PENILAIAN SISTEM MANAJEMEN KEAMANAN PANGAN (SMKP) HACCP

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENILAIAN SISTEM MANAJEMEN KEAMANAN PANGAN (SMKP) HACCP"

Transkripsi

1 PENILAIAN SISTEM MANAJEMEN KEAMANAN PANGAN (SMKP) HACCP Penilaian penerapan SMKP HACCP industri pengolahan kelapa sawit dan minyak goreng menggunakan beberapa peubah penelitian, yaitu kebijakan mutu, organisasi, persyaratan dasar operasi, persyaratan dasar produk, penerapan prinsip HACCP dan penanganan konsumen. Hasil penilaian penerapan sistem keamanan pangan HACCP dapat dilihat pada Tabel 32. Tabel 32. Penilaian Penerapan SMKP HACCP Unsur-unsur HACCP PKS Rambutan 1. Kebijakan mutu X 2. Organisasi 2.1. Tim HACCP Struktur organisasi Bidang kegiatan 2.4. Personil dan pelatihan X X 3. Deskripsi produk : Nama produk, komposisi, cara penyiapan dan penyajian, tipe pengemasan, masa kadaluarsa, cara penyimpanan, sasaran konsumen, cara distribusi, dll PMG Cap Sendok 4. Persyaratan Dasar 4.1. GMP X X 4.2. SSOP X X 5. Bagan Alir Proses 6. Prinsip HACCP 5.1. Analisa bahaya X 5.2. Penetapan CCP (jumlah CCP) X 5.3. Penetapan batas kritis (metode, dan penetapannya) 5.4. Penetapan sistem monitoring 5.5. Tindakan koreksi terhadap penyimpangan 5.6. Penetapan verifikasi 5.7. Catatan dan dokumentasi 7. Sistem Penyimpanan Catatan 8. Prosedur Verifikasi 9. Prosedur Pengaduan konsumen 10. Prosedur recall 11. Perubahan Dokumen/Revisi/Amandemen Keterangan : = dipenuhi X = dipenuhi sebagian - = tidak dipenuhi 95

2 KEBIJAKAN MUTU Kebijakan mutu adalah suatu pernyataan dari manajemen puncak yang menunjukkan komitmennya untuk menetapkan, menerapkan dan memelihara sistem HACCP dalam rangka mencapai tingkat mutu dan keamanan yang tinggi dari produk yang dihasilkan oleh perusahaan (SNI, 1999). Penisella et al. (1999) mengungkapkan hasil survei yang dilakukan 127 perusahaan makanan yang sudah menerapkan HACCP di Inggris, bahwa beberapa alasan dukungan manajemen pada penerapan HACCP, yaitu untuk meningkatkan keamanan produk yang dihasilkan (50%), memenuhi tekanan konsumen (37,5%), memenuhi persyaratan hukum (31,3%), mengikuti tren yang berkembang (15,6%), dan 3,1% lainnya karena membaca jurnal/buku. Corlett (1998) menyatakan bahwa dukungan manajemen adalah hal yang sangat penting dalam penerapan HACCP. Terdapat beberapa faktor yang dapat mendorong manajemen untuk memberikan dukungan dan komitmennya dalam menerapkan HACCP, seperti dijelaskan di bawah ini : a. Ditemukannya bahaya pada produk, pada batas yang tidak dapat diterima yang mengindikasikan bahwa sistem keamanan pangan yang dijalankan tidak efektif, adanya produk return, dan keluhan dari konsumen yang menyebabkan kerugian dan hilangnya pasar. b. Adanya desakan dari konsumen agar perusahaan menerapkan HACCP. c. Peraturan yang mensyaratkan perusahaan mengembangkan dan menerapkan HACCP, terutama produk daging dan perikanan. d. Produk yang dihasilkan akan dipasarkan di luar negeri dan memerlukan persyaratan HACCP. Penerapan HACCP memerlukan waktu, kesiapan infrastruktur dan faktor pendukung seperti GMP dan SSOP, yang keseluruhannya merupakan bagian dari dukungan penuh manajemen puncak untuk menerapkan SMKP. Menurut Mayes (1994), penerapan HACCP bukan pekerjaan semalam karena meliputi evaluasi teknis secara rinci terhadap proses dan produk serta membutuhkan dukungan dan komitmen manajemen disamping pengalaman untuk menganalisis bahaya dan mengembangkan prosedur pengendalian dan pemantauan. 96

3 PKS Rambutan memiliki kebijakan mutu yang hanya memenuhi sebagian dari yang dipersyaratkan oleh HACCP. Kebijakan mutu yang ditetapkan oleh PKS Rambutan belum menyatakan secara spesifik tentang kebijakan terhadap keamanan produk yang dihasilkan bagi konsumen. Selain itu, kebijakan yang ditetapkan manajemen puncak belum sepenuhnya diikuti dengan penyediaan faktor-faktor pendukung penerapan HACCP seperti GMP dan SSOP. PMG Cap Sendok memiliki kebijakan mutu yang telah memenuhi materi yang dipersyaratkan oleh HACCP. Aspek keamanan pangan sudah tercantum dalam kebijakan mutunya. ORGANISASI Dalam SMKP HACCP, manajemen harus menetapkan uraian tentang sistem tanggung jawab, wewenang, fungsi, struktur organisasi dan personil yang bertanggung jawab terhadap mutu dan keamanan produk. Dalam hal ini, manajemen membentuk suatu tim HACCP yang terdiri dari beberapa personil yang memiliki latar belakang berbagai disiplin ilmu untuk menjamin bahwa pengetahuan dan keahlian spesifik tertentu tersedia untuk pengembangan program HACCP efektif. Dalam organisasinya tercakup pembentukan tim HACCP, struktur organisasi, bidang kegiatan, serta personalia dan pelatihan. Manajemen puncak PKS Rambutan telah menetapkan uraian tentang sistem tanggung jawab, wewenang dan fungsi setiap personil di dalam struktur organisasi dan deskripsi kerja, namun belum memenuhi persyaratan organisasi yang diinginkan oleh HACCP secara keseluruhan karena perusahaan ini tidak memiliki tim HACCP. Pelatihan-pelatihan bagi karyawan telah dilakukan namun belum merupakan pelatihan mengenai sistem HACCP. Sistem tanggung jawab, wewenang dan fungsi setiap personalia di dalam struktur organisasi dan deskripsi kerja di PMG Cap Sendok telah terurai dengan baik. Tim HACCP, struktur organisasi, bidang kegiatan, serta 97

4 personalia untuk sistem HACCP sudah terbentuk, namun untuk pelatihannya masih belum terlaksana sepenuhnya kepada semua pekerja. DESKRIPSI PRODUK Dalam penerapan HACCP, perusahaan harus menetapkan deskripsi produk dan rencana penggunaan produk. Deskripsi produk berisi penjelasan dan spesifikasi produk akhir yang mencakup nama produk/nama dagang, komposisi produk, cara penyiapan dan penyajian, tipe pengemasan, masa kadaluarsa, cara penyimpanan, sasaran konsumen, cara distribusi, dan lain-lain. PKS Rambutan, PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) memproduksi CPO tanpa merek dan tanpa kemasan karena dijual langsung ke konsumen yaitu industrial buyer dengan memakai truk tangki CPO, sedangkan CPO yang akan diekspor ditimbun pada tangki timbun bersama di Belawan melalui Kereta Api. Tandan Buah Segar (TBS) Kelapa Sawit dari pemasok disortasi sehingga mutu TBS sesuai dengan standar fraksi kriteria matang TBS yaitu fraksi 1 sampai 5 dan brondolan. TBS tersebut kemudian direbus, dipress, dilakukan pemurnian, lalu disimpan pada tangki timbun untuk menghasilkan Crude Palm Oil (CPO). Sedangkan proses pengolahan kernel dimulai setelah tahap pengempaan, dimana ampas pressan berupa biji TBS dan serabut. Selanjutnya, biji dan serabut dipisah, lalu biji dipecah, dikeringkan, diperam, kemudian ditimbun di gudang penimbunan. CPO merupakan produk yang tidak langsung dikonsumsi manusia, tapi merupakan bahan baku dalam pembuatan olein, stearin, glycerin, sabun, dan sebagainya, oleh karena itu perlu adanya pengolahan lebih lanjut baru bisa dikonsumsi manusia. Kernel juga merupakan produk yang tidak dapat langsung dikonsumsi manusia, tetapi merupakan bahan baku dalam pembuatan minyak inti sawit, sehingga perlu adanya pengolahan lebih lanjut untuk dapat dikonsumsi manusia. CPO tidak dikemas dalam bahan pengemas, tapi disimpan dalam storage tank pada suhu o C. Kernel tidak boleh terkena air atau bebas dari kelembaban O 2. Sasaran pengguna/konsumen CPO dan kernel adalah industri- 98

5 industri oleopangan, oleokimia, farmasi, yang menggunakan CPO sebagai bahan bakunya. CPO dijual secara ekspor dan lokal, dimana ekspor melalui Kantor Penjualan Bersama (KPB), sedangkan kernel hanya dijual di lokal saja. PT. Astra Agro Lestari, Tbk memproduksi minyak goreng (olein) dengan merek Cap Sendok, Palmeco dan minyak goreng curah (bulking). Minyak goreng Cap Sendok dan Palmeco sebenarnya memiliki proses produksi dan standar mutu yang sama. Yang membedakan keduanya adalah tujuan pemasarannya. Minyak goreng Cap Sendok dipasarkan di dalam negeri, sedangkan merek Palmeco dipasarkan ke luar negeri (ekspor). Minyak goreng Cap Sendok diproses dari minyak kelapa sawit murni (CPO) dengan standar produk yang ingin dicapai adalah iodine value (60,00 meq min), cloud point (7,0 o C maks), stability (9 15 jam), FFA (0,06 0,08 %), dan visual (bening dan tidak ada benda asing). Minyak goreng Cap Sendok dikemas dalam kemasan primer dan sekunder, dimana kemasan primer berupa botol plastik jenis PET dan kemasan sekunder berupa kardus serta disimpan pada suhu ruangan. Minyak goreng yang dikemas tersebut didistribusikan menggunakan container barang ke toko dan supermarket. PERSYARATAN DASAR Persyaratan dasar (Prerequisite) adalah suatu persyaratan teknis yang harus dimiliki dan dipenuhi oleh suatu perusahaan yang akan memulai proses produksi dan menerapkan HACCP. Persyaratan ini berupa peraturan teknis proses produksi dan penerapan HACCP, dan dalam operasionalisasinya diwujudkan dalam standar prosedur operasi (SPO) atau dalam bentuk dokumentasi lainnya. Persyaratan dasar tersebut adalah sistem sanitasi/ sanitation standard operating procedures (SSOP) dan diterapkannya cara-cara berproduksi yang baik atau GMP (Good Manufacturing Practice). 99

