Bab 3. Dari uraian Bab 1, kita telah mengetahui betapa beragamnya bentuk dan. Gaya dan Karakter. 3.1 Bentuk Dasar Topeng

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Bab 3. Dari uraian Bab 1, kita telah mengetahui betapa beragamnya bentuk dan. Gaya dan Karakter. 3.1 Bentuk Dasar Topeng"

Transkripsi

1 63 Bab 3 Gaya dan Karakter Dari uraian Bab 1, kita telah mengetahui betapa beragamnya bentuk dan ukuran topeng. Namun demikan, topeng yang paling dominan adalah topeng yang dekat dengan struktur dan/atau ukuran muka manusia. Kebanyakan cara memakainya pun dengan ditempelkan pada muka: ada yang digigit dari bagian belakang, ada yang diikat pada kepala pemain, dan ada pula yang menjadi satu dengan tutup kepala pemainnya. 3.1 Bentuk Dasar Topeng Bentuk atau struktur bidang muka topeng tidak harus sama dengan muka manusia (oval). Dalam topeng, kita menemukan berbagai bentuk dasar: ada yang bundar, ada yang menyerupai hati atau hampir segitiga, ada yang persegi, dan ada pula yang lonjong panjang, seperti terlihat pada Gambar 3.1. Selain itu, banyak sekali topeng-topeng yang memiliki bentuk dasar lain, yang sulit untuk dikategorikan. Dengan mengamati gambar-gambar yang ada dalam buku ini, kita akan banyak menemukan topeng-topeng di luar atau di antara kelima bentuk dasar ini. Karena itu, kelima kelompok bentuk dasar tersebut bukanlah kategori untuk semua topeng yang ada, melainkan persepsi yang dapat membantu kita dalam melihat keragaman topeng. Dalam buku ini terdapat sekitar 500 gambar topeng. Cobalah identifikasi, yang mana yang mendekati kelima bentuk dasar itu, dan yang mana yang sulit dikategorikan. Kemudian perhatikan pula apakah ada ciri-ciri umum, misalnya bentuk dasar yang mana yang secara umum menunjukkan karakter tertentu, seperti halus-kasar, lemah-kuat, akrabmisterius? (Mengenai karakter, akan dibahas dalam bagian selanjutnya).

2 64 TOPENG Gbr. 3-1: Lima macam bentuk dasar topeng yang umum. Gbr. 3-1a: Bali Gbr. 3-1b: Jawa Gbr. 3-1c: Bali Gbr. 3-1d: Batak Gbr. 3-1e: Batak Gbr. 3-1f: Gbr. 3-1g: Jawa Gbr. 3-1h: Jawa Gbr. 3-1i: Gbr. 3-1j: Gbr. 3-1k: Malang Gbr. 3-1l: Afrika Gbr. 3-1m: Timor Gbr. 3-1n: Papua New Gbr. 3-1o: Yoruba Gbr. 3-1p: Tibet Gbr. 3-1q: Meksiko Gbr. 3-1r: Nepal Gbr. 3-1s:

3 Gaya, Jenis, dan Idiom Dalam dunia seni pertunjukan, istilah gaya banyak mengacu pada ciri atau kekhususan suatu wilayah. Kita biasa mendengar, misalnya, tarian gaya Minang, Jawa, Bali, Maluku, dan sebagainya. Adapun istilah jenis, mengacu pada ciri suatu bentuk atau kelompok kesenian, yang berada dalam suatu gaya. Dalam bahasa Inggris/Perancis istilah itu disebut genre. Namun demikian, tidak berarti bahwa perbedaan kesenian itu hierarkis, yang bisa dipetakan dari gayanya dahulu baru kemudian genrenya. Sebuah jenis seni dari suatu gaya sering memiliki persamaan dengan jenis yang sama dari gaya yang berbeda. Misalnya, jenis wayang wong (teater dengan cerita wayang) gaya Cirebon lebih memiliki kesamaan dengan wayang wong gaya Bali, dibandingkan dengan jenis sandiwara (teater dengan cerita legenda atau cerita keseharian) dari Cirebon sendiri. Atau yang lebih jelas lagi, karakter tertentu dari suatu jenis bisa memiliki lebih banyak kesamaan dengan karakter yang sama dari genre dan gaya yang lain, dibanding dengan karakter yang berbeda dari jenis yang sama. Perhatikan Gambar 3.1, topeng Pamindo Cirebon lebih mirip topeng Gunungsari Surakarta daripada topeng Patih Cirebon. Keberagaman gaya sangat menarik untuk diperhatikan. Meskipun yang digambarkan sama misalnya profil manusia (halus, kasar, tua, muda), binatang (burung, kuda, ikan), atau makhluk ajaib sekalipun namun gayanya berbeda-beda. Perhatikan gambar-gambar di bawah ini, yang menunjukkan karakter yang kurang lebih sama dari empat wilayah: Jawa Barat, Jawa Tengah, Bali, dan Jepang. Keempatnya menunjukkan tokoh halus (lembut, tidak kasar), namun gayanya berlainan. Untuk bisa mengenali gaya itu, kita bisa melihat bentuk dari masing-masing unsur muka, seperti mata, alis, hidung, dan mulut. Pada gambar di bawah ini, topeng-topeng deretan pertama (Gambar 3-2 sampai 3-5) memiliki karakter halus, muda, tampan, dan mungkin bangsawan. Adapun topeng-topeng di deretan kedua (Gambar 3-6 sampai Gambar 3-9) menunjukkan karakter orang tua. Keempat topeng orang tua ini memiliki bentuk yang berbeda-beda berdasarkan gaya masing-masing. Namun, kekhasan bentuk-bentuknya tidak sejelas topeng halusan. Pada topeng-topeng tua, kekhasan masing-masing gaya sulit ditangkap karena lebih memiliki kebebasan atau variasinya lebih tinggi, dibandingkan topeng-topeng halus yang mengikuti aturan (norma) yang lebih ketat.

4 66 TOPENG Topeng-topeng Tokoh Bangsawan Gbr. 3-2: Jawa Barat Gbr. 3-3: Jawa Tengah Gbr. 3-4: Bali Gbr. 3-5: Topeng-topeng Orang tua Gbr. 3-6: Korea Gbr. 3-7: Bali Gbr. 3-8: India Gbr. 3-9: Jepang Adanya kelenturan (fleksibilitas) gaya (tradisi) dalam mewujudkan topeng tua mungkin disebabkan oleh karena semua kultur lebih memiliki gambaran yang sama tentang bagaimana ekspresi muka tua, seperti kulit keriput, gigi ompong, rambut putih, dan sebagainya. Hal yang sama kita temukan dalam topeng-topeng lucu, yang standardisasinya lebih fleksibel. Singkatnya, norma tradisi pada topeng jenis dan gaya tertentu berbeda dengan norma pada topeng jenis dan gaya lainnya. Meskipun gagasan yang akan diwujudkan dan gambaran umum tentang sesuatu itu relatif sama (seperti burung berparuh dan bersayap), tetapi bahasa (idiom) untuk mewujudkannya belum tentu sama. Itulah yang dimaksud dengan gaya, yakni bahasa ungkap, style, atau idiom. Bahasa atau idiom dalam dunia topeng bukan melalui kata-kata, melainkan melalui bentuk visual. Perhatikan bentuk alis dari ketiga topeng Jawa, Bali, dan Jepang. Pada topeng Jawa dan Bali, alis dilukiskan dengan garis yang tegas, tetapi dengan bentuk yang berbeda. Adapun dalam topeng Jepang, garis alis memiliki kontur yang kabur. Ini tidak berarti bahwa alis orang Jawa, Bali, dan Jepang berbedabeda, melainkan idiom (bahasa ungkap) atau estetikanya yang berbeda-beda dalam membuat topeng.

5 67 Jawa Barat (Cirebon) Jawa Tengah (Surakarta) Jepang Bali Gbr. 3-10: Perbandingan gaya lukisan alis mata Dengan demikian, kita dapat melihat keberagaman topeng berdasarkan dua hal utama, yaitu gagasan (seni) yang digambarkan, dan idiom penggambarannya. Gagasan adalah isi yang berbeda-beda sesuai dengan lingkungan, mitologi, cerita, dan sebagainya yang bersumber dari budaya masing-masing. Idiomnya pun berbeda-beda sesuai dengan nilai dan teknik seni masing-masing. Keduanya berkembang dengan proses yang panjang dalam sejarah sosial budaya setempat. Sebagai analogi bahwa persepsi dan interpretasi kultural terhadap suatu fenomena itu berbeda-beda, kita bandingkan dengan ungkapan masyarakat terhadap bunyi ayam jantan berkokok. Bunyi yang relatif sama itu ternyata ditangkap telinga, dan diterjemahkan oleh suara manusia dengan cara berbedabeda. Orang Melayu menerjemahkannya dengan ku-ku-ru-yuk, orang Sunda dengan kong-ko-ro-ngok, orang Inggris bilang cock-a-doodle-doo, dan sebagainya. Dalam kasus seperti ini, tidaklah relevan untuk mempertanyakan mana yang lebih benar atau logis. Semua benar menurut logika kultural masing-masing. Perbedaan idiom kesenian tentu lebih kompleks daripada perbedaan persepsi terhadap bunyi ayam tersebut. Kadar interpretasi personal sangat kuat dan lebih berbeda-beda lagi. Namun kasus itu cukup menunjukkan bahwa ide dan suara fisik yang sama, secara artistik dan kultural bisa diterjemahkan menjadi bentuk yang berbeda-beda. 3.3 Topeng Binatang Terlepas apakah gaya merupakan identitas kultural atau bukan, namun budaya telah melahirkan berbagai bentuk seni yang memperkaya khazanah. Hal ini juga menunjukkan ketakterhinggaan atau ketakterhentian tumbuhnya imajinasi manusia dalam dunia kesenian. Berikutnya, kita bisa melihat perbedaan perwujudan gagasan yang dituangkan ke dalam beberapa jenis topeng binatang. Yang terpenting untuk diperhatikan dalam bagian berikut ini, bukan saja terhadap keberagamannya, melainkan juga pada idiom-idiomnya.

