ASKEP SPINAL CORD INJURY

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ASKEP SPINAL CORD INJURY"

Transkripsi

1 ASKEP SPINAL CORD INJURY I. PENDAHULUAN Cidera spinal cord adalah suatu kerusakan fungsi neurologis yang seringkali disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas. Efek dari spinal cord injury tergantung pada jenis luka dan tingkat dari cedera. Akibat yang ditimbulkan karena cedera SCI bervariasi, dan yang terparah bisa sampai mengakibatkan hilangnya fungsi motorik dan sensorik serta kehilangan fungsi defekasi dan berkemih. Cedera spinal cord injury dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu cedera lengkap dan tidak lengkap. Cedera lengkap berarti tidak ada fungsi di bawah tingkat yang cedera, tidak ada sensasi dan tidak ada gerakan atau bisa dikatakan pasien sudah mengalami kelumpuhan. Cedera tidak lengkap berarti ada beberapa fungsi di bawah tingkat dasar dari cedera. Ini berarti bahwa pasien tidak mengalami kelumpuhan total dan masih mampu menggerakkan sebagian anggota tubuh. Kelumpuhan hanya terjadi pada area cedera. Pada awal tahun 1900, angka kematian 1 tahun setelah trauma pada pasien dengan lesi komplit mencapai 100 %. Namun kini, angka ketahanan hidup 5 tahun pada pasien dengan trauma tetraplegia mencapai 90 %. Pasien dengan trauma spinal cord komplit berpeluang sembuh kurang dari 5 %. Jika terjadi paralisis komplit dalam waktu 72 jam setelah trauma, peluang perbaikan adalah nol. Untuk prognosis trauma spinal cord inkomplit lebih baik jika dibandingkan dengan trauma spinal cord komplit. Jika fungsi sensoris masih ada, peluang pasien untuk dapat berjalan kembali lebih dari 50 %. Angka kejadian dengan spinal cord injury dapat dikatakan masih relatif tinggi. Di U.S. saja, insiden trauma SCI sekitar 5 kasus per satu juta populasi per tahun atau sekitar pasien per tahun. Insiden trauma SCI tertinggi terjadi pada usia tahun (53,1 %). Laki-laki-wanita rasio individu dengan SCI di Amerika Serikat adalah 4:1; yaitu, laki-laki merupakan sekitar 80% orang dengan SCI. Sekitar 80 % pria dengan trauma SCI rata-rata berusia tahun. Laki-laki berusia antara tahun lebih cenderung menderita spinal cord injury akibat trauma (kecelakaan atau beberapa tindakan kekerasan). Dan di atas 50 % cedera spinal cord injury ini mengenai daerah servikalis. 60% lebih pasien dengan cedera spinal cord disertai dengan cedera mayor, seperti: cedera pada kepala atau otak, toraks, abdominal, atau vaskuler. Sementara cedera nontraumatic (misalnya: osteoporosis) lebih sering terjadi pada wanita yang berusia lebih dari 40 tahun.

2 SCIWORA (Spinal Cord Injury Without Radiologic Abnormality) terjadi primer pada anakanak. Tingginya insiden trauma spinal cord komplit yang berkaitan dengan SCIWORA dilaporkan terjadi pada anak-anak usia kurang dari 9 tahun. Angka kematian cenderung lebih tinggi pada anak-anak dengan cedera spinal cord. Tingginya angka kejadian yang dilaporkan karena trauma spinal cord sebenarnya dapat dikurangi sedikit demi sedikit dengan memproteksi individu itu sendiri. Misalnya dengan cara menjamin keselamatan kerja untuk karyawan dan memberikan alat pelindung yang sesuai di tempat rekreasi. Jika akan menyelam ke air yang dangkal, lakukan pemeriksaan kedalaman, dan mencari batu atau penghalang lain. Para pemain sepak bola diharuskan menggunakan teknik dan peralatan yang tepat saat bermain, karena pemain sepak bola sering melakukan gerakan memuntir dan menekuk punggung atau leher sehingga dapat menyebabkan trauma spinal cord. Begitu pula dengan olahraga lain yang memungkinkan terjadinya cedera spinal cord, contohnya para pendaki harus menggunakan perlengkapan yang tepat dan aman saat mendaki gunung. Untuk mengurangi angka kejadian trauma spinal cord yang disebabkan karena kecelakaan, para pengguna kendaraan bermotor sangat dianjurkan untuk menggunakan helm saat mengendarai sepeda motor dan memasang sabuk pengaman saat mengendarai mobil. Pada kasus ini peran perawat sangat diperlukan untuk dapat membantu dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan spinal cord injury dengan cara promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif sehingga masalah yang dihadapi oleh klien dapat teratasi dan klien dapat terhindar dari masalah yang paling buruk Pengertian Spinal Cord Injury Spinal cord injury dapat didefinisikan sebagai berikut: Cedera tulang belakang adalah cedera mengenai cervicalis, vertebralis dan lumbalis akibat trauma; jatuh dari ketinggian, kecelakakan lalu lintas,kecelakakan olahraga dsb (Arifin cit Sjamsuhidayat, 1997). Spinal Cord Injury (SCI) adalah cedera yang terjadi karena trauma spinal cord atau tekanan pada spinal cord karena kecelakaan. Spinal Cord Injury (SCI) dapat didefinisikan sebagai kerusakan atau trauma sumsum tulang belakang yang dapat mengakibatkan kehilangan atau gangguan fungsi yang mengakibatkan berkurangnya mobilitas atau perasaan (sensasi).

3 Spinal cord injury (SCI) terjadi ketika sumsum tulang belakang rusak, sehingga mengakibatkan hilangnya beberapa sensasi dan kontrol motorik. Spinal cord injury (SCI) adalah suatu tekanan terhadap sumsum tulang belakang yang mengakibatkan perubahan, baik sementara atau permanen, di motorik normal, indera, atau fungsi otonom. Spinal cord injury (SCI) terjadi ketika sesuatu (seperti: tulang, disk, atau benda asing) masuk atau mengenai spinal dan merusakkan spinal cord atau suplai darah (AACN, Marianne Chulay, 2005 : 487). Etiologi Spinal Cord Injury Penyebab spinal cord injury meliputi kecelakaan sepeda motor (44 %), tindak kekerasan (24 %), jatuh (22 %) (pada orang usia 65 tahun ke atas), luka karena senjata api (9%), kecelakaan olahraga (rata-rata pada usia 29 tahun) misal menyelam (8 %), dan penyebab lain misalnya infeksi atau penyakit, seperti tumor, kista di tulang belakang, multiple sclerosis, atau cervical spondylosis (degenerasi dari disk dan tulang belakang di leher)(2 %). Kecelakaan jalan raya adalah penyebab terbesar, hal mana cukup kuat untuk merusak kord spinal serta kauda ekuina. Di bidang olah-raga, tersering karena menyelam pada air yang sangat dangkal (Pranida, Iwan Buchori, 2007). Akibat suatu trauma mengenai tulang belakang, jatuh dari ketinggian, kecelakakan lalu lintas, kecelakakan olah raga (Arifin, 1997). Spinal cord injury paling banyak disebabkan karena kecelakaan kendaraan bermotor, jatuh, kekerasan, dan kecelakaan olahraga (AACN, Marianne Chulay, 2005 : 487). Penyebab kerusakan pada saraf tulang belakang, adalah trauma (mobil / sepeda motor kecelakaan, tembakan, jatuh, cedera olahraga, dll), atau penyakit (seperti: Transverse Myelitis, Polio, spina bifida, Friedreich's ataxia, dll) Klasifikasi Cedera Spinal Holdsworth membuat klasifikasi cedera spinal sebagai berikut: Cedera fleksi: cedera fleksi menyebabkan beban regangan pada ligamentum posterior, kemudian dapat menimbulkan kompresi pada bagian anterior korpus vertebra sehingga mengakibatkan wedge fracture (teardrop fracture). Cedera seperti ini dapat dikategorikan sebagai cedera yang stabil; Cedera fleksi-rotasi: beban fleksi-rotasi akan menimbulkan cedera pada ligamentum posterior (terkadang juga dapat melukai prosesus artikularis) lalu, cedera ini akan mengakibatkan terjadinya dislokasi fraktur rotasional yang dihubungkan dengan slice fracture korpus

