Hirwan Hamidi Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian UNRAM

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Hirwan Hamidi Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian UNRAM"

Transkripsi

1 183 KETERKAITAN ANTAR PELAKU DAN IMPLIKASINYA TERHADAP KEBERLANJUTAN KEMITRAAN AGRIBISNIS TEMBAKAU VIRGINIA DI PULAU LOMBOK INTERCONNECTEDNESS AMONG STAKEHOLDERS, AND ITS IMPLICATIONS FOR THE SUSTAINABILITY OF PARTNERSHIP IN VIRGINIA TOBACCO AGRIBUSINESS ON LOMBOK ISLAND Hirwan Hamidi Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian UNRAM ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis keterkaitan antar pelaku, dan implikasinya terhadap keberlanjutan kemitraan dalam agribisnis tembakau virginia di Pulau Lombok. Survei dilakukan di dua kabupaten sentra produksi tembakau virginia, yaitu Kabupaten Lombok Tengah dan Kabupaten Lombok Timur. Metode analisis yang digunakan adalah analisis kelembagaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa agribisnis tembakau virginia di Pulau Lombok melibatkan empat pelaku, yaitu petani mitra, petani swadaya, perusahaan mitra, dan pembeli gelap. Keempat pelaku tersebut memiliki keterkaitan dalam pasar input maupun output. Adanya pelaku lain di luar pelaku yang bermitra, khususnya pembeli gelap berimplikasi terhadap terancamnya keberlanjutan kemitraan yang telah dibangun lebih dari 20 tahun. Karena itu disarankan kepada Pemerintah Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat untuk menyempurnakan regulasi Keputusan Gubernur NTB Nomor:2 Tahun 2007, dengan memasukkan substantasi pembeli gelap ini secara eksplisit. ABSTRACT This research aimed at analyzing interconnectedness among stakeholders, and its implications for the sustainability of partnership in Virginia Tobacco agribusiness on Lombok Island. Survey was carried out in two regencies which are the centres of Virginia Tobacco production, i.e. Central and East Lombok. Institutional analysis was applied. The findings indicate that Virginia Tobacco agribusiness in Lombok involved four parties, i.e. partner farmers, self financed farmers, partner companies, and black market buyers. The four parties have interconnections in the markets of inputs and outputs. The existence of other players who are not partners, especially the black market buyers, can be a threat to the sustainability of partnership that has been running for more than 20 years. Therefore, it is recommended that the Government of West Nusa Tenggara Province revise the Governor s decree No. 2, 2007, by explicitly including the substances of black market buyers. Kata kunci: Keterkaitan, pelaku, keberlanjutan, kemitraan Key words: interconnectedness, stakeholders, sustainability, partnership PENDAHULUAN Pengembangan tembakau virginia di Pulau Lombok dimulai tahun 1969 yang diawali dengan pelaksanaan ujicoba pada tahun 1968 oleh PT. Faroka SA. Hasil ujicoba tersebut tampaknya cukup baik sehingga mendorong minat beberapa pengusaha tembakau seperti PT. Gabungan Impor-Ekspor Bali (GIEB), PT. BAT Indonesia dan PTP XXVII mulai memasuki bisnis tembakau virginia dalam subsistem usahatani pada tahun Dalam operasionalnya, perusahaan-perusahaan tersebut melibatkan dan membina petani hanya dari sisi budidaya, sistem pengembangan bersifat bebas, pengolahan dilakukan sendiri oleh perusahaan dengan cara membeli daun basah dari petani. Pada tahun 1980, PT. Jarum mulai memasuki bisnis tembakau virginia di Pulau Lombok dengan pola yang sama dengan perusahaan-perusahaan yang lebih dahulu masuk. Masuknya PT. Jarum tidak membuat perkembangan usahatani tembakau virginia tumbuh dengan cepat. Dalam perkembangannya, mengingat tembakau virginia Lombok memiliki mutu setara dengan tembakau impor, terutama dari USA, Brazil dan Zimbabwe serta warna dan aromanya yang khas (Surachmad, 2002), maka pada tahun-tahun berikutnya banyak perusahaanperusahaan rokok/tembakau lainnya juga memasuki bisnis ini. Pada tahun 2006 jumlah perusahaan pengelola meningkat menjadi tigabelas, yaitu CV. Trisno Adi, PT. Sadhana Arif Nusa, KUD Tunggal Kayun, PT. Philip Morris Agroteksos Vol.17 No.3 Desember 2007

2 184 Ind, PT. BAT Indonesia Tbk, PT. Djarum, PT. Glora Djaya, UD Nyoto Permadi, UD. Cakrawala, PT. Ind. Indah Tobacco Citra Niaga, PT. Indonesia Dwi Sembilan, UD. Keluarga Sakti, dan CV. Karya Putra Makmur (Keputusan Gubernur NTB Nomor: 2 Tahun 2007). Dalam agribisnis tembakau virginia di Pulau Lombok, hasil penelitian Hamidi et al. (2005) menunjukkan bahwa di samping para pelaku yang bermitra juga terdapat pelaku lain yang terlibat, yaitu petani yang tidak ikut serta dalam kemitraan (swadaya) dan pembeli gelap 1 yang hanya datang ketika musim panen raya tembakau. Sayangnya, penelitian tersebut belum mengungkap tentang bagaimana keterkaitan antar pelaku dan implikasinya terhadap keberlanjutan kemitraan. Karena itulah, penelitian ini mencoba untuk menganalisisnya dengan harapan dapat memperkaya teori New Institutional Economics (NIE) sebagai basis teori kemitraan pertanian (contract farming) dan meminimalisir keterancaman keberlangsungan kemitraan yang telah dibangun lebih dari 20 tahun. METODE PENELITIAN Pengumpulan Data dan Sampling Wilayah Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode survei melalui wawancara dengan para pelaku usahatani tembakau yang dipandu kuesioner. Penentuan lokasi sampel menggunakan metode multiple stage sampling, yaitu suatu sampel yang ditarik secara bertingkat mulai dari tingkat kabupaten hingga tingkat desa. Survei dilakukan di lima desa, masing-masing Desa Lekor dan Desa Montong Gamang untuk Kabupaten Lombok Tengah dan Desa Rarang, Desa Rumbuk, dan Desa Sakra untuk Kabupaten Lombok Timur. Penentuan desa-desa tersebut didasarkan atas dasar pertimbangan luas areal pengembangan tembakau virginia terluas pada masing-masing kecamatan. Jumlah Responen Penentuan besarnya jumlah sampel responden petani dalam penelitian ini digunakan rumus sebagai berikut (Sugiarto et al., 2003:60): 2 2 NZ S n = Nd + Z S di mana: n = total sampel N = total populasi Z = nilai distribusi normal baku (tabel-z) pada α 0,05 d = besarnya toleransi penyimpangan S = nilai varian lahan usahatani tembakau virginia petani Berdasarkan hasil pendataan petani tembakau virginia oleh Dinas Perkebunan dan Kehutanan di dua kabupaten Lombok Timur dan Lombok Tengah tahun 2006 diketahui bahwa jumlah populasi petani tembakau adalah orang. Dari hasil perhitungan ditemukan bahwa nilai varian lahan usahatani petani adalah 0, Dengan tingkat kepercayaan 95 persen atau toleransi penyimpangan (d) sebesar 5 persen, maka ukuran sampel yang diambil adalah 102 orang. Alokasi sampel responden per desa sampel dilakukan secara proporsional berdasarkan populasi petani masing-masing desa. Analisis Data Data yang terkumpul dari hasil survei, kemudian dianalisis dengan analisis kelembagaan, yaitu mengelaborasi keterkaitan antar pelaku dalam agribisnis tembakau virginia di Pulau Lombok. Dalam analisis ini ditelaah bagaimana keterkaitan petani mitra dengan perusahaan mitranya berlangsung. Demikian pula keterkaitannya dengan pelaku lain seperti perusahaan mitra lain, pembeli gelap, dan petani swadaya baik dalam hal keterkaitan input maupun output. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian menunjukkan, bahwa Agribisnis tembakau virginia di Pulau Lombok melibatkan empat pelaku yaitu petani mitra, petani swadaya, perusahaan mitra, dan pembeli gelap. Keempat pelaku tersebut memiliki keterkaitan dalam pasar input maupun output. Secara ringkas keterkaitan antar pelaku dalam agribisnis tembakau virginia di Pulau Lombok disajikan pada Gambar 1. 1 Pembeli gelap adalah institusi atau individu yang membeli tembakau virginia dari petani mitra dan swadaya yang tidak memiliki ijin pembelian dan Gubernur Nusa Tenggara Barat. H. Hamidi: Keterkaitan antar pelaku

