BAB 1 PENDAHULUAN. Isu lemahnya penegakan hak asasi manusia (HAM) telah menjadi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 1 PENDAHULUAN. Isu lemahnya penegakan hak asasi manusia (HAM) telah menjadi"

Transkripsi

1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Isu lemahnya penegakan hak asasi manusia (HAM) telah menjadi polemik tersendiri yang mewarnai perjalanan Bangsa Indonesia. Pusat Studi Hak Asasi Manusia Universitas Islam Indonesia (2010) mencatat indikasi tersendatnya penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM berat, dimulai dari kasus Tanjung Priok tahun 1984, Daerah Operasi Militer di Aceh, hingga peristiwa Talangsari tahun Pembentukan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) melalui Kepres No. 50 tahun 1993 yang diperkuat dengan pijakan UU No. 39 tahun 1999 tentang HAM, nyatanya tidak mengindikasikan penyelesaian dari pelanggaran-pelanggaran HAM di Indonesia. Kerusuhan Mei 1998 yang mengakibatkan tertembaknya mahasiswa Trisakti, tragedi Semanggi tahun 1998, kasus Timtim tahun 1999, peristiwa Wasior tahun 2001, peristiwa Wamena tahun 2003, dan pembunuhan Munir, salah seorang aktivis HAM pada tahun 2004, menambah panjangnya deretan kasus-kasus pelanggaran HAM yang tidak menemui titik penyelesaian masalah (Universitas Gadjah Mada, 2011). Menyikapi penegakan HAM di Indonesia, Law & Finance Institutional Partnership (2003) menyatakan bahwa dukungan terus mengalir baik dari dalam negeri seperti Lembaga Pembela Hak-Hak Asasi Manusia (LPHAM), maupun luar negeri seperti Human Rights Resource Centre for ASEAN (HRRCA). Di tengah meningkatnya dukungan berbagai kalangan terhadap penegakan HAM, kasus kekerasan khususnya terhadap kaum perempuan memperoleh perhatian tersendiri, ditandai dengan berdirinya lembaga independen Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas

2 Perempuan) pada tanggal 15 Oktober 1998 berdasarkan Keputusan Presiden No. 181/1998, diperbarui dengan Peraturan Presiden No. 65/2005. Komnas Perempuan (2011) mengkategorikan bentuk kekerasan terhadap perempuan dalam tiga ranah, yaitu ranah personal seperti kekerasan terhadap istri, ranah publik seperti kekerasan seksual, dan ranah negara seperti perdagangan perempuan. Pada satu sisi, berbagai bentuk kekerasan terhadap perempuan di Indonesia telah terekspos ke ruang publik. Pada sisi lain, terdapat juga praktik kekerasan yang tersembunyi karena berada dalam ranah personal yaitu praktik khitan perempuan. Sampai saat ini, isu praktik khitan perempuan sebagai bentuk kekerasan terhadap perempuan merupakan topik yang kontroversial. Pada tahun 1991, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengintroduksi penggunaan istilah female genital mutilation (FGM) atau mutilasi genitalia perempuan (MGP) sebagai pengganti istilah praktik khitan perempuan (Amriel, 2010). Secara implisit, penggunaan kata mutilasi mengandung penekanan bahwa praktik khitan perempuan merupakan bentuk kekerasan terhadap perempuan. Publikasi WHO pada tahun 2010 menyebutkan FGM mencakup segala bentuk prosedur yang menyertakan pembuangan sebagian maupun seluruh bagian luar alat kelamin perempuan dan/atau pencederaan atas organ genital perempuan untuk alasan budaya maupun alasan-alasan non-medis lainnya. Konferensi Internasional Kependudukan dan Pembangunan di Kairo pada tahun 1994 telah menjadi titik awal digaungkannya penegakan hak asasi perempuan yang turut mengusung ihwal khitan perempuan ke ranah publik (Rahman, Poerwandari, & Marlita; 2010). Praktik khitan perempuan dipandang sebagai salah satu bentuk kekerasan terhadap perempuan dan tidak memiliki pertimbangan kesehatan seperti halnya khitan pada laki-laki. WHO (2010)

3 melaporkan bahwa praktik khitan perempuan dapat mengakibatkan kerusakan pada jaringan alat kelamin perempuan, mengganggu fungsi alami dalam tubuh, dan menyebabkan komplikasi dalam persalinan. Mendukung pernyataan dari WHO, pada tahun 2010, United Nations Children s Fund (UNICEF) melaporkan indikasi bahwa praktik khitan perempuan dapat menyebabkan trauma pendarahan yang berakibat pada kematian. Selain dampak negatif terhadap fisik, praktik khitan perempuan juga memberikan dampak negatif terhadap psikis perempuan yang dikhitan. Lax dalam Whitehorn, Ayonrinde, & Maingay (2002) menjelaskan konsekuensi psikis yang diakibatkan praktik khitan perempuan yaitu hilangnya rasa percaya terhadap orang lain, menurunnya kesejahteraan secara jasmani, guncangan pasca trauma, dan depresi. Sebagai salah satu negara peserta Konferensi Internasional Kependudukan dan Pembangunan di Kairo, Indonesia turut berpartisipasi dengan merealisasikan Program Aksi Nasional Pembangunan Kependudukan Indonesia, salah satunya mengenai pelarangan praktik khitan perempuan. Tindak lanjut pelarangan praktik khitan perempuan yang diserahkan sepenuhnya kepada negara-negara peserta mendorong diedarkannya surat dari Dirjen Binkesmas Indonesia tentang Larangan Medikalisasi Sunat Perempuan bagi Petugas Kesehatan, Nomor HK a pada tanggal 20 April Surat larangan medikalisasi sunat perempuan bagi petugas kesehatan tidak banyak diketahui masyarakat karena ditujukan untuk institusi kesehatan. Setelah pada tahun 2006 diedarkan surat larangan medikalisasi sunat perempuan bagi petugas kesehatan, pemerintah kembali mengesahkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1636/MENKES/ PER/XI/2010 tentang Sunat Perempuan. Praktik khitan perempuan yang dibolehkan berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan adalah sebatas menggores kulit yang menutupi bagian depan klitoris, tanpa melukai klitoris. Dalam peraturan menteri, praktik