6 68 TOPENG Burung Paruh merupakan simbol utama gambaran burung, selain sayap dan kaki. Namun, penggambarannya (baik berbentuk lukisan, maupun ukiran) bermacam-macam. Salah satu penggambaran yang paling realistis adalah topeng dari Yogyakarta (I). Akan tetapi, jika kita memperhatikan ukiran pada bagian mata, dahi, dan rambut topeng itu tidak mirip wujud asli. Pada topeng itu terdapat goresan-goresan yang sesuai dengan ukiran gaya setempat. Salah satu contoh lagi dari topeng yang mengikuti gaya atau ragam hias budaya setempat adalah topeng burung dari Cirebon dan Tibet. Topeng burung itu menunjukkan tingkat stilasi yang lebih jauh daripada yang realistis. Bentuk mata, ukiran di belakang mata, dan hiasan dekoratif yang melingkar pada pipi dalam topeng Cirebon itu tidaklah realistis. Topeng burung berikutnya yang berasal dari Jawa adalah topeng burung berparuh panjang (ukuran seluruhnya sekitar satu meter) dan berkepala kecil, bentuknya lebih mendekati bebek daripada burung. Memang, topeng ini bukan dilekatkan pada muka, melainkan dipegang seperti jenis barongan (akan dibicarakan selanjutnya), di mana kedua paruh itu bisa digerakkan dan ditepukkan sehingga dapat menimbulkan bunyi. Gbr. 3-11: Yogyakarta (I) Gbr. 3-12: Yogyakarta (II) Gbr. 3-13: Cirebon, Jawa Barat Gbr. 3-15: Jawa (desa) Gbr. 3-14: Tibet

7 69 Topeng-topeng dari Indian-Amerika (dan Meksiko) dalam gambar, tampak memiliki paruh, namun strukturnya tetap mengikuti muka manusia, baik dari bentuknya yang lonjong (oval), maupun posisi mata dan alisnya. Topeng tersebut memang dimaksudkan untuk dikenakan pada muka. Akan tetapi, terdapat perbedaan antara topeng Meksiko dan Amerika Utara. Paruh burung pada topeng Meksiko menggantikan hidung dan mulut, sedangkan topeng dari Amerika Utara, paruhnya merupakan perpanjangan bibir. Gbr. 3-16: Indian - Gbr. 3-17: Afrika Simbolisasi burung pada hiasan topi perang the Viking terlihat dari gambaran kaki dan ekornya, meskipun sayapnya terlalu kecil dibanding kakinya, dan arahnya pun terbalik jika dibandingkan dengan wujud sebenarnya. Adapun kepala atau paruhnya lebih abstrak lagi. Kasus sebaliknya bisa dilihat dalam topeng perang dari Nias (Gambar 2.90), kepala dan paruhnya sangat jelas penggambarannya, sedangkan kakinya tidak ditampakkan. Hiasan atap rumah masyarakat Kajang, Sulawesi Selatan, memberikan gambaran yang lain. Bentuk keseluruhannya seperti ayam jago dengan jenggernya. Akan tetapi, kepala dan mukanya, berbentuk ular, dan di atasnya bertengger seekor burung. Bandingkan pula dua topeng dari Afrika dengan burung dan ayam bertengger di atasnya. Gambaran ini semua menunjukkan perbedaan dalam tiga hal: pertama, gaya atau bentuk representasinya; kedua, adalah tingkat abstraksinya (kejelasan dan ketidakjelasannya), dan ketiga adalah unsur yang direpresentasikan atau disimbolkannya (kaki dalam Viking, kepala dalam Nias) Binatang Bertanduk

8 70 TOPENG Gbr. 3-18: Ornamen topi perang (armor) Viking. Gbr. 3-19: Hiasan di atap rumah, masyarakat Kajang, Gbr. 3-20: Topeng Ayam, Jawa Tengah. Gbr. 3-21: Kondobuleng Makassar, Sulawesi Gbr. 3-22: Topeng burung karya baru, terbuat dari Gbr. 3-23: Topeng berbentuk burung dari Gbr. 3-24: Hudoq Dayak, Kalimantan. Gbr. 3-25: Topeng burung dari kertas dengan kacamata, Mariushka, yang berdasar pada Gbr. 3-26: Topeng gelede dari Yoruba, Gbr. 3-27: Topeng burung dari Afrika. Gbr. 3-28: Topeng dengan burung di atasnya, dari Pulau Mabuiag, Selat Gbr. 3-29: Garuda Wisnu

9 71 Gbr. 3-31: Buta Manuk ( Raksasa Burung ) dalam wayang kulit. Gbr. 3-30: Topeng burung dari Karo, Sumatera Utara, bagian dari Gbr. 3-32: Kaligrafi Arab berbentuk burung dari Teheran, Iran, tahun 1872: basmallah dengan frasa- Gambaran kepala bertanduk banyak ditemukan dalam topeng, patung, dan hiasan tradisional. Tanduk merupakan identitas dari suatu jenis binatang. Selain itu terkadang tanduk juga terdapat pada makhluk yang mirip manusia, raksasa, atau dewa. Jika paruh adalah simbol dari jenis binatang yang bisa terbang, tanduk adalah bagian badaniah yang berfungsi sebagai senjata. Mungkin karena itulah, dalam beberapa tradisi tanduk menjadi simbol kekuatan, ketangguhan, atau kegagahan, baik secara fisik, ekonomi (harta), maupun spiritual. Di Indonesia banyak masyarakat yang memiliki tanduk kerbau sebagai simbol budayanya, seperti Toraja, Batak, Minang, Sunda, Flores, dan sebagainya. Simbol ini bisa ditemukan dalam hiasan-hiasan atap, dan/atau ukiran-ukiran rumah dan lumbung padi. Ada yang dilukiskan secara abstrak, ada juga yang sangat realistis. Ada yang menggambarkan seluruh kepala, ada pula yang hanya mengambil bagian tanduknya saja. Di Toraja ada sebuah upacara dan tarian yang menggunakan hiasan kepala tanduk kerbau. Begitu pula rumah-rumah tradisional Toraja milik tokoh kampung atau keluarga mampu, terdapat susunan tanduk-tanduk dari kerbau yang telah dipotong oleh keluarga bersangkutan, dalam upacara-upacara besar selama beberapa generasi Binatang Buas Gambaran binatang buas yang sering digunakan sebagai topeng, patung,

10 72 TOPENG Gbr. 3-33: Kepala Rusa hiasan rumah dari Nias. Gbr. 3-35: Kepala Kerbau, dipasang di tiang rumah masyarakat Mamasa, Gbr. 3-34: Kepala Rusa (hiasan rumah), dari Gbr. 3-36: Patung Nias dengan hiasan kepala Gbr. 3-37: Rusa dari Indian Amerika. Gbr. 3-38: Wayang kulit Batara Kala yang bertanduk dari daerah Indramayu, Jabar.

11 73 Gbr. 3-39: Salah satu topeng lengger yang bertanduk, Wonosobo, Gbr. 3-40: Mikichioni, topeng raksasa (oni) bertanduk dari Jepang, Gbr. 3-41: Patung bambu domba, karya modern Sanggar Bambu, Gbr. 3-42: Topeng-topeng bertanduk dari beberapa negara di Afrika.

12 74 TOPENG Gbr. 3-43: Penari topeng (hudoq) yang dipenuhi ornamen dari masyarakat Dayak, yang kini belum ditemukan lagi Gbr. 3-44: Penari topeng dengan tanduk dari Toraja, Sulsel, yang kini belum ditemukan lagi (foto sekitar tahun 1950, Gbr. 3-45: Pakaian prajurit yang mungkin juga dari kalangan bangsawan dari pulau Timor, NTT (Doku mentasi Gbr. 3-46: Para penari putri dari Sumba Barat, NTT, dengan hiasan kepala Gbr. 3-47: Pakaian gadis-gadis Tanjungkarang, Lampung, pada tahun 1893.

