BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Suatu keniscayaan bahwa dalam penyelesaian suatu konflik sengketa
|
|
- Susanti Susanto
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Suatu keniscayaan bahwa dalam penyelesaian suatu konflik sengketa khususnya sengketa hukum diperlukan adanya penyelesaian yang pasti untuk menentukan kebenaran. Dengan berkembangnya teknologi transportasi maupun telekomunikasi maka seiring pula interaksi transnasional yang terjadi. Artinya, interaksi dalam konteks perbuatan hukum pun berkembang tidak hanya di dalam atau antara subjek yang berada pada wilayah Negara yang sama tetapi juga memungkinkan melewati batas teritorial tersebut. Dalam cakupan konflik yang berlangsung antara para pihak yang bersengketa dengan subjek hukum sama-sama berasal dari suatu tertorial Negara yang sama, seperti yang diketahui telah memiliki payung hukumnya sendiri. Begitu pun sebenarnya ketika para subjek hukum yang bersengketa berasal dari teritorial Negara yang berbeda. Seperti telah dikemukakan sebelumnya bahwa interaksi transnasional mulai berkembang. Oleh karena itu, perlu untuk diperhatikan ketika timbul persoalan hukum. Persoalan hukum berkaitan dengan hukum dari Negara mana yang akan diberlakukan dalam suatu peristiwa hukum yang melibatkan subjek dari Negara yang berbeda. Mengacu pada sengketa yang memposisikan para pihak pada wilayah yurisdiksi Negara berbeda, maka solusi yang diterapkan adalah seputar ruang lingkup 1
2 Conflict of Laws 1 (Hukum Perdata Internasional). Itulah alasan hadirnya Hukum Perdata Internasional sebagai jawaban penyelesaian sengketa yang mengandung unsur asing (foreign element) 2. Adapun terdapat tahap-tahap yang harus ditempuh dalam penyelesaian perkara Hukum Perdata Internasional (HPI). Secara umum tahap-tahap tersebut yakni, pertama, penentuan apakah sebuah perkara termasuk perkara HPI atau bukan berdasarkan hukum tempat perkara diperiksa (lex fori) dan ada tidaknya kewenangan mengadili; kedua, kualifikasi terhadap perkara HPI tersebut (qualification of facts) dengan menggunakan hukum tempat perkara diperiksa (lex fori); ketiga, penentuan tentang hukum mana yang harus berlaku bagi perkara HPI; keempat, setelah hukum yang harus diterapkan (lex causae) ditentukan, akan dilihat apakah menurut lex causae titik-titik taut yang ada selanjutnya menunjuk lex fori, lex causae, atau hukum asing lain sebagai hukum yang harus diberlakukan; kelima, setelah ditentukan hukum Negara mana yang harus berlaku menurut lex causae, barulah masalah diselesaikan dengan putusan in concreto; dan yang terakhir, pelaksanaan/ eksesusi putusan 3. Berangkat dari tahap-tahap penyelesaian tersebut, ketika telah ditentukan bahwa suatu perkara memang benar-benar perkara HPI, maka dilakukanlah kualifikasi. Kualifikasi atau sering juga disebut characterization; classification; atau interpretation 4 sebenarnya adalah melakukan translation atau penyalinan 1 The terms Conflict of Laws describes generally the body of law that aspires to provide solutions to international or interstate legal disputes between persons or entities other than countries or states as such. Peter Hay, Patrick Borchers, Symeon Symeonides. Conflict of Laws, Fifth Edition, h Sudargo Gautama, Kontrak Dagang Internasional, Alumni, Bandung, 1983, h Arie Siswanto. Bahan ajar kelas Hukum Perdata Internasional, FH UKSW. 4 Black s Law Dictionary, Ninth Edition. Lihat: characterization 2
3 dari fakta-fakta sehari-hari dalam istilah-istilah hukum 5. Pada tahapan kualifikasi ini, ada pula 2 (dua) jenis kualifikasi yakni kualifikasi hukum (qualification of law) dan kualifikasi fakta (qualification of facts). Kualifikasi hukum melalui penggolongan berdasarkan kriteria sistematis yang sudah ada, sementara kualifikasi fakta melalui penggolongan fakta-fakta ke dalam satu atau lebih peristiwa hukum 6. Berbicara mengenai kualifikasi, maka terdapat 5 (lima) teori kualifikasi. Di antaranya adalah kualifikasi lex fori, kualifikasi lex causae, kualifikasi secara otonom / analitik, kualifikasi secara bertahap, dan kualifikasi hukum perdata internasional 7. Problematika yang kemudian muncul jika ternyata tidak ada klausul pilihan hukum dalam kontrak. Jawabannya pula ada dalam ruang lingkup Conflict of Laws bahwa pada tahap berikutnya setelah kualifikasi terhadap perkara itu (qualification of facts) ialah penentuan hukum mana yang harus diberlakukan. Menjadi menarik ialah terkait teori kualifikasi yang mana pada penulisan ini menitikberatkan pada kualifikasi menurut lex causae. Teori ini beranggapan bahwa proses kualifikasi dijalankan sesuai dengan sistem serta ukuran-ukuran dari keseluruhan sistem hukum yang berkaitan dengan perkara. Menurut Sunaryati Hartono, dalam hal kualifikasi berdasarkan lex causae, kesulitan mungkin akan timbul jika sistem asing tertentu ternyata tidak memiliki sistem kualifikasi yang cukup lengkap atau bahkan tidak mengenal klasifikasi lembaga hukum yang 5 S. Gautama. Pengantar Hukum Perdata Internasional Indonesia, h Ibid., h dilihat secara umum. 7 Ibid., h
4 sedang dihadapi dalam perkara 8. Dengan demikian, menjadi menarik ketika teori kualifikasi lex causae digunakan dalam suatu penyelesaian perkara. Telah dikatakan sebelumnya bahwa hakekat HPI selain berkaitan dengan penunjukan, juga dengan foreign elements. Ketika berbicara mengenai foreign elements maka forum yang menghadapi suatu perkara sehubungan dengan HPI tidak dapat mengabaikan kemungkinan-kemungkinan yaitu salah satunya bahwa lex fori bukanlah satu-satunya sistem hukum yang otomatis harus diberlakukan dalam penyelesaian perkara. Alasan mengapa lex fori tidak otomatis harus diberlakukan ialah karena ada kebutuhan untuk menentukan sistem hukum manakah di antara sistem hukum yang relevan, yang seharusnya atau lebih tepat untuk diberlakukan dalam penyelesaian perkara. Apalagi ketika sistem hukum yang ditunjuk/ dipilih (lex causae-nya) masih lebih mengakomodir fakta-fakta hukum suatu perkara. Itulah yang dimaksudkan akan pentingnya lex causae. Dengan demikian, tidak terpaku apakah perkara telah terjadi jauh di waktu yang lalu sehingga dipertanyakan relevansi lex causae dengan suasana dan atmosfer masa sekarang, lex causae mempunyai peran penting. Berangkat dari lex fori yang tidak secara otomatis diberlakukan, hakim tidak dapat terikat secara kaku pada konsep lex fori saja sehingga harus memperhatikan pula cakupan peristiwa/ hubungan hukum sejenis dari suatu sistem hukum lain. Kemudian, hubungannya dengan kebutuhan dalam menentukan sistem hukum yang seharusnya dan lebih tepat, maka penentuan lex causae masih berperan penting hingga kini Bayu Seto Hardjowahono. Dasar-dasar Hukum Perdata Internasional Indonesia, h. 4
