FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR SEKTOR PERTANIAN INDONESIA. Darussalam Banda Aceh

Transkripsi

1 ISSN Pages pp FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR SEKTOR PERTANIAN INDONESIA M. Reza Fahmi 1, Said Muhammad 2, Abubakar Hamzah 3 1) Magister Ilmu Ekonomi Pascasarjana 2) Fakultas Ekonomi Universyitas Syiah Kuala 3) Darussalam Banda Aceh Abstract: This study aimed to investigate the effect and the level of production, the foreign price and exchange rate to the growth of Indonesia's agricultural exports. The data used are secondary data from 1980 to 2010, the model of analysis used multiple linear regression models. The results stated that GDP and exchange rates affect the value of agricultural exports Indonesia significantly while inflation has no significant effect. The study recommends that the government seek to increase agricultural production and maintain the stability of the Indonesian rupiah in the world market the price of Indonesian agricultural products more competitive. The government also should continue to ensure that inflation is always in a position that does not harm Indonesia's agricultural exports. Keywords: GDP, Agricultural export, OLS Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari tingkat produksi, harga luar negeri, dan kurs terhadap pertumbuhan ekspor pertanian Indonesia. Data yang digunakan adalah data sekunder dari tahun 1980 hingga tahun 2010, model analisis yang digunakan adalah model regresi linier berganda. Hasil penelitian menyatakan bahwa PDB dan kurs mempengaruhi nilai ekspor pertanian Indonesia secara signifikan sedangkan inflasi tidak berpengaruh signifikan. Penelitian ini merekomendasikan agar pemerintah berupaya meningkatkan produksi sektor pertanian Indonesia dan menjaga kestabilan nilai tukar rupiah di pasar dunia agar harga produk pertanian Indonesia semakin kompetitif. Pemerintah juga harus terus menjaga agar inflasi selalu berada dalam posisi yang tidak merugikan kegiatan ekspor pertanian Indonesia. Kata Kunci: PDB, Ekspor Pertanian, OLS memenuhi kebutuhan lokal dan nasional.selain Latar belakang Dalam kerangka pembangunan nasional, sektor pertanian ditempatkan pada posisi yang sangat penting. Sektor ini dijadikan sebagai sektor utama yang berfungsi sebagai penjaga ketahanan pangan nasional dalam bentuk penyediaan bahan pangan untuk itu, sektor inipun difungsikan sebagai sektor yang dapat menghasilkan devisa dan menyediakan bahan baku untuk mendukung pengembangan sektor industri. Pertanian secara umum selalu menarik untuk dibahas dalam konteks pembangunan ekonomi. Sebab, berbagai isu 49 - Volume 1, No. 3, Agustus 2013

