BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. peneliti terkait dengan penelitian yang dilakukan, yang nantinya dapat menjadi
|
|
- Hengki Sumadi
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 12 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini, akan dibahas mengenai tinjauan pustaka yang digunakan peneliti terkait dengan penelitian yang dilakukan, yang nantinya dapat menjadi landasan teoritis dalam mendukung penelitian ini. Teori-teori yang terdapat dalam bab ini diantaranya teori sikap serta beberapa tinjauan pustaka terkait penelitian. 2.1 Sikap Sikap berasal dari kata Latin aptus yang berarti dalam keadaan sehat dan siap melakukan aksi atau tindakan, atau juga dapat dianalogikan dengan keadaan seorang gladiator dalam arena laga yang siap menghadapi singa sebagai lawannya dalam pertarungan (Sarwono & Meinarno, 2009). Dalam Sarwono & Meinarno, G.W. Allport (1935) membuat batasan terkait definisi sikap (attitude) yang merujuk pada kesiapan mental. Menurut Allport, sikap merupakan suatu proses yang berlangsung di dalam diri individu, bersama dengan pengalaman individu, dengan mengarahkan dan menentukan respons terhadap berbagai objek dan situasi. Albarracin, Johnson, dan Zanna (2005) memperjelas definisi sikap sebagai kecenderungan individu untuk berpikir, merasa atau bertindak secara positif atau negatif terhadap objek di lingkungan kita. Tidak hanya berkaitan dengan positif dan negatif, sikap juga dapat diposisikan sebagai hasil evaluasi terhadap objek sikap yang diekspresikan ke dalam proses kognitif, afektif, dan perilaku (Richards, 2011).
2 13 Dalam Bernstein, dkk, Banaji & Heiphetz (2010) mengelompokkan sikap kedalam tiga komponen penting yaitu: 1. Kognisi (Cognitive) Komponen yang mencakup penerimaan informasi dari lingkungan melalui panca indra, memprosesnya, mengenali yang dipersepsikan, membandingkannya dengan data yang telah dimiliki, mengklasifikasikan, menyimpan dalam ingatan, serta menggunakannya dalam merespons rangsangan. 2. Afeksi (Affective) Komponen yang menjelaskan perasaan atau emosi individu terhadap objek sikap. 1. Perilaku (Behavioral) Komponen yang menjelaskan mengenai kecenderungan tindakan individu terhadap objek sikap yang berasal dari masa lalu. Ketiga komponen sikap Banaji & Heiphetz menjelaskan keterikatan antara komponen satu dengan yang lainnya atas fenomena sosial dengan respon perilaku tertentu. Pertama, komponen kognisi (cognitive) menggambarkan proses berpikir indiividu dalam menerima informasi dari lingkungan melalui alat indra, memprosesnya, mengenali yang dipersepsikan, membandingkannya dengan data yang telah dimiliki, mengklasifikasikannya, dan menyimpannya dalam ingatan serta menggunakannya dalam merespons rangsangan. merespons rangsangan. Kedua, yaitu komponen afeksi (affective), yang menjelaskan mengenai gambaran perasaan dan emosional individu terkait fenomena
3 14 praktik khitan yang dikenakan terhadap perempuan (Banaji & Heiphetz, 2010). Ketiga, komponen perilaku (behavioral) yang menjelaskan mengenai kecenderungan pola perilaku individu dalam menanggapi fenomena khitan terhadap perempuan (Banaji & Heiphetz, 2010). 2.2 Pandangan Laki-laki dan Perempuan tentang Perempuan Menurut Nasaruddin (2010) terdapat dua perbedaan pemahaman mengenai penggunaan istilah kata antara relasi seksual dan jender. Relasi seksual adalah hubungan antara kaum laki-laki dan perempuan yang didasarkan pada tuntutan dan kategori biologis. Sedangkan, relasi jender merupakan sebuah konsep dan realitas sosial yang berbeda dimana pembagian kerja seksual antara laki-laki dan perempuan tidak didasarkan pada pemahaman yang bersifat normatif serta kategori biologis, melainkan pada kualitas, keahlian, dan peran berdasarkan konvensi-konvensi sosial. Sebagai contoh, seorang suami yang karena satu dan lain hal memilih untuk bekerja dirumah mengasuh anak-anaknya, maka dari segi jender suami tersebut telah mengambil peran sebagai perempuan, meskipun dari segi seksual adalah seorang laki-laki. Berdasarkan pemahaman ini, maka bisa saja seorang yang secara biologis dikategorikan sebagai laki-laki, tetapi secara jender berperan sebagai perempuan ataupun sebaliknya. Dalam pembahasan mengenai jender, kesetaraan dan keadilan jender dikenal adanya dua aliran atau teori yaitu teori nurture dan teori nature (Sadli & Bachtiar, 2010).