13 75 Gbr. 3-48: Kepala kerbau yang biasa dipasang pada rumah adat besar di Minangkabau, Sumbar. Gbr. 3-49: Atap rumah ijuk yang dibentuk kepala kerbau, di daerah Kefa, Timor, NTT. Gbr. 3-50: Patung kepala kerbau yang dipasang pada 4 penjuru angin atap rumah di Tanah Karo, Sumut. Gbr. 3-51: Pola ukiran kepala kerbau (simbolik, abstrak) pada masyarakat Batak Toba, Gbr. 3-52: Kereta dengan patung kepala kerbau untuk perayaan hajatan anak sunat dari Indramayu, Gbr. 3-53: Topeng makhluk bertanduk abstrak dari Papua; dokumentasi Belanda sekitar

14 76 TOPENG Gbr. 3-54: Kepala kerbau pada rumah-rumah di Toraja, Sulsel. Gbr. 3-55: Tanduk Kerbau dihiasi sebelum dijadikan korban atau sajian upacara kematian di Toraja, Sulsel. Gbr. 3-56: Hiasan kepala untuk menari, terbuat dari tanduk kerbau, bulu ayam, dan uang logam, dari Toraja, Sulsel. Gbr. 3-57: Penari upacara kebo-keboan ( kerbau-kerbauan ) yang memakai hiasankepala bertanduk, di Banyuwangi, Jatim. Gbr. 3-58: Patung kepala kerbau yang dipasang sebagai bagian dari sesaji pada waktu upacara kebo-keboan, di Gbr. 3-59: Penonton sepakbola Piala Dunia, World Cup, yang memakai topeng bertanduk.

15 77 Gbr. 3-60: Rumah gadang ( rumah besar ) di komplek Rumah Budaya, Padang Panjang, Sumatera Barat, dengan atap menjulang menyerupai tanduk kerbau. Gbr. 3-61: Tanduk kerbau disusun menjadi hiasan atau simbol sosial (adat) pada rumah-rumah di Toraja, Gbr. 3-62: Tingkuluak tanduak, hiasan kepala menyerupai tanduk kerbau, sebagai bagian dari pakaian adat kaum perempuan di Gbr. 3-63: Tingkuluak tanduak, (tampak belakang), ketika ibuibu memasuki rumah gadang.

16 78 TOPENG dan hiasan, adalah ular (naga), buaya, singa, harimau, dan babi hutan. Yang lebih ditonjolkan adalah unsur kekuatan sebagai simbol dari kebuasannya tersebut, seperti gigi dan taring yang besar dan tajam sehingga ekspresinya pun seram, perkasa, atau ganas. Naga adalah salah satu jenis binatang buas (nyata atau hayal) yang banyak perwujudan bentuknya. Mungkin karena makhluk ini memiliki keterkaitan dengan simbol air dan bumi, sehingga maknanya bukan saja keperkasaan, melainkan juga kesucian dan kesuburan. Di Bali, representasi naga umumnya berbentuk patung batu. Patung itu bukan hanya terdapat di tempat pemandian, taman sari, atau kompleks air suci, tetapi juga di perempatan jalan, pintu gerbang pura, dan di dinding-dinding rumah. Di Kalimantan Timur, ada kepala naga yang terpampang di muka perahu. Di Jawa, selain pada candi-candi dan gerbang istana, wujud naga juga terdapat dalam ukiran rancak gamelan. Beberapa jenis gong dari Kalimantan juga berisi ukiran yang menggambarkan naga. Demikian pula dengan wayang kulit dan wayang golek, stilasi atau gayanya mirip dengan topeng. Di NTT terdapat topeng yang berlukiskan ular di bagian atasnya, seperti halnya topeng dari Srilangka, yang berhiaskan ular kobra. Kemungkinan besar gambaran naga seperti ini asalnya dari Cina. Dalam budaya tersebut, gambaran naga ditemukan di berbagai tempat, seperti pada atap rumah atau kuil, pertunjukan (liong), sampai ke hiasan lilin. Sejarah menunjukkan bahwa hubungan budaya Cina dengan Nusantara sudah terjadi sekitar satu setengah milenium yang lalu. Di samping karena komunitas Tionghoa yang tersebar di hampir semua penjuru itu mendukung kebudayaannya sendiri, pengaruhnya terhadap kebudayaan setempat pun sangat mendalam. Kita bisa melihat adanya kemiripan antara lukisan bentuk naga pada gong Kalimantan dan ukiran Cina. Artefak kebudayaan dan seni pertunjukan di Bali, misalnya, banyak mengandung unsur budaya Cina. Singa dan harimau, juga merupakan simbol yang paling sering ditemui. Singa dijuluki Si Raja Hutan Gbr. 3-64: Hiasan depan perahu berbentuk naga dari Banjarmasin, KalSel. Gbr. 3-65: Kepala Buta Naga wayang golek Gbr. 3-66: Kepala naga pada rancak gong Gbr. 3-67: Topeng dari Timor, dengan hiasan

17 79 Gbr. 3-69: Kepala naga hiasan-depan perahu, dari Kutai Kartanagara, Gbr. 3-68: Kepala naga hiasan depan perahu, dari masyarakat Viking, Skandinavia, sekitar 1000 tahun yang Gbr. 3-71: Patung naga di Bali biasa dibuat sebagai tempat keluar mata air, sehingga air memancur dari mulutnya. Gambar ini diambil dari bagian ruang yang terdapat Gbr. 3-70: Kepala naga, hiasan depan perahu, model (duplikasi) kapal Cheng Ho, pahlawan-pelaut Cina

18 80 TOPENG Gbr. 3-72: Dua patung naga di depan kelenteng Cina, di Padang, Sumbar. Gbr. 3-73: Patung naga di depan kuil Shinto di Jepang: air keluar dari bagian mulutnya ke tempat Gbr. 3-74: Patung naga bertanduk di atas kuburan,

19 81 Gbr. 3-75: Sesako, sandaran kursi berukir naga dari Lampung. Gbr. 3-76: Lukisan gambar naga yang terdapat di Gbr. 3-76: Ukiran rancak ( rak ) gamelan Jawa, baik dari kayu maupun logam, banyak berbentuk naga. Gbr. 3-78: Topeng Naga dan Garuda, dalam drama-tari wayang wong Cirebon (kini sudah punah), sebagai perwujudan dari kekuatan Gbr. 3-79: Naga dalam wayang kulit Bali (atas) dan Jawa-Cirebon (bawah).

20 82 TOPENG karena ia dianggap binatang yang paling kuat dan ditakuti. Harimau, selain kekuatan gigi dan taring, kulit dan bulunya menjadi simbol kehebatan, serta keindahan yang khas, seperti halnya bulu merak. Selain itu, buaya dan babi hutan pun banyak terdapat dalam seni tiga dimensi, seperti topeng, wayang, dan patung Binatang Tidak-Buas Gbr. 3-80: Topeng harimau dari Jawa Tengah. Gbr. 3-81: Topeng harimau dari Jawa Barat. Gbr. 3-82: Topeng macan-tutul (leopard) Gbr. 3-83: Topeng berwajah singa dari Bhutan, topeng ini biasa ditarikan sambil Gbr. 3-84: Muka harimau pada hiasan tempayan di museum NTT, Kupang.

21 83 Gbr. 3-85: Patung singa di Seoul, Korea. Gbr. 3-86: Patung kucing di suatu kuil daerah Sanur, Gbr. 3-87: Patung singa yang dijual di toko-toko Gbr. 3-88: Kaligrafi Macan Ali dari Keraton Gbr. 389: Macan-macanan, dalam arak-arakan perayaan khitanan di Cirebon.

22 84 TOPENG Gbr Macan dan Banteng dalam araka-arakan ritus pertanian kebo-keboan di Banyuwangi, Jatim. Gbr. 3-91: Babi dalam topeng hudoq, Dayak Kayan, Gbr. 3-92: Babi dalam topeng Jawa, Yogyakarta. Gbr. 3-93: Babi dalam topeng Gbr. 3-94: Babi dalam topeng Bali (Barong Gbr. 3-96: Topeng Serigala dari Jateng. Gbr. 3-95: Buta Wijung ( Rasasa Babi ) dalam wayang kulit. Gbr. 3-97: Patung seperti serigala tetapi berbulu loreng seperti harimau, dari Nias, biasa

23 85 Gbr. 3-98: Anjing, tarian berdua, karya koreografer terkenal Sardono W. Kusumo, Hutan Plastik, Oktober 2003 di Taman Ismail Marzuki, Jakarta. Gbr. 3-99: Patung-patung serigala di sebuah kompleks kuil Toyokawa Inari, di Toyohashi, Jepang, yang menyimpan ribuan patung serigala, persembahan dari

