Buletin Geologi Tata Lingkungan (Bulletin of Environmental Geology) Vol. 21 No. 2 Agustus 2011: 83 96

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Buletin Geologi Tata Lingkungan (Bulletin of Environmental Geology) Vol. 21 No. 2 Agustus 2011: 83 96"

Transkripsi

1 Buletin Geologi Tata Lingkungan (Bulletin of Environmental Geology) Vol. 21 No. 2 Agustus 2011: UPAYA PENINGKATAN PEROLEHAN EMAS DENGAN METODE AMALGAMASI TIDAK LANGSUNG (Studi Kasus: Pertambangan Rakyat Desa Waluran, Kecamatan Waluran, Kabupaten Sukabumi) 1 Widodo, 2 Aminuddin 1 Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI. Komplek LIPI, Jln. Sangkuriang Bandung 2 Pusat Sumber Daya Air Tanah dan Geologi Lingkungan, Badan Geologi Jln. Diponegoro No. 57 Bandung SARI Masalah utama yang timbul pada kegiatan penambangan emas skala kecil adalah pemborosan sumber daya mineral dan terjadinya degradasi lingkungan. Pemborosan sumber daya mineral terjadi karena hanya bijih emas kadar tinggi yang diambil untuk diolah dengan metode amalgamasi secara langsung. Perolehan emas yang rendah (<60 %) serta merkuri (Hg) dan logam-logam berat lainnya yang terbuang cukup besar, dan bijih emas kadar rendah ditimbun di sekitar lubang tambang. Salah satu upaya untuk mengurangi pemborosan sumber daya mineral emas pada penambangan skala kecil adalah dengan meningkatkan perolehan emas, yaitu dengan cara melakukan pengolahan bijih emas metode amalgamasi secara tidak langsung. Berdasarkan hasil penelitian di daerah Waluran, Kabupaten Sukabumi, metode amalgamasi dengan cara tidak langsung mampu meningkatkan perolehan logam emas hingga 14,580 % dan menekan tingkat kehilangan merkuri (Hg) hingga 3,933 %. Kata kunci: bijih emas, tambang skala kecil, metode amalgamasi tidak langsung ABSTRACT The main problems in small-scale gold mining activities is a waste of mineral resources, and environmental degradation. Mineral resource wastage occurs happened because only high grade gold ore is taken to proceed by a direct amalgamation method, a large amount of lowgrade gold ore (<60%) as well as mercury (Hg) and other heavy metals are dumped around the pit. One of the efforts to reduce the waste of gold resources is to increase the gold gain by carrging out the process of gold ore amalgamation method indirectly. Based on the results of a research in Waluran, Sukabumi Regency. the method of indirect amalgamation is better than the direct one, and it is able to increase the gold gain up to % and decreases the loss of mercury (Hg) up to 3.933%. Keywords: gold metal, small-scale mining, amalgamation indirect method PENDAHULUAN Kebutuhan dunia akan emas pada saat ini cukup meningkat seiring dengan kemajuan teknologi, kecerdasan masyarakat, dan pengalaman pengolahan bijih emas. Emas merupakan salah satu sumber daya bahan galian (mineral) yang bersifat sekali ambil akan habis (non renewable resources), dan tidak dapat diperbaharui atau dipulihkan kembali. Untuk itu diperlukan pengelolaan yang yang tepat dan terencana, serta memperhatikan konservasi mineral untuk generasi yang akan datang. Penambangan dilakukan dengan sistem tambang bawah tanah, dengan membuat lubang bukaan mendatar berupa terowongan (tunnel) atau berupa adit dan lubang bukaan vertikal berupa sumuran (shaft) sebagai jalan masuk ke dalam tambang. Penambangan dilakukan secara selektif untuk memilih bijih yang mengandung emas, baik yang berkadar rendah maupun yang berkadar tinggi. Hasil penambangan bijih emas yang berkadar tinggi diolah dengan metode amalgamasi, yaitu proses pengikatan logam emas dari bijih tersebut dengan menggunakan merkuri (Hg) dalam tabung yang disebut sebagai gelundung (amalgamator). Amalgamator selain berfungsi sebagai tempat proses amalgamasi juga berperan dalam mereduksi ukuran bijih emas dari yang berukuran kasar (<1 cm) hingga menjadi berbutir halus ( mesh) dengan media gerus berupa batangan besi. Amalgamator tersebut dapat diputar dengan tenaga penggerak air sungai melalui kincir atau tenaga listrik (dinamo). Selanjutnya dilakukan pencucian dan pendulangan untuk memisahkan amalgam (perpaduan logam emas/perak dengan Hg) dari ampas (tailing). Amalgam yang diperoleh diproses melalui pembakaran (penggebosan) untuk memperoleh 83

2 Upaya Peningkatan Perolehan Emas Dengan Metode Amalgamasi Tidak Langsung (Widodo dan Aminuddin) perpaduan logam emas-perak (bullion). Selanjutnya dilakukan pemisahan antara logam emas (Au) dari logam perak (Ag) dengan menggunakan larutan perak nitrat. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa hasil proses amalgamasi pada pertambangan rakyat di Waluran, Kabupaten Sukabumi menimbulkan berbagai permasalahan. Di samping terjadinya pemborosan sumber daya mineral, juga menimbulkan terjadinya degradasi lingkungan. Terjadinya pemborosan sumber daya mineral karena banyak logam emas yang terbuang bersama dengan ampas (tailing) yang tercermin oleh tingkat perolehan (recovery) logam emas yang masih rendah (< 60 %), walaupun secara teoritis tingkat perolehan emas dalam amalgamasi jarang melebihi 85 % (Sevruykov et al, 1960). Akibat penggunaan metode amalgamasi cara langsung ini timbul permasalahan, yaitu perolehan emas yang rendah dan kehilangan merkuri yang cukup tinggi. Kehilangan merkuri yang cukup tinggi ini telah mencemari air Sungai Ciliunggunung (Widodo, 2008 a ). Untuk itu dilakukan penelitian untuk mengupayakan meningkatkan perolehan emas dengan melakukan pengolahan bijih emas metode amalgamasi secara tidak langsung. Tujuannya adalah meningkatkan perolehan emas, sehingga kandungan emas yang ada dalam ampas (tailing) hasil pengolahan metode amalgamasi menurun, serta mengurangi adanya dampak pencemaran air raksa dan logam-logam berat lainnya. Percobaan menggunakan bahan dan peralatan yang sama seperti yang dilakukan oleh pertambangan rakyat di Waluran. Bahan percobaan menggunakan bijih emas berukuran <1cm dengan kadar 8,4 gr/t dan 10,32 gr/t, merkuri, kapur tohor, borax, soda abu, dan perak nitrat. Sementara peralatan amalgamasi menggunakan gelundung (amalgamtor) dengan tenaga penggerak kincir air, pendulang (pan), dan retorting. Hasil percobaan menunjukkan bahwa perolehan emas (Au) sebesar 38,40-47,98 % untuk cara langsung dan 44,43-53,33 % untuk cara tidak langsung. Kehilangan air raksa (Hg) sebesar 6,13-8,06 % untuk cara langsung dan 4,13-5,26 % untuk cara tidak langsung. Berdasarkan hasil percobaan terlihat adanya kecenderungan kenaikan perolehan emas hingga 14,58 %, dan menurunkan kehilangan air raksa hingga 3,93 %. Hasil percobaan pengolahan bijih emas dengan metode amalgamasi tidak langsung ini diharapkan dapat diterapkan pada pertambangan rakyat maupun dalam industri pertambangan emas. KEADAAN UMUM DAERAH KAJIAN Lokasi kegiatan penambangan dan pengolahan bijih emas pertambangan skala kecil (tambang rakyat) terletak di daerah Waluran, Kecamatan Waluran, Kabupaten Sukabumi (Gambar 1). Lokasi penelitian dapat dicapai dengan kendaraan roda empat dari Kecamatan Pelabuhan Ratu ke arah Kiaradua-Surade (Ujung Genteng). Jarak Kota Bandung - Kota Sukabumi sekitar 90 km, sedangkan Kota Sukabumi- Kecamatan Waluran diperkirakan 100 km. Gambar 1. Peta lokasi daerah penelitian. 84

3 Buletin Geologi Tata Lingkungan (Bulletin of Environmental Geology) Vol. 21 No. 2 Agustus 2011: Daerah Waluran termasuk kedalam Formasi Jampang (Tmjv). Formasi Jampang (Gambar 2) terdiri atas tiga satuan, yaitu bagian utama sebagian besar adalah breksi gunung api berbutir halus hingga kasar, Anggota Formasi Cikarang (Tmjc) yang terdiri atas tufa dan tufa lapili, dan Anggota Cisereuh (Tmja) terdiri atas aliran andesit dan basal (Sukamto, 1990). Mineralisasi di daerah Waluran dijumpai pada lava andesit dan intrusi dasit, yang ditandai dengan munculnya ubahan klorit, karbonat, mineral lempung, dan kuarsa. Kuarsa sering dijumpai dalam bentuk veinlets maupun urat berukuran tebal antara 0,1 1,0 m, yang kadang-kadang mengandung mineral bijih sulfida. Jurus urat U 300 o T - U 340 o T dengan kemiringan 50 o sampai mendekati 90 o. Kuarsa veinlets mempunyai ketebalan beberapa cm dengan arah tidak teratur, yang memotong kedudukan urat kuarsa. Urat dan veinlets kuarsa ini terdapat dalam dasit yang kadang-kadang menerobos lava andesit. Mineralisasi yang terjadi disebabkan oleh pengaruh intrusi dasit yang menerobos batuan samping (lava andesit), yang dapat digolongkan kedalam jenis mineralisasi sulfida bertipe urat (Indarto drr., 1987). Berdasarkan pengamatan mineralogi pada sayatan tipis/poles percontoan urat (Soemarto drr., 1994) diketahui bahwa bijih emas primer termasuk bijih sulfida dengan mineral-mineral penyusun di antaranya: pirit (FeS 2 ), kalkopirit [(Cu, Fe)S 2 ], spalerit [(Zn, Fe)S], dan kovelit (CuS). Mineral pirit berukuran 0,1-0,2 mm, bentuk anhedral, tersebar pada urat kuarsa (+ 15 %); kalkopirit berwarna kuning, anhedral, butir halus ukuran + 0,1 mm dan tersebar tidak merata (+ 1 %); spalerit warna kuning keabuan ukuran < 4 mm; kovelit warna biru muda, anhedral dan jumlahnya + 1 %. METODOLOGI Metode yang dipakai dalam penyusunan makalah ini adalah melakukan pengumpulan dan pengolahan data sekunder yang berupa data geologi, bijih emas, dan air sungai. Selain itu juga dilakukan pengamatan dan pengukuran langsung di lapangan seperti pengambilan percontoh bijih emas, ampas (tailing), dan air. Untuk mengetahui kondisi sebenarnya proses amalgamasi yang dilakukan pada pertambangan rakyat di Waluran, maka dilakukan percobaan amalgamasi dengan indikator tingkat perolehan logam emas dan tingkat kehilangan merkuri (Hg). Bahan percobaan pengolahan metode amalgamasi yang digunakan adalah dua kelompok bijih emas berukuran <1 cm, masing-masing berkadar Y 1 (8,4 gr/t) dan Y 2 (10,32 gr/t). Bahan proses amalgamasi berupa merkuri (Hg), dan kapur tohor (CaO) untuk pengaturan ph. Sementara peralatan amalgamasi berupa tabung amalgamasi (amalgamator) atau penduduk setempat menyebut dengan istilah gelundung dengan tenaga penggerak dinamo, pendulang, dan retorting. Data prosedur percobaan amalgamasi dilakukan dengan dua cara, yaitu cara langsung (Gambar 3) dan cara tidak langsung (Gambar 4) yang dijelaskan sebagai berikut (Widodo, 2008): U Gambar 2. Peta geologi daerah Waluran dan sekitarnya (Sukamto, 1975). 85

