Intan Baiduri Siregar 1 Haris Retno Susmiyati 2 Hairan 3
|
|
- Erlin Liana Irawan
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 JURNAL BERAJA NITI ISSN : Volume 3 Nomor 9 (2014) Copyright 2014 UPAYA PENEGAKAN HUKUM KEPEMILIKAN TANAH PERTANIAN KERING YANG MELAMPAUI BATAS MAKSIMUM DI DAERAH SANGAT PADAT PENDUDUK BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 56 Prp TAHUN 1960 TENTANG PENETAPAN LUAS TANAH PERTANIAN( Studi di Kelurahan Mugirejo Kecamatan Samarinda Utara Kota Samarinda ) Intan Baiduri Siregar 1 (baiduri_siregar@yahoo.co.id) Haris Retno Susmiyati 2 Hairan 3 Abstrak Keberadaan sebidang tanah di kota Samarinda semakin susah didapatkan di karenakan semakin bertambahnya jumlah penduduk, maka dari itu dari pihak BPN menyarankan setiap pihak yang akan mendaftarkan tanahnya diwajibkan untuk mendaftarkan tanahnya, dan membuat kartu kendali yang fungsinya sebagai kartu masuk atau kartu pengantar untuk melakukan pengecekan di sebidang tanah yang akan di daftarkan. Tetapi yang terjadi di BPN peraturan tersebut tidak dilaksanakan secara optimal dikarenakan kurang efektifnya para aparat atau pejabat Kantor Pertanahan Kota Samarinda di dalam membatasi kepemilikan hak atas tanah, dan dengan mudahnya pihak-pihak yang bersangkutan memanipulasi atau tidak mematuhi peraturan tersebut. Upaya penegakan hukum terhadap kepemilikan tanah yang melampaui batas maksimum yang tercantum dalam Pasal 1 Ayat 1, 2, dan 3 Undang-undang Nomor 56 Prp Tahun 1960 tidak dapat berjalan optimal dikarenakan adanya beberapa faktor penghambat atau kendala-kendala yang ada dalam pelaksanaannya seperti dari segi substansinya yang dilihat dari aturan yang mengatur sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman dan masyarakat karena di lihat dari sanksi yang di atur dalam Pasal 10 Ayat 1 Undang-undang Nomor 56 Prp Tahun 1960 terlalu ringan yang hanya dikenakan sanksi 3 bulan penjara atau denda Rp ,-. Dari segi aparat dan sarana prasarananya kurang tegasnya para aparat atau pejabat yang berwenang dalam pihak-pihak yang melanggar ketentuan-ketentuan yang ada. Faktor lainnya bisa dilihat dari segi budaya masyarakat disini bisa dilihat dari segi pemikiran masyarakatnya yang berusaha dengan berbagai cara untuk memperolehnya atau bahkan memonopolinya dari kepemilikan tanah tersebut dengan cara melakukan penyuapan kepada aparat atau pejabat yang berwenang, dimaksudkan hanya dengan satu maksud dan tujuan yaitu memperoleh nilai ekonomis sebanyak-banyaknya dari tanah tersebut. 1 Mahasiswa Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Mulawarman 2 Dosen Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Mulawarman 3 Dosen Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Mulawarman
2 Jurnal Beraja Niti, Volume 3 Nomor 9 Pendahuluan Negara Indonesia adalah Negara agraris dimana penduduknya sebagian besar bermata pencaharian dibidang pertanian (agraris) baik sebagai petani pemilik tanah, petani penggarap tanah maupun sebagai buruh tani. Oleh karena itu tanah sebagai tempat berusaha merupakan faktor yang sangat penting bagi kelangsungan hidup masyarakat. Setiap orang membutuhkan tanah karena tidak ada aktivitas atau kegiatan orang yang tidak membutuhkan tanah. Pentingnya arti tanah bagi kehidupan manusia ialah karena kehidupan manusia itu sama sekali tidak dapat dipisahkan dari tanah. Mereka hidup di atas tanah dan memperoleh bahan pangan dengan cara mendayagunakan tanah. Arti penting tanah tersebut dapat dilihat dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang menyatakan : Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Jelas, bahwa tanah sebagai tempat berusaha, yang merupakan bagian dari permukaan bumi harus dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Setelah kemerdekaan, pada tahun 1945 Indonesia menghadapi masalah mendasar dibidang hukum pertanahan, yaitu terdapatnya masalah kepemilikan tanah yang tidak proposional, kebutuhan tanah pertanian yang meningkat terus serta didorong oleh jumlah pertambahan penduduk. Dalam mengatasi masalah tersebut sebagai Negara merdeka yang berdaulat penuh berusaha untuk mengatur kehidupan bernegara dengan mewujudkan hukum agraris nasional. Pembaharuan struktur keagrariaan terutama pada tanah pertanian dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat yang semula tidak memiliki lahan olahan atau garapan untuk memiliki atau mempunyai lahan. Berbagai upaya telah dilakukan dan diawali pada tahun 1945 dengan penghapusan hak-hak istimewa di desa perdikan (desa-desa bebas). 4 Selanjutnya pada Tahun 1958, Pemerintah menghapuskan tanah-tanah partikulir yang semula dijual kepada warga Negara Inggris, Arab dan Cina oleh Pemerintah Kolonial Belanda, selama masa kesulitan ekonomi pada awal abad ke 19. Dan berdasarkan Undang-undang Nomor 1 4 Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Jilid I. (Jakarta:Djambatan, Edisi Revisi 1999), hlm
3 Upaya Penegakan Hukum Kepemilikan Tanah (Intan Baiduri) Tahun 1958 tentang Tanah Partikulir, terhadap pemilik tanah diberikan pilihan untuk menjual tanahnya baik secara langsung kepada petani atau pemerintah untuk dibagi-bagikan. Dan pada saat yang bersamaan diusahakan untuk menyusun ketentuan hukum agrarian yang baru, ditandai dengan dibentuknya berbagai kepanitiaan dengan maksud untuk merombak ketentuan yang diatur dalam Agrarische Wet Tahun Setelah melewati jalan panjang dan berliku, Bangsa Indonesia sepakat untuk melakukan pembaharuan dibidang keagrariaan pada periode tahun an sebagai perwujudan dari Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria yang selanjutnya disebut dengan Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) pada tanggal 24 September Salah satu aspek hukum penting dengan diundangkannya UUPA adalah dicanangkannya program landreform di Indonesia. Program dari landreform tersebut adalah : 5 a. Pembatasan luas maksimum penguasaan tanah; b. Larangan pemilikan tanah secara absentee (guntai); c. Redistribusi tanah-tanah yang selebihnya dari batas maksimum, tanah-tanah yang terkena larangan absentee, tanah-tanah bekas swapraja dan tanah-tanah Negara; d. Pengaturan soal pengembalian dan penebusan tanah-tanah pertanian yang digadaikan; e. Pengaturan kembali perjanjian bagi hasil tanah pertanian; f. Penetapan luas minimum pemilikan tanah pertanian disertai larangan untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang mengakibatkan pemecahan pemilikan tanah-tanah pertanian menjadi bagian-bagian yang terlampu kecil. Sejak itu rakyat petani mempunyai kekuatan hukum untuk memperjuangkan haknya atas tanah, melakukan pembagian hasil yang adil dan mengolah tanahnya demi kemakmuran. Tetapi kenyataannya dalam hal penguasaan dan pemilikan tanah masih banyak ketimpangan yang terjadi dalam 5 Supriadi, Hukum Agraria, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), hlm
4 Jurnal Beraja Niti, Volume 3 Nomor 9 masyarakat, dimana ada sekelompok kecil masyarakat memiliki dan menguasai tanah secara berlebihan dan melampui batas dan di lain pihak kelompok terbesar dari masyarakat mempunyai tanah dalam jumlah yang sangat terbatas, bahkan banyak pula yang tidak mempunyai tanah sama sekali dan terpaksa hidup sebagai buruh tani, yang berarti sangat bertentangan dari prinsip keadilan social. Keadaan ini mengharuskan Pemerintah untuk mengatur pemilikan dan penguasaan tanah yang ada sedemikian rupa agar benar-benar bermanfaat bagi seluruh bangsa Indonesia. GBHN Tahun 1988 menyatakan sebagaimana yang dikutip oleh M. Yamin : 6 Pemanfaatan tanah harus sungguh-sungguh membantu usaha meningkatkan kesejahteraan rakyat dalam rangka mewujudkan keadilan social. Sehubungan dengan itu perlu dilanjutkan dan makin ditingkatkan penataan kembali penggunaan dan penguasaan dan pemilikan tanah termasuk pengalihan hak atas tanah. Pengaturan pemilikan dan penguasaan tanah yang menjadi program landreform diatur dalam Pasal 7, 10, 17 UUPA. Pasal 7 UUPA berbunyi Untuk tidak merugikan kepentingan umum, maka pemilikan dan penguasaan tanah yang melampui batas tidak diperkenankan. Dalam pasal ini melarang apa yang dinamakan dengan groot grondbezitter yaitu larangan pemilikan tanah yang melampui batas atau disebut juga dengan istilah latifundia. Larangan pemilikan tanah secara latifundia dimaksudkan untuk mengakhiri dan mencegah bertumpuknya tanah ditangan golongan-golongan dan orang-orang tertentu saja. Pemilikan dan penguasaan tanah yang melampui batas merugikan kepentingan umum, menciptakan tuan-tuan tanah dan banyak hal-hal negatif yang mungkin terjadi seperti tidak naiknya produksi, petani penggarap selalu akan menyewa dan uang sewa akan selalu meningkat sehingga pendapatan mereka akan terus berkurang. Kesejahteraan sosial dari masyarakat akan terus merosot dan condong tuan-tuan tanah memaksa para penyewanya untuk memberikan suara pada pemilu bagi golongan yang akan mempertahankan posisinya. Rakyat yang memerlukan tanah akan terus bertambah dan kemiskinan sudah tidak terelakkan 6 Muhammad Yamin, Beberapa Masalah Aktual Hukum Agraria, (Medan: Pustaka Bangsa Press, 2004). hlm