5 Kemudian yang menjadi pertanyaan mengapa lex causae masih dianggap penting padahal dalam kasus ini putusan sudah in concreto. Memang pada dasarnya ketika putusan sudah in concreto maka secara tersirat lex causae telah ditentukan. Namun, menurut penulis titik fokus terkait lex causae, yang tidak kalah pentingnya ialah bagaimana proses dan perjalanan hingga pada akhirnya lex causae ditentukan hubungannya dengan penggunaan prinsip dan kaidah hukum perdata internasional. Adapun kasus yang akan mennjadi acuan ketika membahas mengenai penggunaan asas hukum perdata internasional (HPI) untuk menentukan Lex Causae. Kasus yang dimaksud adalah Kartika Ratna Thahir melawan PT Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara (Pertamina), Suit No: CA 204/ Usaha Penulis untuk melakukan penelitian ini dan menemukan jawabanjawaban atas pertanyaan-pertanyaan penggunaan asas Hukum Perdata Internasional berkaitan dengan kasus tersebut sehingga itu juga yang telah menjadi alasan mengapa Penulis memilih Judul: Penentuan Lex Causae dalam kasus Kartika Ratna Thahir melawan PT Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara (Pertamina), Suit No: CA 204/ Sedangkan alasan selanjutnya, Penulis memilih judul sebagaimana telah dikemukakan di atas adalah bahwa subject matter asas HPI khususnya dalam penentuan Lex Causae pada kasus Kartika Ratna Thahir melawan PT Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara (Pertamina) belum terlalu (kalau tidak mau dikatakan tidak ada sama sekali) dikaji secara ilmiah dalam skripsiskripsi di FH UKSW sehingga dapat dikatakan bahwa skripsi yang pertama 5
6 membicarakan secara khusus mengenai penggunaan asas HPI untuk menentukan Lex Causae sehubungan dengan kasus tersebut. B. Latar Belakang Masalah Mengingat betapa pentingnya Hukum Perdata Internasional dalam kerangka penyelesaian sengketa antara para pihak yang berada dalam yurisdiksi berbeda, maka turut menjadi penting hubungannya dengan lex causae. Pada hakekatnya Hukum Perdata Internasional merupakan penunjukan. Penunjukan dalam artian kaedah atau norma manakah yang nantinya akan diberlakukan terhadap suatu konflik atau sengketa yang melibatkan entitas hukum dari teritorial Negara yang berbeda. Penunjukkan yang dimaksud ini tentu berdasarkan maupun dilihat dari titik-titik taut primer. Titik-titik taut primer tersebut antara lain 1) Kewarganegaraan pihak yang terkait dalam perkara; 2) Domisili pihak yang terkait dalam perkara; 3) Letak/ tempat kedudukan (situs) benda tetap; 4) Bendera kapal asing sebagai petunjuk kewarganegaraan kapal; 5) Tempat suatu perbuatan dilakukan (locus actus), perkawinan diselenggarakan (locus celebrationis), atau kontrak dibuat (locus contractus); 6) Tempat di mana akibat perbuatan timbul (locus solutionis); 7) Pilihan hukum (choice of law); 8) Tempat di mana perbuatan resmi dilakukan, termasuk tempat di mana gugatan perkara diajukan (forum) 9. Sehubungan dengan definisi Hukum Perdata Internasional, maka inilah pengertian menurut para ahli S. Gautama, Pengantar Hukum Perdata Internasional Indonesia. Bab II tentang Titiktitik Pertalian, Hardjowahono, Op.Cit., h
7 R. H. Graveson berpendapat bahwa: Conflict of laws atau hukum perdata internasional adalah bidang hukum yang berkenaan dengan perkara-perkara yang di dalamnya mengandung fakta relevan yang menunjukan perkaitan dengan suatu sistem hukum lain, baik karena aspek teritorial maupun aspek subjek hukumnya, dan karena itu menimbulkan pertanyaan tentang penerapan hukum sendiri atau hukum lain (yang biasanya asing), atau masalah pelaksanaan yurisdiksi badan pengadilan sendiri atau badan pengadilan asing. Sudargo Gautama dalam bukunya Pengantar Hukum Perdata Internasional Indonesia, mendefinisikan HPI sebagai: keseluruhan peraturan dan keputusan hukum yang menunjukan stelsel hukum manakah yang berlaku, atau apakah yang merupakan hukum, jika hubunganhubungan atau peristiwa-peristiwa antara warga (-warga) Negara pada suatu waktu tertentu memperlihatkan titik pertalian dengan stetsel-stetsel dan kaidahkaidah hukum dari dua atau lebih Negara, yang berbeda dalam lingkungan kuasa, tempat, pribadi, dan soal-soal. Berpijak dari pengertian-pengertian tersebut, maka terdapat beberapa ciri pokok antara lain sistem hukum maupun forum yang bersangkutan. Artinya, terdapat pula hukum lain (foreign law) dalam hubungannya dengan HPI. Oleh karenanya, melihat pluralitas sistem hukum dalam HPI maka dalam sebuah perkara hakim perlu menentukan lex causae. Penentuan yang dimaksud ini dilakukan dengan memperhatikan titik-titik taut dan juga kaitannya pada teori kualifikasi. Selain seperti yang telah diungkapkan mengenai pluralitas sistem hukum, ada pula pluralitas forum dalam hubungannya dengan HPI. Dalam HPI dikenal dua jenis titik taut. Pertama ialah titik-titik taut primer (Primary Points of Contact), yaitu fakta-fakta di dalam sebuah perkara atau peristiwa hukum, yang menunjukkan peristiwa hukum ini mengandung unsur- 7
8 unsur asing (foreign elements) dan karena itu peristiwa hukum yang dihadapi adalah peristiwa HPI dan bukan peristiwa hukum intern/ domestik semata. Kedua ialah titik-titik taut sekunder (Secondary Points of Contact), yaitu fakta-fakta dalam perkara HPI yang akan membantu penentuan hukum manakah yang harus diberlakukan dalam menyelesaikan persoalan HPI yang sedang dihadapi. Titik taut sekunder seringkali disebut titik taut penentu karena fungsinya akan menentukan hukum dari tempat manakah yang akan digunakan sebagai the applicable law dalam penyelesaian suatu perkara 11. Adapun teori kualifikasi sebagaimana yang telah dibahas sebelumnya, yakni kualifikasi lex fori, kualifikasi lex causae, kualifikasi secara otonom / analitik, kualifikasi secara bertahap, dan kualifikasi hukum perdata internasional. Pada kasus Kartika Tahir terdapat argumen-argumen yang sama-sama saling membantah dan menanggapi sehubungan dengan penggunaan asas hukum perdata internasional. Argumen-argumen tersebut juga yang merupakan poin-poin penting ketika sang hakim membuat pertimbangannya. Dengan justifikasi yang diberikan oleh para pihak untuk meyakinkan para hakim, maka bisa dilihat dan dicermati apa yang menjadi alasan dibalik pertimbangan hakim sedemikian. Fakta dari kasus tersebut kurang lebih adalah sebagai berikut. Haji Achmad Thahir atau yang lebih dikenal dengan H. Thahir adalah nama yang cukup populer di tahun 1975-an. Di masa kepresidenan Soeharto, H. Thahir menjabat sebagai Asisten Umum Direktur Utama Pertamina yang saat bersamaan Pertamina dipimpin oleh Ibnu Sutowo. Sepeninggal H. Tharir pada tanggal 23 Juli 1976, menimbulkan kontroversial di dunia hukum, sebab ternyata 11 Ibid., h. 84 & 87 8
