PENDAHULUAN. ke-27 Indonesia yang kini telah berdaulat menjadi Negara merdeka sejak. merdeka pada 20 Mei Pelaksanaan referendum didahului dengan
|
|
- Ade Johan
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Konflik telah menjadi salah satu fenomena terpenting di dunia dan mempunyai imbas yang sangat signifikan terhadap wilayah beserta penduduknya yang dilanda konflik. Seperti itulah yang terjadi di Timor Leste, bekas provinsi ke-27 Indonesia yang kini telah berdaulat menjadi Negara merdeka sejak diadakannya referendum pada tahun 1999 yang kemudian diakui menjadi Negara merdeka pada 20 Mei Pelaksanaan referendum didahului dengan kedatangan UNAMET, salah satu misi khusus PBB untuk Timor Leste yang bertugas untuk menyiapkan dan memfasilitasi penduduk untuk menyalurkan haknya sebagai pemilih di dalam referendum. UNAMET kemudian mengakhiri misinya dengan penetapan jadwal referendum yakni 30 Agustus 1999 (Smith, 2003:18). Sejarah kemudian tercipta pada 30 Agustus tersebut dimana sekitar 78% penduduk Timor Leste menyatakan dukungannya untuk lepas dari Indonesia dan menjadi Negara merdeka. Namun pada kenyataannya, lepasnya Timor Leste tidak serta merta menjamin keamanan penduduk Timor Leste sebab tidak berapa lama paska dilaksanakannya referendum, sebuah konflik berdarah mengemuka dan menjadi ajang dua pihak untuk beradu yakni pihak pro kemerdekaan dan pro integrasi. Konflik pada tahun 1999 ini telah menewaskan ratusan orang dan menyebabkan lebih dari mengungsi serta menghancurkan infrakstruktur 6
2 dan aset-aset publik yang tersebar di hampir seluruh wilayah di Timor Leste terutama di ibukota yakni Dili. Paska konflik menjadi kondisi yang sarat dengan berbagai permasalahan meskipun sudah tercapai negosiasi atau kesepakatan perdamaian. Hal ini dikarenakan konflik berdarah termasuk yang terjadi di Timor Leste pada akhir 1999 sudah menyentuh berbagai sisi kehidupan masyarakat sehingga tidak lagi berjalan normal. Tidak berapa lama paska konflik berdarah tersebut, roda kehidupan penduduk lumpuh dan kegiatan perekonomian hampir nol. Hampir sebagian besar fasilitas publik dan infrastruktur di banyak wilayah hancur dan tidak bisa digunakan. Imbas buruk konflik yang membuat roda perekonomian menuju hampir ke titik nol salah satunya diindikasikan dengan lumpuhnya pasar membuat penduduk di Timor Leste tidak lagi dapat mencari penghasilan dan memenuhi kebutuhan hidupnya. Ancaman keamanan memperparah kondisi tersebut sebab penduduk merasa khawatir akan keselamatan dirinya apabila memaksakan diri untuk beraktiftas di luar guna mencari uang. Roda perekonomian hampir berhenti total di semua sektor perekonomian termasuk sektor pertanian yang selama ini menjadi sektor yang diandalkan oleh mayoritas penduduk di Timor Leste. Guna mengembalikan kehidupan penduduk ke normal dan memperbaiki kerusakan-kerusakan yang terjadi di berbagai aspek yang meliputi politik, hukum, ekonomi dan sosial, maka diperlukan usaha pemulihan yang terintegrasi dalam proses bina damai paska konflik atau post conflict peacebuilding. Bina damai yang bertujuan untuk mengidentifikasi dan menguatkan struktur dalam sebuah 7
3 negara yang dapat memperkuat dan mensolidkan perdamaian untuk menghindari terjadinya konflik kembali (Ghali, 1992:46) mempunyai 4 elemen penting dalam keseluruhan prosesnya yakni DDR, reformasi sektor keamanan, reformasi pemerintahan dan reformasi sektor ekonomi. Tiap elemen mempunyai peran yang signifikan termasuk reformasi sektor ekonomi atau yang juga dikenal dengan pemulihan ekonomi paska konflik. Peningkatan Resiko Kekerasan dan Konflik paska 1999 Pemulihan ekonomi paska konflik memegang peranan yang tidak kalah pentingnya dengan pemulihan di sektor lain seperti keamanan dan pemerintahan. Korelasi antara kemiskinan dan konflik yang cukup kuat menjadi alasan utama pemulihan ekonomi harus berlangsung maksimal. Dengan pemulihan ekonomi yang berjalan maksimal, maka tingkat kemiskinan dapat dikurangi sehingga salah satu motivasi yang kerapkali menjadi alasan keterlibatan dalam konflik dan kekerasan dapat dikurangi atau bahkan dihilangkan. Sebagai bagian dari proses bina damai maka hal ini dapat memberikan kontribusi positif guna melanggengkan perdamaian dan mengurangi resiko kemunculan konflik kembali atau conflict relapse. Konflik pada tahun 1999 yang memberi imbas pada hampir seluruh masyarakat Timor Leste telah memunculkan ancaman baru yang harus menjadi perhatian baik oleh pemerintah Timor Leste maupun pihak asing yang turut aktif dalam proses pemulihan paska konflik. Hancurnya kehidupan perekonomian paska konflik 1999 mengakibatkan ratusan ribu orang di Timor Leste kehilangan mata pencaharian. Ketergantungan terhadap bantuan asing menjadi salah satu 8
4 indikator rendahnya kesejahteraan masyarakat Timor Leste pada waktu itu. Meskipun konflik 1999 lebih bermuatan politis namun imbas dari konflik 1999 lebih banyak menghancurkan kehidupan perekonomian Timor Leste dimana menyebabkan meningkatnya angka pengangguran secara tajam hampir di berbagai wilayah di Timor Leste. Dalam beberapa tahun paska konflik 1999, kenyataan bahwa jumlah gerombolan meningkat dan menjadi lebih beraneka ragam mencerminkan serangkaian tekanan sosial di masyarakat dan bahwa Negara dan lembaga di Timor Leste masih lemah (Tlava, 2009:1). Jumlah kelompok bersenjata yang terus meningkat merupakan ancaman nyata bagi keamanan di Timor Leste yang mencederai perdamaian yang sudah tercapai. Meningkatnya jumlah kelompok bersenjata ini merupakan dampak dari rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat Timor Leste paska konflik Terbatasnya lapangan pekerjaan dan sulitnya membuka mata pencaharian baru pada masa paska konflik 1999 merupakan hal yang harus diwaspadai karena hal ini secara nyata menimbulkan ancaman baru berupa banyaknya kelompok pemuda atau geng yang sarat dengan kekerasan dan konflik. Tidak jarang, kelompok atau geng tersebut terlibat dalam aksi kekerasan dan konflik yang bahkan merugikan penduduk sipil yang tidak bersalah. Di Timor Leste sendiri, konflik yang terjadi pada tahun 2006 menunjukkan bagaimana tingginya tingkat pengangguran turut memperparah konflik yang terjadi saat itu meski sudah 7 tahun berlalu dari konflik berdarah tahun Konflik yang diawali karena adanya pemecatan masal terhadap 591 9
5 personal militer di bawah pimpinan Lettu Galsao Salsinha diikuti dengan kemarahan anggota militer yang dipecat tersebut yang memutuskan untuk melakukan pemberontakan dan menyerang kediaman Presiden Timor Leste kala itu yakni Presiden Jose Ramos Horta dan Perdana Menteri Xanana Gusmao. Pemberontakan tersebut kemudian meluas dan melibatkan pemuda-pemuda yang tergabung dalam kelompok dan gerombolan bersenjata. Kejadian ini menunjukkan bahwa kelompok dan gerombolan yang tersebar di hampir seluruh wilayah Timor Leste tidak boleh dipandang sebelah mata sebab merupakan ancaman nyata yang mencederai proses menuju perdamaian yang solid. Pengangguran remaja adalah salah satu katalisator utama dalam pertumbuhan kelompok tersebut. Kira-kira sepertiga dari angkatan kerja di Timor Leste dengan rentang usia adalah pengangguran (Tlava. 2009:2). Angka ini meningkat hingga 60% di antara remaja laki-laki dan sekitar 50% di kelompok usia tahun (Neupert dan Lopes, 2006:22). Pengangguran diiringi oleh tingginya angka migrasi terutama pemuda dari daerah pedesaan ke daerah perkotaan yaitu dari distrik-distrik ke Dili. Kurang lebih 40% dari penduduk Dili terdiri dari imigran internal dan kebanyakan terjadi baru-baru ini. Angka dalam sensus 2004 mengungkapkan bahwa dalam waktu lima tahun saja antara 1999 dan 2004, penduduk Dili meningkat dari hingga Menurut sumber yang sama, 56,4% dari peningkatan ini disebabkan migrasi internal (Neupert dan Lopes, 2006:22). Sehingga trend kekerasan yang selama ini terjadi di Timor Leste biasanya diawali di kota Dili yang kemudian menyebar ke berbagai daerah. Kondisi ini memperlihatkan dan menegaskan 10
