PENYEBARAN MERKURI AKIBAT USAHA PERTAMBANGAN EMAS DI DAERAH SANGON, KABUPATEN KULON PROGO, D.I. YOGYAKARTA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENYEBARAN MERKURI AKIBAT USAHA PERTAMBANGAN EMAS DI DAERAH SANGON, KABUPATEN KULON PROGO, D.I. YOGYAKARTA"

Transkripsi

1 PENYEBARAN MERKURI AKIBAT USAHA PERTAMBANGAN EMAS DI DAERAH SANGON, KABUPATEN KULON PROGO, D.I. YOGYAKARTA Oleh: Bambang Tjahjono Setiabudi SUBDIT KONSERVASI ABSTRACT Inventory of mercury distribution in the people mining area that was conducted at Sangon aims to document the possibility of environmental degradation and to provide quantitative data on the extent and magnitude of the environmental impact. Analytical results of water samples from the investigated area indicate that the surface water has not been contaminated by mercury and other heavy metals. However, gold processing using amalgamation techniques has resulted in contamination of mercury in the stream sediments as shown by high values of Hg, Pb, Zn, As and Cd. This leads to environmental pollution and may affect people health in the mine area and surrounding. Soil sample analyses show very high values of mercury content, i.e. > 50 ppm Hg. Tailing samples contain ppm Hg, which is considered very high. The highly elevated values of mercury in the tailing samples are closely related to the use of mercury in the trommel mill operation. In addition, tailing materials have not been treated appropriately and contain significant values of gold, silver and base metals, indicating that the processing recovery using this technique have not been optimal. Mercury contamination arising from illegal mining activities has affected local areas, but this should be anticipated to prevent larger environmental damage. S A R I Inventarisasi sebaran merkuri di wilayah usaha pertambangan emas rakyat yang dilakukan di Daerah Sangon bertujuan untuk meneliti kemungkinan perubahan kualitas lingkungan. Hasil analisis conto air menunjukkan tidak terdeteksi adanya kontaminasi merkuri dan logam berat lainnya dalam air permukaan. Meskipun demikian pengolahan emas dengan cara amalgamasi telah menyebabkan kontaminasi pada sedimen sungai, dimana kadar Hg, Pb, Zn, As dan Cd menunjukkan nilai yang sangat tinggi dan berpotensi menimbulkan dampak lingkungan dan berbahaya bagi kesehatan masyarakat di sekitar lokasi penambangan. Hasil analisis conto tanah menunjukkan kadar merkuri yang sangat tinggi >50 ppm Hg. Demikian pula dengan conto tailing yang semuanya menunjukkan nilai konsentrasi Hg yang sangat tinggi, yaitu ppm. Kenaikan konsentrasi merkuri dalam tailing berhubungan erat dengan pemakaian merkuri dalam proses penggilingan bijih dengan gelundung. Selain itu material tailing masih mengandung emas, perak dan logam berat lainnya dalam jumlah yang tinggi, menunjukkan recovery pengolahan yang tidak optimal dan tidak dilakukannya penanganan tailing secara baik. Penyebaran merkuri akibat usaha pertambangan emas rakyat di daerah Sangon diperkirakan bersifat lokal, tetapi perlu mendapatkan perhatian untuk mencegah dampak negatif yang lebih besar. 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha pertambangan, oleh sebagian masyarakat sering dianggap sebagai penyebab kerusakan dan pencemaran lingkungan. Sebagai contoh, pada kegiatan usaha pertambangan emas skala kecil, pengolahan bijih dilakukan dengan proses amalgamasi dimana merkuri (Hg) digunakan sebagai media untuk mengikat emas. Mengingat sifat merkuri yang berbahaya, maka penyebaran logam ini perlu diawasi agar penanggulangannya dapat dilakukan sedini mungkin secara terarah. Selain itu, untuk menekan jumlah limbah merkuri, maka perlu dilakukan perbaikan sistem pengolahan yang dapat menekan jumlah limbah yang dihasilkan akibat pengolahan dan pemurnian emas. Untuk mencapai hal tersebut di atas, maka diperlukan upaya pendekatan melalui penanganan tailing atau limbah B3 yang berwawasan lingkungan dan sekaligus peningkatan efisiensi penggunaan merkuri Kolokium Hasil Lapangan DIM,

2 untuk meningkatkan perolehan (recovery) logam emas. Pendataan penyebaran merkuri akibat penambangan emas rakyat pernah dilakukan di wilayah pertambangan emas Pongkor dan hasilnya menunjukkan adanya penurunan kualitas lingkungan akibat limbah merkuri yang cukup tinggi baik pada endapan sungai, tanah maupun air. Oleh karenanya pendataan penyebaran merkuri di lokasi pertambangan emas Sangon perlu dilakukan sebagai implementasi dari pembangunan berkelanjutan yang ramah lingkungan. Sejalan dengan tugas pokok dan fungsinya, Subdit Konservasi Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral telah melakukan Pendataan Penyebaran Merkuri Akibat Usaha Pertambangan Emas di Daerah Sangon, Kec. Kokap, Kab. Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta. 1.2 Maksud dan Tujuan Pendataan penyebaran merkuri di lingkungan usaha pertambangan emas rakyat dimaksudkan untuk menginventarisasi sebaran merkuri dan logam berat lainnya, yang dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan dalam pencegahan penurunan kualitas lingkungan. Kegiatan ini bertujuan untuk mengetahui zona penyebaran merkuri dan logam berat lainnya sehingga penyebarluasan logam berbahaya ini dapat diantisipasi sedini mungkin, serta daerah yang mengalami penurunan kualitas lingkungan dapat dideteksi agar tidak terjadi pencemaran lingkungan yang lebih luas. 1.3 Lokasi Kegiatan dan Kesampaian Daerah Kabupaten Kulon Progo terletak di bagian paling barat Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, secara geografis terletak antara 7 o LS - 7 o LS dan 110 o BT o BT. Kabupaten Kulon Progo berbatasan dengan Kabupaten Sleman dan Bantul di sebelah Timur, Kabupaten Magelang (Jawa Tengah) di sebelah utara, Kabupaten Purworejo (Jawa Tengah) di sebelah barat, serta Samudra Indonesia di sebelah selatan. Lokasi penelitian secara administrasi berada di Daerah Sangon, Desa Kalirejo, Kecamatan Kokap, Kabupaten Kulon Progo, Propinsi DIY (Gambar 1). Daerah ini dapat dicapai dengan perjalanan darat dari Bandung ke Yogyakarta menggunakan bus atau kereta api. Sangon dapat dicapai dari Yogyakarta dengan menggunakan mobil melalui Wates selama 1,5 jam. Kulon Progo merupakan dataran pantai pada bagian selatan, perbukitan bergelombang di bagian tengah dan timur, serta perbukitan terjal dan pegunungan dibaguian barat dan utara (dikenal sebagai Perbukitan Menoreh). Di Kab. Kulon Progo terdapat 2 Daerah Aliran Sungai (DAS), yaitu DAS Progo dan DAS Serang. Sungai Serang dengan anak-anak sungainya memiliki daerah pengaliran seluas ±3636 hektar dengan debit air minimum 0.03m 3 /detik dan maksimum 153,6 m 3 /detik. Kulon Progo merupakan daerah beriklim tropis yang mengalami musim kemarau (Mei Oktober) dan musim hujan (November April) dengan curah hujan rata-rata 1430 mm per tahun dengan hari hujan rata-rata 12 hari per bulan. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Januari (689 mm; 18 hari hujan), tetapi daerah ini mengalami kekeringan dan kekurangan air pada musim kemarau, terutama pada bulan Agustus-September. 1.4 Merkuri, Pertambangan Emas Rakyat dan Pencemaran Lingkungan Merkuri, ditulis dengan simbol kimia Hg atau hydragyrum yang berarti perak cair (liquid silver) adalah jenis logam sangat berat yang berbentuk cair pada temperatur kamar, berwarna putih-keperakan, memiliki sifat konduktor listrik yang cukup baik, tetapi sebaliknya memiliki sifat konduktor panas yang kurang baik. Merkuri membeku pada temperatur 38.9 o C dan mendidih pada temperatur 357 o C (Stwertka, 1998). Dengan karakteristik demikian, merkuri sering dimanfaatkan untuk berbagai peralatan ilmiah, seperti termometer, barometer, termostat, lampu fluorescent, obat-obatan, insektisida, dsb. Sifat penting merkuri lainnya adalah kemampuannya untuk melarutkan logam lain dan membentuk logam paduan (alloy) yang dikenal sebagai amalgam. Emas dan perak adalah logam yang dapat terlarut dengan merkuri, sehingga merkuri dipakai untuk mengikat emas dalam proses pengolahan bijih sulfida mengandung emas (proses amalgamasi). Amalgam merkuri-emas dipanaskan sehingga merkuri menguap meninggalkan logam emas dan campurannya. Merkuri adalah unsur kimia sangat beracun (toxic). Unsur ini dapat bercampur dengan enzyme didalam tubuh manusia menyebabkan hilangnya kemampuan enzyme untuk bertindak sebagai katalisator untuk fungsi tubuh yang penting. Logam Hg ini dapat terserap kedalam tubuh melalui saluran pencernaan dan kulit. Karena sifat beracun dan cukup volatil, maka uap merkuri sangat Kolokium Hasil Lapangan DIM,

3 berbahaya jika terhisap, meskipun dalam jumlah yang sangat kecil. Merkuri bersifat racun yang kumulatif, dalam arti sejumlah kecil merkuri yang terserap dalam tubuh dalam jangka waktu lama akan menimbulkan bahaya. Bahaya penyakit yang ditimbulkan oleh senyawa merkuri diantaranya adalah kerusakan rambut dan gigi, hilang daya ingat dan terganggunya sistem syaraf. Kegiatan penambangan emas tradisional di Indonesia dicirikan oleh penggunaan teknik eksplorasi dan eksploitasi yang sederhana dan murah. Untuk pekerjaan penambangan dipakai peralatan cangkul, linggis, ganco, palu dan beberapa alat sederhana lainnya. Batuan dan urat kuarsa mengandung emas atau bijih ditumbuk sampai berukuran 1-2 cm, selanjutnya digiling dengan alat gelundung (trommel, berukuran panjang cm dan diameter 30 cm dengan alat penggiling 3-5 batang besi). Proses pengolahan emasnya biasanya menggunakan teknik amalgamasi, yaitu dengan mencampur bijih dengan merkuri untuk membentuk amalgam dengan media air. Selanjutnya emas dipisahkan dengan proses penggarangan sampai didapatkan logam paduan emas dan perak (bullion). Produk akhir dijual dalam bentuk bullion dengan memperkirakan kandungan emas pada bullion tersebut. Pencemaran lingkungan adalah suatu keadaan yang terjadi karena perubahan kondisi tata lingkungan (tanah, udara dan air) yang tidak menguntungkan (merusak dan merugikan kehidupan manusia, binatang dan tumbuhan) yang disebabkan oleh kehadiran benda-benda asing (seperti sampah, limbah industri, minyak, logam berbahaya, dsb.) sebagai akibat perbuatan manusia, sehingga mengakibatkan lingkungan tersebut tidak berfungsi seperti semula (Susilo, 2003). Lingkungan yang terkontaminasi oleh merkuri dapat membahayakan kehidupan manusia karena adanya rantai makanan. Merkuri terakumulasi dalam mikro-organisme yang hidup di air (sungai, danau, laut) melalui proses metabolisme. Bahan-bahan yang mengandung merkuri yang terbuang kedalam sungai atau laut dimakan oleh mikro-organisme tersebut dan secara kimiawi terubah menjadi senyawa methyl-merkuri. Mikro-organisme dimakan ikan sehingga methyl-merkuri terakumulasi dalam jaringan tubuh ikan. Ikan kecil menjadi rantai makanan ikan besar dan akhirnya dikonsumsi oleh manusia. Berdasarkan penelitian, konsentrasi merkuri yang terakumulasi dalam tubuh ikan diperkirakan ribu kali lipat dibandingkan konsentrasi merkuri dalam air yang terkontaminasi (Stwertka, 1998). Oleh karenanya, usaha pengolahan emas dengan menggunakan merkuri seharusnya tidak membuang limbahnya (tailing) kedalam aliran sungai sehingga tidak terjadi kontaminasi merkuri pada lingkungan disekitarnya, dan tailing yang mengandung merkuri harus ditempatkan secara khusus dan ditangani secara hati-hati. 1.5 Metodologi Kegiatan pendataan penyebaran merkuri akibat usaha pertambangan emas di Daerah Sangon, Yogyakarta dilakukan dengan tahapan berikut ini: a) Pengumpulan data sekunder dan penentuan lokasi pengambilan conto geokimia dengan pengeplotan rencana lokasi pada peta wilayah kegiatan. b) Survei lapangan meliputi pengumpulan data dan informasi di daerah penambangan dan pengolahan emas, khususnya Sangon, Plampang, Gunung Kukusan dan sekitarnya dalam wilayah Kec. Kokap. Pengumpulan data dilaksanakan dengan cara pemantauan langsung kondisi geologi dan lingkungan tambang serta dengan menggali informasi dari penambang dan masyarakat pada lokasi tambang tersebut. Pengukuran posisi geografis lokasi tambang dan lokasi gelundung dilakukan dengan menggunakan GPS (Garmin 12XL) dan peta topografi skala 1: Pengamatan geologi didasarkan pada referensi Peta Geologi Lembar Yogyakarta skala 1: (Rahardjo, drr., 1995). c) Pengumpulan data geokimia dilakukan dengan pengambilan conto sedimen sungai, tanah, tailing, batuan dan air sungai. Conto sedimen sungai ( gram; 80 mesh) diambil secara sistematis pada cabang-cabang sungai dengan mempertimbangkan Daerah Aliran Sungai dimana terdapat usaha pertambangan emas rakyat. Conto tanah dan tailing ( gram) diambil dari lokasi pengolahan emas (gelundung). Conto air ( ml) diambil dari sungai di daerah hulu sampai ke hilir, serta di sekitar tempat pengolahan emas. Sedangkan conto batuan dan bijih diambil secara selektif dari beberapa lokasi tambang dan lokasi mineralisasi sulfida yang ada di wilayah Kec. Kokap. Semua conto geokimia dianalisa dengan peralatan AAS di Laboratorium Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral Bandung. Kolokium Hasil Lapangan DIM,

