KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 240/Kpts/OT.210/4/2003 TENTANG PEDOMAN CARA PEMBUATAN PAKAN YANG BAIK (CPPB) MENTERI PERTANIAN,

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 240/Kpts/OT.210/4/2003 TENTANG PEDOMAN CARA PEMBUATAN PAKAN YANG BAIK (CPPB) MENTERI PERTANIAN,"

Transkripsi

1 KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 240/Kpts/OT.210/4/2003 TENTANG PEDOMAN CARA PEMBUATAN PAKAN YANG BAIK (CPPB) MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa pakan merupakan faktor penting dan strategis dalam peningkatan produksi dan produktivitas ternak, sehingga perlu dijaga agar pakan yang diedarkan terjamin mutunya sesuai persyaratan mutu pakan yang telah ditetapkan; b. bahwa sehubungan dengan hal tersebut di atas dan dalam rangka melindungi konsumen dari kerugian akibat mutu pakan yang tidak memenuhi syarat, maka dipandang perlu menetapkan Pedoman Cara Pembuatan Pakan Yang Baik (CPPB) dengan Keputusan Menteri Pertanian; Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 6 tahun 1967 tentang Ketentuanketentuan Pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2824); 2. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952); 4. Keputusan Presiden Nomor 102 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Departemen; 5. Keputusan Presiden Nomor 109 tahun 2001 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Departemen; 6. Keputusan Presiden Nomor 228/M tahun 2001 tentang Pembentukan Kabinet Gotong Royong; 7. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 01/Kpts/OT.210/ 1/2001 juncto Keputusan Menteri Pertanian Nomor 354.1/Kpts- /OT.210/6/2001 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Departemen Pertanian; 8. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 99/Kpts/OT.210/ 2/2001 juncto Keputusan Menteri Pertanian Nomor 392/Kpts- /OT.210/7/2001 tentang Kelengkapan Organisasi dan Tata Kerja Departemen Pertanian; MEMUTUSKAN : Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN TENTANG PEDOMAN CARA PEMBUATAN PAKAN YANG BAIK (CPPB). KESATU : Memberlakukan Pedoman Cara Pembuatan Pakan Yang Baik (CPPB) sebagaimana tercantum pada Lampiran Keputusan ini.

2 KEDUA : Pedoman Cara Pembuatan Pakan Yang Baik (CPPB) sebagaimana dimaksud pada Diktum KESATU merupakan acuan bagi semua pihak yang terlibat dalam kegiatan pembuatan pakan. KETIGA : Produsen pakan yang telah memenuhi persyaratan Cara Pembuatan Pakan Yang Baik (CPPB) sebagaimana dimaksud pada Diktum KEDUA diberikan Sertifikat CPPB oleh Direktur Jenderal Bina Produksi Peternakan. KEEMPAT : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal MENTERI PERTANIAN, PROF. DR. IR. BUNGARAN SARAGIH, M.Ec. SALINAN Keputusan ini disampaikan kepada Yth. : 1. Menteri Perindustrian dan Perdagangan di Jakarta; 3. Sekretaris Jenderal Departemen Pertanian di Jakarta; 4. Inspektur Jenderal Departemen Pertanian di Jakarta; 5. Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Elektornika dan Aneka Departemen Perindusrtrian dan Perdagangan; 6. Pimpinan Unit Eselon I dilingkungan Departemen Pertanian di Jakarta; 7. Para Gubernur Propinsi di Seluruh Indonesia; 8. Para Direktur lingkup Ditjen Bina Produksi Peternakan 9. Para Kepala Dinas yang membidangi fungsi Peternakan Propinsi di Seluruh Indonesia; 10 Para Bupati/Walikota di Seluruh Indonesia; 11. Para Kepala Dinas yang membidangi Peternakan di Kabupaten/Kota di Seluruh Indonesia.

3 LAMPIRAN NOMOR TENTANG : KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN : 240/Kpts/OT.210/4/2003 : PEDOMAN CARA PEMBUATAN PAKAN YANG BAIK (CPPB) I. PENDAHULUAN 1. Ketentuan Umum Pakan merupakan faktor penting yang strategis dalam peningkatan produksi dan produktivitas ternak. Dalam pedoman ini mengatur pembuatan pakan olahan/konsentrat yang baik, atau disebut dengan Cara Pembuatan Pakan Yang Baik yang selanjutnya disingkat CPPB. CPPB menyangkut seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu pakan yang bertujuan untuk menjamin agar pakan yang dibuat untuk diedarkan memenuhi standar mutu dan tujuan penggunaannya, dalam rangka melindungi konsumen dari kerugian akibat pakan yang dihasilkan bermutu rendah. Pembuatan pakan yang tidak memenuhi SNI atau Persyaratan Teknis Minimal, dapat mengakibatkan kerugian terhadap peternak karena tingkat produksi ternak yang diharapkan tidak dapat dicapai secara optimal. Pakan yang diberikan untuk ternak harus dalam jumlah dan mutu yang tepat, sesuai dengan jenis ternak yang diusahakan dan tingkat produksinya. 2. Landasan Umum a. Pada pembuatan pakan, sangat diperlukan pengawasan secara menyeluruh sebagai suatu sistem manajemen mutu yang dimulai dari pengadaan bahan baku pakan, penyiapan bahan baku pakan, penyimpanan bahan baku pakan, penggilingan, pencampuran, pembuatan pelet (peletting), pengepakan, pelabelan, penyimpanan pakan dan pengeluaran pakan/pendistribusian. hal tersebut sangat essensial dalam upaya agar konsumen mempergunakan pakan yang memenuhi standar mutu sesuai persyaratan teknis yang ditetapkan. b. Pakan yang memenuhi standar mutu, sebelum diedarkan harus dinyatakan lulus dalam serangkaian pengujian yang meliputi uji kadar analisa zat makanan/proximate analysis meliputi analisis kadar protein, lemak dan sebagainya. Mutu pakan tergantung pada proses pembuatan dan pengawasan mutu dilakukan, mutu bangunan dan peralatan yang digunakan, serta sumber daya manusia yang terlibat dalam proses pembuatan pakan. c Pengujian mutu pakan dilakukan oleh laboratorium milik Pemerintah atau Swasta yang telah diakreditasi atau yang ditunjuk oleh Menteri.

4 d CPPB merupakan acuan bagi perorangan atau Badan Hukum yang melakukan kegiatan pembuatan pakan dengan maksud untuk diedarkan, dengan tujuan agar pakan yang dihasilkan memenuhi SNI atau Persyaratan Teknis Minimal, sehingga kepentingan konsumen dapat dilindungi dari penggunaan pakan yang bermutu rendah. 3. Pengertian Dalam pedoman ini, yang dimaksud dengan : a. Pakan adalah campuran dari beberapa bahan baku pakan,baik yang sudah lengkap maupun yang masih akan dilengkapi, yang disusun secara khusus untuk dapat dipergunakan sesuai dengan jenis ternaknya. b. Bahan baku pakan adalah bahan-bahan hasil pertanian, perikanan, peternakan atau bahan-bahan lainnya yang layak dipergunakan sebagai pakan, baik yang telah diolah maupun yang belum diolah. c. Pelengkap pakan (feed supplement) adalah suatu zat yang secara alami sudah terkandung dalam pakan, tetapi jumlahnya perlu ditingkatkan dengan menambahkannya dalam pakan. d. Imbuhan pakan (feed additive) adalah suatu zat yang secara alami tidak terdapat pada pakan, yang tujuan pemakaiannya terutama sebagai pemacu produksi ternak. e. Konsentrat adalah pakan yang kaya akan sumber protein dan atau sumber energi, serta dapat mengandung pelengkap pakan dan atau imbuhan pakan. f. Pembuatan pakan adalah kegiatan mencampur dan mengolah berbagai bahan baku pakan untuk dijadikan pakan termasuk pengemasan pakan. g. Cemaran bahan baku pakan dan pakan adalah bahan/zat asing yang terdapat dalam bahan baku pakan dan pakan, yang dapat mengakibatkan turunnya mutu dan atau mengganggu kesehatan ternak. h. Sertifikat mutu adalah surat keterangan yang diberikan oleh lembaga sertifikasi produk yang telah terakreditasi atau yang ditunjuk oleh Menteri, Dinas Peternakan atau Dinas Teknis yang membidangi fungsi peternakan di propinsi, yang menyatakan bahwa susunan pakan yang bersangkutan memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan. i. Tindakan Sanitasi adalah usaha yang dilakukan untuk menghindari resiko pencemaran dari bahan/zat berbahaya/cemaran. j. Limbah adalah kotoran atau bahan sisa lain dari pembuatan pakan yang berbentuk padat, cair dan gas.

5 k. Limbah terolah adalah limbah yang telah diolah dengan sistim yang tepat sehingga tidak menimbulkan pencemaran lingkungan. l. Pengemasan pakan adalah kegiatan yang dilakukan untuk melakukan pembungkusan pakan baik menggunakan kertas, karton atau plastik dalam kemasan yang tertentu, dengan maksud agar terlindung dari pencemaran. m. Infeksi Internal adalah kegiatan pengawasan yang dilakukan terhadap seluruh aspek pembuatan pakan. n. Etiket atau label adalah tulisan atau cetakan yang terdapat pada pembungkus pakan atau yang menyertai pakan tersebut, yang memuat nama/merk, alamat perusahaan, nomor izin usaha, nomor izin produksi, nama dan jenis pakan, berat, kandungan zat-zat makanan, bahan baku pakan dan imbuhan pakan yang dipergunakan, waktu kadaluarsa dan cara penggunaan pakan tersebut. o. Pengujian bahan baku pakan dan pakan adalah kegiatan yang dilakukan untuk menguji mutu bahan baku pakan dan pakan melalui analisa zat makanan atau uji laboratorium. II. BAHAN BAKU PAKAN 1. Semua pemasukan, pengeluaran dan sisa bahan baku pakan hendaklah dicatat. Catatan tersebut meliputi keterangan mengenai persediaan, tanggal penerimaan, tanggal pengeluaran dan tanggal pemeriksaan. 2. Setiap bahan baku pakan, sebelum diterima sebagai bahan baku pakan yang memenuhi syarat untuk diproses, hendaklah memenuhi standar dan atau persyaratan teknis minimal bahan baku yang sudah ditetapkan. 3. Kiriman bahan baku pakan hendaklah ditahan di tempat penimbangan sampai disetujui dan dinyatakan memenuhi syarat pada saat pemeriksaan untuk dipergunakan dalam pakan oleh manajer pengawas mutu, kecuali bahan baku pakan yang berasal dari impor, ditahan di ruang penyimpanan sebelum dinyatakan memenuhi syarat. 4. Bahan baku pakan yang dapat mengalami kerusakan karena pengaruh suhu, hendaklah disimpan dalam ruangan yang suhu udaranya diatur. 5. Alat timbang dan alat takar hendaklah ditera dan diperiksa secara teratur untuk membuktikan bahwa kapasitas, ketelitian dan ketepatannya memenuhi persyaratan sesuai dengan jumlah zat yang akan ditimbang atau ditakar. 6. Semua bahan baku pakan asal impor yang tidak memenuhi syarat hendaklah ditandai secara jelas dan tidak boleh digunakan dalam produksi serta harus segera dikeluarkan dari tempat penyimpanan. 7. Semua bahan baku pakan asal lokal yang tidak memenuhi syarat harus langsung dikembalikan sebelum ditimbang.

