HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi dan Ekstraksi Phyllanthus niruri L. (meniran)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi dan Ekstraksi Phyllanthus niruri L. (meniran)"

Transkripsi

1 HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi dan Ekstraksi Phyllanthus niruri L. (meniran) Tanaman meniran yang digunakan pada penelitian ini diperoleh dari Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional (B2P2TO-OT) Tawangmangu, Jawa Tengah-Indonesia. Tanaman dipanen pada tanggal 6 Mei 2009 dan dikeringkan dalam oven gravitasi bersuhu 40 C selama 36 jam. Tanaman meniran dideterminasi dan dibuat spesimen contohnya (voucher specimen) oleh Herbarium Bogoriense. Berdasarkan determinasi yang dilakukan, tanaman tersebut benar Phyllanthus niruri L. dan spesimen contohnya disimpan di Herbarium Bogoriense sebagai koleksi dengan nomor BO Menggunakan metode gravimetri evolusi tidak langsung diketahui sampel meniran yang siap diekstraksi memiliki kadar air sebesar 6,5696 % (Lampiran 2). Hasil tersebut menunjukkan bahwa dalam 100 gram sampel meniran terkandung 6,5696 gram air yang terikat secara fisik dan dapat hilang oleh pemanasan pada suhu sekitar 105 C. Kadar air kurang dari 10 % diharapkan mengurangi resiko kerusakan sampel meniran akibat serangan jamur dan bakteri. Uji fitokimia yang dilakukan memberikan informasi bahwa tanaman meniran asal B2P2TO-OT Tawangmangu mengandung metabolit sekunder dari golongan flavonoid, fenol hidroquinon, steroid, tanin, saponin, dan lignan (Lampiran 3), sementara metabolit sekunder golongan alkaloid dan terpenoid tidak dapat dideteksi. Hasil uji alkaloid dan terpenoid tidak sepakat dengan penelitian terdahulu yang melaporkan bagian aerial meniran mengandung alkaloid (Petchnaree et al. 1986) dan ekstrak n-heksana herba meniran mengandung terpenoid (Gunawan et al. 2008). Hal ini dapat terjadi karena kadar alkaloid dan terpenoid pada meniran asal B2P2TO-OT Tawangmangu terlampau kecil sehingga uji kualitatif fitokimia tidak mampu mendeteksi keberadaannya. Kadar dan jenis senyawa metabolit sekunder dalam tanaman sejenis tidak selalu sama, kandungan senyawa metabolit sekunder tersebut dipengaruhi oleh kandungan hara dan kondisi tanah tempat tumbuhnya (Briskin 2002). Di samping itu, kadar dan kandungan senyawa metabolit sekunder dipengaruhi oleh waktu panen dan penanganan pasca panen (Famei et al. 2006).

2 Tanaman meniran kering yang meliputi bagian daun, batang, akar, dan buah dihaluskan hingga berukuran 80 mesh sebelum ekstraksi dilakukan (Gambar 7). Hal ini bertujuan meningkatkan luas permukaan sampel sehingga daerah kontak sampel dengan pelarut ekstraksi lebih besar dan proses ekstraksi berlangsung lebih optimal (Coats & Wingard 1950; Gião et al. 2009; Sembiring et al. 2006). Ekstraksi dilakukan dengan teknik maserasi pada suhu ruang untuk menghindari kerusakan komponen kimia meniran akibat panas. (a) (b) Gambar 7 Simplisia meniran sebelum dihaluskan (a) dan setelah dihaluskan (b). Kombinasi pelarut ekstraksi yang digunakan untuk mengekstrak meniran disusun sesuai rancangan campuran (mixture design) yang mengambil bentuk simplex-centroid dengan axial design (Gambar 4). Rancangan ini digunakan untuk mempelajari pengaruh pelarut tunggal, campuran dua pelarut pada titik tengah setiap sisi simplex, serta campuran tiga pelarut pada pusat simplex dan pada titik axial terhadap efisiensi ekstraksi meniran. Pelarut ekstraksi yang digunakan harus dapat bercampur dengan baik pada setiap titik rancangan campuran simplexcentroid dengan axial design. Hal ini dimaksudkan agar kaidah kimia dan statistika dapat ditaati oleh setiap kombinasi pelarut ekstraksi yang digunakan. Pelarut ekstraksi yang dipilih ialah metanol, etil asetat, dan diklorometana. Pemilihan pelarut ekstraksi didasarkan pada sifat fisik dan kimianya. Pertimbangan lain yang mendasari ialah ketiga pelarut ini telah digunakan untuk mengekstraks senyawa kimia pada meniran. Metanol telah digunakan untuk mengekstrak senyawa golongan lignan dan tanin pada meniran (Tripathi et al. 2006; Murugaiyah & Chan 2007b), etil asetat telah digunakan untuk mengekstrak lignan pada meniran (Tripathi et al. 2006), sementara diklorometana telah digunakan untuk mengekstrak senyawa yang cenderung tidak polar pada meniran (Markom et al. 2007).

3 Ketiga pelarut tersebut memiliki polaritas berlainan. Metanol dengan nilai polaritas 5,1 dikategorikan sebagai pelarut polar. Etil asetat memiliki kepolaran di pertengahan dengan nilai polaritas 4,4. Sementara diklorometana memiliki polaritas sebesar 3,1 dan dikategorikan sebagai pelarut yang tidak polar. Ketiga pelarut tersebut dikategorikan ke dalam kelas yang berbeda oleh Marcus (2004). Metanol termasuk pelarut protogenik (kelas 2) karena memiliki hidrogen yang terikat unsur elektronegatif dan memiliki unsur elektronegatif yang mampu membentuk ikatan hidrogen. Etil asetat termasuk kelas aprotik dipolar (kelas 3) karena mengandung unsur elektronegatif namun tidak memiliki hidrogen yang terikat unsur elektronegatif. Diklorometana termasuk dalam kelas 4 karena tidak memiliki unsur elektronegatif yang dapat membentuk ikatan hidrogen. Walaupun pelarut tersebut memiliki polaritas yang berlainan dan dikategorikan ke dalam kelas yang berbeda, ketiganya dapat bercampur dengan baik pada setiap titik rancangan campuran simplex-centroid dengan axial design. Pemilihan pelarut ekstraksi juga didasarkan pada pertimbangan nilai tegangan antar muka pelarut. Pelarut ekstraksi yang baik memiliki tegangan antar muka yang nilainya di pertengahan. Tegangan antar muka yang terlalu tinggi menyebabkan kontak antara pelarut dengan sampel sulit terjadi. Sementara jika tegangan antar mukanya terlalu kecil akan terbentuk emulsi yang stabil antara pelarut dengan sampel, sehingga akan sulit memisahkannya. Dalam hal ini ketiga pelarut yang dipilih memiliki tegangan permukaan yang nilainya di pertengahan. Sepuluh kombinasi pelarut ekstraksi memberikan efektivitas ekstraksi yang beragam (Gambar 8). Rendemen ekstraksi yang diperoleh berkisar antara 1,3668 hingga 7,4254 % berdasarkan bobot kering sampel. Rendemen ekstraksi tertinggi diperoleh saat menggunakan metanol sebagai pelarut ekstraksi, yaitu sebesar 7,4254 %. Rendemen ekstraksi terendah dihasilkan oleh pelarut diklorometana, yaitu sebesar 1,3668 %. Tingginya nilai rendemen ekstraksi dengan pelarut metanol menggambarkan komponen kimia dalam tanaman meniran mayoritas larut dalam pelarut polar. Calixto et al. (1998) melaporkan bahwa komponen mayor pada Phyllanthus niruri L. ialah senyawa dari golongan lignan, tanin, polifenol, dan flavonoid. Interaksi yang terjadi saat proses ekstraksi antara

