II. LANDASAN TEORI A.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "II. LANDASAN TEORI A."

Transkripsi

1 7 II. LANDASAN TEORI A. Penelitian Terdahulu Supriyanto (2014:3) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Ketahanan Pangan Rumah Tangga Tani Desa Mandiri Pangan di Kecamatan Karanggede Kabupaten Boyolali, menyatakan bahwa pendapatan, pendidikan Kepala Keluarga, kemampuan memenuhi kebutuhan keuangan (simpanan) berpengaruh terhadap tingkat ketahanan pangan dengan tingkat signifikasi 10%. Pendapatan dan pendidikan Kepala Keluarga berpengaruh positif, sedangkan kemampuan memenuhi kebutuhan keuangan (simpanan) berpengaruh negatif terhadap tingkat ketahanan pangan. Nilai LR Statistik 62,6053 mempunyai nilai probabilitas 0,0000 pada signifikasi 10%, artinya secara bersama-sama variabel independen berpengaruh terhadap tingkat ketahanan pangan. Nilai Z statistik menunjukkan semua variabel independen secara individu berpengaruh terhadap tingkat ketahanan pangan, kecuali variabel umur Kepala Keluarga. Berdasarkan uji Independent Sample T Test menunjukkan nilai F hitung 29,96 dengan nilai probabilitas 0,006. Prob <0,10 artinya terdapat perbedaan rata-rata pangsa pengeluaran pangan antara rumah tangga yang ikut dan tidak program (Desa Mandiri Pangan) Demapan yaitu 46,83%, dan 52,13%. Junaidi dkk., (2014:533) dalam penelitiannya yang berjudul Kondisi Sosial Ekonomi Wanita Tani dan Pengaruhnya Terhadap Ketahanan Pangan Rumah Tangga Petani Padi di Lahan Rawa Lebak, menyatakan bahwa kondisi sosial ekonomi wanita tani dilihat dari umur, tingkat pendidikan, jumlah anggota rumah tangga dan luas lahan adalah sebanyak 92,5% wanita tani berumur dikisaran usia produktif, sebanyak 87,5% berpendidikan rendah yaitu hanya sebatas Sekolah Dasar (SD), wanita tani yang mempunyai anggota keluarga lebih dari 5 orang sebanyak 55% dan luas garapan untuk usahatani padi rata-rata seluas 1,2 hektar. Ketahanan pangan rumah tangga wanita tani padi di lahan rawa lebak dilihat dari sisi Pangsa Pengeluaran Pangan (PPP) yaitu sebanyak 69% rumah tangga PPP nya tergolong rendah (<60%) dan 7

2 8 sebanyak 31% PPP nya tergolong tinggi ( 60%). Faktor sosial ekonomi wanita tani dan faktor lainnya yang mempengaruhi ketahanan pangan rumah tangga petani padi di lahan rawa lebak adalah umur, luas lahan, pendapatan total rumah tangga dan harga minyak goreng. Dina (2011:12) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Ketersediaan Pangan Pokok dan Pola Konsumsi Rumah Tangga Petani di Kecamatan Bulu Kabupaten Sukoharjo menyimpulkan bahwa rata-rata Tingkat Konsumsi Energi (TKE) rumah tangga petani di Kecamatan Bulu Kabupaten Sukoharjo yaitu 70,08% tergolong kurang. Sedangkan rata-rata Tingkat Konsumsi Protein (TKP) rumah tangga yaitu 95,36% tergolong sedang. Berdasarkan sebaran kategori TKE, sejumlah 46,67% rumah tangga termasuk ke dalam kategori kurang. Sedangkan kategori TKP yaitu 43,33% rumah tangga termasuk kategori sedang. Sebanyak 60% rumah tangga termasuk tidak tahan pangan energi dan 53,33% termasuk rumah tangga tahan pangan protein. Hal ini menunjukkan bahwa lebih banyak rumah tangga yang tahan pangan protein daripada rumah tangga tahan pangan energi. Edward et al. (2015:44) dalam penelitiannya yang berjudul Profiles of Food Security for US Farmworker Households and Factors Related to Dynamic of Change mengelompokkan status ketahanan pangan rumah tangga yang ada di Carolina bagian utara menjadi empat kelompok. Pertama, rumah tangga dengan status ketahanan pangan paling tinggi dengan proporsi sebesar 39,1%. Rumah tangga tersebut tergolong paling aman, dimana tidak ada kekhawatiran baik bagi orang dewasa atau anak-anak akan mengalami kelaparan. Kedua, rumah tangga dengan status ketahanan pangan marginal dengan proporsi sebesar 9,3%. Rumah tangga ini mulai mengkhawatirkan kuantitas makanan. Rumah tangga akan khawatir apabila tidak mempunyai cukup uang untuk membeli makanan yang seimbang. Ketiga, rumah tangga dengan status ketahanan pangan rendah dengan proporsi sebesar 35,1%. Rumah tangga ini akan sangat mengkhawatirkan makanan yang berimbang, terutama untuk anak-anak mereka. Keempat, rumah tangga dengan status ketahanan pangan paling rendah dengan proporsi sebesar 16,5%. Rumah

3 9 tangga memiliki kekhawatiran akan kehabisan uang apabila digunakan untuk membeli makanan dan hanya dapat digunakan untuk membeli makanan dengan kualitas rendah untuk anak-anak. Berdasarkan penelitian terdahulu, peneliti ingin mengkaji lebih dalam mengenai proporsi pengeluaran pangan dan pola konsumsi rumah tangga miskin di Kecamatan Poncowarno Kabupaten Kebumen. Hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa pengeluaran konsumsi merupakan indikator ketahanan pangan, dimana pengeluaran konsumsi untuk pangan lebih mendominasi. Tingginya proporsi pengeluaran konsumsi pangan dapat menunjukkan bahwa terjadinya penurunan kesejahteraan rumah tangga yang akan mempengaruhi ketahanan pangan rumah tangga. B. Tinjauan Pustaka 1. Pangan Pangan adalah segala sesuatu yang bersumber dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang dapat digunakan untuk konsumsi manusia sebagai makanan atau minuman. Komoditas pangan harus mengandung zat gizi seperti karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral. Kandungan zat gizi yang terdapat pada komoditas tanaman sangat bermanfaat bagi pertumbuhan dan juga perkembangan manusia (Purwono dan Heni, 2010:6). Handajani (1994:11) menyatakan pangan adalah semua bahan yang bila dimakan membentuk atau memperbaiki jaringan tubuh, memberikan tenaga, serta mengatur semua proses dalam tubuh. Pangan juga mengandung nilai tertentu bagi kelompok manusia maupun perseorangan seperti; unsur kesehatan, memberikan rasa kenyang, dan memberikan nilai yang berkaitan dengan faktor-faktor lain seperti perasaan, tingkat sosial, agama dan lain-lain. Pangan selalu terkait dengan upaya manusia untuk mempertahankan hidupnya, sehingga apabila seseorang kekurangan pangan maka kemampuan bertahan hidup mereka akan terganggu (Laura dkk., 1985:1). Wiratakusumah (2001:12) mengartikan pangan sebagai bahan-bahan yang dimakan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan bagi pemeliharaan,

4 10 pertumbuhan, kerja dan penggantian jaringan tubuh yang rusak. Pangan merupakan kebutuhan dasar yang sangat penting bagi kehidupan setiap insan baik secara fisiologis, psikologis, sosial maupun antropologis. Kebutuhan akan pangan dari tahun-ketahun terus mengalami peningkatan. Keseimbangan antara permintaan dan juga penawaran komoditas pangan menjadi indikator penting dalam perencanaan pencapaian ketahanan pangan. Proyeksi kebutuhan pangan didasarkan pada pertumbuhan penduduk, pendapatan, diversifikasi pangan, perubahan harga dan area lahan garapan yang tersedia. Ketergantungan pangan pokok masyarakat pada beras mengharuskan pemerintah melakukan berbagai upaya untuk menangani masalah peningkatan permintaan beras. Kenaikan permintaan dapat menjadi masalah yang besar apabila hanya mengandalkan lahan sawah yang terbatas. Pengembangan produksi juga perlu diprioritaskan pada komoditas yang tren defisitnya masih besar yaitu kedelai, gula dan daging (Mulyani dkk., 2011:76). 2. Konsumsi Pangan Tingkat konsumsi pangan kaitannya dengan pendapatan dapat dibagi menjadi tiga, yaitu: a. Pada pendapatan rendah, dimana hampir semua pendapatan yang diperoleh akan dikeluarkan untuk makanan. Tahap ini disebut tahap permulaan (initial stage) daripada tingkat konsumsi pangan. Karakteristik tahap ini adalah adanya korelasi yang cukup kuat antara pendapatan dan tingkat konsumsi pangan. Apabila pendapatan naik, maka tingkat konsumsi pangan pun akan mengalami kenaikan. Makanan yang dikonsumsi biasanya berupa makanan yang mengandung sumber kalori yang tinggi, tetapi kualitas pangan kurang diperhatikan. Pada tingkat ini biasanya penduduk masih dalam keadaan kekurangan gizi. b. Marginal stage daripada tingkat konsumsi pangan, dimana kenaikan pendapatan tidak memberikan reaksi yang proporsional terhadap tingkat konsumsi pangan. Menjelang akhir tahap ini biasanya penduduk juga masih dalam keadaan kurang gizi.