6 III. LOKASI Lokasi hendaklah memadai, sehingga setiap resiko terjadinya kekeliruan, pencemaran silang dan berbagai kesalahan lain yang dapat menurunkan mutu pakan dapat dihindarkan. 1. Bangunan harus berada pada lokasi yang bebas dari pencemaran. 2. Pencemaran sebagaimana dimaksud pada butir 1 dapat bersumber pada : a. kawasan/lokasi genangan air/rawa, kawasan pembuangan kotoran dan sampah, kawasan lembab dan berdebu, daerah kotor, kawasan penumpukan barang bekas, dan kawasan lain yang mengakibatkan pencemaran; b. perusahaan lain yang diduga mencemarkan hasil produksi; c. rumah atau tempat tinggal atau fasilitas lain yang bersamaan letak dan atau penggunaannya dengan bangunan; d. pekarangan yang tidak terpelihara, timbunan barang yang tidak teratur,tempat penimbunan bahan sisa atau sampah, tempat bersembunyi atau berkembang biaknya serangga, binatang pengerat dan atau binatang lain. e. tempat yang kurang baik sistem saluran pembuangan airnya, sehingga terdapat genangan air yang dapat merupakan tempat serangga atau jasad renik berkembang biak. IV. BANGUNAN 1. Umum Bangunan harus dibuat berdasarkan perencanaan yang memenuhi persyaratan teknik dan higiene sesuai dengan jenis pakan yang diproduksi, sehingga mudah dibersihkan, mudah dilaksanakan tindak sanitasi dan mudah dipelihara, mudah dalam proses pembuatan pakan sampai dengan pengiriman. 2. Tata Letak Dalam menentukan rancang bangun dan penataan gedung hendaklah dipertimbangkan hal-hal sebagai berikut: a. Bangunan unit produksi terdiri atas: (1) ruang operator/karyawan yang mengoperasikan peralatan/ mesin produksi; (2) ruang peralatan mesin produksi; (3) ruang hasil produksi. Ruangan yang dimaksud di atas harus memenuhi syarat sebagai berikut: (a) ruangan operator mesin dan ruangan mesin produksi serta ruangan hasil produksi, harus terpisah sedemikian rupa, sehingga tidak mengganggu kegiatan kerja;

7 (b) luas ruangan harus sesuai dengan jenis dan kapasitas produksi, jenis dan ukuran alat produksi serta jumlah karyawan yang bekerja; (c) susunan bagian-bagiannya diatur sedemikian rupa sesuai dengan urutan proses produksi, sehingga tidak menimbulkan lalu lintas kerja yang simpang siur dan tidak mengakibatkan pencemaran terhadap pakan yang diproduksi. b. Bangunan untuk laboratorium dibuat berdasarkan perencanaan yang memenuhi persyaratan teknis sesuai dengan kegiatan laboratorium. (1) luasnya sesuai dengan jenis, jumlah dan penempatan peralatan yang diperlukan serta jumlah karyawan yang bekerja; (2) susunan bagian-bagiannya sesuai dengan urutan kegiatan yang dilakukan dan tidak menimbulkan lalu lintas yang simpang siur; c Bangunan gudang terdiri atas : (1) ruangan penyimpanan bahan baku pakan; (2) ruangan penyimpanan peralatan/suku cadang peralatan mesin; (3) ruangan penyimpanan peralatan lainnya atau bahan kimia lainnya. (4) ruangan penyimpanan pakan Ruangan yang dimaksud di atas harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: (a) luasnya harus sesuai dengan kapasitas barang yang disimpan, yaitu bahan baku pakan, peralatan/suku cadang peralatan mesin, peralatan lainnya atau bahan kimia lainnya dan pakan jadi serta harus diatur sesuai dengan jenisnya, sehingga tidak mudah tercampur dengan bahan-bahan lain yang mengakibatkan mudah rusak. (b) antara ruangan yang satu dengan ruangan yang lain harus terpisah sedemikian rupa, sehingga tidak mengakibatkan pencemaran terhadap barang yang disimpan. d. Bangunan tempat silo atau tempat penyimpanan bahan baku butiran, luasnya harus sesuai dengan jenis dan kapasitas bahan baku butiran yang disimpan. e. Lantai (1) Lantai bangunan unit produksi dan gudang harus memenuhi syarat sebagai berikut: (a) rapat air; (b) tahan terhadap air, garam, basa, asam dan atau bahan kimia lainnya; (c) permukaan rata serta halus, tetapi tidak licin dan mudah dibersihkan; (d) pertemuan antara lantai dan dinding harus rapat air.

8 (2) Lantai bangunan kantor dan laboratorium harus memenuhi syarat sebagai berikut: f. Dinding (a) rapat air; (b) tahan terhadap air. (c) permukaan datar, rata serta halus, tetapi tidak licin dan mudah dibersihkan; (d) ruangan untuk mandi, cuci dan sarana toilet harus mempunyai kelandaian secukupnya ke arah saluran pembuangan. (1) Dinding bangunan unit produksi dan gudang harus memenuhi syarat sebagai berikut: (a) dinding harus rapat dan kokoh; (b) permukaan bagian dalam harus halus, rata, tahan lama, tidak mudah mengelupas, mudah dibersihkan, tahan terhadap air, garam, basa, asam atau bahan kimia lainnya; (c) pertemuan antara dinding dengan dinding dan antara dinding dengan lantai harus rapat air. (2) Dinding bangunan kantor dan laboratorium harus memenuhi syarat sebagai berikut: a. dinding harus rapat dan kokoh; b. permukaan bagian dalam harus halus, rata, tahan lama, tidak mudah mengelupas dan mudah dibersihkan. c. dinding ruangan untuk mandi, cuci dan sarana toilet, selain harus memenuhi syarat pada butir 1 dan 2 di atas, sekurang-kurangnya setinggi 2 m dari lantai harus rapat air. g. Atap dan langit-langit (1) Bangunan atap dan langit-langit unit produksi dan gudang harus memenuhi syarat sebagai berikut: a. atap terbuat dari bahan tahan lama, tahan terhadap air dan tidak kotor; b. Langit-langit : (i) dibuat dari bahan yang tidak mudah terlepas; (ii) tidak terdapat lubang dan tidak retak; (iii) tahan lama dan mudah dibersihkan; (iv) tinggi dari lantai disesuaikan dengan peralatan dan kapasitas produksi dan penyimpanan bahan baku; (v) permukaan dalam harus rata dan tidak mudah mengelupas dan berwarna terang; (vi) rapat air. (2) Bangunan atap dan langit-langit kantor serta laboratorium harus memenuhi syarat sebagai berikut:

9 h. Pintu (a) Atap terbuat dari bahan tahan lama, tahan terhadap air dan tidak bocor. (b) Langit-langit: (i) dibuat dari bahan yang tidak mudah terlepas; (ii) tidak terdapat lubang dan tidak retak; (iii) tahan lama dan mudah dibersihkan; (iv) tinggi dari lantai sekurang-kurangnya 3 m kecuali untuk laboratorium perlu disesuaikan dengan peralatan yang ada (v) permukaan dalam harus rata dan berwarna terang; (1) Pintu bangunan unit produksi dan gudang harus memenuhi syarat sebagai berikut: (a) Dibuat dari bahan yang tahan lama dan kokoh; (b) Permukaan rata, halus dan mudah dibersihkan; (c) Dapat ditutup dengan mudah dan baik; (d) Membuka keluar. (2) Pintu bangunan kantor dan laboratorium : i. Jendela (a) Dibuat dari bahan yang tahan lama dan kokoh; (b) Permukaan rata, halus dan mudah dibersihkan; (c) Dapat ditutup dengan mudah dan baik; Jendela harus memenuhi syarat sebagai berikut: (1) Dibuat dari bahan yang tahan lama dan kokoh; (2) Permukaan rata, halus dan mudah dibersihkan; (3) Sekurang-kurangnya setinggi 1 m dari lantai atau disesuaikan dengan keperluan; (4) Luas permukaan jendela sesuai dengan besarnya bangunan atau disesuaikan dengan keperluan. j. Penerangan Penerangan dalam ruangan unit produksi, gudang, ruang kerja dan ruang laboratorium harus terang sesuai dengan keperluan dan persyaratan kesehatan. k. Ventilasi dan pengatur suhu Ventilasi dan pengatur suhu ruangan unit produksi, gudang, ruang kerja, laboratorium baik secara alami maupun buatan, harus memenuhi syarat sebagai berikut: (1) Cukup menjamin peredaran udara dengan baik dan dapat menghilangkan uap, gas, bau, debu dan panas yang dapat merugikan terhadap hasil produksi;

10 (2) Dapat mengatur susu yang dipoerlukan; (3) Tidak boleh mencemari hasil produksi melalui udara yang dialirkan; (4) Lubang ventilasi harus dilengkapi dengan alat yang dapat mencegah masuknya serangga dan mengurangi masuknya kotoran serta air hujan ke dalam ruangan serta mudah dibersihkan. l. Pemeliharaan (1) Bangunan Bangunan dan bagian-bagiannya harus dipelihara dan dijaga kebersihannya secara teratur dan berkala, sehingga selalu dalam keadaan bersih dan berfungsi dengan baik. (2) Pencegahan masuknya binatang Setiap unit bangunan dan bagian-bagiannya harus dilakukan usaha pencegahan masuknya serangga, binatang pengerat, unggas dan binatang lain ke dalam bangunan tersebut. (3) Pembasmian jasad renik, serangga dan binatang pengerat. Setiap bangunan dan bagian-bagiannya harus dilakukan pembasmian jasad renik, serangga dan binatang pengerat secara rutin dengan menggunakan disinfektan, insektisida, atau rodentisida. Pelaksanaannya harus dilakukan dengan hati-hati dan harus dijaga serta dibatasi sedemikian rupa, sehingga tidak menimbulkan pencemaran terhadap bahan baku, bahan tambahan dan bahan penolong serta produk akhir. (4) Limbah (a) Limbah padat harus dikumpulkan untuk dikubur, dibakar atau diolah, sehingga aman; (b) Limbah cair harus diolah lebih dahulu sebelum dialirkan ke luar; (c) Limbah gas harus diatur atau boleh diolah sedemikian rupa, sehingga tidak mengganggu kesehatan karyawan dan tidak menimbulkan pencemaran lingkungan. Penanganan limbah harus sesuai dengan Ketentuan PIL dan PEL. (5) Alat dan perlengkapan (a) Alat dan perlengkapan yang digunakan untuk memproduksi pakan yang berhubungan langsung dengan pakan, harus dibersihkan dan dikenakan tindak sanitasi secara teratur, sehingga tidak menimbulkan pencemaran terhadap produksi akhir serta tidak berhubungan langsung dengan pakan, dan harus selalu dalam keadaan bersih. (b) Alat pengangkutan dan alat pemindahan barang dalam bangunan unit produksi harus bersih dan tidak boleh