2 akan selalu muncul, baik pada konteks perekonomian nasional maupun regional, terutama pada dua hal pokok yaitu isu keterkaitan sektoral mengenai peranannya dalam pola perubahan struktur ekonomi dan isu transformasi pada sektor pertanian sendiri (Syrquin dan Timmer, 1988 : 12-15). Dalam analisis Kuznets (1964) menjelaskan bahwa pertanian di negara-negara sedang berkembang merupakan suatu sektor ekonomi yang sangat potensial terhadap pertumbuhan dan pembangunan ekonomi nasional. Dengan ini sektor andalan haruslah mampu memacu pertumbuhan ekonomi dengan stabilias yang tinggi. Untuk itu sektor andalan sendiri haruslah dapat tumbuh secara berkelanjutan. Oleh karena itu, pertumbuhan yang cukup tinggi dan stabil merupakan syarat keharusan agar suatu sektor layak dijadikan sebagai andalan pembangunan ekonomi nasional. Pembangunan yang dilaksanakan Indonesia dengan sangat giat dan berkesinambungan telah berhasil memacu pertumbuhan ekonomi yang sangat pesat. Namun pertumbuhan ekonomi yang diukur berdasarkan Produk Domestik Bruto (PDB) yang pesat itu ternyata tidak disertai dengan perubahan struktur yang berimbang (Lains, 1989; 4. Simatupang, 1991: 19-20). Dengan demikian, penataan struktur ekonomi dalam rangka pemantapan ketahanan ekonomi merupakan elemen esensial pembangunan ekonomi berkelanjutan. Hasil Penelitian dan Pembahasan Produk Domestik Bruto (PDB) Pertumbuhan ekonomi dibutuhkan dan merupakan sumber utama peningkatan standar hidup penduduk sebuah negara. Pertumbuhan ekonomi adalah hal mutlak yang ingin dicapai oleh setiap negara, dimana pertumbuhan ekonomi disebabkan oleh perkembangan produksi dan perkembangan industri-industri yang melibatkan sejumlah produk dengan menggunakan sejumlah sarana produksi tertentu. Berdasarkan kondisi pembangunan ekonomi Indonesia sejak tahun 1969 hingga awal tahun 1998 perekonomian Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi yang luar biasa setidaknya dalam tingkat makro (agregat). Keberhasilan ini dapat diukur dengan sejumlah indikator ekonomi makro seperti pertumbuhan Volume 1, No. 3, Agustus

3 Produk Domestik Bruto (PDB) pertahun (Tambunan 2001). Kurs Perkembangan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS diwarnai dengan penerapan beberapa sistem nilai tukar yang berbeda oleh pemerintah Indonesia. Dalam periode 1978 hingga 1992 Indonesia menggunakan sistem nilai tukar mengambang terkendali. Kemudian pada tahun 1992 sampai dengan 1997 menggunakan sistem nilai tukar mengambang terkendali dengan crawling band system yaitu hanya mengizinkan nilai tukar rupiah berfluktuasi dalam rentang nilai tertentu. Sejak 1997 hingga sekarang Indonesia menggunakan sistem nilai tukar mengambang bebas. Inflasi Secara sederhana inflasi diartikan sebagai meningkatnya harga-harga secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi kecuali bila kenaikan itu meluas (atau mengakibatkan kenaikan harga) pada barang lainnya. Kebalikan dari inflasi disebut deflasi. dilihat melalui Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB) dan Deflator Produk Domestik Bruto (PDB) menggambarkan pengukuran level harga barang akhir (final goods) dan jasa yang diproduksi di dalam suatu ekonomi (negeri). Deflator PDB dihasilkan dengan membagi PDB atas dasar harga nominal dengan PDB atas dasar harga konstan. Ekspor Pertanian Sejak pertengahan tahun 1980-an strategi perdagangan internasional Indonesia lebih mengedepankan pertumbuhan ekspor. pergeseran kebijakan ini mendorong terjadinya perubahan komposisi ekspor dari berbasis sektor primer (natural based export) ke ekspor berbasis sektor sekunder (manufacture based export). Hal ini disebabkan oleh semakin berkurangnya peranan sektor migas sebagai sektor utama penyumbang pendapatan utama ekspor Indonesia. Jika pertumbuhan PDB cenderung stabil maka pertumbuhan ekspor Indonesia cenderung berfluktuasi, hal ini karena ekspor merupakan komponen pertumbuhan yang sangat dipengaruhi oleh kondisi perekonomian dunia. Indikator inflasi berdasarkan inflasi berdasarkan international best practice antara lain dapat 51 - Volume 1, No. 3, Agustus 2013