4 senyawa kimia pada meniran dengan metanol dapat berupa ikatan hidrogen maupun interaksi dwikutub-dwikutub. Gambar 8 Rendemen ekstraksi meniran. Pengoptimuman Kondisi Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) dan Pemisahan Ekstrak Meniran Panjang gelombang deteksi KCKT yang digunakan ditentukan berdasarkan panjang gelombang maksimum yang muncul saat pemayaran ekstrak meniran dengan spektrofotometer ultraviolet berkas ganda pada panjang gelombang 200 hingga 400 nm. Pemayaran dengan spektrofotometer ultraviolet berkas ganda terhadap ekstrak meniran memberikan puncak serapan maksimum pada kisaran 217 nm hingga 235 nm (Lampiran 4). Di samping itu, pemilihan panjang gelombang deteksi dilakukan mengacu pada penelitian terdahulu terhadap genus Phyllanthus. Sharma et al. (1993) mengukur kadar phyllanthin dan hypophyllanthin dari Phyllanthus niruri L. pada panjang gelombang 230 nm, sementara penentuan senyawa phyllanthin dan hypophyllanthin dari Phyllanthus amarus dideteksi pada panjang gelombang 220 nm (Tripathi et al. 2006). Pada penelitian ini panjang gelombang deteksi KCKT yang digunakan ialah 210, 225, dan 254 nm. Panjang gelombang 210 nm dipilih mengacu pada penelitian pengoptimuman sidik jari KCKT ekstrak Camellia sinensis dengan rancangan mixture-mixture design yang dimonitor pada 210 nm (Borges et al. 2007a). Pajang gelombang 254 nm digunakan karena senyawa kimia yang telah berhasil diisolasi dari Phyllanthus niruri L., antara lain phyllanthin,

5 hipophyllanthin, phyltetralin, dan niranthin (Murugaiyah & Chan 2007a; Murugaiyah & Chan 2007b), asam galat, asam elagat, dan korilagin (Markom et al. 2007) memiliki struktur benzena dan turunannya yang mengalami transisi elektronik л л * pada panjang gelombang 254 nm (Lindon et al. 2000). Fase gerak KCKT yang digunakan pada penelitian ini ialah metanol, asetonitril, dan asetonitril:air (55:45 v/v). Pemilihan fase gerak KCKT didasarkan pada pertimbangan sifat fisika dan kimianya. Ketiga fase gerak yang digunakan bersifat polar, menurut Sadek (2002) ketiganya telah umum digunakan sebagai fase gerak pada KCKT fase terbalik. Menurut Snyder & Kirkland (1979) metanol, asetonitril, dan air memiliki selektivitas berlainan, sehingga akan memberikan kecepatan elusi yang bervariasi. Ketiga pelarut tersebut memiliki viskositas dan titik didih yang nilainya di pertengahan, dapat bercampur dengan baik, sesuai untuk detektor ultraviolet, dan mudah diperoleh. Pemilihan fase gerak juga mengacu pada penelitian yang telah dilakukan terhadap meniran. Fase gerak yang telah dilaporkan untuk pemisahan ekstrak meniran antara lain asetonitril:air (55:45 v/v) (Murugaiyah & Chan 2007a; Murugaiyah & Chan 2007b), asetonitril:air secara gradien dengan penambahan asam fosfat 0,1 % sebagai aditif (Markom et al. 2007), air:metanol secara gradien (Colombo et al. 2009), metanol:air (70:30) (Tripathi et al. 2006), dan fase gerak metanol:air (66:34) (Sharma et al. 1993). Sepuluh jenis ekstrak meniran dipisahkan dengan KCKT fase terbalik menggunakan tujuh kombinasi fase gerak sesuai mixture design yang mengambil bentuk simplex-centroid (Gambar 5). Rancangan ini digunakan untuk mempelajari pengaruh fase gerak tunggal, campuran dua fase gerak dengan proporsi yang sama pada titik tengah setiap sisi simplex, dan campuran tiga pelarut di pusat simplex terhadap sidik jari kromatografi yang dihasilkan. Pemisahan dilakukan tanpa pengulangan sehingga jumlah pemisahan yang dilakukan ialah sebanyak 70 buah. Pada penelitian ini tidak dilakukan pengulangan untuk menghindari jumlah eksperimen yang sangat banyak. Pendekatan split-plot digunakan saat menjalankan eksperimen. Pelarut ekstraksi berlaku sebagai whole-plot dan fase gerak KCKT sebagai sub-plot. Galat sistematik dihindari dengan melakukan pengacakan baik pada whole maupun sub-

6 plot. Pengacakan dilakukan terhadap whole-plot terlebih dulu diikuti pengacakan terhadap sub-plot (Lampiran 5). Pengacakan lengkap tidak dipilih karena dapat menimbulkan kendala teknis, di samping itu jumlah titik eksperimen yang dilakukan akan sangat banyak. Pengacakan lengkap mengharuskan larutan ekstrak disiapkan terpisah untuk setiap unit eksperimen KCKT sehingga pengaruh yang tidak diinginkan dari lingkungan dapat menyumbangkan galat yang besar. Ekstrak meniran dipisahkan pada kolom C 18 dengan waktu elusi bervariasi. Ekstrak metanol terelusi ke luar kolom paling cepat, sedangkan ekstrak diklorometana memerlukan waktu yang lebih lama untuk terelusi (Gambar 9). Pada kromatografi fase terbalik mekanisme retensi mengikuti kesetimbangan partisi komponen sampel antara fase gerak dengan fase diam. Ekstrak metanol mengalami retensi yang kecil oleh fase diam, interaksi antara ekstrak metanol yang bersifat polar dengan fase diam C 18 yang bersifat nonpolar sangat lemah. Sebaliknya, interaksi antara ekstrak metanol dengan fase gerak sangat kuat. Ekstrak diklorometana yang bersifat nonpolar mengalami retensi sangat kuat oleh fase diam yang juga bersifat nonpolar, sementara interaksi yang terjadi antara ekstrak diklorometana dengan fase gerak bersifat lemah. Secara umum interaksi antara komponen sampel dengan fase gerak dapat berupa interaksi dwikutubdwikutub, ikatan hidrogen, gaya dispersi, dan interaksi dielektrik (Snyder & Kirkland 1979). (a) Gambar 9 Kromatogram ekstrak metanol (a) dan ekstrak diklorometana (b). (b) Radiasi pada panjang gelombang ultraviolet menyebabkan terjadinya transisi elektronik dari keadaan dasar menuju keadaan tereksitasi. Transisi elektronik yang

7 dapat terjadi berkorelasi dengan jumlah energi radiasi yang diberikan. Pada daerah ultraviolet transisi yang dapat terjadi meliputi n σ *, n л *, dan л л *. Transisi elektronik σ σ * hanya dapat terjadi pada daerah ultraviolet vakum (panjang gelombang kurang dari 200 nm) karena energi yang diperlukan untuk transisi ini sangat tinggi. Pada panjang gelombang deteksi 210 dan 225 nm akan diserap sejumlah energi yang menyebabkan terjadinya transisi elektronik n σ *, n л *, dan л л *, sementara pada panjang gelombang deteksi 254 nm energi yang diserap menyebabkan terjadinya transisi elektronik n л * dan л л * (Gauglitz & Vo-Dinh 2003). Jenis transisi elektronik yang terjadi pada panjang gelombang deteksi 210 dan 225 nm lebih banyak dibandingkan pada 254 nm. Hal ini turut menentukan jumlah puncak dan intensitas serapan yang dapat dideteksi pada ketiga panjang gelombang tersebut. Jumlah puncak yang muncul pada kromatogram KCKT ekstrak meniran dihitung berdasarkan kriteria nilai resolusi dan rasio sinyal terhadap derau (S/N). Puncak diakui dan dihitung jika memiliki nilai resolusi 1 dan nilai S/N 3. Nilai resolusi 1 digunakan sebagai batasan karena suatu puncak dikatakan terpisah apabila memiliki nilai resolusi 1 (Dong 2006). Nilai S/N 3 dipilih karena nilai ini umum digunakan untuk menentukan nilai limit deteksi (Bliesner 2006). Informasi nilai resolusi dan S/N diperoleh melalui pengolahan kromatogram masing-masing ekstrak menggunakan perangkat lunak LC solution yang terintegrasi dengan KCKT Shimadzu varian LC-20 AD yang digunakan pada penelitian ini. Jumlah puncak yang dideteksi pada masing-masing panjang gelombang disajikan pada Lampiran 6. Jumlah puncak maksimum pada masingmasing panjang gelombang disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Jumlah puncak maksimum pada panjang gelombang 210, 225, 254 nm λ (nm) puncak terbanyak (buah) Pelarut ekstraksi (MeOH:EtOAc:CH 2 Cl 2 ) Fase gerak KCKT (MeOH:ACN:ACN-H 2 O 55-45) /6:1/6:2/3 1/2:1/2: :0:1 1/2:1/2:0 0:1/2:1/2 2/3:1/6:1/ :1:0 0:0:1

