6. ESTIMASI STOK SUMBERDAYA IKAN DEMERSAL BERDASARKAN METODE SWEPT AREA
|
|
- Suryadi Iskandar
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 6. ESTIMASI STOK SUMBERDAYA IKAN DEMERSAL BERDASARKAN METODE SWEPT AREA Pendahuluan Laut Cina Selatan merupakan suatu area yang memiliki keanekaragaman biologi yang penting. Perairan ini merupakan daerah di bagian barat Indo Pasifik yang lautnya telah lama dikenal sebagai pusat perairan laut dangkal di dunia, dan merupakan daerah dengan keragaman biologi di wilayah tropis (UNEP 2001). Sebagai pusat keanekaragaman biologi perairan laut dangkal dunia, Laut Cina Selatan merupakan penyokong perikanan dunia yang sangat signifikan terhadap pentingnya jaminan makanan, dan sebagai sumber pendapatan ekspor untuk Negara-negara disekitar perairan ini. Kontribusi Perikanan tangkap dari Laut Cina Selatan sebesar 10% dari hasil tangkapan dunia yang didaratkan dari sekitar 5 juta ton/thn. Lima dari delapan produsen udang terkenal di dunia adalah dari negara-negara yang berada di sekitar Laut Cina Selatan (pertama, Indonesia; kedua, Viet Nam; ketiga, Cina; keenam, Thailand dan kedelapan, Philippina). Disamping itu juga Negara-negara dari daerah ini, merupakan penghasil 23% hasil tangkapan ikan tuna dunia, dan hampir tigaperempat ikan tuna kalengan dunia. Bagian dari produksi dunia untuk produk budidaya yang mencakup udang dihasilkan melalui pengembangan kultur yang tinggi, kontribusinya sangat signifikan dengan berkurangnya mangrove dan habitat pantai sekeliling Laut Cina Selatan (Aliňo 2001). Perairan bagian selatan Laut Cina Selatan (perairan teritorial dan ZEE Indonesia) dikategorikan sebagai perairan neritik yang tergolong dangkalan benua dengan kedalaman rata-rata 70 m dan merupakan salah satu daerah potensi perikanan laut (Atmaja, et al. 2001). Perairan ini termasuk salah satu dari 11 wilayah pengelolaan perikanan (WPP) yaitu WPP 711 yang merupakan wilayah pengelolaan Selat Karimata, Laut Natuna dan Laut Cina Selatan (Nurhakim et al. 2007). Potensi yang dimiliki per tahunnya sekitar 1,25 juta ton, dengan tingkat pemanfaatan sebesar 20 % (Boer et al. 2001). Dengan kata lain, wilayah ini masih memiliki peluang dalam pengembangan kelautan khususnya dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan laut.
2 126 Penangkapan sumberdaya ikan demersal biasanya dilakukan dengan alat tangkap seperti jaring insang dasar (bottom gillnet), pancing, pukat ikan, jaring insang kantong, trammel net dan pukat pantai, bubu (trap), jermal, sero, serok, dan perangkap lain yang sebagian besar dioperasikan secara pasif dan mengandalkan proses pasang-surut. Trawl atau pukat harimau merupakan salah satu alat tangkap yang pengoperasiannya dilakukan dengan menyapu area (swept area) tangkapan sehingga diharapkan semua ikan ataupun udang yang berada pada area sapuan alat ini dapat tertangkap. Karena sifatnya yang tidak selektif ini, sejak tahun 1980 trawl dilarang penggunaannya oleh pemerintah melalui KEPPRES No.39/1980. Setelah diberlakukannya KEPRES ini, maka alat tangkap trawl lebih banyak digunakan untuk tujuan penelitian. Penggunaannya juga dibatasi secara parsial dan tidak kontinu pada area penelitian. Kelimpahan sumberdaya ikan demersal ini dapat diamati melalui laju tangkap atau hasil tangkapan per unit usaha (catch per unit effort, CPUE) yang dilakukan. Hal ini sesuai dengan pendapat Gulland (1983) yang menyatakan bahwa laju tangkap (CPUE) dapat dianggap sebagai indeks kelimpahan stok di suatu perairan. Perubahan nilai indeks kelimpahan stok di suatu perairan mengindikasikan adanya perubahan populasi ikan di perairan tersebut akibat pengaruh penangkapan. Menurut Boer et al. (2001), potensi ikan demersal di perairan Laut Cina Selatan (tidak temasuk ZEEI) sebesar ton thn -1. Sedangkan produksinya sebesar ton/tahun atau dengan kata lain tingkat pemanfaatannya masih sekitar 12.58%. Sementara dari hasil penelitian yang dilakukan di perairan ini sebelumnya, terlihat bahwa kondisi stok ikan demersal mengalami penurunan yaitu dari ton (Martosubroto dan Pauly 1976), ton (Sudradjat dan Beck 1978) dan ton (PRPT dan P2O-LIPI 2001). Sedangkan Widodo (2003) mengatakan bahwa secara umum kondisi sumberdaya ikan demersal di perairan LCS wilayah lndonesia sudah berada pada tingkat fully exploited. Jika usaha penangkapan terus berlangsung pada tingkat 'fishing effort' baik oleh kapal nelayan Indonesia maupun illegal fishing oleh kapal-kapal asing pada saat ini, maka dapat diduga bahwa keberadaan stok sumber daya ikan demersal di LCS tidak akan sustainable.
3 127 Kajian tentang ikan demersal, terutama di daerah tropis seperti Laut Cina Selatan sangat kompleks karena sifatnya yang multi spesies, ukuran yang beragam dan mendiami habitat dasar yang berbeda-beda. Disamping itu, studi tentang keberadaan ikan demersal sangat penting terutama untuk mengetahui seberapa besar potensi, penyebaran dan kompleksitasnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui berapa besar stok sumberdaya ikan demersal di LCSI dengan menganalisis data hasil tangkapan trawl. Informasi ini sangat bermanfaat dalam upaya mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya tersebut. Secara khusus di LCSI yang merupakan salah satu WPP yang sangat sarat dengan aktifitas perikanan baik secara legal maupun ilegal, maka informasi ilmiah menyangkut sumberdaya ikan demersal ini merupakan informasi penting yang akan digunakan sebagai dasar atau acuan bagi pemerintah dalam membuat kebijakan pengelolaan pemanfaatan sumberdaya ikan demersal dan secara umum pada WPP 711. Penelitian sumberdaya ikan demersal secara intensif telah dilakukan pada tahun di perairan LCS terutama dilakukan di bagian selatan. (Martosubroto dan Pauly 1976; Sudradjat dan Beck 1978). Penelitian untuk menduga stok ikan demersal lebih banyak dilakukan pada perairan bagian barat Kalimantan. Pada perairan ini aktivitas penangkapan ikan demersal banyak dilakukan dengan alat tangkap yang tidak selektif (misalnya gilltong dan lampara dasar) sebagaimana halnya di pantai utara Jawa, maka tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan demersal dan udang berada pada kondisi yang kurang lebih sama dengan keadaan sebelum dihapusnya trawl (Sumiono et al. 2003). Pada bab ini dibahas mengenai sumberdaya ikan demersal di lokasi penelitian bulan Juni 2005, dengan tujuan untuk mengetahui berapa besar stok sumberdaya tersebut dan bagaimana distribusinya di lokasi penelitian.
