MUTU JAMUR MERANG (Volvariella volvaceae) PASCA THAWING PADA PEMBEKUAN MENGGUNAKAN DRY ICE KURNIA NOVIANTI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MUTU JAMUR MERANG (Volvariella volvaceae) PASCA THAWING PADA PEMBEKUAN MENGGUNAKAN DRY ICE KURNIA NOVIANTI"

Transkripsi

1 MUTU JAMUR MERANG (Volvariella volvaceae) PASCA THAWING PADA PEMBEKUAN MENGGUNAKAN DRY ICE KURNIA NOVIANTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul Mutu Jamur Merang (Volvariella volvaceae) Pasca Thawing pada Pembekuan Menggunakan Dry ice adalah karya saya sendiri dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Mei 2010 Kurnia Novianti F

3 ABSTRACT KURNIA NOVIANTI. Quality of Post-Thawing Straw Mushroom (Volvariella volvaceae) by using Dry ice Freezing. Supervised by SUTRISNO and EMMY DARMAWATI. Straw mushroom is highly demand due to its nutrients content. However, it has high respiration rate which causes product decays during a limited its shelflife. On room temperature, mushroom will stay undamaged up to 24 hours. The objective of this research was to evaluate straw mushroom post-thawing quality by using dry-ice freezing. This research was divided into 2 steps, the first step was to determine dry ice and straw mushroom ratio, freezing time and rates, and the second was to compare the quality of fresh straw mushrooms with thawed mushrooms which is frozen by using freezer and dry ice. The parameters that evaluated were temperature of centre mushroom, frozen weight, and thawed mushroom, color, hardness, protein content, ph, sensory analysis, histology, and economic analysis. The first step showed that the ratio 1:2 of straw mushroom and dry ice was more efficient than the other ratios with rates of 0.27 C/min for 3.5 hours and needed 421 gram of dry ice. The second step of the research showed that although freezing caused deterioration of color, hardness, ph, and histological of straw mushroom, but could preserve the protein. Freezing straw mushroom by using freezer was classified as a slow freezing and by using dry ice was classified as a commercial freezing, which each freezing rate were 0.05 C/min and 0.27 C/min respectively, and freezing straw mushroom by using dry ice was more preference than using freezer by sensory evaluation. The cost of freezing straw mushroom by using freezer was Rp ,-/kg and with dry ice was Rp ,-/kg, therefore freezing straw mushroom with dry ice should be used to accelerate freezing. Dry ice can be used as intermediary technology for freezing straw mushroom and where freezer not available. Keywords: straw mushroom, Volvariella volvaceae, freezing, thawing, dry ice. ii

4 RINGKASAN KURNIA NOVIANTI. Mutu Jamur Merang (Volvariella volvaceae) Pasca Thawing pada Pembekuan Menggunakan Dry Ice. Dibimbing oleh SUTRISNO dan EMMY DARMAWATI. Jamur merang (Volvariella volvaceae) merupakan jamur yang paling banyak dibudidayakan dan diminati karena kandungan gizinya yang sangat baik bagi kesehatan. Jamur merang lebih disukai konsumen dalam bentuk segar, namun karena memiliki pola respirasi yang sangat tinggi, penurunan mutunya akan sangat cepat terjadi. Pada suhu ruang, jamur merang hanya mampu bertahan selama 1 hari. Penanganan pasca panen yang sudah dilakukan untuk memperpanjang umur simpan jamur merang segar adalah dengan pendinginan. Pengawetan lain yang dapat dilakukan adalah pembekuan, dimana dengan laju yang cepat akan menghasilkan komoditas beku yang mendekati kondisi segarnya. Dry ice merupakan salah satu bahan pembeku dengan suhu mencapai -78,5 C. Pembekuan menggunakan dry ice sudah dilakukan pada buah stroberi dan buah berry Saskatoon. Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengaplikasikan dry ice pada pembekuan jamur merang, dan secara khusus bertujuan untuk menentukan perbandingan berat jamur merang dan dry ice yang tepat dan lama pembekuan menggunakan dry ice serta mengkaji pengaruh pembekuan cepat menggunakan dry ice terhadap mutu jamur merang pasca thawing. Penelitian ini dilakukan dalam 2 tahap. Tahap pertama adalah penentuan perbandingan jamur merang dengan dry ice yang tepat dan lama pembekuan, mengggunakan 4 perbandingan, yaitu 1:1/2; 1:1; 1:2 ; 1:3 dengan 3 ulangan. Pengamatan yang dilakukan adalah waktu pembekuan dan penurunan suhu pusat jamur merang hingga mencapai suhu -18 C dan bobot dry ice yang tersisa. Perlakuan yang memiliki laju pembekuan tercepat dengan penggunaan dry ice paling sedikit dipilih untuk digunakan pada tahap kedua. Tahap kedua adalah membandingkan mutu jamur merang segar dengan jamur merang pasca thawing yang dibekukan menggunakan freezer dan dry ice, menggunakan 3 perlakuan, yaitu pembekuan jamur merang menggunakan freezer dan menggunakan dry ice, dibandingkan dengan jamur merang segar sebagai kontrol, dengan 6 ulangan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Parameter mutu yang diamati adalah warna, kekerasan, kandungan protein, ph, bobot jamur merang beku dan pasca thawing, uji organoleptik meliputi warna, kekerasan, dan aroma, serta pengamatan histologi. Analisis biaya untuk pembekuan jamur merang menggunakan freezer dan dry ice dihitung untuk melihat aspek ekonomisnya. Hasil yang didapatkan dari tahap pertama adalah perbandingan 1:2 merupakan perlakuan yang paling efektif untuk digunakan pada tahap selanjutnya, dengan laju pembekuan tercepat, 0,27 C/menit dan konsumsi dry ice paling sedikit, yaitu 421,76 gram. Pada penelitian tahap 2, pembekuan jamur merang menggunakan freezer menghasilkan laju pembekuan sebesar 0,05 C/menit yang termasuk dalam laju pembekuan lambat. Sedangkan pembekuan menggunakan dry ice menghasilkan laju pembekuan sebesar 0,27 C/menit dan termasuk dalam pembekuan komersial. Namun bila dilihat dari waktu yang dibutuhkan untuk

5 melampaui zona kritis pembekuan, mengindikasikan bahwa kristal es yang terbentuk pada jaringan jamur merang yang dibekukan menggunakan dry ice lebih kecil dibandingkan dengan pembekuan menggunakan freezer. Berdasarkan analisis mutu yang dilakukan, pembekuan berpengaruh terhadap penurunan mutu warna, kekerasan, dan bobot jamur merang pasca thawing, namun mengalami peningkatan pada ph dan tidak berbeda pada kandungan proteinnya. Mutu warna jamur merang dinyatakan dengan nilai L, a, b, menunjukkan perubahan warna jamur merang pasca thawing menjadi lebih kusam dan kekuningan. Tingkat kekerasan jamur merang pasca thawing mengalami penurunan menjadi lebih lunak dan liat. ph jamur merang dengan pembekuan menggunakan dry ice mengalami peningkatan menjadi lebih basa dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Bobot jamur merang beku pada pembekuan menggunakan freezer mengalami peningkatan sedangkan pada pembekuan dry ice sudah mengalami penyusutan akibat terjadinya dehidrasi. Pada kondisi pasca thawing, jamur merang mengalami penyusutan yang cukup besar akibat keluarnya cairan drip, terutama pada pembekuan menggunakan dry ice. Berdasarkan pengujian secara subyektif dengan uji organoleptik didapatkan bahwa jamur merang pasca thawing pada pembekuan menggunakan dry ice lebih disukai daripada jamur merang pasca thawing pada pembekuan menggunakan freezer. Hasil pengamatan histologi menunjukkan bahwa pada jaringan jamur merang pasca thawing mengalami kerusakan mekanik akibat pembentukan kristal es dan dehidrasi. Pembekuan jamur merang menggunakan dry ice mempengaruhi penurunan beberapa parameter mutu jamur merang, namun masih dapat mempertahankan kandungan gizi utamanya yaitu protein. Dry ice dapat digunakan sebagai teknologi perantara untuk mempercepat laju pembekuan dan digunakan di lokasi dimana freezer tidak dapat digunakan, yang dilanjutkan dengan penyimpanan dengan kondisi beku. Jamur merang yang telah dibekukan dengan dry ice dapat dipindahkan ke dalam penyimpanan beku, maksimal dalam waktu 7,58 jam, yaitu setelah dry ice tersublimasi seluruhnya namun sebelum kristal es meleleh. Biaya produksi pembekuan jamur merang menggunakan freezer adalah Rp ,-/kg, termasuk investasi berupa freezer sebesar Rp ,-. Sedangkan pada pembekuan jamur merang menggunakan dry ice membutuhkan biaya sebesar Rp ,-/kg, namun tidak memerlukan biaya investasi yang tinggi. Keywords : jamur merang, Volvariella volvaceae, pembekuan, thawing, freezer, dry ice iv

6 Hak Cipta milik IPB, tahun 2010 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa ijin IPB.

7 MUTU JAMUR MERANG (Volvariella volvaceae) PASCA THAWING PADA PEMBEKUAN MENGGUNAKAN DRY ICE KURNIA NOVIANTI Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknologi Pasca Panen SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

8 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Y. Aris Purwanto

9 Judul Tesis : Mutu Jamur Merang (Volvariella volvaceae) Pasca Thawing pada Pembekuan Menggunakan Dry ice Nama : Kurnia Novianti NRP : F Disetujui Komisi Pembimbing Dr. Ir. Sutrisno, M.Agr. Ketua Dr. Ir. Emmy Darmawati, M.Si. Anggota Diketahui Ketua Program Studi Teknologi Pasca Panen a.n Dekan Sekolah Pascasarjana Sekretaris Program Magister Dr. Ir. Sutrisno, M.Agr. Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar N, MS. Tanggal Ujian: 30 Juni 2010 Tangal Lulus:

10 PRAKATA Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-nya sehingga tesis dengan judul Mutu Jamur Merang (Volvariella volvaceae) Pasca Thawing pada Pembekuan Menggunakan Dry ice dapat terselesaikan. Penelitian ini mengkaji penggunaan dry ice untuk membekukan jamur merang sehingga mampu memperpanjang umur simpannya dengan biaya investasi yang rendah. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Sutrisno, M.Agr sebagai ketua komisi pembimbing dan Ibu Dr. Ir. Emmy Darmawati, M.Si sebagai anggota komisi pembimbing yang telah banyak memberikan bantuan dan masukan, serta Bapak Dr. Ir. I Wayan Budiastra, M.Agr sebagai Ketua Program Studi Teknologi Pasca Panen. Terima kasih kepada Kepala dan Kabag Umum BBPP Lembang yang telah memberi kesempatan untuk melanjutkan pendidikan S 2 ini. Terima kasih juga kepada rekan-rekan TPP 2008, bu Mila, Mbak Meivi, Novi, Yosi, Ruri, Fifi, Pak Amin, Bambang, Pak Khamsi, dan Dian yang selalu kompak, saling membantu, dan saling memberi semangat, Bapak Ahmad sebagai ketua kelompok tani jamur merang di Kawarang dan Indramayu, atas pasokan jamur merangnya, serta Bapak Sulyaden sebagai teknisi laboratorium TPPHP IPB. Terima kasih kepada rekan-rekan Widyaiswara BBPP Lembang atas dukungan doanya. Tak lupa ungkapan terima kasih yang tak terhingga kepada suami tercinta, Iwan Kurniawan atas ijin, doa, perhatian, dan dukungannya. Anak-anakku tersayang, Bara Imadio Saputra dan Khalil Ghausi Saputra, sebagai pemberi semangat yang luar biasa. Kepada Papa Kuryono, Mama Ratna, Bapak, Mamah, Mbak Nahda, Terra, Putra, Teteh, dan Akang atas dukungan, doa, dan kasih sayangnya, serta keluarga besar BBPP Lembang atas bantuan doanya, serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tesis ini masih belum sempurna, namun penulis berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat. Bogor, Mei 2010 Kurnia Novianti

11 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Surabaya tanggal 14 November 1975, merupakan anak ke-2 dari pasangan Kuryono dan Ratna Soedorowerti. Pendidikan Sarjana di tempuh di Program Studi Teknologi Pangan, Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran, dan lulus pada tahun Pada tahun 2008 penulis melanjutkan studi di Program Pascasarjana (S 2 ) di Program Studi Teknologi Pasca Panen, Institut Pertanian Bogor. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Program FEATI bekerjasama dengan Kementrian Pertanian Republik Indonesia. Penulis bekerja di Balai Besar Pelatihan Pertanian Lembang, Badan SDM Kementrian Pertanian Republik Indonesia sejak tahun 2003 dan sebagai Widyaiswara Pertama pada tahun 2005 dengan bidang teknis Teknologi Pengolahan dan Pasca Panen Hasil Pertanian.

12

13 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... xiv DAFTAR GAMBAR... xv DAFTAR LAMPIRAN... xvii I. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian Kegunaan Penelitian... 3 II. TINJAUAN PUSTAKA Jamur Merang Fase Pertumbuhan dan Umur Panen Jamur Merang Perubahan Fisiologis Lepas Panen Jamur Merang Pembekuan Thawing Perubahan Akibat Pembekuan Dry ice/karbondioksida Padat III. METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Pelaksanaan penelitian Penentuan perbandingan berat jamur merang dengan dry ice dan lama pembekuan Perbandingan proses pembekuan dan mutu jamur merang segar dengan jamur merang pasca thawing pada pembekuan menggunakan freezer dan dry ice Pengukuran IV.HASIL DAN PEMBAHASAN Penentuan perbandingan berat jamur merang dengan dry ice dan lama pembekuan Perbandingan pembekuan jamur merang menggunakan freezer dan dry ice Perkiraan laju pembekuan jamur merang menggunakan rumus Plank Laju pembekuan jamur merang menggunakan freezer dan dry ice Analisa mutu jamur merang Kandungan protein jamur merang xii

14 Warna jamur merang Kekerasan Jamur Merang ph Jamur Merang Bobot Jamur Merang Beku dan Pasca Thawing Pengujian organoleptik Histologi Jamur Merang Waktu sublimasi dry ice dan thawing jamur merang pada pembekuan menggunakan dry ice Analisis Biaya V. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan SARAN DAFTAR PUSTAKA xiii

15 DAFTAR TABEL Halaman 1 Hasil analisis nutrisi jamur merang di Laboratorium Food and Nutrition Research Institute Philipine Ciri khas kultivar jamur merang segar (Volvariella volvaceae) Laju respirasi dan nilai RQ jamur merang Klasifikasi laju pembekuan Kandungan air dan titik beku pada beberapa bahan pangan Jenis bahan pembeku dan titik didihnya Sifat-sifat bahan pembeku Laju pembekuan total dan pemakaian dry ice pada 4 perlakuan Perbandingan perkiraan waktu pembekuan dengan rumus Plank dan laju pembekuan Penurunan suhu, waktu, dan laju pembekuan menggunakan freezer dan dry ice dengan suhu awal 2,7 C Laju pembekuan jamur merang pada fase pra pembekuan dan pembekuan Penurunan suhu, waktu, dan laju pembekuan menggunakan freezer dan dry ice Waktu yang dibutuhkan pada pembekuan jamur merang untuk melampaui zona kritis Nilai XYZ warna jamur merang Perubahan bobot jamur merang beku dan pasca thawing Hasil uji organoleptik warna Uji organoleptik kekerasan Hasil Uji Organoleptik Aroma Jamur Merang Penilaian kepentingan pada pengujian kesukaan Nilai total pembobotan uji organoleptik Waktu sublimasi dry ice, waktu thawing, dan suhu terendah jamur merang pada pembekuan menggunakan dry ice Tabel biaya produksi pembekuan jamur merang menggunakan freezer dan dry ice... 54

16 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Fase perkembangan jamur merang, yaitu (A) fase kancing, (B) fase telur, (C) fase pemanjangan, dan (D) fase dewasa Pengaruh laju pembekuan terhadap jaringan tanaman (a) pembekuan lambat (b) pembekuan cepat (Sumber : Fellow, 2000) Grafik waktu dan suhu selama proses pembekuan (Sumber : Fellows, 2000) 12 4 Perubahan suhu selama thawing (Sumber : Fellows, 2000) Susunan jamur merang dalam kemasan plastik PE: (A) tampak samping dan (B) tampak atas Posisi dry ice dan kemasan jamur merang dalam kotak styrofoam (A) Penempatan termokopel (1, 2, dan 3), dan (B) posisi jamur merang dan dry ice dalam kotak Styrofoam Diagram alir penentuan perbandingan berat jamur merang dengan dry ice dan lama pembekuan (A) freezer (B) kotak styrofoam dan thermohybrid yang digunakan untuk pembekuan, serta (C) jamur merang saat thawing Diagram alir perbandingan mutu jamur merang segar dengan jamur merang pasca thawing menggunakan freezer dan dry ice Penurunan suhu jamur merang pada 4 perlakuan Penurunan suhu jamur merang pada pembekuan menggunakan freezer dan dry ice Kandungan protein jamur merang pasca thawing pada pembekuan menggunakan freezer dan dry ice, dan jamur merang segar Nilai L (Kecerahan/Lightness) pada warna jamur merang Nilai a pada warna jamur merang Nilai b pada warna jamur merang Warna jamur merang dalam nilai X, Y pada grafik CIE Lab Jamur Merang Pasca Thawing pada Pembekuan menggunakan (A) Freezer, (B) Dry ice, dan (C) Jamur Merang Segar... 40

17 19. Nilai kekerasan jamur merang ph jamur merang pasca thawing dan jamur merang segar (A) Jamur merang beku pada pembekuan menggunakan freezer dan (B) Butiran-butiran es yang terbentuk pada permukaan jamur merang beku pada pembekuan menggunakan dry ice Perubahan bobot jamur merang beku dan pasca thawing Cairan drip yang dihasilkan dari jamur merang pasca thawing pada pembekuan menggunakan (A) freezer dan (B) dry ice Histologi jamur merang pasca thawing pada pembekuan menggunakan (A) freezer, (B) dry ice dan (C) jamur merang segar Histologi jamur merang pasca thawing pada pembekuan menggunakan (A) freezer, (B) dry ice dan (C) jamur merang segar di bagian (1) tepi dan (2) tengah Jamur merang beku menggunakan (A) freezer, (B) dry ice, dan (C) jamur merang segar Perubahan suhu pusat jamur merang pada pembekuan menggunakan dry ice dan thawing xvi

