BIODIVERSITAS DAN SIFAT KIMIA TANAH PADA EKOSISTEM LADA DAN UBI KAYU DI LAMPUNG TIMUR ARFI IRAWATI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BIODIVERSITAS DAN SIFAT KIMIA TANAH PADA EKOSISTEM LADA DAN UBI KAYU DI LAMPUNG TIMUR ARFI IRAWATI"

Transkripsi

1 34 BIODIVERSITAS DAN SIFAT KIMIA TANAH PADA EKOSISTEM LADA DAN UBI KAYU DI LAMPUNG TIMUR ARFI IRAWATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015

2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Biodiversitas dan Sifat Kimia Tanah pada Ekosistem Lada dan Ubi Kayu di Lampung Timur adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Agustus 2015 Arfi Irawati NIM A

3

4 RINGKASAN ARFI IRAWATI. Biodiversitas dan Sifat Kimia Tanah pada Ekosistem Lada dan Ubi Kayu di Lampung Timur. Dibimbing oleh RAHAYU WIDYASTUTI, ATANG SUTANDI dan KOMARUDDIN IDRIS. Biodiversitas tanah merupakan keragaman sifat biologi tanah yang terjadi di permukaan tanah hingga ke daerah rizosfer atau pada kedalaman tanah tertentu. Keragaman sifat kimia, fisika dan biologi tanah pada suatu ekosistem pertanian akan mempengaruhi tingkat kesuburan tanah sehingga dalam pengelolaan tanah perlu disesuaikan dengan karakteristik komoditas yang akan dikembangkan. Tanaman budidaya dapat menjadi penciri spesifik bagi suatu daerah, dalam hal ini tanaman lada merupakan komoditas asli Daerah Lampung yang produk pasca panennya dikenal sebagai Lada Hitam Lampung dan ubi kayu merupakan tanaman yang memiliki nilai investasi agribisnis dan fungsi ketahanan pangan. Permasalahan yang terjadi pada tanaman lada adalah produksi yang rendah (8.25%) berada di bawah potensi hasil yaitu 4 ton.h -1 per tahun, sedangkan tanaman ubi kayu telah dapat mencapai target (87.63%) dari potensi produksi nasional ton.h -1 per tahun. Oleh karena itu perlu adanya upaya untuk meningkatkan produksi lada dan mempertahankan produksi ubi kayu dikarenakan kedua komoditas tersebut merupakan komoditas unggulan. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari biodiversitas fauna tanah, mikrob tanah fungsional dan sifat kimia tanah pada ekosistem lada dan ubi kayu serta kontribusi sifat-sifat biologi dan kimia tanah sebagai penciri dari kedua ekosistem tersebut. Pelaksanaan penelitian dimulai pada Bulan Juli 2013 sampai Februari Lokasi pengambilan contoh tanah pada wilayah kecamatan Sukadana dan Margatiga di Kabupaten Lampung Timur. Ektraksi fauna tanah dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Indentifikasi fauna tanah dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Tanah dan analisis kimia tanah dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Institut Pertanian Bogor. Bahan kimia untuk mengektraksi fauna tanah adalah etilen glikol dan alkohol 70% untuk mengidentifikasi dan menyimpan fauna tanah, sedangkan alat yang digunakan adalah berlese funnel extractor. Analisis mikrob tanah fungsional menggunakan bahan dan alat untuk membuat media spesifik bagi pertumbuhan azotobacter, mikrob pelarut fosfat, mikrob sellulotik, total fungi dan total mikrob. Analisis sifat kimia tanah menggunakan bahan dan alat laboratorium yang disesuaikan dengan metode yang dilakukan untuk mengetahui kadar air, ph, N total, P tersedia, P potensial, K potensial, C organik, Al dapat ditukar (Aldd), H dapat ditukar (Hdd), kapasitas tukar kation (KTK), kejenuhan basa (KB), Ca dapat ditukar (Cadd), Mg dapat ditukar (Mgdd), K dapat ditukar (Kdd), Na dapat ditukar (Nadd) dan tekstur di laboratorium. Perhitungan dilakukan terhadap jumlah fauna tanah, indeks keragaman Shannon, indeks kemerataan Pielou, indeks dominansi Simpson, bobot biomassa fauna tanah, populasi mikrob tanah fungsional dan sifat kimia tanah. Variabilitas data pada setiap lokasi pengambilan contoh tanah diuji menggunakan standar deviasi dan uji t (p<0,05) dilakukan untuk membandingkan dua nilai tengah variabel pengamatan. Analisis diskiriminan dilakukan untuk mengetahui peranan dari variabel pengamatan yang dapat menjadi penciri yang membedakan ekosistem lada dan ubi kayu. Keseluruhan data dianalisis menggunakan program Statistical Product and Service Solution versi 16 (SPSS 16). Berdasarkan hasil indentifikasi fauna tanah, ditemukan sebanyak 11 taksa yang dikelompokkan sebagai mesofauna (Acari dan Collembola), sedangkan yang termasuk makrofauna (Aranea, Coleoptera, Diplura, Diplopoda, Chilopoda, Hymenoptera, Isopoda,

5 Isoptera dan Pseudoscorpion). Total jumlah fauna tanah yang ditemukan pada kedua ekosistem adalah individu, dalam hal ini jumlah makrofauna lebih dominan dibandingkan dengan jumlah mesofauna. Kemungkinan terdapat keadaan yang sesuai bagi perkembangan makrofauna tanah, yaitu berkurangnya kompetisi dalam memperoleh sumber makanan dan terjaminnya ketersediaan ruang gerak untuk mendukung aktivitas fauna tanah dan mempertahankan populasi. Pada ekosistem lada, berdasarkan lama penggunaan terjadi pengurangan jumlah taksa pada lama penggunaan lahan yaitu menjadi 10 taksa karena tidak ditemukan Diplopoda. Pada ekosistem ubi kayu, pengaruh lama penggunaan lahan 5 tahun secara signifikan tidak berbeda nyata dengan lama penggunaan lahan 6-13 tahun. Rata-rata populasi azotobacter, mikrob sellulotik dan total mikrob, pada ekosistem lada lebih tinggi dan berbeda secara signifikan dengan ekosistem ubi kayu. Sedangkan rata-rata populasi mikrob pelarut fosfat dan total fungi tidak berbeda nyata pada ekosistem lada dibandingkan ekosistem ubi kayu. Berdasarkan lama penggunaan lahan dapat diketahui bahwa suatu ekosistem yang telah digunakan untuk menanam tanaman budidaya selama kurun waktu tertentu, ternyata menunjukkan pengaruh yang tidak signifikan terhadap populasi mikrob tanah fungsional pada ekosistem lada dan ubi kayu. Sifat kimia tanah pada ekosistem lada tidak berbeda nyata secara signifikan dengan ekosistem ubi kayu, tetapi terjadi heterogenitas terhadap nilai rata-rata yang dapat disebabkan perubahan iklim, tindakan budidaya tanaman yang dilakukan dan campur tangan manusia. Untuk mengetahui informasi mengenai variabel pengamatan yang paling berperan (berkontribusi) sebagai faktor pembeda pada ekosistem lada dan ubi kayu, dimana variabel pengamatan yang memiliki nilai koefisien yang lebih besar akan menyumbangkan kekuatan diskriminasi yang lebih besar pada kedua ekosistem. Variabel-variabel tersebut adalah KTK, Aldd, kandungan liat, C organic, kandungan pasir dan total mikrob. Kata kunci: fauna tanah, mikrob fungsional, penggunaan lahan SUMMARY ARFI IRAWATI. Soil Biodiversity and Soil Chemistry at Pepper and Cassava Ecosystems in East Lampung. Supervised by RAHAYU WIDYASTUTI, ATANG SUTANDI and KOMARUDDIN IDRIS. Soil biodiversity is the variability among organisms living in the soil, from the soil surface to the rhizosphere, or in specific soil depth. The diversity of the chemical, physical and biological

6 soil in an agricultural ecosystem will affect the level of soil fertility so that the soil management needs to be adapted to the characteristics of commodities that will be developed. Crops are able to be a specific marker for a region and in this case the native commodities in Lampung are pepper plant that is known as Lampung Black Pepper and also cassava as a valuable crops in agribusiness investment and food security functions. The main problems that happened in the pepper production is the actual productivity (8.25%) lower than the potential productivity, i.e. 4 ton.h -1, while the cassava plant has been able to reach the target (87.63%) of the national potential production about ton.h -1. Therefore, it is important to increase the production of pepper and keep up the cassava production. The objective of this research was to study the biodiversity of soil fauna, soil microbial functional groups and chemical characteristic of soil in the ecosystem of pepper and cassava along with the contribution of the characteristic of biological and chemical soil as an additional indicator of these ecosystems. The study was started from July 2013 to February The location of soil sampling was in Margatiga and Sukadana districts in East Lampung Regency. Extraction of soil fauna was carried out in the Laboratory of Biotechnology, Faculty of Agriculture, University of Lampung. Identification of soil fauna was conducted at the Laboratory of Soil Biotechnology and soil chemical analysis was carried out in the Laboratory of Soil Chemistry and Fertility, Department of Soil Science and Land Resources, Bogor Agricultural University. Chemical materials for soil fauna extraction was ethylene glycol and alcohol 70% was used to preserve soil fauna samples. Berlese funnel extractor was used to extract soil fauna. Analysis of the soil microbial functional groups were used a specific medium for azotobacter, phosphate solubilizing microbes, sellullotic microbes, population of total fungi and microbes. Analysis of soil chemical properties used materials and laboratory equipments that was adapted to the method to determine water content, ph, total N, available P, potential P, the potential K, organic C, exchangeable Al, exchangeable H, cation exchange capacity (CEC), based saturation (BS), exchangeable Ca, exchangeable Mg, exchangeable K, exchangeable Na and soil textures. The calculation was performed for soil fauna population, Shannon's diversity index, Pielou's evenness index, Simpson s dominance index, soil fauna biomass, population of soil microbial functional groups and soil chemical characteristics. The variability of the data at each site soil sampling was tested by using standard deviation and t-test (p <0.05) in order to compare the two mean values of observation variables. Discriminant analysis was conducted to determine the role of observation variables that could be a marker to distinguish pepper and cassaca ecosystems. All the data were analyzed using the program Statistical Product and Service Solutions (SPSS 16). The identified soil fauna in pepper and cassava ecosystems presented 11 taxa which were classified as mesofauna (Acari and Collembola) and macrofauna (Aranea, Coleoptera, Diplura, Diplopoda, Chilopoda, Hymenoptera, Isopoda, Isoptera and Pseudoscorpion). The total soil fauna abundance found in both ecosystems were individuals, which the macrofauna abundance were more dominant than the mesofauna. It was assumed that environmental condition was more suitable for soil macrofauna than mesofauna since there were less food competition and ensuring the space availability to support the activities of soil fauna and maintain the population. In pepper ecosystems, after years, one taxa were disappeared, i.e. Diplopod group. In the cassava ecosystem, the effect of land use time 5 years was not significantly different with land use time of 6-13 years. The average population of azotobacters, cellullotic microbes and total microbes in pepper ecosystem significantly higher than cassava ecosystem.while the average population of phosphate solubilizing microbes and total fungi in the ecosystem was not significantly different with the ecosystem pepper cassava. Moreover, based on the land use time could be seen that an

7 ecosystem that has been used to grow crops for a certain period had no significant effect on soil microbial functional groups in both ecosystems. Soil chemical properties in the ecosystem was not significantly different between the pepper and cassava ecosystem, but the heterogeneity of the average value could be influenced by climate change, the actions and the cultivation of human intervention. Based on discriminat analysis showed that the variables had contribution to differentiate the both ecosystems were (CEC), exchangeable Al, clay content, organic carbon, sand content and total microbes. Keywords: functional microbes, land use, soil fauna

8

9 BIODIVERSITAS DAN SIFAT KIMIA TANAH PADA EKOSISTEM LADA DAN UBI KAYU DI LAMPUNG TIMUR ARFI IRAWATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015

10 BIODIVERSITAS DAN SIFAT KIMIA TANAH PADA EKOSISTEM LADA DAN UBI KAYU DI LAMPUNG TIMUR ARFI IRAWATI Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Tanah SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015

11 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL vi DAFTAR GAMBAR vii DAFTAR LAMPIRAN vii 1 PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 2 Tujuan Penelitian 2 Manfaat Penelitian 2 2 METODE PENELITIAN 3 Bahan 3 Alat 4 Prosedur 5 Analisis Data 9 3 HASIL DAN PEMBAHASAN 10 Kondisi Umum Wilayah 10 Kelimpahan Fauna Tanah 12 Biomassa Fauna Tanah 18 Populasi Mikroba Tanah Fungsional 21 Sifat Kimia Tanah 24 4 SIMPULAN DAN SARAN 30 Simpulan 30 Saran 30 DAFTAR PUSTAKA 31 LAMPIRAN 34 RIWAYAT HIDUP 43

12 DAFTAR TABEL 1 Medium spesifik untuk menentukan kelompok mikrob tanah fungsional 3 2 Parameter pengamatan dan metode analisis sifat kimia tanah 4 3 Referensi bobot individu fauna tanah 7 4 Kriteria penilaian hasil analisis sifat kimia tanah 9 5 Data curah bulanan (mm.bln -1 ) tahun 2013 di wilayah Kecamatan Sukadana 10 dan Margatiga, Lampung Timur 6 Jenis tanah dan lama penggunaan lahan lada dan ubi kayu pada lokasi 11 pengambilan contoh tanah di Lampung Timur 7 Rata-rata kelimpahan fauna tanah (individu.m -2 ) pada ekosistem lada dan ubi 14 kayu di Lampung Timur 8 Rata-rata kelimpahan fauna tanah (individu.m -2 ) pada ekosistem lada 16 berdasarkan lama penggunaan lahan ( 10 tahun dan tahun) di Lampung Timur 9 Rata-rata kelimpahan fauna tanah (individu.m -2 ) pada ekosistem ubi kayu 17 berdasarkan lama penggunaan lahan ( 5 tahun dan 6-13 tahun) di Lampung Timur 10 Rata-rata biomassa fauna tanah (mg.m -2 ) pada ekosistem lada dan ubi kayu di 19 Lampung Timur 11 Rata-rata biomassa fauna tanah pada ekosistem lada berdasarkan lama 20 penggunaan lahan ( 10 tahun dan tahun) di Lampung Timur 12 Rata-rata biomassa fauna tanah (mg.m -2 ) pada ekosistem ubi kayu 21 berdasarkan lama penggunaan lahan ( 5 tahun dan 6-13 tahun) di Lampung Timur 13 Rata-rata populasi mikrob tanah fungsional (log cfu.bkm -1 ) pada ekosistem 22 lada dan ubi kayu di Lampung Timur 14 Rata-rata populasi mikrob tanah fungsional (log cfu.bkm -1 ) pada ekosistem 22 lada berdasarkan lama penggunaan lahan ( 10 tahun dan tahun) di Lampung Timur 15 Rata-rata populasi mikrob tanah fungsional (log cfu.bkm -1 ) pada ekosistem 23 ubi kayu berdasarkan lama penggunaan lahan ( 5 tahun dan 6-13 tahun) di Lampung Timur 16 Sifat-sifat kimia dan tekstur tanah pada ekosistem lada dan ubi kayu di 24 Lampung Timur 17 Tabel karakteristik sifat kimia tanah pada ekosistem lada dan ubi kayu di 25 Lampung Timur 18 Sifat kimia tanah pada ekosistem lada berdasarkan lama penggunaan lahan 26 ( 10 tahun dan tahun) di Lampung Timur 19 Sifat kimia tanah pada ekosistem ubi kayu berdasarkan lama penggunaan 27 lahan ( 5 tahun dan 6-13 tahun) di Lampung Timur 20 Nilai Wilks lamda terhadap ekosistem lada dan ubi kayu Koefisien fungsi diskriminan terstandardisasi terhadap rata-rata kelimpahan 28 fauna, mikrob fungsional dan sifat kimia tanah 22 Hasil klasifikasi terhadap keanggotaan dalam kelompok ekosistem 29

13 DAFTAR GAMBAR 1 Berlese Funnel Extractor untuk mengekstraksi contoh tanah 4 2 Titik pengambilan contoh tanah pada luasan 0.5 ha pada ekosistem lada dan 5 ubi kayu di Lampung Timur 3 Total kelimpahan fauna tanah pada ekosistem lada dan ubi kayu di Lampung 13 Timur 4 Total biomassa fauna tanah pada ekosistem lada dan ubi kayu di Lampung Timur 18 DAFTAR LAMPIRAN 1 Lokasi pengambilan contoh tanah di Lampung Timur 34 2 Informasi kondisi lahan sebagai lokasi pengambilan contoh tanah penelitian 35 3 Fauna tanah pada ekosistem lada di Lampung Timur 37 4 Fauna tanah pada ekosistem ubi kayu di Lampung Timur 38 5 Mikrob tanah fungsional pada ekosistem lada di Lampung Timur 39 6 Mikrob tanah fungsional pada ekosistem ubi kayu di Lampung Timur 40 7 Kelimpahan fauna tanah (individu.m -2 ) pada ekosistem lada di 41 Lampung Timur 8 Kelimpahan fauna tanah (individu.m -2 ) pada ekosistem ubi kayu di Lampung 41 Timur 9 Populasi mikrob tanah fungsional (log cfu.bkm -1 ) pada ekosistem lada di 42 Lampung Timur 10 Populasi mikrob tanah fungsional (log cfu.bkm -1 ) pada ekosistem ubi kayu di Lampung Timur 42