5 Upaya Penegakan Hukum Kepemilikan Tanah (Intan Baiduri) lagi. Hal ini akan menyebabkan semakin sempitnya atau hilangnya sama sekali kemungkinan bagi petani untuk memiliki tanah sendiri. Bertitik tolak dari ketentuan Pasal 7 UUPA secara substansi tidak berjalan sesuai dengan yang diinginkan. Masih ada tanah-tanah hak milik yang luas dikuasai oleh satu orang atas nama beberapa pemilik dengan status hak milik, padahal menurut PP Nomor 224 Tahun 1961 tentang Pelaksanaan Pembagian Tanah dan Pemberian Ganti Kerugian telah memberikan batasan atas tanah pertanian. Dari hal tersebut jelas terlihat adanya ketimpangan pemilikan dan penguasaan tanah yang terjadi antara petani dan pengusaha-pengusaha papan atas. Untuk itu perlu adanya penetapan luas maksimum tanah pertanian agar tidak terjadi penumpukan tanah pertanian pada segelintir orang. Karena jika terjadi penumpukan pada segelintir orang, maka akan merugikan para petani yang menjadikan sawah sebagai alat produksi dan sumber mata pencaharian. Sebagai konsekwensi dari Pasal 7 UUPA yang tidak memperkenankan penguasaan tanah yang melampui batas maka dalam Pasal 17 UUPA diatur luas maksimum dan atau minimum yang boleh dimiliki oleh salah satu keluarga baik dengan hak milik atau dengan hak yang lain. Sejalan dengan Pasal 17 UUPA, Boedi Harsono mengatakan: Dengan demikian maka pemilikan tanah yang merupakan faktor utama dalam produksi pertanian diharapkan akan lebih merata, dan demikian pembagian hasilnya akan lebih merata pula. Tndakan itu diharapkan akan merupakan pula pendorong ke arah kenaikan produksi pertanian, karena akan menambah kegairahan bekerja para petani penggarap tanah yang bersangkutan, yang telah menjadi pemiliknya. 7 Mengacu pada ketentuan Pasal 17 UUPA, Pemerintah mengeluarkan peraturan pelaksanaannya berupa Undang-undang Nomor 56 Prp Tahun 1960 tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian dan Undang-undang ini mengatur 3 masalah yang pokok, yaitu mengenai: 1. Penetapan luas maksimum pemilikan dan penguasaan tanah pertanian; 2. Penetapan luas minimum pemilikan tanah pertanian dan larangan untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang mengakibatkan 7 Boedi Harsono, Op.Cit., hlm
6 Jurnal Beraja Niti, Volume 3 Nomor 9 pemecahan pemilikan tanah-tanah itu menjadi bagian-bagian yang terlampui kecil; 3. Pengembalian dan penebusan tanah-tanah pertanian yang digadaikan. 8 Penetapan luas tanah pertanian yang harus dimiliki oleh seseorang diatur dalam Pasal 1 UU Nomor 56 Tahun 1960 yang menyatakan seorang atau orangorang yang dalam penghidupannya merupakan satu keluarga bersama-sama hanya diperbolehkan menguasai tanah pertanian, baik milik sendiri atau kepunyaan orang lain atau dikuasai seluruhnya tidak boleh lebih dari 20 hektar, baik sawah, tanah kering, maupun sawah dan tanah kering dan dengan mengingat keadaan daerah yang sangat khusus, Menteri Agraria dapat menambah luas maksimum 20 hektar tersebut dengan paling banyak 5 hektar. Melalui Undang-undang ini luas tanah maksimum yang biasa dikuasai seseorang diatur secara rinci dengan mempertimbangkan tersedianya tanah-tanah yang masih dapat dibagi, kepadatan penduduk dan kesuburan tanah pertanian. Penetapan luas maksimum dan minimum kepemilikan tanah merupakan langkah awal untuk melaksanakan program landreform dibidang tanah pertanian yang kemudian menjadi acuan untuk menentukan apakah seseorang mempunyai tanah pertanian yang melampui batas atau kecil. Berdasarkan Undang-undang No. 56 Prp Tahun 1960 Pasal 3 ini juga setiap orang yang mempunyai tanah pertanian yang melampui batas maksimum diwajibkan untuk melaporkannya kepada Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota. 9 Setiap orang yang mempunyai tanah lebih tidak boleh mengalihkan tanah tersebut langsung kepada pihak lain tanpa memperoleh izin dari Kepala Kantor Pertanahan. Kepada pihak yang menjual atau tidak melaporkan kelebihan tanahnya diancam dengan pidana kurungan tiga bulan atau denda Rp Kelebihan tanah tersebut diambil oleh Negara dengan memberikan ganti rugi dan selanjutnya diredistribusikan kepada petani yang tidak punya tanah dengan menetapkan skala prioritas penerima Boedi Harsono, Op.Cit, hlm Ketentuan Pidana ini diatur dalam Pasal 11 UU No.56/Prp/1960 tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian. 10 Peraturan Pemerintah Nomor 224 Tahun 1961 Tentang Pelaksanaan Pembagian Tanah dan Pemberian Ganti Kerugian, Pasal 8. 6
7 Upaya Penegakan Hukum Kepemilikan Tanah (Intan Baiduri) Adapun perbuatan-perbuatan yang tidak sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku tentang tanah semakin meningkat yaitu adanya pemilikan penguasaan tanah yang melebihi batas maksimum yang di tentukan, sehingga akan terjadi ketimpangan dalam penguasaan tanah dimana satu pihak menguasai/memiliki tanah yang sangat luas sedangkan di lain pihak tidak memiliki sama sekali. Seperti yang terjadi di Kecamatan Samarinda Utara kota Samarinda, tepatnya di Jl. Damanhuri kel. Mugirejo dimana wilayah tersebut masih ada anggota masyarakat yang memiliki sebidang tanah pertanian dengan luas 9 ha. Sedangkan menurut undang-undang Nomor 56 Prp, Tahun 1960 Tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian, masyarakat hanya di perbolehkan memiliki tanah seluas 6 ha dan bisa ditambah 5 ha sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 2 ayat (2) Undang-undang Nomor 56 Prp, Tahun 1960 Tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian. Karena daerah Samarinda Utara termasuk wilayah sangat padat penduduk. Seperti juga yang disinyalir oleh sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bergerak dibidang Pembaharuan Hukum Agraria bahwa: 11 Selain para perusahaan pertambangan yang mendapat konsesi dari pemerintah pusat berdasarkan kontrak kerja tersebut, banyak juga perusahaan-perusahaan lain yang mendapatkan kemudahan dalam penguasaan atas tanah tersebut. Banyak diantara perusahaan perkebunan yang juga dimiliki oleh para pegusaha papan atas. Selain itu penumpukan penguasaan tanah yang melebihi batas maksimum oleh segelintir orang pun terjadi di kota-kota besar. Adanya kepemilikan tanah pertanian yang melampui batas maksimum, menimbulkan pertanyaan bagaimana penegakan hukum di Kecamatan Samarinda Utara dan apa saja faktor yang menjadi penghambat penegakan hukum dalam permasalahan tersebut. 11 Supriadi, Hukum Agraria, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), hlm
8 Jurnal Beraja Niti, Volume 3 Nomor 9 Pembahasan 1. Kepemilikan tanah pertanian yang melampaui batas lahan kering maksimum di wilayah padat penduduk yang melampaui batas maksimum di Kelurahan Mugirejo Kecamatan Samarinda Utara berdasarkan Undang-Undang No. 56 Prp Tahun 1960 Tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian. Berdasarkan Undang-undang Nomor 56 Prp Tahun 1960 Tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian menetapkan batas maksimum sesuai kepadatan penduduk di setiap wilayah, batas yang ditetapkan menjadi dua batas, yaitu : 1) Batas Minimum. Yang dimaksud dengan batas minimum adalah batas minimum kepemilikan tanah baik tanah pertanian maupun tanah non pertanian oleh seorang maupun orang-orang yang dalam penghidupannya merupakan satu keluarga bersama-sama baik miliknya sendiri atau kepunyaan orang lain maupun bersama kepunyaan orang lain. 12 Pengaturan mengenai batas minimum kepemilikan tanah diatur dalam Pasal 17 ayat (1) UUPA yang menentukan bahwa dengan mengingat ketentuan dalam Pasal 7 maka untuk mencapai tujuan yang dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) diatur luas maksimum dan/atau minimum tanah yang boleh dipunyai dengan sesuatu hak tersebut dalam Pasal 16 oleh satu keluarga atau badan hukum. Pengaturan lebih lanjut diatur dalam UU No 56 Prp Tahun 1960 tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian. Batas minimum kepemilikan tanah seluas 2 Ha (dua hektar) yang diatur dalam butir (8) Penjelasan Umum UU No. 56 Prp Tahun ) Batas Maksimum. Yang dimaksud dengan batas maksimum adalah batas maksimum kepemilikan tanah baik tanah pertanian maupun tanah non pertanian oleh seseorang maupun orang-orang yang dalam penghidupannya merupakan satu keluarga bersama-sama 12 Herman Hermit, Cara Memperoleh Sertifikat Tanah Hak Milik, Tanah Negara dan Tanah Pemda,(Jakarta: Mandar Maju, 2004).hlm
