Kualifikasi. All images:internet s Archives. Hukum Perdata Internasional Kelas D

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Kualifikasi. All images:internet s Archives. Hukum Perdata Internasional Kelas D"

Transkripsi

1 Kualifikasi All images:internet s Archives Hukum Perdata Internasional Kelas D 1

2 FOKUS BAHASAN DEFINISI KUALIFIKASI J E N I S T E O R I KUALIFIKASI JENIS KUALIFIKASI

3 Aanknopingspunten (Ned) Momenti di collegamento (Italy) Istilah yang digunakan beragam di berbagai negara. AanknÜpfungspunkte (Ger) Connecting Factors Point of Contacts (Eng) Point de Rattachment Point d attach (Fr) Titik-titik Taut Titik-titik Pertalian (Ind)

4 KUALIFIKASI Berbagai istilah n Qualification (Fr) Classification, Characterization (Eng), Characterisierung, Latente Gesetzeskonflikten(Grm), Qualificatie (Ned). Aktivitas mendefinisi fakta sehari-hari ke dalam kategori yuridis dalam rangka menetapkan peristiwa hukum n Translasi atau penyalinan dari fakta sehari-hari ke dalam istilah hukum [Sudargo Gautama]. 4

5 KUALIFIKASI, Mengapa secara umum penting? n Dalam setiap proses pengambilan putusan hakim atau penentuan solusi hukum, proses kualifikasi selalu dilakukan. 5

6 q Kualifikasi Fakta Kualifikasi Hukum Fakta konkrit yang relevan (peristiwa yang menjadi persoalan). Peristiwa tersebut kemudian ditetapkan sebagai peristiwa hukum berdasarkan kategori yuridis dalam sistem hukum yang telah ada, untuk kemudian ditetapkan kaidah-kaidah hukum yang seharusnya berlaku Penggolongan seluruh norma hukum ke dalam bagian-bagian atau bidang/ kelompok hukum tertentu. 6

7 KUALIFIKASI, Perkara itu dikategorikan sebagai perkara apa? WANPRESTASI atau ONRECHTMATIGEDAAD? Mengapa kualifikasi penting? Ø Proses Pembuktian Ø Konsekuensi (sanksi) 7

8 KUALIFIKASI DALAM HPI, Mengapa menjadi isu penting? Dalam perkara HPI, terdapat keunikan masing-masing sistem hukum di berbagai negara yang bervariasi, termasuk sistem HPInya. 8

9 KUALIFIKASI DALAM HPI, CONTOH PERSOALAN KUALIFIKASI n The Maltese Mariage case 1889 Anton vs Bartolo Suami-istri WN Inggris melangsungkan perkawinan di Malta, kemudian pindah ke Aljazair dan menjadi WN Perancis. Suami memiliki tanah produktif di Perancis, saat meninggal dunia, sang istri menuntut ¼ bagian dari hasil produksi. Perkara diajukan ke pengadilan Aljazair. 9

10 KUALIFIKASI DALAM HPI, Mengapa menjadi isu penting? q The Maltese Mariage case 1889 Anton vs Bartolo TITIK TAUT SEKUNDER : 1.Lex loci celebrationis 2.Matrimonial domicilii 3.Lex rei sitae 4.Lex patriae 5.Lex fori Kaidah HPI Perancis dan Inggris q Masalah pewarisan tanah tunduk pada: Lex Rei Sitae q Masalah harta perkawinan (matrimonial rights) tunduk pada: Lex Loci Celebrationis. 10

11 KUALIFIKASI DALAM HPI, Mengapa menjadi isu penting? q The Maltese Mariage case 1889 Anton vs Bartolo q Persoalan muncul : H u k u m P e r a n c i s mengkualifikasi fakta sebagai peristiwa pewarisan tanah H u k u m I n g g r i s mengkualifikasi fakta sebagai «hak janda atas perkawinan» (matrimonial rights) HPI Perancis menunjuk hukum intern Perancis sebagai lex causae berdasarkan lex rei sitae. Akibatnya, tuntutan janda akan ditolak karena janda tidak berhak atas harta warisan. HPI Perancis menunjuk hukum intern Inggris sebagai lex causae berdasarkan lex loci celebrationis yang mengenal hak janda untuk memperoleh bagian dari hasil tanah «usufruct right»). 11

12 KUALIFIKASI DALAM HPI, Mengapa menjadi isu penting? q The Maltese Mariage case 1889 Anton vs Bartolo q Penyelesaian perkara : Forum menetapkan bahwa perkara dikualifikasikan sebagai masalah «harta perkawinan» (matrimonial rights), artinya kualifikasi hukum Inggris yang digunakan, kemudian berdasarkan HPI Perancis, Forum memutus perkara berdasarkan lex loci celebrationis, artinya hukum intern Inggris yang digunakan, serta mengabulkan tuntutan janda tersebut. q Kritisasi : Hakim Forum dianggap melakukan kualifikasi berdasarkan hukum yang bukan Lex Fori dan dianggap tindakan yang tidak tepat! 12

13 PERSOALAN-PERSOALAN KUALIFIKASI DALAM HPI, q Terminologi hukum yang sama, digunakan untuk menyatakan peristiwa yang berbeda, e.g.domisili. q Lembaga/konsep hukum tertentu yang tidak dikenal dalam sistem hukum negara lain, e.g. Trust. q Fakta yang sama namun ditetapkan dalam kategori yuridis yang berbeda, eg.hak janda atas harta peninggalan ada yang dikualifikasikan sebagai masalah pewarisan dan ada yang masalah harta perkawinan. q Sistem hukum menempuh proses yang berbeda untuk mewujudkan status hukum yang sama, e.g.sahnya 13 kontrak berbeda antara Australia dan Indonesia.

14 TEORI KUALIFIKASI DALAM HPI, TEORI YANG MEMPERSOALKAN/ MENETAPKAN BERDASARKAN SISTEM HUKUM MANA, KUALIFIKASI DALAM SUATU PERKARA HPI SEHARUSNYA DILAKUKAN. 14

15 TEORI KUALIFIKASI DALAM HPI [Bayu Seto H] q Kualifikasi Lex Fori q Kualifikasi Lex causae (Lex Fori yang diperluas) q Kualifikasi Bertahap q Kualifikasi Otonom (Analitis) q Kualifikasi HPI 15

16 1. Kualifikasi Lex Fori q Franz Khan (Grm), Bartin (Fr). q Kualifikasi harus dilakukan berdasarkan hukum dari pengadilan dimana perkara diajukan (Lex Fori) karena sistem kualifikasi adalah bagian dari hukum intern Lex fori tersebut, demi alasan : Ø Kesederhanaan dan Kepastian. Ø Hakim disumpah untuk menegakan hukumnya sendiri. Ø Penggunaan hukum asing hanya wujud kesukarelaan forum. Ø Jika berkaitan dengan lembaga hukum yang tidak dikenal, maka hakim forum akan menerapkan konsep hukum Lex Fori yang paling setara/mendekati. 16

17 1. Kualifikasi Lex Fori q Keunggulan : Hakim lebih menguasai hukumnya sendiri! q Kelemahan : Kualifikasi yang digunakan sering tidak sesuai dengan sistem hukum asing yang seharusnya diberlakukan atau berdasarkan ukuran-ukuran yang tidak dikenal sama sekali dalam sistem hukum tersebut. q Kasus referensi : Ogden vs Ogden (1908)! «Perkawinan tanpa izin orang tua» 17

