Halaman Pernyataan Orisinalitas. Jurnal ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun yang dirujuk

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Halaman Pernyataan Orisinalitas. Jurnal ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun yang dirujuk"

Transkripsi

1 Halaman Pernyataan Orisinalitas Jurnal ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun yang dirujuk telah saya nyatakan dengan benar Nama : Saraswati Tri Octaningrum NPM : Tanda Tangan : Tanggal : 2 Juli

2 2

3 3

4 4

5 COSPLAY SEBAGAI SOFT POWER JEPANG Saraswati Tri Octaningrum, Diah Madubrangti Program Studi Jepang, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia Abstrak Jurnal ini membahas tentang bagaimana Cosplay digunakan sebagai soft power Jepang. Makalah ini menggunakan metode analisis dekriptif dengan landasan teori soft power yang dikemukakan oleh Joseph S. Nye Jr. dan budaya populer oleh John Storey. Hasil analisis dalam jurnal ini menunjukan bahwa dengan memanfaatkan cosplay sebagai budaya populer, Jepang mampu menjalin kerjasama dengan dunia internasional termasuk Indonesia. Dengan mendukung acara cosplay berskala internasional yaitu World Cosplay Summit, pemerintahan Jepang merubah citranya dari negara yang berhaluan militer dan berekonomi kuat, menjadi negara yang juga memiliki budaya dan intelektualitas yang kuat. Selain merubah citranya di mata internasional, dengan cosplay, Jepang berusaha membuat negara lain mengerti lebih dalam tentang negri mereka sehingga nantinya tidak akan menimbulkan kesalah pahaman. Hal ini kemudian memberikan hasil yang baik dalam bidang diplomasi antara Jepang dengan Negara lain. Kata kunci: Budaya Populer; Cosplay; Soft Power COSPLAY AS JAPANESE SOFT POWER Abstract This paper explains about how Japan use cosplay as its soft power. This paper use descriptive analysis as a method and using the concept of soft power by Joseph S. Nye Jr. and the concept of Pop culture by John Storey. The result of the analysis on this paper shows that by utilizing pop culture, in this case cosplay, Japan able to work together with international world, including Indonesia. By supporting international cosplay event that called as World Cosplay Summit, the Japanese government change its image from country that known as military country and has powerful economy, to a country that also has a strong culture and intellect. In addition to changing its image in the international community, with cosplay, the Japanese tried to make other countries understand more about their country so that they would not inflict misunderstanding. It will gives good results in the field of diplomacy between Japan and other countries. Keywords: Cosplay; Pop Culture; Soft Power 5

6 1. Latar Belakang Jepang telah dikenal sebagai salah satu negara maju dalam bidang industri dan memiliki sistem ekonomi yang kuat. Jepang mampu mengembangkan industrinya dan menguasai pasar dunia dengan teknologi yang canggih. Berbeda dengan pengaruh Jepang dalam bidang ekonomi yang tergolong dalam hard power, pengaruh Jepang dalam bidang budaya populer yang telah menarik perhatian masyarakat negara lain merupakan suatu bentuk dari soft power. Jepang selain memelihara budaya tradisional juga mengembangkan budaya populernya. Beberapa budaya populer yang dimiliki Jepang banyak dikenal secara luas. Budaya populer Jepang yang menyebar luas ke seluruh dunia beragam bentuknya mulai dari anime (animasi Jepang), game (mayoritas merupakan produksi Jepang), manga (komik Jepang), dorama (drama Jepang), tokusatsu (super hero Jepang), Jpop dan lain-lain. Budaya populer tersebut merupakan budaya yang diproduksi dan dikonsumsi secara luas terutama dikalangan remaja. Salah satu budaya populer Jepang yang menyebar dan diterima oleh masyarakat di luar Jepang ialah Cosplay. Cosplay ( コスプレ ) merupakan istilah bahasa Inggris yang menjadi bahasa Jepang (wasei eigo) dan merupakan pergabungan dua kata yaitu costum dan play. Cosplay diartikan menjadi hobi mengenakan kostum serta aksesoris dan rias wajah menyerupai dengan tokoh anime, manga, game dan sebagainya. Orang yang melakukan cosplay biasa disebut sebagai cosplayer, layer, atau coser. 1 Cosplay muncul di Jepang pertama kali pada tahun 1970-an ketika tradisi penyelenggaraan konvensi fiksi ilmiah sampai ke Jepang. Sebenarnya konsep cosplay sendiri bukan merupakan asli budaya tradisional Jepang. Cosplay menyerupai budaya Amerika Serikat yaitu masquerade atau pesta topeng seperti dalam perayaan Haloween dan paskah. Sejak paruh kedua tahun 1960-an penggemar cerita dan film fiksi ilmiah di Amerika Serikat sering mengadakan konvensi fiksi ilmiah. Banyak dari peserta konvensi mengenakan kostum seperti yang yang dikenakan tokoh-tokoh film fiksi ilmiah seperti Star Trek. Tradisi ini kemudian sampai ke Jepang dalam bentuk acara peragaan kostum (costume Show) pada tahun 1970-an. 1 Ahn,Jiwon (2008). Animated Subject s: Globalization, Media, and East Asian Cultural Imaginaries. hlm 38 6

7 Peragaan cosplay pertama di Jepang dilangsungkan di Ashinoko prefektur Kanagawa pada tahun 1978 dalam bentuk pesta topeng konvensi fiksi ilmiah Nihon SF Taikai ke-17. Pada saat itu, seorang kritikus fiksi ilmiah bernama Mari Kotani dan seorang novelis bernama Hikawa Reiko hadir dengan mengenakan kostum yang mirip dengan tokoh dalam sampul buku A Fighting Man of Mars karya Edgar Rice Burrough yang diilustrasikan oleh Takebe Motoichiro 2. Tidak hanya Mari Kotani dan Hikawa Reiko saja yang menghadiri konveksi ilmiah tersebut dengan ber-cosplay, direktur perusahaan animasi Gainax, Yasuhiro Takeda juga hadir dengan mengenakan kostum Star Wars 3. Pada waktu itu peserta yang datang ke konvensi fiksi ilmiah menyangka bahwa Mari Kotani mengenakan kostum dalam tokoh manga karya Osamu Tezuka yang berjudul Triton of the Sea. Mari Kotani tidak membantah ketika ditanya apakah kostum yang ia kenakan merupakan kostum yang dikenakan oleh tokoh manga karya Osamu Tezuka, sehingga media massa sering menuliskan bahwa kostum dari Triton of the Sea merupakan kostum cosplay pertama yang dikenakan di Jepang. Kemudian pada tahun 1980 tepatnya ketika Nihon SF Taikai ke-19, Cosplay menjadi acara tetap dalam Nihon SF Taikai. Sejak saat itu terlihat banyak peserta konvensi datang dengan menggunakan kostum tokoh Superman, Atom Boy karya Osamu Tezuka, serta tokoh dalam Toki wo Kakeru Shoujo dan Virus 4. Sebelum istilah cosplay digunakan oleh media massa elektronik, asisten penyiar Minky Yasu sudah sering melakukan cosplay. Kostum tokoh Minky Momo sering dikenakan Minky Yasu dalam acara mami no RADI-karu communication yang disiarkan oleh Radio Tōkai sejak tahun Selanjutnya, acara radio yang sama mulai mengadakan kontes cosplay. Dari tahun 1989 hingga 1995, di tv asahi ditayangkan ranking kostum cosplay yang sedang populer dalam acara Hanakin Data Land. Majalah anime di Jepang sedikit demi sedikit mulai memuat berita tentang acara cosplay di pameran dan penjualan terbitan doujinshi. Liputan secara luas pertama kali dilakukan majalah Fanroad edisi perdana bulan Agustus Edisi tersebut memuat berita secara khusus tentang munculnya kelompok baru anak muda yang disebut Tominoko-zoku yang ber-cosplay di kawasan Harajuku dengan mengenakan kostum Gundam 5. Tominoko- 2 Takeda, Yasuhiro (April 2002). No-tenki tsushin: Evangelion o tsukutta otokotachi. Wani Books. Hlm Ibid,. Hlm Komatsu, Sakyō (Juni 1982). Komatsu Sakyō no SF Seminar. Shūeisha-Shūeisha Bunko. hlm Gundam adalah salah satu unit Mobile Suit yang diciptakan oleh Sunrise Studio pada tahun 1979.( 7

8 zoku sendiri dikabarkan muncul sebagai tandingan bagi Takenoko-zoku 6. Istilah Tominokozoku diambil dari nama sutradara film animasi Gundam yaitu Yoshiyuki Tomino, dan sekaligus merupakan parodi dari istilah Takenoko-zoku. Foto peserta cosplay yang menarinari sambil mengenakan kostum robot Gundam juga ikut dimuat di majalah tersebut. Walaupun sebenarnya artikel tentang Tominoko-zoku hanya dimaksudkan untuk mencari sensasi, artikel tersebut justru menjadikan cosplay sebagai istilah umum di kalangan penggemar anime. Dalam jurnal ilmiah tentang anime dan manga, Theresa Winge (2006) menyatakan bahwa tidak seperti berdandan dan mengenakan kostum seperti yang ada pada pesta kostum atau Halloween, cosplayer menghabiskan uang yang tidak terhitung jumlahnya dan waktu dalam membuat dan membeli kostum, mempelajari pose dan dialog khas karakter yang akan mereka perankan dan tampil di acara-acara cosplay sebagaimana mereka merubah diri mereka dari identitas dunia yang sebenarnya menjadi karakter yang mereka pilih. Ini merupakan bentuk performatif dari konsumsi budaya populer, dimana tidak hanya mengenakan kostum saja tetapi orang-orang ini juga mengadopsi identitas baru. Dalam konsumsi budaya populer, seringkali cenderung terbentuk kelompok atau komunitas penggemar yang biasa disebut dengan fandom 7 tak terkecuali cosplay yang komunitasnya secara pesat tumbuh dalam fandom anime dan manga. Perkembangan komunitas cosplay yang pesat tidak hanya membuat cosplay terkenal di Jepang saja namun juga sampai ke Asia, Eropa dan Amerika. Perkembangan ini membuat berbagai macam kompetisi cosplay berskala internasional diadakan diberbagai negara, tidak terkecuali Indonesia. Perkembangan cosplay yang pesat membuat pemerintahan Jepang tidak hanya memfokuskan perhatiannya pada budaya tradisional saja. Sebuah kompetisi cosplay di Jepang yang dikenal sebagai World Cosplay Summit ( 世界コスプレサミット ), mendapat dukungan dari beberapa kementrian pemerintahan Jepang yaitu the Ministry of Foreign Affair (MOFA) 8, the Ministry of Land, Infrastructure and Transport (MLIT) 9, dan the Ministry of 6 kelompok anak muda berpakaian aneh yang waktu itu meramaikan kawasan Harajuku 7 Fan kependekan dari fanatic dan akhiran dom seperti yang ada dalam kata freedom, boredom dan kingdom 8 Ministry of foreign affair of Japan 9 Ministry of Land, Infrastructure and Transportation diakses pada 21 Mei page 22 8

