ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI KAYU OLAHAN SENGON DI CV. CIPTA MANDIRI, KECAMATAN SUKOREJO, KABUPATEN KENDAL, JAWA TENGAH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI KAYU OLAHAN SENGON DI CV. CIPTA MANDIRI, KECAMATAN SUKOREJO, KABUPATEN KENDAL, JAWA TENGAH"

Transkripsi

1 ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI KAYU OLAHAN SENGON DI CV. CIPTA MANDIRI, KECAMATAN SUKOREJO, KABUPATEN KENDAL, JAWA TENGAH Oleh : FITRI MEGA MULIANTI A PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

2 RINGKASAN FITRI MEGA MULIANTI. Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Kayu Olahan Sengon di CV. Cipta Mandiri, Kecamatan Sukorejo, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah. Di bawah bimbingan NETTI TINAPRILLA. Industri kayu olahan (woodworking) merupakan industri hasil hutan yang berkembang setelah adanya larangan ekspor kayu bulat dan kayu gergajian dengan tebal melebihi 6 mm. Industri ini menyumbangkan devisa dengan nilai tertinggi dibandingkan dengan industri kayu bulat dan kayu gergajian. Pengembangan industri kayu olahan terus dilakukan mengingat kontribusinya terhadap perekonomian negara. Namun, pada empat tahun terakhir pengembangan industri ini terhambat karena ketersediaan bahan baku hutan alam yang semakin menipis sehingga izin pemanfaatan kayu (IPK) khususnya untuk kayu-kayu keras seperti jati dan mahoni terus diperketat. Hal ini sangat mempengaruhi kelancaraan produksi industri kayu olahan karena sebagian besar menggunakan bahan baku kayu jati. Karena itu, kini terus dibudidayakan kayu jenis lain sebagai bahan baku alternatif untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri. Salah satu jenis kayu yang kini mulai digunakan yaitu kayu sengon. Penggunaan kayu sengon sebagai bahan baku alternatif industri kayu olahan diharapkan dapat meningkatkan produksinya kembali. CV. Cipta Mandiri merupakan perusahaan kayu olahan yang memproduksi produk solid laminating dan finger joint stick laminating. Perusahaan ini merupakan perusahaan kayu olahan satu-satunya di Kabupaten Kendal yang menggunakan bahan baku kayu sengon. Peran kayu sengon sebagai bahan baku alternatif menyebabkan permintaannya semakin meningkat dan berdampak pada peningkatan harganya. Kenaikan harga kayu sengon menyebabkan biaya produksi CV. Cipta Mandiri meningkat baik untuk produk solid laminating maupun finger joint stick laminating. Biaya produksi semakin meningkat setelah adanya kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM), upah tenaga kerja dan tarif dasar listrik. Kenaikan tersebut sangat berpengaruh terhadap pnerimaan perusahaan yang tercermin dari keuntungan perusahaan yang semakin menurun untuk kedua produknya. Upaya yang dapat dilakukan CV. Cipta Mandiri untuk menutupi peningkatan biaya produksinya yaitu dengan efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisa faktor-faktor produksi yang berpengaruh terhadap produksi solid laminating maupun finger joint stick laminating serta skala usaha produksi kedua produk di CV. Cipta Mandiri. Penelitian ini juga bertujuan untuk menganalisa tingkat efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi, dan kombinasi optimal dari penggunaan faktor-faktor produksi untuk produksi masing-masing produk CV. Cipta Mandiri. Penelitian dilakukan di CV. Cipta Mandiri Kecamatan Sukorejo, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Model yang digunakan adalah model fungsi produksi linear berganda dan Cobb-Douglas. Kedua model akan dipilih satu model terbaik berdasarkan asumsi OLS (Ordinary Least Square) dan pengujian statistik.

3 Hasil penelitian menunjukkan bahwa model terbaik untuk menduga fungsi produksi kedua produk adalah model Cobb-Douglas dilihat dari nilai koefisien determinasi (R 2 ) dan MSE nya. Berdasarkan hasil analisis fungsi produksi Cobb- Douglas dapat diketahui bahwa faktor produksi yang berpengaruh secara signifikan pada produksi solid laminating dan finger joint stick laminating adalah kayu sengon, tenaga kerja dan listrik. Faktor produksi bahan pembantu seperti lem dan plastik tidak berpengaruh secara signifikan terhadap peningkatan hasil produksi baik untuk produk solid laminating maupun finger joint stick laminating. Skala usaha produk solid laminating dan finger joint stick laminating tidak sama. Produk solid laminating berada pada decreasing return to scale, sedangkan produk finger joint stick laminating berada pada increasing return to scale. Penggunaan faktor-faktor produksi untuk produk solid laminating dan finger joint stick laminating belum efisien karena nilai rasio NPM dan BKM yang kurang dari satu. Faktor-faktor produksi yang dianalisis tingkat efisiensinya adalah faktor produksi yang berpengaruh nyata terhadap kedua produk, yaitu kayu sengon, tenaga kerja dan listrik. Pada produk solid laminating penggunaan faktor produksi kayu sengon dan listrik harus dikurangi, sedangkan penggunaan tenaga kerjanya harus ditambah untuk mencapai kondisi optimal. Penggunaan kayu sengon yang melebihi batas optimal disebabkan banyaknya kayu sengon yang tidak dapat digunakan untuk proses produksi selanjutnya (kayu sengon afkir). Pada produk finger joint stick laminating penggunaan semua faktor produksinya, seperti kayu sengon, tenaga kerja dan listrik perlu ditingkatkan. Kondisi optimal dari produk solid laminating dapat tercapai apabila penggunaan kayu sengon dikurangi menjadi 55,84 m 3, tenaga kerja ditambah menjadi 3475,62 HK, dan listrik perlu dikurangi menjadi ,05 kwh. Sedangkan untuk produk finger joint stick laminating, penggunaan kayu sengon, tenaga kerja dan listrik perlu ditingkatkan berturut-turut tingkat optimalnya sebesar 77,85 m 3, 2431,8 HK, dan ,71 kwh. Penggunaan faktor-faktor produksi pada kondisi optimal untuk kedua produk CV. Cipta Mandiri dapat meningkatkan keuntungan yang diterima perusahaan. Berdasarkan hasil penelitian, maka saran yang dapat direkomendasikan adalah perusahaan sebaiknya lebih memperhatikan pembelian kayu sengon, sehingga jumlah kayu sengon yang tidak sesuai dengan standar produksi dapat dikurangi. Sedangkan untuk produk finger joint stick laminating, penggunaan kayu sengon masih bisa ditingkatkan untuk memperoleh hasil yang optimal namun tetap harus memperhatikan kualitasnya. Pihak perusahaan harus berusaha mencari pasar untuk produk kualitas kedua dengan jalan meningkatkan promosi baik untuk pembeli dalam negeri maupun luar negeri sehingga kayu sengon afkir dapat dimanfaatkan dengan baik dan diharapkan dapat meningkatkan keuntungan perusahaan. Selain itu, efisiensi biaya produksi harus diperhatikan pihak CV. Cipta Mandiri khususnya untuk produksi solid laminating, karena produksinya berada pada decreasing return to scale.

4 ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI KAYU OLAHAN SENGON DI CV. CIPTA MANDIRI, KECAMATAN SUKOREJO, KABUPATEN KENDAL, JAWA TENGAH Oleh : FITRI MEGA MULIANTI A SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

5 Judul : Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Kayu Olahan Sengon Kayu di CV. Cipta Mandiri, Kecamatan Sukorejo, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah Nama : Fitri Mega Mulianti NRP : A Menyetujui, Dosen Pembimbing Skripsi Ir. Netti Tinaprilla, MM NIP Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP Tanggal Lulus :

6 PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI KAYU OLAHAN SENGON DI CV. CIPTA MANDIRI, KECAMATAN SUKOREJO, KABUPATEN KENDAL, JAWA TENGAH ADALAH KARYA SENDIRI DAN BELUM DIAJUKAN DALAM BENTUK APAPUN KEPADA PERGURUAN TINGGI MANAPUN. SUMBER INFORMASI YANG BERASAL ATAU DIKUTIP DARI KARYA YANG DITERBITKAN MAUPUN TIDAK DITERBITKAN DARI PENULIS LAIN TELAH DISEBUTKAN DALAM TEKS DAN DICANTUMKAN DALAM DAFTAR PUSTAKA DI BAGIAN AKHIR SKRIPSI INI. Bogor, Mei 2008 Fitri Mega Mulianti A

7 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Semarang, 10 Juni 1986 dari pasangan Bapak Supardjiyanto, SH dan Ibu Mulyati. Penulis merupakan putri kedua dari dua bersaudara. Penulis menjalani pendidikan di sekolah dasar tahun 1992 sampai dengan tahun 1998 di SDN Purwokerto II, Kabupaten Kendal. Selanjutnya meneruskan pendidikan lanjutan tingkat pertama dari tahun 1998 sampai tahun 2001 di SLTPN 2 Kendal. Pada tahun 2001 sampai dengan 2004 penulis melanjutkan ke SMUN 1 Kendal. Pada tahun 2004 penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Ujian Seleksi Masuk IPB (USMI) dan terdaftar sebagai mahasiswa Program Studi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian (FAPERTA). Pada tahun 2007 penulis menjadi asisten ekonomi umum semester ganjil tahun ajaran 2007/2008. Selama belajar di Institut Pertanian Bogor (IPB), penulis aktif dalam berbagai organisasi antara lain Koperasi Mahasiswa (KOPMA) dan Forum Komunikasi Mahasiswa Bahurekso Kendal.

8 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas limpahan rahmat dan hidayah-nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Kayu Olahan Sengon di CV. Cipta Mandiri, Kecamatan Sukorejo, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah Skripsi ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor produksi yang berpengaruh, skala usaha, tingkat efisiensi dan kombinasi optimal dari penggunaan faktor-faktor produksi kayu olahan di CV. Cipta Mandiri. Hasil analisis ini dapat digunakan perusahaan sebagai rekomendasi yang dapat digunakan perusahaan dalam menjalankan produksinya sehingga dapat meningkatkan keuntungan yang diterima perusahaan. Penulis telah berusaha dengan sebaik-baiknya dalam menyusun skripsi ini. Namun, penulis menyadari bahwa masih ada berbagai kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dalam penyempurnaan skripsi ini. Penulis berharap bahwa skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan. Bogor, Mei 2008 Penulis

9 UCAPAN TERIMA KASIH Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini, penulis dibantu oleh beberapa pihak. Karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Ir. Netti Tinaprilla, MM selaku dosen pembimbing skripsi yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk memberikan ilmu dan bimbingan yang sangat berarti bagi penulisan skripsi ini. 2. Dr. Ir. Anna Fariyanti, MS selaku dosen penguji utama yang telah bersedia menguji dan memberikan masukan, kritik dan ilmu yang bermanfaat untuk perbaikan penulisan skripsi ini. 3. Tintin Sarianti, SP selaku dosen penguji wakil departemen yang telah mengoreksi kekurangan dalam penulisan ini dan menyempurnakan penulisan skripsi ini. 4. Dosen dan staf penunjang Program Studi Manajemen Agribisnis atas ilmu dan bantuan yang diberikan 5. Kedua orang tua penulis yaitu Ayahanda Supardjiyanto dan Ibunda Mulyati, kakakku tersayang Akbar Fajar M dan calon kakakku Mefri Dian Rosida beserta keluarga besar atas doa, cinta, kasih sayang, perhatian dan dukungan yang tercurah tiada henti kepada penulis. 6. Moch. Asyhari dan keluarga atas doa, perhatian dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis dengan tulus. 7. Ibu Nur Mandiyah, Bapak Alfra Nurdiansyah, Reza, Wuri, Lia serta seluruh pihak CV. Cipta Mandiri. Terima kasih atas bantuannya selama proses pengambilan data, semoga hasil penelitian ini dapat berguna untuk kemajuan perusahaan. 8. Teman-teman seperjuangan di C15, Lia, Utari, Irma, Anggi, Mbak Dewi, Mbak Ratih, Mbak Shinta dan Rindu terima kasih atas dukungan, kebersamaan dan keceriaan yang tidak pernah akan terlupakan sampai kapanpun. 9. Dina, Chika, dan Silmy terima kasih atas persahabatan, kegembiraan dan dukungannya selama ini.

10 10. Dini Vidya yang telah meluangkan waktunya untuk membantu dalam tampilan power point presentasi dengan cantik. 11. Teman-teman satu bimbingan Rini, Mirza, Rani, Yoga dan Dani yang telah memberi semangat dan dukungannya. 12. Sumiati, Agung, Agus, Wachid, Tika, Testiana, Dila, Yustika, Lukman, Mita, Medina, Biblio, Mela dan seluruh anak AGB 41 terima kasih atas persahabatan dan bantuan selama proses pembuatan skripsi. 13. Forum Komunikasi Mahasiswa Bahurekso Kendal terima kasih atas kebersamaan selama hidup di Bogor, perasaan senasib dan seperjuangannya. 14. Semua pihak yang telah membantu penulis dengan ikhlas dan sukarela yang tidak dapat dicantumkan semuanya. Terima kasih banyak.

11 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR LAMPIRAN... xiii I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Kegunaan Penelitian II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agroindustri Hasil Hutan Industri Kayu Olahan (Woodworking) Produk Kayu Olahan Sengon Karakteristik Sengon Manfaat dan Keunggulan Sengon Penelitian Terdahulu III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Teori Fungsi Produksi Model Fungsi Produksi Konsep Return to Scale Konsep Efisiensi Penggunaan Faktor Produksi Konsep Kombinasi Input Optimal Kerangka Pemikiran Operasional IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Sumber dan Jenis Data Metode Pengolahan dan Analisis Data Analisis Pemilihan Model Fungsi Produksi Fungsi Produksi Cobb-Douglas Fungsi Produksi Linear Berganda Analisis Faktor-Faktor Produksi Analisis Skala Usaha (Return to Scale) Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Analisis Kombinasi Input Optimal Definisi Operasional V. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 5.1 Sejarah Perusahaan... 52

12 5.2 Lokasi Perusahaan Struktur Organisasi Visi, Misi dan Tujuan Ketenagakerjaan Proses Produksi Pemasaran VI. ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI Produk Solid Laminating Analisis Pemilihan Fungsi Produksi Solid Laminating Model Fungsi Linear Berganda Model Fungsi Cobb-Douglas Analisis Faktor-Faktor Produksi Solid Laminating Analisis Skala Usaha Solid Laminating Produk Finger Joint Stick Laminating Analisis Pemilihan Fungsi Produksi Finger Joint Stick Laminating Model Fungsi Linear Berganda Model Fungsi Cobb-Douglas Analisis Faktor-Faktor Produksi Finger Joint Stick Laminating Analisis Skala Usaha Finger Joint Stick Laminating VII. ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI Produk Solid Laminating Analisis Efisiensi Faktor-Faktor Produksi Solid Laminating Analisis Kombinasi Optimal Faktor-Faktor Produksi Solid Laminating Produk Finger Joint Stick Laminating Analisis Efisiensi Faktor-Faktor Produksi Finger Joint Stick Laminating Analisis Kombinasi Optimal Faktor-Faktor Produksi Finger Joint Stick Laminating 87 VIII. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 90 Saran 91 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN DAFTAR TABEL

13 Nomor Halaman 1. Penyebaran Hutan pada Tujuh Kelompok Pulau Besar di Indonesia Produk Domestik Bruto Sektor Kehutanan Tahun Atas Dasar Harga Berlaku Devisa Ekspor Hasil Hutan Tahun Produksi Kayu Olahan Tahun Ekspor Kayu Olahan Tahun Produksi dan Luas Lahan Kayu Sengon Perkembangan Harga Kayu Sengon Nilai VIF (Varian Inflation Factor) dan Durbin-Watson Model Linear Berganda Produk Solid Laminating Hasil Analisis Regresi Model Linear Berganda Produk Solid Laminating Nilai VIF (Varian Inflation Factor) dan Durbin-Watson Model Cobb-Douglas Produk Solid Laminating Hasil Analisis Regresi Model Cobb-Douglas Produk Solid Laminating Nilai VIF (Varian Inflation Factor) dan Durbin-Watson Model Linear Berganda Produk Finger Joint Stick Laminating Hasil Analisis Regresi Model Linear Berganda Produk Finger Joint Stick Laminating Nilai VIF (Varian Inflation Factor) dan Durbin-Watson Model Cobb-Douglas Produk Finger Joint Stick Laminating Hasil Analisis Regresi Model Cobb-Douglas Produk Finger Joint Stick Laminating Rasio NPM dan BKM Produksi Solid Laminating Kombinasi Optimal Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Solid Laminating Rasio NPM dan BKM Produksi Finger Joint Stick Laminating Kombinasi Optimal Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Finger Joint Stick Laminating DAFTAR GAMBAR

14 Nomor Halaman 1. Grafik Fungsi Produksi Kerangka Operasional DAFTAR LAMPIRAN

15 Nomor Halaman 3. Keuntungan CV. Cipta Mandiri Perkembangan Harga Jual Rata-Rata Solid Laminating dan Finger Joint Stick Laminating Denah CV. Cipta Mandiri Struktur Organisasi CV. Cipta Mandiri Produk Solid Laminating dan Finger Joint Stick Laminating Kayu Bulat Sengon Proses Produksi Solid Laminating Proses Produksi Finger Joint Stick Laminating Analisis Regresi Model Linear Berganda Produk Solid Laminating Uji Normalitas Model Linear Berganda Produk Solid Laminating Uji Homoskedastisitas Model Linear Berganda Produk Solid Laminating Uji Normalitas Model Cobb-Douglas Produk Solid Laminating Uji Homoskedastisitas Model Cobb-Douglas Produk Solid Laminating Analisis Regresi Model Cobb-Douglas Produk Solid Laminating Analisis Regresi Model Linear Berganda Produk Finger Joint Stick Laminating Uji Normalitas Produk Finger Joint Stick Laminating Uji Homoskedastisitas Produk Finger Joint Stick Laminating Uji Normalitas Model Cobb-Douglas Produk Finger Joint Stick Laminating Uji Homoskedastisitas Model Cobb-Douglas Produk Finger Joint Stick Laminating Analisis Regresi Model Cobb-Douglas Produk Finger Joint Stick Laminating Rasio Perbandingan Keuntungan Produksi Solid Laminating CV. Cipta Mandiri pada Kondisi Aktual dan Optimal Rata-Rata per Bulan Rasio Perbandingan Keuntungan Produksi Finger Joint Stick Laminating CV. Cipta Mandiri pada Kondisi Aktual dan Optimal Rata-Rata per Bulan Daftar Produksi dan Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Solid Laminating Daftar Produksi dan Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Finger Joint Stick Laminating I. PENDAHULUAN

16 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai wilayah hutan cukup luas yaitu sekitar 127 juta ha. Luas hutan ini tersebar di seluruh pulau dengan luas yang berbeda-beda. Hutan terluas terdapat di Pulau Papua yaitu seluas 42,22 juta ha atau 33,3 persen dari total luas hutan Indonesia sedangkan hutan terkecil berada di Pulau Bali dan Nusa Tenggara dengan luas 1,4 juta ha. Pulau Kalimantan menempati urutan kedua dan Pulau Sumatera pada urutan ketiga dengan luas berturut-turut sebesar 36,4 juta ha dan 22,98 juta ha. Pulaupulau lainnya memiliki luas hutan kurang dari 15 persen dari total luas hutan Indonesia (Tabel 1). Tabel 1. Penyebaran Hutan pada Tujuh Kelompok Pulau Besar di Indonesia No. Pulau Luas Hutan (Juta ha) 1 Sumatera 22,98 2 Jawa 2,17 3 Kalimantan 36,49 4 Sulawesi 1,40 5 Bali Nusa 7,27 6 Maluku 42,22 7 Papua 10,90 Sumber : Departemen Kehutanan (2005) Kepemilikan atas hutan yang luas mendorong Indonesia untuk terus berusaha secara optimal memanfaatkan kekayaan alamnya tersebut. Hal ini terlihat dari adanya kecenderungan yang meningkat pada PDB (Produk Domestik Bruto) sektor kehutanan. Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa PDB sektor kehutanan terus meningkat dari tahun dimana peningkatan tertinggi terjadi pada tahun 2006 dengan perubahan sebesar 33 persen dari tahun sebelumnya. Tabel 2. Produk Domestik Bruto Sektor Kehutanan Tahun Atas Dasar Harga Berlaku.

17 Produk Domestik Bruto (PDB) No Tahun Kehutanan (Miliar Rupiah) Persentase Perubahan (%) , ,1 3, ,4 3, ,6 4, ,0 10, * ,8 11, ** ,0 33,04 Sumber : Departemen Kehutanan 2006 (diolah) Keterangan : * : Angka sementara ** : Angka sangat sementara Pengusahaan sektor kehutanan salah satunya dilakukan dengan pengembangan industri hasil hutan. Pengembangan industri hasil hutan didorong oleh upaya pencapaian tujuan pembangunan ekonomi, diantaranya adalah peningkatan penerimaan devisa melalui ekspor, penciptaan lapangan kerja, dan peningkatan nilai tambah. Pengembangan ini dilakukan dengan pola pengusahaan yang menjamin penerimaan dalam jumlah besar untuk negara tetapi tetap mengutamakan pelestarian sumberdaya hutan. Salah satu bidang industri hasil hutan adalah industri woodworking (kayu olahan). Industri kayu olahan mulai berkembang setelah adanya kebijakan larangan ekspor kayu bulat pada tahun 1986 dan Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Kehutanan dan Menteri Perindustrian tahun SKB Menteri Kehutanan dan Menteri Perindustrian melarang ekspor kayu gergajian yang tebalnya melebihi 6 mm. Kebijakan pemerintah ini mengharuskan para pengusaha kayu bulat dan kayu gergajian berinvestasi sampai ke industri hilir dengan memproduksi produk seperti finger jointed, wall flooring, moulding dan solid laminating. Kedua kebijakan tersebut menyebabkan industri kayu olahan menjadi industri yang sangat penting untuk dikembangkan. Industri ini menyumbangkan

18 devisa dengan nilai yang lebih tinggi daripada industri kayu bulat dan kayu gergajian dari tahun Pada tahun 2006 ekspor produk kayu olahan sebesar 2.089,44 US$ sedangkan kayu bulat dan kayu gergajian berturut-turut sebesar 0,17 dan 37 US$ (Tabel 3). Tabel 3. Devisa Ekspor Hasil Hutan Tahun Tahun Kayu Bulat (juta US $) Kayu Gergajian (juta US $) Kayu Olahan (juta US $) ,62 89, , ,59 124, , ,24 85, , ,33 26, , ,19 3, , , ,44 Sumber : Departemen Kehutanan 2006 (diolah) 1 Selain sebagai penghasil devisa, industri kayu olahan juga berperan dalam penyerapan tenaga kerja. Menurut APKINDO (Asosiasi Pengusaha Kayu Indonesia), pada tahun 2005 industri kayu olahan menempati urutan ketiga dalam penyerapan tenaga kerja di sektor industri kehutanan. Industri ini mampu menyerap tenaga kerja sebesar 370 ribu orang setelah industi mebel dan kayu lapis. Pengembangan industri kayu olahan terus dilakukan mengingat kontribusinya yang besar terhadap perekonomian negara. Namun, pengembangan ini mengalami hambatan pada empat tahun terakhir karena ketersediaan kayu hutan alam yang semakin menipis. Hal ini menyebabkan pemerintah membatasi jumlah izin pemanfaatan kayu (IPK) hutan alam untuk industri khususnya kayukayu keras seperti kayu jati dan mahoni. Porsi hutan tebang yang diberikan untuk industri jauh dari kebutuhannya. Pada tahun 2004 pemerintah hanya memberikan jatah tebang sebesar 5,7 juta m 3, sedangkan kebutuhan normal rata-rata per tahun

19 adalah 40 juta m 3 (Departemen Kehutanan 2004). Kebijakan tersebut mengurangi ketersediaan bahan baku kayu untuk industri kayu olahan karena sebagian besar industri kayu olahan menggunakan kayu jenis tersebut. Semakin menipisnya ketersediaan bahan baku menjadi masalah serius bagi industri kayu olahan. Hal ini tercermin dari penurunan produksi kayu olahan sebesar 16,6 persen pada tahun 2004 yang merupakan penurunan tertinggi. Namun, pada tahun 2005 produksi kayu olahan mengalami peningkatan sebesar 4,3 persen yang juga diikuti peningkatan volume ekspornya sebesar 10,6 persen (Tabel 5). Peningkatan produksi dan ekspor kayu olahan ini disebabkan pada tahun 2005 pemerintah menaikkan jatah hutan tebang dari 5,7 juta m 3 menjadi 8,7 juta m 3 (Departemen Kehutanan 2005). Tabel 4. Produksi Kayu Olahan Tahun Tahun Kayu Olahan (m 3 ) Perubahan (%) , , , , ,9 Sumber : Departemen Kehutanan 2006 (diolah) Peningkatan jatah tebang pada tahun 2005 tetap tidak dapat memenuhi kebutuhan bahan baku kayu untuk industri kayu olahan. Karena itu, pada tahun 2006 penurunan produksi terjadi kembali yaitu sebesar 6,9 persen yang diikuti oleh penurunan volume ekspor sebesar 9,3 persen dan nilainya sebesar 13 persen. Penurunan nilai dan volume ekspor kayu olahan juga terjadi pada tahun 2003,2004 dan Pada tahun 2003 volume ekspor menurun sebesar 2,6 persen, namun penurunan ini lebih kecil dibanding dengan penurunannya pada tahun 2004 sebesar 22,7 persen (Tabel 5). Penurunan volume ekspor ini selain

20 karena adanya keterbatasan bahan baku namun juga adanya pengaruh isu tentang pelestarian hutan dunia dimana produk-produk hasil hutan yang diekspor harus memenuhi syarat dalam pengelolaan hasil hutan yang ditetapkan negara tujuan. Tabel 5. Ekspor Kayu Olahan Tahun Kayu Olahan Tahun Nilai (juta US$) Volume (ton) Perubahan Volume (%) , , , , , , , , , , ,2 Sumber : Departeman Kehutanan 2006 (diolah) Sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri yang tinggi, maka terus dikembangkan budidaya berbagai jenis tanaman kehutanan untuk menyediakan jenis kayu lain sebagai bahan baku alternatif. Bahan baku alternatif ini sebagian besar berasal dari hutan rakyat. Hutan rakyat bukan merupakan hutan lindung yang dikonsentrasikan untuk kelestarian alam sehingga dapat dimanfaatkan untuk menyediakan bahan baku industri. Tersedianya bahan baku alternatif membuat industri kayu olahan dapat mengurangi ketergantungannya terhadap kayu hutan alam yang semakin menipis. Salah satu jenis tanaman yang mulai digunakan sebagai bahan baku alternatif adalah tanaman sengon. Kayu sengon dapat dipanen pada usia 3-5 tahun, relatif lebih cepat daripada kayu hutan lainnya seperti kayu jati dan mahoni yang baru dapat dipanen apabila umurnya telah lebih dari 15 tahun. Karena itu, penggunaan tanaman sengon akan tetap menjaga kelestarian sumberdaya hutan. Produksi kayu sengon terus mengalami peningkatan karena semakin banyak industri kayu olahan yang mulai beralih menggunakan kayu sengon.