4 128 Bahan dan Metode Hasil tangkapan ikan demersal di LCSI merupakan subjek atau bahan yang diteliti. Penangkapan dilakukan dengan menggunakan jaring trawl dasar (bottom trawl) pada 18 stasiun. Operasi penangkapan ini dilakukan di lokasi yang berada pada posisi sekitar BT dan LU (Gambar 58). Ikan hasil tangkapan trawl di sortir menurut famili atau spesies dan dihitung jumlah dan berat. Data hasil tangkapan trawl tersebut dicatat dalam formulir Fishing Log, data tersebut menyangkut berat dan jumlah jenis ikan (kelompok ikan, famili) berat total dan berat per satuan upaya (kg jam -1 ). Gambar 58. Peta stasiun pengoperasian trawl dasar. Estimasi stok atau biomasa sumberdaya ikan demersal di LCSI dilakukan terhadap data hasil tangkapan jaring trawl dasar yang diperoleh selama penelitian. Analisis dilakukan dengan menggunakan metoda swept area menurut Sparre dan Venema (1999). Metoda ini didasarkan pada luas area sapuan trawl (a), panjang alur sapuan (D) dan panjang tali ris atas (hr). Panjang alur sapuan diperoleh dari lama waktu penarikan jaring (t) oleh kapal yang bergerak dengan kecepatan (V), dimana secara matematik dinyatakan sebagai: D = V * t...(6.1) Sehingga luas area sapuan trawl yang diperoleh: a = D* hr * X...(6.2) 2
5 129 Jika X 2 adalah fraksi panjang tali ris atas, maka lebar area yang disapu trawl atau bukaan sayap trawl dinyatakan sebagai: H = hr * X 2...(6.3) Sehingga persamaan (5.2) untuk luas area sapuan trawl (a) adalah: a = D * H...(6.4) Apabila Cw merupakan hasil tangkapan dalam bobot pada satu tarikan, maka Cw/t adalah hasil tangkapan tersebut per jam, di mana t adalah lamanya penarikan jaring (jam). Jika a adalah luas area sapuan (Persamaan 5.4), maka a/t adalah luas sapuan per jam, sehingga hasil tangkapan per satuan area yang diperoleh adalah: Cw t a t Cw a 2 = kg / mil laut...(6.5) Jika X 1 adalah fraksi biomassa ikan pada alur efektif yang disapu jaring trawl dan yang tertangkap, dan Cw/ a adalah rata-rata hasil tangkapan per satuan area dari semua tarikan, maka rata-rata biomassa per satuan luas (b ), adalah; b Cw / a X 1 2 = kg / mil laut...(6.6) Jika A nm 2 adalah luas keseluruhan perairan yang di survai, maka dugaan total biomassa (B), di perairan Laut Cina Selatan dengan luas A nm 2, adalah: ( Cw/ a) * A B =...(6.7) X 1 Adalah sulit untuk menduga proporsi ikan yang benar-benar berada pada alur sapuan dan tertangkap jaring, atau dengan kata lain sangat sulit untuk menduga secara tepat nilai X 1. Pengamatan melalui televisi bawah air menunjukkan bahwa reaksi ikan terhadap jaring trawl sangat berbeda antara satu spesies dengan spesies lainnya. Nilai X 1 biasanya dipilih antara 0,5 dan 1,0. Untuk trawl di Asia Tenggara, nilai X 1 yang biasanya digunakan adalah 0,5 (Isarankura 1971; Saeger, Martosubroto dan Pauly 1980 yang diacu dalam Sparre dan Venema 1999). Dickson (1974) diacu dalam Sparre dan Venema (1999) menyarankan nilai X 1 yang digunakan adalah 1,0. Perbedaan antara kedua nilai X 1 ini sulit
6 130 dipecahkan. Dengan menggunakan nilai X 1 = 0,5 nilai dugaan biomassa menjadi dua kali lipat dari nilai dugaan X 1 = 1,0. Dalam analisis ini nilai X 1 yang digunakan adalah 0,5. Pendugaan biomassa dari perhitungan dengan metoda swept area ini dapat lebih tepat, jika dugaan biomassa pada Persamaan (5.5) diperoleh dari n tarikan, dan Ca(i) adalah hasil tangkapan (dalam bobot) per unit area dari tarikan no. i, (i = 1,2,..., n), sehingga dugaan total biomassa B menjadi: B = A X 1 n 1 A * * Ca( i) = * Ca...(6.8) n X i= 1 1 dan variansnya adalah: 2 A VAR( B) = * * * Ca( i) Ca]...(6.9) X1 n n 1 i= 1 n [
7 131 Hasil dan Pembahasan Komposisi dan Laju Tangkap Penangkapan dilakukan pada 18 stasiun dengan kedalaman dasar perairan yang bervariasi yaitu m. Selama operasi penangkapan diperoleh 154 jenis ikan, yang terdiri dari 134 jenis ikan demersal dan 14 jenis ikan pelagis, 1 jenis lobster (Panulirus pencillatus), udang (shrimp), cumi-cumi (Loligo endulis), sotong dan kepiting. Total jumlah hasil tangkapan ikan demersal yang ditemukan selama penelitian adalah ekor ikan. Komposisi tangkapan terbanyak (ekor) selama operasi penangkapan yaitu Leiognathus bindus (Leiognathidae) sebanyak ekor (75,46 %). Total hasil tangkapan yang diperoleh, dijumpai 5 jenis ikan demersal dari 3 famili dengan jumlah hasil tangkapannya > 1,00 %. Jenisjenis ikan tersebut yaitu: Pentaprion longimanus dari famili Pentaporidae dengan jumlah tangkapan ekor (3,81 %), dari famili Mullidae masing masing Upeneus luzonius sebanyak 814 ekor (2,29 %), U. sundaicus sebanyak 599 ekor (1,69 %) dan U. sulphureus sebanyak 574 ekor (1,61 %) dan Scolopsis taneniopterus dari famili Nemipteridae yang ditemukan sebanyak 404 ekor (1,14 %), sedangkan jenis ikan demersal lainnya ditemukan dengan jumlah kurang dari 1,00 % (Lampiran 6). Secara keseluruhan dari hasil tangkapan ikan demersal, diperoleh persentase tertangkap tertinggi adalah ikan demersal dari famili Leiognathidae yaitu 76,49 %), Mullidae (8,93 %), Pentaporidae (4,34 %), Nemipteridae (2,13 %) dan Synodontidae (1,67 %). Jika dibandingkan dengan hasil survei di perairan barat Kalimantan pada bulan Mei 2002 dengan menggunakan fish net, diperoleh hasil tangkapan untuk ikan dari famili Leiognathidae (11,8 %), Nemipteridae (12,8 %), Synodontidae (9,9 %), Ray (8,4 %), dan Mullidae (3,7 %) (Wagiyo & Nurdin 2002 diacu dalam Sumiono et al, 2003). Terlihat bahwa ikan-ikan dari famili Leiognathidae, Mullidae dan Pentaporidae mengalami peningkatan, sedangkan ikan-ikan dari famili Nemipteridae, Synodontidae dan Ray cenderung menurun. Sedangkan hasil survei trawl pada tahun 2001 diperoleh lima famili ikan yang sangat dominan yaitu Mullidae, Nemipteridae, Leiognathidae, Synodontidae dan Ray (PRPT dan P2O LIPI, 2001)
