BAB 1 PENDAHULUAN. pertanyaan di tengah-tengah masyarakat Indonesia. Banyaknya kontroversi
|
|
- Sucianty Sugiarto
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sunat pada perempuan sampai saat ini menjadi sebuah perdebatan dan pertanyaan di tengah-tengah masyarakat Indonesia. Banyaknya kontroversi terhadap sunat perempuan, menyebabkan adanya perbedaan pendapat tentang praktik tersebut, sehingga menimbulkan pro-kontra di tengah-tengan masyarakat. Sunat perempuan di Indonesia pernah dilarang oleh Pemerintah melalui Surat Edaran Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat Departemen Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK a, tanggal 20 April 2006 tentang Larangan Petugas Kesehatan untuk Medikalisasi Sunat Perempuan. Berdasarkan surat edaran tersebut, sunat perempuan tidak bermanfaat bagi kesehatan, bahkan merugikan dan menyakitkan bagi perempuan yang disunat. Tentang adanya larangan sunat perempuan tersebut mengundang perhatian di kalangan Ulama Indonesia, sehingga pada tahun 2008 melalui Majelis Ulama Indonesia (MUI) secara khusus dikaji tentang sunat perempuan. Dalam kajian tersebut akhirnya MUI mengeluarkan fatwa Nomor 9A Tahun 2008, tanggal 7 Mei 2008 tentang Hukum Pelarangan Sunat terhadap Perempuan. Fatwa itu menegaskan, bahwa pelarangan sunat pada perempuan bertentangan dengan ketentuan syari'ah dan sunat perempuan tidak boleh dilakukan secara berlebihan, 1
2 2 seperti memotong atau melukai klitoris yang dapat mengakibatkan dharar atau bahaya pada perempuan. Banyaknya desakan dari berbagai elemen masyarakat dan dengan pengkajian secara bersama, akhirnya Depkes kembali mengeluarkan peraturan tentang sunat perempuan, yang memberikan otoritas kepada tenaga kesehatan tertentu seperti Dokter, Bidan dan Perawat untuk melakukan sunat pada perempuan. Ketetapan tersebut dituangkan dalam Permenkes Nomor 1636 Tahun 2010, tanggal 15 November 2010 tentang Sunat Perempuan. Sampai saat ini, peraturan tentang sunat perempuan tersebut terus mendapat tantangan dari lembaga dunia, terutama World Healt Organization (WHO) dan berbagai Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) pembela perempuan (seperti LSM Kalyanamitra, Federasi LBH APIK, Amnesty International, dan KOMNAS Perempuan). Tuntutan mereka jelas untuk menolak praktik sunat perempuan, dan menggolongkan praktik tersebut sebagai perbuatan melanggar Hak Asasi Manusia (HAM) dan dapat menimbulkan korban (Solikhah, 2012). Secara umum ada beberapa istilah yang sering digunakan untuk menyebut sunat perempuan, yaitu: 1) Female Genitale Cutting (FGC) atau pemotongan alat kelamin wanita; 2) Female Genitale Mutilation (FGM) atau mutilasi alat kelamin wanita; 3) Female Circumcision (FC) atau sunat perempuan, namun untuk lebih menekankan dampak kekerasan pada praktik tersebut, istilah yang lebih banyak dipakai adalah Female Genitale Mutilation (FGM) oleh pihak-pihak yang menentang praktik sunat perempuan (WHO, 2008).
3 3 Menurut Anees (1989) setidaknya ada empat jenis sunat/khitan perempuan yang dikenali, yaitu : 1) Khitan biasa, irisan khitan pada kulup klitoris. Di negerinegeri muslim tertentu biasanya dikenal sebagai khitan sunnah; 2) Penghilangan, dihilangkannya gland clitoridis atau bahkan seluruh klitoris itu dan mungkin termasuk sebagian, atau seluruh labia minora; 3) Infibulasi, dikenal juga sebagai khitan fir aun, yaitu penutupan sebagian mulut vagina setelah dipotongnya sejumlah jaringan kelamin. Dalam keadaan yang paling radikal, seluruh bagian dari mons veneris, bibir luar, bibir dalam dan klitoris dihilangkan dan; 4) Introsis, bentuk yang paling kejam dari perusakan alat kelamin wanita. Introsisi adalah pemotongan sampai liang vagina atau penyobekan kerampang dengan menggunakan peralatan benda tajam. Jenis khitan wanita ini dilaporkan pernah dilakukan di kalangan suku-suku di Australia. Sadaawi (2001) menyatakan bahwa, sunat perempuan dilakukan demi kepentingan untuk menjaga keperawanan serta meminimalisir hasrat seksual wanita. Sunat perempuan memungkinkan seorang wanita pada usia anak-anak dan masa puber untuk menjaga keperawanannya, sehingga martabatnya akan terjaga dengan baik. Sunat perempuan juga merupakan tindakan untuk mendominasi wanita, dalam masyarakat yang patriarki dimana seorang laki-laki dapat memiliki lebih dari satu istri. Perempuan yang disunat, dianggap pasti akan dapat menekan nafsu seksualnya, sehingga mereka tetap dapat menjaga kehormatan dirinya sampai saatnya menikah.
