Blok 11 PENUNTUN PRAKTIKUM PROTOZOA USUS BLOK 11. DIGESTIF, ENDOKRIN DAN METABOLIK KLINIS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Blok 11 PENUNTUN PRAKTIKUM PROTOZOA USUS BLOK 11. DIGESTIF, ENDOKRIN DAN METABOLIK KLINIS"

Transkripsi

1 Blok 11 PENUNTUN PRAKTIKUM PROTOZOA USUS BLOK 11. DIGESTIF, ENDOKRIN DAN METABOLIK KLINIS BAGIAN PARASITOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA 2016

2 PENUNTUN PRAKTIKUM PROTOZOA USUS Edisi pertama Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala Diterbitkan oleh Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala Semua hak cipta terpelihara Hanya Untuk Kalangan Sendiri Penerbitan ini dilindungi oleh Undang-undang Hak Cipta dan harus ada izin oleh penerbit sebelum memperbanyak, disimpan, atau disebar dalam bentuk elektronik, mekanik, foto kopi, dan rekaman atau bentuk lainnya. Bagian Parasitologi FK Unsyiah

3 PENUNTUN PRAKTIKUM PROTOZOA USUS Tim Penyusun: Dra. Tjut Mariam Zanaria, MS dr. Rachmat Hidayat, M.Si Dr.rer.nat. dr. Muhsin dr. Safarianti, M.Ked.Trop dr. Nurwahyuniati, M.Imun Bagian Parasitologi FK Unsyiah

4 Kata Pengantar Parasitologi adalah ilmu yang mempelajari tentang parasit, inangnya dan hubungan di antara keduanya. Sebagai salah satu bidang studi biologi, cakupan parasitologi ditentukan oleh organisme dan lingkungan terkait. Oleh karena itu ilmu parasitology tidak dapat dipisahkan dengan cabang ilmu biologi lainnya seperti biologi sel, bioinformatika, biokimia, biologi molekuler, imunologi, genetika, evolusi dan ekologi. Praktikum adalah suatu cara untuk mahasiswa dapat lebih memahami apa yang didapatkan dari teori. Dalam praktikum mahasiswa melakukan suatu rangkaian latihan-latihan praktis untuk lebih memahami isi dan tujuan perkuliahan yang diberikan pada kuliah-kuliah parasitologi. Dengan praktikum juga mahasiswa diharapkan dapat bekerja sama dengan teman-temannya secara disiplin serta mampu meninjau secara kritis masalah-masalah yang dihadapi. Belajar bertukar pikiran dengan teman atau asisten serta melihat langsung spesimen parasit akan menuntun mahasiswa dalam berdiskusi untuk memecahkan persoalan, terutama berkaitan dengan penyakit-penyakit akibat parasitik. Keterbatasan sarana dan prasarana mengharuskan penyesuaian dalam pemilihan topik-topik praktikum, sehingga hanya sebagian kecil topik yang dapat dipraktikumkan jika dibandingkan dengan luasnya pengetahuan tentang parasitologi. Oleh karena itu, pada praktikum Protozoa Usus ini, kami hanya membatasi pada 3 jenis Protozoa yang paling sering menginfestasi usus manusia yaitu; Entamoeba histolytica, E. coli dan Giardia lamblia. Penuntun praktikum parasitologi ini dibuat sebagai dokumentasi dan bahan evaluasi dalam menjalankan praktikum parasitologi, khususnya praktikum Protozoa Usus dengan baik. Mengingat waktu yang sangat terbatas dalam mempersiapkan penuntun ini, kami menyadari akan kekurangan yang terdapat dalam penuntun praktikum ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi penyempurnaan penuntun praktikum ini. Hanya kepada Allah SWT sajalah kita meminta pertolongan dan harapan semoga Penuntun Praktikum Protozoa Usus ini bermamfaat hendaknya. Banda Aceh, Maret 2016 Tim Penyusun Bagian Parasitologi FK Unsyiah

5 Daftar Isi Lembaran Judul... 1 Tim Penyusun... 2 Kata Pengantar... 3 Daftar Isi... 4 Mekanisme Pelaksanaan Praktikum Protozoa Usus... 5 Tata Tertib Praktikum... 6 Materi Praktikum... 7 I. Pendahuluan... 7 II. Protozoa Usus Penyebab Penyakit Gastroenteritis Entamoeba histolityca Entamoeba coli Giardia lamblia III. Pemeriksaan Tinja untuk Protozoa Usus Daftar Pustaka Bagian Parasitologi FK Unsyiah

6 MEKANISME PELAKSANAAN PRAKTIKUM PROTOZOA USUS BLOK 11. DIGESTIF, ENDOKRIN DAN METABOLIK KLINIS BAGIAN PARASITOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA 1. Mahasiswa (Praktikan) sudah mendapatkan Penuntun Praktikum dengan format.pdf minimal sehari sebelum praktikum dimulai. 2. Pada hari praktikum, laboran akan melakukan pengecekan spesimen di tiap mikroskop untuk memastikan materi praktikum sesuai dan tidak bergeser. 3. Praktikan memasuki ruang laboratorium setelah mengenakan jas lab dengan rapi dan benar. 4. Akan dilakukan pretest selama 10 menit sebelum materi praktikum diberikan. 5. Praktikan yang mendapatkan nilai prestest dibawah 60 tidak dibenarkan mengikuti praktikum dan disarankan untuk mengikuti Inhal. 6. Salah seorang Staf Pengajar Bagian Parasitologi kemudian memberikan teori praktikum selama 15 menit. 7. Absensi kemudian diedarkan dan wajib ditandatangani oleh semua praktikan. 8. Praktikan diwajibkan untuk menggambar dan memberi catatan untuk tiap spesimen di dalam buku catatan yang telah dibawa. 9. Post test akan diberikan sekitar 10 menit sebelum praktikum berakhir 10. Setelah Praktikum selesai mahasiswa keluar dari ruangan laboratorium dengan teratur setelah terlebih dahulu memastikan daerah sekitar meja dan tempat duduk praktikan dalam keadaan bersih. Bagian Parasitologi FK Unsyiah

7 TATA TERTIB PRAKTIKUM BAGIAN PARASITOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA Praktikum parasitologi Protozoa Usus ini menggunakan spesimen tinja yang mengandung kontaminan patogen mupun non patogen. Oleh sebab itu setiap praktikan harus mengutamakan perlindungan dan keselamatan diri dengan mengikuti peraturan di bawah ini: 1. Praktikan wajib memakai jas lab dengan tag nama terpasang, serta sarung tangan pada saat bekerja di laboratorium, agar terhindar dari kontaminan yang mungkin terbawa oleh tinja. 2. Praktikan wajib meletakkan barang pada bagian khusus yang telah disediakan bukan di atas meja praktikum yang dapat menganggu kegiatan praktikum. 3. Praktikan perempuan wajib memasukkan jilbab ke dalam jas lab untuk menghindari kontaminan. 4. Setiap praktikan harus telat membaca dan memiliki pengetahuan tentang materi praktikum sebelum praktikum dimulai. 5. Gambarlah semua jenis parasit yang telah disiapkan pada mikroskop dan lengkapi dengan keterangan yang jelas. 6. Setelah praktikum, meja praktikum dan daerah sekitar tempat duduk praktikan harus dibersihkan. 7. Laporan praktikum berisi gambar sediaan yang diamati melalui mikroskop beserta keterangan gambar harus dikumpulkan maksimal 2x24 jam setelah praktikum selesai. 8. Dilarang membawa makanan dan minuman serta dilarang makan atau minum selama praktikum berlangsung 9. Dilarang ribut dan menerima telepon selama praktikum berlangsung. 10. Bagi praktikan yang tidak mematuhi tata tertib praktikum akan diberikan peringatan selama satu kali dan akan dikeluarkan dari ruang laboratorium jika masih melakukan pelanggaran tata tertib. Bagian Parasitologi FK Unsyiah