21 Peningkatan produksi ini juga didukung dengan luas lahan kayu sengon yang terus bertambah seiring dengan semakin tingginya minat petani untuk budidaya kayu sengon. Pada Tabel 6 terlihat bahwa peningkatan produksi, penggunaan maupun luas lahan tertinggi terjadi pada tahun Tabel 6. Produksi dan Luas Lahan Kayu Sengon Tahun Produksi (m 3 ) Penggunaan (m 3 ) Luas Lahan (ha) Sumber : Badan Pusat Statistik (2006) Industri kayu olahan sengon sangat penting untuk dikembangkan karena industri ini dapat mengatasi masalah ketersediaan bahan baku kayu hutan alam yang semakin menipis. Penggunaan kayu sengon sebagai bahan baku alternatif diharapkan dapat meningkatkan kembali ekspor kayu olahan yang akan berimbas pada peningkatan devisa negara. CV. Cipta Mandiri merupakan satu-satunya perusahaan kayu olahan sengon di Kabupaten Kendal, Jawa Tengah. Sebagian besar perusahaan kayu olahan di Kabupaten Kendal menggunakan bahan baku kayu jati karena hutan jati di wilayah Kendal cukup luas yaitu sekitar ,7 ha berdasarkan risalah kilat seksi perencanaan hutan 1 Pekalongan tahun Adanya kebijakan pemerintah tentang pengurangan jatah hutan tebang industri, termasuk kayu jati menjadikan CV. Cipta Mandiri yang berbahan baku berasal dari hutan rakyat (kayu sengon) sangat penting untuk dikembangkan. Pengembangan perusahaan kayu olahan sengon di Kabupaten Kendal didukung oleh adanya Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (Gerhan) Kabupaten Kendal

22 dengan program pembibitan pohon sengon pada lahan seluas 25 ha dan penanaman bibit pohon sengon sebanyak 200 bibit per ha pada 600 ha hutan rakyat (Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Tengah 2006). Program ini bertujuan menyediakan bahan baku alternatif untuk mengurangi peran kayu jati sebagai bahan baku utama industri kayu olahan. 1.2 Perumusan Masalah Peran kayu sengon sebagai bahan baku alternatif berpengaruh terhadap peningkatan penggunaannya karena semakin banyak perusahaan kayu olahan yang beralih menggunakan kayu sengon. Hal ini menyebabkan permintaan akan kayu sengon semakin tinggi dan berdampak pada peningkatan harganya. Kenaikan harga kayu sengon ini sangat berpengaruh terhadap biaya produksi perusahaan kayu olahan sengon, salah satunya adalah CV. Cipta Mandiri yang memproduksi produk berupa solid laminating dan finger joint stick laminating. Kenaikan harga kayu sengon mulai terjadi pada tahun 2004 dan pada tahun 2007 harga kayu sengon telah mencapai Rp per m 3 yang mengalami peningkatan 22,2 persen dari tahun sebelumnya. Peningkatan harga kayu sengon dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Perkembangan Harga Kayu Sengon Tahun Harga Kayu Sengon (m 3 ) Perubahan (%) , , ,2 Sumber : Bagian Produksi CV. Cipta Mandiri (2008) Kenaikan harga kayu sengon meningkatkan biaya produksi CV. Cipta Mandiri baik untuk produk solid laminating maupun finger joint stick laminating.

23 Biaya produksi CV. Cipta Mandiri semakin meningkat setelah adanya kenaikan BBM (Bahan Bakar Minyak) dan tarif dasar listrik yang diikuti oleh kenaikan upah tenaga kerja serta bahan-bahan pembantunya. Kenaikan ini sangat berpengaruh terhadap penerimaan perusahaan yang tercemin pada keuntungan yang semakin menurun untuk produksi solid laminating. Pada produk finger joint stick laminating juga menunjukkan adanya penurunan pada keuntungan yang diterimanya, walaupun produk ini mulai diproduksi pada tahun 2006 (Lampiran 1). Penurunan keuntungan yang diterima CV. Cipta Mandiri disebabkan perusahaan tidak dapat meningkatkan harga jual sesuai dengan peningkatan biaya produksinya. Sistem penjualan produk CV. Cipta Mandiri ke luar negeri menggunakan sistem tawar-menawar sehingga peningkatan harga jual yang terlalu tinggi akan menyebabkan produknya tidak dapat bersaing di pasar internasional. Hal ini juga disebabkan produk kayu olahan menghadapi struktur pasar persaingan sempurna, dimana produknya sulit untuk didiferensiasi sehingga sangat sulit untuk meningkatkan harga jualnya. Kebijakan yang dapat diambil CV. Cipta Mandiri adalah peningkatan harga jual hanya sekitar 10 sampai 20 persen untuk masing-masing produk (Lampiran 2). Upaya yang dapat dilakukan CV. Cipta Mandiri untuk menutupi peningkatan biaya produksinya sehingga keuntungan maksimum dapat tercapai adalah dengan efisiensi. Efisensi dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya dengan mengefisiensikan penggunaan faktor-faktor produksi. Pihak CV. Cipta Mandiri merasa bahwa penggunaan faktor-faktor produksinya belum optimal khususnya untuk penggunaan bahan baku kayu sengon. Penggunaan kayu

24 sengon ini mempengaruhi penggunaan faktor-faktor produksi lainnya yang akan berdampak pada biaya produksi CV. Cipta Mandiri. Karena itu, perlu dikaji apakah penggunaan faktor-faktor produksi untuk masing-masing produk di CV. Cipta Mandiri sudah efisien? serta bagaimana skala usaha kedua produk CV. Cipta Mandiri apakah berada pada decreasing return to scale, constan return to scale atau increasing return to scale? Efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi dan informasi tentang skala usaha pada produksi CV. Cipta Mandiri akan membantu menekan biaya produksi melalui pengalokasian secara tepat guna sehingga dihasilkan produksi yang optimal. Pengalokasian faktor-faktor produksi dapat dilakukan jika perusahaan mengetahui faktor-faktor produksi apa yang berpengaruh terhadap produksinya. Karena itu, perlu dikaji faktor-faktor produksi apa yang berpengaruh terhadap produksi solid laminating maupun finger joint stick laminating di CV. Cipta Mandiri? Sehingga dapat dilakukan pengalokasian faktor produksi secara tepat. Penggunaan faktor-faktor produksi secara efisien diharapkan dapat menghasilkan output dengan biaya terendah dari alokasi penggunaan input tertentu. Berdasarkan efisiensi tersebut akan diperoleh kombinasi optimal penggunaan faktor-faktor produksinya sehingga pelaku usaha dapat memperoleh keuntungan maksimum. adalah : Berdasarkan uraian tersebut maka perumusan masalah penelitian ini 1. Faktor-faktor produksi apakah yang berpengaruh terhadap produksi kayu

25 olahan (solid laminating dan finger joint stick laminating) di CV. Cipta Mandiri? 2. Bagaimana skala usaha (return to scale) produksi kayu olahan (solid laminating dan finger joint stick laminating) yang dilakukan oleh CV. Cipta Mandiri? 3. Bagaimana tingkat efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi dalam produksi kayu olahan (solid laminating dan finger joint stick laminating) di CV. Cipta Mandiri? 4. Bagaimana kombinasi penggunaan faktor produksi yang optimal dalam produksi kayu olahan (solid laminating dan finger joint stick laminating) di CV. Cipta Mandiri agar dihasilkan keuntungan maksimum. 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka penelitian ini bertujuan untuk : 1. Menganalisa faktor-faktor produksi yang berpengaruh terhadap produksi kayu olahan (solid laminating dan finger joint stick laminating) di CV. Cipta Mandiri. 2. Menganalisa tingkat skala usaha (return to scale) produksi yang dilakukan oleh CV. Cipta Mandiri. 3. Menganalisa tingkat efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi dalam produksi kayu olahan (solid laminating dan finger joint stick laminating) di CV. Cipta Mandiri.

26 4. Menganalisa kombinasi penggunaan faktor produksi yang optimal dalam produksi kayu olahan (solid laminating dan finger joint stick laminating) di CV. Cipta Mandiri agar dihasilkan keuntungan maksimal. 1.4 Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi : 1. Penulis untuk menambah dan memperdalam pengetahuan yang terkait dengan penelitian dan keilmuan lainnya yang berhubungan, serta dapat mengaplikasikan teori-teori yang diperoleh pada waktu kuliah. 2. Bagi perusahaan dapat dijadikan alternatif pengambilan keputusan mengenai alokasi penggunaan faktor produksi yang efisien dalam produksi kayu olahan (solid laminating dan finger joint stick laminating). 3. Pembaca sebagai sumber informasi untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai industri kayu olahan (solid laminating dan finger joint stick laminating). II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Agroindustri Hasil Hutan

27 Agroindustri mencakup beberapa kegiatan, antara lain : (1) industri pengolahan hasil produksi pertanian dalam bentuk setengah jadi dan produksi akhir seperti industri minyak sawit, industri pengalengan ikan, industri kayu lapis dan sebagainya; (2) industri penanganan hasil pertanian segar, seperti industri pembekuan ikan, industri penanganan bunga segar dan sebagainya; (3) industri pengadaan sarana produksi pertanian, seperti pupuk, pestisida dan bibit; dan (4) industri pengadaan alat-alat pertanian dan agroindustri lain, seperti faktor pertanian, industri mesin perontok, industri pengolah minyak sawit, industri mesin pengolah karet dan sebagainya (Krisnamurthi 2000) Salah satu industri pengolahan adalah industri pengolahan hasil hutan. Industri hasil hutan merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan nilai hasil hutan. Peningkatan nilai hasil hutan ini salah satunya melalui pengolahan kayu bulat menjadi barang setengah jadi ataupun barang jadi. Industri hasil hutan dibagi menjadi dua golongan, yaitu industri kayu dan industri hasil hutan non kayu (Departemen Kehutanan 2005). Selain itu, industri hutan kayu dapat dibedakan menjadi industri kayu primer dan kayu sekunder jika didasarkan pada jenis dan bentuk akhir. Industri kayu primer (hulu) adalah industri yang mengolah kayu mentah menjadi barang setengah jadi. Sedangkan industri kayu sekunder (hilir) merupakan industri kayu yang mengolah produk dari industri primer lebih lanjut menjadi produk jadi. Macam-macam industri kayu primer (Atmosuseno dan Duljapar 1998) : 1. Pulp

28 Pulp merupakan hasil proses peleburan kayu yang digunakan sebagai bahan dasar pembuatan kertas, fibre board, dan turunan selulosa lainnya. 2. Kayu Lapis Kayu lapis merupakan lembaran-lembaran tipis yang berasal dari irisan log dan direkatkan dengan lembaran kayu lainnya menggunakan perekat. 3. Kayu Gergajian Papan atau potongan-potongan kayu dengan berbagai ukuran yang berasal dari pemotongan log Industri Kayu Olahan ( Woodworking) Kayu olahan (woodworking) adalah kayu gergajian yang dibentuk secara khusus melalui mesin pembentuk (moulder) yang berkadar air (kering udara) kurang atau sama dengan 20 persen dan mempunyai tujuan penggunaan tertentu (Standar Nasional Indonesia /Rev ). Perusahaan kayu olahan yang berskala kecil memperoleh bahan baku berupa kayu gergajian dari perusahaan sawmill, akan tetapi untuk perusahaan yang berskala besar, kebutuhan kayu gergajian dipasok sendiri oleh perusahaan. Industri kayu olahan merupakan industri hilir dalam industri kehutanan yang mulai berkembang pada akhir tahun 1980-an. Industri ini berkembang seiring dengan adanya beberapa kebijakan pemerintah, salah satunya adalah kebijakan larangan ekspor kayu bulat pada tahun Perusahaan kayu olahan dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori menurut jumlah tenaga kerja yang ada (Hardie 1989), yaitu : 1. Perusahaan berskala besar, memiliki 100 atau lebih pekerja.

29 2. Perusahaan berskala menengah, memiliki 20 sampai 99 pekerja. 3. Perusahaan berskala kecil, memiliki 5 sampai 19 pekerja Produk Kayu Olahan Produk yang banyak dihasilkan oleh industri kayu olahan adalah solid, finger joint, dan laminating (Departemen Kehutanan 2002). 1. Produk solid, adalah kayu olahan yang dibentuk dari kayu gergajian utuh yang telah diketam atau dihaluskan. Produk ini dapat berupa solid door, engineering door, louvre door dan flash door. 2. Produk finger joint, adalah kayu olahan yang diperoleh dengan menyambung kayu gergajian yang telah diketam dengan sambungan bergerigi (finger jointed) dengan ketentuan bahwa masing-masing potongan kayu yang disambungkan mempunyai kriteria ukuran seperti panjang tidak melebihi 100 cm, lebar tidak lebih dari 25 cm dan tebal tidak lebih dari 5 cm. Berbagai macam kayu olahan yang dapat dibentuk dari produk ini antara lain finger joint board, finger joint stick, dan finger joint japan size. 3. Produk laminating adalah kayu olahan yang dihasilkan dari penggabungan potongan-potongan kayu, baik yang digabungkan ke arah penampang lebar maupun ke arah penampang tebal, dengan cara dipres dengan menggunakan perekat. Ketentuan produk ini yaitu lebar masing-masing potongan tidak lebih dari 15 cm dan tebal tidak lebih dari 7,5 cm. Produk yang dapat dibentuk dari produk ini meliputi laminating solid, laminating finger joint, laminating block solid, laminating mixed joint dan laminating block finger joint.

30 2.3 Sengon Karakteristik Sengon Tanaman sengon merupakan tanaman biasa yang tumbuh secara bebas di kebun-kebun rakyat. Penanaman tanaman sengon ini belum menerapkan kaidahkaidah budidaya tanaman. Adanya perkembangan dalam bidang industri hasil hutan dan semakin menipisnya ketersediaan kayu hutan menjadikan sengon saat ini mulai banyak dibudidayakan dan menjadi jenis tanaman yang potensial untuk dikembangkan. Sengon dalam bahasa latin disebut Paraseriamthes falcataria namun telah dikenal luas dengan nama lamanya yaitu Albasia falcataria, termasuk famili Mimosaceae, keluarga petai petaian. Di Indonesia, sengon memiliki beberapa nama daerah seperti berikut : jeunjing, jeunjing laut (sunda), sengon sabrang (jawa), seja (Ambon), sikat (Banda), tawa (Ternate), dan gosui (Tidore). Kayu sengon memiliki ciri-ciri antara lain (Atmosuseno dan Duljapar 1998) : 1. Tinggi pohon dapat mencapai sekitar m dengan diameter batang sekitar cm. Bentuk batang sengon bulat dan tidak berbanir. Kulit luarnya berwarna putih atau kelabu, tidak beralur dan tidak mengelupas. 2. Warna kayu teras dan glubal hampir sama ( putih atau coklat muda), tekstur kayu agak kasar dan merata, arah serat lurus, bergelombang lebar atau berpadu, permukaan kayu agak licin atau licin dan mengkilap. 3. Berat jenis kayu rata-rata 0,33 dan termasuk kelas awet IV-V Manfaat dan Keunggulan Sengon Menurut Atmosuseno dan Duljapar (1998), kayu sengon merupakan kayu yang dapat dimanfaatkan dari daun hingga akarnya. Manfaat kayu sengon dapat

31 diuraikan sebagai berikut : a. Daun Daun sengon dapat digunakan sebagai pakan ternak yang sangat baik dan mengandung protein tinggi. Jenis ternak seperti sapi, kerbau, dan kambing menyukai daun sengon tersebut. b. Perakaran Sistem perakaran sengon banyak mengandung nodul akar sebagai hasil simbiosis dengan bakteri rhizobium. Hal ini menguntungkan bagi akar dan sekitarnya. Keberadaan nodul akar dapat membantu porositas tanah dan penyediaan unsur nitrogen dalam tanah. Karena itu, pohon sengon dapat membuat tanah disekitarnya menjadi lebih subur. c. Kayu Bagian yang memberikan manfaat paling besar dari pohon sengon adalah batang kayunya. Dengan harga yang cukup menggiurkan saat ini sengon banyak diusahakan untuk berbagai keperluan dalam bentuk kayu olahan berupa papan papan dengan ukuran tertentu. Keunggulan dari kayu sengon adalah pertumbuhannya sangat cepat sehingga masa layak tebang dalam umur yang relatif pendek sekitar tiga sampai lima tahun, memiliki perakaran yang dalam sehingga dapat menarik hara yang berada pada kedalaman tanah ke permukaan, mudah bertunas kembali apabila ditebang, dan bagian vegetatif untuk pembiakannya mudah diperoleh dan disimpan. 2.4 Penelitian Terdahulu

32 Penelitian yang dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dan menganalisa tingkat efisiensi kegiatan produksi telah banyak dilakukan. Beberapa penelitian tersebut adalah sebagai berikut : Penelitian yang dilakukan oleh Rachmawati (2003) yang berjudul Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor Produksi Crumb Rubber di Pabrik Pengolahan Karet Remah Way Berulu, PT Perkebunan Nusantara, Desa Kebagusan, Kecamatan Gedong Tataan, Kabupaten Lampung Selatan, menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas yang dianalisis menggunakan metode OLS. Hasil analisisnya menyatakan bahwa faktor produksi yang berpengaruh secara signifikan terhadap proses produksi hanyalah lateks pada taraf nyata 1 persen. Sedangkan dengan uji F dihasilkan secara bersama-sama faktor produksi lateks, asam semut, tenaga kerja, listrik dan solar berpengaruh nyata terhadap produksi crubb rubber pada taraf nyata 1 persen. Melalui penelitian ini dapat juga melihat efisiensi dari penggunaan faktor produksi crubb rubber belum efisien. Hal ini ditunjukkan oleh rasio NPM terhadap BKM dari masing-masing faktor produksi yang tidak sama dengan satu. Penelitian yang berjudul Analisis Efisiensi Faktor Produksi Crude Palm Oil (CPO), studi kasus di PT Perkebunan Nusantara V Pabrik Pengolahan Kelapa sawit (PKS) Sei Pagar, Kabupaten Kampar, Riau yang dilakukan oleh Cipta Sari (2004), menggunakan model fungsi Cobb-Douglas yang diolah dengan metode OLS. Hasil analisis memperlihatkan bahwa nilai elastisitas produksi dari pemanfaatan Tandan Buah Segar (TBS) kelapa Sawit sebagai bahan baku, tenaga kerja, solar dan air pengolahan berturut-turut sebesar 0,907; 0,0062; 0,091 dan

33 0,007. Nilai tersebut berarti bahwa kenaikan penggunaan faktor produksi akan menambah jumlah produksi CPO PKS Sei Pagar. Tingkat efisiensi ekonomi pemanfaatan faktor produksi seperti bahan baku, tenaga kerja, dan solar masingmasing bernilai 1,889; 0,010; dan 1,421. Nilai tersebut menggambarkan bahwa pengalokasian masing-masing input tersebut belum efisien dimana faktor produksi bahan baku dan solar berada di bawah kondisi optimal, sementara faktor produksi tenaga kerja telah melampaui batas optimal. Penelitian lainnya dilakukan oleh Kartika (2005) yang berjudul Analisis Efisiensi Faktor-Faktor Produksi Teh Olahan pada PTPN VIII Perkebunan Goalpara, Sukabumi, Jawa Barat juga menggunakan model fungsi produksi Cobb- Douglas. Pada penelitian ini dapat diketahui faktor-faktor produksi yang berpengaruh terhadap produksi adalah teh basah, tenaga kerja, listrik, dan solar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari pendugaan model fungsi produksi diperoleh koefisien determinasi (R 2 ) sebesar 97,4 persen. Uji F menyatakan bahwa model nyata pada pada tingkat kepercayaan 99 persen yang berarti faktorfaktor produksi secara bersama-sama mempengaruhi produksi teh olahan. Pengaruh uji secara parsial menunjukkan bahwa faktor produksi teh basah berpengaruh nyata terhadap produksi teh olahan pada tingkat kepercayaan 99 persen, faktor produksi solar dan dummy musim berpengaruh nyata tetapi pada tingkat kepercayaan 95 persen. Lain halnya dengan faktor produksi tenaga kerja dan listrik tidak berpengaruh nyata terhadap produksi teh olahan pada tingkat kepercayaan 95 persen. Perhitungan analisis efisiensi ekonomi menunjukkan bahwa penggunaan faktor-faktor produksi yang digunakan masih belum efisien karena rasio masing-masing faktor produksi tidak sama dengan satu.

34 Penelitian yang dilakukan oleh Irawati (2006) yang berjudul Analisis Pendapatan dan Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Usahatani Program PTT dan Non-Program PTT, di Karawang, menggunakan fungsi Cobb-Douglas dan Linear Berganda. Pada penelitian ini juga didapat bahwa model terbaik adalah fungsi Cobb-Douglas dilihat dari R 2, R 2 adj, F hit dan MSE yang mendekati nilai nol. Hasil analisis regresi fungsi produksi Cobb-Douglas untuk petani program PTT menunjukkan bahwa faktor produksi luas lahan, benih, pupuk urea, pupuk NPK, obat cair dan tenaga kerja berpengaruh nyata terhadap produksi sedangkan untuk pupuk sp-36 dan obat padat tidak nyata pada tingkat kepercayaan 95 persen. Hasil analisis regresi fungsi Cobb-Douglas untuk petani non PTT menunjukkan bahwa faktor produksi luas lahan, benih, pupuk NPK, dan tenaga kerja berpengaruh nyata terhadap produksi usahatani padi, sedangkan sp-36, pupuk urea, obat padat dan obat cair tidak nyata pada tingkat kepercayaan 95 persen. Baik petani program maupun non program PTT belum efisien dalam penggunaan faktor-faktor produksi. Hal ini dilihat pada nilai NPM/BKM yang tidak sama dengan satu. Penelitian yang dilakukan oleh Purnama (2006) yang berjudul Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Industri Tahu, Desa Sragen Wetan menggunakan fungsi Cobb-Douglas setelah dibandingkan dengan metode linear berganda. Pada model linear berganda asumsi kenormalan sisaan tidak terpenuhi karena tebaran sisaan tidak membentuk garis lurus. Asumsi kehomogenan ragam juga tidak terpenuhi karena plot sisaan dengan dugaan produksi tidak membentuk garis horisontal.

