BAB II LANDASAN TEORITIS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORITIS"

Transkripsi

1 BAB II LANDASAN TEORITIS A. Asuransi Dalam KUHDagang yang mengatur tentang asuransi jiwa, pengaturannya sangat singkat sekali dan hanya terdiri dari tujuh (7) pasal yaitu Pasal 302 sampai dengan Pasal 308. Pasal 302 KUHDagang sebagai dasar asuransi jiwa, yang menyatakan bahwa: Jiwa seseorang dapat diasuransikan untuk keperluan orang yang berkepentingan, baik untuk selama hidupnya maupun untuk waktu yang ditentukan dalam perjanjian. Pengertian asuransi jiwa yang terdapat pada ketentuan di atas lebih menekankan kepada suatu waktu yang ditentukan dalam asuransi jiwa. Sedangkan untuk waktu selama hidupnya tidak ditetapkan dalam perjanjian, ini berarti undang-undang tidak tegas memberi kemungkinan untuk mengadakan asuransi jiwa itu selama hidupnya bagi yang berkepentingan. Selain dari definisi/ pengertian formil yang terdapat dalam undangundang, ada juga pendapat ahli hukum juga memberikan definisi asuransi jiwa dimaksud.

2 Menurut Djoko Prakoso dan I Ketut Murtika yang dikutip dari pendapat Molenggraf berpendapat bahwa : Asuransi jiwa dalam pengertian luas memuat semua perjanjian mengenai pembayaran sejumlah modal atau bunga, yang didasarkan atas kemungkinan hidup atau mati, dan daripada itu pembayaran premi atau dua-duanya dengan cara digantungkan pada masa hidupnya atau meninggalnya seseorang atau lebih. Kemudian menurut Wirjono Prodjodikoro, pada Pasal 1a Bab I Staatsblad , pengertian asuransi jiwa sebagai berikut : Perjanjian asuransi jiwa ialah perjanjian tentang pembayaran uang dengan nikmat dari premi dan yang berhubungan dengan hidup atau matinya seseorang termasuk juga perjanjian asuransi kembali/uang dengan pengertian/catatan bahwa perjanjian dimaksud tidak termasuk perjanjian asuransi kecelakaan. Dalam undang-undang Republik Indonesia No. 2 tahun 1992 tentang usaha perasuransian Bab 1, Pasal 1, ayat 1 di sebutkan bahwa : Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari satu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang di pertanggungkan. Menurut Abas Salim (1999 : 1 ) menyatakan bahwa :

3 Asuransi merupakan suatu kemauan untuk menetapkan kerugian kerugian kecil (sedikit) yang sudah pasti sebagai pengganti (subtitusi) kerugian-kerugian yang belum pasti. 1. Pengertian Asuransi Jiwa Dalam Undang Nomor 2 Tahun 1992, dirumuskan definisi asuransi yang lebih lengkap jika dibandingkan dengan rumusan yang terdapat dalam Pasal 246 KUHD. Menurut ketentuan Pasal 1 angka (1) Undangundang Nomor 2 Tahun 1992: Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara 2 (dua) pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan atau taggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dan suatu peristiwa tidak pasti atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas rneninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan. 2. Karakteristik Usaha Asuransi Jiwa Berdasarkan PSAK no. 36 tentang Akuntansi Asuransi Jiwa, terdapat beberapa karakteristik usaha asuransi jiwa antara lain :

4 a. Usaha asuransi jiwa merupakan suatu system proteksi menghadapai resiko keuangan atas hidup atau meninggalnya seseorangan dan sekaligus merupakan upaya penghimpunan dana masyarakat. b. Premi merupakan pendapatan perusahaan asuransi, disamping hasil investasi yang menjadi kegiatan tak terpisahkan dari usaha asuransi jiwa. c. Investasi berfungsi utama untuk memenuhi seluruh kewajiban manfaat yang akan diberikan kepada tertanggung. d. Kewajiban keuangan bagi usaha asuransi jiwa terkait dengan ketidakpastian terjadinya suatu peristiwa, hal ini mempengaruhi penyajian laporan keuangan. e. Laporan keuangan sangat dipengaruhi oleh unsur estimasi, misalnya estimasi jumlah kewajiban manfaat polis masa depan (liability for future policy benefits ) yang dihitung berdasarkan perhitungan aktuaria, estimasi premi yang belum merupakan pendapatan (unearned premium income, estimasi jumlah kewajiban klaim, serta jumlah klaim terjadi namun belum dilaporkan (incurred but not reported claims) f. Pihak tertanggung (pembeli kontrak asuransi) membayar terleih dahulu premi asuransi atau titipan premi kepada perusahaan asurabsu sevekun sesuatu atau peristiwa yang diasuransikan terjadi. Pembayaran ini merupakan pendapatan (revenue) bagi perusahaan asuransi. Pada saat kontrak asuransi disetujui, perusahaan asuransi biasanya belum mengetahui apakah ia akan membayar manfaat asuransu, beberapa

5 besar pembayaran itu, dan kalu terjadi, kapan terjadinya. Hal ini akan berpengaruh pada masalah pengakuan pendapatan dan pengukuran beban. g. Perusahaan asuransi jiwa harus memenuhi kesehatan keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dibidang perasuransian, misalnya batas tingkat solvabilitas, 3. Tujuan Asuransi Dalam praktiknya baik asuransi kerugian maupun asuransi jiwa, memiliki beberapa tujuan-tujuan, yaitu : a. Memberikan jaminan perlindungan dari resiko-resiko kerugian yang diderita satu pihak. b. Meningkatkan efisiensi, karena tidak perlu secara khusus mengadakan pengamanan dan pengawasan untuk memberikan perlindungan yang memakan banyak tenaga, waktu dan biaya. c. Pemerataan biaya, yaitu cukup hanya dengan mengeluarkan biaya yang jumlahnya tertentu dan tidak perlu mengganti/membayar sendiri kerugian yang timbul akibat jumlahnya tidak tentu dan tidak pasti. d. Dasar bagi pihak bank untuk memberikan kredit karena bank memerlukan keamanan perlindungan atas anggaran yang diberikan oleh peminjam uang.

6 e. Sebagai tabungan, karena jumlah yang dibayar kepada pihak asuransi akan dikembalikan dalam jumlah yang lebih besar. Hal ini khusus berlaku untuk asuransi jiwa. f. Menutup loss of earning power seseorang atau badan usaha pada saat ia tidak dapat berfungsi (bekerja). 4. Prinsip Dasar Asuransi Industri asuransi, baik asuransi kerugian maupun asuransi jiwa, memiliki prinsip-prinsip yang menjadi pedoman bagi seluruh penyelenggaraan kegiatan perasuransian dimanapun berada. a. Insurable Interest ( kepentingan yang diasuransikan ) Inti dari insurable interest adalah : 1. Harus ada kepentingan atas harta benda yang dapat dilimpahkan kepada orang lain. 2. Harta benda itu harus dapat diasuransikan (insurable). 3. Harus ada hubungan antara tertanggung dengan harta benda itu, yakni : a. Bila harta benda itu rusak / hilang, tertanggung menderita kerugian. b. Bila Hak atas harta benda itu hilang, tertanggung menderita kerugian. Insurable Interest timbul karena kepemilikan, tetapi dapat juga timbul bukan karena kepemilikan, antara lain :

7 1. Sebagai Pengurus / pelaksana (administrator/executor). 2. Sebagai wali (trustee) atau sebagai penyimpan (bailee) atas barang orang lain. 3. Sebagai Agen / broker. 4. Sebagai pengangkut 5. Sebagai pemilik sebagian (part ownership) atas suatu benda. 6. Sebagai pemegang hipotik. b. Utmost good faith ( Itikad Baik ) Masalah-masalah dalam pelaksanaan prinsip itikad baik antara lain : 1. Representasi Adalah pernyataan pendaftar asuransi yang dibuat sebelum kontrak asuransi ditandatangani. 2. Concealments Adalah kesalahan calon tertanggung karena merahasiakan fakta penting terhadap resiko yang dipertanggungkan. Apabila terjadi concealments maka kontrak asuransinya batal c. Indemnity (indemnitas) Apabila objek yang diasuransikan terkena musibah sehingga menimbulkan kerugian maka kami akan memberi ganti rugi untuk

8 mengembalikan posisi keuangan anda setelah terjadi kerugian menjadi sama dengan sesaat sebelum terjadi kerugian. Dengan demikian anda tidak berhak memperoleh ganti rugi lebih besar dari pada kerugian yang anda derita. d. Subrogration (Subrogasi) Prinsip suborgation (perwalian) ini berkaitan dengan suatu keadaan dimana kerugian yang dialami tertanggung merupakan akibat dari kesalahan pihak ketiga (oranglain). Prinsip ini memberikan hak perwalian kepada penanggung oleh tertanggung mengalami kerugian akibat kelalaian atau kesalahan pihak ketiga, maka XYZ, setelah memberikan ganti rugi kepada tertanggung, akan mengganti kedudukan tertanggung dalam mengajukan tuntutan kepada pihak ketiga tersebut. Mekanisme Aplikasi Subrogasi tertanggung harus memilih salah satu sumber penggantian kerugian dari pihak ketiga, ia tidak akan mendapatkan ganti rugi dari asuransi, kecuali jumlah penggantian dari pihak ketiga tsb tidak sepenuhnya. Kalau tertanggung sudah mendapatkan penggantian dari asuransi ia tidak boleh menuntut pihak ketiga. Karena hak menuntut tersebut sudah dilimpahkan ke perusahaan asuransi. e. Contribution (kontribusi) Anda dapat saja mengasuransikan harta benda yang sama pada beberapa perusahaan asuransi. Namun bila terjadi kerugian atas objek yang di asuransikan maka secara otomatis berlaku prinsip kontribusi.