4 Upaya Peningkatan Perolehan Emas Dengan Metode Amalgamasi Tidak Langsung (Widodo dan Aminuddin) Bijih Emas Primer Pengecilan Ukuran (<1 cm) Amalgamator Media gerus, kapur, air Air raksa Pendulangan Merkuri (Hg) + Au, Ag Ampas Saringan (Kain Parasut) Merkuri Amalgam Gambar 3. Pengolahan bijih emas metode amalgamasi cara langsung. Prosedur cara langsung (X 1) : Kondisi percobaan diatur sebagai berikut : berat bijih emas 20 kg, berat media giling 9,6 kg, berat merkuri 150 gr, ph pulp 9-10, kecepatan putar amalgamator pada penghalusan bijih adalah 55 rpm, dan rentang waktu amalgamasi 9 jam (merkuri dimasukkan bersama-sama dalam proses penggerusan). Prosedur cara tidak langsung (X 2 ) : Kondisi percobaan sama dengan kondisi cara langsung, perbedaannya cara tidak langsung ini bahwa bijih emas tidak langsung dimasukkan ke amalgamator, tetapi dilakukan pencucian bijih emas terlebih dahulu atau melalui dua tahap proses (Gambar 4). 86

5 Buletin Geologi Tata Lingkungan (Bulletin of Environmental Geology) Vol. 21 No. 2 Agustus 2011: Bijih Emas Primer Pengecilan Ukuran (1 cm) Amalgamator Tahap 1 Media Gerus, Kapur, Air Tahap 2 Air, Air Raksa Pendulangan Merkuri (Hg) + Au, Ag Ampas Saringan (Kain Parasut) Merkuri Amalgam Gambar 4. Pengolahan bijih emas metode amalgamasi cara tidak langsung. Tahap pertama dilakukan penghalusan ukuran butir dalam amalgamator selama 7 jam, kemudian baru tahap kedua, yaitu amalgamasi selama 2 jam. Pada tahap amalgamasi ini, dilakukan pengurangan berat media giling %, ditambahkan air untuk mendapatkan persentase pulp (adonan) menjadi %, dimasukkan merkuri dan dilakukan pengecekan ph (9-10). Setelah persiapan pengolahan selesai, amalgamator diputar kembali dengan kecepatan putar sekitar 40 rpm. Pengurangan berat media giling dan kecepatan putar bertujuan agar proses yang terjadi hanya proses pengadukan (agitasi), bukan proses penggerusan. Hasil amalgamasi baik cara langsung maupun tidak langsung sama - sama berupa amalgam. Selanjutnya dengan menambahkan borax, soda abu, dan nitrat kemudian dibakar dengan alat emposan (retort), didapatkan bullion. Pemisahan logam emas terhadap perak dilakukan dengan menggunakan larutan air keras (asam nitrat) dan batang tembaga sebagai elektroda, perak akan bereaksi dengan air keras, dan emas akan tertinggal. Untuk mengetahui perkembangan tingkat pencemaran air sungai telah dilakukan pemantauan dengan cara mengambil percontoh air sungai pada titik tetap CLG.07 tahun 2007, 2008 dan Analisis percontoh air sungai meliputi unsur-unsur ph, Hg, Fe, Mn, Cu, Zn, Pb, Cr, dan As. 87

6 Upaya Peningkatan Perolehan Emas Dengan Metode Amalgamasi Tidak Langsung (Widodo dan Aminuddin) Gambar 5. Gelundung (amalgamator) untuk proses pengolahan bijih emas (Foto diambil di Waluran, 2010). Gambar 6. Pencucian adonan (pulp) hasil pengolahan bijih emas dengan metode amalgamasi (Foto diambil di Waluran, 2010). 88

7 Buletin Geologi Tata Lingkungan (Bulletin of Environmental Geology) Vol. 21 No. 2 Agustus 2011: ANALISIS PERCOBAAN Masukkan merkuri (Hg) ke dalam amalgamator yang dilakukan secara tidak langsung (2 jam) belakangan, memperoleh hasil amalgamasi lebih baik jika dibandingkan dengan cara langsung (9 jam) bersamaan, sebagaimana yang dilakukan oleh pertambangan rakyat di Waluran pada umumnya. Hasil percobaan amalgamasi baik dalam bentuk amalgam, bullion, logam emas, dan kehilangan merkuri disajikan dalam bentuk tabel seperti disajikan pada Tabel 1, Gambar 7, dan Gambar 8 (Widodo, 2008) sebagai berikut : Tabel 1. Hasil Percobaan Amalgamasi No. Variabel Percobaan Hasil Percobaan Amalgamsi (gr) Amalgam Bullion Emas Kehilangan Merkuri 1 Cara Langsung X 1 Y 1 8,100 1,666 0, ,60 2 Cara Langsung X 1 Y 1 7,590 1,610 0,0690 9,20 3 Cara Langsung X 1 Y ,480 0, ,50 4 Cara Langsung X 1 Y 2 9,080 1,724 0, ,10 5 Cara Tidak Langsung X 2 Y 1 9,620 1,760 0,0868 7,10 6 Cara Tidak Langsung X 2 Y 1 9,740 2,075 0,0756 6,80 7 Cara Tidak Langsung X 2 Y 2 11,650 2,532 0,0986 7,90 8 Cara Tidak Langsung X 2 Y 2 11,480 1,886 0,1096 6,20 Keterangan: X 1 = pengolahan cara langsung X 2 = pengolahan cara tidak langsung Y 1 = kadar bijih emas 1 (umpan 1) Y 2 = kadar bijih emas 2 (umpan 2) 89

8 Perolehan Au (%) Kehilangan Hg (%) Upaya Peningkatan Perolehan Emas Dengan Metode Amalgamasi Tidak Langsung (Widodo dan Aminuddin) Menurun Cara langsung Cara tidak langsung Percobaan Ke (n) Gambar 7. Diagram tingkat perolehan logam emas hasil percobaan amalgamasi Meningkat Cara langsung Cara tidak langsung Percobaan Ke (n) Gambar 8. Diagram pola kecenderungan tingkat kehilangan merkuri (Hg) hasil percobaan amalgamasi 90

9 Buletin Geologi Tata Lingkungan (Bulletin of Environmental Geology) Vol. 21 No. 2 Agustus 2011: Hasil analisis kimia air Sungai Ciliunggunung pada titik (CLG.07), unsur ph dan logam-logam berat adalah sebagai berikut (Tabel 2): Tabel 2. Hasil Analisis ph dan Logam Berat Titik CLG.07 Satuan Hasil Analisis No. 1 ph Parameter mg/l 2006*) mg/l 5,7 5,7 5,8 6,0 2 Merkuri (Hg) 3 Besi (Fe) 4 Mangan (Mn) 5 Tembaga (Cu) 6 Seng (Zn) 7 Timbal (Pb) 8 Kromium (Cr) 9 Arsen (As) mg/l 0,188 0,020 0,010 0,004 mg/l 0,320 0,360 0,410 0,280 mg/l 0,012 0,008 0,002 ttd mg/l 0,015 0,010 0,008 0,006 mg/l 0,022 0,020 0,015 0,008 mg/l 0,018 0,015 0,020 ttd mg/l Ttd ttd ttd ttd mg/l ttd 0,001 ttd ttd *). Sebelum dilakukan perbaikan cara pengolahan bijih emas (Widodo, 2008). PEMBAHASAN Kegiatan pertambangan skala kecil/ pertambangan rakyat (small-scale mining) dilaksanakan dalam suatu wilayah pertambangan rakyat (WPR), baik itu pertambangan mineral logam, pertambangan mineral bukan logam, pertambangan batuan, dan pertambangan batubara. Sifat-sifat atau kondisi kegiatan pertambangan skala kecil umumnya diterapkan pada kondisi sebagai berikut: tidak melakukan kegiatan eksplorasi, potensi cadangan terbatas, teknologi penambangan dan pengolahan bersifat sederhana (manual), bahan galian yang ditambang/diolah berkadar/berkualitas tinggi, kualitas bahan galian dipengaruhi oleh pasar/konsumen, modal kegiatan penambangan/pengolahan terbatas, tidak (kurang) memperhatikan kelestarian lingkungan, kesehatan dan keselamatan kerja, prasarana pendukung kegiatan penambangan / pengolahan sedangcukup, keahlian penambang / pengolah bahan galian dapat digolongkan ke dalam tingkat dasar sampai menengah, kegiatan penambangan / pengolahan dilakukan secara padat karya, prokduktivitas relatif rendah, kurang memperhatikan konservasi sumber daya alam (mineral). Pengolahan bijih emas dengan metode amalgamasi adalah cara pengolahan bijih emas yang paling sederhana dibandingkan dengan metode pengolahan emas lainnya, seperti metode flotasi maupun metode pelindian termasuk sianidasi. Di samping murah biaya operasionalnya, juga mudah dalam pemasaran produknya karena baik masih dalam bentuk amalgam, maupun bullion sudah bisa dipasarkan dengan harga standar berdasarkan kualitas produk dan harga pasar logam emas murni dunia internasional pada saat itu. Oleh karena itu, metode amalgamasi ini menjadi pilihan utama bagi pertambangan skala kecil (pertambangan rakyat) pada umumnya. Perlakuan waktu amalgamasi sehubungan dengan cara memasukkan merkuri (Hg) ke dalam amalgamator yang dilakukan secara tidak 91

