RANGKUMAN. Bab 7. Rangkuman

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "RANGKUMAN. Bab 7. Rangkuman"

Transkripsi

1 179 Bab 7 Rangkuman S etelah membaca buku Topeng ini, mungkin Anda akan bertanya: Apa sasaran buku ini? Tidak ada bab yang menguraikan secara menyeluruh tentang topeng Nusantara. Jika misalnya Anda ingin mendapatkan informasi lengkap tentang topeng Klana di Malang, jawabannya tidak terdapat dalam buku ini. Apalagi jika Anda membutuhkan petunjuk bagaimana cara membuat atau menarikan topeng, jelas tidak dapat dicari di sini. Buku yang cukup tebal ini pun hanya mengulas sedikit tentang topeng Nusantara, dan memang tujuannya bukan untuk mendeskripsikan setiap tradisi topeng secara terperinci. Jika semua materi tentang tradisi topeng Nusantara dibahas, akan menjadikan buku yang sangat tebal dan beberapa jilid, perlu waktu lama menulisnya, perlu lama pula mempelajarinya dan akhirnya para guru dan siswa pun tidak akan memiliki cukup waktu untuk mempergunakannya sebagai buku teks. Karena itulah, buku ini hanya menyampaikan permasalahan dasar mengenai topeng, dari berbagai wilayah dan dari berbagai sisi pendekatan. Pendekatan-pendekatan tersebut mungkin terasa mengejutkan, aneh, atau sulit dipahami. Memang, buku topeng dalam kerangka seperti ini belum ada standar atau modelnya. Tujuannya adalah memberikan koridor-koridor pengamatan untuk tiga tingkatan pemahaman (konseptual): pertama mengenai topeng itu sendiri, kedua mengenai kesenian, dan ketiga mengenai kebudayaan. Jadi, walau fokus utamanya topeng, yang dibicarakan termasuk berbagai isu kesenian dan kebudayaan. Diskusi mengenai topeng, diharap dapat menjadi

2 180 TOPENG gerbang masuk untuk memahami kesenian atau kebudayaan pada umumnya yang sangat kompleks. Karena itu, buku ini diharapkan dapat menarik minat masyarakat pendidikan kesenian, walaupun di wilayah budaya sekitarnya tidak memiliki tradisi topeng. Namun demikian, meskipun buku ini lebih banyak mengetengahkan konsep daripada deskripsi teknis, semua fenomena yang ditampilkan adalah nyata, dan telah ada. Banyaknya foto-foto yang disampaikan dalam buku, dan demikian pula klip-klip video pendampingnya, adalah yang membuktikannya. Hal ini adalah yang menjadi prinsip dasar pendidikan Seni Nusantara LPSN, yakni untuk membicarakan fenomena, dan bukan untuk memberikan suatu ajaran bagaimana seharusnya membuat kesenian. Adapun jika buku seperti ini juga dapat menumbuhkan minat atau inspirasi dalam kegiatan berkesenian, itu merupakan perolehan ekstra dan itu bukan hal yang mustahil, dengan melihat banyak gambar topeng yang sangat beragam baik dari bentuk, gaya, dan mediumnya, semangat dan gagasan kreatif pun dapat tumbuh Sasaran Jika di atas dikatakan bahwa pedekatan metodologis buku ini eksperimental, karena belum ada, ini tidak berarti pemikiran teoretisnya benar-benar baru. Pendekatan-pendekatan antropologi (seni pertunjukan), misalnya, besar sekali pengaruhnya, terutama yang berhubungan dengan analisis konteks. Yang lebih penting untuk disampaikan adalah bahwa teori apa pun yang diambil, dalam buku ini bukan diarahkan untuk memberi jawaban yang tunggal, melainkan ditempatkan sebagai lensa-lensa untuk dapat memandang suatu kasus atau fenomena Kaca Pandang Lensa-lensa ini membantu menumbuhkan, memperjelas atau mempertajam pertanyaan, memahami konsep atau cara pandang (atau rumusnya dalam ilmu pasti), kami anggap lebih penting daripada menghafal datanya. Pertanyaan Apakah ondel-ondel itu termasuk topeng? Mengapa? Alasan dari mengapa lebih penting daripada mendapat jawaban ya atau bukan. Alasan yang diharapkan itu berkaitan dengan konsep-konsep atau lensa-lensa yang dapat melihat onde-londel sebagai topeng, boneka, atau patung, dalam hubungannya dengan alasan terhadap barong landung, sisingaan, dan gundala-gundala, seperti yang didiskusikan dalam Bab 1. Dengan demikian, kebenaran jawaban pun bisa dinamis, tergantung dari perkembangan persepsi atu pengetahuan kita. Jika yang dicari adalah

3 181 kebenaran penalaran (logika), yaitu cocoknya penalaran dengan realita, maka ketika penalaran berubah, kebenaran pun berubah pula. Karena itu, target pemahaman buku ini pun kontekstual, tergantung penggunanya. Pendalaman pengetahuan, tingkatan minat atau semangat berpikir, akan ditentukan oleh masing-masing pengguna buku ini. Mungkin ada yang dapat menyerap isinya hanya 60%, atau kurang, atau bahkan bisa melebihi 100% (dengan mengembangkan sendiri). Jika umpamanya tercapai 75%, kami pikir sudah cukup baik untuk tahap pertama ini (sistem pendidikan di mana pun mestinya memiliki target minimal, atau rata-rata). Pelajaran seperti buku ini, yang lebih merangsang bertanya, atau memperjelas pertanyaan, daripada memberikan jawaban-jawaban. Lahirnya pertanyaan-pertanyaan yang baik (dengan kejelasan alasan mengapa lahirnya pertanyaan tersebut), lebih penting daripada jawaban tanpa berpikir. Lahirnya banyak pertanyaan, berarti juga meningkatnya minat, keingintahuan, dan kepekaan peserta didik. Kaca-pandang atau lensa-lensa tersebut di atas untuk mempertajam daya lihat terhadap budaya topeng, untuk menumbuhkan minat tersebut. Jika setelah membaca buku ini, Anda tertarik pada budaya topeng tertentu, yang baru sedikit atau bahkan belum sama sekali disinggung di sini, berarti suatu keberhasilan.