3 185 PETANI MITRA PERUSAHAAN MITRA PETANI TEMBAKAU VIRGINIA PEMBELI GELAP PETANI NON MITRA Gambar 1. Keterkaitan Antar Pelaku Dalam Agribisnis Tembakau Virginia di Pulau Lombok Keterkaitan Petani Mitra dengan Pelaku lain Menurut Peraturan Gubernur Nusa Tenggara Barat nomor 2 tahun 2007 tentang petunjuk pelaksanaan Peraturan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat nomor 4 tahun 2006 tentang usaha budidaya dan kemitraan perkebunan tembakau virginia, bahwa setiap perusahaan yang berkeinginan memasuki bisnis pertembakauan di Pulau Lombok diwajibkan untuk bermitra dengan petani tembakau. Kewajibankewajiban perusahaan sebagaimana diatur dalam Peraturan Gubernur Nusa Tenggara Barat nomor 2 tahun 2007 ditindaklanjuti dengan surat perjanjian kerjasama antara perusahaan dengan petani mitranya yang sifatnya mengikat kedua belah pihak. Berdasarkan pasal 3 perjanjian kemitraan yang disepakati, perusahaan pengelola berkewajiban melakukan pembinaan, memberikan dukungan sarana produksi pertanian, mengupayakan modal kepada lembaga keuangan/bank, melakukan riset dan transfer teknologi guna menghasilkan mutu tembakau virginia yang berkualitas tinggi, dan membeli tembakau hasil produksi petani mitranya. Dasar keputusan sehingga petani tembakau virginia untuk bermitra dengan perusahaan tampaknya lebih mendasarkan diri pada azas rasionalitas. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa keseluruhan petani tembakau mitra (100%) mengatakan, bahwa motif utama mereka sehingga memutuskan untuk bermitra dengan perusahaan pengelola adalah (i) terjaminnya pasar hasil produksi tembakau virginia dan (ii) diberikannya bantuan input produksi dalam bentuk kredit seperti benih, pupuk, pestisida, uang tunai, dan bahan bakar minyak tanah serta pembinaan teknis. Dasar keputusan petani tembakau virginia untuk bermitra tersebut sesuai dengan pendapat Glover (1994), bahwa petani ikut bermitra untuk mengurangi risiko produksi dan pemasaran. Penyediaan input-input produksi seperti benih, pupuk, dan pestisida oleh perusahaan agribisnis dapat mengurangi ketidakpastian ketersediaannya, kualitas, dan biaya. Berdasarkan uraian di atas, terdapat dua macam keterkaitan petani tembakau mitra dengan perusahaan mitranya, yaitu keterkaitan input dan output. Dalam hal keterkaitan input, perusahaan mitra menyediakan input-input produksi benih, pupuk, pestisida, bahan bakar, tikar, tali goni, dan uang tunai kepada petani mitranya dalam bentuk paket kredit yang akan dibayar setelah panen. Seluruh petani mitra mengatakan bahwa paket input produksi yang diberikan perusahaan mitranya telah sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati dengan perusahaan mitranya. Jumlah pupuk, pestisida, zat pengatur tumbuh (tamex dan prowl), minyak tanah, dan uang tunai telah sesuai dengan kesepakatan, yaitu 550 kg pupuk NPK, 200 kg KNO 3, masing-masing 1 liter dan 1 kg insektisida, 2,5 liter zat pengatur tumbuh, liter (12,72 drum) minyak tanah dan uang tunai sebesar Rp 2 juta per hektarnya. Dalam hal keterkaitan output, perusahaan mitra memiliki keterkaitan yang sangat kuat dengan petani mitranya. Menurut Artur (2005), dibuatnya kontrak tertulis oleh perusahaan mitra dengan petani mitranya bertujuan untuk meminimalisasi biaya transaksi dan ketidakpastian penyediaan kuantitas dan kualitas output Agroteksos Vol.17 No.3 Desember 2007

4 186 dalam mengoptimalkan kapasitas proses produksinya. Dalam konteks keterkaitan output ini, hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak semua petani tembakau mitra menjual keseluruhan outputnya ke perusahaan mitranya. Ditemukan bahwa 55,88 persen petani mitra selain menjual tembakaunya ke perusahaan mitranya juga menjual ke pembeli gelap (35,29%) dan ke perusahaan mitra lain yang dititip melalui petani mitra (8,83%). Sebagian besar (55,26%) beralasan bahwa dengan kualitas output tertentu harga yang diterima lebih tinggi di perusahaan mitra lain/pembeli gelap dibanding dengan harga di perusahaan mitranya. Ditemukan pula sekitar 26,31 persen petani beralasan takut dipotong utang kreditnya di perusahaan karena utangnya di rentenir sudah jatuh tempo. Temuan ini memberikan petunjuk bahwa petani mitra juga memiliki keterkaitan dengan pembeli gelap dan sesama petani mitra dalam pasar output. Dengan kata lain, di dalam kontrak kemitraan agribisnis tembakau virginia di Pulau Lombok petani peserta kemitraan telah menyimpang dari kontrak yang disepakati. Kondisi ini tidak sejalan dengan tujuan dibuatnya kontrak tertulis sebagaimana dikatakan oleh Artur (2005) maupun Wolf et al. (2001), bahwa kontrak dibuat untuk mengurangi timbulnya moral hazard dan meminimalisasi ketidakpastian penyediaan kuantitas dan kualitas output bagi perusahaan mitra. Petani mitra juga memiliki keterkaitan dengan petani non mitra (swadaya) dalam hal pasar input. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 32,35 persen petani mitra mengatakan pernah menjual sebagian input pupuk, ZPT dan pestisida yang diterima dari perusahaan mitranya kepada petani swadaya. Terdapat dua alasan dari petani mitra atas perilakunya dalam menjual input pupuk, yaitu realisasi lahan usahatani yang ditanami lebih sempit dari yang direncanakan dan untuk menambah modal kerja. Terhadap alasan terakhir ini, petani memupuk tanaman tembakaunya kurang dari yang direkomendasikan dengan maksud pupuk yang diberikan perusahaan mitranya tersisa untuk selanjutnya dijual kepada petani lain atau kios-kios saprodi untuk mendapatkan uang tunai. Keterkaitan Petani Swadaya dengan Pelaku Lain Berdasarkan hasil wawancara dengan petani tembakau virginia swadaya diketahui bahwa selama berusahatani tembakau virginia 53,33% mengatakan pernah bermitra dengan perusahaan. Persyaratan agunan yang tidak dapat dipenuhi oleh petani swadaya merupakan alasan terbesar untuk tidak bermitra lagi (33,33%). Kemudian berturut-turut diikuti oleh kondisi areal lahan usahatani yang tidak sesuai dengan persyaratan yang diminta oleh perusahaan mitra (25%), adanya tunggakan hutang (25%), dan terkecil adalah dipinalti karena diketahui menjual hasil produksi tembakaunya ke perusahaan mitra lain/pembeli gelap (16,67%). Tabel 1. Dasar Keputusan Petani Tembakau Virginia di Pulau Lombok Menjadi Petani Swadaya, Musim Tanam No Dasar Keputusan Jumlah Petani Persen 1 Agunan tidak ada 8 33,33 2 Kondisi lahan yang 6 25,00 tidak sesuai 3 Dipinalti 4 16,67 4 Ada tungakan hutang 6 25,00 Jumlah ,00 Sumber: Analisis data primer Dalam hal keterkaitannya dengan para pelaku agribisnis tembakau virginia, petani tembakau swadaya memiliki keterkaitan dengan perusahaan mitra, petani mitra, dan pembeli gelap. Keterkaitannya dengan perusahaan mitra dapat ditelusuri dari pasar input dan output, di mana berdasarkan hasil penelitian ditemukan petani swadaya yang membeli input pupuk dan pestisida di perusahaan mitra relatif kecil (8,89%). Keterkaitan dalam pasar input ini juga diakui oleh perusahaan mitra PT. Sadhana Arif Nusa, bahwa perusahaannya menyediakan input bagi petani swadaya. Di samping input, petani swadaya juga memiliki keterkaitan dengan perusahaan mitra dalam pasar output, di mana berdasarkan hasil penelitian ditemukan 22,22% mengatakan pernah menjual outputnya ke perusahaan mitra. Hal ini sesuai dengan Peraturan Gubernur Nusa Tenggara Barat nomor 2 tahun 2007, bahwa perusahaan berkewajiban untuk membeli sekitar 20% produksi tembakau virginia petani swadaya. Petani tembakau swadaya juga memiliki keterkaitan dengan petani mitra, baik dalam pasar input maupun output. Dalam pasar input, lebih dari sepertiga (35,55%) petani swadaya menyatakan memperoleh pupuk dari petani tembakau virginia yang bermitra dengan perusahaan. Bahkan dalam penjualan hasil produksi tembakaunya ditemukan 8,83 persen mengatakan menitip tembakaunya untuk dijualkan ke perusahaan mitra. Petani swadaya juga memiliki keterkaitan dengan pembeli gelap. Bentuk keterkaitannya terbatas pada penjualan H. Hamidi: Keterkaitan antar pelaku