6 pentingnya pemulihan atau rekonstruksi ekonomi yang sifatnya menyeluruh hingga ke pelosok desa sehingga dapat menjangkau seluruh elemen masyarakat. Sebenarnya, kelompok dan gerombolan bersenjata bukan fenomena baru di Timor Leste. Tetapi berevolusi dari kelompok pemberontakan klandestin ketika periode bergabung dengan Indonesia yang kemudian menjadi beraneka ragam termasuk kelompok yang beranggotakan para veteran yang termarjinalisir, kelompok bela diri, barisan politik, kelompok pemuda dan organisasi keamanan yang lain-lain (Tlava, 2009:1). Pada perkembangannya, konflik 1999 telah mempaparah keadaan mengingat makin tingginya jumlah anggota dan geng yang tersebar hampir di seluruh wilayah Timor Leste. Kelompok dan geng pemuda tidak jarang terlibat dalam aksi kekerasan baik antar kelompok maupun dengan polisi dan angkatan bersenjata Timor Leste. Pemerintah Timor Leste sendiri telah menganggap serius ancaman ini dengan berbagai cara antara lain memetakan kelompok-kelompok tersebut beserta teritorinya, mediasi, serta penangkapan kelompok-kelompok yang membahayakan (Tlava, 2010:23). Namun, upayaupaya tersebut belum memberikan hasil yang maksimal. Perekonomian dan Resiko Konflik Pada masyarakat paska konflik, resiko kemunculan kembali konflik mencapai 40% sedangkan resiko pada masyarakat yang sudah berada dalam kondisi damai hanya sebesar 9% (Collier, Hoeffler dan Rohner, 2007:15). Resiko ini mengindikasikan bahwa pemulihan paska konflik termasuk di dalam bidang ekonomi masih belum berjalan maksimal. Resiko yang cenderung tinggi biasanya sarat dengan karakteristik antara lain rendahnya pendapatan penduduk, dominasi 11
7 etnis dan ketergantungan terhadap sumber daya alam (Collier dan Hoeffler, 2004:8). Dan, berdasar penelitian yang dilakukan pada tahun 2007, Timor Leste menempati ranking 20 sebagai negara yang paling rentan dari 60 negara yang rentan konflik di dunia (FSI, 2007:4). Data ini didasarkan pada hasil dari 12 indikator dalam bidang politik dan ekonomi. Dari ke-12 indikator tersebut, diantaranya adalah pertumbuhan ekonomi yang tidak merata yang merupakan dampak dari pemulihan ekonomi yang kurang optimal. Pada kasus Timor Leste, dua dari tiga faktor tersebut cukup kental yakni rendahnya pendapatan penduduk dan ketergantungan terhadap sumber daya alam yakni migas yang dieksplorasi bersama dengan Australian di Selat Timor. Pertanyaannya adalah, apa dan bagaimana yang perlu dilakukan untuk melancarkan dan mensukseskan pemulihan ekonomi paska konflik sehingga resiko kekerasan dan konflik yang berulang dapat dieliminasi? Idealnya, kondisi ekonomi yang baik biasanya ditandai dengan tingkat pengangguran yang rendah, tingkat pendapatan penduduk per kapita yang tinggi, menguatnya sektor-sektor ekonomi yang menyerap banyak tenaga kerja dan juga adanya kebijakan pemerintah dalam bidang ekonomi yang pro rakyat. Untuk mencapai kondisi ekonomi yang sedemikian rupa, maka diperlukan sebuah proses pemulihan ekonomi yang matang, terencana dan menyentuh berbagai aspek krusial dalam sendi-sendi ekonomi dan sosial. Yakni pertumbuhan ekonomi yang berfokus pada masyarakat miskin yang dikenal dengan pertumbuhan ekonomi pro rakyat miskin (Griffin dan McKinley, 1994:78). Bahwa rakyat bukanlah obyek dari program 12
8 pemulihan dan pembangunan ekonomi namun sebagai subyek sehingga merekalah pelaku ekonomi yang harus diberdayakan dan dikuatkan kapasitasnya. Meskipun secara sekilas permasalahan terutama dalam bidang ekonomi di wilayah paska konflik terlihat mirip dengan permasalahan di wilayah miskin namun pada kenyataannya berbeda. Permasalahan ekonomi di wilayah paska konflik tidak cukup hanya dengan penanganan dan kebijakan pembangunan biasa yang diimplementasikan di wilayah miskin namun seharusnya didukung dan ditangani dengan kebijakan, program dan manajemen khusus baik oleh pemerintah lokal maupun pihak pendonor (Collier, 2006:2). Berangkat dari hal inilah, maka pemulihan ekonomi paska konflik di tiap wilayah berbeda tergantung dari kebutuhan dan tujuan masing-masing. Posisi Sektor Pertanian dalam Perekonomian Timor Leste Dalam prosesnya, pemulihan ekonomi mendapat banyak tantangan dan hambatan yang biasanya tidak ditermui di wilayah-wilayah lain. Rusaknya asetaset ekonomi, hancurnya jaringan sosial-ekonomi dan terganggunya penyaluran bantuan menjadi penyebab lamanya transisi pemulihan ke situasi ekonomi yang normal seperti sebelum terjadi konflik (Ohiorhenuan, 2011:1). Dalam kasus Negara paska konflik Timor Leste, ketergantungannya pada sektor migas membawa dampak positif dan negatif. Positifnya, produksi migas yang dikelola bersama Australia dapat mencukupi kebutuhan pengeluaran negara. Namun di sisi lain, sektor migas ini kurang menyerap tenaga kerja sehingga pertumbuhan ekonomi tidak merata dan hanya golongan tertentu yang dapat menikmati hasil dari produk migas di Celah Timor. Padahal, penduduk yang bertempat tinggal di 13
9 wilayah pedesaan mencapai 72% dimana wilayah-wilayah tersebut tidak banyak menyediakan lapangan pekerjaan dan banyak diantaranya tergolong penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan. Rendahnya pertumbuhan ekonomi terutama dari sektor non migas bisa dilihat dari transaksi ekspor dan impor. Dalam kurun waktu 5,5 tahun dari awal tahun 2004, Timor Leste hanya mengekspor sebesar 46 juta US$ dari produk nonminyak, sedangkan jumlah impor yang dilakukan selama kurun waktu tersebut mencapai 926 juta US$ yang sebagian besar didominasi oleh impor bahan makanan (Hamutuk, 2009:1). Sebuah ironi yang menyedihkan mengingat Timor Leste juga merupakan salah satu negara yang mempunyai potensi bidang pertanian dan perikanan yang cukup tinggi. Dari total keseluruhan wilayah darat yakni sekitar kilometer persegi, kurang lebih 40% nya merupakan lahan aktif pertanian yang diolah oleh penduduk setempat. Pengolahan lahan pertanian di Timor Leste sendiri hingga sekarang telah menghasilkan setidaknya 4 hasil panen utama yakni beras, jagung, singkong, kopi dan kacang-kacangan. Produksi pertanian di Timor Leste masih cenderung menggunakan sistem tradisional antara lain: pertanian tadah hujan untuk jagung, pertanian di lahan rendah baik tadah hujan maupun dengan sistem irigasi untuk beras, kebun rumah tangga dengan sistem tadah hujan untuk jagung, singkong dan kacang-kacangan, penggunaan kerbau untuk mengolah lahan pertanian, dan juga panen hasil hutan seperti buah asam dan kemiri (de Costa, 2003:46). Sayangnya, selama menjadi bagian dari Indonesia hingga awal kemerdekaan, sektor pertanian kurang mendapatkan perhatian yang lebih. 14
10 Kurangnya pengetahuan petani dan bekal petani dalam perkembangan pengolahan pertanian termasuk terkait teknologi pertanian menjadi salah satu penyebab kuat rendahnya produktifitas pertanian. Sehingga, meskipun telah terpetakan potensi yang tinggi di bidang pertanian namun produktifitas pertanian di Timor Leste masih terbilang rendah. Hal ini bisa dilihat dari sistem pengolahan potensi pertanian yang masih tradisional. Tentu permasalahan rendahnya produktifitas bidang pertanian berimbas cukup signifikan terhadap kualitas kehidupan penduduk di Timor Leste sehingga tidak heran jika tingkat kemiskinan di antara penduduk tersebut terbilang tinggi. Dengan adanya kurang lebih dua pertiga dari keseluruhan populasi Timor Leste bergantung pada pertanian maka pembangunan berkelanjutan di bidang pertanian menjadi sangat krusial dalam rangka mengurangi tingkat kemiskinan (FAO, 2010). Wilayah Timor Leste yang didominasi oleh daratan dengan potensi pertanian yang cukup tinggi merupakan peluang yang patut untuk terus dimanfaatkan. Selain itu, dengan hasil pertanian yang mencukupi maka kelangsungan keamanan pangan di Timor Leste juga lebih terjamin. Hal ini sudah disadari oleh Negara-negara pendonor asing yang terlibat aktif dalam pemulihan ekonomi paska konflik bersama dengan pemerintah Timor Leste. Seperti diantaranya adalah Australia melalui AusAid dengan rangkaian program Seeds of Life yang sudah memasuki tahap ketiga. Pemerintah Jepang juga turut aktif melalui JICA dengan berbagai program antara lain Irrigation and Rice Cultivation Project, Agriculture Policy Advisory, The Study of Promotion for Agribusiness, Improvement of Watershed Management (JICA, 2010). Pemerintah 15