9 Prinsip kontribusi berarti bahwa apabila kami telah membayar penuh ganti rugi yang menjadi hak anda, maka kami berhak menuntut perusahaan-perusahaan lain yang terlibat suatu pertanggungan (secara bersama-sama menutup asuransi harta benda milik anda) untuk membayar bagian kerugian masing-masing yang besarta sebanding dengan jumlah pertanggungan yang di tutupnya, Prinsip ini tidak berlaku bagi asuransi jiwa dan asuransi kecelakaan diri yang berkaitan dengan meninggal dunia atau cacat tetap. f. Proximate Cause (Kausa Proksimal) Apabila kepentingan yang diasuransikan mengalami musibah atau kecelakaan, maka pertama-tama kami akan mencari sebab-sebab yang aktif dan efisien yang menggerakan suatu rangkaian peristiwa tanpa terputus sehingga pada akhirnya terjadilah musibah atau kecelakaan tersebut. Suatu prinsip yang digunakan untuk mencari penyebab kerugian yang aktif dan efisien adalah : unbroken chain of event yaitu suatu rangkain mata rantai peristiwa yang tidak terputus. Sebagai contoh, kasus klaim kecelakaan diri berikut : Seseorang mengendarai kendaraan dijalan tol dengan kecepatan tinggi sehingga mobil tidak terkendali dan terbalik. Korban luka parah dan dibawa kerumah sakit. Tidak lama kemudian korban meninggal dunia. Dari peristiwa tersebut diketahui bahwa kausa proksimalnya adalah korban mengendarai kendaraan dengan kecepatan tinggi

10 sehingga mobil tidak terkendali dan terbalik. Melalui kausa proksimal akan dapat diketahui apakah penyebab terjadinya musibah atau kecelakaan tersebut dijamin dalam kondisi polis asuransi ataukah tidak? B. Metode Risk Based Capital (RBC) 1. Rasio RBC Risk Based Capital (RBC) merupakan suatu rasio tingkat kesehatan yang ditentukan oleh Menteri Keuangan Republik Indonesia no. 424/KMK.06/2003 tentang kesehatan keuangan perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi BAB II, pasal 2, ayat 1, bahwa perusahaan asuransi dan reasuransi setiap saat wajib memenuhi tingkat solvabilitas paling sedikit 120 % dari resiko kerugian yang mungkin timbul sebagai akibat dari devisi dalam pengelolaan kekayaan kewajiban. Seperti yang dicantumkan dalam laporan perhitungan RBC, rasio RBC adalah rasio solvabilitas dari perusahaan asuransi dan reasuransi. Dan rasio tersebut jika dijabarkan dalam rumus adalah : Kekayaan yang diperkenankan Kewajiban RBC = X 100 % BTSM Batasan rasio 120 % ini adalah tahapan terakhir dari keputusan menteri keuangan pada BAB IX pasal 43 ayat 2 yang menyatakan bahwa batas tersebut dilakukan dengan tahapan :

11 1. Sejak triwulan III tahun 2003 batas tingkat solvabilitas paling sedikit 75 % dari (BTSM) 2. Sejak akhir tahun batas tingkat solvabilitas paling sedikit 120 % dati BTSM 2. Batas tingkat solvabilitas minimum (BTSM) Dalam lampiran keputusan Direktorat Jendral Lembaga Keuangan No : KEP-360/LK/2004 tentang pedoman perhitungan batas tingkat solvabilitas minimum terdapat pengertian : Batas Tingkat Solvabilitas Minimum BTSM adalah suatu jumlah minimum tingkat solvabilitas yang di tetapkan, yaitu sebesar jumlah dana yang dibutuhkan untuk menutup resiko kerugian yang mungkin timbul sebagai akibat dari devisi dalam pengelolaan kekayaan dan kewajiban. Komponen-komponen BTSM dalam keputusan tersebut terdiri dari: 1. Kegagalan pengelolaan asset (Asset Default Risk ), yaitu kegagalan yang mungkin timbul karena kehilangan atau penurunan nilai kekayaan dan kehilangan atau penurunan hasil pengembangan kekayaan. 2. Ketidak-seimbangan antara proyeksi arus kekayaan dan kewajiban (Cashflow Mismatch Risk), yaitu perbandingan antara nilai sekarang dari proyeksi arus kekayaan dan nilai sekarang dari proyeksi arus kewajiban.

12 3. Ketidak-seimbangan antara kekayaan dan kewajiban dalam setiap mata uang (currency mismatch risk), yaitu perbandingan antara kekayaan dan kewajiban yang dimiliki oleh perusahaan untuk setiap jenis mata uang. 4. Perbedaan antara beban klaim yang terjadi dan beban klaim yang diperkirakan (Claim Experience Worse than Expected Risk), yaitu resiko perkiraan klaim yang terjadi lebih buruk dari yang diperkirakan. 5. Ketidakcukupan premi akiat perbedaan hasil investasi yang asumsikan dalam penetapan premi dengan jasa investasi yang di peroleh (insufficient premium risk), yaitu resiko jika premi yang diterima tidak cukup karena hasil investasi lebih rendah dari yang di perkirakan. 6. Ketidakmampuan pihak reasuradur untuk memenuhi kewajiban membayar klaim (reinsurance Risk), yaitu resiko reasuradur tidak mampu memenuhi kewajibannya jika terjadi klaim C. Laporan Keuangan SAP 1. Pengertian SAP Laporan keuangan berdasarkan Statutory Accounting Principle (SAP) atau Standar Akuntansi Pemerintahan adalah laporan keuangan yang di buat berdasarkan aturan yang ditetapkan oleh pemerintah, dalam hal perusahaan asuransi Laporan Keuangan SAP dibuat berdasarkan KMK 424/KMK.06/2003 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi.

13 Laporan Keuangan SAP ini pada awalnya adalah Laporan Keuangan perusahaan asuransi yang dibuat berdasarkan SAK (Standar Akuntansi Keuangan) yang kemudian dilakukan beberapa penyesuaian sesuai dengan aturan dalam KMK no 424 tadi. Semua angka penyesuaian yang terjadi kemudian dimasukan kedalam akun penampung Selisih Penilaian Berdasarkan SAP & SAK. 2. Pembatasan Kekayaan Dalam pembuatannya, laporan SAP dikenal istilah pembatasan kekayaan,yaitu jumlah tertentu dari kekayaan yang terdapat pada neraca SAK yang di perbolehkan menjadi dasar perhitungan solvabilitas. Kekayaan yang di perkenankan adalah kekayaan yang di perhitungkan dalam perhitungan tingkat solvabilitas. Berdasarkan KMK 424 BAB III pasal 10, kekayaan yang diperkenankan harus memiliki dan dikuasai oleh Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi, dalam bentuk : a. Investasi b. Bukan investasi Jenis investasi dan bukan investasi yang dimaksud dalam pasal 10 tersebut diperinci lagi dalam ayat 1 dan 2, yaitu : Ayat 1, kekayaan yang diperkenankan dalam bentuk investasi adalah

14 a. Deposito berjangka dan sertifikat deposito pada bank, termasuk deposito on call dan deposito yang berjangka waktu kurang dari atau sama dengan 1 bulan. b. Saham yang tercatat di laporan keuangan koran. c. Obligasi dan medium term notes dengan peringkat paling rendah A atau yang setara pada saat penempatan. d. Surat berharga yang diterbitkan atau dijamin oleh pemerintah atau bank Indonesia. e. Unit pernyataan reksadana. f. Bangunan dengan hak starata (starata title) atau tanah dengan bangunan, untuk investasi. g. Pinjaman hipotik. h. Pinjaman polis. Ayat 2, kekayaan yang diperkenankan dalam bentuk bukan investasi terbatas hanya : a. Kas dan bank b. Tagihan premi penutupan langsung c. Tagihan reasuransi d. Tagihan hasil investasi e. Bangunan dengan hak starata (starata title) atau tanah dengan bangunan untuk dipakai sendiri f. Perangkat keras computer.

15 Dari poin-poin yang telah disebutkan diatas, sebagai kekayaan yang di perkenankan di atur dalam pasal 13, mengenai penelitian yang diperkenankan berdasar standar SAP yaitu Ayat 1, penilaian atas kekayaan investasi untuk perusahaan asuransi dan reasuransi adalah : a. Deposito berjangka, berdasarkan nilai nominal b. Sertifikat deposito, berdasarkan nilai tunai c. Saham yang tercatat di bursa efek, berdasarkan nilai pasar d. Obligasi dan medium term notes, berdasarkan nilai pasar e. Surat berharga yang diterbitkan atau dijamin oleh pemerintah atau bank Indonesia, berdasarkan nilai pasar, atau nilai tunai dalam hal nilai pasar tidak tersedia. f. Unit penyertaan reksadana, berdasarkan nilai aktiva bersih. g. Penyertaan langsung (saham yang tidak tercatat di bursa efek) berdasarkan nilai ekuitas. h. Bangunan dengan hak strata (strata title) atau tanah dengan bangunan. Untuk investasi, berdasarkan nilai yang ditetapkan oleh lembaga penilai yang terdaftar pada instansi yang berwenang, atau nilai jual objek pajak (NJOP) dalam hal tidak dilakukan penilaian oleh lembaga penilai. i. Pinjaman hipotik, berdasarkan nilai sisa pinjaman. j. Pinjaman polis, berdasarkan nilai sisa pinjaman. Ayat 2, penilaian atas kekayaan bukan investasi adalah :

16 a. Kas dan bank, berdasarkan nilai nominal. b. Tagihan premi penutupan langsung, berdasarkan nilai sisa tagihan. c. Tagihan reasuransi, berdasarkan nilai sisa tagihan. d. Tagihan hasil investasi, berdasarkan nilai sisa tagihan. e. Bangunan dengan hak strata (strata title) atau tanah dengan bangunan, untuk dipakai sendiri, berdasarkan nlai yang ditetapkan oleh lembaga penilai yang terdaftar pada instansi yang berwenang, atau nilai jual objek pajak (NJP) dalam hal tidak melakukan penilaian oleh lembaga penilai. f. Perangkat keras computer, berdasarkan nilai buku. Kemudian pada pasal 14, barulah diatur mengenai pembatasan atas kekayaan investasi yang terdapat di pasal 10, pembatasan-pembatasan yang telah ditentukan tersebut adalah a. Investasi dalam bentuk deposito berjangka dan sertifikat deposito pada setiap bank tidak melebihi 20% dari jumlah investasi b. Investasi dalam bentuk saham yang emitennya adalah badan hokum Indonesia, untuk setiap emiten masing-masing tidak melebihi 20 % dari jumlah investasi c. Investasi dalam bentuk obligasi dan medium term notes yang penerbitnya adalah badan hokum Indonesia,untuk setiap penerbit masing-masing tidak melebihi 20 % dari jumalh investasi d. Investasi dalam bentuk unit penyertaan reksadana, untuk setiap penerbit tidak melebihi 20 % dari jumlah investasi