24 86 TOPENG Binatang-binatang yang tidak-buas (yang umumnya biasa dijinakkan) banyak pula digunakan sebagai simbol yang berhubungan dengan kepercayaan setempat, seperti lambang-lambang kesuburan, harmoni lingkungan, atau keseimbangan sosial dan sebagainya. Beberapa budaya memandang ayam sebagai bagian dari falsafah hidup: memelihara ayam merupakan kelengkapan kehidupan, bukan untuk tujuan ekonomi semata. Sehubungan dengan itu, figur ayam biasa terpancang menghiasi atap rumah atau ukiran-ukiran dinding kayu, seperti misalnya dalam masyarakat Kajang, Toraja, dan Sunda. Benda-benda keramik (gerabah) dari Lombok banyak dihiasi dengan gambaran binatang melata. Simbol jenis binatang melata ini, yang berhubungan dengan air dan bumi, merupakan sejarah lama. Hiasan nekara perunggu dari zaman Dongson (sekitar abad 5 sebelum masehi) adalah contoh yang jelas mengenai binatang jenis ini. Topeng-topeng binatang jinak banyak terdapat dalam tradisi pertunjukan wayang orang di Yogyakarta, yang bentuknya hampir realistis. Dalam tradisi topeng Malang, terdapat tokoh sapi. Dalam pertunjukan di Bali, topeng kera dan katak sering dijumpai Binatang Khayal Jenis binatang lain yang juga digunakan sebagai penggambaran topeng adalah Gbr : Topeng Buta Gajah dari Jawa Tengah. Gbr : Topeng Batara Gana (dewa bermuka gajah) dari Gbr : Topeng Gajah dari topeng dalang Malang, Gbr : Patung kuda dari Lombok, NTB, yang bisa dinaiki Gbr : Gajah dalam wayang

25 103 jauh dari bentuk manusia pada umumnya. Banyak contoh-contoh yang dapat dilihat dari bab-bab sebelum dan sesudah ini, misalnya saja gundala-gundala dari Karo dalam Bab 1 (Gambar 1-16), jipae dari Asmat, dan topeng-kain dari Jepang. Topeng Rangda Bali pada Gambar termasuk wujud manusia abstrak. Perhatikan bentuk muka, mata, taring, lidah, dan lain-lain. Bentuk seperti itu tidak kita jumpai dalam realita, sehingga penampakkannya menjadi misterius, aneh dan hebat sekaligus. Dalam adegan pertunjukannya, ketika Rangda (mewakili pihak buruk ) berperang dengan Barong (pihak baik ), kita diajak menyaksikan pertarungan yang hebat dari kedua sifat. Hal itu mungkin berupa refleksi dari pertentangan sifat buruk dan baik dari diri manusia sendiri, yang memang hebat, dan tak pernah selesai selama hayat. Setiap saat sifat buruk hadir, kepercayaan dan moral mengajarkan bahwa manusia harus berusaha keras memeranginya. Itu tidak mudah, tapi berlangsung terus. Itu aneh, berat, dan mengerikan. Tapi itu adalah kenyataan. Mungkin karena itu pula topeng-topeng banyak yang tampak aneh dan menyeramkan. Gbr Gbr Gbr , 3-160: Rangda dan Barong sebagai lambang kekuatan jahat dan baik, dalam tradisi Bali.

10 TOPENG. Gbr. 1-37: Sisingaan, tunggangan anak sunat, berasal dari daerah Subang. Kini Sisingaan menyebar hampir di seluruh pelosok Jawa Barat.

10 TOPENG. Gbr. 1-37: Sisingaan, tunggangan anak sunat, berasal dari daerah Subang. Kini Sisingaan menyebar hampir di seluruh pelosok Jawa Barat. PENDAHULUAN 9 Gbr. 1-34: Muka liong dibuat oleh para seniman desa (bukan orang Tionghoa) dari daerah Cirebon, Jawa Barat. Di sana, liong dan barongsay biasa dipertunjukkan dalam upacara Sidekah Bumi di

Lebih terperinci

Bab 1. Hampir bisa dipastikan, kebanyakan dari Anda pernah melihat topeng. Pendahuluan

Bab 1. Hampir bisa dipastikan, kebanyakan dari Anda pernah melihat topeng. Pendahuluan PENDAHULUAN 1 Bab 1 Pendahuluan Hampir bisa dipastikan, kebanyakan dari Anda pernah melihat topeng. Jika tidak secara langsung, mungkin pernah melihat gambarnya dari buku-buku atau dalam film di mana ada

Lebih terperinci

GAYA DAN KARAKTER. Gbr : Topeng-topeng gajah dari Pantai Gading (Ivory Coast), Afrika. Gbr : Topeng Lembu, sapi, dari

GAYA DAN KARAKTER. Gbr : Topeng-topeng gajah dari Pantai Gading (Ivory Coast), Afrika. Gbr : Topeng Lembu, sapi, dari 87 Gbr. 3-105: Topeng-topeng gajah dari Pantai Gading (Ivory Coast), Afrika. Gbr. 3-106: Kuda Anubis dari Mesir Gbr. 3-107: Topeng Lembu, sapi, dari Gbr. 3-108: Kuda pada hiasan mangkuk keramik dari Kayutanam,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Gbr. 1-60: Kumis buatan dipakai dalam tari wayang dari Jawa Barat untuk menggambarkan. Gbr. 1-63: Rias Harimau,

PENDAHULUAN. Gbr. 1-60: Kumis buatan dipakai dalam tari wayang dari Jawa Barat untuk menggambarkan. Gbr. 1-63: Rias Harimau, PENDAHULUAN 17 Jadi, jika ditinjau dari sisi fungsi, yaitu membuat wajah menjadi berbeda, rias memiliki persamaan dengan topeng, terutama rias yang menggunakan bahan tempelan. Namun umumnya rias tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki lingkungan geografis. Dari lingkungan geografis itulah

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki lingkungan geografis. Dari lingkungan geografis itulah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kekompleksitasan Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang memiliki lingkungan geografis. Dari lingkungan geografis itulah membuat Indonesia menjadi

Lebih terperinci

Pengertian Seni Kriya, Fungsi, Macam & Contoh Seni Kriya

Pengertian Seni Kriya, Fungsi, Macam & Contoh Seni Kriya Pengertian Seni Kriya, Fungsi, Macam & Contoh Seni Kriya Pengertian Seni Kriya, Fungsi, Macam & Contoh Seni Kriya Secara Umum, Pengertian Seni Kriya adalah sebuah karya seni yang dibuat dengan menggunakan

Lebih terperinci

T O P E N G. Buku Pelajaran. Untuk SMA Kelas 1. PENULIS Endo Suanda. KONTRIBUTOR: I Wayan Dibia Halilintar Lathief FX. Widaryanto

T O P E N G. Buku Pelajaran. Untuk SMA Kelas 1. PENULIS Endo Suanda. KONTRIBUTOR: I Wayan Dibia Halilintar Lathief FX. Widaryanto i T O P E N G Buku Pelajaran Untuk SMA Kelas 1 PENULIS Endo Suanda KONTRIBUTOR: I Wayan Dibia Halilintar Lathief FX. Widaryanto ii Topeng Buku Pelajaran Kesenian Nusantara Untuk SMA Kelas 1 Penulis : Endo

Lebih terperinci

RANGKUMAN. Bab 7. Rangkuman

RANGKUMAN. Bab 7. Rangkuman 179 Bab 7 Rangkuman S etelah membaca buku Topeng ini, mungkin Anda akan bertanya: Apa sasaran buku ini? Tidak ada bab yang menguraikan secara menyeluruh tentang topeng Nusantara. Jika misalnya Anda ingin

Lebih terperinci

Potensi Budaya Indonesia Dan Pemanfaatannya

Potensi Budaya Indonesia Dan Pemanfaatannya Potensi Budaya Indonesia Dan Pemanfaatannya Selain kaya akan sumber daya alam, Indonesia juga termasuk kaya akan keragaman budaya. Beraneka ragam budaya dapat dijumpai di Negara ini. Keragaman budaya tersebut

Lebih terperinci

diciptakan oleh desainer game Barat umumnya mengadopsi dari cerita mitologi yang terdapat di Di dalam sebuah game karakter memiliki

diciptakan oleh desainer game Barat umumnya mengadopsi dari cerita mitologi yang terdapat di Di dalam sebuah game karakter memiliki ABSTRACT Wimba, Di dalam sebuah game karakter memiliki menjadi daya tarik utama dalam sebuah game, menjadi teman bagi pemain, juga dapat berperan sebagai atau dari sebuah game sekaligus menjadi elemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut sejarah, sesudah Kerajaan Pajajaran pecah, mahkota birokrasi

BAB I PENDAHULUAN. Menurut sejarah, sesudah Kerajaan Pajajaran pecah, mahkota birokrasi 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Menurut sejarah, sesudah Kerajaan Pajajaran pecah, mahkota birokrasi dialihkan oleh Kerajaan Sunda/Pajajaran kepada Kerajaan Sumedanglarang. Artinya, Kerajaan

Lebih terperinci

Kerangka Materi, Narasi, dan Hasil Produk

Kerangka Materi, Narasi, dan Hasil Produk LAMPIRAN Kerangka Materi, Narasi, dan Hasil Produk 85 KERANGKA MATERI VIDEO PEMBELAJARAN MUSIK TRADISIONAL NUSANTARA Materi Pengertian Musik Tradisional Nusantara Lagu Tradisional Nusantara Penggolongan

