ISSN /6 /

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ISSN /6 /"

Transkripsi

1 :; ME. Budiyono don Prayitno ISSN KAJIAN PENGARUH PENAMBAHAN MGSO4 P ADA ABULA YANG UNTUK PENJERAP AN L~BAH RADIOAKTIF CAIR SIMULASI YANG MENGANDUNG URANIUM DAN TH ORIU M ME. BudiYODO dad PrayitDo Puslitbang Teknologi Maju Batan. Yogyakarta. 2/6 / ABSTRAK KAJIAN PENGARUH PENAMBAHAN MgSO4 PADA ABULAYANG UNTUK PENJERAPAN L/MBAH RADIOAKTIF CAIR SIMULASI YANG MENGANDUNG URANIUM DAN THORIUM. Telah dilakukan penelitian kajian pengaruh penambahan MgSO4 pada abulayang yang digunakan untuk menjerap limbah radioaktif yang mengandung uranium dan thorium. Penelitian ini bertujuan mempelajari pengaruh konsentrasi MgSO4 yang digunakan untuk mengaktijkan abulayang serta waktu aktivasi yang diperlukan. Konsentrai MgSO4 divariasi dari 0,11 M dan waktu aktivasi divariasi dari10100 menit. Dari penelitian ini dapat ditarik kesimpulan bahwa untuk uranium yang paling baik pada konsentrasi MgSO4 0.3 M, efisiensi penjerapan sebesar 99,40 % dan koefisien distribusi 2,982 ml/g, waktu aktivasi yang baik pada waktu aktivasi men it efisiensi penjerapan 99.7% dan koefisien distribusi 2,990 ml/g. Sedangkan penjerapan thorium mendapatkan hasil yang baik pada konsentrasi MgSO4 0,2 M efisiensi penjerapan sebesar 99,10 % dan koefisien distribusi 2,973 ml/g, waktu aktivasi menit. dengan efisiensi penjerapan 99,6 % dan koefisien distribusi 2,987 mllg ABSTRACT STUDY ON THE INFLUENCE OF THE MgSO4 ;,tithe'fly ASH TO THE SORPTION OF THE LIQUID RADIOACTIVE WAST SSIMULATED CONTAINING THE URANIUM DAN THORIUM. The e.~perimental investigation on the sorption of uranium and thorium of liquid radioactive wastes by using fly ash activated with MgSO4 has been carried out. The aims of this investigation was to add of MgSO4 at fly ash to separate uranium and thorium of the liquid radioactive wastes. The investigated parameters were the concentration MgSO4 and the activation time. The concentration MgSO4 was varied from 0,11 M and the activation time was varied from oninutes. The conclusion that could be drawn from this investigation were that the best result of the concentration of MgSO4 was 0,3 M effiency of the sorption (DE) was 99,40 % and Coeffisien Distribution was 2,982 m//g and the activation time was minutes. efficiency of the sorption (DE) was 99,7 %for uranium. and Coeffisien Distribution was m//g. As well as the best result to the sorption of thorium the concentration of MgSO4 was 0,2 M efficiency of the sorption (DE) was 99.1 % and Coeffisien Distribution was 2,973 m//g. the activaion time was menit. efficiency of sorption (DE) was 99.6 % and Coeffisien Distribution was 2,987 ml/g. PENDAHULUAN P encemaran yang diakibatkan oleh limbah radioaktif yang di dalamnya terdapat unsurunsur dari deret aktinida. Unsurunsur dari deret aktinida ini mempunyai sifatsifat radioaktif yang memancarkan sinar radioaktif. Anggota unsur deret aktinida ini mempunyai nomor atom 89 sampai 103.(1) Penggunaan teknologi nuklir menimbulkan limbah radioaktif, yang mengandung unsurunsur yang sangat berbahaya bagi kehidupan manusia, dan karena unsurunsur radioaktif tersebut sangat berbahaya bagi lingkungan, maka perlu adanya pengelolaan yangbaik. Perumusan masalah bagaimana pengaruh penambahan MgSO4, clan waktu aktivasi terhadap pengaktifan abulayang sehingga dapat menurunkan limbah U clan Th. Tujuan penelitian ini adalah mempelajari pengaruh perubahan konsentrasi MgSO4 terhadap pengaktifan abulayang yang digunakan untuk menjerap limbah U clan Th. Manfaat penelitian memberikan masukan basil penelitian yang dapat digunakan lebih lanjut untuk mempelajari penjerapan limbah radioaktif yang mengandung aktinida (U clan Th) menggunakan abulayang. Memberikan informasi tentang salah satu alternatif sorpsi radionuklida deqgan bahan abulayang yang telah diaktivasi. Pengertian abulayang terdapat berbagai pendapat merupakan abu yang dihasilkan pad a Proslding Pertemuan dan Presentasi IImiah Penelitian Dasar Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Nuklir

2 308 ISSN ME. Budiyono don Prayitn, pembakaran barn bara, berupa serbuk halus yang tidak terbakar dengan distribusi ukuran partikel I I 00 ~m. Karena ukuran partikel yang relatif kecil, abu ini dibawa oleh gas buang dad apabila dilewatkan presipitator elektrostatis akan beterbangan di atmosfer. Warna keabuabuan dad merupakan komponen terbesar dari batubara, yaitu kirakira 85% dari total abu yang ditimbulkan (Jumaeri, 1995).(2) Abulayang terdiri dari butiran halus dad harnpir tidak terlihat oleh mata, merupakan partikel yang tidak mudah terbakar terkandung dalarn aliran gas dari pembakaran batubara. Karakteristik yang ditunjukkan abu layang berdasarkan partikulatpartikulat padat. Debu abu layang mempunyai ukuran ~m seperti asap, abu layang ditimbulkan dari pembakaran dad seperti fumes, abulayang terdiri dari logarniogarn organik atau subtansi mineral (peavy, 1985).(]) Abulayang merupakan residu mineral organik yang terbentuk dari pembakaran batubara dan stasiun pembangkit listrik tenaga uap. Abulayang merupakan limbah basil pembakaran batubara yang berbentuk partikel halus, bulat serta bersifat pozolanik yaitu dapat mengeras dengan adanya kapur bebas (Akbar, 1996).(4) Abu batubara jenis abulayang ini berukuran kurang dari 150 ~m dad dapat digunakan sebagai bahan pozolan. Abulayang terdiri dari material yang berbentuk bulatan berongga yang homogen (Kawigraha, 1997). Komposisi abu dasar harnpir sarna dengan abulayang, dengan komponen utama SiO2 dad AI2O] dad banyak mengandung fast amorf.(s) Abulayang yang dihasilkan terutama senyawa silikat, alumunium, besi, kalsium, dan senyawasenyawa Mg, Ti, Na, K dalam jumlah yang lebih kecil. Senyawasenyawa yang terbentuk dalam abulayang terutama sebagai campuran silikat, oksida sulfat Silikatsilikat ini dati serpih dad mineral lempung. Sumber utama besi oksida adalah pirit, yang terbakar membentuk besi dan oksidanya. Kalsium dan magnesium oksida terbentuk sebagai interaksi antara karbonat, pirit, dan oksigen. Pengukuran dengan spektropendar sinarx digunakan untuk menentukan Sial, AlzO), FezO), TiOz, PzOs metode serapan dapat juga digunakan. Komposisi kimia abulayang PL TU Suralaya Sial 58,04 %, AlzO] 24,29 %, FezO] 7,42 %, CaO 2,30 %, MgO 0,74 %, NazO 2,28 %, KzO 0,67 %, PzOs 0,33 %, SO] 0,41 %, MnO 0,06 %. Abulayang mengandung mineralmineral silika alumina yaitu mulit (3AIO].2SiO]), silika (SiOJ, magnetit (Fe2O4), dad sedikit hematit (Fe]O4) (Kaawigraha, 1997). Bagian terbesar dari abulayang terdapat dalam bentuk gelas yang secara mineralogi menunjukan 66% 88% terdiri dari senyawa gelas. Senyawa utama dalam gelas adalah silika (SiOJ dad alumina (A12O]). Senyawa lain yang ada dalam abu layang adalah kuarsa dad mulit (2SiO23A12O]). Serta besi oksida dalam jumlah yang relatif kecil, sedang belerang di dapat sebagai garam sulfat (Akbar, 1996). Sorpsi adalah perpindahan secara selektif dari satu atau lebih solut dari larutao dalam partikel penjerap (Peavy, 1985). Istilah sorpsi digunakan apabila sulit membedakan proses adsorpsi dengan proses absorpsi. Proses adsorpsi adalah peristiwa pengambilan gas, uap, dad cairan oleh..permukaan tanpa penetrasi, sedangkan absorpsi adalah dengan bahan penetrasi permukaan, sehingga indentitasnya hilang bersama bahan penjerap. Abulayang dapat digunakan sebagai adsorbed zat warda, fenolat, oksalat, Cr (IV), krom dad beberapa zat yang lain (Jumaeri., 1995). Dari kenyataan ini dapat dicoba untuk memanfaatkan abulayang sebagai adsorbed unsur radioaktif yang mengandung aktinida (U dad Th). Dekontaminasi dengan bahan jerapan dapat dilakukan dengan dua Cara, yaitu sinambung dad catu. Pada proses sinambung limbah radioaktif dialirkan melalui tabung yang berisi bahan penjerap. Pada proses catu, limbah radioaktif ditampung dalam tabung dan ke dalam tabung tersebut diisikan bahan penjerap. Dibandingkan cara catu, cara sinambung (kolom) lebih sempuma serta lebih sederhana (Dofner,1995).<6) Proses jerapan mempunyai keuntungan yaitu peralatan lebih sederhana dad mudah, bahan penjerapnya mudah didapat dad murah, dapat digunakan untuk penjerap berbagai macam limbah. Beberapa kekurangan yaitu kapasitas pertukaran ion pada umumnya rendah, cenderung mengalami peptisasi, resistensi terhadap radioaktif terbatas, kekuatan mekanik rendah, serta mudah terdekomposisi oleh alkali (Dlouhy, 1982). Proses penjerapan dipengaruhi oleh bahan yang dipakai dad mempunyai kemampuan berbedabeda, tergantung dari bahan asalnya dad metode aktivasi yang digunakan ph larutan. Penjerapan berlangsung baik pada ph netral. Pada ph yang terlalu asam penjerapan berlangsung kurang baik karena bahan yang telah terjerap terurai kembali, dengan reaksi sebagai berikut (Guritno, Aminjoyo S., 1995).(7,8) Prosldlng Pertemuan dan Presentasl IImlah Penelltlan Dasar IImu Pengetahuan dan Teknologl Nukllr

