BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penambangan Emas Desa Hulawa

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penambangan Emas Desa Hulawa"

Transkripsi

1 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Gambaran Umum Penambangan Emas Desa Hulawa Lokasi penambangan Desa Hulawa merupakan lokasi penambangan yang sudah ada sejak zaman Belanda. Penambangan emas di Desa Hulawa merupakan penambangan emas rakyat yang dilakukan dengan penggalian bahan material di dalam terowongan yang selanjutnya akan diolah. Penambangan emas dilakukan dengan cara berkelompok - kelompok yang terdiri dari beberapa orang dalam tiap kelompoknya dengan sistem bagi hasil dengan pemilik modal yang dilakukan setelah selama tiga bulan proses penambangan. Para penambang emas merupakan penduduk lokal dan warga pendatang yang berasal dari luar. Namun para pendatang ini sudah bermukim lebih dari 10 tahun sehingga pada saat pemekaran Desa mereka semua terdata sebagai penduduk asli Desa Hulawa. Para penambang sudah bertahun-tahun mendirikan rumah mereka di atas lokasi tambang yang merupakan tanah dari pemilik modal. Para pekerja tambang mayoritas adalah laki-laki sedangkan untuk perempuan kebanyakan mereka mendulang di sungai dari sisa-sisa tailing atau material yang di bawa oleh suami mereka ke rumah yang kemudian di olah di dalam rumah sendiri. Penambangan emas di Desa Hulawa ini merupakan pertambangan emas yang menggunakan sistem terowongan. Dari hasil penggalian di dalam terowongan, material batu dan urat kuarsa yang didapat selanjutnya diangkat ke 36

2 37 permukaan lalu ditumbuk agar berukuran sebesar kerikil, kemudian dimasukkan ke dalam alat gelundungan (trommel) untuk digiling bersama batu dan daun sirih untuk menghindari hancurnya merkuri saat penggilingan. Di dalam tromol material akan menjadi serbuk pasir lalu setelah selama 3 jam di giling kemudian material ditambah dengan merkuri 0.5 kg/tromol dan air sebagai media pencampurnya atau yang lebih dikenal dengan proses amalgamasi, untuk menggerakan gelundungan digunakan mesin. Selanjutnya gelundungan yang berisi campuran diputar selama 15 menit. Kemudian campuran amalgam (alloy) dikeluarkan dari dalam gelundungan sambil dicuci dengan disemprot air. Campuran merkuri-emas (amalgam) yang sudah bersih dari lumpur dan pasir diperas dengan kain parasut, kemudian langkah terakhir untuk mendapatkan emas murni adalah dengan proses pembakaran selama 15 menit. Para penambang ini bekerja setiap harinya kecuali hari sabtu. Jam kerja para penambang dibagi dalam 2 shift yaitu yang pada pagi hari dan malam hari. Para pekerja mulai beraktivitas pada pagi hari jam sampai dengan jam dan untuk yang malam hari dimulai dari jam sampai dengan jam Namun para penambang ini terkadang ada yang melakukan proses pengolahan di rumah masing-masing untuk mencari hasil sampingan. Kebanyakan dari para penambang melakukan proses penggarangan atau pemijaran di rumah mereka untuk menghindari sistem bagi hasil agar bisa mendapatkan keuntungan yang lebih. Dari keseluruhan proses kerja penambangan emas, dari awal sampai akhirnya diproleh emas murni para pekerja pada umumnya hanya menggunakan

3 38 sepatu boat sebagai alat pelindung diri namun tidak menggunakan alat pelindung diri lainnya seperti sarung tangan maupun masker. Selama proses penambangan berlangsung belum pernah ada masyarakat yang mengeluhkan menderita penyakit yang mungkin salah satu tanda dari gejala keracunan merkuri. Selama ini para penambang merasa sehat dan nyaman dengan pekerjaan mereka. Lokasi pertambangan ini sekarang terancam ditutup karena adanya pencemaran berat pada lingkungan yang bisa mengakibatkan keracunan pada masyarakat sekitar. Hal ini mengancam mata pencaharian masyarakat yang mayoritas adalah penambang Hasil Analisis Univariat Subjek dalam penelitian ini adalah penambang emas Desa Hulawa Kecamatan Sumalata Timur,, sedangkan yang dijadikan sampel adalah laki-laki. Jumlah sampel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 29 orang penambang. a. Karakteristik responden Analisis ini dilakukan terhadap karakteristik responden yang meliputi Umur, Jenis Kelamin, Status Pekerjaan dalam Penambangan, dan Tingkat Pendidikan.

4 39 1) Status Pekerjaan tabel berikut : Distribusi responden Berdasarkan Status Pekerjaan dapat di lihat pada Tabel 4.1 Distribusi Kejadian Keracunan Merkuri Berdasarkan Status Pekerjaan Keracunan Merkuri Status Pekerjaan Keracunan Tidak Keracunan Jumlah n % n % n % Pengolah 16 76,2 5 23, ,4 Pemijar 8 100,0 0 0,0 8 27,6 Jumlah ,0 Tabel 4.1 menunjukkan bahwa responden paling banyak bekerja sebagai pengolah yaitu 21 orang (72,4 %) dan responden yang bekerja sebagai pemijar hanya 8 orang (27,6 %). Berdasarkan tabel ini juga dapat diketahui bahwa yang bekerja sebagai Pemijar 100 % mengalami keracunan. 2) Jenis Kelamin Distribusi responden Berdasarkan Jenis Kelamin dapat di lihat pada tabel berikut : Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Jumlah Jenis Kelamin n % Laki laki ,0 Perempuan 0 0,0 Jumlah ,0

5 40 Tabel 4.2 menunjukkan bahwa semua yang dijadikan responden adalah laki-laki yaitu dengan jumlah 29 orang (100,0 %). 3) Umur responden Distribusi responden Berdasarkan umur dapat di lihat pada tabel berikut : Tabel 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Kelompok Umur Kelompok Umur Jumlah (Tahun) n % Jumlah ,0 Tabel 4.3 menunjukkan bahwa responden terbanyak berumur antara tahun yaitu 10 orang (34,5 %) dan paling sedikit responden yang berumur tahun dan tahun yaitu masing-masing 1 orang (3,4 %) serta tidak terdapat responden yang berumur tahun.

6 41 4) Pendidikan Terakhir berikut : Distribusi responden Berdasarkan pendidikan dapat di lihat pada tabel Tabel 4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir Tabel 4.4 menunjukkan bahwa responden paling banyak hanya tamatan Sekolah Dasar yaitu 20 orang (69,0 %) bahkan ada yang tidak sekolah sebanyak 5 orang ( 17,2%) sedangkan yang paling sedikit adalah yang lulus SMA yaitu 1 orang (3,4 %). Jumlah Pendidikan Terakhir n % Tidak Sekolah 5 17,2 5) Pengetahuan Tentang Bahaya Merkuri Untuk mengetahui pengetahuan responden tentang bahaya merkuri maka dapat dilihat dari jawaban yang diberikan oleh responden tentang pekerjaan yang lebih berbahaya antara pemijar dan pengolah untuk dapat mengalami keracunan merkuri. Distribusi responden Berdasarkan Pengetahuan tentang bahaya merkuri dapat di lihat pada tabel berikut : SD 20 69,0 SMP 3 11,3 SMA 1 3,4 Jumlah ,0

7 42 Tabel 4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Tentang Pekerjaan Yang Beresiko Keracunan Merkuri Pekerjaan Yang Beresiko Untuk Jumlah Keracunan Merkuri n % Pemijar 18 62,1 Pengolah 7 24,1 Pemijar dan Pengolah 4 13,8 Jumlah ,0 Tabel 4.5 menunjukkan bahwa responden paling banyak menjawab bahwa Pemijar lebih beresiko untuk keracunan merkuri. dimana sebanyak 18 responden (62,1%) menjawab pemijar lebih berbahaya. Sedangkan yang menjawab bahwa pengolah yang berbahaya sebanyak 7 responden ( 24,1%). Serta sisanya yang menjawab bahwa keduanya sama berbahaya ada 4 responden (13,8%). b. Kadar Merkuri Dalam Rambut Responden Tabel 4.6 Distribusi Responden Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Kadar Merkuri Di Desa Hulawa Kecamatan Sumalata Timur Hasil Pemeriksaan Jumlah n % > 2 mg/kg 24 82,8 2 mg/kg 5 17,2 Jumlah ,0 Dari Tabel 4.6 diketahui bahwa menurut hasil pemeriksaan kadar merkuri dalam rambut responden sebagian besar sudah melebihi nilai ambang batas yang

8 43 ditentukan yaitu 1 2 mg/kg. Terdapat 24 (82,8 %) Responden yang memiliki kadar merkuri di atas nilai ambang batas. Sedangkan responden dengan kadar merkuri yang masih di bawah nilai ambang batas berjumlah 5 responden (17,2 %). c. Kadar Merkuri/hari Kadar merkuri yang digunakan oleh para penambang di kelompokan menjadi dua kelompok yaitu penggunaan merkuri yang kurang dari 0,5 Kg dan yang lebih dari 0,5 Kg. Tabel 4.7 Distribusi Responden Berdasarkan Kadar Merkuri Yang Digunakan Dalam Satu Hari Penambangan Kadar Hg/Hari Jumlah n % > 0.5 Kg 21 72,4 0.5 Kg 8 27,6 Jumlah ,0 Berdasarkan Tabel 4.7 dapat diketahui bahwa jumlah merkuri yang digunakan oleh para penambang dalam satu hari bisa melebihi dari 0,5 Kg yaitu sebanyak 21 orang ( 72,4 %), sedangkan yang menggunakan kurang dari 0,5 Kg sebanyak 8 orang (27,6 %).

9 44 d. Masa kerja, Masa kerja penambang dikelompokkan menjadi 2 kelompok yaitu masa kerja kelompok 10 tahun dan masa kerja kelompok > 10 tahun. Tabel 4.8 Distribusi Responden Berdasarkan Masa Kerja Masa Kerja Jumlah (Tahun) n % Jumlah Berdasarkan Tabel 4.8 diketahui bahwa paling banyak responden memiliki masa kerja 9 11 tahun yaitu 11 responden ( 37.9%), sedangkan yang paling sedikit adalah responden dengan masa kerja tahun dengan jumlah 2 orang (6.9 %). e. Jam kerja Lama jam kerja penambang emas di Desa Hulawa pada umumnya berkisar antara pukul s/d 18.00,dengan waktu istirahat sekitar 1-2 jam yaitu sekitar pukul Namun waktu ini tidak menentu terkadang ada para penambang yang masih bekerja sampai malam sehingga lama kerja antara penambang satu dengan lain berbeda tergantung dari pekerjaan dan kesulitannya.