11 (c) merusak barang yang diangkut atau dipindahkan, baik bahan baku, pelengkap pakan (feed supplement), imbuhan pakan (feed additive) yang digunakan maupun produk akhir. Alat pengangkutan untuk mengedarkan produk akhir harus bersih, dapat melindungi produk, baik fisik maupun mutunya sampai ke tempat tujuan. V. PERSONALIA Jumlah tenaga ahli dan karyawan disemua tingkatan hendaklah cukup serta memiliki pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan sesuai dengan tugasnya, memiliki kesehatan mental dan fisik yang baik sehingga mampu melaksanakan tugasnya secara profesional serta memiliki sikap dan kesadaran tinggi untuk mewujudkan tujuan. 1. Dalam organisasi perusahaan hendaklah dilakukan pembagian tugas dan wewenang secara jelas, yang tidak saling bertanggung jawab satu terhadap yang lain, masing-masing hendaklah diberi wewenang penuh dan sarana yang cukup yang diperlukan untuk dapat melaksanakan tugasnya secara efektif. Keduanya tidak boleh mempunyai kepentingan lain di luar organisasi yang dapat menghambat atau membatasi tanggung jawab atau yang dapat menimbulkan pertentangan kepentingan pribadi atau finansial. 2. Manajer produksi hendaklah seorang tenaga ahli dibidangnya, terlatih dan memiliki pengalaman praktis yang memadai sehingga memungkinkan melaksanakan tugasnya secara profesional. Manajer produksi hendaklah memiliki wewenang serta tanggung jawab bersama dalam mutu pakan dengan manajer pengawasan. 3. Manajer pengawasan mutu hendaklah seorang tenaga ahli dibidangnya, terlatih dan memiliki pengalaman praktis yang memadai untuk memungkinkan melaksanakan tugasnya secara profesional. Manajer pengawasan mutu hendaklah diberi wewenang dan tanggung jawab penuh dalam seluruh tugas pengawasan mutu baik dalam penyusunan, verifikasi dan pelaksanaan seluruh prosedur pengawasan mutu. Manajer pengawasan mutu adalah satu-satunya yang memiliki wewenang memutuskan untuk meluluskan atau menolak bahan baku pakan dan bahan lainnya sesuai prosedur yang berlaku. 4. Manajer produksi dan Manajer pengawasan mutu sebagai tenaga pengawas mutu bersama-sama bertanggung jawab dalam penyusunan dan pengesahan prosedur-prosedur tertulis, pemantauan dan pengawasan lingkungan, kebersihan pabrik dan validasi proses produksi, kalibrasi alatalat pengukur, latihan personalia, pemberian persetujuan terhadap pemasok bahan baku dan kontraktor, pengaman produk pakan dan bahan baku pakan terhadap kerusakan dan kemunduran mutu. 5. Untuk menunjang dan membantu tenaga inti tersebut di atas, dapat ditunjuk tenaga trampil sesuai kebutuhan untuk melaksanakan pengawasan langsung di bagian produksi dan pengawasan mutu. Tiap penyelia hendaklah cukup terlatih dan memiliki ketrampilan teknis yang

12 memadai serta pengalaman praktis dalam bidang yang berkaitan dengan tugasnya, serta bertanggung jawab kepada manajer produksi dan manajer pengawasan mutu. 6. Disamping staf tersebut di atas hendaklah tersedia tenaga yang terlatih secara teknis dalam jumlah yang memadai dalam melaksanakan kegiatan produksi atau pengawasan mutu sesuai dengan prosedur dan spesifikasi yang telah ditentukan serta memahami petunjuk kerja tertulis. Pada saat pengangkatan hendaklah diberi latihan yang cukup. 7. Tanggung jawab yang diberikan kepada setiap staf hendaklah tidak terlalu berlebihan sehingga dapat menimbulkan resiko terhadap mutu pakan yang diproduksi. 8. Tugas dan tanggung jawab hendaklah jelas dan dapat dipahami dengan baik oleh setiap karyawan. 9. Pelatihan a. Seluruh karyawan yang langsung terlibat dalam kegiatan pembuatan pakan dan yang karena tugasnya mengharuskan masuk ruangan pembuatan pakan hendaklah dilatih mengenai kegiatan tertentu sesuai dengan tugasnya maupun prinsip CPPB. b. Pelatihan khusus hendaklah diberikan dalam latihan bagi mereka yang bekerja diruangan steril dan ruangan bersih atau bagi mereka yang menggunakan bahan yang mempunyai resiko tinggi. c. Latihan CPPB hendaklah dilakukan secara berkesinambungan dengan frekuensi yang memadai agar para karyawan terbiasa dengan persyaratan CPPB yang berkaitan dengan tugasnya. d. Latihan mengenai CPPB hendaklah dilaksanakan menurut program tertulis yang telah disetujui oleh manajer produksi maupun manajer pengawasan mutu. e. Catatan latihan karyawan mengenai CPPB hendaklah disimpan dengan baik dan program latihan hendaklah dinilai secara berkala. f. Setelah mengadakan latihan, prestasi karyawan hendaklah dinilai untuk menentukan apakah karyawan tersebut telah memiliki kualifikasi yang memadai untuk melaksanakan tugas yang diberikan kepadanya. VI. HIGIENE DAN SANITASI Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi hendaklah ditetapkan pada setiap aspek pembuatan pakan. Ruang lingkup sanitasi dan higiene meliputi fasilitas sanitasi, personalia, bangunan, peralatan dan perlengkapan, bahan produksi serta wadahnya. 1. Umum Bangunan harus dilengkapi dengan fasilitas sanitasi yang dibuat berdasarkan perencanaan yang memenuhi persyaratan teknik dan higiene.

13 2. Sarana penyediaan air a Bangunan harus dilengkapi dengan sarana penyediaan air yang pada pokoknya terdiri dari: (1) Sumber air (2) Pipa pembawa air (3) Tempat penyediaan air (4) Pipa pembagi air b c Sarana penyediaan air harus dapat menyediakan air yang cukup dan memenuhi baku mutu air sesuai dengan peruntukannya Pemasangan dan bahan sarana pemasangan air harus memenuhi ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. 3 Sarana Pembuangan a. Bangunan harus dilengkapi dengan sarana pembuangan yang pada pokoknya terdiri dari: (1) Saluran dan tempat pembuangan limbah (2) Tempat pembuangan limbah padat, cair, limbah gas (3) Sarana pengolahan limbah (4) Saluran pembuangan limbah terolah b. Sarana pembuangan harus dapat mengolah dan membuang limbah padat, cair dan atau gas yang dapat menimbulkan pencemaran lingkungan. c. Pemasangan dan bahan sarana pembuangan harus memenuhi ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. 4. Sarana toilet a. Letaknya tidak terbuka langsung ke ruang proses pengolahan dan ruang lainnya. b. Dilengkapi dengan bak cuci tangan. c. Diberi tanda pemberitahuan bahwa setiap karyawan harus mencuci tangan dengan sabun atau deterjen sesudah menggunakan toilet. d. Disediakan dalam jumlah yang cukup 5. Sarana cuci tangan.a. Ditempatkan ditempat-tempat yang diperlukan misalnya di laboratorium dan ruang kantor karyawan. b. Dilengkapi dengan air mengalir yang tidak boleh dipakai berulangkali, dengan sabun atau deterjen atau alat lain untuk mengeringkan tangan. c. Disediakan tempat sampah yang tertutup. d. Disediakan dalam jumlah yang cukup sesuai kebutuhan karyawan.

14 6. Karyawan a. Semua karyawan hendaklah menjalani pemeriksaan kesehatan, baik sebelum diterima menjadi karyawan maupun selama menjadi karyawan. Karyawan yang bertugas sebagai pemeriksa visual hendaklah menjalani pemeriksaan mata secara berkala. b. Semua karyawan hendaklah menerapkan higiene perorangan yang baik dan dilatih mengenai penerapan higiene perorangan yang berhubungan dengan proses pembuatan dan memperhatikan tingkat higiene perorangan yang tinggi. c. Semua karyawan yang pada suatu ketika mengidap suatu penyakit atau menderita suatu luka terbuka yang dapat merugikan kualitas produk hendaklah dilarang menangani bahan baku, bahan pengemas dan bahan yang sedang dalam proses pembuatan pakan sampai karyawan tersebut sembuh kembali. d. Semua karyawan hendaklah diperintahkan dan didorong untuk melaporkan kepada atasan langsungnya tiap keadaan (pabrik, peralatan atau personalia) yang menurut penilaian dapat merugikan produk. e. Untuk keamanan karyawan dan untuk menjamin perlindungan produk dari pencemaran, karyawan hendaklah mengenakan pakaian pelindung bahan yang bersih termasuk penutup rambut yang bersih. Seragam yang kotor hendaklah disimpan dalam wadah tertutup sampai saat pencucian. Kain lap pembersih, yang kotor, yang dapat dipakai kembali, hendaklah disimpan dalam wadah tertutup sampai saat pencucian. f. Hanya petugas yang berwenang yang diperbolehkan memasuki bangunan dan fasilitas yang dinyatakan sebagai ruangan terbatas. g. Karyawan hendaklah diinstruksikan mencucui tangan sebelum memasuki ruangan produksi. Untuk tujuan tersebut diperlukan pemasangan poster peringatan yang sesuai. h. Merokok, makan, minum, mengunyah, meletakkan tanaman atau menyimpan makanan, minuman, bahan untuk merokok dan obat pribadi hanya diperbolehkan diruangan tertentu dan dilarang dalam ruangan produksi, laboratorium, ruangan penyimpanan dan ruangan lain yang mungkin merugikan mutu. i. Prosedur higiene perorangan termasuk persyaratan untuk mengenakan pakaian pelindung yang diberlakukan bagi semua orang yang memasuki ruangan produksi, baik bagi mereka yang bekerja tetap ataupun sementara, maupun bagi non karyawan yang berada di ruang perusahaan (karyawan kontraktor, pengunjung, staf pimpinan perusahaan dan inspektur). j. Hendaklah disediakan fasilitas yang memadai untuk penyimpanan pakaian kerja dan pakaian milik pribadi ditempat yang tepat. k. Hendaklah ada prosedur tertulis yang menunjukkan penanggung jawab sanitasi serta menguraikan dengan rinci mengenai jadwal, metoda, peralatan, dan bahan pembersih yang harus digunakan maupun fasilitas-fasilitas yang harus dibersihkan. Prosedur tertulis tersebut hendaklah dipatuhi. 7. Peralatan a. Peralatan yang telah digunakan hendaklah dibersihkan baik bagian luar maupun bagian dalam sesuai dengan prosedur yang

