PENGARUH SELANG PEMERAHAN TERHADAP PRODUKSI SUSU SAPI FRIES HOLLAND (FH) SKRIPSI YUNI RESTI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH SELANG PEMERAHAN TERHADAP PRODUKSI SUSU SAPI FRIES HOLLAND (FH) SKRIPSI YUNI RESTI"

Transkripsi

1 PENGARUH SELANG PEMERAHAN TERHADAP PRODUKSI SUSU SAPI FRIES HOLLAND (FH) SKRIPSI YUNI RESTI DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

2 RINGKASAN YUNI RESTI. D Pengaruh Selang Pemerahan Terhadap Produksi Susu Sapi Fries Holland (FH). Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Dr. Bagus Priyo Purwanto Pembimbing Anggota : Ir. Andi Murfi, MSi Susu merupakan sumber protein, vitamin D, kalsium, fosfor, magnesium yang penting untuk pertumbuhan tulang dan gigi. Susu juga mengandung imunoglobulin, vitamin A dan zinc yang bisa meningkatkan kekebalan tubuh, dan asam lemak esensial untuk kesehatan. Namun, dalam penyediaan pangan dan gizi khususnya susu, Indonesia tergolong sebagai negara dengan tingkat konsumsi susu paling rendah di kawasan Asia. Suplai susu saat ini hanya berkisar 3035 persen dari total kebutuhan susu di Indonesia, sehingga perlu peningkatan produksi susu secara nasional. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui selang pemerahan yang tepat dalam memerah sapi agar didapat produksi susu yang optimal. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok menggunakan 2 perlakuan dan 4 kelompok. Penelitian ini menggunakan 4 ekor sapi laktasi yang diperah dengan selang pemerahan 12:12 (A) dan 10:14 (B). Penelitian dilakukan di kandang sapi perah, Fakultas Peternakan IPB. Produksi susu pada perlakuan 12:12 adalah 4242,32 ± 1537,45 ml/hari dan perlakuan 10:14 didapat produksi susu sebesar 4184,41 ± 1548,39 ml/hari. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh nyata terhadap perlakuan yang diberikan terhadap produksi susu. Secara deskriptif, dapat diketahui bahwa sapi yang diperah dengan selang pemerahan 12:12 memiliki produksi susu yang lebih banyak dibandingkan dengan sapi yang diperah dengan selang pemerahan 10:14. Katakata kunci : selang pemerahan, produksi susu, sapi perah

3 ABSTRACT Effect of Milking Interval on Milk Production of the Fries Holland (FH) Cows Resti, Y., B. P. Purwanto and A. Murfi The objective of this research was to know the right milking interval for maximum milk production. Four of Fries Holland cows were milked at 12:12 and 10:14 daily interval to determine the effect of milking interval on the milk production. The cows were kept at Field Laboratory, Faculty of Animal Science. The data were analyzed by randomize complete block design. The result showed that cows milked at 10:14 interval produce less milk than the cows milked at 12:12 interval, but it was not significant (P>0.05). The milk production in10:14 interval were 1.37% less than that of the cows milked at 12:12 interval. More milk secreted was observed at shorter milking interval than that of longer milking interval. Udder pressure gradually increased after milking it will make decreasing milk secretion rate due to increasing milking interval. Keywords: Milking Interval, Milk Production, Dairy Cattle

4 PENGARUH SELANG PEMERAHAN TERHADAP PRODUKSI SUSU SAPI FRIES HOLLAND (FH) YUNI RESTI D Skipsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

5 PENGARUH SELANG PEMERAHAN TERHADAP PRODUKSI SUSU SAPI FRIES HOLLAND (FH) Oleh YUNI RESTI D Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 5 Agustus 2009 Pembimbing Utama Pembimbing Anggota Dr. Bagus Priyo Purwanto Ir. Andi Murfi, MSi Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor Ketua Depatemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor Dr. Ir. Luki Abdullah, M.Sc.Agr Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc

6 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 2 Juni 1988 di Pariaman, Sumatera Barat. Penulis anak keempat dari lima bersaudara dari pasangan Bapak Syahril dan Ibu Jusra Anom. Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1999 di SD N 04 Rawang, Pariaman. Pendidikan lanjutan sekolah menengah pertama diselesaikan pada tahun 2002 di SLTP N 4 Pariaman, tahun 2005 penulis menyelesaikan pendidikan di SMU N 2 Pariaman. Penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun Penulis aktif di berbagai organisasi meliputi UKM Pramuka IPB, BEM TPB IPB, Himpunan Mahasiswa Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan (HIMAPROTER), dan aktif pada berbagai kegiatan kampus. Penulis juga pernah menjadi asisten mata kuliah pengelolaan kesehatan ternak tropis ( / ). Penulis memperoleh pendanaan program kreativitas mahasiswa dari Departemen Pendidikan Nasional (DIKTI) bidang kewirausahaan tahun 2008, dan bidang penelitian tahun 2009.

7 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul Pengaruh Selang Pemerahan Terhadap Produksi Susu Sapi Fries Holland (FH). Skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana peternakan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Susu merupakan sumber protein, vitamin D, kalsium, fosfor, magnesium yang penting untuk pertumbuhan tulang dan gigi. Susu juga mengandung imunoglobulin, vitamin A dan zinc yang bisa meningkatkan kekebalan tubuh, dan asam lemak esensial untuk kesehatan. Namun, dalam penyediaan pangan dan gizi khususnya susu, Indonesia tergolong sebagai negara dengan tingkat konsumsi susu paling rendah di kawasan Asia. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium lapang, Kandang sapi perah, Fakultas Peternakan IPB pada bulan FebruariApril Penelitian ini diharapkan dapat mengetahui selang pemerahan yang tepat dalam memerah sapi agar didapat produksi susu yang optimal. Penulis menyadari adanya kekurangankekurangan dalam penelitian maupun penulisan skripsi ini, walaupun demikian penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat dan dapat menambah pengetahuan pembaca. Bogor, Agustus 2009 Penulis

8 DAFTAR ISI RINGKASAN... ABSTRACT... RIWAYAT HIDUP... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan... 2 TINJAUAN PUSTAKA... 3 Sapi Fries Holland... 3 Produksi Susu... 3 Faktorfaktor yang Mempengaruhi Produksi Susu... 4 Selang Pemerahan... 5 Sekresi Susu... 6 Mastitis... 7 METODE... 9 Lokasi dan Waktu... 9 Materi... 9 Rancangan... 9 Prosedur HASIL DAN PEMBAHASAN Uji Mastitis Variasi Produksi Harian Variasi Perlakuan Terhadap Kelompok Pengaruh Selang Pemerahan Terhadap Produksi Susu Variasi Produksi Susu Masingmasing Waktu Pemerahan KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran UCAPAN TERIMA KASIH DAFTAR PUSTAKA L A M P I R A N i ii v vi vii viii ix x

9 Nomor DAFTAR TABEL Halaman 1. Produksi Susu Berbagai Bangsa Sapi Tingkat Reaksi dan Interpretasi dari Reaksi Modified Aulendorfer Mastitis Probe Umur, Laktasi dan Masa Laktasi Sapi Hasil Uji Mastitis Pertama pada Minggu Ke Hasil Uji Mastitis Kedua pada Minggu Ke Protein dan TDN pakan, Kebutuhan Pokok dan Sisa Protein dan TDN untuk Produksi Susu (kg) Nilai Rataan Produksi Susu Individu Per hari (ml) Nilai Rataan Produksi Susu Per hari (ml) Nilai Rataan Produksi Susu Pagi dan Sore (ml) Nilai Rataan Kecepatan Sekresi Susu Pagi dan Sore (ml)... 21

10 Nomor DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Grafik Nilai Rataan Produksi Susu Per hari Grafik Nilai Rataan Produksi Susu Per hari Sebelum Hari ke11 (Masa Adaptasi) Grafik Nilai Rataan Produksi Susu Per hari Setelah Hari ke11 (Pengumpulan Data) Grafik Nilai Rataan Produksi Susu Individu terhadap Perlakuan Per hari Grafik Rataan Nilai Produksi Susu Per hari Grafik Nilai Rataan Produksi Susu Pagi dan Sore Grafik Nilai Rataan Produksi Susu Pagi dan Sore... 21

11 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Analisis Ragam Pengaruh Perlakuan terhadap Produksi Susu Per hari Analisis Ragam Pengaruh Perlakuan terhadap Produksi Susu Produksi Susu Pagi dan Sore Data Bobot Badan Sapi Perhitungan Komposisi Pakan dan Perkiraan Produksi Susu Gambar Hasil Uji Mastitis Salah Satu Kuartir Ambing Sapi yang Menderita Infeksi Ringan... 36

12 PENDAHULUAN Latar Belakang Makanan yang berasal dari ternak termasuk susu menyediakan zatzat makanan yang lebih baik dan berimbang dibandingkan dengan makanan yang berasal dari tumbuhan. Susu merupakan sumber protein, vitamin D, kalsium, fosfor, magnesium yang penting untuk pertumbuhan tulang dan gigi. Susu juga mengandung imunoglobulin, vitamin A dan zinc yang bisa meningkatkan kekebalan tubuh, dan asam lemak esensial untuk kesehatan. Indonesia merupakan salah satu negara dengan populasi penduduk terbesar di dunia. Namun, dalam penyediaan pangan dan gizi khususnya susu, Indonesia tergolong sebagai negara dengan tingkat konsumsi dan produksi susu paling rendah di kawasan Asia. Departemen Pertanian menyatakan, pada tahun 2006 tingkat konsumsi susu per kapita per tahun hanya 7,7 liter. Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan sejumlah negara lain di Asia diantaranya Malaysia (25 liter), Singapura (32 liter), Filipina (11 liter), dan China (13,2 liter). Bahkan, di Finlandia tingkat konsumsi susu mencapai 183,9 liter per kapita per tahun. Berdasarkan data yang dilansir PT Tetra Pak Indonesia tahun 2007, konsumsi susu di Indonesia adalah 9 liter per kapita pertahun, sedangkan Malaysia dan Vietnam tercatat 25,4 liter dan 10,7 liter per kapita per tahun (Pdpersi, 2008). Kebutuhan susu nasional mencapai 1,306 juta ton per tahun. Namun, hingga tahun 2007, produksi susu dalam negeri baru sekitar 444,096 juta per tahun dari kurang lebih ekor sapi perah. Suplai susu ini hanya berkisar 3035 persen dari total kebutuhan susu di Indonesia. Nilai penjualan susu pada usaha ternak perah ditentukan oleh jumlah susu yang dihasilkan, sedangkan harga dipengaruhi oleh kualitas susu. Oleh karena itu, total nilai penerimaan usaha sangat tergantung pada kuantitas dan kualitas susu yang dihasilkan. Produksi susu dipengaruhi oleh bangsa atau rumpun sapi, lama bunting, masa laktasi, besar sapi, estrus atau birahi, umur sapi, selang beranak, masa kering, frekuensi pemerahan, dan tata laksana pemberian pakan. Semakin sering sapi diperah, maka hasil susu akan lebih banyak (Sudono et al., 2003). Pelepasan air susu saat pemerahan disebabkan oleh adanya rangsangan yang dipengaruhi hormon oksitosin yang menimbulkan beberapa kontraksi jaringan alveolus dan saluransaluran kecil

13 sehingga mendorong susu untuk keluar. Ambing akan mengembang 1/3 bagian selama periode antar pemerahan, sehingga menyebabkan meningkatnya tekanan. Laju sekresi terus menurun hingga tercapai keseimbangan dan tekanan akan meningkat melebihi 40 mmhg jika susu tidak diperah dan akan terjadi penyerapan kembali air susu (Blakely dan Bade, 1994). Dengan demikian produksi susu ditentukan oleh frekuensi pemerahan dan selang pemerahan. Hal inilah yang mungkin menjadi salah satu penyebab rendahnya produksi susu sapi di Indonesia disamping banyak faktor yang lainnya. Sehubungan dengan hal tersebut, perlu adanya penelitian untuk mencari dan mempelajari selang pemerahan dalam sehari yang dapat memberikan pengaruh yang lebih baik terhadap produksi susu. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui selang pemerahan yang tepat dalam memerah sapi agar didapat produksi susu yang optimal. 2

14 TINJAUAN PUSTAKA Sapi Fries Holland Bangsa sapi perah yang dipelihara di Indonesia pada umumnya adalah sapi perah Fries Holland (FH) dan sapi perah persilangan FH dengan sapi lokal (Sapi Grati) (Ungerer, 1985). Sapi FH adalah sapi perah yang produksi susunya terbanyak dibandingkan dengan sapi perah lainnya, tetapi memiliki kadar lemak susu yang rendah. Bobot jantan dewasa adalah kg dan betina dewasa adalah 682 kg (Sudono et al., 2003). Bangsa sapi FH berasal dari negara Belanda tepatnya di Provinsi North Holland dan West Friesland, kedua daerah tersebut memiliki padang rumput yang bagus. Sapi ini berwarna hitam dan putih (ada juga Holstein yang bewarna merah dan putih). Sejarah mencatat bahwa bangsa sapi ini ada sejak tahun yang lalu (Ensminger dan Tyler, 2006). Produktivitas susu yang dicapai sapi FH lokal masih lebih sedikit dibandingkan dengan sapisapi perah FH daerah iklim sedang. Oleh karena itu diperlukannya pengembangan pengetahuan budidaya sapi perah yang mampu menghasilkan produktivitas secara maksimal (Soedjana, 1999). Produksi Susu Produksi susu di Indonesia sampai saat ini belum mencukupi kebutuhan dan permintaan konsumen. Hal ini antara lain disebabkan jumlah/populasi ternak yang masih kurang, selain daya produksi susu per ekor yang belum mencapai titik optimum (Sudarwanto, 1999). Rataan produksi susu sapi FH adalah ,96 kg per laktasi. Total produksi susu umumnya bertambah untuk bulan pertama setelah melahirkan, kemudian perlahanlahan berkurang pada bulan laktasi berikutnya (Ensminger dan Tyler, 2006). Sebagaimana dinyatakan Schmidt (1971) sebelumnya bahwa produksi susu relatif banyak dan akan bertambah empat sampai enam minggu setelah melahirkan, kemudian produksi susu menurun sampai berakhirnya periode laktasi. Menurut Sudono et al. (2003), produksi susu sapi FH di Amerika serikat ratarata kg per laktasi dan di Indonesia 10 liter per ekor per hari atau lebih kurang kg per laktasi. Produksi susu beberapa bangsa sapi dapat dilihat pada Tabel 1.

