengambilan gambar Preparat yang sudah siap diamati dengan mikroskop cahaya. Perbesaran yang digunakan bervariasi mulai dari perbesaran obyektif 4X, 10X, 40X dan 100X. Khusus pada perbesaran obyektif 100X digunakan minyak emersi. Setelah selesai pengamatan dilakukan pengambilan gambar preparat. Pada organ insang dan usus dihitung jumlah sel goblet pada epitelnya. Pada usus dihitung jumlah sel goblet pada tiga vili usus kemudian dibuat rata-rata sel goblet tiap vili usus. Pada insang di hitung jumlah sel goblet pada lima lamela sekunder di tiga lamela primer dan dibuat rata-rata sel goblet pada lamela sekunder. 28

29 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perubahan Histopatologi Organ Insang Pada insang ikan mas yang diteliti ditemukan beberapa kejadian patologis seperti hiperplasia sel epitel lamela sekunder, perdarahan, pembendungan dan telangiektasis. Beberapa parasit cacing dan diduga tahap perkembambangan protozoa juga ditemukan pada insang yang diteliti. Eosinofil yang ditemukan menjadi indikasi adanya infeksi parasit (Grafik 1). Hiperplasia dan fusi lamela Eosinofil Jenis perubahan Protozoa parasit cacing Perdarahan Pembendungan lamela primer Telangiektasis Jumlah ikan yang insangnya mengalami perubahan Grafik 1 Perubahan yang terjadi pada insang Nabib dan Pasaribu (1989) menyampaikan bahwa lapisan epitel insang yang tipis dan berhubungan langsung dengan lingkungan luar menyebabkan insang berpeluang besar terpapar penyakit. Insang juga berfungsi sebagai pengatur pertukaran garam dan air serta pengeluaran limbah-limbah yang mengandung nitrogen. Kerusakan struktur yang ringan sekalipun dapat sangat mengganggu pengaturan osmose dan kesulitan pernafasan. Beberapa kejadian patologis yang banyak ditemukan pada pengamatan histopatologi insang ikan yaitu penebalan lamela primer (Gambar 2). Penebalan ini membuat lamela primer tampak seperti pemukul base ball. Beberapa kausa yang menyebabkan penebalan lamela primer antara lain trauma fisik, parasit dan zat kimia. 29

30 A B Gambar 2 Penebalan lamela primer (Panah A). Pembendungan (Panah B). Perdarahan, proliferasi sel lamela sekunder dan fusi lamela sekunder (Kepala panah B). Pewarnaan HE. Bar (A 100μm; B 60μm). Proliferasi sel-sel lamela yang terjadi merupakan respon dari infeksi yang lama maupun cepat. Penambahan jumlah sel menyebabkan lapisan epitel lamela sekunder yang hanya satu lapis menjadi tampak berlapis-lapis (Gambar 2). Hiperplasia sel dapat pula terjadi bersamaan dengan peningkatan sel-sel penghasil mukus yang berfungsi melapisi permukaan insang. Pada keadaan normal mukus yang dihasilkan berupa glikoprotein basa yang berfungsi sebagai pelindung pertama, dengan adanya gangguan berupa parasit maka terjadi proliferasi sel-sel penghasil mukus sebagai bentuk reaksi pertahanan. Bentuk tidak normal dari selsel lamela ini juga dapat terjadi akibat reaksi terhadap gangguan kimia misalnya perubahan ph yang menjadi lebih asam di kolam yang perairannya tidak bersirkulasi dengan baik sehingga terjadi penumpukan gas karbondioksida (CO 2 ), amonia (NH 3 ) dan zat-zat atau gas lain sisa metabolisme ikan itu sendiri. Selain bersumber dari hasil metabolisme ikan cemaran pada air juga dapat berasal dari lingkungan perairan seperti sampah atau buangan industri. Hal ini yang menjadi dasar atau alasan pentingnya memperhatikan sirkulasi dan kebersihan air kolam pada budidaya ikan air tawar. 30

31 A B Gambar 3 Insang normal (A). Pembendungan lamela primer (Panah B). Edema (Kepala panah B). Pewarnaan HE. Bar (A 100μm; B 100μm). Pembuluh darah di tengah-tengah lamela primer mengalami pembendungan (Gambar 3). Terlihat adanya penumpukan sel-sel darah merah yang sangat padat pada pembuluh darah tersebut. Hal ini menunjukkan kondisi tidak normal dari insang ikan tersebut. Ada beberapa hal yang menyebabkan terjadinya pembendungan darah pada pembuluh darah, antara lain adalah trauma fisik, adanya parasit atau gangguan sistem peredaran darahnya. Terhambatnya aliran darah ini memungkinkan terjadinya edema di sekitar pembuluh darah yang terlihat dari perluasan jaringan antara pembuluh darah dengan lapisan epitel lamela primer (gambar 3). Hoole et al. (2001) mengatakan bahwa kondisi seperti hiperplasia sel-sel epitel, peningkatan sel-sel penghasil mukus, pembendungan, edema dan infiltrasi sel-sel radang akan mengurangi efisiensi difusi gas dan dapat berakibat fatal atau kematian. Difusi gas terganggu karena luas permukaan serap pada lamela sekunder insang menyempit. Kejadian fatal dapat terjadi apabila proliferasi sel-sel lamela sekunder telah bersifat kronis sehingga hampir semua lamelanya mengalami fusi. 31

32 A B Gambar 4 Fusi lamela sekunder dengan infiltrasi sel radang (Kepala panah A). Pembendungan lamela sekunder (Panah B). Pewarnaan HE. Bar (A 60μm; B 40μm). Telangiektasis (Gambar 4) merupakan kejadian pembendungan lamela sekunder dan terjadi pembesaran ujung lamela sekunder yang tampak seperti gelembung balon. Kejadian ini khas pada insang ikan yang berada pada kualitas air yang buruk, ada serangan parasit, penumpukan sisa metabolisme dan polutan kimia (Robert 2001). Telangietasis ini berakibat langsung pada terganggunya difusi gas dan dapat berakibat lebih fatal pada kondisi lingkungan bertemperatur di atas normal, oksigen terlarut lebih rendah dan kebutuhan akan oksigen metabolik lebih tinggi dari keadaan normal. Telangiektasis lamela insang terjadi karena pemaparan NH 3, kerusakan mekanis, cemaran bahan toksik, virus, bakteri, parasit dan defisiensi nutrisi (Plumb 1994). Selain itu terlihat pula proliferasi lamela sekunder, fusi lamela sekunder dan beberapa sel radang (Gambar 4) 32