4 khitan perempuan hanya boleh dilakukan oleh tenaga kesehatan yang telah memiliki izin praktik, yang berarti dibolehkannya medikalisasi praktik khitan perempuan. Tercermin bahwa praktik khitan perempuan merupakan isu kontroversial bahkan antar sesama otoritas di Indonesia. Di Indonesia, para peneliti turut mengkaji pelaksanaan praktik khitan perempuan. Penelitian yang dilakukan Universitas Indonesia pada tahun 1998 dalam Rahman, Poerwandari, & Marlita (2010) di Kabupaten Cijeruk, Sukabumi, dan Kecamatan Kemayoran, Jakarta Utara, menghasilkan empat poin penting yaitu 1. Seluruh responden berjenis kelamin perempuan mengaku telah menjalani praktik khitan perempuan sebelum berusia 40 hari. 2. Praktik khitan perempuan dilakukan secara non-medikalisasi oleh dukun dengan peralatan pisau, silet, dan bambu yang ditajamkan. 3. Praktik khitan perempuan dilaksanakan dengan pertimbangan untuk mengontrol kehidupan seks kaum perempuan dengan asumsi perempuan memiliki gairah seksual yang lebih besar dibanding laki-laki. 4. Praktik khitan perempuan wajib dilakukan, walaupun seluruh responden tidak pernah mendengar dalam materi da wah para pemuka agama tentang kewajiban tersebut. Pengetahuan responden tentang praktik khitan perempuan diperoleh secara turun temurun, dari generasi ke generasi. Dari penelitian yang dilakukan Universitas Indonesia, dapat disimpulkan bahwa praktik khitan perempuan dilakukan secara non-medikalisasi dan turun temurun walaupun masyarakat tidak mengetahui dengan pasti dalil keagamaan yang mengatur praktik khitan perempuan. Temuan berbeda terlihat dalam penelitian Population Council pada tahun 2003 terhadap masyarakat Padang, Padang Pariaman, Serang, Sumenep, Kutai Kertanegara, Gorontalo, Makassar, dan Bone yang masih melakukan praktik

5 khitan perempuan. Penelitian Population Council menunjukkan bahwa telah terjadi medikalisasi dalam praktik khitan perempuan meskipun belum ada Standard Operation Procedure (SOP) yang jelas. Medikalisasi praktik khitan perempuan bermakna bahwa praktik ini dilakukan oleh ahli medis atau di tempattempat yang memberikan pelayanan kesehatan. Bekerja sama dengan Population Council, Universitas Indonesia kembali melakukan penelitian tentang praktik khitan perempuan di Indonesia yang menghasilkan empat poin penting (Rahman, Poerwandari, & Marlita; 2010) yaitu 1. Praktik khitan perempuan pada umumnya dilakukan dalam jangka waktu setelah kelahiran hingga anak berusia tujuh tahun. 2. Praktik khitan perempuan diyakini dapat mencegah kaum perempuan menjadi hiperseks. 3. Praktik khitan perempuan dilakukan dengan alasan tradisi, baik berkaitan dengan agama maupun kebudayaan setempat. 4. Praktik khitan perempuan dilakukan oleh dukun, bidan, dan dokter tanpa Standard Operation Procedure (SOP) yang jelas. Penelitian-penelitian yang telah dilakukan terhadap praktik khitan perempuan di Indonesia mengindikasikan dua hal. Indikasi pertama, sampai saat ini, praktik khitan perempuan masih berlangsung di Indonesia. Minimnya atensi terhadap praktik khitan perempuan disebabkan oleh jumlah kajian yang minim, kurangnya sosialisasi dari badan legislasi kepada masyarakat, dan adanya sebagian budaya yang memperkenankan penerapan praktik khitan perempuan. Indikasi kedua, pelaksanaan khitan perempuan sering kali disandingkan dengan budaya dan agama tertentu, khususnya agama Islam. Penelitian Handayani (2004) menunjukkan semua responden yang beragama Islam menyatakan praktik khitan perempuan berhubungan dengan perintah agama

6 meskipun mereka tidak mengetahui kekuatan dalilnya. Kurangnya pengetahuan terhadap dalil agama terkait dengan praktik khitan perempuan berpotensi menimbulkan kebingungan dalam masyarakat, bahkan bukanlah tidak mungkin agama dijadikan alasan untuk melegitimasi praktik khitan perempuan. Indikasi kedua ini menjadi dasar utama yang menimbulkan ketertarikan bagi peneliti untuk melakukan penelitian. Penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan deskripsi mengenai sikap tokoh agama terhadap praktik khitan perempuan berdasarkan denominasi dalam agama Islam. Tokoh agama Islam merupakan figur yang dipandang lebih ahli dalam dalil agama Islam dan memiliki kekuatan legitimasi untuk memengaruhi pola pikir masyarakat. 1.2 Rumusan Masalah Merujuk pada diperlukannya kejelasan mengenai praktik khitan perempuan di Indonesia, penelitian ini berfokus menjawab pertanyaan: 1. Apa sikap tokoh agama terhadap praktik khitan perempuan berdasarkan denominasi dalam agama Islam? 2. Apakah terdapat kesesuaian antara sikap dan perilaku tokoh agama dalam menerapkan praktik khitan perempuan? 3. Unsur pembentuk sikap apa yang paling memengaruhi perilaku individu dalam menerapkan praktik khitan perempuan? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan identifikasi masalah penelitian, penelitian ini bertujuan untuk: 1. Menginformasikan gambaran sikap tokoh agama terhadap praktik khitan perempuan berdasarkan denominasi dalam agama Islam.

7 2. Mengidentifikasi kesesuaian antara sikap dan perilaku tokoh agama dalam menerapkan praktik khitan perempuan. 3. Mengidentifikasi unsur pembentuk sikap yang paling memengaruhi perilaku individu dalam menerapkan praktik khitan perempuan. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat Keilmuan 1. Memperkaya perbendaharaan penelitian yang mengangkat isu berkaitan dengan jender. 2. Memberikan gambaran tentang realita kehidupan masyarakat kontemporer dengan kompleksitas biopsikososialkultural di dalamnya. 3. Memperkaya khazanah kajian ilmiah yang bersifat ulayat. 4. Studi pendahuluan (preliminary study) guna pengembangan penelitian terkait ke depannya Manfaat Praktis 1. Menjadi sumber rujukan ahli medis dan psikis serta pemangku kewenangan masyarakat dalam praktik khitan perempuan. 2. Dasar kebijakan bagi para penentu kebijakan sebelum menghasilkan aturanaturan yang secara spesifik bersentuhan dengan ruang hidup pribadi kaum perempuan, khususnya berkaitan dengan praktik khitan perempuan. 3. Menjadi sumber pengetahuan masyarakat Indonesia dalam pelaksanaan praktik khitan perempuan.