4 vertebra. Cedera ini digolongkan sebagai cedera yang paling tidak stabil; Cedera ekstensi: cedera ekstensi biasanya merusak ligamentum longitudinalis anterior dan menimbulkan herniasi diskus. Biasanya terjadi pada daerah leher. Selama kolumna vertebra dalam posisi fleksi, maka cedera ini masih tergolong stabil; Cedera kompresi vertikal (vertical compression): cedera kompresi vertical mengakibatkan pembebanan pada korpus vertebra dan dapat menimbulkan burst fracture; Cedera robek langsung (direct shearing): cedera robek biasanya terjadi di daerah torakal dan disebabkan oleh pukulan langsung pada punggung, sehingga salah satu vertebra bergeser, fraktur prosesus artikularis serta ruptur ligamen. Patofisiologi Spinal Cord Injury Cedera spinal cord terjadi akibat patah tulang belakang, dan kasus terbanyak cedera spinal cord mengenai daerah servikal dan lumbal. Cedera dapat terjadi akibat hiperfleksi, hiperekstensi, kompresi atau rotasi pada tulang belakang. Fraktur pada cedera spinal cord dapat berupa patah tulang sederhana, kompresi, kominutif, dan dislokasi. Sedangkan kerusakan pada cedera spinal cord dapat berupa memar, kontusio, kerusakan melintang laserasi dengan atau tanpa gangguan peredaran darah, dan perdarahan. Kerusakan ini akan memblok syaraf parasimpatis untuk melepaskan mediator kimia, kelumpuhan otot pernapasan, sehingga mengakibatkan respon nyeri hebat dan akut anestesi. Iskemia dan hipoksemia syok spinal, gangguan fungsi rektum serta kandung kemih. Gangguan kebutuhan gangguan rasa nyaman nyeri, oksigen dan potensial komplikasi, hipotensi, bradikardia dan gangguan eliminasi. Temuan fisik pada spinal cord injury sangat bergantung pada lokasi yang terkena: jika terjadi cedera pada C-1 sampai C-3 pasien akan mengalami tetraplegia dengan kehilangan fungsi pernapasan atau sistem muskular total; jika cedera mengenai saraf C-4 dan C-5 akan terjaditetraplegia dengan kerusakan, menurunnya kapasitas paru, ketergantungan total terhadap aktivitas sehari-hari; jika terjadi cedera pada C-6 dan C-7 pasien akan mengalami tetraplegia dengan beberapa gerakan lengan atau tangan yang memungkinkan untuk melakukan sebagian aktivitas sehari-hari; jika terjadi kerusakan pada spinal C-7 sampai T-1 seseorang akan mengalami tetraplegia dengan keterbatasan menggunakan jari tangan, meningkat kemandiriannya; pada T-2 sampai L-1 akan terjadi paraplegia dengan fungsi tangan dan berbagai fungsi dari otot interkostal dan abdomen masih baik; jika terjadi cedera pada L-1 dan L-2 atau dibawahnya, maka orang tersebut akan kehilangan fungsi motorik dan sensorik, kehilangan fungsi defekasi dan berkemih.

5 Manifestasi Klinis Gambaran klinis bergantung pada lokasi dan besarnya kerusakan yang terjadi. Kerusakan melintang memberikan gambaran berupa hilangnya fungsi motorik maupun sensorik kaudal dari tempat kerusakan disertai syok spinal. Syok spinal terjadi pada kerusakan mendadak sumsum tulang belakang karena hilangnya rangsang yang berasal dari saraf pusat. Peristiwa ini umumnya berlangsung selama satu hingga enam minggu, kadang dapat lebih lama. Tandanya adalah kelumpuhan flaksid, anestesia, arefleksi, hilangnya perspirasi, gangguan fungsi rektum dan kandung kemih, priapismus, bradikardia dan hipotensi. Setelah syok spinal pulih kembali, akan terjadi hiperrefleksi. Terlihat pula tanda gangguan fungsi autonom, berupa kulit kering karena tidak berkeringat dan hipotensi ortostatik, serta gangguan fungsi kandung kemih dan gangguan defekasi. Sindrom spinal cord bagian depan menunjukkan kelumpuhan otot lurik di bawah tempat kerusakan disertai hilangnya rasa nyeri dan suhu pada kedua sisinya, sedangkan rasa raba dan posisi tidak terganggu. Cedera spinal cord sentral jarang ditemukan. Keadaan ini pada umumnya terjadi akibat cedera di daerah servikal dan disebabkan oleh hiperekstensi mendadak sehingga sumsum belakang terdesak dari dorsal oleh ligamentum flavum yang terlipat. Cedera tersebut dapat terjadi pada orang yang memikul beban berat di atas kepala, kemudian terjadi gangguan keseimbangan yang mendadak sehingga beban jatuh dan tulang belakang hiperekstensi. Gambaran klinis berupa tetraparese parsial. Gangguan pada ekstremitas bawah lebih ringan daripada ekstremitas atas, sedangkan daerah perianal tidak terganggu. Sindrom Brown-Sequard disebabkan oleh kerusakan separuh lateral spinal cord. Sindrom ini jarang ditemukan. Gejala klinis berupa gangguan motorik dan hilangnya rasa vibrasi dan posisi ipsilateral; di kontralateral terdapat gangguan rasa nyeri dan suhu. Kerusakan tulang belakang setinggi vertebra L1-L2 mengakibatkan anestesia perianal, gangguan fungsi defekasi, miksi, impotensi serta hilangnya refleks anal dan refleks bulbokavernosa. Sindrom ini disebut sindrom konus medularis. Sindrom kauda equina disebabkan oleh kompresi pada radiks lumbosakral setinggi ujung konus medularis dan menyebabkan kelumpuhan dan anestesia di daerah lumbosakral yang mirip dengan sindrom konus medularis. Klien yang mengalami cidera spinal cord khususnya bone loss pada L2-3 membutuhkan perhatian lebih diantaranya dalam pemenuhan kebutuhan ADL dan dalam pemenuhan kebutuhan untuk mobilisasi. Selain itu klien juga beresiko mengalami komplikasi cedera

6 spinal seperti syok spinal, trombosis vena profunda, gagal napas; pneumonia dan hiperfleksia autonomic. Meskipun gambaran klinis tergantung pada lokasi dan besarnya kerusakan, namun secara umum jika seseorang mengalami spinal cord injury, maka mereka akan mengeluh: nyeri mulai dari leher sampai bawah, kehilangan fungsi (misalnya: tidak dapat menggerakkan lengan), kehilangan atau berubahnya sensasi di berbagai area tubuh, sakit atau tekanan yang berat di leher, kepala. Biasanya nyeri terjadi hilang timbul, geli (kesemutan) atau kehilangan sensasi di jari dan tangan, kehilangan kontrol salah satu atau seluruh bagian tubuh, inkontinensia urin yang mungkin disebabkan karena kelumpuhan saraf, kesulitan berjalan dengan keseimbangan, sulit bernafas setelah cedera, tidak berfungsinya saraf pada kepala atau tulang belakang. f. Pemeriksaan Penunjang Untuk menegakkan diagnosa pada penderita spinal cord injury, diperlukan beberapa pemeriksaan penunjang yang meliputi: sinar-x spinal: untuk menentukan lokasi dan jenis cedera tulang (fraktur atau dislokasi), untuk reduksi setelah dilakukan traksi atau operasi; CT scan untuk menentukan tempat luka/jejas, mengidentifikasi tulang yang terluka dan tekanan pada cord, mengevaluasi gangguan struktural, CT- Scan berguna untuk mempercepat skrining dan menyediakan informasi tambahan jika hasil dari sinar-x kurang akurat untuk mengetahui status patahan dan spinal yang cedera; MRI: untuk mengidentifikasi kerusakan syaraf spinal, edema dan kompresi; Foto rontgen thorak: ditujukan untuk mengetahui keadaan paru klien, (contoh : adakah perubahan pada diafragma, atelektasis); AGD (analisa gas darah): digunakan untuk menunjukkan keefektifan pertukaran gas dan upaya ventilasi. Komplikasi Efek dari cedera kord spinal akut mungkin mengaburkan penilaian terhadap cedera lain yang menyertai dan mungkin juga mengubah respon terhadap terapi. Berat serta jangkauan cedera penyerta yang berpotensi didapat dari penilaian primer yang sangat teliti dan penilaian ulang yang sistematik terhadap pasien setelah cedera kord spinal. Dua penyebab kematian utama setelah cedera kord spinal adalah aspirasi dan syok. Beberapa komplikasi yang mungkin ditimbulkan dari cedera saraf tulang belakang adalah: tekanan darah perubahan - dapat ekstrim (otonom hyperreflexia), disebabkan karena menurunnya curah jantung, komplikasi imobilitas dapat disebabkan karena tidak berfungsinya salah satu anggota tubuh sehingga pasien diharuskan tirah baring yang lama

7 sehingga dapat menyebabkan dekubitus atau kontraktur; deep vein thrombosis, ini dapat terjadi karena kurangnya sistem koagulasi dalam darah, sehingga terdapat trombus, karena pergerakan, maka dapat menyebabkan trombus tersebut lepas dan menjadi emboli, kemudian melalui pembuluh darah mengikuti aliran darah dan berkumpul di suatu tempat; infeksi paru dapat terjadi jika ada cedera lain yang menyertai, atau ada kompresi pada cervikalis sehingga fungsi paru terganggu atau menjadi minimal; kulit breakdown terjadi bila terjadi robekan pada kulit punggung; kontraktur, terjadi karena pasien immobilisasi; peningkatan risiko cedera pada daerah kebas tubuh disebabkan karena orang tersebut kehilangan sensasi (mati rasa) sehingga meskipun orang tersebut terluka oleh benda tajam pada daerah kebas tidak akan merasakan sakit; peningkatan risiko kerusakan ginjal karena terjadi disfungsi berkemih sehingga pasien tidak dapat mengeluarkan sisa metabolisme dalam tubuh melalui urin; meningkatnya risiko infeksi saluran kemih karena banyak bakteri dan jamur pada saluran kemih; kehilangan kontrol kandung kemih disebabkan karena cedera pada L-1 dan L- 2 atau dibawahnya; kehilangan kontrol usus disebabkan karena cedera pada L-1 dan L-2 atau dibawahnya; hilangnya sensasi disebabkan oleh cederanya spinal L1 dan L2 atau dibawahnya; kehilangan fungsi seksual (impotensi pria) karena cedera spinal L1 dan L2 atau dibawahnya; muscle spasticity disebabkan karena C-1 sampai C-3 mengalami cedera; pain, karena diskontinuitas antara tulang dan jaringan; kelumpuhan otot pernapasan, karena cederanya spinal C1 sampai C3, dan C4 sampai C5 ; kelumpuhan (paraplegia, quadriplegia), tergantung pada tempat atau lokasi terjadinya cedera; aspirasi terjadi karena tidak berfungsinya sistem pernapasan dan pencernaan; shock, biasanya terjadi karena perdarahan pada pasien, jika kehilangan darah terus menerus, pasien akan menjadi hipotensi, dan untuk mengkompensasi, jantung bekerja lebih keras, memompa lebih cepat sehingga terjadi takikardi pada nadi, namun volume darah dalam tubuh tetap sedikit, sehingga darah hanya digunakan untuk otak, apabila tubuh sudah tidak dapat mengkompensasi lagi, nadi akan menjadi semakin lemah dan sampai tak teraba dan untuk bagian perifer tubuh menjadi dingin (akral), dan terjadilah shock hipovolemik. Penatalaksanaan Penatalaksaan Medis Tindakan-tindakan untuk imobilisasi dan mempertahankan vertebral dalam posisi lurus: pemakaian kollar leher, bantal pasir atau kantung IV untuk mempertahankan agar leher stabil, dan menggunakan papan punggung bila memindahkan pasien; melakukan traksi skeletal untuk fraktur servikal, yang meliputi penggunaan Crutchfield, Vinke, atau tong Gard-