4 4 Menurut Muhamad (1998) bahwa banyak laki-laki tidak dapat mencegah perempuan terhadap pengaruh luar yang mungkin dapat membangkitkan hasrat seksualnya. Maka beberapa kelompok masyarakat di Afrika mengharuskan agar bagian tubuh perempuan yang dianggap sebagai pusat hasrat seksual dan mengakibatkan ia mencari kepuasan seksual, harus dihilangkan kepekaannya dengan memotong atau mengirisnya. Itulah alasan kultural mengapa anak perempuan harus disunat, yang dilakukan dengan cara memotong klitoris/ klitoridektomi. Banyak alasan mengapa praktik sunat perempuan dilakukan, salah satunya yang dikatakan oleh Lubis (2006) bahwa sunat perempuan bermanfaat bagi kebersihan, kesehatan dan keindahan sehingga seorang perempuan yang tidak disunat akan dianggap tidak bersih dan tidak akan memperbolehkannya menyentuh makanan dan air. Alasan ini merupakan dalih pembenaran yang dipakai oleh banyak masyarakat di dunia untuk melakukan sunat perempuan. Pemotongan klitoris sering dikaitkan dengan tindakan pensucian atau pembersihan oleh masyarakat yang mempraktikkan sunat perempuan. Menurut Ahmad (dalam Muhamad, 1998) bahwa praktik sunat perempuan dikalangan orang Massai di Afrika, ada kepercayaan bahwa dengan memotong klitoris dan sedikit labia minora, maka anak perempuan akan dapat dilepaskan dari fantasi seksual. Beberapa kaum moralis laki-laki Afrika berargumentasi, bahwa rangsangan seksual pada perempuan akan menyebabkan ereksi klitoris yang serupa dengan ereksi penis pada laki-laki. Dengan demikian, melukai klitoris
5 5 perempuan yang homolog dengan penis laki-laki tersebut, membuat klitoris tidak akan peka lagi terhadap rangsangan erotis. Sedangkan menurut Gordon (dalam Muhamad, 1998) seperti yang diungkapkan seorang Ulama Al-Azhar di Mesir yang mengatakan bahwa sunat pada perempuan merupakan salah satu cara untuk mencegah perempuan berpikir kotor, seperti yang diceritakan oleh seorang laki-laki dari Bulaq, sebuah daerah kumuh di Kairo: Bahwa di negeri yang panas ini kami lebih emosional dan prilaku kami lebih mudah untuk lepas dari kendali. Tanpa dikhitan seperti itu, tak dapat dibayangkan bagaimana jadinya perempuan kami. Pastilah seorang lakilaki saja tidak akan cukup untuk memuaskan mereka. Menurut Pinim (2009) dengan mengutip hasil deklarasi Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) tahun 2003, bahwa sunat pada bayi atau anak perempuan merupakan salah satu bentuk kekerasan terhadap perempuan. Selanjunya, memperhatikan sebuah keputusan Komite PBB tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW), Zulkarnain (2012) mengatakan bahwa, Permenkes tentang Sunat Perempuan merupakan sebuah kemunduran dalam upaya memerangi kekerasan terhadap perempuan, dan mendesak Indonesia untuk membuat kebijakan yang menghapuskan praktik sunat perempuan. Sunat perempuan merupakan praktik tradisional yang sudah menyatu dengan masyarakat Indonesia, umumnya praktik ini dilakukan di negara-negara Afrika, sekitar 2 juta perempuan remaja menjadi korban praktik sunat perempuan setiap tahunnya (Wiknjosastro dkk, 2006).
6 6 Female Genital Mutilation (FGM) atau sunat perempuan tidak memiliki manfaat bagi kesehatan, dan itu merugikan perempuan dan anak perempuan dalam banyak hal, dan WHO menegaskan bahwa FGM adalah pelanggaran hak asasi perempuan. Paktik ini menyebabkan rusak bahkan menghilangkan jaringan sehat dan normal pada alat kelamin perempuan, sehingga mengganggu fungsi tubuh perempuan yang mengalami praktik sunat. Tindakan FGM dapat menyebabkan pendarahan parah, masalah buang air kecil, kista, infeksi, infertilitas serta komplikasi dalam persalinan meningkatkan risiko kematian bayi yang baru lahir. Ada sekitar 140 juta anak perempuan dan perempuan di seluruh dunia saat ini hidup dengan konsekuensi dari FGM (WHO, 2012). Berdasarkan hasil penelitian Sadaawi (2001), dari 160 gadis dan wanita Mesir sebagai sampel menunjukkan bahwa 97,5% dari keluarga yang tidak berpendidikan masih mempertahankan parktik FGM, persentase ini turun mencapai 66,2% pada keluarga-keluarga yang berpendidikan. Seperti kasus yang terjadi di Afrika, diperkirakan 91,5 juta anak perempuan dan wanita usia 10 tahun ke atas telah mengalami praktik FGM, 12,4 juta diantaranya adalah berusia tahun (WHO, 2011). Tingginya resiko yang ditimbulkan karena sunat perempuan membuat beberapa negara melakukan pelarangan terhadap praktik tersebut, misalnya Parlemen Mesir yang mengesahkan Undang-Undang tentang pelarangan sunat perempuan. Bagi yang melanggar akan dikenai sanksi denda 185 Dolar Amerika Serikat sampai dengan 900 Dolar Amerika Serikat dan kurungan penjara selama 3
7 7 bulan sampai 2 tahun (Kalyanamitra, 2012). Dan di Inggris, menurut Hedley dan Dorkenoo (1992) diperkirakan anak perempuan beresiko mengalami mutilasi genetalia. Sehingga pada tahun 1985, pemerintah Inggris mengeluarkan peraturan Bill, yang memuat prosedur pelaksanaan sirkumsisi pada perempuan tidak legal di Inggris (Andrews, 2009). Menurut WHO (2007) praktik sunat perempuan dilakukan di 28 negara dan terbanyak di negara Afrika, Timur Tengah dan Asia. Praktik ini juga dilaporkan terjadi di India, dan praktik FGM sampai saat ini juga ditemukan di Eropa, Australia, Kanada dan beberapa Negara Bagian di Amerika. Banyak upaya bersama yang telah dilakukan oleh Organisasi Kesehatan Dunia bersama kelompok feminisme, untuk mengakhiri praktik sunat perempuan di negara-negara yang masih berlangsung FGM seperti Indonesia. Sehingga Majelis Kesehatan Dunia pada tahun 2008, mengesahkan resolusi (WHA61.16) tentang penghapusan FGM, dan menekankan perlunya tindakan terpadu di semua sektor kesehatan, pendidikan, keuangan, keadilan dan urusan perempuan. Selanjutnya PBB menyatakan bahwa, tanggal 6 Februari ditetapkan sebagai Hari Internasional Zero Toleransi terhadap Mutilasi Alat Kelamin Perempuan atau International Day of Zero Tolerance to Female Genital Mutilation (WHO, 2012). Praktik-praktik pemotongan klitoris (klitoridektomi) atau infibulasi yang dilaporkan di negeri-negeri Muslim (seperti Mesir, Sudan, Yaman Selatan, Nigeria, Malaysia dan Indonesia) jelas bertentangan dengan ketentuan Islam.
