BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup Bangsa Indonesia. Penjelasan umum Undang-undang Nomor
|
|
- Djaja Sutedja
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan 1. Latar Belakang Anak merupakan generasi penerus keluarga. Anak juga merupakan aset bangsa yang sangat berharga; sumber daya manusia yang berperan penting dalam kelangsungan hidup Bangsa Indonesia. Penjelasan umum Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (selanjutnya disebut UU Perlindungan Anak) menyatakan bahwa: Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus kita jaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak-hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. Hak asasi anak merupakan bagian dari hak asasi manusia yang termuat dalam Undang- Undang Dasar 1945 dan Konvensi Perserikatan Bangsa-bangsa tentang Hak- Hak Anak. Dari sisi kehidupan berbangsa dan bernegara, anak adalah masa depan bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa, sehingga setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari tindak kekerasan dan diskriminasi serta hak sipil dan kebebasan. Pengakuan terhadap hak-hak anak telah dituangkan dalam Konvensi Perserikatan Bangsa-bangsa tentang Hak-hak Anak (United Nations Convention on the Rights of the Child), atau disebut juga Konvensi Hak-hak Anak. Sebagai Negara peserta, Indonesia wajib untuk mengakui dan memenuhi hak-hak anak sebagaimana dirumuskan dalam konvensi tersebut 1. Hak konstitusional anak 1 Negara Indonesia telah meratifikasi Konvensi PBB tentang Hak-hak Anak tersebut melalui Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan Convention on the Rights of the Child (Konvensi tentang Hak-hak Anak) tertanggal 25 Agustus
2 diatur dalam UUD 1945 yaitu dalam Pasal 28B ayat (2) yang menyatakan bahwa: Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Mengenai siapa yang dimaksud sebagai anak, Pasal 1 angka 1 UU Perlindungan Anak menyebutkan bahwa: Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perlindungan terhadap hak konstitusional anak sebagaimana diamanatkan Pasal 28B ayat (2) UUD 1945 harus diberikan kepada setiap anak yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih ada dalam kandungan. Faktanya, masih ada hak-hak anak yang belum terlindungi secara sempurna. Misalnya dalam hal adanya anak yang lahir di luar perkawinan (dikenal pula dengan sebutan anak luar kawin), yang tentunya tidak dapat dikecualikan dari anak yang dimaksud dalam Konvensi Hak-hak Anak maupun UU Perlindungan Anak. Pasal 43 ayat (1) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (selanjutnya disebut UU Perkawinan) menyatakan bahwa: Anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan keperdataan dengan ibunya dan keluarga ibunya. Hubungan keperdataan hanya dengan ibunya dan keluarga ibunya berarti bahwa pemenuhan hak dan kewajiban anak luar kawin tersebut hanya dengan ibunya atau keluarga ibunya. Hal ini berarti pula bahwa laki-laki sebagai ayah biologis anak tersebut terbebas dari tanggung jawab hukum sebagai orang tua. Sebagai Negara peserta Konvensi Hak-hak Anak dan dengan berlakunya UU UU Perlindungan Anak, sudah seharusnya Pemerintah 2
3 merumuskan suatu peraturan yang dapat melindungi hak-hak anak yang dilahirkan di luar perkawinan tersebut. Ketentuan Pasal 43 ayat (1) UU Perkawinan ini merupakan konsekuensi logis dari pengaturan mengenai persyaratan dan prosedur perkawinan yang sah sebagaimana ditentukan dalam UU Perkawinan. Pasal 2 ayat (1) menyatakan bahwa: Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masingmasing agamanya dan kepercayaannya itu. Kemudian Pasal 2 ayat (2) menyatakan bahwa: Tiap-tiap perkawinan harus dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Maksud dari pencatatan perkawinan ini adalah untuk membuktikan telah dilangsungkannya suatu perkawinan serta menjadi terang dan jelas kedudukan masing-masing pihak sebagai suami istri. Meskipun pencatatan perkawinan ini tidak menentukan keabsahan suatu perkawinan namun demi tertib administrasi dan kependudukan serta untuk menjamin kepastian hukum maka pencatatan perkawinan harus diadakan. Perkawinan yang tidak tercatat di mata hukum dianggap tidak terjadi, sehingga anak yang dilahirkan dalam perkawinan tersebut dikategorikan sebagai anak luar kawin dan berpotensi dirugikan hak-haknya. Seorang anak tidak dapat memilih kondisi kelahirannya. Peristiwa kelahiran seorang anak diawali dengan kehamilan akibat hubungan seksual antara laki-laki dan perempuan, terlepas apakah mereka terikat perkawinan atau tidak. Oleh karena itu tidak tepat dan tidak adil jika hukum menetapkan bahwa anak yang dilahirkan dari hubungan (di luar perkawinan) tersebut hanya memiliki hubungan dengan perempuan tersebut sebagai ibunya dan membebaskan laki-laki yang 3
4 menyebabkan kehamilan tersebut dari tanggung jawab sebagai seorang ayah, sekaligus meniadakan hak-hak anak terhadap laki-laki tersebut sebagai ayahnya. Kelahiran anak tersebut merupakan peristiwa yang membawa akibat timbulnya hubungan hukum yang di dalamnya terdapat hak dan kewajiban secara timbal balik antara anak, ibu dan ayah. Hukum harus memberi perlindungan hukum yang adil terhadap status seorang anak yang dilahirkan dan hak-hak yang ada padanya, termasuk terhadap anak yang dilahirkan meskipun keabsahan perkawinan orang tuanya masih dipersengketakan. Jika tidak demikian, maka akan merugikan hakhak anak tersebut. Alasan-alasan tersebut di atas antara lain menjadi pertimbangan hukum bagi hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia dalam memutus perkara permohonan judicial review (uji materiil) atas beberapa pasal dalam UU Perkawinan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VII/2010 (selanjutnya dalam tesis ini disebut putusan MK). Putusan MK tersebut menyebutkan antara lain bahwa Pasal 43 ayat (1) UU Perkawinan yang menyatakan Anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan keperdataan dengan ibunya dan keluarga ibunya harus dibaca: Anak yang dilahirkan di luar perkawinan mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta dengan laki-laki sebagai ayahnya yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan perdata dengan keluarga ayahnya. Ketentuan Pasal 43 ayat (1) UU Perkawinan dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 secara bersyarat, yaitu inkonstitusional sepanjang ayat tersebut dimaknai menghilangkan hubungan perdata dengan laki-laki yang dapat 4
