BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ternak babi Ternak babi salah satu ternak penghasil daging sebagai sumber pemulihan gizi masyarakat yang sangat efesien diantara ternak ternak yang lain. Bangsa babi piaraan yang dikenal sampai saat ini secara umum merupakan keturunan dari dua jenis babi liar yaitu Sus vittatus yang bersal dari India Timur dan Asia Tenggara termasuk Cina dan Sus scrofa yang berasal dari Eropa (Kansius, 1981). Menurut Sihombing (1997), klasifikasi zoologis ternak babi termasuk: Kelas : Mamalia Ordo : Artidactyla Genus : Sus Species : Sus Vitattus Masyarakat papua yang tinggal diwilayah pedalaman (wilayah pesisir atau dataran tinggi) umumnya hidup dari cara kemurahan alam dan meramu, berburu, bertani dengan sistem ladang berpindah, maupun memanfaatkan hasil laut sebgai nelayan. Babi sebagai ternak utama sebgai pendukung kehidupan keluarga, masyarakat memilih untuk memelihara ternak dengan sitem ekstensif, dan jenis yang umum dipelihara adalah babi. Dalam kehidupan masyarakat papua babi memiliki urutan pertama dalam ternak peliharaan. Selain karena pertimbangan keuntungan yang diperoleh memelihara babi memiliki menurut budaya masyarakat setempat memiliki kaitan yang erat dengan nilai sosial dan budaya karena sejalan dengan praktek adat istiadat dan upacara ritual budaya (Pattiselanno, 2004). 4

2 5 2.2 Entamoeba spp Taksonomi dari Entamoeba spp (Levine, 1995). : Phylum : Sacromastigophora Sub- Phylum : Sarcodina Kelas : Rhizopoda Ordo : Amoebidiorida Sub Ordo : Tubulinorina Genus : Entamoeba, Endamoeba, Endolimax, Iodamoeba, Sappinia Spesies :Entamoeba histolytica, Entamoeba hartmanni Entamoeba coli, Entamoeba chattoni dan Entamoeba gingivalis Morfologi Hampir semua amoeba memiliki dua bentuk yaitu: tropozoit dan kista. Bentuk tropozoit adalah bentuk yang aktif bergerak, makan dan bereproduksi namun tidak mampu bertahan diluar tubuh hospes. Bentuk kista adalah bentuk yang dorman, tahan tanpa makanan, dan bertanggung jawab terhadap penularan penyakit. Dari sekian banyak amoeba intestinal, hanya Entamoeba histolytica yang bersifat patogen, sedangkan yang lainnya bersifat non patogen (Yulfi, 2006 ). Menurut Levine (1994), Entamoeba yang sering menginfeksi babi antara lain Entamoeba histolytica dengan empat inti kista, Entamoeba coli dengan delapan inti kista, Entamoeba suis dengan satu inti pada kista dan Entamoeba suigingivalis tanpa kista. Noble and Noble (1989), mengungkapkan bahwa Entamoeba dibliecki juga berpredileksi di dalam intestinum babi, dengan ukuran rata-rata 13 x 16µm, mempunyai ektoplasma yang bergranul halus dan endoplasma yang kasar, inti besar, pucat dan kromatin perifer tampak seperti cincin homogen.

3 6 Entamoeba hystolitica memiliki bentuk tropozoit dan kista. Tropozoitnya memiliki ciri-ciri morfologi : 1. Ukurannya µm 2. Sitoplasma bergranular dan mengandung eritrosit yang merupakan penanda penting untuk diagnosisnya 3. Terdapat satu buah inti Entamoeba, ditandai dengan karyosom padat yang terletak ditengah inti serta kromatin yang tersebar dipinggiran inti 4. Bergerak progresif dengan alat gerak ektoplasma yang lebar, disebut pseudopodia Kista entamoeba hystolitica memiliki cirri-ciri morfologi sebagai berikut : 1. Bentuk memadat mendekati bulat, ukuran µm 2. Kista matang memiliki empat buah inti Entamoeba 3. Tidak lagi dijumpai eritrosit didalam sitoplasma 4. Kista yang belum matang memiliki glikogen (chromatoidal bodies) berbentuk seperti cerutu, namun biasanya menghilang setelah kista matang. Entamoeba gingivalis memiliki panjang tropozoit 3,5-5 µm (biasanya µm) (Dwyer, 1974). Sitoplasma terdiri dari suatu zone (daerah) ektoplasma terang dan endoplasma berbutir-butir berisi vakuole-vakuole makanan. Amoeba biasanya memakan leukosit dan sel-sel epitel, kadang-kadang makan bakteri dan jarang sekali makan sel-sel darah merah. Biasanya ada sejumlah kaki-kaki semu (Singh, 1975). Diameter inti 24 µm dan mempunyai endosoma cukup kecil, suatu lapisan permukaan terdiri dari butir-butir kromatin, dan beberapa untai akromatik yang halus (lembut) merentang dari endosoma keselaput inti. Reproduksi secara pembelahan jadi dua, ada 5 atau 6 kromosom (Levine, 1995). Entamoeba suis memiliki panjang panjang tropozoit 5-25 µm, inti terlihat bervariasi. Endosoma terletak ditengah dan besar kadang kadang mengisi hampir seluruh inti dan hamper mirip dengan endosoma Entamoeba hystolityca. Ada suatu

