BAB IV. Hasil Penelitian dan Pembahasan. dalam penelitian, variabel yang dalam penelitian ini adalah Indeks Saham Syariah Indonesia

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV. Hasil Penelitian dan Pembahasan. dalam penelitian, variabel yang dalam penelitian ini adalah Indeks Saham Syariah Indonesia"

Transkripsi

1 BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan A. Analisis Deskriktif Analisis Deskriktif digunakan untuk melihat perkembangan variabel yang digunakan dalam penelitian, variabel yang dalam penelitian ini adalah Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI), inflasi, nilai tukar rupiah, suku bunga (BI Rate), dan Jumlah Uang Beredar (M2). Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengatakan perkembangan saham syariah yang masuk Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) mengalami peningkatan. Pada 2008 tercatat sebanyak 195 saham, sedangkan akhir 2012 sebanyak 302 atau 62 persen dari seluruh saham yang diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia (BEI). Selain itu. MUI mengakui telah memberikan enam sertifikat syariah kepada produk syariah pada Juli Dewan Syariah MUI Ma'ruf Amin mengatakan, dengan banyaknya produk syariah terutama dengan adanya online trading akan memberikan kemudahan pada umat Islam khususnya, dan secara umum terhadap investasi ke pasar modal. Industri keuangan terus menunjukan tren dari tahun ke tahun terutama pada pasar modal syariah. 1 Tercatat Oktober 2012 keuangan syariah mengalami pertumbuhan sebanyak 28 persen yang berasal dari syariah, sedangkan negara tumbuh 55 persen, yang terdiri dari asuransi perbankan 22 persen, sukuk 1,2 persen dan reksa dana 5,16 persen. Kinerja syariah saat ini lebih mengungguli dibandingkan dengan konvensional, sejak diluncurkan saham syariah tumbuh 17,11 persen lebih tinggi dari IHSG pada periode yang sama 12,74 persen. Namun jika dilihat 1 diakses pada 27 Mei 2013, WIB.

2 May-11 Jul-11 Sep-11 Nov-11 Jan-12 Mar-12 May-12 Jul-12 Sep-12 Nov-12 Jan-13 Mar-13 May-13 Jul-13 Sep-13 Nov-13 dari porsi masih terbilang kecil maka perlu upaya yang intensif khususnya stakeholder untuk lebih meningkatkan pasar modal syariah, salah satunya dengan sosialisasi dan edukasi. 1. Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) Gambar 5 Grafik Perkembangan Indeks Saham Syariah ISSI Pergerakan Nilai Indeks Saham Syariah Indonesia Mei 2011 Desember 2013 Pada priode pengamatan yaitu bulan Mei 2011 sampai Desember 2013, Indeks Saham Syariah Indonesia kecendrungan mengalami kenaikan, Indeks Saham Syariah (ISSI), ditutup pada posisi 125,35 poin di akhir tahun 2011 atau meningkat sebesar 2,17% dibandingkan pada awal diluncurkannya tanggal 12 Mei 2011 yaitu sebesar 122,692 poin. Pada periode yang sama, kapitalisasi pasar untuk saham-saham yang tergabung dalam ISSI adalah sebesar R p 1.968,09 triliun atau 55,64% dari total kapitalisasi pasar seluruh saham sebesar Rp ,29 triliun. Nilai kapitalisasi saham ISSI tersebut mengalami peningkatan sebesar 31,29% jika dibandingkan

3 kapitalisasi saham ISSI pada awal diluncurkannya tanggal 12 Mei 2011 yaitu Rp 1.499,07 triliun. 2 Pada Desember 2012, Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) ditutup pada 143,81 poin atau meningkat sebesar 14, 72% dibandingkan indeks ISSI pada akhir Desember 2011 sebesar 125,35 poin. Sementara itu, kapitalisasi pasar saham yang tergabung dalam ISSI per Desember 2012 sebesar Rp 2.431,39 triliun atau 59,41% dari total kapitalisasi pasar seluruh saham sebesar Rp 4.092,23 triliun. Kapitalisasi pasar saham ISSI pada 2012 tersebut mengalami peningkatan sebesar 23,54% jika dibandingkan kapitalisasi saham ISSI pada akhir Desember 2011 sebesar Rp 1.968,09 triliun 3 Nilai kapitalisasi saham syariah di Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) lebih besar dibanding kapitalisasi saham syariah di Jakarta Islamic Index (JII).Padahal, ISSI baru diluncurkan pada 12 Mei Kinerja syariah saat ini lebih unggul dibandingkan dengan konvensional, sejak diluncurkan saham syariah tumbuh 17,11 persen lebih tinggi dari IHSG pada periode yang sama 12,74 persen. Dalam sehari rata-rata transaksi saham syariah mencapai Rp3,1 triliun. Hal ini setara dengan 70 persen volume transaksi saham di BEI yang mencapai Rp5,1 triliun. Pertumbuhan pasar modal syariah khususnya saham syariah mulai tinggi dari total 483 jumlah saham di pasar modal, sudah 313 saham yang masuk kategori syariah. Ini menunjukkan jika saham syariah mulai menunjukkan perkembangannya. Saat ini jumlah saham syariah ada 313 saham dari total saham yang ada 483 jumlah saham.pada tahun 2007, jumlahnya baru 200 saham. Itu artinya terjadi peningkatan 100 emiten lebih Inflasi 2 diakses pada 5 Mei 2013, 13.35WIB. 3 Ibid, diakses pada 6 juni 2013, WIB. 4 Ibid, diakses pada 6 juni 2013, WIB.

4 May-11 Jul-11 Sep-11 Nov-11 Jan-12 Mar-12 May-12 Jul-12 Sep-12 Nov-12 Jan-13 Mar-13 May-13 Jul-13 Sep-13 Nov-13 Gambar 6 Grafik Perkembangan Inflasi INFLASI Badan pusat statistik mencatat inflasi sepanjang tahun 2011 sebesar 3,79 persen atau jauh dibawah target pemerintah dalam APBNP 2011 sebesar 5,65 persen. Data badan pusat statistik juga menyebutkan inflasi Desember 2011 sebesar 0,57 persen. Awal tahun 2012, perkembangan harga-harga secara umum terkendali terkecuali harga barang pangan yang meningkat. Bila dilihat dari komponen yang membentuk inflasi komponen volatile food mencapai 7,52 persen (yoy), menurun jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 8, 57 persen (yoy). Peningkatan harga komoditas pangan didorong oleh kekhawatiran berkurangnya pasokan beras nasional dari sumber dalam negeri sebagai dampak tingginya konversi lahan pertanian ke non-pertanian. Kondisi laju inflasi berbeda dengan tahun 2012, dimana laju inflasi melambat di bulan Mei 2013, hal ini dipicu oleh turunnya beberapa harga komoditas. Berdasarkan data yang dirilis BPS, inflasi umum year on year pada Mei 2013 tercatat mencapai 5,47%, turun dibandingkan bulan Maret 2013 yang tercatat sebesar 5,57%. Perlambatan inflasi di bulan Mei 2013 tidak lepas dari kebijakan Kementrian Perdagangan melalui Peraturan Kementrian

5 Perdagangan Nomor 16/M-DAG/PER/4/2013 tentang Ketentuan Impor Produk Holtikultura. Inti dari peraturan tersebut adalah melonggarkan batasan-batasan untuk beberapa impor produk pertanian, termasuk bawang putih karena terjadinya kelangkaan berbagai produk holtikultura. 5 Sementara itu, inflasi inti dan bergejolak secara year on year pada Mei 2013 juga mengalami perlambatan masing-masing tercatat sebesar 3,99% dan 12,06% dibandingkan dengan posisinya pada bulan April 2013 yang mencapai 4,12% untuk inflasi inti serta 12,06% untuk bergejolak. Jika dibandingkan dengan April 2013, inflasi umum pada Mei 2013 menunjukkan adanya deflasi, tercatat sebesar 0,03% atau terjadi penurunan Indeks Harga Konsumen dari 138,64 pada April 2013 menjadi 138,60 pada Mei Deflasi terjadi karena adanya penurunan harga pada kelompok bahan makanan dan kelompok sandang, masing-masing tercatat tumbuh sebesar -0,83% dan -1,22% pada Mei Meskipun saat ini laju inflasi mengalami penurunan, dampak dari kenaikan harga BBM harus diwaspadai jika jadi dinaikkan. Sebagaimana diprediksi Bank Indonesia, laju inflasi akan bergerak menjadi 7,76% jika BBM bersubsidi jadi naik. Rencananya, harga bensin premiun naik menjadi IDR 6.500/liter, sementara solar naik menjadi IDR 5.500/liter. BPS mengumumkan inflasi Agustus 2013 mencapai 8,79% (yoy), setelah mencatat inflasi yang cukup tinggi pada bulan sebelumnya yang tercatat sebesar 8,61% (yoy). Dengan demikian, maka inflasi tahun Januari-Agustus 7,94%, telah melampaui asumsi inflasi APBN-P 2013 yang sebesar 7,2%. Pemicu inflasi bulan Agustus 2013 terutama karena tekanan dari beberapa harga komoditas hortikultura dan berlanjutnya tekanan harga bawang merah dan daging sapi sehingga menyebabkan inflasi bergejolak (volatile) masih cukup tinggi yakni mencapai 16,52% (yoy). Sedangkan pada Agustus 2013, inflasi kelompok harga diatur pemerintah (administered price) 5 BAPEPAMLK, Statistik Pasar Modal Syariah, Agustus 2013

