FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PERILAKU NELAYAN ARTISANAL MEMANFAATKAN SUMBERDAYA PERIKANAN DI PANTAI UTARA JAWA BARAT PRIHANDOKO SANJATMIKO

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PERILAKU NELAYAN ARTISANAL MEMANFAATKAN SUMBERDAYA PERIKANAN DI PANTAI UTARA JAWA BARAT PRIHANDOKO SANJATMIKO"

Transkripsi

1 i FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PERILAKU NELAYAN ARTISANAL MEMANFAATKAN SUMBERDAYA PERIKANAN DI PANTAI UTARA JAWA BARAT PRIHANDOKO SANJATMIKO MAYOR ILMU PENYULUHAN PEMBANGUNAN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

2 ii PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi saya berjudul Faktor-faktor yang Memengaruhi Perilaku Nelayan Artisanal Memanfaatkan Sumberdaya Perikanan di Pantai Utara Jawa Barat adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan oleh penulis lain, telah disebut dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka pada bagian akhir disertasi ini. Bogor, Desember 2011 Prihandoko Sanjatmiko NIM P

3 iii ABSTRACT PRIHANDOKO SANJATMIKO Factors Influencing Fishermen Behavior to Utilize Fishery Resources in the North Coast of West Java. Supervised by: AMRI JAHI, DARWIS S GANI, I GUSTI PUTU PURNABA, LUKY ADRIANTO, IWAN TJITRADJAJA. The objective of this study to determine the factors influencing fishermen behavior to utilize Fishery Resources in the North Coast of West Java base upon the Theory of Planned Behavior (TPB). In the fishery system in Indonesia there is a complex issues of coastal resource use in with a more diversity of stakeholders utilizing these resources. The populations of artisanal fishermen in the northern coast of West Java Province were household. Techniques for sampling by cluster random sampling, with the number of household sample of 400 artisanal fishermen. Data was collected using a questionnaire interview further processed using the program structural equation model (SEM) and LISREL 8:54. The conclusions of this study were: (a) Attitude, Subjective Norm and Perceived Behvior Control variabels were the factors which direct influencing to the Behavior Intention variables in the fishery activity of fishermen. Individual characteristics variebles influence indirectly to the Behavior Intention variable, (b) The magnitude Behavior Intention varieble influence on behavioral variables 0, 68 with the coefficient of determinant (R2) of This situation indicates the influence of other variables by 53% beyond the variables discussed in this study the variables affecting the behavior, (c) The amount of influence of individual characteristics variables as background factors (background factor) to the variable Attitude, Subjective Norm and Perceived Control and Behvior variables respectively 0.15, 0.22 and Keywords: artisanal fishermen behavior, behavior intention, attitude, subjective norm, perceived behavior control

4 iv RINGKASAN PRIHANDOKO SANJATMIKO Faktor-faktor yang Memengaruhi Perilaku Nelayan Artisanal Memanfaatkan Sumberdaya Perikanan di Pantai Utara Jawa Barat. Dibimbing oleh: AMRI JAHI, DARWIS S GANI, I GUSTI PUTU PURNABA, LUKY ADRIANTO dan IWAN TJITRADJAJA. Mendeskripsikan perilaku nelayan artisanal di Indonesia khususnya di pantai Utara Jawa Barat secara akurat dengan menggunakan perspektif Theory Planned Behavior, penting untuk dilakukan. Urgensi ini diperkuat dengan masih minimnya hasil penelitian tentang nelayan artisanal Indonesia di tengah kondisi degradasi sumberdaya laut yang semakin menurun, kemiskinan absolut yang dihadapi oleh nelayan, kompleks persoalan pemanfaatan sumberdaya pesisir serta beragamnya pihak berkepentingan pemanfaat sumberdaya tersebut. Kajian teoritis yang menjelaskan bagaimana dampak sikap terhadap perilaku individu telah dibahas sejak tahun Tesis utama dari perkembangan perspektif teori tersebut adalah sikap dapat menjelaskan perilaku individu. Berangkat dari kritik terhadap teori dan pengukuran sikap yang seringkali tidak tepat, yaitu tidak dapat memperkirakan perilaku yang akan timbul, maka perspektif Theory Planned Behavior menganggap penting melihat unsur niat untuk berperilaku. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Menentukan faktor-faktor yang memengaruhi niat untuk berperilaku nelayan artisanal dalam memanfaatkan sumberdaya perikanan, (2) Menentukan intensitas pengaruh faktor niat untuk berperilaku tersebut terhadap perilaku nelayan artisanal dalam memanfaatkan sumberdaya perikanan, (3) Menentukan intensitas pengaruh faktor latar belakang berupa karakteristik individu terhadap sikap, kepatuhan terhadap patron dan kemampuan berperilaku. Lokasi penelitian terletak di desa-desa pesisir pada rumah tangga nelayan artisanal pemilik perahu di lima kabupaten di pantai Utara Provinsi Jawa Barat yaitu Kabupaten Cirebon, Indramayu, Subang, Karawang dan Bekasi. Penelitian dilakukan pada Desember 2009 Februari Jumlah populasi nelayan artisanal di pantai Utara Provinsi Jawa Barat rumah tangga. Menggunakan teknik pengambilan sampel acak kluster ditentukan 400 sampel kepala rumah tanggal nelayan artisanal pemilik yang mengoperasikan perahunya sendiri. Gambaran mengenai karakteristik umum nelayan artisanal di wilayah studi; (1) berdasarkan usia, nelayan artisanal berada pada usia antara 30 hingga 55 tahun, (2) berdasarkan jumlah tanggungan keluarga sebagian besar dari mereka harus menghidupi 4 hingga 5 jiwa, (3) berdasarkan pendidikan non formal yang pernah diikuti, sebagian besar dari mereka hanya pernah mengecap pendidikan non formal (dalam bentuk kursus, magang dan pelatihan) tidak lebih dari 15 jam dalam satu tahun terakhir, (4) berdasarkan pengalaman sebagai nelayan, mereka telah memiliki pengalaman sebagai nelayan antara 18 hingga 23 tahun, (5) berdasarkan ukuran perahu yang dimiliki mereka hanya memiliki ukuran perahu dengan indeks luas perahu 3 hingga 26 M². Hasil uji kecocokan keseluruhan model perilaku nelayan, menunjukkan model yang fit dengan model perilaku dengan nilai Khi-kuadrat 139,54, derajat bebas (df) 126, dan P-value = 0, Ukuran kecocokan lainnya yaitu RMSEA=0.016, GFI=0.96, AGFI=0.95, CFI=0.99, NFI=0.95 dan NNFI=0.99. Analisis model struktural menunjukkan bahwa (1) adanya pengaruh langsung peubah karakteristik individu terhadap sikap sebesar 0,15 yang nyata pada α = 0,05, (2) adanya pengaruh langsung peubah karakteristik individu terhadap kepatuhan kepada patron 0,22 yang nyata pada α=0,05, (3) adanya pengaruh langsung peubah karakteristik individu terhadap kemampuan berperilaku 0,26 yang nyata pada α = 0,05, (4) adanya pengaruh langsung peubah

5 v sikap, kepatuhan kepada patron, kemampuan berperilaku terhadap niat untuk berperilaku masing 0,26; 0,46 dan 0,55 yang nyata pada α= 0,05. Secara bersama pengaruh ketiga peubah tersebut terhadap peubah niat untuk berperilaku nelayan sebesar 64 persen yang nyata pada α = 0,05; (5) pengaruh peubah niat untuk berperilaku terhadap perilaku 0,68. Pengaruh niat untuk berperilaku pada perilaku koefisien determinasinya 47 persen, sehingga 53 persen merupakan pengaruh peubah lain di luar penelitian ini. Simpulan. (1) Peubah sikap, kepatuhan kepada patron dan peubah kemampuan berperilaku merupakan faktor-faktor yang memengaruhi secara langsung peubah niat untuk berperilaku nelayan dalam kegiatan perikanan tangkap. Peubah karakteristik individu memengaruhi secara tidak langsung peubah niat untuk berperilaku, (2) Besaran pengaruh peubah niat untuk berperilaku terhadap peubah perilaku 0, 68 dengan nilai Koefisien Determinan (R 2 ) sebesar 0,47. Keadaan ini mengindikasikan adanya pengaruh peubah lain sebesar 53% di luar peubah yang dibahas dalam penelitian ini yang memengaruhi peubah perilaku, (3) Besaran pengaruh peubah Karakteristik Individu sebagai faktor latar belakang (background factor) terhadap peubah Sikap, Kepatuhan kepada Patron dan peubah Kemampuan Berperilaku 0,15, 0,22 dan 0,26. Saran. Aspek Perilaku Individu Nelayan (1) Mengingat perilaku nelayan dipengaruhi secara positif oleh niat untuk berperilaku dengan nilai koefisien determinan (R 2 = 0,47), maka untuk meningkatkan perilaku diperlukan peningkatan niat untuk berperilaku. (2) Mengingat peubah niat untuk berperilaku secara bersama-sama dipengaruhi oleh peubah sikap, kepatuhan terhadap patron dan kemampuan berperilaku nelayan dengan nilai koefisien determinan (R 2 =0,64), maka untuk meningkatkan niat untuk berperilaku diperlukan peningkatan sikap, kepatuhan kepada patron dan kemampuan berperilaku nelayan, (3) Mengingat pengaruh peubah kemampuan berperilaku nelayan terhadap niat untuk berperilaku 0,55, pengaruh kepatuhan kepada patron terhadap niat untuk berperilaku nelayan 0,46 dan pengaruh sikap terhadap niat untuk berperilaku 0,26, maka dapat dinyatakan bahwa peubah kemampuan berperilaku merupakan peubah yang paling dominan diantara ketiga peubah tersebut dalam mempengaruhi niat untuk berperilaku, kemudian disusul peubah kepatuhan kepada patron dan peubah sikap. Prioritas program peningkatan niat untuk berperilaku nelayan yang mendorong peningkatan upaya penangkapan ikan dilakukan dengan cara: (a) Meningkatkan kemampuan berperilaku nelayan untuk dapat terwujud dalam bentuk perilaku dengan menghilangkan/mengurangi kendala-kendala yang dihadapi dalam bidang penggunaan alat tangkap, penggunaan alat bantu tangkap dan persiapan operasi penangkapan, (b) Meningkatkan kepatuhan nelayan kepada patronnya dalam hal ini adalah punggawa yang mendorong ke arah perilaku positif khususnya dalam aspek penggunaan alat bantu tangkap, pelaksanaan operasi penangkapan dan menjaga mutu ikan hasil tangkapan, (c) Meningkatkan sikap nelayan dalam kegiatan penangkapan ikan dengan mengembangkan program peningkatan pengetahuan nelayan khususnya dalam aspek penggunaan alat tangkap, pelaksanaan operasi penangkapan dan menjaga mutu ikan hasil tangkapan. Aspek Struktur. Peubah yang dibahas dalam penelitian ini adalah peubah dalam perilaku individu. (1) Mengingat adanya pengaruh peubah lain 53 persen di luar peubah yang dibahas dalam penelitian ini. Pengaruh peubah lain tersebut berada dalam tatanan struktur yang dapat berupa kebijakan, tekanan sosial dari pihak berkepentingan lain pemanfaat sumberdaya pesisir dan perikanan, tekanan karena degradasi sumberdaya pesisir/perikanan dan sebagainya, (2) Mengingat diperlukan eksploitasi ikan dengan memperhatikan kelangsungan aspek ekonomis, sosial dan lingkungan yang optimal, maka untuk mencegah tragedi sumberdaya milik bersama

6 vi dalam tingkat struktur dilakukan kontrol tingkat upaya penangkapan, (3) Kontrol tingkat upaya penangkapan dilakukan melalui kesepakatan diantara pihak yang memiliki kepentingan sumberdaya pesisir/perikanan melalui adanya sharing terhadap hak dan kewajiban dalam bentuk ko-manajemen kegiatan perikanan di wilayah studi. Diperlukan penelitian lanjutan untuk menelaah peubah-peubah lain yang memberikan kontribusi terhadap perilaku nelayan artisanal dalam kegiatan perikanan tangkap. Kata Kunci: Perilaku Nelayan Artisanal, Niat untuk Berperilaku, Sikap, Tingkat Kepatuhan terhadap Patron, Tingkat Kemampuan Berperilaku.

7 vii Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan IPB. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya Tulis dalam bentuk apapun atanpa izin IPB.

8 viii FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PERILAKU NELAYAN ARTISANAL MEMANFAATKAN SUMBERDAYA PERIKANAN DI PANTAI UTARA JAWA BARAT PRIHANDOKO SANJATMIKO Disertasi Sebagai salah satu syarat untuk memeroleh gelar Doktor pada Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan MAYOR ILMU PENYULUHAN PEMBANGUNAN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

9 ix Judul Disertasi Nama NIM : Faktor-faktor yang Memengaruhi Perilaku Nelayan Artisanal Memanfaatkan Sumberdaya Perikanan di Pantai Utara Jawa Barat. : Prihandoko Sanjatmiko : P Disetujui Komisi Pembimbing Dr. Ir. Amri Jahi, M.Sc Ketua Prof. Dr. Ir. H. Darwis S. Gani, MA Anggota Dr. Iwan Tjitradjaja Anggota Dr. Ir. I. Gusti Putu Purbana, DEA Anggota Dr. Ir. H. Luky Adrianto, M.Sc Anggota Ketua Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan Diketahui: Dekan Sekolah Pascasarjana Dr. Ir. Siti Amanah, M.Sc Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr Tanggal Ujian : 9 Desember 2011 Tanggal Lulus :

10 x Penguji pada Ujian Tertutup 1. Prof. Dr. Ir. Sumardjo, MS Director Center for Alternative Dispute Resolution and Empowerment (CARE) IPB/Staf Pengajar Program Studi Penyuluhan Pembangunan Sekolah Pascasarjana IPB) 2. Dr. Ir. Arif Satria, SP, M.Si (Staf Pengajar Fakultas Ekologi Manusia IPB/Dekan Fakultas Ekologi Manusia IPB) Penguji pada Ujian Terbuka 1. Dr. Dedi S. Adhuri (Peneliti pada Puslit Kemasyarakatan dan Kebudayaan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia/LIPI) 2. Dr. Ma mun Sarma, M.Ec (Staf Pengajar Program Studi Penyuluhan Pembangunan Sekolah Pascasarjana IPB)

11 xi PRAKATA Dengan memanjatkan syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan kekuatan sehingga penelitian disertasi ini dapat saya selesaikan. Penelitian ini mengambil tema faktorfaktor yang memengaruhi perilaku nelayan artisanal di pantai Utara Jawa Barat. Dalam penyelesaian penelitian disertasi ini, saya mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Amri Jahi dan para anggota komisi pembimbing Prof. Dr. H. Darwis S Gani, MA, Dr. Ir. I Gusti Putu Purnaba, Dr. Ir. H. Luky Adrianto dan Dr. Iwan Tjitradjaja yang telah memberikan bimbingan dan arahan. Penghargaan dan ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Sumardjo, MS dan Bapak Dr. Arif Satria, SP, M.Si yang telah bertindak selaku Penguji Luar Komisi pada Ujian Tertutup Disertasi pada tanggal 7 Oktober Bapak Dr. Dedi S Adhuri dan Bapak Dr. Ma mun Sarma, M.Ec sebagai Penguji Luar Komisi pada Ujian Terbuka. Kepada Rektor Universitas Indonesia, Dekan FISIP Universitas Indonesia dan Bapak Dr. Iwan Tjitrdajaja (Ketua Departemen Antropologi FISIP UI) yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk melanjutkan pendidikan doktoral pada Program Studi Penyuluhan Pembangunan IPB. Ucapan terima kasih juga saya haturkan kepada para guru-guru saya; Bapak Dr. Boedhihartono, Bapak Prof. Dr. Achmad Fedyani Saifuddin dan para guru yang lain beserta segenap kolega staf pengajar Departemen Antropologi FISIP UI yang tidak dapat saya sebutkan namanya satu persatu. Dengan kesabaran dan ayoman, Beliau-beliau terus memberi semangat kepada saya untuk penyelesaian penelitian disertasi ini. Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada Bapak Dr. Imam Soeseno beserta jajaran Institute of Natural and Regional Resourches, Dr. Dody Prayogo, Prof. (Riset) Dr. Asikin Djamali, Dr. Budi Hascaryo, dengan segala ketulusan senantiasa memberikan semangat untuk saya segera menyelesaikan penelitian disertasi ini. Kepada saudara-saudaraku nelayan artisanal di pantai Utara Jawa Barat, terima kasih atas keikhlasan hati kalian dalam menerima saya untuk banyak belajar mengenai bidang yang asing dalam kehidupan saya. Akhirnya saya ucapkan pula terima kasih kepada istriku Nursih Nurhayati serta kedua buah hatiku Alamanda Putria Jeannety dan Fitraya Bintang Jeannety atas doa dan pengorbanan yang kalian berikan untuk selesainya penelitian disertasi ayah ini. Bogor, Desember 2011 Prihandoko Sanjatmiko

12 xii RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 20 Desember Menikah dengan Nursih Nurhayati dan dikaruniai dua orang anak; Alamanda Putria Jeannety (lahir 2005) dan Fitraya Bintang Jeannety (lahir 2010). Pendidikan Sarjana Antropologi, diselesaikan pada Program Sarjana Antropologi FISIP UI pada tahun 1994 dan Magister Antropologi dari Universitas Indonesia pada tahun Tahun 2004, melanjutkan pendidikan jenjang doktoral pada Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan, Sekolah Pascasarjana IPB dengan biaya beasiswa BPPS Depdiknas. Sebelum dan selama menjadi mahasiswa Program Studi Penyuluhan Pembangunan IPB, penulis bekerja sebagai Staf Pengajar Tetap pada Program Sarjana Antropologi, Departemen Antropologi FISIP Universitas Indonesia sejak tahun Aktif sebagai peneliti pada Institute of Natural and Regional Resources (INRR) dan Center for Alternative Dispute Resolution and Empowerment (CARE) IPB; keduanya merupakan lembaga yang bergerak dalam bidang penelitian, konsultasi lingkungan dan resolusi konflik perusahaan berbasis kawasan. Berawal pada keikutsertaan dalam kegiatan Training of Trainer in Integrated Coastal Management (ICM) on Coastal Project University of Rhode Island and Center for Studies of Marine and Sea Resources, Bogor Agricultural Institute (IPB) pada Februari 2000, kegiatan pendampingan dan mediasi konflik terhadap komunitas di sekitar perusahaan migas, kehutanan dan perkebunan di wilayah Indonesia (mulai pulau Sumatera, Kalimantan, Jawa dan Papua) telah dilakukannya. Demikian pula kegiatan sebagai auditor dalam bidang sustainable forest management (SFM) pada kegiatan joint certification (Lembaga Ekolabel Indonesia Forest Stewardhips Council) bersama Societe Generale de Survailance (SGS) Indonesia.

13 xiii DAFTAR ISI Halaman Abstract Ringkasan Prakata Riwayat Hidup Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar Glossary Daftar Lampiran iii iv xi xii xiii xvi xvii xviii xix PENDAHULUAN Latar Belakang 1 Masalah Penelitian 4 Tujuan Penelitian 5 Kegunaan Penelitian 6 Definisi Istilah 7 TINJAUAN PUSTAKA Perilaku 9 Niat untuk Berperilaku 14 Ringkasan 15 Faktor-faktor yang Memengaruhi Niat untuk Berperilaku Nelayan Artisanal Sikap (Attitude) 16 Kepatuhan kepada Patron (Subjective Norm) 17 Kemampuan Berperilaku (Perceived Behavior Control) 18 Faktor Latar Belakang: Karakteristik Individu Nelayan Artisanal 19 Ringkasan 30 Hubungan antar Faktor-faktor yang Memengaruhi Perilaku Nelayan Hubungan Karakteristik Individu dengan Sikap 32 Hubungan Karakteristik Individu dengan Kepatuhan Kepada Patron 33 Hubungan Karaktersitik Individu dengan Kemampuan Berperilaku 34 Hubungan Sikap dengan Niat untuk Berperilaku 35 Hubungan Kepatuhan terhadap Patron dengan Niat untuk Berperilaku 35

14 xiv Hubungan Tingkat Kemampuan Berperilaku dengan Niat untuk Berperilaku 36 Hubungan Niat untuk Berperilaku dengan Perilaku 37 Nelayan Artisanal Sistem Kegiatan Perikanan Tangkap pada Nelayan Artisanal 43 Perikanan Tangkap Nelayan Artisanal di Indonesia 45 Teknologi Perikanan Tangkap 46 Operasi Penangkapan 48 Pengerahan Modal dan Tenaga Kerja 50 Pemasaran Hasil Penangkapan Ikan 50 Common Property dan C0-Management dalam Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan 56 Kondisi Perikanan Tangkap di Pantai Utara Provinsi Jawa Barat 59 Studi-studi Terdahulu tentang Perilaku Nelayan dan Theory Planned Behavior (TPB) 61 Ringkasan 66 KERANGKA BERFIKIR DAN HIPOTESIS Kerangka Berfikir 68 Hipotesis Penelitian 68 METODA PENELITIAN Populasi dan Sampel 70 Populasi 70 Sampel 71 Rancangan Penelitian 73 Data dan Instrumentasi 74 Data 74 Pengumpulan Data 76 Analisis Data 77 Instrumentasi 79 Validitas dan Reabilitas Instrumen 88 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil 92 Gambaran Umum Wilayah Penelitian 92 Letak Geografis dan Kondisi Lingkungan Perairan Pantai Utara Jawa Barat 92 Demografi Wilayah Pesisir Pantai Utara Jawa Barat 94 Komposisi Golongan Etnik 95 Profil Umum Responden Nelayan Artisanal 97 Langkah-langkah Pendugaan Parameter Perilaku Nelayan 103

15 xv Pengujian Hipotesis 114 Hipotesis Hipotesis Hipotesis Hipotesis Hipotesis Pembahasan 117 Theory Planned Behavior dalammenggambarkan Perilaku Nelayan di Pantai Utara Jawa Barat 117 Kontribusi Temuan Penelitian terhadap Persoalan Sifat Kepemilikan Laut sebagai Sumber Milik Bersama 121 SIMPULAN DAN SARAN 124 Simpulan 124 Saran 124 Daftar Pustaka 127 LAMPIRAN-LAMPIRAN

16 xvi DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1 Dikotomi antara Artisanal Fisheries dan Industrial Fisheries 41 Tabel 2 Kategori Nelayan Large-Scale, Small Scale dan Subsistent 42 Tabel 3 Populasi Rumah Tangga Perikanan Nelayan Artisanal di Pantai Utara Jawa Barat 70 Tabel 4 Distribusi Sampel Penelitian 72 Tabel 5 Peubah dan Sub Peubah dari Model pada Gambar 74 Tabel 6 Susunan Kepakaran Juri Opinion Uji Instrumen Penelitian 89 Tabel 7 Rancangan Pengujian Model Perilaku Nelayan 90 Tabel 8 Rangkuman Hasil Uji Kesesuaian Model Perilaku Nelayan 107 Tabel 9 Dekomposisi Pengaruh antar Peubah Model Perilaku Nelayan 111 Tabel 10 Koefisien dan t-hitung Pengaruh Peubah Karakteristik terhadap Sikap 114 Tabel 11 Koefisien dan t-hitung Pengaruh Peubah Karakteristik Individu terhadap Kepatuhan kepada Patron 114 Tabel 12 Koefisien dan t-hitung Pengaruh Peubah Karakteristik Individu Terhadap Tingkat Kemampuan Berperilaku 115 Tabel 13 Koefisien dan t-hitung Pengaruh Peubah Sikap, Kepatuhan Kepada Patron dan Kemampuan Berperilaku terhadap Niat untuk Berperilaku 115 Tabel 14 Koefisien dan t-hitung Pengaruh Peubah Niat untuk Berperilaku terhadap Perilaku 116

17 xvii DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1 Skema Perilaku dalam Theory Planned Behavior 13 Gambar 2 Dimensi Pengukuan Sikap 19 Gambar 3 Kaitan Aspek Bio-fisik dan Sosio Ekonomi dalam Sistem Perikanan Tangkap 44 Gambar 4 Ruang Lingkup Studi Perilaku Nelayan dalam Memanfaatkan Sumberdaya Perikanan Tangkap 55 Gambar 5 Kerangka Teori Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Nelayan Artisanal Memanfaatkan Sumberdaya Perikanan Tangkap di Pantai Utara Jawa Barat 68 Gambar 6 Kerangka Hipotetik Model Atruktural Peubah Penelitian: Faktor-faktor yang Memengaruhi Perilaku Nelayan Memanfaatkan Sumberdaya Perikanan 90 Gambar 7 Pendugaan Parameter Model Struktural Perilaku Nelayan 105 Gambar 8 Pendugaan Parameter Model Perilaku Nelayan 106 Gambar 9 Korelasi antar Peubah Penelitian Faktor-faktor yang Memengaruhi Perilaku Nelayan Artisanal dalam Memanfaatkan Sumberdaya Perikanan 113 Gambar 10 Kontribusi Theory Planned Behavior terhadap Persoalan Sifat Kepemilikan Ikan Laut sebagai Sumber Milik Bersama di Wilayah Studi 121

18 xviii DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Lampiran 2 Surat Keterangan Izin Penelitian dari Kepala Badan Kesatuan Bangsa, Politik dan Perlindungan Masyarakat Daerah Provinsi Jawa Barat Peta Lokasi Penelitian Lampiran 3 Lampiran output Simplis Lisrel 8.54 tanggal 28/7/2011 jam Lampiran 4 Lampiran 5 Lampiran 6 Lampiran Statistik Deskriptif Kabupaten Bekasi, Karawang, Subang, Indramayu, Cirebon Gambaran Nelayan Artisanal di Pantai Utara Jawa Barat Sebaran Populasi Rumah Tangga Perikanan Nelayan Artisanal di Pantai Utara Jawa Barat

19 xix GLOSSARY Punggawa Andun Garok Kelip Pertamina Dombret Mandi Kembang Fishing Ground adalah pemodal dengan sistem bagi hasil dalam sistem kegiatan perikanan nelayan artisanal. Istilah lain popular yang juga dikenal di komunitas nelayan pantai Utara Jawa yaitu langgan, bakul adalah kegiatan migrasi sementara ke wilayah lain yang dilakukan oleh nelayan dalam upaya mereka untuk tetap dapat melakukan kegiatan melaut adalah jenis alat tangkap dasar jaring yang menggunakan kekuatan tenaga mesin perahu dalam mengoperasikannya. Bagian ujung jaring alat ini bekerja dengan cara menancap ke dasar laut kemudian jaring menyaring kolom air. adalah anjungan migas milik perusahaan migas yang beroperasi di tengah laut. Di bagian bawah anjungan ini banyak merupakan lokasi tempat berlindungnya ikan adalah wanita pekerja seni pertunjukkan dangdut yang berusia remaja. Dalam sistem seni pertunjukkan dangdut tersebut, dombret bertugas menemani pengunjung pria yang datang. Pekerja seni dangdut dalam tingkat usia dewasa disebut dongdot. merupakan kegiatan ritual kepercayaan dalam bentuk memandikan perahu dengan menggunakan air yang dicampur dengan kembang 7 rupa. Ritual ini dipercaya memiliki fungsi sebagai penyelamat dan memberikan hasil tangkapan yang baik dalam kegiatan melaut. merupakan lokasi perairan yang digunakan oleh nelayan untuk mencari ikan. Horse Power disingkat HP atau istilah lain park de craft (PK) merupakan satuan kekuatan mesin perahu/kapal

20 xx

21 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Mengkaji perilaku nelayan artisanal di Indonesia, khususnya di pantai Utara Jawa Barat penting dilakukan. Hal ini berguna untuk mengumpulkan data dasar tentang perilaku nelayan untuk menyusun program peningkatan kesejahteraan mereka. Keadaan ini menjadi makin kompleks karena degradasi sumberdaya laut yang mereka eksploitasi semakin cepat, kemiskinan absolut yang mereka hadapi, semakin kompleks persoalan pemanfaatan sumberdaya pesisir dan semakin beragamnya kepentingan pemanfaat sumberdaya tersebut. Sementara itu, sifat kepemilikan sumberdaya laut sebagai milik bersama, mendorong eksploitasi berlebih juga merupakan ancaman penting. Kajian teoritis tentang apa dampak sikap terhadap perilaku individu telah dibahas sejak tahun Dalam kurun waktu antara 1918 hingga 1925, para ahli psikologi sosial telah memunculkan berbagai teori yang menghubungkan sikap dengan perilaku. Tesis utama perspektif teori tersebut sikap dapat menjelaskan perilaku individu. Berangkat dari kritik pada teori dan pengukuran sikap yang tidak tepat, Fishbein dan Ajzen menganggap pentingnya unsur niat untuk berperilaku. Menurut kedua pakar itu, mengukur sikap pada sama dengan mengukur perilaku itu sendiri karena niat dan perilaku berhubungan erat. Perspektif teori yang kemudian dikenal sebagai Theory Planned Behavior ini telah digunakan oleh banyak peneliti untuk memprediksi perilaku (behavior) melalui niat untuk berperilaku (behavior intention). Dalam hubungan ini, pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan kualitas kesejahteraan nelayan, meskipun implementasi kebijakan tersebut tidak selalu mempertimbangkan nelayan karena lemahnya regulasi dalam bidang itu. Misalnya Revolusi Biru pada 1970-an dan regulasi pada saat ini. Revolusi Biru dilaksanakan pemerintah untuk mengikuti success story Revolusi Hijau. Target Revolusi Biru untuk peningkatan kesejahteraan nelayan dengan meningkatkan efisiensi dan produktifitas perikanan. Revolusi Biru ini meliputi motorisasi dan modernisasi teknologi alat tangkap, pemberian fasilitas kredit berupa

22 2 kredit usaha, mesin, perahu dan peralatan penting lain kepada nelayan, membangun fasilitas dan infrastruktur pendukung kegiatan perikanan agar lebih efektif dan meningkatkan produksi seperti pelabuhan perikanan, ruang pendingin, tempat pengeringan ikan dan pelelangan ikan (TPI). Pada tahun kebijakan ini diperbaharui dengan peluncuran deregulasi perikanan yang mencakup pengembangan alat tangkap, pembangunan pelabuhan dan penambahan armada penangkapan ikan melalui produksi dalam negeri maupun impor kapal bekas serta pemberian izin kapal asing. Dampak kebijakan Revolusi Biru hingga 2003 cukup fantastis dalam meningkatkan produksi perikanan tangkap maupun budidaya. Revolusi Biru yang didukung aktifitas usaha berskala besar dan padat modal menjustifikasi adanya penetrasi kapitalisme yang tidak memandirikan nelayan kecil dan petani ikan. Secara khusus ada enam implikasi dari perkembangan ini. Pertama, degradasi sumberdaya ikan, penurunan daya dukung lingkungan laut dan kerusakan ekosistem; kedua, menciptakan ketimpangan kelas yang lebar antara pemilik kapal dan buruh nelayan; ketiga, degradasi hutan mangrove dan pengalihan lahan tambak kepada pemodal; keempat, konflik ruang di wilayah pesisir yang disebabkan oleh wilayah kegiatan perikanan, pelabuhan, pariwisata, industri maupun kawasan konservasi; kelima, rendahnya kapasitas sumberdaya manusia nelayan sehingga produktifitas mereka juga rendah dan keenam ketidakadilan struktural yang merugikan nelayan miskin dalam keterbatasan akses modal. Upaya lain yang telah dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan antara lain program kredit usaha nelayan, subsidi bahan bakar minyak (BBM), pembagian wilayah penangkapan berdasarkan peralatan tangkap nelayan, larangan penghapusan operasi kapal pukat harimau, pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil serta dan alokasi dana sekitar Rp.927,82 milyar untuk menyejahterakan nelayan. Namun demikian penegakkan regulasi dan implementasi program-program tersebut masih lemah, mengindikasikan seolah-olah regulasi dan kebijakan tersebut tidak pernah ada sehingga belum berhasil meningkatkan kesejahteraan nelayan.

23 3 Memfokuskan studi ini, dalam fishery system, socio-economic environment merupakan komponen penting selain komponen biophysical environment. Penelitian ini membatasi pada kajian socio-economic environment berupa perilaku nelayan artisanal dalam bidang perikanan tangkap yang meliputi kegiatan yaitu: (a) penggunaan teknologi alat tangkap dan alat bantu tangkap terkait dengan capital dynamics seperti armada alat tangkap (fleet) dan alat bantu tangkap untuk menghasilkan hasil tangkapan maksimal dan menimalkan dampak lingkungan fisik, (b) persiapan dan operasi penangkapan untuk meningkatkan kemampuan nelayan menentukan musim ikan, lokasi penangkapan ikan, ukuran dan jenis ikan yang boleh ditangkap serta kondisi cuaca yang cocok untuk melaut, (c) pengerahan tenaga kerja dan modal untuk mengoptimalkan tenaga kerja dan modal dalam mengoperasikan perahu beserta alat tangkap dan (d) menjaga mutu hasil tangkapan dan pemasaran ikan yang berkualitas untuk dapat dijual dengan harga yang tinggi. Keempat kegiatan perikanan tersebut seyogyanya menjadi perilaku nelayan yang hendak dijelaskan oleh perspektif Theory Planned Behavior (TPB). Theory Planned Behavior memiliki komponen attitude, subjective norm, perceived behaviour control dan background factor sebagai peubah yang memengaruhi niat untuk berperilaku (behaviour intention), yang selanjutnya akan memengaruhi perilaku individu. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menentukan seberapa jauh faktor-faktor tersebut memengaruhi perilaku nelayan artisanal di pantai Utara Jawa Barat.

24 4

25 4 Masalah Penelitian Keberagaman latarbelakang nelayan artisanal (artisanal fishery) berpengaruh pada perilaku nelayan dalam memanfaatan sumber daya perikanan seperti telah dikemukakan pada bagian pendahuluan. Perilaku nelayan dipengaruhi oleh attitude (sikap), subjective norm (kepatuhan terhadap patron), perceived behavior control (kemampuan berperilaku), background factor (faktor latar belakang) dan behavior intention (niat untuk berperilaku). Berangkat dari pemikiran tersebut di atas maka beberapa masalah penelitian yang perlu dijawab, ialah : 1. Faktor-faktor apa yang memengaruhi niat nelayan artisanal dalam memanfaatkan sumberdaya perikanan? 2. Berapa besar pengaruh faktor niat tersebut terhadap perilaku nelayan artisanal dalam memanfaatkan sumber daya perikanan? 3. Berapa besar pengaruh faktor latarbelakang berupa karakteristik individu terhadap sikap, kepatuhan terhadap patron dan kemampuan berperilaku?

26 5 Tujuan Penelitian Nelayan merupakan aktor sosial. Menurut perspektif Theory Planned Behavior, perilaku seseorang sebagai aktor sosial ditentukan oleh niat untuk berperilaku, sikap, kepatuhan terhadap patron, kemampuan berperilaku dan karakteristik individu sebagai faktor latarbelakang. Berdasarkan pertimbangan di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk: 1. Menentukan faktor-faktor yang memengaruhi niat untuk berperilaku nelayan artisanal dalam memanfaatkan sumberdaya perikanan. 2. Menentukan intensitas pengaruh faktor niat untuk berperilaku tersebut terhadap perilaku nelayan artisanal dalam memanfaatkan sumberdaya perikanan. 3. Menentukan intensitas pengaruh faktor latar belakang berupa karakteristik individu terhadap sikap, kepatuhan terhadap patron dan kemampuan berperilaku.

27 6 Kegunaan Penelitian Dengan pemahaman yang lebih jelas tentang faktor-faktor yang memengaruhi perilaku nelayan dalam proses penangkapan hingga pemasaran ikan, penelitian ini diharapkan akan memiliki kegunaan yang luas bagi referensi pengembangan pilihan model peningkatan kesejahteraan nelayan tangkap dengan menggunakan perspektif Theory Planned Behavior. Secara lebih rinci kegunaan dari penelitian ini adalah: 1. Menjadi referensi bagi pengembangan perilaku nelayan dalam penyelesaian masalah kegiatan penangkapan ikan hingga pemasaran, khususnya di pantai Utara Jawa Barat yang menjadi wilayah penelitian ini. 2. Menjadi referensi bagi agen perubahan baik pemerintah maupun swasta yang bergerak di bidang pengembangan sumberdaya perikanan dan kelautan. 3. Memperbanyak khazanah kajian tentang pengembangan kelompok dalam upaya pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap nelayan kecil. 4. Mendorong studi lebih lanjut tentang perilaku nelayan tangkap dalam memanfaatkan sumberdaya perikanan.

28 7 Definisi Istilah 1. Nelayan artisanal adalah nelayan pemilik perahu yang sebagian besar penghasilannya berasal dari kegiatan penangkapan ikan di laut, yang mengoperasikan sendiri perahunya dan menggunakan peralatan tangkap ikan sederhana seperti gilnet, jaring badut, minitrawl, pancing dan rawai pancing, yang mengoperasikan perahu berukuran 2,75 25 GT, panjang perahu antara 5-15 Meter dan lebar antara 1,5-6 Meter yang menggunakan sistem penghasilan bagi hasil antara pemilik dan anak buah kapal, hasil tangkapan ikan untuk pasar lokal. 2. Karakteristik individu nelayan adalah ciri-ciri yang menandai keadaan nelayan dari sisi kondisi sosial yang terdiri dari: a. Ukuran perahu diukur berdasarkan ukuran indeks luas perahu yang dimiliki, merupakan hasil perkalian antara panjang dan lebar perahu dan dinyatakan dalam meter persegi (M 2 ). b. Jumlah anak buah kapal diukur berdasarkan jumlah jiwa yang bekerja menjadi anggota Anak Buah Kapal yang dimiliki responden. c. Ukuran mesin perahu diukur berdasarkan ukuran kekuatan laju dorong mesin perahu yang dinyatakan dalam paar de kraft (PK) atau tenaga kuda. 3. Sikap nelayan dalam proses kegiatan perikanan tangkap adalah total skore dari domain sikap (aspek pengetahuan, perasaan dan perilaku) dalam bidang penggunaan alat tangkap, pelaksanaan operasi penangkapan dan menjaga mutu ikan hasil tangkapan. 4. Kepatuhan nelayan terhadap patron dalam proses kegiatan perikanan tangkap adalah total skore dari pengaruh personal (significant other) dalam pengambilan keputusan yang dilakukan oleh nelayan di bidang penggunaan alat bantu tangkap, pelaksanaan operasi penangkapan dan menjaga mutu ikan hasil tangkapan.

29 8 5. Kemampuan berperilaku nelayan dalam proses kegiatan perikanan tangkap adalah total skore keyakinan individu untuk melakukan sesuatu dan evaluasi individu dalam kemampuannya melakukan sesuatu dalam bidang penggunaan alat tangkap, penggunaan alat bantu tangkap dan persiapan operasi penangkapan 6. Niat untuk berperilaku nelayan adalah total skore kecenderungan, tekad atau keinginan (intention) nelayan untuk melakukan kegiatan dalam bidang penggunaan alat tangkap, pengerahan tenaga kerja penangkapan dan menjaga mutu ikan hasil tangkapan. 7. Perilaku nelayan dalam proses kegiatan tangkap adalah total skore tindakan yang dilakukan oleh nelayan dalam bidang penggunaan alat bantu tangkap, pelaksanaan operasi penangkapan dan menjaga mutu ikan hasil tangkapan.