3 ME. Budiyono don Prayitno ISSN AbulayangMg + umn+ ~ ThAbulayang + n Mg2+ (1) um Abulayang + nh+ ~ H Abulayang + umn+ (2).. Pada ph basa, bahan yang sudah terjerap akan terlarut kembali, dengan reaksi sebagai berikut : Abulayang Mg + umn+ ~ Abulayang um + n Mg2+ (3) um Abulayang + n OH ~ Um(OH}n + Abu layang. (4) Mekanisme jerapan abulayang disebabkan sehingga sifat jerapnya seperti mineral:nineral adanya gaya tarik menarik antar molekul apabila lokal lainnya, dengan demikian reaksi yang terjadi zat tersebut saling kontak. Adsorpsi akan terjadi agak sulit dijelaskan. apabila gaya tarik menarik antar molekul pada zat.e M k anlsme.. penjerapan a d a 1 ah sebagal. tersebut berbeda. Karena abulayang mempunyal I unsur dominan polimer dati alumina silikat, berikut Abulayang Mg + Ufnla+ E Abulayang um + n Mg2+ ~ (5) Berdasarkan rumusan masalah serta tinjauan pustaka penulis mengemukakan hipotesis sebagai berikut: Abulayang di aktivasi dengan MgSO4 berpengaruh terhadap penjerapan limbah radioaktif yang mengandung aktinida (U & Th). Konsentrasi MgSO4 dan waktu aktivasi merupakan variabel yang berpengaruh pada proses penjerapan limbah radioaktifyang mengandung aktinida (U & Th). Variabelvariabel yang diamati adalah : Variabel bebas (independen), yaitu : larutan pengaktif (aktivan) MgSO4 dan waktu aktivasi Variabel terikat (dependen), yaitu : efisiensi penjerapan clan koefisien distribusi (EP clan KD) TATA KERJA Bahan penelitian : Abulayang (berasal dari PL TO Suralaya), larutao MgSO4, aquades, uranil nitrat ( 500 ppm), thorium nitrat (500 ppm) dan arsenazo III 0,8 % Perala tan yang dipakai : Spektrofotometer (Coming Colori Meter 253 ), kolom buret, ph meter, peralatan gelas, magnetik stirer dan timbangan elektrik (Sortorius type 2434). Percobaan Abulayang Tanpa Aktivasi, Sam pel abulayang yang telah disiapkan ditimbang sebanyak 5 g, kemudian dimasukkan ke dalam kolom, dan dicuci dengan aqudes. Limbah yang mengandung U atau Th dilewatkan pada kolom yang telah diisi dengan abulayang. Setiap 15 ml etluen setelah dijerap, dianalisa menggunakan spektrofotometer. Kemudian percobaan penjerapan dengan abulayang yang telah diaktivasi dengan MgSO4, kemudian abulayang yang diaktivasi dikeringkan. Abulayang yang telah diaktitkan dengan 0,1 M MgSO4 ditimbang sebanyak 5 g, dimasukan ke dalarn kolom. Kemudian dialiri limbah yang mengandung uranium atau thorium. Setiap 15 ml efluen setelah dijerap, dianalisa menggunakan spektrofotometer. Percobaan seianjutnya dengan cara yang sarna konsentrasi MgSO4 yang digunakan untuk aktivasi abulayang divariasi dati 0,21 M. Abulayang yang telah aktif digunakan untuk menjerap limbah yang mengandung uranium/thorium. Setiap 15 ml efluen setelah dijerap dianalisa dengan spektrofotometer. Waktu aktivasi divariasi dati men it. Kemudian abulayang yang diaktivasi dikeringkan. Setelah dikeringkan abulayang sebanyak 5 gram dimasukkan kedalarn kolom. Kemudian limbah um dilewatkan kolom yang telah diisi abulayang yang telah diaktivasi. Setiap 15 ml efluen dianalisa. Analisa Data Menentukan EflSlensl penjerapan ( EP) KoeflSlen Distrlbusl (KD) dan perhitungan konsentrasi uranium/thorium setelah dijerap dengan abulayang yang telah diaktivasi dengan MgSO. menggunakan persamaan regresi tinier dengan kurve standart di dapatkan persamaan Y = ax :t b (Y adalah data absorbensi dad x adalah konsentrasi uranium/thorium), sehingga efisiensi penjerapan dan" koefisien distribusi dapat ditentukan dengan persamaan (1) dad (2) di bawah ini. Oleh karena itu untuk seluruh data yang diperoleh dari hasil anal is a efluen dari hasil penjerapan limbah dengan abulayang yang telah diaktivasi dengan alat spektrofotometer dapat ditentukan. Jika konsentrasi awal dan akhir diketahui maka perhitungan EP dan KD dapat ditentukan melalui persamaan : Prosldlng Pertemuan dan Presentasl IImlah Penelltlan Dasar IImu Pengetahuan dan Teknologl Nukllr P3TMBATAN Yogyakarta, 7.8 Agustus 2001

4 EP=( KD= l'~ Co }.IOO% )!:(mllg) W (1) (2) Keterangan : EP = Efisiensi Penjerapan (%) Co = Konsentrasi limbah sebelum melewati penjerapan (ppm) C I = Konsentrasi limbah setelah melewati penjerapan (ppm) KD = Koefisien Distribusi (mug) V = Volume limbah yang akan dijerap (ml) W = Berat bahan penjerap (g) BASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Konsentrasi Aktivan MgSO. Penjerapan Uranium dan Thorium dengan abulayang yang telah diaktivasi dengan menvariasi konsentrasi MgSO. sebagai berikut: Tabell. Pengaruh Konsentrasi MgSO4 terhada penjerapan Uranium Berdasarkan hasil pengamatan pengaruh konsentrasi MgSO4 sebagai pengaktif abu layang terhadap Uranium seperti tertera pada Tabel 4 dan Gambar 2 memperlihatkan bahwa efisiensi penjerapan dad koefisien distribusi meningkat pada konsentrasi 0,1 M sampai 0,3 M. Efisiensi penjerapan dad koefisien distribusi mulai menurun pada konsehtrasi di atas 0,3. Efisiensi..penjerapan dan koefisien distribusi mencapai optimum pada konsentrasi 0,3 M dengan efisiensi penjerapan 99,4 % dan koefisien distribusi 2,832 ml/g. Hal ini memperlihatkan bahwa konsentrasi MgSO4 berpengaruh terhadap penjerapan Uranium dengan abulayang yang telah diaktivasi. Bila dibandingkan dengan dari data yang diperoleh abulayang tanpa aktivasi (0 M) bisa menurunkan konsentrasi Uranium sampai 50,5 ppm atau mempunyai efisiensi penjerapan sebesar 89,9 %, maka abu layang yang telah diaktivasi dengan MgSO4 dapat meningkatkan kemampuan jerap abulayang. Mekanisme penjerapan adalah sebagai berikut : Abulayang.Mg + un+ ~ Abulayang U + it Mi+ (6) Percobaan selanjutnya adalah abulayang yang telah diaktivasi dengan MgSO4 untuk.. menjerap kontaminan thorium basil percobaan dapat dilibat pada rebel 2 di bawah ini Tabel 2. Pengaruh Konsentrasi MgSO4 terhadap penjerapan Thorium t. Gambar " , Kon.5enlrasi MgSO. (M) I. Pengaruh konsentrasi MgSO4 terhadap EP (Uranium) Proslding Pertemuan dan Presentasilimiah P4tnelltlan Dasar IImu Pengetahuan dan Teknologl Nukllr P3TMBATAN Yog:"akarta, 7 8 Agustus2001

