HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 sampai dengan Agustus 2012 direkapitulasi. Tahap kedua adalah pemeriksaan terhadap pasien kucing yang datang menggunakan metode Wood s lamp screening test. Hasil pemeriksaan berupa warna fluoresen di bawah Wood s lamp difoto menggunakan kamera digital. Karakteristik kasus berupa warna pendar di bawah Wood s lamp, lesio yang tampak dan gejala klinis penyakit dianalisis dan dibahas beserta cara pengobatannya berdasarkan studi literatur. Lokasi dan Waktu Penelitian Pengumpulan data penelitian dilakukan di Maximus Pet Care kota Bogor. Rekapitulasi rekam medik pasien yang berobat pada rentang September 2011 sampai dengan Agustus 2012 dilakukan pada tanggal 6-12 Oktober Pemeriksaan intensif menggunakan Wood s lamp screening test dimulai pada tanggal 13 Oktober sampai 6 November Bahan Bahan penelitian adalah kucing yang mandi perawatan, mandi pengobatan, dan pasien kucing rawat inap di Maximus Pet Care selama masa penelitian berlangsung. Alat Alat yang digunakan adalah Wood s lamp, kamar gelap dan kamera digital SLR Canon EOS 500D. HASIL DAN PEMBAHASAN Rekapitulasi Kasus Mikosis Kutis di Maximus Pet Care Pemilik hewan datang ke Maximus Pet Care pada umumnya membawa hewannya untuk berobat, pemeriksaan kesehatan rutin, vaksinasi, rawat jalan, mandi sehat, atau mandi pengobatan (jamur atau ektoparasit). Data pasien yang datang untuk berobat pertama di Maximus Pet Care pada rentang September 2011 sampai dengan Agustus 2012 dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Data pasien berobat pertama dan didiagnosis terinfeksi mikosis kutis pada kurun waktu September 2011 sampai dengan Agustus 2012 berdasarkan rekapitulasi rekam medik pasien Maximus Pet Care (n=1740 ekor) Pasien didiagnosis Pasien berobat pertama Jenis hewan terinfeksi mikosis kutis n % n % Kucing , ,6 Anjing , Lain-lain* 72 4,2 5 6,9 Total *) kelinci, primata, burung, ayam, kura-kura, kambing, domba, marmut n : jumlah individu

2 6 Pasien dengan jumlah terbanyak yang tercatat di rekam medik Maximus Pet Care dalam kurun waktu September 2011 sampai dengan Agustus 2012 adalah kucing, yaitu sebanyak 70,5% dari keseluruhan pasien. Sebanyak 192 ekor (15,6%) dari populasi 1227 ekor kucing didiagnosis terinfeksi mikosis kutis. Metode yang digunakan dalam mendiagnosis adalah dengan pemeriksaan fisik. Menurut Tewari (2002), jamur yang sering menginfeksi kulit dan rambut hewan kesayangan adalah Dermatofita (Microsporum, Trichophyton, Epidermophyton), Sporotrix, Cryptococcus, dan Malassezia. Data rekapitulasi merupakan data pasien yang sakit dan berobat pertama, bukan merupakan ulangan dari proses rawat jalan. Data tidak termasuk pasien yang datang untuk vaksinasi dan pemeriksaan kesehatan rutin. Berdasarkan hasil rekapitulasi data rekam medik, rata-rata kasus mikosis kutis yang terjadi pada kucing selama satu tahun adalah 16 ekor setiap bulannya. Menurut Medleau dan Hnilica (2006), kucing berambut panjang merupakan predisposisi terjadinya dermatofitosis. Jumlah pasien kucing yang terinfeksi mikosis kutis tertinggi selama satu tahun yaitu sebanyak 23 pasien dan infeksi terbanyak terjadi pada bulan Oktober Suhu rata-rata kota Bogor selama satu tahun adalah 25,8 C dengan tingkat kelembaban rata-rata 81% (Tabel 3). Tabel 2 Data suhu dan kelembaban udara rata-rata kota Bogor periode September 2011 sampai dengan Oktober 2012 (BMKG, 2012) Suhu Kelembaban Udara Bulan (ºC) (%) September Oktober November Desember Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus Rata-rata 25,8 81 Faktor lain yang mempengaruhi jumlah infeksi mikosis kutis adalah mikroklimat yang meliputi manajemen pakan (kandungan nutrisi, jenis pakan yang diberikan), imunitas masing-masing individu, frekuensi kontak dengan antigen, dan metode perawatan seperti mandi dan grooming serta obat-obatan yang dipakai. Transmisi dapat terjadi melalui kalung, sikat atau mainan yang terkontaminasi (Horzinek, 2012). Perlu dilakukan pengamatan dengan kurun waktu sekurang-kurangnya lima tahun untuk menentukan pola epidemiologi penyakit mikosis kutis dan profil cuaca yang berkorelasi dengan jumlah kejadian infeksi mikosis kutis di suatu wilayah.

3 7 Screening Test dengan Menggunakan Wood s lamp Pada tahap kedua, selama periode penelitian didapatkan 176 sampel kucing yang datang diantaranya untuk mandi sehat, mandi pengobatan, titip sehat dan rawat inap. Pemeriksaan menggunakan Wood s lamp dilakukan menyeluruh pada semua sampel untuk mengetahui kasus mikosis kutis yang riil pada pasien kucing. Jumlah kasus mikosis kutis yang tercatat di rekam medik Maximus Pet Care pada periode September 2011 sampai Agustus 2012 dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 3 Pasien yang didiagnosis mengalami infeksi mikosis kutis pada periode September 2011 sampai Agustus 2012 Jumlah pasien Kucing Anjing Lain-lain* Total September Oktober November Desember Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus Total Rata-rata 16,00 4,42 0,42 20,83 *) kelinci, primata, burung, ayam, kura-kura, kambing, domba, marmut Menurut ESCCAP (2011), screening test merupakan metode yang cepat dan baik untuk menyeleksi dan mendiagnosis hewan yang keluar masuk penampungan atau penitipan hewan. Wood s lamp sangat baik untuk mendiagnosis infeksi dermatofita dan akan menunjukkan fluoresen berwarna kuning kehijauan (hijau lemon). Fluoresen diakibatkan oleh senyawa metabolit triptofan yang dihasilkan beberapa spesies dermatofita termasuk M.canis (Horzinek, 2012). Hasil pengamatan selama pemeriksaan dengan Wood s lamp screening test, semua pasien dengan nilai positif menunjukkan pendar berwarna hijau lemon di bawah Wood s lamp. Warna ini merujuk pada infeksi dermatofita. Hasil screening test pada pasien kucing di Maximus Pet Care dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Hasil Wood s lamp screening test pada sampel kucing Hasil Pemeriksaan N % Fluoresen positif Fluoresen negatif Total n : jumlah individu Dermatofitosis adalah infeksi jamur pada rambut dan stratum korneum yang disebabkan jamur yang bersifat keratinofilik. Kejadian dermatofitosis banyak ditemukan pada anjing dan kucing muda, hewan dengan kekebalan tubuh rendah