4 7 cincin agak homogen yang terdiri dari kromatin yang terdapat didalam selaput inti. Biasanya tidak ada butir butir kromatin diantara endosoma dan permukaan cincin. Diameter kista 4-17 µm masing masing mempunyai inti tunggal. Benda benda kromatoid didalam kista bentuknya sangat bervariasi, mulai dari batang batang besar dengan ujung ujung membulat seperti Entamoeba hystolityca (Levine, 1995) Penularan Entamoeba hystolitica tersebar luas diseluruh dunia. Penularan terjadi karena makanan dan minuman yang tercemar kista ameba. Penularan tidak terjadi melalui bentuk tropozoit, sebab bentuk ini akan rusak oleh asam lambung. Kista Entamoeba hystolitica mampu bertahan ditanah yang lembab selama 8-12 hari, di air 9-30 hari, dan di air dingin (4 o C) mampu bertahan selama tiga bulan. Kista akan cepat rusak oleh pemanasan atau pengeringan 50 o C. Makanan atau minuman dapat terkontaminasi oleh kista melalui beberapa cara diantaranya persediaan air yang terpolusi, tangan yang terkontaminasi, kontaminasi lalat dan kecoa, penggunaan pupuk tinja untuk tanaman, hiegene yang buruk terutama ditempat-tempat dengan populasi tinggi (Yulfi, 2006). Manusia merupakan reservoir infeksi hewan ternak (bersifat zoonosis dari manusia ke hewan), menginfeksi terutama primata dan secara sperimental dapat menginfeksi: anjing, kucing, babi, tikus, mencit, marmut dan kelinci (Levine, 1995) Patogenesis dan Patologi Masa inkubasi dapat terjadi dalam beberapa hari hingga beberapa bulan. Amebiasis dapat terjadi tanpa gejala (asimtomatis). Penderita kronis mungkin memiliki toleransi terhadap parasit sehingga tidak menimbulkan gejala penyakit lagi. Dari hal ini berkembang symptomless carrier. Gejala dapat bervariasi mulai rasa tidak enak diperut hingga diare. Gejala yang khas adalah sindroma disentri, yakni kumpulan gangguan gejala pencernaan yang meliputi diare berlendir dan berdarah

5 8 disertai tenesmus. Lesi yang tipikal terjadi diusus besar yakni adanya ulkus dikarenakan kemampuan ameba ini menginvansi dinding usus. Prevalensi Disentri amoeba ini bervariasi,namun penyebarannya di seluruh dunia. Insiden nya mningkat dengan bertambahnya umur,dan teranak pada laki-laki dewasa. Kira-kira 90% infksi asimtomatik yang disebabkan oleh Entamoeba histolytica non patogenik. Amebiasis yang simtomatik dapat berupa diare yang ringan dan persisten sampai disentri yang fulminant (Yulfi, 2006 ). Predileksi Entamoeba histolytica sering pada usus besar, kadang-kadang hati, paru-paru, dan jarang pada organ lainnya, termasuk otak dan limpa. Entamoeba coli terdapat didalam sekum dan kolom (Soulsby, 1982). Entamoeba chattoni terdapat didalam usus besar macaca dan sejumlah kera lainnya (Noble and Noble, 1989). Entamoeba gingivalis terdapat didalam mulut manusia, dimana spesies ini hidup diantara gigi, dibawah pinggir gusi dan didalam karang gigi (tartar) Siklus Hidup Siklus hidup Ameba usus hampir sama, bentuk yang infektif adalah kista. Setelah tertelan kista akan mengalami eksistasi di ileum bagian bawah menjadi tropozoit kembali. Tropozoit kemudian memperbanyak diri dengan cara belah pasang. Tropozoit yang kerap mengalami inkistasi, kista akan dieluarkan bersama tinja namun tropozoit akan dikeluarkan oleh tinja yang cair. Entamoeba hystolitica bersifat invasive sehingga tropozoit dapat menembus dinding usus dan beredar didalam sirkulasi darah (Yulfi, 2006 ) Diagnosa Selain menilai gejala dan tanda diagnosis amebiasis yang akurat membutuhkan pemeriksaan tinja untuk mengidentifikasi bentuk tropozoit dan kista. Metode yang biasanya digunakan adalah teknik konsentrasi dan pembuatan sediaan trichrom stain. Namun yang paling sederhana dan berguna untuk skrining adalah

6 9 pembuatan sediaan basah dengan bahan salin. Sediaan basah ini dapat diwarnai dengan pewarnaan lugol (menggunakan iodine encer) agar terliahat lebih jelas. Untuk menemukan bentuk tropozoit tinja sebaiknya segera diperiksa, waktu yang paling baik adalah dibawah 30 menit. Pada tinja yang encer dengan gejala klinis yang nyata dapat dijumpai bentuk tropozoit sedangkan pada symptomless carrier dengan tinja yang padat akan dijumpai kista. Selain tinja spesimen lain yang dapat diperiksa berasal dari enema, aspirat dan biopsi. Pada apirasi abses hati akan diperoleh cairan berwarna coklat dan bentuk tropozoit akan ditemukan pada akhir aspirasi atau ditepi ulkus. Pemeriksaan yang lebih maju adalah dengan pemeriksaan serologis namun dipastikan bahwa pemeriksaan ini jauh lebih mahal. Jenis-jenis pemeriksaan serologis adalah Indirect Hemagloutination Assay (IHA), Enzym link Immunosorbent Asssay (ELISA) dan Indirect Immunofluorescent (IFA) (Yulfi, 2006) Epidemiologi Amebiasis menjadi penyebab dari kematian sekitar orang per tahun, terutama diwilayah Amerika tengah dan selatan, Afrika, dan India. Di seluruh dunia penyakit ini menjadi penebab kematian terbesar ketiga akibat infeksi parasit setelah malaria dan schistosomiasis, sebagaimana perkiraan oleh WHO. Infeksi amebiasis endemik disebagian besar iklim dan temperature tropis. Sumber infeksi terpenting adalah penderita menahun yang mengeluarkan kista atau pengandung kista tanpa gejala. Data dari survey epidemiologi bahwa sekitar 90% penderita amebiasis adalah asimtomatik. Pada tahun1996, 1-3 juta kasus amebiasis intestinal dilaporkan di Mexico dan walaupun ini mungkin juga termasuk infeksi dengan E.Dispar, studi seolgik telah mengindikasikan bahwa lebih dari 8% populasi adalah penderita amebiasis. Di Hue, sebuah kota di Vietnam yang populasinya mencapai 1 juta, salah satu rumah sakit melaporkan adanya 1500 amebiasis hati dalam kurun waktu 5 tahun. (Aulia, 2009).

E. coli memiliki bentuk trofozoit dan kista. Trofozoit ditandai dengan ciri-ciri morfologi berikut: 1. bentuk ameboid, ukuran μm 2.