5 ~ \IJ 0 0,1 0,2 1,3.,4 8,5 1,6 8,7 0,8 0,9 Konsentmsi MgSO4 (M) Gambar 2 Pengaruh konsentrasi MgSO4 terhadap EP (Thorium) Dari Tabel 2 dad Gambar.2 dapat dilihat adanya kenaikan efesiensi penjerapan dad koefisien 1 distribusi terhadap konsentrasi MgSO4. yaitu pacta konsentrasi 0, I dad 0,2 M, pacta konsentrasi di atas 0,2 M efesiensi penjerapan dad koefisien distribusi mengalami penurunan.hal ini menunjukkan konsentrasi MgSO4 Sebagai pengaktif abu layang berpengaruh terhadap penyerapan Thorium dengan abu layang yang telah diaktivasi. Efisiensi penjerapan optimum pacta konsentrasi 0,2 M yaitu 99, I % dad koefisien distribusinya 2,973 ml/g. Bila dibandingkan dengan dati data yang diperoleh abulayang tanpa aktivasi (0 M) bisa menurunkan konsentrasi dad dapat menurunkan konsentrasi Thorium sampai 93,33 ppm atau mempunyai efisiensi penjerapan 81,33 %, maka abulayang yang telah diaktivasi dengan MgSO4 dapat meningkatkan kemampuan serap abulayang. Mekanisme penjerapan adalah sebagai berikut : AbulayangMg + Thn+ ~ Abulayang Th + n Mg2+ oem Pada Tabel.l, Tabet.2 dapat dilihat bahwa koefisien distribusi yang diperoleh dati proses adsorpsi abulayang yang telah diaktivasi dengan MgSO4 pada penjerapan Uranium lebih besar bila dibandingkan pada penyerapan Thorium, demikian juga termasuk efisiensi penjerapan. Pada efisiensi penjerapan dan koefisien distribusi abulayang yang telah diaktivasi dengan MgSO4 lebih besar bila dibandingkan dengan abulayang yang tidak diaktivasi. Penambahan MgSO4 yang terlalu tinggi menyebabkan efisiensi penjerapan dan koefisien distribusi menurun, hal ini disebabkan sifat dasar dati adsorben yang tidak tahan terhadap suasana basa sehingga mudah larut datam tarutan yang bersifat alkali (Guritno dan Aminjoyo S., 1995). Kerusakan struktijr mineral adsorben abulayang akibat larut dalam larutan alkalin terjadi endapan yang menutup poripori di permukaan abulayang, sehingga kemampuan jerap adsorben semakin menurun. penjerapan 99;7 % dad koefisien distribusi 2,99 mvg. Kenaikan efisiensi penjerapan dad koefisien distribusi menunjukkan bahwa waktu aktivasi berpengaruh terhad~p penjerapan Uranium oleh abulayang yang telah diaktivasi dengan MgSO4. Tabel 3. Pengaruh waktu aktivasi MgSO4 terhadap penjerapan Uranium dengan kecepatan alir I mllmenit Percobaan penjerapan Uranium dan Thorium dengan abulayang yang telah diaktivasi MgSO4 serta menvariasi waktu aktivasi. Dari Tabel 3 dan Gambar 3 terlihat bahwa terjadi kenaikan cukup tinggi efisiensi penjerapan dan koefisien distribusi pada waktu aktivasi 10 menit sampai 30 men it, kemudian di atas 30 menit mengalami kenaikkan, dan mengalami konsentrasi uranium yang dijerap dalam keadaan konstan pacta 70 menit sampai 100 men it, dengan efisiensi Prosldlng Pertemuan dan Presentasilimiah Penelltian Dasar Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Nukllr

6 312 ISSN ME. Budiyono don Prayitno, ~ ~ 8J ' Waktzl aktiva$i t)nenit) Gambar 3. Pengaruh waktu aktivasi terhadap EP (Uranium) Bila dibandingkan dengan dari data yang diperoleh abu layang tanpa aktivasi (0 M) bisa menurunkan konsentrasi Uranium sampai 50,5 ppm atau mempunyai efisiensi penjerapan sebesar 89,9 %, maka abulayang yang telah diaktivasi dengan MgSO. dapat meningkatkan kemampuan jerap abulayang. Mekanisme penjerapan adalah sebagai berikut ~ AbulayangMg + un+ ;;:g,.. AbulayangU + E: n Mg2+ (8) Dari data Tabel 4 dan Gambar 4 terlihat kenaikan cukup tinggi efisiensi penjerapan dan koefisien distribusi pada waktu aktivasi 10 menit sampai 30 menit. Dan waktu aktivasi lebih dari 30 It'.~nit mengalami kenaikan dan konstan pada 80 menit sampai 100 menit dengan efisiensi penjerapan 99,60 % dan koefisien distribusi 2,9870 mvg. Kenaikan ini menunjukkan adanya pengaruh waktu aktivasi terhadap penjerapan Thorium oleh abulayang yang telah diaktivasi dengan MgSO.. Tabel 4. Pengaruh waktu aktivasi MgSO4 terhadap penjerapan Thorium dengan kecepatan alir I m/lmenit.10 2t " 7t Wakt. Aktv ".ait) Gambar 4. Pengaruh waktu aktivasi terhadap EP (Thorium) Dari data pengamatan yang diperoleh menunjukkan semakin besar waktu aktivasi semakin besar penjerapan Uranium atau Thorium.oleh abulayang yang diaktivasi dengan MgSO4. Hal ini menunjukkan terjadi kontak antara abulayang dengan pengaktif yang semakin besar, karena waktu aktivasi yang semakin lama. BiJa dibandingkan dengan dari data yang diperoleh abulayang tanpa aktivasi (0 M) bisa menurunkan konsentrasi dan dapat menurunkan konsentrasi Thorium sampai 93,33 ppm atau mempunyai efisiensi penjerapan 81,33 %, maka abulayang yang telah diaktivasi dengan MgSO4 dapat meningkatkan kemampuan jerap abulayang. Mekanisme penjerapan adalah sebagai berikut : AbulayangMg + Th"+ ~ Abulayang Th + oooe:=n Mg2+ (9) Jika dibandingkan dengan baku mutu lingkungan, batas aktivitas Uranium dalam air yang diijinkan adalah sebesar 4 x 10.:5 ~Ci/ml. Pengolahan Uranium dengan aktivitas awal 500 ppm menggunakan abulayang yang telah di aktivasi dengan MgSO4, Mempunyai efisiensi 99,7 % atau konsentrasi uranium 1,583 ppm dengan aktivitas 4,65 x I 0.) ~Ci/ml. Maka limbah Uranium tidak dapat langsung dibuang ke lingkungan dan masih diperlukan pengolahan. Sedangkan Thorium batas aktivitas Thorium dalam air adalah 1,5 x 106 ~Ci/ml Pengolahan Thorium dengan konsentrasi awal 500 ppm menggunakan abu laya"g yang telah diaktivasi dengan MgS 4, mempunyai efisiensi penjerapan 99,60 % atau konsentrasi thorium 2,23 ppm dengan aktivitas 6,556 x 10.) ~Ci/ml, maka Thorium tersebut tidak dapat langsung dibuang ke lingkungan dan perlu pengolahan terlebih dahulu Prosiding Pertemuan dan Presentasilimiah Penelitlan Dasar IImu Pengetahuan dan Teknologl Nukllr