15 ditetapkan, serta dijaga dan disimpan dalam kondisi bersih. Sebelum dipakai kebersihannya diperiksa lebih dahulu untuk memastikan bahwa seluruh produk atau bahan dari batch sebelumnya telah dihilangkan. b. Pembersihan secara vakum (atau cara basah) lebih dianjurkan. Udara bertekanan dan sikat hendaklah digunakan dengan hati-hati, sedapat mungkin dihindari karena menambah resiko pencemaran produk. c. Pembersihan dan penyimpanan peralatan yang dapat dipindahpindahkan dan penyimpanan bahan pembersih hendaklah dilakukan dalam ruangan yang terpisah dari ruang pengolahan. d. Catatan mengenai pelaksanaan pembersihan, sanitasi, sterilisasi dan inspeksi sebelum penggunaan peralatan hendaklah disimpan. VII. PRODUKSI PAKAN 1. Alat Produksi a. Alat dan perlengkapan yang dipergunakan untuk memproduksi pakan harus dibuat berdasarkan perencanaan yang memenuhi persyaratan teknik, yaitu peralatan dan mesin pemrosesnya dibuat yang mudah dioperasionalkan, dipelihara dan dibersihkan. b. Alat dan perlengkapan yang disebut di atas harus memenuhi syarat sebagai berikut: (1) Sesuai dengan jenis produksi. (2) Permukaan yang berhubungan dengan pakan harus halus, tidak berlubang atau bercelah, tidak mengelupas, tidak menyerap air dan tidak berkarat. (3) Tidak mencemari hasil produksi dengan jasad renik, unsur atau fragmen logam yang lepas atau pergeseran dari peralatan, minyak pelumas, peralatan bahan bakar dan lain-lain. (4) Optimum kelembaban 80 %. (5) Mesin yang mengalami kontak dengan makanan dikeringkan setelah proses pembersihan. (6) Mudah dibersihkan. (7) Bentuk konstruksinya diupayakan agar seminimal mungkin terbuang/tumpah sewaktu diproses atau disebabkan oleh proses pencampuran terakhir. c. Timbangan Alat timbangan dipergunakan untuk menimbang barang yang dijualbelikan, maka alat timbangan harus diterra oleh Jawatan Meterologi. Adapun alat timbangan yang digunakan adalah sebagai berikut: (1) Timbangan elektrik besar yang digunakan untuk menimbang berat truk dan muatannya sampai lebih dari kg. Timbangan ini ada di komplek pabrik dekat pintu masuk/keluar. (2) Timbangan kecil yang ada di laboratorium. (3) Timbangan elektrik (otomatis) yang digunakan untuk menimbang bahan baku pakan sebelum dicampur. (4) Timbangan untuk pencampuran premix.

16 (5) Timbangan untuk menimbang pakan yang sudah jadi sebelum dilakukan pengepakan. 2. Cara Pembuatan Pakan Cara pembuatan pakan mencakup beberapa tahapan, yaitu : pengadaan bahan baku, penyiapan bahan baku, penyimpanan bahan baku, penggilingan, pencampuran, pembuatan pelet (pelletting), pengemasan, pelabelan dan penyimpanan pakan. a. Pengadaan Bahan Baku Pakan. (1) Bahan baku, pelengkap pakan (feed supplement) dan imbuhan pakan (feed additive) yang digunakan untuk memproduksi pakan tidak boleh merugikan atau membahayakan kesehatan ternak, dan harus memenuhi standar mutu atau persyaratan kualitas yang ditetapkan. (2) Bahan baku pakan yang standar mutu dan persyaratannya belum ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Bina Produksi Peternakan hanya boleh digunakan dengan izin khusus Direktur Jenderal Bina Produksi Peternakan. (3) Terhadap bahan baku pakan, pelengkap pakan (feed supplement) dan imbuhan pakan (feed additive) sebelum digunakan harus dilakukan pemeriksaan sampel bahan secara analisa laboratorium terhadap zat kimia, fisik mikroorganisma dan zat racun dan tidak mengandung bahan asing serta harus memenuhi standar mutu atau persyaratan kualitas yang ditetapkan. b. Penyiapan Bahan Baku Pakan (1) Bahan baku pakan yang masuk ke lingkungan pabrik, hendaklah dilakukan tindakan sebagai berikut : (a) Bahan baku pakan yang diangkut dengan menggunakan truk diambil sampelnya dari setiap karung bagian atas dan samping serta jumlah sampelnya + 4 kg. (b) Bahan baku pakan yang diangkut dengan kontainer, dalam satu kontainer dibagi 4 area. Tiap area I, II, III, dan IV diambil 5 sub sampel pada titik yang berbeda gram. Jadi total ada 20 plastik sub sampel dengan jumlah + 6 kg. Bila bahan baku dalam bentuk cairan 20 % dari isinya atau minimal 500 cc. (2) Dari sampel tersebut dilakukan test fisik terhadap abu, bentuk luar, warna, jamur, serangga, kontaminan. Laboratorium test terhadap kadar air, pasir (pada daun turi) hull (dedak padi) dan NaCI (garam). kalau perlu dilakukan pemeriksaan mikroskopis. (3) Untuk bahan baku impor langsung ditimbang, kemudian dimasukkan ke gudang, setelah itu dilakukan pemeriksaan sampel secara laboratoris. Apabila tidak sesuai dengan contoh

17 sampel yang diberikan, dilakukan penolakan (claim) dan segera minta gantinya. (4) Setelah lulus butir (b) (2), truk dan isinya ditimbang dan dibongkar. (5) Bahan baku dalam karung, setiap karung diambil sampel pada bagian atas, tengah dan bawah. (6) Dari sampel tersebut dilakukan test fisik dan test laboratorium (7) Bahan baku pakan yang sudah dinyatakan lulus dari tindakan butir (b) (6), bahan baku tersebut selanjutnya disimpan ditempat yang telah disediakan. (8) Sisa sampel yang telah dianalisa, kemudian disimpan di tempat yang telah ditentukan. c. Penyimpanan Bahan Baku Pakan (1) Bahan baku pakan ada yang disimpan dalam silo (biji-bijian) atau dalam karung yang diatur sedemikian rupa, sehingga mudah mengeceknya. (2) Bahan baku pakan dalam bentuk cair, disimpan di tempat khusus. (3) Bahan baku pakan berupa pelengkap pakan (feed supplement) dan imbuhan pakan (feed additive) disimpan diruang pendingin (AC). (4) Bahan baku yang diterima lebih dahulu, digunakan lebih dahulu (first in first out). d. Penggilingan (1) Bahan baku yang sudah halus (fine material) langsung disiapkan untuk dicampur. (2) Bahan baku yang belum halus (coarse material) seperti bentuk biji atau lempengan harus digiling terlebih dahulu sampai halus. e. Pencampuran (1) Untuk setiap satuan pencampuran harus ada instruksi tertulis dalam protokol pembuatan yang menyebutkan: (a) nama pakan; (b) tanggal pembuatan dan Nomor Kode; (c) jenis dan jumlah bahan yang digunakan; (d) tahap-tahap pencampuran dan hal-hal yang perlu diperhatikan selama proses pencampuran; (e) bentuk padat dan ukuran produk akhir; (f) jumlah hasil pengolahan;

18 (g) hal-hal yang dianggap perlu. (2) Pencampuran sesuai dengan rencana pakan yang akan diproduksi, misalnya starter, layer, grower dan sebagainya. (3) Pencampuran Premix Bagi pabrik pakan yang menggunakan premix yang sudah jadi, tidak perlu lagi ada pekerjaan pencampuran premix. Namun apabila ada pabrik pakan yang tidak menggunakan premix secara langsung, harus mencampur sendiri yang terdiri dari pelengkap pakan (feed supplement) dan imbuhan pakan (feed additive). (4) Cek penimbangan untuk masing-masing bahan baku yang akan dibuat (5) Amati proses pencampuran sampai dengan selesai (6) Pada waktu tertentu, setelah pencampuran selesai, diambil sampel dan dilakukan analisa. f. Pembuatan Pelet Pakan bentuk pelet (Pellet Feed) (1) Setelah proses pencampuran selesai, pakan yang akan dibuat pelet, dimasukkan ke proses pembuatan pellet. (2) Setelah proses pembuatan pelet selesai, pakan tersebut harus dimasukkan ke ruang pendingin sampai temperaturnya sama dengan suhu kamar. g. Pengemasan (1) Sebelum dilakukan pengemasan baik pakan halus (mash feed) atau pakan bentuk pelet (pellet feed) harus dilakukan test fisik dan test laboratorium dan kalau perlu dilakukan pemeriksaan mikroskopis. (2) Wadah atau pembungkus terbuat dari karung plastik dengan ukuran isi 50 kg. (3) Wadah atau pembungkus harus disimpan secara rapi di tempat yang bersih dan terlindung dari pencemaran. (4) Pakan halus (Mash Feed) (a) untuk pakan bentuk halus dapat segera dikemas dengan menggunakan karung. (b) jika dalam bentuk curah (bulk), dapat langsung dikirim ke farm (usaha peternakan). (5) Pakan bentuk pelet (Pellet feed)

19 (a) setelah suhu pakan sama dengan suhu kamar, kemudian dapat dilakukan pengemasan dengan menggunakan tempat karung h. Pelabelan (b) jika dalam bentuk curah (bulk) dapat langsung dikirim ke farm. (1) Label pakan harus memenuhi ketentuan dalam Keputusan Menteri Pertanian tentang Sertifikasi, pendaftaran dan Labelisasi Pakan. (2) Label pakan harus dibuat dengan ukuran, kombinasi warna dan atau bentuk yang berbeda untuk setiap jenis pakan agar mudah dibedakan (3) Setelah selesai pengepakan kemudian dilakukan pelabelan (4) Pelabelan disesuaikan dengan setiap jenis pakan (5) Khusus untuk pakan tanpa kemasan, yaitu curah (bulk) cukup dibuat kesepakatan antara pabrikan dan penggunanya. i. Penyimpanan (1) Penyimpanan pakan yang telah dipak adalah di dalam gudang dengan disebutkan nama pakan dan tanggal pencampuran/ pembuatannya. (2) Tempat penyimpanan tidak boleh dicampur dengan barang lainnya. (3) Pengaturan pengeluaran pakan disesuaikan dengan yang dibuat lebih dahulu, dikeluarkan lebih dahulu (first in first out). (4) Lama penyimpanan tidak boleh lebih dari 1 (satu) minggu. j. Pengeluaran Pakan/Pendistribusian (1) Pakan yang dikeluarkan lebih dahulu diusahakan untuk pakan yang paling lama berada di gudang (2) Sebelum pakan dikeluarkan, perlu ditimbang lebih dahulu dengan cara: (a) truk kosong ditimbang (b) truk diisi pakan, kemudian ditimbang (c) selisih truk isi pakan dan truk kosong merupakan berat netto pakan yang dikeluarkan (d) pengeluaran pakan harus diketahui oleh petugas gudang dan penimbang (e) Setelah pakan diterima oleh penggunaannya, harus ada tanda bukti penerimaan.