E. coli memiliki bentuk trofozoit dan kista. Trofozoit ditandai dengan ciri-ciri morfologi berikut: 1. bentuk ameboid, ukuran μm 2. PROTOZOA Entamoeba coli E. coli memiliki bentuk trofozoit dan kista. Trofozoit ditandai dengan ciri-ciri morfologi berikut: 1. bentuk ameboid, ukuran 15-50 μm 2. sitoplasma mengandung banyak vakuola yang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah E. histolytica Penyebab amebiasis adalah parasit Entamoeba histolytica yang merupakan anggota kelas rhizopoda (rhiz=akar, podium=kaki). 10 Amebiasis pertama kali diidentifikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ternak babi merupakan salah satu jenis ternak yang memiliki banyak

BAB I PENDAHULUAN. Ternak babi merupakan salah satu jenis ternak yang memiliki banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Ternak babi merupakan salah satu jenis ternak yang memiliki banyak keunggulan dibandingkan ternak lain, yaitu laju pertumbuhan yang cepat, mudah dikembangbiakkan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyakit Diare Penyakit diare masih merupakan salah satu masalah kesehatan bagi masyarakat Indonesia. Selain penyakit ini masih endemis di hampir semua daerah, juga sering muncul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan hewan dapat menularkan penyakit, manusia tetap menyayangi hewan

BAB I PENDAHULUAN. dengan hewan dapat menularkan penyakit, manusia tetap menyayangi hewan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kehidupan manusia sulit terlepas dari kehidupan hewan, baik sebagai teman bermain atau untuk keperluan lain. Meskipun disadari bahwa kedekatan dengan hewan dapat menularkan

Lebih terperinci

PROTOZOA INTESTINALIS

PROTOZOA INTESTINALIS PROTOZOA INTESTINALIS Pendahuluan Protozoa intestinal terdiri atas amebae, flagellata, dan cilliata. Termasuk amebae intestinal adalah Entamoeba histolytica, Entamoeba coli, Entamoeba hartmanni, Endolimax

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lebar ke berbagai negara seperti Singapura dan Hongkong (Direktorat Budidaya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lebar ke berbagai negara seperti Singapura dan Hongkong (Direktorat Budidaya BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ternak Babi Ternak babi merupakan salah satu komoditas peternakan yang cukup potensial untuk dikembangkan. Ternak babi dan atau produk olahannya cukup potensial sebagai komoditas

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Fisiologi Entamoeba histolytica

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Fisiologi Entamoeba histolytica 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Morfologi dan Fisiologi Entamoeba histolytica E. histolytica di dalam tinja dapat ditemukan sebagai: (1) trofozoit, (2) prekista, dan (3) kista. 9 Parasit ini ditularkan sebagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rizhopoda merupakan satu kelas dari lima pembagian kelas yang termasuk dalam protozhoa. Ukuran protozoa bervariasi, yaitu mulai kurang dari 10 mikron(µm) dan ada yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ascaris lumbricoides Manusia merupakan hospes beberapa nematoda usus. Sebagian besar nematoda ini menyebabkan masalah kesehatan masyarakat Indonesia (FKUI, 1998). Termasuk dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tikus. Manusia dapat terinfeksi oleh patogen ini melalui kontak dengan urin

BAB I PENDAHULUAN. tikus. Manusia dapat terinfeksi oleh patogen ini melalui kontak dengan urin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Leptospirosis atau penyakit kuning merupakan penyakit yang ditularkan dari hewan ke manusia atau sebaliknya. Penyakit ini disebabkan bakteri Leptospira Icterohaemorrhagiae

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang. disebabkan oleh protozoa, seperti Entamoeba histolytica, Giardia lamblia dan

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang. disebabkan oleh protozoa, seperti Entamoeba histolytica, Giardia lamblia dan I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Infeksi protozoa usus adalah salah satu bentuk infeksi parasit usus yang disebabkan oleh protozoa, seperti Entamoeba histolytica, Giardia lamblia dan Cryptosporidium parvum

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Topografis Sampel Wilayah Kondisi topografis di Lembah Baliem dan Pegunungan Arfak Papua memiliki perbedaan masing-masing yang sangat berpotensi mendukung penyebaran

Lebih terperinci

TREMATODA PENDAHULUAN

TREMATODA PENDAHULUAN TREMATODA PENDAHULUAN Trematoda termasuk dalam filum Platyhelminthes Morfologi umum : Pipih seperti daun, tidak bersegmen Tidak mempunyai rongga badan Mempunyai 2 batil isap : mulut dan perut. Mempunyai

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Infeksi Trichuris trichiura adalah salah satu penyakit cacingan yang banyak

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Infeksi Trichuris trichiura adalah salah satu penyakit cacingan yang banyak BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Trichuris trichiura Infeksi Trichuris trichiura adalah salah satu penyakit cacingan yang banyak terdapat pada manusia. Diperkirakan sekitar 900 juta orang pernah terinfeksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu malaria, schistosomiasis, leismaniasis, toksoplasmosis, filariasis, dan

BAB I PENDAHULUAN. yaitu malaria, schistosomiasis, leismaniasis, toksoplasmosis, filariasis, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit parasiter saat ini menjadi ancaman yang cukup serius bagi manusia. Ada 6 jenis penyakit parasiter yang sangat serius melanda dunia, yaitu malaria, schistosomiasis,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penduduk di dunia. Biasanya bersifat symtomatis. Prevalensi terbesar pada daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penduduk di dunia. Biasanya bersifat symtomatis. Prevalensi terbesar pada daerah BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ascaris Lumbricoides Ascariasis merupakan infeksi cacing yang paling sering dijumpai. Diperkirakan prevalensi di dunia berjumlah sekitar 25 % atau 1,25 miliar penduduk di dunia.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Blastocystis hominis 2.1.1 Epidemiologi Blastocystis hominis merupakan protozoa yang sering ditemukan di sampel feses manusia, baik pada pasien yang simtomatik maupun pasien

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit ini tersebar di berbagai penjuru dunia. Di Indonesia, penyakit ini bersifat

