BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang International Committee of Red Cross (ICRC) adalah organisasi humaniter yang berlandaskan pada Hukum Humaniter Internasional (International Humanitarian Law) sebagai hasil dari Konvensi Jenewa. Hukum tersebut bersifat Customary Law yang berarti dapat berlaku dimana saja ketika terjadi krisis kemanusiaan tanpa diperlukan adanya ratifikasi 1. ICRC bertugas untuk mendistribusikan bantuan dan aksi kemanusiaan di daerah yang berkonflik baik domestik maupun internasional agar para korban konflik dapat bertahan hidup. ICRC juga memiliki misi menyebarkan pemahaman mengenai Hukum Humaniter Internasional tentang hal-hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan ketika terjadi perang atau konflik, yang biasanya dilakukan melalui mekanisme edukasi dan sosialisasi. Dalam menjalankan misi-misinya, ICRC layaknya organisasi humaniter lainnya memiliki anggota-anggota yang disebut sebagai pekerja kemanusiaan atau humanitarian workers. Merekalah yang kemudian melakukan seluruh misi-misi kemanusiaan ICRC. Keberadaan dan perlindungan para pekerja kemanusiaan memiliki landasan hukum internasional yang tercantum dalam setiap ketentuan dalam Konvensi Jenewa terkait posisi Komite Palang Merah Internasional. Proteksi terhadap pekerja kemanusiaan kemudian menjadi sangat penting untuk dibahas, karena apabila proteksi tidak diterapkan dengan baik, maka pekerja kemanusiaan tidakan dapat melakukan tugas kemanusiaan dengan baik dalam membantu korban konflik. Namun kenyataannya,banyak sekali kasus menunjukan para pekerja kemanusiaan juga dapat menjadi korban dalam sebuah konflik. Serangan-serangan yang terjadi melukai bahkan membunuh pekerja kemanusiaan, bahkan ada kasus dimana pekerja kemanusiaan diculik, disiksa, dan dijadikan tawanan untuk mendapatkan uang (ransum). Inilah yang kemudian 1 ICRC, Customary International Humanitarian Law (daring), 29 October 2010, < diakses pada 27 September

2 menjadi urgensi dan fokus dari penelitian penulis, yaitu masalah proteksi terhadap pekerja kemanusiaan. Penulis mengambil studi kasus perlindungan terhadap pekerja kemanusiaan ICRC di Darfur karena konflik di Darfur disebut sebagai krisis kemanusiaan nomor satu di dunia oleh Washington. 2 Disusul oleh pernyataan serupa oleh PBB sejak tahun 2004, bahwa apa yang terjadi di Darfur adalah krisis kemanusiaan paling parah di abad ini. 3 PBB sendiri memperkirakan sejak 2003 telah terdapat korban tewas dari konflik Darfur, namun menurut Abdalmahmud Abdalhalim Mohamad, Duta Besar Sudan untuk PBB, korban tewas sebanyak , sementara sisanya tewas karena malnutrisi dan sebagainya 4. Dan terkait kehidupan para pengungsi, PBB menyatakan bahwa setidaknya ada 1,7 juta orang mengungsi di kamp-kamp pengungsian Darfur. 5 Sementara konflik Darfur sendiri belum bisa dihentikan walaupun sudah terjadi sejak 2003, sehingga jumlah korban pasti akan meningkat seiring waktu. Dalam situasi seperti inilah, peranan organisasi humaniter seperti ICRC menjadi sangat penting. Selain berperan untuk mendistribusikan bantuan ke kamp pengungsi, mereka juga bertugas mencari para warga yang hilang serta berusaha mendiseminasi Hukum Humaniter sehingga dampak konflik Darfur ke depannya menjadi lebih terkendali. Sementara itu, terkait kasus keamanan pekerja kemanusiaan khususnya ICRC, telah banyak bukti bahwa berbagai macam ancaman terjadi terhadap mereka. Banyak kasus menunjukan para pekerja kemanusiaan diculik dan disandera, terbunuh dalam serangan dan lain sebagainya. Sebagai contoh kasusnya antara lain penculikan Gauthier Levefre, Kepala ICRC untuk sub delegasi Al Jeneina selama 147 hari sejak Maret , penculikan seorang anggota pekerja kemanusiaan ICRC dan tiga pekerja lokal di Fatah Borno, Darfur Utara pada 2 Mei 2 Suara Merdeka, Kita Dicemaskan Bencana Kemanusiaan di Darfur (daring), 7 Juli 2004, < diakses pada 8 Oktober Suara Merdeka, Sudan Gagal Stop Pertempuran (daring), 20 Desember 2004, < diakses pada 8 Oktober DW, Korban Tewas Konflik Darfur Bisa Mencapai Orang (daring), 23 April 2008, < diakses pada 6 Juni Republika Online, Dua Penjaga Perdamaian PBB Hilang di Darfur (daring), 22 Agustus 2012, < diakses pada 8 oktober ICRC, Sudan: Freed ICRC Worker Gauthier Levefre Recounts Weeks In Captivity (daring), 19 March 2010, < diakses pada 17 Juni

3 2012, dimana penculiknya tidak diketahui berasal darimana dan tiba-tiba muncul menghentikan truk yang membawa hasil survey lapangan mereka 7. Dan masih banyak kasus lainnya yang merupakan pelanggaran Hukum Humaniter Internasional terkait penyerangan terhadap pekerja kemanusiaan ICRC di Darfur yang akan dibahas dalam penelitian ini Rumusan Masalah Mengapa Hukum Humaniter Internasional dan ketujuh Prinsip ICRC belum mampu melindungi pekerja kemanusiaan ICRC dalam kasus konflik Darfur pada tahun ? 1.3. Kerangka Teori Untuk menjawab rumusan masalah di atas, penulis akan menggunakan lima kerangka teori yang akan menjelaskan peranan ICRC sebagai organisasi humaniter non pemerintah di mata hukum internasional, hal apa sajakah yang menjadi aturan bermain ICRC dalam beraksi, bagaimana mereka dilindungi serta bagaimanakah sifat dan kemampuan mengikat dari HHI yang berdasarkan pada Konvensi Jenewa. Kelima kerangka konsep tersebut adalah konsep Humanitarian Action, konsep Perlindungan terhadap Protected Person dalam Hukum Humaniter Internasional, Prinsip Pembedaan atau Distinction dan mengenai Tujuh Prinsip ICRC serta konsep Hard Law dan teori Non Compliance Konsep Humanitarian Action Humanitarian Action atau Aksi Kemanusiaan adalah suatu aktivitas yang dilakukan dalam situasi dimana aspek kemanusiaan terancam, seperti bencana alam dan bencana yang diakibatkan oleh manusia sendiri (perang atau konflik) dan memiliki tujuan untuk menyelamatkan hidup. mengurangi penderitaan dan menjaga harkat kehidupan manusia. Aksi ini 7 E. Reeves, Darfur In The Still Deepening Shadows Of Lies, South Sudan News Agency (daring), 25 May 2012, < diakses pada 17 Juni

4 juga memfasilitasi persiapan pihak-pihak apabila terjadi bencana atau krisis kemanusiaan untuk kedua kalinya. Aksi kemanusiaan memiliki empat prinsip dasar, yaitu Kemanusiaan (bahwa aksi ini dilakukan murni untuk menolong dan melindungi orang dari penderitaan), Imparsial (bahwa aksi ini dilakukan tanpa diskriminasi atas dasar apapun), Netralitas (tidak berpihak) dan Kemandirian (bahwa terpisah dari otonomi dan kepentingan militer, ekonomi dan politik). 8 Aksi ini meliputi perlindungan terhadap pihak sipil dan prajurit yang tidak lagi terlibat karena terluka, penyediaan makanan, air sanitasi, tempat bernaung, pelayanan kesehatan dan bimbingan lain yang dibutuhkan oleh para korban dan untuk mengembalikan fungsi kehidupan normal mereka. 9 Dengan demikian keberadaan aksi ini sangatlah vital bagi keberlangsungan hidup para korban. Bantuan yang mereka salurkan disebut dengan Humanitarian Aids atau bantuan kemanusiaan, dan biasanya disalurkan oleh pemerintah suatu Negara, individu, NGO, organisasi multilateral, organisasi domestik dan perusahaan privat. 10 Sementara itu, humanitarian workers atau juga sering disebut dengan aid worker atau humanitarian aid worker adalah anggota dari agensi kemanusian PBB, badan kemanusiaan Palang dan Bulan Sabit Merah serta NGO yang memiliki tujuan kemanusiaan. 11 Pekerja ini meliputi staff atau pekerja nasional dari organisasi internasional dan pekerja dari organisasi lokal atau nasional. 12 Tipe pekerjaan pekerja kemanusiaan ini juga sangatlah beragam, yaitu Middle Manager (pemimpin tim, manajer 8 Allindiary, Principle and Good Practice of Humanitarian Donorship (daring), 17 June 2003, < diakses pada 23 Oktober Allindiary, Principle and Good Practice of Humanitarian Donorship (daring), 17 June 2003, < diakses pada 23 Oktober Global Humanitarian Assistance, Defining Humanitarian Aid (daring), < diakses pada 23 Oktober Aid Worker Security database (AWSD), Spotlight on Security for national Aid Workers: Issues and Perspective, Aid Worker Security Report, 2011, p. 1, terarsip dalam file pdf < diakses pada 23 october Aid Worker Security database (AWSD), Spotlight on Security for national Aid Workers: Issues and Perspective, Aid Worker Security Report, 2011, p. 8, terarsip dalam file pdf < diakses pada 23 october

