TIM PENYUSUN LAPORAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TIM PENYUSUN LAPORAN"

Transkripsi

1

2

3 TIM PENYUSUN LAPORAN 1. Dr. Ir. Arifin Rudiyanto, M.Sc 2. Drs. Oktorialdi, MA, Ph.D 3. Uke Mohammad Hussein, S.Si, MPP 4. Ir. Rinella Tambunan, MPA 5. Ir. Nana Apriyana, MT 6. Mia Amalia, ST, M.Si, Ph.D 7. Santi Yulianti, S.IP, MM 8. Hernydawaty, SE, ME 9. Aswicaksana, ST, MT, M.Sc 10. Raffli Noor, S.Si 11. Elmy Yasinta Ciptadi, ST 12. Andelissa Nur Imran, ST, M.Sc 13. Farish Alauddin, ST 14. Sylvia Krisnawati 15. Cecep Saryanto 16. Ujang Supriatna 17. Meddy Chandra Himawan 18. Maman Hadiyanto i

4

5 KATA PENGANTAR Berdasarkan Keputusan Presiden No. 4 Tahun 2009 tentang Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional (BKPRN), BKPRN memiliki tugas melakukan koordinasi lintas sektor dalam bidang penataan ruang. Pelaksanaan tugas selama Semester II Tahun 2016 dituangkan dalam laporan ini yang terdiri dari 4 (empat) bagian. Pertama, jadwal dan rencana kerja kegiatan Tim Koordinasi Sekretariat BKPRN, yang memuat perkembangan pelaksanaan kegiatan dan Agenda Kerja BKPRN Tahun dari Juli 2016 hingga Desember Kedua, pengumpulan penyusunan dan penetapan bahan dan informasi dalam rangka koordinasi penataan ruang nasional. BKPRN telah berperan di antaranya dalam penyelesaian peraturan perundang-undangan bidang penataan ruang, penyelesaian konflik pemanfaatan ruang, dan penguatan kelembagaan penataan ruang. Ketiga, penyiapan laporan BKPRN Semester I Tahun Pada Semester II Tahun 2016, BKPRN telah menyusun Laporan Kegiatan BKPRN Semester I Tahun 2016 dan Laporan Koordinasi Strategis BKPRN Semester I Tahun Keempat, penyebaran informasi tata ruang melalui website yang memuat perkembangan berbagai kegiatan BKPRN. Laporan ini diharapkan dapat menjadi rangkuman kegiatan koordinasi BKPRN sekaligus umpan balik untuk peningkatan kualitas koordinasi penataan ruang nasional. Jakarta, Desember 2016 Direktur Tata Ruang dan Pertanahan Selaku Ketua Tim Pelaksana Sekretariat BKPRN Uke Mohammad Hussein, S.Si, MPP iii

6

7 DAFTAR ISI TIM PENYUSUN LAPORAN... i KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... vii BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan dan Sasaran Lingkup Kegiatan Keluaran Metodologi Jangka Waktu Dasar Hukum Sistematika Laporan... 4 BAB 2 JADWAL DAN RENCANA KERJA KEGIATAN TIM KOORDINASI SEKRETARIAT BKPRN Tugas Sekretariat BKPRN Agenda Kerja BKPRN Tahun Rencana Kerja Sekretariat BKPRN Tahun BAB 3 PENGUMPULAN, PENYUSUNAN DAN PENETAPAN BAHAN, DATA, DAN INFORMASI DALAM RANGKA KOORDINASI PENATAAN RUANG NASIONAL Penyiapan Kebijakan dan Peraturan Perundang-Undangan FGD Kajian Telaah Kritis Penetapan KSN dalam RPJMN dan RTRWN (Studi Kasus: KSN Perkotaan Mebidangro) Pembahasan Revisi Muatan PP No. 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang Penyelarasan, Penyerasian, dan Penyeimbangan Matra Darat (RTR) dan Matra Laut (RZWP3K) Pembahasan Mekanisme dan Tata Kerja Kegiatan Percepatan Pelaksanaan Kebijakan Satu Peta/One Mapping Policy v

8 3.2. Peningkatan Kapasitas Kelembagaan Penataan Ruang Daerah dan Nasional Breakfast Meeting Tingkat Eselon I dan Eselon II BKPRN Rapat Kerja Regional (Rakereg) BKPRN Perencanaan dan Program Penataan Ruang Inventarisasi Data dan Informasi Pencapaian Prioritas Bidang Tata Ruang Dalam RKP Tahun 2015 dan Evaluasi Kinerja Semester I dan Rencana Kinerja Semester II Direktorat Sinkronisasi Urusan Pemerintah Daerah I Focus Group Discussion Penyusunan Indikator Outcome dan Baseline Penyelenggaraan Tata Ruang Koordinasi Penyelesaian Sengketa dan Konflik BAB 4 FASILITASI PELAKSANAAN KOORDINASI PENATAAN RUANG NASIONAL FGD Pembahasan Kemajuan Pelabuhan Roro Dumai-Malaka Pembelajaran Implementasi UU No. 41 Tahun 2009 tentang LP2B di Kabupaten Temanggung Rapat Koordinasi Tindak Lanjut Penyelesaian Materi Teknis RDTR KIP dan Sekitarnya Rapat Fasilitasi Persiapan Penyusunan RDTR KIP Bitung dan Sekitarnya Penyamaan Persepsi Kawasan Industri Prioritas dan Kawasan Ekonomi Khusus BAB 5 PENYIAPAN LAPORAN Laporan Kegiatan BKPRN Semester I Tahun Laporan Koordinasi Strategis BKPRN Semester I Tahun BAB 6 PENYEBARAN INFORMASI TATA RUANG BAB 7 PENUTUP Kesimpulan Rekomendasi LAMPIRAN vi

9 DAFTAR TABEL Tabel 1 Kemajuan Pelaksanaan Kegiatan Pokja 1 BKPRN... 6 Tabel 2 Kemajuan Pelaksanaan Kegiatan Pokja 2 BKPRN... 8 Tabel 3 Kemajuan Pelaksanaan Kegiatan Pokja 3 BKPRN... 9 Tabel 4 Kemajuan Pelaksanaan Kegiatan Pokja 4 BKPRN... 9 Tabel 5 Rencana Kerja Sekretariat BKPRN Tahun DAFTAR GAMBAR Gambar 1 Gambar 2 Gambar 3 Gambar 4 Gambar 5 Perpres 2 Tahun 2015 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Perpres No. 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional Permendagri No. 13 Tahun 2016 tentang Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Daerah Pembukaan Rakereg BKPRN 2016 oleh Sofyan A. Djalil, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN Pemaparan dari Arifin Rudiyanto, Deputi Bidang Pengembangan Regional, Bappenas pada Sidang Pleno I Gambar 6 Lokasi Persebaran 14 Kawasan Industri Prioritas di Luar Pulau Jawa Gambar 7 Laporan BKPRN Semester I Tahun Gambar 8 Laporan Koordinasi Strategis Sekretariat BKPRN Semester I Tahun Gambar 9 Website BKPRN Gambar 10 Mailing List BKPRN Gambar 11 Leaftlet BKPRN (Tampak Depan) vii

10 viii

11 BAB 1 PENDAHULUAN Pada bagian ini akan dijelaskan latar belakang pengerjaan Laporan Koordinasi Strategis BKPRN Semester II, tujuan dan sasaran kegiatan, lingkup kegiatan, keluaran kegiatan, metodologi yang digunakan pada penyusunan laporan, jangka waktu pengerjaan laporan, dasar hukum, serta sistematika laporan. 1.1 Latar Belakang Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional (BKPRN) merupakan lembaga ad hoc yang dibentuk untuk memenuhi kebutuhan berbagai instansi pemerintahan dalam menyelesaikan isu penataan ruang bagi kebutuhan pembangunan secara terkoordinasi. Dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional, tugas yang diamanatkan kepada BKPRN adalah mengkoordinasikan, antara lain: 1) Penyiapan kebijakan penataan ruang nasional; 2) Penyusunan peraturan perundang-undangan di bidang penataan ruang; 3) Pemaduserasian berbagai peraturan perundang-undangan yang terkait dengan penyelenggaraan penataan ruang; 4) Penanganan dan penyelesaian masalah yang timbul dalam penyelenggaraan penataan ruang dan memberikan pengarahan serta saran pemecahannya; 5) Fasilitasi kerjasama penataan ruang antarprovinsi; 6) Upaya peningkatan kapasitas kelembagaan pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam penyelenggaraan penataan ruang; dan 7) Pelaksanaan RTRWN, pemantauan pelaksanaan RTRWN, dan pemanfaatan hasil pemantauan tersebut untuk penyempurnaan Rencana Tata Ruang. Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Menteri PPN/Kepala Bappenas) berkedudukan sebagai Sekretaris merangkap anggota BKPRN. Sekretariat BKPRN memiliki tugas memberikan dukungan kesekretariatan dalam pelaksanaan tugas-tugas BKPRN sesuai PERMENKO No. PER- 02/M.EKON/10/2009 tentang Organisasi dan Tata Kerja BKPRN Pasal 2 Ayat (4). Dalam pelaksanaan tugas sebagai sekretaris, Menteri PPN/Kepala Bappenas dibantu oleh Tim Koordinasi Sekretariat BKPRN yang dikoordinasikan oleh Deputi Bidang Pengembangan Regional dan sehari-harinya dibantu oleh Direktur Tata Ruang dan Pertanahan sebagai Ketua Tim Pelaksana. Berdasarkan Keputusan Sekretaris Kementerian 1

12 PPN/Sekretaris Utama Bappenas No.: KEP.89/SES/HK/05/2016 tentang Pembentukan Tim Koordinasi Sekretariat BKPRN, tugas Tim Koordinasi BKPRN meliputi: 1) Menyusun jadwal dan rencana kerja tahunan BKPRN; 2) Menyusun agenda dan bahan rapat BKPRN; 3) Mengumpulkan dan mengolah bahan, data dan informasi untuk mendukung pelaksanaan tugas-tugas BKPRN; 4) Fasilitasi pelaksanaan koordinasi; 5) Menyusun laporan pelaksanaan koordinasi penataan ruang nasional setiap 6 (enam) bulan untuk disampaikan oleh Ketua BKPRN kepada Presiden; 6) Mendistribusikan hasil-hasil kesepakatan BKPRN kepada anggota dan pihak terkait; 7) Menyusun jadwal dan rencana kerja kegiatan Tim Koordinasi Sekretariat BKPRN; 8) Menyusun laporan tentang pelaksanaan tugas Tim Koordinasi Sekretariat BKPRN; dan 9) Pelaksanaan kegiatan kehumasan. Sebagai wujud akuntabilitas, Sekretariat BKPRN menyusun Laporan Koordinasi Strategis yang menguraikan berbagai kegiatan Sekretariat BKPRN sepanjang tahun Tujuan dan Sasaran Penyusunan Laporan Koordinasi Strategis Sekretariat BKPRN bertujuan untuk memberikan gambaran kegiatan yang telah dilakukan Sekretariat BKPRN sepanjang tahun Melalui kegiatan-kegiatan yang dilakukan Sekretariat BKPRN diharapkan dapat meningkatkan efektivitas penyelenggaraan penataan ruang serta mengurangi resiko konflik penataan ruang di tingkat pusat dan daerah, melalui pemanfaatan forum BKPRN, perencanaan dan program pembangunan dapat diupayakan bersinergi antar instansi, serta tersosialisasikannya keputusan-keputusan strategis kepada seluruh organ BKPRN. Sasaran yang diharapkan dengan adanya kegiatan Koordinasi Strategis Sekretariat BKPRN, antara lain: 1) Pembangunan nasional yang berbasis penataan ruang untuk mewujudkan pola pembangunan berkelanjutan; 2) Peningkatan koordinasi pembangunan baik di tingkat kebijakan nasional maupun kebijakan yang lebih operasional pada bidang penataan ruang; 3) Percepatan penyusunan peraturan pelaksana dari peraturan perundang-undangan di bidang penataan ruang nasional serta pengawalan implementasinya; 4) Penguatan kelembagaan penataan ruang nasional, provinsi, dan kabupaten/kota yang kuat dan efektif; dan 5) Peningkatan sinkronisasi antara sistem perencanaan pembangunan nasional dengan penataan ruang. 2

13 1.3 Lingkup Kegiatan Lingkup kegiatan Koordinasi Strategis Sekretariat BKPRN terdiri atas: 1) Penyusunan jadwal dan rencana kerja tahunan BKPRN berdasarkan hasil Rapat Kerja Nasional BKPRN; 2) Penyusunan agenda dan bahan Sidang BKPRN baik secara periodik maupun insidental; 3) Pengumpulan dan pengolahan bahan, data dan informasi untuk mendukung pelaksanaan tugas-tugas BKPRN dan pengembangan e-bkprn; 4) Fasilitasi pelaksanaan koordinasi dalam berbagai jenjang rapat BKPRN; 5) Penyusunan laporan pelaksanaan koordinasi penataan ruang nasional untuk disampaikan Ketua BKPRN kepada Presiden setiap 6 bulan sekali; 6) Pendistribusian hasil rapat BKPRN kepada seluruh anggota dan pihak terkait; 7) Penyusunan jadwal dan rencana kerja kegiatan Sekretariat BKPRN; 8) Penyusunan dan penyampaian laporan pelaksanaan tugas Sekretariat BKPRN; dan 9) Pelaksanaan kegiatan kehumasan melalui pengembangan website dan milis BKPRN, pencetakan pamflet, newsletter, undang-undang. 1.4 Keluaran Keluaran yang diharapkan diperoleh melalui pelaksanaan kegiatan Koordinasi Strategis Sekretariat BKPRN adalah: 1) Jadwal dan rencana kerja tahunan BKPRN 2) Laporan pelaksanaan koordinasi penataan ruang nasional oleh Ketua BKPRN kepada Presiden (6 bulan sekali), serta laporan berbagai jenjang rapat koordinasi; 3) Jadwal dan rencana kerja Sekretariat BKPRN; 4) Laporan pelaksanaan tugas Sekretariat BKPRN; 5) Media komunikasi dan publikasi, yaitu: e-bkprn, website ( dan milis BKPRN, pamflet, newsletter, dan buku perundang-undangan. 1.5 Metodologi Pelaksanaan kegiatan koordinasi penataan ruang nasional umumnya menggunakan dua pendekatan sekaligus, yaitu pendekatan top-down dan bottom-up. Pendekatan topdown berkenaan dengan penjabaran prioritas pembangunan nasional, sedangkan pendekatan bottom-up diterapkan dalam penyusunan agenda kerja BKPRN. Untuk mempertemukan dua pendekatan tersebut dilakukan rapat koordinasi di berbagai jenjang organ BKPRN. 3

14 1.6 Jangka Waktu Kegiatan Koordinasi Strategis Sekretariat BKPRN dilaksanakan selama 12 (dua belas) bulan. 1.7 Dasar Hukum Dasar hukum pelaksanaan kegiatan koordinasi strategis Sekretariat BKPRN adalah: 1) Keputusan Presiden No. 4 Tahun 2009 tentang Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional; 2) Permenko No. PER-02/M.EKON/10/2009 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional; dan 3) Keptusan Sekretaris Menteri PPN/Sekretaris Umum Bappenas No. KEP.89/SES/HK/05/2016 tentang Pembentukan Tim Koordinasi Sekretariat Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional. 1.8 Sistematika Laporan Laporan ini disusun dengan sistematika pembahasan sebagai berikut: 1) Pendahuluan menguraikan latar belakang penyusunan laporan, tujuan, sasaran, lingkup kegiatan, keluaran, metodologi, jangka waktu pelaksanaan, dasar hukum, dan sistematika pelaporan. 2) Jadwal dan Rencana Kerja Kegiatan Tim Koordinasi Sekretariat BKPRN menjelaskan penyusunan jadwal dan rencana kerja BKPRN yang disusun melalui Rapat Kerja Nasional (Rakernas) BKPRN. 3) Pengumpulan, Penyusunan dan Penetapan Bahan, Data, Informasi dalam Rangka Koordinasi Penataan Ruang Nasional berupa laporan perjalanan dinas untuk mendukung pelaksanaan tugas Sekretariat BKPRN. 4) Fasilitasi Pelaksanaan Koordinasi Penataan Ruang Nasional berisi laporan-laporan kegiatan yang difasilitasi oleh Sekretariat BKPRN 5) Penyiapan Laporan memberikan gambaran singkat mengenai laporan kegiatan 6 bulanan BKPRN Semester I Tahun ) Penyebaran Informasi Tata Ruang, dilakukan melalui website ( mailing list dan pencetakan leaflet. 7) Penutup yang berisi kesimpulan dan rekomendasi untuk pelaksanaan kegiatan Koordinasi Strategis Sekretariat BKPRN ke depannya. 4

15 BAB 2 JADWAL DAN RENCANA KERJA KEGIATAN TIM KOORDINASI SEKRETARIAT BKPRN Pada bagian ini dijabarkan tugas Sekretariat BKPRN, agenda kerja BKPRN Tahun serta rencana kerja Sekretariat BKPRN Semester 2 Tahun Tugas Sekretariat BKPRN Pelaksanaan tugas Menteri PPN/Kepala Bappenas selaku Sekretaris BKPRN didukung oleh Sekretariat BKPRN. Berdasarkan Pasal 7 Peraturan Menko Perekonomian No. PER- 02/M.EKON/10/2009 tentang Organisasi dan Tata Kerja BKPRN, pelaksanaan tugas Sekretaris BKPRN dibantu oleh Deputi Menteri PPN/Kepala Bappenas yang membawahi bidang penataan ruang. Tugas dan tata kerja sekretariat diatur oleh Sekretaris BKPRN. Guna menjalankan tugas yang diamanatkan kepada Menteri PPN/Kepala Bappenas, diterbitkan Keputusan Sekretaris Menteri PPN/Sekretaris Utama Bappenas No. KEP.89/SES/HK/05/2016 tentang Pembentukan Tim Koordinasi Sekretariat BKPRN. Tugas tim Koordinasi Sekretariat BKPRN meliputi: 1) Menyusun jadwal dan rencana kerja tahunan BKPRN; 2) Menyusun agenda dan bahan rapat BKPRN; 3) Mengumpulkan dan mengolah bahan, data dan informasi untuk mendukung pelaksanaan tugas-tugas BKPRN; 4) Fasilitasi pelaksanaan koordinasi; 5) Menyusun laporan pelaksanaan koordinasi penataan ruang nasional setiap 6 (enam) bulan untuk disampaikan oleh Ketua BKPRN kepada Presiden; 6) Mendistribusikan hasil-hasil kesepakatan BKPRN kepada anggota dan pihak terkait; 7) Menyusun jadwal dan rencana kerja kegiatan Tim Koordinasi Sekretariat BKPRN; 8) Menyusun laporan tentang pelaksanaan tugas Tim Koordinasi Sekretariat BKPRN; dan 9) Pelaksanaan kegiatan kehumasan Agenda Kerja BKPRN Tahun Agenda Kerja BKPRN disusun berdasarkan hasil Rapat Kerja Nasional (Rakernas) BKPRN Tahun 2015 yang diolah lebih lanjut melalui serangkaian rapat koordinasi teknis BKPRN. Proses finalisasi rancangan agenda kerja BKPRN dilakukan melalui rapat koordinasi Eselon I dan II BKPRN pada tanggal 13 Juni Adapun rincian Agenda 5

16 Kerja BKPRN beserta dengan kemajuan pelaksanaannya hingga Desember 2016 tertera dalam tabel berikut. Tabel 1 Kemajuan Pelaksanaan Kegiatan Pokja 1 BKPRN No. Agenda Kerja Tahun Kemajuan hingga Pelaksana BKPRN Pelaksanaan Desember Belum selesainya peraturan perundang-undangan di bidang penataan ruang a b c d Percepatan penetapan Perda RTRW Provinsi dan Kabupaten/Kota Percepatan penetapan Perda Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K) Provinsi Percepatan Penetapan Perpres RTR Kawasan Strategis Nasional (KSN) Penyusunan Naskah Akademis RUU Pengelolaan Ruang Udara Nasional (PRUN) Kementerian ATR/BPN Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Kementerian ATR/BPN Kementerian ATR/BPN 2016 Sebanyak 30 dari 34 Provinsi telah me-netapkan Perda RTRW Provinsi. 4 provinsi yang belum menetapkan perda: Sumut, Riau, Kepri, dan Kaltara Sedang disiapkan pe-netapan perda RZWP3K untuk 7 provinsi, yaitu: Jambi, Banten, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, NTT, dan Sulawesi Utara Perpres RTR KSN Perbatasan Sulut-Gorontalo-Kaltim- Kaltara sedang di tahap Sekretariat Negara Sedang disusun materi teknis RUU PRUN Keterangan Ditargetkan pada akhir tahun 2016, RTRW 4 Provinsi telah dilegalisasi menjadi Perda Telah selesai disusun Revisi PermenKP tentang Perenca-naan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (WP3K). Sedang disusun Perpres RTR KSN Kedung Sepur dan RTR KSN Cekungan Bandung. 2 Konsistensi Implementasi Rencana Tata Ruang yang Telah Ditetapkan dalam Peraturan Perundang-undangan a Penyusunan regulasi tentang percepatan penyediaan NSPK bidang tata ruang terkait: Pedoman insentifdisinsentif Pedoman Penyusunan RTR Kawasan Strategis Provinsi (KSP) / Kawasan Strategis Kota (KSK) Pedoman Peninjauan Kembali RTRW Revisi Permen PU No. 13 Tahun 2009 tentang PPNS dan Penyu-sunan Pedoman Perlindungan PPNS Penyusunan NSPK terkait Perpres No. 51 Tahun 2016 tentang Sempadan Pantai: Kementerian ATR/BPN Kementerian ATR/BPN Kementerian ATR/BPN Kementerian ATR/BPN KKP dan Kementerian ATR/BPN Sedang dalam penyusunan materi teknis Telah disusun draft akhir pedoman Target selesai 2017 Target selesai Telah disusun draft pedoman Target selesai Sedang dalam penyusunan materi teknis Sedang disusun Peraturan Menteri KP tentang tata cara perhitungan batas sempadan pantai. Target selesai 2017 Telah diterbitkan Perpres No. 51 Tahun 2016 tentang Batas Sempadan Pantai 6

17 No. b Agenda Kerja BKPRN Tata Cara Penghitungan Batas Sempadan Pantai Pemanfaatan Ruang Sempadan Pantai Pelaksana Tahun Pelaksanaan Kemajuan hingga Desember 2016 Evaluasi dan revisi regulasi tentang percepatan penyediaan NSPK bidang tata ruang terkait: Revisi Permen PU No. 20 Tahun 2011 tentang Pedoman Penyusunan RDTR dan Peraturan Zonasi (PZ) Evaluasi pedoman pemanfaatan ruang dalam bumi Penyelesaian revisi Permendagri No. 28 Tahun 2008 tentang Tata Cara Evaluasi Raperda tentang RTR Kementerian ATR/BPN Kementerian ATR/BPN 3 Percepatan Penyelesaian RDTR a b Fasilitasi penyelesaian peta dasar skala 1:5000 dalam rangka penyusunan RDTR dan pemetaan desa Inventarisasi lokasi RDTR yang akan disusun Telah disusun draft revisi pedoman 2017 Telah dilaksanakan kajian evaluasi pemanfaatan ruang dalam bumi. Kemendagri 2016 Telah diterbitkan Permendagri No. 13 Tahun 2016 tentang Evaluasi Raperda tentang RTR Daerah Badan Informasi Geospasial (BIG) Kementerian ATR/BPN Pada tahun 2016, capaian mapping skala besar 1:5000 me-lingkupi Depok, Bogor, Jayapura, Biak, Samarinda, Tarakan, Tanggamus, Mandor, Sofifi, Tanjung Selor, dan Lombok Timur Telah terinventarisasi lokasi RDTR yang akan disusun (agar ditinjau kembali daerah-daerah di remote area) Keterangan Agar memperhati-kan kondisi spasial sebenernya, khusus di kawasan lokasi prioritas Lokasi yang sudah terorthorektifikasi: Bali, Kupang, Kediri, Toba, Lombok, Timor, Bogor, Sambas, Jawa Tengah, Jawa Barat, DKI Jakarta, Banten, Lampung Selatan, Rotendao, Jorong-Tanah Laut, Bantaeng, Ambon, Konawe, Gorontalo, dan Sumba Timur. Dilakukan juga koordinasi dengan BNPP terkait dengan RDTR di Kawasan Per-batasan Negara. 4 Urgensi sinkronisasi lintas K/L terkait dalam rangka koordinasi penyelesaian isu-isu strategis di bidang penataan ruang a Harmonisasi peraturan perundangan/kebijakan sektoral terkait penataan ruang: Penyusunan regulasi tentang percepatan penyediaan NSPK Penyelarasan, Penyerasian, dan Penyeim- KKP berkoordinasi dengan Kementerian ATR/BPN dan BIG 2017 Belum ada pembasahan NSPK Penentuan Garis Pantai, namun ketentuannya sudah di-tuangkan dalam SNI survey hidrografi menggunakan metode terestris. Akan dilakukan updating SNI Survey Hidrografi dan penentuan garis pantai. 7