6 Good Manufacturing Practice (GMP) Sesuai dengan SK Menteri Kesehatan RI No 23/MEN/SK/I/1978 mengenai pedoman cara berproduksi yang baik untuk makanan, pedoman ini mencakup lokasi, bangunan, fasilitas sanitasi, alat produksi, bahan, proses pengolahan, produk akhir, laboratorium, personil, kemasan, label dan penyimpanan. Berikut ini dijelaskan penerapan GMP di PKS Rambutan dan PMG Cap Sendok. PKS Rambutan sebagai bagian dari PT. Perkebunan Nusantara III, walaupun sudah memiliki sertifikat Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2000 dan Sistem Manajemen Lingkungan ISO namun belum memenuhi sebagian persyaratan GMP sebagai persyaratan dasar HACCP. Prinsip-prinsip GMP belum dilaksanakan sesuai dengan standar yang seharusnya. Kegiatan sanitasi dilaksanakan sesuai dengan pengalaman yang biasa dilakukan. PMG Cap Sendok belum memiliki sertifikat sistem manajemen mutu ISO 9001:2000 dan sistem manajemen lingkungan ISO Demikian pula halnya untuk sistem manajemen keamanan pangan HACCP, walaupun sebagian besar unsur-unsurnya telah dipenuhi dan dilaksanakan, namun belum memiliki sertifikasi HACCP. Sebagaimana halnya dengan PKS Rambutan, prinsip-prinsip GMP sebagai prasyarat sistem HACCP di PMG Cap Sendok masih belum sepenuhnya sesuai dengan standar yang ada. 1) Lokasi Lokasi PKS Rambutan, berada di jalur trans Medan - Siantar yang sangat strategis, karena berada tidak jauh dari jalan raya. PKS berada di kawasan areal perkebunan kelapa sawit yang jauh dari sumber pencemaran seperti areal persawahan, pembuangan sampah, dan perumahan penduduk. Lokasi bangunan juga dilengkapi oleh sarana penunjang seperti, sarana penyediaan air bersih dan sarana pembuangan limbah yang dikelola dengan baik oleh perusahaan sendiri. PMG Cap Sendok berada di jalur trans Medan Siantar yang tidak jauh dari jalan raya. Lokasi pabrik tidak sesuai dengan standar GMP, dimana pabrik ini berada di daerah perumahan padat penduduk dan 100

7 disekitar jalan masuk pabrik banyak terdapat sampah-sampah yang berasal dari pembuangan limbah rumah tangga. Jalan masuk menuju pabrik sudah rusak, dimana banyak jalan yang berlubang sehingga tergenang air pada saat hujan dan saat hari panas banyak debu dan terlihat kotor. Disamping pabrik minyak goreng terdapat pabrik pengolahan kopi menjadi minuman kopi instan, dimana sangat jelas terlihat bahwa arah pembuangan asap pembakarannya mengarah ke pabrik minyak goreng. Dampaknya sangat tidak baik karena dikhawatirkan PAH (polyaromatic hydrocarbon) yang dari pembakaran pabrik kopi menjadi kontaminan untuk pabrik minyak goreng. Di dalam pabrik minyak goreng Cap Sendok sendiri terdapat pekarangan yang tidak terpelihara dengan baik. Selain itu terdapat rumahrumah kecil yang sudah tidak layak huni yang menjadikannya terlihat kotor. 2) Bangunan Bangunan merupakan salah satu faktor penting dalam menjalankan suatu kegiatan industri terutama industri pengolahan pangan. Unsur-unsur yang perlu diperhatikan dalam bangunan adalah tata ruang, lantai, atap dan langitlangit, pintu, jendela, penerangan, dan ventilasi atau pengatur suhu. Tata ruang bangunan terdiri dari ruangan produksi dan ruang kantor yang terpisah sehingga tidak mengganggu proses produksi CPO dan tidak mengakibatkan pencemaran CPO. Susunan ruangan proses produksi diatur sesuai dengan urutan proses produksi sehingga tidak menimbulkan lalu lintas kerja yang simpang-siur dan tidak mengakibatkan pencemaran terhadap CPO. Ruangan proses pengolahan dan ruang pelengkap (gudang, laboratorium, bengkel, dan lain-lain) terletak terpisah, hal ini menjaga kontaminasi bahan dan peralatan lain. Luas masing-masing ruang pengolahan, ruang pelengkap dan kantor sesuai dengan jenis, kapasitas produksi, serta jumlah karyawan yang bekerja. Lantai yang dipersyaratkan dalam GMP berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No : 23/Men.Kes/SK/I/1978 harus rapat air, tahan 101

8 terhadap air, garam, basa, asam, dan bahan kimia lainnya, permukaan rata dan halus tetapi tidak licin dan mudah dibersihkan serta memiliki kelandaian yang cukup ke arah saluran pembuangan air. Kondisi lantai di unit pengolahan tidak sepenuhnya sesuai dengan persyaratan GMP menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No : 23/Men.Kes/SK/I/1978. Lantai di unit pengolahan rapat air, tahan terhadap air, garam, basa, asam, dan bahan kimia lainnya, permukaan tidak rata, tidak halus dan tidak licin namun mudah dibersihkan sesuai standar kebersihan PKS serta memiliki kelandaian yang cukup kearah saluran pembuangan air. Bangunan unit pengolahan tidak memiliki dinding karena merupakan bangunan semi terbuka, dimana atasnya memiliki atap dan disetiap sisi samping tidak memiliki dinding. Hal tersebut dimaksudkan agar ruangan unit pengolahan memiliki penerangan dan udara yang cukup sehingga para pekerja nyaman untuk bekerja. Dinding kamar mandi merupakan bagian yang perlu mendapat perhatian untuk segera diperbaiki karena sudah mengelupas dan terlihat sangat kotor. Atap di unit pengolahan terbuat dari seng yang tahan terhadap air, namun ada beberapa bagian seng yang terlihat bocor sehingga memungkinkan air untuk masuk ke ruangan unit pengolahan. Untuk bangunan pelengkap, kamar mandi merupakan bagian yang perlu untuk mendapat renovasi, baik bagian dinding, lantai, atap dan langit-langit, pintu serta ventilasi, mengingat kamar mandi sudah banyak bagianbagiannya yang rusak. Bangunan yang digunakan sebagai pabrik dan kantor di PKS Rambutan sesuai dengan persyaratan teknik dan higienis, dimana bangunan mudah dibersihkan, mudah dilaksanakan tindakan sanitasi dan mudah dipelihara. Perawatan dan pemeliharaan untuk bangunan juga tertuang dalam prosedur dan instruksi kerja. Lokasi pabrik minyak goreng di PMG Cap Sendok memiliki bangunan dengan ruangan pokok dan ruangan pelengkap yang masingmasing terpisah letaknya. Ruangan pelengkap merupakan ruangan 102

9 pengolahan mulai dari bahan baku hingga produk akhir, sedangkan ruang pelengkap merupakan ruangan lain yang mendukung proses pengolahan seperti kantor, bengkel, gudang, toilet, laboratorium, dan lain-lain. Tata letak susunan ruangan unit pengolahan dan ruang pelengkap diatur sedemikian rupa dan berdasarkan urutan proses produksi sehingga tidak menimbulkan lalu lintas kerja yang simpang-siur dan tidak mengakibatkan kontaminasi silang (cross contaminant). Luas masingmasing ruang pengolahan, ruang pelengkap dan kantor sesuai dengan jenis, kapasitas produksi, serta jumlah karyawan yang bekerja. Hanya pada ruangan bengkel, pekerja merasa ruangan tersebut terlalu sempit sehingga sering kali para pekerja memperbaiki peralatan hingga keluar batas ruangan bengkel, padahal itu merupakan jalan yang sering dilalui oleh pekerja lainnya. Lantai pada ruangan unit pengolahan rapat air, tahan terhadap air, garam, basa, asam, dan bahan kimia lainnya, permukaan rata dan halus, tetapi tidak licin dan mudah dibersihkan dan memiliki kelandaian yang cukup kearah saluran pembuangan air, demikian juga halnya dengan ruangan pelengkap. Dinding pada ruangan pengolahan terdiri dari tiga bagian yang bersusun keatas, dimana bagian pertama terbuat dari beton dengan tinggi lebih dari 20 cm diatas permukaan lantai yang rapat air. Susunan kedua dan ketiga terbuat dari seng yang semi tertutup karena ada celah terbuka antara dinding susunan pertama dengan kedua dan ketiga. Atap bangunan unit pengolahan terbuat dari seng yang tahan terhadap air dan mudah diperbaiki ataupun diganti bila terjadi kerusakan atau kebocoran. Tinggi dari lantai lebih dari 3 meter sesuai persyaratan GMP. Pintu di bagian unit pengolahan merupakan pintu yang terbuat dari bahan tahan lama, permukaan tidak rata, tidak halus, berwarna terang dan mudah dibersihkan, dapat ditutup dengan baik, serta membuka keluar. Bangunan unit pengolahan tidak memiliki jendela karena bangunan tersebut merupakan bangunan semi tertutup. 103

10 Untuk penerangan, bangunan unit pengolahan termasuk bangunan yang kurang penerangan karena di beberapa sudut ruangan pengolahan terlihat agak gelap. Indikator ini ditunjukkan dengan agak sulitnya membedakan jenis warna di beberapa ruang dalam stasiun pengolahan. 3) Fasilitas sanitasi Fasilitas sanitasi terdiri dari sarana penyediaan air, sarana pembuangan (sisa dan limbah), sarana toilet, dan sarana cuci tangan. PKS Rambutan belum mengelola fasilitas sanitasi dengan baik. Penyediaan sarana cuci tangan dan sabun belum terdapat di lingkungan proses pengolahan. Kamar mandi (toilet) juga sangat tidak memadai, dimana bak air sudah pecah-pecah, berjamur dan berlumut. Air yang tersedia juga tidak memadai untuk membersihkan anggota tubuh sebelum dan sesudah bekerja. Hal ini merupakan persoalan yang menjadi keluhan karyawan karena ketidaknyamanan bagi karyawan untuk membersihkan diri di kamar mandi. Di PMG Cap Sendok fasilitas sanitasi sudah dikelola dengan cukup baik. Sarana penyediaan air, sarana pembuangan (sisa dan limbah), sarana toilet, dan sarana cuci tangan sudah tersedia dengan SOP yang tertera di masing-masing tempat. Jumlah karyawan dengan fasilitas sanitasi yang ada telah sesuai sehingga karyawan tidak perlu mengantri dalam menggunakan fasilitas tersebut. Di dalam ruang ganti pakaian terdapat loker untuk menyimpan barang-barang karyawan dan tempat untuk menyimpan pakaian ganti. 4) Peralatan produksi Peralatan yang dipergunakan di PKS Rambutan sudah memadai, dimana peralatan yang digunakan dalam keadaan baik dan mencukupi untuk proses pengolahan. Peralatan produksi sudah sesuai dengan persyaratan teknik yaitu sesuai dengan jenis produksi. Standar prosedur untuk pembersihan dan perawatan peralatan secara berkala juga sudah 104

11 tersedia dan tertuang dalam prosedur dan instruksi kerja yang terdokumentasi dan terstandarisasi. Di PMG Cap Sendok, peralatan yang digunakan sudah sesuai dengan jenis produksi yang jumlahnya juga mencukupi. Kendala pada peralatan adalah usianya yang sudah tua sehingga kinerja mesin dan peralatannya menjadi berkurang. Prosedur kerja dan pemeliharaan mesin dan peralatan tersebut sudah terdokumentasi dengan baik. 5) Bahan Bahan baku dan bahan pelengkap telah mengalami proses pemeriksaan oleh pihak laboratorium dan sortasi. Bahan baku yang berupa TBS telah disortasi dan dianalisa mutunya sehingga yang diterima sesuai dengan kriteria kematangan TBS, persyaratan mutu dan komposisi panen yang sudah ditetapkan perusahaan yang terdokumentasi dan terstandarisasi. Bahan baku dan bahan penolong yang digunakan telah memenuhi standar mutu dan persyaratan yang ditetapkan oleh manajemen karena telah terlebih dahulu mengalami pemeriksaan secara fisika dan kimia. Bahan-bahan tersebut juga harus memiliki CoA (Certificate of Analysis) dan sertifikat halal dari pemasok sehingga bahan baku dan bahan penolong benar-benar terjamin dengan baik. 6) Proses Pengolahan Proses pengolahan dilaksanakan sesuai standar prosedur yang didokumentasikan dalam instruksi kerja (IK) bagian teknologi dan IK bagian teknik. Pada IK bagian teknologi ini, instruksi kerja proses pengolahan terdiri dari Penerimaan TBS di Pabrik Kelapa Sawit, Sortasi TBS Kelapa Sawit, Analisa TBS, Pengolahan Kelapa Sawit, Pengendalian Proses dan Mutu Produksi PKS, Serah Terima Jaga Pabrik, Analisa Kehilangan Minyak dan Inti Sawit, Standar Mutu Minyak Sawit dan Inti 105