9 H. Tharir memiliki simpanan rekening di Bank Sumitomo Singapura bernilai 153 milyar rupiah. Kartika yang merupakan istri keempat dari H. Thahir mengakui bahwa harta simpanan di Bank Sumitomo tersebut adalah harta bersama dengan H. Thahir (joint account). Namun, sebelum Kartika datang, ternyata Ibrahim Thahir bersama empat saudaranya yang merupakan anak H. Thahir dari istri pertamanya sudah lebih dahulu meminta uang tersebut diblokir. Hal ini memang belum cukup menampakkan adanya kepastian, sebab pada 6 Nopember 1975, lebih dari setahun seteleh pembukaan rekening, H. Thahir meminta pihak Bank Sumitomo mentransfer semua rekeningnya ke dalam rekening bersama (and/or) Thahir- Kartika. Dan pada 11 Nopember 1975, Sumitomo meminta rekonfirmasi perihal transfer tersebut, hingga pada 23 Juli 1976 H. Thahir meninggal dunia dan tidak pernah memberikan jawaban atas rekonfirmasi dari Bank Sumitomo. Belakangan, dua saudara tiri Ibrahim Thahir dari istri kedua ayahnya ikut bergabung dengan Ibrahim Thahir. Karena ketidakjelasan siapa yang berhak atas simpanan uang tersebut, Bank Sumitomo melimpahkan permasalahan itu ke Pengadilan Tinggi Singapura untuk menentukan kepada siapa ia akan memberikan uang itu apakah kepada Kartika atau anak tiri dari H. Thahir. Di sisi lain, Pemerintah Indonesia (Pertamina) tidak tinggal diam menyikapi kasus ini, sebab diduga harta simpanan tersebut adalah hasil korupsi H. Thahir yang berasal dari Komisi perusahaan-perusahaan kontraktor yang tidak disetor ke dalam keuangan Pertamina. Perusahaan-perusahaan tersebut yaitu Siemens, Klockner, dan Ferrosthal. Akhirnya, Indonesia membentuk tim yang 9
10 diketuai oleh L.B. Moerdani yang beranggotakan Letnan Kolonel Teddy Rusdy, Soehadibroto (Kejaksaan Agung), Dicky Turner (Pertamina) dan Albert Hasibuan (pengacara). Tim ini bertugas mengembalikan uang hasil korupsi tersebut kembali ke negara. Kasus ini diselesaikan melalui Pengadilan Tinggi Singapura, meskipun sesungguhnya masing-masing pihak yang bersengketa adalah warga negara Indonesia, namun objek sengketanya berada di Singapura. Dan Singapura tentu paling tidak memliki kepentingan atas kasus ini. Penyelesaian kasus ini berkaitan dengan ada atau tidaknya choice of forum dan choice of law. Selain itu, penyelesaian sengketa ini juga berkaitan dengan choice of law atau pilihan hukum. Choice of law menentukan hukum manakah yang harus diberlakukan untuk mengatur atau menyelesaikan persoalan-persoalan yuridis yang mengandung unsur asing. Pada kasus ini unsur asing tersebut adalah Indonesia dari sisi pihak penyimpan dana (Thahir), anak-anak Thahir, dan Pemerintah Indonesia yaitu dalam hal ini Pertamina. Hingga pada akhirnya, setelah 16 tahun perkara ini berlangsung, pada 3 Desember 1992, Hakim Pengadilan Tinggi Singapura Lai Kew Chai memutuskan bahwa Pertamina berhak atas uang deposito H. Thahir yang jumlahnya sekitar 78 juta dollar yang berkembang dari 35 juta dollar di tahun Fakta hukum terkait putusan ini berangkat dari putusan high court sebelumnya. Tetapi, dalam hal ini Pertamina yang mengajukan gugatan atas beberapa deposit Tahir. Isunya berangkat dari putusan sebelumnya yang
11 menyatakan Pertamina tidak memiliki hak untuk mengklaim deposit yang dimaksud. Para hakim menemukan bahwa pertamina telah gagal untuk membuktikan. Oleh karena itu, timbulah setidaknya 4 (empat) isu yaitu 1) apakah harus ada klaim kepemilikan; 2) apakah deposito adalah hasil suap; 3) hukum manakah yang mengatur (the governing law); dan 4) apakah klaim pertamina merupakan hal terkait kepemilikan. Berangkat dari isu-isu tersebut, maka yang menjadi konsern penulis yaitu pada isu ketiga mengenai hukum mana yang seharusnya mengatur. Dengan melihat uraian serta khususnya berkaitan dengan fakta hukum yang ada, ternyata akhirnya hakim memutuskan hukum (lex causae) yang digunakan ketika tidak adanya pilihan hukum (choice of law) pada kasus tersebut adalah hukum Singapura. Oleh karenanya, di balik pertimbangan hakim dalam penentuan lex causae inilah yang merupakan latar belakang penelitian penulis. Pada akhirnya akan dikaji penggunaan prinsip atau asas Hukum Perdata Internasional mengenai pertimbangan penentuan tersebut. Sedikit mengulas yang akan menjadi penelitian Penulis, pada putusan tersebut terdapat kaedah yang menjadi pedoman penting dalam menentukan lex causae. Hal yang dimaksud tersebut ialah Rule 201. Hakim secara jelas menggunakan doktrin sebagai sumber HPI yang otoritatif di dalam menentukan lex causae. Rule 201 dalam hal ini sebetulnya bukan merupakan suatu kaedah peraturan (jika yang dimaksudkan seperti undang-undang), namun merupakan doktrin yang dimunculkan Dicey & Morris on the Conflict of Laws (12 th Ed. 1993). Dalam Rule 201 mengandung unsur titik taut di mana penentuan lex causae bisa dilihat dari berbagai kategori, yaitu, bahwa hukum yang pantas diberlakukan 11