8 Wellsbrace pada tengkorak, tirah baring total dan pakaikan brace haloi untuk pasien dengan fraktur servikal stabil ringan; pembedahan (laminektomi, fusi spinal atau insersi batang Harrington) untuk mengurangi tekanan pada spinal bila pada pemeriksaan sinar-x ditemui spinal tidak aktif. Intervensi bedah = Laminektomi, dilakukan bila: deformitas tidak dapat dikurangi dengan fraksi, terdapat ketidakstabilan signifikan dari spinal servikal, cedera terjadi pada region lumbar atau torakal, status neurologis mengalami penyimpanan untuk mengurangi fraktur spinal atau dislokasi atau dekompres medulla. (Diane C. Braughman, 2000 ; 88-89) Tindakan-tidakan untuk mengurangi pembengkakan pada medula spinalis dengan menggunakan glukortiko steroid intravena Penatalaksanaan Keperawatan Pengkajian fisik didasarakan pada pemeriksaan pada neurologis, kemungkinan didapati defisit motorik dan sensorik di bawah area yang terkena:syok spinal, nyeri, perubahan fungsi kandung kemih, perusakan fungsi seksual pada pria, pada wanita umumnya tidak terganggu fungsi seksualnya, perubahan fungsi defekasi; kaji perasaan pasien terhadap kondisinya; lakukan pemeriksaan diagnostik; pertahankan prinsip A-B-C (Airway, Breathing, Circulation) agar kondisi pasien tidak semakin memburuk.

9 II PENGKAJIAN Beberapa hal penting yang perlu dikaji pada cedera Spinal Cord Injury adalah, sebagai berikut: tanyakan riwayat trauma yang dialami oleh klien ( apakah karena KLL, olahraga atau yang lain), kemudian tanyakan apakah ada riwayat penyakit degeneratif (seperti: osteoporosis, osteoartritis, dll), bagaimana mekanisme terjadinya trauma pada pasien, kemudian stabilisasi dan monitoring pada pasien, lakukan pemeriksaan fisik pada pasien: lihat KU pasien, ukur TTV, adakah defisit neurologis pada pasien, tanyakan bagaimana status kesadaran awal klien saat kejadian, lakukan tes refleks, motorik, lokalis (look, feel, move) pada pasien, fokuskan pada deformitas leher, memar pada leher dan bahu, memar pada muka atau abrasi dangkal pada dahi, lakukan pemeriksaan neurologi penuh. Data fokus, didapatkan dengan melakukan pengkajian 11 pola Gordon: Aktifitas dan istirahat : kelumpuhan otot terjadi kelemahan selama syok spinal Sirkulasi : berdebar-debar, pusing saat melakukan perubahan posisi, hipotensi, bradikardia ekstremitas dingin atau pucat. Eliminasi : inkontinensia defekasi dan berkemih, retensi urine, distensi perut, peristaltik usus hilang. Integritas ego : menyangkal, tidak percaya, sedih dan marah, takut cemas, gelisah dan menarik diri. Pola makan : mengalami distensi perut, peristaltik usus hilang Pola kebersihan diri : sangat ketergantungan dalam melakukan ADL Neurosensori : kesemutan, rasa terbakar pada lengan atau kaki, paralisis flasid, hilangnya sensai dan hilangnya tonus otot, hilangnya reflek, perubahan reaksi pupil, ptosis. Nyeri/kenyamanan : nyeri tekan otot, hiperestesi tepat diatas daerah trauma, dan mengalami deformitas pada derah trauma. Pernapasan : napas pendek, ada ronkhi, pucat, sianosis Keamanan : suhu yang naik turun Seksualitas : priapismus (pada laki-laki), haid tidak teratur (pada wanita) III. Analisa Data dan Masalah Diagnosa 1 Ds: pasien mengatakan kesulitan bernafas Do: sesak nafas, terdapat tarikan diafragma, sianosis, hasil GDA: PaO2 < 80, PaCo2 > 45, RR = 28 x/menit

10 Cedera pada servikalis menyebabkan terpotongnya spinal, sehingga persarafan untuk pernapasan menjadi cedera, menyebabkan pergerakan diafragma terganggu, sehingga paruparu sulit mengembang dan px mengalami kesulitan bernafas Masalah: Pola nafas tidak efektif Diagnosa 2 Ds: pasien mengatakan tidak dapat melakukan pergerakan pada tangan dan kaki Do: ada kontraktur, kekuatan otot (ROM menurun), cedera atau lesi pada servikal Cedera servikal menyebabkan tetraplegia sehingga pasien tidak dapat menggerakkan tangan dan kakinya serta pasien tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari Masalah: Kerusakan mobilitas fisik Diagnosa 3 Ds: pasien mengeluh nyeri pada daerah yang cedera Do: wajah pasien meringis, skala nyeri 4-6, luka atau lesi di tempat yang mengalami cedera Adanya cedera pada spinal membuat diskontinuitas antara otot dan jaringan sehingga SSP mengeluarkan transmitter nyeri (seperti: bradikinin) dan menyebabkan rasa nyeri Masalah: gangguan rasa nyaman nyeri Diagnosa 4 Ds: pasien mengatakan tidak dapat atau sulit untuk BAB Do: jika dilakukan palpasi pada abdomen akan didapatkan tegang atau keras pada abdomen pasien, karena feses impaksi pada colon pasien Cedera pada spinal menyebabkan gangguan persarafan pada usus dan rektum sehingga menyebabkan menurunnya peristaltik usus dan bising usus serta menurunnya fungsi rektum Masalah: gangguan eliminasi alvi / konstipasi Diagnosa 5 Ds: pasien mengaku kesulitan saat berkemih, dan berkemihnya juga jarang Do: produksi urine < 50 cc/jam, luka karena cedera spinal, adanya distensi bladder Cedera spinal pada lumbalis akan merusakkan saraf yang mengatur seseorang untuk berkemih, sehingga terjadi retensi urin Masalah: : perubahan pola eliminasi urine Diagnosa 6 Ds: pasien mengatakan nyeri pada punggung Do: adanya kemerahan, bernanah, kulit lembab, luka dekubitus Cedera pada spinal menyebabkan kelumpuhan, sehingga pasien harus tirah baring dalam waktu yang cukup lama, apabila tidak dilakukan mobilisasi selama 2 jam sekali, maka akan

11 menurunkan aliran darah ke tempat yang cedera serta meningkatkan tekanan pada daerah tersebut dan terjadilah ulkus dekubitus Masalah: : gangguan integritas kulit

12 IV. Intervensi 1. Diagnosa keperawatan: Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kelumpuhan otot diafragma Tujuan perawatan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama maksimal 1 jam, pola nafas pasien menjadi efektif Kriteria hasil : sesak nafas berkurang, tidak ditemukan tarikan diafragma, sianosis tidak ada, PaO2 > 80, PaCo2 < 45,RR = x/menit Intervensi keperawatan : a) Pertahankan jalan nafas; posisi kepala tanpa gerak. Rasional : pasien dengan cedera cervicalis akan membutuhkan bantuan untuk mencegah aspirasi/ mempertahankan jalan nafas. b) Lakukan penghisapan lendir bila perlu, catat jumlah, jenis dan karakteristik sekret. Rasional : jika batuk tidak efektif, penghisapan dibutuhkan untuk mengeluarkan sekret, dan mengurangi resiko infeksi pernapasan. c) Kaji fungsi pernapasan. Rasional : trauma pada C5-6 menyebabkan hilangnya fungsi pernapasan secara partial, karena otot pernapasan mengalami kelumpuhan. d) Auskultasi suara napas. Rasional : hipoventilasi biasanya terjadi atau menyebabkan akumulasi sekret yang berakibat pneumonia. e) Observasi warna kulit. Rasional : menggambarkan adanya kegagalan pernapasan yang memerlukan tindakan segera f) Kaji distensi perut dan spasme otot. Rasional : kelainan penuh pada perut disebabkan karena kelumpuhan diafragma g) Anjurkan pasien untuk minum minimal 2000 cc/hari, jika tidak ada kontraindikasi. Rasional : membantu mengencerkan sekret, meningkatkan mobilisasi sekret sebagai ekspektoran. h) Lakukan pengukuran kapasitas vital, volume tidal dan kekuatan pernapasan. Rasional : menentukan fungsi otot-otot pernapasan. Pengkajian terus menerus untuk mendeteksi adanya kegagalan pernapasan. i) Pantau analisa gas darah. Rasional : untuk mengetahui adanya kelainan fungsi pertukaran gas sebagai contoh : hiperventilasi PaO2 rendah dan PaCO2 meningkat. j) Berikan oksigen dengan cara yang tepat. Rasional : metode dipilih sesuai dengan keadaan insufisiensi pernapasan. k) Lakukan fisioterapi nafas. Rasional : mencegah sekret tertahan pada paru-paru