12 Sawit, Penyimpanan Produksi, Pengolahan Air Kebutuhan Pabrik, dan Pembelian dan Pengolahan TBS Kelapa Sawit Pihak Ketiga. Pada IK bagian teknik instruksi kerja yang terkait dengan proses pengolahan terdiri dari Perencanaan dan Pelaksanaan kegiatan teknik, pengawasan pengendalian pekerjaan, kapasitas pabrik, penertiban inventaris, evaluasi kinerja peralatan pabrik, pemakaian kwh dan BBM, pemeliharaan mesin dan instalasi PKS, instalasi listrik, menjalankan dan memberhentikan mesin PKS, pengoperasian / inspeksi / pengawetan ketel uap, pengoperasian turbin uap dan genset, tera ulang timbangan, pengoperasian dan pemeliharaan alat angkut, road grader, traktor, excavator, trailer, mesin-mesin, gergaji, dan kalibrasi. Masing-masing tahapan proses pengolahan memiliki formula dasar yang menyebutkan jenis bahan yang digunakan, baik bahan baku dan bahan penolong serta persyaratan mutunya. Untuk setiap satuan pengolahan memiliki instruksi kerja tertulis yang menyebutkan jumlah bahan dan alat yang digunakan, tahap-tahap rincian kerja, langkah-langkah yang perlu diperhatikan selama pengolahan dengan mengingat faktor suhu, kelembaban, tekanan, dan lain-lain, sehingga tidak mengakibatkan kerusakan dan pencemaran pada produk akhir, alat pelindung diri, hal-hal emergency yang perlu diperhatikan selama pengolahan, serta hal lain yang dianggap perlu. Setiap proses pengolahan selalu dipantau dan diperiksa oleh petugas pengolahan di bagian produksi, dimana hasil pemantauan didokumentasikan dalam laporan kerja manual book. Seperti halnya di PKS Rambutan, PMG Cap Sendok juga memiliki instruksi kerja yang menguraikan tahap-tahap rincian kerja, langkahlangkah yang perlu diperhatikan selama pengolahan dengan mengingat faktor suhu, kelembaban, tekanan, dan lain-lain, sehingga tidak mengakibatkan kerusakan dan pencemaran pada produk akhir, alat pelindung diri, hal-hal emergency yang perlu diperhatikan selama pengolahan, serta hal lain yang dianggap perlu. Instruksi kerja yang ada di 106

13 PMG Cap Sendok ini belum sepenuhnya lengkap seperti pada PKS Rambutan yang sudah terdokumentasi dan tersertifikasi dengan baik. 7) Produk akhir PKS Rambutan menetapkan standar mutu produk akhir CPO yang dihasilkan, dan standar mutu untuk produk CPO dan kernel dapat dilihat pada lampiran 10. Standar mutu ini terdokumentasi pada prosedur mutu dan IK (instruksi kerja) yang sudah terstandarisasi. CPO dan kernel yang akan dipasarkan terlebih dahulu dilakukan pengujian fisik dan kimia di laboratorium internal dan eksternal sehingga produk CPO yang akan dipasarkan diketahui mutunya. Pengujian mutu di laboratorium internal terdiri dari kadar air, kadar kotoran dan FFA, sedangkan jika diperlukan analisa parameter mutu yang lain seperti DOBI, PV, IV, dan lain-lain maka pengujiannya dilakukan di laboratorium eksternal atau lembaga pemeriksa mutu di luar laboratorium PKS Rambutan. Produk akhir yang berupa minyak goreng merek Cap Sendok memiliki persyaratan mutu yang ditetapkan perusahaan, yang sesuai dengan standar mutu minyak goreng di Indonesia (SNI). Produk akhir dan produk samping yang dihasilkan, sebelum didistribusikan ke masyarakat terlebih dahulu mengalami pemeriksaan baik fisik, kimia maupun mikrobiologi, sehingga aman untuk dikonsumsi. Standar mutu minyak goreng cap Sendok yang dihasilkan PMG Cap Sendok dapat dilihat pada Lampiran 11. 8) Laboratorium PKS Rambutan memiliki laboratorium yang terdiri dari tiga ruangan, masing-masing adalah ruang inventaris laboratorium, ruang analisis minyak dan ruang analisis limbah dan air. Laboratoriumnya sudah memadai untuk skala PKS. Analisa yang dilakukan di laboratorium ini terdiri dari analisa kadar air, kadar kotoran, FFA (baik TBS maupun CPO), 107

14 lossis minyak sawit, lossis inti (kernel), analisa mutu air umpan boiler, dan analisa limbah. Hasil analisa tersebut didokumentasikan dalam log book laporan kinerja analisa mutu. Adapun contoh laporan kinerja analisa mutu dapat dilihat pada lampiran 12. Laboratorium yang dimiliki oleh PMG Cap Sendok merupakan bagian yang dirasakan kurang oleh pihak manajemen sendiri, mengingat ruangan laboratorium yang cukup sempit dan fasilitas yang kurang lengkap dalam mendukung analisis hasil produk. Analisis mutu yang dilakukan adalah analisis mutu bahan baku CPO, bahan penolong, dan produk akhir. Menurut Asisten QA, analisis mutu yang lebih spesifik dan beragam lebih banyak dilakukan di luar laboratorium sendiri dengan pengeluaran dana yang cukup besar, seperti di PPKS. 9) Higiene Karyawan Seluruh personil yang berhubungan langsung dengan produksi CPO dan kernel ataupun karyawan yang bekerja di pabrik seharusnya mengenakan pakaian kerja yang telah ditetapkan perusahaan seperti baju, sarung tangan, tutup kepala, penutup mulut, penutup telinga, dan sepatu kerja. Tetapi di PKS Rambutan, permasalahan yang masih dan sering ditemukan adalah ketidakkonsistenan dalam menggunakan APD (alat pelindung diri) yang ada. Pada standar prosedur operasi (SOP), hal tersebut penting untuk digunakan, tetapi masih banyak karyawan yang lalai untuk menggunakannya. Berdasarkan hasil wawancara dengan para pekerja, perlengkapan peralatan tersebut disediakan oleh perusahaan, tetapi pekerja malas menggunakannya. Ini merupakan ketidaktegasan pihak manajemen untuk mengawasi karyawannya dalam mematuhi peraturan yang sudah dibuat padahal peraturan tersebut sudah terstandarisasi dalam SMK3 (Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja). Kebiasaan karyawan yang buruk terutama pada unit sortasi juga sangat berpengaruh pada kualitas CPO, seperti merokok, mengupil dan 108

15 lain-lain. Sepatu yang tidak higienis karena dipakai diluar produksi juga dapat membawa kontaminan dari luar, contohnya debu. Pekerja yang dalam keadaan sakit tidak diperkenankan masuk kerja, apalagi kondisi dengan penyakit yang menular. Check up kesehatan pekerja pada bagian pengolahan dilakukan minimal dua kali setahun. Karyawan yang berhubungan langsung dengan proses pengolahan memiliki pakaian seragam yang khusus untuk karyawan bagian pengolahan. Beberapa karyawan yang memang wajib mengenakan sarung tangan, masker, penutup kepala, dan pelindung lainnya, mengenakannya disaat bekerja. Khusus bagian pengemasan, karyawan harus mencuci tangan sebelum dan sesudah bekerja, dan memakai pakaian khusus saat masuk ke ruang pengemasan. Mengenai kesehatan karyawan, pihak perusahaan tidak memperbolehkan karyawan yang sedang sakit untuk bekerja, namun tidak ada check up khusus secara berkala dari pihak perusahaan untuk karyawan. Pihak manajemen melarang karyawan untuk melakukan kebiasaan yang buruk saat bekerja, seperti merokok, mengupil, mengunyah makanan dan minuman saat bekerja, dan lain-lain yang dapat menyebabkan kontaminasi terhadap produk. 10) Wadah dan Pembungkus PKS Rambutan memproduksi crude palm oil, yang tidak dikemas melainkan dipasarkan dalam bentuk cair dalam drum dan tangki yang khusus untuk CPO. Minyak goreng Cap Sendok dikemas dengan botol dan jerigen. Wadah/kemasan ini dibuat dari bahan jenis PET yang tidak melepaskan bagian atau unsur yang dapat mengganggu kesehatan atau mempengaruhi mutu produk, dapat mempertahankan mutu isinya terhadap pengaruh dari luar, tahan terhadap perlakuan selama pengolahan, pengangkutan, dan 109

16 peredaran, serta telah dibersihkan dan dilakukan tindakan sanitasi sebelum dikemas. 11) Label CPO tidak dikemas dengan wadah, sehingga tidak memiliki label pada kemasannya. Label pada kemasan minyak goreng Cap Sendok terdiri atas nama merek, komposisi, volume isi (netto), saran penyajian, tanggal kadaluarsa, kode produksi, informasi nilai gizi, sertifikat halal, kode MD, dan nama perusahaan yang memproduksi. Label kemasan sudah sesuai dengan yang disyaratkan oleh Menteri Kesehatan tentang pelabelan. 12) Penyimpanan Penyimpanan menggunakan sistem FIFO (First In First Out), artinya setiap bahan baku, bahan penolong dan produk akhir yang masuk terlebih dahulu akan digunakan dan didistribusikan terlebih dahulu. Tangki dan gudang penyimpanan dipelihara kebersihannya sesuai standar prosedur dan instruksi kerja yang terstandarisasi. Bahan baku berupa TBS disimpan di loading ramp, dimana loading ramp ini dijaga kebersihannya dari tanah, pasir, sampah-sampah kebun setiap saat selama jam kerja. Bahan penolong lain, seperti Asam sulfat (H 2 SO 4 ), Aluminium sulfat, NaOH, NALCO 724, NALCO 8173 PULV, NALCO 7203, NALCO 2811 PULV, NALCO 214, dan lain-lain disimpan di gudang penyimpanan masing-masing tempat secara terpisah. Bahan yang berkaitan dengan analisis laboratorium disimpan di ruang laboratorium tempat penyimpanan. CPO sebagai produk akhir disimpan di storage tank dengan suhu yang harus dijaga antara 50 o C 60 o C. Bahan baku disimpan dalam storage tank yang khusus untuk CPO dan bahan penolong lainnya disimpan di masing-masing gudang yang terpisah. Seperti halnya di PKS Rambutan, PMG Cap Sendok juga 110

17 menetapkan sistem penyimpanan secara FIFO (First In First Out), artinya setiap bahan baku, bahan penolong dan produk akhir yang masuk terlebih dahulu akan digunakan terlebih dahulu. Masing-masing bahan yang akan disimpan dan digunakan memiliki catatan yang berisi nama bahan, tanggal penerimaan, asal, jumlah penerimaan, tanggal pengeluaran, jumlah pengeluaran, sisa akhir, tanggal pemeriksaan, dan hasil pemeriksaan. 13) Pemeliharaan Kegiatan pemeliharaan di pabrik yang terdiri dari sarana pengolahan, sarana kantor dan lain-lain sudah dilakukan dengan baik. Prosedur pemeliharaan ini terangkum jelas dalam standar prosedur yang tertuang dalam instruksi kerja (IK). Instruksi kerja yang berkaitan dengan pemeliharaan adalah kebersihan pabrik, pemeliharaan PKS yang terdiri dari pemeliharaan/perawatan mesin & instalasi PKS, pemeliharaan/perawatan instalasi listrik, pengawetan ketel uap dan bejana uap, pemeliharaan peralatan PKS serta alat angkut bahan baku dan produk. Limbah ataupun buangan yang bersifat padat, cair, dan gas sudah dikelola dengan baik sehingga tidak menimbulkan pencemaran lingkungan. Yang perlu mendapat perhatian dalam pemeliharaan adalah, tidak adanya prosedur operasi untuk pencegahan masuknya serangga, binatang pengerat, unggas dan binatang lain ke dalam bangunan serta pembasmian jasad renik, serangga dan binatang pengerat dengan menggunakan desinfektan, insektisida, atau rodentisida. Kebersihan lingkungan di proses pengolahan juga perlu mendapat perhatian. Pada loading ramp terlihat kotor, dimana masih banyak terdapat tanah dan pasir yang cukup tebal pada lantainya. Di stasiun perebusan juga masih kotor, dimana berserakan tumpahan brondolan, sisa minyak dan air kondensat dari lori, tanah dan pasir. Pada stasiun penebahan, salah satu alat digester bocor yang mengakibatkan tumpahan minyak yang tercecer di lantai stasiun penebahan. Pada stasiun pengolahan kernel, terlihat berserakan dan berterbangan serat-serat halus mesocarp sehingga 111