20 (k) Gambar lay out standar pabrik pakan dapat dilihat dalam Lampiran -1 (l) Bagan/gambar alur cara pembuatan pakan dapat dilihat dalam Lampiran -2 VIII. INSPEKSI INTERNAL Inspeksi Internal adalah bagian yang esensial dari cara pembuatan pakan yang baik agar tiap pakan yang dibuat memenuhi persyaratan mutu yang sesuai dengan tujuan penggunaannya. Keterikatan dan tanggung jawab semua unsur dalam semua rangkaian pembuatan adalah mutlak untuk menghasilkan pakan yang bermutu mulai dari saat pakan dibuat sampai pada pendistribusian pakan jadi. Keperluan tersebut harus ada bagian Inspeksi Internal yang berdiri sendiri. 1. Prinsip a. Sistem Inspeksi Internal hendaklah dirancang dengan tepat untuk menjamin bahwa setiap pakan mengandung bahan baku pakan dengan mutu yang benar sesuai dengan jumlah yang telah ditetapkan dan dibuat pada kondisi yang tepat atau mengikuti prosedur standar, sehingga pakan tersebut memenuhi standar spesifikasi teknis yang ditetapkan. b. Inspeksi Internal meliputi semua fungsi analisa yang dilakukan di laboratorium termasuk pengambilan sampel, pemeriksaan dan pengujian bahan baku pakan, proses pembuatan pakan dan pakan jadi. c. Sistem dokumentasi dan prosedur serta pelulusan oleh Bagian Inspeksi Internal hendaknya menjamin bahwa pemeriksaan dan pengujian yang diperlukan telah dilaksanakan dengan tepat bahwa bahan baku pakan tidak digunakan dan pakan jadi tidak didistribusikan atau dijual sebelum hasil pemeriksaan dan pengujian mutu dinilai memenuhi spesifikasi yang ditetapkan. Sistem Inspeksi Internal hendaklah menjamin pelaksanaan hal-hal lain yang memerlukan persetujuan dari Bagian Inspeksi Internal. d Bagian Inspeksi Internal melaksanakan tugas pokok sebagai berikut: (1) Menyusun dan menyempurnakan prosedur Inspeksi; (2) Menyimpan instruksi tertulis yang rinci untuk tiap pemeriksaan dan pengujian; (3) Menyusun rencana dan prosedur tertulis mengenai pengambilan sampel untuk pemeriksaan. (4) Menyimpan sampel pertinggal untuk rujukan dimasa mendatang.

21 (5) Meneliti catatan yang berhubungan dengan pengolahan, pengemasan dan pengujian pakan jadi sebelum didistribusikan. (6) Menetapkan tanggal kadaluarsa, batas waktu penggunaan bahan baku pakan dan pakan jadi berdasarkan kondisi penyimpanan. (7) Mengevaluasi dan menyetujui prosedur pengolahan ulang suatu produk. (8) Mengevaluasi keluhan yang diterima atau kekurangan yang ditemukan dalam kemasan pakan yang beredar dan bila perlu bekerjasama dengan instansi terkait untuk mengambil tindakan perbaikan yang diperlukan. (9) Menyimpan catatan pemeriksaan dan pengujian semua sampel yang diambil. (10) Ikut serta dalam program inspeksi internal bersama bagian lain dalam perusahaan. (11) Memberikan rekomendasi untuk pembuatan pakan oleh pihak lain atas dasar kontrak setelah diadakan evaluasi terhadap kontraktor yang bersangkutan yang dinilai mampu membuat pakan yang memenuhi standar mutu yang ditetapkan. 2. Laboratorium Pengujian Perusahaan yang memproduksi pakan tertentu yang ditetapkan Direktur Jenderal Bina Produksi Peternakan harus memiliki laboratorium untuk melakukan pengujian terhadap bahan baku pakan yang digunakan dalam produksi akhir (pakan). a. Peralatan (1) Peralatan serta instrumen laboratorium pengujian hendaklah sesuai prosedur pengujian yang dilakukan. (2) Standar prosedur kerja untuk semua instrumen dan peralatan hendaklah tersedia dan diletakkan di dekat instrumen atau peralatan yang bersangkutan. (3) Peralatan dan instrumen hendaklah diservis dan ditera dalam selang waktu yang telah ditetapkan dan didokumentasikan. Pemeriksaan untuk memastikan bahwa instrumen berfungsi dengan baik, hendaklah dilakukan setiap saat atau sebelum instrumen tersebut digunakan. (4) Tanggal peneraan dan servis peralatan yang telah dilakukan serta tanggal peneraan dan servis berikutnya harus tertera pada masing-masing instrumen.

22 (5) Hendaklah diberikan penandaan yang jelas untuk menunjukkan bahwa peralatan tidak berfungsi dengan baik atau sedang diservis agar tidak digunakan. b. Spesifikasi dan Prosedur Pengujian (1) Prosedur pengujian hendaklah divalidasi dengan memperhatikan fasilitas dan peralatan yang ada sebelum prosedur tersebut digunakan dalam pengujian rutin. (2) Spesifikasi dan prosedur pengujian untuk tiap bahan baku, dan produk jadi (pakan) hendaklah memuat ketentuan dan cara pemeriksaan dan pengujian mengenai identitas, kemurnian, kadar, potensi dan keamanannya. (3) Prosedur pengujian hendaklah memuat banyaknya sampel yang diperlukan untuk pengujian dan yang harus disimpan untuk rujukan masa mendatang. (4) Semua pengujian yang dilakukan hendaklah mengikuti instruksi yang tercantum dalam prosedur pengujian masing-masing bahan baku atau produk jadi. Hasil pengujian, terutama yang menyangkut perhitungan harus diperiksa oleh penyelia sebelum bahan baku atau produk jadi tersebut diterima atau ditolak. c. Catatan Pengujian Catatan pengujian hendaklah mencakup : (1) Nama dan nomor batch sampel. (2) Nama petugas yang mengambil sampel. (3) Metoda analisa yang digunakan. (4) Semua data hasil analisa seperti berat, pembacaan buret, volume, dan pengenceran. (5) Perhitungan dan rumus yang digunakan. (6) Persyaratan mengenai toleransi yang diperbolehkan. (7) Persyaratan apakah memenuhi atau tidak memenuhi persyaratan spesifikasi. (8) Tanggal dan tanda tangan petugas yang melakukan pengujian dan petugas yang memeriksa perhitungan. (9) Persyaratan apakah diluluskan atau ditolak serta saran mengenai tindakan selanjutnya yang ditanda tangani dan diberi tanggal oleh petugas yang berwenang. (10) Nama pemasok, jumlah keseluruhan dan jumlah bahan baku yang diterima.

23 d. Sampel Pertinggal (1) Sampel pertinggal dengan identitas jelas yang mewakili bahan baku pakan hendaklah disimpan selama jangka waktu 6 (enam) bulan. (2) Sampel pertinggal dengan identitas yang mewakili setiap bahan baku pakan dan pakan jadi dalam kemasan lengkap hendaklah disimpan selama jangka waktu 6 (enam) bulan. Sampel bahan baku pakan dan pakan jadi disimpan dalam kondisi yang sama dengan kondisi yang tertera pada etiket. e. Protokol Pemeriksaan Untuk setiap pemeriksaan harus ada protokol pemeriksaan yang menyebutkan : (1) Bahan Baku. (a) jenis bahan baku. (b) tanggal pengambilan contoh. (c) jumlah contoh yang diambil. (d) jenis pemeriksaan yang dilakukan. (e) kesimpulan pemeriksaan. (f) nama pemeriksa. (g) hal lain yang dianggap perlu. (2) Produk Akhir. f. Validasi (a) nama pakan. (b) tanggal pembuatan. (c) tanggal pengambilan contoh. (d) jumlah contoh yang diambil. (e) kode produksi. (f) jenis pemeriksaan yang dilakukan. (g) kesimpulan pemeriksaan. (h) nama pemeriksa. (i) hal lain yang dianggap perlu. Bagian inspeksi internal dalam melakukan validasi hendaklah memberi bantuan yang diperlukan atau mengambil bagian dalam pelaksanaan validasi berkala oleh bagian lain, khususnya bagian produksi untuk terjaminnya setiap produk pakan yang dihasilkan selalu memenuhi persyaratan minimum yang telah ditetapkan. IX. TATA CARA INSPEKSI INTERNAL 1. Cara Inspeksi Internal

24 Tujuan inspeksi internal adalah untuk melakukan penilaian apakah seluruh aspek pembuatan pakan dan pengendalian mutu selalu memenuhi CPPB. Program inspeksi internal hendaklah dirancang untuk mencari kelemahan dalam pelaksanaan CPPB dan untuk menetapkan tindakan perbaikannya. Inspeksi internal hendaklah dilakukan secara teratur. Tindakan perbaikan yang disarankan hendaklah dilaksanakan. Untuk pelaksanaan inspeksi internal ditunjuk inspeksi yang mampu menilai secara obyektif tentang pelaksanaan CPPB. Prosedur dan catatan mengenai inspeksi internal hendaklah dibuat. 2. Hal-hal yang diinspeksi Untuk mendapatkan standar inspeksi internal minimal dan seragam, maka disusun daftar pemeriksaan selengkap mungkin. Daftar pemeriksaan meliputi tentang: a. Karyawan b. Bangunan termasuk fasilitas untuk karyawan c. Penyimpanan bahan baku pakan dan pakan jadi d. Peralatan e. Pembuatan pakan f. Mutu Pakan g. Dokumentasi h. Pemeliharaan gedung dan peralatan 3. Pelaksanaan dan selang waktu Inspeksi Internal Inspeksi internal dapat dilakukan bagian demi bagian sesuai dengan kebutuhan perusahaan yang bersangkutan. Inspeksi internal yang menyeluruh hendaklah dilakukan sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) bulan. 4. Laporan Inspeksi Internal Setelah menyelesaikan inspeksi internal, tim inspeksi membuat laporan yang mencakup: a. Hasil inspeksi internal b. Penilaian dan kesimpulan c. Usul tindakan perbaikan 5. Tindak lanjut Inspeksi Internal Berdasarkan laporan inspeksi internal, pimpinan perusahaan melakukan tindakan perbaikan yang diperlukan. X. PENANGANAN TERHADAP HASIL PENGAMATAN, KELUHAN DAN PENARIKAN KEMBALI PAKAN YANG BEREDAR. 1. Penarikan kembali pakan yang beredar di pasaran

