ANALISIS RESPON MASYARAKAT TERHADAP RENCANA KENAIKAN HARGA BBM JENIS PREMIUM (Kasus: Pengendara Mobil Pribadi di Bogor) OLEH CAROLIN SINAGA H

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS RESPON MASYARAKAT TERHADAP RENCANA KENAIKAN HARGA BBM JENIS PREMIUM (Kasus: Pengendara Mobil Pribadi di Bogor) OLEH CAROLIN SINAGA H"

Transkripsi

1 ANALISIS RESPON MASYARAKAT TERHADAP RENCANA KENAIKAN HARGA BBM JENIS PREMIUM (Kasus: Pengendara Mobil Pribadi di Bogor) OLEH CAROLIN SINAGA H DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

2 RINGKASAN Carolin Sinaga. Analisis Respon Masyarakat terhadap Rencana Kenaikan Harga BBM Jenis Premium ( Kasus: Pengendara Mobil Pribadi di Bogor) (dibimbing oleh M. FIRDAUS). Sektor transportasi merupakan sektor yang penting dalam siklus kehidupan manusia. Transportasi dapat menentukan efisiensi mobilitas seseorang. BBM yang merupakan sumber penggerak utama bagi berbagai alat transportasi diberikan subsidi oleh pemerintah, salah satunya adalah BBM jenis premium. Terjadi peningkatan pembiayaan pemerintah dalam menutupi subsidi BBM. Hal ini memengaruhi kebijakan-kebijakan yang sedang dipertimbangkan oleh pemerintah untuk mencapai solusi yang baik untuk seluruh masyarakat sebagai pengguna BBM jenis premium maupun pemerintah sebagai penanggung beban subsidi tersebut. Penelitian ini membahas analisis mengenai respon masyarakat terhadap rencana kenaikan harga BBM jenis premium (kasus: pengendara mobil pribadi di Bogor). Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode regresi logit yang didukung dengan Uji Crosstabs dan penghitungan Willingness to Pay (WTP) masyarakat terhadap satu liter BBM jenis premium. Uji Crosstabs yang mengaji hubungan masing-masing variabel bebas terhadap variabel tak bebas menghasilkan bahwa variabel-variabel yang memiliki hubungan terhadap respon pengendara mobil pribadi adalah usia, jumlah tanggungan responden dan kesediaan membayar terhadap satu liter BBM jenis premium. Lalu hasil penghitungan willingness to pay pengendara mobil pribadi terhadap satu liter BBM jenis premium adalah sebesar Rp Sementara itu, metode regresi logit yang mengaji faktor-faktor pembeda respon pengendara mobil pribadi yang menggunakan model persamaan matematis tertentu menghasilkan bahwa variabel jumlah tanggungan responden, tingkat pendapatan responden, kesediaan membayar terhadap satu liter BBM jenis premium dan tingkat konsumsi BBM jenis premium per bulan berpengaruh nyata terhadap respon pengendara mobil pribadi terhadap kenaikan harga BBM jenis premium.

3 ANALISIS RESPON MASYARAKAT TERHADAP RENCANA KENAIKAN HARGA BBM JENIS PREMIUM (Kasus: Pengendara Mobil Pribadi di Bogor) OLEH CAROLIN SINAGA H Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

4 INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN ILMU EKONOMI Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama : Carolin Sinaga Nomor Registrasi Pokok : H Program Studi : Ilmu Ekonomi Judul Skripsi : Analisis Respon Masyarakat terhadap Rencana Kenaikan Harga BBM Jenis Premium (Kasus: Pengendara Mobil Pribadi di Bogor) dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Menyetujui, Dosen Pembimbing, M. Firdaus, Ph.D NIP Mengetahui, Ketua Departemen, Dedi Budiman Hakim, Ph.D NIP Tanggal Kelulusan:

5 PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN. Bogor, Juli 2012 Carolin Sinaga H

6 RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Carolin Sinaga, lahir pada tanggal 5 Januari 1990 di Ujung Pandang. Penulis adalah anak pertama dari empat bersaudara, dari pasangan Rasman Sinaga S.E dan Meike Anna Mogot. Jenjang pendidikan penulis dilalui tanpa hambatan, dengan pendidikan penulis diawali di TK Kanisius Semarang lulus tahun 1997, kemudian melanjutkan pendidikan di SD Kanisius Semarang hingga tahun 2000 lalu melanjutkan ke SD Mardi Yuana Bogor hingga lulus tahun 2002, SMPN 2 Bogor lulus tahun 2005 dan SMAN 1 Bogor lulus tahun Pada tahun 2008 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif sebagai asisten mata kuliah agama Katolik hingga tahun 2012.

7 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan berkat-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan baik. Penulis berharap melalui skripsi ini agar dapat teruraikan suatu analisis respon masyarakat terhadap kenaikan harga BBM jenis premium, khususnya bagi pengendara mobil pribadi di Bogor. Skripsi ini merupakan salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih, terutama kepada Bapak M. Firdaus, Ph.D yang telah memberikan bimbingan baik secara teknis maupun teoritis dalam proses pembuatan skripsi ini sehingga dapat terselesaikan dengan baik dan untuk Bapak Dr. M.P Hutagaol juga Bapak Deniey Adi Purwanto, MSE atas kritikan, saran dan bimbingan untuk perbaikan tulisan ini. Penulis juga berterima kasih kepada kedua orang tua penulis yaitu Bapak Rasman Sinaga S.E dan Ibu Meike Anna Mogot, serta pihak-pihak lain yang telah membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini namun tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi masyarakat luar, baik dalam ruang lingkup Institut Pertanian Bogor ataupun dalam skala global.. Bogor, Juli 2012 Carolin Sinaga H

8 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR...v DAFTAR LAMPIRAN..vi I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian...9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teori Teori Kebijakan Publik-Subsidi Subsidi dan Elastisitas Pemerintah Sebagai Penyedia Barang Publik Willingness to Pay (Kesediaan Membayar) Regresi Logistik Analisis Crosstabs-Chi Square Metode Regresi Linier Berganda Konsep dan Definisi Kenaikan Harga BBM dan Subsidi BBM Faktor-Faktor yang Memengaruhi Harga BBM Tinjauan Penelitian Terdahulu Kerangka Pemikiran Hipotesis Penelitian...23

9 ii III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Sumber dan Jenis Data Teknik Pengumpulan Data Metode Analisis Analisis WTP Pengendara Mobil Pribadi Model Regresi Logistik Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Model Regresi Linier Berganda...29 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Responden WTP terhadap Satu Liter BBM Jenis Premium Hasil Uji Regresi Logistik Respon Masyarakat terhadap Rencana Kenaikan Harga BBM Jenis Premium Rekomendasi Untuk Kebijakan Subsidi BBM Jenis Premium di Indonesia...53 V. KESIMPULAN 5.1. Kesimpulan Saran...55 DAFTAR PUSTAKA...57 LAMPIRAN...59

10 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Produksi, Konsumsi dan Impor BBM di Indonesia Tahun (Ribu Barel) Pengeluaran dan Subsidi Pemerintah di Indonesia Tahun (Triliun Rupiah) Jumlah Kendaraan Bermotor Menurut Jenis Kendaraan di Indonesia Tahun (Unit) Jumlah Kendaraan Bermotor Menurut Jenis Kendaraan di Jawa Barat Tahun (Unit) Jumlah Tanda No. Kendaraan Bermotor yang Dikeluarkan SAMSAT Polres Kota Bogor Tahun 2004, 2005 dan 2010 (Unit) Konsumsi BBM Jenis Premium di Indonesia Tahun (Barel/Orang) Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Respon Pengendara Mobil Pribadi terhadap Rencana Kenaikan Harga BBM Jenis Premium di Bogor (2012) Deskripsi Respon Berdasarkan Jenis Kelamin di Bogor (2012) Deskripsi Respon Berdasarkan Usia di Bogor (2012) Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah Tanggungan di Bogor Tahun (2012) Deskripsi Respon Berdasarkan Jumlah Tanggungan Responden di Bogor (2012) Deskripsi Respon Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Bogor (2012) Deskripsi Respon Berdasarkan Tingkat Pendapatan di Bogor (2012) Deskripsi Respon Berdasarkan Tingkat Pendapatan Anggota Keluarga Lain di Bogor (2012)... 40

11 iv 15. Karakteristik Responden Berdasarkan Kesediaan Membayar terhadap Satu Liter BBM Jenis Premium di Bogor (2012) Deskripsi Respon Berdasarkan Kesediaan Membayar di Bogor (2012) Deskripsi Respon Berdasarkan Perilaku Menghemat di Bogor (2012) Deskripsi Respon Berdasarkan Tingkat Konsumsi BBM Jenis Premium per Bulan di Bogor (2012) Deskripsi Respon Berdasarkan CC Mobil di Bogor (2012) Willingness to Pay Pengendara Mobil Pribadi terhadap Satu Liter BBM Jenis Premium di Bogor (2012) Hasil Estimasi Variabel Dependen Kesediaan Membaya Faktor-Faktor Pembeda Respon Pengendara Mobil Pribadi terhadap Rencana Kenaikan Harga BBM Jenis Premium di Bogor (2012)... 49

12 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Pengaruh Konsumsi Bersubsidi Pengaruh Produksi Bersubsidi Ilustrasi Kurva Indiferen Barang Publik dan Barang Swasta Kurva Permintaan Agregat Karakteristik Responden Berdasarkan Distribusi Jenis Kelamin di Bogor (2012) Karakteristik Responden Berdasarkan Distribusi Usia (Tahun) di Bogor (2012) Karakteristik Responden Berdasarkan Distribusi Tingkat Pendidikan di Bogor (2012) Karakteristik Responden Berdasarkan Distribusi Tingkat Pendapatan (Rupiah) di Bogor (2012) Karakteristik Responden Berdasarkan Distribusi Tingkat Pendapatan Anggota Keluarga Lain (Rupiah) di Bogor (2012) Karakteristik Responden Berdasarkan Distribusi Perilaku Menghemat Jika Terjadi Kenaikan Harga BBM Jenis Premium di Bogor (2012) Karakteristik Responden Berdasarkan Distribusi Konsumsi BBM Jenis Premium Per Bulan (Rupiah) di Bogor (2012) Karakteristik Responden Berdasarkan Distribusi CC Mobil di Bogor (2012) Kurva Permintaan Kesediaan Membayar terhadap Satu Liter BBM Jenis Premium... 47

13 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Kuisioner Penelitian Hasil Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Respon Pengendara Mobil Pribadi terhadap Rencana Kenaikan Harga BBM Jenis Premium dengan Uji Crosstab Hasil Analisis Faktor-Faktor Pembeda Respon Pengendara Mobil Pribadi terhadap Rencana Kenaikan Harga BBM Jenis Premium di Bogor (2012) Hasil Estimasi Variabel Dependen Kesediaan Membayar terhadap Satu Liter BBM Jenis Premium... 73

14 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditas penentu kelangsungan perekonomian suatu negara. Hal ini disebabkan oleh berbagai sektor dan kegiatan ekonomi di Indonesia mengandalkan BBM sebagai sumber energi dalam beraktivitas. Setiap aktivitas yang dilakukan oleh entitas ekonomi tidak lepas dari penggunaan BBM, mulai dari kegiatan yang dilakukan oleh rumah tangga hingga perusahaan yang memproduksi barang dan jasa. Ditinjau dari segi transportasi, keberadaan BBM sangat penting adanya karena kemajuan suatu bangsa ditentukan oleh kemudahan dan akses transportasi yang baik. Oleh karena itu, BBM berkaitan erat dengan sistem transportasi sebagai sumber tenaga penggerak. Sejak tahun 2002, Indonesia telah melakukan impor minyak mentah terkait dengan penurunan produksi minyak dalam negeri. Di samping itu, Indonesia juga menerapkan kebijakan subsidi BBM untuk menekan beban masyarakat akan tingginya harga minyak dunia. Besarnya jumlah pemberian subsidi ini akan mengalami fluktuasi selaras dengan perubahan harga minyak dunia. Secara tentatif dan tertuang dalam Blueprint Pengelolaan Energi Nasional , Indonesia memberikan subsidi BBM dalam beberapa jenis, yakni subsidi untuk minyak tanah, premium dan solar. Subsidi yang paling besar memakan dana adalah subsidi BBM jenis premium. 1 Subsidi BBM jenis premium diberikan pada angkutan pribadi, angkutan umum, angkutan khusus, TNI/Polri. Hingga kini pemerintah masih mempelajari dan mempertimbangkan dampak kebijakan harga BBM terutama terhadap kelompok masyarakat menengah ke bawah. Hal ini memperlihatkan bahwa kebijakan di sektor energi masih sangat responsif. Suparmoko (2002) menjelaskan bahwa rendahnya harga BBM merupakan salah satu sumber defisit APBN yang sangat dominan. Ia mengemukakan bahwa hal ini memaksa pemerintah menaikkan harga BBM dengan rata-rata 30 persen pada tahun Jika pemerintah tidak menaikkan harga BBM sebesar 30 persen, subsidi BBM akan melonjak menjadi Rp 66 triliun pada tahun tersebut. BBM merupakan bahan dasar untuk melakukan kegiatan di segala sektor dan 1 Blueprint BPH Migas , Kementerian Energi dan Sumber Daya Manusia, 2005

15 2 kehidupan, maka kenaikan harga BBM yang sangat drastis akan menaikkan harga barang dan jasa termasuk harga kebutuhan sehari-hari bagi masyarakat walaupun pada kenyataannya biaya BBM hanya mencakup sekitar 6 persen dari rata-rata biaya produksi industri pengolahan. Sementara itu bagi rumah tangga, pengeluaran untuk BBM hanya meliputi sekitar 1,07 persen untuk kelompok miskin dan 0,15 persen untuk rumah tangga kelompok tidak miskin, atau total 0,21 persen dari anggaran belanja keluarga. Namun untuk pengeluaran transportasi rata-rata rumah tangga miskin dan tidak miskin mengeluarkan sekitar 2,60 persen dari seluruh anggaran belanja rumah tangga. Oleh karena itu, kelompok rumah tangga miskinlah yang paling terbebani oleh kenaikan harga BBM, karena di samping kebutuhan bahan bakar dan transportasi, kebutuhankebutuhan lainnya pasti naik juga harganya, sedangkan penghasilan mereka relatif kecil. Tabel 1. Produksi, Konsumsi dan Impor BBM di Indonesia Tahun (Ribu Barel) Tahun Produksi BBM Konsumsi BBM Impor BBM Rasio Impor/Produksi (%) Sumber: BPS (2010), diolah Dari data pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa produksi BBM Indonesia berada di bawah jumlah kebutuhan untuk konsumsi nasional. Hal ini menyebabkan pemerintah harus mengimpor BBM dari luar negeri untuk menutupi defisit kebutuhan nasional tersebut. Produksi BBM dalam negeri menurun dari tahun ke tahun, pada tahun 2005 Indonesia memproduksi barel BBM dan menurun hingga barel BBM pada tahun Dilihat dari rasio antara jumlah impor BBM dengan produksi nasional, jumlah impor BBM selalu di atas 50 persen. Berarti Indonesia tidak dapat mencukupi setengah dari kebutuhan BBM nasional. Impor BBM yang semakin banyak dengan harga minyak dunia yang berfluktuatif menyebabkan ketidakpastian dalam jumlah subsidi yang harus dikeluarkan pemerintah.

16 3 Seiring dengan pesatnya pertumbuhan jumlah penduduk yang mengiringi pertumbuhan ekonomi, eksploitasi sumber energi fosil akan terjadi, terutama eksploitasi minyak. Hal ini merupakan lampu kuning bagi Indonesia yang diprediksi akan menjadi negeri pengimpor minyak secara menyeluruh pada tahun 2030, di mana akan terjadi defisit hingga 650 juta barel (Kementerian Komunikasi dan informasi Republik Indonesia, 2011). Hal ini membuat pemerintah harus lebih menggalakkan program-program penghematan BBM di dalam negeri agar Indonesia tidak semakin terpuruk dalam konsumsi BBM berlebih. Tabel 2. Pengeluaran dan Subsidi Pemerintah di Indonesia Tahun (Triliun Rupiah) Sektor Pengeluaran Total Total Subsidi Subsidi Bahan bakar Subsidi Listrik Penanaman Modal Pertahanan Pendidikan Kesehatan Jaminan Sosial Sumber: Kementerian Keuangan Republik Indonesia (2012) Dari data pada Tabel 2, dapat dilihat bahwa subsidi bahan bakar berfluktuatif dari tahun ke tahun. Hal ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, terutama oleh harga minyak dunia. Subsidi paling tinggi terjadi pada tahun 2008, sebesar Rp 139 triliun. Pada tahun 2011 subsidi untuk bahan bakar dalam APBN sebesar Rp 96 triliun. Pada tahun 2012, APBN yang dianggarkan pemerintah untuk membiayai subsidi BBM sebesar Rp 137,4 triliun. Tetapi seiring dengan peningkatan konsumsi BBM di Indonesia, diperkirakan anggaran tersebut akan melonjak hingga Rp 234,2 triliun. Jika subsidi terhadap bahan bakar dapat ditekan maka anggaran pemerintah dapat dialokasikan untuk subsidi di bidang lain seperti pendidikan, pertahanan, kesehatan dan untuk jaminan sosial. Menurut Kementerian Keuangan Republik Indonesia, eksplorasi minyak mentah di Indonesia merupakan kerjasama antara pemerintah dengan kontraktor asing. Jumlah minyak mentah yang merupakan hak pemerintah adalah 80 persen dan 20 persen untuk kontraktor asing. Pemakai terbesar BBM nasional adalah

17 4 sektor transportasi. Bagi sektor transportasi sendiri, BBM adalah bahan bakar utama (nyaris 100 persen) yang sulit digantikan dengan bahan bakar lain. Penggunaan BBM yang tidak efisien dapat kita lihat akibatnya pada kemacetan, terutama di kota-kota besar. Mobil-mobil tua dengan mesin yang boros penggunaan BBM kerap ditemukan di jalan raya. Laju pertumbuhan kendaraan yang sangat cepat belum didukung oleh pertambahan infrastrukturnya. Tabel 3. Jumlah Kendaraan Bermotor Menurut Jenis Kendaraan di Indonesia Tahun (Unit) Jenis Kendaraan Unit % Unit % Unit % Mobil Penumpang , , Bus , , Truk , , Sepeda Motor , , Total , , ,00 Sumber: Statistik Indonesia (BPS, 2011), diolah Dari data pada Tabel 3, mobil penumpang yang di dalamnya termasuk mobil pribadi dari tiga tahun terakhir menempati posisi kedua yang mendominasi keberadaan kendaraan bermotor di Indonesia. Jumlah kendaraan mobil penumpang selalu memiliki penambahan jumlah dari tahun ke tahun walaupun persentasenya menurun sedikit demi sedikit. Dari data pada Tabel 3 juga dapat dilihat bahwa sepeda motor memiliki persentase terbesar dari jumlah kendaraan bermotor di Indonesia. Dengan mobil penumpang di urutan kedua, diprediksi bahwa pengguna BBM jenis premium mayoritas adalah masyarakat menengah ke atas yang memiliki kendaraankendaraan tersebut. Menurut data dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia, sektor transportasi menguras dana yang cukup banyak, yakni Rp 113 triliun rupiah dari anggaran total APBN Perubahan jumlah kendaraan pribadi yang meningkat drastis tidak lepas dari akibat kebijakan pemerintah yang tidak memprioritaskan pengembangan angkutan umum massal, padahal kendaraan pribadi yang menyumbang 88 persen dari total populasi kendaraan hanya menyumbang 44 persen pengguna jalan sementara 53 persen sisanya diangkut oleh kendaraan umum yang hanya menyumbang 4,5 persen dari

