II. TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "II. TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Hutan Mangrove A.1. Pengertian Hutan mangrove merupakan salah satu sumberdaya alam yang dapat diperbaharui (renewwable natural resources). Berdasarkan S.K. Dirtjen Kehutanan No. 60/Kpts/Dj./I/1978; hutan mangrove dikatakan sebagai hutan yang terdapat di sepanjang pantai atau muara sungai yang terpengaruh pasang surut air laut, yang tergenang air laut pada saat pasang dan bebas dari genangan air laut pada saat surut (Arief, 2007). Seringkali kata mangrove disamakan dengan kata mangal, tetapi MacNae (1968) dalam Arief (2007) menyarankan agar kata "mangrove" digunakan untuk satuan pohon, sedangkan kata "mangal" berlaku untuk komunitas tumbuhan tersebut. Di Suriname, kata mangro pada awalnya merupakan kata umum yang dipakai untuk jenis Rhizophora mangle. Di Portugal, kata mangue digunakan untuk menunjukkan suatu individu tumbuhan dan kata mangal untuk komunitas pohon tersebut. Di Perancis, kata mangrove sama artinya dengan kata manglier. Hutan mangrove merupakan masyarakat hutan halofil yang menempati bagian zone intertidal tropika dan subtropika, berupa rawa atau hamparan lumpur yang terbasahi oleh pasang surut. Halofil merupakan sebutan bagi makluk yang tidak dapat hidup dalam lingkungan bebas garam; khusus yang berupa tumbuh-tumbuhan disebut halofita (halophytic vegetation) (Arief, 2007). Berbagai pengertian mangrove tersebut sebenarnya mempunyai arti yang sama, yaitu formasi hutan khas daerah tropika dan sedikit subtropika, terdapat di pantai rendah dan tenang, berlumpur, sedikit berpasir, serta mendapat pengaruh pasang surut air laut. Mangrove juga merupakan mata rantai penting dalam pemeliharaan keseimbangan siklus biologi di suatu perairan (Arief, 2007). A.2. Fungsi Mangrove Fungsi ekologis ekosistem mangrove adalah sangat khas dan kedudukannya tidak tergantikan oleh ekosistem lainnya (Anwar et al., 1984). Hutan mangrove memiliki banyak fungsi, di antaranya:

2 10 a. Fungsi biologis Ekosistem mangrove berfungsi sebagai sumber nutrien untuk kelangsungan proses ekologis dan biologi. Hutan mangrove mempertahankan fungsi dan kekhasan ekosistem pantai, termasuk kehidupan biotanya, misalnya sebagai tempat pencarian pakan, pemijahan, asuhan berbagai jenis ikan, udang, dan biota air lainnya, tempat bersarang berbagai jenis burung, dan habitat berbagai jenis fauna (Anwar et al., 1984; Genisa, 1994). Selain itu juga merupakan suatu habitat yang kaya akan keanekaragaman hayati. Oleh sebab itu, hutan mangrove merupakan habitat yang sangat disukai sebagai tempat mencari makan (feeding ground), bersarang (nesting ground) dan berkembang biak (nursery ground) oleh banyak satwa (Komar, dkk., 1994; Sumarhani, 1994). Diana dkk. (1994) menyatakan bahwa, fungsi biologi yang diperoleh dari hutan mangrove adalah: a) sebagai produsen primer energi makhluk hidup melalui serasah yang menjadi basis rantai makanan yang kompleks, b) sebagai tempat bertelur, memijah dan mencari makan benih-benih udang, ikan, dan kerangkerangan, c) sebagai tempat bersarang burung, kepiting, reptil, ular, dan satwa lainnya, dan d) sebagai habitat alami bagi banyak jenis biota. b. Fungsi fisik Hutan mangrove berfungsi menjaga garis pantai agar tetap stabil, melindungi pantai dan tebing sungai, serta penyerap bahan pencemar (Anwar et al., 1984; Genisa, 1994). Peranan sebagai fungsi lindung ditunjukkan oleh hutan mangrove di sepanjang pantai, yaitu sebagai penangkis gelombang laut, sehingga melindungi pantai dari hempasan gelombang, pelindung alami yang paling kuat terhadap erosi pantai (abrasi), dan mencegah terjadinya intrusi air laut ke daratan (Sikong, 1978; Widatra dan Hamada, 1994; Sumarhani, 1994; Diana dkk., 1994). Selain itu, hutan mangrove juga berkemampuan memperbaiki tanah dengan bentuk sistem perakarannya. Manfaat perakaran mangrove adalah untuk menenangkan gerakan air yang berkelanjutan, menahan kembalinya atau terhanyutnya bahan organik dan lumpur dari sungai ke laut, dan menguatkan garis-garis pantai (Hardjosentono, 1994 dalam Rahmawaty, 2000).

3 11 c. Fungsi ekonomis Hutan mangrove mempunyai fungsi potensial sebagai tambak, tempat pembuatan garam, tempat rekreasi, penyedia bahan bakar, bahan bangunan, dan bahan baku industri (chips, pulp, dan kertas) (Sikong, 1978; Kartawinata dkk., 1978; Anwar et al., 1984; Widatra dan Hamada, 1994; Sumarhani, 1994; Diana dkk., 1994). Menurut Wibawa dkk. (1994), mangrove merupakan sumberdaya modal (capital resource) yang dapat memberi pelayanan ekonomi, antara lain: memberikan kesempatan kerja, peluang berusaha sebagai sumber pendapatan dan pelayanan dalam perlindungan sumberdaya alam lainnya (misalnya kerusakan pantai, karang, dan kemusnahan flora dan fauna). A.3. Adaptasi Mangrove Mangrove dapat tumbuh dan berkembang secara maksimal dalam kondisi tempat terjadinya penggenangan dan sirkulasi air permukaan yang menyebabkan pertukaran dan pergantian sedimen secara terus-menerus. Sirkulasi yang tetap (terusmenerus) meningkatkan pasokan oksigen dan nutrien, untuk keperluan respirasi dan produksi yang dilakukan oleh tumbuhan (Dahuri dkk., 1996). Setiap tipe mangrove yang terbentuk berkaitan erat dengan faktor habitatnya, di antaranya tanah, genangan air pasang, salinitas, erosi, penambahan lahan pesisir, fisiografi, kondisi sungai, dan aktivitas manusia (Sukardjo, 1984). Hutan mangrove dengan vegetasinya yang khas, memiliki rantai makanan yang mendukung kehidupan berbagai jenis makhluk dari tingkat yang paling sederhana hingga tingkat yang kompleks (Odum, 1996). Pohon mangrove mempunyai sejumlah ciri morfologi khusus yang memungkinkan mereka hidup di perairan lautan yang dangkal, yaitu berakar pendek, menyebar luas dengan akar penyangga atau tudung akarnya yang khas tumbuh dari batang dan/atau dahan. Daun-daunnya kuat, mengandung banyak air dan mempunyai jaringan internal penyimpan air dan konsentrasi garamnya tinggi (Nybakken, 1992). Sugianto (1983) dan Whitten et al., (1987) menyatakan bahwa hutan mangrove mempunyai cara yang khas untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan. Cara yang dimaksud antara lain bentuk jenis-jenis akar khas yang merupakan salah satu ciri khas pohon mangrove, yaitu: 1) Akar tunjang dan akar udara yang dijumpai pada pohon bakau (Rhizophora sp. dan Ceriops tagal), 2) Akar nafas pada pohon api-api (Avicennia