5 187 output. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 68,95 persen petani swadaya mengatakan menjual hasil produksi tembakau krosoknya kepada pembeli gelap yang datang. Sistem penjualan output dilakukan secara borongan, tidak dilakukan sebagaimana kebiasaan petani mitra, yaitu disortasi dan di bal terlebih dahulu. Keterkaitan Pembeli Gelap dengan Perusahaan Mitra Keterkaitan perusahaan mitra dengan pembeli gelap terbatas pada pasar output. Dalam operasionalnya, pembeli gelap ini adalah perpanjangan tangan dari perusahaan mitra tertentu yang memiliki jumlah petani mitra terbatas. Sistem pembelian dilakukan dengan mendatangi rumah petani tembakau mitra maupun swadaya dengan cara borongan tanpa dilakukan sortasi terlebih dahulu. Kualitas tembakau yang dibeli umumnya adalah kering lapang (KL), daun bawah (X), dan daun tengah (C). Harga tembakau untuk kualitas tersebut lebih mahal dibanding rata-rata harga pasar. Hasil wawancara mendalam dengan 10 pelaku pembeli gelap terungkap, bahwa ketika harga kering lapang (KL) di pasar paling tinggi Rp per kg, maka pembeli gelap berani membeli dengan harga lebih tinggi karena dia bisa menjual di perusahaan mitra tertentu dengan harga Rp per kg. Hal yang sama dengan posisi daun bawah (X), ketika harga rata-rata di pasar adalah Rp Rp7.000 per kg, maka pembeli gelap berani membeli dengan harga lebih tinggi karena dia bisa menjual di perusahaan mitra tertentu dengan harga Rp per kg. Implikasinya Terhadap Keberlanjutan Kemitraan Kemitraan merupakan suatu institusi ekonomi baru yang lahir untuk mengatasi masalah kegagalan pasar yang disebabkan oleh informasi yang tidak simetris dan faktor-faktor lain yang mempengaruhi biaya transaksi (Grosh, 1994; Key dan Runsten, 1999). Pengalaman di negara-negara berkembang, kemitraan dapat meningkatkan pendapatan petani dan memberikan multiplier effect yang positif terhadap ekonomi perdesaan (Glover, 1994; Little dan Watts, 1994). Keikutsertaan petani dalam kemitraan dapat mengurangi biaya produksi sebagai akibat dari penggunaan teknologi baru yang diakses dari perusahaan mitranya, pengurangan biaya transportasi, dan biaya pemasaran (Jackson dan Cheater, 1994). Hasil penelitian Hamidi (2007) menunjukkan, bahwa kemitraan dapat meningkatkan efisiensi dan keuntungan petani tembakau virginia di Pulau Lombok. Penelitian tersebut mendukung penelitian-penelitian empirik yang dilakukan sebelumnya oleh Warning dan Key (2000) di Sinegal maupun Winters et al. (2005) di Jawa Timur. Berdasarkan uraian di atas, jelas bahwa kemitraan merupakan suatu institusi yang dapat menjadi sumber pertumbuhan baru dalam pertanian yang perlu mendapat dukungan. Dalam agribisnis tembakau virginia di Pulau Lombok, meskipun program kemitraannya telah berlangsung lebih dari 20 tahun, namun dalam operasionalnya masih terlibat pelaku lain, khususnya pembeli gelap yang datang ketika musim panen raya. Masuknya pembeli gelap ke dalam pasar output tembakau virginia di Pulau Lombok dapat mengancam keberlanjutan kemitraan yang sudah ada karena perusahaan mitra tertentu yang benar-benar bertindak sebagai perusahaan pembina sesuai Peraturan Gubernur Nusa Tenggara Barat nomor 2 tahun 2007 akan mengalami kerugian karena: (1) target produksi yang direncanakan sebelumnya dikhawatirkan berkurang sebagai akibat petani mitranya menjual hasil produksi tembakaunya ke pembeli gelap; (2) biaya transaksi (transaction cost) bagi perusahaan pengelola akan semakin bertambah sebagai akibat dari meningkatnya biaya pengawasan terhadap petani mitranya ; dan (3) risiko tidak kembalinya kredit yang telah diberikan kepada petani mitranya semakin besar. Sebaliknya bagi perusahaan tertentu yang memiliki jumlah petani mitra sedikit yang banyak memiliki pembeli gelap tentu memberikan keuntungan karena dapat memperoleh tembakau yang banyak tanpa harus mengeluarkan biaya transaksi. KESIMPULAN Kesimpulan 1. Agribisnis tembakau virginia di Pulau Lombok melibatkan empat pelaku, yaitu petani mitra, petani swadaya, perusahaan mitra, dan pembeli gelap. Keempat pelaku tersebut memiliki keterkaitan dalam pasar input maupun output. Keterkaitan petani tembakau dengan perusahaan mitranya telah diatur dalam Peraturan Gubernur Nusa Tenggara Barat Nomor 2 tahun 2007 yang dilanjutkan dengan kontrak tertulis antara perusahaan dan petani mitranya. 2. Adanya pelaku lain di luar pelaku yang bermitra, khususnya pembeli gelap yang menjadi kepanjangan tangan perusahaan Agroteksos Vol.17 No.3 Desember 2007

6 188 tertentu berimplikasi terhadap terancamnya keberlanjutan kemitraan yang telah dibangun lebih dari 20 tahun. Hal ini terjadi karena moral hazard, meningkatnya biaya transaksi, dan risiko tidak kembalinya kredit semakin besar. Saran Mengingat kehadiran pembeli gelap ini mengancam keberlanjutan kemitraan agribisnis tembakau di Pulau Lombok yang telah berlangsung lebih dari 20 tahun, disarankan agar Pemerintah Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat menyempurnakan regulasi Keputusan Gubernur Nomor: 2 Tahun 2007 dengan memasukkan substantasi pembeli gelap ini secara eksplisit. DAFTAR PUSTAKA Arthur B. da Silva, Carlos, The Growing Role of Contract Farming in Agri-food System Development: Drivers, Theory and Practice. Paper Prepared for The Asian Productivity Organization Meeting on Sustainable Contract Farming for Increased Competitiveness, Colombo, Sri Lanka, July 2005 Hamidi H., L. Sukardi dan Syarifudin Studi Model Kemitraan yang Berkesinambungan dan Efisiensi Teknologi Usahatani Tembakau Virginia Dalam Rangka Meningkatkan Daya Saingnya di Pasar Global. Laporan Penelitian Hibah Bersaing XX/2 Perguruan Tinggi, Fakultas Pertanian Universitas Mataram, Nusa Tenggara Barat. Hamidi, H Keterkaitan Antar Pelaku dan Dampak Kemitraan Dalam Agribisnis Tembakau Virginia di Pulau Lombok. Disertasi, Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Glover, D Contract Farming and Commercialization of Agriculture in Developing Countries. Dalam Von Braun, J. dan Kennedy E. (eds), Agricultural Commercialization, Economic Development and Nutrition. Baltimore, M.D: Johns Hopkins University Press. Grosh, B Contract Farming in Africa: an Application of the New Institutional Economics. Journal of African Economics, 3(2): Jackson, J.C. dan Cheater, A.P Contract Farming in Zimbabwe: Case Studies of Sugar, Tea and Cotton. Dalam Little, P.D. and Watts, M.J. (eds), Living under contract. Madison, WI: University of Wilconsin Press. Key, N. dan Runsten, D Contract Farming, Smallholders and Rural Development in Latin America: the Organization of Agro Processing Firms and the Scale of Outgrower Production, World Development. Little, P.D Contract Farming and the Development Question. Dalam Little, PD dan M.J. Watts (eds), Living under contract, Madison, W.I., University of Wisconsin Press. Peraturan Gubernur Nusa Tenggara Barat Nomor: 2 Tahun Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah nomor 4 tahun 2006 tentang Usaha Budidaya dan Kemitraan Perkebunan Tembakau virginia di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Mataram, Nusa Tenggara Barat. Surachmad, Informasi Pasar dan Prediksi Tembakau Virginia di Masa Depan. Peper disampaikan dalam Rapat Kerja Program Intensifikasi Tembakau Virginia di Mataram, Nusa Tenggara Barat, 5-6 Juni. Sugiarto, Dergibson Siagian, Lasmono Tri Sunaryanto, dan Deny S.Oetomo, Teknik Sampling, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Warning, M. dan Key, N The Social Performance and Distributional Consequences of Contract Farming: An Equilibrium Analysis of the Arachide de Bouche Program in Sinegal. World Development 30(2): Winters P., Phil Simmons dan Ian Patrick Evaluation of a Hybrid Seed Contract between Smallholders and a Multinational Company in East Java, Indonesia: The Journal of Development Studies, 41: Wolf, S., Hueth, B., Ligon, E., Policing Mechanisms in Agricultural Contract. Journal of Rural Sociology, 66(3): H. Hamidi: Keterkaitan antar pelaku