18 5 populasi kendaraan. Hal ini menunjukkan secara langsung bahwa subsidi BBM justru dinikmati oleh pengendara privat baik mobil maupun motor pribadi dan bukan angkutan umum. Kebijakan subsidi BBM yang diberlakukan oleh pemerintah ini menjadi tidak tepat sasaran. Berdasarkan kajian Badan Pengatur Hilir (BPH) Migas, ketidaktepatan sasaran dari subsidi BBM dikarenakan oleh ketiadaan pengawasan dalam pendistribusian, baik BBM bersubsidi maupun BBM tidak bersubsidi. Lemahnya pengawasan ini terjadi karena tidak adanya koordinasi lintas sektoral antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Kurang efektifnya komunikasi ini menyebabkan kelangkaan BBM dan penyalahgunaan BBM bersubsidi. Jika masalah ini terus berlanjut maka masalah-masalah di sektor BBM dapat menghambat pertumbuhan ekonomi lintas sektoral. Peranan pemerintah dalam bidang alokasi adalah untuk menjamin tercapainya penggunaan sumber ekonomi yang efisien, yang tidak dapat dicapai melalui mekanisme pasar bebas. Ekonom membedakan efisiensi menjadi dua, yaitu efisiensi alokasi dan x-efficiency. Efisiensi alokasi adalah alokasi sumbersumber ekonomi sesuai dengan kendala anggaran konsumen barang dan jasa. X- efficiency menunjukkan kondisi pada sisi penawaran, yaitu apakah penyediaan suatu barang dan jasa sudah dilaksanakan dengan biaya minimum. Selain berperan dalam bidang alokasi sumber daya, pemerintah juga berperan dalam distribusi. Pemerintah dapat memengaruhi distribusi pendapatan secara tidak langsung dengan kebijaksanaan pengeluaran pemerintah misalnya dengan subsidi BBM jenis premium (Mangkoesoebroto, 2000). Besarnya subsidi BBM yang dikeluarkan oleh pemerintah bergantung pada harga minyak dunia yang sering tidak stabil. Semakin tinggi harga minyak dunia maka pemerintah akan menganggarkan dana yang makin banyak untuk dana subsidi. Alternatif untuk menekan pengeluaran pemerintah adalah dengan menaikkan harga BBM, khususnya jenis premium yang merupakan konsumsi energi tertinggi. Jika pemerintah menaikkan harga dasar BBM jenis premium, hal ini akan berimbas pada konsumen, yakni masyarakat Indonesia. Menurut Walter Nicholson (1995), akan terjadi dua perubahan jika terjadi kenaikan harga BBM

19 6 jenis premium. Perubahan pertama terjadi pada efek substitusi, meskipun konsumen mempertahankan tingkat kepuasan yang sama, pola konsumsi akan dialokasikan ulang untuk menyamakan MRS dengan rasio harga yang baru. Pengaruh yang kedua adalah efek pendapatan yang timbul karena perubahan harga pasti mengubah pendapatan riil seseorang. Secara implisit dapat ditarik kesimpulan bahwa kenaikan harga (pengurangan subsidi) BBM akan berdampak negatif terhadap tingkat kesejahteraan pengendara mobil. Dalam penelitian ini, akan dilihat bagaimana respon pengendara mobil pribadi jika terjadi kenaikan harga BBM jenis premium dan kesediaan membayar mereka terhadap satu liter BBM jenis premium. Penting juga untuk dikemukakan bahwa konsumsi BBM dapat dipengaruhi oleh beberapa variabel seperti jenis kelamin, usia, jumlah tanggungan, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan responden, tingkat pendapatan anggota keluarga lainnya, kesediaan membayar terhadap satu liter BBM jenis premium, perilaku menghemat jika terjadi kenaikan harga BBM jenis premium, CC mobil dan tingkat konsumsi BBM jenis premium per bulan. 1.2 Permasalahan Dapat diprediksi bahwa sektor transportasi akan mendapatkan pengaruh yang nyata jika terjadi kenaikan harga BBM jenis premium. Tetapi, tidak hanya sektor transportasi yang akan berdampak. Peraturan Presiden No. 15 Tahun 2012 tentang Harga Jual Eceran dari Konsumen Pengguna Jenis Bahan Bakar Tertentu menyebutkan bahwa ada beberapa kategori pengguna BBM bersubsidi selain untuk sektor transportasi, antara lain: usaha perikanan yang terdiri dari nelayan dan pembudi daya ikan skala kecil; usaha pertanian kecil dengan luas maksimal dua hektar; usaha mikro; dan berbagai pelayanan umum lainnya. Semua pihak yang berada dalam sektor tersebut akan terkena dampak dari kenaikan harga BBM jenis premium. Untuk mengendalikan konsumsi BBM, pemerintah memaparkan dan mencanangkan lima program. Program-program tersebut adalah konversi BBM ke bahan bakar gas; melarang kendaraan pelat merah, pertambangan dan perkebunan menggunakan BBM bersubsidi; melarang Perusahaan Listrik Negara

20 7 (PLN) membangun pembangkit listrik berbahan bakar BBM; melakukan penghematan di semua kantor pemerintah dan badan usaha milik negara. Tabel 4. Jumlah Kendaraan Bermotor Menurut Jenis Kendaraan di Jawa Barat Tahun (Unit) Tahun Mobil Penumpang Bus Truk Sepeda Motor Total Sumber: Statistik Indonesia (BPS, 2011) Pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa dari tahun 2006 sampai tahun 2010 jumlah mobil penumpang di Jawa Barat memiliki tren yang selalu meningkat. Peningkatan jumlah mobil penumpang di Jawa Barat berimplikasi kepada peningkatan volume konsumsi BBM jenis premium di Indonesia. Tingginya jumlah kendaraan di Jawa Barat menyebabkan kepadatan jalan yang jika tidak diantisipasi oleh pemerintah dapat mengakibatkan kemacetan dan masalah lainnya di masa yang akan datang. Tabel 5. Jumlah Tanda No. Kendaraan Bermotor yang Dikeluarkan SAMSAT Polres Kota Bogor Tahun 2004, 2005 dan 2010 (Unit) Tahun Mobil Penumpang Mobil Barang Bus Motor Total Sumber: Kota Bogor dalam Angka (BPS, 2011) Data pada Tabel 5 menunjukkan data tahun 2004, 2005 dan 2010 mengenaik jumlah tanda nomor kendaraan yang dikeluarkan aparat negara yang berwenang. Volume kendaraan di atas menunjukkan bahwa setiap tahun Polres Kota Bogor mengeluarkan surat kendaraan bermotor yang berarti penambahan jumlah kendaraan bermotor secara agregat di Kota Bogor. Jumlah kendaraan bermotor yang diurus tanda nomor kendaraannya oleh Polres Kota Bogor memiliki nilai yang lebih kecil dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Hal ini

21 8 dapat terjadi mungkin karena kuantitas dan kualitas jalan yang sudah cukup padat dan tidak memadai jika terjadi penambahan kendaraan yang lebih tinggi. Tabel 6. Konsumsi BBM Jenis Premium di Indonesia Tahun (Barel/Orang) Tahun Jumlah Jumlah Konsumsi BBM Jenis BBM Jenis Premium per Penduduk Premium (Ribu Barel) Orang (Barel/Orang) (Orang) Sumber: Kementerian ESDM (2011), diolah Dari data pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa masing-masing orang mengkonsumsi lebih dari satu barel BBM jenis premium per tahunnya. Tingginya konsumsi ini mengindikasikan tingginya mobilitas masyarakat Indonesia yang berhubungan dengan produktivitas masyarakat Indonesia. Berdasarkan latar belakang tersebut, perumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah: 1. Berapakah nilai willingness to pay (kesediaan membayar) pengendara mobil pribadi terhadap BBM jenis premium per liter? 2. Faktor-faktor apa sajakah yang memengaruhi respon masyarakat terutama pengendara mobil pribadi di Bogor terhadap rencana kenaikan harga BBM jenis premium? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan pada perumusan masalah di atas, tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Menghitung nilai willingness to pay (kesediaan membayar) pengguna mobil pribadi terhadap BBM jenis premium per liter. 2. Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi respon masyarakat terutama pengendara mobil pribadi di Bogor terhadap rencana kenaikan harga BBM jenis premium.

22 9 1.4 Manfaat Penelitian 1. Bagi akademisi dan peneliti khususnya di dalam pengembangan Model Regresi Logistik dan Crosstabs dengan SPSS yang terkait dengan respon masyarakat. 2. Bagi pemerintah, agar turut memperhatikan respon masyarakat tentang harga BBM jenis premium dan sebagai bahan pertimbangan kebijakan untuk menentukan harga BBM jenis premium yang sampai saat ini masih disubsidi oleh pemerintah. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah: (1) Wilayah penelitian dibatasi pada daerah Bogor; (2) Objek penelitian adalah pengendara mobil pribadi yang tinggal di sekitar wilayah penelitian sebagai responden; (3) Responden adalah mereka yang memiliki dan menggunakan mobil pribadi dengan BBM jenis premium sebagai bahan bakarnya.

23 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teori Teori Kebijakan Publik-Subsidi Mahzab neoklasik ekonomi modern mendasarkan perekonomian seperti pasar persaingan sempurna, yakni terjadi efisiensi paling optimal dalam perekonomian dengan efisiensi penggunaan sumber daya juga terciptanya harga dan kuantitas produksi dalam keseimbangan sehingga intervensi pemerintah tidak diperlukan. Namun kenyataannya hal tersebut tidak terjadi. Perekonomian di negara manapun tidak selalu dalam kondisi keseimbangan yang mengakibatkan terjadinya kegagalan pasar. Maka diperlukan intervensi dari pemerintah dalam menanggulangi kegagalan pasar tersebut. Salah satu cara untuk menanggulangi kegagalan pasar tersebut adalah dengan keberadaan subsidi. Subsidi adalah salah satu kebijakan pemerintah dalam rangka membantu suatu usaha atau untuk menjaga stabilitas harga bagi kepentingan masyarakat. Menurut Suparmoko (2003), subsidi dapat bersifat langsung (dalam bentuk tunai, pinjaman bebas bunga, dan lain-lain) atau tidak langsung (pembebasan penyusutan, potongan sewa, dan lain-lain). Subsidi diantaranya dapat berupa: subsidi produksi, pemerintah menutup sebagian biaya produksi untuk mendorong peningkatan output produk tertentu dan untuk menekan harga; subsidi pendapatan, diberikan pemerintah melalui transfer pemerintah untuk meningkatkan standar hidup minimum sebagian kelompok tertentu. Menurut Kamaludin (2003), meskipun subsidi ini memiliki kebaikan bagi usaha-usaha dan kepentingan masyarakat, tetapi subsidi juga memiliki beberapa kelemahan, diantaranya: a. Subsidi dapat mengakibatkan hubungan persaingan yang tidak adil antara berbagai kegiatan usaha, karena pendistribusiannya tidak dapat dilakukan secara adil dan merata. b. Subsidi dapat menyebabkan pemborosan baik dalam investasi modal maupun fasilitas yang berlebihan. c. Subsidi dapat menyebabkan ketidakadilan antara pemakai jasa dan pembayar pajak yang tidak langsung merasakan manfaatnya.

24 11 Untuk mengatasi kelemahan-kelemahan tersebut, pemerintah harus bisa melihat usaha atau kegiatan mana yang pantas untuk mendapatkan subsidi yang lebih besar dan usaha atau kegiatan mana yang harus dikurangi subsidinya. Contoh pemberian subsidi di Indonesia adalah subsidi pupuk bagi petani, subsidi pendidikan dan kesehatan, serta subsidi bahan bakar minyak bagi nelayan dan masyarakat Subsidi dan Elastisitas Subsidi akan menggeser kurva permintaan ke atas untuk konsumsi bersubsidi (subsidized consumption) atau kurva penawaran ke bawah untuk produksi bersubsidi (subsidized production) Pengaruh kedua jenis subsidi ini pada kurva permintaan dan penawaran dapat dilihat pada Gambar 1 dan Gambar 2. P S D D Sumber: Spencer dan Amos (1993) Q Gambar 1. Pengaruh Konsumsi Bersubsidi Pada Gambar 1 konsumsi bersubsidi menggeser kurva permintaan D ke atas menjadi kurva permintaan D. Di mana semakin banyak barang atau jasa dijual dengan harga subsidi akan semakin banyak jumlah permintaan konsumen terhadap barang atau jasa tersebut. Permintaan akan barang bersubsidi bergeser ke kanan atas karena daya beli masyarakat akan barang tersebut menjadi menguat. Harga barang tersebut menjadi lebih murah jika dibandingkan dengan harga tanpa disubsidi. Kecenderungan masyarakat untuk membeli barang tersebut juga meningkat karena harganya yang lebih terjangkau dan ketersediaan barang tersebut di masyarakat.

25 12 P S S D Q Sumber: Spencer dan Amos (1993) Gambar 2. Pengaruh Produksi Bersubsidi di mana: P = harga Q = permintaan untuk produk tertentu S = kurva penawaran awal S = kurva penawaran akhir D = kurva permintaan awal D = kurva permintaan akhir Pada Gambar 2, produksi bersubsidi menggeser kurva penawaran S ke bawah menjadi kurva penawaran S. Di mana semakin banyak barang atau jasa bersubsidi semakin banyak jumlah barang atau jasa tersebut yang ditawarkan. Jika kedua Gambar tersebut digabung menjadi kurva baru, akan menghasilkan ekuilibrium baru yang lebih besar Pemerintah Sebagai Penyedia Barang Publik Menurut Stiglitz (1999), suatu barang dikategorikan sebagai barang publik jika memenuhi salah satu atau kedua karakteristik sebagai berikut: a. Non rival consumption, yaitu barang yang dapat dikonsumsi oleh individu tanpa mengurangi kesempatan bagi individu lain untuk mengonsumsinya, atau dapat dikonsumsi secara bersama-sama. b. Non exclusion, yaitu tidak ada yang dapat menghalangi seseorang untuk mengonsumsi barang tersebut. Jika kedua karakteristik tersebut ada pada sebuah barang, maka barang tersebut merupakan barang publik murni (pure public goods). Sedangkan barang yang hanya memiliki salah satu karakteristik dari kedua karakteristik tersebut,

26 13 atau properti lain (dapat dikonsumsi bersama atau tidak dapat dikecualikan) pada tingkat tertentu, maka barang tersebut merupakan barang publik tidak murni (impure public goods). Secara faktual pemerintah menyediakan sarana dan prasarana di sektor pendidikan dan di sektor kesehatan, karena kedua sektor ini memenuhi kriteria barang swasta yang disediakan secara publik (Stiglitz, 1999). Kekurangan penyediaan saran dan prasarana di sektor pendidikan dan di sektor kesehatan biasanya dipenuhi oleh pihak swasta. Namun untuk menghindari adanya free rider yang dapat menyebabkan tidak efisiennya penyediaan barang di sektor tersebut, maka penyediaan sarana dan prasarana oleh pihak swasta tidak lagi menganut prinsip barang publik, tetapi menganut prinsip barang swasta. Penyediaan barang publik dapat dilakukan secara publik maupun oleh pemerintah. Namun penyediaan barang publik yang dilakukan secara pribadi akan menimbulkan free rider, yang dapat menyebabkan penyediaan barang tersebut menjadi tidak efisien. Timbulnya free rider disebabkan karena sifat dari barang publik yang memberikan eksternalitas positif bagi orang lain, namun mereka enggan untuk berpartisipasi dalam penyediaan barang publik tersebut. Oleh sebab itu, pemerintah dianggap pihak yang paling tepat untuk menyediakan barang publik bagi masyarakat. Manusia akan berupaya untuk memenuhi tingkat tertinggi dari utilitasnya, sehingga akan memilih barang publik atau barang swasta berdasarkan marginal rate of substitution (MRS) yang merupakan slope dari kurva indiferennya. Namun setiap individu memiliki keterbatasan anggaran, yang besarnya adalah: Y= C + PG Di mana T adalah pendapatan, C adalah konsumsi barang swasta dan P adalah harga yang harus dibayarkan untuk mengonsumsi setiap unit barang publik. G adalah jumlah barang publik yang disediakan.

27 14 Sumber: Stiglitz (1999) Gambar 3. Ilustrasi Kurva Indiferen Barang Publik dan Barang Swasta Gambar 3 adalah ilustrasi kurva indiferen barang publik dan barang swasta. Secara grafis, utilitas maksimum yang dapat dicapai dari setiap individu adalah di titik E pada gambar yang atas, yaitu titik perpotongan antara kurva indiferen dengan batas anggaran. Tetapi ketika harga (P) turun, sementara batas anggaran tetap, makajumlah barang publik (G) yang diminta bertambah, sehingga perpotongan antara kurva indiferen dengan batas anggaran di titik E. Kurva ini juga menunjukkan bahwa setiap individu memiliki potensi untuk membelanjakan pendapatannya untuk membeli barang publik maupun barang swasta.

