BAB III SOLUSI BISNIS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III SOLUSI BISNIS"

Transkripsi

1 BAB III SOLUSI BISNIS Dengan melihat permasalahan yang terjadi pada Bank X, maka perlu adanya cara untuk menganalisa variabel-variabel apa saja yang akan menentukan kredit macet atau lancar dengan menggunakan pendekatan dasar dalam analisis dan evaluasi kredit yang sesuai dengan kondisi internal Bank X.. Alternatif Solusi Bisnis Alternatif solusi dapat dilakukan untuk pemecahan masalah yang terjadi diantaranya. Pendekatan judgement dalam analisis kredit. Pendekatan statistical analysis Analisis kredit dengan menggunakan pendekatan pertama dilakukan secara kualitatif oleh staf yang dinilai ahli (expert) untuk mengetahui apakah calon debitur dapat diberikan kredit (layak) atau harus ditolak (tidak layak). Solusi bisnis yang pertama ini memiliki kelemahan mendasar yaitu dipengaruhi oleh sikap subyektifitas masing-masing expert dan dilakukan tanpa kriteria yang konsisten. Selain itu mengingat kurangnya sumber daya manusia yang ada pada Bank X dan hal ini akan menimbulkan biaya baru, maka solusi ini kurang tepat. Page 47

2 Sedangkan untuk pendekatan kedua digunakan konsep statistical analysis. Statistical analysis sangat sesuai dan digunakan secara luas untuk analisis dan evaluasi kredit Yang memiliki mass product, antara lain kredit konsumen (personal loan, credit card, home loan, car loan) dan kredit-kredit UMKM dengan skala kecil/mikro. Dengan menggunakan pendekatan statistical analysis di Bank X, diharapkan dapat menentukan variabel-variabel apa saja yang akan menentukan kredit macet atau lancar. Selain itu, dengan pendekatan ini dapat menyederhanakan sistem operasional kredit dan mempersingkat waktu pengambilan keputusan pemberian kredit. Berikut ini adalah kelebihan dan kelemahan alternatif solusi Pendekatan judgement dalam analisis kredit Kelebihan dapat dilakukan dengan jumlah sample debitur yang kecil tidak membutuhkan cakupan sample yang baik dan jelek (good & bad) Kelemahan dipengaruhi oleh sikap subyektifitas expert dilakukan tanpa kriteria yang konsisten. dibutuhan waktu yang relatif lama untuk mengambil keputusan pemberian kredit Pendekatan statistical analysis. Kelebihan Standar ditetapkan secara konsisten untuk beragam calon debitur. Perubahan standar dapat dilakukan secara konsisten dan dengan mudah karena tersedianya data dan pendekatan yang konsisten. Mampu meningkatkan produktifitas Account Officer (AO), kecepatan proses aplikasi dan pengambilan keputusan kredit Menyederhanakan sistem operasional kredit dan mempersingkat waktu pengambilan keputusan. Kelemahan Page 48

3 Penggunaan model statistical analysis mensyaratkan adanya data pembayaran debitur dengan cakupan sample yang baik dan yang jelek (good and bad). Hal yang seringkali terjadi adalah sample jelek (bad) tidak tersedia, sehingga model memerlukan update secara berkala sesuai dengan ketersediaaan dan perbaikan data. Seringkali data yang ada tidak mencukupi sehingga model statistical analysis dikembangkan dengan data yang tidak mewakili secara statistik. Dengan demikian, alternatif solusi statistical analysis. yang akan dipakai dan dijalankan untuk mengatasi permasalahan yang terjadi di Bank X. Page 49

4 . Analisis Solusi Bisnis Untuk menganalisa variabel-variabel apa saja yang akan menentukan kredit macet atau lancar serta profil debitur kredit Y maka akan digunakan pendekatan statistical analysis. Berikut ini adalah skema solusi bisnis Gambar. Skema analisis.. Penetapan atribut untuk variabel model Dalam tesis ini akan diteliti variabel apa saja yang akan menentukan kredit macet atau lancar. Variabel yang akan diteliti adalah variabel usia, variabel jenis kelamin, variabel debitur lama atau baru, variabel lama usaha, variabel status perkawinan, variabel usaha sampingan, variabel jangka waktu, variabel tujuan penggunaan kredit, variabel rasio penerimaan bersih per angsuran, variabel pelanggan tetap, variabel penjualan dipengaruhi musim, variabel kontinuitas bahan baku, variabel bahan baku dipengaruhi musim, variabel jenis bukti kepemilikan dan variabel LTV (Loan Total Value). Tiap-tiap variabel ini kemudian akan dibagi-bagi lagi menjadi beberapa atribut. Selanjutnya dari tiap-tiap atribut akan diberi rating yang menunjukkan nilai atau level dari masing-masing atribut. Untuk lebih jelasnya lagi dapat dilihat pada tabel di bawah ini Page 5

5 Tabel. Parameter penetapan variabel No Variabel Jenis Data Atribut rating Usia Ordinal < >= dan < >= dan < 4 >=4 dan < 5 >=5 4 Debitur lama/baru Nominal Baru Lama Lama usaha (tahun) Ordinal < >= dan < 6 >=6 dan < 9 >=9 dan < >= dan < 6 4 >= Status perkawinan Nominal Duda/janda Belum menikah Menikah 5 Mempunyai usaha sampingan Nominal Ya Tidak 6 Jangka waktu (bulan) Ordinal <= 8 4 >=6 7 Tujuan penggunaan kredit Nominal Investasi Modal kerja Pengganti modal kerja 8 Rasio penerimaan bersih/angsuran Ordinal <, >=, - > - > 9 Mempunyai pelanggan tetap Nominal Ya Tidak Jenis bukti kepemilikan Nominal Kwitansi Letter C BPKP Sertifikat Page 5

6 No Variabel Jenis Data Atribut rating LTV (Loan Total Value) Ordinal <= % nilai pasar agunan/plafond kredit > % dan <= 5% > 5% dan <= % >% dan <= 5% >5% 4 Jenis kelamin Nominal Laki-laki Perempuan Pendidikan terakhir Ordinal <=SMP SMA D >=S 4 Penjualan dipengaruhi Musim Nominal Ya Tidak 5 Terjamin kontinuitas bahan baku Nominal Ya Tidak 6 Bahan baku dipengaruhi musim Nominal Ya Tidak 7 Jenis bidang Usaha Nominal Jasa Industri pengolahan Pertanian Perdagangan Lain-lain 4.. Pengumpulan data Seperti yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, bahwa berdasarkan metode metode Slovin dibutuhkan paling sedikit sampel yang berjumlah 59 debitur. Untuk mendapatkan hasil perhitungan yang reliable, maka dibutuhkan jumlah yang seimbang antara jumlah sampel debitur PL dan debitur NPL. Oleh karena itu, jumlah sampel yang diambil adalah sebesar 59 yang terdiri dari 95 debitur PL (kolektibilitas I dan II) dan 95 debitur NPL (kolektibilitas III, IV dan V). Oleh karena keterbatasan tempat, maka untuk hasil pengumpulan data hanya akan ditampilkan 4 orang debitur kredit lancar dan 4 orang debitur kredit macet. Untuk lebih jelasnya lagi, dapat dilihat pada lampiran. Page 5

7 ...Analisis pengumpulan data Berikut ini adalah ringkasan hasil pengumpulan data dari masing-masing variable No Tabel. Hasil pengumpulan data Variabel Jenis Data Atribut jumlah Usia Ordinal < 7 >= dan < 49 >= dan < >=4 dan < 5 8 >=5 7 Jenis kelamin Nominal Laki-laki 4 Perempuan 88 Debitur lama/baru Nominal Baru 56 Lama 47 4 Lama usaha (tahun) Ordinal < 456 >= dan < >=6 dan < 9 >=9 dan < 97 >= dan < 6 4 >= Status perkawinan Nominal Duda/janda 9 Belum menikah 8 Menikah Pendidikan terakhir Ordinal <=SMP SMA 47 D 9 >=S 7 Mempunyai usaha sampingan Nominal Ya 686 Tidak 44 8 Jenis bidang Usaha Nominal Jasa 97 Industri pengolahan 6 Pertanian 55 Perdagangan 5 Lain-lain 6 Page 5

8 No Variabel Jenis Data Atribut jumlah 9 Jangka waktu (bulan) Ordinal <= >=6 599 Tujuan penggunaan kredit Nominal Modal kerja 485 investasi 7 Pengganti modal kerja 44 Rasio penerimaan bersih/angsuran Ordinal <, 6 >=, > - > 464 Mempunyai pelanggan tetap Nominal Ya 58 Tidak 77 Penjualan dipengaruhi Musim Nominal Ya 669 Tidak 5 4 Terjamin kontinuitas bahan baku Nominal Ya 5574 Tidak 6 5 Bahan baku dipengaruhi musim Nominal Ya 54 Tidak 56 6 Jenis bukti kepemilikan Nominal Kwitansi 95 Letter C 68 BPKP 47 Sertifikat LTV (Loan Total Value) Ordinal <= % 94 nilai pasar agunan/plafond kredit > % dan <= 5% 8 > 5% dan <= % 568 >% dan <= 5% 94 >5% Analisis berdasarkan 5C Character Character adalah keadaan watak/sifat dari debitur, baik dalam kehidupan pribadi maupun lingkungan usaha. Kegunaan dari penilaian terhadap karakter ini adalah untuk mengetahui sampai sejauh mana itikad/kemauan debitur untuk memenuhi kewajibannya (willingness to pay) sesuai dengan perjanjian Page 54

9 yang ditetapkan. Yang termasuk character dalam hal ini adalah variabel usia, variabel jenis kelamin, variabel debitur lama/baru, variabel status perkawinan dan variabel pendidikan terakhir. Berikut ini adalah penjelasan mengenai analisa character Usia Berdasarkan hasil pengumpulan data, dapat dilihat character dari debitur kredit Y. Dari grafik dibawah ini dapat diketahui bahwa mayoritas debitur kredit Y merupakan orang yang berusia diantara 4-5 tahun yaitu sebesar 5%. Sedangkan debitur yang berusia antara -4 tahun dan debitur yang berusia diatas 5 tahun masing-masing adalah sebesar 9%. Sedangkan debitur yang berusia dibawah tahun hanya sebesar,%. Gambar. Pie Chart perbandingan usia debitur Jenis kelamin Berdasarkan hasil pengumpulan data, dapat dilihat juga bahwa sebagian besar debitur kredit Y adalah berjenis kelamin laki-laki yaitu sebesar 68,4%. Gambar. Histogram perbandingan jenis kelamin debitur Page 55

10 Debitur lama/baru Berdasarkan hasil pengumpulan data, dapat dilihat bahwa sebagian besar debitur kredit Y merupakan nasabah lama di Bank X yaitu sebesar 47 orang atau sebesar 7,5%. Nasabah lama atau baru merupakan salah satu variabel penting yang harus diperhatikan sebagai faktor penentu keputusan kredit macet atau tidak. Jika debitur tersebut merupakan nasabah lama Bank X, kemungkinan proposal kredit diterima lebih besar, karena nasabah tersebut telah mempunyai track record yang tersimpan di Bank X. Gambar.4 Histogram perbandingan jumlah debitur lama/baru Status perkawinan Berdasarkan hasil pengumpulan data, dapat dilihat bahwa mayoritas debitur kredit Y telah menikah yaitu sebesar 9%. Sedangkan debitur yang belum menikah hanya sebesar,6%. Gambar.5 Pie Chart perbandingan status perkawinan debitur Page 56