11 Timor Leste sendiri terus meluaskan dan memperbaharui strategi dan program pertaniannya dalam National Development Plan. Fokus pada bidang pertanian juga sudah didukung oleh program-program lain diantaranya perbaikan infrastruktur publik di wilayah pedesaan dan perkotaan guna mempermudah distribusi dan penjualan produk pertanian. Salah satunya adalah yang dilakukan Pemerintah Timor Leste bersama AusAid dalam proyek TIM Works dan Roads for Development, dan Inclusive Finance for Under Served Economy. Apapun proyek dalam bidang pertanian yang diimplementasikan, hal yang perlu diingat adalah bahwa karakter dan kondisi Timor Leste paska konflik harus menjadi satu hal tersendiri yang dipertimbangkan. Penentuan prioritas, strategi dan kebijakan harus didasarkan pada pertimbangan tersebut guna mengoptimalkan hasil dan efeknya. Pada konteks Timor Leste, pertumbuhan ekonomi pro rakyat miskin harus dapat memandirikan dominasi populasi masyarakat pedesaan yang mencapai lebih dari 70% dari total populasi keseluruhan di Timor Leste melalui penguatan sektor pertanian. Ketika hal ini dapat diwujudkan, maka mayoritas penduduk mandiri secara ekonomi. Berkurangnya tingkat pengangguran berkorelasi positif dengan tingkat kekerasan dan resiko konflik berulang sehingga kondisi damai menjadi lebih langgeng Rumusan Masalah Beranjak dari latar belakang yang sudah dipaparkan di atas dimana ketergantungan ekonomi secara nyata membawa dampak negatif terhadap negara 16
12 paska konflik yang menerima bantuan asing, maka penulis menentukan rumusan masalah sebagai berikut: Bagaimana pengembangan sektor pertanian dapat mengurangi tingkat kekerasan dan resiko konflik pada pemulihan ekonomi paska konflik 1999 di Timor Leste? 1.3. Tujuan Penelitian Penulis berharap penelitian ini dapat memenuhi tujuan sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui proses pemulihan ekonomi paska konflik yang terjadi di Timor Leste 2. Untuk mengetahui bagaimana perkembangan dan pertumbuhan sektor pertanian pada masa pemulihan paska konflik 3. Untuk mengetahui bagaimana pemulihan ekonomi paska konflik yang berfokus ke sektor pertanian dapat memberikan kontribusi positif terhadap pengurangan resiko kekerasan dan konflik berulang di Timor Leste 1.4. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut: a. Penelitian ini bermanfaat sebagai temuan baru dalam penelitian di bidang pemulihan ekonomi paska konflik b. Penelitian ini bermanfaat dalam mendukung penulis lain yang melakukan penelitian di bidang yang sama c. Penelitian ini bermanfaat dalam pengkajian proses pemulihan ekonomi paska konflik 17
13 d. Penelitian ini bermanfaat dalam pengkajian pengaruh pemulihan ekonomi paska konflik yang berfokus ke sektor pertanian terhadap resiko kekerasan dan konflik berulang 1.5. Obyek Penelitian Dengan menggunakan unit analisis negara, maka penulis memilih Timor Leste sebagai obyek penelitian. Negara Timor Leste merupakan sebuah negara yang terletak di sebelah timur pulau Timor. Republik Timor Leste dikepalai oleh Perdana Menteri sebagai kepala pemerintahan dan Presiden sebagai kepala negara Lingkup Penelitian Untuk mendapatkan kajian yang mendalam dan fokus, maka penulis membatasi lingkup penelitian dalam kurun waktu Reviu Literatur Post Conflict Pro-Poor Private Sector Development: The Case of Timor Leste oleh Takayoshi Kusago. Pemulihan dan pembangunan ekonomi paska konflik utamanya bertujuan untuk mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal. Oleh karenanya, banyak rencana pembangunan paska konflik yang memfokuskan pada pembangunan sektor privat. Penelitian yang dilakukan oleh Kusago ini mengkaji peran dari sektor privat berbagai bidang dalam situasi paska konflik dan 18
14 mendiskusikan intervensi-intervensi yang mungkin dilakukan untuk mendukung pemulihan ekonomi di Timor Leste. Penelitian ini telah mengidentifikasi faktorfaktor krusial yang berpengaruh terhadap pembangunan sektor privat di Timor Leste, tantangan-tantangan utama serta memberikan masukan dan saran terkait kebijakan publik yang dapat meningkatkan jumlah ekspor, memperkuat sektor ekonomi mikro sehingga Timor Leste dapat mencapai pemulihan dan pertumbuhan ekonomi yang pro rakyat miskin Improving the Lot of the Farmer: Development Challenges in Timor Leste During the Second Decade of Independence oleh Mats Lundahl dan Fredirk Sjoholm. 10 tahun pertama kemerdekaan Timor Leste cukup bergejolak dengan sebagian besar populasi masih dalam kategori miskin meskipun sektor migas disebut-sebut memberikan devisa negara yang cukup besar. Peningkatan standar hidup secara umum di Timor Leste berkaitan erat dengan upaya peningkatan produksi pertanian mengingat sebagian besar penduduk Timor Leste berprofesi sebagai petani dan kurangnya sektor modern yang dapat menyerap banyak tenaga kerja sehingga hanya sektor pertanian yang dapat menyerap banyak tenaga kerja. Penelitian ini mengkaji hal-hal yang berpengaruh terhadap pembangunan sektor pertanian di Timor Leste dan bagaimana hal tersebut dapat tercapai. Penelitian dilakukan melalui dua cara yakni dengan mengkaji produksi pertanian di Timor Leste dan kondisi pasar yang menyerap penjualan hasil produksi pertanian. Kedua 19
15 hal tersebut dipengaruhi oleh faktyor internal yakni faktor-faktor yang berkaitan dengan implementasi pengolahan pertanian dan faktor eksternal yakni kebijakan pemerintah Timor Leste The Evolution of Agriculture Policies in East Timor oleh Helder de Costa Helder de Costa, peneliti dan juga akademisi dari Universitas Nasional Timor Leste menyelesaikan sebuah riset yang mengkaji evolusi kebijakan pertanian di Timor Leste. Penelitian ini menghasilkan kajian tentang bagaimana kebijakan pertanian mempengaruhi sektor pertanian dan mengidentifikasi hasil produk pertanian yang berpotensi dan perlu untuk dikembangkan di kemudian hari. Selama bertahun-tahun, kebijakan domestik pemerintahan Timor Leste termasuk dalam bidang pertanian didasarkan oleh rangkaian tujuan ekonomi. Sehingga, perkembangkan, perdagangan dan kebijakan sektor pertanian di Timor Leste dalam hubungannya dengan kesinambungan ekonomi dan efeknya terhadap pembangunan wilayah pedesaan yang berkelanjutan masih dipertanyakan. Perekenomian di Timor Leste sendiri didominasi oleh sektor pertanian yang berkontribusi sebanyak sepertiga dari total GDP dan menyerap sekitar 80% dari penduduk dalam usia aktif bekerja dimana hasil pertanian tersebut dikonsumsi dan juga diperdagangkan. Melihat keterkaitan yang besar antara pertumbuhan sektor pertanian dan non pertanian, maka penting untuk menyalurkan sumber daya yang cukup ke sektor pertanian guna menggerakan roda perekonomian di Timor Leste. 20
16 Dalam pelaksanaannya, masih terdapat banyak tantangan kebjiakan yang meliputi perluasan layanan untuk mendukung sektor pertanian, keterbukaan terhadap pasar internasional dan ketersediaan infrastruktur yang memadai. Dengan adanya rezim fiskal yang ketat, perluasan layanan untuk mendukung sektor pertanian telah terpangkas cukup banyak. Sehingga untuk keluar dari permasalahan ini, maka salah satu caranya adalah dengan bekerja sama dengan institusi dan komunitas lokal. Perluasan layanan sejatinya tidak harus melibatkan modal dari pemerintah sebab masih banyak cara lain termasuk dengan perbaikan sistem irigasi lokal, sistem pemanenan hasil pertanian termasuk kopi dan juga perbaikan dalam pemeliharaan jalan publik. Upaya-upaya ini bisa dilakukan dengan melibatkan organisasi komunitas lokal dan sumber daya lain yang mempunyai kesamaan visi dan misi. Ketiga penelitian terdahulu yang telah dipaparkan di atas menjadi tinjauan pustaka yang relevan dan juga bermanfaat bagi penelitian ini. Penulis berangkat dengan stand point berbeda dengan penelitian oleh Takayoshi Kusago yang hanya berfokus pada kontribusi sektor privat pro rakyat miskin dan sektor privat modern terhadap pembangunan ekonomi. Sedangkan dengan penelitian kedua yang dilakukan oleh Mats Lundahl yang melihat perkembangan sektor pertanian dan berbagai factor yang mempengaruhinya, penulis juga mempunyai stand point yang berbeda. Stand point penulis juga berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Helder de Costa yang mengkaji evolusi kebijakan pertanian dalam pengaruhnya terhadap perkembangan sektor pertanian. Penulis membahas lebih lanjut mengenai proses pemulihan ekonomi paska konflik 1999 dan dilanjutkan 21