28 15 berikut: Secara makro, kita dapat melihat kurva permintaan agregat sebagai Sumber: Mankiw (2007) Gambar 4. Kurva Permintaan Agregat Kurva permintaan agregat dapat naik atau turun mengikuti fakta di lapangan. Permintaan agregat dapat naik (kurva AD bergeser ke kanan) antara lain jika terjadi peningkatan pendapatan masyarakat, peningkatan gaji pegawai negeri, turunnya pajak perseorangan, panen raya, dan lain-lain Willingness to Pay (Kesediaan Membayar) Menurut Smith dan Nagle (2002), Willingness to Pay (WTP) adalah kesediaan pengguna untuk mengeluarkan imbalan atas jasa yang diperolehnya. Pendekatan yang digunakan dalam analisis willingness to pay didasarkan pada persepsi pengguna terhadap tarif dari jasa pelayanan dan kebutuhan mereka terhadap BBM jenis premium. Permasalahan-permasalahan transportasi yang terjadi sering berhubungan dengan tingkat willingness to pay, dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain (Dardela, 2009): a. Produk yang ditawarkan oleh operator jasa pelayanan transportasi b. Kualitas dan kuantitas pelayanan yang disediakan c. Utilitas pengguna terhadapa produk tersebut d. Selera pengguna WTP i dapat diduga dengan nilai tengah dari kelas atau interval WTP responden ke-i. Berdasarkan jawaban responden dapat diketahui WTP yang benar adalah berada antara jawaban yang dipilih (batas bawah kelas WTP) dengan WTP berikutnya (batas atas kelas WTP). Pada tahap ini, biasanya diabaikan penawaran sanggahan atau respon dari responden yang tidak dapat menentukan jumlah yang

29 16 ingin mereka bayarkan karena mereka tidak ingin mengikuti program pemerintah untuk membenahi masalah kemacetan (Nursusandhari dalam Agustya, 2011) Regresi Logistik Regresi Logistik atau yang lebih dikenal dengan metode logit merupakan bagian dari analisis regresi. Analisis ini mengaji hubungan pengaruh peubahpeubah penjelas (X) terhadap peubah respon (Y) melalui model persamaan matematis tertentu. Secara umum, apabila peubah respon dalam analisis regresi adalah peubah kategorik, maka analisis regresi yang dapat digunakan antara lain analisis regresi logistik. Analisis regresi logistik dapat dibagi menjadi regresi logistik biner, regresi logistik nominal dan regresi logistik ordinal. Secara umum, analisis regresi logistik menggunakan peubah penjelasnya, yang dapat berupa peubah kategorik ataupun peubah numerik, untuk menduga besarnya peluang kejadian tertentu dari kategori peubah respon. Dalam analisis regresi logistik, pemodelan peluang kejadian tertentu dari kategori peubah respon dilakukan melalui transformasi dari regresi linier ke logit. Formulasi transformasi logit tersebut adalah: Logit(pi) = log ϱ Pi...(2.1) 1 Pi P i adalah peluang munculnya kejadian kategori sukses dari peubah respon untuk orang ke-i dan log ϱ adalah logaritma dengan basis bilangan ρ. Kategori sukses secara umum menjadi perhatian dalam penelitian. Salah satu ukuran asosiasi yang dapat diperoleh melalui analisis regresi logistik adalah odd ratio. Nilai odd ratio yang didapat dapat mengindikasikan seberapa lebih mungkin (dalam kaitannya dengan odd ratio) munculnya kejadian sukses pada suatu kelompok dibandingkan dengan kelompok lainnya Analisis Crosstabs Chi Square Menurut Trihendradi (2009), analisis crosstabs merupakan analisis dasar untuk hubungan antar variabel kategori (nominal-ordinal). Penambahan variabel kontrol untuk mempertajam analisis sangat mungkin terjadi. Crosstabs data digunakan untuk mengetahui hubungan atau distribusi respons antara variabel data dalam bentuk baris dan kolom. Sedangkan analisis crosstabs chi square adalah suatu analisis hubungan antar variabel data nominal (Yamin, 2009).

30 Metode Regresi Linier Berganda Analisis regresi merupakan suatu alat analisis untuk mengetahui pengaruh variabel bebas terhadap variabel tak bebas yang dinyatakan dalam koefisien regresi. Variabel bebas adalah variabel yang nilainya dapat ditentukan dan bersifat menerangkan variabel tak bebas yang nilainya tergantung kepada variabel bebas. Menurut Gujarati (2006), dalam analisis regresi diketahui dua bentuk model yaitu model persamaan tunggal dan model persamaan simultan. Pada model persamaan tunggal ada satu variabel tak bebas (Y) yang diterangkan oleh satu atau beberapa variabel X. Sementara dalam persamaan simultan, suatu variabel Y tidak hanya ditentukan oleh variabel X tetapi beberapa variabel X juga ditentukan oleh variabel Y atau ada dua variabel Y 1 dan Y 2 yang dipengaruhi secara bersamasama oleh suatu variabel x. Adapun penelitian ini menggunakan analisis regresi dengan model persamaan tunggal yaitu analisis regresi linier berganda. Ordinary Least Square (OLS) merupakan salah satu metode yang sering digunakan karena kemudahannya dalam mengolah data. Gujarati (1993) menyebutkan bahwa ada beberapa asumsi yang harus dipenuhi dalam model ini, antara lain: a. Semua penaksir tak bias linier atau penaksir OLS memiliki varians minimum. b. Varians tiap unsur disturbance e 1 tergantung (conditional) pada nilai yang dipilih dari variabel yang menjelaskan adalah suatu angka konstan yang sama dengan σ 2 yang merupakan asumsi homoskedastisitas yaitu varians yang sama. c. Tidak ada autokorelasi artinya tidak ada korelasi antara anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu atau seperti dalam data cross sectional. d. Variabel yang menjelaskan adalah non stokastik yaitu terdiri dari angkaangka yang tetap dan e1 didistribusikan secara normal. e. Tidak ada multikolinearitas antara variabel yang menjelaskan X.

31 Konsep dan Definisi Kenaikan Harga BBM dan Subsidi BBM Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan salah satu kekayaan alam yang dimiliki oleh Indonesia, pengolahan dan penyalurannya dikuasai oleh negara. Hal ini sesuai dengan pasal 33 ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan bahwa cabangcabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. BBM adalah sumber daya alam yang tidak bisa diperbarui, yang berasal dari endapan sisa-sisa jasad hidup yang halus dan mengandung minyak. BBM merupakan energi sekunder yang dihasilkan dari proses transformasi minyak bumi. Menurut pasal 3 Undang-Undang No.4 tahun 1960, bahan galian minyak dan gas bumi adalah kekayaan nasional yang dikuasai oleh negara, sementara usaha pertambangan dilaksanakan oleh perusahaan negara. Pasal tersebut menjelaskan bahwa pengolahan minyak mentah dan BBM dikuasai sepenuhnya oleh negara yang penguasaannya diwakili oleh pemerintah. Menurut Undang- Undang No.22 tahun 2001 tentang minyak dan gas bumi dinyatakan bahwa migas merupakan kekayaan nasional yang dikuasai oleh negara dan pemerintah yang ditetapkan sebagai pemegang kuasa pertambangan. Menurut naskah RAPBN dan Nota Keuangan setiap tahun, subsidi BBM adalah pembayaran yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia kepada PT. Pertamina (pemegang monopoli pendistribusian BBM di Indonesia) dalam situasi di mana pendapatan yang diperoleh PT. Pertamina dari kewajiban untuk menyediakan BBM di tanah air adalah lebih rendah jika dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan untuk menyediakan BBM tersebut. Subsidi BBM merupakan salah satu cara yang dilakukan pemerintah untuk meringankan beban konsumen, terutama untuk masyarakat menengah ke bawah. Tujuan pemberian subsidi BBM untuk membantu masyarakat menengah ke bawah ternyata kurang tepat sasaran. Pada kenyataannya penikmat terbesar subsidi BBM yang diberikan pemerintah adalah kelompok orang mampu karena pemberian subsidi BBM tidak membeda-bedakan golongan masyarakat. Alasan keadilan terhadap masyarakat miskin dan defisit anggaran membuat pemerintah mulai mengurangi anggaran untuk subsidi BBM dan mengalokasikannya untuk

32 19 subsidi bidang lain (bantuan langsung tunai, beras miskin, kartu sehat, beasiswa, dan lain-lain) Faktor-Faktor yang Memengaruhi Harga Premium Berdasarkan Peraturan Presiden No. 55 tahun 2005 telah diatur bahwa harga ekonomis BBM didasarkan pada Mean of Platts Singapore (MOPS) atau harga rata-rata yang digunakan oleh negara Singapura. Selain itu, ada penambahan biaya distribusi dan margin yang akan diterima PT. Pertamina, yang disebut dengan faktor alpha. Selain kedua faktor tersebut, dalam perhitungan BBM ditambahkan pula pajak. 2.3 Tinjauan Penelitian Terdahulu Subsidi BBM merupakan salah satu yang menarik perhatian masyarakat luas karena berhubungan dengan pengeluaran riil mereka. Subari pada tahun 2008 menganalisis tentang dampak kebijakan penurunan subsidi BBM terhadap indikator makroekonomi. Penelitian ini difokuskan pada indikator-indikator makroekonomi seperti inflasi, kesempatan kerja, pertumbuhan ekonomi, nilai tukar rupiah dan neraca pembayaran. Hasilnya, jika pemerintah menurunkan jumlah subsidi BBM atau menaikkan harga BBM akan berdampak pada terjadinya inflasi (namum tidak terlalu signifikan), terjadinya penurunan pertumbuhan nasional, terjadinya peningkatan pengangguran, menurunnya nilai tukar rupiah relatif terhadap mata uang asing dan terjadinya defisit neraca pembayaran. Pada tahun 1998, terjadi guncangan ekonomi politik di dalam negeri. Hal ini memengaruhi kebijakan pemerintah pada tahun 2000 untuk mengurangi jumlah subsidi BBM. Nikensari dan Trianoso pada tahun 2003 menganalisis dampak penurunan subsidi BBM terhadap perekonomian Indonesia dengan model analisa komputasi keseimbangan umum. Data yang digunakan adalah data yang dibangun pada tahun 2000 dengan menggunakan tahun dasar data tahun Kesimpulan dari penelitian ini adalah pengurangan subsidi BBM oleh pemerintah menyebabkan harga beberapa komoditas meningkat. Tetapi untuk jangka pendek, kenaikan harga BBM masih berdampak positif pada variabel PDB dan variabel ekonomi lainnya, sedangkan untuk jangka panjang apabila kondisi perekonomian

33 20 tidak lebih baik dari kondisi perekonomian pada tahun 1998, maka akan menyebabkan penurunan persentase PDB dan variabel ekonomi lainnya. Subsidi non-bbm memiliki peran yang penting juga dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Patriadi dan Handoko pada tahun 2005 melakukan analisis evaluasi kebijakan subsidi non BBM (subsidi pupuk, beras, suku bunga, kredit, obligasi publik, raskin). Analisis ini menggunakan penghitungan beban fiskal subsidi non-bbm terhadap APBN dan membandingkannya selama beberapa tahun dengan anggaran yang berbeda di Indonesia. Mereka menemukan bahwa beban subsidi non-bbm terhadap APBN ternyata relatif lebih ringan daripada beban subsidi BBM. Meskipun subsidi BBM memiliki porsi yang besar dalam APBN, subsidi non-bbm perlu dipertahankan untuk membantu masyarakat yang memiliki daya beli rendah. Indonesia sebagai salah satu negara yang sedang berkembang, memiliki kebijakan subsidi BBM yang responsif dengan tingkat konsumsi BBM. Granado, Coady dan Gillingham (2010) menganalisis ketidakseimbangan manfaat dari subsidi BBM terutama di negara-negara yang sedang berkembang. Penelitian mereka memasukkan Indonesia sebagai salah satu negara yang mereka observasi. Mereka menganalisis dampak langsungnya berdasarkan data pengeluaran BBM untuk memasak, listrik dan transportasi. Hasilnya, peningkatan harga BBM pada tahun 2003 hingga tahun 2008 memiliki dampak yang signifikan pada tingkat kesejahteraan rumah tangga. Beberapa negara dengan kebijakan harga jual BBM yang cukup tinggi mencerminkan tingkat pendapatan negara tersebut yang cukup tinggi juga. Hal ini membuat subsidi BBM menjadi salah satu instrumen kebijakan yang sangat penting dalam melindungi rumah tangga miskin dalam menghadapi tingginya harga minyak dunia. Transparansi dalam memberikan informasi tentang subsidi BBM kepada publik dapat mendukung reformasi dalam subsidi BBM. 2.4 Kerangka Pemikiran Transportasi merupakan faktor yang penting dalam memengaruhi tingkat produktivitas seseorang. Transportasi berperan penting dalam pencapaian efisiensi seseorang dalam mobilitasnya. Mobilitas seseorang yang didorong untuk semakin

34 21 efisien menyebabkan masyarakat cenderung untuk menggunakan kendaraan mobil pribadi (pada kondisi tertentu). Maraknya kendaraan pribadi dewasa ini menyebabkan melonjaknya penggunaan BBM terutama jenis premium. Keterbatasan produksi minyak dalam negeri dari tahun ke tahun menyebabkan pemerintah melakukan impor minyak mentah dan memberikan subsidi terhadap harga jual BBM jenis premium yang disesuaikan dengan harga dunia dan kemampuan masyarakat dalam negeri. Dengan pembengkakan dana yang harus dikeluarkan oleh pemerintah untuk membayar subsidi BBM jenis premium, pemerintah berencana untuk menaikkan harga jual BBM jenis premium untuk masyarakat dan mengurangi jumlah subsidi. Subsidi diproyeksikan untuk dialihkan kepada subsidi lainnya, seperti pada bidang pendidikan, kesehatan, pupuk, dll. Pertimbangan-pertimbangan yang sedang dipikirkan oleh pemerintah untuk menaikkan harga jual BBM jenis premium menjadi polemik bagi masyarakat karena akan mempengaruhi pengeluaran riil total. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis respon masyarakat jika terjadi kenaikan harga BBM jenis premium terutama bagi pengendara mobil pribadi.

35 22 Subsidi BBM Tingginya Harga Minyak Dunia Pengeluaran Pemerintah Tingginya Konsumsi BBM Crosstabs Kebijakan Kenaikan Harga BBM Faktor-Faktor yang Memengaruhi Respon Logit Setuju Respon Tidak Setuju WTP Subsidi BBM jenis premium merupakan cara pemerintah untuk membantu masyarakat agar dapat mengakses ketersediaan BBM jenis premium dengan lebih mudah. Tingginya harga minyak dunia dewasa ini dan tingkat konsumsi masyarakat akan BBM jenis premium yang juga meningkat menyebabkan peningkatan pengeluaran pemerintah secara agregat. Karena pemerintah mulai merasa terbebani dengan subsidi BBM jenis premium, pemerintah berencana untuk meningkatkan harga jual BBM jenis premium di masyarakat. Penelitian ini menganalisis bagaimana respon masyarakat, terutama pengendara mobil pribadi di Bogor terhadap rencana kenaikan harga BBM jenis premium dan menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi respon asyarakat tersebut. Pada akhirnya, akan diketahui berapa kesediaan membayar masyarakat terhadap satu liter BBM jenis premium.

36 Hipotesis Penelitian a. Jenis kelamin tidak memengaruhi respon masyarakat terhadap kenaikan harga BBM jenis premium. b. Usia seseorang memengaruhi respon masyarakat terhadap rencana kenaikan harga BBM jenis premium. c. Jumlah tanggungan responden berpengaruh negatif terhadap rencana respon masyarakat terhadap kenaikan harga BBM jenis premium. d. Tingkat pendidikan memengaruhi respon masyarakat terhadap rencana kenaikan harga BBM jenis premium e. Tingkat pendapatan responden memengaruhi respon masyarakat rencana terhadap kenaikan harga BBM jenis premium. f. Tingkat pendapatan anggota keluarga lain memengaruhi respon masyarakat rencana terhadap kenaikan harga BBM jenis premium. g. Kesediaan membayar terhadap satu liter BBM jenis premium memengaruhi respon masyarakat terhadap rencana kenaikan harga satu liter BBM jenis premium. h. Perilaku menghemat memengaruhi respon masyarakat terhadap rencana kenaikan harga BBM jenis premium. i. Tingkat konsumsi BBM jenis premium memengaruhi respon masyarakat terhadap rencana kenaikan harga BBM jenis premium. j. CC mobil memengaruhi respon masyarakat terhadap rencana kenaikan harga BBM jenis premium.

37 BAB III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian yang berjudul Analisis Respon Masyarakat terhadap Rencana Kenaikan Harga BBM Jenis Premium (Kasus: Pengendara Mobil Pribadi di Bogor) ini dilakukan selama bulan Maret sampai dengan Juli Dalam jangka waktu tersebut dilakukan pengambilan informasi dan data dari pengguna mobil pribadi yang mengonsumsi BBM jenis premium. Lokasi yang menjadi tempat pengambilan data tersebut adalah di beberapa tempat aksidental di Bogor. 3.2 Sumber dan Jenis Data Penelitian ini menggunakan dua jenis data, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara dan menggunakan kuisioner terhadap minimal 60 responden yang ada. Sementara data sekunder diperoleh dari berbagai sumber, antara lain dari Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral juga dari Badan Pusat Statistik. 3.3 Teknik Pengumpulan Data Teknik yang digunakan untuk memperoleh data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan angket (kuisioner). Menurut Soeratno (1995), angket adalah daftar pertanyaan yang diberikan untuk diisi oleh responden. Tujuan penggunaan angket adalah untuk memperoleh informasi yang relevan dengan penelitian juga untuk memperoleh kesahihan yang cukup tinggi. Pertanyaan dalam angket ini mencakup tentang fakta (data diri responden), sikap dan pendapat, informasi (sejauh mana responden mengethaui sesuatu), dan respon diri (penilaian responden atas perilakunya sendiri). Pemilihan responden dalam penelitian ini adalah dengan memakai metode non-probability sampling. Non-probability sampling merupakan teknik penarikan sampel yang memberikan peluang atau kesempatan yang sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk terpilih menjadi sampel. Metode yang dipilih adalah accidental sampling, yaitu teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan, pada waktu tertentu yang cocok sebagai sumber data.