18 KUALIFIKASI LEX FORI n Ogden vs Ogden (1908) Philip (Perancis) dan Sarah (Inggris) menikah di Inggris tanpa izin orang tua. Izin ini wajib menurut hukum Perancis. Philip pulang ke Perancis dan mengajukan pembatalan di Forum Perancis yang dikabulkan kemudian menikah lagi. Sarah menggugat Philip dengan alazan perzinahan & penelantaran, namun ditolak oleh Forum Inggris. Sarah menikah lagi dengan Ogden di Inggris. Namun Ogden mengajukan permohonan pembatalan perkawinan di Forum Inggris karena menganggap putusan Forum Perancis tidak diakui di Inggris. 18

19 KUALIFIKASI LEX FORI q Ogden vs Ogden TITIK TAUT SEKUNDER : 1.Lex loci celebrationis 2.Matrimonial domicilii 3.Lex domicilii Kaidah HPI Inggris q Persyaratan esensial tentang perkawinan termasuk kecakapan untuk menikah (legal capacity to marry) diatur oleh hukum nasionalnya yaitu lex domicilii. q Persyaratan formal untuk sahnya perkawinan diatur oleh tempat peresmian perkawinan yaitu lex loci celebrationis. 19

20 KUALIFIKASI DALAM HPI, Mengapa menjadi isu penting? q Ogden vs Ogden q Persoalan muncul : Apakah syarat «izin orang tua» merupakan syarat esensial perkawinan? Apakah syarat «izin orang tua» merupakan syarat formal perkawinan? HPI Inggris menunjuk Hukum Perancis berdasarkan lex domicilii dari Philip yang kemampuan hukumnya dipersoalkan. HPI Inggris menunjuk hukum Inggris berdasarkan lex loci celebrationis. Menurut hukum Inggris, jika hanya persyaratan formal yang tidak dipenuhi, maka perkawinan Philip dan Sarah tetap sah. 20

21 2. Kualifikasi Lex causae (Lex Fori yang diperluas) q Martin,Wolff. q Kualifikasi harus dilakukan sesuai dengan sistem serta ukuran-ukuran dari keseluruhan sistem hukum yang berkaitan dengan perkara. q Kaidah HPI mana dari Lex Fori yang paling erat kaitannya dengan hukum asing yang mungkin diberlakukan. Prosesnya : Ø Menetapkan kategori yuridik dari suatu peristiwa. Ø Baru menetapkan kaidah HPI mana dari Lex Fori yang akan digunakan untuk menunjuk Lex Causae. 21

22 2. Kualifikasi Lex causae (Lex Fori yang diperluas) q Keunggulan : Dalam perkara HPI, hakim harus mempertimbangkan aturan dan lembaga hukum asing, sehingga tidak boleh terikat secara rigid pada konsep Lex Fori saja [Cheshire]. q Kelemahan : Sistem hukum asing tertentu mungkin tidak memiliki sistem kualifikasi yang cukup lengkap bahkan tidak mengenal kualifikasi lembaga hukum yang sedang dihadapi dalam perkara [Sunaryati Hartono]. q Kasus referensi : Nicols vs Nicols (1900)! «Kontrak yang tegas atau diam-diam untuk mengatur harta benda dalam perkawinan». 22

23 KUALIFIKASI LEX FORI n Nicols vs Nicols (1900) Suami-Istri (Perancis) menikah secara resmi di Perancis, mereka tidak membuat perjanjian harta perkawinan. Setelah menikah pindah ke Inggris. Suami meninggal di Inggris dan membuat testamen yang sah menurut hukum Inggris. Wasiatnya ternyata mengabaikan semua hak istri atas harta perkawinan. Istri mengajukan gugatan terhadap testamen dan menuntut hak atas harta bersama (matrimonial rights). Gugatan diajukan ke Forum Inggris. 23

24 KUALIFIKASI LEX FORI q Ogden vs Ogden TITIK TAUT SEKUNDER : 1.Lex loci celebrationis 2.Matrimonial domicilii 3.Lex patriae/nationality Kaidah Intern Inggris q Status kepemilikan benda bergerak harus diatur dengan kontrak (tegas atau diam-diam) q Jika tidak ada kontrak semacam itu, diatur oleh lex loci celebrationis (hukum tempat peresmian perkawinan). Kaidah Intern Perancis q Jika tidak ada perjanjian yang tegas, maka merupakan harta bersama (communaute des biens) 24

25 KUALIFIKASI DALAM HPI, Mengapa menjadi isu penting? q Nicols vs Nicols q Proses penyelesaian Hakim Forum memasukkan konsep harta bersama dengan meluaskan konsep kontrak perkawinan. Hakim menyatakan bahwa tidak adanya kontrak yang tegas untuk berpisah harta maka hakim menganggap terjadi perjanjian diam-diam untuk bercampur harta 25

26 3. Kualifikasi Bertahap q Adolph Schnitzer (Swiss). q Kualifikasi tidak mungkin berdasarkan hukum yang seharusnya berlaku, sebaliknya Lex causae lah yang harus ditentukan berdasarkan bantuan proses kualifikasi, sehingga harus menggunakan Lex Fori terlebih dulu untuk melakukan kualifikasi. Dilakukan dalam 2 tahap : Ø Kualifikasi Tahap Pertama n Menggunakan Lex Fori untuk mengkualifikasi perkara n Melihat kaidah HPI Lex Fori untuk menentukan Lex causae Ø Kualifikasi Tahap Kedua. n Kualifikasi ulang berdasarkan hukum Lex causae n Memutus perkara berdasarkan hukum intern Lex 26 Causae

27 Kualifikasi Bertahap q Contoh : WN Swiss meninggal di Inggris, dengan meninggalkan benda tetap di Perancis dan benda bergerak di Inggris dan Swiss. Ahli waris adalah WN Swiss dan mengajukan perkara pembagian warisan di Forum Swiss. Hukum intern Inggris, Perancis dan Swiss sama-sama mengenal Pewarisan, namun Swiss dan Perancis tidak mengenal perbedaan antara benda bergerak dan tidak bergerak, sebaliknya Inggris mengenal perbedaan benda bergerak dan tidak bergerak. Hukum intern Swiss menganggap masalah tersebut pewarisan. Hukum intern Inggris mengatur bahwa masalah tersebit merupakan pewarisan benda tetap dan pewarisan benda bergerak. Jika Kaidah HPI Swiss mengatur: Pewarisan benda diatur oleh Lex Domicilii terakhir dari pewaris. 27

28 Kualifikasi Bertahap q Keunggulan : Lebih menjamin keadilan dan ketelitian dalam proses penentuan kaidah hukum HPI terhadap suatu perkara [Cheshire, ehrenzweig, Sunaryati Hartono]. q Kelemahan : Berkaitan dengan pengakuan dan pelaksanaan putusan Pengadilan Swiss di Perancis mengenai benda tetap (Perancis menganut Lex Rei Sitae). 28

29 Kualifikasi Otonom (Analitis) q Ernst Rabel (Grm), Beckett (Eng). q Bahwa sistem HPI dibentuk untuk menciptakan keharmonisan internasional. Sehingga diperlukan suatu konsep yang lebih khas dan universal serta memiliki makna yang sama dimanapun di dunia, dan terlepas dari sistem hukum lokal/nasional tertentu. q Konsekuensinya : Perlu melakukan perbandingan hukum dalam rangka membentuk pengertianpengertian HPI yang dapat diterima 29 dimana-mana.