SUNAT PEREMPUAN DALAM HUKUM INDONESIA DIAN KARTIKASARI KOALISI PEREMPUAN INDONESIA

SUNAT PEREMPUAN DALAM HUKUM INDONESIA DIAN KARTIKASARI KOALISI PEREMPUAN INDONESIA SUNAT PEREMPUAN DALAM HUKUM INDONESIA DIAN KARTIKASARI KOALISI PEREMPUAN INDONESIA KONTEKS KEBIJAKAN TENTANG SUNAT PEREMPUAN Penelitian tentang sunat perempuan & Seminar Hasil Penelitian PBB & Gerakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pelaksanaan tersebut lumrah dilakukan terhadap kaum laki-laki saja.

BAB 1 PENDAHULUAN. pelaksanaan tersebut lumrah dilakukan terhadap kaum laki-laki saja. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ketika mendengar kata sunat atau khitan, terbesit di pikiran bahwa pelaksanaan tersebut lumrah dilakukan terhadap kaum laki-laki saja. Faktanya, praktik khitan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Praktek sirkumsisi pada perempuan sudah menjadi tradisi disekelompok

BAB I PENDAHULUAN. Praktek sirkumsisi pada perempuan sudah menjadi tradisi disekelompok BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktek sirkumsisi pada perempuan sudah menjadi tradisi disekelompok masyarakat tertentu. Tujuan utamanya untuk mengontol dorongan seksual pada perempuan. Ada anggapan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Allport dalam Bordens & Horowitz (2009) menjelaskan sikap sebagai

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Allport dalam Bordens & Horowitz (2009) menjelaskan sikap sebagai BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sikap Allport dalam Bordens & Horowitz (2009) menjelaskan sikap sebagai kesiapan kondisi mental dan saraf yang merupakan hasil pengalamanpengalaman personal dan turut memengaruhi

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN. Pelaksanaan praktik khitan perempuan sering kali disandingkan dengan

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN. Pelaksanaan praktik khitan perempuan sering kali disandingkan dengan BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 5.1 Simpulan Pelaksanaan praktik khitan perempuan sering kali disandingkan dengan budaya dan agama tertentu, khususnya agama Islam. Tanpa bukti-bukti empiris, bukanlah

Lebih terperinci

SIARAN PERS Pernyataan Sikap Koalisi Masyarakat Sipil Untuk SDGs Pentingnya Indikator Sunat Perempuan dalam Goal 5 SDGs bagi Indonesia

SIARAN PERS Pernyataan Sikap Koalisi Masyarakat Sipil Untuk SDGs Pentingnya Indikator Sunat Perempuan dalam Goal 5 SDGs bagi Indonesia SIARAN PERS Pernyataan Sikap Koalisi Masyarakat Sipil Untuk SDGs Pentingnya Indikator Sunat Perempuan dalam Goal 5 SDGs bagi Indonesia Jakarta, 4 Agustus 2016 Koalisi Masyarakat Sipil untuk Sustainable

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pelosok dunia. World Health Organization (2000), mendefinisikan kekerasan

BAB 1 PENDAHULUAN. pelosok dunia. World Health Organization (2000), mendefinisikan kekerasan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perilaku kekerasan terhadap perempuan marak ditemui di berbagai pelosok dunia. World Health Organization (2000), mendefinisikan kekerasan sebagai penggunaan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pada bab V, penulis memaparkan kesimpulan dan rekomendasi dari hasil penelitian yang telah penulis lakukan. Kesimpulan yang dibuat oleh penulis merupakan penafsiran terhadap

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pertanyaan di tengah-tengah masyarakat Indonesia. Banyaknya kontroversi

BAB 1 PENDAHULUAN. pertanyaan di tengah-tengah masyarakat Indonesia. Banyaknya kontroversi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sunat pada perempuan sampai saat ini menjadi sebuah perdebatan dan pertanyaan di tengah-tengah masyarakat Indonesia. Banyaknya kontroversi terhadap sunat perempuan,

Lebih terperinci

INDEKS KINERJA PENEGAKAN HAM 2011

INDEKS KINERJA PENEGAKAN HAM 2011 RINGKASAN TABEL INDEKS KINERJA PENEGAKAN HAM 2011 SETARA Institute, Jakarta 5 Desember 2011 SCORE 2011 PENYELESAIAN PELANGGARAN HAM MASA LALU 1,4 KEBEBASAN BEREKSPRESI 2,5 KEBEBASAN BERAGAMA/BERKEYAKINAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup Bangsa Indonesia. Penjelasan umum Undang-undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup Bangsa Indonesia. Penjelasan umum Undang-undang Nomor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan 1. Latar Belakang Anak merupakan generasi penerus keluarga. Anak juga merupakan aset bangsa yang sangat berharga; sumber daya manusia yang berperan penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia, selain dapat memberikan kemudahan-kemudahan bagi manusia

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia, selain dapat memberikan kemudahan-kemudahan bagi manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pola hidup modern sekarang ini menimbulkan dampak yang besar dalam kehidupan manusia, selain dapat memberikan kemudahan-kemudahan bagi manusia dalam menjalankan aktifitasnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkosaan merupakan salah satu tindakan kekerasan pada perempuan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkosaan merupakan salah satu tindakan kekerasan pada perempuan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkosaan merupakan salah satu tindakan kekerasan pada perempuan. Sebenarnya kekerasan terhadap perempuan sudah lama terjadi, namum sebagian masyarakat belum

Lebih terperinci

BAB 11 PENGHORMATAN, PENGAKUAN, DAN PENEGAKAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

BAB 11 PENGHORMATAN, PENGAKUAN, DAN PENEGAKAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA BAB 11 PENGHORMATAN, PENGAKUAN, DAN PENEGAKAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA I. Permasalahan yang Dihadapi Penegakan hukum sebagai salah satu indikator untuk mengukur keberhasilan pembangunan hukum sangat

Lebih terperinci

PSIKOLOGI UNIVERSITAS BINA NUSANTARA

PSIKOLOGI UNIVERSITAS BINA NUSANTARA KUESIONER PENELITIAN PSIKOLOGI UNIVERSITAS BINA NUSANTARA PENGANTAR Selamat Pagi/Siang/Sore Saya mahasiswi Jurusan Psikologi Universitas Bina Nusantara yang sedang mengadakan penelitian sebagai syarat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tertulis dalam Pembukaan UUD Negara Indonesia Tahun 1945 dalam Alinea