8 8 Tetapi ada sejumlah negeri Muslim lain (seperti Afganistan, Aljazair, Lybia, Maroko, Pakistan, Tunisia) di mana perusakan alat kelamin seperti itu tidak dikenal (Anees, 1989). Berdasarkan riset Population Council bahwa, sunat perempuan di Indonesia dilakukan di berbagai daerah seperti Banten, Gorontalo, Makassar, Madura, Padang, Padang Pariaman, Padang Sidimpuan, Serang, Kutai Kartanegara, Sumenep, Bone, dan Bandung. Praktik sunat perempuan di Indonesia sampai saat ini menjadi perhatian dari berbagai LSM anti-kekerasan perempuan dan anak seperti Amnesti Internasional. Mereka meminta pemerintah Indonesia segera membuat aturan yang melarang segala bentuk sunat kelamin perempuan, karena ada kekhawatiran jika sunat perempuan dibenarkan maka akan mendorong mutilasi alat kelamin perempuan (Solikhah, 2012). Wiknjosastro dkk (2006) menyatakan bahwa praktik sunat perempuan di Indonesia, biasanya dilakukan oleh Bidan dengan menggunakan gunting untuk memotong bagian alat kelamin perempuan (biasanya klitoris), sedangkan yang dilakukan oleh tenaga tradisional (Dukun) biasanya menggunakan pisau lipat yang digunakan untuk kegiatan simbolik. Menurut Budiharsana, 2003 (dalam Wiknjosastro dkk, 2006) bahwa praktik sunat perempuan secara medis ditemukan di Padang (91,7% dari 349 kasus yang diobservasi), Padang Pariaman (68,7% dari 323 kasus yang diobservasi), Kutai Kartanegara (20,9% dari 215 kasus yang diobservasi), Sumedep-Madura (18,2% dari 275 kasus yang diobservasi) dan Serang (14,5% dari 44 kasus yang diobservasi).
9 9 Praktik sunat perempuan sampai saat ini masih banyak dijalankan berbagai daerah di Indonesia. Praktik itu dilakukan dengan berbagai alasan dan pandangan tentang hal tersebut, seperti alasan perintah agama, bermanfaat bagi kesehatan dan sebuah tradisi masyarakat secara turun-temurun yang harus dijalankan. Menurut Muhamad (1998) dengan mengutip pernyataan Suparlan, bahwa orang Jawa tradisional yang beragama Islam menekankan pentingnya sunat perempuan hannya dalam bentuk upacara, dan tidak dengan melukai klitorisnya. Mereka memandang upacara tersebut sebagai simbol bahwa anak perempuan mereka sudah melewati masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Sesungguhnya praktik sunat perempuan di Indonesia dan Malaysia sangat jarang dipraktikkan, dan biasanya praktik sunat perempuan tersebut dilakukan hanya secara simbolis tanpa mencederai alat kelamin. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Feillard dan Marcoes (1998) bahwa sunat perempuan di Indonesia pada umumnya dilakukan secara rahasia, pada usia sangat muda, yaitu dengan menghilangkan sebagian kecil ujung klitoris. Sedangkan berdasarkan Permenkes Nomor 1636 pasal 5 ayat 2 menerangkan bahwa sunat perempuan dilarang dilakukan dengan cara: 1) Mengkauterisasi klitoris; 2) Memotong atau merusak klitoris baik sebagian maupun seluruhnya; dan 3) Memotong atau merusak labia minora, labia majora, hymen dan vagina baik sebagian maupun seluruhnya. Menteri Kesehatan Republik Indonesia dalam surat kabar harian Tempo edisi 21 Januari 2013 menjelaskan bahwa, sunat perempuan di Indonesia tidak dilarang, bahkan pihaknya mengizinkan perempuan untuk disunat asalkan
10 10 memenuhi syarat-syarat kesehatan. Menteri Kesehatan mengatakan, jika ada masyarakat yang ingin melakukan praktik sunat perempuan agar menghubungi Dinas Kesehatan setempat untuk ditangani oleh petugas kesehatan, jangan praktik dilakukan oleh Dukun yang tidak memenuhi syarat keamanan dan kesehatan. Sunat perempuan di Indonesia tambah menteri, tidaklah sama dengan sunat perempuan yang dilakukan di negara-negara yang lain, seperti Afrika dan Mesir. Segala bentuk sunat perempuan yang ada di Indonesia tidaklah akan menimbulkan resiko infeksi maupun dampak yang serius terhadap kesehatan dan psikologis anak perempuan tersebut (Antara, 2013). Pro dan kontra akan hal sunat perempuan juga terlihat dalam pandangan para imam pada umat Islam. Seperti yang dikatakan oleh Basyarahil (2010) menjelaskan bahwa, umat Islam sepakat diisyaratkannya sunat, tetapi berselisih pendapat tentang hukumnya. Imam Syafi i mewajibkan sunat bagi laki-laki dan perempuan. Sedangkan Imam Malik dan Imam Hanafi mensunnahkan sunat bagi laki-laki dan perempuan dan banyak ulama yang mewajibkan sunat untuk laki-laki saja. Namun, ada juga ulama yang mensunnahkan bagi laki-laki dan sebagai bentuk penghormatan bagi perempuan. Ulama yang lain, ada juga yang berpendapat bahwa sunat hukumnya sunnah bagi laki-laki dan zalim bagi perempuan. Sedangkan waktu pelaksanaan sunat, dapat dilakukan sejak kelahiran anak sampai sebelum masuk usia baliq. Pelaksanaan sunat, disunnahkan 7 hari, 14 hari atau 21 hari sejak kelahiran anak. Sedangkan Baharits (2007) menjelaskan bahwa
11 11 banyak ulama yang berpendapat tentang waktu pelaksanaan sunat, sebagian ulama berpendapat bahwa makhruh hukumnya melaksanakan sunat pada hari ke 7 dari kelahiran anak, sedangkan menurut mazhab Maliki, sunat dilakukan pada saat anak mulai diperintahkan untuk mulai shalat yaitu pada usia 7-9 tahun. Sampai saat ini, sunat perempuan terus mendapat perhatian banyak pihak, tentang tata cara pelaksanaan, apa alasan tindakan ini terus dipraktikkan dan apa manfaat dari prakrik sunat perempuan terus menjadi topik yang kontroversi. Sampai saat ini, di Kabupaten Aceh Tenggara juga melaksanakan praktik sunat perempuan, namun tindakan ini belum mendapat perhatian khusus dari kalangan ilmuan kesehatan/peneliti, bagaimana pelaksanaannya di tengah-tengah masyarakat. Kabupaten Aceh Tenggara dengan ibukota Kutacane adalah Daerah Tingkat II dalam wilayah administrasi Pemerintah Daerah Provinsi Aceh. Menurut Sufi dkk (2008) bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2002, luas wilayah Aceh Tenggara 4.231,41 km² dengan sebagian besar wilayah berada di lembah. Setelah terjadi pemekaran wilayah dengan Kabupaten Gayo Lues pada tanggal 10 April 2002, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) bahwa jumlah penduduk Aceh Tenggara tahun 2011 berjumlah jiwa berdasarkan hasil sensus tahun 2010 (BPS, 2012). Menurut Akbar dkk (2005) mengatakan bahwa orang Alas merupakan kelompok-etnis asli yang ada di Aceh Tenggara. Orang Alas memeluk agama Islam dan sangat memegang kuat adat dan tradisi dalam kesehariannya, seperti
