LAPORAN PROFESI NERS DEPARTEMEN MEDIKAL LAPORAN PENDAHULUAN SPINAL CORD INJURY LAPORAN INDIVIDU. Untuk Memenuhi Tugas Profesi di Ruang 12

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "LAPORAN PROFESI NERS DEPARTEMEN MEDIKAL LAPORAN PENDAHULUAN SPINAL CORD INJURY LAPORAN INDIVIDU. Untuk Memenuhi Tugas Profesi di Ruang 12"

Transkripsi

1 LAPORAN PROFESI NERS DEPARTEMEN MEDIKAL LAPORAN PENDAHULUAN SPINAL CORD INJURY LAPORAN INDIVIDU Untuk Memenuhi Tugas Profesi di Ruang 12 Oleh: SILMA KAMILA NIM JURUSAN ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2013

2 DEFINISI Menurut FKUI (2000), fraktur adalah rusaknya dan terputusnya kontinuitas tulang, sedangkan menurut Boenges, ME., Moorhouse, MF dan Geissler, AC (2000) fraktur adalah pemisahan atau patahnya tulang. Cedera tulang belakang adalah cedera mengenai cervicalis, vertebralis dan lumbalis akibat trauma; jatuh dari ketinggian, kecelakakan lalu lintas, kecelakakan olah raga dsb ( Sjamsuhidayat, 1997) KLASIFIKASI Berdasarkan klasifikasi ASIA (American Spinal injury Association) ASIA A : Complete (kehilangan fungsi motoris dan sensoris termasuk pada segmen sacral S4-S5 ) ASIA B : Incomplete (kehilangan fungsi motoris, namun fungsi sensoris tidak hanya dibawah level lesi dan termasuk segmen sacral S4-S5) ASIA C : Incomplete (fungsi motoris dan sensoris masih terpelihara tetapi tidak fungsional dengan kekuatan otot < 3) ASIA D : Incomplete (fungsi motoris dan sensoris masih terpelihara dan fungsional dengan kekuatan otot > 3) ASIA E : Normal (fungsi sensoris dan motoris normal) Cedera servikal dapat digolongkan menjadi: Cedera fleksi Fraktur kompresi : disebabkan karena fleksi yang tiba-tiba. Fraktur fleksi teardrop : melibatkan seluruh columna ruang interspinosus melebar dan dapat menyebabkan cedera medulla spinalis. Subluksasi anterior : kompleks ligamentum superior mengalami ruptur sedangkan ligamentum anterior tetap utuh. Dislokasi faset bilateral : disebabkan fleksi yang berlebihan Fraktur karena dorongan : terjadi karena fleksi leher yang tiba-tiba selain itu bisa juga terjadi karena fraktur langsung di prosesus spinosus, trauma oksipital, tarikan yang sangat kuat di ligamentum supraspinosus. Cedera Fleksi-rotasi Dislokasi faset unilateral : terjadi saat fleksi bersamaan dengan rotasi sehingga ligamentum dan kapsul teregang maksimal. Dislokasi kedepan pada vertebra di atas dengan atau tanpa di sertai kerusakan tulang.

3 Dislokasi antlantoaxial : terjadi karena hiperekstensi, terjadi pergeseran sendi antara C1 dan C2 dan biasanya fatal. Cedera ini dapat menyebabkan rheumatoid arthritis. Cedera ekstensi Fraktur menggantung : terjadi pada C2 yang disebabkan karena hiperekstensi dan kompresi yang tiba-tiba. Ekstensi teardrop : hiperekstensi mendadak dan terjadi akibat tarikan oleh ligamentum longitudinal. Cedera compresi axial Fraktur jefferson : terjadi pada C1 dan disebabkan karena kompresi yang sangat hebat. Kerusakan terjadi di arkus anterior dan posterior. Fraktur remuk vertebra : penekanan corpus vertebra secara langsung dan tulang menjadi hancur. Fragmen tulang masuk ke kanalis spinalis kemudian menekan medulla spinalis sehingga terjadi gangguan saraf parsial Fraktur atlas : Tipe I dan II : fraktur stabil karena terjadi pada arkus anterior dan posterior. Tipe III : terjadi pada lateral C1 Tipe IV : sering disebut sebagai fraktur jefferson Karena anatomi dan catu vaskuler kord spinal yang unik, berbagai sindroma tidak lengkap dapat dijumpai pada cedera kord spinal servikal. Pada sindroma ini, fungsi sensori dan motor tertentu terganggu atau hilang, namun lainnya tetap utuh. 1. Sindroma kord sentral Paling sering dijumpai setelah suatu cedera hiperekstensi servikal. Karena sebab tertentu seperti keadaan mekanik dan catu vaskuler dari kord, bagian sentral dapat mengalami kontusi walau bagian lateral hanya mengalami cedera ringan. Khas pasien mengeluh disestesi rasa terbakar yang berat pada lengan, mungkin karena kerusakan serabut spinotalamik, mungkin saat ia menyilang komisura anterior. Pemeriksaan fisik menunjukkan kelemahan lengan, dengan utuhnya kekuatan ekstremitas bawah. Sebagai tambahan, sensasi nyeri dan suhu hilang dalam distribusi seperti tanjung. Semua lesi yang menyebabkan cedera primer terhadap kord spinal sentral dapat menimbulkan gambaran defisit serupa, seperti siringo- mielia, tomor kord spinal intrinsik, dan hidromielia. Sindroma ini secara jarang dapat terjadi pada kord spinal bawah (konus medularis).

4 2. Sindroma arteria spinal anterior Terjadi karena arteria ini mencatu substansi kelabu dan putih bagian ventrolateral dan posterolateral kord spinal. Kerusakan arteria ini berakibat sindroma klinis paralisis bi- lateral dan hilangnya sensasi nyeri serta suhu dibawah tingkat cedera, namun sensasi posisi dan vibrasi (fungsi kolom posterior) utuh. Lesi arteria ini bisa karena cedera tulang belakang, neoplasma yang terletak anterior (biasanya metastasis) dan cedera aortik. 3. Sindroma Brown-Sequard Bentuk yang murni, menunjukkan akibat dari hemiseksi kord spinal. Defisit neurologis berupa hilangnya fungsi motor ipsilateral, sensasi vibrasi dan posisi. Sebagai tambahan, sensasi nyeri serta suhu kontralateral hilang. Luka tembus dan peluru dapat menimbulkan sindroma Brown-Sequard 'lengkap', namun manifestasi tak lengkap sindroma ini tampak dengan berbagai ragam pada lesi lain, termasuk trauma dan neoplasma. 4. Sindroma kolom posterior Terjadi bila kolom posterior rusak secara selektif, berakibat hilangnya sensasi vibrasi dan proprioseptif bilateral dibawah lesi. Temuan ini tersering dijumpai sekunder terhadap kelainan sistemik (neurosifilis), namun secara jarang dijumpai setelah trauma kord spinal. ETIOLOGI Penyebab trauma tulang belakang adalah kecelakaan lalu lintas (44%), kecelakaan olah raga(22%),terjatuh dari ketinggian(24%), kecelakaan kerja. Lewis (2000) berpendapat bahwa tulang bersifat relatif rapuh namun mempunyai cukup kekuatan dan gaya pegas untuk menahan tekanan. Fraktur dapat diakibatkan oleh beberapa hal yaitu: a. Fraktur akibat peristiwa trauma Sebagian fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba berlebihan yang dapat berupa pemukulan, penghancuran, perubahan pemuntiran ataupenarikan. Bila tekanan kekuatan langsung tulang dapat patah pada tempat yang terkena dan jaringan lunak juga pasti akan ikut rusak. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur lunak juga pasti akan ikut rusak. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit diatasnya. Penghancuran kemungkinan akan menyebabkan fraktur komunitif disertai kerusakan jaringan lunak yang luas. b. Fraktur akibat kelelahan atau tekanan