4 15 1. Teori Nurture Menurut teori nurture, perbedaan perempuan dan laki-laki adalah hasil konstruksi sosial budaya sehingga menghasilkan peran dan tugas yang berbeda. Perbedaan itu membuat perempuan selalu tertinggal dan terabaikan peran dan kontribusinya dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Konstruksi sosial menempatkan perempuan dan laki-laki dalam perbedaan kelas. Sadli & Bachtiar, juga menjelaskan bahwa laki-laki selalu diidentikkan dengan kelas borjuis, dan perempuan sebagai kelas proletar. 2. Teori Nature Kontras terhadap teori nurture, teori nature mendefinisikan adanya pembedaan laki-laki dan perempuan adalah kodrat, sehingga harus diterima. Perbedaan biologis ini memberikan indikasi dan implikasi bahwa diantara kedua jenis kelamin tersebut memiliki peran dan tugas yang berbeda. Ada peran dan tugas yang dapat dipertukarkan, tetapi ada yang tidak bisa karena memang bebeda secara kodrat alamiahnya. Dalam proses perkembangannya, disadari bahwa ada beberapa kelemahan konsep nurture yang dirasa tidak menciptakan kedamaian dan keharmonisan dalam kehidupan berkeluarga maupun bermasyarakat, yaitu terjadi ketidakadilan jender, maka beralih ke teori nature. Kelemahan konsep tersebut yang melahirkan pembedaan dan diskriminasi jender yang kemudian menjadi suatu kebiasaan yang mengakar dan mendunia. Dalam Atmowiloto (2006), Budiyanta menjelaskan
5 16 kedudukan dan posisi kaum perempuan dan laki-laki secara teoritis dapat dilihat dari dua sisi. Pertama, secara biologis perbedaan dan kedudukan sosial antara laki-laki dan perempuan selalu dikaitkan dengan jenis kelamin (sex) yang masing-masing dimiliki laki-laki dan perempuan tersebut. Akibat dari perbedaan secara biologis ini, maka tidak jarang berimplikasi jauh terhadap kedudukan sosial (social role) yang diperankan oleh kedua pihak. Perempuan di negara dan suku manapun mempunyai alat reproduksi yaitu seperti rahim, mempunyai vagina, mengalami menstruasi, dapat hamil, melahirkan serta menyusui. Sedangkan laki-laki kodrat biologisnya adalah memiliki penis, dan memproduksi sperma yang dapat membuahi sel telur perempuan. Hal ini tidak jarang membawa dampak perempuan diperlakukan kurang adil atau diskriminasi dalam menentukan peran dan posisinya dibandingkan kaum laki-laki. Kedua, secara budaya (culture), yaitu perbedaan antara laki-laki dan perempuan dikonstruksikan mempunyai kedudukan bukan disebabkan karena perbedaan jenis kelamin, melainkan merupakan suatu bangunan sosial (social construct) yang mengatur hubungan antara laki-laki dan perempuan yang terbentuk melalui proses sosialisasi yang selanjutnya dapat melahirkan peranan, kedudukan, hak dan tanggung jawab, serta kewajiban antara laki-laki dan perempuan dilihat dari realita sosial dimana mereka berada. Untuk mengakhiri pembedaan tersebut, Badan Deklarasi PBB melakukan segala penghapusan kekerasan terhadap perempuan (1993), dengan mendefinisikan kekerasan terhadap perempuan sebagai: Semua tindak kekerasan berbasis gender yang mengakibatkan, atau
6 17 mungkin mengakibatkan, bahaya fisik, seksual atau psikologis atau penderitaan pada perempuan, termasuk ancaman serupa tindakan tindakan tersebut, pemaksaan atau perampasan kebebasan, baik yang terjadi di ruang publik atau privat (hal.3). 1.3 Khitan Perempuan Khitan berasal dari bahasa arab Al-khitan atau Khatana yang berarti memotong. Praktik khitan perempuan merujuk pada istilah female genital mutilation (FGM) yang diperkenalkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun Sedangkan, istilah yang dipakai untuk FGM di indonesia adalah sunat perempuan atau khitan perempuan. Female Genital Mutilation (FGM) didefinisikan sebagai pemotongan alat kelamin perempuan, termasuk semua prosedur menghilangkan sebagian atau seluruh selaput organ kelamin eksternal perempuan atau segala bentuk tindakan melukai organ kelamin perempuan baik dengan alasan adat-istiadat, kepercayaan, atau agama atau alasan non-medis lainya. Walaupun praktik khitan perempuan banyak dilakukan di negara Islam, kemunculan praktik khitan perempuan diketahui tidak secara khusus memiliki kaitan dengan agama karena dilakukan berabad-abad sebelum datangnya masa Islam. Pada akhirnya ketika praktik khitan perempuan seringkali disandingkan dengan agama terutama agama Samawi yaitu Yahudi, Kristen, dan Islam, lebih dikarenakan agama berperan sebagai media penyebaran pelaksanaan praktik khitan perempuan (FGM) pada masa itu (Musyarofah, dkk; 2003) Secara implisit, penggunaan kata mutilasi (mutilation) mengandung penekanan bahwa praktik khitan perempuan yang merupakan bentuk kekerasan terhadap perempuan. Publikasi WHO pada tahun 1997
7 18 menyebutkan FGM mencakup segala bentuk prosedur yang menyertakan pembuangan sebagian maupun seluruh bagian luar alat kelamin perempuan dan atau pencederaan atas organ genital perempuan untuk alasan budaya maupun alasan-alasan non-therapeutic lainnya. Kendati demikian, terdapat pemaknaan yang berbeda pada kata female genital mutilation dan khitan perempuan dalam keyakinan agama Islam Klasifikasi Pengklasifikasian terakhir yang dilakukan oleh WHO (2010) terkait pelaksanaan female genital mutilation yang dinilai sebagai lambang kekerasan pada perempuan memiliki keragaman pada setiap negara. Terdapat empat tipe klasifikasi praktik khitan perempuan: 1. Tipe I Clitoridectomy Tipe pertama dengan menghilangkan sebagian atau keseluruhan klitoris. Gambar Tipe I Clitoridectomy Sumber: Situs Amnesty International.
8 19 2. Tipe II Excision Tipe kedua pembuangan sebagian maupun keseluruhan klitoris dan labia minora, baik dengan maupun tanpa pengirisan labia majora. Gambar Tipe II Excision Sumber: Situs Amnesty International. 3. Tipe III Infibulation Tipe ketiga dengan melakukan penyempitan lubang vagina dengan memotong labia minora dan/atau labia majora, baik dengan maupun tanpa pengirisan klitoris. Gambar Tipe III Infibulation Sumber: Situs Amnesty International.