33 A B Gambar 5 Hiperplasia dan fusi lamela sekunder (Panah A). Edema epitel lamela sekunder (Kepala panah A). Organisme seperti trophont protozoa di antara lamela sekunder (Lingkaran A). Sel radang eosinofil (Panah B). Pewarnaan HE. Bar (A 40μm; B 20μm). Trichodina sp merupakan salah satu protozoa kecil (20-100μm) sebagian besar hidup di insang di bagian ujung lamela sekunder (Basson dan Van 1989). Spora atau bentuk lain dari tahap perkembangan ciliata berada di dalam lamela insang (Rowland et al. 1991). Infestasi protozoa dalam insang meyebabkan reaksi yang beragam tergantung jumlah protozoa, kondisi fisiologis ikan dan lingkungan ikan. Secara umum protozoa pada insang akan menyebabkan hiperplasia epitel, proliferasi sel penghasil mukus, nekrosa epitel lamela, deplesi sel mukus dan deskuamasi (Paperna 1996). Beberapa protozoa menghasilkan cytotoxin dan enzim proteolitik yang bisa menyebabkan spongiosis, proliferasi dan perubahan lapisan epitel (Robertson et al. 1981). Protozoa dinoflagelata genus Piscinoodinum merupakan parasit umum yang menyerang ikan laut atau air tawar di daerah tropis dan subtropis. Jenis ini di Malaysia menyebar dari budidaya ikan hias menyerang ikan mas liar dan ikan konsumsi serta menyebabkan kematian pada Puntius gonionotus ( Shaharom- Harrison et al. 1990). Trophont (Gambar 5) merupakan salah satu tahap perkembangan protozoa ini akan menembus epitel lamela dengan rhizoid yang transparan. Secara histopatologi parasit ini akan menyebabkan hiperplasia epitel, 33

34 fusi lamela sekunder, deskuamasi sel epitel lamela sekunder, edema lamela dan infiltrasi sel radang (Gambar 5). Protozoa yang menembus sel epitel ini akan dilokalisir oleh hiperplasia sel-sel epitel lamela sekunder, setelah itu akan ada infiltrasi sel-sel eosinofil sebagai reaksi pertahanan tubuh ikan itu sendiri (gambar 5). Pengangkatan epitel lamela (deskuamasi) terjadi karena adanya penyumbatan aliran ekstraseluler karena terjadi edema yang dimungkinkan karena terjadi gangguan sirkulasi darah karena hiperplasi epitel. Hiperplasia selain akan menekan kapiler pembuluh darah juga memerlukan peningkatan suplai darah ke jaringan yang baru terbentuk. A B D C D Gambar 6 Beberapa parasit cacing (Kepala panah A). Edema dan desquamasi epitel lamela sekunder (Kepala panah B). Fusi lamela sekunder (Panah C). Hiperplasia epitel lamela dan hiperplasia sel goblet insang (Kepala panah D). Pewarnaan HE. Bar (A 200 μm; B 40μm; C 60μm; D 40 μm) 34

35 Trematoda monogenea merupakan kelompok cacing yang sering menginfeksi insang dan kulit ikan sehingga menyebabkan gangguan pernafasan atau penurunan kualitas otot. Beberapa monogenea spesifik terhadap jenis ikan dan habitat tertentu. Gyrodactylus lebih patogen terhadap ikan yang lebih muda dan di kolam budidaya daripada di habitat alami. Perubahan patologi insang yang paling banyak disebabkan oleh cacing ini adalah hiperplasia (Paperna 1996). Ikan yang terinfeksi Gyrodactylus akan menjadi pucat, selain itu terjadi peningkatan sekresi mukus dan proliferasi sel epitel (Kabata 1985). Sebagian besar Dactylogyrus ikan Carp menyebabkan kerusakan selular yang terbatas pada filamen basalis (Sarig 1971). Infeksi cacing juga menyebabkan deskuamasi lamela sekunder insang, kongesti pembuluh darah yang berdekatan dan peningkatan selsel eosinofil. Infeksi cacing pada kulit kadang-kadang menimbulkan luka yang dapat diikuti infeksi sekunder oleh bakteri atau agen lain. Dua jenis cacing monogenea yang sering menginfeksi ikan yaitu genus Gyrodactylus dan Dactylogyrus. Gyrodactylus berhabitat di kulit dan insang, berbentuk seperti daun, tanpa bintik mata, ujung kepala seperti huruf V serta memiliki organ untuk menempel (opisthohaptor) dengan dua anchor (kait seperti jangkar). Setiap anchor memiliki rata-rata 16 kait kecil. Cacing dewasa bersifat vivipar, yaitu melepaskan larva yang berbentuk seperti cacing dewasa. Larva ini akan menempel pada insang atau kulit ikan. Cacing dewasa Dactylogyrus memiliki dua atau empat bintik mata dan memiliki alat menempel yang berbentuk jangkar (opisthohaptor). Dactylogyrus bersifat ovipar sehingga cacing dewasa akan melepaskan telur yang menetas menjadi larva. Telur akan menetas setelah 2-6 hari pada suhu o C, larva yang keluar akan menempel pada insang dan menstimulasi sekresi mukus ikan (Shaharom-Harrison 1986). Larva Dactylogyrus memiliki bulu getar sebagai alat gerak di air untuk menuju inang (ikan). Sebagian besar Dactylogyrus merupakan ektoparasit pada insang dan hanya sedikit yang parasit pada kulit sebaliknya Gyrodactylus lebih banyak menyerang kulit dari pada insang (Ergens 1988 dalam Paperna 1996). 35

36 Tabel 1 Jumlah rata-rata sel goblet per lima lamela sekunder. Sampel Rata-rata jumlah sel Goblet per lima lamela sekunder insang Rata-rata 27,6667±15,8395 Tabel 1 menunjukan jumlah rata-rata sel goblet setiap lima lamela sekunder insang. Secara umum proliferasi sel goblet insang tidak menunjukkan angka yang tinggi, tetapi pada beberapa insang yang terinfeksi cacing dapat di lihat bahwa sel gobletnya mengalami pertambahan jumlah. 4.2 Perubahan Histopatologi Organ Otot Perubahan patologis yang ditemukan pada otot ikan mas yang diteliti tidak terlalu banyak. Pada otot yang diteliti juga tidak ditemukan parasit atau agen penyakit lain seperti bakteri, virus atau jamur. Perubahan yang ditemukan lebih banyak diduga karena faktor kekurangan nutrisi makanan (Grafik 2). Otot ikan merupakan bagian tubuh ikan yang paling penting dan lazim disebut daging ikan. Struktur anatomi dan histologi otot ikan identik dengan struktur otot mamalia sehingga kelainan yang terjadi juga hampir sama. Perubahan yang banyak ditemukan pada otot ikan antara lain degenerasi dan nekrosa miofibril (Haensly et al. 1982). Respon terhadap infeksi parasit, bakteri, virus atau kekurangan nutrisi 36

37 akan menyebabkan terhambatnya pertumbuhan dan penurunan kualitas daging ikan. 12 Jumlah ikan yang ototnya mengalami perubahan Degenerasi lemak Degenerasi hyalin Nekrosa serabut otot Edema Jenis perubahan Grafik 2 Perubahan yang terjadi pada otot Nekrosa serabut otot (Gambar 7) merupakan kelainan yang terjadi berupa lisisnya sel-sel otot yang terlihat menjadi lubang-lubang. Nekrosa serabut otot dapat terjadi karena iskemia atau berhentinya suplai darah ke suatu jaringan otot, kekurangan nutrisi dan penyakit infeksius. Asupan nutrisi yang kurang akan menyebabkan otot mengalami atropi (Gambar 7). Kekurangan beberapa jenis vitamin (vitamin C dan B komplek dan vitamin E) dapat menyebabkan gangguan pada otot juga. Biotin dan thiamin dapat menyebabkan atropi otot, sedangkan kekurangan asam pantotenat dapat menyebabkan atropi insang. Kekurangan vitamin C dapat menyebabkan anemia, anoreksia dan abnormalitas kartilago, sedangkan distropi otot dapat disebabkan karena kekurangan vitamin E (Purwakusuma 2007). Iskemia atau berhentinya aliran darah menyebabkan nekrosa sel-sel otot. Pembendungan darah pada pembuluh darah di sekitar otot dapat berlanjut menjadi edema (Gambar 7) sehingga serabut otot akan tampak menjadi jarang karena rongga antar serabutnya berisi cairan. 37