38 Metode Analisis Analisis Nilai WTP Pengendara Mobil Pribadi terhadap Satu Liter BBM Jenis Premium Tahap-tahap dalam melakukan penelitian untuk menentukan WTP ini meliputi (Hanley dan Spash, 1993): 1. Membangun Pasar Hipotesis Pasa hipotetis dibentuk atas dasar tingginya pengeluaran pemerintah yang dikeluarkan untuk membiayai subsidi BBM jenis premium. Dengan harga jual BBM jenis premium yang relatif rendah, terjadi peningkatan konsumsi BBM jenis premium dan masalah-masalah baru muncul sebagai akibatnya, seperti kemacetan, polusi udara yang makin tinggi, dll. Selanjutnya pasar hipotetis dibentuk dalam skenario sebagai berikut: Jika pemerintah Indonesia memberlakukan harga jual baru terhadap satu liter BBM jenis premium untuk menekan pengeluaran pemerintah dan untuk meningkatkan efektivitas mobilitas dengan mengurangi frekuensi penggunaan mobil pribadi dan meningkatkan frekuensi penggunaan kendaraan umum massal. Pertanyaan yang menyangkut skenario adalah: Setujukah bapak/ibu/saudara/saudari dengan kebijakan rencana kenaikan harga BBM jenis premium? Berapa besarnya biaya yang mampu bapak/ibu/saudara/saudari untuk satu liter BBM jenis premium? 2. WTP i dapat diduga dengan nilai tengah dari kelas atau interval WTP responden ke-i. Berdasarkan jawaban responden dapat diketahui WTP yang benar adalah berada di antara jawaban yang dipilih (batas bawah kelas WTP) dengan WTP berikutnya (batas atas kelas WTP). Perhitungan dari dugaan nilai WTP pengendara mobil pribadi ditentukan dengan rumus: WTP = n i=0 W i, Pf i... (3.1) Di mana: WTP = dugaan WTP (Rp) = batas bawah WTP pada kelas ke-i W i

39 26 Pf i = frekuensi relatif kelas ke-i n = jumlah kelas i = sampel (1,2,3,...,n) Model Regresi Logistik Metode analisis data yang digunakan untuk menentukan faktor-faktor yang memengaruhi persepsi individu adalah logistic regression model. Regresi logistik merupakan analisis yang mengkaji hubungan pengaruh peubah-peubah penjelas (X) terhadap peubah respon (Y) melalui model persamaan matematis tertentu. Analisis regresi logistik merupakan suatu teknik untuk menerangkan peluang kejadian tertentu dari kategori peubah respon (Firdaus, 2008). Model regresi logistik ini dianggap sebagai alat yang tepat untuk menganalisis data dalam penelitian ini karena variabel dependen dalam penelitian ini yaitu respon terhadap kenaikan harga BBM jenis premium yang bersifat dikotomi. Model regresi logistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah model regresi logistik dengan dua pilihan (binnary logistic regression) yaitu regresi logistik dengan dua kategori atau binomial pada variabel dependennya 1 jika setuju terhadap kenaikan harga BBM jenis premium, 0 jika tidak setuju terhadap kenaikan harga BBM jenis premium Kelebihan model regresi logistik adalah lebih fleksibel dibanding teknik lainnya, antara lain (Ghozali, 2006): a. Regresi logistik tidak memiliki asumsi normalitas atas variabel bebas yang digunakan dalam model. Artinya variabel penjelas tidak harus memiliki distribusi normal linier maupun memiliki varian yang sama setiap grup. b. Variabel bebas dalam regresi logistik bisa merupakan campuran dari variabel kontinyu, diskrit dan dikotomis. Regresi logistik digunakan apabila distribusi respon atas variabel terikat diharapkan non linier dengan satu atau lebih variabel bebas Spesifikasi Model Logit untuk Respon terhadap Rencana Kenaikan Harga BBM Jenis Premium Perumusan model secara lengkap dapat dinotasikan dalam persamaan matematis sebagai berikut:

40 27 = Y = β 0 + β 1 JK+ β 2 U + β 3 JT + β 4 P + β 5 I + β 6 IL + β 7 W+ β 8 H+ β 9 KP+ β 10 CC+µi...(3.2) di mana: Y = respon terhadap rencana kenaikan harga BBM jenis premium JK = jenis kelamin U = usia (tahun) JT = jumlah tanggungan responden (orang) P = tingkat pendidikan I = tingkat pendapatan responden (juta rupiah) IL = tingkat pendapatan anggota keluarga lain (juta rupiah) W = kesediaan membayar terhadap satu liter BBM jenis premium (rupiah) H = perilaku menghemat jika terjadi kenaikan harga BBM jenis premium KP = konsumsi BBM jenis premium per bulan ( ratus ribu rupiah) CC = CC mobil β = parameter µ = error terms Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Penelitian Variabel tak bebas yang digunakan dalam penelitian ini adalah respon terhadap rencana kenaikan harga BBM jenis premium (PP), sementara variabel bebas yang digunakan adalah jenis kelamin (JK), usia (U), tingkat pendidikan (P), jumlah tanggungan responden(jt), tingkat pendapatan responden (I), tingkat pendapatan anggota keluarga lain (IL), kesediaan membayar terhadap satu liter BBM jenis premium (W), perilaku menghemat jika terjadi kenaikan harga BBM jenis premium (H), tingkat konsumsi BBM jenis premium per bulan (KP), CC mobil (CC). Variabel-variabel ini didapat dari hasil data primer dengan menggunakan kuisioner. Berikut adalah definisi operasional pada penelitian ini: a. Respon terhadap Rencana Kenaikan Harga BBM Jenis Premium (Y) Variabel ini adalah respon yang dipilih oleh responden tentang kenaikan harga BBM jenis premium. Pengukuran variabel ini menggunakan ukuran nominal, di mana:

41 28 1 = jika responden setuju terhadap kenaikan BBM jenis premium 0 = jika responden tidak setuju terhadap kenaikan BBM jenis premium b. Jenis Kelamin (JK) Variabel ini mencerminkan jenis kelamin responden. Variabel ini terdiri dari dua kategori, yaitu jenis kelamin pria dan jenis kelamin perempuan. Pengukuran variabel ini menggunakan ukuran nomial, di mana: 1 = pria 0 = wanita c. Usia (U) Variabel ini adalah variabel yang mencerminkan usia responden. Variabel ini berupa data metrik dan diukur dengan ukuran rasio dengan satuan tahun. d. Jumlah Tanggungan Responden (JT) Variabel ini mencerminkan jumlah anggota keluarga yang ditanggung oleh responden. Variabel ini diukur dengan menggunakan ukuran rasio dengan satuan orang. e. Tingkat Pendidikan (P) Variabel ini merepresentasikan latar belakang pendidikan responden. Variabel ini berupa variabel politom yang terdiri dari empat kategori. Variabel ini diukur dengan menggunakan ukuran ordinal, di mana: 1 = Sekolah Dasar (SD) 2 = Sekolah Menengah Pertama (SMP) 3 = Sekolah Menengah Atas (SMA) 4 = Perguruan Tinggi (Diploma, S1, S2, S3) f. Tingkat Pendapatan Responden (I) Variabel ini mencerminkan pendapatan yang diterima responden. Variabel ini diukur dengan menggunakan ukuran rasio dengan satuan juta rupiah. g. Tingkat Pendapatan Anggota Keluarga Lain (IL) Variabel ini mencerminkan pendapatan yang diterima oleh anggota keluarga lain dari masing-masing responden. Variabel ini diukur dengan menggunakan ukuran rasio dengan satuan juta rupiah.

42 29 h. Kesediaan Membayar terhadap Satu Liter BBM Jenis Premium (W) Kesediaan Membayar (WTP) yang diberikan oleh responden menggunakan ukuran rasio dengan satuan rupiah. i. Perilaku Menghemat Jika Terjadi Kenaikan Harga BBM Jenis Premium (H) Variabel ini merupakan pilihan yang diberikan kepada konsumen apabila terjadi kenaikan harga BBM jenis premium. Variabel ini menggunakan ukuran ordinal di mana: 1 = menghemat konsumsi BBM jenis premium jika terjadi kenaikan harga 0 = tidak menghemat konsumsi BBM jenis premium jika terjadi kenaikan harga j. Tingkat Konsumsi BBM Jenis Premium per Bulan (KP) Variabel ini mencerminkan jumlah premium yang dikonsumsi oleh responden tiap bulan. Variabel ini diukur dengan menggunakan ukuran rasio dengan satuan ribu rupiah. k. CC Mobil (CC) Variabel ini merupakan CC mobil yang dimiliki oleh responden dan menggunakan ukuran nominal Model Analisis Regresi Linier Berganda Dalam penelitian ini, variabel yang digunakan dalam menganalisis faktorfaktor yang memengaruhi kesediaan membayar pengendara mobil pribadi terhadap satu liter BBM jenis premium adalah jenis kelamin, usia, jumlah tanggungan responden, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan responden, tingkat pendapatan anggota keluarga lain, perilaku menghemat jika terjadi kenaikan harga BBM jenis premium, tingkat konsumsi BBM jenis premium per bulan dan CC mobil. Berikut model persamaannya: Y = β 0 + β 1 JK+ β 2 U + β 3 JT + β 4 P + β 5 I + β 6 IL + β 7 H+ β 8 KP+ β 9 CC+µi...(3.3) di mana: Y = kesediaan membayar terhadap satu liter BBM jenis premium JK = jenis kelamin

43 30 U = usia (tahun) JT = jumlah tanggungan responden (orang) P = tingkat pendidikan I = tingkat pendapatan responden (juta rupiah) IL = tingkat pendapatan anggota keluarga lain (juta rupiah) H = perilaku menghemat jika terjadi kenaikan harga BBM jenis premium KP = konsumsi BBM jenis premium per bulan ( ratus ribu rupiah) CC = CC mobil β = parameter µ = error terms

44 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Responden Lokasi penelitian dilakukan di sekitar Bogor, bagi pemilik dan pengendara mobil pribadi. Lokasi yang aksidental berada di sekitar kampus IPB, Indraprasta (perumahan di Bogor Utara) dan di pusat perbelanjaan (Botani Square) yang berada di Jalan Pajajaran. Karakteristik umum responden ini berdasarkan mobil pribadi yang dimiliki sejak tahun 2000 ke atas. Selain itu, responden dinilai dari berbagai variabel, antara lain: jenis kelamin (JK), usia (U), jumlah tanggungan responden (JT), tingkat pendidikan (P), tingkat pendapatan responden (I), tingkat pendapatan anggota keluarga lain (IL), kesediaan membayar terhadap satu liter BBM jenis premium (W), perilaku menghemat jika terjadi kenaikan harga BBM jenis premium (H), tingkat konsumsi BBM jenis premium per bulan (KP) dan CC mobil (CC). Faktor-faktor yang berhubungan dengan respon pengendara mobil pribadi terhadap rencana kenaikan harga BBM jenis premium dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Fakt or Signifi kan Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Respon Pengendara Mobil Pribadi terhadap Rencana Kenaikan Harga BBM Jenis Premium di Bogor (2012) Df Chi Square Hitung Chi Square Tabel Korelasi Rank Spearman JK 0, ,425 3,841-0,154 Keterangan Tidak berhubungan nyata U 0, ,777 38,885-0,382 Berhubungan nyata JT 0, ,975 12,592-0,434 Berhubungan nyata P 0, ,018 5,991 0,000 Tidak berhubungan nyata I 0, ,634 37,652 0,099 Tidak berhubungan nyata IL 0, ,536 28,869 0,162 Tidak berhubungan nyata W 0, ,662 7,815 0,410 Berhubungan nyata Tidak berhubungan H 0, ,880 5,991 0,048 nyata KP 0, ,218 32,671 0,250 CC 0, ,999 15,507 0,031 Tidak berhubungan nyata Tidak berhubungan nyata

45 Jenis Kelamin Jenis kelamin merupakan faktor pembeda dasar dari responden yang ditemui. Dari 60 responden yang ditemui, terdapat perbedaan rasio jenis kelamin yang telah diolah dalam Gambar 5 65% 35% W P Gambar 5. Karakteristik Responden Berdasarkan Distribusi Jenis Kelamin di Bogor (2012) Dari Gambar 5 dapat dilihat bahwa rasio pria lebih besar dibandingkan dengan rasio wanita. 65 persen responden berjenis kelamin pria dan sisanya sebesar 35 persen berjenis kelamin wanita. Dari hasil di atas dapat disimpulkan bahwa pria cenderung memiliki dan mengendarai mobil pribadi daripada wanita. Tabel 8. Deskripsi Respon Berdasarkan Jenis Kelamin di Bogor (2012) Jenis Kelamin Setuju Respon (Jumlah) Tidak Setuju Rasio Setuju/Tidak Setuju Pria ,69 Wanita ,33 Dari Tabel 8 dapat dilihat bahwa ada variasi respon antara pria dan wanita. Rasio respon wanita untuk setuju terhadap rencana kenaikan harga BBM jenis premium adalah dua kali lebih besar dibandingkan rasio respon pria untuk setuju terhadap rencana kenaikan harga BBM jenis premium. Sebanyak 14 pria setuju jika terjadi kenaikan harga BBM jenis premium, sementara 25 pria lainnya tidak setuju. Lalu, sebanyak 11 wanita setuju jika terjadi kenaikan harga BBM jenis premium, sementara 10 wanita lainnya tidak setuju. Pengujian dua variabel dilakukan untuk melihat apakah terdapat pengaruh atau terdapat hubungan nyata antara faktor pribadi dengan respon masyarakat terhadap rencana kenaikan harga BBM jenis premium (Tabel 7).

46 33 Hubungan antara jenis kelamin dengan respon yang diperoleh dari Chi Square Test menyatakan bahwa tidak adanya hubungan antara jenis kelamin dengan respon pengendara mobil pribadi terhadap rencana kenaikan harga BBM jenis premium. Hal ini ditunjukkan oleh nilai Asymp. Sig (2-sided) Pearson Chi Square adalah 0,233 yang nilainya lebih besar daripada alpha (α=0,05) dan nilai Chi Square hitung sebesar 1,425 (df=1) atau lebih kecil dari Chi-Square tabel sebesar 3,841. Nilai tersebut menyatakan bahwa keputusan pengujian variabel tersebut adalah jenis kelamin tidak berhubungan terhadap respon pengendara mobil pribadi pada tingkat kepercayaan 95 persen. Dengan kata lain jenis kelamin seseorang tidak memiliki hubungan nyata terhadap respon, hal ini mungkin terjadi karena pengendara mobil pribadi dengan jenis kelamin apapun tetap peduli dengan rencana kenaikan harga BBM jenis premium dan respon mereka tidak dibatasi oleh jenis kelamin Usia Tingkat umur responden cukup bervariasi, mulai dari 20 tahun ke bawah sampai dengan di atas 50 tahun. Distribusi tingkat umur responden tersebut dapat dilihat pada Gambar 6. 2% 15% 20 35% % >50 15% Gambar 6. Karakteristik Responden Berdasarkan Distribusi Usia (Tahun) di Bogor (2012) Dari Gambar 6 terlihat bahwa responden terbanyak berada pada rentang umur tahun yaitu sejumlah 21 orang atau 35 persen dari keseluruhan responden, dan pada rentang umur tahun sebanyak 20 orang atau 33 persen dari keseluruhan responden. Responden yang berada pada rentang umur tahun berjumlah sembilan orang dengan persentasi 15 persen dari keseluruhan responden, responden yang berusia lebih dari 50 tahun juga memiliki persentasi

47 34 sebesar 15 persen atau sembilan orang. Responden yang berusia kurang dari 20 tahun yaitu satu orang atau dua persen dari keseluruhan responden. Kesimpulan dari data di atas adalah pengendara mobil pribadi pada usia dewasa (di atas 20 tahun) hingga usia 50 tahun merupakan mayoritas pemilik dan pengguna mobil pribadi. Tabel 9. Deskripsi Respon Berdasarkan Usia di Bogor (2012) Usia Respon (Jumlah) Setuju Tidak Setuju Rasio Setuju/Tidak Setuju , , ,67 > ,29 Dari Tabel 9 dapat dilihat bahwa responden pada rentang usia antara 20 tahun hingga 30 tahun memiliki nilai rasio (setuju/tidak setuju terhadap rencana kenaikan harga BBM jenis premium) yang paling besar. Pada rentang usia tahun nilai rasionya paling kecil, berarti pada rentang usia ini responden paling tidak setuju terhadap rencana kenaikan harga BBM jenis premium. Berdasarkan uji statistik dengan menggunakan alat analisis Chi Square Test pada Tabel 7, terlihat bahwa ada hubungan yang signifikan antara respon pengendara mobil pribadi dengan usia mereka. Chi Square Test yang dilakukan menghasilkan nilai signifikan 0,041 lebih kecil dari alpha (α=0,05) dan nilai Chi Square hitung sebesar 39,777 (df=26) lebih besar dari nilai Chi Square tabel sebesar 38,885. Nilai korelasi Rank Spearman yang diperoleh adalah -0,382 yang lebih besar daripada alpha (α=0,05). Artinya, variabel usia memiliki hubungan dengan respon pengendara mobil pribadi terhadap rencana kenaikan harga BBM jenis premium, tetapi tidak ada pengaruh di antara keduanya Jumlah Tanggungan Responden Jumlah tanggungan responden merupakan jumlah anak yang dimiliki oleh responden. Dari Tabel 10 dapat dilihat bahwa sebesar 30 persen dari total responden tidak memiliki anak atau sebanyak 18 responden dari total 60 responden. Responden lainnya dapat dijelaskan sebagai berikut: responden yang memiliki

48 35 dua anak berjumlah 12 responden atau 20 persen dari keseluruhan responden, responden yang memiliki tiga anak berjumlah 11 responden dengan persentasi 18 persen dari keseluruhan responden. Responden yang memiliki satu anak berjumlah delapan responden atau 13 persen dari keseluruhan responden. Lalu responden yang memiliki empat anak berjumlah enam responden atau 10 persen dari keseluruhan responden. Responden yang memiliki lima anak berjumlah empat responden atau dengan persentasi sebesar tujuh persen dari keseluruhan responden. Terakhir, responden yang memiliki enam anak berjumlah satu responden dengan persentasi dua persen dari total keseluruhan responden. Tabel 10. Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah Tanggungan di Bogor (2012) Jumlah Tanggungan (Orang) Frekuensi Rasio (%) Respon dari responden terhadap rasio setuju atau tidak setuju terhadap kenaikan harga BBM memiliki nilai yang berbeda-beda. Tetapi dapat dilihat pada Tabel 11, untuk responden yang memiliki jumlah tanggungan sebanyak satu orang memiliki nilai rasio sebesar nol yang berarti responden yang memiliki jumlah tanggungan sebanyak satu orang tidak setuju terhadap kenaikan harga BBM jenis premium. Hal tersebut juga terjadi untuk responden yang memiliki jumlah tanggungan sebanyak enam orang.