4 d) Pengolahan data dan laporan dilakukan di Bandung, mencakup informasi tentang keadaan wilayah Kulon Progo, keadaan geologi, usaha pertambangan emas rakyat, pembahasan penyebaran merkuri dan logam berbahaya lainnya, dan tingkat penurunan kualitas lingkungan akibat limbah merkuri. 50mm) membentuk stockwork veinlets pada batuan andesit terubah. Emas dan perak terdistribusi secara acak dalam urat kuarsa dengan kadar 1-13,8 ppm Au dan 5,4-63,2 ppm Ag (Gunawan, drr., 2001). Urat-urat kuarsa mengandung emas berkadar tinggi dijumpai di Dusun Sangon 2, Plampang, Gabus dan Gunung Kukusan. 2. GEOLOGI DAERAH SANGON, KULON PROGO Daerah Kulon Progo dibentuk oleh batuan berumur Tersier sampai Kuarter, diantaranya Formasi Nanggulan, Formasi Kebobutak, Formasi Jonggrangan dan Formasi Sentolo, serta batuan intrusi intermediet-felsik. Formasi Nanggulan (Eosen - Oligosen) disusun oleh batupasir bersisipan lignit, napal pasiran, batulempung limonitik, sisipan napal dan batugamping, batupasir dan tuf. Formasi Kebobutak (Oligosen - Miosen) berupa breksi andesit, tuf, tuf lapili, aglomerat dan lava andesit. Formasi Jonggrangan (Miosen) disusun oleh konglomerat, napal tufan, batupasir gampingan bersisipan lignit, batugamping berlapis dan batugamping koral. Formasi Sentolo (Miosen - Pliosen) disusun oleh batugamping dan batupasir napalan. Sedangkan batuan intrusi, yang menerobos Formasi Kebobutak (Miosen), berkomposisi andesit hipersten, andesit augit, trakiandesit sampai dasit (Rahardjo, drr., 1995). Daerah Sangon didominasi oleh batuan andesit porfiri dan sedikit endapan aluvial kuarter. Sebagian andesit mengalami breksiasi, silisifikasi dan ubahan propilitik sampai filik. Beberapa urat kuarsa yang mengisi bidang rekahan dan zona geser menunjukkan mineralisasi emas berasosiasi dengan pirit dan sulfida logam dasar (Foto 1). Struktur geologi lokal dijumpai berupa kekar dan breksiasi pada batuan andesit. Sesar normal minor berarah Barat Laut - Tenggara dan Timur Laut - Barat Daya juga dijumpai di daerah Sangon dan sekitarnya. Mineralisasi emas di Sangon tersebar tidak merata dalam urat kuarsa mengandung sulfida, dan kadang-kadang berasosiasi dengan lempung ubahan filik-argilik yang penyebarannya dikontrol oleh bidang-bidang rekahan membentuk stockwork veins. Urat kuarsa dengan tebal bervariasi, <1cm - 50cm, membentuk jalur mineralisasi yang umumnya berarah N60 o E - N110 o E dengan kemiringan 70 o - 80 o. Di beberapa lokasi, mineralisasi emas terdapat dalam urat kuarsa halus (1-3. HASIL PENELITIAN 3.1 Pertambangan Emas Rakyat Usaha pertambangan emas di wilayah Kokap telah berlangsung sejak ±10 tahun yang lalu, setelah penemuan urat-urat kuarsa mengandung emas di Daerah Sangon dan sekitarnya oleh penambang emas tradisional dari Tasikmalaya. Penambangan emas dilakukan dengan sistem tambang bawah tanah dengan cara membuat terowongan (adit) dan sumur (vertical shaft). Teknik penambangan dilakukan tanpa perencanaan yang baik dan dengan cara penggalian mengikuti arah urat kuarsa yang diperkirakan memiliki kadar emas cukup tinggi. Untuk memasyarakatkan penerapan teknologi penambangan emas rakyat yang efisien, aman dan berwawasan lingkungan, Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara (Gunawan, drr., 2001) telah melakukan percontohan penambangan emas di Dusun Sangon 2, dengan membuat lubang tambang percontohan (vertical shaft dan adit). Keadaan usaha pertambangan emas rakyat pada tahun 2001 menunjukkan 25 lokasi penambang tradisional di daerah Sangon. Pada saat ini sebagian besar pertambangan emas di Kokap telah tidak aktif. Beberapa usaha pertambangan yang masih aktif beroperasi diantaranya adalah tambang emas Nurwaji, Suwiji, Sunarto, Nurkadi, Sarjan, Ponirin dan Anwar. 3.2 Survei Geokimia Penelitian geokimia dilakukan dengan pengambilan conto sedimen sungai, tanah, tailing, batuan dan air sungai, menghasilkan total sebanyak 161 buah. Conto sedimen sungai aktif (97 buah) dan conto air (41 buah) diambil secara sistematis baik didekat lokasi penambangan emas rakyat (cabang-cabang S. Plampang, S. Selo dan S. Papak) maupun cabang sungai dimana tidak dijumpai kegiatan penambangan. Conto sedimen sungai dan air juga diambil di daerah hulu sungai untuk memperoleh gambaran rona awal lingkungan yang diperkirakan tidak terpengaruh oleh Kolokium Hasil Lapangan DIM,

5 kegiatan penambangan rakyat. Conto yang dianggap mewakili rona awal ini tersebar di bagian utara wilayah penelitian, diantaranya daerah Menguri, Sekendal, Sungapan 2 dan Nguri. Conto tanah (5 buah) diambil dari sekitar lokasi gelundung, karena pada umumnya proses amalgamasi dan pembuangan tailing dilakukan di halaman rumah atau di kebun pemilik tambang, sehingga kemungkinan kontaminasi merkuri pada lahan pemukiman cukup tinggi. Demikian juga conto tailing (9 buah) diambil dari lokasi pembuangan tailing yang umumnya berupa kolam buatan di halaman rumah atau kebun, untuk mengetahui kandungan merkuri dan logam berat lainnya dalam tailing serta kandungan emas dan perak untuk memperkirakan efektifitas teknik pengolahan dengan menggunakan merkuri (gelundung). Pengambilan conto batuan (9 buah) dilakukan di lokasi Tambang Nurwaji, Suwiji dan Plampang 2 (conto bijih), dan di lokasi singkapan andesit termineralisasi di S. Plampang dan S. Menguri. Analisis unsur Au, Hg dan logam lainnya dimaksudkan untuk mengetahui rona awal kadar logam tersebut pada batuan yang termineralisasi. Semua conto geokimia telah dianalisis unsur Hg, Cu, Pb, Zn, Cd dan As. Untuk conto batuan dan tailing selain unsur-unsur tersebut, juga dianalisis unsur Au dan Ag. Pola penyebaran unsur Hg akan dipakai sebagai dasar utama dalam memberikan gambaran kontaminasi atau penurunan kualitas lingkungan, mengingat usaha pertambangan emas di Daerah Sangon dan sekitarnya menggunakan merkuri sebagai media untuk pengolahan emasnya. Sedangkan unsur logam berat lainnya merupakan logam berbahaya yang biasanya berasosiasi erat dengan mineralisasi emas sehingga dengan adanya kegiatan pertambangan emas, unsur logam tersebut akan terbuang melalui air dan tailing ke sungai dan lingkungan di sekitarnya. 3.3 Prakiraan Dampak Lingkungan Tambang Emas Rakyat Di Sangon Pengolahan bijih emas dengan teknik amalgamasi di Daerah Sangon umumnya dilakukan di halaman rumah atau di pinggir sungai yang berdekatan dengan lokasi tambang dengan memakai gelundung (Foto 2). Satu lokasi pengolahan bijih menggunakan 1-10 gelundung dan setiap gelundung dapat mengolah kg bijih dalam sehari. Bijih yang telah ditumbuk dimasukkan kedalam gelundung berisi potongan besi (rod), ditambahkan air, merkuri dan semen, dan selanjutnya diputar selama 8-24 jam dengan tenaga listrik (generator) atau kadang-kadang dengan tenaga air jika kondisi sungai memungkinkan. Setelah proses amalgamasi selesai, amalgam dipisahkan dari tailingnya dengan cara diperas dengan kain parasit dan tailing dialirkan ke dalam bak penampungan tailing (Foto 3) atau dibiarkan mengalir ke halaman rumah (Foto 4). Di beberapa lokasi, material tailing yang telah memenuhi kolam dijual dan dibawa keluar daerah Sangon untuk diproses ulang. Jika hal ini terjadi, maka kemungkinan kontaminasi merkuri di lokasi pengolahan di Sangon dapat berkurang. Tetapi kadang-kadang dalam kondisi bak penampungan yang telah penuh, proses pengolahan masih berlangsung sehingga tailing meluap dan mengalir ke sungai, terutama jika terjadi hujan, sehingga terjadi kontaminasi merkuri di lingkungan sekitarnya. Selain itu jika gelundung diletakkan di pinggir sungai, biasanya tailing dibuang langsung kedalam sungai sehingga kontaminasi merkuri di sungai akan terjadi secara langsung. Proses pemisahan emas dari amalgam dilakukan dengan cara penggarangan yang sederhana tanpa mempertimbangkan kualitas kesehatan dan lingkungan kerja. Amalgam dimasukkan kedalam mangkok keramik, ditambahkan boraks dan langsung dibakar pada suhu C sampai menghasilkan bullion. Proses ini dilakukan di ruangan terbuka sehingga merkuri akan langsung menguap dan mengkontaminasi udara di sekitarnya. Pengambilan conto sedimen sungai dan air dilakukan pada saat musim kemarau, dimana banyak sungai yang sifatnya intermiten memiliki debit air yang sangat kecil atau bahkan tidak berair. Dengan demikian dapat diperkirakan bahwa sedimentasi logam berat dalam endapan sungai berlangsung lambat dan penyebarannya bersifat lokal. Meskipun demikian pada saat musim hujan, sebagian sungai mengalami banjir dan dalam keadaan demikian memungkinkan penyebaran merkuri dan unsur logam lainnya lebih luas, sehingga kontaminasi merkuri dan unsur lainnya dalam air dan sedimen sungai akan membawa dampak lebih besar, terutama jika unsur-unsur berbahaya tersebut diserap oleh makhluk hidup sebagai bagian rantai makanan yang akhirnya menjadi konsumsi masyarakat. 3.4 Merkuri Dalam Batuan Kolokium Hasil Lapangan DIM,