5 dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan darah sebagai ayahnya. Putusan MK tersebut menimbulkan apresiasi sekaligus kritik di kalangan masyarakat. Pandangan yang memberi apresiasi merujuk pada perspektif perlindungan Hak Asasi Manusia. Komnas Perempuan misalnya, menyambut positif putusan MK tersebut karena sejalan dengan konstitusi dan Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan (UU Nomor 7 Tahun 1984) 2. Demikian pula apresiasi dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), yang menilai bahwa putusan MK tersebut akan menjadi landasan hukum yang sah dalam memajukan upaya advokasi bagi anak-anak di luar pernikahan yang sah untuk memperoleh hak keperdataannya 3. Pandangan berupa kritik menilai bahwa jika dikaji dalam perspektif hukum agama (Islam), dikhawatirkan akan menimbulkan kegelisahan di kalangan umat Islam karena isi dari putusan tersebut tidak sesuai dengan ajaran agama Islam. Putusan tersebut juga dikhawatirkan akan memberikan pengakuan terhadap berbagai hubungan tidak sah dipandang dari sisi agama dan norma sosial. Majelis Ulama Indonesia (MUI) melalui fatwa No 11 Tahun 2012 mengingatkan antara lain bahwa anak hasil zina tidak mempunyai hubungan nasab, wali nikah waris, dan nafaqah dengan lelaki yang menyebabkan kelahirannya. MUI juga mengingatkan bahwa pemerintah 2 diakses pada tanggal 9 Juni diakses pada tanggal 9 Juni
6 wajib melindungi anak hasil zina dan mencegah terjadinya penelantaran 4. Putusan MK tersebut juga dinilai akan menyulitkan tugas Notaris dalam membuat suatu keterangan waris, karena untuk membuat suatu keterangan waris diharuskan untuk menerima bukti-bukti otentik berupa akta kelahiran yang menyatakan bahwa anak tersebut merupakan anak sah dari hasil perkawinan kedua orangtuanya. Ada kekhawatiran dalam praktik di masyarakat, akan bermunculan berbagai kasus sehubungan dengan adanya tuntutan dari anak-anak luar kawin yang tidak atau belum pernah diakui oleh pewaris, yang menuntut bagian dari warisan tersebut 5. Semangat perlindungan anak yang menjiwai Putusan MK tersebut seharusnya juga ditemukan dalam ketentuan-ketentuan hukum lain yang berkaitan dengan hak-hak anak, termasuk hukum adat. Penyelesaian masalah dalam masyarakat hukum adat (termasuk masalah anak luar kawin) biasanya mengedepankan rasa kekeluargaan dan musyawarah mufakat. Namun demikian, perlakuan terhadap anak luar kawin dalam masyarakat adat mungkin saja telah melanggar hak-hak tertentu dari anak tersebut. Dalam hal ini alangkah baiknya jika masyarakat hukum adat juga memahami hak-hak anak dalam konteks hukum nasional, terlebih lagi hal tersebut telah diatur dalam UUD Kehamilan di luar perkawinan dan kelahiran anak luar kawin (anak bebinjat) merupakan hal yang sangat dihindari dalam masyarakat hukum adat Bali, karena hal tersebut menyebabkan terganggunya keseimbangan atau kesucian wilayah html., diakses pada tanggal 9 Juni diakses pada tanggal 9 Juni
7 desa pakraman. Untuk menghindari hal tersebut, masyarakat menerapkan sanksi berupa kacuntakan/cuntaka kepada wanita yang hamil di luar perkawinan dan anak bebinjat yang dilahirkannya. Orang yang terkena sanksi kacuntakan/cuntaka dilarang untuk melakukan kegiatan yang bernilai suci, seperti memasuki tempattempat suci dan bersembahyang di pura kahyangan desa. Sanksi kacuntakan/cuntaka bagi wanita yang hamil di luar perkawinan akan berlangsung sampai dilaksanakannya upacara perkawinan. Sanksi kacuntakan/cuntaka bagi anak bebinjat berlangsung sampai dilaksanakannya upacara pengangkatan anak (pamerasan) terhadap anak bebinjat tersebut. Masyarakat hukum adat Bali mengutamakan kesucian wilayah desa pakraman. Oleh karena itu, selalu diupayakan untuk segera menikahkan perempuan yang hamil di luar perkawinan. Jika anak bebinjat terlanjur lahir ke dunia, maka selalu diupayakan agar anak tersebut diangkat anak (diperas) oleh pihak keluarga maupun oleh orang lain. Persoalan mengenai hak-hak yang melekat pada anak bebinjat, terutama mengenai biaya hidup, diserahkan kepada pihak keluarga dari anak bebinjat tersebut. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 memberi jalan bagi pihak-pihak yang ingin menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan anak luar kawin. Meskipun demikian, putusan tersebut menimbulkan banyak pertanyaan, antara lain mengenai: a. Kriteria anak luar kawin yang boleh memiliki hubungan keperdataan dengan ayah biologisnya melalui pembuktian yang telah ditentukan. 7
8 b. Pembuktian adanya hubungan darah yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum, pembuktian yang oleh sebagian besar orang diterjemahkan sebagai bukti tes DNA. c. Prosedur untuk mendapatkan bukti tes DNA dan bagaimana kedudukan bukti tes DNA tersebut dalam hukum pembuktian menurut KUH Perdata. d. Tindak lanjut dari hubungan darah yang telah dibuktikan agar anak yang bersangkutan memperoleh hak-hak keperdataannya secara hukum. e. Pelaksanaan putusan MK tersebut secara proporsional agar tidak mengabaikan hukum agama dan hukum adat yang berlaku. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 diucapkan dalam Sidang Pleno Mahkamah Konstitusi yang terbuka untuk umum pada tanggal 17 Februari Sampai saat ini putusan tersebut belum banyak diketahui atau dipahami oleh masyarakat luas. Untuk tercapainya tujuan dari putusan tersebut, perlu diberikan pemahaman kepada masyarakat luas dengan menekankan pada penjelasan bahwa putusan MK tersebut semata-mata dimaksudkan untuk perlindungan hak anak. Selain itu perlu dibuat peraturan pelaksanaan terkait dengan putusan tersebut, konsolidasi dengan instansi terkait seperti pengadilan dan catatan sipil, serta sosialisasi dari peraturan pelaksanaan putusan tersebut kepada masyarakat luas. Langkah-langkah tersebut di atas juga memerlukan peran serta elemen masyarakat seperti tokoh agama, tokoh pendidikan, tokoh masyarakat, dan aparat pemerintahan di desa. 8