9 Upaya Penegakan Hukum Kepemilikan Tanah (Intan Baiduri) baik miliknya sendiri atau kepunyaan orang lain maupun bersamasama kepunyaan orang lain Upaya penegakan hukum terhadap kepemilikan tanah yang melampaui batas maksimum di wilayah padat penduduk di Kelurahan Mugirejo Kecamatan Samarinda Utara Kota Samarinda berdasarkan Undang-Undang No. 56 Prp Tahun 1960 Tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian Pelaksanaan ketentuan yang tercantum dalam Peraturan Perundang-undangan mengenai kepemilikan tanah yang melampaui batas maksimum, khususnya yang ada dalam Pasal 1 Ayat (1), (2), dan (3) Undang-undang Nomor 56 Prp Tahun 1960 tidak dapat berjalan secara optimal khususnya di Kota Samarinda. Ini dikarenakan adanya beberapa faktor penghambat atau kendala-kendala yang ada dalam pelaksanaanya yaitu : a. Dari Segi Subtansinya Dalam aturan yang ada dianggap sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman dan masyarakat yang ada pada saat ini. Dikatakan demikian adalah karena salah satunya dilihat dari pada sanksi yang ditetapkan dirasa terlalu ringan yaitu diatur dalam Pasal 10 Ayat 1 Undangundang Nomor 56 Prp Tahun 1960, dimana dalam pasal tersebut dinyatakan bahwa : Barang siapa yang memiliki tanah melebihi dari pada batas maksimum dan tidak melaporkannya ke Kantor Pertanahan maka akan dikenakan sanksi 3 bulan penjara dan/atau denda ,- Aturan yang menyatakan sanksi dalam Pasal 10 Ayat 1 Undang-undang Nomor 56 Prp Tahun 1960 tersebut dianggap sudah tidak dapat menimbulkan suatu efek rasa takut kepada masyarakat yang berusaha untuk melanggarnya, karena apabila dilihat dari pada sanksi atau ancaman hukumannya dan denda yang akan dijatuhkan dianggap terlalu ringan. Selain itu sebagai acuan atau panduan dalam pelaksanaan ketentuan yang tercantum dalam perundang-undangan ini tidak ada aturan pelaksanaanyang mengatur secara rinci bagaimana seharusnya 13 Herman Hermit, ibid; hlm
10 Jurnal Beraja Niti, Volume 3 Nomor 9 pelaksanaan mengenai pembatasan akan kepemilikan hak atas tanah tersebut. Pelaksanaan dari pada ketentuan yang termaksud dalam Undangundang Nomor 56 Prp Tahun 1960 di Kota Samarinda oleh Kantor Pertanahan Kota Samarinda dilaksanakan dengan cara setiap pihak yang akan mendaftarkan tanahnya diwajibkan untuk membuat Surat Pernyataan, yang mana dalam surat pernyataan tersebut berisi penegasan bahwa pihak yang membuat surat pernyataan tersebut tidak memiliki tanah melebihi batas maksimum yang telah ditetapkan. Berdasarkan fakta yang ada selama ini isi dari surat pernyataan yang dibuat oleh pihak yang bersangkutan tidak pernah dilakukan pengecekan akan kebenarannya oleh Kantor Pertanahan Kota Samarinda yang berarti disini peran dari Kantor Pertanahan dalam memantau kepemilikan hak atas tanah bagi seseorang atau satu keluarga bersifat pasif. Kantor Pertanahan dalam pelaksanaanya lebih mengutamakan adanya suatu kepercayaan kepada masyarakat yang akan mendaftarkan tanahnya tersebut dalam membuat surat pernyataan. Menurut pendapat penulis disinilah letak dari kelemahan pelaksanaan ketentuan yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 56 Prp Tahun 1960 Tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian, dimana Kantor Pertanahan hanya bersandar pada adanya suatu kepercayaan masyarakat yang tidak dapat dipungkiri bahwa inilah yang dapat menjadi suatu penyebab dari adanya manipulasi atau pelanggaran yang akan dilakukan oleh masyarakat terhadap aturan tersebut. Selain diwajibkan membuat surat pernyataan, ada juga yang dinamakan dengan kartu kendali. Kartu kendali adalah sebagai kartu masuk atau dapat dikatakan sebagai kartu pengantar untuk dilakukan pengecekan akan kepemilikan pihak tersebut akan sebidang tanah. Apabila oleh Kantor Pertanahan dinyatakan bahwa pihak yang bersangkutan tersebut tidak memiliki tanah melebihi dari pada batas maksimum yang ditetapkan maka kartu kendali tersebut akan di cap atau di bubuhi stempel oleh Kantor Pertanahan yang berarti bahwa telah selesai dilakukan pengecekan. 10
11 Upaya Penegakan Hukum Kepemilikan Tanah (Intan Baiduri) b. Dari Segi Aparat dan Sarana Prasarana Dilihat dari pada pelaksana aturan tersebut, baik itu dari pada aparat atau pejabat yang berwenang, sarana dan prasarana yang ada dan mendukung pelaksana peraturan tersebut. Apabila dilihat dari aparat atau pejabat, maka dilihat salah satunya adalah dari pada kurangnya pengetahuan yang dimiliki seputar ketentuan yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 56 Prp Tahun 1960 Tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian dan bagaimana dalam pelaksanaan aturan tersebut. Dengan berlandaskan faktor tersebut maka otomatis juga akan mempengaruhi kinerja dari pada aparat atau pejabat yang berwenang di dalam melaksanakan peraturan itu sendiri. Tidak adanya suatu kebijakan-kebijakan yang tegas dari pada aparat atau pejabat yang berwenang dalam menindak pihak-pihak yang melanggar ketentuanketentuan yang ada. Kenapa disebut demikian adalah karena selama ini walaupun aparat atau pejabat yang berwenang tersebut mengetahui adanya pihak yang mempunyai tanah yang melebihi dari pada batas maksimum mereka hanya diam dan tidak melakukan tindakan tegas atau bahkan dengan kata lain mereka malah berusaha untuk menutupnutupi kondisi yang ada. Kinerja dari pejabat yang berwenang juga tidak dapat berjalan secara optimal tanpa adanya sarana dan prasarana yang menunjang. Tersedianya sarana dan prasarana yang menunjang otomatis harus dibarengi dengan tersedianya anggaran dana yang optimal juga, karena tidak dapat dipungkiri dalam pelaksanaan suatu aturan yang ada keberadaan akan ketersediaan anggaran dana yang cukup adalah merupakan faktor yang sangat vital. Misalnya seperti dalam pemantauan dari pada kepemilikan tanah yang dinyatakan dalam Surat Pernyataan, untuk mengetahui kebenaran dari pada pernyataan yang dibuat oleh pihak tersebut otomatis diperlukan suatu kinerja yang lebih seperti seperti dahulu ada yang disebut dengan Tim Investarisasi tanah, yang mana pada saat ini tidak ada lagi karena ketiadaan dana yang ada untuk membiayai kegiatan tersebut. Selain itu keadaan ini juga 11
12 Jurnal Beraja Niti, Volume 3 Nomor 9 mempengaruhi dari pada sosialisasi yang harus dilakukan oleh aparat atau pejabat Kantor Pertanahan kepada masyarakat mengenai penerapan aturan tersebut sehingga banyak masyarakat yang tidak mengetahui adanya peraturan ini. Selain itu apabila dilihat dari segi sarana prasarana yang menunjang pelaksanaan yang tidak dapat disediakan dikarenakan salah satunya adalah ketiadaan anggaran dana patut untuk dipertanyakan karena dengan melihat begitu banyaknya dana-dana yang mengalir deras bagi pelaksanaan suatu pengembangan pembangunan yang bahkan sampai menimbulkan tindak pidana korupsi. Disini dilihat begitu pentingnya suatu pelaksanaan pembatasan kepemilikan hak atas tanah untuk seseorang atau satu keluarga adalah guna untuk mencegah terjadinya konflik-konflik sosial yang timbul dimasyarakat dengan mengingat bahwa dari hari kehari kebutuhan akan tanah itu semakin besar dan begitu pula dengan nilai ekonomisnya. c. Dari Segi Budaya Masyarakat Maksudnya disini adalah dilihat dari segi pemikiran ekonomis masyarakat. Dimana disadari bahwa semakin berkembangnya zaman maka semakin besar pula kebutuhan ekonomi yang harus dipenuhi oleh masyarakat untuk menunjang kehidupannya. Bahwa tanah adalah merupakan salah satu aset yang mempunyai nilai ekonomis tinggi yang dari hari kehari posisinya makin meningkat tidak dapat dipungkiri lagi. Maka dari itu banyak pihak-pihak yang berusaha dengan berbagai cara untuk memperolehnya atau bahkan memonopolinya dari pada kepemilikan hak atas tanah tersebut. Ini dimaksudkan hanya dengan satu maksud dan tujuan yaitu memperoleh nilai ekonomis sebanyakbanyaknya dari tanah tersebut. Dan kondisi ini juga dipengaruhi oleh kurangnya pengetahuan atau sosialisasi kepada masyarakat akan adanya suatu peraturan yang membatasi kepemilikan hak atas tanah itu sendiri. Tetapi ada juga suatu keadaan dimana walaupun pihak tersebut mengetahui bahwa apa yang dilakukannya itu bertentangan dengan peraturan undang-undang yang ada, pihak tersebut berusaha agar apa yang dilakukannya itu dapat dianggap benar didepan hukum seperti 12