8 132 Berdasarkan kategori ukuran ikan (berat) untuk 134 jenis ikan demersal yang tertangkap selama operasi penangkapan, 100 jenis merupakan ikan yang berukuran kecil (small food fish) yaitu berukuran berat < 200g ekor -1, sedangkan 24 jenis berukuran antara 200g ekor -1 hingga < 1000g ekor -1 serta 10 jenis diperoleh dengan berat rata-rata < 1000g ekor -1. Jenis-jenis tersebut adalah Amboeneusis.sp sebanyak 1 ekor (62,5 kg), Raja sp sebanyak 5 ekor (7,05 kg/ekor), Himantura gerrardi sebanyak 19 ekor (4,36 kg ekor -1 ), Pletropomus maculates sebanyak 3 ekor (4,33 kg/ekor), Lutjanus johnii sebanyak 7 ekor (3,69 kg ekor -1 ), Lutjanus argentimaculatus sebanyak 1 ekor (3,40 kg), Platax batavianus sebanyak 2 ekor (1,70 kg ekor -1 ), Plectorhynchus argyreus sebanyak 1 ekor (1,50 kg), Scomberomorus commerson sebanyak 6 ekor (1,30 kg ekor -1 ) dan Uppius orbis sebanyak 1 ekor (1,10 kg). Tabel 16. Hasil tangkapan (CPUE), Laju tangkap dan CPUA ikan demersal St. Dasar Perairan Jumlah Ikan CPUE (kg) Laju Tangkap (kg jam -1 ) CPUA (kg km - ²) Kdlmn (m) Substrat Jenis Ind. 1 21,0-33,4 S/M ,53 38,60 350, ,0-44,7 SC ,69 49,23 434, ,5-55,5 S/SC ,33 20,98 153, ,10 M/S ,72 29,23 257, ,70 SC ,4 32,40 324, ,5-33,0 SC ,82 80,82 685, ,0-40,0 SC ,6 5,60 62, ,50 SC ,74 41,74 352, ,0-66,0 S/M ,35 86,35 633, ,0-54,0 M/SC ,01 26,80 216, ,5-59,0 S/SC ,97 999, ,00 S/M ,78 22,78 173, ,5-60,5 M ,99 37,99 306, ,00 S/M ,69 51,27 393, ,5-34,0 SC ,20 111, , ,00 S/M ,04 34,04 261, ,0-77,0 S/M ,47 26,47 210, ,70 S/M ,87 92,33 748,57 Ket: S = Sand; M = Mud; SC = Soft Coral Operasi penangkapan trawl dilakukan dengan kecepatan tarikan antara 3,2-4,0 knot dengan rata-rata 3,6 knot, dan lama waktu penarikan antara 0,93-1,07 jam atau rata-rata waktu penarikan 1 jam. Berdasarkan Tabel 16 di atas, terlihat bahwa
9 133 laju tangkap ikan demersal terkecil selama penelitian sebesar 5,6 kg jam -1 ditemukan pada stasiun 7 dengan jumlah ikan sebanyak 105 ekor yang terdiri dari 20 jenis, sedangkan laju tangkap terbesar yaitu 121,97 kg jam -1 ditemukan pada stasiun 11 dengan jumlah ikan sebanyak 910 ekor yang terdiri dari 45 jenis ikan demersal. Laju tangkap yang diperoleh sebesar > 50 kg jam -1, selain ditemukan pada stasiun 11, juga ditemukan pada stasiun 15 sebesar 111,19 kg jam -1, stasiun 18 sebesar 92,33 kg jam -1, stasiun 9 sebesar 86,35 kg jam -1, stasiun 6 sebesar 80,82 kg jam -1 dan stasiun 14 sebesar 51,27 kg jam -1. Rata-rata laju tangkap ikan demersal dalam penelitian ini sebesar 50,6 kg jam -1. Hasil tangkapan (CPUE) dan laju tangkap berdasarkan usaha tangkap (effort) berbeda di tiap stasiun penangkapan, hal ini seperti terlihat pada gambar dibawah. CPUE (kg) CPUE Laju Tgkp Laju Tangkap (kg/jam) Stasion Gambar 59. Grafik CPUE (kg) dan Laju Tangkap (kg jam -1 ) di tiap stasiun penangkapan. 0 Ikan demersal yang tertangkap selama penelitian dengan jumlah individu terbanyak ( ekor) ditemukan pada stasiun 18 dengan dasar perairan lumpur berpasir. Hal ini sesuai dengan pendapat RAMM (1995) yang diacuh dalam Badruddin dan Tampubolon (1997), dimana perairan dangkal dengan kondisi dasar rata, dengan substrat lumpur atau lumpur berpasir sampai dengan kedalaman sekitar 100 meter, merupakan daerah penangkapan sumberdaya demersal yang potensial. Daerah penangkapan ikan demersal dengan kedalaman lebih dari 100 meter biasanya dihuni oleh beberapa jenis ikan demersal laut dalam seperti kakap merah atau kurisi besar (Pristipomoides spp., Etelis spp., Aprion spp., dan Glabrilutjanus spp).
10 134 Selain ikan demersal yang tertangkap pada saat operasi penangkapan dilakukan, ditemukan pula sumberdaya ikan lainnya yaitu udang dan cumi. Laju tangkap untuk udang dan cumi-cumi masing masing sebesar 0,13 kg jam -1 (0,23 %) dan 2,39 kg jam -1 (4,17 %). Cumi-cumi tertangkap diseluruh stasiun penangkapan, kecuali stasiun 1, dengan hasil tangkapan terbanyak di stasiun 17 dan 18, masing masing 406 ekor (3,60 kg) dan 205 ekor (4,50 kg). Udang yang tertangkap dalam operasi trawl hanya pada stasiun 1 dengan kedalaman perairan antara 21-33,4 m (1 ekor) dan stasiun 10 (56 ekor) dengan kedalaman antara m. Tipe dasar perairan yang disukai oleh udang penaeid menurut Penn (1984) adalah dasar perairan lumpur berpasir dan pada kedalaman perairan m serta masih dipengaruhi oleh massa air tawar. Namun dari stasiun-stasiun dengan dasar perairan berlumpur seperti lumpur berpasir (M/S), pasir berlumpur (S/M) dan lumpur dengan karang lunak (M/SC), udang yang tertangkap hanya pada stasiun 10 yang letaknya jauh dari pantai dan mempunyai tipe dasar perairannya lumpur dengan karang lunak (M/SC), sedangkan pada stasiun 1 dengan substrat dasar perairan pasir berlumpur hanya ditemukan 1 ekor udang. Sehingga dapat dikatakan bahwa distribusi udang sangat dipengaruhi oleh tipe dasar perairan (berlumpur) dan tidak dipengaruhi oleh kedalaman perairan. Distribusi, kepadatan dan biomasa ikan. Kelimpahan jenis ikan demersal tertinggi selama penelitian di jumpai pada stasiun 11 sebesar 45 jenis dan didominasi oleh Pterocaesio chrysozoma sebanyak 278 individu (4,60 kg), sedangkan terendah pada stasiun 7 yang didominasi oleh jenis ikan Lutjanus lutjanus sebanyak 64 individu (1,50 kg). Distribusi kelimpahan hasil tangkapan (individu) terbanyak ditemukan pada stasiun 18 sebanyak individu dengan kedalaman perairan 72,70 m. Leiognathus blindus merupakan jenis yang ditemukan terbanyak pada stasiun ini yaitu sebanyak individu atau 96 % dari total hasil tangkapan dengan berat total 65,00 kg. Pada stasiun 9 di kedalaman perairan m, ditemukan jumlah tangkapan terkecil yaitu 251 individu, dimana jenis ikan Pentaprion longimanus mendominasi hasil tangkapan dengan jumlah sebanyak 38 individu dan berat 1,10 kg. Selain itu pula ditemukan Loligo endulis sebanyak 65 individu seberat 1,60 kg atau 26 % dari total hasil tangkapan.