30 9 TINJAUAN PUSTAKA Perilaku Menurut Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional (2003) perilaku ialah tanggapan atau reaksi individu terhadap rangsangan atau lingkungan. Ada dua perspektif teori yang menjelaskan pertumbuhan dan perkembangan individu dalam membentuk perilakunya. Perspektif teori pertama adalah nature sebagai the view espoused by nativists. Nature refers not simply to abilities present at birth but to any ability determined by genes, including those appearing through maturation. Para ahli psikologi evolusi sebagai penganut perspektif teori ini menganggap bahwa perilaku merupakan produk dari seleksi alam sebagai evolutionary adaptation (EA). Ketertarikan interpersonal merupakan contoh sexual selection: laki-laki dan perempuan memilih pasangan yang paling sesuai bagi sukses reproduksinya. Kedua nurture sebagai the view of empiricists, the view that everything is learned through interactions with the environment, the physical and social world, more widely referred to as experience. Para ahli psikologi radikal (seperti Skinner dan Watson) berpendapat bahwa seluruh perilaku dapat dijelaskan oleh suatu peristiwa sendiri. Skinner berpendapat bahwa proses pembelajaran suatu bahasa oleh anak kecil dapat dijelaskan melalui reward dan konsekuensinya. Contoh lain dari perspektif teori ini adalah bahwa schizophrenia muncul pada anak-anak yang senantiasa menerima informasi kontradiktif dari kedua orang tuanya. Teori Convergence memadukan kedua teori di atas. Teori ini menyebutkan bahwa perkembangan individu adalah perpaduan antara bawaan dengan pengaruh luar. Kekuatan internal dan eksternal saling berinteraksi, saling memengaruhi pertumbuhan dan perkembangan individu. Interaksi lingkungan dengan faktor bawaan tidak selalu tetap dan tergantung pada sifat hereditas, sifat lingkungan dan intensitas pengaruh luar. Sifatsifat jasmani tubuh manusia merupakan ciri utama seseorang dan sulit diubah sedangkan kemampuan berbicara, bersikap dan berperilaku dapat diubah melalui interaksi sosial antara sifat bawaan dan lingkungan luar (Zanden dan James, 1995).

31 10 Memperkuat argumentasi tersebut, Lewin (dalam Hersey et al: 1996) mengemukakan bahwa perilaku individu merupakan fungsi dari individu dan situasi. Secara matematis kondisi demikian dinyatakan sebagai: B = ƒ (P,S). Dalam hal ini B = behavior, P = person dan S = situation. Seseorang berperilaku, dipengaruhi oleh sesuatu dalam diri orang (yang memotivasi individu untuk bertindak) dan oleh sesuatu di luar orang itu (situasi), antara individu dengan situasi akan saling bergantung. Perilaku juga dimotivasi oleh keinginan untuk mencapai hasil tertentu dan dipengaruhi oleh tujuan. Tujuan atau sasaran tidak selamanya didasari oleh perilaku individu tersebut. Hal ini dikarenakan adanya alam bawah sadar yang memengaruhi perilaku seseorang individu. Menurut teori communication and human behavior, perilaku pada dasarnya merupakan suatu tindakan manusia yang diawali oleh adanya proses input berupa informasi yang masuk dari tiap individu (Ruben, 1992). Beragam informasi yang masuk tersebut selanjutnya mengalami proses seleksi untuk menentukan informasi yang relevan. Informasi yang telah melalui proses seleksi tersebut selanjutnya mengalami proses interpretasi yang menyebabkan timbulnya beragam penafsiran terhadap informasi yang sama dari tiap individu. Informasi yang mengalami interpretasi tersebut selanjutnya disimpan dalam short-term atau long-term memory. Tergantung pada penting atau tidaknya nilai informasi. Bila informasi tersebut penting, maka individu akan menyimpan informasi tersebut dalam long-term memory, sebaliknya bila informasi tersebut tidak penting maka individu itu akan menyimpannya dalam short-term memory yang mudah dilupakan. Adanya asupan informasi yang diproses dalam diri individu, memungkinkan individu memiliki kebutuhan dan menentukan tujuan yang relevan dengan asupan informasi tersebut. Jadi, asupan informasi mengalami seleksi, interpretasi dan retention hingga munculnya kebutuhan dan tujuan yang berujung pada munculnya perilaku individu. Perilaku individu juga dapat dijelaskan oleh teori operant conditioning yang digagas oleh BF. Skinner (Brophy, 1990). Menurut Skinner, perilaku individu pada dasarnya merupakan hasil dari suatu proses belajar. Sementara itu Pavlov menganggap tingkahlaku terjadi bila ada stimuli khusus, sementara Skinner menambahkan bahwa tingkahlaku demikian hanya menerangkan sebagian kecil saja dari semua kegiatan. Skinner berpendapat, ada bentuk tingkahlaku lain yang dia sebut sebagai tingkahlaku

32 11 operant, yang sengaja terjadi pada lingkungan tanpa unconditioned stimuli, seperti makanan. Penemuan Skinner memusatkan hubungan antara tingkahlaku dan konsekuen. Contoh, jika menyenangkan, individu akan menggunakan tingkahlaku itu lagi sesering mungkin. Menggunakan konsekuen yang menyenangkan dan tidak menyenangkan dalam mengubah tingkahlaku, sering disebut sebagai operant conditioning. Konsekuensi menyenangkan akan memperkuat tingkahlaku, sementara konsekuensi yang tidak menyenangkan akan memperlemah tingkahlaku. Jadi, konsekuensi yang menyenangkan akan meningkat frekuensinya, sementara konseskuensi yang tidak menyenangkan akan mengurang frekuensinya. Operant (perilaku diperkuat jika akibatnya menyenangkan) merupakan tingkahlaku yang ditimbulkan oleh organisme itu sendiri. Operant belum tentu didahului oleh stimuli dari luar. Operant conditioning akan terbentuk jika frekuensi tingkahlaku operant bertambah atau bila timbul tingkahlaku operant yang tidak tampak sebelumnya. Frekuensi terjadinya tingkahlaku operant ditentukan oleh akibat tingkahlaku ini. Percobaan Skinner dengan tikus memerjelas hal ini. Tikus dibuat lapar dengan asumsi karena dorongan lapar, maka timbul motivasi untuk belajar keluar dan mencari makanan. Tikus yang lapar di dalam kotak, kesana-kemari tanpa sengaja menekan tombol. Banyaknya tekanan per satuan waktu dihitung sebagai tingkahlaku operant penekanan sebelum terbentuk operant conditioning. Setelah tingkat operant diketahui, eksperimenter mengaktifkan alat pemberi makan, sehingga setiap kali tikus menekan tombol, segelintir makanan jatuh ke penampung makanan. Makanan ini memerkuat frekuensi penekanan dan kecepatan penekanan berkurang jika makanan tidak muncul, artinya operant respons mengalami extinction jika tidak mendapatkan reinforcement (berupa makanan). Theory Planned Behavior (Fisbein, 2005) melihat dengan menggunakan perspektif lain tentang perilaku. Teori ini diawali dengan kritik terhadap teori dan pengukuran sikap yang seringkali tidak tepat yaitu tidak dapat memperkirakan perilaku yang akan timbul. Pada awal tahun 1862 para ahli psikologi mulai membangun teori yang menunjukkan dampak sikap terhadap perilaku. Para ahli psikologi sosial kemudian melanjutkan studi mengenai sikap dan perilaku antara kurun waktu tahun 1918 dan 1925 dan menghasilkan banyak kemunculan teori baru dengan penekanan kaitan antara sikap

33 12 dan perilaku. Tesis utama dari trend perkembangan teori tersebut adalah bahwa sikap dapat menjelaskan perilaku manusia. Pada masa itu Thomas dan Znaiecki ialah ahli psikologi pertama yang menyampaikan bahwa sikap merupakan proses mental individual yang menentukan perilaku aktual individu dan respon potensialnya. Berangkat dari perspektif tersebut maka para ahli psikologi sosial mulai melihat sikap sebagai prediktor perilaku. Beberapa ahli psikologi sosial yang menganggap perspektif sikap sebagai prediktor perilaku antara lain (a) Thurston yang pada tahun 1929 mengembangkan metode pengukuran sikap dengan menggunakan skala interval. Setelah itu Likert mengembangkan skala pengukuran sikap yang lebih spesifik dan mudah digunakan. Gordon pada tahun 1935 menyampaikan teori yang menyatakan bahwa hubungan sikap dan perilaku tidaklah uni-dimensional, melainkan multi-dimensional. Sikap merupakan sesuatu yang kompleks yang menunjukkan perasaan individu tentang suatu objek, (b) Guttman pada tahun 1944 membuat skalogram analisis untuk mengukur perasaan individu tentang suatu objek tertentu. Kemudian, (c) Rosenberg dan Hovland pada tahun 1960 memaparkan bahwa sikap individu terhadap suatu objek meliputi aspek afektif, kognitif dan perilaku. Sebagai kelanjutan teori-teori hubungan sikap dan perilaku, Fishbein dan Ajzen berkolaborasi untuk mengembangkan cara memprediksi perilaku. Mereka beranggapan bahwa individu senantiasa rasional dan menggunakan informasi yang tersedia di sekitar mereka secara sistematik. Manusia sadar atas implikasi perilakunya sebelum bertindak. Fishbein dan Ajzen mereview seluruh studi itu, kemudian membangun sebuah perspektif untuk memprediksi perilaku dan sikap. Perspektif itu mereka disebut sebagai Theory of Reasoned Action (TRA) yang memasukan adanya behavior intention (BI) atau niat berperilaku dari perilaku. Satu kritik penting dilontarkan kepada TRA adalah bahwa individu memiliki kendala dalam mewujudkan perilakunya, meski individu yang bersangkutan telah memiliki niat untuk mewujudkan perilaku itu. Karena itu, Fishbein dan Ajzen menambahkan elemen perceived behavior control (PBC) yang pada dasarnya berisikan keyakinan individu tersebut untuk mampu mewujudkan perilakunya. Penambahan elemen PBC ini selanjutnya dikenal menjadi teori Theory Planned Behavior (TPB).

34 13 Tujuan dari TPB adalah (a) memprediksi dan memahami dampak niat untuk berperilaku pada perilaku, (b) mengidentifikasi strategi untuk mengubah perilaku, (c) menjelaskan perilaku nyata manusia seperti mengapa seseorang membeli mobil, mengapa seseorang memilih seorang caleg tertentu, atau mengapa nelayan tidak menggunakan bom ikan ketika mencari ikan. Dalam hubungan ini asumsi TPB bahwa: (a) manusia bersifat rasional dan menggunakan informasi yang ada secara sistematik, (b) manusia memahami dampak perilakunya sebelum memutuskan untuk mewujudkan atau tidak perilaku tersebut. TPB secara lugas digambarkan sebagai berikut: (Ajzen, 2005; Rehman, 2000) Background Factor Attitude (Aact) Social - Age - Gender - Education - Income - Religion Individu - Personality - Intelegence Subjective Norm (SN) Intention (BI) Behavior (B) Information - Experience Perceived Behavior Control (PBC) Gambar 1 : Skema Perilaku dalam Theory Planned Behavior Sumber: Ajzen (2005). Attitudes, Personality and Behavior, New York: McGraw-Hill Education. B BI Aact perilaku (behavior) atau action (intention to perform behavior) niat berperilaku attitude a person s positif or negative evaluation of performing a behavior sikap evaluasi positif atau negatif individu tentang perwujudan satu perilaku

35 14 SN PBC subjective norm a person perception of the social pressures upon him to perform or not perform a behavior Nilai subjektif persepsi individu terhadap tekanan sosial yang diterimanya untuk menampilkan suatu perilaku atau tidak. perceived behavioral control perceived case or difficulty of performing a behavior Persepsi individu tentang keyakinannya untuk mampu melakukan sesuatu. Gambar 1 menunjukkan bahwa dalam skema TPB, perilaku seseorang ditentukan oleh niat untuk berperilaku (behavior intention), sedangkan niat untuk berperilaku (behavior intention) ditentukan oleh attitude, subjective norm dan perceived behavior control. Selain itu, faktor latarbelakang (background factor) menunjukkan bahwa tiap individu berbeda lingkungan sosialnya seperti umur, jender, pendidikan, penghasilan, agama, kepandaian dan pengalamannya yang dapat menunjukkan beragam isu atau informasi yang memengaruhi kepercayaan individu tersebut (Ajzen, 2005). Niat untuk Berperilaku Niat untuk berperilaku (intention to perform behavior) ialah kecenderungan, tekad atau keinginan (intention) nelayan untuk berperilaku. Mengukur niat untuk berperilaku sama dengan mengukur perilaku itu sendiri, karena niat dan perilaku memiliki hubungan yang kuat. Setiap perilaku bebas yang ekspresinya oleh kemauan sendiri selalu akan didahului oleh niat. Niat seseorang untuk berperilaku ditentukan oleh: (1) sikap nelayan terhadap kegiatan perikanan tangkap yang berupa evaluasi positif atau negatif nelayan terhadap manfaat kegiatan perikanan tangkap, (2) tingkat kepatuhan individu nelayan terhadap orang-orang yang berpengaruh pada dirinya agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Penelitian-penelitian berikutnya menunjukkan bahwa niat untuk berperilaku tidak dengan sendirinya menjadi perilaku, karena masih dipengaruhi faktor lain yaitu perceived behavior control (PBC) yang merupakan persepsi yang bersangkutan terhadap kendala-kendala dapat menghambat perilakunya.

36 15 Niat untuk berperilaku berbeda dengan motivasi. Bila niat untuk berperilaku menunjukkan hubungan sikap seseorang dengan perilakunya (yang kadangkala tidak sesuai), maka motivasi menekankan pada latarbelakang kebutuhan yang memengaruhi munculnya perilaku individu. Teori Hierarki Kebutuhan yang dikemukakan oleh Abraham Maslow (Maslow, 1954) menjelaskan perbedaan ini. Maslow menjelaskan bahwa setiap orang memiliki lima macam kebutuhan, yaitu kebutuhan fisiologis (rasa lapar, haus, seksual, dan kebutuhan fisik lainnya), kebutuhan akan rasa aman (rasa ingin dilindungi dari bahaya fisik dan emosional), kebutuhan sosial (rasa kasih sayang, kepemilikan, penerimaan, dan persahabatan), kebutuhan untuk dihargai (secara internal dan eksternal) dan kebutuhan aktualisasi untuk dirinya (pertumbuhan, pencapaian potensi seseorang, dan pemenuhan diri sendiri). Maslow menunjukkan lima kebutuhan ke dalam hierarki urutan-urutan. Kebutuhan fisiologis dan rasa aman berada pada tingkat terbawah, kemudian di atasnya ada kebutuhan sosial, penghargaan, dan aktualisasi diri. Menurut Maslow, perbedaan kedua tingkat tersebut terjadi karena kebutuhan tingkat atas dapat dipenuhi secara internal sedangkan kebutuhan pada tingkat bawah dipenuhi secara eksternal. Teori kebutuhan Maslow telah diterima secara luas karena teori ini logis secara intuitif. Ringkasan Perilaku merupakan tanggapan atau reaksi individu terhadap stimuli rangsangan atau lingkungan. Ada tiga teori yang menjelaskan pertumbuhan dan perkembangan individu sehingga membentuk perilaku, yaitu teori nativisme, teori empirisme dan teori konvergensi. Setiap teori itu berusaha menjelaskan faktor-faktor lingkungan yang melatarbelakangi timbulnya perilaku. Lebih jauh teori communication and human behavior, teori operant conditioning dan theory planned behavior telah menjelaskan tentang bagaimana perilaku terbentuk. Teori communication and human behavior umumnya digunakan untuk melihat faktor-faktor yang melatarbelakangi perilaku dan kecenderungan individu dalam berperilaku. Teori ini umumnya digunakan dalam bidang periklanan untuk memprediksi perilaku konsumen. Teori operant conditions adalah satu dari teori belajar yang berguna untuk mengubah perilaku individu melakukan pembelajaran. Teori ini menjelaskan

37 16 bahwa perilaku seseorang tidak hanya dipengaruhi oleh stimulus saja. Melainkan juga dipengaruhi oleh kontrol atau usaha organisme itu sendiri. Theory Planned Behavior (TPB) menunjukkan bahwa perilaku individu yang ternyata tidak selalu sejalan dengan sikapnya. Teori ini melibatkan niat untuk berperilaku sebagai komponen antara sikap dan perilaku. Menurut TPB, niat untuk berperilaku (behavior intention)= BI dipengaruhi oleh sikap dan subjective norm. Makin kuat skor BI, maka akan makin besar kecenderungan perilaku itu dilaksanakan. Demikian pula jika subjective norm menjadi semakin kuat maka akan mungkin perilaku itu akan dilaksanakan. Faktor-faktor yang Memengaruhi Niat untuk Berperilaku Nelayan Artisanal 1. Sikap (Attitude) Walaupun sikap merupakan salah satu pokok bahasan dalam psikologi sosial, para pakar masih berbeda dalam mendefinisikannya. Seperti ditunjukkan oleh beberapa definisi sikap dibawah ini: Attitude is favorable or unfavorable evaluative reaction to ward something or someone, exhibit in one s belief, feeling or intended behavior (Myer, 1996) An attitude is a disposition to respond favorably or unfavorably to an object, person, institution or event (Azjen, 1975) Attitude is a psychological tendency that expressed by evaluating a particular entity with some degree of favor or disfavor (Eagly & Chaiken, 1992) Definisi di atas menunjukkan bahwa ada perbedaan dari sikap: (1) memiliki objek tertentu (orang, perilaku, konsep, situasi, benda dan sebagainya), dan (2) mengandung penilaian (setuju-tidak setuju, suka-tidak suka). Sikap adalah sesuatu yang dipelajari (bukan bawaan), oleh karena itu sikap lebih dapat dibentuk, dikembangkan, dipengaruhi dan diubah. Sikap berbeda dengan sifat (trait) yang merupakan bawaan dan sulit diubah (Sarlito Wirawan Sarwono, 2002). Sikap memiliki tiga domain, yaitu kognitif, afektif dan konatif (Triandis, 1971; Myers, 1996), agar mudah diingat ketiga domain tersebut maka diberi istilah yaitu affective (perasaan), behavior (perilaku) dan cognitive (kesadaran) disingkat ABC. Ajzen

38 17 (2005) memerinci respon yang timbul dari ketiga domain sikap tersebut dalam bentuk respon verbal dan non-verbal. Respon verbal dari kategori kognitif yaitu ekspresi kepercayaan seorang terhadap suatu objek tertentu, kategori afektif yaitu ekspresi perasaan seorang terhadap sikap suatu objek dan aspek perilaku yaitu ekspresi seorang dalam niat untuk berperilaku. Respon non-verbal dari kategori kognitif yaitu reaksi persepsi seorang terhadap suatu objek, kategori afektif yaitu reaksi psikologi seorang terhadap objek sikap dan kategori perilaku yaitu perilaku seorang yang mengarah kepada objek sikap. Sejalan dengan hal tersebut, Triandis (1971) menjabarkan ukuran yang dapat digunakan untuk mengukur sikap yang terdiri dari measurable independent variable yaitu stimuli yang terdiri dari: (a) individuals, situations, social issues, social group, (b) intervening variable berupa attitudes dalam aspek affect, cognition dan behavior dan (c) measurable dependent variable untuk aspek affective berupa sympathetic nervous response, untuk aspek cognition berupa perceptual response verbal statement of beliefs dan untuk aspek behavior berupa overt action verbal statement concerning behavior. 2. Kepatuhan kepada Patron (Subjective Norm) Secara sederhana norma diartikan sebagai common guidelines for social action (Abrecombie et al, 1984). Sementara itu yang dimaksud dengan norma subjektif dalam penelitian ini ialah kepatuhan nelayan kepada patronnya sebagai a person s perception of the social pressure upon him to perform or not perform a behavior. Kepatuhan terhadap patron ditentukan oleh dua hal, yaitu (1) pendapat tokoh atau orang lain yang penting yang berpengaruh kepada yang bersangkutan atau (significant other). Agen ini melakukan atau tidak melakukan apa yang diperintahkan oleh patron tersebut dan (2) seberapa jauh subjek akan mengikuti pendapat orang lain tersebut (motivation to comply). Karena itu konsep kepatuhan kepada patron berupa kepatuhan individu kepada orang lain yang berpengaruh (significant other). Kepatuhan pada Patron (KP) dinyatakan oleh rumus berikut ini :

39 18 KP= n.m Keterangan: KP = Kepatuhan kepada patron n = Harapan orang-orang penting/panutan/patron (significant other) dalam hidup m = Seberapa jauh subjek akan mengikuti pendapat tokoh (significant other) tersebut Kepatuhan kepada patron atau norma subjektif berbeda dengan norma. Menurut Horne (2001) norma mencakup 3 pengertian dasar, yaitu (1) norma merupakan aturan yang membolehkan atau melarang suatu perilaku atau seperangkat perilaku, (2) norma dikuatkan dengan sanksi eksternal (reward and punishment) yang dapat berupa materi atau bentuk simbolik, (3) norma berupa konsensus diantara para penganut norma tersebut. Pengertian tersebut membedakan norma dan nilai (value). Norma mempunyai sanksi yang bersifat eksternal, maka nilai (value) berasal dari sanksi yang bersifat internal. Demikian pula perbedaan norma dengan sikap (attitudes), norma dilegitimasi oleh kelompok sedangkan sikap (attitudes) ialah a property of the individual. 3. Kemampuan Berperilaku (Perceived Behavior Control) Ajzen (2005) menyatakan perceived behavior control ialah persepsi tentang keyakinan seseorang pada kemampuannya melakukan perilaku tertentu, apakah mudah dilakukan atau sulit dilakukan. Menyangkut perilaku nelayan, perceived behavior control ini menggambarkan seberapa besar keyakinan individu nelayan tentang kemampuannya melakukan perilaku kegiatan menangkap hingga memasarkan ikan. Keyakinan ini dipengaruhi oleh sejumlah faktor yang dapat memudahkan atau menyulitkan pelaksanaan pekerjaan itu. Perceived behavior control pada penelitian ini disebut sebagai Kemampuan Berperilaku (KB).

40 19 Dalam buku Social Learning Theory (1977), Bandura mendefinisikan self-efficacy sebagai kemampuan untuk melakukan sesuatu. Self efficacy ini menunjukkan perasaan seorang. Dalam penelitian ini, Kemampuan Berperilaku (KB) digambarkan sebagai berikut: KB = c.p Keterangan: KB = Kemampuan berperilaku (perceived behavior control) c = Keyakinan individu tentang kemampuannya melakukan sesuatu p = Evaluasi individu tentang kemampuannya melakukan sesuatu Faktor Latar Belakang: Karakteristik Individu Nelayan Artisanal Arif Satria (2002) menyatakan bahwa karakteristik masyarakat pesisir berbeda dengan karakteristik masyarakat agraris, sesuai dengan perbedaan karakteristik sumberdaya yang dikelola. Masyarakat agraris yang diwakili oleh kaum tani menghadapi sumberdaya yang terkontrol, atau pengelolaan lahan untuk suatu komoditi dengan out put yang relatif dapat diprediksi. Sifat produksi seperti ini memungkinkan tetapnya lokasi produksi sehingga mobilitas usaha relatif rendah dan elemen resiko-pun tidak terlalu besar. Dalam hal ini usaha pembudidayaan ikan dapat digolongkan sebagai usaha masyarakat pertanian (agraris) karena sifat sumberdaya yang dihadapi relatif mirip. Karakteristik tersebut berbeda sekali dengan nelayan, yang sumberdayanya bersifat open access. Karakteristik seperti ini menyebabkan nelayan harus berpindah-pindah untuk memperoleh hasil maksimal sehingga resikonya menjadi lebih tinggi. Kondisi sumberdaya yang beresiko menyebabkan masyarakat nelayan memiliki karakter keras, tegas dan terbuka. Dalam yang sama, Arif Satria (2002) memperjelas karakteristik masyarakat nelayan di wilayah pesisir dengan menekankan beberapa aspek yaitu: (1) aspek sistem pengetahuan, (2) aspek kepercayaan, (3) peran wanita, (4) struktur sosial dan (5) posisi sosial nelayan.

41 20 Dari sistem pengetahuan, masyarakat pesisir dianggap memiliki pengetahuan tentang teknik penangkapan ikan yang didapat dari orang tua. Kuatnya pengetahuan lokal tersebut yang selanjutnya menjadi salah satu faktor penyebab terjaminnya kelangsungan hidup mereka sebagai nelayan. Dari aspek kepercayaan, masyarakat nelayan percaya bahwa laut memiliki kekuatan magis sehingga perlu ritual khusus agar selamat ketika menangkap ikan dan hasilnya banyak. Tradisi tersebut antara lain ditafsirkan dengan kebiasaan sowan ke suhu atau dukun untuk mendapat perlindungan saat melaut dan memperoleh hasil yang banyak. Seiring dengan perkembangan pendidikan dan pendalaman agama, upacara ritual itu telah menjadi simbolik untuk menjaga stabilitas sosial dalam komunitas nelayan. Aktivitas ekonomi wanita masyarakat nelayan di wilayah pesisir umumnya relatif menonjol, selain bergelut pada urusan domestik rumah tangga istri nelayan menjalankan juga fungsi-fungsi ekonomi baik penangkapan di perairan dangkal, pengolahan ikan maupun kegiatan jasa dan perdagangan. Pada masyarakat nelayan, ada pembagian kerja yang jelas. Pria menangkap ikan dan wanita menjual ikan hasil tangkapan tersebut. Secara sosial, status nelayan relatif rendah. Di India, pada umumnya nelayan berasal dari kasta rendah. Demikian pula di Jepang, posisi nelayan terdegradasi sehingga memunculkan masalah dalam regenerasi nelayan. Hanya sedikit kalangan muda yang bersedia menjadi nelayan, meski ada berbagai fasilitas subsidi dari pemerintah. Menurunnya status nelayan di Jepang ditunjukkan oleh menurunnya minat wanita Jepang untuk menjadi istri nelayan. Situasi ini dipaparkan oleh Firth (1971) dalam buku Malay Fishermen: Their Peasant Economny. Menurut, Firth nelayan mengalami disrespect, implying not merely a low economic level and small-scale semi-subsistence production, but also a low cultural, even intellectual position Dalam Webster New Word College Dictionary (2000), karakteristik (characteristic) didefinisikan sebagai a distinguish trait a quality or qualities that distinguish something from other of its class or kind. Dalam konteks penelitian sosial, ciri-ciri pembeda tersebut melekatkan suatu atribut sosial yang digunakan sebagai pembeda antara individu atau kelompok individu. Lionberger (1980) menyebut hal tersebut sebagai faktor yang memengaruhi kemauan seseorang untuk menerima atau menolak difusi. Faktor ini seperti usia, pendidikan, dan karakteristik psikologi. Beberapa

42 21 peneliti lain seperti Budiono Pitojo (2006), Zulfarima (2003) mengamati karakteristik demografi petani ladang berpindah dan lahan kering yang meliputi: (1) umur, (2) pendidikan, (3) pengetahuan, (4) pengalaman berusaha tani, (5) kekosmopolitan, (6) luas lahan garapan, dan (7) pendapatan. Budiono Pitojo (2006) juga mengamati karakteristik demografi petani tepi hutan seperti (1) suku, (2) pendidikan formal, (3) pendidikan non formal, (4) luas lahan garapan, (5) status lahan garapan, (6) kekosmopolitan, (7) pendapatan yang dikeluarkan, (8) jumlah keluarga, (9) pengalaman berusaha tani, (10) umur, (11) lama tinggal di desa, (12) motivasi melestarikan hutan dan (13) kontak dengan penyuluh. Dalam bidang kajian nelayan perikanan tangkap (fishers), Wildani Pingkan Saripurna Hamzen (2007) mengamati karaktertistik nelayan seperti pendidikan rendah pendatang dan memiliki motivasi untuk maju. Luky Adrianto (2006) dan Charles (2001) sepakat tentang karaktertistik sosial demografi nelayan. Berdasarkan karakteristik human system dalam tipologi fishery system, terdapat beberapa karakteristik umum nelayan (fishers) yaitu pertama, nelayan berbeda menurut latar belakang sosial seperti tingkat umur, pendidikan, status sosial dan tingkat kohesitas dalam komunitas mikro (antar nelayan dalam satu kelompok) atau dalam komunitas makro (nelayan dengan anggota masyarakat pesisir lainnya). Kedua, pada komunitas nelayan komersial, nelayan bervariasi menurut occupational commitment-nya seperti nelayan penuh waktu, nelayan sambilan utama dan nelayan sambilan, atau menurut occupational pluralism-nya seperti nelayan dengan spesialisasi tertentu, nelayan dengan sumber pendapatan beragam, dan lain sebagainya. Ketiga, nelayan juga bervariasi berdasarkan motivasi dan perilaku menangkap ikan. Ada nelayan yang profit-maximizers yang aktif menangkap ikan untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya dan cenderung berperilaku seperti "perusahaan", dan pula nelayan satisfisers yang aktif menangkap ikan sekedar untuk mendapatkan penghasilan yang cukup. Pada nelayan artisanal (artisanal fisheries) yang diamati dalam penelitian ini, karakterteristik demografi meliputi umur, jumlah anggota keluarga, pendidikan non formal, pengalaman sebagai nelayan, lama tinggal di desa, lama memiliki perahu sendiri, ukuran perahu, harga perahu dan alat tangkapnya, jumlah anak buah kapal, ukuran mesin

43 22 perahu, modal yang dikeluarkan, pendapatan bersih, ragam alat tangkap yang dimiliki serta kemandirian nelayan a. Umur Umur kronologis ialah indikator penting yang menunjukkan perkembangan individu. Umur menunjukkan suatu kemampuan tertentu (Salkind,1985). Perkembangan manusia pada prinsipnya merupakan rangkaian perubahan jasmani dan rohani (fisiopsikis) ke arah yang lebih maju dan sempurna. Perkembangan tersebut, merupakan kompilasi dari beberapa proses yaitu: - perkembangan motor, yakni proses perkembangan yang progresif dan berhubungan dengan perolehan aneka ragam ketrampilan fisik seseorang; - perkembangan kognitif, yakni perkembangan fungsi intelektual atau proses-proses perkembangan kemampuan kecerdasan seseorang; - perkembangan sosial dan moral, yakni proses perkembangan mental yang berhubungan dengan perubahan-perubahan cara seseorang berkomunikasi dengan objek atau orang lain, baik sebagai individu maupun sebagai kelompok. b. Jumlah anggota keluarga Dalam Macmillan Dictionary of Anthropology (1990), keluarga ialah kesatuan sosial yang terdiri dari individu-individu yang memiliki ikatan keturunan (kinship). Konsep keluarga ini berbeda dengan rumah tangga (household) yang lebih didasari oleh aspek domestik. Dalam studi-studi mengenai masyarakat pedesaan, konsep keluarga lebih tepat digunakan, mengingat ikatan keturunan yang terdapat dalam keluarga lebih berfungsi untuk mengatur penguasaan sumberdaya (property) khususnya tanah. Keluarga inti (nuclear family) ialah satuan sosial keluarga yang terdiri dari bapak, ibu dan anakanaknya yang belum kawin. Mengingat dalam keluarga juga terdapat aspek keturunan, maka biasanya pada keluarga pedesaan di Jawa, keluarga inti tersebut akan ditambah dengan anggota kerabat lain seperti kakek, nenek, saudara laki-laki/perempuan dari ayah, atau saudara laki-laki/perempuan dari ibu. Kadangkala dalam satu keluarga ada beberapa rumah tangga (household) yang dibedakan atas dasar jumlah tungku perapian masak yang berbeda.

44 23 c. Pendidikan non formal Pendidikan non formal meliputi pendidikan dasar dan pendidikan lanjutan. Pendidikan dasar mencakup pendidikan keaksaraan dasar, keaksaraan fungsional, dan keaksaraan lanjutan yang paling banyak ditemukan dalam pendidikan usia dini (PAUD), Taman Pendidikan Al Quran (TPA), maupun Pendidikan Lanjut Usia. Pemberantasan Buta Aksara (PBA) serta program paket A (setara SD), paket B (setara SLTP) merupakan pendidikan dasar. Pendidikan lanjutan meliputi program paket C (setara SLA), kursus, pendidikan vokasi, latihan keterampilan lain baik dilaksanakan secara terogranisasi maupun tidak terorganisasi. Pendidikan Non Formal mengenal pula Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) sebagai pangkalan program yang dapat berada di dalam satu kawasan setingkat atau lebih kecil dari kelurahan/desa. PKBM dalam istilah yang berlaku umum merupakan padanan dari Community Learning Center (CLC) yang merupakan komponen Community Center. Meskipun dalam pendidikan non formal pembelajarannya, namun sebagai suatu institusi pendidikan ia berperan dalam memperbaiki kompetensi bidang tertentu dari pesertanya. d. Pengalaman sebagai nelayan Dalam Webster s New World College Dictionary (2000) experiences diartikan sebagai the effect on a person of anything or everything that has happened to that person, individual reaction to events, feeling etc. Pengalaman seseorang juga berhubungan dengan usia kronologis individu tersebut. Secara biologis, seorang dengan tingkat usia kronologis tertentu akan dianggap dewasa bila telah mencapai usia tertentu. Semakin tua usia yang bersangkutan, maka pengalamannya juga akan banyak. Dari perspektif psikologi, seorang dianggap memiliki pengalaman bila yang bersangkutan telah dewasa jika ia mampu mengurus dirinya sendiri. Individu dikatakan dewasa apabila dia bekerja dan berkeluarga.

45 24 e. Lama tinggal di desa Lama tinggal di desa pesisir bagi seorang nelayan akan menentukan intensitas proses enkulturasi (penyerapan pengetahuan) dan sosialisasi (pembelajaran) yang bersangkutan dalam lingkungan sosial dan fisik tempat. Dalam proses enkulturasi tersebut, seorang nelayan menyerap nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku untuk menghadapi lingkungan. Hal serupa terjadi pula dalam proses sosialisasi nelayan tentang nilai-nilai dan norma-norma yang berfungsi sebagai pedoman masyarakatnya. Malinowski melihat, bahwa kultur yang dipelajari individu dalam masyarakatnya berfungsi untuk membantu yang bersangkutan memenuhi kebutuhan dasarnya. Semakin lama seorang individu tinggal dalam lingkungan kulturnya, maka semakin beragam muatan kultur yang dapat diserap dan dipelajari memenuhi kebutuhan dasarnya dan menghadapi berbagai tekanan dan lingkungannya (Bohannan, 1988). f. Lama memiliki perahu sendiri Dalam sistem perikanan tangkap artisanal di Indonesia, dikenal adanya pembagian tugas dan tanggungjawab antara pemilik perahu, nahkoda dan anak buah kapal (Kusnadi, 2000; Budi Siswanto, 2008). Pemilik perahu ialah orang yang menguasai dan memiliki perahu beserta peralatan tangkap dan alat bantu tangkap yang di ada dalamnya, meski pada nelayan artisanal di Jawa Barat perahu dimiliki oleh keluarga (Luky Adrianto, 2007), sementara nahkoda dan anak buah kapal adalah orang yang mengoperasikan perahu pada saat melaut. Memiliki perahu bagi seorang nelayan artisanal, berarti harus mampu mengoperasikan perahu beserta alat tangkap karena nelayan artisanal pemilik harus mengoperasikan sendiri perahunya. Selain itu bertanggungjawab dalam merawat perahu dan alat tangkapnya, kemudian penghasilan dari hasil melaut merupakan hak sepenuhnya nelayan yang bersangkutan, setelah dipotong biaya melaut. Semakin lama seseorang memiliki perahu sendiri, maka semakin banyak pengalaman yang dia miliki sebagai operator atau pengelola perahu dan peralatan itu.