38 A B Gambar 7 Edema yang menyebabkan serabut otot tidak teratur (kepala panah). Nekrosa serabut otot (Panah A). Degenerasi hyalin (lingkaran B). Pewarnaan HE. Bar (A 60μm; B 40mμ) Degenerasi hyalin adalah keadaan serabut otot yang menunjukan penampilan homogen dan menyerap pewarnaan eosin secara dominan (Gambar 7). Serabut otot yang mengalami degenerasi hyalin akan lebih mudah rusak dibandingkan serabut otot yang normal. Nukleus otot pada serabut otot normal yang berada di sekitar otot yang mengalami hyalinasi terkadang mengalami hiperplasia. Beberapa serabut otot yang terlihat normal di sekitar serabut yang terhyalinasi sering memperlihatkan pemisahan longitudinal yang frequen (Hibiya 1995) 38

39 L A B Gambar 8 Sebagaian besar otot mengalami nekrosa serabut otot (A). Penumpukan lemak (L). Edema (Panah B). Pewarnaan HE. Bar (A 40μm; B 60μm). Degenerasi lemak (Gambar 8) terjadi karena akumulasi lipid dan gangguan metabolisme lemak karena kekurangan enzim lipase intraseluler atau asupan nutrisi yang mengandung lemak yang tinggi. Lemak pada otot ini merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi rasa daging ikan. Degenerasi lemak juga dapat terjadi karena penyakit infeksi, ketidakseimbangan nutrisi dan beberapa bahan toksik. Kerusakan otot ikan ini memang terkadang tidak terlihat secara fisik dan tidak menyebabkan kematian tetapi kerusakan ini akan mempengaruhi pertumbuhan dan akan berdampak nyata terhadap nilai ekonomi ikan secara umum. 4.3 Perubahan Histopatologi Organ Usus Usus merupakan bagian saluran pencernaan yang berfungsi untuk menyerap sari-sari makanan sehingga gangguan pada organ ini dapat berakibat fatal bagi pertumbuhan ikan. Walaupun jarang ditemui gangguan yang berakibat pada kematian tetapi beberapa penyakit ikan berakibat buruk pada keseluruhan 39

40 nilai produksinya. Oleh karena itu pengetahuan tentang kondisi tidak normal organ usus sangat penting untuk pengelolaan kesehatan ikan itu sendiri. Ju mlah ikan yang ususnya mengalami perubahan Nekrosa sel epitel proliferasi sel Perdarahan Jenis perubahan goblet Grafik 3 Perubahan yang terjadi pada usus Beberapa perubahan yang sering ditemukan pada usus ikan antara lain proliferasi sel goblet, hemoragi, atropi vili usus, dan metaplasia. Beberapa penelitian menunjukan bahwa tingginya kandungan beberapa logam berat dapat menyebabkan peningkatan apoptosis dari sel-sel usus (Berntssen et al. 1999). Pada organ usus beberapa kejadian patologis yang ditemukan antara lain nekrosa sel epitel usus, proliferasi sel goblet dan perdarahan (Grafik 3). Nekrosa dan atropi lapisan epitel vili usus merupakan perubahan yang paling banyak ditemukan. Beberapa vili juga mengalami deskuamasi epitel dan nekrosa sel-sel epitel. Hal ini dapat terjadi karena terjadi hemoragi (Gambar 9) sehingga suplai darah ke sel-sel epitel terganggu. Hemoragi atau perdarahan terlihat dari ditemukannya eritrosit yang menyebar pada ujung vili usus. Kelainan vili ini akan menyebabkan terganggunya penyerapan zat-zat makanan yang penting sehingga ikan akan mengalami defisiensi nutrisi. 40

41 A B Gambar 9 Pembendungan (Panah ). Pewarnaan HE. Bar (A 60 μm; B 40μm) Beberapa parasit yang dapat menyebabkan degenerasi usus antara lain protozoa dan cacing. Digenea adalah cacing trematoda yang memerlukan inang antara (moluska) dalam siklus hidupnya. Infestasi Digenea dewasa pada saluran cerna ikan perlu diperhatikan apalagi saat jumlahnya banyak. Infestasi di luar saluran pencernaan berpotensi patogen terhadap ikan (Paperna 1996). cacing atau protozoa pada usus ikan mas yang diteliti. Koksidiosis pada ikan Cyprinid dapat berakibat fatal, infeksi kronis koksidia pada ikan mas berusia delapan hari akan menyebabkan kematian dalam waktu hari kemudian (Kent dan Hedrick 1985). Kerusakan yang umum terjadi karena koksidia ini adalah rupturnya epitel vili usus karena merozoit dan ookista Eimeria (G. Carpeli dan E. Sinensis 1976; Kent dan Hedrick 1985). Ikan yang terinfeksi Eimeria vanasi akan mengalami kerusakan epitel vili usus karena parasit ini berkembang dalam sitoplasma sel-sel usus (Marincek 1973; Molnar 1984). Eimeria vanasi merupakan koksidia yang sering menyerang ikan Carp tetapi pada literatur disampaikan bahwa kejadian ini banyak ditemukan di Afrika. Edema (Gambar 10) menyebabkan epitel usus terangkat dan pada kondisi parah dapat berlanjut menjadi dequamasi dan ruptur epitel. Edema yang ditemukan menandakan adanya masalah pada sistem sirkulasi darah. Adanya 41

42 eritrosit yang menyebar menandakan terjadi hemoragi sedangkan limfosit menandakan ada peradangan karena gangguan parasit, bakteri atau virus. Proliferasi endotelium arteri pernah ditemukan pada ikan Carp yang terinfeksi Sanguinicola inermis (Prost dan Poland dalam Lucky 1964). A B Gambar 10 Edema epitel usus (Panah). Nekrosa epitel (Kepala panah). Pewarnaan HE. Perbesaran lensa obyektif 40x. Bar (A 140μm; B 40μm). Kondisi akut karena toksin, bakteri, virus, parasit, zat kimia atu alga dapat menyebakan nekrosa dan desquamasi sel epitel vili usus ikan. Sedangkan perubahan akibat defisiensi nutrisi dan kaheksia dapat menyebabkan sel-sel epitel menggulung yang disertai penebalan kromatin dan sitoplasma eosinofil. Pada keadaan khusus seperti apoptosis atau pelepasan mukosa ke dalam lumen usus kadang-kadang disertai hemoragi dan edema submukosa (Gambar 10) (Robert 2001). Deskuamasi epitel mukosa yang disertai hemoragi dapat terjadi akibat degenerasi progresif di dalam saluran pencernaan. 42

43 Gambar 11 Proliferasi sel goblet vili usus (lingkaran). Pewarnaan HE. Bar 60μm. Tabel 2 Jumlah rata-rata sel goblet dalam tiap vili usus. Sampel Rata-rata jumlah sel Goblet tiap vili usus Rata-rata 29,5833 ± 11,56 Sel sel goblet usus berfungsi menghasilkan mukus yang membantu proses pencernaan. Jumlah sel goblet ini dapat meningkat karena infeksi parasit 43

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ikan mas menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ikan mas menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut: 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Mas (Cyprinus carpio) 2.1.1 Klasifikasi dan morfologi Klasifikasi ikan mas menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut: Spesies Kingdom : Animalia Filum : Chordata Class