18 mengotori lantai dan mengganggu kesehatan karyawan karena dapat terhirup dan terkena mata. Bangunan dan bagian-bagiannya dipelihara secara teratur dan berkala, hingga selalu dalam keadaan bersih dan berfungsi dengan baik. Alat dan perlengkapan yang dipergunakan dibersihkan dan dilakukan tindak sanitasi secara teratur sehingga tidak menimbulkan pencemaran terhadap produk akhir. Alat pengangkutan dan alat pemindahan barang dalam bangunan unit produksi selalu bersih dan tidak merusak barang yang diangkut atau dipindahkan baik bahan baku, bahan tambahan, bahan penolong, serta produk akhir. Alat pengangkutan untuk mengedarkan produk akhir selalu bersih dan dapat melindungi produk baik fisik maupun mutunya sampai ke tempat tujuan. Limbah padat dan limbah cair dikelola dengan baik sebelum dibuang. Hal yang belum terangkum jelas dalam prosedur operasi untuk pemeliharaan ini adalah prosedur dalam pencegahan masuknya serangga, binatang pengerat, unggas dan binatang lain ke dalam bangunan serta pembasmian mikroorganisme, serangga dan binatang pengerat dengan menggunakan desinfektan, insektisida, atau rodentisida. Sanitation Standard Operating Procedures (SSOP) Menurut Corlett (1998), SSOP adalah prosedur tertulis yang harus digunakan oleh produsen pangan dalam melaksanakan produksi dan sanitasi di pabrik. Ada delapan bagian dalam SSOP yang terdiri dari 1) keamanan air untuk proses produksi, 2) kondisi kebersihan permukaan yang kontak dengan bahan pangan, 3) pencegahan kontaminasi silang dari obyek yang tidak saniter, 4) penyediaan dan pemeliharaan fasilitas sanitasi, cuci tangan dan toilet, 5) perlindungan bahan pangan, kemasan untuk produk akhir dan bahaya yang kontak dengan bahan pangan 6) pelabelan dan penyimpangan, 7) kontrol kesehatan pekerja, dan 8) pencegahan hama penyakit. Berikut ini diuraikan penerapan SSOP di PKS Rambutan dan PMG Cap Sendok. 112

19 1) Keamanan air untuk proses produksi Air yang digunakan oleh PKS Rambutan berasal dari air sungai Padang yang berjarak ± 1 km dari PKS Rambutan. Air sungai ini kemudian diolah dengan proses sedimentasi, flokulasi, koagulasi dan filtrasi sehingga aman dan sesuai dengan syarat mutu yang dipergunakan untuk pengolahan. Selain air dari sungai padang, sumber air yang digunakan di PKS Rambutan adalah air dari sumur bor. Syarat mutu untuk air yang digunakan pada pengolahan terdokumentasi dan terstandarisasi dengan baik. Air yang digunakan oleh PMG Cap Sendok adalah air yang berasal dari PDAM dan sumur bor. Syarat mutu untuk air pengolahan adalah syarat air minum yang digunakan. 2) Kondisi kebersihan permukaan yang kontak dengan bahan pangan Peralatan yang dipergunakan untuk proses produksi memiliki proses pembersihan dan perawatan yang terdokumentasi dan terjadwal dengan baik, terutama peralatan yang kontak langsung dengan bahan. Contoh jadwal perawatan mesin dan instalasi PKS dapat dilihat pada Lampiran 13. Meskipun demikian, pada salah satu alat digester mengalami kebocoran sehingga minyak tercecer keluar mengotori lantai. Hal ini perlu mendapat penanganan secepatnya, untuk segera memperbaiki alat tersebut. Peralatan yang digunakan di PMG Cap Sendok termasuk sarung tangan dan seragam produksi didesain dan terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan, tidak toksik dan tidak mudah terkikis. Pembersihan peralatan peralatan memiliki prosedur yang dilakukan sebelum dan sesudah peralatan dipergunakan. Sarung tangan dan seragam yang dikenakan pada waktu bekerja terbuat dari bahan yang kuat, tidak mudah terkelupas, bersih dan dibersihkan setiap hari setelah selesai produksi. 113

20 3) Pencegahan kontaminasi silang dari obyek yang tidak saniter Kontaminasi silang dari obyek yang tidak saniter sangat memungkinkan terjadi di PKS Rambutan, karena para pekerja yang berhubungan langsung dengan proses produksi tidak melakukan pencegahan sanitasi yang baik. Hal tersebut dikarenakan para pekerja tidak mencuci tangan terlebih dahulu sebelum memulai aktivitas, tidak berganti pakaian sebelum bekerja, tidak memakai sarung tangan, topi maupun APD (alat pelindung diri) lainnya, terutama pada unit sortasi dan pengempaan. Menurut Soekarto (1990), bagian tubuh pekerja industri pengolahan pangan yang sangat mudah mengotori/mencemari produk adalah tangan, kepala terutama bagian muka dan rambut, serta kaki. Oleh karenanya, bagian-bagian tubuh tersebut perlu mendapat sarana untuk pencegahan kontaminasi seperti sarung tangan, sepatu khusus, penutup kepala dan mulut. Pekerja dibagian produksi terutama berhubungan langsung dengan makanan diwajibkan mengenakan penutup rambut, sarung tangan, dan masker. Pekerja tidak diperkenankan mengenakan perhiasan (cincin, arloji), tidak diijinkan makan dan minum serta merokok selama berada di ruang produksi (Manley,1991). Untuk mengatasi permasalahan di atas adalah dengan cara menerapkan peraturan yang tegas dengan disertai pengawasan yang lebih ketat tentang penggunaan seragam kerja pada saat bekerja, serta meningkatkan pengetahuan pekerja tentang sanitasi (higiene) yang dapat ditempuh melalui pendidikan, penyuluhan serta pelatihan pekerja yang berhubungan dengan praktek sanitasi dan higiene yang baik. Menurut Winarno (1994), pimpinan perusahaan harus memberikan pendidikan untuk karyawan tentang higiene perorangan dan pengolahan makanan agar karyawan mengetahui tindakan yang diperlukan untuk mencegah terjadinya kontaminasi makanan. Pendidikan harus dilaksanakan, bukan hanya sampai pada taraf kognitif (tahu), tetapi sampai pada perubahan pola tingkah laku (attitude). Untuk sampai pada tahap ini, pendidikan harus dilaksanakan secara rutin, berkala, dan diawasi terus-menerus 114

21 (Winarno, 2002). Komitmen manajemen untuk mengawasi para pekerja masih kurang, karena tidak ada penegasan terhadap karyawan yang tidak menggunakan APD pada saat bekerja. Pencegahan kontaminasi dari objek yang tidak saniter, terdiri dari material kemasan, makanan, dari permukaan yang kontak dengan bahan pangan seperti peralatan, sarung tangan, seragam produksi dan kontaminasi silang dari bahan baku. Tangan pekerja, sarung tangan, seragam produksi, peralatan dan perlengkapan yang kontak dengan bahan pangan harus dalam keadaan bersih dan tidak boleh digunakan jika terkena cemaran atau kotoran. Tangan pekerja, sarung tangan dan seragam produksi, khususnya di unit pengemasan sangat memiliki peluang yang besar terjadinya kontaminasi dikarenakan metode pengemasan yang masih manual, yang dilakukan oleh tangan pekerja langsung. 4) Penyediaan dan pemeliharaan fasilitas sanitasi, cuci tangan dan toilet Perusahaan menyediakan tiga buah toilet untuk pekerja di proses pengolahan. Jumlah ini tidak sebanding dengan jumlah pekerja yang ada. Selain itu, kebersihan toiletnya juga tidak mendukung dimana lantainya retak-retak, berlumut dan menghitam. Seharusnya toilet sudah tidak layak untuk dipergunakan. Sebaiknya perusahaan memperbaiki dan merenovasi toilet serta menambah sedikitnya dua buah toilet lagi. Selain itu, sebaiknya dibuat sarana tempat mencuci tangan dengan air yang mengalir dan sabun yang selalu tersedia. Fasilitas lain yang seharusnya juga tersedia adalah tempat penyimpanan pakaian (loker) dan tempat penggantian pakaian. Lokasi fasilitas sanitasi dan cuci tangan harus mudah dijangkau oleh pekerja dan dekat dengan area pengolahan. Di area pengemasan sebaiknya memiliki fasilitas hand cleaning dan pengering tangan, mengingat pengemasan masih mengandalkan tangan manusia. Fasilitas toilet sudah cukup tersedia dan dilengkapi dengan tempat penggantian pakaian dan loker untuk menyimpan pakaian ganti dan barang-barang milik pekerja. 115

22 5) Perlindungan bahan pangan, kemasan untuk produk akhir dan bahaya yang kontak dengan bahan pangan Manajemen menetapkan standar penanganan bahan berupa prosedur tertulis yang digunakan di PKS Rambutan untuk menghindari kerusakan, salah penanganan atau kontaminasi antar bahan atau dengan sumber cemaran lainnya. bahan baku, bahan penolong, dan produk akhir ditangani sesuai dengan prosedur tertulis tersebut. TBS yang masuk selalu diperiksa agar mutunya sesuai dengan standar mutu yang diinginkan perusahaan. Selanjutnya TBS ini diletakkan di loading ramp sebelum diolah. Bahanbahan penolong lainnya disimpan terpisah untuk menghindari kontaminasi. Bahan pangan, kemasan untuk produk akhir dan bahan yang kontak dengan bahan pangan sudah terlindungi dari cemaran kimia, fisik dan biologis, tetesan, aliran air dan debu/kotoran yang jatuh ke bahan pangan. Masing-masing bahan dan kemasan disimpan terpisah untuk menghindari kontaminasi. Para pekerja juga diharuskan untuk mencuci tangan sebelum dan sesudah mempergunakan atau berhubungan dengan bahan-bahan. 6) Pelabelan dan penyimpanan Pihak manajemen menetapkan prosedur penyimpanan yang terdokumentasi dengan baik. Untuk menjamin kebersihan loading ramp sebagai tempat penyimpanan TBS, gudang untuk bahan penolong, dan storage tank untuk penyimpanan CPO, maka selalu dibersihkan sesuai jadwal yang tertulis pada prosedur yang terdokumentasi. PKS Rambutan menggunakan sistem FIFO untuk setiap bahan yang digunakan, dimana bahan yang lebih dahulu masuk akan juga lebih dahulu digunakan. Pelabelan dilakukan untuk setiap bahan yang masuk agar tidak terjadi kontaminasi silang antar bahan dan kekeliruan pada saat akan mempergunakannya. 116