49 36 Tabel 11. Deskripsi Respon Berdasarkan Jumlah Tanggungan di Bogor (2012) Jumlah Tanggungan (Orang) Respon Setuju Tidak Setuju Rasio Setuju/Tidak Setuju , , , , , ,00 Terlihat pada Tabel 7, responden yang berada di Bogor memiliki nilai Chi- Square hitung 33,975 yang lebih besar dari nilai Chi-Square tabel 12,592 dengan df=6. Signifikansi dari uji ini adalah 0,000 yang lebih kecil dari alpha (α=0,05). Dengan demikian, jumlah tanggungan yang dimiliki responden berhubungan nyata dengan respon pengendara mobil pribadi terhadap rencana kenaikan harga BBM jenis premium pada tingkat kepercayaan 95 persen. Koefisien korelasi Rank Spearman menunjukkan nilai -0,434 lebih besar dari alpha(α=0,05) sehingga ada hubungan antara jumlah tanggungan responden dengan respon pengendara mobil pribadi terhadap rencana kenaikan harga BBM jenis premium, akan tetapi tidak ada pengaruh antara keduanya Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan masing-masing responden bervariasi. Sebaran tingkat pendidikan masing-masing responden dapat dilihat pada Gambar 7 di bawah ini. 3% 0% SD 57% 40% SMP SMA PT Gambar 7. Karakteristik Responden Berdasarkan Distribusi Tingkat Pendidikan di Bogor (2012)

50 37 Berdasarkan Gambar 7 dapat dilihat bahwa mayoritas responden umumnya merupakan lulusan perguruan tinggi. Sebanyak 57 persen responden atau sebanyak 34 responden dari total keseluruhan responden merupakan lulusan dari perguruan tinggi. Responden yang memiliki pendidikan terakhir SMA atau sederajat sejumlah 24 orang atau sebesar 40 persen dari keseluruhan responden. Sedangkan responden dengan tingkat pendidikan SD sejumlah dua responden atau tiga persen dari total responden. Kesimpulan dari data di atas adalah, semakin tinggi pendidikan seseorang maka kecenderungan mereka untuk memiliki dan menggunakan mobil pribadi menjadi semakin besar pula. Dari Tabel 12 dapat dilihat bahwa mayoritas dari responden adalah lulusan perguruan tinggi. Sebanyak dua orang yang pendidikan terakhirnya SD, tidak setuju terhadap kenaikan harga BBM jenis premium. Sebanyak 15 orang lulusan SMA setuju terhadap kenaikan harga BBM jenis premium, sementara 11 orang lainnya tidak setuju. Lalu sebanyak 10 orang lulusan perguruan tinggi setuju terhadap kenaikan harga BBM jenis premium, sementara 22 orang lainnya tidak. Tabel 12. Deskripsi Respon Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Bogor (2012) Tingkat Pendidikan Respon (Jumlah) Setuju Tidak Setuju Rasio Setuju/Tidak Setuju SD 1 1 1,00 SMA ,85 PT ,89 Sebagian besar responden telah menyadari pentingnya manfaat dari BBM jenis premium sehingga mereka peduli terhadap rencana tentang kenaikan BBM jenis premium. Berdasarkan uji dua variabel (respon dengan tingkat pendidikan) pada Tabel 7, terlihat bahwa nilai Chi-Square hitung sebesar 0,018 (df=2) lebih kecil dari Chi-Square tabel sebesar 5,991 dan memiliki signifikansi sebesar 0,991 yang lebih besar dari nilai selang kepercayaan sebesar 95 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa tidak terdapat hubungan yang nyata antara respon pengendara mobil pribadi dengan tingkat pendidikan Tingkat Pendapatan Responden Tingkat pendapatan responden bervariasi mulai dari kurang dari Rp hingga lebih dari Rp Hal ini dikarenakan karena ada yang

51 38 masih merupakan mahasiswa dan ada yang berwirausaha. Variasi tingkat pendapatan responden dapat dilihat pada Gambar 8. 22% 38% 40% 1jt-5jt 5,1jt-10jt >10jt Gambar 8. Karakteristik Responden Berdasarkan Distribusi Tingkat Pendapatan (Rupiah) di Bogor (2012) Responden yang memiliki pendapatan masing-masing (per bulan) sebesar kurang dari Rp hingga Rp berjumlah 24 responden dan memiliki persentasi terbesar yakni 40 persen dari keseluruhan responden. Lalu responden yang memiliki pendapatan dengan rentang antara Rp Rp berjumlah 23 responden atau 38 persen dari keseluruhan responden. Terakhir, responden yang memiliki pendapatan lebih dari Rp berjumlah 13 responden atau 22 persen dari keseluruhan responden. Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa walaupun pendapatan mereka termasuk rendah dari kategori di atas, tapi itu tidak menjadi alasan untuk tidak menggunakan mobil pribadi. Berarti, menggunakan kendaraan pribadi merupakan salah satu kebutuhan (dengan jenis dan merk mobil yang berbeda-beda). Tabel 13. Deskripsi Respon Berdasarkan Tingkat Pendapatan di Bogor (2012) Tingkat Pendapatan Respon Setuju Tidak Setuju Rasio Setuju/Tidak Setuju 1juta-5juta ,1juta-10juta >10juta Pengendara mobil pribadi dengan tingkat pendapatan lebih dari Rp memiliki rasio respon setuju/tidak setuju terhadap kenaikan harga BBM jenis premium yang paling besar, yakni 1,60. Berarti pengendara mobil

52 39 pribadi dengan tingkat pendapatan yang lebih dari Rp cenderung setuju terhadap kenaikan harga BBM jenis premium. Berdasarkan uji statistik dengan menggunakan analisis Chi Square Test pada Tabel 7, terlihat bahwa pada pendapatan berapapun, responden memiliki respon masing-masing terhadap kenaikan harga BBM jenis premium. Chi Square Test yang dilakukan menghasilkan nilai Chi-Square hitung sebesar 37,634 (df=25) yang lebih kecil dari nilai Chi-Square tabel sebesar 37,652. Uji ini juga menghasilkan nilai signifikansi sebesar 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara tingkat pendapatan responden dengan respon pengendara mobil pribadi terhadap kenaikan harga BBM jenis premium pada tingkat kepercayaan 95 persen Tingkat Pendapatan Anggota Keluarga Lain Besarnya pendapatan anggota keluarga lain memengaruhi besarnya jumlah pendapatan keluarga secara total. Dari Gambar 9 dapat dilihat bahwa mayoritas anggota keluarga lain memiliki pendapatan total (per bulan) sebesar Rp hingga Rp dengan persentasi sebesar 62 persen atau 37 responden dari keseluruhan responden. 25% 13% 62% 0-5jt 5,1jt-10jt >10jt Gambar 9. Karakteristik Responden Berdasarkan Distribusi Tingkat Pendapatan Anggota Keluarga Lain (Rupiah) di Bogor (2012) Lalu sebanyak 15 responden atau 25 persen dari keseluruhan responden memiliki pendapatan anggota keluarga lain total (per bulan) sebesar Rp hingga Rp Selanjutnya, 13 persen atau sebanyak delapan responden mengatakan bahwa pendapatan anggota keluarga lainnya sebesar lebih dari Rp

53 40 Tabel 14. Deskripsi Respon Berdasarkan Tingkat Pendapatan Anggota Keluarga Lain di Bogor (2012) Tingkat Pendapatan Anggota Keluarga Lain Respon Rasio Setuju/Tidak Setuju Setuj u Tidak Setuju 0-5juta ,37 5,1juta-10juta ,60 >10juta 7 1 7,00 Responden dengan tingkat pendapatan anggota keluarga lain di atas Rp memiliki nilai rasio setuju/tidak setuju yang paling besar dengan nilai 7,00. Hal ini membuktikan bahwa seseorang yang anggota keluarga lainnya memiliki pendapatan lebih dari Rp cenderung setuju terhadap kenaikan harga BBM jenis premium. Berdasarkan hasil wawancara maupun dengan menggunakan penyebaran kuisioner, sebagian besar responden memiliki anggota keluarga lainnya yang memiliki pendapatannya sendiri. Selain itu, secara statistik melalui alat analisis Chi Square Test pada Tabel 7, diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,054 yang lebih besar dari taraf nyata 0,05. Dengan derajat bebas sebesar 18, diperoleh nilai Chi-Square hitung sebesar 28,536 yang lebih kecil dari nilai Chi-Square tabel sebesar 28,869. Artinya, tidak ada hubungan nyata antara tingkat pendapatan anggota keluarga lain dengan respon pengendara mobil pribadi terhadap rencana kenaikan harga BBM jenis premium pada tingkat kepercayaan 95 persen Kesediaan Membayar terhadap Satu Liter BBM Jenis Premium Variabel ini merupakan variabel independen kesediaan membayar responden terhadap satu liter BBM jenis premium jika terjadi kenaikan harga BBM jenis premium menurut persepsi mereka masing-masing. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 15 berikut ini. Tabel 15. Karakteristik Responden Berdasarkan Kesediaan Membayar terhadap Satu Liter BBM Jenis Premium di Bogor (2012) Kesediaan Membayar (Rupiah) Frekuensi Rasio (%) Dari hasil pada Tabel 15 dapat dilihat bahwa mayoritas responden, yakni 31 responden atau 52 persen dari keseluruhan responden menyatakan bersedia

54 41 membayar Rp untuk satu liter BBM jenis premium jika harus terjadi kenaikan harga. Lalu sebanyak 22 responden atau 37 persen dari keseluruhan responden menyatakan bersedia membayar Rp untuk satu liter BBM jenis premium. Sebanyak tujuh responden atau 12 persen responden menyatakan bersedia membayar sebesar Rp untuk satu liter BBM jenis premium. Hal ini menunjukkan bahwa kesediaan pengendara mobil pribadi untuk membayar jika terjadi kenaikan harga adalah sebesar harga yang tidak terlalu jauh dari harga jual BBM jenis premium pada masa sekarang. Dari deskripsi pada Tabel 16 dapat dilihat bahwa lebih dari 31 orang memilih Rp sebagai kesediaan membayar mereka terhadap satu liter BBM jenis premium. Sebanyak delapan orang dengan kesediaan membayar terhadap satu liter BBM jenis premium sebesar Rp setuju terhadap kenaikan harga BBM jenis premium, sementara 23 lainnya tidak setuju. Lalu sebanyak lima orang dengan kesediaan membayar terhadap satu liter BBM jenis premium sebesar Rp setuju dengan kenaikan harga BBM jenis premium, sementara tiga lainnya tidak setuju. Lalu, sebanyak 15 orang dengan kesediaan membayar Rp setuju dengan kenaikan harga BBM jenis premium, sementara tujuh lainnya tidak setuju. Tabel 16. Deskripsi Respon Berdasarkan Kesediaan Membayar di Bogor (2012) Respon Rasio Kesediaan Membayar (Rupiah) Setuju/Tidak Setuju Tidak Setuju Setuju , , ,14 Umumnya, kesediaan membayar pengendara mobil pribadi berada pada tingkat terendah dari pilihan yang ditawarkan. Hal ini dibuktikan oleh jawaban responden yang memilih Rp sebagai kesediaan membayar mereka terhadap satu liter BBM jenis premium. Chi SquareTest pada Tabel 7 memperlihatkan Asymp. Sig. (2-sided) sebesar 0,009 (lebih kecil dari selang kepercayaan 95 persen) yang menyatakan bahwa kesediaan membayar masyarakat berhubungan dengan respon pengendara mobil pribadi terhadap rencana kenaikan harga BBM

55 42 jenis premium. Dapat dilihat juga pada nilai Chi-Square hitung yang diperoleh sebesat 11,662 pada derajat bebas 3 yang lebih besar dari Chi-Square tabel yang bernilai 7,815. Hal ini menunjukkan bahwa respon dan kesediaan membayar memiliki hubungan yang nyata. Koefisien korelasi Rank Spearman menunjukkan nilai 7,815 yang lebih besar dari alpha (α=0,05) sehingga tidak ada pengaruh antara keduanya Perilaku Menghemat jika Terjadi Kenaikan Harga BBM Jenis Premium Perilaku menghemat yang dimaksud adalah apakah responden akan menghemat konsumsi BBM jenis premium jika terjadi kenaikan harga BBM jenis premium. Hasilnya dapat dilihat pada Gambar % 88% Hemat Tidak Hemat Gambar 10. Karakteristik Responden Berdasarkan Distribusi Perilaku Menghemat Jika Terjadi Kenaikan Harga BBM Jenis Premium di Bogor (2012) Pada dasarnya, rencana untuk menaikkan harga BBM jenis premium dilakukan oleh pemerintah untuk menekan pengeluaran negara akibat tingginya konsumsi premium oleh masyarakat di Indonesia. Dari hasil kuisioner, ternyata 88 persen responden atau sebanyak 53 responden dari keseluruhan responden menyatakan bahwa tidak akan menghemat konsumsi BBM jenis premium jika terjadi kenaikan harga. Sementara hanya tujuh responden atau 12 persen dari keseluruhan responden yang menyatakan akan menghemat konsumsi BBM jenis premium jika terjadi kenaikan harga. Hal ini berarti tingkat mobilitas responden yang menggunakan mobil pribadi cukup tinggi dan ada keengganan dari mereka untuk menggunakan kendaraan umum.

56 43 Tabel 17. Deskripsi Respon Berdasarkan Perilaku Menghemat di Bogor (2012) Perilaku Menghemat Respon (Jumlah) Setuju Tidak Setuju Rasio Setuju/Tidak Setuju Hemat 4 3 1,33 Tidak Hemat ,83 Responden yang akan menghemat jika terjadi kenaikan harga BBM jenis premium memiliki nilai rasio respon yang lebih tinggi dibandingkan dengan rasio respon dari responden yang tidak akan menghemat jika terjadi kenaikan harga BBM jenis premium. Mayoritas dari responden yang mewakili pengendara mobil pribadi memilih akan tetap mengonsumsi BBM jenis premium tanpa melakukan penghematan jika terjadi kenaikan harga BBM jenis premium tersebut. Hal ini disebabkan oleh tingkat mobilitas mereka yang rutin. Mereka lebih cenderung untuk bekerja lebih keras atau melakukan penghematan dalam konsumsi barang lainnya. Hasil Chi Square Test pada Tabel 7 menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,391 yang lebih besar dari alpha (α=0,05). Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan nyata antara respon pengendara mobil pribadi terhadap rencana kenaikan harga BBM jenis premium dengan perilaku menghemat yang akan dilakukan masyarakat. Nilai Chi-Square hitung sebesar 1,880 yang lebih kecil dari nilai Chi-Square tabel sebesar 5,991 dengan derajat bebas dua. Kesimpulan dari uji ini adalah tidak ada hubungan yang nyata antara respon pengendara mobil pribadi dengan perilaku menghemat Tingkat Konsumsi BBM Jenis Premium per Bulan Mayoritas responden memiliki jumlah konsumsi BBM jenis premium kurang dari Rp per bulan. Sebanyak 47 responden atau 78 persen dari keseluruhan responden mengonsumsi BBM jenis premium untuk mobilitasnya dengan jumlah kurang dari Rp per bulan. Sementara itu, 20 persen responden atau sebanyak 12 responden mengonsumsi BBM jenis premium sebesar Rp Rp dan sisanya sebesar dua persen atau satu responden mengonsumsi BBM jenis premium per bulan lebih dari Rp

57 44 2% 20% 78% 1jt 1,1jt-2jt 2,1-3jt Gambar 11. Karakteristik Responden Berdasarkan Distribusi Konsumsi BBM Jenis Premium Per Bulan (Rupiah) di Bogor (2012) Tingginya konsumsi BBM jenis premium ditentukan oleh tingkat mobilitas pengendara mobil pribadi masing-masing. Jika tingkat konsumsi BBM jenis premium tinggi, maka kecenderungan mereka adalah menolak rencana kenaikan harga BBM jenis premium. Kenaikan harga BBM jenis premium ini akan meningkatkan tingkat pengeluaran mereka secara signifikan dan mengurangi utilitas total mereka jika pendapatan mereka tetap. Dapat dilihat pada Tabel 18, responden dengan tingkat konsumsi BBM jenis premium per bulan sebesar Rp hingga Rp memiliki rasio respon yang paling besar dengan nilai satu. Berarti, respon yang diberikan pengendara mobil pribadi terhadap kenaikan harga BBM jenis premium yang imbang. Tabel 18. Deskripsi Respon Berdasarkan Tingkat Konsumsi BBM Jenis Premium per Bulan di Bogor (2012) Tingkat Konsumsi Premium per Bulan Respon Rasio Setuju/Tidak Setuju Setuj u Tidak Setuju 1juta ,81 1,1juta-2juta 6 6 1,00 2,1juta-3juta Dapat dilihat dari nilai Chi-Square hitung yang diperoleh pada Tabel 7 sebesar 26,218 yang lebih kecil dari nilai Chi-Square tabel sebesar 32,671 pada derajat bebas 21. Nilai signifikansi yang didapat sebesar 0,198 yang lebih besar dari alpha (α=0,05).berarti tidak ada hubungan antara tingkat konsumsi BBM jenis premium per bulan dengan respon pengendara mobil pribadi terhadap rencana kenaikan harga BBM jenis premium.

58 CC Mobil Mobil pribadi yang dimiliki oleh reponden bervariasi jenis dan merknya. Dengan demikian, CC mobil pun juga berbeda. Berikut sebaran dari CC mobil yang dimiliki oleh responden. 2% 10% 7% 5% 3% 8% 797cc 1000cc 1100cc 1300cc 23% 1400cc 35% 1500cc 1600cc 7% 1800cc Gambar 12. Karakteristik Responden Berdasarkan Distribusi CC Mobil di Bogor (2012) CC mobil yang bervariasi sesuai dengan merk dan tipe mobil yang mereka miliki. Dari hasil wawancara dan angket yang telah dikumpulkan, diperoleh hasil sebaran yang ditunjukkan pada Gambar 12. Sebaran CC mobil tersebut memiliki nilai CC yang paling tinggi sebesar 2000 CC. Hal ini menunjukkan bahwa mobil yang ada merupakan mobil-mobil dengan CC rendah dan menengah. Tabel 19. Deskripsi Respon Berdasarkan CC Mobil di Bogor (2012) CC Mobil Setuju Respon Tidak Setuju Rasio Setuju/Tidak Setuju , ,91 > ,83 Dari klasifikasi CC mobil pada Tabel 19, terlihat bahwa rasio respon tertinggi adalah rasio respon pengendara mobil pribadi dengan CC mobil antara 1100 CC hingga 1500 CC. Sementara responden yang memiliki mobil ber-cc di bawah atau sama dengan 1000 CC memilik rasio paling rendah, yakni 0,67. Seperti yang dapat dilihat pada Tabel 7, nilai Chi-Square hitung yang diperoleh untuk variabel CC mobil adalah 3,999 yang lebih kecil dari nilai Chi- Square tabel sebesar 15,507 pada derajat bebas 8. Nilai signifikansi yang didapat

59 46 sebesar 0,857 yang lebih besar dari alpha sebesar 0,05.Berarti tidak ada hubungan antara CC mobil dengan respon pengendara mobil pribadi terhadap rencana kenaikan harga BBM jenis premium. 4.2 WTP terhadap Satu Liter BBM Jenis Premium Willingness to pay yang tercermin dari tabel di bawah ini merupakan kesediaan membayar responden terhadap satu liter BBM jenis premium yang didasarkan pada respon pengendara mobil pribadi sebagai pengguna BBM jenis premium terhadap tarif atas jasa pelayanan dan kebutuhan mereka terhadap BBM jenis premium. Dari data yang dikumpulkan terhadap 60 responden, diperoleh hasil sebagai berikut: Tabel 20. Willingness to Pay Pengendara Mobil Pribadi terhadap Satu Liter BBM Jenis Premium di Bogor (2012) Kelas WTP (Rp/Liter) Frekuensi P fi Nilai WTP (Rp) , , , Total 60 1, Pada umumnya, responden cenderung untuk tidak setuju terhadap kenaikan harga BBM jenis premium. Tetapi ketika ditanyakan kesediaan membayarnya jika harus terjadi kenaikan harga, jawaban mereka berbeda-beda. Dari hasil olahan menggunakan konsep WTP, diperoleh nilai WTP (kesediaan membayar) sebesar Rp Hal ini menggambarkan bahwa secara umum kesediaan membayar responden terhadap satu liter BBM jenis premium lebih besar daripada harga satu liter BBM jenis premium yang berlaku pada saat sekarang. Jadi secara umum dapat disimpulkan bahwa kenaikan harga BBM jenis premium yang menjadi wacana dapat direalisasikan karena harga jual saat ini masih berada di bawah kesediaan membayar responden.