9 20 4. Tipe IV Unclassified Termasuk semua prosedur selain Tipe I, II, dan III, yang mencakup penusukan, penggoresan, pengirisan, dan pembakaran jaringan kelamin yang membahayakan alat kelamin perempuan dengan tujuan non-medis Etiologi WHO (2010) menjelaskan lima alasan terkait dilakukannya pelaksanaan khitan perempuan (female genital mutilation), yaitu : 1. Psikoseksual Diharapkan pemotongan klitoris akan mengurangi libido pada perempuan, mengurangi atau menghentikan masturbasi, menjaga kesucian dan keperawanan sebelum menikah, kesetiaan sebagai istri, dan meningkatkan kepuasan seksual bagi laki-laki. Terdapat juga pendapat sebaliknya yang yakin bahwa sunat perempuan akan meningkatkan libido sehingga akan lebih menyenangkan suami. 2. Sosiologi Melanjutkan tradisi secara turun-temurun, yaitu meyakini dengan dilakukan khitan dapat menghilangkan hambatan atau kesialan yang dibawa oleh perempuan sejak lahir, serta jelasnya masa peralihan pubertas atau wanita dewasa, perekat sosial, dan agar perempuan dipandang lebih terhormat. 3. Kesehatan (hygiene) dan estetik Adanya anggapan bahwa organ genital eksternal perempuan dianggap kotor dan memiliki bentuk yang tidak indah, sehingga khitan
10 21 dilakukan untuk meningkatkan kebersihan dan keindahan organ genital perempuan. 4. Mitos Adanya anggapan bahwa perempuan yang dikhitan dapat meningkatkan kesuburan dan daya tahan perempuan. 5. Agama Adanya kepercayaan masyarakat terdahulu bahwa khitan perempuan merupakan salah satu perintah agama, agar ibadah yang dilakukan oleh perempuan lebih diterima oleh Tuhan Dampak Tahun 2011 United Nation Population Fund (UNFPA) menguraikan dua dampak praktik khitan perempuan yang mengandung unsur kekerasan, yaitu dampak terhadap fisik dan psikis baik jangka pendek maupun jangka panjang. 1. Dampak Fisik Dampak jangka pendek ditandai dengan: Rasa nyeri berat Syok Ditandai dengan rasa sakit akibat tidak diberikan anestesi (obat bius). Pendarahan dan Tetanus Sepsis Ditandai dengan terjadinya peradangan diseluruh tubuh akibat dari infeksi atau keracunan dalam darah. Retensi Urine
11 22 Ulserasi pada genital, dan luka pada jaringan jaringan sekitar organ kelamin perempuan. Pendarahan massive dan infeksi yang dapat menyebabkan kematian. HIV dan Hepatitis Akibat penggunaan alat bersama untuk beberapa orang tanpa sterilisasi sesuai prosedur, dapat menjadi sumber infeksi dan media transmisi penularan penyakit. Dampak jangka panjang ditandai dengan: Kista dan Abses Berupa tumor jinak dan kumpulan nanah. Keloid Berupa daging tumbuh disekitar genital atau kelamin perempuan. Kerusakan uretra Ditandai dengan penurunan sensitivitas permanen akibat klitoridektomi. Dispareunia (rasa nyeri saat berhubungan seks). Chronic Morbidty Ditandai dengan gejala kronis lainnya yang dapat menyebabkan kematian. 2. Dampak Psikis Dampak jangka pendek ditandai dengan:
12 23 Disfungsi seksual Kauterisasi elektrik klitoris dapat berpengaruh pada psikis yang menghilangka keinginan untuk masturbasi. Trauma Ditandai dengan kilas balik pemikiran perempuan yang dikhitan yang sangat mengganggu. Hilangnya rasa percaya diri dilaporkan sebagai efek serius yang dapat terjadi. Dampak jangka panjang ditandai dengan: Timbul perasaan tidak sempurna atau ansietas (rasa khawatir berlebihan mengenai potensi diri). Depresi Iritabillitas Chronic Rasa iritasi berkepanjangan pada daerah vital perempuan. Frigiditas Keadaan perempuan yang sulit terangsang bahkan tidak dapat menikmati hubungan seksual. Hal hal tersebut dapat mengakibatkan konflik dalam pernikahannya. Banyak perempuan yang mengalami trauma dengan pengalaman FGM tersebut, tetapi tidak bisa mengungkapkan ketakutan dan penderitaannya secara terbuka (UNFPA, 2011).
13 Pandangan Laki-Laki dan Perempuan tentang Khitan Perempuan Maraknya berbagai isu terkait ketidaksetaraan kedudukan antara lakilaki dan perempuan telah melahirkan berbagai perspektif pada ilmu psikologi. Psikologi feminis merupakan salah satu kubu yang meneliti sekaligus mengkaji mengenai kedudukan antara laki-laki dan perempuan di mata sosial. Saparinah Sadli (2002) menjelaskan bahwa feminist perspective atau pendekatan feminis yaitu perspektif yang didasarkan pada suatu kerangka yang mengusulkan bahwa dalam kegiatan penelitian, perempuan perlu diterima dan dihargai sebagai sesama manusia yang memiliki potensi atau kemampuan untuk berkembang. Karakteristik perempuan yang dianggap tidak kompeten, lemah, dan tidak mandiri lebih merupakan produk budaya yang meremehkan. Pandangan semacam ini perlu diimbangi dengan adanya gambaran tentang perempuan yang pintar, mandiri, cerdas, berani, mampu mengambil keputusan, sukses, serta etis. Selaras dengan itu, perspektif feminis berharap dapat menghasilkan tindakan untuk mencapai kebenaran dan mengungkap bahwa perempuan menderita bukan atas kesadarannya, melainkan karena kesadaran yang telah dibentuk masyarakat terhadap perempuan (Hayati, 2006). Berbagai perlakuan yang diterima perempuan menempatkan perempuan sebagai kaum yang tertindas atau subordinasi. Selaras dengan pandangan tersebut, berbagai dukungan diberikan dari berbagai kalangan feminis yang menganggap khitan perempuan sebagai salah satu bentuk kekerasan yang mengindikasikan penerimaan masyarakat akan kehadiran seorang perempuan di mata sosial. Amiruddin (2006) mendefinisikan kekerasan simbolik sebagai kekerasan tak kasat mata yang tidak dirasakan