10 45 Sehingga untuk jam kerja dikelompokan menjadi 2 yaitu yang bekerja 8 Jam dan yang bekerja > 8 Jam Tabel 4.9 Distribusi Responden Berdasarkan Jam Kerja Jam Kerja/Hari Jumlah n % > 8 jam 23 79,3 Jumlah ,0 Berdasarkan Tabel 4.9 dapat diketahui bahwa paling banyak responden bekerja > 8 jam/hari yaitu 23 responden (79,3%), sedangkan yang bekerja 8 jam/hari sebanyak 6 responden (20,1%). f. Frekuensi Kerja/Minggu 8 Jam 6 20,1 frekuensi kerja para penambang dalam satu minggu yaitu 6 hari. Namun untuk para penambang yang akan melakukan pemijaran hanya 3 hari dalam seminggu. Sehingga untuk frekuensi kerja dalam seminggu di kelompokkan menjadi 2 kelompok yaitu para penambang dengan frekuensi kerja 5 hari dalam seminggu dan > 5 hari dalam seminggu.

11 46 Tabel 4.10 Distribusi Responden Berdasarkan Frekuensi Kerja/Minggu Frekuensi Kerja/Minggu Jumlah n % > 5 Hari 21 72,4 5 Hari 8 27,6 Jumlah ,0 Berdasarkan Tabel 4.10 dapat diketahui bahwa paling banyak responden bekerja > 5 hari dalam 1 seminggu yaitu 21 responden (72,4%), sedangkan yang bekerja 5 hari seminggu sebanyak 8 responden (27,6%). g. Penggunaan APD Distribusi responden berdasarkan jenis APD yang digunakan pada saat bekerja dapat dilihat pada tabel berikut Tabel 4.11 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis APD Yang Digunakan Jenis APD Penggunaan Jumlah Ya Tidak n % n % n % Masker 10 34, , ,0 Baju Lengan Panjang 9 31, , ,0 Sarung Tangan 10 34, , ,0 Kaca Mata 9 31, , ,0 Sepatu Boot ,0 0,0 0, ,0

12 47 Berdasarkan Tabel 4.11 dapat diketahui bahwa paling banyak responden Hanya menggunakan sepatu boot yaitu 100 %. Sedangkan yang menggunakan Masker dan sarung tangan hanya 10 Responden (34,5 %), dan Baju lengan panjang serta kacamata hanya 9 responden (31,0 %). Kelengkapan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) penambang emas Desa Hulawa masih sangat kurang. Untuk kelengkapan itu sendiri di syaratkan harus menggunakan Masker, Baju lengan Panjang, Sarung tangan, Kacamata, dan sepatu Boot. Tabel 4.12 Distribusi Responden Berdasarkan Kelengkapan Penggunaan APD Kelengkapan APD Jumlah n % Tidak Lengkap 20 69,0 Lengkap 9 31,0 Jumlah Berdasarkan Tabel 4.12 dapat diketahui bahwa paling banyak responden Menggunakan APD dengan tidak lengkap yaitu sebanyak 20 responden (69,0%). Sedangkan yang menggunakan APD dengan Lengkap sebanyak 9 responden (31,0%) Hasil Analisis Bivariat Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan faktor-faktor (variabel independen) dengan kejadian keracunan merkuri (variabel dependen),

13 48 dengan tingkat kemaknaan 95 %. Untuk menganalisis digunakan analisis dengan uji Chi Square alternatif Fisher exact. Adanya hubungan faktor-faktor dengan kejadian keracunan merkuri ditunjukkan dengan ρ < Hasil analisis dari masing-masing variabel tersebut adalah : a. Hubungan Antara Kadar Merkuri Yang Digunakan Dengan Keracunan Merkuri Tabel 4.13 Distribusi Keracunan Merkuri Berdasarkan Kadar Hg Yang Digunakan. Keracunan Merkuri Kadar Hg Tidak Jumlah Yang Keracunan Keracunan digunakan n % n % n % > 0.5 Kg Kg Jumlah χ 2 hit. Fisher Exact (ρ Value) Berdasarkan tabel 4.13 dapat diketahui bahwa dari 21 responden yang menggunakan merkuri > 0.5 kg/hari 16 orang (76.2%) mengalami keracunan dan 5 orang (23.4%) tidak mengalami keracunan. Sedangkan Kelompok dengan pemakaian merkuri 0.5 Kg/hari 100 % keracunan. Hal ini menunjukkan bahwa semakin rendah kadar merkuri yang digunakan prosentase keracunan semakin tinggi. Berdasarkan hasil uji Chi kuadrat diperoleh nilai χ 2 hit. = Namun karena terdapat sel yang nilai ekspektasinya kurang dari 5 ada 50 % maka di ambil nilai ρ value pada Uji Fisher Exact. Hasil Uji Fisher menunjukkan nilai ρ = Sehingga dapat dinyatakan bahwa nilai ρ value > 0,05 yang artinya

14 49 tidak terdapat hubungan antara kadar merkuri yang digunakan penambang dengan keracunan merkuri. b. Hubungan Antara Masa Kerja Dengan Keracunan Merkuri Tabel 4.14 Distribusi Keracunan Merkuri Berdasarkan Masa Kerja Masa Kerja Keracunan Merkuri Keracunan Tidak Keracunan Jumlah n % n % n % >10 Tahun Tahun Jumlah χ 2 hit. Fisher Exact (ρ Value) Berdasarkan tabel 4.14 dapat diketahui bahwa dari penambang dengan masa kerja 10 tahun yang berjumlah 14 orang, 10 orang (71 %) mengalami keracunan dan hanya 4 orang yang tidak mengalami keracunan. Dari 15 orang penambang emas yang memiliki masa kerja > 10 tahun yang mengalami keracunan sebanyak 14 orang atau 93,0 %, sedangkan sisanya yang tidak mengalami keracunan sebanyak 1 orang atau 6,7 %. Hal ini menunjukkan bahwa semakin rendah masa kerja penambang maka prosentase keracunan semakin rendah. Berdasarkan hasil uji Chi kuadrat diperoleh nilai χ 2 hit. = Namun karena terdapat sel yang nilai ekspektasinya kurang dari 5 ada 50 % maka di ambil nilai ρ value pada Uji Fisher Exact. Hasil Uji Fisher menunjukkan nilai ρ = Sehingga dapat dinyatakan bahwa nilai ρ value > 0,05 yang artinya tidak terdapat hubungan antara masa kerja dengan keracunan merkuri.

15 50 c. Hubungan Antara Jumlah Jam Kerja Sehari Dengan Keracunan Merkuri Tabel 4.15 Distribusi Keracunan Merkuri Berdasarkan Jumlah Jam Kerja Jam Kerja/ Hari Keracunan Merkuri Tidak Keracunan Keracuna n Jumlah χ 2 hit. Fisher Exact (ρ Value) Phi (Ø) n % n % > 8 jam jam Jumlah Berdasarkan tabel 4.15 dapat diketahui bahwa dari 23 orang penambang dengam lama kerja > 8 jam, 21 orang (91 %) penambang mengalami keracunan merkuri dan hanya 2 orang (9%) penambang tidak mengalami keracunan. Sedangkan dari 6 orang penambang dengan lama kerja < 8 jam, terdapat 3 orang (50 %) penambang yang mengalami keracunan merkuri dan 3 orang (50 %) tidak mengalami keracuanan merkuri. Hal ini menunjukkan bahwa semakin rendah jam kerja pekerja maka prosentase keracunan semakin rendah. Berdasarkan hasil uji Chi kuadrat diperoleh nilai χ 2 hit. = Namun karena terdapat sel yang nilai ekspektasinya kurang dari 5 ada 75 % maka di ambil nilai ρ value pada Uji Fisher Exact. Hasil Uji Fisher menunjukkan nilai ρ= Sehingga dapat dinyatakan bahwa nilai ρ value < 0,05 yang artinya terdapat hubungan yang bermakna antara Jumlah jam kerja penambang dengan keracunan merkuri. Sedangkan nilai phi = menunjukan kuat hubungan sebesar atau masuk dalam kategori

16 51 hubungan sedang yang artinya bahwa 44,3 % kejadian keracunan merkuri dipengaruhi oleh intensitas jam kerja dalam sehari. d. Hubungan Antara Frekuensi Kerja Seminggu Dengan Keracunan Merkuri Tabel 4.16 Distribusi Keracunan Merkuri Berdasarkan Frekuensi Kerja/Minggu Frekuensi Kerja/Minggu Keracunan Merkuri Tidak Jumlah Keracunan Keracunan n % n % n % χ 2 hit. Fisher Exact (ρ Value) > 5 Hari Hari Jumlah Berdasarkan tabel 4.16 dapat diketahui bahwa dari 21 orang penambang dengam lama kerja > 5 hari 16 orang (76 %) penambang mengalami keracunan merkuri dan hanya 5 orang (24%) penambang tidak mengalami keracunan. Sedangkan dari 8 orang penambang dengan lama kerja 5 hari, 100 % mengalami keracunan. Hal ini menunjukkan bahwa semakin rendah frekuensi kerja pekerja maka prosentase keracunan semakin tinggi. Berdasarkan hasil uji Chi kuadrat diperoleh nilai χ 2 hit. = Namun karena terdapat sel yang nilai ekspektasinya kurang dari 5 ada 50 % maka di ambil nilai ρ value pada Uji Fisher Exact. Hasil Uji Fisher menunjukkan nilai ρ = Sehingga dapat dinyatakan bahwa nilai ρ value > 0,05 yang artinya tidak terdapat hubungan antara Jumlah jam kerja penambang dengan keracunan merkuri.