9 Economy, Trade and Industry (METI) 10. Pada awal diadakannya World Cosplay Summit pada tahun 2003, kompetisi yang diadakan di Nagoya ini hanya diikuti oleh tiga negara saja yaitu Jerman, Perancis dan Italia. Namun World Cosplay Summit terus berkembang pesat hingga pada tahun 2012 negara yang berpartisipasi bertambah menjadi 20 negara termasuk Indonesia. Pada tahun 2012 Indonesia pertama kali ikut berpartisipasi dalam World Cosplay Summit. Indonesia merupakan negara ke-20 yang terpilih sebagai peserta World Cosplay Summit, setelah Inggris dan Rusia. Tahun lalu, hanya 17 negara saja yang mengikuti World Cosplay Summit dan pada tahun 2012 Indonesia masuk menjadi peserta cosplay internasional karena prestasi dan perkembangan cosplay yang semakin meningkat 11. Cosplay di Indonesia memiliki kendala yaitu keterbatasan material, namun keterbatasan tersebut membuat cosplayer Indonesia menjadi lebih kreatif untuk membuat karya yang lebih memukau. Peserta yang menjadi perwakilan Indonesia dalam mengikuti kompetisi cosplay berskala internasional tersebut harus mengikuti babak penyisihan yaitu Indonesia Cosplay Grand Prix atau biasa disingkat menjadi ICGP. Indonesia Cosplay Grand Prix yang bernaung dibawah Kedutaan besar Jepang, The Japan Foundation dan JETRO (Japan External Trade Organization) 12 bekerja sama dengan World Cosplay Summit berupaya untuk mengedukasi masyarakat khususnya Indonesia tentang anime dan manga melalui cosplay 13. Hal ini memperjelas bahwa hubungan Jepang dengan negara lain termasuk Indonesia juga dapat didukung oleh budaya populer yang dimilikinya. Dengan diadakannya World Cosplay Summit yang memiliki tujuan untuk mempromosikan pertukaran budaya populer Jepang melalui cosplay, menunjukan bahwa pemerintah Jepang telah memanfaatkan budaya populer Cosplay sebagai soft power-nya dalam menjalin hubungan dengan dunia internasional. Masalah penelitian yang diangkat dalam jurnal ini ialah bagaimana cosplay sebagai budaya populer menjadi soft power Jepang dalam menjalin kerja sama dengan dunia internasional. Jurnal ini bertujuan untuk memahami dan menyampaikan mengenai budaya populer cosplay yang dimanfaatkan oleh pemerintah Jepang sebagai soft power dalam menjalin kerjasama dengan dunia internasional termasuk Indonesia. Metode yang digunakan 10 Ministry of Economy, Trade and Industry diakses pada 21 Mei Yuki Festival Ennichisai 2012 Akan Hadirkan "Indonesian Cosplay Grand Prix". (17 april 2012) 12 Indonesia Cosplay Grand Prix. Diakses pada 6 Juni World Cosplay Summit official Website. diakses pada 22 Mei

10 dalam penelitian ini ialah metode deskriptif analitik. Menurut Nana Syaodih Sukmadinata (2007:72) Penelitian Deskriptif adalah suatu bentuk penelitian yang paling dasar. Ditujukan untuk mendeskripsikan atau mengambarkan fenomena yang ada, baik fenomena yang bersifat alamiyah maupun rekayasa manusia. Metode deksriptif memiliki ciri-ciri menurut Winarno Surakhmad (1990:140): 1. Memusatkan diri pada pemecahan-pemecahan masalah yang ada pada masa sekarang dan masalah-masalah aktual 2. Data yang dikumpulkan mula-mula disusun, dijelaskan kemudian dianalisa karena itu metode ini disebut metode analitik Landasan teori dalam penelitian ini menggunakan teori soft power yang dikemukan oleh Joseph S. Nye Jr. Nye menjelaskan bahwa soft power sebagai kemampuan suatu negara untuk mencapai tujuannya dengan lebih mengutamakan daya tarik (attraction) dari pada paksaan (coercion) dan pembayaran (payment). Salah satu sumber soft power adalah budaya. Budaya adalah the set of values and practices that create meaning for a society (Nye, 2004). Budaya dalam konteks ini tidak selalu high culture yang bertujuan untuk menarik kalangan elit 14, tetapi juga budaya populer yang lebih berupa hiburan. Di dalam bukunya yang berjudul Teori Budaya dan Budaya Pop, John Storey mengutip penjelasan Raymond Williams mengenai definisi budaya dan budaya populer. Williams memberikan tiga definisi budaya, yaitu: budaya dapat digunakan untuk mengacu pada suatu proses umum perkembangan intelektual, spiritual dan estetis. Dalam hal ini kita bisa mengambil contoh dengan mengacu pada perkembangan budaya Jepang dibidang intelektual, spiritual, estetis para penyair-penyair besar, filsuf dan senimanya. Kedua, budaya bisa berarti pandangan hidup tertentu dari masyarakat periode atau kelompok tertentu. Dalam definisi ini tidak hanya faktor intelektual dan estetisnya saja yang berkembang, tetapi juga sastra, hiburan, olah raga, dan upacara religiusnya juga ikut berkembang. Ketiga, budaya bisa merujuk pada karya dan praktik-praktik intelektual, terutama aktivitas artistik. Dengan kata lain, teks-teks dan praktik-praktik itu diandaikan memiliki fungsi utama untuk menunjukan, menandakan, memproduksi, atau terkadang menjadi peristiwa yang menciptakan makna tertentu High Culture adalah budaya yang dihasilkan dari kreativitas individu sehingga mendapatkan penerimaan moral dan estetis yang lebih dari masyarakat (Storey, 1993) 15 John Storney. Teori Budaya dan Budaya Pop,(Yogyakarta:Penerbit Qalam, 1993),hlm. 3 10

11 Williams juga mengemukakan empat makna kata popular, yaitu banyak disukai orang, jenis kerja rendahan 16, karya yang dilakukan atau dibuat untuk menyenangkan orang, budaya yang memang dibuat oleh masyarakat untuk diri mereka sendiri. 17 kita bisa melihat bahwa budaya popular memang merupakan budaya yang menyenangkan atau disukai oleh banyak orang, sebagai contohnya ialah penjualan novel ataupun penjualan album penyanyi terkenal yang laku di kalangan masyarakat. Berdasarkan makna kata popular yang dikemukakan oleh Williams tersebut, John Storey mendefinisikan enam definisi budaya populer, dan dalam penjelasannya tersebut, Storey mendefinisikan budaya populer sebagai budaya massa 18 Budaya populer sebagai budaya massa memiliki pengertian budaya yang diproduksi secara massa untuk dikonsumsi massa dan audiensnya merupakan sosok yang tidak memilih. Budaya itu sendiri dianggap sebagai sesuatu rumusan belaka dikonsumsi tanpa pikir panjang dan manipulatif. Teks dan praktik budaya populer lebih dianggap sebagai fantasi publik dan hanya dilihat sebagai dunia impian yang kolektif. Definisi tersebut menjelaskan bahwa budaya pop merupakan budaya yang diproduksi secara massa sehingga dapat dinikmati oleh banyak orang dari kalangan manapun sehingga penyebarannya lebih luas. Di dalam buku Handbook of Japanese Popular Culture, Hidetoshi Kato menjelaskan tentang budaya populer Jepang. Menurut Kato, budaya populer dalam bahasa Jepang lebih tepat bila disebut sebagai taishuu bunka atau budaya massa. Selain taishuu bunka, terdapat juga istilah minshuu bunka yang berarti budaya rakyat dan minzoku bunka atau budaya bangsa. Kedua kata tersebut memiliki pengertian yang hampir sama, namun menurut Kato keduanya kurang tepat untuk menjelaskan istilah budaya populer 19. Budaya massa memiliki pengertian suatu bentuk budaya yang banyak disukai oleh masyarakat, tidak hanya masyarakat Jepang saja tetapi juga masyarakat dari negara-negara lain. 2. Cosplay sebagai soft power Jepang Menurut Nye, Jepang merupakan negara yang memiliki budaya populer yang dapat dimanfaatkan sebagai soft power. Nye mengungkapkan bahwa Jepang memiliki sumbersumber soft power yang lebih potensial dibandingkan negara-negara lain di Asia. Salah satu 16 Jenis kerja rendahan mengacu pada pernyataan bahwa budaya pop adalah budaya komersial dampak dari produksi massal. (Storey,1993) 17 Ibid., Ibid., Hidetoshi Kato, Handbook of Japanese Popular Culture, (Westport: Greenwood Press, 1989), xvii 11

12 sumber soft power tersebut adalah budaya populer Jepang yang tetap menjadi sumber soft power yang potensial bahkan setelah ekonomi Jepang melemah. Japan has more potential soft power resources than any other Asian countries...japan s popular culture was still producing potential soft power resources even after its economy slowed down 20 Jepang merupakan negara yang memiliki citra perekonomian yang maju dan memiliki tiga sumber soft power yang dapat dikembangkan. Ketiga sumber soft power tersebut adalah kebudayaan, nilai politik dan kebijakan luar negri. Dari segi kebudayaan, Jepang memiliki budaya populer yang dapat dikembangkan dan dimanfaatkan sebagai soft power. Budaya populer Jepang mulai dari musik, masakan hingga fashion menyebar secara luas dan memberikan pengaruh pada negara lain. Sebagai contoh adalah anime dan manga Doraemon yang dikenal di berbagai dunia dan ditayangkan diberbagai negara termasuk Indonesia. Art style manga dan anime dipelajari di berbagai negara dan mempengaruhi beberapa seniman komik maupun pembuat animasi diseluruh dunia. Bahkan ketenaran manga di dunia internasional membuat Jepang mengadakan International Manga Award (Kokusai Manga Shou) bagi mangaka yang bukan berasal dari Jepang 21. Daya tarik budaya Jepang tidak hanya terbatas pada budaya populernya saja, budaya tradisional Jepang pun mendapat perhatian dunia. Salah satu contohnya adalah chanoyu, Ikebana dan berbagai jenis seni bela diri Jepang seperti Judo, aikido dan kendo. Jepang tidak hanya mengembangkan daya tarik di bidang kebudayaannya saja, tetapi Jepang juga mulai mengembangkan nilai nilai politik 22 dan kebijakan internasionalnya 23 sebagai soft power. Sekitar tahun 1970-an politik luar negri Jepang bersifat ragu-ragu dan menarik diri, akan tetapi, Jepang kini lebih aktif dalam sistem internasionalnya ataupun dalam pertemuan dengan negara lain 24. Jepang menyadari bahwa untuk memperkuat soft power dibutuhkan dukungan dari ekonomi yang merupakan bentuk dari hard power. Jepang 20 Joseph S. Nye Jr., Soft Power The Means to Succsess in World Politics, (New York: Public Affairs, 2004), International Manga Award. Diakses pada 18 Juni Nilai nilai politik yang dimaksudkan ialah nilai-nilai demokrasi, hak asasi manusia, kebebasan, keterbukaan, persamaan, anti rasis dan lain sebagainya. 23 Sebagai contoh adalah kerjasama dalam masalah lingkungan seperti global warming, penanggulangan penyakit menular, serta kebijakan-kebijakan yang mendukung penegakan hak asasi manusia dan terciptanya dunia. Kebijakan internasional ini bertujuan untuk menjalin kerja sama dengan negara lain karena dalam prakteknya kebijakan internasional tidak memiliki unsur paksaan. 24 Joseph S. Nye Jr. Bound to Lead : The Changing Nature of American Power (New York : Basic Book Inc. 1990),