8 Jumlah puncak pada panjang gelombang deteksi 210 dan 225 nm lebih banyak dibanding pada 254 nm. Namun demikian, perlu diwaspadai jumlah puncak yang dapat dideteksi pada panjang gelombang deteksi 210 dan 225 nm tidak seluruhnya berasal dari ekstrak meniran. Menurut Sadek (2002) pelarut metanol masih memberikan puncak serapan yang berarti pada panjang gelombang 205 hingga 235 nm. Profil hubungan pelarut ekstraksi, fase gerak KCKT, dan jumlah puncak disajikan pada Lampiran 7. Analisis Data Pemisahan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) Persamaan regresi yang menggambarkan pengaruh pelarut ekstraksi dan fase gerak KCKT terhadap jumlah puncak KCKT dibangun dari 49 data menggunakan perangkat lunak MINITAB. Empat puluh sembilan data tersebut diambil dari setiap sisi simplex dan titik centroid (Gambar 4). Data tersebut dipilih karena dinilai paling tepat untuk membangun model regresi pada rancangan mixturemixture. Struktur data yang diperoleh dari rancangan split-plot mixture-mixture design memiliki ragam yang bersumber dari whole-plot dan sub-plot. Data yang diperoleh memiliki nisbah ragam whole-plot terhadap ragam sub-plot kurang dari 0,4 / < 0,4), hal ini dimungkinkan karena sampel meniran untuk setiap perlakuan whole-plot berasal satu daerah. Pada saat / < 0,4 ragam wholeplot dianggap tidak signifikan (Naes et al. 2006) dan koefisien persamaan regresi diduga menggunakan metode kuadrat terkecil (OLS). Metode OLS menerapkan prinsip meminimalkan jumlah kuadrat simpangan antara data aktual dengan data dugaan. Pengolahan data dimulai dengan menentukan nilai koefisien setiap interaksi pelarut ekstraksi dan fase gerak KCKT menggunakan persamaan (2a) sampai (7a). Selanjutnya nilai koefisien dibagi dengan nilai konstanta pada persamaan ragam yang sesuai untuk masing-masing interaksi pada rancangan mixture-mixture yang digunakan sehingga didapatkan nilai t-hitung. Nilai konstanta pada persamaan ragam yang digunakan ialah 1 untuk interaksi linear (persamaan 2b), 24 untuk interaksi kuadratik (persamaan 3b), 1188 untuk interaksi kubik (persamaan 4b), 576 untuk interaksi biner-biner (persamaan 5b), untuk gabungan interaksi ternary-biner (persamaan 6b), serta untuk interaksi ternary-ternary

9 (persamaan 7b). Interaksi yang memiliki nilai mutlak t-hitung lebih besar dari t- tabel pada selang kepercayaan 99 % digunakan untuk membangun model regresi. Plot kuantil-kuantil untuk setiap interaksi pada masing-masing panjang gelombang disajikan pada Lampiran 8. Persamaan regresi pada panjang gelombang 210 nm dibangun dari 33 interaksi, pada panjang gelombang 225 nm dibangun dari 29 interaksi, dan 18 interaksi digunakan untuk membangun persamaan regresi pada panjang gelombang 254 nm. Persamaan regresi pada masing-masing panjang gelombang disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Persamaan regresi pada panjang gelombang 210, 225, dan 254 nm λ (nm) Persamaan regresi 210 ŷ=9x 1 z 1 +6x 2 z 1 +7x 3 z 1 +34x 1 x 2 z 1-18x 2 x 3 z 1-96x 1 x 2 x 3 z 1 +11x 1 z 2 +16x 2 z 2 +27x 3 z 2 +50x 1 x 2 z 2-42x 2 x 3 z 2 +23x 1 z 3 +18x 2 z 3 +12x 3 z 3 +34x 1 x 2 z 3-50x 1 x 3 z 3-24x 2 x 3 z 3-114x 1 x 2 x 3 z 3 +16x 2 z 1 z 2-20x 3 z 1 z 2-80x 1 x 3 z 1 z 2 +20x 2 z 1 z 3 +72x 1 x 2 z 1 z 3 +68x 2 x 3 z 1 z 3-828x 1 x 2 x 3 z 1 z 3-38x 3 z 2 z 3-168x 1 x 2 z 2 z x 2 x 3 z 2 z x 1 x 2 x 3 z 2 z 3-183x 1 z 1 z 2 z 3-108x 2 z 1 z 2 z x 1 x 2 z 1 z 2 z x 1 x 2 x 3 z 1 z 2 z ŷ=3x 1 z 1 +3x 3 z 1 +20x 1 x 3 z 1 +9x 1 z 2 +9x 2 z 2 +12x 3 z 2 +24x 1 x 2 z 2 +18x 1 x 3 z x 2 x 3 z x 1 x 2 x 3 z 2 +10x 1 z 3 +10x 2 z 3 +10x 3 z 3 +44x 1 x 2 z 3-16x 1 x 3 z 3-20x 2 x 3 z 3-186x 1 x 2 x 3 z 3-92x 1 x 3 z 1 z 2 +18x 1 z 1 z 3-14x 3 z 1 z 3 +76x 1 x 2 z 1 z 3-72x 1 x 3 z 1 z 3 +38x 1 z 2 z 3 +22x 2 z 2 z 3-72 x 1 x 2 z 2 z 3-132x 1 x 3 z 2 z 3-84x 2 x 3 z 2 z 3-108x 1 z 1 z 2 z x 1 x 2 x 3 z 1 z 2 z ŷ=7x 1 z 1 +6x 2 z 1 +4x 3 z 1 +7x 1 z 2 +6x 2 z 2 +20x 3 z 2 +30x 1 x 2 z 2-22x 1 x 3 z 2-135x 1 x 2 x 3 z 2 +14x 1 z 3 +5x 2 z 3 +6x 3 z 3 +26x 1 x 2 z 3-24x 1 x 3 z 3-36x 3 z 1 z 2 +22x 2 z 2 z 3-36x 3 z 2 z 3-80x 1 x 2 z 2 z 3 Sembilan interaksi linear menjadi bagian model regresi pada panjang gelombang 210 nm. Interaksi linear yang terjadi seluruhnya menunjukkan interaksi sinergis antara pelarut ekstraksi dengan fase gerak KCKT, dengan kata lain interaksi yang terjadi memiliki potensi meningkatkan jumlah puncak yang dapat dideteksi. Koefisien interaksi linear menunjukkan jumlah puncak dugaan setiap interaksi linear yang terjadi. Sebagai contoh, notasi 7x 3 z 1 menunjukkan bahwa jumlah puncak dugaan saat ekstrak metanol dipisahkan dengan fase gerak asetonitril:air (55:45 v/v) ialah 7 buah. Pada interaksi linear, jumlah puncak tertinggi dihasilkan saat ekstrak etil asetat dipisahkan dengan fase gerak asetonitril:air (55:45 v/v).