17 dengan pengaruh atau dampak pemulihan ekonomi tersebut terhadap sektor pertanian mengingat pertanian telah dipetakan menjadi sektor yang paling banyak diandalkan oleh penduduk di Timor Leste sehingga penting guna memperkuat perekonomian Timor Leste, mengurangi tingkat kemiskinan dan meningkatkan pemerataan penghasilan. Pengaruh dari pemulihan ekonomi paska konflik tentunya tidak bisa dilepaskan dari peran Negara pendonor terutama pada tahuntahun pertama pemulihan. Oleh karenanya, penulis dalam hal ini akan melibatkan Australia melalui AusAID dan Jepang melalui JICA dalam menganalisis pengaruh pemulihan ekonomi paska konflik terhadap sektor pertanian Kerangka Teori Peacebuilding Pencetus peacebuilding, yakni Boutros-Boutros Ghali, menyatakan bahwa peacebuilding bertujuan untuk mengidentifikasi dan menguatkan struktur dalam sebuah negara yang dapat memperkuat dan mensolidkan perdamaian untuk menghindari terjadinya konflik kembali (Ghali, 1992:46). Dengan hampir 50% Negara yang menerima bantuan dalam proses peacebuilding jatuh kembali ke dalam konflik dalam kurun waktu 5 tahun pertama (Collier, 2003:9) maka penguatan struktur untuk mendukung institusionalisasi perdamaian menjadi sangat penting. Semenjak beberapa tahun lalu, para ahli, praktisi, organisasi regional dan internasional serta Negara-negara sudah melakukan berbagai upaya untuk mengidentifikasi apa yang dapat menginstitusionalisasi perdamaian selepas 22
18 perang dan apa saja faktor-faktor serta langkah-langkah vital untuk mencapai tujuan peacebuilding. Ditegaskan oleh Lederach bahwa peacebuilding melibatkan komitmen jangka panjang pada proses yang dapat diibaratkan mendirikan sebuah bangunan yakni meliputi investasi, pengumpulan sumber-sumber dan material, arsitektur dan perencaaan, koordinasi antara sumber dan tenaga kerja, pendirian fondasi yang solid, mengkonstruksi dinding dan atap, sentuhan akhir dan juga pemeliharaan. Peacebuilding secara sentral melibatkan proses transformasi budaya dan relasi sementara rekonsiliasi yang berkelanjutan membutuhkan transformasi struktural, budaya dan relasi (Lederach, 1997:34). Peacebuilding bukanlah merupakan sebuah proses yang berdiri sendiri melainkan merupakan bagian dari sebuah rangkaian dalam menciptakan dan menjaga perdamaian yang meliputi diplomasi preventif, peace-making, peacekeeping, dan peacebuilding (Ghali, 1992:23). Jika diplomasi preventif bertujuan untuk mencegah terjadinya konflik atau krisis maka peacebuilding bertujuan untuk mencegah kemunculan kembali konflik. Dua hal ini sebenarnya berfokus pada satu hal yang sama yakni menciptakan dan mempertahankan perdamaian hanya waktu pelaksanaannya saja yang berbeda. Ketika keempat upaya besar tersebut dapat berjalan lancar dan maksimal maka kemunculan kekerasan dan konflik antar orang dan antar negara dapat dicegah. Pada mayoritas kasus, penyebab mendasar dari konflik meliputi tiga hal yakni, masalah ekonomi, ketidakadilan sosial dan penindasan politik (Ghali, 1992:15). 23
19 Sebagian program dalam peacebuilding fokus pada penciptaan dan peningkatan stabilitas dan keamanan pasca implementasi perjanjian damai sementara sebagian program lain fokus pada penguatan masyarakat sipil dan pembangunan ekonomi, demokrasi, keadilan dan hukum. Oleh karenanya, proses bina damai dibagi menjadi 4 proses utama antara lain security sector reform, DDR, governance reform dan economic reform. Ke dalam empat bagian itulah, institusionalisasi perdamaian harus diupayakan secara maksimal. Keempatnya berperan vital begitupun pemulihan ekonomi yang mempunyai dampak yang kuat dalam mensolidkan perdamaian secara keseluruhan sebab hal ini dapat mengurangi faktor ekonomi yang kerap memicu penduduk untuk turut ambil bagian dalam konflik. Bahwa upaya-upaya yang dilakukan untuk menciptakan perdamaian, stabilitas dan keamanan lebih dari hanya sekedar mengatasi ancaman militer guna memecah belenggu peperangan dan perselisihan (Ghali, 1992:24). Peacebuilding atau bina damai idealnya harus dapat menciptakan ikatan yang kuat secara sosial yang menjadi hal sangat penting bagi negara-negara paska konflik yang masih rentan. Putnam mengatakan bahwa social capital dapat mendorong masyarakat untuk menyelesaikan persoalan kolektif secara lebih mudah dikarenakan kuatnya hubungan dan kepercayaan antar individu (Putnam, 2000:11). Oleh karenanya, penulis menggunakan teori ini guna mempertegas argumen penelitian ini bahwa pemulihan ekonomi paska konflik perlu mendapat perhatian dan porsi lebih sehingga dapat berkontribusi pada upaya dan strategi untuk mengoptimalisasi proses pemulihan ekonomi. 24
20 Pemulihan Ekonomi Paska Konflik Ketika konflik muncul, kehidupan ekonomi menjadi salah satu sendi kehidupan yang terkena imbas langsung. Konflik secara nyata mengurangi tingkat pendapatan penduduk dengan prosentase yang berbeda tergantung tingkat keparahan konflik. Hal ini diikuti dengan hancurnya modal, bangunan fisik dan sumber daya manusia yang selama ini menopang kehidupan ekonomi. Keadaan berbanding terbalik terjadi paska konflik yakni hilangnya sebagian besar modal perekonomian sementara itu di sisi lain, kebutuhan akan modal tersebut meningkat tajam mengingat banyak penduduk yang kehilangan kemampuan untuk menopang hidupnya sendiri. Karakteristik kondisi paska konflik yang berbeda tersebut dengan kondisi pada keadaan masyarakat yang damai menjadi salah satu sebab pemulihan ekonomi di wilayah paska konflik membutuhkan penanganan khusus. Faktorfaktor ekonomi mempunyai posisi yang krusial dalam resiko konflik namun dengan kebijakan yang lebih baik, prioritas yang lebih baik untuk mereformasi bidang ekonomi dan dana bantuan yang lebih besar dan tepat dalam penggunaannya, maka sangat mungkin untuk merestorasi ekonomi dari negara paska konflik secara lebih cepat (Collier, 2006:8). Pemulihan ekonomi menjadi sangat penting sebab berpengaruh secara langsung terhadap resiko kemunculan kembali konflik. Dalam argumennya, Collier berpendapat bahwa kebijakan ekonomi yang diterapkan di Negara paska konflik harus berbeda dengan di Negara damai yang mana hal ini sebagai dampak dari tujuan yang juga berbeda. Bukan hanya 25
21 kebijakan dari Negara yang mengalami konflik tersebut tetapi juga kebijakan dari Negara donor mengingat kedua pihak tersebut terus berinteraksi dalam proses pemulihan paska konflik. Hal ini melahirkan proses yang berbeda dari hanya sekedar pembangunan ekonomi biasa. Pengeluaran untuk kebutuhan militer idealnya tidak mendominasi alokasi penggunaan dana Negara tersebut. Dengan kemungkinan resiko mencapai 39% bahwa konflik akan muncul kembali dalam kurun waktu 5 tahun pertama dan kemungkinan serupa dengan prosentase mencapai 32% dalam kurun waktu 5 tahun berikutnya (Collier dan Hoeffler, 2004:17) maka menjadi sangat penting dan mendesak untuk mengurangi tingkat resiko ini sebagai salah satu tujuan utama sebab resiko ini berpengaruh besar terhadap pemulihan ekonomi paska konflik. Sehingga, tiap kebijakan yang dilahirkan layaknya dinilai terlebih dahulu untuk melihat apakah mengurangi atau justru meningkatkan resiko tersebut. Collier menekankan pentingnya aksi-aksi dalam bidang ekonomi yang dapat mengatasi problem tipikal pada kondisi paska konflik untuk dilakukan oleh Negara dan juga aktor internasional. Termasuk juga kebijakan yang tepat guna mengurangi resiko kemunculan konflik kembali dan mempercepat proses pemulihan ekonomi. Menurut Collier, salah satu hal terbaik yang bisa dilakukan oleh Negara paska konflik adalah memformulasikan strategi pertumbuhan ekonomi jangka menengah yakni dalam kurun waktu 10 hingga 20 tahun. Strategi ini sudah pernah diterapkan di Eropa Timur Tenggara melalui aksesi Negara-negara di wilayah tersebut ke dalam Uni Eropa dan terbukti keberhasilannya baik untuk menjaga stabilitas dan merangsang reformasi. Dalam prosesnya, Negara yang bersangkutan 26