6 Merkuri sangat jarang dijumpai sebagai logam murni (native mercury) di alam dan biasanya membentuk mineral sinabar (cinnabar) atau merkuri sulfida (HgS). Merkuri sulfida terbentuk dari larutan hidrothermal pada temperatur rendah dengan cara pengisian rongga (cavity filling) dan penggantian (replacement). Merkuri sering berasosiasi dengan endapan logam sulfida lainnya, diantaranya Au, Ag, Sb, As, Cu, Pb dan Zn, sehingga di daerah mineralisasi emas tipe urat biasanya kandungan merkuri dan beberapa logam berat lainnya cukup tinggi. Kelimpahan rata-rata merkuri dan beberapa logam berat dalam batuan yang tidak termineralisasi dapat dilihat pada Tabel 1. Hasil analisis kimia 6 conto batuan termineralisasi di Daerah Sangon menunjukkan kadar merkuri (Hg) berkisar antara 1,4-3,4 ppm. Conto bijih berupa urat kuarsa mengandung emas, yang diambil dari lokasi Tambang Nurwaji di Ds. Sangon 2 mengandung 92 ppm Hg. Conto bijih tersebut mengandung 891 ppm Cu, 0,53 % Pb, 18,5 % Zn, 1318 ppm Cd, 1035 ppm Ag dan ppm Au. Sedangkan contoh bijih yang diambil dari lokasi tambang lainnya memiliki kadar 18 ppm Hg (Shaft Sangon 2) dan 2,3 ppm Hg (Shaft Tambang Suwiji di Gunung Kukusan). Conto bijih dari Tambang Suwiji, selain mengandung merkuri, juga menunjukkan konsentrasi arsen yang sangat tinggi, yaitu 2800 ppm As. Sebagai tambahan, kedua conto bijih tersebut juga mengandung kadar logam dasar (Cu, Pb, Zn), emas dan perak yang signifikan. Hasil analisis kimia tersebut diatas menunjukkan bahwa kadar merkuri dalam batuan termineralisasi cukup tinggi, sehingga apabila batuan tersebut ditambang dan diolah dengan cara amalgamasi, maka akan memberikan dampak lingkungan yang signifikan karena merkuri dan logam dasar lainnya akan terbuang bersama-sama tailing. 3.5 Merkuri Dalam Sedimen Sungai Kontaminasi merkuri dalam sedimen sungai terjadi karena proses alamiah (pelapukan batuan termineralisasi), proses pengolahan emas secara tradisional (amalgamasi), maupun proses industri yang menggunakan bahan baku mengandung merkuri. Untuk mengetahui sumbernya, kontaminasi merkuri ini perlu diperhatikan dengan cermat karena tidak adanya standar baku mutu untuk kadar merkuri dalam sedimen sungai. Berdasarkan PP No. 18 Tahun 1999 baku mutu zat pencemar dalam limbah untuk parameter merkuri adalah 0,01 mg/l atau 10 ppb. Nilai ambang batas ini sangat rendah jika dipakai untuk mengevaluasi hasil analisa Hg dalam sedimen sungai. Sebagai contoh hasil pemantauan merkuri di pertambangan emas rakyat (PETI) di Daerah Pongkor menunjukkan kadar maksimum 2688 ppm. Dari 231 conto sedimen sungai, hanya 6 lokasi yang menunjukkan konsentrasi Hg dibawah 0,01 ppm (Gunradi, drr., 2000). Demikian juga hasil pemantauan merkuri di daerah tambang emas rakyat di Cineam, Tasikmalaya yang mana sebagian besar conto menunjukkan konsentrasi Hg lebih dari 0,01 ppm. Oleh karenanya dalam kegiatan pendataan penyebaran merkuri di Daerah Sangon ini perlu dipertimbangkan untuk memakai referensi data kelimpahan atau dispersi unsur Hg dalam sedimen sungai yang sering dipakai sebagai petunjuk mineralisasi dalam kegiatan eksplorasi mineral logam. Konsentrasi Hg dalam sedimen sungai berkisar antara <10 ppb sampai 100 ppb (Tabel 2). Untuk daerah dimana tidak terdapat pengolahan emas, konsentrasi Hg lebih dari 100 ppb dapat menunjukkan adanya mineralisasi sulfida, sehingga analisis Hg dalam sedimen sungai ini sangat bermanfaat untuk keperluan eksplorasi mineral logam, khususnya endapan emas tipe epithermal. Sedangkan untuk daerah dimana terdapat lokasi pengolahan emas, baik yang masih aktif maupun tidak, nilai anomali unsur Hg dalam sedimen sungai harus dievaluasi secara hati-hati mengingat besar kemungkinan terjadi pencemaran akibat pemakaian merkuri oleh pertambangan emas rakyat. Hasil analisis kimia unsur merkuri dalam conto sedimen sungai menunjukkan nilai minimum 0,01 ppm Hg dan maksimum 97,84 ppm Hg dengan zonasi dan pola penyebaran seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2. Dengan menggunakan standar nilai kelimpahan unsur Hg dari Tabel 2 tersebut diatas, maka terdapat 7 conto sedimen sungai yang memberikan kadar <0.1 ppm Hg atau <100 ppb Hg. Ketujuh conto sedimen sungai tersebut berasal dari aliran sungai kecil yang berada di daerah batuan yang tidak mengalami mineralisasi sulfida dan tidak terdapat aktifitas penambangan. Oleh karena itu nilai <0,1 ppm Hg dapat dianggap mewakili rona awal unsur Hg di Daerah Sangon dan sekitarnya. Nilai rona awal unsur Hg tersebut terdapat pada sedimen sungai di daerah hulu S. Kadigunung (0,012 ppm), Cabang Kiri S. Secang (0,08 ppm), S. Secang (0,012 ppm), S. Sekendal (0,049 ppm), S. Menguri (0,080 ppm; 0,086 ppm dan 0,056 ppm). Hasil analisis 90 conto sedimen sungai lainnya menunjukkan kadar Kolokium Hasil Lapangan DIM,

7 >0,1 ppm Hg, termasuk diantaranya 63 conto yang memiliki kadar 0,1-1,0 ppm Hg, dan sisanya sejumlah 27 conto sedimen sungai memiliki kadar >1,0-97,84 ppm Hg. Semua conto sedimen sungai yang menunjukkan kadar >2 ppm Hg berasal dari daerah dimana terdapat lokasi penambangan emas rakyat atau yang berdekatan dengan lokasi penambangan emas rakyat (Gambar 2). Termasuk diantaranya adalah conto KO-070-SS yang mengandung 11,44 ppm Hg, diambil dari Cabang Kiri S. Plampang, Sangon 2, yang berada dibawah lokasi bekas Shaft dan Gelundung Sarjan. Conto KO-071-SS yang diambil dari Cabang Kiri S. Plampang, Sangon 2 memberikan hasil 97,84 ppm Hg juga berada pada wilayah penambangan emas rakyat. Demikian juga lokasi conto KO-001-SS dan KO-006-SS yang mengandung 8,46 ppm Hg dan 52,28 ppm Hg, semuanya berada di sekitar lokasi penambangan emas rakyat yang masih aktif. Dengan kata lain, tingginya kadar merkuri dalam conto sedimen sungai memiliki korelasi positif dengan keberadaan penambangan emas rakyat yang mempergunakan teknik amalgamasi. Dari analisa data tersebut diatas dapat diduga bahwa penambangan emas rakyat yang menggunakan gelundung (amalgamasi) dalam pengolahannya telah menyebabkan pencemaran sungai di sekitarnya. Meskipun standar baku mutu untuk sedimen sungai belum ditentukan, namun kadar merkuri dalam beberapa conto sedimen sungai telah menunjukkan konsentrasi yang sangat tinggi dan berpotensi menimbulkan dampak yang negatif dan berbahaya bagi kesehatan masyarakat di sekitar lokasi penambangan. Konsentrasi unsur logam dasar (Cu, Pb dan Zn) menunjukkan nilai yang bervariasi, terutama di daerah dimana terdapat kegiatan pertambangan emas rakyat. Nilai konsentrasi logam dasar berkisar ppm Cu, ppm Pb dan ppm Zn. Untuk unsur Cu dan Pb, konsentrasi <80 ppm dianggap sebagai kisaran nilai yang menunjukkan kelimpahan normal. Sedangkan konsentrasi >80 ppm dianggap sebagai kisaran nilai yang menunjukkan anomali unsur Cu dan Pb dalam sedimen sungai. Kenaikkan konsentrasi Cu dan Pb ini dapat disebabkan oleh adanya mineralisasi sulfida tembaga dan timah hitam maupun oleh adanya kegiatan penambangan. Sedangkan untuk unsur Zn, nilai <200 ppm dapat dianggap sebagai nilai konsentrasi normal dalam sedimen sungai. Kenaikan kadar merkuri dalam conto sedimen sungai dari lokasi di sekitar daerah tambang emas rakyat juga memiliki korelasi positif dengan kenaikan kadar logam dasar, khususnya Pb dan Zn (Tabel 3). Kadar logam Pb dan Zn yang sangat tinggi tersebut berhubungan langsung dengan proses pengolahan emas dengan cara amalgamasi dimana mineral sulfida logam, khususnya Cu, Pb dan Zn, bersama dengan merkuri terbuang sebagai material tailing. Konsentrasi unsur Arsen dalam sedimen sungai berkisar <2 ppm - 40 ppm. Berdasarkan nilai kelimpahan unsur As dalam sedimen sungai, nilai konsentrasi As tersebut masih dapat dianggap sebagai konsentrasi yang normal. Meskipun demikian konsentrasi As menunjukkan kenaikan yang signifikan pada conto sedimen sungai di sekitar lokasi penambangan. Hal ini dapat disebabkan oleh adanya mineral mengandung arsen yang berasal dari tailing pengolahan emas yang terakumulasi dalam sedimen sungai. Konsentrasi unsur Kadmium (Cd) dalam sedimen sungai berkisar 1-3 ppm, dengan nilai rata-rata 1,38 ppm. Conto sedimen sungai yang berasal dari bagian utara wilayah penelitian (rona awal) menunjukkan kadar 1 ppm, sedangkan conto sedimen di sekitar wilayah pertambangan menunjukkan nilai 2-3 ppm. Diantara 97 conto sedimen, terdapat 1 conto yang mengandung 11 ppm Cd yang berasal dari sungai di sekitar lokasi penambangan emas di Sangon 2. Seperti yang terjadi pada unsur lainnya, kenaikan konsentrasi Cd kemungkinan disebabkan oleh adanya mineral mengandung Cd dalam material tailing pengolahan emas yang terakumulasi dalam sedimen sungai. 3.6 Merkuri Dalam Tanah Berdasarkan pengamatan lapangan, banyak proses pengolahan bijih emas dengan gelundung dilakukan di lokasi pemukiman, di halaman rumah atau kebun pemiliknya. Hal ini tentu menjadi perhatian, khususnya dalam melihat kemungkinan kontaminasi Hg di lingkungan tempat tinggal masyarakat, sehingga pengetahuan tentang konsentrasi merkuri dalam tanah menjadi cukup penting. Meskipun di beberapa tempat, limbah tailing yang diperkirakan masih mengandung emas dan merkuri diangkut dan dijual keluar desa, tetapi masih ada sisa tailing tercecer dan sebagian kolam tailing yang penuh, sehingga masih ada kemungkinan terjadinya kontaminasi merkuri di sekitar lokasi gelundung. Selain itu proses penggarangan yang dilakukan disamping rumah juga memiliki dampak negatif terhadap lingkungan, Kolokium Hasil Lapangan DIM,