5 11 c. Stable stage daripada tingkat konsumsi pangan, dimana kenaikan pendapatan tidak memberikan pengaruh terhadap kenaikan konsumsi pangan. Pada tingkat ini ada kecenderungan mengkonsumsi pangan secara berlebihan, tanpa mempertimbangkan kandungan gizi yang ada didalamnya (Handajani, 1994:20-21). Konsumsi pangan masyarakat harus memperhatikan beberapa aspek, tidak hanya masalah kuantitas tetapi juga kualitas. Walaupun secara kuantitas terpenuhi, namun apabila kualitasnya kurang baik maka akan berdampak negatif terhadap pertumbuhan fisik dan kecerdasan manusia. Kualitas konsumsi pangan dapat dilihat berdasarkan skor Pola Pangan Harapan (PPH). Kualitas konsumsi pangan merupakan suatu nilai untuk menentukan apakah pangan tersebut bergizi atau tidak. Kualitas pangan dapat dikatakan baik apabila skor PPH mendekati 100 (Ariani, 2010:21-25). Konsumsi pangan pada usia dewasa (19-49 tahun) secara keseluruhan berasal dari sembilan kelompok pangan yang terdiri dari padi-padian, umbiumbian, pangan hewani, minyak dan lemak, buah atau biji berminyak, kacang-kacangan, gula, sayur dan buah, dan lain-lain. Konsumsi pangan terbesar yaitu pada kelompok pangan padi-padian yaitu sekitar 99,4% sedangkan konsumsi pangan terendah yaitu pada kelompok pangan buah atau biji berminyak yaitu sekitar 2,0%. Tingginya konsumsi pangan pada kelompok padi-padian disebabkan karena kelompok pangan tersebut merupakan makanan pokok bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Rendahnya konsumsi pada kelompok pangan minyak dan lemak akan underestimate karena sebagian besar minyak dan lemak yang dikonsumsi dalam bentuk makanan jadi (Anwar dan Hardinsyah, 2014:54-55). 3. Pengeluaran Pangan dan Non Pangan Pengeluaran pangan masyarakat dikelompokkan menjadi dua yaitu kelompok pangan dan non pangan. Kelompok pengeluaran pangan meliputi padi-padian, daging, telur, susu, ikan, sayur, buah, dan makanan serta minuman jadi. Kelompok pengeluaran non pangan meliputi perumahan, fasilitas rumah tangga, serta barang dan jasa. Pergeseran pola pengeluaran

6 12 dari pangan ke non pangan disebabkan karena elastisitas permintaan terhadap pangan pada umumnya rendah, sebaliknya permintaan terhadap barang non pangan tergolong tinggi. Keadaan ini akan terlihat jelas pada kelompok penduduk yang tingkat konsumsi pangannya tercukupi, dimana peningkatan pendapatan akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan non pangan (Kuncoro, 2007:18). Sugiarto (2008:189) menyatakan pengeluaran atau konsumsi rumah tangga biasanya berupa kebutuhan pangan dan non pangan yang dipengaruhi oleh pendapatan. Pendapatan yang relatif rendah membuat mereka memprioritaskan pengeluaran untuk bahan pangan dibandingkan dengan non pangan. Peningkatan pendapatan membuat pengeluaran pangan menurun, sebaliknya pengeluaran untuk non pangan akan meningkat. Tingginya tingkat pendapatan rumah tangga tidak selalu diikuti oleh peningkatan jumlah pangan pokok yang dikonsumsinya. Peningkatan pendapatan akan memberi peluang bagi masing-masing rumah tangga untuk melakukan diversifikasi konsumsi pangan sehingga dapat meningkatkan kualitas gizi keluarganya. Kondisi tersebut dapat digunakan untuk mengetahui tingkat kesejahteraan masyarakat, apakah pendapatan rumah tangga hanya mampu dibelanjakan untuk memenuhi kebutuhan pangan saja atau kebutuhan pangan dan non pangan (Suyastiri, 2008:54). 4. Proporsi Pengeluaran Pangan Badan Pusat Statistik (BPS) mengelompokkan pengeluaran menjadi dua kelompok yaitu pengeluaran pangan dan non pangan. Proporsi pengeluaran rumah tangga dapat dijadikan indikator untuk menilai tingkat kesejahteraan ekonomi masyarakat. Semakin rendah persentase pengeluaran untuk konsumsi pangan terhadap total pengeluaran maka semakin baik tingkat perekonomian masyarakat. Persentase pengeluaran untuk pangan terhadap total pengeluaran biasanya kurang dari 50% untuk negara maju, tetapi untuk negara berkembang seperti Indonesia persentasenya lebih dari 50%, namun tingkat kesejahteraan masyarakat terus membaik selama beberapa tahun terakhir (BPS, 2006: 15-16).

7 13 Pengetahuan tentang besarnya proporsi masing-masing jenis pangan terhadap struktur pengeluaran pangan dapat mengidentifikasi perananan pangan tersebut dalam alokasi pendapatan rumah tangga. Informasi tersebut dapat menjadi acuan dalam pengambilan keputusan di bidang pangan dan gizi, terutama dikaitkan dengan kebijakan harga pangan maupun program penyediaan dan distribusi pangan. Hal tersebut didasarkan pada kenyataan bahwa pangsa pengeluaran jenis pangan tertentu merupakan proporsi dari jumlah komoditas atau jenis pangan yang dikonsumsi dikalikan dengan harga pangan tersebut terhadap pendapatan rumah tangga yang dialokasikan untuk pangan secara keseluruhan. Proporsi pengeluaran pangan masyarakat Indonesia masih didominasi oleh beras, terutama bagi rumah tangga rawan pangan. Tingkat kesejahteraan masyarakat Indonesia yang relatif rendah mendorong masyarakat untuk mengkonsumsi beras dibandingkan makanan yang lain. Sedangkan proporsi pengeluaran pangan yang lain seperti jagung, ubi kayu, ubi jalar dan sagu sangat kecil karena dikonsumsi sebagai makanan pokok hanya di sebagian kecil wilayah Indonesia (Rachman dan Ariningsih, 2008: ). Dampak dari guncangan pendapatan dan harga barang terhadap kesejahteraan individu atau rumah tangga di negara-negara miskin sangat besar. Individu atau rumah tangga akan berusaha untuk menyeimbangkan efek dari guncangan tersebut dengan menjual aset yang mereka miliki untuk konsumsi pangan. Akibatnya, proporsi pengeluaran pangan semakin meningkat karena sebagian besar pendapatan mereka digunakan untuk mencukupi kebutuhan pangan pokok (Yonas dan Mans, 2012:148). 5. Kemiskinan Kemiskinan merupakan kondisi kekurangan bahan pokok, seperti pangan, sandang, papan, kesehatan dan sebagainya. Suatu negara yang terperangkap dalam belenggu kemiskinan akan sangat susah untuk keluar. Perangkap kemiskinan merupakan serangkaian kekuatan yang saling mempengaruhi sedemikian rupa sehingga menimbulkan kemiskinan. Keadaan disuatu negara akan tetap miskin dan akan mengalami banyak

8 14 hambatan dalam upaya pembangunan ekonomi. Walaupun pada saat krisis bantuan kemanusiaan dari luar berupa makanan sering terjadi, namun hal tersebut relatif kurang membantu mencegah terjadinya krisis. Sehingga pemerintah lebih memilih untuk fokus dalam memerangi perangkap kemiskinan daripada mengharapkan bantuan dari pihak luar (John dan Christopher, 2001:678). Kemiskinan merupakan suatu kondisi dimana pendapatan yang diperoleh tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok. Mereka dapat dikatakan berada di bawah garis kemiskinan apabila pendapatan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok seperti pakaian, pangan dan tempat tinggal. Garis kemiskinan sebagai penentu batas minimum pendapatan bisa dipengaruhi oleh persepsi manusia terhadap kebutuhan pokok yang diperlukan, posisi manusia dalam lingkungan sekitar dan kebutuhan objektif manusia untuk bisa hidup secara manusiawi (Salim, 1982:41). Ciri-ciri kemiskinan antara lain: (1) kekurangan nilai gizi makanan yang berada di bawah normal, namun hal ini bukan berarti kurang makan tetapi makanan yang dikonsumsi tidak mengandung gizi yang cukup sesuai dengan standar gizi yang telah ditetapkan; (2) kondisi tempat tinggal yang jauh dari memenuhi syarat kebersihan dan kesehatan karena tempatnya yang sempit, pengap dan kotor; (3) ketiadaan biaya yang digunakan untuk sekolah, sehingga pendidikan baik formal maupun non formal masih kurang; (4) kondisi kesehatan yang menyedihkan akibat kurangnya biaya untuk pengobatan, hal ini akan membuat sakit yang dideritamenjadi lebih parah dari sebelumnya; (5) kurangnya perhatian orang tua kepada anaknya, sehingga pergaulan mereka tidak terkontrol (Sumardi dan Evers, 1982:81). Menurut akar penyebab yang melatarbelakanginya, kemiskinan dibedakan menjadi dua kategori. Pertama, kemiskinan alamiah, yakni kemiskinan yang disebabkan karena sumber-sumber daya yang langka dan atau karena kurangnya pengetahuan tentang teknologi. Artinya faktor-faktor yang menyebabkan masyarakat menjadi miskin adalah secara alamiah sudah ada dan bukan karena ada individu atau kelompok di dalam masyarakat