10 Upaya Peningkatan Perolehan Emas Dengan Metode Amalgamasi Tidak Langsung (Widodo dan Aminuddin) langsung (2 jam) memperoleh hasil amalgamasi lebih baik jika dibandingkan dengan cara langsung (9 jam), sebagaimana yang dilakukan oleh pertambangan rakyat di Waluran pada umumnya. Pengolahan bijih emas metode amalgamasi cara langsung memperoleh hasil 38,40-47,98 %, sehingga emas yang terbuang bersama ampas sebesar 52,02-62,60 %. Sementara pengolahan bijih emas metode amalgamasi cara tidak langsung memperoleh hasil 44,43-53,33 %, sehingga emas yang terbuang bersama ampas sebesar 46,67-55,57 %. Berdasarkan diagram pada Gambar 3, tampak bahwa kecenderungan (trend) pengaruh amalgamasi tidak langsung dapat meningkatkan perolehan logam emas (Au) rata-rata sebesar 14,580 %, jika dibandingkan dengan cara langsung. Sementara berdasarkan diagram pada Gambar 4, tampak bahwa kecenderungan (trend) pengaruh amalgamasi tidak langsung dapat menurunkan (menekan) tingkat kehilangan merkuri (Hg) rata-rata sebesar 3,933 %, jika dibandingkan dengan cara langsung. Terjadinya degradasi lingkungan, khususnya di daerah aliran sungai, disebabkan oleh proses pencucian dan pendulangan yang dilakukan di sungai, sehingga ampas (tailing) terbuang ke dalam sungai. Sebagai akibatnya, air sungai menjadi keruh dan tercemar oleh merkuri yang terbuang bersama ampas. Hasil pemantauan Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Sukabumi (tahun 2004, 2005) menyebutkan bahwa daerah aliran sungai di Kecamatan Waluran pada umumnya telah mengalami pencemaran merkuri (Hg) akibat kegiatan pertambangan emas di daerah sekitarnya. Kandungan merkuri pada bulan-bulan tertentu telah melampaui nilai ambang batas yang diperkenankan. Hasil pengukuran terhadap kualitas air pada bulan Agustus 2005 memperlihatkan nilai kandungan merkuri (Hg) cukup tinggi, yaitu mencapai sekitar 0,2180 mg/l (Wahyu drr., 2006). Merkuri termasuk salah satu logam berat, dengan berat molekul tinggi. Dalam kadar rendah logam berat ini umumnya sudah beracun bagi tumbuhan dan hewan, termasuk manusia. Beberapa logam berat lainnya adalah mangan (Mn), timbal (Pb), tembaga (Cu), kromium (Cr), dan besi (Fe). Merkuri (Hg) diperlukan untuk pertumbuhan kehidupan biologis, tetapi dalam jumlah berlebihan akan bersifat racun. Oleh karena itu keberadaan logam berat perlu mendapat pengawasan terutama dari segi jumlah kandungannya di dalam air (Noviardi drr., 2007). Air raksa dalam temperatur kamar berbentuk zat cair, bila terjadi kontak dengan logam emas akan membentuk larutan padat (Sevruykov drr., 1960). 92 Larutan padat biasa disebut amalgam, yaitu merupakan paduan antara air raksa dengan beberapa logam (emas, perak, tembaga, timah, dan seng). Perolehan emas metode amalgamasi langsung yang rendah (<60 %) ini juga menimbulkan masalah pencemaran air sungai dari merkuri dan logam-logam berat, pemborosan sumber daya mineral karena bijih emas kadar rendah tidak diolah dan ampas (tailing) sebagai sisa pengolahan umumnya masih mengandung emas. Agar dampak pengolahan yang terjadi dapat diminimalisasi (ramah lingkungan), maka perlu dilakukan usaha : (1). pengolahan tidak lagi dilakukan di sungai dengan tenaga penggerak kincir air, tetapi menggunakan genset (dinamo) yang dapat dilakukan jauh dari sungai, (2). memperkecil kandungan air raksa yang tidak dapat diambil kembali dengan cara melakukan pengolahan bijih emas metode amalgamasi tidak langsung dan meningkatkan tingkat efisiensi amalgamasi, (3). membuat kolam-kolam/bak pengendap yang kedap air secara berjenjang untuk tailing hasil pengolahan dan mencegah infiltrasi ke dalam air tanah. Pada awalnya sungai-sungai di daerah penelitian tidak tercemar merkuri (Hg) dan logamlogam berat, setelah adanya kegiatan pengolahan bijih emas metode amalgamasi langsung oleh penduduk setempat dan sekitarnya, air sungai menjadi tercemar, khususnya merkuri. Hasil pemantauan pencemaran merkuri dari pengolahan bijih emas di Kecamatan Waluran (Wahyu drr., 2006) yang dilakukan oleh Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Sukabumi menunjukkan bahwa air sungai mengandung merkuri di atas nilai ambang batas terjadi pada bulan Juni, Juli, Oktober dan Desember 2004, sementara pada bulan Agustus dan November 2004 konsentrasi merkuri masih di bawah nilai ambang batas. Untuk percontoh sedimen sungai konsentrasi merkuri pada tengah sungai dengan konsentrasi tertinggi pada bulan November yaitu sebesar 2,5193 ppm. Pada tahun 2005 air Sungai Ciliunggunung dengan kandungan merkuri terbesar terjadi pada bulan Agustus (0,2180 mg/l), kadar maksimal sedimen tengah pada bulan September (11,022 ppm) dan sedimen pinggir pada bulan Agustus (11,1933 ppm). Kandungan merkuri terbesar pada bulan Agustus tahun 2005 pada Sungai Ciliunggunung ini terjadi karena keberhasilan penambangan bijih emas dengan kadar yang bagus, sehingga jumlah pengolahan di sungai tersebut juga meningkat dan bulan Agustus 2005 adalah musim kemarau. Hasil pengukuran kualitas/mutu air terhadap pencemaran merkuri dan logam - logam berat

11 Buletin Geologi Tata Lingkungan (Bulletin of Environmental Geology) Vol. 21 No. 2 Agustus 2011: dievaluasi sesuai dengan pemanfaatannya berdasarkan kelas. Perairan yang mengandung merkuri untuk bahan baku air minum (kelas I) maksimum 0,001 mg/l, untuk budi daya ikan air tawar, peternakan, sarana rekereasi air (kelas II dan III) merkuri maksimum 0,002 mg/l dan untuk pengairan (kelas IV) merkuri maksimum 0,005 mg/l (Tabel 3). Pada Agustus dilakukan analisis percontoh air Sungai Ciliunggunung pada titik LG.07 untuk ph, merkuri dan logam berat lainnya, dimana pada Agustus tahun 2005 pada titik CLG.07 diketahui memiliki konsentrasi Hg yang terbesar, yaitu 0,2180 mg/l (Wahyu drr., 2006). Tabel 3. Kriteria Mutu Air Berdasarkan Kelas (Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001) Parameter Satuan Kelas I II III IV ph 06-Sep 06-Sep 06-Sep 05-Sep Besi (Fe) mg/l 0,3 (-) (-) (-) Mangan (Mn) mg/l 0,1 (-) (-) (-) Tembaga (Cu) mg/l 0,02 0,02 0,02 0,2 Kadmium (Cd) mg/l 0,01 0,01 0,01 0,01 Seng (Zn) mg/l 0,05 0,05 0,05 2 Timbal (Pb) mg/l 0,03 0,03 0,03 1 Kromium (Cr) mg/l 0,05 0,05 0,05 1 Arsen (As) mg/l 0, Merkuri (Hg) mg/l 0,001 0,002 0,002 0,005 Keterangan : Kelas I = bahan baku air minum Kelas II = sarana rekreasi air, budi daya ikan air tawar, peternakan Kelas III = budi daya ikan tawar, peternakan Kelas IV = pengairan 93

12 Upaya Peningkatan Perolehan Emas Dengan Metode Amalgamasi Tidak Langsung (Widodo dan Aminuddin) Gambar 9. Pengolahan bijih emas menggunakan amalgamator yang digerakkan dengan kincir air (Foto diambil di Sungai Ciliunggunung Waluran, 2010). Gambar 10. Kolam penampungan/pengendapan lumpur hasil pengolahan bijih emas metode amalgamasi dilakukan di darat (Foto diambil di Waluran, 2010). 94