18 No. Agenda Kerja BKPRN bangan RTR dengan RZWP3K Pelaksana Tahun Pelaksanaan Kemajuan hingga Desember 2016 Keterangan Fasilitasi penetapan lokasi dan luasan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) dalam Perda RTRW Kementerian Pertanian bekerja sama dengan Kementerian ATR/BPN dan BIG Telah disusun Modul Tahapan Pelaksanaan LP2B Tabel 2 Kemajuan Pelaksanaan Kegiatan Pokja 2 BKPRN No. Agenda Kerja BKPRN Pelaksana 1 Peningkatan kapasitas kelembagaan penataan ruang: Reformulasi dan restrukturisasi kelembagaan Penataan Ruang Nasional 2 Peningkatan partisipasi masyarakat dan dunia usaha: Pembentukan Komu-nitas Masyarakat Pengawasan dan Pengendalian Pemanfaatan Ruang 3 Penyusunan sistem informasi penataan ruang: Penyusunan sistem informasi penataan ruang yang terpadu dan terintegrasi antara Pusat dan Daerah, antara lain terkait: Informasi ketersediaan Citra Penginderaan Jauh Informasi ketersediaan Peta Dasar dan Tematik Peta Rencana Tata Ruang (.shp) Software dan Hardware penunjang Sekretariat Kabinet didukung oleh Kementerian ATR/BPN Kementerian ATR/BPN Kementerian ATR/BPN cq. Dit. Infrastruktur Pemetaan, Dit. Perencanaan Tata Ruang dan Dit. Pembinaan Perencanaan dan Pemanfaatan Ruang Daerah. Tahun Kemajuan hingga Desember Pelaksanaan Pada Bulan September 2016, Presiden memberikan arahan langsung bahwa BKPRN termasuk ke dalam Lembaga Non Struktural yang akan dibubarkan Telah disusun draft hasil kajian mengenai partisipasi masyarakat dalam pengendalian pemanfaatan ruang Sedang disiapkan aplikasi Geographic Information System (GIS) terkait informasi penataan ruang. Keterangan Belum diterbitkan Peraturan Presiden mengenai pem-bubaran Lembaga Non Struktural. 8

19 Tabel 3 Kemajuan Pelaksanaan Kegiatan Pokja 3 BKPRN No. Agenda Kerja BKPRN Pelaksana 1 Belum terintegrasinya rencana pembangun-an dengan rencana tata ruang: Penyu-sunan peta dalam rangka integrasi peta rencana tata ruang dengan rencana pem-bangunan Tahun Pelaksanaan Kemajuan hingga Desember 2016 BIG 2016 Telah disusun hasil integrasi informasi geospasial RTRW Provinsi seluruh Indonesia dan implementasi program Nawacita dalam kerangka RPJMN Telah tersedia matriks analisis antara lokasi indikatif nawacita 6 sektor dengan pola ruang masing-masing provinsi Keterangan Akan dilakukan open sharing data integrasi IG kepada K/L dan Pemerintah Daerah. Tabel 4 Kemajuan Pelaksanaan Kegiatan Pokja 4 BKPRN No. Agenda Kerja BKPRN Pelaksana Tahun Kemajuan hingga Desember Pelaksanaan Perbaikan mekanisme penyelesaian konflik pemanfaatan ruang a Penyiapan payung Kemenko Sedangdilakukan revisi PP regulasi dalam Bidang No. 15 Tahun 2010 rangka percepatan Perekonomian tentang Penyelengaraan integrasi program Penataan Ruang Nawacita ke dalam RTR/Deregulasi b Penyusunan materi Standard Operating Procedure (SOP) dan penetapan regulasi terkait SOP penyelesaian konflik pemanfaatan ruang Kemenko Bidang Perekonomian 2017 Sedang disiapkan materi dan diagram alir SOP Penyelesaian Konflik Keterangan 2 Integrasi Informasi Geospasial Tematik (IGT) yang disusun oleh K/L (Kebijakan Satu Peta): Penetapan dan Implementasi Perpres tentang Kebijakan Satu Peta/One Map Policy (OMP) Kemenko Bidang Perekonomian Sedang dilakukan verifikasi oleh Kemenko Perekonomian pelaporan B12 kepada Kantor Staf Presiden Capaian target implementasi Kebijakan Satu Peta di Pulau Kalimantan hingga Desember 2016 pada tahap integrasi IGT mencapai 90% (71 peta/ dari 79 peta tematik Pulau Kalimantan) 9

20 2.3. Rencana Kerja Sekretariat BKPRN Tahun 2016 Rencana Kerja Sekretariat BKPRN disusun berdasarkan tugas dan fungsi pokok Sekretariat BKPRN serta mengacy pada Agenda Kerja BKPRN Rencana kegiatan Sekretariat BKPRN tahun 2016 secara garis besar adalah sebagai berikut. Tabel 5 Rencana Kerja Sekretariat BKPRN Tahun 2016 No. Kegiatan Waktu Pelaksanaan 1. Penyusunan Agenda Kerja BKPRN Januari April 2016 a. Pengumpulan bahan berupa Hasil Kesepakatan dalam Sidang Komisi Rakernas BKPRN 2015 b. Penyusunan rancangan awal Agenda Kerja BKPRN c. Pembahasan rancangan Agenda Kerja BKPRN dalam forum teknis BKPRN (Eselon III) d. Pembahasan dan penyepakatan Agenda Kerja BKPRN melalui forum BKPRN tingkat Eselon I dan II Januari 2016 Januari Februari 2016 Februari Maret 2016 April Penyusunan Rencana Kerja Sekretariat BKPRN 2016 Januari Februari 2016 a. Penyusunan draft Rencana Kerja Sekretariat BKPRN 2016 b. Pembahasan draft Rencana Kerja Sekretariat BKPRN 2016 Januari 2016 Januari Februari 2016 c. Finalisasi Rencana Kerja Sekretariat BKPRN 2-16 Februari Penyusunan Laporan a. Laporan Kegiatan BKPRN Semester 2 Tahun 2015 Maret April 2016 b. Laporan Kegiatan BKPRN Semester 1 Tahun 2016 Januari Juni 2016 c. Laporan Koordinasi Strategis BKPRN Semester 1 Tahun Kegiatan Fasilitasi a. Fasilitasi Pengawalan Penyelesaian Revisi Permendagri No. 28 Tahun 2003 b. Fasilitasi Pengawalan Penyelesaian dan Penetapan RDTR Kawasan Industri Prioritas (KIP) dan Sekitarnya c. Fasilitasi Pengawalan Implementasi UU No. 41 Tahun 2009 tentang Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) d. Fasilitasi Pengawalan Penyelarasan Penyerasian dan Penyeimbangan Matra Darat (RTRW) dan Matra Laut (RZWP3K) e. Fasilitasi Pengawalan Reformulasi dan Restrukturisasi BKPRN Januari Juni 2016 Januari Februari 2016 Juli Desember 2016 Juni Desember 2016 Agustus Desember 2016 Januari Desember

21 No. Kegiatan Waktu Pelaksanaan f. Fasilitas Persiapan Penyelenggaraan Rakereg BKPRN Rakereg BKPRN dan Rakornas BKPRD Mei September 2016 a. Keikutsertaan dalam Rekereg September 2016 b. Keikutsertaan dalam Rakornas BKPRD 6. Kehumasan a. Pemeliharaan dan Pengembangan Sistem Informasi b. Keikutsertaan dalam pameran dan forum-forum tata ruang Januari Desember 2016 Januari Desember

22

23 BAB 3 PENGUMPULAN, PENYUSUNAN DAN PENETAPAN BAHAN, DATA, DAN INFORMASI DALAM RANGKA KOORDINASI PENATAAN RUANG NASIONAL Pengumpulan, Penyusunan dan Penetapan Bahan, Data, Informasi dalam Rangka Koordinasi Penataan Ruang Nasional merupakan kompilasi laporan perjalanan dinas yang diselenggarakan ke berbagai daerah untuk mendukung pelaksanaan tugas Sekretariat BKPRN. Kegiatan ini terdiri dari penyiapan kebijakan dan Peraturan Perundang-Undangan, peningkatan kapasitas kelembagaan penataan ruang daerah dan nasional, perencanaan dan program penataan ruang, serta koordinasi penyelesaian sengketa dan konflik Penyiapan Kebijakan dan Peraturan Perundang-Undangan Sepanjang semester II Tahun 2016, kegiatan Penyusunan, Penetapan, dan Pemantauan NSPK dan Peraturan Perundangam Bidang Penataan Ruang di antaranya difokuskan pada penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), penyusunan Peraturan Perundangan lain dan NSPK, serta penyiapan Informasi Geospasial atau Perpetaan Bidang Tata Ruang Nasional FGD Kajian Telaah Kritis Penetapan KSN dalam RPJMN dan RTRWN (Studi Kasus: KSN Perkotaan Mebidangro) Rapat ini diselenggarakan untuk mendapatkan data dan informasi yang terinci tentang kondisi terkini dan aspek-aspek terkait dengan Kawasan Strategis Nasional (KSN) Perkotaan Medan Binjai - Deli Serdang - Karo (Medibangro). Berikut perkembangan dan kondisi kawasan tersebut: Dari segi konektivitas, telah dikembangan jaringan tranportasi yang cukup memadai, meliputi penyediaan Bus Rapid Transit (BRT), jaringan kereta api, monorail, Trans Medan, dan Bis Damri. Namun, demand yang masih rendah terhadap suppy tersebut mengakibatkan permasalahan occupancy rate yang masih rendah dari masing-masing moda tersebut. Dari segi supply resource, pengembangan infrastruktur untuk distribusi energi dan air masih banyak terkendala dan belum tuntas diselesaikan. Penetapan Kawasan KSN Perkotaan Medibangro masih belum dilengkapi dengan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), sehingga perlu adanya revisi terhadap penetapan kawasan tersebut. 13

24 Belum ditetapkannya Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN) oleh Pemerintah Provinsi dapat berpotensi menyebabkan investor untuk cenderung beralih ke Kawasan Industri (KI) Kuala Tanjung. Penetapan RIPIN dapat menentukan sektor unggulan termasuk kajian teknis untuk menentukan sektor unggulan dan prioritas dari masing-masing kawasan. Pengelolaan kawasan masih belum optimal, terdapat kendala dari segi kewenangan dan pembiayaan. Di sisi lain, telah banyak tenant/pemilik usaha yang sudah masuk untuk membangun usaha di kawasan strategis tersebut. Selain hal-hal terkait perkembangan dan kondisi kawasan tersebut, terdapat isu-isu penting lainnya yang juga terkait dengan KSN Perkotaan Medibangro, yaitu: Pendefinisian kawasan industri dirasa masih kurang spesifik untuk dapat diterjemahkan secara mudah dalam proses pengambilan keputusan terkait pembentukan klaster industri. Keberadaan kawasan strategis seringkali memicu terjadinya kesenjangan antar wilayah yang dirasakan oleh kabupaten dan kota, baik yang masuk ke dalam atau di luar delineasi KSN Perkotan Medibangro. Tidak adanya sinkronisasi antara Perpres No. 62 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Medan, Binjai, Deli Serdang, dan Karo dengan RTRW Provinsi Sumatera Utara, RTRW Kota Medan dan RDTR wilayah terkait, berpotensi menghambat pengembangan KSN Perkotaan Medibangro. Adanya isu Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) untuk lahan seluas 2000 Ha di kawasan tersebut yang perlu untuk menjadi perhatian dalam pengembangan kawasan. Menanggapi kondisi dan isu-isu tersebut, pada rapat ini dihasilkan masukan-masukan sebagai berikut: Kurangnya investor yang masuk ke kawasan, salah satunya disebabkan oleh harga Crude Palm Oil (CPO) yang cenderung turun, oleh karena itu perlu dipertimbangkan aspek jangka panjang di kala menentukan pembangunan kawasan industri ke depannnya. Begitu pula dengan aspek lainnya seperti regulasi dan pembebasan lahan. Penetapan Kawasan Strategis Nasional secara ideal perlu diikuti dengan pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana, tata kelola, skema pendanaan, dan peraturan yang memadai. Perlu adanya dukungan sinergisitas dari berbagai aspek, baik secara kelembagaan, keterpaduan infrastruktur maupun melalui RDTR (regulasi). Upaya pembebasan lahan perlu untuk dilancarkan agar mendukung percepatan pembangunan infrastruktur. Akan dilakukan rekonsiliasi kerja sama dalam mengembangkan moda transportasi di kawasan tersebut, terutama untuk menangani permasalahan rendahnya occupancy 14

25 rate. Salah satunya adalah mencoba melakukan model kerja sama dengan Angkasa Pura II. Ke depannya akan dilakukan peninjauan lebih lanjut dalam penyusunan kriteria pengembangan kawasan, yaitu khususnya terkait: (i) Aspek kelembagaan dalam pengembangan dan pengelolaan KSN, termasuk dari segi kewenangan dan pembiayan; (ii) Dukungan pusat terhadap penguatan kelembagaan; (iii) Pengembangan kawasan strategis yang berkelanjutan; (iv) Penajamanan definisi dan nilai strategis dari masing-masing tipologi kawasan strategis; (v) Aspek konektivitas dalam mendukung percepatan pengembangan kawasan strategis; dan (vi) Aspek lahan sebagai katalis dalam percepatan pengembangan kawasan strategis. Selanjutnya akan dilakukan fasilitasi untuk kegiatan lanjutan guna menghimpun ide atau pemikiran dalam penyempurnaan kriteria penetapan KSN yang dapat mewadahi antar sektor/kementerian Pembahasan Revisi Muatan PP No. 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang Rapat bertujuan untuk membahas revisi PP No. 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang terkait dasar pemberian izin pemanfaatan ruang untuk pembangunan Proyek Strategis Nasional yang dimuat dalam Perpres No. 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional. Beberapa hal yang menjadi pokok-pokok pembahasan antara lain: Adanya 3 pasal yang berkaitan erat dengan izin pemanfaatan ruang, yaitu Pasal 24, 165, dan 166. Adanya surat edaran dari Sekretariat Kabinet mengenai arahan presiden tentang penyusunan dan evaluasi penertiban peraturan perundang-undangan atau peraturan pelaksanaan. Perlu adanya kejelasan penggunaan terminologi proyek strategis termasuk dengan kriterianya, misalnya: mengurangi ketimpangan wilayah. Selain itu, di dalam Perpres No. 75 Tahun 2014 tentang Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas terdapat terminologi infrastruktur prioritas. Usulan untuk menambahkan ayat mengenai pemberian rekomendasi oleh Menteri ATR/BPN untuk pertimbangan bahwa izin sudah sesuai dengan RTRWN dan RTR Pulau/Kepulauan. Hal ini dikarenakan adanya keraguan Daerah dalam menerbitkan izin pemanfaatan ruang dengan menggunakan RTRW pada jenjang di atasnya. Perubahan muatan difokuskan kepada pasal-pasal perizinan saja, sehingga Pasal 24 yang mengatur penyusunan dan penetapan, dianggap tidak perlu mengalami perubahan. Dalam kenyataannya, ketika daerah menerbitkan izin yang tidak tercantum di dalam RTRW, tidak ada yang mengacu pada pasal

26 Penyelarasan, Penyerasian, dan Penyeimbangan Matra Darat (RTR) dan Matra Laut (RZWP3K) Rapat ini diselenggarakan untuk untuk: (i) membahas penyelarasan, penyerasian, dan penyeimbangan matra darat dalam RTRW dan matra laut dalam Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWPK), dan (ii) penyelarasan, penyerasian, dan penyeimbangan matra darat dalam RTR KSN dan matra laut dalam Rencana Zonasi KSN. Sebagai informasi, sudah pernah disusun protokol pada 14 Oktober 2014 dan 23 Oktober 2014, namun terhenti dikarenakan adanya penerbitan UU No. 23 Tahun 2014 yang berimplikasi pada peralihan kewenangan pengelolaan ruang laut dari pemerintah kabupaten/kota ke pemerintah provinsi. Beberapa hal yang disampaikan dalam rapat antara lain: Arahan Rencana Zonasi (RZ) sampai saat ini tidak akan mengatur kecamatan pesisir karena telah diatur dengan RTRW. Proses padu serasi RTRW dilaksanakan di daerah dan di bawah koordinasi Bappeda. Salah satu provinsi yang telah berhasil melaksanakan adalah Provinsi Banten. Perda Rencana Zonasi dan RTR dapat disatukan tetapi tetap harus ada 2 Materi Teknis untuk masing-masing, baik Rencana Zonasi maupun RTR. Selain itu, perlu adanya protokol integrasi peta antara RTRW dan RZ, karena Peta RTRW (1 : ) berbeda skala dengan RZ (1 : ). Terdapat perbedaan garis pantai antara BIG, Dishidros, dan UU No. 23 Tahun BIG memakai rata-rata citra, Dishidros mengukur dari garis surut terendah, sedangkan di dalam UU No. 23 Tahun 2014 memakai garis pasang tertinggi. Kawasan strategis perairan terdiri dari laut, teluk dan selat tersendiri. atau mempunyai RZ Padu serasi dapat dilakukan dengan skala 1 : dengan catatan RTR dan RZ kabupaten sudah serasi dengan RTR dan RZ provinsinya. Rencana reklamasi disepakati untuk menjadi lingkup RTRW. Pulau-pulau kecil terluar masuk menjadi lingkup RZWP3K. Dari rapat tersebut dirumuskan kesimpulan dan tindak lanjut sebagai berikut: Perlu dilakukan pendalaman draft protokol dan SEB 3 Menteri, serta melengkapi draft protokol. Melakukan penyusunan protokol integrasi peta, termasuk penyepakatan penentuan garis pantai antara Dishidros, BIG, KKP, dan Kementerian ATR/BPN Pengintegrasian matra darat dan matra laut dapat disatukan dalam 1 (satu) perda, namun pengaturannya tetap terpisah dalam 2 (dua) dokumenn (RTRWP dan RZWP3K) Melakukan sinkronisasi daftar KSN, pelabuhan, dan pusat-pusat perkotaan dalam RTRWN dan Rencana Tata Ruang Laut Nasional (RTRLN). Penyepakatan kawasan perbatasan negara di wilayah perairan. 16

27 Pembahasan Mekanisme dan Tata Kerja Kegiatan Percepatan Pelaksanaan Kebijakan Satu Peta/One Mapping Policy Pertemuan ini ditujukan untuk mendapatkan masukan perbaikan terhadap mekanisme kerja Satuan Tugas (Satgas) 1 dan Satgas 2 One Map Policy (OMP). Satgas 1 bertugas untuk mengumpulkan dan memverifikasi data yang diserahkan oleh K/L. Satgas 2 bertugas untuk memastikan tidak ada konflik dalam pemanfaatan ruang. Berikut pokok-pokok masukan yang disampaikan: 1. Mekanisme perbaikan materi harus segera masuk ke dalam sistem, terutama bila data sudah masuk sebelum tenggat waktu yang telah ditetapkan. 2. Pembuatan sistem yang dapat diakses oleh seluruh anggota Satgas 1 dan Satgas 2, terutama mengingat bahwa tidak seluruh anggota Satgas dapat selalu hadir dalam pembahasan. Sistem yang dibangun harus dapat diakses oleh berbagai jenis pengguna dengan tingkat akses yang berbeda. Setiap anggota satgas bisa mendapatkan langsung informasi kemajuan analisis apabila sewaktu-waktu dibutuhkan Peningkatan Kapasitas Kelembagaan Penataan Ruang Daerah dan Nasional Breakfast Meeting Tingkat Eselon I dan Eselon II BKPRN Rapat Koordinasi Breakfast Meeting Tingkat I dan Eselon II BKRPN bertujuan untuk melakukan pembahasan pedoman peninjauan kembali RTRW dan pembahasan pedoman persetujuan substansi dalam penetapan Raperda tentang RTRW Provinsi dan RTRW Kabupaten/Kota beserta rencana rincinya. A. Pokok-Pokok Pembukaan 1. Deputi VI Kementerian Koordinasi Bidang Perekonomian Sehubungan dengan ditetapkannya Perpres No. 9 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Kebijakan Satu Peta (KSP) pada Tingkat Ketelitian Peta Skala 1:50.000, terdapat peta-peta yang harus diintegrasikan dengan peta-peta pola ruang dan struktur ruang RTRWN, Perda RTRW Provinsi/Kabupaten/Kota. BKPRN diharapkan memberikan kontribusi dalam rangka percepatan penyelesaian KSP, khususnya untuk Pulau Kalimantan pada tahun 2016 berdasarkan arahan Presiden. Pelaksanaan Perpres No. 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional (PSN) terhambat Gambar 1 Perpres 2 Tahun 2015 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)

28 dikarenakan sebagian besar proyek yang tercantum pada Lampiran Perpres tersebut tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang (RTR) atau belum diakomodir dalam RTRW Provinsi/ Kabupaten/Kota. Oleh karena itu diharapkan agar PSN dapat diakomodir melalui revisi RTR, walaupun saat ini juga sedang dilakukan revisi terhadap Perpres tersebut. Berkaitan dengan hal tersebut, juga perlu segera dilakukan penyelesaian revisi pedoman penyusunan RTR. Saat ini terdapat 5 (lima) provinsi yang belum menetapkan Perda RTRW, yaitu Sumatera Utara, Riau, Kepulauan Riau, Sumatera Selatan, dan Kalimantan Utara. Perlu dilakukan percepatan penetapan Perda RTRW tersebut. Surat dari Menko Perekonomian pada Bulan Juli 2016 tentang Peninjauan Kembali RTRW Provinsi/Kabupaten/Kota menyebutkan bahwa RTRW hanya boleh direvisi setiap 5 tahun sekali, namun di sisi lain, adanya urgensi PSN, diharapkan adanya aturan-aturan baru yang dapat mengakomodasi urgensi tersebut. Rancangan PP RTRWN telah selesai dibahas dan dalam proses permintaan paraf dari Kementerian/Lembaga terkait. Rancangan tersebut tinggal menunggu paraf dari Menko Perekonomian, namun Menko Bidang Perekonomian ingin mendalami lagi mengenai substansi PP tersebut, terutama terkait dengan Kawasan Hutan. Direncanakan akan dilakukan Rapat Terbatas (Ratas) untuk membahas hal tersebut. Revisi Perpres No. 87 Tahun 2011 tentang RTR Kawasan Batam Bintan dan Karimun dan revisi Perpres No. 54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jabodetabekpunjur termasuk Peninjauan Kembali dan Revisi RTR Provinsi DKI Jakarta akan diagendakan untuk dibahas dalam Rapat Koordinasi BKPRN. Sehubungan dengan akan dilakukannya pembahasan dengan Pemerintah Daerah dalam forum Rapat Kerja Regional (Rakereg) pada tanggal 7 September 2016 di Kota Yogjakarta, Gambar 2 Perpres No. 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional perlu dilakukan pembahasan untuk mematangkan bahan-bahan yang akan dibahas pada Rakereg tersebut. Jumlah Proyek Strategis Nasional (PSN) dimungkinkan untuk mengalami perubahan atau penambahan proyek, namun proyek yang termuat di dalam RPJMN akan tetap. 18

