SINTESIS NANOSFER BERBASIS FERROFLUID DAN POLY LACTIC ACID (PLA) DENGAN METODE SONIKASI BRIGITA WIDYA HAPSARI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SINTESIS NANOSFER BERBASIS FERROFLUID DAN POLY LACTIC ACID (PLA) DENGAN METODE SONIKASI BRIGITA WIDYA HAPSARI"

Transkripsi

1 SINTESIS NANOSFER BERBASIS FERROFLUID DAN POLY LACTIC ACID (PLA) DENGAN METODE SONIKASI BRIGITA WIDYA HAPSARI DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

2 ALHAMDULILLAH Puji syukur hanya kepada-mu, Allah SWt Karena kasih sayang-mu tak pernah terputus untukku Karena anugerah-mu tak pernah berhenti, selalu datang kepadaku Ketika aku lelah akan semua yang kulakukan Ketika aku terjatuh dan sulit untuk bangkit Ketika aku berpikir bahwa hal itu tak mungkin terjadi Namun aku masih tetap percaya bahwa Engkau mampu mengubahnya Karya ini kupersembahkan untuk Mama dan Papa Yang menyayangiku tanpa syarat Yang menjadi alasan utamaku untuk menjadi kuat Yang paling kucintai Setelah Allah SWT

3 ABSTRAK BRIGITA WIDYA HAPSARI. Sintesis Nanosfer Berbasis Ferrofluid dan Poly Lactic Acid (PLA) dengan Metode Sonikasi. Dibimbing oleh MERSI KURNIATI dan MUJAMILAH Pemanfaatan nanopartikel magnetik telah meluas di berbagai bidang, salah satu aplikasi nanopartikel magnetik yang sedang dikembangkan yaitu dalam bidang biomedis. Untuk dapat digunakan dalam bidang biomedis, nanopartikel magnetik harus bersifat biokompatibel dan biodegradabel. PLA digunakan untuk melapisi nanosfer sehingga dapat bersifat biokompatibel dan biodegradabel. Ukuran dalam skala nano dan distribusi ukuran yang homogen menjadikan nanopartikel magnetik dapat terdispersi stabil dalam tubuh, sehingga lebih efektif dalam pemanfaatannya. Komposisi yang terkontrol antara pelapis PLA dengan partikel magnetik oksida Fe (dalam penelitian ini digunakan ferrofluid sebagai sumber oksida Fe) juga merupakan hal yang perlu diperhatikan, hal ini terkait dengan sifat magnet nanopartikel yang harus cukup tinggi untuk aplikasi biomedis (misalnya sebagai pengontras MRI) namun juga masih harus dalam jangkauan yang dapat diterima tubuh. Dalam proses pembuatan nanopartikel magnetik ini melibatkan proses pembasahan (wetting), emulsifikasi dengan proses sonikasi dan evaporasi. Pada proses pembasahan ferrofluid dilarutkan dengan PLA sebagai fasa minyak, emulsifikasi yang terjadi dalam sonikasi merupakan proses mikroemulsi di mana fasa minyak terkungkung dalam fasa air, yang terdiri dari PVA (sebagai pengemulsi/stabilizer) dan aquadest. PVA kemudian dihilangkan melalui proses evaporasi, sehingga partikel yang terbentuk yaitu nanosfer dengan ferrofluid terlapis PLA dan berbentuk sphere. Parameter yang divariasikan adalah waktu sonikasi dalam proses emulsifikasi, yaitu 3, 4, 5, 6 dan 7 menit. Dari hasil analisis fasa dengan XRD, menunjukkan bahwa terjadi perubahan intensitas PLA menuju ketakteraturan, namun pergeseran fasa tidak terjadi pada PLA maupun Fe 3 O 4 / -Fe 2 O 3 ferrofluid. Analisis distribusi ukuran dengan SEM menunjukkan bahwa semakin lama waktu sonikasi, distribusi ukuran nanopartikel cenderung mengecil dan semakin homogen. Dari analisis sifat magnetik dengan kurva histeresis VSM, terlihat bahwa nanopartikel magnetik memang sudah terlapisi polimer PLA, dengan adanya loading factor. Semakin lama waktu sonikasi, maka loading factor juga menurun, hal ini menunjukkan bahwa tidak semua nanopartikel terkungkung polimer PLA. Secara garis besar dari ketiga hasil karakterisasi tersebut, sampel dengan waktu sonikasi 4 menit paling optimal, dari segi ukuran, kehomogenan dan sifat magnetiknya, di mana loading factor-nya mencapai 40 %. Kata kunci : biokompatibel, biodegradabel, ferrofluid, emulsifikasi, evaporasi, peak, loading factor

4 SINTESIS NANOSFER BERBASIS FERROFLUID DAN POLY LACTIC ACID (PLA) DENGAN METODE SONIKASI Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sajana Sains pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor Oleh: Brigita Widya Hapsari DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

5 Judul Nama NRP : Sintesis Nanosfer Berbasis Ferrofluid dan Poly Lactic Acid (PLA) dengan Metode Sonikasi : Brigita Widya Hapsari : G Menyetujui, Pembimbing I Pembimbing II Mersi Kurniati, M.Si NIP Dra. Mujamilah, M.Sc NIP Mengetahui, Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor Dr. drh. Hasim, DEA NIP Tanggal Lulus :

6 KATA PENGANTAR Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Rabb yang telah melimpahkan nikmat iman dan islam. Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada suri tauladan, Rosulullah Muhammad SAW. Merupakan suatu anugerah yang berlimpah, karya ini akhirnya dapat diselesaikan. Skripsi ini berjudul Sintesis Nanosfer Berbasis Ferrofluid dan Poly Lactic Acid (PLA) dengan Metode Sonikasi. Dalam prosesnya, penulis tidak lepas dari peran berbagai pihak, dalam kesempatan ini penulis ingin menghaturkan terima kasih kepada : 1. Mama dan Papa yang doa, nasehat, kasih sayang dan motivasinya tidak pernah terputus untuk penulis. 2. Ibu Mersi Kurniati, M. Si. selaku pembimbing I yang telah membimbing penulis dengan penuh kesabaran. Terima kasih atas nasehat dan motivasinya. 3. Ibu Dra. Mujamilah, M. Sc., pembimbing II atas bimbingan, nasehat, keceriaan, senyum yang selalu bersemangat. Terima kasih sudah diberi kesempatan untuk belajar banyak hal dari Ibu. 4. Ibu Dra. Grace, M. Sc dan bapak Dr. Ridwan atas ilmu dan pengalaman tak terlupakan di lab. 5. Bapak Drs. M. Nur Indro, M. Sc atas nasehat, bimbingan dan motivasinya. 6. Bapak Faozan Ahmad, M.Si atas bimbingan dan kesabarannya dalam menghadapi penulis. 7. Bapak/Ibu dosen fisika, Bapak Irzaman, Bapak Dahlan, Bapak Irmansyah, Bapak Husin, Bapak Indro, Bapak Sidik, Bapak Faozan, Bapak Jamil, Bapak Akhir, Ibu Mersi, Ibu Anik, Ibu Yessie, Bapak Agus, Bapak Mahfuddin, Bapak Hanedi, Bapak Edward, Bapak Jajang, Bapak Umar, Bapak Ardian, Bapak Amin, Bapak Doddy terima kasih atas ilmunya. 8. PTBIN-BATAN, atas ijin dan bantuan bagi penulis dari awal hingga akhir. 9. Staff Batan yang telah banyak membantu : Bapak Yosef (XRD), Bapak Adel (VSM), Ibu Ari (SEM), Bapak Sumardjo (Freeze Drying), dan segenap staff Batan di gedung 42, 43 dan 71, Keluarga besar bis Batan. Terima kasih atas ilmu, keceriaan dan pengalamannya. 10. Departemen Fisika IPB, terutama kepada Bapak Firman, Bapak Maulana, Bapak Asep, Bapak Jun, Ibu Dini. 11. Mba Lina, yang membuka jalan bagi penulis, yang juga merupakan tempat sandaran bagi penulis, terima kasih atas doa, motivasi dan keceriaannya. 12. Mba Fina dan si kecil yang belum bernama, yang senantiasa mendoakan penulis. 13. Mas Igun, terima kasih atas kasih sayang, doa, motivasi, dan kesabarannya untuk mendampingi penulis. 14. Teman seperjuangan di Batan : Amel, Eka dan Sary, terima kasih motivasi dan kerja samanya. 15. Fisika 42 : ais, wenny, nanny, neneng, dewi, eka, nita, linda, mena, lili, jessi, amel, mitha, oby, astri, niken, faiz, pipit, cinot, ahmad, agung, ario, aji, andri, fahmi, azam, dahrul, hasan, deni, mahe, cucu, dhian, roni, andre, hartip, radot, azki, izal, terima kasih atas keceriaannya. 16. Harmony home family: pungky, niken, resty, nisa, mba ine dan mba wid atas motivasi dan keceriaannya. 17. Fisika 40, fisika 41 khususnya mba rahmi, ka TB, ka Aep terima kasih ilmunya, fisika 43 terima kasih keceriaannya. 18. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih dan mohon maaf atas perbuatan yang kurang berkenan. Semoga karya ini dapat bermanfaat. Bogor, Juli 2009 Brigita Widya Hapsari

7 DAFTAR RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Gresik pada tanggal 8 April 1987 sebagai putri kedua dari pasangan Tri Siwi Hermanu Adji dan Tinuk Atminiati. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri II Randuagung Gresik pada tahun 1999, pendidikan menengah tingkat pertama di SLTP Negeri 1 Gresik 2002, dan melanjutkan ke SMA Negeri 1 Gresik. Pada tahun 2005, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Pada tahun kedua penulis masuk jurusan mayor Fisika, Fakultas Matemetika dan Ilmu Pengetahuan Alam dengan minor Tumbuh Kembang Anak, IKK. Selama menempuh pendidikan di IPB, penulis sempat mengikuti beberapa kegiatan kepanitiaan, seperti Event Organizer (EO) tingkat Nasional diantaranya Pesta Sains Nasional (Kompetisi Fisika) , The 2007 Regional Symposium on Biophysics and Medical Physics 2007, Workshop on Theoretical Physics 2K8.

8 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... viii ix x PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Hipotesis... 2 Perumusan Masalah... 2 Tujuan Penelitian... Manfaat Penelitian.... TINJAUAN PUSTAKA... 3 Ferrofluid. 3 Polimer Polilaktat (PLA). 4 Polimer Polyvinil Alkohol (PVA)... 5 Metode Emulsi 5 Metode Sonikasi 6 Identifikasi Fasa dengan XRD... 7 Mikrostruktur Fasa dengan SEM. 7 Identifikasi Sifat Magnetik dengan VSM BAHAN DAN METODE... 8 Waktu dan Tempat Penelitian... 8 Alat dan Bahan... 8 Metode Penelitian... 9 Sintesis... 9 Ferrofluid... 9 Nanosfer berbasis Ferrofluid dan PLA... 9 Karakterisasi... 9 Karakterisasi Fasa dengan XRD... 9 Karakterisasi Morfologi dan Distribusi Ukuran dengan SEM.. 10 Karakterisasi Sifat Magnetik dengan VSM HASIL DAN PEMBAHASAN Sintesis Partikel Magnetik Terlapis Polilaktat (PLA) Analisis Fasa Nanopartikel Magnetik Menggunakan XRD Analisis Distribusi Ukuran dengan SEM Kurva Histeresis dan Analisis Sifat Magnetik dengan VSM KESIMPULAN SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

9 DAFTAR TABEL Halaman 1. Respon Magnetik beberapa Fasa Oksida Fe Sifat kristal dan magnetik dari -Fe 2 O 3 dan Fe 3 O Perlakuan sampel dengan karakterisasi Ukuran Nanosfer pada berbagai variasi waktu Sonikasi Nilai Magnetisasi Saturasi (M s ) dan Medan Koersiv (H c ) pada berbagai 18 variasi waktu...

10 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Inovasi baru dalam Drug Delivery System menggunakan mikrosfer, yang dikontrol dengan medan magnet menuju sel sasaran (tumor atau kanker) Foto TEM ferrofluid dengan perbesaran x Ferrofluid dengan surfaktan Kurva Histeresis Skema Domain terkait Ukuran Partikel Struktur PLA Struktur PVA Asam oleat menstabilkan permukaan nanopartikel magnetik Skema Proses Emulsifikasi Proses rapatan dan regangan dalam kaitannya dengan osilasi kavitasi Prinsip pada Tabung Sinar-X Hukum Bragg Skema SEM Skema Prinsip Kerja VSM Hubungan persentase tiap gram massa dengan waktu sonikasi Pola XRD ferrofluid sebelum proses pelapisan Pola XRD komposit (Fe 3 O 4 / -Fe 2 O 3 ferrofluid) PLA dengan variasi waktu sonikasi pada kecepatan sentrifugasi 1000 rpm Pola XRD komposit (Fe 3 O 4 / -Fe 2 O 3 ferrofluid) PLA dengan variasi waktu sonikasi pada kecepatan sentrifugasi 5000 rpm SEM Nanopartikel Magnetik dengan variasi waktu sonikasi pada kecepatan sentrifugasi 1000 rpm dengan perbesaran x SEM Nanopartikel Magnetik dengan variasi waktu sonikasi pada kecepatan sentrifugasi 5000 rpm dengan perbesaran x SEM Nanopartikel Magnetik dengan variasi waktu sonikasi pada kecepatan sentrifugasi 9000 rpm dengan perbesaran x Hubungan waktu Sonikasi dengan diameter Nanosfer Kurva Histeresis Ferrofluid Kurva Histeresis komposit (Fe 3 O 4 / -Fe 2 O 3 ferrofluid) PLA dengan variasi waktu sonikasi pada kecepatan sentrifugasi 1000 rpm Kurva Histeresis komposit (Fe 3 O 4 / -Fe 2 O 3 ferrofluid) PLA dengan variasi waktu sonikasi pada kecepatan sentrifugasi 5000 rpm Kurva Histeresis komposit (Fe 3 O 4 / -Fe 2 O 3 ferrofluid) PLA dengan variasi waktu sonikasi pada kecepatan sentrifugasi 9000 rpm Hubungan waktu Sonikasi dengan Magnetisasi... 18