BAB I PENDAHULUAN. yang tertulis dalam Pembukaan UUD Negara Indonesia Tahun 1945 dalam Alinea BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana yang tertulis dalam Pembukaan UUD Negara Indonesia Tahun 1945 dalam Alinea ke Empat yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kekerasan terhadap Anak (KtA) merupakan semua bentuk tindakan/perlakuan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kekerasan terhadap Anak (KtA) merupakan semua bentuk tindakan/perlakuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kekerasan terhadap Anak (KtA) merupakan semua bentuk tindakan/perlakuan menyakitkan secara fisik ataupun emosional, penyalahgunaan seksual, penelantaran, ekploitasi

Lebih terperinci

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN by DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd PERTEMUAN KE-3

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN by DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd PERTEMUAN KE-3 PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN by DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd PERTEMUAN KE-3 Pelanggaran HAM Menurut Undang-Undang No.39 tahun 1999 pelanggaran hak asasi manusia adalah setiap perbuatan seseorang

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Sunat Perempuan. Penyelenggaraan. Pengawasan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Sunat Perempuan. Penyelenggaraan. Pengawasan. No.672, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Sunat Perempuan. Penyelenggaraan. Pengawasan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1636/MENKES/PER/XI/2010 TENTANG SUNAT

Lebih terperinci

BAB 2 TUNJAUAN PUSTAKA. Konsep tentang sikap telah berkembang dan melahirkan berbagai

BAB 2 TUNJAUAN PUSTAKA. Konsep tentang sikap telah berkembang dan melahirkan berbagai BAB 2 TUNJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Sikap 2.1.1 Pengertian Sikap Konsep tentang sikap telah berkembang dan melahirkan berbagai macam pengertian diantara ahli psikologi (Widiyanta, 2002). Sikap, menurut

Lebih terperinci

Tujuan 5: Mencapai kesetaraan gender dan memberdayakan semua perempuan dan anak perempuan

Tujuan 5: Mencapai kesetaraan gender dan memberdayakan semua perempuan dan anak perempuan : Multi-stakeholder Consultation and Workshop, 26-27 April 2017, Jakarta, Tujuan 5: Mencapai kesetaraan gender dan memberdayakan semua perempuan dan anak perempuan Hak Asasi Perempuan Pelarangan diskriminasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tuhan Yang Maha Esa tersebut tidak boleh dicabut oleh siapapun termasuk oleh

BAB I PENDAHULUAN. Tuhan Yang Maha Esa tersebut tidak boleh dicabut oleh siapapun termasuk oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tuhan Yang Maha Esa memberikan anugerah kepada manusia yaitu sebuah kehidupan yang harus dihormati oleh setiap orang. Kehidupan yang diberikan oleh Tuhan Yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia mengalami situasi darurat kekerasan. terhadap perempuan. Berdasarkan catatan tahunan dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia mengalami situasi darurat kekerasan. terhadap perempuan. Berdasarkan catatan tahunan dari BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia mengalami situasi darurat kekerasan terhadap perempuan. Berdasarkan catatan tahunan dari komnas perempuan, terjadi peningkatan kekerasan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. peneliti terkait dengan penelitian yang dilakukan, yang nantinya dapat menjadi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. peneliti terkait dengan penelitian yang dilakukan, yang nantinya dapat menjadi 12 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini, akan dibahas mengenai tinjauan pustaka yang digunakan peneliti terkait dengan penelitian yang dilakukan, yang nantinya dapat menjadi landasan teoritis dalam mendukung

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

mengenai seksualitas membuat para remaja mencari tahu sendiri dari teman atau

mengenai seksualitas membuat para remaja mencari tahu sendiri dari teman atau BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa transisi yang ditandai oleh adanya perubahan fisik, emosi dan psikis. Masa remaja, yakni antara usia 10-19 tahun adalah suatu periode masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tiongkok merupakan negara dengan populasi penduduk terbesar di dunia.

BAB I PENDAHULUAN. Tiongkok merupakan negara dengan populasi penduduk terbesar di dunia. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tiongkok merupakan negara dengan populasi penduduk terbesar di dunia. Saat ini total populasi penduduk Tiongkok tahun 2015 kurang lebih 1,49 milyar jiwa. Jumlah populasi

Lebih terperinci

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN RANCANGAN LAPORAN SINGKAT RAPAT DENGAR PENDAPAT KOMISI III DPR RI DENGAN KOMISI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA ------------------------------------------------------------ (BIDANG HUKUM, PERUNDANG-UNDANGAN,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI DEMAK,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI DEMAK, SALINAN BUPATI DEMAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN DEMAK NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut UU No 39/1999, HAM adalah seperangkat hak yang melekat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut UU No 39/1999, HAM adalah seperangkat hak yang melekat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut UU No 39/1999, HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah- Nya yang wajib dihormati,

Lebih terperinci

KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA Kekerasan dalam rumah tangga telah menjadi wacana tersendiri dalam keseharian. Perempuan dan juga anak sebagai korban utama dalam kekerasan dalam rumah tangga, mutlak memerlukan

Lebih terperinci

Menanti Tuntutan Pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual Oleh : Arrista Trimaya * Naskah diterima: 07 Desember 2015; disetujui: 22 Desember 2015

Menanti Tuntutan Pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual Oleh : Arrista Trimaya * Naskah diterima: 07 Desember 2015; disetujui: 22 Desember 2015 Menanti Tuntutan Pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual Oleh : Arrista Trimaya * Naskah diterima: 07 Desember 2015; disetujui: 22 Desember 2015 Pendahuluan Tahun 2015 ini dapat dikatakan menjadi

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO

PEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO PEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO Salinan PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOJONEGORO NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PELAYANAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DI KABUPATEN BOJONEGORO DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak anak yang menjadi korban perlakuan salah. United Nations Children s

BAB I PENDAHULUAN. banyak anak yang menjadi korban perlakuan salah. United Nations Children s BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kekerasan pada anak telah menjadi perhatian dunia, begitu banyak anak yang menjadi korban perlakuan salah. United Nations Children s Fund (UNICEF) (2012)

Lebih terperinci

Bab 3 Hak Asasi Manusia A. Pengertian HAM, HAM adalah hak dasar yang dimilki manusia sejak manusia dilahirkan. Ada dan melekat pada diri setiap