17 52 e. Hubungan Antara Penggunaan APD Dengan Keracunan Merkuri Tabel 4.17 Distribusi Keracunan Merkuri Berdasarkan Kelengkapan Penggunaan APD Kelengkapan Penggunaan APD Tidak Lengkap Keracunan Merkuri Tidak Jumlah Keracunan Keracunan n % n % n % Lengkap Jumlah χ 2 hit. Fisher Exact (ρ Value) Phi (Ø) Berdasarkan tabel 4.17 dapat diketahui bahwa penambang emas yang menggunakan alat pelindung diri lengkap dari 9 orang penambang, 5 orang (56 %) mengalami keracunan dan 4 orang (44 %) tidak mengalami keracunan. Sedangkan penambang emas yang menggunakan alat pelindung diri tidak lengkap, prosentase terkena keracunan merkuri lebih tinggi yaitu 19 orang (95%), dan yang tidak keracunan merkuri sebanyak 1 orang (5%). Hal ini menunjukkan bahwa jika pekerja menggunakan APD dengan lengkap maka prosentase keracunan semakin rendah. Berdasarkan hasil uji Chi kuadrat diperoleh nilai χ 2 hit. = Namun karena terdapat sel yang nilai ekspektasinya kurang dari 5 ada 50 % maka di ambil nilai ρ value pada Uji Fisher Exact. Hasil Uji Fisher menunjukkan nilai ρ = Sehingga dapat dinyatakan bahwa nilai ρ value < 0,05 yang artinya terdapat hubungan yang bermakna antara kelengkapan alat pelindung diri dengan taraf keracunan merkuri. Sedangkan nilai Phi menunjukan kuat hubungan

18 53 sebesar atau tergolong pada kategori hubungan sedang yang artinya bahwa 48,3 % kejadian keracunan merkuri dipengaruhi oleh kelengkapan penggunaan APD. 4.2 Pembahasan Penambangan emas di Desa Hulawa ini merupakan pertambangan emas yang menggunakan sistem tambang bawah tanah karena dianggap paling cocok dan efisien. Pembuatan lubang dilakukan dengan kedalaman yang bervariasi hingga mencapai ratusan meter, baik untuk arah vertikal maupun horizontal mengikuti arah penyebaran urat kuarsa. Subjek yang dijadikan responden dalam penelitian ini adalah penambang emas Desa Hulawa Kecamatan Sumalata Timur,, sedangkan yang dijadikan sampel adalah laki-laki. Jumlah subjek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 29 orang penambang yang terdiri dari pemijar dan pengolah. Berdasarkan data deskriptif menunjukkan bahwa kandungan merkuri dalam rambut penambang emas Di Desa Hulawa, Kecamatan Sumalata Timur, dari hasil pemeriksaan 29 orang penambang ditemukan 24 orang (83 %) yang kandungan merkuri di rambut sudah melebihi Nilai Ambang Batas (NAB) Berdasarkan ketentuan yang ditetapkan oleh World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa kadar normal merkuri dalam rambut berkisar antara 1 2 mg/kg. Berdasarkan data di atas menunjukkan bahwa sebagaian besar penambang sudah keracunan merkuri, akan tetapi para pekerja tambang emas tersebut belum

19 54 mengalami gejala atau gangguan kesehatan, walaupun demikian informasi tersebut merupakan suatu indikasi yang tetap harus diwaspadai dan perlu ada upaya penanggulangan yang lebih baik agar para pekerja tidak berada pada kondisi yang lebih buruk. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden tentang bahaya merkuri bagi para penambang di peroleh beberapa hal yang menunjukkan bahwa responden secara umum sudah mengetahui tentang bahaya merkuri namun mereka tetap menggunakannya dengan alasan bahwa merkuri merupakan zat yang aman digunakan dibandingkan dengan sianida. Berdasarkan jawaban para responden tentang pekerjaan yang memiliki resiko besar untuk dapat keracunan merkuri diantara pekerjaan sebagai pemijar dan pengolah Gambar 4.1 Proses Pemijaran adalah pemijar. Hal ini dikarena mereka dapat langsung menghirup uap merkuri sisa pembakaran. Selain itu juga sebagian besar dari mereka melakukan kecurangan dengan cara memasukkan bola amalgam yang akan dibakar sebagian ke dalam mulut mereka. Hal ini sudah jelas sama dengan mereka mengkonsumsi merkuri secara langsung. Sehingga dapat dikatakan bahwa mereka lebih besar peluangnya untuk keracunan merkuri. Sedangkan pengolah Gambar 4.2 Proses Pengolahan hanya menyentuh merkuri pada saat proses

20 55 pemisahan merkuri dengan material namun hal ini dapat diatasi dengan dengan mencuci tangan. Namun berdasarkan jawaban dari salah satu responden menyatakan bahwa selain dengan mencuci tangan untuk para pengolah yang sering terkontaminasi dengan merkuri dalam jumlah yang banyak agar dapat mencegah terjadinya tangan gemetaran mereka membersihkan tangannya menggunakan bola amalgam dengan cara menggosokkan bola amalgam ke seluruh bagian lengan yang terkena dengan merkuri pada saat pemisahan. Hal ini diketahui dari salah seorang penambang di daerah lain yang pernah mengalami gejala keracunan dengan tangan gemetar yang kemudian di atasi dengan menggunakan bola amalgam tersebut. Berdasarkan hasil analisis pekerjaan yang paling beresiko untuk keracunan merkuri antara pemijar dan pengolah di peroleh hasil bahwa pemijar memiliki resiko lebih tinggi dibandingkan pengolah. Dimana diperoleh data bahwa pemijar 100 % mengalami keracunan dibandingkan pengolah yang hanya 72,4% Hubungan Antara Kadar Merkuri Yang Digunakan Dengan Keracunan Merkuri Dari hasil analisis univariat diperoleh data yang menunjukkan bahwa frekuensi kelompok penambang dengan pemakaian merkuri > 0.5 Kg/hari adalah 76,2 %, sedangkan frekuensi kelompok penambang emas dengan pemakaian merkuri 0.5 Kg/hari adalah 23,8 %. Pada dasarnya jumlah pemakaian merkuri per hari yang digunakan oleh penambang emas tergantung dari emas yang diperoleh. Dalam kegiatan penambangan sehari-hari para penambang

21 56 menggunakan merkuri sebagai bahan baku pengikat emas. Merkuri yang digunakan tergantung dari material yang diolah dan kandungan emasnya. Untuk proses pengolahan emas yang dilakukan di dalam tromol/gelundungan, material dicampurkan dengan merkuri sebanyak 0.5 kg 1 Kg untuk 2 liter material atau kurang lebih 0.9 kg material tergantung kandungan emas yang terlihat oleh pengolah. Pada akhir pengolahan setelah dilakukan pemerasan dengan kain parasut, merkuri akan dikumpulkan kembali untuk digunakan pada proses selanjutnya. Terkadang dari 0.5 Kg merkuri yang dicampurkan ke dalam material awal tadi pada saat akhir hanya tersisa 0.4 Kg sehingga dapat diasumsikan bahwa ada sekitar 0,1 Kg yang susut terbawa air atau terikat pada amalgam yang akan dipijarkan. Sehingga untuk variabel jumlah pemakaian merkuri/hari, responden dikelompokkan menjadi 2 kelompok yaitu kelompok pemakaian merkuri > 0.5 Kg/hari dan kelompok pemakaian merkuri 0.5 Kg/hari. Dari hasil analisis Uji Fisher untuk jumlah pemakaian merkuri/hari dengan keracunan merkuri, menunjukkan bahwa dari 21 responden yang menggunakan merkuri > 0.5 kg/hari 16 orang (76,2%) mengalami keracunan dan 5 orang (23,8%) tidak mengalami keracunan. Sedangkan Kelompok dengan pemakaian merkuri 0.5 Kg/hari 100 % keracunan. Berdasarkan hasil uji statistik Fisher diperoleh hasil nilai ρ = 0.283, hal ini menunjukkan tidak ada hubungan antara jumlah pemakaian merkuri/hari dengan kejadian keracunan merkuri. Tingginya prosentase responden yang keracunan tapi hanya menggunakan merkuri 0.5 Kg/hari di bandingkan dengan penggunaan merkuri > 0.5 Kg/hari adalah dikarenakan para penambang tersebut yang keseluruhannya sebagai pemijar

22 57 dengan masa kerja > 5 tahun dan berisiko terpapar langsung dengan merkuri melalui udara yang dihirup. Hal ini juga disebabkan karena penggunaan APD yang tidak lengkap. Para pemijar kebanyakan hanya menggunakan sepatu boot saja. Sedangkan untuk penggunaan masker, baju lengan panjang dan kacamata jarang digunakan. Sehingga walaupun jumlah merkuri yang digunakan sedikit tetapi langsung terhirup pada saat pemijaran maka akan berisiko tinggi untuk keracunan dibandingkan dengan para pengolah yang menggunakan merkuri lebih banyak. Para pengolah bersentuhan langsung dengan merkuri hanya pada saat menuangkan merkuri pada material di tromel dan pada saat pemerasan, sehingga risiko untuk terkontaminasi lebih kecil dari pada para pemijar yang langsung menghirup uap merkuri di udara. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Trilianti yang menyatakan tidak adanya hubungan antara jumlah pemakaian merkuri dengan kejadian keracunan merkuri. Namun walaupun jumlah pemakaian merkuri tidak memberikan kaitan yang signifikan terhadap keracunan merkuri, namun penggunaan merkuri pada penelitian ini relatif tinggi yaitu antara 0. 5 Kg s/d 1 Kg per hari. penggunaan merkuri yang sedikitpun jika kontak dengan kulit maka akan terabsorbsi melalui pori demikian juga bila merkuri tersebut menguap maka akan dapat terinhalasi masuk ke dalam paru-paru. Merkuri masuk ke dalam tubuh tidak hanya melalui pori kulit ataupun saluran nafas namun dapat juga melalui kontak cairan, misalnya lewat mata (Sugeng, 2010) Hubungan Antara Masa Kerja Dengan Keracunan Merkuri

23 58 Para penambang di Desa Hulawa merupakan masyarakat asli sekitar yang sudah bermukim lebih dari 10 tahun. Namun ada juga para penambang yang berasal dari daerah lain. Sehingga untuk variabel masa kerja penambang dikelompokkan menjadi 2 kelompok yaitu masa kerja kelompok 10 tahun dan masa kerja kelompok > 10 tahun. Hasil analisis bivariat menunjukkan penambang dengan masa kerja 10 tahun yang berjumlah 14 orang, 10 orang (71 %) mengalami keracunan dan hanya 4 orang yang tidak mengalami keracunan. Sedangkan penambang dengan masa kerja > 10 tahun yang berjumlah 15 orang, 14 orang (93,0 %) mengalami keracunan hanya 1 orang (6,7 %) yang tidak mengalami keracunan. Hasil analisis Fisher untuk variabel masa kerja menunjukkan nilai ρ = 0.169, hal ini menunjukkan tidak ada hubungan antara masa kerja/tahun dengan keracunan merkuri pada penambang. Tingginya prosentase keracunan karena para penambang sudah terpapar lama sehingga merkuri sudah terakumulasi di dalam tubuh para penambang. Lamanya masa kerja para penambang yang sudah melebihi 10 tahun dikarenakan mereka merupakan penduduk asli yang memang bermukim di daerah tambang tersebut. Selain itu juga mata pencaharian mereka hanyalah dengan menambang. Terjadinya akumulasi merkuri di dalam tubuh penambang juga di akibatkan oleh lingkungan yang tercemar terutama air sungai yang digunakan oleh masyarakat termasuk penambang dan keluarganya. Sehingga tidak menutup kemungkinan meskipun para penambang baru tinggal beberapa tahun saja sudah terindikasi keracunan merkuri, hal ini karena mereka berada di lingkungan yang tercemar.