11 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Flow Chart Penelitian Skema Penelitian Alat Penelitian Komposisi massa setelah proses sonikasi Pola XRD nanosfer berbasis PLA dan ferrofluid Pola XRD Fe 3 O 4 dari JCPDS-ICDD Pola XRD γ-fe 2 O 3 dari JCPDS-ICDD Kurva Histeresis Nanosfer berbasis PLA dan ferrofluid... 29

12 PENDAHULUAN Latar Belakang Material dalam skala nano dalam beberapa dekade terakhir ini menjadi sangat menarik, dan telah memiliki banyak metode sintesis yang dikembangkan. Berbagai penelitian yang dilakukan dengan sangat cermat terus menerus dilakukan. Penelitian dilakukan berdasar pada pemikiran/ide yang sangat sederhana, yaitu menyusun sebuah material yang terdiri atas blok-blok partikel homogen dengan ukuran nanometer. Hasilnya sebuah material baru lahir dengan sifat-sifat fisis yang berbeda dari material penyusunnya. Hal ini memicu perkembangan material nanopartikel di segala bidang dengan memanfaatkan ide yang sangat sederhana tersebut (Kortshagen, 2009). Salah satu pemanfaatan nanopartikel adalah dalam bidang biomedis, yang harus memenuhi tuntutan dispersi stabil dalam larutan fisiologis sehingga memudahkan sistem transport dalam darah agar partikel yang akan disisipkan dapat mencapai target dalam jaringan tubuh yang berukuran mikron atau nanometer (Ariyandi et al., 2007). Nanopartikel magnetik memiliki ukuran yang dapat dikontrol dalam pembentukannya dari ukuran 1 nanometer hingga mikrometer. Ukuran nanopartikel yang sebanding dengan sel ( μm), virus ( nm), protein (5-50 nm) atau gen (2 nm lebar dan nm panjang) menjadikannya dapat berinteraksi dengan satuan biologi, sehingga dapat digunakan lebih lanjut sesuai dengan kebutuhan (Pankhurst et al., 2003). Dalam aplikasi di bidang biomedis ini, nanopartikel dapat digunakan sebagai pengontras dalam teknik diagnosa Magnetic Resonance Imaging (MRI) (Mujamilah, 2008), sistem penghantaran obat (Drug Delivery System, DDS), serta manipulasi suhu dalam hipertermia (Duncan et al., 2004). Sebagai pengontras, nanopartikel magnetik yang memiliki momen magnetik dapat mempengaruhi daerah sekitar sel sehingga menimbulkan kontras yang lebih tinggi. Dengan adanya bahan magnetik maka sistem penghantaran obat dapat dikendalikan dari luar dengan pemberian medan magnet eksternal (Duncan et al., 2004). Dalam hipertermia, nanopartikel magnetik dapat digetarkan oleh suatu medan magnet AC dengan frekuensi tertentu, sehingga akan dapat memanaskan jaringan sasaran ke suatu nilai suhu tertentu yang diinginkan, misalkan untuk terapi kanker, suhu jaringan perlu dipertahankan pada 42 o C selama 30 menit maka sel kanker akan hancur (Pankhurst et al., 2003). Besi (Fe), nikel (Ni), dan kobal (Co) merupakan bahan magnet yang memiliki momen magnet tinggi namun bersifat racun (toxic). Magnetite (Fe 3 O 4 ) dan maghemite ( -Fe 2 O 3 ) dalam jumlah tertentu merupakan fasa oksida Fe dengan sifat magnet yang masih dapat diterima oleh tubuh dan bersifat biokompatibel (Pankhurst et al., 2003). Selain itu, Fe 2+ juga terdapat dalam darah (hemoglobin) (Perutz, 1978). Karena alasan inilah nanosfer magnetik berbasis oksida Fe (Fe 3 O 4 / -Fe 2 O 3 ) akan digunakan. Penggunaan nanosfer magnetik dalam bidang biomedis terutama untuk in vivo harus memenuhi persyaratan tertentu, diantaranya tidak bersifat racun (non-toxic), terdispersi stabil dalam larutan, dan memiliki sifat magnetik yang masih dalam jangkauan yang diterima tubuh namun tidak melupakan fungsinya sebagai aplikasi biomedis. Sifat non-toxic dapat diperoleh dengan penggunaan polimer yang biodegradabel dan biokompatibel sebagai pelapis nanosfer magnetik, seperti yang terlihat pada Gambar 1 (Harris, 2002). Alasan penggunaan polimer Polilaktat (PLA) sebagai pelapis adalah karena PLA merupakan komponen organik yang tidak bersifat racun (nontoxic), memiliki kemampuan yang baik dalam pertukaran ion dalam strukturnya (Sudaryanto, et al., 2007), serta merupakan pelapis yang akan menjadikan sumber Fe terdispersi stabil dalam larutan (Sudaryanto, 2008). Gambar 1 Inovasi baru dalam Drug Delivery System menggunakan mikrosfer, yang dikontrol dengan medan magnet menuju sel sasaran (tumor atau kanker).

13 2 Pelapisan dengan polimer biodegradabel PLA akan membuat nanopartikel berinteraksi dengan satuan biologi dan dapat dikenali serta dialamatkan pada jaringan sasaran (Pankhurst et al., 2003). Oleh karena itu upaya pelapisan dengan PLA biodegradabel merupakan hal yang sangat menarik untuk dilakukan. Distribusi ukuran nanosfer juga tidak kalah penting dalam aplikasi biomedis. Nanosfer yang homogen akan lebih terdispersi stabil dalam larutan tubuh. Dalam fungsinya sebagai penyampai obat, sifat magnetik dari materi harus optimal, cukup tinggi untuk DDS namun masih dapat diterima tubuh dan dapat digunakan sebagai pengontras MRI (Duncan et al., 2004), sehingga penggunaan Fe 3 O 4 / -Fe 2 O 3 dengan komposisi yang tepat, berukuran kecil serta homogen akan semakin mengoptimalkan aplikasi biomedis. Terdapat beberapa metode dalam pembentukan materi nanopartikel. Penggunaan gelombang ultrasonik dalam pembentukan materi berukuran nano merupakan salah satu metode yang sangat efektif. Kavitasi yang muncul akibat gelombang ultrasonik merupakan proses pecahnya gelembung pada fluida akibat penurunan tekanan secara tiba-tiba dalam suhu konstan (Brennen, 1995). Kavitasi tersebut dapat mengkonsentrasikan energi yang terdifusi oleh gelombang suara dan menghasilkan efek yang kemudian dimanfaatkan dalam berbagai macam aplikasi. Efek ini juga dapat dimanfaatkan dalam reaksi kimia yang lebih dikenal dengan sonokimia. Ultrasonik merupakan salah satu alat yang umum digunakan dalam sintesis material nano di mana ukuran partikel diharapkan dapat dikendalikan dari berbagai parameter-parameter proses sonikasi yang menggunakan prinsip dasar gelombang ultrasonik dalam kaitannya dengan pembentukan kavitasi (Suslick, 1994). Dalam penelitian sebelumnya, telah dilakukan upaya pembuatan partikel PLA dengan menggunakan mixer yang menghasilkan partikel berukuran mikrometer (Mou, 2003), kemudian dilakukan pembuatan partikel berbasis PLA dan oksida besi dengan kombinasi penggunaan mixer dan ultrasonik yang ternyata masih menghasilkan komposisi yang belum terkontrol dengan ukuran ± 500 nm (Afandi et al., 2007). Dari penelitian tersebut, dilakukan upaya untuk memperkecil ukuran partikel dan menjadikannya homogen dalam pembuatan partikel PLA dengan ultrasonik dengan variasi waktu (Ariyandi et al., 2007). Komposisi yang terkontrol ternyata dapat dicapai dengan penggunaan sumber Fe liquid (ferrofluid) menggunakan ultrasonik (Yulianti, 2008). Dalam penelitian ini, dengan menggunakan variabel tetap dari penelitian sebelumnya yang menunjukkan hasil yang paling optimal dan didukung dengan penggunaan ultrasonik diharapkan nanosfer dapat berukuran kecil dan homogen. Sumber Fe yang berupa ferrofluid diharapkan dapat semakin mengoptimalkan pencapaian ukuran yang lebih kecil dan homogen. Semakin lama waktu sonikasi, diharapkan seluruh partikel mendapatkan energi yang sama besar sehingga ukuran partikel hasilnya akan menjadi homogen. Pembuatan nanosfer magnetik berbasis ferrofluid dan PLA ini dilakukan dengan proses emulsifikasi menggunakan ultrasonik. Pengaruh kondisi sonikasi yakni waktu sonikasi (emulsifikasi) terhadap ukuran dan kehomogenan partikel akan dipelajari. Selanjutnya nanosfer magnetik akan dikarakterisasi menggunakan X-Ray Diffractometer (XRD) untuk identifikasi fasa sampel, Scanning Electron Microscope (SEM) untuk mengetahui morfologi dan distribusi ukuran sampel serta Vibrating Sample Magnetometer (VSM) untuk mengetahui sifat magnetiknya. Hipotesis 1. Metode sonikasi dan penggunaan ferrofluid diharapkan akan menghasilkan nanosfer magnetik dengan komposisi yang terkontrol. 2. Dengan peningkatan waktu sonikasi, diharapkan akan semakin memperkecil ukuran dan meningkatkan kehomogenan nanosfer magnetik. Perumusan Masalah Penelitian ini difokuskan pada pengaruh variasi waktu sonikasi dalam proses emulsifikasi nanosfer magnetik berbasis ferrofluid dan PLA terhadap komposisi yang terkontrol, ukuran serta tingkat kehomogenan nanosfer magnetik. Tujuan Penelitian Tujuan umum penelitian ini adalah sintesis dan karakterisasi nanosfer magnetik berbasis ferrofluid dan PLA dengan PVA sebagai stabilizer. Sedangkan tujuan khusus dari penelitian ini adalah : 1. Mensintesis partikel magnetik berbasis ferrofluid dan polimer Polilaktat (PLA).

14 3 2. Menganalisis sifat magnetik sebelum dan sesudah dipadukan dengan polimer PLA. 3. Mempelajari efek parameter berupa waktu proses sonikasi (emulsifikasi). Hasil yang diharapkan adalah terbentuknya nanosfer yang homogen, komposisi terkontrol, serta ukuran semakin kecil dapat diperoleh dengan peningkatan waktu sonikasi. Tabel 2. Sifat kristal dan magnetik dari -Fe 2 O 3 dan Fe 3 O 4. (Harris, 2002) Manfaat penelitian Nanosfer magnetik berbasis ferrofluid dan PLA yang dihasilkan dari penelitian ini akan digunakan dalam aplikasi biomedis yang lebih lanjut dapat digunakan dengan materi lain sesuai kebutuhan. TINJAUAN PUSTAKA Ferrofluid Ferrofluid merupakan larutan magnetik yang dibuat dari partikel magnetik berukuran nano (± 10 nm) berbentuk agak bulat, tersusun dari besi atau besi oksida seperti ditunjukkan pada Gambar 2, yang terdispersi dalam larutan dan membentuk koloid stabil. Ferrofluid tersusun dari partikel magnetik single domain dalam larutan non-magnetik (Ewijk et al., 2002). Terdapat beberapa bahan magnetik di alam, di antaranya Fe, Co, dan Ni yang memiliki sifat magnetik tinggi namun juga memiliki toksisitas yang tinggi. Ion Fe 2+ /Fe 3+ merupakan salah satu bahan magnetik yang dapat dikenali tubuh karena terdapat dalam hemoglobin dan dapat bersifat non-toksik hingga jumlah tertentu. Sebagai oksida, Fe dapat mempunyai beberapa bentuk fasa di antaranya yaitu FeO, α-fe 2 O 3, -Fe 2 O 3 dan Fe 3 O 4. Pada Tabel 1 ditampilkan respon magnetik fasa-fasa oksida diatas dan pada Tabel 2 sifat kristal dan magnetik dari -Fe 2 O 3 dan Fe 3 O 4. Terlihat bahwa di antara beberapa fasa Fe, magnetite dan hematite memiliki sifat magnetik yang tinggi, oleh karena itu magnetite (Fe 3 O 4 ) dan maghemite ( -Fe 2 O 3 ) lebih optimal digunakan dalam aplikasi biomedis (Harris, 2002). Tabel 1. Respon magnetik beberapa fasa oksida Fe (Harris, 2002). Gambar 2 Foto TEM ferrofluid dengan perbesaran x (Yulianti, 2008) Ferrofluid dalam pembuatannya membutuhkan surfaktan (surface active substance) untuk membuat permukaan besi oksida bersifat hidrofobik, yang dapat menjadikannya terdispersi tanpa membutuhkan energi mixing yang besar dari sonikasi. Surfaktan memiliki sisi hidrofilik dan sisi hidrofobik, maka ketika surfaktan melapisi permukaan besi oksida, sisi hidrofilik yang polar akan menempel pada permukaan besi oksida, sedangkan sisi hidrofobik yang non-polar akan menempel pada pelarutnya, sehingga besi oksida yang awalnya memiliki sifat mudah teroksidasi akan menjadi stabil dan membentuk magnetic fluid atau ferrofluid yang secara skematik ditunjukkan pada Gambar 3. Surfaktan akan mencegah terjadinya aglomerasi. Surfaktan harus sesuai sebagai tipe pembawa dan harus dapat mengatasi gaya magnet antar partikel. Ferrofluid dengan asam oleat sebagai surfaktan merupakan larutan oil base yang juga akan larut pada larutan yang bersifat oil base misalnya kloroform. (Leamy, 2003). Untuk memenuhi tuntutan aplikasi biomedis, maka partikel yang digunakan haruslah bersifat superparamagnetik yang akan bersifat magnet jika terdapat medan magnet luar, dan akan bersifat non-magnetik