6 mencapai 15,4% (yoy), yang didorong kenaikan tarif angkutan selama periode Lebaran dan kenaikan tariff listrik. Sementara itu, inflasi inti mencapai 4,48% (yoy). BPS menyebutkan inflasi Agustus 2013 terjadi karena adanya kenaikan harga di seluruh kelompok pengeluaran. Angka tertinggi penyumbang inflasi Agustus 2013 (mtm) adalah kelompok sandang 1,81%, bahan makanan 1,75%, serta kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga 1,36%. Tingginya inflasi bulan Agustus 2013 tidak lepas dari dampak bulan Ramadhan dan Lebaran yang menyebabkan meningkatnya permintaan sandang dan bahan makanan. Selain itu, inflasi Agustus 2013 (mtm) juga didorong oleh kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau 0,68%; kelompok; kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar 0,66%; kelompok sandang 1,81%; kelompok kesehatan 0,37%; dan kelompok transport, komunikasi, dan jasa keuangan 0,95%. Untuk mencapai peningkatan kesejahteraan dan pertumbuhan ekonomi diperlukan kondisi inflasi yang relatif rendah dan stabil, tekanan inflasi yang bersumber dari faktor eksternal (kondisi ekonomi dunia, tingkat inflasi dunia) dan faktor internal diperlukan kebijakan yang dapat menjaga stabilitas ekonomi makro dan pengendalian tingkat inflasi, hal ini dapat dicapai dengan koordinasi antara kebijakan moneter, fiskal dan sektor rill baik di level pusat maupun daerah. 3. Nilai Tukar Rupiah (Kurs) Gambar 7 Grafik Perkembangan Nilai Tukar Rupiah (Kurs) KURS

7 Tekanan yang tinggi pada pasar keuangan global ditengah melambatnya pertumbuhan ekonomi dunia telah memberikan tekanan pada kinerja perdagangan dan pasar keuangan nasional. Rencana pengurangan bertahap stimulus moneter oleh bank sentral Amerika Serikat (The Fed) terus memberikan tekanan pada pasar keuangan di berbagai negara. Penarikan modal dan meningkatnya risiko investasi menyebabkan harga saham menurun serta nilai tukar di beberapa negara emerging market melemah, termasuk Indonesia. Selanjutnya, akibat tekanan pasar keuangan global serta faktor domestik terutama terkait dengan tingginya defisit transaksi berjalan dan inflasi, pada bulan Agustus 2013 nilai tukar Rupiah terhadap USD mencapai IDR per USD, terdepresiasi sebesar 12,64% dibandingkan bulan Januari 2013 yang tercatat berada pada level IDR per USD. Hingga Mei 2013, pergerakan nilai tukar rupiah dipengaruhi oleh faktor domestik dan eksternal. Dari sisi eksternal, tekanan terhadap rupiah berasal dari ketidakpastian kondisi ekonomi negara maju serta revisi pertumbuhan ekonomi dunia yang dilakukan IMF pada April IMF memprediksi ekonomi global akan tumbuh dengan rata-rata 3,3% pada tahun 2013, turun dari perkiran sebelumnya sebesar 3,5%. Bahkan Bank Dunia merevisi proyeksi pertumbuhan global untuk tahun 2013 dari 2,4% pada Januari 2013 menjadi 2,2% pada Juni Revisi proyeksi pertumbuhan ekonomi global itu mengindikasikan pemulihan ekonomi yang belum stabil. Dari sisi domestik, dampak negatif berasal dari meningkatnya harga pada Maret 2013 akibat

8 May- Jul-11 Sep-11 Nov-11 Jan-12 Mar-12 May- Jul-12 Sep-12 Nov-12 Jan-13 Mar-13 May- Jul-13 Sep-13 Nov-13 tersendatnya pasokan bahan pangan dan ketidakpastian kebijakan BBM bersubsidi. Investor asing melihat ketidakpastian pemerintah Indonesia dalam menaikkan harga BBM, menyebabkan rupiah kehilangan daya saingnya. Pada akhir Mei 2013 nilai tukar rupiah secara point to point melemah sebesar 0,82% (mtm) mencapai IDR 9802 per USD. Nilai Rupiah terus menurun hingga menembus level IDR per USD pada tanggal 6 September Tekanan terhadap nilai tukar rupiah dipengaruhi oleh prospek pemulihan ekonomi global yang masih rentan dan pasar keuangan global yang masih dalam kondisi ketidakpastian. Selain itu, ekspor tertekan di tengah impor yang masih relative kuat juga turut memengaruhi keseimbangan supply demand valas di dalam negeri. Untuk itu, Bank Indonesia terus mencermati keseimbangan di pasar valuta asing untuk mengarahkan pergerakan nilai tukar rupiah sejalan dengan fundamentalnya 6 4. Suku Bunga (BI Rate) Gambar 8 Grafik Perkembangan Suku Bunga ( BI Rate) BI Rate Departemen Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter, Tinjauan Kebijakan Moneter Ekonomi Moneter, dan Perbankan,,(Bank Indonesia, September: 2012), h. 4.

9 Suku bunga digunakan Bank Indonesia sebagai alat pengendalian moneter dalam rangka mengendalikan penawaran dan permintaan uang beredar dalam perekonomian. Tercatat pada bulan Mei sampai Oktober 2011 tercatat suku bunga sebesar 6,75, kemudian pada Nopember mengalami penurunan kembali tercatat suku bunga sebesar 6 persen, penurunan suku bunga bertahan sampai bulan Mei 2013 tercatat sebesar 5,75. Di bulan Juni 2013, bank sentral menaikkan 25 basis poin ke level 6%. Kebijakan ini diambil BI sebagai antisipasi terhadap inflasi dan respon terhadap pelemahan rupiah seiring dengan arus keluar modal asing mulai akhir Mei Menyikapi pelemahan rupiah yang terus berlangsung serta dinamika perubahan ekonomi global dan nasional, Bank Indonesia memutuskan untuk menaikkan BI rate sebesar 50 basis poin menjadi 7%. Selanjutnya, sehubungan dengan tekanan yang masih dihadapi oleh Rupiah, Bank Indonesia kembali menaikkan BI rate menjadi 7,25%. Keputusan BI menaikkan suku bunga acuan diambil untuk membantu menjaga kurs mata uang rupiah agar tidak jatuh lagi karena suku bunga dalam rupiah jadi lebih atraktif. Kebijakan ini juga sebagai bagian dari langkah bank sentral dalam menekan defisit transaksi berjalan. Selain menaikkan BI rate, Bank Sentral juga memutuskan untuk menaikkan suku bunga Lending Facility (LF) menjadi 7,25% dan suku bunga Deposit Facility (DF) menjadi 5,5%. 7 Tingginya suku bunga merupakan kebijakan yang dilakukan oleh Bank Indonesia untuk mengendalikan inflasi untuk mengatasi tingginya inflasi Bank Indonesia menaikkan suku bunga, suku bunga yang tinggi akan menjadikan para pemilik modal akan mengalihkan dana yang dimilikinya untuk disimpankan di perbankan, namun demikian tingginya suku bunga memiliki beberapa dampak negatif. 7 BAPEPAMLK, Statistik Pasar Modal Syariah, Agustus 2013

10 May-11 Jul-11 Sep-11 Nov-11 Jan-12 Mar-12 May-12 Jul-12 Sep-12 Nov-12 Jan-13 Mar-13 May-13 Jul-13 Sep-13 Nov Jumlah Uang Beredar (M2) Gambar 9 Grafik Perkembangan Jumlah Uang Beredar JUB (M2) Pada priode pengamatan yaitu bulan Mei 2011 sampai Desember 2013, Indeks Saham Syariah Indonesia kecendrungan mengalami kenaikan, Jumlah Uang Beredar (M2) mengalami peningkatan. Secara umum, bank sentral mencatat adanya peningkatan dalam jumlah uang beredar M1 dan M2 menjadi IDR 836,51 triliun dan IDR 3.364,12 triliun pada April Jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, M1 dan M2 meningkat masingmasing sebesar 16% dan 15%. Pada bulan Juli 2013, bank sentral mencatat jumlah uang beredar M1 dan M2 mencapai IDR 903, 29 triliun dan IDR 3.529,66 triliun. Dengan demikian, terdapat peningkatan dalam jumlah uang beredar M1 dimana pada Juli 2013 MI tumbuh 17% (yoy), naik dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang tercatat sebesar 10,2% (yoy). Sementara itu, pertumbuhan M2