17 e. Investasi dalam bentuk penyertaan langsung (saham tidak tercatat di bursa efek), seluruhnya tidak melebihi 20 % dari jumlah investasi f. Investasi yang ditempatkan dalam bentuk bangunan dengan hak strata ( strata title) atau tanah dengan bangunan,seluruhnya tidak melebihi 20% dari jumlah investasi g. Investasi di tepatkan dalam bentuk pinjaman hipotik, seluruhnya tidak melebihi 20% dari jumlah investasi dan memenuhi persyaratan bahwa pinjaman tersebut : 1. Diberikan hanya kepada perorangan 2. Dijamin dengan hipotik pertama 3. Penghipotikan dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan 4. Besarnya setiap pinjaman tidak melebihi 75% dari nilai jaminan yang terkecil diantara nilai yang ditetapkan oleh lembaga penilai yang terdaftar pada instansi yang berwenang dan nilai jual objek pajak (NJOP) h. Investasi dalam bentuk pinjaman polis besarnya tidak melebihi 80% dari nilai tunai polis yang bersangkutan Untuk kekayan bukan investasi, pembatasannya dalam ayat 4 adalah : a. Tagihan premi penutupan langsung, umurnya tidak melebihi dari 2 bulan dihitung sejak :

18 1. Pertanggungan dimulai bagi polis dengan pembayaran premi tunggal atau 2. Jatuh tempo pembayaran premi bagi polis dengan pembayaran premi cicilan b. Tagihan reasuransi, umurnya tidak lebih dari 2 bulan di hitung sejak tanggal jatuh tempo pembayaran c. Tagihan hasil investasi, umurnya tidak lebih dari 2 bulan dihitung sejak tanggal hasil nvestasi menjadi hak perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi d. Bangunan dengan hak strata (strata title) atau tanah dengan bangunan, untuk dipakai sendiri, seluruhnya tidak melebihi 20% bagi perusahaan asuransi kerugian dan perusahaan reasuransi, atau 30% bagi perusahaan asuransi jiwa, masing-masing dari modal sendiri periode berjalan e. Perangkat keras komputer, seluruhnya tidak melebihi 20% dari modal sendiri periode berjalan. Dalam pasal 26, dikatakan selain hal-hal yang disebutkan diatas, kekayaan perusahaan asuransi dan reasuransi tidak di perkenankan menjadi dasar perhitungan solvabilitas, selain itu kekayaan perusahaan asuransi dan reasuransi di luar negeri dalam bentuk kas dan bank serta kekayaan yang dimiliki tetapi dikuasai, digunakan dalam sengketa, atau diblokir oleh pihak yang berwenang juga merupakan kekayaan yang tidak diperkenankan dalam perhitungan,

19 D. Solvabilitas 1. Pengertian Solvabilitas Solvabilitas adalah rasio yang mengukur kemampuan seluruh asset perusahaan untuk membayar seluruh kewajibannya baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang apabila perusahaan mengalami kebangkrutan. Menurut Wikipedia, pengertian solvabilitasnya sebagai berikut : Solvabilitas adalah kemampuan perusahaan untuk memenuhi semua kewajibannya. Solvabiltas menunjukan kemampuan perusahaan untuk melunasi seluruh utang yang ada dengan menggunakan seluruh asset yang dimilikinya. Hal ini sesungguhnya jarang terjadi kecuali perusahaan mengalami kepailitan. Kemampuan operasi perusahaan dicerminkan dari asetaset yang dimiliki oleh perusahaan. 2. Kebijakan pemenuhan sovabilitas Tingkat solvabilitas dalam perusahaan asuransi dan reasuransi sangat diperhatikan oleh pemerintah. Dalam kebijakan pemerintah KMK 424/KMK.06?2003, Bab II Pasal 2, dinyatakan, Ayat 1, Perusahaan Asuransi dan Reasuransi setiap saat wajib memenuhi tingkat solvabilitas paling sedikit 120 % dari resiko kerugian yang mungkin timbul sebagai akibat dari devisi dalam pengelolaan kekayaan dan kewajiban.

20 Ayat 2. Perusahaan Asuransi dan Reasuransi yang tidak memenuhi ketentuan tingkat solvabilitas sebagaimana dimaksud dalam ayat 1, namun memerlukan tingkat solvabilitas paling sedikit 100%, diberikan kesempatan melakukan penyesuaian dalam jangka waktu tertentu untuk memenuhi ketentuan tingkat solvabilitas sebagaimana dimaksud dalam ayat 1. Kewajiban atas pelaporan solvabilitas perusahaan asuransi dan reasuransi juga telah diatur dalam pasal 6, ayat 1, yaitu : a. Laporan perhitungan tingkat solvabilitas triwulan per 31 maret, 30 Juni, 30 September, dan 31 Desember, paling lambat 1 bulan setelah berakhirnya triwulan yang bersangkutan. b. Laporan perhitungan tingkat solvabilitas tahunan per 31 Desember yang dilampiri dengan laporan auditor independen atas laporan keuangan tahunan yang digunakan untuk menghitung tingkat solvabilitas periode dimaksud, paling lambat tanggal 30 April tahun berikutnya. Pemenuhan tingkat solvabilitas diatur dalam pasal 7. Ayat 1, Perusahaan Asuransi dan Reasuransi yang tidak memenuhi ketentuan tingkat solvabilitas 120% wajib menyampaikan rencana penyehatan keuangan yang disetujui oleh pemegang saham atau yang setara dengan itu dalam rangka memenuhi ketentuan tingkat solvabilitas.

21 Ayat 2. Perusahaan Asuransi dan Reasuransi yang dimaksud dalam ayat 1 wajib pula menyampaikan laporan perhitungan tingkat solvabilitas bulanan per akhir bulan yang dilengkapi dengan laporan perkembangan penyehatan keuangan perusahaan paling lambat tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya. Ayat 3, Rencama penyehatan keuangan sebagaimana dimaksud ayat 1 disampaikan kepada Menteri bersamaan dengan penyampaian laporan perhitungan tingkat solvabilitas triwulan berikutnya. Ayat 4, Rencana penyehatan keuangan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat 1, sekurang-kurangnya memuat langkah-langkah penyehatan yang disertai dengan jangka waktu tertentu yang dibutuhkan untuk memenuhi ketentuan tingkat solvabilitas. Ayat 5, Langkah-langkah penyehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat 4, paling sedikit memuat salah satu rencana sebagai berikut : a. Rencana restrukturisasi kekayaan dan atau kewajiban. b. Rencana penambahan modal disetor. c. Rencana pengalihan sebagian atau seluruh porto folio pertanggungan. d. Rencana melakukan penggabungan badan usaha.

22 Ayat 6, Jangka waktu sebagai mana dimaksud dalam ayat 4 harus disesuaikan dengan kondisi permasalahan yang dihadapi oleh Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi dan tidak lebih dari 6 (enam) bulan sejak tanggal penyampaian laporan perhitungan tingkat solvabilitas triwulan sebagai mana dimaksud dalam ayat 3. E. Akuntansi Asuransi Jiwa Perlakuan asuransi jiwa diatur secara khusus pada PSAK no. 36 kekhususan karakteristik usaha asuransi jiwa membuat transaksi asuransi dan akuntansi asuransi jiwa menjadi sedikit berbeda dengan akuntansi secara umum. Premi diterima dan atau diketahui, sementara klaim atau manfaat asuransi belum terjadi dan diliputi ketidakpastian kejadiannya. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan ini mengatur perlakuan akuntansi untuk transaksi-transaksi berkaitan khusus dengan industri asuransi jiwa. Halhal yang bersifat umum atau yang tidak tercantum dalam PSAK No. 36 mengacu pada prinsip akuntansi yang berlaku umum. Secara umum laporan keuangan asuransi jiwa terdiri dari neraca dan laporan laba rugi. Dalam penyajian neraca, Aktiva dan kewajiban tidak dikelompokkan menurut lancar dan tidak lancar, tetapi mendahulukan kelompok akun investasi dan kelompok akun kewajiban kepada pemegang polis.

23 Akun aktiva disajikan dengan menempatkan akun investasi pada urutan pertama diikuti akun-akun aktiva lain. Akun-akun yang lain disajikan berdasarkan urutan likuiditas. Kewajiban disajikan dengan menempatkan akun kewajiban kepada pemegang polis pada urutan pertama dan diikuti oleh akun-akun kewajiban yang lain berdasarkan urutan jatuh tempo. Hutang subordinasi, jika ada, disajikan setelah Kewajiban Lain sebelum Ekuitas. Laporan Laba Rugi disajikan sedemikian rupa sehingga menunjukan jumlah premi bruto, premi asuransi, dan kenaikan (penurunan) premi yang belum merupakan pendapatan. Premi reasuransi disajikan sebagai pengurang premi bruto. Catatan atas laporan keuangan meliputi pengungkapan seperti ditentukan oleh prinsip akuntansi yang berlaku umum, kecuali dinyatakan lain. F. Return on Equity Definisi return on equity adalah : ROE adalah sama dengan laba bersih satu tahun fiskal (setelah dividen saham preferen tapi sebelum dividen saham biasa) dibagi dengan total ekuitas (tidak termasuk saham preferen), dinyatakan sebagai persentase. Seperti dengan rasio keuangan, ROE yang terbaik digunakan untuk membandingkan perusahaan-perusahaan dalam industri yang sama. ROE tinggi tidak menghasilkan manfaat langsung. Karena harga saham yang paling kuat ditentukan oleh pendapatan per saham (EPS), Anda

24 akan membayar dua kali lebih banyak (dalam Harga / Buku istilah) untuk sebuah perusahaan ROE 20% bagi perusahaan ROE 10%. Manfaat berasal dari pendapatan diinvestasikan kembali dalam perusahaan pada tingkat ROE yang tinggi, yang pada gilirannya memberikan perusahaan tingkat pertumbuhan yang tinggi. Manfaatnya juga bisa datang sebagai dividen saham biasa atau sebagai kombinasi dari dividen dan reinvestasi dalam perusahaan. ROE mungkin tidak relevan jika pendapatan tidak diinvestasikan kembali. Model pertumbuhan berkelanjutan menunjukkan kepada kita bahwa ketika perusahaan membayar dividen, pertumbuhan laba menurunkan. Jika pembayaran dividen adalah 20%, pertumbuhan yang diharapkan akan hanya 80% dari tingkat ROE. Tingkat pertumbuhan akan lebih rendah jika pendapatan digunakan untuk membeli kembali saham. Jika saham yang dibeli pada kelipatan dari nilai buku (katakanlah 3 kali buku), penghasilan tambahan akan kembali hanya 'bahwa fraksi "ROE (ROE / 3). Investasi baru mungkin tidak menguntungkan sebagai bisnis yang ada. Bertanya "apa yang perusahaan lakukan dengan pendapatannya?" Ingat ROE yang dihitung dari perspektif perusahaan, pada perusahaan secara keseluruhan. Karena manipulasi keuangan banyak dilakukan dengan penerbitan saham baru dan buyback, selalu menghitung ulang atas dasar 'per saham', yaitu, laba bersih per saham / nilai buku per saham.