25 Penarikan kembali pakan yang beredar di pasaran dapat berupa penarikan satu atau beberapa jenis pakan dari semua mata rantai distribusi. Penarikan kembali dilakukan apabila ditemukan adanya produk yang tidak memenuhi persyaratan kualitas atau atas dasar pertimbangan adanya efek samping yang tidak diperhitungkan yang dapat menurunkan produksi dan produktivitas ternak. Penarikan kembali seluruh pakan dapat merupakan tindak lanjut penghentian pembuatan satu jenis pakan yang bersangkutan. a. Keputusan Penarikan Kembali Pakan (1) Penarikan kembali dapat dilakukan atas prakarsa produsen sendiri atau instruksi dari instansi pemerintah yang berwenang. (2) Keputusan untuk melakukan penarikan kembali suatu pakan jadi adalah tanggung jawab penanggung jawab pabrik dan pimpinan perusahaan. (3) Keputusan penarikan kembali pakan jadi dapat berupa satu atau beberapa jenis pakan jadi yang bersangkutan. (4) Keputusan penarikan kembali pakan dapat juga sekaligus yang merupakan penghentian pembuatan pakan yang bersangkutan. b. Pelaksanaan Penarikan Kembali Pakan. Tindakan penarikan kembali hendaklah dilakukan segera setelah diketahui adanya pakan jadi yang tidak memenuhi persyaratan standar atau yang mempunyai efek samping yang tidak diperhitungkan sebelumnya yang membahayakan kesehatan ternak, menurunkan produksi dan produktivitas ternak serta kesehatan manusia yang mengkonsumsi hasil ternak. c. Hendaklah dibuat pedoman dan prosedur penarikan kembali pakan sehingga penarikan kembali pakan dapat dilakukan dengan cepat dan efektif dari seluruh mata rantai distribusi. d. Hendaklah dibuat catatan dan laporan pelaksanaan hasil penarikan kembali pakan yang beredar. 2. Keluhan/pengaduan Keluhan/pengaduan yang menyangkut mengenai mutu pakan yang merugikan konsumen, dapat dilakukan oleh konsumen itu sendiri atau petugas pengawas mutu pakan. Keluhan/pengaduan yang disampaikan tersebut hendaklah diselidiki dan dievaluasi serta ditindak lanjuti. a. Tata Cara Penyampaian Keluhan dari Pengaduan (1) Keluhan/pengaduan yang disampaikan oleh konsumen ditujukan kepada produsen pakan dengan tembusan disampaikan kepada Dinas Peternakan atau Dinas Teknis yang membidangi fungsi pakan.

26 (2) Keluhan/pengaduan yang disampaikan oleh petugas pengawas mutu pakan disampaikan kepada Dinas Peternakan atau Dinas Teknis yang membidangi fungsi pakan dengan tembusan disampaikan kepada Dinas Peternakan atau Dinas Teknis yang membidangi fungsi peternakan di Propinsi dan Direktur Jenderal Bina Produksi Peternakan. (3) Dinas Peternakan atau Dinas Teknis yang membidangi fungsi peternakan di kabupaten atau kota menyampaikan keluhan/pengaduan kepada produsen dengan tembusan kepada Dinas Peternakan atau Dinas Teknis yang membidangi fungsi peternakan di Propinsi dan Direktur Jenderal Bina Produksi Peternakan. b. Jenis Keluhan/pengaduan (1) Keluhan/pengaduan mengenai mutu pakan menyangkut keadaan fisik, bau, kandungan nutrisi dan kemasan. (2) Keluhan/pengaduan tentang efek samping yang merugikan seperti penurunan kualitas produksi dan produktivitas ternak. c. Penanganan Keluhan/pengaduan (1) Hendaklah dibuat catatan tertulis mengenai keluhan/ pengaduan yang diterima; (2) Keluhan/pengaduan dan laporan hendaklah ditangani oleh bagian yang terkait sesuai dengan jenis keluhan yang diterima; (3) Terhadap tiap Keluhan/pengaduan hendaklah dilakukan penelitian dan evaluasi secara seksama termasuk: (a) meninjau seluruh informasi yang masuk tentang keluhan atau pengaduan tersebut; (b) melakukan pemeriksaan atau pengujian ulang terhadap sampel yang diterima dan bila perlu memeriksa sampel pertinggal dari batch yang bersangkutan; (c) meneliti kembali semua data dan dokumentasi yang berkaitan, temasuk catatan batch, catatan distribusi dan catatan hasil pengujian.[triani:\cppb-f1/ /r1] MENTERI PERTANIAN, ttd PROF. DR. IR. BUNGARAN SARAGIH, M.Ec. cppb-f1/

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Industri farmasi diwajibkan menerapkan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI. No.43/MENKES/SK/II/1988 tentang CPOB dan Keputusan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG CARA PRODUKSI KOSMETIKA YANG BAIK MENTERI KESEHATAN, Menimbang : a. bahwa langkah utama untuk menjamin keamanan kosmetika adalah penerapan

Lebih terperinci

j ajo66.wordpress.com 1

j ajo66.wordpress.com 1 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 241/Kpts/OT.210/4/2003 TENTANG PEDOMAN PENGAWASAN MUTU PAKAN MENTERI PERTANIAN Menimbang : a. bahwa Pakan merupakan faktor penting

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 241/Kpts/OT.210/4/2003 TENTANG PEDOMAN PENGAWASAN MUTU PAKAN MENTERI PERTANIAN,

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 241/Kpts/OT.210/4/2003 TENTANG PEDOMAN PENGAWASAN MUTU PAKAN MENTERI PERTANIAN, 297 KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 241/Kpts/OT.210/4/2003 TENTANG PEDOMAN PENGAWASAN MUTU PAKAN MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa Pakan merupakan faktor penting dan strategis dalam peningkatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad)

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad) BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1 Perkembangan Lafi Ditkesad Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad) merupakan lembaga yang telah ada sejak zaman penjajahan Belanda.

Lebih terperinci

Lampiran 1. Pengukuran tingkat penerapan Good Manufacturing Practice

Lampiran 1. Pengukuran tingkat penerapan Good Manufacturing Practice 113 LAMPIRAN 113 114 Lampiran 1. Pengukuran tingkat penerapan Good Manufacturing Practice 1 Lokasi Lokasi produksi harus jauh dari tempattempat yang menjadi sumber cemaran, seperti: tempat pembuangan sampah,

Lebih terperinci

Pujianto, SE DINAS PERINKOP DAN UMKM KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2015

Pujianto, SE DINAS PERINKOP DAN UMKM KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2015 Pujianto, SE DINAS PERINKOP DAN UMKM KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2015 APA ITU CPPOB? adalah cara produksi yang memperhatikan aspek keamanan pangan, antara lain dengan cara : a. mencegah tercemarnya pangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.245 /Menkes/VI/1990, industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 65/Permentan/OT.140/9/2007 TENTANG PEDOMAN PENGAWASAN MUTU PAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 65/Permentan/OT.140/9/2007 TENTANG PEDOMAN PENGAWASAN MUTU PAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 65/Permentan/OT.140/9/2007 TENTANG PEDOMAN PENGAWASAN MUTU PAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa dengan Keputusan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Belanda, pada tahun 1958 pemerintah melebur sejumlah perusahaan farmasi

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Belanda, pada tahun 1958 pemerintah melebur sejumlah perusahaan farmasi BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1 Sejarah PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Sejalan dengan kebijakan nasionalisasi bekas perusahaan-perusahaan Belanda, pada tahun 1958 pemerintah melebur sejumlah

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN. NOMOR: 242/Kpts/OT.210/4/2003 TENTANG PENDAFTARAN DAN LABELISASI PAKAN MENTERI PERTANIAN,

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN. NOMOR: 242/Kpts/OT.210/4/2003 TENTANG PENDAFTARAN DAN LABELISASI PAKAN MENTERI PERTANIAN, 307 KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 242/Kpts/OT.210/4/2003 TENTANG PENDAFTARAN DAN LABELISASI PAKAN MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka menjamin agar pakan yang beredar dapat dijaga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Industri Farmasi. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 245/Menkes/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri

Lebih terperinci

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN NOMOR: 659/MENKES/SK/X/1991 TENTANG CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG BAIK MENTERI KESEHATAN Menimbang : a. bahwa untuk membuat obat tradisional yang memenuhi persyaratan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1 Tinjauan PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. 2.1.1 Sejarah Perusahaan. PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 242/Kpts/OT.210/4/2003 TENTANG PENDAFTARAN DAN LABELISASI PAKAN

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 242/Kpts/OT.210/4/2003 TENTANG PENDAFTARAN DAN LABELISASI PAKAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 242/Kpts/OT.210/4/2003 TENTANG PENDAFTARAN DAN LABELISASI PAKAN MENTERI PERTANIAN Menimbang : a. bahwa dalam rangka menjamin agar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri obat jadi adalah industri yang

Lebih terperinci

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42,

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.880, 2016 BPOM. Industri Kosmetika Gol. B. Higiene Sanitasi. Dokumen. Penerapan. Pedoman. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik

BAB II TINJAUAN UMUM. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.

Lebih terperinci

Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 245/Menkes/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.

Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 245/Menkes/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Industri Farmasi. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 245/Menkes/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan usaha yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan usaha yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.03.1.23.04.12.2207 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 253/Kpts/OT.140/4/2004 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 253/Kpts/OT.140/4/2004 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 253/Kpts/OT.140/4/2004 TENTANG PEDOMAN PENGAWASAN PENGADAAN, PEREDARAN, DAN PENGGUNAAN ALAT DAN ATAU MESIN PERTANIAN MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa alat dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM. Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN UMUM. Universitas Sumatera Utara BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Industri Farmasi Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri farmasi sebagai industri penghasil obat, dituntut untuk dapat menghasilkan obat

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 205/Kpts/OT.210/3/2003 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 205/Kpts/OT.210/3/2003 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 205/Kpts/OT.210/3/2003 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PENGUJIAN DAN PEMBERIAN SERTIFIKAT ALAT DAN MESIN BUDIDAYA TANAMAN MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa alat dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 466/Kpts/TN.260/V/99 TENTANG PEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT HEWAN YANG BAIK MENTERI PERTANIAN,

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 466/Kpts/TN.260/V/99 TENTANG PEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT HEWAN YANG BAIK MENTERI PERTANIAN, KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 466/Kpts/TN.260/V/99 TENTANG PEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT HEWAN YANG BAIK MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa untuk menjamin mutu obat hewan, perlu adanya upaya penerapan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG KEAMANAN, MUTU DAN GIZI PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG KEAMANAN, MUTU DAN GIZI PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG KEAMANAN, MUTU DAN GIZI PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pangan yang aman,

Lebih terperinci

TATA CARA PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA

TATA CARA PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA 5 LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.23.04.12.2207 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA TATA CARA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Industri Farmasi 1. Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 245/MenKes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Izin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata cara Pelaksanaan Pemberian Izin Usaha