4 182 TOPENG Kepekaan dan Minat Apresiasi yang kami harapkan, tentu saja, tidak terbatas pada yang disampaikan dalam buku. Jika dari pelajaran buku ini kemudian para siswa terdorong untuk mengadakan penelusuran lebih dalam tentang budaya topeng tertentu, di dalam ataupun di luar budaya setempat, menemui seniman-seniman, menonton pertunjukan, turut menari atau membuat topeng sendiri, itu justru yang sangat diharapkan. Demikian pula, jika di lingkungan tempat Anda tinggal terdapat tradisi topeng, mempelajari buku ini akan lebih menarik, karena isinya relevan, dan bisa secara langsung mengamati kasusnya. Namun jika tradisi topeng tidak dijumpai, Anda bisa pula mencari kesenian lain yang berhubungan dengan aspek yang dibicarakan dalam buku ini, seperti patung, rias, kostum, atau teater. Cobalah kaji, apakah pandangan yang disampaikan dalam buku ini cocok atau tidak dengan fenomena yang ada. Jika cocok, syukurlah. Jika tidak, bukan fenomenanya yang salah, melainkan yang dikatakan dalam buku ini, atau cara Anda menginterpretasikannya yang keliru. Sebaliknya, jika di lingkungan Anda terdapat tradisi topeng, namun tidak dibahas dalam buku ini, itu tidak berarti penulis mengesampingkannya. Keterbatasan pengetahuan dan sumber pustaka merupakan kendala utama untuk menyajikan semua tradisi topeng Nusantara. Karena itu, penulis berharap untuk mendapatkan berbagai referensi dan informasinya dari para siswa, guru, dan pemerhati kesenian, untuk kemudian menjadi bahan pelajaran juga di wilayah-wilayah lain. Dengan cara itu pula maka bahan ajar kesenian kita akan tumbuh makin luas, makin lengkap Sari Materi Walaupun di atas dikatakan bahawa dalam buku ini utamanya memberikan gagasan-gagasan konseptual, melalui kaca pandang tersebut, dari sisi materi topengnya pun sangat banyak. Berikut ini, kita akan coba menyarikan butirbutir utamanya. Namun demikian, setiap pengguna buku dapat membuat inti sarinya berdasarkan pemahaman masing-masing, atau berdasar pada hal tertentu yang dianggap paling menarik. Jadi, seandainya saja, para siswa diharuskan membuat rangkuman buku, sebaiknya tidak menyingkatnya bab demi bab, melainkan bermulalah dari gagasan yang paling menarik itu. Rangkuman berikut pun lebih berupa epilog daripada ikhtisar, karena hanya menguraikan gagasan intinya karena itu, tidak akan berdasar pada urutan bab-babnya, seperti biasanya sebuah rangkuman.

5 Bentuk, Karakter dan Bahan Bab 3 dan 4 membicarakan berbagai bentuk karakter dan bahan topeng. Akan tetapi, dari gambar-gambarnya, keragaman topeng terdapat dalam hampir seluruh bab buku ini. Berbagai ilustrasi itu berfungsi sebagai penegas topik-topik yang dibicarakan. Selain itu, ilustrasi itu pun gambaran, yakni informasi visual, yang sangat sulit disampaikan dengan kata-kata. Bahasa gambar berbeda dengan bahasa kata. Ekspresi gambar akan terbaca lebih personal, karena tidak verbal, tergantung pada daya tangkap masing-masing. Bahasa gambar mungkin bisa saja lebih melekat pada ingatan. Selain dengan gambar-gambar, buku ini diperkaya oleh klip-klip video yang menyertai pembelajaran. Fungsinya adalah untuk mempermudah penjelasan isi buku, yang tidak mungkin hanya dijelaskan dengan kalimat. Jika gambar memperlihatkan bentuk visual yang diam, video memperlihatkan gerak dan suaranya. Bagi Anda yang tinggal jauh dari wilayah masyarakat Dayak di Kalimantan, yang tidak memiliki akses untuk melihat pertunjukannya secara langsung, video ini akan sangat membantu. Dengan itu, kita dapat menyaksikan bagaimana ekspresinya, gerakan tariannya, suara musik iringannya, arena pertunjukannya, sambutan penontonnya, dan sebagainya. Jika itu diuraikan dengan kata-kata, akan membutuhkan puluhan halaman, waktu yang lama untuk menulis dan membacanya dengan tetap juga tidak terlihat. Klip-klip video ini diharap dapat memperjelas, mempermudah, dan mempercepat proses belajar, dengan tampilan yang menyenangkan, yang dapat lebih tertanam dalam ingatan. Jangan lupa, yang ditonton dan didengar pun adalah pengetahuan berharga, yang tidak kalah pentingnya daripada yang dibaca. Bab 3 memberikan beberapa macam pendekatan atau lensa-lensa untuk melihat keragaman topeng, terutama dari bentuk, ornamen, dan karakter ungkapannya, yang juga berkaitan dengan kekhasan gaya (style) dari budaya tertentu. Dari situ, kita dapat melihat bahwa yang berbeda bukan hanya bentuk-bentuknya, melainkan juga idiom atau bahasa ungkap yang berbeda dari suatu tradisi dengan yang lainnya. Untuk tujuan itulah, maka ditampilkan suatu tema (misalnya orang tua, burung ) dari berbagai tradisi agar kekayaan idiom tersebut bisa terlihat lebih jelas. Tema-tema atau simbol-simbol yang diungkapkan melalui topeng tidak semata merupakan ekspresi artistik, melainkan mungkin pula berhubungan dengan simbol-simbol tertentu dalam budaya atau mitologi setempat. Hal ini kembali menegaskan bahwa kesenian bukan suatu sektor yang berdiri sendiri, melainkan bertalian dengan sektor-sektor kehidupan lainnya.

6 184 TOPENG Pengamatan terhadap pembuatannya, akan menambah kedalaman pengetahuan kita bukan hanya mengenai bahan, alat, dan caranya, melainkan juga pada sistem atau pola kesenian dan kebudayaannya secara umum. Ada budaya yang memiliki seniman khusus pembuat topeng, yang dapat menjadikan pekerjaannya sebagai mata pencaharian, tapi banyak juga yang tidak. Untuk membuat sebuah topeng, ada yang sampai berminggu-minggu, dengan peralatan rumit, tapi juga banyak yang hanya memakan waktu beberapa jam atau bahkan menit, dan setelah dipakai bisa dibuang. Jika Anda berminat untuk membuat topeng, buatlah yang juga sesuai dengan tujuan dan kemampuan masing-masing. Anda dapat membuatnya dari berbagai bahan, seperti karton, kain, atau daun-daunan, bahkan dari kayu, kaleng, tanah-liat, bubur-kertas, dan sebagainya. Gambar-gambar berbagai bentuk topeng dalam buku ini pun diharapkan dapat memberi seribu-satu gagasan untuk memacu kreativitas. Pengalaman praktek akan menambah tingkat pengenalan (apresiasi) dengan lebih mendalam, karena akan lebih menyentuh wilayah empiris. Melalui cara itu Anda akan merasakan langsung dari mulai tumbuhnya gagasan, mencari bahannya, proses pengerjaannya, sampai terwujudnya menjadi sebuah karya seni Konteks Di atas disebutkan bahwa kesenian bukan sektor yang berdiri sendiri, melainkan bertalian erat dengan sektor-sektor lain dalam suatu lingkup budaya. Maka dari itu pengetahuan kita terhadap konteks sangatlah penting, untuk memahami maknanya sesuai dengan kaidah masyarakatnya masing-masing. Bab 5 menunjukkan bahwa ada 3 hal utama yang perlu dilihat mengenai konteks, yaitu fungsi, praktik (pelaksanaan), dan hubungan antarbagian. Dalam Bab 5 telah diuraikan apa maksud dari masing-masing subtopik ini. Yang penting dikatakan lagi di sini adalah uraian berikutnya tidak mengacu pada ketiga subtopik, melainkan diuraikan pendekatan lain, yang terdiri dari 5 subtopik berbeda: (1) Sosial dan Personal, (2) Individual dan Komunal, (3) Sakral dan Sekular, (4) Panggung dan Forum: Tertutup dan Terbuka, dan (5) Idealisme dan Ekonomi. Hal ini untuk menunjukkan bahwa suatu hal berkaitan dengan hal lainnya, cara memandangnya bisa dari beberapa sisi, dan antara satu pandangan dengan yang lainnya pun bisa tumpang tindih. Jika dirumuskan dengan bagan, tampak seperti berikut: Memang hal ini menjadi tampak rumit sekali, akan tetapi demikianlah adanya. Anda jelas tidak diharapkan untuk dapat mengadakan analisis rinci.