14 35 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Biodiversitas tanah merupakan keragaman sifat biologi tanah yang terjadi di permukaan tanah hingga ke daerah rizosfer atau pada kedalaman tanah tertentu. Biodiversitas tanah pada lingkungan tumbuh tanaman akan melengkapi data sifat kimia dan fisika tanah yang telah lebih dahulu menjadi fokus perhatian dalam pengelolaan tanah pertanian. Keragaman sifat kimia, fisika dan biologi tanah pada suatu ekosistem pertanian akan mempengaruhi tingkat kesuburan tanah sehingga dalam pengelolaan tanah perlu disesuaikan dengan karakteristik komoditas yang akan dikembangkan. Menurut Breure (2004), biodiversitas tanah ditujukan terhadap semua organisme yang hidup di dalam tanah yang dapat dikelompokkan ke dalam makro, meso maupun mikrofauna dan kelompok mikrob yaitu bakteri, jamur, protozoa dan alga. Mikrob tanah memiliki peranan penting dalam mempertahankan kemampuan tanah secara terus menerus dengan menjaga fungsi ekologi di daerah perakaran melalui hubungan timbal balik dengan tanaman pada suatu ekosistem. Tanah yang sehat didefinisikan sebagai tanah yang mampu mendukung fungsi suatu ekosistem, mampu mendukung pertumbuhan dan produktivitas tanaman secara biologi dan mampu mempertahankan kualitas lingkungan (Doran dan Safley 1997). Kesuburan tanah untuk kegiatan pertanian umumnya terbatas pada pengelolaan unsur hara dan tindakan pencegahan terjadinya kekurangan unsur hara, sedangkan tanah yang sehat merujuk secara global terhadap kemampuan tanah yang berfungsi sebagai suatu sistem kehidupan yang berkelanjutan dalam suatu ekosistem (Doran dan Zeiss 2000). Tanah memiliki keragaman biologi yang sangat tinggi dan organisme tanah merupakan faktor kunci yang akan dipengaruhi oleh tanah sebagai habitatnya (Havlicek 2012). Sifat-sifat tanah akan berhubungan dengan pengolahan tanah, residu pengelolaan lahan, rotasi tanaman dan input kimia yang dapat memperkirakan kualitas tanah pada suatu ekosistem. Hal tersebut dengan mempertimbangkan kehadiran makro, meso dan mikrofauna karena organisme tanah tersebut berpengaruh terhadap status unsur hara, struktur tanah dan proses-proses yang terjadi di dalam tanah (Elliot et al. 1996). Hubungan antara keragaman produsen tingkat 1 (tanaman) dengan dekomposer yaitu mikrob dan kelompok fauna tanah dapat menjadi petunjuk dasar dari keberadaan suatu ekosistem yang berfungsi sebagai ekosistem pertanian (Schloter et al. 2003). Tanaman budidaya dapat menjadi penciri spesifik bagi suatu daerah. Tanaman lada merupakan komoditas asli Daerah Lampung yang produk pasca panennya dikenal sebagai Lada Hitam Lampung (Lampung Black Pepper) dan ubi kayu merupakan tanaman yang memiliki nilai investasi di bidang agribisnis dan memiliki peranan penting untuk ketahanan pangan. Menurut Suyamto dan Wargiono (2009), salah satu cara untuk pengembangan agribisnis ubi kayu dalam usaha memenuhi kebutuhan pangan dan bahan baku industri adalah dengan

15 36 menerapkan pengelolaan tanaman terpadu pada tanah dan Ultisols. Lampung Timur adalah salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang merupakan sentra pertanaman lada dan ubi kayu. Data pada tahun 2013 menunjukkan bahwa luas tanaman lada di Kabupaten Lampung Timur adalah ha dengan produktivitas 0.33 ton.ha -1 per tahun, sedangkan luas tanaman ubi kayu adalah ha dengan produktivitas ton.ha -1 per tahun (BPS Lampung Timur 2014). Dengan demikian, Lampung Timur memiliki potensi wilayah yang mendukung budidaya tanaman lada dan ubi kayu, sehingga apabila disertai dengan memperbaiki sifat biologi dan kimia tanah maka akan dapat meningkatkan produktivitas lahan kedua komoditas tersebut. Perumusan Masalah Permasalahan yang terjadi pada tanaman lada adalah produktivitas yang rendah (8.25%) berada di bawah potensi hasil yaitu 4 ton.h -1, selain itu terjadi penurunan luas lahan yang salah satunya diakibatkan alih fungsi lahan sehingga mempengaruhi penurunan produksi lada. Alih fungsi lahan yang dimaksud adalah dengan mengganti tanaman lada menjadi tanaman ubi kayu sehingga kemudian tanaman lada ditinggalkan petani. Padahal lada masih memiliki harga jual yang tinggi. Dalam hal ini tanaman ubi kayu telah dapat mencapai target (87.63%) dari potensi produksi nasional ton.h -1. Oleh karena itu perlu adanya upaya untuk meningkatkan produksi lada dan mempertahankan produksi ubi kayu dengan memanfaatkan hasil analisis yang dilakukan terhadap biodiversitas tanah dan sifat kimia tanah pada ekosistem lada dan ubi kayu, dikarenakan kedua komoditas tersebut merupakan komoditas unggulan daerah. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari biodiversitas fauna tanah, mikrob tanah fungsional dan sifat kimia tanah pada ekosistem lada dan ubi kayu serta kontribusi sifat-sifat biologi dan kimia tanah sebagai penciri dari kedua ekosistem tersebut. Manfaat Penelitian Hasil penelitian dapat dimanfaatkan menjadi data dasar karena data yang diperoleh merupakan gambaran kondisi tanah sekarang yang dapat menjadi bagian dari bahan pertimbangan untuk pengambilan keputusan dalam melakukan pengelolaan tanah bagi tanaman lada dan ubi kayu di Lampung Timur.

16 37 2 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Pelaksanaan penelitian dimulai pada Bulan Juli 2013 sampai Februari Lokasi pengambilan contoh di Kabupaten Lampung Timur yaitu di Desa Sukadana Timur, Sukadana Baru, Margatiga, Lehan, Pakuan Aji, Putra Aji, Surya Mataram, Gedungwani, Sukaraja dan Sukadana Selatan. Desa-desa tersebut berada di wilayah Kecamatan Sukadana dan Margatiga. Pengambilan contoh tanah dilakukan pada ekosistem lada dan ubi kayu yang masih produktif. Pada penelitian ini, ektraksi fauna tanah dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Indentifikasi fauna tanah dan analisis mikrob tanah fungsional dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Tanah dan analisis kimia tanah dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Institut Pertanian Bogor. Bahan Bahan kimia yang digunakan untuk menampung fauna tanah hasil ekstraksi adalah etilen glikol, sedangkan untuk mengidentifikasi dan menyimpan fauna tanah digunakan alkohol 70%. Analisis mikrob menggunakan bahan-bahan untuk pembuatan larutan pengenceran (larutan fisiologis) dan media spesifik bagi pertumbuhan mikrob tanah fungsional (Tabel 1). Analisis sifat kimia dan tekstur tanah menggunakan bahan-bahan yang sesuai dengan metode analisis untuk setiap parameter pengamatan (Tabel 2). Tabel 1 Medium spesifik untuk menentukan kelompok mikrob tanah fungsional No. Mikrob fungsional Media 1. Azotobacter Nitrogen Free Media (NFM) 2. Mikrob pelarut fosfat Pikovskaya 3. Mikrob sellulotik Carboxymethyl cellulase (CMC) 4. Total Fungi Martin agar 5. Total mikrob Nutrient agar

17 38 Tabel 2 Parameter pengamatan dan metode analisis sifat kimia tanah No. Parameter Metode Analisis 1. ph H 2 O; KCl 2. N total (%) Kjeldahl 3 P (ppm); P (mg.100g -1 ) Bray I; HCl 25% 4. K (mg.100g -1 ) HCL 25 % 5. C organik (%) Walkey and Black 6. Aldd; Hdd (cmol (+) kg -1 ) Titrasi 7. KTK (cmol (+) kg -1 ) Destilasi 8. KB (%) Perkolasi 9. Cadd;Mgdd;Kdd;Nadd (cmol (+) kg -1 ) Perkolasi 10. Tekstur Metode pipet Alat Pada pengamatan fauna tanah, alat yang digunakan untuk mengekstraksi contoh tanah adalah Berlese Funnel Extractor dan untuk mengidentifikasi fauna tanah hasil ekstraksi digunakan stereomikroskop. Berlese Funnel Extractor merupakan serangkaian alat yang digunakan untuk mengekstrak dan mengumpulkan fauna tanah. Alat ini terdiri dari lampu bohlam 40 watt, pipa paralon berdiameter 20 cm, kain penutup, corong plastik berukuran besar, kain kasa berukuran 2 mm dan botol penampung berdiameter 6 cm (Gambar 1).

18 39 Gambar 1 Berlese Funnel Extractor untuk mengekstraksi contoh tanah Berlese Funnel Extractor disusun dengan cara: Pipa paralon yang berisi contoh tanah diletakkan di atas sebuah corong plastik berukuran besar. Sebelumnya diletakkan kain kasa berukuran 2 mm di bagian bawah paralon yang berfungsi untuk menyaring fauna tanah sekaligus menahan tanah turun ke botol penampung. Lampu bohlam (40 watt) yang berfungsi sebagai sumber panas, dipasang ± 10 cm di atas pipa. Fauna tanah akan turun sebagai reaksi dari panas yang diberikan, sehingga akhirnya tertampung pada botol yang berisi etilen glikol sebanyak 30 ml. Etilen glikol berfungsi sebagai pengawet sementara bagi fauna tanah. Fauna tanah hasil ekstraksi akan disimpan dalam alkohol 70%. Alat-alat laboratorium yang digunakan pada analisis mikroba tanah fungsional diantaranya adalah timbangan digital, autoklaf dan laminar flow. Analisis sifat-sifat kimia tanah menggunakan alat-alat laboratorium diantaranya yaitu ph-meter, flamefotometer dan Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS). Prosedur Pengambilan Contoh Tanah Lokasi pengambilan contoh tanah berada pada kondisi lahan yang relatif homogen. Pada 20 lokasi, contoh tanah yang diambil berasal dari lahan seluas 0.5 ha. Pengambilan contoh tanah dilakukan secara diagonal dari 5 titik pengambilan contoh tanah pada kedalaman 0 20 cm. Contoh tanah untuk pengamatan fauna tanah diambil dari 20 lokasi sehingga diperoleh 100 contoh tanah dalam paralon. Contoh tanah komposit digunakan untuk pengamatan populasi mikrob tanah fungsional dan sifat kimia tanah yaitu dengan mengambil sebanyak 1-2 kg dari kelima titik tersebut kemudian dicampur merata. Untuk analisis mikrob tanah fungsional maka contoh tanah dikemas di dalam cool box untuk menjaga suhu tetap kondusif bagi kehidupan mikrob tanah (2-4 o C), sedangkan untuk pengamatan sifat kimia tanah maka contoh tanah dikemas secara baik yaitu disimpan dengan cara memasukkan contoh tanah dalam kantong plastik ± 2 kg kemudian diikat dan ditutup rapat serta diberi kode berupa catatan tentang lokasi dan waktu pengambilan contoh tanah. Titik pengambilan contoh tanah

19 40 Gambar 2 Titik pengambilan contoh tanah pada luasan 0.5 ha pada ekosistem lada dan ubi kayu di Lampung Timur Fauna Tanah Contoh tanah diekstraksi dengan Berlese Funnel Extractor selama 7 10 hari dengan suhu tidak lebih dari 60 o C karena pada suhu yang lebih tinggi akan mempengaruhi kondisi fauna tanah yang sangat rentan dan dapat mengalami kematian. Fauna tanah hasil ekstraksi disimpan ke dalam tempat (botol penampung) yang berisi alkohol 70% sebanyak 30 ml, kemudian dilakukan pengamatan menggunakan stereomikroskop. Identifikasi fauna tanah mengacu kepada Borror et al. (1989) dan Coleman et al. (2004). Perhitungan dilakukan terhadap jumlah individu, keragaman, kemerataan, dominansi dan bobot biomassa fauna tanah yaitu: 1. Jumlah individu fauna tanah ditetapkan dengan rumus Meyer (1996) dalam Margurran (2004). I = IS A Keterangan : I = jumlah individu/m 2 IS = rata-rata jumlah individu per contoh tanah A = luas paralon (m 2 ) = r 2 π = (10 cm) 2 x 3.14 = 314 cm 2 = m 2 2. Keragaman fauna tanah yang menggambarkan banyaknya taksa (kelompok) dalam suatu habitat dihitung berdasarkan rumus indeks keragaman Shannon (Ludwig dan Reynold 1988; Margurran 2004). Keterangan: H ' = S i=1 (pi ) (ln pi ) H = indek keragaman Shannon pi = ni/n ni = jumlah individu jenis ke-i N = jumlah total individu fauna dalam contoh tanah Kriteria indeks keragaman: H <1.0 = keragaman rendah 1.0<H <3.322 = keragaman sedang H >3.322 = keragaman tinggi 3. Kemerataan fauna tanah dihitung menggunakan rumus indeks kemerataan Pielou (1969;1975) dalam Margurran (2004). H' E= H max Keterangan : E = Indeks kemerataan H = Indeks keragaman H max = Indeks keragaman maksimum (ln S) S = Jumlah jenis Kriteria nilai indeks kemerataan (0 1) : E > 0.5 = kemerataan tinggi E < 0.5 = kemerataan rendah

20 41 4. Dominansi fauna tanah dihitung menggunakan rumus indeks dominansi Simpson (Ludwig dan Reynold 1988; Margurran 2004). n D= pi 2 i=1 Keterangan : D = Indeks dominansi Simpson pi = ni/n ni = jumlah individu jenis ke-i N = jumlah total individu fauna dalam contoh tanah Kriteria nilai indeks dominansi : D < 0.5 = dominansi rendah D > 0.5 = dominansi tinggi 5. Biomasa fauna tanah adalah ukuran berat (massa) seluruh organisme hidup suatu habitat pada waktu tertentu yang diukur dalam satuan miligram (mg) dan dihitung dengan merujuk pada tabel bobot individu fauna tanah (Widyastuti 2002) (Tabel 3). Tabel 3 Referensi bobot individu fauna tanah No. Taksa Bobot Individu (mg) Referensi 1. Acari : Oribatida Edwards (1967) Lainnya Edwards (1967) 2. Collembola : Hypogastruridae Edwards (1967) Onychiuridae Edwards (1967) Isotomidae Edwards (1967) Entomobrydae Edwards (1967) Sminthuridae Edwards (1967) Poduridae Edwards (1967) Neelidae Edwards (1967) 3. Protura Hanagarth et al. (1999) 4. Symphila Hanagarth et al. (1999) 5. Araneae (Spiders) Hanagarth et al. (1999) 6. Coleoptera: Carabidae Hanagarth et al. (1999) Staphylinidae Hanagarth et al. (1999) Lainnya Hanagarth et al. (1999) Coleoptera (larva) Hanagarth et al. (1999) 7. Diptera Edwards (1967) Diptera (Larva) Hanagarth et al. (1999) 8. Chilopoda Hanagarth et al. (1999) 9. Diplopoda Hanagarth et al. (1999) 10. Diplura Hanagarth et al. (1999) 11. Hemiptera Hanagarth et al. (1999) 12. Homoptera Hanagarth et al. (1999) 13. Hymenoptera: Formicidae Petersen and Luxton (1982) Lainnya Petersen and Luxton (1982) 14. Isopoda Hanagarth et al. (1999) 15. Isoptera Petersen and Luxton (1982) 16. Lepidoptera (larva) Hanagarth et al. (1999) 17. Oligochaeta: Earthworms Petersen and Luxton (1982) Enchytraeids Petersen and Luxton (1982) 18. Orthoptera Hanagarth et al. (1999) 19. Pseudoscorpiones Hanagarth et al. (1999) 20. Psocoptera Edwards (1967) 21. Thysanoptera Hanagarth et al. (1999) 22. Trichoptera Hanagarth et al. (1999) Sumber : Widyastuti (2002)

21 42 Mikrob Tanah Fungsional Seri pengenceran Sebanyak 10 g contoh tanah dimasukkan ke dalam 90 ml larutan pengenceran (NaCl 0.85%) sehingga menjadi 100 ml larutan. Kemudian diambil 1 ml dan ditambahkan ke dalam 9 ml larutan pengenceran dalam tabung reaksi untuk memperoleh pengenceran Dari pengenceran tersebut, kemudian diambil 1 ml dan ditambahkan ke dalam 9 ml larutan pengenceran pada tabung reaksi yang lain sehingga diperoleh pengenceran 10-3, demikian seterusnya hingga diperoleh pengenceran Tingkat pengenceran yang dilakukan untuk masingmasing parameter mikrob tanah fungsional adalah: Populasi azotobacter: pengenceran 10-3 dan 10-4 Populasi mikrob pelarut fosfat: pengenceran 10-3 dan 10-4 Populasi mikrob sellulotik: pengenceran 10-3 dan 10-4 Total fungi: pengenceran 10-3 dan 10-4 Total mikrob: pengenceran 10-6 dan 10-7 Medium spesifik yang digunakan, kemudian disterilkan dengan menggunakan autoklaf. Tahap analisis mikrob selanjutnya dilakukan di dalam laminar flow yaitu memasukkan 1 ml dari larutan pengenceran ke dalam cawan petri, kemudian ditambahkan medium steril (47-50 o C) sebanyak ml dan digoyangkan supaya menyebar dan merata. Metode cawan hitung Prinsip dari metode cawan hitung adalah menumbuhkan sel mikrob yang masih hidup pada medium agar sehingga sel mikrob tersebut akan berkembangbiak dan membentuk koloni yang dapat dilihat langsung dengan mata tanpa menggunakan mikroskop. Hasil akhir penghitungan mikrob tanah fungsional pada cawan menggunakan colony forming unit (cfu) per berat kering mutlak (bkm) yaitu sel tunggal atau sekumpulan sel yang jika ditumbuhkan dalam cawan akan membentuk koloni dan telah dikonversi ke dalam berat kering mutlak contoh tanah. Pengamatan populasi koloni dilakukan terhadap kelompok mikrob tanah fungsional yaitu azotobacter, mikrob pelarut fosfat, mikrob sellulotik, total fungi dan total mikrob. Asumsi yang digunakan pada metode ini adalah bahwa tiap mikrob yang hidup pada suspensi tanah yang berkembang membentuk suatu koloni dalam keadaan lingkungan memungkinkan. Identifikasi koloni Koloni yang tumbuh pada media spesifik dihitung jumlahnya dengan memperhatikan beberapa syarat yaitu: 1. Azotobacter pada media NFM dicirikan dengan munculnya koloni kecil, biasanya memiliki permukaan cekung dibagian tengah seperti susu dan mengkilap. 2. Mikroba pelarut fosfat membentuk koloni dengan zona bening pada medium pikovskaya. 3. Mikroba sellulotik pada media agar CMC akan memiliki daerah yang terang di sekitar koloni setelah diwarnai dengan merah kongo 3 4 tetes ke cawan petri sehingga dapat membantu dalam identifikasi koloni.