35 Pada penelitian ini, variabel yang berpengaruh nyata lebih banyak apabila menggunakan fungsi Cobb-Douglas, yaitu kedelai, air dan laru. Sedangkan jika menggunakan model linear berganda, variabel yang berpengaruh nyata hanya kedelai dan laru. Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya bahwa model yang banyak digunakan adalah model linear berganda dan Cobb Douglas. Pada penelitianpenelitian sebelumnya juga dapat ditarik kesimpulan bahwa hasil regresi dari fungsi produksi yang digunakan, bahan baku utama selalu berpengaruh nyata terhadap produksi sedangkan tenaga kerja dan bahan-bahan pembantu lainnya berbeda untuk setiap produksi. Penelitian ini seperti halnya dengan penelitian-penelitian terdahulu yang bertujuan untuk menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi produksi, skala usaha dan tingkat efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi serta kombinasi input optimal. Perbedaan penelitian dari penelitian sebelumnya mengenai efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi adalah pada jenis produknya. Selama ini, penelitian kayu olahan sengon hanya pada pengendalian persediaan bahan baku seperti yang dilakukan oleh Nurdiana (2003) pada PT. Albasi Parahyangan, Ciamis dan Lestari (2007) pada PT. Bineatama Kayone Lestari, Tasikmalaya. III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

36 3.1.1 Teori Fungsi Produksi Produksi merupakan proses pengubahan input (faktor produksi) menjadi output (hasil produksi) (Lipsey 1995). Kegiatan produksi ini dapat menambah kegunaan (nilai guna) suatu barang dengan memberikan manfaat baru atau manfaat yang lebih dari semula (Putong 2004). Hubungan antara input yang digunakan dan output yang dihasilkan dalam suatu produksi dapat dicirikan melalui suatu fungsi produksi. Berdasarkan fungsi produksi tersebut, produsen dapat menentukan berapa banyak output yang dihasilkan dan kombinasi input yang digunakan dalam produksi (Vincent 1996). Nicholson (2002) mendefinisikan fungsi produksi sebagai hubungan matematik antara input dan output. Sementara Soekartawi, et al (2003) menyatakan fungsi produksi sebagai fungsi yang menjelaskan hubungan fisik antara variabel yang dijelaskan (Y) dan variabel yang menjelaskan (X). Melalui hubungan fisik tersebut, selain hubungan antara variabel yang dijelaskan dan variabel yang menjelaskan, dapat diketahui juga hubungan antar variabel penjelasnya. Variabel yang menjelaskan berupa masukan (faktor produksi) dan variabel yang dijelaskan berupa hasil produksi. Secara sistematis fungsi produksi dapat dinyatakan sebagai berikut (Doll dan Orazem 1984) : Y = f {X 1, X 2, X 3,. X n } Dimana :

37 Y f = jumlah output yang dihasilkan pada suatu sistem produksi = hubungan yang mentransformasikan faktor-faktor produksi (input) ke dalam hasil produksi (output) X 1, X 2, X 3,.. X n = faktor-faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi Bentuk fungsi produksi dipengaruhi oleh hukum ekonomi yaitu Hukum Kenaikan Hasil yang Berkurang (The Law of Diminishing Returns). Hukum ini berarti bahwa penambahan secara terus menerus satu satuan unit faktor produksi menyebabkan jumlah produksi per satuan faktor produksi menurun jika faktor produksi lainnya tetap. Fungsi produksi selain dapat dinyatakan secara sistematis, dapat juga digambarkan dengan grafik. Grafik ini menggambarkan hubungan fisik faktor produksi dengan hasil produksinya dengan asumsi bahwa hanya satu faktor produksi yang berubah dan faktor produksinya lainnya tetap (cateris paribus). Grafik fungsi produksi ditunjukkan oleh gambar di bawah ini (Gambar 1) : E P > 1 0 <E P < 1 E P < 0 Y B C TP

38 A Y X 1 X 2 X Keterangan : PR PM X Sumber: Doll dan Orazem (1984) Gambar 1. Grafik Fungsi Produksi A B C Y X PT PR PM = titik balik = titik produksi optimum = titik produksi maksimum = jumlah produk (output) = faktor produksi (input) = produk total (Total Product) = produk rata-rata (Average Marginal Product) = produk marjinal (Marginal Product) Berdasarkan gambar di atas, pengukuran suatu tingkat produktivitas suatu proses produksi dapat dilihat dari dua tolak ukur, yaitu : 1. Produk Marjinal (PM) Produk Marjinal adalah tambahan output yang dihasilkan dari setiap penambahan satu-satuan faktor produksi yang digunakan. 2. Produk Rata-Rata (PR) Produk rata-rata adalah produk (output) total dibagi jumlah unit faktor produksi (input) yang digunakan untuk memproduksinya.

39 Produk marjinal (PM) dan produk rata-rata (PR) mempunyai hubungan satu sama lain,antara lain (Soekartawi 2003) : Apabila PM lebih besar daripada PR, maka PR dalam posisi meningkat. Sebalikanya apabila PM lebih kecil dari PR, maka posisi PR dalam keadaan menurun. Apabila PM sama dengan PR, maka PR dalam keadaan maksimum. Hubungan PM dan PR dapat juga dikaitkan dengan elastisitas produksi. Elastisitas produksi merupakan persentase perubahan output sebagai akibat dari persentase perubahan input atau produk marjinal dibagi dengan produk rata-rata. Hubungan antara PM, PR dan elastisitas tersebut menjadikan suatu fungsi produksi dibagi menjadi tiga daerah produksi. Pembagian tiga daerah produksi ini juga berhubungan dengan penggunaan faktor produksi dalam suatu produksi (Doll dan Orazem 1984). Tiga daerah tersebut, yaitu : 1. Daerah Produksi I Daerah ini mempunyai elastisitas lebih dari satu (E p > 1) yang terletak antara titik asal dan X 1. Daerah ini disebut daerah tidak rasional (irrational region or irrational stage of production) karena pada daerah ini, penggunaan faktor produksi masih bisa ditingkatkan. Elastisitas pada daerah ini lebih dari satu yang berarti bahwa penambahan faktor produksi sebesar satu persen akan menyebabkan penambahan output (hasil produksi) lebih besar dari satu persen. Penambahan pemakaian faktor produksi masih bisa meningkatkan produksi yang mengindikasikan bahwa keuntungan maksimum belum tercapai. Pada daerah ini produk marjinal (PM) telah mencapai titik maksimum dan mengalami penurunan namun PM masih lebih besar daripada produk rata-ratanya (PR). PR

40 meningkat selama berada pada daerah ini dan mencapai maksimum pada akhir daerah II. Karena itu, masih terdapat kemungkinan untuk menambah penggunaan faktor produksi dalam proses produksi. 2. Daerah Produksi II Daerah ini terletak antara X 1 dan X 2, dimana elastisitas produksinya antara nol dan satu (0<E p <1). Nilai elastisitas tersebut mengandung arti bahwa setiap penambahan faktor produksi sebesar satu persen akan berdampak pada penambahan output paling tinggi satu persen dan paling rendah nol persen. Pada daerah ini produk marginal mengalami penurunan, lebih rendah daripada produk rata-rata namun lebih dari nol. Pada awal daerah II ketika PM sama dengan PR, merupakan penggunaan minimum dari faktor produksi yang memberikan keuntungan maksimum sehingga daerah ini disebut daerah rasional (rational region). 3. Daerah Produksi III Pada daerah ini produk total mengalami penurunan yang ditunjukkan oleh produk marjinal yang bernilai negatif dimana setiap tambahan input yang diberikan akan menghasilkan tambahan output yang lebih kecil dari tambahan inputnya. Daerah ini juga dicirikan oleh nilai elastisitasnya yang kurang dari nol (E p <0), yang berarti bahwa penambahan satu persen faktor produksi akan menyebabkan penurunan jumlah produksi yang dihasilkan Karena itu, daerah produksi III, disebut sebagai daerah tidak rasional (irrational region). Pada umumnya seorang produsen yang rasional belum tentu menggunakan faktor-faktor produksinya secara tepat. Pada kondisi demikian, maka keuntungan maksimum pun belum tercapai.

41 3.1.2 Model Fungsi Produksi Menurut Soekartawi (2003) model adalah gambaran dari tujuan yang ingin dicapai. Model mempunyai beragam bentuk, misalnya iconic model dimana model merupakan gambaran nyata dari keadaan yang sebenarnya. Model lain adalah analog model yaitu model yang bentuknya mirip sama dengan bentuk nyatanya. Model ketiga adalah matematical model yaitu model yang dinyatakan dalam rumus matematik. Model yang terakhir ini sering digunakan untuk menyelesaikan masalah dengan pendekatan kuantitatif. Model fungsi produksi termasuk kedalam matematical model. Terdapat berbagai model fungsi dalam memberikan hubungan kuantitatif dari fungsi produksi, antara lain : 1. Fungsi Produksi Kuadratik Rumus fungsi kuadratik secara matematik dapat ditulis sebagai berikut : Y = f (X i ); atau dapat dituliskan Y = a + bx + cx 2 Dimana : Y X a,b,c = variabel yang dijelaskan = variabel yang menjelaskan = parameter yang diduga Fungsi kuadratik memiliki nilai maksimum saat turunan pertama dari fungsi tersebut sama dengan nol, yaitu sebagai berikut :

42 Y/ X = b + 2cX = 0 X = b/2c Saat berlaku hukum kenaikan yang semakin berkurang pada suatu produksi, maka fungsi kuadratik dapat ditulis sebagai berikut (Soekartawi 2003): Y = a + bx cx 2 2. Fungsi Produksi Akar Pangkat Dua Secara matematis, persamaan fungsi ini dapat dituliskan sebagai berikut : Y= a 0 + a 1 X 1/2 1 + a 11 X 1 Apabila X pangkat setengah ini diganti dengan inisial Z, maka fungsi produksi tersebut menjadi : Y = a 0 + a 1 Z + a 11 Z 2 Persamaan tersebut menjelaskan bahwa fungsi produksi akar pangkat dua merupakan fungsi produksi kuadratik. Fungsi akar pangkat dua maupun kuadratik pada umumnya akan tidak praktis apabila jumlah variabelnya lebih dari tiga. Penyelesaian persamaan yang mempunyai lebih dari tiga variabel dianjurkan untuk menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas dan fungsi produksi linear berganda. 3. Fungsi Produksi Cobb-Douglas Secara matematis fungsi Cobb-Douglas dapat dinyatakan sebagai berikut (Gujarati 1997) : b 1 b Y = ax X... X bm m e u Dimana :

43 Y X 1 a b i = jumlah produksi = jumlah faktor produksi ke-i yang dijelaskan = intersep, konstanta = besaran parameter, elastisitas masing-masing faktor produksi e = bilangan natural (2,7182) u i = sisa (residual) = 1,2,3,m Penggunaan fungsi produksi Cobb-Douglas harus memenuhi persyaratan antara lain (Soekartawi 2003) : 1. Tidak ada nilai pengamatan yang bernilai nol karena logaritma dari nol adalah suatu bilangan yang besarnya tidak diketahui. 2. Perlu asumsi tidak ada perbedaan teknologi pada setiap pengamatan. 3. Tiap variabel X adalah perfect competition. 4. Perbedaan lokasi pada fungsi produksi sudah tercakup pada faktor kesalahan u. 4. Fungsi Produksi Linear Berganda Jumlah variabel X yang dipakai dalam fungsi produksi linier berganda adalah lebih dari satu. Rumus matematik dari fungsi produksi linear berganda dapat dituliskan sebagai berikut (Soekartawi 2003) : Y = f (X 1, X 2,.., X i,. X n ); atau Y = a + b 1 X 1 + b 2 X b i X i +.+ b n X n Dimana : a = intersep b = koefisien regresi

44 Y = variabel yang dijelaskan X = variabel yang menjelaskan Konsep Return to Scale Konsep return to scale sangat bermanfaat bagi perusahaan untuk mengetahui apakah hasil produksi masih dapat lebih besar, sama dengan atau lebih kecil secara proposional terhadap perubahan dalam penggunaan faktor-faktor produksi. Suatu produksi memiliki kemungkinan berada dalam salah satu dari tiga bentuk skala usaha dalam suatu proses produksi yaitu decreasing return to scale, constan return to scale dan increasing return to scale (Vincent 1996). Suatu proses produksi berada pada fase decreasing return to scale apabila semua faktor produksi ditingkatkan penggunaannya dalam proporsi yang sama, akan meningkatkan hasil produksi lebih kecil daripada proporsi kenaikan faktor produksi. Elastisitas produksi total untuk skala usaha ini adalah kurang dari satu. Fase constan return to scale ditunjukkan dengan elastisitas yang bernilai sama dengan satu. Hal ini berarti bahwa peningkatan penggunaan semua faktor produksi secara proposional akan meningkatkan hasil produksi tepat sama dengan proporsi kenaikan faktor produksi tersebut. Skala usaha ini mempunyai elastisitas yang sama dengan satu. Fase terakhir yaitu increasing return to scale yaitu apabila semua faktor produksi ditingkatkan penggunaannya dalam proporsi yang sama maka akan meningkatkan hasil produksi yang lebih besar daripada proporsi kenaikan faktor produksi tersebut. Pada fase ini elastisitas produksi totalnya lebih dari satu.

45 3.1.4 Konsep Efisiensi Penggunaan Faktor Produksi Menurut Doll Orazem (1984) efisiensi ekonomis menunjukkan kombinasi faktor-faktor produksi yang dapat memaksimumkan tujuan individu dan tujuan sosial. Terdapat dua syarat yang harus dipenuhi untuk mencapai efisiensi yaitu: 1. Syarat Keharusan Syarat keharusan tercapai pada saat produksi : (1) Tidak memungkinkan untuk memproduksi jumlah produk yang lebih banyak dengan menggunakan jumlah faktor produksi yang sama, dan (2) tidak memungkinkan untuk memproduksi produk yang sama dengan jumlah faktor produksi yang lebih sedikit. Syarat keharusan menunjukkan tingkat keefisienan secara teknis yang dinyatakan dalam fungsi produksi. Kondisi ini dapat tercapai jika proses produksi berada pada daerah II, yaitu ketika elastisitas produksi antara nol dan satu. 2. Syarat Kecukupan Syarat ini merupakan indikator pilihan yang membantu produsen untuk menentukan penggunaan faktor produksi yang sesuai dengan tujuannya. Kondisi ini berbeda antara produsen satu dengan yang lainnya berdasarkan tujuan masingmasing. Produsen yang mempunyai tujuan memaksimumkan produksi berbeda dengan produsen yang ingin memaksimumkan keuntungan. Apabila tujuan dari suatu usaha adalah memaksimumkan keuntungan, maka syarat kecukupan merupakan syarat untuk menghasilkan output dengan biaya terendah dari alokasi penggunaan faktor produksi tertentu agar dapat memperoleh keuntungan maksimal.

46 Menurut Soekartawi (2003) kondisi efisiensi dapat tercapai saat Nilai Produk Marjinal (NPM) sama dengan Biaya Korbanan Marjinal (BKM), atau rasio antara NPM dan BKM sama dengan satu. Hal ini berarti tambahan biaya yang dikeluarkan untuk faktor produksi mampu memberikan tambahan penerimaan dalam jumlah yang sama. Pada kondisi tersebut keuntungan maksimal dapat tercapai. Keadaan dimana rasio NPM dengan BKM kurang dari satu berarti penggunaan faktor produksi telah melampaui batas optimal dimana setiap penambahan biaya yang dikeluarkan akan lebih besar dari tambahan penerimaannya. Sedangkan apabila rasio NPM dengan BKM lebih dari satu maka kondisi optimum belum tercapai sehingga perusahaan yang rasional harus menambah penggunaan faktor produksinya Konsep Kombinasi Input Optimal Penggunaan faktor produksi yang menguntungkan dapat juga dikatakan penggunaan dalam jumlah optimalnya. Menurut Doll Orazem (1984) jumlah input optimal adalah jumlah input yang dapat memaksimumkan keuntungan dari suatu proses produksi. Tujuan dari efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi adalah menggunakan faktor-faktor produksi tersebut pada tingkat optimalnya. Kombinasi optimal penggunaan suatu faktor produksi dapat diketahui setelah mengetahui tingkat efisiensi penggunaannya. 3.2 Kerangka Pemikiran Operasional Analisis efisiensi faktor-faktor produksi kayu olahan berupa solid laminating dan finger joint stick laminating, dimulai dengan identifikasi masalah pada

47 CV. Cipta Mandiri di Desa Pagersari, Kendal dalam melakukan proses produksinya. Pada proses produksi kayu olahan ini terdapat berbagai kendala yang mempengaruhi tingkat keuntungan yang didapat oleh pelaku usaha. Kendala yang dihadapi CV. Cipta Mandiri berkaitan dengan peningkatan biaya produksinya yang menyebabkan keuntungan yang diterima dari produksi solid laminating maupun finger joint stick laminating cenderung mengalami penurunan pada beberapa tahun terakhir. Kenaikan biaya produksi ini disebabkan adanya kenaikan harga bahan baku kayu sengon, tarif dasar listrik, dan BBM (Bahan Bakar Minyak) yang diikuti oleh kenaikan upah tenaga kerja serta beberapa bahan pembantu seperti lem dan plastik. Kenaikan biaya produksi ini tidak dapat ditutupi dengan peningkatan harga jual produknya sehingga terjadi ketidakseimbangan antara penerimaan dan pengeluaran. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menekan biaya produksi adalah dengan mengefisiensikan penggunaan faktor-faktor produksi yang diduga berpengaruh terhadap produksi kayu olahan. Faktor produksi yang diduga berpengaruh yaitu bahan baku utama berupa kayu sengon, tenaga kerja, listrik, lem, dan plastik, Model fungsi produksi yang digunakan adalah fungsi produksi Cobb-Douglas, dan linear berganda. Kedua model tersebut akan dibandingkan dan dipilih satu model terbaik. Pemilihan model terbaik dilakukan dengan pengujian terhadap asumsi OLS (Ordinary Least Square) seperti normalitas, homoskedastisitas, autokorelasi dan multikolinearitas. Setelah asumsi OLS terpenuhi, maka dilakukan pengujian secara statistik meliputi koefisien determinasi (R 2 ), pengujian

48 keseluruhan parameter (Uji F), pengujian masing-masing parameter (uji t) dan nilai MSEnya. Pendugaan model fungsi produksi menggunakan data berupa jumlah produksi dan harga output baik solid laminating maupun finger joint stick laminating, jumlah dan harga masing-masing faktor produksi seperti kayu sengon, tenaga kerja, listrik, lem, dan plastik untuk masing-masing produk. Model fungsi produksi terbaik digunakan untuk menentukan faktor-faktor produksi yang berpengaruh dan besarnya pengaruh dari masing-masing penggunaan faktor-faktor produksi terhadap output yang dihasilkan. Model fungsi produksi terbaik juga dapat digunakan untuk melihat pergerakan skala usaha dalam suatu produksi. Informasi tentang pengaruh penggunaan faktor-faktor produksi terhadap output yang dihasilkan digunakan sebagai dasar dalam mengalokasikan faktor-faktor produksi secara tepat. Faktor-faktor produksi yang berpengaruh terhadap produksi kemudian dilihat tingkat efisiensi penggunaannya. Hal ini dapat dilakukan dengan analisis efisiensi yaitu analisis NPM (Nilai Produk Marjinal) terhadap BKM (Biaya Korbanan Marjinal). Apabila NPM sama dengan BKM atau rasio NPM dan BKM sama dengan satu, maka penggunaan faktor-faktor produksi sudah efisien. Hasil dari analisis NPM dan BKM menjadi pedoman dalam mendapatkan kombinasi penggunaan faktor produksi yang optimal. Apabila rasio NPM dan BKM lebih kecil dari satu maka penggunaan faktor produksi harus dikurangi, sedangkan rasio NPM dan BKM lebih dari satu maka penggunaan faktor produksi perlu ditambah sampai batas optimal. Berdasarkan hasil analisis efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi pada masing-masing produk, maka dapat

49 dilakukan analisis kombinasi optimal sehingga dapat diketahui berapa tingkat penggunaan optimal masing-masing faktor produksi untuk produk solid laminating maupun finger joint stick laminating. Kondisi penggunaan faktor produksi yang optimal ini memungkinkan CV. Cipta Mandiri mendapatkan keuntungan maksimal dari produksi solid laminating, dan finger joint stick laminating. Bagan kerangka operasional ditunjukkan pada Gambar 2. CV. Cipta Mandiri Kenaikan Harga Faktor Produksi Kenaikan Harga Jual Tidak Sesuai dengan Kenaikan Biaya Produksi Kenaikan Biaya Produksi

50 Analisis Pemilihan Model Terbaik Model Fungsi Produksi Terbaik Analisis Skala Usaha Analisis Faktor Faktor Produksi Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Kombinasi Penggunaan Faktor Produksi Optimal Keuntungan Maksimum Gambar 2. Kerangka Operasional IV. METODE PENELITIAN

51 a. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Desa Pagersari, Kecamatan Sukorejo, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah. Pemilihan lokasi dilakukan dengan sengaja (purposive) berdasarkan pertimbangan bahwa CV. Cipta Mandiri merupakan satu-satunya produsen kayu olahan berorientasi ekspor di Kabupaten Kendal yang menggunakan bahan baku utama kayu sengon. Pada proses produksinya CV. Cipta mandiri memerlukan upaya efisiensi untuk menekan biaya produksinya. Penelitian dilaksanakan bulan Februari sampai dengan Maret Waktu tersebut digunakan untuk pengambilan informasi dan data dari pihak CV. Cipta Mandiri. b. Sumber dan Jenis Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan melalui pengamatan langsung dan wawancara dengan pihak CV. Cipta Mandiri. Data sekunder diperoleh melalui data-data yang dimiliki oleh perusahaan Data yang digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi dan skala usaha produksi solid laminating dan finger joint stick laminating adalah data input dan data output masing-masing produk. Data output meliputi jumlah produk solid laminating dan finger joint stick laminating sedangkan data input meliputi data kayu bulat jenis sengon, tenaga kerja, listrik, lem dan plastik yang digunakan untuk masing-masing produk. Analisis efisiensi dan kombinasi input optimal produk solid laminating dan finger joint stick laminating memerlukan data output, input, dan data harga dari

52 masing-masing input yang digunakan dalam produksi. Selain itu, data sekunder juga diperoleh dari instnasi terkait seperti Departemen Kehutanan, Badan Pusat Statistik dan literatur-literatur yang terkait. c. Metode Pengolahan dan Analisis Data Data yang digunakan berupa data time series dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2007 (48 bulan) untuk produk solid laminating. Sedangkan untuk produk finger joint stick laminating data yang digunakan data tahun 2006 sampai dengan 2007 (24 bulan), karena produk ini merupakan produk baru yang mulai diproduksi pada tahun Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan software Minitab Release 14. Alat analisis digunakan untuk menganalisis data meliputi analisis pemilihan model fungsi produksi, analisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap produksi, analisis skala usaha, analisis efisiensi penggunaan faktor produksi dan analisis kombinasi input optimal. Kelima analisis tersebut dilakukan pada produk solid laminating maupun finger joint stick laminating untuk memaksimumkan keuntungan yang diterima perusahaan. i. Analisis Pemilihan Model Fungsi Produksi Pada penelitian ini digunakan dua model yaitu fungsi produksi Cobb- Douglas dan linear berganda. Kedua model tersebut akan dipilih satu model terbaik untuk menduga fungsi produksi solid laminating maupun finger joint stick laminating Fungsi Produksi Cobb-Douglas

53 Fungsi Cobb-Douglas melibatkan dua atau lebih variabel, variabel yang satu disebut variabel tak bebas (Y) dan yang lain disebut variabel bebas (X). Secara matematis fungsi produksi Cobb Douglas ditulis sebagai berikut : tj b t 1 b t 2 b t 3 b t 4 b t Y = ax X X X X Model juga dapat ditransformasikan ke dalam bentuk linier logaritmatik yang dapat ditulis sebagai berikut : Ln Y t j = ln b o + b 1 ln X t1 + b 2 ln X t2 + b 3 ln X t3 + b 4 ln X t4 + b 5 ln X t5 +u Dengan parameter dugaan b 1, b 2, b 3, b 4, b 5 > 0 Keterangan : Y t j = jumlah produk ke-j yang dihasilkan (m 3 ) X t1 = kayu bulat jenis sengon (m 3 ) Xe u X t2 X t3 X t4 X t5 a b i = tenaga kerja (HK) = listrik untuk penggunaan mesin (kwh) = lem perekat (kg) = plastik (kg) = intersep, konstanta = besaran parameter, elastisitas masing-masing faktor produksi i = 1,2,3,4,5,6 u = sisa (residual) e = bilangan natural (2,7182) j = 1 adalah untuk produk solid laminating, j = 2 untuk finger joint stick laminating. t = data time series

54 Beberapa kelebihan yang dimiliki oleh fungsi produksi Cobb-Douglas antara lain : 1. Sederhana dan dapat ditransformasikan ke dalam fungsi linear double log 2. Mengurangi terjadinya heteroskedastisitas 3. Koefisien pangkat dari fungsi produksi Cobb-Douglas dapat langsung menunjukkan elastisitas produksi terhadap input yang bersangkutan 4. Jumlah elastisitas produksi dari masing-masing input yang digunakan menunjukkan skala usaha Fungsi Produksi Linear Berganda Rumus matematik dari fungsi produksi linear berganda dapat dituliskan sebagai berikut : Y tj = a + b 1 X t1 + b 2 X t2 + b 3 X t3 + b 4 X t4 + b 5 X t5 Dimana : Y J = jumlah produk ke-j yang dihasilkan (m 3 ) X t1 = kayu bulat jenis sengon (m 3 ) X t2 X t3 X t4 X t5 a b i = tenaga kerja (HK) = listrik untuk penggunaan mesin (kwh) = lem perekat (kg) = plastik (kg) = intersep, konstanta = besaran parameter, elastisitas masing-masing faktor produksi i = 1,2,3,4,5,6

55 Pada penelitian ini, variabel bebas X merupakan faktor-faktor produksi yang diduga berpengaruh terhadap produksi kayu olahan yaitu solid laminating dan finger joint stick laminating. Faktor-faktor produksi tersebut meliputi kayu bulat jenis sengon, tenaga kerja, listrik untuk penggunaan mesin dan bahan pembantu (lem dan plastik). Hubungan antara faktor-faktor produksi dan hasil produksi digunakan analisis regresi dengan metode OLS (Ordinary Least Square). Karena itu, suatu model fungsi produksi terbaik harus memenuhi beberapa asumsi OLS antara lain tidak ada gejala multikolinearitas, tidak ada autokorelasi, unsur sisa menyebar normal (normalitas) dan unsur sisa mempunyai keragaman yang sama (homoskedastisitas). Pemenuhan asumsi OLS dapat dilakukan dengan melakukan beberapa pengujian terhadap asumsi tersebut, yaitu : a. Uji Multikolinearitas Uji multikolinearitas digunakan untuk mengetahui apakah terdapat korelasi variabel-variabel bebas satu dengan yang lainnya di dalam fungsi produksi. Suatu model yang baik tidak ditemukan adanya gejala multikolinearitas. Adanya gejala multikolinearitas dapat dilihat dari nilai VIF (Variance Inflation Factor). Nilai VIF dapat diperoleh melalui persamaan : 1 VIF = 2 1 R J Keterangan : R 2 j = Koefisien determinasi dari regresi variabel bebas ke-j dengan variabel bebas lainnya. Apabila nilai VIF lebih besar dari 10 menunjukkan adanya gejala multikolinearitas pada variabel tersebut.