7 185 Tapi, yang juga jelas, kita tidak bisa memandangnya secara sederhana pula. Seperti itulah pula yang dimaksud dengan kompleksitas yang ditemukan berkalikali dalam buku ini. Paling sedikit, kini cukup jelas bahwa kesenian mempunyai logika tersendiri, yang berbeda dengan logika lain. Jika kesenian bisa (bahkan kadang-kadang harus) dipandang dari aspek ekonomi, tapi kesenian tidak bisa hanya dipandang dari aspek ekonomi. Demikian pula jika aspek estetika (keindahan) merupakan unsur yang sangat penting dalam kesenian, tapi kesenian tidak bisa dipandang hanya dari sudut estetika. Kajian kita tentang topeng telah menunjukkan kerumitan tersebut. Bab 1 menunjukkan adanya kesulitan untuk membuat definisi topeng. Kerumitan itu disebabkan oleh dua hal. Pertama adalah realitas batasan antara topeng dengan patung, boneka, dan rias. Kedua adalah perbedaan definisi tentang topeng antara budaya yang satu dengan lainnya. Contohnya, ada pertunjukan drama-tari (wayang wong di Yogyakarta dan Bali) yang memakai topeng tapi pertunjukan itu tidak disebut topeng, dan sebaliknya ada pertunjukan yang tidak memakai topeng tapi pertunjukannya disebut topeng (topeng banjet dari Krawang, Jawa Barat). Hal ini, tentu saja, tidak bisa dipandang sebagai suatu yang absurd atau apalagi ngawur, melainkan justru sesuatu yang menarik untuk menjadi bahan pertanyaan. Pertama, pengertian topeng bukan sekedar topeng (benda), melainkan juga suatu pertunjukan. Kedua, mungkin ada suatu sejarah dan hubungan dengan pertunjukan lain yang bertopeng yang belum diketahui. Uraian konteks (Bab 5), yang jelas memakai pendekatan sosial budaya, menampilkan pasangan-pasangan topik bertentangan, misalnya komunal

8 186 TOPENG dan individual, tertutup dan terbuka. Dalam istilah kultural, hal itu disebut paradoks, yakni kedua hal yang tampak bertentangan tersebut diperlukan, dan bukan hanya salah satunya yang benar. Umpamanya antara peran individu dan masyarakat, yang keduanya penting (atau benar). Adalah penting setiap individu dapat mandiri, dapat bekerja dan hidup sendiri tanpa tergantung pada orang lain. Tapi juga adalah penting peran individu itu untuk membangun sistem sosial. Individu dikembangkan dalam sistem sosial, dan sistem sosial ditentukan oleh peranan individu. Dalam keseninan, tarik-menariknya (mungkin lebih tepat dikatakan dinamikanya ) antara kreativitas individu dengan norma-norma sosial, berjalan seperti sebuah percakapan budaya sepanjang masa. Peranan individu sangat pokok dalam melahirkan kreativitas. Namun peranan sosial yang mewadahi dan mendukungnya juga sangatlah penting. Dengan lain kata: dua hal yang sangat berbeda itu sama pentingnya Persamaan dan Perbedaan Dari buku ini kita telah melihat perbedaan dan persamaan topeng yang tersebar di berbagai pelosok, baik bentuk maupun maknanya. Perbedaan itulah pula yang memberi keragaman dan kekayaan tradisi topeng Nusantara. Persamaan antartopeng juga sangat penting. Persamaan itu menunjukkan dan membantu untuk melihat keterkaitan antara tradisi topeng antara yang satu dengan lainnya. Mengacu pada terminologi kita di atas, persamaan dan perbedaan merupakan dua hal paradokksal. Persamaan dan perbedaan itu keduanya bisa jadi memacu reaksi Anda. Reaksi tersebut, bisa positif ataupun negatif terhadap keduanya. Ketika misalnya Anda menemukan persamaan antara tradisi topeng yang berasal dari daerah Anda dengan daerah lain, Anda mungkin tertarik karena bertemu dengan tradisi yang seolah sealiran. Penikmatan estetis pun mungkin akan muncul, karena Anda telah mengerti bahasa-ungkapnya. Anda juga kemudian mungkin terpicu untuk mengetahui lebih dalam di mana dan mengapa terjadinya persamaan tersebut. Dengan mengetahui orang lain yang sama, dapat menumbuhkan keyakinan yang lebih kuat pada kebaikan dari tradisi sendiri. Sebaliknya, ketika Anda menemukan tradisi topeng yang berbeda dengan daerah sendiri, mungkin Anda merasa asing, dan keasingan itulah yang membuat Anda sulit untuk memahaminya, menerimanya, atau apalagi menikmatinya. Tapi juga sebaliknya, banyak orang (termasuk seniman dan mungkin sebagian dari Anda) yang suka pada keanehan dan kebaruan, dan tidak begitu tertarik pada yang sama karena diangap biasa-biasa saja. Ketika melihat sesuatu yang berbeda, yang aneh, yang tidak terbayangkan sebelumnya, justru ia tertarik atau bahkan terpacu untuk mengetahui lebih dalam di mana

9 187 bedanya. Keanehan dan kebaruan bagi mereka dapat memberi pemahaman baru yang tidak mustahil menumbuhkan rangsangan, gagasan, atau konsepkonsep pemikiran baru. Tertarik atau tidaknya, kepada persamaan ataukah pada perbedaan, bukanlah masalah yang perlu diperdebatkan. Setiap orang memiliki kebebasan, sesuai dengan cita-rasanya masing-masing, dan kedua keompok di atas pun memiliki kebenarannya masing-masing. Yang perlu dikemukakan adalah bahwa perbedaan dan persamaan itu keduanya merupakan hal yang bermakna penting, sama halnya dengan yang asli dan yang campuran, yang lama dan yang baru, atau yang tradisi dan yang modern, serta yang jelas dan yang tidak-jelas. Keduanya memiliki kekuatan. Namun demikian, persamaan dan perbedaan bukanlah tujuan, bukan keharusan, dan bukan pula persoalan. Persamaan dan perbedaan itu adalah realitas yang harus dipahami. Apresiasi multikultur, seperti buku Topeng ini, adalah untuk meningkatkan pemahaman terhadap banyak budaya, untuk membuat yang asing (eksotis) menjadi kenal (familiar), dan untuk menjadikan yang telah dikenal, atau budaya di lingkungan sendiri, menjadi lebih dipahami leagi, lebih disenangi, dan lebih dirasakan kepentingannya: dengan melihat kaitannya terhadap budaya lain atau dengan melihatnya dalam perspektif yang lebih luas, dari pandangan multidimensi. Apresiasi multikultur bukan untuk mengajak kita menjadi orang lain, atau meminta orang lain menjadi kita. Bakan justru bisa memperteguh agar kita menjadi dan sebagai kita sendiri, bersamaan dengan mengerti mereka menjadi mereka. Dengan lain kata, konsep kita dan mereka juga merupakan dua hal paradoksal.