13 Buletin Geologi Tata Lingkungan (Bulletin of Environmental Geology) Vol. 21 No. 2 Agustus 2011: Adanya penyuluhan dan pembinaan kepada para penambang/pengolah bijih emas berdampak positif terhadap peningkatan perolehan emas menggunakan metode amalgamasi tidak langsung, dan kecenderungan penurunan pencemaran merkuri dan logam-logam berat terhadap air Sungai Ciliunggunung (Tabel 2), sehingga kualitas air sungai menjadi lebih baik dibandingkan pada tahun sebelumnya. Berdasarkan kriteria mutu air untuk ph, percontoh air Sungai Ciliunggunung pada tahun tidak memenuhi syarat untuk keperluan budi daya ikan air tawar dan peternakan (Kategori Kelas III); sarana rekreasi air, budi daya ikan air tawar dan peternakan (Kategori Kelas II); dan bahan baku air minum (Kategori Kelas I); tetapi memenuhi syarat untuk keperluan pengairan (kategori Kelas IV). Begitu juga kandungan merkuri (Hg) pada percontoh air Sungai Ciliunggunung pada tahun tidak memenuhi syarat untuk keperluan dalam kategori IV, III, II, dan I, tapi pada tahun 2009 percontoh air sungai dapat digunakan untuk keperluan pengairan (Kelas IV). Sementara kandungan besi (Fe) pada percontoh Sungai Ciliunggunung pada tahun tidak memenuhi syarat untuk keperluan dalam kategori I, tapi pada tahun 2009 percontoh air sungai dapat digunakan untuk semua keperluan, baik itu kategori IV, III, II dan I. Apabila perbaikan cara penambangan dan pengolahan bijih emas terus ditingkatkan secara berkelanjutan, maka kualitas air sungai juga akan lebih baik, sehingga pencemaran merkuri dan logam-logam lainnya juga akan menurun. Peningkatan kualitas air sungai dapat berpengaruh terhadap kesehatan manusia. Merkuri biasanya masuk ke dalam tubuh manusia lewat pencernaan, baik melalui ikan maupun air itu sendiri. Merkuri dalam bentuk logam sebagian besar dapat disekresikan, sisanya akan menumpuk di ginjal dan sistem saraf yang suatu saat akan mengganggu bila akumulasinya makin banyak. Apabila Hg ini terhisap dari udara akan berdampak akut atau dapat terakumulasi dan terbawa ke organ - organ tubuh lainnya, menyebabkan bronchitis sampai rusaknya paru - paru. Pada keracunan merkuri tingkat awal penderita akan merasa mulutnya kebal, sehingga tidak peka terhadap rasa dan suhu. Hidung tidak peka bau, mudah lelah dan sering sakit kepala. Apabila terjadi akumulasi yang lebih, dapat berakibat pada degenerasi sel - sel saraf di otak kecil yang menguasai kondisi saraf, gangguan pada luas pandang, degenerasi pada sarung selaput saraf dan bagian otak kecil. Keracunan oleh merkuri anorganik terutama mengakibatkan terganggunya fungsi ginjal dan hati, terganggunya sistem enzim dan mekanisme sintetik apabila berupa ikatan dengan kelompok sulfur di dalam protein dan enzim. Merkuri organik jenis metilmerkuri dapat memasuki placenta dan merusak janin pada wanita hamil, mengganggu saluran darah ke otak serta menyebabkan kerusakan otak (Herman, 2006). Pengelolaan atau kegiatan penambangan/ pengolahan bahan galian nonlogam (mineral industri) tidak terlalu rumit apabila dibandingkan dengan bahan galian logam. Karakteristik dan kondisi geologi yang berbeda pada setiap jenis bahan galian, akan memberikan cara pengelolaan dan penanganan yang berbeda pula, sehingga penanganan aspek konservasi juga akan berbeda. Bahan galian yang diusahakan pada pertambangan skala kecil umumnya merupakan komoditi pilihan yang dapat dilakukan dengan cara penambangan / pengolahan yang tidak rumit, dan hasilnya dapat segera dipasarkan. Besarnya cadangan bahan galian bagi para penambang juga bukan merupakan faktor utama dalam penentuan kegiatan, asalkan bahan galian yang ditambang/diolah dapat memberikan pendapatan untuk mencukupi kebutuhan hidup. Bahan galian yang telah terganggu keberadaannya (ditambang, disimpan ditempat penimbunan), tetapi mempunyai kualitas/kadar yang belum mempunyai nilai ekonomis pada saat ini, harus disimpan pada lokasi tertentu dengan penanganan yang baik dan benar agar tidak turun nilai ekonominya pada masa mendatang. Apabila akan dimanfaatkan dapat dengan mudah untuk diambil (digali) kembali. Sementara untuk bahan galian in-situ yang karena dimensi (jumlah cadangan) atau kadarnya belum mempunyai nilai ekonomi pada saat ini, perlu diamankan, jangan dimanfaatkan menjadi areal penimbunan waste atau tailing untuk mencegah turunnya nilai ekonomi. SIMPULAN DAN SARAN Dari hasil analisis dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Pengolahan bijih emas dengan metode amalgamasi tidak langsung dapat memperoleh hasil logam emas (Au) lebih besar dan kehilangan merkuri (Hg) lebih sedikit. 2. Proses amalgamasi tidak langsung dapat meningkatkan perolehan logam emas hingga 14,580 % dan menekan tingkat kehilangan merkuri hingga 3,933%. 95

14 Upaya Peningkatan Perolehan Emas Dengan Metode Amalgamasi Tidak Langsung (Widodo dan Aminuddin) 3. Hasil pemantauan pencemaran air Sungai Ciliunggunung ( ) secara umum mengalami penurunan dibandingkan tahuntahun sebelumnya setelah pengolahan bijih emas dilakukan dengan amalgamsi tidak langsung. Hal ini ditunjukkan dengan konsentrasi logam berat: merkuri 0,004-0,020 mg/l, besi 0,028-0,410 mg/l, mangan ttd-0,008 mg/l, tembaga 0,006-0,0150mg/l, seng 0,008-0,020 mg/l, timbal ttd-0,020 mg/l dan arsen ttd-0,001 mg/l. 4. Nilai ph air di bawah ambang batas maksimum untuk kriteria air baku air minum kelas I. Untuk meningkatkan nilai ph tersebut supaya sesuai dengan syarat yang ditentukan, dapat ditambahkan kapur. SARAN Perlu dilakukan pengolahan kembali terhadap tailing yang mengandung emas, dan upaya konservasi terhadap tailing maupun bijih emas kadar rendah. Ucapan Terima Kasih Penulis mengucapkan terima kasih kepada Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Sukabumi dan Kepala UPT Loka Uji Teknik Penambangan Jampang Kulon-LIPI Sukabumi yang telah memberikan kesempatan untuk terlibat dalam Sosialisasi Hasil Pemantauan Pencemaran Air Raksa Dari Pengolahan Emas Di Waluran, sehingga salah satunya menghasilkan makalah ini. ACUAN Herman, D.Z., Tinjauan terhadap tailing mengandung unsur pencemar Arsen (As), Merkuri (Hg), Timbal (Pb), dan Kadmium (Cd) dari sisa pengolahan bijih logam. Jurnal Geologi Indonesia, Vol. 1 Maret 2006: h Indarto, S., Dharma, S.K., dan Sudaryanto, Penelitian Mineralisasi di Daerah Waluran, Kabupaten Sukabumi. Laporan Penelitian No. 11/PPPG/1987, Puslitbang Geoteknologi-LIPI, Bandung, h Noviardi, R., Widodo, Astuti, N.M., Konsentrasi Logam Berat Pada Air Sungai Cigaru dan Bahaya Yang Dapat Ditimbulkan Bagi Manusia. Prosiding Lokakarya Hasil Penelitian Dan Pengembangan di Bidang Ilmu Kebumian, Tasikmalaya, 4 September Peele R., "Mining Engineers" Handbook. Third Edition, Vol. 2, New York, John Wiley & Sons Inc., March., p. 33 :2 Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun Tentang Pengelolaan Kualitas Air Dan Pengendalian Pencemaran Air. Sukamto, R., Geologi Lembar Jampang Dan Balekambang, Jawa. Skala 1: Direktorat Geologi, Bandung. Sukamto, R., Geologi Lembar Jampang Dan Balekambang, Jawa Barat. Pusat Penelitian dan pengembangan Geologi, Bandung. Soemarto, B., Widodo, dan Pujono, Studi Mineragrafi dan batuan Ubahan Silikat di Daerah Prospek Surade, Kabupaten Sukabumi. Prosiding Hasil-Hasil Penelitian Puslitbang Geoteknologi-LIPI, Bandung. Sevruykov, N., Kuzmin, B., dan Chelishchev, Y., General Matallurgy, Peace Publisher, Moscow, 545 pp. Wahyu, T., Sudarsono, B., dan Zakiyadin, Sosialisasi Hasil Pemantauan Pencemaran Air Raksa Dari Pengolahan Emas Di Waluran Tahun 2006, Dinas Pertambangan dan Energi, Kabupaten Sukabumi, 23 Agustus 2006, h Widodo, 2008 a. Pencemaran air raksa sebagai dampak pengolahan bijih emas di sungai Ciliunggunung, Waluran, Kabupaten Sukabumi, Jurnal Geologi Indonesia, Vol. 3 No. 3 September 2008, Badan Geologi, Departemen Energi Dan Sumber Daya Mineral, Bandung, 3: Widodo, 2008 b. Pengaruh perlakuan amalgamasi terhadap tingkat perolehan emas dan kehilangan merkuri, Jurnal RISET Geologi dan Pertambangan, Jilid 18 Nomor 1 Tahun 2008, Puslit Geoteknologi-LIPI, Bandung, 18:

Pengaruh Perlakuan Amalgamasi Terhadap Tingkat Perolehan Emas dan Kehilangan Merkuri

Pengaruh Perlakuan Amalgamasi Terhadap Tingkat Perolehan Emas dan Kehilangan Merkuri Makalah Teknis Pengaruh Perlakuan Amalgamasi Terhadap Tingkat Perolehan Emas dan Kehilangan Merkuri Widodo a a UPT Loka Uji Teknik Penambangan Jampang Kulon-LIPI ABSTRACT The gold ore as the result from

Lebih terperinci

Pencemaran air raksa (Hg) sebagai dampak pengolahan bijih emas di Sungai Ciliunggunung, Waluran, Kabupaten Sukabumi

Pencemaran air raksa (Hg) sebagai dampak pengolahan bijih emas di Sungai Ciliunggunung, Waluran, Kabupaten Sukabumi Jurnal Geologi Indonesia, Vol. 3 3 September 2008: 139-149 Pencemaran air raksa (Hg) sebagai dampak pengolahan bijih emas di Ciliunggunung, Waluran, Kabupaten Sukabumi Wi d o d o UPT Loka Uji Teknik Penambangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kandungan mineral logam ( khususnya emas) sudah sejak lama tersimpan di daerah Kabupaten Mandailing Natal. Cadangan bahan tambang emas yang terdapat di Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. udara, air dan tanah berupa kegiatan industri dan pertambangan.