11 Pendidikan terakhir Berdasarkan hasil pengumpulan data, dapat dilihat bahwa sebagian besar debitur kredit Y hanya lulusan SMP yaitu sebesar 54%. Sedangkan debitur yang lulusan SMA adalah sebesar 4%. Hal ini dimungkinkan karena kredit Y merupakan kredit mikro yang sasarannya adalah kecamatan-kecamatan dan kabupaten yang umumnya hanya dilayani oleh Bank X unit dan mayoritas penduduknya hanya lulusan SMP dan SMA. Gambar.6 Pie Chart perbandingan pendidikan terakhir debitur Capital dan Capacity Capital adalah jumlah dana/modal sendiri yang dimiliki oleh calon debitur. Semakin besar modal sendiri yang digunakan debitur, maka semakin tinggi tingkat kesungguhan calon debitur dalam menjalankan usahanya. Sedangkan capacity adalah kemampuan yang dimiliki calon debitur dalam menjalankan usahanya guna memperoleh laba/profit yang diharapkan. Kegunaan dari penilaian ini adalah untuk mengetahui/mengukur sampai sejauh mana calon debitur mampu untuk mengembalikan atau melunasi utang-utangnya (ability to pay). Yang termasuk capital dan capacity adalah variabel mempunyai usaha sampingan, variabel lama usaha, variabel jenis bidang usaha, variabel jangka waktu pinjaman, variabel tujuan penggunaan kredit, variabel rasio penerimaan bersih/angsuran, variabel mempunyai pelanggan tetap, variabel penjualan dipengaruhi musim, variabel terjamin kontinuitas bahan baku dan Page 57

12 variabel bahan baku dipengaruhi musim. Berikut ini adalah penjelasan analisa capital dan capacity Mempunyai usaha sampingan Berdasarkan hasil pengumpulan data, dapat dilihat bahwa sebagian besar debitur kredit Y tidak mempunyai usaha sampingan lain yaitu sebesar 7,4%. Pada umumnya, debitur-debitur ini bermatapencaharian sebagai petani dan pedagang sehingga mereka hanya mengandalkan usaha utama mereka yaitu usaha pertanian, ladang atau perdagangan. Variabel usaha sampingan ini merupakan variabel yang harus diperhatikan sebagai faktor penentu keputusan kredit. Hal ini disebabkan karena debitur yang mempunyai usaha sampingan diharapkan akan lebih baik performanya dalam tingkat pengembalian kredit daripada debitur yang tidak mempunyai usaha sampingan. Gambar.7 Histogram perbandingan usaha sampingan debitur Jenis bidang usaha Berdasarkan hasil perhitungan, dapat dilihat bahwa 6% dari debitur kredit Y bergerak di bidang pertanian. Sedangkan hanya 8% debitur yang bergerak di bidang perdagangan. Hal ini dimungkinkan karena sebagian besar masyarakat di daerah bermatapencaharian sebagai petani atau peladang. Variabel jenis bidang usaha ini merupakan variabel yang harus diperhatikan sebagai faktor penentu keputusan kredit. Oleh karena bidang pertanian dan perdagangan merupakan sektor ekonomi yang paling rentan terkena dampak inflasi, yang pada akhirnya dapat menyebabkan kredit macet. Page 58

13 Gambar.8 Pie Chart perbandingan jenis usaha debitur Lama Usaha Berdasarkan hasil pengumpulan data, dapat dilihat bahwa sebagian besar debitur kredit Y telah mempunyai usaha antara -6 tahun yaitu sebesar %. Sedangkan debitur kredit Y yang mempunyai usaha dibawah tahun adalah sebesar 8%. Variabel lama usaha merupakan faktor penting yang harus diperhatikan dalam penentuan keputusan kredit. Secara universal dipahami bahwa dalam periode usaha baru berdiri sampai dengan tahun, merupakan periode dimana rata-rata tingkat kegagalan cukup tinggi. Oleh karena itu, debitur yang telah menjalankan usahanya lebih lama diharapkan mempunyai fleksibilitas yang lebih baik dalam menghadapi perubahan lingkungan bisnis. Selain itu usaha yang dijalankan lebih lama akan mempunyai tingkat efisiensi yang lebih tinggi sehingga mampu menghasilkan profitabilitas yang lebih besar. Dengan demikian tingkat pengembalian kredit debitur yang mempunyai usaha lama akan lebih baik daripada debitur yang baru merintis usahanya. Page 59

14 Gambar.9 Pie Chart perbandingan lama usaha debitur Jangka waktu Berdasarkan hasil pengumpulan data, dapat dilihat bahwa 67% debitur kredit Y mengambil jangka waktu pinjaman 4 bulan atau tahun untuk melunasi kreditnya. Hanya 9% debitur saja yang mengambil jangka waktu pinjaman kurang dari bulan untuk melunasi kreditnya. Gambar. Pie Chart perbandingan jangka waktu pinjaman debitur Tujuan penggunaan kredit Berdasarkan hasil pengumpulan data, dapat dilihat bahwa mayoritas debitur yaitu sebesar 74% yang menggunakan kredit sebagai modal kerja. Sedangkan debitur yang menggunakannya sebagai investasi hanya sebesar %. Page 6

15 Gambar. Pie Chart perbandingan tujuan penggunan kredit debitur Rasio penerimaan bersih/angsuran Rasio penerimaan bersih per angsuran menunjukkan kemampuan debitur dalam membayar cicilan kredit kepada bank. Nilai, didapat dari % dibagi 75%. Nilai 75% tersebut didapat dari ketentuan bank yang menyebutkan bahwa angsuran kredit tidak boleh lebih dari 75% dari penerimaan bersih. Nilai 75% ini dapat berbeda-beda untuk setiap bank. Sedangkan bank X sendiri menentukan nilai 75% dikalikan penghasilan untuk mendapatkan tingkat repayment capacity. Nilai rasio penerimaan bersih/angsuran yang lebih besar dari, menunjukkan kemampuan membayar kredit yang baik karena hal itu berarti jumlah penerimaan bersih debitur lebih besar daripada angsuran kredit Yang harus dibayar. Berdasarkan hasil pengumpulan data, dapat dilihat bahwa 96% debitur kredit Y mempunyai rasio penerimaan bersih/angsuran diatas,. Hal ini berarti debitur telah mempunyai tingkat kemampuan membayar angsuran yang cukup baik Gambar. Pie Chart perbandingan rasio penerimaan bersih/angsuran debitur Page 6

16 Mempunyai pelanggan tetap Berdasarkan hasil pengumpulan data, dapat dilihat bahwa sebagian besar debitur yaitu sebanyak 58 orang atau 87,85% mempunyai pelanggan tetap. Sedangkan hanya 77 orang atau,5% yang tidak mempunyai pelanggan tetap. Variabel ini merupakan salah satu variabel yang harus mendapat perhatian sebagai faktor penentu keputusan kredit. Karena jika debitur mempunyai pelanggan tetap untuk usahanya maka diharapkan usahanya akan memiliki tingkat profitabilitas yang stabil daripada debitur yang tidak mempunyai pelanggan tetap. Gambar. Histogram perbandingan pelanggan tetap debitur Penjualan dipengaruhi musim Berdasarkan hasil pengumpulan data, dapat dilihat bahwa 5 debitur atau sebesar 88,7% penjualan debitur tidak dipengaruhi oleh musim. Sedangkan hanya 669 debitur yang penjualannya dipengaruhi oleh musim. Gambar.4 Histogram perbandingan penjualan debitur dipengaruhi musim Page 6

17 Terjamin kontinuitas bahan baku Berdasarkan hasil pengumpulan data, dapat dilihat bahwa sebanyak 5574 debitur atau sebesar 94,5% yang bahan baku usahanya terjamin kontinuitasnya. Sedangkan hanya 6 debitur yang bahan baku usahanya tidak terjamin kontinuitasnya. Gambar.5 Histogram perbandingan kontinuitas bahan baku usaha debitur Bahan baku dipengaruhi musim Berdasarkan hasil pengumpulan data, dapat dilihat bahwa 56 debitur atau sebesar 9,8% yang bahan baku usahanya dipengaruhi musim. Sedangkan hanya 54 debitur yang bahan baku usahanya dipengaruhi oleh musim. Gambar.6 Histogram perbandingan bahan baku usaha debitur dipengaruhi musim Page 6

18 Collateral Collateral adalah barang-barang yang diserahkan calon debitur sebagai agunan terhadap kredit yang diterimanya. Sehingga risiko pemberian kredit dapat dikurangi sebagian atau seluruhnya dengan meminta collateral yang baik kepada calon debitur. Yang merupakan collateral adalah variabel jenis bukti kepemilikan dan variabel LTV (loan total value). Berikut ini adalah penjelasan mengenai analisa collateral Jenis bukti kepemilikan Undang-undang perbankan yang lama, yaitu UU No. 4/967 pasal 4() menentukan bahwa bank umum tidak memberi kredit tanpa jaminan kepada siapapun. Dengan demikian, pemberian kredit tidak dapat dilepaskan dari pemberian jaminan oleh debitur. Jaminan kredit dapat diartikan sebagai penyerahan kekayaan atau pernyataan kesanggupan seseorang untuk menanggung pembayaran kembali suatu utang. Bagi bank, jaminan kredit berguna untuk memberikan hak dan kekuasaan untuk mendapatkan pelunasan dengan barang-barang jaminan tersebut bila debitur tidak dapat memenuhi kewajibannya. Menjamin agar debitur berperan serta dalam transaksi untuk membiayai usahanya, sehingga kemungkinan untuk meninggalkan usahanya dengan merugikan diri sendiri atau perusahaannya dapat dicegah atau sekurang-kurangnya kemungkinan untuk dapat berbuat demikian diperkecil terjadinya. memberi dorongan kepada debitur untuk memenuhi syarat-syarat yang telah disetujui agar ia tidak kehilangan kekayaan yang telah dijaminkan kepada bank. Jaminan berupa tanah dan bangunan merupakan bentuk yang paling banyak diterima karena merupakan jaminan yang solid. Bentuk kepemilikan dari tanah adalah sertifikat tanah yang dapat berupa Sertifikat Hak Milik (SHM), Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB). Selain tanah dan bangunan, kendaraan bermotor juga banyak dijaminkan. Page 64

19 Berdasarkan hasil pengumpulan data, dapat dilihat bahwa 65% debitur mengagunkan sertifikat hak milik sebagai bukti kepemilikan atas tanah terdapat bangunan atau tanah tanpa bangunan. Sedangkan hanya 5% debitur yang mengagunkan BPKB sebagai bukti kepemilikan kendaraan bermotor. Gambar.7 Pie Chart perbandingan jenis bukti kepemilikan debitur LTV (Loan Total Value) LTV atau loan total value didapat dari nilai pasar agunan dibagi plafond kredit. LTV ini menunjukkan apakah agunan yang dimiliki oleh debitur (misalnya tanah, kendaraan bermotor, inventaris/barang/perabot) dapat menutupi pinjaman yang dilakukan. Nilai LTV baik jika nilainya diatas %. Hal itu berarti, agunan yang dimiliki oleh debitur % dapat mengcover pinjaman yang dilakukan. Berdasarkan hasil pengumpulan data, dapat dilihat bahwa hanya,59% debitur yang nilai LTV nya dibawah %. Sedangkan sisanya, berada di atas % Gambar.8 Pie Chart perbandingan LTV debitur Page 65

20 Condition of Economy Condition of economy yaitu situasi dan kondisi politik, sosial, ekonomi, budaya yang mempengaruhi keadaan perekonomian pada suatu saat yang kemungkinan akan mempengaruhi kelancaran usaha mikro calon debitur. Kondisi makro yang dapat mempengaruhi usaha debitur, antara lain adalah kebijakan pemerintah, perubahan nilai tukar rupiah dan inflasi... Hasil perhitungan Untuk menganalisa variabel mana yang akan berpengaruh pada keputusan kredit, maka dilakukan pengujian statistik non parametik chi-square dan analisis korelasi peringkat spearman.... Analisis statistik chi-square Prosedur pengujian menggunakan statistic non parametric chi-square digunakan untuk menguji keselarasan yang dilakukan untuk memeriksa ketergantungan dan homogenitas. Uji chi-square ini digunakan untuk menguji apakah frekuensi data yang diamati dari suatu variabel kategorik (categorical variable) sesuai (fit) dengan frekuensi harapan (expected frequencies). Hipotesis untuk uji chi-square selalu berbentuk uji hipotesis dua sisi (two sided atau two tailed) dengan hipotesis Tidak terdapat hubungan antara risiko default dan variabel ke-n H Terdapat hubungan antara risiko default dan variabel ke-n dimana n =,,,., 7 Berdasarkan hasil perhitungan uji chi-square, maka didapat hasil sebagai berikut Page 66