T O P E N G. Buku Pelajaran. Untuk SMA Kelas 1. PENULIS Endo Suanda. KONTRIBUTOR: I Wayan Dibia Halilintar Lathief FX. Widaryanto

T O P E N G. Buku Pelajaran. Untuk SMA Kelas 1. PENULIS Endo Suanda. KONTRIBUTOR: I Wayan Dibia Halilintar Lathief FX. Widaryanto i T O P E N G Buku Pelajaran Untuk SMA Kelas 1 PENULIS Endo Suanda KONTRIBUTOR: I Wayan Dibia Halilintar Lathief FX. Widaryanto ii Topeng Buku Pelajaran Kesenian Nusantara Untuk SMA Kelas 1 Penulis : Endo

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran merupakan kunci keberhasilan sumber daya manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran merupakan kunci keberhasilan sumber daya manusia untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembelajaran merupakan kunci keberhasilan sumber daya manusia untuk mengikuti perkembangan zaman. Pembelajaran memiliki peran serta mendidik siswa agar menjadi manusia

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Pada bab V ini akan disajikan pembahasan pada produk final hasil

BAB V PEMBAHASAN. Pada bab V ini akan disajikan pembahasan pada produk final hasil BAB V PEMBAHASAN Pada bab V ini akan disajikan pembahasan pada produk final hasil pengembangan, di mana wujud akhir dari produk yang dikembangkan setelah direvisi perlu dikaji secara objektif dan tuntas.

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Sekolah : SD Mata Pelajaran : Seni Budaya dan Keterampilan Kelas/Semester : 5/2 Standar Kompetensi : Seni Rupa 9. Mengapresiasi karya seni rupa. Kompetensi Dasar

Lebih terperinci

Tari TonTonan Buku Pelajaran Kesenan nusantara Untuk Kelas Viii

Tari TonTonan Buku Pelajaran Kesenan nusantara Untuk Kelas Viii TARI TONTONAN Tari TonTonan Buku Pelajaran Kesenan nusantara Untuk Kelas Viii Penuls : Sumaryono Endo Suanda Kontrbutor: Wwek Spala Raja Alfirafindra Supadma Toto amsar Suanda Penanggung Jawab is: Penuls

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mata pencaharian dengan hormat dan jujur. Dalam versi yang lain seni disebut. mempunyai unsur transendental atau spiritual.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mata pencaharian dengan hormat dan jujur. Dalam versi yang lain seni disebut. mempunyai unsur transendental atau spiritual. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Seni 1. Pengertian Seni Menurut Soedarso (1988: 16-17) bahwa kata seni berasal dari bahasa Sansekerta sani yang berarti pemujaan, palayanan, donasi, permintaan atau mata pencaharian

Lebih terperinci

54. Mata Pelajaran Seni Budaya dan Keterampilan untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunarungu (SDLB B) A. Latar Belakang

54. Mata Pelajaran Seni Budaya dan Keterampilan untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunarungu (SDLB B) A. Latar Belakang 54. Mata Pelajaran Seni Budaya dan untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunarungu (SDLB B) A. Latar Belakang Muatan seni budaya dan keterampilan sebagaimana yang diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Republik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (Hasanuddin, 1996:1). Dimensi pertama, drama sebagai seni lakon, seni peran

BAB 1 PENDAHULUAN. (Hasanuddin, 1996:1). Dimensi pertama, drama sebagai seni lakon, seni peran BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Drama merupakan karya yang memiliki dua dimensi karakter (Hasanuddin, 1996:1). Dimensi pertama, drama sebagai seni lakon, seni peran atau seni pertunjukan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya akan jenis kesenian baik tradisi maupun kreasi. Salah satu daerah di Jawa Barat yang memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pikiran, pendapat, imajinasi, dan berhubungan dengan manusia lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. pikiran, pendapat, imajinasi, dan berhubungan dengan manusia lainnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat terpenting yang digunakan manusia untuk berkomunikasi. Melalui bahasa, manusia akan dapat mengungkapkan segala pemikirannya. Selain itu,

Lebih terperinci

KOMPETENSI DASAR SENI BUDAYA DAN PRAKARYA SEKOLAH DASAR KELAS I - VI

KOMPETENSI DASAR SENI BUDAYA DAN PRAKARYA SEKOLAH DASAR KELAS I - VI SENI BUDAYA DAN PRAKARYA SEKOLAH DASAR KELAS I - VI KELAS I KOMPETENSI INTI 1. Menerima dan menjalankan ajaran agama yang dianutnya. 2. Memiliki perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, santun, peduli,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Prinsip pendidikan seni dan budaya meliputi pengembangan dimensi

BAB I PENDAHULUAN. Prinsip pendidikan seni dan budaya meliputi pengembangan dimensi BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Prinsip pendidikan seni dan budaya meliputi pengembangan dimensi kepekaan rasa, peningkatan apresiasi, dan pengembangan kreativitas. Struktur kurikulum pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proses realisasi karya seni bersumber pada perasaan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proses realisasi karya seni bersumber pada perasaan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses realisasi karya seni bersumber pada perasaan yang merupakan bentuk ungkapan atau ekspresi keindahan. Setiap karya seni biasanya berawal dari ide atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahasa dan sastra Indonesia. Materi pembelajaran drama yang diajarkan di tingkat

BAB I PENDAHULUAN. bahasa dan sastra Indonesia. Materi pembelajaran drama yang diajarkan di tingkat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Drama adalah salah satu bentuk sastra yang diajarkan dalam mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia. Materi pembelajaran drama yang diajarkan di tingkat

Lebih terperinci

ARTIKEL TENTANG SENI TARI

ARTIKEL TENTANG SENI TARI NAMA : MAHDALENA KELAS : VII - 4 MAPEL : SBK ARTIKEL TENTANG SENI TARI A. PENGERTIAN SENI TARI Secara harfiah, istilah seni tari diartikan sebagai proses penciptaan gerak tubuh yang berirama dan diiringi

Lebih terperinci

Bab 1. Hampir bisa dipastikan, kebanyakan dari Anda pernah melihat topeng. Pendahuluan