12 12 adat pemamanen dan kenduri pesenatken. Menurut Lembaga Adat Kebudayaan Aceh (2003) bahwa sunat atau khitan (Alas : pesenatken) masyarakat Alas lebih mementingkan dan memperhatikan sunat pada anak laki-laki, pesenatken pada anak laki-laki dilakukan pada usia 8-12 tahun, biasanya sunat tersebut dilakukan dengan pesta adat yang meriah dan banyak melibatkan tamu, serta tahapan adat pesenatken pada masyarakat Alas sampai 3 hari sebelum anak tersebut disunat (LAKA, 2003). Praktik sunat pada anak perempuan masyarakat Alas umumnya dilakukan dengan cara yang sangat sederhana, tidak banyak melibatkan masyarakat secara umum, berbeda halnya sunat pada anak laki-laki. Menurut keterangan masyarakat Alas, bahwa sunat anak perempuan dilakukan dengan cara yang sangat rahasia, dan tindakan ini dilakukan oleh seorang dukun sunat perempuan (Alas : mudim de bekhu). Praktik ini dilakukan pada saat anak perempuan berusia 1-2 tahun, dan parktik ini telah lama dikenal dan dipraktikkan secara turun-temurun oleh masyarakat Alas. Sunat pada anak perempuan, merupakan kegiatan yang harus dilaksanakan oleh setiap anak perempuan, dan hal ini dilakukan dengan berbagai alasan di dalam masyarakat Alas itu sendiri. Sampai saat ini, prosedur sunat perempuan pada masyarakat Alas dilakukan dengan tradisi dan cara pelaksanaan secara tradisional. Berdasarkan latar belakang di atas, dianggap perlu dilakukan penelitian yang mendalam tentang sunat perempuan pada masyarakat Alas,
13 13 dengan judul penelitian Studi Kualitatif Sunat Perempuan pada Masyarakat Alas di Kabupaten Aceh Tenggara. 1.2 Permasalahan Praktik sunat perempuan sampai sekarang menjadi pro dan kontra pada masyarakat dunia dan menjadi isu yang kontroversi di Indonesia. Sehingga timbul sebuah pertanyaan, mengapa praktik sunat perempuan dengan berbagai sudut pandang, metode dan alasan-alasan institusional pada masyarakat Alas, sehingga sampai saat ini praktik tersebut terus dijalankan serta bagaimana praktik ini dilakukan. Berdasarkan latar belakang tersebut maka masalah yang dapat dirumuskan, yaitu : 1) Bagaimana praktik sunat perempuan pada masyarakat Alas dewasa ini dilaksanakan, dan; 2) Mengapa praktik sunat perempuan tetap dilaksanakan, walaupun ada resiko yang dapat ditimbulkan, dan mengapa masyarakat Alas lebih mempercayai mudim de bekhu untuk menyunat anak perempuan mereka, yang ternyata tidak sesuai dengan anjuran Pemerintah melalui Permenkes Nomor 1636 Tahun Secara lebih tegas, masalah ini dapat dirumuskan Bagaimana praktik sunat perempuan dijalankan, dan bagaimana praktik ini dilakukan pada masyarakat Alas secara tradisi maupun secara medis?
14 Tujuan Penelitian Tujuan Umum Untuk mengetahui dasar pemikiran, pengetahuan dan hukum/normanorma yang mengendalikan masyarakat Alas, sehingga melakukan praktik sunat perempuan, yang ternyata sangat beranekaragam Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui alasan-alasan yang mengharuskan masyarakat Alas melakukan sunat pada perempuan sampai saat ini, baik secara tradisi maupun secara medis. 2. Untuk mengetahui manfaat dan dampak dari praktik sunat perempuan menurut masyarakat Alas. 3. Untuk mengetahui bagaimana tata cara pelaksanaan praktik sunat perempuan pada masyarakat Alas di Kabupaten Aceh Tenggara. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat Teoritis Setelah dilakukan penelitian ini, diharapkan dapat memberikan sumbangan dan kontribusi bagi ilmu pengetahuan, terhadap teori-teori yang ada mengenai kesehatan reproduksi wanita.
15 Manfaat Praktis Dapat dijadikan sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi Instansi terkait khususnya Dinas Kesehatan setempat. Penelitian ini juga dapat dijadikan sebagai bahan acuan bagi masyarakat Alas dan Pemerintah Kabupaten Aceh Tenggara, dalam menyikapi masalah tentang sunat perempuan dan kesehatan reproduksi wanita pada masyarakat Alas. Selain manfaat tersebut, penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan pemahaman dan kesadaran masyarakat bahwa, isu tentang sunat perempuan bukanlah hanya sekedar isu yang sederhana, sehingga tradisi dan pelaksanaan praktik ini mendapat perhatian khusus dari semua pihak.
SUNAT PEREMPUAN DALAM HUKUM INDONESIA DIAN KARTIKASARI KOALISI PEREMPUAN INDONESIA
SUNAT PEREMPUAN DALAM HUKUM INDONESIA DIAN KARTIKASARI KOALISI PEREMPUAN INDONESIA KONTEKS KEBIJAKAN TENTANG SUNAT PEREMPUAN Penelitian tentang sunat perempuan & Seminar Hasil Penelitian PBB & Gerakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Praktek sirkumsisi pada perempuan sudah menjadi tradisi disekelompok
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktek sirkumsisi pada perempuan sudah menjadi tradisi disekelompok masyarakat tertentu. Tujuan utamanya untuk mengontol dorongan seksual pada perempuan. Ada anggapan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Isu lemahnya penegakan hak asasi manusia (HAM) telah menjadi
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Isu lemahnya penegakan hak asasi manusia (HAM) telah menjadi polemik tersendiri yang mewarnai perjalanan Bangsa Indonesia. Pusat Studi Hak Asasi Manusia Universitas
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. pelaksanaan tersebut lumrah dilakukan terhadap kaum laki-laki saja.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ketika mendengar kata sunat atau khitan, terbesit di pikiran bahwa pelaksanaan tersebut lumrah dilakukan terhadap kaum laki-laki saja. Faktanya, praktik khitan
Lebih terperinciSIARAN PERS Pernyataan Sikap Koalisi Masyarakat Sipil Untuk SDGs Pentingnya Indikator Sunat Perempuan dalam Goal 5 SDGs bagi Indonesia
SIARAN PERS Pernyataan Sikap Koalisi Masyarakat Sipil Untuk SDGs Pentingnya Indikator Sunat Perempuan dalam Goal 5 SDGs bagi Indonesia Jakarta, 4 Agustus 2016 Koalisi Masyarakat Sipil untuk Sustainable
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Defenisi Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia, selain dapat memberikan kemudahan-kemudahan bagi manusia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pola hidup modern sekarang ini menimbulkan dampak yang besar dalam kehidupan manusia, selain dapat memberikan kemudahan-kemudahan bagi manusia dalam menjalankan aktifitasnya,
Lebih terperinciPedoman strategi baru menghadapi kerusakan kelamin wanita - IP -
Untuk dikopi dan disebarluaskan Pedoman strategi baru menghadapi kerusakan kelamin wanita - IP - 1. Pendahuluan Pedoman ini adalah sebagai hasil dari diskusi, yang diadakan pada Seminar ke-17 Kelompok
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Dalam Deklarasi Kairo tahun 1994 tercantum isu kesehatan dan hak
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Dalam Deklarasi Kairo tahun 1994 tercantum isu kesehatan dan hak reproduksi perempuan. Hal ini menunjukkan sudah adanya perhatian dunia dalam meningkatkan derajat kesehatan
Lebih terperincimengenai seksualitas membuat para remaja mencari tahu sendiri dari teman atau
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa transisi yang ditandai oleh adanya perubahan fisik, emosi dan psikis. Masa remaja, yakni antara usia 10-19 tahun adalah suatu periode masa
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Sunat Perempuan. Penyelenggaraan. Pengawasan.