13 2. Diagnosa keperawatan : kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelumpuhan Tujuan perawatan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam, perawatan gangguan mobilisasi bisa diminimalisasi sampai cedera diatasi dengan pembedahan Kriteria hasil : tidak ada kontraktur, kekuatan otot meningkat ROM meningkat (antara 4-5), lesi berkurang, pasien mampu beraktifitas kembali secara bertahap. Intervensi keperawatan: a) Kaji secara teratur fungsi motorik. Rasional : mengevaluasi keadaan secara umum b) Instruksikan pasien untuk memanggil bila minta pertolongan. Rasional: memberikan rasa aman c) Lakukan log rolling. Rasional : membantu ROM secara pasif d) Pertahankan sendi 90 derajad terhadap papan kaki. Rasional mencegah footdro e) Ukur tekanan darah sebelum dan sesudah log rolling. Rasional : mengetahui adanya hipotensi ortostatik f) Inspeksi kulit setiap hari. Rasional : gangguan sirkulasi dan hilangnya sensai resiko tinggi kerusakan integritas kulit. g) Berikan relaksan otot sesuai keperluan, seperti diazepam. Rasional : berguna untuk membatasi dan mengurangi nyeri yang berhubungan dengan spastisitas 3. Diagnosa keperawatan : gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan adanya cedera Tujuan keperawatan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 jam, nyeri pasien berkurang Kriteria hasil : melaporkan rasa nyerinya berkurang, wajah pasien rileks, skala nyeri 1-3, luka atau lesi di tempat yang mengalami cedera berkurang Intervensi keperawatan: a) Kaji terhadap nyeri dengan skala Rasional : pasien melaporkan nyeri biasanya diatas tingkat cedera. b) Bantu pasien dalam identifikasi faktor pencetus. Rasional : nyeri dipengaruhi oleh; kecemasan, ketegangan, suhu, distensi kandung kemih dan berbaring lama. c) Berikan tindakan kenyamanan. Rasional : memberikan rasa nyaman dengan cara membantu mengontrol nyeri. d) Dorong pasien menggunakan tehnik relaksasi. Rasional : memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan rasa kontrol.

14 e) Berikan obat antinyeri sesuai keperluan. Rasional : untuk menghilangkan nyeri otot atau untuk menghilangkan kecemasan dan meningkatkan istirahat. 4. Diagnosa keperawatan : gangguan eliminasi alvi /konstipasi berhubungan dengan gangguan persarafan pada usus dan rektum. Tujuan perawatan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam, pasien tidak menunjukkan adanya gangguan eliminasi alvi/konstipasi Kriteria hasil : pasien bisa BAB secara teratur sehari 1 kali, jika dilakukan palpasi pada akan didapatkan hasil abdomen yang tidak tegang Intervensi keperawatan: a) Auskultasi bising usus, catat lokasi dan karakteristiknya.rasional : bising usus mungkin tidak ada selama syok spinal. b) Observasi adanya distensi perut. Rasional: untuk mengetahui penurunan bising usus c) Catat adanya keluhan mual dan ingin muntah, pasang NGT. Rasional : pendarahan gantrointentinal dan lambung mungkin terjadi akibat trauma dan stress. d) Berikan diet seimbang TKTP cair. Rasional: meningkatkan konsistensi feces e) Berikan obat pencahar sesuai keperluan. Rasional: merangsang kerja usus 5. Diagnosa keperawatan : perubahan pola eliminasi urine berhubungan dengan kelumpuhan syarat perkemihan. Tujuan perawatan : setelah dilakukan tindakan keperawtan selama 1 jam, pola eliminasi kembali normal Kriteria hasil : produksi urine 50 cc/jam, keluhan eliminasi urine tidak ada, luka karena cedera spinal berkurang, tidak adanya distensi bladder Intervensi keperawatan : a) Kaji pola berkemih, dan catat produksi urine tiap jam. Rasional : mengetahui fungsi ginjal b) Palpasi kemungkinan adanya distensi kandung kemih. Rasional: untuk mengetahui tindakan yang harus dilakukan dengan segera c) Anjurkan pasien untuk minum 2000 cc/hari. Rasional : membantu mempertahankan fungsi ginjal. d) Pasang dower kateter. Rasional membantu proses pengeluaran urine 6. Diagnosa keperawatan : gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama

15 Tujuan keperawatan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, pasien tidak mengalami gangguan integritas kulit Kriteria hasil : tidak ada dekibitus, kulit kering, tidak ada kulit yang kemerahan atau bernanah Intervensi keperawatan : a) Inspeksi seluruh lapisan kulit. Rasional : kulit cenderung rusak karena perubahan sirkulasi perifer. b) Lakukan perubahan posisi sesuai keperluan. Rasional: untuk mengurangi penekanan pada kulit c) Bersihkan dan keringkan kulit. Rasional: meningkatkan integritas kulit d) Jagalah baju tetap kering. Rasional: mengurangi resiko kelembaban kulit e) Berikan terapi kinetik sesuai kebutuhan. Rasional : meningkatkan sirkulasi sistemik dan perifer dan menurunkan tekanan pada kulit serta mengurangi kerusakan kulit Daftar Pustaka Chulay, Marianne and Burns, Suzanne.2005.AACN Essentials of Critical Care Nursing.United States of America: McGraw-Hill Doengoes, M. E.1999.Rencana Asuham Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien.Edisi 3. Jakarta ; EGC Ns.Dedex Oktaviana.Jam Tanggal 23 Maret 2010.Hari Selasa. %7C7%7C198 cord injury Jam Maret 2010.Laporan Pendahuluan pada Cedera Medulla Spinalis.

Diposkan oleh Amel_Lia

Diposkan oleh Amel_Lia A S K E P S P I N A L C O R D I N J U R Y Diposkan oleh Amel_Lia 1. Pendahuluan Spinal Cord Injury (SCI) Cedera tulang belakang adalah cedera mengenai cervicalis, vertebralis dan lumbalis akibat trauma;

Lebih terperinci

Manifestasi Klinis a. b. c. d. Asuhan Keperawatan Pengkajian

Manifestasi Klinis a. b. c. d. Asuhan Keperawatan Pengkajian Manifestasi Klinis a. Nyeri akut pada belakang leher yang menyebar sepanjang saraf yang terkena b. Paraplegi c. Tingkat neurologis: - Paralisis sensorik dan motorik total di bawah tingkat neurologis -

Lebih terperinci

Program Studi Ilmu keperawatan

Program Studi Ilmu keperawatan LAPORAN MATA KULIAH KEPERAWATAN TRAUMA TRAUMA MEDULA SPINALIS Dikerjakan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Keperawatan Trauma Disusun oleh : Kelas 3A Program Studi Ilmu keperawatan SEKOLAH TINGGI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. langsung, kelelahan otot, atau karena kondisi-kondisi tertentu seperti

BAB I PENDAHULUAN. langsung, kelelahan otot, atau karena kondisi-kondisi tertentu seperti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan kota-kota di Indonesia telah mencapai tingkat perkembangan kota yang pesat dan cukup tinggi. Kecelakan merupakan salah satu faktor penyebab kematian terbesar

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN TRAUMA SPINAL DAN SERVIKAL

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN TRAUMA SPINAL DAN SERVIKAL ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN TRAUMA SPINAL DAN SERVIKAL A. KONSEP DASAR PENYAKIT 1. DEFINISI Cedera tulang belakang adalah cedera mengenai cervicalis, vertebralis dan lumbalis akibat trauma ;

Lebih terperinci

CEDERA SPINAL DANIEL, PUTU DEASY, APRIL, MURNI, DESI, JERRY, DAVID, HERNA, SARI, VANI, OCTA, ESTER,

CEDERA SPINAL DANIEL, PUTU DEASY, APRIL, MURNI, DESI, JERRY, DAVID, HERNA, SARI, VANI, OCTA, ESTER, CEDERA SPINAL DANIEL, PUTU DEASY, APRIL, MURNI, DESI, JERRY, DAVID, HERNA, SARI, VANI, OCTA, ESTER, Medula Spinalis Medula spinalis merupakan bagian dari susunan saraf pusat Kendali untuk sistem gerak

Lebih terperinci

- Nyeri dapat menyebabkan shock. (nyeri) berhubungan. - Kaji keadaan nyeri yang meliputi : - Untuk mengistirahatkan sendi yang fragmen tulang

- Nyeri dapat menyebabkan shock. (nyeri) berhubungan. - Kaji keadaan nyeri yang meliputi : - Untuk mengistirahatkan sendi yang fragmen tulang 3. PERENCANAAN TINDAKAN PERAWATAN NO DIAGNOSA KEPERAWATAN Gangguan rasa nyaman TUJUAN DAN HASIL YANG DIHARAPKAN Tujuan : RENCANA TINDAKAN - Kaji keadaan nyeri yang meliputi : RASIONAL - Nyeri dapat menyebabkan

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN. PADA PASIEN DENGAN KASUS CKR (Cedera Kepala Ringan) DI RUANG ICU 3 RSUD Dr. ISKAK TULUNGAGUNG

LAPORAN PENDAHULUAN. PADA PASIEN DENGAN KASUS CKR (Cedera Kepala Ringan) DI RUANG ICU 3 RSUD Dr. ISKAK TULUNGAGUNG LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN KASUS CKR (Cedera Kepala Ringan) DI RUANG ICU 3 RSUD Dr. ISKAK TULUNGAGUNG A. DEFINISI CKR (Cedera Kepala Ringan) merupakan cedera yang dapat mengakibatkan kerusakan