13 Upaya Penegakan Hukum Kepemilikan Tanah (Intan Baiduri) halnya memanipulasi surat pernyataan atau juga berusaha untuk melakukan penyuapan kepada aparat atau pejabat yang berwenang agar apa yang diperbuat tidak dikatakan sebagai suatu pelanggaran. Kebanyakan memang pihak-pihak yang memilikitanah yang luas atau boleh dikatakan telah melebihi dari pada batas maksimum yang telah ditetapkan oleh adalah merupakan pihak-pihak yang memang mempunyai tingkatan kedudukan dan pengaruh yang tinggi baik itu dalam pemerintahan atau masyarakat seperti pejabat-pejabat atau pengusaha. Menurut pendapat penulis di sini perlu diciptakannya adanya suatu keadaan masyarakat diharuskan untuk mematuhi adanya aturan yang diberlakukan dan adanya ketegasan dalam pemberlakuan aturan tersebut yang mana sesuai dengan sifat dari hukum itu sendiri yaitu bersifat memaksa. Adanya suatu keadaan dimana masyarakat berusaha atau bahkan melanggar ketentuan yang termaksud dalam Undangundang Nomor 56 Prp Tahun 1960 Tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian menandakan bahwa adanya ketidak tegasan dalam pelaksanaan aturan tersebut yang memang seharusnya dilakukan tanpa memandang siapa dan apa kedudukan serta jabatannya pihak tersebut atau dapat dikatakan adalah adanya suatu kelonggaran dalam pelaksanaan ketentuan tersebut yang berarti bahwa keadaan ini dapat dikaitkan dengan ketidak optimalnya pelaksanaan peraturan tersebut yang dipengaruhi baik itu segi subtansinya dalam hal sanksinya yang dianggap tidak berat dan dari segi aparat atau pejabat yang berwenang yang boleh dikatakan memberikan suatu peluang bagi masyarakat untuk melakukan tindakan pelanggaran. Di sebutkan dalam Pasal 3 Undang-undang Nomor 56 Prp Tahun 1960 bahwa : Orang-orang atau kepala-kepala keluarga yang anggota-anggota keluarganya menguasai tanah pertanian yang jumlah luasnya melebihi luas maksimum wajib untuk melaporkan hal itu kepada Kepala Agraria 13
14 Jurnal Beraja Niti, Volume 3 Nomor 9 Daerah Kabupaten/Kota yang bersangkutan di dalam waktu 3 bulan sejak mulai berlakunya peraturan ini. Kalau dipandang perlu maka jangka waktu tersebut diperpanjang oleh Menteri Agraria. Dalam Pasal 6 Undang-undang Nomor 56 Prp Tahun 1960 dinyatakan bahwa : Barang siapa sesudah memulai berlakunya peraturan ini memperoleh tanah pertanian yang dikuasai olehnya dari anggota-anggota keluarganya berjumlah lebih dari luas maksimum wajib berusaha supaya paling lambat 1 (satu) tahun sejak diperolehnya tanah tersebut jumlah tanah pertanian yang dikuasai itu luasnya tidak melebihi dari pada batas maksimum Jika ketentuan yang tercantum dalam Pasal 3 dan Pasal 6 Undangundang Nomor 56 Tahun 1960 Tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian tidak dilaksanakan maka dalam Pasal 10 Ayat 1 dinyatakan bahwa : Barang siapa tidak melaksanakan kewajiban tersebut seperti tertera dalam Pasal 3 dan Pasal 6 maka akan dikenakan pidana dengan hukuman kurungan selama-lamanya 3 bulan dan/atau denda sebanyakbanyaknya Rp ,- Dalam Pasal 10 Ayat 4 Undang-undang Nomor 56 Tahun 1960 disebutkan bahwa : Jika terjadi tindak pidana seperti tersebut diatas makatanah yang selebihnya dari luas maksimum jatuh pada negara yaitu jika tanah tersebut semuanya milik terhukum dan/atau anggota-anggota keluarganya dengan ketentuan bahwa pihak tersebut diberi suatu kesempatan untuk mengemukakan keinginannya mengenai tanah yang jatuh pada negara itu dengan catatan tidak berhak atas ganti kerugian dalam bentuk apapun juga Berhubung dengan ketentuan bahwa pihak yang bersangkutan diberi suatu kesempatan dalam mengemukakan keinginannya mengenai tanah yang akan jatuh pada negara maka pengaturannya diatur dalam Pasal 8 Ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 224 Tahun 1961 tentang 14
15 Upaya Penegakan Hukum Kepemilikan Tanah (Intan Baiduri) Pelaksanaan Pembagian Tanah dan Pemberian Ganti Kerugian yaitu menyatakan bahwa : Pemilik tanah yang melebihi dari batas maksimum termaksud dalam Undang-undang Nomor 56 Prp Tahun 1960 diberi suatu kesempatan untuk mengajukan usul kepada Menteri Agraria mengenai bagian-bagian mana dari tanahnya yang pihak tersebut inginkan tetap menjadi miliknya Untuk tanah yang diserahkan secara sadar oleh pihak-pihak yang terkait maka penyelesainnya akan dilakukan dengan berlandaskan pada ketentuan yang tercantum dalam Pasal 17 Ayat 3 Undang-undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960, dimana dinyatakan bahwa : Tanah-tanah yang merupakan kelebihan dari batas maksimum akan diambil oleh pemerintah dengan adanya suatu ganti kerugian, dan dimana dalam pelaksanaannya diatur dalam Peraturan Pemerintah Penutup A. Kesimpulan Berdasarkan hasil pembahasan, maka penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Kesimpulan dari permasalahan pertama bahwa adanya 3 bidang tanah yang melebihi batas maksimum di daerah Mugirejo Kecamatan Samatrinda Utara Kota Samarinda yang dimiliki 3 orang berbeda, menurut penulis ketentuan pemberlakuan pembatasan bagi kepemilikan seseorang atau keluarga atas tanah di kota Samarinda sendiri sudah tidak sesuai lagi dengan pemberlakuan Undangundang Nomor 5 Tahun 1960 Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria dan Undang-undang Nomor 56 Prp Tahun 1960 Tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian yang telah diterapkan. Dimana mengingat keberadaan sebidang tanah di kota Samarinda semakin susah didapatkan di karenakan semakin bertambahnya jumlah penduduk, upaya BPN untuk melaksanakan peraturan yaitu masyarakat yang ingin melakukan pendaftaran tanah diwajibkan untuk membuat surat 15
16 Jurnal Beraja Niti, Volume 3 Nomor 9 pernyataan dan surat kendali yang fungsinya sebagai kartu masuk atau pengantar untuk melakukan pengecekan sebidang tanah. Namun dari pihak BPN tidak melakukan pengecekan lahan dan dari pihak kecamatan tidak melakukan konfirmasi kepada pihak BPN. Berarti Kantor Pertanahan Kota Samarinda hanya berlandaskan pada adanya kepercayaan kepada masyarakat dalam pelaksanaannya. 2. Upaya penegakan hukum terhadap kepemilikan tanah yang melampaui batas maksimum yang tercantum dalam Pasal 1 Ayat 1, 2, dan 3 Undang-undang Nomor 56 Prp Tahun 1960 tidak dapat berjalan optimal dikarenakan adanya beberapa faktor penghambat atau kendala-kendala yang ada dalam pelaksanaannya seperti dari segi substansinya yang dilihat dari aturan yang mengatur sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman dan masyarakat karena di lihat dari sanksi yang di atur dalam Pasal 10 Ayat 1 Undang-undang Nomor 56 Prp Tahun 1960 terlalu ringan yang hanya dikenakan sanksi 3 bulan penjara atau denda Rp ,-. Dari segi aparat dan sarana prasarananya kurang tegasnya para aparat atau pejabat yang berwenang dalam pihak-pihak yang melanggar ketentuan-ketentuan yang ada. Faktor lainnya bisa dilihat dari segi budaya masyarakat disini bisa dilihat dari segi pemikiran masyarakatnya yang berusaha dengan berbagai cara untuk memperolehnya atau bahkan memonopolinya dari kepemilikan tanah tersebut dengan cara melakukan penyuapan kepada aparat atau pejabat yang berwenang, dimaksudkan hanya dengan satu maksud dan tujuan yaitu memperoleh nilai ekonomis sebanyak-banyaknya dari tanah tersebut. B. Saran 1. Pemerintah Kota Samarinda harus bisa lebih tegas terhadap setiap masyarakat yang ingin melakukan pendaftaran tanah di Kelurahan Mugirejo dan melaksanakan prosedur yang sudah di tetapkan dari pihak BPN, karena semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat akan tanah di Kota Samarinda. 16