21 Tabel. Hasil uji chi-square No Variabel chi-square test hasil nilai asymp.sig hipotesis Usia 74,659 tolak Jenis kelamin,5,65 terima Debitur lama/baru,4, tolak 4 Lama usaha (tahun) 4,56,5 tolak 5 Status perkawinan 6,4,46 tolak 6 Pendidikan terakhir,76 tolak 7 Mempunyai usaha sampingan 48,6 tolak 8 Jenis bidang Usaha,984 tolak 9 Jangka waktu (bulan) 48,64 tolak Tujuan penggunaan kredit,66 tolak Rasio penerimaan bersih/angsuran 7,854,48 tolak Mempunyai pelanggan tetap 64,4 tolak Penjualan dipengaruhi Musim,564,9 terima 4 Terjamin kontinuitas bahan baku,94,86 terima 5 Bahan baku dipengaruhi musim,57, terima 6 Jenis bukti kepemilikan 8,9 tolak 7 LTV (Loan Total Value) nilai pasar agunan/plafond kredit 45,89 tolak Dari tabel diatas, dapat dilihat bahwa kolom asymp.sig (two sided) menunjukkan nilai probabilitas. Jika probabilitasnya >,5, maka diterima. Namun jika probabilitasnya <,5 maka H ditolak. Berdasarkan hasil perhitungan tersebut, dapat dilihat bahwa variabel jenis kelamin, variabel penjualan dipengaruhi musim, variabel kontinuitas bahan baku, variabel bahan baku dipengaruhi musim mempunyai nilai probabilitas >,5. Oleh karena itu hipotesis diterima. Hal ini berarti tidak terdapat hubungan antara risiko default dengan variabel jenis kelamin, variabel penjualan dipengaruhi musim, variabel kontinuitas bahan baku, variabel bahan baku dipengaruhi musim. Sedangkan variabel lainnya yaitu variabel usia, variabel debitur lama/baru, variabel lama usaha, variabel status perkawinan, variabel pendidikan terakhir, variabel mempunyai usaha sampingan, variabel jenis bidang usaha, variabel jangka waktu, variabel tujuan penggunaan kredit, variabel rasio penerimaan bersih/angsuran, variabel mempunyai pelanggan tetap, variabel jenis bukti kepemilikan dan variabel LTV mempunyai nilai probabilitas <,5. Oleh Page 67

22 karena itu hipotesis ditolak. Hal ini berarti terdapat hubungan antara risiko default dengan variabel usia, variabel debitur lama/baru, variabel lama usaha, variabel status perkawinan, variabel pendidikan terakhir, variabel mempunyai usaha sampingan, variabel jenis bidang usaha, variabel jangka waktu, variabel tujuan penggunaan kredit, variabel rasio penerimaan bersih/angsuran, variabel mempunyai pelanggan tetap, variabel jenis bukti kepemilikan dan variabel LTV....Analisis korelasi peringkat Spearman Koefisien korelasi peringkat Spearman (Spearman s rank correlation) digunakan untuk mengukur hubungan antara dua variabel dimana kedua variabel berbentuk peringkat (rank) atau kedua variabel berskala ordinal. Bentuk hipotesisnya adalah sebagai berikut Tidak terdapat hubungan antara peringkat risiko default dan variabel ke-n H Terdapat hubungan antara peringkat risiko default dan variabel ke-n dimana n =,,,., 7 Berdasarkan hasil perhitungan uji korelasi Spearman, maka didapat hasil sebagai berikut Page 68

23 Tabel.4 Hasil uji korelasi Spearman No Variabel spearman correlation hasil nilai sig (-tailed) hipotesis Usia -, tolak Jenis kelamin,7,65 terima Debitur lama/baru -,4, tolak 4 Lama usaha (tahun) -,48 tolak 5 Status perkawinan -,, tolak 6 Pendidikan terakhir -,57 tolak 7 Mempunyai usaha sampingan,9 tolak 8 Jenis bidang Usaha -,74 tolak 9 Jangka waktu (bulan) -,6 tolak Tujuan penggunaan kredit -,78 tolak Rasio penerimaan bersih/angsuran -,9,6 tolak Mempunyai pelanggan tetap,4 tolak Penjualan dipengaruhi Musim -,,9 terima 4 Terjamin kontinuitas bahan baku,6, terima 5 Bahan baku dipengaruhi musim -,,86 terima 6 Jenis bukti kepemilikan -,69 tolak 7 LTV (Loan Total Value) nilai pasar agunan/plafond kredit -,8 tolak Dari tabel diatas, dapat dilihat bahwa kolom sig (-tailed) menunjukkan nilai probabilitas. Jika probabilitasnya >,, maka diterima. Namun jika probabilitasnya <, maka H ditolak. Berdasarkan hasil perhitungan tersebut, dapat dilihat bahwa variabel jenis kelamin, variabel penjualan dipengaruhi musim, variabel kontinuitas bahan baku, variabel bahan baku dipengaruhi musim mempunyai nilai probabilitas >,. Oleh karena itu hipotesis diterima. Hal ini berarti tidak terdapat hubungan antara peringkat risiko default dengan variabel jenis kelamin, variabel penjualan dipengaruhi musim, variabel kontinuitas bahan baku, variabel bahan baku dipengaruhi musim. Sedangkan variabel lainnya yaitu variabel usia, variabel debitur lama/baru, variabel lama usaha, variabel status perkawinan, variabel pendidikan terakhir, variabel mempunyai usaha sampingan, variabel jenis bidang usaha, variabel jangka waktu, variabel tujuan penggunaan kredit, variabel rasio penerimaan bersih/angsuran, variabel mempunyai pelanggan tetap, variabel jenis bukti Page 69

24 kepemilikan dan variabel LTV mempunyai nilai probabilitas <,. Oleh karena itu hipotesis ditolak. Hal ini berarti terdapat hubungan antara peringkat risiko default dengan variabel usia, variabel debitur lama/baru, variabel lama usaha, variabel status perkawinan, variabel pendidikan terakhir, variabel mempunyai usaha sampingan, variabel jenis bidang usaha, variabel jangka waktu, variabel tujuan penggunaan kredit, variabel rasio penerimaan bersih/angsuran, variabel mempunyai pelanggan tetap, variabel jenis bukti kepemilikan dan variabel LTV. Berdasarkan hasil uji statistik diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa variabel yang akan berpengaruh dalam penentuan keputusan pemberian kredit adalah variabel usia, variabel debitur lama/baru, variabel lama usaha, variabel status perkawinan, variabel pendidikan terakhir, variabel mempunyai usaha sampingan, variabel jenis bidang usaha, variabel jangka waktu, variabel tujuan penggunaan kredit, variabel rasio penerimaan bersih/angsuran, variabel mempunyai pelanggan tetap, variabel jenis bukti kepemilikan dan variabel LTV...4 Analisis kredit bermasalah Berikut ini akan dianalisis masing-masing variabel yang akan menentukan kredit macet atau lancar. Masing-masing variabel akan dibuat crosstabulation yang akan menunjukkan persentase kredit lancar dan kredit macet untuk masingmasing atribut dari setiap variabel. Hasil persentase dari crosstabulation ini tidak dapat digunakan untuk membandingkan kemungkinan kredit macet dari tiap atribut karena masing-masing atribut mempunyai jumlah total kredit Yang berbeda. Oleh karena itu berdasarkan hasil crosstabulation, akan dilakukan uji proporsi dengan jumlah sample yang berbeda pada setiap variabel untuk melihat apakah terdapat perbedaan proporsi antara atribut-atribut tersebut. Usia Berdasarkan hasil crosstabulation dapat dilihat bahwa, untuk usia dibawah tahun, dari 7 orang debitur maka persentase kredit lancar lebih besar daripada persentase kredit macet yaitu sebesar 7,4%. Sedangkan untuk usia antara - tahun, dari 49 orang debitur maka persentase kredit macet lebih besar daripada Page 7

25 kredit lancar yaitu sebesar 58,4%. Sedangkan untuk usia diatas 5 tahun, persentase kredit lancar lebih besar daripada kredit macet yaitu sebesar 58,6%. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini kredit Tabel.5 Crosstab variabel usia Usia < >= dan < >= dan < 4 >=4 dan < 5 >=5 jml persentase jml persentase jml persentase jml persentase jml persentase lancar 5 7,4% 8 4,96% ,94% ,98% ,6% 95 macet 8,57% 49 58,4% 95 54,6% 8 5,% 7 4,64% 95 total 7 % 49 % 674 % 8 % 7 % 59 Total Berdasarkan hasil crosstabulation, akan dilakukan uji proporsi untuk melihat apakah terdapat perbedaan antara proporsi masing-masing rentang usia. Berikut ini adalah hasil perhitungan uji proporsi Tabel.6 Uji proporsi variabel usia No Variabel rating Hipotesis atribut Jumlah macet Total kredit Z hitung kesimpulan hasil USIA 4 4 p=p p < 7 p>p p >= dan < p=p p < 7 p>p p >= dan < p=p p < 7 p>p p >=4 dan < p=p p < 7 p>p p >=5 7 7 p=p p >= dan < p>p p >= dan < p=p p >= dan < p>p p >=4 dan < p=p p >= dan < p>p p >=5 7 7 p=p p >= dan < ,565 terima p=p -,5 terima p=p,98 tolak p>p,96 tolak p>p,478 terima p=p,76 tolak p>p 6,7 tolak p>p,46 tolak p=p Page 7

26 4 4 p>p p >=4 dan < p=p p >= dan < p>p p >=5 7 7 p=p p >=4 dan < p>p p >= ,4 tolak p>p 6,7 tolak p>p Uji proporsi ini menggunakan tingkat kepercayaan sebesar 95%, sehingga nilai α adalah,5. Berdasarkan tabel Z, maka didapat bahwa bila Z hitung <,65 maka hipotesis diterima. Untuk lebih jelasnya lagi dapat dilihat contoh perhitungan untuk proporsi debitur berusia < tahun dan proporsi debitur berusia - tahun, dibawah ini Hipotesis p = p p > p Dimana p = proporsi sample debitur usia < tahun p = proporsi sample debitur usia - tahun Diketahui x = jumlah kredit macet di sample debitur usia < tahun = x = jumlah kredit macet di sample debitur usia - tahun = 49 n = jumlah sample debitur usia < tahun = 7 n = jumlah sample debitur usia - tahun = 49 tingkat kepercayaan = 95% α =,5 Page 7

27 p p p z c = = = x n x n x hitung + x n + n = = = = = p,86 c =, = =, ,576 ( p c ) p ( p ) n (,576),576 (,576) 7 p + p c n,86,58 + c 49 =,565 Berdasarkan tabel Z, didapat bahwa bila Z hitung > Z,5 maka tolak. Sedangkan Z,5 =,65. Maka karena Z hitung <,65 maka terima. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan proporsi antara debitur yang berusia < tahun dan proporsi debitur berusia - tahun. Setelah kesimpulan diperoleh, maka selanjutnya akan dibuat peringkat atau rangking yang menunjukkan proporsi atribut mana yang akan mengalami kemungkinan macet lebih besar. Berdasarkan tabel di bawah ini, dapat dilihat bahwa proporsi debitur yang berusia < tahun, - tahun dan -4 tahun mempunyai kemungkinan yang sama untuk mengalami kredit macet. Tabel.7 Peringkat variabel usia No Variabel Peringkat Atribut Usia < >= dan < >= dan < 4 >=4 dan < 5 >=5 Debitur lama/baru Berdasarkan hasil crosstabulation dapat dilihat bahwa, dari 56 debitur baru, kemungkinan mengalami kredit macet adalah sebesar 5,6%. Sedangkan dari 47 debitur lama, kemungkinan mengalami kredit macet adalah sebesar 48,7%. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini Page 7