12 adalah hukum yang tepat dari kontrak ketika kewajiban timbul sehubungan dengan kontrak; berdasarkan objek seperti jika transaksi mengenai sebuah benda tak bergerak (misalnya: tanah); kemudian, bahwa kewajiban muncul dalam keadaan lain (in any other circumstances), hukum yang tepat adalah hukum negara di mana tindakan memperkaya diri itu terjadi. Nanti bisa dilihat bahwa alasan dibalik mengapa sistem hukum Singapura yang ditunjuk ialah karena Singapura merupakan negara di mana tindakan memperkaya terjadi (enrichment occurs). Paling tidak bunyi dari doktrin Rule 201 adalah sebagai berikut. Rule 201 (1) The obligation to restore the benefit of an enrichment obtained at another person s expense is governed by the proper law of the obligation. (2) The proper law of the obligation is (semble) determined as follows: (a) If the obligation arises in connection with a contract, its proper law is the proper law of the contract; (b) If it arises in connection with a transaction concerning an immovable (land), its proper law is the law of the country where the immovable is situated (lex situs); (c) If it arises in any other circumstances, its proper law is the law of the country where the enrichment occurs. Rule 201 poin ketiga secara tegas telah menjelaskan dan memberi petunjuk bahwa hukum mana yang akan diberlakukan ketika dikaitkan dengan putusan ini. Dikatakan bahwa hukum yang tepat ialah hukum negara di mana tindakan memperkaya terjadi atau dilakukan. Indonesia merupakan negara di mana H.Tahir melakukan tindakan memperkaya diri. Dengan demikian secara singkat dikatakan bahwa hukum Indonesia yang menjadi lex causae. Namun, apakah hanya masalah 12
13 hukum negara di mana tindakan memperkaya dilakukan lantas lex causae langsung ditentukan. Proses dan perjalanan menuju arah itulah yang sebetulnya lebih difokuskan demi ditemukannya tepatnya kesesuaian dengan kaedah dan prinsip hukum perdata internasional. C. Rumusan Masalah Dari pemaparan di atas, maka Penulis merumuskan permasalahan mengenai hal tersebut sebagai berikut : Apa dasar pertimbangan hakim menentukan hukum Singapura sebagai lex causae-nya? Teori kualifikasi apakah yang diterapkan oleh hakim dalam perkara ini? D. Tujuan Penelitian Penelitian ini dibuat untuk meneliti beberapa hal, dengan tujuan yang ingin dicapai adalah mengetahui bagaimana pertimbangan hakim terkait penggunaan asas Hukum Perdata Internasional untuk menentukan Lex Causae dalam kasus Kartika Ratna Thahir melawan PT Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara (Pertamina). 13
14 E. Metode Penelitian Metode penelitian dalam tulisan ini adalah metodologi penelitian hukum. 1. Pendekatan yang Digunakan Pendekatan yang akan digunakan dalam skripsi ini adalah yuridis normatif, dimaksudkan sebagai penelaah dalam tataran konsepsional tentang arti dan maksud putusan berkaitan dengan kasus Kartika Ratna Thahir v PT Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara (Pertamina. Pendekatan yuridis normatif merupakan penelitian hukum kepustakaan. 13 Di katakan pasti karena secara logis hukum, penelitiaan hukum normative didasarkan pada penelitian yang dilakukan terhadap bahan hukum yang ada Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah penelitian eksploratif 15. Pada dasarnya penelitian ini dilaksanakan untuk menggali pertimbangan hakim dalam menentukan Lex Causae pada kasus Kartika Ratna Thahir v PT Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara (Pertamina).. 13 Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1994, h Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitihan Hukum Normatif, Malang: Bayumedia Publishing, 2006, h Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Cet. III, Jakarta: Universitas Indonesia, 1986, h
15 3. Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data sekunder, berikut akan di uraikan penjelasan mengenai sumber data yang di gunakan dalam penelitian ini. Data hukum sekunder terbagi menjadi 2 (dua), yaitu bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer, antara lain: Putusan Kartika Ratna Thahir v PT Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara (Pertamina), Suit No: CA 204/ Bahan hukum sekunder, antara lain: buku-buku terkait; jurnal; artikel dan sumber data lain yang relevan. Teknik pengumpulan data melalui studi kepustakaan. 4. Unit Amatan dan Unit Analisis Unit amatan dalam penelitian ini adalah putusan Kartika Ratna Thahir v PT Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara (Pertamina), Suit No: CA 204/ Sedangkan yang menjadi unit analisis dalam penelitian ini adalah dasar pertimbangan hakim dalam menentukan lex causae pada putusan Kartika Ratna Thahir v PT Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara (Pertamina), Suit No: CA 204/
TITIK-TITIK TAUT & KUALIFIKASI
TITIK-TITIK TAUT & KUALIFIKASI HPI Kelas D All Images : Internet s Archive FOKUS BAHASAN Definisi & Jenis Titik Taut Definisi & Jenis Kualifikasi TITIK-TITIK TAUT Aanknopingspunten (Ned) Momenti di collegamento
Lebih terperinciBAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS
BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A. Pertimbangan Hakim Sejalan Menurut Pendekatan Teori Kualifikasi Lex Causae 1. Pentingnya Lex Causae pada penyelesaian sengketa HPI Pada dasarnya kualifikasi lex
Lebih terperinciHUKUM PERDATA INTERNASIONAL
HUKUM PERDATA INTERNASIONAL I Nyoman Ngurah Suwarnatha, S.H., LL.M. 9/18/2012 3:21 PM Ngurah Suwarnatha 1 Pendahuluan dan Definisi HPI HPI merupakan bagian daripada hukum nasional. Istilah internasional
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian/ Definisi Hukum Perdata Internasional 1 Prof. R. H. Graveson Prof. R. H. Graveson berpendapat bahwa: Conflict of laws atau hukum perdata internasional adalah bidang
Lebih terperinciKualifikasi. All images:internet s Archives. Hukum Perdata Internasional Kelas D
Kualifikasi All images:internet s Archives Hukum Perdata Internasional Kelas D 1 FOKUS BAHASAN DEFINISI KUALIFIKASI J E N I S T E O R I KUALIFIKASI JENIS KUALIFIKASI Aanknopingspunten (Ned) Momenti di
Lebih terperinciCHOICE OF FORUM & CHOICE OF LAW DALAM HUKUM PERDATA INTERNASIONAL: STUDY KASUS YASMINA - THE WORLD FOOD PROGRAMME (WFP)
CHOICE OF FORUM & CHOICE OF LAW DALAM HUKUM PERDATA INTERNASIONAL: STUDY KASUS YASMINA - THE WORLD FOOD PROGRAMME (WFP) 1 DAFTAR ISI Kata Pengantar..... Daftar Peristilahan........ Daftar Lampiran... Daftar
Lebih terperinciHPI PILIHAN HUKUM PERTEMUAN IX. By Malahayati, SH., LLM
HPI 1 PILIHAN HUKUM PERTEMUAN IX By Malahayati, SH., LLM TOPIK 2 PENGERTIAN CARA PILIHAN HUKUM LEX MERCATORIA LEX LOCI CONTRACTUS TEORI PENGERTIAN 3 Pada prinsipnya hukum yang berlaku di dalam kontrak
Lebih terperinciLex et Societatis, Vol. I/No. 4/Agustus/2013. PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK DAGANG INTERNASIONAL 1 Oleh : Raditya N. Rai 2
PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK DAGANG INTERNASIONAL 1 Oleh : Raditya N. Rai 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui prinsip-prinsip apa yang ada dalam hukum kontrak dagang internasional
Lebih terperinciMateri Diskusi Perkumpulan Gemar Belajar (GEMBEL) Hukum Internasional Lanjutan
Hukum Perdata Internasional Jum at, 10 Maret 2017 Materi Diskusi Perkumpulan Gemar Belajar (GEMBEL) Hukum Internasional Lanjutan Pembicara :HendraSiahaan (2013) SaraiBangun (2013) Pemateri : Herman Gea
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif atau memiliki persamaan dengan penelitian doktrinal (doctrinal research).
Lebih terperinciPelanggaran Hak Cipta Melalui Internet (Studi Kasus: Itar-Tass Russian Agency Melawan Russian Kurier Agency) Rehulina Tarigan
Pelanggaran Hak Cipta Melalui Internet (Studi Kasus: Itar-Tass Russian Agency Melawan Russian Kurier Agency) Rehulina Tarigan Dosen Bagian Hukum Internasional Fakultas Hukum Unila Abstrak Kasus Itar-Tass
Lebih terperinciPILIHAN HUKUM DALAM KONTRAK BISNIS I.
PILIHAN HUKUM DALAM KONTRAK BISNIS I. Latar Belakang. Kontrak binis Internasional selalu dipertautkan oleh lebih dari system hukum. Apabila para pihak dalam kontrak kontrak bisnis yang demikian ini tidak
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN Suatu penelitian agar dapat dipercaya kebenarannya, harus disusun dengan menggunakan metode yang tepat. Sebuah penelitian, untuk memperoleh data yang akurat dan valid diperlukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyatakan: Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan
Lebih terperinciHUKUM PERDATA INTERNASIONAL
HUKUM PERDATA INTERNASIONAL oleh Moch Najib Imanullah, SH, MH, Ph.D. Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Buku wajib 1 Bayu Seto Dasar-dasar Hukum Perdata Internasional : Pengertian, masalah pokok
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penerapan business judgment..., Kanya Candrika K, FH UI, , TLN No. 4756, Pasal 1 angka 1.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perseroan Terbatas ( PT ) adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. pendekatan yang menggunakan konsepsi logistis positivis. Konsepsi ini
42 BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Pendekatan Metode pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode pendekatan Yuridis Normatif. Pendekatan yuridis normatif yaitu suatu pendekatan yang
Lebih terperinciBAB I A. LATAR BELAKANG
BAB I A. LATAR BELAKANG Dalam kehidupan sehari-hari, manusia memerlukan sebidang tanah baik digunakan untuk membangun rumah maupun dalam melakukan kegiatan untuk memenuhi kebutuhan hidup seperti pertanian,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam berbagai perjanjian penanaman modal asing, investor asing cenderung memilih
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam berbagai perjanjian penanaman modal asing, investor asing cenderung memilih arbitrase internasional daripada arbitrase nasional sebagai pilihan forum penyelesaian
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. menggali, mengelola dan merumuskan bahan-bahan hukum dalam menjawab
BAB III METODE PENELITIAN A. METODE PENELITIAN Metode dalam sebuah penelitian merupakan suatu sarana pokok dalam pengembangan disiplin ilmu pengetahuan, khususnya Ilmu hukum yang berusaha mengungkapkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan dialam dunia berkembang biak. Perkawinan bertujuan untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah perilaku makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa agar kehidupan dialam dunia berkembang biak. Perkawinan bertujuan untuk membentuk suatu keluarga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. zoon politicon, yakni sebagai makhluk yang pada dasarnya. selalu mempunyai keinginan untuk berkumpul dengan manusia-manusia lainnya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam dunia filsafat, para filosof, khususnya Aristoteles menjuluki manusia dengan zoon politicon, yakni sebagai makhluk yang pada dasarnya selalu mempunyai keinginan
Lebih terperinciBAB IV PEMBAHASAN. A. Analisis Kewenangan Pemberian Hukuman Denda Administratif
BAB IV PEMBAHASAN A. Analisis Kewenangan Pemberian Hukuman Denda Administratif Oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha Kepada Toray Advanced Materials Korea Inc. Dalam suatu tindakan pengambilalihan saham
Lebih terperinciBAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang
BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Hukum tertulis yang berlaku di Indonesia mendapat pengaruh dari hukum Barat, khususnya hukum Belanda. 1 Pada tanggal 1 Mei 1848 di negeri Belanda berlaku perundang-undangan
Lebih terperinciMuhammad Risnain, S.H.,M.H. 1
PROBLEMATIKA PILIHAN HUKUM (CHOICE OF LAW) DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TRANSAKSI BISNIS ELEKTRONIK INTERNASIONAL DALAM UNDANG- UNDANG (UU) NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK
Lebih terperinciHUKUM PERDATA INTERNASIONAL (HPI) PENDAHULUAN
HUKUM PERDATA INTERNASIONAL (HPI) PENDAHULUAN Kelas D FH UGM 2013 All images: Internet s Archives FOKUS DISKUSI TOPIK PENGERTIAN RUANG LINGKUP SUMBER HUKUM 1.PENGERTIAN Di Indonesia, istilah Hukum Perdata
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. ilmiah adalah proses analisa yang meliputi metode-metode penelitian untuk
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis, Sifat, Lokasi Dan Waktu Penelitian 3.1.1. Jenis Penelitian Hal yang cukup penting dalam penelitian hukum sebagai suatu kegiatan ilmiah adalah proses analisa yang meliputi
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. Pendekatan masalah yang digunakan dalam proses pengumpulan dan penyajian
III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah Pendekatan masalah yang digunakan dalam proses pengumpulan dan penyajian sehubungan dengan penelitian ini adalah pendekatan secara yuridis normatif dan yuridis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Negara yang terbukti melakukan korupsi. Segala cara dilakukan untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lembaga penyidik pemberantasan tindak pidana korupsi merupakan lembaga yang menangani kasus tindak pidana korupsi di Indonesia maupun di Negara-negara lain. Pemberantasan