11 juga tercatat meningkat 15,5% (yoy) pada Juli 2013 dibandingkan bulan Juni 2013 yang tumbuh sebesar 11,9% (yoy). Tingginya pertumbuhan uang beredar di bulan Ramadhan dan Lebaran, mendorong laju inflasi bulan Agustus Berdasarkan data Bank Indonesia (BI) penarikan uang tunai oleh masyarakat pada periode 10 Juli 2 Agustus 2013 mencapai IDR 97 triliun atau 94,1% dari estimasi kebutuhan uang tunai selama Lebaran yang mencapai IDR 103,1 triliun. Semakin banyak jumlah uang yang beredar maka nilai tukar rupiah cenderung akan melemah dan harga-harga akan meningkat. Pertumbuhan jumlah uang beredar yang tinggi sering kali juga menjadi penyebab tingginya inflasi karena meningkatnya jumlah uang beredar akan menaikkan permintaan yang pada akhirnya jika tidak diikuti oleh pertumbuhan di sektor riil akan menyebabkan naiknya harga. B. Pembahasan 1.Uji Asumsi Klasik a. Normalitas Tabel 6 Hasil Output Uji Normalitas

12 Series: Standardized Residuals Sample 2011: :12 Observations 28 Mean Median Maximum Minimum Std. Dev Skewness Kurtosis Jarque-Bera Probability Terlihat dari tabel diatas terlihat bahwa nilai Probability adalah 0,57. Oleh karena Probability > 0,05 yaitu 0, maka dapat disimpulkan terdistribusi normal. b. Multikolinearitas Tabel 7 Hasil Output Uji Multikolinearitas LOG(INFLASI) LOG(KURS) LOG(BIRATE) LOG(JUB) LOG(INFLASI) LOG(KURS) LOG(BIRATE) LOG(JUB) Dalam tabel tersebut R 2* regresi parsial (Auxiliary regresi) Inflasi terhadap Kurs sebesar hal ini menunjukkan bahwa model tersebut tidak mengandung multikolinearitas karena nilai R 2 regresi parsial (Auxiliary regresi) tidak lebih besar dibandingkan dengan nilai R 2 regresi utama sebesar Dalam tabel tersebut R 2* regresi parsial (Auxiliary regresi) Inflasi terhadap BI Rate sebesar hal ini menunjukkan bahwa model tersebut tidak mengandung

13 multikolinearitas karena nilai R 2* regresi parsial (Auxiliary regresi) tidak lebih besar dibandingkan dengan nilai R 2 regresi utama sebesar Dalam tabel tersebut R 2* regresi parsial (Auxiliary regresi) Inflasi terhadap Jumlah uang beredar sebesar hal ini menunjukkan bahwa model tersebut tidak mengandung multikolinearitas karena nilai R 2 regresi parsial (Auxiliary regresi) tidak lebih besar dibandingkan dengan nilai R 2 regresi utama sebesar Dalam tabel tersebut R 2* regresi parsial (Auxiliary regresi) Kurs terhadap Inflasi sebesar hal ini menunjukkan bahwa model tersebut tidak mengandung multikolinearitas karena nilai R 2 regresi parsial (Auxiliary regresi) tidak lebih besar dibandingkan dengan nilai R 2 regresi utama sebesar Dalam tabel tersebut R 2* regresi parsial (Auxiliary regresi) Kurs terhadap BI Rate sebesar hal ini menunjukkan bahwa model tersebut tidak mengandung multikolinearitas karena nilai R 2 regresi parsial (Auxiliary regresi) tidak lebih besar dibandingkan dengan nilai R 2 regresi utama sebesar Dalam tabel tersebut R 2* regresi parsial (Auxiliary regresi) Kurs terhadap Jumlah uang beredar sebesar hal ini menunjukkan bahwa model tersebut tidak mengandung multikolinearitas karena nilai R 2 regresi parsial (Auxiliary regresi) tidak lebih besar dibandingkan dengan nilai R 2 regresi utama sebesar Dalam tabel tersebut R 2* regresi parsial (Auxiliary regresi) BI Rate terhadap Inflasi sebesar hal ini menunjukkan bahwa model tersebut tidak mengandung

14 multikolinearitas karena nilai R 2* regresi parsial (Auxiliary regresi) tidak lebih besar dibandingkan dengan nilai R 2 regresi utama sebesar Dalam tabel tersebut R 2* regresi parsial (Auxiliary regresi) BI Rate terhadap Kurs sebesar hal ini menunjukkan bahwa model tersebut tidak mengandung multikolinearitas karena nilai R 2 regresi parsial (Auxiliary regresi) tidak lebih besar dibandingkan dengan nilai R 2 regresi utama sebesar Dalam tabel tersebut R 2* regresi parsial (Auxiliary regresi) BI Rate terhadap Jumlah uang beredar sebesar hal ini menunjukkan bahwa model tersebut tidak mengandung multikolinearitas karena nilai R 2 regresi parsial (Auxiliary regresi) tidak lebih besar dibandingkan dengan nilai R 2 regresi utama sebesar Dalam tabel tersebut R 2* regresi parsial (Auxiliary regresi) Jumlah uang beredar terhadap Inflasi sebesar hal ini menunjukkan bahwa model tersebut tidak mengandung multikolinearitas karena nilai R 2 regresi parsial (Auxiliary regresi) tidak lebih besar dibandingkan dengan nilai R 2 regresi utama sebesar Dalam tabel tersebut R 2* regresi parsial (Auxiliary regresi) Jumlah uang beredar terhadap Kurs sebesar hal ini menunjukkan bahwa model tersebut tidak mengandung multikolinearitas karena nilai R 2 regresi parsial (Auxiliary regresi) tidak lebih besar dibandingkan dengan nilai R 2 regresi utama sebesar Dalam tabel tersebut R 2* regresi parsial (Auxiliary regresi) Jumlah uang beredar terhadap BI Rate sebesar hal ini menunjukkan bahwa model tersebut tidak mengandung multikolinearitas karena nilai R 2 regresi parsial (Auxiliary regresi) tidak lebih besar dibandingkan dengan nilai R 2 regresi utama sebesar

15 c. Autokorelasi Tabel 8 Hasil Output Uji Autokorelasi Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic Probability Obs*R-squared Probability Dapat dilihat dari tabel diatas, statistic uji (Obs*R-squared) memberikan nilai 0,19. Nilai p value bagi statistic ini adalah 0,000, lebih rendah dari level of significance yang biasa digunakan ( 1%, 5% dan 10% ). Dengan demikian dapat disimpulakan bahwa tidak adanya autokorelasi. 2.Uji Statistik Tabel 9 Hasil Out put Uji Regresi Dependent Variable: LOG(ISSI) Method: Least Squares Date: 04/25/14 Time: 14:32 Sample: 2011: :12 Included observations: 28 Variable Coefficient Std. Error t-statistic Prob. C LOG(INFLASI) LOG(KURS) LOG(BIRATE)

16 LOG(JUB) R-squared Mean dependent var Adjusted R-squared S.D. dependent var S.E. of regression Akaike info criterion Sum squared resid Schwarz criterion Log likelihood F-statistic Durbin-Watson stat Prob(F-statistic) Dari hasil regresi di atas maka didapatkan persamaan sebagai berikut: Y = Inflasi Kurs Suku Bunga Jumlah Uang Beredar 1. Koefisisien Inflasi (X1) terhadap ISSI (Y) adalah negatif dengan nilai koefisien , hal ini menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan Inflasi 1 persen (cateris paribus), maka akan menyebabkan kenaikan saham (Y) ISSI sebesar persen. 2. Koefisisien Kurs (X2) terhadap ISSI (Y) adalah negatif dengan nilai koefisien , hal ini menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan Kurs 1 persen (cateris paribus), maka akan menyebabkan penurunan dalam (Y) ISSI sebesar % 3. Koefisisien Suku Bunga (X3) terhadap ISSI (Y) adalah positip dengan nilai koefisien , hal ini menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan Suku Bunga 1 persen (cateris paribus), maka akan menyebabkan kenaikan daham (Y) ISSI sebesar persen. 4. Koefisisien Jumlah Uang Beredar (X4) terhadap ISSI (Y) adalah positip dengan nilai koefisien , hal ini menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan Jumlah Uang Beredar 1

17 persen (cateris paribus), maka akan menyebabkan kenaikan daham (Y) ISSI sebesar %. a. Uji t 1. Dapat dilihat bahwa parameter Inflasi memiliki nilai statistik sebesar Statistik ini memiliki p value sebesar , oleh karena p value > 0,05, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara Inflasi terhadap Indeks Saham Syariah Indonesia pada taraf kepercayaan 95 %. Oleh Sebab itu (H0.1) Diterima dan Menolak (Ha.1) Tidak terdapat Pengaruh yang Signifikan Inflasi terhadap Indeks Saham Syariah Indonesia. 2. Dapat dilihat bahwa parameter Kurs memiliki nilai statistik sebesar Statistik ini memiliki p value sebesar 0,000, oleh karena p value < 0,05, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara Kurs terhadap Indeks Saham Syariah Indonesia pada taraf kepercayaan 95 %. Oleh sebab itu (Ha.2) Diterima dan menolak (H0.2) Terdapat Pengaruh yang Signifikan Kurs terhadap Indeks Saham Syariah Indonesia. 3. Dapat dilihat bahwa parameter Suku Bunga memiliki nilai statistik sebesar Statistik ini memiliki p value sebesar 0,000, oleh karena p value < 0,05, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara Suku Bunga terhadap Indeks Saham Syariah Indonesia pada taraf kepercayaan 95 %. Oleh sebab itu (Ha.3) Diterima dan menolak (H0.3) Terdapat Pengaruh yang Signifikan Suku Bunga terhadap Indeks Saham Syariah Indonesia.