60 47 P (Rp) Q (responden) Gambar 13. Kurva Permintaan Kesediaan Membayar terhadap Satu Liter BBM Jenis Premium Dari Gambar 13 dapat dilihat bahwa Rp 5.000, harga terendah dari rencana harga BBM yang akan dinaikkan, memiliki jumlah responden yang paling banyak. Sebanyak 31 orang memilih Rp sebagai harga jual yang sesuai untuk satu liter BBM jenis premium. Sebanyak 22 orang memilih Rp untuk satu liter BBM jenis premium dan tujuh orang memilih Rp untuk satu liter BBM jenis premium. Lalu ada satu orang yang memilih Rp sebagai kesediaannya untuk satu liter BBM jenis premium. Menurut teori, permintaan untuk Rp terhadap satu liter BBM jenis premium seharusnya lebih tinggi daripada Rp Hal ini dapat terjadi karena ada perbedaan tingkat pendapatan, jumlah tanggungan dan tingkat konsumsi BBM jenis premium per bulan. Seseorang dengan tingkat pendapatan yang lebih tinggi, jumlah tanggungan yang lebih sedikit dan tingkat konsumsi BBM jenis premium memiliki kecenderungan untuk memilih Rp sebagai kesediaan membayar terhadap satu liter BBM jenis premium. Dari hasil olahan ini dapat disimpulkan bahwa masyarakat tidak menolak jika terjadi kenaikan harga BBM jenis premium, tetapi harus diiringi dengan peningkatan tingkat pendapatan mereka.

61 48 Tabel 21. Hasil Estimasi Variabel Dependen Kesediaan Membayar Variabel Koefisien Std. Error t-hitung Probabilitas IL 0,014 0,006 2,284 0,027 KP 0,024 0,017 1,437 0,157 JT -0,073 0,056-1,299 0,200 JK 0,145 0,146 0,995 0,324 C 4,932 0,449 10,981 0,000 R-Squared 0,224 F-Stat 1,602 Adj R-Squared 0,084 Prob (F-stat) 0,140 Durbin Watson Stat 1,470 Dengan menggunakan metode OLS diperoleh bahwa tingkat pendapatan anggota keluarga lain (IL) memengaruhi kesediaan membayar responden terhadap satu liter BBM jenis premium. Tingkat pendapatan anggota keluarga lain memengaruhi tingkat pendapatan rumah tangga secara total, sehingga semakin tinggi tingkat pendapatan rumah tangga maka kesediaan membayarnya terhadap satu liter BBM jenis premium juga meningkat. Tingkat konsumsi premium per bulan (KP) juga memengaruhi kesediaan membayar responden terhadap satu liter BBM jenis premium. Jika seseorang memiliki tingkat konsumsi BBM jenis premium yang cukup tinggi, maka kesediaan membayarnya terhadap satu liter BBM jenis premium juga meningkat. Hal ini dapat terjadi karena tingkat konsumsi BBM jenis premium yang tinggi mencerminkan tingginya mobilitas seseorang dan memengaruhi produktivitasnya, sehingga kesediaan membayarnya terhadap satu liter BBM jenis premium menjadi tinggi. BBM jenis premium merupakan komoditas yang penting dalam kehidupannya. 4.3 Hasil Uji Regresi Logistik Respon Masyarakat terhadap Rencana Kenaikan Harga BBM Jenis Premium Uji regresi logistik yang dilakukan adalah uji binomial dengan dua kategori variabel dependen, yakni setuju terhadap kenaikan harga BBM jenis premium dan tidak setuju terhadap kenaikan harga BBM jenis premium. Uji yang dilakukan berdasarkan data yang diperoleh dari hasil kuisioner yang dilakukan dan menggunakan software SPSS 16.0.

62 49 Dari hasil olahan yang dilakukan, diperoleh hasil sebagai berikut: Tabel 22. Faktor-Faktor Pembeda Respon Pengendara Mobil Pribadi terhadap Rencana Kenaikan Harga BBM Jenis Premium di Bogor (2012) Variabel B P-value Odd Ratio Jenis Kelamin -1,508 0,134 0,221 Usia -0,061 0,237 0,941 Jumlah Tanggungan Responden -0,909 0,051 0,403 Tingkat Pendidikan -0,459 0,500 0,632 Tingkat Pendapatan Responden 0,231 0,099 1,260 Tingkat Pendapatan Anggota Keluarga Lain -0,043 0,208 0,958 Kesediaan Membayar 2,482 0,011 11,963 Perilaku Menghemat 0,579 0,623 1,784 Tingkat Konsumsi BBM Jenis Premium per Bulan 0,197 0,049 1,218 CC Mobil 0,001 0,654 1,001 Konstanta -11,247 0,034 0,000 Model regresi logistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah model regresi logistik dengan dua pilihan (Binnary Logistic Regression) yaitu regresi logistik dengan dua kategori atau binomial pada variabel dependennya (1 = jika setuju terhadap kenaikan harga BBM jenis premium, 0 = jika tidak setuju terhadap kenaikan harga BBM jenis premium). Dari Tabel 22 dapat dilihat ada empat variabel yang memengaruhi respon responden untuk setuju terhadap kenaikan harga BBM jenis premium. Penjelasan untuk masing-masing variabel (yang memengaruhi respon maupun tidak) adalah sebagai berikut: Jenis kelamin Pada dasarnya, seharusnya tidak ada batasan atau kecenderungan seseorang untuk mengendarai mobil pribadi dan merespon rencana kenaikan harga BBM jenis premium. Setelah diuji dengan menggunakan regresi logit, variabel jenis kelamin tidak nyata pada tingkat kepercayaan sebesar 95 persen karena memiliki p-value sebesar 0,134. Berarti jenis kelamin tidak memengaruhi respon pengendara mobil pribadi terhadap kenaikan harga BBM jenis premium Usia Di Indonesia, seseorang secara legal boleh mengendarai mobil pribadi jika telah berumur 17 tahun ke atas. Peraturan ini didasarkan pada pemikiran bahwa

63 50 pada usia 17 tahun, seseorang telah dianggap dewasa dan mampu mengendarai mobil dengan bijaksana. Dengan melakukan regresi logit yang menganalisis faktor-faktor pembeda respon pengendara mobil pribadi terhadap rencana kenaikan harga BBM jenis premium, diperoleh bahwa variabel usia tidak nyata pada tingkat kepercayaan sebesar 95 persen karena memiliki p-value sebesar 0,237. Berarti usia tidak memengaruhi respon pengendara mobil pribadi terhadap kenaikan harga BBM jenis premium Jumlah Tanggungan Responden Jika pemilik/pengendara mobil pribadi menggunakan mobilnya untuk memfasilitasi mobilitas anggota keluarganya, maka semakin banyak jumlah tanggungan yang dimiliki akan memengaruhi respon mereka terhadap rencana kenaikan harga BBM jenis pribadi. Dari hasil regresi logit diperoleh bahwa variabel jumlah tanggunan nyata pada tingkat kepercayaan sebesar 90 persen karena memiliki p-value sebesar 0,051. Variabel ini memiliki nilai koefisien - 0,909. Artinya, yang lebih berpeluang untuk setuju terhadap kenaikan harga BBM jenis premium adalah responden dengan jumlah tanggungan yang lebih sedikit. Variabel jumlah tanggungan ini memiliki nilai odd ratio 0,403. Artinya, seseorang yang memiliki jumlah tanggungan satu orang lebih banyak memiliki peluang untuk setuju terhadap kenaikan harga BBM jenis premium 0,403 kalinya dibandingkan dengan peluangnya untuk tidak setuju. Seseorang yang memiliki jumlah tanggungan yang lebih banyak cenderung tidak setuju terhadap kenaikan harga BBM jenis premium Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan seseorang bukan hanya memengaruhi pekerjaan yang mereka miliki, tetapi juga pola pikir mereka dalam merespon rencana kenaikan harga BBM jenis premium. Seharusnya dengan semakin tingginya tingkat pendidikan seseorang, ia dapat lebih bijaksana dan memikirkan lebih lanjut tentang kebijakan kenaikan harga BBM jenis premium yang sedang dicanangkan oleh pemerintah. Dengan menggunakan regresi logit, diperoleh bahwa variabel ini tidak nyata pada selang kepercayaan sebesar 95 persen karena memiliki p-value sebesar 0,500. Berarti tingkat pendidikan responden tidak memengaruhi respon pengendara mobil pribadi terhadap rencana kenaikan harga BBM jenis premium.

64 Tingkat Pendapatan Responden Semakin tinggi tingkat pendapatan seseorang, kecenderungan untuk melakukan mobilisasi pun juga meningkat. Jika mobilitas mereka meningkat, pengeluaran untuk membeli BBM jenis premium pun ikut meningkat. Variasi tingkat pendapatan responden dan respon mereka terhadap rencana kenaikan harga BBM jenis premium diuji dengan regresi logit. Dari regresi logit, diperoleh bahwa variabel tingkat pendapatan nyata pada selang kepercayaan sebesar 90 persen karena memiliki p-value sebesar 0,099. Variabel ini memiliki nilai koefisien sebesar 0,231. Artinya, tingkat pendapatan responden dengan respon terhadap rencana kenaikan harga BBM jenis premium memiliki hubungan yang positif. Variabel ini memiliki nilai odd ratio sebesar 1,260. Nilai ini mendeksripsikan bahwa seseorang yang memiliki tingkat pendapatan Rp lebih tinggi memiliki peluang untuk setuju terhadap kenaikan harga BBM jenis premium 1,260 kalinya dibandingkan peluangnya untuk tidak setuju terhadap kenaikan harga BBM jenis premium. Artinya, semakin tinggi tingkat pendapatan seseorang, kecenderungannya adalah setuju terhadap kenaikan harga BBM jenis premium. Jadi masyarakat setuju dengan rencana kenaikan harga BBM jenis premium asal pendapatan mereka juta meningkat Tingkat Pendapatan Anggota Keluarga Lain Seringkali dalam sebuah keluarga, tidak hanya kepala keluarga saja yang bekerja, tetapi anggota keluarga lain juga bekerja dan memperoleh pendapatan masing-masing. Semakin banyak anggota keluarga yang bekerja, maka pendapatan total keluarga itu pun semakin meningkat. Dengan menggunakan regresi logit, diperoleh bahwa variabel ini tidak nyata pada selang kepercayaan sebesar 95 persen karena memiliki p-value sebesar 0,708. Berarti tingkat pendapatan anggota keluarga lain tidak memengaruhi respon pengendara mobil pribadi terhadap rencana kenaikan harga BBM jenis premium Kesediaan Membayar Responden terhadap Satu Liter BBM Jenis Premium Kesediaan membayar responden didasarkan ada kemampuannya untuk membayar satu liter BBM jenis premium. Semakin tinggi kesediaan membayarnya terhadap satu liter BBM jenis premium, maka kemampuannya

65 52 untuk membayar konsumsi BBM jenis premium yang ia lakukan pun semakin besar. Jika kesediaan membayarnya besar, kecenderungannya untuk setuju terhadap kenaikan harga BBM jenis premium juga tinggi. Dengan melakukan analisis regresi logit, diperoleh bahwa variabel ini nyata pada selang kepercayaan sebesar 95 persen karena memiliki p-value sebesar 0,011. Nilai koefisien dari variabel ini adalah 2,482. Artinya, kesediaan membayar terhadap satu liter BBM jenis premium memiliki hubungan yang positif dengan respon terhadap rencana kenaikan harga BBM jenis premium. Variabel ini nyata dengan nilai odd ratio 11,963. Artinya, setiap kenaikan kesediaan membayar sebesar Rp maka peluangnya untuk setuju terhadap kenaikan harga BBM jenis premium adalah 11,963 kalinya dibandingkan peluangnya untuk tidak setuju terhadap kenaikan harga BBM jenis premium. Dengan kata lain kecenderungan orang yang lebih tinggi kesediaan membayarnya lebih setuju terhadap kenaikan harga BBM jenis premium Perilaku Menghemat Jika terjadi kenaikan harga BBM jenis premium, seseorang bisa melakukan penghematan dalam konsumsi BBM jenis premium, bisa juga tidak menghemat dan mencari alternatif lain. Mayoritas dari responden tidak akan menghemat jika terjadi kenaikan harga BBM jenis premium. Hal ini bisa dipengaruhi oleh berbagai hal yang subjektif. Dengan menggunakan regresi logit, diperoleh bahwa variabel ini tidak nyata pada selang kepercayaan sebesar 95 persen karena memiliki p-value sebesar 0,623. Berarti perilaku menghemat responden jika terjadi kenaikan harga BBM jenis premium tidak memengaruhi responnya terhadap rencana kenaikan harga BBM jenis premium Tingkat Konsumsi BBM Jenis Premium per Bulan Tinggi atau rendahnya konsumsi BBM jenis premium seseorang dipengaruhi oleh berbagai macam hal. Hal-hal tersebut juga memengaruhi respon mereka terhadap rencana kenaikan harga BBM jenis premium. Dengan menggunakan metode regresi logit, diperoleh bahwa variabel ini nyata pada selang kepercayaan sebesar 95 persen karena memiliki p-value sebesar 0,049. Nilai koefisien dari variabel ini adalah 0,197. Artinya, tingkat konsumsi BBM jenis premium per bulan memiliki hubungan yang positif dengan respon

66 53 pengendara mobil pribadi terhadap rencana kenaikan harga BBM jenis premium. Variabel ini memiliki nilai odd ratio sebesar 1,218. Artinya, jika tingkat konsumsi seseorang Rp lebih tinggi maka peluangnya untuk setuju terhadap kenaikan harga BBM jenis premium adalah 1,218 kalinya dibandingkan peluangnya untuk tidak setuju terhadap kenaikan harga BBM jenis premium CC Mobil CC mobil berhubungan dengan kapasitas mesein mobil dan jumlah bahan bakar yang diperlukan untuk menempuh jarak tertentu. Semakin besar CC mobil, semakin besar pula bahan bakar yang diperlukan untuk mendukung kinerja mesin mobilnya. Berdasarkan regresi logit, diperoleh bahwa variabel ini tidak nyata pada selang kepercayaan 95 persen karena memiliki p-value sebesar 0,654. Artinya, CC mobil tidak memengaruhi respon pengendara mobil pribadi terhadap kenaikan harga BBM jenis premium. Model akhir: Y= 11,247 1,508 JK 0,061 U 0,909 JT 0,459 P + 0,231 I 0,043IL + 2,482 W + 0,579 H + 0,197 KP + 0,001 CC Dan dari hasil regresi logit diperoleh nilai overall percentage sebesar 76,7 persen yang berarti 76,7 persen respon pengendara mobil pribadi terhadap rencana kenaikan harga BBM jenis premium dapat dideskripsikan oleh variabel-variabel penjelas dalam model. 4.4 Rekomendasi untuk Kebijakan Subsidi BBM Jenis Premium di Indonesia Dari hasil-hasil di atas dapat disimpulkan bahwa pengendara mobil pribadi memiliki willingness to paydi atas harga jual BBM jenis premium per liter pada masa sekarang. Hasil willingness to pay sebesar Rp merupakan 90,42 persen dari harga jual BBM jenis premium yang akan (rencana) dinaikkan oleh pemerintah. Jika pemerintah tetap menaikkan harga BBM jenis premium menjadi Rp per liter, maka akan memberatkan dan merugikan para pengendara mobil pribadi. Jika pemerintah memang harus menaikkan harga jual BBM jenis premium, pemerintah harus mempertimbangkan daya beli masyarakat secara nasional, terutama masyarakat menengah ke bawah. Alternatif lain untuk menekan

67 54 konsumsi BBM jenis premium adalah dengan merealisasikan konversi bahan bakar gas atau bahan bakar nabati. Menurut Karna (2011), biofuel atau bahan bakar nabati pada umumnya lebih ramah lingkungan, terbarukan dan mudah diproduksi daripada BBM. Jadi, diharapkan dengan kenaikan harga BBM jenis premium akan membangkitkan produksi dan konsumsi bahan bakar gas maupun bahan bakar nabati yang akan memiliki dampak positif terhadap revitalisasi lingkungan. Faktor-faktor yang membedakan respon pengendara mobil pribadi terhadap rencana kenaikan harga BBM jenis premium adalah jumlah tanggungan responden, tingkat pendapatan responden, kesediaan membayar terhadap satu liter BBM jenis premium dan tingkat konsumsi BBM jenis premium per bulan. Para pengendara dapat menurunkan konsumsi BBM jenis premium dengan mengurangi atau lebih mengefektifkan mobilitas mereka yang juga harus diiringi dengan perbaikan kendaraan umum massal agar keengganan para pengendara mobil pribadi untuk menggunakan kendaraan umum massal dapat berkurang.