18 DAFTAR LAMPIRAN

19 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Minat masyarakat untuk mengkonsumsi jamur semakin meningkat khususnya dalam tahun-tahun terakhir ini. Paradigma masyarakat terhadap jamur telah berubah, dahulu masyarakat merasa khawatir keracunan jika mengkonsumsi jamur namun sekarang telah disadari bahwa jamur memiliki banyak khasiat. Saat ini, masyarakat mau mengkonsumsi jamur dengan berbagai alasan. Selain karena lezat, tingginya kandungan gizi jamur juga menjadi alasan utama. Jamur lebih mudah dicerna, memiliki kandungan protein yang tinggi, dan bermafaat bagi penderita penyakit diabetes dan anemia (Sinaga, 2000). Jamur mempunyai nilai gizi tinggi, terutama kandungan proteinnya sekitar 15 20% dari berat kering (Sinaga, 2000) dengan asam amino yang lengkap seperti telur ayam, memiliki daya cerna tinggi sekitar 9,3%, kandungan lemaknya cukup rendah, yaitu 1,1% - 8,3% (bobot kering), berupa asam lemak bebas mono ditriglieserida, sterol, dan fosfolipida (Widiyastuti, 2007). Jamur juga merupakan sumber vitamin antara lain riboflavin, thiamin, dan asam niacin yang cukup tinggi, walaupun tidak mengandung vitamin A. Umumnya jamur mengandung mineral yang tinggi terutama fosfor, kalsium, dengan kandungan kalori dan kolesterol yang rendah (Sinaga, 2000) Di Indonesia, jamur merang merupakan jamur yang paling banyak dibudidayakan hingga mencapai 55-60% produksi nasional ( Sebagian besar produksi jamur dipasarkan dalam bentuk segar terutama ke kota-kota besar (Pasaribu et al., 2002). Kendala yang dihadapi dalam pemasaran adalah jamur merang merupakan komditas yang perishable atau sangat mudah rusak, sehingga tidak dapat bertahan lama bila disimpan pada suhu ruang. Sinaga (2000) menyatakan bahwa jamur merang hanya mampu bertahan selama 1-2 hari. Menurut penelitian Julianti (1997) setelah 1 hari, jamur merang tidak dapat lagi diterima oleh konsumen, karena telah terjadi perubahan warna dan aroma. Kondisi tersebut menyebabkan jangkauan wilayah distribusi jamur menjadi sangat terbatas, sehingga diperlukan

20 terobosan teknologi pasca panen yang dapat memberi peluang pemasaran jamur lebih luas agar nilai ekonominya meningkat. Pengawetan untuk memperpanjang umur simpan jamur merang yang sudah banyak dilakukan adalah pengalengan, dibuat menjadi pickle, dan pengeringan, namun sudah mengalami perubahan-perubahan pada parameter mutunya, sehingga tidak dapat dibandingkan dengan jamur segar (Chang et al., 2004). Berdasarkan permintaan konsumen, jamur merang segar lebih diminati daripada jamur merang yang sudah diolah sehingga penanganan pasca panen yang tepat dalam kondisi segar sangat diperlukan. Penanganan jamur merang segar yang sudah dilakukan adalah menggunakan metode pendinginan, yaitu penggunaan refrigerator, pengemasan menggunakan pelapisan dengan es batu, ataupun pengemasan menggunakan dry ice atau es kering yang dibungkus kertas yang diletakkan di atas jamur merang. Menurut Suharjo (2007), pengawetan dengan pendinginan tersebut dapat mempertahankan mutu jamur merang segar hingga 4-5 hari. Selain itu menurut penelitian Kim et al. (2005), penggunaan modified atmosphere packaging (MAP) pada jamur dapat memperpanjang umur simpannya hingga 6 hari. Metode pengawetan lain yang dapat digunakan untuk memperpanjang umur simpan jamur merang adalah dengan metode pembekuan. Pengawetan dengan pembekuan hanya menyebabkan sedikit sekali perubahan nutrisi maupun sensorinya, bila dilakukan dengan benar dan sesuai prosedur (Fellows, 2000). Pembekuan juga merupakan salah satu teknik memperpanjang umur simpan komoditas pertanian yang dapat menghasilkan produk beku yang mendekati kondisi segarnya (FAO, 2009). Kualitas produk beku sangat dipengaruhi oleh laju pembekuan. Makin singkat waktu yang diperlukan untuk pembekuan, makin tinggi kualitas produk beku yang dihasilkan, dimana pembekuan cepat dapat mengurangi terjadinya kerusakan mekanik yang disebabkan oleh terbentuknya kristal es yang berukuran besar dan dapat meningkatkan penyimpanan produk untuk jangka waktu yang lama (Yakimishen et al., 2002). Metode pembekuan cepat yang banyak digunakan adalah dengan menggunakan gas atau cairan N 2 atau CO 2 (Yakimishen et al., 2002), namun sangat tidak ekonomis untuk diterapkan di tingkat petani maupun pengumpul. Bahan-bahan pembeku yang umum digunakan untuk 2

21 pembekuan adalah amonia, sulfur dioksida, freon, karbondioksida cair maupun padat, dan nitrogen cair. Saat ini dry ice sudah umum digunakan sebagai pre cooling untuk mengurangi panas lapang pada buah berry dan pengemasan yang terbukti efektif untuk menjaga kualitas buah-buahan pada standar konsumen (Yakimishen et al., 2002). Pembekuan menggunakan dry ice belum pernah dilakukan untuk komoditas jamur merang, namun sudah dilakukan untuk buah berry Saskatoon dan stroberi. Hasil penelitian Yakimishen et al. (2002) menunjukkan bahwa dry ice telah terbukti efektif untuk pembekuan buah berry dan menurut Gilbert ( 2008), stroberi yang sudah dibersihkan dan dibekukan dengan dry ice selama 20 hingga 30 menit, kemudian disimpan dalam freezer dapat bertahan selama 1 tahun. Setelah thawing, mutu stroberi tersebut hampir sama dengan stroberi segar tanpa terjadi pelunakan. Berdasarkan permasalahan dan penelitian terdahulu maka perlu dilakukannya kajian mengenai aplikasi dry ice pada pembekuan jamur merang (Volvariella volvaceae) sebagai teknologi perantara yang diharapkan mampu mempercepat laju pembekuan dan mempertahankan mutu jamur merang Tujuan Penelitian Tujuan umum dari penelitian ini adalah mengaplikasikan dry ice pada pembekuan jamur merang, sedangkan tujuan khususnya adalah : 1. Menentukan perbandingan yang tepat antara berat jamur merang dan dry ice dan lama pembekuan yang terbaik 2. Mengkaji pengaruh pembekuan menggunakan dry ice terhadap mutu jamur merang pasca thawing Kegunaan Penelitian Dari penelitian ini diharapkan didapat informasi mengenai pembekuan jamur merang menggunakan dry ice sehingga dapat bermanfaat bagi para pengumpul maupun eksportir jamur merang untuk dapat memperpanjang umur simpannya. 3

22 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jamur Merang Jamur merang (Volvariella volvaceae) termasuk dalam kingdom Mycetae, Divisi Amastigomycota dan sub divisi Basidiomycotina, kelas Basidiomycetes, subkelas Holobasidiomycetes, ordo Agaricales, famili Plutaceae, genus Volvariella dan species Volvariella volvaceae (Sinaga, 2000). Warna tudung jamur merang bermacam-macam yaitu putih bersih, abu-abu dan hitam. Perbedaan warna ini disebabkan oleh bibit yang berbeda, pengaruh penyinaran dan sirkulasi udara. Jamur dengan warna tudung hitam lebih banyak diminati pasar ekspor. Jamur merang merupakan salah satu jamur yang dapat tumbuh pada temperatur yang cukup tinggi. Pertumbuhan vegetatif pada suhu C, dimana jamur ini tumbuh dengan cepat dalam waktu sekitar 8-10 hari mulai dari pembenihan hingga panen (Chang et al., 2004). Berbagai macam sumber selulosa dapat digunakan sebagai media tumbuh jamur merang, namun Volvariella volvaceae tetap dikenal dengan nama jamur merang. Media yang dapat digunakan untuk menumbuhkan jamur merang adalah tumpukan merang, limbah kapas, sorgum, gandum, jagung, tembakau, limbah sayuran, ampas tebu, sabut kelapa, daun pisang, eceng gondok, ampas sagu, atau serbuk gergaji (Sinaga, 2000). Selain itu menurut Widiyastuti (2007) juga bisa menggunakan ampas aren atau kardus bekas Fase Pertumbuhan dan Umur Panen Jamur Merang Pertumbuhan basidiokarp jamur merang secara kasar dibagi menjadi 6 tahap yaitu jarum pentul (pinhead) yang merupakan tahap awal pertumbuhan jamur, kancing kecil (tiny button), kancing (button) yang masih berbentuk bulat kecil. Kemudian dilanjutkan dengan fase telur (egg), yang mulai berbentuk oval, dilanjutkan dengan pemanjangan (elongation), dan dewasa (mature). Pada fase dewasa, jamur sudah berupa volva, stripe, dan pileus (Sinaga, 2000). Bentukbentuk fase pertumbuhan jamur merang dapat dilihat pada Gambar 1.

23 Gambar 1 Fase perkembangan jamur merang, yaitu (A) fase kancing, (B) fase telur, (C) fase pemanjangan, dan (D) fase dewasa Jamur merang sudah dapat dipanen setelah berumur hari sejak tanam. Panen dilakukan setiap hari hingga tanaman berumur sebulan. Namun setelah panen 4-5 kali, diistirahat selama 2-3 hari sebelum dipanen kembali (Suharjo, 2007). Pemanenan jamur merang umumnya dilakukan sebelum fase pemanjangan atau pada fase kancing (Sinaga, 2000), namun pemanenan pada fase telur akan mendapatkan aroma paling baik dan paling tepat untuk pemasaran (Stamet, 1993). Jamur merang pada fase telur berukuran sebesar telur burung puyuh hingga sebesar telur ayam dengan berat per buah sekitar gram. Pemanenan jamur merang sangat mudah tetapi harus dilakukan secara hati-hati menggunakan tangan atau pisau tajam yang tidak berkarat setelah dicuci dengan alkohol. Keberhasilan pemasaran sangat ditentukan oleh penanganan pascapanen yang tepat, karena akan dapat mempertahankan karakteristik jamur merang supaya tetap segar hingga ke konsumen dan tahan lama. Saat yang paling tepat untuk memanen jamur merang adalah pada fase kancing dan fase telur karena lebih disukai oleh konsumen. Kandungan gizi jamur merang dapat dilihat pada Tabel 1. 5

24 Tabel 1 Hasil analisis nutrisi jamur merang di Laboratorium Food and Nutrition Research Institute Philipine Kandungan gizi per 100 g jamur merang Dikeringkan Kondisi segar pada 105⁰C Air (%) Energi (kal) Protein (g) Lemak (g) Total karbohidrat (g) Serat (g) Abu (g) Kalsium (g) Fosfor (mg) Besi (mg) Thiamin (mg) Riboflavin (mg) Niacin (mg) Asam askorbat (mg) Sumber : Julianti (1997) Standar mutu jamur yang sesuai dengan SNI , mencakup ciri khas jamur merang seperti pada Tabel 2. Tabel 2 Ciri khas kultivar jamur merang segar (Volvariella volvaceae) No Komponen Ciri Khas 1. Ukuran Kecil sampai besar 2. Bobot (g) Bentuk Bulat atau lonjong dan tidak bertangkai 4. Kulit Halus, berbulu tipis 5. Warna Putih bersih 6. Daging Tebal 7. Aroma Tidak bau Sumber : SNI Perubahan Fisiologis Lepas Panen Jamur Merang Jamur merang setelah panen akan mengalami perubahan-perubahan yang dapat menurunkan mutunya, terutama bila penanganannya kurang tepat atau kurang hati-hati. Jamur merang, memiliki kandungan air yang sangat tinggi sehingga bersifat mudah rusak atau perishable. Perubahan-perubahan yang dapat terjadi adalah pengerutan, pemekaran, pencoklatan (browning), berair, kehilangan air, perubahan tekstur, aroma dan flavor. Perubahan-perubahan tersebut dapat terjadi karena proses metabolisme, 6

25 reaksi-reaksi kimia, atau pertumbuhan mikroorganisme kontaminan yang terus berlangsung dalam jaringan selama penyimpanan/pasca panen. Perubahan-perubahan tersebut didahului oleh peningkatan laju respirasi, dan penghentian suplai nutrien yang akan mempercepat sejumlah reaksi yang irreversibel sehingga akan menyebabkan kerusakan pada jamur (Cho et al., 1982). Proses Respirasi Respirasi merupakan metabolisme penting yang harus diperhatikan pada jamur merang segar, karena akan terus berlangsung setelah proses pemanenan. Pada proses respirasi, terjadi perubahan-perubahan pada kandungan nutrisi jamur merang yang akan mengakibatkan perubahan fisiknya pula. Respirasi merupakan pemecahan senyawa kompleks, terutama pati menjadi molekul sederhana seperti karbondioksida, air, dan energi, serta terjadinya kehilangan substrat. Besar kecilnya respirasi dapat diukur dengan menentukan jumlah substrat yang hilang, O 2 yang digunakan, CO 2 yang dikeluarkan, panas yang dihasilkan, dan energi yang timbul (Pantastico,1986). Metabolisme ditujukan untuk memenuhi keperluan-keperluan yang dibutuhkan oleh bahan pangan tersebut agar dapat melangsungkan kehidupan pasca panennya, terutama dalam bentuk energi. Laju respirasi produk segar merupakan indikator yang baik terhadap aktivitas metabolisme jaringan dan merupakan pedoman potensi masa simpan produk segar (Pantastico, 1986). Makin cepat laju respirasinya berarti makin cepat pula terjadi pemecahan senyawa kompleks yang menandakan semakin cepatnya terjadi penurunan mutu jamur merang. Laju respirasi jamur merang pada beberapa tingkat suhu disajikan pada Tabel 3. Nilai RQ jamur merang lebih dari 1, menunjukkan bahwa respirasi yang terjadi menggunakan substrat yang mengandung O2, yaitu asam-asam organik. Tabel 3 Laju respirasi dan nilai RQ jamur merang Suhu (⁰C) Laju respirasi (ml/kg-jam) Produksi CO 2 Konsumsi O 2 RQ Sumber : Julianti,

26 Perubahan Kadar Air Jamur merang memiliki kandungan air yang tinggi yaitu sekitar 87,7%. Laju respirasi yang cepat akan menyebabkan kehilangan air yang cepat pula. Laju kehilangan air tergantung pada 1) struktur dan kondisi jamur, 2) suhu dan RH lingkungan, dan 3) gerakan udara dan tekanan udara. Evaporasi terjadi lebih lambat pada fase kancing, kemudian meningkat pada fase berikutnya dan paling cepat pada saat pemekaran tudung (Cho et al., 1982). Pengaruh utama kehilangan air adalah susut bobot yang memperlihatkan ciri fisik terjadinya pelayuan dan pengerutan, dengan tekstur yang liat. Pemekaran Tudung Aktivitas metabolisme yang terus terjadi pada jamur merang setelah panen akan mengakibatkan mekarnya tudung, yang akan menyebabkan peningkatan kadar protein dan lemak serta penurunan nilai energi. Pemekaran tudung pada jamur merang adalah hal yang harus dihindari, karena dapat menurunkan mutu yang sekaligus menurunkan harga jualnya. Perubahan Warna Perubahan warna pada jamur merang adalah salah satu parameter yang paling menentukan mutu. Perubahan warna dapat disebabkan akibat reaksi pencoklatan enzimatis atau pertumbuhan bakteri pembusuk seperti Pseudomonas tolasii (Julianti, 1997). Proses pengupasan, pencucian, adanya kerusakan mekanis, dan senesensi juga mempengaruhi perubahan warna pada jamur merang. Jamur merang yang disimpan pada suhu kamar akan cepat mengalami perubahan warna menjadi coklat (Julianti, 1997). Pada jamur terdapat enzim polifenol oksidase, sehingga kehadiran 0 2 dan substrat akan mengkatalisa oksidasi komponen fenolik menjadi quinon yang berwarna coklat, kemudian bergabung dengan asam amino derivatif membentuk kompleks melanoidin yang berwarna coklat dan disebut dengan pencoklatan enzimatis. Reaksi ini dapat dikontrol dengan penginaktifan enzim oleh panas, S0 2 atau perubahan ph akibat penambahan asam (Cho et al., 1982). Reaksi pencoklatan pada jamur dapat dikontrol dengan penyimpanan pada suhu rendah (Julianti, 1997). 8

27 Penyimpangan Bau Oksidasi lemak yang terjadi karena kehadiran asam-asam lemak tak jenuh pada jamur merang dapat menyebabkan penyimpangan bau. Hal yang sama juga dapat diakibatkan oleh oksidasi protein dan berkembangnya mikroorganisme pembusuk (Cho et al., 1982) Pembekuan Pembekuan merupakan proses menghilangkan panas pada produk pangan dan mempertahankan suhu penyimpanannya di bawah titik beku. Pembekuan memiliki pengaruh yang menguntungkan pada produk pangan, yaitu dengan penurunan suhu akan memperlambat reaksi biokimia serta menghambat pertumbuhan mikroorganisme patogen yang menyebabkan penurunan mutu, seperti reaksi oksidasi lemak, denaturasi protein, atau aktivitas enzim hidrolitik (Tucker, 2008). Perubahan nutrisi dan kualitas organoleptik pada produk pangan akan sangat kecil dengan melakukan pembekuan. Pembekuan juga dapat mengurangi penggunaan bahan pengawet untuk memperpanjang umur simpan, karena mampu mencegah perkembangan mikroorganisme (Evans, 2008). Prinsip pembekuan adalah memindahkan air dari matriks produk pangan dengan membentuk kristal es. Kristal es yang terdapat dalam jaringan produk pangan akan menyebabkan air sisa yang tidak membeku akan meningkat konsentrasinya dengan padatan terlarut, sehingga dapat menurunkan Aw. Sebagian besar mikroorganisme tidak dapat hidup pada Aw di bawah 7,0 (Evans, 2008). Pada proses pembekuan kandungan air produk pangan mengalami perubahan bentuk menjadi kristal-kristal es, yang mengakibatkan peningkatan konsentrasi sehingga dapat menurunkan aktivitas air (Aw) pada produk pangan (Fellows, 2000). Pengawetan pada bahan pangan dapat dicapai dengan menggabungkan suhu rendah dan menurunkan Aw. Proses pembekuan membutuhkan energi untuk digunakan dalam perubahan fase dari air menjadi es, yang sering disebut dengan panas laten kristalisasi. Yang paling penting dalam pembekuan adalah laju pembekuan yang digunakan untuk menghilangkan panas pada produk pangan dalam waktu yang sesingkat mungkin. Pada bahan pangan segar, panas dari respirasi juga harus diperhitungkan. Pada bahan pangan yang banyak mengandung air, memiliki panas spesifik sebesar 9