24 59 Namun seiring dengan semakin lama para penambang tinggal di lokasi penambangan maka akan semakin tinggi risiko keracunan merkuri. Hasil penelitian ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Trilianti bahwa tidak ada hubungan antara masa kerja dengan keracunan merkuri pada penambang. Meskipun demikian harus tetap diwaspadai karena masa kerja yang lama memungkinkan penambang emas mengalami lebih lama pemaparan merkuri sehingga berpotensi untuk terjadi bioakumulasi merkuri di dalam tubuhnya, karena selain masa kerja yang lama perilaku selama menambang dengan tidak memperhatikan keselamatan dan kesehatan kerja dapat pula berpotensi menyebabkan keracunan Hubungan Antara Jumlah Jam Kerja Sehari Dengan Keracunan Merkuri Hasil analisis bivariat antara lama jam kerja penambang dengan kejadian keracunan diperoleh hasil dari 23 orang penambang dengam lama kerja > 8 jam, 21 orang (91,3 %) penambang mengalami keracunan merkuri dan hanya 2 orang (8,7%) penambang tidak mengalami keracunan. Sedangkan penambang dengan lama kerja < 8 jam dari 6 orang penambang, terdapat 3 orang (50,0 %) penambang yang mengalami keracunan merkuri dan 3 orang (50,0 %) tidak mengalami keracunan merkuri. Hasil analisis Fisher, diperoleh nilai ρ = dan nilai Phi Hal ini menunjukkan bahwa nilai ρ value < 0,05 yang artinya terdapat hubungan yang bermakna antara Jumlah jam kerja penambang dengan keracunan merkuri. sedangkan nilai phi menunjukan kuat hubungannya yaitu sebesar atau tergolong pada kategori hubungan sedang yang artinya bahwa 44.3 % kejadian keracunan merkuri dipengaruhi oleh intensitas jam kerja dalam sehari.

25 60 Tingginya prosentase keracunan karena jam kerja yang lebih dari 8 jam karena memang para penambang terpapar langsung dengan merkuri dalam waktu yang lama sehingga risiko untuk terkontaminasi memang sangat besar dibandingkan dengan para penambang dengan jam kerja kurang dari 8 jam. Sedangkan untuk prosentase penambang yang bekerja kurang dari 8 jam sama antara yang keracunan maupun yang tidak keracunan, hal ini disebabkan karena meskipun mereka bekerja kurang dari 8 jam di tempat kerja tetapi mereka masih melakukan pengolahan sendiri di rumah sehingga berisiko juga untuk keracunan merkuri. Selain itu juga para penambang banyak yang melakukan kecurangan untuk mendapatkan keuntungan yang lebih yaitu dengan cara memasukkan material yang bercampur merkuri (amalgam) ke dalam mulut agar selanjutnya bisa di pijarkan di rumah masing-masing. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Trilianti dan Sugeng bahwa terdapat hubungan antara jumlah jam kerja per hari dengan kejadian keracunan merkuri. Para penambang pada umumnya bekerja dari jam 7 pagi hingga jam 5 sore, namun terkadang ada yang harus bekerja sampai malam tergantung dari hasil pekerjaannya. Lama kerja penambang emas di batas ketentuan jam kerja normal yang berlaku yaitu 40 jam per minggu atau 8 jam kerja dalam sehari dengan 5 hari kerja (Lestarisa, 2010), penambangan emas berlangsung dari hari ke hari secara berulang dalam waktu yang sama, lama kerja/hari dapat memberikan gambaran intesitas keterpaparannya terhadap merkuri. Semakin lama penambang emas bekerja maka semakin lama durasi mereka untuk terpapar unsur dan senyawa merkuri, sehingga memungkinkan

26 61 semakin besar penyerapan merkuri oleh tubuh baik melalui inhalasi maupun absorbsi dan semakin besar pula akumulasi kandungan keracunan merkuri pekerja tambang emas (Sugeng, 2010) Hubungan Antara Frekuensi Kerja Seminggu Dengan Keracunan Merkuri Para penambang bekerja pada umumnya selama satu minggu kecuali hari sabtu. Namun untuk melakukan proses pemijaran dilakukan setelah 3 hari pengolahan. Berdasarkan hasil analisis bivariat antara jumlah hari kerja penambang dalam seminggu dengan kejadian keracunan diperoleh hasil dari 21 orang penambang dengam lama kerja > 5 hari 16 orang (76,2 %) penambang mengalami keracunan merkuri dan hanya 5 orang (23,8%) penambang tidak mengalami keracunan. Sedangkan penambang dengan lama kerja 5 hari dari 8 orang penambang, 100 % mengalami keracunan. Hasil analisis Fisher, diperoleh nilai ρ = 0.283, yang artinya tidak terdapat hubungan bermakna antara lama kerja/minggu dengan keracunan merkuri. Tingginya prosentase keracunan merkuri pada penambang yang bekerja kurang dari 5 hari disebabkan karena para penambang ini keseluruhannya bekerja sebagai pemijar. Meskipun sebagai pemijar mereka hanya bekerja setiap 3 hari namun pada proses pemijaran mereka terpapar langsung dengan uap merkuri. Selain itu juga para pemijar tidak menggunakan alat pelindung diri terutama masker. Mengingat merkuri dapat masuk ke dalam tubuh bisa melalui kulit dan saluran nafas. merkuri yang berada pada kulit akan masuk melalui pori-pori kulit dan masuk ke saluran darah. Pada suhu ambien (26 C-30 C) merkuri anorganik akan menguap (Lestarisa, 2010), sehingga bila penggunaan merkuri secara terus menerus maka akan dimungkinkan

27 62 uap tersebut dapat masuk ke dalam tubuh melalui saluran nafas (inhalasi) dan pada akhirnya akan masuk ke saluran darah. Jam kerja para penambang di Desa Hulawa sebagian besar sudah melebihi melebihi batas ketentuan jam kerja normal yang berlaku, yaitu 40 jam per minggu atau 8 jam kerja dalam sehari dengan 5 hari kerja (Sugeng, 2010), sehingga hal ini memungkinkan mereka untuk terpapar unsur dan senyawa merkuri, sehingga mengakibatkan semakin besar penyerapan merkuri oleh tubuh baik melalui inhalasi maupun absorbsi dan semakin besar pula akumulasi kandungan keracunan merkuri pada pekerja tambang emas. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan hasil penelitian Sugeng yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara Frekuensi kerja seminggu dengan keracunan merkuri. perbedaan ini disebabkan karena para pekerja tambang di Desa Jendi bekerja setiap hari sedangkan utuk para penambang di Desa Hulawa ada yang bekerja selama 6 hari dan ada yang hanya 3 hari. Sehingga dengan adanya 5 hari kerja dengan intensitas jam kerja yang lebih dari 40 jam dalam seminggu dapat menggambarkan adanya hubungan anatara frekuensi hari kerja dengan keracunan di Desa Jendi Hubungan Antara Kelengkapan Penggunaan APD Dengan Keracunan Merkuri Kelengkapan alat pelindung diri (APD) penambang emas tanpa izin (PETI) masih sangat kurang, dalam penelitian ini diperoleh hasil distribusi frekuensi untuk kelengkapan alat pelindung diri (APD), penambang emas dengan alat pelindung diri lengkap berjumlah 9 orang (31 %) dan penambang emas dengan alat pelindung diri tidak lengkap berjumlah 20 orang (69 %). Hal ini

28 63 menunjukkan bahwa kesadaran penambang emas untuk menggunakan alat pelindung diri (APD) masih rendah. Beberapa penambang emas merasa tidak nyaman menggunakan APD pada saat menambang. Masih banyak dijumpai penambang emas yang tidak menggunakan masker pada saat membakar amalgam, dan juga kebanyakan penambang tidak menggunakan sarung tangan ketika mencampur merkuri. Dari hasil wawancara dengan penambang, diperoleh beberapa alasan penambang tidak menggunakan alat pelindung diri (APD) : a. Tidak nyaman digunakan karena akan menghambat pergerakan dan pekerjaan penambang. b. Penambang sudah terbiasa sejak awal bekerja tidak menggunakan APD sehingga sulit untuk merubahnya. c. Kurangnya informasi mengenai alat pelindung diri yang lengkap Analisis Fisher untuk hubungan kelengkapan alat pelindung diri (APD) dengan keracunan merkuri, menunjukkan penambang emas yang menggunakan alat pelindung diri lengkap dari 9 orang penambang, 5 orang (55,6 %) mengalami keracunan dan 4 orang (44,4 %) tidak mengalami keracunan. Sedangkan penambang emas yang menggunakan alat pelindung diri tidak lengkap, prosentase keracunan merkuri lebih tinggi yaitu 19 orang (95,0%), dan yang tidak keracunan merkuri sebanyak 1 orang (5%). Berdasarkan hasil analisis Fisher untuk hubungan variabel kelengkapan alat pelindung diri dengan keracunan merkuri diperoleh hasil nilai p= dan nilai Phi Hal ini menunjukkan bahwa nilai ρ value < 0,05 yang berarti terdapat hubungan yang bermakna antara kelengkapan alat pelindung diri dengan taraf keracunan merkuri. Sedangkan nilai