28 kredit Tabel.8 Crosstab variabel debitur lama/baru Debitur lama/baru baru lama jml persentase jml persentase Total lancar 75 46,9% 5 5,% 95 macet 88 5,6% 48,7% 95 total 56 % 47 % 59 Berdasarkan hasil crosstabulation, akan dilakukan uji proporsi untuk melihat apakah terdapat perbedaan antara proporsi debitur baru dan proporsi debitur lama. Berikut ini adalah hasil perhitungan uji proporsi Tabel.9 Uji proporsi variabel debitur lama/baru No Variabel rating Hipotesis atribut Debitur lama/baru Jumlah macet Total kredit p=p p baru p>p p lama 47 Z hitung kesimpulan hasil,4 tolak p>p Setelah kesimpulan diperoleh, maka selanjutnya akan dibuat peringkat atau rangking yang menunjukkan proporsi atribut mana yang akan mengalami kemungkinan macet lebih besar. Berdasarkan tabel di bawah ini, dapat dilihat bahwa proporsi debitur baru mempunyai kemungkinan yang besar untuk mengalami kredit macet bila dibandingkan debitur lama. Tabel. Peringkat variabel debitur lama/baru No Variabel Peringkat Atribut Debitur lama/baru debitur baru debitur lama Lama usaha (tahun) Page 74

29 Berdasarkan hasil crosstabulation dapat dilihat bahwa, dari 456 debitur yang lama usahanya dibawah tahun, kemungkinan mengalami kredit macet adalah sebesar 54,6%. Sedangkan dari 97 debitur yang lama usahanya antara 9- tahun, kemungkinan mengalami kredit macet sebesar 48,56%. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini Tabel. Crosstab variabel lama usaha lama usaha (tahun) kredit < >= dan < 6 >= 6 dan < 9 >=9 dan < >= dan < 6 >=6 jml persentase jml persentase jml persentase jml persentase jml persentase jml persentase lancar 7 45,9% 89 48,9% ,4% 5 5,44% 8 5,% 547 5,89% macet 49 54,6% 957 5,8% 6 5,58% 47 48,56% 9 48,% ,% total 456 % 847 % % 97 % 4 % 5 % Berdasarkan hasil crosstabulation, akan dilakukan uji proporsi untuk melihat apakah terdapat perbedaan antara proporsi masing-masing rentang lama usaha. Berikut ini adalah hasil perhitungan uji proporsi Tabel. Uji proporsi variabel lama usaha No Variabel rating Hipotesis atribut Jumlah macet Total kredit Z hitung kesimpulan hasil lama usaha (tahun) 4 5 p=p p < p>p p >= dan < p=p p < p>p p >=6 dan < 9 6 p=p p < p>p p >=9 dan < p=p p < p>p p >= dan < p=p p < p>p p >= p=p p >= dan < ,69 terima p=p,466 terima p=p, tolak p>p,99 tolak p>p,5 tolak p>p,668 terima p=p Page 75

30 p>p p >=6 dan < 9 6 p=p p >= dan < p>p p >=9 dan < p=p p >= dan < p>p p >= dan < p=p p >= dan < p>p p >= p=p p >=6 dan < 9 6 p>p p >=9 dan < p=p p >=6 dan < 9 6 p>p p >= dan < p=p p >=6 dan < 9 6 p>p p >= p=p p >=9 dan < p>p p >= dan < p=p p >=9 dan < p>p p >= p=p p >= dan < p>p p >= ,64 terima p=p,8 terima p=p,9 tolak p>p,97 terima p=p,894 terima p=p, tolak p>p,89 terima p=p,94 terima p=p,64 terima p=p Setelah kesimpulan diperoleh, maka selanjutnya akan dibuat peringkat atau rangking yang menunjukkan proporsi atribut mana yang akan mengalami kemungkinan macet lebih besar. Berdasarkan tabel di bawah ini, dapat dilihat bahwa proporsi debitur yang lama usahanya dibawah tahun, antara -5 tahun, dan antara 6-8 tahun mempunyai kemungkinan yang besar untuk mengalami kredit macet bila dibandingkan debitur yang lain. Tabel. Peringkat variabel lama usaha No Variabel Peringkat Atribut Lama usaha < >= dan < 6 (tahun) >=9 dan < >= dan < 6 >=6 dan < 9 >= 6 Page 76

31 Status perkawinan Berdasarkan hasil crosstabulation dapat dilihat bahwa, dari 9 orang debitur yang berstatus duda/janda kemungkinan mengalami kredit macet adalah sebesar 5,4%. Sedangkan dari 8 orang debitur yang belum menikah, kemungkinan mengalami kredit macet adalah sebesar 56,79%. Sedangkan dari 548 orang debitur yang telah menikah kemungkinan mengalami kredit macet adalah sebesar 49,57%. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini Tabel.4 Crosstab variabel status perkawinan status perkawinan kredit duda/janda belum menikah menikah Total jml persentase jml persentase jml persentase lancar 65 46,76% 4,% 764 5,4% 95 macet 74 5,4% 59 56,79% 77 49,57% 95 total 9 % 8 % 548 % 59 Berdasarkan hasil crosstabulation, akan dilakukan uji proporsi untuk melihat apakah terdapat perbedaan antara proporsi debitur berdasarkan status perkawinannya. Berikut ini adalah hasil perhitungan uji proporsi Tabel.5 Uji proporsi variabel status perkawinan No Variabel rating Hipotesis atribut Jumlah macet Total kredit Z hitung kesimpulan hasil 4 status perkawinan p=p p Duda/Janda 74 9 p>p p Belum menikah 59 8 p=p p Duda/Janda 74 9 p>p p Menikah p=p p Belum menikah 59 8 p>p p Menikah ,688 terima p=p,854 terima p=p,55 tolak p>p Page 77

32 Setelah kesimpulan diperoleh, maka selanjutnya akan dibuat peringkat atau rangking yang menunjukkan proporsi atribut mana yang akan mengalami kemungkinan macet lebih besar. Berdasarkan tabel di bawah ini, dapat dilihat bahwa proporsi debitur yang berstatus duda/janda dan proporsi debitur yang belum menikah mempunyai kemungkinan yang sama untuk mengalami kredit macet. Tabel.6 Peringkat variabel status perkawinan No Variabel Peringkat Atribut 4 Status perkawinan Duda/janda belum menikah Menikah Pendidikan terakhir Berdasarkan hasil crosstabulation dapat dilihat bahwa, dari debitur lulusan SMP kemungkinan akan mengalami kredit macet sebesar 5,44%. Sedangkan dari debitur yang lulusan S kemungkinan akan mengalami kredit macet sebesar 4,86%. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini Tabel.7 Crosstab variabel pendidikan terakhir kredit lancar mace t total jml pendidikan terakhir <=SMP SMA D >=S persentas persentas jm persentas persentas jml jml e e l e e 5 47,56% 5,8% 56 6,% 57,4% ,44% 47,8% 4 7,78% 87 4,86% % 4 7 % 9 % % Tota l Berdasarkan hasil crosstabulation, akan dilakukan uji proporsi untuk melihat apakah terdapat perbedaan antara proporsi debitur berdasarkan pendidikan terakhirnya. Berikut ini adalah hasil perhitungan uji proporsi Tabel.8 Uji proporsi variabel pendidikan terakhir Page 78

33 No Variabel rating Hipotesis atribut Jumlah macet Total kredit Z hitung kesimpulan hasil 5 pendidikan terakhir p=p p <=SMP 678 p>p p SMA 5 47 p=p p <=SMP 678 p>p p D 4 9 p=p p <=SMP 678 p>p p >=S 87 p=p p SMA 5 47 p>p p D 4 9 p=p p SMA 5 47 p>p p >=S 87 p=p p D 4 9 p>p p >=S 87,44 tolak p>p,745 tolak p>p,649 tolak p>p,87 tolak p>p,6 terima p=p -,85 terima p=p Setelah kesimpulan diperoleh, maka selanjutnya akan dibuat peringkat atau rangking yang menunjukkan proporsi atribut mana yang akan mengalami kemungkinan macet lebih besar. Berdasarkan tabel di bawah ini, dapat dilihat bahwa peringkat pertama debitur yang akan mengalami kredit macet adalah debitur lulusan SMP atau dibawahnya, dilanjutkan oleh debitur lulusan SMA. Sedangkan debitur lulusan D dan S yang memiliki proporsi yang sama, berada di peringkat terakhir untuk kemungkinan mengalami kredit macet. Tabel.9 Peringkat variabel pendidikan terakhir No Variabel Peringkat Atribut 5 pendidikan terakhir <=SMP SMA D >=S Mempunyai usaha sampingan Berdasarkan hasil crosstabulation dapat dilihat bahwa, dari 686 orang debitur yang mempunyai usaha sampingan kemungkinan mengalami macet adalah sebesar 4,8%. Sedangkan dari 44 orang debitur kemungkinan mengalami Page 79

34 macet adalah sebesar 5,87%. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini Tabel. Crosstab variabel usaha sampingan punya usaha sampingan kredit ya tidak Total jml persentase jml persentase lancar ,8% ,% 95 macet 7 4,8% 8 5,87% 95 total 686 % 44 % 59 Berdasarkan hasil crosstabulation, akan dilakukan uji proporsi untuk melihat apakah terdapat perbedaan antara proporsi debitur yang mempunyai usaha sampingan dan proporsi debitur yang tidak mempunyai usaha sampingan. Berikut ini adalah hasil perhitungan uji proporsi Tabel. Uji proporsi variabel usaha sampingan No Variabel rating Hipotesis atribut Jumlah macet Total kredit Z hitung kesimpulan hasil 6 punya usaha sampingan p=p p Ya p>p p Tidak ,974 terima p=p Setelah kesimpulan diperoleh, maka selanjutnya akan dibuat peringkat atau rangking yang menunjukkan proporsi atribut mana yang akan mengalami kemungkinan macet lebih besar. Berdasarkan tabel di bawah ini, dapat dilihat bahwa tidak terdapat perbedaan antara proporsi debitur yang mempunyai usaha sampingan dan proporsi debitur yang tidak mempunyai usaha sampingan. Hal ini menunjukkan bahwa debitur yang tidak/mempunyai usaha sampingan mempunyai kemungkinan yang sama untuk mengalami kredit macet. Page 8

35 Tabel. Peringkat variabel usaha sampingan No Variabel Peringkat Atribut 6 punya usaha punya tidak punya sampingan Jenis bidang usaha Berdasarkan hasil crosstabulation dapat dilihat bahwa, dari 97 orang debitur yang mempunyai usaha jasa kemungkinan akan mengalami kredit macet sebesar 48,4%. Sedangkan dari 84 orang debitur yang mempunyai usaha perdagangan kemungkinan mengalami macet sebesar 6,57%. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini Tabel. Crosstab variabel jenis bidang usaha jenis bidang usaha kredit jasa industri pengolahan pertanian perdagangan lain-lain Total jml persentase jml persentase jml persentase jml persentase jml persentase lancar 5 5,6% 4,97% 67 46,7% 666 6,4% 5,8% 95 macet 47 48,4% 5 57,% 96 5,9% 84 6,57% 47,6% 95 total 97 % 6 % 55 % 5 % 6 % 59 Berdasarkan hasil crosstabulation, akan dilakukan uji proporsi untuk melihat apakah terdapat perbedaan antara proporsi debitur berdasarkan jenis bidang usahanya. Berikut ini adalah hasil perhitungan uji proporsi Tabel.4 Uji proporsi variabel jenis bidang usaha Page 8

36 No Variabel rating Hipotesis atribut Jumlah macet Total kredit Z hitung kesimpulan hasil 7 jenis bidang usaha p=p p p>p p p=p p p>p p p=p p p>p p p=p p p>p p p=p p p>p p p=p p p>p p p=p p p>p p p=p p p>p p p=p p p>p p p=p p p>p p jasa Industri pengolahan 5 6 jasa Pertanian jasa Perdagangan 84 5 jasa Lain-lain 6 Industri pengolahan 5 6 Pertanian Industri pengolahan 5 6 Perdagangan 84 5 Industri pengolahan 5 6 Lain-lain 6 Pertanian Perdagangan 84 5 Pertanian Lain-lain 6 Perdagangan 84 5 Lain-lain 6 -,48 terima p=p -,55 terima p=p 5,8 tolak p>p, terima p=p,976 terima p=p 6,4 tolak p>p,5 terima p=p 9,88 tolak p>p,995 terima p=p -,76 terima p=p Setelah kesimpulan diperoleh, maka selanjutnya akan dibuat peringkat atau rangking yang menunjukkan proporsi atribut mana yang akan mengalami kemungkinan macet lebih besar. Berdasarkan tabel di bawah ini, dapat dilihat bahwa peringkat pertama debitur yang akan mengalami kredit macet adalah debitur yang bergerak dalam usaha jasa, usaha industri pengolahan, usaha pertanian, usaha lain-lain. Sedangkan debitur yang mempunyai usaha perdagangan berada di peringkat dua kemungkinan kredit macet. Page 8