Lebih terperinci

Cedera medulla spinalis yang disebabkan trauma terjadi karena : Axial loading Hiperfleksi Hiperekstensi Rotasi Lateral bending

Cedera medulla spinalis yang disebabkan trauma terjadi karena : Axial loading Hiperfleksi Hiperekstensi Rotasi Lateral bending Cedera medulla spinalis adalah cedera pada medulla spinalis yang dapat mempengaruhi fungsi motorik, sensorik, dan otonom. Perubahan ini dapat sementara atau permanen. Cedera medulla spinalis paling banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan termasuk salah satunya di bidang kesehatan. Pembangunan di bidang

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan termasuk salah satunya di bidang kesehatan. Pembangunan di bidang BAB I PENDAHULUAN Pembangunan Nasional adalah pembangunan yang meliputi segala aspek kehidupan termasuk salah satunya di bidang kesehatan. Pembangunan di bidang kesehatan, pada hakekatnya adalah untuk

Lebih terperinci

PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA POST OPERASI FRAKTUR KOMPRESI VERTEBRA THORAKAL XII LUMBAL 1 dengan FRANKLE A

PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA POST OPERASI FRAKTUR KOMPRESI VERTEBRA THORAKAL XII LUMBAL 1 dengan FRANKLE A PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA POST OPERASI FRAKTUR KOMPRESI VERTEBRA THORAKAL XII LUMBAL 1 dengan FRANKLE A Diajukan sebagai Salah Satu Syarat Mendapatkan Gelar Ahli Madya Fisioterapi Disusun Oleh:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Trauma Cervical Di Bangsal Inayah RSU PKU Muhammadiyah Gombong

BAB I PENDAHULUAN. Trauma Cervical Di Bangsal Inayah RSU PKU Muhammadiyah Gombong BAB I PENDAHULUAN A. Judul Asuhan Keperawatan Pemenuhan Kebutuhan Rasa Aman dan Nyaman Pada Tn.H Trauma Cervical Di Bangsal Inayah RSU PKU Muhammadiyah Gombong B. Latar Belakang Masalah Cedera Cervikal

Lebih terperinci

KARYA TULIS ILMIAH. Oleh : AJENG PUSPITASARI PUTRI J

KARYA TULIS ILMIAH. Oleh : AJENG PUSPITASARI PUTRI J KARYA TULIS ILMIAH PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA PARAPLEGI KARENA POST OPERASI BURST FRAKTUR VERTEBRA THORAKAL XII FRANKLE A DI RSO Dr. SOEHARSO SURAKARTA Oleh : AJENG PUSPITASARI PUTRI J10007007 Diajukan

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN DEMAM CHIKUNGUNYA Oleh DEDEH SUHARTINI

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN DEMAM CHIKUNGUNYA Oleh DEDEH SUHARTINI ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN DEMAM CHIKUNGUNYA Oleh DEDEH SUHARTINI A. PENGERTIAN Chikungunya berasal dari bahasa Shawill artinya berubah bentuk atau bungkuk, postur penderita memang kebanyakan membungkuk

Lebih terperinci

Trauma Lahir. dr. R.A.Neilan Amroisa, M.Kes., Sp.S Tim Modul Tumbuh Kembang FK Unimal 2009

Trauma Lahir. dr. R.A.Neilan Amroisa, M.Kes., Sp.S Tim Modul Tumbuh Kembang FK Unimal 2009 Trauma Lahir dr. R.A.Neilan Amroisa, M.Kes., Sp.S Tim Modul Tumbuh Kembang FK Unimal 2009 Jenis trauma lahir 1. Trauma lahir pada kepala Ekstrakranial Intrakranial 2. Trauma Medulla Spinalis 3. Trauma

Lebih terperinci

disebabkan internal atau eksternal trauma, penyakit atau cedera. 1 tergantung bagian neurogenik yang terkena. Spincter urinarius mungkin terpengaruhi,

disebabkan internal atau eksternal trauma, penyakit atau cedera. 1 tergantung bagian neurogenik yang terkena. Spincter urinarius mungkin terpengaruhi, Fungsi normal kandung kemih adalah mengisi dan mengeluarkan urin secara terkoordinasi dan terkontrol. Aktifitas koordinasi ini diatur oleh sistem saraf pusat dan perifer. Neurogenic bladdre adalah keadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam menjalankan kehidupan sehari-harinya seorang individu memerlukan interaksi atau dengan kata lain memerlukan suatu hubungan sosial dengan masyarakat disekitarnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. langsung, kelelahan otot, atau karena kondisi-kondisi tertentu seperti

BAB I PENDAHULUAN. langsung, kelelahan otot, atau karena kondisi-kondisi tertentu seperti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan kota-kota di Indonesia telah mencapai tingkat perkembangan kota yang pesat dan cukup tinggi. Kecelakan merupakan salah satu faktor penyebab kematian terbesar

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN TRAUMA MEDULA SPINALIS

LAPORAN PENDAHULUAN TRAUMA MEDULA SPINALIS LAPORAN PENDAHULUAN TRAUMA MEDULA SPINALIS I. Konsep Dasar Teori A. Pengertian 1. Trauma Medulla Spinalis adalah Trauma yang terjadi pada jaringan medulla spinalis yang dapat menyebabkan fraktur atau pergeseran

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA PASIEN NY. S DENGAN CONGESTIVE HEART FAILURE (CHF) DI IGD RS HAJI JAKARTA

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA PASIEN NY. S DENGAN CONGESTIVE HEART FAILURE (CHF) DI IGD RS HAJI JAKARTA ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA PASIEN NY. S DENGAN CONGESTIVE HEART FAILURE (CHF) DI IGD RS HAJI JAKARTA A. PENGKAJIAN 1. IDENTITAS No. Rekam Medis : 55-13-XX Diagnosa Medis : Congestive Heart Failure

Lebih terperinci

CEDERA KEPALA, LEHER, TULANG BELAKANG DAN DADA

CEDERA KEPALA, LEHER, TULANG BELAKANG DAN DADA Materi 12 CEDERA KEPALA, LEHER, TULANG BELAKANG DAN DADA Oleh : Agus Triyono, M.Kes A. CEDERA KEPALA Pengertian : Semua kejadian pada daerah kepala yang dapat mengakibatkan terganggunya fungsi otak baik

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN. Setiawan, S.Kp., MNS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN. Setiawan, S.Kp., MNS ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN SHOCK HYPOVOLEMIK Setiawan, S.Kp., MNS KLASIFIKASI SHOCK HYPOVOLEMIC SHOCK CARDIOGENIC SHOCK SEPTIC SHOCK NEUROGENIC SHOCK ANAPHYLACTIC SHOCK TAHAPAN SHOCK TAHAP INISIAL

Lebih terperinci

Menurut Depkes RI (1995), berdasarkan luas dan garis traktur meliputi:

Menurut Depkes RI (1995), berdasarkan luas dan garis traktur meliputi: DEFINISI Terdapat beberapa pengertian mengenai fraktur, sebagaimana yang dikemukakan para ahli melalui berbagai literature. Menurut FKUI (2000), fraktur adalah rusaknya dan terputusnya kontinuitas tulang,

Lebih terperinci

Cedera Spinal / Vertebra

Cedera Spinal / Vertebra Cedera Spinal / Vertebra Anatomi 7 Servikal Anterior 12 Torakal Posterior 5 Lumbal Sakral Anatomi Posterior Anterior Motorik Cedera Spinal Sensorik Otonom Susunan Syaraf ke Ekstremitas Plexus Brachialis

Lebih terperinci

Gangguan Neuromuskular

Gangguan Neuromuskular Bab 9 Gangguan Neuromuskular Oleh: Dr. dr. Zairin Noor Helmi, Sp.OT(K)., M.M., FISC. Tujuan Pembelajaran Setelah menyelesaikan bab ini, pembaca/peserta didik diharapkan mampu: mendeskripsikan konsep palsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertambahnya jumlah pengendara kendaraan bermotor dan pengguna jalan

BAB I PENDAHULUAN. bertambahnya jumlah pengendara kendaraan bermotor dan pengguna jalan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini kasus-kasus orthopedi bertambah banyak, semakin bertambahnya jumlah pengendara kendaraan bermotor dan pengguna jalan raya banyak kita jumpai berbagai kecelakaan

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN HEPATOMEGALI

LAPORAN PENDAHULUAN HEPATOMEGALI LAPORAN PENDAHULUAN HEPATOMEGALI A. KONSEP MEDIK 1. Pengertian Hepatomegali Pembesaran Hati adalah pembesaran organ hati yang disebabkan oleh berbagai jenis penyebab seperti infeksi virus hepatitis, demam

Lebih terperinci

KEBUTUHAN MOBILITAS FISIK

KEBUTUHAN MOBILITAS FISIK KEBUTUHAN MOBILITAS FISIK PENGERTIAN MOBILISASI Adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas, mudah, teratur dan mempunyai tujuan dalam rangka pemenuhan kebutuhan hidup sehat. Semua manusia yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hakekat pembangunan kesehatan ditujukan untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Hakekat pembangunan kesehatan ditujukan untuk meningkatkan 1 BAB I PENDAHULUAN Hakekat pembangunan kesehatan ditujukan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang dalam rangka mewujudkan derajad kesehatan yang optimal sebagai

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN MOBILITAS

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN MOBILITAS LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN MOBILITAS DISUSUN OLEH: PUTU EKA ANGGA RIANTINI P. 17420112108 PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN SEMARANG JURUSAN KEPERAWATAN