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 09/Kpts/TP.260/1/2003 TENTANG SYARAT DAN TATACARA PENDAFTARAN PUPUK AN-ORGANIK

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 09/Kpts/TP.260/1/2003 TENTANG SYARAT DAN TATACARA PENDAFTARAN PUPUK AN-ORGANIK KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 09/Kpts/TP.260/1/2003 TENTANG SYARAT DAN TATACARA PENDAFTARAN PUPUK AN-ORGANIK MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa pupuk an-organik sangat berperan dalam mendukung

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : HK

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : HK KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : HK. 00.05.5.1639 TENTANG PEDOMAN CARA PRODUKSI PANGAN YANG BAIK UNTUK INDUSTRI RUMAH TANGGA (CPPB-IRT) KEPALA BADAN PENGAWAS

Lebih terperinci

FORMULIR PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA. Kabupaten / Kota Propinsi Nomor P-IRT. Penanggungjawab :

FORMULIR PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA. Kabupaten / Kota Propinsi Nomor P-IRT. Penanggungjawab : Sub Lampiran 1 FORMULIR PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA Nama dan alamat fasilitas yang diperiksa Kabupaten / Kota Propinsi Nomor P-IRT Pemilik Fasilitas (Perusahaan atau Perorangan)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTANIAN. Tata Cara. Syarat. Pendaftaran Pakan. Pencabutan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTANIAN. Tata Cara. Syarat. Pendaftaran Pakan. Pencabutan. No.93, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTANIAN. Tata Cara. Syarat. Pendaftaran Pakan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 19/Permentan/OT.140/4/2009 TENTANG SYARAT DAN TATA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Industri Farmasi Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri farmasi sebagai industri penghasil obat, dituntut untuk dapat menghasilkan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 74/Permentan/OT.140/12/2007 TENTANG PENGAWASAN OBAT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN,

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 74/Permentan/OT.140/12/2007 TENTANG PENGAWASAN OBAT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 74/Permentan/OT.140/12/2007 TENTANG PENGAWASAN OBAT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa dengan Surat Keputusan Menteri

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN. Produksi. Pangan Olahan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN. Produksi. Pangan Olahan. No.358, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN. Produksi. Pangan Olahan. PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 75/M-IND/PER/7/2010 TENTANG PEDOMAN CARA PRODUKSI

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR:. TENTANG PEDOMAN PENERAPAN CARA PEMBUATAN KOSMETIKA YANG BAIK

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR:. TENTANG PEDOMAN PENERAPAN CARA PEMBUATAN KOSMETIKA YANG BAIK PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR:. TENTANG PEDOMAN PENERAPAN CARA PEMBUATAN KOSMETIKA YANG BAIK KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB III METODE PELAKSANAAN

BAB III METODE PELAKSANAAN A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan BAB III METODE PELAKSANAAN Kegiatan penelitian Tugas Akhir ini dilaksanakan mulai bulan Maret - Juni 2016 di UKM tahu bakso EQ di Perumahan Singkil Rt 02 Rw 05, Singkil,

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 237/Kpts/OT.210/4/2003 TENTANG PEDOMAN PENGAWASAN PENGADAAN, PEREDARAN DAN PENGGUNAAN PUPUK AN-ORGANIK

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 237/Kpts/OT.210/4/2003 TENTANG PEDOMAN PENGAWASAN PENGADAAN, PEREDARAN DAN PENGGUNAAN PUPUK AN-ORGANIK KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 237/Kpts/OT.210/4/2003 TENTANG PEDOMAN PENGAWASAN PENGADAAN, PEREDARAN DAN PENGGUNAAN PUPUK AN-ORGANIK MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa pupuk an-organik yang

Lebih terperinci

SANITASI DAN KEAMANAN

SANITASI DAN KEAMANAN SANITASI DAN KEAMANAN Sanitasi adalah.. pengendalian yang terencana terhadap lingkungan produksi, bahan bahan baku, peralatan dan pekerja untuk mencegah pencemaran pada hasil olah, kerusakan hasil olah,

Lebih terperinci

2014, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Bahan Berbahaya dan Beracun yang selanjutnya disin

2014, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Bahan Berbahaya dan Beracun yang selanjutnya disin LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.333, 2014 LINGKUNGAN HIDUP. Limbah. Bahan Berbahaya. Beracun. Pengelolaan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5617) PERATURAN

Lebih terperinci

Lampiran 1. Aspek Penilaian GMP dalam Restoran

Lampiran 1. Aspek Penilaian GMP dalam Restoran LAMPIRAN Lampiran 1. Aspek Penilaian GMP dalam Restoran No Parameter Bobot Nilai A Kondisi umum sekitar restoran 1 Lokasi 1 0 Jarak jasaboga minimal 500 m dari sumber pencemaran seperti tempat sampah umum,

Lebih terperinci

PENERAPAN CARA BUDIDAYA IKAN YANG BAIK (CBIB) PADA UNIT USAHA BUDIDAYA

PENERAPAN CARA BUDIDAYA IKAN YANG BAIK (CBIB) PADA UNIT USAHA BUDIDAYA PENERAPAN CARA BUDIDAYA IKAN YANG BAIK (CBIB) PADA UNIT USAHA BUDIDAYA Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya Direktorat Produksi 2010 Pendahuluan Dalam rangka menghadapi era globalisasi, maka produk perikanan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02/Permentan/SR.120/1/2014 TENTANG PRODUKSI, SERTIFIKASI, DAN PEREDARAN BENIH BINA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02/Permentan/SR.120/1/2014 TENTANG PRODUKSI, SERTIFIKASI, DAN PEREDARAN BENIH BINA PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02/Permentan/SR.120/1/2014 TENTANG PRODUKSI, SERTIFIKASI, DAN PEREDARAN BENIH BINA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 101 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 101 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 101 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 101 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 101 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 0 TAHUN 204 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

CPOB. (Cara Pembuatan Obat yang Baik)

CPOB. (Cara Pembuatan Obat yang Baik) CPOB { (Cara Pembuatan Obat yang Baik) CPOB (Cara Pembuatan Obat Yang Baik) 2006 atau GMP (Good Manufacturing Practices) 2006 adalah suatu pedoman pembuatan obat berdasarkan berbagai ketentuan dalam CPOB

Lebih terperinci

Menimbang : Mengingat :

Menimbang : Mengingat : KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : HK.00.05.4.3870 TENTANG PEDOMAN CARA PEMBUATAN KOSMETIK YANG BAIK KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN Menimbang : Mengingat

Lebih terperinci

PERSYARATAN TEKNIS DEPOT AIR MINUM DAN PERDAGANGANNYA MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA

PERSYARATAN TEKNIS DEPOT AIR MINUM DAN PERDAGANGANNYA MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 651/MPP/ kep/10/2004 TENTANG PERSYARATAN TEKNIS DEPOT AIR MINUM DAN PERDAGANGANNYA MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB IX SANITASI PABRIK

BAB IX SANITASI PABRIK BAB IX SANITASI PABRIK Sanitasi merupakan suatu kegiatan yang terencana terhadap lingkungan produksi, bahan baku, peralatan dan kebersihan, kesehatan, kesejahteraan pekerja, mencegah terjadinya pencemaran

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 038 TAHUN 2016

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 038 TAHUN 2016 PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 038 TAHUN 2016 TENTANG PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN MUTU DAN KEAMANAN PANGAN SEGAR HASIL PERTANIAN DI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.54, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTAN. Benih Bina. Peredaran. Produksi. Sertifikasi. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02/Permentan/SR.120/1/2014 TENTANG

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP. 02/MEN/2007 TENTANG CARA BUDIDAYA IKAN YANG BAIK

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP. 02/MEN/2007 TENTANG CARA BUDIDAYA IKAN YANG BAIK KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP. 02/MEN/2007 TENTANG CARA BUDIDAYA IKAN YANG BAIK MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 239/Kpts/ot.210/4/2003 TENTANG PENGAWASAN FORMULA PUPUK AN- ORGANIK MENTERI PERTANIAN,

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 239/Kpts/ot.210/4/2003 TENTANG PENGAWASAN FORMULA PUPUK AN- ORGANIK MENTERI PERTANIAN, 247 KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 239/Kpts/ot.210/4/2003 TENTANG PENGAWASAN FORMULA PUPUK AN- ORGANIK MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa agar pupuk yang beredar untuk digunakan petani dapat

Lebih terperinci

1 dari1717 I. PENDAHULUAN. I. Latar Belakang

1 dari1717 I. PENDAHULUAN. I. Latar Belakang I. PENDAHULUAN I. Latar Belakang Pembinaan terhadap sarana produksi Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dalam rangka pengamanan alat kesehatan dan PKRT seperti yang disebutkan dalam Permenkes 1184/MENKES/PER/IX/2004

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS PENGAWASAN MUTU BIBIT INDUK AYAM RAS UMUR SEHARI (DOC-PS)

PETUNJUK TEKNIS PENGAWASAN MUTU BIBIT INDUK AYAM RAS UMUR SEHARI (DOC-PS) DEPARTEMEN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PETERNAKAN NOMOR : 02/Kpts/PD.430/F/01.07 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENGAWASAN MUTU BIBIT INDUK AYAM RAS UMUR SEHARI (DOC-PS)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI. 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin dari menteri

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI. 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin dari menteri BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 84/Permentan/OT.140/12/2012 TENTANG PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENGAWAS MUTU PAKAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 84/Permentan/OT.140/12/2012 TENTANG PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENGAWAS MUTU PAKAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 84/Permentan/OT.140/12/2012 TENTANG PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENGAWAS MUTU PAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

Ikan segar - Bagian 3: Penanganan dan pengolahan

Ikan segar - Bagian 3: Penanganan dan pengolahan Standar Nasional Indonesia Ikan segar - Bagian 3: Penanganan dan pengolahan ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif...