7 ME. Budiyono dan Prayitno ISSN KESIMPULAN DLOUHY,Z, "Disposal of Radioactive Berdasarkan basil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan sebagai berikut : Penjerapan Uranium dengan abulayang yang telah di aktivasi dengan MgSO4 diperoleh hasil optimum pada konsentrasi 0,3 M, yaitu efisiensi penjerapan 99,4 % clan koefisien distribusi 2,982 mvg. Penjerapan Thorium diperoleh kondisi yang optimum pada konsentrasi MgSO4 0,2 M, diperoleh hasil efisiensi penyerapan 99,1 % clan koefisien distribusi 2,973 mvg. Waktu aktivasi abulayang berpengaruh terhadap penjerapan Uranium clan Thorium. Waktu aktivasi yang optimal pada waktu aktivasi 80 menit sampai 100 menit, mengalami keadaan konstan dengan efisiensi penjerapan 99,70 % clan koefisien distribusi 2,990 mvg. Sedangkan Thorium pada waktu aktivasi 70 menit sampai 100 men it, mengalami keadaan konstan dengan efisiensi penjerapan 99,60 % clan koefisien distribusi 2,987 mvg. UCAPAN TERIMA KASIH Diucapkan terima kasih kepada sdr. Albertus Joko Prawoto sebagai pelaksana penelitian, sehingga penelitian ini dapat diselesaikan DAFTARPUSTAKA BASUKI, K.T, " Kimia Aktinida ", Lab. Kimia Nuklir Industri, Paris. (1986). JUMAERI, S, "Studi Tentang Pemanfaatan Abulayang Sebagai Absorben Zat Wama dalam Larutan Air", Tesis, MIPA, UGM, Yogyakarta.(1995). PEA VI, H.S, Et ai, " Environmental Engineering", Mc Graw Hill Co, Singapura.( 1985). AKBAR, F," Sintesis dan Karakteristik Zeolit 4A dari Bahan Dasar Abulayang", Tesis, MIPA, Yogyakarta.(1996). KA WIGR.A..HA, A, et ai, " Pemanfaatan Sifat Pozolan Abu Batubara Untuk Bahan Baku Semen", Proseding Pertemuan Energi, Sumber Daya Alam dan Lingkungan 1112 Maret 1997, BBPT, Jakarta.( 1997). DOFNER,K., " lptek Penukar lon", Andi Offet 8 Waste", Elsevier Scientific Company Amsterdam.(1982). Publushing GURlTNOB.S., dan AMINJOYO S., "Mempelajari Sifat Sorpsi Bahan Mineral Bentonit sebagai Bahan Isian", Prosiding Seminar Ketiga Teknologi Keselamatan PL TN serta Fasilitas Nuklir, PPTKRKRSG, Serpong.( 1995). TANYAJAWAB Sumijatno Dalam hal ini anda gunakan larutan MgSO4, bagaimana kalau digunakan CaO sebagai ganti MgSO4, mengingat CaO adalah bahan lebih murah. M.E. Budiyono Memang benar CaD lebih murah dari pada MgSO4. namun untuk menambah cakrawala _penelifian aktivasi dengan MgSQ4 untuk menjerap U dan Th adalah baik. Pernah dilakukan penelitian aktivasi abulayang dengan CaCO3 dan hasilnya relatiflebih baik. Sugondo Dengan metoda ':fly ash" EP m~.x 99,4 %, bagaimana jika "batch coulomb" dibikin bertingkat serio M.E. Budiyono Saran anda baik, hila sistim penukar ion! pengeringan bertingkat hasilnya akan lebih baik, hila dibandingkan dengan satu kolom. tetapi pada penelitian ini untuk menentukan kansentrasi MgSO4 dan waktu aktivasi, kalau dilakukan pengeringan bertingkat tentunya tidak dapat dilakukan. Bila hasil optimasi telah berhasil, maka pengeringan bertingkat dapat dilakukan untuk penelitian lebih lanjut. Yogyakarta Proslding Pertemuan dan Presentasilimiah Penelitian Dasar IImu Pengetahuan dan Teknologi Nuklir P3TMBATAN Yogyakarta. 7 8 Agustus 2001

I. PENDAHULUAN. suatu alat yang berfungsi untuk merubah energi panas menjadi energi. Namun, tanpa disadari penggunaan mesin yang semakin meningkat

I. PENDAHULUAN. suatu alat yang berfungsi untuk merubah energi panas menjadi energi. Namun, tanpa disadari penggunaan mesin yang semakin meningkat I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kendaraan bermotor merupakan salah satu alat yang memerlukan mesin sebagai penggerak mulanya, mesin ini sendiri pada umumnya merupakan suatu alat yang berfungsi untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. limbah organik dengan proses anaerobic digestion. Proses anaerobic digestion

BAB I PENDAHULUAN. limbah organik dengan proses anaerobic digestion. Proses anaerobic digestion BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan energi Indonesia yang terus meningkat dan keterbatasan persediaan energi yang tak terbarukan menyebabkan pemanfaatan energi yang tak terbarukan harus diimbangi

Lebih terperinci

PENGARUH SENYAWA PENGOTOR Ca DAN Mg PADA EFISIENSI PENURUNAN KADAR U DALAM AIR LIMBAH

PENGARUH SENYAWA PENGOTOR Ca DAN Mg PADA EFISIENSI PENURUNAN KADAR U DALAM AIR LIMBAH PENGARUH SENYAWA PENGOTOR Ca DAN Mg PADA EFISIENSI PENURUNAN KADAR U DALAM AIR LIMBAH Ign. Djoko Sardjono, Herry Poernomo Puslitbang Teknologi Maju BATAN, Yogyakarta ABSTRAK PENGARUH SENYAWA PENGOTOR Ca

Lebih terperinci

KAnAN PENGARUH PENAMBAHAN PASm PADA ZEOLIT UNTUK MENJERAP NUKLmA URANIUM DALAM LIMBAH RADIOAKTIF FASE AIR

KAnAN PENGARUH PENAMBAHAN PASm PADA ZEOLIT UNTUK MENJERAP NUKLmA URANIUM DALAM LIMBAH RADIOAKTIF FASE AIR ME. Budiyono dun Berry Poernonw ISSN 0216-3128 209 - KAnAN PENGARUH PENAMBAHAN PASm PADA ZEOLIT UNTUK MENJERAP NUKLmA URANIUM DALAM LIMBAH RADIOAKTIF FASE AIR ME. Budiyono dad Herry Poernomo Puslitbang

Lebih terperinci

Deskripsi SEMEN CEPAT GEOPOLIMER DAN METODA PEMBUATANNYA

Deskripsi SEMEN CEPAT GEOPOLIMER DAN METODA PEMBUATANNYA 1 Deskripsi SEMEN CEPAT GEOPOLIMER DAN METODA PEMBUATANNYA Bidang Teknik Invensi Invensi ini berhubungan dengan komposisi bahan, metode pembuatan dan produk semen cepat (rapid-set high-strength) geopolimer.

Lebih terperinci

KAJIAN PEMANFAATAN ZEOLIT ALAM PADA REDUKSI KADAR Pb dan Cd DALAM LIMBAH CAIR

KAJIAN PEMANFAATAN ZEOLIT ALAM PADA REDUKSI KADAR Pb dan Cd DALAM LIMBAH CAIR 18 ISSN 216-3128 Prayitno, dkk. KAJIAN PEMANFAATAN ZEOLIT ALAM PADA REDUKSI KADAR Pb dan Cd DALAM LIMBAH CAIR Prayitno, Endro Kismolo, Nurimaniwathy Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Bahan - BATAN

Lebih terperinci

AKTIVASI ABU LAYANG BATUBARA DAN APLIKASINYA SEBAGAI ADSORBEN TIMBAL DALAM PENGOLAHAN LIMBAH ELEKTROPLATING

AKTIVASI ABU LAYANG BATUBARA DAN APLIKASINYA SEBAGAI ADSORBEN TIMBAL DALAM PENGOLAHAN LIMBAH ELEKTROPLATING AKTIVASI ABU LAYANG BATUBARA DAN APLIKASINYA SEBAGAI ADSORBEN TIMBAL DALAM PENGOLAHAN LIMBAH ELEKTROPLATING Widi Astuti 1, F. Widhi Mahatmanti 2 1 Fakultas Teknik, 2 Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada masa sekarang kecenderungan pemakaian bahan bakar sangat tinggi sedangkan sumber bahan bakar minyak bumi yang di pakai saat ini semakin menipis. Oleh karena itu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara penghasil batubara yang cukup banyak. Sumber daya alam yang melimpah dapat dijadikan alternatif sebagai pemanfaatan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian 4.1.1. Hasil penentuan kandungan oksida logam dalam abu boiler PKS Penentuan kandungan oksida logam dari abu boiler PKS dilakukan dengan menggvmakan XRF

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini didahului dengan perlakuan awal bahan baku untuk mengurangi pengotor yang terkandung dalam abu batubara. Penentuan pengaruh parameter proses dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

PENGGUNAAN ABU LAYANG SEBAGAI BAHAN URUG LlMBAH RADIAOKTIF YANG MENGANDUNG AKTINIDA (Th & U).

PENGGUNAAN ABU LAYANG SEBAGAI BAHAN URUG LlMBAH RADIAOKTIF YANG MENGANDUNG AKTINIDA (Th & U). d Prosiding Pertemuan dan Presenlasi IImiah P3TM-BATAN, Yogyakarta 13-14 Juti 1999 Buku II 293 PENGGUNAAN ABU LAYANG SEBAGAI BAHAN URUG LlMBAH RADIAOKTIF YANG MENGANDUNG AKTINIDA (Th & U). 2.. M.Eko Budiyono,

Lebih terperinci

RECOVERY ALUMINA (Al 2 O 3 ) DARI COAL FLY ASH (CFA) MENJADI POLYALUMINUM CHLORIDE (PAC)

RECOVERY ALUMINA (Al 2 O 3 ) DARI COAL FLY ASH (CFA) MENJADI POLYALUMINUM CHLORIDE (PAC) RECOVERY ALUMINA (Al 2 O 3 ) DARI COAL FLY ASH (CFA) MENJADI POLYALUMINUM CHLORIDE (PAC) Ninik Lintang Edi Wahyuni Teknik Kimia Politeknik Negeri Bandung Jl. Gegerkalong Hilir Ds Ciwaruga, Bandung 40012

Lebih terperinci

ION EXCHANGE DASAR TEORI

ION EXCHANGE DASAR TEORI ION EXCHANGE I. TUJUAN PERCOBAAN Setelah melakukan praktikum ini diharapkan mahasiswa dapat : 1. Menentukan konsentrasi ion-ion H+, Na+, Mg2+, Zn2+ dengan menggunakan resin penukar kation. 2. Pengurangan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. nm. Setelah itu, dihitung nilai efisiensi adsorpsi dan kapasitas adsorpsinya.

