KERAGAMAN PENDAPATAN RUMAH TANGGA PETANI DAN DAMPAKNYA TERHADAP KETAHANAN PANGAN DI AGROEKOSISTEM LAHAN KERING. Rachmat Hendayana 1 dan Yusuf 2
|
|
- Devi Irawan
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 KERAGAMAN PENDAPATAN RUMAH TANGGA PETANI DAN DAMPAKNYA TERHADAP KETAHANAN PANGAN DI AGROEKOSISTEM LAHAN KERING Rachmat Hendayana 1 dan Yusuf 2 1 Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian 2 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian NTT ABSTRAK Pendapatan rumah tangga petani memiliki peran penting dalam mendukung ketahanan pangan keluarga. Makalah dikembangkan dari sebagian hasil penelitian pada kasus usahatani di lahan kering, NTT tahun Penelitian bertujuan untuk mengetahui distribusi pendapatan rumah tangga petani, dan dampaknya terhadap ketahanan pangan di agroekosistem lahan kering. Pengumpulan data primer dilakukan melalui survey terhadap 60 rumah tangga petani yang terpilih sebagai responden secara acak sederhana. Melalui analisis deskriptif yang dipertajam dengan menggunakan Indeks Gini, diperoleh kesimpulan sebagai berikut: (1) Sumber pendapatan rumah tangga petani di agroekosistem lahan kering berasal dari kegiatan usahatani (on farm), luar usahatani (off farm) dan bukan usahatani (non farm) dengan proporsi masing-masing 20 %, 41,5 %, dan 38,4%; (2) Relatif rendahnya sumbangan pendapatan dari sektor on farm antara lain disebabkan karena usahatani di lahan kering dihadapkan pada kendala cekaman lingkungan alam yang berat seperti iklim yang kurang kondusif serta gangguan hama yang merajalela; (3) Nilai indeks Gini menunjukkan angka 0,29. Hal itu menjadi petunjuk bahwa kondisi pendapatan antar petani di agroekosistem lahan kering tingkat ketimpangannya relatif rendah; (4) Rendahnya sumbangan pendapatan dari sektor on farm yang merata di hampir semua petani yang berada di wilayah agroekosistem lahan kering tersebut membawa dampak kurang baik terhadap ketahanan pangan; (5) Implikasinya, untuk mendorong percepatan ketahanan pangan bagi penduduk di wilayah agroekosistem lahan kering, diperlukan bimbingan dan pembinaan yang lebih intensif terkait dengan inovasi teknologi pertanian dan didukung dengan penguatan kelembagaannya. Upaya tersebut antara lain dapat ditempuh melalui aplikasi Program Prima Tani. Kata Kunci: Ketahanan pangan, Lahan kering, Indeks Gini, Prima Tani PENDAHULUAN Telah diketahui umum bahwa wilayah agroekosistem lahan kering seperti yang banyak di jumpai di wilayah Provinsi NTT memiliki keterbatasan dalam menghasilkan produksi pertanian. Di sisi lain, kebutuhan petani dan anggota keluarganya di wilayah tersebut tidak berbeda dengan petani di wilayah lain untuk tetap survive dan hidup layak. Salah satu upaya yang harus dilakukan agar mereka tetap survive adalah menjaga agar ketahanan pangan keluarga tetap eksis. Secara nasional, persoalan ketahanan pangan keluarga ini sangat krusial, yang bila tidak ditangani serius akan berdampak buruk bagi stabilitas sosial ekonomi dan bahkan politik. Oleh karena itu dukungan terhadap pembentukan ketahanan pangan keluarga harus menjadi prioritas dalam pembangunan pertanian, terlebih bagi masyarakat tani yang hidup di lingkungan wilayah agroekosistem lahan kering. Persoalan ketahanan pangan tidak hanya berlaku pada level nasional atau regional tetapi juga pada tingkat rumah tangga dan individu (Salim, 2004). Menurut Suhardjo (1996) indikator ketahanan pangan rumah tangga itu dicerminkan antara lain oleh: (a) Tingkat kerusakan tanaman, ternak, perikanan; (b) Penurunan produksi pangan; (c) Tingkat ketersediaan pangan di rumah tangga; (d) Proporsi pengeluaran pangan terhadap pengeluaran total; (e) Fluktuasi harga-harga pangan utama yang umum dikonsumsi rumah tangga; (f) Perubahan kehidupan sosial (misalnya migrasi, menjual/menggadaikan harta miliknya, peminjaman); (g) Keadaan konsumsi pangan (kebiasaan makan, kuantitas dan kualitas) dan (h) Status gizi (Suhardjo, 1996). Salah satu unsur yang sumbangannya besar terhadap pembentukan ketahanan pangan rumah tangga adalah pendapatan rumah tangga yang secara teoritis, mengukur imbalan yang diperoleh keluarga petani dari penggunaan faktor-faktor produksi, pengelolaan, dan modal milik sendiri atau modal
2 pinjaman yang diinvestasikan ke dalam usaha tani dan atau kegiatan diluar usahatani (Sukartawi, dkk., 1986). Dalam hubungan dengan ketahanan pangan penduduk, unsur yang penting dalam pendapatan bukan hanya besaran pendapatan yang ditunjukan nilai nominalnya, akan tetapi juga penting dalam hal pendistribusiannya. Pendapatan yang diperoleh tidak terkonsentrasi pada beberapa gelintir anggota masyarakat, akan tetapi harus dapat dirasakan oleh banyak anggota masyarakat. Dalam hal ini distribusi pendapatan dikatakan ideal manakala mengikuti norma terpenuhinya kebutuhan minimum (pada tingkat substitusi) dan setiap orang mendapatkannya sesuai besarnya kontribusi usaha dan kemampuan dalam berproduksi (Sri Widodo, 1980). Distribusi berhubungan dengan pemerataan dan peningkatan taraf hidup banyak warga masyarakat petani dan mempersempit kesenjangan pendapatan antar rumah tangga. Secara teoritis, distribusi kemerataan ditunjukkan oleh koefisien Gini atau Gini Indeks (GI) (Hananto Sigit,1980; Arndt,1983 dan Hasibuan, 1989). Besar kecilnya tingkat pendapatan dan distribusinya terkait dengan pengaruh berbagai faktor. Disamping akses petani terhadap teknologi, kondisi agroekosistem juga besar kontribusinya. Oleh karena itu pemahaman kondisi rumah tangga petani di tiap agroekosistem besar maknanya untuk pengembangan teknologi ke depan. Dalam hubungan dengan hal tersebut, permasalahannya untuk