4 12 sp. dan Sonneratia sp.), dan 3) Akar lutut pada pohon Bruguiera sp., Lumnitzera sp., dan Xylocarpus sp. A.4. Fauna Mangrove Anwar et al. (1984) membagi fauna hutan mangrove menjadi dua bagian, yaitu: komponen yang mutlak hidup bergantung pada air (fauna aquatik) seperti: kepiting, siput. kerang; cacing, dan ikan; dan yang hidup di daratan atau tidak langsung tergantung pada air laut, antara lain serangga, laba-laba, ular, kadal, tikus, monyet dan burung. Mac Nae (1968) dalam Arief (2007), telah menyelidiki secara intensif hewan yang ada di hutan mangrove dan menyimpulkan bahwa hutan mengrove dapat dibagi menjadi enam macam habitat. yaitu: 1. Tajuk pohon pada pokoknya dihuni oleh burung, mamalia, dan insekta yang datang dari hutan/tempat sekitarnya.. 2. Lubang pada cabang busuk dan air pada celah retakan antara batang dan ranting (habitat yang sangat baik bagi larva nyamuk). 3. Permukaan tanah dan di bawah tanah hidup berbagai jenis siput dan kepiting. Selanjutnya ditambahkan oleh Hutching and Saenger (1987), bahwa selain yang telah disebutkan, di atas permukaan tanah juga hidup berbagai jenis semut. 4. Bagian batang dan akar nafas (tempat hidup bangsa kerang dan mollusca). Akar mangrove merupakan substrat yang baik untuk berbagai jenis binatang yang menempel, selain itu ikan dan berbagai jenis moluska dan krustasea yang hidup bebas juga menemukan tempat berlindung di antara akar mangrove (Sikong, 1978) 5. Pohon kecil dihuni oleh jenis-jenis kepiting, larva nyamuk, dan katak. 6. Bagian yang berair dihuni oleh ikan, buaya, dan jenis-jenis biawak. Fauna mangrove memiliki banyak peran, antara lain : 1. Sumber protein hewani. Jenis-jenis yang umum dikonsumsi penduduk adalah ikan; moluska, dan kepiting. 2. Bahan produksi, seperti kulit yang dihasilkan oleh kelompok reptilia, yaitu ular. Supriyatna (1984 dalam Suhardjono dan Adisoemarto, 1998), melaporkan bahwa sedikitnya diketahui delapan jenis ular yang dapat ditemukan di hutan mangrove,

5 13 beberapa jenis di antaranya yang potensial sebagai penghasil kulit yang dapat dikembangkan. 3. Perombak bahan organik. Penelitian mengenai dekomposisi serasah hutan mangrove sering dilakukan, namun belum pernah melibatkan peran fauna mangrove dalam proses perombakan. Pada umumnya Arthropoda ini berperan sebagai pemotong dan pencerna, agar sisa bahan organik menjadi potongan atau bagian lebih kecil dan lunak, sehingga jasad renik dengan mudah melanjutkan proses perombakannya (Kevan, 1965 dalam Adianto, 1993). 4. Penyerbukan. Beberapa jenis serangga seperti kelompok lebah madu (Apis spp.), tawon endas (Xylocopa spp.) dan kumbang mudah ditemukan di antara bungabunga mangrove. Besar kemungkinan kelompok lain seperti kelelawar dan burung juga berperan sebagai penyerbuk mangrove atau anggota vegetasi lain (Suhardjono dan Adisoemarto, 1998). Whitten, et al. (1987) melaporkan bahwa di sepanjang pantai Sulawesi terdapat 34 jenis burung laut yang digolongkan sebagai jenis yang bermigrasi dan menghabiskan sebagian waktunya di mangrove. B. Tinjauan Umum Fauna Tanah B.1. Pengertian Fauna Tanah Fauna tanah adalah organisme yang sebagian atau seluruh siklus hidupnya dihabiskan di dalam tanah (Wallwork, 1976; Kimmins, 1987). Suhardjono dan Adisoemarto (1997) menyatakan bahwa, Arthropoda tanah adalah semua kelompok binatang yang sebagian atau seluruh daur hidupnya bergantung kepada tanah karena sumber pakannya terdapat di tanah. Jasad tanah yang dinyatakan oleh Poerwowidodo (1992) adalah semua jasad hidup yang seluruh atau sebagian besar daur hidup dan kegiatan untuk kelangsungan hidupnya dilakukan di dalam tanah. Kelompok ini mencakup jasad tanah yang kasat mata dan jasad renik dari golongan binatang misalnya protozoa dan tumbuhan misalnya bakteri. Wallwork (1976) melaporkan adanya lima kelompok Arthrophoda yang sering ditemukan di tanah, yaitu: Crustaceae, Myriapoda, Aptergyota, Arachnida dan beberapa Hexapoda.

6 14 B.2. Macam Fauna Tanah Kelompok fauna tanah sangat banyak dan beraneka-ragam, mulai dari Protozoa, Rotifera, Nematoda, Annelida, Mollusca, Arthropoda, hingga Vertebrata. Fauna tanah dapat dikelompokkan atas dasar ukuran tubuhnya, kehadirannya di tanah, habitat yang dipilihnya, yang mempengaruhi sistem tanah dan kegiatan makannya (Suin, 2003; Hole, 1981). a. Pengelompokan fauna tanah berdasarkan ukuran tubuh. Berdasarkan ukuran tubuhnya, fauna tanah dikelompokkan menjadi: (1) Mikrofauna, adalah kelompok yang berukuran tubuh berkisar antara 20 μ dan 200 μ, misalnya: Protozoa, Acarina, Nematoda, Rotifera, dan Tardigrada, (2) Mesofauna, adalah kelompok ukuran tubuh berkisar antara 200 μ dan 1 cm, contohnya adalah: Acarina, Collembola, Nematoda, Rotifera, Araneida, larva serangga, dan Isopoda, (3) Makrofauna, adalah kelompok yang berukuran tubuh lebih besar dari 1 cm, termasuk pada kelompok ini adalah: Megascolesidae, Mollusca, Insecta, dan Vertebrata (Wallwork. 1970; Brown, 1980; Kimmins, 1987). Sedangkan menurut Suhardjono dan Adisoemarto (1997), berdasarkan ukuran tubuh fauna tanah dikelompokkan menjadi: (1) Mikrofauna adalah kelompok binatang yang berukuran tubuh < 0.15 mm, seperti: Protozoa dan stadia pradewasa beberapa kelompok lain misalnya Nematoda, (2) Mesofauna adalah kelompok yang berukuran tubuh mm dan merupakan kelompok terbesar dibanding kedua kelompok lainnya, seperti: Insekta, Arachnida, Diplopoda, Chilopoda, Nematoda, Mollusca, dan bentuk pradewasa dari beberapa binatang lainnya seperti kaki seribu dan kalajengking; (3) Makrofauna adalah kelompok binatang yang berukuran panjang tubuh >10.5 mm, seperti: Insekta, Crustaceae, Chilopoda, Diplopoda, Mollusca, dan termasuk juga vertebrata kecil. b. Pengelompokan fauna tanah berdasarkan kehadiran Berdasarkan kehadiran fauna tanah dibagi atas kelompok transien, temporer, periodik, dan permanen (Suin, 2003). Sedangkan Hole (1981) membagi binatang tanah ke dalam enam kategori berdasarkan keberadaannya di dalam tanah, yakni: 1) Permanen, yaitu fauna tanah yang seluruh daur hidupnya berada di dalam tanah, contohnya cacing tanah dan Collembola, 2) Sementara, yaitu binatang tanah yang salah satu fase hidupnya berada di tanah, sedangkan fase lainnya tidak atau secara berkala di tanah, contohnya

7 15 larva-larva serangga, 3) Periodik, yaitu binatang-binatang tanah yang sering berpindahpindah masuk dan keluar dari tanah, contohnya bentuk-bentuk aktif serangga, 4) Bertukar-tukar, yaitu satu atau lebih generasi binatang yang berada di dalam tanah, generasi lainnya hidup di atas tanah, contohnya Rhopalosiphoninus dan Biorhiza, 5) Mendiami sementara, yaitu fase inaktif (telur, pupa, fase hibernasi) berada di tanah dan fase aktif berada di atas tanah, contohnya serangga, 6) Kebetulan, yaitu binatang yang jatuh atau tertiup angin dari tajuk dan masuk ke dalam tanah, contohnya larva serangga dari tajuk pohon dan binatang permukaan yang jatuh ke dalam lubang tanah. Dari pendapat Hole (1981) tersebut menurut Suhardjono (1997), dibedakan menjadi empat kelompok saja, karena sebenarnya pembagian nomor 2, 4, dan 5 hampir serupa, yaitu singgah (transit), sementara, berkala (periodik), dan menetap (permanen). c. Pengelompokan fauna tanah berdasarkan tempat hidup pada lapisan tanah Berdasarkan tempat hidupnya pada lapisan tanah, digolongkan sebagai : (1) Epigon, yaitu fauna tanah yang hidup pada lapisan tumbuh-tumbuhan di permukaan tanah, (2) Hemiedafon, hidup pada lapisan organik tanah, (3) Euedafon, yang hidup pada lapisan mineral tanah (Suin, 2003). d. Pengelompokan fauna tanah berdasarkan cara mempengaruhi sistem tanah Menurut Hole (1981), binatang tanah dibagi menjadi dua golongan berdasarkan caranya mempengaruhi sistem tanah, yaitu: (1). Binatang eksopedonik (mempengaruhi dari luar tanah), golongan ini mencakup binatang-binatang berukuran besar, sebagian besar tidak menghuni sistem tanah; meliputi kelas Mamalia, Aves, Reptilia, dan Amphibia. (2) Binatang endopedonik (mempengaruhi dari dalam tanah), golongan ini mencakup binatang-binatang berukuran kecil sampai sedang (θ < 1,0 cm), umumnya tinggal di dalam sistem tanah dan mempengaruhi penampilannya dari sisi dalam, meliputi kelas Hexapoda, Myriapoda, Arachnida, Crustacea, Tardigrada, Onychophora, Oligochaeta, Hirudinea, dan Gastropoda. e. Pengelompokan fauna tanah berdasarkan jenis makanan/cara makan. Fauna tanah juga dibedakan berdasarkan jenis makanan, ada yang bersifat herbivora, saprovora, fungivora, dan predator (Suin, 2003). Wallwork (1970), Brown