DAYA SAING TEMBAKAU VIRGINIA LOMBOK DI PASAR EKSPOR COMPETITIVENESS OF LOMBOK VIRGINIA TOBACCO IN EXPORT MARKET

DAYA SAING TEMBAKAU VIRGINIA LOMBOK DI PASAR EKSPOR COMPETITIVENESS OF LOMBOK VIRGINIA TOBACCO IN EXPORT MARKET 129 DAYA SAING TEMBAKAU VIRGINIA LOMBOK DI PASAR EKSPOR COMPETITIVENESS OF LOMBOK VIRGINIA TOBACCO IN EXPORT MARKET Hirwan Hamidi Dosen Jurusan Sosial Ekonomi Fakultas Pertanian UNRAM ABSTRAK Dalam era

Lebih terperinci

CONTRACT FARMING SEBAGAI SUMBER PERTUMBUHAN BARU DALAM BIDANG PETERNAKAN

CONTRACT FARMING SEBAGAI SUMBER PERTUMBUHAN BARU DALAM BIDANG PETERNAKAN CONTRACT FARMING SEBAGAI SUMBER PERTUMBUHAN BARU DALAM BIDANG PETERNAKAN PENDAHULUAN Sektor pertanian (dalam arti luas termasuk peternakan, perikanan dan kehutanan) merupakan sektor yang paling besar menyerap

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG USAHA BUDIDAYA DAN KEMITRAAN PERKEBUNAN TEMBAKAU VIRGINIA DI NUSA TENGGARA BARAT DENGAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG USAHA BUDIDAYA DAN KEMITRAAN PERKEBUNAN TEMBAKAU VIRGINIA DI NUSA TENGGARA BARAT DENGAN

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. untuk menciptakan data yang akan dianalisis sehubungan dengan tujuan

III. METODE PENELITIAN. untuk menciptakan data yang akan dianalisis sehubungan dengan tujuan 47 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan batasan operasional ini mencakup pengertian yang digunakan untuk menciptakan data yang akan dianalisis sehubungan dengan

Lebih terperinci

POKOK PERMASALAHAN DALAM USAHA PENGEMBANGAN ITV DI LOMBOK - NTB. Dinas Perkebunan Propinsi Nusa Tenggara Barat

POKOK PERMASALAHAN DALAM USAHA PENGEMBANGAN ITV DI LOMBOK - NTB. Dinas Perkebunan Propinsi Nusa Tenggara Barat PROSIDING LOKAKARYA PENGEMBANGAN AGRIBISNIS TEMBAKAU MALANG, 6 NOVEMBER 2001 PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERKEBUNAN ISBN : 979-954857-3-X POKOK PERMASALAHAN DALAM USAHA PENGEMBANGAN ITV DI LOMBOK

Lebih terperinci

Analisis Risiko Usahatani Kedelai Di Kecamatan Jawai Selatan Kabupaten Sambas. Abstract

Analisis Risiko Usahatani Kedelai Di Kecamatan Jawai Selatan Kabupaten Sambas. Abstract Analisis Risiko Usahatani Kedelai Di Kecamatan Jawai Selatan Kabupaten Sambas Abstract This research aimed to determine the risk of production and income in a group of farmers who use local seeds and farmers

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang digilib.uns.ac.id I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkebunan sebagai bagian dari sektor pertanian memiliki peranan yang cukup besar pada perekonomian negara Indonesia. Salah satu andalan perkebunan Indonesia

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN BERBAGAI JENIS BAHAN BAKAR PADA PENGOVENAN TEMBAKAU VIRGINIA DI KABUPATEN LOMBOK TIMUR

ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN BERBAGAI JENIS BAHAN BAKAR PADA PENGOVENAN TEMBAKAU VIRGINIA DI KABUPATEN LOMBOK TIMUR ISSN No. 1978-3787 Media Bina Ilmiah81 ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN BERBAGAI JENIS BAHAN BAKAR PADA PENGOVENAN TEMBAKAU VIRGINIA DI KABUPATEN LOMBOK TIMUR Oleh: Yulia Ratnaningsih Dosen Fakultas Ilmu

Lebih terperinci

ANALISIS PERBANDINGAN KELAYAKAN USAHATANI CABAI MERAH

ANALISIS PERBANDINGAN KELAYAKAN USAHATANI CABAI MERAH ANALISIS PERBANDINGAN KELAYAKAN USAHATANI CABAI MERAH (Capsiccum Annum L.) DENGAN CABAI RAWIT (Capsiccum Frutescens L.) (Studi Kasus : Desa Hinalang, Kecamatan Purba, Kabupaten Simalungun) Agri Mandasari

Lebih terperinci

ANALISIS ASPEK KELEMBAGAAN PADA KEMITRAAN PETANI CABAI DI KABUPATEN LAMPUNG SELATAN

ANALISIS ASPEK KELEMBAGAAN PADA KEMITRAAN PETANI CABAI DI KABUPATEN LAMPUNG SELATAN ANALISIS ASPEK KELEMBAGAAN PADA KEMITRAAN PETANI CABAI DI KABUPATEN LAMPUNG SELATAN (ANALYSIS OF INSTITUTIONAL ASPECTS OF PARTNERSHIP CHILI FARMERS IN SOUTHERN DISTRICT LAMPUNG) Helvi Yanfika Fakultas

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Mekanisme Pelaksanaan Kemitraan

II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Mekanisme Pelaksanaan Kemitraan II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mekanisme Pelaksanaan Kemitraan Kemitraan merupakan sebuah istilah konsep kerjasama yang dikenal di Indonesia. Di negara lain terdapat tiga mekanisme dasar yang digunakan untuk

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Pengertian dan Pola Kemitraan Usaha Kemitraan usaha adalah jalinan kerjasama usaha yang saling menguntungkan antara pengusaha kecil dengan pengusaha

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI BIAYA USAHATANI TEMBAKAU MAESAN 2 DI KABUPATEN BONDOWOSO

ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI BIAYA USAHATANI TEMBAKAU MAESAN 2 DI KABUPATEN BONDOWOSO ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI BIAYA USAHATANI TEMBAKAU MAESAN 2 DI KABUPATEN BONDOWOSO 1 Erryka Aprilia Putri, 2 Anik Suwandari & 2 Julian Adam Ridjal 1 Mahasiswa,Program Studi Agribisnis, Fakultas

Lebih terperinci

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN 7.1. Penerimaan Usahatani Kedelai Edamame Analisis terhadap penerimaan usahatani kedelai edamame petani mitra PT Saung Mirwan

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI BISNIS TANAMAN PANGAN UNGGULAN DI KABUPATEN BEKASI Oleh : Nana Danapriatna dan Ridwan Lutfiadi BAB 1.

ANALISIS EFISIENSI BISNIS TANAMAN PANGAN UNGGULAN DI KABUPATEN BEKASI Oleh : Nana Danapriatna dan Ridwan Lutfiadi BAB 1. ANALISIS EFISIENSI BISNIS TANAMAN PANGAN UNGGULAN DI KABUPATEN BEKASI Oleh : Nana Danapriatna dan Ridwan Lutfiadi ABSTRAK Tanaman pangan yang berkembang di Kabupaten Bekasi adalah padi, jagung, ubi kayu,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. rumahtangga yang mengusahakan komoditas pertanian. Pendapatan rumahtangga

I. PENDAHULUAN. rumahtangga yang mengusahakan komoditas pertanian. Pendapatan rumahtangga I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendapatan rumahtangga petani adalah pendapatan yang diterima oleh rumahtangga yang mengusahakan komoditas pertanian. Pendapatan rumahtangga petani dapat berasal dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian khususnya subsektor perkebunan merupakan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian khususnya subsektor perkebunan merupakan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian khususnya subsektor perkebunan merupakan bagian dari pembangunan nasional. Secara umum posisi sektor perkebunan dalam perekonomian nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor penting bagi Indonesia, sehingga peranan sektor pertanian dalam pembangunan tidak perlu diragukan lagi. Pemerintah memberikan amanat

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA Nomor : 3C Tahun 2008 Lampiran : 1 (satu) berkas TENTANG

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA Nomor : 3C Tahun 2008 Lampiran : 1 (satu) berkas TENTANG WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA Nomor : 3C Tahun 2008 Lampiran : 1 (satu) berkas TENTANG INTENSIFIKASI PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN PERKEBUNAN TAHUN 2008 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang memiliki peranan penting dalam pertumbuhan perekonomian Indonesia. Sektor pertanian berperan sebagai penyedia pangan bagi

Lebih terperinci

ANALYSIS OF COST EFFICIENCY AND CONRTIBUTION OF INCOME FROM KASTURI TOBACCO, RICE AND CORN TO THE TOTAL FARM HOUSEHOLD INCOME

ANALYSIS OF COST EFFICIENCY AND CONRTIBUTION OF INCOME FROM KASTURI TOBACCO, RICE AND CORN TO THE TOTAL FARM HOUSEHOLD INCOME ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN BIAYA DAN KONTRIBUSI PENDAPATAN USAHA TANI TEMBAKAU KASTURI, PADI DAN JAGUNG TRHADAP TOTAL PENDAPATAN USAHA TANI KELUARGA ANALYSIS OF COST EFFICIENCY AND CONRTIBUTION OF INCOME