9 Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pemahaman masyarakat mengenai anak luar kawin menurut hukum waris adat Bali pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010. Peneliti membatasi penelitian pada hukum waris adat Bali dengan alasan bahwa meskipun Putusan MK tersebut bersifat final dan mengikat segenap Warga Negara Indonesia, termasuk masyarakat hukum adat Bali, namun dalam pelaksanaannya membutuhkan penyesuaian dengan tetap memperhatikan keberadaan masyarakat hukum adat maupun ketentuan-ketentuan agama yang berlaku. Pandangan masyarakat di Bali ini dapat digunakan sebagai salah satu bahan dalam menyusun kerangka tentang unsur-unsur yang mendukung pelaksanaan, sekaligus hal-hal yang menjadi penghambat pencapaian tujuan putusan MK tersebut. 2. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah, peneliti merumuskan beberapa masalah yaitu: a. Bagaimanakah pandangan tokoh masyarakat Kabupaten Gianyar mengenai anak luar kawin (anak bebinjat) dan hak mewaris atas harta warisan ayah biologisnya pasca putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010? b. Bagaimanakah pandangan Hakim dan Notaris mengenai pelaksanaan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010? 9
10 B. Keaslian Penelitian Berdasarkan penelusuran di Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, penulis menemukan beberapa penelitian yang terkait dengan kedudukan anak luar kawin. Penelitian-penelitian tersebut pada intinya menelaah tentang kedudukan hukum anak luar kawin khususnya dalam bidang hukum waris, dilihat dari ketentuan KUH Perdata dan UU Perkawinan, Hukum Islam dan Hukum Waris Adat. Beberapa penelitian yang terkait dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PU-VIII/2010 antara lain: 1. Penelitian yang berjudul Tinjauan Yuridis Mengenai Kedudukan Anak Luar Kawin Dengan Adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU- VIII/2010 oleh Ansi Widya dalam Skripsi Strata 1 Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Tahun Penelitian bertujuan untuk mengetahui: (a) Anak luar kawin yang dimaksud dalam putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010; dan (b) Akibat hukum dari putusan Mahkamah Konstitusi tersebut terhadap anak luar kawin dalam hal alimentasi, perwalian dan kewarisan. Penelitian ini menyimpulkan antara lain bahwa anak luar kawin yang dimaksud dalam putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VII/2010 adalah anak luar kawin hasil perkawinan siri, oleh karena itu sesuai dengan konteks agama Islam, mempunyai hubungan nasab dengan 6 Widya, A., 2012, Tinjauan Yuridis Mengenai Kedudukan Anak Luar Kawin Dengan Adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010, Skripsi, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. 10
11 ayah yang terikat perkawinan secara siri dengan ibu yang melahirkan anak tersebut. Dengan kata lain, anak luar kawin tersebut berkedudukan seperti anak sah bagi ayahnya, sehingga timbul hak dan kewajiban alimentasi di antara keduanya serta berlaku pula ketentuan mengenai perwalian terhadap anak tersebut. Anak luar kawin tersebut akan menjadi ahli waris apabila sang ayah meninggal dunia menurut ketentuan hukum waris Islam. Secara umum, penelitian ini merupakan tinjauan secara yuridis terhadap isi putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PU-VIII/ Penelitian yang berjudul Peranan Notaris Dalam Pembuatan Akta Waris Terhadap Anak Luar Kawin Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PU-VIII/2010, oleh Lydia Amelia dalam Tesis Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, tahun Penelitian bertujuan untuk mengetahui: (a) peran notaris dalam pembuatan akta waris terhadap anak luar kawin pasca putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PU-VIII/2010 dan (b) pembagian harta warisan terhadap anak luar kawin pasca putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PU-VIII/2010. Penelitian ini menyimpulkan antara lain bahwa notaris berperan dalam pembuatan akta yang menyatakan bahwa anak luar kawin tersebut adalah ahli waris dari laki-laki yang mempunyai hubungan biologis dengannya dan menghitung besaran harta warisan yang diperoleh oleh anak luar kawin tersebut. Besaran pembagian 7 Amelia, L., 2013, Peranan Notaris Dalam Pembuatan Akta Waris Terhadap Anak Luar Kawin Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010, Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. 11
12 harta warisan tersebut adalah sama dengan bagian untuk anak sah. Penelitian ini bersifat normatif, tanpa mengadakan sebuah penelitian di lapangan. 3. Penelitian yang berjudul Tinjauan Hukum Dampak Berlakunya Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 46/PUU-VIII/2010 Tentang Anak Yang Lahir di Luar Perkawinan Terhadap Akta Pengakuan Anak dan Surat Keterangan Hak Waris Yang Dibuat Oleh Notaris, oleh Meyrin dalam Tesis Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, tahun Penelitian bertujuan untuk mengetahui: (a) latar belakang yang mendasari Mahkamah Konstitusi dalam menerbitkan Putusan MK Nomor 46/PUU-VIII/2010 dan (b) dampak berlakunya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 terhadap akta pengakuan anak dan surat keterangan hak waris yang dibuat oleh notaris. Penelitian menyimpulkan antara lain bahwa Pasal 43 ayat (1) UU Perkawinan dinilai telah membatasi hak-hak konstitusional para pemohon yang dijamin UUD 1945, oleh karena itu Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa pasal tersebut adalah bertentangan dengan UUD 1945 secara konstitusional bersyarat. Setelah berlakunya Putusan MK Nomor 46/PUU-VIII/2010, lembaga pengakuan anak sebagaimana diatur dalam KUH Perdata masih berlaku karena pada hakekatnya akta pengakuan anak dibuat atas dasar kehendak sukarela dari laki-laki yang mengakuinya tersebut. Dalam pembuatan surat 8 Meyrin, 2012, Tinjauan Hukum Dampak Berlakunya Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 46/PUU-VIII/2010 Tentang Anak Yang Lahir di Luar Perkawinan Terhadap Akta Pengakuan Anak dan Surat Keterangan Hak Waris Yang Dibuat Oleh Notaris, Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta. 12