8 16 (1980), dan Borror, et al. (1996) membagi binatang tanah berdasarkan kebiasaan makannya, yaitu: 1) Microphytic feeders, merupakan binatang pemakan tumbuhan mikro, seperti spora dan lumut. Termasuk dalam kelompok ini adalah beberapa spesies semut, Nematoda, Protozoa, dan beberapa Mollusca. 2) Saprophytic feeders, merupakan pemakan bahan organik (serasah segar, setengah segar dan bahan organik yang telah melapuk), contohnya cacing tanah, Millipoda, Isopoda, Acarina, dan Collembola. Termasuk di dalamnya binatang tanah pemakan feses (coprophagous), pemakan kayu mati (xylophagous) dan pemakan bangkai (necrophagous). 3) Phytophagous, merupakan binatang pemakan tumbuhan (contohnya Mollusca dan larva Lepidoptera), pemakan sistem perakaran (contohnya kumbang Scarabidae, Lepidoptera, Mollusca dan jangkrik), pemakan bagian kayu (contohnya beberapa jenis rayap dan larva Coleoptera). 4) Carnivora, termasuk dalam kelompok ini adalah predator (pemakan binatang tanah lain) seperti Carabidae, Staphylinidae, laba-laba, kalajengking, Centipede, beberapa Nematoda dan Mollusca. B.3. Peran Fauna Tanah Secara esensial semua fauna yang menghuni lingkungan hutan mempengaruhi sifat-sifat tanah (Setiadi, 1989). Kehadiran jasad tanah yang beraneka ragam dengan populasi optimum di ekosistem hutan tanaman sangat penting untuk melestarikan kesinambungan dan kecukupan pasokan hara melalui keikutsertaannya dalam menghancurkan dan menguraikan bahan organik (Poerwowidodo dan Haneda, 1998). Fauna tanah berperan penting dalam menghancurkan dan menguraikan bahan organik untuk memperoleh energi. Dengan demikian anasir hara dan senyawa lain yang terbebaskan dapat berperan dalam daur kehidupan dan pengendalian aneka fenomena di dalam tanah. Kehidupan dan kegiatannya yang khusus ini menjadikannya sebagai salah satu faktor pembentuk tanah (Poerwowidodo, 1992). Selanjutnya Setiadi (1989) menambahkan bahwa organisme tanah berperan penting di dalam ekosistemnya, yaitu sebagai perombak bahan organik dan mensintesa kemudian melepaskan kembali dalam bentuk bahan anorganik yang tersedia bagi tumbuh-

9 17 tumbuhan hijau. Dengan kata lain, dilihat dari fungsi, organisme tanah ini memainkan peranan yang sangat penting dalam mempertahankan dinamika dan stabilitas ekosistem alam. Di dalam tanah telah diketahui bahwa komponen biotik memberikan sumbangan terhadap proses aliran energi dari ekosistem setempat. Hal tersebut dicapai karena kelompok biotis ini dapat melakukan penghancuran terhadap materi tumbuhan dan hewan yang telah mati. Proses inilah yang dikenal dengan proses dekomposisi atau perombakan (Burges and Raw, 1967). Serangga tanah berfungsi sebagai perombak material tanaman dan penghancur kayu (Wallwork, 1976). Secara garis besar proses perombakan berlangsung sebagai berikut; pertama-tama perombak yang besar atau makrofauna meremah-remah substansi nabati yang telah mati, kemudian materi ini akan melalui usus dan akhirnya menghasilkan butiran-butiran feses. Butiran-butiran tersebut dapat dimakan oleh mesofauna dan atau makrofauna pemakan kotoran, seperti cacing tanah yang hasil akhirnya akan dikeluarkan dalam bentuk feses pula. Materi terakhir ini akan dirombak oleh mikroorganisme terutama bakteri untuk diuraikan lebih lanjut. Selain dengan cara tersebut, dapat pula feses dikonsumsi lebih dahulu oleh mikrofauna dengan bantuan enzim spesifik yang terdapat dalam saluran pencernaannya. Penguraian akan menjadi lebih sempurna apabila hasil ekskresi hewan ini dihancurkan dan diuraikan lebih lanjut oleh mikroorganisme terutama bakteri hingga sampai pada proses mineralisasi. Melalui proses tersebut, mikroorganisme yang telah mati akan menghasilkan garam-garam mineral yang akan digunakan oleh tumbuh-tumbuhan lagi (Burges and Raw, 1967). B.4. Pengaruh Tanah dan Vegetasi terhadap Keberadaan Fauna Tanah Fauna tanah merupakan bagian dari ekosistem tanah sehingga kehidupannya sangat ditentukan oleh faktor fisik dan kimia tanah serta lingkungan di sekitarnya (Suin, 2003). Menurut Szujecki (1987), faktor-faktor yang mempengaruhi keberadaan serangga tanah di hutan, adalah: 1) struktur tanah berpengaruh pada gerakan dan penetrasi; 2) kelembaban tanah dan kandungan hara berpengaruh terhadap perkembangan dalam daur hidup; 3) suhu tanah mempengaruhi peletakan telur; 4) cahaya dan tata udara mempengaruhi kegiatannya. Fauna tanah bereaksi cepat terhadap perubahan di lingkungannya yang datang dari tanah itu sendiri, faktor

10 18 iklim atau akibat pengolahan tanah (Herbke, 1962; Brauns, 1968; Graff, 1971 dalam Adianto, 1993). Populasi fauna tanah umumnya meningkat pada tanah subur yang mampu menyuplai nutrisi tetapi sifat kimiawi tanah biasanya kurang berpengaruh langsung daripada sifat fisik tanah (Setiadi, 1989). Selain itu pula ditambahkan oleh Setiadi (1989) bahwa kegiatan organisme tanah juga dipengaruhi oleh musim dan kedalaman tanah, karena setiap organisme tanah mempunyai selang optimum untuk pertumbuhannya. Kegiatan organisme tanah yang terbesar terjadi pada musim semi dan gugur, menurun pada musim panas dan dingin serta kegiatan biasanya terpusat di permukaan tanah (Setiadi, 1989). Kedalaman lapisan tanah menentukan kadar bahan organik dan nitrogen. Kadar bahan organik terbanyak ditemukan di lapisan atas setebal 20 cm, makin ke bawah makin berkurang. Bahan organik dapat memperbaiki sifat fisik, kimia tanah dan meningkatkan aktifitas biota tanah. Sumber utama bahan organik tanah berupa jaringan tumbuhan, sedangkan sumber kedua adalah hewan. Kandungan bahan organik di dalam tanah dipengaruhi oleh keadaan iklim, terutama suhu dan curah hujan. Kandungan kapur, erosi, tekstur, drainase dan vegetasi penutup tanah juga dapat mempengaruhi penimbunan bahan organik tanah (Buckman dan Brady, 1982; Foth, 1998). C. Serangga (Hexapoda) C.1. Klasifikasi Serangga Dunia binatang terbagi menjadi 14 filum berdasarkan tingkat kekompleksan dan urutan evolusinya, sehingga filum binatang disusun dari filum yang rendah ke filum yang tinggi. Semua serangga adalah anggota dari filum Arthropoda (binatang dengan kaki beruas-ruas), yang terbagi menjadi tiga sub filum, yaitu Trilobita (telah punah dan tinggal fosil), Chelicerata (terdiri atas beberapa kelas termasuk Arachnida), dan Mandibulata (terdiri atas beberapa kelas yang salah satunya adalah kelas Insecta/Hexapoda) (Lilies, 1997). Kelas Hexapoda dibagi menjadi beberapa ordo (Borror et al., 1996), yaitu Protura, Collembola, Diplura, Microcoryphia, Thysanura, Ephemeroptera, Odonata,