8 karena uap merkuri yang bebas akan mengkontaminasi lahan di sekelilingnya. Seperti halnya dengan conto sedimen sungai, sampai saat ini belum tersedia standar nilai baku mutu Hg dalam tanah. Hasil penelitian konsentrasi Hg dalam tanah di daerah pertambangan emas rakyat di Daerah Pongkor (Jawa Barat) menunjukkan konsentrasi antara 1 ppm sampai 1300 ppm, sehingga nilai ambang batas yang tercantum pada PP 18/1999 tentang pengelolaan limbah B3 dianggap terlalu rendah jika dipakai sebagai acuan untuk conto tanah. Nilai konsentrasi Hg dalam tanah yang sering dipakai sebagai pathfinder untuk keperluan eksplorasi berkisar dari < ppb (Tabel 1). Nilai kadar Hg dalam tanah yang melebihi 50 ppb menunjukkan kemungkinan keterdapatan mineralisasi. Hasil analisis kimia 5 conto tanah dari lokasi di sekitar tempat pengolahan emas (gelundung), semuanya menunjukkan kadar merkuri yang sangat tinggi. Empat conto tanah mengandung konsentrasi lebih dari 50 ppm Hg dan 1 conto tanah mengandung hampir 7 ppm Hg (Gambar 3). Konsentrasi merkuri dalam tanah ini dianggap sangat tinggi jika dibandingkan dengan nilai kelimpahan unsur merkuri dalam tanah yang normalnya kurang dari 0,3 ppm. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa wilayah di sekitar tempat pengolahan emas rakyat telah mengalami kontaminasi merkuri yang signifikan. Hal ini dapat terjadi mengingat sebagian penambang emas yang mengolah bijih emas di sekitar pemukimannya sering mengalirkan lumpur tailingnya ke halaman rumah sebelum ditampung pada kolam buatan yang terbatas atau bahkan dialirkan ke sungai di sekitarnya. Hasil analisis kimia unsur Cu, Pb, Zn, As dan Cd juga menunjukan kenaikan kadar logam tersebut yang cukup tinggi dalam 3 conto tanah. Misalnya conto tanah yang diambil dari lokasi di sekitar Gelundung Sarjan, menghasilkan 265 ppm Cu, 3661 ppm Pb, 1560 ppm Zn, 128 ppm As dan 4 ppm Cd. Kenaikan konsentrasi logam tersebut dapat terjadi karena lumpur tailing yang dikeluarkan dari gelundung masih mengandung logam berbahaya tersebut, seperti yang dapat dilihat pada hasil analisis kimia conto tailing dari lokasi yang sama. 3.7 Merkuri Dalam Air Permukaan Konsentrasi merkuri dapat disebabkan oleh partikel halus yang terbawa bersama limbah akibat proses amalgamasi dan pelarutan dari sedimen sungai yang mengandung merkuri. Dalam jangka waktu yang cukup lama logam merkuri dapat teroksidasi dan terlarut dalam air permukaan. Dari penelitian konsentrasi Hg dalam air dari lokasi tambang di daerah Jawa Barat, pada umumnya kadar merkuri dalam air sangat kecil dan berada dibawah nilai ambang batas, kecuali di beberapa lokasi yang berhubungan dengan kegiatan pertambangan emas rakyat. Hasil analisa conto air menunjukkan bahwa semua conto air memiliki konsentrasi <0,5 ppb Hg atau <0,0005 ppm Hg. Sedangkan kriteria mutu air yang ditentukan dalam PP 82/2001 untuk merkuri adalah 0,001 ppm (kelas 1), 0,002 ppm (kelas 2 dan 3), dan 0,005 ppm (kelas 4). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa mutu air permukaan di wilayah Kulon Progo masih baik dengan konsentrasi merkuri dibawah batas deteksi alat. Hasil pengukuran keasaman air permukaan menunjukkan ph minimum 7,3 dan maksimum 8,3, dengan ph rata-rata 7,7, yang berarti masih berada dalam kisaran ph yang ditentukan (ph 5-9). Konsentrasi unsur Cu, Pb, Zn, As dan Cd dalam conto air pada umumnya menunjukkan nilai dibawah batas deteksi alat. Meskipun demikian pada beberapa conto air yang berasal dari tempat pengolahan emas mengandung konsentrasi logam dasar yang agak tinggi misalnya conto air KO-BC-W (Sangon 2) mengandung 0,07 ppm Cu, 2,3 ppm Pb dan 0,38 ppm Zn. Demikian juga conto air dari tempat pengolahan emas di Plampang 2 (KO- 006-W) menunjukkan konsentrasi (0,12 ppm Pb dan 0,43 ppm Zn) yang lebih tinggi dari nilai baku mutu (0,02 ppm Cu; 0,03 ppm Pb, dan 0,05 ppm Zn) yang ditetapkan. Sebagai catatan untuk KO-BC-W, conto air diambil secara langsung dari limbah pengolahan gelundung aktif. 3.8 Merkuri Dalam Tailing Konsentrasi merkuri yang tinggi dalam conto tailing pada umumnya disebabkan oleh proses amalgamasi yang tidak sempurna. Dari beberapa penelitian, diperoleh data yang menunjukkan merkuri yang hilang setelah amalgamasi dapat mencapai 5% - 10%. Sebagai pembanding, kadar merkuri dalam tailing dari daerah Pongkor (Gunradi, drr., 2000) menunjukkan kisaran nilai ppm Hg. Meskipun tailing tersebut dapat diproses atau didaur ulang, tetapi kemungkinan besar konsentrasi merkuri yang terdapat dalam tailing akhir yang terbuang ke sungai masih cukup besar. Kolokium Hasil Lapangan DIM,

9 Hasil analisis kimia conto tailing dari 9 lokasi pengolahan emas rakyat di wilayah Sangon, semuanya menunjukkan nilai konsentrasi Hg yang sangat tinggi, yaitu ppm. Menurut para penambang di beberapa lokasi penambangan, material tailing ini masih diproses kembali sebagai campuran untuk pengolahan emas, sehingga diharapkan nilai konsentrasi merkuri pada tailing terakhir akan lebih rendah. Meskipun demikian, pada conto tailing yang diambil dari lokasi pengolahan emas (gelundung) yang tidak aktif, nilai konsentrasi merkuri masih sangat tinggi, yaitu 800 ppm Hg, dibandingkan kadar merkuri pada batuan yang termineralisasi yang mengandung 1 4 ppm Hg. Kenaikan konsentrasi merkuri yang sangat tinggi berhubungan erat dengan pemakaian merkuri dalam proses penggilingan bijih dengan menggunakan alat gelundung. Lokasi dan sebaran unsur Hg dalam tailing dapat dilihat pada Gambar 3. Conto tailing yang diambil dari lokasi pengolahan bijih juga masih mengandung emas, perak dan logam-logam lainnya yang tinggi, yaitu 1,6 7 ppm Au, ppm Ag, ppm Cu, ppm Pb, ppm Zn, ppm As dan ppm Cd. Kadar emas yang tinggi (7ppm) terdapat pada conto tailing yang masih akan diolah kembali, sehingga diharapkan recovery pengolahan emas akan optimal. Hal ini juga ditunjukkan oleh conto tailing dari lokasi tambang emas rakyat yang sudah tidak aktif yang menunjukkan nilai konsentrasi emas yang minimal (1,6 ppm). Sedangkan kenaikan kadar logam dasar, Arsen dan Kadmium pada conto tailing kemungkinan berasal dari sulfida logam yang terbuang bersama material tailing. 4. KESIMPULAN Pertambangan emas rakyat di Sangon merupakan usaha sampingan penduduk setempat. Sebagian usaha pertambangan emas telah tidak aktif dan hanya beberapa penambang masih aktif bekerja. Penanganan tailing dilakukan secara sederhana dengan kolam penampungan yang sangat terbatas, tanpa disertai dengan pengelolaan yang baik, seperti misalnya tidak dilakukannya proses detoksifikasi, degradasi, maupun penjernihan, sehingga material halus merkuri, arsen dan logam dasar masih bercampur dalam tailing. Oleh karenanya disarankan untuk melakukan penanganan tailing dengan cara daur ulang dan dengan sistem kolam penampungan yang lebih memadai. Selain itu pengangkutan atau penjualan material tailing keluar daerah secara teratur dapat mengurangi pencemaran merkuri di daerah Sangon dan sekitarnya. Proses pengolahan emas berada di halaman rumah dan kebun, memungkinkan terjadinya pencemaran merkuri terhadap lingkungan hidup, terutama jika kolam penampungan tailing tidak ditangani dengan baik. Selain itu proses penggarangan secara sederhana dilakukan di sekitar rumah, dapat menyebabkan pencemaran lingkungan oleh uap merkuri yang ditimbulkannya. Hasil analisis kimia conto air menunjukkan tidak terdeteksi adanya kontaminasi merkuri dan logam berat lainnya dalam air permukaan. Meskipun demikian di beberapa tempat, usaha pertambangan rakyat telah menimbulkan dampak kekeruhan terhadap air permukaan. Pengolahan emas dengan teknik amalgamasi telah menyebabkan kontaminasi merkuri pada sedimen sungai di sekitarnya. Kadar merkuri dalam beberapa conto sedimen sungai telah menunjukkan nilai yang sangat tinggi dan berpotensi menimbulkan dampak lingkungan yang negatif dan berbahaya bagi masyarakat di wilayah Kulon Progo. Kenaikan kadar Pb, Zn, As dan Cd yang tinggi dalam conto sedimen sungai di sekitar daerah tambang emas rakyat berhubungan langsung dengan proses pengolahan emas dengan cara amalgamasi dimana mineral sulfida logam, bersama dengan logam merkuri terbuang sebagai campuran halus material tailing. Hasil analisis conto tanah menunjukkan kadar merkuri yang sangat tinggi; 4 conto mengandung >50 ppm Hg dan 1 conto mengandung 7 ppm Hg. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa wilayah di sekitar tempat pengolahan emas rakyat telah mengalami kontaminasi merkuri yang signifikan. Mengingat tingginya unsur merkuri dalam tanah, disarankan untuk melakukan studi geohidrologi untuk mengidentifikasi karakteristik air tanah dan kemungkinan pencemaran air tanah di sekitar lokasi tambang rakyat. Hal ini diperlukan mengingat sebagian besar penduduk memanfaatkan air sumur untuk keperluan hidup sehari-hari. Tailing dari 9 lokasi pengolahan emas rakyat di Sangon mengandung merkuri yang sangat tinggi, yaitu ppm. Kenaikan konsentrasi merkuri dalam tailing yang tinggi berhubungan erat dengan pemakaian merkuri dalam proses penggilingan bijih. Selain itu material tailing masih mengandung emas, perak dan logam lainnya dalam jumlah yang tinggi, menunjukkan recovery pengolahan Kolokium Hasil Lapangan DIM,