8 MATERI PRAKTIKUM: PROTOZOA USUS I. PENDAHULUAN Supergrup Amebozoa terdiri dari Ameba dan Ameba berflagel yang sebagiannya hidup bebas, komensal maupun parasit terhadap manusia. Ameba merupakan kelompok protozoa yang termasuk dalam subphylum Sarcodina, superkelas Rhizopoda, pada bentuk trofozoit, protoplasmanya tidak dibungkus membran. Ameba merupakan hewan yang paling sederhana yang tersebar diseluruh dunia (kosmopolid) kebanyakan hidup bebas walaupun beberapa spesies hidup sebagai parasit pada manusia. Parasit ini bergerak dengan Pseudopodia, yaitu penonjolan yang tiba-tiba dari Ektoplasma yang diikuti dengan gerak ke arah yang dituju (gerak Ameboid). Pada keadaan yang tidak menguntungkan bagi parasit tersebut, bentuk aktif ini (trofozoid) akan berubah menjadi bentuk kista. Perubahan ini disebut enkistasi, biasa teradi di dalam usus besar manusia. Didalam tubuh manusia semua Ameba ini hidup komensal, kecuali Entamoeba histolytica yang dapat menjadi patogen. Pembiakan terjadi dengan cara belah pasang, baik dalam stadium trofozoit maupun pada stadium kista. Penularan hanya dapat terjadi pada bentuk kista yang matang, karena bentuk trofozoit atau kista yang belum matang mudah rusak dan akan dihancurkan oleh keasaman lambung serta enzim pencernaan makanan. Parasit ini hidup di dalam lumen usus besar manusia. Pada modul praktikum ini kita akan membahas tiga jenis protozoa usus yang paling sering menyebabkan penyakit gastroenteritis pada manusia. II. PROTOZOA USUS PENYEBAB PENYAKIT GASTROENTERITIS 1. Entamoeba histolytica a. Nama lain, hospes dan habitat Nama lain dari E. histolytica adalah Amoeba dysentriae, Entamoeba tetragena, Entamoeba dispar, Entamoeba venaticurn. Hospes bertindak sebagai hospes yaitu manusia, bisa juga pada kera, anjing, kucing, babi serta tikus. Parasit pertama ditemukan di daerah Caecum juga didaerah rektosidmoid. b. Morfologi Entamoeba histolytica memiliki dua bentuk utama dengan satu bentuk peralihan, yaitu bentuk tropozoit (bentuk vegetatif atau bentuk histolytica), bentuk prekista (bentuk peralihan sebelum menjadi kista) dan bentuk kista. 1). Bentuk tropozoit Dapat bergerak aktif, dengan diameter antara μm, sebagian besar berukuran μm (bandingkan dengan eritrosit normal yang berdiameter 7 μm). Entoplasma lebar, jernih membias cahaya terpisah jelas dengan endoplasma; Psedopodium tipis seperti jari. Endoplasma bergranula halus kadang-kadang ditemukan sel darah merah dengan berbagai tingkat kerusakan. Inti tunggal terletak Ekstrentris, pada preparat yang tidak di pulas, Inti tampak samar-samar sebagai cincin berbutir halus. Dengan pewarnaan hematoksilin besi, membran inti jelas, sebelah dalamnya melekat butir kromatin halus, sama besar, rata, kariosom kecil letaknya di tengah inti. Tropozoit lebih Bagian Parasitologi FK Unsyiah

9 mudah rusak daripada kista. Didalam tinja, tropozit bertahan 5 jam pada suhu 30 o C, 16 jam pada 25 o C dan 96 jam pada suhu 5 o C 2). Bentuk prekista Bulat atau bujur, tidak berwarna lebih kecil dari tropozoit lebih besar dari kista tidak mengandung makanan. Pseudopodium dikeluarkan perlahan-lahan tidak ada gerak yang progresif. 3). Bentuk kista Bentuk oval atau bulat agak simetris, dinding halus membias cahaya, tidak berwarna, ukuran μm (rata-rata μm). Jumlah inti 1, 2 atau 4 buah. Pada kista muda dengan satu inti terlihat Vakuola glikogen dengan benda kromatoid seperti cerutu, biasanya dua buah. Keduanya sebagai cadangan makanan akan berkurang sampai hilang pada kista berinti 4 buah. Pada bentuk kista ini dikenal bentuk kista kecil (berukuran 10 μm). Biasanya tidak patogen, disebut bentuk minuta. Kista mati dalam 5 menit pada suhu 50 o C, tidak tahan kering dan pembusukan. Dalam tinja, kista tahan 2 hari pada suhu 37 o C, sekurang-kurangnya dapat bertahan 8 hari pada suhu o C. Kista dapat bertahan lebih lama dalam suhu dingin, 40 hari pada 2-6 o C dan 62,5 hari pada 0 o C. Gambar 1. Morfologi Entamoeba histolytica c. Siklus hidup Kista matang yang resiten merupakan stadium infektif. Jika termakan sesorang, kista akan tahan terhadap keasaman lambung. Karena pengaruh zat pencernaan yang netral atau basa serta karena aktifitas, Ameba akan terjadi eksistasi di dalam usus halus dimana dinding kista akan musnah dan keluar Ameba dalam stadium metakista berinti 4 yang akhirnya akan membelah diri menjadi 4 tropozoit muda. Parasit ini akan terbawa isi usus untuk sampai pada usus besar. Disini terjadi penyerapan air sehingga isi usus makin ke distal bertambah kental. Hal ini merupakan ancaman bagi kehidupan parasit sehingga diperlukan perubahan dari bentuk trofozoit menjadi kista yang lebih resisten. Perubahan dari bentuk trofozoit menjadi bentuk kista di sebut enkistasi yang biasanya terjadi di usus besar. Bagian Parasitologi FK Unsyiah

10 Pada stasis usus seringkali parasit ini menimbulkan invasi misalnya di daerah caecum bahkan sampai rektosigmoid. Kemungkinan menetap pada epitel usus menjadi kurang jika parasit jumlahnya sedikit, volume makanan besar atau jika usus hipermotil. Parasit yang secara normal hidup komensal di dalam rongga usus besar secara tiba-tiba dapat menjadi patogen dan menginvasi jaringan. Perubahan komensal menjadi patogen ini tidak diketahui dengan jelas. Bentuk patogen ternyata lebih besar dari pada bentuk komensal. Bentuk ameba yang kecil disebut bentuk minuta. Ada beberapa faktor yang dapat merangsang untuk menimbulkan invasi antara lain adanya bakteri (Streptobacillius spp) serta faktor makanan (banyak mengandung kolesterol maupun karbohidrat). Gambar 2. Siklus Hidup Entamoeba histolytica Bagian Parasitologi FK Unsyiah

11 2. Entamoeba coli a. Nama lain dan habitat Nama lain dari Entamoeba coli adalah Ameba coli, Endamoba horninis dan Councilmania lafleuri. Entamoba coli tidak patogen, tetapi penting untuk dapat dibedakan dari E. histolytica karena merupakan ameba yang paling sering ditemukan hidup di dalam colon dan caecum manusia. b. Morfologi Morfolologi E. coli sangat mirip dengan morfologi E. histolytica yaitu memiliki dua bentuk utama dengan satu bentuk peralihan yaitu bentuk tropozoit, bentuk prekista dan bentuk kista. Bentuk vegetatif (trofozoit) E. coli ukurannya sebesar μm serta mempunyai inti entamoeba. Endoplasma mempunyai vakuola, mengandung bakteri dan lain-lain. Bentuk ini tidak dapat dibedakan dari E. histolityca bentuk minuta. Dalam tinja ukuran kista sebesar μm dan biasanya berinti 2 dan 8. Yang berinti 2 mempunyai vakuola glikogen besar serta memiliki benda khromatoid seperti jarum dengan ujung tajam. Gambar 3. Pembedaan morfologi Entamoeba histolytica dan Entamoeba coli pada sediaan yang tidak diwarnai. Bagian Parasitologi FK Unsyiah