5 proyek), pekerja non professional (para pekerja kantor, sopir, dan lain sebagainya) dan sukarelawan yang akan bertugas mengeksekusi pendistribusian bantuan. 13 Agar ICRC dapat bekerja dengan baik dalam misi kemanusiaannya, keberadaan mereka harus dihormati dan dilindungi. Oleh karena itu protection terhadap pekerja kemanusiaan adalah sebuah aspek yang tidak dapat dikesampingkan. Ketika situasi dimana mereka beroperasi tergolong dalam non-armed conflict, maka yang digunakan sebagai basis perlindungan mereka adalah International Human Rights Law dan legislasi domestik. Sementara untuk situasi konflik bersenjata, maka dasar proteksi berasal dari Hukum Humaniter Internasional atau Hukum Humaniter Internasional. Poin utama dari HHI menyatakan bahwa dalam konteks kekerasan sedang berlangsung, pembedaan penyerangan wajib untuk dibuat antara penduduk sipil dan pihak bersenjata. Pekerja kemanusiaan masuk dalam kategori warga sipil dan mereka memperoleh hak istimewa untuk ada dalam situasi berkonflik baik internasional maupun non internasional untuk menawarkan bantuan seperti yang telah diatur dalam Protokol Tambahan I Pasal 69, 70, 71 serta Protokol Tambahan II Pasal 18. Sehingga akor yang berkonflik harus sebisa mungkin mengurangi resiko konflik terhadap keamanan mereka dan bagi yang melanggar akan mendapatkan status sebagai penjahat peranag atas kejahatan perang atau War Crime. 14 Namun, bukan hanya aktor berkonflik saja yang harus memberikan perlindungan pada pekerja kemanusiaan, pekerja kemanusiaan sendiri harus mematuhi beragam prinsip penting seperti netralitas, imparsialitas dan independen. Prinsip-prinsip tersebut berkaitan langsung dengan hubungan aktor dalam konflik dan pekerja kemanusiaan, dalam mempemudah negosiasi penerimaan dan penghormatan keberadaan organisasi humaniter, termasuk ICRC. Ketika organisasi humaniter tidak lagi menepati prinsip tersebut, maka beragam ancaman akan muncul mengganggu aksi kemanusiaan mereka Antares Foundation, Managing Stress in Humanitarian Workers, 3 rd edn, Antares Foundation, Amsterdam, 2012, p. 12, terarsip dalam file pdf < _practice.pdf>, diakses pada 23 Oktober A. Faite, Legal Consideration regarding the protection of Humanitarian Workers in the Field, Finnish Red Cross Publication, June 2002, pp.,37-38, terarsip dalam file pdf < diakses pada 23 Oktober OCHA, Thematic Areas: Humanitarian Access (daring), < diakses pada 31 Oktober

6 Konsep Perlindungan terhadap Protected Person dalam Hukum Humaniter Internasional Hukum Humaniter Internasional atau HHI sebagai bagian Hukum Internasional yang digunakan untuk mengurangi penderitaan yang dialami oleh masyarakat akibat dampak perang dengan mengingatkan setiap pihak yang berkonflik agar operasi tempur mereka dilaksanakan dalam batas-batas perikemanusiaan. Oleh karena itu, HHI memuat perlindungan korban konflik dan orang-orang tertentu (protected person) serta pembatasan alat dan cara perang. HHI memiliki dasar yang legal yaitu Konvensi Jenewa yang membicarakan perlindungan aktor-aktor tertentu dalam perang. Sama dengan hukum internasional pada umumnya, sumber hukum HHI juga meliputi prinsip-prinsip hukum yang diakui oleh bangsa-bangsa, kebiasaan hukum internasional, perjanjian internasional serta keputusan organisasi internasional yang terkait dengan situasi konflik. HHI memiliki beberapa prinsip, antara lain Kemanusiaan, Kepentingan Militer, Proporsionalitas, Pembedaan dan Larangan untuk Menyebabkan Penderitaan yang Tidak Seharusnya. 16 Selanjutnya, Prinsip Pembedaan lah yang akan digunakan sebagai salah satu teori atau konsep dalam menganalisis penelitian ini. Namun sebelumnya, akan dibahas mengenai konsep protected person dan posisi ICRC sebagai protected person dalam HHI. Protected person adalah orang-orang yang harus dilindungi ketika konflik terjadi. Meliputi prajurit yang sudah tidak dapat melanjutkan pertempuran, anggota dinas kesatuan kesehatan dan rohaniwan, tawanan perang, dan penduduk sipil, 17 atau dalam Handbook of the International Red Cross and Red Crescent Movement disebut sebagai persons hors de combat dan pihak yang tidak terlibat langsung dalam perang. 18 Mereka harus dilindungi dan senantiasa dihargai harga dirinya sebagai manusia, sehingga tidak boleh menjadi target kekerasan lainnya. Prinsip inilah yang sebenarnya menjadi dasar dari HHI, bahwa perlindungan terhadap aktor-aktor tertentu sangatlah penting demi menghindari penderitaan yang luar biasa. 16 Ambarwati, D. Ramdhany, & R. Rusman, Hukum Humaniter Internasional dalam Studi Hubungan Internasional, Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2009, pp The International Law of War Association, Chapter Five Protected Person (daring), < diakses pada 17 oktober International Federation of Red Cross and Red Crescent Societies, Handbook of the International Red Cross and Red Crescent Movement, International Committee of The Red Cross, Geneva, p. halaman depan. 6

7 ICRC merupakan salah satu protected person bila dilihat dari dua aspek. Pertama dengan melihat ICRC dan pekerja kemanusiaannya sebagai warga sipil, sementara aspek lainnya dengan melihat keberadaan ICRC yang dijamin secara khusus sebagai badan humaniter internasional. a. ICRC sebagai warga sipil. Orang sipil atau warga sipil berarti seluruh aktor yang tidak merupakan bagian dari pihak yang berkonflik atau berperang atau tidak menjadi bagian dari unit tempur. 19 Walaupun ICRC bukanlah warga atau penduduk di area konflik, namun perlindungan terhadap kelompok sipil diperlebar sehingga menyangkut pihak yang bertujuan membantu mereka (para korban dan warga sipil), entah itu unit medis atau lembaga kemanusiaan., termasuk ICRC. Dengan status demikian, keberadaan ICRC haruslah dilindungi. 20 b. ICRC sebagai organisasi kemanusiaan yang istimewa. Perlindungan juga dijamin atas ICRC sebagai sebuah konsekuensi kehadiran ICRC setelah diterima oleh pihak yang berkonflik. Dalam Common Article 3 atau ketentuan yang sama dalam Konvensi Jenewa, Sebuah badan humaniter tidak berpihak. Seperti Komite Palang Merah Internasional, dapat menawarkan jasa-jasanya kepada pihak-pihak dalam sengketa " memiliki arti bahwa dalam konflik non internasional (Pasal 3 membahas mengenai perlindungan yang harus diberikan dalam konflik non internasional), ICRC dapat menawarkan bantuan. Dan ketika diterima untuk masuk beroperasi, maka pihak yang berkonflik secara otomatis harus menjalankan fungsi perlindungan terhadap ICRC, tidak berbeda dengan perlindungan terhadap ICRC ketika konflik internasional, seperti diatur dalam pasal lainnya dalam keseluruhan konvensi. 21 Alasan digunakannya Common Article 3 adalah jenis konflik di Darfur yang tergolong NIAC atau Non International Armed Conflict atas dasar kriteria yang tercantum di Pasal 1 Protokol Tambahan II, dan yang berlangsung di wilayah dari suatu Pihak Peserta Agung antara angkatan perangnya dan angkatan perang 19 ICRC, Rule 5. Definition of Civilian (daring), < diakses pada 17 Oktober ICRC, Civilian Protected Under International Humanitarian Law (daring), 29 October 2010, < diakses pada 17 oktober Direktorat Jenderal Hukum Dan Perundang-Undangan, Departemen Kehakiman, Terjemahan Konvensi Jenewa, Pengayoman, Jakarta, 1999, p. 2. 7

8 pemberontak atau kelompok-kelompok bersenjata pemberontak lainnya yang terorganisir yang di bawah komando yang bertanggung jawab melaksanakan kekuasaan atas suatu bagian dari wilayahnya sehingga memungkinkan mereka melaksanakan operasi-operasi militer secara terus menerus (sustained) dan yang teratur baik (concerted) dan memungkinkan mereka melaksanakan Protokol ini.. 22 Konflik Darfur memenuhi kriteria NIAC tersebut, dimana konflik terjadi antara pemerintah negara Sudan dengan dua kelompok pemberontak Sudan Liberation Army (SLA) dan Justice and Equality Movement. Dimana kedua kelompok tersebut menuntut representasi politik yang setara dan akses terhadap sumber daya ekonomi negara yang selama ini belum terpenuhi karena kelalaian pemerintah Sudan Konsep Pembedaan dalam Hukum Humaniter Internasional atau Distinction Principle Konsep protected person tersebut akan terpenuhi apabila para pihak yang berkonflik mengerti apa yang disebut dengan pembedaan atau distinction. Prinsip pembedaan adalah suatu prinsip untuk membedakan atau membagi penduduk dari suatu Negara yang sedang berkonflik menjadi kombatan dan penduduk sipil. Kombatan adalah golongan penduduk yang terlibat aktif dalam permusuhan atau hostilities, sedangkan penduduk sipil adalah yang tidak terlibat sama sekali. Prinsip ini membedakan golongan untuk membenarkan ataupun menjauhkan alasan untuk melakukan kekerasan. Bagi kombatan, kekerasan adalah hal yang tak terhindarkan misalnya angkatan bersenjata yang saling menyerang, sementara bagi penduduk sipil, kekerasan harus dihindarkan sehingga tidak menjadi korban serangan dalam alasan dan skala apapun. Khusus untuk golongan sipil, pembedaan untuk perlindungan dapat diperluas ke dalam konteks penyelamatan penduduk dan obyek sipil agar tidak diserang, perlindungan penduduk sipil dari serangan balas dendam, pelarangan pelaksanaan tindakan yang menyebarkan aksi teror, wajib menekan kerugian yang tak disengaja terhadap penduduk sipil sekecil mungkin dan hanya pihak 22 Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum, Departemen Kehakiman Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, Protokol Tambahan Pada Konvensi-Konvensi Jenewa 12 Agustus 1949 Dan Yang Berhubungan Dengan Perlindungan Korban-Korban Pertikaian-Pertikaian Bersenjata Internasional (Protokol I) Dan Bukan Internasional (Protokol II), Pengayoman, Jakarta, 2007, p Darfur Australia Network, The Situation In Darfur (daring), < diakses pada 21 Juni