15 Bangsa Tabel 1. Produksi Susu Berbagai Bangsa Sapi Tahun Beranak (Pon) Ayrshire Brown Swiss Guernsey Holstein Jersey Milking Shorthorn : Ensminger dan Tyler, 2006 Faktorfaktor yang Mempengaruhi Produksi Susu Kemampuan sapi yang bervariasi dalam memproduksi susu merupakan karakteristik dari keturunan dan ini berbeda pula di antara bangsa dan individu (Ensminger dan Tyler, 2006). Produksi susu akan bertambah sampai kirakira sapi berumur delapan tahun (Bath et al., 1985). Menurut Sudono et al. (2003), faktor yang mempengaruhi kualitas, kuantitas dan susunan susu sapi perah adalah bangsa sapi, lama bunting, masa laktasi, besar sapi, estrus atau birahi, umur sapi, selang beranak, masa kering, frekuensi pemerahan, dan tata laksana pemberian pakan. Campbell et al. (2003) menyatakan bahwa sapi yang bertubuh besar secara normal mampu mensekresi susu lebih banyak dibandingkan dengan sapi yang berukuran kecil, tetapi mereka tidak efisien dalam mengubah nutrisi pada susu. Secara normal, sapi tidak akan mensekresi susu lebih dari 812% berat badannya, kambing bisa mensekresi lebih dari 20% dari berat badannya. Pakan dan manajemen juga akan berpengaruh terhadap kuantitas, komposisi dan palatabilitas (rasa) terhadap susu (Acker, 1960). Pakan yang diberikan pada seekor sapi perah dewasa digunakan untuk kebutuhan hidup pokok, produksi dan pertumbuhan. Nutrisi yang digunakan untuk hidup pokok adalah sejumlah nutrisi yang harus tersedia guna mempertahankan tubuh dalam keadaan normal seperti bernafas, mencerna pakan, memperbaiki bagian tubuh yang aus, dan lainlain (Foley et al., 1973). Sapi perah mempunyai daya produksi yang tinggi sehingga jika tidak mendapatkan makanan yang cukup sapi tersebut tidak akan dapat memproduksi susu dengan baik (Ensminger dan Tyler, 2006). 4

16 Masa laktasi adalah masa sapi sedang menghasilkan susu, yakni selama 10 bulan antara saat beranak dan masa kering kandang. Produksi susu per hari mulai menurun setelah laktasi dua bulan. Menurut Calder (1996), laktasi merupakan proses yang ditandai oleh sintesis dan sekresi senyawa organik dan anorganik, dan juga darah secara aktif dan pasif oleh sel epitel khusus dari kelenjar susu. Sapi laktasi yang sedang bunting akan mengurangi produksi susu karena adanya pengaruh hormon yang akan mengurangi sekresi susu dan peningkatan kebutuhan zatzat makanan untuk pertumbuhan dan hidup pokok dari fetus. Apabila interval antara pemerahan tidak sama, maka produksi susu akan lebih banyak pada interval yang lebih lama, dan kandungan lemak akan lebih tinggi dari hasil pemerahan dengan interval yang lebih singkat (Eckles dan Anthony, 1956). Jika sapi diperah dua kali sehari dengan jarak waktu antar pemerahan sama akan sedikit sekali perubahan susunan susu tersebut. Produksi susu akan meningkat tergantung dari kemampuan sapi berproduksi, pakan yang diberikan, dan manajemen yang dilakukan peternak (Sudono et al., 2003). Beberapa faktor lainnya yang juga mempengaruhi produksi susu ialah jaringan sekresi, umur, hormon, estrus dan ukuran tubuh. Produksi susu terbanyak akan dicapai pada usia 78 tahun (McNeilly, 2001). Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa sapisapi yang badannya besar akan menghasilkan susu lebih banyak daripada sapi yang berbadan kecil. Sapi yang sedang estrus juga akan mengalami pengurangan produksi susu (Campbell et al., 2003). Produksi susu juga akan berkurang selama ternak mengalami stres panas. Pengaruh langsung stres panas terhadap produksi susu disebabkan meningkatnya kebutuhan maintenance untuk menghilangkan kelebihan beban panas, mengurangi laju metabolis, dan mengurangi konsumsi makanan (Anderson et al., 1985). Selang Pemerahan Produksi susu pada ambing dalam keadaan kosong akan bertambah setelah diperah dengan memperlama selang pemerahan. Produksi susu di alveolus akan bertambah dengan lama selang pemerahan setelah 20 jam (McKusick et al., 2002) Selang pemerahan tetap, memiliki beberapa kepentingan untuk memperoleh produksi susu yang optimal. Beberapa penelitian yang dilakukan oleh Woodward (dalam Schmidt 1971) menunjukkan bahwa produksi susu sapi yang diperah selama tiga kali 5

17 dalam sehari dengan selang 6, 7 dan 11 jam per hari menghasilkan 3,9% susu lebih banyak dan memiliki kadar lemak lebih besar dari 5,2% dibandingkan dengan sapi yang diperah dengan selang yang berbeda. Pada waktu pemerahan lainnya, sapi yang diperah dengan selang pemerahan 12:12 jam memproduksi susu 1,8% lebih banyak dibandingkan dengan sapi yang diperah dengan selang pemerahan 15:9 jam (Schmidt, 1971). Efek lamanya interval antar pemerahan terhadap produksi susu akan banyak dipengaruhi oleh karakteristik individu sapi seperti : kapasitas ambing, lama laktasi, dan jumlah susu yang biasa diproduksi. Bila dihubungkan dengan laju sekresi susu dan lemak maka pada interval yang lebih lama yaitu pemerahan pagi hari akan lebih sedikit lemaknya bila dibandingkan dengan pemerahan sore hari (Smith, 1969). Penelitian Schmidt dan Trimberger (1962) menyatakan bahwa selang pemerahan yang lama akan memiliki sisa susu yang lebih banyak. Sapi yang diperah dengan selang pemerahan 15:9 jam, dan 16:8 jam, memproduksi susu lebih rendah dibandingkan dengan selang pemerahan 12:12 jam. Sekresi Susu Susu disekresikan oleh unitunit sekretoris individual yang bentuknya menyerupai buah anggur yang disebut alveolus. Unit kecil ini berukuran 0,1 sampai 0,3 milimeter dan terdiri atas suatu lapis dalam sel epitel yang menyelubungi suatu rongga yang disebut lumen. Selsel tersebut mensekresi susu dengan cara menyerap zatzat dari dalam darah dan mensintesisnya menjadi susu (Blakely dan Bade, 1994). Hal ini karena unsur dasar pembentukan susu adalah kandungan darah (Alim, 2002). Interval yang lama akan mempengaruhi kecepatan jumlah sekresi. Penurunan dalam sekresi susu terjadi setelah 12 jam dan akan memberikan pengaruh pada interval pemerahan berikutnya. Hasil dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa sekresi susu dan lemak susu mengalami pengurangan dengan memperlama interval pemerahan dengan jumlah yang lebih banyak untuk pengurangan susu dibandingkan dengan lemak susu dan persentase lemak susu akan cenderung bertambah pada interval pemerahan yang lama (Schmidt, 1971). Ratarata kecepatan sekresi susu mengalami pengurangan mulai 1012 jam setelah pemerahan sebelumnya, tetapi tidak langsung berkurang secara drastis. Proses pelepasan air susu saat pemerahan disebabkan oleh adanya rangsangan pada 6

18 saat pemerahan yang mengakibatkan terlepasnya hormon oksitosin dari lobus posterior kelenjar pituitary dan masuk ke dalam aliran darah. Oksitosin mencapai ambing dalam beberapa detik dan menyebabkan timbulnya kontraksi jaringan alveolus dan saluransaluran kecil sehingga mendorong susu memasuki sistem saluran yang lebih besar. Oleh karena pelepasan air susu hanya berlangsung 6 sampai 8 menit, maka pemerahan harus selesai dalam masa pelepasan itu agar diperoleh hasil yang maksimum (Blakely dan Bade, 1994). Mastitis Mastitis adalah penyakit radang ambing yang merupakan radang infeksi. Biasanya penyakit ini berlangsung secara akut, sub akut dan kronis. Mastitis ditandai dengan peningkatan jumlah sel di dalam air susu, perubahan fisik maupun susunan air susu yang disertai atau tanpa disertai perubahan patologis atau kelenjarnya sendiri. Berdasarkan faktor penyebabnya, mastitis dapat disebabkan oleh bakteri Streptococcus agalactiae, S. dysgalactiae, S. uberis, S. zooepidemicus, dan Staphylococcus aureus, serta berbagai spesies lain yang juga dapat menyebabkan terjadinya mastitis walaupun dalam persentase kecil (Admin, 2007). Meskipun sering terlihat, penyakit ini dapat tersembunyi. Oleh karena itu beberapa tes mastitis telah dikembangkan untuk mendeteksi adanya penyakit ini. CMT (Califonia Mastitis Test) merupakan tes yang paling sering digunakan. Alat ini menggunakan satu atau dua pancaran susu dari 4 puting ditambah dengan reagent CMT dalam jumlah yang sama. Pembentukan jel menunjukkan sel somatik yang banyak didalam susu (Ensminger dan Tyler, 2006). Mastitis dikelompokkan menjadi tiga golongan yaitu : mastitis klinis, mastitis subklinis, dan mastitis nonspesifik. Pada mastitis klinis ditemukan gejala kelenjar ambing membengkak, berisi cairan eksudat disertai tandatanda peradangan lainnya seperti suhu meningkat, kemerahan, rasa sakit dan penurunan fungsi (Sudarwanto et al., 1993). Mastitis subklinis tidak menampakkan perubahan yang nyata pada ambing dan susu yang dihasilkan, hanya produksi susu berkurang sehingga peternak kurang menyadari kerugian yang diakibatkannya (Sudarwanto, 1999). Suatu modifikasi terhadap Aulendorfer Mastitis Probe telah dilakukan dengan menggunakan paddle yang biasa digunakan pada uji CMT. Pengembangan metode ini adalah untuk mempercepat pembacaan hasil di lapangan dan hasil yang 7

19 didapat cukup akurat. Tingkat reaksi dan interpretasi metode ini dapat dilihat dalam Tabel 2. Tingkat Reaksi Tabel 2. Tingkat Reaksi dan Interpretasi dari Reaksi Modified Aulendorfer Mastitis Probe Arti Reaksi yang Terlihat Interpretasi Negatif Campuran tetap cair, tetap homogen Tidak dicurigai adanya mastitis ± Trace Terbentuk lendir tipis yang Dubius cenderung hilang kembali dengan menggerakkan paddle terus menerus + Positif Terbentuk lendir yang jelas, Infeksi ringan lemah tetapi jel tidak terbentuk ++ Positif Campuran membentuk jel yang Mastitis cenderung bergerak ketengah jika paddle digerakkan. Jika gerakan dihentikan, jel akan kembali menyebar ke dasar +++ Positif Terbentuk jel yang cenderung kuat melekat pada dasar paddle dan bila digerakkan akan menyebabkan permukaan menjadi cembung : Hartomo dalam Jaya,1992 Mastitis dan merupakan masalah peternakan 8