11 19 Grylloblattaria, Phasmida, Orthoptera, Mantodea, Blattaria, Isoptera, Dermaptera, Embiidina, Plecoptera, Zoroptera, Psocoptera, Pthiroptera, Hemiptera, Homoptera, Thysanoptera, Neuroptera, Coleoptera, Strepsiptera, Mecoptera, Siphonaptera, Diptera, Trichoptera, Lepidoptera, dan Hymenoptera. Sedangkan menurut Kristensen (1991), Hexapoda diangkat jadi super kelas dan terbagi ke dalam dua kelas, yaitu: Ellipura (Pra-insecta) dan Insecta. Ellipura terdiri atas ordo Collembola, Protura, dan Diplura. Sedangkan dalam kelas Insecta ada 25 ordo, meliputi : Orthoptera, Isoptera, Blattodea, Mantodea, Grylloblattodea, Phasmatodea, Strepsiptera, Dermaptera, Embioptera, Plecoptera, Psocoptera, Zoraptera, Thysanoptera, Hemiptera, Coleoptera, Neuroptera, Trichoptera, Lepidoptera, Diptera, Siphanoptera, Pthiroptera, Megaloptera, Rhapidioptera, Mecoptera, dan Hymenoptera. Berdasarkan klasifikasi Manton (1979 dalam Suhardjono, 2007) yang memisahkan Collembola dari kelas Insecta (Serangga). Selanjutnya Jordana dan Arbea (1989) membedakan kelas Collembola menjadi empat ordo berdasarkan bentuk tubuh. Ordo pertama adalah Poduromorpha bertubuh gilik dengan pembagian ruas-ruas toraks dan abdomen tampak jelas. Ordo kedua adalah Entomobryomorpha bertubuh gilik, bagian dorsal ruas toraks pertama tidak jelas. Ordo ketiga adalah Symphyleona dengan bentuk tubuh bulat, dengan ruas-ruas toraks masih terlihat dan ruas abdomen ke-4 menjadi abdomen kecil. Ordo keempat adalah Neelipleona juga bertubuh bulat, tetapi ruas-ruas toraks tidak jelas dan pada umumnya tidak bermata (Suhardjono, 2007). Pada umumnya serangga dewasa mempunyai ciri-ciri : tubuh terdiri dari tiga bagian (kepala, toraks dan abdomen), sepasang antena, dua pasang sayap, tiga pasang kaki serta mempunyai bagian-bagian mulut yang terdiri dari mandibula, maksila, hipofaring, epifaring, labium dan labrum (Mani, 1982; Natawigena, 1990; Borror et all., 1996). C.2. Peran Serangga Serangga tidak selalu bersifat hama. Lingkungan telah mempunyai sistem keseimbangan antara komponen-komponennya (Hardi dan Anggraeni, 1997). Ditinjau dari segi kepentingan manusia, serangga dapat digolongkan ke dalam: 1) serangga hama, termasuk serangga yang dapat menimbulkan kerugian, seperti ulat, wereng, kepik, belalang, ngengat, dan lain-lain, 2) serangga berfaedah, merupakan sumber

12 20 penghasil bahan makanan bagi manusia, ikan, dan burung, seperti lebah dan ulat sutera, 3) serangga penyerbuk, yang dapat membantu penyerbukan tanaman, sehingga menunjang keberhasilan pembuahan, seperti kupu-kupu, kumbang, dan beberapa spesies lebah (Natawigena, 1990). Serangga mempunyai peranan yang berguna bagi organisme lain, sebagaimana disebutkan oleh Partosoedjono (1985) adalah sebagai berikut: 1. Membantu dalam aktifitas penyerbukan, baik pada tanaman pertanian, perkebunan, maupun kehutanan. 2. Menghasilkan produk madu dari peternakan lebah madu. 3. Ulat sutera (Bombyx mori) banyak diternakkan sebagai penghasil kokon sutera yang merupakan bahan baku bagi industri tekstil. 4. Penyedia bahan makanan, baik bagi manusia, ikan, maupun burung. 5. Perombak, beberapa jenis serangga memakan sisa-sisa tumbuhan dan organisme lain yang telah mati. 6. Musuh alami, dalam hal ini sebagai parasit dan predator, misalnya dari ordo Odonata, Orthoptera, Hymenoptera dan Hemiptera. Beberapa di antara serangga mempunyai peranan amat kecil terhadap bahan organik tanah, sedang lainnya seperti semut dan kumbang sangat mempengaruhi susunan humus karena ditranslokasikan atau dicernakan. Hasil kerja semut sangat nyata, karena serangga ini menggunakan jaringan tumbuhan yang sedikit banyak telah terurai sebagai makanan. Jadi berperan sebagai pengurai perintis, proses yang akan dilanjutkan oleh bakteri dan fungi (Buckman dan Brady, 1982). Collembola merupakan kelompok serangga tanah, yang berperan penting dalam membantu mempercepat proses perombakan bahan organik tanah. Hal ini disebabkan karena mereka mengkonsumsi jamur dan bahan organik membusuk. Collembola juga dapat dimanfaatkan sebagai bioindikator (=indikator hayati) polusi tanah dari logam berat atau pestisida. Di samping itu, berkat perilakunya dalam mengkonsumsi jamur, maka Collembola dapat dimanfaatkan sebagai pengendali penyakit tanaman. Pada sawah yang diberakan dapat ditemukan Collembola dalam jumlah banyak. Dalam kondisi ini, Collembola merupakan cadangan pakan bagi para predator hama pertanian, dalam hal ini Collembola berlaku sebagai pakan

13 21 alternatif bagi predator. Dengan demikian, Collembola dinilai membantu menjaga keseimbang-an ekosistem lahan persawahan dengan mempertahankan populasi serangga predator (Suhardjono, 2007). C.3. Habitat Serangga Habitat adalah tempat suatu organisme hidup (Romoser dan Stoffolano, 1998). Pada dasarnya serangga merupakan hewan darat, walaupun sebagian besar ada yang hidup di air tawar, air asin dan macam habitat lain. Serangga banyak ditemukan pada lapisan serasah dan di lapisan tanah atas, baik secara berkoloni (seperti: Isoptera dan Hymenoptera) maupun secara individu (seperti: Diptera, Lepidoptera, Coleoptera, Orthoptera, Acarina, dan Collembola) (Daly, 1978). Collembola tanah terdapat pada lapisan tanah atas, berkisar pada kedalaman tanah dari 0 cm sampai 15 cm (Suhardjono, 1992). Selanjutnya Suhardjono (2007) mengemukakan bahwa sebagian besar anggota Collembola adalah penghuni tanah, namun ada beberapa yang dapat ditemukan pada kanopi dengan ketinggian 40 m. Binatang ini menempati berbagai macam habitat, dari tepi pantai sampai pegunungan tinggi bahkan yang bersalju. D. Indeks Keanekaragaman Berbagai konsep dan ide pengukuran keanekaragaman hayati sampai saat ini masih merupakan bahan diskusi menarik di kalangan para ahli ekologi. Secara umum, seluruh konsep tersebut dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori, antara lain: "kekayaan jenis" (species richness), "heterogenitas" (heterogenity), dan "eveness " (Bengen, 2000; Suin, 2003). Menurut Situmorang (1999) Hexapoda yang sering ditemukan di permukaan tanah kebanyakan berasal dari ordo Hymenoptera, Diptera, Orthoptera dan Collembola. Sedangkan menurut Salim (1998) keanekaragaman jenis Hexapoda tanah terbesar adalah di hutan daratan campuran, sedangkan yang terkecil di hutan mangrove yang rusak. Ordo Hemiptera memiliki kelimpahan tertinggi disusul oleh ordo Orthoptera, Hymenoptera, Diptera, Lepidoptera, Odonata dan Coleoptera. Namun Hexapoda dari ordo Hemiptera dan Coleoptera tidak ditemukan di tipe ekosistem hutan mangrove yang rusak.