5 Retak dapat terjadi pada tulang seperti halnya pada logam dan benda lain akibat tekanan berulang-ulang. Keadaan ini paling sering dikemukakan pada tibia, fibula atau matatarsal terutama pada atlet, penari atau calon tentara yang berjalan baris-berbaris dalam jarak jauh. c. Fraktur patologik karena kelemahan pada tulang Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang tersebut lunak (misalnya oleh tumor) atau tulang-tulang tersebut sangat rapuh. PATOFISIOLOGI Penyebab tersering terjadinya cedera tulang belakang cervical adalah kecelakaan mobil, kecelakaan motor, jatuh, cedera olah raga, dan luka akibat tembakan atau pisau. Menurut mekanisme terjadinya cidera, cidera servikal di bagi atas fleksi, fleksi rotasi, ekstensi, kompresi aksial. Cidera cervical atas adalah fraktura atau dislokasi yang mengenai Basis Occiput-C2. Cidera tulang belakang cervical bawah termasuk fraktura dan dislokasi ruas tulang belakang C3-C7. Ruas tulang belakang C5 adalah yang tersering mengalami fraktur. C1 hanya berupa cincin tulang yang terdiri atas arcus anterior yang tebal dan arcus posterior yang tipis, serta masa lateralis pada masing-masing sisinya. Tulang ini berartikulasi dengan kondilus occipitalis membentuk articulatio atlantooccipitalis, tempat berlangsungnya gerakan mengangguk. Dibawah, tulang ini beratikulasi dengan C2, membentuk articulasio atlanto-axialis, tempat berlangsungnya gerakan memutar kepala. Ketika cidera terjadi fraktur tunggal atau multiple pada cincin C1 dan dislokasi atlanto-occipitalis sehingga menyebabkan ketidakmampuan menggerakkan kepala dan kerusakan pada batang otak. Cedera pada C1 dan C2 menyebabkan ventilasi spontan tidak efektif. Pada C3-C5 dapat terjadi kerusakan nervus frenikus sehingga dapat terjadi hilangnya inervasi otot pernafasan aksesori dan otot interkostal yang dapat menyebabkan komplience paru menurun. Pada C4-C7 dapat terjadi kerusakan tulang sehingga terjadi penjepitan medula spinalis oleh ligamentum flavum di posterior dan kompresi osteosif/material diskus dari anterior yang bisa menyebabkan nekrosis dan menstimulasi pelepasan mediator kimia yang menyebabkan kerusakan myelin dan akson, sehingga terjadi gangguan sensorik motorik. Lesi pada C5-C7 dapat mempengaruhi intercostal, parasternal, scalenus, otot2 abdominal. Intak pada diafragma, otot trapezius, dan sebagian pectoralis mayor. Cedera pada tulang servikal dapat menimbulkan lesi atau cedera pada medulla spinalis yang dapat terjadi beberapa menit setelah adanya benturang keras

6 mengenai medulla spinalis. Saat ini, secara histologis medulla spinalis masih normal. Dalam waktu jam kemudian terjadi nekrosis fokal dan inflamasi. Pada waktu cedera terjadi disrupsi mekanik akson dan neuron. Ini disebut cedera neural primer. Disamping itu juga terjadi perubahan fisiologis dan patologis progresif akibat cedera neural sekunder. Beberapa saat setelah terjadi kecelakaan atau trauma pada servikal maka akan terjadi kerusakan secara struktural yang mengakibatkan gangguan pada saraf spinal dan pembuluh darah disekitarnya yang akan menghambat suplai O2 ke medulla spinalis atau akan terjadi ischemik pada jaringan tersebut. Karena terjadi ischemik pada jaringan tersebut, dalam beberapa menit atau jam kemudian akan ada pelepasan vasoactive agent dan cellular enzym yang menyebabkan konstriksi kapiler pada pusat substansi abu-abu medula spinalis. Ini merupakan permulaan dari cedera neural sekunder pada cedera medula spinalis. Selanjutnya adalah peningkatan level Ca pada intraselular yang mengakibatkan kerusakan pada endotel pembuluh darah yang dalam beberapa jam kemudian dapat menimbulakan aneurisma dan ruptur pada pembuluh darah di medula spinal. Peningkatan potasium pada ekstraseluler yang mengakibatkan terjadinya depolarisasi pada sel (Conduction Block). Hipoxia akan merangsang pelepasan katekolamin sehingga terjadi perdarahan dan nekrosis pada sel.. Di tingkat selular, adnya kerusakan mitokondria akibat defisit suplai O2 dapat merangsang pelepasan superoksid (radikal bebas), disertai terjadinya ketidakseimbangan elektrolit, dan pelepasan mediator inflamasi dapat mengakibatkan terjadinya kematian sel (apoptosis) dengan manifestasi sel mengkerut dan kromatin nuclear yang padat.

7 MANIFESTASI KLINIS Lewis (2006) menyampaikan manifestasi klinik adalah sebagai berikut: a. Nyeri Nyeri dirasakan langsung setelah terjadi trauma. Hal ini dikarenakan adanya spasme otot, tekanan dari patahan tulang atau kerusakan jaringan sekitarnya. b. Bengkak/edama Edema muncul lebih cepat dikarenakan cairan serosa yang terlokalisir pada daerah fraktur dan extravasi daerah di jaringan sekitarnya. c. Memar/ekimosis Merupakan perubahan warna kulit sebagai akibat dari extravasi daerah di jaringan sekitarnya. d. Spasme otot Merupakan kontraksi otot involunter yang terjadi disekitar fraktur. e. Penurunan sensasi Terjadi karena kerusakan syaraf, terkenanya syaraf karena edema. f. Gangguan fungsi Terjadi karena ketidakstabilan tulang yang fraktur, nyeri atau spasme otot. paralysis dapat terjadi karena kerusakan syaraf. g. Mobilitas abnormal Adalah pergerakan yang terjadi pada bagian-bagian yang pada kondisi normalnya tidak terjadi pergerakan. Ini terjadi pada fraktur tulang panjang. h. Krepitasi Merupakan rasa gemeretak yang terjadi jika bagian-bagaian tulang digerakkan. i. Deformitas Abnormalnya posisi dari tulang sebagai hasil dari kecelakaan atau trauma dan pergerakan otot yang mendorong fragmen tulang ke posisi abnormal, akan menyebabkan tulang kehilangan bentuk normalnya. j. Shock hipovolemik Shock terjadi sebagai kompensasi jika terjadi perdarahan hebat. PEMERIKSAAN PENUNJANG CT SCAN : Pemeriksaan ini dapat memberikan visualisasi yang baik komponen tulang servikal dan sangat membantu bila ada fraktur akut. Akurasi Pemeriksaan CT berkisar antara % dalam mendeteksi adanya herniasi diskus. Akurasi dapat mencapai 96 % bila mengkombinasikan CT dengan myelografi.

8 MRI : Pemeriksaan ini sudah menjadi metode imaging pilihan untuk daerah servikal. MRI dapat mendeteksi kelainan ligamen maupun diskus. Seluruh daerah medula spinalis, radiks saraf dan tulang vertebra dapat divisualisasikan. Namun pada salah satu penelitian didapatkan adanya abnormalitas berupa herniasi diskus pada sekitar 10 % subjek tanpa keluhan, sehingga hasil pemeriksaan ini tetap harus dihubungkan dengan riwayat perjalanan penyakit, keluhan maupun pemeriksaan klinis. Elektromiografi. (EMG) : Pemeriksaan EMG membantu mengetahui apakah suatu gangguan bersifat neurogenik atau tidak, karena pasien dengan spasme otot, artritis juga mempunyai gejala yang sama. Selain itu juga untuk menentukan level dari iritasi/kompresi radiks, membedakan lesi radiks dan lesi saraf perifer, membedakan adanya iritasi atau kompresi. KOMPLIKASI 1. Syok neurogenik Syok neurogenik merupakan hasil dari kerusakan jalur simpatik yang desending pada medulla spinalis. Kondisi ini mengakibatkan kehilangan tonus vasomotor dan kehilangan persarafan simpatis pada jantung sehingga menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah visceral serta ekstremitas bawah maka terjadi penumpukan darah dan konsekuensinya terjadi hipotensi. 2. Syok spinal Syok spinal adalah keadaan flasid dan hilangnya refleks, terlihat setelah terjadinya cedera medulla spinalis. Pada syok spinal mungkin akan tampak seperti lesi komplit walaupun tidak seluruh bagian rusak. 3. Hipoventilasi Hal ini disebabkan karena paralisis otot interkostal yang merupakan hasil dari cedera yang mengenai medulla spinalis bagian di daerah servikal bawah atau torakal atas. 4. Hiperfleksia autonomic Dikarakteristikkan oleh sakit kepala berdenyut, keringat banyak, kongesti nasal, bradikardi dan hipertensi. PENATALAKSANAAN Penatalaksanaan pertama SCI termasuk imobilisasi eksternal untuk stabilisasi sementara, traksi untuk mendapatkan atau mempertahankan alignment yang baik, dan farmakoterapi untuk meminimalisasi cedera sekunder. Setelah transportasi dan evaluasi awal telah lengkap, extended-external fixation atau intervensi bedah dapat dikerjakan. Terakhir, disfungsi yang berhubungan dapat direhabilitasi.