46 25 g. Ukuran perahu Menurut UU No.31 Tahun 2004 tentang Perikanan, Jo. Undang-undang No.45 Tahun 2009 pasal 1 kapal perikanan ialah kapal, perahu atau alat apung lain yang digunakan untuk menangkap ikan, mendukung operasi penangkapan ikan, pembudidaya ikan, pengangkutan ikan, pengolahan ikan, pelatihan perikanan dan penelitian/eksplorasi perikanan. Ukuran utama kapal dinyatakan dalam indeks luas kapal ialah ukuran panjang, lebar dan tinggi kapal (Diniah, 2008). Ada dua bentuk perahu di pantai Utara Jawa, yakni jenis jukung dan mayang. Jukung ialah perahu kecil dari sebatang kayu, sedangkan mayang ialah perahu besar yang dibuat dengan menggunakan papan kayu, baik dengan haluan yang membesar, haluan dan buritan yang melengkung maupun yang tidak melengkung. Ada berbagai ukuran perahu mayang dan jukung dengan nama yang berbeda antara satu daerah dan daerah lain. Jukung biasanya digunakan untuk menangkap ikan di laut dekat pantai yang dijalankan oleh tidak lebih dari empat orang, digunakan oleh nelayan di sepanjang pantai Utara Jawa dengan sebutan jegong, landrangan, sope, pancasan, konting, bikung, kolek, konting, binkung, kementing, jukung- ender, jukung-lawak, jukung kinciran atau secara luas sampan. Untuk perahu berukuran besar, yakni perahu mayang, dikenal sebagai perahu rembang dan perahu jawa (Sutejo Kuat Widodo, 2007). Pada nelayan di pantai Utara Jawa Barat, ukuran perahu yang dioperasikan berkisar dari 2,75 25 GT (Luky Adrianto, 2007). Semakin besar ukuran perahu yang dioperasikan, maka semakin kompleks dan rumit peralatan yang digunakan dan semakin kompleks pula pengorganisasian penggunaan alat dan tenaga kerja yang terdapat di dalamnya. Jadi semakin besar perahu yang dimiliki dan dioperasikan oleh seorang nelayan artisanal, maka semakin besar pula tanggungjawabnya pada investasinya. h. Harga perahu beserta alat tangkapnya Semakin besar perahu, semakin kompleks dan rumit peralatan perahu dan alat tangkap yang terdapat di dalamnya. Hal ini akan berdampak pada nilai nominal perahu dan peralatan tangkapnya. Nelayan dengan ukuran perahu dibawah 10 GT dengan peralatan tangkap yang sederhana, tentu akan berbeda nilai nominal harga perahu dan alat

47 26 tangkapnya dengan perahu berukuran antara GT. Pada perahu yang cukup rumit peralatan tangkap dan alat bantu tangkapnya, biasanya dilengkapi dengan peralatan alat bantu tangkap yang lebih rumit seperti fish finder, global positioning satelite, generator dan lampu tembak sebagai alat bantu tangkap ikan. Kelengkapan perahu demikian sudah barang tentu akan menentukan nilai nomimal perahu dan alat tangkap yang terdapat di dalamnya. Secara rata-rata, nilai investasi nominal perahu nelayan artisanal di pantai Utara Provinsi Jawa Barat pada tahun 1986 mencapai Rp. 4 s.d. Rp. 115 juta (Luky Adrianto, 2007). i. Jumlah anak buah kapal Anak buah kapal berfungsi dalam kegiatan penangkapan ikan di laut. Bagi nelayan yang mengoperasikan sendiri perahunya maka posisinya ialah sebagai nahkoda/jurumudi, yang juga menjadi kepal anak buah kapal (ABK). Pada nelayan yang beroperasi di Selat Madura, Jawa Timur, memiliki 12 jenis peran dan tanggungjawab dalam kegiatan penangkapan (Kusnadi, 2000). Sementara itu nelayan artisanal di pantai Utara Jawa Barat biasanya memiliki awak antara 3 18 orang termasuk juru mudi. Setiap anak buah kapal memiliki tugas sendiri seperti juru mudi, juru pantau, juru jhonson, tukang ngolor, tukang tarik batu, tukang pelambung (Luky Adrianto, 2007; Budi Susanto, 2008). Perbedaan tugas dan tanggungjawab itu menimbulkan perbedaan bagi hasil yang didapat diantara mereka. Pola nagi hasil di pantai Utara Jawa Barat mencakup 2:3, 1:3, 50:50, 60:40, 80:20 (Luky Adrianto, 2007). Seorang nelayan yang mengoperasikan perahunya sendiri, bertanggungjawab anak buah kapal anggotanya, baik pada saat melaut maupun pada saat tidak melaut, seperti upaya pinjam meminjam uang untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga anak buah kapal. j. Ukuran mesin perahu Ukuran mesin perahu yang dimiliki memengaruhi jenis alat tangkap, ukuran perahu, alat bantu tangkap dan jangkauan wilayah tangkap yang dituju. Jangkauan melaut nelayan artisanal di pantai Utara rata-rata antara satu hingga tujuh Mil dengan memakan waktu melaut antara satu hingga tujuh hari (Luky Adrianto, 2007). Satuan ukuran

48 27 kekuatan mesin perahu ialah PK (Pärk de Kräct) atau HP (Horse Power) atau tenaga kuda. Kekuatan mesin sangat berpengaruh bagi nelayan yang menggunakan alat jaring. Melepaskan dan menarik jaring membutuhkan kekuatan tenaga yang berasal dari mesin. Demikian pula dengan nelayan yang jangkauan melautnya jauh terutama nelayan purseseini. Ikan hasil tangkapan dimuat di perahu dan harus segera dibawa ke tempat pendaratan ikan sebelum perbekalan es habis. Waktu tempuh dan jarak perahu menuju pendaratan ikan akan ditentukan oleh kekuatan mesin perahu. Bila tertalu lama waktu tempuhnya dapat menyebabkan mutu ikan akan buruk. k. Modal setiap melaut Bagi nelayan di pantai Utara Jawa Barat, modal melaut berasal dari mereka sendiri atau pinjaman para punggawa (pedagang ikan). Nelayan yang menggunakan modal sendiri, dapat menjual ikan secara bebas juragan ke Tempat Pelelangan Ikan (TPI). Nelayan yang meminjam modal dari punggawa (modal perahu, alat tangkap atau modal melaut) harus menjual ikan kepada punggawa yang memodalinya. Modal melaut digunakan nelayan di pantai Utara Jawa Barat untuk pengeluaran bahan bakar, makanan dan rokok (Luky Adrianto, 2007). Semakin besar dan kompleks ukuran perahu, semakin banyak anak buah kapalnya, maka semakin rumit kegiatan mencari dan menangkap ikan, sehingga mainn besar modal melaut yang dikeluarkan. Hal ini menyebabkan makin besar tanggungjawab nelayan pada investasinya. l. Pendapatan bersih melaut Dalam satu tahun tidak seluruh bulan para nelayan dapat melaut. Idealnya ada beberapa musim yang memengaruhi pendapatan melaut pantai Utara Jawa Barat. Saat musim timur ialah bertiupnya angin dari arah Timur ke Barat di bulan April, Mei dan Juni. Masa ini merupakan musim ikan yang ditunggu nelayan. Musim daya yaitu bertiupnya angin dari arah Tenggara Selatan (arah daratan pulau Jawa) pada bulan Juli, Agustus dan September. Masa ini merupakan musim untuk mencari ikan. Musim Barat pada bulan Januari dan Februari, musim ini angin bertiup kencang dari arah Barat yang

49 28 menyebabkan tinggi ombak. Musim ini hanya nelayan dengan alat tangkap tertentu saja dapat melaut karena tingginya ombak. Sepuluh tahun terakhir, pola musim bertiupnya angin tidak dapat diprediksi lagi oleh nelayan. Seringkali musim angin tertentu tidak sesuai dengan pola dimasa lalu. Keadaan demikian menyulitkan nelayan untuk memprediksi kondisi cuaca dan penangkapan ikan. Langkah strategis mensiasati keadaan tersebut, nelayan akan melaut dan beralih mencari wilayah tangkap (fishing ground) yang aman di kabupaten lain melalui andun (tinggal sementara dan kembali ke desa asal saat cuaca membaik). Nelayan di kabupaten Subang, melakukan andun ke Karawang atau Bekasi saat cuaca di di wilayahnya sedang buruk; atau sebaliknya. Strategi andun tidak hanya dilakukan oleh nelayan pantai Utara pulau Jawa saja, melainkan juga oleh nelayan di Selat Madura Jawa Timur (Kusnadi, 2000). Karena melaut dilakukan oleh nelayan tidak sepanjang tahun, maka perhitungan pendapatan bersih dilakukan dalam setiap melaut selama satu tahun. Pendapatan bersih melaut ialah rata-rata hasil penjualan ikan yang didapat oleh nelayan setelah melaut kemudian dipotong pengeluaran modal, pendapatan bagi hasil antara nahkoda (juru mudi) dengan anak buah kapal selama 12 bulan. m. Ragam alat tangkap yang dimiliki Dalam setahun nelayan tidak selamanya melaut.. Saat bulan purnama, pantulan sinar bulan menyilaukan pandangan di laut, sehingga sulit membedakan antara pantulan sinar bulan di ombak dengan pantulan sekumpulan ikan yang bergerak di laut. Saat saat musim ikan, ada waktu tertentu jenis ikan secara khusus yang lebih banyak. Keadaan ini disiasati oleh nelayan dengan menggunakan jenis alat tangkap yang berbeda sesuai jenis ikan yang sedang musim pada saat itu. Jenis dan ragam alat tangkap yang digunakan nelayan di pantai Utara Provinsi Jawa Barat terdiri dari gilnet, jaring badut, pukat harimau mini, pancing rawai, jaring payang (Luky Adrianto, 2007). Semakin banyak ragam alat tangkap yang dimiliki untuk menangkap ikan pada masa musim ikan tertentu, main besar upaya nelayan untuk mengurangi kerugiannya akibat tidak melaut yang berdampak kepada kelestarian lingkungan. Penggunaan alat tangkap seperti mini trawl atau sejenisnya (di pantai Utara Jawa terdapat variannya seperti garok, jaring apollo, dogol), dapat digunakan sepanjang musim angin kecuali bila

50 29 terdapat ombak tinggi sehingga nelayan tidak dapat melaut sama sekali. Selebihnya alat tangkap tersebut dapat digunakan namun dengan dampak buruk kepada lingkungan. n. Kemandirian Kemandirian dalam bahasa Inggris identik dengan self-reliance. Dalam Webster s New Word College Dictionary (2000) arti self-reliance ialah reliance on one s own judment or ability. Kemandirian mengandung makna percaya pada kemampuan dirinya. Dalam teori kemandirian istilah independence dan autonomy sering digunakan silih berganti (interchangeable), meski kedua istilah ini memiliki makna sama yaitu kemandirian. Sesungguhnya kedua istilah tersebut berbeda. Independence generaly refers to individual s capacity to behave on their own. Istilah autonomy disamakan dengan kemandirian, sehingga didefinisikan bahwa individu yang otonom ialah individu yang mandiri, tidak mengandalkan bantuan atau dukungan orang lain yang kompeten dan bebas bertindak. Kemandirian dianggap sebagai self goverring person, yakni kemampuan mengatur diri sendiri. Mardin (2009) mencatat empat komponen kemandirian nelayan, yaitu kemandirian intelektual (intellectual self-reliance), kemandirian emosional (emotional self-reliance), kemandirian ekonomi (economic self-reliance) dan kemandirian sosial (social self-reliance). Kemandirian intelektual mengacu kepada kemampuan seorang individu untuk mengambil keputusan secara mandiri tanpa adanya intervensi dari orang lain. Seorang individu dengan tingkat kemandirian intelektual mampu mengidentifikasi, merancang dan dan bertindak berupa keputusan yang tidak tergantung pada orang lain. Kemandirian emosional merupakan kemandirian yang lebih awal dari kemandirian lain. Cirinya ialah dimensi kemandirian yang berhubungan dengan perubahan keterikatan hubungan emosional seorang dengan orang lain seperti orang yang dianggap dekat dalam hubungan kerabat. Karena itu kemandirian emosional ialah kemampuan individu untuk tidak bergantung dukungan emosional orang lain. Kemandirian ekonomi, berkait dengan kemandirian makro dan mikro dalam wacana negara. Kemandirian makro mengacu pada ketidaktergantungan negara secara ekonomi kepada institusi/kelembagaan ekonomi dari negara lain, sementara itu kemandirian miktro mengacu pada terbebasnya seorang

51 30 individu dari ketergantungan secara ekonomi kepada orang lain. Dalam hal ini individu bebas menentukan pilihan sendiri di bidang ekonomi. Kemandirian sosial mengacu pada intensitas kepedulian/kepesertaan dalam kegiatan sosial pada komunitasnya. Semakin mandiri seorang, tidak tergantung pada orang lain/pihak lain untuk mengambil keputusan dan bertindak pada kegiatan perikanan tangkap. Ringkasan Sikap pada dasarnya mengandung makna (1) mempunyai objek tertentu (orang, perilaku, konsep, situasi, benda dan sebagainya), dan (2) mengandung penilaian (setujutidak setuju, suka-tidak suka). Perbedaan pengertian tentang konsep sikap terletak pada proses terjadinya dan penerapan dari konsep tentang sikap ini. Mengenai proses terjadinya, sebagian besar pakar berpendapat bahwa sikap adalah sesuatu yang dipelajari (bukan bawaan); oleh karena itu sikap lebih dapat dibentuk, dikembangkan, dipengaruhi dan diubah. Sikap berbeda dengan sifat (trait) yang lebih merupakan bawaan dan sulit diubah. Domain dari sikap terdiri dari aspek kognitif, afektif dan konatif. Secara sederhana norma diartikan sebagai common guidelines for social action. Dalam TPB dikenal subjective norm (tingkat kepatuhan pada patron) yang berfungsi menilai apa yang diyakini oleh seseorang tentang apa yang dipikirkan atau diharapkan oleh orang-orang dekatnya bahwa dia harus lakukan. Kepatuhan kepada patron juga merupakan persepsi seseorang terhadap orang-orang yang penting bagi dirinya bahwa dirinya harus melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Kepatuhan kepada patron ditentukan oleh dua hal, yaitu (1) pendapat tokoh atau orang lain yang penting yang berpengaruh atau tokoh panutan (significan other) tentang apakah subjek perlu, harus atau dilarang melakukan perilaku yang sedang diteliti, dan (2) seberapa jauh subjek akan mengikuti pendapat orang lain tersebut (motivation to comply). Kemampuan berperilaku (KB) merupakan persepsi tentang keyakinan seseorang akan kemampuannya melakukan perilaku tertentu, apakah merupakan sesuatu yang mudah dilakukan atau sebaliknya. KB ini ditentukan oleh keyakinan seseorang akan kemampuannya melakukan perilaku tertentu, apakah merupakan sesuatu yang mudah dilakukan atau sebaliknya.

52 31 Karakteristik individu nelayan adalah cirri atau sifat yang menandai keadaan nelayan seperti umur, jumlah anggota keluarga, pendidikan non formal, pengalaman sebagai nelayan, lama tinggal di desa, lama memiliki perahu sendiri, ukuran perahu, harga perahu dan alat tangkapnya, jumlah anak buah kapal, ukuran mesin perahu, modal dalam setiap melaut, pendapatan bersih melaut, ragam alat tangkap dan kemandirian nelayan. Semua faktor tersebut seperti sikap, kepatuhan pada patron, kemampuan berperilaku, karakteristik individu merupakan faktor-faktor yang menentukan niat berperilaku untuk selanjutnya memengaruhi perilaku nelayan itu sendiri. Hubungan antara Faktor-faktor yang Memengaruhi Perilaku Nelayan Penjelasan mengenai hubungan antara faktor-faktor yang memengaruhi perilaku nelayan dalam penelitian ini mengacu kepada hubungan antar peubah yang dijabarkan dalam Theory Planned Behavior (TPB) yang telah dibahas pada bagian muka. Penjelasan hubungan antar peubah dalam TPB, bahwa perilaku seseorang ditentukan oleh niat untuk berperilaku, selanjutnya niat seseorang untuk berperilaku ditentukan oleh (1) sikap sebagai keyakinan individu yang terdiri dari aspek kognitif, afektif dan psikomotorik yang ditunjukkan dalam bentuk adanya penilaian secara positif, netral atau negatif. (2) tingkat kepatuhan terhadap patron sebagai keyakinan bahwa orang-orang atau pihak tertentu yang penting dalam hidup mereka menghendaki agar yang bersangkutan berperilaku tertentu serta ketaatannya untuk mengikuti kehendak para pihak tersebut. Penelitian-penelitian selanjutnya membuktikan bahwa niat untuk berperilaku tidak dengan sendirinya menjadi perilaku, karena masih tergantung pada faktor lain, yaitu faktor ke-3 keyakinan kemampuan berperilaku atau kendala-kendala yang dipersepsikan oleh orang-orang yang bersangkutan yang diperkirakan dapat menghambat perilakunya. Faktor latarbelakang (backgound factor) dalam penelitian ini menjelaskan bahwa tiap individu nelayan memiliki perbedaan karakteristik seperti umur, tanggunggan keluarga, pendidikan non formal, lama bekerja sebagai nelayan, lama tinggal di desa,

53 32 lama memiliki perahu sendiri, ukuran perahu, nilai jual perahu dan alat tangkapnya, ukuran mesin perahu, jumlah modal setiap melaut, pendapatan bersih melaut, jumlah jenis alat tangkap yang dimiliki dan kemandirian nelayan. Kesemua hal tersebut dapat memberikan beragam informasi berbeda tentang beragam isu, informasi yang menyediakan dasar dari kepercayaanya untuk memengaruhi sikap, kepatuhan pada patron dan kemampuan berperilaku. Hubungan Karakteristik Individu dengan Sikap Tiap-tiap nelayan memiliki ciri karakter pribadi yang unik sesuai dengan latarbalakang sosial demografi mereka. Ciri karakteristik individu sebagai background factor diduga memengaruhi sikap. Penelitian Martin et al (2010) Using the Theory of Planned Behavior to Predict Gambling Behavior menemukan adanya hubungan positif antara karakteristik individu seperti jenis kelamin, golongan etnik, status sosial keterlibatan dalam Greek (Greek affiliation) terhadap sikap responden terhadap kegiatan berjudi, Monica et al (2010) What Role Do Social Norms Play in the Context of Men s Cancer Screening Intention and Behavior? Application of an Extended Theory of Planned Behavior menemukan hubungan positif antara karakteristik individu seperti usia terhadap sikap responden terhadap pemeriksaan penyakit kanker, Smith et al (2008) Can the Theory of Planned Behavior Help Explain Men s Psychological Help-Seeking? Evidence for a Mediation Effect and Clinical Implications meneliti tentang adanya hubungan positif antara karakteristik individu berupa usia, golongan etnik, ras, status perkawinan terhadap sikap responden tentang pencaharian bantu psikologi bagi laki-laki, Collin dan Carey (2007) The Theory of Planned Behavior as a Model of Heavy Episodic Drinking Among College Students menemukan adanya hubungan positif karakteristik individu berupa usia, jenis kelamin, tahun keberadaan di sekolah, golongan etnik, tempat tinggal terhadap sikap responden tentang kegiatan heavy episodic drinking (HED) dan Baughan (2003) berjudul Drivers Compliance With Speed Limits: An Application of the Theory of Planned Behavior menemukan adanya hubungan positif antara karakteristik individu berupa usia, jenis kelamin terhadap sikap responden tentang kepatuhan terhadap aturan batas kecepatan mengendarai kendaraan. Merujuk pada hasil studi tersebut, maka dalam penelitian ini diduga terdapat

54 33 hubungan positif antara karakteristik individu dengan sikap (attitude). Hubungan Karakteristik Individu dengan Kepatuhan kepada Patron Karakteristik individu diduga memiliki hubungan positif dengan kepatuhan nelayan kepada patronnya. Kepatuhan kepada patron merupakan perpaduan antara perilaku yang dilakukan oleh individu (m), siapa tokoh (significant others) yang paling berperan untuk memengaruhi perilaku tersebut dan seberapa kuat individu tersebut akan mengikuti pendapat orang tokoh (significnt others) tersebut (n) (Ajzen, 2004). Dalam lingkungan sosial nelayan di pantai Utara Jawa Barat, para significant other ini ialah mereka yang memiliki peran secara sosial kepada para nelayan dalam hubungan patron klien. Nelayan berada pada posisi klien yang tergantung kepada patron. Bila ditilik pada significant other tersebut, keadaan ini tidak berbeda dengan significant other ada pada komunitas nelayan umummnya di Indonesia seperti pemodal, ketua kelompok nelayan, aparat pemerintah desa atau perikanan dan kerabat dalam anggota rumah tangga nelayan. Beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan positif antara karakteristik dengan kepatuhan kepada patron (subjective norm). Aldrich dan Cerel (2009) The Development of Effective Message Content for Suicide Intervention Theory of Planned Behavior menunjukkan adanya hubungan antara karakteristik dengan kepatuhan kepada patron (subjective norm) pada responden yang beresiko melakukan tindakan bunuh diri. Oleh sebab itu peneliti mengusulkan program penyuluhan dalam bentuk intervensi untuk mencegah bunuh diri seseorang melalui significant other dari pelaku bersangkutan. Collins dan Carey (2007) The Theory of Planned Behavior as a Model of Heavy Episodic Drinking Among College Students menegaskan adanya hubungan positif antara karakteristik dengan kepatuhan kepada patron (subjective norm) pada responden pelajar pecandu alkohol. Karena itu terapi yang diusulkannya adalah penyuluhan melalui significant other dari pelajar yang bersangkutan. Baughan (2003) berjudul Drivers Compliance With Speed Limits: An Application of the Theory of Planned Behavior menemukan adanya hubungan positif antara karakteristik individu dengan kepatuhan kepada patron (subjective norm) terhadap aturan batas kecepatan mengendarai kendaraan. Saran dari penelitian ini adalah penekanan pentingnya sigificant other dalam memberi

55 34 nasehat kepada pelaku berkendara. Merujuk pada hasil studi tersebut, maka dalam penelitian ini diduga terdapat hubungan positif antara karakteristik individu dengan kepatuhan kepada patron (subjective norm). Hubungan Karakteristik Individu dengan Kemampuan Berperilaku Karakteristik diduga memiliki hubungan erat dengan kemampuan berperilaku. Kemampuan berperilaku adalah persepsi tentang keyakinan nelayan akan kemampuannya melakukan perilaku tertentu, apakah merupakan sesuatu yang mudah dilakukan atau sebaliknya. Beberapa hasil penelitian yang menunjukkan adanya hubungan positif antara karakteristik dengan kemampuan berperilaku seperti Eng dan Ginis (2007) Using the Theory of Planned Behavior to Predict Leisure Time Physical Activity Among People With Chronic Kidney Disease yang menegaskan adanya hubungan positif antara karakteristik dengan kemampuan berperilaku responden penderita kidney disease kronik. Karena itu peneliti menyarankan penanganan terhadap kendala-kendala yang mungkin dihadapi oleh penderita dalam perilaku fisik memanfaatkan waktu luang (Leisure Time Physical Activity). Galea dan Bray (2006) Predicting Walking Intentions and Exercise in Individuals With Intermittent Claudication: An Application of the Theory of Planned Behavior melihat adanya hubungan positif antara antara karakteristik dengan kemampuan Berperilaku. Monica (2010) What Role Do Social Norms Play in the Context of Men s Cancer Screening Intention and Behavior? Application of an Extended Theory of Planned Behavior melihat hubungan positif antara karakteristik seperti usia terhadap kemampuan berperilaku (perceived behavior control) responden terhadap pemeriksaan penyakit kanker. Smith (2008) berjudul Can the Theory of Planned Behavior Help Explain Men s Psychological Help-Seeking? Evidence for a Mediation Effect and Clinical Implications menemukan hubungan positif antara karakteristik berupa usia, golongan etnik, ras, status perkawinan terhadap kemampuan berperilaku (perceived behavior control) responden tentang pencaharian bantu psikologi bagi laki-laki.

56 35 Merujuk pada hasil studi tersebut, maka dalam penelitian ini diduga terdapat hubungan positif antara karakteristik individu dengan kemampuan berperilaku (perveived behavior control). Hubungan Sikap dengan Niat untuk Berperilaku Sikap mengandung makna: (1) mempunyai objek tertentu (orang, perilaku, konsep, situasi, benda dan sebagainya), dan (2) mengandung penilaian (setuju-tidak setuju, suka-tidak suka). Sikap diduga memiliki hubungan positif dengan niat untuk berperilaku. Beberapa penelitian yang menjelaskan adanya hubungan positif antara sikap dengan niat untuk berperilaku seperti penelitian Orbell and Hagger (2006) When No Means No : Can Reactance Augment the Theory of Planned Behavior? Merupakan studi longitudinal yang temuannya menegaskan adanya hubungan antara sikap dengan niat untuk berperilaku responden wanita dalam melakukan kunjungan menjalani pengobatan penyakit kanker rahim. Eng dan Ginis (2007) The Theory of Planned Behavior in Prediction of Leisure Time Physical Activity Among Individuals With Spinal Cord Injury. Latimer dan. Ginis (2005) juga menegaskan adanya hubungan antara sikap dengan niat untuk berperilaku responden dalam memanfaatan waktu luang guna pengobatan penyakit spinal cord injury, Martin et al (2010) Using the Theory of Planned Behavior to Predict Gambling Behavior yang menggambarkan perilaku berjudi sebagai persoalan publik, Martin dan kawan-kawan menemukan bahwa norma dalam lingkungan kehidupan pertetanggaan, sikap dan kemampuan berperilaku (perceived behavior control) berhubungan positif dengan niat pada responden untuk berperilaku berjudi. Merujuk pada hasil studi tersebut, maka dalam penelitian ini diduga terdapat hubungan positif antara sikap dengan niat untuk berperilaku. Hubungan Kepatuhan kepada Patron dengan Niat untuk Berperilaku Secara sederhana norma diartikan sebagai as common guidelines for social action (Abrecombie et al, 1984). Dalam ilmu perilaku dikenal tingkat kepatuhan (subjective norm). Norma menilai apa yang diyakini oleh seseorang tentang apa yang dipikirkan atau diharapkan oleh orang-orang dekatnya bahwa dia harus lakukan. Norma subjektif

57 36 ditentukan oleh dua hal, yaitu (1) pendapat tokoh atau orang lain yang penting yang berpengaruh atau tokoh panutan (significan other) tentang apakah subjek perlu, harus atau dilarang melakukan perilaku yang sedang diteliti, dan (2) seberapa jauh subjek akan mengikuti pendapat orang lain tersebut (motivation to comply). Kepatuhan terhadap patron diduga memiliki hubungan positif dengan niat untuk berperilaku. Beberapa hasil penelitian menguatkan argumen tersebut, Martin et al (2010) tentang Using the Theory of Planned Behavior to Predict Gambling Behavior yang menggambarkan perilaku berjudi sebagai persoalan public, Martin dan kawan-kawan menemukan bahwa norma dalam lingkungan kehidupan pertetanggaan, sikap dan kepatuhan terhadap patron berhubungan secara langsung dengan niat pada responden untuk berperilaku berjudi. Temuan penelitian ini juga sejalan dengan Susan et al (2007) berjudul The Theory of Planned Behavior as a Model of Heavy Episodic Drinking Among College Students dan penelitian Mark et al (2008) berjudul Drivers Compliance With Speed Limits: An Application of the Theory of Planned Behavior dan Corner et al (2002) berjudul The Theory of Planned Behavior and Healthy Eating. Merujuk pada hasil studi tersebut, maka dalam penelitian ini diduga terdapat hubungan positif antara kepatuhan kepada patron dengan niat untuk berperilaku. Hubungan Kemampuan Berperilaku dengan Niat untuk Berperilaku Tingkat kemampuan berperilaku nelayan dalam proses kegiatan perikanan tangkap ialah persepsi tentang keyakinan nelayan akan kemampuannya melakukan perilaku tertentu, apakah merupakan sesuatu yang mudah dilakukan atau sebaliknya. kemampuan berperilaku diduga memiliki hubungan positif dengan niat untuk berperilaku. Beberapa hasil penelitian menguatkan argumen tersebut seperti Jones, Courneya, Fairey, dan Mackey (2005) Does the Theory of Planned Behavior Mediate the Effects of an Oncologist s Recommendation to Exercise in Newly Diagnosed Breast Cancer Survivors? Results From a Randomized Controlled Trial yang menegaskan adanya hubungan positif antara kemampuan berperilaku dengan niat untuk berperilaku. Susan et al (2007) berjudul The Theory of Planned Behavior as a Model of Heavy Episodic Drinking Among College Students dan penelitian Mark et al (2008) berjudul Drivers

58 37 Compliance With Speed Limits: An Application of the Theory of Planned Behavior dan penelitian Corner et al (2002) berjudul The Theory of Planned Behavior and Healthy Eating. Merujuk pada hasil studi tersebut, maka dalam penelitian ini diduga terdapat hubungan positif kemampuan berperilaku dengan niat untuk berperilaku. Hubungan Niat untuk Berperilaku dengan Perilaku Berangkat dari kritik terhadap teori dan pengukuran sikap yang seringkali tidak tepat, yakni tidak dapat memperkirakan perilaku yang timbul, maka ditentukanlah attitude, subjective norm dan perceived behavior control yang selanjutnya akan menentukan perilaku. Sebelum sampai pada perilaku, Fisbein dan Ajzen (1975) menetapkan adanya niat untuk berperilaku. Mengukur sikap, sama dengan mengukur niat itu sendiri, karena setiap perilaku yang bebas, yang ditentukan oleh kemauan sendiri selalu didahului oleh niat untuk berperilaku. Dengan demikian semakin kuat niat seseorang akan mencerminkan hubungan yang kuat pula dengan perilakunya. Penelitian berikut menegaskan hubungan positif anatara niat untuk berperilaku dengan perilaku individu. Lowe, Bennett, Walker dan Milne (2003) A Connectionist Implementation of the Theory of Planned Behavior: Association of Beliefs With Exercise Intention. Senn dan Ledgerwood (2001) Predictors of Intention to Use Condoms Among University Women: An Application and Extension of the Theory of Planned Behaviour, menegaskan adanya hubungan positif anatara niat responden pelajar wanita untuk menggunakan kondom dengan perilaku seksualnya. Courneya (1995) Understanding Readiness for Regular Physical Activity in Older Individuals: An Application of the Theory of Planned Behavior. Al-Majali dan Nik Mat (2010) Application of Decomposed Theory of Planned Behavior on Internet Banking Adoption in Jordan. Monica et al (2010) What Role Do Social Norms Play in the Context of Men s Cancer Screening Intention and Behavior? Application of an Extended Theory of Planned Behavior temuannya bahwa ada hubungan positif antara behavior intention terhadap behavior responden terhadap pemeriksaan penyakit kanker, Smith et al (2008) berjudul Can the Theory of Planned Behavior Help Explain Men s Psychological Help-Seeking? Evidence for a Mediation Effect and Clinical Implications tentang adanya hubungan positif antara

59 38 behavior intention terhadap behavior tentang pencaharian bantu psikologi bagi laki-laki, Collin et al (2007) berjudul The Theory of Planned Behavior as a Model of Heavy Episodic Drinking Among College Students menemukan adanya hubungan positif antara behavior intention terhadap behavior responden tentang kegiatan heavy episodic drinking (HED) dan Baughan (2003) berjudul Drivers Compliance With Speed Limits: An Application of the Theory of Planned Behavior menemukan adanya hubungan positif antara behavior intention dengan behavior tentang aturan batas kecepatan mengendarai kendaraan. Merujuk pada hasil studi tersebut, maka dalam penelitian ini diduga terdapat hubungan positif antara niat untuk berperilaku dengan perilaku individu yang bersangkutan. Nelayan Artisanal Untuk memahami perilaku nelayan artisanal hal penting yang harus dipahami adalah keragaman dan jenis skala usaha nelayan. Apakah nelayan itu? Beragam kategori dan deskripsi yang dibuat untuk beragam tujuan. Berkes et al (2001) mencatat pada awalnya pengertian nelayan hanya berkaitan dengan sumberdaya perikanan dan tipe-tipe alat tangkapnya. Suatu gambaran yang sangat sederhana. Deskripsi yang lebih mendalam mencakup beberapa kategori dari kegiatan perikanan tangkap, seperti jenis alat tangkap yang digunakan, eksploitasi jenis-jenis tangkapan tertentu yang selanjutnya berkait dengan keberadaan kegiatan penangkapan yang membutuhkan penilaian dan pengelolaan sebagai proses, jaringan pasar dan sistem pemerintahan. Hal ini berarti kegiatan nelayan memiliki cakupan bidang biologi, teknologi, ekonomi, sosial, budaya dan dimensi politik. Sejalan dengan Berkes, Johnson (2005) menyatakan bahwa pengertian small scale dan artisanal fisheries dalam beberapa dekade ini telah digunakan oleh para ahli politik perikanan, administrator, ahli hukum, ahli biologi, ahli ekonomi, ahli sosiologi, insinyur, nelayan, NGO, media massa dengan berbagai sudut pandang dalam ruang lingkup konteks nasional yang berbeda. Merujuk pada hal tersebut, maka FAO berupaya mengkombinasikan perbedaan karakteristik pengertian tersebut dengan menyatakan bahwa traditional fisheries involving fishing houdehold (as opposed to commercial

60 39 companies), using relatively small amount of capital and energy, relatively vessels (if any), making short fishing trips close to shore, mainly for local consumption. In practice, definition varies between contries, e.g. from gleaning or a one-man canoe in poor developing countries to more than 20-m, trawlers, seiners, or long-liners in developed ones. Artisanal fisheries can be subsistence or commercial fisheries, providing for local consumption or export. They are sometimes refered to as smal-scale fisheries. Dalam pengertian tersebut berarti perikanan tradisional termasuk yang dilaksanakan oleh rumah tangga yang berbeda dengan perikanan yang dilaksanakan dalam skala komersial; menggunakan modal, energi mesin yang relatif kecil (jika ada), lama melaut yang singkat, tidak jauh dari pantai, untuk tujuan konsumsi lokal. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001) nelayan didefinisikan sebagai orang yang mata pencaharian utamanya adalah menangkap ikan di laut. Undang-undang Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan, nelayan dimaknai sebagai perorangan warga negara Indonesia atau korporasi yang mata pencahariannya atau kegiatan usahanya melakukan kegiatan penangkapan ikan. Ditjen Perikanan Tangkap (2000) mendifinisikan nelayan sebagai orang yang secara aktif melakukan pekerjaan dalam operasi penangkapan ikan/binatang air lainnya/tanaman air. Adapun orang yang hanya melakukan pekerjaan seperti membuat jaring atau mengangkut alat-alat perlengkapan ke dalam perahu tidak dikategorikan sebagai nelayan. Sementara itu ahli mesin dan juru masak yang bekerja di atas kapal penangkap disebut sebagai nelayan meskipun mereka tidak secara langsung melakukan penangkapan ikan. Dari kapasitas teknologi (alat tangkap, armada), orientasi pasar dan karakteristik hubungan produksi, Arif Satria (2002) menggolongkan nelayan terdiri dari (1) peasant fisher atau nelayan tradisional yang biasanya lebih berorientasi pada pemenuhan kebutuhan sendiri (subsisten), (2) post peasant fisher, (3) commercial fisher yaitu nelayan yang telah berorientasi pada peningkatan keuntungan, dan (4) industrial fisher.peasant fisher atau nelayan tradisional yang biasanya lebih berorientasi pada pemenuhan kebutuhan sendiri (subsisten). Sebutan ini muncul karena alokasi hasil tangkapan yang dijual lebih banyak untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari (khususnya pangan) dan bukan diinvestasikan kembali untuk pengembangan skala usaha. Umumnya mereka masih menggunakan alat tangkap tradisional dayung atau sampan tidak bermotor dan

61 40 masih melibatkan anggota keluarga sebagai tenaga kerja utama. Post peasant fisher, dicirikan dengan berkembangnya motorisasi perikanan dibidang teknologi penangkapan ikan yang lebih maju seperti motor tempel atau kapal motor. Penguasaan perahu motor itu semakin membuka peluang bagi nelayan untuk menangkap ikan di wilayah perairan yang lebih jauh dan memperoleh surplus dari hasil tangkapan karena mempunyai daya tangkap lebih besar. Pada jenis ini nelayan sudah mulai berorientasi pasar. Sementara itu tenaga kerja atau ABK-nya sudah mulai meluas dan tidak bergantung pada anggota keluarga saja. Commercial fisher, dicirikan dengan skala usaha yang sudah lebih besar yang dicirikan dengan banyaknya jumlah tenaga kerja dengan status yang berbeda dari buruh hingga manajer. Teknologi yang digunakan pun lebih modern dan membutuhkan keahlian tersendiri dalam pengoperasian kapal maupun alat tangkapnya, contohnya nelayan purse seine di Pekalongan Jawa Tengah. Industrial fisher dicirikan dengan a) diorganisasi dengan cara mirip dengan perusahaan-perusahaan agroindustri di negara maju, (b) secara detail lebih padat modal. (c) memberikan pendapatan yang lebih tinggi daripada perikanan sederhana, baik untuk pemilik maupun awak perahu, dan (d) menghasilkan untuk ikan kaleng dan ikan beku yang berorientasi ekspor. Nelayan skala besar ini dicirikan dengan majunya kapasitas teknologi penangkapan maupun jumlah armadanya. Mereka lebih berorientasi ada keuntungan dan melibatkan buruh nelayan sebagai anak buah kapal (ABK) dengan organisasi kerja yang kompleks. Charles (2001) membagi kegiatan perikanan tangkap (harvest fisheries) ke dalam 4 bagian, yaitu (a) subsistence fisheries, sebagai kegiatan penangkapan ikan untuk memenuhi kebutuhan pangan mereka sendiri, (b) native/indigenous/aboriginal fishers, sebagai kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan oleh kelompok-kelompok kecil manusia secara tradisional. Terkadang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan sendiri, (c) recreational fishers, sebagai kegiatan penangkapan ikan yang bertujuan sebagai kegiatan rekreasi (hiburan), (d) commercial fishers, sebagai kegiatan penangkapan ikan yang bertujuan untuk dijual guna memenuhi kebutuhan domestik maupun industri. Secara lebih rinci, Charles (2001) membagi commercial fisheries dalam dua kelompok yakni small scale fisheries (artisanal) dan large-scale fisheries (industrial) seperti dapat dilihat pada Tabel 1 berikut:

62 41 Tabel 1 Dikotomi antara Artisanal Fisheries dan Industrial Fisheries Terminologi Lokasi penangkapan Tujuan Domain Small scale fisheries (artisanal) Large scale fisheries (industrial). Artisanal (developing areas; inshore/small - boat develop areas); Tujuan khusus bagi pengembangan wilayah Tujuan yang berkait dengan pemanfaatan tenaga kerja Jenis produksi Kepemilikan Perubahan input Hubungan desa - kota Hubungan komunitas Persepsi yang dimiliki bersama Coastal, termasuk wilayah pasang surut, dan tidak jauh dari pantai; Tujuan bersifat multiple (seperti untuk tujuan sosial, kultural, ekonomi dan lain-lain); Keamanan produksi pangan dan kehidupan di tingkat lokal; Fokus pada memaksimalkan kesempatan kerja; Perikanan subsisten, sebagaimana pula perikanan komersial namun untuk pasar domestik yang terbatas; Secara khusus individual/keluarga; terkadang kelompok usaha kecil Berbasis pada jumlah tenaga kerja, dengan tingkat teknologi yang sederhana Umum pada masyarakat pedesaan; berlokasi di luar pusat kegiatan sosial dan ekonomi Merupakan komunitas tertutup pada tempat para nelayan tersebut tinggal, sebagai bagian dari komunitas yang lebih luas dalam wilayah pesisir tradisional, romantis. teknologi sederhana Industrial (developing areas; corporate ; developed areas); Offshore, beroperasi relatif jauh dari pantai; Fokus ke arah satu tujuan yaitu keuntungan ekonomi; Produksi untuk ekspor dan pertukaran luar negeri; Fokus pada minimasi biaya tenaga kerja; Perikanan yang mengarah kepada pasar komersial, terkadang fokus pada pemenuhan kebutuhan; ekspor Secara khsusus dalam bentuk perusahaan terkadang berdasarkan peralatan yang berasal dari luar negeri Berbasis pada modal yang menerapkan teknologi baru Umumnya pada masyarakat perkotaan; berlokasi pada pusat kegiatan sosial dan ekonomi Relatif terpisah dan merupakan komunitas yang bebas sebagai komunitas pesisir Moderen, multinasional, Sumber: Charles (2001) dalam Sustainable Fishery System. London: Blackwell Science. Sejalan dengan Charles, Berkes (2001) juga membedakan kriteria nelayan dalam tiga golongan yaitu large scale fisheries, small scale fisheries dan subsistence scale fisheries. Secara lebih rinci perbedaan dari kategori tersebut dijabarkan pada Tabel 2 sebagai berikut:

63 42 Tabel 2 Kategori Nelayan Large-Scale, Small Scale dan Subsisten Karakteristik Unit penangkapan Kepemilikan Komitmen waktu Kapal/perahu Tipe peralatan Kecanggihan alat tangkap Permodalan Perlengkapan (per unit penangkapan) Kelebihan hasil tangkapan Proses hasil penangkapan Tingkat penghasilan operator Integrasi pada ekonomi Ketenagakerjaan Perluasan pasar Kapasitas manajemen dari otoritas nelayan Large-Scale (Industrial) Tetap, dgn pembagian kerja dan prospek karir Konsentrasi pada beberapa pemilik kadangkala pemilik tidak ikut mengoperasikan Kadangkala waktu penuh Digerakan oleh peralatan yang kompleks Mesin dibuat dan dirakit oleh pihak lain Elektronik, otomatis Besar, proporsi yang lebih besar bukan berasal dari operator Kategori Small Scale (Artisanal) Tetap, skala kecil, spesialisasi dalam pembagian kerja Kadangkala dioperasikan oleh pemilik atau operator senior atau bersamasama, atau sesama pemilik Kadangkala penuh waktu atau paruh waktu Kecil. Motor di perahu atau diluar perahu (kecil) Sebagian atau seluruhnya dirakit sendiri Digerakan mesin dan manual Medium ke kecil; dimodali oleh operator Subsisten (Artisanal) Dioperasikan sendiri, atau kerabat atau kelompok dalam komuniti Dioperasikan oleh pemilik Pada umumnya paruh waktu; Tidak ada mesin atau ada tapi kecil; Buatan tangan sendiri, dirakit oleh penggunanya Utamanya tanpa mesin Kecil; oleh operator Besar Medium ke kecil; Medium ke kecil; Dijual ke pasar yang terorganisir Umumnya untuk makanan ikan dan konsumsi bukan langsung untuk manusia Terkadang tinggi Formal; sangat terintegrasi Full time atau tergantung musim Produksi ditemukan di pasar dunia Beragam ilmu pengetahuan dan pengelola Dijual ke pemasaran lokal yang terorganisir; konsumsi oleh operator Sebagian dikeringkan, diasap, diasinkan; umumnya untuk konsumsi manusia Medium ke rendah sekali Terintegrasi sebagian Kadangkala beragam pekerjaan Nasional dan lokal Minimal dengan sedikit ilmuwan dan pengelola Secara primer dikonsumsi oleh operator, kerabatnya; pertukaran secara barter Keseluruhan dikonsumsi untuk manusia Minimal Informal dan tidak terintegrasi Beragam pekerjaan Lokal dan tingkat distrik Tidak dikelola secara ilmu pengetahuan kecuali oleh sumberdaya si pengguna

64 43 Tabel 2 (lanjutan) Unit manajemen Pengumpulan data perikanan Memiliki satu atau banyak unit Tidak sulit Kadangkala banyak dengan unit-unit yang kecil Sulit tergantung pada nelayan Unit-unit yang sangat kecil Kadangkala tidak ada data; Sumber: Berkes et al (2001) Managing Small-scale Fisheries: Alternative Directions and Methods. Otawa: International Development Research Center Dilihat dari wilayah tangkapnya (fishing ground), terdapat perbedaan antara larga scale fisheries dan small scale fisheris. Berkes (2001) menjabarkan larga scale fisheries dicirikan dengan (a) umumnya terdapat di wilayah perkotaan yang berkembang, (b) terdiri dari 1 atau 10 kapal besar, (c) 1000 metrik ton kemampuan menangkap ikan, (d) stok ikan yang besar, (e) manajemen unit dan (f) memiliki manajemen perencanaan perikanan. Sementara itu small scale fisheries dicirikan dengan (a) berasal dari banyak desa-desa komunitas nelayan, (b) 7 hingga 100 perahu berukuran kecil, (c) 1000 metrik ton kemampuan menangkap ikan, (d) stok ikan yang kecil, banyak unit manajemen dengan (e) banyak manajemen perencanaan perikanan. Sistem Kegiatan Perikanan Tangkap Nelayan Artisanal Sistem perikanan tangkap (fishery system) merupakan sistem yang amat kompleks yang tidak hanya melibatkan aspek sosial ekonomi manusia, namun juga melibatkan aspek kompleks dari biologi dan masing-masing komponen tersebut saling berkaitan (Walters, 1980 dalam Charles, 2001). Sependapat dengan Walters (1980), Charles menyampaikan tesis tentang sistem perikanan tangkap (fisheries system) yang mengaitkan lingkungan bio-fisik dan lingkungan sosio-ekonomik dalam penjelasan dinamika sistem tersebut. Menurut Charles, fisheries system terdiri dari serangkaian komponen lingkungan bio-fisik, lingkungan sosio-ekonomik yang saling berkait dalam kegiatan perikanan tangkap seperti digambarkan dalam Gambar 3 fishery system berikut:

65 44 Biophysical Environment Sosio-econ Environment Ecosystem Household and Community Fish Fleet Fisher Population Dynamics Capital Dynamics Labour Dynamics Harvest Post Harvest Market Market Conditions Benefits - Social - Cultural - Economic - Biodiversity Gambar 3 Kaitan Aspek Bio-fisik dan Sosio ekonomi dalam Sistem Perikanan Tangkap Sumber: Charles (2001). Sustainable Fishery System. London: Blackwell Science Gambar 3 di atas menjelaskan terdapat tiga aspek yang saling berkait dalam penangkapan ikan, yaitu dinamika populasi ikan, dinamika modal berupa perangkat alat tangkap ikan dan dinamika tenaga kerja yaitu nelayan. Proses yang harus dilalui setelah kegiatan penangkapan ikan adalah pasca penangkapan, sebelum masuk pada tahap pemasaran yang dipangaruhi oleh kondisi pasar (market conditions). Pada bagian akhir dari sistem perikanan secara ideal adalah keuntungan yang diharapkan dapat diperoleh oleh berbagai pihak dalam bentuk keuntungan sosial, kultural, ekonomi dan keragaman hayati (biodiversity).