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN SPINAL CORD INJURY. Oleh: Tony Hady Purwanto, S.Kep. NIM

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN SPINAL CORD INJURY. Oleh: Tony Hady Purwanto, S.Kep. NIM LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN SPINAL CORD INJURY Oleh: Tony Hady Purwanto, S.Kep. NIM 082311101074 PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PMR WIRA UNIT SMA NEGERI 1 BONDOWOSO Materi 3 Penilaian Penderita

PMR WIRA UNIT SMA NEGERI 1 BONDOWOSO Materi 3 Penilaian Penderita Saat menemukan penderita ada beberapa hal yang harus dilakukan untuk menentukan tindakan selanjutnya, baik itu untuk mengatasi situasi maupun untuk mengatasi korbannya. Langkah langkah penilaian pada penderita

Lebih terperinci

Asuhan Keperawatan Spinal Cord Injury (SCI)

Asuhan Keperawatan Spinal Cord Injury (SCI) Asuhan Keperawatan Spinal Cord Injury (SCI) A. Definisi Cedera tulang belakang adalah cedera mengenai cervicalis, vertebralis dan lumbalis akibat trauma; jatuh dari ketinggian, kecelakakan lalu lintas,

Lebih terperinci

Tindakan keperawatan (Implementasi)

Tindakan keperawatan (Implementasi) LAMPIRAN CATATAN PERKEMBANGAN No. Dx Implementasi dan Evaluasi Keperawatan Hari/ Pukul tanggal 1 Senin / 02-06- 14.45 15.00 15.25 15.55 16.00 17.00 Tindakan keperawatan (Implementasi) Mengkaji kemampuan

Lebih terperinci

22/03/2016 MASYKUR KHAIR

22/03/2016 MASYKUR KHAIR MASYKUR KHAIR Aktivitas tubuh merupakan kegiatan at kerja yg dilakukan oleh bagian-bagian tubuh Umumnya tk. Kesehatan seseorg dinilai dr kemampuan org tsb u/ melakukan aktivitas sehar-hari, mis. berdiri,

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN ANEMIA

LAPORAN PENDAHULUAN ANEMIA LAPORAN PENDAHULUAN ANEMIA A. KONSEP MEDIK 1. Pengertian Anemia adalah keadaan rendahnya jumlah sel darah merah dan kadar darah Hemoglobin (Hb) atau hematokrit di bawah normal. (Brunner & Suddarth, 2000:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara. Dalam pembukaan UUD 1945 tercantum bahwa cita cita bangsa yang

BAB I PENDAHULUAN. negara. Dalam pembukaan UUD 1945 tercantum bahwa cita cita bangsa yang BAB I PENDAHULUAN Pembangunan Nasional merupakan upaya pembangunan yang berkesinambungan yang meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa dan negara. Dalam pembukaan UUD 1945 tercantum bahwa cita cita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Fraktur merupakan kondisi ketika tulang mendapat tekanan yang melebihi kekuatan dari tulang tersebut sehingga menyebabkan terjadinya patah tulang (Atlas of pathophysiology,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyebab utama terjadinya fraktur pada medula spinalis/thorako lumbal. Selain itu

BAB I PENDAHULUAN. penyebab utama terjadinya fraktur pada medula spinalis/thorako lumbal. Selain itu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Trauma merupakan keadaan dimana individu mengalami cidera oleh suatu sebab keran kecelakaan baik lalu lintas, olahraga, industri, jatuh dari pohon, dan penyebab utama

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH III DENGAN DIAGNOSA MIELOPATI. Disusun oleh : Tiara Dela

ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH III DENGAN DIAGNOSA MIELOPATI. Disusun oleh : Tiara Dela ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH III DENGAN DIAGNOSA MIELOPATI Disusun oleh : Tiara Dela PONDOK PESANTREN KALIMOSODO AKADEMI KEPERAWATAN BAITUL HIKMAH BANDAR LAMPUNG 2015 1 KATA PENGANTAR Segala puji dan

Lebih terperinci

LAPORAN PROFESI NERS DEPARTEMEN MEDIKAL LAPORAN PENDAHULUAN SPINAL CORD INJURY LAPORAN INDIVIDU. Untuk Memenuhi Tugas Profesi di Ruang 12

LAPORAN PROFESI NERS DEPARTEMEN MEDIKAL LAPORAN PENDAHULUAN SPINAL CORD INJURY LAPORAN INDIVIDU. Untuk Memenuhi Tugas Profesi di Ruang 12 LAPORAN PROFESI NERS DEPARTEMEN MEDIKAL LAPORAN PENDAHULUAN SPINAL CORD INJURY LAPORAN INDIVIDU Untuk Memenuhi Tugas Profesi di Ruang 12 Oleh: SILMA KAMILA NIM. 0910720085 JURUSAN ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS

Lebih terperinci

Pathway. Paksaan : Jatuh, benda tumpul, kompresi, dll. Benda tajam : Pisau, peluru, ledakan, dll

Pathway. Paksaan : Jatuh, benda tumpul, kompresi, dll. Benda tajam : Pisau, peluru, ledakan, dll Pathway Paksaan : Jatuh, benda tumpul, kompresi, dll Benda tajam : Pisau, peluru, ledakan, dll Gaya predisposisi trauma > elastisitas & viskositas tubuh Ketahanan jaringan tidak mampu mengkompensasi Kurang

Lebih terperinci

dan komplikasinya (Kuratif), upaya pengembalian fungsi tubuh

dan komplikasinya (Kuratif), upaya pengembalian fungsi tubuh BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Meningkatnya tingkat sosial dalam kehidupan masyarakat dan ditunjang pula oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi akan berdampak pada peningkatan usia harapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. 1. Pendahuluan 1. Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN Keperawatan merupakan suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan ilmu dan kiat keperawatan yang mencakup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diperkirakan 80% populasi akan mengalami nyeri punggung bawah pada

BAB I PENDAHULUAN. Diperkirakan 80% populasi akan mengalami nyeri punggung bawah pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diperkirakan 80% populasi akan mengalami nyeri punggung bawah pada suatu saat dalam hidup mereka. Kerusakan punggung dan tulang belakang, suatu masalah kesehatan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN ETIOLOGI EPIDEMIOLOGI

PENDAHULUAN ETIOLOGI EPIDEMIOLOGI PENDAHULUAN Hemotoraks adalah kondisi adanya darah di dalam rongga pleura. Asal darah tersebut dapat dari dinding dada, parenkim paru, jantung, atau pembuluh darah besar. Normalnya, rongga pleura hanya

Lebih terperinci

REHABILITASI PADA NYERI PUNGGUNG BAWAH. Oleh: dr. Hamidah Fadhil SpKFR RSU Kab. Tangerang

REHABILITASI PADA NYERI PUNGGUNG BAWAH. Oleh: dr. Hamidah Fadhil SpKFR RSU Kab. Tangerang REHABILITASI PADA NYERI PUNGGUNG BAWAH Oleh: dr. Hamidah Fadhil SpKFR RSU Kab. Tangerang SKDI 2012 : LBP Tingkat kompetensi : 3A Lulusan dokter mampu : Membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi pendahuluan

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA USILA DENGAN GANGGUAN SISTEM CARDIOVASKULER (ANGINA PECTORIS)

ASUHAN KEPERAWATAN PADA USILA DENGAN GANGGUAN SISTEM CARDIOVASKULER (ANGINA PECTORIS) ASUHAN KEPERAWATAN PADA USILA DENGAN GANGGUAN SISTEM CARDIOVASKULER (ANGINA PECTORIS) ANGINA PECTORIS I. PENGERTIAN Angina pectoris adalah suatu sindrom klinis di mana pasien mendapat serangan sakit dada

Lebih terperinci

Pusat Hiperked dan KK

Pusat Hiperked dan KK Pusat Hiperked dan KK 1. Gangguan pernafasan (sumbatan jalan nafas, menghisap asap/gas beracun, kelemahan atau kekejangan otot pernafasan). 2. Gangguan kesadaran (gegar/memar otak, sengatan matahari langsung,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan kemajuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan yang

BAB I PENDAHULUAN. dan kemajuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan yang BAB I PENDAHULUAN Pada dasarnya Pembangunan kesehatan merupakan salah satu dari upaya pembangunan nasional yang ditujukan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemajuan hidup sehat bagi setiap orang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan tangan terentang. Sebagian besar fraktur tersebut ditangani dalam unit

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan tangan terentang. Sebagian besar fraktur tersebut ditangani dalam unit BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fraktur ekstremitas atas cukup sering terjadi, biasanya disebabkan karena jatuh dengan tangan terentang. Sebagian besar fraktur tersebut ditangani dalam unit rawat

Lebih terperinci

Profesi _Keperawatan Medikal Bedah_cempaka

Profesi _Keperawatan Medikal Bedah_cempaka PNEUMOTHORAX A. Definisi Pneumotoraks adalah suatu kondisi adanya udara dalam rongga pleura akibat robeknya pleura (Price & Willson, 2003). Pneumotoraks terjadi ketika pleura parietal ataupun visceral

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kecacatan yang lain sebagai akibat gangguan fungsi otak (Muttaqin, 2008).