30 Kualifikasi Otonom (Analitis) q Keunggulan : Semangat seperti ini perlu dibina dalam suasana HPI, bahkan jika Hakim mengkualifikasi berdasar Lex Fori, sebaiknya hakim tersebut tetap memperhatikan prinsip-prinsip dan konsep yang dikenal secara umum di dunia yang sifatnya hampir sama (analogous). q Kelemahan : Sangat sulit untuk menemukan pengertian dan konsep HPI yang sama, serta Hakim harus mempelajari seluruh sistem hukum di dunia. 30

31 Kualifikasi HPI q G.Kegel. q Bahwa sistem HPI dibentuk untuk mencapai beberapa tujuan, yaitu keadilan, kepastian hukum, ketertiban dan kelancaran dalam lalu lintas pergaulan internasional. q Konsekuensinya : HPI harus dilihat sebagai suatu pendekatan dan bukan kaidah hukum, artinya menetapkan proses kualifikasi sebaiknya dilakukan setelah menentukan kepentingan HPI apa yang hendak dilindungi dalam suatu kaidah HPI tertentu serta memperhatikan kebijakan dasar yang diakui secara umum dalam HPI. (E.g. Kesederhanaan dan penerapan yang mudah, Forum memperlakukan para pihak secara adil, Forum harus memberlakukan hukum dari negara yang memiliki kepentingan yang paling besar, Forum melaksanakan hukumnya sendiri kecuali jika ada alasan kuat untuk 31 tidak menggunakannya, dsb.)

32 Kualifikasi HPI q Keunggulan : Putusan atas perkara HPI akan terasa lebih adil, lebih fleksibel, lebih seragam dan lebih predictable. q Kelemahan : Perbedaan sistem hukum membuatnya sulit diterapkan. 32

33 KUALIFIKASI DALAM HPI, MASALAH PROSEDURAL ATAU SUBSTANSIAL? q Asas HPI yang dianut umumnya : Ø Semua persoalan hukum yang dikualifikasikan sebagai masalah prosedural harus ditentukan berdasarkan Lex Fori. Ø Suatu pengadilan hanya akan menerapkan kaidah hukum asing jika kaidah itu berkenaan dengan substansi perkara dan akan mempengaruhi putusan. Ø Pembedaan masalah daluwarsa dikenal di banyak negara. Daluwarsa Extinctief, dikategorikan sebagai masalah prosedural, sedangkan Daluwarsa Acquisitive dikategorikan sebagai masalah substansial. Ø Masalah pembuktian tunduk pada hukum Lex Fori. 33

34 KUALIFIKASI DALAM HPI, MASALAH PROSEDURAL ATAU SUBSTANSIAL q Kasus Referensi : Ø Kilberg vs Northeast Airlines, Inc (1961) «Perbedaan aturan mengenai ganti rugi perkara Wrongful Death Action antar Forum (NY vs Massachusetts» Ø Grant vs McAuliffe «Perbedaan aturan mengenai gugurnya tuntutan Tort karena meninggalnya tergugat antar Forum (California vs Arizona)». 34

TITIK-TITIK TAUT & KUALIFIKASI

TITIK-TITIK TAUT & KUALIFIKASI TITIK-TITIK TAUT & KUALIFIKASI HPI Kelas D All Images : Internet s Archive FOKUS BAHASAN Definisi & Jenis Titik Taut Definisi & Jenis Kualifikasi TITIK-TITIK TAUT Aanknopingspunten (Ned) Momenti di collegamento

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian/ Definisi Hukum Perdata Internasional 1 Prof. R. H. Graveson Prof. R. H. Graveson berpendapat bahwa: Conflict of laws atau hukum perdata internasional adalah bidang

Lebih terperinci

Sejarah Perkembangan Hukum Perdata Internasional

Sejarah Perkembangan Hukum Perdata Internasional Bahan Kuliah Sejarah Perkembangan Hukum Perdata Internasional Isnaini Sejarah Perkembangan HPI HPI mulai abad ke-2 SM Masa kekaisaran Romawi s/d Perkemba ngan HPI universsal di Jerman Friederich Carl Von

Lebih terperinci

HUKUM PERDATA INTERNASIONAL

HUKUM PERDATA INTERNASIONAL HUKUM PERDATA INTERNASIONAL I Nyoman Ngurah Suwarnatha, S.H., LL.M. 9/18/2012 3:21 PM Ngurah Suwarnatha 1 Pendahuluan dan Definisi HPI HPI merupakan bagian daripada hukum nasional. Istilah internasional

Lebih terperinci

Materi Diskusi Perkumpulan Gemar Belajar (GEMBEL) Hukum Internasional Lanjutan

Materi Diskusi Perkumpulan Gemar Belajar (GEMBEL) Hukum Internasional Lanjutan Hukum Perdata Internasional Jum at, 10 Maret 2017 Materi Diskusi Perkumpulan Gemar Belajar (GEMBEL) Hukum Internasional Lanjutan Pembicara :HendraSiahaan (2013) SaraiBangun (2013) Pemateri : Herman Gea

Lebih terperinci

SEJARAH PERKEMBANGAN HUKUM PERDATA INTERNASIONAL

SEJARAH PERKEMBANGAN HUKUM PERDATA INTERNASIONAL SEJARAH PERKEMBANGAN HUKUM PERDATA INTERNASIONAL Kelas D- Fakultas Hukum UGM All Images: Internet s Archive FOKUS BAHASAN PRINSIP TERITORIAL PRINSIP PERSONAL TEORI STATUTA TEORI UNIVERSAL LAHIRNYA HPI

Lebih terperinci

STATUS PERKAWINAN INTERNASIONAL DAN PERJANJIAN PERKAWINAN. (Analisis Kasus WNI Yang Menikah Dengan Warga Negara Prancis di Jepang)

STATUS PERKAWINAN INTERNASIONAL DAN PERJANJIAN PERKAWINAN. (Analisis Kasus WNI Yang Menikah Dengan Warga Negara Prancis di Jepang) STATUS PERKAWINAN INTERNASIONAL DAN PERJANJIAN PERKAWINAN (Analisis Kasus WNI Yang Menikah Dengan Warga Negara Prancis di Jepang) A. Latar Belakang Masalah Seorang WNI menikah dengan warga Negara Prancis

Lebih terperinci

Hukum Perdata Internasional. Bagas Samudera

Hukum Perdata Internasional. Bagas Samudera Hukum Perdata Internasional Bagas Samudera Sejarah Perkembangan Hukum Perdata Internasional Awal Perkembangan Hukum Perdata Internasional Didalam perkembangan sejarah HPI, tampaknya perdagangan (pada taraf

Lebih terperinci

SILABUS NAMA MATA KULIAH : HUKUM PERDATA INTERNASIONAL STATUS MATA KULIAH : WAJIB KONSENTRASI KEPERDATAAN KODE MATA KULIAH : HKI4004

SILABUS NAMA MATA KULIAH : HUKUM PERDATA INTERNASIONAL STATUS MATA KULIAH : WAJIB KONSENTRASI KEPERDATAAN KODE MATA KULIAH : HKI4004 SILABUS A. IDENTITAS MATA KULIAH NAMA MATA KULIAH : HUKUM PERDATA INTERNASIONAL STATUS MATA KULIAH : WAJIB KONSENTRASI KEPERDATAAN KODE MATA KULIAH : HKI4004 JUMLAH SKS : 2 (DUA) PRASYARAT : Seluruh Mata