66 45 Perikanan Tangkap Nelayan Artisanal di Indonesia Mengacu pada Gambar 3 di atas, penelitian ini membatas ruang lingkup studi pada Sosio-Economic Environment yaitu aspek perilaku nelayan artisanal dalam sistem kegiatan perikanan tangkap. Dilihat dari ruang lingkup proses kegiatan perikanan tangkap di pantai Utara Jawa Timur, Kusnadi (2001) mengidentifikasi ada 5 (lima) aspek kegiatan ketika menelaah tahapan dalam produksi penangkapan hingga distribusi pendapatan nelayan perikanan tangkap. Kelima aspek tersebut yaitu: (a) teknologi penangkapan, (b) operasi penangkapan, (c) modal dan tenaga kerja, (d) pemasaran dan (e) bagi hasil. Bila aspek yang dikemukakan oleh Kusnadi ini dipadukan dengan sistem perikanan yang dikemukakan oleh Charles (2001) dan perilaku nelayan dalam kegiatan pemanfaatan sumberdaya perikanan, maka ruang lingkup kegiatan perikanan tangkap nelayan artisanal yang dibahas dalam studi ini tidak terlepas dari 4 (empat) bidang kegiatan, yaitu: a. kegiatan dalan bidang penggunaan teknologi alat tangkap dan alat bantu tangkap berkait dengan capital dynamics yaitu armada, alat tangkap (fleet) dan alat bantu tangkap yang mendorong hasil tangkapan maksimal dengan dampak se-minimal mungkin terhadap lingkungan fisik. b. kegiatan dalam bidang kegiatan persiapan dan operasi penangkapan yang berisi tentang kemampuan nelayan menentukan waktu musim ikan, lokasi penangkapan ikan, ukuran dan jenis ikan yang boleh ditangkap serta kondisi cuaca yang memungkinkan untuk melaut. c. kegiatan dalam bidang pengerahan tenaga kerja dan modal yang berisi tentang kemampuan nelayan untuk mengoptimalkan tenaga kerja dan modal yang ada dalam mengoperasikan perahu beserta alat tangkap. d. kegiatan dalam bidang menjaga mutu hasil tangkapan dan pemasaran ikan berkait dengan kemampuan nelayan mengupayakan mutu ikan yang baik tetap terjaga untuk mencapai harga jual ikan yang setinggi-tingginya.

67 46 Teknologi Perikanan Tangkap Teknologi perikanan tangkap tidak terlepas dari keberadaan armada penangkapan. Armada penangkapan terdiri dari beberapa unit penangkapan ikan yang terdiri dari kapal, alat tangkap dan nelayan. Kapal adalah suatu bentuk konstruksi yang dapat terapung (floating) di air dan mempunyai sifat muat berupa penumpang atau barang yang sifat geraknya dapat menggunakan dayung, angin dan mesin, seperti: (1) Penggerak dayung Kapal yang digerakkan oleh tenaga manusia dengan dayung (oar) di samping kiri/kanan lambung (hull) kapal. (2) Penggerak angin Kapal yang konstruksinya menggunakan tiang-tiang layar dan beberapa macam layar (sail) untuk memanfaatkan tenaga hembusan angin pada layar kapal tersebut. (3) Tenaga mesin Kapal yang mempunyai ruang mesin di dalam lambung kapal dimana mesin tersebut mampu menggerakan baling-baling (propeler) kapal sebagai sarana dorong/gerak kapal. Perahu atau kapal yang digunakan untuk mengangkut nelayan, alat penangkap ikan dan hasil penangkapan dalam rangka penangkapan dengan bagan, sero, kelong dan lain-lain termasuk perahu atau kapal perangkap (Ditjen Perikanan Tangkap, 2002). Kapal-kapal yang dipakai dalam kegiatan sumberdaya hayati perikanan, dikenal dengan nama kapal ikan, mempunyai peranan yang sangat penting dalam tujuan pemanfaatan potensi sumberdaya perikanan tersebut serta jenis dan bentuk yang berbeda sesuai dengan tujuan usaha, keadaan perairan, fishing ground dan lain-lain sebagainya. Di Indonesia perahu atau kapal penangkap menurut Direktorat Perikanan Tangkap (2002) secara umum diklasifikasikan sebagai berikut: (1) perahu tidak bermotor a. jukung b. perahu papan i. kecil (perahu yang terbesar panjangnya kurang dari 7 Meter)

68 47 ii. sedang (perahu yang terbesar panjangnya 7 sampai 10 Meter) iii. besar (perahu yang terbesar panjangnya 10 Meter atau lebih) (2) perahu motor tempel (3) kapal motor c. kurang dari 5 GT d GT e GT f GT g GT h GT i. 200 GT ke atas Menurut Direktorat Perikanan Tangkap (2002), secara umum di Indonesia standar alat penangkap perikanan laut diklasifikasikan sebagai berikut: (1) pukat udang (shrim net) (2) pukat kantong (seine net) a. payang (termasuk lempara) b. dogol c. pukat pantai (3) pukat cincin (purse seine) (4) jaring insang (gilnet) (5) jaring angkat (lift net) (6) pancing (hook and lines) (7) perangkap (traps) (8) alat pengumpul kerang dan rumput (shell fish and seawees colection) (9) moro ami (10) alat tangkap lainnya Penelitian Kusnadi (2000) membahas tentang teknologi penangkapan ikan yang dilakukan nelayan khususnya di wilayah Jawa Timur, mengenai konstruksi badan perahu dan bentuk lunasnya yang sebagian besar menggunakan model pakisan. Model perahu

69 48 lainnya seperti jo-ijo, jokis (campuran model jo-ijo dan pakisan) dan pancingan. Diantara jenis-jenis perahu yang ada, sampan pancingan merupakan perahu model khusus yang badannya harus dibentuk utuh (kayu tidak bersambungan), tanpa lunas dan lengghi (rusuk perahu yang terletak di bagian bawah badan perahu). Karena itu sampan pancingan dibuat dari kayu bulat yang berdiameter sekitar 1 Meter. Pada umumnya sampan pancingan dibuat dari kayu sengon, sukun atau jumalem. Selain sampan pancingan, bahan baku pembuatan jenis-jenis perahu lainnya adalah kayu jati, nyamplong, kesambi dan mangir yang berbentuk sirap. Sirap kayu jati dimanfaatkan untuk badan kayu bagian atas. Rusuk kayu terbuat dari kayu nyamplong karena kualitas kayunya sangat baik. Badan kayu bagian bawah dibuat dari sirap kayu kesambi atau kayu mengir. Kedua jenis perahu ini diletakkan di bagian tengah hingga bawah badan perahu karena kayunya sangat keras dan tidak mudah rusak atau pecah jika terkena batu karang atau benda-benda keras lainnya di bawah laut. Kekuatan kayu akan terus terjamin karena terus menerus terkena air. Jika kayu-kayu tersebut diletakkan pada bagian tengah hingga atas badan kayu, yang silih berganti terkena air laut dan panas matahari, justru akan mudah lapuk. Kayu jati merupakan satu-satunya jenis kayu yang tanah air dan panas matahari sehingga diletakkan pada bagian tengah hingga atas badan perahu. Proses pembuatan perahu secara umum juga disertai dengan upacara ritual. Menurut Kusnadi (2000) rangkaian upacara pembuatan perahu tradisional di Sulawesi, Madura dan Bali dimaksudkan agar perahu memiliki spirit hidup dan kekuatan magis sehingga terhindar dari segala bahaya ketika sedang melaut. Operasi Penangkapan Ikan Dalam melakukan operasi penangkapan ikan, nelayan mengidentifikasi daerahdaerah penangkapan ikan (fishing ground) dengan nama-nama tertentu. Daerah-daerah penangkapan ikan itu dianalogikan oleh nelayan dengan nama-nama semacam desa-desa ikan (Kusnadi, 2000) Penentu batas-batas antar desa-desa ikan yang satu dengan yang lainnya berdasarkan tanda-tanda bintang di langit (ketika malam hari) dan posisi gununggunung yang ada di daratan (ketika siang hari). Dengan nama-nama desa ikan tersebut lebih mudah bagi nelayan dalam menemukan wilayah penangkapan (fishing ground). Informasi tentang lokasi desa-desa ikan (fishing ground) oleh nelayan belum

70 49 menjamin keberadaan ikan di daerah tersebut karena masih dibutuhkan pengetahuan tentang musim ikan dan mobilitas ikan yang cukup tinggi bergerak ke berbagai tempat. Kusnadi (2000) mengidentifikasi keberadaan ikan di perairan pantai Utara Jawa Timur. Musim kemarau, berlangsung pada bulan Mei Oktober, sedangkan musim hujan berlangsung pada November April. Musim ikan berlangsung pada musim hujan yang secara efektif hanya selama tiga bulan, yakni Januari, Februari dan Maret. Pada bulanbulan tersebut, temperatur panas air laut rendah dan nelayan melaksanakan operasi penangkapan secara efektif. Tanda-tanda akan datangnya musim ikan adalah jika sudah mulai turun hujan sekitar satu minggu berturut-turut. Pada saat musim kemarau ketika temperatur panas air laut cukup tinggi, ikan sulit diperoleh. Apabila perairan wilayah tangkap nelayan sedang tidak musim ikan, nelayan akan melakukan andun (migrasi musiman) ke berbagai daerah yang sekiranya dapat memberikan penghasilan mereka. Setiap jenis perahu memiliki jadwal operasi dan cara penangkapan yang berbedabeda. Di wilayah pantai Utara Jawa Timur, jadwal keberangkatan kerja perahu jenis sleret ditentukan oleh rotasi bulan. Setiap satu bulan kerja terbagi dalam masa tera an dan petengan. Masa teraa an adalah masa terang bulan, sedangkan masa petengan adalah masa gelap bulan. Pada masa tera an nelayan libur bekerja karena ikan sangat sulit dicari. Ikan-ikan turun ke dasar laut untuk menghindari sinar terang bulan. Masa ini dimanfaatkan oleh nelayan untuk memperbaiki atau menambal bagian-bagian perahu yanhg rusak dan berlubang. Setelah libur tera an nelayan mulai melaut lagi yang merupakan awal masa petengan. Masa melaut petengan dibagi lagi menjadi masa sorean, maleman dan semaleman yang ditetapkan berdasarkan saat terbitnya bulan. Pelepasan jaring payang dilakukan setelah sampai pada suatu lokasi penangkapan yang diperkirakan menyimpan potensi ikan. Tanda-tanda di suatu tempat memiliki potensi ikan diketahui berdasarkan pengalaman melaut pada malam sebelumnya, informasi dari nelayan-nelayan lainnya, adanya onjhem (rumpon ikan) atau jika saat melaut dari kejauhan melihat timbulnya cahaya terang berwarna kebiru-biruan di permukaan air laut.

71 50 Pengerahan Modal dan Tenaga Kerja Menurut Kusnadi (2000) kegiatan perikanan sangat padat modal. Modal yang besar itu diutamakan untuk membeli sarana produksi seperti perahu, jaring dan mesin. Sumber-sumber permodalan bagi nelayan adalah tabungan dan harta benda pribadi, pinjaman dari kerabat atau tetangga dan pengamba. Masalah penyediaan fasilitas modal sering menjadi kendala bagi para nelayan untuk menjaga konsistensi atau kelangsungan usaha pekerjaan yang dilakukannya. Kesulitan untuk memenuhi kebutuhan modal lebih dirasakan oleh nelayan-nelayan kecil yang karena berbagai keterbatasannya tidak memiliki akses kepada sumber-sumber modal yang tersedia. Kebutuhan biaya dapat kelompokkan menjadi tiga, yaitu kebutuhan harian, bulanan dan tahunan. Besar kecilnya biaya tergantung pada jenis perahu dan tingkat kerusakan peralatan tangkap. Termasuk kebutuhan harian antara lain pembelian minyak solar untuk bahan bakar mesin atau minyak tanah untuk bahan bakar lampu, suku cadang lampu strongking (kaca lampu, kaca, spuyer), serta senar dan mata pancing. Adapun yang termasuk kebutuhan bulanan antara lain penyediaan biaya untuk mengatasi kerusakan mesin perahu dan biaya pembelian nilon untuk menambal perahu yang rusak. Kerusakan mesin tidak mesti terjadi satu bulan sekali, kadang-kadang tiga atau enam bulan sekali. Apabila ada kerusakan mesin yang memperbaiki adalah montir setempat. Montir tersebut diberi upah dengan uang yang berasal dari imbalan dari setiap perahu. Kebutuhan tahunan adalah penyediaan biaya yang diperlukan untuk memperbaiki kerusakan perahu dan jaring secara total. Pemasaran Hasil Penangkapan Ikan Cara manusia mendapatkan produk yang diinginkan melalu;: membuat sendiri, pemaksaan, mengemis, dan pertukaran. Pertukaran adalah tindakan untuk memperolah produk yang dikehendaki dari seseorang dengan menawarkan sesuatu yang lain sebagai balasannya. Pertukaran adalah konsep yang mendasari pemasaran, Dua pihak dikatakan terlibat dalam pemasaran jika mereka bernegosiasi dan bergerak ke arah suatu kesepakatan. Jika kesepakatan tercapai dikatakan suatu transaksi terjadi. Transaksi adalah unit dasar dari pertukaran. Transaksi merupakan perdagangan nilai-nilai di antara dua pihak. Contoh transaksi adalah transaksi komersial, transaksi pekerjaan, transaksi untuk kepentingan umum, transaksi keagamaan dan amal.

72 51 Beberapa jenis transaksi pemasaran ikan yang dikenal (Taswa Sukmadinata, 1995) terdiri dari: a. Transaksi dalam pemasaran ikan dengan cara lelang Tujuan pokok dari pelelangan ikan adalah diperolehnya tingkat harga yang wajar dan pembayaran secara tunai. Para pelaku dalam tatanan kelembagaan dengan sistem lelang ini adalah: nelayan-nelayan sebagai penjual ikan, para bakul sebagai pembeli serta KUD Mina sebagai penyelenggara pelelangan ikan. Aktivitas ekonomi dari para pelaku dalam pelelangan di atas terpisah satu sama lain. Ikan-ikan hasil tangkapan nelayan didaratkan di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) dimana dalam periode pasar hari itu jumlahnya tertentu, artinya penawaran adalah tetap. Biasanya ikan-ikan yang ditawarkan pada suatu lelang harus dijual seluruhnya karena penawaran tetap maka harga hanya berfungsi untuk mengalokasi ikan yang tersedia diantara para peserta lelang. Meskipun harga pasar dapat berubah sebagai suatu isyarat bagi produsen dimasa yang akan datang, namun harga tidak dapat melaksanakan fungsi tersebut dalam periode berjalan, karena ikan yang didaratkan di TPI pada periode berjalan adalah tetap. Perbedaan yang kecilpun pada jumlah yang ditawarkan dapat menyebabkan perbedaan besar pada harga akhir yang disepakati bersama. Kondisi lain yang dapat menentukan pembentukan harga ikan di TPI adalah: (a) ketidaksempurnaan arus informasi sebagai dasar terjadinya pasar yang efisien tidak dapat terpenuhi. Penguasaan informasi yang tidak sama (asymetris) menyebabkan proses penetapan harga tidak berjalan seimbang, dalam hal ini pembeli umumnya mempunyai lebih banyak informasi daripada nelayan. (b) struktur pasar oligopsonistik Struktur pasar demikian akan menyebabkan pembeli menentukan harga beli yang serendah-rendahnya tanpa memperdulikan kondisi nelayan sebagai penjual. Kondisi tersebut di atas dapat memperlemah posisi tawar menawar dari nelayan. Selanjutnya keadaan dapat menyebabkan berfluktuasi harga ikan pada tingkat harga yang rendah, artinya kalau jumlah ikan yang didaratkan berubah, harga ikan akan jatuh; sedangkan kalau ikan yang didaratkan sedikit harga akan naik tetapi kenaikannya tidak

73 52 besar. Dengan dilaksanakannya transaksi dengan lembaga lelang, diharapkan dapat menahan turunnya harga ikan pada harga yang tidak terlalu rendah. Pelelangan dapat dilakukan dengan sistem penawaran Inggris yang menaik, sistem penawaran Belanda yang menurun dan sistem penawaran Jepang yang simultan. Keadaan harga yang berfluktuasi pada tingkat harga yang relatif rendah ini dapat menjadi penyebab rendahnya tingkat pendapatan nelayan, terutama bagi anak buah kapal (ABK) nelayan tradisional. b. Transaksi ikan dengan cara kontrak-informal Dalam transaksi jual beli ikan dengan cara kontrak informal atau cara langganan, nelayan umumnya menjual ikan hasil tangkapannya pada tengkulak atau juragan sebagai pembeli ikan langganannya. Apabila nelayan memerlukan uang, biasanya pada musim paceklik, ia pinjam dari tengkulak atau juragan langganannya. Demikian seterusnya sehingga hubungan tersebut menjadi dasar ikatan dalam usahanya, dalam arti nelayan terikat untuk menjual ikan tangkapannya pada pembeli ikan langganannya tersebut atau dengan kata lain pemasaran dilaksanakan dalam tatanan kelembagaan yang bersifat kontrak informal. Dalam transaksi jual beli ikan, biasanya pembeli lebih banyak menguasai informasi, baik mengenai biaya produksi penangkapan, maupun kekuatan permintaan dan harga ikan di pasar konsumen. Karenanya pembeli lebih banyak menentukan harga beli ikan daripada nelayan. Apabila transaksi dengan cara lelang di TPI berjalan bersamasama dengan transaksi dengan cara kontrak informal atau langganan, maka penentuan harga ikan dapat mengacu pada harga lelang di TPI. Jadi harga ikan tidak terlalu rendah, bahkan dapat lebih tinggi dari harga lelang ikan. Apabila nelayan secara langganan menjual ikannya pada pengusaha, misalnya pengolahan ikan, maka pengusaha ini merupakan pengusaha monopsoni. Dalam keadaan demikian pengusahaan monopsoni menghadapi penawaran ikan dari para nelayan yang akan dibelinya. Apabila pengusaha monopsoni tersebut bertujuan untuk memaksimumkan keuntungannya maka harga ikan sebagai faktor produksi yang dibayar oleh pengusaha monopsoni sudah lebih murah dari nilai produksi marginal yang ditimbulkan oleh pemakaian faktor produksinya.

74 53 Upaya yang dapat dilakukan untuk menaikan harga jual ikan antara lain para nelayan penjual/nelayan harus bergabung dalam satu asosiasi atau koperasi produsen/nelayan untuk meningkatkan kemampuan tawar menawar dengan pihak pembeli langganannya seperti dalam kasus bilateral monopoly. Dalam kasus ini penentuan tingkat harga dan kuantitas yang dijual belikan tidak hanya ditentukan oleh pertimbangan ekonomi, tetapi juga oleh faktor-faktor lain misalnya keahlian dan keterampilan dalam mengadakan perundingan. Hasil tangkapan ikan seharinya mungkin banyak, mungkin sedikit bahkan mungkin kosong. Jadi resiko dan ketidakpastian dalam usaha penangkapan ikan relatif besar. Keadaan ini disebabkan oleh karakteristik sumberdaya ikan yang bersifat musiman, dipengaruhi oleh keadaan fisik, kimia dan biologi perairan serta teknologi dan ketrampilan dalam operasi penangkapan. c. Transaksi pemasaran ikan dengan cara kontrak Salah satu upaya yang diharapkan dapat mengurangi resiko dan ketidakpastian usaha adalah dengan rekayasa kelembagaan transaksi pemasaran ikan dengan cara kontrak formal. Kontrak adalah suatu bentuk kelembagaan ditaraf operasional yang berfungsi untuk menata struktur hak-hak berdasarkan transaksi yang berlangsung antar kelompok atau individu. Perubahan dalam struktur hak-hak dapat mengakibatkan perubahan dalam kesempatan dari setiap individu (partisipan) dan pada akhirnya dapat merubah pula keragaan yang dicapai. Dalam kontrak pemasaran yang merupakan perjanjian tertulis dan mengikat secara hukum, terjabar struktur hak-hak yang mendefinisikan (distribusi) hak dan kewajiban. Ketentuan-ketentuan yang disepakati dalam kontrak pemasaran umumnya mengenai: spesifikasi barang, rumusan harga, cara pengiriman barang dan sanksi-sanksi apabila syarat-syarat yang ditentukan dalam kontrak tidak dipenuhi oleh para peserta kontrak yang terlibat. Hal penting dalam kontrak yang akan menentukan pendapatan para pelakunya adalah kesepakatan dalam perumusan harga produksi. Perumusan harga produk dapat dilakukan dengan berbagai macam rumusan, antara lain: harga ditentukan konstan berdasarkan hasil perundingan, misalkan: Po = ao; berdasarkan harga pasar; berdasarkan

75 54 maksimum keuntungan bersama, berdasarkan trend harga, berdasarkan rumusan costplus, sales-minus atau profit share. Apabila harga dirumuskan tetap sama berdasarkan hasil perundingan, maka pembeli akan membayar kepada penjual dengan harga yang sama dalam jangka waktu yang disepakati. Harga tidak dapat bervariasi sepanjang waktu kontrak, jadi mengurangi ketidakpastian harga jual beli produk. Dengan tatanan kelembagaan kontrak dimana rumusan penentuan harga ditetapkan sama dapat merefleksikan persaingan sempurna apabila penjual dan pembeli sama kekuatan atau sama keahliannya dalam perundingan. Kekuatan atau posisi tawar-menawar dalam perundingan ditentukan antara lain oleh informasi yang dikuasasi masing-masing peserta, dan struktur pasar dimana transaksi jual beli terjadi. Untuk mendapatkan informasi ini perlu biaya, sebagai konsekuensi dari kegiatan mengukur atau mengidentifikasi kuantitas maupun kualitas produk pada saat sekarang ataupun saat yang akan datang. Biaya informasi merupakan bagian dari biaya transaksi. Secara rinci batasan ruang lingkup studi perilaku nelayan dijabarkan dalam Gambar 4 berikut.

76 55 Biophysical Environment Benefits - Social - Cultural - Economic - Biodiversity Socio Economic Environment Common Property dan Co-Management Sumberdaya Perikanan Ruang lingkup proses kegiatan perikanan tangkap 1. penggunaan alat tangkap dan alat bantu tangkap 2. persiapan dan pelaksanaan operasi penangkapan 3. pengerahan tenaga kerja dan modal 4. menjaga mutu ikan hasil tangkapan dan memasarkan Perilaku Nelayan Sikap Nelayan dlm Proses Kegiatan Perikanan (X2) Niat untuk Berperilaku Nelayan dlm Proses Kegiatan Perikanan (Y1) Karakteristik Individu Nelayan Artisanal (X1) Kepatuhan Nelayan terhadap Patron dlm Proses Kegiatan Perikanan (X3) Perilaku Nelayan dlm Proses Kegiatan Perikanan (Y2) Kemampuan Berperilaku Nelayan dlm Proses Kegiatan Perikanan (X4) Gambar 4 Ruang Lingkup Studi Perilaku Nelayan dalam Memanfaatkan Sumberdaya Perikanan Tangkap. Diadopsi dari Charles (2001). Sustainable Fishery System. London: Blackwell Science dan Ajzen (2005). Attitudes, Personality and Behavior, New York: McGraw-Hill Education.

77 56 Gambar 4 tentang Ruang Lingkup Studi Perilaku Nelayan dalam Memanfaatkan Sumberdaya Perikanan Tangkap terlihat benefits (keuntungan) sosial, kultural, ekonomi dan keragaman hayati yang diharapkan dari nelayan dalam memanfaatkan sumberdaya perikanan tangkap. Untuk mencapai keuntungan tersebut, maka diperlukan pengelolaan sumberdaya perikanan tangkap dalam bentuk pengaturan terhadap Common Property Resourches dan Co-Management. Common Property dan Co-Management dalam Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Meskipun pengelolaan sumberdaya alam secara komunal telah berfungsi sejak ratusan tahun yang lalu dalam konteks kebudayaan dan lingkungan yang berbeda di seluruh dunia, institusi common property senantiasa mendatangkan kritik. Garret Hardin (1968) dalam tulisannya The Tragedy of the Commons mengajukan contoh hipotesa dari penurunan sumberdaya bersama padang rumput dan mengagumentasikan bahwa pemanfaatan kolektif secara tidak terkontrol menyebabkan kerusakan pada sumberdaya milik bersama tersebut. Ketidaksepakatan terhadap kesimpulan Hardin ini bermunculan dalam dua dekade terakhir. Diantaranya oleh Ostrom (1990) yang berpendapat bila privatization dan centralization justru akan menyebabkan over-explotation, manakala negara gagal mengawasi dan membatasi explotasi. Oleh sebab itu menurut Ostrom, common user may develop their own hybrid institutions that are neither private (the market) nor public (the state). Studi-studi dari seluruh dunia menghasilkan contoh bahwa pemanfaatan secara bersama yang berdasarkan perlindungan sumberdaya alam tidak selalu berakhir dengan hasil yang tragis. Konsep common property telah mengalami proses pendefinisian ulang berdasarkan temuan empirik dan diperlukan alternatif pemahaman teoritis tentang konsep common property. Perspektif teori yang muncul pada saat ini berasumsi bahwa common property tidak sebagai kelompok yang memanfaatkan sumberdaya secara bersama; namun sebagai suatu institusi dari suatu pengelolaan yang dilakukan sendiri dengan turut berpartisipasinya para pihak berkentingan sebagai anggota untuk mensiasati keterbatasan kewenanganya.

78 57 McKean (dalam Jhonson dan Kristen 2004) bahwa common property adalah as an arrangement in which a group of resource users share rights and duties toward a resource". Situasi ini merupakan suatu sistem dari shared private property dengan batasbatas yang jelas mengenai aturan hak dan pengelolaan pemanfaatan. Sistem ini sebagaimana halnya dengan regim property yang lain mengemas hak dan kewajiban dari para pihak yang memiliki kepentingan. Hak dan kewajiban diberikan dan dimiliki oleh setiap pihak berkepentingan untuk memanfaatkan dan menjaga sumberdaya secara bersama. Persoalan ekonomis sifat kepemilikan ikan laut secara bersama memunculkan berkembangknya sifat individualistik yang tinggi di kalangan para nelayan. Semua nelayan berkeinginan untuk memetik manfaat sebesar-besarnya dari sumberdaya yang ada tanpa ada seorangpun di antara mereka yang mau melakukan sesuatu untuk menjaga agar sumberdaya tersebut tetap ada pada tingkat yang menguntungkan. Bila kondisi tersebut tidak dikelola, maka konflik horizontal merupakan akibat berikutnya yang akan muncul. Merintis langkah untuk resolusi konflik dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan milik bersama, menjadi kebutuhan untuk mencegah konflik meluas. Sumardjo (2011) mengartikan resolusi konflik dengan menghentikan konflik dengan cara-cara yang analitis dan masuk ke akar permasalahan, dengan menekankan bahwa resolusi konflik adalah suatu proses (a) analisis dan penyelesaian masalah, (b) mempertimbangkan kebutuhan-kebutuhan individu dan kelompok seperti identitas dan pengakuan, serta (c) perubahan-perubahan institusi yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut. Sejalan dengan hal tersebut, Iwan Tjitradjaja (2008) mengusulkan manajemen konflik terhadap pengelolaan sumberdaya bersama dengan cara membangun dan mengembangkan mekanisme penanganan konflik dengan tujuan untuk mencegah berkembangnya konflik menjadi kekerasan dan yang secara sosial, ekonomi, dan ekologis destruktif, dan mengubahnya menjadi hubungan sosial yang konstruktif dan kooperatif. Menegaskan kembali pendapat keduanya, dalam bidang pemanfaatan sumberdaya perikanan Luky Adrianto et al (2009) menekankan perlunya ko-manajemen perikanan untuk mencegah konflik pemanfaatan dan menjaga kesinambungan sumberdaya pesisir.

79 58 Dari perspektif ko-manajemen perikanan, pengelolaan perikanan tidak dapat dilepaskan dari filosofi keterkaitan antara ekosistem, sumberdaya perikanan dan manusia yang terkait dengan pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya perikanan itu sendiri. Pengelolaan perikanan tidak akan pernah ada apabila ekosistem dan sumberdaya perikanan sebagai salah satu produk ekosistem alam (air tawar, air laut, payau dan lainlain) mengalami degradasi atau punah (Luky Adrianto et al, 2009). Dalam konteks ini interaksi yang ada dalam sistem alam (ekosistem perairan) dan sistem manusia (social agent and actor) serta prinsip-prinsip yang melatarbelakangi bagaimana kedua system ini bekerja perlu diketahui dengan baik. Dasar pemahaman inilah yang menjadi latar belakang dari seluruh pola tata kelola perikanan dalam bentuk ko-manajemen perikanan (fisheries co-management). Ko-manajemen perikanan (fisheries co-management) adalah pola pengelolaan dimana pemerintah dan pelaku pemanfaatan sumberdaya (user group) berbagi tanggungjawab (sharing the responsibility) dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan dengan tujuan mewujudkan keseimbangan tujuan ekonomi dan sosial dalam kerangka kelestarian ekosistem dan sumberdaya perikanan (Luky Adrianto et al, 2009). Sebagai suatu proses, di dalam ko-manajemen perikanan terdapat 4 stakeholders kunci, yaitu (1) pelaku pemanfaat sumberdaya dimana dalam kelompok ini termasuk nelayan dan pembudidaya ikan, (2) pemerintah, termasuk pusat dan daerah, (3) stakeholders lain dimana di dalamnya termasuk anggota masyarakat lain, pemilik kapal, pelaku perdagangan perikanan, pengolah ikan dan lain-lain (4) agen perubahan termasuk penyuluh perikanan, LSM, perguruan tinggi dan lembaga riset. Beberapa contoh hasil studi telah menunjukkan efektifitas penerapan tanggungjawab bersama dari common property berbasis ko manajemen, seperti Jhonson et al (2004) Common Property and Conservation: The Potential for Effective Communal Forest Management within a National Park in Mexico, Polasky et al (2005) Cooperation in Commons, Yandle (2006) Sharing natural resource management responsibility: Examining the New Zealand rock lobster co-management experience, Berkes (1986) Common Property Resources and Huntung Territories, Mulrenman (2005) Comanagement? An Attainable Partnership? Two Cases from James Bay, Northern Quebec and Torres Strait, Northern Queensland, Pannel (1997) Managing the Discourse of

80 59 Resource Management: the Case of Sasi from ' Southeast' Maluku, Indonesia, Aswani (1999) Common Property Models of Sea Tenure: A Case Study from the Roviana and Vonavona Lagoons, New Georgia, Solomon Islands Shankar. Berangkat dari contoh-contoh studi tentang keefektifan penerapan tanggungjawab bersama dari common property berbasis ko-manajemen tersebut, merupakan suatu keniscayaan yang mungkin terjadi terhadap pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap di pantai Utara Jawa Barat. Kondisi Perikanan Tangkap di Pantai Utara Jawa Barat Sumber daya perikanan dan kelautan di Jawa Barat pada dasarnya memiliki potensi yang sampai sekarang belum benar-benar tergali dengan baik. Hasil studi berjudul Rencana Arah Pengembangan Bisnis Kelautan Jawa Barat yang dilaksanakan oleh BAPEDA Jawa Barat tahun 2007, mencatat kawasan Pesisir Utara Jawa Barat (Pantura) memiliki potensi sumber daya pesisir berupa hutan mangrove seluas 7600 Ha yang tersebar di beberapa kabupaten, yaitu: Kabupaten Bekasi, Kabupaten Karawang, Kabupaten Subang (Pamanukan), Kabupaten Indramayu (Losarang, Kandanghaur, Sindang dan Eretan), Kabupaten Cirebon (Babakan). Sumberdaya terumbu karang sebagai salah satu kekayaan pesisir yang berfungsi penting dalam struktur ekosistem pesisir diketahui terdapat di beberapa kawasan Pantura seperti: perairan antara kecamatan Tempuran dan Cimalaya (Karawang), Bobos (Kab Subang), Pantai Majakerta, Pulau Rakit Utara dan Pulau Cantigi (Kabupaten Indramayu). Di kawasan pesisir pantura, sampai saat ini terdapat tambak seluas lebih kurang Potensi lainnya di kawasan pantura Jawa Barat adalah budidaya rumput laut di Tempuran (Kabupaten Karawang) dan Pamanukan (Kabupaten Subang), serta perikanan laut yang diupayakan di sepanjang pesisir Pantura, kecuali pada beberapa kawasan yang mengalami overfishing, seperti beberapa titik di Kota Cirebon. Di kawasan Pantura Jawa Barat tidak terdapat Kawasan Konservasi. Kabupaten Indramayu merupakan penyumbang produksi perikanan tangkap laut terbesar di Jawa Barat, diikuti oleh Kabupaten Cirebon. Hal ini dapat dipahami karena memang armada perikanan tangkap di wilayah perairan Pantura ini adalah yang terbanyak di Jawa Barat, walaupun sebenarnya kondisi stok di perairan ini sudah mulai

81 60 banyak berkurang. Jumlah effort (trip) perikanan tangkap di perairan Pantura memang mengalami trend yang meningkat terus, dengan trend peningkatan tertinggi di Kabupaten Subang (12,48%), diikuti Kabupaten Cirebon (11,47%), Kabupaten Indramayu (7,20%) dan Kabupaten Karawang (4,06%). Perairan Indramayu diketahui memang memiliki nilai carrying capacity yang paling tinggi ( ribu ton) dibandingkan dengan wilayah lainnya di Pantura atau 3 kali lipat dibanding kabupaten Karawang, Kabupaten Subang dan Kabupaten Cirebon. Secara keseluruhan untuk perairan Pantura ini memang mengalami apa yang disebut sebagai overfishing secara ekonomi karena terlalu banyak input yang digunakan untuk stok yang terbatas yang berakibat terjadinya degradasi sumber Dalam sumber yang sama (BAPEDA Jawa Barat, 2007), secara keseluruhan Pantura Jawa Barat untuk perikanan pelagisnya telah terdegradasi sebesar 26%, dengan laju di Kabupaten Cirebon 26%, Kabupaten Indramayu 26%, Kabupaten Karawang 26% dan Kabupaten Subang 24%. Potensi lestari dan pemanfaatan aktual dari perikanan tangkap pelagik di pantura Jawa Barat, yang menunjukkan bahwa secara keseluruhan perairan pantura sudah dieksploitasi melebihi kapasitas produksi lestarinya (overfishing). Sebagai penunjang kegiatan usaha perikanan tangkap di Pantai Utara Jawa Barat, terdapat beberapa fasilitas Pusat Pendaratan Ikan (PPI) dan Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN), diantaranya di Kabupaten Cirebon ada 16 PPI dan 1 PPP, Kabupaten Indramayu 1 PPP dan 15 PPI, Kabupaten Subang dengan 2 PPP dan 6 PPI, Kabupaten Karawang dengan 1 PPP dan 11 PPI, Kabupaten Bekasi dengan 3 PPI. Struktur usaha skala mikrosektor perikanan dan kelautan di Perairan pesisir Jawa Barat, masih didominasi oleh nelayan perahu tanpa motor, dengan motor dibawah 30 GT, kemudian bakul, dan usaha pengolahan perikanan sederhana, serta usaha jasa services coastal related seperti pada sektor pariwisata dan perhubungan dan pertambangan pasir laut. Sampai saat ini usaha perikanan dan kelautan skala mikro boleh dikatakan belum berkembang dengan baik, bahkan cenderung terjadi penurunan, jika dilihat dari jumlah RTP (Rumah Tangga Perikanan) tangkap laut, nelayannya sendiri dan juga jumlah Rumah Tangga Budidaya, serta pembudidayanya. Secara keseluruhan, armada perikanan tangkap Jawa Barat memang masih didominasi oleh perahu-perahu tradisional dan motor di bawah 30 GT, skala mikro (70%).