29 2. Sekretaris Jenderal Kementerian Perhubungan Perlu adanya kepastian perencanaan ketika melakukan revisi dalam setiap 5 tahun, terutama dari aspek legalitasnya. Perhitungan biaya investasi didasarkan harga yang berlaku, namun pada saat trase harga menjadi tidak karuan karena adanya spekulasi tanah. Berdasarkan hal tersebut, peninjauan untuk setiap 5 tahun sekali sebenarnya normal, namun ada hal-hal tertentu yang berubah secara dinamis dan cepat, sehingga perlu dipikirkan juga alternatifnya. Tinjauan Kemenhub terhadap substansi draft RTRWN: (1) Hierarki transportasi sudah sejalan, tapi ada lokasi yang tidak sesuai; (2) Ada simpul di amanat Perpres No. 3 Tahun 2016 yang belum masuk, di antaranya Pelabuhan Patimban; (3) Target jangka waktu penyelesaian harus ditinjau kembali, karena banyak tidak berjalan sebagaimana mestinya, baik karena isu finansial maupun karena isu politik. 3. Direktur Jenderal Pemanfaatan Ruang Laut Pembahasan Bilateral sudah sering dilakukan oleh Kementerian KP dengan Kementerian ATR/BPN untuk menyelaraskan RTRWN dengan Rencana Tata Ruang Laut Nasional (RTRLN). RTRWN dan RTRLN harus mengisi setiap ruang, sehingga tidak terjadi kekosongan perencanaan. 4. Direktur Jenderal Tata Ruang Rakereg direncanakan sebanyak 2 kali, di Kota Yogyakarta (7 September 2016) dan di Bali (21 September 2016), namun akan dibahas kembali mengingat adanya pemotongan anggaran, sehingga menimbulkan opsi untuk tetap dipisah atau akan digabungkan. Proyek Strategis Nasional masih banyak yang tidak sesuai dengan RTRWN. 5. Deputi Pengembangan Regional Proyek-proyek strategis harus dicantumkan di dalam RTRWN. RPJMN sudah mencantumkan daftar PSN, sehingga daftar yang dicantumkan di dalam RPJMN harus tercantum dalam RTRWN. Pedoman Peninjauan Kembali tinggal ditentukan oleh Kementerian ATR dan Kemendagri secara Bilateral agar cepat selesai. Kementerian ATR sendiri tetap menginginkan 5 tahun sebagai jangka waktu peninjauan kembali. 6. Deputi Bidang Informasi Geospasial Tematik Perubahan/revisi terhadap Perpres No. 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional dirasa tidak perlu dilakukan, seharusnya KSN yang mengalami penyesuaian. Dari 80 tema Kementerian/Lembaga pada kompilasi tema peta, hanya ada 2 tema peta yang belum bisa dipenuhi, salah satunya adalah peta tanah adat/ulayat dari Kemendagri. 19

30 Peta yang sudah didapatkan oleh BIG antara lain: (i) Peta kawasan hutan skala 1:50.000; (ii) Peta HGU dari BPN; dan (iii) Peta tematik dari Kemenhub dan Kementerian Kelautan dan Perikanan. BIG akan memprioritaskan sinkronisasi status informasi IGT dalam rangka penyelesaian konflik penataan ruang. Kendala utama dalam penyelesaian KSP adalah keterbatasan SDM dan tingkat akurasi data-data peta tematik dari K/L yang berbeda-beda. Selain itu, fitur-fitur pada Peta RBI dari BIG juga banyak yang perlu diperbaharui karena sifatnya yang dinamis meskipun secara geolokasi stabil. Kemendagri akan berkoordinasi dengan Kementerian LHK, Kementerian ATR/BPN, dan Pemerintah Daerah terkait dengan Wilayah Tanah ulayat. Pada tahun 2016 peta batas wilayah administrasi ditargetkan selesai. BIG akan mengoptimalkan peta yang ada di Pusat Pemetaan Batas Wilayah untuk dicek kembali mana yang definitif dan indikatif. 7. Deputi Bidang Perekonomian Sekretaris Kabinet RI Dalam sidang kabinet telah disampaikan oleh Presiden, bahwa PSN yang sudah ditetapkan harus berjalan sesuai dengan waktu yang ditetapkan, termasuk dengan proyek yang ada dalam RPJMN. Peraturan Perundangan sebaiknya tidak mengikat kaki sendiri, terutama di jenjang Peraturan Pemerintah (PP) dan Peraturan Perundangan lainnya di bawah PP. RTRWN harus bisa mengakomodir PSN, karena itu merupakan janji Presiden. 8. Direktur Jenderal Tata Ruang Ada 8 K/L yang harus menandatangani revisi PP RTRWN. Saat ini baru 2 K/L yang memberikan tandatangan, yaitu Kementerian ATR dan Kementerian LHK. Penandatanganan akan diselesaikan dalam waktu dekat. Perlu adanya pertimbangan terkait jumlah Menteri/Kepala Lembaga yang harus memberikan tandatangan persetujuan pada revisi PP RTRWN. Pada tahun 2016, Mensesneg meminta 8 Menteri/Kepala Lembaga untuk memberikan tandatangan, sedangkan pada tahun 2008, hanya 3 Menteri/Kepala Lembaga yang dimintai tandatangan. Dibutuhkan adanya diskresi dalam bentuk Inpres yang menginstruksikan kepada seluruh K/L dan Kepala Daerah, termasuk dengan kepolisian dan jaksa agar dapat mempercepat penerbitan izin dalam rangka percepatan pelaksanaan PSN, sehingga tidak ada lagi keraguan dari Pemda untuk memberikan izin lokasi terhadap pelaksanaan PSN di daerahnya. 20

31 B. Pokok-Pokok Pembahasan 1. Asisten Deputi Penataan Ruang dan Kawasan Strategis Ekonomi, Kemenko Bidang Perekonomian Pertemuan dengan Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) yang bertugas mengumpulkan data spasial dalam rangka pelaksanaan Perpres No. 9 Tahun 2016 telah beberapa kali dilakukan, namun Perda RTRW masih belum dapat terkumpul. Peta yang dikumpulkan sebagian besar masih terkait dengan Hak Guna Usaha (HGU). Sesuai dengan instruksi Presiden, penyelesaian pengumpulan data Pulau Kalimantan akan terlebih dahulu diprioritaskan. 2. Direktorat Pembinaan Perencanaan Tata Ruang Dan Pemanfaatan Ruang Daerah Data yang dimiliki oleh Binda sudah disampaikan ke Pusdatin. Selain itu, terkait integrasi data dengan kehutanan juga sudah dikoordinasikan dengan Kementerian LHK. 3. Direktur Jenderal Tata Ruang Informasi terkait posisi terakhir perkembangan RTR di Pulau Kalimantan: o Kalimantan Utara: RTRW Kabupaten/Kota sudah diperdakan, RTRW Provinsi sudah diterbitkan Persetujuan Substansinya. o Kalimantan Tengah: 6 dari 14 RTRW Kabupaten/Kota sudah diperdakan PSN yang belum terakomodasi dalam Perda RTRW, di antaranya sudah mempunyai koordinat tapi tidak sesuai dengan tata ruang eksisting atau belum mempunyai koordinat sama sekali. Intruksi Presiden (Inpres) dapat menjadi salah satu jalan pintas agar tidak ada keraguan lagi di Pemerintah Daerah, namun dengan kondisi bahwa PP RTRWN harus sudah diterbitkan sebelum Inpres tersebut keluar. 4. Asisten Deputi Bidang Percepatan Infrastruktur, Pengembangan Wilayah dan Industri, Sekretaris Kabinet RI Inpres bukan termasuk ke dalam klasifikasi peraturan perundang-undangan. Presiden sebaiknya tidak menginstruksikan sesuatu yang berlawanan dengan peraturan perundang-undangan. Agar Inpres tidak lagi diperlukan, akan lebih baik untuk merevisi PP No. 15 Tahun 2010 Pasal 165 yang mengunci dasar pemberian izin prinsip dan izin lokasi adalah berdasarkan RTRW Kabupaten/Kota dengan menambahkan klausul bahwa izin bisa diberikan berdasarkan RTR di level tertentu selain RTRW Kabupaten/Kota sehingga tidak lagi menghambat pemberian izin untuk PSN. Nomenklatur BKPRN sebaiknya tidak disebutkan di dalam pedoman Persetujuan Substansi untuk menghindari apabila pada akhirnya BKRN dibubarkan. 21

32 5. Sekretaris Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah, Kementerian PUPR Ada batasan yang harus dipatuhi dalam melakukan terobosan melalui disekresi, yaitu: (i) Adanya kekosongan hukum, (ii) Adanya multi interpretasi terhadap peraturan perundang, (iii) Didelegasikan oleh Undang-Undang, dan (iv) Adanya kepentingan umum yang mendesak. Selain itu, lebih baik menyempurnakan peraturan daripada menggunakan diskresi, serta harus ditentukan diskresi seperti apa yang dimaksud dan format pengamanan yang harus dilakukan. Permasalahan dari pasal 166 adalah ketika RTRW Kabupaten/Kota sudah ada, namun tidak menampung kegiatan yang diinginkan (PSN). Hal ini berarti RTRW Kabupaten/Kotanya yang harus diubah. Oleh karena itu, terdapat 2 konsep dalam menyikapi permasalahan tersebut: (1) adanya potensi hambatan bila percepatan PSN masuk ke dalam sistem tata ruang, namun penataan ruang tetap diperlukan sebagai regulasi dalam mengatur keberadaan PSN; dan (2) khusus untuk PSN, dasar perizinan langsung ke Perpres penetapan PSN, tidak ke RTR, dengan catatan Perpres sudah menjamin persyaratan lokasi. Pada prinsipnya tidak ada revisi tanpa Peninjauan Kembali (PK), sehingga harus ditentukan kembali seperti apa PK yang diinginkan, setelah 5 tahun atau sebelum 5 tahun. Perlu adanya penambahan klausul yang menyebutkan bahwa apabila tidak ada di dalam RTRW Kabupaten/Kota, maka dapat mengacu kepada peraturan tata ruang jenjang manapun yang menyebutkan rencana tersebut. 6. Deputi Pengembangan Regional Apabila Perpres No. 3 Tahun 2016 dijadikan sebagai dasar penentuan lokasi, maka lokasi yang ada harus dicermati kembali, agar tidak sembarangan dalam menentukan proyek dalam PSN. Dengan demikian, Perpres tersebut harus direvisi agar dapat menyesuaikan proyek yang sudah atau dapat diakomodir dalam RTRWN. 7. Plt. Direktur Pemanfaatan Ruang, Kementerian ATR/BPN Perlu adanya penyepakatan tata cara pelaksanaan forum BKPRN untuk Persetujuan Substansi (Persub), terutama agar dapat memenuhi kuota forum dan staf yang hadir minimal eselon III. Perlu adanya kesepatan besaran persentase muatan RTRW yang akan diubah, apakah dihitung dari perubahan muatan substansi atau dari perubahan jumlah pasal. Penyamaan jangka waktu PK dengan RPJMN agak sulit dilakukan. Bagian yang dapat disesuaikan hanya pada penyusunan pentahapan indikasi program. 22

33 8. Direktur Jenderal Tata Ruang Pendataan daerah yang sudah mempunyai peta skala 1: yang sudah diorthorektifikasi harus dilakukan. Pada Rakereg akan dibagikan NSPK penataan ruang sehingga daerah akan diminta menyiapkan dana penyusunan RDTR. Keluaran Pedoman Penyusunan RDTR Kota adalah berupa Perda. Kementerian LHK dapat membantu dalam menyiasati kawasan hutan, BIG untuk klinik peta, dan Kemendagri untuk evaluasi. Tidak perlu lagi ke Kementerian LHK untuk membahas kawasan hutan setelah dari Kemendagri untuk penyederhanaan birokrasi. 9. Direktur Perencanaan Ruang Laut, Kementerian Kelautan dan Perikanan Perlu adanya penambahan klausul untuk Peninjauan Kembali (PK) terkait lingkungan strategis, yaitu menyebutkan...adanya perubahan kebijakan nasional. 10. Plt. Direktur Tata Ruang dan Pertanahan Jangka waktu PK perlu disesuaikan dengan jangka waktu RPJMN. 11. Deputi Pengembangan Regional Perlu adanya pengawalan paska Persetujuan Substansi oleh Kementerian ATR sampai menjadi Raperda. Kementerian ATR perlu melakukan penyimpanan arsip dokumen RTR beserta dengan petanya, untuk mencegah adanya perubahan secara ilegal. 12. Plt. Direktur Penataan Kawasan, Kementerian ATR/BPN Pengawalan dari Persub sampai akhirnya menjadi Rapeda sulit dilakukan karena adanya Permendagri No. 13 Tahun 2016 tentang Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Daerah. 13. Direktur Sinkronisasi Urusan Pemerintahan Daerah I, Kemendagri Gambar 3 Permendagri No. 13 Tahun 2016 tentang Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Daerah Akan dilakukan peninjauan kembali terhadap Permendagri No. 13 Tahun 2016 tentang Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Daerah. 23

34 Breakfast Meeting Eselon I dan II BKPRN menghasilkan kesimpulan dan tindak lanjut sebagai berikut: 1. Akan dilakukan revisi terhadap PP No. 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang, khususnya terkait izin pemanfaatan ruang yang diatur dalam Pasal 165 dan Pasal 166, yaitu penambahan klausul yang menyebutkan, Dalam rangka pelaksanaan kebutuhan dan perintah Presiden, izin prinzip dan izin lokasi dapat diterbitkan berdasarkan rencana tata ruang yang berlaku. 2. Dalam rangka pelaksanaan kebijakan satu peta yang diprioritaskan di wilayah pulau Kalimantan, akan dilakukan proses integrasi peta pola ruang dan struktur ruang Perda RTRW Provinsi/Kabupaten/Kota di Kalimantan terhadap Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI), yang ditargetkan akan terkumpul pada pertengahan Bulan September 2016 ke Sekretariat Tim Percepatan Kebijakan Satu Peta (Kemenko Bidang Perekonomian/BIG). 3. Mendorong percepatan legalisasi PP RTRWN yang sudah memuat PSN. 4. Sebagai turunan dari revisi PP No. 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang, akan dibuat Norma, Standar, Peraturan, dan Kriteria (NSPK) yang memuat mekanisme pemberian pertimbangan teknis/rekomendasi sebagai dasar pemberian izin pemanfaatan ruang. 5. Dalam Rapermen Persetujuan Substansi dibutuhkan klausul yang menyebutkan pengawalan substansi pasca Rapat Forum Lintas Sektor dan pasca diterbitkannya Surat Persetujuan Substansi. 6. Rakereg BKPRN akan dilaksanakan 1 kali di Kota Yogyakarta pada Tanggal 7 September Akan dilakukan rapat pembahasan pada tanggal 26 Agustus 2016 untuk membahas revisi PP 15 Tahun 2010 serta pedoman PK dan Persetujuan Substansi. 24

35 Rapat Kerja Regional (Rakereg) BKPRN 2016 Rapat Kerja Regional (Rakereg) BKPRN adalah forum penataan ruang tingkat regional yang melibatkan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Raker Regional BKPRN diselenggarakan setiap 2 (dua) tahun sekali bergantian dengan tahun penyelenggaraan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) BKPRN. Tujuan Raker Regional BKPRN adalah: (i) Memantau kemajuan pelaksanaan agenda kerja BKPRN; dan (ii) Menghimpun masukan untuk perumusan isu-isu strategis penyelenggaraan penataan ruang yang perlu ditindaklanjuti dalam Rakernas BKPRN. Rakereg BKPRN 2016 diselenggarakan di Kota Yogyakarta pada tanggal 7 September Gambar 4 Pembukaan Rakereg BKPRN 2016 oleh Sofyan A. Djalil, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN Gambar 5 Pemaparan dari Arifin Rudiyanto, Deputi Bidang Pengembangan Regional, Bappenas pada Sidang Pleno I Rakereg BKPRN 2016 dimulai dengan sambutan dari Wakil Gubernur DI Yogyakarta, KGPAA Paku Alam X serta dibuka oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN, Sofyan A Djalil. Setelah pembukaan, di laksanakan Sidang Pleno I yang dimoderatori oleh Plt. Deputi Bidang Koordinasi Percepatan Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah, Kemenko Bidang Perekonomian, Wahyu Utomo. Narasumber dari pleno ini adalah Deputi Bidang Pengembangan Regional Bappenas, Arifin Rudiyanto, Dirjen Tata Ruang Kementerian ATR/BPN, Budi Situmorang, Plt. Dirjen Bina Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri, Diah Indrajati, Dirjen Planologi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, San Afri Awang, dan Sekretaris Daerah DI Yogyakarta, Rani Sjamsinarsi. Pokok-pokok yang dipaparkan pada Sidang Pleno I adalah sebagai berikut: 1. Deputi Bidang Pengembangan Regional, Bappenas BKPRN telah bekerja sesuai dengan agenda-agenda yang menjadi tugas BKPRN pada tahun yang dibagi ke dalam empat agenda besar, yaitu (i) Koordinasi penyiapan kebijakan dan peraturan perundang-undangan bidang penataan ruang; (ii) Koordinasi peningkatan kapasitas kelembagaan; (iii) Koordinasi perencanaan dan penataan ruang; dan (iv) Koordinasi penyelesaian sengketa dan konflik. 25

36 Hasil Rakereg BKPRN akan menjadi rekomendasi pada proses Musrenbang, khususnya dalam penerapan pendekatan spasial, holistik-tematik, dan integratif. Rencana Tata Ruang dan Rencana Pembangunan pada prinsipnya bersifat saling mengacu. Dengan mengacu kepada hal tersebut, sinkronisasi Rencana Tata Ruang dan Rencana Pembangunan mencakup aspek periode perencanaan, muatan substansi, prosedur penyusunan, dan nomenklatur 2. Direktur Jenderal Tata Ruang, Kementerian ATR/BPN Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional sudah selesai, saat ini dalam proses legislasi/pengundangan di Kementerian Sekretariat Negara. Untuk meningkatkan kualitas RTR yang implementatif dan responsif terhadap pembangunan dibutuhkan revisi terhadap NSPK yang saat ini dalam tahap finalisasi, antara lain: Pedoman Persub RTRW, Penyusunan RTRW Prov/Kab/Kota, Penyusunan RTR KSP dan KSK, dan Peninjauan kembali Telah disusun NSPK Pedoman Penataan Ruang Berbasis Pengurangan Risiko Bencana (P2RPRB) yang merupakan hasil studi Penataan Ruang Kawasan Bencana. Forum koordinasi adalah suatu keharusan dalam penataan ruang sebagai acuan pelaksanaan Program Nasional. 3. Direktur Jenderal Bina Pembangunan Daerah, Kemendagri Hasil validasi data urusan pemerintahan dituangkan dalam surat Mendagri No. 100/2948/SJ tanggal 8 Agustus 2016 tentang Rekomendasi Hasil Pemetaan Urusan Pemerintahan Konkuren di Daerah. Telah dilakukan evaluasi terhadap Raperda tentang RTRW Provinsi sebanyak 30 Provinsi dan evaluasi terhadap RRTR Provinsi yaitu RTR KSP Brebes Kota Tegal Kabupaten Tegal - Pemalang serta RDTR dan PZ Provinsi DKI Jakarta. Telah dilakukan fasilitasi konsultasi provinsi dalam rangka evaluasi terhadap 14 RTRW Kabupaten/Kota dan 2 (dua) RDTR Kabupaten. 4. Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan, Kementerian LHK Wilayah hutan merupakan wilayah penyedia jasa lingkungan utama. Hutan berperan penting sebagai regulator air bersih dan penyedia air bersih. Krisis ekologi terjadi apabila terjadi tekanan pembangunan pada daerah-daerah penyedia jasa lingkungan. Menjaga dan menahan pertumbuhan pada daerah-daerah penyedia jasa ekosistem merupakan satu dari Strategi Besar Perlindungan Lingkungan Hidup Nasional. Melalui rasionalisasi Kawasan Hutan. Hal ini salah satunya dilakukan melalui integrasi Kesatuan Pengelolaan Hutan dalam RTRWP untuk rencana pengendalian pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan. Kementerian LHK mendukung penyediaan sumber Tanah Objek Reforma Agraria melalui redistribusi tanah dan legalisasi aset kawasan hutan yang akan dilepaskan sedikitnya sebanyak 4,1 Juta Ha. 26

37 5. Sekretaris Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Dalam RPJMD Provinsi DIY , arah pembangunan Provinsi DIY adalah ke arah selatan dengan laut sebagai halaman depan Provinsi DIY. Provinsi DIY mempunyai keistimewaan berdasarkan UU No. 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta di mana kewenangan pertanahan dan tata ruang berada di Pemerintah Provinsi. Pemerintah Provinsi DIY sempat terkendala dalam rencana pembangunan bandara baru di Kulonprogo karena RTRW Provinsi dan Kabupaten dianggap tidak mengikuti RTRWN dan di dalam RTRWN tidak tercantum dengan jelas adanya rencana ruang untuk Bandara di Kulonprogo. Selain itu, RTRW Provinsi dan RTRW Kabupaten dinilai tidak bisa dipakai sebagai dasar terbitnya Izin Penetapan Lokasi. Namun demkian, permasalahan tersebut dapat diselesaikan di Mahkamah Agung. Mengingat hal tersebut, maka sosialisasi RTR dan regulasi terkait RTR ke masyarakat sangat penting, termasuk dengan pihak penegak hukum. Setelah Sidang Pleno I, acara Rakereg BKPRN dilanjutkan dengan pembahasan isu-isu strategis pada masing sidang komisi, yaitu: (ii) Sidang Komisi 1: Perencanaan Tata Ruang; (ii) Sidang Komisi 2: Pemanfaatan Ruang dan Pengendalian Pemanfaatan Ruang; dan (iii) Sidang Komisi 3: Kelembagaan dan Musrenbang. Sidang Pleno II diisi dengan pembacaan hasil sidang komisi I, II, dan III, yang dimoderatori Deputi Bidang Perekonomian Sekretariat Kabinet, Agustina Murbaningsih, dan hasilnya diserahkan kepada Deputi Bidang Pengembangan Regional Bappenas yang sekaligus juga menutup acara Rapat Kerja Regional Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional (Rakereg) Tahun Berikut hasil rumusan dari masing-masing sidang komisi: 1. Sidang Komisi I: Perencanaan Tata Ruang No Isu Strategis*) Rumusan Hasil Sidang Komisi Usulan Tindak Lanjut**) Oleh 1. Percepatan revisi Permen PU No. 11, 15, 16, 17, 20 yang terintegrasi dengan UU No. 23 Tahun Implementasi kebijakan satu peta di daerah Status pedoman: akan dilakukan pembahasan bilateral dengan K/L terkait untuk penyepakatan substansi pedoman One map policy meliputi 85 peta tematik dapat diselesaikan sampai dengan Target minimal penyelasaian di tahun di 2016 adalah 17 tema Prioritas wilayah untuk penyelesaian di 2016 adalah Pulau Kalimantan sedangkan prioritas 2017 adalah Sumatera dan Sulawesi Peran daerah adalah menjamin tingkat keakuratan dan kemutakhiran peta Revisi Permen PU No. 11, 15, 16, 17, 20 harus segera diselesaikan. Prioritas wilayah untuk penyelesaian di 2016 adalah Pulau Kalimantan sedangkan prioritas 2017 adalah Sumatera dan Sulawesi Ditjen Tata Ruang, Kementerian ATR Menko Perekonomian dan BIG Target Waktu 3. Belum jelasnya Permasalahan utama delineasi Pemetaan LP2B dengan Kementerian

38 No Isu Strategis*) Rumusan Hasil Sidang Komisi Usulan Tindak Lanjut**) Oleh pemetaan LP2B dalam RTRW 4. Penyusunan RDTR berbasis Peta Bidang Tanah 5. Desentralisasi proses pemberian rekomendasi peta dari BIG 6. Penyediaan peta Rupa Bumi Indonesia skala besar dan Peta Lingkungan Pantai Indonesia LP2B di daerah adalah keterbatasan anggaran One map policy diharapkan juga menjadi penyelesaian pemetaan peta-peta pertanian Dalam penetapan LP2B belum diikuti dengan penetapan insentif oleh daerah sebagai kompensasi kepada para petani yang lahannya akan dijadikan LP2B BPN juga memiliki peta tentang LP2B namun bukan instansi yang berwenang untuk menetapkan delineasi LP2B Permasalahan yang ada saat ini adalah perizinan yang sudah dikeluarkan sebelum penetapan Perda RTRW Diperlukan koordinasi atau persetujuan dari Kanwil dan Kantah agar fungsi-fungsi lindung di kawasan sempadan tidak berubah Percepatan penyelesaian peta dilakukan dengan beberapa cara antara lain: - melakukan kerja sama dengan perguruan tinggi untuk proses GCP (Ground Control Points) - mengembangkan konsep konsultasi online dengan prasayarat jaringan dan konektivitas internet dengan kualitas yang baik - penempatan tenaga PTT untuk melakukan on site supervision Perguruan tinggi yang sudah siap membantu proses pemberian rekomendasi peta adalah ITB, UGM, Undip, dan ITS. ITS siap untuk membantu wilayah bagian timur Proses validasi yang dilakukan oleh BIG dilakukan terhadap: aspek geometris, aspek tematis, dan aspek substansi Perlu segera menyelesaian RPP Rencnana Tata Ruang Laut Nasional untuk melengkapi PP 26 Tahun 2008 tentang RTRWN, karena rencana tata ruang darat dan laut adalah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan Peta skala besar (1:5.000) adalah tuntutan untuk penyelesaian RDTR Peta skala besar yang sudah siap dapat segera disampaikan ke daerah menggunakan data BPN, BPS, Ditjen SDA Kementerian PUPR, Kementerian Pertanian, dan data eksisting lainnya Kegiatan integrasi dokumen draft RDTR dengan peta bidang tanah Perguruan tinggi yang sudah siap membantu proses pemberian rekomendasi peta adalah ITB, UGM, Undip, dan ITS. ITS siap untuk membantu wilayah bagian timur Yang akan siap Unsiah, Unila, Unhas, dan Universitas Mulawarman ITS siap membantu proses pemberian rekomendasi untuk wilayah Indonesia timur Penyediaan citra untuk pembuatan peta dasar RDTR dilakukan oleh LAPAN dan divalidasi oleh BIG akan tetapi proses GCP dan ICP dilakukan oleh pemerintiah daerah (dana APBD) Penetapan garis pantai berdasarkan pasang tertinggi bersama pakar kelautan Penyelesaian peta LPI Pertanian, Kementerian PUPR, BPN, Pemerintah daerah Kanwil dan Kantah serta Pemerintah daerah Kabupaten/ Kota BIG bersama perguruan tinggi LAPAN, BIG dan Pemda Pemerintah provinsi bekerjasama dengan BIG, Dishidros dan KKP Target Waktu