Lebih terperinci

HPI PILIHAN HUKUM PERTEMUAN IX. By Malahayati, SH., LLM

HPI PILIHAN HUKUM PERTEMUAN IX. By Malahayati, SH., LLM HPI 1 PILIHAN HUKUM PERTEMUAN IX By Malahayati, SH., LLM TOPIK 2 PENGERTIAN CARA PILIHAN HUKUM LEX MERCATORIA LEX LOCI CONTRACTUS TEORI PENGERTIAN 3 Pada prinsipnya hukum yang berlaku di dalam kontrak

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 69/PUU-XIII/2015 Hak Milik dan Hak Guna Bangunan Terhadap Warga Negara Indonesia yang Menikah dengan Warga Negara Asing I. PEMOHON Ike Farida II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian

Lebih terperinci

TEORI-TEORI UMUM HUKUM PERDATA INTERNASIONAL YANG DAPAT MENGESAMPINGKAN BERLAKUNYA HUKUM ASING DENGAN MEMBERLAKUKAN HUKUM NASIONAL SANG HAKIM"

TEORI-TEORI UMUM HUKUM PERDATA INTERNASIONAL YANG DAPAT MENGESAMPINGKAN BERLAKUNYA HUKUM ASING DENGAN MEMBERLAKUKAN HUKUM NASIONAL SANG HAKIM 202 Hukum dan Pembangunan TEORI-TEORI UMUM HUKUM PERDATA INTERNASIONAL YANG DAPAT MENGESAMPINGKAN BERLAKUNYA HUKUM ASING DENGAN MEMBERLAKUKAN HUKUM NASIONAL SANG HAKIM" Zulfa Djoko Basuki Penulis artikel

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan Suatu perjanjian

Lebih terperinci

SILABUS DAN SATUAN ACARA PERKULIAHAN

SILABUS DAN SATUAN ACARA PERKULIAHAN SILABUS DAN SATUAN ACARA PERKULIAHAN Nama Mata Kuliah : HUKUM PERDATA INTERNASIONAL Bobot sks : 2 sks Tim Penyusun : 1. Afifah Kusumadara, SH. LL.M. SJD. 2. Djumikasih SH. M.Hum. 3. Amelia Sri Kusuma Dewi,

Lebih terperinci

KAJIAN YURIDIS PENETAPAN PENGADILAN AGAMA MUNGKID NOMOR PERKARA 0019/Pdt.P/2012/PA. Mkd TENTANG ITSBAT NIKAH DALAM MENENTUKAN SAHNYA STATUS PERKAWINAN

KAJIAN YURIDIS PENETAPAN PENGADILAN AGAMA MUNGKID NOMOR PERKARA 0019/Pdt.P/2012/PA. Mkd TENTANG ITSBAT NIKAH DALAM MENENTUKAN SAHNYA STATUS PERKAWINAN KAJIAN YURIDIS PENETAPAN PENGADILAN AGAMA MUNGKID NOMOR PERKARA 0019/Pdt.P/2012/PA. Mkd TENTANG ITSBAT NIKAH DALAM MENENTUKAN SAHNYA STATUS PERKAWINAN Mochammad Didik Hartono 1 Mulyadi 2 Abstrak Perkawinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wanita telah sepakat untuk melangsungkan perkawinan, itu berarti mereka

BAB I PENDAHULUAN. wanita telah sepakat untuk melangsungkan perkawinan, itu berarti mereka BAB I 10 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Prinsip perkawinan adalah untuk selamanya dengan tujuan kebahagiaan dan kasih sayang yang kekal dan abadi, sebagaimana yang terdapat dalam QS An-Nahl ayat

Lebih terperinci

2.1 Konsep Aset Bisnis Pengertian Bisnis, Aset, Dan Aset Bisnis Klasifikasi Aset Bisnis Istilah Dan Pengertian

2.1 Konsep Aset Bisnis Pengertian Bisnis, Aset, Dan Aset Bisnis Klasifikasi Aset Bisnis Istilah Dan Pengertian DAFTAR ISI JUDUL...ii PRASYARAT GELAR... iii LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING... iv PANITIA PENGUJI SKRIPSI... v KATA PENGANTAR... vi SURAT PERNYATAAN KEASLIAN... ix DAFTAR ISI... x ABSTRAK... xiii ABSTRACT...

Lebih terperinci

HUKUM PERDATA INTERNASIONAL

HUKUM PERDATA INTERNASIONAL HUKUM PERDATA INTERNASIONAL oleh Moch Najib Imanullah, SH, MH, Ph.D. Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Buku wajib 1 Bayu Seto Dasar-dasar Hukum Perdata Internasional : Pengertian, masalah pokok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam fase kehidupan manusia terdapat tiga peristiwa penting yaitu, kelahiran,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam fase kehidupan manusia terdapat tiga peristiwa penting yaitu, kelahiran, BAB I PENDAHULUAN Dalam fase kehidupan manusia terdapat tiga peristiwa penting yaitu, kelahiran, perkawinan, dan kematian. Dengan adanya kelahiran maka berakibat pada timbulnya hak dan kewajban baik dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya salah satu kebutuhan manusia adalah perkawinan. Berdasarkan Pasal 28B ayat (1) Undang Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yang

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya salah satu kebutuhan manusia adalah perkawinan. Berdasarkan Pasal 28B ayat (1) Undang Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk Allah S.W.T yang paling sempurna dibandingkan dengan makhluk hidup yang lain, namun manusia tidak bisa hidup sendiri tanpa bantuan

Lebih terperinci

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN 1. Akibat Hukum Terhadap Kedudukan, Hak dan Kewajiban Anak dalam Perkawinan yang Dibatalkan a. Kedudukan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan dialam dunia berkembang biak. Perkawinan bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan dialam dunia berkembang biak. Perkawinan bertujuan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah perilaku makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa agar kehidupan dialam dunia berkembang biak. Perkawinan bertujuan untuk membentuk suatu keluarga

Lebih terperinci

Pelanggaran Hak Cipta Melalui Internet (Studi Kasus: Itar-Tass Russian Agency Melawan Russian Kurier Agency) Rehulina Tarigan

Pelanggaran Hak Cipta Melalui Internet (Studi Kasus: Itar-Tass Russian Agency Melawan Russian Kurier Agency) Rehulina Tarigan Pelanggaran Hak Cipta Melalui Internet (Studi Kasus: Itar-Tass Russian Agency Melawan Russian Kurier Agency) Rehulina Tarigan Dosen Bagian Hukum Internasional Fakultas Hukum Unila Abstrak Kasus Itar-Tass

Lebih terperinci

Lex Administratum, Vol. V/No. 7/Sep/2017

Lex Administratum, Vol. V/No. 7/Sep/2017 HAK WARIS ANAK YANG LAHIR DARI PERKAWINAN CAMPURAN TERHADAP HAK MILIK ATAS TANAH 1 Oleh : Rahmadika Safira Edithafitri 2 ABSTRAK Di Indonesia, perkawinan antara seorang warga negara Indonesia dengan warga

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 69/PUU-XIII/2015 Hak Milik dan Hak Guna Bangunan Terhadap Warga Negara Indonesia yang Menikah dengan Warga Negara Asing I. PEMOHON Ike Farida II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Hukum Perdata Internasional. tunduk pada hukum perdata (nasional) yang berbeda. Pendapat lain yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Hukum Perdata Internasional. tunduk pada hukum perdata (nasional) yang berbeda. Pendapat lain yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hukum Perdata Internasional 1. Pengertian Hukum Perdata Internasional Menurut Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja, Hukum Perdata Internasional adalah keseluruhan kaidah dan asas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mahluk Allah SWT, tanpa perkawinan manusia tidak akan melanjutkan sejarah

BAB I PENDAHULUAN. mahluk Allah SWT, tanpa perkawinan manusia tidak akan melanjutkan sejarah 1 BAB I PENDAHULUAN Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang umum berlaku pada mahluk Allah SWT, tanpa perkawinan manusia tidak akan melanjutkan sejarah hidupnya karena keturunan dan perkembangbiakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyatakan: Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS PENYELUNDUPAN HUKUM PERKAWINAN BEDA AGAMA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

TINJAUAN YURIDIS PENYELUNDUPAN HUKUM PERKAWINAN BEDA AGAMA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN TINJAUAN YURIDIS PENYELUNDUPAN HUKUM PERKAWINAN BEDA AGAMA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN Dian Khoreanita Pratiwi Fakultas Hukum Universitas Sahid Jakarta Email Korespondensi:

Lebih terperinci

Pada prinsipnya asas pada Hukum Acara Perdata juga berlaku di PA Asas Wajib Mendamaikan Asas Persidangan Terbuka Untuk Umum, kec.