10 Sebelas interaksi kuadratik terdapat dalam model regresi pada panjang gelombang 210 nm, sebagian di antaranya memiliki interaksi sinergis terhadap respons dan lainnya memiliki interaksi nonsinergis. Interaksi nonsinergis dimaknai sebagai interaksi yang tidak memiliki potensi untuk meningkatkan respons deteksi. Efek sinergis tertinggi pada interaksi kuadratik terjadi saat ekstrak etil asetat dipisahkan dengan metanol:asetonitril dengan proporsi yang sama. Interaksi kubik ada sebanyak empat buah, seluruhnya menunjukkan interaksi nonsinergis. Terdapat lima interaksi biner-biner, sebagian memiliki interaksi sinergis dan lainnya nonsinergis. Tiga buah interaksi ternary-biner yang ada memiliki interaksi yang sinergis dan nonsinergis. Sementara itu satu buah interaksi ternary-ternary memberikan interaksi nonsinergis. Terdapat delapan interaksi linear pada model regresi panjang gelombang 225 nm. Seluruh interaksi linear tersebut bersifat sinergis. Sinergisme terkuat pada interaksi linear terjadi saat ekstrak etil asetat dipisahkan dengan fase gerak asetonitril:air (55:45 v/v). Interaksi kuadratik yang muncul ialah sebelas buah. Sinergisme tertinggi dihasilkan dari interaksi pelarut diklorometana dengan fase gerak metanol:asetonitril dengan proporsi yang sama. Ada tiga buah interaksi kubik yang muncul dan efek interaksinya ialah nonsinergis. Enam buah interaksi biner-biner dengan efek sinergis dan nonsinergis dan satu interaksi ternaryternary yang memberikan efek nonsinergis. Seluruh interaksi linear menjadi bagian dari model regresi pada panjang gelombang 254 nm dan seluruhnya merupakan interaksi sinergis. Sinergisme tertinggi pada interaksi linear terjadi saat ekstrak etil asetat dipisahkan dengan fase gerak asetonitril:air (55:45 v/v). Tujuh interaksi kuadratik memiliki efek sinergis maupun nonsinergis, sinergisme tertinggi untuk interaksi kuadratik diperoleh saat digunakan pelarut ekstraksi etil asetat dan fase gerak metanol:asetonitril dengan proporsi yang sama. Ada satu buah interaksi kubik dan satu buah interaksi biner-biner masing-masing memiliki efek nonsinergis. Pendugaan jumlah puncak pada titik axial dilakukan menggunakan model regresi. Model regresi juga digunakan untuk menentukan jumlah puncak dugaan dari data yang digunakan membangun model. Nilai root mean square error of calibration (RMSEC) dan root mean square error of prediction (RMSEP) untuk

11 panjang gelombang 210, 225, dan 254 nm disajikan pada Tabel 3. RMSEC dan RMSEP secara berurutan menunjukkan kesesuaian jumlah puncak dugaan dengan jumlah puncak yang dideteksi pada data yang digunakan membangun model dan pada data validasi. Semakin kecil nilai RMSEC dan RMSEP, semakin baik model regresi yang dibangun (Naes et al. 2002). Berdasarkan nilai RMSEC dan RMSEP, model regresi terbaik dibangun dari data pada panjang gelombang deteksi 254 nm. Tabel 3 Nilai RMSEC dan RMSEP pada 210, 225, dan 254 nm Parameter 210 nm 225 nm 254 nm RMSEC 1, , ,54367 RMSEP 4, , ,26063 Gambar 10 menunjukkan grafik hubungan jumlah puncak yang dideteksi dengan jumlah puncak hasil dugaan model regresi pada panjang gelombang 254 nm. Pada gambar dapat diamati bahwa titik-titik yang menunjukkan koordinat jumlah puncak yang dideteksi dan jumlah puncak dugaan berada di sekitar garis lurus bersudut 45. Hal ini mengindikasikan kedekatan antara jumlah puncak dugaan dengan jumlah puncak yang dapat dideteksi, dan sepakat dengan nilai RMSEC dan RMSEP yang disajikan pada Tabel 3. Grafik hubungan jumlah puncak yang dideteksi dengan jumlah puncak dugaan pada panjang gelombang 210 dan 225 nm disajikan pada Lampiran 9. Gambar 10 Grafik hubungan jumlah puncak deteksi dengan jumlah puncak dugaan pada panjang gelombang deteksi 254 nm.

12 Kondisi optimum pada panjang gelombang 254 nm dicapai saat ekstrak etil asetat dipisahkan dengan fase gerak asetonitril:air (55:45 v/v). Pada Gambar 11 dapat diamati bahwa pemisahan ekstrak etil asetat dengan fase gerak asetonitril:air (55:45 v/v) yang terletak di ujung segitiga kanan bawah menghasilkan jumlah puncak lebih banyak dengan resolusi yang lebih baik dibanding kromatogram yang dihasilkan fase gerak KCKT lainnya. Kondisi optimum ini tidak hanya memberikan respons tertinggi pada panjang gelombang 254 nm, namun secara konsisten memberikan respons tertinggi untuk interaksi linear pada dua panjang gelombang deteksi lainnya. Kombinasi fase gerak asetonitril:air (55:45 v/v) menghasilkan fase gerak yang mampu membentuk ikatan hidrogen dengan komponen ekstrak etil asetat yang memiliki gugus hidroksil seperti golongan lignan maupun flavonoid. Interaksi dwikutub-dwikutub juga dapat terjadi antara asetonitril dengan komponen kimia ekstrak etil asetat yang memiliki momen dipol. Interaksi tersebut diduga menjadikan kemampuan fase gerak asetonitril:air (55:45 v/v) lebih baik dibanding fase gerak lainnya dalam mengelusi ekstrak etil asetat. Gambar 11 Sidik jari KCKT ekstrak etil asetat meniran pada panjang gelombang deteksi 254 nm.

13 Sidik jari ekstrak etil asetat yang disajikan pada Gambar 11 menunjukkan beberapa puncak serapan yang muncul secara konsisten. Puncak tersebut diduga milik phyllanthin dan hipophyllanthin, marker yang biasa digunakan dalam kontrol kualitas meniran, karena menurut Tripathi et al. (2006) ekstrak etil asetat mengandung kedua senyawa marker tersebut. Pelarut ekstraksi etil asetat dan fase gerak asetonitril:air (55:45 v/v) pada penelitian selanjutnya dapat diaplikasikan untuk membuat sidik jari kromatografi cair kinerja tinggi tanaman obat meniran dari daerah yang berbeda, musim panen dan tanam berbeda, bagian tanaman meniran yang berbeda, maupun beberapa spesies tanaman obat dari genus Phyllanthus untuk memperoleh pola pengelompokkan dan model kontrol kualitas. Gambar 12 menyajikan kontur plot yang dihasilkan saat ekstrak etil asetat dipisahkan dengan berbagai jenis fase gerak KCKT. Dapat diamati bahwa jumlah puncak optimum ditunjukkan oleh warna hijau tua, yaitu saat digunakan asetonitril:air (55:45 v/v) sebagai fase gerak. Fase gerak lain yang berpotensi meningkatkan jumlah puncak ialah kombinasi metanol asetonitril pada komposisi yang sama dan kombinasi asetonitril:air, namun potensinya lebih kecil dibandingkan fase gerak asetonitril:air (55:45 v/v). Gambar 12 Kontur plot ekstrak etil asetat pada panjang gelombang 254 nm. Validasi Kondisi Optimum Mengacu pada kategori analisis yang ditetapkan United States Pharmacopea, parameter validasi yang dilakukan pada penelitian ini meliputi parameter presisi dan penentuan kestabilan larutan ekstrak. Parameter kestabilan