BAB I PENDAHULUAN. udara, air dan tanah berupa kegiatan industri dan pertambangan. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Indonesia, pencemaran logam berat cenderung meningkat sejalan dengan meningkatnya proses industrialisasi. Lajunya pembangunan dan penggunaan berbagai bahan baku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang lain. Pemanfaatan air untuk berbagai kepentingan harus dilakukan secara

BAB I PENDAHULUAN. yang lain. Pemanfaatan air untuk berbagai kepentingan harus dilakukan secara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Air merupakan sumber daya alam yang diperlukan untuk hajat hidup orang banyak, bahkan oleh semua makhluk hidup. Oleh karena itu, sumber daya air harus dilindungi agar

Lebih terperinci

PENDATAAN PENYEBARAN UNSUR MERKURI PADA WILAYAH PERTAMBANGAN CIBALIUNG, KABUPATEN PANDEGLANG, PROVINSI BANTEN

PENDATAAN PENYEBARAN UNSUR MERKURI PADA WILAYAH PERTAMBANGAN CIBALIUNG, KABUPATEN PANDEGLANG, PROVINSI BANTEN PENDATAAN PENYEBARAN UNSUR MERKURI PADA WILAYAH PERTAMBANGAN CIBALIUNG, KABUPATEN PANDEGLANG, PROVINSI BANTEN Nixon Juliawan, Denni Widhiyatna, Junizar Jatim Sari Pengolahan emas dengan cara amalgamasi

Lebih terperinci

PENDATAAN PENYEBARAN MERKURI PADA WILAYAH PERTAMBANGAN DI DAERAH SELOGIRI, KAB.WONOGIRI, PROVINSI JAWA TENGAH

PENDATAAN PENYEBARAN MERKURI PADA WILAYAH PERTAMBANGAN DI DAERAH SELOGIRI, KAB.WONOGIRI, PROVINSI JAWA TENGAH PENDATAAN PENYEBARAN MERKURI PADA WILAYAH PERTAMBANGAN DI DAERAH SELOGIRI, KAB.WONOGIRI, PROVINSI JAWA TENGAH Denni Widhiyatna, R.Hutamadi, Asep Ahdiat Kelompok Program Penelitian Konservasi SARI Wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menurunkan kualitas lingkungan dan derajat kesehatan masyarakat disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. menurunkan kualitas lingkungan dan derajat kesehatan masyarakat disebabkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di Indonesia pembangunan disektor industri terus meningkat sejalan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kegiatan manusia di dalam mengelola dan mengolah

Lebih terperinci

INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN 50 KOTA DAN SIJUNJUNG, PROVINSI SUMATERA BARAT

INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN 50 KOTA DAN SIJUNJUNG, PROVINSI SUMATERA BARAT INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN 50 KOTA DAN SIJUNJUNG, PROVINSI SUMATERA BARAT Oleh: Armin Tampubolon P2K Sub Direktorat Mineral Logam SARI Pada tahun anggaran 2005, kegiatan inventarisasi mineral

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan salah satu sumber daya alam yang terpenting bagi semua makhluk hidup di bumi. Air digunakan hampir di setiap aktivitas makhluk hidup. Bagi manusia, air

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada umumnya, setiap kegiatan industri menghasilkan suatu permasalahan lingkungan jika tidak dikelola dengan baik. Salah satu permasalahan lingkungan yang dihadapi oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah daerah yang dibatasi punggungpunggung gunung dimana air hujan yang jatuh pada daerah aliran sungai akan ditampung oleh punggung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang maju identik dengan tingkat kehidupan yang lebih baik. Jadi, kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. yang maju identik dengan tingkat kehidupan yang lebih baik. Jadi, kemajuan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemajuan industri dan teknologi dimanfaatkan manusia untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Sudah terbukti bahwa industri dan teknologi yang maju identik dengan tingkat

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LIMBAH PENAMBANGAN DAN PENGOLAHAN BIJIH EMAS UNTUK PENGISI LUBANG BEKAS TAMBANG

PEMANFAATAN LIMBAH PENAMBANGAN DAN PENGOLAHAN BIJIH EMAS UNTUK PENGISI LUBANG BEKAS TAMBANG Buletin Geologi Tata Lingkungan (Bulletin of Environmental Geology) Vol. 21 No. 3 Desember 2011: 127 138 PEMANFAATAN LIMBAH PENAMBANGAN DAN PENGOLAHAN BIJIH EMAS UNTUK PENGISI LUBANG BEKAS TAMBANG Widodo

Lebih terperinci

Buletin Geologi Tata Lingkungan (Bulletin of Environmental Geology) Vol. 22 No. 2 Agustus 2012 : 63-74

Buletin Geologi Tata Lingkungan (Bulletin of Environmental Geology) Vol. 22 No. 2 Agustus 2012 : 63-74 Buletin Geologi Tata Lingkungan (Bulletin of Environmental Geology) Vol. 22 No. 2 Agustus 2012 : 63-74 PEMANFAATAN WASTE DAN TAILING UNTUK PEMBUATAN BATA CETAK DARI KEGIATAN PERTAMBANGAN BIJIH EMAS DAERAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia. Indonesia memiliki 17,504 pulau dengan luas wilayah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia. Indonesia memiliki 17,504 pulau dengan luas wilayah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia. Indonesia memiliki 17,504 pulau dengan luas wilayah perairan mencapai 5,8 juta km 2, dan memiliki panjang

Lebih terperinci

PENELITIAN MINERAL IKUTAN PADA LAPANGAN PANAS BUMI DAERAH DIENG, KABUPATEN BANJARNEGARA, PROVINSI JAWA TENGAH

PENELITIAN MINERAL IKUTAN PADA LAPANGAN PANAS BUMI DAERAH DIENG, KABUPATEN BANJARNEGARA, PROVINSI JAWA TENGAH PENELITIAN MINERAL IKUTAN PADA LAPANGAN PANAS BUMI DAERAH DIENG, KABUPATEN BANJARNEGARA, PROVINSI JAWA TENGAH Mangara P. Pohan, Danny Z. Herman, Hutamadi R 1 1 Kelompok Program Peneliti Konservasi, Pusat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kepulauan Bangka Belitung ditetapkan sebagai provinsi baru sesuai Undang - Undang No. 27 tahun 2000 tanggal 4 Desember 2000. Wilayah provinsi ini meliputi Pulau Bangka,

Lebih terperinci

perubahan kondisi tata lingkungan (tanah, udara dan air) yang tidak menguntungkan (merusak dan merugikan kehidupan manusia, binatang dan

perubahan kondisi tata lingkungan (tanah, udara dan air) yang tidak menguntungkan (merusak dan merugikan kehidupan manusia, binatang dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pencemaran lingkungan adalah suatu keadaan yang terjadi karena perubahan kondisi tata lingkungan (tanah, udara dan air) yang tidak menguntungkan (merusak dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam kegiatan seperti mandi, mencuci, dan minum. Tingkat. dimana saja karena bersih, praktis, dan aman.

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam kegiatan seperti mandi, mencuci, dan minum. Tingkat. dimana saja karena bersih, praktis, dan aman. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan suatu unsur penting dalam kehidupan manusia untuk berbagai macam kegiatan seperti mandi, mencuci, dan minum. Tingkat konsumsi air minum dalam kemasan semakin

Lebih terperinci

TARIF LINGKUP AKREDITASI

TARIF LINGKUP AKREDITASI TARIF LINGKUP AKREDITASI LABORATORIUM BARISTAND INDUSTRI PALEMBANG BIDANG PENGUJIAN KIMIA/FISIKA TERAKREDITASI TANGGAL 26 MEI 2011 MASA BERLAKU 22 AGUSTUS 2013 S/D 25 MEI 2015 Bahan Atau Produk Pangan

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 DAFTAR PERSYARATAN KUALITAS AIR MINUM. - Mg/l Skala NTU - - Skala TCU

LAMPIRAN 1 DAFTAR PERSYARATAN KUALITAS AIR MINUM. - Mg/l Skala NTU - - Skala TCU 85 LAMPIRAN 1 PERATURAN MENTERI KESEHATAN RI NOMOR : 416/MENKES/PER/IX/1990 TANGGAL : 3 SEPTEMBER 1990 DAFTAR PERSYARATAN KUALITAS AIR MINUM 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. No Parameter Satuan A. FISIKA Bau Jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Indonesia Merupakan negara kepulauan dan dua pertiga bagian wilayah indonesia berupa perairan. Namun demikian, Indonesia juga tidak lepas dari masalah yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ternyata telah menimbulkan bermacam-macam efek yang buruk bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. ternyata telah menimbulkan bermacam-macam efek yang buruk bagi kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aktivitas kehidupan yang sangat tinggi yang dilakukan oleh manusia ternyata telah menimbulkan bermacam-macam efek yang buruk bagi kehidupan manusia dan tatanan lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara penghasil batubara yang cukup banyak. Sumber daya alam yang melimpah dapat dijadikan alternatif sebagai pemanfaatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia mempunyai visi yang sangat ideal, yakni masyarakat Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia mempunyai visi yang sangat ideal, yakni masyarakat Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia Sehat 2010 yang telah dicanangkan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia mempunyai visi yang sangat ideal, yakni masyarakat Indonesia yang penduduknya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manusia, akan tetapi pembangunan di bidang industri ini juga memberikan. berat dalam proses produksinya (Palar, 1994).