25 Dalam penelitian penulis akan menggunakan pendekatan rasio return on equity di bawah ini sebagai ukuran variabel laba sebelum pajak. Return On Equity = Laba Sebelum Pajak Rata-rata modal sendiri G. Penelitian Terdahulu Analisis Risk Based Capital Bagi Usaha Asuransi Kerugian Tabroni dan Chrisna Temante Sebayang (2008) sumber dari Universitas Pancasila melakukan penelitian mengenai analisi Risk Based Capital bagi usaha asuransi kerugian. Dalam penelitian ini, Risk Based Capital di ukur dengan menggunakan 4 kelompok, yaitu solvabilitas, reasuransi dan retensi sendiri, investasi, dan pembentukan cadangan teknis (yaitu premi yang belum merupakan pendapatan dan cadangan klaim). Dari keempat aspek keuangan yang di awasi tersebut, dua aspek yaitu solvabilitas dan investasi dapat dijadikan indicator untuk menentukan kemampuan perusahaan asuransi kerugian untuk membayar kewajibankewajibannya kepada tertanggung. Penelitian menggunakan 38 sampel perusahaan dimana dibedakan menjadi 2 kelompok. Kelompok pertama akan dinamakan sampel mayor, terdiri dari perusahaan-perusahaan asuransi kerugian yang izin usahanya telah di cabut pemerintah dan kelompok kedua akan dinamakan sampel minor, terdiri dari perusahaan-perusahaan asuransi kerugian yang pada saat dilakukan penelitian masih menyampaikan laporan keuangan tahunan.

26 Hasil penelitian menunjukan bahwa berdasarkan hasil penelitian. o hipotesis yang menyatakan bahwa nilai korelasi antara JHKH dan rasio RBC < 0 dapat di terima dan berpengaruh positif untuk seluruh kelompok PAK yang diklasifikasikan berdasarkan MS. Penetian ini juga menunjukan bahwa MS PAK tidak mempengaruhi besar kecilnya korelaso antara JHKH dan Rasio RBC. o Hasil penelitian menunjukkan bahwa hipotesis menunjukan bahwa nilai korelasi antara JHKH dan rasio investasi < 0 hanya dapat di terima untuk kelompok PAK dengan MS antara Rp 60 M dan Rp 100 M dan PAK dengan MS kurang dari Rp 25 M. penelitian ini juga menunjukan bahwa MS PAK tidak mempengaruhi besar kecilnya korelasi antara JHKH dan Rasio Investasi. TABEL 2.1 Paradigma dan Model Penelitian Hubungan Antara Variabel RBC X ROE Y

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 23 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Dalam penelitian ini, penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif yang bertujuan untuk membuat deskripsi secara sistematis, factual dan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 424/KMK.06/2003 TENTANG KESEHATAN KEUANGAN PERUSAHAAN ASURANSI DAN PERUSAHAAN REASURANSI

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 424/KMK.06/2003 TENTANG KESEHATAN KEUANGAN PERUSAHAAN ASURANSI DAN PERUSAHAAN REASURANSI KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 424/KMK.06/2003 TENTANG KESEHATAN KEUANGAN PERUSAHAAN ASURANSI DAN PERUSAHAAN REASURANSI Keputusan ini telah diketik ulang, bila ada keraguan mengenai

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Solvabilitas Seperti dijelaskan dalam Bab III sebelumnya, bahwa setiap perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi setiap saat wajib memenuhi tingkat

Lebih terperinci

TENTANG KESEHATAN KEUANGAN PERUSAHAAN ASURANSI DAN PERUSAHAAN REASURANSI

TENTANG KESEHATAN KEUANGAN PERUSAHAAN ASURANSI DAN PERUSAHAAN REASURANSI SALINAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 481/KMK.017/1999 TENTANG KESEHATAN KEUANGAN PERUSAHAAN ASURANSI DAN PERUSAHAAN REASURANSI MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 135/PMK.05/2005 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 135/PMK.05/2005 TENTANG PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 135/PMK.05/2005 TENTANG PERUBAHAN ATAS KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 424/KMK.06/2003 TENTANG KESEHATAN KEUANGAN PERUSAHAAN ASURANSI DAN PERUSAHAAN

Lebih terperinci

MELATI DAN BUDI HERMANA ABSTRAK

MELATI DAN BUDI HERMANA ABSTRAK ANALISIS PERBANDINGAN ASSETS DEFAULT RISK DALAM KEGIATAN PASAR UANG DAN PASAR MODAL PADA ASURANSI JASA TANIA TBK (ASJT) DAN ASURANSI BINTANG TBK (ASBI) MELATI DAN BUDI HERMANA mel_sweet_melati88@yahoo.co.id

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53/PMK.010/2012 TENTANG KESEHATAN KEUANGAN PERUSAHAAN ASURANSI DAN PERUSAHAAN REASURANSI

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53/PMK.010/2012 TENTANG KESEHATAN KEUANGAN PERUSAHAAN ASURANSI DAN PERUSAHAAN REASURANSI PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53/PMK.010/2012 TENTANG KESEHATAN KEUANGAN PERUSAHAAN ASURANSI DAN PERUSAHAAN REASURANSI Keputusan ini telah diketik ulang, bila ada keraguan mengenai

Lebih terperinci

SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN /SEOJK.05/2016 TENTANG

SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN /SEOJK.05/2016 TENTANG Yth. 1. Direksi Perusahaan Asuransi; dan 2. Direksi Perusahaan Reasuransi; di tempat. SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /SEOJK.05/2016 TENTANG DASAR PENILAIAN ASET YANG DIPERKENANKAN DALAM BENTUK

Lebih terperinci

SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN /SEOJK.05/2017 TENTANG

SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN /SEOJK.05/2017 TENTANG Yth. 1. Direksi Perusahaan Asuransi; dan 2. Direksi Perusahaan Reasuransi; di tempat. SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /SEOJK.05/2017 TENTANG DASAR PENILAIAN ASET YANG DIPERKENANKAN DALAM BENTUK

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 33 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Perhitungan Tingkat Solvabilitas Untuk menghitung rasio RBC (Risk Base Capital) untuk setiap triwulannya maka terlebih dahulu kita harus menghitung besarnya tingkat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dengan sudut pandang yang mereka gunakan dalam asuransi. Adapun definisi

BAB II LANDASAN TEORI. dengan sudut pandang yang mereka gunakan dalam asuransi. Adapun definisi BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Asuransi Banyak definisi yang telah diberikan kepada istilah asuransi. Dimana secara sepintas tidak ada kesamaan antara definisi yang satu dengan yang lainnya. Hal

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 11/PMK.010/2011 TENTANG KESEHATAN KEUANGAN USAHA ASURANSI DAN USAHA REASURANSI DENGAN PRINSIP SYARIAH

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 11/PMK.010/2011 TENTANG KESEHATAN KEUANGAN USAHA ASURANSI DAN USAHA REASURANSI DENGAN PRINSIP SYARIAH MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 11/PMK.010/2011 TENTANG KESEHATAN KEUANGAN USAHA ASURANSI DAN USAHA REASURANSI DENGAN PRINSIP SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

TRANSLATED. PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN No. 28 (revisi 1996) AKUNTANSI ASURANSI KERUGIAN PENDAHULUAN

TRANSLATED. PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN No. 28 (revisi 1996) AKUNTANSI ASURANSI KERUGIAN PENDAHULUAN TRANSLATED PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN No. 28 (revisi 1996) AKUNTANSI ASURANSI KERUGIAN PENDAHULUAN 01 Industri asuransi berkembang selaras dengan perkembangan dunia usaha pada umumnya. Kehadiran

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN SALINAN PERATURAN KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN NOMOR : PER-09/BL/2011 TENTANG PEDOMAN PERHITUNGAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Asuransi

TINJAUAN PUSTAKA Asuransi 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1. Asuransi 2.1.1 Pengertian Asuransi Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan mana seseorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung, dengan

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 11/PMK.010/2011 TENTANG KESEHATAN KEUANGAN USAHA ASURANSI DAN USAHA REASURANSI DENGAN PRINSIP SYARIAH

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 11/PMK.010/2011 TENTANG KESEHATAN KEUANGAN USAHA ASURANSI DAN USAHA REASURANSI DENGAN PRINSIP SYARIAH MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 11/PMK.010/2011 TENTANG KESEHATAN KEUANGAN USAHA ASURANSI DAN USAHA REASURANSI DENGAN PRINSIP SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Asuransi 1. Pengertian Asuransi Definisi asuransi menurut Undang-Undang No.2 Th 1992 tentang usaha perasuransian, adalah : Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara

Lebih terperinci

Naskah Peraturan ini telah diketik ulang, bila ada keraguan mengenai isinya harap merujuk kepada teks aslinya.