20 METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Kandang sapi perah, Laboratorium Lapang IPT Perah, Fakultas Peternakan IPB selama dua bulan dari bulan MaretApril Materi Alat dan Bahan Alat yang digunakan adalah milk can, gelas ukur, pita ukur, alat tulis, paddle, dan bahan reaksi untuk uji CMT dengan merk BoviVet. Ternak Ternak yang digunakan adalah empat ekor sapi FH laktasi (Tabel 3) yang diperah dengan dua kali pemerahan, dengan selang pemerahan yang berbeda yaitu 12:12 dan 10:14. Pakan diberikan dua kali dalam sehari yaitu sebanyak 12 kg rumput lapang, 8 kg rumput gajah dan 3 kg konsentrat. Tabel 3. Umur, Laktasi dan Masa Laktasi Sapi Sapi Umur Laktasi Masa Laktasi 1 3,5 tahun Pertama 1 Bulan 2 4 tahun Kedua 1 Bulan 3 4 tahun Pertama 4 Bulan 4 3 tahun Pertama 7 Bulan Rancangan Rancangan yang digunakan dalam percobaan ini adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 2 perlakuan dan 4 kelompok. Peubah yang diamati adalah produksi susu. Menurut Mattjik dan Sumertajaya (2002) model matematika dalam rancangan percobaan adalah :

21 Y ij = μ + τ i + β j + ε ij Keterangan : Y ij : pengamatan pada perlakuan ke i dan kelompok ke j µ : rataan umum τ i : pengaruh perlakuan ke i β j : pengaruh kelompok ke j ε ij : pengaruh acak pada perlakuan kei dan kelompok ke j j : kelompok (1, 2, 3, 4) i : perlakuan Analisis Data Data berupa produksi susu yang diperoleh dari setiap perlakuan dianalisis menggunakan sidik ragam (ANOVA). Prosedur Penelitian ini dilaksanakan dengan dua perlakuan waktu pemerahan yaitu selang pemerahan 12 jam : 12 jam (Perlakuan A) dan 10 jam : 14 jam (Perlakuan B). Perlakuan diberikan pada masingmasing sapi selama 27 hari (empat minggu). Sapi dengan puting sebelah kanan diberikan perlakuan A, sedangkan puting sebelah kiri diberikan perlakuan B. Selanjutnya dilakukan pergantian perlakuan, puting sebelah kanan diberikan perlakuan B dan puting sebelah kiri diberikan perlakuan A. Perlakuan diberikan sama pada tiga ekor sapi lainnya. Penelitian ini dilakukan dengan dua tahap yaitu tahap adaptasi dan pengambilan data. Seminggu sebelum pengambilan data dilakukan adaptasi terhadap sapi, setelah itu dilakukan pengumpulan data selama tiga minggu. Lalu tahap adaptasi kembali dilakukan selama satu minggu, dan setelah itu kembali dilakukan pengambilan data selama tiga minggu. Produksi susu dari setiap perlakuan diukur pada setiap pemerahan. Pemerahan dilakukan dua kali sehari dengan menggunakan tangan yaitu pada pukul WIB dan WIB untuk perlakuan A, dan pukul WIB dan WIB untuk perlakuan B. Tahap adaptasi merupakan masa pergantian perlakuan yang dilakukan agar sapi dapat berproduksi normal untuk perlakuan selanjutnya. Tahap ini dilakukan selama satu minggu sebelum data dianalisis untuk masingmasing perlakuan. 10

22 Produksi susu harian diperoleh dengan mengukur hasil pemerahan pagi dan sore menurut waktu dan perlakuan selang pemerahan. Produksi susu dibedakan dalam empat waktu, yaitu : 1. Produksi selama tahap pengambilan data 21 hari (untuk dianalisis). 2. Produksi selama 11 hari pertama (dalam pelaksanaannya, dibutuhkan waktu adaptasi yang lebih lama dari waktu yang direncanakan). 3. Produksi selama 16 hari berikutnya (saat produksi mulai normal). 4. Produksi susu pagi dan sore (variasi kecepatan sekresi susu per jam). Kecepatan sekresi susu per jam dihitung berdasarkan jumlah produksi susu pada pagi/sore hari dibagi dengan lamanya interval pemerahan. 11

23 HASIL DAN PEMBAHASAN Uji Mastitis Uji mastitis pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan CMT (California Mastitis Test). Menurut Rice (1997), keuntungan menggunakan CMT adalah mudah, murah, sederhana, membutuhkan sedikit peralatan, dan mudah dibersihkan. Uji mastitis dilakukan pada masingmasing sapi pada minggu ke6 dan minggu ke8 selama penelitian berlangsung. Hasil dari uji mastitis pada pengujian pertama dapat dilihat pada Tabel 4, dan pengujian kedua dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 4. Hasil Uji Mastitis Pertama pada minggu ke6 No. Sapi A B C D Keterangan : A = Kuartir Kanan Depan B = Kuartir Kanan Belakang C = Kuartir Kiri Depan D = Kuartir Kiri Belakang Tabel 5. Hasil Uji Mastitis Kedua pada minggu ke8 No. Sapi A B C D Keterangan : A = Kuartir Kanan Depan B = Kuartir Kanan Belakang C = Kuartir Kiri Depan D = Kuartir Kiri Belakang Tingkat infeksi mastitis ditunjukkan dengan banyaknya jel yang terbentuk. Berdasarkan pengamatan, diperoleh tanda positif 1 untuk sapi 3 pada kuartir kiri belakang. Hasil ini didapatkan karena pada susu yang diuji terdapat lendir yang jelas, tetapi jel tidak terbentuk sehingga sapi dideteksi menderita infeksi ringan.

24 Variasi Produksi Harian Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap, yaitu tahap adaptasi dan tahap pengambilan data. Tahap adaptasi dilakukan selama satu minggu dan pengambilan data dilakukan selama tiga minggu. Namun, dalam pelaksanaannya, dibutuhkan waktu adaptasi yang lebih lama dari waktu yang direncanakan (11 hari). Hal ini disebabkan karena sapi memiliki produksi susu yang fluktuatif sehingga produksi susu cenderung tidak sama setiap harinya (Gambar 1). Gambar 1. Grafik Nilai Rataan Produksi Susu Per hari Beberapa faktor yang mempengaruhi produksi susu pada penelitian ini di antaranya adalah pemberian pakan. Pemberian pakan dipengaruhi oleh ketersediaan pakan dan frekuensi pemberian pakan. Pemberian pakan pada ternak dilakukan dua kali dalam sehari. Pakan hijauan diberikan setelah pemerahan dalam bentuk utuh/tidak dicacah. Hal ini kurang baik karena sapi hanya mengunyahnya sebentar lalu dicerna lebih lanjut di dalam rumen yang akan berakibat pada kerja mikroba rumen menjadi terlalu berat. Hijauan yang tidak dicacah terlebih dahulu akan mengakibatkan sapi cepat kenyang sehingga konsumsi hijauan menjadi sedikit. Pemberian konsentrat yang tidak teratur juga mengakibatkan produksi susu yang tidak teratur pada sapi. Ensminger dan Tyler (2006) menyatakan bahwa sapi perah mempunyai daya produksi yang tinggi sehingga jika tidak mendapatkan makanan yang cukup sapi tersebut tidak akan dapat memproduksi susu dengan baik. Sapi diberi pakan hijauan rumput lapang dan rumput gajah sebanyak 12 kg dan 8 kg setiap 13

25 hari, sedangkan konsentrat yang diberikan adalah 3 kg. perkiraan produksi susu sapi dalam sehari dapat dilihat pada Tabel 6. Komposisi pakan dan Tabel 6. Protein dan TDN Pakan, Kebutuhan Pokok dan Sisa Protein dan TDN untuk Produksi Susu (kg) Komposisi Pakan Kebutuhan Hidup Pokok Sisa Produksi Susu PK TDN PK TDN PK TDN 0,656 4,522 0,349 2,934 0,307 1,588 Tabel 6 menunjukkan kebutuhan protein kasar (PK) untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok lebih tinggi dibandingkan untuk menghasilkan susu. Seperti halnya PK, total nutrien tercerna (TDN) untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok juga lebih tinggi dibandingkan dengan produksi susu. Hal ini menunjukkan bahwa untuk memperbaiki produksi susu maka kebutuhan hidup pokok harus dipenuhi terlebih dahulu. Oleh karena itu, pakan yang diberikan tanpa konsentrat akan menyebabkan penurunan produksi susu, karena sapi kekurangan energi untuk memproduksi susu. Faktor lain yang menyebabkan rendahnya produksi susu ini adalah suhu lingkungan. Suhu lingkungan yang berubahubah juga menjadi salah satu faktor penyebab rendahnya produksi susu pada sapi ini. Menurut Smith (1969) konsumsi pakan akan menurun apabila terjadi peningkatan suhu lingkungan dan ini akan menyebabkan penurunan produksi susu. Adanya tahap adaptasi sebelum penelitian dilakukan agar sapi dapat berproduksi normal sehingga tidak mempengaruhi produksi susu selanjutnya. Gambar 2 menunjukkan bahwa pada awal adaptasi terjadi peningkatan jumlah produksi susu, meskipun pada hari berikutnya masih terdapat produksi susu yang tidak stabil. 14

26 Gambar 2. Grafik Nilai Rataan Produksi Susu Per hari Sebelum Hari ke11 (Masa Adaptasi) Waktu adaptasi yang diperkirakan selama satu minggu ternyata tidak begitu berpengaruh. Hal ini karena produksi susu yang dihasilkan sangat fluktuatif. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, hal ini disebabkan oleh pemberian pakan yang tidak teratur dan suhu lingkungan yang sering berubah. Produksi susu yang relatif stabil diperoleh setelah hari ke11. Gambar 3 menunjukkan bahwa sapi menghasilkan susu dengan produksi stabil beberapa hari setelah hari ke12 dan perlahanlahan naik hingga mencapai puncak produksi pada hari ke18. Peningkatan ini disebabkan karena sapi diberikan konsentrat, sehingga sapi dapat memproduksi susu lebih tinggi dibandingkan dengan harihari sebelumnya. Gambar 3. Grafik Nilai Rataan Produksi Susu Per hari Setelah Hari ke11 (Pengumpulan Data) 15

27 Variasi Perlakuan Terhadap Kelompok Nilai rataan produksi susu individu dihitung berdasarkan nilai produksi susu selama penelitian yang disajikan dalam waktu yang berbeda (Tabel 7), yaitu produksi selama pengambilan data (21 hari), produksi selama adaptasi (11 hari) dan produksi setelah adaptasi (16 hari). Perlakuan Tabel 7. Nilai Rataan Produksi Susu Individu Per hari (ml) Hari 21 Hari 12:12 11 Hari 16 Hari 21 Hari 10:14 11 Hari 16 Hari Sapi ,52 ± 3119,52 ± 4442,38 ± 2842,86 ± 524,64 300,89 471,71 370, ,75 ± 3385 ± 5047,5 ± 3375 ± 335,33 279,14 340,28 380, ,13 ± 3054,38 ± 4249,38 ± 2673,75 ± 479,73 307,29 343,46 224, ± 3060,95 ± 4303,81 ± 2832,86 ± 579,37 274,44 552,06 386, ± 3290 ± 5045 ± 3375 ± 259,58 257,21 321, , ,88 ± 2998,13 ± 4048,75 ± 2657,5 ± 438,14 272,13 303,97 240,82 Secara umum, produksi susu terbanyak diperoleh pada sapi 1 dan produksi susu yang paling sedikit diperoleh pada sapi 4. Hasil analisis yang dilakukan pada pengamatan 21 hari menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata terhadap produksi susu masingmasing kelompok sapi (P<0,05). Perbedaan produksi ini disebabkan karena sapi 1 masih berada dalam masa laktasi satu bulan sehingga produksi susunya akan terus meningkat hingga mencapai puncak laktasi, sedangkan sapi 2 berada pada masa laktasi 7 bulan sehingga produksi susunya akan terus menurun hingga akhir masa laktasi. Menurut Blakely dan Bade (1994), produksi susu akan meningkat setelah enam minggu sampai tercapai tingkat produksi maksimum. Mulai saat ini terjadi penurunan produksi susu bertahap sampai pada akhir laktasi. Hal inilah yang menjadi salah satu penyebab rendahnya produksi susu pada sapi 4. Pola produksi susu individu terhadap masingmasing perlakuan dapat dilihat pada Gambar 4. Tidak terdapat perbedaan produksi yang cukup signifikan antara kedua perlakuan terhadap produksi susu masingmasing individu sapi. Pengamatan 16