15 4 Kristal Fe 3 O 4 Molekul Asam Oleat Gambar 3 ferrofluid dengan surfaktan. ketika medan magnet dihilangkan. Sifat superparamagnetik akan dimiliki Fe 3 O 4 / -Fe 2 O 3 dalam ukuran nano. Hal ini terkait dengan konsep domain dan multidomain. Dalam ukuran besar, partikel akan tersusun dalam struktur multi domain. Domain di sini didefinisikan sebagai satu dari beberapa daerah muatan magnetik dalam materi yang terdiri dari atom bermuatan dan bersama menentukan sifat magnet dengan susunannya. Domain ini memiliki dinding yang memisahkannya dengan daerah tetangganya, domain akan termagnetisasi spontan seragam dan berbeda dengan daerah tetangganya (Mifflin, 2009). Di bawah pengaruh medan magnet luar, H momen magnet dalam domain ini akan terarah sesuai arah medan magnet H dan pada kondisi maksimal/jenuh akan memberikan nilai magnetisasi saturasi, M s. Pada saat medan magnet luar dihilangkan akan tersisa magnetisasi sebesar M R (magnetisasi remanence). Untuk mencapai nilai M = 0 diperlukan medan balik sebesar H C (medan koersif). Partikel berukuran nano hanya dapat memiliki satu domain (single domain particle) tiap partikelnya. Domain ini akan terarah secara independen terhadap domain lain atau tidak terjadi interaksi antar domain sehingga domain lebih mudah diarahkan dengan medan magnet luar. Demikian juga pada waktu medan magnet luar dihilangkan, maka keterarahan akan lebih mudah hilang, dengan kata lain M R dan H C mendekati nol (Harris, 2002). Sifat magnet di atas dijelaskan pada Gambar 4 dan 5. Gambar 5 Skema domain terkait ukuran partikel (Harris, 2002) Polimer Polilaktat (PLA) PLA merupakan polimer sintetik yang dihasilkan dari pembukaan cincin laktida menggunakan katalis PbO, SbF, atau Sb 2 O 3 secara perlahan dengan suhu o C. Polimer ini tidak larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut organik seperti kloroform dan diklorometana. Proses terjadi melalui pemutusan ikatan pada sambungan ester dari tulang punggung polimer. Struktur PLA ditunjukkan pada Gambar 6 (Alger, 1989). Polimer ini sangat efektif digunakan dalam aplikasi biomedis karena dapat didegradasi oleh proses hidrolisis dalam tubuh (biodegradabel), dan dalam waktu sekitar satu bulan akan diabsorbsi sehingga tidak meracuni tubuh (biokompatibel). Selain itu PLA dapat digunakan dalam targeted jaringan sasaran pengobatan dalam tubuh, sehingga pelepasan obat secara bertahap dapat dikendalikan dalam jangka waktu yang dapat dikendalikan. Telah banyak aplikasi PLA dalam biomedis, diantaranya : pembuatan organ buatan, benang bedah, dan sebagainya (Sudaryanto et al., 2007). Gambar 6 Struktur PLA Gambar 4 Kurva Histeresis

16 5 Polimer Polyvynil Alcohol (PVA) Polyvynil Alcohol adalah polimer yang terbentuk dari vinil alkohol. Ketika banyak vinil alkohol terhubung secara bersama membentuk polimer PVA yang panjang, yang ditunjukkan pada Gambar 7 (Mifflin, 2009). PVA berfungsi sebagai surfaktan yang membuat emulsi berjalan efektif. Gugus hidroksi dari PVA yang bersifat polar akan berikatan dengan molekul air, sedangkan rantai vinilnya yang bersifat non polar akan berikatan dengan molekul kloroform sehingga emulsi menjadi lebih stabil. Dalam penelitian ini PVA digunakan sebagai stabilizer atau pengemulsi. PVA digunakan untuk memisahkan antar bahan partikel magnetik yang terlapis polimer polilaktat (PLA) (Afandi et al., 2007). Metode Emulsi Metode emulsi merupakan metoda penggabungan antara dua atau lebih fluida yang immiscible (tidak tercampur secara sempurna) (Hielscher, 2005). Dalam emulsi terdapat dua fasa atau lebih, misalnya fasa air dan minyak. Fluida fasa pertama akan terdispersi dalam fluida fasa kedua dan membentuk koloid. Emusi air dalam minyak terbentuk ketika partikel air disebarkan (didispersikan) dalam minyak. Sedangkan emulsi minyak dalam air terbentuk ketika partikel minyak disebarkan (didispersikan) dalam air, hal ini tergantung dari perbandingan volume antar kedua fasa tersebut. Terdapat banyak produk industri yang merupakan emulsi minyak dalam air (o/w) atau air dalam minyak (w/o), diantaranya susu (o/w), mentega (w/o), cat latex (o/w), bahan dasar lantai (o/w), dan berbagai produk kosmetik dan medis. Untuk menjadikan emulsifikasi berjalan efektif, maka diperlukan pengemulsi atau surfaktan (surface active substance) dalam proses tersebut (Sudaryanto et al., 2007). Emulsi dapat dibuat dengan mengocok bersama dua fluida atau dengan penambahan tetes demi tetes fluida dengan fasa tertentu ke fluida lain yang berbeda fasa dengan beberapa gangguan, seperti irradiasi oleh gelombang ultrasonik dengan intensitas yang tinggi. Instensitas ultrasonik menghasilkan daya yang diperlukan untuk membubarkan fasa fluida (fasa terdispersi) dalam fasa kedua (Hielscher, 2005). Dalam penelitian ini proses emulsi minyak dalam air digunakan untuk membentuk nanosfer magnetik berbasis oksida besi-pla. Dalam hal ini PLA dan ferrofluid berperan sebagai fasa minyak (fasa 1), sedangkan PVA dan aquadest berperan sebagai fasa air (fasa 2). Dalam pembentukan ferrofluid diperlukan penstabil (surfaktan) agar dapat larut dan membentuk fasa minyak, salah satu pelarutnya adalah kloroform yang mana agar dapat larut di dalamnya, surfaktan yang tepat digunakan adalah asam oleat, permukaan nanopartikel magnetik distabilkan dengan asam oleat seperti pada Gambar 8 sehingga tidak mudah teroksidasi dan dapat larut dalam kloroform. Skema proses emulsifikasi ditunjukkan pada Gambar 9. Dalam proses emulsifikasi dengan menggunakan metode sonikasi, terbentuk gelembung yang mengembang-kempis, menyerap dan melepaskan energi sehingga nanopartikel magnetik dalam fasa minyak akan sehingga menjadi kecil (skala nanometer). Dengan penggunaan surfaktan, maka terbentuk emulsi stabil antara dua fasa dan terbentuklah nanopartikel. Gambar 8 Asam oleat menstabilkan permukaan nanopartikel magnetik Gambar 7 Struktur PVA Fasa 1 Fasa 2 Gambar 9 Skema proses emulsifikasi

17 6 Metode Sonikasi Gelombang ultrasonik merupakan gelombang longitudinal yang memiliki frekuensi 20 khz ke atas. Gelombang ultrasonik merupakan rambatan energi dan momentum mekanik, sehingga membutuhkan medium untuk merambat sebagai interaksi dengan molekul. Medium yang digunakan antara lain padat, cair dan gas (Tipler, 1990). Penggunaan gelombang ultrasonik (sonikasi) dalam pembentukan materi berukuran nano sangatlah efektif. Gelombang ultrasonik banyak diterapkan pada berbagai bidang antara lain dalam instrumentasi, kesehatan dan sebagainya. Salah satu yang terpenting dari aplikasi gelombang ultrasonik adalah pemanfaaatannya dalam menimbulkan efek kavitasi akustik. Efek ini akan digunakan dalam pembuatan bahan berukuran nano dengan metode emulsifikasi (Nakahira, 2007). Ketika gelombang ultrasonik menjalar pada fluida, terjadi siklus rapatan dan regangan. Tekanan negatif yang terjadi ketika regangan menyebabkan molekul dalam fluida tertarik dan terbentuk kehampaan, kemudian membentuk gelembung yang akan menyerap energi dari gelombang suara sehingga dapat memuai. Gelembung berosilasi dalam siklus rapatan dan regangan seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 10. Selama osilasi, sejumlah energi berdifusi masuk atau keluar gelembung. Energi masuk terjadi ketika regangan dan keluar ketika rapatan, di mana energi yang keluar lebih kecil daripada energi yang masuk, sehingga gelembung memuai sedikit demi sedikit selama regangan kemudian menyusut selama rapatan. Ukuran kritis gelembung ini disebut ukuran resonan yang tergantung pada fluida dan frekuensi suara. Dalam kondisi ini, gelembung tidak dapat lagi menyerap energi secara efisien. Tanpa energi input, gelembung Sound pressure Compression waves Changes in bubble size time Gambar 10 Proses rapatan dan regangan dalam kaitannya dengan osilasi kavitasi. tidak dapat mempertahankan dirinya, fluida di sekitarnya akan menekannya dan gelembung akan mengalami ledakan hebat, yang menghasilkan tekanan sangat besar hingga dianalogkan dengan tekanan di dasar lautan dan suhu yang sangat tinggi dianalogkan dengan suhu pada permukaan matahari. Gelembung inilah yang disebut sebagai gelembung kavitasi. Fenomena kavitasi ini terjadi pada satu titik dalam fluida. Tekanan dalam kavitasi diubah menjadi panas dengan sangat cepat, sedangkan fluida di sekitar kavitasi memiliki suhu yang jauh lebih rendah. Ketika panas dilepaskan saat kavitasi pecah, fluida di sekitarnya akan dengan sangat cepat mendingin dalam waktu kurang dari mikrosekon. Pemanasan dan pendinginan dalam waktu yang singkat ini memiliki kecepatan perubahan suhu 10 9 o C/s. Aliran turbulen dan gelombang kejut akibat kavitasi menyebabkan terjadinya tumbukan antar partikel dan pemanasan lokal pada titik tumbukan (Suslick, 1994). Dalam penelitian ini, efek kavitasi digunakan dalam proses emulsifikasi yang melibatkan polimer di dalamnya. Efek ultrasonik pada polimer adalah pemutusan dan pembentukan ikatan, sehingga memungkinkan terjadi perubahan struktur. Dalam proses kavitasi terbentuk gelembung yang berasal dari salah satu fasa yang didispersikan dalam fasa yang lain, di mana gelembung kavitasi merupakan fasa minyak yang didispersikan dalam fasa air karena memiliki volume yang lebih rendah. Dengan efek pecahnya kavitasi, maka emulsifikasi yang disebabkan oleh penjalaran ultrasonik akan efektif dengan terdispersinya fasa minyak yang mengandung agregat nanosfer dalam fasa air, sehingga nanosfer yang telah terbentuk dapat terdispersi stabil. Bentuk dan ukuran gelembung akan mempengaruhi bentuk dan ukuran nanopartikel yang terbentuk (Hielscher, 2005). Gelombang kejut dapat memisahkan penggumpalan partikel (agglomeration) dan terjadi dispersi sempurna dengan penambahan pengemulsi/surfaktan sebagai penstabil. Ukuran gelembung kavitasi saat kesetimbangan (R 0 ) terkait dengan proses ultrasonik dipengaruhi oleh beberapa parameter, diantaranya waktu (t), tekanan akustik (P A ), kerapatan fluida (ρ), jarak radial (r), viskositas fluida (μ) dan frekuensi angular resonansi radial (ω r ) yang ditunjukkan dengan Persamaan 1. Dalam penelitian ini, parameter yang dipelajari keterkaitannya

18 7 dengan ukuran gelembung kavitasi yaitu waktu sonikasi. (1) Persamaan di atas sesuai dengan persamaan dasar gelombang teredam, dan adanya elemen frekuensi angular resonansi radial (ω) menunjukkan bahwa dalam sistem juga terjadi resonansi (Neppiras, 1980). Dalam proses sonikasi terjadi siklus peredaman gelombang di mana terjadi penurunan energi mekanik terhadap waktu dan resonansi, ketika frekuensi gelombang mendekati frekuensi gelembung kavitasi ( ), gelembung akan pecah (Tipler, 1990). Suspensi dalam larutan menghasilkan kecepatan tumbuk antar partikel yang dapat merubah morfologi permukaan, komposisi, dan reaktivitas (Suslick, 1990). Semakin lama proses sonikasi ini akan menyamaratakan energi yang diterima partikel di seluruh bagian sisi larutan, sehingga ukuran partikel semakin homogen. Identifikasi Fasa dengan XRD Fasa sampel ditentukan dengan teknik difraksi sinar-x (X-Ray Diffraction) menggunakan emisi (pemancaran) gelombang elektromagnet yang dihasilkan dari tumbukan antara elektron dan sasaran, di antaranya Cr, Fe, Co, Cu, Mo atau W (Cullity, 1956). Ketika foton sinar-x bertumbukan dengan elektron, beberapa foton hasil tumbukan akan mengalami pembelokan dari arah datang awal. Pada Gambar 11 terlihat bahwa sinar-x didistribusikan secara kontinyu dan spesifik untuk setiap panjang gelombang sasaran. Sinar-X ini yang digunakan untuk pengukuran sebagai hamburan sinar-x yang membawa informasi distribusi elektron dalam material. Struktur sampel yang dapat dianalisis meliputi kekristalan, parameter kisi, dan orientasi khusus. Analisis ini juga digunakan untuk mengidentifikasi campuran sampel yang berada pada fasa semi kuantitatif. Ketika sinar-x ditransmisikan, sampel dapat terkarakterisasi. Hal ini menunjukkan bahwa sinar-x akan diubah dan diserap menjadi beberapa bentuk energi (Connolly, 2007). Gambar 11 Prinsip pada Tabung Sinar-X Gambar 12 Hukum Bragg Interaksi sinar-x dengan sampel menimbulkan difraksi sekunder yang dihubungkan dengan jarak interplanar dalam serbuk kristal sesuai dengan Hukum Bragg pada Persamaan 2 yang mengacu pada Gambar 12 : (2) di mana merupakan bilangan bulat, merupakan panjang gelombang sinar-x, merupakan jarak interplanar penyebab difraksi, merupakan sudut difraksi. Besaran dan dihitung dalam satuan yang sama (pada umumnya dalam angstroms) (Cullity, 1956). Difraksi sekunder akibat interaksi sinar-x dengan sampel akan memiliki intensitas yang mana semakin teratur struktur kristal, semakin tinggi puncak (peak) intensitas yang diperoleh. Intensitas tersebut kemudian dikonversi untuk kemudian didapatkan jarak interplanar (d) dalam serbuk kristal sesuai dengan Hukum Bragg. Jarak tersebut kemudian dibandingkan dengan data JCPDS-ICDD sehingga dapat diketahui fasa suatu bahan. Mikrostruktur Fasa dengan SEM Mikroskop elektron adalah alat deteksi yang menggunakan sinar elektron berenergi tinggi untuk melihat objek pada skala yang sangat kecil, yang secara skematik digambarkan pada Gambar 13. Scanning Electron Microscope (SEM) memberikan penjelasan yang detail dari permukaan, memberikan informasi mengenai ukuran dan bentuk yang homogen atau tidak dari bahan nanopartikel. Terdapat pemercepat elektron (electron gun) dalam SEM untuk memproduksi elektron dengan menghasilkan pancaran elektron, serta lensa-lensa elektromagnetik yang dihubungkan dengan sistem kondensor. Lensa-lensa tersebut dioperasikan fokus pada permukaan sampel.