13 keterangan hak waris, notaris menggunakan dasar berupa penetapan pengadilan yang memutuskan adanya hubungan keperdataan seorang anak dengan ayahnya. Penelitian ini merupakan penelitian normatif. Tipologi yang digunakan dalam penelitian adalah problem-finding (untuk menemukan masalah), yang dilanjutkan dengan problem-identification (identifikasi masalah) serta problem-solution (mencari jawaban atas masalah-masalah yang ditemukan. Penelitian ini mengangkat permasalahan yang berbeda dengan ketiga penelitian tersebut di atas. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pandangan tokoh masyarakat Kabupaten Gianyar mengenai anak luar kawin (anak bebinjat) menurut hukum waris adat Bali pasca putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010. Peneliti berpendapat bahwa melalui pandangan masyarakat terkait hal tersebut, pemerintah sebagai penentu kebijakan dapat merumuskan langkah-langkah pendekatan dalam rangka sosialisasi peraturan pelaksanaan putusan MK tersebut. Penelitian ini juga dilakukan untuk mengetahui pandangan praktisi hukum yang terkait, seperti Notaris dan Hakim, mengenai pelaksanaan putusan Mahkamah Kontitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010. C. Manfaat Penelitian Peneliti berharap agar penelitian ini dapat memberi manfaat bagi ilmu pengetahuan hukum, khususnya yang berkaitan dengan hukum keluarga dan hukum waris adat. Khusus untuk masyarakat hukum adat Bali, peneliti berharap agar hasil penelitian ini dapat memberi masukan bagi pihak-pihak yang 13
14 berwenang dalam merumuskan kebijakan-kebijakn yang terkait dengan perlindungan hak-hak anak luar kawin (anak bebinjat). Peneliti juga berharap agar penelitian ini bermanfaat bagi kalangan praktisi hukum dalam rangka melaksanakan isi putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010. D. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menemukan jawaban atas rumusan masalah yang telah disebutkan di atas, yaitu: 1. Untuk mengetahui dan menganalisis pandangan tokoh masyarakat Kabupaten Gianyar mengenai anak luar kawin (anak bebinjat) dan hak mewaris atas harta warisan ayah biologisnya pasca putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VII/ Untuk mengetahui dan menganalisis pandangan Hakim dan Notaris mengenai pelaksanaan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/
BAB I PENDAHULUAN. mengabulkan sebagian permohonan uji materi terhadap Pasal 2 ayat (2) dan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kajian terhadap hukum perkawinan akhir-akhir ini menjadi menarik kembali untuk didiskusikan. Hal ini terjadi setelah Mahkamah Konsitusi mengabulkan sebagian permohonan
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. 1. Permohonan pengujian judicial review diajukan oleh Machica. kekuatan hukum dengan segala akibatnya. Machica dan putranya,
106 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Permohonan pengujian judicial review diajukan oleh Machica Mochtar, artis yang menikah secara sirri dengan Mantan Menteri Sekretaris Negara di Era Orde Baru Moerdiono.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar tahun Hal ini berarti bahwa dalam
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah negara hukum sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar tahun 1945. Hal ini berarti bahwa dalam penyelenggaraan Negara,
Lebih terperinciKEDUDUKAN HUKUM ANAK LUAR NIKAH PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 46/PPU-VIII/2010
199 KEDUDUKAN HUKUM ANAK LUAR NIKAH PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 46/PPU-VIII/2010 Oleh : Heru Drajat Sulistyo Fakultas Hukum Universitas Soerjo Ngawi A. ABSTRACT Konstitutional Court Decision
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Suatu perkawinan tidak dapat dikatakan sempurna apabila belum
BAB I PENDAHULUAN 1.7. Latar Belakang Masalah Suatu perkawinan tidak dapat dikatakan sempurna apabila belum dikaruniai anak. Anak adalah amanah dan anugerah yang diberikan Allah kepada setiap manusia dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bahu-membahu untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam hidupnya.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam dan sumber daya manusia. Dalam kehidupannya manusia memanfaatkan sumber daya alam yang ada untuk bertahan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Setiap keluarga yang hidup di dunia ini selalu mendambakan agar keluarga itu
BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Setiap keluarga yang hidup di dunia ini selalu mendambakan agar keluarga itu selalu hidup bahagia, damai dan sejahtera yang merupakan tujuan dari perkawinan yaitu membentuk
Lebih terperinciLex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015
AKIBAT HUKUM HAK MEWARIS ANAK DI LUAR PERKAWINAN DITINJAU DARI KITAB UNDANG- UNDANG HUKUM PERDATA 1 Oleh : Fahmi Saus 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana aturan
Lebih terperinciJurnal Ilmiah DUNIA ILMU Vol.2 No.1 Maret 2016
KEDUDUKAN HUKUM ANAK TIDAK SAH SEBELUM DAN SETELAH PUTUSAN MAHKMAAH KONSTITUSI NOMOR 46/PUU/VII/2010 Oleh : Vivi Hayati. SH.,MH Dosen Fakultas Hukum Universitas Samudera Langsa ABSTRAK Seperti kita ketahui
Lebih terperinciHAK DAN KEDUDUKAN ANAK LUAR KAWIN PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI 1 Oleh : Dirga Insanu Lamaluta 2
HAK DAN KEDUDUKAN ANAK LUAR KAWIN PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI 1 Oleh : Dirga Insanu Lamaluta 2 Abstrak Setiap anak yang dilahirkan atau dibuahkan dalam ikatan perkawinan sah adalah anak sah. Anak
Lebih terperinciBAB III KEWARISAN TERHADAP ANAK DI LUAR NIKAH PASCA- PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 46/ PUU-VIII/ 2010
BAB III KEWARISAN TERHADAP ANAK DI LUAR NIKAH PASCA- PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 46/ PUU-VIII/ 2010 A. Sekilas Mahkamah Konstitusi Mahkamah Konstitusi adalah lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan
Lebih terperinciBAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS
BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A. Pertimbangan Putusan MK No 46/PUU-VIII/2010 Penulis akan memaparkan dalam bab-bab ini adalah tentang pertimbangan dari Pemerintah, DPR, dan MK tentang Putusan MK
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan suatu ikatan yang sah untuk membina rumah tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul amanah dan tanggung jawab.