14 larutan ekstrak diperiksa untuk mengetahui pengaruh penyimpanan terhadap kandungan senyawa kimia yang dimiliki ekstrak meniran. Parameter presisi ditentukan melalui keterulangan injeksi dan dinyatakan dengan nilai persen simpangan baku relatif (%SBR) waktu retensi. Data waktu retensi setiap komponen disajikan pada Lampiran 10. Dua puncak pertama yang muncul memiliki %SBR yang lebih tinggi dibandingkan puncak lainnya. Kedua puncak ini memiliki waktu retensi kurang dari 2 menit dan diduga merupakan puncak milik dead volume atau volume yang tidak mengalami retensi pada kolom. Menurut Kromidas (2005), puncak yang muncul pada waktu retensi kurang dari dua menit pada proses pemisahan KCKT menggunakan kolom dengan panjang 250 mm dan diameter 4 mm dimungkinkan merupakan puncak milik dead volume. Puncak tersebut tidak dilibatkan dalam penentuan presisi injeksi kondisi optimum. Nilai %SBR waktu retensi setiap komponen berada pada kisaran 0,0698 % hingga 0,3006 %. Berdasarkan nilai persen simpangan baku relatifnya, kondisi KCKT optimum dikategorikan sebagai metode dengan presisi yang sangat tinggi. Kestabilan ekstrak ditentukan dengan menganalisis ekstrak sesaat setelah disiapkan (t=0), setalah penyimpanan 2,5 jam, dan setelah penyimpanan 5 jam pada ruangan bersuhu 25 C dan terlindung dari cahaya. Data yang diperoleh menunjukkan proses penyimpanan menyebabkan perubahan luas puncak yang bervariasi pada setiap komponen ekstrak (Lampiran 11). Perubahan luas puncak masing-masing komponen ekstrak disajikan pada Gambar 13. lama penyimpanan (jam) Gambar 13 Perubahan luas puncak masing-masing komponen ekstrak akibat penyimpanan.

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Tanaman Phyllanthus niruri L.

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Tanaman Phyllanthus niruri L. TINJAUAN PUSTAKA Phyllanthus niruri L. (meniran) Meniran ialah tanaman semak semusim dengan tinggi sekitar 30 sampai 60 cm. Tanaman ini termasuk famili Euphorbiaceae, banyak ditemukan di daerah tropis

Lebih terperinci

PENGOPTIMUMAN DAN VALIDASI SIDIK JARI KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI EKSTRAK Phyllanthus niruri L. WULAN TRI WAHYUNI S.

PENGOPTIMUMAN DAN VALIDASI SIDIK JARI KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI EKSTRAK Phyllanthus niruri L. WULAN TRI WAHYUNI S. PENGOPTIMUMAN DAN VALIDASI SIDIK JARI KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI EKSTRAK Phyllanthus niruri L. WULAN TRI WAHYUNI S. SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

PENGOPTIMUMAN DAN VALIDASI SIDIK JARI KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI EKSTRAK Phyllanthus niruri L. WULAN TRI WAHYUNI S.

PENGOPTIMUMAN DAN VALIDASI SIDIK JARI KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI EKSTRAK Phyllanthus niruri L. WULAN TRI WAHYUNI S. PENGOPTIMUMAN DAN VALIDASI SIDIK JARI KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI EKSTRAK Phyllanthus niruri L. WULAN TRI WAHYUNI S. SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. (a) (b) Gambar 4 Twin trough chamber (a) dan flat bottom chamber (b)

HASIL DAN PEMBAHASAN. (a) (b) Gambar 4 Twin trough chamber (a) dan flat bottom chamber (b) 6 pengembang yang masih segar. Pelat dideteksi dengan UV 366 nm. Stabilitas Analat pada Pelat dan dalam Larutan. Ekstrak ditotolkan pada pelat 10 x 10 cm. Ekstrak dibuat sebanyak tiga buah. Ekstrak satu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi 2 dikeringkan pada suhu 105 C. Setelah 6 jam, sampel diambil dan didinginkan dalam eksikator, lalu ditimbang. Hal ini dilakukan beberapa kali sampai diperoleh bobot yang konstan (b). Kadar air sampel ditentukan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Penentuan panjang gelombang maksimum ini digunakan untuk mengetahui pada serapan berapa zat yang dibaca oleh spektrofotometer UV secara

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. a. Pemilihan komposisi fase gerak untuk analisis levofloksasin secara KCKT

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. a. Pemilihan komposisi fase gerak untuk analisis levofloksasin secara KCKT BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Pencarian kondisi analisis optimum levofloksasin a. Pemilihan komposisi fase gerak untuk analisis levofloksasin secara KCKT Pada penelitian ini digunakan

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air

HASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air Pemilihan Eluen Terbaik Pelat Kromatografi Lapis Tipis (KLT) yang digunakan adalah pelat aluminium jenis silika gel G 60 F 4. Ekstrak pekat ditotolkan pada pelat KLT. Setelah kering, langsung dielusi dalam

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengambilan Sampel Dalam penelitian ini, pengambilan lima sampel yang dilakukan dengan cara memilih madu impor berasal Jerman, Austria, China, Australia, dan Swiss yang dijual

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Penentuan kadar air berguna untuk mengidentifikasi kandungan air pada sampel sebagai persen bahan keringnya. Selain itu penentuan kadar air berfungsi untuk mengetahui

Lebih terperinci

Analisis Fenobarbital..., Tyas Setyaningsih, FMIPA UI, 2008

Analisis Fenobarbital..., Tyas Setyaningsih, FMIPA UI, 2008 4 3 5 1 2 6 Gambar 3. Alat kromatografi cair kinerja tinggi Keterangan : 1. Pompa LC-10AD (Shimadzu) 2. Injektor Rheodyne 3. Kolom Kromasil TM LC-18 25 cm x 4,6 mm 4. Detektor SPD-10 (Shimadzu) 5. Komputer

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Preparasi sampel Daging bebek yang direbus dengan parasetamol dihaluskan menggunakan blender dan ditimbang sebanyak 10 g kemudian dipreparasi dengan menambahkan asam trikloroasetat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstraksi dan Fraksinasi Sampel buah mahkota dewa yang digunakan pada penelitian ini diperoleh dari kebun percobaan Pusat Studi Biofarmaka, Institut Pertanian Bogor dalam bentuk

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Sistem kromatografi yang digunakan merupakan kromatografi fasa balik, yaitu polaritas fasa gerak lebih polar daripada fasa diam, dengan kolom C-18 (n-oktadesil silan)

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Fase gerak : dapar fosfat ph 3,5 : asetonitril (80:20) : panjang gelombang 195 nm

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Fase gerak : dapar fosfat ph 3,5 : asetonitril (80:20) : panjang gelombang 195 nm BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Optimasi Sistem KCKT Sistem KCKT yang digunakan untuk analisis senyawa siklamat adalah sebagai berikut: Fase diam : C 18 Fase gerak : dapar fosfat ph

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Uji Aktivitas dan Pemilihan Ekstrak Terbaik Buah Andaliman

HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Uji Aktivitas dan Pemilihan Ekstrak Terbaik Buah Andaliman 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Sebanyak 5 kg buah segar tanaman andaliman asal Medan diperoleh dari Pasar Senen, Jakarta. Hasil identifikasi yang dilakukan oleh Pusat Penelitian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pemeriksaan kandungan kimia kulit batang asam kandis ( Garcinia cowa. steroid, saponin, dan fenolik.(lampiran 1, Hal.

HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pemeriksaan kandungan kimia kulit batang asam kandis ( Garcinia cowa. steroid, saponin, dan fenolik.(lampiran 1, Hal. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 1. Pemeriksaan kandungan kimia kulit batang asam kandis ( Garcinia cowa Roxb.) menunjukkan adanya golongan senyawa flavonoid, terpenoid, steroid, saponin, dan fenolik.(lampiran

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pembuatan larutan induk standar fenobarbital dan diazepam

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pembuatan larutan induk standar fenobarbital dan diazepam BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PERCOBAAN 1. Pembuatan larutan induk standar fenobarbital dan diazepam Ditimbang 10,90 mg fenobarbital dan 10,90 mg diazepam, kemudian masing-masing dimasukkan ke dalam

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Perhitungan Kadar Kadar residu antibiotik golongan tetrasiklin dihitung dengan rumus:

HASIL DAN PEMBAHASAN. Perhitungan Kadar Kadar residu antibiotik golongan tetrasiklin dihitung dengan rumus: 8 Kolom : Bondapak C18 Varian 150 4,6 mm Sistem : Fase Terbalik Fase Gerak : Asam oksalat 0.0025 M - asetonitril (4:1, v/v) Laju Alir : 1 ml/menit Detektor : Berkas fotodioda 355 nm dan 368 nm Atenuasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan metode purposive sampling, dimana pengambilan sampel dilakukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan metode purposive sampling, dimana pengambilan sampel dilakukan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Preparasi Sampel Sampel telur ayam yang digunakan berasal dari swalayan di daerah Surakarta diambil sebanyak 6 jenis sampel. Metode pengambilan sampel yaitu dengan metode

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Sampel Temulawak Terpilih Pada penelitian ini sampel yang digunakan terdiri atas empat jenis sampel, yang dibedakan berdasarkan lokasi tanam dan nomor harapan. Lokasi tanam terdiri

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1.

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1. BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pada awal penelitian dilakukan determinasi tanaman yang bertujuan untuk mengetahui kebenaran identitas botani dari tanaman yang digunakan. Hasil determinasi menyatakan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat)

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat) IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat) Abstrak Kulit buah langsat diekstraksi menggunakan metode maserasi dengan pelarut yang berbeda

Lebih terperinci

BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Alat kromatografi kinerja tinggi (Shimadzu, LC-10AD VP) yang

BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Alat kromatografi kinerja tinggi (Shimadzu, LC-10AD VP) yang BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA A. ALAT Alat kromatografi kinerja tinggi (Shimadzu, LC-10AD VP) yang dilengkapi dengan detektor UV-Vis (SPD-10A VP, Shimadzu), kolom Kromasil LC-18 dengan dimensi kolom

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Persentase inhibisi = K ( S1 K

HASIL DAN PEMBAHASAN. Persentase inhibisi = K ( S1 K 7 Persentase inhibisi = K ( S1 S ) 1 K K : absorban kontrol negatif S 1 : absorban sampel dengan penambahan enzim S : absorban sampel tanpa penambahan enzim Isolasi Golongan Flavonoid (Sutradhar et al

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan III. METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan preparasi sampel, bahan, alat dan prosedur kerja yang dilakukan, yaitu : A. Sampel Uji Penelitian Tanaman Ara

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Penetapan kadar metoflutrin dengan menggunakan kromatografi gas, terlebih dahulu ditentukan kondisi optimum sistem kromatografi gas untuk analisis metoflutrin. Kondisi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 3 Perubahan konsentrasi fase gerak metanol pada metode gradien KCKT ekstrak etanol 70% S. arvensis Solo.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 3 Perubahan konsentrasi fase gerak metanol pada metode gradien KCKT ekstrak etanol 70% S. arvensis Solo. Sebanyak 1 ekor larva A. salina dimasukkan ke dalam vial yang berisi air laut. Setelah itu, masing-masing vial ditambahkan larutan ekstrak (metanol 7% dan etanol 7%) dari ekstrak S. arvensis dan C. roseus,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 14. Hasil Uji Alkaloid dengan Pereaksi Meyer; a) Akar, b) Batang, c) Kulit batang, d) Daun

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 14. Hasil Uji Alkaloid dengan Pereaksi Meyer; a) Akar, b) Batang, c) Kulit batang, d) Daun BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Uji Fitokimia Sampel Kering Avicennia marina Uji fitokimia ini dilakukan sebagai screening awal untuk mengetahui kandungan metabolit sekunder pada sampel. Dilakukan 6 uji

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah biji paria (Momordica charantia)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah biji paria (Momordica charantia) BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek dan Lokasi Penelitian Objek atau bahan penelitian ini adalah biji paria (Momordica charantia) yang diperoleh dari Kampung Pamahan, Jati Asih, Bekasi Determinasi

Lebih terperinci

Wirasuta dkk. Jurnal Farmasi Udayana Vol 5, No 2, UJI KEMURNIAN ISOLAT ANDROGRAFOLID DENGAN HPLC FASE TERBALIK

Wirasuta dkk. Jurnal Farmasi Udayana Vol 5, No 2, UJI KEMURNIAN ISOLAT ANDROGRAFOLID DENGAN HPLC FASE TERBALIK UJI KEMURNIAN ISOLAT ANDROGRAFOLID DENGAN HPLC FASE TERBALIK UJI KEMURNIAN ISOLAT ANDROGRAFOLID DENGAN HPLC FASE TERBALIK Wirasuta, I.M.A.G. 1), Astuti, N.M.W. 1), Dharmapradnyawati, N.N.P. 1), Wiputri,

Lebih terperinci

HASIL. (%) Kulit Petai 6.36 n-heksana 0,33 ± 0,06 Etil Asetat 0,32 ± 0,03 Etanol 70% 12,13 ± 0,06

HASIL. (%) Kulit Petai 6.36 n-heksana 0,33 ± 0,06 Etil Asetat 0,32 ± 0,03 Etanol 70% 12,13 ± 0,06 6 HASIL Kadar Air dan Rendemen Hasil pengukuran kadar air dari simplisia kulit petai dan nilai rendemen ekstrak dengan metode maserasi dan ultrasonikasi dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2. Hasil perhitungan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pengumpulan Sampel Pengumpulan sampel ini dilakukan berdasarkan ketidaklengkapannya informasi atau keterangan yang seharusnya dicantumkan pada etiket wadah dan atau pembungkus.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Tanaman secang (dokumen pribadi).

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Tanaman secang (dokumen pribadi). TINJAUAN PUSTAKA Secang (Caesalpinia sappan) Tanaman secang termasuk famili fabaceae. Tanaman ini merupakan tumbuhan perdu yang memanjat atau pohon kecil, berduri banyak, dengan tinggi mencapai 5-1 m.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo, BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penyiapan Sampel Sampel daging buah sirsak (Anonna Muricata Linn) yang diambil didesa Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo, terlebih

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. November Pengambilan sampel Phaeoceros laevis (L.) Prosk.

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. November Pengambilan sampel Phaeoceros laevis (L.) Prosk. BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Oktober sampai dengan November 2015. Pengambilan sampel Phaeoceros laevis (L.) Prosk. dilakukan di daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Udang windu merupakan komoditas perikanan laut yang memiliki peluang usaha cukup baik karena sangat digemari konsumen lokal (domestik) dan konsumen luar negeri. Hal

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai dengan bulan Juni 2013 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material serta di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3. 1 Waktu dan Lokasi Penelitian Waktu penelitian dimulai dari bulan Februari sampai Juni 2014. Lokasi penelitian dilakukan di berbagai tempat, antara lain: a. Determinasi sampel

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Prosedur Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Prosedur Penelitian 9 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan mulai bulan November 2010 sampai dengan bulan Juni 2011 di Laboratorium Kimia Analitik Departemen Kimia FMIPA dan Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kadar Air Ekstraksi dan Rendemen Hasil Ekstraksi

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kadar Air Ekstraksi dan Rendemen Hasil Ekstraksi 24 Rancangan ini digunakan pada penentuan nilai KHTM. Data yang diperoleh dianalisis dengan Analysis of Variance (ANOVA) pada tingkat kepercayaan 95% dan taraf α 0.05, dan menggunakan uji Tukey sebagai

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Tumbuhan labu dideterminasi untuk mengetahui kebenaran identitas botani dari tumbuhan yang digunakan. Hasil determinasi menyatakan bahwa tanaman yang diteliti adalah Cucubita

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan selama lima bulan dari bulan Mei hingga September 2011, bertempat di Laboratorium Kimia Hasil Hutan, Bengkel Teknologi Peningkatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu, dan Tempat Penelitian Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cibarunai, Kelurahan Sarijadi, Bandung. Sampel yang diambil berupa tanaman

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN 25 BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Ekstraksi simplisia segar buah duku dilakukan dengan cara dingin yaitu maserasi karena belum ada data tentang kestabilan komponen ekstrak buah duku terhadap panas.