56 b. Uji Autokorelasi Suatu model yang baik apabila tidak terdapat autokorelasi diantara disturbence termnya (cov (e i, e j ) = 0, i j). Pengujian terhadap ada atau tidaknya autokorelasi dalam model dilakukan dengan uji Durbin-Watson. Prosedur pengujiannya sebagai berikut : Hipotesa : H 0 = Tidak ada autokorelasi H 0 = Terjadi autokorelasi Kriteria uji : Tolak H 0 jika Terima H 0 jika : d < dl atau d > 4-dl : du < d < 4-du Tidak ada keputusan : dl < d < du atau 4-du < d < 4-dl Pada output komputer dapat dilihat apabila nilai Durbin-Watson mendekati dua maka tidak terjadi masalah autokorelasi (Pappas 1995). c. Uji Normalitas Suatu model dikatakan baik jika memenuhi asumsi normalitas. Normalitas menunjukkan bahwa residu atau sisa diasumsikan mengikuti distribusi normal. Pengujian ini dapat dilihat melaui grafik yang dihasilkan output komputer. Apabila tebaran sisaan membentuk suatu garis lurus maka asumsi ini terpenuhi. d. Uji Homoskedastisitas Suatu model juga dikatakan baik jika memenuhi asumsi homoskedastisitas. Homoskedastisitas menunjukkan bahwa nilai sisa atau residu yang muncul dalam fungsi regresi memiliki keragaman yang sama. Pengujian ini juga dapat dilihat melaui grafik yang dihasilkan output komputer. Apabila

57 penyebaran nilai-nilai residual tidak membentuk suatu pola tertentu maka asumsi homoskedastisitas terpenuhi. Model terbaik juga dapat dilihat dari nilai MSE yang merupakan akar dari error term. Semakin kecil nilai MSE maka semakin baik suatu model karena selisih jarak antara nilai aktual dan nilai model semakin kecil. Apabila pengujian terhadap asumsi OLS telah dilakukan, selanjutnya dilakukan pengujian secara statistika. Pengujian secara statistika dibedakan menjadi dua bagian, antara lain : 1. Pengujian terhadap keseluruhan parameter Tujuan dari pengujian ini adalah untuk mengetahui apakah model penduga yang digunakan sudah layak untuk menduga parameter dan fungsi produksi. Hipotesis : H 0 : b i = 0 H 0 : paling tidak ada satu b i 0, dengan i = 1,2,3,4 Uji statistik yang digunakan adalah uji-f : F hitung = Keterangan : 2 R /( k 1) 2 (1 R ) /( n k ) R 2 = koefisien determinasi k n = jumlah variabel = jumlah data Kriteria pengujian : F hitung > F tabel (k,n-k-1) maka tolak H 0 F hitung < F tabel (k,n-k-1) maka terima H 0

58 Apabila H 0 ditolak berarti secara bersama-sama variabel dugaan yang dimasukkan ke dalam model berpengaruh nyata terhadap hasil produksi. Sebaliknya, apabila H 0 diterima berarti secara bersama-sama variabel dugaan yang dimasukkan ke dalam model tidak berpengaruh nyata terhadap hasil produksi. Pengujian terhadap keseluruhan parameter juga dapat dilakukan dengan melihat nilai probability (p-value) pada output komputer hasil dari metode kuadrat terkecil. Apabila p-value kurang dari taraf nyata (α) yang digunakan maka variabel dugaan yang dimasukkan ke dalam model berpengaruh nyata terhadap hasil produksi. Koefisien determinasi (R 2 ) yang digunakan dalam uji F menunjukkan besarnya keragaman produksi yang dapat dijelaskan oleh variabel-variabel penjelas yang telah dipilih. Koefisien determinasi dapat dirumuskan sebagai berikut : Dimana : Jumlah Kuadrat Regresi (JKR) R 2 = Jumlah Kuadrat Total (JKT) 2 ei = 1 2 y i e 2 i yi 2 = jumlah kuadrat unsur sisa = jumlah kuadrat total Model terbaik secara statistik adalah model yang mempunyai p-value kurang dari taraf nyata (α) dan nilai koefisien determinasi (R 2 ) yang tinggi. Semakin tinggi nilai dari R 2, maka model yang digunakan semakin baik dalam menduga variabel dan fungsi produksi.

59 2. Pengujian untuk masing-masing parameter Tujuan pengujian ini untuk mengetahui apakah koefisien regresi dari masing-masing variabel bebas yang dipakai secara terpisah berpengaruh nyata atau tidak terhadap variabel tidak bebas. Karena itu, dapat diketahui variabel bebas mana yang berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas. Hipotesis : H 0 : b i = 0 H 0 : b i > 0 Uji statistik yang digunakan adalah uji t : bi t hitung = Se b ) Kriteria : ( i t hitung > t tabel (α/2,n-k) maka tolak H 0 t hitung < t tabel (α/2,n-k) maka terima H 0 Keterangan : b i = koefisien regresi dugaan ke-i Se (b i ) = simpangan baku koefisien dugaan k n = jumlah variabel termasuk konstanta = jumlah pengamatan Apabila H 0 ditolak berarti suatu variabel yang di uji dalam hal ini adalah faktor-faktor produksi, berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas yaitu hasil produksi. Sebaliknya, jika H 0 diterima maka suatu faktor produksi tidak berpengaruh nyata terhadap hasil produksi.

60 Analisis Faktor-Faktor Produksi Analisis faktor-faktor produksi digunakan untuk mengetahui faktor produksi yang berpengaruh nyata terhadap hasil produksi. Hipotesis yang digunakan dalam analisis ini adalah bahwa faktor produksi yang diduga berpengaruh terhadap produksi kayu olahan yaitu kayu bulat jenis sengon, tenaga kerja, listrik, lem dan plastik berpengaruh positif dan nyata terhadap produksi kayu olahan (solid laminating, finger joint stick laminating). Analisis faktor-faktor produksi ini didasarkan pada hasil uji-t atau p-value dari masing-masing faktor produksi. Apabila p-value kurang dari taraf nyata (α), maka faktor produksi tersebut berpengaruh nyata terhadap hasil produksi. Analisis faktor-faktor produksi juga melihat elastisitas masing-masing faktor produksi yang diperoleh dari masing-masing koefisien regresinya Analisis Skala Usaha (Return to Scale) Pada penelitian ini, analisis skala usaha (return to scale) digunakan untuk mengetahui skala usaha produk solid laminating, dan finger joint stick laminating. Skala usaha produksi dapat dianalisis dengan meneliti hubungan antara kenaikan dalam masukan dan jumlah hasil produksi. Apabila semua faktor produksi yang digunakan pada masing-masing produk ditingkatkan secara proposional akan meningkatkan hasil produksi yang lebih kecil dari peningkatan faktor produksi maka disebut decreasing return to scale. Increasing return to scale terjadi apabila peningkatan faktor-faktor produksi secara proposional akan meningkatkan hasil produksi yang lebih besar dari peningkatan faktor produksi. Sedangkan apabila

61 peningkatan hasil produksi sama dengan peningkatan semua faktor produksi secara proposional maka berlaku constan return to scale. Jika suatu fungsi produksi Y = f (X 1, X 2,.., X i,. X n ) dikalikan dengan konstanta k, dimana merupakan kenaikan proposional setiap faktor produksi, maka fungsi produksi dapat ditulis sebagai berikut : hy = f (kx 1,k X 2,.., kx i,. kx n ) h merupakan kenaikan proposional dalam hasil produksi sebagai akibat kenaikan k-kali dalam setiap faktor produksi. Berdasarkan fungsi produksi baru maka dapat diartikan bahwa : Apabila h >k, maka suatu produksi berada pada fase decreasing return to scale dimana elastisitas produksinya lebih dari 1. Apabila h = k, maka suatu produksi berada pada fase constan return to scale dimana elastisitas produksinya sama dengan 1. Apabila h < k, maka suatu produksi berada pada fase increasing return to scale dimana elastisitas produksinya kurang dari Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Terdapat dua kondisi yang harus dipenuhi untuk mencapai efisiensi, yaitu kondisi keharusan dan kecukupan. Kondisi keharusan terpenuhi jika suatu produksi berada pada daerah rasional. Daerah rasional adalah daerah dimana elastisitas produksinya antara 0 dan 1 (daerah produksi II). Elastisitas produksi merupakan presentase perubahan dari output yang dihasilkan sebagai akibat presentase perubahan faktor produksi (input) yang

62 digunakan. Maka elastisitas produksi merupakan hasil bagi antara produk marjinal dengan produk rata-rata. Secara matematik dituliskan sebagai berikut : Elastisitas (E J ) = persentase perubahan output / persentase perubahan input ke- j = dy / dx dxj / xj Dimana : dy xj =. dxj y = PM PR Tambahan output ΔY PM = = Tambahan input ΔX PR Output total = input total = Y X Y = ; dan X Syarat kecukupan merupakan indikator pilihan yang membantu produsen untuk menentukan penggunaan faktor produksi yang sesuai dengan tujuannya. Apabila tujuan dari suatu perusahaan adalah keuntungan maksimum, maka syarat tersebut tercapai ketika Nilai Produk Marginal (NPM) untuk faktor produksi sama dengan Biaya Korbanan Marginal (BKM). Keuntungan merupakan selisih antara penerimaan total dengan biaya-biayanya (Soekartawi 2003). Secara sistematis keuntungan dapat ditulis sebagai berikut : K = P yj. Y j (P xij. X ij + BTT) Dimana : K P yj = keuntungan = harga produk -j per unit Y j = hasil produksi produk -j P xij = harga faktor produksi ke i, produk ke-j

63 X ij BTT = jumlah faktor produksi ke-i, produk ke-j = biaya tetap total i = jenis input (1,2,3,4,5,6) j = 1 adalah untuk produk solid laminating, j = 2 untuk finger joint stick laminating. Keuntungan maksimal dapat tercapai ketika turunan pertama dari fungsi keuntungan terhadap masing-masing faktor sama dengan nol. Secara matematik dapat ditulis sebagai berikut : dk dy =. P Yj Pxij = 0 dx dxij dy =. P Yj = P xij dxij Dimana dy. dxij P Yj merupakan produk marjinal faktor produksi ke-i, produk ke-j, maka dapat ditulis juga sebagai berikut : = PM ij. P ij = P xij = NPM xi = BKM xi = NPM BKM xij xij = 1 Keterangan : NPM xij BKM xij P yj P ij = nilai produk marjinal faktor produksi ke-i untuk produk ke-j = biaya korbanan marjinal faktor produksi ke-i untuk produk ke-j = harga output ke-j = harga faktor produksi ke-i untuk produk ke-j i = jenis input (1,2,3,4,5,6)

64 j = 1 adalah untuk produk solid laminating, j = 2 untuk finger joint stick laminating. Pada prakteknya terdapat keadaan dimana rasio antara NPM dan BKM tidak sama dengan satu. Kedaan dimana NPM / BKM > 1 berarti bahwa penggunaan suatu faktor produksi belum efisien, sehingga penggunaan faktor produksi tersebut harus ditambah. Sedangkan jika NPM / BKM < 1, berarti penggunaan faktor produksi harus dikurangi untuk mencapai keadaan efisien Analisis Kombinasi Input Optimal Efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi tercapai jika telah digunakan pada jumlah optimal. Jumlah faktor produksi yang optimal dapat dicari sebagai berikut : NPM xi j = BKM xij MP xij. P yj b.y i. j X j ij P y Dimana : = P xij = P xij b i.. Y j j. P X ij = P x ij yj b ij Y j P yj P xij X ij = elastisitas faktor produksi ke-i untuk produk ke-j = jumlah produk ke-j = harga per unit produk ke-j = harga faktor produksi ke-i untuk produk ke-j = jumlah faktor produksi ke-i untuk produk ke-j i = jenis input (1,2,3,4,5.6)

65 j = 1 adalah untuk produk solid laminating, j = 2 untuk finger joint stick laminating. 4.4 Definisi Operasional Beberapa konsep definisi operasional yang menjadi acuan bagi penelitian adalah : 1. Perusahaan adalah satuan teknis dan tempat untuk melakukan proses produksi yang menghasilkan barang dan jasa. 2. Proses produksi kayu olahan adalah proses yang diperlukan untuk mengubah faktor input menjadi output berupa solid laminating dan finger joint stick laminating yang telah siap diekspor. 3. Jumlah kayu bulat jenis sengon adalah jumlah kayu bulat sengon yang diukur dalam m 3 yang diperlukan untuk membuat produk solid laminating dan finger joint stick laminating. Biaya Korbanan Marjinal (BKM) dari kayu bulat sengon adalah harga untuk satu meter kubik (rupiah/m 3 ). 4. Jumlah tenaga kerja adalah jumlah Hari Kerja (HK) yang digunakan dalam proses produksi. BKM adalah besarnya tingkat upah yang dikeluarkan dalam satu HK (rupiah/hk) 5. Penggunaan listrik dalam produksi adalah jumlah kwh (killowatt hour) listrik yang digunakan untuk mesin. BKM adalah harga listrik untuk setiap kwh (rupiah/kwh). Perbandingan penggunaan listrik setiap bulan untuk produksi solid laminating dan finger joint stick laminating didasarkan pada perbandingan produksi kedua produk yaitu 1:3.

66 6. Jumlah lem perekat sebagai bahan pembantu adalah banyaknya kg lem perekat yang digunakan dalam proses produksi. BKM adalah harga untuk satu kg lem perekat (rupiah/kg). 7. Jumlah plastik yang digunakan adalah banyaknya plastik yang digunakan dalam produksi. BKM adalah harga untuk satu kg plastik (rupiah/kg).

67 V. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 5.1 Sejarah Perusahaan Cipta Mandiri merupakan perusahaan berbentuk Commanditer Venootschap (CV) yang bergerak dalam bidang produksi dan penjualan kayu olahan. Pada awal berdirinya, perusahaan hanya memproduksi produk berupa solid laminating namun awal tahun 2006 perusahaan juga memproduksi finger joint stick laminating. Kedua produk ini menggunakan bahan baku kayu sengon (Albasia falcata) yang dibeli dari daerah Wonosobo. CV. Cipta Mandiri pada awalnya berbentuk unit dagang (UD) yang didirikan oleh Bapak Drs. Udin Wahyudin pada tahun 1990 dengan Surat Izin Usaha Industri 1829/11/4/X/1991. Bapak Udin sebagai pemilik sekaligus penanggung jawab perusahaan telah berhasil mengembangkan usahanya. Hal ini dibuktikan dengan berkembangnya daerah pemasaran produknya yang semula hanya berada di dalam negeri kini telah merambah ke pasar luar negeri, antara lain Jepang, Thailand, Korea, Taiwan, dan Spanyol. Perkembangan usaha Cipta Mandiri ini tidak terlepas dari adanya kerjasama dengan beberapa perusahaan yang berperan sebagai perantara antara UD. Cipta Mandiri dengan konsumen luar negeri. Perkembangan UD. Cipta Mandiri membuat Bapak Udin merasa perlu untuk mengubah bentuk perusahaannya dari UD menjadi perusahaan Commanditer pada tahun 1993 sampai sekarang dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) Pada tahun 2005, Bapak Udin menyerahkan perusahaan yang telah lama dikelolanya kepada putranya yaitu Alfra Nurdiansyah. Sampai saat ini

68 perusahaan dipegang oleh Bapak Alfra dan Bapak Udin berperan sebagai konsultan perusahaan. 5.2 Lokasi Perusahaan Cipta Mandiri berlokasi di Jl. Sukorejo -Magelang Km 4 Sukorejo, Desa Pagersari, Kecamatan Sukorejo, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah. Luas area CV. Cipta Mandiri sekitar 9500 m 2 yang merupakan lahan berstatus Hak Milik dengan akta notaris Ahmad Soepardi, SH, Kendal Jawa-Tengah (1 Januari 1993). Lahan tersebut digunakan untuk kantor, pabrik dan koperasi karyawan yang terletak tepat di depan kantor CV. Cipta Mandiri. Kantor CV Cipta Mandiri digunakan untuk kegiatan administrasi, sedangkan pabrik digunakan untuk memproduksi kayu olahan. Pabrik itu sendiri terbagi menjadi beberapa bagian yaitu bagian produksi, gudang penyimpanan kayu, bengkel, penyimpanan produk dan lain-lain. Bagian produksi terdiri dari bagian bansaw yang mengolah logs menjadi papan, bagian oven untuk mengeringkan papan dari bagian bansaw, bagian papan sambung dan bagian packing (pengepakan). Setiap bagian produksi dibedakan menjadi dua yaitu bagian produksi finger joint stick laminating dan solid laminating. Denah lokasi lengkap di Lampiran Struktur Organisasi Struktur organisasi digunakan untuk mempermudah suatu perusahaan dalam menjalankan kegiatannya dengan mendelegasikan pekerjaan kepada beberapa orang sesuai dengan keahliannya yang digambarkan dalam suatu bagan

69 organisasi. CV. Cipta Mandiri dipimpin oleh seorang direktur yang bertugas mengelola perusahaan secara keseluruhan agar dapat berjalan sesuai tujuan. Direktur CV. Cipta Mandiri dibantu oleh seorang konsultan dalam menetapkan kebijakan terbaik bagi kemajuan perusahaan. Direktur CV. Cipta Mandiri mendelegasikan tugasnya kepada beberapa orang untuk memimpin suatu bagian, yaitu bagian administrasi, keuangan, tehnik dan produksi. Setiap bagian dipimpin oleh seorang pemimpin dan dibantu oleh seorang koordinator dalam melaksanakan tugasnya. Koordinator inilah yang mengawasi secara langsung pekerja perusahaan. Setiap bagian harus menjalankan tugas sesuai dengan kewajiban masing-masing yang telah ditetapkan perusahaan. Bagan struktur organisasi lengkap dapat dilihat pada Lampiran Visi, Misi dan Tujuan Menetapkan visi, misi dan tujuan pada awal berdirinya suatu perusahaan adalah suatu hal yang penting. Karena itu, CV.Cipta Mandiri sejak awal berdirinya telah menetapkan visi, misi dan tujuan perusahaan, yaitu : Visi : Memperluas lapangan kerja dan menekan angka pengangguran, khususnya di Kecamatan Sukorejo dengan mengembangkan pasar dan penjualan produk ke berbagai negara. Sehingga dari kegiatan usaha pengolahan kayu sengon ini, banyak pihak yang dapat disejahterakan, yaitu masyarakat sebagai karyawan dan petani yang menggantungkan hidupnya dari bercocok tanam pohon sengon serta membantu pemerintah dalam menghasilkan devisa melalui ekspor produk non migas.

70 Misi : Pengenalan produk ke beberapa negara seperti Jepang, Taiwan, Korea, Thailand, Vietnam dan Spanyol. Hal ini dilakukan dengan kerjasama antara karyawan dan pimpinan puncak dalam organisasi perusahaan pada saat mengambil langkah dan kebijakan untuk meningkatkan kualitas produk dan kualitas pelayanan yang diberikan. Sehingga diharapkan akan menarik negara lain untuk bekerjasama dan membawa kepuasan pelanggan untuk terus memakai jasa dan produk perusahaan. Tujuan : Dapat membuka pasar baru dan meningkatkan penjualan sehingga menguntungkan semua pihak dan dapat memberikan sumbangan tersendiri dalam bertahannya kelangsungan perusahaan. 5.5 Ketenagakerjaan Pada awal berdirinya CV. Cipta Mandiri hanya mempunyai 23 pekerja. Namun sekarang jumlahnya telah mencapai 126 orang pekerja dengan tingkat pendidikan yang beragam. Tenaga kerja ini terbagi dalam tenaga kerja bagian staf sebanyak 9 orang termasuk pimpinan perusahaan dan 117 orang pada bagian produksi. Tenaga kerja bagian produksi dibagi menjadi dua yaitu tenaga kerja untuk bagian finger joint stick laminating sebanyak 32 orang dan solid laminating sebanyak 85 orang. Tenaga kerja yang dimiliki CV. Cipta Mandiri ini sebagian besar berasal dari masyarakat setempat. Tingkat pendidikan minimal untuk staf kantor adalah SMU, sedangkan untuk bagian produksi beragam dari SD sampai SMU.

71 Hari kerja yang berlaku di CV. Cipta Mandiri adalah selama tujuh jam per hari dan enam hari kerja dalam seminggu yaitu dari hari Senin sampai dengan Sabtu. Pembagian waktu kerja pada awal berdirinya Cipta Mandiri hanya satu shift (kelompok kerja) namun mulai tahun 2005 terbagi ke dalam dua shift dengan satu jam istirahat pada masing-masing shift. Pembagian shift adalah sebagai berikut : 1. shift I : pukul wib (istirahat pukul , jum'at pukul ) 2. shift II : pukul wib (istirahat pukul WIB) CV. Cipta Mandiri juga memberlakukan jam kerja lembur ketika produksi sedang meningkat atau mengejar target produksi untuk ekspor. Jam kerja lembur diadakan pada pukul atau WIB. Upah tenaga kerja minimal yang ditetapkan oleh CV. Cipta Mandiri adalah sesuai dengan Upah Minimum Regional (UMR) Kabupaten Kendal yaitu sebesar Rp Tenaga kerja CV. Cipta Mandiri akan mendapat tambahan upah saat melakukan lembur sesuai dengan lamanya jam lembur. Tenaga kerja Cipta Mandiri mendapatkan fasilitas berupa asuransi Jamsostek (jaminan sosial tenaga kerja), koperasi karyawan, makan siang dan mess karyawan untuk karyawan yang tinggal di luar daerah. 5.6 Proses Produksi Pada Lampiran 5 dapat dilihat produk CV. Cipta Mandiri yang berupa finger joint stick laminating dan solid laminating. Produksi finger joint stick laminating dan solid laminating menggunakan bahan baku utama kayu sengon (Lampiran 6) dan beberapa bahan pembantu seperti lem, dan plastik. Lem digunakan untuk

72 menyambung beberapa papan kayu sehingga menjadi papan sambung yang pada akhirnya menjadi produk jadi sedangkan plastik digunakan untuk packing (pengepakan) produk yang siap diekspor. Proses produksi CV. Cipta Mandiri dilakukan melalui beberapa tahapan yang terdiri atas beberapa bagian, yaitu bansaw, oven, papan sambung dan packing sampai menjadi produk yang siap di ekspor. Setiap bagian produksi dibedakan menjadi bagian finger joint stick laminating dan solid laminating. Mesin yang digunakan untuk memproduksi finger joint stick laminating dan solid laminating menggunakan listrik yang dibantu oleh genset sebagai cadangan jika listrik padam. Bagian-bagian produksi adalah sebagai berikut : 1. Bansaw Bagian ini adalah bagian yang mengolah kayu bulat (logs) jenis sengon menjadi bentuk papan. Mesin yang digunakan adalah bansaw sehingga bagian ini dinamakan bagian bansaw. 2. Oven Papan-papan yang diterima dari bagian bansaw dikeringkan di bagian ini selama enam sampai tujuh hari. Papan dikeringkan sesuai dengan kadar air yang diinginkan sehingga siap untuk diproses selanjutnya. Bahan bakar yang digunakan untuk oven adalah debu yang berasal dari sisa produksi bagian bansaw. 3. Papan Sambung Bagian ini mengolah papan yang telah dikeringkan menjadi finger joint stick laminating dan solid laminating. Tahapan prosesnya adalah sebagai berikut : a. Bilah papan yang telah dikeringkan diserut menggunakan mesin double

73 planer dengan tujuan untuk meratakan kedua permukaan papan dan menyeragamkan ketebalan. b. Papan yang telah masuk mesin double planer dimasukkan ke dalam mesin multi ripsaw. Mesin ini memotong sisi lebar papan agar lebar papan menjadi rata sehingga memudahkan pada saat proses perekatan. c. Papan yang akan dibuat finger joint stick laminating dan solid laminating harus dipotong sesuai dengan ukuran dan bebas cacat. Papan ini dipotong menggunakan mesin cross cut. d. Pada produk finger joint stick laminating, setelah dipotong dengan cross cut pada kedua ujung papan dibentuk finger (bentuk jari) dengan menggunakan mesin finger shaper. Kedua ujung papan disambungkan menjadi finger stick dengan menggunakan mesin finger press. Setelah menjadi finger stick dilakukan penyerutan permukaan menggunakan mesin moulder yang kemudian siap dirakit menjadi finger joint stick laminating. e. Papan yang telah siap dibentuk menjadi finger joint stick laminating dan solid laminating sebelum diproses lebih lanjut harus disortir terlebih dahulu. Hal ini dimaksudkan agar dihasilkan produk yang serasi dalam warna, serat dan bentuk papannya. f. Papan-papan yang telah disortir disambung menggunakan lem perekat. g. Papan yang telah disambung kemudian dipress sehingga sambungan dapat merekat dengan sempurna. h. Papan yang telah dipress kemudian dipotong menggunakan mesin sizer untuk menghasilkan ukuran produk yang sesuai dengan pesanan. i. Setelah dipotong, dilakukan sanding untuk meratakan permukaan produk.