9 a. Imobilisasi dan traksi Halo vest sering digunakan sebagai alat definitif untuk cedera spina servikal. Philadelphia collar bersifat semirigid, sintetik foam brace dimana pada dasarnya membatasi fleksi dan ekstensi tetapi membebaskan rotasi. Miami-J collar bersifat mi Brace yang secara adekuat melakukan imobilisasi fraktur spina servikal adalah thermoplastic Minerva body jaket (TMBJ) dan halo vest. TMBJ lebih baik dalam membatasi fleksi dan ekstensi dan lebih nyaman dibandingkan halo vest sedangkan halo vest lebih bagus dalam membatasi rotasi dibandingkan TMBJ. b. Farmakoterapi Farmakoterapi standar pada SCI berupa metilprednisolon 30 mg/kgbb secara bolus intravena, dilakukan pada saat kurang dari 8 jam setelah cedera. Jika terapi tersebut dapat dilakukan pada saat kurang dari 3 jam setelah cedera, terapi tersebut dilanjutkan dengan metilprednisolon intravena kontinu dengan dosis 5,4 mg/kgbb/jam selama 23 jam kemudian. Jika terapi bolus metilprednisolon dapat dikerjakan pada waktu antara 3 hingga 8 jam setelah cedera maka terapi tersebut dilanjutkan dengan metilprednisolon intravena kontinu dengan dosis 5,4 mg/kgbb/jam selama 48 jam kemudian. Terapi ini efektif dimana terjadi peningkatan fungsi sensorik dan motorik secara signifikan dalam waktu 6 minggu pada cedera parsial dan 6 bulan pada cedera total. Efek dari metilprednisolon ini kemungkinan berhubungan dengan efek inhibisi terhadap peroksidasi lipid dibandingkan efek glukokortikoid. Antasid atau H2 antagonis ditujukan untuk mencegah iritasi atau ulkus lambung.

10 ASUHAN KEPERAWATAN Pengkajian keperawatan 1. Riwayat kesehatan Waktu kejadian, penyebab trauma, posisi saat kejadian, status kesadaran saat kejadian, pertolongan yang diberikan segera setelah kejadian. 2. Pemeriksaan fisik a. Sistem respirasi : suara nafas, pola nafas (kusmaull, cheyene stokes, biot, hiperventilasi, ataksik) b. Kardiovaskuler : pengaruh perdarahan organ atau pengaruh PTIK c. Sistem saraf: - Kesadaran : GCS. - Fungsi saraf kranial : Trauma yang mengenai/meluas ke batang otak akan melibatkan penurunan fungsi saraf kranial - Fungsi sensori-motor : Adakah kelumpuhan, rasa baal, nyeri, gangguan diskriminasi suhu, anestesi, hipestesia, hiperalgesia, riwayat kejang. d. Sistem pencernaan - Bagaimana sensori adanya makanan di mulut, refleks menelan, kemampuan mengunyah, adanya refleks batuk, mudah tersedak. Jika pasien sadar : Tanyakan pola makan? - Waspadai fungsi ADH, aldosteron : retensi natrium dan cairan. - Retensi urine, konstipasi, inkontinensia e. Kemampuan bergerak : kerusakan area motorik : hemiparesis/plegia, gangguan gerak volunter, ROM, kekuatan otot. f. Kemampuan komunikasi : kerusakan pada hemisfer dominan : disfagia atau afasia akibat kerusakan saraf hipoglosus dan saraf fasialis. g. Psikososial : data ini penting untuk mengetahui dukungan yang didapat pasien dari keluarga. Diagnosa Keperawatan 1. Ketidakefektifan pola napas yang berhubungan dengan kerusakan tulang punggung, disfungsi neurovaskular, kerusakan sistem muskuloskeletal. 2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan perfusi ventilasi dan perubahan membran alveolar kapiler. 3. Bersihan jalan nafas inefektif berhubungan dengan ketidakmampuan untuk membersihkan sekret yang menumpuk. 4. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan fungsi motorik dan sesorik.

11 5. Resiko terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penurunan immobilitas, penurunan sensorik. 6. Gangguan BAK berhubungan dengan penurunan isyarat kandung kemih atau kerusakan kemampuan untuk mengenali isyarat kandung kemih sekunder terhadap cedera medulla spinalis. 7. Konstipasi berhubungan dengan kurangnya kontrol sfingter volunter sekunder terhadap cedera medulla spinalis di atas T11 atau arkus refleks sakrum yang terlibat (S2-S4). 8. Nyeri berhubungan dengan pengobatan immobilitas lama, cedera psikis dan alat traksi 9. Risiko tinggi cidera berhubungan dengan stimulasi refleks sistem saraf simpatis sekunder terhadap kehilangan kontrol otonom. 10. Risiko tinggi aspirasi yang berhubungan dengan kehilangan kemampuan untuk menelan. 11. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan ketidakmampuan menelan sekunder terhadap paralisis. 12. Kurang perawatan diri (mandi, gigi, berpakaian) yang berhubungan dengan paralisis 13. Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang proses penyakit dan prosedur perawatan Perencanaan keperawatan: Diagnosa keperawatan: Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kelumpuhan otot diafragma Tujuan perawatan : pola nafas efektif setelah diberikan oksigen Kriteria hasil : a) ventilasi adekuat b) PaCo2<45 c) PaO2>80 d) RR 16-20x/ menit e) Tanda-tanda sianosis(-) : CRT 2 detik Intervensi keperawatan : 1. Pertahankan jalan nafas; posisi kepala tanpa gerak Rasional : pasien dengan cedera cervicalis akan membutuhkan bantuan untuk mencegah aspirasi/ mempertahankan jalan nafas.

12 2. Lakukan penghisapan lendir bila perlu, catat jumlah, jenis dan karakteristik sekret Rasional : jika batuk tidak efektif, penghisapan dibutuhkan untuk mengeluarkan sekret, dan mengurangi resiko infeksi pernapasan. 3. Kaji fungsi pernapasan Rasional : trauma pada C5-6 menyebabkan hilangnya fungsi pernapasan secara partial, karena otot pernapasan mengalami kelumpuhan. 4. Auskultasi suara napas Rasional : hipoventilasi biasanya terjadi atau menyebabkan akumulasi sekret yang berakibat pnemonia. 5. Observasi warna kulit Rasional : menggambarkan adanya kegagalan pernapasan yang memerlukan tindakan segera 6. Kaji distensi perut dan spasme otot Rasional : kelainan penuh pada perut disebabkan karena kelumpuhan diafragma 7. Anjurkan pasien untuk minum minimal 2000 cc/har Rasional : membantu mengencerkan sekret, meningkatkan mobilisasi sekret sebagai ekspektoran. 8. Lakukan pengukuran kapasitas vital, volume tidal dan kekuatan pernapasan Rasional : menentukan fungsi otot-otot pernapasan. Pengkajian terus menerus untuk mendeteksi adanya kegagalan pernapasan. 9. Pantau analisa gas darah. Rasional : untuk mengetahui adanya kelainan fungsi pertukaran gas sebagai contoh : hiperventilasi PaO2 rendah dan PaCO2 meningkat. 10. Berikan oksigen dengan cara yang tepat Rasional : metode dipilih sesuai dengan keadaan isufisiensi pernapasan. 11. Lakukan fisioterapi nafas Rasional : mencegah sekret tertahan

13 Diagnosa keperawatan: Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan adanya cedera Tujuan keperawatan : rasa nyaman terpenuhi setelah diberikan perawatan dan pengobatan Kriteria hasil : melaporkan rasa nyerinya berkurang dengan skala nyeri 6 dalam waktu 2 X 24 jam Intervensi keperawatan : 1. Kaji terhadap nyeri dengan skala 0-5 Rasional : pasien melaporkan nyeri biasanya diatas tingkat cedera. 2. Bantu pasien dalam identifikasi faktor pencetus Rasional : nyeri dipengaruhi oleh; kecemasan, ketegangan, suhu, distensi kandung kemih dan berbaring lama. 3. Berikan tindakan kenyamanan Rasional : memberikan rasa nayaman dengan cara membantu mengontrol nyeri. 4. Dorong pasien menggunakan tehnik relaksasi Rasional : memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan rasa kontrol. 5. Berikan obat antinyeri sesuai pesanan Rasional : untuk menghilangkan nyeri otot atau untuk menghilangkan kecemasan dan meningkatkan istirahat Diagnosa keperawatan: Perubahan pola eliminasi urine berhubungan dengan kelumpuhan syarat perkemihan. Tujuan perawatan : pola eliminasi kembali normal selama perawatan Kriteria hasil : a) Produksi urine 50cc/jam b) Keluhan eliminasi urin tidak ada Intervensi keperawatan: 1. Kaji pola berkemih, dan catat produksi urine tiap jam. Rasional : mengetahui fungsi ginjal 2. Palpasi kemungkinan adanya distensi kandung kemih. 3. Anjurkan pasien untuk minum 2000 cc/hari.nrasional : membantu mempertahankan fungsi ginjal. 4. Pasang dower kateter. Rasional membantu proses pengeluaran urine