Bab 3 Hak Asasi Manusia A. Pengertian HAM, HAM adalah hak dasar yang dimilki manusia sejak manusia dilahirkan. Ada dan melekat pada diri setiap Bab 3 Hak Asasi Manusia A. Pengertian HAM, HAM adalah hak dasar yang dimilki manusia sejak manusia dilahirkan. Ada dan melekat pada diri setiap manusia dan bersifat Universal B. Jenis jenis HAM -Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jawab dalam kehidupan berumah tangga bagi suami istri (Astuty, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. jawab dalam kehidupan berumah tangga bagi suami istri (Astuty, 2011). 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Dalam proses perkembangannya, manusia untuk meneruskan jenisnya membutuhkan pasangan hidup yang dapat memberikan keturunan sesuai dengan apa yang diinginkannya. Pernikahan

Lebih terperinci

KEJAHATAN SEKSUAL Lindungi Hak Korban. Masruchah Komnas Perempuan 11 Januari 2012

KEJAHATAN SEKSUAL Lindungi Hak Korban. Masruchah Komnas Perempuan 11 Januari 2012 KEJAHATAN SEKSUAL Lindungi Hak Korban Masruchah Komnas Perempuan 11 Januari 2012 KOMNAS PEREMPUAN Mei 1998 : kerusuhan dibeberapa kota besar, dengan berbagai bentuk kekerasan Kekerasan seksual menjadi

Lebih terperinci

BUPATI BULUNGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK TERHADAP TINDAK KEKERASAN

BUPATI BULUNGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK TERHADAP TINDAK KEKERASAN SALINAN BUPATI BULUNGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK TERHADAP TINDAK KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUNGAN, Menimbang

Lebih terperinci

FEMALE GENITAL MUTILATION (FGM) DITINJAU DARI PENGALAMAN PEREMPUAN YANG MENGALAMI FGM

FEMALE GENITAL MUTILATION (FGM) DITINJAU DARI PENGALAMAN PEREMPUAN YANG MENGALAMI FGM FEMALE GENITAL MUTILATION (FGM) DITINJAU DARI PENGALAMAN PEREMPUAN YANG MENGALAMI FGM SKRIPSI Diajukan untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Syarat Guna Menyelesaikan Program Sarjana Strata I Ilmu Hukum

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. An eye for an eye, and a tooth for a tooth. Jika seseorang menghilangkan

BAB 1 PENDAHULUAN. An eye for an eye, and a tooth for a tooth. Jika seseorang menghilangkan 16 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang An eye for an eye, and a tooth for a tooth. Jika seseorang menghilangkan nyaw a orang lain, maka sebagai gantinya nyaw a pelaku pun harus dihilangkan. Asumsi retributif

Lebih terperinci

JAWA TIMUR MEMUTUSKAN : PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

JAWA TIMUR MEMUTUSKAN : PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

Komisi Nasional HAM kerangka hukum dan mekanisme penegakan hukum HAM. Dr. Herlambang P Wiratraman Fakultas Hukum Universitas Airlangga 26 Mei 2015

Komisi Nasional HAM kerangka hukum dan mekanisme penegakan hukum HAM. Dr. Herlambang P Wiratraman Fakultas Hukum Universitas Airlangga 26 Mei 2015 Komisi Nasional HAM kerangka hukum dan mekanisme penegakan hukum HAM Dr. Herlambang P Wiratraman Fakultas Hukum Universitas Airlangga 26 Mei 2015 Poin pembelajaran Konteks kelahiran Komnas HAM Dasar pembentukan

Lebih terperinci

POSISI KASUS; HAMBATAN DAN PERMASALAHAN

POSISI KASUS; HAMBATAN DAN PERMASALAHAN POSISI KASUS; HAMBATAN DAN PERMASALAHAN Kasus pelanggaran HAM Berat LATAR BELAKANG Paksa reformasi 1998, nilai nilai HAM dan kewajiban pemenuhan, penghormatan dan perlindungan HAM telah menjadi menjadi

Lebih terperinci

PRESIDEN RFPUBLIK INDONESIA BAB 10 PENGHORMATAN, PENGAKUAN' DAN PENEGAKAN ATAS HUKUM DAN HAKASASI MANUSIA

PRESIDEN RFPUBLIK INDONESIA BAB 10 PENGHORMATAN, PENGAKUAN' DAN PENEGAKAN ATAS HUKUM DAN HAKASASI MANUSIA RFPUBLIK INDONESIA BAB 10 PENGHORMATAN, PENGAKUAN' DAN PENEGAKAN ATAS HUKUM DAN HAKASASI MANUSIA BAB 10 PENGHORMATAN, PENGAKUAN, DAN PENEGAKAN ATAS HUKUM DAN HAKASASI MANUSIA A. KONDISI UMUM Berbagai masalah

Lebih terperinci

KOMISI B. KEANGGOTAAN: 6 Laki-laki ; 12 Perempuan = 18orang. ( Tgl 24 September 2013 ) Kode Etik Konsil LSM Indonesia

KOMISI B. KEANGGOTAAN: 6 Laki-laki ; 12 Perempuan = 18orang. ( Tgl 24 September 2013 ) Kode Etik Konsil LSM Indonesia KOMISI B KEANGGOTAAN: 6 Laki-laki ; 12 Perempuan = 18orang ( Tgl 24 September 2013 ) Kode Etik Konsil LSM Indonesia Mukadimah Konsil LSM Indonesia menyadari bahwa peran untuk memperjuangkan partisipasi

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN

PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelanggaran HAM, karena anak adalah suatu anugerah yang diberikan oleh Allah

BAB I PENDAHULUAN. pelanggaran HAM, karena anak adalah suatu anugerah yang diberikan oleh Allah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak sebagai anggota keluarga warga negara yang sangat rentan terhadap pelanggaran HAM, karena anak adalah suatu anugerah yang diberikan oleh Allah SWT yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Tindak kekerasan merupakan pelanggaran hak azasi manusia dan kejahatan

BAB 1 PENDAHULUAN. Tindak kekerasan merupakan pelanggaran hak azasi manusia dan kejahatan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tindak kekerasan merupakan pelanggaran hak azasi manusia dan kejahatan terhadap martabat kemanusiaan serta merupakan bentuk diskriminasi. Tindak kekerasan (violence)

Lebih terperinci

Tanggung Jawab Komando Dalam Pelanggaran Berat Hak Asasi Manusia Oleh : Abdul Hakim G Nusantara

Tanggung Jawab Komando Dalam Pelanggaran Berat Hak Asasi Manusia Oleh : Abdul Hakim G Nusantara Tanggung Jawab Komando Dalam Pelanggaran Berat Hak Asasi Manusia Oleh : Abdul Hakim G Nusantara Impunitas yaitu membiarkan para pemimpin politik dan militer yang diduga terlibat dalam kasus pelanggaran

Lebih terperinci

- Sebelum melakukan penetrasi yang dalam, yang harus diutamakan adalah kenyamanan dan kebebasan ibu hamil.