Lebih terperinci

TUGAS SENI BUDAYA ARTIKEL SENI RUPA

TUGAS SENI BUDAYA ARTIKEL SENI RUPA TUGAS SENI BUDAYA ARTIKEL SENI RUPA Nama : Muhammad Bagus Zulmi Kelas : X 4 MIA No : 23 SENI RUPA Seni rupa adalah cabang seni yang membentuk karya seni dengan media yang bisa ditangkap mata dan dirasakan

Lebih terperinci

Kain Sebagai Kebutuhan Manusia

Kain Sebagai Kebutuhan Manusia KAIN SEBAGAI KEBUTUHAN MANUSIA 1 Kain Sebagai Kebutuhan Manusia A. RINGKASAN Pada bab ini kita akan mempelajari kain sebagai kebutuhan manusia. Manusia sebagai salah satu makhluk penghuni alam semesta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada era modern saat ini sangat jarang terlihat rumah-rumah tradisional

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada era modern saat ini sangat jarang terlihat rumah-rumah tradisional BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era modern saat ini sangat jarang terlihat rumah-rumah tradisional dibangun, namun cukup banyak ditemukan bangunan-bangunan yang diberi sentuhan tradisional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan manusia tidak dapat terlepas dari budaya karena

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan manusia tidak dapat terlepas dari budaya karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan manusia tidak dapat terlepas dari budaya karena keseluruhan gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesenian merupakan salah satu bentuk kebudayaan manusia. Setiap daerah mempunyai kesenian yang disesuaikan dengan adat istiadat dan budaya setempat. Jawa Barat terdiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terbentang sepanjang Selat Malaka dan Selat Karimata.

BAB I PENDAHULUAN. yang terbentang sepanjang Selat Malaka dan Selat Karimata. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki sekitar 500 kelompok etnis, tiap etnis memiliki warisan budaya yang berkembang selama berabad-abad, yang dipengaruhi oleh kebudayaan India,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya memiliki nilai spiritual. Anggapan ini membuat hewan, tumbuhan, dan

BAB I PENDAHULUAN. lainnya memiliki nilai spiritual. Anggapan ini membuat hewan, tumbuhan, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hubungan manusia dengan hewan, tumbuhan, dan beberapa benda alam lainnya memiliki nilai spiritual. Anggapan ini membuat hewan, tumbuhan, dan beberapa benda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan teknologi. Perkembangan teknologi mengakibatkan terjadinya

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan teknologi. Perkembangan teknologi mengakibatkan terjadinya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Arsitektur sebagai produk dari kebudayaan, tidak terlepas dari pengaruh perkembangan teknologi. Perkembangan teknologi mengakibatkan terjadinya proses perubahan

Lebih terperinci

BAB III CELENG SEBAGAI TEMA DALAM KARYA SENI LUKIS. A. Implementasi Teoritis

BAB III CELENG SEBAGAI TEMA DALAM KARYA SENI LUKIS. A. Implementasi Teoritis BAB III CELENG SEBAGAI TEMA DALAM KARYA SENI LUKIS A. Implementasi Teoritis Istilah kata celeng berasal dari sebagian masyarakat Jawa berarti babi liar. Jika dilihat dari namanya saja, sudah nampak bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahasa dan sastra Indonesia. Materi pembelajaran drama yang diajarkan di tingkat

BAB I PENDAHULUAN. bahasa dan sastra Indonesia. Materi pembelajaran drama yang diajarkan di tingkat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Drama adalah salah satu bentuk sastra yang diajarkan dalam mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia. Materi pembelajaran drama yang diajarkan di tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki bermacam-macam suku bangsa,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki bermacam-macam suku bangsa, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki bermacam-macam suku bangsa, tidak hanya suku yang berasal dari nusantara saja, tetapi juga suku yang berasal dari luar nusantara.

Lebih terperinci

ARTIKEL TENTANG SENI TARI

ARTIKEL TENTANG SENI TARI NAMA : MAHDALENA KELAS : VII - 4 MAPEL : SBK ARTIKEL TENTANG SENI TARI A. PENGERTIAN SENI TARI Secara harfiah, istilah seni tari diartikan sebagai proses penciptaan gerak tubuh yang berirama dan diiringi

Lebih terperinci

SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 6 MALANG

SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 6 MALANG UKBM 3.1/4.1/1/1-1 BAHASA INDONESIA PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR DINAS PENDIDIKAN SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 6 MALANG UNIT KEGIATAN BELAJAR BIN 3.1/4.1/1/1-1 PENTINGKAH LAPORAN HASIL OBSERVASI Kompetensi

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya, kiranya. telah cukup menjawab berbagai permasalahan yang diajukan

BAB V KESIMPULAN. Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya, kiranya. telah cukup menjawab berbagai permasalahan yang diajukan 305 BAB V KESIMPULAN Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya, kiranya telah cukup menjawab berbagai permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini. Penjelasan yang terkait dengan keberadaan seni lukis

Lebih terperinci

RAGAM HIAS FLORA Ragam hias flora

RAGAM HIAS FLORA Ragam hias flora RAGAM HIAS FLORA Ragam hias flora Flora sebagai sumber objek motif ragam hias dapat dijumpai hampir di seluruh pulau di Indonesia. Ragam hias dengan motif flora (vegetal) mudah dijumpai pada barang-barang

Lebih terperinci

MODUL PERKULIAHAN. Sejarah Desain. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh

MODUL PERKULIAHAN. Sejarah Desain. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh MODUL PERKULIAHAN Sejarah Seni Rupa Prasejarah Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Fakultas Teknik Perencanaan & Desain Desain Produk 01 Kode MK Abstract Seni rupa dapat dikatakan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahasa daerah. Masyarakatnya terdiri dari atas beberapa suku seperti, Batak Toba,

BAB I PENDAHULUAN. bahasa daerah. Masyarakatnya terdiri dari atas beberapa suku seperti, Batak Toba, BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Sumatera Utara merupakan salah satu Provinsi yang memiliki kekayaan budaya yang beraneka ragam dalam bentuk adat istiadat, seni tradisional maupun bahasa daerah. Masyarakatnya

Lebih terperinci

BAB 7. Standar Kompetensi. Memahami kesamaan dan keberagaman Bahasa dan Dialek. Kompetensi Dasar. Tujuan Pembelajaran

BAB 7. Standar Kompetensi. Memahami kesamaan dan keberagaman Bahasa dan Dialek. Kompetensi Dasar. Tujuan Pembelajaran BAB 7 Standar Kompetensi Memahami kesamaan dan keberagaman Bahasa dan Dialek Kompetensi Dasar 1. Menjelaskan keberadaan dan perkembangan tradisi lisan dalam masyarakat setempat. 2. Mengembangkan sikap

Lebih terperinci

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i UCAPAN TERIMAKASIH... ii ABSTRAK... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... ix DAFTAR BAGAN... x DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i UCAPAN TERIMAKASIH... ii ABSTRAK... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... ix DAFTAR BAGAN... x DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i UCAPAN TERIMAKASIH... ii ABSTRAK... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... ix DAFTAR BAGAN... x DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR LAMPIRAN... xv BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Lebih terperinci

Penelaahan deskriptif dan grafis rumah tradisional di pemukiman etnik tertentu di Indonesia (2)

Penelaahan deskriptif dan grafis rumah tradisional di pemukiman etnik tertentu di Indonesia (2) Matakuliah : R077 Arsitektur Tradisional Tahun : Sept - 009 Penelaahan deskriptif dan grafis rumah tradisional di pemukiman etnik tertentu di Indonesia () Pertemuan 4 PENGENALAN RUMAH TRADISIONAL SUKU-SUKU

Lebih terperinci

III. METODE PENCIPTAAN TOPENG SEBAGAI TEMA DALAM PENCIPTAAN KARYA SENI RUPA. A. Implementasi Teoritis

III. METODE PENCIPTAAN TOPENG SEBAGAI TEMA DALAM PENCIPTAAN KARYA SENI RUPA. A. Implementasi Teoritis III. METODE PENCIPTAAN TOPENG SEBAGAI TEMA DALAM PENCIPTAAN KARYA SENI RUPA A. Implementasi Teoritis Penulis menyadari bahwa topeng merupakan sebuah bagian peninggalan prasejarah yang sekarang masih mampu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Daerah penghasil batik banyak terdapat di pulau Jawa dan tersebar. di daerah Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.

BAB I PENDAHULUAN. Daerah penghasil batik banyak terdapat di pulau Jawa dan tersebar. di daerah Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Batik merupakan salah satu warisan budaya Indonesia. Daerah penghasil batik banyak terdapat di pulau Jawa dan tersebar di daerah Jawa Barat, Jawa Tengah, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cerdas, sehat, disiplin, dan betanggung jawab, berketrampilan serta. menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi misi dan visi

BAB I PENDAHULUAN. cerdas, sehat, disiplin, dan betanggung jawab, berketrampilan serta. menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi misi dan visi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perwujudan iklim pendidikan nasional yang demokratis dan bermutu dalam rangka membentuk generasi bangsa yang memiliki karakter dengan kualitas akhlak mulia, kreatif,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. halnya di daerah Sumatera Utara khususnya di kabupaten Karo, rumah adat

BAB I PENDAHULUAN. halnya di daerah Sumatera Utara khususnya di kabupaten Karo, rumah adat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ragam hias atau disebut juga dengan ornamen di Indonesia merupakan kesatuan dari pola-pola ragam hias daerah atau suku-suku yang telah membudaya berabad-abad.