10 yang tidak optimal dan tidak dilakukannya penanganan tailing secara baik. Penyebaran merkuri akibat usaha pertambangan emas rakyat diperkirakan masih bersifat lokal karena banyak sungai yang bersifat intermittent atau memiliki debit air yang kecil sehingga mobilitas merkuri rendah. DAFTAR PUSTAKA Gunawan, Kuswandani, Fauzan, Sofyan, A., Setiawan, L., Subarna, Juju, Ariyadi, W. dan Suhendi, E., Percontohan Penambangan Emas di Kecamatan Kokap, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta. Puslitbang Tekmira, Bandung. Gunradi R., Sukmana, Ta in, Z. dan Nixon, Laporan Penelitian Pemantauan Unsur Hg (Merkuri) Akibat Penambangan Emas Tanpa Ijin (PETI) di Daerah Pongkor, Jawa Barat dengan Pemetaan Geokimia. Koordinator Urusan Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jawa Barat. Rahardjo, W., Sukandarrumidi dan Rosidi, H.M.D., Peta Geologi Lembar Yogyakarta, Jawa, Skala 1: Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung. Stwertka, A., Guide To The Elements. Oxford University Press, New York, 240 hal. Susilo, Y.E.B., Menuju Keselarasan Lingkungan. Averroes Press, Malang, 156 hal. Kolokium Hasil Lapangan DIM,

11 Tabel 1. Kelimpahan rata-rata beberapa unsur logam berat pada berbagai jenis batuan (Sumber: Field Geologists Manual) Unsur Kelimpahan rata-rata (dalam ppm) Basalt Granodiorit Granit Serpih Batugamping Au 0,004 0,004 0,004 0,004 0,005 Ag 0,1 0,07 0,04 0,05 1 Hg 0,08 0,08 0,08 0,5 0,05 As 2 2 1,5 15 2,5 Cu Pb Zn Cd 0,2 0,2 0,2 0,2 0,1 Tabel 2 Kelimpahan beberapa unsur logam berat dalam tanah, air dan sedimen sungai (Sumber: Techniques in Mineral Exploration) Kelimpahan (dalam ppb) Unsur Tanah Air Sedimen Sungai Au < ,002 - Ag <0,1-1 0,01 0,7 - Hg < ,01 0,05 < As Cu Pb Zn Cd < ,2 - Tabel 3. Hasil analisis kimia conto sedimen sungai yang diambil dari lokasi di sekitar daerah penambangan emas rakyat (dalam ppm) Kode Conto Cu Pb Zn As Cd Hg Keterangan lokasi KO-001-SS ,459 S. Plampang, dekat Tambang Nurwaji, Ds. Sangon 2 KO-070-SS ,443 Dibawah lokasi shaft PETI dan Gelundung Sarjan, tidak aktif, Ds. Sangon 2 KO-006-SS ,276 S. Plampang, dekat lokasi gelundung, Ds.Plampang 2 KO-071-SS ,840 S. Plampang, Ds. Sangon 2 Kolokium Hasil Lapangan DIM,

12 Gambar 1. Peta lokasi kegiatan penelitian Kolokium Hasil Lapangan DIM,

13 Gambar 2 Peta zonasi dan penyebaran nilai unsur merkuri (Hg) di Daerah Sangon, Kulon Progo Kolokium Hasil Lapangan DIM,

14 Gambar 3. Peta sebaran nilai unsur merkuri (Hg) dalam tanah, batuan dan tailing di Daerah Sangon, Kulon Progo Kolokium Hasil Lapangan DIM,

15 Foto 1 Singkapan andesit porfiri dan urat kuarsa yang mengisi rekahan Daerah Plampang 2, Desa Kalirejo, Kec. Kokap, Kulon Progo Foto 2 Gelundung Nurwaji di Daerah Sangon 2, Desa Kalirejo, Kec. Kokap, Kulon Progo Kolokium Hasil Lapangan DIM,

16 Foto 3 Kolam penampungan tailing milik Suwiji di Gunung Kukusan, Desa Hargorejo, Kec. Kokap, Kulon Progo Foto 4 Pembuangan tailing ke halaman di sekitar lokasi gelundung di Daerah Sangon 2, Desa Kalirejo, Kec. Kokap, Kulon Progo Kolokium Hasil Lapangan DIM,

17 Kolokium Hasil Lapangan DIM,

PENDATAAN SEBARAN MERKURI DI DAERAH CINEAM, KAB.TASIKMALAYA, JAWA BARAT DAN SANGON, KAB. KULON PROGO, DI YOGYAKARTA

PENDATAAN SEBARAN MERKURI DI DAERAH CINEAM, KAB.TASIKMALAYA, JAWA BARAT DAN SANGON, KAB. KULON PROGO, DI YOGYAKARTA PENDATAAN SEBARAN MERKURI DI DAERAH CINEAM, KAB.TASIKMALAYA, JAWA BARAT DAN SANGON, KAB. KULON PROGO, DI YOGYAKARTA Oleh : Denni Widhiyatna, Bambang Tjahjono, Rudy Gunrady, Mulyana Sukandar, Zamri Ta in

Lebih terperinci

PENDATAAN PENYEBARAN UNSUR MERKURI PADA WILAYAH PERTAMBANGAN CIBALIUNG, KABUPATEN PANDEGLANG, PROVINSI BANTEN

PENDATAAN PENYEBARAN UNSUR MERKURI PADA WILAYAH PERTAMBANGAN CIBALIUNG, KABUPATEN PANDEGLANG, PROVINSI BANTEN PENDATAAN PENYEBARAN UNSUR MERKURI PADA WILAYAH PERTAMBANGAN CIBALIUNG, KABUPATEN PANDEGLANG, PROVINSI BANTEN Nixon Juliawan, Denni Widhiyatna, Junizar Jatim Sari Pengolahan emas dengan cara amalgamasi

Lebih terperinci

PENDATAAN SEBARAN UNSUR MERKURI PADA WILAYAH PERTAMBANGAN GUNUNG PANI DAN SEKITARNYA KABUPATEN POHUWATO, PROVINSI GORONTALO

PENDATAAN SEBARAN UNSUR MERKURI PADA WILAYAH PERTAMBANGAN GUNUNG PANI DAN SEKITARNYA KABUPATEN POHUWATO, PROVINSI GORONTALO PENDATAAN SEBARAN UNSUR MERKURI PADA WILAYAH PERTAMBANGAN GUNUNG PANI DAN SEKITARNYA KABUPATEN POHUWATO, PROVINSI GORONTALO Oleh : Sabtanto JS, Suhandi SARI Daerah Gunung Pani terdapat kegiatan pertambangan

Lebih terperinci

PENDATAAN PENYEBARAN UNSUR MERKURI PADA WILAYAH PERTAMBANGAN EMAS DAERAH GUNUNG GEDE, KABUPATEN BOGOR, PROVINSI JAWA BARAT

PENDATAAN PENYEBARAN UNSUR MERKURI PADA WILAYAH PERTAMBANGAN EMAS DAERAH GUNUNG GEDE, KABUPATEN BOGOR, PROVINSI JAWA BARAT PENDATAAN PENYEBARAN UNSUR MERKURI PADA WILAYAH PERTAMBANGAN EMAS DAERAH GUNUNG GEDE, KABUPATEN BOGOR, PROVINSI JAWA BARAT Rohmana, Suharsono Kamal dan Suhandi Kelompok Program dan Penelitian Konservasi

Lebih terperinci

PENDATAAN PENYEBARAN MERKURI PADA WILAYAH PERTAMBANGAN DI DAERAH SELOGIRI, KAB.WONOGIRI, PROVINSI JAWA TENGAH

PENDATAAN PENYEBARAN MERKURI PADA WILAYAH PERTAMBANGAN DI DAERAH SELOGIRI, KAB.WONOGIRI, PROVINSI JAWA TENGAH PENDATAAN PENYEBARAN MERKURI PADA WILAYAH PERTAMBANGAN DI DAERAH SELOGIRI, KAB.WONOGIRI, PROVINSI JAWA TENGAH Denni Widhiyatna, R.Hutamadi, Asep Ahdiat Kelompok Program Penelitian Konservasi SARI Wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. udara, air dan tanah berupa kegiatan industri dan pertambangan.

BAB I PENDAHULUAN. udara, air dan tanah berupa kegiatan industri dan pertambangan. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Indonesia, pencemaran logam berat cenderung meningkat sejalan dengan meningkatnya proses industrialisasi. Lajunya pembangunan dan penggunaan berbagai bahan baku

Lebih terperinci

INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN 50 KOTA DAN SIJUNJUNG, PROVINSI SUMATERA BARAT

INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN 50 KOTA DAN SIJUNJUNG, PROVINSI SUMATERA BARAT INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN 50 KOTA DAN SIJUNJUNG, PROVINSI SUMATERA BARAT Oleh: Armin Tampubolon P2K Sub Direktorat Mineral Logam SARI Pada tahun anggaran 2005, kegiatan inventarisasi mineral

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menurunkan kualitas lingkungan dan derajat kesehatan masyarakat disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. menurunkan kualitas lingkungan dan derajat kesehatan masyarakat disebabkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di Indonesia pembangunan disektor industri terus meningkat sejalan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kegiatan manusia di dalam mengelola dan mengolah

Lebih terperinci

PENELITIAN SEBARAN MERKURI DAN UNSUR LOGAM BERAT DI WILAYAH PERTAMBANGAN RAKYAT, KABUPATEN MINAHASA UTARA, PROVINSI SULAWESI UTARA S A R I

PENELITIAN SEBARAN MERKURI DAN UNSUR LOGAM BERAT DI WILAYAH PERTAMBANGAN RAKYAT, KABUPATEN MINAHASA UTARA, PROVINSI SULAWESI UTARA S A R I PENELITIAN SEBARAN MERKURI DAN UNSUR LOGAM BERAT DI WILAYAH PERTAMBANGAN RAKYAT, KABUPATEN MINAHASA UTARA, PROVINSI SULAWESI UTARA Rudy Gunradi Kelompok Penyelidikan Konservasi, Pusat Sumber Daya Geologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kandungan mineral logam ( khususnya emas) sudah sejak lama tersimpan di daerah Kabupaten Mandailing Natal. Cadangan bahan tambang emas yang terdapat di Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kondisi tersebut. Penurunan kualitas air sungai dapat disebabkan oleh masuknya

BAB I PENDAHULUAN. kondisi tersebut. Penurunan kualitas air sungai dapat disebabkan oleh masuknya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sungai memiliki berbagai komponen abiotik dan biotik yang saling berinteraksi membentuk sebuah jaringan kehidupan yang saling mempengaruhi. Sungai merupakan ekosistem

Lebih terperinci

INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN SUMBA BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN SUMBA BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN SUMBA BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Armin Tampubolon Kelompok Program Penelitian Mineral SARI Secara regional, Pulau Sumba disusun oleh litologi yang berdasar

Lebih terperinci

EKSPLORASI UMUM ENDAPAN BESI DI KABUPATEN MUARA ENIM, PROVINSI SUMATERA SELATAN

EKSPLORASI UMUM ENDAPAN BESI DI KABUPATEN MUARA ENIM, PROVINSI SUMATERA SELATAN EKSPLORASI UMUM ENDAPAN BESI DI KABUPATEN MUARA ENIM, PROVINSI SUMATERA SELATAN Oleh : Wahyu Widodo dan Bambang Pardiarto (Kelompok Kerja Penelitian Mineral) Sari Kegiatan eksplorasi umum endapan besi

Lebih terperinci

Kajian Kandungan Logam Berat di Lokasi Penambangan Emas Tradisional di Desa Sangon, Kecamatan Kokap, Kabupaten Kulon Progo

Kajian Kandungan Logam Berat di Lokasi Penambangan Emas Tradisional di Desa Sangon, Kecamatan Kokap, Kabupaten Kulon Progo Kajian Kandungan Logam Berat di Lokasi Penambangan Emas Tradisional di Desa Sangon, Kecamatan Kokap, Kabupaten Kulon Progo Ratih Chandra Kusuma, Wawan Budianta, Arifudin Departemen Teknik Geologi, Fakultas