14 22 Keanekaragaman Hexapoda di dalam tanah dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain bahan organik dan ph tanah (Adianto, 1993). Sumber bahan organik di lantai hutan berasal dari guguran daun, ranting dan cabang atau disebut juga dengan serasah. Besarnya kandungan bahan organik ini dapat dilihat dari kandungan C-organik tanah. Sedangkan tingginya kemasaman suatu sistem tanah dapat mempengaruhi keberadaan fauna tanah. Wallwork (1976) mengatakan bahwa Collembola dan Acarina akan melimpah pada komunitas yang memiliki kemasaman yang cukup tinggi. Hal ini juga didukung oleh Adianto (1993) yang mengatakan bahwa Collembola merupakan fauna yang dominan karena habitatnya bersifat asam. Kehidupan di dalam tanah selain ditentukan oleh ph, kandungan C-organik dan salinitas juga ditentukan oleh faktor-faktor lain seperti kandungan air tanah, faktor iklim mikro di dalam tanah dan cahaya matahari (Adianto, 1993). Faktor-faktor abiotis tersebut dapat menentukan kehadiran atau ketidak-hadiran suatu jenis tertentu dari Hexapoda tanah atau dapat pula menentukan kepadatan populasi fauna tanah. Indeks keanekaragaman dapat digunakan untuk mencirikan hubungan kelompok marga dan komunitas (Ludwig and Reynolds, 1988). Indeks keanekaragaman marga (genus diversity indices) dapat dilihat dari dua komponen, yaitu: 1) jumlah marga dalam komunitas, yang sering disebut kekayaan marga (genus richness) 2). kemerataan marga (genus eveness) atau keseimbangan, yang menggambarkan distribusi kelimpahan di antara jenis. Sehingga dapat dikatakan bahwa indeks keanekaragaman merupakan kombinasi nilai dari kekayaan jenis dan kemerataan. Berbagai metode dan rumus digunakan untuk mengukur indeks keanekaragaman serangga (Shannon and Wiener, Simpson, dan Hill), masingmasing metode mempunyai cara penghitungan dengan rumus dan tujuan tertentu.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bioindikator adalah kelompok atau komunitas organisme yang saling. keberadaan atau perilakunya sangat berhubungan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bioindikator adalah kelompok atau komunitas organisme yang saling. keberadaan atau perilakunya sangat berhubungan BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bioindikator adalah kelompok atau komunitas organisme yang saling berhubungan, dimana keberadaan atau perilakunya sangat berhubungan dengan kondisi lingkungan tertentu sehingga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai kawasan pesisir yang cukup luas, dan sebagian besar kawasan tersebut ditumbuhi mangrove yang lebarnya dari beberapa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pupuk dibedakan menjadi 2 macam yaitu pupuk organik dan pupuk anorganik

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pupuk dibedakan menjadi 2 macam yaitu pupuk organik dan pupuk anorganik II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pupuk Pupuk merupakan bahan alami atau buatan yang ditambahkan ke tanah dan dapat meningkatkan kesuburan tanah dengan menambah satu atau lebih hara esensial. Pupuk dibedakan menjadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kumpulan tanaman pinus. Pinus yang memiliki klasifikasi berupa : Species : Pinus merkusii (van Steenis, et al., 1972).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kumpulan tanaman pinus. Pinus yang memiliki klasifikasi berupa : Species : Pinus merkusii (van Steenis, et al., 1972). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hutan Pinus Hutan pinus (Pinus merkusii L.) merupakan hutan yang terdiri atas kumpulan tanaman pinus. Pinus yang memiliki klasifikasi berupa : Kingdom Divisio Classis Ordo

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu mendapatkan makanan, suhu yang tepat untuk hidup, atau mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. yaitu mendapatkan makanan, suhu yang tepat untuk hidup, atau mendapatkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap makhluk hidup yang berada di suatu lingkungan akan saling berinteraksi, interaksi terjadi antara makhluk hidup dengan makhluk hidup itu sendiri maupun makhluk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhannya bertoleransi terhadap salinitas (Kusmana, 2003). Hutan mangrove

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhannya bertoleransi terhadap salinitas (Kusmana, 2003). Hutan mangrove 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang tumbuh di daerah pasang surut, terutama di pantai berlindung, laguna, dan muara sungai yang tergenang pada saat pasang

Lebih terperinci

STUDI KEANEKARAGAMAN HEXAPODA TANAH DI BERBAGAI JENIS PENUTUPAN LAHAN PADA EKOSISTEM MANGROVE

STUDI KEANEKARAGAMAN HEXAPODA TANAH DI BERBAGAI JENIS PENUTUPAN LAHAN PADA EKOSISTEM MANGROVE STUDI KEANEKARAGAMAN HEXAPODA TANAH DI BERBAGAI JENIS PENUTUPAN LAHAN PADA EKOSISTEM MANGROVE (Studi Kasus di Taman Nasional Kepulauan Togean, Sulawesi Tengah) ABD. WAHID SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut.

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mangrove merupakan ekosistem yang kompleks terdiri atas flora dan fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut. Ekosistem mangrove

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar didunia yang memiliki 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang ± 81.000 km dan luas sekitar 3,1 juta km 2.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Hutan mangrove merupakan hutan yang tumbuh pada daerah yang berair payau dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Hutan mangrove memiliki ekosistem khas karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup dari bidang pertanian (Warnadi & Nugraheni, 2012). Sektor pertanian

BAB I PENDAHULUAN. hidup dari bidang pertanian (Warnadi & Nugraheni, 2012). Sektor pertanian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya hidup dari bidang pertanian (Warnadi & Nugraheni, 2012). Sektor pertanian meliputi subsektor tanaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekologis yaitu untuk melakukan pemijahan (spawning ground), pengasuhan (nursery

BAB I PENDAHULUAN. ekologis yaitu untuk melakukan pemijahan (spawning ground), pengasuhan (nursery BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove adalah suatu lingkungan yang memiliki ciri khusus yaitu lantai hutannya selalu digenangi air, dimana air tersebut sangat dipengaruhi oleh pasang

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 18 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kepadatan Populasi Fauna Tanah Populasi fauna tanah diamati pada 2 lokasi, yaitu pada lahan yang ditanami padi gogo dengan kemiringan 5% dan lahan dengan kemiringan 15%.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan yang disebut sumberdaya pesisir. Salah satu sumberdaya pesisir

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan yang disebut sumberdaya pesisir. Salah satu sumberdaya pesisir BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan pesisir dan laut di Indonesia memegang peranan penting, karena kawasan ini memiliki nilai strategis berupa potensi sumberdaya alam dan jasajasa lingkungan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari buah pulau (28 pulau besar dan pulau kecil) dengan

BAB I PENDAHULUAN. dari buah pulau (28 pulau besar dan pulau kecil) dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan di daerah tropika yang terdiri dari 17.504 buah pulau (28 pulau besar dan 17.476 pulau kecil) dengan panjang garis pantai sekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan medium atau substrat tempat hidup bagi komunitas

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan medium atau substrat tempat hidup bagi komunitas BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Tanah merupakan medium atau substrat tempat hidup bagi komunitas fauna tanah, bertempat pada habitat yang cocok untuk memperoleh makanan, kondisi fisik dan ruangan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kata mangrove berasal dari bahasa Melayu manggi-manggi, yaitu nama

TINJAUAN PUSTAKA. Kata mangrove berasal dari bahasa Melayu manggi-manggi, yaitu nama TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Mangrove Kata mangrove berasal dari bahasa Melayu manggi-manggi, yaitu nama yang diberikan kepada mangrove merah (Rhizopora spp.). Nama mangrove diberikan kepada jenis tumbuh-tumbuhan

Lebih terperinci

Geografi LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN I. K e l a s. Kurikulum 2006/2013. A. Pengertian Lingkungan Hidup

Geografi LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN I. K e l a s. Kurikulum 2006/2013. A. Pengertian Lingkungan Hidup Kurikulum 2006/2013 Geografi K e l a s XI LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN I Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami pengertian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak di Cagar Alam Leuweung Sancang. Cagar Alam Leuweung Sancang, menjadi satu-satunya cagar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hutan mangrove adalah komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi

BAB I PENDAHULUAN. Hutan mangrove adalah komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan mangrove adalah komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi oleh jenis pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur.