9 bersenjata yang boleh menyerang dan menahan musuh. 24 Status perlindungan terhadap pihak sipil atau yang tidak terlibat dalam konflik atau hostilities akan berakhir hanya ketika mereka mulai mengambil bagian dalam konflik. Selanjutnya, untuk membedakan sipil dan kombatan dapat dilakukan dengan melihat ciri atau karakteristik dari atribut atau lambang yang ada, misalnya pasukan bersenjata pasti akan menggunakan atribut, atau memakai senjata, berbeda dengan warga sipil yang tidak bersenjata, disamping itu penyerangan juga harus dilakukan dengan berhati-hati, bahkan dilarang dilakukan bila serangan tersebut bersifat membabi buta guna melindungi para sipil. 25 Dalam hal ini, ICRC yang merupakan aktor yang tidak terlibat dalam kekerasan juga harus dilindungi, layaknya personel medis dan warga sipil, karena mereka tidak menimbulkan keuntungan militer bagi pihak yang berkonflik apabila diserang. Dalam praktek misi kemanusiaannya pun, ICRC memiliki lambang yang telah disetujui oleh seluruh Negara yaitu gambar Palang Merah, atau Bulan Sabit Merah dan yang terakhir adalah Kristal Merah pada sebuah latar putih. Dengan demikian sudah seharusnya pekerja ICRC di lapangan dengan status sipil dan lambang pembeda dilindungi dari segala bentuk kekerasan. Prinsip pembedaan ini sangat bermanfaat untuk menekan kemungkinan serangan terhadap pihak sipil dan secara langsung sangat penting untuk meminimalisir pelanggaran terhadap HHI Tujuh Prinsip ICRC ICRC atau International Committee of The Red Cross adalah organisasi yang didirikan pada tahun 1863 untuk memberikan bantuan kemanusiaan kepada orang-orang yang terkena dampak dari konflik dan untuk mempromosikan hukum yang melindungi korban perang. ICRC berdiri dengan Konvensi Jenewa sebagai dasar hukumnya. Pada awalnya organisasi humaniter ini berdiri karena inisiatif dari Henry Dunant, seorang warga Swiss yang menemukan ribuan orang Perancis, Austria dan Italia terluka karena perang dan ditinggalkan dijalanan tanpa mendapat bantuan medis. Pada awalnya Henry Dunant membentuk Red Cross Societies untuk 24 A. Permanasari, Pengantar Hukum Humaniter, ICRC, Jakarta, 1999, pp J.M. Henckaerts, Studi (kajian) tentang Hukum Humaniter Internasional Kebiasaan: Sebuah sumbangan bagi pemahaman dan penghormatan terhadap tertib hukum dalam konflik bersenjata, International Review of the Red Cross, volume 87, no 857, 2005, pp , terarsip dalam pdf < diakses pada 17 Oktober

10 menolong korban-korban tersebut dan korban-korban lain di dalam perang di tempat lain, dan kemudian terus berkembang menjadi organisasi humaniter yang besar yaitu ICRC. 26 ICRC (Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional) memiliki tujuh prinsip yang diproklamirkan dalam konferensi internasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah ke-20 di Wina pada tahun Ketujuh prinsip ini merupakan pedoman dalam aksi kemanusiaan ICRC yang memberikan kredibilitas ICRC untuk dipercaya dan diijinkan masuk dalam area konflik. Ketujuh prinsip itu adalah; a. Kemanusiaan. ICRC tercipta untuk memberikan bantuan kemanusiaan dalam rangka melindungi kehidupan dan kesehatan serta memastikan penghormatan terhadap umat manusia. Dengan menolong dan mengelola bantuan untuk korban ICRC berkeinginan untuk menghormati seluruh aspek kemanusiaan dalam diri setiap korban. b. Ketidakberpihakan (dalam membantu korban). Prinsip ICRC untuk memberikan bantuan kemanusiaan tanpa membedakan kebangsaan, ras, agama, status sosial atau pandangan politik korban. Sehingga ICRC murni membantu dengan melihat urgensi kebutuhan mereka untuk membuat prioritas bantuan kepada yang penderitaanya paling mendesak. c. Kenetralan (dalam menghadapi konflik/kontroversi). Agar tetap dipercaya semua pihak, ICRC tidak boleh memihak dan terlibat dalam pertentangan politik, ras, keagamaan ataupun ideologis. d. Kemandirian. Walaupun ICRC menjadi pendukung di negara masing-masing dan tunduk pada hukum nasional negara masing-masing, namun otonomi ICRC untuk menentukan aksinya harus dipertahankan sesuai prinsip-prinsip gerakan. e. Kesukarelaan. ICRC bergerak atas dasar sukarela dan tidak didasari keinginan untuk meraih keuntungan apapun. 26 ICRC, About the International Committee of the Red Cross (daring), 29 October 2010, < diakses pada 24 Juni

11 f. Kesatuan. Hanya boleh ada satu Perhimpunan Palang Merah atau Bulan Sabit Merah di suatu negara dan harus terbuka bagi semua orang serta melaksanakan tugasnya di seluruh wilayah negaranya. g. Kesemestaan. Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah memiliki status setara dan tanggung jawab serta kewajiban yang sama dalam membantu satu sama lain di seluruh dunia. 27 Melalui ketujuh prinsip inilah ICRC dipercaya dan dihormati serta dilindungi setiap aksiaksinya dalam situasi konflik, sehingga untuk menjaga perlindungan dan menjamin aksi tersebut terus dilakukan, ketujuh prinsip tersebut harus dipertahankan terutama netralitas dan imparsialitas yang akan menjadi dua prinsip terpenting untuk dibahas dalam penelitian ini Hard Law dan Non Compliance Hard Law dan Soft Law adalah dua sifat atau jenis aturan dan hukum internasional. Soft Law adalah norma dan aturan internasional yang tidak mengikat dan tidak menuntut ratifikasi namun memiliki relevansi hukum, seperti resolusi yang dibuat oleh organisasi internasional dan rencana bersifat internasional terkait aksi yang akan dilakukan negara-negara. Sementara Hard Law adalah aturan yang memiliki legal binding atau kekuatan mengikat yang sah, tidak ambigu dalam aturannya, menciptakan komitmen yang kuat antar negara, serta memiliki pihak ketiga yang berwenang untuk menginterpretasikan dan menerapkan hukum tersebut. 28 Hukum Humaniter Internasional tergolong Hard Law karena merupakan hasil dari Konvensi Jenewa dan secara mendetail menjelaskan kewajiban aktor-aktor dalam situasi konflik. Namun ternyata status sebagai Hard Law tidak menjamin HHI menjadi hukum yang akan selalu dipatuhi. Dalam penelitian ini akan dijelaskan bagaimana HHI sebagai Hard Law tidak dapat diterapkan dengan baik dalam memberikan perlindungan pekerja kemanusiaan ICRC di Darfur karena adanya masalah dalam implementasinya. Implementasi HHI sebagai Hukum Internasional sangatlah tergantung pada ketaatan atau Compliance negara yang mengakui dan meratifikasinya. Namun dalam studi kasus perlindungan 27 International Committee of the Red Cross, Kenali ICRC, International Committee of the Red Cross Production Sector 19 Avenue de la Paix, Geneva, 2005, pp JB. Skjaerseth, OS. Stokke, & J. Wettestad, 'Soft Law, Hard Law and Effective Implementation of International Environmental Norms', Global Environmental Politics, vol. 6, no. 3, Agustus, 2006, pp