22 harus dapat menentukan prioritas terutama terkait kebijakan. Salah satunya antara lain kebijakan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi di wilayah pedesaan dimana hal ini membutuhkan rangkaian kebijakan dan program yang saling berkaitan. Dalam proses implementasi strategi-strategi tersebut, Collier juga menggarisbawahi pentingnya akuntabilitas dengan system top-down, bottom-up dan sideways. Pertumbuhan ekonomi secara langsung mengurangi resiko konflik dan pada saat yang sama meningkatkan pendapatan ekonomi penduduk serta mendukung diversifikasi ekonomi yang mana kedua hal tersebut juga berperan mengurangi resiko. Dalam hal ini, pemerintah lokal mempunyai instrumen penting untuk mendukung prosesnya yakni melalui kebijakan ekonomi. Meskipun kebijakan tidak mempunyai efek sistematik yang langsung berpengaruh pada resiko konflik namun dengan efeknya dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi maka pada kelanjutannya hal ini berdampak pada berkurangnya resiko. Teori oleh Collier relevan bagi penelitian guna menegaskan argumen penulis serta bermanfaat dalam proses pengidentifikasian unit-unit yang berperan dalam pemulihan ekonomi dan kontribusinya di Timor Leste Hipotesis Apabila pengembangan pertanian dapat meningkatkan pendapatan 70% penduduk Timor Leste yang bergantung pada sektor pertanian, maka pemulihan ekonomi paska konflik telah berlangsung optimal dengan resiko kekerasan dan konflik yang berkurang. 27
23 1.10. Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif analisis yang memanfaatkan sumber-sumber data secara kualitatif. Metode ini akan membantu penulis dalam merekonstruksi realitas dengan bantuan kerangka teori. Dalam penelitian ini, penulis mengawali analisis dengan memaparkan salah satu argumentasi utama yakni kemiskinan dan pengangguran menjadi katalisator utama meningkatnya jumlah kelompok dan geng di Timor Leste yang kerap terlibat dalam aksi kekerasan dan konflik. Argumentasi ini didukung dengan data yang penulis dapatkan dari jurnal Tlava yang ditulis oleh lembaga Small Arms Survey, yang menyatakan bahwa rendahnya penyerapan tenaga kerja yang berakibat pada tingginya urbanisasi menyediakan penduduk yang rentan direkrut kelompok dan geng bersenjata di Timor Leste. Dalam kaitannya dengan upaya untuk mengurangi resiko kekerasan dan konflik, maka penulis menganalisis situasi yang tengah terjadi di Timor Leste dan kemudian mendapati bahwa pengurangan kemiskinan dan pengangguran merupakan upaya penting untuk mencapai tujuan tersebut. Potensi sektor pertanian yang tersebar hampir seluruh distrik di Timor Leste menyediakan penyerapan tenaga kerja yang tinggi. Oleh karenanya, ketika lebih banyak penduduk terserap dalam sektor pertanian, maka kerentanan penduduk untuk bergabung dalam kelompok atau geng pemuda lebih rendah. Penulis menggunakan dua indikator utama untuk melihat bukti nyata dari berkurangnya resiko kekerasan dan konflik yakni (1) jumlah konflik yang terjadi 28
24 sebelum dan sesudah proses pemulihan ekonomi khususnya melalui sektor pertanian; dan (2) jumlah kelompok atau geng pemuda sebelum dan sesudah proses pemulihan ekonomi khususnya melalui sektor pertanian Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dilakukan melalui Wawancara dengan beberapa narasumber terpercaya Studi literatur terhadap buku, jurnal, berita dan laporan dari sumbersumber relevan dan dapat diandalkan yang penulis temukan 29
negara-negara di Afrika Barat memiliki pemerintahan yang lemah karena mereka sebenarnya tidak memiliki kesiapan politik, sosial, dan ekonomi untuk
BAB IV KESIMPULAN Sejak berakhirnya Perang Dingin isu-isu keamanan non-tradisional telah menjadi masalah utama dalam sistem politik internasional. Isu-isu keamanan tradisional memang masih menjadi masalah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. peacebuilding. Tulisan-tulisan terebut antara lain Aid, Conflict, and Peacebuilding
6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Tinjauan Pustaka Tinjauan pustaka yang digunakan dalam penelitian ini lebih mengacu pada tulisan-tulisan yang berkaitan dengan peran organisasi internasional dalam peacebuilding.
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab ini berisi hasil kesimpulan penelitian secara keseluruhan yang dilakukan dengan cara study literatur yang data-datanya diperoleh dari buku, jurnal, arsip, maupun artikel
Lebih terperinciRio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011.
Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. 1. Atas undangan Organisasi Kesehatan Dunia, kami, Kepala Pemerintahan, Menteri dan perwakilan pemerintah datang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menilai keberhasilan pembangunan dan upaya memperkuat daya saing ekonomi daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini dikarenakan
Lebih terperinciMendorong masyarakat miskin di perdesaan untuk mengatasi kemiskinan di Indonesia
IFAD/R. Grossman Mendorong masyarakat miskin di perdesaan untuk mengatasi kemiskinan di Indonesia Kemiskinan perdesaan di Indonesia Indonesia telah melakukan pemulihan krisis keuangan pada tahun 1997 yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. negara (Krugman dan Obstfeld, 2009). Hampir seluruh negara di dunia melakukan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perekonomian negara-negara di dunia saat ini terkait satu sama lain melalui perdagangan barang dan jasa, transfer keuangan dan investasi antar negara (Krugman dan Obstfeld,
Lebih terperinciBAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA
BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA Ekonomi rakyat merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. industri di sebuah negara. Perkembangan industri manufaktur di sebuah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perusahaan manufaktur merupakan penopang utama perkembangan industri di sebuah negara. Perkembangan industri manufaktur di sebuah negara juga dapat digunakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator penting untuk menganalisis pembangunan ekonomi yang terjadi disuatu Negara yang diukur dari perbedaan PDB tahun
Lebih terperinciBAB VI LANGKAH KEDEPAN
BAB VI LANGKAH KEDEPAN Memperkuat Kemampuan Swasembada Pangan 367 368 Memperkuat Kemampuan Swasembada Pangan LANGKAH-LANGKAH KEDEPAN Agenda pemerintah untuk mewujudkan kedaulatan pangan melalui swasembada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dibandingkan daerah lain di pulau Jawa yang merupakan pusat dari pembangunan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam sejarah perjalanan sistem kepemerintahannya, Indonesia sempat mengalami masa-masa dimana sistem pemerintahan yang sentralistik pernah diterapkan. Di bawah rezim
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia telah mencapai 240 juta jiwa (BPS, 2011). Hal ini merupakan sumber daya
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris dan maritim memiliki sumber kekayaan alam yang berlimpah dan memiliki jumlah penduduk nomor empat di dunia. Saat ini penduduk Indonesia
Lebih terperinciPENDAHULUAN. alam atau krisis kemanusiaan yang diakibatkan oleh benturan kepentingan antara para aktor
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bantuan luar negeri (foreign aid) digunakan saat suatu kawasan sedang dilanda bencana alam atau krisis kemanusiaan yang diakibatkan oleh benturan kepentingan antara para aktor
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Proyeksi Populasi Sapi dan Nasional
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Sebagai sebuah sektor yang strategis, produksi peternakan (sapi) harus dioptimalkan sehingga dapat meningkatkan produktivitas tenaga kerja. Kemampuan produktivitas
Lebih terperinciAnalisis Isu-Isu Strategis
Analisis Isu-Isu Strategis Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang ada pada saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi 5 (lima) tahun ke depan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Bangkalan perlu
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. Universitas Indonesia. Diplomasi energi..., Muhammad Ali Busthomi, FISIP UI, 2010.