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN. 5.1 Penyiapan Bahan Hasil determinasi tumbuhan yang telah dilakukan di UPT Balai

BAB V HASIL PENELITIAN. 5.1 Penyiapan Bahan Hasil determinasi tumbuhan yang telah dilakukan di UPT Balai 40 BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 Penyiapan Bahan Hasil determinasi tumbuhan yang telah dilakukan di UPT Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Eka Karya Bali menunjukkan bahwa sampel tumbuhan yang diambil di

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh perbedaan jenis pelarut terhadap kemampuan ekstrak daun beluntas (Pluchea indica Less.) dalam menghambat oksidasi gula. Parameter

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kadar Zat Ekstraktif Mindi Kadar ekstrak pohon mindi beragam berdasarkan bagian pohon dan jenis pelarut. Berdasarkan bagian, daun menghasilkan kadar ekstrak tertinggi yaitu

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. identitas tanaman tersebut, apakah tanaman tersebut benar-benar tanaman yang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. identitas tanaman tersebut, apakah tanaman tersebut benar-benar tanaman yang 30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Determinasi Tanaman Determinasi dari suatu tanaman bertujuan untuk mengetahui kebenaran identitas tanaman tersebut, apakah tanaman tersebut benar-benar tanaman yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah kentang merah dan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah kentang merah dan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembuatan Tepung Kentang Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah kentang merah dan kentang. Pembuatan tepung kentang dilakukan dengan tiga cara yaitu tanpa pengukusan,

Lebih terperinci

BAB II METODE PENELITIAN

BAB II METODE PENELITIAN BAB II METODE PENELITIAN A. Kategori Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni untuk mengetahui aktivitas penangkap radikal dari isolat fraksi etil asetat ekstrak etanol herba

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1.Preparasi Sampel Larutan standar dibuat dengan melarutkan standar tetrasiklin sebanyak 10 mg dalam metanol 100 ml dari larutan standar tersebut lalu dibuat larutan baku dengan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tumbuhan yang akan diteliti dideterminasi di Jurusan Pendidikan Biologi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tumbuhan yang akan diteliti dideterminasi di Jurusan Pendidikan Biologi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Determinasi Tumbuhan Tumbuhan yang akan diteliti dideterminasi di Jurusan Pendidikan Biologi FPMIPA UPI Bandung untuk mengetahui dan memastikan famili dan spesies tumbuhan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel Akar tumbuhan akar wangi sebanyak 3 kg yang dibeli dari pasar

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel Akar tumbuhan akar wangi sebanyak 3 kg yang dibeli dari pasar IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Persiapan Sampel Sampel Akar tumbuhan akar wangi sebanyak 3 kg yang dibeli dari pasar Bringharjo Yogyakarta, dibersihkan dan dikeringkan untuk menghilangkan kandungan air yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Prosedur Penggunaan Peranti Lunak ImageJ

HASIL DAN PEMBAHASAN. Prosedur Penggunaan Peranti Lunak ImageJ sedangkan PLSDA untuk mengklasifikasikan ketiga tanaman sampel ke dalam tiga kelompok tanaman yang berbeda dalam bentuk model prediksi. Model tersebut selanjutnya digunakan untuk memprediksi ketiga sampel

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan April 2013 sampai Agustus 2013 di Laboratoium Kimia Riset Makanan dan Material serta di Laboratorium Instrumen

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 500 gram yang diperoleh dari padukuhan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 500 gram yang diperoleh dari padukuhan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Preparasi Sampel Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah pandan wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 500 gram yang diperoleh dari padukuhan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. KARAKTERISASI SIMPLISIA Simplisia yang digunakan pada penelitian ini adalah tanaman sambiloto yang berasal dari Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun Artocarpus

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun Artocarpus BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek dan Lokasi Penelitian Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun Artocarpus communis (sukun) yang diperoleh dari Jawa Barat. Identifikasi dari sampel

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Agustus hingga bulan Desember 2013 di Laboratorium Bioteknologi Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 25 HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Zat Ekstraktif Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan ekstrak aseton yang diperoleh dari 2000 gram kulit A. auriculiformis A. Cunn. ex Benth. (kadar air 13,94%)

Lebih terperinci

PHARMACY, Vol.06 No. 02 Agustus 2009 ISSN Febriyanti Diah Puspita Sari*, Pri Iswati Utami*

PHARMACY, Vol.06 No. 02 Agustus 2009 ISSN Febriyanti Diah Puspita Sari*, Pri Iswati Utami* PENETAPAN KADAR KLORAMFENIKOL DALAM TETES MATA PADA SEDIAAN GENERIK DAN MERK DENGAN METODE KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI Febriyanti Diah Puspita Sari*, Pri Iswati Utami* Fakultas Farmasi Universitas

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Pengukuran serapan harus dilakukan pada panjang gelombang serapan maksimumnya agar kepekaan maksimum dapat diperoleh karena larutan dengan konsentrasi tertentu dapat memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan keragaman hayati.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan keragaman hayati. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan keragaman hayati. Letak Indonesia yang dilewati oleh garis katulistiwa berpengaruh langsung terhadap kekayaan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Uji fitokimia kulit batang Polyalthia sp (DA-TN 052) Pada uji fitokimia terhadap kulit batang Polyalthia sp (DA-TN 052) memberikan hasil positif terhadap alkaloid,

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Bahan baku dan sianokobalamin diperiksa menurut Farmakope Indonesia IV. Hasil pemeriksaan bahan baku dapat dilihat pada Tabel 4.1. Pemeriksaan Pemerian Tabel 4.1 Pemeriksaan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini telah dilakukan pengembangan dan validasi metode analisis untuk penetapan kadar vitamin A dalam minyak goreng sawit secara KCKT menggunakan kolom C 18 dengan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN di Laboratorium Biomassa Terpadu Universitas Lampung.

III. METODE PENELITIAN di Laboratorium Biomassa Terpadu Universitas Lampung. 16 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus 2012 sampai dengan bulan Maret 2013 di Laboratorium Biomassa Terpadu Universitas Lampung. 3.2 Alat

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Validasi merupakan proses penilaian terhadap parameter analitik tertentu, berdasarkan percobaan laboratorium untuk membuktikan bahwa metode tersebut memenuhi syarat sesuai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Serbuk halus daun tumbuhan jeringau sebanyak 400 g diekstraksi dengan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Serbuk halus daun tumbuhan jeringau sebanyak 400 g diekstraksi dengan 4.1 Ekstraksi dan Fraksinasi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Serbuk halus daun tumbuhan jeringau sebanyak 400 g diekstraksi dengan cara maserasi menggunakan pelarut metanol, maserasi dilakukan 3 24 jam. Tujuan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 24 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental laboratorium. Metode yang digunakan untuk mengekstraksi kandungan kimia dalam daun ciplukan (Physalis

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Absorbsi Near Infrared Sampel Tepung Ikan Absorbsi near infrared oleh 50 sampel tepung ikan dengan panjang gelombang 900 sampai 2000 nm berkisar antara 0.1 sampai 0.7. Secara grafik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang penelitian Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang kaya akan sumber daya alamnya, sehingga menjadi negara yang sangat potensial dalam bahan baku obat, karena

Lebih terperinci

dari tanaman mimba (Prijono et al. 2001). Mordue et al. (1998) melaporkan bahwa azadiraktin bekerja sebagai ecdysone blocker yang menghambat serangga

dari tanaman mimba (Prijono et al. 2001). Mordue et al. (1998) melaporkan bahwa azadiraktin bekerja sebagai ecdysone blocker yang menghambat serangga PEMBAASAN Proses ekstraksi daun ambalun dilakukan dengan metode maserasi. Ekstraksi awal dilakukan dengan pelarut n-heksana yang bersifat nonpolar. Tujuan penggunaan pelarut ini adalah untuk mendapatkan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Tanaman-tanaman yang diteliti adalah Ricinus communis L. (jarak) dan Eclipta prostrata (L.) L. (urang-aring). Pada awal penelitian dilakukan pengumpulan bahan tanaman,

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISASI AWAL BAHAN Karakterisistik bahan baku daun gambir kering yang dilakukan meliputi pengujian terhadap proksimat bahan dan kadar katekin dalam daun gambir kering.