12 pekerja kemanusiaan ICRC di Darfur, ternyata ditemukan fakta terjadinya Non Compliance terhadap HHI. Secara teori, terjadinya Non Compliance dapat dijelaskan melalui tiga parameter, yaitu ambiguitas, kapasitas yang terbatas dan dimensi waktu atau temporal dimension. Ambiguitas berarti Non Compliance sangat dipengaruhi oleh adanya interpretasi yang berbeda akan pembahasaan aturan dan konvensi. Keterbatasan Kapasitas berarti adanya keterbatasan dalam kemampuan menjalankan aturan karena beragam hal, antara lain pengetahuan teknis, sumber daya materi dan finansial, kemampuan birokrasi, kemampuan untuk mengikat aktor lainnya untuk melaksanakan aturan, kemampuan untuk menegakan aturan dan hal-hal lain yang terkait dengan kemampuan aktor termasuk negara untuk memastikan Compliance. Temporal Dimension berarti dalam melihat terjadinya Non Compliance maka harus dianalisa dari dimensi waktu yang menentukan situasi mengapa mereka belum dapat melakukan Compliance. Dimensi waktu ini menjelaskan adanya time lag (tenggang waktu atau jeda) sebelum compliance terjadi dan mencapai hasil yang diinginkan Hipotesa Konvensi Jenewa beserta dua protokol tambahan telah dengan terperinci mengatur apa saja yang menjadi hak ICRC dalam beroperasi sebagai organisasi humaniter terpercaya dalam situasi konflik baik internasional maupun non internasional. Bahkan aturan hak serta perlindungan telah mencakup empat aspek, dalam konflik darat, laut, dalam masa ditawan dan pergerakan di area sipil. Substansi dari Konvensi Jenewa tersebut juga dapat dipergunakan dalam kasus perlindungan pekerja kemanusiaan seperti ICRC di konflik Darfur yang merupakan konflik non-internasional. Ditambah dengan ketujuh prinsip ICRC, yang kemudian memberikan gambaran kredibilitas ICRC sebagai organisasi yang sangat terpercaya dan professional dalam misi mereka sehingga dipercaya pihak yang bersengketa tidak akan menyerang dan mengganggu ICRC karena prinsip ICRC tidak akan mengganggu atau mencampuri jalan konflik kepentingan mereka. Dengan kedua landasan tersebut, maka sudah seharusnya pekerja kemanusiaan di Darfur mendapat perlindungan yang maksimal. 29 A. Chayes & A.H. Chayes, The New Sovereignty, Harvard University Press, Cambridge, 1995, pp

13 Namun ternyata, keberadaan Konvensi Jenewa beserta Protokol Tambahan dan Prinsip Kemanusiaan ICRC masih belum menjamin perlindungan pekerja kemanusiaan ICRC, hal ini disebabkan oleh tekanan dari situasi perang yang memungkinkan para pihak yang berkonflik untuk sering melanggar Hukum Humaniter Internasional. Sebagai contoh, kelompok pemberontak dan pasukan militer pemerintah berperang di desa-desa sehingga melukai banyak orang sipil, yang berarti mereka kurang menghormati keberadaan hukum tersebut. Begitupula dengan kasus ancaman yang terjadi terhadap pekerja kemanusiaan ICRC, sehingga pekerja kemanusiaan terutama ICRC di Darfur kerap kali menjadi korban serangan dan kegiatan yang melanggar perlindungan lainnya Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif, yaitu pengumpulan data berupa sumber-sumber informasi yang terkait dengan permasalahan utama penelitian. Metode kualitatif yang akan digunakan oleh penulis adalah studi terhadap dokumen yang memuat informasi yang terkait, seperti buku, jurnal, surat kabar dan sumber online mengenai implementasi dari HHI terkait perlindungan pekerja kemanusiaan ICRC di Darfur. Melalui metode kualitatif ini, seluruh sumber yang telah didapatkan penulis akan dianalisa secara lebih mendalam untuk memunculkan korelasi dengan permasalahan utama penelitian dan kemudian akan disimpulkan oleh penulis Jangkauan Penelitian Penelitian ini akan mengambil isu perlindungan pekerja kemanusiaan Komite Palang Merah Internasional (ICRC) dalam konflik Darfur yang dimulai dari tahun 2003 hingga sekarang, yaitu tahun Karena selama rentang waktu tersebut, terjadi beberapa kasus pelanggaran terhadap aspek perlindungan pekerja kemanusiaan yang telah diatur oleh Konvensi Jenewa 1949 dan Kedua Protokol Tambahannya. 13

14 1.7. Sistematika Penulisan Penelitian ini akan terdiri dari empat bagian. Pada bagian pertama adalah Pendahuluan, meliputi latar belakang, rumusan masalah, landasan konseptual, hipotesis, metode penelitian, jangkauan penelitian dan sistematika penelitian. Pada bagian kedua, penulis akan membahas mengenai perkembangan konflik Darfur hingga saat ini, juga tentang bagaimana peranan ICRC di sana serta beberapa kasus yang menunjukan pelanggaran terhadap perlindungan pekerja kemanusiaan ICRC di Darfur. Pada bagian ketiga, penulis akan menganalisa kasus pelanggaran tersebut dan mencoba menganalisa mengapa hal demikian dapat terjadi sekaligus menjelaskan kelemahan perlindungan terhadap pekerja kemanusiaan. Dan pada bagian terakhir akan diisi dengan kesimpulan. 14

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan dan tujuan diantara negara negara yang ada. Perbedaan perbedaan

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan dan tujuan diantara negara negara yang ada. Perbedaan perbedaan BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Sepanjang perjalanan sejarah umat manusia, selalu timbul perbedaan kepentingan dan tujuan diantara negara negara yang ada. Perbedaan perbedaan ini memberikan dinamika

Lebih terperinci

-2- Konvensi Jenewa Tahun 1949 bertujuan untuk melindungi korban tawanan perang dan para penggiat atau relawan kemanusiaan. Konvensi tersebut telah di

-2- Konvensi Jenewa Tahun 1949 bertujuan untuk melindungi korban tawanan perang dan para penggiat atau relawan kemanusiaan. Konvensi tersebut telah di TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I KESRA. Kepalangmerahan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 4) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2018 TENTANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perang atau konflik bersenjata merupakan salah satu bentuk peristiwa yang

BAB I PENDAHULUAN. Perang atau konflik bersenjata merupakan salah satu bentuk peristiwa yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perang atau konflik bersenjata merupakan salah satu bentuk peristiwa yang hampir sama tuanya dengan peradaban kehidupan manusia. Perang merupakan suatu keadaan dimana

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LAMBANG PALANG MERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LAMBANG PALANG MERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG LAMBANG PALANG MERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia

Lebih terperinci

HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL KONFLIK BERSENJATA NON-INTERNASIONAL

HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL KONFLIK BERSENJATA NON-INTERNASIONAL HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL KONFLIK BERSENJATA NON-INTERNASIONAL Malahayati Kapita Selekta Hukum Internasional October 10, 2015 Kata Pengantar Syukur Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dunant. Bemula dari perjalanan bisnis yang Ia lakukan, namun pada. Kota kecil di Italia Utara bernama Solferino pada tahun 1859.

BAB I PENDAHULUAN. Dunant. Bemula dari perjalanan bisnis yang Ia lakukan, namun pada. Kota kecil di Italia Utara bernama Solferino pada tahun 1859. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Palang Merah terbentuk dari situasi sulit di dunia seperti peperangan dan bencana alam. Awal mula terbentuknya Palang Merah yaitu pada abad ke-19, atas prakarsa seorang

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan kesimpulan dari pembahasan di atas mengenai. perlindungan pihak ICRC ditinjau dari Konvensi Jenewa 1949 dan

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan kesimpulan dari pembahasan di atas mengenai. perlindungan pihak ICRC ditinjau dari Konvensi Jenewa 1949 dan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan kesimpulan dari pembahasan di atas mengenai perlindungan pihak ICRC ditinjau dari Konvensi Jenewa 1949 dan Protokol tambahannya serta sumber hukum lain yang menguatkan

Lebih terperinci

Norway, di Yogyakarta tanggal September 2005

Norway, di Yogyakarta tanggal September 2005 HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL DAN KEJAHATAN PERANG Dipresentasikan oleh : Fadillah Agus Disampaikan dalam Training, Training Hukum HAM bagi Dosen Pengajar Hukum dan HAM di Fakultas Hukum pada Perguruan

Lebih terperinci

Merah/Bulan Sabit Merah Internasional

Merah/Bulan Sabit Merah Internasional PMI dan Gerakan Palang Merah/Bulan Sabit Merah Internasional GERAKAN PALANG MERAH DAN BULAN SABIT MERAH INTERNASIONAL SEJARAH Pertempuran Solferino 1858 HENRY DUNANT-Menolong korban UN SOUVENIR DE SOLFERINO

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketika lawan terbunuh, peperangan adalah suatu pembunuhan besar-besaran

BAB I PENDAHULUAN. ketika lawan terbunuh, peperangan adalah suatu pembunuhan besar-besaran BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Hukum Humaniter Internasional yang dulu disebut Hukum Perang, atau hukum sengketa bersenjata, memiliki sejarah yang sama tuanya dengan peradaban manusia. 1 Inti dari

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. bersenjata internasional maupun non-internasional. serangan yang ditujukan kepada mereka adalah dilarang.

BAB III PENUTUP. bersenjata internasional maupun non-internasional. serangan yang ditujukan kepada mereka adalah dilarang. BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Tujuan utama pembentukan Konvensi Jenewa 1949 adalah untuk memberikan perlindungan bagi korban perang terutama kepada penduduk sipil. Perlindungan ini berlaku dalam setiap

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LAMBANG PALANG MERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LAMBANG PALANG MERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG LAMBANG PALANG MERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. International Committee of the Red Cross (ICRC) dalam usahanya menegakkan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. International Committee of the Red Cross (ICRC) dalam usahanya menegakkan BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, peneliti menyimpulkan bahwa International Committee of the Red Cross (ICRC) dalam usahanya menegakkan Hukum Humaniter

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN KOMBATAN. Siapa yang boleh dijadikan obyek peperangan dan tidak. Distinction principle. Pasal 1 HR Kombatan..?