HASIL DAN PEMBAHASAN. nm. Setelah itu, dihitung nilai efisiensi adsorpsi dan kapasitas adsorpsinya. 5 E. ampas sagu teraktivasi basa-bentonit teraktivasi asam (25 : 75), F. ampas sagu teraktivasi basa-bentonit teraktivasi asam (50 : 50), G. ampas sagu teraktivasi basa-bentonit teraktivasi asam (75 :

Lebih terperinci

KARAKTERISASI ZEOLIT ALAM PADA REDUKSI KADAR CHROM DALAM LIMBAH CAIR

KARAKTERISASI ZEOLIT ALAM PADA REDUKSI KADAR CHROM DALAM LIMBAH CAIR KARAKTERISASI ZEOLIT ALAM PADA REDUKSI KADAR CHROM DALAM LIMBAH CAIR RETNO SUSETYANINGSIH 1), ENDRO KISMOLO 2), PRAYITNO 3) 1) Sekolah Tinggi Teknik Lingkungan, YLH - Yogyakarta 2) dan 3) Pusat Teknologi

Lebih terperinci

PENGARUH SENYAWA PENGOTOR Ca DAN Mg PADA EFISIENSI PENURUNAN KADAR U DALAM AIR LIMBAH

PENGARUH SENYAWA PENGOTOR Ca DAN Mg PADA EFISIENSI PENURUNAN KADAR U DALAM AIR LIMBAH 118 ISSN 0216-3128 Ign. Djoko Sardjono dan Berry Poernomo PENGARUH SENYAWA PENGOTOR Ca DAN Mg PADA EFISIENSI PENURUNAN KADAR U DALAM AIR LIMBAH Ign. Djoko Sardjono dad Herry Poernomo Puslitbang Teknologi

Lebih terperinci

ADSORPSI LIMBAH URANIUM MENGGUNAKAN LEMPUNG NANGGULAN

ADSORPSI LIMBAH URANIUM MENGGUNAKAN LEMPUNG NANGGULAN ADSORPSI LIMBAH URANIUM MENGGUNAKAN LEMPUNG NANGGULAN, Suparno, Wasim Yuwono -BATAN, Babarsari Yogyakarta 55281 E-mail:ptapb@batan.go.id ABSTRAK ADSORPSI LIMBAH URANIUM MENGGUNAKAN LEMPUNG NANGGULAN. Pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Meningkatnya teknologi di bidang pertanian, industri, dan kehidupan sehari-hari meningkatkan jumlah polutan berbahaya di lingkungan. Salah satu dampak peningkatan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan Metode Penelitian Pembuatan zeolit dari abu terbang batu bara (Musyoka et a l 2009).

BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan Metode Penelitian Pembuatan zeolit dari abu terbang batu bara (Musyoka et a l 2009). BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan Pada penelitian ini alat yang digunakan adalah timbangan analitik dengan ketelitian 0,1 mg, shaker, termometer, spektrofotometer serapan atom (FAAS GBC), Oven Memmert, X-Ray

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 13 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Molekul-molekul pada permukaan zat padat atau zat cair mempunyai gaya tarik kearah dalam, karena tidak ada gaya-gaya lain yang mengimbangi. Adanya gayagaya ini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tanpa disadari pengembangan mesin tersebut berdampak buruk terhadap

I. PENDAHULUAN. tanpa disadari pengembangan mesin tersebut berdampak buruk terhadap I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mesin pada mulanya diciptakan untuk memberikan kemudahan bagi manusia dalam melakukan kegiatan yang melebihi kemampuannya. Umumnya mesin merupakan suatu alat yang berfungsi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sifat Fisika Kimia Abu Terbang Abu terbang adalah bagian dari sisa pembakaran batubara berupa bubuk halus dan ringan yang diambil dari tungku pembakaran yang mempergunakan bahan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perlakuan Awal dan Karakteristik Abu Batubara Abu batubara yang digunakan untuk penelitian ini terdiri dari 2 jenis, yaitu abu batubara hasil pembakaran di boiler tungku

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan dan kemudian ditimbang. Penimbangan dilakukan sampai diperoleh bobot konstan. Rumus untuk perhitungan TSS adalah sebagai berikut: TSS = bobot residu pada kertas saring volume contoh Pengukuran absorbans

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi penelitian terlihat beragam, berikut diuraikan sifat kimia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini telah banyak industri kimia yang berkembang, baik di dalam maupun di luar negeri, untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat. Kebanyakan industriindustri

Lebih terperinci

MAKALAH PENDAMPING : PARALEL B KARAKTERISASI LIMBAH FLY ASH BATUBARA SEBAGAI MATERIAL KONVERSI ADSORBEN DAN UJI KETAHANAN PANAS STRUKTURPADATAN

MAKALAH PENDAMPING : PARALEL B KARAKTERISASI LIMBAH FLY ASH BATUBARA SEBAGAI MATERIAL KONVERSI ADSORBEN DAN UJI KETAHANAN PANAS STRUKTURPADATAN MAKALAH PENDAMPING : PARALEL B SEMINAR NASIONAL KIMIA DAN PENDIDIKAN KIMIA IV Peran Riset dan Pembelajaran Kimia dalam Peningkatan Kompetensi Profesional Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan PMIPA FKIP

Lebih terperinci

KAJIAN SIFAT SERAP MINERAL MAGNETIT TERHADAP LIMBAH RADIOAKTIF URANIUM CAIR FASE AIR YANG DIGUNAKAN SEBAGAI BAHAN URUG

KAJIAN SIFAT SERAP MINERAL MAGNETIT TERHADAP LIMBAH RADIOAKTIF URANIUM CAIR FASE AIR YANG DIGUNAKAN SEBAGAI BAHAN URUG KAJIAN SIFAT SERAP MINERAL MAGNETIT TERHADAP LIMBAH RADIOAKTIF URANIUM CAIR FASE AIR YANG DIGUNAKAN SEBAGAI BAHAN URUG M.E. Budiyono, Sukosrono P3TM BATAN ABSTRAK KAJIAN SIFAT SERAP MINERAL MAGNETIT TERHADAP

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemakaian batubara sebagai sumber energi telah menjadi salah satu pilihan di Indonesia sejak harga bahan bakar minyak (BBM) berfluktuasi dan cenderung semakin mahal.

Lebih terperinci

3 Percobaan. Untuk menentukan berat jenis zeolit digunakan larutan benzena (C 6 H 6 ).

3 Percobaan. Untuk menentukan berat jenis zeolit digunakan larutan benzena (C 6 H 6 ). 3 Percobaan 3.1 Bahan dan Alat 3.1.1 Bahan Bahan yang digunakan untuk menyerap ion logam adalah zeolit alam yang diperoleh dari daerah Tasikmalaya, sedangkan ion logam yang diserap oleh zeolit adalah berasal

Lebih terperinci

PEMANFAATAN FLY ASH SEBAGAI ADSORBEN KARBON MONOKSIDA DAN KARBON DIOKSIDA PADA EMISI KENDARAAN BERMOTOR

PEMANFAATAN FLY ASH SEBAGAI ADSORBEN KARBON MONOKSIDA DAN KARBON DIOKSIDA PADA EMISI KENDARAAN BERMOTOR PEMANFAATAN FLY ASH SEBAGAI ADSORBEN KARBON MONOKSIDA DAN KARBON DIOKSIDA PADA EMISI KENDARAAN BERMOTOR Anissa Rizky Faradilla, Hernani Yulinawati, Endro Suswantoro Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas

Lebih terperinci

PEMANFAATAN TANAH GAMBUT SEBAGAI ADSORBEN PENYISIHAN SENYAWA AMMONIA DALAM LIMBAH CAIR INDUSTRI TAHU ABSTRAK

PEMANFAATAN TANAH GAMBUT SEBAGAI ADSORBEN PENYISIHAN SENYAWA AMMONIA DALAM LIMBAH CAIR INDUSTRI TAHU ABSTRAK PEMANFAATAN TANAH GAMBUT SEBAGAI ADSORBEN PENYISIHAN SENYAWA AMMONIA DALAM LIMBAH CAIR INDUSTRI TAHU RATNI DEWI 1) RATNA SARI 2) Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Lhokseumawe ABSTRAK Kehadiran ammonia

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Skema interaksi proton dengan struktur kaolin (Dudkin et al. 2004).

HASIL DAN PEMBAHASAN. Skema interaksi proton dengan struktur kaolin (Dudkin et al. 2004). 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Adsorben Penelitian ini menggunakan campuran kaolin dan limbah padat tapioka yang kemudian dimodifikasi menggunakan surfaktan kationik dan nonionik. Mula-mula kaolin dan

Lebih terperinci

Ngatijo, dkk. ISSN Ngatijo, Pranjono, Banawa Sri Galuh dan M.M. Lilis Windaryati P2TBDU BATAN

Ngatijo, dkk. ISSN Ngatijo, Pranjono, Banawa Sri Galuh dan M.M. Lilis Windaryati P2TBDU BATAN 181 PENGARUH WAKTU KNTAK DAN PERBANDINGAN FASA RGANIK DENGAN FASA AIR PADA EKSTRAKSI URANIUM DALAM LIMBAH CAIR MENGGUNAKAN EKSTRAKTAN DI-2-ETIL HEKSIL PHSPHAT Ngatijo, Pranjono, Banawa Sri Galuh dan M.M.