17 Upaya Penegakan Hukum Kepemilikan Tanah (Intan Baiduri) 2. Seharusnya ada perbaikan dalam Undang-undang Nomor 56 Prp Tahun 1960 Tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian yang dimana ada aturan yang mengatur dalam Pasal 10 Undang-undang 56 Prp Tahun 1960 Barang siapa yang memiliki tanah melebihi dari pada batas maksimum dan tidak melaporkannya ke Kantor Pertanahan maka akan dikenakan sanksi 3 bulan penjara dan/atau denda Rp ,-. Karena sanksi tersebut sangat ringan jadi hingga sekarang masih adanya aparat-aparat yang tidak mengikuti aturan yang ditetapkan. Dan sebaiknya ada pengecekan setiap tahunnya di setiap Kantor Kelurahan dan Kantor Kecamatan tentang data masyarakat yang melakukan pendaftaran tanah, Jadi bisa langsung dilaksanakan pengecekkan lahan oleh pihak BPN Kota Samarinda. Agar nantinya tidak akan terjadi suatu monopoliakan keberadaan tanah yang pada akhirnya menimbulkan suatu konflik sosial di masyarakat. Untuk itu diperlukan suatu aturan yang mana bukan hanya dalam bentuk tulisan dan lembaran tetapi juga harus dilaksanakan dengan seoptimal mungkin sehingga tujuan dari pada aturan tersebut dapat tercapai. Daftar Pustaka A. Buku Harsono, Budi, 1999, Hukum Agraria Indonesia, Jakarta. Hermit, Herman, 2004, Cara Memperoleh Sertifikat Tanah Hak Milik, Tanah Negara dan Pemda, Mandar Maju. Kadir, Muhammad Abdul, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, PT Citra Aditiya Bakti, Bandung. Perlindungan, A. P, 1999, Pendaftaran Tanah di Indonesia. Mandar Maju, Bandung. Ruchiat, eddy, 2006, Politik Pertanahan Nasional Hingga Orde Reformasi, PT. ALUMNI, Bandung. Soekanto, Soejono, 1979, Penegakan hukum, Universitas Indonesia, Jakarta. Supriadi, 2007, Hukum Agraria, Sinar Grafika, Jakarta. Santoso, Urip, 2007, Hukum Agraria dan Hak-Hak Atas Tanah, Penerbit Kencana, Jakarta. Sunggono, Bambang, 2006, Metode Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. 17
18 Jurnal Beraja Niti, Volume 3 Nomor 9 Tim Lapera, 2001, Prinsip-prinsip Reforma Agraria, Penerbit Lapera Pustaka Utama, Yogyakarta. Yamin, Muhammad, 2004, Beberapa Masalah Aktual Hukum Agraria, Medan. B. Peraturan Perundang-undangan Republik Indonesia, Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria. Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 56 Prp Tahun 1960 Tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian. Peraturan Pemerintah Nomor 224 Tahun 1961 Tentang Pelaksanaan Pembagian Tanah dan Pemberian Ganti Kerugian. C. Dokumen Hukum, Hasil Penelitian, Tesis dan Disertasi Cristina Tien Agustina. S, (2010), Tinjauan Terhadap Kepemilikan Tanah Yang Melampaui Batas Maksimum Di Desa Jonggon Jaya Kecamatan Loa -Kulu Kabupaten Kutai Kartanegara, Skripsi, Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Mulawarman, Samarinda. Mawardi, (2011), Tinjauan Hukum Terhadap Kepemilikan Tanah Pertanian Yang Melampaui Batas Maksimum Berdasarkan Undangundang Nomor 56 Prp Tahun 1960 Tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian, Studi Di Kecamatan Samarinda Sebrang, Skripsi Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Mulawarman, Samarinda. D. Artikel Internet Daniel Nainggolan file:///f/baru/uos..!! Pengertian Hak Atas Tanah.htm Artikel diakses pada tanggal 20 Juni 2014 pukul wita. 18
BAB I PENDAHULUAN. pemilik tanah, petani penggarap tanah maupun sebagai buruh tani. Oleh karena itu
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara agraris dimana penduduknya sebagian besar bermata pencaharian dibidang pertanian (agraris) baik sebagai petani pemilik tanah,
Lebih terperinciBAB II. Tinjauan Pustaka. Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkan pengertian mengenai tanah, adalah
8 BAB II Tinjauan Pustaka 2.1 Tanah Obyek Landreform 2.1.1 Pengertian Tanah Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkan pengertian mengenai tanah, adalah permukaan bumi atau lapisan bumi yang diatas sekali;
Lebih terperinciPERTEMUAN MINGGU KE-10 LANDREFORM DI INDONESIA. Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA
PERTEMUAN MINGGU KE-10 LANDREFORM DI INDONESIA Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA PENGERTIAN LANDREFORM Perkataan Landreform berasal dari kata: land yang artinya tanah, dan reform yang artinya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Manusia dalam kehidupannya tidak dapat dipisahkan dari tanah.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Manusia dalam kehidupannya tidak dapat dipisahkan dari tanah. Tanah diperlukan manusia sebagai ruang gerak dan sumber kehidupan. Sebagai ruang gerak, tanah memberikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Tanah sebagai permukaan bumi merupakan faktor yang sangat penting
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Tanah sebagai permukaan bumi merupakan faktor yang sangat penting untuk menunjang kesejahteraan rakyat dan sumber utama bagi kelangsungan hidup dalam mencapai
Lebih terperinciRESUME PROSEDUR PEMECAHAN TANAH PERTANIAN DAN CARA-CARA KEPEMILIKAN TANAH ABSENTEE DI KANTOR BADAN PERTANAHAN NASIONAL KABUPATEN JOMBANG
RESUME PROSEDUR PEMECAHAN TANAH PERTANIAN DAN CARA-CARA KEPEMILIKAN TANAH ABSENTEE DI KANTOR BADAN PERTANAHAN NASIONAL KABUPATEN JOMBANG Disusun Oleh : BANUN PRABAWANTI NIM: 12213069 PROGRAM STUDI MAGISTER
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 56 TAHUN 1960 TENTANG PENETAPAN LUAS TANAH PERTANIAN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 56 TAHUN 1960 TENTANG PENETAPAN LUAS TANAH PERTANIAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perlu ditetapkan luas maksimum
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang tidak dapat
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang tidak dapat terpisahkan dengan kehidupan manusia. Karena bagi manusia, tanah merupakan tempat untuk hidup
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 56 TAHUN 1960 TENTANG PENETAPAN LUAS TANAH PERTANIAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 56 TAHUN 1960 TENTANG PENETAPAN LUAS TANAH PERTANIAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa perlu ditetapkan luas maksimum dan minimum tanah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULAN. digunakan untuk pemenuhan berbagai kebutuhan dasar manusia seperti untuk
BAB I PENDAHULAN A. Latar Belakang Masalah Tanah memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia. Tanah dapat digunakan untuk pemenuhan berbagai kebutuhan dasar manusia seperti untuk sandang, pangan dan
Lebih terperinciPERPU 56/1960, PENETAPAN LUAS TANAH PERTANIAN. Oleh:PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
PERPU 56/1960, PENETAPAN LUAS TANAH PERTANIAN Oleh:PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor:56 TAHUN 1960 (56/1960) Tanggal:29 DESEMBER 1960 (JAKARTA) Tentang:PENETAPAN LUAS TANAH PERTANIAN [ Dengan UU No 1 Tahun
Lebih terperinciKata kunci : Tanah Pertanian, Hak Penguasaan, UU No 56/1960
HAK PENGUASAAN TANAH PERTANIAN YANG MELAMPAUI BATAS DITINJAU DARI PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 56 TAHUN 1960 I MADE HENDRA PUTRA / D 101 12 036 PEMBIMBING I PEMBIMBING II : Abraham
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. tanda bukti kepemilikan. Tanah adat tersebut hanya ditandai dengan ciri-ciri fisik
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak zaman manusia Indonesia hidup bertani dan menetap, dimulai pola penguasaan tanah secara adat dan berlangsung turun temurun tanpa memiliki tanda bukti kepemilikan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sejak dulu tanah sangat erat hubungannya dengan kehidupan manusia sehari hari
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak dulu tanah sangat erat hubungannya dengan kehidupan manusia sehari hari dan merupakan kebutuhan hidup manusia yang mendasar. Manusia hidup dan berkembang biak,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tercapainya kemakmuran rakyat, sebagaimana termuat dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi:
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya mengandalkan hidup dari tanah pertanian sehingga tanah merupakan kebutuhan bagi setiap orang.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. petani penggarap tanah maupun sebagai buruh tani. Oleh karena itu tanah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Negara Indonesia merupakan negara agraris dimana penduduknya sebagian besar bermatapencaharian dibidang pertanian (agraris) baik sebagai pemilik tanah, petani