PERLINDUNGAN KOMBATAN. Siapa yang boleh dijadikan obyek peperangan dan tidak. Distinction principle. Pasal 1 HR Kombatan..? PERLINDUNGAN KOMBATAN Pasal 1 HR Kombatan..? Distinction principle Siapa yang boleh dijadikan obyek peperangan dan tidak. Dipimpin seorang yang bertanggungjawab atas bawahannya Mempunyai lambang yang dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Konflik bersenjata atau dalam bahasa asing disebut sebagai armed conflict

BAB I PENDAHULUAN. Konflik bersenjata atau dalam bahasa asing disebut sebagai armed conflict BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konflik bersenjata atau dalam bahasa asing disebut sebagai armed conflict merupakan suatu keadaan yang tidak asing lagi di mata dunia internasional. Dalam kurun waktu

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.324, 2013 KEMENTERIAN PERTAHANAN. Hukum. Humaniter. Hak Asasi Manusia. Penyelenggaraan Pertahanan Negara. Penerapan. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. prinsip Pembedaan (distinction principle) maka Tentara Pembebasan Suriah

BAB III PENUTUP. prinsip Pembedaan (distinction principle) maka Tentara Pembebasan Suriah 59 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Menurut ketentuan dalam Hukum Humaniter Internasional tentang prinsip Pembedaan (distinction principle) maka Tentara Pembebasan Suriah atau Free Syrian Army (FSA) berhak

Lebih terperinci

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN NASIONAL PMI DI SALATIGA

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN NASIONAL PMI DI SALATIGA LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN NASIONAL PMI DI SALATIGA DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI SEBAGIAN PERSYARATAN UNTUK MEMPEROLEH GELAR SARJANA TEKNIK DIAJUKAN

Lebih terperinci

Perang Solferino. Komite Internasional. Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional. A. Sejarah Gerakan

Perang Solferino. Komite Internasional. Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional. A. Sejarah Gerakan Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional A. Sejarah Gerakan Perang Solferino Pada tanggal 24 Juni 1859 di Solferino, sebuah kota kecil yang terletak di daratan rendah Propinsi Lambordi,

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG KEPALANGMERAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG KEPALANGMERAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG KEPALANGMERAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kegiatan kemanusiaan berupaya untuk

Lebih terperinci

Oleh : Ardiya Megawati E BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Oleh : Ardiya Megawati E BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pengaturan perlindungan terhadap ICRC (International Committee Of The Red Cross) dalam konflik bersenjata internasional (berdasarkan konvensi jenewa 1949 dan protokol tambahan I 1977) Oleh : Ardiya Megawati

Lebih terperinci

INTERVENSI KEMANUSIAAN INTERNATIONAL COMMITTEE OF THE RED CROSS (ICRC) TERHADAP KORBAN KONFLIK DI SURIAH

INTERVENSI KEMANUSIAAN INTERNATIONAL COMMITTEE OF THE RED CROSS (ICRC) TERHADAP KORBAN KONFLIK DI SURIAH ejournal Ilmu Hubungan Internasional, 2018, 6 (2) 403-416 ISSN 2477-2623 (online), ISSN 2477-2615 (print), ejournal.hi.fisip-unmul.ac.id Copyright 2016 INTERVENSI KEMANUSIAAN INTERNATIONAL COMMITTEE OF

Lebih terperinci

2018, No d, perlu membentuk Undang-Undang tentang Kepalangmerahan; Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 Undang-Undang Dasar Negara Repub

2018, No d, perlu membentuk Undang-Undang tentang Kepalangmerahan; Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 Undang-Undang Dasar Negara Repub LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.4, 2018 KESRA. Kepalangmerahan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6180) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2018 TENTANG

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM HUMANITER MENGENAI PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA BAGI PERSONIL MILITER YANG MENJADI TAWANAN PERANG

TINJAUAN HUKUM HUMANITER MENGENAI PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA BAGI PERSONIL MILITER YANG MENJADI TAWANAN PERANG TINJAUAN HUKUM HUMANITER MENGENAI PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA BAGI PERSONIL MILITER YANG MENJADI TAWANAN PERANG Oleh: Ivan Donald Girsang Pembimbing : I Made Pasek Diantha, I Made Budi Arsika Program

Lebih terperinci

Konvensi Munisi Tandan (CCM) tahun 2008

Konvensi Munisi Tandan (CCM) tahun 2008 Konvensi Munisi Tandan (CCM) tahun 2008 Perangkat Ratifikasi International Committee of the Red Cross 19 Avenue de la Paix, 1202 Geneva, Switzerland T +41 22 734 6001 F+41 22 733 2057 www.icrc.org KETAATAN

Lebih terperinci

SILABUS 2015 KULIAH HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FISIPOL UGM

SILABUS 2015 KULIAH HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FISIPOL UGM SILABUS 2015 KULIAH HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FISIPOL UGM Drs. Usmar Salam, M. Int. Stu (Jelita Sari Wiedoko Vicky Anugerah Tri Hantari Ignatius Stanley Andi Pradana) A.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan yang cukup signifikan termasuk dalam peperangan. Perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. perubahan yang cukup signifikan termasuk dalam peperangan. Perkembangan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi, banyak hal mengalami perubahan yang cukup signifikan termasuk dalam peperangan. Perkembangan teknologi akan mempengaruhi cara

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN. Berdasakan hasil penelitian dan pembahasan pada Bab IV, maka

BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN. Berdasakan hasil penelitian dan pembahasan pada Bab IV, maka BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasakan hasil penelitian dan pembahasan pada Bab IV, maka kesimpulan yang dapat diambil adalah sebagi berikut. 1. Pandangan Hukum Humaniter Internasional

Lebih terperinci

STATUS TENTARA ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA

STATUS TENTARA ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA 1 STATUS TENTARA ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA I Gede Adhi Supradnyana I Dewa Gede Palguna I Made Budi Arsika Program Kekhususan Hukum Internasional dan Bisnis Internasional Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

LEGALISASI HUKUM INTERNASIONAL TENTANG PENGUNGSI DAN DAMPAKNYA TERHADAP PERLINDUNGAN HUKUM PENGUNGSI KONFLIK DARFUR

LEGALISASI HUKUM INTERNASIONAL TENTANG PENGUNGSI DAN DAMPAKNYA TERHADAP PERLINDUNGAN HUKUM PENGUNGSI KONFLIK DARFUR LEGALISASI HUKUM INTERNASIONAL TENTANG PENGUNGSI DAN DAMPAKNYA TERHADAP PERLINDUNGAN HUKUM PENGUNGSI KONFLIK DARFUR (THE LEGALIZATION OF INTERNATIONAL LAW FOR THE REFUGEES AND IT S IMPACT ON LEGAL PROTECTION

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP WARGA SIPIL DALAM KONFLIK BERSENJATA (NON-INTERNASIONAL) LIBYA DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP WARGA SIPIL DALAM KONFLIK BERSENJATA (NON-INTERNASIONAL) LIBYA DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP WARGA SIPIL DALAM KONFLIK BERSENJATA (NON-INTERNASIONAL) LIBYA DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL Oleh Pande Putu Swarsih Wulandari Ni Ketut Supasti Darmawan

Lebih terperinci

BAB II INTERNATIONAL COMMITTEE OF THE RED CROSS (ICRC)

BAB II INTERNATIONAL COMMITTEE OF THE RED CROSS (ICRC) BAB II INTERNATIONAL COMMITTEE OF THE RED CROSS (ICRC) Bab II akan menjelaskan tentang sejarah terbentuknya ICRC, pembentukan lambang, misi dan mandat yang diberikan masyarakat Internasional, status hukum,

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN ORANG SIPIL DALAM HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL

PERLINDUNGAN ORANG SIPIL DALAM HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL PERLINDUNGAN ORANG SIPIL DALAM HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL Levina Yustitianingtyas Fakultas Hukum Universitas Hang Tuah Surabaya Email : firman.yusticia86@gmail.com ABSTRAK Hukum Humaniter Internasional

Lebih terperinci

Protokol Tambahan Konvensi Hak Anak Terkait Keterlibatan Anak Dalam Konflik Bersenjata

Protokol Tambahan Konvensi Hak Anak Terkait Keterlibatan Anak Dalam Konflik Bersenjata Protokol Tambahan Konvensi Hak Anak Terkait Keterlibatan Anak Dalam Konflik Bersenjata 12 Februari 2002 Negara-negara yang turut serta dalam Protokol ini,terdorong oleh dukungan yang melimpah atas Konvensi

Lebih terperinci

ANALISIS PELANGGARAN HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL DALAM KONFLIK BERSENJATA ISRAEL-HEZBOLLAH Oleh

ANALISIS PELANGGARAN HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL DALAM KONFLIK BERSENJATA ISRAEL-HEZBOLLAH Oleh ANALISIS PELANGGARAN HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL DALAM KONFLIK BERSENJATA ISRAEL-HEZBOLLAH Oleh Ayu Krishna Putri Paramita I Made Pasek Diantha I Made Budi Arsika Bagian Hukum Internasional Fakultas

Lebih terperinci

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA Negara-Negara Pihak pada Protokol ini, Didorong oleh dukungan penuh terhadap Konvensi tentang Hak-Hak Anak, yang

Lebih terperinci

LEGALITAS PENGGUNAAN BOM CURAH (CLUSTER BOMB) PADA AGRESI MILITER ISRAEL KE PALESTINA DALAM PERSPEKTIF HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL

LEGALITAS PENGGUNAAN BOM CURAH (CLUSTER BOMB) PADA AGRESI MILITER ISRAEL KE PALESTINA DALAM PERSPEKTIF HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL LEGALITAS PENGGUNAAN BOM CURAH (CLUSTER BOMB) PADA AGRESI MILITER ISRAEL KE PALESTINA DALAM PERSPEKTIF HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL Oleh: Alan Kusuma Dinakara Pembimbing: Dr. I Gede Dewa Palguna SH.,

Lebih terperinci

Haryomataram membagi HH menjadi 2 (dua) atura-aturan pokok, yaitu 1 :

Haryomataram membagi HH menjadi 2 (dua) atura-aturan pokok, yaitu 1 : Bab I PENDAHULUAN 1.1. Istilah dan Pengertian Hukum Humaniter Istilah hukum humaniter atau lengkapnya disebut international humanitarian law applicable in armed conflict berawal dari istilah hukum perang

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP RELAWAN KEMANUSIAN BERDASARKAN HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP RELAWAN KEMANUSIAN BERDASARKAN HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL 1 PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP RELAWAN KEMANUSIAN BERDASARKAN HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL Lona Puspita, Faculty of Law, University Tamansiswa Padang In humanitarian law there are two forms of war or armed

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara ialah subjek hukum internasional dalam arti yang klasik,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara ialah subjek hukum internasional dalam arti yang klasik, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara ialah subjek hukum internasional dalam arti yang klasik, dalam hal ini negara yang dimaksud yaitu negara yang berdaulat. 1 Sebagai subjek hukum internasional,

Lebih terperinci

Pengantar Prinsip Kemanusiaan

Pengantar Prinsip Kemanusiaan Pengantar Prinsip Kemanusiaan TUJUAN PEMBELAJARAN Mengenal Prinsip-prinsip Kemanusiaan Memahami berbagai jenis standar dan akuntabilitas dalam tanggap darurat Dari Mana Prinsip-prinsip Kemanusiaan Berasal?