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit ini tersebar di berbagai penjuru dunia. Di Indonesia, penyakit ini bersifat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Toksoplasmosis merupakan salah satu dari sekian banyak penyakit zoonosis, yaitu penyakit yang secara alami dapat menular dari hewan ke manusia. Gejala klinis dari penyakit

Lebih terperinci

BAB II TUJUAN PUSTAKA. jalan seperti es dawet, es kelapa muda, dan es rumput laut. Pecemaran oleh

BAB II TUJUAN PUSTAKA. jalan seperti es dawet, es kelapa muda, dan es rumput laut. Pecemaran oleh BAB II TUJUAN PUSTAKA A. ES JUS Es Jus merupakan salah satu bentuk minuman ringan yang dapat langsung diminum sebagai pelepas dahaga. Es Jus terbuat dari beberapa bahan antara lain es batu,buah,,sirup,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Infeksi protozoa usus masih menjadi masalah kesehatan di beberapa negara di

BAB 1 PENDAHULUAN. Infeksi protozoa usus masih menjadi masalah kesehatan di beberapa negara di BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi protozoa usus masih menjadi masalah kesehatan di beberapa negara di dunia, dibuktikan dengan prevalensinya yang masih tinggi dan tersebar luas di daearah tropik

Lebih terperinci

Ciri-ciri umum cestoda usus

Ciri-ciri umum cestoda usus Ciri-ciri umum cestoda usus Bentuk tubuh pipih, terdiri dari kepala (scolex) dilengkapi dengan sucker dan tubuh (proglotid) Panjang antara 2-3m Bersifat hermaprodit Hidup sebagai parasit dalam usus vertebrata

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan suatu studi analitik observasional dengan desain cross sectional (potong lintang). Dalam penelitian ini dilakukan pembandingan kesimpulan

Lebih terperinci

PENGANTAR KBM MATA KULIAH BIOMEDIK I. (Bagian Parasitologi) didik.dosen.unimus.ac.id

PENGANTAR KBM MATA KULIAH BIOMEDIK I. (Bagian Parasitologi) didik.dosen.unimus.ac.id PENGANTAR KBM MATA KULIAH BIOMEDIK I (Bagian Parasitologi) Pengertian Parasitologi adalah ilmu yang mempelajari jasad renik yang hidup pada jasad lain di dalam maupun di luar tubuh dengan maksud mengambil

Lebih terperinci

PARASITOLOGI. OLEH: Dra. Nuzulia Irawati, MS

PARASITOLOGI. OLEH: Dra. Nuzulia Irawati, MS PARASITOLOGI OLEH: Dra. Nuzulia Irawati, MS DEFINISI PARASITOLOGI ialah ilmu yang mempelajari tentang jasad hidup untuk sementara atau menetap pada/ di dalam jasad hidup lain dengan maksud mengambil sebagian

Lebih terperinci

BAB III VIRUS TOKSO PADA KUCING

BAB III VIRUS TOKSO PADA KUCING BAB III VIRUS TOKSO PADA KUCING 3.1. Virus Tokso Pada Kucing Toksoplasmosis gondii atau yang lebih sering disebut dengan tokso adalah suatu gejala penyakit yang disebabkan oleh protozoa toksoplasmosis

Lebih terperinci

Protozoologi I M A Y U D H A P E R W I R A

Protozoologi I M A Y U D H A P E R W I R A Protozoologi I M A Y U D H A P E R W I R A Protozoologi merupakan cabang biologi (dan mikrobiologi) yang mengkhususkan diri dalam mempelajari kehidupan dan klasifikasi Protozoa. Secara klasik, objek pengkajiannya

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN 16 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan studi observasional analitik dengan desain cross sectional (potong lintang) untuk membandingkan pemeriksaan mikroskopik dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan musim hujan. Tata kota yang kurang menunjang mengakibatkan sering

BAB I PENDAHULUAN. dan musim hujan. Tata kota yang kurang menunjang mengakibatkan sering BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia mengalami dua musim setiap tahun, yaitu musim kemarau dan musim hujan. Tata kota yang kurang menunjang mengakibatkan sering terjadinya banjir di beberapa daerah.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sapi Bali Sapi bali adalah sapi potong asli Indonesia yang merupakan hasil

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sapi Bali Sapi bali adalah sapi potong asli Indonesia yang merupakan hasil BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sapi Bali Sapi bali adalah sapi potong asli Indonesia yang merupakan hasil domestikasi dari banteng (Bibos banteng) (Hardjosubroto, 1994). Menurut Williamson dan Payne (1993),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. protozoa Toxoplasma gondii, infeksi parasit ini dijumpai di seluruh dunia

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. protozoa Toxoplasma gondii, infeksi parasit ini dijumpai di seluruh dunia BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Toksoplasmosis adalah penyakit zoonosis yang disebabkan parasit protozoa Toxoplasma gondii, infeksi parasit ini dijumpai di seluruh dunia (Kijlstra dan Jongert, 2008).

Lebih terperinci

Proses Penularan Penyakit

Proses Penularan Penyakit Bab II Filariasis Filariasis atau Penyakit Kaki Gajah (Elephantiasis) adalah penyakit menular menahun yang disebabkan oleh cacing filaria dan ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk. Filariasis disebabkan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Malaria merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit dari genus Plasmodium.