14 Diagnosa keperawatan: Gangguan eliminasi alvi /konstipasi berhubungan dengan gangguan persarafan pada usus dan rektum. Tujuan perawatan : pasien tidak menunjukkan adanya gangguan eliminasi alvi/konstipasi Kriteria hasil : pasien bisa b.a.b secara teratur sehari 1 kali Intervensi keperawatan : 1. Auskultasi bising usus, catat lokasi dan karakteristiknya. Rasional : bising usus mungkin tidak ada selama syok spinal. 2. Observasi adanya distensi perut. 3. Catat adanya keluhan mual dan ingin muntah, pasang NGT. Rasional : pendarahan gantrointentinal dan lambung mungkin terjadi akibat trauma dan stress. 4. Berikan diet seimbang TKTP cair Rasional : meningkatkan konsistensi feces 5. Berikan obat pencahar sesuai pesanan Rasional: merangsang kerja usus Diagnosa keperawatan: Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelumpuhan Tujuan perawatan : selama perawatan gangguan mobilisasi bisa diminimalisasi sampai cedera diatasi dengan pembedahan. Kriteria hasil : a) Tidak ada konstraktur b) Kekuatan otot meningkat c) Klien mampu beraktifitas kembali secara bertahap Intervensi keperawatan : 1. Kaji secara teratur fungsi motorik. Rasional : mengevaluasi keadaan secara umum 2. Instruksikan pasien untuk memanggil bila minta pertolongan Rasional memberikan rasa aman 3. Lakukan log rolling Rasional : membantu ROM secara pasif 4. Pertahankan sendi 90 derajad terhadap papan kaki Rasional mencegah footdrop 5. Ukur tekanan darah sebelum dan sesudah log rolling Rasional : mengetahui adanya hipotensi ortostatik

15 6. Inspeksi kulit setiap hari Rasional : gangguan sirkulasi dan hilangnya sensai resiko tinggi kerusakan integritas kulit. 7. Berikan relaksan otot sesuai pesanan seperti diazepam Rasional : berguna untuk membatasi dan mengurangi nyeri yang berhubungan dengan spastisitas. Diagnosa keparawatan: Gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama Tujuan keperawatan : tidak terjadi gangguan integritas kulit selama perawatan Kriteria hasil : tidak ada dekibitus, kulit kering Intervensi keperawatan : 1. Inspeksi seluruh lapisan kulit Rasional : kulit cenderung rusak karena perubahan sirkulasi perifer. 2. Lakukan perubahan posisi sesuai pesanan Rasional : untuk mengurangi penekanan kulit 3. Bersihkan dan keringkan kulit Rasional: meningkatkan integritas kulit 4. Jagalah tenun tetap kering Rasional: mengurangi resiko kelembaban kulit 5. Berikan terapi kinetik sesuai kebutuhan Rasional : meningkatkan sirkulasi sistemik dan perifer dan menurunkan tekanan pada kulit serta mengurangi kerusakan kulit.

16 DAFTAR PUSTAKA Fauzan Spinal Cord Injury. Diakses tanggal 14 agustus 2013.

Menurut Depkes RI (1995), berdasarkan luas dan garis traktur meliputi:

Menurut Depkes RI (1995), berdasarkan luas dan garis traktur meliputi: DEFINISI Terdapat beberapa pengertian mengenai fraktur, sebagaimana yang dikemukakan para ahli melalui berbagai literature. Menurut FKUI (2000), fraktur adalah rusaknya dan terputusnya kontinuitas tulang,

Lebih terperinci

CEDERA SPINAL DANIEL, PUTU DEASY, APRIL, MURNI, DESI, JERRY, DAVID, HERNA, SARI, VANI, OCTA, ESTER,

CEDERA SPINAL DANIEL, PUTU DEASY, APRIL, MURNI, DESI, JERRY, DAVID, HERNA, SARI, VANI, OCTA, ESTER, CEDERA SPINAL DANIEL, PUTU DEASY, APRIL, MURNI, DESI, JERRY, DAVID, HERNA, SARI, VANI, OCTA, ESTER, Medula Spinalis Medula spinalis merupakan bagian dari susunan saraf pusat Kendali untuk sistem gerak

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN. PADA PASIEN DENGAN KASUS CKR (Cedera Kepala Ringan) DI RUANG ICU 3 RSUD Dr. ISKAK TULUNGAGUNG

LAPORAN PENDAHULUAN. PADA PASIEN DENGAN KASUS CKR (Cedera Kepala Ringan) DI RUANG ICU 3 RSUD Dr. ISKAK TULUNGAGUNG LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN KASUS CKR (Cedera Kepala Ringan) DI RUANG ICU 3 RSUD Dr. ISKAK TULUNGAGUNG A. DEFINISI CKR (Cedera Kepala Ringan) merupakan cedera yang dapat mengakibatkan kerusakan

Lebih terperinci

Cedera medulla spinalis yang disebabkan trauma terjadi karena : Axial loading Hiperfleksi Hiperekstensi Rotasi Lateral bending

Cedera medulla spinalis yang disebabkan trauma terjadi karena : Axial loading Hiperfleksi Hiperekstensi Rotasi Lateral bending Cedera medulla spinalis adalah cedera pada medulla spinalis yang dapat mempengaruhi fungsi motorik, sensorik, dan otonom. Perubahan ini dapat sementara atau permanen. Cedera medulla spinalis paling banyak

Lebih terperinci

Manifestasi Klinis a. b. c. d. Asuhan Keperawatan Pengkajian

Manifestasi Klinis a. b. c. d. Asuhan Keperawatan Pengkajian Manifestasi Klinis a. Nyeri akut pada belakang leher yang menyebar sepanjang saraf yang terkena b. Paraplegi c. Tingkat neurologis: - Paralisis sensorik dan motorik total di bawah tingkat neurologis -

Lebih terperinci

Diposkan oleh Amel_Lia

Diposkan oleh Amel_Lia A S K E P S P I N A L C O R D I N J U R Y Diposkan oleh Amel_Lia 1. Pendahuluan Spinal Cord Injury (SCI) Cedera tulang belakang adalah cedera mengenai cervicalis, vertebralis dan lumbalis akibat trauma;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Trauma Cervical Di Bangsal Inayah RSU PKU Muhammadiyah Gombong

BAB I PENDAHULUAN. Trauma Cervical Di Bangsal Inayah RSU PKU Muhammadiyah Gombong BAB I PENDAHULUAN A. Judul Asuhan Keperawatan Pemenuhan Kebutuhan Rasa Aman dan Nyaman Pada Tn.H Trauma Cervical Di Bangsal Inayah RSU PKU Muhammadiyah Gombong B. Latar Belakang Masalah Cedera Cervikal

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, retak atau patahnya tulang yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, retak atau patahnya tulang yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, retak atau patahnya tulang yang utuh, yang biasanya disebabkan oleh trauma /ruda paksa atau tenaga fisik yang ditentukan

Lebih terperinci

- Nyeri dapat menyebabkan shock. (nyeri) berhubungan. - Kaji keadaan nyeri yang meliputi : - Untuk mengistirahatkan sendi yang fragmen tulang

- Nyeri dapat menyebabkan shock. (nyeri) berhubungan. - Kaji keadaan nyeri yang meliputi : - Untuk mengistirahatkan sendi yang fragmen tulang 3. PERENCANAAN TINDAKAN PERAWATAN NO DIAGNOSA KEPERAWATAN Gangguan rasa nyaman TUJUAN DAN HASIL YANG DIHARAPKAN Tujuan : RENCANA TINDAKAN - Kaji keadaan nyeri yang meliputi : RASIONAL - Nyeri dapat menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I KONSEP DASAR. berhubungan dengan asetabulum menbentuk kepala sendi yang disebut kaput

BAB I KONSEP DASAR. berhubungan dengan asetabulum menbentuk kepala sendi yang disebut kaput BAB I KONSEP DASAR A. Pengertian Sistem muskuloskeletal adalah suatu sistem yang terdiri dari tulang, otot, kartilago, ligamen, tendon, fascia, bursae, dan persendian (Depkes, 1995: 3). Fraktur adalah

Lebih terperinci

Cedera Spinal / Vertebra

Cedera Spinal / Vertebra Cedera Spinal / Vertebra Anatomi 7 Servikal Anterior 12 Torakal Posterior 5 Lumbal Sakral Anatomi Posterior Anterior Motorik Cedera Spinal Sensorik Otonom Susunan Syaraf ke Ekstremitas Plexus Brachialis

Lebih terperinci

Gangguan Neuromuskular

Gangguan Neuromuskular Bab 9 Gangguan Neuromuskular Oleh: Dr. dr. Zairin Noor Helmi, Sp.OT(K)., M.M., FISC. Tujuan Pembelajaran Setelah menyelesaikan bab ini, pembaca/peserta didik diharapkan mampu: mendeskripsikan konsep palsi

Lebih terperinci

disebabkan internal atau eksternal trauma, penyakit atau cedera. 1 tergantung bagian neurogenik yang terkena. Spincter urinarius mungkin terpengaruhi,

disebabkan internal atau eksternal trauma, penyakit atau cedera. 1 tergantung bagian neurogenik yang terkena. Spincter urinarius mungkin terpengaruhi, Fungsi normal kandung kemih adalah mengisi dan mengeluarkan urin secara terkoordinasi dan terkontrol. Aktifitas koordinasi ini diatur oleh sistem saraf pusat dan perifer. Neurogenic bladdre adalah keadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. langsung, kelelahan otot, atau karena kondisi-kondisi tertentu seperti