100 BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Rusia adalah salah satu negara produksi energi paling utama di dunia, dan negara paling penting bagi tujuan-tujuan pengamanan suplai energi Eropa. Eropa juga merupakan
Lebih terperinciMEMPOSISIKAN KEMBALI BULOG SEBAGAI GARDA DEPAN KETAHANAN PANGAN PADA SUBSISTEM DISTRIBUSI
Juara 2 Lomba Menulis Esai Perum BULOG dalam Rangka HUT Kemerdekaan RI ke-63 MEMPOSISIKAN KEMBALI BULOG SEBAGAI GARDA DEPAN KETAHANAN PANGAN PADA SUBSISTEM DISTRIBUSI Wiwid Ardhianto Divisi Pengadaan Perum
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (Tanuwidjaya, 2013). Sejak tahun 1969 Pemprov Bali bersama masyarakat telah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan rangkaian kegiatan yang terencana menuju keadaan masyarakat ke arah kehidupan yang lebih baik daripada kondisi yang lalu (Tanuwidjaya,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. merupakan fenomena yang tidak asing lagi di dalam kehidupan masyarakat.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keterlibatan ibu rumah tangga dalam pemenuhan kebutuhan rumah tangga merupakan fenomena yang tidak asing lagi di dalam kehidupan masyarakat. Kompleksnya kebutuhan
Lebih terperinciinternasional. Kanada juga mulai melihat kepentingannya dalam kacamata norma keamanan manusia. Setelah terlibat dalam invasi Amerika di Afghanistan
BAB V KESIMPULAN Dalam bab terakhir ini, penulis akan menyimpulkan jawaban atas pertanyaan pertama yaitu mengapa Kanada menggunakan norma keamanan manusia terhadap Afghanistan, serta pertanyaan kedua yaitu
Lebih terperinciPENGARUH PERSEBARAN LOKASI UMKM BERBASIS RUMAH (HOME BASED ENTERPRISES) TERHADAP PENDAPATAN RUMAH TANGGA DI KEL. BUGANGAN DAN JL.
PENGARUH PERSEBARAN LOKASI UMKM BERBASIS RUMAH (HOME BASED ENTERPRISES) TERHADAP PENDAPATAN RUMAH TANGGA DI KEL. BUGANGAN DAN JL. BARITO KEC.SEMARANG TIMUR TUGAS AKHIR Oleh: LEONARD SIAHAAN L2D 005 373
Lebih terperinciBAB IV STRATEGI PEMBANGUNAN DAERAH
BAB IV STRATEGI PEMBANGUNAN DAERAH 4.1. Strategi dan Tiga Agenda Utama Strategi pembangunan daerah disusun dengan memperhatikan dua hal yakni permasalahan nyata yang dihadapi oleh Kota Samarinda dan visi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Berakhirnya perang dunia kedua menjadi titik tolak bagi beberapa negara di Eropa
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berakhirnya perang dunia kedua menjadi titik tolak bagi beberapa negara di Eropa untuk mendorong terbentuknya integrasi Eropa. Pada saat itu, Eropa mengalami
Lebih terperincipertanian pada hakekatnya, adalah semua upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tani menuju kehidupan yang lebih
1.1. Latar Belakang Pembangunan secara umum dan khususnya program pembangunan bidang pertanian pada hakekatnya, adalah semua upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tani menuju
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena melibatkan seluruh sistem yang terlibat dalam suatu negara. Di negara-negara berkembang modifikasi kebijakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mempertahankan hidup dan kehidupannya. Undang-Undang Nomor 18 Tahun
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang perlu dipenuhi dalam mempertahankan hidup dan kehidupannya. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan menyebutkan
Lebih terperinciVISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN
VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN 2013 2018 Visi Terwujudnya Kudus Yang Semakin Sejahtera Visi tersebut mengandung kata kunci yang dapat diuraikan sebagai berikut: Semakin sejahtera mengandung makna lebih
Lebih terperinciBAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN
BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN Visi dan misi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Tapin tahun 2013-2017 selaras dengan arah Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah
Lebih terperinciBAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)
BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) 3.1. Asumsi Dasar yang Digunakan Dalam APBN Kebijakan-kebijakan yang mendasari APBN 2017 ditujukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN BAB I 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi sangat terkait erat dengan pembangunan sosial masyarakatnya. Pada awalnya pembangunan ekonomi lebih diprioritaskan pada pertumbuhannya saja, sedangkan
Lebih terperinciBAB VII PENGEMBANGAN WILAYAH MALUKU TAHUN 2011
BAB VII PENGEMBANGAN WILAYAH MALUKU TAHUN 2011 7.1. Kondisi Wilayah Maluku Saat Ini Perkembangan terakhir pertumbuhan ekonomi di wilayah Maluku menunjukkan tren meningkat dan berada di atas pertumbuhan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kelangkaan pangan telah menjadi ancaman setiap negara, semenjak
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelangkaan pangan telah menjadi ancaman setiap negara, semenjak meledaknya pertumbuhan penduduk dunia dan pengaruh perubahan iklim global yang makin sulit diprediksi.
Lebih terperinciRPJMD KABUPATEN LINGGA BAB 5 VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN
I BAB 5 I VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1. Visi Pengertian visi secara umum adalah gambaran masa depan atau proyeksi terhadap seluruh hasil yang anda nanti akan lakukan selama waktu yang ditentukan.