11 135 Ikan dengan ukuran bobot yang besar umumnya diperoleh dalam jumlah yang sedikit seperti misalnya Amboeneusis,sp sebanyak 1 ekor (62,5 kg) di stasiun 9, jenis ikan Raja sp. sebanyak 2 ekor (34,5 kg) dan Plectorhynchus pictus sebanyak 1 ekor (5,4 kg) di station 11. Jenis ikan dengan bobot yang lebih kecil, kebanyakkan ditemukan dalam bentuk kelompok seperti jenis Leiognathus bindus, dimana di beberapa stasiun ditemukan dengan jumlah lebih dari 100 ekor, dan yang terbanyak pada stasiun 18 sebanyak ekor (65,0 kg) LU Kep. Anambas P. Bintan Kep. Tambelan P. Subi P. Kalimantan CPUA (kg/km²) 63 < to to to to > 1000 to 1002 Skala 1 : Mil laut Lokasi Survei P. Lingga BT -10 Peta Indeks Gambar 60. Distribusi hasil tangkapan per unit area (CPUA) ikan demersal. Hasil tangkapan per unit area (CPUA) ikan demersal dari 18 stasiun pengoperasian trawl (Tabel 16), diperoleh jumlah tangkapan terbanyak pada stasiun 15 sebanyak 1 001,72 kg km - ², sedangkan CPUA terkecil ditemukan pada stasiun 7 yaitu 62,99 kg km - ². Secara keseluruhan, kepadatan stok sumberdaya ikan demersal yang diperoleh pada area penelitian seluas ,7 km² ini sebesar 0,84 ton km - ² dari biomasa ,84 ton. Hasil analisis distribusi CPUA ikan demersal di LCS pada bulan Juni 2005 (Gambar 60), menunjukkan bahwa ikan demersal terbanyak ditemukan di 8 stasiun penangkapan, dengan kisaran CPUA kg km - ². CPUA < 250 kg km - ² ditemukan pada 5 stasiun, sedangkan 3 stasiun dengan CPUA kg km - ² dan 2 stasiun lainnya yaitu stasiun 11 dijumpai ikan demersal dengan CPUA 999,92 kg km - ² dan stasiun 15 dengan CPUA tertinggi yaitu sebesar 1001,72 kg km - ².
12 136 Jika dilihat dari letak stasiun, kedalaman dasar perairan dan besarnya CPUA yang diperoleh tiap stasiun, maka stasiun 6 dan 15 dianggap mewakili stasiun-stasiun yang terletak dekat pantai dengan kedalaman 31,5 34 m dengan CPUA yang tinggi, sedangkan stasiun 11 dan 18 mewakili stasiun yang letaknya jauh dari pantai dengan kedalaman perairan 57,5 59,0 m dan 72,7 m. Pada kedua stasiun dekat pantai (St. 6 dan St.15), jumlah jenis ikan yang ditemukan hampir sama dan tipe dasar perairannya terdiri dari karang lunak (soft coral). Jenis ikan yang mendominasi hasil tangkapan di daerah ini adalah ikan dari famili Mullidae (Upeneus sundaicus dan U, sulphureus). Sedangkan stasiun 11 dan 18 yang terdapat pada perairan yang lebih dalam dan jauh dari pantai, Leiognathus bindus dari famili Leiognathidae mendominasi hasil tangkapan. Hal ini mengidikasikan bahwa jenis ikan ini mendiami perairan dalam dan jauh dari pantai. Jumlah tangkapan pada stasiun 18 sebanyak ekor, sekitar 96 % atau ekor adalah L. bindus. Hal serupa dijumpai pada beberapa stasiun dengan jumlah > 50 % dari total hasil tangkapan, diantaranya stasiun 13 sebesar 89 %, stasiun 16 sebesar 75 % dan stasiun 17 sebesar 67 %. Sedangkan secara keseluruhan dari hasil tangkapan yang diperoleh pada stasiun-stasiun yang berada dekat pantai, hampir tidak ditemukan L. bindus kecuali pada stasiun 15 sebanyak 22 ekor. Walaupun pada stasiun-stasiun ini memiliki jumlah hasil tangkapan (ekor) yang banyak (stasiun 13, 16, 17 dan 18), namun karena jenis ini merupakan jenis dengan bobot maksimum ± 10g ekor -1 maka sumbangannya terhadap CPUA di stasiun tersebut kecil sekali. Dibandingkan dengan stasiun 15 yang walaupun memiliki jumlah tangkapan sedikit, namun dari ukuran berat ikan yang tertangkap lebih besar sehingga CPUA pada stasiun ini lebih besar.
13 137 Kesimpulan Stok sumberdaya ikan demersal di area survei dengan luas ,7 km² diperoleh sebanyak 134 jenis, dengan jumlah ekor yang didominasi oleh Leiognathus bindus sebanyak 75,5 %. Laju tangkap ikan demersal selama penelitian sebesar 50,6 kg jam -1, dengan biomasa sebesar ,84 ton dan kepadatan stok sebesar 0,84 ton km - ². Distribusi ikan demersal dengan CPUA kg km - ² mendominasi perairan Laut Cina Selatan perairan Indonesia dengan hasil tangkapan per unit area (CPUA) tertinggi sebesar 1 001,7 kg km - ² ditemukan di bagian timur perairan di daerah dekat pantai Kalimantan Barat pada posisi 108,8108 BT dan 1,8317 LU.
SEBARAN DAN KELIMPAHAN IKAN PARI DI WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN (WPP) 711 NRI
SEBARAN DAN KELIMPAHAN IKAN PARI DI WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN (WPP) 711 NRI Helman Nur Yusuf, Asep Priatna & Karsono Wagiyo Disampaikan pada Simposium Hiu & Pari di Indonesia, Maret 2018 Balai Riset
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu isu penting perikanan saat ini adalah keberlanjutan pemanfaatan sumberdaya dan lingkungannya. Upaya pemanfaatan spesies target diarahkan untuk tetap menjaga
Lebih terperinci5. ESTIMASI STOK SUMBERDAYA IKAN BERDASARKAN METODE HIDROAKUSTIK
5. ESTIMASI STOK SUMBERDAYA IKAN BERDASARKAN METODE HIDROAKUSTIK Pendahuluan Sumberdaya perikanan LCS merupakan kontribusi utama yang sangat penting di tingkat lokal, regional dan internasional untuk makanan
Lebih terperinci5 PEMBAHASAN 5.1 Komposisi Hasil Tangkapan
5 PEMBAHASAN 5.1 Komposisi Hasil Tangkapan Hasil tangkapan yang diperoleh selama penelitian menunjukan bahwa sumberdaya ikan di perairan Tanjung Kerawang cukup beragam baik jenis maupun ukuran ikan yang
Lebih terperinci4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN
44 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Selat Malaka Perairan Selat Malaka merupakan bagian dari Paparan Sunda yang relatif dangkal dan merupakan satu bagian dengan dataran utama Asia serta
Lebih terperinci2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2 Ikan kuniran (Upeneus moluccensis).
5 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Kuniran 2.1.1 Klasifikasi Ikan Kuniran Upeneus moluccensis, Bleeker 1855 Dalam kaitan dengan keperluan pengkajian stok sumberdaya ikan, kemampuan untuk mengidentifikasi spesies
Lebih terperinci6 PEMBAHASAN 6.1 Daerah Penangkapan Ikan berdasarkan Jalur Jalur Penangkapan Ikan
6 PEMBAHASAN 6.1 Daerah Penangkapan Ikan berdasarkan Jalur Jalur Penangkapan Ikan Daerah penangkapan ikan kakap (Lutjanus sp.) oleh nelayan di Kabupaten Kupang tersebar diberbagai lokasi jalur penangkapan.