14 25 sebagai kekerasan, melainkan sebagai sesuatu yang dianggap alamiah dan wajar. Aliran feminisme menyebut sebagai falosentrisme yaitu ketika laki-laki mendominasi pengetahuan, bahasa, wacana, tindakan, dan menjadi pusat kriteria segala sesuatu. Pada penelitian ini, peneliti membagi pembahasan menjadi dua sudut pandang yaitu, secara etic dan emic dalam menanggapi isu khitan perempuan sebagai produk ketidaksetaraan jender. Dalam Young (2005), menjelaskan istilah etic dan emic pertama kali diintroduksi oleh seorang ahli bahasa Kenneth L. Pike tahun 1957, yang berpendapat bahwa alat yang dikembangkan untuk menggambarkan perilaku linguistik dapat disesuaikan dengan uraian tentang perilaku sosial manusia. Emik dan etik berasal dari istilah linguistik yaitu fonemik dan fonetik, yang berasal dari bahasa Yunani. Pike mengusulkan dikotomi emik-etik dalam penelitian sebagai cara untuk mengurai seputar isu-isu filosofis tentang objektivitas. Etic merupakan gagasan atau perspektif individu yang tidak memiliki pengalaman dari suatu masyarakat atau budaya tertentu. Peneliti etic dapat pula disebut sebagai outsider. Dengan kata lain, menggunakan sudut pandang etic berarti peneliti dapat memposisikan diri sebagai bagian luar dari suatu masyarakat atau budaya tertentu. Sedangkan emic merupakan perspektif individu berupa pengalaman pribadi dan juga dialami masyarakat atau budaya tertentu. Peneliti emic dapat disebut sebagai insider (Young, 2005). Melalui sudut pandang emic berarti peneliti memposisikan diri sebagai pengamat dari suatu masyarakat atau budaya tertentu. Dengan kata lain, emik mengacu pada pandangan partisipan yang dikaji, sedangkan etik mengacu pada pandangan si peneliti. Konsep emik adalah deskripsi dan
15 26 analisis yang dilakukan dalam konteks skema dan kategori konseptual yang dianggap bermakna bagi partisipan dalam suatu kejadian atau situasi yang dideskripsikan dan dianalisis. Sedangkan, konsep etik merupakan deskripsi dan analisa yang dilakukan berupa konteks skema dan kategori konseptual yang dianggap bermakna oleh pihak luar sebagai komunitas ilmiah yang kritis. Kedua sudut pandang tersebut digunakan dalam penelitian ini agar peneliti dapat memposisikan diri secara fleksibel guna mendapatkan pengalaman dari masing-masing partisipan dan juga mengetahui sikap jender satu sama lain terkait khitan pada perempuan. Beberapa tokoh Islam seperti Muhammad & Kodir (2001) mengatakan bahwa khitan perempuan merupakan suatu perlakuan yang menyakitkan yang harus diterima oleh kaum perempuan dan lingkungan justru memberikan banyak kesempatan serta kepuasan seksual mereka secara optimal. Sebagai etic, pandangan tersebut diberikan oleh kaum laki-laki dalam menanggapi spekulasi khitan yang dikenakan terhadap perempuan. Selaras dengan pernyataan tersebut, dari sudut pandang emic sekaligus kaum perempuan yaitu Murniati (2004), mengatakan bahwa khitan perempuan merupakan produk dari suatu pelabelan kaum perempuan yaitu berupa mahluk yang pasif, lemah, serta emosional. Dengan kodrat seperti itu, perempuan kerap menjadi sasaran kekerasan baik fisik, psikis, maupun seksual.
16 Kerangka Berfikir Pengasosiasian identitas kaum laki-laki sebagai golongan kelas atas atau superior. Kaum perempuan sebagai golongan subordinasi menjadi korban diskriminasi dan kekerasan. Alih-alih kekerasan dilakukan demi menjaga kehormatan sekaligus membatasi hasrat seksual perempuan. Beberapa praktik khitan yang dikenakan terhadap perempuan mengandung unsur kekerasan dan perampasan hak perempuan. Agama dan budaya menjadi alasan utama masih diberlakukan khitan perempuan hingga saat ini. Perlu adanya deskripsi dengan tinjauan etic dan emic mengenai sikap terhadap praktik khitan perempuan kepada kaum laki-laki sebagai figur yang diprorioritaskan dan kaum perempuan yang dipandang sebagai golongan subordinasi
ANALISIS SIKAP LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN TERHADAP PRAKTIK KHITAN PEREMPUAN (SEBUAH STUDI DESKRIPTIF)
ANALISIS SIKAP LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN TERHADAP PRAKTIK KHITAN PEREMPUAN (SEBUAH STUDI DESKRIPTIF) AFRIGTHEA RAGIELTRINANDA 1200989664 ABSTRAK Ketidaksetaraan laki-laki dan perempuan serta kekerasan perempuan
Lebih terperinciBAB 2 TUNJAUAN PUSTAKA. Konsep tentang sikap telah berkembang dan melahirkan berbagai
BAB 2 TUNJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Sikap 2.1.1 Pengertian Sikap Konsep tentang sikap telah berkembang dan melahirkan berbagai macam pengertian diantara ahli psikologi (Widiyanta, 2002). Sikap, menurut
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. pelaksanaan tersebut lumrah dilakukan terhadap kaum laki-laki saja.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ketika mendengar kata sunat atau khitan, terbesit di pikiran bahwa pelaksanaan tersebut lumrah dilakukan terhadap kaum laki-laki saja. Faktanya, praktik khitan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sunat Perempuan 1. Pengertian Sunat Perempuan Banyak konsep yang digunakan untuk menjelaskan tentang sunat perempuan. Dalam Islam khitan atau sunat berasal dari bahasa arab Al-khitan
Lebih terperinciPEREMPUAN DAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Chandra Dewi Puspitasari
PEREMPUAN DAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA Oleh: Chandra Dewi Puspitasari Pendahuluan Kekerasan terutama kekerasan dalam rumah tangga merupakan pelanggaran hak asasi manusia dan kejahatan terhadap martabat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tidak bisa menangani masalahnya dapat mengakibatkan stres. Menurut