22 43 4. Fungi yang tumbuh pada media martin agar umumnya berbentuk spora yang berasal dari miselium yang aktif tumbuh dan berada dalam kondisi dorman. Syarat koloni yang dapat dihitung adalah: 1. Satu koloni dihitung satu koloni. 2. Dua koloni yang bertumpuk dihitung satu koloni. 3. Beberapa koloni yang berhubungan dihitung satu koloni. 4. Dua koloni yang berhimpitan dan masih dapat dibedakan dihitung dua koloni. 5. Koloni yang terlalu besar (lebih dari setengah luas cawan) tidak dihitung. 6. Koloni yang besar kurang dari setengah luas cawan dihitung satu koloni. Populasi mikrob dihitung berdasarkan jumlah koloni yang tumbuh di dalam cawan petri pada tingkat pengenceran tertentu sehingga diperoleh nilai cfu/bkm. Populasi mikrob (cfu/bkm) = 1 Jumlah koloni x ( faktor pengenceran ) Analisis Sifat Kimia Tanah Hasil analisis sifat-sifat kimia tanah berdasarkan kriteria penilaian hasil analisis tanah Balai Penelitian Tanah (2005) (Tabel 4). Tabel 4 Kriteria penilaian hasil analisis sifat kimia tanah Nilai Parameter Tanah Sangat Sangat Rendah Sedang Tinggi Rendah Tinggi N (%) < >0.75 P 2 O 5 Bray 1 (ppm P) < >15 P 2 O 5 HCl 25% (mg.100g -1 ) < >60 K 2 O HCl 25% (mg.100g -1 ) < >60 KTK (cmol (+) kg -1 ) < >40 KB (%) < >80 Ca (cmol (+) kg -1 ) < >20 Mg (cmol (+) kg -1 ) < >8 K (cmol (+) kg -1 ) < >1.0 Na (cmol (+) kg -1 ) < >1.0 sangat masam Masam ph < Sumber : Balai Penelitian Tanah (2005) bkm Agak Masam Netral Agak alkalis Alkalis >8.5 Analisis Data Variabilitas data pada setiap lokasi pengambilan contoh tanah diuji menggunakan standar deviasi. Dua nilai tengah variabel pengamatan dibandingkan menggunakan uji t (p<0.05). Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui berbeda atau tidaknya nilai tengah variabel pengamatan pada kedua lokasi penelitian. Kemudian dilakukan analisis diskriminan untuk mengetahui kontribusi dari peubah-peubah atau variabel pengamatan yang membedakan ekosistem lada dan ubi kayu. Keseluruhan data dianalisis menggunakan program Statistical Product and Service Solution versi 16 (SPSS 16).

23 44 3 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Wilayah Kabupaten Lampung Timur terletak pada posisi ' BT ' BT dan 4 37' LS 5 37' LS dan berjarak km dari ibukota propinsi. Suhu udara berkisar antara C. Wilayah Lampung Timur berada pada ketinggian 25 meter di atas permukaan laut (m dpl). Curah hujan rata-rata tahunan sebesar mm termasuk dalam kategori iklim B menurut Smith dan Ferguson yang dicirikan oleh bulan basah selama 6 bulan yaitu Desember Juni dan bulan kering selama 6 bulan yaitu Juli Nopember (BPS Lampung Timur 2014). Pengambilan contoh tanah dilakukan pada bulan Agustus 2013 yaitu pada kondisi curah hujan berjumlah 2 mm.bln -1 di wilayah Kecamatan Sukadana dan 1 mm.bln -1 di wilayah Kecamatan Margatiga (Tabel 5). Tabel 5 Data curah bulanan (mm.bln -1 ) tahun 2013 di wilayah Kecamatan Sukadana dan Margatiga, Lampung Timur Bulan Sukadana Marga Tiga mm.bln -1 Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus 2 1 September 0 2 Oktober Nopember Desember Sumber : BPS Lampung Timur (2014) Pemilihan lokasi dilakukan melalui penelusuran data sekunder dan informasi yang diperoleh dari penyuluh pertanian dan petani setempat. Berdasarkan hal tersebut, terpilih Kecamatan Sukadana dan Margatiga yang memiliki luas panen lada tertinggi di Kabupaten Lampung Timur. Selama ini, pada kedua kecamatan tersebut merupakan wilayah potensial untuk pengembangan tanaman lada dan terdapat juga tanaman ubi kayu yang menjadi tanaman pilihan petani untuk menggantikan tanaman lain yang sudah tidak produktif. Hal ini menjadi penyebab yang mempengaruhi terjadinya penurunan luas panen tanaman lada, selain karena serangan hama penyakit dan alih fungsi lahan lainnya. Pengambilan contoh tanah pada ekosistem lada dilakukan pada lahan yang telah ditanami selama 10 tahun hingga 20 tahun. Ekosistem lada yang tanamannya berumur 10 tahun merupakan tanaman lada yang telah menggantikan tanaman

24 45 lada yang sudah tidak produktif. Pada budidaya lada, petani tidak melakukan pemupukan dan pemeliharaan tanaman secara intensif karena petani masih beranggapan bahwa tanaman masih dapat tumbuh dengan baik dan memberikan hasil panen yang cukup. Pada ekosistem ubi kayu, pengambilan contoh tanah dilakukan saat tanaman berumur 6 bulan yaitu pada lahan yang telah ditanami selama 3 tahun hingga 13 tahun. Pengolahan tanah, pemupukan dan pemeliharaan tanaman pada ubi kayu dilakukan lebih intensif dibandingkan terhadap tanaman lada. Sejarah penggunaan lahan pada ekosistem lada dan ubi kayu adalah semak belukar dan pernah ditanami padi lahan kering, jagung, kedelai, kakao dan kopi (Tabel 6). Tabel 6 Jenis tanah dan lama penggunaan lahan lada dan ubi kayu pada lokasi pengambilan contoh tanah di Lampung Timur Lokasi Jenis tanah Tanaman Lama penggunaan lahan Sukadana Timur Ultisols Lada (tahun 1998) 15 tahun Sukadana Baru Lada (tahun 2000) 13 tahun Margatiga Lada (tahun 2003) 10 tahun Lehan Lada (tahun 1998) 15 tahun Pakuan Aji Lada (tahun 2003) 10 tahun Putra Aji Lada (tahun 1993) 20 tahun Surya Mataram Lada (tahun 2003) 10 tahun Gedungwani Timur Lada (tahun 2003) 10 tahun Sukaraja Lada (tahun 2000) 10 tahun Sukadana Selatan Lada (tahun 2000) 13 tahun Sukadana Timur Ultisols Ubi kayu (tahun 2005) 8 tahun Sukadana Baru Ubi kayu (tahun 2000) 13 tahun Margatiga Ubi kayu (tahun 2008) 5 tahun Lehan Ubi kayu (tahun 2006) 7 tahun Pakuan Aji Ubi kayu (tahun 2007) 6 tahun Putra Aji Ubi kayu (tahun 2010) 3 tahun Surya Mataram Ubi kayu (tahun 2007) 6 tahun Gedungwani Timur Ubi kayu ( tahun 2008) 5 tahun Sukaraja Ubi kayu (tahun 2008) 5 tahun Sukadana Selatan Ubi kayu (tahun 2009) 4 tahun Jenis tanah pada lokasi penelitian dikelompokkan ke dalam ordo sebanyak 18 lokasi dan 2 lokasi termasuk ke dalam ordo Ultisols. Ordo dapat bergradasi ke ordo lain dan terjadi di bawah bentuk lahan yang bervariasi serta ditemukan vegetasi yang sangat beragam (Rachim dan Arifin 2011). dapat disebut sebagai tanah muda karena profilnya mempunyai horizon yang pembentukannya agak cepat sebagai hasil perubahan bahan induk. Tanah memiliki produktivitas alamiah yang sangat beragam dan berguna untuk tanah pertanian dengan tingkat kesuburan dari rendah hingga sedang bahkan dapat menjadi sangat cocok untuk pertumbuhan tanaman tertentu. misalnya di daerah Kerinci Jambi sangat baik untuk tanaman kopi. Ultisols dapat menjadi tanah yang produktif dengan pemberian pupuk buatan dan dapat

25 46 memberikan respon baik terhadap pengelolaan tanah karena memiliki golongan liat tipe 1:1 yang bersama dengan oksida besi dan aluminium dapat menjamin daya olah yang baik (Soepardi 1983). Liat tipe 1:1 disebut juga kaolinit yang liatnya tidak mudah terdispersi, dapat membentuk agregat yang stabil dan memiliki sifat tidak mudah mengembang. Karakteristik tanaman lada dan ubi kayu merupakan bagian penting dalam upaya mempertahankan dan mengembangkan kedua tanaman tersebut. Tanaman lada (Piper nigrum L.) sebagai King of Spice dapat ditanam pada daerah yang memiliki ketinggian tempat m dpl (di atas permukaan laut), curah hujan mm.tahun -1 dengan jumlah hari hujan hari per tahun, kisaran suhu o C, kelembaban 60-93% dan terdapat keseimbangan perbedaan antara musim hujan dan musim kemarau. Ubikayu modern (Manihot esculenta Cranzt) merupakan salah satu spesies dari genus Manihot yang telah teridentifikasi dan dibudidayakan secara komersial yang secara taksonomi sinonim dengan Manihot utilissima. Tanaman ubikayu akan tumbuh baik pada daerah dengan ketinggian <1500 dpl, memiliki curah hujan mm.tahun -1, kisaran suhu o C, tumbuh baik pada tanah bertekstur berpasir hingga liat dan gembur serta berkembang optimal pada ph 5.8 (ph ). Kelimpahan Fauna Tanah Biodiversitas adalah keragaman organisme hidup yang berada di daerah daratan, laut dan ekosistem air termasuk juga aspek ekologi berupa keragaman individu dalam suatu spesies, keragaman antar spesies dan keragaman dalam suatu ekosistem. Keragaman berguna untuk menggambarkan keberadaan individu suatu spesies atau kelompok suatu spesies dalam ekosistem yang menjelaskan tentang proses ekologi yang berbeda-beda. Biodiversitas merupakan fungsi dari beberapa komponen yaitu (1) Total jumlah spesies yang ditemukan dan kekayaan spesies; (2) Keragaman genetik dalam suatu spesies; (3) Keragaman ekosistem (pertanian atau alami); (4) Distribusi individu dari suatu spesies (kemerataan) (Breure 2004). Sistem klasifikasi fauna tanah Van der Drift (1951 dalam Widyastuti 2002) berdasarkan ukuran tubuh yaitu kelompok mikrofauna (<0.2 mm), mesofauna ( mm), makrofauna ( mm) dan mega fauna (>20.0 mm). Berdasarkan hasil indentifikasi, fauna tanah yang ditemukan dikelompokkan ke dalam 11 taksa yaitu Acari, Collembola, Aranea, Coleoptera, Diplura, Diplopoda, Chilopoda, Hymenoptera, Isopoda, Isoptera dan Pseudoscorpion. Kelompok mesofauna yaitu Acari dan Collembola, sedangkan yang termasuk kelompok makrofauna adalah Aranea, Coleoptera, Diplura, Diplopoda, Chilopoda (Centipedes), Hymenoptera, Isopoda, Isoptera dan Pseudoscorpion. Total kelimpahan fauna tanah pada ekosistem lada sebesar 7210 individu yang terdiri dari 860 individu dalam kelompok mesofauna dan 6350 individu dalam kelompok makrofauna. Total kelimpahan fauna tanah pada ekosistem ubi kayu lebih tinggi yaitu terdapat individu terdiri dari 447 individu dalam

26 47 kelompok mesofauna dan 9872 individu dalam kelompok makrofauna. Total jumlah fauna tanah yang ditemukan pada kedua ekosistem adalah individu (Gambar 3). Total Individu Lada Mesofauna Ubi kayu Ekosistem Ekosistem Gambar 3 Total kelimpahan fauna tanah pada ekosistem lada dan ubi kayu di Lampung Timur Populasi fauna tanah yang lebih tinggi pada ekosistem ubi kayu dibandingkan dengan ekosistem lada menunjukkan bahwa tindakan penggunaan lahan dapat mempengaruhi kelimpahan fauna tanah. Hal ini juga dapat diketahui dari jumlah makrofauna yang lebih dominan dibandingkan dengan jumlah mesofauna pada kedua ekosistem. Kemungkinan yang terjadi adalah terdapat keadaan yang sesuai bagi perkembangan makrofauna tanah, yaitu berkurangnya kompetisi dalam memperoleh sumber makanan dan terjaminnya ketersediaan ruang gerak untuk mendukung aktivitas fauna tanah dan mempertahankan populasi. Hubungan fungsional yang terjadi pada siklus rantai makanan dapat dilihat pada makrofauna yang akan memanfaatkan fauna tanah yang ukurannya lebih kecil sebagai sumber makanan. Hasil penelitian menunjukkan populasi mesofauna yang lebih rendah dibandingkan makrofauna. Penyebab lain rendahnya populasi mesofauna adalah berkurangnya kemampuan dalam menyesuaikan diri dengan cekaman lingkungan. Hal ini dipengaruhi oleh kondisi curah hujan yang rendah (bulan Agustus) pada waktu pengambilan contoh tanah. Demikian halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Widyastuti (2002) bahwa jumlah fauna tanah mengalami penurunan pada periode lahan sawah tidak ditanami (bera) yaitu bulan Agustus-Oktober. Fauna tanah yang terdapat di ekosistem lada dan ubi kayu merupakan arthropoda tanah yang memiliki sifat-sifat khas yang dapat mempengaruhi prosesproses yang terjadi di dalam tanah. Menurut Borror et al. (1989), arthropoda dicirikan dengan memiliki bagian tubuh yang beruas, tidak hanya pada kakinya. Arthropoda memanfaatkan serasah sebagai tempat hidup dan sumber makanannya. Moldenke (1999) menyatakan bahwa yang termasuk ke dalam kelompok arthropoda predator dan parasit yaitu acari, aranea, hymenoptera dan pseudoscorpion. Acari dan isoptera merupakan kelompok arthropoda penghancur yang dapat menjadi hama bagi tanaman karena memakan akar tanaman yang masih hidup bila bahan makanan dari sumber yang telah mati ternyata kurang mencukupi. Acari dan colembola (springtails) merupakan kelompok mikro arthropoda pemakan fungi dan beberapa jenis bakteri yang ada di permukaan akar. Total Individu Makrofauna Lada Ubi kayu

27 48 Fauna tanah memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam mempertahankan hidupnya yaitu pada kondisi lingkungan spesifik yang paling memungkinkan bagi kehidupan dan aktivitasnya. Berdasarkan hal tersebut, kemudian dilihat pengaruh ekosistem terhadap rata-rata jumlah fauna tanah pada masing-masing taksa (Tabel 7). Hasil uji nilai tengah menunjukkan bahwa ratarata kelimpahan fauna tanah pada masing-masing taksa tidak berbeda nyata pada ekosistem lada dengan ekosistem ubi kayu, kecuali pada Pseudoscorpion yang berbeda nyata. Hal ini dapat disebabkan Pseudoscorpion memiliki sifat khas yaitu menyukai tempat yang memiliki naungan seperti kondisi pada ekosistem lada dan tersedianya sumber makanan yang sesuai karena merupakan kelompok predator yang memakan fauna dengan ukuran tubuh lebih kecil seperti acari-mites dan hymenoptera (formicidae) (Moldenke 1999). Tabel 7 Rata-rata kelimpahan fauna tanah (individu.m -2 ) pada ekosistem lada dan ubi kayu di Lampung Timur Taksa Ekosistem lada Ekosistem ubi kayu Rata-rata STD Rata-rata STD (individu.m -2 ) a Mesofauna Acari 69 a a Collembola 17 a a Makrofauna Araneae 26 a a Chilopoda 21 a a Coleoptera 89 a a Diplura 136 a a Diplopoda 11 a a Hymenoptera 152 a a Isopoda 125 a a Isoptera 21 a a Pseudoscorpion 49 a b Jumlah taksa Total individu.m Indeks Keragaman Shannon (H ) Indeks Kemerataan Pielou (E) Indeks Dominansi Simpson (D) a Angka yang diikuti huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda menurut uji t pada taraf 5%; STD = Standar deviasi Keragaman fauna tanah dapat dikelompokkan berdasarkan besarnya nilai indeks keragaman Shannon (H ) yaitu pada ekosistem lada H = 1.85 dan pada ekosistem ubi kayu H = Kedua nilai tersebut termasuk dalam kategori sedang (1.0<H <3.322 ) yang berarti bahwa pada keragaman yang sedang akan terdapat kondisi ekosistem cukup seimbang, memiliki tekanan ekologis yang sedang dan produktivitas lahan yang cukup. Semakin tinggi nilai H maka akan

28 49 semakin tinggi keanekaragaman atau jumlah jenis fauna tanah. Menurut Schloter et al. (2003) bahwa indeks keragaman Shannon menunjukkan distribusi dari kelimpahan spesies dan dapat mengungkap spesies yang jarang ditemukan. Indeks kemerataan Pielou (E) pada ekosistem lada sebesar 0.77 dan pada ekosistem ubi kayu sebesar Hal ini berarti bahwa pada ekosistem lada menunjukkan penyebaran individu fauna tanah yang lebih merata dibandingkan ekosistem ubi kayu dan kemungkinan masih ada fauna tanah yang mendominasi. Nilai kemerataan yang mendekati 1 berarti bahwa indeks kemerataan mendekati nilai maksimal (0-1) dan indeks kemerataan ini dapat digunakan untuk menunjukkan derajat kemerataan terhadap kelimpahan jenis dan dapat menjadi indikator adanya dominansi suatu spesies dalam suatu komunitas. Indeks dominansi Simpson menunjukkan distribusi kelimpahan suatu spesies yang dititikberatkan pada spesies yang sering ditemui (Schloter et al. 2003). Indeks dominansi Simpson (D) pada ekosistem lada adalah rendah dan fauna tanah yang mendominasi pada ekosistem lada yaitu Hymenoptera, Famili Formicidae (semut). Sedangkan pada ekosistem ubi kayu (D = 0.31) menunjukkan dominansi sedang dan fauna tanah yang mendominasi adalah Hymenoptera (Famili Formicidae) dan Isopoda. Dominansi oleh Hymenoptera dapat dipengaruhi oleh kemampuannya yang lebih mudah beradaptasi dengan mudah pada kondisi lingkungan yang terbuka seperti pada ekosistem ubi kayu, bahkan pada saat terjadi perubahan faktor lingkungan. Menurut Borror et al. (1996), Hymenoptera merupakan kelompok taksa yang memiliki keragaman besar terhadap kebiasaan dan perilaku sosialnya (serangga eusosial), hidupnya berkoloni dengan beberapa tingkatan (kasta). Famili Formicidae (semut) terdapat di semua habitat darat dan jumlahnya melebihi berbagai jenis hewan darat lainnya. Formicidae memiliki kebiasaan makan yang beragam yaitu banyak yang memakan hewan lain dalam keadaan hidup atau mati (karnivora), beberapa makan tanaman (herbivora), jamur dan di dalam sarang makan sekresi dan bertukar makanan dengan individu lain. Coleman et al. (2004), semut memiliki pengaruh yang besar dalam suatu ekosistem yaitu sebagai ecosystems engineers dan mempengaruhi karakteristik tanah. Umumnya bersifat sebagai predator terhadap invertebrata kecil termasuk Acari (Oribatida-Mites) dan dapat mengurangi kelimpahan predator lain (Spiders). Menurut Coleman (2004), bahwa Isopoda umumnya sebagai saprofor dan merupakan serangga persemaian yang disebut serangga gulung yang mampu menggulungkan tubuhnya seperti bola dan merupakan hama penting bagi tumbuh-tumbuhan yang dibudidayakan (Borror et al. 1989). Pada ekosistem lada, berdasarkan lama penggunaan lahan tidak terdapat perbedaan terhadap rata-rata jumlah fauna tanah masing-masing taksa, antara lama penggunaan lahan 10 tahun dan tahun (Tabel 8). Tetapi terjadi pengurangan jumlah taksa pada lama penggunaan lahan yaitu menjadi 10 taksa karena tidak ditemukan Diplopoda. Indeks keragaman Shannon sedang (H = 1.96) dan kategori tinggi untuk indeks kemerataan Pielou (E = 0.85). Indeks dominansi Simpson rendah (D = 0.16) menunjukkan bahwa ekosistem dapat didominasi oleh lebih dari satu jenis fauna tanah. Fauna tanah yang mendominasi pada lama penggunaan lahan 10 tahun adalah Hymenoptera dan Diplura, sedangkan pada lama penggunaan lahan adalah Coleoptera dan Isopoda, Berkurangnya jumlah taksa pada penggunaan lahan tahun dapat disebabkan