68 BAB V. KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan Dari olahan yang diperoleh, ternyata kesediaan membayar pengendara mobil pribadi di Bogor terhadap satu liter BBM jenis premium adalah Rp Jumlah ini berada di atas harga jual yang dikeluarkan pemerintah saat ini terhadap satu liter BBM jenis premium yang berada pada level Rp Jadi jika pemerintah ingin menaikkan harga BBM jenis premium, masih dapat diantisipasi oleh masyarakat jika harganya di sekitar Rp sampai dengan Rp Pengujian yang dilakukan untuk melihat hubungan antar masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen memperoleh hasil bahwa usia, jumlah tanggungan responden dan kesediaan membayar terhadap satu liter BBM jenis premium memiliki hubungan yang nyata dengan respon pengendara mobil pribadi terhadap rencana kenaikan harga BBM jenis premium. Penelitian ini juga menyimpulkan bahwa respon masyarakat, setuju atau tidak setuju terhadap kenaikan harga BBM jenis premium dipengaruhi oleh jumlah tanggungan responden, tingkat pendapatan responden, kesediaan membayar terhadap satu liter BBM jenis premium dan tingkat konsumsi BBM jenis premium per bulan. 5.2 Saran Saran dari penelitian ini adalah agar pemerintah lebih memperhatikan implikasi kebijakan yang diambil, terutama dalam hal kebijakan subsidi BBM jenis premium. Seiring dengan kelangkaan minyak dan harga yang berfluktuatif cenderung meningkat, kita harus memikirkan alternatif pengganti BBM jenis premium untuk masa mendatang. Dalam mengambil keputusan sehubungan dengan kenaikan harga BBM jenis premijm, pemerintah harus memperhatikan WTP masyarakat secara umum agar implikasi kebijakan yang diambil tidak akan merugikan masyarakat dan merupakan solusi terbaik bagi seluruh pihak. Tingginya mobilitas dan penggunaan mobil pribadi berhubungan dengan rendahnya penggunaan kendaraan umum massal yang mereka lakukan. Frekuensi penggunaan kendaraan umum massal harus ditingkatkan untuk menekan tingkat konsumsi BBM jenis premium.

69 56 Penelitian ini memiliki banyak kekurangan. Untuk masa mendatang, diharapakan penelitian berikutnya melakukan penelitian dengan cakupan wilayah dan subjek yang lebih luas, lebih detail dan menggunakan metode yang lebih baik demi tercapainya tujuan penelitian yang ingin dicapai.

70 DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik Statistik Indonesia Badan Pusat Statistik, Jakarta. Dardela, Ability to Pay/ Willingnes to Pay. [Maret 2012]. Effendy, O.U Hubungan Komunikasi Teori dan Praktek. Remaja Karya, Bandung. Firdaus, M Aplikasi Metode Kuantitatif Terpilih Untuk Manajemen dan Bisnis. IPB Press, Bogor. Granado, Coady dan Gillingham The Unequal Benefits of Fuels Subsidies: A Review of Evidence for Developing Coutries. IMF Working Paper WP/10/202. Gujarati, D Dasar-Dasar Ekonometrika: Jilid Satu. Julius dan Yelvi [penerjemah]. Erlangga, Jakarta. Hanley dan Spash Cost-Benefit Analysis and The Environment. E. Elgar, Inggris. Hosmer, L Applied Logistic Regression. John Wiley&Son Inc, New York. Kamaluddin, R Ekonomi Transportasi (Karakteristik, Teori dan Kebijakan). Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia. Blueprint Pengelolaan Energi Nasional [Maret 2012]. Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Anggaran dan Risiko Fiskal [April 2012].. Data Pokok APBN [April 2012]. Kementerian Komunikasi dan Informasi Republik Indonesia. Jurnal Dialog Kebijakan Publik April Kementerian Komunikasi dan Informasi Republik Indonesia, Jakarta. Mangkoesoebroto, G Ekonomi Publik. BPFE-Yogyakarta, Yogyakarta. Mankiw, G. N Makroekonomi, Edisi ke-6. Penerbit Erlangga, Jakarta. Nicholson, W Teori Mikroekonomi (Prinsip dan Perluasan). Binarupa Aksara, Jakarta.

71 58 Nikensari dan Triasono Dampak Penurunan Subsidi BBM terhadap Perekonomian Indonesia: Model Analisa Komputasi Keseimbangan. Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia Vol. IV No. 1, Juli, hal Nursusandhari, E Persepsi, Preferensi dan Willingness to Pay Masyarakat terhadap Lingkungan Pemukiman Sekitar Kawasan Industri (Kasus: Kawasan Industri di Kelurahan Utama, Cimahi, Jawa Barat) [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Patriadi dan Handoko Evaluasi Kebijakan Subsidi Non-BBM. Kajian Ekonomi dan Keuangan Volume 9 No.4 Tahun Porteus, J.D Environment and Behaviour. Planning and Everyday. Urban Life. Addison-Wesley Publishing Co, Massachusets. Smith, G.E dan Nagle, T.T How Much Are Customers Willing to Pay? Marketing Research, Winter, pages Soeratno dan Lincolin A Metodologi Penelitian Untuk ekonomi dan Bisnis. UPP Akademi Manajemen Perusahaan. YKPN, Yogyakarta. Stiglitz Economics of the Public Sector, Third Edition. W.W Norton&Company, New York. Subari, S Analisis Dampak Kebijakan Penurunan Subsidi BBM terhadap Indikator Makroekonomi. Jurnal Studi Manajemen Vol. 2 No.1 April Suparmoko, M Ekonomi Publik untuk Keuangan dan Pembangunan Daerah, Edisi ke-1. Penerbit ANDI, Yogyakarta Keuangan Negara dalam Teori dan Praktik, Edisi ke-5. BPFE Yogyakarta, Yogyakarta. Trihendradi, C Step by Step SPSS 16: Analisis Data Statistik. Andi, Yogyakarta. Wijaya, K Revitalisasi Bahan Bakar Nabati (BBN) Sebagai Upaya Mengatasi akan Ketergantungan Akan BBM. Jurnal Dialog Kebijakan Publik Edisi April 2011.

72 LAMPIRAN

73 60 1. Kuisioner Penelitian INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN ILMU EKONOMI KUISIONER PENELITIAN Dalam rangka Tugas Akhir, kami memohon kesediaan Ibu/Bapak/Saudara/i untuk berpartisipasi pada penelitian saya, Carolin Sinaga, dengan judul Analisis Respon Masyarakat Kota Bogor terhadap Rencana Kenaikan Harga BBM Jenis Premium (Studi Kasus: Pengendara Mobil Pribadi di Bogor). Tidak ada jawaban yang salah atau benar dalam menjawab pertanyaan dalam kuesioner ini maka dimohon untuk menjawab sejujur-jujurnya. Informasi dan data akan kami jaga kerahasiaannya dan hanya digunakan untuk kepentingan penelitian. Atas perhatian dan partisipasi Ibu/Bapak/Saudara/i kami ucapkan terimakasih. Isilah titik-titik di bawah ini atau lingkari jawaban sesuai dengan pilihan anda No responden :... Nama responden :... No polisi kendaraan :... Alamat :... No telepon/hp :... Hari/tanggal wawancara :... A. Karakteristik Responden 1. Jenis Kelamin : L/P (Lingkari) 2. Usia :. (Tahun) 3. Status : Belum Menikah / Sudah Menikah 4. Jumlah Tanggungan :.. (Orang) 5. Tingkat Pendidikan Terakhir :

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditas penentu kelangsungan perekonomian suatu negara. Hal ini disebabkan oleh berbagai sektor dan kegiatan ekonomi di Indonesia

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teori 2.1.1 Teori Kebijakan Publik-Subsidi Mahzab neoklasik ekonomi modern mendasarkan perekonomian seperti pasar persaingan sempurna, yakni terjadi efisiensi paling

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia bukanlah negara pengekspor besar untuk minyak bumi. Cadangan dan produksi minyak bumi Indonesia tidak besar, apalagi bila dibagi dengan jumlah penduduk. Rasio

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia merupakan negara pengekspor dan pengimpor, baik untuk minyak mentah (crude oil) maupun produk-produk minyak (oil product) termasuk bahan bakar minyak. Produksi

Lebih terperinci

III. KERANGKA TEORITIS

III. KERANGKA TEORITIS III. KERANGKA TEORITIS 3.1. Kebijakan Fiskal dan Kebijakan Moneter Kebijakan fiskal mempengaruhi perekonomian (pendapatan dan suku bunga) melalui permintaan agregat pada pasar barang, sedangkan kebijakan

Lebih terperinci

SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 273 VII. SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 7.1. Simpulan Berdasarkan hasil analisis deskripsi, estimasi, dan simulasi peramalan dampak kebijakan subsidi harga BBM terhadap kinerja perekonomian, kemiskinan,

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Responden Lokasi penelitian dilakukan di sekitar Bogor, bagi pemilik dan pengendara mobil pribadi. Lokasi yang aksidental berada di sekitar kampus IPB, Indraprasta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan. Salah satu sumber energi utama adalah bahan bakar. Bentuk bahan bakar

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan. Salah satu sumber energi utama adalah bahan bakar. Bentuk bahan bakar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi merupakan kebutuhan mendasar bagi manusia untuk melakukan kegiatan. Salah satu sumber energi utama adalah bahan bakar. Bentuk bahan bakar bisa berupa banyak

Lebih terperinci

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) 3.1. Asumsi Dasar yang Digunakan Dalam APBN Kebijakan-kebijakan yang mendasari APBN 2017 ditujukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sembilan persen pertahun hingga disebut sebagai salah satu the Asian miracle

I. PENDAHULUAN. sembilan persen pertahun hingga disebut sebagai salah satu the Asian miracle I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini peranan minyak bumi dalam kegiatan ekonomi sangat besar. Bahan bakar minyak digunakan baik sebagai input produksi di tingkat perusahaan juga digunakan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Model ekonomi keseimbangan umum digunakan untuk menganalisis secara

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Model ekonomi keseimbangan umum digunakan untuk menganalisis secara BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Model ekonomi keseimbangan umum digunakan untuk menganalisis secara bersamaan perubahan-perubahan makroekonomi maupun perekonomian secara sektoral dan regional, serta

Lebih terperinci

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh Triwulan I - 2015 LAPORAN LIAISON Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh terbatas, tercermin dari penjualan domestik pada triwulan I-2015 yang menurun dibandingkan periode

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perlindungan, hiburan dan kebutuhan hidup lainnya. Untuk memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. perlindungan, hiburan dan kebutuhan hidup lainnya. Untuk memenuhi kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia selama hidupnya selalu melakukan kegiatan dalam memenuhi kebutuhannya, baik berupa kebutuhan akan makanan, pakaian, tempat perlindungan, hiburan dan kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dampak yang besar terhadap perekonomian Indonesia. Dalam periode 2005

BAB I PENDAHULUAN. dampak yang besar terhadap perekonomian Indonesia. Dalam periode 2005 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pergerakan ekonomi dunia dan naik turunnya harga minyak mempunyai dampak yang besar terhadap perekonomian Indonesia. Dalam periode 2005 sampai 2009, salah satu faktor

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1. 1.1 PENDAHULUAN Latar Belakang Listrik merupakan salah satu sumber daya energi dan mempunyai sifat sebagai barang publik yang mendekati kategori barang privat yang disediakan pemerintah (publicly provided

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kepadatan tersebut diimbangi dengan tingginya penggunaan kendaraan bermotor yang

BAB 1 PENDAHULUAN. kepadatan tersebut diimbangi dengan tingginya penggunaan kendaraan bermotor yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu Negara yang tingkat penduduknya sangat padat, kepadatan tersebut diimbangi dengan tingginya penggunaan kendaraan bermotor yang beredar

Lebih terperinci

BAB III. METODE PENELITIAN

BAB III. METODE PENELITIAN BAB III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian yang berjudul Analisis Respon Masyarakat terhadap Rencana Kenaikan Harga BBM Jenis Premium (Kasus: Pengendara Mobil Pribadi di Bogor)

Lebih terperinci

SUBSIDI BBM : PROBLEMATIKA DAN ALTERNATIF KEBIJAKAN

SUBSIDI BBM : PROBLEMATIKA DAN ALTERNATIF KEBIJAKAN SUBSIDI BBM : PROBLEMATIKA DAN ALTERNATIF KEBIJAKAN Abstrak Dalam kurun waktu tahun 2009-2014, rata-rata alokasi belanja non mandatory spending terhadap total belanja negara sebesar 43,7% dan dari alokasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. BBM punya peran penting untuk menggerakkan perekonomian. BBM

BAB I PENDAHULUAN. BBM punya peran penting untuk menggerakkan perekonomian. BBM BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditas yang sangat vital. BBM punya peran penting untuk menggerakkan perekonomian. BBM mengambil peran di hampir semua

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor utama perekonomian di Indonesia. Konsekuensinya adalah bahwa kebijakan pembangunan pertanian di negaranegara tersebut sangat berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditas yang memegang. peranan sangat vital dalam menggerakkan semua aktivitas ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditas yang memegang. peranan sangat vital dalam menggerakkan semua aktivitas ekonomi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditas yang memegang peranan sangat vital dalam menggerakkan semua aktivitas ekonomi. Selain sebagai komoditas publik, sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari fosil hewan dan tumbuhan yang telah terkubur selama jutaan tahun.

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari fosil hewan dan tumbuhan yang telah terkubur selama jutaan tahun. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahan bakar minyak yang biasa digunakan pada kendaraan bermotor adalah bensin dan solar. Bahan bakar minyak itu diambil dari dalam tanah dan berasal dari fosil

Lebih terperinci

TINJAUAN KEBIJAKAN HARGA BERSUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK DARI MASA KE MASA Jumat, 30 Maret 2012

TINJAUAN KEBIJAKAN HARGA BERSUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK DARI MASA KE MASA Jumat, 30 Maret 2012 TINJAUAN KEBIJAKAN HARGA BERSUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK DARI MASA KE MASA Jumat, 30 Maret 2012 Pada periode 1993-2011 telah terjadi 13 (tiga belas) kali perubahan harga bersubsidi bahan bakar minyak (bensin

Lebih terperinci

Katalog BPS :

Katalog BPS : Katalog BPS : 9902008.3373 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KOTA SALATIGA TAHUN 2011 KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Allah SWT, atas terbitnya publikasi Produk Domestik Regional Bruto Kota Salatiga

Lebih terperinci

SUBSIDI BBM DALAM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA

SUBSIDI BBM DALAM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA SUBSIDI BBM DALAM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA I. PENDAHULUAN Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan salah satu input di dalam meningkatkan ekonomi masyarakat dan pada gilirannya akan mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB V. Kesimpulan dan Saran. 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik

BAB V. Kesimpulan dan Saran. 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik BAB V Kesimpulan dan Saran 5. 1 Kesimpulan 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik bruto. Indonesia merupakan negara pengekspor energi seperti batu bara dan gas alam. Seiring

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menjadikan Indonesia sebagai salah satu anggota OPEC (Organization of. Tabel 1. Kondisi Perminyakan Indonesia Tahun

I. PENDAHULUAN. menjadikan Indonesia sebagai salah satu anggota OPEC (Organization of. Tabel 1. Kondisi Perminyakan Indonesia Tahun I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara berkembang yang kaya akan sumber daya alam, baik di darat maupun di laut. Kekayaan alam yang dimiliki Indonesia berupa hasil pertanian, perkebunan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan negara adalah pemerataan pembangunan ekonomi. Dalam

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan negara adalah pemerataan pembangunan ekonomi. Dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu tujuan negara adalah pemerataan pembangunan ekonomi. Dalam mencapai tujuannya, pemerintah negara Indonesia sebagaimana tercantum dalam pembukaan Undang-Undang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menyokong penyelenggaraan pembangunan suatu bangsa. Dalam Anggaran

I. PENDAHULUAN. menyokong penyelenggaraan pembangunan suatu bangsa. Dalam Anggaran I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Negara yang cukup berpotensi untuk menyokong penyelenggaraan pembangunan suatu bangsa. Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja

Lebih terperinci

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Perlambatan pertumbuhan Indonesia terus berlanjut, sementara ketidakpastian lingkungan eksternal semakin membatasi ruang bagi stimulus fiskal dan moneter

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi.

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan yang dilakukan oleh setiap pemerintahan terutama ditujukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, pemerataan distribusi pendapatan, membuka kesempatan kerja,

Lebih terperinci

4. GAMBARAN UMUM 4.1 Pertumbuhan Ekonomi

4. GAMBARAN UMUM 4.1 Pertumbuhan Ekonomi 4. GAMBARAN UMUM 4.1 Pertumbuhan Ekonomi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan dasar pengukuran atas nilai tambah barang dan jasa yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha yang timbul akibat adanya

Lebih terperinci

Menyoal Efektifitas APBN-P 2014 Mengatasi Perlambatan Ekonomi

Menyoal Efektifitas APBN-P 2014 Mengatasi Perlambatan Ekonomi Diskusi Dwi Bulanan INDEF Menyoal Efektifitas APBN-P 2014 Mengatasi Perlambatan Ekonomi Selasa, 20 Mei 2014 INDEF 1 Diskusi Dwi Bulanan INDEF Menyoal Efektifitas APBN-P 2014 Mengatasi Perlambatan Ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi dunia saat ini adalah sangat lambat. Banyak faktor yang menyebabkan hal tersebut terjadi. Salah satunya adalah terjadinya krisis di Amerika.

Lebih terperinci

Catatan Atas Harga BBM: Simulasi Kenaikan Harga, Sensitivitas APBN dan Tanggapan terhadap 3 Opsi Pemerintah

Catatan Atas Harga BBM: Simulasi Kenaikan Harga, Sensitivitas APBN dan Tanggapan terhadap 3 Opsi Pemerintah Catatan Atas Harga BBM: Simulasi Kenaikan Harga, Sensitivitas APBN dan Tanggapan terhadap 3 Opsi Pemerintah I. Pendahuluan Harga Minyak Indonesia atau Indonesian Crude Price (ICP) merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, SARAN, KETERBATASAN DAN REKOMENDASI. Dari serangkaian analisis yang telah dilakukan sebelumnya, dapat disimpulkan :

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, SARAN, KETERBATASAN DAN REKOMENDASI. Dari serangkaian analisis yang telah dilakukan sebelumnya, dapat disimpulkan : BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, SARAN, KETERBATASAN DAN REKOMENDASI 5.1. Kesimpulan Dari serangkaian analisis yang telah dilakukan sebelumnya, dapat disimpulkan : 1. Berdasarkan proyeks permintaan energi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam menjalankan aktivitas ekonomi suatu negara. Seiring dengan pertambahan

I. PENDAHULUAN. dalam menjalankan aktivitas ekonomi suatu negara. Seiring dengan pertambahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ketersediaan energi dalam jumlah yang cukup dan kontinu sangat penting dalam menjalankan aktivitas ekonomi suatu negara. Seiring dengan pertambahan jumlah penduduk dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang akan melaju secara lebih mandiri

I. PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang akan melaju secara lebih mandiri 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan di negara-negara berkembang akan melaju secara lebih mandiri apabila pembangunan itu sebagian besar dapat dibiayai dari sumber-sumber penerimaan dalam negeri,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Lengkap Ekonomi Collins (1997) dalam Manaf (2000),

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Lengkap Ekonomi Collins (1997) dalam Manaf (2000), II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teori 2.1.1. Subsidi Menurut Kamus Lengkap Ekonomi Collins (1997) dalam Manaf (2000), subsidi adalah cadangan keuangan dan sumber-sumber daya lainnya untuk mendukung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Peningkatan kebutuhan akan energi di Indonesia terus meningkat karena makin bertambahnya jumlah penduduk dan meningkatnya kegiatan serta pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat :

Lebih terperinci

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA Ekonomi rakyat merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia dan

Lebih terperinci

Analisis Dampak Pelaksanaan Program Low Cost Green Car Terhadap Pendapatan Negara

Analisis Dampak Pelaksanaan Program Low Cost Green Car Terhadap Pendapatan Negara Analisis Dampak Pelaksanaan Program Low Cost Green Car Terhadap Pendapatan Negara Pendahuluan Program Low Cost Green Car (LCGC) merupakan program pengadaan mobil ramah lingkungan yang diproyeksikan memiliki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi tanaman bahan makanan di

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi tanaman bahan makanan di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki lahan pertanian yang sangat luas dan sebagian besar penduduknya bermatapencaharian sebagai petani. Jawa Barat merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. minyak dunia yang turun, dollar yang menguat dan revolusi shale gas oleh Amerika

BAB I PENDAHULUAN. minyak dunia yang turun, dollar yang menguat dan revolusi shale gas oleh Amerika BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekonomi dunia saat ini berada pada posisi tiga kejadian penting yaitu harga minyak dunia yang turun, dollar yang menguat dan revolusi shale gas oleh Amerika Serikat.