Lebih terperinci

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai kekayaan alam yang beranekaragam termasuk lahan gambut berkisar antara 16-27 juta hektar, mempresentasikan 70% areal gambut di Asia Tenggara

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 25 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Fauna Tanah 4.1.1. Populasi Total Fauna Tanah Secara umum populasi total fauna tanah yaitu mesofauna dan makrofauna tanah pada petak dengan jarak pematang sempit (4 m)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencapai 20 mm per hari) begitu pula dengan produksi bijinya. Biji gulma

BAB I PENDAHULUAN. mencapai 20 mm per hari) begitu pula dengan produksi bijinya. Biji gulma BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Gulma siam (Chromolaena odorata) tercatat sebagai salah satu dari gulma tropis. Gulma tersebut memiliki tingkat pertumbuhan yang sangat cepat (dapat mencapai 20 mm per

Lebih terperinci

FILUM ARTHROPODA NAMA KELOMPOK 13 : APRILIA WIDIATAMA ERNI ASLINDA RINA SUSANTI

FILUM ARTHROPODA NAMA KELOMPOK 13 : APRILIA WIDIATAMA ERNI ASLINDA RINA SUSANTI FILUM ARTHROPODA NAMA KELOMPOK 13 : APRILIA WIDIATAMA ERNI ASLINDA RINA SUSANTI Kata Arthropoda berasal dari bahasa Yunani yaitu Arthros berarti sendi (ruas) dan Podos berarti kaki. Jadi arthropoda adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Tentang Mangrove 2.1.1. Pengertian mangrove Hutan mangrove secara umum didefinisikan sebagai hutan yang terdapat di daerah-daerah yang selalu atau secara teratur tergenang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia

PENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki hutan mangrove terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia dan hidup serta tumbuh berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keanekaragaman hayati merupakan jutaan tumbuhan, hewan dan mikroorganisme, termasuk yang mereka miliki, serta ekosistem rumit yang mereka bentuk menjadi lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang khusus terdapat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang khusus terdapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang khusus terdapat di sepanjang pantai atau muara sungai dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut (Tjardhana dan Purwanto,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. pada iklim tropis dan sub tropis saja. Menurut Bengen (2002) hutan mangrove

TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. pada iklim tropis dan sub tropis saja. Menurut Bengen (2002) hutan mangrove II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Mangrove 1. Pengertian Hutan Mangrove Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis dan sub tropis, yang didominasi oleh beberapa jenis pohon mangrove mampu tumbuh

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Vegetasi Hutan Hutan merupakan ekosistem alamiah yang sangat kompleks mengandung berbagai spesies tumbuhan yang tumbuh rapat mulai dari jenis tumbuhan yang kecil hingga berukuran

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Keanekaragaman hayati adalah keanekaragaman organisme yang menunjukkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Keanekaragaman hayati adalah keanekaragaman organisme yang menunjukkan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keanekaragaman Hayati Tanah Keanekaragaman hayati adalah keanekaragaman organisme yang menunjukkan keseluruhan atau totalitas variasi gen, jenis dan ekosistem pada suatu daerah.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. pengelolaan kawasan pesisir dan lautan. Namun semakin hari semakin kritis

PENDAHULUAN. pengelolaan kawasan pesisir dan lautan. Namun semakin hari semakin kritis PENDAHULUAN Latar Belakang Mangrove merupakan ekosistem yang memiliki peranan penting dalam pengelolaan kawasan pesisir dan lautan. Namun semakin hari semakin kritis kondisi dan keberadaannya. Beberapa

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Langkat. Pulau Sembilan ini memiliki luas ± 15,65 km 2 atau ± 9,67% dari total

TINJAUAN PUSTAKA. Langkat. Pulau Sembilan ini memiliki luas ± 15,65 km 2 atau ± 9,67% dari total 15 TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Lokasi Penelitian Pulau Sembilan merupakan salah satu pulau yang terdapat di Kabupaten Langkat. Pulau Sembilan ini memiliki luas ± 15,65 km 2 atau ± 9,67% dari total luas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Biodiversitas Biodiversitas mencakup keseluruhan ekosistem. Konsep tersebut mencoba untuk menekan variasi habitat yang diterapkan pada suatu area. Biodiversitas meliputi

Lebih terperinci

EKOSISTEM LAUT DANGKAL EKOSISTEM LAUT DANGKAL

EKOSISTEM LAUT DANGKAL EKOSISTEM LAUT DANGKAL EKOSISTEM LAUT DANGKAL Oleh : Nurul Dhewani dan Suharsono Lokakarya Muatan Lokal, Seaworld, Jakarta, 30 Juni 2002 EKOSISTEM LAUT DANGKAL Hutan Bakau Padang Lamun Terumbu Karang 1 Hutan Mangrove/Bakau Kata

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perkebunan tebu terbesar di Lampung adalah PT. Gunung Madu Plantation

I. PENDAHULUAN. perkebunan tebu terbesar di Lampung adalah PT. Gunung Madu Plantation I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman tebu merupakan salah satu tanaman primadona di Lampung. Salah satu perkebunan tebu terbesar di Lampung adalah PT. Gunung Madu Plantation (GMP). Pengolahan

Lebih terperinci

EKOLOGI TANAMAN. Pokok Bahasan II KONSEP EKOLOGI (1) Lanjutan...

EKOLOGI TANAMAN. Pokok Bahasan II KONSEP EKOLOGI (1) Lanjutan... EKOLOGI TANAMAN Pokok Bahasan II KONSEP EKOLOGI (1) Lanjutan... Ekosistem Perairan / Akuatik Ekosistem air tawar Ekosistem air tawar dibedakan mjd 2, yi : 1. Ekosistem air tenang (lentik), misalnya: danau,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kepadatan Populasi dan Biomassa Fauna Tanah Populasi fauna tanah pada lahan tebu transgenik PS IPB 1 menunjukkan kepadatan tertinggi pada lahan PS IPB 1-8 sebesar 4268 individu/m

Lebih terperinci

SUMBERDAYA ALAM WILAYAH PESISIR

SUMBERDAYA ALAM WILAYAH PESISIR SUMBERDAYA ALAM WILAYAH PESISIR EDI RUDI FMIPA UNIVERSITAS SYIAH KUALA Ekosistem Hutan Mangrove komunitas vegetasi pantai tropis yang didominasi oleh beberapa spesies pohon mangrove yang mampu untuk tumbuh

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fauna Tanah Organisme tanah atau disebut juga biota tanah merupakan semua makhluk hidup, baik hewan (fauna) maupun tumbuhan (flora) yang seluruh atau sebagian dari siklus hidupnya

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Keragaman Vegetasi Mangrove Dari hasil pengamatan yang dilakukan pada 20 plot yang masing-masing petak ukur 5x5 m, 10x10 m dan 20x20 m diketahui bahwa vegetasi mangrove

Lebih terperinci

memiliki kemampuan untuk berpindah tempat secara cepat (motil), sehingga pelecypoda sangat mudah untuk ditangkap (Mason, 1993).

memiliki kemampuan untuk berpindah tempat secara cepat (motil), sehingga pelecypoda sangat mudah untuk ditangkap (Mason, 1993). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pelecypoda merupakan biota bentik yang digunakan sebagai indikator biologi perairan karena hidupnya relatif menetap (sedentery) dengan daur hidup yang relatif lama,

Lebih terperinci

B. Ekosistem Hutan Mangrove

B. Ekosistem Hutan Mangrove B. Ekosistem Hutan Mangrove 1. Deskripsi merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, didominasi oleh beberapa spesies pohon mangrove yang mampu tumbuh di daerah pasang surut pantai berlumpur. umumnya tumbuh

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Laju Dekomposisi Jerami Padi pada Plot dengan Jarak Pematang 4 meter dan 8 meter Laju dekomposisi jerami padi pada plot dengan jarak pematang 4 m dan 8 m disajikan pada Tabel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karena berada di dekat pantai, mangrove sering juga disebut hutan pantai, hutan

BAB I PENDAHULUAN. Karena berada di dekat pantai, mangrove sering juga disebut hutan pantai, hutan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mangrove merupakan ekosistem yang terdapat di antara daratan dan lautan. Karena berada di dekat pantai, mangrove sering juga disebut hutan pantai, hutan pasang surut,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Secara keseluruhan daerah tempat penelitian ini didominasi oleh Avicennia

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Secara keseluruhan daerah tempat penelitian ini didominasi oleh Avicennia BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi umum daerah Wonorejo Kawasan mangrove di Desa Wonorejo yang tumbuh secara alami dan juga semi buatan telah diputuskan oleh pemerintah Surabaya sebagai tempat ekowisata.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanah marginal merupakan tanah yang potensial untuk pertanian. Secara alami

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanah marginal merupakan tanah yang potensial untuk pertanian. Secara alami 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanah Ultisol dan Permasalahan Kesuburannya Tanah marginal merupakan tanah yang potensial untuk pertanian. Secara alami kesuburan tanah marginal tergolong rendah. Hal ini ditunjukan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh TINJAUAN PUSTAKA Hutan Mangrove Hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh disepanjang garis pantai tropis sampai sub tropis yang memilkiki fungsi istimewa di suatu lingkungan yang mengandung

Lebih terperinci

II. PERMASALAHAN USAHA TANI DI KAWASAN MEGABIODIVERSITAS TROPIKA BASAH

II. PERMASALAHAN USAHA TANI DI KAWASAN MEGABIODIVERSITAS TROPIKA BASAH 5 II. PERMASALAHAN USAHA TANI DI KAWASAN MEGABIODIVERSITAS TROPIKA BASAH 2.1. Karakteristik tanah tropika basah Indonesia merupakan salah satu negara megabiodiversitas di kawasan tropika basah, tetapi