28 yang dilakukan selama 21 hari menunjukkan bahwa produksi susu pada perlakuan 12:12 sedikit lebih banyak dibandingkan dengan perlakuan 10:14. Gambar 4. Grafik Nilai Rataan Produksi Susu Individu terhadap Perlakuan Per hari Pengaruh Selang Pemerahan Terhadap Produksi Susu Hasil penelitian menunjukkan perbedaan waktu pemerahan tidak memberi pengaruh terhadap produksi susu. Hasil analisis data menunjukkan bahwa interval pemerahan secara statistik tidak mempengaruhi produksi susu sapi FH (P>0,05). Secara deskriptif terdapat perbedaan produksi susu antara perlakuan pemerahan 12:12 (A) dengan 10:14 (B). Berdasarkan hasil yang diperoleh pada pengamatan 21 hari, didapatkan bahwa persentase produksi susu pada perlakuan 10:14 lebih rendah 1,37% dibandingkan dengan perlakuan 12:12, sedangkan Schimdt dan Trimberger (1962) menemukan bahwa persentase produksi susu dengan interval 10:14 lebih rendah 0,3 % dibandingkan dengan pemerahan 12:12. Nilai rataan produksi susu terhadap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 8. Pemerahan dengan perlakuan A diperoleh produksi sebesar 4242,32 ± 1537,45 ml/hari, dan pada perlakuan B sebesar 4184,41 ± 1548,39 ml/hari. Seperti yang dikemukakan Schimdt (1971), kecepatan sekresi susu berbagai macam interval pemerahan mengindikasikan bahwa sekresi susu dan lemak susu mengalami penurunan dengan peningkatan interval pemerahan. Interval yang panjang akan mempengaruhi kecepatan sekresi. Penurunan dalam sekresi susu terjadi setelah 12 17

29 jam dan akan mempengaruhi interval pemerahan berikutnya. Ratarata kecepatan sekresi mengalami penurunan setelah 1012 jam setelah pemerahan sebelumnya. Perlakuan A memiliki produksi yang lebih banyak karena pada perlakuan B sapi diperah lebih awal yaitu pada pukul WIB, sedangkan perlakuan A diperah pada pukul WIB. Pada pemerahan interval pendek (perlakuan B), keadaan alveolus belum penuh, sedangkan pada interval panjang (perlakuan A) keadaan alveolus telah penuh beberapa jam sebelum diperah, sehingga alveolus telah mampu memproduksi susu secara optimal. Tabel 8. Nilai Rataan Produksi Susu Per hari (ml) Selang 21 hari 11 Hari 16 Hari 12: ,32 ± 1537, ,56 ± 1611, ,91 ± 1502,86 10: ,40 ± 1548, ± 1686, ,56 ± 1469,04 Berdasarkan Tabel 8, diketahui bahwa pengamatan 11 hari pertama menghasilkan produksi susu yang relatif lebih banyak pada perlakuan B dibandingkan dengan perlakuan A, sedangkan pada pengamatan setelah 11 hari didapatkan produksi susu yang lebih banyak pada perlakuan A dibandingkan dengan perlakuan B. Hal ini disebabkan saat pengamatan 11 hari pertama sapi masih berada pada tahap adaptasi terhadap perlakuan yang diberikan sehingga produksi susu masih belum normal. Produksi susu sapi mulai normal beberapa hari setelah adaptasi dilakukan yaitu pada hari ke12. Pola nilai rataan produksi susu untuk masingmasing perlakuan ini dapat dilihat pada Gambar 5. Gambar 5. Grafik Rataan Nilai Produksi Susu Per hari 18

30 Variasi Produksi Susu Masingmasing Waktu Pemerahan Hasil analisis data menunjukkan bahwa pemerahan pagi hari memiliki produksi yang lebih banyak dibandingkan dengan pemerahan sore hari (P<0,05). Produksi susu antara pagi dan sore hari dapat dilihat pada Tabel 9. Dari tabel tersebut terlihat bahwa produksi susu pada pagi hari lebih banyak dibandingkan dengan produksi susu pada sore hari. Pengamatan selama 21 hari menunjukkan produksi susu pagi hari pada perlakuan A adalah 2287,08 ± 849,91 ml dan sore hari diperoleh 1955,24 ± 701,09 ml. Pada perlakuan B, produksi pagi hari diperoleh 2572,26 ± 949,31 ml, dan produksi sore hari diperoleh 1612,14 ± 608,21 ml. Produksi susu pagi hari baik pada perlakuan A ataupun perlakuan B lebih banyak dibandingkan pada sore hari. Hal ini dipengaruhi oleh kemampuan alveolus dalam memproduksi susu. Nilai rataan produksi susu pagi dan sore dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Nilai Rataan Produksi Susu Pagi dan Sore (ml) Selang Pemerahan 21 hari 11 Hari 16 Hari 12:12 Pagi 2287,08 ± 849, ,75 ± 857, ,53± 837,07 Sore 1955,24 ± 701, ,77± 794, ,38 ± 679,26 10:14 Pagi 2572,26 ± 949, ,59 ± 1014, ,38 ± 896,11 Sore 1612,14 ± 608, ,32 ± 673, ,91 ± 580,63 Pola rataan nilai produksi susu antara pagi hari dan sore dapat dilihat pada Gambar 6. Produksi yang tinggi pada pagi hari juga disebabkan oleh kondisi fisiologis sapi. Pada malam hari sapi cenderung beristirahat. Keadaan lingkungan sekitar kandang yang tenang membuat sapi merasa nyaman dan tenang, sedangkan pada siang hari, penggunaan kandang sebagai media praktikum mahasiswa juga mempengaruhi produktivitas sapi. Sapi menjadi terganggu dan stres akibat penggunaan hewan ini sebagai materi praktikum. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Ouweltjles (1998) bahwa produksi susu pagi hari lebih banyak dibandingkan dengan produksi susu sore hari. Jumlah produksi yang lebih rendah pada sore hari disebabkan karena semakin meningkatnya suhu lingkungan di sekitar kandang sehingga mempengaruhi kondisi fisiologis sapi dan mempengaruhi produktivitas air susu. Pengaruh stres panas terhadap produksi susu disebabkan meningkatnya kebutuhan maintenance untuk menghilangkan kelebihan beban panas, 19

31 mengurangi laju metabolis dan menurunkan konsumsi makanan (Anderson et al.,1985). Gambar 6. Grafik Nilai Rataan Produksi Susu Pagi dan Sore Kecepatan sekresi susu untuk setiap interval pemerahan dapat dilihat pada Tabel 10. Kecepatan sekresi susu diperoleh dari total produksi pada masingmasing interval pemerahan dibagi dengan lama interval pemerahan. Kecepatan sekresi paling tinggi terjadi pada pemerahan pagi hari dengan selang pemerahan 12 jam. Meskipun total produksi susu paling banyak diperoleh pada pemerahan pagi hari dengan perlakuan B, tetapi kecepatan sekresi susu paling tinggi didapatkan pada pemerahan pagi hari dengan perlakuan A. Hal ini karena selang pemerahan pada perlakuan B lebih lama dibandingkan dengan selang pemerahan pada perlakuan A. Menurut penelitian McKusick (2002), produksi susu setelah ambing kosong akan meningkat dengan peningkatan selang pemerahan. Air susu dibentuk atau disekresi oleh seekor sapi pada waktu atau periode antar waktu pemerahan. Sintesis susu yang paling cepat terjadi sesaat setelah pemerahan, susu pertama yang disintesis mengisi tempattempat penampungan yang ada di dalam ambing, sehingga tekanan mamae meningkat dan laju sekresi air susu berkurang. 20

32 Tabel 10. Nilai Rataan Kecepatan Sekresi Susu Pagi dan Sore (ml) Selang Pemerahan 21 hari 11 Hari 16 Hari 12:12 Pagi 190,59 203,23 183,29 Sore 162,94 177,89 157,86 10:14 Pagi 183,73 201,54 175,19 Sore 161,21 181,43 154,89 Pola rataan kecepatan sekresi susu pagi dan sore dapat dilihat pada pada Gambar 7. Gambar menunjukkan bahwa sekresi susu pagi hari lebih tinggi dibandingkan dengan produksi sore hari. Gambar 7. Grafik Nilai Rataan Produksi Susu Pagi dan Sore 21

33 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Sapi yang diperah dengan selang pemerahan 12:12 memiliki produksi susu yang lebih tinggi dibandingkan dengan sapi yang diperah dengan selang pemerahan 10:14. Saran Selang pemerahan yang seimbang memiliki pengaruh penting agar sapi berproduksi optimal, tetapi perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui selang pemerahan yang baik agar sapi dapat berproduksi optimal dengan memperhatikan berbagai macam faktor lainnya seperti kadar lemak, umur, masa laktasi dan jumlah ternak yang digunakan. Disamping itu, manajemen pakan juga sangat mempengaruhi produktivitas susu sapi. Sapi harus diberikan pakan yang cukup dan teratur agar memiliki energi yang cukup untuk memproduksi susu.

34 UCAPAN TERIMA KASIH Alhamdulillah, rasa syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan nikmat, rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan studi, penelitian dan skripsi ini. Secara khusus skripsi ini penulis persembahkan kepada ayahanda Syahril dan ibunda Jusra Anom, terima kasih yang tak terhingga yang senantiasa melimpahkan doa, nasihat, kasih sayang, dan motivasi kepada penulis. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada Ir. Neni Polii, Su selaku pembimbing akademik, Dr. Bagus Priyo Purwanto dan Ir. Andi Murfi, MSi selaku dosen pembimbing atas bimbingan, saran dan arahannya selama penulis melakukan penelitian dan penyusunan skripsi ini hingga tahap akhir. Ir. Afton Atabany, Msi dan Ir. Anita Sardiana T., M.Rur.Sc yang telah memberikan kritikan dan saran guna penyempurnaan penulisan skripsi ini. Terimakasih untuk UKM Pramuka IPB atas suasana kekeluargaan dan pengalaman hidup yang luar biasa, sahabat sahabatku Ratih, Fajri, Hendro, Kak Supri, Wulan, Kokom, Tri, Heni, Ides, Ayu C., Nengia, Hida, Mala, Pipit, Ninuk, Ayu W., Tristy serta temanteman IPTP 42, terimakasih atas bantuan, semangat dan kebersamaannya. Terakhir penulis ucapkan terima kasih kepada seluruh civitas akademika Institut Pertanian Bogor. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya. Bogor, Agustus 2009 Penulis

35 DAFTAR PUSTAKA Acker, D Animal Science and Industry. PrenticeHall. Inc., Englewood Cliff, N. J. New York. Admin Bagaimana pengobatan mastitis yang efektif?. (15 Mei 2009). Alim, A. F dan T. Hidaka Pakan dan Tata Laksana Sapi Perah. Dairy Technology Improvement Project in Indonesia. PT Sonysugema Pressindo, Bandung. Anderson R. R., R. J. Collier, A. J. Guidry, C. W. Heald, R. Jennes, B. L. Larson dan H. A. Tucker Lactation. The Lowa University Press. Ames. Lowa. Bath, D. L., F. N. Dickinson, H. A. Tucker, dan R. D. Appleman Dairy Cattle : Principles, Practices, Problems, Profits. Third Edition. Lea Febiger, Philadelphia. Blakely, J. dan D. H. Bade Ilmu Peternakan. Terjemahan. Edisi Keempat. Gadjah Mada University Press, Yogjakarta. Calder, W. A Size, Function and Life Story. Dover, New York. Campbell, J. R., M. D. Kenealy, dan K. L. Campbell Animal Science, The Biology, Care, and Production of Domestic Animals. McGrawHill, New York. Eckles, H. dan L. Anthony Dairy Cattle and Milk Production. Fifth Edition. The Macmillan Co., New York. Ensminger, M. E., dan H. D. Tyler Dairy Cattle Science. Fourth Edition. Upper Saddle River, New Jersey. Foley, R. C., D. C. Bath, E. Bath, N. Dickinson dan H. A. Tucker Dairy Cattle Principles, Practices, Problems, Profits. Lea and Febiger, Philadelphia. Jaya, K Daya simpan susu pasteurisasi HTST asal mastitis sub klinis ditinjau dari jumlah kuman dengan metode hitungan cawan. Skripsi. Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Pdpersi Daerah perlu kembali menggalakkan program minum susu gratis di sekolah. [15 Oktober 2008] Mattjik, A. A. dan I M. Sumertajaya Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab. Jilid I. IPB Press, Bogor. McNeilly, A. S Reproduction, fertility and development. CSIRO Publishing, 13 : McKusick, B. C., D. L. Thomas, Y. M. Berger, dan P. G. Marnet Effect of milking interval on alveolar versus cisternal milk accumulation and milk production and composition in dairy ewes. Journal Dairy Science. 85 :