23 Sama halnya dengan PKS Rambutan, PMG Cap Sendok sudah melakukan proses penyimpanan dengan baik, dimana bahan baku, bahan penolong, produk akhir, bahan pengemas disimpan terpisah dan menggunakan sistem FIFO sehingga bahan yang masuk terlebih dahulu akan keluar terlebih dahulu. Untuk mengetahui bahan yang masuk terlebih dahulu, dilakukan sistem pelabelan sehingga bahan-bahan tersebut mudah terdeteksi. Selain itu, susunannya dibuat teratur sesuai jadwal masuknya bahan tersebut. 7) Kontrol kesehatan pekerja PKS Rambutan melakukan general check up kesehatan pekerja secara berkala. General check up dilakukan minimal dua kali setahun. Kegiatan tersebut dilakukan bekerjasama dengan rumah sakit milik PT. Perkebunan Nusantara III. Di PMG Cap Sendok, general check-up belum ditangani oleh pihak perusahaan sendiri. Pekerja yang dalam kondisi sakit, luka yang dapat menjadi sumber kontaminasi pada proses pengolahan, kemasan dan produk akhir tidak diperbolehkan masuk sampai kondisinya normal. General check-up sangat diperlukan untuk mengetahui kesehatan pekerja. 8) Pencegahan hama penyakit Ruang produksi, gudang dan ruang lain di PKS Rambutan kemungkinan belum bebas dari hama pabrik seperti tikus, serangga, dan lain-lain. Hal ini dikarenakan belum adanya penerapan standar prosedur sanitasi untuk pemberantasan hama di lingkungan pabrik. Ruang produksi, gudang dan ruang lain harus bebas dari hama pabrik, seperti tikus, serangga dan lain-lain. Hal ini seharusnya mendapat perhatian karena di PMG Cap Sendok belum memiliki prosedur pengendalian hama. 117

24 BAGAN ALIR PROSES Bagan alir proses merupakan sebuah diagram yang menggambarkan tahaptahap operasional dalam pengerjaan sebuah produk atau produk lainnya dalam suatu proses pengolahan. Tahap-tahap pengolahan buah sawit menjadi CPO terdiri dari 10 stasiun unit pengolahan, yaitu : Stasiun Penerimaan TBS dan Pengiriman Produksi, Stasiun Loading Ramp, Stasiun Rebusan, Stasiun Thresing, Stasiun Pressing, Stasiun Klarifikasi, Stasiun Kernel, Stasiun Water Treatment, Stasiun Water Plant, dan Stasiun Fat-fit dan Effluent. Verifikasi diagram alir proses dilakukan dan hasilnya adalah sesuai dengan diagram alir yang ada di dokumen perusahaan. Bagan alir proses tersebut dapat dilihat pada Lampiran 4. Proses pengolahan minyak goreng Cap Sendok di PT. Astra Agro Lestari, Tbk terdiri dari dua tahapan proses, yaitu proses refining dan proses fractionation. Proses refining yang dilakukan adalah physical refining yang terdiri dari beberapa tahapan proses, yaitu : Pretreatment section, Degumming section, Bleaching section, dan Deodorization section. Hasil dari physical refining akan diperoleh minyak RBDPO (Refined Bleached Deodorized Palm Oil) dan PFAD (Palm Fatty Acid Destillate). Proses Fractionation menggunakan Dry fractionation yang terdiri dari tiga tahapan proses, yaitu : tahap persiapan dan pengkondisian minyak (Preparation tank), tahap pembentukan kristal (Crystalizer tank), dan tahap filtrasi (Filter press). Setelah verifikasi terhadap diagram alir dilakukan, ternyata keterangan pada diagram alir belum lengkap sehingga dilakukan rancangan diagram alir yang baru dengan keterangan yang lebih lengkap. Verifikasi bagan alir ini dapat dilihat pada Lampiran 14. PRINSIP HACCP Tim HACCP harus menerapkan tujuh prinsip HACCP yang menjadi persyaratan utama HACCP. Ketujuh prinsip tersebut, yaitu identifikasi bahaya 118

25 dan penetapan resiko, penetapan titik kendali kritis (Critical control point/ccp), penetapan batas kritis, pemantauan CCP, tindakan koreksi terhadap penyimpangan, verifikasi dan dokumentasi. 1. Identifikasi bahaya dan penetapan resiko Mengidentifikasi bahaya-bahaya potensial yang mungkin timbul yang berhubungan dengan produksi makanan dan cara-cara pencegahan untuk mengendalikannya pada setiap tahap mulai dari penerimaan, penanganan bahan baku, proses produksi, produk akhir hingga distribusi. Menurut Donald Siahaan dan Luqman Erningpraja (2006), faktor resiko terbesar yang menjadi sumber kontaminasi dan penurun mutu CPO adalah: residu pestisida dan logam berat, cemaran pelumas dan minyak hidrolik, benda asing, penggunaan fat trap atau fat fit, adulterasi karena alat transpor dan bahan pembersih yang tidak tepat. Berdasarkan analisa bahaya yang diperoleh di PKS Rambutan, maka di setiap tahapan proses pengolahan buah sawit menjadi CPO memiliki bahaya potensial, yaitu bahaya fisik dan kimia. Hanya pada proses penebahan yang tidak ditemukan kemungkinan bahaya potensial. Selain itu, teridentifikasi juga bahaya yang kemungkinan merupakan kontaminasi dari pekerja, lingkungan serta mesin dan peralatan. Tabel identifikasi bahaya, penetapan resiko dan tindakan pencegahan di PKS Rambutan dapat dilihat pada Lampiran 15. Analisa bahaya yang ditemukan di PMG Cap Sendok adalah kemungkinan bahaya fisik dan kimia, dimana kemungkinan bahaya ini bisa timbul di hampir semua tahapan kecuali tahap distribusi. Tabel identifikasi bahaya, penetapan resiko dan tindakan pencegahan di PMG Cap Sendok dapat dilihat pada Lampiran Penetapan titik kendali kritis (Critical control point/ccp) Menetapkan titik, prosedur atau tahap operasional yang dapat dikendalikan untuk menghilangkan atau mengurangi kemungkinan terjadinya bahaya. Yang dimaksud dengan tahap adalah setiap langkah 119

26 dalam produksi makanan dan atau pengolahan termasuk bahan mentah, penanganan, produksi, transportasi, formulasi, pengolahan, penyimpanan dan lain-lain. Pada proses pengolahan buah sawit menjadi CPO di PKS Rambutan diidentifikasi beberapa titik kendal kritis (CCP), yaitu pada lingkungan, peralatan mesin dan alat, tahap penerimaan bahan baku dan sortasi TBS, proses perebusan, pemurnian, dan distribusi. Tabel penetapan titik kendali kritis (Critical control point/ccp) dapat dilihat pada Lampiran 16. Titik kendali kritis (CCP) pada pengolahan minyak goreng Cap Sendok ditemukan pada tahap proses penerimaan CPO, penerimaan bleaching earth (BE), proses deodorisasi, dan pengemasan. Tabel penetapan titik kendali kritis (Critical control point/ccp) di PMG Cap Sendok dapat dilihat pada Lampiran Penetapan batas kritis Menetapkan batas kritis yang harus dipenuhi pada setiap CCP untuk menjamin bahwa CCP dapat dikendalikan dengan baik. Penetapan batas kritis dari keseluruhan CCP yang teridentifikasi dapat dilihat pada Lampiran 17 untuk PKS Rambutan dan Lampiran 20 untuk PMG Cap Sendok. 4. Pemantauan / Monitoring CCP Pemantauan/monitoring CCP dilakukan dengan menetapkan sistem atau prosedur untuk memantau pengendalian CCP dan batas kritis termasuk pengamatan, pengukuran, pengujian dan pencatatan secara terjadwal. Pemantauan/monitoring ini dapat dilihat pada Lembar Kerja Control Measures di Lampiran 17 untuk PKS Rambutan dan Lampiran 20 untuk PMG Cap Sendok. 5. Tindakan koreksi terhadap penyimpangan Menetapkan tindakan koreksi atau perbaikan yang harus dilakukan jika hasil pemantauan menunjukkan terjadinya penyimpangan pada CCP dan batas kritis. Tindakan koreksi ini dapat dilihat pada Lampiran 17 dan 20 pada Lembar Kerja Control Measures. 120

27 6. Catatan dan dokumentasi Menyusun dokumentasi yang mencakup semua prosedur dan catatan yang tepat mengenai prinsip dan penerapan HACCP untuk mengarsipkan HACCP. Catatan dan dokumentasi ini dapat dilihat pada Lembar Kerja Control Measures di Lampiran 17 untuk PKS Rambutan dan Lampiran 20 untuk PMG Cap Sendok. 7. Penetapan verifikasi Menetapkan prosedur pemeriksaan termasuk pengujian dan prosedur tambahan untuk membuktikan bahwa sistem HACCP telah dilaksanakan dan bekerja secara efektif. Penetapan verifikasi ini dapat dilihat pada Lembar Kerja Control Measures di Lampiran 17 untuk PKS Rambutan dan Lampiran 20 untuk PMG Cap Sendok. PENANGANAN KONSUMEN Organisasi harus menetapkan prosedur untuk menangani keluhan-keluhan konsumen terhadap produk yang dihasilkan oleh perusahaan. Selain itu, organisasi harus menetapkan metode untuk mengidentifikasi, menempatkan dan menarik kembali produk yang mengalami kerusakan atau menyalahi standar yang telah ditetapkan. PROSEDUR RECALL Untuk menjaga kepuasan pelanggan dan menghindari konsumen dari mengkonsumsi produk yang tidak aman, maka perusahaan mempunyai kebijakan untuk melakukan penarikan produk (product recall). Informasi yang menjadi alasan untuk melakukan penarikan produk terutama adalah keluhan atau komplain dari pelanggan dan adanya kesalahan bahan baku atau proses produksi. Produk yang telah ditarik selanjutnya akan dikumpulkan pada tempat yang terpisah yang telah ditentukan. Informasi dan data penarikan produk akan didokumentasikan dan ditindaklanjuti. Tindak lanjut yang akan dilakukan dengan adanya penarikan produk antara lain sebagai berikut : a) Menyelidiki penyebab masalah dan menyusun tindakan koreksi agar tidak terulang kembali. 121

28 b) Penanganan terhadap produk yang ditarik. c) Penghentian proses produksi sampai diperoleh hasil perbaikan yang memenuhi persyaratan konsumen. Pelaksanaan penarikan produk tersebut dilakukan dibawah tanggung jawab Manajer. PERUBAHAN/REVISI/AMANDEMEN DOKUMEN Perusahaan harus menjamin bahwa semua dokumen dan data yang terkait dengan HACCP Plan telah mempunyai identitas, ditinjau dan disahkan untuk menjamin kemutahirannya. Setiap perubahan terhadap dokumen harus diperiksa dan disetujui oleh manajemen atau wakil manajemen yang ditunjuk dan dilaporkan pada Tim HACCP agar dapat didokumentasikan. Kegiatan perubahan/revisi/amandemen dokumen ini berada di bawah tanggung jawab sekretaris Tim HACCP. 122

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Industri farmasi diwajibkan menerapkan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI. No.43/MENKES/SK/II/1988 tentang CPOB dan Keputusan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Pengukuran tingkat penerapan Good Manufacturing Practice

Lampiran 1. Pengukuran tingkat penerapan Good Manufacturing Practice 113 LAMPIRAN 113 114 Lampiran 1. Pengukuran tingkat penerapan Good Manufacturing Practice 1 Lokasi Lokasi produksi harus jauh dari tempattempat yang menjadi sumber cemaran, seperti: tempat pembuangan sampah,

Lebih terperinci

TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN

TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN BAB XV PENGENDALIAN MUTU SELAMA PROSES KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU

Lebih terperinci

Pujianto, SE DINAS PERINKOP DAN UMKM KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2015