82 61 Alat tangkap yang biasa digunakan nelayan skala kecil adalah jaring, pancing, bubu dan lain-lain. Jenis alat tangkap yang beroperasi di perairan pesisir Jawa Barat secara umum didominasi oleh payang, jaring insang hanyut, jaring insang tetap, jaring tiga lapis dan pancing lainnya. Penggunaan jaring trawl dilarang di wilayah pantai Utara Provinsi Jawa Barat. Meski dilarang, namun penggunaan jenis alat tangkap ini dalam ukuran yang lebih kecil dan nama yang berbeda tetap digunakan. Nama alat tangkap tersebut misalnya garok, jaring apollo yang tersebar digunakan dari wilayah tangkap kabupaten Bekasi, Karawang, Subang, Indramayu hingga Cirebon. Usaha skala mikro perikanan tangkap di Jawa Barat memang tidak menggiurkan karena rata-rata pendapatan yang diperoleh masih sangat rendah antara Rp s.d. Rp /bulan. Rendahnya pendapatan ini selain karena memang output yang diperoleh rendah karena stok yang sudah menurun (di Pantura Jawa Barat), juga karena biaya melaut yang tinggi (terutama komponen BBM). Usaha pengolahan ikan yang dilakukan dalam skala mikro menjadi sangat dominan di pesisir Jawa Barat, biasanya dilakukan oleh keluarga nelayan, seperti usaha pengolahan ikan asin, pemindangan, terasi, kecap, dan lain-lainnya. Studi-studi Terdahulu tentang Perilaku Nelayan dan Theory Planned Behavior (TPB) Sejauh penelusuran literatur yang telah dilakukan oleh penulis, hingga saat studi ini dilaksanakan belum ditemukan studi tentang perilaku nelayan yang menggunakan Theory Planned behavior (TPB) sebagai perspektif teori untuk mengukur perilaku nelayan. Di sisi lain, dalam konteks penyuluhan pembangunan, pemahaman faktor-faktor yang paling berpengaruh terhadap perilaku nelayan dalam upaya untuk meningkatkan kualitas hidup mereka adalah sangat penting. Beberapa hasil studi tentang nelayan artisanal (small scale fishery) yang pernah dilakukan ini diantaranya; Wildani Pingkan Saripurna Hamzen (2007) penelitiannya berjudul Pengembangan Mutu Sumberdaya Manusia Nelayan: Kasus Nelayan Kecil di Pangkalan Pendaratan Ikan Muara Angke Provinsi DKI Jakarta. Penelitian ini melihat perilaku nelayan dari perspektif mutu sumberdaya manusianya yang dinyatakan masih rendah dengan indikator masih rendahnya penghasilan yang diperoleh dari hasil usaha

83 62 menangkap ikan, baik untuk dirinya sendiri maupun untuk keluarganya. Temuan penelitian ini menyatakan bahwa: (1) karakteristik nelayan dicirikan dengan: (a) karakteristik individu: pendidikan rendah, nelayan pendatang, motivasi intrinsik untuk maju rendah, meskipun nelayan menghargai profesinya, (b) karaktersitik usaha, yaitu pola patron-klien (pemilik, pekerja, pemodal merangkap konsumen utama), alat tangkap bervariasi, pola bagi hasil bervariasi, sebagian besar berpengalaman sebagai nelayan > 10 tahun, dan alasan utama menjadi nelayan karena berasal dari keluarga nelayan. Dukungan lingkungan terhadap terbentuknya kompetensi nelayan rendah; Faktor-faktor internal yang berhubungan dengan terbentuknya kompetensi adalah; (1) usia, (b) jumlah tanggungan, (c) pengeluaran setiap bulan dan (d) pengalaman sebagai nelayan, dan yang paling memengaruhi terbentuknya kompetensi nelayan adalah pengalaman. Faktor-faktor eksternal yang berhubungan dengan terbentuknya kompetensi nelayan adalah (1) kelembagaan nelayan, (2) mutu sumberdaya manusia nelayan masih rendah, diperlihatkan dengan rendahnya kompetensi, rendahnya kemampuan memenuhi kebutuhan konsumen, rendahnya penghasilan dan rendahnya kemampuan memenuhi kebutuhan diri dan keluarga (kebutuhan hidup). Penelitian Siti Amanah (2006) berjudul Pengembangan Masyarakat Pasisir berdasarkan Kearifan Lokal: Kasus Kebupaten Buleleng, Provinsi Bali. Penelitian ini menggambarkan bahwa pola kehidupan masyarakat pesisir sangat kompleks, dihadapkan pada kondisi sumberdaya pesisir dan laut yang khas dan sumber kehidupan masyarakat pesisir yang bergantung secara langsung maupun tidak langsung pada pemanfaatan sumberdaya pesisir. Keterkaitan diantara para peubah penelitian ini dalam model pengembangan perilaku masyarakat pesisir mengelola sumberdaya pesisir secara lestari menunjukkan adanya hubungan positif dan nyata antara dinamika sosial budaya, kepemimpinan informal, kondisi nelayan, kualitas program pemberdayaan, kompetensi fasilitator serta dukungan fasilitas dan peraturan pemanfaatan sumberdaya pesisir dengan perilaku nelayan dalam mengelola sumberdaya pesisir. Penelitian Kusnadi (2000) berjudul Nelayan: Strategi Adaptasi dan Jaringan Sosial terhadap Nelayan Pantai Utara Jawa Timur menemukan adanya faktor lingkungan alam dan faktor non alam yang menyebabkan semakin terpuruknya kesejahteraan nelayan. Keterpurukan ini disiasati oleh nelayan dengan perilaku dalam

84 63 bentuk strategi adaptasi nelayan. Faktor alam berkaitan dengan fluktuasi musim ikan; faktor non alam berkaitan dengan faktor-faktor ketimpangan dalam pranata bagi hasil, ketiadaan jaminan sosial awak perahu dan jaringan pemasaran ikan yang rawan terhadap fluktuasi harga, keterbatasan teknologi pengolahan ikan, dampak negatif modernisasi serta terbatasnya peluang-peluang kerja yang tersedia yang bisa diakses oleh anak buah kapal (pandhiga) dan anggota rumah tangga lainnya. Rumah tangga-rumah tangga nelayan, khususnya nelayan kecil atau nelayan tradisional tidak lagi melihat laut sebagai sumberdaya yang tidak terbatas. Mereka memandang sumberdaya yang tersedia di lingkunganya semakin langka dan terbatas untuk bisa diakses dan didayagunakan. Oleh sebab itu jaringan sosial adalah salah satu strategi adaptasi yang paling mudah dimanfaatkan oleh rumah tangga nelayan untuk mengatasi kesulitan hidup sehari-hari. Penelitian Salas (2000) tentang Fishing Strategies of Small Scale Fisheries and Their Implication for Fisheries Management. Studi ini menggambarkan perbandingan strategi perilaku menangkap ikan oleh nelayan dari tiga komunitas desa pesisir di Yucatan, Mexico. Nelayan dari tiga daerah tersebut melakukan kegiatan penangkapan di wilayah tangkap (fishing ground) yang sama dengan perbedaan regulasi dan lingkungan dari asal masing-masing komunitas tersebut. Dengan menggunakan choice model, perbedaan regulasi dan lingkungan dari ketiga komunitas pesisir tersebut berimplikasi pada perilaku mereka dalam strategi penangkapan ikan dan pekerjaan mereka secara berkelompok. Penelitian Akhmad Fauzi (1998) berjudul The Management of Competing Multi Spesies Fisheries: A Case Study of Small Pelagic Fishery on North Coast of Central Java. Dalam penelitian ini terungkap bahwa nelayan kecil perikanan tangkap (small pelagic fishery) di Pantai Utara Laut Jawa memainkan peran yang penting dalam tingkat ekonomi lokal sekaligus sebagai sumber produksi protein hewani bagi komunitas desadesa di sepanjang dan sekitar wilayah tersebut. Sejak mulai digunakannya alat tangkap trawl di awal tahun 1980-an, kegiatan perikanan di daerah tersebut mengalami perkembangan yang sangat cepat dengan digunakannya kapal-kapal purse seine di wilayah Pantai Utara Jawa. Pertambahan kapal-kapal purse seine yang menggunakan alat tangkap trawl tidak hanya menekan sumberdaya nelayan kecil (small pelagic) tetapi juga memunculkan isu perebutan sumberdaya perikanan tangkap antara nelayan purse seine

85 64 yang menggunakan trawl (komersial) dengan nelayan skala kecil (small pelagic) tradisional pada sisi yang lain. Studi lain yang penting pernah dilakukan oleh Pujo Semedi. Dalam studinya berjudul Close to the Stone, Far from the Trhone: The Story of Javanese Fishing Community (2003), menyoroti melalui prespektif historis tentang komunitas nelayan di pantai Utara Jawa dan hubungannya dengan kegiatan eksploitasi sumberdaya laut sebagai sumber ekonomi. Untuk membuat eksplanasi tentang studinya, Semedi membagi kurun waktu antara tahun menurut konteks peristiwa-peristiwa penting yang memengaruhi dinamika kehidupan komunitas desa pesisir Wonokerto Kulon khususnya (sebagai studi kasus) dan pantai Utara Jawa umumnya. Dalam studinya itu Semedi telah menunjukkan jenis seperti apa komunitas desa pesisir pantai Utara Jawa yang bekerja di tengah laut sebagai nelayan. Menurutnya, komunitas nelayan pantai Utara Jawa jauh dari pusat kekuasaan Jawa yang berbasis ekonomi pertanian, secara mental lebih bersifat independen dan agresif. Walaupun mereka bersifat independen dan agresif, mereka mempercayai religi Islam yang juga berfungsi sebagai pelindung. Persoalan hubungan pola prilaku manusia dan daya dukung sumberdaya laut dalam menyediakan pangan, Semedi menyoroti masalah over-fishing di Indonesia. Melalui perspektif historisnya, pertumbuhan penduduk dan meningkatnya konsumsi secara global tidak hanya pada nelayan di pantai Utara Jawa yang mengalami peningkatan modal produksi, tetapi juga mencakup sektor perikanan dengan jarak yang lebih jauh untuk mencari ikan. Penerapan teori TPB untuk memprediksi perilaku individu dalam berbagai bidang ilmu perilaku manusia telah banyak dilakukan. Diantara hasil penelitian tersebut seperti penelitian Beedell dan Rehman (2000) berjudul Using Social Psychology Models to Understand Farmers Conservation Behavior, menggunakan TPB dalam mengukur perilaku (behavior) petani yang berkait dengan dengan kegiatan konservasi. Tujuan dari studi ini adalah menemukan bagaimana perilaku seluruh petani mengelola kondisi lingkungannya pada lahan pertanian dengan berbagai macam cara; kedua menilai bagaimana penggunaan model TPB dapat menjelaskan mengapa perilaku petani dapat berbeda satu sama lain. Menggunakan 125 petani sebagai responden di Bedforshires UK yang menjadi wilayah penelitian ini, dianalisis untuk mengidentifikasi pokok yang

86 65 mendasari faktor yang menentukan dari perilaku petani. Petani dengan kepedulian terhadap lingkungan yang baik, anggota dari Farming and Widlife Advisory Group, lebih memiliki perhatian terhadap konservasi daripada petani lain yang tidak tergabung dalam kelompok tersebut. Keadaan demikian disebabkan petani lebih dipengaruhi oleh kelompok acuan (significant other) dalam bidang pertanian, konservasi, dana dan penyuluhan tentang konservasi. Tujuan dari studi tersebut adalah untuk mengetahui bagaimana perilaku seluruh petani mengelola kondisi lingkungan pada kegiatan pertanian mereka dengan menggunakan cara-cara yang serupa, dan jika mereka tidak melakukan hal tersebut, mengapa demikian? Selanjutnya penelitian ini juga ingin menilai bagaimana penggunakan model pendekatan TPB dapat menjelaskan mengapa perilaku petani dapat berbeda satu sama lain. Para petani dengan kepedulian yang baik terhadap lingkungan, dapat diprediksi memiliki perilaku yang positif terhadap lingkungan melalui pengelolaan pemagaran lahan pertanian mereka dibandingkan dengan mereka yang kurang memiliki kepedulian mengenai hal tersebut. Mereka mungkin mendapat tekanan yang lebih dari lingkungan masyarakatnya, keluarganya dan kelompok mereka untuk menjaga kondisi tersebut dibanding dengan petani lainnya. Penggunaan perspektif teori ini menyediakan suatu struktur dan kerangka kerja yang dapat dipertanggungawabkan dalam penelitian untuk memprediksi perilaku individu. Penelitian lain yang menggunakan perspektif TPB dilakukan oleh Moorrison et al (2002) dengan judul penelitiannya Teen Sexual Behavior: Application of the Theori Reasoned Action. Penelitian ini memprediksi perilaku seksual dalam bentuk hubungan seksual para remaja dan menentukan apakah hal ini berkait dengan jenis kelamin dan pengalaman perilaku seksual sebelumnya. Dengan mengambil 749 responden yang duduk antara kelas 9 11 dengan prediksi perilaku seksual mereka ketika mereka menduduki kelas Sejumlah 53% dari responden adalah wanita dengan sekitar 48% dari mereka adalah non-hisponic Amerika-Eropah. Hasil dari penelitian ini adalah pengalaman perilaku melakukan hubungan seksual berhubungan dengan prediksi perilaku hubungan seksual ketika mereka menduduki kelas yang lebih tinggi dan tidak ada perbedaaan antara responden wanita dan laki-laki. Seperti telah diprediksikan, hasil path analisis dari penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara

87 66 niat (intention) dengan perilaku (behavior), demikian pula hubungan antara attituted, subjective norm dan perceived behavior control dengan intention. Penelitian-penelitian lain yang menggunakan perspektif TPB, seperti Arifin FX. Suarif (1995) dalam penelitiannya Hubungan Sikap dan Norma Subjektif dengan Intensi Bersanggama pada Mahasiswa di Jakarta, Sean Charlene et al (2001) dalam penelitiannya berjudul Predictor of Intention to Use Condoms Among University Womens: An Apprication and Extention of The Theory Planned Behavior, penelitian Mark, Conner et al (2002) berjudul The TPB and Health Eating; penelitian Mark A, Elliot et al (2003) berjudul Driver s Compliance with Speed Limits an Application of the TPB, penelitian Carey, Kate B et al (2007) berjudul The TPB as a Model of Heavy Episodic Drinking Among College Student; penelitian Ginis, Martin et al (2007) berjudul Using TPB to Predict Leisure Time Physical Activity Kidney Disease, penelitan Ryan J, Martin et al (2010) berjudul Using the TPB to Predict Gambling Behavior. Kesemua penelitian tersebut berupaya memprediksi perilaku manusia secara akurat sehingga dapat digunakan bagi keperluan perbaikan kualitas hidup manusia. Ringkasan Indonesia merupakan negara agraris dengan penyerapan tenaga kerja mencapai 90% dari total penduduk di wilayah pedesaan, termasuk pula di bidang perikanan budidaya dan perikanan tangkap. Alasan bidang perikanan memberikan dampak terhadap perekonomian Indonesia; pertama, karena bidang perikanan merupakan sumber kesempatan kerja bagi kehidupan komunitas pedesaan di wilayah pesisir; kedua, perikanan di Indonesia merupakan bidang yang penting sebagai sumber protein hewani utama yang dikonsumsi oleh hampir seluruh penduduk di Indonesia. Ketiga, bidang perikanan memberikan kontribusi yang signifikan dalam perdagangan internasional. Penangkapan ikan di Indonesia, secara umum dilakukan oleh nelayan dengan tiga kategori jenis kapal dan alat tangkap yang mereka gunakan, yaitu: nelayan skala kecil menengah dan nelayan skala besar. Namun dalam prakteknya hanya dibagi dua kelompok besar, yaitu nelayan tangkap skala kecil (small scale fisheries) atau artisanal fishery yang ditandai dengan kondisi marjinal dan kemiskinan dari para nelayan tersebut;

88 67 dan nelayan skala besar (large scale fisheries) dengan kondisi yang lebih baik karena padat modal dan dukungan jejaring industri perikanan. Perilaku nelayan dalam kegiatan pemanfaatan sumberdaya perikanan mencakup (a) kegiatan dalan bidang penggunaan teknologi alat tangkap, alat bantu tangkap berkait dengan capital dynamics yaitu armada, alat tangkap (fleet) dan alat bantu tangkap yang mendorong hasil tangkapan maksimal dengan dampak se-minimal mungkin terhadap lingkungan fisik, (b) kegiatan dalam bidang kegiatan operasi penangkapan yang berisi tentang kemampuan nelayan menentukan waktu musim ikan, lokasi penangkapan ikan, ukuran dan jenis ikan yang boleh ditangkap serta kondisi cuaca yang memungkinkan untuk melaut, (c) kegiatan dalam bidang pengerahan modal dan tenaga kerja yang berisi tentang kemampuan nelayan untuk mengoptimalkan tenaga kerja yang ada dalam mengoprasikan perahu hingga alat tangkap dan (d) kegiatan dalam bidang menjaga mutu ikan hasil tangkapan dan pemasaran ikan yang berisi tentang kemampuan nelayan menjaga mutu ikan dan mengupayakan harga jual ikan yang setinggi-tingginya. Perilaku individu nelayan artisanal tidak selalu sejalan dengan sikapnya. Oleh sebab itu perspektif teori TPB berusaha menghubungkan antara sikap dengan perilaku individu melalui pengukuran niat untuk berperilaku. Meskipun terdapat keterbatasan konteks penggunaan TPB dalam mengukur perilaku, telah banyak penelitian yang menggunakan perspektif TPB untuk memprediksi perilaku individu.

89 68 KERANGKA BERFIKIR DAN HIPOTESIS Kerangka Berfikir Perilaku nelayan dalam kegiatan penangkapan ikan tangkap adalah tindakan nelayan dalam proses menangkap hingga memasarkan ikan. Perilaku ini dipengaruhi oleh beberapa peubah termasuk niat untuk berperilaku yang dipengaruhi oleh sikap, kepatuhan terhadap nelayan kepada patron dan kemampuan berperilaku. Semua peubah tersebut dipengaruhi oleh karakteristik Individu. Meskipun terdapat beragam teori yang menjelaskan tentang faktor-faktor yang memengaruhi perilaku, Theory Planned Behavior menyatakan bahwa karakteristik individu, sikap, kepatuhan nelayan kepada patron dan kemampuan berperilaku sebagai komponen memengaruhi niat untuk berperilaku. Niat tersebut selanjutnya memengaruhi perilaku nelayan. Secara skematis hubungan masing-masing peubah disajikan pada Gambar 5 berikut: Sikap Nelayan dlm Proses Kegiatan Perikanan (X2) Niat untuk Berperikaku Nelayan dlm Proses Kegiatan Perikanan (Y1) Karakteristik Individu Nelayan (X1) Tingkat Kepatuhan Nelayan terhadap Patron dlm Proses Kegiatan Perikanan (X3) Perilaku Nelayan dlm Proses Kegiatan Perikanan (Y2) Kemampuan Berperilaku Nelayan dlm Proses Kegiatan Perikanan (X4) Gambar 5 Kerangka Theory Planned Behavior untuk Faktor-faktor yang Memengaruhi Perilaku Nelayan Artisanal Memanfaatkan Sumberdaya Perikanan di Pantai Utara Jawa Barat. Diadopsi dari Ajzen (2005). Attitudes, Personality and Behaviour, New York: McGraw-Hill Education.

90 69 Hipotesis Penelitian Berdasarkan kerangka pikir yang diuraikan sebelumnya, dirumuskan hipotesis berikut ini: (1) Karakteristik individu berpengaruh pada sikap, kepatuhan nelayan kepada patron dan kemampuan berperilaku nelayan. (2) Sikap, tingkat kepatuhan nelayan kepada patron dan kemampuan nelayan berperilaku berpengaruh terhadap niat untuk berperilaku. (3) Niat untuk berperilaku berpengaruh terhadap perilaku nelayan dalam menangkap ikan..

91 METODA PENELITIAN 70 Populasi dan Sampel Populasi Unit pengamatan terkecil yang diamati dalam penelitian ini adalah kepala keluarga rumah tangga nelayan artisanal pemilik perahu yang mengoperasikan sendiri perahunya. Lima kabupaten lokasi penelitian yang dipilih ialah kabupaten Cirebon, Indramayu, Subang, Karawang dan Bekasi. Lima kabupaten tersebut dipilih karena merupakan kabupaten pesisir di pantai Utara Jawa Barat yang merupakan sentra perikanan tangkap pulau Jawa bagian Barat. Gambaran mengenai populasi nelayan artisanal di pantai Utara Jawa Barat dapat dilihat Tabel 3 dibawah ini: Tabel 3 Distribusi Populasi Rumah Tangga Perikanan Nelayan Artisanal Kabupaten Kecamatan Desa di Pantai Utara Jawa Barat Jumlah Rumah Tangga Perikanan Nelayan Artisanal Cirebon Gebang Playangan 101 Gebang Kulon 161 Gebang Mekar 428 Gebang Ilir 291 Gebang Udik 366 Gebang 17 Kalipasung 225 Ender 162 Pangenan Pengarengan 126 Astana Mukti 17 Japura Lor 6 Rawa Urip 52 Bekasi Muara Jaya Pantai Mekar 225 Jumlah Total Populasi Sumber: Kantor Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Cirebon, Indramayu, Subang, Karawang dan Bekasi Tahun 2008.

92 71 Sampel Unit pengamatan terkecil dalam penelitian ini adalah kepala rumah tangga nelayan artisanal pemilik perahu yang mengoperasikan sendiri perahunya untuk menangkap ikan. Penarikan sampel dilakukan dengan beberapa tahap, karena populasi nelayan artisanal yang tersebar di sepanjang pantai Utara Jawa Barat, dan minimnya informasi awal mengenai sebaran populasi nelayan itu. Tahap pertama, ialah menentukan jumlah kabupaten yang menjadi sampel penelitian. Di provinsi Jawa Barat terdapat 5 kabupaten yang berbatasan langsung dengan pesisir Utara Laut Jawa yakni kabupaten Cirebon, Indramayu, Subang, Karawang dan Bekasi. Kelima kabupaten tersebut dipilih untuk nenetukan populasi penelitian. Tahap kedua, ialah menentukan desa-desa sampel pada kelima kabupaten tersebut. Teknik pengambilan sampel dilakukan secara acak klaster (cluster random sampling). Menurut Eriyanto (2007) teknik penarikan sampel ini didasarkan pada gugus (klaster). Asumsinya, individu adalah bagian dari gugus atau kluster tertentu. Teknik penarikan sampel acak kluster ini dipilih karena kerangka sampel berupa daftar nama individu nelayan artisanal di tingkat kabupaten tidak tersedia, tetapi daftar nama desa sebagai anggota gugus ini tersedia. Berangkat dari kondisi tersebut maka dipilihlah desa-desa di tiap kabupaten yang populasi rumah tangga nelayan artisanalnya lebih dari 200. Cara ini dilakukan karena dari 86 wilayah populasi desa, ada beberapa desa yang populasi nelayan artisanal < 10 rumah tangga dan tersebar di lima wilayah kabupaten. Dari desa-desa yang populasi nelayan artisanalnya < 10 tidak semuanya memiliki populasi nelayan artisanal seperti tertulis pada dokumen dari Kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan Kabupaten. Demikian pula desa yang dalam data dokumen memiliki populasi nelayan artisanal, ternyata desa tersebut berbasis mata pencaharian sebagai pengerajin industri batik atau perdagangan dan jasa. Dipilihnya jumlah desa yang memiliki populasi nelayan artisana 200 semata-mata untuk memastikan keberadaan dan jumlah nelayan artisanal di desa-desa tersebut. Menurut Eriyanto (2007) teknik penarikan sampel acak kluster dilakukan ketika peneliti menghadapi situasi (a) tidak tersedia kerangka sampel berupa nama-nama individu anggota populasi karena daftar nama individu tidak tersedia, maka penarikan sampel kluster adalah alternatif penarikan sampel yang dapat dilakukan; (b) kalaupun kerangka sampel itu tersedia, masih diragukan akurasinya, misalnya jumlah nelayan artisanal dari tiap desa yang tidak akurat. Namun demikian teknik penarikan sampel ini akan mengurangi kemungkinan semua anggota populasi untuk dipilih sebagai sampel. Situasi demikian disebabkan acak kluster

93 secara sengaja berusaha membuat sampel yang menyebar menjadi berkelompok. Pilihan ini bisa menghemat biaya dan tenaga tetapi juga bisa menambah kesalahan. Tahap ketiga, menentukan jumlah sampel di tiap desa sesuai dengan proposi jumlah nelayan artisanal yang ada di desa tersebut. Tahap keempat, menentukan nama-nama responden di tiap desa secara acak. Dari sampel itu diperoleh nama-nama nelayan artisanal di tiap desa yang menjadi responden penelitian ini. Rumus Slovin digunakan untuk menentukan jumlah sampel N n = N α Keterangan: n N α = besar sampel = besar populasi = batas error (0,05) /sampling error n = = 385, dibulatkan menjadi x 0, = 400 responden Distribusi sampel dapat dilihat pada Tabel 4 berikut. Tabel 4 Distribusi Sampel Penelitian Kabupaten Kecamatan Desa Sampel Penelitian (n) Cirebon Gebang Gebang Ilir 18 Gebang Udik 20 Kalipasung 18 Asatana Japura Mundur Pesisir 17 Citemu 15 Cirebon Utara Grogol 28 Mentasinga 36 Kapetakan Bungko 15 Indramayu Indramayu Karangsong 24 Centigi Centigi Kulon 17 Kandaunghaur Eretan Wetan 31 Eretan Kulon 24 Juntinyuat Dadap 38 Karawang Tempuran Ciparage 39 Subang Blanakan Blanakan 30 Bekasi Muara Jaya Pantai Mekar 30 Jumlah 400

94 73

95 73 Rancangan Penelitian Penelitian ini dirancang sebagai penelitian ex post facto yaitu bentuk penelitian yang menanyakan peristiwa yang telah terjadi untuk melihat kondisi faktual di lapangan. Peubah-peubah penelitian meliputi peubah (X) dan peubah (Y). Peubah X terdiri dari: karakteristik individu (X1), sikap (X2), kepatuhan terhadap patron (X3) dan kemampuan berperilaku (X4). Peubah Y terdiri dari niat untuk berperilaku (Y1), dan perilaku (Y2). Dalam upaya mengetahui pengaruh peubah bebas pada peubah terikat dan menguji hipotesis penelitian, dibuat kerangka hipotetik. Kerangka hipotetik kemudian dioperasionalisasikan untuk merumuskan model persamaan pengukuran dan model persamaan struktural sesuai kaidah SEM (Structural Equation Modeling). Keunggulan SEM dari segi metodologi diantaranya sebagai sistem persamaan simultan, analisis kausal linier, analisis lintasan (path analysis), analysis of covariance structure dan model persamaan struktural (Setyo Hari Wijanto, 2008). Model kerangka hipotetik penelitian ini dengan menggunakan SEM digambarkan sebagai berikut: (7) Persamaan model struktural (a) Model niat untuk berperilaku nelayan Y1 = γ4 X2 + γ5 X3 + γ6 X4 + ς4 (b) Model perilaku nelayan Y2 = β1 Y1 + ς5

96 74

97 74 Data dan Instrumentasi Data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data yang menjawab pertanyaan tentang faktor-faktor yang memengaruhi perilaku nelayan dalam memanfaatkan sumberdaya perikanan tangkap. Peubah (X) terdiri dari karakteristik individu (X1), sikap (X2), kepatuhan kepada patron (X3), kemampuan berperilaku (X4). Peubah Y terdiri dari niat untuk berperilaku (Y1) dan perilaku (Y2). Penjelasan peubah dan indikator dari model pada gambar dijelaskan dalam Tabel 5 berikut: Tabel 5 Peubah dan indikator penelitian No. Peubah Indikator Notasi 1. Karakteristik Individu (X1) 2. Sikap Nelayan dalam Proses Kegiatan Perikanan Tangkap (X2) Umur X1.1 Jumlah tanggungan dalam keluarga X1.2 Pendidikan non formal X1.3 Lama bekerja sebagai nelayan X1.4 Lama tinggal di desa X1.5 Lama memiliki perahu sendiri X1.6 Besaran ukuran perahu X1.7 Nilai nominal perahu dan peralatan X1.8 tangkap di dalamnya Jumlah anak buah kapal X1.9 Ukuran mesin perahu X1.10 Jumlah rata-rata modal dikeluarkan untuk X1.11 kegiatan melaut Jumlah rata-rata pendapatan bersih setiap X1.12 melaut Jumlah alat tangkap yang dimiliki X1.13 Tingkat kemandirian ekonomi X1.14 Tingkat kemandirian sosial X1.15 Tingkat kemandirian emosional X1.16 Tingkat kemandirian intelektual X1.17 Sikap dalam penggunaan alat tangkap X2.1 Sikap dalam penggunaan alat bantu tangkap Sikap dalam melakukan persiapan operasi kegiatan penangkapan Sikap dalam melakukan operasi kegiatan penangkapan X2.2 X2.3 X2.4

98 Tabel 5 (lanjutan) Kepatuhan Nelayan kepada Patron dalam Proses Kegiatan Perikanan Tangkap (X3) Sikap dalam pengerahan modal usaha kegiatan penangkapan ikan Sikap dalam pengerahan tenaga kerja kegiatan penangkapan ikan Sikap dalam menjaga mutu ikan hasil tangkapan yang akan dipasarkan Sikap dalam memasarkan ikan hasil tangkapan Kepatuhan kepada patron dalam penggunaan alat tangkap Kepatuhan kepada patron dalam penggunaan alat bantu tangkap Kepatuhan kepada patron dalam melakukan persiapan operasi kegiatan penangkapan Kepatuhan kepada patron dalam melakukan operasi kegiatan penangkapan Kepatuhan kepada patron dalam pengerahan modal usaha kegiatan penangkapan ikan Kepatuhan kepada patron dalam pengerahan tenaga kerja kegiatan penangkapan ikan Kepatuhan kepada patron dalam menjaga mutu ikan hasil tangkapan yang akan dipasarkan Kepatuhan kepada patron dalam memasarkan ikan hasil tangkapan X2.5 X2.6 X2.7 X2.8 X3.1 X3.2 X3.3 X3.4 X3.5 X3.6 X3.7 X Kemampuan Berperilaku Nelayan dalam Proses Kegiatan Perikanan Tangkap (X4) Kemampuan berperilaku dalam penggunaan alat tangkap X4.1 Kemampuan berperilaku dalam penggunaan alat bantu tangkap X4.2 Kemampuan berperilaku dalam melakukan persiapan operasi kegiatan X4.3 penangkapan Kemampuan berperilaku dalam melakukan operasi kegiatan penangkapan X4.4 Kemampuan berperilaku dalam pengerahan modal usaha kegiatan penangkapan ikan Kemampuan berperilaku dalam pengerahan tenaga kerja kegiatan penangkapan ikan X4.5 X4.6 Kemampuan berperilaku dalam menjaga mutu ikan hasil tangkapan yang akan X4.7

99 Tabel 5 (lanjutan) 5. Niat untuk Berperilaku Nelayan dalam Proses Kegiatan Perikanan Tangkap (Y1) dipasarkan Kemampuan berperilaku dalam memasarkan ikan hasil tangkapan Niat untuk berperilaku dalam penggunaan alat tangkap Niat untuk berperilaku dalam penggunaan alat bantu tangkap Niat untuk berperilaku dalam melakukan persiapan operasi kegiatan penangkapan Niat untuk berperilaku dalam melakukan operasi kegiatan penangkapan Niat untuk berperilaku dalam pengerahan modal usaha kegiatan penangkapan ikan Niat untuk berperilaku dalam pengerahan tenaga kerja kegiatan penangkapan ikan Niat untuk berperilaku dalam menjaga mutu ikan hasil tangkapan yang akan dipasarkan Niat untuk berperilaku dalam memasarkan ikan hasil tangkapan X4.8 Y1.1 Y1.2 Y1.3 Y1.4 Y1.5 Y1.6 Y1.7 Y Perilaku Nelayan dalam Proses Kegiatan Perikanan Tangkap (Y2) Perilaku dalam penggunaan alat tangkap Y2.1 Perilaku dalam penggunaan alat bantu tangkap Perilaku dalam melakukan persiapan operasi kegiatan penangkapan Perilaku dalam melakukan operasi kegiatan penangkapan Perilaku dalam pengerahan modal usaha kegiatan penangkapan ikan Perilaku dalam pengerahan tenaga kerja kegiatan penangkapan ikan Perilaku dalam menjaga mutu ikan hasil tangkapan yang akan dipasarkan Perilaku dalam memasarkan ikan hasil tangkapan Y2.2 Y2.3 Y2.4 Y2.5 Y2.6 Y2.7 Y2.8 Pengumpulan Data Pengumpulan data lapangan dilakukan pada bulan Desember 2009 Februari Keterlibatan peneliti dengan kajian masyarakat nelayan di pantai Utara Jawa Barat dilakukan sejak tahun 2001 yaitu melalui studi pemetaan sosial pihak-pihak berkepentingan di sekitar wilayah kerja perusahaan migas di pantai Utara Jawa Barat. Melalui interaksi

100 77 sosial yang intens, peneliti mendapatkan gambaran secara kualitatitf tentang struktur sosial dan perilaku nelayan dalam memanfaatkan sumberdaya sebagai bahan dasar aspek kontekstual studi ini. Pada tahap awal pengumpulan data dilakukan dokumentasi nama-nama kecamatan, desa, jumlah persebaran nelayan artisanal yang terdapat di lima wilayah kebupaten pantai Utara Jawa Barat (Cirebon, Indramayu, Subang, Karawang dan Bekasi). Selanjutnya mencari jalan (akses) untuk menuju desa-desa sampel yang menyebar. Kegiatan ini sulit dilakukan, karena tersebarnya desa-desa pesisir wilayah studi di lima wilayah kabupaten. Pada tahap berikutnya ialah wawancara kuesioner yang dilaksanakan pada bulan November 2010 Februari Wawancara terstruktur pada responden dengan menggunakan kuisioner yang telah disiapkan. Untuk mendukung data yang diperoleh secara langsung, dilakukan pendalaman data dokumen dari laporan tertulis yang tersedia di instansi setempat (Kantor Dinas Perikanan dan Kelautan di Kabupaten, Kantor Kecamatan, atau Kantor Desa). Analisis Data Pengukuran adalah penetapan atau pemberian nilai atau angka-angka pada suatu peubah, objek atau kejadian-kejadian menurut aturan tertentu sehingga dapat dihubungkan antara konsep-konsep abstrak dengan realitas (Kerlinger, 2004). Pengukuran dalam penelitian ilmu sosial relatif lebih sulit daripada ilmu alam, karena berhubungan dengan perilaku manusia dan fenomena non fisik. Karena itu prinsip-prinsip homogenitas, interval yang seimbang dan konsistensi sangat penting. Prinsip tersebut diterapkan dalam penyusunan kuesioner penelitian ini. Skala interval digunakan untuk mengukur peubah sikap, kepatuhan kepada patron, kemampuan berperilaku, niat untuk berperilaku dan perilaku nelayan. Analisis data dilakukan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian dan sekaligus menguji hipotesis. Untuk menemukan model empiris hubungan kausalitas antara niat untuk berperilaku, perilaku dengan faktor-faktor yang mendukungnya dilakukan analisis SEM (Structural Equction Model). Analisis SEM diharapkan dapat mendeskripsikan konstrak menurut indikator-indikatornya (model pengukuran) dan menjelaskan hubungan kausalitas antar peubah (model struktural). Analisis data ini menggunakan program aplikasi statistik LISREL 8.54 dan SPSS Pengujian kesesuaian model dilakukan dengan menggunakan beberapa ukuran kesesuaian model GFT (Goodness of Fit Test). Menurut Kusnendi (2008), suatu model struktural diindikasikan sesuai atau fit bila memenuhi tiga jenis GFT, yaitu (1) Uji khi

101 78 kuadrat dengan p-value 0,05; (2) RMSEA (Root Means Square Error of Approximation) 0,08 dan (3) CFI (Comparative Fit Indeks) 0,90. Perhitungan indeks kesesuaian dimaksud menggunakan rumus statistik berikut: (1) Uji Suai Khi-Kuadrat (X 2 ) Ukuran ini pada dasarnya merupakan pengujian seberapa dekat matriks kovarian sampel dengan matriks kovarian model (θ). Uji statistik khi-kuadrat sebagai berikut: X 2 = (n-1) F(S, ( θ)) Uji ini merupakan sebuah distribusi khi kuadrat dengan derajat bebas (df) sebesar c-p dengan, c = (nx + ny) (nx + n y +1)/2 yaitu banyaknya matrik varian-kovarian non-resundan dari variabel teramati. Nx ialah banyaknya variabel teramati x1, ny banyaknya variabel teramati y. Adapun p ialah banyaknya parameter yang diamati dan n adalah ukuran sampel. Nilai khi kuadrat diharapkan lebih besar atau sama dengan 0,05. Hal ini menandakan bahwa hipotesis nol diterima dan matrik input yang diprediksi dengan yang sebenarnya (aktual) tidak berbeda secara statistik. (2) Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) RMSEA digunakan sebagai pendamping bagi statistik x 2 sebuah model RMSEA dirumuskan sebagai berikut: RMSEA = 2 x dfk (n 1) dalam menilai kelayakan Nilai x 2 ialah nilai khi-kuardat model dan n adalah ukuran sampel. Nilai RMSEA merupakan ukuran ketidakcocokan model sehingga diharapkan kecil. Nilai lebih kecil atau sama dengan 0,08 merupakan indeks untuk dapat diterimanya model. (3) Comparative Fit-index (CFI) CFI merupakan ukuran kesesuaian model berbasis komparatif dengan model null. CFI yang nilainya berkisar antara 0,00 sampai 1.0. CFI 0,90 berarti model fit. Rumus CFI yaitu: CFI = 1 x 2 null - df proposed x 2 null - df null

102 79 Instrumentasi Instrumen atau alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini berupa kuesioner yang berisi daftar pertanyaan yang berhubungan dengan peubah-peubah penelitian. Instrumen sebuah penelitian sangat menentukan kualitas data yang terkumpul, karena itu instrumen disusun dengan memperhatikan langkah-langkah sebagai berikut: Pertama, menentukan peubah-peubah yang dipilih yang tercermin dalam judul penelitian. Kedua, peubah-peubah tersebut dijabarkan dalam indikator-indikator yang diperoleh dari teori, hasil penelitian terdahulu dan referensi lainnya yang spesifik dari berbagai informasi (deduktif). Ketiga, menjabarkan peubah-peubah dalam bentuk indikator-indikator menjadi komponenkomponen yang dijadikan butir-butir pertanyaan dan kelima, seluruh butir pertanyaan disusun dalam bentuk instrumen berupa kuesioner. Struktur instrumen dibagi dalam tiga bagian. Bagian pertama adalah data dasar, diletakkan di depan, berisikan identitas responden seperti nama, alamat tempat tinggal dan tipologi daerah, nama enumerator (pencacah), tanggal pelaksanaan wawancara dan tanda tangan. Bagian kedua, berisikan pertanyaan-pertanyaan berkaitan dengan peubah X yaitu (1) Karakteristik Individu, Sikap, Kepatuhan kepada Patron, Kemampuan Berperilaku. Peubah Y terdiri dari Niat untuk Berperilaku dan Perilaku. Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan menggunakan instrumen berupa daftar pertanyaan (kuesioner). Jenis data yang dihimpun adalah data dengan skala interval, yakni jenis data yang berjenjang dengan jarak yang sama sesuai dengan derajat intensitas masing-masing indikator peubah sesuai dengan definisi opersionalnya. Satuan pengukuran dan indikator masing-masing peubah penelitian yaitu sebagai berikut: 1. Karakteristik individu nelayan (X1), yang meliputi: - Umur nelayan (X1.1), diukur berdasarkan masa sejak lahir sampai ulang tahun terdekat saat menjadi responden. - Jumlah anggota keluarga (X1.2), diukur berdasarkan jumlah jiwa yang menjadi tanggungan dalam satu keluarga. - Pendidikan non formal (X1.3), diukur berdasarkan kepesertaan responden mengikuti kursus, pelatihan dan magang dalam jumlah jam yang pernah diikuti dalam satu tahun terakhir. - Pengalaman sebagai nelayan (X1.4), diukur berdasarkan jumlah tahun mulai dari responden bekerja sebagai nelayan hingga tahun terdekat saat menjadi responden. - Lama tinggal di desa (X1.5), diukur berdasarkan jumlah tahun mulai dari responden tinggal di desa hingga tahun terdekat saat menjadi responden

103 80 - Lama memiliki perahu sendiri (X1.6) diukur berdasarkan jumlah tahun mulai dari responden memiliki perahu sendiri hingga tahun terdekat saat menjadi responden. - Besaran ukuran perahu (X1.7), diukur berdasarkan ukuran indeks luas perahu yang dimiliki, merupakan hasil perkalian antara panjang dan lebar perahu dan dinyatakan dalam meter persegi (M 2 ). - Harga perahu beserta peralatan tangkap yang ada di dalamnya (X1.8), diukur berdasarkan jumlah nilai nominal dalam mata uang rupiah harga perahu beserta peralatan tangkap yang ada di dalamnya dalam rupiah pada saat wawancara dilakukan. - Jumlah anak buah kapal (X1.9), diukur berdasarkan jumlah jiwa yang bekerja menjadi anggota Anak Buah Kapal yang dimiliki responden. - Ukuran mesin perahu yang dimiliki (X1.10), diukur berdasarkan ukuran kekuatan laju dorong mesin perahu yang dinyatakan dalam paar de kraft (PK) atau tenaga kuda. - Modal yang dikeluarkan dalam setiap melaut (X1.11), diukur berdasarkan jumlah rata-rata modal yang dikeluarkan selama satu tahun untuk setiap kali melaut dalam mata uang rupiah. - Pendapatan bersih setiap kali melaut (X1.12), diukur berdasarkan jumlah rata-rata pendapatan setelah dikeluarkan untuk biaya operasional melaut selama satu tahun dalam mata uang rupiah. - Ragam alat tangkap yang dimiliki (X1.13), diukur berdasarkan jumlah ragam alat tangkap yang dimiliki responden untuk satu perahu yang dioperasikannya. - Kemandirian ekonomi (X1.14), diukur berdasarkan intensitas hutang responden untuk keperluan melaut kepada pihak lain selama satu bulan terakhir. - Kemandirian sosial (X1.15), diukur dari intensitas kepedulian/ kepesertaan responden dalam kegiatan sosial selama waktu satu bulan terakhir. - Kemandirian emosional (X1.16), diukur dari intensitas keterlibatan orang lain dalam mengambil keputusan yang menyangkut kegiatan perikanan pada responden selama satu bulan terakhir. - Kemandirian intelektual (X1.17), diukur dari intensitas inisiatif responden dalam mencari informasi pengetahuan cara perikanan selama satu bulan terakhir.