39 No Isu Strategis*) Rumusan Hasil Sidang Komisi Usulan Tindak Lanjut**) Oleh 7. Penyelesaian Pedoman Penyusunan RTR Kawasan Strategis Provinsi dan Kabupaten 8. Penyelesaian Pedoman Peninjauan Kembali RTRW 9. Perubahan PP No. 26/2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional 10. Penyelesaian Perda RTRW Provinsi, Kabupaten, dan Kota Target tahun 2019, peta dasar 1:5.000 sudah siap untuk kawasan perkotaan Citra satelit (SPOT-6 dan SPOT-7) yang dapat digunakan sebagai dasar untuk pembuatan peta skala 1: sudah tersedia Sebagai informasi kesiapan, peta dasar skala besar 1:5.000 dan citra satelit resolusi tinggi (terlampir) Dalam rangka mendukung tata ruang wilayah laut diperlukan peta batimetri skala 1: Perlu penetapan garis pantai saat pasang tertinggi di masingmasing provinsi oleh pemerintah provinsi bersama dengan pakar Status Pedoman KSP dan KSK saat ini sedang dalam tahap legislasi dengan Biro Hukum, Kementerian ATR Muatan utama Pedoman PK terkait 3 aspek yaitu: kriteria, tata cara, dan rekomendasi Secara teknis revisi RTRWN sudah selesai, yang masih harus diselesaikan adalah proses legislasi berupa persetujuan dari 4 K/L (total 8 K/L) Penetapan PSN dalam RTRWN berimplikasi terhadap penyelesaian RTRW Provinsi/Kabupaten/Kota dan dinamika yang berkembang di daerah Untuk provinsi dan kabupaten/kota yang belum menetapkan Perda RTRW, muatan RTRW agar disesuaikan dengan muatan revisi RTRWN Penyelesaian Perda RTRW Provinsi Sumatera Selatan, Kepulauan Riau, Riau, Sumut, Kalimantan Utara Penyelesaian Perda RTRW di 55 Kabupaten dan 5 Kota Target pedoman Target pedoman Penyelesaian revisi RTRWN penyelesaian penyelesaian legislasi Pengesahan Perda RTRW Provinsi Sumatera Selatan (akhir September 2016), Kepulauan Riau (bulan November 2016) Provinsi Riau (akhir tahun 2016), Sumatera Utara dan Kalimantan Utara (????) Pengesahan Perda RTRW Kabupaten (55) dan kota (5) Ditjen Tata Ruang, Kementerian ATR Ditjen Tata Ruang, Kementerian ATR Ditjen Tata Ruang, Kementerian ATR Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Selatan, Kepulauan Riau, Riau, Sumatera Utara, dan Kalimantan Utara Pemerintah daerah kabupeten/ kota Target Waktu

40 2. Sidang Komisi II: Pemanfaatan Ruang dan Pengendalian Pemanfaatan Ruang No Isu Strategis 1. NSPK Pemanfaatan Ruang dan Pengendalian Pemanfaatan Ruang belum lengkap 2. Perijinan Pemanfaatan Ruang 3. Belum harmonisnya pemanfaatan ruang antar sektor dan antar daerah Rumusan Hasil Sidang Komisi Penetapan NSPK pengendalian pemanfaatan ruang Perubahan PP 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang (pasal 165) Penetapan tata cara pemberian izin dengan menggunakan RUTR termasuk RZWP3K Harmonisasi pemanfaatan ruang antar sektor dan antar daerah Usulan Tindak Lanjut Pelaksana Target Waktu Percepatan penyelesaian NSPK Identifikasi naskah akademis (yang telah disiapkan PU) Penyelesaian draft NSPK dengan melibatkan anggota lintas Kementerian/Lembaga dalam sebuah tim. NSPK yang dibutuhkan, antara lain: a. Perizinan (termasuk di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang diatur dengan RZWP3K); b. Pemberian sanksi; c. Mekanisme pemberian insentif; d. Audit pemanfaatan ruang. Perumusan Roadmap penyusunan NSPK. Pelaksanaan revisi PP No. 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang Pelaksanaan penyiapan tata cara pemberian izin dengan menggunakan RUTR termasuk RZWP3K Penyerahan peta tematik tata ruang kepada Sekretariat Tim Kebijakan Satu Peta Penyediaan peta-peta tematik tata ruang yang terintegrasi dengan RBI Penyelesaian tumpang tindih antar tematik dalam tata ruang dalam upaya peningkatan harmonisasi antar kawasan Direktorat Jenderal Pengendalian Pemanfaatan Ruang dan Penguasaan Tanah (PPRPT), Kemen ATR/BPN Ditjen Tata Ruang, Kemen ATR/BPN, KKP, Setneg, Setkab BIG, Ditjen Tata Ruang Kementerian ATR/BPN, dan Kemenko Perekonomian Desember 2016 a. Oktober 2016 b. Desember 2016 Desember Belum optimalnya kerja PPNS dalam penilaian kesesuaian pemanfaatan ruang Penetapan pedoman kerja PPNS Penetapan perlindungan PPNS Penetapan kelembagaan PPNS di Pusat dan Daerah Penyusunan pedoman kerja PPNS Penyusunan peraturan perlindungan PPNS Penyiapan kelembagaan PPNS di Pusat dan Daerah Direktorat Jenderal Pengendalian Pemanfaatan Ruang dan Penguasaan Tanah, Kemen ATR/BPN, Kementerian Hukham Desember

41 3. Sidang Komisi III: Kelembagaan dan Musrenbang No Isu Strategis*) Rumusan Hasil Sidang Komisi Usulan Tindak Lanjut**) Oleh 1. Implikasi terbitnya PP No. 18 tahun 2016 tentang Perangkat Daerah terhadap penyelenggara kelembagaan penataan ruang daerah: Pembentukan perangkat daerah di bidang penataan ruang Peran perangkat daerah di bidang penataan ruang" 2. Perlunya kejelasan pembagian kewenangan pada kawasan terdeliniasi KSN, KSP dan KSK Urusan penataan kelembagaan di Pusat agar memperhatikan keberadaan UU No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah yang menyatakan bahwa urusan penataan ruang menjadi satu kesatuan dengan pekerjaan umum. Sehingga akan memudahkan koordinasi kelembagaan pusat dan daerah dengan nomenklatur atau urusan yang sama. Perlu dipertimbangkan keberadaan PPNS Bidang Penataan Ruang yang diwacanakan akan ditarik menjadi pegawai kantor wilayah dan kantor pertanahan. Pembentukan perangkat daerah disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi daerah mengingat asas pembentukaan perangkat daerah adalah efektif dan efisien sesuai PP No. 18 Tahun Berdasarkan PP No. 18 Tahun 2016, bahwa tata ruang tidak dapat berdiri sendiri namun digabung dengan urusan pertanahan dan perumahan serta kawasan permukiman. Perlu ada pembagian kewenangan pada masingmasing tingkatan pemerintahan dalam pengelolaan KSN, KSP, dan KSK seperti pemberian perijinan berada pada tingkat Kabupaten/Kota. Perlu kejelasan peran dan tanggung jawab Pemerintah Pusat dalam pengelolaan dan pelaksanaan penetapan KSN. Skala pelayanan dari setiap kawasan strategis perlu dipertegas sehingga tidak dimungkinkan overlapping lokasi. Pemerintah Daerah perlu segera menetapkan Perda tentang SOTK sesuai dengan hasil intensitas urusan sesuai dengan perumpunan jenis urusan dalam PP No. 18 Tahun Untuk menghindari overlapping perijinan, perlu dikaji apakah RTR KSN dan KSP tidak mengatur spasial secara detail, seyogyanya sebatas arahan pemanfaatan ruang. Perlu dilakukan sosialisasi Pedoman Penyusunan RTR KSN, KSP, dan KSK. Pemerintah Daerah yang di-supervisi oleh Kemendagri Kementerian ATR/BPN Target Waktu Dibutuhkan mekanisme dan tata kerja (SOP) BKPRD untuk memperlancar kinerja 4. Peran Tata Ruang dalam Musrenbang Telah diterbitkan SE Mendagri No. 061/7083/SJ tertanggal 30 Desember 205 perihal Penyusunan SOP Kesekretariatan BKPRD Perlu sinkronisasi dan integrasi program nasional dan daerah (pengawalan aspek spasial) agar dapat dituangkan dalam rencana tahunan (RKPD) sampai dengan penyusunan penganggarannya. Perlu dilakukan sosialisasi ke daerah terkait SE Mendagri No. 061/7083/SJ perihal Penyusunan SOP Kesekretariatan BKPRD. Forum Musrenbang di tingkat nasional dan daerah harus dapat memastikan programprogram nasional/sektoral diakomodir dalam dokumen perencanaan daerah. Diperlukan penjadwalan sesi sinkronisasi RKP dan RTR pada proses Kemendagri dan Kementerian ATR Kemendagri, Bappenas dan Kementerian ATR

42 No Isu Strategis*) Rumusan Hasil Sidang Komisi Usulan Tindak Lanjut**) Oleh 5. Proses persetujuan substansi RTRW (BKPRN-BKPRD), Hasil revisi Permen PU No. 11 Tahun Percepatan legislasi raperda RTRW Persetujuan substansi diterbitkan oleh Kementerian ATR/BPN setelah dilakukan pembahasan bersama oleh seluruh Kementerian/Lembaga terkait penataan ruang. Pemerintah Daerah harus melengkapi dokumen substansi yang dipersyaratkan sebelum dilakukan proses persetujuan substansi. Setelah proses Persetujuan Substansi masih ada proses evaluasi dan proses konsultasi untuk Kabupaten/Kota sesuai dengan amanat UU No. 23 Tahun 2014 dengan tujuan untuk melihat kesesuaian kebijakan nasional yang berlaku. Musrenbang. Akan diakomodir dalam revisi Permendagri No. 54 Tahun 2010 Perlu dibahas lebih rinci terkait dengan manajemen proses persetujuan substansi, evaluasi dan penyusunan peta sehingga pelaksanaan pembahasan substansi teknis dapat dilakukan satu pintu melalui forum BKPRN yang merupakan kesepakatan dari seluruh Kementerian/ Lembaga. Perlu dibuat surat edaran dari BKPRN kepada Kementerian/Lembaga untuk menyusunan SOP terkait kelengkapan dokumen Persetujuan Substansi. Gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat melakukan evaluasi terhadap RTR Kabupaten/Kota dengan berkonsultasi kepada Mendagri untuk memastikan tata ruang disusun dengan benar sebagaimana amanat UU No. 23 Tahun Diperlukan terobosan koordinasi dengan pihak legislatif dalam rangka percepatan legislasi. BKPRN (Kemenko Perekonomi an) Kementerian ATR/BPN Kemen LHK BIG Kemendagri Kementerian ATR/BPN Target Waktu Perencanaan dan Program Penataan Ruang Salah satu tugas utama Sekretariat BKPRN adalah mendukung pelaksanaan program kerja Pokja 3 Koordinasi Perencanaan dan Program yang juga berada di bawah wewenang Deputi Bidang Pengembangan Regional Inventarisasi Data dan Informasi Pencapaian Prioritas Bidang Tata Ruang Dalam RKP Tahun 2015 dan 2016 Inventarisasi data dan informasi kegiatan prioritas Bidang Tata Ruang dalam RKP 2015 dan RKP 2016 dilakukan untuk mengetahui pencapaian fisik dan anggaran, serta memahami kendala/hambatan pelaksanaan Bidang Tata Ruang di Badan Informasi Geospasial. A. Pokok-pokok Penting Evaluasi RKP Tahun Pusat Pemetaan Tata Ruang dan Atlas (PTRA) Output fisik kegiatan: i. Pembinaan Penyelenggaraan Infromasi Geospasial Tematik (IGT) Tata Ruang, Dinamika SDA, dan Atlas; 32

43 ii. Integrasi IGT Tata Ruang, Dinamika SDA, dan Atlas; dan iii. Dokumen Penyelenggaraan IGT Strategis untuk Percepatan Tata Ruang dan Dokumen Skenario Pengembangan Wilayah Kabupaten/Kota tercapai 100% dengan rata-rata anggaran yang terserap di atas 88%. Pada pelaksanaan kegiatan penyusunan Dokumen Pembinaan Penyelenggaraan IGT Tata Ruang, Dinamika SDA, dan Atlas terjadi gagal lelang, sehingga kegiatan dilaksanakan melalui swakelola dan dana yang terserap sebesar 77%. 2. Pusat Pemetaan dan Integrasi Tematik (PIT) Output fisik kegiatan: i. Pembinaan Penyelenggara IGT; ii. Penyusunan Peta Integrasi Tematik; dan iii. Penyusunan Peta Tematik Strategis untuk Mendukung Prioritas Nasional tercapai 100% dengan rata-rata anggaran yang terserap di atas 82%. Ketiga kegiatan tersebut dilaksanakan dengan merevisi pagu anggaran melalui kebijakan dan regulasi SK. Perubahan pagu dilakukan untuk memenuhi kebutuhan anggaran indikator Peta Integrasi Tematik. Terjadi perubahan pagu untuk tiga indikator program yang ditetapkan melalui Kebijakan dan Regulasi SK. Perubahan pagu dilakukan untuk memenuhi kebutuhan anggaran indikator Peta Integrasi Tematik. Hasil akhir, realisasi fisik untuk seluruh indikator tercapai 100% dan anggaran terserap dengan baik (diatas 82%). 3. Pusat Pemetaan Rupabumi dan Toponim (PRT) Output fisik seluruh kegiatan rata-rata mencapai 100% dengan rata-rata penyerapan anggaran 82%. Terdapat dua kegiatan yang tidak dilaksanakan pada tahun 2015 karena efisiensi anggaran, yaitu: i. Penyusunan Peta Rupabumi Indonesia seamless dan kartografi; dan ii. Penyusunan Peta Rupabumi Indonesia yang dimutakhirkan. Pagu anggaran kedua kegiatan tersebut direalokasikan untuk pembelian Citra Tegak Resolusi Tinggi (CSRT). Catatan untuk kegiatan penyusunan Peta Rupabumi Indonesia Skala Besar: Pagu anggaran terlalu besar untuk target 200 Nomor Lembar Peta (NLP), sehingga terdapat wacana untuk meningkatkan target menjadi ± 600 NLP. Namun, penurunan satuan unit cost hingga 50% (karena audit BPK tahun 2014) serta konflik internal mengakibatkan pelaksanaan indikator ini terhambat. Pada akhirnya, target fisik diturunkan kembali menjadi 200 NLP. Dampak dari hambatan tersebut adalah realisasi fisik hanya mencapai 97%, dan penyerapan anggaran hanya mencapai 59,35%. Terdapat sisa anggaran (±30 Miliar) yang dialokasikan untuk pembelian Citra Satelit Resolusi Tinggi (CSRT). 33

44 Pagu anggaran untuk kegiatan Penyusunan Peta Rupabumi Indonesia Skala Kecil dan Menengah, yaitu pagu anggaran terlalu besar, sehingga anggaran masih tersisa ±70 Miliar (50%), sisa anggaran dialokasikan untuk pembelian CSRT Total anggaran untuk pembelian Citra menjadi 180 Miliar melalui BLU dengan LAPAN. Pembelian Citra termasuk dalam indikator kegiatan pemenuhan Data Satelit Citra Tegak dan Perangkat Peralatan Pengolah Data Satelit Citra Tegak. Hambatan lain yang dihadapi adalah kurangnya SDM dan alat untuk penegakan citra. Untuk RKP ke depan, kegiatan penyediaan CSRT dan penyusunan peta untuk skala menengah sangat diperlukan untuk mendukung kebijakan One Map Policy (OMP), sehingga lebih baik mulai tahun 2017 output dihidupkan kembali dalam RKP. 4. Pusat Pemetaan Kelautan dan Lingkungan Pantai (PKLP) Peta Garis Tepi Pantai telah mencapai target fisik 100%, namun anggaran tidak sampai 100%. Fokus PKLP saat ini adalah pembuatan Peta Lingkungan Pelabuhan, bukan Peta LPI (Lingkungan Pantai Indonesia). B. Pokok-pokok Penting Evaluasi RKP Tahun Pusat Pemetaan Tata Ruang dan Atlas (PTRA Pemotongan anggaran menyebabkan target awal untuk beberapa kegiatan penyusunan dokumen Informasi Geospasial untuk tata ruang dikurangi, namun belum dapat ditetapkan berapa jumlah target yang akan dipotong. Pemotongan anggaran untuk NSPK menyebabkan adanya perubahan target, sehingga target menjadi lokasi untuk bantuan teknis pembuatan RDTR, 5 wilayah sosialisasi RDTR, dan 5 wilayah untuk Nawacita. 2. Pusat Pemetaan dan Integrasi Tematik (PIT) Terjadi pemotongan DIPA yang cukup signifikan, sehingga banyak dilakukan revisi target fisik. Namun, sampai dengan triwulan II realisasi fisik untuk seluruh indikator telah berjalan melebihi 43%. 3. Pusat Pemetaan Rupabumi dan Toponim (PRT) Kegiatan pemutakhiran peta rupabumi dihapuskan untuk kemudian dananya dialokasikan untuk kegiatan penyediaan peta skala besar, menengah dan akuisisi Data IG unsur rupabumi. Penghapusan indikator Penyediaan Data Satelit Citra Tegak karena kegiatan sudah tercapai di tahun 2015 dengan menggunakan berbagai revisi anggaran di tahun tersebut. (±180 Miliar) Indikator Peningkatan Kapasitas Pengolahan Citra Tegak secara substansi dipindah ke Pusat Pengelolaan dan Penyebaran Informasi Geospasial karena berkaitan dengan software, system, dan server. Indikator Perapatan Ground Control Point dilaksanakan dengan swakelola, karena jumlah kebutuhan jauh lebih besar daripada target yang telah ditentukan 34

45 (kebutuhan: titik vs target: 1000 titik). Kekurangan anggaran masih tertutupi melalui tambahan anggaran dari berbagai pemerintah daerah/instansi pemerintahan yang bersangkutan. 4. Pusat Pemetaan Kelautan dan Lingkungan Pantai (PKLP) Penyediaan data garis pantai untuk peta skala 1:5000 masih sesuai dengan apa yang direncanakan, walaupun lelang sempat gagal karena tidak didapat penawar yang memenuhi persyaratan teknis sesuai Kerangka Acuan Kerja (KAK). Kegiatan difokuskan untuk seluruh Jawa Timur dan sebagian Jawa Tengah. Pencapaian fisik untuk penyediaan data garis pantai sudah mencapai 25% dan serapan anggaran sebesar 31% sampai dengan triwulan II. Dalam pelaksanaan kegiatan prioritas bidang tata ruang dalam RKP tahun 2015 dan 2016, dilakukan beberapa revisi target fisik dan realokasi anggaran yang dilakukan oleh BIG. Penyesuaian ini dilakukan untuk memenuhi berbagai kebutuhan/data dasar yang terpotong anggarannya dan ditetapkan melalui RKA-K/L tahunan BIG. Walaupun demikian, penyesuaian yang dilakukan masih sesuai pada arahan bidang tata ruang jangka menengah (RPJMN) dan bahkan beberapa indikator melebihi target fisik yang telah ditentukan dalam RKP 2015 dan RKP Evaluasi Kinerja Semester I dan Rencana Kinerja Semester II Direktorat Sinkronisasi Urusan Pemerintah Daerah I Rapat ini bertujuan untuk melakukan pembahasan kinerja semester I dan rencana kinerja semester II Direktorat Sinkronisasi Urusan Pemerintah Daerah (SUPD) I, Kementerian Dalam Negeri, terutama di Bidang Tata Ruang dan Pertanahan. Pada rapat ini terdapat 3 bahasan terkait kebijakan prioritas nasional baik dari RPJMN serta RKP 2017: (i) Kebijakan nasional urusan Tata Ruang dan Pertanahan dalam RPJMN dan RKP 2017; (ii) Kebijakan nasional urusan pertanian dalam RPJMN dan RKP 2017; dan (iii) Kebijakan Prioritas Nasional untuk urusan Kehutanan dan Lingkungan Hidup dalam RPJMN dan RKP Kebijakan Nasional Urusan Tata Ruang Dan Pertanahan Dalam RPJMN Dan RKP 2017 Direktorat Tata Ruang Pertanahan yang diwakili oleh Kasubdit Tata Ruang memaparkan kerangka kebijakan bidang tata ruang dan pertanahan dalam RPJMN dan RKP Kebijakan nasional bidang tata ruang dalam RKP 2017 mendukung beberapa Prioritas Nasional (PN), antara lain PN Kedaulatan Pangan, Kedaulatan Energi, Revolusi Mental, Daerah Perbatasan, Pelayanan Kesehatan, Desa dan Perdesaan, Perkotaan, Percepatan Pertumbuhan Industri dan Kawasan Ekonomi (KEK), dan Peningkatan Iklim Investasi dan Iklim Usaha. Terdapat beberapa peran Kemendagri dalam mendukung kebijakan nasional bidang Tata Ruang dalam RKP 2017 antara lain adalah: 35

46 a. Evaluasi RTR untuk mengintegrasikan Kawasan Pertanian Pangan Berkelajutan (KP2B) dan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B); b. Evaluasi Raperda RZWP3K provinsi; c. Evaluasi Raperda RDTR di sekitar KEK dan KI; dan d. Pelaksanaan Rakornas BKPRD Untuk bidang pertanahan, dalam RKP 2017 sebagian besar termasuk ke dalam Prioritas Nasional Reforma Agraria. Dalam PN Reforma Agraria terdapat 5 Program Prioritas yaitu: a. Penguatan Kerangka Regulasi dan Penyelesaian Konflik Agraria; b. Penataan Penguasaan dan Pemilikan Tanah Obyek Reforma Agraria (TORA); c. Kepastian Hukum dan Legalisasi atas TORA; d. Pemberdayaan Masyarakat dalam Penggunaan, Pemanfaatan dan Produksi atas TORA; dan e. Kelembagaan Pelaksana Reforma Agraria Pusat dan Daerah. Masing-masing program prioritas didetailkan menjadi kegiatan prioritas yang ujung akhirnya diturunkan hingga kegiatan dan indikator untuk masing-masing kegiatan prioritas. Terkait dengan PN Reforma Agraria dalam RKP 2017 dibutuhkan peran Kemendagri untuk menyiapkan anggaran dan terlibat dalam beberapa kegiatan berikut antara lain adalah: a. Identifikasi dan pemetaan tanah adat/ulayat; b. Identifikasi subyek-obyek penerima Reforma Agraria; c. Koordinasi pelaksanaan kegiatan pemberdayaan; d. Koordinasi pelaksanaan tata batas kawasan hutan; dan e. Identifikasi lokasi prioritas untuk pengadaan tanah bagi kepentingan umum. 2. Kebijakan Nasional Urusan Pertanian Dalam RPJMN Dan RKP 2017 Kebijakan Prioritas Nasional urusan Pertanian disampaikan oleh Kepala Bagian Perencanaan Kementerian Pertanian. Dalam RPJMN visi Kementerian Pertanian adalah Terwujudnya Kedaulatan Pangan dan Kesejahteraan Petani. Beberapa permasalahan pembangunan pertanian di Indonesai antara lain adalah: a. Semakin menurunnya jumlah lahan pertanian dan keterbatasan dalam pencetakan lahan baru; b. Kerusakan infrastruktur penunjang; c. Keterbatasan sarana produksi pertanian yang berupa bibit; d. Regulasi/kelembagaan yang belum mendukung program pengembangan pertanian; e. Keterbatasan SDM, baik penyuluh dan jumlah petani yang semakin sedikit; dan f. Kesulitan petani dalam mendapatkan bantuan permodalan. Potensi pembangunan pertanian di Indonesia sangat besar. Potensi tersebut meliputi lahan pertanian yang masih cukup luas dan belum dimanfaatkan secara optimal, tingginya jumlah penduduk yang sebagian besar berada di kawasan perdesaan dan memiliki budaya pekerja keras, tersedia paket teknologi tepat guna untuk meningkatkan 36