74 4. Packing Packing merupakan tahap akhir dari pembuatan finger joint stick laminating dan solid laminating. Pada tahap ini dilakukan penumpukan dan penyusunan produk dalam pallet sesuai dengan ukuran dan jumlah yang dipesan. Tahap-tahap produksi dari bahan baku kayu bulat sampai menjadi finger joint stick laminating dan solid laminating yang siap diekspor dapat dilihat pada Lampiran 7 dan Pemasaran Pemasaran produk CV. Cipta Mandiri diorientasikan untuk ekspor luar negeri seperti Jepang, Thailand, Spanyol dan Taiwan. Harga jual produk berfluktuatif tiap tahunnya tergantung nilai tukar uang dolar terhadap rupiah dan negoisasi harga antara perusahaan dan pembeli luar negeri. Pada proses penjualan ke luar negeri terdapat beberapa perusahaan sebagai perantara antara CV. Cipta Mandiri dengan konsumen luar negeri. VI. ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI 6.1 Produk Solid Laminating

75 6.1.1 Analisis Pemilihan Fungsi Produksi Solid Laminating Fungsi produksi menggambarkan suatu hubungan antara faktor-faktor produksi dengan hasil produksinya. Berdasarkan asumsi awal bahwa produksi solid laminating di CV.Cipta Mandiri diduga dipengaruhi oleh lima variabel yaitu kayu sengon, tenaga kerja, listrik, lem, dan plastik. Pada penelitian ini, fungsi produksi yang dipakai adalah fungsi produksi linear berganda dan Cobb-Douglas. Kedua model yang digunakan akan dipilih satu model terbaik berdasarkan hasil pendugaan dan pengujian masing-masing model Model Fungsi Linear Berganda Hasil analisis regresi model fungsi produksi linear berganda dapat dilihat pada Tabel 9 serta Lampiran 9. Berdasarkan analisis regresi tersebut, maka hasil pendugaan fungsi produksi linear berganda adalah : Solid Laminating = 11,1 + 0,0444 kayu sengon + 0,0137 tenaga kerja + 0, listrik + 0,0820 lem + 0,0242 plastik Suatu model terbaik harus memenuhi beberapa asumsi OLS antara lain normalitas (kenormalan sisaan), homoskedastisitas (kehomogenan ragam), tidak terdapat multikolinearitas (hubungan antar variabel) dan autokorelasi. Pemeriksaan asumsi normalitas pada model linear berganda dapat dilihat pada Lampiran 10. Pada model linear berganda, asumsi normalitas terpenuhi karena tebaran sisaan membentuk suatu garis lurus. Asumsi homoskedastisitas pada model linear berganda juga terpenuhi karena pada Lampiran 11 dapat terlihat bahwa penyebaran nilai-nilai residual tidak membentuk suatu pola tertentu.

76 Pengujian terhadap asumsi multikolinearitas suatu model dapat dilihat dari nilai VIF (Varian Inflation Factor). Nilai VIF yang lebih dari 10 menunjukkan terjadinya multikolinearitas. Sedangkan pada model linear berganda nilai VIF dari masing-masing faktor produksi kurang dari 10, maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat masalah multikolinearitas dalam model (Tabel 8). Tabel 8. Nilai VIF (Varian Inflation Factor) dan Durbin-Watson Model Linear Berganda Produk solid laminating Variabel VIF Kayu sengon 2,4 Tenaga kerja 1,1 Listrik 1,8 Lem 2,4 Plastik 1,7 Durbin-Watson 2,22086 Pengujian terakhir adalah pengujian terhadap asumsi autokorelasi. Pengujian ini sangat penting dilakukan karena data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time series. Pengujian autokorelasi dilakukan dengan menggunakan uji Durbin-Watson (DW). Pada Tabel 8 dapat dilihat bahwa nilai DW dari model linear berganda sebesar 2, Nilai DW yang mendekati dua berarti tidak terdapat masalah autokorelasi pada model. Setelah dilakukan pengujian asumsi OLS, kemudian dilakukan pengujian secara statistik. Berdasarkan hasil pendugaan model linear berganda diperoleh koefisien determinasi (R 2 ) sebesar 94,4 persen (Tabel 9). Nilai R 2 sebesar 94,4 persen menunjukkan bahwa 94,4 persen dari variasi produksi solid laminating dapat dijelaskan oleh variasi faktor-faktor produksi seperti kayu sengon, tenaga kerja, listrik, lem, dan plastik sedangkan sisanya sebesar 5,6 persen dijelaskan oleh faktor lain di luar model.

77 Tabel 9. Hasil Analisis Regresi Model Linear Berganda Produk Solid Laminating Variabel Koefisien Regresi P-Value Konstanta 11,1 0,300 Kayu sengon 0,0444 0,000 Tenaga kerja 0,0137 0,000 Listrik 0, ,000 Lem 0,0820 0,127 Plastik 0,0242 0,172 R 2 94,4 % R 2 -adj 93,9 % P-Value 0,000 MSE 7,4 Berdasarkan uji F, model nyata pada tingkat kepercayaan 99 persen, yang berarti bahwa faktor-faktor produksi secara bersama-sama berpengaruh terhadap produksi solid laminating. Pengaruh faktor-faktor produksi secara parsial dapat dilihat dengan uji t. Hasil uji t menunjukkan bahwa faktor produksi kayu sengon, tenaga kerja dan listrik berpengaruh nyata terhadap produksi solid laminating pada tingkat kepercayaan 95 persen. Sedangkan untuk faktor produksi lem dan plastik tidak berpengaruh nyata terhadap produksi solid laminating pada tingkat kepercayaan 95 persen. Uji t ini melihat besarnya p-value dari masing-masing faktor produksi. Faktor produksi yang berpengaruh nyata terhadap produksi, memiliki nilai p-value yang lebih kecil dari 5 persen Model Fungsi Cobb-Douglas Hasil pendugaan yang diperoleh untuk model Cobb-Douglas adalah :

78 Ln laminating = - 2,73 + 0,0692 Ln kayu sengon + 0,261 Ln Tenaga Kerja+ 0,360 Ln listrik + 0,115 Ln lem + 0,0243 Ln plastik Suatu model terbaik harus memenuhi beberapa asumsi OLS antara lain adalah normalitas (kenormalan sisaan), homoskedastisitas (kehomogenan ragam), tidak terdapat multikolinearitas (hubungan antar variabel) dan autokorelasi. Pada Lampiran 12 dapat dilihat bahwa pada model Cobb-Douglas asumsi normalitas terpenuhi. Asumsi ini terpenuhi karena tebaran sisaan model Cobb-Douglas membentuk suatu garis lurus. Asumsi homoskedastisitas pada model Cobb- Douglas juga terpenuhi karena penyebaran nilai-nilai residual model Cobb- Douglas tidak membentuk suatu pola tertentu (Lampiran 13). Nilai VIF (Varian Inflation Factor) yang diperoleh masing-masing faktor produksi pada model Cobb-Douglas adalah kurang dari 10 (Tabel 10). Hal ini mengindikasikan bahwa pada model Cobb-Douglas tidak terjadi hubungan antar variabel-variabelnya (multikolinearitas). Ada atau tidaknya multikolinearitas dapat dilihat dari nilai VIF nya, dimana nilai VIF yang lebih dari 10 menunjukkan terjadinya multikolinearitas. Tabel 10. Nilai VIF (Varian Inflation Factor) dan Durbin-Watson Model Cobb-Douglas Produk Solid Laminating Variabel VIF Kayu sengon 2,5 Tenaga kerja 1,0 Listrik 2,0 Lem 2,3 Plastik 1,9 Durbin-Watson 2,39121 Pengujian terhadap gejala autokorelasi sangat penting dilakukan karena data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time series. Pengujian

79 autokorelasi dapat dilakukan menggunakan uji Durbin-Watson (DW). Pada Tabel 10 dapat dilihat bahwa nilai hasil DW dari model Cobb-Douglas sebesar 2, Hal ini berarti bahwa pada model Cobb-Douglas tidak terjadi masalah autokorelasi karena nilai DW yang mendekati dua. Setelah asumsi OLS terpenuhi, maka selanjutnya dilakukan pengujian secara statistik yang meliputi koefisien determinasi, uji F dan uji t. Berdasarkan hasil pendugaan model Cobb-Douglas diperoleh koefisien determinasi (R 2 ) sebesar 94,9 persen. Nilai R 2 sebesar 94,9 persen menunjukkan bahwa 94,9 persen dari variasi produksi solid laminating dapat dijelaskan oleh variasi faktor-faktor produksi seperti kayu sengon, tenaga kerja, listrik, lem, dan plastik sedangkan sisanya sebesar 5,1 persen dijelaskan oleh faktor lain yang tidak dimasukkan ke dalam model. Hasil analisis regresi model fungsi produksi Cobb-Douglas dapat dilihat pada Tabel 11 serta Lampiran 14. Tabel 11. Hasil Analisis Regresi Model Cobb-Douglas Produk Solid Laminating Variabel Koefisien Regresi P-Value Konstanta -2,73 0,001 Kayu sengon 0,0692 0,000 Tenaga kerja 0,261 0,001 Listrik 0,360 0,000 Lem 0,115 0,106 Plastik 0,0243 0,283 R 2 94,9 % R 2 -adj 94,2 % P-Value 0,000 MSE 0,00072 Berdasarkan uji F, model nyata pada tingkat kepercayaan 99 persen, yang berarti bahwa faktor-faktor produksi secara bersama-sama berpengaruh terhadap produksi solid laminating. Pengaruh faktor-faktor produksi secara parsial dapat

80 dilihat dengan menggunakan uji t. Hasil uji t menunjukkan bahwa faktor produksi kayu sengon, tenaga kerja dan listrik berpengaruh nyata terhadap produksi solid laminating pada tingkat kepercayaan 95 persen. Sedangkan untuk faktor produksi lem dan plastik tidak berpengaruh nyata terhadap produksi solid laminating. Hasil tersebut sama dengan hasil dari model linear berganda yaitu semua bahan pembantu tidak berpengaruh nyata terhadap produksi solid laminating. Model fungsi produksi yang digunakan untuk produk solid laminating adalah fungsi produksi Cobb-Douglas. Hal ini berdasarkan pertimbangan bahwa fungsi produksi Cobb-Douglas mempunyai nilai R 2, R 2 -adj yang lebih tinggi daripada model linear berganda. Selain itu, nilai MSE dari model Cobb-Douglas lebih kecil (mendekati nol) daripada model linear berganda Analisis Faktor-Faktor Produksi Solid laminating Berdasarkan analisis regresi fungsi produksi terbaik, maka dapat diketahui pengaruh dari masing-masing faktor produksi terhadap produksi solid laminating. Pengaruh masing-masing faktor produksi dapat diketahui berdasarkan nilai elastisitas produksi yang dilihat dari koefisien masing-masing faktor produksi. Informasi tentang pengaruh masing-masing faktor produksi terhadap hasil produksi, dapat dijadikan sebagai dasar dalam pengalokasian faktor-faktor produksi secara tepat. Pengaruh masing-masing faktor produksi terhadap produksi solid laminating dapat diuraikan sebagai berikut : a. Kayu Sengon Berdasarkan analisisi regresi, kayu sengon mempunyai pengaruh yang positif dan nyata pada tingkat kepercayaan 95 persen. Hasil ini sesuai dengan

81 fungsi kayu sengon sebagai bahan baku utama yang secara langsung mempengaruhi produksi solid laminating dimana peningkatan penggunaan kayu sengon akan meningkatkan produksi solid laminating. Nilai koefisien regresi yang diperoleh adalah sebesar 0,0692. Nilai ini menunjukan bahwa jika terjadi peningkatan penggunaan kayu sengon sebesar satu persen maka produksi akan meningkat sebesar 0,0692 persen, dengan asumsi semua faktor-faktor lainnya tetap (cateris paribus). b. Tenaga Kerja Tenaga kerja pada proses produksi solid laminating sangat diperlukan hampir pada setiap bagian produksi baik yang menggunakan mesin maupun tidak menggunakan mesin seperti bagian penyambungan dan pengepakan. Karena itu, tidak mengherankan apabila berdasarkan analisis regresi, tenaga kerja berpengaruh nyata dan positif pada selang kepercayaan 95 persen. Nilai koefisien regresi sebesar 0,261 dapat diartikan bahwa untuk setiap penambahan tenaga kerja sebesar satu persen dapat meningkatkan produksi solid laminating sebesar 0,261 persen (cateris paribus). c. Listrik Berdasarkan hasil analisis regresi, penggunaan listrik mempunyai pengaruh nyata dan positif terhadap produksi solid laminating pada selang kepercayaan 95 persen. Koefisien regresi listrik sebesar 0,360 mempunyai arti bahwa peningkatan penggunaan listrik sebesar satu persen dapat meningkatkan produksi solid laminating sebesar 0,360 persen (cateris paribus). Hasil yang diperoleh secara statistik sesuai dengan keadaan sebenarnya dimana pada proses pengolahan solid laminating, mesin-mesin yang digunakan

82 CV Cipta Mandiri dioperasikan dengan menggunakan tenaga listrik PLN (Perusahaan Listrik Negara) setempat. Karena itu, penggunaan listrik sangat diperlukan dalam proses produksi solid laminating. d. Lem Lem merupakan bahan pembantu yang digunakan untuk menyambung bilah-bilah papan menjadi papan sambung. Berdasarkan hasil analisis regresi, penggunaan lem tidak berpengaruh nyata dan positif terhadap produksi solid laminating pada selang kepercayaan 95 persen. Hal ini berarti bahwa peningkatan penggunaan lem akan menambah produksi tetapi penambahannya tidak signifikan. Koefisien regresi lem sebesar 0,115 berarti bahwa peningkatan penggunaan lem sebesar satu persen akan meningkatkan produksi sebesar 0,115 persen (cateris paribus). e. Plastik Berdasarkan hasil analisis regresi, penggunaan plastik mempunyai pengaruh positif namun tidak nyata terhadap produksi solid laminating pada selang kepercayaan 95 persen. Ini dikarenakan plastik hanya digunakan dalam proses pengepakan atau packing sebelum hasil produksi diekspor ke negara tujuan, sehingga tidak secara langsung meningkatkan kuantitas produksi solid laminating. Nilai koefisien regresi plastik yang diperoleh sebesar 0,0243 berarti bahwa peningkatan sebesar satu persen penggunaan palstik dapat meningkatkan produksi solid laminating sebesar 0,0243 persen (cateris paribus) Koefisien regresi yang menunjukkan elastisitas produksi dari masingmasing faktor produksi solid laminating mempunyai nilai positif antara nol dan

83 satu. Hal ini menandakan bahwa penggunaan masing-masing faktor produksi solid laminating berada pada daerah rasional Analisis Skala Usaha Solid Laminating Analisis skala usaha digunakan untuk mengetahui apakah produksi solid laminating dapat lebih besar sama atau lebih kecil dibandingkan kenaikan faktorfaktor produksi jika penggunaannya ditambah secara proposional. Apabila kenaikan produksi lebih besar disebut increasing return to scale, lebih kecil disebut decreasing return to scale dan sama disebut constan return to scale. Pada fungsi produksi Cobb-Douglas, skala usaha suatu produksi dapat diketahui dengan menjumlahkan koefisien regresi atau elastisitas produksi dari semua faktor produksinya. Berdasarkan hasil pendugaan dan pengujian fungsi produksi Cobb- Douglas diperoleh jumlah nilai elastisitas seluruh faktor produksi yang merupakan variabel bebasnya adalah sebesar 0,8295. Nilai tersebut menunjukkan bahwa produksi solid laminating berada pada decreasing return to scale. Hal ini berarti kenaikan masing-masing faktor produksi sebesar satu persen, akan meningkatkan produksi solid laminating sebesar 0,8295 persen. Pada skala usaha pertambahan yang semakin berkurang (decreasing return to scale), peningkatan jumlah produksi yang disebabkan oleh penambahan penggunaan faktor-faktor produksi lebih besar daripada peningkatan hasil produksinya. 6.2 Produk Finger Joint Stick Laminating Analisis Pemilihan Fungsi Produksi Finger Joint Stick Laminating

84 Hubungan penggunaan faktor-faktor produksi dan hasil produksinya dapat digambarkan dengan menggunakan fungsi produksi. Berdasarkan asumsi awal bahwa produksi finger joint stick laminating di CV.Cipta Mandiri dipengaruhi oleh lima variabel yaitu kayu sengon, tenaga kerja, listrik, lem, dan plastik. Pada penelitian ini, fungsi produksi yang dipakai adalah fungsi produksi Cobb-Douglas dan linear berganda, namun dari kedua model tersebut akan dipilih satu model terbaik. Sebelum menentukan fungsi produksi mana yang terbaik, maka dilakukan pendugaan dan pengujian terhadap kedua model Model Fungsi Linear Berganda Hasil analisis regresi model fungsi produksi linear berganda dapat dilihat pada Tabel 13 serta Lampiran 15. Berdasarkan hasil analisis regresi tersebut, maka fungsi produksi finger joint stick laminating adalah sebagai berikut : Finger = - 11,6 + 0,173 kayu sengon + 0,0120 tenaga kerja + 0, listrik + 0,0671 lem + 0,0141 plastik Ada beberapa asumsi OLS yang harus dipenuhi oleh suatu model, antara lain normalitas (kenormalan sisaan), homoskedastisitas (kehomogenan ragam), tidak terdapat multikolinearitas (hubungan antar variabel) dan autokorelasi. Pada model linear berganda, asumsi normalitas terpenuhi. Hal ini dapat dilihat pada Lampiran 16 yang menunjukkan tebaran sisaan membentuk suatu garis lurus. Asumsi homoskedastisitas juga terpenuhi pada model linear berganda. Pada Lampiran 17 dapat dilihat bahwa penyebaran nilai-nilai residual tidak membentuk suatu pola tertentu, sehingga dapat disimpulkan bahwa asumsi homoskedastisitas juga terpenuhi.

85 Pengujian terhadap asumsi multikolinearitas suatu model dapat dilihat dari nilai VIF nya. Nilai VIF yang lebih dari 10 menunjukkan terjadinya multikolinearitas. Pada model linear berganda nilai VIF dari masing-masing faktor produksi kurang dari 10 sehingga dapat disimpulkan tidak terdapat masalah multikolinearitas (Tabel 12). Pengujian terakhir adalah pengujian terhadap gejala autokorelasi. Pengujian ini sangat penting dilakukan karena data yang digunakan pada penelitian ini adalah data time series. Pengujian autokorelasi dapat dilakukan menggunakan uji Durbin-Watson (DW). Nilai hasil DW dari model linear berganda sebesar 2,40155 menunjukkan bahwa tidak terdapat gejala autokorelasi pada model linear berganda, karena nilai DW yang mendekati dua. Tabel 12. Nilai VIF (Varian Inflation Factor) dan Durbin-Watson Model Linear Berganda Produk Finger Joint Stick Laminating Variabel VIF Kayu sengon 2,2 Tenaga kerja 1,6 Listrik 2,4 Lem 1,6 Plastik 1,3 Durbin-Watson 2,39961 Setelah dilakukan pengujian terhadap asumsi OLS, maka dilakukan pengujian secara statistik yang meliputi koefisien determinasi, uji F dan uji t. Pada Tabel 13 dapat dilihat bahwa nilai koefisien determinasi yang dinyatakan dengan R 2 adalah sebesar 95,3 persen. Nilai R 2 sebesar 95,3 persen menunjukkan bahwa 95,3 persen dari variasi produksi finger joint stick laminating dapat dijelaskan oleh variasi faktor-faktor produksi seperti kayu sengon, tenaga kerja, listrik, dan

86 lem, plastik sedangkan sisanya sebesar 4,7 persen dijelaskan oleh faktor lain di luar model. Tabel 13. Hasil Analisis Regresi Model Linear Berganda Produk Finger Joint Stick Laminating Variabel Koefisien Regresi P-Value Konstanta -11,6 0,115 Kayu sengon 0,173 0,015 Tenaga kerja 0,0120 0,020 Listrik 0, ,000 Lem 0,0671 0,357 Plastik 0,0141 0,434 R 2 95,3 % R 2 -adj 93,9 % P-Value 0,000 MSE 1,73 Berdasarkan uji F, model nyata pada tingkat kepercayaan 99 persen, yang berarti bahwa faktor-faktor produksi secara bersama-sama berpengaruh terhadap produksi finger joint stick laminating. Pengaruh faktor-faktor produksi secara parsial dapat dilihat dengan uji t. Hasil uji t produk finger joint stick laminating sama dengan produk solid laminating, yaitu bahwa faktor produksi kayu sengon, tenaga kerja dan listrik berpengaruh nyata terhadap produksi finger joint stick laminating pada tingkat kepercayaan 95 persen. Sedangkan untuk faktor produksi lem dan plastik tidak berpengaruh nyata terhadap produksi finger joint stick laminating. Uji t melihat besarnya p-value dari masing-masing faktor produksi. Faktor produksi yang berpengaruh nyata terhadap produksi mempunyai nilai p- value yang yang lebih kecil dari 5 persen Model Fungsi Cobb-Douglas Hasil pendugaan yang diperoleh untuk model Cobb-Douglas adalah :

87 Ln finger = - 6,54 + 0,268 Ln kayu sengon + 0,386 Ln tk + 0,498 Ln listrik + 0,150 Ln lem + 0,0178 Ln plastik Suatu model fungsi produksi terbaik harus memenuhi beberapa asumsi OLS antara lain asumsi normalitas (kenormalan sisaan), homoskedastisitas (kehomogenan ragam), tidak terdapat multikolinearitas (hubungan antar variabel) dan autokorelasi. Pada Lampiran 18 dapat dilihat bahwa pada model Cobb- Douglas asumsi normalitas terpenuhi. Asumsi ini terpenuhi karena tebaran sisaan model Cobb-Douglas membentuk suatu garis lurus. Asumsi homoskedastisitas pada model Cobb-Douglas juga terpenuhi. Hal ini dapat dilihat pada Lampiran 19 yang menunjukkan bahwa penyebaran nilai-nilai residual model Cobb-Douglas tidak membentuk suatu pola tertentu. Nilai VIF yang diperoleh masing-masing faktor produksi pada model Cobb-Douglas adalah kurang dari 10 (Tabel 14). Hal ini mengindikasikan bahwa pada model Cobb-Douglas tidak terjadi hubungan antar variabel-variabelnya (multikolinearitas). Ada atau tidaknya multikolinearitas dapat dilihat dari nilai VIF nya, dimana nilai VIF yang lebih dari 10 menunjukkan terjadinya multikolinearitas. Tabel 14. Nilai VIF (Varian Inflation Factor) dan Durbin-Watson Model Cobb-Douglas Produk Finger Joint Stick Laminating Variabel VIF Kayu sengon 2,3 Tenaga kerja 1,5 Listrik 2,6 Lem 1,5 Plastik 1,4

88 Durbin-Watson 2,37046 Pengujian terhadap gejala autokorelasi sangat penting dilakukan pada penelitian ini karena data yang digunakan adalah data time series. Pengujian autokorelasi dapat dilakukan menggunakan uji Durbin-Watson (DW). Nilai hasil DW dari model Cobb-Douglas pada Tabel 14 adalah sebesar 2,37046 menunjukkan bahwa tidak terjadi autokorelasi, karena nilai DW yang mendekati dua. Pengujian secara statistik meliputi koefisien determinasi, uji F, dan uji t. Pengujian ini dilakukan apabila suatu model telah memenuhi asumsi OLS. Berdasarkan hasil pendugaan model Cobb-Douglas diperoleh koefisien determinasi (R 2 ) sebesar 95,3 persen. Nilai R 2 sebesar 95,3 persen menunjukkan bahwa 95,3 persen dari variasi produksi finger joint stick laminating dapat dijelaskan oleh variasi faktor-faktor produksi seperti kayu sengon, tenaga kerja, listrik, lem, dan plastik sedangkan sisanya sebesar 4,7 persen dijelaskan oleh faktor lain yang tidak dimasukkan ke dalam model. Besarnya R 2 model Cobb- Douglas sama dengan model linear berganda. Hasil analisis regresi model fungsi produksi Cobb-Douglas dapat dilihat pada Tabel 15 dan Lampiran 20. Tabel 15. Hasil Analisis Regresi Model Cobb-Douglas Produk Finger Joint Stick Laminating Variabel Koefisien Regresi P-Value Konstanta -6,54 0,000 Kayu sengon 0,268 0,016 Tenaga kerja 0,386 0,022 Listrik 0,498 0,000 Lem 0,150 0,303 Plastik 0,0178 0,596 R 2 95,3 %