28 4200J kg -1 K -1 dan panas laten sebesar 335 kj kg -1 (Fellows, 2000). Pindah panas pada bahan pangan umumnya secara konveksi, yaitu pindah panas antara udara pembeku dengan permukaan bahan pangan Proses pembekuan dimulai dari permukaan bahan pangan yang langsung berhubungan dengan media pembeku padat (misalnya heat exchanger plates pada suhu -30⁰C hingga -40⁰C, dry ice pada suhu -78,5⁰C, cairan kriogenik nitrogen pada suhu -196⁰C). Permukaan bahan pangan akan membeku lebih cepat dibandingkan bagian dalamnya, karena panas pada bagian dalam harus melalui permukaan dengan konduksi (Evans, 2008). Proses pembekuan sangat dipengaruhi oleh laju pembekuan bahan pangan, dimana durasi proses pembekuan tergantung pada laju pembekuan (⁰C/menit), sesuai dengan definisi yang dinyatakan oleh International Institute of Refrigeration dalam Thorne (1989), yaitu perbedaan antara suhu awal dan suhu akhir dibagi dengan waktu pembekuan. Waktu pembekuan adalah waktu yang dibutuhkan dari awal pembekuan hingga suhu akhir pembekuan tercapai. Laju pembekuan mempengaruhi kualitas bahan pangan, dimana pada laju pembekuan lambat terjadi pertumbuhan kristal es yang lebih cepat dibandingkan dengan pembentukan kristal esnya, sehingga menghasilkan kristal es yang besar dan dapat merusak jaringan bahan pangan. Sedangkan pada laju pembekuan cepat, terjadi pembentukan kristal es yang lebih cepat daripada pertumbuhan kristal esnya, sehingga terbentuk kristal es berukuran kecil, seperti diilustrasikan pada Gambar 2. Pada pembekuan dengan laju yang rendah, kristal es akan terbentuk di daerah interselular, kemudian merusak dan memecah dinding sel yang berdekatan. Air yang berada dalam sel akan keluar menuju kristal es yang membesar, karena es memiliki tekanan uap air yang lebih kecil daripada bahan pangan. Akibat air yang keluar dari dalam sel, menyebabkan sel terdehidrasi dan rusak dengan meningkatnya konsentrasi larutan dan rusaknya dinding sel. Bila bahan pangan beku tersebut di-thawing, sel tidak akan kembali menjadi bentuk dan besarnya semula. Bahan pangan akan menjadi lebih lunak dan bagian dalam sel akan keluar melalui dinding sel yang rusak, yang disebut dengan istilah drip loss. 10

29 Gambar 2 Pengaruh laju pembekuan terhadap jaringan tanaman (a) pembekuan lambat (b) pembekuan cepat (Sumber : Fellow, 2000) Pada pembekuan cepat, kristal es yang terbentuk berukuran kecil, baik di dalam atau di daerah interselular. Kerusakan fisik sel yang terjadi sangat kecil dan perbedaan tekanan uap air tidak terjadi, sehingga dehidrasi sel yang terjadi juga sangat kecil. Hal tersebut menyebabkan tekstur bahan pangan tetap terjaga dalam kondisi yang baik. menyebabkan jaringan terbelah atau pecah. Namun pembekuan yang terlalu cepat dapat Kisaran suhu yang dapat menyebabkan kerusakan permanen berada pada 1⁰C hingga -5⁰C. Bahan pangan yang melalui proses pembekuan harus melampaui kisaran suhu tersebut dalam waktu yang relatif cepat. Untuk mendapatkan pembentukan kristal es yang kecil, suhu 0⁰C dan -3,9⁰C harus dilampaui dalam waktu kurang dari 30 menit (Evans, 2008). Proses pembekuan secara umum dapat diklasifikasikan berdasarkan laju pembekuannya. Menurut Alvarest, et al. (1997) laju pembekuan di bawah 0,5 C/menit termasuk dalam pembekuan lambat, dan 2 C/menit termasuk dalam laju pembekuan cepat. Sedangkan menurut Delgado et al. (2005), laju pembekuan dibagi menjadi 3, yaitu seperti ditampilkan pada Tabel 4. 11

30 Tabel 4 Klasifikasi laju pembekuan No Jenis Pembekuan Laju pembekuan 1. Pembekuan lambat 0,02-0,2 C/menit 2. Pembekuan komersial 0,2-0,83 C/menit 3. Pembekuan cepat >0,83 C/menit Sumber : Delgado et al. (2005) Menurut Alvarez, et al. (1997), pembekuan cepat memiliki hasil yang baik pada tekstur kentang, wortel, cranberries, dan blackberries. Pada wortel yang dibekukan secara cepat mampu mempertahankan ketegaran (firmness) dengan lebih baik. Proses pembekuan dilakukan hingga panas di bagian terdalam dari bahan pangan telah hilang atau telah beku. Tahapan proses pembekuan dijelaskan pada Gambar 3. Pada tahap AS, bahan pangan dibekukan hingga di bawah titik beku. Gambar 3 Grafik waktu dan suhu selama proses pembekuan (Sumber : Fellows, 2000) Pada titik S, air masih berupa larutan, walaupun berada di bawah titik beku (disebut fenomena supercooling) hingga 10⁰C. Pada tahap SB, suhu akan meningkat secara cepat mencapai titik beku dimana kristal es mulai terbentuk dan panas laten kristalisasi dilepaskan. Tahap BC merupakan pelepasan panas dari bahan pangan dengan laju yang sama, panas laten dihilangkan seiring dengan pembentukan es dan suhu mulai stabil. Tahap CD, larutan mulai jenuh dan mengkristal. Pada tahap DE, kristalisasi air dan larutan masih terjadi. Waktu yang dibutuhkan (t f ) ditentukan oleh laju penghilangan panas. Pada tahap EF, suhu es akan turun hingga mencapai suhu freezing. 12 Pada suhu pembekuan

31 komersil, terdapat sejumlah air yang tidak membeku, yang jumlahnya tergantung pada jenis dan komposisi bahan pangan, serta suhu penyimpanan (Fellows, 2000). Bahan pangan segar memiliki kandungan air dan titik beku yang berbedabeda tiap komoditas, seperti dapat dilihat pada Tabel 5. Kadar air yang tinggi pada sayuran dan buah menyebabkannya rentan terhadap kristal es yang terbentuk dan thawing, dibandingkan dengan bahan pangan yang lain. Sayuran lebih tahan terhadap pembekuan dibandingkan dengan buah berdasarkan karakteristik yang dimiliki. Tabel 5 Kandungan air dan titik beku pada beberapa bahan pangan Bahan Pangan Kandungan Air (%) Titik Beku (⁰C) Sayuran ,8 s/d -2,8 Buah ,9 s/d -2,7 Daging ,7 s/d -2,2 Ikan ,6 s/d -2,0 Susu 87-0,5 Telur 74-0,5 Sumber : Fellows, 2000 Jaringan buah dan sayuran memiliki struktur sel yang rentan terhadap peningkatan volume kristal es sehingga menyebabkan kerusakan pembekuan yang irreversible. Kerusakan yang terjadi pada jaringan bahan pangan akibat pembekuan dapat menyebabkan hilangnya fungsi membran sel, gangguan pada sistem metabolisme, denaturasi protein, perpindahan kandungan air dari intrasel menuju ekstrasel secara tetap, reaksi enzim, dan kerusakan jaringan yang cukup parah. Terdapat 4 jenis kerusakan yang disebabkan oleh pembekuan menurut Sun et al. (2002), yaitu : 1. Kerusakan dingin (chilling damage), disebabkan karena jaringan kontak dengan suhu dingin. 2. Kerusakan akibat konsentrasi larutan (solute-concentration damage), disebabkan peningkatan konsentrasi larutan pada kandungan air produk segar dan pembentukan kristal es. 3. Kerusakan dehidrasi (dehydration damage), disebabkan peningkatan konsentrasi larutan pada kandungan air produk segar dan perpindahan air secara osmosis dari intrasel. 13

32 4. Kerusakan mekanik (mechanical damage), disebabkan karena pembentukan kristal es yang berukuran besar dan keras. Sebelum proses pembekuan dilakukan, perlakuan pendahuluan terhadap bahan pangan diperlukan untuk mengurangi kandungan mikroorganisme, menghilangkan bagian yang tidak diperlukan, serta meminimalkan keragaman produk. Perlakuan pendahuluan yang umumnya dilakukan adalah pencucian atau pembersihan, sortasi, grading, atau pengupasan dan pengirisan bila diperlukan. Jenis bahan pembeku yang sering digunakan untuk pembekuan dan titik didihnya disajikan pada Tabel 6. Tabel 6 Jenis bahan pembeku dan titik didihnya. No. Bahan Pembeku Titik Didih ( C) 1. Amonia Sulfur dioksida Freon/Dichlorofluorometan 8,9 4. Karbondioksida cair/padat (dryice) -78,5 5. Nitrogen cair -196 Sumber : Singh et al., 2005 Amonia, sulfur dioksida, dan freon umum digunakan sebagai bahan pendingin di refrigerator, walaupun penggunaan freon sudah dilarang karena berbahaya. Karbondioksida dan nitrogen cair umumnya digunakan sebagai cryogen pada pembekuan kriogenik atau pembekuan sangat cepat. Karbondioksida padat lebih sering digunakan untuk mendinginkan produk beku ataupun produk segar pada suatu kemasan. Menurut Swain et al. (1999), pengunaan karbondioksida padat atau dry ice memiliki keuntungan sebagai alternatif pendingin mekanik saat distribusi produk dingin ataupun produk beku Thawing Thawing adalah kebalikan dari proses pembekuan, yaitu penggunaan energi oleh bahan pangan untuk melelehkan kristal es (Evans, 2008). Thawing merupakan suatu proses yang kritis, karena selama proses tersebut, suhu bahan pangan akan meningkat sehingga memiliki resiko untuk perkembangan mikroorganisme, namun saat ini thawing banyak dilakukan di akhir rantai pasokan, yaitu dilakukan oleh konsumen di rumah untuk langsung dimasak, sehingga mengurangi resiko bahayanya. 14

33 Bahan pangan yang di-thawing setelah penyimpanan beku, seharusnya memiliki karakteristik yang tidak berbeda dengan bahan pangan segar. Namun pada bahan pangan yang sangat peka, hal tersebut akan sangat sulit dicapai. Pada komoditas seperti roti, daging, ikan, dan sayuran, kualitas bahan pangan yang sudah di-thawing harus benar-benar dapat dibandingkan dengan bahan pangan segarnya (Evans, 2008) Thawing dapat dilakukan di udara terbuka atau di dalam air, dimana es akan meleleh menjadi lapisan air, dan memerlukan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan proses pembekuan (Fellows, 2000). Perubahan suhu pada proses thawing dapat dilihat pada Gambar 4. Pada tahap AB, lapisan air pada permukaan bahan pangan mulai hilang, dan pada BC, terjadi pelelehan kristal es di dalam bahan pangan, yang akan memperlihatkan kerusakan akibat pembekuan lambat, yaitu keluarnya cairan sel atau drip loss. Gambar 4 Perubahan suhu selama thawing (Sumber : Fellows, 2000) 2.6. Perubahan Akibat Pembekuan Perubahan Fisik Perlakuan pembekuan akan menyebabkan perubahan-perubahan yang mempengaruhi kualitas bahan pangan. Perubahan yang dapat terjadi adalah perubahan sifat fisik dan kimiawi, sehingga mempengaruhi kualitas bahan pangan beku. Perubahan fisik yang terjadi adalah : 1. Warna 2. Peningkatan volume 15

34 3. Perubahan bobot 4. Freeze burn 5. Sifat fungsional, seperti tekstur, konsistensi, appearance, sifat organoleptik, dan water holding capacity Perubahan Kimiawi Perubahan kimiawi juga dapat terjadi pada proses pembekuan, yaitu : 1. Terjadinya ketengikan pada bahan pangan yang berlemak 2. Kehilangan warna 3. Kehilangan flavor dan aroma 4. Kehilangan vitamin 5. Denaturasi protein 2.7. Dry ice/karbondioksida Padat Dry ice atau es kering merupakan karbondioksida (CO 2 ) yang berbentuk padat, merupakan salah satu refrigeran yang umum digunakan, selain nitrogen dan karbondioksida cair. Dry ice memiliki titik didih yang cukup rendah, yaitu -78,5⁰C dan langsung menyublim menjadi gas CO 2, sehingga tidak menyisakan cairan seperti es batu ketika meleleh. Sifat-sifat beberapa bahan pembeku seperti pada Tabel 7. Tabel 7 Sifat-sifat bahan pembeku Sifat Nitrogen cair Karbondioksida Densitas (kg m -3 ) Panas spesifik (kj kg -1 K -1 ) Panas laten (kj kg -1 ) Total penggunaan untuk pendinginan (kj kg -1 ) Titik didih ( C) (sublimasi) Termal konduktivitas (W m -1 K -1 ) Konsumsi /100g produk beku (g) Sumber : Sigh et al., 2005 Dry ice merupakan produk sampingan yang dihasilkan oleh industri yang menghasilkan amonia dan nitrogen dari gas alam atau industri fermentasi skala besar. Udara dengan konsentrasi CO 2 tinggi ditingkatkan tekanannya dan didinginkan hingga berubah menjadi cairan. Setelah menjadi cairan, tekanan diturunkan, sehingga menyebabkan suhunya menjadi sangat rendah dan merubah 16

35 cairan menjadi butiran es seperti salju. Butiran-butiran salju tersebut kemudian dibentuk seperti yang diinginkan oleh konsumen. Saat ini, umumnya dry ice berbentuk berupa silinder berukuran kecil seperti pelet atau berupa balok besar berukuran 50 kg. Dry ice yang dihasilkan oleh PT Petrokimia Gresik berbentuk balok berukuran 50 kg. Dry ice bisa didapatkan di distributor es krim besar, yang menggunakannya untuk mendinginkan produk supaya tetap beku. Dry ice memiliki sifat seperti es batu, bila disimpan pada suhu tinggi, akan makin cepat menyublim menjadi gas. Kecepatan sublimasi dry ice adalah 3,5% perhari ( com) atau akan berkurang sebanyak 1/3 bagian pada penyimpanan di suhu kamar selama 12 jam. Bila pada termos biasa, akan menyublim dengan kecepatan 5-10 lb (2,25-4,5kg) pada penyimpanan selama 24 jam. Dry ice memberikan energi 2 kali lebih besar untuk mendinginkan produk per lb berat produk (1 lb = 0,45 kg) dan 3 kali lebih besar energi pendinginan per volume dibandingkan es batu biasa (H 2 O) ( Dry ice sering digunakan untuk mempertahankan produk beku pada penyimpanan, seperti produk es krim. Di bidang industri, sering digunakan untuk menghancurkan atau mematahkan ubin dengan cara dikerutkan kemudian dipatahkan. Selain itu juga sering digunakan untuk membekukan air dalam saluran pipa selama dilakukan proses perbaikan pada bagian pipa yang rusak. Dry ice juga dapat digunakan untuk membuat kabut pada pementasan teater, dan pada bidang pangan sering digunakan untuk membuat minuman berkarbonasi, seperti softdrink dan bir. Dry ice juga dapat digunakan sebagai perangkap nyamuk, sebagai bahan untuk fumigasi, untuk mendinginkan dan menghambat bunga mekar saat distribusi tanaman bunga, dan untuk penyimpanan bahan pangan Namun selain memiliki manfaat yang banyak, ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menangani dry ice. Dry ice memiliki suhu yang sangat rendah, sehingga bila tersentuh dengan kulit atau produk pangan secara langsung akan mengakibatkan kerusakan. Kulit manusia akan melekat kuat pada dry ice dan menimbulkan luka seperti luka bakar, sedangkan pada produk pangan akan mengakibatkan kerusakan atau penurunan mutu. Untuk mengantisipasi kerusakan yang terjadi dalam penanganannya, dry ice lebih baik dibungkus dengan kain atau 17

36 kertas koran, dan ditangani dengan menggunakan sarung tangan kain. Dry ice dapat digunakan untuk membekukan atau mendinginkan sayuran dan buahbuahan ataupun daging. 18

37 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Institut Pertanian Bogor, Dramaga Bogor, pada bulan November 2009 hingga Januari Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah : 1. Jamur merang (Volvariella volvaceae) yang dipanen pada stadium telur, diperoleh dari kelompok tani MM di Indramayu. 2. Dry ice, diperoleh dari PT. Samator Jakarta dan J.A.S Oksigen Cibinong. 3. Plastik kemasan polietilen, 4. Boks styrofoam diperoleh dari CV. Karya Guna Jakarta. 5. Kertas koran. Alat yang digunakan adalah : 1. Timbangan digital Mettler PM 4800 Deltarange 2. Rheometer model CR Hybrid recorder Model DR 130 Yokogawa 4. ph meter 5. Mikroskop Cahaya Nikon 6. Kamera Olympus 7. Minolta Color Reader CR Alat analisis kimia kandungan protein 3.3. Pelaksanaan penelitian Penelitian dilaksanakan dalam 2 tahap, yaitu : 1. Penentuan perbandingan berat jamur merang dengan dry ice yang tepat dan lama pembekuan. 2. Perbandingan proses pembekuan dan mutu jamur merang segar dengan mutu jamur merang setelah thawing pada pembekuan menggunakan freezer dan dry ice. 19

38 Penentuan perbandingan berat jamur merang dengan dry ice dan lama pembekuan. Percobaan tahap pertama ini bertujuan untuk mendapatkan perbandingan jamur merang segar dengan dry ice yang tepat dan lama pembekuan. Pada tahap ini digunakan 4 perbandingan (b/b), yaitu (A) 1:1/2; (B) 1:1; (C) 1:2; (D); 1:3 dengan 3 ulangan. Jamur merang yang digunakan berada pada fase telur, tidak busuk, dan memiliki bentuk yang normal. Tiap perlakuan menggunakan 500 gram jamur merang yang dibungkus kemasan plastik polietilen (PE) berlubang. Penyusunan jamur merang dalam kemasan polietilen, diatur sedemikian rupa hingga berupa satu lapisan, seperti dapat dilihat pada Gambar 5. A B Gambar 5 Susunan jamur merang dalam kemasan plastik PE: (A) tampak samping dan (B) tampak atas Dry ice yang digunakan berbentuk balok seberat 10 kg, sehingga ukurannya harus diperkecil untuk lebih mempermudah penanganan dan penimbangan. Dry ice yang digunakan dibungkus dengan kertas koran, supaya tidak merusak jamur merang. Jumlah dry ice yang digunakan dibagi menjadi 2 bagian yang sama, untuk diletakkan di bagian atas dan bawah jamur merang, seperti dapat dilihat pada Gambar 6. 20

39 = kotak Styrofoam = dry ice dibungkus Koran = jamur merang dikemas PE Gambar 6 Posisi dry ice dan kemasan jamur merang dalam kotak styrofoam Parameter yang diamati adalah suhu jamur merang dan waktu pembekuan, hingga pusat jamur merang mencapai suhu -18 C. Pengamatan suhu dilakukan menggunakan thermohybrid yang memiliki 20 buah termokopel. Untuk tiap unit perlakuan, dipasang 3 buah termokopel yang ditusukkan pada jamur merang, hingga dapat mengukur suhu pusatnya, seperti dapat dilihat pada Gambar A B Gambar 7 (A) Penempatan termokopel (1, 2, dan 3), dan (B) posisi jamur merang dan dry ice dalam kotak Styrofoam Thermohybrid di atur untuk mencatat data suhu setiap 5 menit, mulai dari jamur merang dimasukkan ke dalam kotak styrofoam beserta dry ice yang sudah ditimbang. Penimbangan dan pengemasan dry ice harus dilakukan dengan cepat untuk meminimalkan terjadinya sublimasi. 21 Pada proses pembekuan, kotak styrofoam tidak ditutup rapat, supaya gas karbondioksida hasil sublimasi dari dry ice dapat keluar. Setelah suhu pusat jamur merang mencapai suhu -18 C, kemudian dilakukan penimbangan pada bobot jamur merang beku dan bobot dry ice yang masih tersisa.