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Lele Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Filum: Chordata Kelas : Pisces Ordo : Ostariophysi Famili : Clariidae Genus : Clarias Spesies :

Lebih terperinci

Tabel 3 Tingkat prevalensi kecacingan pada ikan maskoki (Carassius auratus) di Bogor

Tabel 3 Tingkat prevalensi kecacingan pada ikan maskoki (Carassius auratus) di Bogor HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Pemeliharaan Ikan Maskoki (Carassius auratus) Pengambilan sampel ikan maskoki dilakukan di tiga tempat berbeda di daerah bogor, yaitu Pasar Anyar Bogor Tengah, Batu Tulis Bogor

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas Branchiopoda, Divisi Oligobranchiopoda, Ordo Cladocera, Famili Daphnidae,

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Lele Masamo (Clarias gariepinus) Subclass: Telostei. Ordo : Ostariophysi

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Lele Masamo (Clarias gariepinus) Subclass: Telostei. Ordo : Ostariophysi BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Lele Masamo (Clarias gariepinus) Klasifikasi lele masamo SNI (2000), adalah : Kingdom : Animalia Phylum: Chordata Subphylum: Vertebrata Class : Pisces

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Biologi Ikan Gurame (Osphronemus gouramy Lac.) Ikan gurame (Osphronemus gouramy Lac.) adalah salah satu komoditas budidaya air tawar yang tergolong dalam famili ikan Labirin (Anabantidae).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penyakit ikan merupakan salah satu masalah serius yang dihadapi oleh

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penyakit ikan merupakan salah satu masalah serius yang dihadapi oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit ikan merupakan salah satu masalah serius yang dihadapi oleh para pembudidaya karena berpotensi menimbulkan kerugian yang sangat besar. Kerugian yang terjadi

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Fisika Kimia Air Parameter fisika kimia air yang diamati pada penelitian ini adalah ph, CO 2, NH 3, DO (dissolved oxygen), kesadahan, alkalinitas, dan suhu. Pengukuran

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Majalaya kelas induk pokok (Parent Stock)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Majalaya kelas induk pokok (Parent Stock) SNI : 01-6130 - 1999 Standar Nasional Indonesia Induk Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Majalaya kelas induk pokok (Parent Stock) Daftar Isi Halaman Pendahuluan 1 Ruang lingkup...1 2 Acuan...1

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus Bleeker) kelas induk pokok (Parent Stock)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus Bleeker) kelas induk pokok (Parent Stock) SNI : 01-6138 - 1999 Standar Nasional Indonesia Induk Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus Bleeker) kelas induk pokok (Parent Stock) Daftar Isi Pendahuluan Halaman 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan... 1 3

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juli 2007 sampai Juni 2008 di kandang percobaan Fakultas Peternakan dan di Bagian Patologi, Departemen Klinik Reproduksi

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan lele dumbo (Clarias gariepinus x C.fuscus) kelas induk pokok (Parent Stock)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan lele dumbo (Clarias gariepinus x C.fuscus) kelas induk pokok (Parent Stock) SNI : 01-6484.1-2000 Standar Nasional Indonesia Induk ikan lele dumbo (Clarias gariepinus x C.fuscus) kelas induk pokok (Parent Stock) Daftar Isi Halaman Prakata... 1 Pendahuluan... 1 1 Ruang lingkup...

Lebih terperinci

ORGANISASI KEHIDUPAN. Sel

ORGANISASI KEHIDUPAN. Sel ORGANISASI KEHIDUPAN Sel Sel adalah unit terkecil dari makhluk hidup. Ukuran sangat kecil untuk melihat harus dibantu dengan mikroskop. Kata sel berasal dari bahasa latin cellulae, yang berarti bilik kecil.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ascaris lumbricoides Manusia merupakan hospes beberapa nematoda usus. Sebagian besar nematoda ini menyebabkan masalah kesehatan masyarakat Indonesia (FKUI, 1998). Termasuk dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) 2.1.1. Klasifikasi Secara biologis ikan lele dumbo mempunyai kelebihan dibandingkan dengan jenis lele lainnya, yaitu lebih mudah dibudidayakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Clarias fuscus yang asli Taiwan dengan induk jantan lele Clarias mossambius yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Clarias fuscus yang asli Taiwan dengan induk jantan lele Clarias mossambius yang 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Lele dumbo merupakan ikan hasil perkawinan silang antara induk betina lele Clarias fuscus yang asli Taiwan dengan induk jantan

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. Ikan patin siam adalah jenis ikan yang secara taksonomi termasuk spesies

I. TINJAUAN PUSTAKA. Ikan patin siam adalah jenis ikan yang secara taksonomi termasuk spesies I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Patin Siam (Pangasius hypopthalmus) Ikan patin siam adalah jenis ikan yang secara taksonomi termasuk spesies Pangasius hypophthalmus yang hidup di perairan tropis Indo Pasifik.

Lebih terperinci

HAMA DAN PENYAKIT IKAN

HAMA DAN PENYAKIT IKAN HAMA DAN PENYAKIT IKAN I. MENCEGAH HAMA DAN PENYAKIT IKAN Hama dan penyakit ikan dapat dibedakan berdasarkan penyerangan yaitu hama umumnya jenis organisme pemangsa (predator) dengan ukuran tubuh lebih

Lebih terperinci

GAMBARAN DIFERENSIASI LEUKOSIT PADA IKAN MUJAIR (Oreochromis mossambicus) DI DAERAH CIAMPEA BOGOR YULIA ERIKA

GAMBARAN DIFERENSIASI LEUKOSIT PADA IKAN MUJAIR (Oreochromis mossambicus) DI DAERAH CIAMPEA BOGOR YULIA ERIKA GAMBARAN DIFERENSIASI LEUKOSIT PADA IKAN MUJAIR (Oreochromis mossambicus) DI DAERAH CIAMPEA BOGOR YULIA ERIKA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 GAMBARAN DIFERENSIASI LEUKOSIT PADA

Lebih terperinci

Induk ikan nila hitam (Oreochromis niloticus Bleeker) kelas induk pokok

Induk ikan nila hitam (Oreochromis niloticus Bleeker) kelas induk pokok Standar Nasional Indonesia SNI 6138:2009 Induk ikan nila hitam (Oreochromis niloticus Bleeker) kelas induk pokok ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional SNI 6138:2009 Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 16 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada saat diisolasi dari ikan, sel trophont menunjukan pergerakan yang aktif selama 4 jam pengamatan. Selanjutnya sel parasit pada suhu kontrol menempel pada dasar petri dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Lele Dumbo 2.1.1. Taksonomi Klasifikasi atau pengelompokkan ikan lele dumbo menurut Bachtiar (2007) adalah sebagai berikut : Filum Kelas Sub kelas Ordo Sub ordo Famili

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Struktur Mikroanatomi Hati Ikan Tagih Hasil penelitian pengaruh subletal merkuri klorida (HgCl 2 ) menggunakan konsentrasi 0,02 ppm; 0,04 ppm; dan 0,08 ppm; selama 28 hari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ikan konsumsi yang dinilai memiliki nilai ekonomis tinggi adalah ikan mas. Data

I. PENDAHULUAN. Ikan konsumsi yang dinilai memiliki nilai ekonomis tinggi adalah ikan mas. Data I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan konsumsi yang dinilai memiliki nilai ekonomis tinggi adalah ikan mas. Data KKP menunjukkan bahwa produksi ikan mas pada tahun 2010 mencapai 282.695 ton, dengan persentasi