Lebih terperinciBAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 82 A. Kesimpulan 82 B. Saran. 86 DAFTAR PUSTAKA 88
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang Masalah... 1 B. Rumusan Masalah.. 4 C. Tujuan Penelitian. 4 D. Manfaat Penelitian.. 5 E. Metode Penelitian...
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bersama-sama dengan orang lain serta sering membutuhkan antara yang satu
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa di muka bumi ini sebagai makhluk yang paling sempurna. Salah satu buktinya bahwa manusia diberikan cipta, rasa,
Lebih terperinciBAB III KEDUDUKAN ANAK DI LUAR PERKAWINAN PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO. 46/PUU-VIII/2010 DITINJAU DARI KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA
BAB III KEDUDUKAN ANAK DI LUAR PERKAWINAN PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO. 46/PUU-VIII/2010 DITINJAU DARI KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA A. Dasar Pertimbangan Hukum Putusan Mahkamah Konstitusi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pegertian anak sah menurut Pasal 42 Undang-Undang Perkawinan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pegertian anak sah menurut Pasal 42 Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 (UUP) adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah. Menurut
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Berikut ini adalah kasus mengenai penetapan asal usul anak:
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Berikut ini adalah kasus mengenai penetapan asal usul anak: - Putusan perkara perdata No. 0069/Pdt.P/2015/PA.Bantul 1. Identitas para pihak Adapun
Lebih terperinciBAB IV AKIBAT HUKUM PERKAWINAN DI BAWAH TANGAN DALAM HAK PEWARISAN ANAK YANG DILAHIRKAN DALAM PERKAWINAN
52 BAB IV AKIBAT HUKUM PERKAWINAN DI BAWAH TANGAN DALAM HAK PEWARISAN ANAK YANG DILAHIRKAN DALAM PERKAWINAN Perkawinan dibawah tangan banyak sekali mendatangkan kerugian daripada kebaikan terutama terhadap
Lebih terperinciPERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK WARIS ANAK PADA PERKAWINAN SIRRI ABSTRAK
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK WARIS ANAK PADA PERKAWINAN SIRRI Anggyka Nurhidayana 1, Amnawati 2, Kasmawati 3. ABSTRAK Upaya perlindungan hukum dalam perkawinan sirri atau disebut perkawinan tidak dicatatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pada tanggal 15 Januari Dalam Perubahan Undang-Undang Nomor 30
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setelah mengalami beberapa kali revisi sejak pengajuannya pada tahun 2011, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 30
Lebih terperinciAKIBAT HUKUM PERKAWINAN SIRI DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN. Oleh Sukhebi Mofea*) Abstrak
AKIBAT HUKUM PERKAWINAN SIRI DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN Oleh *) Abstrak Perkawinan merupakan suatu kejadian yang sangat penting dalam kehidupan seseorang. Ikatan perkawinan ini, menimbulkan akibat
Lebih terperinciDwi Astuti S Fakultas Hukum UNISRI ABSTRAK
KAJIAN YURIDIS PASAL 43 AYAT 1 UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN SETELAH ADANYA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 46/PUU-VIII/2010 TERHADAP KEDUDUKAN ANAK DI LUAR NIKAH Dwi Astuti S Fakultas
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 46/PUU- VIII/2010 TENTANG KEDUDUKAN ANAK DI LUAR PERKAWINAN
BAB IV ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 46/PUU- VIII/2010 TENTANG KEDUDUKAN ANAK DI LUAR PERKAWINAN A. Analisis Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 Tentang Kedudukan Anak Di Luar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang di dalamnya terdapat beraneka ragam kebudayaan yang berbeda-beda tiap daerahnya. Sistem pewarisan yang dipakai di Indonesia juga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebaik-baiknya dan merupakan tunas-tunas bangsa yang akan meneruskan cita-cita
9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah dambaan suatu keluarga dalam suatu perkawinan yang sah, baik itu sebagai generasi penerus ayah dan ibunya. Anak adalah harta dunia yang sekaligus juga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebuah keluarga, namun juga berkembang ditengah masyarakat. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Kitab Undang-undang Hukum
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Penelitian Anak merupakan karunia yang diberikan Tuhan Yang Maha Esa kepada kedua orang tuanya. Setiap anak tidak hanya tumbuh dan berkembang dalam sebuah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah. Pasal 1 Undang- perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia di dunia, yang berlainan jenis kelaminnya (lakilaki dan perempuan) secara alamiah mempunyai daya tarik menarik antara satu dengan yang lain
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 43/PUU-XV/2017
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 43/PUU-XV/2017 Wilayah Jabatan Notaris I. PEMOHON Donaldy Christian Langgar II. OBJEK PERMOHONAN Pasal 17 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris
Lebih terperinciBAB III PERKAWINAN SIRI DI INDONESIA. A. Upaya Pemerintah Dalam Menangani Maraknya Perkawinan Siri
BAB III PERKAWINAN SIRI DI INDONESIA A. Upaya Pemerintah Dalam Menangani Maraknya Perkawinan Siri Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, merupakan suatu upaya pemerintah untuk mengatasi keanekaragaman,
Lebih terperinciBAB III PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 46/PUU-VIII/2010 TERHADAP ANAK HASIL PERKAWINAN DI BAWAH TANGAN DAN
BAB III PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 46/PUU-VIII/2010 TERHADAP ANAK HASIL PERKAWINAN DI BAWAH TANGAN DAN IMPLIKASI TERHADAP HUKUM PERDATA INTERNASIONAL INDONESIA TENTANG ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN
Lebih terperinciPENTINGNYA PENCATATAN PERKAWINAN MENURUT UNDANG- UNDANG NO.1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN
PENTINGNYA PENCATATAN PERKAWINAN MENURUT UNDANG- UNDANG NO.1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN Oleh: Wahyu Ernaningsih, S.H.,M.Hum. Dosen Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya Abstrak Putusan Mahkamah Konstitusi