9 15 yang lebih miskin dari yang lain. Walaupun dalam keadaan kemiskinan alamiah tersebut mungkin terdapat perbedaan-perbedaan kekayaan, tetapi perbedaan tersebut akan diperlunak oleh adanya pranata-pranata tradisional, seperti hubungan patron-client, jiwa gotong royong dan sejenisnya untuk meredam adanya kecemburuan sosial antar individu atau kelompok dalam masyarakat. Kedua, kemiskinan buatan, yakni kemiskinan yang terjadi karena struktur sosial yang ada membuat individu atau kelompok masyarakat tidak dapat menguasai sarana ekonomi dan fasilitas-fasilitas secara merata. Kemiskinan buatan pada kenyataannya terjadi bukan karena individu atau anggota keluarganya malas bekerja atau karena terus menerus sakit. Kemiskinan buatan atau kemiskinan struktural ini terjadi karena struktur sosial yang berlaku mengurung mereka ke dalam suasana kemiskinan secara turun-temurun selama bertahun-tahun. Kemiskinan struktural ini biasanya terjadi pada masyarakat dimana terdapat perbedaan yang cukup tinggi antara mereka yang hidup melarat dengan mereka yang hidup dengan kemewahan. Masyarakat miskin walaupun merupakan mayoritas terbesar dari masyarakat, dalam kenyataannya mereka tidak mempunyai kekuatan untuk memperbaiki nasibnya. Sedangkan minoritas kecil masyarakat kaya raya biasanya menggunakan kekuatannya untuk memonopoli dan mengontrol berbagai kehidupan terutama dari segi ekonomi dan politik. Selama proses tersebut masih terus berlangsung di dalam masyarakat, selama itu pula diperkirakan struktur sosial yang berlaku masih bertahan. Akibatnya terjadilah apa yang dimaksud dengan kemiskinan struktural (Suyanto, 2001:29-34). Kemiskinan, kelaparan dan kekurangan gizi saling terkait. Kemiskinan merupakan kondisi dimana individu atau rumah tangga tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan pangan. Hal tersebut disebabkan karena daya beli mereka yang rendah dan menyebabkan individu mengalami kelaparan. Kelaparan yang terjadi secara terus-menerus akan menyebabkan kurangnya asupan gizi yang diterima tubuh. Kekurangan gizi pada tubuh

10 16 akan berdampak pada pertumbuhan dan juga perkembangan individu (Jere et al., 2004:1). 6. Rumah Tangga Miskin Tingkat kesejahteraan keluarga dikelompokkan menjadi lima tahapan, yaitu Tahapan Keluarga Pra Sejahtera (KPS), Tahapan Keluarga Sejahtera I (KS I), Tahapan Keluarga Sejahtera II (KS II), Tahapan Keluarga Sejahtera III (KS III), dan Keluarga Sejahtera III Plus (KS III Plus). Tahapan Keluarga Pra Sejahtera (KPS) yaitu keluarga yang tidak memenuhi salah satu dari 5 indikator Keluarga Sejahtera I (KS I) atau indikator kebutuhan dasar keluarga (basic needs). Tahapan Keluarga Sejahtera I (KS I) yaitu keluarga mampu memenuhi 5 indikator tahapan KS I, tetapi tidak memenuhi salah satu dari 8 indikator Keluarga Sejahtera II (KS II) atau indikator kebutuhan psikologis (psychological needs) keluarga. Tahapan Keluarga Sejahtera II (KS II) yaitu keluarga yang mampu memenuhi 5 indikator tahapan KS I dan 8 KS II, tetapi tidak memenuhi salah satu dari 5 indikator Keluarga Sejahtera III (KS III) atau indikator kebutuhan pengembangan (developmental needs) keluarga. Tahapan Keluarga Sejahtera III (KS III) yaitu keluarga yang mampu memenuhi 5 indikator tahapan KS I, 8 indikator KS II dan 5 indikator KS III, tetapi tidak memenuhi salah satu dari 2 indikator Keluarga Sejahtera III Plus (KS III Plus) atau indikator aktualisasi diri (self esteem) keluarga. Tahapan Keluarga Sejahtera III Plus (KS III Plus) yaitu keluarga yang mampu memenuhi keseluruhan dari 5 indikator tahapan KS I, 8 indikator KS II, 5 indikator KS III, serta 2 indikator tahapan KS III (Nurcahyani dkk., 2015:46). Kondisi perumahan pada rumah tangga miskin sebagian besar tidak permanen, lantainya berupa tanah, tidak mempunyai tempat buang air besar, menggunakan pompa air dan tidak dialiri listrik PLN. Mengenai penerimaan rumah tangga di pedesaan rata-rata sebesar Rp ,- per hari. Pendidikan kepala rumah tangga sebagian besar juga masih SD kebawah. Kebutuhan pokok mereka yang utama jelas pangan dan menjadikan beras sebagai makanan utamanya. Urutan pengeluaran rumah tangga miskin

11 17 berdasarkan jenis kebutuhan dari yang paling penting adalah sebagai berikut; pangan, perumahan, sandang, kesehatan, transportasi dan pendidikan (Mulyanto dan Hans, 2009:26-31). Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan dan kesehatan. Faktor-faktor yang menjadi penyebab rumah tangga masuk dalam kemiskinan a. Jumlah anggota rumah tangga yang besar, biasanya jumlah anggota miskin memiliki 6,3 orang anggota keluarga sedangkan rumah tangga tidak miskin rata-rata memiliki 4,3 orang anggota keluarga. Rumah tangga miskin memiliki anggota keluarga lebih banyak 2 orang dibandingkan keluarga tidak miskin. Semakin besar besar jumlah anggota keluarga akan semakin besar pula pendapatan yang dikeluarkan untuk biaya hidup sehingga akan menyebabkan kondisi menjadi semakin miskin. b. Pendidikan kepala rumah tangga yang rendah, kebanyakan kepala rumah tangga hanya lulus SD atau bahkan tidak lulus SD. Persoalan ekonomi, jarak yang jauh ke tempat pendidikan dan persepsi masyarakat bahwa mampu baca tulis dan berhitung sudah cukup merupakan alasan utama tidak melanjutkan pendidikan. Keterkaitan pendidikan dan kemiskinan sangat besar karena pendidikan memberikan kemampuan untuk berkembang lewat penguasaan ilmu dan keterampilan. Pendidikan juga menanamkan kesadaran akan pentingnya martabat manusia dan pentingnya akan masa depan. c. Masih menggantungkan hidup mereka pada sektor pertanian padahal hanya mempunyai lahan yang sempit atau bahkan tidak mempunyai lahan. Kepemilikan lahan pertanian merupakan masalah utama rumah tangga miskin. Ketiadaan lahan memaksa mereka untuk menjadi pekerja di kebun atau sawah milik orang lain misalnya dengan sistem bagi hasil. Hasil yang diperoleh adalah hasil panen dikurangi dengan biaya selama bertanam kemudian dibagi dengan pemilik lahan. Asset dapat diartikan

12 18 sebagai sumber daya ekonomi yang dimiliki oleh seseorang atau masyarakat dan mempunyai manfaat ekonomi serta dapat diukur dalam satuan uang. Kemiskinan terlihat dari ketimpangan distribusi pendaptan antar kelompok masyarakat. Meratanya distribusi penguasaan lahan akan sangat berpengaruh terhadap distribusi pendapatan masyarakat, karena lahan merupakan salah satu faktor produksi utama dalam menciptakan pendapatan keluarga. d. Tempat tinggal yang memprihatinkan. Mereka tinggal dirumah dengan dinding papan bermutu rendah dan lantai yang sebagian besar tanah. Bangunan yang mereka tempati tersebut berdiri diatas tanah milik orang lain dengan status menumpang. Tempat tinggal sangat mempengaruhi kesejahteraan keluarga. Suasana atau tempat tinggal yang bersih, sehat dan teratur sesuai dengan selera akan menimbulkan suasana tenang dan nyaman bagi penghuninya (Sa diyah dan Arianti, 2012:3-4). FAO (2009) dalam Akter dan Basher (2014:150) menyatakan efek gabungan dari harga pangan dan guncangan penghasilan yang timbuldari pangan global dan krisis keuangan telah diklaim penyebab kemungkinan peningkatan tajam dari kelaparan dan kemiskinan di negara berpenghasilan rendah. Daya beli masyarakat yang rendah sangat rentan terhadap kondisi harga pangan, kenaikan harga pangan sedikit saja akan membuat daya beli masyarakat menjadi berkurang, sehingga mereka tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan pangan. Penurunan ekonomi global yang disebabkan oleh krisis keuangan membuat kesempatan kerja dan pendapatan menjadi berkurang, sehingga kemampuan rumah tangga untuk membeli makanan dengan harga yang lebih tinggi menjadi terbatas. Akhirnya, mereka melakukan penjualan terhadap aset produktif dan berhutang untuk mencukupi kebutuhan mereka selama krisis yang mana akan memaksa mereka untuk masuk dalam belenggu kemiskinan dalam jangka panjang pasca-krisis kemiskinan.