19 8 Electron gun vibrator Vibrator control Electron beam Condenser lens Temperature control Amplificator Magnet control COMPUTER Detector Sample Gambar 13 Skema SEM Lensa pemfokus pertama menghasilkan pancaran dan batas arus, pada celah lensa berfungsi untuk mengurangi pembelokan sudut. Lensa pemfokus kedua membentuk pelemahan (pancaran sinar koheren), celah lensa dikendalikan untuk mengurangi pembelokan sudut dari pancaran lensa pertama (Gabriel, 1985). Tembakan elektron hanya mengenai sampel pada daerah yang sangat kecil. Elektron direfleksikan dari sampel atau diserap oleh sampel secara elastis dan memberinya elektron sekunder dengan energi sangat rendah bersamaan dengan sinar-x. Elektron-elektron tersebut terserap dan meningkatkan emisi cahaya tampak, kemudian meningkatkan arus listrik pada sampel. Hal ini dapat menghasilkan gambar yang terbentuk dari elektron sekunder yang berenergi rendah (Gabriel, 1985). Identifikasi Sifat Magnetik dengan Vibrating Sample Magnetometer (VSM) Vibrating Sample Magnetometer (VSM) merupakan salah satu jenis peralatan yang digunakan untuk mempelajari sifat magnetik bahan. Dengan alat ini akan dapat diperoleh informasi mengenai besaran-besaran sifat magnetik sebagai akibat perubahan medan magnet luar yang digambarkan dalam kurva histeresis, sifat magnetik bahan sebagai akibat perubahan suhu, dan sifat-sifat magnetik sebagai fungsi sudut pengukuran atau kondisi anisotropik bahan. Skema prinsip kerja VSM digambarkan pada Gambar 14 (Mujamilah et al., 2000). sample coil magnet Gambar 14 Skema prinsip kerja VSM Salah satu keistimewaan VSM adalah merupakan vibrator elektrodinamik yang dikontrol menggunakan arus balik. Sampel dimagnetisasi dengan medan magnet homogen. Jika sampel bersifat magnetik, maka medan magnet akan memagnetisasi sampel dengan meluruskan domain magnet. Momen dipol magnet sampel akan menciptakan medan magnet di sekitar sampel, yang biasa disebut magnetic stray field. Ketika sampel bergetar, magnetic stray field dapat ditangkap oleh coil. Medan magnet tersebar tersebut akan menginduksi medan listrik dalam coil yang sebanding dengan momen magnetik sampel. Semakin besar momen magnetik, maka akan menginduksi arus yang makin besar. Dengan mengukur arus sebagai fungsi medan magnet luar, suhu maupun orientasi sampel, berbagai sifat magnetik bahan dapat dipelajari (Niazi, 2000). Dalam penelitian ini, nilai magnetisasi diukur selain untuk mengetahui kemampuan magnetik nanosfer yang dihasilkan juga untuk mendapatkan informasi komposisi nanosfer. BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Pusat Teknologi Bahan Industri Nuklir Badan Tenaga Nuklir Nasional (PTBIN-BATAN) kawasan PUSPITEK Serpong. Waktu yang diperlukan untuk penelitian ini yaitu dari Februari hingga Juni Alat dan Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu 10 gram PLA, 5 gram PVA, 6 gram ferrofluid, 150 ml kloroform dan aquadest. Alat yang digunakan antara lain ultrasonic probe (ultrasonic processor model 750 VCX), neraca analitik (electronic balance ER 180 A),

20 9 1 set pengaduk (laboratory stirrer model ), beaker glass (50 ml, 200 ml, dan ml), sentrifuge medifriger-bl-s, freeze dryer (Snijders Scientific) dan microbalance Sartorius. Karakterisasi sampel dalam penelitian ini dilakukan menggunakan X-Ray Diffractometer (XRD) Phillips Electronics Instruments APD 3520, Scanning Electron Microscope (SEM) Phillips dan Vibrating Sample Magnetometer (VSM) tipe Oxford VSM 1.2H. Metode Penelitian Sintesis Ferrofluid Ferrofluid diperoleh dari penelitian sebelumnya (Yulianti, 2008) dengan melarutkan serbuk Fe 3 O 4 / -Fe 2 O 3 yang sudah stabil (terlapisi asam oleat) dalam kloroform. Ferrofluid yang digunakan berukuran ± 10 nm. Nanosfer berbasis ferrofluid dan PLA Preparasi sampel mengacu pada prosedur yang dilakukan oleh Yulianti, Diawali dengan pembuatan larutan induk yaitu larutan PLA 10% yang dibuat dengan melarutkan 10 gram PLA dalam 100 ml kloroform dan PVA 5% yang dibuat dengan melarutkan 5 gram PVA dalam 100 ml aquadest. Tahap berikutnya adalah pembuatan fasa minyak (fasa 1) yaitu larutan PLA dalam kloroform yang dibuat dengan melarutkan 3 ml PLA 10% dalam 3 ml kloroform kemudian dicampur dengan ferrofluid sebanyak 0,12 gram dan ditambahkan lagi kloroform 6 ml. Kemudian dilakukan sonikasi selama 1 menit agar partikel magnetik terdispersi dalam larutan PLA. Proses dilanjutkan dengan pembuatan fasa air (fasa 2) yaitu larutan PVA dalam aquadest yang dibuat dengan melarutkan 5 ml PVA 5% dalam 50 ml aquadest. Proses yang digunakan adalah pembasahan (wetting), emulsifikasi dan evaporasi. Pembasahan terjadi ketika ferrofluid dilarutkan pada larutan PLA, dengan dilakukan sonikasi selama 1 menit pada fasa minyak, sehingga terjadi deaglomerasi. Waktu yang dipilih berdasarkan dari penelitian sebelumnya yang menunjukkan hasil optimal (Ariyandi et al., 2007). Emulsifikasi yang digunakan adalah mikroemulsi menggunakan prinsip sistem minyak dalam air yang dibuat stabil dengan penambahan surfaktan. Hal ini bertujuan agar terjadi pendispersian larutan PLA dengan ferrofluid dengan terjadinya gelembung (kavitasi). Surfaktan yang digunakan yaitu PVA, yang akan mengungkung nanosfer ferrofluid terlapis PLA, sehingga terjadi deaglomerasi. Fasa air dan minyak disonikasi dengan variasi waktu yakni 3, 4, 5, 6 dan 7 menit. Masing-masing sampel kemudian segera dievaporasi dengan menambahkan aquadest sebanyak 500 ml dan diaduk dengan stirrer dengan kecepatan 1000 rpm selama 1 jam, waktu pengadukan ini dilakukan agar kloroform dalam air menguap dan memberi waktu bagi nanosfer ferrofluid terlapis PLA untuk mengering dalam fasa air. Setelah kloroform menguap, maka akan terbentuk butiran yang tersebar dalam air. Proses dilanjutkan dengan pencucian sebanyak 3 kali, menggunakan sentrifuse dalam pemisahan fasanya dengan kecepatan 9000 rpm selama 15 menit. Kemudian untuk mengetahui penyebaran partikel yang dihasilkan, maka dilakukan separasi menggunakan sentrifuse sehingga partikel akan mengendap sesuai dengan skala ukurannya. Kecepatan sentrifuse yang digunakan yaitu 1000 rpm, 5000 rpm dan 9000 rpm. Proses diakhiri dengan freeze drying sehingga sampel menjadi bentuk serbuk. Tabel 3. Perlakuan sampel dengan karakterisasi Karakterisasi Karakterisasi Fasa dengan XRD Analisis difraksi sinar-x dengan tujuan identifikasi fasa magnetik nanosfer berbasis oksida besi. Preparasi sampel yang akan di karakterisasi yaitu sebagai berikut :

21 10 1. Disiapkan sampel yang sudah dikeringkan ± 3 gram. 2. Sampel ditaburkan ke dalam holder yang berasal dari kaca preparat dibagi dua, sampel ditaburkan pada bagian holder berukuran 2 x 2 cm 2, diratakan tipis hingga kaca holder pada bagian tersebut tertutup serbuk sampel secara sempurna. 3. Holder berisi sampel dikait pada difraktometer. 4. Pada komputer diset nama sampel, sudut awal (5 o ), sudut akhir (40 o ), dan kecepatan analisis 0.01 o /detik. 5. Di-run. Data yang diambil merupakan fungsi perubahan posisi detektor terhadap sinar datang (2 ) yang akan menghasilkan intensitas difraksinya. Sehingga data yang diperoleh merupakan puncak-puncak intensitas difraksi terhadap posisi (2 ). Proses selanjutnya dilakukan peak search dengan program expert high score sehingga diperoleh puncak-puncak tertinggi yang kemudian dibandingkan dengan data JCPDS-ICDD. Melalui data tersebut dapat diketahui fasa sampel. Karakterisasi Morfologi dan Distribusi Ukuran dengan SEM Pada pengukuran menggunakan SEM, sampel haruslah merupakan zat yang dapat menghantarkan arus listrik seperti halnya logam. Karena nanopartikel magnetik tidak dapat menghantarkan arus listrik, maka sebelum dianalisis, terlebih dahulu dilapisi logam. Logam emas lebih disukai karena emas merupakan logam inert dan bersifat konduktif. Preparasi sampel dengan SEM : 1. Sampel diletakkan sangat tipis merata pada plat aluminium yang memiliki dua sisi. 2. Kemudian dilapisi dengan lapisan emas dengan waktu coating ± 30 detik. 3. Sampel yang telah dilapisi, diamati menggunakan SEM dengan tegangan 20 kv dan perbesaran x dan x. Dari gambar berupa foto SEM yang diperoleh, morfologi dan distribusi ukuran nanosfer dianalisis dengan menggunakan metode statistik. Karakterisasi Sifat Magnetik dengan VSM VSM (Vibrating Sample Magnetometer) merupakan salah satu alat ukur magnetisasi yang bekerja berdasarkan metode induksi. Pada metode ini, preparasi sampel meliputi : 1. Sampel dimasukkan pada tempat sampel berbentuk silinder dengan diameter ± 2 mm yang kemudian ditutup dua sisinya dengan parafin sehingga sampel di dalamnya akan padat dan stabil. 2. Sampel yang akan diukur magnetisasinya dipasang pada ujung bawah batang kaku yang bergetar secara vertikal dalam lingkungan medan magnet luar H. 3. Pengukuran dilakukan dengan melihat respon magnet (magnetisasi) sampel akibat peubahan medan magnet luar, H. 4. Jika cuplikan termagnetisasi, secara permanen ataupun secara respon dari adanya medan magnet luar, getaran ini akan mengakibatkan perubahan garis gaya magnetik. Perubahan ini akan menginduksikan atau menimbulkan suatu sinyal tegangan AC pada kumparan pengambil (pick up coil atau sense coil) yang ditempatkan secara tepat dalam sistem medan magnet ini. 5. Dengan mengukur arus sebagai fungsi medan magnet luar, sifat magnetik bahan dapat diketahui dari magnetisasi sampel. 6. Data magnetisasi yang diperoleh dinormalisasi dengan membaginya dengan massa masing-masing sampel. Data yang diperoleh dari karakterisasi sifat magnet ini berupa kurva histeresis dengan sumbu x merupakan medan magnet yang menginduksi sampel dalam satuan Tesla dan sumbu y merupakan magnetisasi sampel dalam satuan emu/gram. Data kemudian diolah dengan membandingkan magnetisasi sampel dengan kontrol. HASIL DAN PEMBAHASAN Sintesis Partikel Magnetik Terlapis Polilaktat (PLA) Telah dibuat sintesa nanopartikel magnetik yang dilapisi oleh polimer polilaktat (PLA). Sumber magnetik yang digunakan merupakan magnetic fluid atau dikenal dengan istilah ferrofluid bersifat stabil karena terlapis oleh asam oleat dalam pembuatannya (Leamy, 2003). Dengan penggunaan sumber Fe berupa liquid ini maka partikel magnetik lebih mudah terdispersi dalam polimer sehingga akan mendukung terbentuknya partikel dengan ukuran kecil. Dalam proses pembasahan yang dilakukan menggunakan ultrasonik, partikel magnetik terdispersi di dalam polimer dengan merata. Proses sonikasi dalam emulsifikasi yang digunakan mengikuti Persamaan 1, di mana terjadi peredaman gelombang ultrasonik. Beberapa parameter yang sangat kompleks