29 50 adanya kompetisi antar jenis fauna tanah. Persaingan dalam memanfaatkan sumber makanan maupun energi dan persaingan dalam pemangsaan terhadap fauna tanah yang ukurannya lebih kecil. Kecenderungan tersebut menyebabkan terjadinya penurunan kemampuan mempertahankan populasi, sehingga suatu jenis hanya bertahan dalam beberapa generasi. Kecepatan penambahan dan pengurangan jenis dapat terjadi karena populasi yang padat atau menurut Sugiyarto (2003) makrofauna tanah dapat merespon perubahan lingkungan dengan cara bermigrasi ke tempat lain. Menurut Mazzoncini et al. (2010) bahwa keragaman populasi mesofauna (mikroarthropoda) sedikit dipengaruhi oleh pengolahan tanah dan dapat menyebabkan ketidakseimbangan yang mempengaruhi biodiversitas fauna tanah pada seluruh taksa (Liiri 2012). Keberadaan fauna tanah memberikan pengaruh terhadap total individu, jumlah jenis dan kelimpahan fauna tanah, sedangkan untuk dapat mengetahui tingkat kesuburan tanah maka diperlukan pengamatan secara menyeluruh terhadap fauna dan mikrob tanah serta produktivitas tanah (Zhu dan Zhu 2015). Tabel 8 Rata-rata kelimpahan fauna tanah (individu.m -2 ) pada ekosistem lada berdasarkan lama penggunaan lahan ( 10 tahun dan tahun) di Lampung Timur Taksa 10 thn thn Rata-rata STD Rata-rata STD (individu.m -2 ) a Mesofauna Acari 52 a a 95 Collembola 26 a 27 9 a 14 Makrofauna Araneae 20 a a 16 Chilopoda 28 a a 14 Coleoptera 6 a a 167 Diplura 152 a a 54 Diplopoda 22a 13 0b 0 Hymenoptera 191 a a 77 Isopoda 88 a a 302 Isoptera 46 a a 11 Pseudoscorpion 40 a a 44 Jumlah taksa Total individu.m Indeks Keragaman Shannon (H ) Indeks Kemerataan Pielou (E) Indeks Dominansi Simpson (D) a Angka yang diikuti huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda menurut uji t pada taraf 5%; STD = Standar deviasi Pada ekosistem ubi kayu, pengaruh lama penggunaan lahan 5 tahun tidak berbeda nyata dengan lama penggunaan lahan 6-13 tahun terhadap rata-rata kelimpahan fauna tanah (individu.m -2 ) (Tabel 9). Hal ini menunjukkan bahwa pada lama penggunaan lahan yang berbeda tidak mempengaruhi kelimpahan fauna tanah, namun variasi kelimpahan fauna tanah masih dapat dilihat pada masing-masing lokasi pengambilan contoh tanah. Indeks keragaman Shannon

30 51 (sedang), indeks kemerataan Pielou (rendah), baik pada lama penggunaan lahan 5 tahun maupun 6-13 tahun. Indeks dominansi Simpson termasuk kategori rendah, baik pada lama penggunaan lahan 5 tahun maupun 6-13 tahun. Dalam hal ini kelimpahan fauna tanah didominasi oleh Hymenoptera, baik pada lama penggunaan lahan 5 tahun maupun 6-13 tahun yang disebabkan Hymenoptera memiliki rata-rata jumlah fauna tanah yang tertinggi. Tabel 9 Rata-rata kelimpahan fauna tanah (individu.m -2 ) pada ekosistem ubi kayu berdasarkan lama penggunaan lahan ( 5 tahun dan 6-13 tahun) di Lampung Timur Taksa 5thn 6-13 thn Rata-rata STD Rata-rata STD (individu.m -2 ) a Mesofauna Acari 32 a a 30 Collembola 5 a 5 19 a 32 Makrofauna Araneae 19 a a 14 Chilopoda 30 a a 16 Coleoptera 44 a a 16 Diplura 120 a a 97 Diplopoda 15 a 34 1 a 3 Hymenoptera 553 a a 623 Isopoda 38 a a 379 Isoptera 10 a a 28 Pseudoscorpion 23 a 21 5 a 8 Jumlah taksa Total individu.m Indeks Keragaman Shannon (H ) Indeks Kemerataan Pielou (E) Indeks Dominansi Simpson (D) a Angka yang diikuti huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda menurut uji t pada taraf 5%; STD = Standar deviasi Pada penelitian ini, indeks keragaman fauna tanah dalam kelompok sedang, baik pada ekosistem lada maupun ubi kayu sehingga dapat memberikan gambaran tentang keragaman jumlah jenis yang ditemukan tidak banyak, karena menurut Partaya (2002) bahwa suatu komunitas mempunyai keanekaragaman jenis yang tinggi jika komunitas tersebut disusun oleh banyak jenis dengan kelimpahan yang sama atau hampir sama. Menurut de Goede and Brussaard (2001) bahwa sejak terjadi keseimbangan yang baik pada kelompok arthropoda tanah maka akan bermanfaat dalam menguraikan residu tanaman menjadi humus dan menyediakan kembali unsur hara yang diperlukan untuk pertanaman berikutnya. Demikian halnya dengan hasil penelitian Widyastuti (2005) menunjukkan bahwa fauna tanah dapat membantu meningkatkan ketersediaan unsur hara pada lahan sawah tadah hujan selama musim kering yang akan digunakan oleh tanaman padi untuk musim tanam berikutnya. Menurut Li et al. (2014) bahwa makrofauna pada periode freeze-thaw memiliki peranan yang cukup besar dalam pelepasan N dari dekomposisi serasah cemara dibandingkan dengan mesofauna.

31 52 Biomassa Fauna Tanah Biomassa fauna tanah sangat dipengaruhi oleh kelimpahan dan perbedaan bobot individu fauna tanah dan merupakan salah satu sumber bahan organik dalam tanah. Keragaman sifat biologi tanah termasuk didalamnya adalah ukuran dan kepadatan populasi mikrob, jumlah dan biomassa mikrofauna dan makrofauna (Elliot et al. 1996). Dalam hal ini total biomassa fauna tanah lebih tinggi pada ekosistem ubi kayu yaitu sebesar mg (biomassa mesofauna = mg dan makrofauna = mg) di bandingkan ekosistem lada sebesar mg (biomassa mesofauna = mg dan makrofauna = mg) (Gambar 4). 100 Mesofauna 4000 Makrofauna Biomassa (mg) Biomassa (mg) Lada Ekosistem Ubi kayu Gambar 4 Total biomassa fauna tanah pada ekosistem lada dan ubi kayu di Lampung Timur Berdasarkan rata-rata biomassa setiap taksa, diketahui bahwa rata-rata biomassa fauna tanah pada ekosistem lada tidak berbeda nyata dengan ekosistem ubi kayu, kecuali biomassa Pseudoscorpion (Tabel 10), dimana hal ini berkaitan dengan populasi Pseudoscorpion pada kedua ekosistem tersebut. Walaupun ratarata biomassa fauna tanah pada kedua ekosistem tidak berbeda nyata, tetapi heterogenitas antar lokasi pengambilan contoh tanah menunjukkan keragaman yang cukup bervariasi. Menurut Tan et al. (2010); Xin et al. (2012) bahwa biomassa fauna tanah dipengaruhi oleh fauna tanah dengan ukuran tubuh yang berbeda-beda dan memiliki peranan serta respon yang berbeda terhadap perubahan lingkungan. Pada ekosistem lada, rata-rata biomassa fauna tanah (mg.m -2 ) pada setiap taksa menunjukkan tidak berbeda nyata dengan ekosistem ubi kayu, kecuali pada Pseudoscorpion yang berbeda nyata. Berdasarkan rata-rata biomassa fauna tanah dapat diketahui bahwa indeks keragaman Shannon sedang (H = 1.81) dan indeks kemerataan Pielou tinggi (E = 0.75). Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata biomassa fauna tanah relatif menyebar merata dan tidak ada dominansi. Hal ini dijelaskan dengan indeks dominansi Simpson rendah (D = 0.24). Pada ekosistem ubi kayu, rata-rata biomassa fauna tanah menunjukkan indeks keragaman Shannon sedang (H = 1.04) dan indeks kemerataan Pielou rendah (E =0.43). Indeks kemerataan yang relatif rendah berkaitan dengan nilai indeks dominansi Simpson yang sedang (D = 0.59) menunjukkan bahwa yang mendominasi adalah Hymenoptera (Tabel 10). 0 Lada Ekosistem Ubi kayu

32 53 Tabel 10 Rata-rata biomassa fauna tanah (mg.m -2 ) pada ekosistem lada dan ubi kayu di Lampung Timur Taksa Ekosistem lada Ekosistem ubi kayu Rata-rata STD Rata-rata STD (mg.m -2 ) a Mesofauna Acari 0.08 a a 0.02 Collembola 8.65 a a Makrofauna Araneae a a 7.38 Chilopoda 1.09 a a 0.93 Coleoptera a a Diplura 2.73 a a 1.81 Diplopoda a a Hymenoptera a a Isopoda a a Isoptera a a Pseudoscorpion 7.77 a b 2.86 Jumlah taksa Total biomassa (mg.m -2 ) Indeks Keragaman Shannon (H ) Indeks Kemerataan Pielou (E) Indeks Dominansi Simpson (D) a Angka yang diikuti huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda menurut uji t pada taraf 5%; STD = Standar deviasi Berdasarkan lama penggunaan lahan, pada ekosistem lada, rata-rata biomassa fauna tanah pada lama penggunaan lahan 10 tahun tidak berbeda nyata dengan lama penggunaan lahan tahun, kecuali berbeda nyata terhadap biomassa Diplopoda (Tabel 11). Hal ini disebabkan terjadinya pengurangan jumlah taksa pada lama penggunaan tahun, sehingga berpengaruh terhadap bobot biomassanya. Menurut Bargett et al. (1998) bahwa pengaruh kegiatan pertanian pada arthropoda dapat menyebabkan fast cycle sehingga keragaman akan berkurang, tetapi tidak ada kepastian arthropoda terbaik antara pertanian organik dan intensif karena sangat dipengaruhi oleh lokasi, iklim, jenis tanaman dan jenis arthropodanya (Hole et al. 2005). Pada lama penggunaan lahan 10 tahun indeks keragaman Shannon menunjukkan keragaman yang sedang (H = 1.69) dan indeks kemerataan Pielou tinggi (E = 0.70) dengan indeks dominansi Simpson rendah (D = 0.28). Hal ini menunjukkan jumlah jenis cukup beragam dengan kemerataan biomassa yang tinggi sehingga tidak ada taksa yang mendominasi. Pada lama penggunaan lahan tahun, walaupun terdapat 10 taksa tetapi menunjukkan indeks keragaman Shannon yang sedang (H = 1.30), indeks kemerataan Pielou yang relatif tinggi (E = 0.56) dengan indeks dominansi Simpson yang rendah (D = 0.40). Dalam hal ini masih terdapat fauna tanah yang mendominasi dengan rata-rata biomassa yang tertinggi yaitu Coleoptera, pada lama penggunaan lahan tahun pada ekosistem lada.

33 54 Tabel 11 Rata-rata biomassa fauna tanah pada ekosistem lada berdasarkan lama penggunaan lahan ( 10 tahun dan tahun) di Lampung Timur Taksa 10 tahun tahun Rata-rata STD Rata-rata STD (individu.m -2 ) a Mesofauna Acari 0.06 a a 0.09 Collembola a a 6.56 Makrofauna Araneae a a 8.70 Chilopoda 1.46 a a 0.84 Coleoptera 5.56 a a Diplura 3.03 a a 1.03 Diplopoda a b 0 Hymenoptera a a Isopoda 9.94 a a 3.23 Isoptera 27.4 a a 7.70 Pseudoscorpion 7.27 a a 6.93 Jumlah taksa Total biomassa (mg.m -2 ) Indeks Keragaman Shannon (H ) Indeks Kemerataan Pielou (E) Indeks Dominansi Simpson (D) a Angka yang diikuti huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda menurut uji t pada taraf 5%; STD = Standar deviasi Pada ekosistem ubi kayu, rata-rata biomassa fauna tanah pada lama penggunaan lahan 5 tahun tidak berbeda nyata dengan lama penggunaan lahan 6-13 tahun (Tabel 12). Indeks keragaman Shannon dan indeks kemerataan Pielou pada kedua lama penggunaan lahan termasuk dalam kategori rendah. Hal ini menunjukkan terjadinya dominansi yaitu pada lama penggunaan lahan 5 tahun memiliki indeks dominansi Simpson yang tinggi (D = 0.61) yaitu dominansi oleh Hymenoptera yang menunjukkan rata-rata biomassa tertinggi. Sedangkan pada lama penggunaan lahan 6-13 tahun memiliki indeks dominansi Simpson yang sedang ( D = 0.58) dan terdapat dua taksa yang mendominasi yaitu Hymenoptera dan Isopoda. Hymenoptera memiliki populasi yang lebih tinggi dibandingkan fauna tanah lain yang ada di ekosistem lada dan ubi kayu dan merupakan fauna tanah yang mudah beradaptasi, bahkan pada lingkungan yang ekstrim. Kemudian bobot tubuh yang dimiliki juga lebih tinggi sehingga dapat menyumbangkan biomassa yang besar. Hal ini mempengaruhi total biomassa pada lama penggunaan lahan 5 tahun menjadi tinggi daripada lama penggunaan lahan 6-13 tahun.

34 55 Tabel 12 Rata-rata biomassa fauna tanah (mg.m -2 ) pada ekosistem ubi kayu berdasarkan lama penggunaan lahan ( 5 tahun dan 6-13 tahun) di Lampung Timur Taksa 5thn 6-13 thn Rata-rata STD Rata-rata STD (individu.m -2 ) a Mesofauna Acari 0.04 a a 0.03 Collembola 2.50 a a 7.92 Makrofauna Araneae a a 7.92 Chilopoda 1.58 a a 0.84 Coleoptera a a Diplura 2.40 a a 1.04 Diplopoda a a 2.52 Hymenoptera a a Isopoda 4.32 a a Isoptera 6.12 a a Pseudoscorpion 3.65 a a 1.31 Jumlah taksa Total biomassa (mg.m -2 ) Indeks Keragaman Shannon (H ) Indeks Kemerataan Pielou (E) Indeks Dominansi Simpson (D) a Angka yang diikuti huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda menurut uji t pada taraf 5%; STD = Standar deviasi Populasi Mikrob Tanah Fungsional Ekosistem lada menunjukkan perbedaan yang signifikan dengan ekosistem ubi kayu terhadap rata-rata populasi azotobacter, mikrob sellulotik dan total mikrob. Sedangkan rata-rata populasi mikrob pelarut fosfat dan total fungi lebih tinggi pada ekosistem lada dibandingkan ekosistem ubi kayu tetapi tidak berbeda nyata (Tabel 13). Rata-rata populasi mikrob tanah fungsional yang lebih tinggi pada ekosistem lada dibandingkan ekosistem ubi kayu dapat disebabkan pada ekosistem lada memiliki kondisi lingkungan yang lebih mendukung untuk kelangsungan hidup azotobacter, mikrob pelarut fosfat, mikrob sellulotik dan total mikrob. Mikrob akan berkembang dengan baik pada suatu habitat yang memiliki sumberdaya yang cukup. Dikarenakan untuk dapat mempertahankan populasinya maka harus tersedia sumber makanan, sumber energi, ruang dan udara yang cukup. Sumber makanan ini berhubungan langsung dengan rantai makanan yang menghasilkan sumber energi dan unsur hara. Pada penelitian ini, kondisi ekosistem lada masih ditutupi oleh serasah walaupun hanya tipis, tidak merata dan masih terdapat naungan. Sedangkan rendahnya populasi mikrob pada ekosistem ubi kayu kemungkinan dapat disebabkan pengaruh dari tekstur tanah yang memiliki persentase pasir lebih tinggi (26.04%) daripada ekosistem lada (22.55%)

35 56 walaupun tidak berbeda nyata secara signifikan. Pada tanah dengan persentase pasir yang tinggi akan memiliki komposisi pori-pori makro yang lebih besar dibandingkan pori-pori yang kecil. Hal ini dapat mempengaruhi kemampuan mikrob yang hanya dapat berkembang dalam pori-pori mikro. Sedangkan pada ekosistem ubi kayu, permukaan tanah hampir tidak ada serasah dan lebih terbuka karena tidak adanya naungan. Tabel 13 Rata-rata populasi mikrob tanah fungsional (log cfu.bkm -1 ) pada ekosistem lada dan ubi kayu di Lampung Timur Mikrob fungsional Ekosistem lada Ekosistem ubi kayu Rata-rata STD Rata-rata STD ( log cfu.bkm -1 ) a Azotobacter 3.11 b a 0.21 Mikrob Pelarut Fosfat 3.37 a a 0.09 Mikrob Sellulotik 3.53 b a 0.12 Total Fungi 3.10 a a 0.18 Total Mikrob 6.56 b a 0.27 a Angka yang diikuti huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda menurut uji t pada taraf 5%; STD = Standar deviasi Berdasarkan lama penggunaan lahan dapat diketahui bahwa suatu ekosistem yang telah digunakan untuk menanam tanaman budidaya selama kurun waktu tertentu, ternyata tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap populasi mikrob tanah fungsional. Pada ekosistem lada, rata-rata populasi mikrob tanah fungsional pada lama penggunaan lahan 10 tahun tidak berbeda nyata dengan lama penggunaan lahan tahun (Tabel 14). Tabel 14 Rata-rata populasi mikrob tanah fungsional (log cfu.bkm -1 ) pada ekosistem lada berdasarkan lama penggunaan lahan ( 10 tahun dan tahun) di Lampung Timur Mikrob fungsional 10 tahun tahun Rata-rata STD Rata-rata STD ( log cfu.bkm -1 ) a Azotobacter 3.05 a a 0.02 Mikrob Pelarut Fosfat 3.28 a a 0.16 Mikrob Sellulotik 3.50 a a 0.19 Total Fungi 3.00 a a 0.14 Total Mikrob 6.54 a a 0.16 a Angka yang diikuti huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda menurut uji t pada taraf 5%; STD = Standar deviasi Pada ekosistem ubi kayu, lama penggunaan lahan 5 tahun tidak berbeda nyata dengan lama penggunaan lahan 6-13 tahun terhadap rata-rata populasi mikrob tanah fungsional (Tabel 15).