13 19 7. Ketahanan Pangan Moya et al. (2013:102) menyatakan konsep ketahanan pangan secara tradisional telah diterapkan dalam masalah kelaparan di negara-negara miskin. Konsep ketahanan pangan mengalami perubahan dari yang tadinya beranggapan bahwa swasembada nasional cadangan biji-bijian sebagai solusi untuk kelaparan di negara-negara miskin, berubah menjadi ketersediaan dan akses pangan. Konsep ketahanan pangan mengandung tiga dimensi yang saling terkait, yaitu ketersediaan pangan, aksesibilitas masyarakat terhadap pangan dan stabilitas harga pangan. Suatu negara dapat dikatakan mempunyai ketahanan pangan yang kurang baik apabila salah satu dari ketiga konsep tersebut tidak terpenuhi. Ketersediaan pangan yang cukup baik ditingkat nasional maupun regional, tetapi jika tidak dibarengi dengan kemudahan aksesibilitas masyarakat terhadap pangan tersebut maka ketahanan pangan masih dikatakan tidak merata. Ketersediaan pangan juga dapat dikatakan tidak cukup kuat apabila ketersediaan dan aksesibilitas masyarakat sudah tercukupi, namun stabilitas harga pangan belum dapat terpenuhi (Arifin, 2007: ). Ketahanan pangan bagi rumah tangga dapat tercermin dari terpenuhinya pangan dengan kondisi ketersediaan yang cukup, sehingga kebutuhan akan karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral dapat terpenuhi. Terpenuhinya pangan dengan kondisi yang aman, berarti bebas dari pencemaran biologi, kimia maupun benda lain yang dapat merugikan dan membahayakan kesehatan manusia. Terpenuhinya pangan dengan kondisi merata, berarti pangan tersebut harus tersedia secara merata dan dapat diperoleh setiap saat. Terpenuhinya pangan dengan kondisi terjangkau baik dari segi kemudahan rumah tangga untuk memperoleh pangan tersebut maupun keterjangkauan rumah tangga terhadap harga yang ditawarkan (Adriani dan Bambang 2012: ). Ketahanan pangan adalah kondisi dimana seseorang memiliki jaminan kemudahan dalam mendapatkan pangan, dimana selalu tersedia pangan yang cukup tanpa tergantung dari musim, dengan kualitas dan keamanan

14 20 pangan yang terjaga. Status ketahanan pangan rumah tangga terbagi menjadi empat. Status pertama adalah tahan pangan, dimana proporsi pengeluaran pangan 60% dan konsumsi energi >80% AKE atau rumah tangga tersebut tidak terdapat indikasi adanya kerawanan pangan yaitu proporsi pengeluaran pangan >60% dan konsumsi energi 80%. Status kedua adalah rawan pangan tanpa kelaparan, dimana rumah tangga memiliki beberapa indikator terjadinya rawan pangan serta terdapat sedikit atau tidak sama sekali indikator terjadimya kelaparan. Status ketiga adalah rawan pangan dengan tingkat kelaparan sedang, dimana rumah tangga memiliki labih banyak indikator terjadinya rawan pangan, dan terdapat lebih dari satu indikator terjadinya kelaparan pada anggota keluarga yang sudah dewasa (lebih dari 18 tahun). Status keempat adalah rawan pangan dengan tingkat kelaparan lebih parah, dimana kondisi rumah tangga terdapat indikator terjadinya kelaparan pada anak-anak dan orang dewasa (Widayaningsih, 2012:48). Kondisi alam yang buruk, input pertanian yang rendah dan tekanan penduduk merupakan faktor utama yang mempengaruhi ketahanan pangan. Ketersediaan pangan yang cukup dengan kualitas yang tepat merupakan salah satu indikator kunci dari ketahanan pangan. Peningkatan produksi padi-padian menyebabkan peningkatan ketersediaan pangan. Ketahanan pangan dapat dicapai apabila individu atau rumah tangga memiliki akses yang cukup setiap saat. Variabel sosio-ekonomi merupakan faktor yang penting dalam mempengaruhi produksi padi-padian karena dapat menentukan tingkat ketahanan pangan (Jiang et al., 2012: ). Pinstru dan Andersen (2009:6) menyatakan ketahanan pangan mengacu pada ketersediaan dan keterjangkauan pangan. Ketahanan pangan dapat dicapai apabila seorang individu atau rumah tangga memiliki akses yang cukup setiap saat serta memiliki akses fisik dan juga ekonomi untuk mendapatkan makanan yang aman dan bergizi sehingga kebutuhan makanan dapat tercukupi.

15 21 C. Kerangka Berpikir Pendekatan Masalah Kebutuhan pokok manusia salah satunya adalah pangan yang harus tersedia setiap saat sehingga dapat dikonsumsi untuk menjaga kelangsungan hidupnya. Konsumsi pangan masyarakat harus memperhatikan beberapa aspek, tidak hanya masalah kuantitas tetapi juga aspek kualitas pangan. Walaupun secara kuantitas terpenuhi namun pangan yang dikonsumsi memiliki kualitas yang kurang baik akan memberikan dampak yang negatif terhadap pertumbuhan fisik dan kecerdasan manusia. Ketersediaan pangan yang cukup di tingkat nasional tidak menjamin adanya ketahanan pangan tingkat regional maupun rumah tangga. Ketahanan pangan merupakan kondisi dimana setiap individu atau rumah tangga dapat memperoleh pangan yang cukup bagi seluruh anggota keluarganya. Besarnya pendapatan yang diperoleh akan menentukan total pengeluaran konsumsi rumah tangga. Kondisi pendapatan yang terbatas akan lebih mementingkan kebutuhan konsumsi pangan dibandingkan konsumsi non pangan. Peningkatan pendapatan menyebabkan terjadinya pergeseran pola pengeluaran pangan rumah tangga dari konsumsi pangan menuju ke arah konsumsi non pangan. Semakin menigkatnya pendapatan rumah tangga maka proporsi pengeluaran untuk konsumsi pangan semakin menurun sedangkan konsumsi untuk kebutuhan non pangan akan mengalami peningkatan seiring dengan naiknya pendapatan. Konsumsi pangan oleh rumah tangga tidak hanya memperhatikan kuantitas saja tetapi kualitas pangan juga diperhatikan terutama tingkat konsumsi energi dan juga protein. Proporsi pengeluaran pangan dantingkat konsumsi energidapat dijadikan indikator ketahanan pangan karena mempunyai hubungan yang erat dengan berbagai ukuran ketahanan pangan yaitu tingkat konsumsi, keanekaragaman pangan, pendapatan, memiliki ciri dapat diukur dengan angka, cukup sederhana untuk memperoleh dan menafsirkannya, objektif dan responsif terhadap perubahan-perubahan akibat adanya perubahan kondisi perekonomian, kebijakan dan program pembangunan.

16 22 Adapun skema kerangka berpikir dan pendekatan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut : Pendapatan Rumah Tangga Miskin di Kecamatan PoncowarnoKabupaten Kebumen Total Pengeluaran Rumah Tangga Miskin di Kecamatan Poncowarno Kabupaten Kebumen Proporsi Pengeluaran Pangan Pengeluaran Bukan Pangan Pengeluaran Pangan Konsumsi Pangan Tingkat Konsumsi Protein Tingkat Konsumsi Energi Ketahanan Pangan Rumah Tangga Miskin di Kecamata Poncowarno Kabupaten Kebumen Gambar 1. Kerangka Berpikir Pendekatan Masalah D. Asumsi Diasumsikan jika energi terpenuhi dari beragam pangan maka zat gizi lain juga terpenuhi. E. Pembatasan Masalah Pembatasan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Harga barang baik pangan dan bukan pangan berdasarkan harga saat penelitian dilakukan yaitu pada bulan Maret-Mei 2016.