NTT adalah sejauhmanakah keragaman pendapatan rumah tangga petani memberikan dampak terhadap pembentukan ketahanan pangan di agroekosistem lahan kering? Makalah bertujuan membahas keragaman pendapatan rumah tangga petani dan dampaknya terhadap ketahanan pangan di agroekosistem lahan kering. Hasil pembahasan dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi pemerintah daerah dalam rangka meningkatkan kinerja usahatani di agroekosistem lahan kering terkait dengan dukungannya terhadap ketahanan pangan. METODOLOGI Data dan Sumber Data Makalah dikembangkan dari sebagian hasil Pengkajian Sistem Usaha Agribisnis (SUA) di Lahan Kering yang telah dilaksanakan di Kabupaten Sumba Timur, NTT, dengan fokus di Desa Watumbaka dan Walakiri Kecamatan Pandawai, pada tahun Pengkajian dilakukan melalui pendekatan survey, melibatkan 60 rumah tangga yang terpilih sebagai responden secara acak sederhana. Pemerkayaan makalah dilakukan melalui intervensi data sekunder yang berhasil dikumpulkan beberapa instansi terkait yang relevan, meliputi Dinas Pertanian, BPS, Bappeda, dan lain-lain. Pengumpulan data sekunder dilakukan melalui penelusuran dokumen laporan kegiatan, kebijakan, profil produksi dan perkembangan pertanian, perkembangan harga, dan lain-lain. Analisis Data Untuk mengungkap distribusi pendapatan dan penguasaan lahan digunakan Indeks Gini (GI) seperti dilakukan Hananto Sigit (1980) dengan formula sebagai berikut : k GI = 1 - Σ f i (Y i* + Y i* -1) i = 1 Dalam hal ini yang dimaksud GI = Gini Indeks, fi adalah proporsi jumlah petani responden dalam kelas ke i; Yi* adalah proporsi kumulatif dari jumlah pendapatan petani responden sampai kelas ke i; Yi*-1 adalah proporsi kumulatif dari jumlah pendapatan petani responden sebelum kelas ke i; k = jumlah kelas dan 1 adalah konstanta. Nilai GI adalah : 0 < GI < 1. Dalam hal ini tingkat kemerataan dikatakan cenderung membaik manakala GI mendekati 0 dan memburuk jika mendekati 1. GI > 0,5 ekuivalen dengan 75 % penduduk menerima hanya 25 % dari seluruh penduduk atau 40 % penduduk menerima sekitar 13 % pendapatan. Keragaan Petani di Lokasi Pengkajian HASIL DAN PEMBAHASAN
3 Dari laporan BPS tahun 2003, diketahui bahwa jumlah seluruh penduduk yang menghuni Sumba Timur tercatat ada jiwa terdiri dari laki-laki dan perempuan dengan jumlah masing-masing jiwa dan jiwa (Sex rasio= 107). Jumlah penduduk di Sumba Timur tersebut relatif kecil jika dihubungkan dengan penduduk provinsi NTT. Proporsi penduduk Sumba Timur terhadap penduduk NTT hanya sekitar 4,85%. Penduduk tersebut bermukim secara tersebar di 15 wilayah kecamatan se Kabupaten Sumba Timur dengan keragaman jumlahnya antara 5,178 ribu jiwa hingga 46,5 ribu jiwa per kecamatan. Konsentrasi penduduk paling tinggi berada di Kota Waingapu yang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi dan sekaligus merupakan Ibu Kota Kabupaten Sumba Timur. Dalam kurun waktu 20 tahun sejak 1980 hingga 2000 perkembangan penduduk menunjukkan kecenderungan yang menurun. Jika pada periode perkembangannya rata-rata 2,19 % per tahun, pada tahun menurun menjadi 1,96 % per tahun. Ditinjau dari tingkat kepadatan penduduknya, relatif masih jarang yakni hanya 24 orang per km 2 atau sekitar 4 5 kk per km 2, yang berarti daya dukung lahan (land man ratio) di wilayah ini 4,22 ha per orang atau 21,3 ha/kk. Akan tetapi jika dilihat dari daya dukung lahan pertanian angkanya relatif kecil, hanya sekitar 0,16 ha per orang atau 0,81 ha per KK, karena tidak seluruh lahan efektif untuk usaha pertanian. Lahan yang diusahakan hanya sekitar 202 hektar atau 3,8 % dari total luas wilayah (BPS, 2003). Meski berada di wilayah agroekosistem lahan kering, penduduk di lokasi pengkajian cukup produktif. Hal ini dapat di lihat dari jumlah penduduk angkatan kerja yang bekerja. Dari data Tabel 1 diketahui sampai tahun 2003 jumlah penganggur (mencari pekerjaan) kurang dari 5 % dari total penduduk angkatan kerja. Artinya sekitar 95 % dari total angkatan kerja memiliki pekerjaan. Lagipula yang menganggur itu paling banyak adalah kaum perempuan. Tabel 1. Penduduk Berdasarkan Angkatan Kerja Uraian Laki-laki Perempuan Total Jiwa % Jiwa % Jw % a. Angkatan kerja , , ,7 - bekerja , , ,4 - mencari pekerjaan , , ,2 b. Bukan angkatan kerja , , ,3 - sekolah , , ,6 - Lainnya 944 1, , ,3 - Tak terjawab , , ,4 Total Sumber : Sumba Timur Dalam Angka 2003, diolah Penduduk angkatan kerja mayoritas berada di wilayah pedesaan, dan penduduk yang bekerja paling banyak juga di pedesaan. Secara tidak langsung hal itu menjelaskan juga bahwa tingkat pengangguran terbanyak berada di wilayah perkotaan (Tabel 2). Tabel 2. Penduduk Berdasarkan Angkatan Kerja Menurut Lokasi Perkotaan dan Pedesaan di Lokasi Pengkajian Uraian Kota Desa Kota + Desa a. Angkatan kerja 55,4 90,9 84,3 - bekerja 50,2 90,2 82,7 - mencari pekerjaan 5,2 0,7 1,5 b. Bukan angkatan kerja 44,6 9,1 15,7
4 - sekolah 17,3 4,7 7,1 - Lainnya 27,3 4,4 8,7 Total Sumber : Sumba Timur Dalam Angka 2003, diolah Di tinjau dari jenis lapangan usaha yang digeluti penduduk, secara garis besar ada lima bidang usaha yakni usaha di sektor pertanian sebagai petani, industri pengolahan, perdagangan, jasa dan sektor lain. Dari lima bidang usaha tersebut, sektor pertanian tampaknya mendominasi lapangan usaha penduduk. Setelah pertanian, llapangan usaha ke dua yang menjadi pilihan penduduk adalah sektor jasa. Dari pengamatan di lapangan, sektor ini menjadi pilihan dalam mengisi kekosongan waktu setelah selesai mengerjakan usaha tani. Kondisi tersebut merefleksikan struktur penyerapan tenaga kerja di Kabupaten Sumba Timur yang bias pada sektor pertanian (Tabel 3).