Pujianto, SE DINAS PERINKOP DAN UMKM KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2015 Pujianto, SE DINAS PERINKOP DAN UMKM KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2015 APA ITU CPPOB? adalah cara produksi yang memperhatikan aspek keamanan pangan, antara lain dengan cara : a. mencegah tercemarnya pangan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG CARA PRODUKSI KOSMETIKA YANG BAIK MENTERI KESEHATAN, Menimbang : a. bahwa langkah utama untuk menjamin keamanan kosmetika adalah penerapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Sejarah Perusahaan PT. Batara Elok Semesta Terpadu merupakan salah satu perusahaan di Gresik yang bergerak di bidang pengolahan dan pemasaran minyak goreng kelapa sawit. Perusahaan

Lebih terperinci

PERANAN NOMOR KONTROL VETERINER (NKV) SEBAGAI PERSYARATAN DASAR UNTUK PRODUKSI PANGAN HEWANI YANG AMAN, SEHAT, UTUH DAN HALAL (ASUH)**

PERANAN NOMOR KONTROL VETERINER (NKV) SEBAGAI PERSYARATAN DASAR UNTUK PRODUKSI PANGAN HEWANI YANG AMAN, SEHAT, UTUH DAN HALAL (ASUH)** PERANAN NOMOR KONTROL VETERINER (NKV) SEBAGAI PERSYARATAN DASAR UNTUK PRODUKSI PANGAN HEWANI YANG AMAN, SEHAT, UTUH DAN HALAL (ASUH)** Oleh : Dr.drh. I Wayan Suardana, MSi* *Dosen Bagan Kesmavet Fakultas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad)

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad) BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1 Perkembangan Lafi Ditkesad Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad) merupakan lembaga yang telah ada sejak zaman penjajahan Belanda.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sanitasi Dan Higiene Pada Tahap Penerimaan Bahan Baku.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sanitasi Dan Higiene Pada Tahap Penerimaan Bahan Baku. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sanitasi Dan Higiene Pada Tahap Penerimaan Bahan Baku. Penerapan sanitasi dan higiene diruang penerimaan lebih dititik beratkan pada penggunaan alat dan bahan sanitasi.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

PENDAHULUAN LATAR BELAKANG PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Saat ini, dunia memasuki era globalisasi yang berdampak terhadap sistem perdagangan internasional yang bebas dan lebih terbuka. Keadaan ini memberi peluang sekaligus tantangan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Aspek Penilaian GMP dalam Restoran

Lampiran 1. Aspek Penilaian GMP dalam Restoran LAMPIRAN Lampiran 1. Aspek Penilaian GMP dalam Restoran No Parameter Bobot Nilai A Kondisi umum sekitar restoran 1 Lokasi 1 0 Jarak jasaboga minimal 500 m dari sumber pencemaran seperti tempat sampah umum,

Lebih terperinci

PENILAIAN SISTEM MANAJEMEN MUTU (SMM) ISO 9001 : 2000

PENILAIAN SISTEM MANAJEMEN MUTU (SMM) ISO 9001 : 2000 PENILAIAN SISTEM MANAJEMEN MUTU (SMM) ISO 9001 : 2000 MANAJEMEN UMUM Manajemen umum adalah manajemen puncak yang terdiri dari direksi dan wakil manajemen/quality Management Representative (QMR). Direksi

Lebih terperinci

PENERAPAN CARA BUDIDAYA IKAN YANG BAIK (CBIB) PADA UNIT USAHA BUDIDAYA

PENERAPAN CARA BUDIDAYA IKAN YANG BAIK (CBIB) PADA UNIT USAHA BUDIDAYA PENERAPAN CARA BUDIDAYA IKAN YANG BAIK (CBIB) PADA UNIT USAHA BUDIDAYA Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya Direktorat Produksi 2010 Pendahuluan Dalam rangka menghadapi era globalisasi, maka produk perikanan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Atribut Kualitas Produk Konsumen yang mengkonsumsi Teh baik lokal maupun orang asing memiliki pandangan yang berbeda-beda terhadap kualitas dari produk teh. Hal ini disebabkan perbedaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.245 /Menkes/VI/1990, industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri

Lebih terperinci

VII. FAKTOR-FAKTOR DOMINAN BERPENGARUH TERHADAP MUTU

VII. FAKTOR-FAKTOR DOMINAN BERPENGARUH TERHADAP MUTU VII. FAKTOR-FAKTOR DOMINAN BERPENGARUH TERHADAP MUTU Faktor-faktor dominan yang mempengaruhi mutu komoditas dan produk sawit ditentukan berdasarkan urutan rantai pasok dan produk yang dihasilkan. Faktor-faktor

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Industri Farmasi. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 245/Menkes/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemasaran minyak goreng dengan bahan dasar kopra dan kelapa sawit. Pabrik ini telah

BAB I PENDAHULUAN. pemasaran minyak goreng dengan bahan dasar kopra dan kelapa sawit. Pabrik ini telah BAB I PENDAHULUAN I.1. Sejarah Perusahaan PT. Sari Mas Permai adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang pengolahan dan pemasaran minyak goreng dengan bahan dasar kopra dan kelapa sawit. Pabrik ini telah

Lebih terperinci

Dokumentasi SSOP (Sanitation Standard Operating Procedures) S P O Sanitasi

Dokumentasi SSOP (Sanitation Standard Operating Procedures) S P O Sanitasi Dokumentasi SSOP (Sanitation Standard Operating Procedures) S P O Sanitasi HANDOUT MATA KULIAH : REGULASI PANGAN (KI 531) OLEH : SUSIWI S JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA F P M I P A UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN. Produksi. Pangan Olahan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN. Produksi. Pangan Olahan. No.358, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN. Produksi. Pangan Olahan. PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 75/M-IND/PER/7/2010 TENTANG PEDOMAN CARA PRODUKSI

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PELAKSANAAN A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan Kegiatan penyusunan dan penelitian tugas akhir ini dilakukan di Usaha Kecil Menengah

BAB III METODOLOGI PELAKSANAAN A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan Kegiatan penyusunan dan penelitian tugas akhir ini dilakukan di Usaha Kecil Menengah 20 BAB III METODOLOGI PELAKSANAAN A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan Kegiatan penyusunan dan penelitian tugas akhir ini dilakukan di Usaha Kecil Menengah (UKM) Chrisna Snack, Perumahan Josroyo 19 RT 7 RW

Lebih terperinci

BAB III METODE PELAKSANAAN

BAB III METODE PELAKSANAAN A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan BAB III METODE PELAKSANAAN Kegiatan penelitian Tugas Akhir ini dilaksanakan mulai bulan Maret - Juni 2016 di UKM tahu bakso EQ di Perumahan Singkil Rt 02 Rw 05, Singkil,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengolahan tandan buah segar (TBS) di Pabrik Kelapa Sawit (PKS) dimaksudkan untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengolahan tandan buah segar (TBS) di Pabrik Kelapa Sawit (PKS) dimaksudkan untuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengolahan tandan buah segar (TBS) di Pabrik Kelapa Sawit (PKS) dimaksudkan untuk memperoleh minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil) dari daging buah dan inti sawit (kernel)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan usaha yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan usaha yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan

Lebih terperinci

FORMULIR PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA. Kabupaten / Kota Propinsi Nomor P-IRT. Penanggungjawab :

FORMULIR PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA. Kabupaten / Kota Propinsi Nomor P-IRT. Penanggungjawab : Sub Lampiran 1 FORMULIR PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA Nama dan alamat fasilitas yang diperiksa Kabupaten / Kota Propinsi Nomor P-IRT Pemilik Fasilitas (Perusahaan atau Perorangan)

Lebih terperinci

Lampiran 1. Daftar Angka Paling Mungkin Coliform dengan Tiga Tabung

Lampiran 1. Daftar Angka Paling Mungkin Coliform dengan Tiga Tabung LAMPIRAN Lampiran 1. Daftar Angka Paling Mungkin Coliform dengan Tiga Tabung Kombinasi Jumlah Tabung yang Positif 1:10 1:100 1:1000 APM per gram atau ml 0 0 0

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1 Tinjauan PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. 2.1.1 Sejarah Perusahaan. PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan

Lebih terperinci

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42,

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.880, 2016 BPOM. Industri Kosmetika Gol. B. Higiene Sanitasi. Dokumen. Penerapan. Pedoman. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata cara Pelaksanaan Pemberian Izin Usaha

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri

Lebih terperinci

B. Bangunan 1. Umum Bangunan harus dibuat sesuai dengan peraturan perundangundangan

B. Bangunan 1. Umum Bangunan harus dibuat sesuai dengan peraturan perundangundangan Syarat kesehatan yang mengacu pada Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 519/MENKES/SK/VI/2008 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pasar Sehat: A. Lokasi 1. Lokasi sesuai dengan Rencana Umum

Lebih terperinci

SANITASI DAN KEAMANAN

SANITASI DAN KEAMANAN SANITASI DAN KEAMANAN Sanitasi adalah.. pengendalian yang terencana terhadap lingkungan produksi, bahan bahan baku, peralatan dan pekerja untuk mencegah pencemaran pada hasil olah, kerusakan hasil olah,

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1. DAFTAR PERTANYAAN

LAMPIRAN 1. DAFTAR PERTANYAAN 93 LAMPIRAN. DAFTAR PERTANYAAN Pertanyaan yang diberikan kepada responden Unit Usaha Jasa Boga dan Unit Usaha Pengguna Jasa Boga mengenai pengetahuan tentang sertifikat keamanan pangan.. Apakah anda mengetahui

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri obat jadi adalah industri yang

Lebih terperinci

- 5 - BAB II PERSYARATAN TEKNIS HIGIENE DAN SANITASI

- 5 - BAB II PERSYARATAN TEKNIS HIGIENE DAN SANITASI - 5 - BAB II PERSYARATAN TEKNIS HIGIENE DAN SANITASI A. BANGUNAN 1. Lokasi Lokasi jasaboga tidak berdekatan dengan sumber pencemaran seperti tempat sampah umum, WC umum, pabrik cat dan sumber pencemaran

Lebih terperinci

I. Data Responden Penjamah Makanan 1. Nama : 2. Umur : 3. Jenis Kelamin : 4. Pendidikan :

I. Data Responden Penjamah Makanan 1. Nama : 2. Umur : 3. Jenis Kelamin : 4. Pendidikan : KUESIONER HIGIENE SANITASI PENGELOLAAN MAKANAN DAN PEMERIKSAAN Escherichia coli PADA PERALATAN MAKAN DI INSTALASI GIZI RUMAH SAKIT UMUM MAYJEN H.A THALIB KABUPATEN KERINCI TAHUN 0 I. Data Responden Penjamah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. termasuk makanan dari jasaboga. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik

BAB 1 PENDAHULUAN. termasuk makanan dari jasaboga. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Meningkatnya pendapatan masyarakat dan meningkatnya kegiatan pekerjaan di luar rumah, akan meningkatkan kebutuhan jasa pelayanan makanan terolah termasuk makanan dari

Lebih terperinci

1 KUISIONER GAMBARAN HYGIENE SANITASI PENGELOLAAN MAKANAN DAN PEMERIKSAAN

1 KUISIONER GAMBARAN HYGIENE SANITASI PENGELOLAAN MAKANAN DAN PEMERIKSAAN Lampiran KUISIONER GAMBARAN HYGIENE SANITASI PENGELOLAAN MAKANAN DAN PEMERIKSAAN Escherichia coli PADA MAKANAN DI RUMAH MAKAN KHAS MINANG JALAN SETIA BUDI KELURAHAN TANJUNG REJO KECAMATAN MEDAN SUNGGAL

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Industri Farmasi 1. Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 245/MenKes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Izin

Lebih terperinci

Lu luatul Fuadah, Sutarni, S.P., M.E.P, Analianasari, S.T.P., M.T.A.