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap orang memiliki permasalahan dalam hidupnya, dan mereka memiliki caranya masing-masing untuk menangani masalah tersebut. Ada orang yang bisa menangani masalahnya,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Isu lemahnya penegakan hak asasi manusia (HAM) telah menjadi
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Isu lemahnya penegakan hak asasi manusia (HAM) telah menjadi polemik tersendiri yang mewarnai perjalanan Bangsa Indonesia. Pusat Studi Hak Asasi Manusia Universitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. gender. Kekerasan yang disebabkan oleh bias gender ini disebut gender related
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kekerasan terhadap perempuan adalah persoalan pelanggaran kondisi kemanusiaan yang tidak pernah tidak menarik untuk dikaji. Menurut Mansour Fakih (2004:17) kekerasan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Defenisi Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Perselingkuhan sebagai..., Innieke Dwi Putri, FIB UI, Universitas Indonesia
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra menggambarkan jiwa masyarakat. Karya sastra sebagai interpretasi kehidupan, melukiskan perilaku kehidupan manusia yang terjadi dalam masyarakat. Segala
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Praktek sirkumsisi pada perempuan sudah menjadi tradisi disekelompok
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktek sirkumsisi pada perempuan sudah menjadi tradisi disekelompok masyarakat tertentu. Tujuan utamanya untuk mengontol dorongan seksual pada perempuan. Ada anggapan
Lebih terperinci* Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang. 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik
Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang melahirkan aliran feminisme, yakni: 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik * *Tokoh : Robert Merton & Talcott Parsons. *Teori
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN TEORITIS
BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Remaja 2.1.1 Definisi Remaja Masa remaja adalah periode transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa, yang melibatkan perubahan biologis, kognitif, dan
Lebih terperinciMATA KULIAH. Kesehatan Reproduksi WAKTU DOSEN TOPIK. Kesehatan Reproduksi dalam Perspektif Gender. IRMA NURIANTI, SKM. M.Kes
MATA KULIAH WAKTU DOSEN IRMA NURIANTI, SKM. M.Kes TOPIK dalam Perspektif Gender dalam Perspektif Gender 1 SUB TOPIK Diskriminasi Gender Setelah perkuliahan ini mahasiswa dapat menjelaskan tentang: 1. Diskriminasi
Lebih terperinciAnalisis Gender dan Transformasi Sosial Pembahas: Luh Anik Mayani
Analisis Gender dan Transformasi Sosial Pembahas: Luh Anik Mayani Pokok bahasan dalam buku Analisis Gender dan Transformasi Sosial karya Mansour Fakih ini dibagi menjadi tiga bagian, yaitu tentang analisis
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada dasarnya pendidikan seks untuk anak dan remaja sangat perlu, peran
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pendidikan Seks Pada dasarnya pendidikan seks untuk anak dan remaja sangat perlu, peran orang tua yang sangat dituntut lebih dominan untuk memperkenalkan sesuai dengan usia dan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. gender dengan kata seks atau jenis kelamin yang ditentukan secara biologis. Misalnya
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Gender dan Kekerasan Terhadap Perempuan Menurut fakih (1996) dalam memahami konsep gender maka harus dibedakan pada kata gender dengan kata seks atau jenis kelamin yang ditentukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan Indonesia kearah modernisasi maka semakin banyak peluang bagi perempuan untuk berperan dalam pembangunan. Tetapi berhubung masyarakat
Lebih terperinciKESEHATAN REPRODUKSI DALAM PERSPEKTIF GENDER. By : Basyariah L, SST, MKes
KESEHATAN REPRODUKSI DALAM PERSPEKTIF GENDER By : Basyariah L, SST, MKes Kesehatan Reproduksi Dalam Persfektif Gender A. Seksualitas dan gender 1. Seksualitas Seks : Jenis kelamin Seksualitas : Menyangkut
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Penelitian tantang Analisis Perbedaan Persepsi Mahasiswa dan Mahasiswi Akuntansi S1 Terhadap Pentinngnya Laporan Keuangan (Studi Pada Program Studi Fakultas Ekonomi Universitas
Lebih terperinci1Konsep dan Teori Gender
1Konsep dan Teori Gender Pengantar Dalam bab ini akan disampaikan secara detil arti dan makna dari Gender, serta konsepsi yang berkembang dalam melihat gender. Hal-hal mendasar yang perlu dipahami oleh
Lebih terperinciKonsep Dasar Gender PERTEMUAN 4 Ira Marti Ayu Kesmas/ Fikes
Konsep Dasar Gender PERTEMUAN 4 Ira Marti Ayu Kesmas/ Fikes KEMAMPUAN AKHIR YANG DIHARAPKAN Mahasiswa mampu menguraikan dan menjelaskan mengenai Konsep Dasar Gender dalam kespro Konsep dasar gender Pengertian
Lebih terperinciPERSPEKTIF GENDER DALAM UNDANG-UNDANG KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Wahyu Ernaningsih
PERSPEKTIF GENDER DALAM UNDANG-UNDANG KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA Oleh: Wahyu Ernaningsih Abstrak: Kasus kekerasan dalam rumah tangga lebih banyak menimpa perempuan, meskipun tidak menutup kemungkinan
Lebih terperinciSEX EDUCATION. Editor : Nurul Misbah, SKM
SEX EDUCATION Editor : Nurul Misbah, SKM ISU-ISU SEKSUALITAS : Pembicaraan mengenai seksualitas seringkali dianggap sebagai hal yang tabu tidak pantas dibicarakan dalam komunitas umum bersifat pribadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Karya sastra merupakan gambaran tentang kehidupan yang ada dalam