BAB I PENDAHULUAN. langsung, kelelahan otot, atau karena kondisi-kondisi tertentu seperti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan kota-kota di Indonesia telah mencapai tingkat perkembangan kota yang pesat dan cukup tinggi. Kecelakan merupakan salah satu faktor penyebab kematian terbesar

Lebih terperinci

ASKEP SPINAL CORD INJURY

ASKEP SPINAL CORD INJURY ASKEP SPINAL CORD INJURY I. PENDAHULUAN Cidera spinal cord adalah suatu kerusakan fungsi neurologis yang seringkali disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas. Efek dari spinal cord injury tergantung pada

Lebih terperinci

Program Studi Ilmu keperawatan

Program Studi Ilmu keperawatan LAPORAN MATA KULIAH KEPERAWATAN TRAUMA TRAUMA MEDULA SPINALIS Dikerjakan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Keperawatan Trauma Disusun oleh : Kelas 3A Program Studi Ilmu keperawatan SEKOLAH TINGGI

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. aktivitas sel tubuh melalui impuls-impuls elektrik. Perjalanan impuls-impuls

BAB 1 PENDAHULUAN. aktivitas sel tubuh melalui impuls-impuls elektrik. Perjalanan impuls-impuls BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem persarafan terdiri dari otak, medulla spinalis, dan saraf perifer. Struktur ini bertanggung jawab mengendalikan dan mengordinasikan aktivitas sel tubuh melalui

Lebih terperinci

KEBUTUHAN MOBILITAS FISIK

KEBUTUHAN MOBILITAS FISIK KEBUTUHAN MOBILITAS FISIK PENGERTIAN MOBILISASI Adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas, mudah, teratur dan mempunyai tujuan dalam rangka pemenuhan kebutuhan hidup sehat. Semua manusia yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Fraktur merupakan kondisi ketika tulang mendapat tekanan yang melebihi kekuatan dari tulang tersebut sehingga menyebabkan terjadinya patah tulang (Atlas of pathophysiology,

Lebih terperinci

Trauma Lahir. dr. R.A.Neilan Amroisa, M.Kes., Sp.S Tim Modul Tumbuh Kembang FK Unimal 2009

Trauma Lahir. dr. R.A.Neilan Amroisa, M.Kes., Sp.S Tim Modul Tumbuh Kembang FK Unimal 2009 Trauma Lahir dr. R.A.Neilan Amroisa, M.Kes., Sp.S Tim Modul Tumbuh Kembang FK Unimal 2009 Jenis trauma lahir 1. Trauma lahir pada kepala Ekstrakranial Intrakranial 2. Trauma Medulla Spinalis 3. Trauma

Lebih terperinci

Insidens Dislokasi sendi panggul umumnya ditemukan pada umur di bawah usia 5 tahun. Lebih banyak pada anak laki-laki daripada anak perempuan.

Insidens Dislokasi sendi panggul umumnya ditemukan pada umur di bawah usia 5 tahun. Lebih banyak pada anak laki-laki daripada anak perempuan. Dislokasi Sendi Panggul Dislokasi sendi panggul banyak ditemukan di Indonesia akibat trauma dan sering dialami oleh anak-anak. Di Negara Eropa, Amerika dan Jepang, jenis dislokasi sendi panggul yang sering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan termasuk salah satunya di bidang kesehatan. Pembangunan di bidang

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan termasuk salah satunya di bidang kesehatan. Pembangunan di bidang BAB I PENDAHULUAN Pembangunan Nasional adalah pembangunan yang meliputi segala aspek kehidupan termasuk salah satunya di bidang kesehatan. Pembangunan di bidang kesehatan, pada hakekatnya adalah untuk

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN. Setiawan, S.Kp., MNS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN. Setiawan, S.Kp., MNS ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN SHOCK HYPOVOLEMIK Setiawan, S.Kp., MNS KLASIFIKASI SHOCK HYPOVOLEMIC SHOCK CARDIOGENIC SHOCK SEPTIC SHOCK NEUROGENIC SHOCK ANAPHYLACTIC SHOCK TAHAPAN SHOCK TAHAP INISIAL

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan tangan terentang. Sebagian besar fraktur tersebut ditangani dalam unit

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan tangan terentang. Sebagian besar fraktur tersebut ditangani dalam unit BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fraktur ekstremitas atas cukup sering terjadi, biasanya disebabkan karena jatuh dengan tangan terentang. Sebagian besar fraktur tersebut ditangani dalam unit rawat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. teknologi yang lebih modern masyarakat juga mengalami perubahan dan

BAB I PENDAHULUAN. teknologi yang lebih modern masyarakat juga mengalami perubahan dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era yang lebih maju dan berkembang disertai dengan peningkatan teknologi yang lebih modern masyarakat juga mengalami perubahan dan perilaku hidup, hal ini mengakibatkan

Lebih terperinci

Instabilitas Spinal dan Spondilolisthesis

Instabilitas Spinal dan Spondilolisthesis Instabilitas Spinal dan Spondilolisthesis Akhmad Imron*) Departemen Bedah Saraf FK.Unpad/RSHS Definisi Instabilitas Spinal : adalah hilangnya kemampuan jaringan lunak pada spinal (contoh : ligamen, otot

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN TRAUMA SPINAL DAN SERVIKAL

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN TRAUMA SPINAL DAN SERVIKAL ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN TRAUMA SPINAL DAN SERVIKAL A. KONSEP DASAR PENYAKIT 1. DEFINISI Cedera tulang belakang adalah cedera mengenai cervicalis, vertebralis dan lumbalis akibat trauma ;

Lebih terperinci

BAB I KONSEP DASAR. saluran usus (Price, 1997 : 502). Obserfasi usus aiau illeus adalah obstruksi

BAB I KONSEP DASAR. saluran usus (Price, 1997 : 502). Obserfasi usus aiau illeus adalah obstruksi BAB I KONSEP DASAR A. Pengertian Obstruksi usus atau illeus adalah gangguan aliran normal isi usus sepanjang saluran usus (Price, 1997 : 502). Obserfasi usus aiau illeus adalah obstruksi saluran cerna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan suatu penyakit kegawatdaruratan neurologis yang berbahaya

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan suatu penyakit kegawatdaruratan neurologis yang berbahaya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroke merupakan suatu penyakit kegawatdaruratan neurologis yang berbahaya dan dapat menyebabkan terjadinya disfungsi motorik dan sensorik yang berdampak pada timbulnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hakekat pembangunan kesehatan ditujukan untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Hakekat pembangunan kesehatan ditujukan untuk meningkatkan 1 BAB I PENDAHULUAN Hakekat pembangunan kesehatan ditujukan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang dalam rangka mewujudkan derajad kesehatan yang optimal sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas tulang atau tulang rawan umumnya di karenakan rudapaksa (Mansjoer, 2008). Dikehidupan sehari hari yang semakin

Lebih terperinci

5. Pengkajian. a. Riwayat Kesehatan

5. Pengkajian. a. Riwayat Kesehatan 5. Pengkajian a. Riwayat Kesehatan Adanya riwayat infeksi saluran pernapasan sebelumnya : batuk, pilek, demam. Anoreksia, sukar menelan, mual dan muntah. Riwayat penyakit yang berhubungan dengan imunitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Definisi Spinal Cord Injury Spinal Cord Injury (SCI) adalah cidera yang terjadi karena trauma spinal cord atau tekanan pada spinal cord karena kecelakaan. Trauma pada tulang

Lebih terperinci

MONITORING DAN ASUHAN KEPERAWATANA PASIEN POST OPERASI

MONITORING DAN ASUHAN KEPERAWATANA PASIEN POST OPERASI MONITORING DAN ASUHAN KEPERAWATANA PASIEN POST OPERASI Oleh : Furkon Nurhakim INTERVENSI PASCA OPERASI PASE PASCA ANESTHESI Periode segera setelah anesthesi à gawat MEMPERTAHANKAN VENTILASI PULMONARI Periode

Lebih terperinci

BAB I KONSEP DASAR. sepanjang saluran usus (Price, 1997 : 502). Obstruksi usus atau illeus adalah obstruksi saluran cerna tinggi artinya

BAB I KONSEP DASAR. sepanjang saluran usus (Price, 1997 : 502). Obstruksi usus atau illeus adalah obstruksi saluran cerna tinggi artinya BAB I KONSEP DASAR A. Pengertian Obstruksi usus atau ilieus adalah gangguan aliran normal isi usus sepanjang saluran usus (Price, 1997 : 502). Obstruksi usus atau illeus adalah obstruksi saluran cerna

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Stroke dapat menyerang kapan saja, mendadak, siapa saja, baik laki-laki atau