104 81 2. Sikap nelayan (X2), yang meliputi: - Sikap dalam penggunaan alat tangkap (X2.1), diukur dari aspek pengetahuan, aspek sikap dan aspek perilaku dalam bidang pemilihan jenis alat tangkap yang sesuai dengan jenis ikan yang akan ditangkap, ukuran alat tangkap yang sesuai dengan ukuran ikan yang akan ditangkap, jenis alat tangkap yang sesuai dengan kedalaman laut wilayah tangkap dan ukuran alat tangkap yang sesuai dengan kedalaman laut wilayah tangkap. - Sikap dalam penggunaan alat bantu tangkap (X2.2), diukur dari aspek pengetahuan, aspek sikap dan aspek perilaku dalam bidang pemilihan jenis mesin sesuai dengan kekuatan daya dorong mesin (PK), pemilihan suku cadang mesin perahu, penggantian oli mesin perahu sesuai dengan petunjuk perawatan mesin, pemanfaatan kembali oli yang sudah digunakan dari mesin, membersihkan, mengecat badan perahu. - Sikap dalam melakukan persiapan operasi kegiatan penangkapan ikan (X2.3), diukur dari aspek pengetahuan, aspek sikap dan aspek perilaku dalam bidang pencaharian informasi tentang kondisi cuaca sebelum melaut, pencarian informasi tentang wilayah tangkap yang banyak terdapat ikan, pencarian informasi tentang perubahan musim angin dan jenis ikan sepanjang tahun, kegiatan pengecekan menyeluruh kelengkapan perahu beserta alat tangkapnya sebelum berangkat melaut - Sikap dalam melakukan operasi penangkapan ikan (X2.4), diukur dari aspek pengetahuan, aspek sikap dan aspek perilaku dalam bidang cara menentukan wilayah tangkap untuk menangkap ikan, cara memilih waktu yang paling baik untuk berangkat melaut menangkap ikan, cara menangkap hanya jenis ikan tertentu saja dengan ukuran sesuai dengan permintaan pasar, cara melepaskan kembali ikan yang tertangkap yang tidak sesuai dengan ukuran dan jenis kebutuhan pasar. - Sikap dalam pengerahan modal usaha dalam kegiatan penangkapan ikan (X2.5), diukur dari aspek pengetahuan, aspek sikap dan aspek perilaku dalam bidang cara membelanjakan uang modal melaut secara hemat, cara membagi hasil pendapatan bersih melaut sesuai dengan aturan yang berlaku diantara pemilik dan anak buah kapal, menabung pendapatan hasil melaut untuk mengurangi jumlah hutang kepada punggawa. - Sikap dalam pengerahan tenaga kerja penangkapan ikan (X2.6), diukur dari aspek pengetahuan, aspek sikap dan aspek perilaku dalam bidang cara mengoperasikan perahu dan alat tangkap secara cakap, memilih anak buah kapal yang terampil, cara

105 82 mempertahankan anak buah kapal yang terampil, memerintahkan anak buah kapal secara tegas untuk melaksanakan tugas sesuai dengan tanggungjawabnya. - Sikap dalam menjaga mutu ikan hasil tangkapan yang akan dipasarkan (X2.7), diukur dari aspek pengetahuan, aspek sikap dan aspek perilaku dalam bidang menyiapkan tersedianya sarana ice box dan es yang cukup sebelum melakukan kegiatan melaut, memilah jenis dan ukuran ikan hasil tangkapan sebelum dipasarkan, menyimpan ikan di dalam wadah ice box agar tetap segar saat di perahu, menjaga kebersihan bagian dalam perahu. - Sikap dalam memasarkan ikan hasil tangkapan (X2.8), diukur dari aspek pengetahuan, aspek sikap dan aspek perilaku dalam bidang, mencari informasi tentang harga ikan yang berlaku sesuai harga pasar, melakukan tawar menawar harga jual ikan kepada pembeli (punggawa) sesuai harga pasar, mengolah sendiri sebagian ikan hasil tangkapan (seperti diasinkan, dijemur dll) untuk kemudian dijual. 3. Kepatuhan Nelayan kepada Patron (X3) yang meliputi: - Kepatuhan kepada patron dalam penggunaan alat tangkap (X3.1), diukur dari tingkat harapan orang-orang penting (significant other) dalam hidup responden nelayan dan tingkat ketaatan responden nelayan terhadap orang-orang penting tersebut dalam memilih jenis alat tangkap yang sesuai dengan jenis ikan yang akan ditangkap, memilih ukuran alat tangkap yang sesuai dengan ukuran ikan yang akan ditangkap, memilih jenis alat tangkap yang sesuai dengan kedalamam laut wilayah tangkap, memilih ukuran alat tangkap yang sesuai dengan kedalamam laut wilayah tangkap - Kepatuhan kepada patron dalam penggunaan alat bantu tangkap (X3.2), diukur dari tingkat harapan orang-orang penting (significant other) dalam hidup responden nelayan dan tingkat ketaatan responden nelayan terhadap orang-orang penting tersebut dalam memilih jenis mesin sesuai dengan kekuatan daya dorong mesin (pk) dengan ukuran perahu yang digunakan, memilih suku cadang mesin perahu, mengganti oli mesin perahu sesuai dengan petunjuk perawatan mesin, memanfaatkan kembali oli yang sudah digunakan dari mesin, membersihkan, mengecat badan perahu secara berkala. - Kepatuhan kepada patron dalam melakukan persiapan operasi kegiatan penangkapan ikan (X3.3), diukur dari tingkat harapan orang-orang penting (significant other) dalam hidup responden nelayan dan tingkat ketaatan responden

106 83 nelayan terhadap orang-orang penting tersebut dalam bidang pencarian informasi dari sesama nelayan tentang kondisi cuaca sebelum melaut, pencarian informasi tentang wilayah tangkap yang banyak terdapat ikan, pencarian informasi dari sesama nelayan tentang perubahan musim angin dan jenis ikan sepanjang tahun, kegiatan pengecekan menyeluruh kelengkapan perahu beserta alat tangkapnya sebelum berangkat melaut - Kepatuhan kepada patron dalam melakukan operasi penangkapan ikan (X3.4), diukur dari tingkat harapan orang-orang penting (significant other) dalam hidup responden nelayan dan tingkat ketaatan responden nelayan terhadap orang-orang penting tersebut dalam bidang penentuan wilayah tangkap untuk menangkap ikan, memilih waktu yang paling baik untuk berangkat melaut menangkap ikan, menangkap hanya jenis ikan tertentu saja dengan ukuran sesuai dengan permintaan pasar, melepaskan kembali ikan yang tertangkap yang tidak sesuai dengan ukuran dan jenis kebutuhan pasar. - Kepatuhan kepada patron dalam pengerahan modal usaha dalam kegiatan penangkapan ikan (X3.5), diukur dari tingkat harapan orang-orang penting (significant other) dalam hidup responden nelayan dan tingkat ketaatan responden nelayan terhadap orang-orang penting tersebut dalam dalam bidang membelanjakan uang modal melaut secara hemat, membagi hasil pendapatan bersih melaut sesuai dengan aturan yang berlaku diantara pemilik dan anak buah kapal, menyisihkan uang pendapatan hasil melaut untuk mengurangi jumlah hutang kepada punggawa. - Kepatuhan kepada patron dalam pengerahan tenaga kerja penangkapan ikan (X3.6), diukur dari tingkat harapan orang-orang penting (significant other) dalam hidup responden nelayan dan tingkat ketaatan responden nelayan terhadap orang-orang penting tersebut dalam bidang mengoperasikan perahu dan alat tangkap secara mandiri, mengoperasikan perahu dan alat tangkap, memilih anak buah kapal yang terampil yang dapat menjalankan perahu dan mengoperasikan alat tangkap, mempertahankan anak buah kapal yang terampil dan memiliki pengalaman dalam berlayar, membagi tugas pekerjaan bagi anak buah kapal. - Kepatuhan kepada patron dalam menjaga mutu ikan hasil tangkapan yang akan dipasarkan (X3.7), diukur dari tingkat harapan orang-orang penting (significant other) dalam hidup responden nelayan dan tingkat ketaatan responden nelayan terhadap orang-orang penting tersebut dalam dalam bidang cara menyiapkan tersedianya sarana ice box dan es yang cukup sebelum melakukan kegiatan melaut, cara melakukan pemilahan jenis dan ukuran ikan hasil tangkapan sebelum

107 84 dipasarkan, cara menyimpan ikan di dalam wadah ice box agar tetap segar saat di perahu sebelum ikan dipasarkan, cara menjaga kebersihan bagian dalam perahu pada saat menyimpan ikan di dalam wadah ice box - Kepatuhan kepada patron dalam memasarkan ikan hasil tangkapan (X3.8), diukur dari tingkat harapan orang-orang penting (significant other) dalam hidup responden nelayan dan tingkat ketaatan responden nelayan terhadap orang-orang penting tersebut dalam bidang cara mendapatkan informasi tentang harga ikan yang berlaku sesuai harga pasar, cara melakukan tawar menawar harga jual ikan kepada pembeli (bakul) sesuai harga pasar, cara mengolah sendiri sebagian ikan hasil tangkapan (seperti diasinkan, dijemur dll) untuk kemudian dijual. 4. Kemampuan Berperilaku Nelayan (X4), yang meliputi: - Kemampuan berperilaku dalam penggunaan alat tangkap (X4.1), diukur dari tingkat keyakinan kemampuan berperilaku dan evaluasi nelayan dalam memilih jenis alat tangkap yang sesuai dengan jenis ikan yang akan ditangkap, memilih ukuran alat tangkap yang sesuai dengan ukuran ikan yang akan ditangkap, memilih jenis alat tangkap yang sesuai dengan kedalaman laut wilayah tangkap, memilih ukuran alat tangkap yang sesuai dengan kedalaman laut wilayah tangkap - Kemampuan berperilaku dalam penggunaan alat bantu tangkap (X4.2), diukur dari tingkat keyakinan kemampuan berperilaku dan evaluasi nelayan dalam memilih jenis mesin sesuai dengan kekuatan daya dorong mesin (PK) dengan ukuran perahu yang digunakan, memilih suku cadang mesin perahu yang tidak gampang rusak (awet), mengganti oli mesin perahu sesuai dengan petunjuk perawatan mesin, memanfaatkan kembali oli yang sudah digunakan dari mesin, membersihkan, mengecat badan perahu secara berkala. - Kemampuan berperilaku dalam melakukan persiapan operasi kegiatan penangkapan ikan (X4.3), diukur dari tingkat keyakinan kemampuan berperilaku dan evaluasi nelayan bidang pencarian informasi dari sesama nelayan tentang kondisi cuaca sebelum melaut, pencarian informasi dari sesama nelayan tentang wilayah tangkap yang banyak terdapat ikan, pencarian informasi dari sesama nelayan tentang perubahan musim angin dan jenis ikan sepanjang tahun, kegiatan pengecekan menyeluruh kelengkapan perahu beserta alat tangkapnya sebelum berangkat melaut. - Kemampuan berperilaku dalam melakukan operasi penangkapan ikan (X4.4), diukur dari tingkat keyakinan kemampuan berperilaku dan evaluasi nelayan dalam bidang cara menentukan wilayah tangkap untuk menangkap ikan, cara memilih waktu yang

108 85 paling baik untuk berangkat melaut menangkap ikan, cara menangkap hanya jenis ikan tertentu saja dengan ukuran sesuai dengan permintaan pasar, cara melepaskan kembali ikan yang tertangkap yang tidak sesuai dengan ukuran dan jenis kebutuhan pasar. - Kemampuan berperilaku dalam pengerahan modal usaha dalam kegiatan penangkapan ikan (X4.5), diukur dari tingkat keyakinan kemampuan berperilaku dan evaluasi nelayan dalam hidup responden nelayan dan tingkat ketaatan responden nelayan terhadap orang-orang penting tersebut dalam dalam bidang cara membelanjakan uang modal melaut secara hemat, cara membagi hasil pendapatan bersih melaut sesuai dengan aturan yang berlaku diantara pemilik dan anak buah kapal (bidak), cara menyisihkan uang pendapatan hasil melaut untuk mengurangi jumlah hutang kepada punggawa. - Kemampuan berperilaku dalam pengerahan tenaga kerja penangkapan ikan (X4.6), diukur dari tingkat keyakinan kemampuan berperilaku dan evaluasi nelayan dalam bidang cara mengoperasikan perahu dan alat tangkap secara mandiri, cara mengoperasikan perahu dan alat tangkap, cara memilih anak buah kapal yang terampil yang dapat menjalankan perahu dan mengoperasikan alat tangkap, cara mempertahankan anak buah kapal yang terampil dan memiliki pengalaman dalam berlayar, cara membagi tugas pekerjaan bagi anak buah kapal. - Kemampuan berperilaku dalam menjaga mutu ikan hasil tangkapan yang akan dipasarkan (X4.7), diukur dari tingkat keyakinan kemampuan berperilaku dan evaluasi nelayan dalam bidang cara menyiapkan tersedianya sarana ice box dan es yang cukup sebelum melakukan kegiatan melaut, cara melakukan pemilahan jenis dan ukuran ikan hasil tangkapan sebelum dipasarkan, cara menyimpan ikan di dalam wadah ice box agar tetap segar saat di perahu sebelum ikan dipasarkan, cara menjaga kebersihan bagian dalam perahu pada saat menyimpan ikan di dalam wadah ice box - Kemampuan berperilaku dalam memasarkan ikan hasil tangkapan (X4.8), diukur dari tingkat keyakinan kemampuan berperilaku dan evaluasi nelayan dalam bidang cara mendapatkan informasi tentang harga ikan yang berlaku sesuai harga pasar, cara melakukan tawar menawar harga jual ikan kepada pembeli (punggawa) sesuai harga pasar, cara mengolah sendiri sebagian ikan hasil tangkapan (seperti diasinkan, dijemur dll) untuk kemudian dijual.

109 86 5. Niat untuk Berperilaku Nelayan (Y1), yang meliputi: - Niat untuk berperilaku (Y1.1), diukur dari tingkat kecenderungan, tekad atau keinginan untuk melakukan kegiatan dalam memilih jenis alat tangkap yang sesuai dengan jenis ikan yang akan ditangkap, memilih ukuran alat tangkap yang sesuai dengan ukuran ikan yang akan ditangkap, memilih jenis alat tangkap yang sesuai dengan kedalaman laut wilayah tangkap, memilih ukuran alat tangkap yang sesuai dengan kedalaman laut wilayah tangkap - Niat untuk berperilaku (Y1.2), diukur dari tingkat kecenderungan, tekad atau keinginan untuk melakukan kegiatan dalam memilih jenis mesin sesuai dengan kekuatan daya dorong mesin (PK) dengan ukuran perahu yang digunakan, memilih suku cadang mesin perahu yang tidak gampang rusak (awet), mengganti oli mesin perahu sesuai dengan petunjuk perawatan mesin, memanfaatkan kembali oli yang sudah digunakan dari mesin, membersihkan, mengecat badan perahu secara berkala. - Niat untuk berperilaku (Y1.3), diukur dari tingkat kecenderungan, tekad atau keinginan untuk melakukan kegiatan dalam bidang pencarian informasi dari sesama nelayan tentang kondisi cuaca sebelum melaut, pencarian informasi dari sesama nelayan tentang wilayah tangkap yang banyak terdapat ikan, pencarian informasi dari sesama nelayan tentang perubahan musim angin dan jenis ikan sepanjang tahun, kegiatan pengecekan menyeluruh kelengkapan perahu beserta alat tangkapnya sebelum berangkat melaut - Niat untuk berperilaku (Y1.4), diukur dari tingkat kecenderungan, tekad atau keinginan untuk melakukan kegiatan dalam bidang cara menentukan wilayah tangkap untuk menangkap ikan, cara memilih waktu yang paling baik untuk berangkat melaut menangkap ikan, cara menangkap hanya jenis ikan tertentu saja dengan ukuran sesuai dengan permintaan pasar, cara melepaskan kembali ikan yang tertangkap yang tidak sesuai dengan ukuran dan jenis kebutuhan pasar. - Niat untuk berperilaku (Y1.5), diukur dari tingkat kecenderungan, tekad atau keinginan untuk melakukan kegiatan dalam bidang cara membelanjakan uang modal melaut secara hemat, cara membagi hasil pendapatan bersih melaut sesuai dengan aturan yang berlaku diantara pemilik dan anak buah kapal (bidak), cara menyisihkan uang pendapatan hasil melaut untuk mengurangi jumlah hutang kepada bakul. - Niat untuk berperilaku (Y1.6), diukur dari tingkat kecenderungan, tekad atau keinginan untuk melakukan kegiatan dalam bidang cara mengoperasikan perahu dan alat tangkap secara mandiri, cara mengoperasikan perahu dan alat tangkap, cara memilih anak buah kapal yang terampil yang dapat menjalankan perahu dan

110 87 mengoperasikan alat tangkap, cara mempertahankan anak buah kapal yang terampil dan memiliki pengalaman dalam berlayar, cara membagi tugas pekerjaan bagi anak buah kapal. - Niat untuk berperilaku (Y1.7), diukur dari tingkat kecenderungan, tekad atau keinginan untuk melakukan kegiatan dalam bidang cara menyiapkan tersedianya sarana ice box dan es yang cukup sebelum melakukan kegiatan melaut, cara melakukan pemilahan jenis dan ukuran ikan hasil tangkapan sebelum dipasarkan, cara menyimpan ikan di dalam wadah ice box agar tetap segar saat di perahu sebelum ikan dipasarkan, cara menjaga kebersihan bagian dalam perahu pada saat menyimpan ikan di dalam wadah ice box - Niat untuk berperilaku (Y1.8), diukur dari tingkat kecenderungan, tekad atau keinginan untuk melakukan kegiatan dalam bidang, cara mendapatkan informasi tentang harga ikan yang berlaku sesuai harga pasar, cara melakukan tawar menawar harga jual ikan kepada pembeli (punggawa) sesuai harga pasar, cara mengolah sendiri sebagian ikan hasil tangkapan (seperti diasinkan, dijemur dll) untuk kemudian dijual. 6. Perilaku Nelayan (Y2), yang meliputi: - Perilaku (Y2.1), diukur dari tindakan yang dilakukan dalam memilih jenis alat tangkap yang sesuai dengan jenis ikan yang akan ditangkap, memilih ukuran alat tangkap yang sesuai dengan ukuran ikan yang akan ditangkap, memilih jenis alat tangkap yang sesuai dengan kedalamam laut wilayah tangkap, memilih ukuran alat tangkap yang sesuai dengan kedalamam laut wilayah tangkap - Perilaku (Y2.2), diukur dari tindakan yang dilakukan dalam memilih jenis mesin sesuai dengan kekuatan daya dorong mesin (PK) dengan ukuran perahu yang digunakan, memilih suku cadang mesin perahu yang tidak gampang rusak (awet), mengganti oli mesin perahu sesuai dengan petunjuk perawatan mesin, memanfaatkan kembali oli yang sudah digunakan dari mesin, membersihkan, mengecat badan perahu secara berkala. - Perilaku (Y2.3), diukur dari tindakan yang dilakukan dalam bidang pencarian informasi dari sesama nelayan tentang kondisi cuaca sebelum melaut, pencarian informasi dari sesama nelayan tentang wilayah tangkap yang banyak terdapat ikan, pencarian informasi dari sesama nelayan tentang perubahan musim angin dan jenis ikan sepanjang tahun, kegiatan pengecekan menyeluruh kelengkapan perahu beserta alat tangkapnya sebelum berangkat melaut

111 88 - Perilaku (Y2.4), diukur dari tindakan yang dilakukan dalam bidang cara menentukan wilayah tangkap untuk menangkap ikan, cara memilih waktu yang paling baik untuk berangkat melaut menangkap ikan, cara menangkap hanya jenis ikan tertentu saja dengan ukuran sesuai dengan permintaan pasar, cara melepaskan kembali ikan yang tertangkap yang tidak sesuai dengan ukuran dan jenis kebutuhan pasar. - Perilaku (Y2.5), diukur dari tindakan yang dilakukan dalam bidang cara membelanjakan uang modal melaut secara hemat, cara membagi hasil pendapatan bersih melaut sesuai dengan aturan yang berlaku diantara pemilik dan anak buah kapal (bidak), cara menyisihkan uang pendapatan hasil melaut untuk mengurangi jumlah hutang kepada bakul. - Perilaku (Y2.6), diukur dari tindakan yang dilakukan dalam bidang cara mengoperasikan perahu dan alat tangkap secara mandiri, cara mengoperasikan perahu dan alat tangkap, cara memilih anak buah kapal yang terampil yang dapat menjalankan perahu dan mengoperasikan alat tangkap, cara mempertahankan anak buah kapal yang terampil dan memiliki pengalaman dalam berlayar, cara membagi tugas pekerjaan bagi anak buah kapal. - Perilaku (Y2.7), diukur dari tindakan yang dilakukan dalam bidang cara menyiapkan tersedianya sarana ice box dan es yang cukup sebelum melakukan kegiatan melaut, cara melakukan pemilahan jenis dan ukuran ikan hasil tangkapan sebelum dipasarkan, cara menyimpan ikan di dalam wadah ice box agar tetap segar saat di perahu sebelum ikan dipasarkan, cara menjaga kebersihan bagian dalam perahu pada saat menyimpan ikan di dalam wadah ice box - Perilaku (Y2.8), diukur dari tindakan yang dilakukan dalam bidang cara mendapatkan informasi tentang harga ikan yang berlaku sesuai harga pasar, cara melakukan tawar menawar harga jual ikan kepada pembeli (bakul) sesuai harga pasar, cara mengolah sendiri sebagian ikan hasil tangkapan (seperti diasinkan, dijemur dll) untuk kemudian dijual. Validitas dan Reliabilitas Instrumen Validitas instrumen menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur itu mengukur apa yang ingin diukur, sedanglam reliabilitas instrumen ialah indeks yang menunjukkan sejauhmana suatu alat pengukur dapat dipercaya (Babbie, 2004). Upaya untuk memperoleh instrumen yang memiliki tingkat kebenaran tinggi dilakukan dengan uji validitas tersebut. Instrumen yang valid bila instrumen tersebut benar-benar mengukur yang sebenarnya atau

112 89 mampu mengukur substansi masalah yang sesungguhnya secara benar. Validitas instrumen juga dimaksudkan untuk menguji kebenaran yang terungkap dari suatu sampel (validitas internal) dan seberapa jauh kebenaran tersebut berlaku umum bagi suatu populasi yang sedang diselidiki (validitas eksternal). Uji validitas isi instrumen penelitian ini dilakukan untuk mengetahui (1) apakah substansi alat ukur telah mencerminkan seluruh isi yang dimiliki (property), (2) apakah informasi yang dikumpulkan telah sesuai dengan konsep yang digunakan. Merujuk kepada hal tersebut, langkah yang telah dilakukan dalam menguji validitas ini instrumen penelitian ini, yaitu (1) melakukan penilaian aspek yang akan diukur oleh tiga orang ahli (juri opinion) sesuai dengan bidang kepakarannya seperti Tabel 6 berikut: Tabel 6 Susunan Kepakaran Juri Opinion Uji Instrumen Penelitian No. Bidang Keahlian Asal Lembaga 1. Ahli alat tangkap dan alat bantu tangkap perikanan 2. Ahli perikanan tangkap wilayah pantai Utara Jawa Barat 3. Sosiolog ahli pemberdayaan masyarakar pesisir di pantai Utara Jawa Barat Fakultas Perikanan Institut Pertanian Bogor (IPB) Pusat Oseanologi Lembaga Ilmu Pengetahun Indonesia (LIPI) Departemen Sosiologi FISIP Universitas Indonesia (2) Uji coba kepada 40 nelayan artisanal di wilayah desa studi yang tidak termasuk dalam daftar nama responden penelitian. Data yang terkumpul selanjutnya dianalisis dengan uji reliabilitas menggunakan koefisien Cronbach Alpha dalam sofware SPSS 13. Hasil uji reliablitas instrumen diperoleh nilai Alpha Cronbach berkisar antara 0,601 (reliabel) sampai 0,994 (sangat reliabel) dari 40 indikator yang membangun 5 peubah (X2, X3, X4, Y1 dan Y2). Hasil ini menunjukkan bahwa instrumen dinyatakan reliabel dalam mengukur peubah penelitian.

113 berikut: Kerangka hipotetik model struktural peubah penelitian, dinyatakan seperti Gambar 6 90 δ18 δ19 δ20 δ21 δ22 δ23 δ24 δ25 δ1 X1.1 X2.1 X2.2 X2.3 X2.4 X2.5 X2.6 X2.7 X28 δ2 X1.2 λ2 λ1 λ18 λ19 λ20 λ21 λ22 λ23 λ24 λ δ3 X1.3 λ3 X2 Sikap ς1 Y1.1 Y1.2 Y1.3 Y1.4 Y1.5 Y1.6 Y1.7 Y1.8 δ4 X1.4 λ4 γ1 γ4 λ42 λ43 λ44 λ45 λ46 λ47 λ48 λ49 δ5 X1.5 δ6 δ7 δ8 δ9 δ10 X1.6 X1.7 X1.8 X1.9 X1.10 λ5 λ6 λ7 λ8 λ9 λ10 X1 Karak. Individu δ26 δ27 δ28 δ29 δ30 δ31 δ32 δ33 X3.1 X3.2 X3.3 X3.4 X3.5 X3.6 X3.7 X3.8 λ26 γ2 λ27 λ28 φ 4 λ29 λ30 X3 Kepatuhann thdp Patron ς2 λ31 λ32 γ5 γ6 λ33 Y1 Niat utk Berperila ku β1 ς4 δ11 X1.11 λ11 Y2 Perilaku ς5 λ12 γ3 δ12 X1.12 λ13 ς3 λ50 λ51 λ52 λ53 λ54 λ55 λ56 λ57 δ13 X1.13 λ14 X4 Kemampuan Berperilaku Y2.1 Y2.2 Y2.3 Y2.4 Y2.5 Y2.6 Y2.7 Y5.8 δ14 X1.14 λ δ15 δ16 δ17 X1.15 λ16 X1.16 λ17 X1.17 λ34 λ36 λ37 λ38 λ35 λ39 λ40 λ41 X4.1 X4.2 X4.3 X4.4 X4.5 X4.6 X4.7 X4.8 δ34 δ35 δ36 δ37 δ38 δ39 δ40 δ41 Gambar 6 Kerangka Hipotetik Model Struktural Peubah Penelitian:Faktor-faktor yang Memengaruhi Perilaku Nelayan Artisanal Memanfaatkan Sumberdaya Perikanan di Pantai Utara Jawa Barat Untuk menguji model, dirumuskan rancangan pengujian sebagai Tabel 7 berikut: Overall Model Fit Tabel 7 Rancangan Pengujian Model Perilaku Nelayan Model Hipotesis Statistik Uji Kriteria Uji Ho: matrik kovarian data sampel tidak berbeda dengan Nilai p, RMSEA, matrik kovarian populasi yang dan CFI diestimasi. H1 : matrik kovarian data sampel berbeda dengan matriks kovarian populasi yang diestimasi Ho: γ1 = 0 Diharapkan Ho diterima, jika p 0,05; RMSEA < 0,08 dan atau CFI > 0,90 Model Karakteristik individu tidak Diharapkan Ho

114 Tabel 7 (lanjutan) 91 Sikap Nelayan Model Kepatuhan kepada Patron memengaruhi sikap H1: γ1 > 0; karakteristik individu berpengaruh positif pada sikap. Ho: γ2 = 0 Karakteristik individu tidak memengaruhi tingkat kepatuhan kepada patron Nilai t Nilai t ditolak, jika nilai t hitung 1,96 Diharapkan Ho ditolak, jika nilai t hitung 1,96 Model Kemampuan Berperilaku H1: γ2 > 0; karakteristik individu berpengaruh positif pada kepatuhan kepada patron Ho: γ3 = 0 Karakteristik individu tidak mempengaruhi kemampuan berperilaku Nilai t Diharapkan Ho ditolak, jika nilai t hitung 1,96 Model Niat untuk Berperilaku H1: γ3 > 0; karakteristik individu berpengaruh positif pada kemampuan berperilaku Ho: γ4 =γ5 = γ6 = 0 sikap atau kepatuhan kepada patron atau kemampuan berperilaku tidak memengaruhi niat untuk berperilaku. Nilai t Diharapkan Ho ditolak, jika nilai t hitung 1,96 H1: γ4 > 0; sikap berpengaruh positif pada niat untuk berperilaku H1: γ5 > 0; kepatuhan kepada patron berpengaruh positif pada niat untuk berperilaku H1: γ6 > 0, kemampuan berperilaku berpengaruh positif pada niat untuk berperilaku Model Perilaku Ho: β1 = 0 Niat untuk berperilaku tidak memengaruhi perilaku. Nilai t Diharapkan Ho ditolak, jika nilai t hitung 1,96 H1: β1 > 0; niat untuk berperilaku berpengaruh positif pada perilaku.

115 92

116 92 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Gambaran Umum Pantai Utara Jawa Barat Seperti telah dikemukakan di muka, penelitian ini merupakan penelitian ex-post pacto yang mengungkap faktor-faktor yang memengaruhi perilaku nelayan artisanal di pantai Utara Jawa Barat. Wilayah penelitian mencakup kabupaten Cirebon, Indramayu, Subang, Karawang dan Bekasi. Gambaran umum wilayah studi tersebut ialah sebagai berikut: Letak Geografis dan Kondisi Lingkungan Perairan Pantai Utara Jawa Barat Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak pada Lintang Selatan dan Bujur Timur. Luas Provinsi Jawa Barat ialah sekitar ,28 Km 2 dengan panjang garis pantai mencapai 755,83 Km. Secara administratif Provinsi Jawa Barat mempunyai batas wilayah sebagai berikut: Sebelah Utara berbatasan dengan Laut Jawa dan Provinsi DKI Jakarta Sebelah Timur berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah Sebelah Selatan berbatasan dengan Samudera Hindia Sebelah Barat berbatasan dengan Provinsi Banten Pesisir dan laut wilayah Utara Jawa Barat membentang dari Kabupaten Bekasi di Barat sampai Kabupaten Cirebon di Timur dengan luas wilayah administratif kabupaten/kota mencapai 8.570,28 Km2 dengan panjang garis pantai kurang lebih 354,2 Km. Panjang pantai setiap Kabupaten/Kota sebagai berikut: Kabupaten Bekasi 74 Km, Karawang 57 Km, Subang 48,20 Km, Indramayu 114 Km dan Kabupaten Cirebon 54 Km dan Kota Cirebon 7 Km. Secara geografis berdasarkan batas wilayah kabupaten, pesisir dan laut wilayah Utara Jawa Barat terletak pada ' ' Bujur Timur dan 6 10' - 7 Lintang Selatan dengan batas-batas wilayah sebagai berikut: Sebelah Utara berbatasan dengan Laut Jawa dan Provinsi DKI Jakarta Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Bogor, Cianjur, Bandung, Majalengka, Sumedang, dan Kuningan

117 93 Sebelah Timur berbatasan dengan Provinsi Banten Sebelah Barat berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah Laut Jawa mempunyai ciri-ciri umum seperti yang dimiliki oleh perairan paparan Sunda, yaitu laut berpantai landai, bertopografi dasar laut datar, berlumpur dan dangkal, dengan tingkat kekeruhan air yang tinggi diukur dari kandungan sestonnya. Keadaan ini disebabkan karena laut Jawa menampung aliran sungai dari pulau Jawa, Sumatra, dan Kalimantan yang membawa serta endapan. Aliran sungai tersebut memengaruhi kekeruhan. Daerah-daerah muara sungai kandungan sestonnya lebih tinggi dibandingkan dengan perairan tengah. Musim turut pula memengaruhi kekeruhan aliran arus laut. Pada Musim Barat angin bertiup dari arah Barat ke Timur, berlangsung dari bulan Desember sampai dengan Februari, bersamaan dengan musim hujan. Berbeda dengan musim Timur, angin bertiup dari Timur ke Barat, antara bulan Juni sampai Agustus bersamaan dengan musim kemarau. Oleh karena itu, pada Musim Barat kandungan seston arus air laut lebih tinggi. Suniers (dalam Sutejo Kuat Widodo, 2007) menyatakan bahwa perairan Laut Jawa kaya akan plankton. Kekayaan populasi plankton ini disebabkan oleh melimpahnya makanan dalam air yang terbawa oleh berbagai senyawa dan proses pengadukan. Kadar plankton tersebut menjadikan Laut Jawa sebagai perairan yang kaya ikan. Demikian pula dengan keadaan alamiah Laut Jawa yang airnya relatif tenang, berpantai landai dan dangkal merupakan faktor-faktor yang menguntungkan untuk usaha penangkapan ikan. Pada bulan Januari, temperaturnya di bawah 29 derajat Celsius, dengan kandungan garam 31,5-35 0/00. Oleh karena itu, di kawasan pantai Utara Jawa sudah lama dikenal adanya wilayah-wilayah yang kaya ikan, di antaranya di teluk dekat Selat Sunda, di sekitar Kepulauan Seribu, sekitar Cirebon, Pemalang, Kendal, Juana, Rembang, Sidayu, Gresik, laut antara pulau Bawean dengan pantai utara Madura, sekitar Sapudi dan Kangean. Laporan Rinkes bahwa dari tahun ke tahun ikan layang merupakan ikan yang banyak ditangkap, terutama di perairan Madura dan pantai Utara Jawa bagian Timur (Sutejo Kuat Widodo, 2007).