4 8 dan kucing berambut panjang. Kucing ras Persia menjadi salah satu predisposisi penyakit ini (Horzinek, 2012). Bagian kulit atau rambut yang terdapat lesio diutamakan untuk diperiksa di bawah Wood s lamp. Pemeriksaan dilanjutkan ke area di sekitar lesio untuk menemukan penyebaran infeksi dermatofita. Apabila tidak terdapat lesio apapun, pemeriksaan dilakukan menyeluruh mulai dari kepala hingga ekor. Sebanyak 111 kucing (63%) menampakkan pendar fluoresen di bawah Wood s lamp dan sisanya sebanyak 65 ekor tidak menampakkan fluoresen (Tabel 4). Fluoresen dapat berasal dari kulit yang terdapat lesio maupun yang tidak terdapat lesio (Gambar 2). Bagian batang rambut sering ditemukan berpendar hijau lemon pada area yang tidak menunjukkan lesio secara klinis. Pemeriksaan dengan meggunakan Wood s lamp sangat bergantung pada kemampuan mengamati dan kejelian pemeriksa dalam membedakan warna pendar. (a) (b) Gambar 2 Pendar fluoresen oleh dermatofita pada permukaan batang rambut yang patah (a) dan rambut normal (b) tanpa lesio pada kulit Pada saat pemeriksaan, ditemukan pula lesio klinis seperti kolaret epidermis dan alopesia di beberapa bagian tubuh yang tidak menampakkan warna hijau lemon di bawah Wood s lamp. Menurut Jamestown (2010), rambut yang terinfeksi dermatofita T. mentagrophytes, M. persicolor, M. gypseum tidak akan berpendar. Wood s lamp baik digunakan untuk memeriksa dermatofitosis yang diakibatkan oleh spesies M. canis. Sekitar 30-50% strain M.canis memperlihatkan efek fluoresen positif di bawah Wood s lamp (Budgin, 2011). Perlakuan mandi atau membersihkan daerah lesio dengan zat-zat antiseptik akan menghilangkan metabolit triptofan pada kulit atau rambut yang terinfeksi dan menghasilkan negatif palsu pada saat pemeriksaan dengan Wood s lamp. Beberapa jenis obatobatan topikal berbahan dasar etakridinlaktat (Rivanol ) juga dapat mengacaukan fluoresen (Gambar 3). Kelemahan dari metode pemeriksaan dengan Wood s lamp adalah hasil negatif pada pemeriksaan ini tidak menyingkirkan kemungkinan adanya infeksi dermatofitosis (DJJ, 2011). Diagnosa banding untuk penyakit ini diantaranya adalah dermatitis secara umum, furunculosis, demodecosis, dan psoriasis (Angus et al. 2004).

5 9 Gambar 3 Fluoresen positif palsu yang dihasilkan akibat penggunaan etakridinlaktat (Rivanol ) Fluoresen positif juga ditemukan pada kucing berusia muda. Sebanyak lima ekor dari keseluruhan sampel merupakan kucing berusia sekitar tiga bulan. Semuanya terinfeksi dermatofitosis yang lebih parah dari sampel lainnya. Ditemukan alopesia multifokal yang hampir menyeluruh, kerak di seluruh bagian yang mengalami kerontokan rambut dan hiperpigmentasi (Gambar 4). Kucing muda memiliki risiko jauh lebih tinggi dibandingkan kucing dewasa. Hal ini disebabkan antara lain karena sistem imunitas kucing muda masih berkembang sehingga belum mampu menghasilkan antibodi yang spesifik terhadap antigen yang masuk ke dalam tubuhnya. (a) (b) Gambar 4 Alopesia multifokal dan hiperpigmentasi di wajah (a) dan ekstremitas (b) pada kucing berusia tiga bulan Dermatofita mengalami dua fase selama siklus hidupnya, yaitu anamorf dan teleomorf. Anamorf adalah fase dimana reproduksi aseksual (somatis) terjadi dan dapat dibedakan secara morfologis. Pada fase ini, dermatofita mensporulasikan mikrokonidia dan makrokonidia yang dihasilkan oleh sel-sel konidia. Teleomorf adalah fase reproduksi yang terjadi secara seksual, fase ini melalui tahap peleburan dua plasma membran (plasmogami) kemudian dilanjutkan dengan dua inti (karyogami) menghasilkan inti diploid (Simpanya, 2000). Kedua fase berlangsung pada tubuh inangnya (Gambar 5).

6 10 Gambar 5 Bagan siklus reproduksi dermatofita (Cummings, 2008) Ciri-ciri Dermatofitosis pada Kucing Inspeksi dan palpasi dilakukan untuk menemukan perubahan-perubahan yang terjadi pada permukaan kulit sebelum dilihat secara keseluruhan menggunakan Wood s lamp. Pemeriksaan permukaan kulit harus dilakukan lebih teliti pada kucing berambut panjang dengan cara menyisir menggunakan telapak tangan ke arah berlawanan dengan arah tumbuhnya rambut. Lesio yang ditemukan pada sampel sangat beragam berdasarkan letaknya di permukaan tubuh. Berdasarkan pengamatan, bagian tubuh yang ditemukan sering terserang dermatofita adalah wajah, daun telinga, bagian dorsal tubuh, ekor, dan ekstremitas. Bentuk lesio yang ditemukan antara lain adalah alopesia fokal atau multifokal, kerak, follicular cast, keropeng, papula, dan kolaret epidermis (Gambar 5). Gambar 6 Lesio kolaret epidermis pada permukaan kulit kucing yang terinfeksi dermatofita Bentuk infeksi dermatofita pada tubuh inangnya dapat berupa lokal, multifokal dan menyeluruh. Lesio dapat berbentuk circular, irregular atau diffuse.

7 11 Gejala yang tampak pada kucing dermatofitosis antara lain erithema, papula, crust, seborrhea dan paronychia atau onychodystrofi (Medleau dan Hnilica, 2006). Pada hewan sakit, batang rambut menjadi mudah patah dan fragmen rambut yang mengandung arthrospora sangat efisien dalam menyebarkan infeksi. Menurut DeBoer dan Moriello (2006), lebih dari 90% kasus dermatofitosis pada kucing di seluruh dunia disebabkan oleh M. canis. T. mentagrophytes dan M. gypseum memiliki potensi penyebaran yang rendah dari hewan ke hewan dan tidak dinyatakan sebagai agen zoonotik yang berpotensi tinggi (Robertson, 2009). Semua jenis Microsporum, kecuali M. gypseum menghasilkan enzim proteolitik dan keratolitik yang membuat organisme ini mampu menggunakan keratin sebagai sumber nutrisi, dan mengkeratinisasi bagian dari jaringan epidermal. Jaringan keratin yang digunakan antara lain berasal dari stratum korneum dan rambut, terkadang kuku (Horzinek, 2012). Faktor-faktor yang menjadi predisposisi antara lain adalah umur (sampai dengan dua tahun), kondisi imunosupresi atau terapi imunosupresan, penyakit lain, defisiensi nutrisi (khususnya protein dan vitamin A), suhu dan kelembaban yang tinggi (DeBoer dan Moriello, 2006). Trauma kulit yang disebabkan oleh meningkatnya kelembaban, luka gigitan ektoparasit atau aktivitas menggaruk juga merupakan pintu gerbang terjadinya infeksi. Secara umum, higiene yang buruk merupakan faktor predisposisi. Pada kelompok hewan yang terlalu padat, tingkat stres juga merupakan faktor predisposisi (Horzinek, 2012). Masa inkubasi dermatofita adalah satu sampai tiga minggu. Hifa tumbuh di sepanjang permukaan rambut melalui stratum korneum menuju folikel selama periode ini, yang akan membentuk spora dan membentuk lapisan tebal disekitar batang rambut (Moriello, 2004). Dermatofitosis jarang terjadi berulang pada satu individu karena dapat menggertak imunitas yang efektif dan bersifat jangka panjang. Studi eksperimental membuktikan bahwa hewan menunjukkan peningkatan resistensi pada paparan yang diulang dengan spesies jamur yang homolog. Infeksi ulang dapat terjadi, namun membutuhkan lebih banyak spora dan infeksi ulang tersebut biasanya sembuh lebih cepat (DeBoer dan Moriello, 2006). Kultur Dermatofita pada Media sebagai Metode Diagnostik yang Spesifik untuk Dermatofitosis Menurut Robertson (2009), kultur pada media agar adalah satu-satunya metode diagnostik terhadap dermatofita yang dapat dipercaya. Media yang biasa digunakan adalah Dermatophyte Test Media (DTM). Agar akan berubah warna dari oranye menjadi merah sebagai reaksi terhadap perubahan ph. Semua jamur patogen akan mengubah warna DTM menjadi merah, tetapi perubahan warna menjadi merah tidak selalu mengindikasi suatu spesies patogen (Newbury, 2009). Media lain yang sering digunakan adalah agar dekstrosa Saboraud atau Rapid Sporulating Media. Kelompok jamur dermatofita juga akan mengubah warna kedua media menjadi merah. Koloni M. canis dapat diamati setelah enam sampai sepuluh hari kultur. Koloni yang tampak datar, menyebar, berwarna putih sampai krem, memiliki tekstur seperti katun yang padat, permukaannya bergranul kasar seperti helai-helai rambut dan memiliki alur melingkar. Koloni biasanya memiliki pigmen kuning emas sampai kecoklatan atau tidak berpigmen. Pemeriksaan mikroskopis dilakukan untuk mengidentifikasi spesies dermatofita setelah kultur