5 Tabel 3. Persentase Jumlah Penduduk Kabupaten Sumba Timur Menurut Lapangan Usaha Utama Lapangan usaha utama Jumlah Penduduk Jiwa % Pertanian ,96 Industri Pengolahan ,71 Perdagangan ,35 Jasa ,63 Sektor lain ,34 Total Sumber : Sumba Timur Dalam Angka 2003, diolah Sudah menjadi gambaran umum, bahwa kepala keluarga mempunyai pekerjaan lebih dari satu, demikian halnya yang terjadi di lokasi pengkajian. Mereka disamping mempunyai pekerjaan utama disektor pertanian, sebagian besar (94,55%) mempunyai pekerjaan sampingan di bidang lainnya. Hal itu merupakan salah satu upaya yang dilakukan untuk menambah tingkat pendapatan keluarga. Adapun jenis pekerjaan sampingan yang paling banyak dilakukan adalah buruh non tani (gali batu, potong kayu) yang dilakukan oleh sekitar 53,85 %, diikuti nelayan/cari ikan (30,77%), kemudian angkutan (supir/ojek) sebanyak 7,69%, dan sisanya bekerja membuat alat-alat pertanian, membuat garam, membuat roti, serta sebagai pekerja social dengan bekerja sebagai pelayan gereja. Mengingat kondisi iklim dan tanahnya yang kuran kondusif, kegiatan usahatani tidak bisa dilakukan sepanjang tahun. Petani hanya bisa mengusahakan tanahnya untuk usahatani pada musim hujan, kecuali bagi petani yang mengolah lahan mondu. Jenis komoditas utama yang diusahakan adalah jagung, sorghum (= jagung rote), kacang tanah, kacang hijau. Pola tanam yang umum dilakukan petani adalah monokultur dan polikultur (tumpangsari): a) jagung + kacang tanah; b) jagung + sorgum atau c) jagung + kacang tanah + sorgum + kacang hijau/kacang panjang. Struktur Pendapatan Rumah Tangga Petani Sebagaimana telah disinggung sebelumnya, upaya petani untuk survival tidak mangandalkan usahatanya pada satu kegiatan saja, melainkan berudaha di sector pekerjaan lainnya. Kondisi tersebut membentuk struktur pendapatan rumah tangga petani. Ringkasnya struktur pendapatan rumah tangga petani mencakup pendapatan dari hasil usahatani (on-farm), pendapatan dari luar usahatani petani sendiri (off-farm) dan dari kegiatan yang dilakukan bukan dari usahatani (non-farm). Dari identifikasi di lapangan, diketahui total pendapatan rumah tangga petani dalam satu tahun mencapai sekitar Rp 1,3 juta. Jika dirinci menurut sumbernya, sekitar 20% pendapatan tersebut berasal dari kegiatan usahatani (on-farm) meliputi kegiatan usahatani tanaman semusim dan dari usaha ternak. Sedangkan pendapatan yang bersumber dari kegiatan off-farm, kontribusinya mencapai 41,5%. Pendapatan off farm berasal dari kegiatan menyewakan ternak (0,4%) dan mencari ikan (41,1%). Sementara itu pendapatan rumah tangga yang berasal dari kegiatan non-farm seperti dari buruh non pertanian dan pendapatan lain kontribusinya adalah sebesar 38,4% (Tabel 4). Tabel 4. Struktur Pendapatan Rumah Tangga dalam Setahun, 2005 Sumber pendapatan 1. Usahatani (On-Farm): Usahatani tanaman semusim Usaha ternak Rataan pendapatan (Rp.000) 220,7 38,6 Proporsi (%) Jumlah 259, Luar usahatani (Off-Farm): 17,1 2,9
6 Menyewakan ternak Nelayan (cari ikan) 5,5 530,2 0,4 41,1 Jumlah 535,7 41,5 3. Bukan Usahatani (Non-Farm): Buruh non pertanian 333,9 25,9 Sumber pendapatan lain 160,9 12,5 Jumlah ,4 Total pendapatan 1.289,8 100 Sumber: Hendayana, R., dkk., 2005 Pendapatan petani dari on farm dalam usaha tani memiliki proporsi yang lebih kecil dari off-farm dan on-farm karena petani mengalami kegagalan panen akibat kekeringan (hujan turun beberapa hari saja dalam satu tahun), dan serangan hama belalang yang memakan semua tanaman yang mereka budidayakan. Pendapatan dari sektor off-farm berupa mencari ikan (nelayan, dll) dilakukan pada bulanbulan 6-10 dimana pada saat itu kegiatan usaha tani sudah tidak dilakukan lagi. Beberapa tahun terakhir kegiatan ini menjadi yang paling banyak menghasilkan pendapatan karena kegagalan panen akibat kekeringan dan serangan hama belalang. Untuk sektor non-farm, dilakukan setelah kegiatan pertanian tidak memungkinkan lagi di bulanbulan kering berupa gali batu untuk proyek di kota, misalnya pembangunan rumah atau pertokoan atau perkantoran. Kegiatan ini didukung oleh kondisi alam Desa Watumbaka yang berbatu-batu. Petani yang juga menjadi penggali batu berjumlah 28 petani responden dan kadang-kadang dibantu juga oleh anak dan saudara mereka. Selain gali batu petani responden juga ada yang membuat dan menjual roti, menjadi penjaga gereja, kuli angkut di pelabuhan, ojek dan supir di proyek, serta mencari kayu api untuk dijual. Struktur Pengeluaran Rumah Tangga Petani Dalam struktur pengeluaran rumah tangga, pengeluaran untuk kelompok pangan adalah merupakan porsi terbesar yakni mencapai 68,9% dari total pengeluaran. Pengeluaran pangan paling besar ditujukan untuk membeli beras. Selebihnya adalah pengeluaran untuk pembelian kopi/gula/teh/susu (10,4%), pembelian Lauk pauk/sayuran (8,9%), rokok/tembakau (7,3%) dan sirih pinang sebesar 2,7%. Pada pengeluaran kelompok non pangan, proporsi yang terbesar adalah untuk pembelian minyak tanah bagi lampu penerangan rumah (11,9%), rekreasi/perbaikan rumah, dll (6,4%), pakaian (3,7%) (Tabel 5). Dari uraian tersebut, diketahui pola hidup masyarakat cenderung masih subsisten.