No.672, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Sunat Perempuan. Penyelenggaraan. Pengawasan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1636/MENKES/PER/XI/2010 TENTANG SUNAT
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. pelosok dunia. World Health Organization (2000), mendefinisikan kekerasan
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perilaku kekerasan terhadap perempuan marak ditemui di berbagai pelosok dunia. World Health Organization (2000), mendefinisikan kekerasan sebagai penggunaan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sunat Perempuan 1. Pengertian Sunat Perempuan Banyak konsep yang digunakan untuk menjelaskan tentang sunat perempuan. Dalam Islam khitan atau sunat berasal dari bahasa arab Al-khitan
Lebih terperinciBAB 2 TUNJAUAN PUSTAKA. Konsep tentang sikap telah berkembang dan melahirkan berbagai
BAB 2 TUNJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Sikap 2.1.1 Pengertian Sikap Konsep tentang sikap telah berkembang dan melahirkan berbagai macam pengertian diantara ahli psikologi (Widiyanta, 2002). Sikap, menurut
Lebih terperinciFEBRUARI Berdoa untuk Mengakhiri Pernikahan Anak-anak
FEBRUARI 2016 Berdoa untuk Mengakhiri Pernikahan Anak-anak Setiap hari sekitar 41.000 anak perempuan di seluruh dunia yang berusia di bawah 18 tahun menikah - itu berarti setahun ada 15 juta anak perempuan
Lebih terperinciPemotongan Kelamin Perempuan/ Sunat Perempuan. Beberapa tipe pemotongan kelamin perempuan/sunat perempuan
BAB XXX Pemotongan Kelamin Perempuan/ Sunat Perempuan Beberapa tipe pemotongan kelamin perempuan/sunat perempuan Masalah kesehatan akibat pemotongan kelamin perempuan Apa yang harus dilakukan untuk mengatasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. baik secara biologis, psikologis maupun secara sosial. Batasan usia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pernikahan merupakan peristiwa penting dalam kehidupan. Dengan pernikahan, seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara biologis, psikologis maupun secara
Lebih terperinciKalender Doa Proyek Hana Agustus 2014 Berdoa Bagi Korban Sunat Pada Bayi Wanita Atau Fistula
Kalender Doa Proyek Hana Agustus 2014 Berdoa Bagi Korban Sunat Pada Bayi Wanita Atau Fistula Tak terhitung banyaknya orang tak berdosa yang dihancurkan oleh budaya sunat pada bayi perempuan dan kerusakan
Lebih terperinciPSIKOLOGI UNIVERSITAS BINA NUSANTARA
KUESIONER PENELITIAN PSIKOLOGI UNIVERSITAS BINA NUSANTARA PENGANTAR Selamat Pagi/Siang/Sore Saya mahasiswi Jurusan Psikologi Universitas Bina Nusantara yang sedang mengadakan penelitian sebagai syarat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. jawab dalam kehidupan berumah tangga bagi suami istri (Astuty, 2011).
1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Dalam proses perkembangannya, manusia untuk meneruskan jenisnya membutuhkan pasangan hidup yang dapat memberikan keturunan sesuai dengan apa yang diinginkannya. Pernikahan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. derajat kesehatan negara tersebut buruk. Hal ini disebabkan ibu hamil dan bersalin
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu indikator derajat kesehatan masyarakat adalah Angka Kematian Ibu (AKI). Makin tinggi angka kematian ibu disuatu negara maka dapat dipastikan bahwa derajat
Lebih terperinciDEKLARASI TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN. Diproklamasikan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa
DEKLARASI TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN Majelis Umum, Diproklamasikan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 20 Desember 1993 [1] Mengikuti perlunya penerapan secara
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Maha Kuasa, langkah menuju kedewasaan, tanda kekalahan atau perbudakan,
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Sirkumsisi atau pembuangan kalup penis telah dilakukan sejak zaman prasejarah, dilihat dari gambar-gambar di gua yang berasal dari zaman batu dan makam mesir purba.
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. remaja tertinggi berada pada kawasan Asia Pasifik dengan 432 juta (12-17 tahun)
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja merupakan masa pancaroba yang pesat, baik secara fisik, psikis, dan sosial. Modernisasi dan globalisasi zaman, menyebabkan remaja rentan terhadap pengaruh
Lebih terperinciTAK ADA PILIHAN RINTANGAN ATAS KESEHATAN REPRODUKTIF DI INDONESIA RINGKASAN EKSEKUTIF
TAK ADA PILIHAN RINTANGAN ATAS KESEHATAN REPRODUKTIF DI INDONESIA RINGKASAN EKSEKUTIF Amnesty International Publications Pertama diterbitkan pada tahun 2010 oleh Amnesty International Publications Sekretariat
Lebih terperincimenikah di usia muda di Indonesia dengan usia tahun pada tahun 2010 lebih dari wanita muda berusia tahun di Indonesia sudah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada saat ini bangsa Indonesia masih menghadapi berbagai masalah dalam melaksanakan pembangunan. Salah satu masalah yang dihadapi adalah masalah kependudukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sehingga memunculkan masalah-masalah sosial (sosiopatik) atau yang biasa
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada saat ini merupakan era globalisasi dimana sering terjadi perdagangan manusia, budaya luar dengan mudahnya masuk dan diadopsi oleh masyarakat sehingga memunculkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Seks bebas atau dalam bahasa populernya disebut extra-marital intercouse
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seks bebas atau dalam bahasa populernya disebut extra-marital intercouse atau kinky-seks merupakan bentuk pembahasan seks yang di pandang tidak wajar. Tidak saja agama
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. yang diduga meninggal akibat suatu sebab yang tidak wajar. Pemeriksaan ini
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Autopsi forensik adalah satu pemeriksaaan yang dilakukan terhadap mayat yang diduga meninggal akibat suatu sebab yang tidak wajar. Pemeriksaan ini penting dilakukan
Lebih terperinciAborsi Tidak Aman Jadi Penyebab Kematian Ibu 16 Agustus :58:42
Aborsi Tidak Aman Jadi Penyebab Kematian Ibu 16 Agustus 2004 11:58:42 Setiap tahun, 307 ibu mati dari 100.000 kelahiran hidup. Dari jumlah itu, 11 persen di antaranya meninggal karena aborsi tidak aman.