Lebih terperinci

Mengenal Jenis, Bentuk, dan Teknik Pembuatan Karya Seni Rupa Tradisional Daerah Setempat

Mengenal Jenis, Bentuk, dan Teknik Pembuatan Karya Seni Rupa Tradisional Daerah Setempat Mengenal Jenis, Bentuk, dan Teknik Pembuatan Karya Seni Rupa Tradisional Daerah Setempat : Umi Faradillah, S.Pd Standar Kompetensi Mengapresiasi Karya Seni Rupa Kompetensi Dasar 1. Mengidentifikasi jenis

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iv. DAFTAR ISI... v. DAFTAR GAMBAR... ix. DAFTAR TABEL... xiii BAB I PENDAHULUAN... 1

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iv. DAFTAR ISI... v. DAFTAR GAMBAR... ix. DAFTAR TABEL... xiii BAB I PENDAHULUAN... 1 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i ABSTRAK... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR TABEL... xiii BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang Penelitian... 1 B. Identifikasi Masalah... 3 C. Rumusan Masalah...

Lebih terperinci

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... UCAPAN TERIMA KASIH... ABSTRAK... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... BAB I PENDAHULUAN...

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... UCAPAN TERIMA KASIH... ABSTRAK... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... BAB I PENDAHULUAN... DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... UCAPAN TERIMA KASIH... ABSTRAK... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... i ii iii v vii x BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... B. Fokus Penelitian... C. Tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kehidupan sosial, adat istiadat. Indonesia memiliki beragam kebudayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kehidupan sosial, adat istiadat. Indonesia memiliki beragam kebudayaan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia yang terdiri atas beberapa pulau dan kepulauan serta di pulau-pulau itu terdapat berbagai suku bangsa masing-masing mempunyai kehidupan sosial,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rizky Nugaraha,2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rizky Nugaraha,2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu suku bangsa terbesar di Indonesia adalah Suku Sunda. Dengan populasi yang tersebar di seluruh Indonesia dan peranannya di masyarakat serta ciri khasnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Kebudayaan Indonesia sangat beragam. Pengaruh-pengaruh kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Kebudayaan Indonesia sangat beragam. Pengaruh-pengaruh kebudayaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebudayaan merupakan sistem nilai yang terkandung dalam sebuah masyarakat. Kebudayaan Indonesia sangat beragam. Pengaruh-pengaruh kebudayaan yang membentuk lapis-lapis

Lebih terperinci

V ULASAN KARYA PERANCANGAN

V ULASAN KARYA PERANCANGAN V ULASAN KARYA PERANCANGAN 5.1 Hasil perancangan 5.1.1 Cover Kamus Ciung in English Kamus Visual Anak Ciung in English Eka Nur Eskandar Rusmanto Ciung in English Gambar 5.1 Cover depan & belakang Kamus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sofyan Alamhudi, 2014 Kajian Visual Celengan Gerabah Di Desa Arjawinangun Blok Posong Kabupaten Cirebon

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sofyan Alamhudi, 2014 Kajian Visual Celengan Gerabah Di Desa Arjawinangun Blok Posong Kabupaten Cirebon BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sejak zaman dahulu selalu melakukan banyak hal untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, dari kebutuhan pokok hingga kepuasan batin. Banyak teori yang mengemukakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN FAJRI BERRINOVIAN 12032

BAB I PENDAHULUAN FAJRI BERRINOVIAN 12032 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang I.1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek Banyak orang merasa bingung mengisi hari libur mereka yang hanya berlangsung sehari atau dua hari seperti libur pada sabtu dan

Lebih terperinci

STRATEGI PERANCANGAN DAN KONSEP VISUAL

STRATEGI PERANCANGAN DAN KONSEP VISUAL BAB III STRATEGI PERANCANGAN DAN KONSEP VISUAL 3.1. Strategi Komunikasi Memberikan pengetahuan kepada masyarakat umum tentang kesenian Reog Ponorogo. Agar masyarakat lebih mengenal lebih jauh tentang kesenian

Lebih terperinci

Ragam Hias Tenun Ikat Nusantara

Ragam Hias Tenun Ikat Nusantara RAGAM HIAS TENUN IKAT NUSANTARA 125 Ragam Hias Tenun Ikat Nusantara A. RINGKASAN Pada bab ini kita akan mempelajari sejarah teknik tenun ikat pada saat mulai dikenal masyarakat Nusantara. Selain itu, akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Kebudayaan Indonesia sangat beragam. Pengaruh-pengaruh

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Kebudayaan Indonesia sangat beragam. Pengaruh-pengaruh 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebudayaan merupakan sistem nilai yang terkandung dalam sebuah masyarakat. Kebudayaan Indonesia sangat beragam. Pengaruh-pengaruh kebudayaan yang membentuk lapis-lapis

Lebih terperinci

SENI KRIYA. Drs. Hery Santosa, M. Sn. DRS. TAPIP BAHTIAR, M.Ds. APRESIASI KARYA SENI KRIYA NUSANTARA. tbahtiarapresiasisenikriya'2008 1

SENI KRIYA. Drs. Hery Santosa, M. Sn. DRS. TAPIP BAHTIAR, M.Ds. APRESIASI KARYA SENI KRIYA NUSANTARA. tbahtiarapresiasisenikriya'2008 1 SENI KRIYA APRESIASI KARYA SENI KRIYA NUSANTARA Drs. Hery Santosa, M. Sn. DRS. TAPIP BAHTIAR, M.Ds. tbahtiarapresiasisenikriya'2008 1 SKEDUL PEMBELAJARAN Apersepsi Strategi belajaran Teori seni kriya Konsep

Lebih terperinci

BAB II METODE PERANCANGAN. A. Analisis Permasalahan. Berdasarkan fokus permasalahan di atas ada tiga permasalahan yang

BAB II METODE PERANCANGAN. A. Analisis Permasalahan. Berdasarkan fokus permasalahan di atas ada tiga permasalahan yang BAB II METODE PERANCANGAN A. Analisis Permasalahan Berdasarkan fokus permasalahan di atas ada tiga permasalahan yang muncul dalam mengembangkan relief candi menjadi sebuah motif. Pertama, permasalahan

Lebih terperinci

Arsitektur Dayak Kenyah

Arsitektur Dayak Kenyah Arsitektur Dayak Kenyah Propinsi Kalimantan Timur memiliki beragam suku bangsa, demikian pula dengan corak arsitekturnya. Namun kali ini hanya akan dibahas detail satu jenis bangunan adat yaitu lamin (rumah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia, bentuk imajinasi dan ide ide kreatif yang diwujudkan dalam

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia, bentuk imajinasi dan ide ide kreatif yang diwujudkan dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seni bertumbuh dan berkembang sejajar dengan perkembangan manusia. Dengan kreativitas yang dimilikinya manusia selalu berusaha mengembangkan seni, baik kualitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Etnis Bali memiliki kebudayaan dan kebiasaan yang unik, yang mana kebudayaan

I. PENDAHULUAN. Etnis Bali memiliki kebudayaan dan kebiasaan yang unik, yang mana kebudayaan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Etnis Bali memiliki kebudayaan dan kebiasaan yang unik, yang mana kebudayaan dan kebiasaan tersebut dapat dijadikan sebagai identitas atau jatidiri mereka. Kebudayaan yang

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil analisis setiap gambar yang dipilih dari video mapping

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil analisis setiap gambar yang dipilih dari video mapping BAB V PENUTUP 5.1 Simpulan Berdasarkan hasil analisis setiap gambar yang dipilih dari video mapping Revitalisasi Kota Tua Jakarta pembahasan yang didasarkan pemikiran yang menggunakan semiotika signifikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Wayang Golek adalah suatu seni pertunjukan boneka tiruan rupa manusia yang dimainkan oleh seorang dalang dengan menggabungkan beberapa unsur seni. Wayang Golek

Lebih terperinci

GAMBAR ORNAMEN. Dwi Retno SA., M.Sn

GAMBAR ORNAMEN. Dwi Retno SA., M.Sn GAMBAR ORNAMEN Dwi Retno SA., M.Sn PENGERTIAN ORNAMEN berasal dari kata ORNARE (bahasa Latin) yang berarti menghias. juga berarti dekorasi atau hiasan sering disebut sebagai disain dekoratif atau disain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. budaya, baik berupa seni tradisional ataupun seni budaya yang timbul karena

BAB I PENDAHULUAN. budaya, baik berupa seni tradisional ataupun seni budaya yang timbul karena BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang kaya akan keanekaragaman seni dan budaya, baik berupa seni tradisional ataupun seni budaya yang timbul karena proses akulturasi.