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pada satu pihak tertentu, akibatnya ada masyarakat atau pihak lain yang sama
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah pertanahan merupakan masalah yang kompleks. Tidak berjalannya program landreform yang mengatur tentang penetapan luas pemilikan tanah mengakibatkan terjadinya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hakekatnya bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional yang dilaksanakan oleh Bangsa Indonesia pada hakekatnya bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia, secara adil
Lebih terperinciA. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah memiliki peran yang sangat berpengaruh dalam kehidupan manusia dan memiliki nilai yang tak terbatas dalam melengkapi berbagai kebutuhan hidup manusia,
Lebih terperinciJURNAL BERAJA NITI ISSN : Volume 3 Nomor 4 (2014) Copyright 2014
JURNAL BERAJA NITI ISSN : 2337-4608 Volume 3 Nomor 4 (2014) http://e-journal.fhunmul.ac.id/index.php/beraja Copyright 2014 PERBANDINGAN HUKUM PENGUASAAN DAN PENGUSAHAAN MINYAK DAN GAS BUMI DI INDONESIA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Di era globalisasi seperti sekarang ini, tanah merupakan suatu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Di era globalisasi seperti sekarang ini, tanah merupakan suatu kebutuhan bagi manusia. Tanah sangat diperlukan oleh masyarakat untuk menunjang berbagai aspek
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum tentang Tanah Terlantar Sebagaimana diketahui bahwa negara Republik Indonesia memiliki susunan kehidupan rakyatnya termasuk perekonomiannya bercorak agraris, bumi,
Lebih terperinciBab II HAK HAK ATAS TANAH. A. Dasar Hukum Hak-Hak Atas Tanah menurut UUPA. I. Pasal pasal UUPA yang menyebutkan adanya dan macamnya hak hak atas
Bab II HAK HAK ATAS TANAH A. Dasar Hukum Hak-Hak Atas Tanah menurut UUPA I. Pasal pasal UUPA yang menyebutkan adanya dan macamnya hak hak atas tanah adalah Pasal 4 ayat 1 dan 2, 16 ayat 1 dan 53. Pasal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya,
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya, termasuk perekonomiannya, terutama masih bercorak agraria, bumi, air dan ruang angkasa, sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dapat bermanfaat bagi pemilik tanah maupun bagi masyarakat dan negara.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 6 Undang-undang Pokok Agraria Tahun 1960 menetapkan bahwa semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial. Ini berarti, bahwa penggunaan tanah harus sesuai dengan
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut:
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan data yang diperoleh di lapangan dan dipadukan dengan data yang diperoleh dari kepustakaan, kemudian dianalisis dengan cara kualitatif penulis dapat mengambil kesimpulan
Lebih terperinciHAK MILIK DAN HAK GUNA USAHA (Menurut UUPA)
www.4sidis.blogspot.com HAK MILIK DAN HAK GUNA USAHA (Menurut UUPA) MAKALAH Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Pertanahan PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kaitanya tentang hukum tanah, merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Tanah merupakan salah satu faktor penting yang sangat erat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Tanah merupakan salah satu faktor penting yang sangat erat hubungannya dengan kehidupan manusia di jaman modern saat ini. Hal ini terlihat dari ketergantungan
Lebih terperinciABSTRAKSI SKRIPSI PELAKSANAAN LANDREFORM DAN PENGARUHNYA TERHADAP KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI KABUPATEN SLEMAN
ABSTRAKSI SKRIPSI PELAKSANAAN LANDREFORM DAN PENGARUHNYA TERHADAP KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI KABUPATEN SLEMAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa dan sekaligus merupakan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa dan sekaligus merupakan kekayaan Nasional yang tercermin dari hubungan antara Bangsa Indonesia dengan tanah yaitu hubungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk mensejahterakan rakyatnya. Tujuan tersebut juga mengandung arti
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah sebuah negara hukum yang pada dasarnya bertujuan untuk mensejahterakan rakyatnya. Tujuan tersebut juga mengandung arti untuk segenap aspek penghidupan
Lebih terperinciBAB II PENGATURAN TANAH TERLANTAR MENURUT HUKUM AGRARIA. tidak terpelihara, tidak terawat, dan tidak terurus.
19 BAB II PENGATURAN TANAH TERLANTAR MENURUT HUKUM AGRARIA A. Pengertian Tanah Terlantar Tanah terlantar, terdiri dari dua (2) kata yaitu tanah dan terlantar. Tanah dalam pengertian yuridis adalah permukaan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 224 TAHUN 1961 TENTANG PELAKSANAAN PEMBAGIAN TANAH DAN PEMBERIAN GANTI KERUGIAN
PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 224 TAHUN 1961 TENTANG PELAKSANAAN PEMBAGIAN TANAH DAN PEMBERIAN GANTI KERUGIAN PRESIDEN, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan Landreform perlu diadakan peraturan tentang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ayat (2) UU No.5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria yang merupakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Wilayah Indonesia adalah kesatuan tanah air dari seluruh rakyat Indonesia, yang bersatu sebagai bangsa Indonesia. Seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk
Lebih terperinciHUKUM AGRARIA. Pengertian Hukum Agraria dan Hukum Tanah. Dalam Mata Kuliah Pengantar Hukum Indonesia
HUKUM AGRARIA Pengertian Hukum Agraria dan Hukum Tanah Dalam Mata Kuliah Pengantar Hukum Indonesia Dr. H. Martin Roestamy S.H., M.H FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS DJUANDA BOGOR www.unida.ac.id DAFTAR BACAAN
Lebih terperinciPEMANDANGAN UMUM. UUPA mulai berlaku pada tanggal 24 September Undang-undang ini
PEMANDANGAN UMUM Perubahan yang revolusioner UUPA mulai berlaku pada tanggal 24 September 1960. Undang-undang ini benar-benar memuat hal-hal yang merupakan perubahan yang revolusioner dan drastis terhadap
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 224 TAHUN 1961 TENTANG PELAKSANAAN PEMBAGIAN TANAH DAN PEMBERIAN GANTI KERUGIAN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 224 TAHUN 1961 TENTANG PELAKSANAAN PEMBAGIAN TANAH DAN PEMBERIAN GANTI KERUGIAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dalam rangka pelaksanaan Landreform
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perkembangan zaman, UUD 1945 telah empat kali mengalami perubahan. atau amandemen. Di dalam bidang hukum, pengembangan budaya hukum
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) adalah hukum dasar di Negara Republik Indonesia. Seiring perkembangan zaman, UUD 1945 telah empat
Lebih terperinciSawah atau Tanah kering (hektar) (hektar) 1. Tidak padat Padat: a. kurang padat b. cukup padat 7,5 9 c.
UNDANG-UNDANG NO. 56 PRP TAHUN 1960*) TENTANG PENETAPAN LUAS TANAH PERTANIAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa perlu ditetapkan luas maksimum dan minimum tanah pertanian sebagai yang dimaksud
Lebih terperinciBAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. 1. Pelaksanaan pemberian Hak Milik dari tanah negara dan. perlindungan hukumnya di Kabupaten Kutai Timur pada tahun
BAB III PENUTUP A. Kesimpulan 1. Pelaksanaan pemberian Hak Milik dari tanah negara dan perlindungan hukumnya di Kabupaten Kutai Timur pada tahun 2013 sudah sesuai dengan Pasal 3 angka 2 Peraturan Menteri
Lebih terperinciJURNAL BERAJA NITI ISSN : Volume 3 Nomor 9 (2014) Copyright 2014
JURNAL BERAJA NITI ISSN : 2337-4608 Volume 3 Nomor 9 (2014) http://e-journal.fhunmul.ac.id/index.php/beraja Copyright 2014 TINJAUAN YURIDIS PENGAWASAN BADAN LINGKUNGAN HIDUP KOTA SAMARINDA TERHADAP USAHA
Lebih terperinciPELAKSANAAN GADAI TANAH PERTANIAN DI DESA TANRARA KECAMATAN BONTONOMPO SELATAN KABUPATEN GOWA
92 PELAKSANAAN GADAI TANAH PERTANIAN DI DESA TANRARA KECAMATAN BONTONOMPO SELATAN KABUPATEN GOWA Oleh: SRIWAHYUNI Mahasiswa Jurusan PPKn FIS Universitas Negeri Makassar MUSTARING Dosen PPKn Fakultas Ilmu
Lebih terperinci*Dosen Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Tadulako.