89 R 2 -adj 94,0 % P-Value 0,000 MSE 0,00141 Berdasarkan uji F, model nyata pada tingkat kepercayaan 99 persen, yang berarti bahwa faktor-faktor produksi secara bersama-sama berpengaruh terhadap produksi finger joint stick laminating. Sedangkan untuk melihat pengaruh faktorfaktor produksi secara parsial maka digunakan uji t. Hasil uji t menunjukkan bahwa faktor produksi kayu sengon, tenaga kerja dan listrik berpengaruh nyata terhadap produksi finger joint stick laminating pada tingkat kepercayaan 95 persen. Sedangkan untuk faktor produksi lem dan plastik tidak berpengaruh nyata terhadap produksi finger joint stick laminating. Model fungsi produksi yang digunakan untuk produk finger joint stick laminating adalah fungsi produksi Cobb-Douglas. Walaupun kedua model memenuhi semua asumsi yang diperlukan untuk menguji model yang baik dan mempunyai nilai R 2 yang sama, namun fungsi produksi Cobb-Douglas mempunyai nilai R 2 adj yang lebih tinggi dan MSE yang lebih kecil (mendekati nol) daripada model linear berganda Analisis Faktor-Faktor Produksi Finger Joint Stick Laminating Berdasarkan hasil analisis regresi model fungsi produksi terbaik, maka dapat diketahui pengaruh dari masing-masing faktor produksi finger joint stick laminating. Pengaruh masing-masing faktor produksi dapat diuraikan sebagai berikut : a. Kayu Sengon

90 Kayu sengon berpengaruh positif dan nyata terhadap produksi pada tingkat kepercayaan 95 persen. Hal ini berarti bahwa peningkatan penggunaan kayu sengon memberikan pengaruh terhadap peningkatan produksi finger joint stick laminating. Ini disebabkan kayu sengon merupakan bahan baku utama dalam produksi finger joint stick laminating Nilai elastisitas yang merupakan koefisien regresi kayu sengon sebesar 0,268 yang artinya setiap penambahan penggunaan kayu sengon sebesar satu persen akan meningkatkan produksi sebesar 0,268 persen dengan asumsi faktor-faktor produksi lainnya tetap (cateris paribus). b. Tenaga Kerja Penggunaan tenaga kerja berpengaruh positif dan nyata terhadap produksi finger joint stick laminating pada tingkat kepercayaan 95 persen. Ini disebabkan tenaga kerja dalam produksi finger joint stick laminating digunakan untuk mengelola faktor-faktor produksi lainnya sehingga dapat menghasilkan produk finger joint stick laminating. Karena itu, penggunaan tenaga kerja secara langsung berpengaruh terhadap jumlah finger joint stick laminating yang dihasilkan. Berdasarkan hasil analisis regresi, koefisien tenaga kerja yang diperoleh sebesar 0,386. Nilai koefisien tersebut mempunyai arti bahwa setiap penambahan penggunaan tenaga kerja sebanyak satu persen, maka akan meningkatkan produksi sebesar 0,386 persen (cateris paribus). c. Listrik Proses produksi finger joint stick laminating di CV. Cipta Mandiri menggunakan mesin yang dioperasikan dengan energi listrik. Karena itu, tidak mengherankan apabila hasil regresi menyatakan bahwa penggunaan listrik

91 mempunyai pengaruh positif dan nyata terhadap produksi pada tingkat kepercayaan 95 persen. Nilai koefisien listrik yang diperoleh dari hasil analisis regresi adalah sebesar 0,498. Nilai ini mempunyai arti bahwa peningkatan penggunaan listrik sebesar satu persen akan meningkatkan produksi sebesar 0,498 persen. d. Lem Lem digunakan untuk menyambung papan yang telah dipotong dengan mesin finger cut. Faktor produksi lem ini berpengaruh positif tetapi tidak nyata terhadap produksi yang dihasilkan pada tingkat kepercayaan 95 persen. Peningkatan penggunaan lem pada proses produksi finger joint stick laminating akan menambah produksi namun pengaruhnya tidak signifikan. Nilai koefisien regresi lem sebesar 0,150 yang mempunyai arti bahwa setiap peningkatan penggunaan lem sebesar satu persen akan meningkatkan produksi sebesar 0,150 persen. e. Plastik Berdasarkan hasil analisis regresi, variabel plastik mempunyai pengaruh positif namun pengaruhnya terhadap produksi tidak signifikan. Hasil ini sesuai dengan kondisi sebenarnya dimana plastik merupakan bahan pembantu yang digunakan dalam pengepakan sebelum produk diekspor ke negara tujuan sehingga penggunaannya tidak mempunyai pengaruh secara langsung terhadap kuantitas produksi finger joint stick laminating. Nilai koefisien plastik yang mencerminkan elastisitas produksinya sebesar 0,0178. Nilai tersebut mempunyai arti bahwa peningkatan penggunaan plastik sebesar satu persen untuk kegiatan pengepakan akan meningkatkan produksi sebesar 0,0178 persen.

92 Koefisien regresi dari masing-masing faktor produksi finger joint stick laminating bernilai positif antara nol dan satu. Hal ini mempunyai arti bahwa penggunaan masing-masing faktor produksi finger joint stick laminating berada pada daerah rasional Analisis Skala Usaha Finger Joint Stick Laminating Penjumlahan koefisien regresi atau elastisitas produksi dari semua faktor produksi pada fungsi produksi Cobb-Douglas dapat digunakan untuk menduga keadaan skala usaha. Skala usaha suatu produksi dapat dibagi menjadi tiga, yaitu decreasing return to scale yang berarti kenaikan produksi yang lebih kecil dari proporsi kenaikan faktor produksinya, constant return to scale yang berarti kenaikan produksi yang sama dengan proporsi kenaikan faktor produksinya, dan increasing return to scale yang berarti kenaikan produksi yang lebih besar daripada proporsi kenaikan faktor produksinya. Berdasarkan hasil pendugaan fungsi produksi Cobb-Douglas, diperoleh jumlah nilai koefisien regresi dari faktor-faktor produksi finger joint stick laminating sebesar 1,3198. Jumlah tersebut mengindikasikan bahwa produksi finger joint stick laminating berada pada increasing return to scale. Hal ini berarti bahwa kenaikan masing-masing faktor produksi sebesar satu persen akan meningkatkan produksi finger joint stick laminating sebesar 1,3198 persen.

93 VII. ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI 7.1 Produk Solid Laminating Analisis Efisiensi Faktor-Faktor Produksi Solid Laminating

94 Menurut Doll dan Orazem (1984), produsen harus memenuhi syarat keharusan dan kecukupan untuk mencapai keuntungan maksimum. Pemenuhan kedua syarat tersebut terjadi saat Nilai Produk Marjinal (NPM) sama dengan Biaya Korbanan Marjinal (BKM) atau rasio keduanya sama dengan satu. Keadaan inilah yang menjadi tolak ukur efisiensi suatu produksi. Nilai Produk Marjinal (NPM) merupakan hasil kali antara harga rata-rata produk solid laminating dengan produk marginalnya (PM). Sedangkan Biaya Korbanan Marginalnya (BKM) diperoleh dari harga rata-rata dari masing-masing faktor produksi yang digunakan. Produk marginal merupakan hasil kali antara koefisien regresi dengan rata-rata produksi per rata-rata penggunaan masingmasing faktor produksi. Koefisien regresi yang digunakan adalah koefisien regresi yang diperoleh dari hasil pendugaan dan pengujian fungsi produksi. Faktor-faktor produksi yang akan dianalisis tingkat efisiensinya adalah faktor-faktor produksi yang berpengaruh nyata terhadap produksi solid laminting berdasarkan hasil uji t, yaitu kayu sengon, tenaga kerja dan listrik. Rata-rata produksi solid laminating yang dihasilkan oleh CV. Cipta Mandiri tahun 2004 sampai 2007 sebesar 100,54 m 3 setiap bulannya dengan harga jual rata-rata sebesar Rp per m 3. Penggunaan rata-rata kayu sengon setiap bulan sebesar 166,25 m 3, tenaga kerja sebesar 2414,77 HK (Hari Kerja), dan listrik sebesar ,04 kwh. Harga faktor produksi yang dipakai adalah harga rata-rata dari tahun 2004 sampai Harga kayu sengon sebesar Rp per m 3, tenaga kerja sebesar Rp ,00 per HK, dan listrik sebesar Rp 740 per kwh. Penggunaan rata-rata masing-masing faktor produksi serta harga rata-ratanya digunakan untuk menduga besarnya rasio NPM dan BKM. Tingkat

95 efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi pada CV. Cipta Mandiri dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16. Rasio NPM dan BKM Produksi Solid Laminating Faktor Produksi Kayu sengon (m 3 ) Tenaga kerja (HK) Listrik (kwh) Rata-rata Penggunaan Faktor produksi Koefisien Regresi NPM BKM Rasio NPM dan BKM 166,25 0, , ,3 2414,77 0, , , ,04 0, , ,9 Berdasarkan perhitungan NPM dan BKM pada Tabel 12 terlihat bahwa penggunaan faktor-faktor produksi solid laminating di CV. Cipta Mandiri belum mencapai kondisi efisien. Hal ini ditunjukkan oleh rasio antara NPM dan BKM masing-masing faktor produksi tidak sama dengan satu. Kayu Sengon mempunyai NPM sebesar yang mempunyai arti bahwa setiap penambahan penggunaan satu m 3 kayu sengon, akan memberikan tambahan penerimaan sebesar Rp Rasio NPM dan BKM diperoleh sebesar 0,3 dengan harga rata-rata kayu sengon sebesar Rp ,00 per m 3 dan koefisien regresi sebesar 0,0692. Nilai rasio NPM dan BKM kayu sengon yang kurang dari satu menyatakan bahwa penggunaan kayu sengon sudah melampaui batas optimal. Karena itu, perusahaan harus mengurangi penggunaan kayu sengon karena penambahan biaya lebih besar daripada tambahan penerimaannya. Penggunaan kayu sengon yang melampaui batas ini disebabkan banyaknya kayu

96 sengon yang tidak memenuhi standar produksi, seperti cacat dan ukuran yang tidak sesuai sehingga tidak dapat dipakai dalam produksi. NPM tenaga kerja sebesar ,54 yang berarti bahwa setiap penambahan tenaga kerja satu HK dapat menambah penerimaan sebesar Rp ,54. Harga rata-rata tenaga kerja di CV. Cipta Mandiri sebesar Rp ,00 dan koefisien regresi dari tenaga kerja sebesar 0,261 sehingga diperoleh rasio NPM dan BKM sebesar 1,4. Nilai rasio NPM dan BKM yang lebih dari satu mengindikasikan bahwa perusahaan harus menambah penggunaan tenaga kerja, karena penambahan biaya masih lebih kecil daripada tambahan penerimaannya. Listrik mempunyai NPM sebesar 735,30 yang berarti bahwa setiap penambahan penggunaan listrik sebesar satu kwh akan menambah penerimaan sebesar Rp 735,30. Harga rata-rata listrik per kwh adalah 740 dan koefisien regresi dari listrik sebesar 0,360 sehingga rasio NPM dan BKM diperoleh sebesar 0,9. Berdasarkan nilai rasio NPM dan BKM yang kurang dari satu maka perusahaan sebaiknya mengurangi penggunaan listrik untuk menjalankan produksinya. Tambahan biaya untuk penggunaan listrik ini lebih besar daripada tambahan penerimaannya Analisis Kombinasi Optimal Faktor-Faktor Produksi Solid Laminating Berdasarkan rasio Nilai Produk Marginal (NPM) dan Biaya Korbanan Marginal (BKM) masing-masing faktor produksi solid laminating yang tidak sama dengan satu, maka dapat disimpulkan bahwa penggunaan faktor-faktor

97 produksi belum efisien. Penggunaan kayu sengon, tenaga kerja dan listrik yang digunakan dalam produksi solid laminating harus mencapai kondisi optimal agar efisiensi dapat tercapai. Kondisi optimal dari penggunaan faktor-faktor produksi ini terjadi apabila rasio NPM dan BKM dari masing-masing faktor produksi harus sama dengan satu. Penggunaan faktor-faktor produksi solid laminating saat kondisi optimal dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17. Kombinasi Optimal Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Solid Laminating Faktor Rasio NPM Kondisi NPM BKM Produksi dan BKM Optimal Kayu sengon , ,3 55,84 (m 3 ) Tenaga kerja , ,4 3475,62 (HK) Listrik (kwh) 735, , ,05 Kondisi efisiensi penggunaan faktor faktor produksi solid laminating dapat dicapai apabila penggunaan kayu sengon dikurangi sebesar 110,41 m 3 menjadi 55,84 m 3. Penggunaan kayu sengon yang melebihi batas optimal ini disebabkan banyaknya kayu sengon afkir yang tidak dapat digunakan dalam proses produksi selanjutnya. Kayu sengon ini tidak sesuai dengan standar produksi, baik dalam hal ukuran, warna maupun tampilannya. Ketidaksesuaian ukuran, warna maupun tampilan kayu sengon, baru dapat dilihat setelah kayu sengon bulat diproduksi menjadi bilah-bilah papan (bagian bansaw). Karena itu, pihak perusahaan harus lebih hati-hati dalam pemilihan saat pembelian kayu sengon sehingga dapat mengurangi jumlah kayu sengon afkir. Kayu sengon merupakan bahan baku utama produksi solid laminating dimana persentase biaya untuk pembeliannya sangat besar. Penggunaan kayu sengon yang dilakukan

98 secara tepat dan teliti (tidak banyak kayu sengon afkir) diharapkan dapat mengurangi biaya produksi. Pihak CV. Cipta Mandiri selama ini telah mensiasati banyaknya kayu sengon afkir dengan memproduksi produknya dengan sistem grading. Pihak perusahaan menetapkan bahwa kayu sengon afkir diproduksi untuk produk solid laminating kualitas kedua (grade B) dengan harga 25 persen lebih rendah daripada kualitas pertama. Namun, strategi ini sangat sulit dilaksanakan karena permintaan akan produk kualitas kedua sangat rendah sehingga perusahaan tetap menanggung biaya adanya kayu sengon afkir. Faktor produksi tenaga kerja perlu ditambah sebesar 1060,85 HK untuk mencapai kondisi optimal sebesar 3475,62 HK. Kondisi ini tidak sesuai dengan pengurangan kebutuhan kayu sengon pada kondisi optimal karena pengurangan penggunaan kayu sengon seharusnya dapat mengurangi penggunaan tenaga kerja di bagian bansaw (bagian yang mengolah kayu sengon bulat menjadi bilah-bilah papan). Ketidaksesuaian ini diduga karena pihak CV. Cipta Mandiri masih kekurangan tenaga kerja di bagian pengovenan. Bagian pengovenan merupakan bagian produksi yang membutuhkan penggunaan tenaga kerja paling banyak karena harus beroperasi selama 24 jam penuh. Penggunaan optimal untuk faktor produksi listrik dapat tercapai apabila penggunaan listrik dikurangi sebesar 936,99 kwh menjadi ,05 kwh. Pengurangan penggunaan listrik ini berkaitan dengan kebutuhan kayu sengon pada tingkat optimal. Pengurangan kebutuhan kayu sengon mengurangi penggunaan listrik pada mesin yang digunakan di bagian bansaw sehingga efisiensi dapat tercapai.

99 Kombinasi optimal dari penggunaan faktor-faktor produksi akan meningkatkan produksi solid laminating menjadi 118 m 3. Penggunaan faktorfaktor produksi pada tingkat optimal juga meningkatkan keuntungan CV. Cipta Mandiri sebesar Rp Keuntungan yang diperoleh CV. Cipta Mandiri rata-rata per bulan (asumsi tidak memperhitungkan biaya lain-lain) pada kondisi optimal adalah sebesar Rp sedangkan keuntungan perusahaan pada kondisi aktualnya sebesar Rp (Lampiran 21). 7.2 Produk Finger Joint Stick Laminating Analisis Efisiensi Faktor-Faktor Produksi Finger Joint Stick Laminating Efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi pada produksi finger joint stick laminating dapat diketahui dari rasio Nilai Produk Marjinal (NPM) dan Biaya Korbanan Marjinal (BKM). Apabila rasio antara keduanya sama dengan satu maka kondisi efisiensi produksi tercapai. Faktor-faktor produksi yang dianalisis tingkat efisiensinya adalah faktor-faktor produksi yang berpengaruh nyata terhadap produksi finger joint stick laminating. Nilai Produk Marjinal (NPM) merupakan hasil kali antara harga rata-rata produk finger joint stick laminating dengan produk marginalnya (PM). Sedangkan Biaya Korbanan Marginalnya (BKM) diperoleh dari harga rata-rata dari masingmasing faktor produksi yang digunakan. Produk marginal merupakan hasil kali antara koefisien regresi dengan rata-rata produksi per rata-rata penggunaan masing-masing faktor produksi. Koefisien regresi yang digunakan adalah koefisien regresi yang diperoleh dari hasil pendugaan dan pengujian fungsi produksi.

100 Rata-rata produksi finger joint stick laminating yang dihasilkan oleh CV. Cipta Mandiri tahun 2006 sampai 2007 sebesar 37,35 m 3 setiap bulannya dengan harga jual rata-rata sebesar Rp per m 3. Penggunaan rata-rata kayu sengon setiap bulan sebesar 63,10 m 3, tenaga kerja sebesar 1190,42 HK (Hari Kerja) dan listrik sebesar 78185,58 kwh. Harga faktor produksi yang dipakai adalah harga rata-rata dari tahun 2006 sampai Harga kayu sengon adalah sebesar Rp per m 3, tenaga kerja sebesar Rp ,00 per HK dan listrik sebesar Rp 761 per kwh. Penggunaan rata-rata faktor-faktor produksi serta ratarata harganya digunakan untuk menduga besarnya rasio NPM dan BKM. Tingkat efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi finger joint stick laminating pada CV. Cipta Mandiri dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18. Rasio NPM dan BKM Produksi Finger Joint Stick Laminating Faktor Produksi Kayu sengon (m 3 ) Tenaga Kerja (HK) Listrik (kwh) Rata-rata Penggunaan Faktor produksi Koefisien Regresi NPM BKM Rasio NPM dan BKM 63,1 0, , ,2 1190,417 0, , , ,83 0, , ,1 Pada Tabel 18 dapat dilihat bahwa rasio antara NPM dan BKM dari penggunaan faktor-faktor produksi finger joint stick laminating tidak sama dengan satu. Hal ini mengindikasikan bahwa penggunaan faktor-faktor produksi belum efisien.

101 Harga rata-rata kayu sengon dari tahun sebesar Rp per m 3, dan koefisien regresinya sebesar 0,268 maka diperoleh NPM sebesar ,70. NPM sebesar ,70 mempunyai arti bahwa setiap penambahan penggunaan satu m 3 kayu sengon, akan memberikan tambahan penerimaan sebesar Rp ,70. Sedangkan rasio NPM dan BKM diperoleh sebesar 1,2 yang dapat diartikan bahwa penggunaan kayu sengon masih di bawah batas optimal. Penambahan biaya penggunaan kayu sengon lebih kecil daripada tambahan penerimaannya. Berdasarkan Tabel 18 terlihat bahwa upah tenaga kerja sebesar Rp ,00. Sedangkan koefisien regresi yang diperoleh sebesar 0,386 sehingga diperoleh NPM tenaga kerja sebesar ,38 yang berarti bahwa setiap penambahan tenaga kerja satu HK dapat menambah penerimaan sebesar Rp ,38. Rasio NPM dan BKM sebesar 2,04 yang berarti bahwa penggunaan tenaga kerja perlu ditambah, karena penambahan biaya masih lebih kecil daripada tambahan penerimaannya. Koefisien regresi listrik sebesar 0,498, sedangkan harga rata-rata dari penggunaan listrik per kwh sebesar Rp 761 sehingga diperoleh NPM sebesar 832,65 yang berarti bahwa setiap penambahan penggunaan listrik sebesar satu kwh akan menambah penerimaan sebesar Rp 832,65. Sedangkan rasio NPM dan BKM diperoleh sebesar 1,1 yang berarti bahwa perusahaan sebaiknya menambah penggunaan listrik untuk produksinya karena tambahan biaya untuk penggunaan listrik masih lebih kecil daripada tambahan penerimaannya.

102 7.2.2 Analisis Kombinasi Optimal Faktor-Faktor Produksi Finger Joint Stick Laminating Penggunaan faktor-faktor produksi finger joint stick laminating belum dapat dikatakan efisien karena rasio antara Nilai Produk Marginal (NPM) dan Biaya Korbanan Marginal (BKM) masing-masing faktor produksinya tidak sama dengan satu. Hal ini mengindikasikan bahwa penggunaan kayu sengon, tenaga kerja, dan listrik yang digunakan dalam produksi belum mencapai kondisi optimal. Kondisi optimal dari penggunaan faktor-faktor produksi ini terjadi apabila rasio NPM dan BKM dari masing-masing faktor produksi harus sama dengan satu. Penggunaan faktor-faktor produksi finger joint stick laminating saat kondisi optimal dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19. Kombinasi Optimal Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Finger Joint Stick Laminating Faktor Produksi Kayu sengon (m 3 ) Tenaga Kerja (HK) Listrik (kwh) NPM BKM Rasio NPM Kombinasi dan BKM Optimal , ,2 77, , , ,8 832, , ,71 Penggunaan kayu sengon dalam produksi finger joint stick laminating dapat mencapai kondisi optimal apabila penggunaannya ditambah sebesar 14,75 m 3 menjadi 77,85 m 3. Perusahaan masih bisa meningkatkan penggunaan bahan baku utamanya yaitu kayu sengon untuk meningkatkan produksinya. Pembelian kayu sengon dalam jumlah yang semakin besar akan berimbas pada semakin tingginya peluang adanya kayu sengon yang tidak sesuai dengan

103 standar produksi. Karena itu, peningkatan penggunaan kayu sengon harus tetap memperhatikan kualitas kayu sengon saat pembeliannya. Kondisi optimal penggunaan tenaga kerja dapat tercapai apabila penggunaannya ditingkatkan sebesar 1241,38 HK menjadi 2431,8 HK. Penambahan penggunaan tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan kayu sengon yang harus ditambah untuk mencapai kondisi optimal. Penggunaan tenaga kerja yang cukup besar terdapat pada bagian pengovenan. Bagian pengovenan beroperasi selama 24 jam penuh, sehingga terdapat kelompok kerja (shift) malam. Penggunaan optimal faktor produksi listrik sebesar ,71 kwh. Kondisi optimal ini dapat tercapai apabila penggunaan listrik ditambah sebesar 7360,88 kwh. Penambahan penggunaan listrik ini sesuai dengan penambahan kebutuhan kayu sengon sebagai bahan baku utama produksi finger joint stick laminating, mengingat seluruh mesin yang digunakan dioperasikan menggunakan energi listrik. Kombinasi optimal dari penggunaan faktor-faktor produksi akan meningkatkan produksi finger joint stick laminating sebesar 37,36 m 3 menjadi 55,4 m 3 Peningkatan produksi finger joint stick laminating juga meningkatkan rata-rata keuntungan perusahaan per bulan (asumsi tidak memperhitungkan biaya lainnya) sebesar Rp Pada kondisi aktual keuntungan perusahaan sebesar Rp , sedangkan pada kondisi optimal keuntungan perusahaan sebesar Rp (Lampiran 21). Karena itu, perusahaan harus efisien dalam menggunakan faktor produksinya, sehingga perusahaan dapat meningkatkan keuntungan yang diterima.

104 8.1 Kesimpulan VIII. KESIMPULAN DAN SARAN

105 Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah diuraikan, maka kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah : 1. Berdasarkan hasil analisis fungsi produksi Cobb-Douglas yang merupakan model terbaik, bahwa faktor produksi yang berpengaruh secara signifikan pada produksi solid laminating dan finger joint stick laminating adalah kayu sengon, tenaga kerja dan listrik. Faktor produksi bahan pembantu seperti lem, dan plastik tidak berpengaruh secara signifikan terhadap peningkatan hasil produksi baik untuk produk solid laminating maupun finger joint stick laminating. 2. Skala usaha produk solid laminating dan finger joint stick laminating tidak sama. Pada produk solid laminating berada pada decreasing return to scale, sedangkan pada produk finger joint stick laminating berada pada increasing return to scale. 3. Penggunaan faktor-faktor produksi yang berpengaruh untuk produk solid laminating dan finger joint stick laminating belum efisien. Pada produk solid laminating penggunaan faktor produksi kayu sengon dan listrik perlu ditingkatkan. Namun, untuk penggunaan tenaga kerjanya perlu dikurangi untuk mencapai kondisi optimal. Sedangkan pada produk finger joint stick laminating penggunaan semua faktor produksinya, seperti kayu sengon, tenaga kerja dan listrik perlu ditingkatkan. 4. Kombinasi optimal penggunaan faktor-faktor produksi produk solid laminating untuk setiap bulan dapat dicapai dengan mengurangi kayu sengon sebesar 110,41 m 3 menjadi 55,84 m 3, menambah tenaga kerja sebesar 1060,85 HK menjadi 3475,612 HK dan mengurangi listrik sebesar 936,99 kwh menjadi

106 ,05 kwh. Sedangkan kombinasi optimal penggunaan faktor-faktor produksi produk finger joint stick laminating untuk setiap bulan dapat dicapai dengan menambah semua penggunaan faktor produksinya. Penggunaan kayu sengon ditambah sebesar 14,75 m 3 menjadi 77,85 m 3, tenaga kerja sebesar 1241,38 HK menjadi 2431,8 HK dan listrik sebesar 7360,88 kwh menjadi ,71 kwh. Penggunaan faktor produksi pada tingkat optimal untuk kedua produk dapat meningkatkan keuntungan perusahaan. 8.2 Saran 1. Penggunaan kayu sengon untuk produksi solid laminating perlu diperhatikan pembeliannya, sehingga jumlah kayu sengon yang tidak sesuai dengan standar produksi dapat dikurangi. Sedangkan untuk produk finger joint stick laminating, penggunaan kayu sengon masih bisa ditingkatkan untuk memperoleh hasil yang optimal namun tetap harus memperhatikan kualitasnya saat pembelian. 2. Pihak perusahaan harus berusaha mencari pasar untuk produk kualitas kedua dengan jalan meningkatkan promosi baik untuk pembeli dalam negeri maupun luar negeri. Sehingga, kayu sengon afkir dapat dimanfaatkan dengan baik dan diharapkan dapat meningkatkan keuntungan perusahaan. 3. Efisiensi biaya produksi harus diperhatikan pihak CV. Cipta Mandiri khususnya untuk produksi solid laminating, karena produksinya berada pada decreasing return to scale.