Lebih terperinciBAB II PENGESAHAN ANAK LUAR KAWIN DARI PASANGAN SUAMI ISTRI YANG BERBEDA KEWARGANEGARAAN BERDASARKAN PARTICULARS OF MARRIAGE
30 BAB II PENGESAHAN ANAK LUAR KAWIN DARI PASANGAN SUAMI ISTRI YANG BERBEDA KEWARGANEGARAAN BERDASARKAN PARTICULARS OF MARRIAGE NO. 49/08 YANG TERDAFTAR PADA KANTOR DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL
Lebih terperinciTINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN
1 2 TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN (Studi Penelitian di Pengadilan Agama Kota Gorontalo) Nurul Afry Djakaria
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pejabat berwenang, yang isinya menerangkan tentang pihak-pihak yang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Persoalan mengenai waris merupakan persoalan yang tidak dapat dilepaskan dari masalah yang terkait dengan bukti sebagai ahli waris. Bukti sebagai ahli waris
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia. Perkawinan ini menjadi sebuah ikatan antara seorang laki-laki dan seorang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan suatu peristiwa penting yang terjadi dalam hidup manusia. Perkawinan ini menjadi sebuah ikatan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 80/PUU-XIV/2016 Hak Konstitusional Untuk Mendapatkan Status Kewarganegaraan Indonesia Bagi Anak Belum Berusia 18 Tahun Atau Belum Kawin Yang Lahir Dari Ibu Warga Negara
Lebih terperinciI. PEMOHON Tomson Situmeang, S.H sebagai Pemohon I;
RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 72/PUU-XII/2014 Pembatasan Kewenangan Hakim, Jaksa Penuntut Umum dan Penyidik dalam hal Pengambilan Fotokopi Minuta Akta dan Pemanggilan Notaris I. PEMOHON Tomson Situmeang,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diimplementasikan dalam bentuk kebijakan publik, yang bisa dikaji dari
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan masa depan bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa sehingga setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang, berpartisipasi
Lebih terperinciRINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 80/PUU-XII/2014 Ketiadaan Pengembalian Bea Masuk Akibat Adanya Gugatan Perdata
RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 80/PUU-XII/2014 Ketiadaan Pengembalian Bea Masuk Akibat Adanya Gugatan Perdata I. PEMOHON Moch. Ojat Sudrajat S. II. III. IV. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil
Lebih terperinciI. PEMOHON Imam Ghozali. Kuasa Pemohon: Iskandar Zulkarnaen, SH., MH., berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 15 Desember 2015.
RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 12/PUU-XIV/2016 Waktu Penyelesaian, Produk Hukum penyelesaian BNP2TKI, dan Proses Penyelesaian Sengketa Antara TKI dengan PPTKIS Belum Diatur Di UU 39/2004 I. PEMOHON
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 69/PUU-XIII/2015 Hak Milik dan Hak Guna Bangunan Terhadap Warga Negara Indonesia yang Menikah dengan Warga Negara Asing I. PEMOHON Ike Farida II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sayang keluarga, tukar pikiran dan tempat untuk memiliki harta kekayaan. 3 apa yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menjalani kehidupan sebagai suami-isteri hanya dapat dilakukan dalam sebuah ikatan perkawinan. Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, arah
Lebih terperinciRINGKASAN PUTUSAN.
RINGKASAN PUTUSAN Sehubungan dengan sidang pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 40/PUU-VIII/2010 tanggal 19 Juli 2010 atas Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-
Lebih terperinciIMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO. 46/PUU- VIII/2010 TERHADAP ANAK DARI PERKAWINAN SIRI. Oleh : Pahlefi 1
IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO. 46/PUU- VIII/2010 TERHADAP ANAK DARI PERKAWINAN SIRI Oleh : Pahlefi 1 Abstrak Putusan Mahkamah Konstitusi ini tentu saja telah membawa paradigma baru dalam sistem
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bernegara diatur oleh hukum, termasuk juga didalamnya pengaturan dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagaimana termaktub dalam UUD 1945 sebagai konstitusi negara, digariskan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah Negara Hukum. Dengan demikian, segala
Lebih terperinciBAB III PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI DI LUAR PERKAWINAN. A. Sejarah Mahkamah Konstitusi (MK)
BAB III PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 46/PUU-VIII/2010 TENTANG KEDUDUKAN ANAK DI LUAR PERKAWINAN A. Sejarah Mahkamah Konstitusi (MK) Lembaran sejarah pertama Mahkamah Konstitusi (MK) adalah diadopsinya
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 24/PUU-XII/2014 Pengumuman Hasil Penghitungan Cepat
RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 24/PUU-XII/2014 Pengumuman Hasil Penghitungan Cepat I. PEMOHON 1. PT. Indikator Politik Indonesia, diwakili oleh Burhanuddin, selaku Direktur Utama, sebagai Pemohon I;
Lebih terperinciKekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana
1 Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana Novelina MS Hutapea Staf Pengajar Kopertis Wilayah I Dpk Fakultas Hukum USI Pematangsiantar Abstrak Adakalanya dalam pembuktian
Lebih terperinciRINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 122/PUU-XIII/2015 Penggunaan Tanah Hak Ulayat untuk Usaha Perkebunan
RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 122/PUU-XIII/2015 Penggunaan Tanah Hak Ulayat untuk Usaha Perkebunan I. PEMOHON 1. M. Nur bin (Alm) Abdul Razak; 2. AJ. Dahlan; 3. Theresia Yes Kuasa Hukum
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri-ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinaan dan pengarahan dalam rangka menjamin
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah bagian generasi muda sebagai salah satu sumber daya manusia yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa, yang memiliki peranan
Lebih terperinciHUBUNGAN KEPERDATAAN ANAK LUAR KAWIN PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO. 46/PUU-VIII/2010
1 HUBUNGAN KEPERDATAAN ANAK LUAR KAWIN PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO. 46/PUU-VIII/2010 Oleh : Suphia, S.H., M.Hum. Abstract The birth of a child is a legal event. Legal events such as births due
Lebih terperinciRingkasan Putusan.