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan gambaran tentang kehidupan yang ada dalam masyarakat. Kehidupan sosial, kehidupan individu, hingga keadaan psikologi tokoh tergambar
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Teori Relasi Kekuasaan Sejarah perbedaan gender (gender differences) antara manusia jenis laki- laki dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Dalam penelitian ini, peneliti meneliti mengenai pemaknaan pasangan suami-istri di Surabaya terkait peran gender dalam film Erin Brockovich. Gender sendiri
Lebih terperinciTAHAP PERKEMBANGAN ANAK USIA 12-17 TAHUN
TAHAP PERKEMBANGAN ANAK USIA 12-17 TAHUN LATAR BELAKANG Lerner dan Hultsch (1983) menyatakan bahwa istilah perkembangan sering diperdebatkan dalam sains. Walaupun demikian, terdapat konsensus bahwa yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. upaya dari anggota organisasi untuk meningkatkan suatu jabatan yang ada.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Masyarakat hidup secara berkelompok dalam suatu kesatuan sistem sosial atau organisasi. Salah satu bidang dalam organisasi yaitu bidang politik (Wirawan,
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Allport dalam Bordens & Horowitz (2009) menjelaskan sikap sebagai
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sikap Allport dalam Bordens & Horowitz (2009) menjelaskan sikap sebagai kesiapan kondisi mental dan saraf yang merupakan hasil pengalamanpengalaman personal dan turut memengaruhi
Lebih terperinciKELUARGA BERENCANA DAN KESEHATAN REPRODUKSI
KELUARGA BERENCANA DAN KESEHATAN REPRODUKSI I. Pendahuluan Salah satu tujuan dari membentuk keluarga agar mempunyai keturunan yang sehat jasmani dan rohani. Orang tua menginginkan anaknya sehat jasmani,
Lebih terperinciKARYA TULIS ILMIAH PERAN KONSELING TERHADAP PERLINDUNGAN PEREMPUAN. Diajukan memenuhi Tugas Ujian Akhir Semester Genap. Mata kuliah : Bahasa Indonesia
KARYA TULIS ILMIAH PERAN KONSELING TERHADAP PERLINDUNGAN PEREMPUAN Diajukan memenuhi Tugas Ujian Akhir Semester Genap Mata kuliah : Bahasa Indonesia Dosen Pengampu : Bu Alfu Nikmah, Oleh : Jarwati (1440110090)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sebenarnya bukan hal yang baru
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sebenarnya bukan hal yang baru di Indonesia, namun selama ini selalu dirahasiakan atau ditutup-tutupi oleh keluarga maupun
Lebih terperinciGENDER DALAM PERKEMBANGAN MASYARAKAT. Agustina Tri W, M.Pd
GENDER DALAM PERKEMBANGAN MASYARAKAT Agustina Tri W, M.Pd Manusia dilahirkan o Laki-laki kodrat o Perempuan Konsekuensi dg sex sbg Laki-laki Sosial Konsekuensinya dg sex sbg Perempuan 2 Apa Pengertian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka waktunya berbeda bagi setiap orang, tergantung faktor sosial dan budaya. Dengan terbentuknya
Lebih terperinciBAB II. Kajian Pustaka. hukum adat. Harta orangtua yang tidak bergerak seperti rumah, tanah dan sejenisnya
BAB II Kajian Pustaka 2.1. Perempuan Karo Dalam Perspektif Gender Dalam kehidupan masyarakat Batak pada umumnya dan masyarakat Karo pada khususnya bahwa pembagian harta warisan telah diatur secara turun
Lebih terperinciSUNAT PEREMPUAN DALAM HUKUM INDONESIA DIAN KARTIKASARI KOALISI PEREMPUAN INDONESIA
SUNAT PEREMPUAN DALAM HUKUM INDONESIA DIAN KARTIKASARI KOALISI PEREMPUAN INDONESIA KONTEKS KEBIJAKAN TENTANG SUNAT PEREMPUAN Penelitian tentang sunat perempuan & Seminar Hasil Penelitian PBB & Gerakan
Lebih terperinciSEKSUALITAS. endang parwieningrum Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan KB BKKBN
SEKSUALITAS endang parwieningrum Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan KB BKKBN - 2012 KOMPETENSI DASAR Setelah mempelajari materi ini peserta diharapkan dapat memahami seksualitas sebagai bagian
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Persepsi Persepsi menurut Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer adalah pandangan dari seseorang atau banyak orang akan hal atau peristiwa yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. namun akan lebih nyata ketika individu memasuki usia remaja.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang permasalahan Setiap manusia tidak dapat hidup sendiri, manusia pasti membutuhkan orang lain disekitarnya mulai dari hal yang sederhana maupun untuk hal-hal besar didalam
Lebih terperinci2016 FENOMENA CERAI GUGAT PADA PASANGAN KELUARGA SUNDA
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pernikahan merupakan hal yang dicita-citakan dan didambakan oleh setiap orang, karena dengan pernikahan adalah awal dibangunnya sebuah rumah tangga dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perempuan adalah tiang negara, artinya tegak runtuhnya suatu negara berada di tangan kaum perempuan. Penerus peradaban lahir dari rahim seorang perempuan,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. pelosok dunia. World Health Organization (2000), mendefinisikan kekerasan
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perilaku kekerasan terhadap perempuan marak ditemui di berbagai pelosok dunia. World Health Organization (2000), mendefinisikan kekerasan sebagai penggunaan
Lebih terperinciSeksualitas Remaja dan Kesehatan Reproduksi Rachmah Laksmi Ambardini Fakultas Ilmu Keolahragaan UNY
Seksualitas Remaja dan Kesehatan Reproduksi Rachmah Laksmi Ambardini Fakultas Ilmu Keolahragaan UNY Pendahuluan Sampai saat ini masalah seksualitas selalu menjadi topik yang menarik untuk dibicarakan.