Naskah Peraturan ini telah diketik ulang, bila ada keraguan mengenai isinya harap merujuk kepada teks aslinya. PERATURAN KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN NOMOR: PER-02/BL/2008 TENTANG PEDOMAN PERHITUNGAN BATAS TINGKAT SOLVABILITAS MINIMUM BAGI PERUSAHAAN ASURANSI DAN PERUSAHAAN REASURANSI Naskah

Lebih terperinci

SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG

SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG Yth. 1. Direksi Perusahaan Asuransi Syariah; dan 2. Direksi Perusahaan Reasuransi Syariah; di tempat. SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /SEOJK.05/2016 TENTANG DASAR PENILAIAN ASET YANG DIPERKENANKAN

Lebih terperinci

PETUNJUK PENYUSUNAN LAPORAN KEUANGAN PERUSAHAAN ASURANSI JIWA

PETUNJUK PENYUSUNAN LAPORAN KEUANGAN PERUSAHAAN ASURANSI JIWA Hal. 1 PETUNJUK PENYUSUNAN LAPORAN KEUANGAN PERUSAHAAN ASURANSI JIWA I. UMUM 1. Laporan keuangan ini dibuat khusus untuk kepentingan pembinaan dan pengawasan usaha perasuransian. Untuk itu, bentuk, isi,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 11/PMK.010/2011 TENTANG KESEHATAN KEUANGAN USAHA ASURANSI DAN USAHA REASURANSI DENGAN PRINSIP SYARIAH

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 11/PMK.010/2011 TENTANG KESEHATAN KEUANGAN USAHA ASURANSI DAN USAHA REASURANSI DENGAN PRINSIP SYARIAH PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 11/PMK.010/2011 TENTANG KESEHATAN KEUANGAN USAHA ASURANSI DAN USAHA REASURANSI DENGAN PRINSIP SYARIAH Peraturan ini telah diketik ulang, bila ada keraguan mengenai isinya

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN Pada laporan akuntansi DPLK AIAF, periode akuntasi (tahun buku) adalah 1 Januari sampai dengan 31 Desember. A. Jurnal Pencatatan Akuntansi Dana Pensiun Pencatatan Transaksi

Lebih terperinci

SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG

SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG Yth. 1. Direksi Perusahaan Asuransi Syariah; dan 2. Direksi Perusahaan Reasuransi Syariah; di tempat. SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /SEOJK.05/2017 TENTANG DASAR PENILAIAN ASET YANG DIPERKENANKAN

Lebih terperinci

S A L I N A N KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL LEMBAGA KEUANGAN NOMOR : KEP-2345/LK/2003 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN LAPORAN KEUANGAN DANA PENSIUN

S A L I N A N KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL LEMBAGA KEUANGAN NOMOR : KEP-2345/LK/2003 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN LAPORAN KEUANGAN DANA PENSIUN DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL LEMBAGA KEUANGAN S A L I N A N KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL LEMBAGA KEUANGAN NOMOR : KEP-2345/LK/2003 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN LAPORAN KEUANGAN

Lebih terperinci

LAPORAN KEUANGAN LAPORAN NERACA. Per 31 Desember 2009 dan 2008 (dalam jutaan rupiah) NO KEKAYAAN

LAPORAN KEUANGAN LAPORAN NERACA. Per 31 Desember 2009 dan 2008 (dalam jutaan rupiah) NO KEKAYAAN LAPORAN KEUANGAN LAPORAN NERACA Per 31 Desember 2009 dan 2008 NO KEKAYAAN 2009 2008 I INVESTASI 1 Deposito 2.266.400,00 2.672.650,00 2 Sertifikat Deposito - - 3 Sertifikat Bank Indonesia - - 4 Saham 717.18

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Teoretis 2.1.1 Perusahaan Asuransi Istilah asuransi mengacu pada pertanggungan atau perlindungan finansial yang terkait dengan pergantian kerugian

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.179, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KESRA. Aset. Jaminan Sosial. Ketenagakerjaan. Pengelolaan. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5724). PERATURAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 99 TAHUN 2013

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 99 TAHUN 2013 SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 99 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN ASET JAMINAN SOSIAL KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN SALINAN SALINAN PERATURAN KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN NOMOR : PER- 02/BL/2009 TENTANG PEDOMAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Sejak pertengahan tahun 1997, Indonesia mengalami dampak memburuknya kondisi ekonomi, terutama karena depresiasi mata uang Rupiah terhadap mata uang asing,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG PENGELOLAAN DAN INVESTASI DANA PROGRAM JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG PENGELOLAAN DAN INVESTASI DANA PROGRAM JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG PENGELOLAAN DAN INVESTASI DANA PROGRAM JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pengelolaan dan

Lebih terperinci

MEMUTUSKAN : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENGELOLAAN DAN INVESTASI DANA PROGRAM JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA. BAB I KETENTUAN UMUM.

MEMUTUSKAN : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENGELOLAAN DAN INVESTASI DANA PROGRAM JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA. BAB I KETENTUAN UMUM. PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG PENGELOLAAN DAN INVESTASI DANA PROGRAM JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a bahwa pengelolaan dan pengembangan

Lebih terperinci

2009 Catatan Piutang pihak yang mempunyai hubungan istimewa d,2g,

2009 Catatan Piutang pihak yang mempunyai hubungan istimewa d,2g, Neraca Konsolidasi 30 Juni 2009 dan 2008 ASET 2009 Catatan 2008 Investasi 2f,3 Deposito berjangka 147.379.881.024 2c,31 111.631.639.513 Obligasi dimiliki hingga jatuh tempo 4.000.000.000 1.000.000.000

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Pada setiap bisnis, profit merupakan hal yang krusial. Profit dalam suatu bisnis merupakan suatu keharusan, jika bisnis tersebut ingin berlangsung. Perusahaan

Lebih terperinci

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 22 /SEOJK.05/2017

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 22 /SEOJK.05/2017 Yth. 1. Direksi Perusahaan Asuransi; dan 2. Direksi Perusahaan Reasuransi, di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 22 /SEOJK.05/2017 TENTANG DASAR PENILAIAN ASET DALAM BENTUK INVESTASI

Lebih terperinci

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG KESEHATAN KEUANGAN PERUSAHAAN ASURANSI DAN PERUSAHAAN REASURANSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG KESEHATAN KEUANGAN PERUSAHAAN ASURANSI DAN PERUSAHAAN REASURANSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.05/2015 TENTANG KESEHATAN KEUANGAN PERUSAHAAN ASURANSI DAN PERUSAHAAN REASURANSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1. Pengungkapan dalam Laporan Keuangan. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang mengatur industri asuransi,

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1. Pengungkapan dalam Laporan Keuangan. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang mengatur industri asuransi, BAB IV PEMBAHASAN IV.1. Pengungkapan dalam Laporan Keuangan Seperti yang kita ketahui sebelumnya konvergensi IFRS hanya terdapat dua Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang mengatur industri

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYAJIAN DAN PENGUNGKAPAN LAPORAN KEUANGAN DANA PENSIUN

PEDOMAN PENYAJIAN DAN PENGUNGKAPAN LAPORAN KEUANGAN DANA PENSIUN PEDOMAN PENYAJIAN DAN PENGUNGKAPAN LAPORAN KEUANGAN DANA PENSIUN Lampiran II I. PEDOMAN UMUM A TANGGUNG JAWAB ATAS LAPORAN KEUANGAN 1 Pengurus Dana Pensiun bertanggung jawab atas laporan keuangan Dana

Lebih terperinci

Rin cia n , , , ,00 Pembelian Piutang untuk Perusahaan Pembiayaan dan/atau 113 Bank

Rin cia n , , , ,00 Pembelian Piutang untuk Perusahaan Pembiayaan dan/atau 113 Bank Halaman 1 PERUSAHAAN ASURANSI JIWA LAPORAN POSISI KEUANGAN Bukan Konsolidasi Uraian Rin cia n Triwulan II Triwulan IV Saldo SAK Saldo SAP Saldo SAK Saldo SAP (1) (2) (3) (4) (5) (6) ASET Investasi Deposito

Lebih terperinci

LAMPIRAN II SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 4/SEOJK.05/2013 TENTANG

LAMPIRAN II SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 4/SEOJK.05/2013 TENTANG LAMPIRAN II SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 4/SEOJK.05/2013 TENTANG LAPORAN BULANAN PERUSAHAAN ASURANSI DAN PERUSAHAAN REASURANSI YANG MENYELENGGARAKAN SELURUH USAHANYA DENGAN PRINSIP SYARIAH

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG PENGELOLAAN DAN INVESTASI DANA PROGRAM JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG PENGELOLAAN DAN INVESTASI DANA PROGRAM JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG PENGELOLAAN DAN INVESTASI DANA PROGRAM JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pengelolaan dan pengembangan

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 71 /POJK.05/2016 TENTANG KESEHATAN KEUANGAN PERUSAHAAN ASURANSI DAN PERUSAHAAN REASURANSI

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 71 /POJK.05/2016 TENTANG KESEHATAN KEUANGAN PERUSAHAAN ASURANSI DAN PERUSAHAAN REASURANSI OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 71 /POJK.05/2016 TENTANG KESEHATAN KEUANGAN PERUSAHAAN ASURANSI DAN PERUSAHAAN REASURANSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

2009 Catatan Kas dan bank 11,667,651,139 2c,4,31 11,381,632,142

2009 Catatan Kas dan bank 11,667,651,139 2c,4,31 11,381,632,142 PT ASURANSI RAMAYANA Tbk DAN ANAK PERUSAHAAN Neraca Konsolidasi 31 Maret 2009 dan 2008 AKTIVA 2009 Catatan 2008 Investasi 2f,3 Deposito berjangka 142,761,984,435 2c,31 99,347,639,439 Obligasi dimiliki

Lebih terperinci

Rin cian , , , ,00 Pembelian Piutang untuk Perusahaan Pembiayaan dan/atau 113 Bank

Rin cian , , , ,00 Pembelian Piutang untuk Perusahaan Pembiayaan dan/atau 113 Bank Halaman 1 PERUSAHAAN ASURANSI JIWA LAPORAN POSISI KEUANGAN Bukan Konsolidasi Uraian Rin cian Triwulan I 2015 Triwulan IV 2014 Saldo SAK Saldo SAP Saldo SAK Saldo SAP (1) (2) (3) (4) (5) (6) ASET Investasi