12 3. Giardia lambia a. Nama lain dan habitat Nama lain dari Giardia lambia adalah Cercomonas intestinalis, Lamblia intestinalis, Giardia enterica, Giardia intestinalis dan Megastoma entericum. Habitat parasit ini di dalam duodenum, jejenum bagian atas, saluran empedu serta kandung empedu. Selain pada manusia, parasit ini juga ditemukan pada kera. b. Morfologi Sama dengan protozoa usus yang telah dijelaskan sebelumnya, G. lambia memiliki dua bentuk, yaitu bentuk tropozoit (vegetatif) dan kista. Bentuk vegetatif berbentuk seperti buah jambu monyet akan tetapi pipih dorso-ventral. Besarnya (9-21) x (5-15) μm dengan tebal 2-4 μm. Bagian anterior merupakan batil isap berinti 2, mempunyai 4 pasang flagel, 2 axotyl dan 2 benda parabal. G. lamblia berkembang biak dengan belah pasang longitudinal. Bentuk kistanya berukuran (8-12) x (7-10) μm, berbentuk lonjong, berinti 2-4 yang terletak pada satu kutub. Dalam endoplasma tampak sisa organnya yang terdapat pada bentuk vegetatif. Gambar 4. Pembedaan morfologi Entamoeba histolytica dan Entamoeba coli pada sediaan yang tidak diwarnai Bagian Parasitologi FK Unsyiah

13 III. PEMERIKSAAN TINJA UNTUK PROTOZOA USUS Protozoa usus yang ditemukan dalam tinja dapat berupa protozoa berbentuk vegetatif atau kista. Bentuk vegetative mudah ditemukan pada tinja segar penderita diare, karena pergerakan dan morfologi tampak jelas. Pada kista yang telah lama bentuk vegetative telah mati, tetapi bentuk kista dapat ditemukan karena dapat bertahan dalam waktu yang lama di indonesia disentri amobawi harus dibedakan dengan disentri basiler. Disentri amobawi didiagnosis dengan menemukan bentuk vegetatif dalam bagian tinja yang berdarah dan berlendir. Berikut adalah petunjuk untuk membedakan disentri amubawi dan disentri basiler: Disentri amubawi Disentri basiler 1. Tinja mengandung bagian tinja Tinja lebih banyak mengandung ingus dan darah 2. Darah melekat pada bagian luar tinja Darah bercampur rata 3. Ingus jernih Ingus keruh 4. Asam Basa 5. Gambaran Mikroskopis : a. Tampak amuba b. Leukosit jarang c. Terdapat charcot leyden kristal Tidak ada Leukosit bnyak berkelompok Tidak ada charcot leyden d. Makrofag tidak ada atau sedikit Banyak Makrofag dengan degenerasi inti (karyolisis) Cara pemeriksaan: Terdapat 3 cara pemeriksaan yang haus dipahami, yaitu: pemeriksaan dengan garam faal, pemeriksaan dengan larutan Eosin dan pemeriksaan dengan larutan iodium (lugol) 1. Teknik pemeriksaan dengan garam faal Cara ini dilakukan untuk pemeriksaan tinja yang mengandung protozoa bentuk vegetatif atau kista. Cara kerja: 1) Ambil setetes garam faal dengan pipet, lalu letakkan di atas kaca benda kering 2) Hancurkan sedikit pada tetesan garam faal 3) Buang bagian tinja yang kasar 4) Tutup dengan kaca tutup,usahakan tidak mengandung udara 5) Sediaan harus tipis dan tertutup seluruhnya dengan kaca tutup 6) Periksa lebih dahulu dengan pembesaran 10 x setelah ditemukan baru diperbesar untuk memperoleh gambaran detail 7) Periksa sedikitnya sediaan 2. Teknik pemeriksaan dengan larutan Eosin Cara kerja: 1) Ambil dengan pipet setetes larutan eosin 2 % letakkan di atas kaca benda 2) Ambil sedikit tinja dengan ujung lidi dan hancurkan pada tetesan eosin, keluarkan material tinja yang kasar dari kaca benda Bagian Parasitologi FK Unsyiah

14 3) Tutup dengan kaca tutup, usahakan membuat spesimen tipis berwarna merah muda, cerah, dan tidak gelap (Gelap berarti spesimen terlalu tebal sehingga perlu dibuang) 4) Periksa di bawah mikroskop dengan pembesaran kecil, setelah parasit ditemuan baru diperbesar 5) Periksa sedikitnya 4 sediaan 3. Teknik pemeriksaan dengan larutan iodium (lugol) Cara kerja : 1) Sama dengan pemeriksaan dengan larutan eosin 2) Hanya digunakan untuk diagnostik kista karena bentuk vegetative akan segera menjadi kista bila terkena larutan ini 3) Bahan larutan lugol terdiri atas campuran: 1cc iodiun, 2 gr kalium iodate, 100 cc aquades Unsur-unsur yang harus dibedakan dengan parasit Berbagai unsur yang ditemukan dalam tinja yang harus dibedakan dengan amuba, yaitu: a. Blastocystis hominis Ukuran 5-40 µm, berupa badan homogeni yang dikelilingi protoplasma berisi inti, tidak bergerak b. Makrofag Sel RE ini berukuran 15 µm atau lebih, bergerak sehingga sering dikira vegetatif E. histolytica. Inti bundar atau lonjong dengan gambaran jala. Makrofag yang banyak dengan hemolisis inti merupakan ciri khas tinja disentri basilaris c. Leukosit Ukuran 12µm, plasma mengandung banyak bakteri, inti terdiri dari beberapa segmen (Polymorfonuclear) yang letaknya eksentris, pergerakan lambat dan lekas lenyap dalam tinja d. Sel epitel usus: ukuran 30-40µm tidak bergerak, protoplasma jernih bersegi dan relatif lebih besar dari inti. Inti mempunyai granul kromatin yang tidak teratur letaknya, dalam keadaan berkelompok sisinya berhubungan dengan yang lain. Bagian Parasitologi FK Unsyiah

15 Daftar Pustaka 1. Adjung SA, Manan WS, 2008, Protozoa apatogen dalam Buku Ajar Parasitologi Kedokteran, Edisi IV, Balai Penerbit FKUI, Jakarta. 2. Chiodini PL, Moody AH, manser DW, 2003, Atlas of Medical Helminthology and Protozoology, 4 th Ed, Churchill Livingstone, Edinburgh 3. Guiliano DB and Lamb TJ, 2012, Introduction to Protozoan Infections in Immunity to Parasitic Infection, Wiley-Blackwell, Oxford. 4. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2014, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta 5. Konsil Kedokteran Indonesia, 2012, Standar Kompetensi Dokter Indonesia, Konsil Kedokteran Indonesia, Jakarta 6. Martinez-Palomo A, Kretschmer R, Palacio IMG, 1993, Entamoeba histolytica and amebiasis in Immunology and Molecular Biology of Parasitic Infections, 3 rd Ed, Blackwell Scientific Publicatons, London. 7. Nash TE, 1993, Giardia lamblia and giardiasis in Immunology and Molecular Biology of Parasitic Infections, 3 rd Ed, Blackwell Scientific Publicatons, London. 8. Rusmartini T, 2009, Penyakit oleh Protozoa Usus dalam Parasitologi Kedokteran Ditinjau dari Organ Tubuh Yang Diserang, EGC, Jakarta. 9. Sutanto I, Adjung SA, 2008, Entamoeba histolytica dalam Buku Ajar Parasitologi Kedokteran, Edisi IV, Balai Penerbit FKUI, Jakarta. 10. Zaman V, 1997, Atlas Parasitologi Kedokteran, Edisi II, Hipokrates, Jakarta. Bagian Parasitologi FK Unsyiah

E. coli memiliki bentuk trofozoit dan kista. Trofozoit ditandai dengan ciri-ciri morfologi berikut: 1. bentuk ameboid, ukuran μm 2.