7 Tabel 5. Keragaan Struktur Pengeluaran Rumah Tangga dalam Setahun, 2005 Rataan pengeluaran Proporsi Jenis pengeluaran (Rp.000) (%) 1. Kelompok Pangan: Beras/setara beras Kopi/gula/teh/susu Lauk pauk/sayuran Rokok/tembakau Sirih pinang 1. Kelompok Non Pangan: Sabun/pasta gigi, dll. Kosmetika Pendidikan Pakaian Kesehatan Sosial/hajatan/agama Rekreasi, perb. rumah, dll lainnya (minyak lampu) ,9 115,1 93,5 34,8 39,6 10,4 8,9 7,3 2,7 Jumlah pangan 884,3 68,9 43,1 7,6 39,9 46,9 10,4 16,6 81,6 152,1 3,4 0,6 3,1 3,7 0,8 1,3 6,4 11,9 Jumlah non pangan 398,4 31,1 Total pengeluaran 1.282,7 100 Sumber: Hendayana, R., dkk., 2005 Keragaman Pendapatan dan Pengeluaran Rumah Tangga Petani Menurut kriteria Bank Dunia distribusi pendapatan lazim diukur menurut besarnya bagian pendapatan yang dinikmati oleh penduduk dengan pendapatan rendah yang merupakan 40% dari jumlah penduduk. Apabila bagian pendapatan bagi kelompok rendah 40 % itu > 17%, dikatakan tingkat ketimpangan pendapatan tergolong rendah. Sedangkan apabila terletak antara % digolongkan dalam tingkat ketimpangan sedang dan apabila berada di bawah 12% termasuk dalam tingkat ketimpangan yang tinggi (Emil Salim, 1984). Distribusi pendapatan ini dipengaruhi banyak faktor, antara lain pemilikan lahan, tenaga kerja dan modal (Arndt, 1983). Semakin tinggi konsentrasi pemilikan lahan, tingkat pendapatannya akan semakin tinggi tetapi memperluas kesenjangan pembagian pendapatannya. Di lokasi pengkajian, dengan mengacu pada data pendapatan dan pengeluaran rumah tangga petani hasil perhitungan menunjukkan sekitar 40% dari jumlah penduduk menerima 15,97 % dari total pendapatan (Tabel 6). Dengan demikian apabila dikaitkan dengan kriteria dari Bank Dunia, distribusi pendapatan di wilayah kajian termasuk dalam kategori ketimpangan pendapatan sedang. Setelah dihitung, diperoleh Indeks Gini untuk pendapatan sebesar 0,38. Menurut Oshima dalam Hananto Sigit (1980) disebutkan bila koefisien Gini lebih kecil dari 0,5 maka ketidakmerataan tidak dianggap serius, karena angka tersebut ekuivalen dengan 75 % penduduk menerima lebih 25 % dari seluruh pendapatan atau 40 % penduduk menerima sekitar 87 % pendapatan. dengan kata lain tidak terjadi konsentrasi pendapatan yang tinggi pada sekelompok orang tertentu.
8 Tabel 6. Distribusi Pendapatan Petani di Lokasi Pengkajian, 2005 No. Tingkat pendapatan Pendapatan Persentase Kumulatif 1. 20% terendah 5,57 5, % rendah 10,4 15, % sedang 14,22 30, % tinggi 22,88 53, % tertinggi 46, Sumber: Hendayana, R., dkk., 2005 Jika dibandingkan antara pendapatan per kapita/thn di Kabupaten Sumba Timur (PDRB/jumlah penduduk sebesar Rp ,2) dengan kelompok masyarakat berpendapatan tertinggi di desa Watumbaka Rp ternyata kelompok masyarakat berpendapatan tertinggi menerima pendapatan lebih besar dari rata-rata penduduk Sumba Timur Distribusi pendapatan pada dasarnya mengandung dua segi yaitu pertama, untuk meningkatkan taraf hidup bagi petani yang berada di bawah garis kemiskinan dan kedua, pemerataan pendapatan secara menyeluruh dalam arti mempersempit berbeda-bedanya tingkat pendapatan antar rumah tangga. pertanian (Hananto Sigit. 1980). Suatu distribusi pendapatan yang ideal menurut Sri Widodo (1980) akan mengikuti norma distribusi sebagai berikut: a. Tiap orang mendapatkan kebutuhan minimum untuk hidup dapat terpenuhi (minimum pada tingkat substitusi). b. Tiap orang mendapatkan bagian dari sosial produk sesuai dengan besarnya kontribusi dari usaha dan kemampuannya dalam produksi. Dari sisi pengeluaran rumah tangga petani (Tabel 7), meski terdapat keragaman akan tetapi Gini indeksnya < 0,5 artinya relatif baik. Indeks gini untuk pengeluaran petani desa Watumbaka 0,29. Tabel 7. Distribusi Pengeluaran Petani di Lokasi Studi No. Tingkat pengeluaran Persentase Pengeluaran Persentase Kumulatif 1. 20% terendah 7,99 7, % rendah 11,90 19, % sedang 17,27 37, % tinggi 23,39 60, % tertinggi 39, Sumber: Hendayana, R., dkk., 2005 Dampak Keragaman Pendapatan Terhadap Ketahanan Pangan Dari uraian sebelumnya diketahui bahwa kondisi keragaman pendapatan petani di wilayah agroekosistem lahan kering yang berada di Kabupaten Sumba Timur menunjukkan tingkat ketimpangan yang sedang. Artinya semua petani menerima tingkat pendapatan yang relatif sama meskipun bukan berarti sama persis. Dengan memiliki keragaman pendapatan yang relatif sama, secara hipotesis akan memiliki ketahanan pangan yang sama pula. Masalahnya sekarang tergantung pada besarnya nominal pendapatan yang diperoleh. Jika tingkat pendapatannya relatif tinggi dan mampu memenuhi kebutuhan pangan rumah tangga, maka sebagian besar anggota masyarakat tani di wilayah pengkajian memiliki tingkat ketahanan pangan yang relatif tinggi juga dan demikian sebaliknya. Keterbatasan data hasil pengkajian yang tidak secara kuantitatif menghitung jumlah responden yang memiliki ketahanan pangan dan dihubungkan dengan rataan perolehan tingkat pendapatan, menjadi kelemahan dalam bahasan ini sehingga tidak ada informasi kuantitatif korelasi antara keragaman pendapatan dengan ketahanan pangan. KESIMPULAN DAN SARAN
9 Kesimpulan a. Sumber pendapatan rumah tangga petani di agroekosistem lahan kering berasal dari kegiatan usahatani (on farm), luar usahatani (off farm) dan bukan usahatani (non farm) dengan proporsi masing-masing 20 %, 41,5 %, dan 38,4%; b. Relatif rendahnya sumbangan pendapatan dari sektor on farm antara lain disebabkan karena usahatani di lahan kering dihadapkan pada kendala cekaman lingkungan alam yang berat seperti iklim yang kurang kondusif serta gangguan hama yang merajalela; c. Nilai indeks Gini menunjukkan angka 0,29. Hal itu menjadi petunjuk bahwa kondisi pendapatan antar petani di agroekosistem lahan kering tingkat ketimpangannya relatif rendah; d. Rendahnya sumbangan pendapatan dari sektor on farm yang merata di hampir semua petani yang berada di wilayah agroekosistem lahan kering tersebut membawa dampak kurang baik terhadap ketahanan pangan; Saran Untuk mendorong percepatan ketahanan pangan bagi penduduk di wilayah agroekosistem lahan kering, diperlukan bimbingan dan pembinaan yang lebih intensif terkait dengan inovasi teknologi pertanian dan didukung dengan penguatan kelembagaannya. Upaya tersebut antara lain dapat ditempuh melalui aplikasi Program Prima Tani. DAFTAR PUSTAKA Arndt, H.W Pembangunan dan Pemerataan. LP3ES. Jakarta. Emil Salim Perencanaan Pembangunan dan Pemerataan Pendapatan. Inti Press. Jakarta. Hasibuan, Hasibuan, N Pemerataan, Pertumbuhan dan Konsentrasi Ekonomi dalam Proses Industrialisasi. Prisma. No XXIII. LP3ES. Jakarta Hananto, S Masalah Perhitungan Distribusi Pendapatan di Indonesia. Prisma. No. 1. Th IX. Januari. LP3ES. Jakarta. Hendayana, R., Azmi Dhalimi, R Sad Hutomo, Pengkajian Sistem dan Usaha Agribisnis Pada Lahan Kering. Laporan Hasil Penelitian. Balai Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Soekartawi,A. Soeharjo, John Dillon, J. Brian Hardraker Ilmu Usahatani dan Penelitian Untuk Usahatani Kecil. UIP. Jakarta. Sri Widodo Pengantar Politik Pertanian. Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
KEUNGGULAN KOMPETITIF SISTEM USAHATANI TANAMAN PANGAN DI KABUPATEN SUMBA TIMUR, NTT
KEUNGGULAN KOMPETITIF SISTEM USAHATANI TANAMAN PANGAN DI KABUPATEN SUMBA TIMUR, NTT Rachmat Hendayana Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Jl Tentara Pelajar, 10 Bogor ABSTRAK Makalah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. seorang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok seperti pangan, sandang,
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kemiskinan Saat ini banyak terdapat cara pengukuran kemiskinan dengan standar yang berbedabeda. Ada dua kategori tingkat kemiskinan yaitu kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif.