17 23 2. Pengeluaran pangan dan pengeluaran bukan pangan masing-masing dikonversikan kedalam rata-rata pengeluaran perbulan. F. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel Definisi operasional dan pengukuran variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan atau pembuatan makanan maupun minuman (Undang-Undang No.18 Tahun 2012). 2. Rumah Tangga Miskin menurut BKKBN, Program Keluarga Sejahtera sesuai Inpres No. 3 tahun 1996, miskin disebut dengan istilah kurang sejahtera, yaitu keluarga yang tergolong Pra-Sejahtera dan Sejahtera I. 3. Keluarga Pra Sejahtera adalah keluarga yang belum dapat memenuhi salah satu atau lebih dari 5 kebutuhan dasarnya (basic needs) sebagai Keluarga Sejahtera I, seperti kebutuhan akan pengajaran agama, pangan, papan, sandang dan kesehatan. 4. Keluarga Sejahtera I (KS-I) adalah keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal. 5. Konsumsi pangan adalah sejumlah makanan atau minuman yang dimakan atau diminum oleh penduduk atau seseorang dalam rangka memenuhi kebutuhan fisiknya. 6. Konsumsi non pangan adalah sejumlah barang atau jasa yang dikonsumi oleh rumah tangga miskin yang terdiri dari perumahan, barang dan jasa, pendidikan, kesehatan, sandang, barang tahan lama, pajak, asuransi dan kebutuhan sosial. 7. Pengeluaran pangan adalah sejumlah uang yang dikeluarkan oleh rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan pangannya dalam satuan rupiah. Pengeluaran pangan rumah tangga terdiri dari pengeluaran untuk padi-

18 24 padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayur-sayuran, kacangkacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, bahan minuman, bumbubumbuan, konsumsi lainnya, makanan dan minuman jadi, tembakau dan sirih yang dinyatakan dalam rupiah per bulan. 8. Pengeluaran non pangan adalah sejumlah uang yang dikeluarkan oleh rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan diluar pangannya dalam satuan rupiah. Pengeluaran non pangan terdiri dari pengeluaran untuk perumahan, barang dan jasa, biaya pendidikan, biaya kesehatan, pakaian, alas kaki dan tutup kepala, barang tahan lama, pajak dan asuransi, keperluan pesta dan upacara, yang dinyatakan dalam rupiah per bulan. 9. Pengeluaran total rumah tangga adalah sejumlah uang yang dikeluarkan rumah tangga untuk memenuhi kebutuhannya yang diperoleh dari penjumlahan pengeluaran pangan dengan pengeluaran non pangan dalam satuan rupiah per bulan. 10. Proporsi pengeluaran pangan adalah persentase perbandingan antara jumlah pengeluaran yang digunakan untuk pangan dengan jumlah total keseluruhan pengeluaran yang dikeluarkan, yang dinyatakan dalam % (persen). 11. Konsumsi Energi adalah sejumlah energi pangan yang dinyatakan dalam kilokalori (kkal) yang dikonsumsi per orang per hari. 12. Konsumsi Protein adalah sejumlah protein yang dinyatakan dalam gram (gr) yang dikonsumsi per orang per hari. 13. Tingkat Konsumsi Energi (TKE) adalah perbandingan antara jumlah konsumsi energi aktual dengan Angka Kecukupan Energi (AKE) yang dianjurkan dan dinyatakan dalam % (persen). 14. Tingkat Konsumsi Protein (TKP) adalah persentase antara perbandingan konsumsi protein aktual dengan Angka Kecukupan Protein (AKP) yang dianjurkan dan dinyatakan dalam % (persen). 15. Angka Kecukupan Gizi (AKG) adalah sejumlah zat gizi atau energi pangan yang diperlukan oleh seseorang atau rata-rata kelompok orang, untuk memenuhi kebutuhanya. Dalam penelitian ini nilai kecukupan gizi

19 25 (AKG) berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2013 tentang Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan bagi bangsa Indonesia. 16. Nutrisurvey adalah aplikasi untuk menganalisis kandungan zat gizi bahan makanan dan atau resep makanan yang dikonsumsi oleh rumah tangga. 17. Ketahanan Pangan Rumah Tangga adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan (UU RI No.18 Tahun 2012). Dalam penelitian ini ketahanan pangan tingkat rumah tangga dilihat dari proporsi pengeluaran pangan terhadap total pengeluaran dan tingkat konsumsi energi (TKE). 18. Recall adalah suatu metode pengukuran konsumsi makanan dengan mencatat jenis dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi pada periode 24 jam yang lalu. Penaksiran jumlah pangan yang dikonsumsi diawali dengan menyatakan dalam bentuk Ukuran Rumah Tangga (URT), dari URT jumlah pangan dikonversikan kedalam satuan berat (gram) dengan menggunakan daftar URT yang umum berlaku atau dibuat sendiri pada saat survey.

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting karena pertanian berhubungan langsung dengan ketersediaan pangan. Pangan yang dikonsumsi oleh individu terdapat komponen-komponen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang di olah

BAB I PENDAHULUAN. adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang di olah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengertian pangan menurut Peraturan Pemerintah RI Nomor 28 Tahun 2004 adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang di olah maupun yang tidak

Lebih terperinci

METODE. Keadaan umum 2010 wilayah. BPS, Jakarta Konsumsi pangan 2 menurut kelompok dan jenis pangan

METODE. Keadaan umum 2010 wilayah. BPS, Jakarta Konsumsi pangan 2 menurut kelompok dan jenis pangan METODE Desain, Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan dengan pendekatan prospective study dengan menggunakan data hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Provinsi Papua tahun 2008 sampai tahun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ketahanan Pangan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan menyebutkan bahwa ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercemin dari tersedianya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk jangka waktu tertentu yang akan dipenuhi dari penghasilannya. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. untuk jangka waktu tertentu yang akan dipenuhi dari penghasilannya. Dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pola Konsumsi adalah susunan tingkat kebutuhan seseorang atau rumahtangga untuk jangka waktu tertentu yang akan dipenuhi dari penghasilannya. Dalam menyusun pola konsumsi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pangan dan rempah yang beraneka ragam. Berbagai jenis tanaman pangan yaitu

I. PENDAHULUAN. pangan dan rempah yang beraneka ragam. Berbagai jenis tanaman pangan yaitu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang kaya dengan ketersediaan pangan dan rempah yang beraneka ragam. Berbagai jenis tanaman pangan yaitu padi-padian, umbi-umbian,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini akan dibahas mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7)

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. No Data Sumber Instansi 1 Konsumsi pangan menurut kelompok dan jenis pangan

METODE PENELITIAN. No Data Sumber Instansi 1 Konsumsi pangan menurut kelompok dan jenis pangan 17 METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ini menggunakan desain prospective study berdasarkan data hasil survei sosial ekonomi nasional (Susenas) Provinsi Riau tahun 2008-2010. Pemilihan

Lebih terperinci

prasyarat utama bagi kepentingan kesehatan, kemakmuran, dan kesejahteraan usaha pembangunan manusia Indonesia yang berkualitas guna meningkatkan

prasyarat utama bagi kepentingan kesehatan, kemakmuran, dan kesejahteraan usaha pembangunan manusia Indonesia yang berkualitas guna meningkatkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Perumusan Masalah Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi manusia. Pangan yang bermutu, bergizi, dan berimbang merupakan suatu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah,

Lebih terperinci

PROPORSI PENGELUARAN DAN KONSUMSI PANGAN PADA DAERAH RAWAN BANJIR DI KABUPATEN BOJONEGORO MENUJU EKONOMI KREATIF BERBASIS KETAHANAN PANGAN WILAYAH

PROPORSI PENGELUARAN DAN KONSUMSI PANGAN PADA DAERAH RAWAN BANJIR DI KABUPATEN BOJONEGORO MENUJU EKONOMI KREATIF BERBASIS KETAHANAN PANGAN WILAYAH PROPORSI PENGELUARAN DAN KONSUMSI PANGAN PADA DAERAH RAWAN BANJIR DI KABUPATEN BOJONEGORO MENUJU EKONOMI KREATIF BERBASIS KETAHANAN PANGAN WILAYAH RINGKASAN Suprapti Supardi dan Aulia Qonita Penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara maritim yang lautannya lebih luas daripada daratan. Luas lautan Indonesia 2/3 dari luas Indonesia. Daratan Indonesia subur dengan didukung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pangan Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama, karena itu pemenuhannya menjadi bagian dari hak asasi setiap individu. Di Indonesia,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Tinjauan Pustaka Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan

Lebih terperinci

SISTEM KEWASPADAAN PANGAN DAN GIZI

SISTEM KEWASPADAAN PANGAN DAN GIZI SISTEM KEWASPADAAN PANGAN DAN GIZI A. Pendahuluan Berdasarkan Undang-undang Pangan Nomor: 18 Tahun 2012, ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang

Lebih terperinci

POLA PANGAN HARAPAN (PPH)

POLA PANGAN HARAPAN (PPH) PANDUAN PENGHITUNGAN POLA PANGAN HARAPAN (PPH) Skor PPH Nasional Tahun 2009-2014 75,7 85,7 85,6 83,5 81,4 83,4 Kacangkacangan Buah/Biji Berminyak 5,0 3,0 10,0 Minyak dan Lemak Gula 5,0 Sayur & buah Lain-lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. laut ini, salah satunya ialah digunakan untuk memenuhi kebutuhan pangan.