E. coli memiliki bentuk trofozoit dan kista. Trofozoit ditandai dengan ciri-ciri morfologi berikut: 1. bentuk ameboid, ukuran μm 2. PROTOZOA Entamoeba coli E. coli memiliki bentuk trofozoit dan kista. Trofozoit ditandai dengan ciri-ciri morfologi berikut: 1. bentuk ameboid, ukuran 15-50 μm 2. sitoplasma mengandung banyak vakuola yang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah E. histolytica Penyebab amebiasis adalah parasit Entamoeba histolytica yang merupakan anggota kelas rhizopoda (rhiz=akar, podium=kaki). 10 Amebiasis pertama kali diidentifikasi

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan suatu studi analitik observasional dengan desain cross sectional (potong lintang). Dalam penelitian ini dilakukan pembandingan kesimpulan

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN 16 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan studi observasional analitik dengan desain cross sectional (potong lintang) untuk membandingkan pemeriksaan mikroskopik dengan

Lebih terperinci

Protozoologi I M A Y U D H A P E R W I R A

Protozoologi I M A Y U D H A P E R W I R A Protozoologi I M A Y U D H A P E R W I R A Protozoologi merupakan cabang biologi (dan mikrobiologi) yang mengkhususkan diri dalam mempelajari kehidupan dan klasifikasi Protozoa. Secara klasik, objek pengkajiannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rizhopoda merupakan satu kelas dari lima pembagian kelas yang termasuk dalam protozhoa. Ukuran protozoa bervariasi, yaitu mulai kurang dari 10 mikron(µm) dan ada yang

Lebih terperinci

KETERAMPILAN MEMBUAT APUSAN, MEWARNAI, MENGAWETKAN TINJA, DAN MENGIDENTIFIKASI PARASIT PADA APUSAN TINJA

KETERAMPILAN MEMBUAT APUSAN, MEWARNAI, MENGAWETKAN TINJA, DAN MENGIDENTIFIKASI PARASIT PADA APUSAN TINJA 1 KETERAMPILAN MEMBUAT APUSAN, MEWARNAI, MENGAWETKAN TINJA, DAN MENGIDENTIFIKASI PARASIT PADA APUSAN TINJA Sitti Wahyuni, MD, PhD Bagian Parasitologi Universitas Hasanuddin, wahyunim@indosat.net.id INDIKASI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ascaris lumbricoides Manusia merupakan hospes beberapa nematoda usus. Sebagian besar nematoda ini menyebabkan masalah kesehatan masyarakat Indonesia (FKUI, 1998). Termasuk dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyakit Diare Penyakit diare masih merupakan salah satu masalah kesehatan bagi masyarakat Indonesia. Selain penyakit ini masih endemis di hampir semua daerah, juga sering muncul

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dapat dilakukan dengan banyak metoda. Salah satu metoda yang paling diyakini

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dapat dilakukan dengan banyak metoda. Salah satu metoda yang paling diyakini BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sediaan Malaria Pemeriksaan laboratorium untuk menegakkan diagnosa penyakit malaria dapat dilakukan dengan banyak metoda. Salah satu metoda yang paling diyakini dapat menemukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Giardia Lamblia 2.1.1. Epidemiologi G. lamblia ditemukan kosmopolit dan penyebarannya tergantung dari golongan umur yang diperiksa dan sanitasi lingkungan. Prevalensi yang

Lebih terperinci

MODUL PRAKTIKUM PARASITOLOGI PARASIT DARAH DAN JARINGAN BLOK 14 (AGROMEDIS DAN PENYAKIT TROPIS)

MODUL PRAKTIKUM PARASITOLOGI PARASIT DARAH DAN JARINGAN BLOK 14 (AGROMEDIS DAN PENYAKIT TROPIS) MODUL PRAKTIKUM PARASITOLOGI PARASIT DARAH DAN JARINGAN BLOK 14 (AGROMEDIS DAN PENYAKIT TROPIS) Oleh: Dr.rer.biol.hum. dr. Erma Sulistyaningsih, M.Si NAMA :... NIM :... FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PEMERIKSAAN MIKROSKOPIS MALARIA BALAI LABORATORIUM KESEHATAN PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2013

PEMERIKSAAN MIKROSKOPIS MALARIA BALAI LABORATORIUM KESEHATAN PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2013 PEMERIKSAAN MIKROSKOPIS MALARIA BALAI LABORATORIUM KESEHATAN PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2013 TUJUAN Mampu membuat, mewarnai dan melakukan pemeriksaan mikroskpis sediaan darah malaria sesuai standar : Melakukan

Lebih terperinci

Tujuan Praktikum Menentukan waktu beku darah (waktu koagulasi darah) dari seekor hewan/manusia.

Tujuan Praktikum Menentukan waktu beku darah (waktu koagulasi darah) dari seekor hewan/manusia. A. WAKTU BEKU DARAH Tujuan Praktikum Menentukan waktu beku darah (waktu koagulasi darah) dari seekor hewan/manusia. Prinsip Darah yang keluar dari pembuluh darah akan berubah sifatnya, ialah dari sifat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Fisiologi Entamoeba histolytica

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Fisiologi Entamoeba histolytica 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Morfologi dan Fisiologi Entamoeba histolytica E. histolytica di dalam tinja dapat ditemukan sebagai: (1) trofozoit, (2) prekista, dan (3) kista. 9 Parasit ini ditularkan sebagian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pekerja Seks Komersiil Umumnya telah diketahui bahwa sumber utama penularan penyakit hubungan seks adalah pekerja seks komersial, dengan kata lain penularan lewat prostitusi.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ternak babi Ternak babi salah satu ternak penghasil daging sebagai sumber pemulihan gizi masyarakat yang sangat efesien diantara ternak ternak yang lain. Bangsa babi piaraan

Lebih terperinci

BUKU PENUNTUN PRAKTIKUM FISIOLOGI (BLOK BS 1)

BUKU PENUNTUN PRAKTIKUM FISIOLOGI (BLOK BS 1) BUKU PENUNTUN PRAKTIKUM FISIOLOGI (BLOK BS 1) BAGIAN FISIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG 2016 PRAKATA Puji syukur kami panjatkan kehadirat Illahi Robi, atas segala rahmat dan karunia-nya

Lebih terperinci

BAB III VIRUS TOKSO PADA KUCING

BAB III VIRUS TOKSO PADA KUCING BAB III VIRUS TOKSO PADA KUCING 3.1. Virus Tokso Pada Kucing Toksoplasmosis gondii atau yang lebih sering disebut dengan tokso adalah suatu gejala penyakit yang disebabkan oleh protozoa toksoplasmosis

Lebih terperinci

ORGANISASI KEHIDUPAN. Sel

ORGANISASI KEHIDUPAN. Sel ORGANISASI KEHIDUPAN Sel Sel adalah unit terkecil dari makhluk hidup. Ukuran sangat kecil untuk melihat harus dibantu dengan mikroskop. Kata sel berasal dari bahasa latin cellulae, yang berarti bilik kecil.

Lebih terperinci

PENUNTUN PRAKTIKUM PROTOZOA JARINGAN

PENUNTUN PRAKTIKUM PROTOZOA JARINGAN PENUNTUN PRAKTIKUM PROTOZOA JARINGAN Blok 6. Hematologi, Imunologi dan Proses Infeksi dan Inflamasi BAGIAN PARASITOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA 2016 1 PENUNTUN PRAKTIKUM PROTOZOA JARINGAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Blastocystis hominis 2.1.1 Epidemiologi Blastocystis hominis merupakan protozoa yang sering ditemukan di sampel feses manusia, baik pada pasien yang simtomatik maupun pasien

Lebih terperinci

Pemeriksaan Darah Samar Benzidine Test. Metode yang digunakan adalah metode benzidine test.

Pemeriksaan Darah Samar Benzidine Test. Metode yang digunakan adalah metode benzidine test. Pemeriksaan Darah Samar Benzidine Test I. Tujuan Untuk mengetahui adanya perdarahan kecil yang tidak dapat dinyatakan secara makroskopik atau mikroskopik. II. Metode Metode yang digunakan adalah metode

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM PEMBUATAN PREPARAT WHOLE MOUNT PROTOZOA

LAPORAN PRAKTIKUM PEMBUATAN PREPARAT WHOLE MOUNT PROTOZOA LAPORAN PRAKTIKUM PEMBUATAN PREPARAT WHOLE MOUNT PROTOZOA Disusun Guna Memenuhi Tugas Terstruktur Mata Kuliah Praktikum Mikroteknik Tahun Ajaran 2014/2015 Disusun Oleh : Litayani Dafrosa Br S 4411412016

Lebih terperinci

PARASIT. Yuga

PARASIT. Yuga PARASIT Yuga 03008028 Keterangan AL : Ascaris Lumbricoides BC : Balantidium Coli Telur AL Dibuahi Ukuran 60-45 mikron, Bentuk agak lonjong, dinding luar ada 3 lapis salah satunya lapisan albuminoid bergerigi

Lebih terperinci

PROTOZOA INTESTINALIS

PROTOZOA INTESTINALIS PROTOZOA INTESTINALIS Pendahuluan Protozoa intestinal terdiri atas amebae, flagellata, dan cilliata. Termasuk amebae intestinal adalah Entamoeba histolytica, Entamoeba coli, Entamoeba hartmanni, Endolimax