40 Dari percobaan pertama ini didapatkan data penurunan suhu jamur merang dan waktu pembekuan hingga mencapai suhu -18 C, yang digunakan untuk menghitung laju pembekuan dari masing-masing perlakuan sesuai rumus dari The International Institute of Refrigeration dalam Olivera, et al (2009). Selain itu juga dapat diketahui kebutuhan konsumsi dry ice-nya, dengan mengurangi bobot awal dan bobot akhir dry ice. Dari data yang diperoleh, dapat ditentukan perlakuan yang paling efektif dengan menentukan perlakuan yang memiliki laju pembekuan paling cepat ( C/menit) dengan jumlah konsumsi dry ice yang paling sedikit. Prosedur penelitian tahap 1 secara lengkap dapat dilihat pada Gambar 8. Dry ice Jamur Merang Pengecilan Ukuran Sortasi Perbandingan Dry ice : Jamur Penimbangan Penimbangan Pembungkusan dengan Kertas Pengemasan dalam Plastik PE Pengamatan Parameter Pembekuan Jamur Merang Beku Gambar 8 Diagram alir penentuan perbandingan berat jamur merang dengan dry ice dan lama pembekuan Perbandingan proses pembekuan dan mutu jamur merang segar dengan jamur merang pasca thawing pada pembekuan menggunakan freezer dan dry ice. Percobaan tahap 2 adalah bertujuan membandingkan proses pembekuan dan mutu jamur merang pasca thawing pada pembekuan menggunakan freezer dan dry ice dengan jamur merang segar. Perlakuan yang digunakan dalam tahap 22

41 ini ada 3, yaitu (A) pembekuan jamur merang menggunakan freezer, (B) pembekuan jamur merang menggunakan dry ice, dan (C) jamur merang segar sebagai kontrol. Perlakuan menggunakan dry ice merupakan hasil yang didapatkan dari percobaan tahap pertama. Percobaan dilakukan dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 6 ulangan. Model matematika yang digunakan adalah : Y ij = µ + A i + ij Yij = respon karena pengaruh perlakuan ke-i pada contoh ke-j µ = nilai tengah umum A i ij = pengaruh perlakuan ke-i = pengaruh galat percobaan pada ulangan ke-j yang mendapat perlakuan i Sebagai perbandingan waktu pembekuan jamur merang menggunakan freezer dan dry ice, dihitung pula perkiraan waktu pembekuan dengan memperhitungkan ketebalan dan termal konduktivitas dari bahan pengemasnya menggunakan metode analitik, dengan rumus Plank (Lopez-Leiva et al, 2003). tf f a 2 L 1 x L 6 h k1 24k 2 λ p = panas laten kristalisasi = 335 KJ/kg (Singh et al, 2005) θ f = freezing point bahan pangan = (-0,8) (-2,7) C (Fellows, 2000) θ a L h x k1 k2 = suhu media pembekuan = -60 C (dry ice) dan -16 C (freezer) = diameter jamur = 0,027 m = koefisien transfer panas permukaan = W/m 2 C (Akterian S.G, 1995) = ketebalan bahan pengemas = m = termal konduktivitas pengemas (PE) = 0,42 W/m 2 C = termal konduktivitas zona pembekuan = 0,212-0,668 W/m 2 C (Tansakul, 2008) 23

42 Jamur merang yang digunakan berada pada fase telur, tidak busuk, dan memiliki bentuk yang normal. Tiap perlakuan menggunakan 500 gram jamur merang yang dibungkus kemasan plastik polietilen (PE) berlubang. Penyusunan jamur merang dalam kemasan polietilen, diatur sedemikian rupa hingga berupa satu lapis, seperti dapat dilihat pada Gambar 6. Freezer yang digunakan adalah freezer standar laboratorium, diatur pada suhu -20 C. Dry ice yang digunakan diperkecil ukurannya supaya lebih mempermudah penanganan dan penimbangan. Dry ice dibungkus dengan kertas koran, supaya tidak merusak jamur merang. Jumlah dry ice yang digunakan dibagi menjadi 2 bagian yang sama, untuk diletakkan di bagian atas dan bawah jamur merang, seperti dapat dilihat pada Gambar 7. Parameter yang diamati adalah suhu jamur merang pada pembekuan menggunakan freezer bersuhu -20 C dan dry ice. Pengamatan suhu dilakukan menggunakan thermohybrid yang memiliki 20 buah termokopel. Untuk tiap unit perlakuan, dipasang 3 buah termokopel yang ditusukkan pada jamur merang, hingga dapat mengukur suhu pusatnya, seperti dapat dilihat pada Gambar 6. Termokopel diletakkan di bagian tengah, di tepi atas dan di tepi bawah dalam kemasan. Thermohybrid di atur untuk mencatat data suhu setiap 5 menit. Pencatatan mulai dari jamur merang dimasukkan ke dalam freezer bersuhu -20 C ataupun setelah dimasukkan ke dalam kotak styrofoam yang berisi dry ice. Pengamatan bobot jamur merang beku pada perlakuan freezer dan dry ice dilakukan setelah suhu pusat jamur merang mencapai suhu konstan, kemudian dilakukan thawing pada suhu kamar selama kurang lebih 2 jam. Perlakuan pembanding merupakan jamur merang segar, yang disiapkan pada saat perlakuan A dan B di-thawing. Jamur merang segar yang digunakan sebanyak 500 gram dan dikemas dengan kemasan plastik polietilen berlubang. Perlakuan tersebut disimpan pada suhu kamar selama proses thawing pada perlakuan A dan B. Pada Gambar 9 dapat dilihat peralatan yang digunakan untuk pembekuan jamur merang menggunakan freezer dan dry ice, serta jamur merang dalam kondisi thawing. 24

43 A B C Gambar 9 (A) freezer (B) kotak styrofoam dan thermohybrid yang digunakan untuk pembekuan, serta (C) jamur merang saat thawing. adalah : Pengamatan mutu jamur merang yang dilakukan saat proses pembekuan 1. Penurunan suhu jamur merang 2. Bobot jamur merang beku Pengamatan mutu jamur merang yang dilakukan pasca thawing adalah : 1. Warna jamur merang, menggunakan colour reader. 2. Tekstur jamur merang menggunakan rheometer. 3. Kandungan protein jamur merang 4. ph jamur merang dengan ph-meter 5. Bobot jamur merang thawing. 6. Warna, tekstur, dan aroma jamur merang menggunakan uji organoleptik 7. Waktu sublimasi dry ice dan thawing jamur merang pada pembekuan menggunakan dry ice. 8. Pengamatan jaringan jamur merang dengan mikroskop cahaya setelah dibuat menjadi preparat. Selain itu dihitung pula analisis biaya pembekuan jamur merang menggunakan freezer dan dry ice. Prosedur penelitian tahap 2 secara lengkap dapat dilihat pada Gambar Pengukuran 1. Pengukuran laju pembekuan, dilakukan dengan mengukur pusat jamur merang hingga mencapai suhu -18 C, kemudian dihitung dengan rumus dari The International Institute of Refrigeration dalam Olivera, et al. (2009), yaitu 25

44 T FR t 2 2 T t 1 1 Dimana : FR T 1 T 2 = Laju pembekuan ( C/menit) = Suhu awal ( C) = Suhu akhir ( C) = -18 C (t 2 - t 1 ) = Selisih waktu dari awal hingga akhir pembekuan (menit) Jamur Merang Sortasi Penimbangan Pengemasan Pembekuan freezer (A) -20 C Pembekuan dry ice (B) Jamur Merang Beku Thawing Jamur Merang Beku Thawing Jamur Merang Segar Pengamatan & Uji organoleptik Pengamatan & uji organoleptik Pengamatan & uji organoleptik Gambar 10 Diagram alir perbandingan mutu jamur merang segar dengan jamur merang pasca thawing menggunakan freezer dan dry ice. 2. Pengukuran kadar protein, dilakukan dengan menggunakan metode Kjeldahl, hasil yang didapatkan dari hasil titrasi dapat dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut : 26

45 % protein mlhcl mlblanko * NHCL *6.25*0.014 bobotcontoh 3. Pengukuran kekerasan jamur merang, dilakukan dengan menggunakan SUN Rheometer CR-500 Compac_100, beban maksimal 2 kg, kedalaman probe 15,0 mm dan laju penekanan 60 mm/menit. Hasil pengukuran akan terlihat di LCD dan dilakukan pencatatan. Satuan pengukuran dinyatakan dalam kgforce (kgf) yang kemudian dikalikan dengan 9,8 Newton untuk menghasilkan satuan Newton. 4. Pengukuran warna jamur merang dilakukan dengan menggunakan colorimeter Minolta CR-10. Nilai warna yang diambil adalah nilai L, a, dan b, sebagai satu kesatuan. Nilai L menyatakan tingkat kecerahan, mulai 0 untuk warna hitam dan 100 untuk warna putih. Nilai a menyatakan warna merah untuk 0 hingga 100, dan warna hijau untuk nilai 0 hingga -80. Nilai b menyatakan warna kuning untuk nilai 0 hingga 70 dan warna biru untuk nilai 0 hingga Pengukuran ph jamur merang, dilakukan dengan menggunakan ph-meter HANNA. Jamur merang diambil sebanyak 10 gram, dihancurkan, dan dilarutkan dalam 20 ml aquadest sampai homogen, kemudian diukur ph-nya. 6. Pengukuran susut bobot, dilakukan dengan menggunakan timbangan digital Mettler PM 4800 Deltarange. Perubahan bobot setelah pembekuan dihitung dengan rumus sesuai AOAC, 1995 : susutbobot bobot awal bobot pasca thawing 100% bobot awal 7. Pengujian organoleptik jamur merang, meliputi warna, tekstur, dan aroma dilakukan dengan metode consumer preference test. Bahan diberi kode 3 digit tertentu dan disajikan secara acak. Kriteria penilaian memiliki skala 1 (sangat tidak suka) hingga 7 (sangat suka). Kemudian dilakukan perhitungan nilai kepentingan dan pembobotan untuk mengetahui perlakuan yang paling disukai dari hasil pengujian organoleptik kesukaan. 8. Pengamatan histologi jaringan jamur merang dilakukan di Departemen Anatomi, Fisiologi, dan Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan IPB. Jamur merang yang sudah mendapat perlakuan dibuat menjadi preparat. 27

46 Jamur merang yang sudah diiris secara melintang dan membujur, kemudian dilakukan fiksasi jaringan, dengan fiksasi Bowin. Fiksasi jaringan dilakukan untuk mempertahankan morfologi jaringan supaya tidak rusak selama pengeluaran air dari dalam jaringan. Fiksasi Bowin adalah larutan asam pikrat jenuh, formalin 37%, dan asam asetat, yang digunakan untuk merendam irisan jamur merang selama 24 jam. Setelah itu dilakukan dehidrasi dengan perendaman dalam larutan alkohol, yang secara bertahap konsentrasinya ditingkatkan, yaitu mulai 70%, 80%, 90%, 95%, hingga mencapai absolute, selama masing-masing 24 jam. Kemudian di rendam lagi dalam larutan alkohol absolut sebanyak 2 tahap dan dalam larutan xylol sebanyak 3 tahap selama masing-masing 1 jam. Setelah semua air keluar dari jaringan, maka dilakukan perendaman dalam parafin, untuk menguatkan morfologi jaringan sebanyak 3 tahap selama masing-masing 1 jam. Selanjutnya, dilakukan pembuatan blok dalam parafin dan diiris menggunakan mikrotom, yang selanjutnya dibuat menjadi preparat. Preparat jamur merang diamati menggunakan mikroskop cahaya dan direkam dengan kamera digital. 28

47 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Penentuan perbandingan berat jamur merang dengan dry ice dan lama pembekuan Jumlah dry ice yang digunakan dalam proses pembekuan berpengaruh terhadap laju pembekuan. Semakin banyak dry ice yang digunakan, maka semakin cepat laju pembekuannya, sebaliknya semakin sedikit maka laju pembekuan akan semakin lambat atau mungkin tidak mencapai titik beku yang diharapkan. Namun bila terlalu banyak dry ice yang digunakan, akan menjadi tidak efisien karena banyak yang bersisa, seperti yang dinyatakan oleh Delgado et al., 2005, bahwa penentuan kondisi pembekuan sangat penting untuk mendapatkan proses pembekuan dengan efisiensi yang optimal. Pembekuan jamur pada umumnya dilakukan hingga suhu pusatnya di bawah -18 C dan disimpan pada suhu di bawah -18 C (Anonim, 2007). Berdasarkan literatur tersebut dibuat empat perlakuan untuk menentukan perbandingan jamur merang dan dry ice serta lama waktu pembekuan yang tepat untuk menghasilkan penurunan suhu pusat jamur mencapai -18 C. Hasil pengamatan terhadap penurunan suhu dan lama waktu yang dibutuhkan dapat dilihat pada Gambar 11. Dari Gambar 11 dapat dilihat bahwa terdapat dua pola kurva penurunan suhu yang hampir sama dari ke empat perlakuan. Pola penurunan suhu yang pertama dihasilkan oleh perbandingan 1:1/2 dan perbandingan 1:1, dengan kurva yang lebih landai. Kedua perlakuan tersebut tidak mampu mencapai suhu -18 C, terutama pada perlakuan 1:1/2, terlihat mengalami kenaikan suhu pada akhir fase pembekuan. Kondisi ini dapat disebabkan karena jumlah dry ice yang digunakan terlalu sedikit sehingga tidak mampu memindahkan seluruh panas yang berada di jamur merang hingga mencapai suhu yang diinginkan, bahkan mengakibatkan peningkatan suhu karena seluruh dry ice yang digunakan sudah habis tersublimasi pada menit ke 195. Pada perlakuan 1:1, pada akhir proses pembekuan terlihat masih mengalami penurunan suhu namun, belum mencapai -18 C. Jamur merang pada kedua perbandingan tersebut, tidak seluruhnya kontak dengan dry ice karena perbandingannya terlalu kecil, sehingga penurunan suhunya tidak seragam dan 29

48 merata. Menurut Fellows (2000), panas dari bahan pangan merupakan panas laten sublimasi bagi dry ice, dengan makin banyak kontak antara bahan pangan dan bahan pembeku, maka pindah panas juga makin cepat terjadi. Gambar 11 Penurunan suhu jamur merang pada 4 perlakuan Pada perlakuan 1:2 dan 1:3, kurva yang terbentuk terlihat lebih curam, menunjukkan penurunan suhu yang lebih cepat dan mampu mencapai suhu -18 C. Kondisi ini dapat disebabkan karena jumlah dry ice yang digunakan cukup untuk memindahkan panas pada jamur merang hingga mencapai suhu yang dikehendaki. Kedua perlakuan tersebut menghasilkan laju pembekuan yang sama, yaitu 0,27 C/menit seperti disajikan pada Tabel 8. Tabel 8 Laju pembekuan total dan pemakaian dry ice pada 4 perlakuan Perbandingan Selisih Waktu Laju Pemakaian Dry ice:jamur Suhu (⁰C) Pembekuan (menit) Pembekuan (⁰C/menit) dry ice (gram) ½ : : : : Bila dilihat dari kebutuhan dry ice-nya, perbandingan 1:2 membutuhkan jumlah dry ice yang lebih sedikit dibandingkan dengan perbandingan 1:3. Hal ini dapat disebabkan karena pada perbandingan 1:3, lebih banyak energi dry ice yang hilang akibat tersublimasi dibandingkan dengan energi yang digunakan untuk 30