8 12 dilakukan. M. canis menghasilkan hifa bersepta, makrokonidia dan mikrokonidia yang jumlahnya lebih sedikit atau jarang (CMPT, 2007). Pengobatan pada Kucing Dermatofitosis dan Vaksin untuk Dermatofita Pengobatan untuk dermatofitosis adalah kombinasi antara topikal dan sistemik (Westhoff et al., 2010). Hewan yang terinfeksi dermatofita harus dikarantina atau dipisahkan dari hewan lainnya karena penyakit ini menular. Semua hewan yang terinfeksi dan yang tidak menimbulkan gejala klinis (asimptomatis) dalam satu lingkungan harus diberikan terapi topikal, termasuk pemberian salep, sampo atau dipping dengan obat-obatan antifungal. Obat-obatan yang bekerja sebagai antijamur sebagian besar bekerja menghambat pembentukan senyawa sterol yang terdapat pada dinding sel jamur. Pengobatan topikal dilakukan sampai didapatkan hasil negatif pada media kultur (Jamestown, 2010). Rambut kucing dengan jumlah lesio yang sedikit harus dicukur dari batas lesio sampai ke area sekitarnya. Pencukuran bertujuan untuk mencegah penyebaran infeksi. Prosedur terapi topikal yang paling efektif adalah pengobatan dengan larutan enilconazole 0,2% di seluruh tubuh sebanyak dua kali seminggu (DeBoer dan Moriello, 2006). Terapi yang efektif lainnya adalah mandi dengan miconazole 2% ditambah atau tanpa chlorhexidine 2% dua kali seminggu. Larutan kalsium polisulfida (lime sulphur) menjadi pilihan terapi yang baik dan sering digunakan di Amerika (Vlaminck dan Engelen, 2004). Hewan yang tidak memberikan respon terhadap pengobatan topikal selama dua sampai empat minggu dapat diberikan tambahan obat-obatan oral untuk memutus rantai infeksi dengan lebih cepat. Obat-obatan sistemik oral yang umum digunakan adalah griseofulvin, namun beberapa spesies telah resisten. Disamping itu, beberapa hewan khususnya kucing tidak dapat mentoleransi griseofulvin dan dapat menimbulkan efek samping yang serius bahkan fatal karena sumsum tulang yang terbebani (bone marrow suppression). Menurut Taylor (2010), gejala pada bone marrow suppression antara lain penurunan jumlah eritrosit, leukosit dan platelet. Perlu dilakukan pemeriksaan darah rutin (CBC) untuk mengantisipasi efek samping ini. Kucing dalam kondisi imunodefisiensi merupakan kontraindikasi dari pemakaian griseofulvin. Itraconazole dan ketoconazole adalah alternatif yang efektif untuk pengobatan dermatofitosis (Jamestown, 2010). Dinding sel jamur merupakan organela yang unik yang memenuhi kriteria toksikan yang selektif. Dinding sel jamur sangat berbeda dengan dinding sel bakteri dan tidak terpengaruh oleh zat-zat antibakteri penghambat dinding sel seperti golongan β-laktam atau vancomycin. Susunan komponen biomolekuler yang terdapat dalam dinding sel pada setiap individu membedakan antara spesies jamur satu dengan yang lain. Meskipun memiliki susunan biomolekuler yang berbeda, secara umum struktur dinding sel jamur adalah mirip (Westhoff et al., 2010). Ada tiga mekanisme kerja yang dimiliki oleh obat-obatan antijamur: merusak membran sel, menghambat pembelahan sel dan menghambat pembentukan dinding sel. Antijamur golongan polyene bekerja dengan cara merusak membran sel jamur. Obat-obatan azole adalah kelas terbesar dalam kelompok antimikotik polyene sintesis. Ketokonazole merupakan kelas imidazole yang pertama kali ditemukan efektif bekerja pada rute pemberian per oral. Itraconazole termasuk dalam kelas triazole yang merupakan perkembangan dari

9 13 kelas imidazole. Itraconazole lebih poten, lebih tidak toksik dan secara oral terbukti lebih efektif terhadap berbagai jenis jamur (DeBoer dan Moriello, 2006). Mekanisme kerja keduanya adalah dengan menghambat sitokrom P450 (CYP P450) 14 α-demethylase pada jamur. Enzim ini berperan dalam mengubah lanosterol menjadi ergosterol. Nitrogen dalam struktur azole membentuk ikatan kuat dengan Fe pada jamur sehingga mencegah jamur berikatan dengan substrat dan oksigen. Penghambatan C14 α-demethylase akan mengubah struktur membran dan mengubah permeabilitas serta susunan protein di dalamnnya (Myers, 2006). Efek dari obat golongan ini adalah fungistatik, namun dapat menjadi fungisida dalam konsentrasi yang lebih tinggi (MIMS, 2012). Beberapa jenis obat antijamur yang biasa digunakan pada hewan kecil dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Berbagai obat antijamur pada kucing dan dosisnya untuk dermatofitosis (MIMS, 2012; Plumb, 2005) Dosis Obat Rute (mg/kg BB) Golongan obat antijamur pemberian untuk Efek samping kucing Itraconazole Triazole PO 10 Anoreksia, hepatotoksik, Ketoconazole Imidazole PO 10 Anoreksia, diare, hepatotoksik, trombositopenia Miconazole Imidazole Topikal, Warna kehitaman supositorial pada kulit, iritasi Griseofulvin Polyene PO Anoreksia, diare, anemia, neutropenia, depresi, ataksia, dermatitis fotosensitivitas Terbinafine Allylamine PO Relatif aman dan dapat ditoleransi oleh tubuh Lufenuron Benzoylphenylurea PO Depresi, pruritus/urticaria, diare, dyspnea, anoreksia, skin rash. KMnO4 Topikal Diencerkan 1:100 dengan air Asam salisilat Topikal Iritasi, kemerahan pada kulit, penebalan lapisan luar kulit, rasa nyeri Iritasi, sensitivitas, kulit menjadi kering Itraconazole adalah atau obat pilihan terhadap infeksi dermatofita. Kontraindikasinya adalah hewan yang sedang bunting. Penggunaan obat ini pada kucing berusia enam minggu dapat dilakukan (DeBoer dan Moriello, 2006). Dermatolog menggunakan itraconazole sebagai pulse terapi (intravena), dengan dosis 5 mg/kg/hari selama satu minggu kemudian diulang setelah dua minggu. Pulse terapi dilakukan selama enam minggu. Penelitian lain menunjukkan kadar