18 4. Dapat dilihat bahwa parameter Jumlah Uang Beredar memiliki nilai statistik sebesar Statistik ini memiliki p value sebesar 0,000, oleh karena p value < 0,05, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara Jumlah Uang Beredar terhadap Indeks Saham Syariah Indonesia pada taraf kepercayaan 95 %. Oleh sebab itu (Ha.4) Diterima dan menolak (H0.4) Terdapat Pengaruh yang Signifikan Jumah Uang Beredar terhadap Indeks Saham Syariah Indonesia. b.uji F Statistik uji F untuk signifikansi secara umum (overall significance) adalah sebesarm Statistik ini dapat dibandingkan dengan nilai kritis ( lihat table F) dengan derajat bebas q = 5 (numerator) dan n-k-1 = = 26 (dominator) sebesar 2,74. Oleh karena itu F hitung lebih besar dari F tabel maka dapat disimpulkan secara bersama-sama variabel Inflasi, Kurs, Suku Bunga dan Jumalh Uang Beredar berpengaruh terhadap Indeks Saham Syariah Indonesia pada taraf kepercayaan 95%. Kesimpulan serupa juga diperoleh dimana Eviews telah menghitung p value sebesar 0,000, yang jauh lebih kecil dari nilai yang biasa digunakan (1 %, 5%, dan 10 % ) c.uji R Nilai R 2 adalah , dengan demikian variabel Inflasi, Kurs, Suku Bunga, dan Jumlah Uang Berubah, menjelaskan 95,6617% variasi pada Indeks Saham Syariah Indonesia dan sisanya 4,3383 % dijelaskan oleh variabel lainnya tidak termasuk kedalam model. 3.Uji Teori

19 Hasil penelitian untuk Inflasi mendukung teori yang dikemukaan oleh Hess dan Lee di dalam Ahmad Sodikin 8, yaitu menunjukkan bahwa tingkat inflasi dapat berpengaruh positif dan negative terhadap return saham tergantung pada penyebab inflasi tersebut. Jika penyebab inflasi merupakan berasal pada sektor rill (supply stock) yang mencakup tingkat produktivitas dan tingkat pengangguran, maka tingkat inflasi berpengaruh negative terhadap tingkat return saham. Adapun tingkat inflasi akan berpengaruh positif apabila penyebab inflasi adalah sector moneter (monetary stock) yang mencakup pasokan uang, tingkat bunga, dan tingkat harga. Variabel inflasi merupakan satu-satunya variabel yang tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap ISSI, secara teori Inflasi memberikan dampak terhadap pergerakan return saham ISSI, namun dalam penelitian ini diperoleh hasil yang berbeda dimana variabel Inflasi tidak mempengaruhi secara signifikan terhadap ISSI, hal ini disebabkan periode berdirinya ISSI masih berjalan 3 tahun, lain halnya terhadap Jakarta Islamic Index yang lebih awal muncul sebagai satu diantara indeks saham gabungan di bursa efek Indonesia. Dalam jangka panjang inflasi akan memungkinkan dapat mempengaruhi ISSI. Hasil penelitian ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Rowland Pasaribu yang menyatakan inflasi mempunyai pengaruh negatif terhadap ISSI adalah benar meskipun tidak signifikan. Karena selama periode pengamatan, inflasi Indonesia tergolong stabil dan terkendali rendah, yang berarti dalam kondisi yang normal pada perekonomian negara berkembang sehingga investor tidak memandang kenaikan inflasi sebagai hambatan yang berarti. 8 Akhmat Sodikin, Variabel Makro Ekonomi Yang Mempengaruhi Return Saham Di BEJ,Jurnal Manajemen, Volume 6, Nomor 2, 2007, h. 139

20 Hasil penelitian Suku Bunga mendukung teori yang dikemukakan oleh Rowland Pasaribu 9, koefisien tingkat suku bunga pada hasil regresi berganda adalah positif. Artinya terdapat hubungan yang positif antara tingkat suku bunga terhadap ISSI. Hubungan yang positif antara tingkat suku bunga terhadap ISSI mengindikasikan bahwa tidak adanya hubungan substitusi antara sektor perbankan dengan pasar modal. Ini berarti pasar modal bukan merupakan substitusi dari perbankan, akan tetapi merupakan komplementer dari perbankan. Hal ini dapat terjadi karena investor menilai masing-masing sektor memiliki karakteristik sendiri, sehingga pasar modal dan perbankan dapat berjalan beriringan tanpa ada persaingan yang cukup berarti. Hubungan yang tidak signifikan terjadi karena selama periode pengamatan tingkat suku bunga Indonesia bergerak stabil dengan rata-rata tingkat suku bunga bulanan. Hasil penelitian BI Rate ( suku bunga) bertolak belakang dengan penelitian yang dilakukan Lutfi Sirajul Maron yang menyatakan suku bunga (BI Rate) negatif secara signifikan terhadap JII. 10 Hasil penelitian untuk Kurs mendukung Teori yang dikemukakan oleh Oksiana Jatiningsih. 11 Apabila nilai mata uang rupiah mengalami depresiasi maka investor cenderung akan mengalihkan investasinya kedalam valas. Apabila investor saham banyak yang melakukan tindakan seperti itu maka dapat berpengaruh pada turunnya IHSG di pasar modal. Hal ini juga 9 Rowland Pasaribu, Pengaruh Variabel Makroekonomi Terhadap Indeks Saham Syariah Indonesia, Jurnal Ekonomi dan Bisnis. Voleme 7, Nomor 2, Juli Luthfi Sirojal Maron Pengaruh Variabel Makroekonomi Terhadap Jakarta Islamic Index Di Bursa Efek Indonesia. 11 Oksiana Jatiningsih, et al, Pengaruh Variabel Makroekonomi TerhadapIndeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Jakarta, Jurnal Aplikasi Management, Volume 5, No.1, April 2007, h. 19

21 didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Murti (2005) dalam Ade Sumartini 12 variabel makroekonomi inflasi, kurs dan bunga berpengaruh signifikan terhadap fultuasi harga saham. Hasil penelitian Jumlah uang beredar (M2) mendukung teori yang dikemukakan oleh Rowland Pasaribu 13. Jumlah uang beredar (M2) memiliki hubungan yang positif dan signifikan terhadap ISSI. Artinya setiap kenaikan jumlah uang beredar sebesar 1%, maka ISSI akan mengalami peningkatan Secara teori, pertumbuhan jumlah uang beredar yang stabil akan meningkatkan daya beli masyarakat sehingga berdampak pula terhadap peningkatan permintaan saham di pasar modal. Hal ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Zuhri Ade Sumartini, et al., Pengaruh Coincident Economic Indicator Dan Leading Economic Indicator Terhadap Return Saham, Diponegoro Journal Of Management.Volume 1, Nomor 1, tahun 2012, h Rowland Pasaribu, Pengaruh Variabel Makroekonomi Terhadap Indeks Saham Syariah Indonesia, Jurnal Ekonomi dan Bisnis. Voleme 7, Nomor 2, Juli Fahrudin Muh Zuhri.Analisis Pengaruh Inflasi, Jumlah Uang Beredar, Exchange Rate dan Intern Rate Terhadap Indeks Jakarta Islamic Index Periode Kertas Kerja, STAIN. Surakarta.