Pada prinsipnya asas pada Hukum Acara Perdata juga berlaku di PA Asas Wajib Mendamaikan Asas Persidangan Terbuka Untuk Umum, kec. SUMBER HUKUM HIR / RBg UU No. 7 / 1989 ttg PA UU No. 3 / 2006 Revisi I UU PA UU No. 50 / 2009 Revisi II UU PA UU No. 14 / 1970 kekuasaan kehakiman UU No. 14 / 1985 ttg MA UU No. 1 / 1974 ttg Perkawinan

Lebih terperinci

P E N E T A P A N. Nomor XX/Pdt.P/2012/PA.Ktbm BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P E N E T A P A N. Nomor XX/Pdt.P/2012/PA.Ktbm BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P E N E T A P A N Nomor XX/Pdt.P/2012/PA.Ktbm BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Kotabumi yang memeriksa dan mengadili perkara tertentu pada tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kaidah kaidah perkawinan dengan kaidah kaidah agama.

BAB I PENDAHULUAN. kaidah kaidah perkawinan dengan kaidah kaidah agama. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perkawinan merupakan suatu peristiwa penting bagi kehidupan manusia karena perkawinan tidak hanya menyangkut urusan pribadi kedua mempelai tetapi juga menyangkut urusan

Lebih terperinci

PILIHAN HUKUM DALAM KONTRAK BISNIS I.

PILIHAN HUKUM DALAM KONTRAK BISNIS I. PILIHAN HUKUM DALAM KONTRAK BISNIS I. Latar Belakang. Kontrak binis Internasional selalu dipertautkan oleh lebih dari system hukum. Apabila para pihak dalam kontrak kontrak bisnis yang demikian ini tidak

Lebih terperinci

BAB IV MENGAPA HAKIM DALAM MEMUTUSKAN PERKARA NOMOR 0091/ Pdt.P/ 2013/ PA.Kdl. TIDAK MENJADIKAN PUTUSAN MAHKAMAH

BAB IV MENGAPA HAKIM DALAM MEMUTUSKAN PERKARA NOMOR 0091/ Pdt.P/ 2013/ PA.Kdl. TIDAK MENJADIKAN PUTUSAN MAHKAMAH BAB IV MENGAPA HAKIM DALAM MEMUTUSKAN PERKARA NOMOR 0091/ Pdt.P/ 2013/ PA.Kdl. TIDAK MENJADIKAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI SEBAGAI DASAR HUKUM PUTUSAN Pengadilan Agama Kendal telah memeriksa dan memberi

Lebih terperinci

JENIS SITA. Sita Jaminan thdp barang milik Debitur/Tergugat (Conservatoir Beslag) Sita Jaminan thdp barang bergerak milik Penggugat :

JENIS SITA. Sita Jaminan thdp barang milik Debitur/Tergugat (Conservatoir Beslag) Sita Jaminan thdp barang bergerak milik Penggugat : Definisi Sita Sita adl tindakan penjagaan paksa berdasarkan perintah pengadilan/hakim untuk menempatkan harta kekayaan milik penggugat dan/atau tergugat kedalam penjagaan untuk menjamin dipenuhinya tuntutan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kerangka Teori

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kerangka Teori digilib.uns.ac.id BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Mengenai Perkawinan a. Pengertian Perkawinan Menurut Para Ahli Perkawinan merupakan bentuk kerjasama dalam kehidupan antara seorang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA. Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA. Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA A. Pengertian Perkawinan Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan nomor 1 Tahun 1974. Pengertian perkawinan menurut Pasal

Lebih terperinci

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac. DAMPAK PEMBATALAN PERKAWINAN AKIBAT WALI YANG TIDAK SEBENARNYA TERHADAP ANAK DAN HARTA BERSAMA MENURUT HAKIM PENGADILAN AGAMA KEDIRI (Zakiyatus Soimah) BAB I Salah satu wujud kebesaran Allah SWT bagi manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini

BAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu alat transportasi yang banyak dibutuhkan oleh manusia adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini menjadi salah satu

Lebih terperinci

Muhammad Risnain, S.H.,M.H. 1

Muhammad Risnain, S.H.,M.H. 1 PROBLEMATIKA PILIHAN HUKUM (CHOICE OF LAW) DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TRANSAKSI BISNIS ELEKTRONIK INTERNASIONAL DALAM UNDANG- UNDANG (UU) NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

Lebih terperinci

ALTERNATIF HUKUM PERKAWINAN HOMOSEKSUAL

ALTERNATIF HUKUM PERKAWINAN HOMOSEKSUAL ALTERNATIF HUKUM PERKAWINAN HOMOSEKSUAL Muchamad Arif Agung Nugroho Fakultas Hukum Universitas Wahid Hasyim Semarang agungprogresif@gmail.com ABSTRAK Perkawinan heteroseksual merupakan suatu perikatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada waktu manusia dilahirkan ke dunia ini telah tumbuh tugas baru

BAB I PENDAHULUAN. Pada waktu manusia dilahirkan ke dunia ini telah tumbuh tugas baru BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada waktu manusia dilahirkan ke dunia ini telah tumbuh tugas baru dalam kehidupannya. Dalam arti sosiologis manusia menjadi pengemban hak dan kewajiban, selama manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pula harta warisan beralih kepada ahli waris/para ahli waris menjadi. Peristiwa pewarisan ini dapat terjadi ketika :

BAB I PENDAHULUAN. pula harta warisan beralih kepada ahli waris/para ahli waris menjadi. Peristiwa pewarisan ini dapat terjadi ketika : 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peristiwa pewarisan adalah perihal klasik dan merupakan salah satu hal penting dalam kehidupan manusia. Apabila ada seseorang meninggal dunia, maka pada saat itulah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara pada umumnya. Sebuah keluarga dibentuk oleh suatu. tuanya dan menjadi generasi penerus bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara pada umumnya. Sebuah keluarga dibentuk oleh suatu. tuanya dan menjadi generasi penerus bangsa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebuah keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat di suatu negara. Keluarga yang baik, harmonis, penuh cinta kasih, akan dapat memberi pengaruh yang baik

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DUALISME AKAD PEMBIAYAAN MUD{ARABAH MUQAYYADAH DAN AKIBAT HUKUMNYA

BAB IV ANALISIS DUALISME AKAD PEMBIAYAAN MUD{ARABAH MUQAYYADAH DAN AKIBAT HUKUMNYA BAB IV ANALISIS DUALISME AKAD PEMBIAYAAN MUD{ARABAH MUQAYYADAH DAN AKIBAT HUKUMNYA A. Analisis Dualisme Akad Pembiayaan Mud{arabah Muqayyadah Keberadaaan suatu akad atau perjanjian adalah sesuatu yang