4 Metode penelitian Analisis ini menggunakan dua model, model persamaan regresi linier dan model persamaan regresi log-linier (Gujarati 2003 : 11): Y t = 0 + 1X 1 + 2X 2 + 3X 3 + e (3.1) sebagai berikut Yang kemudian diubah dalam model persamaan empiris menjadi: e X ind = 0 + GDP ind + Kurs + I + (3.2) Dalam spesifikasi ini, simbol-simbol didefinisikan sebagai berikut: X ind = Ekspor Pertanian yang dijual ke luar negeri yang dinyatakan dalam $ Juta AS. 2. GDP/PDB adalah nilai riil akhir produk barang-barang dan jasa-jasa yang dihasilkan oleh sektor-sektor perekonomian dengan menggunakan harga konstan tahun dasar 1980, diukur dalam milyar rupiah. 3. Kurs rupiah terhadap Dolar Amerika. Penelitian ini menggunakan nilai kurs Rupiah-Dolar AS yang berasal dari Bank Indonesia. 4. Inflasi adalah kenaikan harga dalam negeri secara terus menerus dan data yang digunakan adalah data publikasi Badan Pusat Statistik Indonesia 0 = Konstanta (intersept) Analisis dan Pembahasan Penelitian GDP = Produk Domestik Bruto Kurs = kurs rupiah-dolar AS I = Inflasi e = Variabel Pengganggu Definisi Operasional Variabel sebagai berikut : 1. Ekspor sektor pertanian adalah nilai semua barang yang dihasilkan oleh sektor petanian Besarnya pengaruh variabel PDB, Nilai tukar rupiah dan inflasi terhadap nilai ekspor pertanian dianalisis menggunakan peralatan ekonometri berupa regresi linear berganda dalam bentuk sebagai berikut: X ind = 0 + GDP ind + Kurs + I + e Berdasarkan hasil pengolahan data diperoleh model regresi sebagai berikut,lihat lampiran Tabel IV.5 : X ind = -8195, ,048GDP ind Volume 1, No. 3, Agustus

5 0,049Kurs + 60,670I Hasil regresi menunjukkan bahwa hanya nilai ekspor pertanian Indonesia hanya dipengaruhi oleh PDB saja. Mengingat perubahan variabel yang digunakan secara teori Untuk menghasilkan hasil estimasi yang terbaik, linier, dan tidak bias, maka perlu dilakukan uji asumsi klasik terhadap hasil regresi diatas. Asumsi pertama yang harus dipenuhi adalah tidak adanya hubungan linier mempengaruhi pertumbuhan ekspor pertanian yang kuat diantara variabel bebas yang Indonesia maka diduga terdapat lag antara perubahan variabel independen dan dampaknya terhadap nilai ekspor pertanian Indonesia. Dengan menyatakan dan memperhitungkan ada lag antara perubahan variabel penelitian terhadap respon dari perubahan ekspor pertanian Indonesia, maka fungsi regresi diformulasi kembali agar dapat memperhitungkan lag yang ada. Hasil pengolahan lihat lampiran tabel VI.6 X ind = , ,0595GDP (-1) 1,421Kurs (-1) + 68,626I (-1) Berdasarkan hasil regresi dengan menggunakan model lag terlihat bahwa Nilai ekspor pertanian Indonesia dipengaruhi oleh PDB periode sebelumnya dan kurs periode sebelumnya. Sedangkan variabel inflasi periode sebelumnya tidak berpengaruh terhadap nilai ekspor petanian Indonesia. Uji Multikolinearitas digunakan dalam penelitian ini. Untuk mengetahui apakah terdapat hubungan linier yang kuat antar variabel indipenden maka perlu dilakukan uji multikolinearitas. Uji multikolinearitas dapat dilakukan dengan menggunakan correlation matriks (Tabel IV.5) dan hasilnya adalah tidak ada multikolinearitas antar variabel independen, lihat lampiran Tabel IV.7 Uji Heteroskedastisitas Hasil uji heteroskedastisitas melalui ujii white menunjukkan nilai Prob. Chi-square sebesar 0,0823 dimana nilai tersebut lebih besar dari nilai α = 5%. Maka dapat disimpulkan bahwa data yang digunakan tidak bersifat heteroskedastisitas. Uji Autokorelasi Identifikasi permasalahan autokorelasi dapat dilakukan melalui beberapa metode, salah satunya dengan menggunakan metode Durbin Volume 1, No. 3, Agustus 2013