22

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. sekunder deret waktu (time series) mulai dari Januari 2013 sampai

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. sekunder deret waktu (time series) mulai dari Januari 2013 sampai BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Analisis dan Hasil Regresi Semua data yang digunakan dalam analisis ini merupakan data sekunder deret waktu (time series) mulai dari Januari 2013 sampai Desember

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengantar Bab 4 akan memaparkan proses pengolahan data dan analisis hasil pengolahan data. Data akan diolah dalam bentuk persamaan regresi linear berganda dengan menggunakan

Lebih terperinci

PENGARUH INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO TERHADAP TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN

PENGARUH INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO TERHADAP TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN PENGARUH INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO TERHADAP TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN 2006-2013 INDAH AYU PUSPITA SARI 14213347/3EA16 Sri Rakhmawati, SE.,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN ANALISIS. sekunder dalam bentuk deret waktu (time series) pada periode

BAB IV HASIL DAN ANALISIS. sekunder dalam bentuk deret waktu (time series) pada periode BAB IV HASIL DAN ANALISIS 4.1 Analisis Deskripsi Data Jenis data yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah data sekunder dalam bentuk deret waktu (time series) pada periode 1993-2013 kurun waktu

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Desember 2009 dalam kondisi jangka pendek.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Desember 2009 dalam kondisi jangka pendek. 45 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan uraian yang telah disampaikan pada bab sebelumnya, maka kesimpulan penelitian ini adalah: 1) Secara individu variabel Jumlah Uang Beredar (M1) tidak

Lebih terperinci

(Data Mentah) Data Penerimaan Asli Daerah Sektor Pariwisata Kabupaten Lombok Timur, Jumlah Kunjunga Wisatawan dan Jumlah Objek Wisata

(Data Mentah) Data Penerimaan Asli Daerah Sektor Pariwisata Kabupaten Lombok Timur, Jumlah Kunjunga Wisatawan dan Jumlah Objek Wisata L A M P I R A N 95 96 Lampiran 1 (Data Mentah) Data Penerimaan Asli Daerah Sektor Pariwisata Kabupaten Lombok Timur, Jumlah Kunjunga Wisatawan dan Jumlah Objek Wisata TAHUN PAD Sektor Pariwisata Jumlah

Lebih terperinci

Lampiran 2 Penduduk Menurut Status Pekerjaan Utama (jiwa)

Lampiran 2 Penduduk Menurut Status Pekerjaan Utama (jiwa) 81 Lampiran 1 Jumlah Penduduk, Rumahtangga, dan Rata-rata Anggota Rumahtangga Tahun Jumlah Penduduk (ribu jiwa) Jumlah Rumahtangga Rata-rata Anggota Rumahtangga (1) (2) (3) (4) 2000 205.132 52.008,3 3,9

Lebih terperinci

1. Tinjauan Umum

1. Tinjauan Umum 1. Tinjauan Umum Perekonomian Indonesia dalam triwulan III-2005 menunjukkan kinerja yang tidak sebaik perkiraan semula, dengan pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan lebih rendah sementara tekanan terhadap

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN ANALISIS. sekunder dalam bentuk deret waktu (time series) selama 15 tahun pada periode

BAB IV HASIL DAN ANALISIS. sekunder dalam bentuk deret waktu (time series) selama 15 tahun pada periode 38 BAB IV HASIL DAN ANALISIS 4.1 Analisis Deskripsi Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini seluruhnya merupakan data sekunder dalam bentuk deret waktu (time series) selama 15 tahun pada periode

Lebih terperinci

Lampiran 1. Data Regresi. 71 Universitas Sumatera Utara

Lampiran 1. Data Regresi. 71 Universitas Sumatera Utara Lampiran 1 Data Regresi I obs X1 X2 X3 X4 Y 1 5.000000 1.000000 2.000000 18.00000 20.00000 2 4.000000 1.000000 2.000000 20.00000 20.00000 3 4.000000 2.000000 3.000000 20.00000 20.00000 4 3.000000 5.000000

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Metode yang digunakan untuk menduga faktor-faktor yang memengaruhi

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Metode yang digunakan untuk menduga faktor-faktor yang memengaruhi BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Estimasi Parameter Model Metode yang digunakan untuk menduga faktor-faktor yang memengaruhi Penanaman Modal Asing di Provinsi Jawa Timur adalah dengan menggunakan metode

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. atau tidak dalam penelitian ini jarque-berra dimana hasilnya dapat. ditunjukkan dari nilai probabilitas Jarque-Berra.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. atau tidak dalam penelitian ini jarque-berra dimana hasilnya dapat. ditunjukkan dari nilai probabilitas Jarque-Berra. BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Uji Asumsi Klasik 1. Uji Normalitas Uji normalitas digunakan untuk menguji apakah distribusi data normal atau tidak dalam penelitian ini jarque-berra dimana hasilnya dapat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Hasil Uji Asumsi Klasik Untuk menghasilkan hasil penelitian yang baik, pada metode regresi diperlukan adanya uji asumsi klasik untuk mengetahui apakah

Lebih terperinci

BULAN

BULAN LAMPIRAN I Data Inflasi Bulanan Provinsi Sumatera Utara Menggunakan Indeks Harga Konsumen (IHK) Provinsi Sumatera Utara Periode Januari 2002 - Desember 2013 TAHUN 2002 2003 2004 2005 2006 2007 BULAN JANUARI

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi, BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA 4.1 Perkembangan Laju Inflasi di Indonesia Tingkat inflasi merupakan salah satu indikator fundamental ekonomi suatu negara selain faktor-faktor lainnya seperti

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil analisis jumlah uang beredar dan tingkat suku bunga SBI terhadap inflasi di Indonesia tahun 1984-2009 adalah sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari pasar modal menurut Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang

BAB I PENDAHULUAN. dari pasar modal menurut Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasar modal pada dasarnya merupakan pasar untuk berbagai instrumen keuangan atau surat-surat berharga jangka panjang yang bisa diperjual-belikan, baik dalam bentuk utang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN ANALISIS. bentuk deret waktu (time series) selama 17 tahun, yaitu tahun Data

BAB IV HASIL DAN ANALISIS. bentuk deret waktu (time series) selama 17 tahun, yaitu tahun Data 1.1 Analisis Deskripsi Data BAB IV HASIL DAN ANALISIS Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dalam bentuk deret waktu (time series) selama 17 tahun, yaitu tahun 1996-2012. Data tersebut

Lebih terperinci

BAB IV STUDI KASUS. Indeks merupakan daftar harga sekarang dibandingkan dengan

BAB IV STUDI KASUS. Indeks merupakan daftar harga sekarang dibandingkan dengan BAB IV STUDI KASUS 4.1 Indeks Harga Konsumen Indeks merupakan daftar harga sekarang dibandingkan dengan sebelumnya menurut persentase untuk mengetahui turun naiknya harga barang. Indeks Harga Konsumen

Lebih terperinci

Kinerja CARLISYA PRO MIXED

Kinerja CARLISYA PRO MIXED 29-Jan-16 NAV: 1,707.101 Total Dana Kelolaan 12,072,920,562.29 - Pasar Uang 0-90% - Deposito Syariah - Efek Pendapatan Tetap 10-90% - Syariah - Efek Ekuitas 10-90% - Ekuitas Syariah 12.37% 48.71% 38.92%

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Uji Asumsi Klasik 1. Uji Heterokidastisitas Dalam uji white, model regresi linier yang digunakan dalam penelitian ini diregresikan untuk mendapatkan nilai residualnya. Kemudian

Lebih terperinci

Lampiran 1. Jumlah Deposito, Suku Bunga Deposito, dan Inflasi di Indonesia Tahun

Lampiran 1. Jumlah Deposito, Suku Bunga Deposito, dan Inflasi di Indonesia Tahun 69 Lampiran 1. Jumlah Deposito, Suku Bunga Deposito, dan Inflasi di Indonesia Tahun 2004-2010 Periode sbdepo Inflasi depo Jan-04 6.27 0.57 426.424 Feb-04 5.99-0.02 409.204 Mar-04 5.86 0.36 401.686 Apr-04

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh inflasi di Indonesia, rasio Bank Indonesia (BI rate) dan nilai tuka rupiah (kurs) terhadap Jakarta Islamic Index (JII).

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 263 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI IMPOR BERAS INDONESIA TAHUN JURNAL PUBLIKASI

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI IMPOR BERAS INDONESIA TAHUN JURNAL PUBLIKASI ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI IMPOR BERAS INDONESIA TAHUN 1993-2013 JURNAL PUBLIKASI OLEH : Nama : Futikha Kautsariyatun Rahmi Nomor Mahasiswa : 12313269 Jurusan : Ilmu Ekonomi FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci

Produktivitas Padi, Luas Panen dan Produksi Padi di Kabupaten Deli Serdang,

Produktivitas Padi, Luas Panen dan Produksi Padi di Kabupaten Deli Serdang, Lampiran 1. Produktivitas Padi, Luas Panen dan Produksi Padi di Kabupaten Deli Serdang, 2004-2010 Tahun Semester Produktivitas Padi (ton/ha) Luas Panen (ha) Produksi Padi (ton) 2004 1 4.585 40.187 184257.4

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1. Kuisioner Penelitian KUISIONER

LAMPIRAN 1. Kuisioner Penelitian KUISIONER LAMPIRAN 1 Kuisioner Penelitian No : KUISIONER ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUTUSAN MASYARAKAT DALAM MEMANFAATKAN KREDIT KEPEMILIKAN RUMAH DI KOTA MEDAN (STUDI KASUS PT. BRI MEDAN) Oleh:

Lebih terperinci

Kondisi Perekonomian Indonesia

Kondisi Perekonomian Indonesia KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA Kondisi Perekonomian Indonesia Tim Ekonomi Kadin Indonesia 1. Kondisi perekonomian dunia dikhawatirkan akan benar-benar menuju jurang resesi jika tidak segera dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak sedikit jumlahnya di dalam pembangunan nasional. Dalam konteks pembangunan nasional maupun

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Dalam penelitian ini yang menjadi objek penelitian adalah perusahaan industri asuransi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada periode tahun 2010-2013.