13 juga menyadari bahwa bidang militer bukanlah hal yang harus dikembangkan untuk memperkuat kedudukannya di mata internasional. Hal ini membuat Jepang tidak lagi menjadi negara yang mengedepankan perkembangan Militer sebagai sarana hubungannya dengan negara lain. Heizo Takenaka, mantan mentri Ekonomi dan Kebijakan Fiskal Jepang mengatakan bahwa soft power merupakan kekuatan yang sangat kuat dan akan menjadi lebih kuat apabila memiliki kepemimpinan politik yang benar. Soft power is a very strong force. If we have the right political leadership, it can be even more powerful 25 Menurut presiden The Japan Foundation, Kazuo Ogura, sejarah Jepang pada zaman modern adalah untuk mencapai ekonomi yang maju dan kematangan demokrasi tanpa meninggalkan identitas budaya dan tradisi 26. Walaupun Jepang merupakan negara yang masih berbentuk kerajaan, namun hal itu tidak menghalangi Jepang untuk mengembangkan nilai demokratis dalam sistem politiknya. Selain nilai politisnya, Jepang juga memiliki kebijakan luar negeri sebagai sumber soft power. Kebijakan luar negri tersebut seperti program kerjasama dan pertukaran antar negara, diplomasi publik dan the Japan Foundation. Sebuah dokumen yang dikeluarkan kementrian Jepang pada tahun 2010 memperlihatkan adanya penyempitan makna soft power Jepang. Dalam dokumen tersebut, Jepang menyebutkan akan menyebarkan citra Cool Japan dan dalam usahanya ini Jepang akan menyebarkan Fashion of young people in Shibuya and Harajuku, high-performance electrical appliance in Akihabara, manga and anime with attractive stories and delicious food that reflects the high standards of quality control and traceability (METI 2010). Jepang akhirnya menyempitkan makna soft power menjadi penyebaran fashion, kecanggihan teknologi, manga, anime dan makanan. Jepang memiliki salah satu sumber soft power yaitu daya tarik budaya melalui budaya populernnya. Dari berbagai macam budaya populer Jepang, anime dan manga merupakan budaya populer Jepang yang paling terkenal. Pemerintah Jepang menunjuk Doraemon sebagai duta animasi Jepang dan juga mengadakan pemberian penghargaan internasional tahunan untuk seniman manga terbaik di seluruh dunia. Pemerintah Jepang tidak hanya memfokuskan perhatiannya ke anime dan manga saja. Sejak tahun 2006, pemerintah Jepang 25 Beech, Hannah. Japan Reach Out. (Time Magazine Online,20 November 2008), hlm Ibid., hlm. 3 13

14 juga memberikan dukungan pada bidang cosplay dengan mensponsori kompetisi yang diadakan setiap tahun untuk penggemar Cosplay di Seluruh dunia. Cosplay pertama kali masuk ke Jepang dalam bentuk pesta topeng konvensi fiksi Ilmiah Nihon SF Taikai pada tahun 1978 di Ashinoko prefektur kanagawa. Cosplay sendiri pada saat itu menjadi terkenal karena para peserta konvensi kagum akan kostum yang dikenakan Mari Kotani dan mereka mulai tertarik untuk mencoba mengenakan kostum seperti yang ada dalam tokoh fiksi. Hal ini membuat cosplay kemudian menjadi acara yang tetap dan selalu diadakan pada konvensi fiksi ilmiah Nihon SF Taikai. Sejak ditetapkannya cosplay sebagai acara tetap pada konvensi fiksi Ilmiah Nihon SF Taikai, mulai banyak para peserta konvensi yang ber-cosplay. Banyak peserta yang mulai datang ke konvensi fiksi ilmiah dengan mengenakan kostum Superman, Atom boy dan tokoh tokoh dalam film fiksi lainnya. Sekitar tahun 1985, cosplay semakin meluas dan terkenal di Jepang. Pada waktu tokoh Kapten Tsubasa sedang populer, dan hanya dengan T-shirt pemain bola yang dimodifikasi hingga seperti kostum tokoh Kapten Tsubasa maka orang sudah bisa bercosplay 27. Kegiatan cosplay dikabarkan mulai menjadi kegiatan berkelompok sejak tahun 1986 dan Sejak itu pula mulai bermunculan fotografer amatir (disebut kamera-kozō) yang senang memotret kegiatan cosplay hingg pada awal tahun 2000 cosplay semakin meluas di Jepang. Para cosplayer mulai membuat websitenya sendiri dan membuat porto-folio yang berisikan foto-foto cosplay mereka maupun kostum-kostum yang telah mereka buat sendiri. Selain memuat fotonya di website, mereka juga membuat photo book sendiri dan bisanya ditemukan di acara-acara seperti comic market atau doujin event. Sejak tahun 2000, cosplay semakin dikenal di luar Jepang berkat perkembangan teknologi yang semakin maju. Cosplay mulai dilakukan tidak hanya di Jepang, tetapi di Negara-negara Lain seperti Amerika, China, Eropa, dan negara-negara di kawasan Asia Tenggara termasuk Indonesia. Perkembangan cosplay yang pesat ini dapat memberikan pejelasan bahwa Cosplay memiliki sesuatu yang menarik sehingga membuat masyarakat negara lain menerimanya dan mau melakukan cosplay tersebut. Menurut Alexander Vuving pada bukunya yang berjudul How Soft power Works (2009) terdapat 3 currencies yang membuat soft power sampai kepada recipient. 3 Currencies tersebut adalah Beauty, Brilliance dan Benignity. Pada cosplay, currency yang terlihat jelas ialah Brilliance. Brilliance didefinisikan Vuving sebagai an aspect of the agent s relations with its work. It 27 Minoura. daijuukou kosupureshi kokusai otaku daigaku 1998 nen saizensen kara nokenkyuu houkoku hlm

15 refers to the high performance that you accomplish when you do things. Brilliance menghasilkan keinginan untuk belajar dari kesuksesan orang lain, melalui adanya kekaguman dengan negara yang sukses tersebut. Hasil brilliance pada recipient terlihat dari adanya kekaguman, imitasi perilaku, pengadopsian budaya serta nilai-nilainya juga pemihakan dan pengidentikan diri. Dalam cosplay, kekaguman para cosplayer yang bukan masyarakat Jepang terhadap daya tarik cosplay membuat mereka rela melakukan cosplay. cosplay dianggap menjadi sesuatu yang membedakan mereka dan menjadi identitas diri mereka. Dalam perkembangannya, cosplay tidak hanya sebatas hobi seorang fans mengenakan kostum serupa dengan tokoh anime atau manga saja tetapi cosplay dijadikan sebagai suatu identitas diri yang lain dan cosplay juga menjadi suatu lahan bisnis yang sangat potensial. Menurut tujuannya, cosplay dapat dibagi menjadi dua yaitu pertama cosplay yang bertujuan untuk diperlihatkan yang biasanya mengacu pada yunikosu. Cosplay di Jepang pada awalnya merupakan suatu kegiatan yang bertujuan untuk meniru tokoh anime, manga dan lainnyalainnya 28, tetapi kemudian dengan ber-cosplay menenakan seragam, seorang pelayan suatu restoran dapat menarik pengunjung yang banyak. Yunikosu umumnya adalah cosplay yang mengenakan seragam-seragam tertentu yang sudah umum dikenal di masyarakat. Biasanya seragam-seragam tersebut berhubungan dengan profesi, contohnya adalah cosplay yang mengenakan baju maid ( メイド服コスプレ ), serafuku (baju seragam sailor), butler ( バトラー服コスプレ ) dan lain sebagainya. Cosplay ini erat hubungannya dengan dunia usaha yang pada umumnya menjual penampilan sebagai layanan kepada tamu pelanggannya. Contoh yang telah menjadi fenomena terkenal di Jepang sekarang ini adalah Meido Kissa (Maid Cafe) yang banyak ditemukan di Jepang khususnya daerah akihabara dan butler cafe di Shibuya. Walaupun pada umumnya cosplay yang bertujuan untuk diperlihatkan ini mengacu pada yunikosu, tetapi pada akhir tahun 1990-an bermunculan juga film-film porno yang pemainnya ber-cosplay seperti tokoh anime. film film tersebut laku dipasaran karena para fans terutama fans dari tokoh yang diperankan tersebut merasa bahwa tokoh-tokoh yang mereka sukai itu menjadi hidup dan bukan sekedar dua dimensi saja. Hal ini membuat apa yang difantasikan dan dipikirkan oleh para fans menjadi nyata. Selain cosplay untuk diperihatkan, tujuan cosplay yang lain ialah cosplay untuk memerankan tokoh atau biasa disebut sebagai kyarakosu. Kyarakosu biasanya mengacu pada 28 Cosplay tidak sebatas meniru tokoh anime dan manga saja, tetapi juga game, dengan meniru gaya idol dan penyanyi Jepang juga termasuk dalam cosplay. Bahkan gaya harajuku menjadi satu aliran cosplay tersendiri. 15

16 keinginan seorang fans untuk mengenakan kostum dan atribut yang sama dengan tokoh yang ia kenakan. Tapi dalam praktisnya, kyarakosu tidak hanya sekedar meniru dan mengenakan kostum beserta atribut yang dikenakan sebuah tokoh, tetapi juga menciptakan originalitas sendiri berdasarkan karakter atau tokoh yang ada di dalam anime, manga, game, dan lainnya. Dengan berbasis kepada kostum dan aksesoris suatu tokoh, cosplayer mencoba memodifikasi kostum yang ia buat sendiri, atau bahkan membuat kostum hasil imajinasinya sendiri. Hal inilah yang membuat para cosplayer tertantang untuk melakukan cosplay. Karena selain mereka harus sebisa mungkin meniru kostum beserta atribut suatu tokoh, mereka juga diharapkan bisa menjadi karakter tersebut, hingga seperti membuat karakter tersebut hidup dengan memberikan kesan originalitas dari mereka. Dalam bukunya yang berjudul Cosplay Naze Nihonjin wa Seifuku ga suki na no ka, Fukiko Mitamura (2008:4) memberikan pengertian cosplay sebagai berikut: コスプレ とは コスチュームプレイ の略で マンガやアニメ ゲームなどのキャラが身につけているのと同じような衣服を制作 着用して そのキャラになりきる行為のことです Dapat dengan mudah menjadi peran atau tokoh. Dapat dengan cepat menjadi apa yang diinginkan oleh dirinya, atau menjadi peran yang dibutuhkan. Inilah yang disebut cosplay. Mitamura berpendapat bahwa cosplay merupakan kegiatan ketika seseorang merubah diri menjadi peran yang dibutuhkan atau status yang diinginkan, terlepas dari apakah orang tersebut memang berprofesi sebagai peran yang sedang dibawakannya atau tidak. Dengan kata lain, seseorang dapat menjadi bagian dari suatu peran hanya dengan mengenakan kostum yang menandai peran tersebut, sehingga dia akan merasa menjadi seperti apa yang diperankannya dan merasa berkewajiban untuk memiliki kemampuan sesuai dengan yang dituntut oleh peran yang ia bawakan seiring dengan kostum yang ia kenakan. Singkatnya dengan bercosplay, maka para cosplayer dapat menjadi peran yang atau karater yang berbeda dari karakter asli mereka. Hal inilah yang menjadi daya tarik bagi cosplayer sehingga mereka mau bercosplay. Sudah menjadi suatu kewajiban bagi cosplayer bahwa kreativitas dalam menghidupkan karakter dengan menciptakan kostumnya merupakan hal yang paling penting karena hal tersebut merupakan upaya untuk membuat orang yang melihat mereka tertarik dan 16