36 57 Tabel 15 Rata-rata populasi mikrob tanah fungsional (log cfu.bkm -1 ) pada ekosistem ubi kayu berdasarkan lama penggunaan lahan ( 5 tahun dan 6-13 tahun) di Lampung Timur Mikroba fungsional 5thn 6-13 thn Rata-rata STD Rata-rata STD (log cfu.bkm -1 ) a Azotobacter 3.08 a a 0.26 Mikrob Pelarut Fosfat 3.28 a a 0.10 Mikrob Sellulotik 3.34 a a 0.14 Total Fungi 3.10 a a 0.21 Total Mikrob 6.12 a a 0.16 a Angka yang diikuti huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda menurut uji t pada taraf 5%; STD = Standar deviasi Hal tersebut dapat berarti bahwa perubahan kondisi lingkungan tumbuh yang disebabkan penerapan kegiatan budidaya tidak memberikan pengaruh terhadap perkembangan mikrob tanah fungsional. Walaupun tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada lama penggunaan lahan tetapi menurut BBSDLP (2007) bahwa analisis terhadap terhadap keragaman jenis dan kepadatan populasi mikrob tanah dapat menjadi indikator untuk menilai kualitas dan kesehatan tanah, dimana keragaman tersebut dapat disebabkan oleh perbedaan kandungan bahan organik, kadar air, jenis penggunaan lahan dan cara pengelolaannya. Menurut Xin et al. (2012), fauna tanah berperan dalam penghancuran serasah tanaman, sehingga mempengaruhi proses dekomposisi bahan organik dan menstimulasi aktivitas mikrob. Pada ekosistem lada dan ubi kayu, rata-rata populasi azotobacter lebih rendah daripada mikrob tanah fungsional lainnya. Hal tersebut dapat disebabkan kondisi tanah masam yang mempengaruhi perkembangan azotobacter yang sangat sensitif pada ph rendah (ph<6) sehingga jarang dijumpai (BBSDLP 2007). Azotobacter akan memanfaatkan sumber N untuk mempertahankan hidupnya dan kemudian akan menyediakan N tersebut untuk tanaman. Azotobacter merupakan bakteri penambat N yang sudah ada pada rizosfer tanaman di dalam tanah dan keberadaannnya tanpa melalui suatu simbiosis serta mampu tumbuh pada berbagai macam karbohidrat dan asam organik (Aquailanti et al. 2004). Mikrob pelarut fosfat memiliki kemampuan meningkatkan ketersediaan P bagi tanaman dan hal ini sangat tergantung dari jenis mikrob pelarut fosfat dan sumber P yang ada. Kemampuan bakteri dalam melarutkan P dari fosfat tidak larut dapat diketahui secara kualitatif dengan adanya zona bening. Perbedaan ratarata populasi mikrob pelarut fosfat dapat disebabkan antar lokasi pengambilan contoh tanah memiliki keragaman sumber fosfat dan keragaman kandungan fosfat. Penambahan pupuk yang mengandung fosfat dapat mempengaruhi kelangsungan hidup mikrob pelarut fosfat yang memanfaatkan fosfat untuk kepentingan metabolismenya walaupun dari sumber yang jumlahnya sedikit. Fungi adalah mikrob yang dapat ditemukan di semua habitat. Pada tanah yang diusahakan untuk kegiatan pertanian, fungi memiliki peranan penting dikaitkan dengan siklus unsur hara dan mineralisasi karbon. Fungi juga diketahui memiliki peranan terhadap kelarutan fosfat dan transformasi biologi pada

37 58 biomassa tanaman (Anderson dan Cairney 2004). Menurut Groenigren et al. (2010) bahwa pengelolaan tanah dapat mempengaruhi keberadaan kelompok mikrob tanah dengan berbagai cara yang mungkin diakibatkan karena kehilangan N, pertumbuhan tanaman dan karbon organik tanah. Pada pengolahan tanah minimum, populasi bakteri dan jamur secara signifikan meningkat pada lapisan permukaan tanah dibandingkan pengolahan tanah konvensional yang melakukan pengolahan tanah dengan cara dibajak hingga kedalaman 25 cm dan kemudian dihaluskan. Hasil penelitian Schloter et al. (2003) bahwa populasi bakteri dan jamur kemungkinan dapat digunakan sebagai indikator untuk menentukan kualitas tanah. Menurut Buckley dan Smith (2001) bahwa struktur kelompok mikrob tanah pada lahan yang ditinggalkan selama 7 tahun setelah ditanami memiliki banyak kemiripan dengan lahan terdekat yang dibudidayakan dibandingkan dengan lahan yang tidak dibudidayakan. Penelitian dalam jangka panjang oleh Steenwerth et al. (2002) di daerah dekat pesisir pantai menunjukkan populasi mikrob lebih tinggi pada lahan padang rumput untuk penggembalaan dalam dibandingkan pada lahan yang digunakan untuk pertanaman. Sifat Kimia Tanah Berdasarkan uji dua nilai tengah menunjukkan bahwa sifat kimia tanah pada ekosistem lada tidak berbeda nyata dengan ekosistem ubi kayu dan keragaman yang terjadi berasal dari nilai rata-rata parameter pengamatan yang bervariasi pada tiap-tiap lokasi pengambilan contoh tanah (Tabel 16). Tabel 16 Sifat kimia dan tekstur tanah pada ekosistem lada dan ubi kayu di Lampung Timur Sifat Kimia Tanah Ekosistem lada Ekosistem ubi kayu Rata-rata a STD Rata-rata STD ph 5.17 a a 0.16 N total (%) 0.18 a a 0.04 P tersedia (ppm P) 5.45 a a 2.72 P potensial (mg.100g -1 ) a a K potensial (mg.100g -1 ) a a C organik (%) 2.06 a a 0.50 KTK (cmol (+) kg -1 ) a a 5.07 KB (%) a a Al-dd (cmol (+) kg -1 ) 0.14 a a 0.29 H-dd (cmol (+) kg -1 ) 0.16 a a 0.05 Ca-dd (cmol (+) kg -1 ) 7.02 a a 1.86 Mg-dd (cmol (+) kg -1 ) 1.76 a a 0.71 K-dd (cmol (+) kg -1 ) 1.01 a a 0.26 Na-dd (cmol (+) kg -1 ) 0.80 a a 0.21 Pasir (%) a a Debu (%) a a 5.88 Liat (%) a a 8.29 a Angka yang diikuti huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda menurut uji t pada taraf 5%; STD = Standar deviasi

38 59 Heterogenitas tersebut dapat disebabkan perubahan iklim, tindakan budidaya tanaman yang dilakukan dan campur tangan manusia dalam mengelola suatu ekositem. Pada ekosistem lada tidak dilakukan pengolahan tanah dan pemupukan hanya satu tahun sekali, sedangkan pada ekosistem ubi kayu dilakukan pengolahan tanah intensif dan pemberian pupuk Nitrogen:Phosphat:Kalium (NPK) dengan perbandingan 15:15:15 dengan frekuensi satu hingga dua kali selama satu musim tanam (<1 tahun). Penambahan bahan organik dilakukan satu tahun sekali pada takaran yang disesuaikan dengan ketersediaan bahan organik tersebut. Hal ini dapat mempengaruhi keragaman sifat kimia tanah pada lokasi pengambilan contoh tanah dan dalam hal karakterisasi sifat kimia tanah (Tabel 17). Hasil karakterisasi sifat-sifat kimia tanah menunjukkan bahwa kandungan P potensial dan K potensial sangat tinggi baik pada ekosistem lada maupun ubi kayu. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat kandungan P dan K yang sangat tinggi tetapi belum dapat dimanfaatkan secara langsung untuk memenuhi kebutuhan fosfat dan kalium bagi tanaman. Kemungkinan yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan pengapuran yang bertujuan untuk meningkatkan ph tanah karena reaksi tanah akan berjalan baik pada kondisi ph mendekati netral ( ). Menurut Cakmak (2005) bahwa unsur K berperan penting dalam meningkatkan kualitas, ukuran dan berat buah. Kurangnya ketersediaan K dapat mengakibatkan rendahnya efisiensi N dan P dan tidak tercapainya produksi tinggi suatu tanaman. Tabel 17 Tabel karakteristik sifat kimia tanah pada ekosistem lada dan ubi kayu di Lampung Timur Sifat Kimia Tanah Ekosistem Lada Ekosistem Ubikayu ph Masam Masam N total (%) Rendah Rendah P tersedia (ppm P) Rendah Rendah P potensial (mg.100g -1 ) Sangat tinggi Sangat tinggi K potensial (mg.100g -1 ) Sangat tinggi Sangat tinggi C organik (%) Sedang Rendah KTK (cmol (+) kg -1 ) Sedang Sedang KB (%) Sedang Sedang Cadd (cmol (+) kg -1 ) Sedang Sedang Mgdd (cmol (+) kg -1 ) Sedang Sedang Kdd (cmol (+) kg -1 ) Tinggi Tinggi Nadd (cmol (+) kg -1 ) Tinggi Sedang Tekstur Liat Liat Tanaman lada yang tumbuh pada semua jenis tanah dengan kisaran ph dapat tumbuh pada tanah yang bertekstur pasir hingga gembur dan memiliki drainase baik. Kondisi tanaman lada yang relatif sehat mempunyai rasio N/K sebesar 1.61 sehingga diperlukan keseimbangan komposisi unsur hara untuk meningkatkan produktivitas (Zaubin et al. 1995). Pada penelitian ini diperoleh nilai rasio N/K adalah 1.12 yang berarti masih diperlukan perbaikan terhadap lingkungan tumbuh tanaman lada yaitu dengan penambahan unsur N melalui

39 60 pemupukan. Lada merupakan tanaman yang menghendaki unsur-unsur hara dalam jumlah yang cukup besar. Untuk menghasilkan 1 kg buah lada dibutuhkan 32 g N, 5 g P, 28 g K, 8 g Ca dan 3 g Mg (Wahid et al. 1996). Untuk mencapai produksi lada sekitar 1500 kg/ha pada tiap musim maka di Lampung disarankan melakukan pemupukan dengan dosis 1600 g NPKMg ( ).tnm -1 (Zaubin et al. 2005). Untuk mendapatkan dosis pemupukan dan kultivasi yang optimal pada tanaman lada diperlukan identifikasi karakter wilayah pengembangan (spesifik lokasi) sehingga formulasi dan dosis pemupukan yang diberikan menjadi lebih rasional yaitu pemupukan berimbang (Tjahjana et al. 2012). Pada ekosistem lada dan ubi kayu menunjukkan ketersediaan Ca dan Mg dalam kategori sedang. Hal tersebut menjadi perhatian karena ketersediaan unsur hara Ca dan Mg dapat menjadi rendah diakibatkan kehilangan karena terangkut tanaman, pencucian dan erosi. Ketersediaan Ca dan Mg yang rendah dapat disebabkan rendahnya usaha untuk meningkatkan bahan organik dan pupuk anorganik yang dapat mempengaruhi KB, ph, kegiatan biologi dan ketersediaan hara lainnya (Soepardi 1983). Tanaman ubi kayu sangat respon terhadap pupuk N dan pembentukan umbi memerlukan unsur hara P dan K(Onwueme 1978 dalam Wargiono et al. 2009). Kebutuhan terhadap unsur hara K akan melebihi kebutuhan terhadap N dan apabila terjadi kekurangan N dan K maka tidak akan memperoleh hasil umbi optimal. Kebutuhan ubikayu terhadap K adalah sekitar 187 kg untuk menghasilkan 30 t/ha (Ispandi 2003). Ubikayu tidak memerlukan pupuk N terlalu banyak karena dapat menghambat perkembangan umbi dan meningkatkan kandungan sianida. Berdasarkan lama penggunaan lahan maka diketahui bahwa antara ekosistem lada dan ubi kayu tidak terdapat perbedaan yang nyata terhadap parameter sifat-sifat tanah yang diamati (Tabel 18 dan Tabel 19). Tabel 18 Sifat kimia tanah pada ekosistem lada berdasarkan lama penggunaan lahan ( 10 tahun dan tahun) di Lampung Timur Sifat Kimia Tanah 10 tahun tahun Rata-rata a STD Rata-rata STD ph 5.08 a a 0.33 N total (%) 0.19 a a 0.05 P tersedia (ppm P) 4.09 a a 3.39 P potensial (mg.100g -1 ) a a K potensial (mg.100g -1 ) a a C organik (%) 2.23 a a 0.22 KTK (cmol (+) kg -1 ) a a 1.67 KB (%) a b 7.54 Al-dd (cmol (+) kg -1 ) 0.08 a a 0.11 H-dd (cmol (+) kg -1 ) 0.10 a a 0.32 Ca-dd (cmol (+) kg -1 ) 7.68 a a 1.24 Mg-dd (cmol (+) kg -1 ) 1.98 a a 0.58 K-dd (cmol (+) kg -1 ) 1.11 a a 0.29 Na-dd (cmol (+) kg -1 ) 0.81 a a 0.07 Pasir (%) a a 5.75 Debu (%) a a 1.39 Liat (%) a a 4.53 a Angka yang diikuti huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda menurut uji t pada taraf 5%; STD = Standar deviasi

40 61 Tabel 19 Sifat kimia tanah pada ekosistem ubi kayu berdasarkan lama penggunaan lahan ( 5 tahun dan 6-13 tahun) di Lampung Timur Sifat Kimia Tanah 5 tahun 6-13 tahun Rata-rata a STD Rata-rata STD ph 5.25 a a 0.03 N total (%) 0.17 a a 0.05 P tersedia (ppm P) 3.32 a a 2.41 P potensial (mg.100g -1 ) a a K potensial (mg.100g -1 ) a a C organik (%) 2.16 a a 0.63 KTK (cmol (+) kg -1 ) a a 5.84 KB (%) a a Al-dd (cmol (+) kg -1 ) 0.13 a a 0.40 H-dd (cmol (+) kg -1 ) 0.14 a a 0.05 Ca-dd (cmol (+) kg -1 ) 7.41 a a 1.77 Mg-dd (cmol (+) kg -1 ) 1.83 a a 0.65 K-dd (cmol (+) kg -1 ) 0.80 a a 0.29 Na-dd (cmol (+) kg -1 ) 0.80 a a 0.28 Pasir (%) a a Debu (%) a a 7.34 Liat (%) a a 9.23 a Angka yang diikuti huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda menurut uji t pada taraf 5%; STD = Standar deviasi Hal tersebut kemungkinan disebabkan penambahan pupuk, bahan organik dan kegiatan pengolahan tanah tidak mempengaruhi sifat-sifat kimia tanah baik pada ekosistem lada maupun ekosistem ubi kayu. Bahkan, pada ekosistem lada tidak dilakukan pemberian pupuk anorganik dan organik sehingga sangat mempengaruhi ketersediaan unsur hara yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman dan mengakibatkan terjadinya penurunan produksi lada. Demikian halnya pada ekosistem ubi kayu, pemupukan yang dilakukan tidak disesuaikan dengan dosis anjuran walaupun hasil panen cukup tinggi. Hasil penelitian pada tanah Ultisols Lampung yang ditanami ubi kayu kurang dari 10 tahun menunjukkan bahwa mineralisasi N dan kesuburan tanah lebih tinggi dengan mempertimbangan beberapa sifat kimia tanah yaitu ph, N, C- organik, P dan basa-basa dapat ditukar lebih tinggi dibandingkan dengan tanah yang telah ditanami ubi kayu selama lebih dari 30 tahun (Wijanarko et al. 2012). Ubikayu memiliki beberapa keunggulan agronomis yaitu potensi hasil tinggi, kadar pati tinggi, toleran terhadap kemasaman tanah dan kekeringan, umur panen fleksibel dan fleksibel dalam usahatani (Wargiono et al. 2006). Salah satu fase penting dalam pertumbuhan ubikayu adalah kemampuan adaptasi terhadap cekaman lingkungan yang terjadi pada keadaan suhu lebih rendah atau lebih tinggi, kondisi ternaungi dan kekurangan air karena secara fisiologis akan mempengaruhi laju akumulasi bahan kering (Wargiono et al. 2009). Keterkaitan antara biodiversitas dan kimia tanah terhadap ekosistem Kehadiran fauna dan mikroba tanah serta hasil analisis sifat kimia tanah dapat memberikan gambaran mengenai kondisi suatu ekosistem. Keterkaitan diantaranya merupakan hal yang penting untuk diamati karena akan saling