10 14 itraconazole atau metabolit hydroxitraconazole dalam plasma dan rambut hewan yang telah diberikan selama tiga kali ulangan selama satu minggu dengan dosis 5 mg/kg dan satu minggu tanpa pemberian berada pada level yang sama terhadap ringworm. Pengurangan konsentrasi sebanyak 25-30% ditemukan setelah satu minggu tanpa terapi, tetapi konsentrasi obat masih cukup tinggi bahkan dua minggu setelah pemberian terakhir (Vlaminck dan Engelen, 2004). Terbinafine merupakan antijamur kelompok allylamine. Obat-obatan kelompok ini memiliki aktivitas terhadap spektrum yang lebih terbatas daripada kelompok azole dan efektif terhadap dermatofita. Kelompok allylamine banyak digunakan untuk mengobati infeksi pada kulit dan kuku. Mekanisme kerjanya adalah dengan mengubah squalene menjadi squalene-2,3-epoxide menggunakan squalene epoxidase. Perubahan ini menyebabkan ketidaksetimbangan ph dan hilangnya fungsi membran dalam mengikat protein. Secara umum kerja dari terbinafine adalah mengacaukan proses biosintesis ergosterol di dinding sel (Myers, 2006). Menurut Bombeli (2012), asam salisilat juga telah dibuktikan memiliki aktivitas antijamur, yaitu bersifat fungistatik. Bahan ini sering digunakan sebagai penguat obat-obatan antijamur lainnya karena efek antijamurnya sendiri termasuk lemah. Asam salisilat juga sering digunakan dalam obat luar karena merupakan agen yang bersifat keratolitik dan antipruritik. Zat ini bekerja sebagai keratolitik dengan mengangkat sel-sel kulit yang berada di lapisan teratas, yaitu stratum korneum. Mekanisme utama yang digunakan kalium permanganat (KMnO4) dalam membunuh patogen adalah oksidasi langsung terhadap sel atau penghancuran enzim-enzim spesifik. Namun dalam menggunakan KMnO4 perlu berhati-hati, karena zat ini merupakan oksidatif kuat dan bersifat toksik sehingga dapat menyebabkan iritasi pada kulit dan membran mukosa (MIMS, 2012). Vaksin terhadap jamur telah diproduksi sejak 1996 di republik Ceko. Dinding sel M.canis yang telah dimatikan menginduksi imunitas humoral dan sel perantara membentuk antibodi. Vaksinasi sebagai tindakan profilaksis terhadap dermatofitosis telah dikembangkan pada ternak, kuda, anjing, dan kucing. Pembuktian terhadap efikasi vaksin jamur masih menjadi kontroversi. Menurut Westhoff et al. (2010), tidak satupun vaksin yang diteliti menunjukkan perlindungan yang cukup terhadap paparan antigen. Kurtdede et al. (2007) menyatakan bahwa vaksinasi merupakan metode yang baik untuk membentuk antibodi spesifik terhadap infeksi jamur. Studi eksperimental dilakukan pada kucing sehat berusia tiga sampai delapan bulan, jentan dan betina, diinjeksi 1 ml vaksin subkutan (n=9) dan intramuskular (n=4). Keseluruhannya divaksin ulang pada hari ke-14. Lima minggu setelah vaksinasi ulang, semua kucing yang telah divaksin dan delapan kucing yang tidak divaksin dipapar dengan virulen strain M. canis. Semua kucing diamati secara klinis terhadap perubahan patologis kulitnya dan dievaluasi secara mikroskopis hasil kultur jaringannya. Pada akhir eksperimen, semua kucing yang telah divaksinasi menunjukkan hasil negatif terhadap infeksi M. canis.

STUDI KASUS MIKOSIS KUTIS PADA KUCING DENGAN MENGGUNAKAN WOOD S LAMP SCREENING TEST TITUS ARDHI PRASETYA

STUDI KASUS MIKOSIS KUTIS PADA KUCING DENGAN MENGGUNAKAN WOOD S LAMP SCREENING TEST TITUS ARDHI PRASETYA STUDI KASUS MIKOSIS KUTIS PADA KUCING DENGAN MENGGUNAKAN WOOD S LAMP SCREENING TEST TITUS ARDHI PRASETYA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 PERNYATAAN MENGENAI KARYA TULIS DAN

Lebih terperinci

Si Musuh Kulit Kepala Anak-Anak

Si Musuh Kulit Kepala Anak-Anak Si Musuh Kulit Kepala Anak-Anak Microsporum canis Microsporum canis termasuk ke dalam organisme fungi dermatoifit zoofilik yaitu organisme fungi yang menyerang kulit (terutama kulit kepala dan rambut)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dermatofitosis merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh kapang yang tergolong dalam kelompok dermatofita, dan pada hewan lebih dikenal dengan penyakit ringworm.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Mikosis adalah infeksi jamur. 1 Dermatomikosis adalah penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Mikosis adalah infeksi jamur. 1 Dermatomikosis adalah penyakit BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mikosis adalah infeksi jamur. 1 Dermatomikosis adalah penyakit jamur yang menyerang kulit. 2 Mikosis dibagi menjadi empat kategori yaitu: (1) superfisialis,

Lebih terperinci

All about Tinea pedis

All about Tinea pedis All about Tinea pedis Tinea pedis? Penyakit yang satu ini menyerang pada bagian kulit. Sekalipun bagi kebanyakan orang tidak menyakitkan, gangguan kulit yang satu ini boleh dikata sangat menjengkelkan.

Lebih terperinci

FARMAKOTERAPI PADA PENYAKIT INFEKSI JAMUR. dr. Agung Biworo, M.Kes

FARMAKOTERAPI PADA PENYAKIT INFEKSI JAMUR. dr. Agung Biworo, M.Kes FARMAKOTERAPI PADA PENYAKIT INFEKSI JAMUR dr. Agung Biworo, M.Kes Infeksi oleh jamur disebut mikosis. Infeksi ini lebih jarang dibanding infeksi bakteri atau virus. Infeksi oleh jamur biasanya baru terjadi

Lebih terperinci

FARMAKOTERAPI PADA PENYAKIT INFEKSI JAMUR

FARMAKOTERAPI PADA PENYAKIT INFEKSI JAMUR FARMAKOTERAPI PADA PENYAKIT INFEKSI JAMUR dr. Agung Biworo, M.Kes Infeksi oleh jamur disebut mikosis. Infeksi ini lebih jarang dibanding infeksi bakteri atau virus. Infeksi oleh jamur biasanya baru terjadi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mutasi sel normal. Adanya pertumbuhan sel neoplasma ini ditandai dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. mutasi sel normal. Adanya pertumbuhan sel neoplasma ini ditandai dengan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Leukemia atau lebih dikenal kanker darah atau sumsum tulang merupakan pertumbuhan sel-sel abnormal tidak terkontrol (sel neoplasma) yang berasal dari mutasi sel normal.

Lebih terperinci

Anjing Anda Demam, Malas Bergerak dan Cepat Haus? Waspadai Leptospirosis

Anjing Anda Demam, Malas Bergerak dan Cepat Haus? Waspadai Leptospirosis Anjing Anda Demam, Malas Bergerak dan Cepat Haus? Waspadai Leptospirosis Leptospirosis adalah penyakit berbahaya yang diakibatkan oleh bakteri Leptospira interrogans sensu lato. Penyakit ini dapat menyerang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kuku yang menyebabkan dermatofitosis.penyebab dermatofitosis terdiri dari 3

BAB I PENDAHULUAN. kuku yang menyebabkan dermatofitosis.penyebab dermatofitosis terdiri dari 3 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dermatofita merupakan kelompok jamur keratinofilik yang dapat mengenai jaringan keratin manusia dan hewan seperti pada kulit, rambut, dan kuku yang menyebabkan dermatofitosis.penyebab

Lebih terperinci

Proses Penyakit Menular

Proses Penyakit Menular Proses Penyakit Menular Bagaimana penyakit berkembang? Spektrum penyakit Penyakit Subklinis (secara klinis tidak tampak) Terinfeksi tetapi tidak menunjukkan tanda-tanda penyakit; biasanya terjadi perubahan

Lebih terperinci

DEFINISI Ketombe (juga disebut sindap dan kelemumur; dengan nama ilmiah Pityriasis capitis) adalah pengelupasan kulit mati berlebihan di kulit

DEFINISI Ketombe (juga disebut sindap dan kelemumur; dengan nama ilmiah Pityriasis capitis) adalah pengelupasan kulit mati berlebihan di kulit KETOMBE DEFINISI Ketombe (juga disebut sindap dan kelemumur; dengan nama ilmiah Pityriasis capitis) adalah pengelupasan kulit mati berlebihan di kulit kepala, akibat peradangan di kulit karena adanya gangguan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang ditunjukkan setelah pasien