BAB 1 PENDAHULUAN. Stroke dapat menyerang kapan saja, mendadak, siapa saja, baik laki-laki atau BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Stroke dapat menyerang kapan saja, mendadak, siapa saja, baik laki-laki atau perempuan, tua atau muda. Berdasarkan data dilapangan, angka kejadian stroke meningkat secara

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN TRAUMA MEDULA SPINALIS

LAPORAN PENDAHULUAN TRAUMA MEDULA SPINALIS LAPORAN PENDAHULUAN TRAUMA MEDULA SPINALIS I. Konsep Dasar Teori A. Pengertian 1. Trauma Medulla Spinalis adalah Trauma yang terjadi pada jaringan medulla spinalis yang dapat menyebabkan fraktur atau pergeseran

Lebih terperinci

ANATOMI FISIOLOGI TULANG BELAKANG

ANATOMI FISIOLOGI TULANG BELAKANG ANATOMI FISIOLOGI TULANG BELAKANG Tulang punggung atau vertebra adalah tulang tak beraturan yang membentuk punggung yang mudah digerakkan. Terdapat 33 tulang punggung pada manusia, 5 di antaranya bergabung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan, begitu juga dalam bidang kesehatan. Salah satu Negara kita, yaitu dari

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan, begitu juga dalam bidang kesehatan. Salah satu Negara kita, yaitu dari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan pembangunan dan teknologi memberikan dampak bagi segala bidang pembangunan, begitu juga dalam bidang kesehatan. Salah satu Negara kita, yaitu dari penyakit

Lebih terperinci

22/03/2016 MASYKUR KHAIR

22/03/2016 MASYKUR KHAIR MASYKUR KHAIR Aktivitas tubuh merupakan kegiatan at kerja yg dilakukan oleh bagian-bagian tubuh Umumnya tk. Kesehatan seseorg dinilai dr kemampuan org tsb u/ melakukan aktivitas sehar-hari, mis. berdiri,

Lebih terperinci

Fungsi. Sistem saraf sebagai sistem koordinasi mempunyai 3 (tiga) fungsi utama yaitu: Pusat pengendali tanggapan, Alat komunikasi dengan dunia luar.

Fungsi. Sistem saraf sebagai sistem koordinasi mempunyai 3 (tiga) fungsi utama yaitu: Pusat pengendali tanggapan, Alat komunikasi dengan dunia luar. Pengertian Sistem saraf adalah sistem yang mengatur dan mengendalikan semua kegiatan aktivitas tubuh kita seperti berjalan, menggerakkan tangan, mengunyah makanan dan lainnya. Sistem Saraf tersusun dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencapai tingkat derajad kesehatan masyarakat secara makro. Berbagai

BAB I PENDAHULUAN. mencapai tingkat derajad kesehatan masyarakat secara makro. Berbagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Menuju Indonesia Sehat 2010 merupakan program pemerintah dalam mencapai tingkat derajad kesehatan masyarakat secara makro. Berbagai macam kondisi yang dapat

Lebih terperinci

STASE KDM LAPORAN PENDAHULUAN (LP) NYERI

STASE KDM LAPORAN PENDAHULUAN (LP) NYERI STASE KDM LAPORAN PENDAHULUAN (LP) NYERI Oleh : Meivita Dewi Purnamasari, S.Kep KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN JURUSAN KEPERAWATAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertambahnya jumlah pengendara kendaraan bermotor dan pengguna jalan

BAB I PENDAHULUAN. bertambahnya jumlah pengendara kendaraan bermotor dan pengguna jalan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini kasus-kasus orthopedi bertambah banyak, semakin bertambahnya jumlah pengendara kendaraan bermotor dan pengguna jalan raya banyak kita jumpai berbagai kecelakaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kecacatan yang lain sebagai akibat gangguan fungsi otak (Muttaqin, 2008).

BAB 1 PENDAHULUAN. kecacatan yang lain sebagai akibat gangguan fungsi otak (Muttaqin, 2008). BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Stroke adalah penyakit atau gangguan fungsional otak berupa kelumpuhan saraf (deficit neurologic) akibat terhambatnya aliran darah ke otak (Junaidi, 2011). Menurut Organisasi

Lebih terperinci

AHMAD SAHRANI ISSA INA JARINI MUHAMMAD WILDANI SRIWATI

AHMAD SAHRANI ISSA INA JARINI MUHAMMAD WILDANI SRIWATI AHMAD SAHRANI ISSA INA JARINI MUHAMMAD WILDANI SRIWATI Hernia adalah penonjolan isi perut dari rongga yang normal suatu defek pada fasia dan muskukaponeurotik dinding perut, baik secara kongenital atau

Lebih terperinci

BAB I KONSEP DASAR. dapat dilewati (Sabiston, 1997: 228). Sedangkan pengertian hernia

BAB I KONSEP DASAR. dapat dilewati (Sabiston, 1997: 228). Sedangkan pengertian hernia 1 BAB I KONSEP DASAR A. Pengertian Kata hernia pada hakekatnya berarti penonjolan suatu peritoneum, suata organ atau lemak praperitoneum melalui cacat kongenital atau akuisita dalam parietas muskuloaponeurotik

Lebih terperinci

Tipe trauma kepala Trauma kepala terbuka

Tipe trauma kepala Trauma kepala terbuka TRAUMA KEPALA TRAUMA KEPALA Trauma pada kepala dapat menyebabkan fraktur pada tengkorak dan trauma jaringan lunak / otak atau kulit seperti kontusio / memar otak, edema otak, perdarahan atau laserasi,

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN DEMAM TIFOID

ASUHAN KEPERAWATAN DEMAM TIFOID ASUHAN KEPERAWATAN DEMAM TIFOID Definisi: Typhoid fever ( Demam Tifoid ) adalah suatu penyakit umum yang menimbulkan gejala gejala sistemik berupa kenaikan suhu dan kemungkinan penurunan kesadaran. Etiologi

Lebih terperinci

BAB I KONSEP DASAR. Berdarah Dengue (DBD). (Aziz Alimul, 2006: 123). oleh nyamuk spesies Aedes (IKA- FKUI, 2005: 607 )

BAB I KONSEP DASAR. Berdarah Dengue (DBD). (Aziz Alimul, 2006: 123). oleh nyamuk spesies Aedes (IKA- FKUI, 2005: 607 ) BAB I KONSEP DASAR A. Pengertian DHF adalah penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue, sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk ke tubuh penderita melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti betina.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berfungsi sebagai penyanggah berat badan, yang terdiri dari beberapa bagian yakni salah

BAB I PENDAHULUAN. berfungsi sebagai penyanggah berat badan, yang terdiri dari beberapa bagian yakni salah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tubuh manusia dibentuk oleh struktur tulang belakang yang sangat kuat dimana berfungsi sebagai penyanggah berat badan, yang terdiri dari beberapa bagian yakni

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem saraf manusia mempunyai struktur yang kompleks dengan berbagai

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem saraf manusia mempunyai struktur yang kompleks dengan berbagai BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Sistem saraf manusia mempunyai struktur yang kompleks dengan berbagai fungsi yang berbeda dan saling mempengaruhi. Sistem saraf mengatur kegiatan tubuh yang cepat seperti

Lebih terperinci

Tinjauan Pustaka. Tanda dan Gejala

Tinjauan Pustaka. Tanda dan Gejala Tinjauan Pustaka A. Pendahuluan Insiden dari metastasi tulang menempati urutan kedua setelah metastase ke paru-paru dan hati. Frekuensi paling sering pada tulang adalah metastase ke kolumna vertebra. Di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jaringan aktual dan potensial yang menyebabkan seseorang mencari. perawatan kesehatan ( Smeltzer & Bare, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. jaringan aktual dan potensial yang menyebabkan seseorang mencari. perawatan kesehatan ( Smeltzer & Bare, 2012). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nyeri merupakan pengalaman sensori dan emosional yang dirasakan mengganggu dan menyakitkan, sebagai akibat adanya kerusakan jaringan aktual dan potensial yang

Lebih terperinci

FRAKTUR TIBIA DAN FIBULA

FRAKTUR TIBIA DAN FIBULA FRAKTUR TIBIA DAN FIBULA Fraktur tibia umumnya dikaitkan dengan fraktur tulang fibula, karena gaya ditransmisikan sepanjang membran interoseus fibula. Kulit dan jaringan subkutan sangat tipis pada bagian

Lebih terperinci

Daftar Diagnosis Keperawatan Berdasarkan Standar Diagnosasis Keperawatan Indonesia (SDKI)

Daftar Diagnosis Keperawatan Berdasarkan Standar Diagnosasis Keperawatan Indonesia (SDKI) Daftar Diagnosis Keperawatan Berdasarkan Standar Diagnosasis Keperawatan Indonesia (SDKI) Gustinerz.com Desember 2016 Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) telah menerbitkan secara resmi Standar