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor penggerak utama ekonomi di pedesaan. Hal tersebut ditunjukkan dengan sebagian besar masyarakat desa yang bekerja di sektor pertanian.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Tembakau merupakan salah satu komoditas perdagangan penting di dunia. Menurut Rachmat dan Sri (2009) sejak tahun

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Tembakau merupakan salah satu komoditas perdagangan penting di dunia. Menurut Rachmat dan Sri (2009) sejak tahun I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Tembakau merupakan salah satu komoditas perdagangan penting di dunia. Menurut Rachmat dan Sri (2009) sejak tahun 2000-an kondisi agribisnis tembakau di dunia cenderung

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan. Secara geografis, wilayah Indonesia memiliki luas wilayah seluruhnya mencapai 5.193.252 km 2 terdiri atas luas daratan sekitar 1.910.931,32

Lebih terperinci

DAYA SAING TEMBAKAU VIRGINIA LOKAL: ANALISIS RANTAI NILAI THE COMPETITIVENESS OF LOCAL VIRGINIA TOBACCO: A VALUE CHAIN ANALYSIS

DAYA SAING TEMBAKAU VIRGINIA LOKAL: ANALISIS RANTAI NILAI THE COMPETITIVENESS OF LOCAL VIRGINIA TOBACCO: A VALUE CHAIN ANALYSIS DAYA SAING TEMBAKAU VIRGINIA LOKAL: ANALISIS RANTAI NILAI THE COMPETITIVENESS OF LOCAL VIRGINIA TOBACCO: A VALUE CHAIN ANALYSIS Yudha Hadian Nur 1 dan Zamroni Salim 2 Peneliti, Pusat Kebijakan Perdagangan

Lebih terperinci

ANALISIS KOMPARATIF EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI USAHA TANI TEMBAKAU VIRGINIA ANTARA PETANI MITRA DENGAN SWADAYA DI KABUPATEN LOMBOK TIMUR

ANALISIS KOMPARATIF EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI USAHA TANI TEMBAKAU VIRGINIA ANTARA PETANI MITRA DENGAN SWADAYA DI KABUPATEN LOMBOK TIMUR ANALISIS KOMPARATIF EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI USAHA TANI TEMBAKAU VIRGINIA ANTARA PETANI MITRA DENGAN SWADAYA DI KABUPATEN LOMBOK TIMUR AHMADI, RIZAL Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

PERBEDAAN PENDAPATAN USAHATANI BUNCIS DENGAN SISTEM TEBASAN DAN TANPA TEBASAN

PERBEDAAN PENDAPATAN USAHATANI BUNCIS DENGAN SISTEM TEBASAN DAN TANPA TEBASAN Jurnal Agrorektan: Vol. 2 No. 1 Juni 2015 2 PERBEDAAN PENDAPATAN USAHATANI BUNCIS DENGAN SISTEM TEBASAN DAN TANPA TEBASAN Annisa Aprianti R 1 1) Fakultas Agrobisnis dan Rekayasa Pertanian, Universitas

Lebih terperinci

PENGARUH KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI TERHADAP

PENGARUH KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI TERHADAP PENGARUH KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI TERHADAP KEPUTUSAN PETANI PADI ORGANIK DALAM MENJALIN KEMITRAAN DENGAN PERUSAHAAN BERAS PADI MULYA DI KECAMATAN SAMBIREJO KABUPATEN SRAGEN SKRIPSI Oleh : Rita Tutik

Lebih terperinci

PENGARUH SISTEM PENGELOLAAN USAHATANI CABAI MERAH TERHADAP JUMLAH PRODUKSI DAN TINGKAT PENDAPATAN

PENGARUH SISTEM PENGELOLAAN USAHATANI CABAI MERAH TERHADAP JUMLAH PRODUKSI DAN TINGKAT PENDAPATAN PENGARUH SISTEM PENGELOLAAN USAHATANI CABAI MERAH TERHADAP JUMLAH PRODUKSI DAN TINGKAT PENDAPATAN David Hismanta Depari *), Salmiah **) dan Sinar Indra Kesuma **) *) Alumni Program Studi Agribisnis Fakultas

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Benih: Studi Kasus Tanaman Padi dan Jagung 1

Ringkasan Eksekutif Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Benih: Studi Kasus Tanaman Padi dan Jagung 1 Ringkasan Eksekutif Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Benih: Studi Kasus Tanaman Padi dan Jagung 1 Kebijakan pemberian subsidi, terutama subsidi pupuk dan benih yang selama ini ditempuh

Lebih terperinci

ANALISIS KEUNTUNGAN DAN PEMASARAN USAHATANI JAGUNG HIBRIDA DI KABUPATEN LAMPUNG SELATAN. Eka Miftakhul Jannah, Abdul Wahab, Amrizal Nazar ABSTRAK

ANALISIS KEUNTUNGAN DAN PEMASARAN USAHATANI JAGUNG HIBRIDA DI KABUPATEN LAMPUNG SELATAN. Eka Miftakhul Jannah, Abdul Wahab, Amrizal Nazar ABSTRAK ANALISIS KEUNTUNGAN DAN PEMASARAN USAHATANI JAGUNG HIBRIDA DI KABUPATEN LAMPUNG SELATAN Eka Miftakhul Jannah, Abdul Wahab, Amrizal Nazar ABSTRAK Lampung Selatan merupakan salah satu sentra produksi jagung

Lebih terperinci

Seminar Nasional PENINGKATAN DAYA SAING AGRIBISNIS BERORIENTASI KESEJAHTERAAN PETANI Bogor, 14 Oktober 2009

Seminar Nasional PENINGKATAN DAYA SAING AGRIBISNIS BERORIENTASI KESEJAHTERAAN PETANI Bogor, 14 Oktober 2009 Seminar Nasional PENINGKATAN DAYA SAING AGRIBISNIS BERORIENTASI KESEJAHTERAAN PETANI Bogor, 14 Oktober 2009 Penerapan Berdaya Saing Komoditas Unggulan pada Lahan Kering dalam Peningkatan Kesejahteraan

Lebih terperinci

VARIASI TINGKAT PENAMBAHAN PENDAPATAN PETANI DARI TUMPANG SARI PALAWIJA + KAPAS (Studi Kasus di Desa Bejiharjo, Karangmojo, Gunung Kidul)

VARIASI TINGKAT PENAMBAHAN PENDAPATAN PETANI DARI TUMPANG SARI PALAWIJA + KAPAS (Studi Kasus di Desa Bejiharjo, Karangmojo, Gunung Kidul) VARIASI TINGKAT PENAMBAHAN PENDAPATAN PETANI DARI TUMPANG SARI PALAWIJA + KAPAS (Studi Kasus di Desa Bejiharjo, Karangmojo, Gunung Kidul) Retno Utami H. dan Eko Srihartanto Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

ANALISIS KAPABILITAS PETANI DAN PENGARUHNYA TERHADAP PRODUKSI DALAM USAHATANI PADI SAWAH

ANALISIS KAPABILITAS PETANI DAN PENGARUHNYA TERHADAP PRODUKSI DALAM USAHATANI PADI SAWAH ANALISIS KAPABILITAS PETANI DAN PENGARUHNYA TERHADAP PRODUKSI DALAM USAHATANI PADI SAWAH (Studi Kasus di Desa Bugel Kecamatan Ciawi Kabupaten Tasikmalaya) Oleh: Husni Khamdan Fariz 1, Dedi Herdiansah S

Lebih terperinci

BAB VIII KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. persepsi baik elemen pemerintah maupun masyarakat regional secara umum

BAB VIII KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. persepsi baik elemen pemerintah maupun masyarakat regional secara umum 231 BAB VIII KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 8.1 Kesimpulan Usahatani jagung hibrida di provinsi Gorontalo memunculkan berbagai persepsi baik elemen pemerintah maupun masyarakat regional secara umum

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI USAHATANI PADI DI KABUPATEN BOJONEGORO

ANALISIS EFISIENSI USAHATANI PADI DI KABUPATEN BOJONEGORO ANALISIS EFISIENSI USAHATANI PADI DI KABUPATEN BOJONEGORO DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI SEBAGIAN PERSYARATAN DALAM MEMPEROLEH GELAR SARJANA EKONOMI DEPARTEMEN ILMU EKONOMI PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN DIAJUKAN

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Aspek Penawaran dan Permintaan Tembakau Di Kabupaten Lombok Timur Serta Intersaksi Spasial Dari Dua Aspek Tersebut Menurut analisis terhadap data base hasil survey tahunan Badan

Lebih terperinci

Oleh : Apollonaris Ratu Daton A

Oleh : Apollonaris Ratu Daton A ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAMBU MENTE (Anacardium Occidentale L.) (Kasus di Desa Ratulodong, Kecamatan Tanjung Bunga, Kabupaten Flores Timur, Propinsi Nusa Tenggara Timur ) Oleh : Apollonaris Ratu

Lebih terperinci

Kementerian Pertanian

Kementerian Pertanian KEBIJAKAN PENGEMBANGAN TEMBAKAU NASIONAL 1 I. PENDAHULUAN 1. Tembakau merupakan salah satu tanaman yang dibudidayakan di Indonesia yang berkembang sudah sejak ratusan tahun yang silam. Kegiatan yang dilakukan