BAB I PENDAHULUAN. laut ini, salah satunya ialah digunakan untuk memenuhi kebutuhan pangan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perairan laut di Indonesia mengandung sumberdaya kelautan dan perikanan yang siap diolah dan dimanfaatkan semaksimal mungkin, sehingga sejumlah besar rakyat Indonesia

Lebih terperinci

IV. POLA KONSUMSI RUMAH TANGGA MISKIN DI PULAU JAWA

IV. POLA KONSUMSI RUMAH TANGGA MISKIN DI PULAU JAWA IV. POLA KONSUMSI RUMAH TANGGA MISKIN DI PULAU JAWA Data pola konsumsi rumah tangga miskin didapatkan dari data pengeluaran Susenas Panel Modul Konsumsi yang terdiri atas dua kelompok, yaitu data pengeluaran

Lebih terperinci

POLA PANGAN HARAPAN PADA MASYARAKAT DI KELURAHAN BANMATI KECAMATAN SUKOHARJO KABUPATEN SUKOHARJO

POLA PANGAN HARAPAN PADA MASYARAKAT DI KELURAHAN BANMATI KECAMATAN SUKOHARJO KABUPATEN SUKOHARJO POLA PANGAN HARAPAN PADA MASYARAKAT DI KELURAHAN BANMATI KECAMATAN SUKOHARJO KABUPATEN SUKOHARJO KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Program Studi Diploma III (Tiga)

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional

III. METODE PENELITIAN. A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan data dan melakukan analisis sehubungan dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi oleh suatu kelompok sosial

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi oleh suatu kelompok sosial BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsumsi Pangan Kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi oleh suatu kelompok sosial budaya dipengaruhi banyak hal yang saling kait mengait, di samping untuk memenuhi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2. 1 Tinjauan Pustaka Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan rumah tangga yang

BAB I PENDAHULUAN. Ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan rumah tangga yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pangan Menurut Balitbang (2008), Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia, karena itu pemenuhan atas pangan yang cukup, bergizi dan aman menjadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pengertian Pangan Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pertanian sebagai bagian dari pembangunan nasional selama ini mempunyai tugas utama untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat, menyediakan kesempatan kerja, serta

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu digilib.uns.ac.id 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Berdasarkan hasil penelitian terdahulu oleh Yuliasih (2007) yang berjudul Analisis Ketersediaan Pangan Pokok dan Konsumsi Pangan Keluarga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan sektor yang berperan penting terhadap pemenuhan

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan sektor yang berperan penting terhadap pemenuhan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang berperan penting terhadap pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat Indonesia. Secara umum pangan diartikan sebagai segala sesuatu

Lebih terperinci

Buletin IKATAN Vol. 3 No. 1 Tahun

Buletin IKATAN Vol. 3 No. 1 Tahun DIVERSIFIKASI KONSUMSI MASYARAKAT BERDASARKAN SKOR POLA PANGAN HARAPAN PADA LOKASI MKRPL DI KEC. KRAMATWATU KAB. SERANG Yati Astuti 1) dan Fitri Normasari 2) 1) Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cukup mendasar, dianggapnya strategis dan sering mencakup hal-hal yang bersifat

BAB I PENDAHULUAN. cukup mendasar, dianggapnya strategis dan sering mencakup hal-hal yang bersifat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Amang (1993), Pangan merupakan salah satu kebutuhan manusia yang cukup mendasar, dianggapnya strategis dan sering mencakup hal-hal yang bersifat emosional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi manusia untuk mempertahankan hidup. Oleh karena itu kecukupan pangan

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi manusia untuk mempertahankan hidup. Oleh karena itu kecukupan pangan BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi manusia untuk mempertahankan hidup. Oleh karena itu kecukupan pangan bagi setiap orang di setiap waktu merupakan hak asasi yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Pola Konsumsi Non Beras Sektor pertanian tidak akan pernah lepas dari fungsinya sebagai sumber

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Tinjauan Pustaka Pangan adalah sesuatu yang hakiki dan menjadi hak setiap warga negara untuk memperolehnya. Ketersediaan pangan sebaiknya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional. Pembangunan pertanian memberikan sumbangsih yang cukup besar

I. PENDAHULUAN. nasional. Pembangunan pertanian memberikan sumbangsih yang cukup besar 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan pertanian merupakan bagian integral dari pembangunan ekonomi nasional. Pembangunan pertanian memberikan sumbangsih yang cukup besar bagi perekonomian

Lebih terperinci

Tabel 1. Data produksi dan konsumsi beras tahun (dalam ton Tahun Kebutuhan Produksi Tersedia Defisit (impor)

Tabel 1. Data produksi dan konsumsi beras tahun (dalam ton Tahun Kebutuhan Produksi Tersedia Defisit (impor) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pangsa Pengeluaran Pangan Rumah Tangga. Ketahanan pangan merupakan kondisi dimana terpenuhinya pangan bagi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pangsa Pengeluaran Pangan Rumah Tangga. Ketahanan pangan merupakan kondisi dimana terpenuhinya pangan bagi 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pangsa Pengeluaran Pangan Rumah Tangga Ketahanan pangan merupakan kondisi dimana terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang dapat dicerminkan dari tersedianya pangan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik secara langsung maupun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESA PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESA PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESA PENELITIAN 2.1 Tinjuan Pustaka Pengeluaran rumah tangga merupakan salah satu indikator yang dapat memberikan gambaran keadaan kesejahteraan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. merupakan kebutuhan dasar manusia. Ketahanan pangan adalah ketersediaan

I. PENDAHULUAN. merupakan kebutuhan dasar manusia. Ketahanan pangan adalah ketersediaan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting, mengingat pangan merupakan kebutuhan dasar manusia. Ketahanan pangan adalah ketersediaan pangan dan kemampuan seseorang

Lebih terperinci

Ketahanan Pangan Masyarakat

Ketahanan Pangan Masyarakat Ketahanan Pangan Masyarakat TIK : MAHASISWA DIHARAPKAN MAMPU MENJELASKAN KONSEP UMUM, ARAH DAN KEBIJAKAN KETAHANAN PANGAN Pendahuluan Pada akhir abad ini penduduk dunia sudah 6 miliar Thomas Malthus (1798):

Lebih terperinci

KOMPOSISI KONSUMSI ENERGI DAN PROTEIN YANG DIANJURKAN

KOMPOSISI KONSUMSI ENERGI DAN PROTEIN YANG DIANJURKAN KOMPOSISI KONSUMSI ENERGI DAN PROTEIN YANG DIANJURKAN A. KOMPOSISI KONSUMSI ENERGI YANG DIANJURKAN Tabel 1. Komposisi Konsumsi Pangan Berdasarkan Pola Pangan Harapan Pola Pangan Harapan Nasional % AKG

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan proses kenaikan pendapatan perkapita

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan proses kenaikan pendapatan perkapita 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan proses kenaikan pendapatan perkapita penduduk suatu negara dalam jangka panjang. Definisi tersebut menjelaskan bahwa pembangunan tidak hanya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kecukupan pangan bagi suatu bangsa merupakan hal yang sangat strategis untuk

I. PENDAHULUAN. kecukupan pangan bagi suatu bangsa merupakan hal yang sangat strategis untuk I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan manusia yang paling azasi, sehingga ketersedian pangan bagi masyarakat harus selalu terjamin. Manusia dengan segala kemampuannya selalu berusaha

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB. I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB. I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan ketahanan pangan merupakan prioritas utama dalam pembangunan karena pangan merupakan kebutuhan yang paling hakiki dan mendasar bagi sumberdaya manusia suatu

Lebih terperinci

1. KETAHANAN PANGAN YANG BERKELANJUTAN, TANTANGAN DAN HARAPAN DALAM PEMBANGUNAN PERTANIAN DI INDONESIA 2. PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN KEMISKINAN

1. KETAHANAN PANGAN YANG BERKELANJUTAN, TANTANGAN DAN HARAPAN DALAM PEMBANGUNAN PERTANIAN DI INDONESIA 2. PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN KEMISKINAN BAHASAN 1. KETAHANAN PANGAN YANG BERKELANJUTAN, TANTANGAN DAN HARAPAN DALAM PEMBANGUNAN PERTANIAN DI INDONESIA 2. PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN KEMISKINAN NUHFIL HANANI AR UNIVERSITAS BAWIJAYA Disampaikan

Lebih terperinci

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKAMARA, Menimbang

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam melakukan kegiatan sehingga juga akan mempengaruhi banyaknya

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam melakukan kegiatan sehingga juga akan mempengaruhi banyaknya V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Responden 1. Umur Umur merupakan suatu ukuran lamanya hidup seseorang dalam satuan tahun. Umur akan berhubungan dengan kemampuan dan aktivitas seseorang dalam melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kelangkaan pangan telah menjadi ancaman setiap negara, semenjak

BAB I PENDAHULUAN. Kelangkaan pangan telah menjadi ancaman setiap negara, semenjak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelangkaan pangan telah menjadi ancaman setiap negara, semenjak meledaknya pertumbuhan penduduk dunia dan pengaruh perubahan iklim global yang makin sulit diprediksi.