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Malaria merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit dari genus Plasmodium. BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malaria merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit dari genus Plasmodium. Ada lima jenis Plasmodium yang sering menginfeksi manusia, yaitu P. falciparum,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Cacingan Cacing merupakan salah satu parasit pada manusia dan hewan yang sifatnya merugikan dimana manusia merupakan hospes untuk beberapa jenis cacing yang termasuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Toksoplasmosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Toxoplasma

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Toksoplasmosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Toxoplasma I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Toksoplasmosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Toxoplasma gondii, dapat menginfeksi pada hewan dan manusia dengan prevalensi yang bervariasi (Soulsby, 1982). Hospes

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. masalah kesehatan manusia, yaitu sebagai vektor penular penyakit. Lalat berperan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. masalah kesehatan manusia, yaitu sebagai vektor penular penyakit. Lalat berperan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lalat merupakan salah satu serangga ordo Diptera yang berperan dalam masalah kesehatan manusia, yaitu sebagai vektor penular penyakit. Lalat berperan sebagai vektor

Lebih terperinci

DEFINISI KASUS MALARIA

DEFINISI KASUS MALARIA DEFINISI KASUS MALARIA Definisi kasus adalah seperangkat criteria untuk menentukan apakah seseorang harus dapat diklasifikasikan sakit atau tidak. Kriteria klinis dibatasi oleh waktu, tempat, dan orang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. protozoa yang ditularkan melalui feses kucing. Infeksi penyakit yang ditularkan

BAB I PENDAHULUAN. protozoa yang ditularkan melalui feses kucing. Infeksi penyakit yang ditularkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di negara beriklim tropis, penyakit akibat parasit masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang cukup serius. Salah satu di antaranya adalah infeksi protozoa yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang beriklim sedang, kondisi ini disebabkan masa hidup leptospira yang

BAB I PENDAHULUAN. yang beriklim sedang, kondisi ini disebabkan masa hidup leptospira yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Leptospirosis merupakan masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia. Insidensi pada negara beriklim hangat lebih tinggi dari negara yang beriklim sedang, kondisi ini

Lebih terperinci

Taenia saginata dan Taenia solium

Taenia saginata dan Taenia solium Taenia saginata dan Taenia solium Mata kuliah Parasitologi Disusun Oleh : Fakhri Muhammad Fathul Fitriyah Ina Isna Saumi Larasati Wijayanti Sri Wahyuni Kelompok 6 DIV KESEHATAN LINGKUNGAN TAKSONOMI Taenia

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kebutuhan konsumsi pangan asal hewan di Indonesia semakin meningkat

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kebutuhan konsumsi pangan asal hewan di Indonesia semakin meningkat PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan konsumsi pangan asal hewan di Indonesia semakin meningkat seiring dengan pertambahan penduduk yang pesat, membaiknya keadaan ekonomi dan meningkatnya kesadaran masyarakat

Lebih terperinci

RABBIT FEVER?? Francisella tularensis

RABBIT FEVER?? Francisella tularensis RABBIT FEVER?? Kelinci bisa kena demam?? Gara-gara apa? Fransisca Kurnianingsih 078114084 Francisella tularensis Abstract Francisella tularensis adalah bakteri Gram negatif (bakteri Gram negatif terdiri

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyaji makanan Menurut WHO yang dimaksudkan makanan adalah semua benda yang termasuk dalam diet manusia sama ada dalam bentuk asal atau sudah diolah. Makanan yang dikonsumsi

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Trichuris trichiura disebut juga cacing cambuk, termasuk golongan nematoda yang

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Trichuris trichiura disebut juga cacing cambuk, termasuk golongan nematoda yang BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Trichuris trichiura Trichuris trichiura disebut juga cacing cambuk, termasuk golongan nematoda yang hidup di sekum dan kolon ascending manusia. Pejamu utama T.trichiura adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. STH adalah Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, Strongyloides stercoralis,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. STH adalah Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, Strongyloides stercoralis, 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Soil Trasmitted Helminth Soil Transmitted Helminth ( STH ) merupakan infeksi kecacingan yang disebabkan oleh cacing yang penyebarannya melalui tanah. Cacing yang termasuk STH

Lebih terperinci

SHIGELLA. Klasifikasi. : Proteobacteria : Gamma Proteobacteria : Enterobacteriaceae. : Shigella dysentriae

SHIGELLA. Klasifikasi. : Proteobacteria : Gamma Proteobacteria : Enterobacteriaceae. : Shigella dysentriae Shigella dysentriae Disentri merupakan suatu infeksi yang menimbulkan luka yang menyebabkan tukak terbatas di colon yang ditandai dengan gejala khas yang disebut sebagai sindroma disentri, yakni: sakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh protozoa Toxoplasma gondii. Infeksi toksoplasmosis dapat terjadi

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh protozoa Toxoplasma gondii. Infeksi toksoplasmosis dapat terjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit zoonosis merupakan penyakit yang dapat menular dari hewan ke manusia dan sebaliknya. Salah satu penyakit zoonosis adalah toksoplasmosis yang disebabkan oleh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Sapi bali merupakan salah satu sapi lokal asli Indonesia yang tersebar

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Sapi bali merupakan salah satu sapi lokal asli Indonesia yang tersebar BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sapi bali merupakan salah satu sapi lokal asli Indonesia yang tersebar hampir di seluruh Nusantara. Populasisapibali dibandingkan dengan sapi lainnya seperti sapi ongole,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Giardia intestinalis. Penyakit ini menjadi salah satu penyakit diare akibat infeksi

BAB I PENDAHULUAN. Giardia intestinalis. Penyakit ini menjadi salah satu penyakit diare akibat infeksi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Giardiasis adalah penyakit diare yang disebabkan oleh protozoa patogen Giardia intestinalis. Penyakit ini menjadi salah satu penyakit diare akibat infeksi protozoa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang beriklim tropis terluas di dunia dan merupakan negara yang memiliki banyak keanekaragaman hayati baik flora maupun fauna.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penderitanya dan menghasilkan kerentanan terhadap berbagai infeksi. sel T CD4 yang rendah (Cabada, 2015; WHO, 2016).