Lebih terperinciKonferensi Internasional Kependudukan dan Pembangunan di Kairo Mesir tahun 1994 menekankan bahwa kondisi kesehatan tidak sekedar terbebas dari
Konferensi Internasional Kependudukan dan Pembangunan di Kairo Mesir tahun 1994 menekankan bahwa kondisi kesehatan tidak sekedar terbebas dari penyakit atau kelemahan fisik, tetapi meliputi aspek mental
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang dapat diwujudkan dalam tingkah laku yang bermacam-macam, mulai dari
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perilaku seksual merupakan segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual baik yang dilakukan pada diri sendiri, lawan jenis maupun sesama jenis yang dapat diwujudkan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1997 TENTANG KETENAGAKERJAAN [LN 1997/73, TLN 3702]
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1997 TENTANG KETENAGAKERJAAN [LN 1997/73, TLN 3702] Bagian Kedua Ketentuan Pidana Pasal 171 Barangsiapa : a. tidak memberikan kesempatan yang sama kepada
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. oleh Konstitusi Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO 1948), Undang-Undang Dasar
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan adalah Hak Fundamental setiap warga. Hal ini telah ditetapkan oleh Konstitusi Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO 1948), Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28H
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kesehatan reproduksi mempengaruhi kualitas sumber daya manusia,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan reproduksi mempengaruhi kualitas sumber daya manusia, sehingga perlu mendapat perhatian khusus secara global. Hal ini diperjelas dengan diangkatnya
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Pernikahan dini banyak terjadi pada kelompok masyarakat miskin yang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pernikahan dini banyak terjadi pada kelompok masyarakat miskin yang ditandai dengan pendapatan yang rendah, kurangnya pendidikan, kurangnya kesehatan, dan kurangnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menikah dini merupakan fenomena yang sering kita jumpai di masyarakat Indonesia. Fenomena ini perlu mendapatkan perhatian karena dapat menimbulkan masalah yang kompleks.
Lebih terperincihari berdampak negatif bagi lingkungan adalah merokok (Palutturi, 2010).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. bisa sembuh, menimbulkan kecacatan dan juga bisa mengakibatkan kematian.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Infeksi Menular Seksual (IMS) sudah diketahui sejak dari zaman dahulu kala dan tetap ada sampai zaman sekarang. Penyakit infeksi menular seksual ini penyebarannya
Lebih terperinci( ) (RIZKA DARMA PUTRI)
PERNYATAAN PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN Judul penelitian Nama Alamat : Pengetahuan Ibu Tentang Sirkumsisi Pada Anak Perempuan Di Lingkungan V Di Kelurahan Paya Pasir Kecamatan Medan Marelan 2009 : RIZKA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. melalui perubahan fisik dan psikologis, dari masa kanak-kanak ke masa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa peralihan yang terjadi pada remaja melalui perubahan fisik dan psikologis, dari masa kanak-kanak ke masa dewasa dimana remaja menjadi labil
Lebih terperinciMOTIF DAN PERSEPSI SUNAT PEREMPUAN DI MADURA
DOI: http://dx.doi.org/10.21107/ilkom.v11i2.3331 MOTIF DAN PERSEPSI SUNAT PEREMPUAN DI MADURA Sri Hidayati, Netty Dyah Kurniasari, Yuliana Rahmawati ABSTRAK Tujuan penelitian ini untuk menggali tentang
Lebih terperinciMATA KULIAH. Kesehatan Reproduksi WAKTU DOSEN TOPIK. Kesehatan Reproduksi dalam Perspektif Gender. IRMA NURIANTI, SKM. M.Kes
MATA KULIAH WAKTU DOSEN IRMA NURIANTI, SKM. M.Kes TOPIK dalam Perspektif Gender dalam Perspektif Gender 1 SUB TOPIK Diskriminasi Gender Setelah perkuliahan ini mahasiswa dapat menjelaskan tentang: 1. Diskriminasi
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. peneliti terkait dengan penelitian yang dilakukan, yang nantinya dapat menjadi
12 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini, akan dibahas mengenai tinjauan pustaka yang digunakan peneliti terkait dengan penelitian yang dilakukan, yang nantinya dapat menjadi landasan teoritis dalam mendukung
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP
PEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMENEP NOMOR : 7 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMENEP
Lebih terperinciBUPATI BANGKA SELATAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG
BUPATI BANGKA SELATAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa. Dalam masa ini anak mengalami masa pertumbuhan dan perkembangan, baik secara fisik maupun
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG
PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG PERATURAN DAERAH KABUPTEN LUMAJANG NOMOR 48 TAHUN 2007 T E N T A N G PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DI KABUPATEN LUMAJANG DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciMengatasi diskriminasi etnis, agama dan asal muasal: Persoalan dan strategi penting
Mengatasi diskriminasi etnis, agama dan asal muasal: Persoalan dan strategi penting Kesetaraan dan non-diskriminasi di tempat kerja di Asia Timur dan Tenggara: Panduan 1 Tujuan belajar Menetapkan konsep
Lebih terperinciFEMALE GENITAL MUTILATION (FGM) DITINJAU DARI PENGALAMAN PEREMPUAN YANG MENGALAMI FGM
FEMALE GENITAL MUTILATION (FGM) DITINJAU DARI PENGALAMAN PEREMPUAN YANG MENGALAMI FGM SKRIPSI Diajukan untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Syarat Guna Menyelesaikan Program Sarjana Strata I Ilmu Hukum
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN MADIUN
PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. penduduk yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Salah satu indikator
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan seseorang dapat dapat diindikasikan oleh meningkatkatnya usia harapan hidup (UHH), akibatnya jumlah penduduk lanjut usia (lansia) semakin bertambah banyak
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Perserikatan Bangsa-Bangsa setelah perang dunia ke-2 tanggal 10 Desember
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perserikatan Bangsa-Bangsa setelah perang dunia ke-2 tanggal 10 Desember 1984 mengadopsi Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) yang mennunjukan komitmennya untuk
Lebih terperinciBab II. Solusi Terhadap Masalah-Masalah Kesehatan. Cerita Juanita. Apakah pengobatan terbaik yang dapat diberikan? Berjuang untuk perubahan
Bab II Solusi Terhadap Masalah-Masalah Kesehatan Cerita Juanita Apakah pengobatan terbaik yang dapat diberikan? Berjuang untuk perubahan Untuk pekerja di bidang kesehatan 26 Beberapa masalah harus diatasi
Lebih terperinciPEMERKOSAAN,PERBUDAKAN SEKSUALITAS
PEMERKOSAAN,PERBUDAKAN SEKSUALITAS Di dunia ini Laki-laki dan perempuan memiliki peran dan status sosial yang berbeda dalam masyarakat mereka, dan Komisi diharuskan untuk memahami bagaimana hal ini berpengaruh
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dukun paraji. Saat ini, dukun bayi sebagian besar ditemukan di desa-desa. Peran
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tidak ada sejarah yang mencatat kapan pertama kali pertolongan persalinan dilakukan oleh bidan di Indonesia. Dahulu, para ibu umumnya melahirkan tanpa bantuan orang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup Bangsa Indonesia. Penjelasan umum Undang-undang Nomor
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan 1. Latar Belakang Anak merupakan generasi penerus keluarga. Anak juga merupakan aset bangsa yang sangat berharga; sumber daya manusia yang berperan penting
Lebih terperinci- Sebelum melakukan penetrasi yang dalam, yang harus diutamakan adalah kenyamanan dan kebebasan ibu hamil.