47 kuantitas dan kualitas produksi, juga potensi pasar yang sangat besar yang belum dimanfaatkan secara optimal. Dalam RKP 2017 Kementerian Pertanian mendukung beberapa program prioritas di antaranya: a. Program Peningkatan Produksi padi dan pangan lain; b. Kelancaran distribusi pangan dan akses pangan masyarakat; c. Peningkatan kualitas konsumsi pangan dan gizi masyarakat; dan d. Penanganan gangguan terhadap produksi pangan. Kementerian Pertanian pada tahun 2017 akan fokus pada 11 komoditas utama khususnya pada komoditas cabai dan bawang merah untuk swasembada. Dukungan yang diharapkan dari Kementerian Dalam Negeri dalam pengembangan kegiatan pertanian antara lain adalah: a. Pengembangan kawasan dengan membangun industri hulu dan hilir; b. Fokus komoditas/spesialisasi produk 1 desa 1 produk; c. Pajak hasil pertanian; dan d. Memasukan LP2B kedalam RTRW masing-masing daerah. 3. Kebijakan Prioritas Nasional untuk urusan Kehutanan dan Lingkungan Hidup dalam RPJMN dan RKP 2017 Kebijakan Prioritas Nasional untuk urusan Lingkungan Hidup dan Kehutanan antara lain adalah program pengendalian perubahan iklim, penegakan hukum lingkungan hidup dan kehutanan, pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan dan program pengelolaan sampah dan limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun). Rapat ini menghasilkan kesimpulan sebagai berikut: 1. Kebijakan nasional Bidang Tata Ruang dan Pertanahan, Bidang Pertanian dan Bidang Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah diakomodir dalam RKP 2017; dan 2. Dalam RKP 2017 Bidang Tata Ruang mendukung beberapa Prioritas Nasional dan Prioritas Bidang, serta untuk Bidang Pertanahan sebagian besar mendukung untuk Prioritas Nasional Reforma Agraria Focus Group Discussion Penyusunan Indikator Outcome dan Baseline Penyelenggaraan Tata Ruang FGD ini merupakan bagian dari pelaksanaan kegiatan penyusunan indikator outcome dan baseline penyelenggaraan tata ruang. Secara keseluruhan, kegiatan ini dimaksudkan untuk meninjau akuntabilitas dari output dan mengetahui nilai manfaat dari pelaksanaan program di Direktorat Jenderal Tata Ruang. Lingkup pelaksanaan dari kegiatan ini adalah sebagai berikut: a. Pemahaman Rencana Strategis, Pemahaman Program/Kegiatan Direktorat Jenderal Tata Ruang, tugas dan fungsi organisasi Direktorat Jenderal Tata Ruang; 37

48 b. Mengkaji metode dan literatur terkait dalam mengevaluasi kebijakan/program seperti quantitative indicators, Logic Model (Weiss 1988); c. Menyusun metodologi pelaksanaan pekerjaan; d. Melakukan mapping program/kegiatan (Tipologi/Clustering); e. Menentukan tujuan evaluasi indikator outcome; f. Melakukan kompilasi metode evaluasi kinerja dan menentukan jenis evaluasi kinerja; g. Melakukan penyusunan indikator outcome (dengan pendekatan SMART (Spesific, Measurable, Achievable, Reliable, dan Timely) ataupun SPICED (Student-centered, Problem-based; Integrated; Community-based; Elective; dan Systematic)) yang terdiri dari persiapan penyusunan indikator, penyusunan daftar indikator, pendefinisian indikator, penentuan indikator; dan validasi indikator. h. Menyusun sintesa awal/contoh kebijakan/program penyelenggaraan tata ruang yang telah diselenggaran/yang akan direncanakan (fokus periode jangka menengah), sehingga dapat menggambarkan pencapaian outcome/dampak manfaat i. Melakukan rekomendasi program/kegiatan di masing-masing direktorat sebagai sampel)yang dapat berkontribusi dalam pencapaian outcome; dan j. Melakukan kegiatan pembahasan, FGD dan deseminasi. Pada FGD ini, pembahasan dibagai menjadi 3 sasaran kegiatan, yaitu: a. Melakukan penyusunan keterkaitan struktur kebijakan dan elemen kinerja Direktorat Jenderal Penataan Ruang (impact/outcome ultimate, outcome, output dan input kegiatan) b. Melakukan perumusan indikator outcome ultimate sebagai masukan penilaian kinerja c. Melalukan penyusunan bobot kepentingan dan karakteristik setiap elemen kinerja dan kontribusinya dalam pencapaian impact outcome. Berikut pokok-pokok pembahasan pada FGD: 1. Sekretariat Direktorat Jenderal Tata Ruang Program-program yang dipaparkan sudah sesuai dengan RPJMN dan RKP, namun harus diperhatikan juga untuk program yang bersifat rutinitas apakah sudah tercapai atau belum. Kegiatan-kegiatan rutin tersebut harus diperhatikan dan dikaitkan dengan Rencana Strategis Kementerian ATR/BPN. Dalam RKP disebutkan bahwa indikator pembangunan dalam Bidang Tata Ruang seharusnya dapat digunakan sebagai desain sebuah program dan untuk meramu indikator outcome. Tim konsultan harus dapat mengindentifikasi nilai manfaat dari masing-masing pelaksanaan program. 2. Biro Perencanaan Kementerian ATR/BPN Hubungan kegiatan dengan Rencana Strategis Kementerian ATR/BPN tidak dijelaskan di dalam sasaran strategis (Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN No.12 Tahun 2016 tentang Penetapan Indikator Kinerja Utama Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional Tahun ). 38

49 Tidak ada penjelasan dan perhitungan hasil output tata ruang yang lama. Akan lebih baik apabila bisa mengukur persentase pencapaian Kementerian ATR/BPN terhadap penataan ruang. 3. Direktorat Penataan Kawasan Indikator kinerja masih belum membahas isu strategis. Pembobotan seharusnya bisa menjelaskan lebih lanjut bagaimana satu indikator dapat memiliki bobot yang lebih besar dari indikator yang lain. Data kuantitatif harus dapat mengeluarkan keputusan apakah program yang dilakukan telah sesuai atau tidak. Selain itu, perlu adanya pemetaan terhadap kegiatan tahun , sehingga perlu dijelaskan kontribusi untuk pemenuhan outcome kegiatan tahun Direktorat Perencanaan Tata Ruang Secara umum kegiatan ini untuk mengukur bahwa program yang dilakukan adalah betul bermanfaat dalam pencapaian 4 atribut tata ruang (aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan) atau sasaran strategis Kementerian ATR/BPN. Indikator kinerja harus dapat lebih diperdalam lagi karena adanya indikator aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan. Sebagai contoh, tingkat kerentanan bencana. 5. Tim Konsultan Kementerian ATR/BPN Kelengkapan dan kesesuaian output/program secara otomatis akan bermanfaat terhadap kelancaran kegiatan tata ruang di daerah. Tujuan penataan ruang akan diperjelas lagi dengan menambahkan Tupoksi Kementerian ATR/BPN. Penggunaan rujukan peraturan perundang-undangan dan penggunaan terminologi pada indikator kinerja akan lebih didetailkan kembali. 6. Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan, Bappenas Bahan belum sampai kepada pendekatan manfaat (outcome), namun lebih kepada agregat output dari tiap direktorat di dalam Direktorat Jenderal Tata Ruang. Hasil kajian masih belum dapat memperlihatkan kebermanfaatan yang diterima oleh masyarakat/beneficiaries. Untuk menilai kebermanfaatan, maka setiap atribut tata ruang (aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan) sebaiknya didefinisikan terlebih dahulu, dan dilanjutkan dengan penentuan target outcome jangka menengah dan panjang. Diperlukan juga penentuan baseline (titik awal yang menjadi evaluasi) untuk dapat melihat perubahan/perkembangan dari 4 atribut tata ruang tersebut. Sebagai catata, bentuk progres IKU dalam lampiran Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN No.12 Tahun 2016 tentang Penetapan Indikator Kinerja Utama Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional Tahun , yaitu Sasaran Program Direktorat Jenderal Tata Ruang, sebaiknya disajikan dalam bentuk persentase. Segregasi kontribusi tiap direktorat terhadap IKU dan definisi outcome jangka menengah menjadi penting sebelum melangkah ke penentuan indikator outcome. 39

50 Supply dan demand tidak bisa digabung, sehingga rumus pencapaian ultimate outcome Direktorat Jenderal Tata Ruang yang diusulkan tidak bisa digunakan. Akan lebih baik memakai rumus yang digunakan di dalam Rencana Strategis Kementerian ATR/BPN. Pada FGD ini disimpulkan bahwa terdapat perbedaan persepsi tentang tujuan dari kegiatan penyusunan evaluasi indikator dan outcome penyelenggaraan penataan ruang. Direktorat Jenderal Tata Ruang berpendapat bahwa kegiatan ini bertujuan untuk mengevaluasi kontribusi tiap output/kegiatan tata ruang yang mereka lakukan dalam mencapai 4 atribut tata ruang (aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan). Sedangkan, Bappenas mengharapkan kegiatan ini untuk dapat menilai kebermanfaatan output/kegiatan tata ruang yang diterima dari sisi masyarakat/beneficiaries. Oleh karena itu, kegiatan akan ditinjau kembali oleh Direktorat Jenderal Tata Ruang. Berdasarkan diskusi akan lebih baik apabila Direktorat Jenderal Tata Ruang secara internal dapat terlebih dulu melakukan segregasi kontribusi tiap direktorat terhadap IKU, IKK, dan indikator output, serta dilanjutkan dengan pendefinisian outcome jangka menengah Koordinasi Penyelesaian Sengketa dan Konflik Penyelenggaraan penataan ruang tidak lepas dari penyelesaian berbagai sengketa dan konflik penataan ruang. Kegiatan ini diwadahi melalui Pokja 4 BKPRN yang dikoordinasikan oleh Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah, Kemenko Perekonomian. Kegiatan koordinasi penyelesaian sengketa dan konflik yang dilakukan di Semester II tahun 2016 adalah Rapat Tindak Lanjut Pembahasan Permasalahan Tata Ruang terkait Rencana Pembangunan PLTGU Bangka Peaker 100 MW Di Muntok, Kabupaten Bangka Barat. Rapat ini bertujuan untuk menindaklanjuti rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU) Bangka Peaker 100 MW di Muntok, Kabupaten Bangka Barat, yang terkendala permasalahan kesesuaian pemanfaatan ruang, dimana Perda Kabupaten Bangka Barat No. 1 Tahun 2014 tentang RTRW Kabupaten Bangka Barat menyatakan pola ruang untuk lokasi rencana pembangunan PLTGU adalah peruntukan pariwisata. Adapun telah dilakukan konfimasi bahwa rencana PLT yang akan dibangun bukan PLTGU seperti yang tercantum dalam RTRWK/RTRWP, namun PLTMG (Minyak dan Gas) seperti yang diarahkan dalam RPJMN Buku III. Rencana pembangunan PLTMG Bangka Peaker 100MW telah dijelaskan lokasinya dalam Perda RTRWK berada di Kecamatan Muntok, namun lokasi persisnya tidak dijelaskan. PT. EDK sebagai pihak ketiga yang akan melakukan pembangunan telah menentukan lokasi rencana pembangunan PLTMG di Batu Rakit, Kecamatan Muntok. Akan tetapi dalam pola ruangnya, lokasi tersebut masuk dalam peruntukan pariwisata. Berikut pokok-pokok diskusi dalam rapat: 40

51 1. Lokasi rencana pembangunan PLTMG di Batu Rakit masih sesuai dengan yang tercantum di dalam struktur ruang RTRW Provinsi Bangka Belitung dan RTR Pulau Sumatera. Dalam ketentuan umum zonasi kawasan pariwisata pada Lampiran V Perda Kabupaten Bangka Barat No. 1 Tahun 2014 tentang RTRW Kabupaten Bangka Barat dijelaskan bahwa, Dalam kawasan pariwisata diperkenankan adanya sarana dan prasarana yang mendukung kegiatan pariwisata dan sistem prasarana wilayah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Selain itu, lokasi rencana pembangunan PLTMG berada jauh dari lokasi hutan mangrove yang berada di Muntok Asin sehingga dapat meminimalkan adanya gangguan terhadap lingkungan. 2. Berdasarkan asas dominasi dalam pola ruang, total luasan PLTMG belum termasuk ke dalam pelanggaran tata ruang karena hanya menggunakan 5% dari luasan zona pariwisata tersebut. 3. Perlu segera disusun RDTR atau Peraturan Zonasi yang mencantumkan dan mengatur rencana pembagunan PLTMG, sehingga tidak hanya memberikan kejelasan dari segi penataan ruang namun juga dapat melihat dampak pembangunannya terhadap lingkungan dan menentukan luasan buffer kawasan serta menjadi masukan untuk siteplan. 4. Delineasi lokasi rencana pembangun PLTMG perlu diupayakan agar tidak tidak menggusur/mengkonversi lokasi sawah irigasi (11 Ha) di Kecamatan Muntok. 5. Pembangunan jeti sepanjang 2 Km di lokasi rencana pembangunan masih perlu dipastikan dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan agar tidak mengganggu alur pelayaran. Dalam rapat dihasilkan kesimpulan dan tindak lanjut sebagai berikut: 1. Rencana pembangunan PLTMG secara tata ruang masih diperboleh atau tidak melanggar Perda RTRW Kabupaten Bangka Barat. 2. Telah disusun rancangan surat rekomendasi yang disepakati oleh seluruh peserta rapat. 41

52

53 BAB 4 FASILITASI PELAKSANAAN KOORDINASI PENATAAN RUANG NASIONAL Fasilitasi pelaksanaan koordinasi penataan ruang nasional merupakan kegiatankegiatan yang mengikutsertakan atau difasilitasi oleh Sekretariat BKPRN. Pada bagian ini dijabarkan uraian dari laporan kegiatan-kegiatan tersebut FGD Pembahasan Kemajuan Pelabuhan Roro Dumai-Malaka Pertemuan ini bertujuan untuk membahas kemajuan penyiapan Pelabuhan Rol On Roll Of (Roro) Dumai-Malaka. Secara umum, pokok-pokok diskusi adalah sebagai berikut: 1. Pelabuhan yang akan menjadi titik poin di Malaysia adalah di Tanjung Beruas, namun masih ada peralihan aset kepada Pemerintah dari Swasta. Komitmen secara politik sangat kuat antara kedua negara paling lambat direalisasikan tahun Dalam FGD perlu dirumuskan apa saja yang perlu disiapkan untuk menuju tahun Sejak tahun 2005 sudah banyak upaya yang dilakukan untuk pembukaan Roro Dumai- Malaka, di antaranya terminal Agribisnis di Dumai yang berpotensi untuk perdagangan di sektor pertanian. Untuk mendorong produk-produk dalam negeri, Indonesia dapat belajar dari Thailand dengan memasukkan produk-produk unggulan ke dalam kegiatan Indonesia-Malaysia-Thailand Growth Triangle (IMT-GT). Sehubungan dengan hal tersebut, maka perlu dilakukan pemetaan produk unggulan dari setiap wilayah. 2. Keseriusan Pemerintah Malaysia masih dipertanyakan. Pada tingkat menteri, kedua pihak sudah setuju, namun di tingkat pelaksana, belum ada kerja nyata dari pihak Pemerintah Malaysia yang sepertinya lebih memilih untuk membuat straight crossing yang terdiri dari jembatan dan terowongan. 3. Pelabuhan Roro Dumai-Malaka sudah tercantum di dalam rancangan RTRW Provinsi Provinsi Riau yang sampai dengan saat ini belum disahkan. Pengesahan berada di tangan pemerintah provinsi karena Pemerintah Pusat telah menyampaikan persetujuan substansi dan sudah ada surat dari KLHK untuk melanjutkan pemetaan dengan metode outline untuk perubahan kawasan hutan yang termasuk dalam kategori DCPLS (memiliki Dampak Penting dan Cakupan Luas Serta Bernilai Strategis). 4. Bappeda Dumai belum menemukan solusi untuk mengantisipasi kepadatan yang akan terjadi di masa yang akan datang. Lokasi yang direncanakan nantinya harus menampung aktivitas Roro ASEAN, Pelabuhan Pelindo, Jalur Kereta Api, Jembatan ke Pelindo dan juga sungai. Pertamina diharapkan dapat membantu dengan membuka akses dari Tanjung Balai ke Pelindo. Selain itu, Dumai juga harus menampung KI Pelintung dan KI Lubuk Baung. 43

54 4.2. Pembelajaran Implementasi UU No. 41 Tahun 2009 tentang LP2B di Kabupaten Temanggung Dalam rangka pembelajaran implementasi dari UU No. 41 Tahun 2009 tentang Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, dilakukan FGD pendalaman pengalaman Kabupaten Temanggung sebagai daerah yang telah mengimplementasikan Undang-Undangan tersebut. FGD ini dimulai dengan pemaparan dari Dinas Pertanian Kabupaten Temanggung dengan pokok-pokok paparan sebagai berikut: 1. Kabupaten Temanggung merupakan satu-satunya kabupaten di Indonesia yang telah menetapkan LP2B secara spasial dan menuangkannya dalam peta skala 1:5.000, sehingga dapat menjadi contoh bagi Kabupaten/kota lainnya yang ingin mempelajari lebih dalam implementasi LP2B dalam penataan ruang wilayah daerahnya. 2. Penetapan LP2B dituangkan dalam Perda Provinsi Jawa Tengah No. 2 Tahun 2013 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan Provinsi Jawa Tengah untuk mengamankan lahan LP2B seluas Ha. 3. Luas alih fungsi lahan di Kabupaten Temanggung pada tahun 2015 mencapai ± 32 Ha dengan rata-rata alih fungsi lahan dari tahun sebesar 29,02 Ha. 4. Untuk mengendalikan alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian, Pemda Kabupaten Temanggung menetapkan Peraturan Bupati No. 43 Tahun 2012 tentang Arahan LP2B dan Lahan Cadangan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LCP2B) Kabupaten Temanggung dengan luas lahan LP2B sebesar Ha dan luas lahan LCP2B sebesar Ha. 5. Tahapan penetapan LP2B, terdiri dari: a. Inventarisasi data (pemetaan lahan sawah tahun ); b. Pemaduan data spasial dengan peta arahan ruang dari RTRW; c. Koordinasi dengan instansi terkait; d. Menampung aspirasi masyarakat; dan e. Pemetaan secara detail berdasarkan prioritas pertumbuhan wilayah. 6. Mekanisme insentif dan disinsentif sudah ada namun bentuk insentif yang baru bisa diberikan hanya berupa program-program 7. Alih fungsi LP2B dan LCP2B hanya dapat dilakukan Pemerintah/Pemda apabila: (1) dalam rangka pengadaan tanah untuk kepentingan umum; dan (2) karena terjadi bencana alam. 8. Penyediaan lahan pengganti terhadap LCP2B yang dialihfungsikan dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: a. Paling sedikit tiga kali luas lahan untuk alih fungsi lahan beririgasi teknis; b. Paling sedikit dua kali luas lahan untuk alih fungsi lahan irigasi setengah teknis; dan c. Paling sedikit satu kali luas lahan untuk alih fungsi lahan tidak beririgasi. 44

55 Pokok-pokok pembahasan dan diskusi adalah sebagai berikut: 1. Direktorat Penertiban Pemanfaatan RUang dan Penguasasan Tanah, Kementerian ATR/BPN Persoalan LP2B tidak bisa hanya dilimpahkan ke pemerintah daerah, perlu adanya campur tangan dari pemerintah pusat. Diperlukan keterbukaan informasi terutama dengan Kantor Pertanahan untuk peta bidang dan peta persil. Mekanisme insentif dan disinsentif untuk LP2B harus jelas, jika diperlukan dapat melibatkan Kementerian Keuangan dan Kementerian Dalam Negeri dalam menyusun mekanisme insentif dan disinsentif tersebut. Selain itu, dibutuhkan juga lembaga tersendiri yang bertugas memantau mekanisme pelaksanaan insentif dan disinsentif. Terdapat 3 (tiga) hal yang perlu dibenahi: 1) Peta; 2) Instrumen insentif berupa kompensasi, transfer dana, dll; 3) Kelembagaan dan mekanisme, yang merupakan bagian dari pengendalian. 2. Pusdatin Kementerian ATR/BPN Tahun ini sedang dibuat aplikasi LP2B ( untuk menyajikan rencana LP2B dalam memenuhi layanan Kebijakan Satu Peta. Sudah 6 (enam) provinsi yang menerima sosialisasi aplikasi tersebut, yaitu Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, dan Kalimantan Selatan. Target selanjutnya yaitu 14 provinsi pada tahun 2017, 14 provinsi di tahun 2018, sehingga selesai di tahun Direktorat Pertanian Pangan, Bappenas Pada tahun 2015 telah dilakukan evaluasi LP2B dan survei di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah yang juga bersamaan dengan kegiatan benchmark ke Kab Temanggung. Salah satu penyebab implementasi LP2B menjadi tersendat-sendat adalah karena adanya hak privat di sawah, sementara LP2B mengatur hak tersebut menjadi public goods, sehingga Negara harus memberikan insentif kepada petani tersebut. Kementerian Pertanian sudah mengatur infrastruktur pertanian, irigasi, asuransi pertanian, sehingga Pemda perlu menentukan bentuk insentifnya sendiri, sebagai contoh dapat berupa keringanan PBB. Komitmen daerah, termasuk DPRD, untuk mempertahankan pasar merupakan faktor penting. Perlu adanya antisipasi trade-off lahan ketika suatu kawasan memutuskan berubah menjadi kawasan industri (karena kawasan pertanian pasti menjadi korban alih fungsi lahan). 4. Bappeda Jawa Tengah Kabupaten Temanggung dianggap sebagai pilot project untuk implementasi LP2B. Di Jawa Tengah baru sekitar 5 (lima) provinsi yang menetapkan LP2B tetapi belum dijabarkan secara spasial, hanya sebatas numerik. 45

56 Pemerintah Provinsi Jawa Tengah sudah menetapkan luas LP2B di tiap kabupaten dan kota (35 kabupeten/kota) di Provinsi Jawa Tengah melalui Perda No. 6 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Tengah Tahun dan Perda No. 2 Tahun 2013 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan Provinsi Jawa Tengah. 5. Direktur Perluasan dan Pengelolaan Lahan, Kementerian Pertanian Insentif awal perlu diberikan, misalnya sertifikasi hak atas tanah secara gratis. Ada ketidaksinkronan data yang dialokasikan untuk pra sertifikasi lahan dengan data di BPN. Kementerian Pertanian telah berkoordinasi dengan BPN untuk mendorong lahan-lahan tersebut agar disertifikatkan dan diarahkan menjadi lahan pertanian. Syarat alih fungsi LP2B tidak mudah, harus ada persetujuan Menteri Pertanian Insentif diarahkan ke daerah-daerah yang telah menetapkan LP2B. Namun saat ini masih bersifat generik, yaitu mengacu kepada RPJMN dan proposal daerah. Dari total target 1 juta Ha, saat ini baru terealisasi 125 Ha lahan LP2B. 6. Pusat Atlas dan Tata Ruang, BIG Untuk ketelitian data dalam penentuan LP2B, dapat menggunakan data Citra Tegak Satelit Resolusi Tinggi (CSRT) dari BIG dan LAPAN atau bisa dengan membeli data sendiri untuk diorthorektifikasi oleh BIG. Mengenai tampilan peta, tidak mungkin LP2B disampaikan dalam skala RTRW. Dalam perda mungkin dimunculkan LP2B secara numerik tapi tidak mungkin ditampilkan dalam peta. Lokasi dan peta LP2B baru dapat dimunculkan di RDTR. 7. Direktorat Sinkronisasi Urusan Pemerintah Daerah I, Kementerian Dalam Negeri BKPRN bisa mensosialisasikan LP2B ke kabupaten/kota lain mengenai proses yang sudah dilalui oleh Kabupaten Temanggung. Dari FGD ini didapatkan kesimpulan bahwa terdapat 4 (empat) faktor utama yang perlu diperhatikan dalam keberhasilan implementasi LP2B oleh Kabupaten Temanggung, yaitu: 1. Ketersediaan data CSRT; 2. Kesamaan skala peta yang digunakan, yaitu skala 1 : 5.000; 3. Penerapan insentif (walaupun baru sebatas program-program); dan 4. Terobosan dalam menetapkan LP2B dalam bentuk Peraturan Daerah (meski UU No. 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan hanya mengamanatkan penetapan LP2B dalam bentuk Peraturan Kepala Daerah) Rapat Koordinasi Tindak Lanjut Penyelesaian Materi Teknis RDTR KIP dan Sekitarnya Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) mengamanatkan pengembangan 14 (empat belas) Kawasan Industri Prioritas (KIP) yang kemudian diturunkan 46