Lebih terperinci

Eksistensi Konvensi Jenewa di Masa Depan

Eksistensi Konvensi Jenewa di Masa Depan Eksistensi Konvensi Jenewa di Masa Depan Menilai dari jumlah korban sipil dan penyebaran teror terhadap warga sipil terutama rakyat Gaza yang dilakukan oleh Israel selama konflik sejak tahun 2009 lalu

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd. DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd. DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO LAMPIRAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENGESAHAN OPTIONAL PROTOCOL TO THE CONVENTION ON THE RIGHTS OF THE CHILD ON THE INVOLVEMENT OF CHILDREN IN ARMED CONFLICT (PROTOKOL

Lebih terperinci

LEGALITAS PENGGUNAAN PELURU KENDALI BALISTIK ANTARBENUA (INTERCONTINENTAL BALLISTIC MISSILE) DALAM PERANG ANTARNEGARA

LEGALITAS PENGGUNAAN PELURU KENDALI BALISTIK ANTARBENUA (INTERCONTINENTAL BALLISTIC MISSILE) DALAM PERANG ANTARNEGARA LEGALITAS PENGGUNAAN PELURU KENDALI BALISTIK ANTARBENUA (INTERCONTINENTAL BALLISTIC MISSILE) DALAM PERANG ANTARNEGARA Oleh : I Gede Bagus Wicaksana Ni Made Ari Yuliartini Griadhi Program Kekhususan Hukum

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA LEGAL PROTECTION FOR CHILDREN IN THE MIDST OF ARMED CONFLICTS Enny Narwati, Lina Hastuti 1 ABSTRACT The purposes of the research are to understand

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perang dan damai. Peristiwa-peristiwa besar yang menjadi tema-tema utama

BAB I PENDAHULUAN. perang dan damai. Peristiwa-peristiwa besar yang menjadi tema-tema utama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam sejarah kehidupan manusia, peristiwa yang banyak dicatat adalah perang dan damai. Peristiwa-peristiwa besar yang menjadi tema-tema utama dalam literatur-literatur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pelaksanaan HAM lebih banyak dijadikan objek power game diantara blokblok

BAB I PENDAHULUAN. dan pelaksanaan HAM lebih banyak dijadikan objek power game diantara blokblok BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Promosi dan proteksi Hak Asasi Manusia (HAM) boleh dikatakan telah menjadi agenda internasional. Jika sebelumnya, selama lebih dari 40 tahun, ide dan pelaksanaan HAM

Lebih terperinci

Sumber Hk.

Sumber Hk. Sumber Hk 2 Protokol Tambahan 1977 ( PT 1977 ) : merupakan tambahan dan pelengkap atas 4 Konvensi-Konvensi Jenewa 1949 ( KJ 1949 ) PT I/1977 berkaitan dengan perlindungan korban sengketa bersenjata internasional

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENGESAHAN OPTIONAL PROTOCOL TO THE CONVENTION ON THE RIGHTS OF THE CHILD ON THE INVOLVEMENT OF CHILDREN IN ARMED CONFLICT (PROTOKOL OPSIONAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang bersengketa dengan menggunakan alat-alat dan metode berperang tertentu

BAB I PENDAHULUAN. yang bersengketa dengan menggunakan alat-alat dan metode berperang tertentu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perang adalah suatu kondisi dimana terjadinya pertikaian antara para pihak yang bersengketa dengan menggunakan alat-alat dan metode berperang tertentu untuk

Lebih terperinci

BAB VIII HUKUM HUMANITER DAN HAK ASASI MANUSIA TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU)

BAB VIII HUKUM HUMANITER DAN HAK ASASI MANUSIA TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU) BAB VIII HUKUM HUMANITER DAN HAK ASASI MANUSIA TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU) Pada akhir kuliah mahasiswa diharapkan dapat memberikan argumentasi tentang perlindungan Hukum dan HAM terhadap sengketa bersenjata,

Lebih terperinci

PELAKSANAAN INTERVENSI HAK ASASI MANUSIA DALAM KONFLIK BERSENJATA NON INTERNASIONAL DI DARFUR

PELAKSANAAN INTERVENSI HAK ASASI MANUSIA DALAM KONFLIK BERSENJATA NON INTERNASIONAL DI DARFUR PELAKSANAAN INTERVENSI HAK ASASI MANUSIA DALAM KONFLIK BERSENJATA NON INTERNASIONAL DI DARFUR Oleh Elinia Reja Purba I Gede Pasek Eka Wisanajaya I Made Budi Arsika Program Kekhususan Hukum Internasional

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN RELAWAN KEMANUSIAAN

PERLINDUNGAN RELAWAN KEMANUSIAAN PERLINDUNGAN RELAWAN KEMANUSIAAN DALAM KONFLIK BERSENJATA MENURUT HUKUM HUMANITER 1 Oleh : Rubby Ellryz 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaturan perlindungan

Lebih terperinci

RANCANGAN PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

RANCANGAN PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) RANCANGAN PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Nama Dosen : SASMINI, S.H., LL.M. dan Team Teaching NIP : 19810504 200501 2 001 Program Studi : ILMU HUKUM Fakultas : HUKUM Mata Kuliah/SKS : HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL/2

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS KONVENSI JENEWA IV TAHUN 1949 TERHADAP NEGARA-NEGARA YANG BERPERANG MENURUT HUKUM INTERNASIONAL ABSTRACT

TINJAUAN YURIDIS KONVENSI JENEWA IV TAHUN 1949 TERHADAP NEGARA-NEGARA YANG BERPERANG MENURUT HUKUM INTERNASIONAL ABSTRACT TINJAUAN YURIDIS KONVENSI JENEWA IV TAHUN 1949 TERHADAP NEGARA-NEGARA YANG BERPERANG MENURUT HUKUM INTERNASIONAL ABSTRACT Rafika Mayasari Siregar 1 Abdul Rahman 2 Arif 3 Wars arise because of the hostility

Lebih terperinci

KONVENSI JENEWA II TENTANG PERBAIKAN KEADAAN ANGGOTA ANGKATAN PERANG DI LAUT YANG LUKA, SAKIT, DAN KORBAN KARAM DALAM HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL

KONVENSI JENEWA II TENTANG PERBAIKAN KEADAAN ANGGOTA ANGKATAN PERANG DI LAUT YANG LUKA, SAKIT, DAN KORBAN KARAM DALAM HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL KONVENSI JENEWA II TENTANG PERBAIKAN KEADAAN ANGGOTA ANGKATAN PERANG DI LAUT YANG LUKA, SAKIT, DAN KORBAN KARAM DALAM HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL (Makalah Hukum Humaniter Internasional) Oleh : PRISCA

Lebih terperinci

Lex Crimen Vol. VI/No. 2/Mar-Apr/2017

Lex Crimen Vol. VI/No. 2/Mar-Apr/2017 PERAN KOMITE PALANG MERAH INTERNASIONAL DALAM HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL BERDASARKAN KONVENSI JENEWA 1949 1 Oleh: Cut N.C. Albuchari 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB III PROBLEMATIKA KEMANUSIAAN DI PALESTINA

BAB III PROBLEMATIKA KEMANUSIAAN DI PALESTINA BAB III PROBLEMATIKA KEMANUSIAAN DI PALESTINA Pada bab ini penulis akan bercerita tentang bagaimana sejarah konflik antara Palestina dan Israel dan dampak yang terjadi pada warga Palestina akibat dari

Lebih terperinci

BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK-ANAK KORBAN PERANG DI SURIAH. A. Perlindungan yang di berikan pemerintah Suriah terhadap anak

BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK-ANAK KORBAN PERANG DI SURIAH. A. Perlindungan yang di berikan pemerintah Suriah terhadap anak BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK-ANAK KORBAN PERANG DI SURIAH A. Perlindungan yang di berikan pemerintah Suriah terhadap anak korban Perang. Konflik bersenjata di Suriah diawali dengan adanya pemberontakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. <http://www.japantimes.co.jp/news/2013/06/01/world/the-evolution-of-ticad-since-its-inception-in-1993/>, diakses 16 Juni 2016.