49 membekukan jamur merang. Selain itu, pada perbandingan 1:3 lebih banyak dry ice yang tersisa, sehingga menjadi tidak efisien. Dari hasil penelitian tahap pertama ini, maka dapat disimpulkan bahwa perbandingan jamur merang dan dry ice yang memiliki laju paling cepat dan menggunakan dry ice paling sedikit adalah perbandingan 1:2, sehingga perbandingan tersebut dipilih untuk digunakan untuk kajian pada tahap berikutnya Perbandingan pembekuan jamur merang menggunakan freezer dan dry ice Perbandingan pembekuan jamur merang menggunakan freezer dan dry ice dilakukan pada proses pembekuan dan analisis parameter mutunya, berupa warna, kekerasan, bobot, uji organoleptik, dan histologi. Metode pembekuan yang paling banyak dilakukan adalah menggunakan freezer, sedangkan metode pembekuan menggunakan dry ice sangat rendah. merupakan salah satu alternatif, karena suhunya yang Jamur merang merupakan produk yang perishable, sehingga apabila dibekukan, dibutuhkan pembekuan dengan laju yang cepat untuk mempertahankan mutunya. Pembekuan komoditas pertanian menggunakan freezer menurut literatur termasuk ke dalam laju pembekuan yang rendah, digunakan sebagai pembanding mutu jamur merang yang dibekukan dengan dry ice, selain digunakan juga jamur merang segar sebagai kontrol Perkiraan laju pembekuan jamur merang menggunakan rumus Plank Waktu pembekuan dapat diketahui dengan melakukan percobaan dan mengamati pusat jamur merang hingga mencapai suhu beku, sehingga dapat dihitung laju pembekuannya. Namun untuk memperkirakan waktu yang dibutuhkan proses pembekuan, juga dapat dilakukan dengan menghitung menggunakan rumus Plank. Hasil perhitungan waktu pembekuan dengan rumus Plank dan lajunya dapat dilihat pada Tabel 9. Perhitungan dengan rumus Plank adalah menghitung waktu pembekuan mulai dari freezing point jamur merang, yaitu -2.7 C hingga mencapai -18 C 31

50 Tabel 9 Perbandingan perkiraan waktu pembekuan dengan rumus Plank dan laju pembekuan Jenis Pembekuan Suhu Medium ( C) Waktu (menit) Laju ( C/menit) Freezer ,200 Dry ice ,874 Sedangkan hasil pengamatan waktu pembekuan jamur merang dan perhitungan lajunya berdasarkan percobaan dengan menggunakan suhu awal pada -2,7 C, dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10 Penurunan suhu, waktu, dan laju pembekuan menggunakan freezer dan dry ice dengan suhu awal 2,7 C Jenis Pembekuan Penurunan suhu ( C) Waktu (menit) Laju ( C/menit) Freezer ,027 Dry ice ,240 Dari Tabel 9 dan 10, dapat dinyatakan bahwa pembekuan menggunakan freezer termasuk dalam laju pembekuan lambat berdasarkan klasifikasi proses pembekuan menurut Delgado et al. (1999), baik secara teoritis maupun berdasarkan percobaan. Pembekuan jamur merang menggunakan dry ice, dengan perkiraan waktu pembekuan berdasarkan perhitungan dengan rumus Plank, termasuk dalam laju pembekuan cepat, sedangkan berdasarkan percobaan termasuk dalam laju pembekuan komersial. Hal ini dapat disebabkan karena metode pembekuan jamur merang menggunakan dry ice yang dilakukan pada percobaan masih sangat sederhana, sehingga lebih banyak dry ice yang menyublim dibandingkan dengan jumlah dry ice yang digunakan untuk memindahkan panas dari jamur merang. Proses pembekuan menggunakan dry ice bila dilakukan dengan cara dan metode yang lebih tepat, akan mampu mendekati laju pembekuan seperti pada perhitungan menggunakan rumus Plank. Misalnya seperti menggunakan isolator pada kotak styrofoam untuk menciptakan lingkungan pembekuan yang lebih kedap dan efisien dalam penggunaan dry icenya. Laju pembekuan secara nyata akan memiliki selisih dengan perhitungan menggunakan rumus, karena adanya perbedaan pada densitas, termal konduktivitas, panas spesifik, dan panas laten jamur merang antara kondisi segar dan kondisi beku. Menurut López-Leiva et al. (2003), penggunaan rumus Plank 32

51 untuk menghitung perkiraan waktu pembekuan pada kentang, ternyata memiliki perbedaan sebesar 51.1% lebih cepat daripada waktu pembekuan secara uji coba Laju pembekuan jamur merang menggunakan freezer dan dry ice Pembekuan sangat dipengaruhi oleh laju pembekuannya. Makin cepat laju pembekuan, makin baik mutu produk beku yang dihasilkan. Hasil pengamatan penurunan suhu dan waktu pembekuan pada perlakuan menggunakan freezer dan dry ice disajikan pada Gambar 12. Penurunan suhu pada jamur merang melalui 2 tahap, yaitu fase pra pembekuan dan fase pembekuan. Fase pra pembekuan adalah menurunkan suhu jamur merang hingga mencapai titik pembekuan,-2,7 C. Sedangkan fase pembekuan dimulai dari suhu -2,7 C hingga mencapai suhu beku yang dibutuhkan. Gambar 12 Penurunan suhu jamur merang pada pembekuan menggunakan freezer dan dry ice Grafik penurunan suhu pada Gambar 12 menunjukkan bahwa laju pembekuan pada fase pra pembekuan dari kedua perlakuan hampir sama, namun menjadi sangat berbeda ketika sudah melalui suhu 0 C, seperti disajikan pada Tabel 11. Pada tahap pra pembekuan terjadi precooling, yaitu penurunan suhu hingga suhu dingin dan terjadi supercooling dimana terjadi penurunan jamur 33

52 merang secara cepat hingga mencapai titik beku, namun kandungan air belum berubah menjadi es (Fellows, 2000). Memasuki tahap pembekuan, kristal es mulai terbentuk dengan adanya pelepasan panas laten, sehingga larutan menjadi jenuh dan mencapai suhu beku, dimana waktu yang dibutuhkan ditentukan oleh laju kehilangan panas. Tabel 11 Laju pembekuan jamur merang pada fase pra pembekuan dan pembekuan Pre pembekuan Pembekuan Perlakuan Suhu Waktu Laju Suhu Waktu Laju ( C) (menit) ( C/menit) ( C) (menit) ( C/menit) Freezer 17, ,36 15, ,028 Dry ice 29, ,42 19, ,26 Pada percobaan ini, perhitungan laju pembekuan dihitung dari awal proses penurunan suhu hingga beku, yang hasil perhitungannya disajikan pada Tabel 12. Tabel 12 Penurunan suhu, waktu, dan laju pembekuan menggunakan freezer dan dry ice Jenis Pembekuan Penurunan suhu ( C) Waktu (jam) Laju ( C/jam) Laju ( C/menit) Freezer Dry ice Tabel 12 menunjukkan bahwa laju pembekuan jamur merang menggunakan dry ice sekitar 5 kali lebih cepat dibandingkan dengan menggunakan freezer. Perlakuan menggunakan dry ice mengalami pelepasan panas yang lebih cepat dibandingkan dengan menggunakan freezer. Hal ini dapat disebabkan karena suhu dry ice yang jauh lebih rendah dan panas dari jamur merang dapat menyediakan panas laten untuk sublimasi bagi dry ice. Dry ice yang kontak dengan jamur merang, secara cepat akan memindahkan panas dari permukaannya untuk menghasilkan koefisien pindah panas yang tinggi sehingga terjadi pembekuan yang lebih cepat. Sebagian besar kapasitas pembekuan dry ice (85%) berasal dari sublimasinya (Fellows, 2000). Selain berdasarkan laju pembekuannya, menurut Evan (2008), ukuran kristal es yang terbentuk di dalam jaringan bahan dipengaruhi pula oleh waktu yang 34

53 dibutuhkan bahan pangan untuk melalui zona kritis pembekuan. Kisaran suhu 1⁰C hingga -5 dapat menyebabkan kerusakan permanen pada bahan pangan sehingga sering disebut dengan zona kritis. Secara lebih tepat, kisaran suhu 0⁰C hingga -3,9⁰C harus dilampaui dalam waktu kurang dari 30 menit, dimana waktu yang dibutuhkan oleh masing-masing perlakuan untuk melampaui zona kritis disajikan pada Tabel 13. Pada tabel tersebut dapat dilihat bahwa pembekuan jamur merang menggunakan freezer membutuhkan waktu sekitar 155 menit untuk melampaui zona kritis, sedangkan pembekuan jamur merang menggunakan dry ice hanya membutuhkan waktu sekitar 20 menit. Hal ini mengindikasikan bahwa kristal es yang terbentuk pada pembekuan jamur merang menggunakan dry ice berukuran lebih kecil dibandingkan kristal es pada pembekuan menggunakan freezer, sehingga diharapkan pembekuan jamur merang menggunakan dry ice dapat mengurangi terjadinya penurunan mutu jamur merang. Tabel 13 Waktu yang dibutuhkan pada pembekuan jamur merang untuk melampaui zona kritis. Jenis Pembekuan Waktu (menit) Freezer 155 Dry ice Analisa mutu jamur merang Jamur merang memiliki beberapa parameter mutu penting. Pada percobaan tahap kedua diamati parameter mutu dalam kondisi beku dan pasca thawing. Pada kondisi beku hanya diamati perubahan bobot dan pada pasca thawing diamati kandungan protein, warna, kekerasan, ph, aroma, perubahan bobot pasca thawing, serta histologinya. Selain itu juga dilakukan pengujian secara subyektif menggunakan uji organoleptik untuk mengukur tingkat kesukaan konsumen. Kandungan protein jamur merang Secara umum, pembekuan berpengaruh terhadap penurunan kandungan protein, seperti dapat dilihat pada Gambar 13. Pada Gambar 13 terlihat bahwa kandungan protein jamur merang mengalami penurunan dengan adanya perlakuan pembekuan dan thawing. 35

54 Gambar 13 Kandungan protein jamur merang pasca thawing pada pembekuan menggunakan freezer dan dry ice, dan jamur merang segar. Kandungan protein pada pembekuan menggunakan freezer mengalami penurunan sebesar 7%, sedangkan pada pembekuan menggunakan dry ice hanya 1%. Kondisi ini dapat disebabkan karena adanya denaturasi protein pada bahan pangan. Dari hasil analisis ragam pada Lampiran 5, menunjukkan bahwa kandungan protein jamur merang segar tidak memberikan perbedaan yang nyata dengan jamur merang pasca thawing yang dibekukan menggunakan freezer dan dry ice. Menurut Rahman, 2007, denaturasi protein pada proses pembekuan bahan pangan yang banyak mengandung protein akan terjadi walaupun perubahannya tidak terlalu nyata. Warna jamur merang Warna jamur merang dinyatakan dengan nilai L (Lightness/ kecerahan), nilai a, dan nilai b. Nilai L menyatakan tingkat kecerahan mulai dari angka 0 untuk warna hitam dan angka 100 untuk warna putih, sehingga bila terjadi penurunan nilai L, tingkat kecerahannya akan mendekati warna hitam atau menjadi lebih kusam. Warna jamur merang pada pembekuan menggunakan freezer mengalami penurunan nilai L sebesar 7,19%, sedangkan pada pembekuan menggunakan dry ice mengalami penurunan nilai L sebesar 4,76%. Secara lebih jelas, tingkat kecerahan jamur merang dapat dilihat pada Gambar 14, yang menunjukkan bahwa pembekuan menggunakan freezer memiliki nilai L yang paling rendah, yang menandakan bahwa perlakuan tersebut memiliki warna yang 36

55 paling kusam atau paling gelap. Sedangkan pada pembekuan menggunakan dry ice memiliki nilai L yang lebih tinggi, menandakan bahwa warna jamur merang pada perlakuan tersebut lebih cerah daripada perlakuan menggunakan freezer, namun masih lebih kusam dibandingkan tingkat kecerahan jamur merang segar. Dari hasil analisis ragamnya pada Lampiran 4, tingkat kecerahan dari masingmasing perlakuan memiliki perbedaan yang nyata. Gambar 14 Nilai L (Kecerahan/Lightness) pada warna jamur merang Nilai a dari pengamatan warna jamur merang menyatakan warna hijau untuk angka 0 hingga -80 dan warna merah untuk angka 0 hingga 70, sehingga bila terjadi peningkatan nilai a positif, menandakan bahwa warna jamur merang mendekati warna merah. Hasil pengamatan nilai a untuk warna jamur merang dapat dilihat pada Gambar 15. Gambar 15. Nilai a pada warna jamur merang 37

56 Warna jamur merang pada pembekuan menggunakan freezer mengalami peningkatan nilai a sebesar 0,96% dan pada pembekuan menggunakan dry ice sebesar 0,83%. Peningkatan nilai a menjadi lebih berwarna kemerahan yang terjadi sangat kecil dan didukung dengan hasil analisis ragam (Lampiran 4), menyatakan bahwa semua perlakuan tidak memiliki perbedaan nilai a yang nyata pada warna jamur merang. Nilai b dari warna jamur merang menyatakan warna kuning untuk nilai 0 hingga 70 dan warna biru untuk nilai 0 hingga -70, sehingga bila terjadi peningkatan nilai b positif, menandakan bahwa warna jamur merang mendekati warna kuning. Warna jamur merang pada pembekuan menggunakan freezer mengalami peningkatan nilai b sebesar 4,01% dan pada pembekuan menggunakan dry ice sebesar 6,7%. Peningkatan nilai b pada warna jamur merang dapat dilihat pada Gambar 16, dimana pembekuan menggunakan dry ice memiliki warna yang lebih kekuningan dibandingkan dengan pembekuan menggunakan freezer. Dari hasil analisis ragam (Lampiran 4) didapatkan hasil bahwa semua perlakuan menggunakan freezer dan dry ice serta jamur merang segar memiliki nilai b yang saling berbeda nyata. Gambar 16 Nilai b pada warna jamur merang Menurut Fellows (2000) perubahan warna yang terjadi pada proses pembekuan karena pada pembekuan dan pendinginan tidak dapat menginaktivasi enzim. Menurut Julianti (1997), perubahan warna pada penyimpanan jamur merang masih dapat terjadi walaupun sudah dikontrol dengan penggunaan suhu rendah. Menurut Chang et al. (1982) jamur merang banyak mengadung enzim 38

57 enzim polifenol oksidase. Enzim tersebut bila terpapar oksigen akan mengkatalisa oksidasi komponen fenolik menjadi quinon yang berwarna coklat, kemudian bergabung dengan asam amino derivatif membentuk kompleks melanoidin yang berwarna coklat dan disebut dengan enzymatic browning atau pencoklatan enzimatis. Selain itu, perubahan warna pada jamur merang pasca thawing merupakan salah satu indikator terjadinya kerusakan dingin pada jamur merang. Warna jamur merang yang dinyatakan dalam nilai L, a, dan b dapat dikonversi menjadi nilai X, Y, dan Z (Lampiran 11) seperti disajikan pada Tabel 14 dan dapat digambarkan dalam grafik CIE Lab pada Gambar 17. Tabel 14 Nilai XYZ warna jamur merang Nilai Freezer Dry ice Segar X Y Z x y = jamur merang dengan perlakuan freezer = jamur merang dengan perlakuan dry ice = jamur merang segar Gambar 17 Warna jamur merang dalam nilai X, Y pada grafik CIE Lab 39

58 Pencoklatan enzimatis dapat terjadi dengan cepat, terutama bila terjadi kerusakan pada bahan pangan, baik pada saat penanganan segar ataupun pada saat pengolahan. Bahan pangan yang mengalami kerusakan, sel-selnya yang pecah akan mengeluarkan enzim polifenol oksidase yang akan tercampur dengan oksigen dan substrat sehingga menghasilkan warna kecoklatan (Salunkhe, 1976), seperti dapat dilihat pada Gambar 18. A B C Gambar 18 Jamur Merang Pasca Thawing pada Pembekuan menggunakan (A) Freezer, (B) Dry ice, dan (C) Jamur Merang Segar Pada pembekuan jamur merang menggunakan freezer, pencoklatan enzimatis sudah terjadi pada saat pembekuan di dalam freezer saat kontak dengan oksigen. Sedangkan pada jamur merang yang dibekukan dengan dry ice, pencoklatan enzimatis saat proses pembekuan dapat dihambat, karena oksigen yang terdapat di dalam kotak styrofoam tergantikan oleh karbondioksida yang terbentuk dari hasil sublimasi dry ice. Karbodioksida memiliki bobot yang lebih berat daripada oksigen, sehingga mampu mengurangi kadar oksigen dalam kotak Styrofoam. Kondisi ini dapat mengurangi terpaparnya jamur merang dengan oksigen, sehingga memperlambat perubahan warna. Berdasarkan SNI , warna jamur merang segar berwarna putih bersih, sedangkan jamur merang pasca thawing berwarna kecoklatan. Kondisi ini menyatakan bahwa jamur merang pasca thawing tidak sesuai dengan SNI. Kekerasan Jamur Merang Tekstur merupakan salah satu kriteria kualitas jamur merang yang penting. Nilai kekerasan jamur merang pada perlakuan menggunakan freezer mengalami penurunan sebesar 71,18% dan perlakuan menggunakan dry ice sebesar 71,95%. Jamur merang pada pembekuan menggunakan dry ice terlihat memiliki tingkat 40

59 kekerasan yang paling rendah, atau paling lunak, seperti dapat dilihat pada Gambar 19. Jamur merang segar memiliki tingkat kekerasan paling tinggi dan perlakuan menggunakan freezer memiliki tingkat kekerasan di bawahnya. Dari hasil analisis ragam (Lampiran 5) diketahui bahwa kekerasan jamur merang pada pembekuan menggunakan freezer dan dry ice memiliki perbedaan yang nyata dengan kekerasan jamur merang segar. Sedangkan kekerasan jamur merang pasca thawing tidak memiliki perbedaan yang nyata satu sama lain. Kekerasan jamur merang pasca thawing yang sudah dibekukan akan menjadi lebih lunak dan kenyal. Hal ini menunjukkan terjadinya kerusakan jaringan dan hilangnya tekanan turgor pada jamur merang. Gambar 19.Nilai kekerasan jamur merang Jaringan jamur merang disusun oleh sel yang merupakan bagian terkecil, yang integritasnya sangat mempengaruhi kualitas tekstur. Integritas dari komponen sel (dinding sel dan lamela tengah) dan tekanan turgor sel ditentukan oleh kandungan air dalam vakuola (Chassagne-Berces et al., 2009). Menurut Delgado et al. (2005) tekanan turgor sel sangat mempengaruhi tingkat kekerasan, dimana vakuola dan mebran sel dapat mencegah terjadinya osmosis.pada pembekuan terjadi perubahan kandungan air menjadi kristal es. Bila terjadi pertumbuhan kristal es yang lebih cepat daripada pembentukan inti kristal es, maka akan terjadi osmodehidrasi pada sel, yang mampu merusak vakuola dan dinding sel sehingga menyebabkan kerusakan struktur sel dan penurunan tingkat kekerasan sel. Akibat rusaknya jaringan jamur merang, menyebabkan hilangnya 41