SEKS SELAMA KEHAMILAN Selain perubahan fisik, wanita yang sedang hamil biasanya memiliki perubahan kebutuhan akan perhatian dan keintiman dalam hubungan dengan pasangannya. Dari sisi emosianal, wanita
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perilaku seksual merupakan segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perilaku seksual merupakan segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis maupun sesama jenis. Perilaku seksual dapat diwujudkan dalam
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dalam waktu 10 tahun. Jumlah penduduk dunia tumbuh begitu cepat, dahulu untuk
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Badan Kependudukan PBB (UNFPA), menyatakan bahwa jumlah penduduk dunia tahun 2010 telah mencapai 7 miliar jiwa atau bertambah 1 miliar jiwa hanya dalam waktu 10 tahun.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. (usia tahun) berjumlah sekitar 43 juta jiwa atau 19,61 persen dari jumlah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang WHO (2005) menyatakan sekitar seperlima penduduk dunia adalah remaja berusia 10-19 tahun, dan 900 juta berada di negara berkembang. Berdasarkan data Departemen Kesehatan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi tingginya.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan Kesehatan adalah bagian dari pembangunan nasional yang bertujuan meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah-masalah pada remaja yang berhubungan dengan kesehatan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah-masalah pada remaja yang berhubungan dengan kesehatan reproduksi merupakan hal yang sangat penting dalam skala global. Pada tahun 2005, terdapat 1.21 miliar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Masalah Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) merupakan masalah nasional yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) merupakan masalah nasional yang perlu mendapat prioritas utama karena sangat menentukan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) pada
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dengan Amerika Latin dan Karibia 85/ KH, Amerika Utara 23/ KH
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kematian wanita didunia disebabkan karena komplikasi kehamilan dan persalinan (90%), perdarahan, partus lama, infeksi menyumbang (80%) kematian pada ibu di dunia tahun
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. penderita kanker serviks baru di dunia dengan angka kematian karena kanker ini. sebanyak jiwa per tahun (Emilia, 2010).
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker serviks merupakan kanker yang banyak menyerang perempuan. Saat ini kanker serviks menduduki urutan ke dua dari penyakit kanker yang menyerang perempuan di dunia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kematian ibu semasa hamil dan bersalin masih sangat tinggi. Berdasarkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kematian ibu semasa hamil dan bersalin masih sangat tinggi. Berdasarkan laporan World Health Organization (WHO) tahun 2005, lebih dari 529.000 wanita di dunia meninggal
Lebih terperinciPengertian Anak dan Pentingnya Mendefinisikan Anak Secara Konsisten dalam Sistem Hukum 1 Oleh: Adzkar Ahsinin
Bahan Bacaan: Modu 2 Pengertian Anak Pengertian Anak dan Pentingnya Mendefinisikan Anak Secara Konsisten dalam Sistem Hukum 1 Oleh: Adzkar Ahsinin A. Situasi-Situasi yang Mengancam Kehidupan Anak Sedikitnya
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes Mellitus (DM) di dunia. Angka ini diprediksikan akan bertambah menjadi 333 juta orang pada tahun
Lebih terperinciBUPATI BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 13 TAHUN 2013 PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN
BUPATI BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. yang diberikan oleh petugas kesehatan yang tidak lain tujuannya untuk memelihara
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Memperoleh mutu pelayanan yang layak merupakan keinginan setiap individu. Hal ini menyangkut tentang kepuasaan individu dalam menerima pelayanan yang diberikan oleh
Lebih terperinciA. Pendahuluan Larsen mengartikan Famale Circumcision yaitu sebagai tindakan
Jurnal Sosiologi DILEMA, Vol. 32, No. 1 Tahun 2017 ISSN : 0215/9635 Published by Lab Sosio, Sosiologi, FISIP, UNS KONSTRUKSI SOSIAL ATAS PRAKTIK KHITAN PEREMPUAN DI KELURAHAN KREO SELATAN KECAMATAN LARANGAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelayanan kesehatan tradisional merupakan salah satu bentuk pelayanan kesehatan yang sudah berkembang sejak dulu, bahkan sebelum keberadaan pengobatan medis
Lebih terperinciBAB III DESKRIPSI ASPEK PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG
BAB III DESKRIPSI ASPEK PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG A. Deskripsi UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang 1. Sejarah Singkat
Lebih terperinciInfeksi Human immunodeficiency virus (HIV) merupakan salah satu. tahun 1999 terdapat 340 juta kasus baru infeksi menular seksual setiap
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Human immunodeficiency virus (HIV) merupakan salah satu infeksi yang perkembangannya terbesar di seluruh dunia, dalam dua puluh tahun terakhir diperkirakan
Lebih terperinciPERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KASUS KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK
PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KASUS KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI ACEH TIMUR, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciInstitute for Criminal Justice Reform
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang
Lebih terperinciumur tahun berjumlah 2.9 juta jiwa (Susenas, 2006).