BAB I PENDAHULUAN. <http://www.japantimes.co.jp/news/2013/06/01/world/the-evolution-of-ticad-since-its-inception-in-1993/>, diakses 16 Juni 2016. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak kebijakan ODA Jepang mulai dijalankan pada tahun 1954 1, ODA pertama kali diberikan kepada benua Asia (khususnya Asia Tenggara) berupa pembayaran kerusakan akibat

Lebih terperinci

HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL DAN HAK ASASI MANUSIA. Lembar Fakta No. 13. Kampanye Dunia untuk Hak Asasi Manusia

HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL DAN HAK ASASI MANUSIA. Lembar Fakta No. 13. Kampanye Dunia untuk Hak Asasi Manusia HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL DAN HAK ASASI MANUSIA Lembar Fakta No. 13 Kampanye Dunia untuk Hak Asasi Manusia PENDAHULUAN Hukum humaniter internasional memiliki sejarah yang singkat namun penuh peristiwa.

Lebih terperinci

internasional. Kanada juga mulai melihat kepentingannya dalam kacamata norma keamanan manusia. Setelah terlibat dalam invasi Amerika di Afghanistan

internasional. Kanada juga mulai melihat kepentingannya dalam kacamata norma keamanan manusia. Setelah terlibat dalam invasi Amerika di Afghanistan BAB V KESIMPULAN Dalam bab terakhir ini, penulis akan menyimpulkan jawaban atas pertanyaan pertama yaitu mengapa Kanada menggunakan norma keamanan manusia terhadap Afghanistan, serta pertanyaan kedua yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki fokus dan kepedulian pada bidang-bidang kemanusiaan. Didirikan

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki fokus dan kepedulian pada bidang-bidang kemanusiaan. Didirikan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Islamic Relief Worldwide adalah salah satu organisasi Islam Internasional yang memiliki fokus dan kepedulian pada bidang-bidang kemanusiaan. Didirikan pada tahun

Lebih terperinci

SAN REMO MANUAL TENTANG HUKUM PERANG DI LAUT BAB I KETENTUAN UMUM. Bagian I Ruang Lingkup Penerapan Hukum

SAN REMO MANUAL TENTANG HUKUM PERANG DI LAUT BAB I KETENTUAN UMUM. Bagian I Ruang Lingkup Penerapan Hukum Catatan : Naskah ini adalah terjemahan yang dikerjakan oleh Tim TNI AL dan ICRC (Perbanyakan dan penggandaan hanya dapat dilakukan atas ijin team penterjemah) SAN REMO MANUAL TENTANG HUKUM PERANG DI LAUT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat dipakai untuk melakukan penyerangan kepada pihak musuh. Peraturanperaturan

BAB I PENDAHULUAN. dapat dipakai untuk melakukan penyerangan kepada pihak musuh. Peraturanperaturan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Konvensi-konvensi Den Haag tahun 1899 merupakan hasil Konferensi Perdamaian I di Den Haag pada tanggal 18 Mei-29 Juli 1899. Konvensi Den Haag merupakan peraturan

Lebih terperinci

Tuduhan Amnesty Internasional terhadap Sudan terkait penggunaan senjata kimia di Jabal Murrah

Tuduhan Amnesty Internasional terhadap Sudan terkait penggunaan senjata kimia di Jabal Murrah Tuduhan Amnesty Internasional terhadap Sudan terkait penggunaan senjata kimia di Jabal Murrah Rabu, 28 September 2016, Taryana Hassan, Direktur Riset Krisis dan Bencana di Lembaga Amnesty Internasional

Lebih terperinci

PROTOKOL TAMBAHAN PADA KONVENSI-KONVENSI JENEWA 12 AGUSTUS 1949 DAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERLINDUNGAN KORBAN-KORBAN PERTIKAIAN-PERTIKAIAN

PROTOKOL TAMBAHAN PADA KONVENSI-KONVENSI JENEWA 12 AGUSTUS 1949 DAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERLINDUNGAN KORBAN-KORBAN PERTIKAIAN-PERTIKAIAN PROTOKOL TAMBAHAN PADA KONVENSI-KONVENSI JENEWA 12 AGUSTUS 1949 DAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERLINDUNGAN KORBAN-KORBAN PERTIKAIAN-PERTIKAIAN BERSENJATA INTERNASIONAL (PROTOKOL I) DAN BUKAN INTERNASIONAL

Lebih terperinci

PENERAPAN PRINSIP NON REFOULEMENT TERHADAP PENGUNGSI DALAM NEGARA YANG BUKAN MERUPAKAN PESERTA KONVENSI MENGENAI STATUS PENGUNGSI TAHUN 1951

PENERAPAN PRINSIP NON REFOULEMENT TERHADAP PENGUNGSI DALAM NEGARA YANG BUKAN MERUPAKAN PESERTA KONVENSI MENGENAI STATUS PENGUNGSI TAHUN 1951 PENERAPAN PRINSIP NON REFOULEMENT TERHADAP PENGUNGSI DALAM NEGARA YANG BUKAN MERUPAKAN PESERTA KONVENSI MENGENAI STATUS PENGUNGSI TAHUN 1951 Oleh: Titik Juniati Ismaniar Gede Marhaendra Wija Atmadja Bagian

Lebih terperinci

MAKALAH. Hukum Hak Asasi Manusia & Hukum Humaniter. Oleh: Dr. Fadillah Agus, S.H., M.H. FRR Law Office FH Unpad

MAKALAH. Hukum Hak Asasi Manusia & Hukum Humaniter. Oleh: Dr. Fadillah Agus, S.H., M.H. FRR Law Office FH Unpad PELATIHAN HAM DASAR DOSEN HUKUM HAM SE-INDONESIA Singgasana Hotel Surabaya, 10 13 Oktober 2011 MAKALAH Hukum Hak Asasi Manusia & Hukum Humaniter Oleh: Dr. Fadillah Agus, S.H., M.H. FRR Law Office FH Unpad

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai peperangan yang ganas akibat digunakannya berbagai persenjataan modern

BAB I PENDAHULUAN. berbagai peperangan yang ganas akibat digunakannya berbagai persenjataan modern BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam rentang abad ke-20, masyarakat internasional telah menyaksikan berbagai peperangan yang ganas akibat digunakannya berbagai persenjataan modern yang menjadi produk

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. di berbagai belahan dunia. Di titik ini, norma-norma HAM menyebar luas ke seluruh

BAB V KESIMPULAN. di berbagai belahan dunia. Di titik ini, norma-norma HAM menyebar luas ke seluruh BAB V KESIMPULAN Pasca Perang Dunia II terdapat perubahan penting dalam sistem sosial dan politik di berbagai belahan dunia. Di titik ini, norma-norma HAM menyebar luas ke seluruh dunia dan mengalami proses

Lebih terperinci

PROTOKOL OPSIONAL PADA KONVENSI TENTANG HAK ANAK TENTANG KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA

PROTOKOL OPSIONAL PADA KONVENSI TENTANG HAK ANAK TENTANG KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA 1 PROTOKOL OPSIONAL PADA KONVENSI TENTANG HAK ANAK TENTANG KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA Ditetapkan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa Pada tanggal 25 Mei 2000 Negara-negara Pihak

Lebih terperinci

Telah menyetujui sebagai berikut: Pasal 1. Untuk tujuan Konvensi ini:

Telah menyetujui sebagai berikut: Pasal 1. Untuk tujuan Konvensi ini: LAMPIRAN II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. Bab ini merupakan bab terakhir yang akan memaparkan kesimpulan atas

BAB IV PENUTUP. Bab ini merupakan bab terakhir yang akan memaparkan kesimpulan atas BAB IV PENUTUP Bab ini merupakan bab terakhir yang akan memaparkan kesimpulan atas isu hukum yang muncul sebagai rumusan masalah dalam bab pertama (Supra 1.2.). Ide-ide yang penulis simpulkan didasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi Palang Merah Indonesia (PMI) merupakan organisasi yang

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi Palang Merah Indonesia (PMI) merupakan organisasi yang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Organisasi Palang Merah Indonesia (PMI) merupakan organisasi yang bergerak dalam bidang jasa sosial kemanusiaan, membantu korban bencana alam serta pelayanan

Lebih terperinci

MENEGAKKAN TANGGUNG JAWAB MELINDUNGI: PERAN ANGGOTA PARLEMEN DALAM PENGAMANAN HIDUP WARGA SIPIL

MENEGAKKAN TANGGUNG JAWAB MELINDUNGI: PERAN ANGGOTA PARLEMEN DALAM PENGAMANAN HIDUP WARGA SIPIL MENEGAKKAN TANGGUNG JAWAB MELINDUNGI: PERAN ANGGOTA PARLEMEN DALAM PENGAMANAN HIDUP WARGA SIPIL Resolusi disahkan oleh konsensus* dalam Sidang IPU ke-128 (Quito, 27 Maret 2013) Sidang ke-128 Inter-Parliamentary

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENGESAHAN OPTIONAL PROTOCOL TO THE CONVENTION ON THE RIGHTS OF THE CHILD ON THE INVOLVEMENT OF CHILDREN IN ARMED CONFLICT (PROTOKOL OPSIONAL

Lebih terperinci

KEGAGALAN INTERNATIONAL CRIMINAL COURT (ICC) DALAM PENYELESAIAN KONFLIK SUDAN RESUME. Disusun oleh : PETRUS CORNELIS DEPA

KEGAGALAN INTERNATIONAL CRIMINAL COURT (ICC) DALAM PENYELESAIAN KONFLIK SUDAN RESUME. Disusun oleh : PETRUS CORNELIS DEPA KEGAGALAN INTERNATIONAL CRIMINAL COURT (ICC) DALAM PENYELESAIAN KONFLIK SUDAN RESUME Disusun oleh : PETRUS CORNELIS DEPA 151060046 JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

EKSISTENSI DAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENTARA BAYARAN (MERCENARIES) YANG TERLIBAT KONFLIK BERSENJATA MENURUT HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL

EKSISTENSI DAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENTARA BAYARAN (MERCENARIES) YANG TERLIBAT KONFLIK BERSENJATA MENURUT HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL EKSISTENSI DAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENTARA BAYARAN (MERCENARIES) YANG TERLIBAT KONFLIK BERSENJATA MENURUT HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL Diajukan Guna Memenuhi Sebahagian Persyaratan Untuk Memperoleh

Lebih terperinci

Deklarasi Penghapusan Semua Bentuk Intoleransi dan Diskriminasi berdasarkan Agama...