BAB I PENDAHULUAN. penderitanya dan menghasilkan kerentanan terhadap berbagai infeksi. sel T CD4 yang rendah (Cabada, 2015; WHO, 2016). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penderita HIV/AIDS meningkat setiap tahun dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Sel limfosit T CD4 merupakan sel target infeksi HIV, penurunan jumlah dan fungsi

Lebih terperinci

BAB II TIJAUAN PUSTAKA. A. Infeksi cacing Enterobius vermicularis (Enterobiasis)

BAB II TIJAUAN PUSTAKA. A. Infeksi cacing Enterobius vermicularis (Enterobiasis) BAB II TIJAUAN PUSTAKA A. Infeksi cacing Enterobius vermicularis (Enterobiasis) Enterobiasis/penyakit cacing kremi adalah infeksi usus pada manusia yang disebabkan oleh cacing E. vermicularis. Enterobiasis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi cacing usus masih menjadi masalah kesehatan bagi masyarakat di

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi cacing usus masih menjadi masalah kesehatan bagi masyarakat di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi cacing usus masih menjadi masalah kesehatan bagi masyarakat di negara berkembang termasuk Indonesia. Dikatakan pula bahwa masyarakat pedesaan maupun daerah perkotaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme Salmonella enterica serotipe typhi yang

I. PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme Salmonella enterica serotipe typhi yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid akut merupakan penyakit infeksi akut bersifat sistemik yang disebabkan oleh mikroorganisme Salmonella enterica serotipe typhi yang dikenal dengan Salmonella

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tingkat konsumsi ayam dan telur penduduk Indonesia tinggi. Menurut Badan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tingkat konsumsi ayam dan telur penduduk Indonesia tinggi. Menurut Badan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ayam dan telur bukanlah jenis makanan yang asing bagi penduduk indonesia. Kedua jenis makanan tersebut sangat mudah dijumpai dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Bahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi parasit usus yaitu cacing dan protozoa. merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi parasit usus yaitu cacing dan protozoa. merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Infeksi parasit usus yaitu cacing dan protozoa merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang penting di negara-negara berkembang, khususnya di daerah tropis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tahunnya. Jumlah penderita HIV/AIDS menurut WHO 2014 di seluruh dunia

BAB 1 PENDAHULUAN. tahunnya. Jumlah penderita HIV/AIDS menurut WHO 2014 di seluruh dunia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Imunodeficiency Virus/Acquired Imunodeficiency Syndome (HIV/AIDS) adalah salah satu infeksi menular seksual yang menjadi masalah besar. Dimana prevalensi di beberapa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Makanan dan minuman merupakan kebutuhan primer bagi manusia sebagai penghasil energi yang digunakan tubuh dalam melakukan aktivitas demi kelangsungan hidupnya. Ada berbagai jenis

Lebih terperinci

UJI DAYA ANTHELMINTIK INFUSA BAWANG PUTIH (Allium sativum Linn.) TERHADAP CACING GELANG BABI (Ascaris suum) SECARA IN VITRO SKRIPSI

UJI DAYA ANTHELMINTIK INFUSA BAWANG PUTIH (Allium sativum Linn.) TERHADAP CACING GELANG BABI (Ascaris suum) SECARA IN VITRO SKRIPSI UJI DAYA ANTHELMINTIK INFUSA BAWANG PUTIH (Allium sativum Linn.) TERHADAP CACING GELANG BABI (Ascaris suum) SECARA IN VITRO SKRIPSI Diajukan Oleh : Restian Rudy Oktavianto J500050011 Kepada : FAKULTAS

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi dan Persentase Parasit Darah Hasil pengamatan preparat ulas darah pada enam ekor kuda yang berada di Unit Rehabilitasi Reproduksi (URR FKH IPB) dapat dilihat sebagai berikut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada manusia. Organisasi Kesehatan Dunia World Healt Organization (WHO)

BAB I PENDAHULUAN. pada manusia. Organisasi Kesehatan Dunia World Healt Organization (WHO) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gangguan penyakit pada ternak merupakan salah satu hambatan yang di hadapi dalam pengembangan peternakan. Peningkatan produksi dan reproduksi akan optimal, bila secara

Lebih terperinci

Trypanosoma cruzi Ciri Morfologi

Trypanosoma cruzi Ciri Morfologi Trypanosoma cruzi Ciri Morfologi Morfologi Trypanosoma dalam darah tampak sebagai flagelata yang pipih panjang(kira-kira 15-20 mikron), berujung runcing di bagian posterior, mempunyai flagel kurang dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. menelan stadium infektif yaitu daging yang mengandung larva sistiserkus.

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. menelan stadium infektif yaitu daging yang mengandung larva sistiserkus. BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Taeniasis merupakan penyakit infeksi yang terjadi pada manusia karena menelan stadium infektif yaitu daging yang mengandung larva sistiserkus. Penyebab taeniasis yaitu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Protozoa merupakan mahkluk hidup bersel satu yang sering menjadi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Protozoa merupakan mahkluk hidup bersel satu yang sering menjadi BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Protozoa 1. Pengertian Protozoa Protozoa merupakan mahkluk hidup bersel satu yang sering menjadi penyebab penyakit diare, manusia yang terinfeksi oleh protozoa biasanya dapat

Lebih terperinci

UJI ANTIBAKTERI EKSTRAK TANAMAN PUTRI MALU (Mimosa pudica) TERHADAP PERTUMBUHAN Shigella dysentriae

UJI ANTIBAKTERI EKSTRAK TANAMAN PUTRI MALU (Mimosa pudica) TERHADAP PERTUMBUHAN Shigella dysentriae UJI ANTIBAKTERI EKSTRAK TANAMAN PUTRI MALU (Mimosa pudica) TERHADAP PERTUMBUHAN Shigella dysentriae SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Prodi Pendidikan Biologi

Lebih terperinci

BAB I. Leptospirosis adalah penyakit zoonosis, disebabkan oleh

BAB I. Leptospirosis adalah penyakit zoonosis, disebabkan oleh 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Leptospirosis adalah penyakit zoonosis, disebabkan oleh mikroorganisme Leptospira interogans yang mempengaruhi baik manusia maupun hewan. Manusia terinfeksi melalui

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perannya melawan infeksi dan penyakit. Infeksi yang terkait dengan. daya tahan tubuh penderita (Murtiastutik, 2008).