36 Ouweltjes, W The relationship between milking yield and milking interval in dairy cows. Livestock Production Science. 56 : Rice, D. N. dan G. R. Bodman The Somatic Cell Count and Milk Quality. http.// [5 Mei 2009] Schmidt, G. H Biology of Lactation. W.H. Freeman and Company, San Fransisco. Schmidt, G. H. dan G. W. Trimberger Effect of unequal milking on lactation milk, milk fat, and total solids production of cows. Journal Dairy Science. 46 : 19. Smith, V. R Physiology of Lactation. Fifth Edition. Lowa State University Press, USA. Soedjana, D. T Analisis pengembangan dalam produksi susu nasional melalui peningkatan efisiensi. Laporan Bagian Proyek Rekayasa Peternakan ARMP. II Th. 1999/2000. Pusat Penelitian Peternakan, Bogor. Soedono, A., R. F. Rosdiana, dan B. S. Setiawan Beternak Sapi Perah Secara Intensif. Agromedia Pustaka, Jakarta. Sudarwanto, M Mastitis dan Manajemen Kesehatan Ambing. Mastitis Research Center. Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sudarwanto, M Usaha peningkatan produksi susu melalui program pengendalian mastitis subklinis Disampaikan pada Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Ilmu Kesehatan Masyarakat Veteriner FKH IPB di Bogor (22 Mei 1999). Sudarwanto, M., C.S. Leksmono, M. Fachrudin, dan D. W. Lukman Penembangan Metode dan Pereaksi untuk deteksi Mastitis Subklinis (Laporan Penelitian). Pusat Antar Universitas Bioteknologi. IPB, Bogor. Ungerer, T Study Faal tentang Produktivitas Sapi Perah dalam Kondisi Lingkungan Panas. Direktorat Pembinaan Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Jakarta. 25

37 L A M P I R A N

38 Lampiran 1. Analisis Ragam Pengaruh Perlakuan terhadap Produksi Susu Per hari 1. Hari 1 Kelompok Perlakuan Galat Total ,25 4,31 0,000 0,129 S = 154,960 RSq = 99,65% RSq(adj) = 99,18% 2. Hari 2 Kelompok ,30 0,000 Perlakuan ,13 0,740 Galat Total S = 145,988 RSq = 99,70% RSq(adj) = 99,30% 3. Hari 3 Kelompok ,90 0,000 Perlakuan ,20 0,089 Galat Total S = 99,4150 RSq = 99,84% RSq(adj) = 99,63% 4. Hari 4 Kelompok ,66 0,000 Perlakuan ,64 0,034 Galat Total S = 38,7702 RSq = 99,98% RSq(adj) = 99,95% 5. Hari 5 Kelompok ,81 0,000 Perlakuan ,00 0,974 Galat Total S = 100,727 RSq = 99,85% RSq(adj) = 99,65% 27

39 6. Hari 6 Kelompok ,08 0,000 Perlakuan ,00 1,000 Galat Total S = 79,3725 RSq = 99,89% RSq(adj) = 99,74% 7. Hari 7 Kelompok ,38 0,000 Perlakuan ,42 0,005 Galat Total S = 31,8198 RSq = 99,98% RSq(adj) = 99,95% 8. Hari 8 Kelompok ,84 0,000 Perlakuan ,18 0,702 Galat Total S = 117,402 RSq = 99,77% RSq(adj) = 99,47% 9. Hari 9 Kelompok ,29 0,000 Perlakuan ,29 0,087 Galat Total S = 74,6938 RSq = 99,89% RSq(adj) = 99,74% 10. Hari 10 Kelompok ,57 0,000 Perlakuan ,02 0,077 Galat Total S = 121,432 RSq = 99,66% RSq(adj) = 99,21% 28

40 11. Hari 11 Kelompok ,98 0,000 Perlakuan ,71 0,119 Galat Total S = 114,091 RSq = 99,81% RSq(adj) = 99,56% 12. Hari 12 Kelompok ,88 0,000 Perlakuan ,00 0,139 Galat Total S = 139,687 RSq = 99,73% RSq(adj) = 99,37% 13. Hari 13 Kelompok ,25 0,000 Perlakuan ,53 0,521 Galat Total S = 102,368 RSq = 99,85% RSq(adj) = 99,65% 14. Hari 14 Kelompok ,66 0,000 Perlakuan ,46 0,546 Galat Total S = 145,717 RSq = 99,63% RSq(adj) = 99,14% 15. Hari 15 Kelompok ,20 0,000 Perlakuan ,37 0,585 Galat Total S = 121,707 RSq = 99,71% RSq(adj) = 99,33% 29

41 16. Hari 16 Kelompok ,25 0,001 Perlakuan ,00 0,980 Galat Total S = 133,213 RSq = 99,53% RSq(adj) = 98,91% 17. Hari 17 Kelompok ,15 0,000 Perlakuan ,48 0,536 Galat Total S = 96,5013 RSq = 99,83% RSq(adj) = 99,61% 18. Hari 18 Kelompok ,80 0,001 Perlakuan ,05 0,381 Galat Total S = 179,536 RSq = 99,43% RSq(adj) = 98,67% 19. Hari 19 Kelompok ,92 0,000 Perlakuan ,28 0,340 Galat Total S = 84,3356 RSq = 99,85% RSq(adj) = 99,66% 20. Hari 20 Kelompok ,98 0,000 Perlakuan ,52 0,522 Galat Total S = 102,693 RSq = 99,80% RSq(adj) = 99,53% 30

42 21. Hari 21 Kelompok ,04 0,000 Perlakuan ,67 0,474 Galat Total S = 125,482 RSq = 99,75% RSq(adj) = 99,41% 31

43 Lampiran 2. Analisis Ragam Pengaruh Perlakuan terhadap Produksi Susu Kelompok Perlakuan Galat Total ,28 5,43 0,000 0,102 S = 56,0254 RSq = 99,94% RSq(adj) = 99,87% 32

44 Lampiran 3. Produksi Susu Pagi Hari dan Sore Hari 12:12 Kelompok ,16 0,002 Perlakuan ,78 0,041 Galat Total S = 136,709 RSq = 98,78% RSq(adj) = 97,16% 10:14 Kelompok ,34 0,017 Perlakuan ,00 0,015 Galat Total S = 266,265 RSq = 96,67% RSq(adj) = 92,22% 33

45 Lampiran 4. Data Bobot Badan Sapi Sapi Bobot Badan (Kg) Ratarata

46 Lampiran 5. Perhitungan Komposisi Pakan dan Perkiraan Produksi Susu 1. Kandungan BK dalam Pakan ( % BK x jumlah pakan) Rumput Gajah = 22,2% x 8 kg = 1,776 kg Rumput Lapang = 24,4% x 12 kg = 2,928 kg Konsentrat = 85,3% x 3 kg = 2,559 kg Total BK dalam pakan adalah 7,263 kg 2. Kandungan PK dalam Pakan ( % BK x jumlah pakan x % PK) Rumput Gajah = 1,776 kg x 8,69% = 0,154 kg Rumput Lapang = 2,928 kg x 8,20% = 0,24 kg Konsentrat = 2,559 kg x 10,23% = 0,262 kg Total PK dalam Pakan adalah 0,656 kg 3. Kandungan TDN dalam Pakan (% BK x Jumlah Pakan x % TDN) Rumput Gajah = 1,776 kg x 52,4% = 0,931 kg Rumput Lapang = 2,928 kg x 56,2% = 1,646 kg Konsentrat = 2,559 kg x 76% = 1,945 kg Total TDN dalam pakan adalah 4,522 kg 4. Perkiraan Produksi susu dalam satu hari Berdasarkan TDN = (TDN dalam Pakan TDN kebutuhan hidup pokok) kg Kebutuhan hidup pokok untuk 1 kg susu = (4,522 2,934) kg 0,326 = 4,87 kg Berdasarkan PK = (PK dalam Pakan PK kebutuhan hidup pokok) kg Kebutuhan hidup pokok untuk 1 kg susu = (0,656 0,34996) kg 0,087 = 3,518 kg 35

47 Lampiran 6. Gambar Hasil Uji Mastitis Salah Satu Kuartir Ambing Sapi yang Menderita Infeksi Ringan 36

TINJAUAN PUSTAKA. Lemak (%)

TINJAUAN PUSTAKA. Lemak (%) TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein (FH) Bangsa sapi perah Fries Holland berasal dari North Holland dan West Friesland yaitu dua propinsi yang ada di Belanda. Kedua propinsi tersebut merupakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Susu

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Susu HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Susu Masa laktasi adalah masa sapi sedang menghasilkan susu, yakni selama 10 bulan antara saat beranak hingga masa kering kandang. Biasanya peternak akan mengoptimalkan reproduksi

Lebih terperinci

PENGARUH KOMBINASI SELANG PEMERAHAN TERHADAP PRODUKSI DAN KOMPOSISI SUSU SAPI PERAH SKRIPSI RINA ATRIANA

PENGARUH KOMBINASI SELANG PEMERAHAN TERHADAP PRODUKSI DAN KOMPOSISI SUSU SAPI PERAH SKRIPSI RINA ATRIANA PENGARUH KOMBINASI SELANG PEMERAHAN TERHADAP PRODUKSI DAN KOMPOSISI SUSU SAPI PERAH SKRIPSI RINA ATRIANA DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu sebanyak-banyaknya, disamping hasil lainnya. Macam - macam sapi perah yang ada di dunia adalah

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KECEPATAN PEMERAHAN DENGAN PRODUKSI SUSU SAPI PERAH DI PETERNAKAN SAPI PERAH RAKYAT RAHMAWATI JAYA PENGADEGAN JAKARTA SELATAN

HUBUNGAN ANTARA KECEPATAN PEMERAHAN DENGAN PRODUKSI SUSU SAPI PERAH DI PETERNAKAN SAPI PERAH RAKYAT RAHMAWATI JAYA PENGADEGAN JAKARTA SELATAN HUBUNGAN ANTARA KECEPATAN PEMERAHAN DENGAN PRODUKSI SUSU SAPI PERAH DI PETERNAKAN SAPI PERAH RAKYAT RAHMAWATI JAYA PENGADEGAN JAKARTA SELATAN SKRIPSI NUR HAFIZAH TRISTY DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Karakteristik Sapi perah Sapi perah (Bos sp.) merupakan ternak penghasil susu yang sangat dominan dibanding ternak perah lainnya dan sangat besar kontribusinya dalam memenuhi

Lebih terperinci

RESPON PRODUKSI SUSU SAPI FRIESIAN HOLSTEIN TERHADAP PEMBERIAN SUPLEMEN BIOMINERAL DIENKAPSULASI SKRIPSI PIPIT

RESPON PRODUKSI SUSU SAPI FRIESIAN HOLSTEIN TERHADAP PEMBERIAN SUPLEMEN BIOMINERAL DIENKAPSULASI SKRIPSI PIPIT RESPON PRODUKSI SUSU SAPI FRIESIAN HOLSTEIN TERHADAP PEMBERIAN SUPLEMEN BIOMINERAL DIENKAPSULASI SKRIPSI PIPIT DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Penambahan daun Som Jawa pada ransum menurunkan kandungan serat kasar dan bahan kering ransum, namun meningkatkan protein kasar ransum. Peningkatan protein disebabkan

Lebih terperinci

PERFORMA PRODUKSI SUSU DAN REPRODUKSI SAPI FRIESIAN-HOLSTEIN DI BPPT-SP CIKOLE LEMBANG SKRIPSI YUNI FITRIYANI

PERFORMA PRODUKSI SUSU DAN REPRODUKSI SAPI FRIESIAN-HOLSTEIN DI BPPT-SP CIKOLE LEMBANG SKRIPSI YUNI FITRIYANI PERFORMA PRODUKSI SUSU DAN REPRODUKSI SAPI FRIESIAN-HOLSTEIN DI BPPT-SP CIKOLE LEMBANG SKRIPSI YUNI FITRIYANI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Anatomi dan Fisiologi Ambing

TINJAUAN PUSTAKA Anatomi dan Fisiologi Ambing 4 TINJAUAN PUSTAKA Anatomi dan Fisiologi Ambing Kelenjar mamaria atau ambing pada sapi letaknya di daerah inguinal yang terdiri dari empat perempatan kuartir. Setiap kuartir memiliki satu puting, keempat

Lebih terperinci

KANDUNGAN LEMAK, TOTAL BAHAN KERING DAN BAHAN KERING TANPA LEMAK SUSU SAPI PERAH AKIBAT INTERVAL PEMERAHAN BERBEDA

KANDUNGAN LEMAK, TOTAL BAHAN KERING DAN BAHAN KERING TANPA LEMAK SUSU SAPI PERAH AKIBAT INTERVAL PEMERAHAN BERBEDA Animal Agriculture Journal 5(1): 195-199, Juli 2015 On Line at : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/aaj KANDUNGAN LEMAK, TOTAL BAHAN KERING DAN BAHAN KERING TANPA LEMAK SUSU SAPI PERAH AKIBAT INTERVAL

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki ciri-ciri fisik antara lain warna hitam berbelang putih, ekor dan kaki

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki ciri-ciri fisik antara lain warna hitam berbelang putih, ekor dan kaki 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Sapi perah yang dipelihara di Indonesia pada umumnya adalah Friesian Holstein (FH) dan Peranakan Friesian Holstein (PFH) (Siregar, 1993). Sapi FH memiliki ciri-ciri

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Sapi perah termasuk kedalam famili Bovidae dan ruminansia yang

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Sapi perah termasuk kedalam famili Bovidae dan ruminansia yang II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Karakteristik Sapi Perah Sapi perah termasuk kedalam famili Bovidae dan ruminansia yang mempunyai tanduk berongga. Sapi perah Fries Holland atau juga disebut Friesian Holstein

Lebih terperinci

Pengaruh Waktu Pemerahan dan Tingkat Laktasi terhadap Kualitas Susu Sapi Perah Peranakan Fries Holstein

Pengaruh Waktu Pemerahan dan Tingkat Laktasi terhadap Kualitas Susu Sapi Perah Peranakan Fries Holstein Pengaruh Waktu Pemerahan dan Tingkat Laktasi terhadap Kualitas Susu Sapi Perah Peranakan Fries Mardalena 1 Intisari Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kualitas susu hasil pemerahan pagi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Pemeliharaan sapi perah bertujuan utama untuk memperoleh produksi susu yang tinggi dan efisien pakan yang baik serta mendapatkan hasil samping berupa anak. Peningkatan produksi

Lebih terperinci

Model Kurva Produksi dan korelasinya...kurniawan

Model Kurva Produksi dan korelasinya...kurniawan MODEL KURVA PRODUKSI SUSU SAPI PERAH DAN KORELASINYA PADA PEMERAHAN PAGI DAN SIANG PERIODE LAKTASI SATU DAIRY COWS LACTATION CURVE MODELS AND ITS CORRELATIONS AT EARLY AND AFTERNOON MILKING IN FIRST LACTATION

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang

HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum BBPTU-HPT Baturraden Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang ada

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA VOLUME AMBING, LAMA MASSAGE DAN LAMA PEMERAHAN TERHADAP PRODUKSI SUSU KAMBING PERANAKAN ETTAWA SKRIPSI.