29 64 phi menunjukan kuat hubungannya yaitu sebesar atau tergolong pada kategori hubungan sedang yang artinya bahwa 48.3 % kejadian keracunan merkuri dipengaruhi oleh kelengkapan penggunaan APD. Tingginya prosentase keracunan merkuri karena faktor kelengkapan APD memang berpengaruh. Hal ini karena merkuri dapat langsung masuk ke dalam tubuh penambang melalui kulit dan saluran pernapasan. Para penambang jarang menggunakan APD yang lengkap, meskipun mereka menggunakan pakaian panjang dan sarung tangan untuk menghindari kontak dengan kulit tetapi tidak menggunakan masker untuk menghindari uap merkuri terutama pada proses pemijaran. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan hasil penelitian Sugeng yang mengemukakan bahwa tidak terdapat hubungan antara kelengkapan penggunaan APD dengan keracunan merkuri. Hal ini dikarenakan para penambang di Desa Jendi meskipun ada penambang yang menggunakan APD dengan lengkap namun jenis APD yang digunakan tidak bisa untuk menghindarkan dari kontak merkuri masker yang digunakan hanya terbuat dari bahan kaos sehingga tidak adekuat untuk dapat menghalau uap merkuri masuk ke dalam tubuh melalui inhalasi. Seharusnya jenis masker yang digunakan adalah respirator, hal inilah yang menyebabkan uap merkuri berpeluang masuk ke dalam paru-paru, demikian halnya dengan penggunaan sarungtangan yang kedap air (dari karet) dan sarung tangan yang dipakai sebagian pekerja terbuat dari kain. Sedangkan para pekerja di Desa Hulawa menggunakan APD yang sesuai standar meskipun hal itu digunakan kadang-kadang terutama pada saat ada pemeriksaan dari BLH.

Suparjan Petasule NIM Jurusan Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan dan Keolahragaan, Universitas Negeri Gorontalo.

Suparjan Petasule NIM Jurusan Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan dan Keolahragaan, Universitas Negeri Gorontalo. FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN KERACUNAN MERKURI PADA PEMIJAR DAN PENGOLAH EMAS DI TAMBANG EMAS DESA HULAWA KECAMATAN SUMALATA TIMUR KABUPATEN GORONTALO UTARA TAHUN 2012. Suparjan Petasule

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Hulawa Kecamatan Sumalata Timur, Kabupaten Gorontalo Utara. Sedangkan

BAB III METODE PENELITIAN. Hulawa Kecamatan Sumalata Timur, Kabupaten Gorontalo Utara. Sedangkan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.1.1 Lokasi Penelitian dilaksanakan di Lokasi Penambangan Emas Bukit Pasolo, Desa Hulawa Kecamatan Sumalata Timur, Kabupaten Gorontalo Utara.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar. Total produksi selama tahun adalah sebesar ,73 kg,

BAB I PENDAHULUAN. besar. Total produksi selama tahun adalah sebesar ,73 kg, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi produksi pertambangan emas di Indonesia termasuk kategori cukup besar. Total produksi selama tahun 1990-2011 adalah sebesar 2501849,73 kg, sedangkan produksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. udara, air dan tanah berupa kegiatan industri dan pertambangan.

BAB I PENDAHULUAN. udara, air dan tanah berupa kegiatan industri dan pertambangan. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Indonesia, pencemaran logam berat cenderung meningkat sejalan dengan meningkatnya proses industrialisasi. Lajunya pembangunan dan penggunaan berbagai bahan baku

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Deskripsi Lokasi Penelitian Wilayah Semarang Timur memiliki tiga pasar yaitu Pasar Gayamsari, Pasar Pedurungan,dan Pasar Parangkusuma. Pada masing masing

Lebih terperinci

PERILAKU DAN APLIKASI PENGGUNAAN PESTISIDA SERTA KELUHAN KESEHATAN PETANI DI DESA URAT KECAMATAN PALIPI KABUPATEN SAMOSIR

PERILAKU DAN APLIKASI PENGGUNAAN PESTISIDA SERTA KELUHAN KESEHATAN PETANI DI DESA URAT KECAMATAN PALIPI KABUPATEN SAMOSIR 62 PERILAKU DAN APLIKASI PENGGUNAAN PESTISIDA SERTA KELUHAN KESEHATAN PETANI DI DESA URAT KECAMATAN PALIPI KABUPATEN SAMOSIR A. Data Umum 1. Nomor Responden : 2. Nama : 3. Umur : 4. Jenis Kelamin : a.

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 Analisis Univariat 5.1.1 Konsentrasi Partikulat yang Diukur Berdasarkan hasil pengukuran yang telah dilakukan di lokasi pertambangan Kapur Gunung Masigit, didapatkan bahwa total

Lebih terperinci

KHALIMATUS SAKDIYAH NIM : S

KHALIMATUS SAKDIYAH NIM : S HUBUNGAN PEMAKAIAN ALAT PELINDUNG DIRI (MASKER) DENGAN FREKUENSI KEKAMBUHAN ASMA PADA PEKERJA INDUSTRI BATIK TRADISIONAL DI KECAMATAN BUARAN KABUPATEN PEKALONGAN Skripsi KHALIMATUS SAKDIYAH NIM : 08.0285.S

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan menggunakan merkuri (Hg) (Widodo, 2008). Merkuri (Hg) merupakan

BAB I PENDAHULUAN. dengan menggunakan merkuri (Hg) (Widodo, 2008). Merkuri (Hg) merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Kegiatan penambangan emas secara tradisional yang dilakukan oleh mayarakat Indonesia menggunakan metode amalgamasi yaitu pengikatan emas dengan menggunakan merkuri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menurunkan kualitas lingkungan dan derajat kesehatan masyarakat disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. menurunkan kualitas lingkungan dan derajat kesehatan masyarakat disebabkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di Indonesia pembangunan disektor industri terus meningkat sejalan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kegiatan manusia di dalam mengelola dan mengolah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Kelurahan Buliide, Kecamatan Kota Barat merupakan salah satu mata

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Kelurahan Buliide, Kecamatan Kota Barat merupakan salah satu mata BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Penambangan kapur tradisional yang terletak secara administratif di Kelurahan Buliide, Kecamatan Kota Barat merupakan salah satu

Lebih terperinci

Analisis Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Keracunan Merkuri Pada Penambang Emas Tradisional di Desa Jendi Kecamatan Selogiri Kabupaten Wonogiri

Analisis Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Keracunan Merkuri Pada Penambang Emas Tradisional di Desa Jendi Kecamatan Selogiri Kabupaten Wonogiri Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia Vol. 11 No. 1 / April 2012 Analisis Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Keracunan Merkuri Pada Penambang Emas Tradisional di Desa Jendi Kecamatan Selogiri Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penggunaan pestisida di seluruh dunia (world-wide), tetapi dalam hal kematian

BAB I PENDAHULUAN. penggunaan pestisida di seluruh dunia (world-wide), tetapi dalam hal kematian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan pestisida semakin lama semakin tinggi terutama di negara-negara berkembang di Asia, Afrika, Amerika Tengah dan Amerika Latin. Negara-negara berkembang ini

Lebih terperinci

KANDUNGAN MERKURI (Hg) PADA IKAN KAKAP MERAH

KANDUNGAN MERKURI (Hg) PADA IKAN KAKAP MERAH BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Konsentrasi Logam Berat Merkuri (Hg) Penelitian kandungan Hg dilakukan pada ikan kakap merah yang berasal dari tiga pasar tradisional, yaitu pasar Bilungala, pasar Mupuya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja (PP RI No. 50 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja (PP RI No. 50 Tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi keselamatan dan kesehatan tenaga kerja melalui upaya pencegahan kecelakaan kerja

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN th > 49 th 2 9. Tidak Tamat SD - - Tamat SD Tamat SLTP Tamat SLTA Tamat Akademi/PT - -

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN th > 49 th 2 9. Tidak Tamat SD - - Tamat SD Tamat SLTP Tamat SLTA Tamat Akademi/PT - - 28 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Karakteristik Responden Tabel 4.1 Tabel Karakteristik Responden Petugas Kebersihan Jalan Kabupaten Madiun Tahun 2017 Variabel Frekuensi Persentase Umur 17 48

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada era globalisasi telah terjadi perkembangan di berbagai aspek

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada era globalisasi telah terjadi perkembangan di berbagai aspek BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada era globalisasi telah terjadi perkembangan di berbagai aspek kehidupan yang bisa memberikan pengaruh dan dampak penting terhadap kehidupan manusia. Perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kandungan mineral logam ( khususnya emas) sudah sejak lama tersimpan di daerah Kabupaten Mandailing Natal. Cadangan bahan tambang emas yang terdapat di Kabupaten

Lebih terperinci

Rimba Putra Bintara Kandung E2A307058

Rimba Putra Bintara Kandung E2A307058 Hubungan Antara Karakteristik Pekerja Dan Pemakaian Alat Pelindung Pernapasan (Masker) Dengan Kapasitas Fungsi Paru Pada Pekerja Wanita Bagian Pengampelasan Di Industri Mebel X Wonogiri Rimba Putra Bintara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya alam yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. terhadap pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya alam yang ada. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumber daya alam merupakan salah satu kekayaan alam yang harus tetap dijaga kelestariannya. Saat ini banyak daerah yang memanfaatkan sumber daya alamnya untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada kerak bumi. Merkuri sangat jarang dijumpai sebagai logam murni (native mercury) dan