17 menyukai karakter yang mereka perankan. Banyak kostum cosplay khususnya kostum yang berasal dari game dan tokusatsu, merupakan kostum yang sulit untuk dibuat dan biasanya memakan biaya yang sangat mahal. Tetapi para cosplayer tetap berusaha untuk membuat kostum yang mereka inginkan. Tak jarang dari mereka berusaha menjahit kostum mereka dengan tangan mereka sendiri untuk menekan biaya. Selain melakukan semuanya dengan tangan sendiri, mereka juga memikirkan bagaimana mengganti bahan kostum mereka dari yang mahal menjadi bahan yang murah harganya tanpa mengurangi kualitas kostum cosplay mereka. Sebagai contoh, para cosplayer tokusatsu sering mengadakan workshop pembuatan helm dan kostum yang dikenakan pada cosplay tokusatsu dan dalam workshop tersebut biasanya helm dibuat dengan menggunakan busa hati (Styrofoam) yang mudah didapat dengan harga murah bila dibandingkan dengan pembuatan helm dengan resin maupun fiberglass. Dalam pembuatan kostum, para cosplayer tidak diharuskan membuat kostumnya dengan menggunakan bahan-bahan yang mahal. Cosplayer tidak harus tampil mirip seperti aslinya yang mereka lihat dalam anime, manga, game dan sebagainya. Cosplayer menciptakan kostum mereka sebagai wujud dari kecintaan mereka terhadap tokoh yang mereka sukai. Tak jarang dari cosplayer berusaha membuat kostum tokoh yang menjadi idolanya ketika ia masih kecil dengan harapan bahwa mereka ingin mewujudkan impian mereka saat dulu ingin menjadi tokoh tersebut. Cosplayer mempunyai kebebasan dalam menunjukan kreativitas mereka tidak hanya dari kostum mereka saja, melainkan dari bagaimana ia masuk kedalam tokoh yang ia perankan. Sering dari cosplayer menggunakan kostum yang jauh dari aslinya tetapi tetap terlihat seperti tokoh yang ia perankan, inilah yang mereka sebut sebagai penghayatan karakter. Cosplayer bisa saja menjadi robot Gundam hanya dengan menggunakan kardus dan gerak-gerik yang mirip dengan Gundam. Dari penjelasan diatas secara sederhana cosplay memiliki pengertian sebagai bermainmain dengan kostum, dimana kostum tersebut dapat memberikan suatu personifikasi terhadap orang yang mengenakannya, sehingga orang tersebut merasa menjadi tokoh yang kostumnya ia kenakan, dan orang lain juga jadi bisa mengenali dirinya melalui kostum yang dikenakan olehnya. Daya tarik cosplay yang membuat pelakunya (cosplayer) dapat memerankan tokoh atau karakter sebebas dan sesuka mereka ini kemudian dilihat sebagai sesuatu yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber soft power. 17

18 Melihat antusias para cosplayer yang berasal dari luar Jepang, maka Tv Aichi pada tahun 2003 mengadakan World Cosplay Summit di Nagoya. The World Cosplay Summit pertama ini awalnya hanya diikuti oleh 5 peserta dari 3 negara saja yaitu Jerman. Italia, dan Prancis. The World Cosplay Summit diadakan untuk mendukung ketenaran manga dan anime melalui cosplay dan juga untuk meramaikan Expo yang pada saat itu diadakan di Nagoya 29. Dalam website resmi The World Cosplay Summit mengatakan bahwa anime dan manga bisa dinikmati tidak hanya dengan dibaca atau dilihat saja, tetapi juga dengan memerankan tokoh karakter tersebut maka kita juga dapat menemukan kesenangan tersendiri. Hal inilah yang menjadi daya tarik dari cosplay. dengan ber-cosplay, kita dapat menghidupkan dan memerankan tokoh yang kita sukai. Benda yang hanya bersifat 2D maupun 3D dapat kita jadikan nyata dengan membuat kostum dan atribut-atribut mereka. Tokoh-tokoh yang sebelumya hanya merupakan fantasi yang tidak nyata dapat diwujudkan menjadi tokoh yang hidup dan bahkan kita sendiri yang menjadi tokoh tersebut. Hal inilah yang berhasil menarik berbagai masyarakat di dunia untuk melakukan cosplay. Event yang bertujuan untuk mendukung ketenaran anime dan manga dalam mengenalkan budaya populer Jepang melalui cosplay ini terus berkembang hingga The World Cosplay Summit pada tahun 2012 diikuti oleh 40 Perserta dari 20 negara termasuk Indonesia. World cosplay Summit yang biasa disingkat sebagai WCS merupakan acara yang sejak tahun 2006 mendapat dukungan dari pemerintah Jepang yaitu the Ministry of Foreign Affair (MOFA), the Ministry of Land, Infrastructure and Transport (MLIT), dan the Ministry of Economy, Trade and Industry (METI). Kompetisi cosplay berskala internasional in setiap tahun diadakan di Nagoya dan di sponsori oleh tv Aichi. Tujuan diadakannya world cosplay summit ialah untuk mempromosikan budaya anime dan manga melalui cosplay. World Cosplay Summit pada awalnya hanya sebuah acara yang diadakan pada akhir minggu, namun karena perkembangannya yang pesat dan didukung oleh pemerintah Jepang serta banyaknya negara yang ikut berpartisipasi, World Cosplay Summit berubah menjadi acara yang diadakan selama satu minggu penuh. Acara World Cosplay Summit diisi dengan parade para cosplayer dengan mengenakan kostum tokoh yang di-cosplay-kan dan World Cosplay Championship dimana para cosplayer dari masing-maing negara tersebut berlomba untuk menjadi pemenang dengan menunjukan kemampuannya dalam memerankan tokoh yang mereka perankan. Selain diisi dengan parade dan World Cosplay Championship, para perwakilan masing-masing negara diajak untuk berkeliling mengunjungi daerah-daerah

19 Jepang termasuk Akihabara, Kyoto dan Sendai dengan tujuan untuk memperkenalkan kebudayaan Jepang. Dalam kegiatan selama satu minggu ini para cosplayer perwakilan masing-masing negara tidak hanya diperkenalkan kebudayaan populer Jepang saja, namun kebudayaan tradisional, tempat bersejarah serta mencoba makanan makanan tradisional Jepang dan membuat kerajinan tangan Jepang. Bahkan pada World Cosplay Summit 2011 yang pada tahun tersebut Jepang mengalami musibah gempa dan Tsunami, cosplayer yang berpartisipasi sebagai perwakilan masing-masing negara dijadwalkan untuk mengunjungi Sendai dan Aizuwakamatsu, sebagai bagian dari acara untuk memberikan support kepada wilayah Tohoku 30. Gambar 1 Cosplayer yang berasal dari 3 negara yang baru berpartisipasi dalam World Cosplay Summit 2012 yaitu Russia, Inggris dan Indonesia berfoto bersama Ryuji Yamane, Parliamentary Senior Vice Minister MOFA (sumber: 012_02.jpg) Dengan diadakannya World Cosplay Summit yang didukung oleh pemerintah Jepang dan diikuti oleh berbagai negara, menunjukan bahwa Jepang telah memanfaatkan budaya populernya sebagai alat diplomasi dalam bentuk soft power. Pemanfaatan budaya populer sebagai soft power Jepang memiliki tujuan untuk membangun citra positif. Jepang berusaha membangun citra positifnya dimata internasional dengan menggunakan soft power yang dimilikinya. Bagi Jepang yang memiliki sejarah sebagai negara yang mengutamakan militer, sangat penting untuk memperlihatkan kepada dunia bahwa kini Jepang sudah berubah. Sejak 30 Ministry of Foreign Affair of Japan. Diakses pada 6 Juni

20 tahun 1950 hingga awal tahun 1960, Jepang memperkuat posisinya di mata dunia dengan memfokuskan perubahan citra dari negara yang berhaluan militerisme menjadi negara yang mengutamakan perdamaian dunia hingga sejak pertengahan 1960-an, Jepang akhirnya mendapatkan citra sebagai negara yang memiliki perekonomian kuat dan berpengaruh di dunia internasional. Seiring perkembangan zaman, Jepang menyadari bahwa citranya sebagai negara yang memiliki perekonomian kuat harus diimbangi dengan citra sebagai negara yang memiliki kekuatan budaya dan intelektualitas 31. Kekuatan ekonomi Jepang yang merupakan salah satu yang terkuat di dunia memberikan sedikit citra yang negatif karena kekuatan ekonomi termasuk dalam golongan hard power yang bersifat memaksa. Oleh karena itu, bagi Jepang, perubahan citra dari negara yang berhaluan militerisme menjadi negara yang memiliki citra sebagai negara berekonomi kuat dan berpengaruh, harus diimbangi dengan citra positif yang dapat diraih melalui pengembangan soft power-nya. Soft power yang dikembangkan Jepang melalui daya tarik budaya populernya membantu meningkatkan citra positif Jepang di mata internasional. Citra positif yang diraih melalui cosplay sebagai soft power ini dibutuhkan Jepang untuk dapat lebih diterima di masyarakat internasional sehingga dapat memperlancar hubungan kerjasama dengan negara-negara lain yang akan sangat menguntungkan bagi kedua negara khususnya bagi Jepang. Selain membentuk citra positif, memberikan pemahaman yang lebih baik tentang Jepang juga merupakan tujuan pemanfaatan cosplay sebagai soft power Jepang. Soft power yang dikembangkan oleh Jepang memberikan pemahaman yang lebih baik kepada masyarakat internasional mengenai negara Jepang. Untuk membangun kerjasama dan hubungan yang baik antar negara, diperlukannya pemahaman dan komunikasi yang baik antara negara yang satu dengan lainnya. Jepang menyadari pentingnya untuk membangun pemahaman yang baik tentang negaranya untuk mempermudah Jepang dalam menjalin hubungan internasional. Jepang menyadari bahwa melalui soft power, pemahaman mengenai Jepang dari masyarakat internasional dapat diraih tanpa paksaan. World Cosplay Summit yang diseenggarakan di Nagoya, Jepang tidak hanya sekedar acara untuk parade kostum sedunia, tetapi juga acara untuk mengenalkan Jepang kepada negara lain. Serangkaian acara yang diadakan selama satu minggu penuh diisi dengan mengenalkan budaya tradisional maupun populer Jepang, sejarah Jepang, makanan tradisional, 31 Kazuo Ougura, Japan s Cultural Diplomacy (Tokyo: The Japan Foundation, 2009),hlm