Lebih terperinci

2. KETENTUAN UMUM Obat tradisional Bahan awal Bahan baku Simplisia

2. KETENTUAN UMUM Obat tradisional Bahan awal Bahan baku Simplisia 1. PNGERTIAN CPOTB Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) meliputi seluruh aspek yang menyangkut pembuatan obat tradisional, Tujuan untuk menjamin agar produk yang dihasilkan senantiasa memenuhi

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR PER. 02/MEN/2010 TENTANG PENGADAAN DAN PEREDARAN PAKAN IKAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR PER. 02/MEN/2010 TENTANG PENGADAAN DAN PEREDARAN PAKAN IKAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 02/MEN/2010 TENTANG PENGADAAN DAN PEREDARAN PAKAN IKAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 204 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PELAKSANAAN A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan Kegiatan penyusunan dan penelitian tugas akhir ini dilakukan di Usaha Kecil Menengah

BAB III METODOLOGI PELAKSANAAN A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan Kegiatan penyusunan dan penelitian tugas akhir ini dilakukan di Usaha Kecil Menengah 20 BAB III METODOLOGI PELAKSANAAN A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan Kegiatan penyusunan dan penelitian tugas akhir ini dilakukan di Usaha Kecil Menengah (UKM) Chrisna Snack, Perumahan Josroyo 19 RT 7 RW

Lebih terperinci

PERMOHONAN SERTIFIKAT PRODUKSI ALAT KESEHATAN / PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA

PERMOHONAN SERTIFIKAT PRODUKSI ALAT KESEHATAN / PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA Formulir 1 PERMOHONAN SERTIFIKAT PRODUKSI ALAT KESEHATAN / PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA Saya yang bertanda tangan di bawah ini mengajukan permohonan Sertifikat Produksi Alat Kesehatan / Perbekalan

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 43/Kpts/Tp.270/1/2003 TENTANG

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 43/Kpts/Tp.270/1/2003 TENTANG MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 43/Kpts/Tp.270/1/2003 TENTANG PENDAFTARAN DAN PEMBERIAN IZIN SEMENTARA PESTISIDA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa terhadap

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR : 14/Ka-BAPETEN/VI-99 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN PABRIK KAOS LAMPU

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR : 14/Ka-BAPETEN/VI-99 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN PABRIK KAOS LAMPU KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR : 14/Ka-BAPETEN/VI-99 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN PABRIK KAOS LAMPU KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, Menimbang : a. bahwa proses pembuatan kaos

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. termasuk makanan dari jasaboga. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik

BAB 1 PENDAHULUAN. termasuk makanan dari jasaboga. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Meningkatnya pendapatan masyarakat dan meningkatnya kegiatan pekerjaan di luar rumah, akan meningkatkan kebutuhan jasa pelayanan makanan terolah termasuk makanan dari

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP. 02/MEN/2007 TENTANG CARA BUDIDAYA IKAN YANG BAIK

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP. 02/MEN/2007 TENTANG CARA BUDIDAYA IKAN YANG BAIK KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP. 02/MEN/2007 TENTANG CARA BUDIDAYA IKAN YANG BAIK MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL BINA HUBUNGAN KETENAGAKERJAAN DAN PENGAWASAN NORMA KERJA NO. : SE.86/BW/1989

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL BINA HUBUNGAN KETENAGAKERJAAN DAN PENGAWASAN NORMA KERJA NO. : SE.86/BW/1989 SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL BINA HUBUNGAN KETENAGAKERJAAN DAN PENGAWASAN NORMA KERJA NO. : SE.86/BW/1989 TENTANG PERUSAHAAN CATERING NG MENGELOLA MAKANAN BAGI TENAGA KERJA Dalam rangka tindakan lanjut

Lebih terperinci

Filet kakap beku Bagian 3: Penanganan dan pengolahan

Filet kakap beku Bagian 3: Penanganan dan pengolahan Standar Nasional Indonesia Filet kakap beku Bagian 3: Penanganan dan pengolahan ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif...

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1189/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PRODUKSI ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1189/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PRODUKSI ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1189/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PRODUKSI ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR.../PERMEN-KP/2017 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PENERBITAN SERTIFIKAT CARA PENANGANAN IKAN YANG BAIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL P

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL P LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.181, 2015 LINGKUNGAN HIDUP. Perikanan. Hasil. Jaminan Mutu. Keamanan. Sistem. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5726). PERATURAN

Lebih terperinci

Lampiran 1. Daftar Angka Paling Mungkin Coliform dengan Tiga Tabung

Lampiran 1. Daftar Angka Paling Mungkin Coliform dengan Tiga Tabung LAMPIRAN Lampiran 1. Daftar Angka Paling Mungkin Coliform dengan Tiga Tabung Kombinasi Jumlah Tabung yang Positif 1:10 1:100 1:1000 APM per gram atau ml 0 0 0

Lebih terperinci

LEMBAR KUESIONER UNTUK PENJAMAH MAKANAN LAPAS KELAS IIA BINJAI. Jenis Kelamin : 1.Laki-laki 2. Perempuan

LEMBAR KUESIONER UNTUK PENJAMAH MAKANAN LAPAS KELAS IIA BINJAI. Jenis Kelamin : 1.Laki-laki 2. Perempuan LAMPIRAN 1 LEMBAR KUESIONER UNTUK PENJAMAH MAKANAN LAPAS KELAS IIA BINJAI A. IDENTITAS PEKERJA Nama Alamat Usia :... :... :. Tahun Jenis Kelamin : 1.Laki-laki 2. Perempuan Status Perkawinan : 1.Kawin 2.

Lebih terperinci

Gambar lampiran 1: Tempat Pencucian Alat masak dan makan hanya satu bak

Gambar lampiran 1: Tempat Pencucian Alat masak dan makan hanya satu bak Gambar lampiran : Tempat Pencucian Alat masak dan makan hanya satu bak Gambar lampiran 2: saluran limbah yang kotor dan tidak tertutup dekat dengan Pengolahan sambal Gambar lampiran 3: keadaan dapur yang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 19/Permentan/OT.140/4/2009 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PENDAFTARAN PAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 19/Permentan/OT.140/4/2009 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PENDAFTARAN PAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 19/Permentan/OT.140/4/2009 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PENDAFTARAN PAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa dengan Keputusan Menteri

Lebih terperinci

PEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG BAIK

PEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG BAIK Lampiran Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI Nomor :HK.00.05.4.1380 PEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG BAIK 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Obat tradisional merupakan produk

Lebih terperinci

HANDOUT Tujuan Instruksional Umum Mahasiswa mampu memahami dan memiliki pengetahuan tentang penyimpanan bahan pada katering pelayanan lembaga

HANDOUT Tujuan Instruksional Umum Mahasiswa mampu memahami dan memiliki pengetahuan tentang penyimpanan bahan pada katering pelayanan lembaga HANDOUT 8 Mata Kuliah : Katering Pelayanan Lembaga Program : Pendidikan Tata Boga/ Paket Katering Jenjang : S-1 Semester : VI Minggu : 12 dan 13 Pokok Bahasan : Penyimpanan Bahan Jumlah SKS : 3 sks 1.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 5 2013, No.23 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84/Permentan/OT.140/12/2012 TENTANG PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENGAWAS MUTU PAKAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Lebih terperinci

CUPLIKAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 02/Pert/HK.060/2/2006 TENTANG PUPUK ORGANIK DAN PEMBENAH TANAH

CUPLIKAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 02/Pert/HK.060/2/2006 TENTANG PUPUK ORGANIK DAN PEMBENAH TANAH CUPLIKAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 02/Pert/HK.060/2/2006 TENTANG PUPUK ORGANIK DAN PEMBENAH TANAH MENTERI PERTANIAN, Menimbang: a. Mengingat : 1. bahwa pupuk organik dan pembenah tanah sangat

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERIKANAN BUDIDAYA NOMOR KEP 11/KEP-DJPB/2015 TENTANG

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERIKANAN BUDIDAYA NOMOR KEP 11/KEP-DJPB/2015 TENTANG KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERIKANAN BUDIDAYA NOMOR KEP 11/KEP-DJPB/2015 TENTANG TATA CARA PENILAIAN DAN PEMERIKSAAN LAPANG DALAM RANGKA PENERBITAN SERTIFIKAT CARA PEMBUATAN OBAT IKAN YANG BAIK DENGAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA BADAN KARANTINA PERTANIAN NOMOR : 416/Kpts/OT.160/L/4/2014 TENTANG

KEPUTUSAN KEPALA BADAN KARANTINA PERTANIAN NOMOR : 416/Kpts/OT.160/L/4/2014 TENTANG KEPUTUSAN KEPALA BADAN KARANTINA PERTANIAN NOMOR : 416/Kpts/OT.160/L/4/2014 TENTANG PEDOMAN PEMERIKSAAN KANDUNGAN NITRIT SARANG WALET UNTUK PENGELUARAN KE NEGARA REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

SNI Standar Nasional Indonesia. Udang beku Bagian 3: Penanganan dan pengolahan

SNI Standar Nasional Indonesia. Udang beku Bagian 3: Penanganan dan pengolahan Standar Nasional Indonesia Udang beku Bagian 3: Penanganan dan pengolahan ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3

Lebih terperinci

GUBERNUR SULAWESI TENGAH

GUBERNUR SULAWESI TENGAH GUBERNUR SULAWESI TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM PENGAWASAN KEAMANAN PANGAN SEGAR TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI TENGAH,

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 204 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

Keputusan Menteri Agama R.I. Nomor 518 Tahun 2001 Tanggal 30 Nevember 2001 TENTANG PEDOMAN DAN TATA CARA PEMERIKSAAN DAN PENETAPAN PANGAN HALAL

Keputusan Menteri Agama R.I. Nomor 518 Tahun 2001 Tanggal 30 Nevember 2001 TENTANG PEDOMAN DAN TATA CARA PEMERIKSAAN DAN PENETAPAN PANGAN HALAL Keputusan Menteri Agama R.I. Nomor 518 Tahun 2001 Tanggal 30 Nevember 2001 TENTANG PEDOMAN DAN TATA CARA PEMERIKSAAN DAN PENETAPAN PANGAN HALAL MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1990 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1990 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1990 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa air merupakan sumber daya alam yang memenuhi hajat hidup

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 107/Permentan/SR.140/9/2014 TENTANG PENGAWASAN PESTISIDA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 107/Permentan/SR.140/9/2014 TENTANG PENGAWASAN PESTISIDA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 107/Permentan/SR.140/9/2014 TENTANG PENGAWASAN PESTISIDA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

CARA PRODUKSI PANGAN YANG BAIK UNTUK INDUSTRI RUMAH TANGGA

CARA PRODUKSI PANGAN YANG BAIK UNTUK INDUSTRI RUMAH TANGGA 5 LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.23.04.12.2206 TAHUN 2012 TENTANG CARA PRODUKSI PANGAN YANG BAIK UNTUK INDUSTRI RUMAH TANGGA CARA PRODUKSI PANGAN

Lebih terperinci

Gambar. Diagram tahapan pengolahan kakao

Gambar. Diagram tahapan pengolahan kakao PENDAHULUAN Pengolahan hasil kakao rakyat, sebagai salah satu sub-sistem agribisnis, perlu diarahkan secara kolektif. Keuntungan penerapan pengolahan secara kolektif adalah kuantum biji kakao mutu tinggi

Lebih terperinci

UNTUK KEPALA SEKOLAH SDN KOTA BINJAI

UNTUK KEPALA SEKOLAH SDN KOTA BINJAI Lampiran 1. LEMBAR KUESIONER UNTUK KEPALA SEKOLAH SDN KOTA BINJAI A. IDENTITAS INFORMAN Nama :. Alamat : Usia :.Tahun Jenis Kelamin : 1.Laki-laki 2. Perempuan Pendidikan terakhir : Unit Kerja : Masa kerja

Lebih terperinci