Lebih terperinci

IX. KESIMPULAN DAN SARAN

IX. KESIMPULAN DAN SARAN IX. KESIMPULAN DAN SARAN 9.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil pembahasan yang telah dikemukakan dapat disimpulkan bahwa: 1. Penawaran output jagung baik di Jawa Timur maupun di Jawa Barat bersifat elastis

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 PROSPEK PENGEMBANGAN SUMBER ENERGI ALTERNATIF (BIOFUEL)

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 PROSPEK PENGEMBANGAN SUMBER ENERGI ALTERNATIF (BIOFUEL) LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 PROSPEK PENGEMBANGAN SUMBER ENERGI ALTERNATIF (BIOFUEL) Oleh : Prajogo U. Hadi Adimesra Djulin Amar K. Zakaria Jefferson Situmorang Valeriana Darwis PUSAT ANALISIS SOSIAL

Lebih terperinci

Kata kunci: pendapatan, usahatani, jagung, hibrida Keywords: income, farm, maize, hybrid

Kata kunci: pendapatan, usahatani, jagung, hibrida Keywords: income, farm, maize, hybrid 56 KOMPARASI PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG HIBRIDA BISI 16 DAN BISI 2 DI KECAMATAN GERUNG KABUPATEN LOMBOK BARAT FARM INCOME COMPARISON OF THE HYBRID MAIZE BISI 16 AND BISI 2 IN GERUNG, WEST LOMBOK Idrus

Lebih terperinci

ANALISIS EKONOMI PERBENIHAN KACANG HIJAU VIMA 1 DALAM MODEL CONTRACT FARMING DI PULAU TIMOR NTT

ANALISIS EKONOMI PERBENIHAN KACANG HIJAU VIMA 1 DALAM MODEL CONTRACT FARMING DI PULAU TIMOR NTT ANALISIS EKONOMI PERBENIHAN KACANG HIJAU VIMA 1 DALAM MODEL CONTRACT FARMING DI PULAU TIMOR NTT Helena da Silva dan Bambang Murdolelono Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) NTT ABSTRAK Contract

Lebih terperinci

VI. PENGARUH PERILAKU PETANI DALAM MENGHADAPI RISIKO PRODUKSI TERHADAP ALOKASI INPUT USAHATANI TEMBAKAU

VI. PENGARUH PERILAKU PETANI DALAM MENGHADAPI RISIKO PRODUKSI TERHADAP ALOKASI INPUT USAHATANI TEMBAKAU VI. PENGARUH PERILAKU PETANI DALAM MENGHADAPI RISIKO PRODUKSI TERHADAP ALOKASI INPUT USAHATANI TEMBAKAU Penelitian ini membagi responden berdasarkan agroekosistem (pegunungan, sawah dan tegalan) dan sistem

Lebih terperinci

ANALISIS PERBEDAAN BIAYA, PENDAPATAN DAN RENTABILITAS PADA AGROINDUSTRI TEMPE ANTARA PENGGUNAAN MODAL SENDIRI DENGAN MODAL PINJAMAN

ANALISIS PERBEDAAN BIAYA, PENDAPATAN DAN RENTABILITAS PADA AGROINDUSTRI TEMPE ANTARA PENGGUNAAN MODAL SENDIRI DENGAN MODAL PINJAMAN ANALISIS PERBEDAAN BIAYA, PENDAPATAN DAN RENTABILITAS PADA AGROINDUSTRI TEMPE ANTARA PENGGUNAAN MODAL SENDIRI DENGAN MODAL PINJAMAN (Studi Kasus di Kecamatan Banjar Kota Banjar) Oleh: Ani Sulistiani 1,

Lebih terperinci

ANALISIS INPUT OUTPUT PENGOLAHAN TEMBAKAU DI PROVINSI JAWA TIMUR. Input Output Analysis of Tobacco Proccessing in Jawa Timur Regency

ANALISIS INPUT OUTPUT PENGOLAHAN TEMBAKAU DI PROVINSI JAWA TIMUR. Input Output Analysis of Tobacco Proccessing in Jawa Timur Regency ANALISIS INPUT OUTPUT PENGOLAHAN TEMBAKAU DI PROVINSI JAWA TIMUR Input Output Analysis of Tobacco Proccessing in Jawa Timur Regency Iswin Raka Agung Wijaya 1), Masyhuri 2), Irham 2), Slamet Hartono 2)

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. adalah mencukupi kebutuhan pangan nasional dengan meningkatkan. kemampuan berproduksi. Hal tersebut tertuang dalam RPJMN

BAB I. PENDAHULUAN. adalah mencukupi kebutuhan pangan nasional dengan meningkatkan. kemampuan berproduksi. Hal tersebut tertuang dalam RPJMN 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Menurut Dillon (2009), pertanian adalah sektor yang dapat memulihkan dan mengatasi krisis ekonomi di Indonesia. Peran terbesar sektor pertanian adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan pertanian di Indonesia adalah

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan pertanian di Indonesia adalah 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu tujuan pembangunan pertanian di Indonesia adalah pengembangan hortikultura untuk meningkatkan pendapatan petani kecil. Petani kecil yang dimaksud dalam pengembangan

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN EVALUASI KELAYAKAN USAHA RAJANGAN TEMBAKAU SAMPORIS

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN EVALUASI KELAYAKAN USAHA RAJANGAN TEMBAKAU SAMPORIS ANALISIS NILAI TAMBAH DAN EVALUASI KELAYAKAN USAHA RAJANGAN TEMBAKAU SAMPORIS Rini Purwatiningsih dan Adi Ismanto Fakultas Pertanian Universitas Bondowoso email: rinipningsih@gmail.com ABSTRACT In the

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kemandirian pangan pada tingkat nasional diartikan sebagai kemampuan suatu bangsa untuk menjamin seluruh penduduknya memperoleh pangan yang cukup, mutu yang layak dan aman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berbasis tebu merupakan salah satu sumber pendapatan bagi sekitar 900 ribu

I. PENDAHULUAN. berbasis tebu merupakan salah satu sumber pendapatan bagi sekitar 900 ribu I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gula merupakan salah satu komoditas yang mempunyai posisi strategis dalam perekonomian Indonesia. Pada tahun 2000 sampai tahun 2005 industri gula berbasis tebu merupakan

Lebih terperinci

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BAWANG MERAH

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BAWANG MERAH VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BAWANG MERAH 8.1. Penerimaan Usahatani Bawang Merah Penerimaan usahatani bawang merah terdiri dari penerimaan tunai dan penerimaan tidak tunai. Penerimaan tunai merupakan

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI LINGKUNGAN. HIDUP. Sumber Daya Alam. Perkebunan. Pengembangan. Pengolahan. Pencabutan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 308) PENJELASAN ATAS

Lebih terperinci

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS Keberhasilan usahatani yang dilakukan petani biasanya diukur dengan menggunakan ukuran pendapatan usahatani yang diperoleh. Semakin besar pendapatan usahatani

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Strategis Kementerian Pertanian tahun adalah meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Strategis Kementerian Pertanian tahun adalah meningkatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu tujuan pembangunan pertanian yang tertuang dalam Rencana Strategis Kementerian Pertanian tahun 2010-2014 adalah meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan

Lebih terperinci

Konsep Usahatani Terpadu : Tanaman Pangan dan Ternak FAKULTAS PETERNAKAN

Konsep Usahatani Terpadu : Tanaman Pangan dan Ternak FAKULTAS PETERNAKAN Sistem Produksi Pertanian/ Peternakan Konsep Usahatani Terpadu : Tanaman Pangan dan Ternak FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS PADJADJARAN Pembangunan peternakan rakyat (small farmers) di negara yang sedang

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Subsektor hortikultura merupakan bagian dari sektor pertanian yang mempunyai peran penting dalam menunjang peningkatan perekonomian nasional dewasa ini. Subsektor ini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. komoditas utama penghasil serat alam untuk bahan baku industri Tekstil dan

I. PENDAHULUAN. komoditas utama penghasil serat alam untuk bahan baku industri Tekstil dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kapas merupakan salah satu bahan baku industri yang memegang peranan penting dalam perekonomian nasional karena kapas merupakan komoditas utama penghasil serat alam untuk

Lebih terperinci

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan sektor penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Peran strategis sektor pertanian digambarkan dalam kontribusi sektor pertanian dalam

Lebih terperinci

Air dan Pertanian. Budi Wignyosukarto. Faculty of Engineering Gadjah Mada University Yogyakarta

Air dan Pertanian. Budi Wignyosukarto. Faculty of Engineering Gadjah Mada University Yogyakarta Air dan Pertanian Budi Wignyosukarto Faculty of Engineering Gadjah Mada University Yogyakarta The views expressed in this paper are the views of the authors and do not necessarily reflect the views or

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Usahatani tembakau sendiri merupakan salah satu usahatani yang memiliki