60 water holding capacity yang menghasilkan cairan atau drip, yang tidak dapat diserap kembali oleh jaringan jamur merang, Secara umum, pembekuan mempengaruhi penurunan tingkat kekerasan jamur merang, sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Chassagne-Berces et al. (2009), bahwa pembekuan apel menyebabkan penurunan tingkat kekerasan sebesar 54% untuk pembekuan pada suhu -80 C, 79% untuk pembekuan pada suhu -20 C, dan 99% untuk pembekuan cepat menggunakan nitrogen cair pasca thawing. Selain itu Jaworska (2010) juga menyebutkan bahwa pembekuan menurunkan tingkat kekerasan jamur Boletus edulis sebesar 88%. ph Jamur Merang Hasil pengamatan ph jamur merang disajikan pada Gambar 20. Gambar 20 memperlihatkan bahwa jamur merang segar memiliki ph 8.28, berada pada kondisi basa. ph merupakan derajat keasaman yang dinyatakan oleh konsentrasi ion hidrogen (H + ) dan kondisi basa oleh ion hidroksil (OH - ) Jamur merang pada pembekuan menggunakan dry ice terlihat mengalami peningkatan ph yang cukup tinggi dibandingkan dengan pembekuan menggunakan freezer. Dari hasil analisis ragam (Lampiran 5) diketahui bahwa ph jamur merang segar tidak berbeda nyata dengan ph jamur merang yang dibekukan dengan freezer, sedangkan ph jamur merang yang dibekukan menggunakan dry ice berbeda nyata dengan kedua perlakuan sebelumnya. Gambar 20. ph jamur merang pasca thawing dan jamur merang segar 42

61 ph jamur merang yang dibekukan dengan dry ice menjadi lebih tinggi sebesar 6.5%. Hal ini dapat disebabkan karena jamur merang tersebut sudah terpapar oleh dry ice yang akan menyublim menjadi gas CO 2, sehingga mampu menaikkan ph jamur merang menjadi lebih tinggi. berhubungan dengan aroma pada kondisi pasca thawing. 43 ph pada jamur merang Aroma yang menyimpang pada kondisi thawing dapat disebabkan oleh pertumbuhan mikroorganisme yang mampu menurunkan ph. Kondisi ini menyatakan bahwa jamur merang pasca thawing tidak mengalami kerusakan akibat mikroorganisme. Bobot Jamur Merang Beku dan Pasca Thawing Perubahan bobot jamur merang berhubungan dengan perubahan kandungan air, yang dapat terjadi pada proses pembekuan dan thawing. Pengukuran bobot jamur merang dilakukan pada kondisi segar, kondisi beku, dan pasca thawing setelah ditiriskan dari cairan drip, dimana hasil pengamatannya disajikan pada Tabel 15. Tabel 15 Perubahan bobot jamur merang beku dan pasca thawing Perlakuan Perubahan Bobot (%) Perubahan Bobot (%) Jamur Merang Beku Jamur Merang Thawing Pembekuan freezer 0.53 a a Pembekuan dry ice b b Berdasarkan Tabel 15 diketahui bahwa bobot jamur merang beku pada pembekuan menggunakan freezer mengalami peningkatan sebesar 0.53%, sedangkan pada pembekuan menggunakan dry ice mengalami penurunan sebesar 0,12%. Penambahan bobot jamur merang pada pembekuan menggunakan freezer dapat disebabkan karena terjadi penyerapan uap air dari lingkungan freezer yang memiliki kelembapan tinggi dengan RH sekitar 85-95%. Sedangkan penurunan bobot pada jamur merang yang dibekukan menggunakan dry ice dapat terjadi karena adanya dehidrasi secara osmosis pada jamur merang akibat perbedaan kelembapan antara jamur merang dan dry ice. Menurut FAO (2009), kondisi penyimpanan yang disarankan untuk jamur adalah pada RH 95%. Jamur merang memiliki kadar air yang cukup tinggi, sedangkan dry ice tidak memiliki kelembapan sama sekali ( sehingga menyebabkan air yang terkandung oleh jamur merang tertarik keluar untuk

62 membuat kondisi equilibrium dengan lingkungannya. Kandungan air pada jamur merang yang tertarik keluar secara osmosis akan langsung membeku saat berada di permukaan jamur merang karena karena kontak dengan dry ice sehingga menghasilkan butiran-butiran kristal es pada pemukaannya. Kondisi ini hanya terjadi pada permukaan jamur merang yang dibekukan dengan dry ice seperti terlihat pada Gambar 21. Gambar 21 (A) Jamur merang beku pada pembekuan menggunakan freezer dan (B) Butiran-butiran es yang terbentuk pada permukaan jamur merang beku pada pembekuan menggunakan dry ice Kemasan digunakan sebagai pelindung bagi produk yang dikemas dari keruskan mekanik maupun untuk mengurangi terjadinya susut bobot. Plastik polietilen walaupun memiliki permeabilitas yang cukup tinggi terhadap CO 2, namun merupakan penahan yang baik terhadap uap air. Pada proses pembekuan yang dilakukan dengan dry ice, digunakan kemasan plastik polietilen yang berlubang, sehingga dehidrasi masih dapat terjadi. Menurut Dirim et al. (2004), laju uap air makin tinggi bila menggunakan kemasan yang berlubang. Menurut Fellows (2000), susut bobot dapat disebabkan oleh dehidrasi, yaitu kehilangan kehilangan kelembapan selama proses pembekuan ataupun penyimpanan beku. Hal ini dapat disebakan karena bahan pangan yang tidak dikemas ataupun terjadi perbedaan kelembapan yang cukup tinggi antara bahan pangan dengan lingkungan. Rahman et al. (2007) juga menyatakan bahwa pembekuan dapat mengakibatkan terjadinya dehidrasi, sehingga menyebabkan susut bobot. Pada kondisi pasca thawing, jamur merang mengalami penurunan bobot sebesar 15,76% untuk pembekuan menggunakan freezer dan 19,65% untuk pembekuan menggunakan dry ice. Pada kondisi thawing, penyusutan bobot yang terjadi dapat disebabkan oleh keluarnya cairan drip dari jamur merang. Cairan drip adalah cairan yang berasal dari kristal es yang meleleh di dalam jaringan 44

63 jamur merang, namun tidak dapat diserap kembali oleh jaringan tersebut. Makin rusak jaringan, maka makin banyak cairan drip yang dihasilkan. Hasil pengamatan penyusutan bobot jamur merang disajikan pada Gambar 22. Perubahan Bobot (%) ,53-0,12 Jamur Merang Beku Freezer Dry ice Jamur Jamur Merang merang Thawing pasca thawing -15,76-19,65 Gambar 22 Perubahan bobot jamur merang beku dan pasca thawing Gambar 22 menunjukkan bahwa penyusutan bobot jamur merang pasca thawing pada pembekuan menggunakan dry ice lebih besar daripada menggunakan freezer. Hal ini dapat disebabkan karena pada proses pembekuan menggunakan dry ice, jaringan jamur merang sudah mengalami kehilangan cairan akibat dehidrasi, sehingga jaringan kurang mampu menyerap kembali cairan dari kristal es yang meleleh dibandingkan dengan menggunakan freezer, terlebih lagi sudah ada sebagian kristal es yang berada di luar jamur merang dan menyebabkan kehilangan cairan drip yang lebih banyak, seperti terlihat pada Gambar 23. Dengan hilangnya cairan, maka bobot jamur merang pasca thawing akan mengalami penyusutan. A Gambar 23 Cairan drip yang dihasilkan dari jamur merang pasca thawing pada pembekuan menggunakan (A) freezer dan (B) dry ice 45 B

64 Menurut penelitian Alvarez (1997) cairan drip yang dihasilkan oleh jaringan kentang beku yang sudah di-thawing dipengaruhi oleh laju pembekuan, makin cepat laju pembekuan, makin sedikit cairan drip yang dihasilkan, walaupun tidak berbeda nyata secara statistik. Pengujian organoleptik. Pengujian organoleptik yang dilakukan adalah uji kesukaan konsumen terhadap parameter-parameter mutu jamur merang, yaitu warna, kekerasan, dan aroma. Uji kesukaan digunakan untuk mengetahui tingkat kesukaan konsumen terhadap suatu produk (Setyaningsih et al., 2010). Warna Secara subyektif, warna jamur merang juga diuji untuk mengetahui tingkat penerimaan konsumen, dimana hasil pengujiannya ditampilkan pada Tabel 16. Dari Tabel 16 diketahui bahwa warna jamur merang pada pembekuan menggunakan dry ice lebih disukai daripada menggunakan freezer. Berdasarkan hasil analisis ragam pada Lampiran 6, diketahui bahwa warna jamur merang pada perlakuan menggunakan dry ice tidak berbeda nyata dengan warna jamur merang segar, dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan menggunakan freezer, namun warna jamur merang pada perlakuan yang menggunakan freezer berbeda nyata dengan warna jamur merang segar. Kondisi ini menjelaskan bahwa walaupun warna jamur merang yang paling disukai adalah warna jamur merang segar, namun warna jamur merang pada perlakuan lainnya masih dapat diterima oleh konsumen. Tabel 16 Hasil uji organoleptik warna Perlakuan Nilai Deskripsi Kesukaan Thawing setelah pembekuan freezer 4.15 a Netral Thawing setelah pembekuan dry ice 4.55 ab Netral-agak disukai Segar 5.01 b Agak disukai Kekerasan Hasil pengujian organoleptik kekerasan jamur merang disajikan pada Tabel 17. Berdasarkan Tabel 17, dapat diketahui bahwa pembekuan mempengaruhi tingkat kesukaan konsumen terhadap kekerasan jamur merang 46

65 pasca thawing. Kekerasan jamur merang segar adalah yang paling disukai, dibandingkan dengan kekerasan jamur merang pasca thawing. Dari hasil analisis ragam pada Lampiran 6, dapat diketahui bahwa kekerasan jamur merang yang dibekukan berbeda nyata dengan kekerasan jamur merang segar, sedangkan kekerasan pada jamur merang yang dibekukan tidak berbeda nyata satu sama lain dengan nilai netral. Tabel 17 Uji organoleptik kekerasan Perlakuan Nilai Deskripsi Kesukaan Thawing setelah pembekuan freezer 4.43 a Netral Thawing setelah pembekuan dry ice 4.13 a Netral Segar 5.38 b Agak disukai Kondisi ini menjelaskan bahwa walaupun kekerasan jamur merang segar paling disukai oleh panelis, namun kekerasan jamur merang yang sudah dibekukan dan di thawing masih dapat diterima oleh konsumen. Kekerasan merupakan salah satu parameter mutu yang penting, namun bukan yang utama bila akan melalui proses pengolahan, sehingga walaupun sudah terjadi perubahan tingkat kekerasan yang cukup tinggi, tapi masih dalam batas dapat diterima oleh konsumen. Aroma Aroma merupakan salah satu parameter mutu yang sangat penting bagi jamur merang. Jamur merang memiliki komponen aroma volatil berupa limonene, octa-1,5-dien-3-ol, 3-octanol,1-octen-3-ol, 1-octanol, and 2-octen-1-ol, dengan senyawa utama berupa 1-octen-3-ol, sebesar 71,6 83,1% (Mau et al, 1997). Aroma jamur merang sangat khas dan paling baik berada pada fase pemanjangan dan dewasa saat tudungnya sudah mekar. Hasil pengujian organoleptik aroma disajikan pada Tabel 18. Pada Tabel 18 dapat dilihat bahwa aroma jamur merang yang paling disukai oleh konsumen adalah aroma jamur merang segar, sedangkan aroma jamur merang pada pembekuan menggunakan freezer sudah tidak disukai oleh konsumen. Aroma jamur merang pada pembekuan menggunakan dry ice masih dapat diterima oleh konsumen, karena belum mencapai nilai 3,5. Berdasarkan hasil analisis ragam pada Lampiran 6, diketahui bahwa aroma jamur merang segar tidak berbeda nyata dengan aroma 47

66 jamur merang dengan perlakuan menggunakan dry ice. Sedangkan aroma jamur merang dengan perlakuan menggunakan freezer berbeda nyata dengan aroma jamur merang pada dua perlakuan lainnya. Tabel 18 Hasil Uji Organoleptik Aroma Jamur Merang Perlakuan Nilai Deskripsi Kesukaan Thawing setelah pembekuan freezer 3.39 a Agak tidak suka Thawing setelah pembekuan dry ice 3.75 b Agak tidak suka-netral Segar 3.86 b Agak tidak suka-netral Aroma jamur merang segar ataupun pasca thawing memiliki nilai di bawah netral, atau cenderung kurang disukai. Hal ini dapat disebabkan karena jamur merang memiliki aroma yang khas. Sebagian konsumen mencari aroma khas tersebut, namun ada pula yang kurang menyukai aroma tersebut. Pembobotan Nilai Organoleptik Pembobotan nilai organoleptik digunakan untuk melihat preferensi umum dari masing-masing parameter mutu, yaitu warna, kekerasan, dan aroma. Perhitungan nilai kepentingan dan pembobotan pada pengujian organoleptik dapat menyatakan perlakuan yang paling disukai oleh konsumen (Setyaningsih et al., 2010). Pada Tabel 19 disajikan dasar pertimbangan kepentingan dan nilai kepentingan dari pengujian organoleptik Tabel 19 Penilaian kepentingan pada pengujian kesukaan Parameter Warna Aroma Kekerasan Dasar Pertimbangan Warna merupakan kesan pertama yang akan berpengaruh terhadap kriteria mutu jamur merang Aroma merupakan parameter mutu yang cukup penting karena dapat mengindikasikan kerusakan Kekerasan akan diamati setelah warna dan aroma jamur merang Nilai kepentingan Dari Tabel 19 dapat dilihat bahwa warna memiliki bobot paling tinggi karena dianggap merupakan faktor utama yang menentukan tingkat kesukaan konsumen terhadap jamur merang, kemudian dilanjutkan dengan parameter aroma. Bila pada kedua parameter tersebut tidak ditemukan penyimpangan mutu, 48

67 parameter kekerasan menjadi faktor penting berikutnya. Hasil perhitungan nilai kepentingan pembobotan disajikan pada Tabel 20. Tabel 20 Nilai total pembobotan uji organoleptik Parameter Preferensi Umum Freezer Dry ice Segar Warna Kekerasan Aroma TOTAL Tabel 20 menyatakan bahwa dari perhitungan preferensi umum dapat diketahui bahwa jamur merang pada pembekuan menggunakan dry ice lebih disukai daripada jamur merang pada pembekuan menggunakan freezer, walaupun jamur merang segar adalah yang paling disukai. Histologi Jamur Merang Pengamatan histologi jamur merang sangat berguna untuk mengamati stuktur jaringan jamur merang dan mempelajari pengaruh dari perlakuan pembekuan dan thawing, yang dapat merupakan penjelasan mengenai nilai-nilai yang didapatkan dari hasil pengukuran menggunakan instrumen. Hal yang paling penting dalam pengamatan menggunakan teknik mikroskopi adalah penyiapan sampel yang benar, sehingga akan menghasilkan suatu visual yang menggambarkan pengaruh pembekuan sebenarnya. Pengamatan histologi untuk jamur merang dilakukan setelah mencapai suhu -18 C dan dilakukan thawing. Dari hasil pengamatan jaringan jamur merang yang disajikan pada Gambar 24 dan 25, terlihat bahwa jaringan jamur merang segar penuh dan kompak dimana ruang intersel dan intrasel yang terlihat buram, karena terisi penuh oleh cairan. 49

68 A B C Gambar 24 Histologi jamur merang pasca thawing pada pembekuan menggunakan (A) freezer, (B) dry ice dan (C) jamur merang segar (A1) (A2) (B1) (B2) (C1) (C2) Gambar 25 Histologi jamur merang pasca thawing pada pembekuan menggunakan (A) freezer, (B) dry ice dan (C) jamur merang segar di bagian (1) tepi dan (2) tengah 50

69 Sedangkan pada jaringan jamur merang pasca thawing, terjadi perluasan pada ruang interselnya, membentuk rongga-rongga kosong di antara jaringan yang makin membesar dengan warnanya yang terlihat lebih jelas dan tajam. Kondisi ini dapat disebabkan karena hilangnya cairan interseluler dari jamur merang, hingga ikatan interselnya berkurang, dan membesar. Jaringan terlihat mengalami penyusutan sehingga terjadi penempelan sel dan menyisakan ruang-ruang interseluler yang sangat besar. Kehilangan cairan tersebut dapat disebabkan karena pada proses pembekuan, kristal es yang terbentuk di ruang interseluler memiliki tekanan uap air yang lebih rendah dibandingkan air di dalam sel, sehingga air dari dalam sel keluar untuk menuju ke kristal es yang sedang terbentuk di ruang interseluler menghasilkan kristal es berukuran besar yang dapat menyebabkan kerusakan mekanik pada jaringan jamur merang. Hal ini terutama terjadi pada pembekuan dengan laju yang lambat, dimana pembekuan menggunakan freezer termasuk dalam laju pembekuan lambat. Menurut Sun et al. (2002), pada pembekuan lambat akan terjadi kerusakan berupa terbentuknya kristal es yang besar pada jaringan bahan pangan beku dapat mengakibatkan terjadinya kerusakan mekanik, kehilangan cairan, dan penurunan mutu produk. Dari hasil penelitian Chassagne-Berces et al. (2009), dijelaskan bahwa perlakuan pembekuan, dengan laju lambat ataupun cepat, dan thawing, dapat menghilangkan lapisan tonoplas yang mengelilingi vakuola sehingga terjadi kerusakan membran sel. Pada jaringan jamur merang pasca thawing yang dibekukan dengan dry ice, terlihat kondisi kehilangan cairan yang cukup besar, didukung juga dari hasil pengamatan penyusutan bobotnya yang cukup besar, walaupun telah diasumsikan bahwa kristal es yang dihasilkan berukuran lebih kecil daripada menggunakan freezer. Hal ini dapat disebabkan karena terjadi dehidrasi yang berlebihan dan sangat cepat pada jaringan jamur merang yang dibekukan dengan dry ice, akibat perbedaan kelembapan seperti telah dijelaskan pada sub bab perubahan bobot jamur merang. Menurut Sun et al.(2002), dehidrasi pada pembekuan menyebabkan kerusakan jaringan akibat adanya transfer air secara osmosis dari intrasel, 51