Lebih terperinci

Laporan Posisi Keuangan Bukan Konsolidasi TriwulanITahun 2018 (dalam jutaan rupiah) Uraian Rincian Tradisional PAYDI Jurnal Eliminasi

Laporan Posisi Keuangan Bukan Konsolidasi TriwulanITahun 2018 (dalam jutaan rupiah) Uraian Rincian Tradisional PAYDI Jurnal Eliminasi LPKJ_1 ASET Investasi Deposito Berjangka Sertifikat Deposito Saham Laporan Posisi Keuangan Bukan Konsolidasi TriwulanITahun 2018 Uraian Rincian Tradisional PAYDI Jurnal Eliminasi Gabungan Saldo SAK Saldo

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN HASIL PEMBAHASAN. 4.1 Analisis Rasio Keuangan PT. Asuransi Ramayana Tbk

BAB IV ANALISA DAN HASIL PEMBAHASAN. 4.1 Analisis Rasio Keuangan PT. Asuransi Ramayana Tbk BAB IV ANALISA DAN HASIL PEMBAHASAN 4.1 Analisis Rasio Keuangan PT. Asuransi Ramayana Tbk Laporan keuangan merupakan salah satu sumber informasi penting bagi para pemakai laporan keuangan dalam rangka

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 1 /POJK.05/2018 TENTANG KESEHATAN KEUANGAN BAGI PERUSAHAAN ASURANSI BERBENTUK BADAN HUKUM USAHA BERSAMA

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 1 /POJK.05/2018 TENTANG KESEHATAN KEUANGAN BAGI PERUSAHAAN ASURANSI BERBENTUK BADAN HUKUM USAHA BERSAMA OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 1 /POJK.05/2018 TENTANG KESEHATAN KEUANGAN BAGI PERUSAHAAN ASURANSI BERBENTUK BADAN HUKUM USAHA BERSAMA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA PSAK 28: Akuntansi Asuransi Kerugian (Revisi 2012) Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 28 bertujuan untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA PSAK 28: Akuntansi Asuransi Kerugian (Revisi 2012) Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 28 bertujuan untuk 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 PSAK 28: Akuntansi Asuransi Kerugian (Revisi 2012) Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 28 bertujuan untuk mengatur bagaimana perlakuan akuntansi

Lebih terperinci

Laporan Posisi Keuangan Bukan Konsolidasi TriwulanIV Tahun 2017 (dalam jutaan rupiah) Uraian Rincian Tradisional PAYDI Jurnal Eliminasi

Laporan Posisi Keuangan Bukan Konsolidasi TriwulanIV Tahun 2017 (dalam jutaan rupiah) Uraian Rincian Tradisional PAYDI Jurnal Eliminasi LPKJ_1 ASET Investasi Deposito Berjangka Sertifikat Deposito Aset Tetap Lain Aset Lain Jumlah Bukan Investasi JUMLAH ASET LIABILITAS DAN EKUITAS Liabilitas Utang Utang Klaim Utang Koasuransi Utang Reasuransi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pandang yang berbeda-beda. Definisi definisi tersebut antara lain : dapat terjadi dengan cara membayar premi asuransi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pandang yang berbeda-beda. Definisi definisi tersebut antara lain : dapat terjadi dengan cara membayar premi asuransi. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Asuransi dan Premi Asuransi Banyak definisi yang telah diberikan kepada istilah asuransi, sepintas definsi tersebut tidak ada kesamaan antara definisi satu dengan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. perusahaan yang mengajak orang lain untuk membeli barang dan jasa yang ditawarkan

BAB II LANDASAN TEORI. perusahaan yang mengajak orang lain untuk membeli barang dan jasa yang ditawarkan BAB II LANDASAN TEORI II.1. Penjualan II.1.1. Definisi Penjualan Penjualan secara umum memiliki pengertian kegiatan yang dilakukan oleh suatu perusahaan yang mengajak orang lain untuk membeli barang dan

Lebih terperinci

Rin cian , , , , Pembelian Piutang untuk Perusahaan Pembiayaan dan/atau Bank

Rin cian , , , , Pembelian Piutang untuk Perusahaan Pembiayaan dan/atau Bank Halaman 1 PERUSAHAAN ASURANSI JIWA LAPORAN POSISI KEUANGAN Bukan Konsolidasi Uraian Rin cian Saldo SAK Saldo SAP Saldo SAK Saldo SAP (1) (2) (3) (4) (5) (6) ASET Investasi Deposito Berjangka dan Sertifikat

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.219, 2011 KEMENTERIAN KEUANGAN. Program Tabungan Hari Tua. Kesehatan Keuangan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.219, 2011 KEMENTERIAN KEUANGAN. Program Tabungan Hari Tua. Kesehatan Keuangan. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.219, 2011 KEMENTERIAN KEUANGAN. Program Tabungan Hari Tua. Kesehatan Keuangan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79/PMK.010/2011 TENTANG KESEHATAN

Lebih terperinci

Uraian Rincian Tradisional PAYDI Jurnal Eliminasi

Uraian Rincian Tradisional PAYDI Jurnal Eliminasi LPKJ_1 ASET Investasi Deposito Berjangka Sertifikat Deposito Aset Tetap Lain Aset Lain Jumlah Bukan Investasi JUMLAH ASET LIABILITAS DAN EKUITAS Liabilitas Utang Utang Klaim Utang Koasuransi Utang Reasuransi

Lebih terperinci

SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK BADAN PERNYATAAN

SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK BADAN PERNYATAAN 8A-1 PERUSAHAAN INDUSTRI LAMPIRAN KHUSUS 8A-1 MANUFAKTUR 1. KAS DAN SETARA KAS 1. HUTANG USAHA PIHAK KETIGA 2. INVESTASI SEMENTARA 2. 3. PIUTANG USAHA PIHAK KETIGA 3. HUTANG BUNGA PIUTANG USAHA PIHAK YANG

Lebih terperinci

LAMPIRAN I SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 4/SEOJK.05/2013 TENTANG LAPORAN BULANAN PERUSAHAAN ASURANSI KERUGIAN DAN PERUSAHAAN REASURANSI

LAMPIRAN I SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 4/SEOJK.05/2013 TENTANG LAPORAN BULANAN PERUSAHAAN ASURANSI KERUGIAN DAN PERUSAHAAN REASURANSI LAMPIRAN I SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 4/SEOJK.05/2013 TENTANG LAPORAN BULANAN PERUSAHAAN ASURANSI KERUGIAN DAN PERUSAHAAN REASURANSI YANG MENYELENGGARAKAN SELURUH USAHANYA DENGAN PRINSIP

Lebih terperinci

Laporan Posisi Keuangan Bukan Konsolidasi TriwulanIIITahun 2017

Laporan Posisi Keuangan Bukan Konsolidasi TriwulanIIITahun 2017 LPKJ_1 ASET Investasi Deposito Berjangka Sertifikat Deposito Uraian Rincian Tradisional PAYDI Jurnal Eliminasi Gabungan Saldo SAK Saldo SAP Saldo SAK Saldo SAP Saldo SAK Saldo SAP Saldo SAK Saldo SAP 6,442,004.77

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Industri jasa asuransi merupakan salah satu pilar keuangan, gunanya untuk memproteksi usaha dari segala macam bentuk kecelakaan yang ti

I. PENDAHULUAN Industri jasa asuransi merupakan salah satu pilar keuangan, gunanya untuk memproteksi usaha dari segala macam bentuk kecelakaan yang ti ANALISA PENGUKURAN KINERJA KESEHATAN KEUANGAN PERUSAHAAN ASURANSI JIWA BERDASARKAN METODE BATAS TINGKAT SOLVABILITAS MINIMUM PT. ASURANSI JIWASRAYA Melissa Maya Karuniawati UNIVERSITAS GUNDARMA ABSTRAK

Lebih terperinci

LAPORAN KEUANGAN PERUSAHAAN ASURANSI UMUM / REASURANSI Per 31 Maret 2014/ Triwulan I Tahun 2014 PT ASURANSI MITRA PELINDUNG MUSTIKA

LAPORAN KEUANGAN PERUSAHAAN ASURANSI UMUM / REASURANSI Per 31 Maret 2014/ Triwulan I Tahun 2014 PT ASURANSI MITRA PELINDUNG MUSTIKA Halaman i K e p a d a Yth. Otoritas Jasa Keuangan Up. Direktorat Pengawasan Perasuransian Gedung Sumitro Djojohadikusumo, Lantai 14 Jl. Lapangan Banteng Timur 1-4 Jakarta - 10710 LAPORAN KEUANGAN / REASURANSI

Lebih terperinci

LAPORAN KEUANGAN PERUSAHAAN ASURANSI UMUM / REASURANSI Per 31 Desember 2013/ Triwulan IV Tahun 2013 PT ASURANSI MITRA PELINDUNG MUSTIKA

LAPORAN KEUANGAN PERUSAHAAN ASURANSI UMUM / REASURANSI Per 31 Desember 2013/ Triwulan IV Tahun 2013 PT ASURANSI MITRA PELINDUNG MUSTIKA Halaman i K e p a d a Yth. Otoritas Jasa Keuangan Up. Direktorat Pengawasan Perasuransian Gedung Sumitro Djojohadikusumo, Lantai 14 Jl. Lapangan Banteng Timur 1-4 Jakarta - 10710 LAPORAN KEUANGAN / REASURANSI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian, Tujuan dan Jenis Laporan Keuangan 2.1.1 Pengertian Laporan Keuangan Laporan keuangan suatu perusahaan memiliki peranan yang sangat penting bagi pihak manajemen perusahaan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Hasil Penelitian Terdahulu Peneltian pertama yang dilakukan oleh Karuniawati (2007) dengan objek penelitian yang dilakukan pada PT. Asuransi Jiwasraya. Hasil penelitian