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan gurame (Osphronemus goramy, Lac) kelas induk pokok (Parent Stock)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan gurame (Osphronemus goramy, Lac) kelas induk pokok (Parent Stock) SNI : 01-6485.1-2000 Standar Nasional Indonesia Induk ikan gurame (Osphronemus goramy, Lac) kelas induk pokok (Parent Stock) Prakata Standar induk ikan gurami kelas induk pokok diterbitkan oleh Badan Standardisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomis penting yang banyak dibudidayakan oleh petani. Beternak lele

BAB I PENDAHULUAN. ekonomis penting yang banyak dibudidayakan oleh petani. Beternak lele 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.LATAR BELAKANG Masyarakat Indonesia sudah sering mengkonsumsi ikan sebagai menu lauk-pauk sehari-hari. Salah satu jenis ikan yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat adalah lele dumbo.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pada tahun Ikan nila merupakan ikan konsumsi air tawar yang diminati oleh

I. PENDAHULUAN. pada tahun Ikan nila merupakan ikan konsumsi air tawar yang diminati oleh 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan nila (Oreochromis niloticus L.) adalah ikan yang hidup di air tawar dan berasal dari Sungai Nil dan danau-danau sekitarnya. Ikan nila mulai didatangkan ke Bogor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumberdaya alam, sebagai negara kepulauan dan memiliki dua per tiga wilayah yang merupakan perairan. Salah satu sumberdaya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Clownfish Klasifikasi Clownfish menurut Burges (1990) adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Chordata : Perciformes

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE PENELITIAN

MATERI DAN METODE PENELITIAN MATERI DAN METODE PENELITIAN Waktu dan tempat penelitian Penelitian ini dilaksakan di Bagian Patologi, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Perlakuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Ikan Mas (Cyprinus carpio) Menurut Khairuman dan Subenda (2002) sistematika taksonomi ikan mas adalah sebagai berikut : Phyllum : Chordata Subphyllum Superclass

Lebih terperinci

JARINGAN DASAR HEWAN. Tujuan : Mengenal tipe-tipe jaringan dasar yang ditemukan pada hewan. PENDAHULUAN

JARINGAN DASAR HEWAN. Tujuan : Mengenal tipe-tipe jaringan dasar yang ditemukan pada hewan. PENDAHULUAN JARINGAN DASAR HEWAN Tujuan : Mengenal tipe-tipe jaringan dasar yang ditemukan pada hewan. PENDAHULUAN Tubuh hewan terdiri atas jaringan-jaringan atau sekelompok sel yang mempunyai struktur dan fungsi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 8 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistematika dan Morfologi Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Klasifikasi ikan lele dumbo menurut Saanin (1984) dalam Hadiroseyani et al. (2006) adalah sebagai berikut: Kingdom

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk Kodok Lembu (Rana catesbeiana Shaw) kelas induk pokok (Parent Stock)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk Kodok Lembu (Rana catesbeiana Shaw) kelas induk pokok (Parent Stock) SNI : 02-6730.2-2002 Standar Nasional Indonesia Induk Kodok Lembu (Rana catesbeiana Shaw) kelas induk pokok (Parent Stock) Prakata Standar induk kodok lembu (Rana catesbeiana Shaw) kelas induk pokok disusun

Lebih terperinci

MAKALAH SISTEM RESPIRASI PADA IKAN

MAKALAH SISTEM RESPIRASI PADA IKAN MAKALAH SISTEM RESPIRASI PADA IKAN OLEH : MUSTAIN FAKULTAS BUDIDAYA PERIKANAN DAN KELAUTAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PERIKANAN PONTIANAK 2012 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap makhluk hidup memerlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara maritim dengan luas perairan sekitar 5,8 juta

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara maritim dengan luas perairan sekitar 5,8 juta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara maritim dengan luas perairan sekitar 5,8 juta km 2, sehingga memiliki potensi perikanan baik laut maupun tawar (Anonimous, 2010). Permintaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan mas (Cyprinus carpio L.) sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia. Ikan air tawar yang bernilai ekonomis cukup penting ini sudah sangat dikenal luas oleh

Lebih terperinci

Jenis jaringan hewan ada empat macam, yaitu jaringan epitel, jaringan ikat, jaringan otot, dan jaringan saraf.

Jenis jaringan hewan ada empat macam, yaitu jaringan epitel, jaringan ikat, jaringan otot, dan jaringan saraf. JARINGAN HEWAN Jenis jaringan hewan ada empat macam, yaitu jaringan epitel, jaringan ikat, jaringan otot, dan jaringan saraf. A. JARINGAN EPITEL Jaringan epitel merupakan jaringan penutup yang melapisi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Klasifikasi dan Morfologi Ikan Lele Sangkuriang (Clarias sp)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Klasifikasi dan Morfologi Ikan Lele Sangkuriang (Clarias sp) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Ikan Lele Sangkuriang (Clarias sp) 1. Klasifikasi Menurut Muktiani (2011 : hal 4), Lele sangkuriang merupakan hasil perbaikan genetika lele dumbo melalui

Lebih terperinci

Gambar 2.1. Morfologi ikan bawal air tawar (C. macropomum)

Gambar 2.1. Morfologi ikan bawal air tawar (C. macropomum) BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi Ikan Bawal Air Tawar (C.macropomum) Ikan bawal air tawar (C.macropomum) atau lebih dikenal dengan sebutan tambaqui adalah ikan introduksi yang berasal dari Amerika

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi Induk Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Sinyonya kelas induk pokok (Parent Stock)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi Induk Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Sinyonya kelas induk pokok (Parent Stock) SNI : 01-6135 - 1999 Standar Nasional Indonesia Produksi Induk Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Sinyonya kelas induk pokok (Parent Stock) Daftar Isi Halaman Pendahuluan 1 Ruang lingkup... 1 2

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Identifikasi Parasit Jenis parasit yang ditemukan adalah Trichodina (Gambar 2), Chilodonella (Gambar 3), Dactylogyrus (Gambar 4), Gyrodactylus (Gambar 5), dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 6 Pewarnaan Proses selanjutnya yaitu deparafinisasi dengan xylol III, II, I, alkohol absolut III, II, I, alkohol 96%, 90%, 80%, dan 70% masing-masing selama 2 menit. Selanjutnya seluruh preparat organ

Lebih terperinci

KESEHATAN IKAN. Achmad Noerkhaerin P. Jurusan Perikanan-Untirta

KESEHATAN IKAN. Achmad Noerkhaerin P. Jurusan Perikanan-Untirta KESEHATAN IKAN Achmad Noerkhaerin P. Jurusan Perikanan-Untirta Penyakit adalah Akumulasi dari fenomena-fenomena abnormalitas yang muncul pada organisme (bentuk tubuh, fungsi organ tubuh, produksi lendir,

Lebih terperinci

TOKSISITAS MERKURI (Hg) TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP, PERTUMBUHAN, GAMBARAN DARAH DAN KERUSAKAN PADA IKAN NILA Oreochromis niloticus

TOKSISITAS MERKURI (Hg) TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP, PERTUMBUHAN, GAMBARAN DARAH DAN KERUSAKAN PADA IKAN NILA Oreochromis niloticus TOKSISITAS MERKURI (Hg) TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP, PERTUMBUHAN, GAMBARAN DARAH DAN KERUSAKAN ORGAN PADA IKAN NILA Oreochromis niloticus VIKA YUNIAR DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Penelitian Kandang Hewan Coba Laboratorium Histopatologi