6 Watson (telah tersedia dalam program eviews terlihat nilai uji D-W adalah 0,7088 yang berarti diduga terdapat permasalahan autokorelasi pada rupiah. Variabel Kurs mempengaruhi nilai ekspor pertanian Indonesia. Hasil regresi menghasilkan data yang digunakan. Salah satu cara mengatasi Koefisien Kurs (-1) sebesar -1,421. Hal ini permasalahan autokorelasi adalah dengan menggunakan metode Newey-West. Dengan menggunakan Newey-West maka estimator yang dihasilkan telah terbebas dari permasalahan autokorelasi. Hasil Analisis Berdasarkan tabel IV.8 diperoleh hasil penelitian konstanta sebesar -9187,417 artinya apabila variabel independen tidak berubah maka nilai ekspor pertanian Indonesia akan turun sebesar 9187,417 poin. Hal ini menunjukkan pentingnya seluruh variabel independen untuk tumbuh positif. Pertumbuhan variabel independen yang positif akan menutupi nilai negatif konstanta. Masing-masing variabel independen memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kenaikan nilai ekspor pertanian Indonesia. Pertumbuhan produksi Indonesia periode sebelumnya (PDB (-1)) sebesar 0,059. Artinya jika pertumbuhan PDB periode sebelumnya naik sebesar 1 persen maka akan meningkatkan mengindikasikan bahwa jika nilai kurs periode sebelumnya menguat sebesar 1 persen maka nilai ekspor pertanian Indonesia akan turun sebesar 1,421 juta dolar AS. Penguatan nilai kurs rupiah yang berarti secara relatif harga produk pertanian Indonesia menjadi lebih murah di pasar dunia dan menjadi daya tarik bagi pihak lain untuk membeli lebih banyak produk pertanian Indonesia. Selanjutnya, hasil penelitian menunjukkan bahwa kenaikan harga dalam negeri tidak mendorong produsen untuk meningkatkan penjualan hasil pertanian Indonesia ke pasar dunia. hal ini diindikasikan oleh nilai t-hitung yang lebih besar dari T tabel dan signifikansi inflasi (-1) yang lebih besar dari tingkat keyakinan 10 persen. Secara umum, model yang digunakan mampu menjelaskan dengan baik faktor-faktor utama yang menyebabkan terjadinya perubahan nilai ekspor pertanian Indonesia. Dua variabel indenpenden yaitu PDB dan kurs nilai ekspor pertanian sebesar 0,059 milyar mempengaruhi niali ekspor pertanian Indonesia Volume 1, No. 3, Agustus

7 sedangkan inflasi tidak berpengaruh signifikan. Hal ini diperlihatkan oleh nilai R 2 sebesar 0,9570, artinya adalah perubahan nilai ekspor petanian Indonesia dapat dijelaskan oleh perubahan variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini sebesar 95,70 persen. Sedangkan sisanya sebesar 4,3 persen dijelaskan oleh variabel lain diluar model penelitian ini. Keeratan hubungan antara nilai ekspor pertanian dan variabel independen ditunjukkan oleh nilai adjusted R 2 sebesar 0,9520. Artinya derajat hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen sebesar 95,20. Dengan kata lain, perubahan variabel dependen sangat dipengaruhi oleh variabel independen sebesar 95,20 persen dan selebihnya dipengaruhi oleh variabel lain. Hasil regresi di atas diperkuat oleh hasil pengujian hipotesis dengan uji-t yang menunjukkan bahwa variabel independen memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen dimana nilai T-hitung lebih besar dari T tabel. Hal ini menunjukkan perhitungan statistik signifikan secara statistik. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan maka dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu: 1. Pergerakan nilai ekspor pertanian Indonesia secara signifikan dan positif dipengaruhi oleh pergerakan PDB periode sebelumnya. Peningkatan PDB Indonesia yang bermakna terjadinya peningkatan kesejahteraan akan mendorong produsen dalam negeri untuk terus meningkatkan produksi dan kegiatan berorientasi ekspor. 2. Pergerakan nilai tukar rupiah periode sebelumnya mempengaruhi pergerakan nilai ekspor pertanian Indonesia secara signifikan dan positif, dimana jika kurs rupiah mengalami depresiasi maka akan membuat harga produk Indonesia menjadi relatif lebih murah di pasar internasional. Kondisi tersebut akan mendorong peningkatan nilai ekspor Indonesia ke luar negeri. 3. Variabel inflasi periode sebelumnya tidak mempengaruhi pengerakan nilai ekspor pertanian. Jika mengacu pada hukum penawaran dimana dinyatakan bahwa kenaikan harga dalam negeri harusnya akan menyebabkan produsen memperbesar proporsi penjualan dalam negeri dan akan mengurangi proporsi produk yang 55 - Volume 1, No. 3, Agustus 2013