21 karya seni tradisional Jepang, keadaan wilayah Jepang serta bagaimana masyarakat di Jepang sendiri. Hal itu membuat para peserta World Cosplay Summit yang diikuti oleh berbagai negara tersebut melihat sendiri bagaimana keadaan di Jepang dan bukan hanya dari cerita saja. Pengetahuan yang lebih baik mengenai Jepang dapat membantu menghindari kesalah pahaman mengenai negara tersebut yang dapat mempersulit jalinan hubungan kerja sama. Tidak hanya membentuk citra positif dan memberikan pemahaman lebih baik tentang Jepang, cosplay yang merupakan budaya populer Jepang sebagai bentuk soft power telah menambah alat diplomasi untuk Jepang. Setiap negara memiliki kepentingan nasionalnya yang disampaikan kepada dunia internasional melalui politik luar negrinya. Dalam menjalankan politik luar negrinya tersebut suatu negara membutuhkan jalur diplomasi. Menurut Nye, soft power yang tidak memaksa secara militer maupun pembayaran atau ekonomi, memberikan nuansa yang baik dalam diplomasi suatu negara. Dengan adanya World Cosplay Summit yang diikuti dan bekerja sama dengan berbagai negara, maka Jepang telah menjalin hubungan dengan negara-negara lain yang membantu Jepang dalam pelaksanaan politik internasionalnya. Daya tarik budaya populer cosplay telah berhasil menarik perhatian masyarakat dunia internasional. Cosplay diterima dengan baik tanpa adanya paksaan karena dengan cosplay, para cosplayer dapat lebih mengenal Jepang dengan cara yang lebih menyenangkan yaitu dengan mencoba menghidupkan dan menjadi karakter dalam anime dan manga tersebut. 3. Kesimpulan Jepang merupakan Negara yang memiliki citra sebagai Negara berekonomi kuat dengan teknologi dan industri yang maju pesat. Sejarah Jepang yang memberikan citra bahwa Jepang merupakan Negara berhaluan militer, membuat Jepang dikenal di mata internasional sebagai Negara yang berpegangan pada hard powernya. Melihat hal ini, Jepang menyadari bahwa citra mereka yang seperti itu harus diubah untuk menjalin kerjasama dalam bidang internasional. Untuk mengubah citra Jepang, maka usaha yang dilakukan ialah mengembangkan soft power yang dikatakan sebagai suatu bentuk yang digunakan untuk mencapai tujuan Negara tanpa melalui pemaksaan dan pembayaran (dalam hal ini ekonomi). Jepang memiliki soft power yang bila dikembangkan akan menjadi sesuatu yang sangat kuat. Soft power tersebut adalah budaya popular. Budaya popular Jepang yang banyak di sukai oleh masyarakat di berbagai Negara dilihat sebagai sesuatu yang berpotensi untuk mencapai tujuan Jepang mengubah citranya. Salah satu budaya popular yang dimanfaatkan Jepang untuk 21

22 mengubah citranya ialah cosplay. Cosplay menjadi sarana dalam memperkenalkan budaya popular Jepang kepada dunia Internasional. Melalui cosplay, pemerintah Jepang melihat adanya potensi untuk memperkenalkan budaya populer Jepang ke dunia internasional sehingga mereka mendukung adanya acara tahunan cosplay yaitu World Cosplay Summit. Dengan World Cosplay Summit, Jepang tidak hanya memperkenalkan budaya populernya saja, tetapi juga budaya tradisional serta keadaan Jepang dalam kenyataannya. Hal ini membuat Jepang memperkenalkan negaranya kepada Negara lain sehingga menimbulkan pemahaman yang mndalam terhadap Jepang dan menghindari kesalahpahaman yang mungkin terjadi. Bila Negara lain telah mengenal Jepang dengan baik, kesalah pahaman akan terhindari dan diplomasi Jepang dengan Negara lain akan berjalan lancar. Hal ini menunjukan bahwa dengan cosplay sebagai soft powernya, Jepang dapat mewujudkan apa yang ingin dicapai oleh negaranya. 4. Saran Meskipun Jepang memanfaatkan budaya popularnya sebagai soft power merupakan suatu langkah yang tepat, tetapi terdapat sisi negatifnya juga. Dalam hal ini di mata dunia yang pertama kali dilihat adalah budaya popular yang dimiliki Jepang dan bukan budaya tradisionalnya. Bila pemanfaatan ini tidak dikontrol dengan baik, maka dapat menimbulkan kesalah pahaman dalam memahami negara Jepang. Selain kesalah pahaman, perbedaan penangkapan citra tentang Jepang dapat pula terjadi. Sebagai contoh ialah, melalui cosplay, bisa saja semua masyarakat dunia menganggap bahwa semua warga Jepang suka melakukan cosplay dan menganggap cosplay sebagai suatu kebudayaan yang sehari-hari dilakukan oleh masyarakat Jepang. Padahal dalam kenyataannya tidak semua warga Jepang melakukan cosplay dan menjadikannya sebuah kegiatan yang sehari-hari dilakukan. Hal ini harus diperhatian pemerintah Jepang dalam mengembangkan cosplay sebagai soft powernya. Daftar Pustaka Mitamura,Fukiko.2008.Cosupure Naze Nihonjin ha seifuku ga suki na no ka. Jepang : Shoudensha Shinsho. Nye Jr., Joseph S. Soft Power: The Means To Success In World Politics. New York: Public Affairs, Ogura, Kazuko. Japan s Cultral Diplomacy. Tokyo: The japan Foundation

23 Powers, Richard Gid and Hidetoshi Kato, ed. Handbook of Japanese op Culture. Westport: Greenwood Press, Sandika, Edria.2010.Dinamika Konsumsi dan Budaya Penggear Komunitas Tokusatsu Indonesia. Indonesia: Universitas Indonesia. Storey, John. Teori Budaya dan Budaya Pop. Trans. Elli El Fajri. Yogyakarta: Penerbit Qalam, Trans. Of An Introductory Guide to Cultural Theory and Pop Culture, 1993 Winge, Theresa Machademia vol 1: Emerging Worlds of Anime and Manga. Costuming the Imagination:Origins of Anime and Manga Cosplay. United States: University of Minnestoa Press. Wulansuci, Yolana Budaya populer Manga dan Anime Sebagai Soft Power Jepang.Indonesia: Universitas Indonesia. Sumber Online: Doujin Yougo no Kiso Chishiki. cosplay/costum play. Feldmann, Stacey Lee. The History of Cosplay. Festival Ennichisai 2012 Akan Hadirkan "Indonesian Cosplay Grand Prix". Kosupure. コスプレ Indonesia Cosplay Grand Prix. Diakses pada 6 Juni Ministry of Economy, Trade and Industry. Ministry of foreign affair of Japan. Ministry of Foreign Affair of Japan. Ministry of Land, Infrastructure and Transportation. World Cosplay Summit official Website. 23

BAB II SEKILAS TENTANG COSPLAY JEPANG. Cosplay merupakan salah satu budaya pop dari negara Jepang yang

BAB II SEKILAS TENTANG COSPLAY JEPANG. Cosplay merupakan salah satu budaya pop dari negara Jepang yang BAB II SEKILAS TENTANG COSPLAY JEPANG 2.1 Pengertian Cosplay Cosplay merupakan salah satu budaya pop dari negara Jepang yang mendunia selain harajuku style. Istilah cosplay ( コスプレ dalam bahasa Jepang)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebudayaan merupakan suatu hal dalam adat istiadat yang menjadi kebiasaan turun temurun yang erat hubungannya dengan masyarakat di setiap negara. Dengan adanya keanekaragaman

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. juga budaya. Joseph S. Nye, Jr. (2004) menyatakan bahwa sumber kekuatan

BAB 1 PENDAHULUAN. juga budaya. Joseph S. Nye, Jr. (2004) menyatakan bahwa sumber kekuatan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, dalam upaya mengejar kepentingan nasionalnya, negaranegara tidak hanya menekankan pada kekuatan militer atau ekonomi melainkan juga budaya. Joseph S. Nye,

Lebih terperinci

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian 3.1.1 Sejarah Singkat Cosplay Cosplay ( コスプレ ) adalah istilah bahasa Inggris buatan Jepang (wasei-eigo) yang berasal dari gabungan kata "costume"

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pasca kekalahannya dalam Perang Dunia II, Jepang berusaha untuk bangkit kembali menjadi salah satu kekuatan besar di dunia. Usaha Jepang untuk bangkit kembali dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat luas. Budaya populer Jepang beragam, ia mempresentasikan cara

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat luas. Budaya populer Jepang beragam, ia mempresentasikan cara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Budaya populer adalah budaya yang bersifat produksi, artistik dan komersial, diciptakan sebagai konsumsi massa dan dapat diproduksi kembali serta dapat digunakan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sebagai makhluk sosial yang saling berinteraksi dalam masyarakat, banyak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sebagai makhluk sosial yang saling berinteraksi dalam masyarakat, banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial yang saling berinteraksi dalam masyarakat, banyak individu menganggap bahwa tampil menarik di hadapan orang lain merupakan suatu hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Inggris yang berasal dari gabungan kata costume yang berarti kostum dan

BAB I PENDAHULUAN. Inggris yang berasal dari gabungan kata costume yang berarti kostum dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Cosplay, secara etimologi, merupakan sebuah kata dalam Bahasa Inggris yang berasal dari gabungan kata costume yang berarti kostum dan play yang berarti bermain.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. promosi sehingga dapat diterima masyarakat dengan cepat.

BAB I PENDAHULUAN. promosi sehingga dapat diterima masyarakat dengan cepat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Budaya populer yaitu budaya yang terjadi karena adanya budaya massa. Budaya massa lahir karena adanya masyarakat (massa) yang menggeser masyarakat berbasis tradisi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanpa berhubungan dengan orang lain. Semua orang secara alamiah memiliki

BAB I PENDAHULUAN. tanpa berhubungan dengan orang lain. Semua orang secara alamiah memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup seorang diri tanpa berhubungan dengan orang lain. Semua orang secara alamiah memiliki kebutuhan untuk berinteraksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fashion merupakan hal yang memiliki berbagai macam arti. Fashion sendiri sebenarnya tidak hanya mengacu kepada gaya berbusana saja. Dengan kata lain, fashion merujuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khusus dan melukis dirinya dengan cat ketika upacara adat berlangsung.