57 menjadi kegiatan-kegiatan prioritas pada RKP tahunan. Terkait pengembangan KIP dan KEK Bitung, terdapat 3 sasaran yang menjadi kegiatan Prioritas dalam RKP 2017, yaitu: (i) Penyediaan Peta Dasar Skala 1:5.000 untuk penyusunan RDTR di sekitar KIP; (ii) Bimbingan Teknis penyusunan RDTR di sekitar KIP; dan (iii) Evaluasi Raperda RDTR di sekitar KIP. Terkait dengan hal tersebut, rapat ini bertujuan untuk mengidentifikasi kesiapan tindak lanjut materi teknis RDTR KIP Bitung dan Sekitarnya sampai dengan penetapan Perda RDTR. Pokok-pokok pemaparan dari rapat ini antara lain: 1. Dit. Pengembangan Wilayah Industri I, Kementerian Perindustrian: a. Dalam penyusunan Materi Teknis RDTR KIP Bitung dan Sekitarnya, Kementerian Perindustrian sudah melakukan tinjauan terhadap RTRW Kota Bitung b. Master Plan untuk Kawasan Sekitar KEK Bitung akan dibuat oleh Kementerian ATR/BPN, sedangkan RDTR KIP Bitung dan Sekitarnya dibuat oleh Kementerian Perindustrian, meliputi kawasan sekitar KIP Bitung yang terkena dampak dari pengembangan kawasan tersebut. c. Delineasi KIP dan KEK sama atau berada pada lokasi yang sama. Gambar 6 Lokasi Persebaran 14 Kawasan Industri Prioritas di Luar Pulau Jawa 2. Dit. Penataan Kawasan, Kementerian ATR/BPN: a. Delineasi kawasan KEK dan sekitarnya lebih luas dari KIP dan sekitarnya karena tidak hanya mencakup kawasan sekitar KIP, namun juga mencakup Keseluruhan Kota Bitung, Kota Manado, Kota Minahasa, Kab. Minahasa Utara, Kab. Minahasa Selatan, dan Kota Tomohon yang berada di luar delineasi kawasan sekitar KIP. b. Perlu ada kesamaan substansi, antara batang tubuh dengan yang tergambar dalam peta skala 1: Diperlukan konsistensi, baik dalam nomenklatur maupun lokasi. 47

58 c. Peta skala 1 : baru disediakan di tahun 2017, sehingga materi teknis yang sudah disusun masih memerlukan penyempurnaan dari segi perpetaan. d. Kementerian ATR/BPN masih bisa terlibat dalam penyusunan RDTR KEK, kecuali terkait dengan Kawasan Industrinya, karena Kementerian ATR/BPN belum pernah terlibat dalam penyusunan RDTR KIP sehingga hanya bisa membantu dari sisi yang lain selain Kawasan Industri. e. Kementerian ATR/BPN sudah meminta BIG dan LAPAN untuk membuat foto citra udara Kota Bitung yang akan digunakan dalam penyusunan RDTR. 3. Kepala Dinas Tata Ruang Kota Bitung: a. Perlu adanya penyeragaman nama kegiatan, apakah RDTR Kawasan Industri Prioritas (KIP) dan Sekitarnya atau RDTR Kawasan Pendukung Industri Bitung. b. Terdapat perbedaan pola ruang kawasan industri RTRWK dan RDTR KIP. c. Dalam RTR yang disusun Provinsi Sulawesi Utara tercantum salah satu Kawasan Strategis Kota Bitung, yaitu KEK Tanjung Merah yang mencakup Kelurahan Sagerat dan Kelurahan Manembo-nembo, Kecamatan Matuari. d. Dinas PU Kota Bitung akan mengusulkan anggaran untuk pelaksanaan Konsultasi Publik sebagai bentuk kesiapan dalam penyusunan Ranperda RDTR KIP. e. Persyaratan untuk permohonan Persetujuan Substansi yang akan/mampu dipenuhi oleh Pemerintah Kota Bitung: i. Surat Rekomendasi Gubernur (untuk RRTR kab/kota); ii. BA Konsultasi Publik sebanyak 2 kali; dan iii. BA kesepakatan perbatasan (jika berbatasan dengan Provinsi/Kabupaten/Kota lain). f. Persyaratan untuk permohonan Persetujuan Substansi yang membutuhkan fasilitasi Kementerian ATR/BPN: i. Rancangan Perda RRTR, Fasilitasi untuk Naskah Akademis Ranperda; ii. Fasilitasi penyediaan peta dari mulai peta dasar sampai peta tematik; iii. Penyediaan Materi Teknis RRTR (Buku data dan analisa, buku rencana, dan album peta, termasuk shapefile-nya); iv. Fasilitasi penyusunan Dokumen KLHS; v. Fasilitasi perbaikan Album Peta dari Kementerian Perindustrian; dan vi. Fasililitasi Berita Acara konsultasi BIG vii. Penyediaan Dokumen Perda RTRW g. Saat ini sedang disusun RDTR Kecamatan Girian yang difasilitasi oleh Kementerian Pariwisata. Pada rapat ini juga dilakukan diskusi dan tanya jawab dengan pokok-pokok pembahasan sebagai berikut: 48

59 1. Banyaknya dokumen Materi Teknis yang masuk ke Kota Bitung dan terletak pada lokasi yang sama, dapat membingungkan Pemerintah Daerah untuk menentukan dokumen perencanaan yang harus difasilitasi hingga menjadi Perda, sehingga perlu adanya sinkronisasi dokumen-dokumen tersebut. 2. RDTR yang disusun Kementerian Perindustrian sudah cukup sesuai dengan Permen PU No. 20 Tahun 2011 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota dan RTRW Kota Bitung dengan catatan perlu adanya perbaikan-perbaikan kecil. 3. Perlu adanya penegasan wilayah perencanaan pada Materi Teknis RDTR, apakah akan mengatur KIP dan Sekitarnya atau hanya kawasan pendukungnya saja (kawasan di luar KIP), serta penegasan dealineasi wilayah perencanaan agar tidak terjadi overlapping dengan RDTR lainnya yang sedang disusun seperti RDTR BWP Girian. 4. Pada tahun 2017 ditargetkan satu Perda RDTR yang disahkan sehingga pada tahun 2016 diharapkan ada satu atau dua dokumen yang maju ke dalam persetujuan substansi. Untuk mendukung hal tersebut, pada 4 Agustus 2016 dilaksanakan klinik penyusunan RDTR untuk membedah semua RDTR terkait Kota Bitung, namun belum termasuk dengan RDTR KIP Bitung dan Sekitarnya, sehingga akan diadakan klinik susulan pembahasan RDTR KIP Bitung dan Sekitarnya. 5. Adanya keterbatasan anggaran perjalanan dinas dari Pemda Kota Bitung untuk asistensi pembuatan peta, sehingga proses pembuatan peta terkendala. 6. Kementerian ATR/BPN sudah bersurat ke LAPAN untuk segera dilakukan foto udara untuk mendapatkan Citra Tegak Satelit Penginderaan Jauh Resolusi Tinggi (CSRT) Kota Bitung. 7. Dalam RKA-K/L Tahun 2017, BIG akan menyediakan peta dasar skala 1 : untuk Kota Bitung. Adapun peta yang sudah tersedia masih berskala 1 : sehingga masih perlu dilakukan pendetailan. 8. konsultasi publik seperti FGD dengan masyarakat selama proses penyusunan Materi Teknis RDTR KIP Bitung dan Sekitarnya masih belum dilakukan oleh Kementerian Perindustrian. Dari rapat ini juga didapatkan informasi lainnya yang terkait dengan Kota Bitung, di antaranya: 1. Pada tahun 2016 sedang disusun Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Provinsi (RTR KSP) International Harbour Port. 2. Pemda Kota Bitung sedang melakukan penyusunan RDTR BWP Girian yang ditargetkan akan selesai di tahun Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara sedang melakukan penyusunan dokumen RZWP3K Provinsi Sulawesi Utara. 4. Direktorat Pengembangan Wilayah Industri I, Kementerian Perindustrian sudah mengirimkan surat tertanggal 12 Mei 2016 perihal Penyerahan Dokumen Perencanaan 49

60 RDTR yang isinya Kementerian Perindustrian telah menyusun dokumen Materi Teknis RDTR KIP Bitung dan Sekitarnya, serta telah menyerahkan dokumen tersebut kepada Walikota Bitung pada tanggal 12 Mei 2016 untuk dapat ditindaklanjuti dalam bentuk Peraturan Daerah. Pembahasan selanjutnya mengenai tindak lanjut Matek RDTR KIP Bitung dan Sekitarnya akan dilakukan dalam pertemuan di tingkat pusat dengan agenda sebagai berikut: 1. Pemetaan kegiatan perencanaan yang terkait RDTR KIP Bitung dan sekitarnya; 2. Pemetaan delineasi tiap kegiatan perencanaan di Kota Bitung dan sinkronisasinya; dan 3. Pemetaan bentuk-bentuk dukungan/fasilitasi yang dapat diberikan terhadap Pemerintah Kota Bitung serta kerangka waktunya Rapat Fasilitasi Persiapan Penyusunan RDTR KIP Bitung dan Sekitarnya Rapat ini merupakan tindak lanjut pembahasan dari Rapat Koordinasi Tindak Lanjut Penyelesaian Materi Teknis RDTR KIP dan Sekitarnya. Rapat ini bertujuan untuk mengidentifikasi kesiapan penyusunan dan penetapan RDTR KIP Bitung dan sekitarnya pada Tahun Hal ini terutama berkaitan dengan kegiatan Prioritas Nasional dalam RKP 2017 terkait RDTR KIP Bitung dan sekitarnya, yaitu Bimbingan Teknis Penyusunan RDTR di sekitar KIP Bitung. 1. Pembukaan oleh Plt. Direktur Tata Ruang dan Pertanahan: a. Berdasarkan inventarisasi yang telah dilakukan, terdapat banyak kegiatan perencanaan tata ruang yang disusun untuk Kota Bitung. Kegiatan fasilitasi ini dapat menjadi jalan untuk mengintegrasikan rencana-rencana tata ruang tersebut menjadi satu kesatuan, agar tidak saling bersinggungan dan bertabrakan satu sama lain. b. Perlu adanyanya semacam petunjuk teknis penyusunan RDTR yang daat digunakan sebagai checklist untuk progres penyusunan RDTR, sehingga apabila terhambat dalam pengerjaannya, dapat diketahui letak permasalahannya. Selain itu, petunjuk teknis yang dibuat juga harus menyertakan pihak-pihak yang terkait dalam pengerjaan penyusunan RDTR. Sebagai permulaan, dapat disusun terlebih dahulu kerangka petunjuk teknis/checklist yang memuat tahap-tahap dari mulai awal penyusunan RDTR sampai proses akhir penetapan dalam bentuk Perda. 2. Paparan Direktorat Pembinaan Perencanaan dan Pemanfaatan Ruang Daerah, Kementerian ATR/BPN: RDTR Kawasan Industri Prioritas Bitung dan Sekitarnya a. Delineasi wilayah perencanaan menurut Kemenperin berada di luar KIP, namun Materi Teknis yang dibuat beserta dengan petanya ternyata mengatur di dalam KIP. Seharusnya, KEK/KIP di dalam peta diblok saja sebagai KEK/KIP, tidak diatur lebih lanjut lagi. b. Masih terdapat ketidaksesuaian antara pola ruang dalam draft RDTR dengan RTRW Kota Bitung yang berlaku. 50

61 c. Perlu dilakukan konsultasi publik masing-masing sebanyak 2 kali, untuk pembahasan dengan stakeholder pengguna ruang dan untuk pembahasan penyusunan KLHS. Konsultasi publik disarankan dapat dilaksanakan secara terintegrasi untuk menghemat waktu, dengan catatatan harus ada kejelasan substansi pada setiap konsultasi publik karena adanya perbedaan pembahasan substansi. d. Perlu diperhatikan kembali kesesuaian substansi antara Ranperda dan Matek. e. BA kesepakatan wilayah perbatasan tetap diperlukan untuk menghindari berdekatannya pola ruang yang bertolak belakang dengan Kabupaten/Kota yang bersebelahan dengan KIP Bitung dan Sekitarnya. f. Dikarenakan jangka waktu kegiatan Bimtek RDTR KIP/KEK di Wilayah Sulawesi hanya 8 bulan (tahun 2017), peta dasar diusahakan harus tersedia dari awal kegiatan (sebelum tahun 2017). g. Sebagai bentuk pembinaan, Kementerian ATR/BPN menyelenggarakan klinik RDTR yang di dalamnya juga dilakukan penelaahan terhadap peta, namun untuk lebih spesifiknya dilakukan oleh BIG. Kementerian ATR/BPN dapat mengundang BIG pada saat klinik untuk melakukan penelaahan dan mengeluarkan berita acara evaluasi. h. Tidak ada Petunjuk Tenis dalam penyusunan RDTR, Kementerian ATR/BPN hanya berpatokan pada Permen PU No. 20 Tahun 2011 tentang Pedoman Penyusunan RDTR dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota. Berikut pokok-pokok pembahasan dari rapat fasilitasi tersebut: 1. Umum Pembuatan peta dasar dan KLHS tetap harus didahulukan agar peta dan dokumen yang dibuat tidak menyesuaikan dengan rencana yang sudah disusun. Produk akhir yang diharapkan dari kegiatan penyusunan RDTR KIP Bitung dan Sekitarnya adalah berupa Raperda yang akan diserahkan kepada Pemda Kota Bitung. Perlu diperjelas kembali proses selanjutnya setelah Raperda diserahkan kepada Pemerintah Daerah Kota Bitung, karena kewenangan penyelesaian Perda RDTR ada di tangan Pemerintah Daerah. Pemerintah pusat harus menentukan sampai sejauh apa akan terus mengawal Pemerintah Daerah. Di samping itu, Pemerintah Daerah juga harus dipastikan untuk dapat menguasasai materi teknis yang disusun oleh Kemenperin. 2. Delineasi Kawasan/Area of Interest (AOI) Wilayah perencanaan sesuai dengan di dalam RKP 2017 adalah di sekitar KIP Bitung. Delineasi kawasan, baik untuk KEK maupun KIP seharusnya sudah ada di dalam Master Plan, sehingga bisa digunakan sebagai rujukan dalam menentukan titik awal untuk delineasi kawasan sekitarnya. Adapun wilayah KEK tidak berhubungan dengan batas administrasi sehingga penyusunan RDTR tidak harus menggunakan batas administrasi. 51

62 Delineasi KIP dan KEK Bitung tidak sama. KEK tidak hanya mencakup kawasan industri saja, namun juga kawasan-kawasan ekonomi di sekitar kawasan industri. Apabila Area Of Interest (AOI) sudah ditentukan, maka harus segera diserahkan ke BIG untuk ditindaklanjuti. 3. Penyediaan Peta untuk RDTR Kemenperin sudah melakukan konsultasi peta di tahun 2015, tapi masih terdapat kekurangan secara teknis. Peta yang disediakan oleh Kemenperin masih belum bisa digunakan, karena tidak memakai peta skala 1:5000 yang sebenarnya, hanya melakukan zoom out, sehingga kedalaman peta berbeda dari yang seharusnya. Kementerian ATR/BPN sudah mengirimkan surat ke BIG dan LAPAN untuk permintaan peta dan sudah mendapatkan gambar citra satelit dari LAPAN. BIG membutuhkan kepastian dalam delineasi wilayah perencanaan/aoi, karena BIG membuat peta berdasarkan indeks. Perbedaan penganggaran dalam penyediaan peta skala 1:5.000 berbeda antara Kota dan Kabupaten. Kota yang notabenenya didominasi oleh kawasan perkotaan membutuhkan RDTR satu wilayah kota secara keseluruhan, tapi untuk Kabupaten berbeda, karena ada wilayah hutan yang cukup luas, sehingga tidak diutamakan untuk dibuatkan peta skala 1:5.000 keseluruhan satu kabupaten. Selain itu, mengingat adanya perbedaan luasan kawasan sekitar KEK yang jauh lebih besar daripada kawasan sekitar KIP, perlu ditentukan peta mana yang akan didahulukan pembuatannya. BIG akan melakukan pengukuran Ground Check Point (GCP) dan juga ground control untuk perbaikan koordinat pada peta citra setalit di tahun Orthorektifikasi peta dibutuhkan agar secara substansi dapat dilakukan pembahasan terhadap Materi Teknis RDTR, namun orthoretektifikasi peta membutuhkan banyak waktu sehingga cukup menghambat dalam melakukan penyusunan RDTR. BIG terkendala dalam pembuatan peta orthorektifikasi. Citra satelit yang dibeli oleh BIG adalah satu wilayah besar, namun peta orthorektifikasi yang dibutuhkan atau diajukan oleh pemerintah daerah masih sporadis beberapa wilayah kecil. Pengerjaan orthorektifikasi yang hanya sebagian akan mempersulit penyelesaiannya secara keseluruhan, dikhawatirkan akan muncul perbedaan-perbedaan dalam peta karena tidak dikerjakan secara bersamaan. Di sisi lain, terdapat perbedaan dari segi pendanaan di masing-masing daerah, sehingga tidak memungkinkan beberapa daerah (kabupaten/kota) untuk menganggarkan pembuatan peta dalam waktu bersamaan. Seharusnya dapat mencontoh Pemerintah Provinsi Jawa Timur yang menganggarkan untuk pembuatan peta satu Provinsi Jawa Timur. Biaya yang dianggarkan oleh Kemenperin untuk peta KIP Bitung dan Sekitarnya tidak memenuhi alokasi yang dibutuhkan oleh BIG sehingga tidak dapat dihasilkan peta yang sesuai dengan standar dan kebutuhan. 52

63 Untuk mensiasati penyusunan RDTR yang terkendala peta, BIG berencana melakukan GCP untuk peta citra di seluruh indonesia, namun apabila yang dibutuhkan peta skala 1:5000, BIG baru bisa memprioritaskan di tahun Berdasarkan hasil pembahasan tersebut, rapat ini akan ditindaklanjuti sebagai berikut: 1. Penyepakatan Area of Interest (AOI) dan lingkup fasilitasi oleh Kementerian ATR/BPN dan Pemerintah Daerah Kota Bitung; 2. Hasil penyepakatan AOI akan disampaikan oleh Direktorat Pembinaan Perencanaan dan Pemanfaatan Ruang Daerah, Kementerian ATR/BPN kepada BIG pada awal bulan September 2016; dan 3. Kementerian ATR/BPN c.q. Direktorat Penataan Kawasan akan menyampaikan salinan surat perihal permohonan: (i) Citra Satelit Resolusi Tinggi untuk penyusunan RTR KEK dan RTR KIP, dan (ii) Bantuan Teknis koreksi geometris dan orthorektifikasi Citra Satelit Resolusi Tinggi untuk penyusunan RTR KEK dan RTR KIP kepada BIG Penyamaan Persepsi Kawasan Industri Prioritas dan Kawasan Ekonomi Khusus Tujuan rapat koordinasi teknis adalah untuk menyamakan persepsi terhadap Kawasan Industri Prioritas (KIP) dan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Pada rapat koordinasi teknis ini dilakukan diskusi mengenai delineasi dan positioning KIP dan KEK, terutama dengan fakta adanya lokasi KIP dan KEK yang sama, yaitu Bitung, Palu, dan Sei Mangkei. Rapat dilaksanakan dengan peserta perwakilan dari Direktorat Pengembangan Wilayah dan Kawasan, Kementerian PPN/Bappenas; Direktorat Industri, Pariwisata, dan Ekonomi Kreatif, Kementerian PPN/Bappenas; Sub Direktorat Tata Ruang, Kementerian PPN/Bappenas; Sub Direktorat Pertanahan, Kementerian PPN/Bappenas; Sub Direktorat Informasi dan Sosialisasi Tata Ruang dan Pertanahan, Kementerian PPN/Bappenas; Direktorat Pengembangan Wilayah Industri I, Kementerian Perindustrian; Direktorat Penataan Kawasan, Kementerian ATR/BPN; dan Direktorat Pembinaan Perencanaan dan Pemanfaatan Ruang Daerah, Kementerian ATR/BPN. Berikut pokok-pokok dari pembahasan yang dilakukan pada rapat tersebut: 1. Direktorat Industri, Pariwisata, dan Ekonomi Kreatif a. Konsep kebijakan Industri diarahkan untuk mengembangkan equality dan growth dalam sektor industri di Indonesia. Konsep ini dikembangkan ke dalam 3 kegiatan, yaitu: (i) Pembangunan perwilayahan industri; dan (ii) Peningkatan populasi industri, sebagai bentuk dari equality; serta (iii) Peningkatan produktivitas dan daya saing sebagai bentuk dari growth. b. Dari 14 KIP yang ada di RPJMN, pada RKP 2017 akan diprioritaskan 6 lokasi, yaitu KI dan KEK Bitung; KI dan KEK Palu; KI Bantaeng; KI dan KEK Sei Mangkei; KI Morowali; dan KI Landak, Mandor. 53

64 c. Terdapat 3 faktor yang perlu diutamakan dalam pengembangan kawasan industri, yaitu: i. Keberadaan badan pengelola yang siap untuk mengelola pengembangan kawasan; ii. Status kepemilikan tanah; dan iii. Kejelasan delineasi kawasan industri. d. Baru dapat dilakukan pembebasan lahan seluas 92,9 Ha di KI Bitung dari total luasan 534 Ha, dibutuhkan anggaran hingga 2 triliun rupiah untuk lahan yang belum dibebaskan. 2. Direktorat Pengembangan Wilayah Industri I, Kementerian Perindustrian a. Pada prinsipnya Kawasan Industri atau KI, merupakan salah satu cikal bakal kawasan yang mendapatkan status Kawasan Ekonomi Khusus atau KEK. Melalui perolehan status KEK terhadap suatu KI, diharapkan akan mempermudah untuk mendapatkan dukungan, baik dari Pemerintah Daerah maupun dari Kementerian/Lembaga terkait. b. Pemakaian istilah Kawasan Industri Prioritas (KIP) muncul di dalam RPJMN Tahun yang dititikberatkan pada pembangunan kawasan industri di luar Pulau Jawa. c. Luasan delineasi wilayah KEK sama dengan atau lebih besar dari delineasi wilayah KI. d. Dengan memperhatikan prinsip tersebut, maka pada lokasi KI dan KEK dengan delineasi kawasan yang sama atau relatif sama, sepatutnya hanya terdapat 1 masterplan sebagai patokan perencanaan. e. Faktor utama dalam mencapai keberhasilan pengembangan KI adalah kehadiran Investor yang memiliki komitmen dan willingness total untuk menjadi anchor dalam mengembangkan kawasan tersebut. f. Delineasi kawasan sekitar KI dapat bersifat administratif ataupun bersifat fungsional. Misalnya, delineasi pada Materi Teknis RDTR sekitar KI Bitung ditentukan secara fungsional dengan luasan yang dapat mengantisipasi perkembangan KI dengan skenario optimis atau perkembangan jangka panjang. 3. Direktorat Penataan Kawasan, Kementerian ATR/BPN a. Untuk masing-masing KEK sudah ada rincian kegiatan, baik di dalam maupun di luar kawasan KEK. b. Delineasi wilayah sekitar KEK diambil sejauh mungkin untuk dapat mengakomodir dampak dari pengembangan KEK secara luas. 4. Direktorat Pembinaan Perencanaan dan Pemanfaatan Ruang Daerah, Kementerian ATR/BPN a. Pada tahun 2017, Kementerian ATR/BPN akan melaksanakan Bantuan Teknis Penyusunan RDTR Sekitar KIP Bitung, yang delineasinya telah disepakati bersama dengan Pemda Kota Bitung, mencakup 3 Kecamatan: Girian, Matuari, dan Ranowulu. 54