LANDREFORM SEBAGAI SOLUSI MASALAH KETIMPANGAN PEMILIKAN DAN PENGUASAAN TANAH Marini Citra Dewi* 1 Abstract Implementation of the land reform program is an effort made by each country to make changes in
Lebih terperincirakyat yang makin beragam dan meningkat. 2 Kebutuhan tanah yang semakin
1 Perkembangan masyarakat di Indonesia terjadi begitu pesat pada era globalisasi saat ini. Hal ini tidak hanya terjadi di perkotaan saja, di desa-desa juga banyak dijumpai hal tersebut. Semakin berkembangnya
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 56 TAHUN 1960 TENTANG PENETAPAN LUAS TANAH PERTANIAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 56 TAHUN 1960 TENTANG PENETAPAN LUAS TANAH PERTANIAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perlu ditetapkan luas maksimum dan minimum tanah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM DAN HAK PENGUASAAN ATAS TANAH
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM DAN HAK PENGUASAAN ATAS TANAH A. Tinjauan Umum tentang Perlindungan Hukum 1. Pengertian Perlindungan Hukum Perlindungan hukum adalah sebuah hak yang bisa
Lebih terperinciKEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,
KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENDAYAGUNAAN TANAH NEGARA BEKAS TANAH TERLANTAR DENGAN
Lebih terperinciProgram Studi Magister Kenotariatan Universitas Diponegoro Semarang 2010
IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1960 TENTANG PERJANJIAN BAGI HASIL DI KABUPATEN KAMPAR PROPINSI RIAU TESIS Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Derajat Sarjana S2 Program Studi Magister
Lebih terperinciJURNAL BERAJA NITI ISSN : Volume 3 Nomor 2 (2014) Copyright 2014
JURNAL BERAJA NITI ISSN : 2337-4608 Volume 3 Nomor 2 (2014) http://e-journal.fhunmul.ac.id/index.php/beraja Copyright 2014 TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN NEGERI SAMARINDA NOMOR 66/PDT.G/2007/PN.SMDA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebagai alat investasi yang sangat menguntungkan. Keadaan seperti itu yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah adalah bagian dari bumi yang merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa untuk memenuhi kebutuhan papan dan lahan yang menjadikan tanah sebagai alat investasi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Tanah sebagai salah satu kebutuhan dalam penyelenggaraan hidup
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah sebagai salah satu kebutuhan dalam penyelenggaraan hidup manusia memiliki peranan yang sangat vital. Masyarakat Indonesia yang bercorak hidup agraris menggantungkan
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS A. Perbedaan Antara Masyarakat dan Masyarakat Adat
BAB IV ANALISIS A. Perbedaan Antara Masyarakat dan Masyarakat Adat Penyebutan masyarakat dapat ditemukan dalam berbagai peraturan. Masyarakat yang dimaksud tersebut bukan berarti menunjuk pada kerumunan
Lebih terperinciBAB I PERKEMBANGAN SEJARAH HUKUM AGRARIA
BAB I PERKEMBANGAN SEJARAH HUKUM AGRARIA Perkembangan sejarah hukum agraria di Indonesia, dapat dilihat dalam 4 (empat) tahapan, yaitu tahap Indonesia sebelum merdeka (masa kolonial), tahap Pemerintahan
Lebih terperinciBAB V PENUTUP A. KESIMPULAN. Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka penulis menarik kesimpulan. sebagai berikut :
115 BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka penulis menarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Pelaksanaan perndaftaran tanah pertanian hasil redistribusi tanah Absentee dalam
Lebih terperinciPERSOALAN AREAL PERKEBUNAN PADA KAWASAN KEHUTANAN. - Supardy Marbun - ABSTRAK
PERSOALAN AREAL PERKEBUNAN PADA KAWASAN KEHUTANAN - Supardy Marbun - ABSTRAK Persoalan areal perkebunan pada kawasan kehutanan dihadapkan pada masalah status tanah yang menjadi basis usaha perkebunan,
Lebih terperinciHUKUM AGRARIA. Seperangkat hukum yang mengatur Hak Penguasaan atas Sumber Alam. mengatur Hak Penguasaan atas Tanah. Hak Penguasaan Atas Tanah
HUKUM AGRARIA LUAS SEMPIT PENGERTIAN Seperangkat hukum yang mengatur Hak Penguasaan atas Sumber Alam Seperangkat hukum yang mengatur Hak Penguasaan atas Tanah OBYEK RUANG LINGKUP Hak Penguasaan atas Sumbersumber
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia dikenal sebagai Negara Agraris, bahwa tanah-tanah di
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dikenal sebagai Negara Agraris, bahwa tanah-tanah di Indonesia sangat luas dan subur sehingga memberi banyak manfaat khususnya dibidang pertanian.
Lebih terperinciBAB IV HAMBATAN PELAKSANAAN REDISTRIBUSI TANAH OBYEK LANDREFORM DAN UPAYA YANG HARUS DILAKUKAN DI KECAMATAN TALANG EMPAT KABUPATEN BENGKULU TENGAH
63 BAB IV HAMBATAN PELAKSANAAN REDISTRIBUSI TANAH OBYEK LANDREFORM DAN UPAYA YANG HARUS DILAKUKAN DI KECAMATAN TALANG EMPAT KABUPATEN BENGKULU TENGAH A. Hambatan Pelaksanaan Redistribusi Tanah Obyek Landreform
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Selaras dengan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah sangat erat sekali hubungannya dengan kehidupan manusia. Setiap orang tentu memerlukan tanah, bahkan bukan hanya dalam kehidupannya, untuk mati pun manusia masih
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil pembahasan yang telah dilakukan mengenai Pelaksanaan Penetapan dan
54 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil pembahasan yang telah dilakukan mengenai Pelaksanaan Penetapan dan redistribusi TOL di Kecamatan Kota Agung Timur, dapat diambil kesimpulan
Lebih terperinciBAB III SEWA MENYEWA TANAH PERTANIAN DALAM KITAB UNDANG UNDANG HUKUM PERDATA DAN PERATURAN LAINNYA YANG BERLAKU DI INDONESIA
BAB III SEWA MENYEWA TANAH PERTANIAN DALAM KITAB UNDANG UNDANG HUKUM PERDATA DAN PERATURAN LAINNYA YANG BERLAKU DI INDONESIA A. Definisi Sewa Menyewa Setelah mengetahui definisi sewa menyewa beserta deskripsi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan suatu bagian dari pemenuhan kebutuhan manusia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan suatu bagian dari pemenuhan kebutuhan manusia yang mendasar di Negara Agraris. Tidak dapat dipungkiri fenomena sengketa pertanahan dalam kehidupan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN TEORITIS MENGENAI GADAI TANAH PERTANIAN MENURUT HUKUM ADAT. A. Gambaran Umum Gadai Tanah Pertanian
30 BAB II TINJAUAN TEORITIS MENGENAI GADAI TANAH PERTANIAN MENURUT HUKUM ADAT A. Gambaran Umum Gadai Tanah Pertanian 1. Pengertian Jual Gadai Tanah Hak gadai tanah dalam sistem perundangan-undangan Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia untuk dikelola, digunakan, dan dipelihara sebaik-baiknya sebagai sumber
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang diberikan kepada manusia untuk dikelola, digunakan, dan dipelihara sebaik-baiknya sebagai sumber kehidupan dan penghidupan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sejak dahulu Indonesia dikenal sebagai negara agraris, yang artinya sektor
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak dahulu Indonesia dikenal sebagai negara agraris, yang artinya sektor pertanian memegang peran penting dalam perekonomian negara. Hal ini dapat dilihat dari
Lebih terperinciBahwa sebelum berlakunya UUPA terdapat dualisme hukum agraria di Indonesia yakni hukum agraria adat dan hukum agraria barat. Dualisme hukum agraria ini baru berakhir setelah berlakunya UUPA yakni sejak
Lebih terperinciSILABUS. I. Mata Kuliah : HUKUM AGRARIA Kode : HTN 028 Fakultas : Syari ah Program Studi : Hukum Tata Negara Program : S.1
SILABUS I. Mata Kuliah : HUKUM AGRARIA Kode : HTN 028 Fakultas : Syari ah Program Studi : Hukum Tata Negara Program : S.1 Bobot : 2 SKS Sifat : Pilihan II. Deskripsi Mata Kuliah Mata kuliah ini hendak
Lebih terperinciLex et Societatis, Vol. V/No. 5/Jul/2017
KAJIAN HUKUM TERHADAP PEMBATASAN KEPEMILIKAN HAK ATAS TANAH MENURUT UNDANG-UNDANG POKOK AGRARIA NOMOR 5 TAHUN 1960 1 Oleh: Kevin Benyamin Rorie 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk
Lebih terperinciBAB I PERKEMBANGAN POLITIK DAN HUKUM AGRARIA DI INDONESIA
BAB I PERKEMBANGAN POLITIK DAN HUKUM AGRARIA DI INDONESIA Perkembangan Hukum (agraria) yang berlaku di suatu negara, tidak dapat dilepaskan dari politik agraria yang diberlakukan dan atau dianut oleh Pemerintah
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria PERTAMA BAB I DASAR-DASAR DAN KETENTUAN-KETENTUAN POKOK Pasal 1 (1) Seluruh wilayah Indonesia adalah kesatuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan waktu pertumbuhan penduduk yang cepat. fungsi. Masalah pertanahan akan selalu timbul dari waktu ke waktu.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemerintah Indonesia dalam rangka meningkatkan kemakmuran masyarakat telah menempuh berbagai cara diantaranya dengan membangun perekonomian yang kuat, yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menguasai dari Negara maka menjadi kewajiban bagi pemerintah. menurut Undang-Undang Pokok Agraria yang individualistic komunalistik
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa, atas dasar hak menguasai dari Negara maka menjadi kewajiban bagi pemerintah melaksanakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK GUNA BANGUNAN. Hak guna bangunan dalam pengertian hukum barat sebelum dikonversi berasal dari hak
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK GUNA BANGUNAN 2.1. Pengertian Hak Guna Bangunan Hak guna bangunan dalam pengertian hukum barat sebelum dikonversi berasal dari hak opstal yang diatur dalam Pasal 71 KUHPerdata
Lebih terperinciJURNAL BERAJA NITI ISSN : Volume 3 Nomor 9 (2014) Copyright 2014
JURNAL BERAJA NITI ISSN : 2337-4608 Volume 3 Nomor 9 (2014) http://e-journal.fhunmul.ac.id/index.php/beraja Copyright 2014 ANALISIS YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN ALIH DAYA (OUTSOURCING) ANTARA PDAM DENGAN
Lebih terperinciPasal 48 yang berbunyi :
41 BAB III PERSYARATAN TEKNIS DAN SANKSI HUKUM TERHADAP MODIFIKASI KENDARAAN BERMOTOR DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN A. Persyaratan Teknis Modifikasi Kendaraan
Lebih terperinciPERALIHAN HAK TANAH ABSENTE BERKAITAN DENGAN PELAKSANAAN CATUR TERTIB PERTANAHAN DI KABUPATEN KARANGANYAR SKRIPSI. Disusun Oleh :
PERALIHAN HAK TANAH ABSENTE BERKAITAN DENGAN PELAKSANAAN CATUR TERTIB PERTANAHAN DI KABUPATEN KARANGANYAR SKRIPSI Ditulis untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mendapatkan Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH.