Lebih terperinciPENGALOKASIAN WAKTU KERJA KELUARGA DALAM USAHA TERNAK DAN DAMPAKNYA TERHADAP PENDAPATAN RUMAH TANGGA
PENGALOKASIAN WAKTU KERJA KELUARGA DALAM USAHA TERNAK DAN DAMPAKNYA TERHADAP PENDAPATAN RUMAH TANGGA (Working Time Family Allocation in Livestock and its Impact of Household Incomes) RACHMAT HENDAYANA
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN A. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting karena pertanian berhubungan langsung dengan ketersediaan pangan. Pangan yang dikonsumsi oleh individu terdapat komponen-komponen
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia hingga saat ini masih tergolong negara yang sedang berkembang dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia hingga saat ini masih tergolong negara yang sedang berkembang dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi. Selain itu juga Indonesia merupakan negara agraris
Lebih terperinciKAJIAN RAGAM SUMBER PENDAPATAN RUMAH TANGGA PEDESAAN (STUDI KASUS DESA PRIMA TANI KABUPATEN PROBOLINGGO, JAWA TIMUR)
KAJIAN RAGAM SUMBER PENDAPATAN RUMAH TANGGA PEDESAAN (STUDI KASUS DESA PRIMA TANI KABUPATEN PROBOLINGGO, JAWA TIMUR) Kasmiyati, Amik Krismawati dan Dwi Setyorini Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. pertanian dan peternakan untuk mendapatkan keanekaragaman dan berkelanjutan
8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Agroforestri Agroforestri adalah sistem manajemen sumberdaya alam yang bersifat dinamik dan berbasis ekologi, dengan upaya mengintegrasikan pepohonan dalam usaha pertanian dan
Lebih terperinciDISTRIBUSI PENDAPATAN PENDUDUK KOTA PALANGKA RAYA TAHUN 2013
DISTRIBUSI PENDAPATAN PENDUDUK KOTA PALANGKA RAYA TAHUN 2013 DISTRIBUSI PENDAPATAN PENDUDUK KOTA PALANGKA RAYA TAHUN 2013 KATA PENGANTAR Buku Distribusi Pendapatan Penduduk Kota Palangka Raya Tahun 2013
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. secara efektif dan efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang
II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep usahatani Soekartawi (1995) menyatakan bahwa ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan
Lebih terperinciDISTRIBUSI PENDAPATAN KOTA PALANGKA RAYA 2014
DISTRIBUSI PENDAPATAN KOTA PALANGKA RAYA 2014 ISSN : No. Publikasi : Katalog BPS : Ukuran Buku : 17,6 cm x 25 cm Jumlah Halaman : iii + 20 halaman Naskah: Penanggung Jawab Umum : Sindai M.O Sea, SE Penulis
Lebih terperinciKEUNGGULAN KOMPARATIF USAHATANI JAGUNG MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN DI PROVINSI NTT. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, 2
KEUNGGULAN KOMPARATIF USAHATANI JAGUNG MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN DI PROVINSI NTT Yusuf 1 dan Rachmat Hendayana 2 1 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, 2 Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional. mengenai variabel yang akan diteliti untuk memperoleh dan menganalisis
30 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai variabel yang akan diteliti untuk memperoleh dan menganalisis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Jawa Timur merupakan daerah sentra pangan di Indonesia. Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan bahwa pada tahun 2012 Provinsi Jawa Timur menghasilkan produksi
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Keadaan Anggota Kelompok Wanita Tani Menurut Umur. Anggota Kelompok Wanita Tani (KWT) Dusun Pakel Jaluk juga merupakan
V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identitas Petani 1. Keadaan Anggota Kelompok Wanita Tani Menurut Umur Anggota Kelompok Wanita Tani (KWT) Dusun Pakel Jaluk juga merupakan ibu rumah tangga yang mengurusi kebutuhan
Lebih terperinciLAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 ANALISIS PENGEMBANGAN MULTI USAHA RUMAH TANGGA PERTANIAN PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM
LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 ANALISIS PENGEMBANGAN MULTI USAHA RUMAH TANGGA PERTANIAN PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM Oleh : Dewa K. S. Swastika Herman Supriadi Kurnia Suci Indraningsih Juni Hestina Roosgandha
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional ini mencakup pengertian yang
III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan batasan operasional ini mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan data yang akan dianalisis sehubungan dengan
Lebih terperinciEKSISTENSI DAN DINAMIKA PERAN GENDER DALAM USAHATANI LAHAN KERING, IMPLIKASINYA BAGI KETAHANAN PANGAN
EKSISTENSI DAN DINAMIKA PERAN GENDER DALAM USAHATANI LAHAN KERING, IMPLIKASINYA BAGI KETAHANAN PANGAN Rachmat Hendayana 1 dan Yusuf 2 1 Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 2 Balai
Lebih terperinciLAPORAN AKHIR PANEL PETANI NASIONAL (PATANAS)
LAPORAN AKHIR PANEL PETANI NASIONAL (PATANAS) Oleh: A. Rozany Nurmanaf Adimesra Djulin Herman Supriadi Sugiarto Supadi Nur Khoiriyah Agustin Julia Forcina Sinuraya Gelar Satya Budhi PUSAT PENELITIAN DAN
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. tani, juga merupakan salah satu faktor penting yang mengkondisikan. oleh pendapatan rumah tangga yang dimiliki, terutama bagi yang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian sebagai sektor primer memiliki kewajiban untuk memberikan kontribusi secara langsung terhadap pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan rumah tangga tani.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. peranan penting dalam meningkatkan perekonomian Indonesia melalui. perannya dalam pembentukan Produk Domestic Bruto (PDB), penyerapan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sumber pendapatan yang memiliki peranan penting dalam meningkatkan perekonomian Indonesia melalui perannya dalam pembentukan Produk
Lebih terperinciPERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar
PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar Jurusan Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Sains dan Teknologi ABSTRAK Penelitian
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia selama ini dikenal sebagai negara yang memiliki sumber daya alam
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia selama ini dikenal sebagai negara yang memiliki sumber daya alam yang melimpah, sehingga sering disebut sebagai negara agraris yang memiliki potensi untuk mengembangkan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris dimana sebagian besar penduduknya mempunyai mata pencaharian sebagai petani. Mereka menggantungkan hidupnya dari hasil bercocok tanam atau
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Sumber Agung Kecamatan Kemiling. Bandar Lampung pada bulan Januari sampai Februari 2015.