Lu luatul Fuadah, Sutarni, S.P., M.E.P, Analianasari, S.T.P., M.T.A. PENGENDALIAN PROSES PRODUKSI INTI KELAPA SAWIT MENJADI PALM KERNEL OIL MENGGUNAKAN METODE GOOD MANUFACTURING PRACTICES (GMP) DI PT SINAR JAYA INTI MULYA Lu luatul Fuadah, Sutarni, S.P., M.E.P, Analianasari,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Lokasi dan Lingkungan Produksi 1. Evaluasi a. Lokasi UKM Berdasarkan hasil pengamatan, lokasi UKM Al-Fadh terletak ditengah perkampungan yang berdekatan dengan area persawahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM. Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN UMUM. Universitas Sumatera Utara BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Industri Farmasi Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri farmasi sebagai industri penghasil obat, dituntut untuk dapat menghasilkan obat

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kategori Objek Pengamatan. Keterangan. Prinsip I : Pemilihan Bahan Baku Tahu. 1. Kacang kedelai dalam kondisi segar dan tidak busuk

Lampiran 1. Kategori Objek Pengamatan. Keterangan. Prinsip I : Pemilihan Bahan Baku Tahu. 1. Kacang kedelai dalam kondisi segar dan tidak busuk 94 Lampiran 1 Lembar Observasi Higiene Sanitasi Pengolahan Tahu Pada Industri Rumah Tangga Pembuatan Tahu di Kelurahan Sari Rejo Kecamatan Medan Polonia Kota Medan Tahun 2016 (Sumber : Keputusan Menteri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik

BAB II TINJAUAN UMUM. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mutu dan keamanan yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

BAB I PENDAHULUAN. mutu dan keamanan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan adalah kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya merupakan hak azasi setiap warga masyarakat sehingga harus tersedia dalam jumlah yang cukup, aman, bermutu,

Lebih terperinci

VI. PENINGKATAN MUTU PRODUK KOMODITAS BERBASIS KELAPA SAWIT

VI. PENINGKATAN MUTU PRODUK KOMODITAS BERBASIS KELAPA SAWIT VI. PENINGKATAN MUTU PRODUK KOMODITAS BERBASIS KELAPA SAWIT QFD (Quality Function Deployment) adalah suatu alat untuk membuat pelaksanaan TQM (Total Quality Management) menjadi efektif untuk mentranslasikan

Lebih terperinci

Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 245/Menkes/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.

Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 245/Menkes/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Industri Farmasi. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 245/Menkes/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Belanda, pada tahun 1958 pemerintah melebur sejumlah perusahaan farmasi

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Belanda, pada tahun 1958 pemerintah melebur sejumlah perusahaan farmasi BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1 Sejarah PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Sejalan dengan kebijakan nasionalisasi bekas perusahaan-perusahaan Belanda, pada tahun 1958 pemerintah melebur sejumlah

Lebih terperinci

BAB V PRAKTEK PRODUKSI YANG BAIK

BAB V PRAKTEK PRODUKSI YANG BAIK BAB V PRAKTEK PRODUKSI YANG BAIK Good Manufacturing Practice (GMP) adalah cara berproduksi yang baik dan benar untuk menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu dan keamanan. Telah dijelaskan sebelumnya

Lebih terperinci

Gambar lampiran 1: Tempat Pencucian Alat masak dan makan hanya satu bak

Gambar lampiran 1: Tempat Pencucian Alat masak dan makan hanya satu bak Gambar lampiran : Tempat Pencucian Alat masak dan makan hanya satu bak Gambar lampiran 2: saluran limbah yang kotor dan tidak tertutup dekat dengan Pengolahan sambal Gambar lampiran 3: keadaan dapur yang

Lebih terperinci

RAHASIA FORMULIR PENDAFTARAN PRODUK PANGAN

RAHASIA FORMULIR PENDAFTARAN PRODUK PANGAN RAHASIA FORMULIR PENDAFTARAN PRODUK PANGAN B A D A N P E N G A W A S O B A T D A N M A K A N A N R E P U B L I K I N D O N E S I A Jl. Percetakan Negara No. 23 Jakarta Pusat Tel. 4244691 4209221 4263333

Lebih terperinci

TATA CARA PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA

TATA CARA PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA 5 LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.23.04.12.2207 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA TATA CARA

Lebih terperinci

Keberadaan mikroorganisme patogen pada makanan umumnya tidak menyebabkan perubahan fisik

Keberadaan mikroorganisme patogen pada makanan umumnya tidak menyebabkan perubahan fisik Prerequisite Program #7 Pencegahan Kontaminasi Silang Pencegahan, pengendalian, deteksi kontaminasi; kontaminasi mikrobiologik, fisik, dan kimiawi Bahaya biologis: cacing, protozos, bakteri, cendawan/fungi

Lebih terperinci

LEMBAR OBSERVASI HIGIENE SANITASI PENGOLAHAN BUBUR AYAM DI KECAMATAN MEDAN SUNGGAL TAHUN

LEMBAR OBSERVASI HIGIENE SANITASI PENGOLAHAN BUBUR AYAM DI KECAMATAN MEDAN SUNGGAL TAHUN LEMBAR OBSERVASI HIGIENE SANITASI PENGOLAHAN BUBUR AYAM DI KECAMATAN MEDAN SUNGGAL TAHUN 2012 (Sumber: Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 942/MENKES/SK/VII/2003) No Objek Pengamatan Prinsip I : Pemilihan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Atribut Mutu Produk

HASIL DAN PEMBAHASAN Atribut Mutu Produk HASIL DAN PEMBAHASAN Atribut Mutu Produk Konsumen yang mengkonsumsi sirup markisa memiliki pandangan yang berbeda-beda terhadap mutu produk sirup markisa. Hal ini disebabkan perbedaan kepentingan terhadap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri

Lebih terperinci

GOOD MANUFACTURING PRACTICES GOOD MANUFACTURING PRACTICES. Manajemen Mutu 11/17/2011

GOOD MANUFACTURING PRACTICES GOOD MANUFACTURING PRACTICES. Manajemen Mutu 11/17/2011 GOOD MANUFACTURING PRACTICES GOOD MANUFACTURING PRACTICES Manajemen Mutu Definisi: Prosedur dalam perusahaan yang menggaransi keamanan produksi Presenter: Nur Hidayat Manajer Mutu Lab Sentral Ilmu Hayati

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : HK

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : HK KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : HK. 00.05.5.1639 TENTANG PEDOMAN CARA PRODUKSI PANGAN YANG BAIK UNTUK INDUSTRI RUMAH TANGGA (CPPB-IRT) KEPALA BADAN PENGAWAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.

Lebih terperinci

BAB IX SANITASI PABRIK

BAB IX SANITASI PABRIK BAB IX SANITASI PABRIK Sanitasi merupakan suatu kegiatan yang terencana terhadap lingkungan produksi, bahan baku, peralatan dan kebersihan, kesehatan, kesejahteraan pekerja, mencegah terjadinya pencemaran

Lebih terperinci

II OBSERVASI. NO OBJEK PENGAMATAN. TOTAL SKOR MASING MASING SETIAP KANTIN BOBOT NILAI LOKASI & BANGUNAN SMA LOKASI : A

II OBSERVASI. NO OBJEK PENGAMATAN. TOTAL SKOR MASING MASING SETIAP KANTIN BOBOT NILAI LOKASI & BANGUNAN SMA LOKASI : A II OBSERVASI. NO OBJEK PENGAMATAN. TOTAL SKOR MASING MASING SETIAP KANTIN BOBOT NILAI LOKASI & BANGUNAN SMA LOKASI : A LAMPIRAN I LEMBAR OBSERVASI KONDISI HIGIENE DAN SANITASI PENYELENGGARA MAKANAN DAN

Lebih terperinci

II Observasi. No Objek pengamatan. Total skor masing masing setiap kantin Bobot Nilai Lokasi & Bangunan SMA Lokasi : a.

II Observasi. No Objek pengamatan. Total skor masing masing setiap kantin Bobot Nilai Lokasi & Bangunan SMA Lokasi : a. LAMPIRAN I LEMBAR OBSERVASI KONDISI HIGIENE DAN SANITASI PENYELENGGARA MAKANAN DAN MINUMAN PADA KANTIN SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA) DI KECAMATAN PERBAUNGAN KABUPATEN SERDANG BEDAGAI TAHUN 0 I. Indentitas

Lebih terperinci

1 dari1717 I. PENDAHULUAN. I. Latar Belakang

1 dari1717 I. PENDAHULUAN. I. Latar Belakang I. PENDAHULUAN I. Latar Belakang Pembinaan terhadap sarana produksi Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dalam rangka pengamanan alat kesehatan dan PKRT seperti yang disebutkan dalam Permenkes 1184/MENKES/PER/IX/2004

Lebih terperinci

LAPORAN KERJA PRAKTEK

LAPORAN KERJA PRAKTEK LAPORAN KERJA PRAKTEK PT. SARI MAS PERMAI (8 Juni 8 Agustus 2015) Diajukan oleh: Bernadette Malita S NRP: 5203012029 Rosalia Maria Da S NRP: 5203012042 JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Lampiran 1. Penentuan Pohon Keputusan untuk Bahan Baku Pertanyaan 1 (P1) Apakah ada potensi bahaya yang berkaitan dengan bahan baku ini?

Lampiran 1. Penentuan Pohon Keputusan untuk Bahan Baku Pertanyaan 1 (P1) Apakah ada potensi bahaya yang berkaitan dengan bahan baku ini? 105 7. LAMPIRAN Lampiran 1. Penentuan Pohon Keputusan untuk Bahan Baku Pertanyaan 1 (P1) Apakah ada potensi bahaya yang berkaitan dengan bahan baku ini? Ya Tidak Pertanyaan 2 (P2) Apakah anda/ pelanggan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terbaik yang dapat membantu para manajer dalam mengelola organisasi perusahaan

BAB 1 PENDAHULUAN. terbaik yang dapat membantu para manajer dalam mengelola organisasi perusahaan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Total Quality Management (TQM) merupakan filosofi dan praktik manajemen terbaik yang dapat membantu para manajer dalam mengelola organisasi perusahaan agar efektivitas

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 KUESIONER PENJAMAH MAKANAN DI RUMAH MAKAN

LAMPIRAN 1 KUESIONER PENJAMAH MAKANAN DI RUMAH MAKAN LAMPIRAN 58 LAMPIRAN 1 KUESIONER PENJAMAH MAKANAN DI RUMAH MAKAN KARAKTERISTIK SAMPEL Responden adalah penjamah makanan di rumah makan Jumlah responden adalah seluruh penjamah makanan di rumah makan Lembar

Lebih terperinci

MATERI III : ANALISIS BAHAYA

MATERI III : ANALISIS BAHAYA MATERI III : ANALISIS BAHAYA (Prinsip HACCP I) Tahap-tahap Aplikasi HACCP 1 1. Pembentukan Tim HACCP 2. Deskripsi Produk 3. Indentifikasi Konsumen Pengguna 4. Penyusunan Bagan alir proses 5. Pemeriksaan

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. higiene sanitasi di perusahaan dan konsep HACCP yang telah diteliti pada tahap

BAB V PEMBAHASAN. higiene sanitasi di perusahaan dan konsep HACCP yang telah diteliti pada tahap digilib.uns.ac.id BAB V PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian mengenai penyelenggaraan kantin, faktor higiene sanitasi di perusahaan dan konsep HACCP yang telah diteliti pada tahap penyajian makanan,

Lebih terperinci

Oleh: Ridzky Nanda Seminar Tugas Akhir

Oleh: Ridzky Nanda Seminar Tugas Akhir Seminar Tugas Akhir STUDI PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI SEBAGAI UPAYA PENERAPAN PRODUKSI BERSIH DI PABRIK KELAPA SAWIT AEK NABARA SELATAN PT. PERKEBUNAN NUSANTARA III STUDY OF WASTE INDUSTRIAL MANAGEMENT

Lebih terperinci

REFERENSI PENYUSUNAN GOOD MANUFACTURING PRACTICE (GMP) MANUAL

REFERENSI PENYUSUNAN GOOD MANUFACTURING PRACTICE (GMP) MANUAL REFERENSI PENYUSUNAN GOOD MANUFACTURING PRACTICE (GMP) MANUAL Referensi Penyusunan GMP Manual Page 1 RUANG LINGKUP 1.1. Umum. GMP Manual ini menjelaskan mengenai persyaratan umum tatacara berproduksi yang

Lebih terperinci

Keputusan Menteri Kesehatan No. 261/MENKES/SK/II/1998 Tentang : Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja

Keputusan Menteri Kesehatan No. 261/MENKES/SK/II/1998 Tentang : Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Keputusan Menteri Kesehatan No. 261/MENKES/SK/II/1998 Tentang : Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Menimbang : MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, bahwa untuk mencegah timbulnya gangguan kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pendahuluan ini berisikan tentang alasan dilakukannya penelitian dan menjelaskan permasalahan yang terjadi di PT Gunung Pulo Sari. Penjelasan yang akan dijabarkan pada pendahuluan ini

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PROSEDUR DAN LEMBAR KERJA

PENGEMBANGAN PROSEDUR DAN LEMBAR KERJA PENGEMBANGAN PROSEDUR DAN LEMBAR KERJA BAHAYA BIOLOGIS BAHAYA KIMIA AMANKAN PANGAN dan BEBASKAN PRODUK dari BAHAN BERBAHAYA BAHAYA FISIK BEBAS BAHAYA Direktorat Surveilan dan Penyuluhan 1 PROSEDUR Direktorat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. solusi alternatif penghasil energi ramah lingkungan.