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Penelitian Kandang Hewan Coba Laboratorium Histopatologi BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2010 sampai April 2011 bertempat di Kandang Hewan Laboratorium dan Laboratorium Histopatologi, Departemen Klinik, Reproduksi,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Tawes 2.1.1 Taksonomi Tawes Menurut Kottelat (1993), klasifikasi ikan tawes adalah sebagai berikut: Phylum : Chordata Classis Ordo Familia Genus Species : Pisces : Ostariophysi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Bernhard Grzimek (1973) dalam Yovita H.I dan Mahmud Amin

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Bernhard Grzimek (1973) dalam Yovita H.I dan Mahmud Amin TINJAUAN PUSTAKA Ikan Black Ghost (Apteronotus albifrons) Menurut Bernhard Grzimek (1973) dalam Yovita H.I dan Mahmud Amin dalam Rahman (2012), sistematika ikan black ghost adalah sebagai berikut : Kingdom

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ikan nila menurut Trewavas (1982), dalam Dirjen Perikanan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ikan nila menurut Trewavas (1982), dalam Dirjen Perikanan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Nila 2.1.1 Klasifikasi Ikan Nila Klasifikasi ikan nila menurut Trewavas (1982), dalam Dirjen Perikanan (1991) adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia Sub Kingdom : Metazoa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. motil, tidak membentuk spora, tidak membentuk kapsul, aerob, katalase positif,

II. TINJAUAN PUSTAKA. motil, tidak membentuk spora, tidak membentuk kapsul, aerob, katalase positif, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Aeromonas salmonicida 2.1.1 Klasifikasi dan Morfologi A. salmonicida A. salmonicida merupakan bakteri Gram negatif, berbentuk batang pendek, tidak motil, tidak membentuk spora,

Lebih terperinci

genus Barbodes, sedangkan ikan lalawak sungai dan kolam termasuk ke dalam species Barbodes ballaroides. Susunan kromosom ikan lalawak jengkol berbeda

genus Barbodes, sedangkan ikan lalawak sungai dan kolam termasuk ke dalam species Barbodes ballaroides. Susunan kromosom ikan lalawak jengkol berbeda 116 PEMBAHASAN UMUM Domestikasi adalah merupakan suatu upaya menjinakan hewan (ikan) yang biasa hidup liar menjadi jinak sehingga dapat bermanfaat bagi manusia. Domestikasi ikan perairan umum merupakan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat E. ictaluri Ikan Lele ( Clarias sp.)

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat E. ictaluri Ikan Lele ( Clarias sp.) BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian telah dilaksanakan di Laboratorium Balai Uji Standar Karantina Ikan Departemen Kelautan dan Perikanan di Jakarta dan Bagian Patologi, Departemen Klinik, Reproduksi

Lebih terperinci

Uji Organoleptik Ikan Mujair

Uji Organoleptik Ikan Mujair Uji Organoleptik Ikan Mujair Bahan Mentah OLEH : PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN SEKOLAH TINGGI PERIKANAN JAKARTA I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mutu atau nilai-nilai tertentu yang

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Bahan Alat

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Bahan Alat 12 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan April 2009 sampai dengan April 2010. Sampel diperoleh dari Kepulauan Seribu. Identifikasi cacing parasitik dilakukan di

Lebih terperinci

GAMBARAN HISTOPATOLOGI INSANG, USUS DAN OTOT PADA IKAN MUJAIR (Oreochromis mossambicus ) DI DAERAH CIAMPEA BOGOR IVAN MAULANA ERSA B

GAMBARAN HISTOPATOLOGI INSANG, USUS DAN OTOT PADA IKAN MUJAIR (Oreochromis mossambicus ) DI DAERAH CIAMPEA BOGOR IVAN MAULANA ERSA B GAMBARAN HISTOPATOLOGI INSANG, USUS DAN OTOT PADA IKAN MUJAIR (Oreochromis mossambicus ) DI DAERAH CIAMPEA BOGOR IVAN MAULANA ERSA B04104012 FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008

Lebih terperinci

PENGELOLAAN INDUK IKAN NILA. B. Sistematika Berikut adalah klasifikasi ikan nila dalam dunia taksonomi : Phylum : Chordata Sub Phylum : Vertebrata

PENGELOLAAN INDUK IKAN NILA. B. Sistematika Berikut adalah klasifikasi ikan nila dalam dunia taksonomi : Phylum : Chordata Sub Phylum : Vertebrata PENGELOLAAN INDUK IKAN NILA A. Pendahuluan Keluarga cichlidae terdiri dari 600 jenis, salah satunya adalah ikan nila (Oreochromis sp). Ikan ini merupakan salah satu komoditas perikanan yang sangat popouler

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ikan lele sangkuriang (Clarias gariepinus var) menurut Kordi, (2010) adalah. Subordo : Siluroidae

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ikan lele sangkuriang (Clarias gariepinus var) menurut Kordi, (2010) adalah. Subordo : Siluroidae BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Ikan Lele Sangkuriang (Clarias gariepinus var) Klasifikasi ikan lele sangkuriang (Clarias gariepinus var) menurut Kordi, (2010) adalah sebagai berikut : Phylum

Lebih terperinci

KAJIAN MORFOLOGI SALURAN PERNAFASAN BURUNG WALET LINCHI (Collocalia linchi) DENGAN TINJAUAN KHUSUS PADA TRAKEA DAN PARU-PARU REZA HELMI SYAFIRDI

KAJIAN MORFOLOGI SALURAN PERNAFASAN BURUNG WALET LINCHI (Collocalia linchi) DENGAN TINJAUAN KHUSUS PADA TRAKEA DAN PARU-PARU REZA HELMI SYAFIRDI KAJIAN MORFOLOGI SALURAN PERNAFASAN BURUNG WALET LINCHI (Collocalia linchi) DENGAN TINJAUAN KHUSUS PADA TRAKEA DAN PARU-PARU REZA HELMI SYAFIRDI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

Gambar 1. Ikan lele dumbo (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Gambar 1. Ikan lele dumbo (Sumber: Dokumentasi Pribadi) BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Biologi Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Lele dumbo adalah jenis ikan hibrida hasil silangan antara Clarias gariepinus dengan C. fuscus dan merupakan ikan introduksi yang pertama

Lebih terperinci

BUDIDAYA BELUT (Monopterus albus)

BUDIDAYA BELUT (Monopterus albus) BUDIDAYA BELUT (Monopterus albus) 1. PENDAHULUAN Kata Belut merupakan kata yang sudah akrab bagi masyarakat. Jenis ikan ini dengan mudah dapat ditemukan dikawasan pesawahan. Ikan ini ada kesamaan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ikan bawal air tawar (Colossoma macopomum) merupakan ikan yang

BAB I PENDAHULUAN. Ikan bawal air tawar (Colossoma macopomum) merupakan ikan yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sudah dikenal memiliki kekayaan sumberdaya perikanan yang cukup besar. Ada beragam jenis ikan yang hidup di air tawar maupun air laut. Menurut Khairuman

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA Biologi Ikan patin Siam (Pangasius hypopthalmus) Klasifikasi ikan patin siam menurut Saanin, 1984 adalah sebagai berikut:

I. TINJAUAN PUSTAKA Biologi Ikan patin Siam (Pangasius hypopthalmus) Klasifikasi ikan patin siam menurut Saanin, 1984 adalah sebagai berikut: I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biologi Ikan patin Siam (Pangasius hypopthalmus) Klasifikasi ikan patin siam menurut Saanin, 1984 adalah sebagai berikut: Filum Sub Filum Kelas Sub Kelas Ordo Sub Ordo Famili Genus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat

I. PENDAHULUAN. Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat I. PENDAHULUAN Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat dengan cara membendung aliran sungai sehingga aliran air sungai menjadi terhalang (Thohir, 1985). Wibowo (2004) menyatakan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Pemilihan Ikan Uji dan Bakteri (Patogen dan Probiotik)

METODE PENELITIAN. Pemilihan Ikan Uji dan Bakteri (Patogen dan Probiotik) METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 5 bulan, mulai Januari Juni 2011 di Laboratorium Patologi Ikan, Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar, Bogor, Jawa Barat.