Ringkasan Putusan Sehubungan dengan sidang pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 10-17-23/PUU-VII/2009 tanggal 25 Maret 2010 atas Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi, dengan hormat
Lebih terperinci2017, No kewajiban negara untuk memastikan bahwa perempuan memiliki akses terhadap keadilan dan bebas dari diskriminasi dalam sistem peradilan
No.1084, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA MA. Mengadili Perkara Perempuan. Pedoman. PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN MENGADILI PERKARA PEREMPUAN BERHADAPAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. merupakan hak asasi bagi setiap orang, oleh karena itu bagi suatu Negara dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan dalam masyarakat Indonesia adalah mutlak adanya dan merupakan hak asasi bagi setiap orang, oleh karena itu bagi suatu Negara dan Bangsa seperti Indonesia
Lebih terperinciBAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Pada bab ini, penulis memaparkan hasil penelitian yang telah penulis lakukan didasarkan pada hasil penelitian dan wawancara dengan Notaris di
Lebih terperinciPENGANGKATAN ANAK BERDASARKAN PENETAPAN PENGADILAN SERTA PERLINDUNGANNYA MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002 (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Pacitan)
PENGANGKATAN ANAK BERDASARKAN PENETAPAN PENGADILAN SERTA PERLINDUNGANNYA MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002 (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Pacitan) Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. A. Simpulan Perkawinan menurut Pasal 1 UU 1/1974 adalah ikatan lahir bathin
72 BAB V PENUTUP A. Simpulan Perkawinan menurut Pasal 1 UU 1/1974 adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga)
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 108/PUU-XIV/2016 Peninjauan Kembali (PK) Lebih Satu Kali
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 108/PUU-XIV/2016 Peninjauan Kembali (PK) Lebih Satu Kali I. PEMOHON Abd. Rahman C. DG Tompo Kuasa Hukum DR. Saharuddin Daming. SH.MH., berdasarkan surat kuasa khusus
Lebih terperinciBAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN
BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN 1. Akibat Hukum Terhadap Kedudukan, Hak dan Kewajiban Anak dalam Perkawinan yang Dibatalkan a. Kedudukan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan hak-hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. 1 Hatinya yang
A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Anak dalam agama Islam, merupakan amanah sekaligus karunia Allah SWT, bahkan anak dianggap sebagai harta kekayaan, oleh karena itu anak harus dijaga dan dilindungi karena
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus dijaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak hak sebagai manusia
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN AGAMA MOJOKERTO TENTANG DASAR HAKIM MEMUTUS PERKARA ITSBAT NIKAH POLIGAMI NOMOR 0370/Pdt.G/2012/PA.Mr.
BAB IV ANALISIS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN AGAMA MOJOKERTO TENTANG DASAR HAKIM MEMUTUS PERKARA ITSBAT NIKAH POLIGAMI NOMOR 0370/Pdt.G/2012/PA.Mr. A. Analisis Terhadap Putusan Hakim Pengadilan Agama Mojokerto
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 18/PUU-IX/2011 Tentang Verifikasi Partai
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 18/PUU-IX/2011 Tentang Verifikasi Partai I. PEMOHON Drs. H. Choirul Anam dan Tohadi, S.H., M.Si. KUASA HUKUM Andi Najmi Fuadi, S.H., M.H, dkk, adalah advokat
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat, suami istri memikul suatu tanggung jawab dan kewajiban.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan hubungan cinta, kasih sayang dan kesenangan. Sarana bagi terciptanya kerukunan dan kebahagiaan. Tujuan ikatan perkawinan adalah untuk dapat membentuk
Lebih terperinciBAB IV MENGAPA HAKIM DALAM MEMUTUSKAN PERKARA NOMOR 0091/ Pdt.P/ 2013/ PA.Kdl. TIDAK MENJADIKAN PUTUSAN MAHKAMAH
BAB IV MENGAPA HAKIM DALAM MEMUTUSKAN PERKARA NOMOR 0091/ Pdt.P/ 2013/ PA.Kdl. TIDAK MENJADIKAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI SEBAGAI DASAR HUKUM PUTUSAN Pengadilan Agama Kendal telah memeriksa dan memberi
Lebih terperinciRINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA
RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 25/PUU-XIV/2016 Frasa dapat merugikan keuangan negara dan Frasa atau orang lain atau suatu korporasi Sebagai Ketentuan Menjatuhkan Hukuman Pidana Bagi Tindak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat. Kajian tentang kekerasan yang berspektif gender juga memasuki
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hak-hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. 1. merupakan bagian dari hak asasi manusia yang termuat dalam Undang-
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus kita jaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat dan hak-hak sebagai manusia yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang mempunyai tujuan membangun negara yang sejahtera (Welfare State), akan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perekonomian merupakan instrumen penting dalam membangun negara yang mempunyai tujuan membangun negara yang sejahtera (Welfare State), akan tetapi perkembangan
Lebih terperinciPencatatan Nama Orang Tua Bagi Anak Yang Tidak Diketahui Asal-usulnya
Pencatatan Nama Orang Tua Bagi Anak Yang Tidak Diketahui Asal-usulnya Latar Belakang UUD 1945 menjamin warga negaranya untuk memiliki keturunan. Hal ini diatur secara tegas dalam Pasal 28B ayat (1), yang
Lebih terperinciPERBAIKAN RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 26/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilihan Presiden & Wakil Presiden Calon Presiden Perseorangan
PERBAIKAN RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 26/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilihan Presiden & Wakil Presiden Calon Presiden Perseorangan I. PEMOHON Sri Sudarjo, S.Pd, SH, selanjutnya disebut
Lebih terperinciBAB VI PENUTUP. Berdasarkan penelitian penyusun sebagaimana pembahasan pada bab. sebelumnya, selanjutnya penyusun memaparkan beberapa kesimpulan
BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan penelitian penyusun sebagaimana pembahasan pada bab sebelumnya, selanjutnya penyusun memaparkan beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Putusan Mahkamah Konstitusi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tinjauan yuridis..., Ravina Arabella Sabnani, FH UI, Universitas Indonesia
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia. Cakupan pembagunan nasional ini
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 130/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilu Anggota DPR, DPD & DPRD Tata cara penetapan kursi DPRD Provinsi
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 130/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilu Anggota DPR, DPD & DPRD Tata cara penetapan kursi DPRD Provinsi I. PEMOHON Habel Rumbiak, S.H., Sp.N, selanjutnya disebut
Lebih terperinciI. PEMOHON Imam Ghozali. Kuasa Pemohon: Iskandar Zulkarnaen, SH., MH., berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 15 Desember 2015.