Lebih terperinci

AKTIVASI DAN KARAKTERISASI FLY ASH SEBAGAI MATERIAL ADSORBEN LIMBAH TIMBAL

AKTIVASI DAN KARAKTERISASI FLY ASH SEBAGAI MATERIAL ADSORBEN LIMBAH TIMBAL SEMINAR NASIONAL KIMIA DAN PENDIDIKAN KIMIA V Kontribusi Kimia dan Pendidikan Kimia dalam Pembangunan Bangsa yang Berkarakter Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan PMIPA FKIP UNS Surakarta, 6 April 2013

Lebih terperinci

PENGARUH KANDUNGAN URANIUM DALAM UMPAN TERHADAP EFISIENSI PENGENDAPAN URANIUM

PENGARUH KANDUNGAN URANIUM DALAM UMPAN TERHADAP EFISIENSI PENGENDAPAN URANIUM PENGARUH KANDUNGAN URANIUM DALAM UMPAN TERHADAP EFISIENSI PENGENDAPAN URANIUM Torowati Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir - BATAN Kawasan Puspiptek, Serpong, Tangerang ABSTRAK PENGARUH KANDUNGAN URANIUM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelapa sawit merupakan salah satu tanaman penghasil minyak nabati yang memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi. Produksi minyak kelapa sawit Indonesia saat ini mencapai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana. Untuk sampel

BAB III METODE PENELITIAN. Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana. Untuk sampel BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di laboratorium penelitian jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana. Untuk sampel kulit

Lebih terperinci

MANFAAT LIMBAH HASIL PEMBAKARAN BATUBARA Alisastromijoyo, ST, MT

MANFAAT LIMBAH HASIL PEMBAKARAN BATUBARA Alisastromijoyo, ST, MT MANFAAT LIMBAH HASIL PEMBAKARAN BATUBARA Alisastromijoyo, ST, MT Fly Ash dan Bottom Ash Fly ash dan bottom ash merupakan limbah padat yang dihasilkan dari pembakaran batubara pada pembangkit tenaga listrik.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan adalah kromium (Cr). Krom adalah kontaminan yang banyak ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan adalah kromium (Cr). Krom adalah kontaminan yang banyak ditemukan BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Logam berat merupakan salah satu pencemar yang sangat berbahaya bagi manusia dan lingkungannya, sebab toksisitasnya dapat mengancam kehidupan mahluk hidup. Salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesinambungan pembangunan. Dengan meningkatnya pembangunan akan. dan derajat kesehatan masyarakat disebabkan adanya pencemaran.

BAB I PENDAHULUAN. kesinambungan pembangunan. Dengan meningkatnya pembangunan akan. dan derajat kesehatan masyarakat disebabkan adanya pencemaran. 1 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Di Indonesia pembangunan disektor industri terus meningkat sejalan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kegiatan manusia di dalam mengelola dan mengolah

Lebih terperinci

KARAKTERISASI KADAR ZAT PADAT DALAM EFLUEN PADA PROSES SORBSI LIMBAH B3 CAIR MENGGUNAKAN ZEOLIT

KARAKTERISASI KADAR ZAT PADAT DALAM EFLUEN PADA PROSES SORBSI LIMBAH B3 CAIR MENGGUNAKAN ZEOLIT Endro Kismolo, dkk. ISSN 0216-3128 15 KARAKTERISASI KADAR ZAT PADAT DALAM EFLUEN PADA PROSES SORBSI LIMBAH B3 CAIR MENGGUNAKAN ZEOLIT Endro Kismolo, Gede Sutresna Wijaya, Nurimaniwathy ABSTRAK KARAKTERISASI

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.2 DATA HASIL ARANG TEMPURUNG KELAPA SETELAH DILAKUKAN AKTIVASI

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.2 DATA HASIL ARANG TEMPURUNG KELAPA SETELAH DILAKUKAN AKTIVASI 39 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 PENDAHULUAN Hasil eksperimen akan ditampilkan pada bab ini. Hasil eksperimen akan didiskusikan untuk mengetahui keoptimalan arang aktif tempurung kelapa lokal pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah, tujuan dari penelitian dan manfaat yang diharapkan. I.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah, tujuan dari penelitian dan manfaat yang diharapkan. I. BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah, tujuan dari penelitian dan manfaat yang diharapkan. I.1 Latar Belakang Pasir besi merupakan salah satu sumber besi yang dalam

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan yang digunakan Kerupuk Udang. Pengujian ini adalah bertujuan untuk mengetahui kadar air dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan berkelanjutan hakekatnya merupakan usaha yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia dari generasi ke generasi. Sudah sejak lama, komitmen pertambangan

Lebih terperinci

besarnya polaritas zeolit alam agar dapat (CO) dan hidrokarbon (HC)?

besarnya polaritas zeolit alam agar dapat (CO) dan hidrokarbon (HC)? OPTIMALISASI SUHU AKTIVASI DAN POLARITAS ZEOLIT ALAM UNTUK MENGURANGI EMISI GAS BUANG SEPEDA MOTOR Drs. Noto Widodo, M.Pd. Bambang Sulistyo, S.Pd., M.Eng Amir Fatah, MPd M.Pd. JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan infrastruktur di tiap-tiap wilayah semakin meningkat, seiring dengan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan infrastruktur di tiap-tiap wilayah semakin meningkat, seiring dengan I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Pembangunan infrastruktur di tiap-tiap wilayah semakin meningkat, seiring dengan bertambah nya jumlah penduduk, seperti pembangunan perumahan dan sarana sarana lain pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beras yang berasal dari tanaman padi merupakan bahan makanan pokok bagi setengah penduduk dunia termasuk Indonesia. Oleh karena itu, tanaman padi banyak dibudidayakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Diagram Alir Penelitian Tahapan penelitian secara umum tentang pemanfaatan daun matoa sebagai adsorben untuk menyerap logam Pb dijelaskan dalam diagram pada Gambar 3.1. Preparasi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Pemberian dan Terhadap Sifat sifat Kimia Tanah Penelitian ini mengevaluasi pengaruh pemberian amelioran bahan humat dan abu terbang terhadap kandungan hara tanah

Lebih terperinci

MATERI DAN PERUBAHANNYA. Kimia Kesehatan Kelas X semester 1

MATERI DAN PERUBAHANNYA. Kimia Kesehatan Kelas X semester 1 MATERI DAN PERUBAHANNYA Kimia Kelas X semester 1 SKKD STANDAR KOMPETENSI Memahami konsep penulisan lambang unsur dan persamaan reaksi. KOMPETENSI DASAR Mengelompokkan sifat materi Mengelompokkan perubahan

Lebih terperinci

Hubungan koefisien dalam persamaan reaksi dengan hitungan

Hubungan koefisien dalam persamaan reaksi dengan hitungan STOIKIOMETRI Pengertian Stoikiometri adalah ilmu yang mempelajari dan menghitung hubungan kuantitatif dari reaktan dan produk dalam reaksi kimia (persamaan kimia) Stoikiometri adalah hitungan kimia Hubungan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN METODE SINTESIS UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS ZEOLIT ALAMI DI INDONESIA

PENGEMBANGAN METODE SINTESIS UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS ZEOLIT ALAMI DI INDONESIA Laporan Akhir Tesis LOGO PENGEMBANGAN METODE SINTESIS UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS ZEOLIT ALAMI DI INDONESIA Disusun Oleh: M. Furoiddun Nais 2309201016 Dosen Pembimbing: Prof. Dr. Ir. Gede Wibawa, M.Eng

Lebih terperinci

ANALISIS LIMBAH RADIOAKTIF CAIR DAN SEMI CAIR. Mardini, Ayi Muziyawati, Darmawan Aji Pusat Teknologi Limbah Radioaktif

ANALISIS LIMBAH RADIOAKTIF CAIR DAN SEMI CAIR. Mardini, Ayi Muziyawati, Darmawan Aji Pusat Teknologi Limbah Radioaktif ANALISIS LIMBAH RADIOAKTIF CAIR DAN SEMI CAIR Mardini, Ayi Muziyawati, Darmawan Aji Pusat Teknologi Limbah Radioaktif ABSTRAK ANALISIS LIMBAH RADIOAKTIF CAIR DAN SEMI CAIR. Telah dilakukan analisis limbah

Lebih terperinci

PEMADATAN SLUDGE Ca 3 (PO 4 ) 2 HASIL PENGOLAHAN KIMIA LIMBAH CAIR YANG TERKONTAMINASI URANIUM MENGGUNAKAN LEMPUNG

PEMADATAN SLUDGE Ca 3 (PO 4 ) 2 HASIL PENGOLAHAN KIMIA LIMBAH CAIR YANG TERKONTAMINASI URANIUM MENGGUNAKAN LEMPUNG 158 ISSN 16-318 Isman MT dan Sukosrono PEMADATAN SLUDGE Ca 3 (PO 4 ) HASIL PENGOLAHAN KIMIA LIMBAH CAIR YANG TERKONTAMINASI URANIUM MENGGUNAKAN LEMPUNG Isman MT dan Sukosrono Pusat Teknologi Akselerator

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PENGOLAHAN LIMBAH RADIOAKTIF TINGKAT RENDAH DAN TINGKAT SEDANG

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PENGOLAHAN LIMBAH RADIOAKTIF TINGKAT RENDAH DAN TINGKAT SEDANG PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PENGOLAHAN LIMBAH RADIOAKTIF TINGKAT RENDAH DAN TINGKAT SEDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. a b c. Pada proses pembentukan magnetit, urea terurai menjadi N-organik (HNCO), NH + 4,

HASIL DAN PEMBAHASAN. a b c. Pada proses pembentukan magnetit, urea terurai menjadi N-organik (HNCO), NH + 4, 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Sintesis Magnetit Pembentukan magnetit diawali dengan reaksi reduksi oleh natrium sitrat terhadap FeCl 3 (Gambar 1). Ketika FeCl 3 ditambahkan air dan urea, larutan berwarna jingga.