Lebih terperinci

Petir : Volt Volt = Kvolt PLN : Sumber 1 KVolt Gardu 1000 Volt Rumah 220 Volt Baterei : 9 Volt, 1,5 Volt

Petir : Volt Volt = Kvolt PLN : Sumber 1 KVolt Gardu 1000 Volt Rumah 220 Volt Baterei : 9 Volt, 1,5 Volt Petir : 30.000 Volt 60.000 Volt = 30-60 Kvolt PLN : Sumber 1 KVolt Gardu 1000 Volt Rumah 220 Volt Baterei : 9 Volt, 1,5 Volt Tubuh Manusia: 70 milivolt = 0,07 Volt Biolistrik_02 Listrik Eksternal. Yang

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095 LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 NAMA NIM : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095 PROGRAM S1 KEPERAWATAN FIKKES UNIVERSITAS MUHAMMADIAH SEMARANG 2014-2015 1 LAPORAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah persalinan sectio caesarea. Persalinan sectio caesarea adalah melahirkan janin

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah persalinan sectio caesarea. Persalinan sectio caesarea adalah melahirkan janin 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hampir setiap wanita akan mengalami proses persalinan. Kodratnya wanita dapat melahirkan secara normal yaitu persalinan melalui vagina atau jalan lahir biasa (Siswosuharjo

Lebih terperinci

REHABILITASI PADA NYERI PUNGGUNG BAWAH. Oleh: dr. Hamidah Fadhil SpKFR RSU Kab. Tangerang

REHABILITASI PADA NYERI PUNGGUNG BAWAH. Oleh: dr. Hamidah Fadhil SpKFR RSU Kab. Tangerang REHABILITASI PADA NYERI PUNGGUNG BAWAH Oleh: dr. Hamidah Fadhil SpKFR RSU Kab. Tangerang SKDI 2012 : LBP Tingkat kompetensi : 3A Lulusan dokter mampu : Membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi pendahuluan

Lebih terperinci

Dr. Ade Susanti, SpAn Bagian anestesiologi RSD Raden Mattaher JAMBI

Dr. Ade Susanti, SpAn Bagian anestesiologi RSD Raden Mattaher JAMBI Dr. Ade Susanti, SpAn Bagian anestesiologi RSD Raden Mattaher JAMBI Mempunyai kekhususan karena : Keadaan umum pasien sangat bervariasi (normal sehat menderita penyakit dasar berat) Kelainan bedah yang

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN ANEMIA

LAPORAN PENDAHULUAN ANEMIA LAPORAN PENDAHULUAN ANEMIA A. KONSEP MEDIK 1. Pengertian Anemia adalah keadaan rendahnya jumlah sel darah merah dan kadar darah Hemoglobin (Hb) atau hematokrit di bawah normal. (Brunner & Suddarth, 2000:

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA DENGAN DIMENSIA. OLEH: Ns. SATRIA GOBEL, M.Kep, Sp. Kom

ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA DENGAN DIMENSIA. OLEH: Ns. SATRIA GOBEL, M.Kep, Sp. Kom ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA DENGAN DIMENSIA OLEH: Ns. SATRIA GOBEL, M.Kep, Sp. Kom PERUBAHAN PADA LANSIA Anatomi Dewasa Perubahan pada lansia Otak Saraf otonom Sistem saraf perifer Otak terletak di dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. langsung, kelelahan otot, atau karena kondisi-kondisi tertentu seperti

BAB I PENDAHULUAN. langsung, kelelahan otot, atau karena kondisi-kondisi tertentu seperti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan kota-kota di Indonesia telah mencapai tingkat perkembangan kota yang pesat dan cukup tinggi. Kecelakan merupakan salah satu faktor penyebab kematian terbesar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diperkirakan 80% populasi akan mengalami nyeri punggung bawah pada

BAB I PENDAHULUAN. Diperkirakan 80% populasi akan mengalami nyeri punggung bawah pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diperkirakan 80% populasi akan mengalami nyeri punggung bawah pada suatu saat dalam hidup mereka. Kerusakan punggung dan tulang belakang, suatu masalah kesehatan

Lebih terperinci

Pengkajian : Manifestasi klinis yang dapat ditemukan pada individu yang mengalami masalah eliminasi urine : 1. inkontinensia urine 2.

Pengkajian : Manifestasi klinis yang dapat ditemukan pada individu yang mengalami masalah eliminasi urine : 1. inkontinensia urine 2. BLADDER TRAINING BLADDER TRAINING Bladder training biasanya dilakukan pada pasien yang mengalami perubahan pola eliminasi urin (inkontinensia) yang berhubungan dengan dysfungsi urologik. Pengkajian : Manifestasi

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN HEPATOMEGALI

LAPORAN PENDAHULUAN HEPATOMEGALI LAPORAN PENDAHULUAN HEPATOMEGALI A. KONSEP MEDIK 1. Pengertian Hepatomegali Pembesaran Hati adalah pembesaran organ hati yang disebabkan oleh berbagai jenis penyebab seperti infeksi virus hepatitis, demam

Lebih terperinci

trauma pada flexsus brachialis, fraktur klavikula, dan fraktur humerus

trauma pada flexsus brachialis, fraktur klavikula, dan fraktur humerus Asuhan neonatus, bayi, dan balita trauma pada flexsus brachialis, fraktur klavikula, dan fraktur humerus Oleh: Witri Nofika Rosa (13211388) Dosen Pembimbing Dian Febrida Sari, S.Si.T STIKes MERCUBAKTIJAYA

Lebih terperinci

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan PENGANTAR KESEHATAN DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY PENGANTAR Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan meningkatkan kesehatan, cara mencegah penyakit, cara menyembuhkan

Lebih terperinci

EMG digunakan untuk memastikan diagnosis dan untuk menduga beratnya sindroma kubital. Juga berguna menilai (8,12) :

EMG digunakan untuk memastikan diagnosis dan untuk menduga beratnya sindroma kubital. Juga berguna menilai (8,12) : Sindrom Kanalis Cubitalis (Cubital Tunnel Syndrome) Kesemutan atau baal biasanya terjadi di jari manis. Atau terjadi di wilayah saraf ulnaris. Gejalanya seperti sindrom ulnaris. Baal biasanya terjadi tidak

Lebih terperinci

FORMAT PENGKAJIAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA AKADEMI KEPERAWATAN PANTI WALUYA MALANG

FORMAT PENGKAJIAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA AKADEMI KEPERAWATAN PANTI WALUYA MALANG FORMAT PENGKAJIAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA AKADEMI KEPERAWATAN PANTI WALUYA MALANG 1. IDENTITAS KLIEN Nama : Jenis Kelamin : Umur : Suku : Alamat : Agama : Pendidikan : Status Perkawinan : Tanggal

Lebih terperinci

Profesi _Keperawatan Medikal Bedah_cempaka

Profesi _Keperawatan Medikal Bedah_cempaka PNEUMOTHORAX A. Definisi Pneumotoraks adalah suatu kondisi adanya udara dalam rongga pleura akibat robeknya pleura (Price & Willson, 2003). Pneumotoraks terjadi ketika pleura parietal ataupun visceral

Lebih terperinci

mekanisme penyebab hipoksemia dan hiperkapnia akan dibicarakan lebih lanjut.

mekanisme penyebab hipoksemia dan hiperkapnia akan dibicarakan lebih lanjut. B. HIPERKAPNIA Hiperkapnia adalah berlebihnya karbon dioksida dalam jaringan. Mekanisme penting yang mendasari terjadinya hiperkapnia adalah ventilasi alveolar yang inadekuat untuk jumlah CO 2 yang diproduksi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. langsung dan tidak langsung, kesehatan masyarakat juga perlu. With Low Back Pain : A Randomized Controllled Trial Bukti juga

BAB 1 PENDAHULUAN. langsung dan tidak langsung, kesehatan masyarakat juga perlu. With Low Back Pain : A Randomized Controllled Trial Bukti juga BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan dan keselamatan dalam bekerja sangat penting bagi masyarakat yang berkaitan dengan semua pekerjaan yang berhubungan dengan faktor potensial yang mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah kesehatan yang dapat mengganggu proses kerja sehingga menjadi kurang

BAB I PENDAHULUAN. masalah kesehatan yang dapat mengganggu proses kerja sehingga menjadi kurang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat ini semua proses pekerjaan tidak terlepas dari posisi duduk, mulai dari orang kecil seperti murid sekolah sampai orang dewasa dengan pekerjaan yang memerlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyebab utama terjadinya fraktur pada medula spinalis/thorako lumbal. Selain itu

BAB I PENDAHULUAN. penyebab utama terjadinya fraktur pada medula spinalis/thorako lumbal. Selain itu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Trauma merupakan keadaan dimana individu mengalami cidera oleh suatu sebab keran kecelakaan baik lalu lintas, olahraga, industri, jatuh dari pohon, dan penyebab utama