BAB 1 PENDAHULUAN. kecacatan yang lain sebagai akibat gangguan fungsi otak (Muttaqin, 2008). BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Stroke adalah penyakit atau gangguan fungsional otak berupa kelumpuhan saraf (deficit neurologic) akibat terhambatnya aliran darah ke otak (Junaidi, 2011). Menurut Organisasi

Lebih terperinci

AHMAD SAHRANI ISSA INA JARINI MUHAMMAD WILDANI SRIWATI

AHMAD SAHRANI ISSA INA JARINI MUHAMMAD WILDANI SRIWATI AHMAD SAHRANI ISSA INA JARINI MUHAMMAD WILDANI SRIWATI Hernia adalah penonjolan isi perut dari rongga yang normal suatu defek pada fasia dan muskukaponeurotik dinding perut, baik secara kongenital atau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Definisi Spinal Cord Injury Spinal Cord Injury (SCI) adalah cidera yang terjadi karena trauma spinal cord atau tekanan pada spinal cord karena kecelakaan. Trauma pada tulang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Stroke dapat menyerang kapan saja, mendadak, siapa saja, baik laki-laki atau

BAB 1 PENDAHULUAN. Stroke dapat menyerang kapan saja, mendadak, siapa saja, baik laki-laki atau BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Stroke dapat menyerang kapan saja, mendadak, siapa saja, baik laki-laki atau perempuan, tua atau muda. Berdasarkan data dilapangan, angka kejadian stroke meningkat secara

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DIABETES INSIPIDUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DIABETES INSIPIDUS ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DIABETES INSIPIDUS Ny. Sunia 45 tahun masuk Rs.A dengan keluhan banyak kencing malam hari (nokturia), banyak minum 4-5 liter/hari. Keluarga mengatakan keluhan ini terjadi

Lebih terperinci

BAB II ISI. menjadi komplikasi yang serius dari spondilosis servikalis. (Sue, 1999)

BAB II ISI. menjadi komplikasi yang serius dari spondilosis servikalis. (Sue, 1999) BAB II ISI A. Konsep Dasar Penyakit 1. Definisi Mielopati Myelopathy adalah penyakit pada medula spinalis. Mielopati bisa menjadi komplikasi yang serius dari spondilosis servikalis. (Sue, 1999) Myelopathy

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PENYULUHAN DETEKSI DINI PADA CA MAMAE

SATUAN ACARA PENYULUHAN DETEKSI DINI PADA CA MAMAE SATUAN ACARA PENYULUHAN DETEKSI DINI PADA CA MAMAE Oleh: Kelompok : 1A SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH BANJARMASIN PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN 2014 SATUAN ACARA PENYULUHAN Pokok bahasan : Mobilisasi

Lebih terperinci

5. Pengkajian. a. Riwayat Kesehatan

5. Pengkajian. a. Riwayat Kesehatan 5. Pengkajian a. Riwayat Kesehatan Adanya riwayat infeksi saluran pernapasan sebelumnya : batuk, pilek, demam. Anoreksia, sukar menelan, mual dan muntah. Riwayat penyakit yang berhubungan dengan imunitas

Lebih terperinci

Tinjauan Pustaka. Tanda dan Gejala

Tinjauan Pustaka. Tanda dan Gejala Tinjauan Pustaka A. Pendahuluan Insiden dari metastasi tulang menempati urutan kedua setelah metastase ke paru-paru dan hati. Frekuensi paling sering pada tulang adalah metastase ke kolumna vertebra. Di

Lebih terperinci

BAB I KONSEP DASAR. sepanjang saluran usus (Price, 1997 : 502). Obstruksi usus atau illeus adalah obstruksi saluran cerna tinggi artinya

BAB I KONSEP DASAR. sepanjang saluran usus (Price, 1997 : 502). Obstruksi usus atau illeus adalah obstruksi saluran cerna tinggi artinya BAB I KONSEP DASAR A. Pengertian Obstruksi usus atau ilieus adalah gangguan aliran normal isi usus sepanjang saluran usus (Price, 1997 : 502). Obstruksi usus atau illeus adalah obstruksi saluran cerna

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, retak atau patahnya tulang yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, retak atau patahnya tulang yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, retak atau patahnya tulang yang utuh, yang biasanya disebabkan oleh trauma /ruda paksa atau tenaga fisik yang ditentukan

Lebih terperinci

BAB I KONSEP DASAR. saluran usus (Price, 1997 : 502). Obserfasi usus aiau illeus adalah obstruksi

BAB I KONSEP DASAR. saluran usus (Price, 1997 : 502). Obserfasi usus aiau illeus adalah obstruksi BAB I KONSEP DASAR A. Pengertian Obstruksi usus atau illeus adalah gangguan aliran normal isi usus sepanjang saluran usus (Price, 1997 : 502). Obserfasi usus aiau illeus adalah obstruksi saluran cerna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas tulang atau tulang rawan umumnya di karenakan rudapaksa (Mansjoer, 2008). Dikehidupan sehari hari yang semakin

Lebih terperinci

BAB I KONSEP DASAR. dapat dilewati (Sabiston, 1997: 228). Sedangkan pengertian hernia

BAB I KONSEP DASAR. dapat dilewati (Sabiston, 1997: 228). Sedangkan pengertian hernia 1 BAB I KONSEP DASAR A. Pengertian Kata hernia pada hakekatnya berarti penonjolan suatu peritoneum, suata organ atau lemak praperitoneum melalui cacat kongenital atau akuisita dalam parietas muskuloaponeurotik

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN (KONTRAKTUR)

LAPORAN PENDAHULUAN (KONTRAKTUR) LAPORAN PENDAHULUAN (KONTRAKTUR) I. KONSEP DASAR MEDIS A. Definisi 1. Kontraktur merupakan suatu keadaan patologis tingkat akhir dari suatu kontraksi. Umumnya kontraktur terjadi apabila pembentukan sikatrik

Lebih terperinci

Insidens Dislokasi sendi panggul umumnya ditemukan pada umur di bawah usia 5 tahun. Lebih banyak pada anak laki-laki daripada anak perempuan.

Insidens Dislokasi sendi panggul umumnya ditemukan pada umur di bawah usia 5 tahun. Lebih banyak pada anak laki-laki daripada anak perempuan. Dislokasi Sendi Panggul Dislokasi sendi panggul banyak ditemukan di Indonesia akibat trauma dan sering dialami oleh anak-anak. Di Negara Eropa, Amerika dan Jepang, jenis dislokasi sendi panggul yang sering

Lebih terperinci

Dr. Ade Susanti, SpAn Bagian anestesiologi RSD Raden Mattaher JAMBI

Dr. Ade Susanti, SpAn Bagian anestesiologi RSD Raden Mattaher JAMBI Dr. Ade Susanti, SpAn Bagian anestesiologi RSD Raden Mattaher JAMBI Mempunyai kekhususan karena : Keadaan umum pasien sangat bervariasi (normal sehat menderita penyakit dasar berat) Kelainan bedah yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencapai tingkat derajad kesehatan masyarakat secara makro. Berbagai

BAB I PENDAHULUAN. mencapai tingkat derajad kesehatan masyarakat secara makro. Berbagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Menuju Indonesia Sehat 2010 merupakan program pemerintah dalam mencapai tingkat derajad kesehatan masyarakat secara makro. Berbagai macam kondisi yang dapat

Lebih terperinci

KELOMPOK 4 ASUHAN KEPERAWATAN EMERGENCY DAN KRITIS

KELOMPOK 4 ASUHAN KEPERAWATAN EMERGENCY DAN KRITIS KELOMPOK 4 ASUHAN KEPERAWATAN EMERGENCY DAN KRITIS Bunuh diri merupakan kematian yang diperbuat oleh sang pelaku sendiri secara sengaja (Haroid I. Kaplan & Berjamin J. Sadock, 1998). Bunuh diri adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Semakin berkembangnya pusat rehabilitasi di Surakarta menuntut pengetahuan lebih

BAB I PENDAHULUAN. Semakin berkembangnya pusat rehabilitasi di Surakarta menuntut pengetahuan lebih 1 BAB I PENDAHULUAN Pada tahun 1948 Prof. Dr. Soeharso mendidik tenaga kesehatan dalam rangka kerja besarnya memulihkan korban perang, dibangun Sekolah Perawat Fisioterapi. Semakin berkembangnya pusat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur BAB I PENDAHULUAN Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Undang-Undang

Lebih terperinci

TRAUMA KEPALA. Doni Aprialdi C Lusi Sandra H C Cynthia Dyliza C

TRAUMA KEPALA. Doni Aprialdi C Lusi Sandra H C Cynthia Dyliza C TRAUMA KEPALA Doni Aprialdi C11050165 Lusi Sandra H C11050171 Cynthia Dyliza C11050173 PENDAHULUAN Insidensi trauma kepala di USA sekitar 180-220 kasus/100.000 populasi (600.000/tahunnya) 10 % dari kasus-kasus

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN CEDERA MEDULA SPINALIS

ASUHAN KEPERAWATAN CEDERA MEDULA SPINALIS ASUHAN KEPERAWATAN CEDERA MEDULA SPINALIS A. Definisi Trauma pada medula spinalis adalah cedera yang mengenai servikalis, vertebra, dan lumbal akibat trauma, seperti jatuh dari ketinggian, kecelakaan lalu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. 1.2 Rumusan Masalah. 1.3 Tujuan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. 1.2 Rumusan Masalah. 1.3 Tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah 1.3 Tujuan Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami definisi, penyebab, mekanisme dan patofisiologi dari inkontinensia feses pada kehamilan. INKONTINENSIA

Lebih terperinci

Instabilitas Spinal dan Spondilolisthesis

Instabilitas Spinal dan Spondilolisthesis Instabilitas Spinal dan Spondilolisthesis Akhmad Imron*) Departemen Bedah Saraf FK.Unpad/RSHS Definisi Instabilitas Spinal : adalah hilangnya kemampuan jaringan lunak pada spinal (contoh : ligamen, otot