- Sebelum melakukan penetrasi yang dalam, yang harus diutamakan adalah kenyamanan dan kebebasan ibu hamil. SEKS SELAMA KEHAMILAN Selain perubahan fisik, wanita yang sedang hamil biasanya memiliki perubahan kebutuhan akan perhatian dan keintiman dalam hubungan dengan pasangannya. Dari sisi emosianal, wanita

Lebih terperinci

INDEKS KINERJA HAM SETARA INSTITUTE, 12 DESEMBER 2016

INDEKS KINERJA HAM SETARA INSTITUTE, 12 DESEMBER 2016 INDEKS KINERJA HAM SETARA INSTITUTE, 12 DESEMBER 2016 PENDAHULUAN Latar Belakang Pada 10 Desember 2016, warga dunia merayakan Hari Internasional Hak Asasi Manusia. Tepatnya 68 tahun yang lalu, 10 Desember

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG PERATURAN DAERAH KABUPTEN LUMAJANG NOMOR 48 TAHUN 2007 T E N T A N G PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DI KABUPATEN LUMAJANG DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SEHUBUNGAN DENGAN PERDAGANGAN MANUSIA (ANAK)

PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SEHUBUNGAN DENGAN PERDAGANGAN MANUSIA (ANAK) PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SEHUBUNGAN DENGAN PERDAGANGAN MANUSIA (ANAK) Disusun oleh : NAMA : ELI JOY AMANDOW NRS : 084 MATA KULIAH : HAM PENDIDIKAN KHUSUS KEIMIGRASIAN ANGKATAN II 2013

Lebih terperinci

KODE ETIK KONSIL LSM INDONESIA

KODE ETIK KONSIL LSM INDONESIA KODE ETIK KONSIL LSM INDONESIA MUKADIMAH Konsil LSM Indonesia menyadari bahwa peran untuk memperjuangkan partisipasi masyarakat dalam segala proses perubahan membutuhkan pendekatan dan pentahapan yang

Lebih terperinci

Aborsi Tidak Aman Jadi Penyebab Kematian Ibu 16 Agustus :58:42

Aborsi Tidak Aman Jadi Penyebab Kematian Ibu 16 Agustus :58:42 Aborsi Tidak Aman Jadi Penyebab Kematian Ibu 16 Agustus 2004 11:58:42 Setiap tahun, 307 ibu mati dari 100.000 kelahiran hidup. Dari jumlah itu, 11 persen di antaranya meninggal karena aborsi tidak aman.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak bisa menangani masalahnya dapat mengakibatkan stres. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. tidak bisa menangani masalahnya dapat mengakibatkan stres. Menurut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap orang memiliki permasalahan dalam hidupnya, dan mereka memiliki caranya masing-masing untuk menangani masalah tersebut. Ada orang yang bisa menangani masalahnya,

Lebih terperinci

KOLABORASI ANTAR STAKEHOLDER DALAM MENANGANI TINDAK KEKERASAN ANAK BERBASIS GENDER DI KOTA SURAKARTA

KOLABORASI ANTAR STAKEHOLDER DALAM MENANGANI TINDAK KEKERASAN ANAK BERBASIS GENDER DI KOTA SURAKARTA KOLABORASI ANTAR STAKEHOLDER DALAM MENANGANI TINDAK KEKERASAN ANAK BERBASIS GENDER DI KOTA SURAKARTA Disusun Oleh : ANDRE RISPANDITA HIRNANTO D 1114001 SKRIPSI Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Untuk

Lebih terperinci

GLOBALISASI HAK ASASI MANUSIA DARI BAWAH: TANTANGAN HAM DI KOTA PADA ABAD KE-21

GLOBALISASI HAK ASASI MANUSIA DARI BAWAH: TANTANGAN HAM DI KOTA PADA ABAD KE-21 Forum Dunia tentang HAM di Kota tahun 2011 GLOBALISASI HAK ASASI MANUSIA DARI BAWAH: TANTANGAN HAM DI KOTA PADA ABAD KE-21 16-17 Mei 2011 Gwangju, Korea Selatan Deklarasi Gwangju tentang HAM di Kota 1

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN PROGRAM PEMERINTAH DALAM MENGATASI PERKAWINAN ANAK. OLEH SRI DANTI ANWAR Kemen PP-PA

KEBIJAKAN DAN PROGRAM PEMERINTAH DALAM MENGATASI PERKAWINAN ANAK. OLEH SRI DANTI ANWAR Kemen PP-PA KEBIJAKAN DAN PROGRAM PEMERINTAH DALAM MENGATASI PERKAWINAN ANAK OLEH SRI DANTI ANWAR Kemen PP-PA DATA & FAKTA DI INDONESIA Hasil Susenas 2012 mencatat 11,13% perempuan menikah di usia 10-15 tahun dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sebenarnya bukan hal yang baru

BAB I PENDAHULUAN. Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sebenarnya bukan hal yang baru BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sebenarnya bukan hal yang baru di Indonesia, namun selama ini selalu dirahasiakan atau ditutup-tutupi oleh keluarga maupun

Lebih terperinci

DAFTAR PERTANYAAN UNTUK BIDAN DIWILAYAH KERJA PUSKESMAS KEC. LAKUDO KAB. BUTON TENGAH

DAFTAR PERTANYAAN UNTUK BIDAN DIWILAYAH KERJA PUSKESMAS KEC. LAKUDO KAB. BUTON TENGAH LAMPIRAN DAFTAR PERTANYAAN UNTUK BIDAN DIWILAYAH KERJA PUSKESMAS KEC. LAKUDO KAB. BUTON TENGAH Jabatan : 1. Apa saja tupoksi bidan dalam pelayanan kebidanan dipuskesmas? 2. Dalam menjalankan praktik kebidanan