BAB I PENDAHULUAN. khusus dan melukis dirinya dengan cat ketika upacara adat berlangsung. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Negara Indonesia adalah negara kepulauan yang penuh dengan berbagai macam kebudayaan. Kebudayaan yang dimiliki tiap-tiap pulau atau tempat berbeda-beda dan memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Penelitian ini akan membahas mengenai iklim komunikasi organisasi. Tagiuri dalam Masmuh (2010:44) mendefinisikan iklim komunikasi organisasi adalah kualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Jepang adalah salah satu negara di kawasan Asia Timur yang berhasil menyebarkan kebudayaannya ke berbagai negara. Sepanjang sejarahnya, Jepang telah menyerap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakatnya.meski masyarakat Jepang sangat menjaga budaya dan tradisi dari leluhurnya,

BAB I PENDAHULUAN. masyarakatnya.meski masyarakat Jepang sangat menjaga budaya dan tradisi dari leluhurnya, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Jepang adalah negara maju yang terkenal dengan perkembangan teknologi yang sangat cepat, namun tidak begitu saja meninggalkan budaya lama yang sudah lama melekat

Lebih terperinci

HARAJUKU STYLE : KREATIVITAS DAN NILAI-NILAI HIDUP PARA PELAKU SENI COSPLAY PADA KOMUNITAS HARJUKJA DI KOTA SOLO

HARAJUKU STYLE : KREATIVITAS DAN NILAI-NILAI HIDUP PARA PELAKU SENI COSPLAY PADA KOMUNITAS HARJUKJA DI KOTA SOLO HARAJUKU STYLE : KREATIVITAS DAN NILAI-NILAI HIDUP PARA PELAKU SENI COSPLAY PADA KOMUNITAS HARJUKJA DI KOTA SOLO SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S 1 Psikologi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian yang dilakukan oleh peneliti menggunakan beberapa penelitian

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian yang dilakukan oleh peneliti menggunakan beberapa penelitian BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka Penelitian yang dilakukan oleh peneliti menggunakan beberapa penelitian yang dijadikan referensi di dalam kajian pustaka. Penelitian pertama yang digunakan sebagai

Lebih terperinci

HOBI COSTUME PLAY (COSPLAY) DAN KONSEP DIRI. (Studi Korelasional Hubungan Antara Hobi Cosplay dengan Konsep Diri Anggota Komunitas Cosplay Medan)

HOBI COSTUME PLAY (COSPLAY) DAN KONSEP DIRI. (Studi Korelasional Hubungan Antara Hobi Cosplay dengan Konsep Diri Anggota Komunitas Cosplay Medan) HOBI COSTUME PLAY (COSPLAY) DAN KONSEP DIRI (Studi Korelasional Hubungan Antara Hobi Cosplay dengan Konsep Diri Anggota Komunitas Cosplay Medan) Oleh : FAROUK BADRI AL BAEHAKI 100904029 ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

KARYA ILMIAH TENTANG PELUANG BISNIS COSPLAY

KARYA ILMIAH TENTANG PELUANG BISNIS COSPLAY KARYA ILMIAH TENTANG PELUANG BISNIS COSPLAY Disusun oleh: ARIF WICAKSONO NIM : 10.12.4365 S1 SISTEM INFORMASI STMIK AMIKOM YOGYAKARTA Abstrak COSPLAY Cosplay ( コスプレ, Kosupure?) adalah istilah bahasa Inggris

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. karya cipta namun sangat mempengaruhi nilai jual karakter tersebut.

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. karya cipta namun sangat mempengaruhi nilai jual karakter tersebut. BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Desain adalah pola rancangan yang menjadi dasar pembuatan suatu benda. Unsur berbagai pertimbangan, perhitungan, cita rasa biasanya di masukan pada saat pembuatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. air berasal dari Negeri Sakura alias Jepang. Jenis-jenisnya pun beragam, mulai dari

BAB I PENDAHULUAN. air berasal dari Negeri Sakura alias Jepang. Jenis-jenisnya pun beragam, mulai dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Istilah Pop Culture atau Budaya Populer sudah bukan merupakan kata-kata yang asing lagi di telinga kita. Secara umum, istilah tersebut dapat dimaknai sebagai suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dihasilkannya sering kali berhasil memukau banyak orang, baik dari negara

BAB I PENDAHULUAN. dihasilkannya sering kali berhasil memukau banyak orang, baik dari negara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jepang adalah negara yang terkenal karena banyak hal, salah satunya adalah bidang hiburan. Baik budaya tradisional maupun modern yang dihasilkannya sering kali berhasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. harus dipenuhi, seperti kebutuhan untuk mengetahui berita tentang dunia fashion,

BAB I PENDAHULUAN. harus dipenuhi, seperti kebutuhan untuk mengetahui berita tentang dunia fashion, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Media telah menjadi bagian dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, bahkan kita tidak akan pernah terlepas dari media. Seiring dengan perkembangan peradaban

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. publik juga merupakan penghubung antara kehidupan sosial dan kehidupan politik

BAB I PENDAHULUAN. publik juga merupakan penghubung antara kehidupan sosial dan kehidupan politik BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah Opini publik merupakan salah satu kekuatan sosial yang secara langsung maupun tidak langsung, dapat menentukan kehidupan sehari-hari suatu bangsa. Opini publik

Lebih terperinci

2015 EFEKTIVITAS DRAMA CD DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENYIMAK

2015 EFEKTIVITAS DRAMA CD DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENYIMAK BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkembangan bahasa Jepang di Indonesia cukup pesat dari tahun ke tahun, hal ini bisa dilihat dari survei yang dilakukan oleh The Japan Foundation yang berpusat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terutama melalui produk-produk budaya populer. Anime (Kartun atau Animasi

BAB I PENDAHULUAN. terutama melalui produk-produk budaya populer. Anime (Kartun atau Animasi 1 BAB I PENDAHULUAN B. LATAR BELAKANG Jepang telah menyebarkan pengaruh budayanya ke seluruh dunia terutama melalui produk-produk budaya populer. Anime (Kartun atau Animasi Jepang) dan Manga (Komik Jepang)

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. 1.1 Latar belakang

Bab 1. Pendahuluan. 1.1 Latar belakang Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar belakang Manusia adalah makhluk yang memiliki akal budi dan juga makhluk sosial. Dalam bersosialisasi dan berinteraksi antar sesamanya, manusia diperlukan alat yang bernama

Lebih terperinci

PENGARUH BUDAYA KOREAN POP DALAM TAYANGAN TOP KPOP TV TERHADAP PERILAKU REMAJA DI BSD, KENCANA LOKA BLOK F1

PENGARUH BUDAYA KOREAN POP DALAM TAYANGAN TOP KPOP TV TERHADAP PERILAKU REMAJA DI BSD, KENCANA LOKA BLOK F1 PENGARUH BUDAYA KOREAN POP DALAM TAYANGAN TOP KPOP TV TERHADAP PERILAKU REMAJA DI BSD, KENCANA LOKA BLOK F1 Villia Octariana Putri Binus University, Jakarta, Indonesia Abstrak TUJUAN PENELITIAN Alasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Globalisasi sebagai sebuah fenomena saat ini semakin banyak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Globalisasi sebagai sebuah fenomena saat ini semakin banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Globalisasi sebagai sebuah fenomena saat ini semakin banyak menimbulkan isu-isu dan permasalahan dalam hubungan antar negara, berbagai macam seperti permasalahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kanji di Jepang. Manga pertama diketahui dibuat oleh Suzuki Kankei tahun 1771

BAB I PENDAHULUAN. kanji di Jepang. Manga pertama diketahui dibuat oleh Suzuki Kankei tahun 1771 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manga 漫画 adalah sebutan untuk komik Jepang. Berbeda dengan komik Amerika, manga biasanya dibaca dari kanan ke kiri, sesuai dengan arah tulisan kanji di Jepang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam perangkat elektronik, hardware komputer dan mesin-mesin yang

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam perangkat elektronik, hardware komputer dan mesin-mesin yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 秋葉原 (Akihabara) adalah salah satu distrik yang terdapat di 東京 (Tōkyō). Distrik 秋葉原 (Akihabara) merupakan kawasan yang banyak menjual berbagai macam perangkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sejak lama. India merupakan negara non-komunis pertama yang mengakui

BAB I PENDAHULUAN. sejak lama. India merupakan negara non-komunis pertama yang mengakui BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang India dan Afganistan merupakan dua negara tetangga yang mempunyai keterikatan sejarah yang kuat. Hubungan baik antar kedua negara pun sudah terjalin sejak lama. India

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di jaman sekarang ini budaya asing sangat besar pengaruhnya terhadap kebudayaan di Indonesia. Salah satunya adalah budaya Barat. Tetapi seiring berubahnya waktu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemampuan akal manusia untuk membentuk konsep serta kemampuannya untuk

BAB I PENDAHULUAN. Kemampuan akal manusia untuk membentuk konsep serta kemampuannya untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemampuan akal manusia untuk membentuk konsep serta kemampuannya untuk berfantasi, sudah tentu sangat penting bagi manusia. Karena tanpa kemampuan akal untuk membentuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Di era globalisasi seperti sekarang ini, distirbusi informasi serta mobilitas manusia menjadi lebih mudah. Hal ini merupakan dampak langsung dari adanya pengembangan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. melekat pada suatu bangsa dimana didalamnya terkandung pesan identitas "Siapa

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. melekat pada suatu bangsa dimana didalamnya terkandung pesan identitas Siapa BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Kebudayaan disadari atau tidak merupakan bagian dari identitas yang melekat pada suatu bangsa dimana didalamnya terkandung pesan identitas "Siapa bangsa itu" dan

Lebih terperinci

BAB 4 KESIMPULAN. Nonton bareng..., Rima Febriani, FIB UI, Universitas Indonesia

BAB 4 KESIMPULAN. Nonton bareng..., Rima Febriani, FIB UI, Universitas Indonesia dibayar. Di Eropa tempat duduk seperti ini biasanya dihuni petinggi klub, pejabat, atau konglomerat sementara suporter biasa duduk di tempat biasa. Ada pula semacam anggapan yang berlaku bahwa suporter

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup dengan orang lain dalam kesehariannya. Hal tersebut menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. hidup dengan orang lain dalam kesehariannya. Hal tersebut menciptakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial yang memiliki naluri untuk berinteraksi dan hidup dengan orang lain dalam kesehariannya. Hal tersebut menciptakan peradaban dan semenjak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN yang dikutip dalam Majalah Online Perpustakaan Nasional Republik

BAB I PENDAHULUAN yang dikutip dalam Majalah Online Perpustakaan Nasional Republik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hampir setiap hari khalayak mengakses televisi. Menurut data BPS tahun 2006 yang dikutip dalam Majalah Online Perpustakaan Nasional Republik Indonesia menunjukkan,

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI 155 BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI Pada bab ini, peneliti menyimpulkan hasil penelitian yang berjudul PENGARUH KOREAN WAVE TERHADAP PERUBAHAN GAYA HIDUP REMAJA (Studi Kasus terhadap Grup Cover

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS. 1. Memahami Konsep Budaya dalam Mewujudkan Komunikasi

BAB II KAJIAN TEORITIS. 1. Memahami Konsep Budaya dalam Mewujudkan Komunikasi BAB II KAJIAN TEORITIS A. Kajian Pustaka 1. Memahami Konsep Budaya dalam Mewujudkan Komunikasi Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sekelompok orang dan diwariskan dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemunculannya sebuah kebudayaan baru yang kelihatan lebih atraktif,

BAB I PENDAHULUAN. kemunculannya sebuah kebudayaan baru yang kelihatan lebih atraktif, BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Tergesernya budaya setempat dari lingkungannya disebabkan oleh kemunculannya sebuah kebudayaan baru yang kelihatan lebih atraktif, fleksibel dan mudah dipahami sebagian

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DATA. A. Temuan Penelitian. Temuan penelitian berupa data lapangan yang diperoleh melalui

BAB IV ANALISA DATA. A. Temuan Penelitian. Temuan penelitian berupa data lapangan yang diperoleh melalui BAB IV ANALISA DATA A. Temuan Penelitian Temuan penelitian berupa data lapangan yang diperoleh melalui penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif. Ini sangat diperlukan sebagai hasil pertimbangan antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khalayak. Informasi yang dibutuhkan tidak hanya bisa didapatkan melalui proses

BAB I PENDAHULUAN. khalayak. Informasi yang dibutuhkan tidak hanya bisa didapatkan melalui proses BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Di era globalisasi seperti sekarang ini, teknologi memang sangat berperan dalam proses penyampaian pesan ataupun informasi kepada seseorang ataupun khalayak.