41 62 mempengaruhi dalam siklus kehidupan fauna tanah, mikrob tanah dan ketersediaan unsur hara. Kompetisi akan terjadi dalam mempertahankan sumber energi dan sumber makanan sehingga dapat menyebabkan unsur hara menjadi tersedia atau bahkan tidak tersedia untuk menjamin kelangsungan hidup organisme tanah dan pertumbuhan tanaman. Dengan mempertimbangkan bahwa pada uji dua nilai tengah terhadap masing-masing variabel pengamatan menunjukkan tidak berbeda nyata antara ekosistem lada dan ekosistem ubi kayu, maka kemudian dilakukan analisis diskriminan. Berdasarkan hal tersebut, kemudian diketahui bahwa analisis diskriminan dimaksudkan untuk mengetahui informasi mengenai variabel pengamatan yang paling berperan (berkontribusi) dalam melakukan diskriminasi pada kedua ekosistem yaitu lada dan ubi kayu. Nilai wilks lamda (0,131) menunjukkan matriks keragaman (covarian matrix) variabel-variabel pengamatan pada kedua ekosistem tidak berbeda nyata. Artinya bahwa berdasarkan matriks keragaman tersebut maka kemudian keseluruhan data variabel pengamatan dapat dilanjutkan untuk diuji diskriminansi (Tabel 20). Tabel 20 Nilai Wilks lambda terhadap ekosistem lada dan ubi kayu Nilai Wilks' Lambda Chi-square Derajat bebas Sig Dalam analisis diskriminan, terdapat nilai fungsi pada koefisien fungsi diskriminan terstandardisasi (Tabel 21) yang dapat menunjukkan bahwa secara relatif, variabel yang memiliki nilai koefisien yang lebih besar maka akan menyumbangkan kekuatan diskriminasi yang lebih besar pada kedua ekosistem tersebut. Tabel 21 Koefisien fungsi diskriminan terstandardisasi terhadap rata-rata kelimpahan fauna, mikrob fungsional dan sifat kimia tanah Variabel Nilai fungsi ph 0.20 N total 0.45 P potensial K potensial C organik 1.29 KTK 1.70 KB 0.27 Aldd 1.54 Pasir 1.10 Liat 1.43 Fauna tanah 0.27 Azotobacter Mikroba pelarut fosfat Mikroba sellulotik Total fungi 0.94 Total mikroba -1.43

42 63 Pada analisis diskriminan, variabel-variabel yang mempunyai kontribusi besar dalam membedakan kedua ekosistem tersebut adalah KTK, Aldd, liat, C organik, pasir dan total mikrob dibandingkan dengan variabel pengamatan lainnya. Sedangkan berdasarkan klasifikasi terhadap keanggotaan (variabel pengamatan) dalam kelompok menunjukkan bahwa hasil pengelompokan setiap anggota adalah 100% benar, baik keanggotaan untuk ekosistem lada maupun keanggotaan pada ekosistem ubi kayu (Tabel 22). Tabel 22 Hasil klasifikasi terhadap keanggotaan dalam kelompok ekosistem Lokasi Keanggotaan dalam kelompok a Total Ekosistem lada Ekosistem ubi kayu Ekosistem lada Ekosistem ubi kayu a Pengelompokan secara benar (100%)

43 64 4 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. Pada ekosistem lada dan ubi kayu di Lampung Timur, ditemukan 11 taksa yaitu kelompok mesofauna (Acari dan Collembola) dan kelompok makrofauna (Aranea, Coleoptera, Diplura, Diplopoda, Chilopoda, Hymenoptera, Isopoda, Isoptera, dan Pseudoscorpion) dengan total jumlah fauna tanah individu. 2. Kelimpahan fauna tanah tidak berbeda pada ekosistem lada dan ubi kayu, dan didominasi oleh Hymenoptera. Pada ekosistem lada dengan lama penggunaan lahan tahun terjadi pengurangan taksa yaitu tidak ditemukannya Diplopoda. 3. Rata-rata populasi mikroba tanah fungsional menunjukkan bahwa azotobacter, mikrob sellulotik dan total mikrob lebih tinggi dan berbeda nyata dengan ekosistem lada dan ubi kayu, sedangkan mikrob pelarut fosfat dan total fungi tidak berbeda nyata. Demikian halnya tidak menunjukkan perbedaan yang nyata berdasarkan lama penggunaan lahan. 4. Sifat kimia tanah tidak berbeda pada ekosistem lada dan ubi kayu bahkan berdasarkan perbedaan lama penggunaan lahan. 5. Analisis diskriminan terhadap seluruh variabel pengamatan menunjukkan bahwa KTK, Aldd, liat, C organik, pasir dan total mikrob memberikan kontribusi sebagai penciri/pembeda pada ekosistem lada dan ubi kayu di Lampung Timur. Saran Penelitian tentang pengaruh suatu ekosistem terhadap perubahan sifatsifat tanah disarankan untuk dilakukan pada musim yang berbeda (musim hujan dan musim kemarau) dan secara berkelanjutan sehingga dapat diperoleh informasi yang lengkap untuk dapat dimanfaatkan sebagai informasi dasar bagi pengembangan suatu komoditas pada wilayah tertentu.

44 65 DAFTAR PUSTAKA Alexander M Introduction to Soil Microbiology. New York (US): J Wiley. Anderson IC, Cairney JWG Diversity and ecology of soil fungal communities: increased understanding through the application of molecular techniques. Environ Microbiol. 6: Aquilanti L, Favilli F, Clementi F Comparison of different strategies for isolation and preliminary identification of Azotobacter from soil samples. Soil Biol Biochem. 36: BBSDL (Balai Besar Sumberdaya Lahan Pertanian) Saraswati R, Husen E, Simanungkalit RDM (Eds.) Metode Analisis Biologi Tanah. Bogor (ID): BBSDL. BPS (Badan Pusat Statisitik) Kabupaten Lampung Timur Lampung Timur Dalam Angka. Lampung Timur (ID): BPS. Bini D, Santos CAD, Carmo KBD, Kishino N, Andrade G, Zangaro W, Nogueira MA Effects of land use on soil organic carbon and microbial processes associated with soil health in southern Brazil. Eur J Soil Biol. 55: Borror BV, Triplehorn CA, Johnson NF An Introducing to The Study of Insects. Ed ke-6. New York (US): WB Saunders. Breure AM Soil Biodiversity: measurements. indicators. threats and soil functions. International Conference Soil and Compost Eco-Biology September Leon-Spain. Session 1. Paper 3: Buckley DH, Smith TM The structure of microbial communities in soil and lasting impact of cultivation. Microb Ecol. 42: Bargett, Richard D, Cook R Functional aspect of soil animal diversity in agricultural grassland. App Soil Ecol. 10: Cakmak I The role of potassium in alleviating detrimental effects of abiotic stresses in plants. J Plant Nutr Soil Sci. 168: Coleman DC, Crosley DA, Hendrix PF Fundamentals of Soil Ecology. Second Edition. Institut of Ecology. University of Georgia. Georgia (GE): Elsevier Pr. Cluzeau D, Guernion M, Chaussod R, Martin-Laurent F, Villenave C, Cortet J, Ruiz-Chamaco N, Pernin C, Mateille T, Philippot L Integration of biodiversity in soil quality monitoring: Baseline for microbial and soil fauna parameters for different land-use types. Eur J Soil Biol. 49: de Goede RGM, Brussaard L Soil Zoology: An indispensable component of integrated ecosystem studies. Eur J Soil Biol. 38:1-6 Direktorat Jenderal Perkebunan. Kementerian Pertanian RI Pedoman Teknis Rehabilitasi dan Perluasan Tanaman Lada. Jakarta (ID): Dirjen Perkebunan. Doran JW, Safley M Defining and assesing soil health and sustainable productivity. in: Pankhrust CE, Doube BM, Gupta VVSR (Eds.). Biological Indicators of Soil Health. New York (US): CAB International. pp Doran JW, Zeiss MR Soil health and sustainability: managing the biotic component of soil quality. Appl Soil Ecol. 15:3-11.

45 66 Elliot LF, Lynch JM, Papendick RI The microbial component of soil quality. Stotzky G, Bollag JM (Eds.). Soil Biol Biochem. 9:1-21. Groenigen KJ, Bloem J, Baath E, Boeckx P,. Rousk J, Bode S, Forristal D, Jones MB Abundance. production and stabilization of microbial under conventional and reduce tillage. Soil Biol Biochem. 42: Havlicek E Soil biodiversity and bioindication: from complex thingking to simple acting. Europan J Soil Biol. 49: Hole DG, Perkins AJ, Wilson DJ, Alixander IH, Grice PV, Evans AD Does organic farming benefit biodiversity?. Biol Conserv. 122: Ispandi A Pemupukan P, K dan waktu pemberian pupuk K pada tanaman ubi kayu di lahan kering vertisol. JIPI. 10 (02):35:50. Li X, Wu F, Yang W, Xia L, Tan B Contribution of meso and macro fauna to nitrogen release in needle litter decomposition of Abies faxoniana during freeze thaw period. Acta Ecol Sin. 34: Liiri M, Hasa M, Haimi J, Setala History of land use intensity can modify the relationship betwwen functional complexity of the soil fauna and soil ecosystem services A microcosm study. Appl Soil Ecol. 55: Ludwig AJ. Reynolds FJ Statistical Ecology: A Primer on Methods and Computing. New York (US): J Wiley. Margurran AE Measuring Biological Diversity. Oxford (AU): Blackwell. Mazzoncini M, Canali S, Giovannetti M, Castagnoli M, Tittarelli F, Antichi D, Nannelli R, Cristani C, Barberi P Comparison of organic and conventional stcokless arable systems: A multidisciplinary approach to soil quality evaluation. Appl Soil Ecol. 44: Meyer E Meso fauna: Methods in Soil Biology. Schinner F. Ohlinger R. Kandeler E. Margesin R (Eds.). Berlin (DE): Springer-Verlag. Moldenke AR Soil-dwelling arthropods: Their diversity and functional roles. Meurisse RT, Ypsilantis WG, Seybold C. (Eds). Proceedings: Pacific Northwest Forest and Rangeland Soil Organism Symposium, March 17-19, US Dept.Agric. Forest Service, Pacific Northwest Research Station, 215 pp. Partaya Komunitas fauna tanah dan analisis bahan organik di TPA Kota Semarang. Seminar Nasional Pengembangan Biologi Menjawab Tantangan Kemajuan IPTEK, 29 April Semarang (ID): Universitas Negeri Semarang. Rachim AA. Arifin M Dasar-Dasar Klasifikasi Taksonomi Tanah. Jakarta (ID): Pustaka Reka Cipta. Schloter M, Dilly O, Munch JC Indicators for evaluating soil quality. Agriculture. Ecosys and Environ. 9: Soepardi G Sifat dan Ciri Tanah. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor Pr. Steenwerth KL, Jackson LE, Cakderon FJ, Stromberg MR, Scow KM Soil microbial community composition and land use history in cultivated and grassland ecosystem of coastal California. Soil Biol Biochem. Sugiyarto Konservasi Makrofauna tanah dalam sistem agroforestri. Puslitbang Bioteknologi dan Biodiversitas LPPM UNS. Surakarta (ID): UNS Pr. Suyamto, Wargiono Kebijakan pengembangan agribisnis ubi kayu. Wargiono J. Hermanto. Sunihardi (Eds). Ubikayu. Inovasi Teknologi dan Kebijakan Pengembangan. Bogor (ID): Puslitbang Tanaman Pangan.

46 67 Tan B, Wu FZ, Yang WQ, Liu L, Yu S Characteristics of soil animal community in the subalpine/alpine forests of western Sichuan at the early stage of the freeze-thaw season. Acta Ecol Sin. 30: Tjahjana BE, Daras U, Heryana N Formula pupuk berimbang tanaman lada di Lampung. Buletin RISTRI 3: Bogor (ID): Balai Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar. Wahid P, Manohara D, Wahyuno D, Rivai AM Pedoman Budidaya Tanaman Lada. Bogor (ID): Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Wargiono J, Hasanudin A, Suyamto Teknologi Produksi Ubikayu Mendukung Industri Bioetanol. Bogor (ID): Puslitbang Tanaman Pangan. Wargiono J, Solihin, Sundari T, Kartika Fisiologi dan sejarah penyebaran ubi kayu. Wargiono J, Hermanto, Sunihardi (Eds). Ubikayu. Inovasi Teknologi dan Kebijakan Pengembangan. Bogor (ID): Puslitbang Tanaman Pangan. Widyastuti R Soil fauna in rainfed paddy field ecosystems:their role in organic matter decomposition and nitrogen mineralization. Ecology and Development Series No 3. Center for development research University of Bonn. Gotingen (DE): University of Bonn. Widyastuti R Population dynamics of microarthropods (orabatida and collembola) in rainfed paddy field ecosystem in Pati, Central Java. JTL. 7 (1): Wijanarko A, Purwanto BH, Shiddieq D, Indradewa D Pengaruh kualitas bahan organik dan kesuburan tanah terhadap mineralisasi nitrogen dan serapan oleh tanaman ubikayu di Ultisols. JPLT. 2:1-14. Xin WD, Yin XQ, Song B Contribution of soil fauna to litter decomposition in songnen sandy lansd in Northeastern China. J Arid Environ. 77: Zaubin R, Hidayat A. Sesda M Effect of NPK composition growth and health of black pepper. J Spice Med. Crop. 3: Zaubin R, Manohara D The strategy of fertilizer use on black pepper (piper nigrum L.) in Lampung focus on pepper (piper nigrum L). International Pepper Community Zhu X, Zhu B Diversity and abundance of soil fauna as influenced by longterm fertilization in cropland of purple soil, China. Soil Till Research. 146:39-46.

47 Lampiran 1 Lokasi pengambilan contoh tanah di Lampung Timur 68

48 35 Lampiran 2 Informasi kondisi lahan sebagai lokasi pengambilan contoh tanah penelitian Tabel 23 Jenis tanah dan pengelolaan tanaman lada dan ubi kayu pada lokasi pengambilan contoh tanah di Lampung Timur LOKASI Jenis Tanah Tanaman Sukadana Timur Sukadana Baru Margatiga Lehan Pakuan Aji Putra Aji Surya Mataram Gedungwani Timur Sukaraja Sukadana Selatan Sukadana Timur Ultisols Ultisols Lada (mulai tahun 1998) Lada (mulai tahun 2000) Lada (mulai tahun 2003) Lada (mulai tahun 1998) Lada (mulai tahun 2003) Lada (mulai tahun 1993) Lada (mulai tahun 2003) Lada (mulai tahun 2003) Lada (mulai tahun 2000) Lada (tahun 2000) Ubi kayu (mulai tahun 2005) Produksi Thn 2012 (Kg/ha) Umur Tanaman Pengolahan Tanah tahun Tidak Pupuk Anorganik (kg/ha) SP kg; KCl 200 kg; Pupuk Organik (kg/ha) Tidak Pestisida Tidak Tanaman Sebelumnya Padi gogo (tahun 1981) tahun Tidak Tidak Tidak Tidak Semak belukar tahun Tidak NPK 100 kg; KCl 100 kg; 2000 kg Tidak Lada tahun Tidak NPK Komersial Tidak Lada (tahun 1984) tahun Tidak Tidak Tidak Tidak Semak belukar tahun Tidak Tidak Tidak Tidak Kopi tahun Tidak Tidak Tidak Tidak Kedelai - Jagung (tahun 1971) tahun Tidak Tidak Tidak Tidak Lada tahun Tidak Tidak Tidak Tidak tahun Tidak Tidak Tidak Tidak bulan Sapi NPK 50 kg; Urea 100 kg; SP36 50 kg; Kotoran ayam 1500 kg Tidak Kedelai - Jagung (tahun 1980) Lada (tahun 1983) Ubi kayu (tahun 1975)

49 36 lanjutan Lampiran 2 LOKASI Jenis Tanah Tanaman Sukadana Baru Margatiga Lehan Pakuan Aji Putra Aji Ubi kayu (mulai tahun 2000) Ubi kayu (mulai tahun 2008) Ubi kayu (mulai tahun 2006) Ubi kayu (mulai tahun 2007) Ubi kayu (mulai tahun 2010) Produksi Thn 2012 (Kg/ha) Umur Tanaman Pengolahan Tanah bulan Sapi Pupuk Anorganik (kg/ha) NPK 150 kg; Urea 100 kg Pupuk Organik (kg/ha) Tidak Pestisida Tidak bulan Sapi NPK Tidak Tidak bulan Traktor NPK 150 kg; Urea 75 kg; bulan Sapi Tidak Kotoran kambing 1000 kg Kotoran ayam 1.0 ton Tanaman Sebelumnya Jagung Kedelai (tahun 1970) Ubi kayu (tahun 2008) Tidak Lada (1984) Tidak bulan Sapi NPK Tidak Tidak Jagung ubi kayu (tahun 2007) Lada (mulai tahun 1993) Surya Mataram Ubi kayu (mulai tahun 2007) bulan Sapi Urea 200 kg Tidak Tidak Lada (tahun 1993) Gedungwani Timur Ubi kayu (mulai tahun 2008) bulan Manual NPK Tidak Tidak Kakao (tahun 2003) Sukaraja Ubi kayu (mulai tahun 2008) bulan Sapi NPK Tidak Tidak Padi-jagungkedelai (tahun 1980) Sukadana Selatan Ubi kayu (mulai tahun 2009) bulan Manual NPK Tidak Tidak Lada (tahun 1983)

50 37 Lampiran 3 Fauna tanah pada di ekosistem lada di Lampung Timur Acari Araneae Chilopoda Coleoptera Diplura Hymenoptera Isopoda Pseudoscorpion

51 38 Lampiran 4 Fauna tanah pada di ekosistem ubi kayu di Lampung Timur Acari Isoptera Chilopoda Araneae Diplura Hymenoptera Isopoda Pseudoscorpion

52 39 Lampiran 5 Mikroba tanah fungsional pada ekosistem lada di Lampung Timur Azotobacter Mikroba Pelarut Fosfat Mikroba Sellulotik Total Fungi Total Mikroba

53 40 Lampiran 6 Mikroba tanah fungsional di ekosistem ubi kayu, Lampung Timur Azotobacter Mikroba Pelarut Fosfat Mikroba Sellulotik Total Fungi Total Mikroba

54 41 Lampiran 7 Kelimpahan fauna tanah (individu.m -2 ) pada ekosistem lada di Lampung Timur Lokasi 1 a Sukadana Timur Sukadana Baru Margatiga Lehan Pakuan Aji Putra Aji Surya Mataram Gedung wani Sukaraja Sukadana Selatan Nilai Maksimum Nilai Minimum Rata-rata a 1. Acari; 2. Collembola; 3. Araneae; 4. Chilopoda; 5. Coleoptera; 6. Diplura; 7. Diplopoda; 8. Hymenoptera; 9. Isopoda; 10. Isoptera; 11. Pseudoscorpion; Lampiran 8 Kelimpahan fauna tanah (individu.m -2 ) pada ekosistem ubi kayu di Lampung Timur Lokasi 1 a Sukadana Timur Sukadana Baru Margatiga Lehan Pakuan Aji Putra Aji Surya Mataram Gedung wani Sukaraja Sukadana Selatan Nilai Maksimum Nilai Minimum Rata-rata a 1. Acari; 2. Collembola; 3. Araneae; 4. Chilopoda; 5. Coleoptera; 6. Diplura; 7. Diplopoda; 8. Hymenoptera; 9. Isopoda; 10. Isoptera; 11. Pseudoscorpion;

55 42 Lampiran 9 Populasi mikroba tanah fungsional (log cfu.bkm -1 ) pada ekosistem lada di Lampung Timur Ekosistem Lada 1 a Sukadana Timur Sukadana Baru Margatiga Lehan Pakuan Aji Putra Aji Surya Mataram Gedungwani Sukaraja Sukadana Selatan a 1.Azotobacter; 2. Mikroba pelarut fosfat; 3. Mikroba sellulotik; 4. Total fungi; 5. Total mikroba Lampiran 10 Populasi mikroba tanah fungsional (log cfu.bkm -1 ) pada ekosistem ubi kayu di Lampung Timur Ekosistem ubi kayu 1 a Sukadana Timur Sukadana Baru Margatiga Lehan Pakuan Aji Putra Aji Surya Mataram Gedungwani Sukaraja Sukadana Selatan a 1.Azotobacter; 2. Mikroba pelarut fosfat; 3. Mikroba sellulotik; 4. Total fungi; 5. Total mikroba

56 43 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Metro pada tanggal 30 Juni 1974 dari pasangan Bapak H. Sarwono (alm) dan Ibu Hi. Pergiwati (alm), sebagai anak tertua dari empat bersaudara. Penulis menempuh pendidikan S1 di Jurusan Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian Universitas Lampung dan memperoleh gelas Sarjana Pertanian pada tahun Pada tahun 2011, penulis mendapatkan kesempatan beasiswa tugas belajar dari Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Badan Litbang Pertanian), Kementrian Pertanian untuk melanjutkan pendidikan S2 di Program Studi Ilmu Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Institut Pertanian Bogor. Pengabdian di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Lampung, yang merupakan bagian dari Badan Litbang Pertanian, diawali pada tahun 1999 dengan menjadi tenaga honorer selama 8 tahun dan kemudian diangkat sebagai pegawai negeri sipil pada tahun 2007 di BPTP Lampung sebagai tenaga fungsional bidang penelitian. Karya ilmiah sebagai syarat untuk menyelesaikan jenjang pendidikan S2 telah dikirimkan ke Jurnal Tanah Indonesia (JTI) di Balai Besar Sumberdaya Lahan (BBSDL). Penulis telah menikah dengan Yusuf Efendi, SE dan dikarunia dua orang anak yaitu Sekar Ayu Anindiarani dan Satrio Nabihan Yusuf.