BAB I PENDAHULUAN. pada kerak bumi. Merkuri sangat jarang dijumpai sebagai logam murni (native mercury) dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Merkuri secara alamiah berasal dari kerak bumi, konsentrasi merkuri dikerak bumi sebesar 0,08 ppm. Kelimpahan merkuri di bumi menempati urutan ke 67 diantara elemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan didukung dengan kondisi kesuburan tanah dan iklim tropis yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. dan didukung dengan kondisi kesuburan tanah dan iklim tropis yang dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor kehidupan masyarakat Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari mayoritas penduduk yang bermata pencaharian sebagai petani dan didukung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Banyak aspek kesejahteraan manusia dipengaruhi oleh lingkungan, dan banyak

BAB I PENDAHULUAN. Banyak aspek kesejahteraan manusia dipengaruhi oleh lingkungan, dan banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keadaan lingkungan dapat memengaruhi kondisi kesehatan masyarakat. Banyak aspek kesejahteraan manusia dipengaruhi oleh lingkungan, dan banyak penyakit dapat dimulai,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN. bidang penggilingan padi. Penggilingan Padi Karto terletak di Desa Bangun

BAB IV HASIL PENELITIAN. bidang penggilingan padi. Penggilingan Padi Karto terletak di Desa Bangun digilib.uns.ac.id 40 BAB IV HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Penggilingan Padi Karto merupakan industri informal yang bergerak di bidang penggilingan padi. Penggilingan Padi Karto terletak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang lain. Pemanfaatan air untuk berbagai kepentingan harus dilakukan secara

BAB I PENDAHULUAN. yang lain. Pemanfaatan air untuk berbagai kepentingan harus dilakukan secara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Air merupakan sumber daya alam yang diperlukan untuk hajat hidup orang banyak, bahkan oleh semua makhluk hidup. Oleh karena itu, sumber daya air harus dilindungi agar

Lebih terperinci

PAPARAN PESTISIDA DI LINGKUNGAN KITA

PAPARAN PESTISIDA DI LINGKUNGAN KITA PAPARAN PESTISIDA DI LINGKUNGAN KITA Penjelasan gambar Zat aktif + pencampur Pestisida Sebagian besar pestisida digunakan di pertanian,perkebunan tetapi bisa digunakan di rumah tangga Kegunaan : - Mencegah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang maju identik dengan tingkat kehidupan yang lebih baik. Jadi, kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. yang maju identik dengan tingkat kehidupan yang lebih baik. Jadi, kemajuan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemajuan industri dan teknologi dimanfaatkan manusia untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Sudah terbukti bahwa industri dan teknologi yang maju identik dengan tingkat

Lebih terperinci

KAPASITAS FAAL PARU PADA PEDAGANG KAKI LIMA. Olvina Lusianty Dagong, Sunarto Kadir, Ekawaty Prasetya 1

KAPASITAS FAAL PARU PADA PEDAGANG KAKI LIMA. Olvina Lusianty Dagong, Sunarto Kadir, Ekawaty Prasetya 1 KAPASITAS FAAL PARU PADA PEDAGANG KAKI LIMA Olvina Lusianty Dagong, Sunarto Kadir, Ekawaty Prasetya 1 Olvina Lusianty Dagong. 811410088. Kapasitas Faal Paru Pada Pedagang Kaki Lima. Jurusan Kesehatan Masyarakat,

Lebih terperinci

ANALISIS KANDUNGAN MERKURI (Hg) PADA TANAH SAWAH DI DESA TALUDUYUNU KECAMATAN BUNTULIA KABUPATEN POHUWATO. Yunita Miu Nim :

ANALISIS KANDUNGAN MERKURI (Hg) PADA TANAH SAWAH DI DESA TALUDUYUNU KECAMATAN BUNTULIA KABUPATEN POHUWATO. Yunita Miu Nim : ANALISIS KANDUNGAN MERKURI (Hg) PADA TANAH SAWAH DI DESA TALUDUYUNU KECAMATAN BUNTULIA KABUPATEN POHUWATO Yunita Miu Nim : 811409046 Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan dan Keolahragaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari sumber pencemar yang sangat berbahaya, Peristiwa keracunan

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari sumber pencemar yang sangat berbahaya, Peristiwa keracunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran yang dapat menghancurkan tatanan lingkungan hidup biasanya berasal dari sumber pencemar yang sangat berbahaya, Peristiwa keracunan logam Merkuri telah ada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Penyakit saluran nafas banyak ditemukan secara luas dan berhubungan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Penyakit saluran nafas banyak ditemukan secara luas dan berhubungan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit saluran nafas banyak ditemukan secara luas dan berhubungan erat dengan lamanya pajanan terhadap debu tertentu karena pada dasarnya saluran pernafasan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak pabrik yang mengolah bahan mentah. menjadi bahan yang siap digunakan oleh konsumen. Banyaknya pabrik ini

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak pabrik yang mengolah bahan mentah. menjadi bahan yang siap digunakan oleh konsumen. Banyaknya pabrik ini BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia memiliki banyak pabrik yang mengolah bahan mentah menjadi bahan yang siap digunakan oleh konsumen. Banyaknya pabrik ini tentunya berdampak langsung pula pada

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil penelitian 1. Deskripsi lokasi penelitian Penelitian ini dilakukan di Pasar Pedurungan dan Pasar Gayamsari yang terletak di Kota Semarang bagian timur dengan membutuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pekerja yang terganggu kesehatannya (Faris, 2009). masyarakat untuk mempertahankan hidupnya dan kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN. pekerja yang terganggu kesehatannya (Faris, 2009). masyarakat untuk mempertahankan hidupnya dan kehidupan. 1 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Kesehatan merupakan hak dasar (asasi) manusia dan salah satu faktor yang sangat menentukan kualitas sumber daya manusia. Pekerja yang sehat memungkinkan tercapainya hasil

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) yang berjumlah 96 pasien sesuai

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) yang berjumlah 96 pasien sesuai 32 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Subjek Penelitian Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Paru Respira Yogyakarta pada bulan Agustus Desember 2016. Peserta penelitian adalah

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP KARYAWAN DENGAN PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI (APD) PADA PT HARTA SAMUDRA PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA AMBON TAHUN

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP KARYAWAN DENGAN PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI (APD) PADA PT HARTA SAMUDRA PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA AMBON TAHUN HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP KARYAWAN DENGAN PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI (APD) PADA PT HARTA SAMUDRA PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA AMBON TAHUN 2012. Rahwan Ahmad Abstract Alat Pelindung Diri (APD)

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian yang telah dijelaskan

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian yang telah dijelaskan BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian yang telah dijelaskan sebelumnya, maka kesimpulan yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut: 1. Proses pengolahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan kerja merupakan salah satu faktor penunjang untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan kerja merupakan salah satu faktor penunjang untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan kerja merupakan salah satu faktor penunjang untuk meningkatkan produktivitas kerja. Bentuk bentuk paparan yang berupa faktor risiko bahaya harus diminimalisasi

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KAPASITAS PARU PETERNAK AYAM. Putri Rahayu H. Umar. Nim ABSTRAK

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KAPASITAS PARU PETERNAK AYAM. Putri Rahayu H. Umar. Nim ABSTRAK FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KAPASITAS PARU PETERNAK AYAM (Studi Pada Peternakan Ayam CV. Malu o Jaya dan Peternakan Ayam Risky Layer Kabupaten Bone Bolango) Putri Rahayu H. Umar Nim. 811409003 ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijadikan tanaman perkebunan secara besar-besaran, maka ikut berkembang pula

BAB I PENDAHULUAN. dijadikan tanaman perkebunan secara besar-besaran, maka ikut berkembang pula BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Karet alam merupakan salah satu komoditi pertanian yang penting, baik untuk lingkup internasional dan teristimewa bagi Indonesia. Di Indonesia karet merupakan salah

Lebih terperinci

Oleh : Sri Maywati Staff pengajar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Siliwangi

Oleh : Sri Maywati Staff pengajar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Siliwangi HUBUNGAN BEBERAPA FAKTOR PEKERJAAN DENGAN KADAR MERKURI (HG) DALAM DARAH PEKERJA PENAMBANG EMAS DI DUSUN KARANGPANINGAL DESA KARANGLAYUNG KECAMATAN KARANGJAYA KABUPATEN TASIKMALAYA Oleh : Sri Maywati 1

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian ini akan di laksnakan di Kelurahan Paguyaman

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian ini akan di laksnakan di Kelurahan Paguyaman BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan waktu penelitian 3.1.1 Lokasi Lokasi penelitian ini akan di laksnakan di Kelurahan Paguyaman Kecamatan Kota Tengah. 3.1.2 Waktu Penelitian Waktu penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Puskesmas Marisa Kec. Marisa merupakan salah satu dari 16 (enam belas)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Puskesmas Marisa Kec. Marisa merupakan salah satu dari 16 (enam belas) 32 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Geografi Puskesmas Marisa Kec. Marisa merupakan salah satu dari 16 (enam belas) Puskesmas yang ada di Kabupeten Pohuwato, dimana

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagai daerah penghasilan furniture dari bahan baku kayu. Loebis dan

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagai daerah penghasilan furniture dari bahan baku kayu. Loebis dan 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah kesehatan menjadi masalah utama baik di pedesaan maupun di perkotaan. Khususnya di negara berkembang pencemaran udara yang disebabkan adanya aktivitas dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Vegetasi merupakan kumpulan tumbuh-tumbuhan, biasanya terdiri dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Vegetasi merupakan kumpulan tumbuh-tumbuhan, biasanya terdiri dari BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komunitas Tumbuhan Bawah Vegetasi merupakan kumpulan tumbuh-tumbuhan, biasanya terdiri dari beberapa jenis yang hidup bersama-sama pada suatu tempat. Dalam mekanisme kehidupannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lagi dengan diberlakukannya perdagangan bebas yang berarti semua produkproduk

BAB I PENDAHULUAN. lagi dengan diberlakukannya perdagangan bebas yang berarti semua produkproduk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam era globalisasi dengan kemajuan di bidang teknologi telekomunikasi dan transportasi, dunia seakan tanpa batas dan jarak. Dengan demikian pembangunan sumber

Lebih terperinci

SURAT PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

SURAT PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN LAMPIRAN 1 SURAT PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN Kepada Yth: Bapak/Ibu/Sdr/i Calon Responden Di Tempat Dengan hormat, Saya yang bertanda tangan dibawah ini, mahasiswa Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan

Lebih terperinci

Kata Kunci : Sampah,Umur,Masa Kerja,lama paparan, Kapasitas Paru, tenaga kerja pengangkut sampah.