Lebih terperinci

PENGGUNAAN BUDAYA POPULER DALAM DIPLOMASI BUDAYA JEPANG MELALUI WORLD COSPLAY SUMMIT

PENGGUNAAN BUDAYA POPULER DALAM DIPLOMASI BUDAYA JEPANG MELALUI WORLD COSPLAY SUMMIT PENGGUNAAN BUDAYA POPULER DALAM DIPLOMASI BUDAYA JEPANG MELALUI WORLD COSPLAY SUMMIT I Made Wisnu Seputera Wardana, Idin Fasisaka, Putu Ratih Kumala Dewi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. massa di indonesia. Dalam kehidupan manusia, informasi menjadi hal yang

BAB I PENDAHULUAN. massa di indonesia. Dalam kehidupan manusia, informasi menjadi hal yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini sangat pesat sekali perkembangan dunia informasi dan media massa di indonesia. Dalam kehidupan manusia, informasi menjadi hal yang penting dalam

Lebih terperinci

BAB 3 PERSEPSI MAHASISWA JEPANG TENTANG ISLAM YANG MUNCUL SETELAH MENONTON TELEVISI PASCAPERISTIWA 9/11

BAB 3 PERSEPSI MAHASISWA JEPANG TENTANG ISLAM YANG MUNCUL SETELAH MENONTON TELEVISI PASCAPERISTIWA 9/11 24 BAB 3 PERSEPSI MAHASISWA JEPANG TENTANG ISLAM YANG MUNCUL SETELAH MENONTON TELEVISI PASCAPERISTIWA 9/11 3.1 Mahasiswa dan Media Televisi Mahasiswa merupakan salah satu unsur penting dalam masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membawa perubahan masyarakat dengan ruang pergaulan yang sempit atau lokal

BAB I PENDAHULUAN. membawa perubahan masyarakat dengan ruang pergaulan yang sempit atau lokal BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Globalisasi adalah proses di mana manusia akan bersatu dan menjadi satu masyarakat tunggal dunia, masyarakat global (Albrow, 1990: 9). Globalisasi telah membawa perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Seiring dengan perkembangan zaman, kebutuhan akan informasi dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Seiring dengan perkembangan zaman, kebutuhan akan informasi dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Seiring dengan perkembangan zaman, kebutuhan akan informasi dan hiburan menjadi begitu penting bagi kita. Hampir setiap orang selalu menyediakan waktunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terkait dengan merebaknya popularitas K-pop dengan cepat dinegeri tirai bambu

BAB I PENDAHULUAN. terkait dengan merebaknya popularitas K-pop dengan cepat dinegeri tirai bambu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Istilah hallyu, pertama kali dimunculkan oleh para jurnalis di Beijing terkait dengan merebaknya popularitas K-pop dengan cepat dinegeri tirai bambu tersebut. Hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Dunia seni saat ini semakin banyak jumlah dan beragam bentuknya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Dunia seni saat ini semakin banyak jumlah dan beragam bentuknya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dunia seni saat ini semakin banyak jumlah dan beragam bentuknya. Berbagai jenis seni yang dimiliki Indonesia sangat beragam mulai dari bentuk, ciri khas,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jepang, sebagai salah satu negara maju di Asia, telah mampu memberikan dampak

BAB I PENDAHULUAN. Jepang, sebagai salah satu negara maju di Asia, telah mampu memberikan dampak BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Permasalahan Jepang, sebagai salah satu negara maju di Asia, telah mampu memberikan dampak positif bagi negara-negara lain. Hal ini dapat dibuktikan dengan semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi perekonomian dunia masih mencerminkan resiko yang harus

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi perekonomian dunia masih mencerminkan resiko yang harus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kondisi perekonomian dunia masih mencerminkan resiko yang harus dihadapi oleh negara-negara maju maupun berkembang. Kementrian Keuangan Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kehidupan manusia tidak bisa lepas dari komunikasi, peran komunikasi sangatlah penting karena manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan interaksi, informasi

Lebih terperinci

BAB 1. Pendahuluan. Bahasa di dalam wacana linguistik diberi pengertian sebagai sistem simbol bunyi

BAB 1. Pendahuluan. Bahasa di dalam wacana linguistik diberi pengertian sebagai sistem simbol bunyi BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Bahasa di dalam wacana linguistik diberi pengertian sebagai sistem simbol bunyi bermakna dan berartikulasi (dihasilkan oleh alat ucap), yang bersifat arbitrer dan konvensional,

Lebih terperinci

2015 PENCIPTAAN KARAKTER SUPERHERO SEBAGAI SUMBER GAGASAN BERKARYA SENI LUKIS

2015 PENCIPTAAN KARAKTER SUPERHERO SEBAGAI SUMBER GAGASAN BERKARYA SENI LUKIS BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penciptaan Tokoh pahlawan atau superhero Indonesia sepertinya sudah lama sekali hilang di dunia perfilman dan media lainnya di tanah air. Tidak bisa dipungkiri, hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Televisi merupakan salah satu media komunikasi massa yang sangat penting dan menjadi salah satu kebutuhan hidup masyarakat. Televisi memiliki kelebihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. stasiun televisi lokal maupun luar negeri. Setiap harinya stasiun televisi

BAB I PENDAHULUAN. stasiun televisi lokal maupun luar negeri. Setiap harinya stasiun televisi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat ini televisi telah berkembang secara pesat dan menjadi media yang dibutuhkan oleh masyarakat. Berbagai acara televisi dapat disaksikan baik dari stasiun televisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cintya Iftinan, 2014 Manfaat Hasil Belajar Costume Performing Art Sebagai Kesiapan Menjadi Costume D esigner

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cintya Iftinan, 2014 Manfaat Hasil Belajar Costume Performing Art Sebagai Kesiapan Menjadi Costume D esigner BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dunia panggung industri hiburan kini berkembang menjadi sesuatu yang lebih menarik disimak dan diikuti oleh semua kalangan pelaku seni. Terlihat dari berbagai karya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat.dengan kata lain, serta hasilnya dapat diabdikan untuk keperluan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat.dengan kata lain, serta hasilnya dapat diabdikan untuk keperluan masyarakat. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari, orang begitu sering membicarakan soal kebudayaan. Juga dalam kehidupan sehari- hari orang tidak mungkin tidak berurusan dengan hasil-hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Hiburan adalah segala sesuatu yang berbentuk kata-kata, tempat, benda, perilaku yang dapat menjadi penghibur atau pelipur hati yang susah atau sedih. Hiburan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh industri pakaian di Jepang. Mode busana kaum remaja Jepang, terutama di kotakota

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh industri pakaian di Jepang. Mode busana kaum remaja Jepang, terutama di kotakota BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kaum remaja Jepang merupakan bagian populasi yang sangat diperhitungkan oleh industri pakaian di Jepang. Mode busana kaum remaja Jepang, terutama di kotakota besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rambut dan tata rias wajah yang mengusung gaya ketimuran khususnya tren

BAB I PENDAHULUAN. rambut dan tata rias wajah yang mengusung gaya ketimuran khususnya tren BAB I PENDAHULUAN Penelitian ini menjelaskan mengenai rencana bisnis salon perawatan rambut dan tata rias wajah Korean Beauty. Salon ini merupakan salon perawatan rambut dan tata rias wajah yang mengusung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi. Komunikasi memiliki bermacam dampak bagi komunikan

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi. Komunikasi memiliki bermacam dampak bagi komunikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Komunikasi merupakan suatu kebutuhan manusia untuk saling berinteraksi. Komunikasi memiliki bermacam dampak bagi komunikan ataupun komunikator. Dalam berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Seperti yang sudah kita ketahui dan amati bersama, perkembangan bahasa Jepang khususnya di Indonesia pada masa sekarang sudah meningkat. Hal ini dapat dilihat

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. tidak lagi menjadi isu-isu utama yang dihadapi oleh negara-negara sekarang ini.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. tidak lagi menjadi isu-isu utama yang dihadapi oleh negara-negara sekarang ini. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Isu-isu hubungan internasional sampai saat ini telah menjadi sebuah isu yang kompleks dengan segala permasalahannya dan dinamika yang terjadi selalu berubah di

Lebih terperinci

Kebangkitan ekonomi Korea Selatan tidak dicapai dengan mudah karena melalui proses yang panjang dan berliku. Dari proses yang panjang tersebut,

Kebangkitan ekonomi Korea Selatan tidak dicapai dengan mudah karena melalui proses yang panjang dan berliku. Dari proses yang panjang tersebut, BAB V Kesimpulan dan Saran 5.1 Kesimpulan Korea Selatan adalah salah satu negara termiskin di dunia pada tahun 1950 dan ekonominya sebagian besar tergantung pada bantuan ekonomi AS. Tetapi sekarang Korea

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kini budaya populer begitu marak melanda masyarakat di Indonesia, salah satunya adalah cosplay. Cosplay adalah aktifitas berdandan dalam kostum sebagai karakter yang

Lebih terperinci

3. Dimasa mendatang, saya bermaksud menjadi pelukis terkenal. ~ つもりです. 4. Sekarang, pertandingan baseball dapat ditonton di televisi.