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2010 245 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2010 Tim Penulis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pencerminan tingkat inflasi merupakan persentasi kecepatan naiknya harga-harga

BAB I PENDAHULUAN. Pencerminan tingkat inflasi merupakan persentasi kecepatan naiknya harga-harga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perekonomian suatu negara dapat ditinjau dari variabelvariabel makroekonomi yang mampu melihat perekonomian dalam jangka panjang maupun jangka pendek. Variabelvariabel

Lebih terperinci

BAB III. Metode Penelitian. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yaitu data yang diukur dalam skala

BAB III. Metode Penelitian. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yaitu data yang diukur dalam skala BAB III Metode Penelitian A. Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yaitu data yang diukur dalam skala numerik, berdasarkan data time series yang berhubungan dengan inflasi,suku

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Untuk mengetahui apakah data yang dipakai sudah stationary dalam penelitian ini

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Untuk mengetahui apakah data yang dipakai sudah stationary dalam penelitian ini 42 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Hasil Uji Unit Root Untuk mengetahui apakah data yang dipakai sudah stationary dalam penelitian ini diuji dengan uji unit roots yang dilakukan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Sektor Properti

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Sektor Properti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian 1.1.1 Sektor Properti Sektor properti merupakan sektor yang rentan terhadap perubahan dalam perekonomian, sebab sektor properti menjual produk yang

Lebih terperinci

BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN 72 BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Dalam penelitian ini alat analisis data yang digunakan adalah model regresi linear klasik (OLS). Untuk pembuktian kebenaran hipotesis dan untuk menguji setiap variabel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara karena pasar modal menjalankan dua fungsi, yaitu fungsi ekonomi dan

BAB I PENDAHULUAN. negara karena pasar modal menjalankan dua fungsi, yaitu fungsi ekonomi dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pasar modal memiliki peranan yang penting terhadap perekonomian suatu negara karena pasar modal menjalankan dua fungsi, yaitu fungsi ekonomi dan fungsi keuangan.

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Peningkatan Jumlah Uang yang Beredar (M1) dan Harga Premium Bersubsidi

BAB V PENUTUP. Peningkatan Jumlah Uang yang Beredar (M1) dan Harga Premium Bersubsidi BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambildari penelitian dan pembahasan Pengaruh Peningkatan Jumlah Uang yang Beredar (M1) dan Harga Premium Bersubsidi terhadap Inflasi di Indonesia Periode

Lebih terperinci

PENGARUH INFLASI, NILAI TUKAR, DAN TINGKAT SUKU BUNGA SBI TERHADAP HARGA SAHAM PERBANKAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA (BEI)

PENGARUH INFLASI, NILAI TUKAR, DAN TINGKAT SUKU BUNGA SBI TERHADAP HARGA SAHAM PERBANKAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA (BEI) PENGARUH INFLASI, NILAI TUKAR, DAN TINGKAT SUKU BUNGA SBI TERHADAP HARGA SAHAM PERBANKAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA (BEI) Nama : Yopi Atul Improh Atik NPM : 11208317 Pembimbing : Dr. Izzati

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (mean), standar deviasi, varian, maksimum, minimum, sum, kurtosis. dan skewness (kemencengan distribusi).

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (mean), standar deviasi, varian, maksimum, minimum, sum, kurtosis. dan skewness (kemencengan distribusi). BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Analisis Deskriptif Menurut Ghozali (2011: 19), statistik deskriptif memberikan gambaran atau deskripsi suatu data yang dilihat dari nilai rata-rata (mean),

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. memberikan kontribusi terhadap perekonomian Indonesia. menjadi financial nerve-centre (saraf finansial dunia) dalam dunia ekonomi

I. PENDAHULUAN. memberikan kontribusi terhadap perekonomian Indonesia. menjadi financial nerve-centre (saraf finansial dunia) dalam dunia ekonomi I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara yang mayoritas penduduknya muslim yaitu sebesar 85 persen dari penduduk Indonesia, merupakan pasar yang sangat besar untuk pengembangan industri

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN A. Perkembangan Inflasi di Indonesia Indonesia merupakan salah satu Negara berkembang, dimana adanya perubahan tingkat inflasi sangat berpengaruh terhadap stabilitas

Lebih terperinci

Penentu Posisi Cadangan Devisa di Indonesia; Inflasi, Ekspor, Ataukah Utang Luar Negeri

Penentu Posisi Cadangan Devisa di Indonesia; Inflasi, Ekspor, Ataukah Utang Luar Negeri Penentu Posisi Cadangan Devisa di Indonesia; Inflasi, Ekspor, Ataukah Utang Luar Negeri Rimelda Rona Sari Departement of Economics, Faculty of Economic, State University of Medan, Medan 20221, Indonesia

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN A. Perkembangan Inflasi di Indonesia 14 INFLASI 12 10 8 6 4 2 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Sumber: Hasil Olahan Data Oleh Penulis (2016) GAMBAR 4.1. Perkembangan

Lebih terperinci

Kinerja CARLISYA PRO SAFE

Kinerja CARLISYA PRO SAFE 29-Jan-16 NAV: (netto) vs per December 2015 () 5.15% 6.92% Total Dana Kelolaan 395,930,218.07 10 0-100% Kinerja - Inflasi (Jan 2016) 0.51% Deskripsi Jan-16 YoY - Inflasi (YoY) 4.14% - BI Rate 7.25% Yield

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Daftar Sampel Perusahaan Makanan dan Minuman

LAMPIRAN. Lampiran 1. Daftar Sampel Perusahaan Makanan dan Minuman LAMPIRAN Lampiran 1 Daftar Sampel Perusahaan Makanan dan Minuman No Nama Perusahaan Tanggal Listing Kriteria 1 2 3 1. PT. Cahaya Kalbar Tbk 9 Juli 1996 2. PT. Delta Djakarta Tbk 27 Februari 1984 3. PT.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Bursa Efek merupakan lembaga yang menyelenggarakan kegiatan sekuritas di Indonesia.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Bursa Efek merupakan lembaga yang menyelenggarakan kegiatan sekuritas di Indonesia. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Deskripsi Objek Penelitian Bursa Efek merupakan lembaga yang menyelenggarakan kegiatan sekuritas di Indonesia. Dahulu terdapat dua bursa efek di Indonesia, yaitu Bursa Efek

Lebih terperinci

RISET ITU MUDAH. Salah satu contoh pertanyaan yang mungkin muncul di benak kita adalah:

RISET ITU MUDAH. Salah satu contoh pertanyaan yang mungkin muncul di benak kita adalah: Rangga Handika Salah satu contoh pertanyaan yang mungkin muncul di benak kita adalah: Apakah berinvestasi pada saham bisa menutup penurunan pendapatan real kita yang tergerus inflasi? Untuk itu, marilah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

BAB IV HASIL DAN ANALISIS BAB IV HASIL DAN ANALISIS 4.1. Deskripsi Data Penelitian Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang merupakan datatime series atau data runtun waktu sebanyak 12 observasi, yaitu

Lebih terperinci

I. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode penelitian deskriptif terapan ( Applied

I. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode penelitian deskriptif terapan ( Applied I. METODOLOGI PENELITIAN 1.1 Metode Penelitian Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode penelitian deskriptif terapan ( Applied Descriptive Reasearch), yaitu penelitian yang dilakukan dengan maksud

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini menggunakan data dari tiga variabel independen serta dua

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini menggunakan data dari tiga variabel independen serta dua BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Objek Penelitian Penelitian ini menggunakan data dari tiga variabel independen serta dua variabel dependen. Variabel independen dalam penelitian ini yaitu kepemilikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi operasi perusahaan sehari hari. Kemampuan investor. dalam membuat keputusan investasinya. Indikator ekonomi makro yang

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi operasi perusahaan sehari hari. Kemampuan investor. dalam membuat keputusan investasinya. Indikator ekonomi makro yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lingkungan ekonomi makro merupakan lingkungan yang mempengaruhi operasi perusahaan sehari hari. Kemampuan investor dalam memahami dan meramalkan kondisi ekonomi makro

Lebih terperinci

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran,Triwulan III - 2005 135 ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2005 Tim Penulis

Lebih terperinci

Juni 2017 RESEARCH TEAM

Juni 2017 RESEARCH TEAM RESEARCH TEAM RINGKASAN Ekonomi Indonesia kuartal pertama 2017 tumbuh 5,01% yoy. Angka ini lebih tinggi dibandingkan PDB pada kuartal keempat 2016 sebesar 4,94%(yoy) dan kuartal ketiga 2016 sebesar 4,92%