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN ANALISIS

BAB 4 HASIL DAN ANALISIS BAB 4 HASIL DAN ANALISIS Sehubungan dengan prekursor yang digunakan yaitu abu terbang, ASTM C618 menggolongkannya menjadi dua kelas berdasarkan kandungan kapur (CaO) menjadi kelas F yaitu dengan kandungan

Lebih terperinci

REDUKSI LIMBAH B3 CAIR MENGGUNAKAN ZEOLIT DAN PASIR SILIKA

REDUKSI LIMBAH B3 CAIR MENGGUNAKAN ZEOLIT DAN PASIR SILIKA YOGYAKARTA 18 NOVEMBER 2010 REDUKSI LIMBAH B3 CAIR MENGGUNAKAN ZEOLIT DAN PASIR SILIKA Retno Susetyaningsih, Endro Kismolo, Nurimaniwathy Sekolah Tinggi Teknik Lingkungan YLH Yogyakarta Pusat Teknologi

Lebih terperinci

Pemanfaatan Biomaterial Berbasis Selulosa (TKS dan Serbuk Gergaji) Sebagai Adsorben Untuk Penyisihan Ion Krom dan Tembaga Dalam Air

Pemanfaatan Biomaterial Berbasis Selulosa (TKS dan Serbuk Gergaji) Sebagai Adsorben Untuk Penyisihan Ion Krom dan Tembaga Dalam Air Pemanfaatan Biomaterial Berbasis Selulosa (TKS dan Serbuk Gergaji) Sebagai Adsorben Untuk Penyisihan Ion Krom dan Tembaga Dalam Air Ratni Dewi 1, Fachraniah 1 1 Politeknik Negeri Lhokseumawe ABSTRAK Kehadiran

Lebih terperinci

KAJIAN SIFAT SERAP MINERAL MAGNETIT TERHADAP LIMBAH RADIOAKTIF URANIUM CAIR FASA AIR YANG DIGUNAKAN SEBAGAI BAHAN URUG

KAJIAN SIFAT SERAP MINERAL MAGNETIT TERHADAP LIMBAH RADIOAKTIF URANIUM CAIR FASA AIR YANG DIGUNAKAN SEBAGAI BAHAN URUG 89 KAJIAN SIFAT SERAP MINERAL MAGNETIT TERHADAP LIMBAH RADIOAKTIF URANIUM CAIR FASA AIR YANG DIGUNAKAN SEBAGAI BAHAN URUG M.E. Budiyono dan Sukosrono P3TM BATAN ABSTRAK KAJIAN SIFAT SERAP MINERAL MAGNETIT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Produk keramik adalah suatu produk industri yang sangat penting dan berkembang pesat pada masa sekarang ini. Hal ini disebabkan oleh pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berputar, sehingga merupakan suatu siklus (daur ulang) yang lebih dikenal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berputar, sehingga merupakan suatu siklus (daur ulang) yang lebih dikenal BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sumber Air Keberadaan air di bumi merupakan suatu proses alam yang berlanjut dan berputar, sehingga merupakan suatu siklus (daur ulang) yang lebih dikenal dengan siklus hidrologi.

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Secara garis besar, penelitian ini terdiri dari tiga tahap. Tahap pertama yaitu penentuan spektrum absorpsi dan pembuatan kurva kalibrasi dari larutan zat warna RB red F3B. Tahap

Lebih terperinci

KARAKTERISASI LIMBAH RADIOAKTIF CAIR UMPAN PROSES EVAPORASI

KARAKTERISASI LIMBAH RADIOAKTIF CAIR UMPAN PROSES EVAPORASI KARAKTERISASI LIMBAH RADIOAKTIF CAIR UMPAN PROSES EVAPORASI Endro Kismolo, Nurimaniwathy, Tri Suyatno BATAN, Babarsari Yogyakarta 55281 E-mail :ptapb@batan.go.id ABSTRAK KARAKTERISASI LIMBAH RADIOAKTIF

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 5 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Biogas Biogas adalah gas yang terbentuk melalui proses fermentasi bahan-bahan limbah organik, seperti kotoran ternak dan sampah organik oleh bakteri anaerob ( bakteri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pencemaran lingkungan oleh logam berat menjadi masalah yang cukup serius seiring dengan penggunaan logam berat dalam bidang industri yang semakin meningkat. Keberadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Padi merupakan produk utama pertanian di negara-negara agraris, termasuk Indonesia. Indonesia merupakan salah satu negara dengan tingkat konsumsi beras terbesar

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab IV asil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Isolasi Kitin dari Limbah Udang Sampel limbah udang kering diproses dalam beberapa tahap yaitu penghilangan protein, penghilangan mineral, dan deasetilasi untuk

Lebih terperinci

PENGOLAHAN LIMBAH URANIUM CAIR DENGAN ZEOLIT MURNI DAN H-ZEOLIT SERTA SOLIDIFIKASI DENGAN POLIMER EPOKSI

PENGOLAHAN LIMBAH URANIUM CAIR DENGAN ZEOLIT MURNI DAN H-ZEOLIT SERTA SOLIDIFIKASI DENGAN POLIMER EPOKSI PENGOLAHAN LIMBAH URANIUM CAIR DENGAN ZEOLIT MURNI DAN H-ZEOLIT SERTA SOLIDIFIKASI DENGAN POLIMER EPOKSI ABSTRAK Yusuf Damar Jati*), Herlan Martono**), Junaidi**) Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Perbedaan Kandungan CO 2 Sebelum dan Sesudah Pemurnian Perbedaan Kandungan CO 2 melalui Indikator Warna Pengambilan contoh biogas yang dianalisis secara kuantitatif sehingga didapatkan

Lebih terperinci

BAB IV BAHAN AIR UNTUK CAMPURAN BETON

BAB IV BAHAN AIR UNTUK CAMPURAN BETON BAB IV BAHAN AIR UNTUK CAMPURAN BETON Air merupakan salah satu bahan pokok dalam proses pembuatan beton, peranan air sebagai bahan untuk membuat beton dapat menentukan mutu campuran beton. 4.1 Persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang sangat kaya dengan sumber daya alam yang potensial, didukung dengan keadaan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang sangat kaya dengan sumber daya alam yang potensial, didukung dengan keadaan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang sangat kaya dengan sumber daya alam yang potensial, didukung dengan keadaan geografisnya. Adapun salah satu sumber daya alam yang

Lebih terperinci

: Komposisi impurities air permukaan cenderung tidak konstan

: Komposisi impurities air permukaan cenderung tidak konstan AIR Sumber Air 1. Air laut 2. Air tawar a. Air hujan b. Air permukaan Impurities (Pengotor) air permukaan akan sangat tergantung kepada lingkungannya, seperti - Peptisida - Herbisida - Limbah industry

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II STUDI PUSTAKA BAB II STUDI PUSTAKA 2.1 Beton Konvensional Beton adalah sebuah bahan bangunan komposit yang terbuat dari kombinasi agregat dan pengikat (semen). Beton mempunyai karakteristik tegangan hancur tekan yang

Lebih terperinci

KAJIAN PEMAKAIAN FERRO SULFAT PADA PENGOLAHAN LIMBAH CHROM

KAJIAN PEMAKAIAN FERRO SULFAT PADA PENGOLAHAN LIMBAH CHROM 115 KAJIAN PEMAKAIAN FERRO SULFAT PADA PENGOLAHAN LIMBAH CHROM Prayitno, Rahardjo, Nurimaniwathy dan Endro Kismolo P3TM BATAN ABSTRAK KAJIAN PEMAKAIAN FERRO SULFAT PADA PENGOLAHAN KIMIA LIMBAH CHROM. Penelitian

Lebih terperinci

JURNAL FEMA, Volume 2, Nomor 1, Januari 2014

JURNAL FEMA, Volume 2, Nomor 1, Januari 2014 JURNAL FEMA, Volume 2, Nomor 1, Januari 2014 PENGARUH VARIASI JENIS AIR DAN TEMPERATUR AKTIVASI DALAM CAMPURAN FLY ASH BENTUK PELET TERHADAP PRESTASI MESIN DAN EMISI GAS BUANG SEPEDA MOTOR BENSIN 4 LANGKAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak 4000 SM, manusia telah mengenal dan mengolah emas, berdasarkan penemuan arkeolog di Bulgaria. Pengolahan emas berlanjut hingga sekarang. Emas menjadi salah satu