118 94 Demografi Wilayah Pesisir Pantai Utara Jawa Barat Provinsi Jawa Barata adalah sebuah provinsiyang tertua di Indonesia. Ibu kotanya berada di kota Bandung. Perkembangan sejarah menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Barat merupakan Provinsi yang dibentuk di wilayah Indonesia (staatblad Nomor: 378). Provinsi Jawa Barat dibentuk berdasarkan UU No.11 Tahun 1950 tentang Pembentukan Provinsi Jawa Barat. Jawa Barat merupakan provinsi dengan jumlah penduduk terbanyak di Indonesia. Di bagian Barat Laut provinsi Jawa Barat berbatasan langsung dengan Daerah Khusus Ibukota Jakarta, ibu kota negara Indonesia. Pada tahun 2000, Provinsi Jawa Barat dimekarkan dengan berdirinya Provinsi Banten yang berada di bagian Barat pulau Jawa. Berdasarkan hasil Sensus Penduduk Tahun 2009, jumlah penduduk Jawa Barat jiwa, yang terdiri dari laki-laki dan perempuan dengan rumah tangga. Pada tahun 1990 penduduk provinsi Jawa Barat berjumlah jiwa, sementara pada tahun 2000 jumlah penduduknya mencapai jiwa. Di provinsi Jawa Barat terdapat 5 kabupaten yang berbatasan langsung dengan Laut Jawa. Kelima kabupaten tersebut ialah Cirebon, Indramayu, Subang, Karawang dan Bekasi dengan jumlah penduduk pada tahun 2009 sebagai berikut: (1) Cirebon jiwa, (2) Indramayu jiwa, (3) Subang jiwa, (4) Karawang jiwa dan (5) Bekasi berjumlah jiwa. Di kabupaten Cirebon, kecamatan yang termasuk daerah pesisir yaitu kecamatan Gebang, Pangenan, Astana Japura, Cirebon Utara dan Kapetakan yang terdiri dari 37 desa pesisir dengan jumlah rumah tangga nelayan mencapai Kabupaten Subang terdiri dari 30 kecamatan yang menjadi 245 desa dan 8 kelurahan dengan pusat pemerintahan di Kecamatan Subang. Penduduk kabupaten Subang pada tahun 2010 berjumlah jiwa. Kecamatan yang termasuk wilayah pesisir meliputi kecamatan Legon Kulon dan Blanakan yang terdiri dari 11 desa pesisir. Jumlah rumah tangga nelayan artisanal seluruhnya 651. Di Kabupaten Indramayu, kecamatan yang termasuk wilayah pesisir yaitu kecamatan Indramayu, Sindang, Centigi, Balongan, Losarang, Kandanghaur dan Karangampel yang terdiri dari 28 desa pesisir. Jumlah rumah tangga nelayan artisanal seluruhnya Kabupaten Karawang terbagi atas 30 wilayah kecamatan, dengan jumlah penduduk pada tahun 2010 sebanyak jiwa. Kecamatan yang termasuk wilayah pesisir yaitu kecamatan Cibuaya, Cilamaya Kulon, Cilamaya Wetan, Pakis Jaya, Pedes,

119 95 Cilebar dan Tempuran yang terdiri dari 9 wilayah desa pesisir. Jumlah rumah tangga nelayan artisanal seluruhnya 840. Sementara itu di kabupaten Bekasi dengan ibukota kota Cikarang. Kabupaten ini berada tepat di sebelah Timur Jakarta, berbatasan dengan kota Bekasi dan Provinsi DKI Jakarta di Barat, Laut Jawa di Barat dan Utara, kabupaten Karawang di Timur, serta kabupaten Bogor di Selatan. Kabupaten Bekasi terdiri atas 23 kecamatan, yang dibagi lagi atas sejumlah desa dan kelurahan. Wilayah kecamatan yang termasuk wilayah pesisir yaitu kecamatan Muara Jaya yang terdiri dari 2 wilayah desa pesisir. Jumlah rumah tangga nelayan artisanal seluruhnya 300. Komposisi Golongan Etnik Indonesia merupakan negara multi etnik dengan jumlah penduduk 230 juta jiwa pada tahun 2003, tersebar di pulau dan memiliki tidak kurang dari 200 golongan etnik yang tinggal pulau-pulau di Indonesia. Di pulau Sumatera tinggal 42 golongan etnik, di pulau Jawa dan Madura 8 golongan etnik, di pulau Bali dan Lombok 3 golongan etnik, di pulau Kalimantan 25 golongan etnik, di pulau Sulawesi 37 golongan etnik dan di pulau Papua 37 golongan etnik golongan (Darwis Gani Suharman, 2004). Penduduk golongan etnik Sunda tinggal di Provinsi Jawa Barat. Wilayah asal orang Sunda biasa disebut sebagai Tatar Sunda atau Tanah Pasundan. Berdasarkan varian perbedaan bahasa dan letak demografi tempat tinggalnya, orang Sunda terbagi atas penduduk yang tinggal di Tanah Pasundan dan wilayah Pesisir. Orang Sunda yang tinggal di wilayah pesisir pantai Utara Provinsi Jawa Barat seperti kabupaten Cirebon, Indramayu, Subang, Karawang dan Bekasi merupakan varian sendiri dari golongan etnik Sunda yang dapat dibedakan dari bahasa sehari-hari yang mereka gunakan. Berbeda dengan bahasa Sunda pada umumnya, bahasa Sunda pesisir Utara Jawa Barat merupakan bahasa campuran antara Sunda dan Jawa (Muhammad Junus Melalatoa, 1995). Salah satu ciri masyarakat Sunda pesisir pantai Utara Jawa Barat ialah masyarakat berkarakter keras, tegas dan terbuka (Arif Satria, 2002). Kondisi demikian tidak terlepas dari keadaan sumberdaya yang dihadapi nelayan yang hingga saat ini masih bersifat open acces. Hal ini berbeda dengan masyarakat pertanian (agraris) yang menghadapi pola panen yang terkontrol dengan input yang terkontrol pula; jumlah input produksi (benih, makanan, teknik) sudah ditentukan untuk mencapai output yang diharapkan.

120 96 Sebagaimana juga dengan golongan etnik Sunda umumnya di Jawa Barat, penduduk Sunda pesisir di pantai Utara Jawa Barat juga menganut ajaran Islam. Dalam praktek keagamaan yang ditemukan, agama Islam dengan pengaruh Hindu dalam bentuk sinkretisme merupakan praktek yang hingga saat ini ditemukan pada masyarakat Sunda pesisir di pantai Utara Jawa Barat. Praktek sinkretisme dalam kegiatan keagamaan diantaranya ditunjukkan oleh selamatan perahu dalam bentuk kenduri dan mandi kembang. Untuk mengharapkan keselamatan dan keuntungan yang berlimpah, pemilik perahu biasa meminta dukun untuk mendoakan perahu yang baru dibuat sebelum diluncurkan ke laut. Demikian pula dengan upacara permintaan keselamatan dan kelimpahan hasil tangkapan. Tradisi bersih laut dalam bentuk melarung sesaji berupa kepala kerbau, bunga dan sesaji lainnya ke tengah laut senantiasa dipraktekkan oleh nelayan pantai Utara Jawa Barat hingga saat ini. Upacara bersih laut biasanya dilaksanakan dengan mengambil waktu di bulan-bulan keagamaan Islam seperti tahun baru Islam. Pelaksanaan upacara bersih laut yang dilaksanakan oleh masyarakat nelayan di pantai Utara Jawa Barat pada saat ini sudah memiliki nilai komersil. Masuknya nilai komersil ini biasanya ditunjukkan dengan masuknya merk perusahaan rokok terkenal seperti Gudang Garam, Jarum, Jie Sam Soe atau merk obat penyakit kulit Kalpanak sebagai sponsor utama kegiatan tersebut. Produk-produk dari perusahaan sponsor tersebut adalah produk-produk yang sangat populer di kalangan nelayan pantai Utara Jawa Barat. Sebagai masyarakat berkarakter keras dan terbuka yang menghadapi resiko keselamatan atas pekerjaan melaut, pada masyarakat Sunda pesisir pantai Utara Jawa Barat juga berkembang kesenian hiburan untuk menurunkan stres yang dihadapi. Salah satu bentuk kesenian yang berkembang adalah dombret. Dombret merupakan kombinasi antara tarian muda-mudi melakukan ngibing dengan iringan musik dangdut atau alunan gendang Sunda yang meriah. Pelaksanaan dombret ini biasanya dilakukan pada arena sosial yang tidak jauh dari lokasi tempat pelelangan ikan. Untuk menemani ngibing, pengunjung kesenian dombret didampingi oleh seorang wanita muda yang dibayar berdasarkan lama kencan. Bila kesenian dombret lebih ditujukan bagi konsumen remaja, dengan pendamping wanita yang juga masih muda, maka dongdot merupakan hiburan bagi lelaki dewasa. Tidak berbeda dengan dombret, dongdot di pantai Utara Jawa Barat juga hiburan yang diiringi oleh musik dangdut. Perbedaan dongdot disertai prostitusi. Para wanita pendamping yang

121 97 menemani tamu lelaki minum sambil menikmati alunan musik dangdut. Sesuai kesepakatan harga pada dongdot berlanjutkan kencan ke kamar tidur. Kesamaan dombret dan dongdot dapat dirasakan dengan meriahnya alunan musik dangdut ialah meriahnya alunan musik dangdut yang berlangsung hingga dini hari. Meskipun nelayan pantai Utara Jawa Barat memiliki watak yang keras karena tantangan alam pada pekerjaan mereka, mereka tetap memiliki solidaritas yang kuat. Ketika menghadapi musuh bersama yang merugikan mereka, muncul upaya kolektif untuk menghadapinya bergotong royong. Misalnya ketika terjadi pencurian alat-alat anjungan migas offshore seperti solar batere dan pipa migas milik perusahaan migas di wilayah mereka. Pada awalnya pihak perusahaan mencurigai nelayan yang melakukan tindak pencurian tersebut sehingga berakibat pelarangan secara keras nelayan untuk mencari ikan di sekitar anjungan migas offshore. Merasa nama baik nelayan menjadi jelek di mata perusahaan migas karena disangka sebagai pencuri, maka nelayan tanpa komando tertulis secara bersama-sama melaksanakan pengamanan swakarsa. Bentuk solidaritas lain yang dibangun oleh nelayan misalnya pada saat mereka menghadapi musibah di tengah laut. Ketika suatu perahu mengalami kecelakaan atau rusak, perahu nelayan secara bersama-sama memberi pertolongan yang dibutuhkan nelayan., mencari nelayan yang tenggelam atau menarik perahu yang rusak menuju daratan terdekat. Profil Umum Responden Nelayan Artisanal di Wilayah Studi Usia nelayan artisanal tersebut berkisar antara tahun dengan rataan usia nelayan 46,7 tahun. Lama tinggal di desa dari nelayan adalah antara 15 hingga 55 tahun dengan rata-rata lama tinggal 36,8 tahun. Sementara itu lamanya berprofesi menjadi nelayan berkisar antara 10 hingga 30 tahun dengan rata-rata usia 21,4 tahun. Lama memiliki perahu sendiri antara 5 hingga 27 tahun dengan rata-rata lama memiliki perahu sendiri adalah 16,9 tahun. Data di atas menunjukkan pembelajaran (sosialisasi) yang cukup lama. Sepanjang masa tersebut, banyak hal yang dialami nelayan. Misalnya seorang nelayan pemilik perahu dan operator perahu. Sebelumnya telah magang dulu sebagai anak buah kapal. Ia mengerjakan berbagai hal dalam penangkapan ikan di laut. Pengalaman kegiatan ini membekalinya dengan berbagai pengetahuan dan ketrampilan maupun menggunakan alat tangkap untuk menangkap ikan dan memanfaatkan ikan hasil tangkapan.

122 98 Pada masyarakat nelayan di pantai Utara Jawa Barat, proses sosialisasi seorang anak nelayan menjadi seorang nelayan tangguh, dimulai sejak masa kanak-kanak. Seorang kepala keluarga nelayan, membawa serta sebagian pekerjaan nelayan ke rumah untuk dikerjakan. Jenis pekerjaan ini seperti merajut dan membetulkan jaring. Pada saat nelayan merajut dan membetulkan jaring di rumah, anggota keluarga termasuk anak-anak melihat pekerjaan yang dilakukan oleh ayah dan ibunya. Tidak jarang pekerjaan merajut jaring dilakukan sambil mengasuh anak-anak. Keikutsertaan anak melaut dengan orang tuanya, biasanya dimulai sejak usia 10 tahun. Dalam proses ini terjadi sosialisasi yang menjelaskan pemisahan pekerjaan dan tanggungjawab antara anak perempuan dan laki-laki. Anak perempuan diarahkan melakukan pekerjaan domestik rumah tangga dan sebagian kegiatan perikanan, sementara anak laki-laki diarahkan melakukan kegiatan perikanan seperti melaut. Dalam proses ini, kegiatan melaut pertama yang diikuti oleh anak-anak nelayan hanya sebatas mengamati pekerjaan nelayan dewasa di atas perahu. Sesekali anak nelayan mulai membantu untuk pekerjaan ringan seperti memilah ikan, membersihkan perahu, memperbaiki jaring yang rusak. Dalam proses tersebut, biasanya anak nelayan belum mendapatkan bagi hasil seperti anak buah kapal yang telah dewasa. Selanjutnya, apabila sudah kelihatan mahir maka anak nelayan tersebut mulai diberi tanggungjawab untuk melaksanakan salah satu peran dalam kegiatan pelayaran dan penangkapan ikan seperti sebagai penarik jaring, penyelam pengamat ikan (belarus), penebar jaring yang turun ke laut (jerbatu), penanggungjawab mesin (motoris) dan lain sebagainya. Dalam menjalankan peran tersebut, anak nelayan biasanya sudah mulai mendapatkan penghasilan dari bagi hasil kegiatan melaut. Seorang nelayan artisanal yang menjadi nakhoda menjadi pemimpin pelayaran dan proses kegiatan penangkapan perikanan., Pentingnya peran dan posisi yang harus dilaksanakan, maka semua jenis pekerjaan dalam proses tersebut harus ia pahami dan mampu dilaksanakan.karena proses sosialisasi yang telah dijalani sebelumnya mencakup seluruh aspek pengetahuan dalam praktek mengoperasikan perahu dan penangkapan ikan. Dalam berbagai literatur, pendidikan formal nelayan umumnya rendah. Muflikhati Istiqlaliyah (2010) mencatat bahwa rataan lama nelayan di pantai Utara dan Selatan Jawa Barat mengikuti pendidikan formal pada angka 4,63 tahun, jadi tidak lulus Sekolah Dasar. Begitu pula dengan pendidikan non formal yang renda yang ini ditunjukkan dengan

123 99 maksimal hanya 15 jam mengikuti kursus dan magang di bidang perikanan dalam satu tahun terakhir. Rendahnya pendidikan formal dan non formal pada nelayan pantai Utara Jawa Barat dan minimnya sumberdaya alam yang tersedia, menyebabkan mereka sulit untuk diversifikasi pekerjaan mereka ke sector lain. Pada daerah yang sumberdaya alamnya sulit seperti pesisir pantai Utara Jawa Barat, diversifikasi pekerjaan sulit dilakukan kecuali jika mereka bekerja di bidang lain, misalnya menarik becak atau menjadi buruh bangunan. Selain terhambat oleh keterbatasan sumberdaya ekonomi, konversi pekerjaan juga sulit dilakukan karena terhambat oleh aspek sosio-kutural membuat mereka terikat dengan pekerjaan sebagai nelayan. Lamanya masa kerja sebagai nelayan menyebabkan diversifikasi pekerjaan ke bidang lain sulit mereka lakukan. Bagi nelayan artisanal di pantai Utara Provinsi Jawa Barat, laut sudah menjadi sawah mereka untuk bermatapencaharian. Pengetahuan yang mereka miliki tentang laut, tidak sekedar hamparan air yang luas namun sudah merupakan petak-petak wilayah yang masing-masing merupakan wilayah desa-desa ikan sebagai wilayah tangkap (fishing ground). Contoh desa-desa ikan sebagai fishing ground yang dikenal seperti kelip pertamina atau lokasi penangkapan ikan yang berada di sekitar anjungan sarana minyak dan gas offshore milik perusahaan migas Pertamina. Lokasi ini merupakan wilayah tangkap paling favorit bagi nelayan karena justru di lokasi ini banyak terdapat ikan seperti ikan barakuda, tenggiri dan ikan jenis lainnya. Keadaan demikian berbeda dengan nelayan yang tinggal di wilayah dengan kondisi sumberdaya alam yang masih tersedia. Bagi nelayan yang tinggal di wilayah pesisir dengan kondisi sumberdaya alam yang masih tersedia, diversifikasi pekerjaan ke bidang lain masih dimungkinkan untuk sementara waktu pada saat pekerjaan nelayan tidak menghasilkan pendapatan yang cukup. Nelayan di pulau Ranai Natuna di kepulauan Riau, misalnya. Manakala mereka tidak bisa melaut karena keadaan cuaca yang buruk, mereka dapat menjadi petani sayuran atau petani perkebunan kelapa yang ada di wilayah mereka. Mata pencaharian sebagai nelayan, menjadi tumpuan sumber hidup bagi para anggota keluarga yang menjadi tanggungan nelayan. Tercatat nelayan pantai Utara Jawa Barat menanggung antara 1 hingga 8 jiwa setiap keluarga dengan rata-rata tanggungan sebesar 4,7 jiwa per keluarga. Keadaan demikian menunjukkan tingginya rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan ekonomi melalui bidang pekerjaan sebagai nelayan.

124 100 Dari aspek sumberdaya peralatan tangkap dan alat bantu tangkap, kondisi nelayan artisanal di pantai Utara Jawa Barat dapat dijelaskan sebagai berikut. Indeks ukuran luas perahu rata-rata nelayan adalah 15,7 Meter 2, yang berada pada angka ukuran luas antara 3 hingga 72 Meter 2. Demikian pula dengan ukuran kekuatan mesin perahu yang berada antara 2 hingga 120 PK dengan rataan sebesar 34,4 PK. Ragam jenis alat tangkap yang dimiliki oleh nelayan menunjukkan nelayan memiliki antara 1 hingga 4 jenis ragam alat tangkap dengan rataan sebesar 1,8. Berdasarkan data tersebut, maka dapat dinyatakan bahwa sebagian besar ukuran indeks luas perahu yang dimiliki nelayan adalah kecil dengan kekuatan mesin yang kecil pula. Melihat tipe perahu yang digunakan oleh nelayan artisanal di pantai Utara Provinsi Jawa Barat umumnya yang mereka gunakan adalah perahu motor tempel (outboard motor) dan kapal motor (KM) atau inboard motor. Perahu motor tempel adalah perahu yang digerakkan menggunakan tenaga penggerak mesin atau motor yang dipasang di perahu pada saat akan dioperasikan dan dilepaskan kembali pada saat selesai dioperasikan. Umumnya kekuatan mesin yang digunakan mulai dari 3 PK ke atas. Jenis-jenis alat tangkap yang digunakan oleh nelayan pantai Utara Provinsi Jawa Barat dengan perahu dan kekuatan mesin demikian adalah alat penangkap ikan kelompok pukat kantong (jenis lempara dan payang), jenis jaring insang yang berukuran sedang serta pukat cincin mini. Penggunaan jenis alat tangkap lempara dilakukan untuk menangkap ikan demersal. Dengan cara ini nelayan pantai Utara Provinsi Jawa Barat melakukan tawur dengan menebar pukat kantong secara melingkar setelah sebelumnya seorang anak buah kapal penyelam (belarus) melihat kondisi ketersediaan ikan di dasar laut. Pukat dilepaskan dengan cara perahu berjalan melingkar. Setelah pukat tersebar melingkar, selanjutnya mesin perahu dimatikan dan pukat kemudian ditarik dengan menggunakan tenaga manusia atau tenaga mesin (mesin gardan). Proses penarikan jaring ini membutuhkan tenaga yang cukup banyak, oleh sebab itu dibutuhkan anak buah kapal yang banyak pula hingga mencapai 19 orang. Penarikan jaring juga tidak boleh sembarang untuk menjegah agar jaring rusak atau kusut. Penggunaan jenis jaring insang tidak dalam kondisi perahu bergerak. Jaring ditawur dan dibiarkan hanyut hingga jarak tertentu sesuai dengan ukuran panjang jaring. Setelah dirasakan jaring hanyut dengan kemungkinan adanya ikan yang terperangkap, kemudian

125 101 jaring ditarik dengan menggunakan tenaga manusia atau mesin (gardan). Tidak berbeda dengan lempara, penarikan jaring ini juga membutuhkan tenaga yang cukup banyak. Oleh sebab itu maka jumlah anak buah kapal perahu nelayan di pantai Utara Provinsi Jawa Barat tergolong banyak yaitu antara 1 hingga 19 orang dengan rata-rata 5,8 orang. Jenis ikan yang akan ditangkap oleh nelayan pantai Utara Provinsi Jawa Barat, tergantung dari jenis alat tangkap yang digunakan. Dalam masa satu tahun, ada beberapa musim jenis ikan yang dapat ditangkap oleh nelayan. Nelayan akan menggunakan jenis alat tangkap yang sesuai dengan jenis ikan yang akan mereka tangkap. Misalnya alat tangkap jenis jaring nilon payang yang berukuran 1 inci, digunakan untuk menangkap ikan tenggiri dan teri. Ukuran 4 inci untuk menangkap ikan bawal dan ukuran 7 inci untuk menangkap ikan tembang. Dengan demikian nelayan yang hanya mempunyai 1 jenis alat tangkap, akan mengalami kesulitan untuk menangkap ikan yang berbeda musim dengan jenis alat tangkap yang mereka miliki. Oleh sebab itu nelayan pantai Utara Jawa Barat memiliki jenis ragam alat tangkap antara 1 hingga 4 jenis, namun karena kurangnya modal yang dimiliki maka rata-rata nelayan hanya memiliki 1,8 ragam alat tangkap ikan. Rendahnya jenis ragam alat tangkap yang dimiliki oleh nelayan pantai Utara Jawa Barat pada saat ini juga disebabkan kecenderungan penggunaan alat tangkap jenis pukat tarik yang beroperasi dengan cara menyapu dasar perairan dan menyaring kolom air dan ditarik oleh perahu. Alat tangkap jenis ini dapat menangkap berbagai jenis dan ukuran ikan dan tidak tergantung oleh musim ikan tertentu di sepanjang tahun. Terdapat beberapa varian dari jenis alat tangkap ini yang dioperasikan oleh nelayan pantai Utara Jawa Barat, seperti jaring dogol, jaring apollo maupun garok. Cara kerja alat tangkap garok sama seperti mesin traktor yang membalik dasar laut sehingga hewan yang hidup di dalam dasar laut seperti cacing laut, kerang laut dapat tertangkap. Pada beberapa kasus, perbedaan penggunaan alat tangkap di wilayah fishing ground yang sama ini memunculkan konflik horizontal diantara para nelayan. Seperti nelayan di wilayah kecamatan Gebang kebupaten Cirebon yang mengalami konflik horizontal akibat beroperasinya alat tangkap jaring apollo dengan sistem tarik. Konflik ini terjadi dengan nelayan setempat yang menggunakan alat tangkap jenis lain. Penggunaan jenis alat tangkap jenis trawl dasar juga menentukan ukuran kekuatan mesin perahu yang digunakan olen nelayan. Bagi nelayan yang menggunakan jenis alat tangkap trawl dasar, kekuatan mesin perahu sangat menentukan karena penarikan jaring

126 102 trawl dilakukan pada saat perahu melaju. Sementara itu bagi nelayan yang menggunakan jenis alat tangkap pasif seperti bubu, pancing, jaring angkat dan bagan, justru mereka mematikan mesin perahu pada saat menarik alat tangkapnya. Nelayan jenis ini menggunakan mesin perahu untuk menuju lokasi fishing ground yang relatif tidak jauh dari desa mereka. Nelayan pantai Utara Jawa Barat ialah nelayan yang secara ekonomi tergantung pada punggawa (pemodal pedagang perantara ikan). Hal ini ditunjukkan oleh rata-rata frekuensi meminjam modal sebesar 17,3 kali dalam sebulan. Meminjam modal melaut melalui punggawa, merupakan strategi agar kegiatan melaut tetap berjalan. Fenomena hubungan patron klien nelayan dengan punggawa pemilik modal sekaligus sebagai pedagang perantara ini teridentifikasi pada banyak literatur hasil penelitian nelayan di Indonesia (Kusnadi, 2002; Pujo Semedi, 2002; Budi Susanto, 2008). Pada posisi demikian, nelayan berperan sebagai alat produksi modal punggawa untuk menjamin tersedianya stok ikan. Karena ikatan hutang antara nelayan kepada punggawa, nelayan harus menjual ikan hasil tangkapan kepada punggawa yang memodalinya melaut dengan harga ditentukan punggawa. Pada sisi lain, kondisi demikian tidak didukung oleh institusi perdagangan ikan yang berpihak kepada nelayan. Dari Tempat Pelelangan Ikan (TPI) di pantai Utara Jawa Barat seperti Cirebon, Indramayu, Subang, Karawang dan Bekasi, institusi TPI tidak berjalan seperti yang diharapkan, meski telah ada regulasi yang mewajibkan nelayan menjual ikan melalui sistem lelang di TPI. Peraturan Daerah nomor 5 Tahun 2005 yang dikeluarkan oleh Pemda Kabupaten Indramayu merupakan contoh regulasi kewajiban menjual ikan melalui institusi lelang di TPI. Namun demikian regulasi ini hanya menjadi instrument untuk retribusi dana lelang kepada Pemda melalui TPI. Kecendrungan yang ialah pembelian langsung ikan dari nelayan kepada punggawa yang memodalinya asalkan punggawa membayar retribusi kepada TPI setempat. Tidak sedikit pula langsung ikan dari nelayan ke punggawa tanpa melalui retribusi lelang ke TPI. Langkah-langkah Pendugaan Parameter Perilaku Nelayan Artisanal Penyusunan model perilaku nelayan dilakukan dengan analisis Structural Equation Modelling (SEM) dengan Program Lisrel 8,54. Strategi pemodelan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu model Perilaku Nelayan ialah model generating strategy (Setyo Hari Wijanto, 2008). Pendekatan ini dilakukan dengan spesifikasi model awal berdasarkan kajian

127 103 teoritis, pengumpulan data dari survei 400 responden nelayan di lima kabupaten penelitian, kemudian analisis SEM untuk memperoleh model awal. Selanjutnya dilakukan evaluasi kecocokan model awal dengan data empiris yang ada. Jika model awal kurang sesuai dengan data yang ada, maka model dimodifikasi (respesifikasi model) dan diuji kembali dengan data yang sama. Respesifikasi model dilakukan berdasarkan teori yang ada (theorydriven) mempertimbangkan data dari lapangan (data-driven) untuk mendapatan model akhir yang sesuai. Model perilaku nelayan di pantai Utara Jawa Barat meliputi model struktural dan model pengukuran. Modal struktural menggambarkan hubungan yang ada diantara peubahpeubah X1 (karakteristik individu), X2 (sikap), X3 (kepatuhan kepada patron), X4 (kemampuan berperilaku), Y1 (niat untuk berperilaku) dan Y2 (perilaku). Model pengukuran menghubungkan peubah-peubah tersebut dengan indikator-indikatornya dengan analisis faktor konfirmatori (confirmatory factor analysis). Penelitian ini menggunakan 57 indikator dari 5 peubah bebas (X) dan 2 peubah terikat (Y). Model struktural dan model pengukuran membentuk model lengkap atau Model Hybrid/full SEM. Menurut Setyo Hari Wijanto (2008), penyusunan model perilaku nelayan dilakukan dengan pendekatan dua tahap (two-step approach), yaitu menyusun model keseluruhan tahap awal, menganalisis model pengukuran dan menganalisis model struktural untuk mendapatkan model akhir. Penyusunan model keseluruhan atau model hybrid/full SEM dilakukan dengan mengkombinasikan model pengukuran dan model struktural. Analisis model pengukuran setiap peubah dilakukan untuk mendapatkan indikator-indikator yang mempunyai kecocokan paling baik untuk mengukur peubah tersebut. Selanjutnya analisis model struktural dilakukan untuk mendapatkan model hybrid/full SEM berdasarkan hasil analisis model pengukuran. Akhirnya dilakukan pendugaan (estimasi) model hybrid SEM dan dianalisis untuk melihat kecocokan model secara keseluruhan. Model hipotetik atau model awal yang diuji dengan analisis SEM ditampilkan pada Gambar 6. Menurut Kusnendi (2008), pengujian kesesuaian model hipotetik atau model awal dilakukan dengan menggunakan ukuran Goodness of Fit Test (GFT) terutama nilai p (pvalue), nilai Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) dan Comparative Fit Index (CFI). Berdasarkan tiga ukuran tersebut, model dikatakan fit dengan data apabila dihasilkan nilai p 0,05, nilai RMSEA 0,08 dan CFI 0,90.

128 104 Model awal Gambar 7 ternyata tidak mampu menduga matriks kovarian populasi atau hasil estimasi parameter model tidak dapat diberlakukan terhadap populasi penelitian. Hasil pendugaan parameter model awal menunjukkan nilai p=0,0000 (<0,05), nilai RMSEA=0,061 dan nilai CFI=0,67 (<90). Berdasarkan kriteria statistik yang dibakukan model di atas tidak fit dengan data. Jadi Gambar 7 perlu diperbaiki (respesifikasi). Untuk mendapatkan model yang fit dengan data maka diadakan pemeriksaan hubungan antar peubah laten dengan indikator-indikatornya melalui analisis model pengukuran.

129 105 X2.1 X2.2 X2.3 X2.4 X2.5 X2.6 X2.7 X X2.8 X3.1 X3.2 X3.3 X3.4 X1.2 X1.3 X1.4 X1.5 X1.6 X1.7 X1.9 X1.10 X1.13 X1.14 X1.15 X X X2 X3 X4 Y1 Y X3.5 X3.6 X3.7 X3.8 X4.1 X4.2 X4.3 X4.4 X4.5 X4.6 X4.7 X4.8 Y1.1 Y1.2 Y1.3 Y1.4 X Y1.5 Y1.6 Y1.7 Y2.8 Y2.1 Y2.2 Y2.3 Y2.4 Chi-Square= , df=1370, P-value= , RMSEA=0.061 CFI=0,67 Y2.5 Y2.6 Y2.8 Keterangan: 1 Peubah-peubah =X1 (Karaktersitik individu), X2 (Sikap), X3 (Tingkat Kepatuhan thdp Patron), X4 (Tingkat Kemampuan Berperilaku), Y1 (Niat untuk Berperilaku) dan Y2 (Perilaku). 2 Indikator-indikator tiap peubah tercantum pada Tabel 10 (halaman 108) Gambar 7 Pendugaan parameter model struktural perilaku nelayan Y2.7

130 106 Apabila pada model itu ditemukan ada indikator yang tidak valid, Kusnendi (2008) menyarankan indikator tersebut dikeluarkan dari model pengukuran. Indikator dikatakan valid dan reliable dalam mengukur peubah latennya, bila secara statistik koefesien bobot faktornya nyata pada α = 0,05 dan besarnya estimasi koefisien bobot faktor masing-masing indikator yang distandarkan (standardized) tidak kurang dari 0,40 atau 0,50. Perbaikan model yang tidak fit mengacu pada kedua hal tersebut. Setelah dilakukan perbaikan model maka ditemukan model ideal seperti disajikan pada Gambar 8. X2.1 X2.4 X1.7 X1.9 X1 X2 X3 X4 X2.7 X3.2 X3.4 X3.7 X4.1 X4.2 X1.10 Y1 X4.3 Y1.1 Y.1.6 Y2 Y1.7 Y2.2 CFI=0,99 Y2.4 Y2.7 Gambar 8 Pendugaan parameter model perilaku nelayan Keterangan: X1 = Karateristik Individu X1.7 = Besaran ukuran perahu X1.9 = Jumlah anak buah kapal X1.10 = Ukuran mesin perahu X2 = Sikap (attitude) X2.1 = Penggunaan alat tangkap X2.4 = Pelaksanaan operasi penangkapan X2.7 = Menjaga mutu ikan hasil tangkapan X3 = Kepatuhan kepada Patron (Subjective Norm) X3.2 = Penggunaan alat bantu tangkap X3.4 = Pelaksanaan operasi penangkapan X3.7 = Menjaga mutu ikan hasil tangkapan X4 = Kemampuan Berperilaku (Perceived Behavior Control) X4.1 = Penggunaan alat tangkap X4.2 = Penggunaan alat bantu tangkap X4.3 = Persiapan operasi penangkapan

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Mengkaji perilaku nelayan artisanal di Indonesia, khususnya di pantai Utara Jawa Barat penting dilakukan. Hal ini berguna untuk mengumpulkan data dasar tentang perilaku nelayan

Lebih terperinci

MODEL SIKAP PENERIMAAN MASYARAKAT TERHADAP PEMANFAATAN GAS ALAM DALAM PROGRAM PEMBANGUNAN KOTA GAS: STUDI KASUS KOTA TARAKAN TUBAGUS HARYONO

MODEL SIKAP PENERIMAAN MASYARAKAT TERHADAP PEMANFAATAN GAS ALAM DALAM PROGRAM PEMBANGUNAN KOTA GAS: STUDI KASUS KOTA TARAKAN TUBAGUS HARYONO MODEL SIKAP PENERIMAAN MASYARAKAT TERHADAP PEMANFAATAN GAS ALAM DALAM PROGRAM PEMBANGUNAN KOTA GAS: STUDI KASUS KOTA TARAKAN TUBAGUS HARYONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 iii

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH PADA KEMANDIRIAN NELAYAN IKAN DEMERSAL DI KECAMATAN WANGI-WANGI SELATAN KABUPATEN WAKATOBI SULAWESI TENGGARA

FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH PADA KEMANDIRIAN NELAYAN IKAN DEMERSAL DI KECAMATAN WANGI-WANGI SELATAN KABUPATEN WAKATOBI SULAWESI TENGGARA FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH PADA KEMANDIRIAN NELAYAN IKAN DEMERSAL DI KECAMATAN WANGI-WANGI SELATAN KABUPATEN WAKATOBI SULAWESI TENGGARA M A R D I N PROGRAM STUDI ILMU PENYULUHAN PEMBANGUNAN SEKOLAH

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori

Bab 2. Landasan Teori Bab 2 Landasan Teori 2.1. Teori Perilaku Rencanaan (Theory Of Planned Behavior) Melanjutkan sekolah dan menyelesaikan pendidikan merupakan sebuah tujuan yang semestinya dicapai oleh setiap siswa. Untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan untuk selalu berkembang dengan pendidikan. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan untuk selalu berkembang dengan pendidikan. Pendidikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan. Hal ini berarti bahwa setiap manusia Indonesia berhak mendapatkannya dan diharapkan untuk selalu berkembang

Lebih terperinci

ANALISIS MINAT SISWA UNTUK MELANJUTKAN SEKOLAH BERDASARKAN THEORY PLANNED BEHAVIOR

ANALISIS MINAT SISWA UNTUK MELANJUTKAN SEKOLAH BERDASARKAN THEORY PLANNED BEHAVIOR ANALISIS MINAT SISWA UNTUK MELANJUTKAN SEKOLAH BERDASARKAN THEORY PLANNED BEHAVIOR Tesis Diajukan kepada Program Pascasarjana Magister Manajemen Pendidikan untuk Memperoleh Gelar Magister Manajemen Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sudah beberapa kali mengalami perubahan. Pada tanggal 1 Maret 2005, BBM jenis Premium dan Solar kembali dinaikkan.