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. sistematika, dan pemikiran tertentu dengan jalan menganalisisnya. Metode
32 III. METODE PENELITIAN Penelitian hukum merupakan hal yang ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu dengan jalan menganalisisnya. Metode penelitian hukum merupakan suatu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Lahirnya buku Dei delitti e delle pene/on crimes and Punishment (Pidana
A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Lahirnya buku Dei delitti e delle pene/on crimes and Punishment (Pidana dan pemidanaan) karya Cesare Beccaria pada tahun 1764 yang menjadi argumen moderen pertama dalam
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I Pasal 1 Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan: 1. Korporasi adalah kumpulan orang dan atau kekayaan
Lebih terperinciDIPONEGORO LAW JOURNAL Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016 Website :
ALAT BUKTI SURAT DALAM PENYELESAIAN PERKARA PERDATA PADA PENGADILAN NEGERI TEMANGGUNG (Studi Kasus Putusan No. 45/Pdt.G/2013/PN Tmg) Abdurrahman Wahid*, Yunanto, Marjo Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Menurut Soerjono Soekanto bahwa : 103. asas sesuatu (inquiry) secara sistematis dengan adanya penekanan bahwa
BAB III METODE PENELITIAN Menurut Soerjono Soekanto bahwa : 103 Metode adalah proses, prinsip-prinsip dan tata cara memecahkan suatu masalah sedangkan penelitian adalah pemeriksaan secara hati-hati, tekun
Lebih terperinciTINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENYELESAIAN SENGKETA DALAM KONTRAK DAGANG INTERNASIONAL
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENYELESAIAN SENGKETA DALAM KONTRAK DAGANG INTERNASIONAL SKRIPSI Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum OLEH SETIAWAN KARNOLIS LA IA NIM: 050200047
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Hukum Perdata Internasional. tunduk pada hukum perdata (nasional) yang berbeda. Pendapat lain yang
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hukum Perdata Internasional 1. Pengertian Hukum Perdata Internasional Menurut Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja, Hukum Perdata Internasional adalah keseluruhan kaidah dan asas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. piutang. Debitor tersebut dapat berupa orang perorangan (natural person) dan. terhadap kreditor tak dapat terselesaikan.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Utang piutang acap kali menjadi suatu permasalahan pada debitor. Masalah kepailitan tentunya juga tidak pernah lepas dari masalah utang piutang. Debitor tersebut
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan satu macam
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Pendekatan Masalah Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan satu macam pendekatan, yaitu pendekatan yuridis normatif. Penelitian hukum normatif adalah
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. permasalahan-permasalahan yang timbul di dalam gejala bersangkutan. 24
III. METODE PENELITIAN Penelitian hukum pada dasarnya merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. seseorang dilahirkan, maka ia dalam hidupnya akan mengemban hak dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia yang merdeka di dalam wadah Negara Republik Indonesia sudah berumur lebih dari setengah abad, tetapi setua umur tersebut hukum nasional yang
Lebih terperinciA. KESIMPULAN. Penggunaan instrumen..., Ronny Roy Hutasoit, FH UI, Universitas Indonesia
106 A. KESIMPULAN 1. UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada mulanya terdapat tiga alternatif lembaga yang digagas untuk diberi kewenangan melakukan pengujian Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik
Lebih terperinciPENEGAKAN HUKUM. Bagian Keempat, Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 3.4 Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
Modul E-Learning 3 PENEGAKAN HUKUM Bagian Keempat, Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 3.4 Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 3.4.1 Kewenangan KPK Segala kewenangan yang
Lebih terperinciEFEKTIVITAS PENERAPAN CLASS ACTION DALAM PENYELESAIAN SENGKETA LINGKUNGAN DI INDONESIA
EFEKTIVITAS PENERAPAN CLASS ACTION DALAM PENYELESAIAN SENGKETA LINGKUNGAN DI INDONESIA Oleh : Yola Wulandari I Gede Yusa Bagian Hukum Peradilan, Fakultas Hukum Universitas Udayana Abstract The journal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. insan manusia pria dan wanita dalam satu ikatan suci dengan limpahan dari
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkawinan merupakan suatu peristiwa penting yang dialami dua insan manusia pria dan wanita dalam satu ikatan suci dengan limpahan dari karunia Tuhan Yang Maha Esa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. aktivitasnya melibatkan hampir seluruh negara di dunia. Hal ini sejalan pula dengan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perdagangan internasional merupakan salah satu aspek yang dewasa ini aktivitasnya melibatkan hampir seluruh negara di dunia. Hal ini sejalan pula dengan hukum
Lebih terperinciSejarah Perkembangan Hukum Perdata Internasional
Bahan Kuliah Sejarah Perkembangan Hukum Perdata Internasional Isnaini Sejarah Perkembangan HPI HPI mulai abad ke-2 SM Masa kekaisaran Romawi s/d Perkemba ngan HPI universsal di Jerman Friederich Carl Von
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ditinjau dari aspek yuridis maka pengertian anak dalam hukum positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/ minderjaring, 1 orang yang di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidup yang beraneka ragam. Kebutuhan manusia dari tingkat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk yang hidup bermasyarakat mempunyai kebutuhan hidup yang beraneka ragam. Kebutuhan manusia dari tingkat kepentingan terdiri dari kebutuhan
Lebih terperinciPilihan Hukum (Terkait dengan Transaksi Bisnis Internasional)
Pilihan Hukum (Terkait dengan Transaksi Bisnis Internasional) TRANSAKSI BISNIS INTERNASIONAL PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA 2012 Bridge Ingat tujuan ilmu Hukum Perdata Internasional
Lebih terperinciBAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG 14 METODE PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL A.
BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 14 METODE PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL A. Introduction Transaksi-transaksi atau hubungan dagang banyak bentuknya, mulai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perundang-undangan dengan asas-asas dan norma-normanya dan juga oleh
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan hukum pidana, ditandai oleh perubahan peraturan perundang-undangan dengan asas-asas dan norma-normanya dan juga oleh dinamika doktrin dan ajaran-ajaran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dinyatakan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan bertujuan untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1
Lebih terperinciBAB II KEWENANGAN JAKSA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA. diatur secara eksplisit atau implisit dalam Undang-undang Dasar 1945, yang pasti
BAB II KEWENANGAN JAKSA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA 1. Wewenang Jaksa menurut KUHAP Terlepas dari apakah kedudukan dan fungsi Kejaksaan Republik Indonesia diatur secara eksplisit atau implisit
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengenai tanah yaitu karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada bangsa. tanah itu dalam batas-batas menurut peraturan undang-undang.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) memberikan pengertian mengenai tanah yaitu karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada bangsa Indonesia, meliputi permukaan bumi,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan merupakan lembaga keuangan yang sering muncul sengketa yang bersentuhan dengan hukum dalam menjalankan usahanya. Sengketa Perbankan bisa saja terjadi antar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam masyarakat itu sendiri, untuk mengatasi permasalahan tersebut dalam hal ini
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk sosial yang senantiasa berkembang secara dinamik sesuai dengan perkembangan zaman. Kehidupan manusia tidak pernah lepas dari interaksi antar
Lebih terperinciBAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI
20 BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI A. Undang-Undang Dasar 1945 Adapun terkait hal keuangan, diatur di dalam Pasal 23 Undang-Undang Dasar 1945, sebagaimana
Lebih terperinciFAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010
1 PENYELESAIAN SENGKETA MELALUI MEDIASI DALAM PERKARA WARISAN DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajad Sarjana Hukum dalam
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
39 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan jenis atau tipe-kajian sosiologi hukum (sociology of law) yang mengkaji law as it is in society, yang bertolak
Lebih terperinciSILABI MATAKULIAH. Pengalaman Belajar Indikator Strategi Penilaian
SILABI MATAKULIAH Kelompok Matakuliah : Konsentrasi Matakuliah : Jurusan : Al-Ahwal Al-Syakhshiyyah Kode Matakuliah : 21474 Standar Kompetensi : menguasai konsep dasar pada umumnya yang diberlakukan di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pihak lainnya atau memaksa pihak lain itu melaksanakan kewajibannya. dibentuklah norma-norma hukum tertentu yang bertujuan menjaga
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Negara Indonesia berdasarkan atas hukum, tidak berdasarkan kekuasaan, oleh karena itu diharapkan segala tindakan dan perbuatan harus berdasarkan atas hukum.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dari aktivitas yang dilakukan. Tetapi beberapa di antara resiko, bahaya, dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan manusia pada zaman modern ini, sarat dengan beragam macam resiko, bahaya, dan kerugian yang harus dihadapi. Sehingga kemungkinan resiko yang terjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berwenang untuk membuat Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai daerah otonom, pemerintah daerah provinsi, kabupaten dan kota, berwenang untuk membuat Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah. Peraturan Daerah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1945) memberikan hak kepada setiap orang untuk mendapatkan lingkungan. sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) memberikan hak kepada setiap orang untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Hal ini
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874]
UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874] BAB II TINDAK PIDANA KORUPSI Pasal 2 (1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan
Lebih terperinciPENYELESAIAN SENGKETA KASUS INVESTASI AMCO VS INDONESIA MELALUI ICSID
PENYELESAIAN SENGKETA KASUS INVESTASI AMCO VS INDONESIA MELALUI ICSID Oleh : Aldo Rico Geraldi Ni Luh Gede Astariyani Dosen Bagian Hukum Tata Negara ABSTRACT This writing aims to explain the procedure
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara Republik
Lebih terperinci2.1 Konsep Aset Bisnis Pengertian Bisnis, Aset, Dan Aset Bisnis Klasifikasi Aset Bisnis Istilah Dan Pengertian
DAFTAR ISI JUDUL...ii PRASYARAT GELAR... iii LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING... iv PANITIA PENGUJI SKRIPSI... v KATA PENGANTAR... vi SURAT PERNYATAAN KEASLIAN... ix DAFTAR ISI... x ABSTRAK... xiii ABSTRACT...
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. norma. Sistem norma yang dimaksud adalah mengenai asas-asas, norma,
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif, artinya penelitian hukum yang meletakkan hukum sebagai sebuah bangunan sistem norma. Sistem norma yang
Lebih terperinciSekolah Tinggi Manajemen Informatika Dan Komputer PERBANAS. Cyber Law Drafting. Kuliah Sessi 4: Prosedural dan Kelembagaan
Sekolah Tinggi Manajemen Informatika Dan Komputer PERBANAS Cyber Law Drafting Kuliah Sessi 4: Prosedural dan Kelembagaan Dosen: Ir. Mas Wigrantoro Roes Setiyadi, SE, MSi, MPP Agenda Isu Prosedural Jurisdiksi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada pertengahan tahun 1997 negara negara Asia dilanda krisis moneter yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada pertengahan tahun 1997 negara negara Asia dilanda krisis moneter yang telah memporandakan sendi sendi perekonomian. Dunia usaha merupakan dunia yang paling menderita
Lebih terperinciPresiden, DPR, dan BPK.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG KPK adalah lembaga negara yang dibentuk dengan tujuan meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. KPK bersifat independen
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hukum tentang tanah diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam ruang lingkup agraria, tanah merupakan bagian dari bumi, yang disebut permukaan bumi. 1 Tanah sebagai sumber utama bagi kehidupan manusia yang telah dikaruniakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. merupakan Negara Hukum. Maka guna mempertegas prinsip Negara Hukum,
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Sebagaimana tercantum pada Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, yang menyatakan secara tegas bahwa Indonesia merupakan Negara Hukum. Maka
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. harta warisan, kekayaan, tanah, negara, 2) Perebutan tahta, termasuk di
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Banyak sengketa terjadi di Indonesia yang menimbulkan konflik ringan dan berat. Beberapa konflik tersebut dapat terbentuk dari, 1) Perebutan tahta, termasuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keterangan, pertimbangan dan nasehat tentang hukum kepada instansi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara hukum. Setiap interaksi antar individu maupun kelompok memiliki akibat hukum. Oleh karena itu, untuk mengatasi semua akibat hukum
Lebih terperinciJURNAL OPINIO JURIS Vol. 13 Mei Agustus 2013
lembaga ekstrayudisial. Hal ini mengingat beberapa hal: Pertama, pengembalian aset tidak selamanya berkaitan dengan kejahatan atau pidana, dapat saja aset yang akan dikembalikan berada dalam wilayah rezim
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian hukum merupakan suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi.