BAB III METODE PENELITIAN. Usahatani tembakau sendiri merupakan salah satu usahatani yang memiliki 22 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Tembakau merupakan salah satu tanaman yang memberikan kontribusi besar kepada negara Indonesia yaitu sebagai salah satu penghasil devisa negara. Usahatani

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura sebagai salah satu subsektor pertanian memiliki peran yang cukup strategis dalam perekonomian nasional. Hal ini tercermin dari perannya sebagai pemenuh kebutuhan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. memperoleh dan menganalisis data yang berhubungan dengan penelitian,

III. METODE PENELITIAN. memperoleh dan menganalisis data yang berhubungan dengan penelitian, 44 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar Konsep dasar merupakan pengertian mengenai variabel yang akan diteliti untuk memperoleh dan menganalisis data yang berhubungan dengan penelitian, mencakup: Usahatani

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Gambaran penggunaan faktor-faktor produksi budidaya mangga gedong

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Gambaran penggunaan faktor-faktor produksi budidaya mangga gedong 113 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis yang telah diuraikan sebelumnya, maka pada bagian akhir ini penulis dapat membuat beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Gambaran

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kuesioner penelitian bagi petani/kelompok tani

Lampiran 1. Kuesioner penelitian bagi petani/kelompok tani LAMPIRAN 69 69 Lampiran 1. Kuesioner penelitian bagi petani/kelompok tani Dengan hormat, Perkenalkan saya Andiyono, Mahasiswa Sekolah Pascasarjana Program Studi Magister Profesional Industri Kecil Menengah,

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT KEUNTUNGAN USAHATANI KAKAO DI SULAWESI TENGGARA

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT KEUNTUNGAN USAHATANI KAKAO DI SULAWESI TENGGARA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT KEUNTUNGAN USAHATANI KAKAO DI SULAWESI TENGGARA DEWI SAHARA, DAHYA DAN AMIRUDDIN SYAM 1) Balai Pengkajian Teknologi Sulawesi Tenggara ABSTRACT Cocoa is Southeast

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu 4.2 Data dan Instrumentasi

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu 4.2 Data dan Instrumentasi IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Pemilihan lokasi penelitian dilakukan dengan sengaja (purposive) dengan alasan bahwa lokasi tersebut adalah salah satu lokasi pengembangan pertanian porduktif

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Produksi dan Konsumsi Beras Nasional, Tahun

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Produksi dan Konsumsi Beras Nasional, Tahun I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terpadat keempat setelah Cina, India dan Amerika Serikat. Setiap tahunnya jumlah penduduk di Indonesia terus meningkat

Lebih terperinci

IX. KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Hasil analisis angka pengganda (multiplier) meliputi value added multiplier

IX. KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Hasil analisis angka pengganda (multiplier) meliputi value added multiplier IX. KESIMPULAN DAN SARAN 9.1. Kesimpulan 1. Hasil analisis angka pengganda (multiplier) meliputi value added multiplier (VM ), household induced income multiplier (HM), firm income multiplier (FM), other

Lebih terperinci

PENGANTAR AGRIBISNIS

PENGANTAR AGRIBISNIS PENGANTAR AGRIBISNIS PENGANTAR AGRIBISNIS I. PEMAHAMAN TENTANG AGRIBISNIS 1. EVOLUSI PERTANIAN MENUJU AGRIBISNIS Berburu dan Meramu budidaya pertanian (farming) ekstensif untuk memenuhi kebutuhan rumah

Lebih terperinci

Pembangunan pertanian merupakan bagian penting dan tidak. terpisahkan dari pembangunan ekonomi dan pembangunan nasional. Hasil

Pembangunan pertanian merupakan bagian penting dan tidak. terpisahkan dari pembangunan ekonomi dan pembangunan nasional. Hasil I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian merupakan bagian penting dan tidak terpisahkan dari pembangunan ekonomi dan pembangunan nasional. Hasil kajian pembangunan ekonomi di berbagai negara

Lebih terperinci

GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR KEPUTUSAN NOMOR 112 TAHUN 1980 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN INTENSIFIKASI TEMBAKAU RAKYAT TAHUN 1980

GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR KEPUTUSAN NOMOR 112 TAHUN 1980 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN INTENSIFIKASI TEMBAKAU RAKYAT TAHUN 1980 GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR NOMOR 112 TAHUN 1980 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN INTENSIFIKASI TEMBAKAU RAKYAT TAHUN 1980 GUBERNUR KEPALA

Lebih terperinci

DAFTAR LAMPIRAN. No Lampiran Halaman

DAFTAR LAMPIRAN. No Lampiran Halaman DAFTAR LAMPIRAN No Lampiran Halaman 1 Foto-Foto Penelitian... 81 xvi 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berdasarkan visi dan misi Provinsi Bali tahun 2009, prioritas pembangunan Provinsi Bali sesuai

Lebih terperinci

VI. REKOMENDASI KEBIJAKAN

VI. REKOMENDASI KEBIJAKAN 158 VI. REKOMENDASI KEBIJAKAN Pengelolaan lahan gambut berbasis sumberdaya lokal pada agroekologi perkebunan kelapa sawit rakyat di Kabupaten Bengkalis dilakukan berdasarkan atas strategi rekomendasi yang

Lebih terperinci

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN. keriting di lokasi peneltian sudah cukup tinggi, yaitu di atas rata-rata

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN. keriting di lokasi peneltian sudah cukup tinggi, yaitu di atas rata-rata VIII. KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan 1. Tingkat produktivitas yang dicapai petani cabai merah besar dan cabai merah keriting di lokasi peneltian sudah cukup tinggi, yaitu di atas rata-rata produktivitas

Lebih terperinci

REVITALISASI SISTEM AGRIBISNIS DALAM RANGKA MENINGKATKAN PRODUKSI KEDELAI (Glycine max (L.) Merill) DI KABUPATEN GROBOGAN

REVITALISASI SISTEM AGRIBISNIS DALAM RANGKA MENINGKATKAN PRODUKSI KEDELAI (Glycine max (L.) Merill) DI KABUPATEN GROBOGAN REVITALISASI SISTEM AGRIBISNIS DALAM RANGKA MENINGKATKAN PRODUKSI KEDELAI (Glycine max (L.) Merill) DI KABUPATEN GROBOGAN REVITALIZING SYSTEM IN ORDER AGRIBISNIS INCREASING PRODUCTION OF SOYBEAN (Glycine

Lebih terperinci

Konsep dasar dan batasan operasional ini mencakup semua pengertian yang. digunakan untuk memperoleh data yang akan dianalisis sehubungan dengan tujuan

Konsep dasar dan batasan operasional ini mencakup semua pengertian yang. digunakan untuk memperoleh data yang akan dianalisis sehubungan dengan tujuan III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Konsep dasar dan batasan operasional ini mencakup semua pengertian yang digunakan untuk memperoleh data yang akan dianalisis sehubungan dengan

Lebih terperinci

PROSPEK PENGEMBANGAN USAHA TANI PENANGKARAN BENIH PADI BERSERTIFIKAT

PROSPEK PENGEMBANGAN USAHA TANI PENANGKARAN BENIH PADI BERSERTIFIKAT PROSPEK PENGEMBANGAN USAHA TANI PENANGKARAN BENIH PADI BERSERTIFIKAT Studi Pada Petani Penangkar Benih Padi Bersertifikat Di Desa Cisarandi Kecamatan Warungkondang Kabupaten Cianjur Oleh: Ir.Hj. Megawati

Lebih terperinci

C. Program. Berdasarkan klaim khasiat, jumlah serapan oleh industri obat tradisional, jumlah petani dan tenaga

C. Program. Berdasarkan klaim khasiat, jumlah serapan oleh industri obat tradisional, jumlah petani dan tenaga C. Program PERKREDITAN PERMODALAN FISKAL DAN PERDAGANGAN KEBIJAKAN KETERSEDIAAN TEKNOLOGI PERBAIKAN JALAN DESA KEGIATAN PENDUKUNG PERBAIKAN TATA AIR INFRA STRUKTUR (13.917 ha) Intensifikasi (9900 ha) Non

Lebih terperinci

ANALISIS RISIKO PENDAPATAN PADA USAHATANI PADI ORGANIK DI DESA LOMBOK KULON KECAMATAN WONOSARI KABUPATEN BONDOWOSO

ANALISIS RISIKO PENDAPATAN PADA USAHATANI PADI ORGANIK DI DESA LOMBOK KULON KECAMATAN WONOSARI KABUPATEN BONDOWOSO ANALISIS RISIKO PENDAPATAN PADA USAHATANI PADI ORGANIK DI DESA LOMBOK KULON KECAMATAN WONOSARI KABUPATEN BONDOWOSO Ma ruf Asbullah 1, Triana Dewi Hapsari 2 & Sudarko 2 1 Mahasiswa, Program Studi Agribisnis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pertanian tanaman pangan masih menjadi usaha sebagian besar petani. Di Indonesia sendiri, masih banyak petani tanaman pangan yang menanam tanaman pangan untuk dikonsumsi