HUBUNGAN ANTARA VOLUME AMBING, LAMA MASSAGE DAN LAMA PEMERAHAN TERHADAP PRODUKSI SUSU KAMBING PERANAKAN ETTAWA SKRIPSI. HUBUNGAN ANTARA VOLUME AMBING, LAMA MASSAGE DAN LAMA PEMERAHAN TERHADAP PRODUKSI SUSU KAMBING PERANAKAN ETTAWA SKRIPSI Oleh: ILHAM HABIB FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Perah

TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Perah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Salah satu bangsa sapi bangsa sapi perah yang dikenal oleh masyarakat adalah sapi perah Fries Holland (FH), di Amerika disebut juga Holstein Friesian disingkat Holstein, sedangkan

Lebih terperinci

Gambar 2. Domba didalam Kandang Individu

Gambar 2. Domba didalam Kandang Individu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Daging dan Kerja (kandang B) pada bulan Mei sampai dengan bulan November 2010. Analisis sampel dilakukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Peranakan Ettawa (PE) merupakan hasil perkawinan antara kambing

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Peranakan Ettawa (PE) merupakan hasil perkawinan antara kambing BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Peranakan Ettawa Kambing Peranakan Ettawa (PE) merupakan hasil perkawinan antara kambing Kacang dengan kambing Ettawa sehingga mempunyai sifat diantara keduanya (Atabany,

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Berasal dari Belanda dan mulai dikembangkan sejak tahun 1625 (Makin, 2011). Sapi FH memiliki karakteristik sebagai berikut :

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Berasal dari Belanda dan mulai dikembangkan sejak tahun 1625 (Makin, 2011). Sapi FH memiliki karakteristik sebagai berikut : II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Karakteristik Sapi Perah FH Sapi perah Fries Holland (FH) sering dikenal dengan nama Holstein Friesian. Berasal dari Belanda dan mulai dikembangkan sejak tahun 1625 (Makin, 2011).

Lebih terperinci

PENAMPILAN DOMBA EKOR TIPIS ( Ovis aries) JANTAN YANG DIGEMUKKAN DENGAN BEBERAPA IMBANGAN KONSENTRAT DAN RUMPUT GAJAH ( Pennisetum purpureum)

PENAMPILAN DOMBA EKOR TIPIS ( Ovis aries) JANTAN YANG DIGEMUKKAN DENGAN BEBERAPA IMBANGAN KONSENTRAT DAN RUMPUT GAJAH ( Pennisetum purpureum) PENAMPILAN DOMBA EKOR TIPIS ( Ovis aries) JANTAN YANG DIGEMUKKAN DENGAN BEBERAPA IMBANGAN KONSENTRAT DAN RUMPUT GAJAH ( Pennisetum purpureum) SKRIPSI TRI MULYANINGSIH PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein Peternakan Sapi Perah

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein Peternakan Sapi Perah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein Sapi perah Fries Holland (FH) merupakan bangsa sapi perah yang banyak dipelihara di Indonesia. Bangsa sapi ini bisa berwarna putih dan hitam ataupun merah

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Lokasi Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Lokasi Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lokasi Penelitian Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah berada di Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor. KUNAK didirikan berdasarkan keputusan presiden (Keppres)

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian telah dilaksanakan selama 2 bulan dari tanggal 5 Agustus

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian telah dilaksanakan selama 2 bulan dari tanggal 5 Agustus 15 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian telah dilaksanakan selama 2 bulan dari tanggal 5 Agustus sampai dengan 30 September 2015. Kegiatan penelitian ini bertempat di P.T. Naksatra Kejora Peternakan Sapi

Lebih terperinci

EVALUASI PERFORMA PRODUKSI SUSU SAPI PERAH FRIESHOLLAND (FH) KETURUNAN SAPI IMPOR (Studi Kasus di PT. UPBS, Pangalengan, Jawa Barat)

EVALUASI PERFORMA PRODUKSI SUSU SAPI PERAH FRIESHOLLAND (FH) KETURUNAN SAPI IMPOR (Studi Kasus di PT. UPBS, Pangalengan, Jawa Barat) EVALUASI PERFORMA PRODUKSI SUSU SAPI PERAH FRIESHOLLAND (FH) KETURUNAN SAPI IMPOR (Studi Kasus di PT. UPBS, Pangalengan, Jawa Barat) EVALUATION OF THE PERFORMANCE PRODUCTION OF PROGENY IMPORTED HOLSTEIN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. laktasi atau mendekati kering kandang (Ramelan, 2001). Produksi susu sapi perah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. laktasi atau mendekati kering kandang (Ramelan, 2001). Produksi susu sapi perah 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Produksi Susu Produksi susu yang fluktuatif selama sapi laktasi hal ini disebabkan kemampuan sel-sel epitel kelenjar ambing yang memproduksi susu sudah menurun bahkan beberapa

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian telah dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2016 sampai dengan 6

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian telah dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2016 sampai dengan 6 12 BAB III MATERI DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian telah dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2016 sampai dengan 6 Maret 2016 di Kelompok Tani Ternak Wahyu Agung, Desa Sumogawe, Kecamatan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, Jawa Barat selama 6 bulan. Analisa kualitas susu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Sapi perah (Peranakan Friesian Holstein)

TINJAUAN PUSTAKA. A. Sapi perah (Peranakan Friesian Holstein) 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sapi perah (Peranakan Friesian Holstein) Sapi perah yang umum digunakan sebagai ternak penghasil susu di Indonesia adalah sapi Peranakan Friesian Holstein (PFH). Sapi PFH merupakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Fries Holland (Holstein Friesian) Pemberian Pakan Sapi Perah

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Fries Holland (Holstein Friesian) Pemberian Pakan Sapi Perah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Fries Holland (Holstein Friesian) Sapi Fries Holland (FH) berasal dari Propinsi Belanda Utara dan Propinsi Friesland Barat. Bulu sapi FH murni umumnya berwarna hitam dan putih, namun

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya.

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Desa Cibeureum Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor pada Bulan Maret sampai Agustus. Pemilihan daerah Desa Cibeureum sebagai tempat penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Friesian Holstein (FH) impor dan turunannya. Karakteristik sapi FH yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Friesian Holstein (FH) impor dan turunannya. Karakteristik sapi FH yaitu 15 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bangsa Sapi Perah Sapi-sapi perah di Indonesia pada umumnya adalah sapi perah bangsa Friesian Holstein (FH) impor dan turunannya. Karakteristik sapi FH yaitu terdapat warna

Lebih terperinci

Gambar 1. Produksi Susu Nasional ( ) Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan (2011)

Gambar 1. Produksi Susu Nasional ( ) Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan (2011) TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan Sapi Perah di Indonesia Usaha peternakan sapi perah yang diusahakan oleh pribumi diperkirakan berdiri sekitar tahun 1925. Usaha ini berlanjut secara bertahap sampai saat ini.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Peternakan Rakyat di Ciater Peternakan rakyat di Ciater Kabupaten Subang merupakan peternakan yang

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Peternakan Rakyat di Ciater Peternakan rakyat di Ciater Kabupaten Subang merupakan peternakan yang IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Peternakan Rakyat di Ciater Peternakan rakyat di Ciater Kabupaten Subang merupakan peternakan yang tergabung dalam Koperasi Peternak Sapi Perah Bandung Utara (KPSBU)

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2011 sampai dengan bulan Januari 2012 di Desa Situ Udik, Kecamatan Cibungbulang untuk proses pembuatan silase daun singkong,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 3. Domba yang Digunakan Dalam Penelitian

MATERI DAN METODE. Gambar 3. Domba yang Digunakan Dalam Penelitian MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Daging dan Kerja untuk tahap pemeliharaaan serta analisis sampel di Laboratorium Ilmu dan Teknologi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Usaha Peternakan Sapi Perah Iklim dan Cuaca Pengaruh Iklim terhadap Produktivitas Sapi Perah

TINJAUAN PUSTAKA Usaha Peternakan Sapi Perah Iklim dan Cuaca Pengaruh Iklim terhadap Produktivitas Sapi Perah TINJAUAN PUSTAKA Usaha Peternakan Sapi Perah Keuntungan usaha peternakan sapi perah adalah peternakan sapi perah merupakan usaha yang tetap, sapi perah sangat efisien dalam mengubah pakan menjadi protein

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN PROBIOTIK PADA COMPLETE FEED TERHADAP KUANTITAS DAN KUALITAS PRODUKSI SUSU SAPI PERAH LAKTASI

PENGARUH PENGGUNAAN PROBIOTIK PADA COMPLETE FEED TERHADAP KUANTITAS DAN KUALITAS PRODUKSI SUSU SAPI PERAH LAKTASI PENGARUH PENGGUNAAN PROBIOTIK PADA COMPLETE FEED TERHADAP KUANTITAS DAN KUALITAS PRODUKSI SUSU SAPI PERAH LAKTASI THE EFFECT OF USING PROBIOTIC IN COMPLETE FEED ON QUANTITY AND QUALITY OF MILK PRODUCTION

Lebih terperinci

I. Habib, T. H. Suprayogi dan P. Sambodho* Program S-1 Peternakan Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro, Semarang

I. Habib, T. H. Suprayogi dan P. Sambodho* Program S-1 Peternakan Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro, Semarang On Line at : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/aaj HUBUNGAN ANTARA VOLUME AMBING, LAMA MASSAGE DAN LAMA PEMERAHAN TERHADAP PRODUKSI SUSU KAMBING PERANAKAN ETTAWA (The Relationships between Udder

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KECEPATAN PEMERAHAN DENGAN PRODUKSI SUSU SAPI PERAH DI PETERNAKAN SAPI PERAH RAKYAT RAHMAWATI JAYA PENGADEGAN JAKARTA SELATAN

HUBUNGAN ANTARA KECEPATAN PEMERAHAN DENGAN PRODUKSI SUSU SAPI PERAH DI PETERNAKAN SAPI PERAH RAKYAT RAHMAWATI JAYA PENGADEGAN JAKARTA SELATAN HUBUNGAN ANTARA KECEPATAN PEMERAHAN DENGAN PRODUKSI SUSU SAPI PERAH DI PETERNAKAN SAPI PERAH RAKYAT RAHMAWATI JAYA PENGADEGAN JAKARTA SELATAN SKRIPSI NUR HAFIZAH TRISTY DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA JUMLAH KONSUMSI SERAT KASAR TERHADAP PRODUKSI DAN LEMAK SUSU SAPI PERAH DI PETERNAKAN RAKYAT KABUPATEN KLATEN SKRIPSI.