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 12/PUU-XIV/2016 Waktu Penyelesaian, Produk Hukum penyelesaian BNP2TKI, dan Proses Penyelesaian Sengketa Antara TKI dengan PPTKIS Belum Diatur Di UU 39/2004 I. PEMOHON
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengenai anak sah diatur dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Status anak dalam hukum keluarga dapat dikategorisasikan menjadi dua macam yaitu: anak yang sah dan anak yang tidak sah. Pertama, Definisi mengenai anak sah diatur
Lebih terperinciMajalah Hukum Forum Akademika
Implikasi Yuridis Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU- VIII/2010 Tentang Pengujian Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Terhadap UUD 1945 Oleh : Ayu Desiana 1 ABSTRAK Mahkamah Konstitusi
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 62/PUU-XIII/2015 Surat Ijo Tidak Menjadi Dasar Hak Pemilikan Atas Tanah
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 62/PUU-XIII/2015 Surat Ijo Tidak Menjadi Dasar Hak Pemilikan Atas Tanah I. PEMOHON 1. Drs. Bambang Sudibjo (Pemohon I); 2. Cholil (Pemohon II); 3. Drs. H. Suhardi (Pemohon
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhan Yang Maha Esa. 5 Dalam perspektif
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Perkawinan ialah ikatan lahir dan batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga)
Lebih terperinciRINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN
RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 69/PUU-XIII/2015 Hak Milik dan Hak Guna Bangunan Terhadap Warga Negara Indonesia yang Menikah dengan Warga Negara Asing I. PEMOHON Ike Farida II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI DEMAK,
SALINAN BUPATI DEMAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN DEMAK NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciPEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH
PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciPUTUSAN Nomor 19/PUU-XV/2017 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA. : Habiburokhman S.H., M.H.
SALINAN PUTUSAN Nomor 19/PUU-XV/2017 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA [1.1] Yang mengadili perkara konstitusi pada tingkat pertama dan terakhir,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. luasnya pergaulan internasional atau antar negara adalah adanya praktek
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu dampak akan pesatnya teknologi yang berakibat pada luasnya pergaulan internasional atau antar negara adalah adanya praktek perkawian campuran. Di Indonesia
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. atas, penulis mempunyai kesimpulan sebagai berikut: Nomor:415/Pdt.P/2010/PA.Kab.Mlg, keduanya memberikan hubungan anakbapak
A. Kesimpulan BAB V PENUTUP Berdasarkan rumusan masalah dan pembahasannya dalam beberapa bab di atas, penulis mempunyai kesimpulan sebagai berikut: Pertama, Putusan Nomor: 408/Pdt.G/ 2006/PA.Smn maupun
Lebih terperinciRINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 24/PUU-XII/2014 Pengumuman Hasil Penghitungan Cepat
RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 24/PUU-XII/2014 Pengumuman Hasil Penghitungan Cepat I. PEMOHON 1. PT. Indikator Politik Indonesia, diwakili oleh Burhanuddin, selaku Direktur Utama, sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada hakikatnya seorang anak dilahirkan sebagai akibat dari hubungan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakikatnya seorang anak dilahirkan sebagai akibat dari hubungan antara seorang laki-laki dan perempuan, yang hubungannya dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pihak yang berperkara untuk mengajukan suatu upaya hukum atas putusan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-undang memberikan hak yang dapat digunakan oleh para pihak yang berperkara untuk mengajukan suatu upaya hukum atas putusan pengadilan. Hak tersebut
Lebih terperinciQANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERLANTAR
QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERLANTAR BISMILLAHIRRAHMANIRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus kita jaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak-hak sebagai
Lebih terperinciRINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 121/PUU-XII/2014 Pengisian Anggota DPRP
RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 121/PUU-XII/2014 Pengisian Anggota DPRP I. PEMOHON Lenis Kogoya (Ketua Lembaga Masyarakat Adat Provinsi Papua) Paskalis Netep (Sekretaris Lembaga Masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pencatatan setiap kelahiran anak yang dilakukan oleh pemerintah berasas non
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa harus dijaga dan dibina, karena dalam dirinya melekat harkat, martabat dan hak-hak sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk selanjutnya dalam penulisan ini disebut Undang-Undang Jabatan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 diperbaharui dan dirubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris yang untuk selanjutnya dalam penulisan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, untuk selanjutnya disebut UUP memberikan definisi perkawinan sebagai ikatan lahir dan batin antara seorang pria dan
Lebih terperinciRINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 39/PUU-XII/2014 Hak Memilih
RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 39/PUU-XII/2014 Hak Memilih I. PEMOHON Taufiq Hasan II. III. IV. OBJEK PERMOHONAN Pengujian materiil Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan UmumPresiden
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari tindak kekerasan dan. diskriminasi serta hak sipil dan kebebasan.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang merupakan mutiara keluarga yang perlu dilindungi dan dijaga. Perlu dijaga karena dalam dirinya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia diciptakan oleh sang kholiq untuk memiliki hasrat dan keinginan untuk melangsungkan perkawinan. Sebagaimana
Lebih terperinci