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif, karena penelitian ini hanya menggambarkan tentang angka kejadian penyakit diare dan infeksi Entamoeba histolytica

Lebih terperinci

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS Jl. Perintis Kemerdekaan Padang Telp.: Fax:

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS Jl. Perintis Kemerdekaan Padang Telp.: Fax: FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS Jl. Perintis Kemerdekaan Padang 25127 Telp.: 0751-31746 Fax: 0751-32838 Email: fk2unand@pdg.vision.net.id PENUNTUN KETERAMPILAN KLINIK 6 BLOK 3.5 (DARAH 7) BAGIAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tujuan pemeriksaan sediaan apus darah tepi antara lain menilai berbagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tujuan pemeriksaan sediaan apus darah tepi antara lain menilai berbagai BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sediaan Apus Darah Tepi Tujuan pemeriksaan sediaan apus darah tepi antara lain menilai berbagai unsur sel darah tepi seperti eritrosit, leukosit, dan trombosit dan mencari adanya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Protozoa merupakan mahkluk hidup bersel satu yang sering menjadi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Protozoa merupakan mahkluk hidup bersel satu yang sering menjadi BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Protozoa 1. Pengertian Protozoa Protozoa merupakan mahkluk hidup bersel satu yang sering menjadi penyebab penyakit diare, manusia yang terinfeksi oleh protozoa biasanya dapat

Lebih terperinci

GAMBARAN INFEKSI PROTOZOA INTESTINAL PADA ANAK BINAAN RUMAH SINGGAH AMANAH KOTA PADANG

GAMBARAN INFEKSI PROTOZOA INTESTINAL PADA ANAK BINAAN RUMAH SINGGAH AMANAH KOTA PADANG GAMBARAN INFEKSI PROTOZOA INTESTINAL PADA ANAK BINAAN RUMAH SINGGAH AMANAH KOTA PADANG Nurhayati ARTIKEL PENELITIAN Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Andalas E-mail: nurhayatikaidir@yahoo.co.id

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang. disebabkan oleh protozoa, seperti Entamoeba histolytica, Giardia lamblia dan

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang. disebabkan oleh protozoa, seperti Entamoeba histolytica, Giardia lamblia dan I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Infeksi protozoa usus adalah salah satu bentuk infeksi parasit usus yang disebabkan oleh protozoa, seperti Entamoeba histolytica, Giardia lamblia dan Cryptosporidium parvum

Lebih terperinci

S E L. Suhardi, S.Pt.,MP

S E L. Suhardi, S.Pt.,MP S E L Suhardi, S.Pt.,MP Foreword Struktur sel, jaringan, organ, tubuh Bagian terkecil dan terbesar didalam sel Aktivitas metabolisme sel Perbedaan sel hewan dan tumbuhan Metabolisme sel Fisiologi Ternak.

Lebih terperinci

PROTOZOA. Otot-rangka. Pencernaan. Saraf. Sirkulasi. Respirasi. Reproduksi. Ekskresi

PROTOZOA. Otot-rangka. Pencernaan. Saraf. Sirkulasi. Respirasi. Reproduksi. Ekskresi PROTOZOA Protozoa merupakan kelompok lain protista eukariotik. Kadang-kadang antara algae dan protozoa kurang jelas perbedaannya. Kebanyakan Protozoa hanya dapat dilihat di bawah mikroskop. Beberapa organisme

Lebih terperinci

III. TEKNIK PEWARNAAN GRAM IDENTIFIKASI BAKTERI

III. TEKNIK PEWARNAAN GRAM IDENTIFIKASI BAKTERI III. TEKNIK PEWARNAAN GRAM IDENTIFIKASI BAKTERI Tujuan: 1. Mempelajari cara menyiapkan olesan bakteri dengan baik sebagai prasyarat untuk memeplajari teknik pewarnaan 2. Mempelajari cara melakukan pewarnaan

Lebih terperinci

Tabel 3 Tingkat prevalensi kecacingan pada ikan maskoki (Carassius auratus) di Bogor

Tabel 3 Tingkat prevalensi kecacingan pada ikan maskoki (Carassius auratus) di Bogor HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Pemeliharaan Ikan Maskoki (Carassius auratus) Pengambilan sampel ikan maskoki dilakukan di tiga tempat berbeda di daerah bogor, yaitu Pasar Anyar Bogor Tengah, Batu Tulis Bogor

Lebih terperinci

Sistem Pencernaan Manusia

Sistem Pencernaan Manusia Sistem Pencernaan Manusia Manusia memerlukan makanan untuk bertahan hidup. Makanan yang masuk ke dalam tubuh harus melalui serangkaian proses pencernaan agar dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi. Proses

Lebih terperinci

LABORATORIUM PARASITOLOGI DAN ENTOMOLOGI

LABORATORIUM PARASITOLOGI DAN ENTOMOLOGI LABORATORIUM PARASITOLOGI DAN ENTOMOLOGI Kegiatan Infeksi cercaria Schistosoma japonicum pada hewan coba (Tikus putih Mus musculus) 1. Latar belakang Schistosomiasis atau disebut juga demam keong merupakan

Lebih terperinci

PENUNTUN PRAKTIKUM PARASITOLOGI

PENUNTUN PRAKTIKUM PARASITOLOGI PENUNTUN PRAKTIKUM PARASITOLOGI ISFANDA, DVM, M.Si FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ABULYATAMA ACEH BESAR 2016 BAB 1 PEMERIKSAAN TELUR TREMATODA Pemeriksaan Telur Cacing Dengan Metode Natif Tujuan untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Infeksi protozoa usus masih menjadi masalah kesehatan di beberapa negara di

BAB 1 PENDAHULUAN. Infeksi protozoa usus masih menjadi masalah kesehatan di beberapa negara di BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi protozoa usus masih menjadi masalah kesehatan di beberapa negara di dunia, dibuktikan dengan prevalensinya yang masih tinggi dan tersebar luas di daearah tropik

Lebih terperinci

MK Teknologi Pengendalian Dan Penanggulangan Penyakit Dalam Akuakultur

MK Teknologi Pengendalian Dan Penanggulangan Penyakit Dalam Akuakultur MK Teknologi Pengendalian Dan Penanggulangan Penyakit Dalam Akuakultur Jenis-jenis penyakit akibat mikroba: PROTOZOAN Program Alih Jenjang D4 Bidang Konsentrasi Akuakultur Penyakit Budidaya Perikanan akibat

Lebih terperinci

Morfologi dan Anatomi Dasar Kelinci

Morfologi dan Anatomi Dasar Kelinci Modul Praktikum Biologi Hewan Ternak 2017 6 Morfologi dan Anatomi Dasar Kelinci Petunjuk Umum Praktikum - Pada praktikum ini digunakan alat-alat bedah dan benda-benda bersudut tajam. Harap berhati-hati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. masalah kesehatan manusia, yaitu sebagai vektor penular penyakit. Lalat berperan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. masalah kesehatan manusia, yaitu sebagai vektor penular penyakit. Lalat berperan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lalat merupakan salah satu serangga ordo Diptera yang berperan dalam masalah kesehatan manusia, yaitu sebagai vektor penular penyakit. Lalat berperan sebagai vektor

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI PEWARNAAN SEDERHANA,NEGATIF DAN PERGERAKAN BAKTERI. Oleh :

LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI PEWARNAAN SEDERHANA,NEGATIF DAN PERGERAKAN BAKTERI. Oleh : LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI PEWARNAAN SEDERHANA,NEGATIF DAN PERGERAKAN BAKTERI Oleh : Afifi Rahamdetiassani 083112620150008 Rika Safira 083112620150026 Rifky Cahyo Oktavianto 083112620150010 Ely Akbar

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Air Air adalah zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara, ¾ bagian tubuh kita terdiri dari air dan tidak seorang pun dapat bertahan hidup lebih dari 4-5

Lebih terperinci

PENUNTUN PRAKTIKUM MATA KULIAH PARASITOLOGI

PENUNTUN PRAKTIKUM MATA KULIAH PARASITOLOGI 2016 PENUNTUN PRAKTIKUM MATA KULIAH PARASITOLOGI LABORATORIUM JURUSAN ILMU PETERNAKAN FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI AS ISLAM NEGERI (UIN) ALAUDDIN MAKASSAR I. IDENTIFIKASI EKTOPARASIT A. Pengantar Keberhasilan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI DASAR. Pengecatan Gram dan Pengujian KOH Pada Bakteri OLEH :

LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI DASAR. Pengecatan Gram dan Pengujian KOH Pada Bakteri OLEH : LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI DASAR Pengecatan Gram dan Pengujian KOH Pada Bakteri OLEH : NAMA : NUR MUH. ABDILLAH S. NIM : Q1A1 15 213 KELAS : TPG C JURUSAN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penduduk di dunia. Biasanya bersifat symtomatis. Prevalensi terbesar pada daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penduduk di dunia. Biasanya bersifat symtomatis. Prevalensi terbesar pada daerah BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ascaris Lumbricoides Ascariasis merupakan infeksi cacing yang paling sering dijumpai. Diperkirakan prevalensi di dunia berjumlah sekitar 25 % atau 1,25 miliar penduduk di dunia.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Soil Transmitted Helminth Soil Transmitted Helminth adalah Nematoda Intestinal yang berhabitat di saluran pencernaan, dan siklus hidupnya untuk mencapai stadium infektif dan

Lebih terperinci

DISKUSI BIOKIMIA DIMULAI DENGAN SEL KARENA SEL MERUPAKAN KERANGKA ALAMIAH DARI HAMPIR SEMUA REAKSI BIOKIMIA

DISKUSI BIOKIMIA DIMULAI DENGAN SEL KARENA SEL MERUPAKAN KERANGKA ALAMIAH DARI HAMPIR SEMUA REAKSI BIOKIMIA DISKUSI BIOKIMIA DIMULAI DENGAN SEL KARENA SEL MERUPAKAN KERANGKA ALAMIAH DARI HAMPIR SEMUA REAKSI BIOKIMIA PERBEDAAN UTAMA ANTARA BIOKIMIA DAN KIMIA ADALAH BAHWA REAKSI BIOKIMIA BERLANGSUNG DI DALAM BATASAN

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Forensik, Ilmu Patologi Anatomi dan Farmakologi.

BAB IV METODE PENELITIAN. Forensik, Ilmu Patologi Anatomi dan Farmakologi. 26 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup ilmu dari penelitian ini adalah Ilmu Kedokteran Forensik, Ilmu Patologi Anatomi dan Farmakologi. 4.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nematoda adalah cacing yang berbentuk panjang, silindris (gilig) tidak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nematoda adalah cacing yang berbentuk panjang, silindris (gilig) tidak BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Soil Transmitted Helminhs Nematoda adalah cacing yang berbentuk panjang, silindris (gilig) tidak bersegmen dan tubuhnya bilateral simetrik. Panjang cacing ini mulai

Lebih terperinci

MANUAL PROSEDUR PELAKSANAAN PRAKTIKUM BIOKIMIA LABORATORIUM BIOKIMIA

MANUAL PROSEDUR PELAKSANAAN PRAKTIKUM BIOKIMIA LABORATORIUM BIOKIMIA MANUAL PROSEDUR PELAKSANAAN PRAKTIKUM BIOKIMIA LABORATORIUM BIOKIMIA JURUSAN KIMIA FAKULTAS MIPA UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2014 MANUAL PROSEDUR PELAKSANAAN PRAKTIKUM BIOKIMIA LABORATORIUM BIOKIMIA Kode

Lebih terperinci

Sel. Gbr. Penampang Sel Hewan dan Sel Tumbuhan

Sel. Gbr. Penampang Sel Hewan dan Sel Tumbuhan Sel Sel merupakan unit organisasi terkecil yang menjadi dasar kehidupan dalam arti biologis. Semua fungsi kehidupan diatur dan berlangsung di dalam sel. Karena itulah, sel dapat berfungsi secara autonom

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI PEWARNAAN SPORA BAKTERI

LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI PEWARNAAN SPORA BAKTERI LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI PEWARNAAN SPORA BAKTERI UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH Mikrobiologi yang dibimbing oleh Bapak Agung Witjoro, S.Pd, M.Kes Oleh : Offering C/ Kelompok 5 1. Atika Anggraini

Lebih terperinci

II. PEWARNAAN SEL BAKTERI

II. PEWARNAAN SEL BAKTERI II. PEWARNAAN SEL BAKTERI TUJUAN 1. Mempelajari dasar kimiawi dan teoritis pewarnaan bakteri 2. Mempelajari teknik pembuatan apusan kering dalam pewarnaan bakteri 3. Mempelajari tata cara pewarnaan sederhana

Lebih terperinci

Keterampilan Laboratorium PADA BLOK 2.2 HEMATOIMUNOLIMFOPOETIK:

Keterampilan Laboratorium PADA BLOK 2.2 HEMATOIMUNOLIMFOPOETIK: Keterampilan Laboratorium PADA BLOK 2.2 HEMATOIMUNOLIMFOPOETIK: DARAH 2: -LED -Membuat & memeriksa sediaan apus darah tepi -Evaluasi DARAH 3: - Pemeriksaan gol.darah -Tes inkompatibilitas DARAH 4: Bleeding

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI PLASMOLISIS

LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI PLASMOLISIS LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI PLASMOLISIS Disusun oleh : Eugenia Septhariani XI IPA 1 / 6 SMA SANTA URSULA Jalan Pos No. 2 Jakarta 10010 2010 Tanggal praktikum : Jumat, 13 Agustus 2010 Nama : Eugenia Septhariani

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perannya melawan infeksi dan penyakit. Infeksi yang terkait dengan. daya tahan tubuh penderita (Murtiastutik, 2008).

BAB 1 PENDAHULUAN. perannya melawan infeksi dan penyakit. Infeksi yang terkait dengan. daya tahan tubuh penderita (Murtiastutik, 2008). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh, menghancurkan atau merusak fungsi sistem imun. Infeksi HIV menyebabkan kerusakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencapai 2 triliun/tahun. (Anonim. 2014). sebagai berikut : adanya parasite, adanya sumber parasit untuk

BAB I PENDAHULUAN. mencapai 2 triliun/tahun. (Anonim. 2014). sebagai berikut : adanya parasite, adanya sumber parasit untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi parasit internal masih menjadi faktor yang sering mengganggu kesehatan ternak dan mempunyai dampak kerugian ekonomi yang besar terutama pada peternakan rakyat

Lebih terperinci

Karakteristik Organisme Hidup. UNSYIAH Universitas Syiah Kuala 9/28/2016. Tema-tema dalam Mempelajari Kehidupan. Organisasi Biologi

Karakteristik Organisme Hidup. UNSYIAH Universitas Syiah Kuala 9/28/2016. Tema-tema dalam Mempelajari Kehidupan. Organisasi Biologi UNSYIAH Universitas Syiah Kuala Pengantar Biologi MPA-107, 3 (2-1) Kuliah 10 STRUKTUR & PERKEMBANGAN: HEWAN Tim Pengantar Biologi Jurusan Biologi FMIPA Unsyiah Keanekaragaman hewan dengan berbagai modifikasi

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM PEWARNAAN SPORA BAKTERI. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Mikrobiologi yang diampu oleh Prof. Dr. Dra. Utami Sri Hastuti, M.