Lebih terperinci

B. LAPORAN PERHITUNGAN SOLVABILITAS DANA PERUSAHAAN TRIWULAN III 2013 Per 30 September 2013

B. LAPORAN PERHITUNGAN SOLVABILITAS DANA PERUSAHAAN TRIWULAN III 2013 Per 30 September 2013 K e p a d a Yth. OTORITAS JASA KEUANGAN U.P. Direktorat IKNB Syariah Gedung Sumitro Djojohadikusumo Jalan Lapangan Banteng Timur No. 2-4 Jakarta - 10710 B. LAPORAN PERHITUNGAN SOLVABILITAS TRIWULAN III

Lebih terperinci

B. LAPORAN PERHITUNGAN SOLVABILITAS DANA PERUSAHAAN TRIWULAN II Per 30 JUNI 2014

B. LAPORAN PERHITUNGAN SOLVABILITAS DANA PERUSAHAAN TRIWULAN II Per 30 JUNI 2014 K e p a d a Yth. OTORITAS JASA KEUANGAN U.P. Direktorat IKNB Syariah Gedung Sumitro Djojohadikusumo Jalan Lapangan Banteng Timur No. 2-4 Jakarta - 10710 B. LAPORAN PERHITUNGAN SOLVABILITAS TRIWULAN II

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Analisis Pengertian analisis menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang dikutip oleh Yuniarsih dan Suwatno (2008:98) adalah: Analisis adalah penguraian suatu pokok atas

Lebih terperinci

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 72 /POJK.05/2016 TENTANG KESEHATAN KEUANGAN PERUSAHAAN ASURANSI DAN PERUSAHAAN REASURANSI DENGAN PRINSIP SYARIAH

Lebih terperinci

LAPORAN KEUANGAN PERUSAHAAN ASURANSI UMUM / REASURANSI Per 30 September 2014/ Triwulan III Tahun 2014 PT ASURANSI MITRA PELINDUNG MUSTIKA

LAPORAN KEUANGAN PERUSAHAAN ASURANSI UMUM / REASURANSI Per 30 September 2014/ Triwulan III Tahun 2014 PT ASURANSI MITRA PELINDUNG MUSTIKA Halaman i K e p a d a Yth. Otoritas Jasa Keuangan Up. Direktorat Pengawasan Perasuransian Gedung Sumitro Djojohadikusumo, Lantai 14 Jl. Lapangan Banteng Timur 1-4 Jakarta - 10710 LAPORAN KEUANGAN / REASURANSI

Lebih terperinci

DAFTAR PENYUSUTAN DAN AMORTISASI FISKAL TAHUN PAJAK 2 0 NPWP : NAMA WAJIB PAJAK : BULAN / TAHUN PEROLEHAN HARGA PEROLEHAN (US$)

DAFTAR PENYUSUTAN DAN AMORTISASI FISKAL TAHUN PAJAK 2 0 NPWP : NAMA WAJIB PAJAK : BULAN / TAHUN PEROLEHAN HARGA PEROLEHAN (US$) 2 0 DAFTAR PENYUSUTAN DAN AMORTISASI FISKAL 1B KELOMPOK / JENIS HARTA BULAN / TAHUN PEROLEHAN HARGA PEROLEHAN (US$) NILAI SISA BUKU FISKAL AWAL TAHUN PENYUSUTAN / AMORTISASI KOMERSIAL METODE HARTA BERWUJUD

Lebih terperinci

Umum. I. KETENTUAN UMUM 1. Perusahaan adalah perusahaan asuransi,

Umum. I. KETENTUAN UMUM 1. Perusahaan adalah perusahaan asuransi, Umum Yth. 1. Direksi Perusahaan Asuransi; 2. Direksi Perusahaan Asuransi Syariah; 3. Direksi Perusahaan Reasuransi; 4. Direksi Perusahaan Reasuransi Syariah; dan 5. Tim Likuidasi Perusahaan Asuransi dan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Asuransi Kerugian Dalam perkembangan dunia usaha tidak seorang pun yang dapat meramalkan apa yang akan terjadi di masa yang akan datang secara tepat, setiap ramalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian. Kemudian dalam

BAB I PENDAHULUAN. Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian. Kemudian dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Keberadaan industri perusahaan asuransi di Indonesia sangat membantu pemerintah dalam menanggulangi risiko yang dihadapi oleh masyarakat setiap saat, kemudian

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN. prinsip dan praktek akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Mata uang

BAB IV ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN. prinsip dan praktek akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Mata uang BAB IV ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penerapan Akuntansi Dana Pensiun KWI 1. Deskriptif Kualitatif a. Penyajian Laporan Keuangan Laporan keuangan Dana Pensiun KWI disusun dengan menggunakan prinsip dan

Lebih terperinci

2017, No Kementerian Pertahanan dan Kepolisian Negara Republik Indonesia; b. bahwa untuk efektifitas dan efisiensi pengelolaan iuran program t

2017, No Kementerian Pertahanan dan Kepolisian Negara Republik Indonesia; b. bahwa untuk efektifitas dan efisiensi pengelolaan iuran program t No.1976, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Program THT, JKK, dan JM Prajurit TNI, Anggota POLRI dan Pegawai ASN. Perubahan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 227/PMK.02/2018

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 1992 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PERASURANSIAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 1992 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PERASURANSIAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 1992 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PERASURANSIAN Peraturan ini telah diketik ulang, bila ada keraguan mengenai isinya harap merujuk kepada teks aslinya.

Lebih terperinci

LAPORAN BULANAN PT TASPEN (PERSERO) Per./ Bulan. Tahun.. (Alamat Perusahaan)

LAPORAN BULANAN PT TASPEN (PERSERO) Per./ Bulan. Tahun.. (Alamat Perusahaan) K e p a d a Yth. Otoritas Jasa Keuangan Up. Direktorat Pengawasan Perasuransian Gedung Sumitro Djojohadikusumo, Lantai 14 Jl. Lapangan Banteng Timur 1-4 Jakarta - 10710 LAPORAN BULANAN PT TASPEN (PERSERO)

Lebih terperinci

Surat Berharga yang Diterbitkan oleh Bank Indonesia Surat Berharga yang Diterbitkan oleh Lembaga 107 Multinasional

Surat Berharga yang Diterbitkan oleh Bank Indonesia Surat Berharga yang Diterbitkan oleh Lembaga 107 Multinasional Halaman 1 LAPORAN POSISI KEUANGAN Bukan Konsolidasi Per. dan Per. Uraian Rinci an Triwulan Tahun Triwulan Tahun Saldo SAK Saldo SAP Saldo SAK Saldo SAP (1) (2) (3) (4) (5) (6) ASET Investasi Deposito Berjangka

Lebih terperinci

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 23 /SEOJK.05/2017

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 23 /SEOJK.05/2017 Yth. 1. Direksi Perusahaan Asuransi Syariah; 2. Direksi Perusahaan Reasuransi Syariah; 3. Direksi Perusahaan Asuransi yang Memiliki Unit Syariah; dan 4. Direksi Perusahaan Reasuransi yang Memiliki Unit

Lebih terperinci

PT. Asuransi Jiwa BRINGIN JIWA SEJAHTERA DANA INVESTASI PESERTA I. NERACA A. GABUNGAN SEMUA AKAD Per 30 September 2014 dan Triwulan II 2014

PT. Asuransi Jiwa BRINGIN JIWA SEJAHTERA DANA INVESTASI PESERTA I. NERACA A. GABUNGAN SEMUA AKAD Per 30 September 2014 dan Triwulan II 2014 PT. Asuransi Jiwa BRINGIN JIWA SEJAHTERA DANA INVESTASI PESERTA I. NERACA A. GABUNGAN SEMUA AKAD Per 30 September 2014 dan Triwulan II 2014 No. URAIAN RINCIAN Triwulan III Triwulan II SAK SAP SAK SAP (1)

Lebih terperinci

LAPORAN KEUANGAN PERUSAHAAN ASURANSI UMUM / REASURANSI Per 30 Juni 2014/ Triwulan II Tahun 2014 PT ASURANSI MITRA PELINDUNG MUSTIKA

LAPORAN KEUANGAN PERUSAHAAN ASURANSI UMUM / REASURANSI Per 30 Juni 2014/ Triwulan II Tahun 2014 PT ASURANSI MITRA PELINDUNG MUSTIKA Halaman i K e p a d a Yth. Otoritas Jasa Keuangan Up. Direktorat Pengawasan Perasuransian Gedung Sumitro Djojohadikusumo, Lantai 14 Jl. Lapangan Banteng Timur 1-4 Jakarta - 10710 LAPORAN KEUANGAN / REASURANSI

Lebih terperinci

LAPORAN NERACA Per 31 Desember 2012 dan 2011 (dalam jutaan rupiah)

LAPORAN NERACA Per 31 Desember 2012 dan 2011 (dalam jutaan rupiah) LAPORAN NERACA NO ASET 2012 2011 I INVESTASI 1 Deposito & Sertifikat deposito 1.065.850 609.550 2 Saham 251,036 219,214 3 Obligaasi dan MTN 868,384 3,548,394 4 Surat Berharga yang diterbitkan atau dijamin

Lebih terperinci

PT. Asuransi Jiwa BRINGIN JIWA SEJAHTERA PERUSAHAAN ASURANSI JIWA LAPORAN POSISI KEUANGAN Bukan Konsolidasi Per Triwulan II 2016 dan Per Tahun 2015

PT. Asuransi Jiwa BRINGIN JIWA SEJAHTERA PERUSAHAAN ASURANSI JIWA LAPORAN POSISI KEUANGAN Bukan Konsolidasi Per Triwulan II 2016 dan Per Tahun 2015 Lampiran IIISEOJK Nomor: 2/SEOJK.05/2013Tanggal: 27 Agustus 2013Halaman 1 Uraian PERUSAHAAN ASURANSI JIWA LAPORAN POSISI KEUANGAN Bukan Konsolidasi Rincian Triwulan II 2016 Tahun 2015 Saldo SAK Saldo SAP

Lebih terperinci

PT. Asuransi Jiwa BRINGIN JIWA SEJAHTERA PERUSAHAAN ASURANSI JIWA LAPORAN POSISI KEUANGAN Bukan Konsolidasi Per Triwulan I 2016 dan Per Tahun 2015