Lebih terperinci

Hukum Acara Perdata Pertemuan Ke-2

Hukum Acara Perdata Pertemuan Ke-2 Hukum Acara Perdata Pertemuan Ke-2 Hukum acara perdata (hukum perdata formil), yaitu hukum yang mengatur mengenai bagaimana cara menjamin ditaatinya hukum perdata materiil dengan perantaraan hakim. (Prof.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. etnis,suku, agama dan golongan. Sebagai salah satu negara terbesar di dunia,

BAB I PENDAHULUAN. etnis,suku, agama dan golongan. Sebagai salah satu negara terbesar di dunia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia yang merupakan negara yang terdiri dari berbagai etnis,suku, agama dan golongan. Sebagai salah satu negara terbesar di dunia, Indonesia merupakan negara

Lebih terperinci

BAB II KEDUDUKAN PARA PIHAK DALAM PENGALIHAN HAK ATAS BANGUNAN

BAB II KEDUDUKAN PARA PIHAK DALAM PENGALIHAN HAK ATAS BANGUNAN BAB II KEDUDUKAN PARA PIHAK DALAM PENGALIHAN HAK ATAS BANGUNAN A. Pengalihan Hak Atas Bangunan Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan adalah: Penjualan, tukarmenukar, perjanjian pemindahan hak, pelepasan

Lebih terperinci

BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN 2.1 Pengertian Perkawinan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Suatu keniscayaan bahwa dalam penyelesaian suatu konflik sengketa

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Suatu keniscayaan bahwa dalam penyelesaian suatu konflik sengketa BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Suatu keniscayaan bahwa dalam penyelesaian suatu konflik sengketa khususnya sengketa hukum diperlukan adanya penyelesaian yang pasti untuk menentukan kebenaran.

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS DAMPAK PERKAWINAN BAWAH TANGAN BAGI PEREMPUAN OLEH RIKA LESTARI, SH., M.HUM 1. Abstrak

TINJAUAN YURIDIS DAMPAK PERKAWINAN BAWAH TANGAN BAGI PEREMPUAN OLEH RIKA LESTARI, SH., M.HUM 1. Abstrak TINJAUAN YURIDIS DAMPAK PERKAWINAN BAWAH TANGAN BAGI PEREMPUAN OLEH RIKA LESTARI, SH., M.HUM 1 Abstrak Dalam kehidupan masyarakat di Indonesia perkawinan di bawah tangan masih sering dilakukan, meskipun

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. dengan membuat Permohonan penetapan kepada Pengadilan Negeri. Surabaya yang isinya menyatakan bahwa benar telah didaftarkannya

BAB V PENUTUP. dengan membuat Permohonan penetapan kepada Pengadilan Negeri. Surabaya yang isinya menyatakan bahwa benar telah didaftarkannya 77 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Pokok permasalahan dalam kasus ini adalah perjanjian perkawinan yang tidak berlaku terhadap pihak ketiga karena tidak tercantum dalam akta perkawinan. Tindakan hukum yang

Lebih terperinci

DASAR-DASAR HUKUM PERDATA INTERNASIONAL

DASAR-DASAR HUKUM PERDATA INTERNASIONAL Buku berjudul Dasar-Dasar Hukum Perdata Internasional ini dimaksudkan untuk menguraikan hal-hal yang mendasarkan dalam Hukum Perdata Internasional, yaitu berkaitan dengan ruang lingkup, teori-teori, prinsip-prinsip,

Lebih terperinci

HUKUM PERDATA INTERNASIONAL (HPI) PENDAHULUAN

HUKUM PERDATA INTERNASIONAL (HPI) PENDAHULUAN HUKUM PERDATA INTERNASIONAL (HPI) PENDAHULUAN Kelas D FH UGM 2013 All images: Internet s Archives FOKUS DISKUSI TOPIK PENGERTIAN RUANG LINGKUP SUMBER HUKUM 1.PENGERTIAN Di Indonesia, istilah Hukum Perdata

Lebih terperinci

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 1974 Tentang perkawinan BAB I DASAR PERKAWINAN. Pasal 1. Pasal 2

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 1974 Tentang perkawinan BAB I DASAR PERKAWINAN. Pasal 1. Pasal 2 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 1974 Tentang perkawinan BAB I DASAR PERKAWINAN Pasal 1 Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri

Lebih terperinci

HUKUM PERDATA INTERNASIONAL

HUKUM PERDATA INTERNASIONAL HUKUM PERDATA INTERNASIONAL Dosen : 1. Dr. Ahmad M. Ramli, S.H., M.H. 2. Rika Ratna Permata, S.H. 3. M.Amirullah, S.H. MATERI PERKULIAHAN Antara lain meliputi: I. Pendahuluan. II. Langkah awal penyelesaian

Lebih terperinci

AKIBAT PERKAWINAN & PUTUSNYA PERKAWINAN

AKIBAT PERKAWINAN & PUTUSNYA PERKAWINAN AKIBAT PERKAWINAN & PUTUSNYA PERKAWINAN 1 KUHPerdata 103 106 105 107 KUHPerdata 107 108 110 Akibat perkawinan terhadap diri pribadi masing-masing Suami/Istri Hak & Kewajiban Suami-Istri UU No.1/1974 30

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau salah satunya sudah meninggal, maka anak yang masih di bawah umur

BAB I PENDAHULUAN. atau salah satunya sudah meninggal, maka anak yang masih di bawah umur BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Anak merupakan harapan orang tua untuk meneruskan keturunan dan kehidupannya. Orang tua hidup dan bekerja demi anak keturunannya. Kesemuanya itu digunakan demi

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U AN

BAB I P E N D A H U L U AN BAB I P E N D A H U L U AN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kebutuhan rumah tempat tinggal atau hunian di daerah perkotaan semakin meningkat dan dirasakan kurang, mengingat jumlah perumahan yang tersedia tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan lain sebagainya. Hikmahnya ialah supaya manusia itu hidup

BAB I PENDAHULUAN. dan lain sebagainya. Hikmahnya ialah supaya manusia itu hidup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Allah menjadikan makhluk-nya berpasang-pasangan, menjadikan manusia laki-laki dan perempuan, menjadikan hewan jantan betina begitu pula tumbuhtumbuhan dan lain sebagainya.