BAB 1 PENDAHULUAN. perannya melawan infeksi dan penyakit. Infeksi yang terkait dengan. daya tahan tubuh penderita (Murtiastutik, 2008). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh, menghancurkan atau merusak fungsi sistem imun. Infeksi HIV menyebabkan kerusakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka kejadian kecacingan di Indonesia yang dilaporkan di Kepulauan Seribu ( Agustus 1999 ), jumlah prevalensi total untuk kelompok murid Sekolah Dasar (SD) (95,1 %),

Lebih terperinci

KETERAMPILAN MEMBUAT APUSAN, MEWARNAI, MENGAWETKAN TINJA, DAN MENGIDENTIFIKASI PARASIT PADA APUSAN TINJA

KETERAMPILAN MEMBUAT APUSAN, MEWARNAI, MENGAWETKAN TINJA, DAN MENGIDENTIFIKASI PARASIT PADA APUSAN TINJA 1 KETERAMPILAN MEMBUAT APUSAN, MEWARNAI, MENGAWETKAN TINJA, DAN MENGIDENTIFIKASI PARASIT PADA APUSAN TINJA Sitti Wahyuni, MD, PhD Bagian Parasitologi Universitas Hasanuddin, wahyunim@indosat.net.id INDIKASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bakteri Escherichia coli merupakan bakteri yang umum menghuni usus

BAB I PENDAHULUAN. Bakteri Escherichia coli merupakan bakteri yang umum menghuni usus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bakteri Escherichia coli merupakan bakteri yang umum menghuni usus hewan dan manusia dengan ratusan strain yang berbeda, baik yang berbahaya maupun yang

Lebih terperinci

Anjing Anda Demam, Malas Bergerak dan Cepat Haus? Waspadai Leptospirosis

Anjing Anda Demam, Malas Bergerak dan Cepat Haus? Waspadai Leptospirosis Anjing Anda Demam, Malas Bergerak dan Cepat Haus? Waspadai Leptospirosis Leptospirosis adalah penyakit berbahaya yang diakibatkan oleh bakteri Leptospira interrogans sensu lato. Penyakit ini dapat menyerang

Lebih terperinci

BAB 2 TI JAUA PUSTAKA

BAB 2 TI JAUA PUSTAKA BAB 2 TI JAUA PUSTAKA 2.1. Infeksi Cacing Pita 2.1.1. Definisi Infeksi cacing pita atau taeniasis ialah penyakit zoonosis parasiter yang disebabkan cacing pita yang tergolong dalam genus Taenia (Taenia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara yang beriklim tropis, penularan penyakit oleh parasit menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara yang beriklim tropis, penularan penyakit oleh parasit menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara yang beriklim tropis, penularan penyakit oleh parasit menjadi semakin mudah dan cepat. Hingga saat ini penyakit yang disebabkan oleh parasit masih menjadi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kuda (Equus caballus) Kuda sudah lama dikenal dan dimanfaatkan oleh manusia sebagai sumber daging, alat transportasi dan kemudian berkembang menjadi hewan yang digunakan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit malaria merupakan salah satu penyakit parasit yang tersebar

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit malaria merupakan salah satu penyakit parasit yang tersebar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit malaria merupakan salah satu penyakit parasit yang tersebar luas di seluruh dunia meskipun umumnya terdapat di daerah berlokasi antara 60 Lintang Utara dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit akibat infeksi protozoa genus Plasmodium yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit akibat infeksi protozoa genus Plasmodium yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria adalah penyakit akibat infeksi protozoa genus Plasmodium yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles betina yang terinfeksi. Gejala umumnya muncul 10 hingga

Lebih terperinci

: Clostridium perfringens

: Clostridium perfringens Clostridium perfringens Oleh : Fransiska Kumala W 078114081 / B Clostridium perfringens adalah salah satu penyebab utama infeksi luka berakibat gangrene gas. Seperti banyak clostridia, organisme ini banyak

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PENELITIAN

BAB 4 HASIL PENELITIAN BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1. Karakteristik Subyek Penelitian ini dilakukan mulai bulan April hingga Oktober 2007 dengan melakukan pemeriksaan mikroskopik terhadap 2358 spesimen tinja yang dikumpulkan dari

Lebih terperinci

CONEGARAN TRIHARJO KEC. WATES 20 JANUARI 2011 (HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM DESEMBER

CONEGARAN TRIHARJO KEC. WATES 20 JANUARI 2011 (HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM DESEMBER PENGAMATAN EPIDEMIOLOGI HASIL PEMERIKSAAN KECACINGAN di SD MUH. KEDUNGGONG, SD DUKUH NGESTIHARJO,SDN I BENDUNGAN dan SD CONEGARAN TRIHARJO KEC. WATES 20 JANUARI 2011 (HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM DESEMBER

Lebih terperinci

Blok 11 PENUNTUN PRAKTIKUM PROTOZOA USUS BLOK 11. DIGESTIF, ENDOKRIN DAN METABOLIK KLINIS

Blok 11 PENUNTUN PRAKTIKUM PROTOZOA USUS BLOK 11. DIGESTIF, ENDOKRIN DAN METABOLIK KLINIS Blok 11 PENUNTUN PRAKTIKUM PROTOZOA USUS BLOK 11. DIGESTIF, ENDOKRIN DAN METABOLIK KLINIS BAGIAN PARASITOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA 2016 PENUNTUN PRAKTIKUM PROTOZOA USUS Edisi pertama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Escherichia coli yang merupakan salah satu bakteri patogen. Strain E. coli yang

BAB I PENDAHULUAN. Escherichia coli yang merupakan salah satu bakteri patogen. Strain E. coli yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit ginjal dan usus pada manusia sangat erat kaitanya dengan bakteri Escherichia coli yang merupakan salah satu bakteri patogen. Strain E. coli yang bersifat zoonosis

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Toksoplasmosis 2.1.1. Definisi Toksoplasmosis Toksoplasmosis, suatu penyakit yang disebabkan oleh Toxoplasma gondii, merupakan penyakit parasit pada hewan yang dapat ditularkan

Lebih terperinci

UCAPAN TERIMA KASIH. sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas skripsi dengan judul DETEKSI PROTOZOA SALURAN PENCERNAAN PADA KUCING PELIHARAAN

UCAPAN TERIMA KASIH. sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas skripsi dengan judul DETEKSI PROTOZOA SALURAN PENCERNAAN PADA KUCING PELIHARAAN UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur, Alhamdulillah senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, taufik serta hidayah-nya yang telah dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penyebarannya melalui media tanah masih menjadi masalah di dalam dunia kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. penyebarannya melalui media tanah masih menjadi masalah di dalam dunia kesehatan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Soil Transmitted Helminth (STH) atau penyakit kecacingan yang penyebarannya melalui media tanah masih menjadi masalah di dalam dunia kesehatan masyarakat khususnya