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Prevalensi Prevalensi adalah jumlah orang dalam populasi yang menderita suatu penyakit atau kondisi pada waktu tertentu; pembilang dari angka ini adalah jumlah kasus yang ada

Lebih terperinci

BUKU AJAR SISTEM NEUROPSIKIATRI

BUKU AJAR SISTEM NEUROPSIKIATRI 1 BUKU AJAR SISTEM NEUROPSIKIATRI Judul mata Kuliah : Neuropsikiatri Standar Kompetensi : Area Kompetensi 5 : Landasan Ilmiah Ilmu Kedokteran Kompetensi dasar : Menerapkan ilmu Kedokteran klinik pada sistem

Lebih terperinci

Penyebab, gejala dan cara mencegah polio Friday, 04 March :26. Pengertian Polio

Penyebab, gejala dan cara mencegah polio Friday, 04 March :26. Pengertian Polio Pengertian Polio Polio atau poliomyelitis adalah penyakit virus yang sangat mudah menular dan menyerang sistem saraf. Pada kondisi penyakit yang bertambah parah, bisa menyebabkan kesulitan 1 / 5 bernapas,

Lebih terperinci

LAPORAN ANALISA SINTESA TINDAKAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT Klien resume 4

LAPORAN ANALISA SINTESA TINDAKAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT Klien resume 4 LAPORAN ANALISA SINTESA TINDAKAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT Klien resume 4 Nama Mahasiswa : Uci Ramadhani Tanggal : 24 Juli 2008 NPM : 0711464809 Ruangan : IGD Nama psien Umur Diagnosa medis : An.M : 7

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berfungsi sebagai penyanggah berat badan, yang terdiri dari beberapa bagian yakni salah

BAB I PENDAHULUAN. berfungsi sebagai penyanggah berat badan, yang terdiri dari beberapa bagian yakni salah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tubuh manusia dibentuk oleh struktur tulang belakang yang sangat kuat dimana berfungsi sebagai penyanggah berat badan, yang terdiri dari beberapa bagian yakni

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jenis dan luasnya ( Bruner & Suddart, 2013). rupturnya dua diskus (Setiati, siti, dkk. 2014).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jenis dan luasnya ( Bruner & Suddart, 2013). rupturnya dua diskus (Setiati, siti, dkk. 2014). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya ( Bruner & Suddart, 2013). Fraktur vertebra adalah trauma kompresi hebat dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baru. (Millson, 2008). Sedangkan menurut pendapat Departement of Trade and

BAB I PENDAHULUAN. baru. (Millson, 2008). Sedangkan menurut pendapat Departement of Trade and BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Inovasi adalah perbuatan mengenalkan sesuatu yang baru dengan cara yang baru. (Millson, 2008). Sedangkan menurut pendapat Departement of Trade and Industry,

Lebih terperinci

trauma pada flexsus brachialis, fraktur klavikula, dan fraktur humerus

trauma pada flexsus brachialis, fraktur klavikula, dan fraktur humerus Asuhan neonatus, bayi, dan balita trauma pada flexsus brachialis, fraktur klavikula, dan fraktur humerus Oleh: Witri Nofika Rosa (13211388) Dosen Pembimbing Dian Febrida Sari, S.Si.T STIKes MERCUBAKTIJAYA

Lebih terperinci

IKRIMA RAHMASARI J

IKRIMA RAHMASARI J PENGARUH RANGE OF MOTION (ROM) SECARA DINI TERHADAP KEMAMPUAN ACTIVITIES DAILY LIVING (ADL) PASIEN POST OPERASI FRAKTUR FEMUR DI RSUI KUSTATI SURAKARTA SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Meraih

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah persalinan sectio caesarea. Persalinan sectio caesarea adalah melahirkan janin

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah persalinan sectio caesarea. Persalinan sectio caesarea adalah melahirkan janin 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hampir setiap wanita akan mengalami proses persalinan. Kodratnya wanita dapat melahirkan secara normal yaitu persalinan melalui vagina atau jalan lahir biasa (Siswosuharjo

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem saraf manusia mempunyai struktur yang kompleks dengan berbagai

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem saraf manusia mempunyai struktur yang kompleks dengan berbagai BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Sistem saraf manusia mempunyai struktur yang kompleks dengan berbagai fungsi yang berbeda dan saling mempengaruhi. Sistem saraf mengatur kegiatan tubuh yang cepat seperti

Lebih terperinci

BAB I KONSEP DASAR. dalam kavum Pleura (Arif Mansjoer, 1999 : 484). Efusi Pleura adalah

BAB I KONSEP DASAR. dalam kavum Pleura (Arif Mansjoer, 1999 : 484). Efusi Pleura adalah BAB I KONSEP DASAR A. Pengertian Efusi Pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan di rongga pleura selain cairan dapat juga terjadi penumpukan pus atau darah (Soeparman, 1996 : 789).

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. aktivitas sel tubuh melalui impuls-impuls elektrik. Perjalanan impuls-impuls

BAB 1 PENDAHULUAN. aktivitas sel tubuh melalui impuls-impuls elektrik. Perjalanan impuls-impuls BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem persarafan terdiri dari otak, medulla spinalis, dan saraf perifer. Struktur ini bertanggung jawab mengendalikan dan mengordinasikan aktivitas sel tubuh melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. motorik maupun sensoris. Di Amerika sekitar 8000 kasus spinal cord injury (SCI)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. motorik maupun sensoris. Di Amerika sekitar 8000 kasus spinal cord injury (SCI) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Spinal cord injury( SCI) adalah trauma yang menyebabkan kerusakan pada spinal cord sehingga menyebabkan menurunnya atau menghilangnya fungsi motorik maupun sensoris.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan penutupan dan penjahitan luka (Syamsuhidajat, 2011). dibagian perut mana saja (Dorland, 1994 dalam Surono, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. dengan penutupan dan penjahitan luka (Syamsuhidajat, 2011). dibagian perut mana saja (Dorland, 1994 dalam Surono, 2009). BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pembedahan atau operasi adalah semua tindakan pengobatan yang menggunakan cara invasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan di tangani. Pembukaan bagian

Lebih terperinci

CATATAN PERKEMBANGAN IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN

CATATAN PERKEMBANGAN IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN CATATAN PERKEMBANGAN IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN No.Dx Hari/Tanggal Pukul Tindakan Keperawatan Evaluasi (SOAP) I Hari pertama Senin/17 Juni 09.00-10.30 1. Mengkaji kemampuan secara fungsional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tindakan perbaikan kemudian akan diakhiri dengan penutupan dengan cara. penjahitan luka (Sjamsuhidajat & De Jong, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. tindakan perbaikan kemudian akan diakhiri dengan penutupan dengan cara. penjahitan luka (Sjamsuhidajat & De Jong, 2013). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembedahan adalah semua tindakan pengobatan yang menggunakan cara invasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani. Pembukaan tubuh ini umumnya

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN DEMAM TIFOID

ASUHAN KEPERAWATAN DEMAM TIFOID ASUHAN KEPERAWATAN DEMAM TIFOID Definisi: Typhoid fever ( Demam Tifoid ) adalah suatu penyakit umum yang menimbulkan gejala gejala sistemik berupa kenaikan suhu dan kemungkinan penurunan kesadaran. Etiologi

Lebih terperinci

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA LOW BACK PAIN SPONDYLOSIS LUMBALIS 4-5 DENGAN MWD ULTRA SOUND DAN WILLIAM FLEXION EXERCISE DI RSUD SRAGEN

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA LOW BACK PAIN SPONDYLOSIS LUMBALIS 4-5 DENGAN MWD ULTRA SOUND DAN WILLIAM FLEXION EXERCISE DI RSUD SRAGEN PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA LOW BACK PAIN SPONDYLOSIS LUMBALIS 4-5 DENGAN MWD ULTRA SOUND DAN WILLIAM FLEXION EXERCISE DI RSUD SRAGEN KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Guna Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi

Lebih terperinci

KEDARURATAN LINGKUNGAN

KEDARURATAN LINGKUNGAN Materi 14 KEDARURATAN LINGKUNGAN Oleh : Agus Triyono, M.Kes a. Paparan Panas Panas dapat mengakibatkan gangguan pada tubuh. Umumnya ada 3 macam gangguan yang terjadi td&penc. kebakaran/agust.doc 2 a. 1.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saluran pencernaan (gastrointestinal, GI) dimulai dari mulut sampai anus. Fungsi saluran pencernaan adalah untuk ingesti dan pendorongan makanan, mencerna makanan, serta

Lebih terperinci

PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA PASIEN PASKA STROKE NON HEMORAGIK DEKSTRA STADIUM AKUT

PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA PASIEN PASKA STROKE NON HEMORAGIK DEKSTRA STADIUM AKUT PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA PASIEN PASKA STROKE NON HEMORAGIK DEKSTRA STADIUM AKUT Disusun oleh : DWI RAHMAWATI NIM : J100 060 001 KARYA TULIS ILMIAH Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi

Lebih terperinci

DAFTAR TABEL JUDUL. Distribusi frekuensi klien DM berdasarkan usia. Distribusi frekuensi klien DM berdasarkan jenis kelamin

DAFTAR TABEL JUDUL. Distribusi frekuensi klien DM berdasarkan usia. Distribusi frekuensi klien DM berdasarkan jenis kelamin DAFTAR TABEL NO JUDUL HAL 3.1 3.2 3.3 3.4 3.5 3.6 3.7 3.8 3.9 3.10 3.11 3.12 3.13 3.14 3.15 3.16 Distribusi frekuensi klien DM berdasarkan usia Distribusi frekuensi klien DM berdasarkan jenis kelamin Distribusi

Lebih terperinci