Lebih terperinci

MENGAPRESIASI KARYA SENI LUKIS

MENGAPRESIASI KARYA SENI LUKIS SENI BUDAYA MENGAPRESIASI KARYA SENI LUKIS Nama : Alfina Nurpiana Kelas : XII MIPA 3 SMAN 84 JAKARTA TAHUN AJARAN 2016/2017 Karya 1 1. Bentuk, yang merupakan wujud yang terdapat di alam dan terlihat nyata.

Lebih terperinci

BAB 2 DATA DAN ANALISA. - Buku Rupa Wayang Dalam Seni Rupa Kontemporer Indonesia. - Buku Indonesian Heritage Performing Arts.

BAB 2 DATA DAN ANALISA. - Buku Rupa Wayang Dalam Seni Rupa Kontemporer Indonesia. - Buku Indonesian Heritage Performing Arts. 3 BAB 2 DATA DAN ANALISA 2.1 Data Dan Literatur Metode penelitian yang digunakan: Literatur : - Buku Rupa Wayang Dalam Seni Rupa Kontemporer Indonesia. - Buku Indonesian Heritage Performing Arts. - Buku

Lebih terperinci

2 Berkarya Seni Rupa. Bab. Tiga Dimensi (3D) Peta Materi. Di unduh dari : Bukupaket.com. Jenis Karya. Berkarya Seni Rupa 3 D.

2 Berkarya Seni Rupa. Bab. Tiga Dimensi (3D) Peta Materi. Di unduh dari : Bukupaket.com. Jenis Karya. Berkarya Seni Rupa 3 D. Bab 2 Berkarya Seni Rupa Tiga Dimensi (3D) Peta Materi Pengertian Jenis Karya Berkarya Seni Rupa 3 D Simbol Karya Nilai Estetis Proses Berkarya 32 Kelas X SMA / MA / SMK / MAK Setelah mempelajari Bab 2

Lebih terperinci

Bab 5. Ringkasan. Temari adalah simbol perfeksionisme di Jepang. Temari kerap diberikan sebagai

Bab 5. Ringkasan. Temari adalah simbol perfeksionisme di Jepang. Temari kerap diberikan sebagai Bab 5 Ringkasan Temari adalah simbol perfeksionisme di Jepang. Temari kerap diberikan sebagai hadiah yang diberikan saat berbahagia. Dahulu temari juga dikenal sebagai bola kesayangan para ibu. Di sekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di dunia ini banyak hal yang tidak terbaca karena selalu ada sesuatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di dunia ini banyak hal yang tidak terbaca karena selalu ada sesuatu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dunia ini banyak hal yang tidak terbaca karena selalu ada sesuatu yang tidak bisa terungkap secara kasat mata. Untuk mengungkapkan sesuatu kadang tabu untuk

Lebih terperinci

III. METODE PENCIPTAAN

III. METODE PENCIPTAAN III. METODE PENCIPTAAN A. Implementasi Teoritis 1. Tematik Kisah dongeng tentang Raja Arthur memiliki sesuatu yang membuat penulis memiliki sebuah pandangan tertentu yang membawa penulis untuk melakukan

Lebih terperinci

Pewayangan Pada Desain Undangan. Yulia Ardiani Staff UPT. Teknologi Informasi Dan Komunikasi Institut Seni Indonesia Denpasar.

Pewayangan Pada Desain Undangan. Yulia Ardiani Staff UPT. Teknologi Informasi Dan Komunikasi Institut Seni Indonesia Denpasar. Pewayangan Pada Desain Undangan Yulia Ardiani Staff UPT. Teknologi Informasi Dan Komunikasi Institut Seni Indonesia Denpasar Abstrak Sesuatu yang diciptakan oleh manusia yang mengandung unsur keindahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk bersemayam para dewa (Fontein, 1972: 14). Dalam kamus besar

BAB I PENDAHULUAN. untuk bersemayam para dewa (Fontein, 1972: 14). Dalam kamus besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Candi adalah bangunan yang menggunakan batu sebagai bahan utamanya. Bangunan ini merupakan peninggalan masa kejayaan Hindu Budha di Indonesia. Candi dibangun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Moses, 2014 Keraton Ismahayana Landak Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN. Moses, 2014 Keraton Ismahayana Landak Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kesenian merupakan sarana yang digunakan untuk mengekspresikan rasa keindahan dari dalam jiwa manusia. Selain itu kesenian juga mempunyai fungsi lain, seperti

Lebih terperinci

2015 PENCIPTAAN KARAKTER SUPERHERO SEBAGAI SUMBER GAGASAN BERKARYA SENI LUKIS

2015 PENCIPTAAN KARAKTER SUPERHERO SEBAGAI SUMBER GAGASAN BERKARYA SENI LUKIS BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penciptaan Tokoh pahlawan atau superhero Indonesia sepertinya sudah lama sekali hilang di dunia perfilman dan media lainnya di tanah air. Tidak bisa dipungkiri, hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Koentjaraningrat (1947), wujud kebudayaan ada tiga macam: 1)

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Koentjaraningrat (1947), wujud kebudayaan ada tiga macam: 1) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan adalah keseluruhan aktivitas manusia, termasuk pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat-istiadat, dan kebiasaan kebiasaan lain. Menurut

Lebih terperinci

Hiasan teknis. Bentuk hiasan yang disamping berguna sebagai hiasan juga memiliki fungsi yang lain. (lihat gambar 3)

Hiasan teknis. Bentuk hiasan yang disamping berguna sebagai hiasan juga memiliki fungsi yang lain. (lihat gambar 3) A. Ornamen Ornamen berasal dari bahasa Yunani yaitu dari kata ornare yang artinya hiasan atau perhiasan. Yang dimaksud menghias di sini adalah mengisi sesuatu yang semula kosong menjadi terisi hiasan,

Lebih terperinci

BAB IV KAJIAN UNSUR VISUAL NAGA PADA WAYANG DAN SENGKALAN YANG DIPENGARUHI KOSMIS-MISTIS

BAB IV KAJIAN UNSUR VISUAL NAGA PADA WAYANG DAN SENGKALAN YANG DIPENGARUHI KOSMIS-MISTIS BAB IV KAJIAN UNSUR VISUAL NAGA PADA WAYANG DAN SENGKALAN YANG DIPENGARUHI KOSMIS-MISTIS IV.1 Karakteristik Kosmis-Mistis pada Masyarakat Jawa Jika ditinjau dari pemaparan para ahli tentang spiritualisme

Lebih terperinci

TARI BARIS RASA CINA Oleh I Nyoman Payuyasa Dosen Prodi Film dan Televisi FSRD ISI DENPASAR

TARI BARIS RASA CINA Oleh I Nyoman Payuyasa Dosen Prodi Film dan Televisi FSRD ISI DENPASAR TARI BARIS RASA CINA Oleh I Nyoman Payuyasa Dosen Prodi Film dan Televisi FSRD ISI DENPASAR ABSTRAK Bali menjadi tempat tumbuh suburnya pemandangan multikultural yang harmonis. Perpaduan indah ini tidak

Lebih terperinci

Contoh lukisan daerah Bali. Contoh lukisan daerah kalimatan

Contoh lukisan daerah Bali. Contoh lukisan daerah kalimatan Seni Rupa Murni Daerah Seni Rupa Murni Daerah adalah Gagasan manusia yang berisi nilai nilai budaya daerah tertentu yang diekspresikan melalui pola kelakuan tertentu dengan media titik, garis, bidang,

Lebih terperinci

Bab VI Simpulan & Saran

Bab VI Simpulan & Saran Bab VI Simpulan & Saran VI.1. Simpulan Berdasarkan analisis pada perupaan sampel artefak yang saling diperbandingkan, maka sesuai hipotesis, memang terbukti adanya pemaknaan Tasawuf yang termanifestasikan

Lebih terperinci

Kajian Perhiasan Tradisional

Kajian Perhiasan Tradisional Kajian Perhiasan Tradisional Oleh : Kiki Indrianti Program Studi Kriya Tekstil dan Mode, Universitas Telkom ABSTRAK Kekayaan budaya Indonesia sangat berlimpah dan beragam macam. Dengan keanekaragaman budaya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode, Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data 1. Metode Penelitian Dalam melakukan penelitian skripsi tentang kerajinan atau kriya kayu lame di kampung Saradan, penulis menggunakan

Lebih terperinci

ORNAMEN Pengertian ornamen secara umum Istilah ornamen berasal dari kata Ornare (bahasa Latin) yang berarti menghiasisedang dalam bahasa Inggris

ORNAMEN Pengertian ornamen secara umum Istilah ornamen berasal dari kata Ornare (bahasa Latin) yang berarti menghiasisedang dalam bahasa Inggris ORNAMEN Pengertian ornamen secara umum Istilah ornamen berasal dari kata Ornare (bahasa Latin) yang berarti menghiasisedang dalam bahasa Inggris ornament berarti perhiasan. Secara umum ornament adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemasan Sisingaan Pada Grup Setia Wargi Muda Kabupaten Subang Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.