BAB I PENDAHULUAN. sudah beberapa kali mengalami perubahan. Pada tanggal 1 Maret 2005, BBM jenis Premium dan Solar kembali dinaikkan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Selama satu dekade terakhir, kebijakan harga BBM jenis Premium sudah beberapa kali mengalami perubahan. Pada tanggal 1 Maret 2005, pemerintah menaikkan BBM

Lebih terperinci

PREDIKTOR-PREDIKTOR INTENSI PENGGUNAAN INTERNET DALAM MELAKUKAN PEMBELIAN ONLINE. (Studi Pada Mahasiswa Universitas Sebelas Maret Surakarta) TESIS

PREDIKTOR-PREDIKTOR INTENSI PENGGUNAAN INTERNET DALAM MELAKUKAN PEMBELIAN ONLINE. (Studi Pada Mahasiswa Universitas Sebelas Maret Surakarta) TESIS PREDIKTOR-PREDIKTOR INTENSI PENGGUNAAN INTERNET DALAM MELAKUKAN PEMBELIAN ONLINE (Studi Pada Mahasiswa Universitas Sebelas Maret Surakarta) TESIS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister

Lebih terperinci

ANALISIS PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DENGAN PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR DI KECAMATAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS

ANALISIS PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DENGAN PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR DI KECAMATAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS ANALISIS PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DENGAN PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR DI KECAMATAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS SYARIF IWAN TARUNA ALKADRIE SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

EVALUASI KINERJA KEUANGAN SATUAN USAHA KOMERSIAL PERGURUAN TINGGI NEGERI BADAN HUKUM DARSONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

EVALUASI KINERJA KEUANGAN SATUAN USAHA KOMERSIAL PERGURUAN TINGGI NEGERI BADAN HUKUM DARSONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 1 EVALUASI KINERJA KEUANGAN SATUAN USAHA KOMERSIAL PERGURUAN TINGGI NEGERI BADAN HUKUM DARSONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Theory of Planned Behavior (TPB) tampaknya sangat cocok untuk menjelaskan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Theory of Planned Behavior (TPB) tampaknya sangat cocok untuk menjelaskan 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan teori 2.1.1 Theory of Planned Behaviour Theory of Planned Behavior (TPB) tampaknya sangat cocok untuk menjelaskan niat, dalam hal ini adalah tindakan yang dilakukan

Lebih terperinci

ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA

ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ABSTRACT

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYALURAN KREDIT DI BANK UMUM MILIK NEGARA PERIODE TAHUN RENALDO PRIMA SUTIKNO

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYALURAN KREDIT DI BANK UMUM MILIK NEGARA PERIODE TAHUN RENALDO PRIMA SUTIKNO ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYALURAN KREDIT DI BANK UMUM MILIK NEGARA PERIODE TAHUN 2004-2012 RENALDO PRIMA SUTIKNO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR HUBUNGAN KARAKTERISTIK ANGGOTA MASYARAKAT SEKITAR HUTAN DAN BEBERAPA FAKTOR PENDUKUNG DENGAN PARTISIPASINYA DALAM PELESTARIAN HUTAN DI KAWASAN PEMANGKUAN HUTAN PARUNG PANJANG KABUPATEN BOGOR YAYUK SISWIYANTI

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN DAYA SAING PRODUK UNGGULAN DAERAH INDUSTRI KECIL MENENGAH KABUPATEN BANYUMAS MUHAMMAD UNGGUL ABDUL FATTAH

STRATEGI PENGEMBANGAN DAYA SAING PRODUK UNGGULAN DAERAH INDUSTRI KECIL MENENGAH KABUPATEN BANYUMAS MUHAMMAD UNGGUL ABDUL FATTAH i STRATEGI PENGEMBANGAN DAYA SAING PRODUK UNGGULAN DAERAH INDUSTRI KECIL MENENGAH KABUPATEN BANYUMAS MUHAMMAD UNGGUL ABDUL FATTAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016 iii PERNYATAAN

Lebih terperinci

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR HUBUNGAN KARAKTERISTIK ANGGOTA MASYARAKAT SEKITAR HUTAN DAN BEBERAPA FAKTOR PENDUKUNG DENGAN PARTISIPASINYA DALAM PELESTARIAN HUTAN DI KAWASAN PEMANGKUAN HUTAN PARUNG PANJANG KABUPATEN BOGOR YAYUK SISWIYANTI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ajzen yang merupakan penyempurnaan dari reason action theory yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ajzen yang merupakan penyempurnaan dari reason action theory yang A. Teori Planned Behavior BAB II TINJAUAN PUSTAKA Theory of planned behavior merupakan teori yang dikembangkan oleh Ajzen yang merupakan penyempurnaan dari reason action theory yang dikemukakan oleh Fishbein

Lebih terperinci

PERBANDINGAN ANTARA UNWEIGHTED LEAST SQUARES (ULS) DAN PARTIAL LEAST SQUARES (PLS) DALAM PEMODELAN PERSAMAAN STRUKTURAL MUHAMMAD AMIN PARIS

PERBANDINGAN ANTARA UNWEIGHTED LEAST SQUARES (ULS) DAN PARTIAL LEAST SQUARES (PLS) DALAM PEMODELAN PERSAMAAN STRUKTURAL MUHAMMAD AMIN PARIS PERBANDINGAN ANTARA UNWEIGHTED LEAST SQUARES (ULS) DAN PARTIAL LEAST SQUARES (PLS) DALAM PEMODELAN PERSAMAAN STRUKTURAL MUHAMMAD AMIN PARIS SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN

Lebih terperinci

STRATEGI MENSINERGIKAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DENGAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH

STRATEGI MENSINERGIKAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DENGAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH STRATEGI MENSINERGIKAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DENGAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH (Kasus Program Community Development Perusahaan Star Energy di Kabupaten Natuna dan Kabupaten Anambas) AKMARUZZAMAN

Lebih terperinci

ANALISIS DAN STRATEGI PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT SANUDIN

ANALISIS DAN STRATEGI PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT SANUDIN ANALISIS DAN STRATEGI PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT SANUDIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul Analisis

Lebih terperinci

PENDUGAAN PARAMETER BEBERAPA SEBARAN POISSON CAMPURAN DAN BEBERAPA SEBARAN DISKRET DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITME EM ADE HARIS HIMAWAN

PENDUGAAN PARAMETER BEBERAPA SEBARAN POISSON CAMPURAN DAN BEBERAPA SEBARAN DISKRET DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITME EM ADE HARIS HIMAWAN PENDUGAAN PARAMETER BEBERAPA SEBARAN POISSON CAMPURAN DAN BEBERAPA SEBARAN DISKRET DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITME EM ADE HARIS HIMAWAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN

Lebih terperinci

HUBUNGAN EFEKTIVITAS SISTEM PENILAIAN KINERJA DENGAN KINERJA KARYAWAN PADA KANTOR PUSAT PT PP (PERSERO), TBK JULIANA MAISYARA

HUBUNGAN EFEKTIVITAS SISTEM PENILAIAN KINERJA DENGAN KINERJA KARYAWAN PADA KANTOR PUSAT PT PP (PERSERO), TBK JULIANA MAISYARA HUBUNGAN EFEKTIVITAS SISTEM PENILAIAN KINERJA DENGAN KINERJA KARYAWAN PADA KANTOR PUSAT PT PP (PERSERO), TBK JULIANA MAISYARA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Perilaku

TINJAUAN PUSTAKA Perilaku 9 TINJAUAN PUSTAKA Perilaku Menurut Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional (2003) perilaku ialah tanggapan atau reaksi individu terhadap rangsangan atau lingkungan. Ada dua perspektif teori yang menjelaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan Diploma, Sarjana, Magister dan Spesialis. Berdasarkan website resmi Universitas X

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan Diploma, Sarjana, Magister dan Spesialis. Berdasarkan website resmi Universitas X BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perguruan tinggi merupakan jenjang pendidikan formal yang mencangkup program pendidikan Diploma, Sarjana, Magister dan Spesialis. Berdasarkan website resmi

Lebih terperinci

APLIKASI CONTINGENT CHOICE MODELLING (CCM) DALAM VALUASI EKONOMI TERUMBU KARANG TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA FAZRI PUTRANTOMO

APLIKASI CONTINGENT CHOICE MODELLING (CCM) DALAM VALUASI EKONOMI TERUMBU KARANG TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA FAZRI PUTRANTOMO APLIKASI CONTINGENT CHOICE MODELLING (CCM) DALAM VALUASI EKONOMI TERUMBU KARANG TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA FAZRI PUTRANTOMO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Teori Tindakan Beralasan (Theory of Reasoned Action) Icek Ajzen dan Martin Fishbein bergabung untuk mengeksplorasi cara untuk memprediksi

Lebih terperinci

HUBUNGAN MOTIVASI BERPRESTASI DAN IKLIM ORGANISASI DENGAN KINERJA PENYULUH KEHUTANAN TERAMPIL

HUBUNGAN MOTIVASI BERPRESTASI DAN IKLIM ORGANISASI DENGAN KINERJA PENYULUH KEHUTANAN TERAMPIL HUBUNGAN MOTIVASI BERPRESTASI DAN IKLIM ORGANISASI DENGAN KINERJA PENYULUH KEHUTANAN TERAMPIL (Kasus di Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat) HENDRO ASMORO SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Theory of Planned Behavior Fishbein dan Ajzen

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Theory of Planned Behavior Fishbein dan Ajzen BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Theory of Planned Behavior Fishbein dan Ajzen Theory of planned behaviour merupakan pengembangan lebih lanjut dari Theory of Reasoned Action (Fishbein dan Ajzen, 1980; Fishbein

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. rumah tangga seringkali dihadapkan pada kejenuhan. Bayangkan, dalam waktu 24

BAB I. Pendahuluan. rumah tangga seringkali dihadapkan pada kejenuhan. Bayangkan, dalam waktu 24 BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah Menjadi ibu rumah tangga adalah sebuah anugrah yang mulia namun ibu rumah tangga seringkali dihadapkan pada kejenuhan. Bayangkan, dalam waktu 24 jam, selama

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU NELAYAN ARTISANAL DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN DI PANTAI UTARA PROVINSI JAWA BARAT

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU NELAYAN ARTISANAL DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN DI PANTAI UTARA PROVINSI JAWA BARAT MAKARA, SOSIAL HUMANIORA, VOL. 15, NO. 2, DESEMBER 2011: 117-126 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU NELAYAN ARTISANAL DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN DI PANTAI UTARA PROVINSI JAWA BARAT Prihandoko

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA PROGRAM STUDI ILMU PERENCANAAN WILAYAH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN DAYA DUKUNG EKOSISTEM TERUMBU KARANG DENGAN TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN TRADISIONAL

ANALISIS KETERKAITAN DAYA DUKUNG EKOSISTEM TERUMBU KARANG DENGAN TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN TRADISIONAL ANALISIS KETERKAITAN DAYA DUKUNG EKOSISTEM TERUMBU KARANG DENGAN TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN TRADISIONAL (Studi Kasus Kelurahan Pulau Panggang, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, Propinsi DKI Jakarta)

Lebih terperinci

PENGARUH KUALITAS PELAYANAN, PERSEPSI NILAI DAN KEPUASAN TERHADAP NIAT PERILAKU KONSUMEN

PENGARUH KUALITAS PELAYANAN, PERSEPSI NILAI DAN KEPUASAN TERHADAP NIAT PERILAKU KONSUMEN PENGARUH KUALITAS PELAYANAN, PERSEPSI NILAI DAN KEPUASAN TERHADAP NIAT PERILAKU KONSUMEN (The Influence of Service Quality, Perceived Value And Satisfaction on Consumer Behavioral Intentions) TESIS Diajukan

Lebih terperinci

KAJIAN REHABILITASI SUMBERDAYA DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR PASCA TSUNAMI DI KECAMATAN PULO ACEH KABUPATEN ACEH BESAR M.

KAJIAN REHABILITASI SUMBERDAYA DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR PASCA TSUNAMI DI KECAMATAN PULO ACEH KABUPATEN ACEH BESAR M. KAJIAN REHABILITASI SUMBERDAYA DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR PASCA TSUNAMI DI KECAMATAN PULO ACEH KABUPATEN ACEH BESAR M. MUNTADHAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN

Lebih terperinci

Tindakan Merefrensikan Program Studi Magister Manajemen Pendidikan Kepada Calon Mahasiswa

Tindakan Merefrensikan Program Studi Magister Manajemen Pendidikan Kepada Calon Mahasiswa Tindakan Merefrensikan Program Studi Magister Manajemen Pendidikan Kepada Calon Mahasiswa Tesis Diajukan kepada Program Pascasarjana Magister Manajemen Pendidikan untuk Memperoleh Gelar Magister Pendidikan

Lebih terperinci

ANALISIS KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA LAUT GUGUS PULAU KALEDUPA BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT S U R I A N A

ANALISIS KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA LAUT GUGUS PULAU KALEDUPA BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT S U R I A N A ANALISIS KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA LAUT GUGUS PULAU KALEDUPA BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT S U R I A N A SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

KEMANDIRIAN PETANI DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN USAHATANI: KASUS PETANI SAYURAN DI KABUPATEN BONDOWOSO DAN KABUPATEN PASURUAN ABDUL FARID

KEMANDIRIAN PETANI DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN USAHATANI: KASUS PETANI SAYURAN DI KABUPATEN BONDOWOSO DAN KABUPATEN PASURUAN ABDUL FARID KEMANDIRIAN PETANI DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN USAHATANI: KASUS PETANI SAYURAN DI KABUPATEN BONDOWOSO DAN KABUPATEN PASURUAN ABDUL FARID SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu: Jakarta Pusat, Jakarta Utara, Jakarta Barat, Jakarta Selatan dan Jakarta

BAB I PENDAHULUAN. yaitu: Jakarta Pusat, Jakarta Utara, Jakarta Barat, Jakarta Selatan dan Jakarta BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Daerah Khusus Ibukota Jakarta (DKI Jakarta) adalah ibukota negara Indonesia. Provinsi DKI Jakarta terbagi menjadi 5 wilayah kota administrasi, yaitu: Jakarta

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA GAYA KEPEMIMPINAN DENGAN PENCAPAIAN PRESTASI KERJA KARYAWAN DI TAMAN AKUARIUM AIR TAWAR, TAMAN MINI INDONESIA INDAH, JAKARTA

HUBUNGAN ANTARA GAYA KEPEMIMPINAN DENGAN PENCAPAIAN PRESTASI KERJA KARYAWAN DI TAMAN AKUARIUM AIR TAWAR, TAMAN MINI INDONESIA INDAH, JAKARTA HUBUNGAN ANTARA GAYA KEPEMIMPINAN DENGAN PENCAPAIAN PRESTASI KERJA KARYAWAN DI TAMAN AKUARIUM AIR TAWAR, TAMAN MINI INDONESIA INDAH, JAKARTA RYANI MUTIARA HARDY PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS DAN EKONOMI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. INTENSI Intensi menurut Fishbein dan Ajzen (1975), merupakan komponen dalam diri individu yang mengacu pada keinginan untuk melakukan tingkah laku tertentu. Intensi didefinisikan

Lebih terperinci

EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT)

EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT) EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT) BUDI SANTOSO C 25102021.1 SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M

ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

Lebih terperinci

ANALISIS KETAHANAN DAN APLIKASINYA UNTUK PEMODELAN INTERVAL KELAHIRAN ANAK PERTAMA HARNANTO

ANALISIS KETAHANAN DAN APLIKASINYA UNTUK PEMODELAN INTERVAL KELAHIRAN ANAK PERTAMA HARNANTO ANALISIS KETAHANAN DAN APLIKASINYA UNTUK PEMODELAN INTERVAL KELAHIRAN ANAK PERTAMA HARNANTO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN

ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN WULANING DIYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

Kesimpulannya, intensi seseorang terhadap perilaku tertentu dipengaruhi oleh tiga variabel yaitu sikap, norma subjektif, dan kontrol perilaku (Ajzen

Kesimpulannya, intensi seseorang terhadap perilaku tertentu dipengaruhi oleh tiga variabel yaitu sikap, norma subjektif, dan kontrol perilaku (Ajzen 55 PEMBAHASAN Berdasarkan karakteristik contoh dan karakteristik keluarga contoh, hasil penelitian menunjukkan bahwa profil contoh mempunyai karakteristik sebagai berikut: (1) pada contoh yang hanya mengikuti

Lebih terperinci

EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT)

EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT) EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT) BUDI SANTOSO C 25102021.1 SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

STUDI EKSPLORASI TENTANG FAKTOR-FAKTOR RENDAHNYA MINAT GURU SD MENJADI KEPALA SEKOLAH Studi Kasus di Kecamatan Ngadirejo Kabupaten Temanggung

STUDI EKSPLORASI TENTANG FAKTOR-FAKTOR RENDAHNYA MINAT GURU SD MENJADI KEPALA SEKOLAH Studi Kasus di Kecamatan Ngadirejo Kabupaten Temanggung STUDI EKSPLORASI TENTANG FAKTOR-FAKTOR RENDAHNYA MINAT GURU SD MENJADI KEPALA SEKOLAH Studi Kasus di Kecamatan Ngadirejo Kabupaten Temanggung Tesis Diajukan kepada Program Pascasarjana Magister Manajemen

Lebih terperinci

TRANSFORMASI BUDAYA ORGANISASI DAN PENGARUHNYA TERHADAP KINERJA KARYAWAN PADA BANK YANG DIAMBIL ALIH KEPEMILIKANNYA OLEH ASING IRVANDI GUSTARI

TRANSFORMASI BUDAYA ORGANISASI DAN PENGARUHNYA TERHADAP KINERJA KARYAWAN PADA BANK YANG DIAMBIL ALIH KEPEMILIKANNYA OLEH ASING IRVANDI GUSTARI i TRANSFORMASI BUDAYA ORGANISASI DAN PENGARUHNYA TERHADAP KINERJA KARYAWAN PADA BANK YANG DIAMBIL ALIH KEPEMILIKANNYA OLEH ASING IRVANDI GUSTARI SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Theory of Planned Behavior Theory Reasoned Action (TRA) pertama kali dicetuskan oleh Ajzen pada tahun 1980 (Jogiyanto, 2007). Teori ini disusun menggunakan asumsi dasar bahwa

Lebih terperinci

PENGARUH ENTREPRENEURSHIP EDUCATION PROGRAMME (EEP) PADA NIAT BERWIRAUSAHA (Studi pada Perajin Batik di Surakarta, Sragen, dan Karanganyar)

PENGARUH ENTREPRENEURSHIP EDUCATION PROGRAMME (EEP) PADA NIAT BERWIRAUSAHA (Studi pada Perajin Batik di Surakarta, Sragen, dan Karanganyar) PENGARUH ENTREPRENEURSHIP EDUCATION PROGRAMME (EEP) PADA NIAT BERWIRAUSAHA (Studi pada Perajin Batik di Surakarta, Sragen, dan Karanganyar) TESIS Ditujukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat

Lebih terperinci

Modul ke: PSIKOLOGI SOSIAL 1. Sikap. Fakultas PSIKOLOGI. Filino Firmansyah M. Psi. Program Studi Psikologi

Modul ke: PSIKOLOGI SOSIAL 1. Sikap. Fakultas PSIKOLOGI. Filino Firmansyah M. Psi. Program Studi Psikologi Modul ke: PSIKOLOGI SOSIAL 1 Sikap Fakultas PSIKOLOGI Filino Firmansyah M. Psi Program Studi Psikologi Bahasan Pengertian Sikap Komponen Sikap Pembentukan Sikap Fungsi Sikap Pilih Apa? Mau berkenalan dengan

Lebih terperinci

ANALISIS JALUR EFEKTIVITAS PROGRAM KAWAL AIR SUSU IBU TERHADAP PERILAKU PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DENGAN PENERAPAN THEORY OF PLANNED BEHAVIOR TESIS

ANALISIS JALUR EFEKTIVITAS PROGRAM KAWAL AIR SUSU IBU TERHADAP PERILAKU PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DENGAN PENERAPAN THEORY OF PLANNED BEHAVIOR TESIS ANALISIS JALUR EFEKTIVITAS PROGRAM KAWAL AIR SUSU IBU TERHADAP PERILAKU PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DENGAN PENERAPAN THEORY OF PLANNED BEHAVIOR TESIS Disusun sebagian persyaratan mencapai derajat Magister

Lebih terperinci

KAJIAN EKOPNOMI DAN EKOLOGI PEMANFAATAN EKOSISTEM MANGROVE PESISIR TONGKE-TONGKE KABUPATEN SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN RUSDIANAH

KAJIAN EKOPNOMI DAN EKOLOGI PEMANFAATAN EKOSISTEM MANGROVE PESISIR TONGKE-TONGKE KABUPATEN SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN RUSDIANAH KAJIAN EKOPNOMI DAN EKOLOGI PEMANFAATAN EKOSISTEM MANGROVE PESISIR TONGKE-TONGKE KABUPATEN SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN RUSDIANAH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN

Lebih terperinci

PERANCANGAN BALANCED SCORECARD UNTUK PENGEMBANGAN STRATEGI DI SEAMEO BIOTROP DEWI SURYANI OKTAVIA B.

PERANCANGAN BALANCED SCORECARD UNTUK PENGEMBANGAN STRATEGI DI SEAMEO BIOTROP DEWI SURYANI OKTAVIA B. PERANCANGAN BALANCED SCORECARD UNTUK PENGEMBANGAN STRATEGI DI SEAMEO BIOTROP DEWI SURYANI OKTAVIA B. PROGRAM STUDI MANAJEMEN DAN BISNIS SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 PERANCANGAN

Lebih terperinci

ADOPSI TEKNOLOGI SOSIAL MEDIA PADA PELAKU UMKM AGRIBISNIS DENGAN PENDEKATAN TECHNOLOGY ACCEPTANCE MODEL (TAM) DI KABUPATEN SLEMAN

ADOPSI TEKNOLOGI SOSIAL MEDIA PADA PELAKU UMKM AGRIBISNIS DENGAN PENDEKATAN TECHNOLOGY ACCEPTANCE MODEL (TAM) DI KABUPATEN SLEMAN ADOPSI TEKNOLOGI SOSIAL MEDIA PADA PELAKU UMKM AGRIBISNIS DENGAN PENDEKATAN TECHNOLOGY ACCEPTANCE MODEL (TAM) DI KABUPATEN SLEMAN SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2 Model Theory of Reason Action (TRA) (Sumber : Fishbein dan Ajzen 1975)

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2 Model Theory of Reason Action (TRA) (Sumber : Fishbein dan Ajzen 1975) 9 TINJAUAN PUSTAKA Teori Perilaku yang telah Direncanakan (Theory of Planned Behavior) Para teoritikus sikap memiliki pandangan bahwa sikap seseorang terhadap suatu objek sudah dapat dijadikan prediktor

Lebih terperinci

KAJIAN SOSIAL EKONOMI BUDAYA DAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM PADA TAMAN NASIONAL MERU BETIRI KABUPATEN BANYUWANGI SKRIPSI

KAJIAN SOSIAL EKONOMI BUDAYA DAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM PADA TAMAN NASIONAL MERU BETIRI KABUPATEN BANYUWANGI SKRIPSI KAJIAN SOSIAL EKONOMI BUDAYA DAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM PADA TAMAN NASIONAL MERU BETIRI KABUPATEN BANYUWANGI SKRIPSI Oleh: AYU PUSPITANINGSIH NIM. 071510201086 JURUSAN

Lebih terperinci

KEBERADAAN FASILITAS KEPELABUHANAN DALAM MENUNJANG AKTIVITAS PANGKALAN PENDARATAN IKAN TANJUNGSARI, KABUPATEN PEMALANG, JAWA TENGAH NOVIANTI SKRIPSI

KEBERADAAN FASILITAS KEPELABUHANAN DALAM MENUNJANG AKTIVITAS PANGKALAN PENDARATAN IKAN TANJUNGSARI, KABUPATEN PEMALANG, JAWA TENGAH NOVIANTI SKRIPSI KEBERADAAN FASILITAS KEPELABUHANAN DALAM MENUNJANG AKTIVITAS PANGKALAN PENDARATAN IKAN TANJUNGSARI, KABUPATEN PEMALANG, JAWA TENGAH NOVIANTI SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS

Lebih terperinci

DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR i ANALISIS MANAJEMEN KEUANGAN, TEKANAN EKONOMI, STRATEGI KOPING DAN TINGKAT KESEJAHTERAAN KELUARGA NELAYAN DI DESA CIKAHURIPAN, KECAMATAN CISOLOK, KABUPATEN SUKABUMI HIDAYAT SYARIFUDDIN DEPARTEMEN ILMU

Lebih terperinci

PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR HUBUNGAN PEMANFAATAN MEDIA KOMUNIKASI PRIMA TANI DAN AKSESIBILITAS KELEMBAGAAN TANI DENGAN PERSEPSI PETANI TENTANG INTRODUKSI TEKNOLOGI AGRIBISNIS INDUSTRIAL PEDESAAN (Kasus di Jawa Barat dan Sulawesi

Lebih terperinci

HUBUNGAN EFEKTIVITAS KOMUNIKASI INTERPERSONAL DENGAN PERILAKU BERCOCOK TANAM PADI SAWAH

HUBUNGAN EFEKTIVITAS KOMUNIKASI INTERPERSONAL DENGAN PERILAKU BERCOCOK TANAM PADI SAWAH HUBUNGAN EFEKTIVITAS KOMUNIKASI INTERPERSONAL DENGAN PERILAKU BERCOCOK TANAM PADI SAWAH (Kasus Desa Waimital Kecamatan Kairatu Kabupaten Seram Bagian Barat) RISYAT ALBERTH FAR FAR SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

PERSEPSI ANGGOTA TERHADAP PERAN KELOMPOK TANI PADA PENERAPAN TEKNOLOGI USAHATANI BELIMBING

PERSEPSI ANGGOTA TERHADAP PERAN KELOMPOK TANI PADA PENERAPAN TEKNOLOGI USAHATANI BELIMBING PERSEPSI ANGGOTA TERHADAP PERAN KELOMPOK TANI PADA PENERAPAN TEKNOLOGI USAHATANI BELIMBING (Kasus Kelompok Tani Kelurahan Pasir Putih, Kecamatan Sawangan, Kota Depok) DIARSI EKA YANI SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

HUBUNGAN MODAL SOSIAL DENGAN KEMISKINAN MASYARAKAT NELAYAN DI DESA PANIMBANG JAYA, PANDEGLANG MUHAMMAD IQBAL HANAFRI

HUBUNGAN MODAL SOSIAL DENGAN KEMISKINAN MASYARAKAT NELAYAN DI DESA PANIMBANG JAYA, PANDEGLANG MUHAMMAD IQBAL HANAFRI HUBUNGAN MODAL SOSIAL DENGAN KEMISKINAN MASYARAKAT NELAYAN DI DESA PANIMBANG JAYA, PANDEGLANG MUHAMMAD IQBAL HANAFRI PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS DAN EKONOMI PERIKANAN-KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

KEEFEKTIVAN KOMUNIKASI MASYARAKAT ACEH DI BOGOR MENGENAI PENGELOLAAN DAMPAK TSUNAMI YUSNIDAR

KEEFEKTIVAN KOMUNIKASI MASYARAKAT ACEH DI BOGOR MENGENAI PENGELOLAAN DAMPAK TSUNAMI YUSNIDAR KEEFEKTIVAN KOMUNIKASI MASYARAKAT ACEH DI BOGOR MENGENAI PENGELOLAAN DAMPAK TSUNAMI YUSNIDAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 ABSTRAK YUSNIDAR. Keefektivan Komunikasi Masyarakat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Setiap masyarakat selalu mengembangkan suatu sistem dalam

BAB II LANDASAN TEORI. Setiap masyarakat selalu mengembangkan suatu sistem dalam BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Perilaku Konsumen Setiap masyarakat selalu mengembangkan suatu sistem dalam memproduksi dan meyalurkan barang-barang dan jasa. Dalam masyarakat industri yang sudah maju, seperti

Lebih terperinci

PERANAN SIKAP, NORMA SUBJEKTIF, DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU DALAM INTENSI PEMBELIAN SAMSUNG SMART TV SKRIPSI VERONICA

PERANAN SIKAP, NORMA SUBJEKTIF, DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU DALAM INTENSI PEMBELIAN SAMSUNG SMART TV SKRIPSI VERONICA PERANAN SIKAP, NORMA SUBJEKTIF, DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU DALAM INTENSI PEMBELIAN SAMSUNG SMART TV SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi persyaratan Ujian Sarjana Psikologi Oleh VERONICA 101301026 FAKULTAS

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA PEGAWAI DI SEKRETARIAT KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP FIRDAUS ALIM DAMOPOLII

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA PEGAWAI DI SEKRETARIAT KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP FIRDAUS ALIM DAMOPOLII FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA PEGAWAI DI SEKRETARIAT KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP FIRDAUS ALIM DAMOPOLII SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

Lebih terperinci

EVALUASI PENINGKATAN SUMBERDAYA MANUSIA DALAM PROGRAM PENDANAAN KOMPETISI MELALUI KEGIATAN KEAKSARAAN FUNGSIONAL DI KABUPATEN KARAWANG

EVALUASI PENINGKATAN SUMBERDAYA MANUSIA DALAM PROGRAM PENDANAAN KOMPETISI MELALUI KEGIATAN KEAKSARAAN FUNGSIONAL DI KABUPATEN KARAWANG EVALUASI PENINGKATAN SUMBERDAYA MANUSIA DALAM PROGRAM PENDANAAN KOMPETISI MELALUI KEGIATAN KEAKSARAAN FUNGSIONAL DI KABUPATEN KARAWANG ASEP AANG RAHMATULLAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

MANAJEMEN RISIKO DI PERUSAHAAN BETON (STUDI KASUS UNIT READYMIX PT BETON INDONESIA) MUAMMAR TAWARUDDIN AKBAR

MANAJEMEN RISIKO DI PERUSAHAAN BETON (STUDI KASUS UNIT READYMIX PT BETON INDONESIA) MUAMMAR TAWARUDDIN AKBAR MANAJEMEN RISIKO DI PERUSAHAAN BETON (STUDI KASUS UNIT READYMIX PT BETON INDONESIA) MUAMMAR TAWARUDDIN AKBAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

ANALISIS IMPLEMENTASI MASTERPLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA ( STUDI KASUS PENGEMBANGAN PELABUHAN MAKASSAR )

ANALISIS IMPLEMENTASI MASTERPLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA ( STUDI KASUS PENGEMBANGAN PELABUHAN MAKASSAR ) ANALISIS IMPLEMENTASI MASTERPLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA ( STUDI KASUS PENGEMBANGAN PELABUHAN MAKASSAR ) TEGUH PAIRUNAN PUTRA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

HUBUNGAN KARAKTERISTIK KELUARGA DAN PEER GROUP DENGAN KARAKTER DAN PERILAKU BULLYING REMAJA KARINA

HUBUNGAN KARAKTERISTIK KELUARGA DAN PEER GROUP DENGAN KARAKTER DAN PERILAKU BULLYING REMAJA KARINA HUBUNGAN KARAKTERISTIK KELUARGA DAN PEER GROUP DENGAN KARAKTER DAN PERILAKU BULLYING REMAJA KARINA DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012 Hak Cipta

Lebih terperinci

PERANAN BANK PERKREDITAN RAKYAT BINAAN TERHADAP KINERJA USAHA KECIL DI SUMATERA BARAT ZEDNITA AZRIANI

PERANAN BANK PERKREDITAN RAKYAT BINAAN TERHADAP KINERJA USAHA KECIL DI SUMATERA BARAT ZEDNITA AZRIANI PERANAN BANK PERKREDITAN RAKYAT BINAAN TERHADAP KINERJA USAHA KECIL DI SUMATERA BARAT BANK NAGARI ZEDNITA AZRIANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia, setelah Cina, India dan Amerika Serikat. Masalah kependudukan ini masih

BAB I PENDAHULUAN. dunia, setelah Cina, India dan Amerika Serikat. Masalah kependudukan ini masih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara ke-4 dengan jumlah penduduk terbesar di dunia, setelah Cina, India dan Amerika Serikat. Masalah kependudukan ini masih menjadi tantangan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN i DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN v vii ix 1 PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 5 Tujuan Penelitian 6 Manfaat Penelitian 6 Ruang Lingkup Penelitian 7 2 TINJAUAN PUSTAKA

Lebih terperinci

PATH ANALYSIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KESEDIAAN SUAMI SEBAGAI AKSEPTOR VASEKTOMI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SANDEN BANTUL YOGYAKARTA TESIS

PATH ANALYSIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KESEDIAAN SUAMI SEBAGAI AKSEPTOR VASEKTOMI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SANDEN BANTUL YOGYAKARTA TESIS PATH ANALYSIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KESEDIAAN SUAMI SEBAGAI AKSEPTOR VASEKTOMI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SANDEN BANTUL YOGYAKARTA TESIS Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI SUMBERDAYA PERIKANAN DI PERAIRAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS EKA SUPRIANI

KAJIAN EKONOMI SUMBERDAYA PERIKANAN DI PERAIRAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS EKA SUPRIANI KAJIAN EKONOMI SUMBERDAYA PERIKANAN DI PERAIRAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS EKA SUPRIANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

NILAI WAJAR ASURANSI ENDOWMEN MURNI DENGAN PARTISIPASI UNTUK TIGA SKEMA PEMBERIAN BONUS YUSUF

NILAI WAJAR ASURANSI ENDOWMEN MURNI DENGAN PARTISIPASI UNTUK TIGA SKEMA PEMBERIAN BONUS YUSUF NILAI WAJAR ASURANSI ENDOWMEN MURNI DENGAN PARTISIPASI UNTUK TIGA SKEMA PEMBERIAN BONUS YUSUF SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

Pengaruh Kewajaran Harga, Nilai yang Dirasakan Terhadap Niat Beli Produk. Hijau yang Dimediasi Oleh Sikap Konsumen Atas Produk Hijau

Pengaruh Kewajaran Harga, Nilai yang Dirasakan Terhadap Niat Beli Produk. Hijau yang Dimediasi Oleh Sikap Konsumen Atas Produk Hijau Pengaruh Kewajaran Harga, Nilai yang Dirasakan Terhadap Niat Beli Produk Hijau yang Dimediasi Oleh Sikap Konsumen Atas Produk Hijau (Studi Produk AC LG Ramah Lingkungan Pada Masyarakat Kota Surakarta)

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU PEMBACA DALAM MEMPEROLEH INFORMASI GAYA HIDUP SEHAT

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU PEMBACA DALAM MEMPEROLEH INFORMASI GAYA HIDUP SEHAT FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU PEMBACA DALAM MEMPEROLEH INFORMASI GAYA HIDUP SEHAT (Studi Kasus Pembaca Tabloid Senior di Kecamatan Bogor Utara) Oleh : ENDANG SRI WAHYUNI PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

ANALISIS PEWILAYAHAN, HIRARKI, KOMODITAS UNGGULAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT PADA KAWASAN AGROPOLITAN

ANALISIS PEWILAYAHAN, HIRARKI, KOMODITAS UNGGULAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT PADA KAWASAN AGROPOLITAN ANALISIS PEWILAYAHAN, HIRARKI, KOMODITAS UNGGULAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT PADA KAWASAN AGROPOLITAN (Studi Kasus di Bungakondang Kabupaten Purbalingga) BUDI BASKORO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS KEPUASAN DAN LOYALITAS KONSUMEN DALAM PENGGUNAAN METODE PEMBAYARAN NON-TUNAI

ANALISIS KEPUASAN DAN LOYALITAS KONSUMEN DALAM PENGGUNAAN METODE PEMBAYARAN NON-TUNAI ANALISIS KEPUASAN DAN LOYALITAS KONSUMEN DALAM PENGGUNAAN METODE PEMBAYARAN NON-TUNAI (PREPAID CARD) LOVITA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH KUALITAS LAYANAN TERHADAP LOYALITAS MELALUI KEPUASAN PADA HYPERMARKET CARREFOUR JEMBER SKRIPSI. Oleh :

ANALISIS PENGARUH KUALITAS LAYANAN TERHADAP LOYALITAS MELALUI KEPUASAN PADA HYPERMARKET CARREFOUR JEMBER SKRIPSI. Oleh : ANALISIS PENGARUH KUALITAS LAYANAN TERHADAP LOYALITAS MELALUI KEPUASAN PADA HYPERMARKET CARREFOUR JEMBER SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Pada Fakultas Ekonomi

Lebih terperinci

Motivasi. Persepsi. Sikap Keyakinan perilaku Evaluasi konsekuensi. Norma subjektif Keyakinan normatif Motivasi mematuhi

Motivasi. Persepsi. Sikap Keyakinan perilaku Evaluasi konsekuensi. Norma subjektif Keyakinan normatif Motivasi mematuhi 19 KERANGKA PEMIKIRAN Schiffman dan Kanuk (2004) menyatakan bahwa niat merupakan satu faktor internal (individual) yang memengaruhi perilaku konsumen. Niat merupakan bentuk pikiran yang nyata dari rencana

Lebih terperinci

OPTIMASI PENYEDIAAN BAHAN BAKAR SOLAR UNTUK UNIT PENANGKAPAN IKAN DI PPP SUNGAILIAT, BANGKA

OPTIMASI PENYEDIAAN BAHAN BAKAR SOLAR UNTUK UNIT PENANGKAPAN IKAN DI PPP SUNGAILIAT, BANGKA OPTIMASI PENYEDIAAN BAHAN BAKAR SOLAR UNTUK UNIT PENANGKAPAN IKAN DI PPP SUNGAILIAT, BANGKA DODY SIHONO SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

NURUL ILMI FAJRIN_ Jurusan Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

NURUL ILMI FAJRIN_ Jurusan Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang HUBUNGAN ANTARA KEMANDIRIAN DENGAN INTENSI BERWIRAUSAHA PADA MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG NURUL ILMI FAJRIN_11410126 Jurusan Psikologi Fakultas Psikologi

Lebih terperinci

KAJIAN SUMBERDAYA DANAU RAWA PENING UNTUK PENGEMBANGAN WISATA BUKIT CINTA, KABUPATEN SEMARANG, JAWA TENGAH

KAJIAN SUMBERDAYA DANAU RAWA PENING UNTUK PENGEMBANGAN WISATA BUKIT CINTA, KABUPATEN SEMARANG, JAWA TENGAH KAJIAN SUMBERDAYA DANAU RAWA PENING UNTUK PENGEMBANGAN WISATA BUKIT CINTA, KABUPATEN SEMARANG, JAWA TENGAH INTAN KUSUMA JAYANTI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci

PERANAN KELEMBAGAAN DAN TINDAKAN KOMUNIKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON ETIK SULISTIOWATI NINGSIH

PERANAN KELEMBAGAAN DAN TINDAKAN KOMUNIKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON ETIK SULISTIOWATI NINGSIH PERANAN KELEMBAGAAN DAN TINDAKAN KOMUNIKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON ETIK SULISTIOWATI NINGSIH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

Gambaran Intensi Golput pada Pemilih Pemula dalam Pemilihan Umum 2014

Gambaran Intensi Golput pada Pemilih Pemula dalam Pemilihan Umum 2014 Gambaran Intensi Golput pada Pemilih Pemula dalam Pemilihan Umum 2014 oleh : Yoga Adi Prabowo (190110080095) Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran ABSTRAK Golput atau golongan putih merupakan suatu

Lebih terperinci

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber :

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber : DISERTASI ANALISIS FAKTOR DEMOGRAFI, MOTIVASI, SIKAP DAN KEPRIBADIAN KONSUMEN YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEPEMILIKAN, PENGGUNAAN DAN PEMBAYARAN KARTU KREDIT JUSUP AGUS SAYONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

HUBUNGAN TERPAAN PESAN PENCEGAHAN BAHAYA DEMAM BERDARAH DENGAN SIKAP IBU RUMAH TANGGA (KASUS: KELURAHAN RANGKAPAN JAYA BARU, KOTA DEPOK) KUSUMAJANTI

HUBUNGAN TERPAAN PESAN PENCEGAHAN BAHAYA DEMAM BERDARAH DENGAN SIKAP IBU RUMAH TANGGA (KASUS: KELURAHAN RANGKAPAN JAYA BARU, KOTA DEPOK) KUSUMAJANTI HUBUNGAN TERPAAN PESAN PENCEGAHAN BAHAYA DEMAM BERDARAH DENGAN SIKAP IBU RUMAH TANGGA (KASUS: KELURAHAN RANGKAPAN JAYA BARU, KOTA DEPOK) KUSUMAJANTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

PENGARUH SERTIFIKASI GURU TERHADAP KESEJAHTERAAN DAN KINERJA GURU DI KABUPATEN SUMEDANG RIZKY RAHADIKHA

PENGARUH SERTIFIKASI GURU TERHADAP KESEJAHTERAAN DAN KINERJA GURU DI KABUPATEN SUMEDANG RIZKY RAHADIKHA 1 PENGARUH SERTIFIKASI GURU TERHADAP KESEJAHTERAAN DAN KINERJA GURU DI KABUPATEN SUMEDANG RIZKY RAHADIKHA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

PENENTUAN PELUANG BERTAHAN DALAM MODEL RISIKO KLASIK DENGAN MENGGUNAKAN TRANSFORMASI LAPLACE AMIRUDDIN

PENENTUAN PELUANG BERTAHAN DALAM MODEL RISIKO KLASIK DENGAN MENGGUNAKAN TRANSFORMASI LAPLACE AMIRUDDIN PENENTUAN PELUANG BERTAHAN DALAM MODEL RISIKO KLASIK DENGAN MENGGUNAKAN TRANSFORMASI LAPLACE AMIRUDDIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

HUBUNGAN PROFIL INDIVIDU, IKLIM KOMUNIKASI ORGANISASI DAN PERILAKU KOMUNIKASI APARATUR DENGAN PELAKSANAAN GOOD GOVERNANCE

HUBUNGAN PROFIL INDIVIDU, IKLIM KOMUNIKASI ORGANISASI DAN PERILAKU KOMUNIKASI APARATUR DENGAN PELAKSANAAN GOOD GOVERNANCE HUBUNGAN PROFIL INDIVIDU, IKLIM KOMUNIKASI ORGANISASI DAN PERILAKU KOMUNIKASI APARATUR DENGAN PELAKSANAAN GOOD GOVERNANCE (Kasus pada Dinas Pertanian dan Peternakan, Dinas Perkebunan, Dinas Kelautan dan

Lebih terperinci

ABSTRACT. Keywords: Perception Taxpayer s, Tax Penalties, Taxpayer s Compliance. viii

ABSTRACT. Keywords: Perception Taxpayer s, Tax Penalties, Taxpayer s Compliance. viii ABSTRACT The purpose of this research is to determine the effect of taxpayer s perception of tax penalties on taxpayer s compliance. Population of this research are all individual taxpayer s who are registered

Lebih terperinci

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran intention dan determinandeterminannya dalam melakukan usaha untuk dapat naik kelas pada siswa kelas XI di SMAN X Bandung ditinjau dari teori planned

Lebih terperinci

HUBUNGAN KEBIJAKAN PEMERINTAH DENGAN PEMASARAN KERUPUK IKAN HASIL HOME INDUSTRY PENGARUHNYA TERHADAP PENDAPATAN NELAYAN DI KABUPATEN TUBAN

HUBUNGAN KEBIJAKAN PEMERINTAH DENGAN PEMASARAN KERUPUK IKAN HASIL HOME INDUSTRY PENGARUHNYA TERHADAP PENDAPATAN NELAYAN DI KABUPATEN TUBAN HUBUNGAN KEBIJAKAN PEMERINTAH DENGAN PEMASARAN KERUPUK IKAN HASIL HOME INDUSTRY PENGARUHNYA TERHADAP PENDAPATAN NELAYAN DI KABUPATEN TUBAN NONO SAMPONO SEKOLAH PASCASARJANA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI KELAUTAN

Lebih terperinci

PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH

PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH BUNGA PRAGAWATI Skripsi DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

STUDI PENGEMBANGAN WILAYAH KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU (KAPET) BIMA DI PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT ENIRAWAN

STUDI PENGEMBANGAN WILAYAH KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU (KAPET) BIMA DI PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT ENIRAWAN STUDI PENGEMBANGAN WILAYAH KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU (KAPET) BIMA DI PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT ENIRAWAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR TAHUN 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

VALUASI EKONOMI EKOSISTEM TERUMBU KARANG TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA RETNO ANGGRAENI

VALUASI EKONOMI EKOSISTEM TERUMBU KARANG TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA RETNO ANGGRAENI VALUASI EKONOMI EKOSISTEM TERUMBU KARANG TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA RETNO ANGGRAENI PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS DAN EKONOMI PERIKANAN KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

Oleh: DINA MISBAHUL ARIFAH NIM: S

Oleh: DINA MISBAHUL ARIFAH NIM: S PENGARUH PERSEPSI WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI TERHADAP NIAT UNTUK BERPERILAKU TIDAK PATUH DAN KETIDAKPATUHAN WAJIB PAJAK (Studi Survei pada Karyawan Perusahaan Swasta di Surakarta Tahun 2010) TESIS Diajukan

Lebih terperinci