65 b. Kementerian ATR/BPN juga melakukan pengumpulan data terkait kegiatan pengembangan KI, yaitu melalui indikasi program pada materi teknis RDTR. 5. Direktorat Pengembangan Wilayah dan Kawasan: a. Terkait dengan gagasan pengembangan KI secara terintegrasi, yang mencakup kegiatan monitoring berupa checklist status pembangunan berbagai sektor yang dituangkan secara spasial (tidak hanya tekstual), untuk penyiapan RKP 2018 telah dirumuskan pendekatan integrasi substansi berupa konsep hulu-hilir untuk 3 Prioritas Nasional: Kedaulatan Pangan, Pembangunan Perkotaan, dan Pembangunan KEK. Dengan demikian gagasan tersebut dapat saling melengkapi dengan konsep hulu-hilir. b. Direktorat Pengembangan Wilayah dan Kawasan memiliki informasi mengenai: 1) Perkembangan status KEK 2) Rincian kegiatan dan timeline untuk setiap KEK c. Penyediaan tanah di KEK Bitung direncanakan akan menerapkan konsep Public Private People Partnership (P4) sebagai salah satu solusi untuk pengadaan lahan di KI Bitung. d. Urusan terkait perizinan yang didelegasikan dari kewenangan Pusat kepada Administrator/Badan Pengelola KEK sebagai kepanjangan tangan dari Pusat melalui sistem Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP). Dengan demikian, investor tidak harus mengurus perizinan di Pusat (Jakarta), namun cukup dengan mengurusnya di kantor Administrator/Badan Pengelola KEK. 6. Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan: a. Pengadaan tanah pada lokasi KEK dapat menggunakan mekanisme dalam UU No. 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum, sedangkan pada lokasi KI masih perlu dilakukan konfirmasi kembali apakah peraturan perundangan tersebut berlaku juga untuk Kawasan Industri. Konfirmasi tersebut terutama berkaitan dengan KI yang mempunyai lokasi atau delineasi berbeda dengan KEK. b. Pada tatanan konsep, banyak persamaan antara KEK dan KI, namun perlu diteliti apakah ada perbedaan pemberlakuan peraturan perundangan terhadap KEK dan KI. Hasil dari pembahasan teknis penyamaan persepsi KIP dan KEK akan ditindaklanjuti sebagai berikut: 1. Melakukan inventarisasi kegiatan-kegiatan terkait pengembangan KIP dan KEK; 2. Melakukan pendalaman pemberlakuan peraturan perundang-undangan terhadap KIP dan KEK, baik kesamaan maupun perbedaannya; dan 3. Melakukan konfirmasi mengenai delineasi 3 (tiga) kecamatan yang menjadi bagian dalam RDTR Sekitar KIP Bitung, apakah mencakup seluruh kelurahan di dalam ketiga kecamatan tersebut atau hanya sebagian. 55

66

67 BAB 5 PENYIAPAN LAPORAN Laporan yang disusun oleh Sekretariat BKPRN terdiri dari Laporan Kegiatan BKPRN dan Laporan Koordinasi Strategis BKPRN. Pada Semester II Tahun 2016 ini disusun Laporan Kegiatan BKPRN Semester I Tahun 2016 dan Laporan Kegiatan Strategis BKPRN Semester I Tahun Laporan Kegiatan BKPRN Semester I Tahun 2016 Dengan berakhirnya semester I Tahun 2016, Tim Koordinasi Strategis Sekretariat BKPRN melakukan penyusunan draft laporan pelaksanaan tugas BKPRN kepada Presiden secara berkala setiap 6 (enam) bulan sebagaimana diamanatkan Keputusan Presiden No. 4 Tahun 2009 tentang Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional. Draft Laporan Kegiatan BKPRN disampaikan oleh Deputi Pengembangan Regional Kementerian PPN/Bappenas kepada Deputi Bidang Koordinasi Percepatan Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah Kemenko Bidang Perekonomian untuk disampaikan kepada Presiden melalui surat No. 6820/D.VII/09/2016 tertanggal 13 September Laporan Kegiatan BKPRN selanjutnya telah disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian kepada Presiden melalui surat No. S-317/M.EKON/10/2016 tertanggal 31 Oktober Gambar 7 Laporan BKPRN Semester I Tahun 2016 Laporan BKPRN Semester I Tahun 2016 memuat upaya penanganan beberapa isu strategis sebagai berikut: 1. Penyelesaian Peraturan Perundang-undangan Amanat UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang mengamanatkan penyusunan: (i) Peraturan Pemerintah (PP); (ii) Peraturan Presiden (Perpres) Rencana Tata Ruang (RTR) Pulau/Kepulauan dan RTR Kawasan Strategis Nasional (KSN); serta (iii) Peraturan Daerah (Perda) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi, Kabupaten/Kota. Adapun status hingga akhir Semester II Tahun 2015 sebagai berikut: 57

68 Sebanyak 5 (lima) PP yang mengatur pelaksanaan penataan ruang telah diterbitkan. Sebanyak 7 (tujuh) Perpres RTR Pulau/Kepulauan telah diterbitkan. Selain itu, telah ditetapkan 13 (tiga belas) Perpres RTR KSN. Perda RTRW yang telah ditetapkan mencapai 29 provinsi, 359 kabupaten, dan 93 kota. Selain itu, terdapat 23 (dua puluh tiga) Perda RRTR/RDTR yang telah ditetapkan 2. Penguatan Kelembagaan Penataan Ruang Nasional Dalam rangka persiapan penyelenggaraan Rapat Kerja Regional (Rakereg) BKPRN 2016, telah dilaksanakan diskusi penjaringan isu strategis penataan ruang di 3 (tiga) provinsi, yaitu Sulawesi Selatan, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Sumatera Utara. 3. Penanganan Konflik Pemanfaatan Ruang Sepanjang Semester I Tahun 2016, BKPRN telah memberikan rekomendasi penyelesaian beberapa konflik pemanfaatan ruang, di antaranya yang terjadi di Kabupaten Indramayu, Provinsi Riau, Kabupaten Cirebon, Kota Mataram, dan Kabupaten Cirebon Laporan Koordinasi Strategis BKPRN Semester I Tahun 2016 Dalam pelaksanaan tugas sebagai sekretaris, Menteri PPN/Kepala Bappenas dibantu oleh Sekretariat BKPRN melalui Tim Koordinasi Strategis BKPRN yang dikoordinasikan oleh Deputi Bidang Pengembangan Regional dibantu oleh Direktur Tata Ruang dan Pertanahan. Berdasarkan Keputusan Menteri PPN/Kepala Bappenas Nomor KEP. 18/M.PPN/HK/02/2015 tentang Pembentukan Tim Koordinasi Strategis Sekretariat BKPRN, salah satu tugas Tim Koordinasi Strategis BKPRN adalah menyusun dan menyampaikan laporan hasil kegiatan Tim Koordinasi Strategis kepada Pengarah. Sehubungan dengan telah berakhirnya Semester I Tahun 2016, Tim Koordinasi Strategis Sekretariat BKPRN menyusun Laporan Koordinasi Strategis Sekretariat BKPRN Semester I Tahun 2016 dengan sistematikan penulisan sebagai berikut: Gambar 8 Laporan Koordinasi Strategis Sekretariat BKPRN Semester I Tahun

69 I. Pendahuluan menjelaskan latar belakang penyusunan laporan, tujuan, sasaran, lingkup kegiatan, keluaran, metodologi, jangka waktu, dasar hukum, dan sistematika laporan. II. Jadwal dan Rencana Kerja kegiatan Tim Koordinasi Strategis Sekretariat BKPRN sesuai dengan rencana kerja BKPRN yang disusun melalui Rapat Kerja Nasional (Rakernas) BKPRN dan disempurnakan dengan masukan dari K/L anggota BKPRN. III. Pengumpulan dan Penyusunan Bahan, Data dan Informasi terkait dalam rangka Koordinasi Penataan Ruang Nasional berupa laporan perjalanan dinas yang diselenggarakan ke berbagai daerah untuk mendukung pelaksanaan tugas Sekretariat BKPRN. IV. Fasilitasi Pelaksanaan Koordinasi Penataan Ruang Nasional berupa laporan rapat-rapat koordinasi yang difasilitasi oleh Sekretariat BKPRN. V. Penyiapan Laporan Pelaksanaan Koordinasi Penataan Ruang Nasional berupa gambaran singkat laporan kegiatan 6 (enam) bulanan BKPRN Tahun 2016 yang penyusunannya dikoordinasikan oleh Menteri PPN/Kepala Bappenas selaku Sekretaris BKPRN dan disampaikan oleh Menko Perekonomian selaku Ketua BKPRN kepada Presiden RI. VI. Penutup yang terdiri dari kesimpulan dan rekomendasi untuk pelaksanaan kegiatan koordinasi strategis Sekretariat BKPRN selanjutnya. Sebagai informasi, berkenaan dengan belum adanya Peraturan Presiden yang mencabut Keputusan Presiden No. 4 Tahun 2009 tentang Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional, Sekretariat BKPRN juga menyiapkan laporan Pelaksanaan Koordionasi Penataan Ruang Nasional Semester II Tahun

70

71 BAB 6 PENYEBARAN INFORMASI TATA RUANG Penyebaran informasi tata ruang merupakan kegiatan untuk mempublikasikan hasil kegiatan fasilitasi koordinasi Sekretariat BKPRN dan kegiatan koordinasi BKPRN lainnya, serta hal-hal yang berhubungan dengan penataan ruang kepada stakeholders terkait. Penyebaran informasi dilakukan melalui forum-forum sosialisasi, website milis BKPRN, dan pencetakan leaflet BKPRN. Website merupakan portal resmi media informasi bagi semua pihak untuk seluruh kegiatan BKPRN, terutama dalam menyebarluaskan data dan informasi bidang tata ruang, serta bidang lain yang terkait. Website ini memuat gambaran berbagai kegiatan BKPRN, terutama yang diselenggarakan oleh seluruh pokja BKPRN sejak tahun 2010 hingga saat ini. Sebagai media informasi, website ini juga memuat status perda RTRW terbaru, artikel berita, hasil wawancara dengan pakar dan birokrat, serta tautan Buletin Tata Ruang. Ke depannya, website ini akan terus dikembangkan dan diupayakan menjadi lebih interaktif sebagai sumber informasi pelaksanaan kegiatan-kegiatan BKPRN. Gambar 9 Website BKPRN 61

72 Mailing List atau Milis merupakan media yang digunakan untuk berkomunikasi di antara sesama penggunanya untuk berbagi informasi dan berita dengan memanfaatkan akun pengguna. Sekretariat BKPRN membentuk dan mengelola Milis BKPRN dengan tujuan menyediakan wadah untuk saling berkomunikasi dan berbagi informasi di antara anggota BKPRN. Milis BKPRN di antara lain digunakan untuk membantu menyebarkan e-newsletter Tata Ruang Pertanahan, menyebarkan undangan kegiatan BKPRN ke sesama anggota BKPRN, notulensi kegiatan-kegiatan BKPRN, dan informasi penting lainnya. Gambar 10 Mailing List BKPRN Leaftlet BKPRN merupakan publikasi cetak singkat berbentuk selebaran berisi keterangan atau informasi tentang BKPRN yang mencakup dasar hukum, tugas BKPRN, struktur dan tata kerja organisasi BKPRN, struktur dan tugas tim pelaksana, serta penjelasan mengenai Pokja-1 hingga Pokja-4 BKPRN. Leaflet BKPRN disebarkan pada acara/kegiatan yang diadakan oleh BKPRN. Gambar 11 Leaftlet BKPRN (Tampak Depan) 62

TIM PENYUSUN LAPORAN

TIM PENYUSUN LAPORAN TIM PENYUSUN LAPORAN 1. Dr. Ir. Arifin Rudiyanto, M.Sc 2. Drs. Oktorialdi, MA, Ph.D 3. Ir. Rinella Tambunan, MPA 4. Ir. Nana Apriyana, MT 5. Mia Amalia, ST, M.Si, Ph.D 6. Uke Mohammad Hussein, S.Si, MPP

Lebih terperinci

Bahan Paparan MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/KEPALA BPN

Bahan Paparan MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/KEPALA BPN Bahan Paparan MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/KEPALA BPN Dalam Acara Rapat Kerja Nasional Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional Tahun 2015 Jakarta, 5 November 2015 INTEGRASI TATA RUANG DAN NAWACITA meningkatkan

Lebih terperinci

IMPLIKASI UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2014 DALAM KERANGKA PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG PENATAAN RUANG

IMPLIKASI UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2014 DALAM KERANGKA PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG PENATAAN RUANG KEMENTERIAN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA IMPLIKASI UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2014 DALAM KERANGKA PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG PENATAAN RUANG Oleh : Ir. DIAH INDRAJATI, M.Sc Plt.

Lebih terperinci

BAHAN INFORMASI RENCANA TATA RUANG SEBAGAI MATRA SPASIAL PENGEMBANGAN WILAYAH DAN ISU-ISU STRATEGIS PENATAAN RUANG

BAHAN INFORMASI RENCANA TATA RUANG SEBAGAI MATRA SPASIAL PENGEMBANGAN WILAYAH DAN ISU-ISU STRATEGIS PENATAAN RUANG RENCANA TATA RUANG SEBAGAI MATRA SPASIAL PENGEMBANGAN WILAYAH DAN ISU-ISU STRATEGIS PENATAAN RUANG BAHAN INFORMASI MENTERI PEKERJAAN UMUM PADA RAKERNAS BKPRN Jakarta, 7 November 2013 KEMENTERIAN PEKERJAAN

Lebih terperinci

PENATAAN RUANG KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS)

PENATAAN RUANG KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) SERI REGIONAL DEVELOPMENT ISSUES AND POLICIES (14) PENATAAN RUANG KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) November 2011 1 KATA PENGANTAR Buklet nomor

Lebih terperinci

PAPARAN MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS

PAPARAN MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS PAPARAN MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS SESI PANEL MENTERI - RAKERNAS BKPRN TAHUN 2015 KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL Jakarta, 5 November 2015 DAFTAR ISI

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 42 2012 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 42 TAHUN 2012 TENTANG BADAN KOORDINASI PENATAAN RUANG DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BEKASI, Menimbang

Lebih terperinci

PROSES REGULASI PERATURAN DAERAH RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN/KOTA (PERDA RTRWK)

PROSES REGULASI PERATURAN DAERAH RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN/KOTA (PERDA RTRWK) PROSES REGULASI PERATURAN DAERAH RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN/KOTA (PERDA RTRWK) Disampaikan oleh : Dr. H. Sjofjan Bakar, MSc Direktur Fasilitasi Penataan Ruang dan Lingkungan Hidup Pada Acara

Lebih terperinci

Optimalisasi Peran BKPRD: Bercermin dari BKPRN

Optimalisasi Peran BKPRD: Bercermin dari BKPRN Optimalisasi Peran BKPRD: Bercermin dari BKPRN Oleh: Oswar Mungkasa Direktur Tata Ruang dan Pertanahan Bappenas Disampaikan pada Kegiatan Fasilitasi Peningkatan Kapasitas Kelembagaan BKPRD 1 Palembang,

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA (LKj) TAHUN 2017 DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN

LAPORAN KINERJA (LKj) TAHUN 2017 DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN COVER LAPORAN KINERJA (LKj) TAHUN 2017 DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL TAHUN 2017 KATA PENGANTAR Penyusunan Laporan

Lebih terperinci

ESENSI KOORDINASI PENATAAN RUANG DALAM PERSPEKTIF PEMBANGUNAN NASIONAL

ESENSI KOORDINASI PENATAAN RUANG DALAM PERSPEKTIF PEMBANGUNAN NASIONAL ESENSI KOORDINASI PENATAAN RUANG DALAM PERSPEKTIF PEMBANGUNAN NASIONAL ESENSI KOORDINASI PENATAAN RUANG DALAM PERSPEKTIF PEMBANGUNAN NASIONAL Oleh: Dr. Ir. Arifin Rudiyanto, M.Sc. Deputi Bidang Pengembangan

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN KOORDINASI PENATAAN RUANG DAERAH (BKPRD) KABUPATEN KUDUS BUPATI KUDUS,

PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN KOORDINASI PENATAAN RUANG DAERAH (BKPRD) KABUPATEN KUDUS BUPATI KUDUS, B U P A T I K U D U S PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN KOORDINASI PENATAAN RUANG DAERAH (BKPRD) KABUPATEN KUDUS BUPATI KUDUS, Menimbang : a. bahwa dengan ditetapkannya

Lebih terperinci

Penataan Ruang dalam Rangka Mengoptimalkan Pemanfaatan Ruang di Kawasan Hutan

Penataan Ruang dalam Rangka Mengoptimalkan Pemanfaatan Ruang di Kawasan Hutan Penataan Ruang dalam Rangka Mengoptimalkan Pemanfaatan Ruang di Kawasan Hutan Disampaikan oleh: Direktur Jenderal Penataan Ruang Komisi Pemberantasan Korupsi - Jakarta, 13 Desember 2012 Outline I. Isu

Lebih terperinci

BKPRN. Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional PROSIDING. Pilot Survey Penjajakan Ekspektasi Peran BKPRN. Nusa Tenggara Barat, 23 Desember 2014

BKPRN. Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional PROSIDING. Pilot Survey Penjajakan Ekspektasi Peran BKPRN. Nusa Tenggara Barat, 23 Desember 2014 BKPRN Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional PROSIDING Pilot Survey Penjajakan Ekspektasi Peran BKPRN Nusa Tenggara Barat, 23 Desember 2014 Jakarta, Januari 2015 Daftar Isi I. PENDAHULUAN... 1 I.1 Latar

Lebih terperinci

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR... TAHUN 2017 TENTANG PELAKSANAAN KOORDINASI

Lebih terperinci

ESENSI KOORDINASI PENATAAN RUANG DALAM PERSPEKTIF PEMBANGUNAN NASIONAL

ESENSI KOORDINASI PENATAAN RUANG DALAM PERSPEKTIF PEMBANGUNAN NASIONAL ESENSI KOORDINASI PENATAAN RUANG DALAM PERSPEKTIF PEMBANGUNAN NASIONAL Oleh: Dr. Ir. Arifin Rudiyanto, M.Sc. Deputi Bidang Pengembangan Regional Kementerian PPN/Bappenas RAPAT KERJA REGIONAL BKPRN 2016

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA UTARA DINAS PENATAAN RUANG DAN PERMUKIMAN Jl. Willem Iskandar No. 9 Telepon : (061) M E D A N

PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA UTARA DINAS PENATAAN RUANG DAN PERMUKIMAN Jl. Willem Iskandar No. 9 Telepon : (061) M E D A N PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA UTARA DINAS PENATAAN RUANG DAN PERMUKIMAN Jl. Willem Iskandar No. 9 Telepon : (061) 6619431 6623480 M E D A N - 20222 PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 50 TAHUN 2009 TENTANG

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.28, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA WILAYAH. Satu Peta. Tingkat Ketelitian. Kebijakan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN KEBIJAKAN SATU

Lebih terperinci

Analisa dan Usulan Kegiatan Berdasarkan Fungsi Yang Diselenggarakan Direktorat Pemantauan dan Pembinaan Pertanahan

Analisa dan Usulan Kegiatan Berdasarkan Fungsi Yang Diselenggarakan Direktorat Pemantauan dan Pembinaan Pertanahan Analisa dan Usulan Kegiatan Berdasarkan Fungsi Yang Diselenggarakan Direktorat Pemantauan dan Pembinaan Pertanahan I. Dasar Hukum a. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG EVALUASI RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG DAERAH DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

Kesepakatan Rakernas BKPRN 2013 terkait Penyusunan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

Kesepakatan Rakernas BKPRN 2013 terkait Penyusunan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL Kesepakatan Rakernas BKPRN 2013 terkait Penyusunan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Oleh: Direktur Tata

Lebih terperinci

W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A

W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 87 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN KOORDINASI PENATAAN RUANG DAERAH KOTA YOGYAKARTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

Rakornas IG, Jakarta, 27 April 2016

Rakornas IG, Jakarta, 27 April 2016 KEBIJAKAN SATU P ETA (Perpres No. 9/2016) - Teknis Implementasi Renaksi Kebijakan Satu Peta - RKP Tahun 2017 UNTUK 19 K/L Rakornas IG, Jakarta, 27 April 2016 BADAN INFORMASI GEOSPASIAL Ruang Lingkup Kebijakan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 50 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN KOORDINASI PENATAAN RUANG DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 50 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN KOORDINASI PENATAAN RUANG DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 50 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN KOORDINASI PENATAAN RUANG DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka menserasikan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN KEBIJAKAN SATU PETA PADA TINGKAT KETELITIAN PETA SKALA 1:50.000 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF. Hasil Rapat Koordinasi Nasional Informasi Geospasial 2018

RINGKASAN EKSEKUTIF. Hasil Rapat Koordinasi Nasional Informasi Geospasial 2018 RINGKASAN EKSEKUTIF Hasil Rapat Koordinasi Nasional Informasi Geospasial 2018 Percepatan Penyelenggaraan Informasi Geospasial untuk Mendukung Prioritas Pembangunan Nasional Berkelanjutan Jakarta, 21 Maret

Lebih terperinci

MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL SELAKU SEKRETARIS BADAN KOORDINASI PENATAAN RUANG NASIONAL,

MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL SELAKU SEKRETARIS BADAN KOORDINASI PENATAAN RUANG NASIONAL, SALINAN KEPUTUSAN MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL SELAKU SEKRETARIS BADAN KOORDINASI PENATAAN RUANG NASIONAL NOMOR KEP. 46/M.PPN/HK/03/2013 TENTANG

Lebih terperinci

PAPARAN PADA ACARA MUSRENBANG RPJMD PROVINSI BANTEN TAHUN

PAPARAN PADA ACARA MUSRENBANG RPJMD PROVINSI BANTEN TAHUN MENTERIDALAM NEGERI REPUBLIKINDONESIA PAPARAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PADA ACARA MUSRENBANG RPJMD PROVINSI BANTEN TAHUN 2017-2022 Serang 20 Juni 2017 TUJUAN PEMERINTAHAN DAERAH UU No. 23

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tamb

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tamb BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1184, 2017 KEMEN-ATR/BPN. Pedoman Pemantauan dan Evaluasi Pemanfaatan Ruang. PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tamba

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tamba BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.966, 2017 KEMEN-ATR/BPN. Penetapan Perda tentang RTRWP dan RTRWK. PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG

Lebih terperinci

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PEMANTAUAN

Lebih terperinci

CATATAN KECIL MENIGKUTI ASISTENSI DAN SUPERVISI DAERAH DALAM PENYUSUNAN DAN PENETAPAN RAPERDA TENTANG RTR DERAH YANG MENGAKOMODIR LP2B

CATATAN KECIL MENIGKUTI ASISTENSI DAN SUPERVISI DAERAH DALAM PENYUSUNAN DAN PENETAPAN RAPERDA TENTANG RTR DERAH YANG MENGAKOMODIR LP2B CATATAN KECIL MENIGKUTI ASISTENSI DAN SUPERVISI DAERAH DALAM PENYUSUNAN DAN PENETAPAN RAPERDA TENTANG RTR DERAH YANG MENGAKOMODIR LP2B Oleh: Ir. ADRY NELSON PENDAHULUAN Kegiatan Asistensi dan Supervisi

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN KEBIJAKAN SATU PETA PADA TINGKAT

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN KEBIJAKAN SATU PETA PADA TINGKAT PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN KEBIJAKAN SATU PETA PADA TINGKAT KETELITIAN PETA SKALA 1:50.000 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 25 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN KOORDINASI PENATAAN RUANG DAERAH KABUPATEN KARAWANG

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 25 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN KOORDINASI PENATAAN RUANG DAERAH KABUPATEN KARAWANG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 25 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN KOORDINASI PENATAAN RUANG DAERAH KABUPATEN KARAWANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG, Menimbang

Lebih terperinci

KEBIJAKAN SATU PETA DAN KONTRIBUSINYA DALAM MENDUKUNG PERUBAHAN IKLIM

KEBIJAKAN SATU PETA DAN KONTRIBUSINYA DALAM MENDUKUNG PERUBAHAN IKLIM KEBIJAKAN SATU PETA DAN KONTRIBUSINYA DALAM MENDUKUNG PERUBAHAN IKLIM PUSAT PEMETAAN INTEGRASI TEMATIK Badan Informasi Geospasial Workshop Nasional Menterjemahkan Transparency Framework Persetujuan Paris

Lebih terperinci

BEST PRACTICES IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SATU PETA DALAM PENYEDIAAN DATA SPASIAL INVENTARISASI GRK