Kata Kunci : Sampah,Umur,Masa Kerja,lama paparan, Kapasitas Paru, tenaga kerja pengangkut sampah. 1 2 FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT KAPASITAS PARU TENAGA KERJA PENGANGKUT SAMPAH DI KABUPATEN GORONTALO Novalia Abdullah, Herlina Jusuf, Lia Amalaia novaliaabdullah@gmail.com Program Studi Kesehatan

Lebih terperinci

Petunjuk : Pilih salah satu jawaban dengan memberikan checklist ( ) pada kolom yang sesuai dengan jawaban responden.

Petunjuk : Pilih salah satu jawaban dengan memberikan checklist ( ) pada kolom yang sesuai dengan jawaban responden. LAMPIRAN 1 KUESIONER PENELITIAN HUBUNGAN FAKTOR PREDISPOSISI, PENDUKUNG, DAN PENGUAT DALAM PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI (APD) DENGAN PENCEGAHAN PNEUMOKONIOSIS PADA TENAGA KERJA BONGKAR MUAT (TKBM) DI

Lebih terperinci

Jurnal Keperawatan, Volume X, No. 2, Oktober 2014 ISSN ANALISIS KARAKTERISTIK PEKERJA DENGAN GANGGUAN KETULIAN PEKERJA PABRIK KELAPA SAWIT

Jurnal Keperawatan, Volume X, No. 2, Oktober 2014 ISSN ANALISIS KARAKTERISTIK PEKERJA DENGAN GANGGUAN KETULIAN PEKERJA PABRIK KELAPA SAWIT PENELITIAN ANALISIS KARAKTERISTIK PEKERJA DENGAN GANGGUAN KETULIAN PEKERJA PABRIK KELAPA SAWIT Merah Bangsawan*, Holidy Ilyas* Hasil survey di pabrik es di Jakarta menunjukkan terdapat gangguan pendengaran

Lebih terperinci

No. kuesioner. I. Identitas Responden 1. Nama : 2. Umur : 3. Pendidikan : 4. Lama Bekerja : 5. Sumber Informasi :

No. kuesioner. I. Identitas Responden 1. Nama : 2. Umur : 3. Pendidikan : 4. Lama Bekerja : 5. Sumber Informasi : No. kuesioner KUESIONER PENELITIAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN TINDAKAN KARYAWAN PABRIK KARET TENTANG POLUSI UDARA DI DALAM RUANGAN PABRIK DAN KELUHAN KESEHATAN DI PABRIK KARET KEBUN LIMAU MUNGKUR PTPN II TANJUNG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Logam berat merupakan salah satu komponen pencemar lingkungan, baik

BAB I PENDAHULUAN. Logam berat merupakan salah satu komponen pencemar lingkungan, baik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Logam berat merupakan salah satu komponen pencemar lingkungan, baik di darat, perairan maupun udara. Logam berat yang sering mencemari lingkungan terutama adalah merkuri

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN BAB IV HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Mantingan adalah sebuah desa di Kecamatan Tahunan Kabupaten Jepara Jawa Tengah. Desa ini adalah asal mula ukiran jepara yang sangat terkenal itu berasal dan kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia adalah salah satu negara berkembang dan negara agraris yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia adalah salah satu negara berkembang dan negara agraris yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara berkembang dan negara agraris yang sebagian penduduknya memiliki mata pencaharian sebagai petani. Petani merupakan kelompok kerja

Lebih terperinci

adalah 70-80% angkatan kerja bergerak disektor informal. Sektor informal memiliki

adalah 70-80% angkatan kerja bergerak disektor informal. Sektor informal memiliki BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri dan produknya baik formal maupun informal mempunyai dampak positif dan negatif kepada manusia, di satu pihak akan memberikan keuntungan, tetapi di pihak

Lebih terperinci

SUMMARY NURLAILA GAIB NIM :

SUMMARY NURLAILA GAIB NIM : SUMMARY HUBUNGAN MASA KERJA DAN LAMA PENYEMPROTAN TERHADAP KEJADIAN KERACUNAN PESTISIDA PADA PETANI SAWAH (Studi Penelitian di Kelurahan Tumbihe Kecamatan Kabila) NURLAILA GAIB NIM : 811409149 Program

Lebih terperinci

BAB 6 HASIL PENELITIAN

BAB 6 HASIL PENELITIAN BAB 6 HASIL PENELITIAN 6.1 Karakteristik Responden Sampel pada penelitian ini adalah seluruh pengemudi travel X-Trans Jakarta dengan trayek Jakarta-Bandung yang berjumlah 60 orang. Namun seiring dengan

Lebih terperinci

PT. BINA KARYA KUSUMA

PT. BINA KARYA KUSUMA PT. BINA KARYA KUSUMA www.bkk.id Informasi Teknis NEUTRALIZER 25 05 Januari 2015 1. Pengantar NEUTRALIZER 25 adalah produk yang berbentuk bubuk (powder), produk ini secara khusus diformulasikan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan teknologi dan industri berdampak pula pada kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan teknologi dan industri berdampak pula pada kesehatan. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Perkembangan teknologi dan industri berdampak pula pada kesehatan. Industri menimbulkan polusi udara baik di dalam maupun di luar lingkungan kerja sehingga

Lebih terperinci

SELENIUM ASPARTAT SELENIUM ASPRATATE

SELENIUM ASPARTAT SELENIUM ASPRATATE SELENIUM ASPARTAT SELENIUM ASPRATATE 1. N a m a Golongan Mineral Sinonim/Nama Dagang (1,2) Tidak tersedia. Selenium aspartat merupakan komposisi dari sodium selenite, l-aspartic acid, dan protein sayur

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Kerangka Konsep Kerangka konsep merupakan abstraksi dari suatu agar bisa dikomunikasikan dan membentuk suatu teori yang dapat menjelaskan keterkaitan antar variabel (baik variabel

Lebih terperinci

LEMBAR OBSERVASI ANALISIS

LEMBAR OBSERVASI ANALISIS LEMBAR OBSERVASI ANALISIS HIGIENE SANITASI, KANDUNGAN ZAT WARNA SINTETIS, PEMANIS BUATAN, DAN BAKTERI Eschericia coli PADA MINUMAN ES JERUK PERAS YANG DIJUAL PEDAGANG KELILING DI KEC. MEDAN BARU KOTA MEDAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai pengaruh menurunkan kualitas lingkungan atau menurunkan nilai

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai pengaruh menurunkan kualitas lingkungan atau menurunkan nilai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehidupan manusia di bumi ini sangat bergantung pada lautan, manusia harus menjaga kebersihan dan kelangsungan kehidupan organisme yang hidup di dalamnya. Dengan demikian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertanian, termasuk perkebunan sebagai sumber penghasilan utama daerah.

BAB I PENDAHULUAN. pertanian, termasuk perkebunan sebagai sumber penghasilan utama daerah. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah salah satu Negara berkembang dan Negara Agraris yang sebagian penduduknya memiliki mata pencaharian sebagai petani. Petani merupakan kelompok kerja

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mempunyai peranan yang penting dalam peningkatan produksi pertanian.

BAB 1 PENDAHULUAN. mempunyai peranan yang penting dalam peningkatan produksi pertanian. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan kebutuhan masyarakat terhadap hasil pertanian berupa buah dan sayur semakin tinggi sejalan dengan pertambahan penduduk. Untuk mengantisipasi kebutuhan tersebut

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN

KUESIONER PENELITIAN Lampiran 1 KUESIONER PENELITIAN POLA DAN PERILAKU PENYEMPROTAN PESTISIDA TERHADAP KELUHAN KESEHATAN PETANI JERUK DI DESA BERASTEPU KECAMATAN SIMPANG EMPAT KABUPATEN KARO TAHUN 2011 A. Data Umum 1. Nomor

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross sectional, yaitu melakukan pengukuran terhadap nilai kapasitas vital

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Bab IV ini membahas hasil penelitian yaitu analisa univariat. dan bivariat serta diakhiri dengan pembahasan.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Bab IV ini membahas hasil penelitian yaitu analisa univariat. dan bivariat serta diakhiri dengan pembahasan. 51 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bab IV ini membahas hasil penelitian yaitu analisa univariat dan bivariat serta diakhiri dengan pembahasan. 4.1. ANALISA UNIVARIAT Penelitian dilakukan di Rumah

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. identifikasi kebutuhan dan syarat APD didapatkan bahwa instalasi laundry

BAB V PEMBAHASAN. identifikasi kebutuhan dan syarat APD didapatkan bahwa instalasi laundry BAB V PEMBAHASAN A. Identifikasi Kebutuhan dan Syarat APD Dari hasil pengamatan dan observasi yang telah dilakukan penulis di Instalasi Laundry Rumah Sakit Ortopedi Prof. Dr. Soeharso Surakarta, dalam

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB 4 METODE PENELITIAN BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan studi analitik observasional. Disebut analitik karena mejelaskan faktor-faktor risiko dan penyebab terjadinya outcome, dan observasional

Lebih terperinci

PERALATAN PERLINDUNGAN DIRI

PERALATAN PERLINDUNGAN DIRI PAKAIAN KERJA 1. Pemilihan pakaian harus diperhitungkan kerja kemungkinan bahaya yang akan dialami pekerja. 2. Pakaian harus sesuai dengan ukuran dan tidak menghalangi kerja 3. Pakaian yang longgar/dasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah eksperimen semu (Quasi Experiment) Kelompok Intervensi O1 X O2

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah eksperimen semu (Quasi Experiment) Kelompok Intervensi O1 X O2 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah eksperimen semu (Quasi Experiment) dengan rancangan Separate Sample Pretest-Postest (Notoatmodjo, 2005). Pretest Intervensi

Lebih terperinci

Kuesioner Penelitian

Kuesioner Penelitian Lampiran 1. Kuesioner Penelitian PENGETAHUAN, SIKAP, DAN TINDAKAN ANGGOTA KOMUNITAS PEMUDA PEDULI LINGKUNGAN TENTANG PENCEMARAN LINGKUNGAN DI KELURAHAN SEI KERA HILIR I KECAMATAN MEDAN PERJUANGAN KOTA