1 of 16 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH Presiden Republik Indonesia, Menimbang : a. bahwa tanah memilik peran
Lebih terperinciJURNAL BERAJA NITI ISSN : Volume 3 Nomor 7 (2014) Copyright 2014
JURNAL BERAJA NITI ISSN : 2337-4608 Volume 3 Nomor 7 (2014) http://e-journal.fhunmul.ac.id/index.php/beraja Copyright 2014 KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PERTAMBANGAN PASIR
Lebih terperinciJAWABAN SOAL RESPONSI UTS HUKUM AGRARIA 2015
JAWABAN SOAL RESPONSI UTS HUKUM AGRARIA 2015 oleh: Ghaida Mastura FHUI 2012 disampaikan pada Tentir Hukum Agraria 27 Maret 2015 I. PENGETAHUAN TEORI: 1. a. Jelaskan apa yang dimaksud Domein Verklaring
Lebih terperinciLex Crimen Vol. VI/No. 8/Okt/2017
JUAL BELI TANAH YANG BELUM BERSERTIFIKAT DITINJAU DARI PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH 1 Oleh: Mardalin Gomes 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk
Lebih terperinciPENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 224 TAHUN 1961 TENTANG PELAKSANAAN PEMBAGIAN TANAH DAN PEMBERIAN GANTI KERUGIAN
PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 224 TAHUN 1961 TENTANG PELAKSANAAN PEMBAGIAN TANAH DAN PEMBERIAN GANTI KERUGIAN UMUM (1) Salah satu tujuan dari pada Landreform adalah mengadakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kerja dan pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri. 1 Oleh karena itu, pencaharian bertani dan berkebun, 2
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bidang perkebunan merupakan salah satu bidang yang termasuk ke dalam sumber daya alam di Indonesia yang memiliki peranan strategis dan berkontribusi besar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam arti hukum, tanah memiliki peranan yang sangat penting dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam arti hukum, tanah memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia karena dapat menentukan keberadaan, kelangsungan hubungan dan perbuatan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH Nomor 4 TAHUN Tentang HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK ATAS TANAH
PERATURAN PEMERINTAH Nomor 4 TAHUN 1996 Tentang HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK ATAS TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa tanah memiliki peran yang sangat penting artinya alam
Lebih terperinciTINJAUAN YURIDIS PERALIHAN ASET DAERAH MENJADI HAK PRIBADI DI KECAMATAN SAMBUTAN KOTA SAMARINDA.
JURNAL BERAJA NITI ISSN : 2337-4608 Volume 3 Nomor 7 (2014) http://e-journal.fhunmul.ac.id/index.php/beraja Copyright 2014 TINJAUAN YURIDIS PERALIHAN ASET DAERAH MENJADI HAK PRIBADI DI KECAMATAN SAMBUTAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Agraria berasal dari bahasa latin ager yang berarti tanah dan agrarius
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembukaan Undang Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 alenia IV dijelaskan tujuan negara adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Sebagai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan salah satu unsur yang paling penting bagi setiap manusia di dalam melangsungkan kebutuhan hidupnya. Tanah tidak dapat dipisahkan dari kehidupan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENDAFTARAN TANAH, HAK MILIK ATAS TANAH, DAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH
BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENDAFTARAN TANAH, HAK MILIK ATAS TANAH, DAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH 2. 1. Pendaftaran Tanah Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997
Lebih terperinciLex Privatum, Vol.II/No. 3/Ags-Okt/2014
PERSOALAN GANTI RUGI DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN PEMBANGUNAN 1 Oleh : Angelia Inggrid Lumenta 2 ABSRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana prosedur pelaksanaan
Lebih terperinciLAND REFORM INDONESIA
LAND REFORM INDONESIA Oleh: NADYA SUCIANTI Dosen di Fakultas Hukum Universitas Indonusa Esa Unggul ABSTRAK Dalam kehidupan masyarakat Indonesia, tanah memiliki arti dan kedudukan yang sangat penting di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. merupakan salah satu keunggulan bangsa Indonesia. Pada hakikatnya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian adalah salah satu wujud dari pembangunan nasional yang merupakan salah satu keunggulan bangsa Indonesia. Pada hakikatnya pembangunan nasional adalah pembangunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terakhirnya. Selain mempunyai arti penting bagi manusia, tanah juga mempunyai kedudukan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa, tanah dalam kehidupan manusia mempunyai arti yang sangat penting baik untuk kehidupan maupun untuk tempat peristirahatan
Lebih terperinci1.PENDAHULUAN. masih memerlukan tanah ( K. Wantjik Saleh, 1977:50). sumber penghidupan maupun sebagai tempat berpijak
1.PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya tanah merupakan salah satu modal dasar pembangunan. Sebagai salah satu modal dasar tanah mempunyai arti penting dalam kehidupan dan penghidupan manusia, bahkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kepemilikan hak atas tanah oleh individu atau perorangan. Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah mempunyai peranan yang penting dan strategis bagi kehidupan manusia. Mengingat pentingnya tanah bagi kehidupan manusia, maka sudah sewajarnya peraturan
Lebih terperinciPENGELOLAAN TANAH DESA DI DESA PANCA JAYA KECAMATAN MUARA KAMAN KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA SKRIPSI
PENGELOLAAN TANAH DESA DI DESA PANCA JAYA KECAMATAN MUARA KAMAN KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat-Syarat Memperoleh Gelar Kesarjanaan Dalam Ilmu Hukum Diajukan
Lebih terperinciTINJAUAN YURIDIS TERHADAP EFEKTIVITAS PEMBERLAKUAN SURAT IZIN USAHA PERDAGANGAN (SIUP) KEPADA USAHA KECIL DAN MENENGAH DI KOTA SAMARINDA
JURNAL BERAJA NITI ISSN : 2337-4608 Volume 3 Nomor 8 (2014) http://e-journal.fhunmul.ac.id/index.php/beraja Copyright 2014 TINJAUAN YURIDIS TERHADAP EFEKTIVITAS PEMBERLAKUAN SURAT IZIN USAHA PERDAGANGAN
Lebih terperinciBentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 2 TAHUN 1960 (2/1960) Tanggal: 7 JANUARI 1960 (JAKARTA)
Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 2 TAHUN 1960 (2/1960) Tanggal: 7 JANUARI 1960 (JAKARTA) Sumber: LN 1960/2; TLN NO. 1924 Tentang: PERJANJIAN BAGI HASIL Indeks: HASIL.
Lebih terperinciMENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL
MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PENGATURAN DAN TATA CARA PENETAPAN
Lebih terperinci- 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH TERLANTAR
- 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH TERLANTAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Tanah Dan Pemberian Hak Atas Tanah. yaitu permukaan bumi atau lapisan bumi yang diatas sekali.
9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tanah Dan Pemberian Hak Atas Tanah Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan pengertian mengenai tanah, yaitu permukaan bumi atau lapisan bumi yang diatas sekali.
Lebih terperinci