37 Tabel.5 Peringkat variabel jenis bidang usaha No Variabel Peringkat Atribut Jenis bidang 7 jasa Industri pengolahan Pertanian Lain-lain usaha perdagangan Jangka waktu pinjaman (bulan) Berdasarkan hasil crosstabulation dapat dilihat bahwa, dari 59 orang debitur yang mempunyai jangka waktu pinjaman dibawah tahun kemungkinan akan mengalami kredit macet sebesar 8,7%. Sedangkan dari 599 orang debitur yang mempunyai jangka waktu pinjaman diatas tahun kemungkinan mengalami kredit macet sebesar 8,%. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini Tabel.6 Crosstab variabel jangka waktu pinjaman jangka waktu pinjaman (bulan) kredit <= 8 4 >=6 persentas persentas persentas persentas jml jml jml jml e e e e lancar 9 7,7% 5,67% 5,8% 7,79% 5 mace ,7% 64,% 46,% 8,% t total 5 9 % 79 9 % 98 % 59 9 Tota l % 59 Berdasarkan hasil crosstabulation, akan dilakukan uji proporsi untuk melihat apakah terdapat perbedaan antara proporsi debitur berdasarkan jangka waktu pinjaman. Berikut ini adalah hasil perhitungan uji proporsi Tabel.7 Uji proporsi variabel jangka waktu pinjaman No Variabel rating Hipotesis atribut Jumlah macet Total kredit Z hitung kesimpulan hasil 8 Jangka wkt pinjaman (bulan) p=p p <= p>p p 8 p=p p <= p>p p 4 p=p p <= p>p p >=6 p=p p ,4 tolak p>p ,46 tolak p>p ,69 tolak p>p ,57 tolak p>p Page 8

38 p>p p 4 p=p p 8 p>p p >=6 p=p p 4 p>p p >= ,69 tolak p>p 8,7 tolak p>p Setelah kesimpulan diperoleh, maka selanjutnya akan dibuat peringkat atau rangking yang menunjukkan proporsi atribut mana yang akan mengalami kemungkinan macet lebih besar. Berdasarkan tabel di bawah ini, dapat dilihat bahwa peringkat pertama debitur yang akan mengalami kredit macet adalah debitur yang mempunyai jangka waktu pinjaman dibawah bulan, dikuti oleh debitur yang mempunyai jangka waktu pinjaman 8 dan 4 bulan. Sedangkan peringkat terakhir kemungkinan terjadinya kredit macet adalah debitur yang mempunyai jangka waktu pinjaman diatas tahun. Tabel.8 Peringkat variabel jangka waktu No Variabel Peringkat Atribut 8 Jangka waktu <= (bulan) >=6 Tujuan penggunaan kredit Berdasarkan hasil crosstabulation dapat dilihat bahwa, dari 485 orang debitur yang menggunakan kreditnya untuk berinvestasi kemungkinan mengalami kredit macet sebesar 55,55%. Sedangkan dari 7 orang debitur yang menggunakan kreditnya untuk modal kerja kemungkinan mengalami kredit macet sebesar,6%. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini Tabel.9 Crosstab variabel tujuan penggunaan kredit kredit tujuan penggunaan kredit investasi modal kerja pengganti modal kerja jml persentase jml persentase jml persentase Total Page 84

39 lancar ,45% 9 66,7% 9 6,9% 95 macet 46 55,55% 46,6% 5 6,8% 95 total 485 % 7 % 44 % 59 Berdasarkan hasil crosstabulation, akan dilakukan uji proporsi untuk melihat apakah terdapat perbedaan antara proporsi debitur berdasarkan tujuan penggunaan kredit. Berikut ini adalah hasil perhitungan uji proporsi Tabel. Uji proporsi variabel tujuan penggunaan kredit No Variabel rating Hipotesis atribut Jumlah macet Total kredit Z hitung kesimpulan hasil 9 tujuan penggunaan kredit p=p p Modal kerja p>p p Investasi 46 7 p=p p Modal kerja p>p p Pengganti modal kerja 5 44 p=p p Investasi 46 7 p>p p Pengganti modal kerja ,74 tolak p>p 4,449 tolak p>p -,767 terima p=p Setelah kesimpulan diperoleh, maka selanjutnya akan dibuat peringkat atau rangking yang menunjukkan proporsi atribut mana yang akan mengalami kemungkinan macet lebih besar. Berdasarkan tabel di bawah ini, dapat dilihat bahwa peringkat pertama debitur yang akan mengalami kredit macet adalah debitur yang menggunakan kreditnya untuk modal kerja. Sedangkan peringkat keduanya adalah debitur yang menggunakan kreditnya untuk investasi dan pengganti modal kerja. Tabel. Peringkat variabel tujuan penggunaan kredit No Variabel Peringkat Atribut 9 Tujuan penggunaan Modal kerja Kredit Investasi Pengganti modal kerja Page 85

40 Rasio penerimaan bersih/angsuran Berdasarkan hasil crosstabulation dapat dilihat bahwa, dari 6 orang debitur yang nilai rasio penerimaan bersih/angsurannya dibawah, kemungkinan mengalami macet adalah sebesar 48,7%. Sedangkan dari 488 orang debitur yang nilai rasio penerimaan bersih/angsurannya antara,- kemungkinan mengalami macet adalah sebesar 5,4%. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini Tabel. Crosstab variabel rasio penerimaan bersih/angsuran kredit lancar mace t total jml 5 6 rasio penerimaan bersih/angsuran <, >=,- >- > persentas persentas persentas persentas jml jml jml e e e e 5,7% ,59% 5 5,4% 7 5,6% 48,7% 5,4% 5 49,6% 47,84% % 48 8 % % 46 4 % Tota l Berdasarkan hasil crosstabulation, akan dilakukan uji proporsi untuk melihat apakah terdapat perbedaan antara proporsi debitur berdasarkan tujuan penggunaan kredit. Berikut ini adalah hasil perhitungan uji proporsi Tabel. Uji proporsi variabel rasio penerimaan bersih/angsuran No Variabel rating Hipotesis atribut Jumlah macet Total kredit Z hitung kesimpulan hasil Rasio penerimaan bersih/angsuran p=p p>p p=p p>p p=p p>p p=p p>p p <, 5 6 p >=, p <, 5 6 p > - 5 p <, 5 6 p > 464 p >=, p > - 5 -,5 terima p=p -,4 terima p=p, terima p=p,457 terima p=p Page 86

41 p=p p>p p=p p>p p >=, p > 464 p > - 5 p > 464,74 tolak p>p,69 tolak p>p Setelah kesimpulan diperoleh, maka selanjutnya akan dibuat peringkat atau rangking yang menunjukkan proporsi atribut mana yang akan mengalami kemungkinan macet lebih besar. Berdasarkan tabel di bawah ini, dapat dilihat bahwa peringkat pertama debitur yang akan mengalami kredit macet adalah debitur yang nilai rasio penerimaan bersih/angsurannya dibawah,, antara,- dan antara -. Sedangkan peringkat keduanya adalah debitur yang nilai rasio penerimaan bersih/angsurannya lebih dari. Tabel.4 Peringkat variabel rasio penerimaan bersih/angsuran No Variabel Peringkat Atribut Rasio penerimaan <, >=, - > - bersih per angsuran > Mempunyai pelanggan tetap Berdasarkan hasil crosstabulation dapat dilihat bahwa, dari 58 orang debitur yang mempunyai pelanggan tetap kemungkinan mengalami kredit macet sebesar 48,6%. Sedangkan dari 77 orang debitur yang tidak mempunyai pelanggan tetap, kemungkinan mengalami kredit macet sebesar 64,%. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini Tabel.5 Crosstab variabel pelanggan tetap punya pelanggan tetap kredit ya tidak Total jml persentase jml persentase lancar 69 5,94% 58 5,98% 95 macet 49 48,6% ,% 95 total 58 % 77 % 59 Page 87

42 Berdasarkan hasil crosstabulation, akan dilakukan uji proporsi untuk melihat apakah terdapat perbedaan antara proporsi debitur yang mempunyai pelanggan tetap dan proporsi debitur yang tidak pelanggan tetap. Berikut ini adalah hasil perhitungan uji proporsi Tabel.6 Uji proporsi variabel pelanggan tetap No Variabel rating Hipotesis atribut Jumlah macet Total kredit Z hitung kesimpulan hasil punya pelanggan tetap p=p p Ya p>p p Tidak ,9 terima p=p Setelah kesimpulan diperoleh, maka selanjutnya akan dibuat peringkat atau rangking yang menunjukkan proporsi atribut mana yang akan mengalami kemungkinan macet lebih besar. Berdasarkan tabel di bawah ini, dapat dilihat bahwa tidak terdapat perbedaan antara proporsi debitur yang mempunyai pelanggan tetap dan proporsi debitur yang tidak pelanggan tetap. Hal ini menunjukkan bahwa debitur yang tidak/mempunyai usaha sampingan mempunyai kemungkinan yang sama untuk mengalami kredit macet. Tabel.7 Peringkat variabel pelanggan tetap No Variabel Peringkat Atribut punya pelanggan punya tidak punya tetap Jenis bukti kepemilikan Berdasarkan hasil crosstabulation dapat dilihat bahwa, dari 95 orang debitur yang mempunyai jenis bukti kepemilikan kwitansi kemungkinan mengalami kredit macet sebesar 45,8%. Sedangkan dari 68 orang debitur yang mempunyai jenis bukti kepemilikan letter C kemungkinan mengalami macet sebesar 78,57%. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini Tabel.8 Crosstab variabel jenis bukti kepemilikan Page 88

43 kredit lancar mace t total jml jenis bukti kepemilikan kwitansi letter C BPKP sertifikat persentas persentas persentas persentas jml jml jml e e e e 54,8% 6,4% ,8% 5,6% 8 45,8% 78,57% 86 54,7% 47,9% % 6 8 % 47 % 86 4 % Tota l Berdasarkan hasil crosstabulation, akan dilakukan uji proporsi untuk melihat apakah terdapat perbedaan antara proporsi debitur berdasarkan jenis bukti kepemilikan. Berikut ini adalah hasil perhitungan uji proporsi Tabel.9 Uji proporsi variabel jenis bukti kepemilikan No Variabel rating Hipotesis atribut Jumlah macet Total kredit Z hitung kesimpulan hasil p=p p Kwitansi 8 95 p>p p Letter C 68-7,56 terima p=p p=p p Kwitansi 8 95 p>p p BPKP ,45 terima p=p Jenis bukti kepemilikan p=p p Kwitansi 8 95 p>p p Sertifikat p=p p Letter C 68 p>p p BPKP ,59 terima p=p 5,99 tolak p>p p=p p Letter C 68 p>p p Sertifikat ,97 tolak p>p p=p p BPKP p>p p Sertifikat ,789 tolak p>p Page 89

RANCANGAN KRITERIA PENILAIAN DEBITUR KREDIT MIKRO UNTUK MEMINIMASI KREDIT MACET DI BANK X

RANCANGAN KRITERIA PENILAIAN DEBITUR KREDIT MIKRO UNTUK MEMINIMASI KREDIT MACET DI BANK X RANCANGAN KRITERIA PENILAIAN DEBITUR KREDIT MIKRO UNTUK MEMINIMASI KREDIT MACET DI BANK X PROYEK AKHIR Oleh: LIZA KUSUMAWARDANI NIM: 29106317 Program Magister Administrasi Bisnis Sekolah Bisnis dan Manajemen

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Peranan Kredit di Dalam Usaha Pada hakikatnya setiap perusahaan akan membutuhkan tambahan modal untuk dapat berkembang. Menurut Murray dan