BAB I PENDAHULUAN. Kemasan Sisingaan Pada Grup Setia Wargi Muda Kabupaten Subang Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jawa Barat atau yang lebih dikenal dengan etnis Sunda sangat kaya dengan berbagai jenis kesenian. Kesenian itu sendiri lahir dari jiwa manusia dan gambaran masyarakatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Bhineka Tunggal Ika

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Bhineka Tunggal Ika BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki banyak keanekaragaman budaya, mulai dari indahnya potensi alam, tempat wisata, sajian kuliner hingga peninggalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bercerita memang mengasyikkan untuk semua orang. Kegiatan bercerita dapat dijadikan sebagai wahana untuk membangun karakter seseorang terutama anak kecil. Bercerita

Lebih terperinci

55. Mata Pelajaran Seni Budaya dan Keterampilan untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunadaksa (SDLB D) A. Latar Belakang

55. Mata Pelajaran Seni Budaya dan Keterampilan untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunadaksa (SDLB D) A. Latar Belakang 55. Mata Pelajaran Seni Budaya dan untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunadaksa (SDLB D) A. Latar Belakang Muatan seni budaya dan keterampilan sebagaimana yang diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Republik

Lebih terperinci

Kesenian merupakan salah satu bagian dari kebudayaan, karena. kesenian dan kekriyaan. Kesenian dan kebudayaan dapat mengalami

Kesenian merupakan salah satu bagian dari kebudayaan, karena. kesenian dan kekriyaan. Kesenian dan kebudayaan dapat mengalami BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kesenian merupakan salah satu bagian dari kebudayaan, karena kebudayaan merupakan kompleks budi dan daya, bukan semata-mata kesenian dan kekriyaan. Kesenian

Lebih terperinci

( ) berusaha menggabungkan semua jenis wayang yang ada menjadi satu

( ) berusaha menggabungkan semua jenis wayang yang ada menjadi satu 11 6. Wayang Madya Wayang Madya diciptakan pada waktu Pangerarn Adipati Mangkunegoro IV (1853-1881) berusaha menggabungkan semua jenis wayang yang ada menjadi satu kesatuan yang berangkai serta disesuaikan

Lebih terperinci

Bahasa Indonesia. dinolingo.com

Bahasa Indonesia. dinolingo.com Bahasa Indonesia Halo! Apa kabar? Halo! Saya baikbaik saja! 1 Bahasa indonesia kucing anjing dua ekor anjing Seekor kucing dan seekor anjing. burung ikan monyet monyet-monyet harimau badak gorila jerapah

Lebih terperinci

1. Abstrak. 2. Peluang bisnis. Nama ; MUKHLISON HAKIM

1. Abstrak. 2. Peluang bisnis. Nama ; MUKHLISON HAKIM Nama ; MUKHLISON HAKIM 1. Abstrak Pusat kebudayaan reog ponorogo merupakan sebuah tempat yang digunakan untuk memamerkan,melatih dalam rangka melestarikan kebudayaan reog ponorogo adapun fasilitas yang

Lebih terperinci

1. WARISAN BUDAYA BENDA DAN TAK BENDA KABUPATEN BULUNGAN. Jenis Warisan Budaya : Cagar Budaya ( Warisan Budaya Benda )

1. WARISAN BUDAYA BENDA DAN TAK BENDA KABUPATEN BULUNGAN. Jenis Warisan Budaya : Cagar Budaya ( Warisan Budaya Benda ) 1. WARISAN BUDAYA BENDA DAN TAK BENDA Jenis Warisan Budaya : Cagar Budaya ( Warisan Budaya Benda ) Jenis Benda ( Cagar Budaya ) : Keraton/Musium Kesultanan Bulungan : Kec. Tanjung Palas. Kab. Bulungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proses realisasi karya seni bersumber pada perasaan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proses realisasi karya seni bersumber pada perasaan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses realisasi karya seni bersumber pada perasaan yang merupakan bentuk ungkapan atau ekspresi keindahan. Setiap karya seni biasanya berawal dari ide atau

Lebih terperinci

KARYA ILMIAH : KARYA SENI MONUMENTAL

KARYA ILMIAH : KARYA SENI MONUMENTAL KARYA ILMIAH : KARYA SENI MONUMENTAL JUDUL KARYA : Wijaya Kusuma PENCIPTA : Cokorda Alit Artawan, S.Sn.,M.Sn PAMERAN PAMERAN SENI RUPA Exchange Program ISI Art Exhibition (Okinawa Prefectural University

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. jenderal kebudayaan, Direktorat Permuseuman : 1998)Hal 1

I. PENDAHULUAN. jenderal kebudayaan, Direktorat Permuseuman : 1998)Hal 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki beraneka ragam kebudayaan karena Indonesia merupakan negara kepulauan. Dari sabang sampai merauke mempunyai ciri khasnya masingmasing. Begitu juga dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini kuliner adalah suatu kata yang sering kita dengar di masyarakat yang berarti masakan yang berupa makanan atau minuman. Informasi mengenai kuliner sendiri saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keberagaman suku, agama, ras, budaya dan bahasa daerah. Indonesia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. keberagaman suku, agama, ras, budaya dan bahasa daerah. Indonesia memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Budaya merupakan simbol peradaban. Apabila sebuah budaya luntur dan tidak lagi dipedulikan oleh sebuah bangsa, peradaban bangsa tersebut tinggal menunggu waktu

Lebih terperinci

Alat Musik Dawai. Istilah Kordofon. 1.1 Pendahuluan

Alat Musik Dawai. Istilah Kordofon. 1.1 Pendahuluan ALAT MUSIK DAWAI 1 Alat Musik Dawai 1.1 Pendahuluan Alat musik dawai memiliki karakteristik yang berbeda dengan alat musik lainnya, seperti misalnya gendang, gong, atau alat tiup. Alat musik dawai (selanjutnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Lilis Melani, 2014 Kajian etnokoreologi Tari arjuna sasrabahu vs somantri di stsi bandung

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Lilis Melani, 2014 Kajian etnokoreologi Tari arjuna sasrabahu vs somantri di stsi bandung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Seni terlahir dari ekspresi dan kreativitas masyarakat yang dilatarbelakangi oleh keadaan sosialbudaya, ekonomi, letak geografis, pola kegiatan keseharian,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENELITIAN YANG RELEVAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENELITIAN YANG RELEVAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENELITIAN YANG RELEVAN A. Tinjauan Pustaka 1. Definisi Kebudayaan Kata kebudayaan berasal dari kata Sansekerta buddhayah, ialah bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan dari bahan-bahan tradisional untuk membuat tato (Gumilar, 2005:51).

BAB I PENDAHULUAN. dan dari bahan-bahan tradisional untuk membuat tato (Gumilar, 2005:51). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tato adalah gambar atau simbol pada kulit yang diukir dengan menggunakan alat sejenis jarum. Dulu, orang-orang menggunakan teknik manual dan dari bahan-bahan tradisional

Lebih terperinci

BAB 2 DATA DAN ANALISA

BAB 2 DATA DAN ANALISA 3 BAB 2 DATA DAN ANALISA 2.1 Sumber Data Sumber data yang digunakan untuk membantu dan mendukung Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut : 1. Wawancara Wawancara dilakukan dengan beberapa sumber dari dua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian besar orang masih berpendapat bahwa seni adalah segala ciptaan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian besar orang masih berpendapat bahwa seni adalah segala ciptaan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Sebagian besar orang masih berpendapat bahwa seni adalah segala ciptaan manusia yang indah, baik, dan benar. Seni dipandang sebagai manifestasi dari bentuk pengolahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia disatupadukan dari kebudayaan nasional dan kebudayaan. daerah. Kebudayaan nasional Indonesia merupakan puncak puncak

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia disatupadukan dari kebudayaan nasional dan kebudayaan. daerah. Kebudayaan nasional Indonesia merupakan puncak puncak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepulauan Nusantara terdiri atas aneka warna kebudayaan dan bahasa. Keaneka ragaman kebudayaan dari berbagai suku bangsa yang ada di Indonesia disatupadukan dari kebudayaan

Lebih terperinci

PELESTARIAN BAB. Tujuan Pembelajaran:

PELESTARIAN BAB. Tujuan Pembelajaran: BAB 4 PELESTARIAN MAKHLUK HIDUP Tujuan Pembelajaran: Setelah mempelajari bab ini, kalian diharapkan dapat: 1. Mengetahui berbagai jenis hewan dan tumbuhan yang mendekati kepunahan. 2. Menjelaskan pentingnya

Lebih terperinci

Penerapan Ragam Hias pada Bahan Tekstil

Penerapan Ragam Hias pada Bahan Tekstil Penerapan ragam hias flora, fauna, dan geometris pada bahan tekstil banyak dijumpai di berbagai daerah di Indonesia. Penerapan ragam hias pada bahan tekstil dapat dilakukan dengan cara membatik, menenun,

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN DAN PERSIAPAN MENTAL GURU PAUD BERBASIC BUDAYA

PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN DAN PERSIAPAN MENTAL GURU PAUD BERBASIC BUDAYA PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN DAN PERSIAPAN MENTAL GURU PAUD BERBASIC BUDAYA oleh: Om,J Disampaikan di TK an nur sleman (17 juli 2011) A. Pengertian Budaya Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta

Lebih terperinci