Bab 1. Hampir bisa dipastikan, kebanyakan dari Anda pernah melihat topeng. Pendahuluan PENDAHULUAN 1 Bab 1 Pendahuluan Hampir bisa dipastikan, kebanyakan dari Anda pernah melihat topeng. Jika tidak secara langsung, mungkin pernah melihat gambarnya dari buku-buku atau dalam film di mana ada

Lebih terperinci

53. Mata Pelajaran Seni Budaya dan Keterampilan untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunanetra (SDLB A)

53. Mata Pelajaran Seni Budaya dan Keterampilan untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunanetra (SDLB A) 53. Mata Pelajaran Seni Budaya dan untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunanetra (SDLB A) A. Latar Belakang Muatan seni budaya dan keterampilan sebagaimana yang diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan seni di sekolah diarahkan untuk menumbuhkan rasa estetik sehingga tumbuh sikap apresiatif dalam jiwa siswa. Hal ini sesuai dengan aturan pemerintah

Lebih terperinci

C. Macam-Macam Metode Pembelajaran

C. Macam-Macam Metode Pembelajaran A. Pengertian Metode Pembelajaran Metode pembelajaran adalah cara-cara atau teknik penyajian bahan pelajaran yang akan digunakan oleh guru pada saat menyajikan bahan pelajaran, baik secara individual atau

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode, Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data 1. Metode Penelitian Dalam melakukan penelitian skripsi tentang kerajinan atau kriya kayu lame di kampung Saradan, penulis menggunakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pengertian Pemahaman Pemahaman terhadap suatu pelajaran diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang

Lebih terperinci

Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) Mata Pelajaran Seni Musik Sumber: KTSP 2006

Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) Mata Pelajaran Seni Musik Sumber: KTSP 2006 (SK) dan (KD) Mata Pelajaran Sumber: KTSP 2006 52. Mata Pelajaran Seni Budaya dan Keterampilan untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI) A. Latar Belakang Muatan seni budaya dan keterampilan sebagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembelajaran bahasa Indonesia pada dasarnya merupakan upaya untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembelajaran bahasa Indonesia pada dasarnya merupakan upaya untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran bahasa Indonesia pada dasarnya merupakan upaya untuk meningkatkan keterampilan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Pembelajaran Bahasa Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Musik merupakan salah satu cabang seni yang mempunyai fungsi melatih

BAB I PENDAHULUAN. Musik merupakan salah satu cabang seni yang mempunyai fungsi melatih BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Musik merupakan salah satu cabang seni yang mempunyai fungsi melatih kepekaan dan keterampilan melalui media suara. Unsur-unsur musik menurut Jamalus (1998 :

Lebih terperinci

56. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs)

56. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs) 56. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs) A. Latar Belakang Muatan seni budaya sebagaimana yang diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Lebih terperinci

55. Mata Pelajaran Seni Budaya dan Keterampilan untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunadaksa (SDLB D) A. Latar Belakang

55. Mata Pelajaran Seni Budaya dan Keterampilan untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunadaksa (SDLB D) A. Latar Belakang 55. Mata Pelajaran Seni Budaya dan untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunadaksa (SDLB D) A. Latar Belakang Muatan seni budaya dan keterampilan sebagaimana yang diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Republik

Lebih terperinci

2015 TARI MAKALANGAN DI SANGGAR SAKATA ANTAPANI BANDUNG

2015 TARI MAKALANGAN DI SANGGAR SAKATA ANTAPANI BANDUNG A. Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN Seni merupakan hal yang tidak lepas dari kehidupan manusia dan bagian dari kebudayaan yang diciptakan dari hubungan manusia dalam lingkungan sosialnya, seni

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa Indonesia menjadi penghela ilmu pengetahuan (carrier of knowledge).

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa Indonesia menjadi penghela ilmu pengetahuan (carrier of knowledge). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa Indonesia menjadi penghela ilmu pengetahuan (carrier of knowledge). Pada fungsi ini bahasa menjadi penarik yang mempercepat berkembangnya penguasaan ilmu

Lebih terperinci

SILABUS. Kegiatan Pembelajaran Teknik

SILABUS. Kegiatan Pembelajaran Teknik SILABUS Sekolah Kelas/ Semester Mata Pelajaran Standar : SMP : VIII (Delapan)/ 1 (Satu) : SENI BUDAYA : SENI RUPA 1. Mengapresiasi karya seni rupa 1.1 Mengidentifikasi jenis karya seni rupa terapan Sejarah

Lebih terperinci

BAB I DEFINISI OPERASIONAL. Seni merupakan salah satu pemanfaatan budi dan akal untuk menghasilkan

BAB I DEFINISI OPERASIONAL. Seni merupakan salah satu pemanfaatan budi dan akal untuk menghasilkan 1 BAB I DEFINISI OPERASIONAL A. LATAR BELAKANG MASALAH Seni merupakan salah satu pemanfaatan budi dan akal untuk menghasilkan karya yang dapat menyentuh jiwa spiritual manusia, karya seni merupakan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia kaya akan beraneka ragam seni dan budaya, hampir setiap suku

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia kaya akan beraneka ragam seni dan budaya, hampir setiap suku BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia kaya akan beraneka ragam seni dan budaya, hampir setiap suku bangsa di Indonesia memiliki seni dan budaya tradisional masing-masing yang kemudian secara

Lebih terperinci

59. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunarungu (SMPLB B)

59. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunarungu (SMPLB B) 487 59. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunarungu (SMPLB B) A. Latar Belakang Muatan seni budaya sebagaimana yang diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Lebih terperinci

76. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/ Madrasah Aliyah (MA)

76. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/ Madrasah Aliyah (MA) 76. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/ Madrasah Aliyah (MA) A. Latar Belakang Muatan seni budaya sebagaimana yang diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor

Lebih terperinci

SILABUS PEMBELAJARAN

SILABUS PEMBELAJARAN Nama Sekolah :... Kelas/Semester : IX (sembilan) / I (satu) Mata Pelajaran : Seni Budaya/Seni Rupa Standar : 1. Mengapresiasi karya seni rupa. 1.1 Mengidentifikasi seni rupa murni yang diciptakan di daerah

Lebih terperinci

78. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunarungu (SMALB B)

78. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunarungu (SMALB B) 619 78. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunarungu (SMALB B) A. Latar belakang Muatan seni budaya sebagaimana yang diamanatkan dalam PP No. 19 tahun 2005 tentang Standar

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN ( R P P )

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN ( R P P ) RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN ( R P P ) Nama Sekolah : SMA/MA... Mata Pelajaran : Seni Budaya Kelas/Semester : X / 1 Alokasi Waktu : 4 jam pelajaran (2 x pertemuan) A. Standar Kompetensi 1. Mengapresiasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan suatu bangsa dan negara hendaknya sejalan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan suatu bangsa dan negara hendaknya sejalan dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pembangunan suatu bangsa dan negara hendaknya sejalan dengan pembangunan dan peningkatan sumber daya manusia. Peningkatan sumber daya manusia dapat dilakukan