Lebih terperinci

Pangan Nasional Tahun

Pangan Nasional Tahun Ketahanan Pangan Nasional Tahun 23Pembangunan 2000-2004 Pendahuluan Ketahanan pangan merupakan salah satu isu paling strategis dalam pembangunan suatu negara, terutama bagi negara berkembang seperti Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hakikat pembangunan nasional adalah pembangunan masyarakat seutuhnya, termasuk juga pembangunan di bidang pertanian sebagai upaya untuk mewujudkan ketahanan pangan nasional.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan-bahan lainnya yang

BAB II LANDASAN TEORI. bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan-bahan lainnya yang 29 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian Diversifikasi Pangan 2.1.1. Pengertian Pangan Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber daya hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang

Lebih terperinci

Pola Pengeluaran dan Konsumsi Penduduk Indonesia 2013

Pola Pengeluaran dan Konsumsi Penduduk Indonesia 2013 Katalog BPS: 3201023 ht tp :/ /w w w.b p s. go.i d Pola Pengeluaran dan Konsumsi Penduduk Indonesia 2013 BADAN PUSAT STATISTIK Katalog BPS: 3201023 ht tp :/ /w w w.b p s. go.i d Pola Pengeluaran dan Konsumsi

Lebih terperinci

22/02/2017. Outline SURVEI KONSUMSI PANGAN. Manfaat survei konsumsi pangan. Metode Survei Konsumsi Pangan. Tujuan Survei Konsumsi Pangan

22/02/2017. Outline SURVEI KONSUMSI PANGAN. Manfaat survei konsumsi pangan. Metode Survei Konsumsi Pangan. Tujuan Survei Konsumsi Pangan Outline SURVEI KONSUMSI PANGAN Pengantar Survei Konsumsi Pangan Tujuan Survei Konsumsi Pangan Metode berdasarkan Jenis Data yang diperoleh Metode berdasarkan Sasaran Pengamatan Neraca Bahan Makanan Pola

Lebih terperinci

Penyusutan Luas Lahan Tanaman Pangan Perlu Diwaspadai Rabu, 07 Juli 2010

Penyusutan Luas Lahan Tanaman Pangan Perlu Diwaspadai Rabu, 07 Juli 2010 Penyusutan Luas Lahan Tanaman Pangan Perlu Diwaspadai Rabu, 07 Juli 2010 Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Rusman Heriawan memperingatkan adanya penyusutan luas panen lahan padi nasional. Tahun ini saja

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia telah mencapai 240 juta jiwa (BPS, 2011). Hal ini merupakan sumber daya

I. PENDAHULUAN. Indonesia telah mencapai 240 juta jiwa (BPS, 2011). Hal ini merupakan sumber daya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris dan maritim memiliki sumber kekayaan alam yang berlimpah dan memiliki jumlah penduduk nomor empat di dunia. Saat ini penduduk Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan dasar dan pokok yang dibutuhkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan dasar dan pokok yang dibutuhkan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar dan pokok yang dibutuhkan oleh manusia guna memenuhi asupan gizi dan sebagai faktor penentu kualitas sumber daya manusia. Salah satu

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2016 ISBN:

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2016 ISBN: Prosiding Seminar Nasional Biotik 2016 ISBN: 978-602-18962-9-7 KETAHANAN PANGAN: SUATU ANALISIS KECUKUPAN ENERGI DAN PROTEIN TERHADAP KEBUTUHAN RUMAH TANGGA PETANI DI KABUPATEN GAYO LUES Siti Wahyuni 1)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Kontribusi Tanaman Pangan Terhadap PDB Sektor Pertanian pada Tahun (Miliar Rupiah)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Kontribusi Tanaman Pangan Terhadap PDB Sektor Pertanian pada Tahun (Miliar Rupiah) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu penggerak bagi sistem perekonomian nasional. Sektor pertanian mengalami pertumbuhan positif dan memberikan kontribusi nyata terhadap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan

I. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk yang besar menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan penduduknya. Oleh karena itu, kebijakan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM. pada posisi 8-12 Lintang Selatan dan Bujur Timur.

GAMBARAN UMUM. pada posisi 8-12 Lintang Selatan dan Bujur Timur. 51 IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Kondisi Umum 4.1.1 Geogafis Nusa Tenggara Timur adalah salah provinsi yang terletak di sebelah timur Indonesia. Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) terletak di selatan khatulistiwa

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Menurut Saliem dkk dalam Ariani dan Tribastuti (2002), pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Sumber dan Jenis Data

METODE PENELITIAN Desain, Sumber dan Jenis Data 20 METODE PENELITIAN Desain, Sumber dan Jenis Data Penelitian ini menggunakan data Susenas Modul Konsumsi tahun 2005 yang dikumpulkan dengan desain cross sectional. Data Susenas Modul Konsumsi terdiri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan komoditas penting dan strategis bagi bangsa Indonesia karena pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia dimana dalam pemenuhannya menjadi tanggung

Lebih terperinci

V. DINAMIKA PANGSA PENGELUARAN PANGAN DI INDONESIA. pangan dan konsumsi individu di tingkat rumah tangga. Informasi tentang

V. DINAMIKA PANGSA PENGELUARAN PANGAN DI INDONESIA. pangan dan konsumsi individu di tingkat rumah tangga. Informasi tentang 121 V. DINAMIKA PANGSA PENGELUARAN PANGAN DI INDONESIA Dalam penelitian ini ketahanan pangan diukur berdasarkan ketersediaan pangan dan konsumsi individu di tingkat rumah tangga. Informasi tentang ketersediaan

Lebih terperinci

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) : MEWUJUDKAN JAWA TIMUR LEBIH SEJAHTERA, BERDAYA SAING MELALUI KETAHANAN PANGAN YANG BERKELANJUTAN

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) : MEWUJUDKAN JAWA TIMUR LEBIH SEJAHTERA, BERDAYA SAING MELALUI KETAHANAN PANGAN YANG BERKELANJUTAN INDIKATOR KINERJA (IKU) INSTANSI VISI MISI TUJUAN TUGAS : BADAN KETAHANAN PANGAN PROVINSI JAWA TIMUR : MEWUJUDKAN JAWA TIMUR LEBIH SEJAHTERA, BERDAYA SAING MELALUI KETAHANAN PANGAN YANG BERKELANJUTAN :

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. cukup. Salah satu komoditas pangan yang dijadikan pangan pokok

I. PENDAHULUAN. cukup. Salah satu komoditas pangan yang dijadikan pangan pokok I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu kebutuhan dasar manusia adalah kebutuhan akan pangan yang cukup. Salah satu komoditas pangan yang dijadikan pangan pokok masyarakat Indonesia adalah beras. Beras

Lebih terperinci

PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN DAN GIZI : FAKTOR PENDUKUNG PENINGKATAN KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA

PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN DAN GIZI : FAKTOR PENDUKUNG PENINGKATAN KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN DAN GIZI : FAKTOR PENDUKUNG PENINGKATAN KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA Oleh : Dr. Ir. Achmad Suryana, MS Kepala Badan Ketahanan Pangan Departemen Pertanian RI RINGKASAN Berbagai

Lebih terperinci

PERBEDAAN POLA PANGAN HARAPAN DI PEDESAAN DAN PERKOTAAN KABUPATEN SUKOHARJO (Studi di Desa Banmati dan Kelurahan Jetis)

PERBEDAAN POLA PANGAN HARAPAN DI PEDESAAN DAN PERKOTAAN KABUPATEN SUKOHARJO (Studi di Desa Banmati dan Kelurahan Jetis) PERBEDAAN POLA PANGAN HARAPAN DI PEDESAAN DAN PERKOTAAN KABUPATEN SUKOHARJO (Studi di Desa Banmati dan Kelurahan Jetis) PENELITIAN Disusun Dan Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Menyelesaikan Studi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang mendasar atau bagian dari Hak Asasi Manusia (HAM) yang penyelenggaraannya

I. PENDAHULUAN. yang mendasar atau bagian dari Hak Asasi Manusia (HAM) yang penyelenggaraannya I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan adalah salah satu kebutuhan dasar manusia untuk mempertahankan hidup, sehingga usaha pemenuhan kebutuhan pangan merupakan suatu usaha kemanusiaan yang mendasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertanian menjadi daerah permukiman, industri, dan lain-lain. Menurut BPN

BAB I PENDAHULUAN. pertanian menjadi daerah permukiman, industri, dan lain-lain. Menurut BPN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahan pertanian setiap tahunnya berkurang kuantitas maupun kualitasnya. Dari sisi kuantitas, lahan pertanian berkurang karena alih fungsi lahan pertanian menjadi

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM KARAKTERISTIK DAN ARAH PERUBAHAN KONSUMSI DAN PENGELUARAN RUMAH TANGGA Oleh : Harianto

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu butir yang tercantum dalam pembangunan milenium (Millenium Development Goals) adalah menurunkan proporsi penduduk miskin dan kelaparan menjadi setengahnya antara tahun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terlihat dari peranan sektor pertanian dalam penyediaan lapangan kerja, penyedia

I. PENDAHULUAN. terlihat dari peranan sektor pertanian dalam penyediaan lapangan kerja, penyedia 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting dalam menopang kehidupan masyarakat Indonesia karena berperan dalam pembangunan nasional. Hal ini terlihat dari peranan

Lebih terperinci

METODE. - Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura - Dinas Peternakan dan Perikanan - Dinas Perkebunan b. Data NBM tahun (sekunder)

METODE. - Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura - Dinas Peternakan dan Perikanan - Dinas Perkebunan b. Data NBM tahun (sekunder) 31 METODE Desain, Tempat dan Waktu Desain penelitian ini adalah restrospektif. Lokasi penelitian adalah Kabupaten Muara Enim Provinsi Sumatera Selatan (Lampiran 1). Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan adalah usaha untuk meningkatkan kualitas dan perikehidupan masyarakat Indonesia, yang dilakukan secara terus menerus, berlandaskan kemampuan wilayah dengan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Perolehan pangan yang cukup baik dalam jumlah maupun mutu merupakan sesuatu yang penting bagi setiap manusia agar dapat hidup secara berkualitas. Oleh karena itu hak atas kecukupan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pertanian dan peternakan untuk mendapatkan keanekaragaman dan berkelanjutan

II. TINJAUAN PUSTAKA. pertanian dan peternakan untuk mendapatkan keanekaragaman dan berkelanjutan 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Agroforestri Agroforestri adalah sistem manajemen sumberdaya alam yang bersifat dinamik dan berbasis ekologi, dengan upaya mengintegrasikan pepohonan dalam usaha pertanian dan

Lebih terperinci

pertanian pada hakekatnya, adalah semua upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tani menuju kehidupan yang lebih

pertanian pada hakekatnya, adalah semua upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tani menuju kehidupan yang lebih 1.1. Latar Belakang Pembangunan secara umum dan khususnya program pembangunan bidang pertanian pada hakekatnya, adalah semua upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tani menuju

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. strategis dan sering mencakup hal-hal yang bersifat emosional, bahkan politis.