Lebih terperinci

LEMBAR DATA KESELAMATAN

LEMBAR DATA KESELAMATAN LEMBAR DATA KESELAMATAN BAGIAN 1 IDENTIFIKASI PRODUK KIMIA DAN PERUSAHAAN Nama Produk : Imidacloprid 10% Pengidentifikasi Produk / Nama Dagang : Kimida 10 WP Nama Kimia : (E)-1-(6-chloro-3-pyridylmethyl)-N-nitroimidazolidin-2-

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN LAMA WAKTU TANGGAP PERAWAT PADA PENANGANAN ASMA DI INSTALASI GAWAT DARURAT RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN LAMA WAKTU TANGGAP PERAWAT PADA PENANGANAN ASMA DI INSTALASI GAWAT DARURAT RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN LAMA WAKTU TANGGAP PERAWAT PADA PENANGANAN ASMA DI INSTALASI GAWAT DARURAT RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL Nazwar Hamdani Rahil INTISARI Latar Belakang : Kecenderungan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rukun Tetangga (RT) dan 3 Rukun Warga (RW). Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Tapa Kecamatan Kota Utara

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rukun Tetangga (RT) dan 3 Rukun Warga (RW). Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Tapa Kecamatan Kota Utara BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 HASIL 4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kelurahan Paguyaman adalah satu dari 6 (Enam) kelurahan yang ada di kecamatan kota tengah dengan luas 0,75 Km 2 terdiri dari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) adalah infeksi saluran

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) adalah infeksi saluran 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) adalah infeksi saluran pernafasan yang dapat berlangsung sampai 14 hari. Secara klinis ISPA ditandai dengan gejala akut akibat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kemauan hidup sehat bagi seluruh penduduk. Masyarakat diharapkan mampu

BAB 1 PENDAHULUAN. kemauan hidup sehat bagi seluruh penduduk. Masyarakat diharapkan mampu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan bertujuan meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemauan hidup sehat bagi seluruh penduduk. Masyarakat diharapkan mampu berpartisipasi aktif dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerjanya. Potensi bahaya menunjukkan sesuatu yang potensial untuk mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN. kerjanya. Potensi bahaya menunjukkan sesuatu yang potensial untuk mengakibatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tenaga kerja sebagai sumber daya manusia memegang peranan utama dalam proses pembangunan industri. Sehingga peranan sumber daya manusia perlu mendapatkan perhatian

Lebih terperinci

perubahan kondisi tata lingkungan (tanah, udara dan air) yang tidak menguntungkan (merusak dan merugikan kehidupan manusia, binatang dan

perubahan kondisi tata lingkungan (tanah, udara dan air) yang tidak menguntungkan (merusak dan merugikan kehidupan manusia, binatang dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pencemaran lingkungan adalah suatu keadaan yang terjadi karena perubahan kondisi tata lingkungan (tanah, udara dan air) yang tidak menguntungkan (merusak dan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI BAHAYA B3 DAN PENANGANAN INSIDEN B3

IDENTIFIKASI BAHAYA B3 DAN PENANGANAN INSIDEN B3 1 dari 7 STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL (SPO) Tanggal terbit Ditetapkan, Direktur RS. Dedy Jaya Brebes PENGERTIAN TUJUAN KEBIJAKAN PROSEDUR dr. Irma Yurita 1. Identifikasi bahaya B3 (Bahan Berbahaya dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pencemaran air di suatu tempat dapat berpengaruh terhadap tempat lain yang lokasinya jauh dari sumber pencemaran. Hal ini karena gaya grafitasi, air yang dapat mengalir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesat dapat dilihat dari tingginya jumlah kendaraan seiring dengan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. pesat dapat dilihat dari tingginya jumlah kendaraan seiring dengan kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Percepatan pertumbuhan di sektor transportasi dapat dilihat dan dirasakan dampaknya terhadap kehidupan manusia. Perkembangan transportasi yang semakin pesat dapat dilihat

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah analitik dengan pendekatan case control.

METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah analitik dengan pendekatan case control. 20 III. METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Jenis penelitian ini adalah analitik dengan pendekatan case control. Pendekatan case control adalah suatu penelitian non-eksperimental yang menyangkut bagaimana

Lebih terperinci

Definisi dan Tujuan keselamatan kerja

Definisi dan Tujuan keselamatan kerja Definisi dan Tujuan keselamatan kerja Keselamatan kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan & proses pengolahannya, landasan tempat kerja & lingkungannya serta cara-cara

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian dilaksanakan dirumah pengrajin Sulaman Kerawang UKM

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian dilaksanakan dirumah pengrajin Sulaman Kerawang UKM 34 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian dan Waktu Pelaksanaan Lokasi penelitian dilaksanakan dirumah pengrajin Sulaman Kerawang UKM Naga Mas Di Kecamatan Telaga Jaya Kabupaten Gorontalo. Waktu

Lebih terperinci

Logam Merkuri pada Pekerja Penambangan Emas Tanpa Izin

Logam Merkuri pada Pekerja Penambangan Emas Tanpa Izin Artikel Penelitian Logam Merkuri pada Pekerja Penambangan Emas Tanpa Izin Mercury in the Illegal Gold Mining Workers Arif Sumantri, Ela Laelasari, Nita Ratna Junita, Nasrudin Program Studi Kesehatan Masyarakat

Lebih terperinci

MODUL 1 ALAT KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (ALAT PELI NDUNG DI RI / APD) TINGKAT X PROGRAM KEAHLI AN TEKNI K PEMANFAATAN TENAGA LI STRI K

MODUL 1 ALAT KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (ALAT PELI NDUNG DI RI / APD) TINGKAT X PROGRAM KEAHLI AN TEKNI K PEMANFAATAN TENAGA LI STRI K MODUL 1 ALAT KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (ALAT PELI NDUNG DI RI / APD) TINGKAT X PROGRAM KEAHLI AN TEKNI K PEMANFAATAN TENAGA LI STRI K DISUSUN OLEH : Drs. SOEBANDONO LEMBAR KERJA SISWA 1 A. Badan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Kerangka Konsep Variabel Bebas Variabel Terikat Jenis Kelamin Pendidikan Pekerjaan Pengetahuan Kejadian TBC Usia Produktif Kepadatan Hunian Riwayat Imunisasi BCG Sikap Pencegahan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL telah berubah lagi menjadi PT. Indo Acidatama Tbk. Indonesia di bawah supervisi dari Krup Industri Teknik GMBH Jerman Barat

BAB IV HASIL telah berubah lagi menjadi PT. Indo Acidatama Tbk. Indonesia di bawah supervisi dari Krup Industri Teknik GMBH Jerman Barat BAB IV HASIL A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Perusahaan ini didirikan di Desa Kemiri, Kecamatan Kebakkramat, Kabupaten Karanganyar, Surakarta, Jawa Tengah dengan luas lahan ± 11 Ha. Pada mulanya perusahaan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan ini merupakan suatu penelitian deskriptif analitik

III. METODE PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan ini merupakan suatu penelitian deskriptif analitik III. METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian yang dilakukan ini merupakan suatu penelitian deskriptif analitik dengan rancangan penelitian cross-sectional untuk mengetahui faktor-faktor yang

Lebih terperinci

PT. BINA KARYA KUSUMA

PT. BINA KARYA KUSUMA PT. BINA KARYA KUSUMA www.bkk.id Informasi Teknis RUST PREVENTIVE OIL 05 Januari 2015 1. Pengantar RUST PREVENTIVE OIL adalah bahan kimia yang diformulasikan khusus sebagai anti karat yang bersifat mudah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN BAB IV HASIL PENELITIAN A. Identifikasi Potensi Bahaya Identifikasi bahaya yang dilakukan mengenai jenis potensi bahaya, risiko bahaya, dan pengendalian yang dilakukan. Setelah identifikasi bahaya dilakukan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan industri pertambangan yang berasaskan manfaat serta kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan industri pertambangan yang berasaskan manfaat serta kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan industri pertambangan yang berasaskan manfaat serta kebutuhan ekonomi merupakan salah satu mata pencaharian masyarakat yang bisa meningkatkan kualitas hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bidang pertanian pestisida merupakan sarana untuk membunuh hamahama

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bidang pertanian pestisida merupakan sarana untuk membunuh hamahama BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam bidang pertanian pestisida merupakan sarana untuk membunuh hamahama tanaman. Penggunaannya yang sesuai aturan dan dengan cara yang tepat adalah hal mutlak yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari 3 hal yaitu : pencegahan, penanggulangan dan pemulihan lingkungan hidup

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari 3 hal yaitu : pencegahan, penanggulangan dan pemulihan lingkungan hidup BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setelah dikeluarkannya undang-undang tentang pengelolaan lingkungan hidup yaitu undang-undang No. 32 tahun 2009, lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua

Lebih terperinci

PERSEPSI TERHADAP APD

PERSEPSI TERHADAP APD A. Data Responden 1. Umur :... tahun 2. Pendidikan : D1 D3 S1 3. Lama Bekerja : < 1 thn 1 5 thn > 5 thn 4. Status Kerja : Karyawan Tetap Karyawan Kontrak B. Pernyataan Untuk Aspek pengetahuan Petunjuk

Lebih terperinci

PT. BINA KARYA KUSUMA

PT. BINA KARYA KUSUMA PT. BINA KARYA KUSUMA www.bkk.id Informasi Teknis PAINT REMOVER 40 05 Januari 2015 1. Pengantar PAINT REMOVER 40 adalah bahan kimia yang bersifat asam yang sangat efektif untuk menghilangkan cat 2. Penggunaan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. rumah responden beralaskan tanah. Hasil wawancara awal, 364

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. rumah responden beralaskan tanah. Hasil wawancara awal, 364 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Karakteristik Responden Berdasarkan hasil observasi lingkungan ditemukan 80% rumah responden beralaskan tanah. Hasil wawancara awal, 364

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rangka mewujudkan pertanian sebagai leading sector melalui suatu

BAB I PENDAHULUAN. rangka mewujudkan pertanian sebagai leading sector melalui suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Petani adalah sektor yang sangat penting di Indonesia dalam rangka mewujudkan pertanian sebagai leading sector melalui suatu proses yang berencana, sistematis, dengan

Lebih terperinci