3. Dimasa mendatang, saya bermaksud menjadi pelukis terkenal. ~ つもりです. 4. Sekarang, pertandingan baseball dapat ditonton di televisi. Lampiran 1 Soal Pre Test Terjemahkan kedalam bahasa jepang! 1. Anda boleh mengambil foto. ~てもいいです 2. Mandi ofuro Sambil bernyanyi. ~ ながら 3. Dimasa mendatang, saya bermaksud menjadi pelukis terkenal. ~

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Film adalah salah satu bentuk media komunikasi dengan cakupan massa yang luas. Biasanya, film digunakan sebagai sarana hiburan yang cukup digemari masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kecil, mudah dijumpai penawaran produk film-film kartun Jepang. Umumnya

BAB I PENDAHULUAN. kecil, mudah dijumpai penawaran produk film-film kartun Jepang. Umumnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setelah komik, kini film-film kartun Jepang membanjir dan digemari anak-anak muda di Indonesia. Di berbagai toko buku, baik toko besar maupun kecil, mudah dijumpai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu : Indomie, Mie Sedap, Sarimi dan Supermi 2. Pasar makanan mi instan

BAB I PENDAHULUAN. yaitu : Indomie, Mie Sedap, Sarimi dan Supermi 2. Pasar makanan mi instan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pertumbuhan yang pesat dalam perkembangan industri makanan sekarang ini, membuat persaingan antar perusahaan semakin ketat. Setiap perusahaan harus memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Belajar bahasa lain mungkin menjadi penting dalam aktivitas intelektual manusia

BAB I PENDAHULUAN. Belajar bahasa lain mungkin menjadi penting dalam aktivitas intelektual manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mempelajari bahasa kedua terjadi di seluruh dunia karena berbagai sebab seperti imigrasi, kebutuhan perdagangan dan ilmu pengetahuan serta pendidikan. Belajar bahasa

Lebih terperinci

RASA MEMILIKI DALAM KOMUNITAS COSPLAY SKRIPSI

RASA MEMILIKI DALAM KOMUNITAS COSPLAY SKRIPSI UNIVERSITAS INDONESIA RASA MEMILIKI DALAM KOMUNITAS COSPLAY SKRIPSI KARINA AISYAH 0806394532 FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA PROGRAM STUDI JEPANG DEPOK JULI 2012 UNIVERSITAS INDONESIA RASA MEMILIKI DALAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejarah merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari kejadian atau peristiwa di masa lalu yang sungguh-sungguh terjadi. Dalam sejarah, terkandung nilai-nilai yang dijadikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi ini, sudah tak asing lagi kita mendengar kata televisi.

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi ini, sudah tak asing lagi kita mendengar kata televisi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era globalisasi ini, sudah tak asing lagi kita mendengar kata televisi. Televisi adalah sebuah media elektronik yang menjadi benda warisan ciptaan manusia, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memaknai bahwa kebudayaan itu beragam. Keragamannya berdasarkan norma norma serta

BAB I PENDAHULUAN. memaknai bahwa kebudayaan itu beragam. Keragamannya berdasarkan norma norma serta BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kebudayaan sebagai warisan leluhur yang dimiliki oleh masyarakat setempat, hal ini memaknai bahwa kebudayaan itu beragam. Keragamannya berdasarkan norma norma serta

Lebih terperinci

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP Hak cipta dan penggunaan kembali: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah, memperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda mencantumkan nama penulis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pengertian Judul " Surakarta Comic Art Center Surakarta : Sebuah kota yang terletak di wilayah otonom provinsi Jawa Tengah,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pengertian Judul  Surakarta Comic Art Center Surakarta : Sebuah kota yang terletak di wilayah otonom provinsi Jawa Tengah, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pengertian Judul " Surakarta Comic Art Center Surakarta : Sebuah kota yang terletak di wilayah otonom provinsi Jawa Tengah, Indonesia. Kota yang memiliki luas 44 km 2. Kota Surakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan diri menjadi negara Industrialisasi menuju modernis,

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan diri menjadi negara Industrialisasi menuju modernis, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring perkembangan sains dan teknologi, Indonesia terus mengembangkan diri menjadi negara Industrialisasi menuju modernis, adapun wajah lama sebagai negara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan salah satu media dalam interaksi antar sesama. Dengan adanya bahasa, orang-orang di setiap negara dapat saling berkomunikasi dan bersosialisasi satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tujuannya menggunakan unsur unsur pemaksaan atau ancaman. Pemaksaan atau

BAB I PENDAHULUAN. tujuannya menggunakan unsur unsur pemaksaan atau ancaman. Pemaksaan atau BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Setiap orang dewasa ini populer dengan diplomasi menggunakan hard power. Hard Power diplomacy adalah kemampuan suatu negara untuk mencapai tujuannya menggunakan unsur unsur

Lebih terperinci

Perancangan Buku Visual Grafis Perkembangan Era Fashion Dunia

Perancangan Buku Visual Grafis Perkembangan Era Fashion Dunia Perancangan Buku Visual Grafis Perkembangan Era Fashion Dunia Taranita Mulia Sim 1, Prayanto Widya 2, Adiel Yuwono 3 1 Program Studi Desain Komunikasi Visual, Fakultas Seni dan Desain, Universitas Kristen

Lebih terperinci

Tugas Akhir 115 Pusat Kebudayaan Korea Selatan di Jakarta BAB I PENDAHULUAN

Tugas Akhir 115 Pusat Kebudayaan Korea Selatan di Jakarta BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Korea Selatan merupakan sebuah negara yang mengalami perkembangan dan kemajuan pesat di berbagai bidang baik politik, ekonomi, budaya, dan iptek. Kemampuan berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Komunikasi merupakan suatu kebutuhan pokok setiap manusia, karena

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Komunikasi merupakan suatu kebutuhan pokok setiap manusia, karena BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Komunikasi merupakan suatu kebutuhan pokok setiap manusia, karena manusia merupakan mahluk sosial yang membutuhkan manusia lain untuk dapat berlangsung hidup.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serempak dari berbagai macam belahan dunia. Media massa merupakan saluran resmi untuk

BAB I PENDAHULUAN. serempak dari berbagai macam belahan dunia. Media massa merupakan saluran resmi untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era globalisasi saat ini manusia sudah sangat bergantung pada media massa baik cetak maupun elektronik. Media massa hadir untuk mempermudah arus informasi yang

Lebih terperinci

INTISARI BAB I PENDAHULUAN

INTISARI BAB I PENDAHULUAN INTISARI Novel teenlit menjadi fenomena menarik dalam perkembangan dunia fiksi di Indonesia. Hal itu terbukti dengan semakin bertambahnya novel-novel teenlit yang beredar di pasaran. Tidak sedikit pula

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perangkat televisi menjadi suatu kebiasaan yang popular dan hadir secara luas

BAB I PENDAHULUAN. Perangkat televisi menjadi suatu kebiasaan yang popular dan hadir secara luas 12 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Perangkat televisi menjadi suatu kebiasaan yang popular dan hadir secara luas sehingga dapat diproduksi, didistribusikan, dan direproduksi dalam jumlah besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Persaingan bisnis di era globalisasi ini mendorong banyak individu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Persaingan bisnis di era globalisasi ini mendorong banyak individu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Persaingan bisnis di era globalisasi ini mendorong banyak individu untuk menggunakan kekreatifitasannya untuk menjadi lebih unggul dibandingkan para pesaing. John Howkins

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki teknologi yang bagus. Jenis mainan di bedakan menjadi 2 yaitu

BAB I PENDAHULUAN. memiliki teknologi yang bagus. Jenis mainan di bedakan menjadi 2 yaitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi sekarang ini sangat pesat setiap orang ingin membuat sesuatu yang baru dan unik. Dengan rutinitas manusia yang padat maka manusia membutuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagi masyarakat. Pesatnya perkembangan media massa juga ditandai oleh

BAB I PENDAHULUAN. bagi masyarakat. Pesatnya perkembangan media massa juga ditandai oleh 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan media massa saat ini mengalami kemajuan yang sangat pesat. Hal itu ditandai dengan semakin meningkatnya kebutuhan akan informasi bagi masyarakat. Pesatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahasa dan sastra Indonesia. Materi pembelajaran drama yang diajarkan di tingkat

BAB I PENDAHULUAN. bahasa dan sastra Indonesia. Materi pembelajaran drama yang diajarkan di tingkat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Drama adalah salah satu bentuk sastra yang diajarkan dalam mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia. Materi pembelajaran drama yang diajarkan di tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam perancangan ini penulis membuat Desain Merchandise Dalam Event Benyamin Days. Untuk membuat masyarakat mengetahui sejarah dari Benyamin Sueb itu lebih dalam. Bernama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada dasarnya masyarakat adalah penggarap informasi. kebutuhan semata tetapi sudah menjadi keharusan bagi masyarakat luas.

BAB I PENDAHULUAN. pada dasarnya masyarakat adalah penggarap informasi. kebutuhan semata tetapi sudah menjadi keharusan bagi masyarakat luas. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Media massa adalah jembatan informasi bagi masyarakat, dengan media massa masyarakat dapat mengetahui apa yang terjadi diluar lingkungannya. Media massa baik cetak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terkadang masyarakat lebih memilih menggunakan idiom untuk menyampaikan

BAB I PENDAHULUAN. terkadang masyarakat lebih memilih menggunakan idiom untuk menyampaikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan masyarakat, seringkali terjadi keadaan saat masyarakat ingin mengungkapkan gagasan, pikiran maupun pendapat kepada orang lain dan terkadang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terbitnya. Keberagaman suatu majalah tersebut ditentukan berdasarkan target

BAB I PENDAHULUAN. terbitnya. Keberagaman suatu majalah tersebut ditentukan berdasarkan target BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Majalah merupakan salah satu dari bentuk media massa yang memiliki fungsi untuk menyampaikan komunikasi kepada khalayak yang bersifat massal. Majalah memiliki

Lebih terperinci

UJIAN NASIONAL TAHUN PELAJARAN 2006/2007

UJIAN NASIONAL TAHUN PELAJARAN 2006/2007 UJIAN NASIONAL TAHUN PELAJARAN 2006/2007 PANDUAN MATERI SMA DAN MA BAHASA JEPANG PROGRAM STUDI BAHASA PUSAT PENILAIAN PENDIDIKAN BALITBANG DEPDIKNAS KATA PENGANTAR Dalam rangka sosialisasi kebijakan dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Arus globalisasi turut mempengaruhi setiap negara untuk berkompetisi dengan negara lainnya dalam hal meningkatkan dan mempertahankan citra positif yang terbentuk atau

Lebih terperinci

UJIAN NASIONAL TAHUN PELAJARAN 2007/2008

UJIAN NASIONAL TAHUN PELAJARAN 2007/2008 UJIAN NASIONAL TAHUN PELAJARAN 2007/2008 PANDUAN MATERI SMA DAN MA BAHASA JEPANG PROGRAM STUDI BAHASA PUSAT PENILAIAN PENDIDIKAN BALITBANG DEPDIKNAS KATA PENGANTAR Dalam rangka sosialisasi kebijakan dan

Lebih terperinci

Internalisasi ASEAN dalam Upaya Penguatan Integrasi Kawasan Abstrak

Internalisasi ASEAN dalam Upaya Penguatan Integrasi Kawasan Abstrak Internalisasi ASEAN dalam Upaya Penguatan Integrasi Kawasan Abstrak Dengan telah dimulainya ASEAN Community tahun 2015 merupakan sebuah perjalanan baru bagi organisasi ini. Keinginan untuk bisa mempererat

Lebih terperinci