Lebih terperinci

BAB 5 PENUTUP. ini maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: pembiayaan oleh PT BPRS Karya Mugi Sentosa kantor cabang Mojokerto,

BAB 5 PENUTUP. ini maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: pembiayaan oleh PT BPRS Karya Mugi Sentosa kantor cabang Mojokerto, BAB 5 PENUTUP 5.1 Simpulan Hasil dari analisa data dan pembahasan hasil analisa data pada penelitian ini maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Murabahah merupakan salah satu akad yang dipakai

Lebih terperinci

KEBIJAKAN ESTIMASI NILAI AGUNAN DALAM PEMBERIAN KREDIT PADA PT. BOGOR ANGGANA CENDIKIA

KEBIJAKAN ESTIMASI NILAI AGUNAN DALAM PEMBERIAN KREDIT PADA PT. BOGOR ANGGANA CENDIKIA PRAMITHA DIKA SAPUTRI, 27210039 FAKULTAS EKONOMI, UNIVERSITAS GUNADARMA KEBIJAKAN ESTIMASI NILAI AGUNAN DALAM PEMBERIAN KREDIT PADA PT. BOGOR ANGGANA CENDIKIA Pesatnya pertumbuhan ekonomi di Indonesia

Lebih terperinci

Kuisioner Penelitian untuk Debitur ANALISIS MANAJEMEN RISIKO KREDIT PRODUK KREDIT MASYARAKAT DESA KOMERSIL DI BANK X BOGOR

Kuisioner Penelitian untuk Debitur ANALISIS MANAJEMEN RISIKO KREDIT PRODUK KREDIT MASYARAKAT DESA KOMERSIL DI BANK X BOGOR LAMPIRAN 65 66 Lampiran 1. Kuisioner penelitian Kuisioner Penelitian untuk Debitur ANALISIS MANAJEMEN RISIKO KREDIT PRODUK KREDIT MASYARAKAT DESA KOMERSIL DI BANK X BOGOR Gambaran Ringkas Penelitian Sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perekonomian suatu negara bisa dilihat dari minimalnya dua sisi, yaitu ciri perekonomian negara tersebut, seperti pertanian atau industri dengan sektor perbankan.

Lebih terperinci

VI. MEKANISME PENYALURAN KUR DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN

VI. MEKANISME PENYALURAN KUR DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN VI. MEKANISME PENYALURAN KUR DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN 6.1. Mekanisme Penyaluran KUR di BRI Unit Tongkol Dalam menyalurkan KUR kepada debitur, ada beberapa tahap atau prosedur yang harus dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan diperhadapkan dengan sumber pendapatan yang tidak mencukupi

BAB I PENDAHULUAN. dan diperhadapkan dengan sumber pendapatan yang tidak mencukupi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring berkembangnya zaman kebutuhan masyarakat terus meningkat dan diperhadapkan dengan sumber pendapatan yang tidak mencukupi sehingga kredit menjadi salah satu alternatif

Lebih terperinci

ANALISA PEMBIAYAAN MITRA BINAAN PKBL BUMN SECARA CEPAT DAN AKURAT DENGAN SKORING pembiayaan. Ardito Bhinadi presents

ANALISA PEMBIAYAAN MITRA BINAAN PKBL BUMN SECARA CEPAT DAN AKURAT DENGAN SKORING pembiayaan. Ardito Bhinadi presents ANALISA PEMBIAYAAN MITRA BINAAN PKBL BUMN SECARA CEPAT DAN AKURAT DENGAN SKORING pembiayaan Ardito Bhinadi presents Yogyakarta, 13 November2013 Filosofi Pembiayaan Produk yang unik. Mengapa? Harus dikembalikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertambangan. Industri Pengolah-an (Rp Milyar) (Rp Milyar) na

I. PENDAHULUAN. Pertambangan. Industri Pengolah-an (Rp Milyar) (Rp Milyar) na I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kredit adalah salah satu faktor yang berperan penting di dalam pengembangan usaha. Pada umumnya ada dua jenis kredit, yaitu kredit modal kerja dan kredit investasi. Kredit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi ekonomi suatu negara menjadi lebih maju dan usaha-usaha berkembang

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi ekonomi suatu negara menjadi lebih maju dan usaha-usaha berkembang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kondisi ekonomi suatu negara menjadi lebih maju dan usaha-usaha berkembang dengan cepat, sumber-sumber dana diperlukan untuk membiayai usaha tersebut. Salah

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS STRATEGI PENCEGAHAN DAN IMPLIKASI PEMBIAYAAN MURA>BAH}AH MULTIGUNA BERMASALAH

BAB IV ANALISIS STRATEGI PENCEGAHAN DAN IMPLIKASI PEMBIAYAAN MURA>BAH}AH MULTIGUNA BERMASALAH BAB IV ANALISIS STRATEGI PENCEGAHAN DAN IMPLIKASI PEMBIAYAAN MURA>BAH}AH MULTIGUNA BERMASALAH A. Strategi Pencegahan Pembiayaan Mura>bah}ah Multiguna Bermasalah Bank BNI Syariah Cabang Surabaya Resiko

Lebih terperinci

Petunjuk : Berilah tanda (X) pada salah satu jawaban anda

Petunjuk : Berilah tanda (X) pada salah satu jawaban anda Lampiran 1. Kuisioner Nasabah Responden yang terhormat, Saya, You Wan Dhira (NIM: 142101067), Mahasiswi Program Studi Diploma III Keuangan Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Saya mohon kesediaan Bapak / Ibu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk dibiayai, perbankan lebih memilih mengucurkan dana untuk kredit ritel dan

BAB I PENDAHULUAN. untuk dibiayai, perbankan lebih memilih mengucurkan dana untuk kredit ritel dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat sebelum krisis tahun 1998 sektor Usaha Kecil dan Menengah (UKM) tidak dilirik oleh perbankan karena mereka menilai sektor ini tidak layak untuk dibiayai,

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS KREDIT KONSUMTIF BANK X DENGAN INTERNAL MODEL CREDITRISK Gambaran Umum Kredit Konsumtif pada Bank X

BAB 4 ANALISIS KREDIT KONSUMTIF BANK X DENGAN INTERNAL MODEL CREDITRISK Gambaran Umum Kredit Konsumtif pada Bank X 51 BAB 4 ANALISIS KREDIT KONSUMTIF BANK X DENGAN INTERNAL MODEL CREDITRISK + Dalam Bab 4 secara lebih mendalam akan dibahas analisis mengenai pengukuran risiko kredit konsumtif pada bank X dengan menggunakan

Lebih terperinci

Pengalokasian Dana Bank (Kredit dan Pembiayaan)

Pengalokasian Dana Bank (Kredit dan Pembiayaan) Materi 3 Pengalokasian Dana Bank (Kredit dan Pembiayaan) Subpokok bahasan : Pengertian Kredit & Pembiayaan (Produk Lending) Jenis-jenis kredit Prinsip-prinsip pemberian kredit Jenis-jenis pembebanan suku

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Bank Jabar Banten KCP Dramaga dan juga

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Bank Jabar Banten KCP Dramaga dan juga 37 METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Bank Jabar Banten KCP Dramaga dan juga cabang Cibinong. Pelaksanaan penelitian berlangsung bulan Juli 2009 sedangkan upaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan nasional, dan penyediaan lapangan kerja. Usaha mikro, kecil dan

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan nasional, dan penyediaan lapangan kerja. Usaha mikro, kecil dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan peran usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang besar ditunjukkan oleh jumlah unit usaha dan pengusaha, serta kontribusinya terhadap pendapatan nasional,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Pelaksanaan Pembiayaan Mudharabah untuk Pertanian di KSPPS TAMZIS Cabang Batur

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Pelaksanaan Pembiayaan Mudharabah untuk Pertanian di KSPPS TAMZIS Cabang Batur BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pelaksanaan Pembiayaan Mudharabah untuk Pertanian di KSPPS TAMZIS Cabang Batur Pembiayaan merupakan langkah yang dilakukan KSPPS TAMZIS Bina Utama dalam menyalurkan

Lebih terperinci

PENEMPATAN DANA BANK

PENEMPATAN DANA BANK PENEMPATAN DANA BANK o Kredit: (UU Perbankan No. 10 Tahun 1998) penyediaan uang/tagihan yg dpt dipersamakan dg itu, berdsrkan persetujuan /kesepakatan pinjam meminjam antara bank dg pihak lain yg wajibkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan UKM, pada tahun jumlah pengusaha di Indonesia sebanyak dimana 99,7% atau

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan UKM, pada tahun jumlah pengusaha di Indonesia sebanyak dimana 99,7% atau I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan UKM, pada tahun 2006 jumlah pengusaha di Indonesia sebanyak 48.936.840 dimana 99,7% atau sebesar 48.822.925 merupakan Usaha Kecil

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. A. Pengaruh Total Pembiayaan (Financing) terhadap NPF. Berdasarakan analisis data secara statistik dalam penelitian ini,

BAB V PEMBAHASAN. A. Pengaruh Total Pembiayaan (Financing) terhadap NPF. Berdasarakan analisis data secara statistik dalam penelitian ini, BAB V PEMBAHASAN A. Pengaruh Total Pembiayaan (Financing) terhadap NPF Berdasarakan analisis data secara statistik dalam penelitian ini, menjelaskan bahwa total pembiayaan keseluruhan perbankan syariah

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMBERIAN KREDIT DAN PENGARUH LOAN TO DEPOSIT RATIO (LDR) TERHADAP NON PERFORMING LOAN (NPL) PADA KOPERASI PEMBATIKAN NASIONAL (KPN) SOLO

KEBIJAKAN PEMBERIAN KREDIT DAN PENGARUH LOAN TO DEPOSIT RATIO (LDR) TERHADAP NON PERFORMING LOAN (NPL) PADA KOPERASI PEMBATIKAN NASIONAL (KPN) SOLO KEBIJAKAN PEMBERIAN KREDIT DAN PENGARUH LOAN TO DEPOSIT RATIO (LDR) TERHADAP NON PERFORMING LOAN (NPL) PADA KOPERASI PEMBATIKAN NASIONAL (KPN) SOLO NASKAH PUBLIKASI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Syarat

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Pertumbuhan suatu usaha dipengaruhi dari beberapa aspek diantaranya ketersediaan modal. Sumber dana yang berasal dari pelaku usaha agribisnis sendiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini era pembangunan telah menunjukkan perkembangan terutama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini era pembangunan telah menunjukkan perkembangan terutama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini era pembangunan telah menunjukkan perkembangan terutama dalam bidang perekonomian, di mana terdapat keterlibatan antara berbagai pihak dalam upaya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Tinjauan Mengenai Bank 2.1.1.1 Pengertian Bank Menurut Undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT BANK. kelemahan, kelamahan-kelemahan tersebut adalah : 7. a. Hanya menyangkut perjanjian sepihak saja

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT BANK. kelemahan, kelamahan-kelemahan tersebut adalah : 7. a. Hanya menyangkut perjanjian sepihak saja BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT BANK 1. Pengaturan Perjanjian Kredit Pengertian perjanjian secara umum dapat dilihat dalam Pasal 1313 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, yaitu suatu perbuatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin menyatu dengan ekonomi regional dan internasional yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. semakin menyatu dengan ekonomi regional dan internasional yang dapat 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ekonomi nasional dewasa ini menunjukkan arah yang semakin menyatu dengan ekonomi regional dan internasional yang dapat menunjang sekaligus dapat berdampak

Lebih terperinci

DAFTAR TABEL

DAFTAR TABEL DAFTAR TABEL Tabel 3.1...Sejarah singkat PT Bank Tabungan Negara (persero) Tbk Tabel 3.2...Indikator Variabel X dan Variabel Y Tabel 3.3...Bobot atau Kuesioner Tabel 3.4... Data Responden Tabel 4.1...Data

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA Perbedaan Syariah dengan Konvensional

II TINJAUAN PUSTAKA Perbedaan Syariah dengan Konvensional II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perbedaan Syariah dengan Konvensional 2.1.1. Perbandingan Kinerja Bank Syariah dengan Bank Konvensional Kusafarida (2003) dalam skripsinya meneliti tentang perbandingan kinerja

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. orang dalam satu departemen atau lebih, yang dibuat untuk menjamin penanganan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. orang dalam satu departemen atau lebih, yang dibuat untuk menjamin penanganan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Prosedur Prosedur adalah suatu urutan kegiatan klerikal, biasanya melibatkan beberapa orang dalam satu departemen atau lebih, yang dibuat untuk menjamin penanganan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Prosedur Pengajuan Pembiayaan Murabahah di PT BPRS PNM Binama Semarang Dalam proses pengajuan pembiayaan murabahah di PT BPRS PNM Binama Semarang, terdapat beberapa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. keuangan baru. Persaingan dan perkembangan yang cukup pesat pada

BAB 1 PENDAHULUAN. keuangan baru. Persaingan dan perkembangan yang cukup pesat pada BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era globalisasi ini persaingan dalam bisnis perbankan sangat ketat. Persaingan tersebut tidak hanya terjadi antar bank, tetapi persaingan juga datang dari lembaga

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN III.