Lebih terperinci

Mangrove menurut Macnae (1968) merupakan perpaduan

Mangrove menurut Macnae (1968) merupakan perpaduan 1 2 Mangrove menurut Macnae (1968) merupakan perpaduan antara bahasa Portugis mangue dan bahasa Inggris grove. Menurut Mastaller (1997) kata mangrove berasal dari bahasa Melayu kuno mangi-mangi untuk menerangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebesar jenis flora dan fauna (Rahmawaty, 2004). Keanekaragaman

BAB I PENDAHULUAN. sebesar jenis flora dan fauna (Rahmawaty, 2004). Keanekaragaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang mendapat sebutan Mega Biodiversity setelah Brazil dan Madagaskar. Diperkirakan 25% aneka spesies dunia berada di Indonesia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomis, ekologis, maupun biologis. Fungsi fisiknya yaitu sistem perakaran

BAB I PENDAHULUAN. ekonomis, ekologis, maupun biologis. Fungsi fisiknya yaitu sistem perakaran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan mangrove merupakan daerah peralihan antara laut dan darat. Ekosistem mangrove memiliki gradien sifat lingkungan yang tajam. Pasang surut air laut menyebabkan terjadinya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Menurut Tomlinson(1986), mangrove merupakan sebutan umum yang digunakan

I. PENDAHULUAN. Menurut Tomlinson(1986), mangrove merupakan sebutan umum yang digunakan I. PENDAHULUAN Mangrove adalah tumbuhan yang khas berada di air payau pada tanah lumpur di daerah pantai dan muara sungai yang dipengaruhi pasang surut air laut. Menurut Tomlinson(1986), mangrove merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan pesisir dan laut merupakan sebuah ekosistem yang terpadu dan saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi pertukaran materi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan

BAB I PENDAHULUAN. hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan I. 1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Indonesia adalah salah satu negara yang dikenal memiliki banyak hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan tropis Indonesia adalah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem mangrove adalah ekosistem yang unik karena terjadi perpaduan

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem mangrove adalah ekosistem yang unik karena terjadi perpaduan TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Mangrove Ekosistem mangrove adalah ekosistem yang unik karena terjadi perpaduan antara habitat-habitat yang bertentangan. Untuk menghadapi lingkungan yang unik ini maka makhluk

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumberdaya alam pesisir merupakan suatu himpunan integral dari komponen hayati (biotik) dan komponen nir-hayati (abiotik) yang dibutuhkan oleh manusia untuk hidup dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. tahapan dalam stadia hidupnya (larva, juwana, dewasa). Estuari merupakan

TINJAUAN PUSTAKA. tahapan dalam stadia hidupnya (larva, juwana, dewasa). Estuari merupakan 5 TINJAUAN PUSTAKA Estuari Estuari merupakan suatu komponen ekosistem pesisir yang dikenal sangat produktif dan paling mudah terganggu oleh tekanan lingkungan yang diakibatkan kegiatan manusia maupun oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. luar biasa ini memberikan tanggung jawab yang besar bagi warga Indonesia untuk

BAB I PENDAHULUAN. luar biasa ini memberikan tanggung jawab yang besar bagi warga Indonesia untuk BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia dan juga memiliki keragaman hayati yang terbesar serta strukturnya yang paling bervariasi. Mangrove dapat tumbuh

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Estuari oleh sejumlah peneliti disebut-kan sebagai area paling produktif,

TINJAUAN PUSTAKA. Estuari oleh sejumlah peneliti disebut-kan sebagai area paling produktif, TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Estuari Estuari oleh sejumlah peneliti disebut-kan sebagai area paling produktif, karena area ini merupakan area ekoton daerah pertemuan dua ekosistem berbeda (tawar dan laut)

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi A. Tanaman Tembakau a.1. Klasifikasi Tanaman tembakau merupakan tanaman semusim dari Divisio Spermathophyta dengan klasifikasi menurut Steenis (2005) sebagai berikut:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. siam atau kirinyu (ki rinyuh), dalam bahasa Inggris disebut siam weed

BAB I PENDAHULUAN. siam atau kirinyu (ki rinyuh), dalam bahasa Inggris disebut siam weed BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Chromolaena odorata (L) (Asteraceae: Asterales), biasa disebut gulma siam atau kirinyu (ki rinyuh), dalam bahasa Inggris disebut siam weed merupakan gulma padang rumput

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pelestaraian mangrove dengan mengubahnya menjadi tambak-tambak. Menurut

I. PENDAHULUAN. pelestaraian mangrove dengan mengubahnya menjadi tambak-tambak. Menurut I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perencanaan pembangunan di era tahun 1980 an hingga pertengahan tahun 1990 an banyak memberikan pandangan keliru tentang pengelolaan hutan mangrove yang berorientasi pada

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kelangsungan hidup yang panjang. Oleh karena itu peran bentos dalam

TINJAUAN PUSTAKA. kelangsungan hidup yang panjang. Oleh karena itu peran bentos dalam TINJAUAN PUSTAKA Benthos Bentos merupakan kelompok organisme yang hidup di dalam atau di permukaan sedimen dasar perairan. Bentos memiliki sifat kepekaan terhadap beberapa bahan pencemar, mobilitas yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULAUAN. A. Latar Belakang. Hutan mangrove adalah komunitas vegetasi pantai yang didominasi

BAB I PENDAHULAUAN. A. Latar Belakang. Hutan mangrove adalah komunitas vegetasi pantai yang didominasi BAB I PENDAHULAUAN A. Latar Belakang Hutan mangrove adalah komunitas vegetasi pantai yang didominasi oleh beberapa jenis pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang-surut pantai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN. kawasan hutan mangrove dikenal dengan istilah vloedbosschen (hutan

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN. kawasan hutan mangrove dikenal dengan istilah vloedbosschen (hutan II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Menurut Mac Nae (1968), pada mulanya hutan mangrove hanya dikenal secara terbatas oleh kawasan ahli

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai II. TINJAUAN PUSTAKA A. Mangrove Mangrove adalah tanaman pepohonan atau komunitas tanaman yang hidup di antara laut dan daratan yang dipengaruhi oleh pasang surut. Habitat mangrove seringkali ditemukan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi dan Morfologi Kepiting Bakau (Scylla spp.) Indonesia dan merupakan hewan Arthropoda yang terbagi kedalam empat family,

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi dan Morfologi Kepiting Bakau (Scylla spp.) Indonesia dan merupakan hewan Arthropoda yang terbagi kedalam empat family, TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi dan Morfologi Kepiting Bakau (Scylla spp.) Kepiting merupakan salah satu hewan air yang banyak di jumpai di Indonesia dan merupakan hewan Arthropoda yang terbagi kedalam empat

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2012 TENTANG REHABILITASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2012 TENTANG REHABILITASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2012 TENTANG REHABILITASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk

Lebih terperinci

Individu Populasi Komunitas Ekosistem Biosfer

Individu Populasi Komunitas Ekosistem Biosfer Ekosistem adalah kesatuan interaksi antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Ekosistem juga dapat diartikan sebagai hubungan timbal balik yang komplek antara organisme dengan lingkungannya. Ilmu yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesisir merupakan wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut. Menurut Suprihayono (2007) wilayah pesisir merupakan wilayah pertemuan antara daratan dan laut,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. daratan dengan ekosistem lautan. Oleh karena itu, ekosistem ini mempunyai

TINJAUAN PUSTAKA. daratan dengan ekosistem lautan. Oleh karena itu, ekosistem ini mempunyai 5 TINJAUAN PUSTAKA Mangrove merupakan suatu formasi hutan yang tumbuh di daerah pasang surut, lantai hutannya tergenang pada saat pasang dan bebas dari genangan pada saat surut. Ekosistem mangrove merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Tanah Tanah adalah kumpulan benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horison-horison, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fauna Tanah Fauna tanah adalah semua fauna yang hidup di tanah, baik yang hidup di permukaan tanah maupun yang hidup di dalam tanah, sebagian atau seluruh siklus hidupnya berlangsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara Mega Biodiversity yang kaya akan keanekaragaman hayati. Menurut Asti, (2010, hlm. 1) bahwa Diperkirakan sekitar 25% aneka spesies di dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang melimpah (Marlinda, 2008). Sektor pertanian di Indonesia merupakan sektor