Lebih terperinci

perubahan kondisi tata lingkungan (tanah, udara dan air) yang tidak menguntungkan (merusak dan merugikan kehidupan manusia, binatang dan

perubahan kondisi tata lingkungan (tanah, udara dan air) yang tidak menguntungkan (merusak dan merugikan kehidupan manusia, binatang dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pencemaran lingkungan adalah suatu keadaan yang terjadi karena perubahan kondisi tata lingkungan (tanah, udara dan air) yang tidak menguntungkan (merusak dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada kerak bumi. Merkuri sangat jarang dijumpai sebagai logam murni (native mercury) dan

BAB I PENDAHULUAN. pada kerak bumi. Merkuri sangat jarang dijumpai sebagai logam murni (native mercury) dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Merkuri secara alamiah berasal dari kerak bumi, konsentrasi merkuri dikerak bumi sebesar 0,08 ppm. Kelimpahan merkuri di bumi menempati urutan ke 67 diantara elemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang Emas merupakan logam yang bersifat lunak dan mudah ditempa, kekerasannya berkisar antara 2,5-3 (skala Mohs), serta berat jenisnya tergantung pada jenis dan kandungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah daerah yang dibatasi punggungpunggung gunung dimana air hujan yang jatuh pada daerah aliran sungai akan ditampung oleh punggung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya alam yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. terhadap pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya alam yang ada. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumber daya alam merupakan salah satu kekayaan alam yang harus tetap dijaga kelestariannya. Saat ini banyak daerah yang memanfaatkan sumber daya alamnya untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang maju identik dengan tingkat kehidupan yang lebih baik. Jadi, kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. yang maju identik dengan tingkat kehidupan yang lebih baik. Jadi, kemajuan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemajuan industri dan teknologi dimanfaatkan manusia untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Sudah terbukti bahwa industri dan teknologi yang maju identik dengan tingkat

Lebih terperinci

INVENTARISASI DAN EVALUASI KABUPATEN SUMBAWA BARAT DAN SUMBAWA, PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

INVENTARISASI DAN EVALUASI KABUPATEN SUMBAWA BARAT DAN SUMBAWA, PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT INVENTARISASI DAN EVALUASI KABUPATEN SUMBAWA BARAT DAN SUMBAWA, PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Oleh : A. Sanusi Halim, Iwan A. Harahap dan Sukmawan SubDit Mineral Non Logam S A R I Daerah penyelidikan yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM Kegiatan penelitian dilakukan di Laboratorium BALAI BESAR KERAMIK Jalan Jendral A. Yani 392 Bandung. Conto yang digunakan adalah tanah liat (lempung) yang berasal dari Desa Siluman

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Desa Tulabolo adalah bagian dari wilayah Kecamatan Suwawa Timur,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Desa Tulabolo adalah bagian dari wilayah Kecamatan Suwawa Timur, BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1) Desa Tulabolo Desa Tulabolo adalah bagian dari wilayah Kecamatan Suwawa Timur, Kabupaten Bone Boalngo, Provinsi

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI WILAYAH KABUPATEN KULON PROGO PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DARI EKSTRAKSI PETA GEOLOGI

ANALISIS POTENSI WILAYAH KABUPATEN KULON PROGO PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DARI EKSTRAKSI PETA GEOLOGI ANALISIS POTENSI WILAYAH KABUPATEN KULON PROGO PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DARI EKSTRAKSI PETA GEOLOGI Yatin Suwarno Badan Informasi Geospasial (BIG) Cibinong Jawa Barat Email: yatinsuwarno@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB VI DISKUSI. Dewi Prihatini ( ) 46

BAB VI DISKUSI. Dewi Prihatini ( ) 46 BAB VI DISKUSI 6.1 Evolusi Fluida Hidrotermal Alterasi hidrotermal terbentuk akibat adanya fluida hidrotermal yang berinteraksi dengan batuan yang dilewatinya pada kondisi fisika dan kimia tertentu (Pirajno,

Lebih terperinci

INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN BOVEN DIGOEL PROVINSI PAPUA Reza Mochammad Faisal Kelompok Penyelidikan Mineral Logam SARI

INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN BOVEN DIGOEL PROVINSI PAPUA Reza Mochammad Faisal Kelompok Penyelidikan Mineral Logam SARI INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN BOVEN DIGOEL PROVINSI PAPUA Reza Mochammad Faisal Kelompok Penyelidikan Mineral Logam SARI Secara geologi daerah Kabupaten Boven Digoel terletak di Peta Geologi

Lebih terperinci

BAB IV STUDI KHUSUS GEOKIMIA TANAH DAERAH KAWAH TIMBANG DAN SEKITARNYA

BAB IV STUDI KHUSUS GEOKIMIA TANAH DAERAH KAWAH TIMBANG DAN SEKITARNYA BAB IV STUDI KHUSUS GEOKIMIA TANAH DAERAH KAWAH TIMBANG DAN SEKITARNYA IV.1 TINJAUAN UMUM Pengambilan sampel air dan gas adalah metode survei eksplorasi yang paling banyak dilakukan di lapangan geotermal.

Lebih terperinci

ABSTRAK Kata kunci : Elektrokinetik, Pemulihan, Penambangan emas, pencemar Cu dan Hg ABSTRACT

ABSTRAK Kata kunci : Elektrokinetik, Pemulihan, Penambangan emas, pencemar Cu dan Hg ABSTRACT REMEDIASI ELEKTROKINETIK MENGGUNAKAN ELEKTRODA 2-D HEXAGONAL PADA TANAH LIMBAH PERTAMBANGAN EMAS YANG MENGANDUNG TEMBAGA (Cu) DAN MERKURI (Hg) DI KOKAP KULONPROGO YOGYAKARTA (Electro-Kinetics Remediation

Lebih terperinci

PENDATAAN PENYEBARAN MERKURI PADA WILAYAH PERTAMBANGAN DI DAERAH PONGKOR, KABUPATEN BOGOR, PROVINSI JAWA BARAT

PENDATAAN PENYEBARAN MERKURI PADA WILAYAH PERTAMBANGAN DI DAERAH PONGKOR, KABUPATEN BOGOR, PROVINSI JAWA BARAT PENDATAAN PENYEBARAN MERKURI PADA WILAYAH PERTAMBANGAN DI DAERAH PONGKOR, KABUPATEN BOGOR, PROVINSI JAWA BARAT Nixon Juliawan, ST Kelompok Program Penelitian Konservasi SARI Kegiatan PETI pada wilayah

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pegunungan Menoreh terletak di ujung utara pegunungan Kulon Progo, bagian timur dari zona jajaran punggungan oblong domes / ridges, di sebelah barat perbatasan Propinsi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kabupaten Kolaka merupakan salah satu kabupaten yang ada di Propinsi Sulawesi Tenggara yang berada di wilayah pesisir dan memiliki potensi sumberdaya pesisir laut sangat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM 9 BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Lokasi dan Kesampaian Daerah Kegiatan penelitian dilakukan di salah satu tambang batubara Samarinda Kalimantan Timur, yang luas Izin Usaha Pertambangan (IUP) sebesar 24.224.776,7

Lebih terperinci

Bab I : Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN

Bab I : Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sumber daya mineral menjadi salah satu tumpuan manusia untuk meningkatkan tingkat peradaban. Sumber daya mineral dan pengolahannya sudah dikenal manusia sejak lama

Lebih terperinci

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 07 SUMBERDAYA MINERAL Sumberdaya Mineral Sumberdaya mineral merupakan sumberdaya yang diperoleh dari hasil ekstraksi batuan atau pelapukan p batuan (tanah). Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Lokasi Kesampaian Daerah Daerah penelitian secara administratif termasuk ke dalam wilayah Kampung Seibanbam II, Kecamatan Angsana, Kabupaten Tanah Bumbu, Propinsi Kalimantan Selatan.

Lebih terperinci

Lampiran 1. Luas masing-masing Kelas TWI di DAS Cimadur. Lampiran 2. Luas Kelas TWI dan order Sungai Cimadur

Lampiran 1. Luas masing-masing Kelas TWI di DAS Cimadur. Lampiran 2. Luas Kelas TWI dan order Sungai Cimadur LAMPIRAN 63 64 Lampiran 1. Luas masing-masing Kelas TWI di DAS Cimadur No. Kelas TWI Luas Area Ha % 1 1 1 0,007 2 2 20987 99,830 3 3 34 0,163 Luas Total 21022 100 Lampiran 2. Luas Kelas TWI dan order Sungai

Lebih terperinci

KONDISI W I L A Y A H

KONDISI W I L A Y A H KONDISI W I L A Y A H A. Letak Geografis Barito Utara adalah salah satu Kabupaten di Propinsi Kalimantan Tengah, berada di pedalaman Kalimantan dan terletak di daerah khatulistiwa yaitu pada posisi 4 o

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Vegetasi merupakan kumpulan tumbuh-tumbuhan, biasanya terdiri dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Vegetasi merupakan kumpulan tumbuh-tumbuhan, biasanya terdiri dari BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komunitas Tumbuhan Bawah Vegetasi merupakan kumpulan tumbuh-tumbuhan, biasanya terdiri dari beberapa jenis yang hidup bersama-sama pada suatu tempat. Dalam mekanisme kehidupannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Rencana pengembangan kawasan pantai selatan Pulau Jawa yang membentang dari Jawa Timur sampai Jawa Barat, tentu akan memberi dampak perkembangan penduduk di daerah-daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan dunia terhadap mineral logam semakin tahun semakin

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan dunia terhadap mineral logam semakin tahun semakin BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kebutuhan dunia terhadap mineral logam semakin tahun semakin meningkat seperti emas, tembaga dan logam lainnya. Hal tersebut didasari dengan meningkatnya kebutuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kepulauan Bangka Belitung ditetapkan sebagai provinsi baru sesuai Undang - Undang No. 27 tahun 2000 tanggal 4 Desember 2000. Wilayah provinsi ini meliputi Pulau Bangka,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN I.1 BAB I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang lalui oleh 3 lempeng benua dan samudra yang masih aktif sampai saat ini. Pergerakan ketiga lempeng tersebut mengakibatkan

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN

Bab I. Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Emas merupakan salah satu logam yang memiliki nilai yang tinggi ( precious metal). Tingginya nilai jual emas adalah karena logam ini bersifat langka dan tidak banyak

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak Geografis. 08º00'27" Lintang Selatan dan 110º12'34" - 110º31'08" Bujur Timur. Di

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak Geografis. 08º00'27 Lintang Selatan dan 110º12'34 - 110º31'08 Bujur Timur. Di IV. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak Geografis Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta mempunyai lima Kabupaten dan satu Kotamadya, salah satu kabupaten tersebut adalah Kabupaten Bantul. Secara geografis,

Lebih terperinci

INTRUSI VULKANIK DI PERAIRAN SEKOTONG LOMBOK BARAT

INTRUSI VULKANIK DI PERAIRAN SEKOTONG LOMBOK BARAT INTRUSI VULKANIK DI PERAIRAN SEKOTONG LOMBOK BARAT L. Arifin dan D. Kusnida Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan Jl. Dr. Junjunan 236 Bandung 40174 S a r i Rekaman seismik pantul dangkal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan kebutuhan hidup pokok karena tidak satupun kehidupan yang ada di dunia ini dapat berlangsung tanpa tersedianya air yang cukup baik kualitas maupun kuantitasnya.