Lebih terperinciV. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI
V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI Perairan Selat Bali merupakan perairan yang menghubungkan Laut Flores dan Selat Madura di Utara dan Samudera Hindia di Selatan. Mulut selat sebelah Utara sangat sempit
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas
TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Pustaka Wilayah laut Indonesia kaya akan ikan, lagi pula sebagian besar merupakan dangkalan. Daerah dangkalan merupakan daerah yang kaya akan ikan sebab di daerah dangkalan sinar
Lebih terperinciKOMPOSISI, ASPEK BIOLOGI DAN KEPADATAN STOK IKAN PARI DI LAUT ARAFURA
KOMPOSISI, ASPEK BIOLOGI DAN KEPADATAN STOK IKAN PARI DI LAUT ARAFURA Oleh Andina Ramadhani Putri Pane Enjah Rahmat Siswoyo Balai Riset Perikanan Laut Cibinong - Bogor Simposium Hiu Pari ke 2 Jakarta,
Lebih terperinci4. HUBUNGAN ANTARA DISTRIBUSI KEPADATAN IKAN DAN PARAMETER OSEANOGRAFI
4. HUBUNGAN ANTARA DISTRIBUSI KEPADATAN IKAN DAN PARAMETER OSEANOGRAFI Pendahuluan Ikan dipengaruhi oleh suhu, salinitas, kecepatan arus, oksigen terlarut dan masih banyak faktor lainnya (Brond 1979).
Lebih terperinciVII. POTENSI LESTARI SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP. Fokus utama estimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap di perairan
VII. POTENSI LESTARI SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP Fokus utama estimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali didasarkan atas kelompok ikan Pelagis Kecil, Pelagis Besar, Demersal
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun memiliki hak yang sama untuk mengambil atau mengeksploitasi sumberdaya didalamnya. Nelayan menangkap
Lebih terperinciABSTRAK. Kata kunci: Jumlah tangkapan; struktur ukuran; jenis umpan; ikan demersal dan rawai dasar
RESPON IKAN DEMERSAL DENGAN JENIS UMPAN BERBEDA TERHADAP HASIL TANGKAPAN PADA PERIKANAN RAWAI DASAR Wayan Kantun 1), Harianti 1) dan Sahrul Harijo 2) 1) Sekolah Tinggi Teknologi Kelautan (STITEK) Balik
Lebih terperinciPenangkapan Tuna dan Cakalang... Pondokdadap Sendang Biru, Malang (Nurdin, E. & Budi N.)
Penangkapan Tuna dan... Pondokdadap Sendang Biru, Malang (Nurdin, E. & Budi N.) PENANGKAPAN TUNA DAN CAKALANG DENGAN MENGGUNAKAN ALAT TANGKAP PANCING ULUR (HAND LINE) YANG BERBASIS DI PANGKALAN PENDARATAN
Lebih terperinci4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Daerah Penelitian Kabupaten Kupang merupakan kabupaten yang paling selatan di negara Republik Indonesia. Kabupaten ini memiliki 27 buah pulau, dan 19 buah pulau
Lebih terperinci1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah laut Indonesia terdiri dari perairan teritorial seluas 0,3 juta km 2, perairan laut Nusantara seluas 2,8 juta km 2 dan perairan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) seluas
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Substrat dasar perairan memiliki peranan yang sangat penting yaitu sebagai habitat bagi bermacam-macam biota baik itu mikrofauna maupun makrofauna. Mikrofauna berperan
Lebih terperinciTINGKAT PEMANFAATAN PERIKANAN DEMERSAL DI PERAIRAN KABUPATEN REMBANG. Utilization Levels of Demersal Fisheries in Rembang Regency Seawaters
TINGKAT PEMANFAATAN PERIKANAN DEMERSAL DI PERAIRAN KABUPATEN REMBANG Utilization Levels of Demersal Fisheries in Rembang Regency Seawaters Pratama Saputro 1 Bambang Argo Wibowo 2 Abdul Rosyid 2 1 Mahasiswa
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan industri bioteknologi kelautan merupakan asset yang sangat besar bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia,
Lebih terperinciKONSTRUKSI DAN UJI-COBA PENGOPERASIAN JUVENILE AND TRASH EXCLUDER DEVICE PADA JARING ARAD DI PEKALONGAN
Konstruksi dan Uji-Coba Pengoperasian Juvenile and Trash Excluder Device pada Jaring Arad di Pekalongan (Salim, A.) KONSTRUKSI DAN UJI-COBA PENGOPERASIAN JUVENILE AND TRASH EXCLUDER DEVICE PADA JARING
Lebih terperinciPENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terumbu karang dan asosiasi biota penghuninya secara biologi, sosial ekonomi, keilmuan dan keindahan, nilainya telah diakui secara luas (Smith 1978; Salm & Kenchington
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi perikanan Indonesia diestimasi sekitar 6,4 juta ton per tahun, dengan tingkat pemanfaatan pada tahun 2005 telah mencapai 4,408 juta ton, dan tahun 2006 tercatat
Lebih terperinci5 POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBER DAYA PERIKANAN DEMERSAL
5 POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBER DAYA PERIKANAN DEMERSAL 5.1 Pendahuluan Pemanfaatan yang lestari adalah pemanfaatan sumberdaya perikanan pada kondisi yang berimbang, yaitu tingkat pemanfaatannya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan, batasan masalah, dan sistematika penulisan. 1.
BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan, batasan masalah, dan sistematika penulisan. 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara maritim dengan luas wilayah laut
Lebih terperinciKebiasaan Makanan Ikan Beloso (Saurida undosquamis) di Perairan Laut Cina Selatan Bagian Selatan (LCS)
Kebiasaan Makanan Ikan Beloso (Saurida undosquamis) di Perairan Laut Cina Selatan Bagian Selatan (LCS) Moh. Rasyid Ridho 1), Richardus F. Kaswadji, Indra Jaya 2) dan Subhat Nurhakim 3) Abstract Fak. MIPA
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Alat Tangkap di Kabupten Indramayu Hasil inventarisasi jenis alat tangkap yang digunakan di Kabupaten Indramayu (Tabel 6) didominasi oleh alat tangkap berupa jaring, yakni
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Distribusi Cumi-Cumi Sirip Besar 4.1.1. Distribusi spasial Distribusi spasial cumi-cumi sirip besar di perairan Karang Congkak, Karang Lebar, dan Semak Daun yang tertangkap
Lebih terperincispesies yaitu ikan kembung lelaki atau banyar (Rastrelliger kanagurta) dan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma)(sujastani 1974).