Lebih terperinci

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Perlambatan pertumbuhan Indonesia terus berlanjut, sementara ketidakpastian lingkungan eksternal semakin membatasi ruang bagi stimulus fiskal dan moneter

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 46 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Perkembangan Jumlah Deposito Berjangka, Suku Bunga Deposito dan Inflasi 4.1.1 Perkembangan Jumlah Deposito Berjangka Pada periode pengamatan, yaitu Januari 2004

Lebih terperinci

Kredit (Y) Pendapatan (x1) Usia (x3) Modal Kerja (x2) Universitas Sumatera Utara

Kredit (Y) Pendapatan (x1) Usia (x3) Modal Kerja (x2) Universitas Sumatera Utara No Kredit (Y) Pendapatan (x1) Modal Kerja (x2) Usia (x3) Jumlah Tanggungan (x4) 1 1000000 80000 80000 20 0 2 1000000 275000 500000 21 1 3 1500000 400000 550000 25 1 4 2000000 400000 1000000 25 1 5 2000000

Lebih terperinci

BAB IV PAPARAN DAN ANALISIS DATA

BAB IV PAPARAN DAN ANALISIS DATA BAB IV PAPARAN DAN ANALISIS DATA A. Gambaran Umum Sukuk Korporasi Pesatnya perkembangan industri keuangan syariah juga diikuti oleh pesatnya perkembangan instrumen keuangan dan pembiayaan syariah yaitu

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SAAN. Berikut ini akan diuraikan secara rinci: terhadap IHSG pada periode Januari 2004 Desember 2008.

BAB V KESIMPULAN DAN SAAN. Berikut ini akan diuraikan secara rinci: terhadap IHSG pada periode Januari 2004 Desember 2008. 63 BAB V KESIMPULAN DAN SAAN Berdasarkan hasil analisa yang telah dilakukan pada bab empat, maka dapat ditarik kesimpulan dan saran yang berkaitan dengan penelitian tersebut. Dari hasil penelitian tentang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN oleh PT. Danareksa Investment Management yang pada saat itu mengeluarkan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN oleh PT. Danareksa Investment Management yang pada saat itu mengeluarkan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Reksa Dana Syariah Di Indonesia Reksa Dana Syariah diperkenalkan pertama kali pada tahun 1997 oleh PT. Danareksa Investment Management yang pada

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

BAB IV HASIL DAN ANALISIS BAB IV HASIL DAN ANALISIS Pada bab ini akan diuraikan hasil penelitian dan analisis dari data-data penelitian yang telah diolah menggunakan Eviews, diikuti dengan pembahasan dari hasil pengolahan data.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk memperoleh konsumsi dimasa yang akan datang. Investasi apapun. pendapatan dan capital gain seperti yang diharapkan.

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk memperoleh konsumsi dimasa yang akan datang. Investasi apapun. pendapatan dan capital gain seperti yang diharapkan. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Investasi merupakan bentuk penundaan konsumsi masa sekarang untuk memperoleh konsumsi dimasa yang akan datang. Investasi apapun bisa dipastikan mengandung risiko.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan sektor properti dan real estat yang ditandai dengan kenaikan

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan sektor properti dan real estat yang ditandai dengan kenaikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan sektor properti dan real estat yang ditandai dengan kenaikan harga tanah dan bangunan yang lebih tinggi dari laju inflasi setiap tahunnya menyebabkan semakin

Lebih terperinci

Februari 2017 RESEARCH TEAM

Februari 2017 RESEARCH TEAM RESEARCH TEAM RINGKASAN Ekonomi Indonesia tumbuh 4,94% yoy pada kuartal keempat 2016. Angka ini lebih rendah dibandingkan PDB pada kuartal sebelumnya yaitu sebesar 5,02% (yoy). Pada kuartal terakhir ini,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Investasi dalam pasar modal tidaklah terpisah dari stabilitas perekonomian suatu

BAB I PENDAHULUAN. Investasi dalam pasar modal tidaklah terpisah dari stabilitas perekonomian suatu BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar belakang Investasi dalam pasar modal tidaklah terpisah dari stabilitas perekonomian suatu negara, sehingga dalam melakukan investasi seorang investor memerlukan suatu analisis

Lebih terperinci

BAB 1V HASIL DAN ANALISIS

BAB 1V HASIL DAN ANALISIS BAB 1V HASIL DAN ANALISIS 4.1 Diskripsi Data Penelitian 4.1.1 Nilai Tukar Rupiah Nilai tukar adalah harga suatu mata uang suatu Negara dalam satuan mata uang asing, yang mana jumlah mata uang asing tersebut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. informasi mengenai investasi dan deregulasi pemerintah sehingga meningkatkan

BAB 1 PENDAHULUAN. informasi mengenai investasi dan deregulasi pemerintah sehingga meningkatkan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan kegiatan investasi saat ini telah mengalami kemajuan yang sangat pesat. Hal tersebut didukung dengan kemudahan untuk mendapatkan informasi mengenai

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. A. Pengaruh Nilai Tukar Rupiah Terhadap Indeks Saham Syariah

BAB V PEMBAHASAN. A. Pengaruh Nilai Tukar Rupiah Terhadap Indeks Saham Syariah BAB V PEMBAHASAN A. Pengaruh Nilai Tukar Rupiah Terhadap Indeks Saham Syariah Indonesia Nilai tukar rupiah adalah perbandingan nilai mata uang rupiah dengan negara lain. Nilai tukar mencerminkan keseimbangan

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. diterima dimasa mendatang. Sebagai salah satu wahana investasi, pasar modal merupakan

BAB I. Pendahuluan. diterima dimasa mendatang. Sebagai salah satu wahana investasi, pasar modal merupakan BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah Melihat faktor masa depan yang penuh dengan ketidakpastian membuat banyak orang mengalokasikan sebagian dananya untuk berinvestasi. Karena hakikatnya manfaat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami peningkatan yang semakin pesat sejak krisis ekonomi global pada tahun 1998 yang tidak hanya melanda di negara

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH INFLASI, NILAI TUKAR DAN SUKU BUNGA TERHADAP INDEKS JAKARTA ISLAMIC INDEX (JII) BAGUS ANANTO

ANALISIS PENGARUH INFLASI, NILAI TUKAR DAN SUKU BUNGA TERHADAP INDEKS JAKARTA ISLAMIC INDEX (JII) BAGUS ANANTO ANALISIS PENGARUH INFLASI, NILAI TUKAR DAN SUKU BUNGA TERHADAP INDEKS JAKARTA ISLAMIC INDEX (JII) BAGUS ANANTO 20208230 PART ONE PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Pasar modal merupakan tempat kegiatan perusahaan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN. (ISSI). Dimana ISSI adalah indeks yang diterbitkan oleh Bapepam-LK dan

BAB IV HASIL PENELITIAN. (ISSI). Dimana ISSI adalah indeks yang diterbitkan oleh Bapepam-LK dan BAB IV HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Data Penelitian ini menggunakan objek Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI). Dimana ISSI adalah indeks yang diterbitkan oleh Bapepam-LK dan Dewan Syariah Nasional Majelis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. obligasi serta indikator makroekonomi (Fatmawati & Beik, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. obligasi serta indikator makroekonomi (Fatmawati & Beik, 2013). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberadaan pasar modal dalam Negara Indonesia menjadi sesuatu yang penting di era globalisasi ini, dan semakin berkembang serta membuktikan bahwa pasar modal

Lebih terperinci

Kinerja CENTURY PRO FIXED

Kinerja CENTURY PRO FIXED 29-Jan-16 NAV: Total Dana Kelolaan 3,058,893,148.56 - Keuangan - Infrastruktur 0-80% AAA A - 66.33% 15.52% 18.15% - Inflasi (Jan 2016) - Inflasi (YoY) - BI Rate 0.51% 4.14% 7.25% Kinerja Sejak pe- Deskripsi

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN BAB V HASIL PENELITIAN Dalam bab V ini akan diuraikan analisis hasil penelitian yaitu hasil analisis kovariansi (covariance anaysis) dan ekonometrika yang mencoba melihat pengaruh jumlah penduduk bekerja,

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. a. Pengaruh Simultan Variabel Makroekonomi terhadap IHSG

BAB V PEMBAHASAN. a. Pengaruh Simultan Variabel Makroekonomi terhadap IHSG BAB V PEMBAHASAN A. Pembahasan Hasil Penelitian 1. Pengaruh Simultan a. Pengaruh Simultan Variabel Makroekonomi terhadap IHSG Berdasarkan hasil dari analisa regresi uji F didapat nilai signifikansi sebesar

Lebih terperinci

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. tabungan masyarakat, deposito berjangka dan rekening valuta asing atau

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. tabungan masyarakat, deposito berjangka dan rekening valuta asing atau BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian 3.1.1 Jumlah Uang Beredar Jumlah uang beredar dalam arti luas (M2) atau broad money merupakan merupakan kewajiban sistem moneter (bank sentral)

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 127 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Statistik Deskriptif Deskriptif Rata-rata Standar Deviasi

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Statistik Deskriptif Deskriptif Rata-rata Standar Deviasi BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN Bab 4 akan membahas lebih dalam mengenai proses pengolahan data, dimulai dari penjelasan mengenai statistik deskriptif sampai dengan penjelasan mengenai hasil dari analisis

Lebih terperinci

Pengaruh Nilai Tukar Rupiah Per Dollar AS, Tingkat Inflasi, dan Tingkat Suku Bunga SBI Terhadap IHSG di Bursa Efek Indonesia.