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang ditunjukkan setelah pasien BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Infeksi Nosokomial Infeksi nosokomial adalah infeksi yang ditunjukkan setelah pasien menjalani proses perawatan lebih dari 48 jam, namun pasien tidak menunjukkan gejala sebelum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mamalia. Beberapa spesies Candida yang dikenal dapat menimbulkan penyakit

BAB I PENDAHULUAN. mamalia. Beberapa spesies Candida yang dikenal dapat menimbulkan penyakit BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Candida spp dikenal sebagai fungi dimorfik yang secara normal ada pada saluran pencernaan, saluran pernapasan bagian atas dan mukosa genital pada mamalia. Beberapa

Lebih terperinci

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS KD 3.8. Menjelaskan mekanisme pertahanan tubuh terhadap benda

Lebih terperinci

bahan yang diperoleh adalah tetap dalam isopropil alkohol dan udara kering menengah diikuti oleh budidaya pada Sabouraud agar.

bahan yang diperoleh adalah tetap dalam isopropil alkohol dan udara kering menengah diikuti oleh budidaya pada Sabouraud agar. Kehadiran Candida sebagai anggota flora komensal mempersulit diskriminasi keadaan normal dari infeksi. Sangat penting bahwa kedua temuan klinis dan laboratorium Data (Tabel 3) yang seimbang untuk sampai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Antibiotik Menurut definisinya, antibiotik adalah zat kimia yang mempunyai kemampuan dalam larutan encer untuk membunuh atau menghambat pertumbuhan bakteri. Antibiotik dengan

Lebih terperinci

MICROSPORUM GYPSEUM. Microsporum Scientific classification

MICROSPORUM GYPSEUM. Microsporum Scientific classification MICROSPORUM GYPSEUM Microsporum Scientific classification Kingdom: Fungi Division: Ascomycota Class: Eurotiomycetes Order: Onygenales Family: Arthrodermataceae Genus: Microsporum Spesies: Microsporum gypseum

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 28 HASIL DAN PEMBAHASAN Dipilihnya desa Tanjung, Jati, Pada Mulya, Parigi Mulya dan Wanasari di Kecamatan Cipunegara pada penelitian ini karena daerah ini memiliki banyak peternakan unggas sektor 1 dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengamatan Gejala Klinis Pengamatan gejala klinis pada benih ikan mas yang diinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila meliputi kelainan fisik ikan, uji refleks, dan respon

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Personal hygiene adalah cara perawatan diri manusia untuk memelihara

I. PENDAHULUAN. Personal hygiene adalah cara perawatan diri manusia untuk memelihara 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Personal hygiene adalah cara perawatan diri manusia untuk memelihara kesehatan yang sangat penting untuk diperhatikan. Pemeliharaan personal hygiene diperlukan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tubuh manusia mempunyai kemampuan untuk melawan segala macam organisme pengganggu atau toksin yang cenderung merusak jaringan dan organ tubuh. Kemampuan

Lebih terperinci

TETAP SEHAT! PANDUAN UNTUK PASIEN DAN KELUARGA

TETAP SEHAT! PANDUAN UNTUK PASIEN DAN KELUARGA IMUNODEFISIENSI PRIMER TETAP SEHAT! PANDUAN UNTUK PASIEN DAN KELUARGA TETAP SEHAT! PANDUAN UNTUK PASIEN DAN KELUARGA 1 IMUNODEFISIENSI PRIMER Imunodefisiensi primer Tetap sehat! Panduan untuk pasien dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. motil, tidak membentuk spora, tidak membentuk kapsul, aerob, katalase positif,

II. TINJAUAN PUSTAKA. motil, tidak membentuk spora, tidak membentuk kapsul, aerob, katalase positif, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Aeromonas salmonicida 2.1.1 Klasifikasi dan Morfologi A. salmonicida A. salmonicida merupakan bakteri Gram negatif, berbentuk batang pendek, tidak motil, tidak membentuk spora,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Istilah onikomikosis merupakan suatu istilah yang merujuk pada semua

BAB I PENDAHULUAN. Istilah onikomikosis merupakan suatu istilah yang merujuk pada semua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Istilah onikomikosis merupakan suatu istilah yang merujuk pada semua kelompok infeksi jamur yang mengenai kuku, baik itu merupakan infeksi primer ataupun infeksi sekunder

Lebih terperinci

PENDAHULUAN LAPORAN KASUS

PENDAHULUAN LAPORAN KASUS PENDAHULUAN Tinea kruris yang sering disebut jock itch merupakan infeksi jamur superfisial yang mengenai kulit pada daerah lipat paha, genital, sekitar anus dan daerah perineum. 1,2,3 Tinea kruris masuk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Jumlah Jamur yang Terdapat pada Dendeng Daging Sapi Giling dengan Perlakuan dan Tanpa Perlakuan

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Jumlah Jamur yang Terdapat pada Dendeng Daging Sapi Giling dengan Perlakuan dan Tanpa Perlakuan IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Jumlah Jamur yang Terdapat pada Dendeng Daging Sapi Giling dengan Perlakuan dan Tanpa Perlakuan Jumlah jamur yang terdapat pada dendeng daging sapi giling dengan perlakuan dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. atau ayam yang kemampuan produksi telurnya tinggi. Karakteristik ayam petelur

I. PENDAHULUAN. atau ayam yang kemampuan produksi telurnya tinggi. Karakteristik ayam petelur I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Ayam petelur adalah ayam yang mempunyai sifat unggul dalam produksi telur atau ayam yang kemampuan produksi telurnya tinggi. Karakteristik ayam petelur yaitu

Lebih terperinci

GUNAKAN ALAS KAKIMU ATAU..

GUNAKAN ALAS KAKIMU ATAU.. Ciri-Ciri Umum Jamur GUNAKAN ALAS KAKIMU ATAU.. Abstrak Misetoma merupakan suatu lesi lokal yang membengkak disertai granula yang merupakan koloni-koloni padat dari jamur penyebab dan juga keluarnya cairan

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Infeksi Trichuris trichiura adalah salah satu penyakit cacingan yang banyak

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Infeksi Trichuris trichiura adalah salah satu penyakit cacingan yang banyak BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Trichuris trichiura Infeksi Trichuris trichiura adalah salah satu penyakit cacingan yang banyak terdapat pada manusia. Diperkirakan sekitar 900 juta orang pernah terinfeksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. belakang hidung dan belakang langit-langit rongga mulut. Data Laboratorium

BAB I PENDAHULUAN. belakang hidung dan belakang langit-langit rongga mulut. Data Laboratorium BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker nasofaring merupakan jenis kanker yang tumbuh di rongga belakang hidung dan belakang langit-langit rongga mulut. Data Laboratorium Patologi Anatomi FKUI melaporkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dermatofita, non dermatofita atau yeast, 80-90% onikomikosis disebabkan oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dermatofita, non dermatofita atau yeast, 80-90% onikomikosis disebabkan oleh BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Onikomikosis 2.1.1 Pendahuluan Onikomikosis adalah infeksi kuku yang disebabkan jamur golongan dermatofita, non dermatofita atau yeast, 80-90% onikomikosis disebabkan oleh dermatofita.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. unggas air yang cocok untuk dikembangbiakkan di Indonesia. Sistem

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. unggas air yang cocok untuk dikembangbiakkan di Indonesia. Sistem 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Peking Itik Peking merupakan itik tipe pedaging yang termasuk dalam kategori unggas air yang cocok untuk dikembangbiakkan di Indonesia. Sistem pemeliharaan itik Peking

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Zaman dahulu hingga sekarang ini, banyak sekali individu yang sering mengalami luka baik luka ringan maupun luka yang cukup serius akibat dari kegiatan yang dilakukannya