7 spesies yaitu ikan kembung lelaki atau banyar (Rastrelliger kanagurta) dan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma)(sujastani 1974). Ikan kembung lelaki terdiri atas ikan-ikan jantan dan betina, dengan
Lebih terperinci2. TINJAUAN PUSTAKA. : Perciformes
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Biji Nangka 2.1.1. Klasifikasi Ikan biji nangka merupakan anggota dari famili Mullidae yang dikenal dengan nama goatfish. Menurut Cuvier (1829) in www.fishbase.org (2009)
Lebih terperinciPOTENSI PERIKANAN TANGKAP DI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH (KKPD) KABUPATEN NATUNA PROVINSI KEPULAUAN RIAU, INDONESIA
Prosiding Seminar Antarabangsa Ke 8: Ekologi, Habitat Manusia dan Perubahan Persekitaran 2015 7 POTENSI PERIKANAN TANGKAP DI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH (KKPD) KABUPATEN NATUNA PROVINSI KEPULAUAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki luas perairan wilayah yang sangat besar. Luas perairan laut indonesia diperkirakan sebesar 5,4 juta km 2 dengan garis pantai
Lebih terperinci2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengelolaan Sumberdaya Perikanan 2.2. Pengelolaan Perikanan Berkelanjutan
4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Pengelolaan perikanan adalah proses terintegrasi dalam pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pembuatan keputusan, alokasi
Lebih terperinciIndonesia merupakan negara kepulauan dengan luas wilayah perairan. Sumberdaya hayati (ikan) merupakan bagian dari sumberdaya alam yang
PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dengan luas wilayah perairan mencapai 213 dari seluruh luas wilayah Indonesia. Luas perairan yang mencapai 5,8 juta km2 yang terbagi atas
Lebih terperinciV. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru
V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN Geografis dan Administratif Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru terbentuk di Provinsi Sulawesi Tengah berdasarkan Undang-Undang Nomor 51 tahun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rajungan merupakan salah satu komoditas ekspor Indonesia. Berdasarkan data ekspor impor Dinas Kelautan dan Perikanan Indonesia (2007), rajungan menempati urutan ke
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara umum aktivitas perikanan tangkap di Indonesia dilakukan secara open access. Kondisi ini memungkinkan nelayan dapat bebas melakukan aktivitas penangkapan tanpa batas
Lebih terperinci4 KERAGAAN PERIKANAN DAN STOK SUMBER DAYA IKAN
4 KERAGAAN PERIKANAN DAN STOK SUMBER DAYA IKAN 4.1 Kondisi Alat Tangkap dan Armada Penangkapan Ikan merupakan komoditas penting bagi sebagian besar penduduk Asia, termasuk Indonesia karena alasan budaya
Lebih terperinci4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN
4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Posisi Geografis dan Kondisi Perairan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu terdiri atas dua kecamatan, yaitu Kecamatan Kepulauan Seribu Utara dan Kecamatan Kepulauan
Lebih terperinciPROPORSI DAN KOMPOSISI HASIL TANGKAPAN JARING TIGA LAPIS (TRAMMEL NET) DI PELABUHAN RATU
Proporsi dan Komposisi Hasil Tangkapan Jaring Tiga Lapis (Trammel Net) di Pelabuhan Ratu (Hufiadi) PROPORSI DAN KOMPOSISI HASIL TANGKAPAN JARING TIGA LAPIS (TRAMMEL NET) DI PELABUHAN RATU ABSTRAK Hufiadi
Lebih terperinci4 HASIL. Gambar 8 Kapal saat meninggalkan fishing base.
31 4 HASIL 4.1 Unit Penangkapan Ikan 4.1.1 Kapal Jumlah perahu/kapal yang beroperasi di Kecamatan Mempawah Hilir terdiri dari 124 perahu/kapal tanpa motor, 376 motor tempel, 60 kapal motor 0-5 GT dan 39
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Lokasi Penelitian Cirebon merupakan daerah yang terletak di tepi pantai utara Jawa Barat tepatnya diperbatasan antara Jawa Barat dan Jawa Tengah. Lokasi penelitian
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Malaysia, ZEE Indonesia India, di sebalah barat berbatasan dengan Kab. Pidie-
PENDAHULUAN Latar Belakang Wilayah Pengelolaan Perikanan 571 meliputi wilayah perairan Selat Malaka dan Laut Andaman. Secara administrasi WPP 571 di sebelah utara berbatasan dengan batas terluar ZEE Indonesia
Lebih terperinciKOMPOSISI JENIS, KEPADATAN STOK, ASPEK BIOLOGI, DAN DISTRIBUSI KEPITING DI PERAIRAN ARAFURA
Komposisi Jenis, Kepadatan Stok... dan Distribusi Kepiting di Perairan Arafura (Wedjatmiko ) KOMPOSISI JENIS, KEPADATAN STOK, ASPEK BIOLOGI, DAN DISTRIBUSI KEPITING DI PERAIRAN ARAFURA Wedjatmiko Peneliti
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permintaan ikan yang meningkat memiliki makna positif bagi pengembangan perikanan, terlebih bagi negara kepulauan seperti Indonesia yang memiliki potensi perairan yang
Lebih terperinciANALISIS BIOEKONOMI PERIKANAN RAJUNGAN (Portunus pelagicus) DI PERAIRAN DEMAK
ANALISIS BIOEKONOMI PERIKANAN RAJUNGAN (Portunus pelagicus) DI PERAIRAN DEMAK Fisheries Bioeconomic Analysis Blue Swimming Crab (Portunus pelagicus) of the Demak Waters. Lidya Dewintha Laksmi, Abdul Ghofar
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Semak Daun merupakan salah satu pulau yang berada di Kelurahan Pulau Panggang, Kecamatan Kepulauan Seribu Utara. Pulau ini memiliki daratan seluas 0,5 ha yang dikelilingi
Lebih terperinciJournal of Fisheries Resources Utilization Management and Technology
ANALISIS POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DEMERSAL DI PERAIRAN KABUPATEN KENDAL Potency Analysis and Utilization Rate of Demersal Fish Resource in Kendal Regency Ferry Sandria 1 Aristi Dian
Lebih terperinci4 TINJAUAN UMUM PERIKANAN TANGKAP DI MALUKU
4 TINJAUAN UMUM PERIKANAN TANGKAP DI MALUKU 4.1 Provinsi Maluku Dengan diberlakukannya Undang-Undang RI Nomor 46 tahun 1999 tentang pemekaran wilayah Provinsi Maluku menjadi Provinsi Maluku Utara dan Provinsi
Lebih terperinciPENDUGAAN STOK IKAN TONGKOL DI SELAT MAKASSAR SULAWESI SELATAN
PENDUGAAN STOK IKAN TONGKOL DI SELAT MAKASSAR SULAWESI SELATAN Edy H.P. Melmambessy Staf Pengajar Univ. Musamus-Merauke, e-mail : edymelmambessy@yahoo.co.id ABSTRAK Ikan tongkol termasuk dalam golongan
Lebih terperinciBAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN
BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Karangsong Kecamatan Indramayu, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. Penelitian
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hasil tangkapan sampingan (bycatch) menjadi masalah ketika bycatch yang dikembalikan ke laut (discarded) tidak semuanya dalam keadaan hidup atau berpeluang baik untuk
Lebih terperinci3 METODOLOGI PENELITIAN
3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Taman Nasional Karimunjawa, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah (Gambar 3). 3.2 Tahapan Pelaksanaan Penelitian Tahapan-tahapan pelaksanaan