Lebih terperinci

PENELITIAN ASPEK KONSERVASI BAHAN GALIAN DI WILAYAH BEKAS TAMBANG DI PANGARAYAN KABUPATEN KAMPAR, RIAU

PENELITIAN ASPEK KONSERVASI BAHAN GALIAN DI WILAYAH BEKAS TAMBANG DI PANGARAYAN KABUPATEN KAMPAR, RIAU PENELITIAN ASPEK KONSERVASI BAHAN GALIAN DI WILAYAH BEKAS TAMBANG DI PANGARAYAN KABUPATEN KAMPAR, RIAU Rudy Gunradi Kelompok Program Penelitian Konservasi, Pusat Sumber Daya Geologi ABSTAK Kegiatan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mulai dari pulau yang berukuran besar hingga pulau-pulau kecil yang sangat banyak

BAB I PENDAHULUAN. mulai dari pulau yang berukuran besar hingga pulau-pulau kecil yang sangat banyak 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kesatuan yang terdiri dari banyak gugusan pulau mulai dari pulau yang berukuran besar hingga pulau-pulau kecil yang sangat banyak jumlahnya.

Lebih terperinci

BAB V GEOKIMIA DAERAH PENELITIAN

BAB V GEOKIMIA DAERAH PENELITIAN BAB V GEOKIMIA DAERAH PENELITIAN 5.1 Data AAS (Atomic Absorption Spectrometry) AAS (Atomic Absorption Spectrometry) atau dikenal juga sebagai Spektrometri Serapan Atom merupakan suatu metode kimia yang

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian adalah interaksi dari proses eksogen dan proses endogen (Thornburry, 1989). Proses eksogen adalah proses-proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan salah satu sumber kehidupan manusia. Apabila air akan

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan salah satu sumber kehidupan manusia. Apabila air akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan salah satu sumber kehidupan manusia. Apabila air akan tercemar maka akan mengakibat kerugian bagi kehidupan makhluk hidup dimuka bumi ini. Dan apabila

Lebih terperinci

BAB 3 GEOLOGI SEMARANG

BAB 3 GEOLOGI SEMARANG BAB 3 GEOLOGI SEMARANG 3.1 Geomorfologi Daerah Semarang bagian utara, dekat pantai, didominasi oleh dataran aluvial pantai yang tersebar dengan arah barat timur dengan ketinggian antara 1 hingga 5 meter.

Lebih terperinci

EVALUASI SUMBER DAYA/CADANGAN BAHAN GALIAN UNTUK PERTAMBANGAN SEKALA KECIL DAERAH S. DAUN, KABUPATEN SANGGAU, PROVINSI KALIMANTAN BARAT SARI

EVALUASI SUMBER DAYA/CADANGAN BAHAN GALIAN UNTUK PERTAMBANGAN SEKALA KECIL DAERAH S. DAUN, KABUPATEN SANGGAU, PROVINSI KALIMANTAN BARAT SARI EVALUASI SUMBER DAYA/CADANGAN BAHAN GALIAN UNTUK PERTAMBANGAN SEKALA KECIL DAERAH S. DAUN, KABUPATEN SANGGAU, PROVINSI KALIMANTAN BARAT Suhandi 1, Mulyana 2 1 Kelompok Program Penelitian Konservasi, 2

Lebih terperinci

Tugas Akhir Pemodelan Dan Analisis Kimia Airtanah Dengan Menggunakan Software Modflow Di Daerah Bekas TPA Pasir Impun Bandung, Jawa Barat

Tugas Akhir Pemodelan Dan Analisis Kimia Airtanah Dengan Menggunakan Software Modflow Di Daerah Bekas TPA Pasir Impun Bandung, Jawa Barat BAB V ANALISIS DATA 5.1 Aliran dan Pencemaran Airtanah Aliran airtanah merupakan perantara yang memberikan pengaruh yang terus menerus terhadap lingkungan di sekelilingnya di dalam tanah (Toth, 1984).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang lain. Pemanfaatan air untuk berbagai kepentingan harus dilakukan secara

BAB I PENDAHULUAN. yang lain. Pemanfaatan air untuk berbagai kepentingan harus dilakukan secara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Air merupakan sumber daya alam yang diperlukan untuk hajat hidup orang banyak, bahkan oleh semua makhluk hidup. Oleh karena itu, sumber daya air harus dilindungi agar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Air merupakan sumberdaya alam yang terbarukan dan memiliki peranan

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Air merupakan sumberdaya alam yang terbarukan dan memiliki peranan 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Air merupakan sumberdaya alam yang terbarukan dan memiliki peranan penting pada pemenuhan kebutuhan makhluk hidup untuk berbagai keperluan. Suplai air tersebut dapat

Lebih terperinci

EVALUASI SUMBER DAYA DAN CADANGAN BAHAN GALIAN UNTUK PERTAMBANGAN SEKALA KECIL DI KABUPATEN BIMA, PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

EVALUASI SUMBER DAYA DAN CADANGAN BAHAN GALIAN UNTUK PERTAMBANGAN SEKALA KECIL DI KABUPATEN BIMA, PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT EVALUASI SUMBER DAYA DAN CADANGAN BAHAN GALIAN UNTUK PERTAMBANGAN SEKALA KECIL DI KABUPATEN BIMA, PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Latar Belakang Pusat Sumberdaya Geologi, Badan Geologi Daerah Kabupaten instansi

Lebih terperinci

Felmawati Mundeng, Dian Saraswati, Ramly Abudi 1. Kata Kunci: Mercury (Hg), Hulu dan Hilir Air Sungai

Felmawati Mundeng, Dian Saraswati, Ramly Abudi 1. Kata Kunci: Mercury (Hg), Hulu dan Hilir Air Sungai STUDI ANALISIS TINGKAT PENCEMARAN KADAR MERKURI (Hg) DI HULU DENGAN DI HILIR SUNGAI ONGKAG MONGONDOW KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW (Suatu Penelitian di Kabupaten Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara)

Lebih terperinci

SURVEY GEOKIMIA MINERAL LOGAM DI PROVINSI SUMATERA BARAT. Ernowo, Kisman, Armin T, Eko Yoan T, Syahya S. , P.Total, S.Total, H 2. , Al 2.

SURVEY GEOKIMIA MINERAL LOGAM DI PROVINSI SUMATERA BARAT. Ernowo, Kisman, Armin T, Eko Yoan T, Syahya S. , P.Total, S.Total, H 2. , Al 2. SARI SURVEY GEOKIMIA MINERAL LOGAM DI PROVINSI SUMATERA BARAT Ernowo, Kisman, Armin T, Eko Yoan T, Syahya S Kegiatan survey ini dilaksanakan dalam rangka kerjasama antara China Geological Survey dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bijih besi, hal tersebut dikarenakan daerah Solok Selatan memiliki kondisi geologi

BAB I PENDAHULUAN. bijih besi, hal tersebut dikarenakan daerah Solok Selatan memiliki kondisi geologi I.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Daerah Solok Selatan merupakan salah satu daerah di Indonesia yang memiliki potensi sebagai penghasil sumber daya mineral terutama pada sektor bijih besi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai air minum. Hal ini terutama untuk mencukupi kebutuhan air di dalam

BAB I PENDAHULUAN. sebagai air minum. Hal ini terutama untuk mencukupi kebutuhan air di dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan senyawa kimia yang sangat penting bagi kehidupan makhluk hidup di bumi ini. Fungsi air bagi kehidupan tidak dapat digantikan oleh senyawa lain. Penggunaan

Lebih terperinci

EKSPLORASI TIMAH DAN REE DI PULAU JEMAJA, KECAMATAN JEMAJA KABUPATEN ANAMBAS, PROVINSI KEPULAUAN RIAU

EKSPLORASI TIMAH DAN REE DI PULAU JEMAJA, KECAMATAN JEMAJA KABUPATEN ANAMBAS, PROVINSI KEPULAUAN RIAU EKSPLORASI TIMAH DAN REE DI PULAU JEMAJA, KECAMATAN JEMAJA KABUPATEN ANAMBAS, PROVINSI KEPULAUAN RIAU Wahyu Widodo*, Rudy Gunradi* dan Juju Jaenudin** *Kelompok Penyelidikan Mineral, **Sub Bidang Laboratorium

Lebih terperinci

ANALISIS KANDUNGAN MERKURI (Hg) PADA TANAH SAWAH DI DESA TALUDUYUNU KECAMATAN BUNTULIA KABUPATEN POHUWATO. Yunita Miu Nim :

ANALISIS KANDUNGAN MERKURI (Hg) PADA TANAH SAWAH DI DESA TALUDUYUNU KECAMATAN BUNTULIA KABUPATEN POHUWATO. Yunita Miu Nim : ANALISIS KANDUNGAN MERKURI (Hg) PADA TANAH SAWAH DI DESA TALUDUYUNU KECAMATAN BUNTULIA KABUPATEN POHUWATO Yunita Miu Nim : 811409046 Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan dan Keolahragaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak terkait oleh mineralisasi endapan hidrotermal-magmatik. Dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. banyak terkait oleh mineralisasi endapan hidrotermal-magmatik. Dalam berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberadaan sumberdaya mineral di Indonesia khususnya di pulau Jawa banyak terkait oleh mineralisasi endapan hidrotermal-magmatik. Dalam berbagai penyelidikan yang dilakukan

Lebih terperinci

PENGARUH LIMBAH CAIR INDUSTRI PELAPISAN LOGAM TERHADAP KAN- DUNGAN CU. ZN, CN, NI, AG DAN SO4 DALAM AIR TANAH BEBAS DI DESA BANGUNTAPAN, BANTUL

PENGARUH LIMBAH CAIR INDUSTRI PELAPISAN LOGAM TERHADAP KAN- DUNGAN CU. ZN, CN, NI, AG DAN SO4 DALAM AIR TANAH BEBAS DI DESA BANGUNTAPAN, BANTUL 59 PENGARUH LIMBAH CAIR INDUSTRI PELAPISAN LOGAM TERHADAP KAN- DUNGAN CU. ZN, CN, NI, AG DAN SO4 DALAM AIR TANAH BEBAS DI DESA BANGUNTAPAN, BANTUL The Effect of Liquid Waste on The Content of Cu. Zn, Cn,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU UTARA DINAS PERTAMBANGAN, ENERGI DAN LINGKUNGAN HIDUP

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU UTARA DINAS PERTAMBANGAN, ENERGI DAN LINGKUNGAN HIDUP PETA POTENSI BAHAN GALIAN KETERANGAN : 1 = PT. SEKO INTI LESTARI; 56.000 Ha 2 = PT. USAHA TIGA GENERASI; 19.000 Ha atan Sabb ang appa atan S 3 4 5 = CV. BONTALI ANUGRAH; 14.170 Ha = PT. ANEKA TAMBANG ;

Lebih terperinci

PROSPEKSI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN 2014

PROSPEKSI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN 2014 PROSPEKSI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN 2014 Wahyu Widodo, Bambang Nugroho Widi Kelompok Penyelidikan Mineral Logam S A R I Prospeksi mineral logam di Kabupaten

Lebih terperinci

KONSEP PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PELAPORAN BAHAN GALIAN LAIN DAN MINERAL IKUTAN. Oleh : Tim Penyusun

KONSEP PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PELAPORAN BAHAN GALIAN LAIN DAN MINERAL IKUTAN. Oleh : Tim Penyusun KONSEP PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PELAPORAN BAHAN GALIAN LAIN DAN MINERAL IKUTAN Oleh : Tim Penyusun 1. PENDAHULUAN Kegiatan usaha pertambangan harus dilakukan secara optimal, diantaranya termasuk melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kaolin merupakan massa batuan yang tersusun dari mineral lempung dengan kandungan besi yang rendah, memiliki komposisi hidrous aluminium silikat (Al2O3.2SiO2.2H2O)

Lebih terperinci

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit.