Lebih terperinci

Gambar 1 Rata-rata Jumlah Sel Darah Putih Ikan Lele Dumbo Setiap Minggu

Gambar 1 Rata-rata Jumlah Sel Darah Putih Ikan Lele Dumbo Setiap Minggu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Jumlah Sel Darah Putih (Leukosit) Ikan Lele Dumbo Pada penelitian ini dihitung jumlah sel darah putih ikan lele dumbo untuk mengetahui pengaruh vitamin dalam meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Prevalensi cedera luka bakar di Indonesia sebesar 2,2% dimana prevalensi

BAB I PENDAHULUAN. Prevalensi cedera luka bakar di Indonesia sebesar 2,2% dimana prevalensi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Luka bakar merupakan cedera yang cukup sering dihadapi para dokter. Prevalensi cedera luka bakar di Indonesia sebesar 2,2% dimana prevalensi luka bakar tertinggi terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jamur oportunistik yang sering terjadi pada rongga mulut, dan dapat menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. jamur oportunistik yang sering terjadi pada rongga mulut, dan dapat menyebabkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Candida albicans (C.albicans) merupakan salah satu jamur yang sering menyebabkan kandidiasis pada rongga mulut. 1 Kandidiasis merupakan infeksi jamur oportunistik

Lebih terperinci

1. Jenis-jenis Sapi Potong. Beberapa jenis sapi yang digunakan untuk bakalan dalam usaha penggemukan sapi potong di Indonesia adalah :

1. Jenis-jenis Sapi Potong. Beberapa jenis sapi yang digunakan untuk bakalan dalam usaha penggemukan sapi potong di Indonesia adalah : BUDIDAYA SAPI POTONG I. Pendahuluan. Usaha peternakan sapi potong mayoritas masih dengan pola tradisional dan skala usaha sambilan. Hal ini disebabkan oleh besarnya investasi jika dilakukan secara besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi jamur yang menyebabkan penyakit kulit dan kuku

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi jamur yang menyebabkan penyakit kulit dan kuku BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi jamur yang menyebabkan penyakit kulit dan kuku masih banyak dijumpai. Penyakit tersebut disebabkan oleh beberapa jamur salah satunya adalah Tricophyton

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehidupan manusia tidak dapat lepas dari keberadaan mikroorganisme. Lingkungan di mana manusia hidup terdiri dari banyak jenis dan spesies mikroorganisme. Mikroorganisme

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan daerah yang seringkali menjadi lokasi terjadinya luka bakar. Luka

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan daerah yang seringkali menjadi lokasi terjadinya luka bakar. Luka BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Luka bakar adalah suatu luka yang disebabkan oleh panas, arus listrik atau bahan kimia yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan lebih dalam. Mayoritas dari luka bakar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nekrosis merupakan proses degenerasi yang menyebabkan kerusakan sel yang terjadi setelah suplai darah hilang ditandai dengan pembengkakan sel, denaturasi protein dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebersihan terutama pada kehidupan sehari hari. Dalam aktivitas yang relatif

BAB I PENDAHULUAN. kebersihan terutama pada kehidupan sehari hari. Dalam aktivitas yang relatif BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Di Indonesia banyak masyarakat yang kurang memperhatikan pola kebersihan terutama pada kehidupan sehari hari. Dalam aktivitas yang relatif panjang, masyarakat kurang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan terapi saluran akar bergantung pada debridement

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan terapi saluran akar bergantung pada debridement BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keberhasilan terapi saluran akar bergantung pada debridement chemomechanical pada jaringan pulpa, debris pada dentin, dan penggunaan irigasi terhadap infeksi mikroorganisme.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3. 1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan rancangan cross sectional. Pengambilan data yang dilakukan secara retrospektif melalui seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. angka yang pasti, juga ikut serta dalam mengkontribusi jumlah kejadian infeksi. tambahan untuk perawatan dan pengobatan pasien.

BAB I PENDAHULUAN. angka yang pasti, juga ikut serta dalam mengkontribusi jumlah kejadian infeksi. tambahan untuk perawatan dan pengobatan pasien. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Di berbagai belahan dunia, masalah infeksi masih menjadi masalah yang belum dapat ditanggulangi sepenuhnya. Di Indonesia sendiri, kejadian penyakit infeksi merupakan

Lebih terperinci

Kenali Penyakit Periodontal Pada Anjing

Kenali Penyakit Periodontal Pada Anjing Kenali Penyakit Periodontal Pada Anjing Mungkin Anda sudah sering mendengar istilah "penyakit periodontal". Namun, apakah Anda sudah memahami apa arti istilah itu sebenarnya? Kata 'periodontal' berasal

Lebih terperinci

ASEPTIC DAN ANTISEPTIC. FACULTY OF MEDICINE UNIVERSITY OF TRISAKTI Kelly Radiant

ASEPTIC DAN ANTISEPTIC. FACULTY OF MEDICINE UNIVERSITY OF TRISAKTI Kelly Radiant ASEPTIC DAN ANTISEPTIC FACULTY OF MEDICINE UNIVERSITY OF TRISAKTI Kelly Radiant DEFINITION WHAT IS ASEPTIC? MEDICAL ASEPTIC SURGICAL ASEPTIC SOURCES OF INFECTION TOOLS AND MATERIALS HOST ENVIRONMEN T PERSONAL

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. bekas tambang, dan pohon peneduh. Beberapa kelebihan tanaman jabon

TINJAUAN PUSTAKA. bekas tambang, dan pohon peneduh. Beberapa kelebihan tanaman jabon TINJAUAN PUSTAKA Jabon (Anthocephalus cadamba) merupakan salah satu jenis tumbuhan lokal Indonesia yang berpotensi baik untuk dikembangkan dalam pembangunan hutan tanaman maupun untuk tujuan lainnya, seperti

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun klasifikasi Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc. menurut. : Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc.

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun klasifikasi Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc. menurut. : Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc. TINJAUAN PUSTAKA Biologi Penyakit Adapun klasifikasi Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc. menurut Dwidjoseputro (1978) sebagai berikut : Divisio Subdivisio Kelas Ordo Family Genus Spesies : Mycota

Lebih terperinci

MENGIDENTIFIKASI DAN MENGENDALIKAN PENYAKIT BLAST ( POTONG LEHER ) PADA TANAMAN PADI

MENGIDENTIFIKASI DAN MENGENDALIKAN PENYAKIT BLAST ( POTONG LEHER ) PADA TANAMAN PADI MENGIDENTIFIKASI DAN MENGENDALIKAN PENYAKIT BLAST ( POTONG LEHER ) PADA TANAMAN PADI Disusun Oleh : WASIS BUDI HARTONO PENYULUH PERTANIAN LAPANGAN BP3K SANANKULON Penyakit Blas Pyricularia oryzae Penyakit

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. endemik di Indonesia (Indriani dan Suminarsih, 1997). Tumbuhan-tumbuhan

I. PENDAHULUAN. endemik di Indonesia (Indriani dan Suminarsih, 1997). Tumbuhan-tumbuhan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya dengan keanekaragaman hayatinya dan menduduki peringkat lima besar di dunia dalam hal keanekaragaman tumbuhan, dengan 38.000 spesies

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berjuang menekan tingginya angka infeksi yang masih terjadi sampai pada saat

BAB I PENDAHULUAN. berjuang menekan tingginya angka infeksi yang masih terjadi sampai pada saat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah negara berkembang di dunia yang masih berjuang menekan tingginya angka infeksi yang masih terjadi sampai pada saat ini. Profil Kesehatan Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat yaitu pencemaran lingkungan.