19 III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Sumber Agung Kecamatan Kemiling Bandar Lampung pada bulan Januari sampai Februari 2015. B. Objek dan Alat
Lebih terperinciBAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Per Kapita dan Struktur Ekonomi Tingkat pertumbuhan ekonomi Provinsi Nusa Tenggara Timur dalam lima tahun terakhir
Lebih terperinciPeranan Pertanian di Dalam Pembangunan Ekonomi. Perekonomian Indonesia
Peranan Pertanian di Dalam Pembangunan Ekonomi Perekonomian Indonesia Peran Pertanian pada pembangunan: Kontribusi Sektor Pertanian: Sektor Pertanian dalam Pembangunan Ekonomi Pemasok bahan pangan Fungsi
Lebih terperinciV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Lokasi dan Kondisi Geografis Desa Citapen Lokasi penelitian tepatnya berada di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Berdasarkan data Dinas
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur Provinsi Kalimantan Timur terletak pada 113 0 44-119 0 00 BT dan 4 0 24 LU-2 0 25 LS. Kalimantan Timur merupakan
Lebih terperinciBAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Desa Banjar termasuk salah satu wilayah di Kecamatan Banjar Kabupaten
BAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1 Letak Geografis Desa Banjar termasuk salah satu wilayah di Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng dengan jarak kurang lebih 18 km dari ibu kota Kabupaten Buleleng
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap manusia untuk dapat melakukan aktivitas sehari-hari guna mempertahankan hidup. Pangan juga merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Dalam pembangunan pertanian, beras merupakan komoditas yang memegang posisi strategis. Beras dapat disebut komoditas politik karena menguasai hajat hidup rakyat Indonesia.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai suatu bangsa dan negara besar dengan pemilikan sumber daya alam yang melimpah, dalam pembangunan ekonomi yang merupakan bagian dari pembangunan nasional
Lebih terperinciPOLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN
POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN Emlan Fauzi Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar dari suatu bangsa. Mengingat jumlah penduduk Indonesia yang sudah mencapai sekitar 220
Lebih terperinciTINGKAT PENERAPAN DIVERSIFIKASI USAHATANI DAN PENGARUHNYA TERHADAP PENDAPATAN DAN PENYERAPAN TENAGA KERJA
TINGKAT PENERAPAN DIVERSIFIKASI USAHATANI DAN PENGARUHNYA TERHADAP PENDAPATAN DAN PENYERAPAN TENAGA KERJA Oleh: Muchjidin Rachmat dan Budiman Hutabarat') Abstrak Tulisan ini ingin melihat tingkat diversifikasi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. mendorong dan meningkatkan stabilitas, pemerataan, pertumbuhan dan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada masa diberlakukannya Otonomi Daerah, untuk pelaksanaannya siap atau tidak siap setiap pemerintah di daerah Kabupaten/Kota harus melaksanakannya, sehingga konsep
Lebih terperinciANALISIS USAHATANI PADI DAN PALAWIJA PADA LAHAN KERING DI KALIMANTAN SELATAN
ANALISIS USAHATANI PADI DAN PALAWIJA PADA LAHAN KERING DI KALIMANTAN SELATAN (Studi Kasus di Desa Budi Mulia, Kabupaten Tapin) Oleh : Adreng Purwoto*) Abstrak Di masa mendatang dalam upaya mencukupi kebutuhan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu isu yang muncul menjelang berakhirnya abad ke-20 adalah persoalan gender. Isu tentang gender ini telah menjadi bahasan yang memasuki setiap analisis sosial. Gender
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang dititikberatkan pada pertumbuhan ekonomi berimplikasi pada pemusatan perhatian pembangunan pada sektor-sektor pembangunan yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan
Lebih terperinciLAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 SINTESIS KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM
LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 SINTESIS KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM Oleh : Sumaryanto PUSAT ANALISIS SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Lokasi Penelitian 1. Geografis Secara astronomis Kabupaten Bolaang Mongondow terletak antara Lintang Utara dan antara Bujur Timur. Berdasarkan posisi geografisnya,
Lebih terperinciBAB VI HUBUNGAN FAKTOR-FAKTOR PENGUASAAN LAHAN TERHADAP TINGKAT PENGUASAAN LAHAN
51 BAB VI HUBUNGAN FAKTOR-FAKTOR PENGUASAAN LAHAN TERHADAP TINGKAT PENGUASAAN LAHAN 6.1 Keragaman Penguasaan Lahan Penguasaan lahan menunjukkan istilah yang perlu diberi batasan yaitu penguasaan dan tanah.