LAPORAN PRAKTIKUM PEWARNAAN SPORA BAKTERI. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Mikrobiologi yang diampu oleh Prof. Dr. Dra. Utami Sri Hastuti, M. LAPORAN PRAKTIKUM PEWARNAAN SPORA BAKTERI Untuk memenuhi tugas mata kuliah Mikrobiologi yang diampu oleh Prof. Dr. Dra. Utami Sri Hastuti, M.Pd Oleh: Kelompok 5 S1 Pendidikan Biologi Offering A Annas Jannaatun

Lebih terperinci

PEMBELAHAN MITOSIS PADA TUDUNG AKAR BAWANG MERAH (Allium Cepa)

PEMBELAHAN MITOSIS PADA TUDUNG AKAR BAWANG MERAH (Allium Cepa) PEMBELAHAN MITOSIS PADA TUDUNG AKAR BAWANG MERAH (Allium Cepa) LAPORAN PRAKTIKUM UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH Genetika 1 yang dibimbing oleh Prof. Dr. Hj. Siti Zubaidah, M.Pd dan Andik Wijayanto, S.Si,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Metode Suzuki Metode Suzuki adalah suatu metode yang digunakan untuk pemeriksaan telur Soil Transmitted Helmints dalam tanah. Metode ini menggunakan Sulfas Magnesium yang didasarkan

Lebih terperinci

PETUNJUK PRAKTIKUM BIOLOGI SEL

PETUNJUK PRAKTIKUM BIOLOGI SEL PETUNJUK PRAKTIKUM BIOLOGI SEL Oleh: Ainun Nikmati Laily, M.Si Fitriyah, M. Si dr. Alvi Milliana JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UIN MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG 2013 I. Tujuan TOPIK I Sel

Lebih terperinci

Pemeriksaan mikroskopis tinja terhadap parasit metode kwantitatif : 1. Metode Stoll 2. Metode Kato-Katz

Pemeriksaan mikroskopis tinja terhadap parasit metode kwantitatif : 1. Metode Stoll 2. Metode Kato-Katz PRAKTIKUM PARASITOLOGI (TM-Pr.4) Praktikum I: Menghitung Telur Cacing Pada Sediaan Tinja Pemeriksaan mikroskopis tinja terhadap parasit metode kwantitatif : 1. Metode Stoll 2. Metode Kato-Katz Membuat

Lebih terperinci

DESKRIPSI KEGIATAN Kegiatan Waktu Deskripsi 1. Pendahuluan 10 menit Instruktur menelaskan tujuan dari kegiatan ini

DESKRIPSI KEGIATAN Kegiatan Waktu Deskripsi 1. Pendahuluan 10 menit Instruktur menelaskan tujuan dari kegiatan ini 1 KETERAMPILAN PENGAMBILAN DARAH TEPI, MEMBUAT APUSAN, PEWARNAAN GIEMSA DAN PEMERIKSAAN MIKROSKOPIK APUSAN DARAH TEPI (Dipersiapkan oleh Sitti Wahyuni) TUJUAN Umum: Setelah selesai melaksanakan kegiatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Lalat adalah serangga jenis Arthropoda yang masuk dalam ordo Diptera.

BAB 1 PENDAHULUAN. Lalat adalah serangga jenis Arthropoda yang masuk dalam ordo Diptera. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lalat adalah serangga jenis Arthropoda yang masuk dalam ordo Diptera. Beberapa spesies lalat mempunyai peranan penting dalam masalah kesehatan masyarakat. Serangga ini

Lebih terperinci

PROTOZOA. Marlia Singgih Wibowo

PROTOZOA. Marlia Singgih Wibowo PROTOZOA Marlia Singgih Wibowo Pendahuluan Protozoa berarti first animal, suatu bentuk sederhana kehidupan hewan Dapat hidup bebas di laut, air tawar, atau tanah, atau bersimbiosis, atau hidup di dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sediaan mikroteknik atau yang juga dikenal sebagai sediaan Histologi.

BAB I PENDAHULUAN. sediaan mikroteknik atau yang juga dikenal sebagai sediaan Histologi. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan pengetahuan mengenai anatomi mikroskopis baik tentang hewan maupun tumbuhan banyak diperoleh dari hasil pengembangan sediaan mikroteknik atau yang juga

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Ikan Selais (O. hypophthalmus). Sumber : Fishbase (2011)

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Ikan Selais (O. hypophthalmus). Sumber : Fishbase (2011) 3 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Selais (Ompok hypophthalmus) Ikan Ompok hypophthalmus dikenal dengan nama daerah selais, selais danau dan lais, sedangkan di Kalimantan disebut lais

Lebih terperinci

DI SUSUN OLEH. KELOMPOK : II Anggota : 1. Nurhaliza ( ) 2. Nevri Isnaliza ( ) 3. Siti wardana ( )

DI SUSUN OLEH. KELOMPOK : II Anggota : 1. Nurhaliza ( ) 2. Nevri Isnaliza ( ) 3. Siti wardana ( ) DI SUSUN OLEH KELOMPOK : II Anggota : 1. Nurhaliza (0806103050078) 2. Nevri Isnaliza (0806103010039) 3. Siti wardana (0806103010061) Ciliata (Ciliophora) 1. Silia berfungsi sebagai alat gerak dan membantu

Lebih terperinci

PREVALENSI KECACINGAN SOIL TRANSMITTED HELMINTHS (STH) PADA SISWA SDN I KROMENGAN KABUPATEN MALANG

PREVALENSI KECACINGAN SOIL TRANSMITTED HELMINTHS (STH) PADA SISWA SDN I KROMENGAN KABUPATEN MALANG PREVALENSI KECACINGAN SOIL TRANSMITTED HELMINTHS (STH) PADA SISWA SDN I KROMENGAN KABUPATEN MALANG Ayuria Andini, Endang Suarsini, Sofia Ery Rahayu Universitas Negeri Malang Email: ayuriaandini@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Diare merupakan salah satu penyakit infeksi yang sering terjadi di negara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Diare merupakan salah satu penyakit infeksi yang sering terjadi di negara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diare merupakan salah satu penyakit infeksi yang sering terjadi di negara berkembang. Penyakit tersebut sering dihubungkan dengan beberapa keadaan misalnya

Lebih terperinci

PEMERIKSAAN MIKROSKOPIK MALARIA

PEMERIKSAAN MIKROSKOPIK MALARIA PEMERIKSAAN MIKROSKOPIK MALARIA UPT. PUSKESMAS NUSA PENIDA I SOP No. Dokumen : 21/SOP/Lab-NPI/2016 No. Revisi : 01 Tgl. Terbit : 01 April 2016 Halaman : 1-4 Kepala UPT Puskesmas Nusa Penida I dr. I Ketut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Biologi merupakan ilmu tentang makhluk hidup beserta lingkungannya. Objek yang dipelajari dalam Biologi adalah makhluk hidup dan makhluk tak hidup. Makhluk

Lebih terperinci

Biologi Medik BIOLOGI MEDIK. Dra. Agnes Sri Harti, M.Si. Edisi Kedua Cetakan Pertama, 2013

Biologi Medik BIOLOGI MEDIK. Dra. Agnes Sri Harti, M.Si. Edisi Kedua Cetakan Pertama, 2013 Biologi Medik i ii Biologi Medik Biologi Medik iii iv Biologi Medik BIOLOGI MEDIK Penulis: Dra. Agnes Sri Harti, M.Si. Edisi Kedua Cetakan Pertama, 2013 Hak Cipta 2013 pada penulis, Hak Cipta dilindungi

Lebih terperinci

Identifikasi Ookista Isospora Spp. pada Feses Kucing di Denpasar

Identifikasi Ookista Isospora Spp. pada Feses Kucing di Denpasar Identifikasi Ookista Isospora Spp. pada Feses Kucing di Denpasar IDENTIFY OOCYST OF ISOSPORA SPP. IN FAECAL CATS AT DENPASAR Maria Mentari Ginting 1, Ida Ayu Pasti Apsari 2, dan I Made Dwinata 2 1. Mahasiswa

Lebih terperinci

BAB VI PROTOZOA. Struktur dari sel protozoa terdiri dari dua bagian:

BAB VI PROTOZOA. Struktur dari sel protozoa terdiri dari dua bagian: BAB VI PROTOZOA Kompetensi Dasar: Mahasiswa dapat menjelaskan : 1. Pengertian protozoa 2. Morfologi, struktur & Penularan 3. Patologi klinis 4. Klasifikasi protozoa 5. Protozoa sebagai penyebab penyakit

Lebih terperinci

PARASITOLOGI. OLEH: Dra. Nuzulia Irawati, MS

PARASITOLOGI. OLEH: Dra. Nuzulia Irawati, MS PARASITOLOGI OLEH: Dra. Nuzulia Irawati, MS DEFINISI PARASITOLOGI ialah ilmu yang mempelajari tentang jasad hidup untuk sementara atau menetap pada/ di dalam jasad hidup lain dengan maksud mengambil sebagian

Lebih terperinci

MIKROBIOLOGI BAKTERI

MIKROBIOLOGI BAKTERI 1 MIKROBIOLOGI BAKTERI (Nurwahyuni Isnaini) Tugas I Disusun untuk memenuhi tugas brosing artikel webpage Oleh RIZKA RAMADHANTY NIM:G0C015080 PRORAM DIPLOMA DIII ANALIS KESEHATAN FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

Lebih terperinci

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 11. Organisasi KehidupanLATIHAN SOAL BAB 11

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 11. Organisasi KehidupanLATIHAN SOAL BAB 11 SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 11. Organisasi KehidupanLATIHAN SOAL BAB 11 1. Bagian sel yang berfungsi untuk mengatur seluruh kegiatan sel adalah http://www.primemobile.co.id/assets/uploads/materi/bio-7-11a.png

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian analitik.