BAB I PENDAHULUAN. yang melimpah (Marlinda, 2008). Sektor pertanian di Indonesia merupakan sektor 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara agraris karena mempunyai kekayaan alam yang melimpah (Marlinda, 2008). Sektor pertanian di Indonesia merupakan sektor terpenting dalam

Lebih terperinci

HUBUNGAN SALING KETERGANTUNGAN ANTAR MAKHLUK HIDUP

HUBUNGAN SALING KETERGANTUNGAN ANTAR MAKHLUK HIDUP HUBUNGAN SALING KETERGANTUNGAN ANTAR MAKHLUK HIDUP Hubungan Antarmakhluk Hidup Kita sering melihat kupu-kupu hinggap pada bunga atau kambing berkeliaran di padang rumput. Di sawah, kita juga sering melihat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain: waduk, danau, kolam, telaga, rawa, belik, dan lain lain (Wibowo, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. lain: waduk, danau, kolam, telaga, rawa, belik, dan lain lain (Wibowo, 2008). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perairan merupakan ekosistem yang memiliki peran sangat penting bagi kehidupan. Perairan memiliki fungsi baik secara ekologis, ekonomis, estetika, politis, dan sosial

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. lingkungan hidup yang didalamnya terdapat hubungan fungsional yang sistematik

II. TINJAUAN PUSTAKA. lingkungan hidup yang didalamnya terdapat hubungan fungsional yang sistematik II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ekosistem Perairan Ekosistem merupakan tingkat organisasi yang lebih tinggi dari komunitas atau merupakan kesatuan dari suatu komunitas dengan lingkungannya dimana terjadi antar

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dalam siklus karbon global, akan tetapi hutan juga dapat menghasilkan emisi

TINJAUAN PUSTAKA. dalam siklus karbon global, akan tetapi hutan juga dapat menghasilkan emisi 16 TINJAUAN PUSTAKA Karbon Hutan Hutan merupakan penyerap karbon (sink) terbesar dan berperan penting dalam siklus karbon global, akan tetapi hutan juga dapat menghasilkan emisi karbon (source). Hutan

Lebih terperinci

Geografi KEARIFAN DALAM PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM I. K e l a s. Kurikulum 2013

Geografi KEARIFAN DALAM PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM I. K e l a s. Kurikulum 2013 Kurikulum 2013 Geografi K e l a s XI KEARIFAN DALAM PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM I Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami kegiatan pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. di lahan sawah terus berkurang seiring perkembangan dan pembangunan di

I. PENDAHULUAN. di lahan sawah terus berkurang seiring perkembangan dan pembangunan di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Padi merupakan bahan pangan terpenting di Indonesia mengingat makanan pokok penduduk Indonesia sebagian besar adalah beras. Sementara itu, areal pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULU 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULU 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air merupakan zat yang paling banyak terdapat dalam protoplasma dan merupakan zat yang sangat esensial bagi kehidupan, karena itu dapat disebut kehidupan adalah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman tebu merupakan tanaman semusim dari Divisio Spermathophyta dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman tebu merupakan tanaman semusim dari Divisio Spermathophyta dengan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Tebu Tanaman tebu merupakan tanaman semusim dari Divisio Spermathophyta dengan klasifikasi sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisio : Spermatophyta Kelas : Monocotyledonae

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tidak kurang dari 70% dari permukaan bumi adalah laut. Atau dengan kata lain ekosistem laut merupakan lingkungan hidup manusia yang terluas. Dikatakan bahwa laut merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberikan beberapa kontribusi penting bagi masyarakat Indonesia. sumber daya alam dan dapat dijadikan laboratorium alam.

BAB I PENDAHULUAN. memberikan beberapa kontribusi penting bagi masyarakat Indonesia. sumber daya alam dan dapat dijadikan laboratorium alam. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang secara geografis memiliki daerah pesisir yang sangat panjang. Di sepanjang daerah tersebut hidup beranekaragam biota laut (Jati dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. hayati terkaya (mega biodiveristy). Menurut Hasan dan Ariyanti (2004),

BAB 1 PENDAHULUAN. hayati terkaya (mega biodiveristy). Menurut Hasan dan Ariyanti (2004), BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati terkaya (mega biodiveristy). Menurut Hasan dan Ariyanti (2004), keanekaragaman hayati (biological

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kerusakan hutan mangrove di Indonesia, kini semakin merata ke berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Kerusakan hutan mangrove di Indonesia, kini semakin merata ke berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kerusakan hutan mangrove di Indonesia, kini semakin merata ke berbagai wilayah di Nusantara. Kerusakan hutan mangrove ini disebabkan oleh konversi lahan menjadi areal

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 33 ayat (2)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 33 ayat (2) PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2012 TENTANG REHABILITASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan mangrove di DKI Jakarta tersebar di kawasan hutan mangrove Tegal Alur-Angke Kapuk di Pantai Utara DKI Jakarta dan di sekitar Kepulauan Seribu. Berdasarkan SK Menteri

Lebih terperinci

I. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

I. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang I. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Sumber daya wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil memegang peranan penting dalam mendukung kehidupan manusia. Pemanfaatan sumber daya ini telah dilakukan sejak lama seperti

Lebih terperinci

Komponen Ekosistem Komponen ekosistem ada dua macam, yaitu abiotik dan biotik. hujan, temperatur, sinar matahari, dan penyediaan nutrisi.

Komponen Ekosistem Komponen ekosistem ada dua macam, yaitu abiotik dan biotik. hujan, temperatur, sinar matahari, dan penyediaan nutrisi. MINGGU 3 Pokok Bahasan : Konsep Ekologi 1 Sub Pokok Bahasan : a. Pengertian ekosistem b. Karakteristik ekosistem c. Klasifikasi ekosistem Pengertian Ekosistem Istilah ekosistem merupakan kependekan dari

Lebih terperinci

KLASIFIKASI APTERYGOTA SUHARA JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI UPI

KLASIFIKASI APTERYGOTA SUHARA JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI UPI KLASIFIKASI APTERYGOTA SUHARA JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI UPI Classis : Insecta KLASIFIKASI Subclassis : Apterygota dan Pterygota Subclassis Apterygota terdiri dari 4 Ordo: 1. Ordo Protura 2. Ordo Collembola

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lovejoy (1980). Pada awalnya istilah ini digunakan untuk menyebutkan jumlah

BAB I PENDAHULUAN. Lovejoy (1980). Pada awalnya istilah ini digunakan untuk menyebutkan jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu kawasan yang terletak pada daerah tropis adalah habitat bagi kebanyakan hewan dan tumbuhan untuk hidup dan berkembang biak. Indonesia merupakan

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Mangrove

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Mangrove 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Mangrove Mangrove atau biasa disebut mangal atau bakau merupakan vegetasi khas daerah tropis, tanamannya mampu beradaptasi dengan air yang bersalinitas cukup tinggi, menurut Nybakken

Lebih terperinci

2.2. Struktur Komunitas

2.2. Struktur Komunitas 5 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Makrozoobentos Hewan bentos dibagi dalam tiga kelompok ukuran, yaitu makrobentos (ukuran lebih dari 1,0 mm), meiobentos (ukuran antara 0,1-1 mm) dan mikrobentos (ukuran kurang

Lebih terperinci

BAB I. penting dari kondisi geografis Indonesia sebagai wilayah kepulauan adalah

BAB I. penting dari kondisi geografis Indonesia sebagai wilayah kepulauan adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sekitar 75% dari luas wilayah nasional berupa lautan. Salah satu bagian penting dari kondisi geografis Indonesia sebagai wilayah kepulauan adalah wilayah pantai, dan

Lebih terperinci

geografi Kelas X PEDOSFER I KTSP & K-13 A. PROSES PEMBENTUKAN TANAH

geografi Kelas X PEDOSFER I KTSP & K-13 A. PROSES PEMBENTUKAN TANAH KTSP & K-13 Kelas X geografi PEDOSFER I Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami proses dan faktor pembentukan tanah. 2. Memahami profil,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia sebagai negara kepulauan terletak diantara samudera Pasifik dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia sebagai negara kepulauan terletak diantara samudera Pasifik dan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perairan Indonesia Indonesia sebagai negara kepulauan terletak diantara samudera Pasifik dan samudera Hindia dan mempunyai tatanan geografi laut yang rumit dilihat dari topografi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia salah satu negara disebut Mega Biodiversity setelah Brazil dan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia salah satu negara disebut Mega Biodiversity setelah Brazil dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya hidup dari bidang pertanian (Warnadi & Nugraheni, 2012). Sektor pertanian meliputi subsektor tanaman

Lebih terperinci