I. PENDAHULUAN. manusia, akan tetapi pembangunan di bidang industri ini juga memberikan. berat dalam proses produksinya (Palar, 1994). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan dan kemajuan teknologi yang berhubungan dengan pembangunan di bidang industri banyak memberikan keuntungan bagi manusia, akan tetapi pembangunan di bidang

Lebih terperinci

PENELITIAN SEBARAN MERKURI DAN UNSUR LOGAM BERAT DI WILAYAH PERTAMBANGAN RAKYAT, KABUPATEN MINAHASA UTARA, PROVINSI SULAWESI UTARA S A R I

PENELITIAN SEBARAN MERKURI DAN UNSUR LOGAM BERAT DI WILAYAH PERTAMBANGAN RAKYAT, KABUPATEN MINAHASA UTARA, PROVINSI SULAWESI UTARA S A R I PENELITIAN SEBARAN MERKURI DAN UNSUR LOGAM BERAT DI WILAYAH PERTAMBANGAN RAKYAT, KABUPATEN MINAHASA UTARA, PROVINSI SULAWESI UTARA Rudy Gunradi Kelompok Penyelidikan Konservasi, Pusat Sumber Daya Geologi

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 23 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PENCEGAHAN PENCEMARAN DAN/ATAU KERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP AKIBAT PERTAMBANGAN EMAS RAKYAT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN

Lebih terperinci

Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling

Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling Tabel V.9 Konsentrasi Seng Pada Setiap Titik Sampling dan Kedalaman Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling A B C A B C 1 0,062 0,062 0,051 0,076 0,030 0,048

Lebih terperinci

PENDATAAN PENYEBARAN UNSUR MERKURI PADA WILAYAH PERTAMBANGAN EMAS DAERAH GUNUNG GEDE, KABUPATEN BOGOR, PROVINSI JAWA BARAT

PENDATAAN PENYEBARAN UNSUR MERKURI PADA WILAYAH PERTAMBANGAN EMAS DAERAH GUNUNG GEDE, KABUPATEN BOGOR, PROVINSI JAWA BARAT PENDATAAN PENYEBARAN UNSUR MERKURI PADA WILAYAH PERTAMBANGAN EMAS DAERAH GUNUNG GEDE, KABUPATEN BOGOR, PROVINSI JAWA BARAT Rohmana, Suharsono Kamal dan Suhandi Kelompok Program dan Penelitian Konservasi

Lebih terperinci

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7 Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, Oktober 2014

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7 Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, Oktober 2014 M1O-01 MENGENALI INTERAKSI AIR SUNGAI DAN AIR TANAH, SERTA ANALISIS HUBUNGAN SIFAT KIMIA DAN FISIK AIR MELALUI METODA GRAFIK (ANALISIS NILAI R 2 ) DALAM PENYELESAIAN MASALAH KEKURANGAN AIR BERSIH WARGA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sampah Sampah dapat didefinisikan sebagai semua buangan yang dihasilkan dari aktivitas manusia dan hewan yang berupa padatan, yang dibuang karena sudah tidak berguna atau diperlukan

Lebih terperinci

hasil analisis tersebut akan diketahui karakteristik (sifat fisik, biologi dan kimia)

hasil analisis tersebut akan diketahui karakteristik (sifat fisik, biologi dan kimia) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Umumnya industri migas dalam bentuk ekspoitasi - produksi, pengolahan minyak dan gas bumi serta pemasaran hasil migas berpotensi memberikan dampak terhadap lingkungan,

Lebih terperinci

PENDATAAN SEBARAN UNSUR MERKURI PADA WILAYAH PERTAMBANGAN GUNUNG PANI DAN SEKITARNYA KABUPATEN POHUWATO, PROVINSI GORONTALO

PENDATAAN SEBARAN UNSUR MERKURI PADA WILAYAH PERTAMBANGAN GUNUNG PANI DAN SEKITARNYA KABUPATEN POHUWATO, PROVINSI GORONTALO PENDATAAN SEBARAN UNSUR MERKURI PADA WILAYAH PERTAMBANGAN GUNUNG PANI DAN SEKITARNYA KABUPATEN POHUWATO, PROVINSI GORONTALO Oleh : Sabtanto JS, Suhandi SARI Daerah Gunung Pani terdapat kegiatan pertambangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat dibutuhkan oleh makhluk hidup. Sebagian besar bumi terdiri atas air karena luas daratan lebih kecil dibandingkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada kerak bumi. Merkuri sangat jarang dijumpai sebagai logam murni (native mercury) dan

BAB I PENDAHULUAN. pada kerak bumi. Merkuri sangat jarang dijumpai sebagai logam murni (native mercury) dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Merkuri secara alamiah berasal dari kerak bumi, konsentrasi merkuri dikerak bumi sebesar 0,08 ppm. Kelimpahan merkuri di bumi menempati urutan ke 67 diantara elemen

Lebih terperinci

I.1.1 Latar Belakang Pencemaran lingkungan merupakan salah satu faktor rusaknya lingkungan yang akan berdampak pada makhluk hidup di sekitarnya.

I.1.1 Latar Belakang Pencemaran lingkungan merupakan salah satu faktor rusaknya lingkungan yang akan berdampak pada makhluk hidup di sekitarnya. BAB I PENDAHULUAN I.1.1 Latar Belakang Pencemaran lingkungan merupakan salah satu faktor rusaknya lingkungan yang akan berdampak pada makhluk hidup di sekitarnya. Sumber pencemaran lingkungan diantaranya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengaplikasikan sifat-sifat alami proses naturalisasi limbah (self purification).

BAB I PENDAHULUAN. mengaplikasikan sifat-sifat alami proses naturalisasi limbah (self purification). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, proses pengolahan limbah terutama limbah cair sering mengaplikasikan sifat-sifat alami proses naturalisasi limbah (self purification). Salah satu cara yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kondisi tersebut. Penurunan kualitas air sungai dapat disebabkan oleh masuknya

BAB I PENDAHULUAN. kondisi tersebut. Penurunan kualitas air sungai dapat disebabkan oleh masuknya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sungai memiliki berbagai komponen abiotik dan biotik yang saling berinteraksi membentuk sebuah jaringan kehidupan yang saling mempengaruhi. Sungai merupakan ekosistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Salah satu sumber air baku bagi pengolahan air minum adalah air sungai. Air sungai

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Salah satu sumber air baku bagi pengolahan air minum adalah air sungai. Air sungai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu sumber air baku bagi pengolahan air minum adalah air sungai. Air sungai secara umum memiliki tingkat turbiditas yang lebih tinggi dibandingkan dengan air

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kabupaten Kolaka merupakan salah satu kabupaten yang ada di Propinsi Sulawesi Tenggara yang berada di wilayah pesisir dan memiliki potensi sumberdaya pesisir laut sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan pembangunan di beberapa negara seperti di Indonesia telah

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan pembangunan di beberapa negara seperti di Indonesia telah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan pembangunan di beberapa negara seperti di Indonesia telah memicu berbagai pertumbuhan di berbagai sektor seperti bidang ekonomi, sosial dan budaya.

Lebih terperinci

Kajian Kandungan Logam Berat di Lokasi Penambangan Emas Tradisional di Desa Sangon, Kecamatan Kokap, Kabupaten Kulon Progo

Kajian Kandungan Logam Berat di Lokasi Penambangan Emas Tradisional di Desa Sangon, Kecamatan Kokap, Kabupaten Kulon Progo Kajian Kandungan Logam Berat di Lokasi Penambangan Emas Tradisional di Desa Sangon, Kecamatan Kokap, Kabupaten Kulon Progo Ratih Chandra Kusuma, Wawan Budianta, Arifudin Departemen Teknik Geologi, Fakultas

Lebih terperinci

BAB VI DISKUSI. Dewi Prihatini ( ) 46

BAB VI DISKUSI. Dewi Prihatini ( ) 46 BAB VI DISKUSI 6.1 Evolusi Fluida Hidrotermal Alterasi hidrotermal terbentuk akibat adanya fluida hidrotermal yang berinteraksi dengan batuan yang dilewatinya pada kondisi fisika dan kimia tertentu (Pirajno,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta lapisan kerak bumi (Darmono, 1995). Timbal banyak digunakan dalam

BAB I PENDAHULUAN. serta lapisan kerak bumi (Darmono, 1995). Timbal banyak digunakan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Logam timbal atau Pb adalah jenis logam lunak berwarna coklat kehitaman dan mudah dimurnikan. Logam Pb lebih tersebar luas dibanding kebanyakan logam toksik lainnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber daya alam yang sangat vital bagi kehidupan. Tidak ada satupun makhluk hidup di bumi ini yang tidak membutuhkan air. Karena hampir semua aktivitas

Lebih terperinci

INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN SUMBA BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN SUMBA BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN SUMBA BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Armin Tampubolon Kelompok Program Penelitian Mineral SARI Secara regional, Pulau Sumba disusun oleh litologi yang berdasar

Lebih terperinci

SNI butir A Air Minum Dalam Kemasan Bau, rasa SNI butir dari 12

SNI butir A Air Minum Dalam Kemasan Bau, rasa SNI butir dari 12 LAMPIRAN SERTIFIKAT AKREDITASI LABORATORIUM NO. LP-080-IDN Bahan atau produk yang Jenis Pengujian atau sifat-sifat yang Spesifikasi, metode pengujian, teknik yang Kimia/Fisika Pangan Olahan dan Pakan Kadar

Lebih terperinci

PENGARUH AKTIVITAS PENAMBANGAN EMAS TERHADAP KONDISI AIRTANAH DANGKAL DI DUSUN BERINGIN KECAMATAN MALIFUT PROVINSI MALUKU UTARA

PENGARUH AKTIVITAS PENAMBANGAN EMAS TERHADAP KONDISI AIRTANAH DANGKAL DI DUSUN BERINGIN KECAMATAN MALIFUT PROVINSI MALUKU UTARA Muhammad Djunaidi, Herry Djainal Pengaruh Aktivitas Penambangan Emas Terhadap Kondisi Airtanah dangkal di Dusun Beringin Kecamatan Malifut Provinsi Maluku Utara PENGARUH AKTIVITAS PENAMBANGAN EMAS TERHADAP

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) Sewon dibangun pada awal

BAB I PENDAHULUAN. Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) Sewon dibangun pada awal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang a. Profil IPAL Sewon Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) Sewon dibangun pada awal Januari 1994 Desember 1995 yang kemudian dioperasikan pada tahun 1996. IPAL Sewon

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbahaya dalam arti (toksisitas) yang tinggi, biasanya senyawa kimia yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. berbahaya dalam arti (toksisitas) yang tinggi, biasanya senyawa kimia yang sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Suatu tatanan lingkungan hidup dapat tercemar atau menjadi rusak disebabkan oleh banyak hal. Namun yang paling utama dari sekian banyak penyebab tercemarnya suatu tatanan

Lebih terperinci

EKSPLORASI TIMAH DAN REE DI PULAU JEMAJA, KECAMATAN JEMAJA KABUPATEN ANAMBAS, PROVINSI KEPULAUAN RIAU

EKSPLORASI TIMAH DAN REE DI PULAU JEMAJA, KECAMATAN JEMAJA KABUPATEN ANAMBAS, PROVINSI KEPULAUAN RIAU EKSPLORASI TIMAH DAN REE DI PULAU JEMAJA, KECAMATAN JEMAJA KABUPATEN ANAMBAS, PROVINSI KEPULAUAN RIAU Wahyu Widodo*, Rudy Gunradi* dan Juju Jaenudin** *Kelompok Penyelidikan Mineral, **Sub Bidang Laboratorium