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan salah satu tahap perkembangan dalam rentang kehidupan manusia. Remaja akan mengalami suatu perkembangan fisik, seksual dan psikososial sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sama. Angka tersebut yang akan menjadi indikator penilaian derajat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia tergolong masih tinggi dibandingkan negara berkembang lainnya. Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan jumlah penduduk yang meninggal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dipertemukan secara formal di hadapan penghulu/kepala agama tertentu, para saksi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkawinan adalah suatu peristiwa dimana sepasang calon suami istri dipertemukan secara formal di hadapan penghulu/kepala agama tertentu, para saksi dan sejumlah hadirin
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Komunikasi manusia banyak dipengaruhi oleh budaya yang diyakini yaitu
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komunikasi manusia banyak dipengaruhi oleh budaya yang diyakini yaitu budaya yang melekat pada diri seseorang karena telah diperkenalkan sejak lahir. Dengan kata lain,
Lebih terperinciPOLICY BRIEF. Analisis Ketimpangan Kebijakan dalam Pendidikan karena Barier Kesehatan Reproduksi; Perlukah Siswa Hamil dikeluarkan dari Sekolah?
POLICY BRIEF Fakultas Kedokteran dan Ilmu-ilmu Kesehatan Universitas Jenderal Soedirman Agustus 2013 Analisis Ketimpangan Kebijakan dalam Pendidikan karena Barier Kesehatan Reproduksi; Perlukah Siswa Hamil
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada perkembangan zaman saat ini, perilaku berciuman ikut dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada perkembangan zaman saat ini, perilaku berciuman ikut dalam mempengaruhi perilaku seksual berpacaran pada remaja. Hal ini tentu dapat dilihat bahwa hal-hal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Di seluruh dunia, lebih dari 1,8 miliar. penduduknya berusia tahun dan 90% diantaranya
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Di seluruh dunia, lebih dari 1,8 miliar penduduknya berusia 10-24 tahun dan 90% diantaranya tinggal di negara berkembang (PBB, 2013). Hasil Sensus Penduduk tahun 2010
Lebih terperinci2013 GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU PRIMIGRAVIDA TRIMESTER III TENTANG TANDA- TANDA PROSES PERSALINAN DI PUSKESMAS SINGANDARU KOTA SERANG TAHUN
1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Berdasarkan hasil penulisan world bank atau bank dunia tahun 2008 menunjukkan angka kematian ibu saat melahirkan di Indonesia mengalami peningkatan. Direktur
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN jiwa dan Asia Tenggara sebanyak jiwa. AKI di Indonesia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka Kematian Ibu (AKI) di dunia menurut World Health Organization (WHO) mencapai 289.000 jiwa terbagi atas beberapa negara antara lain Amerika Serikat sebanyak 9300
Lebih terperinciBentuk Kekerasan Seksual
Bentuk Kekerasan Seksual Sebuah Pengenalan 1 Desain oleh Thoeng Sabrina Universitas Bina Nusantara untuk Komnas Perempuan 2 Komnas Perempuan mencatat, selama 12 tahun (2001-2012), sedikitnya ada 35 perempuan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Sifilis merupakan Infeksi Menular Seksual (IMS) yang disebabkan oleh
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sifilis merupakan Infeksi Menular Seksual (IMS) yang disebabkan oleh bakteri Treponema pallidum. Sifilis bersifat kronik dan sistemik karena memiliki masa laten, dapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tidak menular atau NCD (Non-Communicable Disease) yang ditakuti karena
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker telah menjadi masalah kesehatan serius bagi negara, disebabkan insidennya semakin meningkat. Penyakit ini termasuk salah satu jenis penyakit tidak menular
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan adalah kondisi umum dari seseorang dalam semua aspek baik
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan adalah kondisi umum dari seseorang dalam semua aspek baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif
Lebih terperinciBAB III PERNIKAHAN ANAK DI KABUPATEN GUNUNGKIDUL
BAB III PERNIKAHAN ANAK DI KABUPATEN GUNUNGKIDUL Pernikahan anak menjadi salah satu persoalan sosial di Kabupaten Gunungkidul. Meskipun praktik pernikahan anak di Kabupaten Gunungkidul kian menurun di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (tetapi tidak dengan anak laki-laki) yang masih muda. Usia muda menurut
1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pembangunan kualitas SDM sangat berkaitan erat dengan peningkatan kualitas hidup perempuan karena perempuanlah yang hamil, melahirkan dan menyusui anak sejak bayi sampai
Lebih terperinciPRAKTEK TRADISIONAL YANG BERBAHAYA BAGI KESEHATAN PEREMPUAN DAN ANAK. Lembar Fakta No. 23. Kampanye Dunia untuk Hak Asasi Manusia
PRAKTEK TRADISIONAL YANG BERBAHAYA BAGI KESEHATAN PEREMPUAN DAN ANAK Lembar Fakta No. 23 Kampanye Dunia untuk Hak Asasi Manusia Negara-negara Pihak harus melakukan upaya-upaya yang tepat.. untuk mengubah
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. pernikahan di usia dini dengan berbagai penyebab yang berbeda-beda. Pernikahan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era globalisasi saat ini, tidak sedikit remaja yang telah melakukan pernikahan di usia dini dengan berbagai penyebab yang berbeda-beda. Pernikahan dini (early
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Remaja didefinisikan sebagai masa peralihan dari masa kanakkanak
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja didefinisikan sebagai masa peralihan dari masa kanakkanak ke masa dewasa. Namun jika pada usia remaja seseorang sudah menikah, maka ia tergolong dalam dewasa
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. lambat untuk mencapai tujuan target Milenium (millenium development goals. 5, adalah penurunan 75% rasio kematian maternal.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut World Health Organization (WHO) penurunan AKI masih terlalu lambat untuk mencapai tujuan target Milenium (millenium development goals 5/MDGs 5) dalam rangka
Lebih terperinciBAB V PERSAMAAN DAN PERBEDAAN PP NOMOR 33 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DAN FATWA MUI NOMOR
BAB V PERSAMAAN DAN PERBEDAAN PP NOMOR 33 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DAN FATWA MUI NOMOR 28 TAHUN 2013 TENTANG SEPUTAR MASALAH DONOR ASI (ISTIRDLA ) A. Persamaan PP Nomor 33 Tahun 2012
Lebih terperinci