BAB 1 PENDAHULUAN. solusi alternatif penghasil energi ramah lingkungan. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan industri pengolahan kelapa sawit di Indonesia mengalami peningkatan yang sangat signifikan. Hal ini disebabkan tingginya permintaan atas Crude Palm Oil

Lebih terperinci

SISTEM-SISTEM TERKAIT MANAJEMEN MUTU PADA INDUSTRI PANGAN

SISTEM-SISTEM TERKAIT MANAJEMEN MUTU PADA INDUSTRI PANGAN SISTEM-SISTEM TERKAIT MANAJEMEN MUTU PADA INDUSTRI PANGAN ISO 22000 ISO 14001 ISO 17025 OHSAS Budaya Kerja 5S/5R Budaya Kerja K3 Sistem Manajemen Halal ISO 9001 Konsumen/Masyarakat IMPLEMENTASI ISO 9001:

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR:. TENTANG PEDOMAN PENERAPAN CARA PEMBUATAN KOSMETIKA YANG BAIK

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR:. TENTANG PEDOMAN PENERAPAN CARA PEMBUATAN KOSMETIKA YANG BAIK PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR:. TENTANG PEDOMAN PENERAPAN CARA PEMBUATAN KOSMETIKA YANG BAIK KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.03.1.23.04.12.2207 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA

Lebih terperinci

PENILAIAN PEMERIKSAAN KESEHATAN LINGKUNGAN HYGIENE SANITASI DI RUMAH MAKAN/RESTORAN

PENILAIAN PEMERIKSAAN KESEHATAN LINGKUNGAN HYGIENE SANITASI DI RUMAH MAKAN/RESTORAN PENILAIAN PEMERIKSAAN KESEHATAN LINGKUNGAN HYGIENE SANITASI DI RUMAH MAKAN/RESTORAN Nama Rumah Makan/Restoran : Alamat : Nama Pengusaha : Jumlah Karyawan : Jumlah Penjamah Makanan : Nomor Izin Usaha :

Lebih terperinci

UNTUK KEPALA SEKOLAH SDN KOTA BINJAI

UNTUK KEPALA SEKOLAH SDN KOTA BINJAI Lampiran 1. LEMBAR KUESIONER UNTUK KEPALA SEKOLAH SDN KOTA BINJAI A. IDENTITAS INFORMAN Nama :. Alamat : Usia :.Tahun Jenis Kelamin : 1.Laki-laki 2. Perempuan Pendidikan terakhir : Unit Kerja : Masa kerja

Lebih terperinci

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL P

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL P LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.181, 2015 LINGKUNGAN HIDUP. Perikanan. Hasil. Jaminan Mutu. Keamanan. Sistem. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5726). PERATURAN

Lebih terperinci

Sanitasi Penyedia Makanan

Sanitasi Penyedia Makanan Bab 6 Sanitasi Penyediaan Makanan Sanitasi Penyedia Makanan Sanitasi Jasa Boga Sanitasi Rumah Makan & Restoran Sanitasi Hotel Sanitasi Rumah Sakit Sanitasi Transportasi Penggolongan Jasa Boga Jasa boga

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA,LANDASAN TEORI,KERANGKA PEMIKIRAN,DAN HIPOTESA PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA,LANDASAN TEORI,KERANGKA PEMIKIRAN,DAN HIPOTESA PENELITIAN TINJAUAN PUSTAKA,LANDASAN TEORI,KERANGKA PEMIKIRAN,DAN HIPOTESA PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka Agribisnis minyak goreng berbahan baku kelapa dulunya merupakan satu satunya minyak goreng yang digunakan

Lebih terperinci

2 ekspor Hasil Perikanan Indonesia. Meskipun sebenarnya telah diterapkan suatu program manajemen mutu terpadu berdasarkan prinsip hazard analysis crit

2 ekspor Hasil Perikanan Indonesia. Meskipun sebenarnya telah diterapkan suatu program manajemen mutu terpadu berdasarkan prinsip hazard analysis crit TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI LINGKUNGAN HIDUP. Perikanan. Hasil. Jaminan Mutu. Keamanan. Sistem. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 181). PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

From Farm to Fork...

From Farm to Fork... TITIS SARI KUSUMA From Farm to Fork... GAP GHP GTP GHP GLP GMP Konsumen Praktek Produksi yang baik (GMP) Merupakan kombinasi dari produksi dan prosedur pengawasan kualitas yang ditujukan untuk memastikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGAWASAN HIGIENE SANITASI MAKANAN DAN MINUMAN DAN PENGERTIAN RESTORAN HOTEL

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGAWASAN HIGIENE SANITASI MAKANAN DAN MINUMAN DAN PENGERTIAN RESTORAN HOTEL 18 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGAWASAN HIGIENE SANITASI MAKANAN DAN MINUMAN DAN PENGERTIAN RESTORAN HOTEL 2.1 Pengawasan 2.2.1 Pengertian Pengawasan Pengawasan secara umum merupakan serangkaian kegiatan

Lebih terperinci

Suatu uhaha preventif pencegahan penyakit yang menitikberatkan pada usaha kesehatan perseorangan atau manusia beserta lingkungan tempat orang

Suatu uhaha preventif pencegahan penyakit yang menitikberatkan pada usaha kesehatan perseorangan atau manusia beserta lingkungan tempat orang Suatu uhaha preventif pencegahan penyakit yang menitikberatkan pada usaha kesehatan perseorangan atau manusia beserta lingkungan tempat orang tersebut berada. suatu usaha preventif pencegahan penyakit

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 240/Kpts/OT.210/4/2003 TENTANG PEDOMAN CARA PEMBUATAN PAKAN YANG BAIK (CPPB) MENTERI PERTANIAN,

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 240/Kpts/OT.210/4/2003 TENTANG PEDOMAN CARA PEMBUATAN PAKAN YANG BAIK (CPPB) MENTERI PERTANIAN, KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 240/Kpts/OT.210/4/2003 TENTANG PEDOMAN CARA PEMBUATAN PAKAN YANG BAIK (CPPB) MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa pakan merupakan faktor penting dan strategis dalam

Lebih terperinci

Indonesia Kebun Matapao adalah sebagai berikut: tertinggi di PT. Socfindo Kebun Mata Pao. Manager/ADM mempunyai

Indonesia Kebun Matapao adalah sebagai berikut: tertinggi di PT. Socfindo Kebun Mata Pao. Manager/ADM mempunyai Uraian tugas dan tanggung jawab struktur organisasi Pada PT. Socfin Indonesia Kebun Matapao adalah sebagai berikut: 1. Manager/ ADM Manager/ADM diangkat langsung oleh Direksi dan merupakan pimpinan tertinggi

Lebih terperinci

BABI PENDAHULUAN. PT. Tunas Bam Lampung mempakan salah satu anak pemsahaan dari PT.

BABI PENDAHULUAN. PT. Tunas Bam Lampung mempakan salah satu anak pemsahaan dari PT. BAB. PENDAHULUAN - BAB PENDAHULUAN 1.1 Sejarah Umum Perusahaan PT. Tunas Bam Lampung mempakan salah satu anak pemsahaan dari PT. Sungai Budi Group. PT. Sungai Budi Group memulai kegiatan usahanya pada

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. TEMPAT DAN WAKTU Penelitian terhadap kecukupan Sistem Keamanan Pangan untuk Industri Jasa Boga dilakukan dengan pengambilan data di beberapa instansi terkait yaitu Direktorat

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI SANITASI PANGAN PADA PRODUKSI KOPI DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA IX, JAMBU-SEMARANG. Roswita Sela 14.I1.0174

IMPLEMENTASI SANITASI PANGAN PADA PRODUKSI KOPI DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA IX, JAMBU-SEMARANG. Roswita Sela 14.I1.0174 IMPLEMENTASI SANITASI PANGAN PADA PRODUKSI KOPI DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA IX, JAMBU-SEMARANG Roswita Sela 14.I1.0174 OUTLINE PROFIL PERUSAHAAN PROSES PRODUKSI SANITASI KESIMPULAN SEJARAH SINGKAT PERUSAHAAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 55 BAB III METODE PENELITIAN A. KERANGKA KONSEP Variabel Bebas Variabel Terikat Pengetahuan pelaku industri Sanitasi Hygiene Hasil monitoring keamanan produk industri rumah tangga (PIRT) pada makanan dan

Lebih terperinci

STUDI PENGENDALIAN MUTU KACANG TANAH SEBAGAI BAHAN BAKU PRODUKSI KACANG SHANGHAI PADA PERUSAHAAN PUTRI PANDA TULUNGAGUNG

STUDI PENGENDALIAN MUTU KACANG TANAH SEBAGAI BAHAN BAKU PRODUKSI KACANG SHANGHAI PADA PERUSAHAAN PUTRI PANDA TULUNGAGUNG STUDI PENGENDALIAN MUTU KACANG TANAH SEBAGAI BAHAN BAKU PRODUKSI KACANG SHANGHAI PADA PERUSAHAAN PUTRI PANDA TULUNGAGUNG Miftakhurrizal Kurniawan 1, Isna Arofatus Zahrok 2 Jurusan Teknologi Industri Pertanian,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR :... TAHUN... TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI MINYAK SAWIT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR :... TAHUN... TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI MINYAK SAWIT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR :... TAHUN... TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI MINYAK SAWIT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa Industri Minyak Sawit berpotensi menghasilkan

Lebih terperinci

Gambar. Diagram tahapan pengolahan kakao

Gambar. Diagram tahapan pengolahan kakao PENDAHULUAN Pengolahan hasil kakao rakyat, sebagai salah satu sub-sistem agribisnis, perlu diarahkan secara kolektif. Keuntungan penerapan pengolahan secara kolektif adalah kuantum biji kakao mutu tinggi

Lebih terperinci

g. Pemeliharaan dan Program Higiene Sanitasi

g. Pemeliharaan dan Program Higiene Sanitasi g. Pemeliharaan dan Program Higiene Sanitasi Fokus Menghindari Pencemaran dan Penurunan Mutu Produk Pemeliharaan dan Pembersihan Prosedur Pembersihan dan Sanitasi Program Pengendalian Hama (Mencegah, Pemasangan

Lebih terperinci