Lebih terperinci

POLICY BRIEF DAYA SAING KOMODITAS PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI DALAM KONTEKS PENCAPAIAN SWASEMBADA PANGAN. Dr. Adang Agustian

POLICY BRIEF DAYA SAING KOMODITAS PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI DALAM KONTEKS PENCAPAIAN SWASEMBADA PANGAN. Dr. Adang Agustian PENDAHULUAN POLICY BRIEF DAYA SAING KOMODITAS PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI DALAM KONTEKS PENCAPAIAN SWASEMBADA PANGAN Dr. Adang Agustian 1) Salah satu peran strategis sektor pertanian dalam perekonomian nasional

Lebih terperinci

PERILAKU PETANI TERHADAP RISIKO USAHATANI KEDELAI DI KECAMATAN JAWAI SELATAN KABUPATEN SAMBAS DEWI KURNIATI

PERILAKU PETANI TERHADAP RISIKO USAHATANI KEDELAI DI KECAMATAN JAWAI SELATAN KABUPATEN SAMBAS DEWI KURNIATI PERILAKU PETANI TERHADAP RISIKO USAHATANI KEDELAI DI KECAMATAN JAWAI SELATAN KABUPATEN SAMBAS DEWI KURNIATI Staf Pengajar Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian UNTAN ABSTRACT This research aimed determine the

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Semua konsep dan defenisi operasional ini mencakup pengertian yang

III. METODE PENELITIAN. Semua konsep dan defenisi operasional ini mencakup pengertian yang III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Defenisi Operasional Semua konsep dan defenisi operasional ini mencakup pengertian yang digunakan dari perolehan data yang dianalisis sesuai dengan tujuan penelitian.

Lebih terperinci

P r o s i d i n g 144

P r o s i d i n g 144 P r o s i d i n g 144 STUDI KELAYAKAN PENGOLAHAN KOPI ROBUSTA DI KABUPATEN MALANG Dwi Retnoningsih, Novil Dedy Andriatmoko Program Studi Agribisnis, Jurusan Sosial Ekonomi, Fakultas Pertanian, Universitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bagian integral dari pembangunan nasional mempunyai peranan strategis dalam

I. PENDAHULUAN. bagian integral dari pembangunan nasional mempunyai peranan strategis dalam I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dimana sebagian besar penduduknya memiliki mata pencaharian sebagai petani. Pembangunan pertanian sebagai bagian integral dari pembangunan

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI TEKNIS PRODUKSI USAHATANI CABAI (Kasus Kelurahan Tiga Runggu Kecamatan Purba Kabupaten Simalungun)

ANALISIS EFISIENSI TEKNIS PRODUKSI USAHATANI CABAI (Kasus Kelurahan Tiga Runggu Kecamatan Purba Kabupaten Simalungun) ANALISIS EFISIENSI TEKNIS PRODUKSI USAHATANI CABAI (Kasus Kelurahan Tiga Runggu Kecamatan Purba Kabupaten Simalungun) Monika M.S.Hutagalung 1), Luhut Sihombing 2) dan Thomson Sebayang 3) 1) Alumni Fakultas

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI PADI DI KECAMATAN BOROBUDUR KABUPATEN MAGELANG

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI PADI DI KECAMATAN BOROBUDUR KABUPATEN MAGELANG ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI PADI DI KECAMATAN BOROBUDUR KABUPATEN MAGELANG Skripsi Diajukan untuk Melengkapi Syarat-Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 ANALISIS BESARAN SUBSIDI PUPUK DAN POLA DISTRIBUSINYA

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 ANALISIS BESARAN SUBSIDI PUPUK DAN POLA DISTRIBUSINYA LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 ANALISIS BESARAN SUBSIDI PUPUK DAN POLA DISTRIBUSINYA Oleh : Nizwar Syafa at Adreng Purwoto M. Maulana Chaerul Muslim PUSAT ANALISIS SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN

Lebih terperinci

V. PERKEMBANGAN PRODUKSI, USAHATANI DAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG PENGEMBANGAN JAGUNG

V. PERKEMBANGAN PRODUKSI, USAHATANI DAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG PENGEMBANGAN JAGUNG V. PERKEMBANGAN PRODUKSI, USAHATANI DAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG PENGEMBANGAN JAGUNG 5.1. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Jagung di Jawa Timur dan Jawa Barat 5.1.1. Jawa Timur Provinsi Jawa Timur

Lebih terperinci

EFISIENSI USAHATANI PADI BERAS HITAM DI KABUPATEN KARANGANYAR

EFISIENSI USAHATANI PADI BERAS HITAM DI KABUPATEN KARANGANYAR SEPA : Vol. 13 No.1 September 2016 : 48 52 ISSN : 1829-9946 EFISIENSI USAHATANI PADI BERAS HITAM DI KABUPATEN KARANGANYAR Arya Senna Putra, Nuning Setyowati, Susi Wuri Ani Program Studi Agribisnis, Fakultas

Lebih terperinci

DAMPAK BANTUAN PUPUK, BENIH, DAN PESTISIDA PT. PERKEBUNAN NUSANTARA III TERHADAP TINGKAT PENDAPATAN PETANI PADI

DAMPAK BANTUAN PUPUK, BENIH, DAN PESTISIDA PT. PERKEBUNAN NUSANTARA III TERHADAP TINGKAT PENDAPATAN PETANI PADI DAMPAK BANTUAN PUPUK, BENIH, DAN PESTISIDA PT. PERKEBUNAN NUSANTARA III TERHADAP TINGKAT PENDAPATAN PETANI PADI Beby Andrea Sinulingga 1), Lily Fauzia 2), Siti Khadijah 3) 1) Alumni Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PETANI PADI DALAM PEMANFAATAN SUMBER PERMODALAN: STUDI KASUS DI KABUPATEN SERANG PROVINSI BANTEN

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PETANI PADI DALAM PEMANFAATAN SUMBER PERMODALAN: STUDI KASUS DI KABUPATEN SERANG PROVINSI BANTEN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PETANI PADI DALAM PEMANFAATAN SUMBER PERMODALAN: STUDI KASUS DI KABUPATEN SERANG PROVINSI BANTEN Tian Mulyaqin, Yati Astuti, dan Dewi Haryani Peneliti, Balai Pengkajian Tekonologi

Lebih terperinci

KAJIAN TENTANG HUBUNGAN STRATEGIS PRODUSEN KELAPA SAWIT DI KABUPATEN PELALAWAN PROVINSI RIAU. Henny Indrawati

KAJIAN TENTANG HUBUNGAN STRATEGIS PRODUSEN KELAPA SAWIT DI KABUPATEN PELALAWAN PROVINSI RIAU. Henny Indrawati Pekbis Jurnal, Vol.3, No.2, Juli 2011: 498-503 KAJIAN TENTANG HUBUNGAN STRATEGIS PRODUSEN KELAPA SAWIT DI KABUPATEN PELALAWAN PROVINSI RIAU Henny Indrawati Pendidikan Ekonomi FKIP Universitas Riau Email:

Lebih terperinci

PENGARUH INVESTASI SEKTOR PERTANIAN DAN INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN DI PROVINSI SULAWESI TENGAH

PENGARUH INVESTASI SEKTOR PERTANIAN DAN INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN DI PROVINSI SULAWESI TENGAH J. Agroland 17 (1) : 63 69, Maret 2010 ISSN : 0854 641X PENGARUH INVESTASI SEKTOR PERTANIAN DAN INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN DI PROVINSI SULAWESI TENGAH The Effect of Investment of Agricultural

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI PADA USAHATANI PTT DAN NON PTT JAGUNG DI KABUPATEN LOMBOK BARAT

ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI PADA USAHATANI PTT DAN NON PTT JAGUNG DI KABUPATEN LOMBOK BARAT 136 ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI PADA USAHATANI PTT DAN NON PTT JAGUNG DI KABUPATEN LOMBOK BARAT Oleh: Hernawati Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UNW Mataram ABSTRAK Penelitian ini

Lebih terperinci

USAHA PENGOLAHAN IKAN TAWES PRESTO DI PESISIR WADUK GAJAH MUNGKUR KABUPATEN WONOGIRI

USAHA PENGOLAHAN IKAN TAWES PRESTO DI PESISIR WADUK GAJAH MUNGKUR KABUPATEN WONOGIRI 117 Buana Sains Vol 8 No 2: 117-122, 2008 USAHA PENGOLAHAN IKAN TAWES PRESTO DI PESISIR WADUK GAJAH MUNGKUR KABUPATEN WONOGIRI Eri Yusnita Arvianti 1,2) dan Pandoyo 2,3) 1) PS Agribisnis, Fak. Pertanian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program

BAB I PENDAHULUAN. Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program pengembangan agribisnis. Program ini bertujuan untuk memfasilitasi berkembangnya usaha agribisnis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Tanaman perkebunan disebut sebagai komoditas pertanian yang berpotensi memberikan berbagai keuntungan yang menjanjikan dimasa depan. Salah satu tanaman perkebunan yang

Lebih terperinci