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Salmonella sp. yang terdiri dari S. typhi, S. paratyphi A, B dan C

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Salmonella sp. yang terdiri dari S. typhi, S. paratyphi A, B dan C BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Salmonella sp. 2.1.1 Klasifikasi Salmonella sp. yang terdiri dari S. typhi, S. paratyphi A, B dan C termasuk famili Enterobacteriaceae, ordo Eubacteriales, kelas Schizomycetes

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Metode Suzuki Metode Suzuki adalah suatu metode yang digunakan untuk pemeriksaan telur Soil Transmitted Helmints dalam tanah. Metode ini menggunakan Sulfas Magnesium yang didasarkan

Lebih terperinci

PROTOZOA USUS II GIARDIA LAMBLIA BALANTIDIUM COLI NURHALINA,SKM,M.EPID

PROTOZOA USUS II GIARDIA LAMBLIA BALANTIDIUM COLI NURHALINA,SKM,M.EPID PROTOZOA USUS II GIARDIA LAMBLIA BALANTIDIUM COLI NURHALINA,SKM,M.EPID GIARDIA LAMBLIA Klasifikasi Giardia lamblia ini sudah diidentifikasi oleh Leewenhoek pada tahun 1681, dengan menggunakan mikroskop

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Peternakan babi berperan penting dalam meningkatkan perekonomian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Peternakan babi berperan penting dalam meningkatkan perekonomian BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hog cholera 2.1.1 Epizootiologi Peternakan babi berperan penting dalam meningkatkan perekonomian masyarakat pedesaan di Bali. Hampir setiap keluarga di daerah pedesaan memelihara

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA An. S DENGAN GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN DEMAM TIFOID DI BANGSAL ANGGREK RSUD SUKOHARJO

ASUHAN KEPERAWATAN PADA An. S DENGAN GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN DEMAM TIFOID DI BANGSAL ANGGREK RSUD SUKOHARJO ASUHAN KEPERAWATAN PADA An. S DENGAN GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN DEMAM TIFOID DI BANGSAL ANGGREK RSUD SUKOHARJO KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Mendapatkan Gelar Ahli Madya Keperawatan

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini kondisi semua tinja yang diperoleh adalah normal. Ciriciri tinja owa jawa yang normal, yaitu berwarna kuning hingga coklat kehitaman, berbentuk seperti tinja

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manusia. Ternak babi bila diklasifikasikan termasuk ke dalam kelas Mamalia, ordo

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manusia. Ternak babi bila diklasifikasikan termasuk ke dalam kelas Mamalia, ordo BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Babi Babi adalah binatang yang dipelihara dari dahulu, dibudidayakan, dan diternakkan untuk tujuan tertentu utamanya untuk memenuhi kebutuhan akan daging atau

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Berdasarkan Morfologi

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Berdasarkan Morfologi 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Berdasarkan Morfologi Berdasarkan hasil identifikasi preparat ulas darah anjing ras Doberman dan Labrador Retriever yang berasal dari kepolisian Kelapa Dua Depok, ditemukan

Lebih terperinci

Tabel 3 Tingkat prevalensi kecacingan pada ikan maskoki (Carassius auratus) di Bogor

Tabel 3 Tingkat prevalensi kecacingan pada ikan maskoki (Carassius auratus) di Bogor HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Pemeliharaan Ikan Maskoki (Carassius auratus) Pengambilan sampel ikan maskoki dilakukan di tiga tempat berbeda di daerah bogor, yaitu Pasar Anyar Bogor Tengah, Batu Tulis Bogor

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Infeksi Taenia saginata 2.1.1. Definisi Taenia saginata merupakan cacing pita termasuk subkelas Cestoda, kelas Cestoidea, dan filum Platyhelminthes. Hospes definitif Taenia

Lebih terperinci

Pertanyaan Seputar Flu A (H1N1) Amerika Utara 2009 dan Penyakit Influenza pada Babi

Pertanyaan Seputar Flu A (H1N1) Amerika Utara 2009 dan Penyakit Influenza pada Babi 1 Lab Biomedik dan Biologi Molekuler Hewan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana Jl Raya Sesetan-Gang Markisa No 6 Denpasar Telp: 0361-8423062; HP: 08123805727 Email: gnmahardika@indosat.net.id;

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Selama tiga dekade ke belakang, infeksi Canine Parvovirus muncul sebagai salah

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Selama tiga dekade ke belakang, infeksi Canine Parvovirus muncul sebagai salah PENDAHULUAN Latar Belakang Canine Parvovirus merupakan penyakit viral infeksius yang bersifat akut dan fatal yang dapat menyerang anjing, baik anjing domestik, maupun anjing liar. Selama tiga dekade ke

Lebih terperinci

Rickettsia typhi Penyebab Typhus Endemik

Rickettsia typhi Penyebab Typhus Endemik Rickettsia typhi Penyebab Typhus Endemik (Manda Ferry Laverius/078114010) Penyakit typhus disebabkan oleh beragai macam bakteri. Meskipun penyakit ini memiliki kesamaan ciri secara umum, namun typhus dapat

Lebih terperinci

JENIS_JENIS TIKUS HAMA

JENIS_JENIS TIKUS HAMA JENIS_JENIS TIKUS HAMA Beberapa ciri morfologi kualitatif, kuantitatif, dan habitat dari jenis tikus yang menjadi hama disajikan pada catatan di bawah ini: 1. Bandicota indica (wirok besar) Tekstur rambut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makanan dan minuman yang cukup, kehidupan manusia akan terganggu sehingga

BAB I PENDAHULUAN. makanan dan minuman yang cukup, kehidupan manusia akan terganggu sehingga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Makanan dan minuman merupakan bahan pokok yang penting dalam kehidupan manusia. Sebagai salah satu kebutuhan pokok, makanan dan minuman dibutuhkan manusia untuk hidup,

Lebih terperinci