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit. berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit. (a) (c) (b) (d) Foto 3.10 Kenampakan makroskopis berbagai macam litologi pada Satuan

Lebih terperinci

Buletin Geologi Tata Lingkungan (Bulletin of Environmental Geology) Vol. 21 No. 2 Agustus 2011: 83 96

Buletin Geologi Tata Lingkungan (Bulletin of Environmental Geology) Vol. 21 No. 2 Agustus 2011: 83 96 Buletin Geologi Tata Lingkungan (Bulletin of Environmental Geology) Vol. 21 No. 2 Agustus 2011: 83 96 UPAYA PENINGKATAN PEROLEHAN EMAS DENGAN METODE AMALGAMASI TIDAK LANGSUNG (Studi Kasus: Pertambangan

Lebih terperinci

BAB I. Logam berat adalah unsur kimia yang termasuk dalam kelompok logam yang

BAB I. Logam berat adalah unsur kimia yang termasuk dalam kelompok logam yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Logam berat adalah unsur kimia yang termasuk dalam kelompok logam yang beratnya lebih dari 5g, untuk setiap cm 3 -nya. Delapan puluh jenis dari 109 unsur kimia yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Laut dan kehidupan di dalamnya merupakan bagian apa yang disebut

BAB I PENDAHULUAN. Laut dan kehidupan di dalamnya merupakan bagian apa yang disebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Laut dan kehidupan di dalamnya merupakan bagian apa yang disebut Ekosistem yaitu suatu lingkungan tempat berlangsungnya reaksi timbal balik antara makhluk dan faktor-faktor

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Alterasi dan Endapan Hidrotermal Alterasi hidrotermal merupakan suatu proses yang kompleks yang melibatkan perubahan mineralogi, tekstur, dan komposisi kimia batuan. Proses tersebut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagian besar permukaan bumi terdiri atas air, luas daratan memang lebih

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagian besar permukaan bumi terdiri atas air, luas daratan memang lebih BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagian besar permukaan bumi terdiri atas air, luas daratan memang lebih kecil dibandingkan dengan luas lautan. Air merupakan sumber daya alam yang diperlukan untuk

Lebih terperinci

PROSPEKSI ENDAPAN BATUBARA DI DAERAH KELUMPANG DAN SEKITARNYA KABUPATEN MAMUJU, PROPINSI SULAWESI SELATAN

PROSPEKSI ENDAPAN BATUBARA DI DAERAH KELUMPANG DAN SEKITARNYA KABUPATEN MAMUJU, PROPINSI SULAWESI SELATAN PROSPEKSI ENDAPAN BATUBARA DI DAERAH KELUMPANG DAN SEKITARNYA KABUPATEN MAMUJU, PROPINSI SULAWESI SELATAN Oleh : Nanan S. Kartasumantri dan Hadiyanto Subdit. Eksplorasi Batubara dan Gambut SARI Daerah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Profil Perusahaan PT. Cipta Kridatama didirikan 8 April 1997 sebagai pengembangan dari jasa penyewaan dan penggunaan alat berat PT. Trakindo Utama. Industri tambang Indonesia yang

Lebih terperinci

PROVINSI SULAWESI UTARA

PROVINSI SULAWESI UTARA INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN SITARO PROVINSI SULAWESI UTARA Oleh: Dendi Surya K., Bakrun, Ary K. PUSAT SUMBER DAYA GEOLOGI SARI Wilayah Kabupaten Kepulauan Sitaro terdiri dari gabungan 3 pulau

Lebih terperinci

PENGARUH AKTIVITAS PENAMBANGAN EMAS TERHADAP KONDISI AIRTANAH DANGKAL DI DUSUN BERINGIN KECAMATAN MALIFUT PROVINSI MALUKU UTARA

PENGARUH AKTIVITAS PENAMBANGAN EMAS TERHADAP KONDISI AIRTANAH DANGKAL DI DUSUN BERINGIN KECAMATAN MALIFUT PROVINSI MALUKU UTARA Muhammad Djunaidi, Herry Djainal Pengaruh Aktivitas Penambangan Emas Terhadap Kondisi Airtanah dangkal di Dusun Beringin Kecamatan Malifut Provinsi Maluku Utara PENGARUH AKTIVITAS PENAMBANGAN EMAS TERHADAP

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lokasi Penelitian Secara geografis, kabupaten Ngada terletak di antara 120 48 36 BT - 121 11 7 BT dan 8 20 32 LS - 8 57 25 LS. Dengan batas wilayah Utara adalah Laut Flores,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang I.2. Perumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang I.2. Perumusan Masalah 15 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Daerah Bangunjiwo yang merupakan lokasi ini, merupakan salah satu desa di Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, D.I Yogyakarta. Berdasarkan Peta Geologi Lembar Yogyakarta,

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Kondisi Fisiografi 1. Letak Wilayah Secara Geografis Kabupaten Sleman terletak diantara 110 33 00 dan 110 13 00 Bujur Timur, 7 34 51 dan 7 47 30 Lintang Selatan. Wilayah

Lebih terperinci

BAB IV HIDROGEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB IV HIDROGEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB IV HIDROGEOLOGI DAERAH PENELITIAN Berdasarkan klasifikasi Mendel (1980) sistem hidrogeologi daerah penelitian adalah sistem akifer volkanik. Pada sistem akifer volkanik ini batuan segar yang mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ternyata telah menimbulkan bermacam-macam efek yang buruk bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. ternyata telah menimbulkan bermacam-macam efek yang buruk bagi kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aktivitas kehidupan yang sangat tinggi yang dilakukan oleh manusia ternyata telah menimbulkan bermacam-macam efek yang buruk bagi kehidupan manusia dan tatanan lingkungan

Lebih terperinci

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT 6-7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT 6-7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA ANALISIS KADAR ZAT MERKURI YANG DIGUNAKAN PADA AREA TAMBANG EMAS RAKYAT DESA WUMBUBANGKA KECAMATAN RAROWATU UTARA KABUPATEN BOMBANA PROVPINSI SULAWESI TENGGARA Raivel 1* Syarfina 2 Dewi Puspita 2 Muh.

Lebih terperinci

PENYELIDIKAN POTENSI BAHAN GALIAN PADA TAILING PT FREEPORT INDONESIA DI KABUPATEN MIMIKA, PROVINSI PAPUA

PENYELIDIKAN POTENSI BAHAN GALIAN PADA TAILING PT FREEPORT INDONESIA DI KABUPATEN MIMIKA, PROVINSI PAPUA PENYELIDIKAN POTENSI BAHAN GALIAN PADA TAILING PT FREEPORT INDONESIA DI KABUPATEN MIMIKA, PROVINSI PAPUA Mangara P Pohan, 1 Denni W. 2, Sabtanto J.S. 3, Asep A. 4 1,2,3,4 Kelompok Program Penelitian Konservasi

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1. Fisiografi Regional Van Bemmelen (1949) membagi Pulau Sumatera menjadi 6 zona fisiografi, yaitu: 1. Zona Paparan Sunda 2. Zona Dataran Rendah dan Berbukit 3. Zona Pegunungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Lokasi dan Kesampaian Daerah Lokasi CV. Jayabaya Batu Persada secara administratif terletak pada koordinat 106 O 0 51,73 BT dan -6 O 45 57,74 LS di Desa Sukatani Malingping Utara

Lebih terperinci

PENENTUAN NILAI MUTU AIR PERMUKAAN PADA LAHAN PASCA TAMBANG RAKYAT KABUPATEN KATINGAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

PENENTUAN NILAI MUTU AIR PERMUKAAN PADA LAHAN PASCA TAMBANG RAKYAT KABUPATEN KATINGAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH KURVATEK Vol.1. No. 2, November 2016, pp.73-79 ISSN: 2477-7870 73 PENENTUAN NILAI MUTU AIR PERMUKAAN PADA LAHAN PASCA TAMBANG RAKYAT KABUPATEN KATINGAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH A.A Inung Arie Adnyano

Lebih terperinci

EKSPLORASI UMUM MINERAL LOGAM MULIA DAN LOGAM DASAR DI DAERAH PERBATASAN MALAYSIA-KABUPATEN SANGGAU PROVINSI KALIMANTAN BARAT

EKSPLORASI UMUM MINERAL LOGAM MULIA DAN LOGAM DASAR DI DAERAH PERBATASAN MALAYSIA-KABUPATEN SANGGAU PROVINSI KALIMANTAN BARAT EKSPLORASI UMUM MINERAL LOGAM MULIA DAN LOGAM DASAR DI DAERAH PERBATASAN MALAYSIA-KABUPATEN SANGGAU PROVINSI KALIMANTAN BARAT Oleh : 1) Kisman, 2) Bambang Pardiarto Kelompok Program Penelitian Mineral

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Kata Pengantar. Daftar Isi. Daftar Tabel. Daftar Gambar

DAFTAR ISI. Kata Pengantar. Daftar Isi. Daftar Tabel. Daftar Gambar DAFTAR ISI Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Daftar i ii iii vii Bab I Pendahuluan A. Kondisi Umum Daerah I- 1 B. Pemanfaatan Laporan Status LH Daerah I-10 C. Isu Prioritas Lingkungan Hidup Kabupaten Kulon

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Air merupakan sumber daya alam yang sangat diperlukan bagi kelangsungan hidup seluruh makhluk, terutama manusia. Dua pertiga wilayah bumi terdiri dari lautan

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pencemaran logam berat sangat berbahaya bagi lingkungan. Banyak laporan yang memberikan fakta betapa berbahayanya pencemaran lingkungan terutama oleh logam berat

Lebih terperinci

KETERDAPATAN MINERALISASI EMAS YANG BERASOSIASI DENGAN SINABAR DI KECAMATAN RAROWATU KABUPATEN BOMBANA PROVINSI SULAWESI TENGGARA

KETERDAPATAN MINERALISASI EMAS YANG BERASOSIASI DENGAN SINABAR DI KECAMATAN RAROWATU KABUPATEN BOMBANA PROVINSI SULAWESI TENGGARA KETERDAPATAN MINERALISASI EMAS YANG BERASOSIASI DENGAN SINABAR DI KECAMATAN RAROWATU KABUPATEN BOMBANA PROVINSI SULAWESI TENGGARA Oleh: Kisman Pusat Sumber Daya Geologi Jalan Soekarno Hatta No. 444 Bandung

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. pada degradasi lingkungan. Hal tersebut dilakukan karena manusia ingin

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. pada degradasi lingkungan. Hal tersebut dilakukan karena manusia ingin 1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Jumlah penduduk yang bertambah seperti deret ukur menyebabkan aktivitas manusia untuk memberdayakan lingkungan semakin meningkat. Aktivitas manusia ini pada akhirnya

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM WILAYAH

GAMBARAN UMUM WILAYAH 3 GAMBARAN UMUM WILAYAH 3.1. Batas Administrasi dan Luas Wilayah Kabupaten Sumba Tengah merupakan pemekaran dari Kabupaten Sumba Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) yang dibentuk berdasarkan UU no.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya alam yang menjadi kebutuhan dasar bagi

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya alam yang menjadi kebutuhan dasar bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Air merupakan sumber daya alam yang menjadi kebutuhan dasar bagi kehidupan. Sekitar tiga per empat bagian dari tubuh kita terdiri dari air dan tidak seorangpun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Emas (Au) telah dimanfaatkan sejak era prasejarah sebagai mineral ekonomis yang bernilai tinggi. Mineral emas dianggap berharga karena kilauan cahaya yang dipantulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta lapisan kerak bumi (Darmono, 1995). Timbal banyak digunakan dalam

BAB I PENDAHULUAN. serta lapisan kerak bumi (Darmono, 1995). Timbal banyak digunakan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Logam timbal atau Pb adalah jenis logam lunak berwarna coklat kehitaman dan mudah dimurnikan. Logam Pb lebih tersebar luas dibanding kebanyakan logam toksik lainnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1.2 TUJUAN 1.3 LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1.2 TUJUAN 1.3 LOKASI PENELITIAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Daerah Rembang secara fisiografi termasuk ke dalam Zona Rembang (van Bemmelen, 1949) yang terdiri dari endapan Neogen silisiklastik dan karbonat. Stratigrafi daerah

Lebih terperinci