Lebih terperinciBAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH
BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH Perencanaan dan implementasi pelaksanaan rencana pembangunan kota tahun 2011-2015 akan dipengaruhi oleh lingkungan strategis yang diperkirakan akan terjadi dalam 5 (lima)
Lebih terperinciRingkasan Eksekutif. Laporan Kemajuan MDF Desember 2009 Ringkasan Eksekutif
Laporan Kemajuan MDF Desember 2009 Ringkasan Eksekutif Ringkasan Eksekutif Proyek yang berfokus pada pemulihan masyarakat adalah yang paling awal dijalankan MDF dan pekerjaan di sektor ini kini sudah hampir
Lebih terperinciBAB 5 KESIMPULAN. Universitas Indonesia
BAB 5 KESIMPULAN Dalam bab terakhir ini akan disampaikan tentang kesimpulan yang berisi ringkasan dari keseluruhan uraian pada bab-bab terdahulu. Selanjutnya, dalam kesimpulan ini juga akan dipaparkan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator ekonomi antara lain dengan mengetahui pendapatan nasional, pendapatan per kapita, tingkat
Lebih terperinciSATU DEKADE KERJASAMA EKONOMI UNI EROPA-INDONESIA EKSPOR-IMPOR PENDORONG INVESTASI UNI EROPA DI INDONESIA
RINGKASAN EKSEKUTIF SATU DEKADE KERJASAMA EKONOMI UNI EROPA-INDONESIA EKSPOR-IMPOR PENDORONG INVESTASI UNI EROPA DI INDONESIA DAFTAR ISI KATA PENGANTAR 4 INVESTASI UNI EROPA PENDORONG PERDAGANGAN INDONESIA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan nasional yang hendak dicapai negara Indonesia
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan nasional yang hendak dicapai negara Indonesia sebagaimana ditegaskan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah terwujudnya masyarakat
Lebih terperinciVersi ke 3 akan diluncurkan tahun 2013
2013 Versi ke 3 akan diluncurkan tahun 2013 Pesan Presiden Republik Indonesia (Peluncuran FSVA Nasional tahun 2009) Makanan merupakan kebutuhan dasar manusia, karena itu pemenuhannya tidak hanya untuk
Lebih terperinciRANCANGAN AWAL RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2010
RANCANGAN AWAL RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2010 Oleh: H. Paskah Suzetta Menteri Negara PPN/Kepala Bappenas Disampaikan pada Rapat Koordinasi Pembangunan Tingkat Pusat (Rakorbangpus) untuk RKP 2010 Jakarta,
Lebih terperinciPERTUMBUHAN LEBIH BAIK, IKLIM LEBIH BAIK
PERTUMBUHAN LEBIH BAIK, IKLIM LEBIH BAIK The New Climate Economy Report RINGKASAN EKSEKUTIF Komisi Global untuk Ekonomi dan Iklim didirikan untuk menguji kemungkinan tercapainya pertumbuhan ekonomi yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. adalah kawasan yang memiliki jumlah perang sipil yang cukup banyak. Bahkan
1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Konflik atau perang sipil merupakan salah satu fenomena yang terjadi di negara-negara yang memiliki tatanan pemerintahan yang belum stabil. Afrika adalah kawasan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pedesaan sebagai bagian dari pembangunan nasional memfokuskan diri pada masalah kemiskinan di pedesaan. Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada bulan Maret 2006
Lebih terperinciKONSOLIDASI DEMOKRASI UNTUK KEMAKMURAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL SAMBUTAN MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/KEPALA BAPPENAS Pada Seminar DEMOKRASI UNTUK
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. sembilan persen pertahun hingga disebut sebagai salah satu the Asian miracle
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini peranan minyak bumi dalam kegiatan ekonomi sangat besar. Bahan bakar minyak digunakan baik sebagai input produksi di tingkat perusahaan juga digunakan untuk
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR Latar Belakang. asasi manusia, sebagaimana tersebut dalam pasal 27 UUD 1945 maupun dalam
1 BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar utama bagi manusia yang harus dipenuhi setiap saat. Hak untuk memperoleh pangan merupakan salah satu hak asasi manusia, sebagaimana
Lebih terperinciOptimalisasi UPK Dalam Rangka Mencapai Ketahanan Pangan Nasional
Optimalisasi UPK Dalam Rangka Mencapai Ketahanan Pangan Nasional I. LATAR BELAKANG Wacana kemiskinan di Indonesia tetap menjadi wacana yang menarik untuk didiskusikan dan dicarikan solusi pemecahannya.
Lebih terperinciBAB 4 PENUTUP 4.1 Kesimpulan
BAB 4 PENUTUP 4.1 Kesimpulan Akuntansi merupakan satu-satunya bahasa bisnis utama di pasar modal. Tanpa standar akuntansi yang baik, pasar modal tidak akan pernah berjalan dengan baik pula karena laporan
Lebih terperinciTABEL 6.1 STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN
TABEL 6.1 STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Visi : Terwujudnya pemerintahan yang baik dan bersih menuju maju dan sejahtera Misi I : Mewujudkan tata kelola pemerintahan yang profesional, transparan, akuntabel
Lebih terperinciMUHAMMAD NAFIS PENGANTAR ILMU TEKNOLOGI MARITIM
MUHAMMAD NAFIS 140462201067 PENGANTAR ILMU TEKNOLOGI MARITIM Translated by Muhammad Nafis Task 8 Part 2 Satu hal yang menarik dari program politik luar negeri Jokowi adalah pemasukan Samudera Hindia sebagai
Lebih terperinciSejarah AusAID di Indonesia
Apakah AusAID Program bantuan pembangunan luar negeri Pemerintah Australia merupakan program yang dibiayai Pemerintah Federal untuk mengurangi tingkat kemiskinan di negaranegara berkembang. Program ini
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat melalui beberapa proses dan salah satunya adalah dengan
Lebih terperinci6.1. Strategi dan Arah Kebijakan Pembangunan
BAB - VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN 6.1. Strategi dan Arah Kebijakan Pembangunan Strategi adalah langkah-langkah berisikan program indikatif untuk mewujudkan visi dan misi, yang dirumuskan dengan kriterianya
Lebih terperinci1.1 Latar Belakang Hasalah
1.1 Latar Belakang Hasalah Pertumbuhan ekonomi yang dialami oleh hampir semua negara disertai dengan perubahan struktur produksi yaitu menurunnya pangsa sektor pertanian dan meningkatnya pangsa sektor
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan ekonomi yang berorientasi pertumbuhan di masa lalu telah menumbuhkan suatu kesenjangan yang besar, dimana laju pertumbuhan ekonomi tidak seimbang dengan peningkatan
Lebih terperinciKRISIS EKONOMI DI INDONESIA MATA KULIAH PEREKONOMIAN INDONESIA
KRISIS EKONOMI DI INDONESIA MATA KULIAH PEREKONOMIAN INDONESIA Definisi Krisis ekonomi : Suatu kondisi dimana perekonomian suatu negara mengalami penurunan akibat krisis keuangan Krisis keuangan/ moneter
Lebih terperinciRESUME KEPENTINGAN AUSTRALIA DI TIMOR LESTE. Konflik di Timor Leste mencapai titik kulminasi pada
RESUME KEPENTINGAN AUSTRALIA DI TIMOR LESTE Konflik di Timor Leste mencapai titik kulminasi pada tanggal 11 Februari 2008 pagi dengan terjadinya serangan bersenjata yang dilakukan Mayor Alfredo Reinado
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu daerah di Indonesia yang memiliki kekayaan sumberdaya ekonomi melimpah. Kekayaan sumberdaya ekonomi ini telah dimanfaatkan
Lebih terperincixvii Damage, Loss and Preliminary Needs Assessment Ringkasan Eksekutif
xvii Ringkasan Eksekutif Pada tanggal 30 September 2009, gempa yang berkekuatan 7.6 mengguncang Propinsi Sumatera Barat. Kerusakan yang terjadi akibat gempa ini tersebar di 13 dari 19 kabupaten/kota dan
Lebih terperinciH. AZWIR, S.Sos AMRAN
Visi dan Misi Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati ACEH SELATAN PERIODE 2018-2023 PENDAHULUAN Aceh Selatan merupakan salah satu kabupaten di Indonesia yang memiliki nilai strategis bagi Provinsi Aceh
Lebih terperinci1. Berdasarkan analisis tipologi gabungan kinerja sistim agropolitan dan kinerja
156 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Berdasarkan analisis tipologi gabungan kinerja sistim agropolitan dan kinerja pembangunan ekonomi daerah di wilayah Kabupaten Banyumas dapat dikelompokkan berdasarkan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. perubahan dengan tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan upaya yang sudah direncanakan dalam melakukan suatu perubahan dengan tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup masyarakat, meningkatkan
Lebih terperinciBAB V ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH
BAB V ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH 5.1. Sasaran Pokok dan Arah Pembangunan Jangka Panjang Daerah Tujuan akhir pelaksanaan pembangunan jangka panjang daerah di Kabupaten Lombok Tengah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. salah satu isu utama dalam hubungan internasional. Persoalan ini menjadi sangat
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Persoalan peace building atau pembangunan damai pasca konflik menjadi salah satu isu utama dalam hubungan internasional. Persoalan ini menjadi sangat signifikan
Lebih terperinci"Indonesia Bisa Jadi Masalah Baru Bagi Asia"
H T T P : / / U S. A N A L I S I S. V I V A N E W S. C O M / N E W S / R E A D / 2 8 4 0 2 5 - I N D O N E S I A - B I S A - J A D I - M A S A L A H - B A R U - B A G I - A S I A "Indonesia Bisa Jadi Masalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat secara ekonomi dengan ditunjang oleh faktor-faktor non ekonomi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses perubahan yang dilakukan melalui upaya-upaya terencana untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara ekonomi dengan
Lebih terperinciPembangunan Ekonomi Indonesia Yang Berkualitas: Langkah dan Tantangan
Artikel Pembangunan Ekonomi Indonesia Yang Berkualitas: Langkah dan Tantangan Enam puluh tujuh tahun Indonesia telah merdeka. Usia untuk sebuah bangsa yang semakin matang tersebut, tidak seharusnya menyurutkan
Lebih terperincif f f i I. PENDAHULUAN
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Provinsi Riau merupakan salah satu provinsi yang kaya akan simiber daya alam di Indonesia. Produksi minyak bumi Provinsi Riau sekitar 50 persen dari total produksi minyak
Lebih terperinciProgram Pengentasan Kemiskinan melalui Penajaman Unit Pengelola Keuangan
Program Pengentasan Kemiskinan melalui Penajaman Unit Pengelola Keuangan I. PENDAHULUAN Pembangunan harus dipahami sebagai proses multidimensi yang mencakup perubahan orientasi dan organisasi sistem sosial,
Lebih terperinciPidato Bapak M. Jusuf Kalla Wakil Presiden Republik Indonesia Pada Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa- Bangsa Ke-71 New York, 23 September 2016
Pidato Bapak M. Jusuf Kalla Wakil Presiden Republik Indonesia Pada Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa- Bangsa Ke-71 New York, 23 September 2016 Bapak Presiden SMU PBB, Saya ingin menyampaikan ucapan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor. merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang.