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat yaitu pencemaran lingkungan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan industri di Indonesia yang tumbuh dengan cepat dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat yaitu pencemaran lingkungan. Salah satu bahan pencemar yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil uji tantang virus AI H5N1 pada dosis 10 4.0 EID 50 /0,1 ml per ekor secara intranasal menunjukkan bahwa virus ini menyebabkan mortalitas pada ayam sebagai hewan coba

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. rongga mulut. Kandidiasis oral paling banyak disebabkan oleh spesies Candida

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. rongga mulut. Kandidiasis oral paling banyak disebabkan oleh spesies Candida I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kandidiasis merupakan infeksi jamur oportunistis yang sering terjadi di rongga mulut. Kandidiasis oral paling banyak disebabkan oleh spesies Candida albicans (Neville dkk.,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. ternak. Darah terdiri dari dua komponen berupa plasma darah dan bagian padat yang

HASIL DAN PEMBAHASAN. ternak. Darah terdiri dari dua komponen berupa plasma darah dan bagian padat yang 26 IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi fisiologis ternak dapat diketahui melalui pengamatan nilai hematologi ternak. Darah terdiri dari dua komponen berupa plasma darah dan bagian padat yang mengandung butir-butir

Lebih terperinci

PEMBAHASAN UMUM Karakterisasi Genotipe Cabai

PEMBAHASAN UMUM Karakterisasi Genotipe Cabai 77 PEMBAHASAN UMUM Karakterisasi Genotipe Cabai Varietas cabai yang tahan terhadap infeksi Begomovirus, penyebab penyakit daun keriting kuning, merupakan komponen utama yang diandalkan dalam upaya pengendalian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. minor walaupun belum secara jelas diutarakan jenis dan aturan penggunaanya

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. minor walaupun belum secara jelas diutarakan jenis dan aturan penggunaanya 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Standart Pelayanan Medis Rumah Sakit DR Sardjito menetapkan penggunaan antiseptik sebagai tindakan yang dilakukan sebelum dan saat perawatan bedah mulut minor walaupun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) adalah bakteri. Staphylococcus aureus yang mengalami kekebalan terhadap antibiotik

I. PENDAHULUAN. Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) adalah bakteri. Staphylococcus aureus yang mengalami kekebalan terhadap antibiotik I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) adalah bakteri Staphylococcus aureus yang mengalami kekebalan terhadap antibiotik jenis metisilin. MRSA mengalami resistensi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit kanker yang sering terjadi pada anak adalah leukemia, mencapai

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit kanker yang sering terjadi pada anak adalah leukemia, mencapai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kanker yang sering terjadi pada anak adalah leukemia, mencapai 30%-40% dari seluruh keganasan. Insidens leukemia mencapai 2,76/100.000 anak usia 1-4 tahun (Permono,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. putih (leukosit). Eritrosit berperan dalam transpor oksigen dan. Sebagian dari sel-sel leukosit bersifat fagositik, yaitu memakan dan

I. PENDAHULUAN. putih (leukosit). Eritrosit berperan dalam transpor oksigen dan. Sebagian dari sel-sel leukosit bersifat fagositik, yaitu memakan dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Darah merupakan komponen yang berfungsi dalam sistem transportasi pada tubuh hewan tingkat tinggi. Jaringan cair ini terdiri dari dua bagian, yaitu bagian cair yang disebut

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Data hasil perhitungan jumlah sel darah merah, kadar hemoglobin, nilai hematokrit, MCV, MCH, dan MCHC pada kerbau lumpur betina yang diperoleh dari rata-rata empat kerbau setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagian besar wilayah di Indonesia adalah wilayah dengan dataran rendah yaitu berupa sungai dan rawa yang di dalamnya banyak sekali spesies ikan yang berpotensi tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Mikosis superfisialis adalah infeksi jamur superfisial yang disebabkan oleh kolonisasi jamur atau ragi. Penyakit yang termasuk mikosis superfisialis adalah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kadar Air Ekstraksi dan Rendemen Hasil Ekstraksi

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kadar Air Ekstraksi dan Rendemen Hasil Ekstraksi 24 Rancangan ini digunakan pada penentuan nilai KHTM. Data yang diperoleh dianalisis dengan Analysis of Variance (ANOVA) pada tingkat kepercayaan 95% dan taraf α 0.05, dan menggunakan uji Tukey sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang 70% alamnya merupakan perairan

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang 70% alamnya merupakan perairan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang 70% alamnya merupakan perairan yang terdiri dari rawa, sungai, danau, telaga, sawah, tambak, dan laut. Kekayaan alam ini sangat potensial

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian

I. PENDAHULUAN. Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pernafasan bagian atas; beberapa spesiesnya mampu. memproduksi endotoksin. Habitat alaminya adalah tanah, air dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pernafasan bagian atas; beberapa spesiesnya mampu. memproduksi endotoksin. Habitat alaminya adalah tanah, air dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristika stafilokokus Bakteri ini merupakan flora normal pada kulit dan saluran pernafasan bagian atas; beberapa spesiesnya mampu memproduksi endotoksin. Habitat alaminya

Lebih terperinci

MAKALAH GIZI ZAT BESI

MAKALAH GIZI ZAT BESI MAKALAH GIZI ZAT BESI Di Buat Oleh: Nama : Prima Hendri Cahyono Kelas/ NIM : PJKR A/ 08601241031 Dosen Pembimbing : Erwin Setyo K, M,Kes FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA PENDAHULUAN

Lebih terperinci

1 Universitas Kristen Maranatha

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gangguan pada hepar dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor, antara lain virus, radikal bebas, maupun autoimun. Salah satu yang banyak dikenal masyarakat adalah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Alexopoulus dan Mims (1979), klasifikasi jamur C. cassiicola. : Corynespora cassiicola (Berk. & Curt.) Wei.

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Alexopoulus dan Mims (1979), klasifikasi jamur C. cassiicola. : Corynespora cassiicola (Berk. & Curt.) Wei. 19 TINJAUAN PUSTAKA Biologi Penyakit Menurut Alexopoulus dan Mims (1979), klasifikasi jamur C. cassiicola adalah sebagai berikut : Divisio Sub Divisio Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Eumycophyta : Eumycotina

Lebih terperinci

KESEHATAN IKAN. Achmad Noerkhaerin P. Jurusan Perikanan-Untirta

KESEHATAN IKAN. Achmad Noerkhaerin P. Jurusan Perikanan-Untirta KESEHATAN IKAN Achmad Noerkhaerin P. Jurusan Perikanan-Untirta Penyakit adalah Akumulasi dari fenomena-fenomena abnormalitas yang muncul pada organisme (bentuk tubuh, fungsi organ tubuh, produksi lendir,

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Sistem Immunitas Niken Andalasari Sistem Imunitas Sistem imun atau sistem kekebalan tubuh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Departemen Kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Departemen Kesehatan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karies merupakan masalah kesehatan gigi yang umum terjadi di Indonesia. Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Departemen Kesehatan RI tahun 2004,

Lebih terperinci

Kebutuhan Personal Higiene. Purnama Anggi AKPER KESDAM IM BANDA ACEH

Kebutuhan Personal Higiene. Purnama Anggi AKPER KESDAM IM BANDA ACEH Kebutuhan Personal Higiene Purnama Anggi AKPER KESDAM IM BANDA ACEH Pendahuluan Kebersihan merupakan hal yang penting Dipengaruhi oleh nilai individu dan kebiasaan Konsep Dasar Berasal dari bahasa Yunani,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Kondisi Umum Tanaman Phalaenopsis pada setiap botol tidak digunakan seluruhnya, hanya 3-7 tanaman (disesuaikan dengan keadaan tanaman). Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan tanaman

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. sehat, baik itu pasien, pengunjung, maupun tenaga medis. Hal tersebut

BAB II TINJAUAN TEORI. sehat, baik itu pasien, pengunjung, maupun tenaga medis. Hal tersebut BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Infeksi Nosokomial Rumah sakit adalah tempat berkumpulnya orang sakit dan orang sehat, baik itu pasien, pengunjung, maupun tenaga medis. Hal tersebut menyebabkan rumah sakit berpeluang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gathot Gathot merupakan hasil fermentasi secara alami pada ketela pohon. Ketela pohon tersebut memerlukan suasana lembab untuk ditumbuhi jamur secara alami. Secara umum,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kandidiasis adalah infeksi yang disebabkan oleh. jamur Candida sp. Kandidiasis merupakan infeksi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kandidiasis adalah infeksi yang disebabkan oleh. jamur Candida sp. Kandidiasis merupakan infeksi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kandidiasis adalah infeksi yang disebabkan oleh jamur Candida sp. Kandidiasis merupakan infeksi oportunistik dengan insidensi tertinggi (Nasronudin, 2008). Kandidiasis