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai Juni 2010 di Laboratorium

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai Juni 2010 di Laboratorium III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai Juni 2010 di Laboratorium Kimia Organik, Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas Lampung.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Muhammadiyah Semarang di Jalan Wonodri Sendang Raya 2A Semarang.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Muhammadiyah Semarang di Jalan Wonodri Sendang Raya 2A Semarang. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian deskriptif. B. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di laboratorium kimia program studi

Lebih terperinci

Validasi metode merupakan proses yang dilakukan

Validasi metode merupakan proses yang dilakukan TEKNIK VALIDASI METODE ANALISIS KADAR KETOPROFEN SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI Erina Oktavia 1 Validasi metode merupakan proses yang dilakukan melalui penelitian laboratorium untuk membuktikan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi Proksimat Komposisi rumput laut Padina australis yang diuji meliputi kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, dan kadar abu tidak larut asam dilakukan

Lebih terperinci

Bab III Bahan dan Metode

Bab III Bahan dan Metode Bab III Bahan dan Metode A. Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah kelapa sawit segar dan buah pascaperebusan (perebusan pada suhu 131 o C, tekanan uap 2 atmosfer, selama 100

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pemilihan Kondisi Optimum Kromatografi Gas untuk Analisis

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pemilihan Kondisi Optimum Kromatografi Gas untuk Analisis BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pemilihan Kondisi Optimum Kromatografi Gas untuk Analisis DHA Kondisi analisis optimum kromatografi gas terpilih adalah dengan pemrograman suhu dengan suhu awal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lalapan karena memiliki cita rasa yang khas. Daun muda pohpohan memiliki

I. PENDAHULUAN. lalapan karena memiliki cita rasa yang khas. Daun muda pohpohan memiliki I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daun pohpohan merupakan bagian tanaman yang digunakan sebagai lalapan karena memiliki cita rasa yang khas. Daun muda pohpohan memiliki aktivitas antioksidan yang besar,

Lebih terperinci

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Determinasi Tanaman. acuan Flora of Java: Spermatophytes only Volume 2 karangan Backer dan Van

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Determinasi Tanaman. acuan Flora of Java: Spermatophytes only Volume 2 karangan Backer dan Van 22 BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN A. Determinasi Tanaman Determinasi merupakan suatu langkah untuk mengidentifikasi suatu spesies tanaman berdasarkan kemiripan bentuk morfologi tanaman dengan buku acuan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel dari penelitian ini adalah daun murbei (Morus australis Poir) yang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel dari penelitian ini adalah daun murbei (Morus australis Poir) yang BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Sampel dan Lokasi Penelitian Sampel dari penelitian ini adalah daun murbei (Morus australis Poir) yang diperoleh dari perkebunan murbei di Kampung Cibeureum, Cisurupan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.L Hasil 4.L1. Ujifitokimiadaun Quercus gemelilflorg Bi Pada uji fitokimia terhadap daun Quercus gemelilflora Bi memberikan hasil yang positif terhadap steroid, fenolik dan

Lebih terperinci

berdasarkan kriteria Gleason dengan LD mg kg BB -1 dan tidak ditemukan gejala klinis ketoksikan yang nyata pada mencit sebagai hewan

berdasarkan kriteria Gleason dengan LD mg kg BB -1 dan tidak ditemukan gejala klinis ketoksikan yang nyata pada mencit sebagai hewan 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi yang tersebar di berbagai tipe habitat. Di hutan tropis Indonesia terdapat sekitar 30 ribu tumbuhan jauh melebihi

Lebih terperinci

BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Bahan 3.2 Alat 3.3 Penyiapan Simplisia 3.4 Karakterisasi Simplisia

BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Bahan 3.2 Alat 3.3 Penyiapan Simplisia 3.4 Karakterisasi Simplisia BAB 3 PERCOBAAN Pada bab ini dibahas tentang langkah-langkah percobaan yang dilakukan dalam penelitian meliputi bahan, alat, pengumpulan dan determinasi simplisia, karakterisasi simplisia, penapisan fitokimia,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Oktober Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Oktober Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan 30 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Waktu pelaksanaan penelitian ini adalah pada bulan Juli sampai Oktober 2013. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Sawit

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Merck, kemudian larutan DHA (oil) yang termetilasi dengan kadar akhir

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Merck, kemudian larutan DHA (oil) yang termetilasi dengan kadar akhir BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Optimasi esterifikasi DHA Dilakukan dua metode esterifikasi DHA yakni prosedur Lepage dan Merck, kemudian larutan DHA (oil) yang termetilasi dengan kadar akhir DHA

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Analisis Kuantitatif

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Analisis Kuantitatif BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Analisis Kuantitatif Departemen Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, Depok, pada

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Pendekatan Penelitian Jenis pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen. Pelaksanaannya dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu tahap penyiapan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji aktivitas antioksidan pada

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji aktivitas antioksidan pada 28 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji aktivitas antioksidan pada ektrak etanol jamur tiram dan kulit rambutan yang ditunjukkan dengan nilai IC 50 serta untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. tanaman binahong (A. cordifolia) yang diperoleh dari Desa Toima Kecamatan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. tanaman binahong (A. cordifolia) yang diperoleh dari Desa Toima Kecamatan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Latar dan Waktu Penelitian Tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah bagian daun dari tanaman binahong (A. cordifolia) yang diperoleh dari Desa Toima Kecamatan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 Juli 2015, bertempat di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 Juli 2015, bertempat di III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 Juli 2015, bertempat di Laboratorium Kimia Organik, Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

OPTIMASI DAN VALIDASI METODE ANALISIS SUKROSA UNTUK MENENTUKAN KEASLIAN MADU PERDAGANGAN MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI

OPTIMASI DAN VALIDASI METODE ANALISIS SUKROSA UNTUK MENENTUKAN KEASLIAN MADU PERDAGANGAN MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI OPTIMASI DAN VALIDASI METODE ANALISIS SUKROSA UNTUK MENENTUKAN KEASLIAN MADU PERDAGANGAN MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI Aqnes Budiarti 1*, Ibrahim Arifin 1 1 Fakultas Farmasi Universitas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Laboratorium Kimia Analitik

BAB III METODE PENELITIAN. di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Laboratorium Kimia Analitik 30 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan dari bulan November 2011 sampai Mei 2012 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Laboratorium Kimia Analitik Instrumen

Lebih terperinci

ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR

ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR LAMPIRAN... vi DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... viii PENDAHULUAN... 1 BAB I. TINJAUAN PUSTAKA... 3 1.1. Tinjauan Tumbuhan...

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Laboratorium Bioavailabilitas dan Bioekivalensi, Departemen Farmasi,

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Laboratorium Bioavailabilitas dan Bioekivalensi, Departemen Farmasi, BAB III BAHAN DAN CARA KERJA A. LOKASI Laboratorium Bioavailabilitas dan Bioekivalensi, Departemen Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia. B. BAHAN Levofloksasin

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengembangan metode dapat dilakukan dalam semua tahapan ataupun

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengembangan metode dapat dilakukan dalam semua tahapan ataupun BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Pengembangan Metode Pengembangan metode dapat dilakukan dalam semua tahapan ataupun hanya salah satu tahapan saja. Pengembangan metode dilakukan karena metode

Lebih terperinci