BAB I PENDAHULUAN. strategis dan sering mencakup hal-hal yang bersifat emosional, bahkan politis. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan salah satu kebutuhan manusia yang mendasar, dianggap strategis dan sering mencakup hal-hal yang bersifat emosional, bahkan politis. Terpenuhinya pangan

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU

BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU No. 06/01/21/Th.VII, 2 Januari 2012 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU, SEPTEMBER 2011 Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan) di Provinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cenderung meningkat dari waktu ke waktu. Pada tahun 2010 prevalensi merokok

BAB I PENDAHULUAN. cenderung meningkat dari waktu ke waktu. Pada tahun 2010 prevalensi merokok 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, mengkonsumsi rokok dan produk tembakau lainnya sudah merupakan kebiasaan. Prevalensi konsumsi rokok cenderung meningkat dari

Lebih terperinci

KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI MENDUKUNG PERCEPATAN PERBAIKAN GIZI

KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI MENDUKUNG PERCEPATAN PERBAIKAN GIZI KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI MENDUKUNG PERCEPATAN PERBAIKAN GIZI Pusat Penganekeragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan BADAN KETAHANAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN Penyelenggaraan Pangan dilakukan untuk

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Tabel 1 Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian. Tahun Publikasi BPS Kabupaten Lampung Barat

METODE PENELITIAN. Tabel 1 Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian. Tahun Publikasi BPS Kabupaten Lampung Barat METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Desain penelitian ini adalah retrospektif. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan alasan yaitu (1) Kabupaten Lampung Barat akan melakukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang merupakan salah satu indikator keberhasilan suatu negara dapat dicapai melalui suatu sistem yang bersinergi untuk mengembangkan potensi yang dimiliki

Lebih terperinci

DINAMIKA POLA DAN KERAGAMAN KONSUMSI RUMAH TANGGA PERDESAAN PADA AGROEKOSISTEM LAHAN KERING BERBASIS PERKEBUNAN

DINAMIKA POLA DAN KERAGAMAN KONSUMSI RUMAH TANGGA PERDESAAN PADA AGROEKOSISTEM LAHAN KERING BERBASIS PERKEBUNAN DINAMIKA POLA DAN KERAGAMAN KONSUMSI RUMAH TANGGA PERDESAAN PADA AGROEKOSISTEM LAHAN KERING BERBASIS PERKEBUNAN Tri Bastuti Purwantini PENDAHULUAN Banyak kemajuan telah dicapai dalam pembangunan pangan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting dalam rangka pembangunan

Lebih terperinci

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 16 TAHUN 2011

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 16 TAHUN 2011 BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PELAKSANAAN GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL KABUPATEN BLITAR BUPATI BLITAR Menimbang : a.

Lebih terperinci

ANALISIS DIVERSIFIKASI KONSUMSI PANGAN RUMAH TANGGA PETANI MINA MENDONG PENDAHULUAN

ANALISIS DIVERSIFIKASI KONSUMSI PANGAN RUMAH TANGGA PETANI MINA MENDONG PENDAHULUAN P R O S I D I N G 125 ANALISIS DIVERSIFIKASI KONSUMSI PANGAN RUMAH TANGGA PETANI MINA MENDONG Farah Ainun Jamil 1, Pudji Purwanti 2, Riski Agung Lestariadi 2 1 Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya

Lebih terperinci

POLA KONSUMSI PANGAN DAN PERMINTAAN BERAS OLEH RUMAH TANGGA PENGOLAH GULA MERAH AREN DI KABUPATEN KENDAL

POLA KONSUMSI PANGAN DAN PERMINTAAN BERAS OLEH RUMAH TANGGA PENGOLAH GULA MERAH AREN DI KABUPATEN KENDAL Pola Konsumsi Pangan dan Permintaan Beras (Awami dan Subekti) POLA KONSUMSI PANGAN DAN PERMINTAAN BERAS OLEH RUMAH TANGGA PENGOLAH GULA MERAH AREN DI KABUPATEN KENDAL Shofia Nur Awami, Endah Subekti Fakultas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manusia, sehingga kecukupan pangan bagi tiap orang setiap keputusan tentang

I. PENDAHULUAN. manusia, sehingga kecukupan pangan bagi tiap orang setiap keputusan tentang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan merupakan hal yang sangat penting karena merupakan kebutuhan dasar manusia, sehingga kecukupan pangan bagi tiap orang setiap keputusan tentang subsidi pupuk merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU

BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU No. 125/07/21/Th. III, 1 Juli 2009 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU MARET 2009 Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di Provinsi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bagi setiap manusia untuk tercukupi kebutuhannya. Pangan merupakan bahan

I. PENDAHULUAN. bagi setiap manusia untuk tercukupi kebutuhannya. Pangan merupakan bahan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan pokok bagi manusia yang wajib terpenuhi, pemenuhan pangan begitu penting mengingat pangan merupakan kebutuhan dasar bagi setiap manusia untuk

Lebih terperinci

AGRIC Vol.22, No. 1, Juli 2010:67-74 PENDAHULUAN

AGRIC Vol.22, No. 1, Juli 2010:67-74 PENDAHULUAN PENDAHULUAN Ketahanan pangan merupakan pilar bagi pembentukan sumberdaya manusia dan generasi yang berkualitas yang diperiukan untuk membangun daya saing bangsa dalam era globalisasi. Ketahanan pangan

Lebih terperinci

TINGKAT KEMISKINAN DI PROVINSI BENGKULU SEPTEMBER 2014

TINGKAT KEMISKINAN DI PROVINSI BENGKULU SEPTEMBER 2014 No. 05/01/17/IX, 2 Januari 2015 TINGKAT KEMISKINAN DI PROVINSI BENGKULU SEPTEMBER 2014 - JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2014 MENCAPAI 316,50 RIBU ORANG - TREN KEMISKINAN SEPTEMBER 2014 MENURUN DIBANDINGKAN

Lebih terperinci

PERANAN PKK DALAM MENDUKUNG PEMANFAATAN LAHAN PEKARANGAN SEBAGAI SUMBER GIZI KELUARGA. Oleh: TP. PKK KABUPATEN KARANGANYAR

PERANAN PKK DALAM MENDUKUNG PEMANFAATAN LAHAN PEKARANGAN SEBAGAI SUMBER GIZI KELUARGA. Oleh: TP. PKK KABUPATEN KARANGANYAR PERANAN PKK DALAM MENDUKUNG PEMANFAATAN LAHAN PEKARANGAN SEBAGAI SUMBER GIZI KELUARGA Oleh: TP. PKK KABUPATEN KARANGANYAR LATAR BELAKANG Lebih dari 50 % dari total penduduk indonesia adalah wanita (BPS,

Lebih terperinci

TINGKAT KEMISKINAN DI INDONESIA TAHUN 2007

TINGKAT KEMISKINAN DI INDONESIA TAHUN 2007 BADAN PUSAT STATISTIK No. 38/07/Th. X, 2 Juli 2007 TINGKAT KEMISKINAN DI INDONESIA TAHUN 2007 Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di Indonesia pada bulan Maret 2007 sebesar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peradaban masyarakat untuk memenuhi kualitas hidup semakin dituntut

BAB I PENDAHULUAN. peradaban masyarakat untuk memenuhi kualitas hidup semakin dituntut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan manusia sehingga ketersediaan pangan bagi masyarakat harus selalu terjamin. Manusia dengan segala kemampuannya selalu berusaha mencukupi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia masih memerlukan perhatian yang lebih terhadap persoalan

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia masih memerlukan perhatian yang lebih terhadap persoalan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia masih memerlukan perhatian yang lebih terhadap persoalan pangan. Banyak kasus kurang gizi disebabkan karena rendahnya pemahaman pola konsumsi yang sehat

Lebih terperinci

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL KOTA KEDIRI WALIKOTA KEDIRI, Menimbang

Lebih terperinci