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Campylobacter spp. pada Ayam Umur Satu Hari Penghitungan jumlahcampylobacter spp. pada ayam dilakukan dengan metode most probable number (MPN). Metode ini digunakan jika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit MAS (Motile Aeromonas Septicemia). Penyakit ini juga dikenal sebagai

BAB I PENDAHULUAN. penyakit MAS (Motile Aeromonas Septicemia). Penyakit ini juga dikenal sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan patin siam (P. hypophthalmus) merupakan salah satu komoditas ikan konsumsi air tawar yang bernilai ekonomis penting karena beberapa kelebihan yang dimiliki seperti

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ikan mas (Cyprinus carpio L) merupakan salah satu jenis ikan air tawar

I. PENDAHULUAN. Ikan mas (Cyprinus carpio L) merupakan salah satu jenis ikan air tawar I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan mas (Cyprinus carpio L) merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang sangat populer di masyarakat. Selain dagingnya yang enak, ikan mas juga memiliki nilai jual

Lebih terperinci

Pelayanan Kesehatan bagi Anak. Bab 7 Gizi Buruk

Pelayanan Kesehatan bagi Anak. Bab 7 Gizi Buruk Pelayanan Kesehatan bagi Anak Bab 7 Gizi Buruk Catatan untuk fasilitator Ringkasan kasus Joshua adalah seorang anak laki-laki berusia 12 bulan yang dibawa ke rumah sakit kabupaten dari rumah yang berlokasi

Lebih terperinci

TEORI SISTEM IMUN - SMA KELAS XI SISTEM IMUN PENDAHULUAN

TEORI SISTEM IMUN - SMA KELAS XI SISTEM IMUN PENDAHULUAN TEORI SISTEM IMUN - SMA KELAS XI SISTEM IMUN PENDAHULUAN Sistem Imun merupakan semua mekanisme pertahanan yang dapat dimobilisasi oleh tubuh untuk memerangi berbagai ancaman invasi asing. Kulit merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. iritan, dan mengatur perbaikan jaringan, sehingga menghasilkan eksudat yang

BAB I PENDAHULUAN. iritan, dan mengatur perbaikan jaringan, sehingga menghasilkan eksudat yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan suatu respon protektif normal terhadap luka jaringan yang disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia yang merusak atau zat-zat mikrobiologi. Inflamasi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Symphylid memiliki bentuk yang menyerupai kelabang, namun lebih kecil,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Symphylid memiliki bentuk yang menyerupai kelabang, namun lebih kecil, 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hama Symphilid Symphylid memiliki bentuk yang menyerupai kelabang, namun lebih kecil, berwarna putih dan pergerakannya cepat. Dalam siklus hidupnya, symphylid bertelur dan telurnya

Lebih terperinci

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH)

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH) SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH) FUNGSI SISTEM IMUN: Melindungi tubuh dari invasi penyebab penyakit; menghancurkan & menghilangkan mikroorganisme atau substansi asing (bakteri, parasit, jamur, dan

Lebih terperinci

SISTEM PERTAHANAN TUBUH

SISTEM PERTAHANAN TUBUH SISTEM PERTAHANAN TUBUH Sistem Pertahanan Tubuh Sistem Pertahanan Tubuh Non spesifik Sistem Pertahanan Tubuh Spesifik Jenis Kekebalan Tubuh Disfungsi sitem kekebalan tubuh Eksternal Internal Struktur Sistem

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Hayati et al., 2010). Tanaman ini dapat tumbuh hingga mencapai tinggi 5-10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Hayati et al., 2010). Tanaman ini dapat tumbuh hingga mencapai tinggi 5-10 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Potensi Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi Linn) Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi Linn) merupakan salah satu jenis tanaman yang sering digunakan sebagai obat tradisional.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luka adalah kerusakan fisik akibat dari terbukanya atau hancurnya kulit yang menyebabkan ketidakseimbangan fungsi dan anatomi kulit normal (Nagori and Solanki, 2011).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah penyakit saluran pernapasan atas atau bawah yang bersifat akut, biasanya menular, yang dapat menimbulkan berbagai spektrum

Lebih terperinci

Kanker Paru-Paru. (Terima kasih kepada Dr SH LO, Konsultan, Departemen Onkologi Klinis, Rumah Sakit Tuen Mun, Cluster Barat New Territories) 26/9

Kanker Paru-Paru. (Terima kasih kepada Dr SH LO, Konsultan, Departemen Onkologi Klinis, Rumah Sakit Tuen Mun, Cluster Barat New Territories) 26/9 Kanker Paru-Paru Kanker paru-paru merupakan kanker pembunuh nomor satu di Hong Kong. Ada lebih dari 4.000 kasus baru kanker paru-paru dan sekitar 3.600 kematian yang diakibatkan oleh penyakit ini setiap

Lebih terperinci

Buku Panduan Pendidikan Keterampilan Klinik 1 Keterampilan Sanitasi Tangan dan Penggunaan Sarung tangan

Buku Panduan Pendidikan Keterampilan Klinik 1 Keterampilan Sanitasi Tangan dan Penggunaan Sarung tangan Buku Panduan Pendidikan Keterampilan Klinik 1 Keterampilan Sanitasi Tangan dan Penggunaan Sarung tangan Rahmawati Minhajat Dimas Bayu Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin 2014 KETERAMPILAN SANITASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Semakin berkembangnya teknologi di segala bidang merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan kesejahteraan manusia. Diantara sekian banyaknya kemajuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah ayam jantan atau betina yang umumnya dipanen pada umur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah ayam jantan atau betina yang umumnya dipanen pada umur 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Broiler Broiler adalah ayam jantan atau betina yang umumnya dipanen pada umur 5-6 minggu dengan tujuan sebagai penghasil daging (Kartasudjana dan Suprijatna, 2006).

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pada tahap awal formulasi, dilakukan orientasi untuk mendapatkan formula krim yang baik. Orientasi diawali dengan mencari emulgator yang sesuai untuk membentuk krim air

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ayam ayam lokal (Marconah, 2012). Ayam ras petelur sangat diminati karena

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ayam ayam lokal (Marconah, 2012). Ayam ras petelur sangat diminati karena 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Petelur Ayam petelur dikenal oleh sebagian masyarakat dengan nama ayam negeri yang mempunyai kemampuan bertelur jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan ayam ayam

Lebih terperinci

PENYAKIT-PENYAKIT PENTING PADA TANAMAN HUTAN RAKYAT DAN ALTERNATIF PENGENDALIANNYA

PENYAKIT-PENYAKIT PENTING PADA TANAMAN HUTAN RAKYAT DAN ALTERNATIF PENGENDALIANNYA PENYAKIT-PENYAKIT PENTING PADA TANAMAN HUTAN RAKYAT DAN ALTERNATIF PENGENDALIANNYA NUR HIDAYATI BALAI BESAR PENELITIAN BIOTEKNOLOGI DAN PEMULIAAN TANAMAN HUTAN KONSEP PENYAKIT TANAMAN Penyakit tumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu radiasi UV-A ( nm), radiasi UV-B ( nm), dan radiasi UV-C

BAB I PENDAHULUAN. yaitu radiasi UV-A ( nm), radiasi UV-B ( nm), dan radiasi UV-C BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sinar matahari adalah sumber utama radiasi sinar ultraviolet (UV) untuk semua sistem kehidupan manusia. Radiasi sinar UV dibagi menjadi tiga kategori, yaitu radiasi

Lebih terperinci