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN CEDERA MEDULA SPINALIS

ASUHAN KEPERAWATAN CEDERA MEDULA SPINALIS ASUHAN KEPERAWATAN CEDERA MEDULA SPINALIS A. Definisi Trauma pada medula spinalis adalah cedera yang mengenai servikalis, vertebra, dan lumbal akibat trauma, seperti jatuh dari ketinggian, kecelakaan lalu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengguna jasa asuransi kesehatan. Pengertian sehat sendiri adalah suatu kondisi

BAB I PENDAHULUAN. pengguna jasa asuransi kesehatan. Pengertian sehat sendiri adalah suatu kondisi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan kesehatan saat ini merupakan hal yang sangat penting dikarenakan meningkatnya jumlah pasien di rumah sakit dan meningkat juga pengguna jasa asuransi kesehatan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kulit agar senantiasa terjaga dan utuh adalah salah satu aspek penting di

BAB I PENDAHULUAN. kulit agar senantiasa terjaga dan utuh adalah salah satu aspek penting di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam dunia keperawatan menjaga dan mempertahankan integritas kulit agar senantiasa terjaga dan utuh adalah salah satu aspek penting di dalamnya. Intervensi

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PENYULUHAN DETEKSI DINI PADA CA MAMAE

SATUAN ACARA PENYULUHAN DETEKSI DINI PADA CA MAMAE SATUAN ACARA PENYULUHAN DETEKSI DINI PADA CA MAMAE Oleh: Kelompok : 1A SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH BANJARMASIN PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN 2014 SATUAN ACARA PENYULUHAN Pokok bahasan : Mobilisasi

Lebih terperinci

Kekurangan volume cairan b.d kehilangan gaster berlebihan, diare dan penurunan masukan

Kekurangan volume cairan b.d kehilangan gaster berlebihan, diare dan penurunan masukan F. KEPERAWATAN Kekurangan volume cairan b.d kehilangan gaster berlebihan, diare dan penurunan masukan Kaji TTV, catat perubahan TD (Postural), takikardia, demam. Kaji turgor kulit, pengisian kapiler dan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Gagal jantung kongestif (CHF) adalah keadaan patofisiologis berupa

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Gagal jantung kongestif (CHF) adalah keadaan patofisiologis berupa BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Gagal Jantung Kongestif 1.1 Defenisi Gagal Jantung Kongestif Gagal jantung kongestif (CHF) adalah keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi jantung, sehingga jantung tidak

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN MOBILITAS

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN MOBILITAS LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN MOBILITAS DISUSUN OLEH: PUTU EKA ANGGA RIANTINI P. 17420112108 PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN SEMARANG JURUSAN KEPERAWATAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. 1. Pendahuluan 1. Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN Keperawatan merupakan suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan ilmu dan kiat keperawatan yang mencakup

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DIABETES INSIPIDUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DIABETES INSIPIDUS ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DIABETES INSIPIDUS Ny. Sunia 45 tahun masuk Rs.A dengan keluhan banyak kencing malam hari (nokturia), banyak minum 4-5 liter/hari. Keluarga mengatakan keluhan ini terjadi

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN HIPERPITUITARISME

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN HIPERPITUITARISME ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN HIPERPITUITARISME A. Pengertian Hiperfungsi kelenjar hipofisis atau sering disebut hiperpituitarisme yaitu suatu kondisi patologis yang terjadi akibat tumor atau hiperplasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baru. (Millson, 2008). Sedangkan menurut pendapat Departement of Trade and

BAB I PENDAHULUAN. baru. (Millson, 2008). Sedangkan menurut pendapat Departement of Trade and BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Inovasi adalah perbuatan mengenalkan sesuatu yang baru dengan cara yang baru. (Millson, 2008). Sedangkan menurut pendapat Departement of Trade and Industry,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bebas dari kecacatan sehingga untuk dapat melakukan aktivitas dalam

BAB I PENDAHULUAN. bebas dari kecacatan sehingga untuk dapat melakukan aktivitas dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan merupakan satu hal yang sangat penting dalam kehidupan setiap makhluk Tuhan yang ada di dunia ini terutama manusia. Bagi manusia kesehatan mencakup

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Proses Berkemih Reflek berkemih adalah reflek medula spinalis yang seluruhnya bersifat otomatis. Selama kandung kemih terisi penuh dan menyertai kontraksi berkemih, keadaan ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Keperawatan pasca operasi merupakan periode akhir dari keperawatan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Keperawatan pasca operasi merupakan periode akhir dari keperawatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keperawatan pasca operasi merupakan periode akhir dari keperawatan perioperative. Selama periode ini proses keperawatan diarahkan pada upaya untuk menstabilkan kondisi

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADIA PASIEN GANGGUAN KEBUTUHAN SUHU TUBUH (HIPERTERMI)

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADIA PASIEN GANGGUAN KEBUTUHAN SUHU TUBUH (HIPERTERMI) LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADIA PASIEN GANGGUAN KEBUTUHAN SUHU TUBUH (HIPERTERMI) A. Masalah Keperawatan Gangguan kebutuhan suhu tubuh (Hipertermi) B. Pengertian Hipertermi adalah peningkatan

Lebih terperinci

CEDERA KEPALA, LEHER, TULANG BELAKANG DAN DADA

CEDERA KEPALA, LEHER, TULANG BELAKANG DAN DADA Materi 12 CEDERA KEPALA, LEHER, TULANG BELAKANG DAN DADA Oleh : Agus Triyono, M.Kes A. CEDERA KEPALA Pengertian : Semua kejadian pada daerah kepala yang dapat mengakibatkan terganggunya fungsi otak baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Otak merupakan organ yang sangat vital bagi seluruh aktivitas dan fungsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Otak merupakan organ yang sangat vital bagi seluruh aktivitas dan fungsi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Otak merupakan organ yang sangat vital bagi seluruh aktivitas dan fungsi tubuh, karena di dalam otak terdapat berbagai pusat kontrol seperti pengendalian fisik, intelektual,

Lebih terperinci

Anatomi Vertebra. Gambar 1. Anatomi vertebra servikalis. 2

Anatomi Vertebra. Gambar 1. Anatomi vertebra servikalis. 2 Anatomi Vertebra Tulang belakang (vertebra) dibagi dalam dua bagian. Di bagian ventral terdiri atas korpus vertebra yang dibatasi satu sama lain oleh discus intervebra dan ditahan satu sama lain oleh ligamen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga menghambat aktivitas kegiatan sehari-hari, di Jerman persentase

BAB I PENDAHULUAN. sehingga menghambat aktivitas kegiatan sehari-hari, di Jerman persentase BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Cedera ligamen kolateral medial sendi lutut merupakan salah satu gangguan yang dapat menyebabkan gangguan mobilitas dan fungsional, sehingga menghambat aktivitas

Lebih terperinci

KELOMPOK 4 ASUHAN KEPERAWATAN EMERGENCY DAN KRITIS

KELOMPOK 4 ASUHAN KEPERAWATAN EMERGENCY DAN KRITIS KELOMPOK 4 ASUHAN KEPERAWATAN EMERGENCY DAN KRITIS Bunuh diri merupakan kematian yang diperbuat oleh sang pelaku sendiri secara sengaja (Haroid I. Kaplan & Berjamin J. Sadock, 1998). Bunuh diri adalah

Lebih terperinci

Pathway. Paksaan : Jatuh, benda tumpul, kompresi, dll. Benda tajam : Pisau, peluru, ledakan, dll

Pathway. Paksaan : Jatuh, benda tumpul, kompresi, dll. Benda tajam : Pisau, peluru, ledakan, dll Pathway Paksaan : Jatuh, benda tumpul, kompresi, dll Benda tajam : Pisau, peluru, ledakan, dll Gaya predisposisi trauma > elastisitas & viskositas tubuh Ketahanan jaringan tidak mampu mengkompensasi Kurang

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN (KONTRAKTUR)

LAPORAN PENDAHULUAN (KONTRAKTUR) LAPORAN PENDAHULUAN (KONTRAKTUR) I. KONSEP DASAR MEDIS A. Definisi 1. Kontraktur merupakan suatu keadaan patologis tingkat akhir dari suatu kontraksi. Umumnya kontraktur terjadi apabila pembentukan sikatrik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gangguan pada sistem pernafasan merupakan penyebab utama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gangguan pada sistem pernafasan merupakan penyebab utama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gangguan pada sistem pernafasan merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas. Infeksi pada saluran pernafasan jauh lebih sering terjadi dibandingkan dengan infeksi

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN GASTRITIS PADA LANSIA

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN GASTRITIS PADA LANSIA ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN GASTRITIS PADA LANSIA ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN GASTRITIS PADA LANSIA PENGERTIAN Suatu proses inflamasi pada lapisan mukosa dan sub mukosa lambung. (Mizieviez). ETIOLOGI 1. Faktor

Lebih terperinci