Lebih terperinci

III. METODE PENCIPTAAN TOPENG SEBAGAI TEMA DALAM PENCIPTAAN KARYA SENI RUPA. A. Implementasi Teoritis

III. METODE PENCIPTAAN TOPENG SEBAGAI TEMA DALAM PENCIPTAAN KARYA SENI RUPA. A. Implementasi Teoritis III. METODE PENCIPTAAN TOPENG SEBAGAI TEMA DALAM PENCIPTAAN KARYA SENI RUPA A. Implementasi Teoritis Penulis menyadari bahwa topeng merupakan sebuah bagian peninggalan prasejarah yang sekarang masih mampu

Lebih terperinci

SILABUS PEMBELAJARAN

SILABUS PEMBELAJARAN SILABUS PEMBELAJARAN Sekolah Kelas / Semester Mata Pelajaran Standar : SMP : VII (Tujuh) / 1 (Satu) : SENI BUDAYA : SENI RUPA 1. Mengapresiasi Karya Seni Rupa 1.1. Mengindentifikasi jenis karya seni rupa

Lebih terperinci

79. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunadaksa (SMALB D)

79. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunadaksa (SMALB D) 627 79. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunadaksa (SMALB D) A. Latar belakang Muatan seni budaya sebagaimana yang diamanatkan dalam PP No. 19 tahun 2005 tentang Standar

Lebih terperinci

Kompetensi Materi Kegiatan. Dasar Pembelajaran Pembelajaran Teknik Bentuk Contoh Instrumen Waktu Belajar. Indikator SILABUS. Penilaian Alokasi Sumber

Kompetensi Materi Kegiatan. Dasar Pembelajaran Pembelajaran Teknik Bentuk Contoh Instrumen Waktu Belajar. Indikator SILABUS. Penilaian Alokasi Sumber Silabus SBK SD 17 SILABUS Mata Pelajaran : Seni Budaya dan Keterampilan Kelas/Semester : 5/2 Standar Kompetensi : Seni Rupa 9. Mengapresiasi seni rupa 9.1.Mengidentifikasi jenis motif hias pada seni rupa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang termasuk dalam aspek kebudayaan, sudah dapat dirasakan oleh

BAB I PENDAHULUAN. yang termasuk dalam aspek kebudayaan, sudah dapat dirasakan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Seni budaya merupakan penjelmaan rasa seni yang sudah membudaya, yang termasuk dalam aspek kebudayaan, sudah dapat dirasakan oleh orang banyak dalam rentang perjalanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya belajar berbahasa adalah belajar berkomunikasi. Oleh karena itu,

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya belajar berbahasa adalah belajar berkomunikasi. Oleh karena itu, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada dasarnya belajar berbahasa adalah belajar berkomunikasi. Oleh karena itu, pembelajaran bahasa Indonesia mengarahkan siswa untuk meningkatkan kemampuan berkomunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan pesatnya perkembangan informasi di era globalisasi ini, komunikasi menjadi sebuah kegiatan penting. Informasi sangat dibutuhkan dalam mendukung

Lebih terperinci

Prakata. iii. Bandung, September Penulis

Prakata. iii. Bandung, September Penulis Prakata Bahasa tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Bahasa digunakan oleh manusia untuk berkomunikasi dengan manusia lain. Bahasa mempunyai fungsi intelektual, sosial, dan emosional. Selain itu,

Lebih terperinci

77. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunanetra (SMALB A)

77. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunanetra (SMALB A) 611 77. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunanetra (SMALB A) A. Latar belakang Muatan seni budaya sebagaimana yang diamanatkan dalam PP No. 19 tahun 2005 tentang Standar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari, kita ketahui terdapat beberapa jenis seni yang di

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari, kita ketahui terdapat beberapa jenis seni yang di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari, kita ketahui terdapat beberapa jenis seni yang di antaranya adalah Seni Rupa, Seni Musik, Seni Tari, dan Seni Teater. Beberapa jenis

Lebih terperinci

ILUSTRASI PENARI PADA DESIGN CLOTHING HANDMAD BALI. Oleh Nama: Dewa Nyoman Bayu Pramana

ILUSTRASI PENARI PADA DESIGN CLOTHING HANDMAD BALI. Oleh Nama: Dewa Nyoman Bayu Pramana ILUSTRASI PENARI PADA DESIGN CLOTHING HANDMAD BALI Oleh Nama: Dewa Nyoman Bayu Pramana Mahasiswa Program Pascasarjana (S2) Institut Seni Indonsia Denpasar Abstrak Datangnya era globalisasi membuat masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Persoalan lemahnya kreativitas siswa dalam proses pembelajaran Seni Tari

BAB I PENDAHULUAN. Persoalan lemahnya kreativitas siswa dalam proses pembelajaran Seni Tari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Persoalan lemahnya kreativitas siswa dalam proses pembelajaran Seni Tari di sekolah, antara lain disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu: 1) cara belajar siswa

Lebih terperinci

KURIKULUM 2004 STANDAR KOMPETENSI. Mata Pelajaran

KURIKULUM 2004 STANDAR KOMPETENSI. Mata Pelajaran KURIKULUM 2004 STANDAR KOMPETENSI Mata Pelajaran KESENIAN SEKOLAH MENENGAH ATAS dan MADRASAH ALIYAH DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL Jakarta, Tahun 2003 Katalog dalam Terbitan Indonesia. Pusat Kurikulum,

Lebih terperinci

80. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunalaras (SMALB E)

80. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunalaras (SMALB E) 80. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunalaras (SMALB E) A. Latar belakang Muatan seni budaya sebagaimana yang diamanatkan dalam PP No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan berkaitan erat dengan proses belajar mangajar. Seperti di sekolah tempat pelaksanaan pendidikan, peserta didik dan pendidik saling melaksanakan pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Suatu realita yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari bahwasanya di. mengelola pembelajaran baik dalam menguasai

BAB I PENDAHULUAN. Suatu realita yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari bahwasanya di. mengelola pembelajaran baik dalam menguasai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suatu realita yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari bahwasanya di dalam Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) pada bidang studi Pendidikan Jasmani, masih banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu dari sekian banyaknya kesenian di Pulau Jawa adalah kesenian wayang

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu dari sekian banyaknya kesenian di Pulau Jawa adalah kesenian wayang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu dari sekian banyaknya kesenian di Pulau Jawa adalah kesenian wayang kulit purwa. Kesenian wayang kulit purwa hampir terdapat di seluruh Pulau Jawa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertunjukan drama merupakan sebuah kerja kolektif. Sebagai kerja seni

BAB I PENDAHULUAN. Pertunjukan drama merupakan sebuah kerja kolektif. Sebagai kerja seni BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertunjukan drama merupakan sebuah kerja kolektif. Sebagai kerja seni yang kolektif, pertunjukan drama memiliki proses kreatifitas yang bertujuan agar dapat memberikan