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Peran Pekerjaan dan Keluarga Fenomena wanita bekerja di luar rumah oleh banyak pihak dianggap sebagai sesuatu yang relatif baru bagi masyarakat Indonesia. Kendati semakin lumrah,
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN TELAAH KONSEPTUAL. Penelitian tentang perempuan etnis Tionghoa muslim belum
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN TELAAH KONSEPTUAL 2.1. Tinjauan Pustaka Penelitian tentang perempuan etnis Tionghoa muslim belum pernah ditulis di penelitian-penelitian di Kajian Wanita Universitas Indonesia.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Cinta dan seksual merupakan salah satu permasalahan yang terpenting yang dialami oleh remaja saat ini. Perasaan bersalah, depresi, marah pada gadis yang mengalami
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN INTENSI PERILAKU ONANI PADA REMAJA LAKI-LAKI. Skripsi
HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN INTENSI PERILAKU ONANI PADA REMAJA LAKI-LAKI Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan oleh : Rois Husnur
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perempuan atau laki-laki secara terpisah, tetapi bagaimana menempatkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Studi tentang gender bukan hanya sekedar sebuah upaya memahami perempuan atau laki-laki secara terpisah, tetapi bagaimana menempatkan keduanya dalam konteks
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, masalah-masalah yang muncul dalam kehidupan remaja sering menimbulkan berbagai tantangan bagi para orang dewasa. Banyak hal yang timbul pada masa remaja,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. meliputi kesejahteraan fisik, mental, dan sosial bukan semata-mata bebas
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Pengertian Kesehatan Reproduksi Menurut WHO (1992), sehat adalah suatu keadaan yang lengkap meliputi kesejahteraan fisik, mental, dan sosial bukan semata-mata
Lebih terperinciI. TINJAUAN PUSTAKA. kekerasan itu tidak jauh dari kebiasaan kita. Berdasarkan Undang-undang (UU) No. 23 Tahun
I. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Kekerasan Secara umum kekerasan identik dengan pengerusakan dan menyebabkan kerugian bagi pihak lain. Namun jika kita pilah kedalam jenis kekerasan itu sendiri, nampaknya
Lebih terperinciPENDAHULUAN. A. Latar Belakang. khususnya bila menghadapi ketidakpastian dan ancaman dari luar dirinya.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dalam kehidupannya senantiasa membutuhkan kehadiran orang lain untuk memenuhi kebutuhannya baik secara fisik maupun psikis. Kehadiran orang lain ini akan mampu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. antara lain sepeda, sepeda motor, becak, mobil dan lain-lain. Dari banyak
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Transportasi sudah menjadi kebutuhan utama bagi manusia untuk menunjang aktivitasnya. Adanya transportasi menjadi suatu alat yang dapat mempermudah kegiatan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Gender adalah perbedaan jenis kelamin berdasarkan budaya, di mana lakilaki
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gender adalah perbedaan jenis kelamin berdasarkan budaya, di mana lakilaki dan perempuan dibedakan sesuai dengan perannya masing-masing yang dikonstruksikan
Lebih terperinciCover Alternatif 2
Cover Alternatif 1 Cover Alternatif 2 Cover Alternatif 3 Cover Alternatif 1 Cover Alternatif 2 Cover Alternatif 3 KRITERIA FASILITATOR KESEHATAN SEKSUAL PEREMPUAN : Lembar Tata Nilai Fasilitator
Lebih terperinciSTUDI TENTANG KESETARAAN GENDER
STUDI TENTANG KESETARAAN GENDER Oleh: Dr. Marzuki PKnH FIS -UNY Pendahuluan 1 Isu-isu tentang perempuan masih aktual dan menarik Jumlah perempuan sekarang lebih besar dibanding laki-laki Perempuan belum
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Berpacaran sebagai proses dua manusia lawan jenis untuk mengenal dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Fenomena berpacaran sudah sangat umum terjadi dalam masyarakat. Berpacaran sebagai proses dua manusia lawan jenis untuk mengenal dan memahami lawan jenisnya
Lebih terperinciBUPATI PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,
SALINAN BUPATI PATI PROPINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra memuat perilaku manusia melalui karakter tokoh-tokoh cerita. Hadirnya tokoh dalam suatu karya dapat menghidupkan cerita dalam karya sastra. Keberadaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. proses saling tolong menolong dan saling memberi agar kehidupan kita. saling mencintai, menyayangi dan mengasihi.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dunia ini kita sebagai manusia tidak bisa hidup dalam kesendirian, kita sebagai makhluk yang sosialis, tentunya membutuhkan proses saling tolong menolong
Lebih terperinciBuku Kesehatan dan Hak Seksual serta Reproduksi GWLmuda. Jadi singkatnya Seks bisa disebut juga sebagai Jenis kelamin biologis.
BAB 2. SEKSUALITAS Apa itu Seks dan Gender? Sebelum kita melangkah ke apa itu seksualitas, pertanyaan mengenai apa itu Seks dan Gender serta istilah lain yang berkaitan dengan nya sering sekali muncul.
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian pustaka 2.1.1 Kehamilan 2.1.1.1 Definisi Kehamilan adalah suatu keadaan mengandung embrio atau fetus di dalam tubuh, setelah bertemunya sel telur
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan tentang Perilaku 1. Definisi Perilaku Menurut Skinner dalam Notoatmojo (2003), perilaku merupakan respon berdasarkan stimulus yang diterima dari luar maupun dari dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perempuan oleh masyarakat kadang-kadang masih dianggap sebagai manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan tidak lebih penting
Lebih terperinciFENOMENA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
FENOMENA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA Banyak di tayangkan kasus kekerasan rumahtangga yang di lakukan baik ayah kepada anak, suami kepada istri, istri kepada suami yang mengakibatkan penganiyayaan yang
Lebih terperinciSIARAN PERS Pernyataan Sikap Koalisi Masyarakat Sipil Untuk SDGs Pentingnya Indikator Sunat Perempuan dalam Goal 5 SDGs bagi Indonesia
SIARAN PERS Pernyataan Sikap Koalisi Masyarakat Sipil Untuk SDGs Pentingnya Indikator Sunat Perempuan dalam Goal 5 SDGs bagi Indonesia Jakarta, 4 Agustus 2016 Koalisi Masyarakat Sipil untuk Sustainable
Lebih terperinciDEFINISI & TERMINOLOGI ANALISIS GENDER
DEFINISI & TERMINOLOGI ANALISIS GENDER ISTILAH GENDER DIGUNAKAN UNTUK MENJELASKAN PERBEDAAN PEREMPUAN DAN LAKI-LAKI YANG BERSIFAT BAWAAN SEBAGAI CIPTAAN TUHAN DAN PERBEDAAN PEREMPUAN DAN LAKI-LAKI YANG
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk menyatakan adanya benjolan yang disebabkan oleh pertumbuhan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian ini membahas tentang konsep diri perempuan yang telah divonis tumor jinak payudara. Seperti diketahui banyak orang, tumor payudara merupakan penyakit yang
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan
7 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. PENYESUAN SOSIAL 1. Pengertian Penyesuaian sosial merupakan suatu istilah yang banyak merujuk pada proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja adalah masa peralihan antara tahap anak dan dewasa yang jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya. Dengan terbukanya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Gender merupakan konstruksi sosial mengenai perbedaan peran dan. kesempatan antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan peran dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Gender merupakan konstruksi sosial mengenai perbedaan peran dan kesempatan antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan peran dan kesempatan tersebut terjadi baik
Lebih terperinciBAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa
BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional ( 2005:588), konsep didefenisikan sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tentunya sangat berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia serta kemanusiaan. Ia
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan salah satu cabang kesenian yang selalu berada dalam peradaban manusia semenjak ribuan tahun lalu. Penelitian terhadap karya sastra penting
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang bermacam-macam, seperti politik, keyakinan agama, rasisme dan ideologi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kekerasan terhadap sesama manusia telah memiliki sumber atau alasan yang bermacam-macam, seperti politik, keyakinan agama, rasisme dan ideologi gender. Salah satu sumber
Lebih terperinciKOLABORASI ANTAR STAKEHOLDER DALAM MENANGANI TINDAK KEKERASAN ANAK BERBASIS GENDER DI KOTA SURAKARTA
KOLABORASI ANTAR STAKEHOLDER DALAM MENANGANI TINDAK KEKERASAN ANAK BERBASIS GENDER DI KOTA SURAKARTA Disusun Oleh : ANDRE RISPANDITA HIRNANTO D 1114001 SKRIPSI Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Untuk
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. pertanyaan di tengah-tengah masyarakat Indonesia. Banyaknya kontroversi
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sunat pada perempuan sampai saat ini menjadi sebuah perdebatan dan pertanyaan di tengah-tengah masyarakat Indonesia. Banyaknya kontroversi terhadap sunat perempuan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tidak pantas atau tabu dibicarakan. 1. lainnya secara filosofis, sebenarnya manusia sudah kehilangan hak atas
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seksualitas adalah sebuah proses sosial-budaya yang mengarahkan hasrat atau berahi manusia. Seksualitas berhubungan erat dengan tatanan nilai, norma, pengetahuan,
Lebih terperinciBAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI
318 BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI A. Simpulan Berdasarkan capaian hasil penelitian dan pembahasan seperti yang tertuang pada bab IV, bahwa penelitian ini telah menghasilkan dua analisis, pertama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku
BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku X di Kabupaten Papua yang menganut tradisi potong jari ketika salah seorang anggota
Lebih terperinciDAFTAR ISI. HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI... ii. KATA PENGANTAR... iii. DAFTAR GAMBAR... viii BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah.
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL...i HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR GAMBAR... viii ABSTRAKSI... ix BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang Masalah. 1 1.2.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kemandirian sehingga dapat diterima dan diakui sebagai orang dewasa. Remaja
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi dimana pada masa itu remaja memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, sedang mencari jati diri, emosi labil serta butuh pengarahan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. jawab dalam kehidupan berumah tangga bagi suami istri (Astuty, 2011).
1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Dalam proses perkembangannya, manusia untuk meneruskan jenisnya membutuhkan pasangan hidup yang dapat memberikan keturunan sesuai dengan apa yang diinginkannya. Pernikahan
Lebih terperinciPemahaman Analisis Gender. Oleh: Dr. Alimin
Pemahaman Analisis Gender Oleh: Dr. Alimin 1 2 ALASAN MENGAPA MENGIKUTI KELAS GENDER Isu partisipasi perempuan dalam politik (banyak caleg perempuan) Mengetahui konsep gender Bisa menulis isu terkait gender
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pada dasarnya sebagai manusia, kita membutuhkan untuk dapat berinteraksi
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya sebagai manusia, kita membutuhkan untuk dapat berinteraksi dan bersosialisasi. Karena manusia dalam banyak hal memiliki kebebasan untuk bertindak di luar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perempuan di Indonesia. Diperkirakan persen perempuan di Indonesia
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Menikah di usia muda masih menjadi fenomena yang banyak dilakukan perempuan di Indonesia. Diperkirakan 20-30 persen perempuan di Indonesia menikah di bawah usia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada masyarakat yang menganut sistem patriarkhi seringkali menempatkan lakilaki
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masyarakat yang menganut sistem patriarkhi seringkali menempatkan lakilaki pada posisi dan kekuasaan yang lebih dominan dibandingkan perempuan. Secara
Lebih terperinci- SELAMAT MENGERJAKAN -
Identitas subyek Usia : Angkatan : Jenis kelamin : PEDOMAN PENGISIAN 1. Isilah identitas di sudut kiri atas dengan jelas. 2. Bacalah dahulu Petunjuk Pengisian pada masing-masing bagian dengan cermat. 3.
Lebih terperinciBUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG
BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa yang terdiri dari dewasa awal,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia akan mengalami perkembangan sepanjang hidupnya, mulai dari masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa yang terdiri dari dewasa awal, dewasa menengah,
Lebih terperinciBUPATI BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 13 TAHUN 2013 PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN
BUPATI BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tidak adil, dan tidak dapat dibenarkan, yang disertai dengan emosi yang hebat atau
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Mendengar kata kekerasan, saat ini telah menjadi sesuatu hal yang diresahkan oleh siapapun. Menurut Black (1951) kekerasan adalah pemakaian kekuatan yang
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG
PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG PERATURAN DAERAH KABUPTEN LUMAJANG NOMOR 48 TAHUN 2007 T E N T A N G PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DI KABUPATEN LUMAJANG DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN BANGKALAN
PEMERINTAH KABUPATEN BANGKALAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKALAN NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masing-masing tahap perkembangannya adalah pada masa kanak-kanak, masa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara umum gambaran dari manusia yang sehat adalah mereka yang mampu menyelesaikan tugas perkembangan dengan baik, teratur, dan tepat pada masing-masing tahap
Lebih terperincimengenai seksualitas membuat para remaja mencari tahu sendiri dari teman atau
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa transisi yang ditandai oleh adanya perubahan fisik, emosi dan psikis. Masa remaja, yakni antara usia 10-19 tahun adalah suatu periode masa
Lebih terperinci