KERANGKA PEMIKIRAN III. III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1.Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Pengendalian Kredit Bank Pada penyaluran kredit bank, perlu diperhatikan beberapa aspek yang terkait dengan nasabah penerima kredit untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Bank merupakan salah satu bagian penting dalam suatu perekonomian. Bank

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Bank merupakan salah satu bagian penting dalam suatu perekonomian. Bank 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Bank merupakan salah satu bagian penting dalam suatu perekonomian. Bank menghimpun dana dan menyalurkannya ke masyarakat. Pada usaha perbankan, potensi

Lebih terperinci

HASIL SURVEI KREDIT KONSUMSI A. Karakteristik Bank

HASIL SURVEI KREDIT KONSUMSI A. Karakteristik Bank BOKS 2 HASIL SURVEI KREDIT KONSUMSI DAN PERTANIAN DI PROVINSI BENGKULU TAHUN 2007 Pada tahun 2007, Kantor Bank Indonesia Bengkulu melakukan dua survei yaitu Survei Kredit Konsumsi dan Survei Survei Kredit

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Prioritas utama dalam pembangunan negara Indonesia yakni peningkatan kesejahteraan rakyat melalui mengembangkan perekonomian rakyat yang didukung pertumbuhan ekonomi

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Dalam penelitian untuk karya akhir ini akan dilakukan perhitungan risiko Kartu Kredit dengan menggunakan metode CreditRisk dalam mengukur nilai risiko kredit

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. A. Pengaruh Character terhadap Tingkat Pengembalian Angsuran. Pembiayaan Murabahah pada BMT As-Salam Kras-Kediri Tahun 2015

BAB V PEMBAHASAN. A. Pengaruh Character terhadap Tingkat Pengembalian Angsuran. Pembiayaan Murabahah pada BMT As-Salam Kras-Kediri Tahun 2015 BAB V PEMBAHASAN A. Pengaruh Character terhadap Tingkat Pengembalian Angsuran Pembiayaan Murabahah pada BMT As-Salam Kras-Kediri Tahun 2015 Hasil pengujian data di atas dapat diketahui tabel Coefficient

Lebih terperinci

Analisis Efektivitas Pemberian Pinjaman Program Pembiayaan UMKM Oleh Koperasi Di Jepara (Studi Kasus UJKS Mitra Usaha Jepara)

Analisis Efektivitas Pemberian Pinjaman Program Pembiayaan UMKM Oleh Koperasi Di Jepara (Studi Kasus UJKS Mitra Usaha Jepara) Analisis Efektivitas Pemberian Pinjaman Program Pembiayaan UMKM Oleh Koperasi Di Jepara (Studi Kasus UJKS Mitra Usaha Jepara) Hadi Ismanto *, Tohir Diman Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Unisnu Jepara *email:

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Kredit, Teori Permintaan dan Penawaran Kredit Berdasarkan asal mulanya, Kasmir (2003) menyatakan kredit berasal dari kata credere yang artinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Page 1

BAB I PENDAHULUAN. Page 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam era globalisasi, industri perbankan terus berkembang dengan pesat mengingat pentingnya industri ini dalam pembangunan ekonomi nasional. Kehadiran industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kredit Usaha Mikro Pasal 1 angka (1) Undang-Undang No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah menyebutkan: Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nasional, kearah peningkatan taraf hidup rakyat banyak. Perbankan di Indonesia termasuk Hukum Perbankan Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. nasional, kearah peningkatan taraf hidup rakyat banyak. Perbankan di Indonesia termasuk Hukum Perbankan Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perbankan yang berdasarkan Demokrasi Ekonomi dengan fungsi utamanya yaitu sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat, memiliki peranan yang strategis untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan simpan pinjam layaknya bank, dimana ijin operasionalnya di bawah

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan simpan pinjam layaknya bank, dimana ijin operasionalnya di bawah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Koperasi adalah suatu lembaga keuangan bukan bank yang bergerak dalam kegiatan simpan pinjam layaknya bank, dimana ijin operasionalnya di bawah Kementrian Koperasi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berhubungan dengan keuangan. Era modern sekarang ini keberadaan

BAB I PENDAHULUAN. yang berhubungan dengan keuangan. Era modern sekarang ini keberadaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bank dijadikan sebagai tempat untuk melakukan berbagai transaksi yang berhubungan dengan keuangan. Era modern sekarang ini keberadaan dunia perbankan sangat

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tabel 1

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tabel 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemberdayaan Usaha Mikro (UM) menjadi sangat strategis, karena potensinya yang besar dalam menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat, dan sekaligus menjadi tumpuan sumber

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kredit Macet 1. Pengertian Kredit Istilah kredit berasal dari bahasa Yunani Credere yang berarti kepercayaan, oleh karena itu dasar dari kredit adalah kepercayaan. Seseorang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN. A. Prosedur Pengikatan Jaminan Pada Pembiayaan Murabahah di BPRS

BAB IV HASIL PENELITIAN. A. Prosedur Pengikatan Jaminan Pada Pembiayaan Murabahah di BPRS BAB IV HASIL PENELITIAN A. Prosedur Pengikatan Jaminan Pada Pembiayaan Murabahah di BPRS SURIYAH Kc Kudus Sebagai lembaga keuangan syariah aktivitas yang tidak kalah penting adalah melakkukan penyaluran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas perbankan selalu berkaitan dengan bidang keuangan. Seperti telah

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas perbankan selalu berkaitan dengan bidang keuangan. Seperti telah BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH Bank merupakan perusahaan yang bergerak di bidang keuangan, artinya aktivitas perbankan selalu berkaitan dengan bidang keuangan. Seperti telah ditegaskan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari pelepasan kredit dan pendapatan berbasis biaya (fee based income). Lambatnya

BAB I PENDAHULUAN. dari pelepasan kredit dan pendapatan berbasis biaya (fee based income). Lambatnya 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Sebagian besar pendapatan bank berasal dari pendapatan bunga yang berasal dari pelepasan kredit dan pendapatan berbasis biaya (fee based income). Lambatnya pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kredit macet merupakan salah satu masalah yang sering dialami oleh perbankan hingga saat ini. Banyaknya calon debitur yang melakukan kredit membuat pihak bank harus

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN Dalam karya akhir ini pengukuran risiko yang ditunjukan terhadap pembiayaan murabahah pada BNI Syariah dengan menggunakan Metode CreditRisk +, Dalam penerapan metode pengukuran

Lebih terperinci

2 berkeinginan untuk membeli Properti maupun kendaraan bermotor. Langkah tersebut dilakukan bersamaan dengan pelonggaran Rasio Loan to Value atau Rasi

2 berkeinginan untuk membeli Properti maupun kendaraan bermotor. Langkah tersebut dilakukan bersamaan dengan pelonggaran Rasio Loan to Value atau Rasi TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI PERBANKAN. BI. Rasio. Loan To Value. Financing To Value. Pencabutan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 141). PENJELASAN ATAS PERATURAN BANK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. statistik menunjukan perputaran keuangan pada sektor perbankan 2011

BAB I PENDAHULUAN. statistik menunjukan perputaran keuangan pada sektor perbankan 2011 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perbankan merupakan sarana yang strategis dalam rangka pembangunan ekonomi, peran yang strategis tersebut disebabkan oleh fungsi utama bank sebagai penghimpun

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM)

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) UMKM merupakan salah satu sektor ekonomi rakyat yang cukup penting dan memberikan kontribusi yang sangat besar bagi perekonomian di Indonesia.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ketentuan Umum Perkreditan Bank 2.2. Unsur-unsur dan Tujuan Kredit

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ketentuan Umum Perkreditan Bank 2.2. Unsur-unsur dan Tujuan Kredit II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ketentuan Umum Perkreditan Bank Penyaluran kredit merupakan salah satu jasa perbankan yang utama dalam mendukung perputaran ekonomi. Melalui kredit, sektor usaha akan mendapatkan

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini begitu banyak perusahaan yang bergerak dalam dunia bisnis

Bab I Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini begitu banyak perusahaan yang bergerak dalam dunia bisnis Bab I Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dewasa ini begitu banyak perusahaan yang bergerak dalam dunia bisnis dengan berbagai macam bidang usaha. Dalam menjalankan usahanya setiap

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kredit

TINJAUAN PUSTAKA Kredit TINJAUAN PUSTAKA Kredit Kredit adalah kemampuan untuk melaksanakan suatu pemberian atau mengadakan suatu pinjaman dengan suatu janji pembayarannya akan dilakukan pada suatu jangka waktu yang disepakati.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tingkat ekonomi tinggi, menengah dan rendah. hukum. Kehadiran berbagai lembaga pembiayaan membawa andil yang besar

BAB I PENDAHULUAN. tingkat ekonomi tinggi, menengah dan rendah. hukum. Kehadiran berbagai lembaga pembiayaan membawa andil yang besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia sebagai negara berkembang juga turut memacu roda perekonomian masyarakat. Sayangnya pertumbuhan ekonomi tersebut tidak ditopang oleh pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kegagalan konglomerasi di dalam mengatasi krisis ekonomi yang efek dan

BAB I PENDAHULUAN. Kegagalan konglomerasi di dalam mengatasi krisis ekonomi yang efek dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kegagalan konglomerasi di dalam mengatasi krisis ekonomi yang efek dan akibatnya masih dirasakan bersama, telah mengubah konsentrasi pembangunan perekonomian kepada

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. A. Syarat-syarat Pemberian Kredit Umum BPR Nusamba

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. A. Syarat-syarat Pemberian Kredit Umum BPR Nusamba BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan A. Syarat-syarat Pemberian Kredit Umum BPR Nusamba Banguntapan 1. Foto copy KTP (Kartu Tanda Penduduk), 5 lembar 2. Foto copy Kartu Keluarga, 1 lembar 3. Foto

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. 5.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pengembalian Kredit. Karakteristik responden baik yang lancar maupun yang menunggak dalam

PEMBAHASAN. 5.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pengembalian Kredit. Karakteristik responden baik yang lancar maupun yang menunggak dalam 55 II. PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pengembalian Kredit Karakteristik responden baik yang lancar maupun yang menunggak dalam pengembalian Kredit Mikro Utama diidentifikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. asas kekeluargaan. Undang-Undang Republik Indonesia No. 25 Tahun 1992 pasal

BAB I PENDAHULUAN. asas kekeluargaan. Undang-Undang Republik Indonesia No. 25 Tahun 1992 pasal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Koperasi merupakan badan usaha atau lembaga keuangan yang beranggotakan orang atau badan hukum dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus

Lebih terperinci

2. Bagaimanakah pelaksanaan (di Kantor Pusat dan Kantor Cabang) kebijakan perkreditan tersebut?

2. Bagaimanakah pelaksanaan (di Kantor Pusat dan Kantor Cabang) kebijakan perkreditan tersebut? Questioner 1. Apakah Bank BTN memiliki kebijakan perkreditan Bank? Ya, Bank BTN memiliki kebijakan perkreditan bank. Sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia melalui SK Direktur BI No.27/162/KEP./Dir. tgl

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan dan penggerak ekonomi yang fungsinya tidak dapat dipisahkan dari