Lebih terperinciKAJIAN TERHADAP OPERASIONAL KAPAL TRAWL DI PERAIRAN LAUT ARAFURA *)
Kajian terhadap Operasional Kapal Trawl di Perairan Laut Arafura (Wedjatmiko & Sukarniaty) KAJIAN TERHADAP OPERASIONAL KAPAL TRAWL DI PERAIRAN LAUT ARAFURA *) Wedjatmiko 1) dan Sukarniaty 2) 1) Peneliti
Lebih terperinciANALISIS BIOEKONOMI RAJUNGAN (Portunus pelagicus) MENGGUNAKAN PENDEKATAN SWEPT AREA DAN GORDON-SCHAEFER DI PERAIRAN DEMAK
C 07 ANALISIS BIOEKONOMI RAJUNGAN (Portunus pelagicus) MENGGUNAKAN PENDEKATAN SWEPT AREA DAN GORDON-SCHAEFER DI PERAIRAN DEMAK Ika Istikasari, Abdul Kohar Mudzakir*), dan Dian Wijayanto Program Studi Pemanfaatan
Lebih terperinciAnalisis Potensi Lestari Sumberdaya Perikanan Tuna Longline di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah
Maspari Journal 03 (2011) 24-29 http://masparijournal.blogspot.com Analisis Potensi Lestari Sumberdaya Perikanan Tuna Longline di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah Onolawe Prima Sibagariang, Fauziyah dan
Lebih terperinciASPEK OPERASIONAL PENANGKAPAN DAN KOMPOSISI JENIS IKAN HASIL TANGKAPAN PANCING ULUR NELAYAN TANJUNG PINANG DI LAUT CINA SELATAN
Aspek Operasional Penangkapan dan Komposisi.di Laut Cina Selatan (Rahmat, E & A. Salim) ASPEK OPERASIONAL PENANGKAPAN DAN KOMPOSISI JENIS IKAN HASIL TANGKAPAN PANCING ULUR NELAYAN TANJUNG PINANG DI LAUT
Lebih terperinci4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Perikanan Tangkap 4.1.1 Armada Kapal Perikanan Kapal penangkapan ikan merupakan salah satu faktor pendukung utama dalam melakukan kegiatan penangkapan
Lebih terperinciANALISIS HASIL TANGKAPAN ARAD MODIFIKASI (MODIFIED SMALL BOTTOM TRAWL) DI PERAIRAN PPP TAWANG KENDAL JAWA TENGAH
ANALISIS HASIL TANGKAPAN ARAD MODIFIKASI (MODIFIED SMALL BOTTOM TRAWL) DI PERAIRAN PPP TAWANG KENDAL JAWA TENGAH Analysis of Modified Small Bottom Trawl Catch in Fishery Port Beach (PPP) Tawang Kendal
Lebih terperinciVI. ANALISIS BIOEKONOMI
111 VI. ANALISIS BIOEKONOMI 6.1 Sumberdaya Perikanan Pelagis 6.1.1 Produksi dan Upaya Penangkapan Data produksi yang digunakan dalam perhitungan analisis bioekonomi adalah seluruh produksi ikan yang ditangkap
Lebih terperinciJaring Angkat
a. Jermal Jermal ialah perangkap yang terbuat dari jaring berbentuk kantong dan dipasang semi permanen, menantang atau berlawanlan dengan arus pasang surut. Beberapa jenis ikan, seperti beronang biasanya
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Jumlah Armada Penangkapan Ikan Cirebon Tahun Tahun Jumlah Motor
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Perikanan Tangkap di Cirebon Armada penangkapan ikan di kota Cirebon terdiri dari motor tempel dan kapal motor. Jumlah armada penangkapan ikan dikota Cirebon
Lebih terperinciANALISIS PERBEDAAN KEDALAMAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN TERHADAP KOMPOSISI HASIL TANGKAPAN PADA ALAT TANGKAP CANTRANG
ANALISIS PERBEDAAN KEDALAMAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN TERHADAP KOMPOSISI HASIL TANGKAPAN PADA ALAT TANGKAP CANTRANG (Boat Seine) DI PERAIRAN REMBANG Fishing Area Depth Analysis of Differences to the Composition
Lebih terperinciRencana Pengembangan Berkelanjutan Kelautan dan Perikanan di Pulau Maratua
Rencana Pengembangan Berkelanjutan Kelautan dan Perikanan di Pulau Maratua Pulau Maratua berada pada gugusan pulau Derawan, terletak di perairan laut Sulawesi atau berada dibagian ujung timur Kabupaten
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1. 1.Kondisi umum Perairan Utara Jawa Perairan Utara Jawa dulu merupakan salah satu wilayah perikanan yang produktif dan memilki populasi penduduk yang padat. Panjang
Lebih terperinciGambar 2. Konstruksi pancing ulur Sumber : Modul Penangkapan Ikan dengan Pancing Ulur
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pancing Ulur Pancing Ulur (Gambar 2) merupakan salah satu jenis alat penangkap ikan yang sering digunakan oleh nelayan tradisional untuk menangkap ikan di laut. Pancing Ulur termasuk
Lebih terperinciV. KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN
40 V. KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 5.1. Kondisi Fisik Geografis Wilayah Kota Ternate memiliki luas wilayah 5795,4 Km 2 terdiri dari luas Perairan 5.544,55 Km 2 atau 95,7 % dan Daratan 250,85 Km 2 atau
Lebih terperinci5 PEMBAHASAN 5.1 Komposisi Hasil Tangkapan
50 5 PEMBAHASAN 5.1 Komposisi Hasil Tangkapan Kegiatan penangkapan ikan oleh nelayan bubu di Kecamatan Mempawah Hilir, Kabupaten Pontianak ditujukan untuk menangkap ikan kakap merah (Lutjanus sanguineus),
Lebih terperinci3 METODOLOGI PENELITIAN
25 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Perairan Mempawah Hilir Kabupaten Pontianak Propinsi Kalimantan Barat, yang merupakan salah satu daerah penghasil
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jaring Arad Jaring arad (mini trawl) adalah jaring yang berbentuk kerucut yang tertutup ke arah ujung kantong dan melebar ke arah depan dengan adanya sayap. Bagian-bagiannya
Lebih terperinciSELEKTIVITAS JARING ARAD (MINI BOTTOM TRAWL) YANG DILENGKAPI JTEDs TERHADAP IKAN BELOSO (Saurida sp.)
Selektivitas Jaring Arad (Mini... Ikan Beloso (Saurida sp.) (Hufiadi & Mahiswara) SELEKTIVITAS JARING ARAD (MINI BOTTOM TRAWL) YANG DILENGKAPI JTEDs TERHADAP IKAN BELOSO (Saurida sp.) ABSTRAK Hufiadi dan
Lebih terperinci4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Administrasi wilayah Provinsi Sumatera Selatan secara geografis terletak pada 1 0 LU 4 0 LS dan 102,25 0 108,41 0 BT, dengan luas mencapai 87.017,42 km 2, atau 8.701.742 ha yang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumberdaya ikan merupakan sumberdaya yang dapat pulih (renewable resources) dan berdasarkan habitatnya di laut secara garis besar dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia. Berdasarkan data PBB pada tahun 2008, Indonesia memiliki 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang 95.181 km, serta
Lebih terperinci4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN
4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Letak Geografis dan Batas Administrasi Secara geografis Kabupaten Halmahera Utara terletak antara 127 O 17 BT - 129 O 08 BT dan antara 1 O 57 LU - 3 O 00 LS. Kabupaten
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB 1. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia adalah sebuah negara maritim, karena memiliki lautan lebih luas dari daratannya, sehingga biasa juga disebut dengan Benua Maritim
Lebih terperinci7 PEMBAHASAN 7.1 Pemilihan Teknologi Perikanan Pelagis di Kabupaten Banyuasin Analisis aspek biologi
7 PEMBAHASAN 7.1 Pemilihan Teknologi Perikanan Pelagis di Kabupaten Banyuasin Teknologi penangkapan ikan pelagis yang digunakan oleh nelayan Sungsang saat ini adalah jaring insang hanyut, rawai hanyut
Lebih terperinci3 METODE PENELITIAN. Gambar 4 Peta lokasi penelitian.