Lebih terperinci

Fungsi Apresiasi dan Kritik dalam Pendidikan Seni Rupa

Fungsi Apresiasi dan Kritik dalam Pendidikan Seni Rupa Kegiatan Pembelajaran 3 Fungsi Apresiasi dan Kritik dalam Pendidikan Seni Rupa A. Apresiasi dalam Pendidikan Seni Rupa Salah satu aspek pembelajaran yang cukup penting dalam pendidikan seni rupa adalah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Setiap penelitian tentu memiliki tujuan. Guna mencapai tujuan tersebut maka diperlukan metode penelitian yang tepat. Karena pada dasarnya metode merupakan

Lebih terperinci

12. Mata Pelajaran Seni Budaya A. Latar Belakang Muatan seni budaya sebagaimana yang diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor

12. Mata Pelajaran Seni Budaya A. Latar Belakang Muatan seni budaya sebagaimana yang diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 12. Mata Pelajaran Seni Budaya A. Latar Belakang Muatan seni budaya sebagaimana yang diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra sebagai karya seni bersifat kreatif, artinya sebagai hasil ciptaan manusia

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra sebagai karya seni bersifat kreatif, artinya sebagai hasil ciptaan manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Karya sastra sebagai karya seni bersifat kreatif, artinya sebagai hasil ciptaan manusia yang berupa karya bahasa. Dari zaman ke zaman sudah banyak orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan mengikuti pendidikan lebih lanjut. Dalam meningkatkan hal tersebut,

BAB I PENDAHULUAN. dan mengikuti pendidikan lebih lanjut. Dalam meningkatkan hal tersebut, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan pendidikan menengah adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan

Lebih terperinci

PERANGKAT PEMBELAJARAN PROGRAM TAHUNAN TINGKAT SD, MI, DAN SDLB Mata Pelajaran : Seni Budaya Dan Keterampilan (SBK) Kelas V (5) Semester 1 23 24 PROGRAM TAHUNAN TAHUN PELAJARAN : 20... -20... SEKOLAH :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Widdy Kusdinasary, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Widdy Kusdinasary, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Banten sebagai bagian dari negara Kesatuan Republik Indonesia, memiliki keanekaragaman bentuk dan jenis seni pertujukan. Seni pertunjukan yang tumbuh dan berkembang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian wacana politik videografis tentang reklamasi Teluk Benoa ini

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian wacana politik videografis tentang reklamasi Teluk Benoa ini 36 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian wacana politik videografis tentang reklamasi Teluk Benoa ini menggunakan metode kualitatif yang menekankan pada deskripsi mendalam melalui

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG 1 I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG 1. Batasan Masalah Karya seni mempunyai pengertian sangat luas sehingga setiap individu dapat mengartikannya secara berbeda. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, karya

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Sekolah :... Mata Pelajaran : Seni Budaya / Seni Rupa Kelas/Semester : IX / I Alokasi Waktu : 2 x 40 menit Satandar Kompetensi : 1 Mengapresiasi karya seni rupa Kompetensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemampuan menulis merupakan salah satu kemampuan berbahasa yang

BAB I PENDAHULUAN. Kemampuan menulis merupakan salah satu kemampuan berbahasa yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kemampuan menulis merupakan salah satu kemampuan berbahasa yang sangat penting untuk dikuasai. Untuk itu kemampuan menulis perlu mendapat perhatian yang sungguh-sungguh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan ungkapan kehidupan manusia yang memiliki nilai dan disajikan melalui bahasa yang menarik. Karya sastra bersifat imajinatif dan kreatif

Lebih terperinci

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran(RPP)

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran(RPP) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran(RPP) Satuan Pendidikan : SMP/MTs Mata Pelajaran : Seni Budaya Kelas / Semester : VII / Materi Pokok : SENI RUPA Sub Materi Pokok : Menerapkan Ragam Hias pada Bahan Keras

Lebih terperinci

SILABUS PEMBELAJARAN. Kewirausahaan/ Ekonomi Kreatif. Kegiatan Pembelajaran. Sumber Belajar 1.1 Mengidentifikasi

SILABUS PEMBELAJARAN. Kewirausahaan/ Ekonomi Kreatif. Kegiatan Pembelajaran. Sumber Belajar 1.1 Mengidentifikasi Nama Sekolah : SMA / MA.. Mata Pelajaran : Seni Budaya ( Seni Rupa ) Standar Kometensi : 1. Mengapresiasi karya seni rupa. 1.1 Mengidentifikasi keunikan gagasan dan teknik karya seni rupa terapan 1.2 Menampilkan

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP No. 1.1) : SMP Negeri 2 Gerokgak

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP No. 1.1) : SMP Negeri 2 Gerokgak RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP No. 1.1) Sekolah : SMP Negeri 2 Gerokgak Mata Pelajaran : Seni Budaya / Seni Rupa Kelas/Semester : IX / I Pertemuan ke : 1-2 Alokasi Waktu : 4 x 40 menit Satandar

Lebih terperinci

pergelaran wayang golek. Dalam setiap pergelaran wayang golek, Gending Karatagan berfungsi sebagai tanda dimulainya pergelaran.

pergelaran wayang golek. Dalam setiap pergelaran wayang golek, Gending Karatagan berfungsi sebagai tanda dimulainya pergelaran. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Gending Karatagan wayang adalah gending pembuka pada pergelaran wayang golek. Dalam setiap pergelaran wayang golek, Gending Karatagan berfungsi sebagai tanda dimulainya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rachmayanti Gustiani, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rachmayanti Gustiani, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan cara yang ditempuh untuk memberikan pengetahuan kepada anak didik melalui pembelajaran, seperti definisi pendidikan menurut Kamus Besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara garis besar perkembangan seni pertunjukan Indonesia tradisional sangat dipengaruhi oleh adanya budaya yang datang dari luar. Hal itu menjadikan kesenian tradisional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya perkembangan pada ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkembangan yang terjadi tersebut menuntut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keterampilan bermain peran merupakan salah satu keterampilan berbahasa lisan yang penting dikuasai oleh siswa, termasuk siswa Sekolah Menengah Pertama. Seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Fotografi merupakan teknik yang digunakan untuk mengabadikan momen penting dalam kehidupan sehari-hari. Karena melalui sebuah foto kenangan demi kenangan dalam

Lebih terperinci

MODEL SILABUS MATA PELAJARAN SEKOLAH MENENGAH PERTAMA/MADRASAH TSANAWIYAH (SMP/MTs) MATA PELAJARAN SENI BUDAYA

MODEL SILABUS MATA PELAJARAN SEKOLAH MENENGAH PERTAMA/MADRASAH TSANAWIYAH (SMP/MTs) MATA PELAJARAN SENI BUDAYA MODEL SILABUS MATA PELAJARAN SEKOLAH MENENGAH PERTAMA/MADRASAH TSANAWIYAH (SMP/MTs) MATA PELAJARAN SENI BUDAYA KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN JAKARTA, 2017 DAFTAR ISI DAFTAR ISI i I. PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nur Syarifah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Nur Syarifah, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan seni budaya dan keterampilan diberikan di sekolah karena keunikan, kebermaknaan, kemanfaatan terhadap kebutuhan perkembangan peserta didik, yang terletak