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian analitik. BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian analitik. B. Waktu dan tempat penelitian Tempat penelitian desa Pekacangan, Cacaban, dan Ketosari Kecamatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian dilaksanakan di Balai Kesehatan Paru Masyarakat Wilayah

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian dilaksanakan di Balai Kesehatan Paru Masyarakat Wilayah BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif. B. Tempat dan Waktu Penelitan 1. Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Balai Kesehatan Paru Masyarakat

Lebih terperinci

MYXOBAKTERIALES. (tumbuhan belah). Klas ini terdiri atas tumbuhan bersel satu. Sel-sel itu kecil

MYXOBAKTERIALES. (tumbuhan belah). Klas ini terdiri atas tumbuhan bersel satu. Sel-sel itu kecil MYXOBAKTERIALES Myxobakteriales merupakan salah satu ordo dari kelas Schizophyta (tumbuhan belah). Klas ini terdiri atas tumbuhan bersel satu. Sel-sel itu kecil benar, kadang-kadang tak tampak dengan mikroskop

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Ternak itik merupakan hewan homoiterm yang dapat melakukan

PENDAHULUAN. Ternak itik merupakan hewan homoiterm yang dapat melakukan 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ternak itik merupakan hewan homoiterm yang dapat melakukan homeostatis pada suhu lingkungan yang tidak sesuai dengan suhu tubuhnya. Pemeliharaan itik kurang diminati

Lebih terperinci

RENCANA PROGRAM dan KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER. (Mata Kuliah: Biologi Mikroba -Parasitologi) TAHUN AJARAN LABORATORIUM PARASITOLOGI

RENCANA PROGRAM dan KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER. (Mata Kuliah: Biologi Mikroba -Parasitologi) TAHUN AJARAN LABORATORIUM PARASITOLOGI RENCANA PROGRAM dan KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (Mata Kuliah: Biologi Mikroba -Parasitologi) TAHUN AJARAN 013-014 LABORATORIUM PARASITOLOGI RENCANA PROGRAM dan KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER Identitas

Lebih terperinci

Teknik Pewarnaan Bakteri

Teknik Pewarnaan Bakteri MODUL 5 Teknik Pewarnaan Bakteri POKOK BAHASAN : Teknik Pewarnaan GRAM (Pewarnaan Differensial) TUJUAN PRAKTIKUM : 1. Mempelajari cara menyiapkan apusan bakteri dengan baik sebagai prasyarat untuk mempelajari

Lebih terperinci

Praktikum II UJI OKSIHEMOGLOBIN & DEOKSIHEMOGLOBIN

Praktikum II UJI OKSIHEMOGLOBIN & DEOKSIHEMOGLOBIN Praktikum II UJI OKSIHEMOGLOBIN & DEOKSIHEMOGLOBIN A. Tujuan Membuktikan hemoglobin dapat mengikat oksigen membentuk oksihemoglobin (HbO2) dan dapat terurai kembali menjadi O2 dan deoksihemoglobin. B.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Topografis Sampel Wilayah Kondisi topografis di Lembah Baliem dan Pegunungan Arfak Papua memiliki perbedaan masing-masing yang sangat berpotensi mendukung penyebaran

Lebih terperinci

MODUL III TRANSPORTASI MEMBRAN SEL

MODUL III TRANSPORTASI MEMBRAN SEL 15 MODUL III TRANSPORTASI MEMBRAN SEL TUJUAN Membandingkan antara proses difusi, osmosis, turgor, plasmolisis, krenasi, dan hemolisis sehingga dapat diketahui perbedaannya dengan jelas. TEORI Membran memiliki

Lebih terperinci

STRUKTUR DAN FUNGSI BAGIAN SEL MIKROBA

STRUKTUR DAN FUNGSI BAGIAN SEL MIKROBA STRUKTUR DAN FUNGSI BAGIAN SEL MIKROBA A. Pendahuluan Bakteri merupakan mikroorganisme yang masuk ke dalam golongan prokariot. Hal itu disebabkan karena bakteri mempunyai struktur yang sangat sederhana

Lebih terperinci

Laporan Praktikum V Darah dan Peredaran

Laporan Praktikum V Darah dan Peredaran Laporan Praktikum V Darah dan Peredaran Nama : Cokhy Indira Fasha NIM : 10699044 Kelompok : 4 Tanggal Praktikum : 11 September 2001 Tanggal Laporan : 19 September 2001 Asisten : Astania Departemen Biologi

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI MIKROBA METODE PEWARNAAN GRAM : CLAUDIA PERTIWI MALIK : G : MUHAMMAD IQBAL MUSTAFA

IDENTIFIKASI MIKROBA METODE PEWARNAAN GRAM : CLAUDIA PERTIWI MALIK : G : MUHAMMAD IQBAL MUSTAFA JURNAL PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI UMUM IDENTIFIKASI MIKROBA METODE PEWARNAAN GRAM NAMA NIM KELOMPOK ASISTEN : CLAUDIA PERTIWI MALIK : G31116510 : III (TIGA) : MUHAMMAD IQBAL MUSTAFA LABORATORIUM MIKROBIOLOGI

Lebih terperinci

UJI ANTIBAKTERI EKSTRAK TANAMAN PUTRI MALU (Mimosa pudica) TERHADAP PERTUMBUHAN Shigella dysentriae

UJI ANTIBAKTERI EKSTRAK TANAMAN PUTRI MALU (Mimosa pudica) TERHADAP PERTUMBUHAN Shigella dysentriae UJI ANTIBAKTERI EKSTRAK TANAMAN PUTRI MALU (Mimosa pudica) TERHADAP PERTUMBUHAN Shigella dysentriae SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Prodi Pendidikan Biologi

Lebih terperinci

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PRAKTIKUM HISTOLOGI

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PRAKTIKUM HISTOLOGI STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PRAKTIKUM HISTOLOGI BAGIAN HISTOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT 2016/2017 KATA PENGANTAR Assalamu alaikum Wr.Wb Puji dan Syukur kehadirat Allah

Lebih terperinci

PRAKTIKUM VI I. ALAT DAN BAHAN II. CARA KERJA

PRAKTIKUM VI I. ALAT DAN BAHAN II. CARA KERJA PRAKTIKUM VI Topik : Epidermis dan Derivatnya Tujuan : Untuk mengamati bentuk-bentuk epidermis, trikoma dan stoma Hari/Tanggal : Kamis, 16 April 2011 Tempat : Laboratorium Biologi PMIPA FKIP UNLAM Banjarmasin

Lebih terperinci

TREMATODA PENDAHULUAN

TREMATODA PENDAHULUAN TREMATODA PENDAHULUAN Trematoda termasuk dalam filum Platyhelminthes Morfologi umum : Pipih seperti daun, tidak bersegmen Tidak mempunyai rongga badan Mempunyai 2 batil isap : mulut dan perut. Mempunyai

Lebih terperinci

ARTIKEL PARASITOLOGI. Editor: Fircha Silvia Nugraheni G1C PROGRAM DIPLOMA IV ANALIS KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG 2016

ARTIKEL PARASITOLOGI. Editor: Fircha Silvia Nugraheni G1C PROGRAM DIPLOMA IV ANALIS KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG 2016 1 ARTIKEL PARASITOLOGI Editor: Fircha Silvia Nugraheni G1C015020 PROGRAM DIPLOMA IV ANALIS KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG 2016 1 2 PARASITOLOGI Defisini parasitologi adalah ilmu yang mempelajari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tomat dapat dijadikan sebagai bahan dasar kosmetik atau obat-obatan. Selain

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tomat dapat dijadikan sebagai bahan dasar kosmetik atau obat-obatan. Selain 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Tomat Tanaman tomat merupakan komoditas yang multiguna. Tidak hanya berfungsi sebagai sayuran dan buah saja, tomat juga sering dijadikan pelengkap bumbu, minuman

Lebih terperinci