70 sehingga mengakibatkan hilangnya fungsi membran sel, gangguan sistem metabolism, denaturasi protein, reaksi enzim, dan kerusakan jaringan. Waktu sublimasi dry ice dan thawing jamur merang pada pembekuan menggunakan dry ice Pengamatan waktu thawing jamur merang pada perlakuan menggunakan dry ice, dilakukan dengan membekukan jamur merang hingga dry ice yang digunakan habis tersublimasi, kemudian di-thawing dalam kotak styrofoam. Hasil pengamatan waktu sublimasi dry ice dan thawing jamur merang pada perlakuan yang menggunakan dry ice disajikan pada Tabel 21. Tabel 21 Waktu sublimasi dry ice, waktu thawing, dan suhu terendah jamur merang pada pembekuan menggunakan dry ice. Waktu sublimasi dry ice Waktu thawing hingga titik leleh (-2,7 C) Waktu thawing hingga kristal es meleleh Suhu terendah 5.83 jam 1,75 jam 2,83 jam C Berdasarkan Tabel 21 diketahui bahwa dry ice seberat 1000 gram akan habis tersublimasi untuk membekukan jamur merang seberat 500 gram selama 5,83 jam. Sedangkan waktu thawing yang dibutuhkan untuk jamur merang beku mencapai titik leleh -2,7 C adalah 1,75 jam. Jumlah waktu sublimasi dan thawing sebelum kristal es meleleh tersebut dapat digunakan sebagai dasar untuk melakukan proses pembekuan menggunakan dry ice, sebelum memindahkan jamur merang beku ke tempat penyimpanan beku. Bila dalam waktu lebih dari 7,58 jam, jamur merang tidak dipindahkan ke dalam tempat penyimpanan beku, maka akan terjadi proses thawing dimana kristal es akan mulai meleleh, sehingga akan semakin menurunkan mutu jamur merang apabila dibekukan kembali. Jamur merang beku dapat dilihat pada Gambar 26. Dry ice tidak dapat membekukan bahan pangan dalam waktu yang lama, namun hanya mampu mempercepat laju pembekuan. Perubahan suhu pusat jamur merang proses pembekuan dan thawing pada pembekuan menggunakan dry ice dapat dilihat pada Gambar 27. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa jamur merang pasca thawing mengalami penurunan mutu, baik warna, kekerasan, maupun jaringannya yang mengindikasikan terjadinya kerusakan dingin, tetapi 52

71 pembekuan masih dapat mempertahankan kandungan nutrisi pentingnya, yaitu protein. A B C Gambar 26 Jamur merang beku menggunakan (A) freezer, (B) dry ice, dan (C) jamur merang segar Pendinginan awal Pre cooling Pembekuan Thawing Gambar 27. Perubahan suhu pusat jamur merang pada pembekuan menggunakan dry ice dan thawing Analisis Biaya Analisa biaya yang dilakukan adalah menghitung biaya produksi pembekuan menggunakan freezer dan dry ice untuk tiap kg jamur merang. Dari hasil perhitungan analisis biaya pada Lampiran 10, biaya produksi pembekuan jamur merang menggunakan freezer dan dry ice disajikan pada Tabel

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jamur Merang 2.2. Fase Pertumbuhan dan Umur Panen Jamur Merang

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jamur Merang 2.2. Fase Pertumbuhan dan Umur Panen Jamur Merang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jamur Merang Jamur merang (Volvariella volvaceae) termasuk dalam kingdom Mycetae, Divisi Amastigomycota dan sub divisi Basidiomycotina, kelas Basidiomycetes, subkelas Holobasidiomycetes,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Institut Pertanian Bogor, Dramaga Bogor, pada bulan November

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Penentuan perbandingan berat jamur merang dengan dry ice dan lama pembekuan Jumlah dry ice yang digunakan dalam proses pembekuan berpengaruh terhadap laju pembekuan. Semakin

Lebih terperinci

MUTU JAMUR MERANG (Volvariella volvaceae) PASCA THAWING PADA PEMBEKUAN MENGGUNAKAN DRY ICE

MUTU JAMUR MERANG (Volvariella volvaceae) PASCA THAWING PADA PEMBEKUAN MENGGUNAKAN DRY ICE MUTU JAMUR MERANG (Volvariella volvaceae) PASCA THAWING PADA PEMBEKUAN MENGGUNAKAN DRY ICE Kurnia Novianti (1), Sutrisno (2), dan Emmy Darmawati (3). (1). Mahasiswa Pascasarjana PS Teknologi Pasca Panen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pengawetan dengan suhu rendah bertujuan untuk memperlambat atau menghentikan metabolisme. Hal ini dilakukan berdasarkan fakta bahwa respirasi pada buah dan sayuran tetap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur merang merupakan salah satu jenis jamur pangan yang memiliki nilai gizi yang tinggi dan permintaan pasar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur merang merupakan salah satu jenis jamur pangan yang memiliki nilai gizi yang tinggi dan permintaan pasar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur merang merupakan salah satu jenis jamur pangan yang memiliki nilai gizi yang tinggi dan permintaan pasar yang terus meningkat. Menurut Trubus (2012), permintaan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 17 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP) Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fateta-IPB.

Lebih terperinci

Pengeringan Untuk Pengawetan

Pengeringan Untuk Pengawetan TBM ke-6 Pengeringan Untuk Pengawetan Pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau mengilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan menguapkan sebagian besar air yang di kandung melalui penggunaan

Lebih terperinci

PENGOLAHAN DENGAN SUHU RENDAH. Oleh : ROSIDA, S.TP,MP

PENGOLAHAN DENGAN SUHU RENDAH. Oleh : ROSIDA, S.TP,MP PENGOLAHAN DENGAN SUHU RENDAH Oleh : ROSIDA, S.TP,MP PENDINGINAN (Cooling / Refrigerasi) : Adalah penyimpanan bahan pangan (Nabati/Hewani) diatas suhu titik beku tetapi kurang dari 15oC Pendinginan merupakan

Lebih terperinci

PENGKAJIAN BAHAN PELAPIS, KEMASAN DAN SUHU PENYIMPANAN UNTUK MEMPERPANJANG MASA SIMPAN BUAH MANGGIS KEMALA SYAMNIS AZHAR

PENGKAJIAN BAHAN PELAPIS, KEMASAN DAN SUHU PENYIMPANAN UNTUK MEMPERPANJANG MASA SIMPAN BUAH MANGGIS KEMALA SYAMNIS AZHAR PENGKAJIAN BAHAN PELAPIS, KEMASAN DAN SUHU PENYIMPANAN UNTUK MEMPERPANJANG MASA SIMPAN BUAH MANGGIS KEMALA SYAMNIS AZHAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengemasan Buah Nanas Pada penelitian ini dilakukan simulasi transportasi yang setara dengan jarak tempuh dari pengumpul besar ke pasar. Sebelum dilakukan simulasi transportasi,

Lebih terperinci

KERUSAKAN BAHAN PANGAN TITIS SARI

KERUSAKAN BAHAN PANGAN TITIS SARI KERUSAKAN BAHAN PANGAN TITIS SARI 1 Sebagian besar dikonsumsi dalam bentuk olahan Pengolahan : Menambah ragam pangan Perpanjang masa simpan bahan pangan Bahan Pangan 2 Komponen Utama Penyusun Bahan Pangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. buahnya. Dilihat dari bentuk daun dan buah dikenal ada 4 jenis nanas, yaitu Cayene

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. buahnya. Dilihat dari bentuk daun dan buah dikenal ada 4 jenis nanas, yaitu Cayene BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nanas (Ananas comosus L. Merr) Nanas merupakan tanaman buah yang banyak dibudidayakan di daerah tropis dan subtropis. Tanaman ini mempunyai banyak manfaat terutama pada buahnya.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Perubahan Konsentrasi O dan CO dalam Kemasan mempunyai densitas antara.915 hingga.939 g/cm 3 dan sebesar,9 g/cm 3, dimana densitas berpengaruh terhadap laju pertukaran udara

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Karakteristik awal cabai merah (Capsicum annuum L.) diketahui dengan melakukan analisis proksimat, yaitu kadar air, kadar vitamin

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN PENDAHULUAN Dari penelitian pendahuluan diperoleh bahwa konsentrasi kitosan yang terbaik untuk mempertahankan mutu buah markisa adalah 1.5%. Pada pengamatan

Lebih terperinci

DAN PENDINGBNAN TERHADAP DAYA SlMPWW BAMUR MERANG SEGAR

DAN PENDINGBNAN TERHADAP DAYA SlMPWW BAMUR MERANG SEGAR i t 7. ;"! C '.qs 0) "!. *,,I:,..-. < ",, *. ~- [ '~,Jl MEMPELAJARI PENGARUH KONDlSl DAN PENDINGBNAN TERHADAP DAYA SlMPWW BAMUR MERANG SEGAR ( Volvariella volvacea ) * 7 01eh DlAN SUWAIDA F 24. 1120 1991

Lebih terperinci

DAN PENDINGBNAN TERHADAP DAYA SlMPWW BAMUR MERANG SEGAR

DAN PENDINGBNAN TERHADAP DAYA SlMPWW BAMUR MERANG SEGAR i t 7. ;"! C '.qs 0) "!. *,,I:,..-. < ",, *. ~- [ '~,Jl MEMPELAJARI PENGARUH KONDlSl DAN PENDINGBNAN TERHADAP DAYA SlMPWW BAMUR MERANG SEGAR ( Volvariella volvacea ) * 7 01eh DlAN SUWAIDA F 24. 1120 1991

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Buah Naga

TINJAUAN PUSTAKA Buah Naga 3 TINJAUAN PUSTAKA Buah Naga Tanaman buah naga termasuk dalam kingdom Plantae, divisi Magnoliophyta, kelas Magnoliopsida, ordo Caryophyllales, famili Cactaceae, subfamili Cactoidae, genus Hylocereus Webb.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan Pengeringan yang dilakukan dua kali dalam penelitian ini bertujuan agar pengeringan pati berlangsung secara merata. Setelah dikeringkan dan dihaluskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur merang merupakan salah satu komoditas pertanian yang mempunyai masa depan baik untuk dikembangkan. Hingga kini semakin banyak orang mengetahui nilai gizi jamur

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman dan Buah Manggis (Garcinia mangostana L.)

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman dan Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) TINJAUAN PUSTAKA Tanaman dan Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Manggis (Garcinia mangostana L.) termasuk buah eksotik yang digemari oleh konsumen baik di dalam maupun luar negeri, karena rasanya yang

Lebih terperinci

PENGEMASAN ATMOSFIR TERMODIFIKASI BAWANG DAUN (Alium ampeloprosum) RAJANGAN S U G I A R T O

PENGEMASAN ATMOSFIR TERMODIFIKASI BAWANG DAUN (Alium ampeloprosum) RAJANGAN S U G I A R T O PENGEMASAN ATMOSFIR TERMODIFIKASI BAWANG DAUN (Alium ampeloprosum) RAJANGAN S U G I A R T O SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005 ABSTRACT SUGIARTO. Effects of Modified Atmospheres

Lebih terperinci

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri PENANGANAN Jenis Kerusakan Bahan Pangan Kerusakan mikrobiologis Kerusakan mekanis Kerusakan fisik Kerusakan biologis Kerusakan kimia Kerusakan

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam pada lampiran 3a, bahwa pemberian KMnO 4 berpengaruh terhadap

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam pada lampiran 3a, bahwa pemberian KMnO 4 berpengaruh terhadap IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Konsentrasi KMnO 4 Terhadap Susut Berat Hasil sidik ragam pada lampiran 3a, bahwa pemberian KMnO 4 berpengaruh terhadap susut berat cabai merah berbeda nyata

Lebih terperinci

Blansing kemudian pembekuan Ditambahkan saus, keuntungannya : - memperbaiki flavor - menutupi off flavor - mencegah oksidasi - menambah kemudahan

Blansing kemudian pembekuan Ditambahkan saus, keuntungannya : - memperbaiki flavor - menutupi off flavor - mencegah oksidasi - menambah kemudahan A. Sayuran Blansing kemudian pembekuan Ditambahkan saus, keuntungannya : - memperbaiki flavor - menutupi off flavor - mencegah oksidasi - menambah kemudahan B. Buah-buahan Umumnya tanpa blansing Diberi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jamur merupakan bahan pangan alternatif yang disukai oleh semua lapisan masyarakat. Saat ini jamur yang sangat populer untuk dikonsumsi oleh masyarakat luas

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 9. Pola penyusunan acak

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 9. Pola penyusunan acak IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Penyusunan Buah Dalam Kemasan Terhadap Perubahan Suhu Penelitian ini menggunakan dua pola penyusunan buah tomat, yaitu pola susunan acak dan pola susunan teratur. Pola

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang dewasa ini sudah banyak dikenal dan dikonsumsi oleh berbagai kalangan masyarakat.

Lebih terperinci

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN EFEK PENGERINGAN TERHADAP PANGAN HASIL TERNAK PERLAKUAN SEBELUM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tomat termasuk tanaman sayuran buah, yang berasal dari benua Amerika

BAB I PENDAHULUAN. Tomat termasuk tanaman sayuran buah, yang berasal dari benua Amerika BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tomat termasuk tanaman sayuran buah, yang berasal dari benua Amerika dan kini telah menyebar di kawasan benua Asia termasuk di Indonesia. Tomat biasa ditanam di dataran

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. PENELITIAN PENDAHULUAN Penelitian pendahuluan diawali dengan melakukan uji terhadap buah salak segar Padangsidimpuan. Buah disortir untuk memperoleh buah dengan kualitas paling

Lebih terperinci

KAJIAN PEMBUATAN EDIBEL FILM KOMPOSIT DARI KARAGENAN SEBAGAI PENGEMAS BUMBU MIE INSTANT REBUS

KAJIAN PEMBUATAN EDIBEL FILM KOMPOSIT DARI KARAGENAN SEBAGAI PENGEMAS BUMBU MIE INSTANT REBUS KAJIAN PEMBUATAN EDIBEL FILM KOMPOSIT DARI KARAGENAN SEBAGAI PENGEMAS BUMBU MIE INSTANT REBUS ENDANG MINDARWATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2 0 0 6 Judul Tesis Nama NIM : Kajian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Nugget Ayam Bahan pangan sumber protein hewani berupa daging ayam mudah diolah, dicerna dan mempunyai citarasa yang enak sehingga disukai banyak orang. Daging ayam juga merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya 2.1 Komposisi Kimia Udang BAB II TINJAUAN PUSTAKA Udang merupakan salah satu produk perikanan yang istimewa, memiliki aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya lebih

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kentang Panen

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kentang Panen 4 TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kentang Kentang (Solanum tuberosum L.) berasal dari wilayah pegunungan Andes di Peru dan Bolivia. Tanaman kentang liar dan yang dibudidayakan mampu bertahan di habitat tumbuhnya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pati bahan edible coating berpengaruh terhadap kualitas stroberi (Fragaria x

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pati bahan edible coating berpengaruh terhadap kualitas stroberi (Fragaria x 57 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Jenis Pati Bahan Edible Coating terhadap Kualitas Stroberi (Fragaria x ananassa) Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diketahui bahwa jenis pati bahan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. dan mempertahankan kesegaran buah. Pada suhu dingin aktivitas metabolisme

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. dan mempertahankan kesegaran buah. Pada suhu dingin aktivitas metabolisme IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Suhu Suhu merupakan faktor yang sangat penting untuk memperpanjang umur simpan dan mempertahankan kesegaran buah. Pada suhu dingin aktivitas metabolisme menjadi lambat sehingga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Stroberi berasal dari benua Amerika, jenis stroberi pertama kali yang ditanam di

I. PENDAHULUAN. Stroberi berasal dari benua Amerika, jenis stroberi pertama kali yang ditanam di 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroberi berasal dari benua Amerika, jenis stroberi pertama kali yang ditanam di Indonesia adalah jenis Fragaria vesca L. Buah stroberi adalah salah satu produk hasil

Lebih terperinci

2016 ACARA I. BLANCHING A. Pendahuluan Proses thermal merupakan proses pengawetan bahan pangan dengan menggunakan energi panas. Proses thermal digunak

2016 ACARA I. BLANCHING A. Pendahuluan Proses thermal merupakan proses pengawetan bahan pangan dengan menggunakan energi panas. Proses thermal digunak PETUNJUK PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN II Disusun oleh : Nur Aini Condro Wibowo Rumpoko Wicaksono UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS PERTANIAN PURWOKERTO 2016 ACARA I. BLANCHING A. Pendahuluan

Lebih terperinci

MATA KULIAH TPPHP UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2013 TIM DOSEN PENGAMPU TPPHP

MATA KULIAH TPPHP UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2013 TIM DOSEN PENGAMPU TPPHP MATA KULIAH TPPHP UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2013 TIM DOSEN PENGAMPU TPPHP KERUSAKAN FISIK/MEKANIS KERUSAKAN KIMIAWI KERUSAKAN MIKROBIOLOGIS KEAMANAN PANGAN, CEGAH : o CEMARAN FISIK o CEMARAN KIMIAWI o CEMARAN

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. SUSUT BOBOT Susut bobot merupakan salah satu faktor yang mengindikasikan mutu tomat. Perubahan terjadi bersamaan dengan lamanya waktu simpan dimana semakin lama tomat disimpan

Lebih terperinci

PAPER BIOKIMIA PANGAN

PAPER BIOKIMIA PANGAN PAPER BIOKIMIA PANGAN BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu kimia terkait erat dengan kehidupan manusia sehari-hari. Mulai dari urusan sandang dan pangan, bahan bakar, obat-obatan sampai bahan konstruksi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. WARNA KULIT BUAH Selama penyimpanan buah pisang cavendish mengalami perubahan warna kulit. Pada awal pengamatan, buah berwarna hijau kekuningan dominan hijau, kemudian berubah

Lebih terperinci

PENGERINGAN SAYURAN DAN BUAH-BUAHAN

PENGERINGAN SAYURAN DAN BUAH-BUAHAN PENGERINGAN SAYURAN DAN BUAH-BUAHAN Souvia Rahimah Jatinangor, 5 November 2009 Pengertian PENGERTIAN UMUM : PROSES PENGURANGAN AIR DARI SUATU BAHAN SAMPAI TINGKAT KEKERINGAN TERTENTU. Penerapan panas dalam