57 Lampiran 1 Lokasi pengambilan contoh tanah di Lampung Timur 34

III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian 3.2 Bahan dan Alat

III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian 3.2 Bahan dan Alat III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dimulai dari bulan Februari sampai dengan November 2009 bertempat di lapangan dan di laboratorium. Penelitian lapangan dilakukan pada lahan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 13 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dimulai dari bulan Januari sampai April 2010 di Laboratorium Bioteknologi Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kepadatan Populasi dan Biomassa Fauna Tanah Populasi fauna tanah pada lahan tebu transgenik PS IPB 1 menunjukkan kepadatan tertinggi pada lahan PS IPB 1-8 sebesar 4268 individu/m

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN Terdapat 11 profil tanah yang diamati dari lahan reklamasi berumur 0, 5, 9, 13 tahun dan lahan hutan. Pada lahan reklamasi berumur 0 tahun dan lahan hutan, masingmasing hanya dibuat

Lebih terperinci

Lampiran 1. Sifat-sifat Morfologi Masing-masing Profil Tanah

Lampiran 1. Sifat-sifat Morfologi Masing-masing Profil Tanah LAMPIRAN Lampiran 1. Sifat-sifat Morfologi Masing-masing Profil Tanah PROFIL 1 LOKASI : Surya Panel 7 Umur 0 Tahun (lereng atas) KOORDINAT : 00º 33 26.2 LU 117º 29 28.2 BT Uraian deskripsi profil No. Lapang

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 25 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Fauna Tanah 4.1.1. Populasi Total Fauna Tanah Secara umum populasi total fauna tanah yaitu mesofauna dan makrofauna tanah pada petak dengan jarak pematang sempit (4 m)

Lebih terperinci

ABSTRACT SITI ROMELAH. Intensive farming practices system by continuously applied agrochemicals,

ABSTRACT SITI ROMELAH. Intensive farming practices system by continuously applied agrochemicals, ABSTRACT SOIL QUALITY ANALYSIS AND ECONOMIC BENEFITS IN THE COW- PALM OIL INTEGRATED SYSTEM TO ACHIEVE SUSTAINABLE AGRICULTURE (CASE STUDY: KARYA MAKMUR VILLAGE, SUBDISTRICT PENAWAR AJI, TULANG BAWANG

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK SIFAT KIMIA DAN FISIK SUB GRUP TANAH ULTISOL DI WILAYAH SUMATERA UTARA

KARAKTERISTIK SIFAT KIMIA DAN FISIK SUB GRUP TANAH ULTISOL DI WILAYAH SUMATERA UTARA KARAKTERISTIK SIFAT KIMIA DAN FISIK SUB GRUP TANAH ULTISOL DI WILAYAH SUMATERA UTARA SKRIPSI Oleh: Ewin Syahputra 110301042 PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

Biodiversitas dan Sifat Kimia Tanah pada Ekosistem Lada dan Ubi Kayu di Lampung Timur

Biodiversitas dan Sifat Kimia Tanah pada Ekosistem Lada dan Ubi Kayu di Lampung Timur Biodiversitas dan Sifat Kimia Tanah pada Ekosistem Lada dan Ubi Kayu di Lampung Timur Soil Biodiversity and Chemistry at Pepper and Cassava Ecosystems in East Lampung Arfi Irawati *1,2, Rahayu Widyastuti

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN HAYATI MIKROB TANAH DI KAWASAN TELAGA WARNA, PUNCAK, BOGOR ITA HANDAYANI A

KEANEKARAGAMAN HAYATI MIKROB TANAH DI KAWASAN TELAGA WARNA, PUNCAK, BOGOR ITA HANDAYANI A KEANEKARAGAMAN HAYATI MIKROB TANAH DI KAWASAN TELAGA WARNA, PUNCAK, BOGOR ITA HANDAYANI A24102049 PROGRAM STUDI ILMU TANAH FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 KEANEKARAGAMAN HAYATI MIKROB

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE

III BAHAN DAN METODE meliputi daerah Jawa, Kalimantan dan Sumatera. Tanaman Kilemo di daerah Jawa banyak ditemui pada daerah dengan ketinggian 230 700 meter di atas permukaan laut (mdpl). Tanaman ini terutama banyak ditemui

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 10 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan dari bulan Oktober 2011 sampai Oktober 2012. Sampel gubal dan daun gaharu diambil di Desa Pulo Aro, Kecamatan Tabir Ulu, Kabupaten

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bioindikator adalah kelompok atau komunitas organisme yang saling. keberadaan atau perilakunya sangat berhubungan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bioindikator adalah kelompok atau komunitas organisme yang saling. keberadaan atau perilakunya sangat berhubungan BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bioindikator adalah kelompok atau komunitas organisme yang saling berhubungan, dimana keberadaan atau perilakunya sangat berhubungan dengan kondisi lingkungan tertentu sehingga

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 18 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kepadatan Populasi Fauna Tanah Populasi fauna tanah diamati pada 2 lokasi, yaitu pada lahan yang ditanami padi gogo dengan kemiringan 5% dan lahan dengan kemiringan 15%.

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai bulan November 2009, di

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai bulan November 2009, di III. BAHAN DAN METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai bulan November 2009, di Laboratorium Kesuburan Tanah, dan Laboratorium Bioteknologi Pertanian Fakultas

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE PENELITIAN

MATERI DAN METODE PENELITIAN 8 II. MATERI DAN METODE PENELITIAN 1. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian 1.1. Materi 1.1.1. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah alkohol 70%, akuades, dan larutan gliserin. 1.1.2. Alat

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan April 2010 sampai dengan bulan Januari 2011 di lahan sawah yang berlokasi di Desa Situgede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor. Elevasi/GPS

Lebih terperinci

PUPUK UREA-ZEOLIT PADA TANAH SAWAH INCEPTISOL CIOMAS DAN VERTISOL CIRANJANG. Oleh AJENG WISMA DWI ASIURTNI A

PUPUK UREA-ZEOLIT PADA TANAH SAWAH INCEPTISOL CIOMAS DAN VERTISOL CIRANJANG. Oleh AJENG WISMA DWI ASIURTNI A KELARUTAN N-NH~ DAN N-NO< DARI KOMBINASI PUPUK UREA-ZEOLIT PADA TANAH SAWAH INCEPTISOL CIOMAS DAN VERTISOL CIRANJANG Oleh AJENG WISMA DWI ASIURTNI A24102066 DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Data Hujan Curah hujan adalah jumlah air yang jatuh dipermukaan tanah datar selama periode tertentu di atas permukaan horizontal bila tidak terjadi evaporasi, run off dan

Lebih terperinci

Biodiversitas dan Sifat Kimia Tanah pada Ekosistem Lada dan Ubi Kayu di Lampung Timur

Biodiversitas dan Sifat Kimia Tanah pada Ekosistem Lada dan Ubi Kayu di Lampung Timur Biodiversitas dan Sifat Kimia Tanah pada Ekosistem Lada dan Ubi Kayu di Lampung Timur Soil Biodiversity and Chemistry at Pepper and Cassava Ecosystems in East Lampung Arfi Irawati1,2, Rahayu Widyastuti3,

Lebih terperinci

1. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian. peroleh dari lahan pertanian organik dan lahan pertanian intensif di Desa

1. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian. peroleh dari lahan pertanian organik dan lahan pertanian intensif di Desa 16 II. MATERI DAN METODE PENELITIAN 1. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian A. Materi a. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanah yang di peroleh dari lahan pertanian organik dan lahan

Lebih terperinci

Lampiran 1 Prosedur Analisis ph H2O dengan ph Meter Lampiran 2. Prosedur Penetapan NH + 4 dengan Metode Destilasi-Titrasi (ppm)=

Lampiran 1 Prosedur Analisis ph H2O dengan ph Meter Lampiran 2. Prosedur Penetapan NH + 4 dengan Metode Destilasi-Titrasi (ppm)= LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Analisis ph H 2 O dengan ph Meter 1. Timbang 10 gram tanah, masukkan ke dalam botol kocok. 2. Tambahkan air destilata 10 ml. 3. Kocok selama 30 menit dengan mesin pengocok.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup dari bidang pertanian (Warnadi & Nugraheni, 2012). Sektor pertanian

BAB I PENDAHULUAN. hidup dari bidang pertanian (Warnadi & Nugraheni, 2012). Sektor pertanian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya hidup dari bidang pertanian (Warnadi & Nugraheni, 2012). Sektor pertanian meliputi subsektor tanaman

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan pada lahan alang-alang di Kelurahan Segalamider,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan pada lahan alang-alang di Kelurahan Segalamider, III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada lahan alang-alang di Kelurahan Segalamider, Kecamatan Tanjung Karang Barat, Kota Bandar Lampung. Lokasi percobaan secara

Lebih terperinci

ANALISIS SIFAT FISIKA, KIMIA, DAN BIOLOGI TANAH PADA DAERAH BUFFER ZONE DAN RESORT SEI BETUNG DI TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER KECAMATAN BESITANG

ANALISIS SIFAT FISIKA, KIMIA, DAN BIOLOGI TANAH PADA DAERAH BUFFER ZONE DAN RESORT SEI BETUNG DI TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER KECAMATAN BESITANG ANALISIS SIFAT FISIKA, KIMIA, DAN BIOLOGI TANAH PADA DAERAH BUFFER ZONE DAN RESORT SEI BETUNG DI TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER KECAMATAN BESITANG SKRIPSI OLEH : AGUSTIA LIDYA NINGSIH 070303023 ILMU TANAH

Lebih terperinci

PENENTUAN INDEKS KUALITAS TANAH BERDASARKAN PARAMETER LAPANGAN DI SUB DAS JOMPO JEMBER

PENENTUAN INDEKS KUALITAS TANAH BERDASARKAN PARAMETER LAPANGAN DI SUB DAS JOMPO JEMBER PENENTUAN INDEKS KUALITAS TANAH BERDASARKAN PARAMETER LAPANGAN DI SUB DAS JOMPO JEMBER SKRIPSI Oleh EKO SAKTI BUDI PRABOWO NIM. 021510301042 JURUSAN TANAH FAKULTAS PERTANIAN U N I V E R S I T A S J E M

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu 13 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian IPB sejak bulan April 2010- Januari 2011.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencapai 20 mm per hari) begitu pula dengan produksi bijinya. Biji gulma

BAB I PENDAHULUAN. mencapai 20 mm per hari) begitu pula dengan produksi bijinya. Biji gulma BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Gulma siam (Chromolaena odorata) tercatat sebagai salah satu dari gulma tropis. Gulma tersebut memiliki tingkat pertumbuhan yang sangat cepat (dapat mencapai 20 mm per

Lebih terperinci

PENGELOLAAN FUNGSI FAUNA TANAH PADA SATUAN LAHAN PEKEBUNAN KAKAO RAKYAT

PENGELOLAAN FUNGSI FAUNA TANAH PADA SATUAN LAHAN PEKEBUNAN KAKAO RAKYAT PENGELOLAAN FUNGSI FAUNA TANAH PADA SATUAN LAHAN PEKEBUNAN KAKAO RAKYAT LA ODE MUHAMMAD HARJONI KILOWASID HASBULLAH SYAF NUR ALI SOLEHAN JUANG RAMADAN MARDIN ARDI DISAJIKAN PADA SEMINAR NASIONAL AGROFORESTRY

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Tanah Hasil analisis contoh tanah pada lokasi percobaan dapat dilihat pada Tabel 2. Berdasarkan hasil analisis tanah pada lokasi percobaan, tingkat kemasaman tanah termasuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan salah satu tanaman pangan

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan salah satu tanaman pangan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan salah satu tanaman pangan yang mempunyai peranan penting dalam perekonomian Indonesia, yaitu dalam penyediaan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Pertanian dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Pertanian dan III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Pertanian dan Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada bulan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ubi kayu merupakan bahan pangan yang mudah rusak (perishable) dan

TINJAUAN PUSTAKA. Ubi kayu merupakan bahan pangan yang mudah rusak (perishable) dan TINJAUAN PUSTAKA Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz.) Ubi kayu merupakan bahan pangan yang mudah rusak (perishable) dan akan menjadi busuk dalam 2-5 hari apabila tanpa mendapat perlakuan pasca panen yang

Lebih terperinci

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai kekayaan alam yang beranekaragam termasuk lahan gambut berkisar antara 16-27 juta hektar, mempresentasikan 70% areal gambut di Asia Tenggara

Lebih terperinci

I. MATERI DAN METODE PENELITIAN Letak Giografis Lokasi Penelitian Pekanbaru terletak pada titik koordinat 101 o o 34 BT dan 0 o 25-

I. MATERI DAN METODE PENELITIAN Letak Giografis Lokasi Penelitian Pekanbaru terletak pada titik koordinat 101 o o 34 BT dan 0 o 25- I. MATERI DAN METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Patologi, Entomologi, dan Mikrobiologi (PEM) dan lahan kampus Universitas Islam Negeri Sultan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanah marginal merupakan tanah yang potensial untuk pertanian. Secara alami

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanah marginal merupakan tanah yang potensial untuk pertanian. Secara alami 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanah Ultisol dan Permasalahan Kesuburannya Tanah marginal merupakan tanah yang potensial untuk pertanian. Secara alami kesuburan tanah marginal tergolong rendah. Hal ini ditunjukan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian 8 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Pengambilan contoh tanah dilaksanakan di petak percobaan Balai Penelitian Tanaman Sayuran (BALITSA) Lembang, Jawa Barat. Sementara analisis tanah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sekitar 500 mm per tahun (Dowswell et al., 1996 dalam Iriany et al., 2007).