Deklarasi Penghapusan Semua Bentuk Intoleransi dan Diskriminasi berdasarkan Agama... DEKLARASI PENGHAPUSAN SEMUA BENTUK INTOLERANSI DAN DISKRIMINASI BERDASARKAN AGAMA ATAU KEPERCAYAAN (Diumumkan oleh resolusi Sidang Perserikatan Bangsa- Bangsa No. 36/55 pada tanggal 25 Nopember 1981) -

Lebih terperinci

PERAN DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA BANGSA DALAM PEMBATASAN PENGGUNAAN SENJATA

PERAN DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA BANGSA DALAM PEMBATASAN PENGGUNAAN SENJATA PERAN DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA BANGSA DALAM PEMBATASAN PENGGUNAAN SENJATA Oleh Grace Amelia Agustin Tansia Suatra Putrawan Program Kekhususan Hukum Internasional dan Bisnis Internasional Fakultas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peacebuilding. Tulisan-tulisan terebut antara lain Aid, Conflict, and Peacebuilding

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peacebuilding. Tulisan-tulisan terebut antara lain Aid, Conflict, and Peacebuilding 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Tinjauan Pustaka Tinjauan pustaka yang digunakan dalam penelitian ini lebih mengacu pada tulisan-tulisan yang berkaitan dengan peran organisasi internasional dalam peacebuilding.

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. Amsterdam ke Kuala Lumpur pada tanggal 17 Juli 2014 dengan 298 penumpang

BAB I. Pendahuluan. Amsterdam ke Kuala Lumpur pada tanggal 17 Juli 2014 dengan 298 penumpang BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Penerbangan MH-17 Malaysia Airlines merupakan penerbangan dari Amsterdam ke Kuala Lumpur pada tanggal 17 Juli 2014 dengan 298 penumpang dari berbagai negara, pesawat

Lebih terperinci

KEKUASAAN HUBUNGAN LUAR NEGERI PRESIDEN (FOREIGN POWER OF THE PRESIDENT) Jumat, 16 April 2004

KEKUASAAN HUBUNGAN LUAR NEGERI PRESIDEN (FOREIGN POWER OF THE PRESIDENT) Jumat, 16 April 2004 KEKUASAAN HUBUNGAN LUAR NEGERI PRESIDEN (FOREIGN POWER OF THE PRESIDENT) Jumat, 16 April 2004 1. Ketentuan UUD 1945: a. Pra Amandemen: Pasal 11: Presiden dengan persetujuan DPR menyatakan perang, membuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia ini. Hal ini dikarenakan perang memiliki sejarah yang sama lamanya dengan

BAB I PENDAHULUAN. dunia ini. Hal ini dikarenakan perang memiliki sejarah yang sama lamanya dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perang adalah suatu istilah yang tidak asing lagi bagi manusia yang ada di dunia ini. Hal ini dikarenakan perang memiliki sejarah yang sama lamanya dengan sejarah umat

Lebih terperinci

ATURAN PERILAKU BAGI APARAT PENEGAK HUKUM

ATURAN PERILAKU BAGI APARAT PENEGAK HUKUM ATURAN PERILAKU BAGI APARAT PENEGAK HUKUM Diadopsi oleh Resolusi Sidang Umum PBB No. 34/169 Tanggal 17 Desember 1979 Pasal 1 Aparat penegak hukum di setiap saat memenuhi kewajiban yang ditetapkan oleh

Lebih terperinci

BAB II PERAN KONVENSI JENEWA IV TAHUN 1949 DALAM HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL. Dalam kepustakaan Hukum Internasional istilah hukum humaiter

BAB II PERAN KONVENSI JENEWA IV TAHUN 1949 DALAM HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL. Dalam kepustakaan Hukum Internasional istilah hukum humaiter BAB II PERAN KONVENSI JENEWA IV TAHUN 1949 DALAM HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL A. Pengertian Hukum Humaniter Dalam kepustakaan Hukum Internasional istilah hukum humaiter merupakan istilah yang dianggap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Peran merupakan suatu sistem kaidah yang berisikan patokan perilaku pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Peran merupakan suatu sistem kaidah yang berisikan patokan perilaku pada BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Peran Peran merupakan suatu sistem kaidah yang berisikan patokan perilaku pada kedudukan tertentu didalam masyarakat, yang dapat dimiliki oleh pribadi atau kelompok

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan hasil analisis data seperti yang tertuang pada Bab II, maka dapat. disimpulkan bahwa:

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan hasil analisis data seperti yang tertuang pada Bab II, maka dapat. disimpulkan bahwa: BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data seperti yang tertuang pada Bab II, maka dapat disimpulkan bahwa: Aksi pembiaran yang dilakukan Amerika Serikat dan sekutunya pada masa pendudukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melakukan mobilisasi atau perpindahan tanpa batas yang menciptakan sebuah

BAB I PENDAHULUAN. melakukan mobilisasi atau perpindahan tanpa batas yang menciptakan sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Globalisasi membuka kesempatan besar bagi penduduk dunia untuk melakukan mobilisasi atau perpindahan tanpa batas yang menciptakan sebuah integrasi dalam komunitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kewajiban negara adalah melindungi, memajukan, dan mensejahterakan warga negara. Tanggung jawab negara untuk memenuhi kewajiban negara menciptakan suatu bentuk

Lebih terperinci

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Penerapan Prinsip Pembeda (Distinction Principle) dalam Konflik Bersenjata di Suriah Menurut Hukum Humaniter Internasional Implementation of Distinction Principle in

Lebih terperinci

DUA BELAS FAKTA DAN KEKELIRUAN TENTANG KONVENSI MUNISI TANDAN (Convention on Cluster Munitions)

DUA BELAS FAKTA DAN KEKELIRUAN TENTANG KONVENSI MUNISI TANDAN (Convention on Cluster Munitions) Fakta dan Kekeliruan April 2009 DUA BELAS FAKTA DAN KEKELIRUAN TENTANG KONVENSI MUNISI TANDAN (Convention on Cluster Munitions) Kekeliruan 1: Bergabung dengan Konvensi Munisi Tandan (CCM) menimbulkan ancaman

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa anak mempunyai hak untuk tumbuh dan berkembang secara sehat dan wajar baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perang sebisa mungkin harus dihindari. lebih dikenal dengan istilah Hukum Humaniter Internasional.

BAB I PENDAHULUAN. perang sebisa mungkin harus dihindari. lebih dikenal dengan istilah Hukum Humaniter Internasional. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Konflik bersenjata baik yang berupa perang atau konflik bersenjata lainnya adalah suatu keadaan yang sangat dibenci oleh bangsa-bangsa beradab diseluruh dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak turut serta dalam permusuhan (penduduk sipil= civilian population). 2. PBB dan Kellogg-Briand Pact, atau Paris Pact-1928.

BAB I PENDAHULUAN. tidak turut serta dalam permusuhan (penduduk sipil= civilian population). 2. PBB dan Kellogg-Briand Pact, atau Paris Pact-1928. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum Humaniter Internasional yang dulu disebut Hukum Perang, atau hukum sengketa bersenjata, memiliki sejarah yang sama tuanya dengan peradaban manusia. 1 Tujuan dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang. mengemban tugas mengelola dan memelihara alam semesta dengan penuh

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang. mengemban tugas mengelola dan memelihara alam semesta dengan penuh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang mengemban tugas mengelola dan memelihara alam semesta dengan penuh ketaqwaan dan penuh tanggung jawab untuk

Lebih terperinci

BAB II TINDAK PIDANA DESERSI YANG DILAKUKAN OLEH ANGGOTA TNI. mengenai fungsi, tugas dan tanggungjawab mereka sebagai anggota TNI yang

BAB II TINDAK PIDANA DESERSI YANG DILAKUKAN OLEH ANGGOTA TNI. mengenai fungsi, tugas dan tanggungjawab mereka sebagai anggota TNI yang BAB II TINDAK PIDANA DESERSI YANG DILAKUKAN OLEH ANGGOTA TNI Tindak pidana desersi merupakan tindak pidana militer yang paling banyak dilakukan oleh anggota TNI, padahal anggota TNI sudah mengetahui mengenai

Lebih terperinci

BAB II PENGERTIAN DAN PERKEMBANGAN HUKUM HUMANITER DAN HAK AZASI MANUSIA. A. Pengertian Humaniter dan Hak Azasi Manusia

BAB II PENGERTIAN DAN PERKEMBANGAN HUKUM HUMANITER DAN HAK AZASI MANUSIA. A. Pengertian Humaniter dan Hak Azasi Manusia BAB II PENGERTIAN DAN PERKEMBANGAN HUKUM HUMANITER DAN HAK AZASI MANUSIA A. Pengertian Humaniter dan Hak Azasi Manusia Sejarah manusia hampir tidak pernah bebas dari pada peperangan. Mochtar Kusumaatmadja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu,

BAB I PENDAHULUAN. internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara merupakan salah satu subjek hukum internasional. Sebagai subjek hukum internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu, salah satunya

Lebih terperinci