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN Penelitian hukum merupakan suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip prinsip hukum, maupun doktrin doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang sedang dihadapi. Penelitian
Lebih terperinciPUBLIC POLICY SEBAGAI ALASAN PEMBATALAN PELAKSANAAN PUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL DI INDONESIA
PUBLIC POLICY SEBAGAI ALASAN PEMBATALAN PELAKSANAAN PUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL DI INDONESIA Oleh: Anastasia Maria Prima Nahak I Ketut Keneng Bagian Peradilan Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Tindak pidana korupsi di Indonesia saat ini telah berada dalam tahap yang parah, mengakar dan sudah meluas dalam masyarakat. Perkembangannya terus meningkat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bank menurut pengertian umum dapat diartikan sebagai tempat untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bank menurut pengertian umum dapat diartikan sebagai tempat untuk menyimpan dan meminjam uang. Namun, pada masa sekarang pengertian bank telah berkembang sedemikian
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK I. UMUM Pemanfaatan Teknologi Informasi, media, dan komunikasi telah mengubah baik perilaku
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang berkaitan dengan masalah kepengurusan dan kelanjutan hak-hak serta
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjalanan hidup manusia pada suatu saat pasti akan meninggal dunia. Dengan meninggalnya seseorang, maka akan menimbulkan suatu akibat hukum yang berkaitan dengan
Lebih terperinciIII METODE PENELITIAN
III METODE PENELITIAN Penelitian hukum merupakan proses kegiatan berfikir dan bertindak logis, metodis, dan sistematis mengenai gejala yuridis, peristiwa hukum, atau fakta empiris yang terjadi, atau yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. karena ini memusatkan perhatian pada kewajiban individu dalam berhubungan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum kontrak termasuk dalam ranah hukum perdata, disebut demikian karena ini memusatkan perhatian pada kewajiban individu dalam berhubungan dengan individu lain untuk
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. 1. Jenis penelitian Dilihat dari sifat permasalahannya, jenis penelitian ini tergolong dalam jenis
BAB III METODE PENELITIAN berikut: Metode penelitian yang akan peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah sebagai 1. Jenis penelitian Dilihat dari sifat permasalahannya, jenis penelitian ini tergolong
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN Metode berasal dari bahasa Yunani, Methodos yang artinya adalah cara atau jalan. Dikaitkan dengan penelitian ilmiah, maka metode menyangkut masalah cara kerja, yaitu cara kerja
Lebih terperinciPERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENETAPKAN SITA JAMINAN ATAS BENDA BERGERAK PADA PENYELESAIAN PERKARA PERDATA (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)
PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENETAPKAN SITA JAMINAN ATAS BENDA BERGERAK PADA PENYELESAIAN PERKARA PERDATA (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta) SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Syarat-syarat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum, sejalan dengan ketentuan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengadilan merupakan tempat bagi seseorang atau badan hukum untuk mencari keadilan dan menyelesaikan persoalan hukum yang muncul selain alternatif penyelesaian
Lebih terperinciTINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)
TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta) SKRIPSI Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. 1. Pendekatan Yuridis Normatif (library Research)
44 III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah Berdasarkan klasifikasi penelitian hukum baik yang bersifat normatif maupun yang bersifat empiris serta ciri-cirinya, maka pendekatan masalah yang digunakan
Lebih terperinciSEJARAH PERKEMBANGAN HUKUM PERDATA INTERNASIONAL
SEJARAH PERKEMBANGAN HUKUM PERDATA INTERNASIONAL Kelas D- Fakultas Hukum UGM All Images: Internet s Archive FOKUS BAHASAN PRINSIP TERITORIAL PRINSIP PERSONAL TEORI STATUTA TEORI UNIVERSAL LAHIRNYA HPI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan alam kehidupan sekitarnya. 1. ketentuan yang harus dipatuhi oleh setiap anggota masyarakat.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia diciptakan oleh Allah SWT sebagai makhluk sosial, oleh karenanya manusia itu cenderung untuk hidup bermasyarakat. Dalam hidup bermasyarakat ini
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ketergantungan dengan manusia lainnya. Hal ini disebabkan karena manusia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dalam pergaulan hidup masyarakat sangat membutuhkan atau adanya ketergantungan dengan manusia lainnya. Hal ini disebabkan karena manusia merupakan makhluk sosial
Lebih terperinciKARAKTERISTIK GUGATAN WARGA NEGARA ( CITIZEN LAWSUIT
KARAKTERISTIK GUGATAN WARGA NEGARA (CITIZEN LAWSUIT) DAN PERBANDINGANNYA DENGAN GUGATAN PERWAKILAN KELOMPOK (CLASS ACTION) Oleh: Ni Luh Ayu Desi Putri Pratami I Nyoman Mudana Program Kekhususan Hukum Pidana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. umumnya memperlihatkan Metalofon, Gambang, Gendeng dan Gong yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gamelan merupakan sebuah pergelaran seni musik yang pada umumnya memperlihatkan Metalofon, Gambang, Gendeng dan Gong yang dimainkan secara bersamaan dan menghasilkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembangunan sarana dan prasarana lainnya. akan lahan/tanah juga menjadi semakin tinggi. Untuk mendapatkan tanah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan sumber daya alam yang sangat diperlukan manusia untuk mencukupi kebutuhan, baik langsung untuk kehidupan seperti bercocok tanam atau tempat tinggal,
Lebih terperinci