Lebih terperinci

Bahan Ajar Program Studi Pendidikan Biologi Jurusan Tarbiyah STAIN Batusangkar TAKSONOMI VERTEBRATA. Pisces: Evolusi Kelas Agnatha

Bahan Ajar Program Studi Pendidikan Biologi Jurusan Tarbiyah STAIN Batusangkar TAKSONOMI VERTEBRATA. Pisces: Evolusi Kelas Agnatha Bahan Ajar Program Studi Pendidikan Biologi Jurusan Tarbiyah STAIN Batusangkar TAKSONOMI VERTEBRATA Pisces: Evolusi Kelas Agnatha Kelas Agnatha Merupakan vertebrata pertama kali muncul Muncul pada 500

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi Induk Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Majalaya kelas induk pokok (Parent Stock)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi Induk Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Majalaya kelas induk pokok (Parent Stock) SNI : 01 6131 1999 Standar Nasional Indonesia Produksi Induk Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Majalaya kelas induk pokok (Parent Stock) Daftar Isi Pendahuluan Halaman 1 Ruang lingkup...1 2 Acuan...1

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Klasifikasi Ikan Gurami (Osphronemus gouramy) Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) Nomor

TINJAUAN PUSTAKA. A. Klasifikasi Ikan Gurami (Osphronemus gouramy) Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) Nomor 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi Ikan Gurami (Osphronemus gouramy) Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) Nomor 01 6485.1 2000 yang dikeluarkan oleh Badan Standarisasi Nasional (2000), ikan

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Benih Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Majalaya kelas benih sebar

SNI : Standar Nasional Indonesia. Benih Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Majalaya kelas benih sebar SNI : 01-6132 - 1999 Standar Nasional Indonesia Benih Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Majalaya kelas benih sebar Daftar Isi Halaman Pendahuluan... 2 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan... 1 3 Deskripsi...

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. untuk Microsoft Windows.

BAB III METODOLOGI. untuk Microsoft Windows. 18 BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2010 sampai Agustus 2011. Kegiatan pemeliharaan dan perlakuan hewan coba bertempat di Fasilitas Kandang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. benih dan untuk membina usaha budidaya ikan rakyat dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. benih dan untuk membina usaha budidaya ikan rakyat dalam rangka 59 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Balai Benih Ikan (BBI) adalah sarana pemerintah untuk menghasilkan benih dan untuk membina usaha budidaya ikan rakyat dalam rangka peningkatan produksi perikanan.

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek

bio.unsoed.ac.id TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek II. TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek Puntius Orphoides C.V adalah ikan yang termasuk anggota Familia Cyprinidae, disebut juga dengan ikan mata merah. Ikan brek mempunyai garis rusuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. protozoa, dan alergi. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007

BAB I PENDAHULUAN. protozoa, dan alergi. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit inflamasi saluran pencernaan dapat disebabkan oleh virus, bakteri, protozoa, dan alergi. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 menunjukkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ikan mas (Cyprinus carpio L) merupakan salah satu jenis ikan air tawar

I. PENDAHULUAN. Ikan mas (Cyprinus carpio L) merupakan salah satu jenis ikan air tawar I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan mas (Cyprinus carpio L) merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang sangat populer di masyarakat. Selain dagingnya yang enak, ikan mas juga memiliki nilai jual

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Bahan Penelitian

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Bahan Penelitian II. BAHAN DAN METODE 2.1 Bahan Penelitian Ikan nila yang digunakan adalah ikan nila strain BEST yang berasal dari Instalasi Riset Plasma Nutfah, Cijeruk dengan ukuran panjang 4,52±3,9 cm dan bobot 1,35±0,3

Lebih terperinci

METODOLOGI. Waktu dan Tempat Penelitian

METODOLOGI. Waktu dan Tempat Penelitian METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Bagian Patologi, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berjalannya waktu. Hal ini merupakan pertanda baik khususnya untuk

BAB I PENDAHULUAN. berjalannya waktu. Hal ini merupakan pertanda baik khususnya untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesadaran masyarakat akan konsumsi ikan meningkat seiring dengan berjalannya waktu. Hal ini merupakan pertanda baik khususnya untuk masyarakat Indonesia karena

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ikan mas adalah sebagai berikut (Saanin, 1984 dalam Mones, 2008):

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ikan mas adalah sebagai berikut (Saanin, 1984 dalam Mones, 2008): II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ikan Mas (Cyprinus carpio L.) Klasifikasi ikan mas adalah sebagai berikut (Saanin, 1984 dalam Mones, 2008): Kingdom Filum Sub-filum Kelas Ordo Sub-ordo Famili Sub-famili Genus Spesies

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tingkat konsumsi ayam dan telur penduduk Indonesia tinggi. Menurut Badan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tingkat konsumsi ayam dan telur penduduk Indonesia tinggi. Menurut Badan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ayam dan telur bukanlah jenis makanan yang asing bagi penduduk indonesia. Kedua jenis makanan tersebut sangat mudah dijumpai dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Bahkan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biologi Ikan Bawal (Colossoma macropomum) Ikan bawal air tawar (Colossoma macropomum) merupakan spesies ikan yang potensial untuk dibudidayakan baik di kolam maupun di keramba.

Lebih terperinci

LEMBAR PENGESAHAN Laporan lengkap praktikum Struktur Hewan dengan judul Jaringan Epitel yang disusun oleh: Nama : Lasinrang Aditia Nim : K

LEMBAR PENGESAHAN Laporan lengkap praktikum Struktur Hewan dengan judul Jaringan Epitel yang disusun oleh: Nama : Lasinrang Aditia Nim : K LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM STRUKTUR HEWAN (JARINGAN EPITEL) Disusun oleh: NAMA : LASINRANG ADITIA NIM : 60300112034 KELAS : BIOLOGI B KELOMPOK : I (Satu) LABORATORIUM BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

HISTOPATOLOGI IKAN MAS ( Cyprinus carpio )

HISTOPATOLOGI IKAN MAS ( Cyprinus carpio ) Laporan Praktikum ke-13 Hari/Tanggal : Selasa/ 23 Desember 2014 m.k Penyakit Organisme Akuatik Kelompok : IX Shift : 2 HISTOPATOLOGI IKAN MAS ( Cyprinus carpio ) Disusun oleh: Savni Retalia Sababalat C14120023

Lebih terperinci

LINGKUNGAN BISNIS PELUANG BISNIS BUDIDAYA IKAN MAS : IMADUDIN ATHIF N.I.M :