14 3 METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di PPI Labuan, Provinsi Banten. Ikan contoh yang diperoleh dari PPI Labuan merupakan hasil tangkapan nelayan disekitar perairan Selat
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN
25 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Kondisi umum perairan Teluk Banten Perairan Karangantu berada di sekitar Teluk Banten yang secara geografis terletak pada 5 0 49 45 LS sampai dengan 6 0 02
Lebih terperinciFLUKTUASI BULANAN HASIL TANGKAPAN CANTRANG YANG BERBASIS DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI TEGAL SARI, KOTA TEGAL
Fluktuasi Bulanan Hasil Tangkapan... Tegal Sari, Kota Tegal (Ernawati, T. & B. Sumiono) FLUKTUASI BULANAN HASIL TANGKAPAN CANTRANG YANG BERBASIS DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI TEGAL SARI, KOTA TEGAL Tri
Lebih terperinciOPTIMASI UPAYA PENANGKAPAN UDANG DI PERAIRAN DELTA MAHAKAM DAN SEKITARNYA JULIANI
OPTIMASI UPAYA PENANGKAPAN UDANG DI PERAIRAN DELTA MAHAKAM DAN SEKITARNYA JULIANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... Halaman xii DAFTAR GAMBAR... DAFTAR
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perikanan tangkap merupakan suatu sistem yang terdapat dalam sektor perikanan dan kelautan yang meliputi beberapa elemen sebagai subsistem yang saling berkaitan dan mempengaruhi
Lebih terperinciALAT PENANGKAPAN IKAN. Riza Rahman Hakim, S.Pi
ALAT PENANGKAPAN IKAN Riza Rahman Hakim, S.Pi A. Alat Penangkap Ikan Definisi alat penangkap ikan: sarana dan perlengkapan atau benda-benda lainnya yang dipergunakan untuk menangkap ikan Pengertian sarana:
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN
30 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Kondisi perairan Teluk Jakarta Teluk Jakarta terletak di utara kota Jakarta dengan luas teluk 285 km 2, dengan garis pantai sepanjang 33 km, dan rata-rata kedalaman
Lebih terperinciANALISIS PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DENGAN PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR DI KECAMATAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS
ANALISIS PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DENGAN PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR DI KECAMATAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS SYARIF IWAN TARUNA ALKADRIE SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Lebih terperinciANALISIS SEBARAN IKAN DEMERSAL SEBAGAI BASIS PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR DI KABUPATEN KENDAL
ANALISIS SEBARAN IKAN DEMERSAL SEBAGAI BASIS PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR DI KABUPATEN KENDAL DISTRIBUTION ANALYSIS OF DEMERSAL FISH IN KENDAL REGENCY WATER AS MANAGEMENT BASIC OF COASTAL RESOURCES Budiman
Lebih terperinciKONDISI PERIKANAN TANGKAP DI WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN (WPP) INDONESIA. Rinda Noviyanti 1 Universitas Terbuka, Jakarta. rinda@ut.ac.
KONDISI PERIKANAN TANGKAP DI WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN (WPP) INDONESIA Rinda Noviyanti 1 Universitas Terbuka, Jakarta rinda@ut.ac.id ABSTRAK Aktivitas usaha perikanan tangkap umumnya tumbuh dikawasan
Lebih terperinci2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Kuniran Klasifikasi dan tata nama
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Kuniran 2.1.1. Klasifikasi dan tata nama Menurut www.fishbase.org (2010) taksonomi ikan kuniran (Gambar 2) dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom : Animalia Filum
Lebih terperinci2. KONDISI OSEANOGRAFI LAUT CINA SELATAN PERAIRAN INDONESIA
2. KONDISI OSEANOGRAFI LAUT CINA SELATAN PERAIRAN INDONESIA Pendahuluan LCSI terbentang dari ekuator hingga ujung Peninsula di Indo-Cina. Berdasarkan batimetri, kedalaman maksimum perairannya 200 m dan
Lebih terperinci3 METODOLOGI. Tabel 5 Jenis alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian
3 METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Pembuatan kantong dan penutup kantong jaring dilaksanakan di laboratorium Alat Penangkap Ikan Sekolah Tinggi Perikanan Jakarta pada bulan Juni sampai dengan Juli 2010.
Lebih terperinciPENGARUH JUMLAH LAMPU TERHADAP HASIL TANGKAPAN PUKAT CINCIN MINI DI PERAIRAN PEMALANG DAN SEKITARNYA
Pengaruh Lampu terhadap Hasil Tangkapan... Pemalang dan Sekitarnya (Nurdin, E.) PENGARUH JUMLAH LAMPU TERHADAP HASIL TANGKAPAN PUKAT CINCIN MINI DI PERAIRAN PEMALANG DAN SEKITARNYA Erfind Nurdin Peneliti
Lebih terperinci6 PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN TANGKAP BERBASIS KEWILAYAHAN. 6.1 Urgensi Sektor Basis Bagi Pengembangan Usaha Perikanan Tangkap di Kabupaten Belitung
6 PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN TANGKAP BERBASIS KEWILAYAHAN 6.1 Urgensi Sektor Basis Bagi Pengembangan Usaha Perikanan Tangkap di Kabupaten Belitung Supaya tujuh usaha perikanan tangkap yang dinyatakan
Lebih terperinciANALISIS KECENDERUNGAN PRODUKSI IKAN PELAGIS KECIL DI PERAIRAN LAUT HALMAHERA TAHUN Adrian A. Boleu & Darius Arkwright
ANALISIS KECENDERUNGAN PRODUKSI IKAN PELAGIS KECIL DI PERAIRAN LAUT HALMAHERA TAHUN 2007 2008 Adrian A. Boleu & Darius Arkwright Abstract Small pelagic fishing effort made bythe fishermen in North Halmahera
Lebih terperinciPENGARUH KEDALAMAN DAN SUHU MENGGUNAKAN FISH FINDER TERHADAP HASIL TANGKAPAN ARAD (SMALL BOTTOM TRAWL) DI PERAIRAN REMBANG
PENGARUH KEDALAMAN DAN SUHU MENGGUNAKAN FISH FINDER TERHADAP HASIL TANGKAPAN ARAD (SMALL BOTTOM TRAWL) DI PERAIRAN REMBANG Depth and Temperature Effect in the Fish Finder of Arad (Small Bottom Trawl) Catch
Lebih terperinciMANAJEMEN PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DI KABUPATEN BULUNGAN
MANAJEMEN PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DI KABUPATEN BULUNGAN Disusun oleh : Syam Hendarsyah, S.P. E-mail : syam.darsyah@yahoo.co.id Hp : 081346412689 I. LATAR BELAKANG Allah S.W.T telah memberikan
Lebih terperinciI PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove merupakan ekosistem pesisir yang terdapat di sepanjang pantai tropis dan sub tropis atau muara sungai. Ekosistem ini didominasi oleh berbagai jenis
Lebih terperinci3 METODOLOGI. Gambar 3 Peta lokasi penelitian.
31 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Pengambilan data untuk kebutuhan penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2011 hingga Mei 2011 bertempat di Sibolga Propinsi Sumatera Utara (Gambar 3).
Lebih terperinci4 PERIKANAN PELAGIS KECIL YANG BERBASIS DI PANTAI UTARA JAWA
4 PERIKANAN PELAGIS KECIL YANG BERBASIS DI PANTAI UTARA JAWA 4.1 Pendahuluan 4.1.1 Latar belakang Potensi ikan laut Indonesia diperkirakan sebesar 6,4 juta ton per tahun, dimana sekitar 73,43 persen atau
Lebih terperinci4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas
26 4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi 4.1.1 Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas Menurut DKP Kabupaten Banyuwangi (2010) luas wilayah Kabupaten Banyuwangi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perikanan tangkap memiliki peran penting dalam penyediaan pangan, kesempatan kerja, perdagangan dan kesejahteraan serta rekreasi bagi sebagian penduduk Indonesia (Noviyanti
Lebih terperinci