22 % massa tiap gram 11 turut mempengaruhi proses ini. Parameter yang divariasikan dalam pembuatan nanosfer adalah waktu sonikasi dalam proses emulsifikasi. Emulsi yang terbentuk terdiri dari fasa air dan minyak. Mula-mula fasa air dan minyak terpisah satu sama lain di mana minyak di bagian atas dan air di bagian bawah, hal ini terkait dengan berat jenis masing-masing fasa. Fasa air berwarna bening dan fasa minyak berwarna coklat tua pekat mendekati hitam, setelah sonikasi, maka emulsi yang terbentuk berwarna coklat susu dan tidak terdapat endapan. Dalam proses emulsifikasi ini terbentuk gelembung kavitasi yang berasal dari kloroform dengan partikel magnetik terlapis PLA di dalamnya. Variasi waktu sonikasi ini dilakukan agar partikel magnetik yang terlapis PLA dapat berukuran homogen. Dalam proses evaporasi kloroform diuapkan selama pengadukan dan terbentuk butiran-butiran nanosfer, kemudian emulsi berubah warna menjadi lebih kecoklatan daripada saat emulsifikasi. PVA hanya digunakan sebagai pengemulsi atau stabilizer dalam proses emulsifikasi dan dihilangkan dalam 3 kali pencucian yang dalam prosesnya semakin lama buih berkurang hingga habis, buih ini menunjukkan keberadaan PVA dalam larutan. Pemisahan fasa dalam pencucian dilakukan dengan sentrifuse 9000 rpm agar tidak ada nanopartikel yang terbuang. Penggunaan tiga variasi kecepatan sentrifuse (1000 rpm, 5000 rpm dan 9000 rpm) digunakan untuk separasi nanopartikel berdasarkan skala ukurannya, sehingga dapat diketahui penyebaran ukuran sampel, di mana sentrifuse ini memanfaatkan gravitasi yang dipercepat dengan gaya sentrifugal, sehingga partikel besar membutuhkan gaya sentrifugal yang lebih kecil untuk mengendap. Begitu pula sebaliknya partikel dengan ukuran lebih kecil maka membutuhkan gaya sentrifugal yang lebih besar untuk mengendap. Massa yang diukur bukan merupakan massa seluruh sampel, melainkan merupakan massa dalam satu kali siklus sentrifugasi dengan mempertimbangkan volume total yang dapat dicakup dan keseragaman volume antar sampel. Massa yang diukur merupakan massa sampel yang terisolasi, karena tidak seluruh sampel terpisahkan fasanya dengan freeze drying. Massa yang diukur kemudian dinormalisasi untuk mendapatkan persentase (%) massa sampel tiap gram. Dari Gambar 15 dapat terlihat bahwa massa terbanyak dimiliki oleh nanopartikel pada skala ukuran sedang (5000 rpm) dan sebagian lagi pada nanopartikel skala ukuran besar (1000 rpm). Hal ini dapat dimengerti bahwa penambahan waktu setelah 4 menit justru semakin menuju saturasi, dan menjadikannya beraglomerasi sehingga ukuran nanopartikel membesar. Waktu sonikasi 4 menit menunjukkan hasil optimal, di mana persentase massa terhadap massa total pada 1000 rpm bernilai 18.9%, pada 5000 rpm 80.3% dan pada 0.7% pada 9000 rpm. Hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi pengecilan ukuran nanosfer pada waktu sonikasi 4 menit waktu (menit) Gambar 15 Hubungan persentase tiap gram massa dengan waktu sonikasi Analisis Fasa Nanopartikel Magnetik menggunakan X-Ray Diffraction (XRD) Pada pola XRD dapat dilihat terbentuknya peak pada sudut 2θ antara 10 o hingga 80 o dengan variasi waktu sonikasi. Pada polimer polilaktat, puncak difraksi terbentuk pada 16,49 o dan 23 o, polimer PVA pada 19,275 o (Afandi et al., 2007). Dari Gambar 16 terlihat bahwa pada ferrofluid terbentuk pola difraksi dengan puncak pada 35,52 o, hal ini bersesuaian dengan data Fe 3 O 4 dalam JCPDS-ICDD nomor dan -Fe 2 O 3 nomor , kedua fasa ini memiliki fasa yang mirip, memiliki posisi puncak yang sama sehingga untuk mengidentifikasi lebih lanjut fasa yang terdapat dalam ferrofluid diperlukan karakterisasi lebih lanjut. Pada Gambar 17 dan 18 pola yang terbentuk merupakan gabungan dari fasa Fe 3 O 4 / -Fe 2 O 3 ferrofluid dan polimer polilaktat. Fasa PLA cenderung menuju ketakteraturan dengan semakin lamanya waktu sonikasi. Hal ini disebabkan karena PLA, sebagaimana bahan polimer lainnya memiliki suhu transisi fasa yang cukup rendah (156 o ) (Ariyandi et al., 2007), sehingga akan mengalami perubahan struktur dengan semakin besarnya energi dari proses sonikasi yang semakin lama. Perubahan struktur tersebut dikarenakan pemberian gelombang

23 12 ultrasonik dapat menghasilkan suhu yang besar yang terjadi dengan pemanasan dan pendinginan yang singkat. Pada suhu yang meningkat tajam menyebabkan atom-atom pada sampel bergerak secara acak, dan penurunan suhu yang singkat menyebabkan atom yang bergerak tidak memiliki waktu yang cukup untuk menata ulang atom-atom ke posisi semula (Ariyandi et al., 2007), hal ini menyebabkan menurunnya keteraturan atom yang dapat diamati dengan semakin landainya kurva yang terbentuk. Semakin lama proses sonikasi maka semakin lama PLA dikenai suhu tinggi dengan kenaikan dan penurunan suhu yang tajam, sehingga semakin lama sonikasi, atom-atom penyusun PLA semakin bergerak acak dan semakin sulit untuk kembali ke kondisi semula. Perubahan struktur PLA yang menuju ke arah ketakteraturan jika disonikasi lebih lama terkait dengan sifat biodegradabel, karena semakin amorf strukturnya maka akan semakin mudah untuk diuraikan dalam tubuh. Dari peak polimer PLA hanya mengalami perubahan intensitas, pergeseran peak PLA tidak terjadi secara signifikan, sedangkan pada peak Fe 3 O 4 / -Fe 2 O 3 ferrofluid tidak mengalami pergeseran. Hal ini dapat diartikan bahwa tidak terjadi perubahan fasa, sehingga tidak berpengaruh pada perhitungan derajat kristalinitas. Dari peak PVA diketahui bahwa PVA sudah hilang pada proses pencucian. Hal ini sesuai dengan tujuan aplikasi biomedis, di mana PVA tidak digunakan dalam aplikasi biomedis, PVA hanya digunakan sebagai penstabil dalam proses emulsifikasi. Gambar 16 Pola XRD ferrofluid sebelum proses pelapisan PLA Fe 3O 4/ -Fe 2O 3 Gambar 17 Pola XRD komposit (Fe 3 O 4 / -Fe 2 O 3 ferrofluid) PLA dengan variasi waktu sonikasi pada kecepatan sentrifugasi 1000 rpm PLA Fe3O 4/ -Fe 2O 3 Gambar 18 Pola XRD komposit (Fe 3 O 4 / -Fe 2 O 3 ferrofluid) PLA dengan variasi waktu sonikasi pada kecepatan sentrifugasi 5000 rpm Analisis distribusi ukuran dengan Scanning Electron Microscope (SEM) Hasil karakterisasi dengan SEM terhadap nanosfer yang dibuat dengan menggunakan metode sonikasi diperoleh gambar berupa bulatan seperti bola (sphere). Perbesaran yang digunakan yaitu sebesar kali dan kali. Pada proses pembasahan terjadi pemisahan agregat ferrofluid hingga mencapai ukuran terkecil, sedangkan pada emulsifikasi, diharapkan partikel yang sudah terpisah agregatnya dapat menjadi homogen dengan variasi waktu sonikasi. Distribusi nanopartikel ferrofluid terlapis PLA dengan berbagai variasi waktu sonikasi diperlihatkan pada hasil foto SEM pada Gambar 19 hingga 21. Setelah dilakukan pengukuran diameter berdasarkan foto SEM diperoleh data yang ditunjukkan pada Tabel 3 dan grafik yang ditunjukkan pada Gambar 22. Dari Tabel 3 dan Gambar 22 terlihat bahwa waktu sonikasi cenderung memperkecil ukuran nanosfer dan meningkatkan kehomogenan ukurannya. Meningkatnya kehomogenan ukuran nanosfer juga dapat dilihat pada Gambar 19 hingga 21.

24 13 a b c d e Gambar 19. SEM Nanopartikel Magnetik dengan variasi waktu sonikasi : (a) 3 menit. (b) 4 menit (c) 5 menit (d) 6 menit (e) 7 menit pada kecepatan sentrifuse 1000 rpm dengan perbesaran x

25 14 a b c d e Gambar 20. SEM Nanopartikel Magnetik dengan variasi waktu sonikasi: (a) 3 menit. (b) 4 menit (c) 5 menit (d) 6 menit (e) 7 menit pada kecepatan sentrifuse 5000 rpm dengan perbesaran x.

26 15 a b c d e Gambar 21 SEM magnetik Nanopartikel dengan variasi waktu sonikasi : (a) 3 menit (b) 4 menit (c) 5 menit (d) 6 menit (e) 7 menit pada kecepatan sentrifuse 9000 rpm dengan perbesaran x

27 diameter (nm) 16 Dari foto SEM terlihat bahwa semakin lama waktu sonikasi dalam emulsifikasi berpengaruh terhadap distribusi ukuran partikel, secara garis besar dapat dikatakan bahwa semakin lama waktu sonikasi, ukuran partikel cenderung lebih homogen dan mengecil yang akhirnya akan menuju ukuran nanopartikel yang stabil. Ukuran terkecil dibatasi oleh sejauh mana material tersebut dapat menyimpan gelombang ultrasonik sebelum pecah menjadi gelembung yang lebih kecil. Dalam proses emulsifikasi dengan menggunakan ultrasonik, ukuran gelembung kavitasi dipengaruhi oleh waktu sonikasi, karena partikel terbentuk dalam gelembung, maka ukuran partikel juga dipengaruhi oleh ukuran gelembung terkait dengan waktu sonikasi, yang relasinya analog dengan persamaan gelombang teredam yang dituliskan dalam Persamaan 1. Dalam proses sonikasi terjadi rapatan dan regangan tekanan ketika gelombang sonic menjalar, sehingga energi mekanik gerak osilasi berkurang terhadap waktu (Tipler, 1990) dan terdapat gaya eksternal (gaya paksa) yang menyebabkan osilasi tidak berhenti, di mana dalam kasus ini penjalaran gelombang sonic menjadi gaya eksternal terhadap penjalaran gelombang sonic yang lain, karena adanya regangan tersebut muncul gelembung kavitasi yang dalam prosesnya mengembang-kempis. Dalam proses sonikasi juga terjadi resonansi, ketika frekuensi ( ) gelombang sonic mendekati frekuensi gelembung kavitasi Tabel 4. Ukuran nanosfer pada berbagai variasi waktu sonikasi waktu (menit) 1000 rpm 5000 rpm 9000 rpm Gambar 22 Hubungan waktu sonikasi dengan diameter nanosfer yang pada waktu tertentu dianalogikan pecah, karena pada saat itu sistem memiliki energi maksimal yang dapat diserap oleh gelembung kavitasi. Hal inilah yang menyebabkan nanopartikel yang terkungkung di dalamnya juga akan dapat terpisah satu sama lain sehingga didapatkan nanosfer dengan ukuran kecil. Dari relasi tersebut, terlihat bahwa peredaman gelombang pada sistem sangatlah kompleks dan dipengaruhi oleh beberapa faktor, dalam penelitian ini yang dipelajari hanyalah relasi antara waktu sonikasi dengan ukuran partikel. Meskipun ultrasonik dapat memperkecil ukuran dan distribusi ukurannya menjadi homogen, namun ukuran partikel yang kecil dan homogen ini akan dibatasi oleh kemampuan alat ultrasonik ketika diterapkan pada nanopartikel ferrofluid terlapis PLA. Kurva Histeresis dan Analisis Sifat Magnetik dengan VSM Kurva histeresis magnetik hasil karakterisasi Vibrating Sample Magnetometer (VSM) ditunjukkan pada Gambar 23 hingga 26, di mana Gambar 23 merupakan kurva histeresis ferrofluid sebelum pelapisan dengan magnetisasi, M S sebesar emu/gram, dan tiga gambar selanjutnya merupakan kurva histeresis nanosfer setelah pelapisan. Dalam gambar tersebut terlihat bahwa sebelum pelapisan ferrofluid sudah bersifat superparamagnetik, begitu pula setelah pelapisan oleh PLA. Hal ini sesuai dengan tujuan aplikasi biomedis di mana nanopartikel bersifat non-magnetik ketika masuk dalam tubuh, namun saat diterapkan medan magnet eksternal, nanopartikel akan dapat bersifat magnet sehingga dapat mengoptimalkan fungsinya sebagai aplikasi biomedis, baik untuk DDS, MRI dan manipulasi suhu dalam hipertermia (Duncan et al., 2004). Sumbu y dalam kurva histeresis menyatakan momen magnetik yang dimiliki oleh 1 gram nanopartikel terlapis PLA dan sumbu x menyatakan medan magnet dalam satuan Tesla. Dari hasil karakterisasi VSM yang ditunjukkan oleh kurva histeresis dapat diketahui bahwa nanopartikel magnetik terlapis oleh PLA. Hal ini dapat terlihat dengan membandingkan kurva histeresis ferrofluid pada Gambar 23 dengan kurva histeresis nanosfer terlapis PLA pada Gambar 24 hingga 26 yang menunjukkan faktor pengisian (loading factor) nanopartikel magnetik dalam PLA. Variasi waktu sonikasi cenderung menurunkan loading factor. Nilai

28 17 momen magnet saturasi, M s dan medan koersiv, H C dari beberapa variasi waktu sonikasi ditunjukkan pada Tabel 4. Gambar 23 Kurva histeresis ferrofluid Gambar 24 Kurva histeresis komposit (Fe 3 O 4 / -Fe 2 O 3 ferrofluid) PLA dengan variasi waktu sonikasi pada kecepatan sentrifugasi 1000 rpm Gambar 25 Kurva histeresis komposit (Fe 3 O 4 / -Fe 2 O 3 ferrofluid) PLA dengan variasi waktu sonikasi pada kecepatan sentrifugasi 5000 rpm Gambar 26 Kurva histeresis komposit (Fe 3 O 4 / -Fe 2 O 3 ferrofluid) PLA dengan variasi waktu sonikasi pada kecepatan sentrifugasi 9000 rpm. Dalam proses awal sebelum pelapisan, 0.12 gram ferrofluid dan 0.3 gram PLA digunakan dalam setiap sampelnya, diharapkan menghasilkan loading factor 28.6% yang ditunjukkan oleh magnetisasi, M S sebesar emu/gram. Faktor pengisian mengalami kenaikan terkait dengan ukuran partikel yang ditunjukkan dengan semakin bertambahnya kecepatan sentrifuse, dimana semakin kecil ukuran nanopartikel maka semakin tinggi pula loading factor. Pada sampel dengan waktu sonikasi 3 menit terjadi penurunan loading factor dengan kenaikan rpm. Hal ini menunjukkan bahwa dalam waktu tersebut belum cukup untuk nanopartikel magnetik terkungkung dalam polimer PLA. Pada waktu 4, 5, 6, dan 7 menit terjadi kenaikan loading factor seiring dengan kenaikan rpm, hal ini cukup baik di mana ketika partikel mengecil loading factor meningkat. Dari data yang diperoleh menunjukkan bahwa pada 1000 rpm, komposisi tidak terkontrol, dan pada 9000 rpm komposisi terkontrol, sedangkan pada 5000 rpm komposisi berada di antara keduanya. Yulianti, 2008 menyatakan bahwa penggunaan ferrofluid dan ultrasonik saja belum cukup untuk menjadikan komposisi semakin terkontrol seiring semakin mengecilnya ukuran nanosfer, namun dari hasil karakterisasi VSM dengan variasi waktu dapat dibuktikan bahwa dengan mengikuti prosedur sebelumnya dan menggunakan variasi waktu sonikasi, komposisi dapat semakin terkontrol seiring dengan semakin kecilnya ukuran nanosfer. Loading factor tertinggi dicapai pada waktu 4 menit yaitu mencapai 23.6% (1000 rpm), 40% (5000 rpm) dan 34% (9000 rpm). Hasil komposisi yang ditunjukkan oleh waktu sonikasi 4 menit yang melebihi persentase awal dapat dimengerti