Lebih terperinci

23 Oktober Kepada Yth: Ibu Retno L.P. Marsudi Menteri Luar Negeri Republik Indonesia

23 Oktober Kepada Yth: Ibu Retno L.P. Marsudi Menteri Luar Negeri Republik Indonesia 23 Oktober 2017 Kepada Yth: Ibu Retno L.P. Marsudi Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Setelah mengikuti siklus ketiga Tinjauan Periodik Universal (Universal Periodic Review - UPR) Indonesia, saya menyambut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu kota urban di Indonesia yang semakin berkembang adalah Bandung. Berdasarkan hasil riset Badan Pusat Statistik Jawa Barat, pertumbuhan penduduk semakin pesat

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2018 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2018 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2018 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

2018, No terhadap korban tindak pidana pelanggaran hak asasi manusia yang berat, terorisme, perdagangan orang, penyiksaan, kekerasan seksual, da

2018, No terhadap korban tindak pidana pelanggaran hak asasi manusia yang berat, terorisme, perdagangan orang, penyiksaan, kekerasan seksual, da No.24, 2018 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA POLHUKAM. Saksi. Korban. Kompensasi, Restitusi, dan Bantuan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6184) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

MAKALAH INDONESIAN HUMAN RIGHTS LEGISLATION. Oleh: Ifdhal Kasim Ketua Komnas HAM RI, Jakarta

MAKALAH INDONESIAN HUMAN RIGHTS LEGISLATION. Oleh: Ifdhal Kasim Ketua Komnas HAM RI, Jakarta PEMERKUATAN PEMAHAMAN HAK ASASI MANUSIA UNTUK HAKIM SELURUH INDONESIA Hotel Santika Makassar, 30 Mei 2 Juni 2011 MAKALAH INDONESIAN HUMAN RIGHTS LEGISLATION Oleh: Ifdhal Kasim Ketua Komnas HAM RI, Jakarta

Lebih terperinci

LEMBAR ISIAN KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN TAHUN 2011

LEMBAR ISIAN KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN TAHUN 2011 LEMBAR ISIAN KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN TAHUN 2011 Pengantar Catatan Tahunan mengenai Kekerasan terhadap perempuan (KTP) dikeluarkan Komnas Perempuan setiap tahun dalam rangka memberikan gambaran kepada

Lebih terperinci

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 122 TAHUN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 122 TAHUN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 122 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DI KABUPATEN TANGERANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendatang, akan tetapi teknologi informasi serta ilmu pengetahuan dan tekhnologi (Iptek) yang

BAB I PENDAHULUAN. mendatang, akan tetapi teknologi informasi serta ilmu pengetahuan dan tekhnologi (Iptek) yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Remaja merupakan investasi masa depan bangsa karena mereka merupakan generasi penerus yang produktif dan sangat berharga bagi kelangsungan pembangunan di masa mendatang,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional yang sangat penting dalam rangka mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional yang sangat penting dalam rangka mewujudkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Program keluarga berencana merupakan salah satu program pembangunan nasional yang sangat penting dalam rangka mewujudkan keluarga Indonesia yang sejahtera. Sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK

BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk (multi-ethnic society). Kesadaran akan kemajemukan tersebut sebenarnya telah ada sebelum kemerdekaan,

Lebih terperinci

BAB 11 PENGHORMATAN, PENGAKUAN, DAN PENEGAKAN

BAB 11 PENGHORMATAN, PENGAKUAN, DAN PENEGAKAN BAB 11 PENGHORMATAN, PENGAKUAN, DAN PENEGAKAN ATAS HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA Hak asasi merupakan hak yang bersifat dasar dan pokok. Pemenuhan hak asasi manusia merupakan suatu keharusan agar warga negara

Lebih terperinci

HAM DI ERA REFORMASI. Oleh: Muchamad Ali Safa at 1. Keberadaan negara adalah untuk memenuhi kebutuhan manusia yang tidak

HAM DI ERA REFORMASI. Oleh: Muchamad Ali Safa at 1. Keberadaan negara adalah untuk memenuhi kebutuhan manusia yang tidak HAM DI ERA REFORMASI Oleh: Muchamad Ali Safa at 1 Tanggungjawab Negara Terhadap Penegakan HAM Keberadaan negara adalah untuk memenuhi kebutuhan manusia yang tidak mungkin dapat dipenuhi secara individu.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kesehatan Reproduksi 2.1.1 Pengertian Kesehatan Reproduksi Menurut WHO, kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial yang utuh bukan hanya bebas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahkan menjadi tolak ukur kemajuan Negara. Secara umum, Indonesia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. bahkan menjadi tolak ukur kemajuan Negara. Secara umum, Indonesia merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan merupakan aspek yang penting dalam kehidupan suatu negara dan bahkan menjadi tolak ukur kemajuan Negara. Secara umum, Indonesia merupakan negara yang mutu

Lebih terperinci

KAMPANYE PENGHENTIAN KLITORIDEKTOMI DAN PERAN STRATEGIS HIMPSI

KAMPANYE PENGHENTIAN KLITORIDEKTOMI DAN PERAN STRATEGIS HIMPSI KAMPANYE PENGHENTIAN KLITORIDEKTOMI DAN PERAN STRATEGIS HIMPSI Reza Indragiri Amriel Jurusan Psikologi, Fakultas Psikologi, Bina Nusantara University Jln. Kemanggisan Ilir III No 45, Kemanggisan, Palmerah,

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

Partisipasi Masyarakat dalam Pencegahan Pelanggaram HAM dan Pengingkaran Kewajiban

Partisipasi Masyarakat dalam Pencegahan Pelanggaram HAM dan Pengingkaran Kewajiban Partisipasi Masyarakat dalam Pencegahan Pelanggaram HAM dan Pengingkaran Kewajiban Nama Kelompok: 1. Rizeki Amalia 2. Setiawan Hartanto 3. Rizki Saputra 4. Sarah Julianti 5. Yessy Dwi Yulianti 6. Yuniar

Lebih terperinci

ANGGARAN DASAR KOMNAS PEREMPUAN PENGESAHAN: 11 FEBRUARI 2014

ANGGARAN DASAR KOMNAS PEREMPUAN PENGESAHAN: 11 FEBRUARI 2014 ANGGARAN DASAR KOMNAS PEREMPUAN PENGESAHAN: 11 FEBRUARI 2014 PEMBUKAAN Bahwa sesungguhnya hak-hak asasi dan kebebasan-kebebasan fundamental manusia melekat pada setiap orang tanpa kecuali, tidak dapat

Lebih terperinci

KOMNAS HAM DAN PENGADILAN HAM. Muchamad Ali Safa at

KOMNAS HAM DAN PENGADILAN HAM. Muchamad Ali Safa at KOMNAS HAM DAN PENGADILAN HAM Muchamad Ali Safa at NATIONAL HUMAN RIGHTS INSTITUTION 1946 ECOSOC : mengundang anggota PBB untuk mendorong pembentukan komisi HAM nasional sebagai sarana kerja sama dengan