LINGKUNGAN BISNIS PELUANG BISNIS BUDIDAYA IKAN MAS : IMADUDIN ATHIF N.I.M : LINGKUNGAN BISNIS PELUANG BISNIS BUDIDAYA IKAN MAS NAMA KELAS : IMADUDIN ATHIF : S1-SI-02 N.I.M : 11.12.5452 KELOMPOK : G STMIK AMIKOM YOGYAKARTA 2011 KATA PENGANTAR Puji syukur kita panjatkan kehadirat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ikan patin siam merupakan salah satu komoditas ikan yang dikenal sebagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ikan patin siam merupakan salah satu komoditas ikan yang dikenal sebagai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Ikan Patin Siam Ikan patin siam merupakan salah satu komoditas ikan yang dikenal sebagai komoditi yang berprospek cerah, karena memiliki harga jual yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Lele Dumbo 2.1.1. Klasifikasi Ikan Lele Dumbo Klasifikasi ikan lele dumbo menurut (Saanin,1984) adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia Sub kingdom : Metazoa Phylum

Lebih terperinci

JARINGAN PADA HEWAN & MANUSIA

JARINGAN PADA HEWAN & MANUSIA JARINGAN PADA HEWAN & MANUSIA TUJUAN PEMBELAJARAN 1. Menjelaskan pengertian dan fungsi jaringan embrional 2. Menjelaskan ciri dan fungsi jaringan epitelium 3. Menjelaskan ciri dan fungsi jaringanjaringan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Industri tekstil selain menghasilkan suatu produk juga menghasilkan produk sampingan berupa air limbah, yang sering kali mencemari lingkungan terutama perairan.

Lebih terperinci

TEORI SISTEM IMUN - SMA KELAS XI SISTEM IMUN PENDAHULUAN

TEORI SISTEM IMUN - SMA KELAS XI SISTEM IMUN PENDAHULUAN TEORI SISTEM IMUN - SMA KELAS XI SISTEM IMUN PENDAHULUAN Sistem Imun merupakan semua mekanisme pertahanan yang dapat dimobilisasi oleh tubuh untuk memerangi berbagai ancaman invasi asing. Kulit merupakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 7. Bakteri Bacillus Sumber : Dokumentasi Pribadi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 7. Bakteri Bacillus Sumber : Dokumentasi Pribadi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembentukan Organisme Bioflok 4.1.1 Populasi Bakteri Populasi bakteri pada teknologi bioflok penting untuk diamati, karena teknologi bioflok didefinisikan sebagai teknologi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kualitas Air Kualitas hidup ikan akan sangat bergantung dari keadaan lingkunganya. Kualitas air yang baik dapat menunjang pertumbuhan, perkembangan, dan kelangsungan hidup

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. enam instar dan berlangsung selama hari (Prayogo et al., 2005). Gambar 1 : telur Spodoptera litura

TINJAUAN PUSTAKA. enam instar dan berlangsung selama hari (Prayogo et al., 2005). Gambar 1 : telur Spodoptera litura S. litura (Lepidoptera: Noctuidae) Biologi TINJAUAN PUSTAKA Telur berbentuk hampir bulat dengan bagian datar melekat pada daun (kadangkadang tersusun 2 lapis), berwarna coklat kekuning-kuningan diletakkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. serbaguna bagi kehidupan mahluk hidup (Yani, 2010). Air sungai saat ini banyak

I. PENDAHULUAN. serbaguna bagi kehidupan mahluk hidup (Yani, 2010). Air sungai saat ini banyak I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sungai sebagai sumber air merupakan salah satu sumber daya alam yang berfungsi serbaguna bagi kehidupan mahluk hidup (Yani, 2010). Air sungai saat ini banyak dimanfaatkan

Lebih terperinci

Penyisihan Osteologi Sitologi Fisiologi Agen Penyakit (Protozoa) Biologi Molekuler (Genetika Umum) Kesehatan Masyarakat Veteriner

Penyisihan Osteologi Sitologi Fisiologi Agen Penyakit (Protozoa) Biologi Molekuler (Genetika Umum) Kesehatan Masyarakat Veteriner Penyisihan Osteologi 1. Mengetahui tentang osteologi pada bagian kepala beberapa hewan 2. Mengetahui tentang osteologi pada bagian ekstremitas cranial pada beberapa hewan 3. Mengetahui tentang osteologi

Lebih terperinci

Budidaya Nila Merah. Written by admin Tuesday, 08 March 2011 10:22

Budidaya Nila Merah. Written by admin Tuesday, 08 March 2011 10:22 Dikenal sebagai nila merah taiwan atau hibrid antara 0. homorum dengan 0. mossombicus yang diberi nama ikan nila merah florida. Ada yang menduga bahwa nila merah merupakan mutan dari ikan mujair. Ikan

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan patin siam (Pangasius hyphthalmus) kelas induk pokok (Parent Stock)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan patin siam (Pangasius hyphthalmus) kelas induk pokok (Parent Stock) SNI : 01-6483.1-2000 Standar Nasional Indonesia Induk ikan patin siam (Pangasius hyphthalmus) kelas induk pokok (Parent Stock) DAFTAR ISI Halaman Pendahuluan 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan... 1 3 Deskripsi...

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kutu penghisap merupakan parasit penghisap darah mamalia yang

TINJAUAN PUSTAKA. Kutu penghisap merupakan parasit penghisap darah mamalia yang 5 4 TINJAUAN PUSTAKA A. Kutu Kutu penghisap merupakan parasit penghisap darah mamalia yang memiliki bagian-bagian mulut seperti jarum (stilet) yang dapat masuk ke dalam kulit inangnya. Bagian-bagian mulut

Lebih terperinci

Sistem Ekskresi Manusia

Sistem Ekskresi Manusia Sistem Ekskresi Manusia Sistem ekskresi merupakan sistem dalam tubuh kita yang berfungsi mengeluarkan zatzat yang tidak dibutuhkan lagi oleh tubuh dan zat yang keberadaannya dalam tubuh akan mengganggu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah sel tumor limfoid pada lamina propria Hasil pengamatan terhadap jumlah sel tumor limfoid pada lamina propria vili usus yang diperoleh dari setiap kelompok percobaan telah dihitung

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi ikan koi (Cyprinus carpio) Ikan koi mulai dikembangkan di Jepang sejak tahun1820, tepatnya di kota

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi ikan koi (Cyprinus carpio) Ikan koi mulai dikembangkan di Jepang sejak tahun1820, tepatnya di kota TINJAUAN PUSTAKA Biologi ikan koi (Cyprinus carpio) Ikan koi mulai dikembangkan di Jepang sejak tahun1820, tepatnya di kota Ojiya, Provinsi Niigata. Nenek moyangnya adalah ikan mas yang biasa disimpan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Aeromonas salmonicida merupakan jenis bakteri Aeromonas sp, yang

I. PENDAHULUAN. Aeromonas salmonicida merupakan jenis bakteri Aeromonas sp, yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aeromonas salmonicida merupakan jenis bakteri Aeromonas sp, yang diindikasikan mampu menyerang semua spesies ikan baik ikan air tawar maupun air laut, tergolong hama penyakit

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Klasifikasi ikan lele menurut Djatmika (1986) adalah sebagai berikut :

TINJAUAN PUSTAKA. Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Klasifikasi ikan lele menurut Djatmika (1986) adalah sebagai berikut : TINJAUAN PUSTAKA Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Klasifikasi ikan lele menurut Djatmika (1986) adalah sebagai berikut : Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Chordata : Pisces

Lebih terperinci