Lebih terperinci

BAB IV BAHAN AIR UNTUK CAMPURAN BETON

BAB IV BAHAN AIR UNTUK CAMPURAN BETON BAB IV BAHAN AIR UNTUK CAMPURAN BETON Air merupakan salah satu bahan pokok dalam proses pembuatan beton, peranan air sebagai bahan untuk membuat beton dapat menentukan mutu campuran beton. 4.1 Persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun gas dapat menimbulkan pencemaran lingkungan. Lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. maupun gas dapat menimbulkan pencemaran lingkungan. Lingkungan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses industrialisasi tidak dapat melepaskan diri dari efek negatif yang ditimbulkannya. Adanya bahan sisa industri baik yang berbentuk padat, cair, maupun gas dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan kebutuhan hidup pokok karena tidak satupun kehidupan yang ada di dunia ini dapat berlangsung tanpa tersedianya air yang cukup baik kualitas maupun kuantitasnya.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah merupakan salah satu unsur alam yang sama pentingnya dengan air dan udara. Tanah adalah suatu benda alami, bagian dari permukaan bumi yang dapat ditumbuhi oleh

Lebih terperinci

Prosiding Teknik Pertambangan ISSN:

Prosiding Teknik Pertambangan ISSN: Prosiding Teknik Pertambangan ISSN: 2460-6499 Analisis Pengelolaan dan Pemantauan Limbah Flotasi Bijih Tailing di PT Amman Mineral Nusa Tenggara, Provinsi Nusa Tenggara Barat Analysis of Monitoring and

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Air adalah zat yang penting bagi tubuh manusia setelah udara. Tiga per empat bagian tubuh manusia terdiri dari air. Manusia tidak dapat bertahan hidup lebih dari 4-5

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. akumulatif dalam sistem biologis (Quek dkk., 1998). Menurut Sutrisno dkk. (1996), konsentrasi Cu 2,5 3,0 ppm dalam badan

I. PENDAHULUAN. akumulatif dalam sistem biologis (Quek dkk., 1998). Menurut Sutrisno dkk. (1996), konsentrasi Cu 2,5 3,0 ppm dalam badan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Logam berat merupakan komponen alami yang terdapat di kulit bumi yang tidak dapat didegradasi atau dihancurkan (Agustina, 2010). Logam dapat membahayakan bagi kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sumber pencemar bagi lingkungan (air, udara dan tanah). Bahan

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sumber pencemar bagi lingkungan (air, udara dan tanah). Bahan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aktivitas manusia berupa kegiatan industri, rumah tangga, pertanian dan pertambangan menghasilkan buangan limbah yang tidak digunakan kembali yang menjadi sumber

Lebih terperinci

PENYEBARAN MERKURI AKIBAT USAHA PERTAMBANGAN EMAS DI DAERAH SANGON, KABUPATEN KULON PROGO, D.I. YOGYAKARTA

PENYEBARAN MERKURI AKIBAT USAHA PERTAMBANGAN EMAS DI DAERAH SANGON, KABUPATEN KULON PROGO, D.I. YOGYAKARTA PENYEBARAN MERKURI AKIBAT USAHA PERTAMBANGAN EMAS DI DAERAH SANGON, KABUPATEN KULON PROGO, D.I. YOGYAKARTA Oleh: Bambang Tjahjono Setiabudi SUBDIT KONSERVASI ABSTRACT Inventory of mercury distribution

Lebih terperinci

BAKU MUTU LIMBAH CAIR UNTUK INDUSTRI PELAPISAN LOGAM

BAKU MUTU LIMBAH CAIR UNTUK INDUSTRI PELAPISAN LOGAM L A M P I R A N 268 BAKU MUTU LIMBAH CAIR UNTUK INDUSTRI PELAPISAN LOGAM PARAMETER KADAR MAKSIMUM BEBAN PENCEMARAN MAKSIMUM (gram/ton) TSS 20 0,40 Sianida Total (CN) tersisa 0,2 0,004 Krom Total (Cr) 0,5

Lebih terperinci

TEORI JOHN GORDON CHAPTER: CHEMICAL AGENTS. Oleh: SURATMAN, S.KM, M.Kes Staf Pengajar Kesehatan Masyarakat Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed)

TEORI JOHN GORDON CHAPTER: CHEMICAL AGENTS. Oleh: SURATMAN, S.KM, M.Kes Staf Pengajar Kesehatan Masyarakat Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) TEORI JOHN GORDON CHAPTER: CHEMICAL AGENTS Oleh: SURATMAN, S.KM, M.Kes Staf Pengajar Kesehatan Masyarakat Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Keterangan: A = Agen (Agent) P = Pejamu (Host) L = Lingkungan

Lebih terperinci

PEDOMAN. Penggunaan tailing untuk lapis pondasi dan lapis pondasi bawah DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Konstruksi dan Bangunan

PEDOMAN. Penggunaan tailing untuk lapis pondasi dan lapis pondasi bawah DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Konstruksi dan Bangunan PEDOMAN Konstruksi dan Bangunan Pd T-14-2004-B Penggunaan tailing untuk lapis pondasi dan lapis pondasi bawah DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH Daftar isi Daftar isi... i Daftar tabel... i Prakata...

Lebih terperinci

EVALUASI SUMBER DAYA DAN CADANGAN BAHAN GALIAN UNTUK PERTAMBANGAN SEKALA KECIL DI KABUPATEN BIMA, PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

EVALUASI SUMBER DAYA DAN CADANGAN BAHAN GALIAN UNTUK PERTAMBANGAN SEKALA KECIL DI KABUPATEN BIMA, PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT EVALUASI SUMBER DAYA DAN CADANGAN BAHAN GALIAN UNTUK PERTAMBANGAN SEKALA KECIL DI KABUPATEN BIMA, PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Latar Belakang Pusat Sumberdaya Geologi, Badan Geologi Daerah Kabupaten instansi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertambangan emas Rakyat di Desa Hulawa, Kecamatan Sumalata Timur,

BAB I PENDAHULUAN. Pertambangan emas Rakyat di Desa Hulawa, Kecamatan Sumalata Timur, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertambangan emas Rakyat di Desa Hulawa, Kecamatan Sumalata Timur, Kabupaten Gorontalo Utara, merupaka pertambangan yang telah berusia lebih dari 40 tahun.

Lebih terperinci

Air mineral SNI 3553:2015

Air mineral SNI 3553:2015 Standar Nasional Indonesia ICS 67.160.20 Air mineral Badan Standardisasi Nasional BSN 2015 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh isi dokumen ini

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2003 NOMOR : 6 PERATURAN WALIKOTA CILEGON NOMOR 6 TAHUN 2005 T E N T A N G

BERITA DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2003 NOMOR : 6 PERATURAN WALIKOTA CILEGON NOMOR 6 TAHUN 2005 T E N T A N G BERITA DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2003 NOMOR : 6 PERATURAN WALIKOTA CILEGON NOMOR 6 TAHUN 2005 T E N T A N G BAKU MUTU AIR LAUT DI PERAIRAN KOTA CILEGON Menimbang : a. bahwa air laut merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Air merupakan unsur yang penting di dalam kehidupan.tidak ada satu pun makhluk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Air merupakan unsur yang penting di dalam kehidupan.tidak ada satu pun makhluk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan unsur yang penting di dalam kehidupan.tidak ada satu pun makhluk hidup yang ada di bumi ini yang tidak membutuhkan air. Di dalam tubuh makhluk hidup baik

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Tipe Estuari dan Debit Sungai. Tipe estuari biasanya dipengaruhi oleh kondisi pasang surut. Pada saat pasang, salinitas perairan akan didominasi oleh salinitas air laut karena

Lebih terperinci

DAMPAK PENGOPERASIAN INDUSTRI TEKSTIL DI DAS GARANG HILIR TERHADAP KUALITAS AIR SUMUR DAN AIR PASOKAN PDAM KOTA SEMARANG

DAMPAK PENGOPERASIAN INDUSTRI TEKSTIL DI DAS GARANG HILIR TERHADAP KUALITAS AIR SUMUR DAN AIR PASOKAN PDAM KOTA SEMARANG DAMPAK PENGOPERASIAN INDUSTRI TEKSTIL DI DAS GARANG HILIR TERHADAP KUALITAS AIR SUMUR DAN AIR PASOKAN PDAM KOTA SEMARANG Jurusan Matematika, Fakultas Matematika dan ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri

Lebih terperinci

EKSPLORASI UMUM MINERAL LOGAM MULIA DAN LOGAM DASAR DI DAERAH PERBATASAN MALAYSIA-KABUPATEN SANGGAU PROVINSI KALIMANTAN BARAT

EKSPLORASI UMUM MINERAL LOGAM MULIA DAN LOGAM DASAR DI DAERAH PERBATASAN MALAYSIA-KABUPATEN SANGGAU PROVINSI KALIMANTAN BARAT EKSPLORASI UMUM MINERAL LOGAM MULIA DAN LOGAM DASAR DI DAERAH PERBATASAN MALAYSIA-KABUPATEN SANGGAU PROVINSI KALIMANTAN BARAT Oleh : 1) Kisman, 2) Bambang Pardiarto Kelompok Program Penelitian Mineral

Lebih terperinci

Lampiran 1. Dokumentasi Penelitian. Pengambilan Sampel Rhizophora apiculata. Dekstruksi Basah

Lampiran 1. Dokumentasi Penelitian. Pengambilan Sampel Rhizophora apiculata. Dekstruksi Basah Lampiran 1. Dokumentasi Penelitian Pengambilan Sampel Rhizophora apiculata Dekstruksi Basah Lampiran 1. Lanjutan Penyaringan Sampel Air Sampel Setelah Diarangkan (Dekstruksi Kering) Lampiran 1. Lanjutan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mengandung sejumlah mikroba yang bermanfaat, serta memiliki rasa dan bau

I. PENDAHULUAN. mengandung sejumlah mikroba yang bermanfaat, serta memiliki rasa dan bau I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Susu yang baru keluar dari kelenjar mamae melalui proses pemerahan merupakan suatu sumber bahan pangan yang murni, segar, higienis, bergizi, serta mengandung sejumlah