29 Magnetisasi (Ms) 18 Tabel 5. Nilai magnetisasi saturasi (M s ) dan medan koersiv (H c ) pada berbagai variasi waktu sonikasi. (dengan M S sampel awal = emu/gram) komposisi awal, sehingga dapat diperoleh nanopartikel dengan ukuran sekecil mungkin namun dengan sifat magnetik tetap tinggi. Selain itu volume antara PLA, ferrofluid dan PVA juga harus diperhatikan karena mempengaruhi pelapisan PLA yang mempengaruhi ukuran nanopartikel, seberapa banyak PLA yang melapisi ferrofluid dan seberapa banyak PVA sebagai stabilizer yang mengungkung ferrofluid terlapis PLA sehingga dispersi stabil dapat dicapai dalam proses pelapisan waktu sonikasi (t) Gambar 26 Hubungan waktu sonikasi dengan magnetisasi karena PLA yang melapisi nanopartikel magnetik semakin menipis, namun secara garis besar waktu sonikasi 4 menit yang paling optimal untuk nanopartikel magnetik terkungkung dalam polimer PLA. Hasil ini menunjukkan peluang pemanfaatan ferrofluid terlapisi polimer biodegradabel dalam biomedis. Mengacu pada pembahasan sebelumnya secara umum waktu sonikasi akan menentukan struktur PLA sebagai pelapis, tingkat homogenitas, ukuran sampel dan faktor pengisian, walaupun ukuran sampel hanya menuju pada skala ukuran tertentu saja. Dari hasil yang diperoleh dari XRD, SEM dan VSM, ukuran nanopartikel magnetik juga mempengaruhi faktor pengisian (loading factor) partikel magnetik dalam nanosfer tersebut. Loading factor semakin meningkat dengan semakin kecilnya ukuran nanopartikel, hal ini dapat dipahami terkait dengan struktur PLA yang menuju ketakteraturan sehingga partikel magnetik lebih mudah terkungkung di dalamnya. Semakin lama waktu sonikasi, maka loading factor semakin menurun. Waktu sonikasi 4 menit menunjukkan loading factor yang paling optimal dan memiliki massa terbanyak untuk nanosfer ukuran terkecil. Komposisi dan keoptimalan ukuran nanopartikel dapat didekati dengan variasi konsentrasi, viskositas, waktu sonikasi dan KESIMPULAN Telah dilakukan proses pelapisan nanopartikel ferrofluid dengan polimer PLA dengan variasi waktu sonikasi. Penggunaan metode sonikasi sangat tepat diterapkan dalam proses emulsifikasi sintesa nanopartikel berbasis PLA dan ferrofluid, didukung juga dengan penggunaan sumber Fe berupa ferrofluid, sehingga partikel Fe dapat terdispersi stabil dalam larutan dan terbentuk partikel dalam skala nanometer. Hal ini dapat dilihat dari ukuran partikel yang semakin mengecil dan homogen seiring dengan bertambahnya waktu sonikasi yang kemudian mengalami saturasi pada ukuran tertentu. Ukuran terkecil dibatasi oleh sejauh mana material tersebut dapat menyimpan gelombang ultrasonik sebelum pecah menjadi gelembung yang lebih kecil. Komposisi massa terbanyak dimiliki oleh sampel 4 menit, dengan penyebaran massa meningkat pada 1000 rpm, menurun pada 5000 rpm dan konstan pada 9000 rpm. Pola XRD menunjukkan semakin lama waktu, PLA semakin menuju ketakteraturan, meskipun pergeseran PLA tidak terlalu signifikan. Ferrofluid tidak mengalami pergeseran, struktur PLA yang menuju ketakteraturan menjadikannya lebih biodegradabel, sehingga sesuai dengan aplikasi biomedis. Waktu sonikasi juga menurunkan ukuran nanosfer dan meningkatkan kehomogenan sampel, hal ini terlihat dari foto SEM pada masing-masing sampel. Sifat magnetik ferrofluid sebelum pelapisan sudah menunjukkan sifat superparamagnetik, begitu pula dengan setelah pelapisan. Loading factor cenderung menurun seiring semakin lamanya waktu sonikasi, namun meningkat seiring dengan mengecilnya ukuran nanosfer. Dari kurva histeresis hasil pengukuran magnetisasi dengan VSM diketahui bahwa sampel 4 menit menunjukkan loading factor tertinggi, hingga

30 19 mencapai 40%. Hasil pelapisan menunjukkan struktur PLA sebagai pelapis, tingkat homogenitas, ukuran nanopartikel dan faktor pengisian ditentukan oleh waktu sonikasi, walaupun ukuran terbatas pada skala tertentu. Dalam variasi waktu sonikasi tersebut, diperoleh sampel dengan waktu sonikasi 4 menit menunjukkan hasil paling baik, komposisi yang terbanyak, loading factor tertinggi, didukung juga dengan sifat menuju ketakteraturan dan ukuran serta distribusi ukuran yang akan disesuaikan lebih lanjut pada aplikasinya. SARAN Penggunaan ultrasonik dan ferrofluid harus didukung oleh komposisi awal PLA dan ferrofluid yang tepat, sehingga konsentrasi dan viskositas optimal dapat diperoleh dalam sintesa nanopartikel magnetik. Perbandingan volume antara PLA, ferrofluid dan PVA juga harus diperhatikan agar proses pelapisan berjalan lebih efektif sehingga ukuran optimal nanosfer terkecil dapat dicapai. DAFTAR PUSTAKA Afandi S, Mujamilah, Kurniati M dan Sudaryanto Efek Kondisi Pembasahan dalam Pembentukan Nanosfer berbasis Oksida Besi dan PLA. Jurnal Sains Materi Indonesia, Edisi Khusus Oktober 2007: Alger MSM Polymer Science Dictionary. London : Elsevier Applied Science Hielscher, T. (2005): Ultrasonic Production of Nano-Size Dispersions and Emulsions, dalam: Proceedings of European Nanosystems Conference ENS'05. Ariyandi N, Sudaryanto, Kurniati M, Mujamilah, dan H Ari Pembuatan Nanosfer Berbasis Biodegradabel Polilaktat dengan Metode Sonifikasi. Jurnal Sains Materi Indonesia 8(2): Brennen, C E Cavitation and Bubble Dynamics. New York: Oxford University Press. Connolly JR Introduction to X-Ray Powder Diffraction. EPS Cullity BD Element of X-Ray Diffraction. Addison Wesley Publishing Company, Inc. Duncan R et al Nanomedicine. An ESF European Medical Research Councils (EMRC) Forward Look report Ewijk G.A.V., Vroege G.J., Kuipers B.W.M., and Philipse AP Thermodynamic (in)stability of ferrofluid polymer mixtures. Journal of Magnetism and Magnetic Materials 252: Gabriel BL SEM : A user s Manual for Materials Science. Ohio : Packer Engineering Associates, Inc Harris L.A Polymer Stabilized Magnetite Nanoparticles and Poly(propylene oxide) Modified Styrene-Dimethacrylate Networks. Virginia Polytechnic Institute and State University : Dissertation. Hielscher, T Ultrasonic Production of Nano-Size Dispersions and Emulsions, dalam: Proceedings of European Nanosystems Conference ENS'05. Hjøllum J A Study of Iron Oxide Nano-particles Manufactured by Reverse Micelles. University of Copenhagen : Thesis. Kortshagen U. Nanoparticle Technology Program. Industrial Partnership for Research in Interfacial and Materials Engineering, University of Minnesota. ( [12 Februari 2009] Leamy PJ Preparation, Characterization, and In Vitro Tresting of Poly (Lactide-co-Glycolide) and Dextran Magnetic Microsphere for In Vivo Applications. University of Florida : Dissertation. Mifflin H The American Heritage Science Dictionary of The English Language fourth ed. Houghton Mifflin company. Mou LC.Synthesis and Characterisation of Poly (Lactid Acid) Micro/Nanospheres for Potential Drug Delivery. rp_2003/sci_paper/mat_sci/ r e s e a r c h _ p a p e r / lim_chang_mou.pdf)[2 Maret 2009]. Mujamilah, et al Vibrating Sample Magnetometer (VSM) tipe Oxford VSM 1.2H, dalam Prosiding Seminar Nasional Bahan Magnet I, Puslitbang Iptek Bahan (P3IB)-BATAN, Serpong 11 Oktober Mujamilah Teknologi Pembuatan Nanosphere Magnetik sebagai Contrast Agent NMRI.

31 sudaryanto-emil-1.php.htm [15 Maret 2009]. Nakahira A, Nakamura S, Horimoto M Synthesis of Modified Hydroxyapatite (HAP) Substituted with Fe Ion for DDS Application. Osaka : IEEE Transactions on Magnetic 43(6): Neppiras, EA Acoustic Cavitation. Physics Report, North-Holland Publishing Company. 61(3): Niazi A. Poddar P. dan Rastogi AK A precision, low-cost vibrating sample magnetometer. Current Science 79(1): Pankhurst QA, Connolly J, Jones SK, and Dobson J Applications of Magnetic Nanoparticles in Biomedicine. Institut of Physics Publishing. J. Phys. D: Appl. Phys. 36: Perutz MF Hemoglobin Structure and Respiratory Transport. Scientific American 239 (6). Sudaryanto, Mujamilah, Wahyudianingsih, Handayani A, Ridwan, dan Muthalib A Pembuatan Nanopatikel Magnetik Berlapis Polimer Biodegradable dengan Metode Sonokimia. Jurnal Sains Materi Indonesia 8(2): Sudaryanto Paket Teknologi Pembuatan Microsphere Biodegradabel sebagai Bahan Radiofarmaka untuk Terapi Kanker Hati. 1.php.htm [15 Maret 2009]. Suslick KS The Chemistry of Ultrasound from The Yearbook of Science and The Future. Chicago : Encyclopedia Britannica Suslick, K.S, Price G.J Application of Ultrasound to Materials Chemistry. Annu. Rev. Mater. Sci. 29: Tipler PA FISIKA Untuk Sains dan Teknik Edisi 3,jilid 1. Jakarta : Erlangga. Terjemahan dari : PHYSICS for Scientists and Engineers, Third Edition. Yulianti E Enkapsulasi Nanopartikel Magnetik Fe 3 O 4 menggunakan Polimer Poly Asam Laktat dengan Ultrasonik Probe. Universitas Indonesia : Thesis. 20

32 LAMPIRAN

33 22 Lampiran 1. Flow Chart Penelitian Penelusuran literatur dan penyusunan proposal Pembuatan fasa 1 (PLA + kloroform + Fe 3 O 4 / -Fe 2 O 3 ) Pembuatan fasa 2 (PVA + aquades) Emulsifikasi (Sonikasi) Evaporasi selama 1 jam Dicuci dengan aquades 500 ml Separasi 1000 rpm, 5000 rpm dan 9000 rpm Freeze Drying Diperoleh powder XRD SEM VSM Pengolahan dan analisis data Penyusunan Laporan

34 23 Lampiran 2. Skema Penelitian 1000 rpm 5000 rpm 9000 rpm 1000 rpm 5000 rpm 9000 rpm

35 24 Lampiran 3. Alat Penelitian Ultrasonik Sentrifugasi Freeze Dryer XRD VSM SEM

HASIL DAN PEMBAHASAN Sintesis Partikel Magnetik Terlapis Polilaktat (PLA)

HASIL DAN PEMBAHASAN Sintesis Partikel Magnetik Terlapis Polilaktat (PLA) 10 1. Disiapkan sampel yang sudah dikeringkan ± 3 gram. 2. Sampel ditaburkan ke dalam holder yang berasal dari kaca preparat dibagi dua, sampel ditaburkan pada bagian holder berukuran 2 x 2 cm 2, diratakan

Lebih terperinci

SINTESIS NANOSFER BERBASIS FERROFLUID DAN POLY LACTIC ACID (PLA) DENGAN METODE SONIKASI BRIGITA WIDYA HAPSARI

SINTESIS NANOSFER BERBASIS FERROFLUID DAN POLY LACTIC ACID (PLA) DENGAN METODE SONIKASI BRIGITA WIDYA HAPSARI SINTESIS NANOSFER BERBASIS FERROFLUID DAN POLY LACTIC ACID (PLA) DENGAN METODE SONIKASI BRIGITA WIDYA HAPSARI DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

Lebih terperinci

Tabel 2. Sifat kristal dan magnetik dari -Fe 2 O 3 dan Fe 3 O 4. (Harris, 2002)

Tabel 2. Sifat kristal dan magnetik dari -Fe 2 O 3 dan Fe 3 O 4. (Harris, 2002) 3 2. Menganalisis sifat magnetik sebelum dan sesudah dipadukan dengan polimer PLA. 3. Mempelajari efek parameter berupa waktu proses sonikasi (emulsifikasi). Hasil yang diharapkan adalah terbentuknya nanosfer

Lebih terperinci

SINTESIS NANOSFER BERBASIS FERROFLUID DAN POLY LACTIC ACID DENGAN METODE SONIKASI

SINTESIS NANOSFER BERBASIS FERROFLUID DAN POLY LACTIC ACID DENGAN METODE SONIKASI Sintesis Nanosfer Berbasis Ferrofluid dan Polylactic Acid dengan Metode Sonikasi (B.W. Hapsari) Akreditasi LIPI Nomor : 536/D/2007 Tanggal 26 Juni 2007 SINTESIS NANOSFER BERBASIS FERROFLUID DAN POLY LACTIC