Lebih terperinci

Masih Perlukah Kebijakan Subsidi Energi Dipertahankan Rabu, 22 Oktober 2014

Masih Perlukah Kebijakan Subsidi Energi Dipertahankan Rabu, 22 Oktober 2014 Masih Perlukah Kebijakan Subsidi Energi Dipertahankan Rabu, 22 Oktober 2014 Akhir-akhir ini di berbagai media ramai dibicarakan bahwa â œindonesia sedang mengalami krisis energiâ atau â œindonesia sedang

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG 2008 2011 NOMOR KATALOG : 9302008.1114 UKURAN BUKU JUMLAH HALAMAN : 21,00 X 28,50 CM : 78 HALAMAN + XIII NASKAH : - SUB BAGIAN TATA USAHA - SEKSI STATISTIK SOSIAL

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 36 VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Angkutan Barang (Mobil Pick Up) yang Berbahan Bakar Premium di Jakarta dan Bogor Angkutan darat, udara dan laut memiliki kelebihan dan kekurangan dalam melakukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mobil merupakan suatu hal penting yang dianggap mampu membantu mempermudah hidup manusia. Untuk dapat dipergunakan sebagai mana fungsinya mobil menggunakan tenaga mesin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fenomena yang relatif baru bagi perekonomian Indonesia. perekonomian suatu Negara. Pertumbuhan ekonomi juga diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. fenomena yang relatif baru bagi perekonomian Indonesia. perekonomian suatu Negara. Pertumbuhan ekonomi juga diartikan sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan perekonomian dunia dewasa ini ditandai dengan semakin terintegrasinya perekonomian antar negara. Indonesia mengikuti perkembangan tersebut melalui serangkaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi suatu bangsa. Industrialisasi dapat diartikan sebagai suatu proses

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi suatu bangsa. Industrialisasi dapat diartikan sebagai suatu proses BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam proses pembangunan ekonomi, industrialisasi merupakan salah satu tahap perkembangan yang dianggap penting untuk dapat mempercepat kemajuan ekonomi suatu bangsa.

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN. akan digunakan dalam penelitian ini. Tahapan-tahapan metode CVM akan

KERANGKA PEMIKIRAN. akan digunakan dalam penelitian ini. Tahapan-tahapan metode CVM akan III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Analisis Willingness to Accept Willingness to Accept merupakan salah satu bagian dari metode CVM dan akan digunakan dalam penelitian ini. Tahapan-tahapan

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Berdasarkan strategi dan arah kebijakan pembangunan ekonomi Kabupaten Polewali Mandar dalam Rencana

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG HARGA JUAL ECERAN DAN KONSUMEN PENGGUNA JENIS BAHAN BAKAR MINYAK TERTENTU

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG HARGA JUAL ECERAN DAN KONSUMEN PENGGUNA JENIS BAHAN BAKAR MINYAK TERTENTU www.bpkp.go.id PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG HARGA JUAL ECERAN DAN KONSUMEN PENGGUNA JENIS BAHAN BAKAR MINYAK TERTENTU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

BEBAN SUBSIDI BBM DALAM APBN TAHUN 2013

BEBAN SUBSIDI BBM DALAM APBN TAHUN 2013 BEBAN SUBSIDI BBM DALAM APBN TAHUN 2013 I. PENDAHULUAN Dalam Undang-undang No.19 Tahun 2012 tentang APBN 2013, anggaran subsidi BBM dialokasikan sebesar Rp193,8 triliun meningkat Rp56,4 triliun bila dibandingkan

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007 BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007 4.1. Gambaran Umum awa Barat adalah provinsi dengan wilayah yang sangat luas dengan jumlah penduduk sangat besar yakni sekitar 40 Juta orang. Dengan posisi

Lebih terperinci

VI. SIMPULAN DAN SARAN

VI. SIMPULAN DAN SARAN VI. SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan Berdasarkan pembahasan sebelumnya maka dapat diambil beberapa kesimpulan antara lain: 1. Selama tahun 1999-2008, rata-rata tahunan harga minyak telah mengalami peningkatan

Lebih terperinci

Potensi Kerentanan Ekonomi DKI Jakarta Menghadapi Krisis Keuangan Global 1

Potensi Kerentanan Ekonomi DKI Jakarta Menghadapi Krisis Keuangan Global 1 Boks I Potensi Kerentanan Ekonomi DKI Jakarta Menghadapi Krisis Keuangan Global 1 Gambaran Umum Perkembangan ekonomi Indonesia saat ini menghadapi risiko yang meningkat seiring masih berlangsungnya krisis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. Pada satu sisi Indonesia terlalu cepat melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembukaan Undang-Undang Dasar Pembangunan Nasional difasilitasi oleh

BAB I PENDAHULUAN. pembukaan Undang-Undang Dasar Pembangunan Nasional difasilitasi oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajak merupakan penerimaan negara terbesar yang dipergunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan salah satunya untuk pembangunan nasional. Perubahan yang semakin

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan konsep-konsep yang digunakan dalam penelitian ini. Terdapat tiga konsep pemikiran teoritis yang dibahas, yaitu:

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Gambaran Umum Inflasi di Pulau Jawa

IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Gambaran Umum Inflasi di Pulau Jawa IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Gambaran Umum Inflasi di Pulau Jawa Selama periode 2001-2010, terlihat tingkat inflasi Indonesia selalu bernilai positif, dengan inflasi terendah sebesar 2,78 persen terjadi pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Inflasi adalah fenomena yang selalu ada di setiap negara dan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Inflasi adalah fenomena yang selalu ada di setiap negara dan merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflasi adalah fenomena yang selalu ada di setiap negara dan merupakan salah satu indikator penting dalam perekonomian suatu negara. Kestabilan inflasi merupakan prasyarat

Lebih terperinci

Mengapa Harga BBM Harus Naik?

Mengapa Harga BBM Harus Naik? Mengapa Harga BBM Harus Naik? Pro dan kontra perihal kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) terus menjadi hal yang panas dan memanaskan dalam pembahasan masyarakat Indonesia beberapa bulan belakangan

Lebih terperinci

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Penurunan momentum pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau di periode ini telah diperkirakan sebelumnya setelah mengalami tingkat pertumbuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. jasa. Oleh karena itu, sektor riil ini disebut juga dengan istilah pasar barang. Sisi

I. PENDAHULUAN. jasa. Oleh karena itu, sektor riil ini disebut juga dengan istilah pasar barang. Sisi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Istilah sektor riil dalam pembahasan mengenai ekonomi makro menggambarkan kondisi perekonomian dipandang dari sisi permintaan dan penawaran barang dan jasa. Oleh karena

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meringankan beban

Lebih terperinci

Mencari Harga BBM Yang Pantas Bagi Rakyat Indonesia

Mencari Harga BBM Yang Pantas Bagi Rakyat Indonesia SEMINAR NASIONAL Mencari Harga BBM Yang Pantas Bagi Rakyat Indonesia ENNY SRI HARTATI Auditorium Kampus Institut Bisnis dan Informatika Kwik Kian Gie Rabu, 24 September 2014 INSTITUTE FOR DEVELOPMENT OF

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG HARGA JUAL ECERAN DAN KONSUMEN PENGGUNA JENIS BAHAN BAKAR MINYAK TERTENTU

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG HARGA JUAL ECERAN DAN KONSUMEN PENGGUNA JENIS BAHAN BAKAR MINYAK TERTENTU PERATURAN PRESIDEN NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG HARGA JUAL ECERAN DAN KONSUMEN PENGGUNA JENIS BAHAN BAKAR MINYAK TERTENTU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a bahwa dengan mempertimbangkan

Lebih terperinci

V. PEMBAHASAN Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri dan Perdagangan, Hotel dan Restoran di Pulau Jawa

V. PEMBAHASAN Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri dan Perdagangan, Hotel dan Restoran di Pulau Jawa 72 V. PEMBAHASAN 5.1. Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri dan Perdagangan, Hotel dan Restoran di Pulau Jawa Pulau Jawa merupakan salah satu Pulau di Indonesia yang memiliki jumlah penduduk

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu negara. Pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami perubahan yang cukup berfluktuatif. Pada

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN ALOKASI ANGGARAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK TAHUN 2013

KEBIJAKAN DAN ALOKASI ANGGARAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK TAHUN 2013 KEBIJAKAN DAN ALOKASI ANGGARAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK TAHUN 2013 I. SUBSIDI BBM TAHUN 2013 a. Subsidi BBM Dalam Undang-undang No.19 Tahun tentang APBN 2013, anggaran subsidi BBM dialokasikan sebesar

Lebih terperinci

ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Ma kro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007

ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Ma kro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007 ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Makro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007 Nomor. 02/ A/B.AN/VII/2007 Perkembangan Ekonomi Tahun 2007 Pada APBN 2007 Pemerintah telah menyampaikan indikator-indikator

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Analisis Ekonomi dan Kebijakan Bisnis Pemanfaatan Gas Bumi di Indonesia dilatarbelakangi oleh rencana Pemerintah merealokasi pemanfaatan produksi gas bumi yang lebih

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Ketenagakerjaan Penduduk suatu negara dapat dibagi menjadi dua yaitu tenaga kerja dan bukan tenaga kerja. Tenaga kerja adalah penduduk yang berusia kerja

Lebih terperinci

BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI INEFISIENSI BBM

BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI INEFISIENSI BBM INEFISIENSI BBM Kenaikan harga minyak yang mencapai lebih dari US$100 per barel telah memberikan dampak besaran alokasi dalam APBN TA 2012. Kondisi ini merupakan salah satu faktor yang mendorong pemerintah

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3 IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3 4.1 Perkembangan Harga Minyak Dunia Pada awal tahun 1998 dan pertengahan tahun 1999 produksi OPEC turun sekitar tiga

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. perubahan struktur sosial, sikap hidup masyarakat, dan perubahan dalam

PENDAHULUAN. perubahan struktur sosial, sikap hidup masyarakat, dan perubahan dalam 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya merupakan proses multidimensial yang meliputi perubahan struktur sosial, sikap hidup masyarakat, dan perubahan dalam kelembagaan (institusi)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. didunia, termasuk Indonesia. Apabila inflasi ditekan dapat mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN. didunia, termasuk Indonesia. Apabila inflasi ditekan dapat mengakibatkan BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Masalah Inflasi merupakan fenomena ekonomi yang sangat ditakuti oleh semua negara didunia, termasuk Indonesia. Apabila inflasi ditekan dapat mengakibatkan meningkatnya

Lebih terperinci

ekonomi Kelas X INTERVENSI PEMERINTAH DALAM KESEIMBANGAN PASAR K-13 Semester 1 Kelas X IPS SMA/MA Kurikulum 2013 A.

ekonomi Kelas X INTERVENSI PEMERINTAH DALAM KESEIMBANGAN PASAR K-13 Semester 1 Kelas X IPS SMA/MA Kurikulum 2013 A. K-13 Kelas X ekonomi INTERVENSI PEMERINTAH DALAM KESEIMBANGAN PASAR Semester 1 Kelas X IPS SMA/MA Kurikulum 2013 Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan menjelaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat untuk mengumpulkan dana guna membiayai kegiatan-kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat untuk mengumpulkan dana guna membiayai kegiatan-kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan disegala bidang harus terus dilakukan oleh pemerintah untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Untuk melaksanakan pembangunan, pemerintah tidak bisa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu negara, terutama untuk negara-negara yang sedang berkembang. Peningkatan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH TAHUN 2014

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH TAHUN 2014 BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH TAHUN 2014 3.1 Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Periode RPJMD Kabupaten Temanggung Tahun 2008-2013 beserta semua capaian kinerjanya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur Provinsi Kalimantan Timur terletak pada 113 0 44-119 0 00 BT dan 4 0 24 LU-2 0 25 LS. Kalimantan Timur merupakan

Lebih terperinci

Peran Pemerintah dalam Perekonomian

Peran Pemerintah dalam Perekonomian Peran Pemerintah dalam Perekonomian 1. Sistem ekonomi atau Politik Negara 2. Pasar dan peran Pemerintah 3. Jenis Sistem Ekonomi 4. Peran Pemerintah 5. Sumber Penerimaan Negara week-2 ekmakro08-ittelkom-mna

Lebih terperinci

Daftar Isi. Daftar Isi... i Daftar Tabel... iii Daftar Gambar... vii 1. PENDAHULUAN...1

Daftar Isi. Daftar Isi... i Daftar Tabel... iii Daftar Gambar... vii 1. PENDAHULUAN...1 Daftar Isi Daftar Isi... i Daftar Tabel... iii Daftar Gambar... vii 1. PENDAHULUAN...1 1.1 Latar Belakang... 1 1.1.1 Isu-isu Pokok Pembangunan Ekonomi Daerah... 2 1.1.2 Tujuan... 5 1.1.3 Keluaran... 5

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 191 TAHUN 2014 TENTANG PENYEDIAAN, PENDISTRIBUSIAN DAN HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 191 TAHUN 2014 TENTANG PENYEDIAAN, PENDISTRIBUSIAN DAN HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 191 TAHUN 2014 TENTANG PENYEDIAAN, PENDISTRIBUSIAN DAN HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak sekedar memenuhi kebutuhan hayati saja, namun juga menyangkut kebutuhan lainnya seperti

Lebih terperinci

DAMPAK KENAIKAN HARGA BBM TERHADAP KINERJA SEKTORAL (Analisis Tabel I-O Indonesia Tahun 2005) OLEH TRI ISDINARMIATI H

DAMPAK KENAIKAN HARGA BBM TERHADAP KINERJA SEKTORAL (Analisis Tabel I-O Indonesia Tahun 2005) OLEH TRI ISDINARMIATI H DAMPAK KENAIKAN HARGA BBM TERHADAP KINERJA SEKTORAL (Analisis Tabel I-O Indonesia Tahun 2005) OLEH TRI ISDINARMIATI H14094022 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dihindarkan. Hal ini disebabkan karena pemerintah merupakan salah satu pelaku

BAB I PENDAHULUAN. dihindarkan. Hal ini disebabkan karena pemerintah merupakan salah satu pelaku BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam perekonomian tiga sektor, campur tangan pemerintah tidak dapat dihindarkan. Hal ini disebabkan karena pemerintah merupakan salah satu pelaku ekonomi (rumah tangga

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 16/PUU-XIV/2016 Subsidi Energi (BBM) dan Subsidi Listrik dalam UU APBN

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 16/PUU-XIV/2016 Subsidi Energi (BBM) dan Subsidi Listrik dalam UU APBN RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 16/PUU-XIV/2016 Subsidi Energi (BBM) dan Subsidi Listrik dalam UU APBN I. PEMOHON Mohamad Sabar Musman II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 47

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tujuan program Konversi minyak tanah ke LPG yang ditetapkan oleh

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tujuan program Konversi minyak tanah ke LPG yang ditetapkan oleh I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan program Konversi minyak tanah ke LPG yang ditetapkan oleh Pemerintah adalah mengurangi beban subsidi Pemerintah terhadap minyak tanah, mengalokasikan kembali minyak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor. merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang.

I. PENDAHULUAN. Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor. merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang. Gouws (2005) menyatakan perluasan

Lebih terperinci

Faktor Minyak & APBN 2008

Faktor Minyak & APBN 2008 Oil Hedging Strategy Sebuah Terobosan Untuk Mengamankan APBN Minggu, 27 Pebruari 2011 1046 Mengingat tingginya harga minyak dunia saat ini (yang sempat tembus US$110 per barel), sejumlah pihak meminta

Lebih terperinci

KEBIJAKAN EKONOMI INDONESIA

KEBIJAKAN EKONOMI INDONESIA KEBIJAKAN EKONOMI INDONESIA Kuliah SEI pertemuan 11 NANANG HARYONO, S.IP., M.Si DEPARTEMEN ADMINISTRASI FISIP UNIVERSITAS AIRLANGGA 2012 Perencanaan Pembangunan Ekonomi ARTHUR LEWIS dalam buku DEVELOPMENT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam melakukan analisis tentang pembangunan ekonomi yang terjadi pada suatu negara ataupun daerah. Pertumbuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sektor Pertanian memegang peranan yang cukup strategis bagi sebuah

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sektor Pertanian memegang peranan yang cukup strategis bagi sebuah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor Pertanian memegang peranan yang cukup strategis bagi sebuah negara. Peran sektor pertanian sebagai penyedia bahan makanan utama merupakan peran strategis terkait

Lebih terperinci

VI. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB DEINDUSTRIALISASI

VI. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB DEINDUSTRIALISASI VI. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB DEINDUSTRIALISASI 6.1. Pengujian Asumsi-Asumsi Klasik Regresi pada dasarnya adalah studi mengenai ketergantungan satu variabel dependen (terikat) dengan satu atau lebih variabel

Lebih terperinci

VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN

VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN 1994-2003 6.1. Hasil Validasi Kebijakan Hasil evaluasi masing-masing indikator

Lebih terperinci

Sembuh Dari Penyakit Subsidi BBM: Beberapa Alternatif Kebijakan

Sembuh Dari Penyakit Subsidi BBM: Beberapa Alternatif Kebijakan Sembuh Dari Penyakit Subsidi : Beberapa Alternatif Kebijakan Hanan Nugroho Penyakit subsidi yang cukup lama menggerogoti APBN/ ekonomi Indonesia sesungguhnya bisa disembuhkan. Penyakit ini terjadi karena

Lebih terperinci