Lebih terperinci

56. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs)

56. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs) 56. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs) A. Latar Belakang Muatan seni budaya sebagaimana yang diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Lebih terperinci

Jurnal Pedagogika dan Dinamika Pendidikan

Jurnal Pedagogika dan Dinamika Pendidikan Jurnal Pedagogika dan Dinamika Pendidikan ISSN 2252-6676 Volume 4, No. 1, April 2016 http://www.jurnalpedagogika.org - email: jurnalpedagogika@yahoo.com KEMAMPUAN MENULIS PARAGRAF ARGUMENTASI DENGAN MENGGUNAKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Azzela Mega Saputri, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Azzela Mega Saputri, 2013 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Membangun pembelajaran kreatif dalam sebuah proses pembelajaran merupakan proses pembelajaran yang mengharuskan guru untuk dapat memotivasi dan memunculkan kreativitas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Riqoh Fariqoh, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN. Riqoh Fariqoh, 2013 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Moeflich (2011) mengatakan bahwa pengajaran bahasa Indonesia bagi penutur asing merupakan salah satu cara untuk mengenalkan bahasa Indonesia ke negera-negara lain,

Lebih terperinci

61. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunalaras (SMPLB E)

61. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunalaras (SMPLB E) 61. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunalaras (SMPLB E) A. Latar Belakang Muatan seni budaya sebagaimana yang diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. pembelajaran, teknik pembelajaran, taktik pembelajaran, dan model pembelajaran.

I. TINJAUAN PUSTAKA. pembelajaran, teknik pembelajaran, taktik pembelajaran, dan model pembelajaran. I. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Picture and Picture Dalam proses pembelajaran dikenal beberapa istilah yang memiliki kemiripan makna. Istilah-istilah tersebut adalah pendekatan pembelajaran,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode dan Desain Penelitian 1. Metode Penelitian Ketepatan dalam menggunakan metode penelitian merupakan cara atau alat untuk mencapai keberhasilan sebuah penelitian. Metode

Lebih terperinci

48. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR SENI BUDAYA SMA/MA/SMK/MAK

48. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR SENI BUDAYA SMA/MA/SMK/MAK 48. KOMPETENSI INTI DAN SENI BUDAYA SMA/MA/SMK/MAK KELAS: X A. SENI RUPA 3. memahami, menerapkan, menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, prosedural berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan,

Lebih terperinci

58. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunanetra (SMPLB-A)

58. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunanetra (SMPLB-A) 479 58. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunanetra (SMPLB-A) A. Latar Belakang Muatan seni budaya sebagaimana yang diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Lebih terperinci

60. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunadaksa (SMPLB D)

60. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunadaksa (SMPLB D) 495 60. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunadaksa (SMPLB D) A. Latar Belakang Muatan seni budaya sebagaimana yang diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 196 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Sebagai ibukota negara, Jakarta merupakan etalase Indonesia di mata dunia. Jakarta harus bisa merepresentasikan kebudayaan yang dimiliki Indonesia, salah satunya

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN SENI TARI MELALUI BASIC LEARNING DI SMP NEGERI 17 SURABAYA. Oleh: VINA NUR INDAH SARI NIM:

PEMBELAJARAN SENI TARI MELALUI BASIC LEARNING DI SMP NEGERI 17 SURABAYA. Oleh: VINA NUR INDAH SARI NIM: PEMBELAJARAN SENI TARI MELALUI BASIC LEARNING DI SMP NEGERI 17 SURABAYA Oleh: VINA NUR INDAH SARI NIM:072134017 Dosen pembimbing Dra. Noordiana, M.Sn Abstrak Suatu hal yang mendorong ketertarikan peneliti

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. kepenerima pesan (2006:6). Dalam Accociation for education and communication

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. kepenerima pesan (2006:6). Dalam Accociation for education and communication BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pengertian Media Secara harfiah media berarti perantara atau pengantar. Oleh Sadiman dikemukakan bahwa media adalah perantara atau pengantar

Lebih terperinci

Munandar dalam Satriani (2011, hlm. 2) bahwa Kreativitas merupakan

Munandar dalam Satriani (2011, hlm. 2) bahwa Kreativitas merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sesuai dengan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) kesenian diubah menjadi seni budaya, sesuai kurikulum itu pula mata pelajaran seni budaya mencakup

Lebih terperinci

SILABUS PEMBELAJARAN

SILABUS PEMBELAJARAN SILABUS PEMBELAJARAN Sekolah Kelas / Semester Mata Pelajaran : SMP : VIII (Delapan) / 1 (Satu) : SENI BUDAYA Standar : SENI RUPA 1. Mengapresiasi karya seni rupa Kegiatan 1.1 Mengidentifikasi jenis karya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring berjalannya waktu, dunia perfilman telah mengalami perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Seiring berjalannya waktu, dunia perfilman telah mengalami perkembangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring berjalannya waktu, dunia perfilman telah mengalami perkembangan yang pesat saat ini. Film juga telah memberikan manfaat bagi kehidupan masyarakat. Selain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kekayaan seni budaya Indonesia merupakan warisan berharga bagi

BAB I PENDAHULUAN. Kekayaan seni budaya Indonesia merupakan warisan berharga bagi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kekayaan seni budaya Indonesia merupakan warisan berharga bagi masyarakatnya, khususnya generasi muda. Pewarisan seni budaya penting demi penciptaan indentitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan materi agar pembelajaran berlangsung menyenangkan. Pada saat

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan materi agar pembelajaran berlangsung menyenangkan. Pada saat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Guru sebagai fasilitator memiliki pengaruh yang besar dalam proses kegiatan pembelajaran. Salah satunya guru juga dituntut untuk lebih kreatif dalam menyampaikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Media Kartu Bergambar 2.1.1 Pengertian Media Kartu Bergambar Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti perantara. Dengan demikian media dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu disiplin ilmu pengetahuan yang memegang peranan penting dalam kehidupan dan kehadirannya sangat terkait erat dengan dunia pendidikan adalah Matematika.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemasan Sisingaan Pada Grup Setia Wargi Muda Kabupaten Subang Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.

BAB I PENDAHULUAN. Kemasan Sisingaan Pada Grup Setia Wargi Muda Kabupaten Subang Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jawa Barat atau yang lebih dikenal dengan etnis Sunda sangat kaya dengan berbagai jenis kesenian. Kesenian itu sendiri lahir dari jiwa manusia dan gambaran masyarakatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. SD Kristen Paulus Bandung merupakan lembaga pendidikan tingkat dasar

BAB I PENDAHULUAN. SD Kristen Paulus Bandung merupakan lembaga pendidikan tingkat dasar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah SD Kristen Paulus Bandung merupakan lembaga pendidikan tingkat dasar yang ada dalam naungan Yayasan Kristen Paulus (YKP). Dikelola oleh sebuah perkumpulan umat

Lebih terperinci