PT. Asuransi Jiwa BRINGIN JIWA SEJAHTERA PERUSAHAAN ASURANSI JIWA LAPORAN POSISI KEUANGAN Bukan Konsolidasi Per Triwulan I 2016 dan Per Tahun 2015 Lampiran IIISEOJK Nomor: 2/SEOJK.05/2013Tanggal: 27 Agustus 2013Halaman 1 Uraian PERUSAHAAN ASURANSI JIWA LAPORAN POSISI KEUANGAN Bukan Konsolidasi Rincian Triwulan I 2016 Tahun 2015 Saldo SAK Saldo SAP

Lebih terperinci

Triwulan IV , , , , Pembelian Piutang untuk Perusahaan Pembiayaan dan/atau 113 Bank

Triwulan IV , , , , Pembelian Piutang untuk Perusahaan Pembiayaan dan/atau 113 Bank Lampiran IIISEOJK Nomor: 2/SEOJK.05/2013Tanggal: 27 Agustus 2013Halaman 1 Uraian PERUSAHAAN ASURANSI JIWA LAPORAN POSISI KEUANGAN Bukan Konsolidasi Rincian Triwulan IV 2015 Saldo SAK Saldo SAP Saldo SAK

Lebih terperinci

PENGARUH RISK BASED CAPITAL TERHADAP HASIL INVESTASI DAN LABA SEBELUM PAJAK PERUSAHAAN ASURANSI JIWA BERDASARKAN LAPORAN KEUANGAN TAHUN

PENGARUH RISK BASED CAPITAL TERHADAP HASIL INVESTASI DAN LABA SEBELUM PAJAK PERUSAHAAN ASURANSI JIWA BERDASARKAN LAPORAN KEUANGAN TAHUN PENGARUH RISK BASED CAPITAL TERHADAP HASIL INVESTASI DAN LABA SEBELUM PAJAK PERUSAHAAN ASURANSI JIWA BERDASARKAN LAPORAN KEUANGAN TAHUN 2004 2007 SKRIPSI Program Studi Akuntansi Nama : MEIRITA NIM : 43205120086

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYUSUNAN NERACA SEMENTARA LIKUIDASI (NSL) BAGIAN PERTAMA UMUM

PEDOMAN PENYUSUNAN NERACA SEMENTARA LIKUIDASI (NSL) BAGIAN PERTAMA UMUM LAMPIRAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /SEOJK.05/2017 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN NERACA SEMENTARA LIKUIDASI PERUSAHAAN ASURANSI, PERUSAHAAN ASURANSI SYARIAH, PERUSAHAAN REASURANSI, DAN PERUSAHAAN

Lebih terperinci

PT. Asuransi Jiwa BRINGIN JIWA SEJAHTERA PERUSAHAAN ASURANSI JIWA LAPORAN POSISI KEUANGAN Bukan Konsolidasi Per Triwulan III 2016 dan Per Tahun 2015

PT. Asuransi Jiwa BRINGIN JIWA SEJAHTERA PERUSAHAAN ASURANSI JIWA LAPORAN POSISI KEUANGAN Bukan Konsolidasi Per Triwulan III 2016 dan Per Tahun 2015 Lampiran IIISEOJK Nomor: 2/SEOJK.05/2013Tanggal: 27 Agustus 2013Halaman 1 Uraian PERUSAHAAN ASURANSI JIWA LAPORAN POSISI KEUANGAN Bukan Konsolidasi Rincian Saldo SAK Saldo SAP Saldo SAK Saldo SAP (4) (5)

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 511/KMK.06/2002 TENTANG INVESTASI DANA PENSIUN

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 511/KMK.06/2002 TENTANG INVESTASI DANA PENSIUN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 511/KMK.06/2002 TENTANG INVESTASI DANA PENSIUN Keputusan ini telah diketik ulang, bila ada keraguan mengenai isinya harap merujuk kepada teks aslinya.

Lebih terperinci

Rin cia n , , , ,00 Pembelian Piutang untuk Perusahaan Pembiayaan dan/atau 113 Bank

Rin cia n , , , ,00 Pembelian Piutang untuk Perusahaan Pembiayaan dan/atau 113 Bank Lampiran IIISEOJK Nomor: 2/SEOJK.05/2013Tanggal: 27 Agustus 2013Halaman 1 PERUSAHAAN ASURANSI JIWA LAPORAN POSISI KEUANGAN Bukan Konsolidasi Uraian Rin cia n Triwulan III Triwulan IV Saldo SAK Saldo SAP

Lebih terperinci

LAPORAN KEUANGAN PERUSAHAAN ASURANSI UMUM / REASURANSI Per 31 Maret 2015/ Triwulan I Tahun 2015 PT ASURANSI MITRA PELINDUNG MUSTIKA

LAPORAN KEUANGAN PERUSAHAAN ASURANSI UMUM / REASURANSI Per 31 Maret 2015/ Triwulan I Tahun 2015 PT ASURANSI MITRA PELINDUNG MUSTIKA Halaman i K e p a d a Yth. Otoritas Jasa Keuangan Up. Direktorat Pengawasan Perasuransian Gedung Menara Merdeka, Mailing Room Lantai 12 Jl. Budi Kemuliaan I No.2 Jakarta Pusat - 10710 LAPORAN KEUANGAN

Lebih terperinci

LAPORAN KEUANGAN PERUSAHAAN ASURANSI UMUM / REASURANSI Per 31 Desember 2015/ Triwulan IV Tahun 2015 PT ASURANSI MITRA PELINDUNG MUSTIKA

LAPORAN KEUANGAN PERUSAHAAN ASURANSI UMUM / REASURANSI Per 31 Desember 2015/ Triwulan IV Tahun 2015 PT ASURANSI MITRA PELINDUNG MUSTIKA Halaman i K e p a d a Yth. Otoritas Jasa Keuangan Up. Direktorat Pengawasan Perasuransian Gedung Menara Merdeka, Mailing Room Lantai 12 Jl. Budi Kemuliaan I No.2 Jakarta Pusat - 10110 LAPORAN KEUANGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Saat ini perkembangan industri asuransi sangat pesat. Kehadiran industri

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Saat ini perkembangan industri asuransi sangat pesat. Kehadiran industri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Saat ini perkembangan industri asuransi sangat pesat. Kehadiran industri tersebut merupakan hal yang rasional dan tidak terelakan pada situasi sekarang.

Lebih terperinci

Kamus Pasar Modal Indonesia. Kamus Pasar Modal Indonesia

Kamus Pasar Modal Indonesia. Kamus Pasar Modal Indonesia Kamus Pasar Modal Indonesia Kamus Pasar Modal Indonesia Kamus Pasar Modal A Afiliasi 1 hubungan keluarga karena perkawinan dan keturunan sampai derajat kedua, baik secara horizontal maupun vertikal; 2

Lebih terperinci

Buletin Teknis ini bukan bagian dari Standar Akuntansi Keuangan.

Buletin Teknis ini bukan bagian dari Standar Akuntansi Keuangan. EXPOSURE DRAFT BULETIN TEKNIS 8 DIKELUARKAN OLEH KONTRAK ASURANSI DEWAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN IKATAN AKUNTAN INDONESIA TANGGAL 19 OKTOBER 2012 Buletin Teknis ini bukan bagian dari Standar Akuntansi

Lebih terperinci

Afiliasi 1 hubungan keluarga karena perkawinan dan keturunan sampai derajat kedua, baik secara horizontal maupun vertikal;

Afiliasi 1 hubungan keluarga karena perkawinan dan keturunan sampai derajat kedua, baik secara horizontal maupun vertikal; Kamus Pasar Modal Afiliasi 1 hubungan keluarga karena perkawinan dan keturunan sampai derajat kedua, baik secara horizontal maupun vertikal; 2 hubungan antara Pihak dengan pegawai, direktur, atau komisaris

Lebih terperinci

SALINAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 511 /KMK.06/2002 TENTANG INVESTASI DANA PENSIUN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

SALINAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 511 /KMK.06/2002 TENTANG INVESTASI DANA PENSIUN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 511 /KMK.06/2002 TENTANG INVESTASI DANA PENSIUN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang a. bahwa dalam rangka menunjang keberhasilan penyelenggaraan

Lebih terperinci

112, , , , Pembelian Piutang untuk Perusahaan Pembiayaan dan/atau 113 Bank

112, , , , Pembelian Piutang untuk Perusahaan Pembiayaan dan/atau 113 Bank Lampiran IIISEOJK Nomor: 2/SEOJK.05/2013Tanggal: 27 Agustus 2013Halaman 1 Uraian PERUSAHAAN ASURANSI JIWA LAPORAN POSISI KEUANGAN Bukan Konsolidasi Rincian TW II 2017 Tahun 2016 Saldo SAK Saldo SAP Saldo

Lebih terperinci

112, , , , Pembelian Piutang untuk Perusahaan Pembiayaan dan/atau 113 Bank

112, , , , Pembelian Piutang untuk Perusahaan Pembiayaan dan/atau 113 Bank Lampiran IIISEOJK Nomor: 2/SEOJK.05/2013Tanggal: 27 Agustus 2013Halaman 1 Uraian PERUSAHAAN ASURANSI JIWA LAPORAN POSISI KEUANGAN Bukan Konsolidasi Rincian TW I 2017 Tahun 2016 Saldo SAK Saldo SAP Saldo

Lebih terperinci

LAMPIRAN KHUSUS SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK BADAN

LAMPIRAN KHUSUS SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK BADAN DAFTAR PENYUSUTAN DAN AMORTISASI FISKAL 1A BULAN / HARGA NILAI SISA BUKU FISKAL METODE PENYUSUTAN / AMORTISASI KELOMPOK / JENIS HARTA TAHUN PEROLEHAN AWAL TAHUN PENYUSUTAN / AMORTISASI FISKAL TAHUN INI

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 20 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Keuangan Pengertian manajemen keuangan menurut beberapa pendapat, yaitu: Segala aktifitas yang berhubungan dengan perolehan, pendanaan, dan pengelolaan aktiva dengan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Risiko Risiko adalah bahaya, akibat, atau konsekuensi yang dapat terjadi akibat sebuah proses yang sedang berlangsung atau

Lebih terperinci