HUBUNGAN ANTARA JUMLAH KONSUMSI SERAT KASAR TERHADAP PRODUKSI DAN LEMAK SUSU SAPI PERAH DI PETERNAKAN RAKYAT KABUPATEN KLATEN SKRIPSI. HUBUNGAN ANTARA JUMLAH KONSUMSI SERAT KASAR TERHADAP PRODUKSI DAN LEMAK SUSU SAPI PERAH DI PETERNAKAN RAKYAT KABUPATEN KLATEN SKRIPSI Oleh : TRIO ANDRIAWAN 23010110110103 PROGRAM STUDI S1 PETERNAKAN FAKULTAS

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG DAUN KATUK (Sauropus androgynus (L.) Merr.) DALAM RANSUM TERHADAP KUALITAS TELUR ITIK LOKAL SKRIPSI LILI SURYANINGSIH

PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG DAUN KATUK (Sauropus androgynus (L.) Merr.) DALAM RANSUM TERHADAP KUALITAS TELUR ITIK LOKAL SKRIPSI LILI SURYANINGSIH PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG DAUN KATUK (Sauropus androgynus (L.) Merr.) DALAM RANSUM TERHADAP KUALITAS TELUR ITIK LOKAL SKRIPSI LILI SURYANINGSIH PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan hewan ternak perah lainnya. Keunggulan yang dimiliki sapi perah tersebut membuat banyak pengusaha-pengusaha

Lebih terperinci

PENELITIAN PEWDAHULUAN PERBANDINGAPI TlGA METODE UMTUI( MENDIAGNOSA MASTITIS SUBKLlNlS DAN HUBUNGANNYA TERHADAP PENURUNAN PRODUKSI SUSU

PENELITIAN PEWDAHULUAN PERBANDINGAPI TlGA METODE UMTUI( MENDIAGNOSA MASTITIS SUBKLlNlS DAN HUBUNGANNYA TERHADAP PENURUNAN PRODUKSI SUSU Sebuah karya... Wujud sebahagian cita-cita Pang tersusun berkat doa dan kasih sayang orang-orang tercinta Ayzh (dm), Ibu, Mas Soni, Mas Yoni, Dini dan Mas 'Ta. PENELITIAN PEWDAHULUAN PERBANDINGAPI TlGA

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai tingkah laku makan sapi Madura jantan yang diberi

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai tingkah laku makan sapi Madura jantan yang diberi 10 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian mengenai tingkah laku makan sapi Madura jantan yang diberi pakan dengan level (kuantitas) yang berbeda dilaksanakan pada bulan Juli sampai Oktober 2013 selama 3

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 1. Ternak Domba yang Digunakan

MATERI DAN METODE. Gambar 1. Ternak Domba yang Digunakan MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 2. Contoh Domba Penelitian

MATERI DAN METODE. Gambar 2. Contoh Domba Penelitian MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Sapi Perah Fries Holland (FH) Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai klasifikasi taksonomi sebagai berikut : Phylum Subphylum Class Sub class Infra class

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN PAKAN DENGAN IMBANGAN KONSENTRAT DAN HIJAUAN YANG BERBEDA TERHADAP KANDUNGAN LAKTOSA DAN AIR PADA SUSU SAPI PERAH SKRIPSI.

PENGARUH PEMBERIAN PAKAN DENGAN IMBANGAN KONSENTRAT DAN HIJAUAN YANG BERBEDA TERHADAP KANDUNGAN LAKTOSA DAN AIR PADA SUSU SAPI PERAH SKRIPSI. PENGARUH PEMBERIAN PAKAN DENGAN IMBANGAN KONSENTRAT DAN HIJAUAN YANG BERBEDA TERHADAP KANDUNGAN LAKTOSA DAN AIR PADA SUSU SAPI PERAH SKRIPSI Oleh: ERVIN NOVA WIDIYANTONO PROGRAM STUDI S1 PETERNAKAN FAKULTAS

Lebih terperinci

SIFAT KIMIA TEPUNG DAGING SAPI YANG DIBUAT DENGAN METODE PENGERINGAN YANG BERBEDA DAN SIFAT MIKROBIOLOGISNYA SELAMA PENYIMPANAN

SIFAT KIMIA TEPUNG DAGING SAPI YANG DIBUAT DENGAN METODE PENGERINGAN YANG BERBEDA DAN SIFAT MIKROBIOLOGISNYA SELAMA PENYIMPANAN SIFAT KIMIA TEPUNG DAGING SAPI YANG DIBUAT DENGAN METODE PENGERINGAN YANG BERBEDA DAN SIFAT MIKROBIOLOGISNYA SELAMA PENYIMPANAN SKRIPSI HARFAN TEGAS ADITYA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juni 2016 dengan tiga

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juni 2016 dengan tiga 9 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juni 2016 dengan tiga tahap, yaitu : tahap pendahuluan dan tahap perlakuan dilaksanakan di Desa Cepokokuning, Kecamatan Batang,

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS ULAT TEPUNG (Tenebrio molitor L.) PADA FASE LARVA DENGAN MEDIA MENGANDUNG ONGGOK SKRIPSI ACHMAD RIZAL

PRODUKTIVITAS ULAT TEPUNG (Tenebrio molitor L.) PADA FASE LARVA DENGAN MEDIA MENGANDUNG ONGGOK SKRIPSI ACHMAD RIZAL PRODUKTIVITAS ULAT TEPUNG (Tenebrio molitor L.) PADA FASE LARVA DENGAN MEDIA MENGANDUNG ONGGOK SKRIPSI ACHMAD RIZAL PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah Menurut Yusdja (2005), usaha sapi perah sudah berkembang sejak tahun 1960 ditandai dengan pembangunan usaha-usaha swasta dalam peternakan sapi perah

Lebih terperinci

PROFIL REPRODUKSI SAP1 FRIES HOLLAND DI PT TAURUS DAIRY FARM

PROFIL REPRODUKSI SAP1 FRIES HOLLAND DI PT TAURUS DAIRY FARM PROFIL REPRODUKSI SAP1 FRIES HOLLAND DI PT TAURUS DAIRY FARM SKRIPSI LULUK KHOIRlYAH PROGRAM STUD1 TEKNOLOGI PRODUICSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN LULUK KHOIRIYAH.

Lebih terperinci

SISTEM PEMBERIAN PAKAN DALAM UPAYA MENINGKATKAN PRODUKSI SUSU SAN PERAH

SISTEM PEMBERIAN PAKAN DALAM UPAYA MENINGKATKAN PRODUKSI SUSU SAN PERAH SISTEM PEMBERIAN PAKAN DALAM UPAYA MENINGKATKAN PRODUKSI SUSU SAN PERAH Sori Basya Siregar (Balai Penelitian Ternak Ciawi) PENDAHULUAN Keuntungan yang tinggi per satuan waktu merupakan tujuan dari setiap

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Metode

MATERI DAN METODE. Metode MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Peternakan Kambing Perah Bangun Karso Farm yang terletak di Babakan Palasari, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Analisis pakan

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN KONSENTRAT... PERIODE LAKTASI TERHADAP BERAT JENIS, KADAR LEMAK DAN KADAR BAHAN KERING SUSU SAPI

PENGARUH PEMBERIAN KONSENTRAT... PERIODE LAKTASI TERHADAP BERAT JENIS, KADAR LEMAK DAN KADAR BAHAN KERING SUSU SAPI SKRIPSI PENGARUH PEMBERIAN KONSENTRAT PADA PERIODE LAKTASI TERHADAP BERAT JENIS, KADAR LEMAK DAN KADAR BAHAN KERING SUSU SAPI Oleh : 060810228 FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA 2012

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. besar dipelihara setiap negara sebagai sapi perahan (Muljana, 2010). Sapi FH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. besar dipelihara setiap negara sebagai sapi perahan (Muljana, 2010). Sapi FH 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Friesian Holstien Sapi FH telah banyak tersebar luas di seluruh dunia. Sapi FH sebagian besar dipelihara setiap negara sebagai sapi perahan (Muljana, 2010). Sapi FH

Lebih terperinci

PERBANDINGAN PERFORMA PRODUKSI SAPI PERAH FRIES HOLLAND IMPOR DENGAN KETURUNANNYA (Studi Kasus di PT. UPBS Pangalengan)

PERBANDINGAN PERFORMA PRODUKSI SAPI PERAH FRIES HOLLAND IMPOR DENGAN KETURUNANNYA (Studi Kasus di PT. UPBS Pangalengan) PERBANDINGAN PERFORMA PRODUKSI SAPI PERAH FRIES HOLLAND IMPOR DENGAN KETURUNANNYA (Studi Kasus di PT. UPBS Pangalengan) COMPARISON OF PRODUCTION PERFORMANCE OF IMPORTED HOLSTEIN DAIRY COWS WITH THEIR PROGENY

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Pendataan dan Identifikasi Domba Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Pendataan dan Identifikasi Domba Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Unit Pendidikan, Penelitian dan Peternakan Jonggol Institut Pertanian Bogor (UP3J-IPB) Desa Singasari Kecamatan Jonggol Kabupaten Bogor

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Hayati et al., 2010). Tanaman ini dapat tumbuh hingga mencapai tinggi 5-10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Hayati et al., 2010). Tanaman ini dapat tumbuh hingga mencapai tinggi 5-10 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Potensi Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi Linn) Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi Linn) merupakan salah satu jenis tanaman yang sering digunakan sebagai obat tradisional.

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Bahan dan Alat

METODE PENELITIAN. Bahan dan Alat 36 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan selama 6 bulan yaitu mulai 8 Maret sampai 21 Agustus 2007 di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

KELARUTAN MINERAL KALSIUM (Ca) DAN FOSFOR (P) BEBERAPA JENIS LEGUM POHON SECARA IN VITRO SKRIPSI SUHARLINA

KELARUTAN MINERAL KALSIUM (Ca) DAN FOSFOR (P) BEBERAPA JENIS LEGUM POHON SECARA IN VITRO SKRIPSI SUHARLINA KELARUTAN MINERAL KALSIUM (Ca) DAN FOSFOR (P) BEBERAPA JENIS LEGUM POHON SECARA IN VITRO SKRIPSI SUHARLINA PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. menghasilkan susu. Terdapat beberapa bangsa sapi perah yaitu Ayrshire,

KAJIAN KEPUSTAKAAN. menghasilkan susu. Terdapat beberapa bangsa sapi perah yaitu Ayrshire, 8 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Sapi Perah Sapi perah adalah suatu jenis sapi yang dipelihara dengan tujuan untuk menghasilkan susu. Terdapat beberapa bangsa sapi perah yaitu Ayrshire, Guernsey, Jersey dan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Unit Pendidikan dan Penelitian Peternakan (UP3) Jonggol, Laboratorium Biologi Hewan Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dan dikenal sebagai Holstein di Amerika dan di Eropa terkenal dengan

TINJAUAN PUSTAKA. dan dikenal sebagai Holstein di Amerika dan di Eropa terkenal dengan II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Sapi Perah Fries Holland Sapi Fries Holland (FH) merupakan sapi yang berasal dari negeri Belanda dan dikenal sebagai Holstein di Amerika dan di Eropa terkenal dengan

Lebih terperinci

PENINGKATAN PRODUKSI SUSU SAPI PERAH LAKTASI MELALUI PERBAIKAN PAKAN SKRIPSI. Disusun oleh: DEDDI HARIANTO NIM:

PENINGKATAN PRODUKSI SUSU SAPI PERAH LAKTASI MELALUI PERBAIKAN PAKAN SKRIPSI. Disusun oleh: DEDDI HARIANTO NIM: PENINGKATAN PRODUKSI SUSU SAPI PERAH LAKTASI MELALUI PERBAIKAN PAKAN SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Peternakan (S.Pt) Pada Program Studi Peternakan Disusun

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Waktu dan Lokasi. Materi

MATERI DAN METODE. Waktu dan Lokasi. Materi MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan di Kandang B, Laboratorium Biologi Hewan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Laboratorium Terpadu Departemen Ilmu Nutrisi

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi Penelitian

MATERI DAN METODE. Materi Penelitian 17 MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada 11 Maret hingga 5 Juni 011. Waktu penelitan dibagi menjadi enam periode, setiap periode perlakuan dilaksanakan selama 14 hari. Penelitian

Lebih terperinci

KECERNAAN PROTEIN RANSUM DAN KANDUNGAN PROTEIN SUSU SAPI PERAH AKIBAT PEMBERIAN RANSUM DENGAN IMBANGAN KONSENTRAT DAN HIJAUAN YANG BERBEDA SKRIPSI

KECERNAAN PROTEIN RANSUM DAN KANDUNGAN PROTEIN SUSU SAPI PERAH AKIBAT PEMBERIAN RANSUM DENGAN IMBANGAN KONSENTRAT DAN HIJAUAN YANG BERBEDA SKRIPSI KECERNAAN PROTEIN RANSUM DAN KANDUNGAN PROTEIN SUSU SAPI PERAH AKIBAT PEMBERIAN RANSUM DENGAN IMBANGAN KONSENTRAT DAN HIJAUAN YANG BERBEDA SKRIPSI Oleh : SITI SARAH PROGRAM STUDI S1 PETERNAKAN FAKULTAS

Lebih terperinci

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR TAPIOKA MENGGUNAKAN KOTORAN SAPI PERAH DENGAN SISTEM ANAEROBIK SKRIPSI DIPA ALAM VEGANTARA