Lebih terperinci

PUTUSAN Nomor 015/Pdt.G/2014/PA.Mtk

PUTUSAN Nomor 015/Pdt.G/2014/PA.Mtk PUTUSAN Nomor 015/Pdt.G/2014/PA.Mtk BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Mentok yang memeriksa dan mengadili perkaraperkara tertentu dalam persidangan

Lebih terperinci

HUKUM KELUARGA ANAK RAHMAD HENDRA FAKULTAS HUKUM UNRI

HUKUM KELUARGA ANAK RAHMAD HENDRA FAKULTAS HUKUM UNRI HUKUM KELUARGA ANAK RAHMAD HENDRA FAKULTAS HUKUM UNRI A N A K Dalam Hukum Keluarga, ada beberapa macam penyebutan anak, yaitu : Anak Sah Anak Luar Kawin Anak Angkat (BW : Anak Adopsi) FH UNRI 2 ANAK SAH

Lebih terperinci

Seorang pria yang telah 18 tahun dan wanita yang telah 15 tahun boleh

Seorang pria yang telah 18 tahun dan wanita yang telah 15 tahun boleh Seorang pria yang telah 18 tahun dan wanita yang telah 15 tahun boleh mengikatkan diri dalam perkawinan dan untuk membuat perjanjian kawin mereka wajib didampingi oleh orang-orang yang wajib memberikan

Lebih terperinci

BAB III PERKAWINAN SIRI DI INDONESIA. A. Upaya Pemerintah Dalam Menangani Maraknya Perkawinan Siri

BAB III PERKAWINAN SIRI DI INDONESIA. A. Upaya Pemerintah Dalam Menangani Maraknya Perkawinan Siri BAB III PERKAWINAN SIRI DI INDONESIA A. Upaya Pemerintah Dalam Menangani Maraknya Perkawinan Siri Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, merupakan suatu upaya pemerintah untuk mengatasi keanekaragaman,

Lebih terperinci

Lex Administratum, Vol. III/No.1/Jan-Mar/2015. KAJIAN YURIDIS HAK PERWALIAN ANAK DALAM PERCERAIAN DI INDONESIA 1 Oleh : Mutmainnah Domu 2

Lex Administratum, Vol. III/No.1/Jan-Mar/2015. KAJIAN YURIDIS HAK PERWALIAN ANAK DALAM PERCERAIAN DI INDONESIA 1 Oleh : Mutmainnah Domu 2 KAJIAN YURIDIS HAK PERWALIAN ANAK DALAM PERCERAIAN DI INDONESIA 1 Oleh : Mutmainnah Domu 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana hak Perwalian anak karena perceraian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan kebutuhan fitri setiap manusia yang memberikan banyak hasil yang penting, diantaranya adalah pembentukan sebuah keluarga yang didalamnya

Lebih terperinci

CHOICE OF FORUM & CHOICE OF LAW DALAM HUKUM PERDATA INTERNASIONAL: STUDY KASUS YASMINA - THE WORLD FOOD PROGRAMME (WFP)

CHOICE OF FORUM & CHOICE OF LAW DALAM HUKUM PERDATA INTERNASIONAL: STUDY KASUS YASMINA - THE WORLD FOOD PROGRAMME (WFP) CHOICE OF FORUM & CHOICE OF LAW DALAM HUKUM PERDATA INTERNASIONAL: STUDY KASUS YASMINA - THE WORLD FOOD PROGRAMME (WFP) 1 DAFTAR ISI Kata Pengantar..... Daftar Peristilahan........ Daftar Lampiran... Daftar

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN 1 2 TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN (Studi Penelitian di Pengadilan Agama Kota Gorontalo) Nurul Afry Djakaria

Lebih terperinci

PUTUSAN Nomor 1278/Pdt.G/2015/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

PUTUSAN Nomor 1278/Pdt.G/2015/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM PUTUSAN Nomor 1278/Pdt.G/2015/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Pasuruan yang memeriksa dan mengadili perkara tertentu dalam tingkat pertama

Lebih terperinci

Langkah-langkah yang harus dilakukan Pemohon (Suami) atau kuasanya :

Langkah-langkah yang harus dilakukan Pemohon (Suami) atau kuasanya : Langkah-langkah yang harus dilakukan Pemohon (Suami) atau kuasanya : 1. a. Mengajukan permohonan secara tertulis atau lisan kepada pengadilan agama/mahkamah syar iyah (Pasal 118 HIR, 142 R.Bg jo Pasal

Lebih terperinci

Ditulis oleh Administrator Kamis, 07 Oktober :57 - Terakhir Diperbaharui Kamis, 28 Oktober :12

Ditulis oleh Administrator Kamis, 07 Oktober :57 - Terakhir Diperbaharui Kamis, 28 Oktober :12 KEWENANGAN PENGADILAN AGAMA Pasal 49 Undang-undang Nomor 3 tahun 2006 Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama

Lebih terperinci

Pengantar Ilmu Hukum. Disampaikan oleh : Fully Handayani R, SH,M.Kn

Pengantar Ilmu Hukum. Disampaikan oleh : Fully Handayani R, SH,M.Kn Pengantar Ilmu Hukum Pengertian Pokok dalam Sistem Hukum Disampaikan oleh : Fully Handayani R, SH,M.Kn Subjek Hukum Adalah segala sesuatu yang menurut hukum dapat menjadi pendukung (dapat memiliki) hak

Lebih terperinci

Putusan Nomor : 276/Pdt.G/2011/PA.Pkc. hal. 1 dari 10 hal.

Putusan Nomor : 276/Pdt.G/2011/PA.Pkc. hal. 1 dari 10 hal. PUTUSAN Nomor : 276/Pdt.G/2011/PA.Pkc. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Pangkalan Kerinci yang memeriksa dan mengadili perkara cerai gugat pada

Lebih terperinci

Psl. 119 BW jo. Psl. 124 BW

Psl. 119 BW jo. Psl. 124 BW Psl. 119 BW jo. Psl. 124 BW Pada asasnya dalam suatu perkawinan (keluarga) terdapat satu kekompok harta (harta persatuan) dan hak melakukan beheer atas harta tersebut dilakukan oleh suami. Penyimpangan

Lebih terperinci

Pilihan Hukum (Terkait dengan Transaksi Bisnis Internasional)

Pilihan Hukum (Terkait dengan Transaksi Bisnis Internasional) Pilihan Hukum (Terkait dengan Transaksi Bisnis Internasional) TRANSAKSI BISNIS INTERNASIONAL PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA 2012 Bridge Ingat tujuan ilmu Hukum Perdata Internasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan bertujuan untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keluarga, perkawinan tidak hanya mengandung unsur hubungan manusia. harus memenuhi syarat maupun rukun perkawinan, bahwa perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. keluarga, perkawinan tidak hanya mengandung unsur hubungan manusia. harus memenuhi syarat maupun rukun perkawinan, bahwa perkawinan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan masalah yang esensial bagi kehidupan manusia, karena disamping perkawinan sebagai sarana untuk membentuk keluarga, perkawinan tidak hanya mengandung

Lebih terperinci

BAB IV WASIAT KEPADA NON MUSLIM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF. dan ditegakkan oleh atau melalui pemerintah atau pengadilan dalam negara

BAB IV WASIAT KEPADA NON MUSLIM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF. dan ditegakkan oleh atau melalui pemerintah atau pengadilan dalam negara BAB IV WASIAT KEPADA NON MUSLIM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF Hukum positif adalah "kumpulan asas dan kaidah hukum tertulis dan tidak tertulis yang pada saat ini sedang berlaku dan mengikat secara umum atau

Lebih terperinci

P U T U S A N. Nomor 278/Pdt.G/2015/PA.Ppg DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N. Nomor 278/Pdt.G/2015/PA.Ppg DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N Nomor 278/Pdt.G/2015/PA.Ppg DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Pasir Pengaraian yang memeriksa dan mengadili perkara tertentu pada tingkat pertama dalam sidang

Lebih terperinci

FH UNIVERSITAS BRAWIJAYA

FH UNIVERSITAS BRAWIJAYA NO PERBEDAAN BW/KUHPerdata Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 1 Arti Hukum Perkawinan suatu persekutuan/perikatan antara seorang wanita dan seorang pria yang diakui sah oleh UU/ peraturan negara yang bertujuan