Lebih terperinciPENDAHULUAN. 1 http ://cianjur.go.id (diakses15 Mei 2011)
PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pertanian mempunyai peranan yang strategis dalam penyerapan tenaga kerja yang ada di Indonesia, yaitu dengan tingginya penyerapan tenaga kerja sekitar 44 persen dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. signifikan pada sektor tradisional. Sebaliknya distribusi pendapatan semakin
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah utama dalam distribusi pendapatan adalah terjadinya ketimpangan distribusi pendapatan. Distribusi pendapatan cenderung membaik pada kasus pertumbuhan ekonomi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat penting dalam
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat penting dalam menunjang perekonomian Indonesia. Mengacu pada keadaan itu, maka mutlak diperlukannya
Lebih terperinciLAHAN PERTANIAN, TENAGA KERJA DAN SUMBER PENDAPATAN DI BEBERAPA PEDESAAN JAWA BARAT
LAHAN PERTANIAN, TENAGA KERJA DAN SUMBER PENDAPATAN DI BEBERAPA PEDESAAN JAWA BARAT Oleh: Memed Gunawan dan Ikin Sadikin Abstrak Belakangan ini struktur perekonomian masyarakat pedesaan Jawa Barat telah
Lebih terperinciKEMISKINAN PROVINSI SULAWESI UTARA SEPTEMBER 2015
No. 05/01/71/Th. X, 04 Januari 2016 KEMISKINAN PROVINSI SULAWESI UTARA SEPTEMBER 2015 Angka-angka kemiskinan yang disajikan dalam Berita Resmi Statistik ini merupakan angka yang dihasilkan melalui Survei
Lebih terperinciLAPORAN AKHIR. Edi Basuno Ikin Sadikin Dewa Ketut Sadra Swastika
LAPORAN AKHIR SURVEI PENDASARAN SOSIAL EKONOMI PROYEK PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI MISKIN MELALUI INOVASI DI KABUPATEN ENDE, PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Edi Basuno Ikin Sadikin Dewa Ketut Sadra Swastika
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. lebih dari dua pertiga penduduk Propinsi Lampung diserap oleh sektor
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu sektor andalan perekonomian di Propinsi Lampung adalah pertanian. Kontribusi sektor pertanian terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Propinsi Lampung
Lebih terperinciBAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT
BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT 2.1. Gambaran Umum 2.1.1. Letak Geografis Kabupaten Sumba Barat merupakan salah satu Kabupaten di Pulau Sumba, salah satu
Lebih terperinciOni Ekalinda, Reni Astarina dan Anita Sofia Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Riau Abstrak.
Profil Pengembangan Tanaman Palawija dan Kelembagaan Penunjang di Lokasi Eks Primatani Agroekosistem Lahan Pasang Surut Kabupaten Indragiri Hilir, Propinsi Riau Oni Ekalinda, Reni Astarina dan Anita Sofia
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia adalah suatu negara yang mempunyai latar belakang perbedaan antar
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah suatu negara yang mempunyai latar belakang perbedaan antar daerah, dimana perbedaan antar daerah merupakan konsekuensi logis dari perbedaan karakteristik
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara maritim yang lautannya lebih luas daripada daratan. Luas lautan Indonesia 2/3 dari luas Indonesia. Daratan Indonesia subur dengan didukung
Lebih terperinciIII. METODOLOGI PENELITIAN. berhubungan dengan penelitian. Dalam penelitian ini terdapat enam variabel
37 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Konsep dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai variabel yang akan diteliti untuk memperoleh dan menganalisis
Lebih terperinci5 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN
27 Secara rinci indikator-indikator penilaian pada penetapan sentra pengembangan komoditas unggulan dapat dijelaskan sebagai berikut: Lokasi/jarak ekonomi: Jarak yang dimaksud disini adalah jarak produksi
Lebih terperinciEni Siti Rohaeni. Balai Pengkajian Tekonologi Pertanian Kalimantan Selatan ABSTRAK
ANALISIS USAHATANI BERBASIS PADI DAN TERNAK SAPI SERTA KONTRIBUSI PENDAPATAN TERHADAP KEBUTUHAN HIDUP LAYAK DI LAHAN KERING (STUDI KASUS DI DESA SUMBER MAKMUR, KECAMATAN TAKISUNG, TANAH LAUT) Eni Siti
Lebih terperinciGAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kemiskinan merupakan masalah yang dialami secara global dan telah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemiskinan merupakan masalah yang dialami secara global dan telah terjadi sejak dahulu kala. Kemiskinan sangat terkait dengan kepemilikan modal, kepemilikan lahan,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN Industri Pengolahan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor utama perekonomian di Indonesia. Konsekuensinya adalah bahwa kebijakan pembangunan pertanian di negaranegara tersebut sangat berpengaruh terhadap
Lebih terperinci4 GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR
44 Keterbatasan Kajian Penelitian PKL di suatu perkotaan sangat kompleks karena melibatkan banyak stakeholder, membutuhkan banyak biaya, waktu dan tenaga. Dengan demikian, penelitian ini memiliki beberapa
Lebih terperinci1 Universitas Indonesia
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan yang dilaksanakan di Indonesia hingga saat ini belum mampu mensejahterakan seluruh masyarakat Indonesia. Sebagian besar masyarakat masih belum merasakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lahan. Kemampuan lahan yang dikelola akan memberikan. produksi yang berbeda-beda tingkat produktivitasnya.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Faktor produksi utama dalam produksi pertanian adalah lahan. Kemampuan lahan yang dikelola akan memberikan produksi yang berbeda-beda tingkat produktivitasnya. Tanaman
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan proses multidimensional yang mencakup berbagai
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan institusiinstitusi nasional,
Lebih terperinciPROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:
PROPOSAL PENELITIAN TA. 2015 POTENSI, KENDALA DAN PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN BUKAN SAWAH Tim Peneliti: Bambang Irawan PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN
Lebih terperinciA. LATAR BELAKANG PENELITIAN
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Indonesia adalah negara agraris dimana mayoritas penduduknya mempunyai mata pencaharian sebagai petani. Berbagai hasil pertanian diunggulkan sebagai penguat
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masalah besar yang dihadapi negara sedang berkembang adalah disparitas
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masalah besar yang dihadapi negara sedang berkembang adalah disparitas (ketimpangan) distribusi pendapatan dan tingkat kemiskinan. Tidak meratanya distribusi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi tanaman bahan makanan di
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki lahan pertanian yang sangat luas dan sebagian besar penduduknya bermatapencaharian sebagai petani. Jawa Barat merupakan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Adalah penting bagi Indonesia untuk dapat mewujudkan ketahanan pangan
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Salah satu tantangan terbesar yang dimiliki oleh Indonesia adalah ketahanan pangan nasional. Ketahanan pangan nasional adalah masalah sensitif yang selalu
Lebih terperinciAnalisis Penyebab Kenaikan Harga Beras
Analisis Kebijakan 1 Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras Ada dua pendapat mengenai faktor penyebab kenaikan harga beras akhirakhir ini yaitu : (1) stok beras berkurang;
Lebih terperinciV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Letak dan Keadaan Geografi Daerah Penelitian Desa Perbawati merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Batas-batas
Lebih terperinciIV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. DIY. Secara geografis, Kabupaten Bantul terletak antara 07 44' 04" ' 27"
IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Kondisi Geografis Kabupaten Bantul merupakan salah satu dari lima kabupaten di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Kabupaten Bantul terletak di sebelah selatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik secara langsung maupun
Lebih terperinciV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Karakteristik Wilayah Lokasi yang dipilih untuk penelitian ini adalah Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor. Desa Gunung Malang merupakan salah
Lebih terperinciLAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM
LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM ARAH PERUBAHAN PENGUASAAN LAHAN DAN TENAGA KERJA PERTANIAN Oleh : Sri H. Susilowati
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kecamatan Telaga merupakan salah satu dari 17 Kecamatan yang ada di Kabupaten Gorontalo Provinsi Gorontalo. Kecamatan Telaga berjarak 10
Lebih terperinciIV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan
IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan 1. Keadaan Geografi Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105,14 sampai dengan 105,45 Bujur Timur dan 5,15 sampai
Lebih terperinciPENDAHULUAN A. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang kaya akan hasil pertanian, kehutanan, perkebunan, peternakan, dan perikanan yang artinya masyarakat banyak yang bermata pencaharian
Lebih terperinciIII KERANGKA PEMIKIRAN
III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Pembiayaan dalam dunia usaha sangat dibutuhkan dalam mendukung keberlangsungan suatu usaha yang dijalankan. Dari suatu usaha yang memerlukan pembiayaan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Sasaran pembangunan pertanian tidak saja dititik-beratkan pada. peningkatan produksi, namun juga mengarah pada peningkatan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sasaran pembangunan pertanian tidak saja dititik-beratkan pada peningkatan produksi, namun juga mengarah pada peningkatan pendapatan masyarakat, peningkatan
Lebih terperinciBPS PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
BPS PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PRODUKSI TANAMAN PADI DAN PALAWIJA NTT (ANGKA TETAP 2009 DAN ANGKA RAMALAN II 2010) No. 03/07/53/Th.XIII, 1 Juli 2010 PUSO NTT 2010 MENGHAMBAT PENINGKATAN PRODUKSI PANGAN
Lebih terperinciBAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA
BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA Ekonomi rakyat merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kelangkaan pangan telah menjadi ancaman setiap negara, semenjak
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelangkaan pangan telah menjadi ancaman setiap negara, semenjak meledaknya pertumbuhan penduduk dunia dan pengaruh perubahan iklim global yang makin sulit diprediksi.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator ekonomi antara lain dengan mengetahui pendapatan nasional, pendapatan per kapita, tingkat
Lebih terperinciStruktur Pendapatan Rumah Tangga Petani Padi Sawah Skala Kecil Di Kelurahan Binuang Kampung Dalam Kecamatan Pauh Kota Padang. B.
A. PENDAHULUAN Beberapa tahun belakangan ini Indonesia menghadapi masalah pangan yang serius. Kondisi ini diperkirakan masih akan kita hadapi beberapa tahun ke depan. Stok pangan masih terbatas dan sangat
Lebih terperinciSURYA AGRITAMA Volume I Nomor 1 Maret 2012 KERAGAAN USAHATANI PADI SAWAH PETANI GUREM DI DESA MLARAN KECAMATAN GEBANG KABUPATEN PURWOREJO
KERAGAAN USAHATANI PADI SAWAH PETANI GUREM DI DESA MLARAN KECAMATAN GEBANG KABUPATEN PURWOREJO Purwanto 1) dan Dyah Panuntun Utami 2) 1)Alumnus Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian 2) Dosen Program
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah 1.3 Tujuan Penulisan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah utama dalam distribusi pendapatan adalah terjadinya ketimpangan distribusi pendapatan. Hal ini bisa terjadi akibat perbedaan produktivitas yang dimiliki oleh
Lebih terperinciIII. KERANGKA PEMIKIRAN
III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Usahatani Definisi usahatani ialah setiap organisasi dari alam, tenaga kerja dan modal yang ditujukan kepada produksi di lapangan
Lebih terperinciI.PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan
I.PENDAHULUAN A.Latar Belakang Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan ekonomi, hal ini disebabkan karena terjadinya keterbelakangan ekonomi. Pembangunan di bidang ekonomi
Lebih terperinciBPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT
BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT No. 40/7/61/Th. XVII, 1 Juli 2014 TINGKAT KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN BARAT MARET 2014 Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di Kalimantan
Lebih terperinciKINERJA DAN PERSPEKTIF KEGIATAN NON-PERTANIAN DALAM EKONOMI PEDESAAN *
KINERJA DAN PERSPEKTIF KEGIATAN NON-PERTANIAN DALAM EKONOMI PEDESAAN * Oleh: Kecuk Suhariyanto, Badan Pusat Statistik Email: kecuk@mailhost.bps.go.id 1. PENDAHULUAN Menjelang berakhirnya tahun 2007, 52
Lebih terperinciPROSPEK PENGEMBANGAN UBIKAYU DALAM KAITANNYA DENGAN USAHA PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI TRANSMIGRASI DI DAERAH JAMBI
PROSPEK PENGEMBANGAN UBIKAYU DALAM KAITANNYA DENGAN USAHA PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI TRANSMIGRASI DI DAERAH JAMBI Oleh: Aladin Nasution*) - Abstrak Pada dasarnya pembangunan pertanian di daerah transmigrasi
Lebih terperinciV. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN
V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN 5.1. Gambaran Umum Desa Purwasari Desa Purwasari merupakan salah satu Desa pengembangan ubi jalar di Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor. Usahatani ubi jalar menjadi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pengelolaan usahatani di Indonesia umumnya dilakukan secara turun temurun oleh keluarga di daerah pedesaan. Kita sering beranggapan bahwa pendapatan keluarga di pedesaan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha di Indonesia Tahun (Persentase)
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang berperan sangat penting. Sektor ini mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi, laju pertumbuhannya sebesar 4,8 persen
Lebih terperinciPENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Selain berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat, sektor
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. lapangan kerja, memeratakan pembagian pendapatan masyarakat, meningkatkan
BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi adalah serangkaian usaha dan kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, memperluas lapangan kerja, memeratakan pembagian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. suatu sistem negara kesatuan. Tuntutan desentralisasi atau otonomi yang lebih
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah memiliki kaitan erat dengan demokratisasi pemerintahan di tingkat daerah. Agar demokrasi dapat terwujud, maka daerah harus memiliki kewenangan yang lebih
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. kemampuan daerah tersebut dalam swasembada pangan atau paling tidak
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberhasilan pembangunan di sektor pertanian suatu daerah harus tercermin oleh kemampuan daerah tersebut dalam swasembada pangan atau paling tidak ketahanan pangan. Selain
Lebih terperinciPanel Petani Nasional (PATANAS): Analisis Indikator Pembangunan Pertanian dan Pedesaan
Panel Petani Nasional (PATANAS): Analisis Indikator Pembangunan Pertanian dan Pedesaan Oleh: Bambang Irawan Pantjar Simatupang Sugiarto Supadi Julia F. Sinuraya Tri Bastuti Sunarsih Muahammad Iqbal Valeriana
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kebutuhan akan bahan pangan terus meningkat sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk dan kebutuhan gizi masyarakat. Padi merupakan salah satu tanaman pangan utama bagi
Lebih terperinci