107 4. Saran untuk penelitian selanjutnya dapat digunakan model multi output dan input apabila produk yang akan dianalisis tingkat efisiensinya lebih dari dua jenis. DAFTAR PUSTAKA Atmosuseno, Budi dan Khaerudin Kayu Komersial. Jakarta : Penebar Swadaya.

108 Badan Pusat Statistik Statistik Perusahaan Pembudidayaan Tanaman Kehutanan. Jakarta : BPS. Departemen Kehutanan Buku Rekalkulasi Penutupan Lahan. Jakarta : Departemen Kehutanan Statistik Kehutanan Indonesia Jakarta : Departemen Kehutanan Statistik Kehutanan Indonesia Jakarta : Departemen Kehutanan Eksekutif Data Strategis Kehutanan Tahun Jakarta : Departemen Kehutanan Perkembangan Ekspor Hasil Hutan Lima Tahun Terakhir [diakses 3Januari 2008] Perkembangan Produksi Kayu Bulat dan Kayu Olahan 10 Tahun Terakhir pdf. [diakses 3 Januari 2008] Perkembangan Ekspor Hasil Hutan Lima Tahun Terakhir [diakses 3Januari 2008] Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Tengah Hutan Rakyat. [diakses 6 Mei 2008] Doll, P. J dan Orazem, F Production Economics Theory with Aplications. Second Edition. Canada : Jhon Wiley and Sons. Gaspersz, V Ekonomi Manajerial Penerapan: Konsep-Konsep Ekonomi dalam Manajemen Bisnis Total. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. Gujarati, Damodar Ekonometrika Dasar. Penerjemah Soemarno Zain. Jakarta : Erlangga. Hardie, D Saw Milling And Woodworking: Prospect for Development. Jakarta: Departemen Kehutanan dan FAO. Irawati, Ira Analisis Pendapatan dan Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Usahatani Padi Program PTT dan Non Program PTT (Kasus : Penerapan Program Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu (PTT) di Kabupaten Karawang [Skripsi]. Departemen Ilmu- Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. IPB. Bogor.

109 Krisnamurti, Bayu Agribisnis. Jakarta. Lipsey, G. R Pengantar Mikro Ekonomi. Jilid I. Jakarta : Binarupa Aksara. Lestari, Ajeng Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku Kayu Sengon di PT. Bineatama Kayone Lestari, Tasikmalaya [Skripsi]. Program Studi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor. Martawijaya, A., I. Kartasujana, Y. I. Mandang, S. A. Prawira dan K. Kadir Atlas Kayu Indonesia. Jilid II. Bogor : Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Nicholson, W Mikronomi Intermediate. Edisi Kedelapan. Jakarta : Erlangga. Nurdiana, Didin Upaya Pengendalian Persediaan Kayu Bulat dengan Biaya Persediaan Minimum untuk Bahan Kayu Olahan Studi Kasus di PT. Albasi Parahayangan, Banjar, Ciamis [Skripsi]. Program Studi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Pappas, J. L Ekonomi Manajerial. Jilid I. Jakarta : Binarupa Aksara. Purnama, Dhanang Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Industri Tahu (Kasus di Desa Sragen Wetan, Kecamatan Sragen, Kabupaten Sragen, Propinsi Jawa Tengah) [Skripsi]. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. IPB. Bogor. Putong, Iskandar Pengantar Ekonomi Mikro dan Makro. Edisi 2. Jakarta : Ghalia Indonesia. Rachmawati, Yeti Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor ProduksiCrumb Rubber (Studi Kasus Pabrik Pengolahan Karet Remah Way Berulu, PT. Perkebunan Nusantara VII, Desa Kebagusan, Kecamatan Gedong Tataan, Kabupaten Lampung Selatan) [Skripsi]. Departem Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. IPB. Bogor. Septiana, Kartika Analisis Efisiensi Faktor-Faktor Produksi Teh Olahan pada PTPN VIII Perkebunan Goalpara, Sukabumi, Jawa Barat. [Skripsi]. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. IPB. Bogor. Soekartawi Teori Ekonomi Produksi dengan Pokok Bahasan Khusus Fungsi Produksi Cobb-Douglas. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

110

111 LAMPIRAN Lampiran 1. Keuntungan CV. Cipta Mandiri Tahun Biaya Produksi Solid Laminating Keuntungan Solid Laminating Biaya Produksi Finger Joint Keuntungan Finger Joint Stick

112 (Rp) (Rp) Stick Laminating (Rp) Laminating (Rp) Lampiran 2. Perkembangan Harga Jual Rata-Rata Solid Laminating dan Finger Joint Stick Laminating Tahun Finger Joint Stick Solid Laminating Laminating Harga (Rp) Perubahan Harga (Rp) Perubahan

113 (%) (%)

114 Lampiran 3. Denah CV. Cipta Mandiri Koperasi karyawan Kantor Oven L Bansaw L J A Bengkel L A N Packing F Packing L S Produksi Papan Sambung L Produksi Papan Sambung F Gudang penyimpanan Oven L Oven L Bansaw F Oven F T U B Ket : L : Solid Laminating F : Finger Jount Stick Laminating Oven F

115 Lampiran 4. Struktur Organisasi CV. Cipta Mandiri STRUKTUR ORGANISASI Konsultan Direktur Administrasi Keuangan Pimpinan Produksi Pimpinan Tehnik Pimpinan Produksi II Koordinator Sanding Koordinator Oven Packing Koordinator Shif I Koordinator Shif II Koordinator Papan Sambung Bansaw I Bansaw II

116 Lampiran 5. Produk Solid laminating dan Finger Joint Stick Laminating a. Solid Laminating b. Finger Joint Stick Laminating

117 Lampiran 6. Kayu Bulat Sengon

ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI KAYU OLAHAN SENGON DI CV. CIPTA MANDIRI, KECAMATAN SUKOREJO, KABUPATEN KENDAL, JAWA TENGAH

ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI KAYU OLAHAN SENGON DI CV. CIPTA MANDIRI, KECAMATAN SUKOREJO, KABUPATEN KENDAL, JAWA TENGAH ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI KAYU OLAHAN SENGON DI CV. CIPTA MANDIRI, KECAMATAN SUKOREJO, KABUPATEN KENDAL, JAWA TENGAH Oleh : FITRI MEGA MULIANTI A14104042 PROGRAM STUDI MANAJEMEN

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN EKSPOR BIJI KAKAO INDONESIA OLEH IRMA KOMALASARI H

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN EKSPOR BIJI KAKAO INDONESIA OLEH IRMA KOMALASARI H ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN EKSPOR BIJI KAKAO INDONESIA OLEH IRMA KOMALASARI H14104044 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 RINGKASAN

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH PAJAK EKSPOR TERHADAP KINERJA INDUSTRI KELAPA SAWIT OLEH: MARIA IRENE HUTABARAT A

ANALISIS PENGARUH PAJAK EKSPOR TERHADAP KINERJA INDUSTRI KELAPA SAWIT OLEH: MARIA IRENE HUTABARAT A ANALISIS PENGARUH PAJAK EKSPOR TERHADAP KINERJA INDUSTRI KELAPA SAWIT OLEH: MARIA IRENE HUTABARAT A14105570 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMENAGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

VI. ANALISIS EFISIENSI FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADI

VI. ANALISIS EFISIENSI FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADI VI. ANALISIS EFISIENSI FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADI 6.1 Analisis Fungsi Produksi Hubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dapat dijelaskan ke dalam fungsi produksi. Kondisi di lapangan menunjukkan

Lebih terperinci

ANALISIS DAMPAK KENAIKAN HARGA MINYAK GORENG TERHADAP USAHA PENGGORENGAN KERUPUK DI KOTA BEKASI. Oleh : ANGGUN WAHYUNINGSIH A

ANALISIS DAMPAK KENAIKAN HARGA MINYAK GORENG TERHADAP USAHA PENGGORENGAN KERUPUK DI KOTA BEKASI. Oleh : ANGGUN WAHYUNINGSIH A ANALISIS DAMPAK KENAIKAN HARGA MINYAK GORENG TERHADAP USAHA PENGGORENGAN KERUPUK DI KOTA BEKASI Oleh : ANGGUN WAHYUNINGSIH A14103125 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEPOK VARIETAS DEWA-DEWI (Averrhoa carambola L)

ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEPOK VARIETAS DEWA-DEWI (Averrhoa carambola L) ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEPOK VARIETAS DEWA-DEWI (Averrhoa carambola L) Oleh : AKBAR ZAMANI A. 14105507 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN

Lebih terperinci

: NUSRAT NADHWATUNNAJA A

: NUSRAT NADHWATUNNAJA A ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI PAPRIKA HIDROPONIK DI DESA PASIR LANGU, KECAMATAN CISARUA, KABUPATEN BANDUNG Oleh : NUSRAT NADHWATUNNAJA A14105586 PROGRAM SARJANA

Lebih terperinci

KELAYAKAN PENGUSAHAAN JARAK PAGAR PADA KEBUN INDUK JARAK PAGAR PAKUWON, SUKABUMI JAWA BARAT. Oleh : DIAH KUSUMAYANTI A

KELAYAKAN PENGUSAHAAN JARAK PAGAR PADA KEBUN INDUK JARAK PAGAR PAKUWON, SUKABUMI JAWA BARAT. Oleh : DIAH KUSUMAYANTI A KELAYAKAN PENGUSAHAAN JARAK PAGAR PADA KEBUN INDUK JARAK PAGAR PAKUWON, SUKABUMI JAWA BARAT Oleh : DIAH KUSUMAYANTI A14104010 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

VIII. ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI USAHATANI UBI KAYU. model fungsi produksi Cobb-Douglas dengan penduga metode Ordinary Least

VIII. ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI USAHATANI UBI KAYU. model fungsi produksi Cobb-Douglas dengan penduga metode Ordinary Least VIII. ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI USAHATANI UBI KAYU 8.1. Pendugaan dan Pengujian Fungsi Produksi Hubungan antara faktor-faktor produksi yang mempengaruhi produksi dapat dimodelkan ke

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI TAMBAH, EFISIENSI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI KECIL DAN KERAJINAN RUMAH TANGGA (IKKR) DI INDONESIA

ANALISIS NILAI TAMBAH, EFISIENSI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI KECIL DAN KERAJINAN RUMAH TANGGA (IKKR) DI INDONESIA ANALISIS NILAI TAMBAH, EFISIENSI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI KECIL DAN KERAJINAN RUMAH TANGGA (IKKR) DI INDONESIA OLEH DIAH ANANTA DEWI H14084022 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI TAMBAH, EFISIENSI DAN FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI MINYAK GORENG SAWIT DI INDONESIA

ANALISIS NILAI TAMBAH, EFISIENSI DAN FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI MINYAK GORENG SAWIT DI INDONESIA ANALISIS NILAI TAMBAH, EFISIENSI DAN FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI MINYAK GORENG SAWIT DI INDONESIA OLEH M. FAJRI FIRMAWAN H14104120 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

RINGKASAN ISVENTINA. DJONI HARTONO

RINGKASAN ISVENTINA. DJONI HARTONO RINGKASAN ISVENTINA. H14102124. Analisis Dampak Peningkatan Ekspor Karet Alam Terhadap Perekonomian Indonesia: Suatu Pendekatan Analisis Input-Output. Di bawah bimbingan DJONI HARTONO. Indonesia merupakan

Lebih terperinci

PENGARUH KEBIJAKAN PAJAK EKSPOR TERHADAP PERDAGANGAN MINYAK KELAPA SAWIT KASAR (Crude Palm Oil) INDONESIA. Oleh : RAMIAJI KUSUMAWARDHANA A

PENGARUH KEBIJAKAN PAJAK EKSPOR TERHADAP PERDAGANGAN MINYAK KELAPA SAWIT KASAR (Crude Palm Oil) INDONESIA. Oleh : RAMIAJI KUSUMAWARDHANA A PENGARUH KEBIJAKAN PAJAK EKSPOR TERHADAP PERDAGANGAN MINYAK KELAPA SAWIT KASAR (Crude Palm Oil) INDONESIA Oleh : RAMIAJI KUSUMAWARDHANA A 14104073 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

DAMPAK PELAKSANAAN PROGRAM KREDIT KEPADA KOPERASI PRIMER UNTUK ANGGOTANYA (KKPA) TERHADAP PENDAPATAN USAHATANI KELAPA SAWIT

DAMPAK PELAKSANAAN PROGRAM KREDIT KEPADA KOPERASI PRIMER UNTUK ANGGOTANYA (KKPA) TERHADAP PENDAPATAN USAHATANI KELAPA SAWIT DAMPAK PELAKSANAAN PROGRAM KREDIT KEPADA KOPERASI PRIMER UNTUK ANGGOTANYA (KKPA) TERHADAP PENDAPATAN USAHATANI KELAPA SAWIT ( Studi : PT Sinar Kencana Inti Perkasa, Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI RELATIF KOMODITAS KELAPA PADA LAHAN PASANG SURUT DAN LAHAN KERING. Oleh: BEDY SUDJARMOKO

ANALISIS EFISIENSI RELATIF KOMODITAS KELAPA PADA LAHAN PASANG SURUT DAN LAHAN KERING. Oleh: BEDY SUDJARMOKO ANALISIS EFISIENSI RELATIF KOMODITAS KELAPA PADA LAHAN PASANG SURUT DAN LAHAN KERING Oleh: BEDY SUDJARMOKO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ABSTRAK BEDY SUDJARMOKO. Analisis Efisiensi

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI BISNIS TANAMAN PANGAN UNGGULAN DI KABUPATEN BEKASI Oleh : Nana Danapriatna dan Ridwan Lutfiadi BAB 1.

ANALISIS EFISIENSI BISNIS TANAMAN PANGAN UNGGULAN DI KABUPATEN BEKASI Oleh : Nana Danapriatna dan Ridwan Lutfiadi BAB 1. ANALISIS EFISIENSI BISNIS TANAMAN PANGAN UNGGULAN DI KABUPATEN BEKASI Oleh : Nana Danapriatna dan Ridwan Lutfiadi ABSTRAK Tanaman pangan yang berkembang di Kabupaten Bekasi adalah padi, jagung, ubi kayu,

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. elastisitas, konsep return to scale, konsep efisiensi penggunaan faktor produksi

III. KERANGKA PEMIKIRAN. elastisitas, konsep return to scale, konsep efisiensi penggunaan faktor produksi III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis berisi teori dan konsep kajian ilmu yang akan digunakan dalam penelitian. Teori dan konsep yang digunakan dalam penelitian

Lebih terperinci

ANALISIS BIAYA DAN PROFITABILITAS PRODUKSI ROTI PADA BELLA BAKERY DI PONDOK GEDE, BEKASI. Oleh : TANTRI DEWI PUTRIYANA A

ANALISIS BIAYA DAN PROFITABILITAS PRODUKSI ROTI PADA BELLA BAKERY DI PONDOK GEDE, BEKASI. Oleh : TANTRI DEWI PUTRIYANA A ANALISIS BIAYA DAN PROFITABILITAS PRODUKSI ROTI PADA BELLA BAKERY DI PONDOK GEDE, BEKASI Oleh : TANTRI DEWI PUTRIYANA A14104105 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Pasir Gaok, Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGEMBANGAN PEMBIBITAN (BREEDING)SAPI POTONG PADA PT LEMBU JANTAN PERKAS (LJP), SERANG, PROPINSI BANTEN

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGEMBANGAN PEMBIBITAN (BREEDING)SAPI POTONG PADA PT LEMBU JANTAN PERKAS (LJP), SERANG, PROPINSI BANTEN ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGEMBANGAN PEMBIBITAN (BREEDING)SAPI POTONG PADA PT LEMBU JANTAN PERKAS (LJP), SERANG, PROPINSI BANTEN Oleh: RONA PUTRIA A 14104687 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS

Lebih terperinci

ANALISIS EFEKTIVITAS KELOMPOK USAHA BERSAMA SEBAGAI PROGRAM PEMBERDAYAAN RAKYAT MISKIN PERKOTAAN

ANALISIS EFEKTIVITAS KELOMPOK USAHA BERSAMA SEBAGAI PROGRAM PEMBERDAYAAN RAKYAT MISKIN PERKOTAAN ANALISIS EFEKTIVITAS KELOMPOK USAHA BERSAMA SEBAGAI PROGRAM PEMBERDAYAAN RAKYAT MISKIN PERKOTAAN (Studi Kasus di Kecamatan Pesanggrahan, Jakarta Selatan) Oleh: MUTIARA PERTIWI A14304025 PROGRAM STUDI EKONOMI

Lebih terperinci

ANALISIS ALIRAN PERDAGANGAN TEH INDONESIA SEBELUM DAN SETELAH KRISIS MONETER. Oleh : ERWIN FAHRI A

ANALISIS ALIRAN PERDAGANGAN TEH INDONESIA SEBELUM DAN SETELAH KRISIS MONETER. Oleh : ERWIN FAHRI A ANALISIS ALIRAN PERDAGANGAN TEH INDONESIA SEBELUM DAN SETELAH KRISIS MONETER Oleh : ERWIN FAHRI A 14105542 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hutan menurut Undang-undang RI No. 41 Tahun 1999 adalah suatu kesatuan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hutan menurut Undang-undang RI No. 41 Tahun 1999 adalah suatu kesatuan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hutan Rakyat 1. Pengertian Hutan Rakyat Hutan menurut Undang-undang RI No. 41 Tahun 1999 adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN PEMASARAN KAYU SENGON GERGAJIAN (Studi Kasus di Kecamatan Cigudeg Kabupaten Bogor)

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN PEMASARAN KAYU SENGON GERGAJIAN (Studi Kasus di Kecamatan Cigudeg Kabupaten Bogor) ANALISIS NILAI TAMBAH DAN PEMASARAN KAYU SENGON GERGAJIAN (Studi Kasus di Kecamatan Cigudeg Kabupaten Bogor) Skripsi AHMAD MUNAWAR H 34066007 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN MOTIVASI KERJA KARYAWAN PABRIK KARET CRUMB RUBBER

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN MOTIVASI KERJA KARYAWAN PABRIK KARET CRUMB RUBBER ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN MOTIVASI KERJA KARYAWAN PABRIK KARET CRUMB RUBBER (CR) PERKEBUNAN SUKAMAJU, PT PERKEBUNAN NUSANTARA VIII, SUKABUMI Oleh : Ikhsan Saudy Syam A 14101613 PROGRAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia, hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto

Lebih terperinci

PENGELOLAAN LIMBAH CAIR INDUSTRI KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) DI PT AGROWIYANA, TUNGKAL ULU, TANJUNG JABUNG BARAT, JAMBI

PENGELOLAAN LIMBAH CAIR INDUSTRI KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) DI PT AGROWIYANA, TUNGKAL ULU, TANJUNG JABUNG BARAT, JAMBI PENGELOLAAN LIMBAH CAIR INDUSTRI KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) DI PT AGROWIYANA, TUNGKAL ULU, TANJUNG JABUNG BARAT, JAMBI Oleh PUGUH SANTOSO A34103058 PROGRAM STUDI AGRONOMI FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PRODUKSI OBAT TRADISIONAL PADA TAMAN SYIFA DI KOTA BOGOR, JAWA BARAT

OPTIMALISASI PRODUKSI OBAT TRADISIONAL PADA TAMAN SYIFA DI KOTA BOGOR, JAWA BARAT 1 OPTIMALISASI PRODUKSI OBAT TRADISIONAL PADA TAMAN SYIFA DI KOTA BOGOR, JAWA BARAT Oleh : NUR HAYATI ZAENAL A14104112 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HASIL PRODUKSI PEMBENIHAN IKAN GURAMI PETANI BERSERTIFIKAT SNI

ANALISIS PENDAPATAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HASIL PRODUKSI PEMBENIHAN IKAN GURAMI PETANI BERSERTIFIKAT SNI ANALISIS PENDAPATAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HASIL PRODUKSI PEMBENIHAN IKAN GURAMI PETANI BERSERTIFIKAT SNI (kasus di desa Beji Kecamatan Kedung Banteng Kabupaten Banyumas,Jawa Tengah) Oleh

Lebih terperinci

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA INDUSTRI KECIL OLAHAN CARICA

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA INDUSTRI KECIL OLAHAN CARICA ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA INDUSTRI KECIL OLAHAN CARICA (Studi Kasus pada Industri Kecil Olahan Carica di Kecamatan Mojotengah, Kabupaten Wonosobo) SKRIPSI SHINTA KARTIKA DEWI H34050442 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting dalam perekonomian nasional. Oleh karena itu, pembangunan ekonomi nasional abad ke- 21, masih akan tetap berbasis pertanian

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN PENYERAPAN TENAGA KERJA PADA SISTEM KEMITRAAN USAHA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT

ANALISIS PENDAPATAN DAN PENYERAPAN TENAGA KERJA PADA SISTEM KEMITRAAN USAHA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT ANALISIS PENDAPATAN DAN PENYERAPAN TENAGA KERJA PADA SISTEM KEMITRAAN USAHA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT (Kasus Pola Kemitraan di PT. Perkebunan Nusantara VI dan PT. Bakrie Pasaman Plantation, Kabupaten Pasaman

Lebih terperinci

MANAJEMEN PANEN DI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT

MANAJEMEN PANEN DI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT MANAJEMEN PANEN DI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) PANTAI BUNATI ESTATE, PT. SAJANG HEULANG, MINAMAS PLANTATION, TANAH BUMBU, KALIMANTAN SELATAN. Oleh ARDILLES AKBAR A34104058 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI GANYONG DI DESA SINDANGLAYA

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI GANYONG DI DESA SINDANGLAYA VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI GANYONG DI DESA SINDANGLAYA 7.1. Analisis Fungsi Produksi Analisis untuk kegiatan budidaya ganyong di Desa Sindanglaya ini dilakukan dengan memperhitungkan

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA DAN PENYERAPAN TENAGA KERJA INDUSTRI KECIL MOCHI DI KOTA SUKABUMI OLEH CENITA MELIANI H

ANALISIS KINERJA DAN PENYERAPAN TENAGA KERJA INDUSTRI KECIL MOCHI DI KOTA SUKABUMI OLEH CENITA MELIANI H ANALISIS KINERJA DAN PENYERAPAN TENAGA KERJA INDUSTRI KECIL MOCHI DI KOTA SUKABUMI OLEH CENITA MELIANI H14103045 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK SIFAT ANATOMI DAN FISIS SMALL DIAMETER LOG SENGON (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) DAN GMELINA (Gmelina arborea Roxb.