Lebih terperinci

b. Hutang-hutang yang timbul selama perkawinan berlangsung kecuali yang merupakan harta pribadi masing-masing suami isteri; dan

b. Hutang-hutang yang timbul selama perkawinan berlangsung kecuali yang merupakan harta pribadi masing-masing suami isteri; dan BAB I PENDAHULUAN Perkawinan merupakan suatu perbuatan hukum. Perkawinan menimbulkan hak dan kewajiban kepada para pihak yang mengikatkan diri pada suatu perkawinan. Hak dan kewajiban tersebut harus dipenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak mampu. Walaupun telah jelas janji-janji Allah swt bagi mereka yang

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak mampu. Walaupun telah jelas janji-janji Allah swt bagi mereka yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pernikahan sangat dianjurkan dalam Islam, terutama bagi mereka yang secara lahir dan batin telah siap menjalankannya. Tidak perlu ada rasa takut dalam diri setiap muslim

Lebih terperinci

PUTUSAN. Nomor: 0767/Pdt.G/2012/PA.Dum DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. tertera di bawah ini dalam perkara cerai talak antara:

PUTUSAN. Nomor: 0767/Pdt.G/2012/PA.Dum DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. tertera di bawah ini dalam perkara cerai talak antara: SALINAN PUTUSAN Nomor: 0767/Pdt.G/2012/PA.Dum DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Dumai yang memeriksa dan mengadili perkara tertentu pada tingkat pertama dalam persidangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 2 Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 2 Undang-Undang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan suatu hal yang terpenting di dalam realita kehidupan umat manusia. Perkawinan dikatakan sah apabila dilaksanakan menurut hukum masingmasing agama

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor 153/Pdt.G/2014/PA.Mtk

P U T U S A N Nomor 153/Pdt.G/2014/PA.Mtk P U T U S A N Nomor 153/Pdt.G/2014/PA.Mtk DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Mentok yang memeriksa dan mengadili perkaraperkara tertentu dalam persidangan Majelis Hakim

Lebih terperinci

antara pihak-pihak :

antara pihak-pihak : Pengadilan Agama Poso yang memeriksa dan mengadili perkara tertentu pada tingkat pertama telah menjatuhkan putusan dalam perkara cerai gugat antara pihak-pihak :-------------------------------------------------------------------------

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. harta warisan, kekayaan, tanah, negara, 2) Perebutan tahta, termasuk di

BAB I PENDAHULUAN. harta warisan, kekayaan, tanah, negara, 2) Perebutan tahta, termasuk di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Banyak sengketa terjadi di Indonesia yang menimbulkan konflik ringan dan berat. Beberapa konflik tersebut dapat terbentuk dari, 1) Perebutan tahta, termasuk

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK ANGKAT ATAS HARTA YANG DIPEROLEH DARI HIBAH SETELAH ORANG TUA ANGKATNYA MENINGGAL DUNIA RESUME TESIS

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK ANGKAT ATAS HARTA YANG DIPEROLEH DARI HIBAH SETELAH ORANG TUA ANGKATNYA MENINGGAL DUNIA RESUME TESIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK ANGKAT ATAS HARTA YANG DIPEROLEH DARI HIBAH SETELAH ORANG TUA ANGKATNYA MENINGGAL DUNIA RESUME TESIS OLEH : RYAN ADITYA, S.H NIM 12211044 PROGRAM MAGISTER KENOTARIATAN

Lebih terperinci

BISMILLAHIRAHMANNIRAHIM

BISMILLAHIRAHMANNIRAHIM P U T U S A N Nomor 1900/Pdt.G/2015/PA.Sit BISMILLAHIRAHMANNIRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Situbondo yang memeriksa dan mengadili perkara perdata dalam tingkat

Lebih terperinci

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1974 (1/1974) Tanggal: 2 JANUARI 1974 (JAKARTA)

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1974 (1/1974) Tanggal: 2 JANUARI 1974 (JAKARTA) Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 1 TAHUN 1974 (1/1974) Tanggal: 2 JANUARI 1974 (JAKARTA) Sumber: LN 1974/1; TLN NO. 3019 Tentang: PERKAWINAN Indeks: PERDATA. Perkawinan.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perikatan merupakan hubungan hukum yang tercipta karena adanya peristiwa

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perikatan merupakan hubungan hukum yang tercipta karena adanya peristiwa 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian dan Syarat Sah Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Perikatan merupakan hubungan hukum yang tercipta karena adanya peristiwa hukum antara para pihak yang melakukan perjanjian.

Lebih terperinci

8. BANDING ARBITRASE ASAS UMUM DALAM HUKUM PERDATA... 8

8. BANDING ARBITRASE ASAS UMUM DALAM HUKUM PERDATA... 8 KAIDAH-KAIDAH HUKUM YURI5PRUDEN51 xviii 4.7 Pengangkatan Anak di Bali 2... 6 5. ARBITRASE... 7 5.1 Arbitrator Asing... 7 5.2 Kompetensi... 8 6. ASAS UMUM DALAM HUKUM PERDATA... 8 7. BALIK NAMA... 8 8.

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR.. TAHUN.. TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR.. TAHUN.. TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR.. TAHUN.. TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa warga negara merupakan

Lebih terperinci

Perbandingan Hukum Orang di Belanda dan Indonesia.

Perbandingan Hukum Orang di Belanda dan Indonesia. Perbandingan Hukum Orang di Belanda dan Indonesia. Hukum orang merupakan suatu hukum yang mempelajari ketentuan mengenai orang sebagai subjek hukum. Dalam arti luas meliputi ketentuan-ketentuan mengenai

Lebih terperinci

P U T U S A N. Nomor 0613/Pdt.G/2015/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. melawan DUDUK PERKARA

P U T U S A N. Nomor 0613/Pdt.G/2015/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. melawan DUDUK PERKARA P U T U S A N Nomor 0613/Pdt.G/2015/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Pasuruan yang memeriksa dan mengadili perkara tertentu pada tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Aristoteles manusia adalah zoon politicon atau makhluk sosial.

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Aristoteles manusia adalah zoon politicon atau makhluk sosial. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Aristoteles manusia adalah zoon politicon atau makhluk sosial. Manusia tidak dapat terlepas dari interaksi dengan lingkungan dan manusia disekitarnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebagaimana diketahui bahwa setiap perkawinan masing-masing pihak dari suami

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebagaimana diketahui bahwa setiap perkawinan masing-masing pihak dari suami BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Harta Bersama dan Perceraian 1. Harta Bersama Sebagaimana diketahui bahwa setiap perkawinan masing-masing pihak dari suami atau isteri mempunyai harta yang dibawa dan diperoleh

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP PENOLAKAN MAJELIS HAKIM ATAS PENCABUTAN AKTA KESEPAKATAN DI BAWAH TANGAN YANG DIBUAT

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP PENOLAKAN MAJELIS HAKIM ATAS PENCABUTAN AKTA KESEPAKATAN DI BAWAH TANGAN YANG DIBUAT 79 BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP PENOLAKAN MAJELIS HAKIM ATAS PENCABUTAN AKTA KESEPAKATAN DI BAWAH TANGAN YANG DIBUAT SUAMI ISTRI DALAM PERKARA CERAI GUGAT DI PENGADILAN AGAMA MALANG Perkara Nomor:

Lebih terperinci

P U T U S A N. Nomor 0199/Pdt.G/2015/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. melawan

P U T U S A N. Nomor 0199/Pdt.G/2015/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. melawan P U T U S A N Nomor 0199/Pdt.G/2015/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Pasuruan yang memeriksa dan mengadili perkara tertentu pada tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1974, TLN No.3019, Pasal.1.

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1974, TLN No.3019, Pasal.1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia

Lebih terperinci