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan dan penggerak ekonomi yang fungsinya tidak dapat dipisahkan dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perbankan merupakan salah satu lembaga keuangan, alat penggerak pertumbuhan dan penggerak ekonomi yang fungsinya tidak dapat dipisahkan dari pembangunan. Bank sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perbankan. Sektor perbankan memiliki peran sangat vital antara lain sebagai

BAB I PENDAHULUAN. perbankan. Sektor perbankan memiliki peran sangat vital antara lain sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan perekonomian nasional senantiasa bergerak cepat terutama setelah krisis 1997. Adanya perkembangan tersebut diperlukan berbagai penyesuaian kebijakan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Suatu penalaran dari penulis yang didasarkan atas pengetahuan,teori dan dalil dalam upaya menjawab penelitian dituangkan dalam kerangka pemikiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya peningkatan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat dinegara. kita diperlukan adanya pembangunan ekonomi yang seimbang.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya peningkatan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat dinegara. kita diperlukan adanya pembangunan ekonomi yang seimbang. BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Dalam upaya peningkatan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat dinegara kita diperlukan adanya pembangunan ekonomi yang seimbang. Untuk mewujudkan kemakmuran dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan perekonomian dan bisnis di dunia sangat ini berlangsung

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan perekonomian dan bisnis di dunia sangat ini berlangsung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan perekonomian dan bisnis di dunia sangat ini berlangsung dengan pesat. Hal ini juga ditunjukkan dengan semakin banyaknya bank yang bermunculan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan aspek sumber daya manusia. Hal terpenting dari aspek-aspek tersebut dalam

BAB I PENDAHULUAN. dan aspek sumber daya manusia. Hal terpenting dari aspek-aspek tersebut dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam menghadapi kondisi persaingan bisnis dalam keadaan yang tidak menentu ditambah dengan krisis perekonomian, membuat setiap perusahaan dituntut untuk mempersiapkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. (a) (b) (c)

HASIL DAN PEMBAHASAN. (a) (b) (c) 5 b. Analisis data daya tahan dengan metode semiparametrik, yaitu menggunakan regresi hazard proporsional. Analisis ini digunakan untuk melihat pengaruh peubah penjelas terhadap peubah respon secara simultan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Untuk meningkatkan perekonomian masyarakat maka pemerintah telah

BAB I PENDAHULUAN. Untuk meningkatkan perekonomian masyarakat maka pemerintah telah 16 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Untuk meningkatkan perekonomian masyarakat maka pemerintah telah menetapkan beberapa prioritas, antara lain adalah dengan memberikan akses yang luas

Lebih terperinci

Kesimpulan dan Saran 47 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan dan Saran 47 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan dan Saran 47 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Dari hasil penelitian dan pembahasan dari bab sebelumnya, mengenai Studi Tentang Analisis Keuangan untuk Menilai Kelayakan Pemberian Kredit

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kredit 2.1.1 Pengertian Kredit Dalam pengertian sederhana, kredit merupakan penyaluran dana dari pihak pemilik dana kepada pihak yang memerlukan dana. Dalam bahasa Latin, kredit

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN DAN ANALISA. A. Ketentuan Jaminan Pembiayaan Murabahah di BPRS Asad Alif

BAB III PEMBAHASAN DAN ANALISA. A. Ketentuan Jaminan Pembiayaan Murabahah di BPRS Asad Alif BAB III PEMBAHASAN DAN ANALISA A. Ketentuan Jaminan Pembiayaan Murabahah di BPRS Asad Alif Kantor Kas Boja Di dalam perbankan syariah maupun konvensional, dikenal dua sistem yaitu funding dan leanding.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. macet). Kredit macet adalah suatu risiko yang melekat pada suatu kredit di Bank,

BAB I PENDAHULUAN. macet). Kredit macet adalah suatu risiko yang melekat pada suatu kredit di Bank, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bagi suatu Bank, kredit merupakan sumber utama penghasilan bank sekaligus sumber risiko bisnis terbesar dimana ada kemungkinan kredit tak tertagih (kredit macet).

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. likuiditas (CR) dan financial leverage (DR) terhadap profitabilitas pada perusahaan

BAB V PENUTUP. likuiditas (CR) dan financial leverage (DR) terhadap profitabilitas pada perusahaan BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Penelitian ini untuk menjawab tujuan penelitian, yaitu untuk menganalisis pengaruh kredit bermasalah (NPF), faktor ekonomi makro (INF, INT, Nilai Tukar), likuiditas (CR) dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah. Krisis keuangan memberikan dampak terhadap perkembangan ekonomi secara global dan perkembangan ekonomi di Indonesia khususnya. Oleh karenanya Indonesia memiliki

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. 10 November 1998 tentang perbankan, menyatakan bahwa yang dimaksud

BAB II LANDASAN TEORI. 10 November 1998 tentang perbankan, menyatakan bahwa yang dimaksud 6 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Bank Undang-undang Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 Tanggal 10 November 1998 tentang perbankan, menyatakan bahwa yang dimaksud dengan bank adalah badan

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. 1. Pengaruh Pembiayaan Bermasalah terhadap Rasio Likuiditas (Current Ratio)

BAB V PEMBAHASAN. 1. Pengaruh Pembiayaan Bermasalah terhadap Rasio Likuiditas (Current Ratio) BAB V PEMBAHASAN A. Analisis Pengaruh dari Pembiayaan Bermasalah terhadap Rasio Likuiditas, Rasio Rentabilitas dan Rasio Solvabilitas di Koperasi Jasa Keuangan Syariah BMT Amanah Ummah Surabaya 1. Pengaruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan Nomor 10 Tahun Menurut Pasal 1 ayat 2

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan Nomor 10 Tahun Menurut Pasal 1 ayat 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengertian bank secara otentik telah dirumuskan di dalam Undangundang Perbankan 7 Tahun 1992 yang telah diubah menjadi Undangundang Perbankan Nomor 10 Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dana dalam bentuk simpanan seperti tabungan, deposito, giro, dan lain-lain dari

BAB I PENDAHULUAN. dana dalam bentuk simpanan seperti tabungan, deposito, giro, dan lain-lain dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bank merupakan suatu badan usaha yang menghimpun dan menyalurkan dana dalam bentuk simpanan seperti tabungan, deposito, giro, dan lain-lain dari dan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Bank merupakan jantung perekonomian di suatu Negara.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Bank merupakan jantung perekonomian di suatu Negara. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bank merupakan jantung perekonomian di suatu Negara. Kemajuan suatu bank di suatu negara dapat pula dijadikan ukuran kemajuan negara yang bersangkutan. Semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kehidupan masyarakat pada masa sekarang ini, tidak pernah

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kehidupan masyarakat pada masa sekarang ini, tidak pernah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan kehidupan masyarakat pada masa sekarang ini, tidak pernah luput dari permasalahan ekonomi. Dengan situasi yang cepat berubah, masyarakat memanfaatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomiannya didukung oleh unit-unit usaha kecil. Kemampuan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. perekonomiannya didukung oleh unit-unit usaha kecil. Kemampuan masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang sebagian besar perekonomiannya didukung oleh unit-unit usaha kecil. Kemampuan masyarakat Indonesia yang terbatas dalam mendirikan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1. Analisis Descriptive Statistics. N Minimum Maximum Mean LDR 45 40,22 108,42 75, ,76969

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1. Analisis Descriptive Statistics. N Minimum Maximum Mean LDR 45 40,22 108,42 75, ,76969 BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. ANALISIS STATISTIK DESKRIPTIF Dari data yang diperoleh sebanyak 45 sampel perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia untuk periode 2009-2011 diperoleh

Lebih terperinci

Banking Supervision School. Analisa Kredit PerBankan

Banking Supervision School.  Analisa Kredit PerBankan Banking Supervision School 1 Bank Indonesia @ 2006 Aplikasi Kredit Pengumpulan Data Agunan/Jaminan Analisa Kredit Penilaian Proposal Pengajuan Kredit Menilai Kelengkapan Data yang dikumpulkan Persetujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Saat ini banyak perusahaan membutuhkan dana yang cukup besar untuk memulai investasi atau memperbesar usahanya. Untuk memperoleh dana tersebut perusahaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA Penelitian tentang faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pengembalian pembiayaan sudah banyak dilakukan sebelumnya, yaitu pada pembiayaan yang disalurkan oleh lembaga keuangan bank.

Lebih terperinci

VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGEMBALIAN KREDIT USAHA RAKYAT MIKRO

VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGEMBALIAN KREDIT USAHA RAKYAT MIKRO VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGEMBALIAN KREDIT USAHA RAKYAT MIKRO Faktor-faktor yang diduga akan mempengaruhi pengembalian KUR Mikro adalah usia, jumlah tanggungan keluarga, jarak tempat tinggal

Lebih terperinci

PERSEPSI NASABAH PADA ASPEK 5C UNTUK MENENTUKAN KELAYAKAN PEMBERIAN KREDIT PADA NASABAH PT. BPR NUSAMBA AMPEL CABANG SALATIGA. Ruwati dan Pandi Afandi

PERSEPSI NASABAH PADA ASPEK 5C UNTUK MENENTUKAN KELAYAKAN PEMBERIAN KREDIT PADA NASABAH PT. BPR NUSAMBA AMPEL CABANG SALATIGA. Ruwati dan Pandi Afandi PERSEPSI NASABAH PADA ASPEK 5C UNTUK MENENTUKAN KELAYAKAN PEMBERIAN KREDIT PADA NASABAH PT. BPR NUSAMBA AMPEL CABANG SALATIGA Ruwati dan Pandi Afandi Dosen Tetap STIE AMA Salatiga Abstrak Faktor 5 C menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dalam dunia usaha dan bisnis saat ini mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dalam dunia usaha dan bisnis saat ini mengalami BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan dalam dunia usaha dan bisnis saat ini mengalami perkembangan yang sangat pesat. Perkembangan tersebut menciptakan persaingan yang sangat ketat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bank. Kebijaksanaan tersebut tertuang dalam Undang-Undang No.7 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. bank. Kebijaksanaan tersebut tertuang dalam Undang-Undang No.7 Tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses pembangunan yang sedang berkembang di negara Indonesia merupakan suatu proses yang berkesinambungan untuk mencapai masyarakat adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara dan bank sangat berpengaruh terhadap perekonomian seluruh negara dimana

BAB I PENDAHULUAN. negara dan bank sangat berpengaruh terhadap perekonomian seluruh negara dimana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bank merupakan lembaga yang paling penting dalam sektor keuangan disuatu negara dan bank sangat berpengaruh terhadap perekonomian seluruh negara dimana ketika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejak pertengahan tahun 1997, Indonesia dan sebagian negara Asia Tenggara dan Timur mengalami krisis ekonomi yang disebabkan oleh beberapa faktor baik yang

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 8/19/PBI/2006 TENTANG KUALITAS AKTIVA PRODUKTIF DAN PEMBENTUKAN PENYISIHAN PENGHAPUSAN AKTIVA PRODUKTIF

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 8/19/PBI/2006 TENTANG KUALITAS AKTIVA PRODUKTIF DAN PEMBENTUKAN PENYISIHAN PENGHAPUSAN AKTIVA PRODUKTIF PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 8/19/PBI/2006 TENTANG KUALITAS AKTIVA PRODUKTIF DAN PEMBENTUKAN PENYISIHAN PENGHAPUSAN AKTIVA PRODUKTIF BANK PERKREDITAN RAKYAT GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I PERBANKAN. BI. Pembiayaan. Kredit. Uang Muka. Properti. Kendaraan Bermotor. LTV. FTV. Pencabutan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 178)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan intensitasnya, kebutuhan manusia dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan intensitasnya, kebutuhan manusia dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan intensitasnya, kebutuhan manusia dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu Kebutuhan Primer, Kebutuhan Sekunder, dan Kebutuhan Tersier. Kebutuhan Primer merupakan kebutuhan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS 2.1 TINJAUAN PUSTAKA 1. Bank Bank adalah lembaga keuangan yang kegiatannya menghimpun dana dari dan kepada masyarakat yang memiliki fungsi memperlancar lalu lintas

Lebih terperinci