8 dialokasikan untuk ekspor. Namun daya tarik keuntungan yang lebih menjanjikan dari kegiatan ekspor membuat kenaikan harga dalam negeri tidak mempengaruhi pergerakan nilai ekspor pertanian Indonesia. Saran Berdasarkan kesimpulan yang telah ditetapkan, maka saaran yang dapat diberikan dalam penelitian ini adalah: 1. Pemerintah harus terus berupaya menjaga dan meningkatkan produksi dalam negeri agar dapat bersaing di pasar internasional sehingga akan meningkatkan nilai ekspor pertanian Indonesia. 2. Pemerintah Indonesia melalui Bank Indonesia harus menjaga kestabilan nilai tukar rupiah agar selalu berada dalam posisi yang ideal bagi pertumbuhan ekspor memberikan dampak positif bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia. 4. Pemerintah harus mampu menstabilkan harga- harga produk pertanian sehingga perkembangan pertanian di Indonesia agar dapat tumbuh dengan baik sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia khususnya para petaninya. 5. Pemerintah yang peranannya sebagai fasilitator mampu menciptakan kebijakankebijakan yang dapat meningkatkan pertumbuhan di bidang sektor pertanian sehingga akan tercapai ekspor sektor pertanian dengan baik, serta pemerintah juga mampu menyediakan investasiinvestasi yang sangat mendukung di sektor pertanian agar dapat berkembang untuk meningkatkan pertumbuhan perekonomian di Indonesia. pertanian Indonesia dan memberikan dampak positif bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia. 3. Walau tidak memberikan dampak yang signifikan terhadap pergerakan nilai ekspor pertanian Indonesia, namum pemerintah harus tetap menjaga pergerakan inflasi agar selalu berada dalam batas-batas yang Volume 1, No. 3, Agustus

9 Daftar Pustaka Kuznets, Simon, Economic Growth and the Contribution of Agriculture dalam Eicher C. K. dan Witt, L. W. (ed.), Agriculture in Economic Development, McGraw-Hill, New York. Lains, A Pertumbuhan Industri dan Pertanian Tidak Bahu-Membahu. Suara Pembaharuan, 9 Mei 1989 Syrquin, M., and Timmer Patterns of Structural Change, in H. Chenery and T.N. Srinivasan, Handbook of Development Economics, Vol. 1, Elsevier Science Publishers, Netherlands. Simatupang, P The Development of Manufacturing Sector in Indonesia and Its Implications to AARD in The 1990 s and Beyond. Makalah disampaikan pada Seminar on The AARD in The 1990 s and Beyond, Cisarua, September 1991 Tambunan, Tulus T.H. Industrialisasi di Negara Sedang Berkembang: Kasus Indonesia. Jakarta: Ghalia Indonesia, Volume 1, No. 3, Agustus 2013