Lebih terperinci

Pembekuan. Shinta Rosalia Dewi

Pembekuan. Shinta Rosalia Dewi Pembekuan Shinta Rosalia Dewi Pembekuan Pembekuan merupakan suatu cara pengawetan bahan pangan dengan cara membekukan bahan pada suhu di bawah titik beku pangan tersebut. Dengan membekunya sebagian kandungan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENELITIAN PENDAHULUAN 1. Karakterisasi Wortel Segar Nilai gizi suatu produk makanan merupakan faktor yang sangat rentan terhadap perubahan perlakuan sebelum, selama, dan sesudah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Ikan tongkol (Euthynnus affinis) segar diperoleh dari TPI (Tempat Pelelangan Ikan) kota Gorontalo. Bahan bakar yang digunakan dalam pengasapan ikan adalah batok sabut kelapa

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN Proses respirasi sangat mempengaruhi penyimpanan dari buah melon yang terolah minimal, beberapa senyawa penting

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Berpikir, (6) Hipotesis, dan (7) Tempat dan Waktu

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perubahan Ion Leakage Ion merupakan muatan larutan baik berupa atom maupun molekul dan dengan reaksi transfer elektron sesuai dengan bilangan oksidasinya menghasilkan ion.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) dinamakan demikian karena bentuknya seperti tiram atau ovster mushroom. Jamur tiram adalah jamur kayu yang tumbuh berderet menyamping

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Susut Bobot Susut bobot merupakan salah satu faktor yang mengindikasikan penurunan mutu buah. Muchtadi (1992) mengemukakan bahwa kehilangan bobot pada buah-buahan yang disimpan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. dikonsumsi khususnya anak anak dalam periode pertumbuhan agar tumbuh

I PENDAHULUAN. dikonsumsi khususnya anak anak dalam periode pertumbuhan agar tumbuh I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daging merupakan sumber protein hewani yang bermutu tinggi dan perlu dikonsumsi khususnya anak anak dalam periode pertumbuhan agar tumbuh normal dan sehat, karena bahan

Lebih terperinci

Pendinginan dan Pembekuan. Kuliah ITP

Pendinginan dan Pembekuan. Kuliah ITP Pendinginan dan Pembekuan Kuliah ITP Kompetensi Mahasiswa memahami teknologi pendinginan dan pembekuan, prinsip dan perubahan yang terjadi serta dampak pendinginan dan pembekuan terhadap mutu pangan Indikator

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis yang kaya akan buah-buahan. Iklim di

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis yang kaya akan buah-buahan. Iklim di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis yang kaya akan buah-buahan. Iklim di Indonesia memungkinkan berbagai jenis buah-buahan tumbuh dan berkembang. Namun sayangnya, masih banyak

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Penelitian Pendahuluan

BAHAN DAN METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Penelitian Pendahuluan BAHAN DAN METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pada bulan

Lebih terperinci

Beberapa ciri yang membedakan antara bahan baku agroindustri dengan bahan baku industri lain antara lain : bahan baku agroindustri bersifat musiman,

Beberapa ciri yang membedakan antara bahan baku agroindustri dengan bahan baku industri lain antara lain : bahan baku agroindustri bersifat musiman, Beberapa ciri yang membedakan antara bahan baku agroindustri dengan bahan baku industri lain antara lain : bahan baku agroindustri bersifat musiman, bulky/voluminous/menghabiskan banyak tempat, sangat

Lebih terperinci

Skripsi PENYIMPANAN POTONGAN SAWO SEGAR DALAM KEMASAN ATMOSFIR TERMODIFIKASI. Oleh : DEDY AGUSPRIANDONO SUPRAPTO F

Skripsi PENYIMPANAN POTONGAN SAWO SEGAR DALAM KEMASAN ATMOSFIR TERMODIFIKASI. Oleh : DEDY AGUSPRIANDONO SUPRAPTO F Skripsi PENYIMPANAN POTONGAN SAWO SEGAR DALAM KEMASAN ATMOSFIR TERMODIFIKASI Oleh : DEDY AGUSPRIANDONO SUPRAPTO F 14103093 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Mangga merupakan buah tropis yang populer di berbagai belahan dunia,

I PENDAHULUAN. Mangga merupakan buah tropis yang populer di berbagai belahan dunia, I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

TUGAS TERSTRUKTUR SEMINAR (BUDIDAYA JAMUR) Oleh : AGUSMAN ( )

TUGAS TERSTRUKTUR SEMINAR (BUDIDAYA JAMUR) Oleh : AGUSMAN ( ) TUGAS TERSTRUKTUR SEMINAR (BUDIDAYA JAMUR) Oleh : AGUSMAN (10712002) JURUSAN BUDIDAYA TANAMAN PANGAN PROGRAM STUDY HORTIKULTURA POLITEKNIK NEGERI LAMPUNG 2012 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur penulis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Jamur ini bersifat heterotrof dan saprofit, yaitu jamur tiram

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Jamur ini bersifat heterotrof dan saprofit, yaitu jamur tiram BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur tiram putih ( Pleurotus ostreatus ) atau white mushroom ini merupakan salah satu jenis jamur edibel yang paling banyak dan popular dibudidayakan serta paling sering

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sayur-sayuran dan buah-buahan adalah jenis komoditi pertanian yang mempunyai

I. PENDAHULUAN. Sayur-sayuran dan buah-buahan adalah jenis komoditi pertanian yang mempunyai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sayur-sayuran dan buah-buahan adalah jenis komoditi pertanian yang mempunyai sifat mudah rusak. Oleh karena itu memerlukan penanganan pascapanen yang serius

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGARUH SUHU DAN WAKTU PENGGORENGAN VAKUM TERHADAP MUTU KERIPIK DURIAN Pada tahap ini, digunakan 4 (empat) tingkat suhu dan 4 (empat) tingkat waktu dalam proses penggorengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Biji nangka merupakan salah satu limbah organik yang belum dimanfaatkan secara optimal, padahal biji nangka memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi yaitu karbohidrat

Lebih terperinci

Bunga. Sayuran. Cold Storage. Hortikultura

Bunga. Sayuran. Cold Storage. Hortikultura Cold Storage Hortikultura Panen C 6 H 12 O 6 + O 2 Respirasi 6 CO 2 + 6 H 2 O + 673 Kal Umur simpan produk Tergantung dari laju evolusi panas Kondisi lingkungan daun buah Sayuran : kailan, brokoli, horenzo,

Lebih terperinci

PEMANFAATAN BUAH TOMAT SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN NATA DE TOMATO

PEMANFAATAN BUAH TOMAT SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN NATA DE TOMATO PEMANFAATAN BUAH TOMAT SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN NATA DE TOMATO Rahardyan Dina Natalia(L2C307052) dan Sulvia Parjuningtyas(L2C307061) Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro Jln.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. dikonsumsi. Jenis jamur tiram yang dibudidayakan hingga saat ini adalah jamur

PENDAHULUAN. dikonsumsi. Jenis jamur tiram yang dibudidayakan hingga saat ini adalah jamur PENDAHULUAN Latar Belakang Jamur tiram adalah salah satu jenis jamur yang dapat dimakan dan dapat dikonsumsi. Jenis jamur tiram yang dibudidayakan hingga saat ini adalah jamur tiram putih, coklat dan merah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis

I. PENDAHULUAN. kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Jamur tiram (Pleurotus oestreatus) merupakan jamur konsumsi dari jenis jamur kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dari sekian banyak varietas jeruk yang sudah dikenal dan dibudidayakan. Buahnya

TINJAUAN PUSTAKA. dari sekian banyak varietas jeruk yang sudah dikenal dan dibudidayakan. Buahnya TINJAUAN PUSTAKA Jeruk Siam Jeruk siam (Citrus nobilis LOUR var Microcarpa) merupakan salah satu dari sekian banyak varietas jeruk yang sudah dikenal dan dibudidayakan. Buahnya berbentuk bulat dengan permukaan

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. A. Botani dan Morfologi Jamur Tiram. Dari segi botani, jamur tiram termasuk jenis jamur kayu yang mudah

I. TINJAUAN PUSTAKA. A. Botani dan Morfologi Jamur Tiram. Dari segi botani, jamur tiram termasuk jenis jamur kayu yang mudah I. TINJAUAN PUSTAKA A. Botani dan Morfologi Jamur Tiram Dari segi botani, jamur tiram termasuk jenis jamur kayu yang mudah dibudidayakan. Jamur tiram termasuk familia Agaricaceae atau Tricholomataceae

Lebih terperinci

Umur Simpan Dan Mutu Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Dalam Berbagai Jenis Kemasan dan Suhu Penyimpanan Pada Simulasi Transportasi

Umur Simpan Dan Mutu Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Dalam Berbagai Jenis Kemasan dan Suhu Penyimpanan Pada Simulasi Transportasi Umur Simpan Dan Mutu Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Dalam Berbagai Jenis Kemasan dan Suhu Penyimpanan Pada Simulasi Transportasi Oleh : YOLIVIA ASTRIANIEZ SEESAR F14053159 2009 DEPARTEMEN TEKNIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perikanan yang sangat besar. Oleh karena itu sangat disayangkan bila. sumber protein hewani, tingkat konsumsi akan ikan yang tinggi

BAB I PENDAHULUAN. perikanan yang sangat besar. Oleh karena itu sangat disayangkan bila. sumber protein hewani, tingkat konsumsi akan ikan yang tinggi BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia merupakan negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya terdiri atas perairan, dan mempunyai laut serta potensi perikanan yang sangat besar. Oleh

Lebih terperinci

KAJIAN PENGURANGAN GEJALA CHILLING INJURY TOMAT YANG DISIMPAN PADA SUHU RENDAH. Oleh OLLY SANNY HUTABARAT

KAJIAN PENGURANGAN GEJALA CHILLING INJURY TOMAT YANG DISIMPAN PADA SUHU RENDAH. Oleh OLLY SANNY HUTABARAT KAJIAN PENGURANGAN GEJALA CHILLING INJURY TOMAT YANG DISIMPAN PADA SUHU RENDAH Oleh OLLY SANNY HUTABARAT SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tidak rata karena mata tunas dan warna daging dari putih hingga kuning

I. PENDAHULUAN. tidak rata karena mata tunas dan warna daging dari putih hingga kuning I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan salah satu jenis tanaman hortikultura yang dikonsumsi pada bagian umbi di kalangan masyarakat dikenal sebagai sayuran umbi. Kentang

Lebih terperinci

BLANSING PASTEURISASI DAN STERIISASI

BLANSING PASTEURISASI DAN STERIISASI PENGOLAHAN TERMAL I BLANSING PASTEURISASI DAN STERIISASI TIM DOSEN PENGAMPU BRAWIJAYA UNIVERSITY 2013 outline 1 PENDAHULUAN 4 STERILISASI 3 PASTEURISASI 2 BLANCHING PENDAHULUAN MERUPAKAN PROSES THERMAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Protein merupakan suatu senyawa yang dibutuhkan dalam tubuh. manusia sebagai zat pendukung pertumbuhan dan perkembangan.

BAB I PENDAHULUAN. Protein merupakan suatu senyawa yang dibutuhkan dalam tubuh. manusia sebagai zat pendukung pertumbuhan dan perkembangan. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Protein merupakan suatu senyawa yang dibutuhkan dalam tubuh manusia sebagai zat pendukung pertumbuhan dan perkembangan. Dalam protein terdapat sumber energi dan zat

Lebih terperinci

Teknologi pangan adalah teknologi yang mendukung pengembangan industri pangan dan mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya mengimplementasikan

Teknologi pangan adalah teknologi yang mendukung pengembangan industri pangan dan mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya mengimplementasikan Teknologi Pangan Teknologi pangan adalah teknologi yang mendukung pengembangan industri pangan dan mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya mengimplementasikan tujuan industri untuk memenuhi permintaan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat terkenal dan digemari oleh semua lapisan masyarakat, karena memiliki

BAB I PENDAHULUAN. sangat terkenal dan digemari oleh semua lapisan masyarakat, karena memiliki 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Bakso merupakan salah satu olahan daging secara tradisional, yang sangat terkenal dan digemari oleh semua lapisan masyarakat, karena memiliki rasa yang khas, enak,

Lebih terperinci

Teti Estiasih - THP - FTP - UB

Teti Estiasih - THP - FTP - UB 1 2 Pengeringan merupakan metode pengawetan dengan cara pengurangan kadar air dari bahan sehingga daya simpan dapat diperpanjang Perpanjangan daya simpan terjadi karena aktivitas m.o. dan enzim menurun

Lebih terperinci

Prinsip proses pengawetan dengan penurunan kadar air pada bahan pangan hasil ternak. Firman Jaya

Prinsip proses pengawetan dengan penurunan kadar air pada bahan pangan hasil ternak. Firman Jaya Prinsip proses pengawetan dengan penurunan kadar air pada bahan pangan hasil ternak Firman Jaya OUTLINE PENGERINGAN PENGASAPAN PENGGARAMAN/ CURING PENGERINGAN PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN

Lebih terperinci

ASPEK MIKROBIOLOGIS PENGEMASAN MAKANAN

ASPEK MIKROBIOLOGIS PENGEMASAN MAKANAN ASPEK MIKROBIOLOGIS PENGEMASAN MAKANAN Anna Rakhmawati,M.Si Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY Email:anna_rakhmawati@uny.ac.id Bahan makanan merupakan salah satu kebutuhan primer manusia yang penting

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae,

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae, I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. selain sebagai sumber karbohidrat jagung juga merupakan sumber protein yang

I PENDAHULUAN. selain sebagai sumber karbohidrat jagung juga merupakan sumber protein yang I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis

Lebih terperinci

TEKNIK PENANGANAN PASCA PANEN R i n i Y u l i a n i n g s i h

TEKNIK PENANGANAN PASCA PANEN R i n i Y u l i a n i n g s i h TEKNIK PENANGANAN PASCA PANEN R i n i Y u l i a n i n g s i h Tujuan Instruksional Umum Mahasiswa memahami hal-hal yang menyebabkan kerusakan dan kehilangan serta memahami teknologi penanganan pasca panen

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7)

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Laju Respirasi Wortel Terolah Minimal

HASIL DAN PEMBAHASAN. Laju Respirasi Wortel Terolah Minimal HASIL DAN PEMBAHASAN Laju Respirasi Wortel Terolah Minimal cold chaín Perubahan laju produksi CO 2 pada wortel terolah minimal baik pada wortel utuh (W1) maupun irisan wortel (W2) pada penelitian pendahuluan

Lebih terperinci

Gambar 1. Beberapa varietas talas Bogor

Gambar 1. Beberapa varietas talas Bogor II. TINJAUAN PUSTAKA A. TALAS Talas Bogor (Colocasia esculenta (L.) Schott) termasuk famili dari Araceae yang dapat tumbuh di daerah beriklim tropis, subtropis, dan sedang. Beberapa kultivarnya dapat beradaptasi

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Organoleptik Bakso Ikan Nila Merah Uji organoleptik mutu sensorik yang dilakukan terhadap bakso ikan nila merah yang dikemas dalam komposisi gas yang berbeda selama

Lebih terperinci

1. mutu berkecambah biji sangat baik 2. dihasilkan flavour yang lebih baik 3. lebih awet selama penyimpanan

1. mutu berkecambah biji sangat baik 2. dihasilkan flavour yang lebih baik 3. lebih awet selama penyimpanan KOPI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYIMPANAN PADA BAHAN PENYEGAR Mutu kopi dipengaruhi pengolahan dari awal - pemasaran. Kadar air kopi kering adalah 12-13% 13% Pada kadar air ini : 1. mutu berkecambah

Lebih terperinci

TELUR ASIN PENDAHULUAN

TELUR ASIN PENDAHULUAN TELUR ASIN PENDAHULUAN Telur asin,merupakan telur itik olahan yang berkalsium tinggi. Selain itu juga mengandung hampir semua unsur gizi dan mineral. Oleh karena itu, telur asin baik dikonsumsi oleh bayi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab 10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Limbah Organik Cair Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab pencemaran berupa zat atau bahan yang dianggap tidak memiliki manfaat bagi masyarakat.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi,

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Ubi Kayu Ubi kayu yang sering pula disebut singkong atau ketela pohon merupakan salah satu tanaman penghasil bahan makanan pokok di Indonesia. Tanaman ini tersebar

Lebih terperinci

Teti Estiasih - THP - FTP - UB

Teti Estiasih - THP - FTP - UB 1 2 Merupakan proses thermal yang menggunakan suhu Blansing: perlakuan pendahuluan pada buah dan sayuran Pasteurisasi dan sterilisasi merupakan proses pengawetan pangan 3 Blansing air panas Blansing uap

Lebih terperinci

PENYIMPANAN BUAH DAN SAYUR. Cara-cara penyimpanan meliputi : FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYIMPANAN BAHAN MAKANAN SEGAR (BUAH, SAYUR DAN UMBI)

PENYIMPANAN BUAH DAN SAYUR. Cara-cara penyimpanan meliputi : FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYIMPANAN BAHAN MAKANAN SEGAR (BUAH, SAYUR DAN UMBI) PENYIMPANAN BUAH DAN SAYUR FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYIMPANAN BAHAN MAKANAN SEGAR (BUAH, SAYUR DAN UMBI) Cara-cara penyimpanan meliputi : 1. penyimpanan pada suhu rendah 2. penyimpanan dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Produksi buah pisang di Lampung setiap tahunnya semakin meningkat. Lampung

I. PENDAHULUAN. Produksi buah pisang di Lampung setiap tahunnya semakin meningkat. Lampung I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Produksi buah pisang di Lampung setiap tahunnya semakin meningkat. Lampung mampu memproduksi pisang sebanyak 319.081 ton pada tahun 2003 dan meningkat hingga

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Klorofil Daun Susut Bobot Laju Respirasi (O2 dan CO2)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Klorofil Daun Susut Bobot Laju Respirasi (O2 dan CO2) DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM... i PERNYATAAN KEASLIAN KARYA SKRIPSI... ii ABSTRACT... iii ABSTRAK... iv RINGKASAN... v HALAMAN PERSETUJUAN... vi TIM PENGUJI... vii RIWAYAT HIDUP... viii KATA PENGANTAR...

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga

BAB 1 PENDAHULUAN. disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Es krim merupakan makanan padat dalam bentuk beku yang banyak disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga manula. Banyaknya masyarakat yang

Lebih terperinci