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR TAPIOKA MENGGUNAKAN KOTORAN SAPI PERAH DENGAN SISTEM ANAEROBIK SKRIPSI DIPA ALAM VEGANTARA PENGOLAHAN LIMBAH CAIR TAPIOKA MENGGUNAKAN KOTORAN SAPI PERAH DENGAN SISTEM ANAEROBIK SKRIPSI DIPA ALAM VEGANTARA DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. dengan kuantitas berbeda dilaksanakan di kandang Laboratorium Produksi Ternak

BAB III MATERI DAN METODE. dengan kuantitas berbeda dilaksanakan di kandang Laboratorium Produksi Ternak 8 BAB III MATERI DAN METODE 3.1. Lokasi Penelitian Penelitian keluaran kreatinin pada urin sapi Madura yang mendapat pakan dengan kuantitas berbeda dilaksanakan di kandang Laboratorium Produksi Ternak

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian kecernaan protein dan retensi nitrogen pakan komplit dengan

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian kecernaan protein dan retensi nitrogen pakan komplit dengan 16 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian kecernaan protein dan retensi nitrogen pakan komplit dengan kadar protein dan energi berbeda pada kambing Peranakan Etawa bunting dilaksanakan pada bulan Mei sampai

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian pengaruh penambahan kolin klorida pada pakan terhadap kadar

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian pengaruh penambahan kolin klorida pada pakan terhadap kadar 25 BAB III MATERI DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian pengaruh penambahan kolin klorida pada pakan terhadap kadar kolesterol dan lipoprotein darah sapi perah laktasi dilaksanakan pada

Lebih terperinci

METODE. Materi. Gambar 2. Contoh Domba yang Digunakan dalam Penelitian Foto: Nur adhadinia (2011)

METODE. Materi. Gambar 2. Contoh Domba yang Digunakan dalam Penelitian Foto: Nur adhadinia (2011) METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di kandang domba Integrated Farming System, Cibinong Science Center - LIPI, Cibinong. Analisis zat-zat makanan ampas kurma dilakukan di Laboratorium Pengujian

Lebih terperinci

Moch. Makin, dan Dwi Suharwanto Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran

Moch. Makin, dan Dwi Suharwanto Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Makin, M. Dan Suharwanto, D., Performa Sifat Produksi dan Reproduksi Performa Sifat-Sifat Produksi Susu dan Reproduksi Sapi Perah Fries Holland Di Jawa Barat (Milk Production and Reproduction Performance

Lebih terperinci

PROFIL MINERAL KALSIUM (Ca) DAN BESI (Fe) MENCIT (Mus musculus) LAKTASI DENGAN PERLAKUAN SOP DAUN TORBANGUN (Coleus amboinicus L.)

PROFIL MINERAL KALSIUM (Ca) DAN BESI (Fe) MENCIT (Mus musculus) LAKTASI DENGAN PERLAKUAN SOP DAUN TORBANGUN (Coleus amboinicus L.) PROFIL MINERAL KALSIUM (Ca) DAN BESI (Fe) MENCIT (Mus musculus) LAKTASI DENGAN PERLAKUAN SOP DAUN TORBANGUN (Coleus amboinicus L.) SAEPAN JISMI D14104087 Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh

Lebih terperinci

PENGARUH UMUR TERHADAP PERFORMA REPRODUKSI INDUK DOMBA LOKAL YANG DIGEMBALAKAN DI UP3 JONGGOL SKRIPSI AHMAD SALEH HARAHAP

PENGARUH UMUR TERHADAP PERFORMA REPRODUKSI INDUK DOMBA LOKAL YANG DIGEMBALAKAN DI UP3 JONGGOL SKRIPSI AHMAD SALEH HARAHAP PENGARUH UMUR TERHADAP PERFORMA REPRODUKSI INDUK DOMBA LOKAL YANG DIGEMBALAKAN DI UP3 JONGGOL SKRIPSI AHMAD SALEH HARAHAP PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tanduknya mengarah ke depan (Rahman, 2007). Sapi FH memiliki produksi susu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tanduknya mengarah ke depan (Rahman, 2007). Sapi FH memiliki produksi susu 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Sapi perah FH merupakan sapi yang memiliki ciri warna putih belang hitam atau hitam belang putih dengan ekor berwarna putih, sapi betina FH memiliki ambing yang

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Gambar 2 Ternak dan Kandang Percobaan

METODE PENELITIAN. Gambar 2 Ternak dan Kandang Percobaan 14 METODE PENELITIAN Penelitian ini dibagi menjadi dua percobaan yaitu 1) Percobaan mengenai evaluasi kualitas nutrisi ransum komplit yang mengandung limbah taoge kacang hijau pada ternak domba dan 2)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan pertambahan penduduk dari tahun ke tahun yang terus meningkat

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan pertambahan penduduk dari tahun ke tahun yang terus meningkat 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Seiring dengan pertambahan penduduk dari tahun ke tahun yang terus meningkat yakni pada tahun 2011 berjumlah 241.991 juta jiwa, 2012 berjumlah 245.425 juta

Lebih terperinci

LOKAL PADA TIPE PRODUKSI SUSU S JONGGOL UP3 SKRIPSI PRIMA PUJI RAHARJO FAKULTAS PETERNAKAN T PERTANIAN BOGOR 2008

LOKAL PADA TIPE PRODUKSI SUSU S JONGGOL UP3 SKRIPSI PRIMA PUJI RAHARJO FAKULTAS PETERNAKAN T PERTANIAN BOGOR 2008 PRODUKSI SUSU S U INDUK DOMBA LOKAL PADA TIPE KELAHIRAN E AN DAN UMUR BERBEDA DI UP3 JONGGOL SKRIPSI PRIMA PUJI RAHARJO PROGRAM O RA STUDI I TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT IT TU

Lebih terperinci

ANALISIS KEBIJAKAN DEPARTEMEN PERTANIAN DALAM PENINGKATAN PRODUKSI DAN KUALITAS SUSU SAPI DI INDONESIA SKRIPSI PIPIT AGUSTIN

ANALISIS KEBIJAKAN DEPARTEMEN PERTANIAN DALAM PENINGKATAN PRODUKSI DAN KUALITAS SUSU SAPI DI INDONESIA SKRIPSI PIPIT AGUSTIN ANALISIS KEBIJAKAN DEPARTEMEN PERTANIAN DALAM PENINGKATAN PRODUKSI DAN KUALITAS SUSU SAPI DI INDONESIA SKRIPSI PIPIT AGUSTIN PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PERFORMA REPRODUKSI CACING TANAH Lumbricus rubellus YANG MENDAPAT PAKAN SISA MAKANAN DARI WARUNG TEGAL

PERFORMA REPRODUKSI CACING TANAH Lumbricus rubellus YANG MENDAPAT PAKAN SISA MAKANAN DARI WARUNG TEGAL PERFORMA REPRODUKSI CACING TANAH Lumbricus rubellus YANG MENDAPAT PAKAN SISA MAKANAN DARI WARUNG TEGAL SKRIPSI ENHA DIKA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. kelancaran kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi yang berjudul. Ripitabilitas dan MPPA Produksi Susu 305 Hari Sapi Perah Friesian

KATA PENGANTAR. kelancaran kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi yang berjudul. Ripitabilitas dan MPPA Produksi Susu 305 Hari Sapi Perah Friesian KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kepada Allah SWT penulis panjatkan atas segala Rahmat dan Karunia-Nya, yang telah memberikan kekuatan, kemampuan, dan kelancaran kepada penulis untuk menyelesaikan

Lebih terperinci

KOMPOSISI FISIK POTONGAN KOMERSIAL KARKAS DOMBA LOKAL JANTAN DENGAN RASIO PEMBERIAN PAKAN YANG BERBEDA SELAMA DUA BULAN PENGGEMUKAN

KOMPOSISI FISIK POTONGAN KOMERSIAL KARKAS DOMBA LOKAL JANTAN DENGAN RASIO PEMBERIAN PAKAN YANG BERBEDA SELAMA DUA BULAN PENGGEMUKAN KOMPOSISI FISIK POTONGAN KOMERSIAL KARKAS DOMBA LOKAL JANTAN DENGAN RASIO PEMBERIAN PAKAN YANG BERBEDA SELAMA DUA BULAN PENGGEMUKAN SKRIPSI NURMALASARI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS

Lebih terperinci

Hubungan Antara Umur dan Bobot Badan...Firdha Cryptana Morga

Hubungan Antara Umur dan Bobot Badan...Firdha Cryptana Morga HUBUNGAN ANTARA UMUR DAN BOBOT BADAN KAWIN PERTAMA SAPI PERAH FRIES HOLLAND DENGAN PRODUKSI SUSU HARIAN LAKTASI PERTAMA DAN LAKTASI KEDUA DI PT. ULTRA PETERNAKAN BANDUNG SELATAN (UPBS) PANGALENGAN JAWA

Lebih terperinci

PROGRAM EVALUASI PEMBERIAN PAKAN SAPI PERAH UNTUK TINGKAT PETERNAK DAN KOPERASI MENGGUNAKAN MICROSOFT ACCESS SKRIPSI AKRAMUZZEIN

PROGRAM EVALUASI PEMBERIAN PAKAN SAPI PERAH UNTUK TINGKAT PETERNAK DAN KOPERASI MENGGUNAKAN MICROSOFT ACCESS SKRIPSI AKRAMUZZEIN PROGRAM EVALUASI PEMBERIAN PAKAN SAPI PERAH UNTUK TINGKAT PETERNAK DAN KOPERASI MENGGUNAKAN MICROSOFT ACCESS SKRIPSI AKRAMUZZEIN PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT

Lebih terperinci

EVALUASI PERTUMBUHAN JANGKRIK KALUNG (Gryllus bimaculatus) YANG DIBERI PAKAN DENGAN CAMPURAN DEDAK HALUS SKRIPSI AMELIA L. R.

EVALUASI PERTUMBUHAN JANGKRIK KALUNG (Gryllus bimaculatus) YANG DIBERI PAKAN DENGAN CAMPURAN DEDAK HALUS SKRIPSI AMELIA L. R. EVALUASI PERTUMBUHAN JANGKRIK KALUNG (Gryllus bimaculatus) YANG DIBERI PAKAN DENGAN CAMPURAN DEDAK HALUS SKRIPSI AMELIA L. R. HUTABARAT PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

KATA PENGANTAR. dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Pengaruh Imbangan Hijauan Daun Singkong (Manihot

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Boer Jawa (Borja) Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan antara kambing Afrika lokal tipe kaki panjang dengan kambing yang berasal

Lebih terperinci

disusun oleh: Willyan Djaja

disusun oleh: Willyan Djaja disusun oleh: Willyan Djaja 0 PENDAHULUAN Produksi sapi perah dipengaruhi oleh factor genetic, lingkungan, dan interaksi genetic dan lingkungan. Factor genetic berpengaruh sebesar 30 % dan lingkungan 70

Lebih terperinci

HUBUNGAN VARIASI PAKAN TERHADAP MUTU SUSU SEGAR DI DESA PASIRBUNCIR KECAMATAN CARINGIN KABUPATEN BOGOR

HUBUNGAN VARIASI PAKAN TERHADAP MUTU SUSU SEGAR DI DESA PASIRBUNCIR KECAMATAN CARINGIN KABUPATEN BOGOR HUBUNGAN VARIASI PAKAN TERHADAP MUTU SUSU SEGAR DI DESA PASIRBUNCIR KECAMATAN CARINGIN KABUPATEN BOGOR Oleh: Iis Soriah Ace dan Wahyuningsih Dosen Jurusan Penyuluhan Peternakan, STPP Bogor ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

METODE. Materi. Metode

METODE. Materi. Metode METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah Desa Cibungbulang, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, Jawa Barat selama 62 hari dari bulan September

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. pada Ransum Sapi FH dilakukan pada tanggal 4 Juli - 21 Agustus Penelitian

BAB III MATERI DAN METODE. pada Ransum Sapi FH dilakukan pada tanggal 4 Juli - 21 Agustus Penelitian 14 BAB III MATERI DAN METODE Penelitan dengan judul Tampilan Protein Darah Laktosa dan Urea Susu akibat Pemberian Asam Lemak Tidak Jenuh Terproteksi dan Suplementasi Urea pada Ransum Sapi FH dilakukan

Lebih terperinci

IMBANGAN HIJAUAN-KONSENTRAT OPTIMAL UNTUK KONSUMSI RANSUM DAN PRODUKSI SUSU SAPI PERAH HOLSTEIN LAKTASI

IMBANGAN HIJAUAN-KONSENTRAT OPTIMAL UNTUK KONSUMSI RANSUM DAN PRODUKSI SUSU SAPI PERAH HOLSTEIN LAKTASI SeminarNasionalPeternakan dan Veteriner 1999 IMBANGAN HIJAUAN-KONSENTRAT OPTIMAL UNTUK KONSUMSI RANSUM DAN PRODUKSI SUSU SAPI PERAH HOLSTEIN LAKTASI ENDANG SULISTYOWATI Fakultas Pertanian, Universitas

Lebih terperinci