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang. Gouws (2005) menyatakan perluasan
Lebih terperinciMenakar Arah Kebijakan Pemerintah RI Dalam Melindungi Hak Asasi WNI di Luar Negeri
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA --------- POINTERS Dengan Tema : Menakar Arah Kebijakan Pemerintah RI Dalam Melindungi Hak Asasi WNI di Luar Negeri OLEH : WAKIL KETUA MPR RI HIDAYAT NUR
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era globalisasi menuntut adanya keterbukaan ekonomi yang semakin luas dari setiap negara di dunia, baik keterbukaan dalam perdagangan luar negeri (trade openness) maupun
Lebih terperinciMendukung terciptanya kesempatan berusaha dan kesempatan kerja. Meningkatnya jumlah minat investor untuk melakukan investasi di Indonesia
E. PAGU ANGGARAN BERDASARKAN PROGRAM No. Program Sasaran Program Pengembangan Kelembagaan Ekonomi dan Iklim Usaha Kondusif 1. Peningkatan Iklim Investasi dan Realisasi Investasi Mendukung terciptanya kesempatan
Lebih terperinciMENUJU TEBO SEJAHTERA (MTS): AMAN, HARMONIS DAN MERATA
5.1. Visi Pembangunan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian
Lebih terperinciTOPIK KHUSUS DIPLOMASI INTERNASIONAL
TOPIK KHUSUS DIPLOMASI INTERNASIONAL MENCIPTAKAN PERDAMAIAN DUNIA Salah satu langkah penting dalam diplomasi internasional adalah penyelenggaraan KTT Luar Biasa ke-5 OKI untuk penyelesaian isu Palestina
Lebih terperinciturut melekat bagi negara-negara di Eropa Timur. Uni Eropa, AS, dan NATO menanamkan pengaruhnya melalui ide-ide demokrasi yang terkait dengan ekonomi,
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Dengan berbagai aspek yang telah dinilai oleh pembuat kebijakan di Montenegro untuk bergabung dalam NATO, terdapat polemik internal dan eksternal yang diakibatkan oleh kebijakan
Lebih terperinciuntuk memastikan agar liberalisasi tetap menjamin kesejahteraan sektor swasta. Hasil dari interaksi tersebut adalah rekomendasi sektor swasta yang
Bab V KESIMPULAN Dalam analisis politik perdagangan internasional, peran politik dalam negeri sering menjadi pendekatan tunggal untuk memahami motif suatu negara menjajaki perjanjian perdagangan. Jiro
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Keputusan migrasi didasarkan pada perbandingan untung rugi yang berkaitan
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Migrasi merupakan perpindahan orang dari daerah asal ke daerah tujuan. Keputusan migrasi didasarkan pada perbandingan untung rugi yang berkaitan dengan kedua daerah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia, yang
17 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia, yang dilakukan secara berkelanjutan, berdasarkan kemampuan dengan pemanfaatan kemajuan
Lebih terperinciBAB 3 KONDISI PERDAGANGAN LUAR-NEGERI INDONESIA DENGAN KAWASAN ASEAN
BAB 3 KONDISI PERDAGANGAN LUAR-NEGERI INDONESIA DENGAN KAWASAN ASEAN Disepakatinya suatu kesepakatan liberalisasi perdagangan, sesungguhnya bukan hanya bertujuan untuk mempermudah kegiatan perdagangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN Melalui Buku Pegangan yang diterbitkan setiap tahun ini, semua pihak yang berkepentingan diharapkan dapat memperoleh gambaran umum tentang proses penyelenggaraan pemerintahan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan salah satu masalah dalam proses pembangunan ekonomi. Permasalahan kemiskinan dialami oleh setiap negara, baik negara maju maupun negara berkembang.
Lebih terperinciKONFLIK, PERDAMAIAN DAN MASALAH PENGUNGSI DI MADURA
1 KONFLIK, PERDAMAIAN DAN MASALAH PENGUNGSI DI MADURA Pengantar Membanjirnya warga etnik Madura yang berasal dari Kalimantan ke pulau Madura hingga mencapai 128.919 orang (OCHA, 2003) menimbulkan sejumlah
Lebih terperinciPemerintah Indonesia GGGI Program Green Growth
Pemerintah Indonesia GGGI Program Green Growth Memprioritaskan Investasi: Mewujudkan Pertumbuhan Ekonomi Hijau Oktober 2013 Kata Sambutan Dr Ir. Lukita Dinarsyah Tuwo, M.A Wakil Menteri Kementerian Perencanaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hubungan Indonesia dengan Jepang telah berlangsung cukup lama dimulai dengan hubungan yang buruk pada saat penjajahan Jepang di Indonesia pada periode tahun 1942-1945
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. kemampuan daerah tersebut dalam swasembada pangan atau paling tidak
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberhasilan pembangunan di sektor pertanian suatu daerah harus tercermin oleh kemampuan daerah tersebut dalam swasembada pangan atau paling tidak ketahanan pangan. Selain
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN. ini terjadi dan meningkatnya kebutuhan suatu negara akibat berkembangnya
BAB V KESIMPULAN Keamanan energi erat hubungannya dengan kelangkaan energi yang saat ini terjadi dan meningkatnya kebutuhan suatu negara akibat berkembangnya industrialisasi dan kepentingan militer. Kelangsungan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia.
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. Pada satu sisi Indonesia terlalu cepat melakukan
Lebih terperinciDAMPAK PERUBAHAN IKLIM DI INDONESIA
30 DAMPAK PERUBAHAN IKLIM DI INDONESIA Ada dua kecenderungan umum yang diprediksikan akibat dari Perubahan Iklim, yakni (1) meningkatnya suhu yang menyebabkan tekanan panas lebih banyak dan naiknya permukaan
Lebih terperinciKementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia
=============================================================================== Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia !" #$ %$#&%!!!# &%!! Tujuan nasional yang dinyatakan
Lebih terperinciDEKLARASI BERSAMA TENTANG KEMITRAAN STRATEGIS ANTARA PERANCIS DAN INDONESIA
DEKLARASI BERSAMA TENTANG KEMITRAAN STRATEGIS ANTARA PERANCIS DAN INDONESIA Jakarta, 1 Juli 2011 - 1 - Untuk menandai 60 tahun hubungan diplomatik dan melanjutkan persahabatan antara kedua negara, Presiden
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi pada dasarnya dicerminkan oleh terjadinya
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi pada dasarnya dicerminkan oleh terjadinya perubahan dalam aliran-aliran baru yang menyangkut arus pendapatan dan manfaat (benefit) kepada
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN Industri Pengolahan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor utama perekonomian di Indonesia. Konsekuensinya adalah bahwa kebijakan pembangunan pertanian di negaranegara tersebut sangat berpengaruh terhadap
Lebih terperinciI PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atau struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional
Lebih terperinciBAB I P E N D A H U L U A N. sebagai sarana untuk memperlancar mobilisasi barang dan jasa serta sebagai
BAB I P E N D A H U L U A N 1.1 Latar Belakang Investasi infrastruktur transportasi dalam pembangunan ekonomi penting sebagai sarana untuk memperlancar mobilisasi barang dan jasa serta sebagai sarana untuk
Lebih terperinciBAB VI. 6.1 Kesimpulan Strategi Suriah dalam menghadapi konflik dengan Israel pada masa Hafiz al-
166 BAB VI 6.1 Kesimpulan Strategi Suriah dalam menghadapi konflik dengan Israel pada masa Hafiz al- Assad berkaitan dengan dasar ideologi Partai Ba ath yang menjunjung persatuan, kebebasan, dan sosialisme
Lebih terperincibilateral, multilateral maupun regional dan peningkatan henemoni Amerika Serikat di dunia. Pada masa perang dingin, kebijakan luar negeri Amerika
BAB V KESIMPULAN Amerika Serikat merupakan negara adikuasa dengan dinamika kebijakan politik luar negeri yang dinamis. Kebijakan luar negeri yang diputuskan oleh Amerika Serikat disesuaikan dengan isu
Lebih terperinci