I. PENDAHULUAN. sekitar 500 mm per tahun (Dowswell et al., 1996 dalam Iriany et al., 2007). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jagung merupakan tanaman serealia yang paling produktif di dunia, cocok ditanam di wilayah bersuhu tinggi. Penyebaran tanaman jagung sangat luas karena mampu beradaptasi

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Universitas

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Universitas III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Universitas Lampung pada letak 5 22 10 LS dan 105 14 38 BT dengan ketinggian 146 m dpl (dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia pada umumnya, khususnya Provinsi Lampung. Hal ini dikarenakan

I. PENDAHULUAN. Indonesia pada umumnya, khususnya Provinsi Lampung. Hal ini dikarenakan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian merupakan bagian penting dalam pembangunan perekonomian di Indonesia pada umumnya, khususnya Provinsi Lampung. Hal ini dikarenakan kondisi

Lebih terperinci

PENGARUH APLIKASI SENYAWA HUMAT TERHADAP SIFAT KIMIA TANAH VERTISOL DAN PERTUMBUHAN TANAMAN JAGUNG (Zea mays) Oleh: RONNI TOBING A

PENGARUH APLIKASI SENYAWA HUMAT TERHADAP SIFAT KIMIA TANAH VERTISOL DAN PERTUMBUHAN TANAMAN JAGUNG (Zea mays) Oleh: RONNI TOBING A PENGARUH APLIKASI SENYAWA HUMAT TERHADAP SIFAT KIMIA TANAH VERTISOL DAN PERTUMBUHAN TANAMAN JAGUNG (Zea mays) Oleh: RONNI TOBING A24104092 DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

III. PERANAN ORGANISME TANAH FUNGSIONAL UNTUK KESUBURAN TANAH

III. PERANAN ORGANISME TANAH FUNGSIONAL UNTUK KESUBURAN TANAH 12 III. PERANAN ORGANISME TANAH FUNGSIONAL UNTUK KESUBURAN TANAH dari stabilitas, struktur, hidrolik konduktivitas, dan aerasi, namun memiliki sifat kimia kurang baik yang dicerminkan oleh kekahatan hara,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio:

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Mentimun (Cucumis sativus L.) Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio: Spermatophyta; Sub divisio: Angiospermae; Kelas : Dikotyledonae;

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Di Indonesia, jagung (Zea mays L.) merupakan bahan pangan penting sebagai

I. PENDAHULUAN. Di Indonesia, jagung (Zea mays L.) merupakan bahan pangan penting sebagai 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Di Indonesia, jagung (Zea mays L.) merupakan bahan pangan penting sebagai sumber karbohidrat kedua setelah beras, sebagai bahan makanan ternak dan bahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kumpulan tanaman pinus. Pinus yang memiliki klasifikasi berupa : Species : Pinus merkusii (van Steenis, et al., 1972).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kumpulan tanaman pinus. Pinus yang memiliki klasifikasi berupa : Species : Pinus merkusii (van Steenis, et al., 1972). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hutan Pinus Hutan pinus (Pinus merkusii L.) merupakan hutan yang terdiri atas kumpulan tanaman pinus. Pinus yang memiliki klasifikasi berupa : Kingdom Divisio Classis Ordo

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 13 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil 5.1.1. Sifat Kimia Tanah Variabel kimia tanah yang diamati adalah ph, C-organik, N Total, P Bray, Kalium, Kalsium, Magnesium, dan KTK. Hasil analisis sifat kimia

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan pada lahan pertanaman tebu di PT. Gunung Madu

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan pada lahan pertanaman tebu di PT. Gunung Madu III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada lahan pertanaman tebu di PT. Gunung Madu Plantations (GMP), Lampung Tengah pada bulan Juni- Desember 2014. Percobaan dilakukan

Lebih terperinci

PEMBERIAN KAPUR CaCO 3 DAN PUPUK KCl DALAM MENINGKATKAN PERTUMBUHAN SERTA SERAPAN K DAN Ca TANAMAN KEDELAI SKRIPSI OLEH:

PEMBERIAN KAPUR CaCO 3 DAN PUPUK KCl DALAM MENINGKATKAN PERTUMBUHAN SERTA SERAPAN K DAN Ca TANAMAN KEDELAI SKRIPSI OLEH: 1 PEMBERIAN KAPUR CaCO 3 DAN PUPUK KCl DALAM MENINGKATKAN PERTUMBUHAN SERTA SERAPAN K DAN Ca TANAMAN KEDELAI DI TANAH ULTISOL SKRIPSI OLEH: RANGGA RIZKI S 100301002 AGROEKOTEKNOLOGI PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan April sampai Agustus 2010. Penelitian dilakukan di lahan percobaan NOSC (Nagrak Organic S.R.I. Center) Desa Cijujung,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi

HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi 4.1.1. Kakteristik Ultisol Gunung Sindur Hasil analisis pendahuluan sifat-sifat kimia tanah disajikan pada tabel.1.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan yang dikonsumsi hampir seluruh penduduk

I. PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan yang dikonsumsi hampir seluruh penduduk I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Beras merupakan bahan pangan yang dikonsumsi hampir seluruh penduduk Indonesia. Perkembangan produksi tanaman pada (Oryza sativa L.) baik di Indonesia maupun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Tanah Tanah adalah kumpulan benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horison-horison, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara,

Lebih terperinci

II. IKLIM, TANAH DAN WILAYAH PRODUKSI

II. IKLIM, TANAH DAN WILAYAH PRODUKSI II. IKLIM, TANAH DAN WILAYAH PRODUKSI 2.1. Iklim Ubi kayu tumbuh optimal pada ketinggian tempat 10 700 m dpl, curah hujan 760 1.015 mm/tahun, suhu udara 18 35 o C, kelembaban udara 60 65%, lama penyinaran

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penanaman rumput B. humidicola dilakukan di lahan pasca tambang semen milik PT. Indocement Tunggal Prakasa, Citeurep, Bogor. Luas petak yang digunakan untuk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pupuk dibedakan menjadi 2 macam yaitu pupuk organik dan pupuk anorganik

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pupuk dibedakan menjadi 2 macam yaitu pupuk organik dan pupuk anorganik II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pupuk Pupuk merupakan bahan alami atau buatan yang ditambahkan ke tanah dan dapat meningkatkan kesuburan tanah dengan menambah satu atau lebih hara esensial. Pupuk dibedakan menjadi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 16 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.1 Analisis Tanah Awal Karakteristik Latosol Cimulang yang digunakan dalam percobaan disajikan pada Tabel 2 dengan kriteria ditentukan menurut acuan Pusat Peneltian Tanah

Lebih terperinci

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Sifat Fisik Tanah 5.1.1. Bobot Isi dan Porositas Total Penambahan bahan organik rumput signal pada lahan Kathryn belum menunjukkan pengaruh baik terhadap bobot isi (Tabel

Lebih terperinci

Metode Penelitian Kerangka penelitian penelitian secara bagan disajikan dalam Gambar 4. Penelitian ini dipilah menjadi tiga tahapan kerja, yaitu:

Metode Penelitian Kerangka penelitian penelitian secara bagan disajikan dalam Gambar 4. Penelitian ini dipilah menjadi tiga tahapan kerja, yaitu: 15 METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di lapang pada bulan Februari hingga Desember 2006 di Desa Senyawan, Kecamatan Tebas, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat (Gambar 3). Analisis

Lebih terperinci

PERANGKAT UJI PUPUK ORGANIK (PUPO) (ORGANICFERTILIZER TEST KIT )

PERANGKAT UJI PUPUK ORGANIK (PUPO) (ORGANICFERTILIZER TEST KIT ) PERANGKAT UJI PUPUK ORGANIK (PUPO) (ORGANICFERTILIZER TEST KIT ) Pendahuluan Pupuk Organik adalah pupuk yang berasal dari tumbuhan mati, kotoran hewan dan/atau bagian hewan dan/atau limbah organik lainnya

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. sampel dilakukan di satu blok (25 ha) dari lahan pe rkebunan kelapa sawit usia

METODOLOGI PENELITIAN. sampel dilakukan di satu blok (25 ha) dari lahan pe rkebunan kelapa sawit usia III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2014 s/d juni 2014. Lokasi penelitian dilaksanakan di perkebunan PT. Asam Jawa Kecamatan Torgamba, Kabupaten

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilakukan pada bulan November 2013 - Februari 2014.

III. MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilakukan pada bulan November 2013 - Februari 2014. III. MATERI DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan November 2013 - Februari 2014. Penelitian ini dilakukan di kebun percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan UIN SUSKA Riau.

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Parameter pertumbuhan yang diamati pada penelitian ini adalah diameter batang setinggi dada ( DBH), tinggi total, tinggi bebas cabang (TBC), dan diameter tajuk.

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah

Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah 30 LAMPIRAN 31 Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah No. Sifat Tanah Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi 1. C (%) < 1.00 1.00-2.00 2.01-3.00 3.01-5.00 > 5.0 2. N (%)

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan pada bulan Maret hingga Juli

III. BAHAN DAN METODE. Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan pada bulan Maret hingga Juli 27 III. BAHAN DAN METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian Percobaan dilakukan di kebun percobaan BPTP Lampung, Desa Negara Ratu, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan pada bulan Maret hingga Juli 2009.

Lebih terperinci

UJI KORELASI KONSENTRASI HARA N, P DAN K DAUN DENGAN HASIL TANAMAN DUKU

UJI KORELASI KONSENTRASI HARA N, P DAN K DAUN DENGAN HASIL TANAMAN DUKU UJI KORELASI KONSENTRASI HARA N, P DAN K DAUN DENGAN HASIL TANAMAN DUKU Abstrak Analisis daun akan lebih tepat menggambarkan perubahan status hara tanaman yang berhubungan dengan perubahan produksi akibat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan di Unit Lapangan Pasir Sarongge, University Farm IPB yang memiliki ketinggian 1 200 m dpl. Berdasarkan data yang didapatkan dari Badan Meteorologi

Lebih terperinci

AKTIVITAS DAN KEANEKARAGAMAN MAKROFAUNA TANAH PADA TIGA JENIS PENGGUNAAN LAHAN DI DESA SITUDAUN KECAMATAN TENJOLAYA, BOGOR. Oleh:

AKTIVITAS DAN KEANEKARAGAMAN MAKROFAUNA TANAH PADA TIGA JENIS PENGGUNAAN LAHAN DI DESA SITUDAUN KECAMATAN TENJOLAYA, BOGOR. Oleh: AKTIVITAS DAN KEANEKARAGAMAN MAKROFAUNA TANAH PADA TIGA JENIS PENGGUNAAN LAHAN DI DESA SITUDAUN KECAMATAN TENJOLAYA, BOGOR Oleh: SEFTI ANGRAENI A24104004 PROGRAM STUDI ILMU TANAH DEPARTEMEN ILMU TANAH

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dengan menggunakan metode observasi. odorata dilakukan pada 3 lokasi yang berbeda berdasarkan bentuk lahan,

BAB III METODE PENELITIAN. dengan menggunakan metode observasi. odorata dilakukan pada 3 lokasi yang berbeda berdasarkan bentuk lahan, BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif eksploratif dan dilakukan dengan menggunakan metode observasi. B. Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Lokasi Penelitian

Lebih terperinci

Organisme Tanah JASAD HIDUP TANAH DALAM STRUKTUR EKOSISTEM. Komposisi Tanah PRODUSEN (TANAMAN) KONSUMEN (HEWAN, MANUSIA) PEROMBAK (JASAD HIDUP TANAH)

Organisme Tanah JASAD HIDUP TANAH DALAM STRUKTUR EKOSISTEM. Komposisi Tanah PRODUSEN (TANAMAN) KONSUMEN (HEWAN, MANUSIA) PEROMBAK (JASAD HIDUP TANAH) Organisme Tanah Komposisi Tanah Tanah mengandung bahan organik dan bahan mineral yang mendukung kehidupan organisme A healthy soil has abundant biological activity. Biological activity contributes to beneficial

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. mestinya sudah mengarah pada pertanian yang mempertahankan keseimbangan

II. TINJAUAN PUSTAKA. mestinya sudah mengarah pada pertanian yang mempertahankan keseimbangan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Pertanian Organik Saat ini untuk pemenuhan kebutuhan pangan dari sektor pertanian mestinya sudah mengarah pada pertanian yang mempertahankan keseimbangan lingkungan.

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 35 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini terdiri dari penelitian survei dan penelitian pot. Penelitian survei pupuk dilaksanakan bulan Mei - Juli 2011 di Jawa Barat, Jawa

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 14 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian dimulai pada bulan April 2010 sampai bulan Maret 2011 yang dilakukan di University Farm Cikabayan, Institut Pertanian Bogor untuk kegiatan pengomposan,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor

TINJAUAN PUSTAKA. Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor II. TINJAUAN PUSTAKA Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor pertanian, kehutanan, perumahan, industri, pertambangan dan transportasi.di bidang pertanian, lahan merupakan sumberdaya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Jumlah spesies dalam komunitas yang sering disebut kekayaan spesies

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Jumlah spesies dalam komunitas yang sering disebut kekayaan spesies TINJAUAN PUSTAKA Keragaman dan Keanekaragaman Serangga Indeks Keanekaragaman dapat digunakan untuk menyatakan hubungan kelimpahan species dalam komunitas. Keanekaragaman species terdiri dari 2 komponen

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perkebunan memiliki peran yang penting dalam pembangunan nasional,

I. PENDAHULUAN. Perkebunan memiliki peran yang penting dalam pembangunan nasional, 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkebunan memiliki peran yang penting dalam pembangunan nasional, khususnya pembangunan sektor pertanian. Perkebunan juga berperan dalam membangun perekonomian nasional,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk jenis penelitian diskriptif kuantitatif. Pengambilan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk jenis penelitian diskriptif kuantitatif. Pengambilan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian diskriptif kuantitatif. Pengambilan data menggunakan metode eksplorasi yaitu dengan mengadakan pengamatan terhadap

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE

III. MATERI DAN METODE III. MATERI DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Maret 2015 sampai Juli 2015. Sempel tanah diambil pada dua tempat yaitu pengambilan sempel tanah hutan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 sampai dengan April 2014.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 sampai dengan April 2014. 25 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 sampai dengan April 2014. Tempat penelitian berlokasi di Sungai Way Sekampung, Metro Kibang,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 III. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Sifat Kimia dan Fisik Latosol Darmaga Sifat kimia dan fisik Latosol Darmaga yang digunakan dalam percobaan ini disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Sifat Kimia

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Telaga Bromo terletak di perbatasan antara desa Kepek kecamatan

BAB III METODE PENELITIAN. Telaga Bromo terletak di perbatasan antara desa Kepek kecamatan BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Telaga Bromo terletak di perbatasan antara desa Kepek kecamatan Saptosari dan desa Karangasem kecamatan Paliyan, kabupaten Gunungkidul. B. Waktu Penelitian

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Tanah Sawah di Pulau Jawa Hasil analisis pendahuluan sifat-sifat kimia tanah sawah di Pulau Jawa disajikan pada Tabel 3. Status sifat kimia tanah yang diteliti

Lebih terperinci

Gambar 2.1. Peta Lokasi Penelitian

Gambar 2.1. Peta Lokasi Penelitian II. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian, Deskripsi Lokasi 1. Materi Penelitian a. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah semut, alkohol 70% dan gliserin. b. Alat Alat-alat

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai dari bulan Februari 2012 sampai dengan Juni 2012. Pengambilan contoh tanah dilakukan di beberapa tanah sawah di Pulau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnnya yang tersebar luas dari Sabang sampai Merauke. Menurut Ummi (2007)

BAB I PENDAHULUAN. lainnnya yang tersebar luas dari Sabang sampai Merauke. Menurut Ummi (2007) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan keanekaragaman hayati nomor dua di dunia yang memiliki keanekaragaman flora, fauna, dan berbagai kekayaan alam lainnnya yang tersebar

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif kuantitatif.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif kuantitatif. BAB III METODE PENELITIAN 1.1 Metode Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif kuantitatif. Mengumpulkan data kemudian mendeskripsikan keanekaragaman makrofauna tanah yang terdapat

Lebih terperinci

3. BAHAN DAN METODE. Lokasi dan Waktu Penelitian

3. BAHAN DAN METODE. Lokasi dan Waktu Penelitian 10 3. BAHAN DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian lapangan dilakukan di Kampung Arca Baru Sawah, Desa Sukaresmi, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor. Analisis tanah dan air dilaksanakan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai Februari 2014.

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai Februari 2014. 10 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai Februari 2014. Pengambilan sampel tanah dilakukan di Hutan mangrove Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang. Analisis

Lebih terperinci

SKRIPSI DEKOMPOSISI BAHAN ORGANIK DI DALAM TANAH PADA BEBERAPA KETINGGIAN TEMPAT DI KOTA PADANG. Oleh: ANDITIAS RAMADHAN

SKRIPSI DEKOMPOSISI BAHAN ORGANIK DI DALAM TANAH PADA BEBERAPA KETINGGIAN TEMPAT DI KOTA PADANG. Oleh: ANDITIAS RAMADHAN SKRIPSI DEKOMPOSISI BAHAN ORGANIK DI DALAM TANAH PADA BEBERAPA KETINGGIAN TEMPAT DI KOTA PADANG Oleh: ANDITIAS RAMADHAN 07113013 JURUSAN TANAH FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2013 DEKOMPOSISI

Lebih terperinci

TATACARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni Oktober 2015 dan dilakukan

TATACARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni Oktober 2015 dan dilakukan 22 TATACARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni Oktober 2015 dan dilakukan di lapangan dan di laboratorium. Pengamatan lapangan dilakukan di empat lokasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Batu merupakan sentra penghasil apel di Indonesia. Lahan apel di Kota Batu seluas 2.993,89 Ha terpusat di Kecamatan Bumiaji yang tersebar di desa Tulungrejo, Sumbergondo,

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1 Kandungan dan Dosis Pupuk

LAMPIRAN. Lampiran 1 Kandungan dan Dosis Pupuk 31 LAMIRAN Lampiran 1 Kandungan dan Dosis upuk Jenis upuk Kandungan Dosis upuk daun Mn, Fe, Cu, Mo, Zn, B 3 g/10 liter/20 pohon NK N (15%), (15%), K (15%) 200 g/pohon upuk organik 500 g/pohon Lampiran

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan September 2013

III. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan September 2013 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelititan Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan September 2013 bertempat di Jurusan Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN

ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

Water Quality Black Water River Pekanbaru in terms of Physics-Chemistry and Phytoplankton Communities.

Water Quality Black Water River Pekanbaru in terms of Physics-Chemistry and Phytoplankton Communities. Water Quality Black Water River Pekanbaru in terms of Physics-Chemistry and Phytoplankton Communities Dedy Muharwin Lubis, Nur El Fajri 2, Eni Sumiarsih 2 Email : dedymuh_lubis@yahoo.com This study was

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Ciri Kimia dan Fisik Tanah Sebelum Perlakuan Berdasarkan kriteria penilaian ciri kimia tanah pada Tabel Lampiran 5. (PPT, 1983), Podsolik Jasinga merupakan tanah sangat masam dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. di lahan sawah terus berkurang seiring perkembangan dan pembangunan di

I. PENDAHULUAN. di lahan sawah terus berkurang seiring perkembangan dan pembangunan di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Padi merupakan bahan pangan terpenting di Indonesia mengingat makanan pokok penduduk Indonesia sebagian besar adalah beras. Sementara itu, areal pertanian

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di dalam areal Hak Pengusahaan Hutan (HPH) PT. Sari Bumi Kusuma, Unit S. Seruyan, Kalimantan Tengah. Areal hutan yang dipilih untuk penelitian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kombinasi Pupuk Kimia dan Pupuk Organik terhadap Tanaman Jagung Manis

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kombinasi Pupuk Kimia dan Pupuk Organik terhadap Tanaman Jagung Manis II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kombinasi Pupuk Kimia dan Pupuk Organik terhadap Tanaman Jagung Manis Pupuk adalah bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk menyediakan unsur hara guna mendorong pertumbuhan

Lebih terperinci

Evaluasi Sifat Kimia Tanah pada Lahan Kopi di Kabupaten Mandailing Natal

Evaluasi Sifat Kimia Tanah pada Lahan Kopi di Kabupaten Mandailing Natal Evaluasi Sifat Kimia Tanah pada Lahan Kopi di Kabupaten Mandailing Natal Evaluation of Soil Chemistry Characteristic on Coffee Land in Mandailing Natal Regency Wilson, Supriadi *, Hardy Guchi Program studi

Lebih terperinci

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA A. Deskripsi Data 1. Kondisi saluran sekunder sungai Sawojajar Saluran sekunder sungai Sawojajar merupakan aliran sungai yang mengalir ke induk sungai Sawojajar. Letak

Lebih terperinci