Lebih terperinci

Usulan Peta Jalan Penyelesaian Pelanggaran HAM Masa lalu: Pelembagaan Kebijakan dan Rencana Aksi

Usulan Peta Jalan Penyelesaian Pelanggaran HAM Masa lalu: Pelembagaan Kebijakan dan Rencana Aksi Usulan Peta Jalan Penyelesaian Pelanggaran HAM Masa lalu: Pelembagaan Kebijakan dan Rencana Aksi Disampaikan dalam Diskusi dengan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) 29 Januari 2015 Lembaga Studi dan Advokasi

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKALAN

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKALAN PEMERINTAH KABUPATEN BANGKALAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKALAN NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Defenisi Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca

Lebih terperinci

Bahan Diskusi Sessi Kedua Implementasi Konvensi Hak Sipil Politik dalam Hukum Nasional

Bahan Diskusi Sessi Kedua Implementasi Konvensi Hak Sipil Politik dalam Hukum Nasional Bahan Diskusi Sessi Kedua Implementasi Konvensi Hak Sipil Politik dalam Hukum Nasional Oleh Agung Putri Seminar Sehari Perlindungan HAM Melalui Hukum Pidana Hotel Nikko Jakarta, 5 Desember 2007 Implementasi

Lebih terperinci

MAKALAH. Pengadilan HAM dan Hak Korban Pelanggaran Berat HAM. Oleh: Eko Riyadi, S.H., M.H.

MAKALAH. Pengadilan HAM dan Hak Korban Pelanggaran Berat HAM. Oleh: Eko Riyadi, S.H., M.H. TRAINING RULE OF LAW SEBAGAI BASIS PENEGAKAN HUKUM DAN KEADILAN Hotel Santika Premiere Hayam Wuruk - Jakarta, 2 5 November 2015 MAKALAH Pengadilan HAM dan Hak Korban Pelanggaran Berat HAM Oleh: Eko Riyadi,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 19 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN

Lebih terperinci

PENGENDALIAN INFORMASI BPJS KETENAGAKERJAAN

PENGENDALIAN INFORMASI BPJS KETENAGAKERJAAN PENGENDALIAN INFORMASI BPJS KETENAGAKERJAAN Informasi BPJS Ketenagakerjaan Informasi adalah keterangan, pernyataan, gagasan dan tanda-tanda yang mengandung nilai, makna dan pesan, baik data, fakta maupun

Lebih terperinci

KEWARGANEGARAAN. Modul ke: HAK ASASI MANUSIA. Fakultas FEB. Syahlan A. Sume. Program Studi MANAJEMEN.

KEWARGANEGARAAN. Modul ke: HAK ASASI MANUSIA. Fakultas FEB. Syahlan A. Sume. Program Studi MANAJEMEN. KEWARGANEGARAAN Modul ke: HAK ASASI MANUSIA by Fakultas FEB Syahlan A. Sume Program Studi MANAJEMEN www.mercubuana.ac.id HAK ASASI MANUSIA Pokok Bahasan: 1.Pengertian Hak Asasi Manusia. 2. Tujuan Hak Asasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan. Pertumbuhan merupakan perubahan secara fisiologis sebagai

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan. Pertumbuhan merupakan perubahan secara fisiologis sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam perjalanan hidup, manusia mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan merupakan perubahan secara fisiologis sebagai hasil dari proses pematangan fungsi-fungsi

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA SELATAN, Menimbang :

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. kekerasan itu tidak jauh dari kebiasaan kita. Berdasarkan Undang-undang (UU) No. 23 Tahun

I. TINJAUAN PUSTAKA. kekerasan itu tidak jauh dari kebiasaan kita. Berdasarkan Undang-undang (UU) No. 23 Tahun I. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Kekerasan Secara umum kekerasan identik dengan pengerusakan dan menyebabkan kerugian bagi pihak lain. Namun jika kita pilah kedalam jenis kekerasan itu sendiri, nampaknya

Lebih terperinci

pembentukan komisi kepresidenan

pembentukan komisi kepresidenan Keluarga korban pelanggaran HAM usul pembentukan komisi kepresidenan Setara dan keluarga korban mengatakan tidak ada rekonsiliasi tanpa pengungkapan kebenaran Published 3:47 PM, March 29, 2016 TUNTUT KEADILAN.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencapai target Tujuan Pembangunan Millenium (Millenium

BAB I PENDAHULUAN. mencapai target Tujuan Pembangunan Millenium (Millenium BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penurunan angka kematian ibu di Indonesia per 100.000 kelahiran bayi hidup masih terlalu lamban untuk mencapai target Tujuan Pembangunan Millenium (Millenium

Lebih terperinci

Penyebab dan Akar Masalah

Penyebab dan Akar Masalah Membedah Angka Kematian Ibu: Penyebab dan Akar Masalah Tingginya Angka Kematian Ibu Konferensi INFID, 26-27 November 2013 Institut KAPAL Perempuan Jl. Kalibata Timur Raya No.5 Jakarta Selatan Telp/Fax:

Lebih terperinci

TATA TERTIB SIDANG VERIFIKASI PEMILIHAN RAYA IKATAN KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA 2015

TATA TERTIB SIDANG VERIFIKASI PEMILIHAN RAYA IKATAN KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA 2015 PANITIA PEMILIHAN RAYA IKATAN KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA TATA TERTIB SIDANG VERIFIKASI PEMILIHAN RAYA IKATAN KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA 2015 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam

Lebih terperinci

Perkawinan Anak dan Kekerasan terhadap Perempuan di Indonesia

Perkawinan Anak dan Kekerasan terhadap Perempuan di Indonesia Perkawinan Anak dan Kekerasan terhadap Perempuan di Indonesia Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) Komnas Perempuan Respon negara terhadap tuntutan masyarakat anti kekerasan

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PENGARUSUTAMAAN HAK HAK ANAK: TINJAUAN HUKUM HAM

PENGARUSUTAMAAN HAK HAK ANAK: TINJAUAN HUKUM HAM PENGARUSUTAMAAN HAK HAK ANAK: TINJAUAN HUKUM HAM R. Herlambang Perdana Wiratraman, SH., MA. Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 29 Januari 2008 Pokok Pembahasan 1. Bagaimana ketentuan hukum

Lebih terperinci