BEST PRACTICES IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SATU PETA DALAM PENYEDIAAN DATA SPASIAL INVENTARISASI GRK BEST PRACTICES IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SATU PETA DALAM PENYEDIAAN DATA SPASIAL INVENTARISASI GRK Lien Rosalina KEPALA PUSAT PEMETAAN & INTEGRASI TEMATIK BADAN INFORMASI GEOSPASIAL Workshop One Data GHG

Lebih terperinci

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN PERSETUJUAN SUBSTANSI

Lebih terperinci

Konsinyering Pemantauan dan Evaluasi Program Kerja Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan PENDAHULUAN

Konsinyering Pemantauan dan Evaluasi Program Kerja Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan PENDAHULUAN Konsinyering Pemantauan dan Evaluasi Program Kerja Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam pelaksanaan program kerja Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan dilakukan proses

Lebih terperinci

Evaluasi Prioritas Bidang Penyelenggaraan Penataan Ruang dan Reforma Agraria untuk Input Penyusunan RPJMN

Evaluasi Prioritas Bidang Penyelenggaraan Penataan Ruang dan Reforma Agraria untuk Input Penyusunan RPJMN Evaluasi Prioritas Bidang Penyelenggaraan Penataan Ruang dan Reforma Agraria untuk Input Penyusunan RPJMN 2015-2019 Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan 2013 i Penyusun Rekomendasi Kebijakan Pengarah:

Lebih terperinci

HASIL PELAKSANAAN KEBIJAKAN SATU PETA 2016 DAN RENCANA AKSI KEBIJAKAN SATU PETA 2017

HASIL PELAKSANAAN KEBIJAKAN SATU PETA 2016 DAN RENCANA AKSI KEBIJAKAN SATU PETA 2017 KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN HASIL PELAKSANAAN KEBIJAKAN SATU PETA 2016 DAN RENCANA AKSI KEBIJAKAN SATU PETA 2017 SEKRETARIAT TIM PKSP-2017 HASIL PELAKSANAAN KEBIJAKAN SATU PETA TAHUN 2016

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR LAPORAN KEGIATAN BKPRN

KATA PENGANTAR LAPORAN KEGIATAN BKPRN KATA PENGANTAR Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 4 Tahun 2009, Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional (BKPRN) memiliki tugas melakukan koordinasi lintas sektor dalam bidang penataan ruang dan wajib

Lebih terperinci

PENATAAN RUANG KAWASAN GAMBUT

PENATAAN RUANG KAWASAN GAMBUT PENATAAN RUANG KAWASAN GAMBUT Dr. Ir. M. Basuki Hadimulyono, MSc Direktur Jenderal Penataan Ruang Disampaikan pada : Focus Group Discussion (FGD) Tata Ruang Pada Lahan Gambut K E M E N T E R I A N P E

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA, SALINAN PERATURAN MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2018 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DENGAN

Lebih terperinci

PEDOMAN TATA KERJA BKPRD PROVINSI SUMATERA SELATAN

PEDOMAN TATA KERJA BKPRD PROVINSI SUMATERA SELATAN PEDOMAN TATA KERJA BKPRD PROVINSI SUMATERA SELATAN LATAR BELAKANG BKPRD merupakan lembaga ad-hoc lintas sektor yang dibentuk sebagai respon atas kebutuhan berbagai instansi pemerintah dalam menangani masalah

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN. Kerangka Acuan Kerja. Tenaga Pendukung Teknis Analis Hukum Bidang Penataan Ruang

KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN. Kerangka Acuan Kerja. Tenaga Pendukung Teknis Analis Hukum Bidang Penataan Ruang KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN Kerangka Acuan Kerja Tenaga Pendukung Teknis Analis Hukum Bidang Penataan Ruang TAHUN ANGGARAN 2018 1 I. LATAR BELAKANG Pentingnya aspek kewilayahan dalam pembangunan

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR PU MELALUI PENYUSUNAN RPI2JM DALAM RANGKA MEWUJUDKAN RTRW

IMPLEMENTASI PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR PU MELALUI PENYUSUNAN RPI2JM DALAM RANGKA MEWUJUDKAN RTRW IMPLEMENTASI PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR PU MELALUI PENYUSUNAN RPI2JM DALAM RANGKA MEWUJUDKAN RTRW Yogyakarta, 21 Oktober 2014 Direktur Pembinaan Penataan Ruang Daerah Wilayah I KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM

Lebih terperinci

KEBIJAKAN SATU PETA. Pelaksanaan Percepatan Kebijakan Satu Peta. Rapat Koordinasi Nasional. Jakarta, 27 April 2016

KEBIJAKAN SATU PETA. Pelaksanaan Percepatan Kebijakan Satu Peta. Rapat Koordinasi Nasional. Jakarta, 27 April 2016 KEBIJAKAN SATU PETA Pelaksanaan Percepatan Kebijakan Satu Peta Rapat Koordinasi Nasional Jakarta, 27 April 2016 Pentingnya Kebijakan Satu Peta TUJUAN 1 MANFAAT STANDAR REFERENSI BASIS DATA GEO-PORTAL SEBAGAIDACUANDUNTUK:

Lebih terperinci

KOORDINASI TEKNIS PEMBANGUNAN

KOORDINASI TEKNIS PEMBANGUNAN KOORDINASI TEKNIS PEMBANGUNAN Ir. Diah Indrajati, M.Sc Plt. Direktur Jenderal Bina Pembangunan Daerah Disampaikan dalam acara: Temu Konsultasi Triwulan I Bappenas Bappeda Provinsi Seluruh Indonesia Tahun

Lebih terperinci

Menimbang : a. bahwa dalam rangka menyerasikan dan mensinergikan

Menimbang : a. bahwa dalam rangka menyerasikan dan mensinergikan GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 2H TAHUN 2017 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN KOORDINASI PENATAAN RUANG DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG DENGAN

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN INDUK

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN INDUK SURAT PENGESAHAN NOMOR SP DIPA-.03-0/AG/2014 DS 9057-0470-5019-2220 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. UU No. 23 Tahun

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA, DRAFT 9 APRIL 2015 PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DI LINGKUNGAN ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK NOMOR DIPA--0/2013 DS 0310-1636-8566-5090 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. UU No. 1 Tahun 2004 tentang

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PEKERJAAN UMUM SELAKU KETUA TIM PELAKSANA BADAN KOORDINASI PENATAAN RUANG NASIONAL NOMOR: 275/KPTS/M/2011 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI PEKERJAAN UMUM SELAKU KETUA TIM PELAKSANA BADAN KOORDINASI PENATAAN RUANG NASIONAL NOMOR: 275/KPTS/M/2011 TENTANG MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI PEKERJAAN UMUM SELAKU KETUA TIM PELAKSANA BADAN KOORDINASI PENATAAN RUANG NASIONAL NOMOR: 275/KPTS/M/2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS KEPUTUSAN MENTERI

Lebih terperinci

REKLAMASI DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH -Tantangan dan Isu-

REKLAMASI DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH -Tantangan dan Isu- Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian REKLAMASI DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH -Tantangan dan Isu- ASISTEN DEPUTI URUSAN PENATAAN RUANG DAN PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL Jakarta, 12 Februari 2014 Pengembangan

Lebih terperinci

PEDOMAN TATA KERJA SEKRETARIAT BADAN KOORDINASI PENATAAN RUANG NASIONAL

PEDOMAN TATA KERJA SEKRETARIAT BADAN KOORDINASI PENATAAN RUANG NASIONAL SALINAN LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI PPN/ KEPALA BAPPENAS SELAKU SEKRETARIS BADAN KOORDINASI PENATAAN RUANG NASIONAL NOMOR KEP. 46/M.PPN/HK/ /M.PPN/HK/03 03/2013 TANGGAL 14 MARET 2013 PEDOMAN TATA KERJA

Lebih terperinci

PENATAAN RUANG SEBAGAI ARAH KEBIJAKAN SPASIAL DALAM RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH

PENATAAN RUANG SEBAGAI ARAH KEBIJAKAN SPASIAL DALAM RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional PENATAAN RUANG SEBAGAI ARAH KEBIJAKAN SPASIAL DALAM RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH O l e h : M e n t e ri A g r a r i a d a n Ta t a R u a n g

Lebih terperinci

Kata Pengantar. Jakarta, Desember 2013 Direktur Tata Ruang dan Pertanahan. Oswar M. Mungkasa

Kata Pengantar. Jakarta, Desember 2013 Direktur Tata Ruang dan Pertanahan. Oswar M. Mungkasa 1 Kata Pengantar Kebijakan pengembangan wilayah ditujukan sebagai upaya untuk mengurangi kesenjangan antarwilayah melalui berbagai strategi kebijakan dengan dimensi kewilayahan. Strategi kebijakan pembangunan

Lebih terperinci

EVALUASI RANCANGAN PERDA DAN PEMBATALAN PERDA TENTANG TATA RUANG DAERAH

EVALUASI RANCANGAN PERDA DAN PEMBATALAN PERDA TENTANG TATA RUANG DAERAH LAMPIRAN PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR : 28 TAHUN 2008 TANGGAL : 30 Mei 2008 EVALUASI RANCANGAN PERDA DAN PEMBATALAN PERDA TENTANG TATA RUANG DAERAH A. Pendahuluan Pasal 189 Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG PEDOMAN PERSETUJUAN SUBSTANSI DALAM PENETAPAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG

Lebih terperinci

KETERKAITAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN PENATAAN RUANG Oleh : Deddy Koespramoedyo, MSc. Direktur Tata Ruang dan Pertanahan, Bappenas

KETERKAITAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN PENATAAN RUANG Oleh : Deddy Koespramoedyo, MSc. Direktur Tata Ruang dan Pertanahan, Bappenas KETERKAITAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN PENATAAN RUANG Oleh : Deddy Koespramoedyo, MSc. Direktur Tata Ruang dan Pertanahan, Bappenas I. Pendahuluan UU No. 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan

Lebih terperinci

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK

Lebih terperinci

PEMBINAAN DAN PENGAWASAN INOVASI DAN DAYA SAING DAERAH BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAH DAERAH

PEMBINAAN DAN PENGAWASAN INOVASI DAN DAYA SAING DAERAH BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAH DAERAH PEMBINAAN DAN PENGAWASAN INOVASI DAN DAYA SAING DAERAH BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAH DAERAH Drs. Eduard Sigalingging, M.Si Direktur Sinkronisasi Urusan Pemerintahan Daerah

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG PEDOMAN PERSETUJUAN SUBSTANSI DALAM PENETAPAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG

Lebih terperinci

ASPEK HUKUM PENATAAN RUANG PULAU KEPULAUAN

ASPEK HUKUM PENATAAN RUANG PULAU KEPULAUAN ASPEK HUKUM PENATAAN RUANG PULAU KEPULAUAN Oleh RR. Rita Erawati, S.H., LL.M. Asdep Bidang Prasarana, Riset, Teknologi dan Sumber Daya Alam, Kedeputian Bidang Perekonomian Sekretariat Kabinet Makassar,

Lebih terperinci

OSWAR MUNGKASA DIREKTUR TATA RUANG DAN PERTANAHAN

OSWAR MUNGKASA DIREKTUR TATA RUANG DAN PERTANAHAN OSWAR MUNGKASA DIREKTUR TATA RUANG DAN PERTANAHAN Disampaikan dalam Sosialisasi Perpres No. 13 Tahun 2012 tentang RTR Pulau Sumatera Padang, 16 April 2014 OUTLINE Definisi, Peran dan Fungsi RTR Pulau Sumatera

Lebih terperinci

Laporan Koordinasi Strategis BKPRN Tahun 2014

Laporan Koordinasi Strategis BKPRN Tahun 2014 KATA PENGANTAR Penataan ruang di Indonesia dilandasi oleh Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Undang-Undang ini telah membawa banyak perubahan dalam berbagai aspek pembangunan nasional,

Lebih terperinci

MATERI TEKNIS RTRW PROVINSI JAWA BARAT

MATERI TEKNIS RTRW PROVINSI JAWA BARAT BAB VIII KELEMBAGAAN DAN PERAN MASYARAKAT 8.1 KELEMBAGAAN Lembaga penataan ruang memegang peran krusial dalam proses penyelenggaraan penataan ruang. Proses penyelenggaraan penataan ruang memerlukan lembaga

Lebih terperinci

Jakarta, Desember Direktur Tata Ruang dan Pertanahan

Jakarta, Desember Direktur Tata Ruang dan Pertanahan Kata Pengantar Alhamdulillah, puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas berkat rahmat dan hidayah-nya, kami mampu menyelesaikan tugas untuk melaksanakan kegiatan koordinasi penataan ruang

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN. 2. Tertib Pemanfaatan Hak Atas Tanah dan Pendayagunaan Tanah Negara Bekas Tanah Terlantar.

BAB 1. PENDAHULUAN. 2. Tertib Pemanfaatan Hak Atas Tanah dan Pendayagunaan Tanah Negara Bekas Tanah Terlantar. BAB 1. PENDAHULUAN Sesuai dengan Surat Edaran Menteri Agraria dan Tata Nomor 15/SE/IX/2015 tentang pedoman penyusunan perjanjian kinerja dan laporan kinerja dijelaskan bahwa perjanjian kinerja (PK) merupakan

Lebih terperinci

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA KEPUTUSAN BUPATI BANTUL NOMOR 107 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA KEPUTUSAN BUPATI BANTUL NOMOR 107 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TENTANG PEMBENTUKAN BADAN KOORDINASI PENATAAN RUANG DAERAH, SEKRETARIAT, DAN KELOMPOK KERJA PENATAAN RUANG DAERAH Menimbang : a. bahwa dalam rangka perencanaan,

Lebih terperinci

KOORDINASI PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH DALAM PELAKSANAAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG PENATAAN RUANG

KOORDINASI PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH DALAM PELAKSANAAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG PENATAAN RUANG KOORDINASI PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH DALAM PELAKSANAAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG PENATAAN RUANG Oleh : MENTERI DALAM NEGERI Pada Acara: Rapat Kerja Nasional Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional

Lebih terperinci

TINDAK LANJUT KOORDINASI TEKNIS PEMBANGUNAN DAERAH. Ir. Diah Indrajati, M.Sc Direktur Jenderal Bina Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri

TINDAK LANJUT KOORDINASI TEKNIS PEMBANGUNAN DAERAH. Ir. Diah Indrajati, M.Sc Direktur Jenderal Bina Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri TINDAK LANJUT KOORDINASI TEKNIS PEMBANGUNAN DAERAH Ir. Diah Indrajati, M.Sc Direktur Jenderal Bina Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri KERANGKA UMUM RAKORTEK GAMBARAN HASIL RAKORTEK PROVINSI JAMBI

Lebih terperinci

Daftar Isi. Kata Pengantar. Daftar Isi PEDOMAN TATA KERJA SEKRETARIAT BKPRN

Daftar Isi. Kata Pengantar. Daftar Isi PEDOMAN TATA KERJA SEKRETARIAT BKPRN Kata Pengantar BKPRN merupakan lembaga yang ditugasi untuk melakukan koordinasi lintas sektor dalam bidang penataan ruang sesuai amanat Keputusan Presiden No. 4 Tahun 2009 tentang BKPRN. Sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Kawasan Pantai Utara Jakarta ditetapkan sebagai kawasan strategis Provinsi DKI Jakarta. Areal sepanjang pantai sekitar 32 km tersebut merupakan pintu gerbang dari

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA, Draft per 12 Oktober 2015 PERATURAN MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN, PEMANTAUAN, DAN

Lebih terperinci

Laporan Capaian Target Indikator Kinerja Utama Semester II Tahun Kedeputian Bidang koordinasi Percepatan Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah

Laporan Capaian Target Indikator Kinerja Utama Semester II Tahun Kedeputian Bidang koordinasi Percepatan Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah Laporan Capaian Target Indikator Kinerja Utama Semester II Tahun 2015 Kedeputian Bidang koordinasi Percepatan Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah Unit : Deputi Bidang Koordinasi Percepatan Infrastruktur

Lebih terperinci

2016, No Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga P

2016, No Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga P No. 253, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA ANRI. Produk Hukum. Pembentukan. Pencabutan. PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DI LINGKUNGAN

Lebih terperinci

PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS)

PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) SERI REGIONAL DEVELOPMENT ISSUES AND POLICIES (15) PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) 11 November 2011 1 KATA PENGANTAR Buklet nomor

Lebih terperinci

One Map And One Data Informasi Geospasial Tematik

One Map And One Data Informasi Geospasial Tematik One Map And One Data Informasi Geospasial Tematik Nama Inovasi One Map And One Data Informasi Geospasial Tematik Produk Inovasi Pembangunan Satu Peta Sumber Daya Alam Pesisir dan Laut Melalui Percepatan

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 116 TAHUN 2017 TENTANG KOORDINASI PENATAAN RUANG DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

KEBIJAKAN SATU PETA. Program Implementasi Percepatan Pelaksanaan Kebijakan Satu Peta

KEBIJAKAN SATU PETA. Program Implementasi Percepatan Pelaksanaan Kebijakan Satu Peta KEBIJAKAN SATU PETA Program Implementasi Percepatan Pelaksanaan Kebijakan Satu Peta Deputi Bidang Koordinasi Percepatan Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah Jakarta, 7 April 06 Ringkasan Konsep Kebijakan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG BADAN KOORDINASI PENATAAN RUANG NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG BADAN KOORDINASI PENATAAN RUANG NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG BADAN KOORDINASI PENATAAN RUANG NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa penyusunan kebijakan, pelaksanaan, pembinaan, dan

Lebih terperinci

Click to edit Master title style

Click to edit Master title style KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ Click to edit Master title style BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL Kebijakan Penataan Ruang Jabodetabekpunjur Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan Bogor,

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN. 1.1 Program dan Kegiatan

BAB 1. PENDAHULUAN. 1.1 Program dan Kegiatan BAB 1. PENDAHULUAN Dalam Surat Edaran Menteri Agraria dan Tata Nomor 15/SE/IX/2015 tentang pedoman penyusunan perjanjian kinerja dan laporan kinerja dijelaskan bahwa perjanjian kinerja (PK) merupakan dokumen

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR ISI KATA PENGANTAR

KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR ISI KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Berdasarkan Keputusan Presiden No. 4 Tahun 2009, Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional (BKPRN) memiliki tugas untuk melakukan koordinasi lintas sektor dalam bidang penataan

Lebih terperinci

SINKRONISASI DAN HARMONISASI PEMBANGUNAN NASIONAL DAN DAERAH

SINKRONISASI DAN HARMONISASI PEMBANGUNAN NASIONAL DAN DAERAH SINKRONISASI DAN HARMONISASI PEMBANGUNAN NASIONAL DAN DAERAH Ir. Diah Indrajati, M.Sc Plt. Direktur Jenderal Bina Pembangunan Daerah Disampaikan dalam acara: Rapat Koordinasi Teknis Pembangunan Tahun 2017

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL. Dr. Ir. Oswar Mungkasa, MURP Direktur Tata Ruang dan Pertanahan

KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL. Dr. Ir. Oswar Mungkasa, MURP Direktur Tata Ruang dan Pertanahan KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL Dr. Ir. Oswar Mungkasa, MURP Direktur Tata Ruang dan Pertanahan Disampaikan pada Rakor BKPRD Provinsi Jawa Tengah Tahun

Lebih terperinci

TIM PENYUSUN LAPORAN

TIM PENYUSUN LAPORAN TIM PENYUSUN LAPORAN 1. Ir. Rudy Soeprihadi Prawiradinata, MCRP, Ph.D 2. Uke Mohammad Hussein, S.Si, MPP 3. Ir. Rinella Tambunan, MPA 4. Ir. Nana Apriyana, MT 5. Santi Yulianti, S.IP, MM 6. Hernydawaty,

Lebih terperinci

1.2 TUGAS, FUNGSI DAN STRUKTUR ORGANISASI DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PENGUASAAN TANAH

1.2 TUGAS, FUNGSI DAN STRUKTUR ORGANISASI DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PENGUASAAN TANAH BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laporan Kinerja Ditjen dan Penguasaan Tanah Tahun merupakan media untuk mempertanggungjawabkan capaian kinerja Direktorat Jenderal selama tahun, dalam melaksanakan

Lebih terperinci

TIM PENYUSUN LAPORAN

TIM PENYUSUN LAPORAN TIM PENYUSUN LAPORAN 1. Dr. Ir. Arifin Rudiyanto, M.Sc 2. Drs. Oktorialdi, MA, Ph.D 3. Uke Mohammad Hussein, S.Si, MPP 4. Ir. Rinella Tambunan, MPA 5. Ir. Nana Apriyana, MT 6. Mia Amalia, ST, M.Si, Ph.D

Lebih terperinci

KONSULTASI REGIONAL OPERASI DAN PEMELIHARAAN PRASARANA SUMBER DAYA AIR 2016

KONSULTASI REGIONAL OPERASI DAN PEMELIHARAAN PRASARANA SUMBER DAYA AIR 2016 KONSULTASI REGIONAL OPERASI DAN PEMELIHARAAN PRASARANA SUMBER DAYA AIR 2016 Operasi dan Pemeliharaan Prasarana Sumber Daya Air untuk Mendukung Ketahanan Air, Ketahanan Pangan dan Ketahanan Energi. ***

Lebih terperinci

Urusan Pemerintahan yang Dilaksanakan pada Masing-masing Tingkatan

Urusan Pemerintahan yang Dilaksanakan pada Masing-masing Tingkatan Urusan Pemerintahan yang Dilaksanakan pada Masing-masing Tingkatan PUSAT: Membuat norma-norma, standar, prosedur, monev, supervisi, fasilitasi, dan urusan-urusan pemerintahan dengan eksternalitas Nasional

Lebih terperinci

Menetapkan : PERATURAN BUPATI TENTANG PEMBENTUKAN BADAN KOORDINASI PENATAAN RUANG DAERAH KABUPATEN CILACAP BABI KETENTUAN UMUM.

Menetapkan : PERATURAN BUPATI TENTANG PEMBENTUKAN BADAN KOORDINASI PENATAAN RUANG DAERAH KABUPATEN CILACAP BABI KETENTUAN UMUM. BUPATI CILACAP PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR - TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN KOORDINASI PENATAAN RUANG DAERAH KABUPATEN CILACAP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP, Menimbang : a.

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENATAAN RUANG DI PERAIRAN LAUT

KEBIJAKAN PENATAAN RUANG DI PERAIRAN LAUT KEBIJAKAN PENATAAN RUANG DI PERAIRAN LAUT Berdasarkan UU No. 26 Tahun 2007 oleh Eko Budi Kurniawan Kasubdit Pengembangan Perkotaan Direktorat Perkotaan Direktorat Jenderal Penataan Ruang disampaikan dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Visi, Misi, Tujuan, dan Sasaran Strategis

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Visi, Misi, Tujuan, dan Sasaran Strategis BAB 1 PENDAHULUAN Sesuai dengan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 53 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja dan Tata Cara Reviu

Lebih terperinci

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN SALINAN PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN SELAKU KETUA BADAN KOORDINASI PENATAAN RUANG NASIONAL NOMOR : PER-02/M.EKON/10/2009 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN KOORDINASI PENATAAN

Lebih terperinci

Pemetaan Desa. Untuk Percepatan Pembangunan Desa dan Kawasan Perdesaan. Prof. Hasanudin Z. Abidin Kepala Badan Informasi Geospasial

Pemetaan Desa. Untuk Percepatan Pembangunan Desa dan Kawasan Perdesaan. Prof. Hasanudin Z. Abidin Kepala Badan Informasi Geospasial Pemetaan Desa Untuk Percepatan Pembangunan Desa dan Kawasan Perdesaan Prof. Hasanudin Z. Abidin Kepala Badan Informasi Geospasial Jakarta, 02 Juni 2017 URGENSI PEMETAAN DESA URGENSI PEMETAAN DESA PETA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI, KABUPATEN, DAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAK TAHUN 2018

KEBIJAKAN DAK TAHUN 2018 KEBIJAKAN TAHUN 2018 - DirekturOtonomi Daerah Bappenas - REGULASI TERKAIT KEBIJAKAN REPUBLIK INDONESIA DEFINISI SESUAI UU No.33/2004 Dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah

Lebih terperinci

Peran Data dan Informasi Geospasial Dalam Pengelolaan Pesisir dan DAS

Peran Data dan Informasi Geospasial Dalam Pengelolaan Pesisir dan DAS BADAN INFORMASI GEOSPASIAL Bersama Menata Indonesia yang Lebih Baik Peran Data dan Informasi Geospasial Dalam Pengelolaan Pesisir dan DAS Priyadi Kardono Kepala Badan Informasi Geospasial Disampaikan dalam

Lebih terperinci