Lebih terperinci

PENGARUH FORMULASI EMULSI TERHADAP HASIL ENKAPSULASI NANOPARTIKEL MAGNETIK Fe 3 DENGAN POLY(LACTIC ACID)

PENGARUH FORMULASI EMULSI TERHADAP HASIL ENKAPSULASI NANOPARTIKEL MAGNETIK Fe 3 DENGAN POLY(LACTIC ACID) Akreditasi LIPI Nomor : 536/D/2007 Tanggal 26 Juni 2007 PENGARUH FORMULASI EMULSI TERHADAP HASIL ENKAPSULASI NANOPARTIKEL MAGNETIK DENGAN POLY(LACTIC ACID) ABSTRAK EviYulianti 1, Sudaryanto 1,YokiYulizar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nanopartikel magnetik adalah partikel yang bersifat magnetik, berukuran dalam kisaran 1 nm sampai 100 nm. Ukuran partikel dalam skala nanometer hingga mikrometer identik

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC) 39 HASIL DAN PEMBAHASAN Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC) Hasil karakterisasi dengan Difraksi Sinar-X (XRD) dilakukan untuk mengetahui jenis material yang dihasilkan disamping menentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan nanoteknologi telah mendapat perhatian besar dari para ilmuwan dan peneliti. Nanoteknologi secara umum dapat didefinisikan sebagai teknologi perancangan,

Lebih terperinci

Sintesa dan Karakterisasi Partikel Magnetik Submikron Berbasis Oksida Fe dan Polimer Polilaktat (PLA) SONNY AFANDI G

Sintesa dan Karakterisasi Partikel Magnetik Submikron Berbasis Oksida Fe dan Polimer Polilaktat (PLA) SONNY AFANDI G Sintesa dan Karakterisasi Partikel Magnetik Submikron Berbasis Oksida Fe dan Polimer Polilaktat (PLA) SONNY AFANDI G741231 DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Padatan TiO 2 Amorf Proses sintesis padatan TiO 2 amorf ini dimulai dengan melarutkan titanium isopropoksida (TTIP) ke dalam pelarut etanol. Pelarut etanol yang digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi rekayasa zat dalam skala nano selalu menjadi daya tarik di kalangan peneliti. Hal ini dikarenakan nanoteknologi akan sangat berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan 6 didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 3.3.3 Sintesis Kalsium Fosfat Sintesis kalsium fosfat dalam penelitian ini menggunakan metode sol gel. Senyawa kalsium fosfat diperoleh dengan mencampurkan serbuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Nanoteknologi adalah ilmu dan rekayasa dalam penciptaan material dan struktur fungsional dalam skala nanometer. Perkembangan nanoteknologi selalu dikaitkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini penggunaan magnetic nanoparticles (MNPs) sebagai perangkat elektronik semakin banyak diminati. Hal ini didasarkan pada keunikan sifat kemagnetan yang dimilikinya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nanoteknologi memiliki jangkauan keilmuan yang bersifat interdisipliner. Satu bidang kajian terkait dengan bidang kajian lainnya. Sebagai contoh, ilmu fisika terkait

Lebih terperinci

ENKAPSULASI NANOPARTIKEL MAGNESIUM FERRITE (MgFe2O4) PADA ADSORPSI LOGAM Cu(II), Fe(II) DAN Ni(II) DALAM LIMBAH CAIR

ENKAPSULASI NANOPARTIKEL MAGNESIUM FERRITE (MgFe2O4) PADA ADSORPSI LOGAM Cu(II), Fe(II) DAN Ni(II) DALAM LIMBAH CAIR ENKAPSULASI NANOPARTIKEL MAGNESIUM FERRITE (MgFe2O4) PADA ADSORPSI LOGAM Cu(II), Fe(II) DAN Ni(II) DALAM LIMBAH CAIR Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pilihan Teknologi Nano Oleh : Nama : Dwi Tri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini peran nanoteknologi begitu penting dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk kesejahteraan kehidupan manusia. Nanoteknologi merupakan bidang

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI Fase KOMPOSIT OKSIDA BESI - ZEOLIT ALAM

IDENTIFIKASI Fase KOMPOSIT OKSIDA BESI - ZEOLIT ALAM IDENTIFIKASI Fase KOMPOSIT OKSIDA BESI - ZEOLIT ALAM HASIL PROSES MILLING Yosef Sarwanto, Grace Tj.S., Mujamilah Pusat Teknologi Bahan Industri Nuklir - BATAN Kawasan Puspiptek Serpong, Tangerang 15314.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan yaitu eksperimen. Pembuatan serbuk CSZ menggunakan cara sol gel. Pembuatan pelet dilakukan dengan cara kompaksi dan penyinteran dari serbuk calcia-stabilized

Lebih terperinci

PENGARUH TEMPERATUR TERHADAP UKURAN PARTIKEL FE3O4 DENGAN TEMPLATE PEG-2000 MENGGUNAKAN METODE KOPRESIPITASI

PENGARUH TEMPERATUR TERHADAP UKURAN PARTIKEL FE3O4 DENGAN TEMPLATE PEG-2000 MENGGUNAKAN METODE KOPRESIPITASI PENGARUH TEMPERATUR TERHADAP UKURAN PARTIKEL FE3O4 DENGAN TEMPLATE PEG-2000 MENGGUNAKAN METODE KOPRESIPITASI Santi Dewi Rosanti, Dwi Puryanti Jurusan Fisika FMIPA Universitas Andalas Kampus Unand, Limau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ilmu yang mempelajari fenomena dan manipulasi material pada skala atomik, molekular, dan makromolekular disebut sebagai nanosains. Hal ini diklasifikasikan sendiri

Lebih terperinci

3 Metodologi penelitian

3 Metodologi penelitian 3 Metodologi penelitian 3.1 Peralatan dan Bahan Peralatan yang digunakan pada penelitian ini mencakup peralatan gelas standar laboratorium kimia, peralatan isolasi pati, peralatan polimerisasi, dan peralatan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN BaTiO 3 merupakan senyawa oksida keramik yang dapat disintesis dari senyawaan titanium (IV) dan barium (II). Proses sintesis ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti suhu, tekanan,

Lebih terperinci

ANALISIS KRISTAL DAN MORFOLOGI PERMUKAAN KOMPOSIT PARTIKEL MARMER KALSIT ANA ARMALIA K

ANALISIS KRISTAL DAN MORFOLOGI PERMUKAAN KOMPOSIT PARTIKEL MARMER KALSIT ANA ARMALIA K ANALISIS KRISTAL DAN MORFOLOGI PERMUKAAN KOMPOSIT PARTIKEL MARMER KALSIT ANA ARMALIA K DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 ANALISIS KRISTAL

Lebih terperinci

Metodologi Penelitian

Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian III. 1 Diagram Alir Penelitian Penelitian ini telah dilakukan dalam tiga bagian. Bagian pertama adalah penelitian laboratorium yaitu mensintesis zeolit K-F dari kaolin dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Nanoteknologi terus mengalami perkembangan dengan semakin besar manfaat yang dapat dihasilkan seperti untuk kepentingan medis (pengembangan peralatan baru untuk

Lebih terperinci

Enkapsulasi Nanopartikel Magnetik Fe 3 O 4 Menggunakan. Polimer Poli Asam Laktat Dengan Ultrasonik Probe

Enkapsulasi Nanopartikel Magnetik Fe 3 O 4 Menggunakan. Polimer Poli Asam Laktat Dengan Ultrasonik Probe Enkapsulasi Nanopartikel Magnetik Fe 3 O 4 Menggunakan Polimer Poli Asam Laktat Dengan Ultrasonik Probe oleh : Evi Yulianti 0606001701 UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

Lebih terperinci

PASI NA R SI NO L SI IK LI A KA

PASI NA R SI NO L SI IK LI A KA NANOSILIKA PASIR Anggriz Bani Rizka (1110 100 014) Dosen Pembimbing : Dr.rer.nat Triwikantoro M.Si JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Riset bidang material skala nanometer sangat pesat dilakukan di seluruh dunia saat ini. Jika diamati, hasil akhir dari riset tersebut adalah mengubah teknologi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nanopartikel merupakan suatu partikel dengan ukuran nanometer, yaitu sekitar 1 100 nm (Hosokawa, dkk. 2007). Nanopartikel menjadi kajian yang sangat menarik, karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pencemaran lingkungan oleh logam berat menjadi masalah yang cukup serius seiring dengan penggunaan logam berat dalam bidang industri yang semakin meningkat. Keberadaan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metoda eksperimen.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metoda eksperimen. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metoda eksperimen. Penelitian dilakukan dengan beberapa tahapan yang digambarkan dalam diagram alir

Lebih terperinci

Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi

Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi NURUL ROSYIDAH Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Pendahuluan Kesimpulan Tinjauan Pustaka

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen secara kualitatif dan kuantitatif. Metode penelitian ini menjelaskan proses degradasi fotokatalis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nano material memiliki sifat mekanik, optik, listrik, termal, dan magnetik yang unik. Sifat sifat unik tersebut tidak ditemukan pada material yang berukuran bulk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nanomaterial memiliki sifat unik yang sangat cocok untuk diaplikasikan dalam bidang industri. Sebuah material dapat dikatakan sebagai nanomaterial jika salah satu

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Hasil Ekstasi BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Ekstrasi menggunakan metode maserasi dengan pelarut etanol diikuti dengan penguapan menghasilkan ekstrak kental berwarna coklat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan nanoteknologi terus dilakukan oleh para peneliti dari dunia akademik maupun dari dunia industri. Para peneliti seolah berlomba untuk mewujudkan karya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasir besi umumnya ditambang di areal sungai dasar atau tambang pasir (quarry) di pegunungan, tetapi hanya beberapa saja pegunungan di Indonesia yang banyak mengandung

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode penelitian Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah eksperimental dan pembuatan keramik film tebal CuFe 2 O 4 dilakukan dengan metode srcreen

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Biomassa Terpadu Universitas

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Biomassa Terpadu Universitas 29 III. METODELOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Biomassa Terpadu Universitas Lampung. Analisis difraksi sinar-x dan analisis morfologi permukaan

Lebih terperinci

PENGARUH SUHU PADA PROSES SONIKASI TERHADAP MORFOLOGI PARTIKEL DAN KRISTALINITAS NANOPARTIKEL Fe 3 O 4

PENGARUH SUHU PADA PROSES SONIKASI TERHADAP MORFOLOGI PARTIKEL DAN KRISTALINITAS NANOPARTIKEL Fe 3 O 4 PENGARUH SUHU PADA PROSES SONIKASI TERHADAP MORFOLOGI PARTIKEL DAN KRISTALINITAS NANOPARTIKEL Fe 3 O 4 Hari Gusti Firnando, Astuti Jurusan Fisika FMIPA Universitas Andalas, Padang Kampus Unand Limau Manis,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0 37 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini sampel komposit hidroksiapatit-gelatin dibuat menggunakan metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0 hari, 1 hari, 7 hari

Lebih terperinci

METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik-Fisik Universitas

METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik-Fisik Universitas III. METODELOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik-Fisik Universitas Lampung. Analisis XRD di Universitas Islam Negeri Jakarta Syarif

Lebih terperinci

Spektroskopi Difraksi Sinar-X (X-ray difraction/xrd)

Spektroskopi Difraksi Sinar-X (X-ray difraction/xrd) Spektroskopi Difraksi Sinar-X (X-ray difraction/xrd) Spektroskopi difraksi sinar-x (X-ray difraction/xrd) merupakan salah satu metoda karakterisasi material yang paling tua dan paling sering digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Nanoteknologi merupakan salah satu bidang yang menarik perhatian para peneliti dunia saat ini. Nanoteknologi adalah teknik rekayasa atau sintesis (kombinasi

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Mikroemulsi merupakan emulsi jernih yang terbentuk dari fasa lipofilik, surfaktan, kosurfaktan dan air. Dispersi mikroemulsi ke dalam air bersuhu rendah akan menyebabkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. bulan Agustus 2011 sampai bulan Januari tahun Tempat penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. bulan Agustus 2011 sampai bulan Januari tahun Tempat penelitian 32 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan dimulai pada bulan Agustus 2011 sampai bulan Januari tahun 2012. Tempat penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penelitian Kimia Analitik, Program Studi Kimia FMIPA ITB sejak September 2007 sampai Juni 2008. III.1 Alat dan Bahan Peralatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memicu terjadinya pencemaran lingkungan, seperti: air, tanah dan udara. Pencemaran lingkungan hidup, terutama logam berat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hasil-hasil penelitian bidang nanoteknologi telah diaplikasikan diberbagai bidang kehidupan, seperti industri, teknologi informasi, lingkungan, pertanian dan kesehatan.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kode Sampel A1 A2 A3 A4

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kode Sampel A1 A2 A3 A4 8 serbuk terlarut tersebut yang kemudian disonikasi kembali selama 30 menit. Larutan ekstrak temulawak tersebut, dikeringkan dengan menggunakan spray dry agar diperoleh sampel dalam bentuk serbuk. Untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran logam berat sangat berbahaya bagi lingkungan. Banyak laporan yang memberikan fakta betapa berbahayanya pencemaran lingkungan terutama oleh logam berat pada

Lebih terperinci

SINTESIS DAN KARAKTERISASI KOMPOSIT APATIT-KITOSAN DENGAN METODE IN-SITU DAN EX-SITU ASTRI LESTARI

SINTESIS DAN KARAKTERISASI KOMPOSIT APATIT-KITOSAN DENGAN METODE IN-SITU DAN EX-SITU ASTRI LESTARI SINTESIS DAN KARAKTERISASI KOMPOSIT APATIT-KITOSAN DENGAN METODE IN-SITU DAN EX-SITU ASTRI LESTARI DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 ABSTRAK

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. analisis komposisi unsur (EDX) dilakukan di. Laboratorium Pusat Teknologi Bahan Industri Nuklir (PTBIN) Batan Serpong,