Lebih terperinci

PREPARASI LIMBAH RADIOAKTIF CAIR EFLUEN PROSES PENGOLAHAN KIMIA UNTUK UMPAN PROSES EVAPORASI

PREPARASI LIMBAH RADIOAKTIF CAIR EFLUEN PROSES PENGOLAHAN KIMIA UNTUK UMPAN PROSES EVAPORASI PREPARASI LIMBAH RADIOAKTIF CAIR EFLUEN PROSES PENGOLAHAN KIMIA UNTUK UMPAN PROSES EVAPORASI Endro Kismolo, Tri Suyatno, Nurimaniwathy -BATAN, Yogyakarta Email : ptapb@batan.go.id ABSTRAK PREPARASI LIMBAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perencanaan konstruksi dengan sifat-sifat yang ada di dalamnya seperti. plastisitas serta kekuatan geser dari tanah tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. perencanaan konstruksi dengan sifat-sifat yang ada di dalamnya seperti. plastisitas serta kekuatan geser dari tanah tersebut. BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Tanah memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap perencanaan suatu konstruksi maka tanah menjadi komponen yang perlu diperhatikan dalam perencanaan konstruksi dengan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI Fase KOMPOSIT OKSIDA BESI - ZEOLIT ALAM

IDENTIFIKASI Fase KOMPOSIT OKSIDA BESI - ZEOLIT ALAM IDENTIFIKASI Fase KOMPOSIT OKSIDA BESI - ZEOLIT ALAM HASIL PROSES MILLING Yosef Sarwanto, Grace Tj.S., Mujamilah Pusat Teknologi Bahan Industri Nuklir - BATAN Kawasan Puspiptek Serpong, Tangerang 15314.

Lebih terperinci

METODA AKTIVASI ZEOLIT ALAM DAN APLIKASINYA SEBAGAI MEDIA AMOBILISASI ENZIM α-amilase. Skripsi Sarjana Kimia. Oleh WENI ASTUTI

METODA AKTIVASI ZEOLIT ALAM DAN APLIKASINYA SEBAGAI MEDIA AMOBILISASI ENZIM α-amilase. Skripsi Sarjana Kimia. Oleh WENI ASTUTI METODA AKTIVASI ZEOLIT ALAM DAN APLIKASINYA SEBAGAI MEDIA AMOBILISASI ENZIM α-amilase Skripsi Sarjana Kimia Oleh WENI ASTUTI 07132011 JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Pemanfaatan Campuran Lempung dan Batu Cadas Teraktivasi Asam Sulfat Sebagai Adsorben Kalsium Pada Air Tanah

Pemanfaatan Campuran Lempung dan Batu Cadas Teraktivasi Asam Sulfat Sebagai Adsorben Kalsium Pada Air Tanah Pemanfaatan Campuran Lempung dan Batu Cadas Teraktivasi Asam Sulfat Sebagai Adsorben (The Use of Sulfuric Acid ActivatedMixture of Clay and Rock as an Adsorbent for Calcium from Groundwater) Rini Prastika

Lebih terperinci

Uji Kinerja Adsorben Amino-Bentonit Terhadap Polutan Pestisida Dalam Air Minum ABSTRAK

Uji Kinerja Adsorben Amino-Bentonit Terhadap Polutan Pestisida Dalam Air Minum ABSTRAK Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan Kimia UNLA, 26 Januari 2008 1 Uji Kinerja Adsorben Amino-Bentonit Terhadap Polutan Pestisida Dalam Air Minum ABSTRAK Anna Permanasari, Erfi Rusmiasih, Irma Junita,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Kimia Abu Terbang PLTU Suralaya Abu terbang segar yang baru diambil dari ESP (Electrostatic Precipitator) memiliki karakteristik berbeda dibandingkan dengan

Lebih terperinci

Semen (Portland) padatan berbentuk bubuk, tanpa memandang proses

Semen (Portland) padatan berbentuk bubuk, tanpa memandang proses Semen (Portland) Semen didefinisikan sebagai campuran antara batu kapur/gamping (bahan utama) dan lempung / tanah liat atau bahan pengganti lainnya dengan hasil akhir berupa padatan berbentuk bubuk, tanpa

Lebih terperinci

PROSES RE-EKSTRAKSI URANIUM HASIL EKSTRAKSI YELLOW CAKE MENGGUNAKAN AIR HANGAT DAN ASAM NITRAT

PROSES RE-EKSTRAKSI URANIUM HASIL EKSTRAKSI YELLOW CAKE MENGGUNAKAN AIR HANGAT DAN ASAM NITRAT ISSN 1979-2409 Proses Re-Ekstraksi Uranium Hasil Ekstraksi Yellow Cake Menggunakan Air Hangat dan Asam Nitrat (Torowati, Pranjono, Rahmiati dan MM. Lilis Windaryati) PRSES RE-EKSTRAKSI URANIUM HASIL EKSTRAKSI

Lebih terperinci

MAKALAH PENDAMPING : PARALEL A

MAKALAH PENDAMPING : PARALEL A MAKALAH PENDAMPING : PARALEL A SEMINAR NASIONAL KIMIA DAN PENDIDIKAN KIMIA IV Peran Riset dan Pembelajaran Kimia dalam Peningkatan Kompetensi Profesional Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan PMIPA FKIP

Lebih terperinci

PAKET UJIAN NASIONAL 7 Pelajaran : KIMIA Waktu : 120 Menit

PAKET UJIAN NASIONAL 7 Pelajaran : KIMIA Waktu : 120 Menit PAKET UJIAN NASIONAL 7 Pelajaran : KIMIA Waktu : 120 Menit Pilihlah salah satu jawaban yang tepat! Jangan lupa Berdoa dan memulai dari yang mudah. 1. Dari beberapa unsur berikut yang mengandung : 1. 20

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah cincau hijau. Lokasi penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah cincau hijau. Lokasi penelitian BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek dan Lokasi Penelitian Objek atau bahan penelitian ini adalah cincau hijau. Lokasi penelitian dilaksanakan di Laboratorium Riset, dan Laboratorium Kimia Instrumen

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Penyiapan Zeolit Zeolit yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari Tasikmalaya. Warna zeolit awal adalah putih kehijauan. Ukuran partikel yang digunakan adalah +48 65 mesh,

Lebih terperinci

BAB 3 KIMIA TANAH. Kompetensi Dasar: Menjelaskan komponen penyusun, sifat fisika dan sifat kimia di tanah

BAB 3 KIMIA TANAH. Kompetensi Dasar: Menjelaskan komponen penyusun, sifat fisika dan sifat kimia di tanah Kimia Tanah 23 BAB 3 KIMIA TANAH Kompetensi Dasar: Menjelaskan komponen penyusun, sifat fisika dan sifat kimia di tanah A. Sifat Fisik Tanah Tanah adalah suatu benda alami heterogen yang terdiri atas komponenkomponen

Lebih terperinci

, NO 3-, SO 4, CO 2 dan H +, yang digunakan oleh

, NO 3-, SO 4, CO 2 dan H +, yang digunakan oleh TINJAUAN PUSTAKA Penggenangan Tanah Penggenangan lahan kering dalam rangka pengembangan tanah sawah akan menyebabkan serangkaian perubahan kimia dan elektrokimia yang mempengaruhi kapasitas tanah dalam

Lebih terperinci

Pupuk dolomit SNI

Pupuk dolomit SNI Standar Nasional Indonesia Pupuk dolomit ICS 65.080 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Syarat mutu... 1 4 Pengambilan contoh...

Lebih terperinci

Pengaruh Penambahan Abu Terbang (Fly Ash) Terhadap Kuat Tekan Mortar Semen Tipe PCC Serta Analisis Air Laut Yang Digunakan Untuk Perendaman

Pengaruh Penambahan Abu Terbang (Fly Ash) Terhadap Kuat Tekan Mortar Semen Tipe PCC Serta Analisis Air Laut Yang Digunakan Untuk Perendaman Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 213 Pengaruh Penambahan Abu Terbang (Fly Ash) Terhadap Kuat Tekan Mortar Semen Tipe PCC Serta Analisis Air Laut Yang Digunakan Untuk Perendaman Yulizar Yusuf,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Suralaya Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) adalah salah satu andalan pembangkit tenaga listrik yang merupakan jantung untuk kegiatan

Lebih terperinci

ANALISIS KANDVNGAN PENGOTOR DALAM PELET VOz SINTER

ANALISIS KANDVNGAN PENGOTOR DALAM PELET VOz SINTER Hasil-hasil Penelitian EBN Tahun 2009 ISSN 0854-5561 ANALISIS KANDVNGAN PENGOTOR DALAM PELET VOz SINTER Asminar ABSTRAK ANALISIS KANDUNGAN PENGOTOR DALAM PELET U02 SINTER. Telah dilakukan analisis pengotor

Lebih terperinci

SKL 2 RINGKASAN MATERI. 1. Konsep mol dan Bagan Stoikiometri ( kelas X )

SKL 2 RINGKASAN MATERI. 1. Konsep mol dan Bagan Stoikiometri ( kelas X ) SKL 2 Menerapkan hukum-hukum dasar kimia untuk memecahkan masalah dalam perhitungan kimia. o Menganalisis persamaan reaksi kimia o Menyelesaikan perhitungan kimia yang berkaitan dengan hukum dasar kimia

Lebih terperinci