KARAKTERISTIK SIFAT ANATOMI DAN FISIS SMALL DIAMETER LOG SENGON (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) DAN GMELINA (Gmelina arborea Roxb. KARAKTERISTIK SIFAT ANATOMI DAN FISIS SMALL DIAMETER LOG SENGON (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) DAN GMELINA (Gmelina arborea Roxb.) FARIKA DIAN NURALEXA DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI MOBIL DI INDONESIA OLEH ANINDITO AJIRESWARA H

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI MOBIL DI INDONESIA OLEH ANINDITO AJIRESWARA H ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI MOBIL DI INDONESIA OLEH ANINDITO AJIRESWARA H14050754 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 2 RINGKASAN

Lebih terperinci

ANALISIS STRATEGI PEMASARAN DEPO PEMASARAN IKAN (DPI) AIR TAWAR SINDANGWANGI Kabupaten Majalengka, Jawa Barat. Oleh : WIDYA ANJUNG PERTIWI A

ANALISIS STRATEGI PEMASARAN DEPO PEMASARAN IKAN (DPI) AIR TAWAR SINDANGWANGI Kabupaten Majalengka, Jawa Barat. Oleh : WIDYA ANJUNG PERTIWI A ANALISIS STRATEGI PEMASARAN DEPO PEMASARAN IKAN (DPI) AIR TAWAR SINDANGWANGI Kabupaten Majalengka, Jawa Barat Oleh : WIDYA ANJUNG PERTIWI A14104038 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI VOLUME IMPOR KEDELAI INDONESIA

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI VOLUME IMPOR KEDELAI INDONESIA 1 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI VOLUME IMPOR KEDELAI INDONESIA OLEH POPY ANGGASARI H14104040 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 2 RINGKASAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kakao merupakan tanaman perkebunan yang memiliki peran cukup penting bagi perekonomian nasional, khususnya sebagai penyedia lapangan kerja, sumber pendapatan dan devisa

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RESPON PENAWARAN KAKAO DI INDONESIA OLEH SUNDORO ARY ARMANDA H

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RESPON PENAWARAN KAKAO DI INDONESIA OLEH SUNDORO ARY ARMANDA H ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RESPON PENAWARAN KAKAO DI INDONESIA OLEH SUNDORO ARY ARMANDA H14053975 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 RINGKASAN

Lebih terperinci

PRODUKSI TANDAN BUAH SEGAR KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) TM-9 PADA BERBAGAI KONSENTRASI PUPUK INJEKSI BATANG (II) Oleh AJI NUGRAHA A

PRODUKSI TANDAN BUAH SEGAR KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) TM-9 PADA BERBAGAI KONSENTRASI PUPUK INJEKSI BATANG (II) Oleh AJI NUGRAHA A PRODUKSI TANDAN BUAH SEGAR KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) TM-9 PADA BERBAGAI KONSENTRASI PUPUK INJEKSI BATANG (II) Oleh AJI NUGRAHA A34104040 PROGRAM STUDI AGRONOMI FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

V. PEMBAHASAN Perkembangan Produksi Pupuk Urea PT. Pupuk Kujang Produksi Pupuk Urea

V. PEMBAHASAN Perkembangan Produksi Pupuk Urea PT. Pupuk Kujang Produksi Pupuk Urea V. PEMBAHASAN 5.1. Perkembangan Produksi Pupuk Urea PT. Pupuk Kujang 5.1.1. Produksi Pupuk Urea ton 700.000 600.000 500.000 400.000 300.000 200.000 100.000 - Tahun Sumber : Rendal Produksi PT. Pupuk Kujang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam realita ekonomi dan sosial masyarakat di banyak wilayah di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. dalam realita ekonomi dan sosial masyarakat di banyak wilayah di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak masa kolonial sampai sekarang Indonesia tidak dapat lepas dari sektor perkebunan. Bahkan sektor ini memiliki arti penting dan menentukan dalam realita ekonomi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki wilayah hutan yang

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki wilayah hutan yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki wilayah hutan yang cukup luas yaitu sekitar 127 juta ha. Luas hutan ini tersebar di seluruh pulau dengan luas yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Karet (Hevea brasiliensis) berasal dari Brazil. Negara tersebut mempunyai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Karet (Hevea brasiliensis) berasal dari Brazil. Negara tersebut mempunyai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Budidaya Tanaman Karet Karet (Hevea brasiliensis) berasal dari Brazil. Negara tersebut mempunyai iklim dan hawa yang sama panasnya dengan negeri kita, karena itu karet mudah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Herawati (2008) menyimpulkan bahwa bersama-bersama produksi modal, bahan

TINJAUAN PUSTAKA. Herawati (2008) menyimpulkan bahwa bersama-bersama produksi modal, bahan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Penelitian ini berisi tentang perkembangan oleokimia dan faktor apa saja yang memengaruhi produksi olekomian tersebut. Perkembangan ekspor oleokimia akan

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH PUPUK BERSUBSIDI TERHADAP KINERJA INDUSTRI PUPUK DI INDONESIA

ANALISIS PENGARUH PUPUK BERSUBSIDI TERHADAP KINERJA INDUSTRI PUPUK DI INDONESIA i ANALISIS PENGARUH PUPUK BERSUBSIDI TERHADAP KINERJA INDUSTRI PUPUK DI INDONESIA OLEH DESI PUSPO RINI H14102080 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 ii

Lebih terperinci

PENGARUH INVESTASI DAN PERTUMBUHAN DI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP JUMLAH TENAGA KERJA SEKTOR PERTANIAN SKRIPSI MUHAMMAD ISMAIL MAHIR RANGKUTI A

PENGARUH INVESTASI DAN PERTUMBUHAN DI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP JUMLAH TENAGA KERJA SEKTOR PERTANIAN SKRIPSI MUHAMMAD ISMAIL MAHIR RANGKUTI A PENGARUH INVESTASI DAN PERTUMBUHAN DI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP JUMLAH TENAGA KERJA SEKTOR PERTANIAN SKRIPSI MUHAMMAD ISMAIL MAHIR RANGKUTI A14104585 PROGRAM EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS KEPUASAN KERJA KARYAWAN PT PERKEBUNAN NUSANTARA VIII (Di Perkebunan Cisalak Baru-Bantarjaya, Kabupaten Lebak)

ANALISIS KEPUASAN KERJA KARYAWAN PT PERKEBUNAN NUSANTARA VIII (Di Perkebunan Cisalak Baru-Bantarjaya, Kabupaten Lebak) ANALISIS KEPUASAN KERJA KARYAWAN PT PERKEBUNAN NUSANTARA VIII (Di Perkebunan Cisalak Baru-Bantarjaya, Kabupaten Lebak) Oleh : ASTRID INDAH LESTARI A14103027 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

menggunakan fungsi Cobb Douglas dengan metode OLS (Ordinary Least

menggunakan fungsi Cobb Douglas dengan metode OLS (Ordinary Least III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder dan data primer. Data primer diperoleh dari wawancara langsung dengan pegawai divisi produksi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hutan memiliki banyak fungsi salah satunya fungsi ekonomi. Fungsi hutan

I. PENDAHULUAN. Hutan memiliki banyak fungsi salah satunya fungsi ekonomi. Fungsi hutan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki luas wilayah 750 juta hektar (ha) dengan luas daratan sekitar 187.91 juta ha. Sebesar 70 persen dari daratan tersebut merupakan kawasan hutan. Berdasarkan

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PRODUKSI KAIN TENUN SUTERA PADA CV BATU GEDE DI KECAMATAN TAMANSARI KABUPATEN BOGOR

OPTIMALISASI PRODUKSI KAIN TENUN SUTERA PADA CV BATU GEDE DI KECAMATAN TAMANSARI KABUPATEN BOGOR OPTIMALISASI PRODUKSI KAIN TENUN SUTERA PADA CV BATU GEDE DI KECAMATAN TAMANSARI KABUPATEN BOGOR SKRIPSI MAULANA YUSUP H34066080 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam menyumbangkan pendapatan

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA KELEMBAGAAN AGRIBISNIS DAN EFISIENSI TEKNIK USAHATANI PADI

ANALISIS KINERJA KELEMBAGAAN AGRIBISNIS DAN EFISIENSI TEKNIK USAHATANI PADI ANALISIS KINERJA KELEMBAGAAN AGRIBISNIS DAN EFISIENSI TEKNIK USAHATANI PADI (Kasus Petani Binaan Lembaga Pertanian Sehat, Kab. Bogor, Jawa Barat) Oleh : Amir Mutaqin A08400033 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat secara ekonomi dengan ditunjang oleh faktor-faktor non ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat secara ekonomi dengan ditunjang oleh faktor-faktor non ekonomi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses perubahan yang dilakukan melalui upaya-upaya terencana untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara ekonomi dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Tanaman Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) dalam Hutan Tanaman adalah izin usaha yang diberikan untuk memanfaatkan hasil hutan berupa kayu dalam Hutan

Lebih terperinci

KELAYAKAN PENGEMBANGAN USAHA AKARWANGI (Andropogon Zizanoid) PADA KONDISI RISIKO DI KABUPATEN GARUT. Oleh: NIA ROSIANA A

KELAYAKAN PENGEMBANGAN USAHA AKARWANGI (Andropogon Zizanoid) PADA KONDISI RISIKO DI KABUPATEN GARUT. Oleh: NIA ROSIANA A KELAYAKAN PENGEMBANGAN USAHA AKARWANGI (Andropogon Zizanoid) PADA KONDISI RISIKO DI KABUPATEN GARUT Oleh: NIA ROSIANA A14104045 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS INPUT-OUTPUT PERANAN INDUSTRI MINYAK GORENG DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH: NURLAELA WIJAYANTI H

ANALISIS INPUT-OUTPUT PERANAN INDUSTRI MINYAK GORENG DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH: NURLAELA WIJAYANTI H ANALISIS INPUT-OUTPUT PERANAN INDUSTRI MINYAK GORENG DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH: NURLAELA WIJAYANTI H14101038 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADA PETERNAKAN AYAM RAS PEDAGING MITRA CV. JANU PUTRO DI KEC. PAMIJAHAN KAB. BOGOR

OPTIMALISASI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADA PETERNAKAN AYAM RAS PEDAGING MITRA CV. JANU PUTRO DI KEC. PAMIJAHAN KAB. BOGOR OPTIMALISASI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADA PETERNAKAN AYAM RAS PEDAGING MITRA CV. JANU PUTRO DI KEC. PAMIJAHAN KAB. BOGOR OLEH ARI MURNI A 14103515 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN BAWANG PUTIH IMPOR DI INDONESIA. Oleh: JUMINI A

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN BAWANG PUTIH IMPOR DI INDONESIA. Oleh: JUMINI A ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN BAWANG PUTIH IMPOR DI INDONESIA Oleh: A 14105565 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN.

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN ULAT SUTERA

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN ULAT SUTERA ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN ULAT SUTERA (Studi Kasus pada Peternakan Ulat Sutera Bapak Baidin, Desa Karyasari, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor) SKRIPSI MADA PRADANA H34051579 DEPARTEMEN AGRIBISNIS

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Pendapatan Usahatani Suratiyah (2006), mengatakan bahwa usahatani sebagai ilmu yang mempelajari cara-cara petani menentukan, mengorganisasikan

Lebih terperinci

Salah satu tanaman hortikultura yang memiliki peranan cukup penting adalah

Salah satu tanaman hortikultura yang memiliki peranan cukup penting adalah ROZFAULINA. ' Analisis Pendapatan dan Produksi Usahatani Cabai Merah Keriting, kasus Tiga Desa di Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat (Dibimbing oleh NUNUNG KUSNADI). Salah satu tanaman

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PENGADAAN DAN DISTRIBUSI SAYURAN SEGAR DI CV X, KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT. Oleh : RIFA ATUL AMALIA HELMY A

OPTIMALISASI PENGADAAN DAN DISTRIBUSI SAYURAN SEGAR DI CV X, KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT. Oleh : RIFA ATUL AMALIA HELMY A OPTIMALISASI PENGADAAN DAN DISTRIBUSI SAYURAN SEGAR DI CV X, KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Oleh : RIFA ATUL AMALIA HELMY A14104030 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. kandang dan bibit terhadap penerimaan usaha, dengan subjek penelitian peternak

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. kandang dan bibit terhadap penerimaan usaha, dengan subjek penelitian peternak 24 III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek dan Subjek Penelitian Objek penelitian yang diamati yaitu pengaruh aplikasi teknologi pakan, kandang dan bibit terhadap penerimaan usaha, dengan subjek penelitian

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN PRODUKSI CABANG USAHATANI CABAI MERAH. Oleh : EKO HENDRAWANTO A

ANALISIS PENDAPATAN DAN PRODUKSI CABANG USAHATANI CABAI MERAH. Oleh : EKO HENDRAWANTO A ANALISIS PENDAPATAN DAN PRODUKSI CABANG USAHATANI CABAI MERAH Oleh : EKO HENDRAWANTO A14105535 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN EKO

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor ekonomi yang utama di negara-negara berkembang. Peranan atau kontribusi sektor pertanian dalam pembangunan ekonomi suatu negara menduduki

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN EKSPOR KARET ALAM INDONESIA. Oleh : AYU LESTARI A

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN EKSPOR KARET ALAM INDONESIA. Oleh : AYU LESTARI A ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN EKSPOR KARET ALAM INDONESIA Oleh : AYU LESTARI A14102659 PROGRAM STUDI EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Sistem Budidaya Padi Konvensional Menurut Muhajir dan Nazaruddin (2003) Sistem budidaya padi secara konvensional di dahului dengan pengolahan

Lebih terperinci

ANALISIS RISIKO PRODUKSI DAUN POTONG Di PT PESONA DAUN MAS ASRI, CIAWI KABUPATEN BOGOR, JAWABARAT

ANALISIS RISIKO PRODUKSI DAUN POTONG Di PT PESONA DAUN MAS ASRI, CIAWI KABUPATEN BOGOR, JAWABARAT ANALISIS RISIKO PRODUKSI DAUN POTONG Di PT PESONA DAUN MAS ASRI, CIAWI KABUPATEN BOGOR, JAWABARAT SKRIPSI NUR AMALIA SAFITRI H 34066094 PROGRAM SARJANA PENYELENGGARAAN KHUSUS DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB VI ANALISIS PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA DI KELAPA DUA

BAB VI ANALISIS PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA DI KELAPA DUA BAB VI ANALISIS PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA DI KELAPA DUA 6.1. Analisis Fungsi Produksi Model fungsi produksi yang digunakan adalah model fungsi Cobb- Douglas. Faktor-faktor produksi yang diduga

Lebih terperinci

RINGKASAN DWITA MEGA SARI. Analisis Daya Saing dan Strategi Ekspor Kelapa Sawit (CPO) Indonesia di Pasar Internasional (dibimbing oleh HENNY REINHARDT

RINGKASAN DWITA MEGA SARI. Analisis Daya Saing dan Strategi Ekspor Kelapa Sawit (CPO) Indonesia di Pasar Internasional (dibimbing oleh HENNY REINHARDT ANALISIS DAYA SAING DAN STRATEGI EKSPOR KELAPA SAWIT (CPO) INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL OLEH DWITA MEGA SARI H14104083 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PRODUKSI KARET OLAHAN RIBBED SMOKED SHEET (Kasus : Perkebunan Widodaren, Kabupaten Jember, Jawa Timur) OLEH JUVENA ELIZABETH A

OPTIMALISASI PRODUKSI KARET OLAHAN RIBBED SMOKED SHEET (Kasus : Perkebunan Widodaren, Kabupaten Jember, Jawa Timur) OLEH JUVENA ELIZABETH A OPTIMALISASI PRODUKSI KARET OLAHAN RIBBED SMOKED SHEET (Kasus : Perkebunan Widodaren, Kabupaten Jember, Jawa Timur) OLEH JUVENA ELIZABETH A14103102 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

OLEH MAYA ROSMAYATI H

OLEH MAYA ROSMAYATI H PENGARUH KENAIKAN HARGA BAHAN BAKAR MINYAK TERHADAP PENDAPATAN USAHA KECIL DAN MENENGAH (Kasus : UKM Kerupuk di Kecamatan Cikoneng, Kabupaten Ciamis, Jabar) OLEH MAYA ROSMAYATI H 14104057 DEPARTEMEN ILMU

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki wilayah hutan yang luas, yaitu sekitar 127 juta ha. Pulau Kalimantan dan Sumatera menempati urutan kedua dan ketiga wilayah hutan

Lebih terperinci

PENGARUH PENERAPAN METODE SRI DAN METODE KONVENSIONAL TERHADAP PENDAPATAN USAHATANI PADI (Studi Kasus Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat)

PENGARUH PENERAPAN METODE SRI DAN METODE KONVENSIONAL TERHADAP PENDAPATAN USAHATANI PADI (Studi Kasus Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat) PENGARUH PENERAPAN METODE SRI DAN METODE KONVENSIONAL TERHADAP PENDAPATAN USAHATANI PADI (Studi Kasus Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat) ERY FEBRURIANI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA KAMPOENG TERNAK DOMPET DHUAFA REPUBLIKA DENGAN PENDEKATAN BALANCED SCORECARD. Oleh : AHMAD JAM AN A

ANALISIS KINERJA KAMPOENG TERNAK DOMPET DHUAFA REPUBLIKA DENGAN PENDEKATAN BALANCED SCORECARD. Oleh : AHMAD JAM AN A ANALISIS KINERJA KAMPOENG TERNAK DOMPET DHUAFA REPUBLIKA DENGAN PENDEKATAN BALANCED SCORECARD Oleh : AHMAD JAM AN A 14105506 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

EVALUASI PENERAPAN BUDAYA PERUSAHAAN (CORPORATE CULTURE) OLEH KARYAWAN PT. KIMIA TIRTA UTAMA. Oleh: Zakiah Arifin A

EVALUASI PENERAPAN BUDAYA PERUSAHAAN (CORPORATE CULTURE) OLEH KARYAWAN PT. KIMIA TIRTA UTAMA. Oleh: Zakiah Arifin A EVALUASI PENERAPAN BUDAYA PERUSAHAAN (CORPORATE CULTURE) OLEH KARYAWAN PT. KIMIA TIRTA UTAMA Oleh: Zakiah Arifin A14102030 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Produksi Produksi merupakan serangkaian proses dalam penggunaan berbagai input yang ada guna menghasilkan output tertentu. Produksi

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Teori Produksi Produksi atau memproduksi menurut Putong (2002) adalah menambah kegunaan (nilai-nilai guna) suatu barang. Kegunaan suatu barang

Lebih terperinci

POTENSI PASAR BANK YANG BERBASIS AGRIBISNIS BAGI PENGEMBANGAN PT. BANK BUKOPIN, TBK CABANG KARAWANG DI WILAYAH KABUPATEN PURWAKARTA

POTENSI PASAR BANK YANG BERBASIS AGRIBISNIS BAGI PENGEMBANGAN PT. BANK BUKOPIN, TBK CABANG KARAWANG DI WILAYAH KABUPATEN PURWAKARTA POTENSI PASAR BANK YANG BERBASIS AGRIBISNIS BAGI PENGEMBANGAN PT. BANK BUKOPIN, TBK CABANG KARAWANG DI WILAYAH KABUPATEN PURWAKARTA SKRIPSI EMMY WARDHANI A14102528 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS

Lebih terperinci

ANALISIS PERMINTAAN DAN PENAWARAN INDUSTRI KECAP DI INDONESIA OLEH RINA MARYANI H

ANALISIS PERMINTAAN DAN PENAWARAN INDUSTRI KECAP DI INDONESIA OLEH RINA MARYANI H ANALISIS PERMINTAAN DAN PENAWARAN INDUSTRI KECAP DI INDONESIA OLEH RINA MARYANI H14103070 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 RINGKASAN RINA MARYANI. Analisis

Lebih terperinci

KESENJANGAN PRODUKSI DAN EKSPOR PRODUK PERTANIAN ANTARA KAWASAN BARAT DENGAN KAWASAN TIMUR INDONESIA. Disusun Oleh: Ainun Mardiah A

KESENJANGAN PRODUKSI DAN EKSPOR PRODUK PERTANIAN ANTARA KAWASAN BARAT DENGAN KAWASAN TIMUR INDONESIA. Disusun Oleh: Ainun Mardiah A KESENJANGAN PRODUKSI DAN EKSPOR PRODUK PERTANIAN ANTARA KAWASAN BARAT DENGAN KAWASAN TIMUR INDONESIA Disusun Oleh: Ainun Mardiah A14303053 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan proses produksi yang khas didasarkan pada proses

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan proses produksi yang khas didasarkan pada proses I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan proses produksi yang khas didasarkan pada proses pertumbuhan tanaman dan hewan. Pembangunan pertanian diarahkan pada berkembangnya pertanian yang maju,

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI AGRONOMI FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

PROGRAM STUDI AGRONOMI FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 1 ANALISIS PUCUK TANAMAN TEH (Camellia sinensis (L.) O. Kuntze) DI PERKEBUNAN RUMPUN SARI KEMUNING, PT SUMBER ABADI TIRTASENTOSA, KARANGANYAR, JAWA TENGAH Oleh Wahyu Kusuma A34104041 PROGRAM STUDI AGRONOMI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Fungsi produksi adalah hubungan di antara faktor-faktor produksi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Fungsi produksi adalah hubungan di antara faktor-faktor produksi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Uraian Teoritis 2.1.1. Fungsi Produksi Fungsi produksi adalah hubungan di antara faktor-faktor produksi terhadap jumlah output yang dihasilkan. Kegiatan produksi bertujuan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT 5.1 Produk Kelapa Sawit 5.1.1 Minyak Kelapa Sawit Minyak kelapa sawit sekarang ini sudah menjadi komoditas pertanian unggulan

Lebih terperinci

Oleh : Apollonaris Ratu Daton A

Oleh : Apollonaris Ratu Daton A ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAMBU MENTE (Anacardium Occidentale L.) (Kasus di Desa Ratulodong, Kecamatan Tanjung Bunga, Kabupaten Flores Timur, Propinsi Nusa Tenggara Timur ) Oleh : Apollonaris Ratu

Lebih terperinci

EFISIENSI PENGGUNAAN INPUT DAN ANALISIS FINANSIAL PADA USAHA PENDEDERAN IKAN LELE DUMBO DI KECAMATAN CISEENG KABUPATEN BOGOR

EFISIENSI PENGGUNAAN INPUT DAN ANALISIS FINANSIAL PADA USAHA PENDEDERAN IKAN LELE DUMBO DI KECAMATAN CISEENG KABUPATEN BOGOR EFISIENSI PENGGUNAAN INPUT DAN ANALISIS FINANSIAL PADA USAHA PENDEDERAN IKAN LELE DUMBO DI KECAMATAN CISEENG KABUPATEN BOGOR ADY ERIADY WIBAWA SKRIPSI PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS DAN EKONOMI PERIKANAN-KELAUTAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia salah satunya di Provinsi Sumatera Selatan. Pertanian

I. PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia salah satunya di Provinsi Sumatera Selatan. Pertanian 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Usaha di bidang pertanian merupakan sumber mata pencaharian pokok bagi masyarakat Indonesia salah satunya di Provinsi Sumatera Selatan. Pertanian berperan sangat

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PRODUKSI SUSU OLAHAN (Studi Kasus : Unit Usaha Sapi Perah KUD Mitrayasa, Kecamatan Pagerageung, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat)

OPTIMALISASI PRODUKSI SUSU OLAHAN (Studi Kasus : Unit Usaha Sapi Perah KUD Mitrayasa, Kecamatan Pagerageung, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat) OPTIMALISASI PRODUKSI SUSU OLAHAN (Studi Kasus : Unit Usaha Sapi Perah KUD Mitrayasa, Kecamatan Pagerageung, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat) Oleh : SIESKA RIDYAWATI A14103047 PROGRAM STUDI MANAJEMEN

Lebih terperinci

Oleh : EBRINEDY HALOHO A

Oleh : EBRINEDY HALOHO A ANALISIS OPTIMALISASI PENGADAAN TANDAN BUAH SEGAR (TBS) SEBAGAI BAHAN BAKU INDUSTRI PENGOLAHAN CRUDE PALM OIL (CPO) DAN PALM KERNEL (PK) (Studi Kasus Kegiatan Replanting PT. Perkebunan Nusantara VIII,

Lebih terperinci

ALOKASI PENGGUNAAN INPUT DAN ANALISIS FINANSIAL PADA USAHA PEMBESARAN IKAN GUPPY DI DESA PARIGI MEKAR, KECAMATAN CISEENG KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT

ALOKASI PENGGUNAAN INPUT DAN ANALISIS FINANSIAL PADA USAHA PEMBESARAN IKAN GUPPY DI DESA PARIGI MEKAR, KECAMATAN CISEENG KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT ALOKASI PENGGUNAAN INPUT DAN ANALISIS FINANSIAL PADA USAHA PEMBESARAN IKAN GUPPY DI DESA PARIGI MEKAR, KECAMATAN CISEENG KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT FANJIYAH WULAN ANGRAINI SKRIPSI PROGRAM STUDI MANAJEMEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki kekayaan alam yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki kekayaan alam yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki kekayaan alam yang melimpah. Salah satunya adalah kekayaan sumber daya alam berupa hutan. Sebagian dari hutan tropis

Lebih terperinci

DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DI SEKTOR INDUSTRI CPO TERHADAP KESEIMBANGAN PASAR MINYAK GORENG SAWIT DALAM NEGERI OLEH WIDA KUSUMA WARDANI H

DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DI SEKTOR INDUSTRI CPO TERHADAP KESEIMBANGAN PASAR MINYAK GORENG SAWIT DALAM NEGERI OLEH WIDA KUSUMA WARDANI H DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DI SEKTOR INDUSTRI CPO TERHADAP KESEIMBANGAN PASAR MINYAK GORENG SAWIT DALAM NEGERI OLEH WIDA KUSUMA WARDANI H14104036 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

VI. ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI PADI SAWAH VARIETAS CIHERANG DI GAPOKTAN TANI BERSAMA

VI. ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI PADI SAWAH VARIETAS CIHERANG DI GAPOKTAN TANI BERSAMA VI. ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI PADI SAWAH VARIETAS CIHERANG DI GAPOKTAN TANI BERSAMA 6.1 Analisis Fungsi produksi Padi Sawah Varietas Ciherang Analisis dalam kegiatan produksi padi sawah varietas ciherang

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI IMPOR KACANG KEDELAI NASIONAL PERIODE

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI IMPOR KACANG KEDELAI NASIONAL PERIODE ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI IMPOR KACANG KEDELAI NASIONAL PERIODE 1987 2007 OLEH TRI PURWANTO H14094001 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

Lebih terperinci

MANFAAT KEMITRAAN AGRIBISNIS BAGI PETANI MITRA

MANFAAT KEMITRAAN AGRIBISNIS BAGI PETANI MITRA MANFAAT KEMITRAAN AGRIBISNIS BAGI PETANI MITRA (Kasus: Kemitraan PT Pupuk Kujang dengan Kelompok Tani Sri Mandiri Desa Majalaya Kecamatan Majalaya Kabupaten Karawang, Provinsi Jawa Barat) Oleh : ACHMAD

Lebih terperinci