Pengaruh Nilai Tukar Rupiah Per Dollar AS, Tingkat Inflasi, dan Tingkat Suku Bunga SBI Terhadap IHSG di Bursa Efek Indonesia. i ABSTRAK Fella (0552228) Pengaruh Nilai Tukar Rupiah Per Dollar AS, Tingkat Inflasi, dan Tingkat Suku Bunga SBI Terhadap IHSG di Bursa Efek Indonesia. Krisis moneter yang terjadi sejak tahun 1997, berakibat

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI TERHADAP TINGKAT PENGANGGURAN DI KOTA MEDAN TAHUN

ANALISIS PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI TERHADAP TINGKAT PENGANGGURAN DI KOTA MEDAN TAHUN ANALISIS PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI TERHADAP TINGKAT PENGANGGURAN DI KOTA MEDAN TAHUN 2000-2014 NADIA IKA PURNAMA Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara email : nadiaika95@gmail.com

Lebih terperinci

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER PANDANGAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA PANITIA ANGGARAN DPR RI MENGENAI LAPORAN SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II APBN TA 2006 2006 Anggota Dewan yang terhormat, 1. Pertama-tama perkenankanlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian A. Pasar Valuta Asing Pasar Valuta Asing menyediakan mekanisme bagi transfer daya beli dari satu mata uang ke mata uang lainnya. Pasar ini bukan entitas

Lebih terperinci

: Hendriyansyah NPM : Pembimbing : Dr, Waseso Segoro, IR. MM

: Hendriyansyah NPM : Pembimbing : Dr, Waseso Segoro, IR. MM PENGARUH INFLASI, NILAI TUKAR, SUKU BUNGA, DAN JUMLAH UANG BEREDAR TERHADAP INDEKS HARGA SAHAM SEKTOR PERBANKAN DI LQ45 PERIODE JANUARI 2010 JULI 2015 Nama : Hendriyansyah NPM : 18212059 Pembimbing : Dr,

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH INFLASI, NILAI TUKAR, DAN SUKU BUNGA TERHADAP INDEKS HARGA SAHAM GABUNGAN JAKARTA ISLAMIC INDEX (JII)

ANALISIS PENGARUH INFLASI, NILAI TUKAR, DAN SUKU BUNGA TERHADAP INDEKS HARGA SAHAM GABUNGAN JAKARTA ISLAMIC INDEX (JII) ANALISIS PENGARUH INFLASI, NILAI TUKAR, DAN SUKU BUNGA TERHADAP INDEKS HARGA SAHAM GABUNGAN JAKARTA ISLAMIC INDEX (JII) Bagus Ananto Fakultas Ekonomi Universitas Gunadarma Abstrak Penelitian ini menganalisa

Lebih terperinci

REGRESI LINIER SEDERHANA

REGRESI LINIER SEDERHANA REGRESI LINIER SEDERHANA Model fungsi : Y = f (X) LAHIR = F (WUS) LAHIR, yaitu data jumlah kelahiran setahun lalu di sejumlah Kecamatan di Jateng WUS, yaitu data jumlah wanita usia subur di sejumlah Kecamatan

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh inflasi di Indonesia, suku bunga SBI (Sertifikat Bank Indonesia), dan kurs rupiah terhadap dolar Amerika terhadap Indeks Harga

Lebih terperinci

Kinerja CARLISYA PRO FIXED

Kinerja CARLISYA PRO FIXED 29-Jan-16 NAV: Total Dana Kelolaan 1,728,431,985.66 Pasar Uang 0-80% Deposito Syariah 6.12% 93.88% Infrastruktur 87.50% Disetahunkaluncuran Sejak pe- Deskripsi Jan-16 YoY Keuangan 12.50% Yield 0.64% 7.66%

Lebih terperinci

PENGARUH NILAI DAN RATING PENERBITAN OBLIGASI SYARIAH (SUKUK) TERHADAP RETURN SAHAM PADA PERUSAHAAN YANG MENERBITKAN OBLIGASI SYARIAH

PENGARUH NILAI DAN RATING PENERBITAN OBLIGASI SYARIAH (SUKUK) TERHADAP RETURN SAHAM PADA PERUSAHAAN YANG MENERBITKAN OBLIGASI SYARIAH PENGARUH NILAI DAN RATING PENERBITAN OBLIGASI SYARIAH (SUKUK) TERHADAP RETURN SAHAM PADA PERUSAHAAN YANG MENERBITKAN OBLIGASI SYARIAH Bayu Mulya Nugraha STIE Jl. Kemang raya no 35, kebayoran baru, Jakarta

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilakukan uji stasioneritas dengan uji akar-akar unit (unit roots test).

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilakukan uji stasioneritas dengan uji akar-akar unit (unit roots test). BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Uji Kualitas Instrumen dan Data 1. Uji Stasioner Uji Stasioner dilakukan untuk menguji apakah data atau variabel yang dianalisis dalam penelitian ini stasioner

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makro adalah pandangan bahwa sistem pasar bebas tidak dapat mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. makro adalah pandangan bahwa sistem pasar bebas tidak dapat mewujudkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan perekonomian setiap negara tidak selalu stabil, tetapi berubahubah akibat berbagai masalah ekonomi yang timbul. Salah satu aspek penting dari kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi makro, maka dari itu kondisi ekonomi makro yang stabil dan baik

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi makro, maka dari itu kondisi ekonomi makro yang stabil dan baik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kondisi pasar modal yang mengalami pasang surut memberikan tanda bahwa kegiatan di pasar modal memiliki hubungan yang erat dengan keadaan ekonomi makro, maka

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. sejenis yang ingin melanjutkan atau mengembangkan penelitian ini.

BAB V PENUTUP. sejenis yang ingin melanjutkan atau mengembangkan penelitian ini. BAB V PENUTUP Bab ini berisi kesimpulan dan saran. Kesimpulan merupakan pernyataan singkat dan tepat yang dijabarkan dari hasil penelitian dan pembahasan untuk membuktikan kebenaran hipotesis penelitian.

Lebih terperinci

V. PEMBAHASAN Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri dan Perdagangan, Hotel dan Restoran di Pulau Jawa

V. PEMBAHASAN Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri dan Perdagangan, Hotel dan Restoran di Pulau Jawa 72 V. PEMBAHASAN 5.1. Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri dan Perdagangan, Hotel dan Restoran di Pulau Jawa Pulau Jawa merupakan salah satu Pulau di Indonesia yang memiliki jumlah penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di Amerika Serikat merupakan topik pembicaraan yang menarik hampir di

BAB I PENDAHULUAN. di Amerika Serikat merupakan topik pembicaraan yang menarik hampir di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurunnya nilai indeks bursa saham global dan krisis finansial di Amerika Serikat merupakan topik pembicaraan yang menarik hampir di seluruh media massa dan dibahas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN BAB IV HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Data 1. Saham Syariah Saham syariah di Indonesia sebagian besar merupakan saham yang diterbitkan oleh emiten yang bukan merupakan entitas syariah. Saham syariah tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan perkembangan ekonomi, baik perkembangan ekonomi domestik

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan perkembangan ekonomi, baik perkembangan ekonomi domestik BAB I PENDAHULUAN 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan moneter di Indonesia telah mengalami berbagai perubahan seiring dengan perkembangan ekonomi, baik perkembangan ekonomi domestik maupun global.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENGUJIAN. Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan uji hipotesis untuk membuktikan adanya

BAB IV HASIL PENGUJIAN. Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan uji hipotesis untuk membuktikan adanya BAB IV HASIL PENGUJIAN IV.1 Gambaran Umum Obyek Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif berdasarkan data empiris. Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan uji hipotesis untuk

Lebih terperinci

Monthly Market Update

Monthly Market Update Monthly Market Update RESEARCH TEAM RINGKASAN Ekonomi Indonesia tumbuh 4,94% yoy pada kuartal keempat 2016. Angka ini lebih rendah dibandingkan PDB pada kuartal sebelumnya yaitu sebesar 5,02% (yoy). Pada

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Jumlah Uang Beredar (JUB) dalam arti luas (M 2 ) dan BI Rate dari tahun

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Jumlah Uang Beredar (JUB) dalam arti luas (M 2 ) dan BI Rate dari tahun BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Dalam penelitian ini, yang menjadi objek penelitian adalah inflasi, Jumlah Uang Beredar (JUB) dalam arti luas (M 2 ) dan BI Rate dari tahun 2010 sampai tahun

Lebih terperinci