III. METODOLOGI PENELITIAN. analisis komposisi unsur (EDX) dilakukan di. Laboratorium Pusat Teknologi Bahan Industri Nuklir (PTBIN) Batan Serpong, III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biomassa, Lembaga Penelitian Universitas Lampung. permukaan (SEM), dan Analisis difraksi sinar-x (XRD),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Dunia penelitian sains hari ini dapat dikatakan telah dan akan terus memberikan banyak perhatian pada bidang nanoteknologi. Karakternya yang unik membuat

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian 28 Bab III Metodologi Penelitian III.1 Tahap Penelitian Penelitian ini terbagi dalam empat tahapan kerja, yaitu : Tahapan kerja pertama adalah persiapan bahan dasar pembuatan film tipis ZnO yang terdiri

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik / Fisik Fakultas

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik / Fisik Fakultas 36 III. METODELOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik / Fisik Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung pada bulan

Lebih terperinci

STRUKTUR KRISTAL DAN MORFOLOGI TITANIUM DIOKSIDA (TiO 2 ) POWDER SEBAGAI MATERIAL FOTOKATALIS

STRUKTUR KRISTAL DAN MORFOLOGI TITANIUM DIOKSIDA (TiO 2 ) POWDER SEBAGAI MATERIAL FOTOKATALIS STRUKTUR KRISTAL DAN MORFOLOGI TITANIUM DIOKSIDA (TiO 2 ) POWDER SEBAGAI MATERIAL FOTOKATALIS SKRIPSI Oleh : Ahsanal Holikin NIM 041810201063 JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

Lebih terperinci

PEMANFAATAN CANGKANG TELUR AYAM UNTUK SINTESIS HIDROKSIAPATIT DENGAN REAKSI KERING FITRIANI PRASETYANTI

PEMANFAATAN CANGKANG TELUR AYAM UNTUK SINTESIS HIDROKSIAPATIT DENGAN REAKSI KERING FITRIANI PRASETYANTI PEMANFAATAN CANGKANG TELUR AYAM UNTUK SINTESIS HIDROKSIAPATIT DENGAN REAKSI KERING FITRIANI PRASETYANTI DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 ABSTRAK

Lebih terperinci

350 0 C 1 jam C. 10 jam. 20 jam. Pelet YBCO. Uji Konduktivitas IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Ba(NO 3 ) Cu(NO 3 ) 2 Y(NO 3 ) 2

350 0 C 1 jam C. 10 jam. 20 jam. Pelet YBCO. Uji Konduktivitas IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Ba(NO 3 ) Cu(NO 3 ) 2 Y(NO 3 ) 2 Y(NO 3 ) 2 Pelarutan Pengendapan Evaporasi 350 0 C 1 jam 900 0 C 10 jam 940 0 C 20 jam Ba(NO 3 ) Pelarutan Pengendapan Evaporasi Pencampuran Pirolisis Kalsinasi Peletisasi Sintering Pelet YBCO Cu(NO 3

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari hingga Mei 2012 di Laboratorium. Fisika Material, Laboratorium Kimia Bio Massa,

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari hingga Mei 2012 di Laboratorium. Fisika Material, Laboratorium Kimia Bio Massa, III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari hingga Mei 2012 di Laboratorium Fisika Material, Laboratorium Kimia Bio Massa, Laboratorium Kimia Instrumentasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan kebutuhan manusia disegala bidang selain membawa kemajuan terhadap kehidupan manusia, tetapi juga akan memberikan dampak negatif kepada lingkungan. Industrialisasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen yang dilakukan di

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen yang dilakukan di BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen yang dilakukan di lab. Fisika Material, Jurusan Pendidikan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. 3.1 Alat Alat Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Alat-alat Gelas.

BAB 3 METODE PENELITIAN. 3.1 Alat Alat Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Alat-alat Gelas. 18 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Alat Alat Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Nama Alat Merek Alat-alat Gelas Pyrex Gelas Ukur Pyrex Neraca Analitis OHaus Termometer Fisher Hot Plate

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan terhitung sejak bulan Desember 2014 sampai dengan Mei

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan terhitung sejak bulan Desember 2014 sampai dengan Mei 27 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan terhitung sejak bulan Desember 2014 sampai dengan Mei 2015. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fisika Material FMIPA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Guimaraes, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. (Guimaraes, 2009). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nanoteknologi adalah teknologi pembuatan dan penggunaan material yang memiliki ukuran nanometer dengan skala (1-100 nm). Perubahan ukuran bulk ke nanomaterial mengakibatkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk merubah karakter permukaan bentonit dari hidrofilik menjadi hidrofobik, sehingga dapat meningkatkan kinerja kitosan-bentonit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Nanoteknologi adalah ilmu dan rekayasa dalam menciptakan material, struktur fungsional, maupun piranti dalam skala nanometer. Perkembangan nanoteknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan Seiring dengan meningkatnya kebutuhan manusia maka kemajuan dibidang teknologi mutlak adanya guna menyokong kebutuhan manusia. Efek daripada hal tersebut kini

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini dilakukan pembuatan keramik komposit CSZ-Ni dengan

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini dilakukan pembuatan keramik komposit CSZ-Ni dengan 20 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Desain Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah eksperimen. Pada penelitian ini dilakukan pembuatan keramik komposit CSZ-Ni dengan menggunakan metode tape

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Silikon dioksida merupakan elemen terbanyak kedua di alam semesta dari segi massanya setelah oksigen, yang paling banyak terdapat pada debu, pasir, platenoid dan planet

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan di Kelompok Bidang Bahan Dasar PTNBR-

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan di Kelompok Bidang Bahan Dasar PTNBR- BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian yang dilakukan di Kelompok Bidang Bahan Dasar PTNBR- BATAN Bandung meliputi beberapa tahap yaitu tahap preparasi serbuk, tahap sintesis dan tahap analisis. Meakanisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah, tujuan dari penelitian dan manfaat yang diharapkan.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah, tujuan dari penelitian dan manfaat yang diharapkan. BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah, tujuan dari penelitian dan manfaat yang diharapkan. 1.1 Latar Belakang Masalah Mineral besi oksida merupakan komponen utama dari

Lebih terperinci

III.METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan terhitung pada bulan Februari Mei

III.METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan terhitung pada bulan Februari Mei 17 III.METODELOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan terhitung pada bulan Februari Mei 2012. Adapun tempat pelaksanaan penelitian ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akhir-akhir ini banyak dikembangkan penelitian tentang nanopartikel spinel ferrit. Hal ini dikarenakan bidang aplikasinya yang sangat luas yaitu dalam sistem penyimpanan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Februari sampai dengan bulan Oktober 2013 di Laboratorium Kimia Riset Material dan Makanan serta di Laboratorium

Lebih terperinci

UN SMA IPA Fisika 2015

UN SMA IPA Fisika 2015 UN SMA IPA Fisika 2015 Latihan Soal - Persiapan UN SMA Doc. Name: UNSMAIPA2015FIS999 Doc. Version : 2015-10 halaman 1 01. Gambar berikut adalah pengukuran waktu dari pemenang lomba balap motor dengan menggunakan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan terhitung sejak bulan Januari 2015 sampai dengan Juni

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan terhitung sejak bulan Januari 2015 sampai dengan Juni 25 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan terhitung sejak bulan Januari 2015 sampai dengan Juni 2015. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fisika Material FMIPA

Lebih terperinci

2 SINTESIS DAN KARAKTERISASI NANOSTRUKTUR ZnO

2 SINTESIS DAN KARAKTERISASI NANOSTRUKTUR ZnO 2 SINTESIS DAN KARAKTERISASI NANOSTRUKTUR ZnO 3 Pendahuluan ZnO merupakan bahan semikonduktor tipe-n yang memiliki lebar pita energi 3,37 ev pada suhu ruang dan 3,34 ev pada temperatur rendah dengan nilai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer.

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer. 10 dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil sintesis paduan CoCrMo Pada proses preparasi telah dihasilkan empat sampel serbuk paduan CoCrMo dengan komposisi

Lebih terperinci

Gambar 4.1 Hasil Formulasi Nanopartikel Polimer PLGA Sebagai Pembawa Deksametason Natrium Fosfat.

Gambar 4.1 Hasil Formulasi Nanopartikel Polimer PLGA Sebagai Pembawa Deksametason Natrium Fosfat. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Organoleptis Nanopartikel Polimer PLGA Uji organoleptis dilakukan dengan mengamati warna, bau, dan bentuk nanopartikel PLGA pembawa deksametason natrium fosfat. Uji organoleptis

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 23 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.1.1 Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pusat Penelitian Fisika- Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (PPF-LIPI) Kawasan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2013 sampai selesai. Penelitian dilakukan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2013 sampai selesai. Penelitian dilakukan 27 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2013 sampai selesai. Penelitian dilakukan di Laboratorium Fisika Material FMIPA Universitas Lampung. Uji

Lebih terperinci

SIFAT PERMUKAAN SISTEM KOLOID PANGAN AKTIVITAS PERMUKAAN

SIFAT PERMUKAAN SISTEM KOLOID PANGAN AKTIVITAS PERMUKAAN SIFAT PERMUKAAN SISTEM KOLOID PANGAN AKTIVITAS PERMUKAAN SIFAT PERMUKAAN Terdapat pada sistem pangan yang merupakan sistem 2 fase (campuran dari cairan yang tidak saling melarutkan immiscible) Antara 2

Lebih terperinci

Sintesa dan Karakterisasi Nanokomposit ZnO-Silika sebagai Fotokatalis dengan Metode Sonikasi

Sintesa dan Karakterisasi Nanokomposit ZnO-Silika sebagai Fotokatalis dengan Metode Sonikasi Sintesa dan Karakterisasi Nanokomposit ZnO-Silika sebagai Fotokatalis dengan Metode Sonikasi Penyusun: Mohammad Rahmatullah (2309 100 097) Septono Sanny Putro (2310 106 012) Pembimbing: Prof. Dr. Ir. Sugeng

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. perlakuan panas atau annealing pada lapisan sehingga terbentuk butiran-butiran

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. perlakuan panas atau annealing pada lapisan sehingga terbentuk butiran-butiran BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode penelitian Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah eksperimen dengan membuat lapisan tipis Au di atas substrat Si wafer, kemudian memberikan

Lebih terperinci

Elektrodeposisi Lapisan Kromium dicampur TiO 2 untuk Aplikasi Lapisan Self Cleaning

Elektrodeposisi Lapisan Kromium dicampur TiO 2 untuk Aplikasi Lapisan Self Cleaning Jurnal Fisika Unand Vol. 5, No. 4, Oktober 2016 ISSN 2302-8491 Elektrodeposisi Lapisan Kromium dicampur TiO 2 untuk Aplikasi Lapisan Self Cleaning Ardi Riski Saputra*, Dahyunir Dahlan Jurusan Fisika FMIPA

Lebih terperinci

θ HASIL DAN PEMBAHASAN. oksida besi yang terkomposit pada struktur karbon aktif.

θ HASIL DAN PEMBAHASAN. oksida besi yang terkomposit pada struktur karbon aktif. Intensitas 5 selama 24 jam. Setelah itu, filtrat dipisahkan dari sampel C, D, dan E dengan cara mendekatkan batang magnet permanen pada permukaan Erlenmeyer. Konsentrasi filtrat ditentukan menggunakan

Lebih terperinci

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Polimer. 2.2 Membran

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Polimer. 2.2 Membran 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Polimer Polimer (poly = banyak, meros = bagian) merupakan molekul besar yang terbentuk dari susunan unit ulang kimia yang terikat melalui ikatan kovalen. Unit ulang pada polimer,

Lebih terperinci

KARAKTERISASI SIFAT MAGNETIK DAN SERAPAN GELOMBANG MIKRO BARIUM M-HEKSAFERIT BaFe 12 O 19

KARAKTERISASI SIFAT MAGNETIK DAN SERAPAN GELOMBANG MIKRO BARIUM M-HEKSAFERIT BaFe 12 O 19 KARAKTERISASI SIFAT MAGNETIK DAN SERAPAN GELOMBANG MIKRO BARIUM M-HEKSAFERIT BaFe 12 O 19 NOER AF IDAH 1109201712 DOSEN PEMBIMBING Prof. Dr. Darminto, MSc Pendahuluan: Smart magnetic materials Barium M-Heksaferit

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Alat - Panci tahan panas Cosmo - Cawan porselen - Oven Gallenkamp - Tanur Thermolyne - Hotplate stirrer Thermo Scientific - Magnetic bar - Tabung reaksi - Gelas ukur Pyrex

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode eksperimen.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode eksperimen. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode eksperimen. 3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat yang Digunakan Alat yang akan digunakan dalam

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 21 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2010 - Juni 2011 di Laboratorium Biofisika dan Laboratorium Fisika Lanjut, Departemen Fisika IPB.

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Serbuk Awal Membran Keramik Material utama dalam penelitian ini adalah serbuk zirkonium silikat (ZrSiO 4 ) yang sudah ditapis dengan ayakan 400 mesh sehingga diharapkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode eksperimen

BAB III METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode eksperimen BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode eksperimen secara langsung. Pada penelitian ini dilakukan pembuatan keramik komposit pelet CSZ-Ni

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nanoteknologi merupakan ilmu dan rekayasa dalam penciptaan material, struktur fungsional, maupun piranti dalam skala nanometer (Abdullah & Khairurrijal, 2009). Material

Lebih terperinci

SINTESIS DAN KARAKTERISASI CORE-SHELL ZnO/TiO2 SEBAGAI MATERIAL FOTOANODA PADA DYE SENSITIZED SOLAR CELL (DSSC) SKRIPSI

SINTESIS DAN KARAKTERISASI CORE-SHELL ZnO/TiO2 SEBAGAI MATERIAL FOTOANODA PADA DYE SENSITIZED SOLAR CELL (DSSC) SKRIPSI SINTESIS DAN KARAKTERISASI CORE-SHELL ZnO/TiO2 SEBAGAI MATERIAL FOTOANODA PADA DYE SENSITIZED SOLAR CELL (DSSC) SKRIPSI Oleh Yuda Anggi Pradista NIM 101810301025 JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik Fisik Universitas

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik Fisik Universitas 39 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik Fisik Universitas Lampung. Analisis distribusi ukuran partikel dilakukan di UPT. Laboratorium

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Manusia tidak dapat lepas dari teknologi, seiring dengan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi maka seiring dengan hal itu juga kebutuhan

Lebih terperinci