Lebih terperinci

Buletin Geologi Tata Lingkungan (Bulletin of Environmental Geology) Vol. 22 No. 3 Desember 2012 :

Buletin Geologi Tata Lingkungan (Bulletin of Environmental Geology) Vol. 22 No. 3 Desember 2012 : Buletin Geologi Tata Lingkungan (Bulletin of Environmental Geology) Vol. 22 No. 3 Desember 2012 : 155-168 PEMANFAATAN ZEOLIT SEBAGAI PENYERAP HG DARI AIR SUNGAI CITAMBAL KECAMATAN CINEAM, KABUPATEN TASIKMALAYA

Lebih terperinci

Makalah Baku Mutu Lingkungan

Makalah Baku Mutu Lingkungan Makalah Baku Mutu Lingkungan 1.1 Latar Belakang Pembangunan sumber daya alam dan lingkungan hidup seyogyanya menjadi acuan bagi kegiatan berbagai sektor pembangunan agar tercipta keseimbangan dan kelestarian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan salah satu sumber kehidupan manusia. Apabila air akan

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan salah satu sumber kehidupan manusia. Apabila air akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan salah satu sumber kehidupan manusia. Apabila air akan tercemar maka akan mengakibat kerugian bagi kehidupan makhluk hidup dimuka bumi ini. Dan apabila

Lebih terperinci

selanjutnya penulis mengolah data dan kemudian menyusun tugas akhir sampai

selanjutnya penulis mengolah data dan kemudian menyusun tugas akhir sampai BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Lokasi penelitian yang dipakai adalah laboratorium BKT FTSP UII, laboratorium Teknik Lingkungan dan laboratorium terpadu Universitas Islam Indonesia. Adapun

Lebih terperinci

Jenis pengujian atau sifat-sifat yang diukur

Jenis pengujian atau sifat-sifat yang diukur LAMPIRAN SERTIFIKAT AKREDITASI LABORATORIUM NO. LP-607-IDN Fisika/Kimia/ Tepung terigu Keadaan produk: Bentuk, Bau, Warna SNI 3751-2009, butir A.1 Mikrobiologi Benda asing SNI 3751-2009, butir A.2 Serangga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air bersih merupakan salah satu dari sarana dasar yang paling dibutuhkan oleh masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air bersih merupakan salah satu dari sarana dasar yang paling dibutuhkan oleh masyarakat. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air bersih merupakan salah satu dari sarana dasar yang paling dibutuhkan oleh masyarakat. Kebutuhan air bersih di daerah pedesaan dan pinggiran kota untuk

Lebih terperinci

PENELITIAN BAHAN GALIAN LAIN DAN MINERAL IKUTAN PADA WILAYAH PERTAMBANGAN DI KABUPATEN MINAHASA UTARA, PROVINSI SULAWESI UTARA

PENELITIAN BAHAN GALIAN LAIN DAN MINERAL IKUTAN PADA WILAYAH PERTAMBANGAN DI KABUPATEN MINAHASA UTARA, PROVINSI SULAWESI UTARA PENELITIAN BAHAN GALIAN LAIN DAN MINERAL IKUTAN PADA WILAYAH PERTAMBANGAN DI KABUPATEN MINAHASA UTARA, PROVINSI SULAWESI UTARA Ridwan Arief, Suhandi, Candra Putra Kelompok Penyelidikan Konservasi dan Unsur

Lebih terperinci

Bab V Hasil dan Pembahasan

Bab V Hasil dan Pembahasan terukur yang melebihi 0,1 mg/l tersebut dikarenakan sifat ortofosfat yang cenderung mengendap dan membentuk sedimen, sehingga pada saat pengambilan sampel air di bagian dasar ada kemungkinan sebagian material

Lebih terperinci

BIOAKUMULASI LOGAM BERAT DALAM MANGROVE Rhizophora mucronata dan Avicennia marina DI MUARA ANGKE JAKARTA

BIOAKUMULASI LOGAM BERAT DALAM MANGROVE Rhizophora mucronata dan Avicennia marina DI MUARA ANGKE JAKARTA J.Tek.Ling Vol. 7 No. 3 Hal. 266-270 Jakarta, Sept. 2006 ISSN 1441 318X BIOAKUMULASI LOGAM BERAT DALAM MANGROVE Rhizophora mucronata dan Avicennia marina DI MUARA ANGKE JAKARTA Titin Handayani Peneliti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. provinsi Bali dengan banyak aktivitas manusia seperti tempat singgah kapal-kapal

BAB I PENDAHULUAN. provinsi Bali dengan banyak aktivitas manusia seperti tempat singgah kapal-kapal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelabuhan Benoa merupakan salah satu pelabuhan yang terdapat di provinsi Bali dengan banyak aktivitas manusia seperti tempat singgah kapal-kapal dan berbagai aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Keberadaan industri dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat namun juga tidak jarang merugikan masyarakat, yaitu berupa timbulnya pencemaran lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar. Total produksi selama tahun adalah sebesar ,73 kg,

BAB I PENDAHULUAN. besar. Total produksi selama tahun adalah sebesar ,73 kg, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi produksi pertambangan emas di Indonesia termasuk kategori cukup besar. Total produksi selama tahun 1990-2011 adalah sebesar 2501849,73 kg, sedangkan produksi

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara Lampiran 1. Dokumentasi Penelitian Pengambilan sampel di lapangan Pengeringan Udara Sampel Lampiran 1. Lanjutan Sampel sebelum di oven Sampel setelah menjadi arang Lampiran 1. Lanjutan. Tanur (Alat yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pertumbuhan penduduk dan populasi penduduk yang tinggi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pertumbuhan penduduk dan populasi penduduk yang tinggi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pertumbuhan penduduk dan populasi penduduk yang tinggi menimbulkan permasalahan bagi kelestarian lingkungan hidup. Aktivitas manusia dengan berbagai fasilitas

Lebih terperinci

INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN BOVEN DIGOEL PROVINSI PAPUA Reza Mochammad Faisal Kelompok Penyelidikan Mineral Logam SARI

INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN BOVEN DIGOEL PROVINSI PAPUA Reza Mochammad Faisal Kelompok Penyelidikan Mineral Logam SARI INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN BOVEN DIGOEL PROVINSI PAPUA Reza Mochammad Faisal Kelompok Penyelidikan Mineral Logam SARI Secara geologi daerah Kabupaten Boven Digoel terletak di Peta Geologi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagian besar permukaan bumi terdiri atas air, luas daratan memang lebih

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagian besar permukaan bumi terdiri atas air, luas daratan memang lebih BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagian besar permukaan bumi terdiri atas air, luas daratan memang lebih kecil dibandingkan dengan luas lautan. Air merupakan sumber daya alam yang diperlukan untuk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penambangan Emas Desa Hulawa

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penambangan Emas Desa Hulawa BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Gambaran Umum Penambangan Emas Desa Hulawa Lokasi penambangan Desa Hulawa merupakan lokasi penambangan yang sudah ada sejak zaman Belanda.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. curam, hanya beberapa tempat yang berupa dataran. Secara umum daerah Pacitan

BAB I PENDAHULUAN. curam, hanya beberapa tempat yang berupa dataran. Secara umum daerah Pacitan BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Daerah Pacitan merupakan wilayah perbukitan dengan topografi tinggi dan curam, hanya beberapa tempat yang berupa dataran. Secara umum daerah Pacitan tersusun oleh

Lebih terperinci

Dampak Pencemaran Pantai Dan Laut Terhadap Kesehatan Manusia

Dampak Pencemaran Pantai Dan Laut Terhadap Kesehatan Manusia Dampak Pencemaran Pantai Dan Laut Terhadap Kesehatan Manusia Dengan semakin meluasnya kawasan pemukiman penduduk, semakin meningkatnya produk industri rumah tangga, serta semakin berkembangnya Kawasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup manusia. Selain untuk dikonsumsi air juga digunakan hampir

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup manusia. Selain untuk dikonsumsi air juga digunakan hampir BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan komponen yang sangat penting dalam menunjang kelangsungan hidup manusia. Selain untuk dikonsumsi air juga digunakan hampir disemua aktivitas manusia dalam

Lebih terperinci

BAB I. Logam berat adalah unsur kimia yang termasuk dalam kelompok logam yang

BAB I. Logam berat adalah unsur kimia yang termasuk dalam kelompok logam yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Logam berat adalah unsur kimia yang termasuk dalam kelompok logam yang beratnya lebih dari 5g, untuk setiap cm 3 -nya. Delapan puluh jenis dari 109 unsur kimia yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup lebih dari 4 5 hari tanpa minum air dan sekitar tiga perempat bagian tubuh

BAB I PENDAHULUAN. hidup lebih dari 4 5 hari tanpa minum air dan sekitar tiga perempat bagian tubuh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan kebutuhan pokok bagi kehidupan manusia di bumi, air sangat penting bagi pemeliharaan bentuk kehidupan. Tidak seorang pun dapat bertahan hidup lebih dari

Lebih terperinci

PELEBURAN LANGSUNG KONSENTRAT EMAS SEBAGAI ALTERNATIF MERKURI AMALGAMASI DI TAMBANG EMAS SKALA KECIL

PELEBURAN LANGSUNG KONSENTRAT EMAS SEBAGAI ALTERNATIF MERKURI AMALGAMASI DI TAMBANG EMAS SKALA KECIL PELEBURAN LANGSUNG KONSENTRAT EMAS SEBAGAI ALTERNATIF MERKURI AMALGAMASI DI TAMBANG EMAS SKALA KECIL Workshop on Sustainable Artisanal dan Small Scale Miners (PESK) Practices Mataram, Indonesia, 9-11 February

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran lingkungan baik udara, tanah, ataupun air banyak terjadi akibat dari aktivitas manusia. Menurut UU No.32 tahun 2009, yang dimaksud dengan pencemaran adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting bagi kehidupan dan perikehidupan manusia, serta untuk

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting bagi kehidupan dan perikehidupan manusia, serta untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan salah satu sumberdaya alam yang memiliki fungsi sangat penting bagi kehidupan dan perikehidupan manusia, serta untuk memajukan kesejahteraan umum sehingga

Lebih terperinci