Angga Yana*, Iwan Setiawan**, Dani Garnida** Universitas Padjadjaran

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Angga Yana*, Iwan Setiawan**, Dani Garnida** Universitas Padjadjaran"

Transkripsi

1 EKSPLORASI TINGKAH LAKU ENTOK (Cairina moschata) MENGERAMI TELUR ITIK PADA PEMELIHARAAN BASAH DAN KERING BEHAVIOUR EXPLORATION OF MUSCOVY DUCK (Cairina moschata) ON INCUBATING DUCKS EGG IN WET AND DRY CONDITION Angga Yana*, Iwan Setiawan**, Dani Garnida** Universitas Padjadjaran *Alumni Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Tahun 2016 **Dosen Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Jln. Raya Bandung-Sumedang Km 21 Jatinangor ABSTRAK Penelitian ini telah dilakukan di Peternakan Entok Desa Nanjung Mekar Kec. Rancaekek Kab. Bandung pada tanggal 28 April-29 Mei Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkah laku entok (Cairina moschata) mengerami telur itik pada pemeliharaan basah dan kering, mengetahui daya tetas telur itik yang dierami oleh entok pada pemeliharaan basah dan kering. Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksploratif. Kandang dibuat menjadi 2 flok: pertama, kandang dengan adanya akses ke air kolam (pemeliharaan basah), kedua, kandang tanpa adanya akses ke air kolam (pemeliharaan kering). Terdapat 8 ekor induk entok dan 80 butir telur itik. Tiap flok diisi 4 ekor induk entok dengan masingmasing mengerami 10 butir telur itik di dalam sarangnya. Berdasarkan hasil analisis statistik deskriptif menunjukkan bahwa pada pemeliharaan basah dan kering waktu yang dihabiskan induk entok untuk mengeram adalah 22 jam 57 menit dan 22 jam 56 menit dalam sehari, sedangkan untuk memelihara tubuhnya (termasuk makan, minum, mandi, jalan-jalan, defikasi) adalah 1 jam 3 menit dan 1 jam 4 menit dalam sehari, frekuensi makan rataan 3 kali dan minum rataan 3 kali dalam sehari, frekuensi mandi pada pemeliharaan basah rataan 1 kali selama masa pengeraman dengan lama waktu 1 menit, frekuensi pemutaran telur rataan 26 dan 30 kali dalam sehari. Daya tetas telur 100% dan 95%. Kata Kunci: Tingkah laku, mengeram, pemeliharaan basah dan kering ABSTRACT The research has been done at muscovy duck farm in Nanjung Mekar village, Rancaekek subdistrict, Bandung regency, from April 28-May 29, The research purposes to know behaviour of muscovy duck (Cairina moschata) on incubating ducks egg in wet and dry condition, know hatchibility of ducks egg on incubating by muscovy duck in wet and dry condition. The research method used is explorative method. The pen divide into two flock: First, pen with access to water pool (wet condition), second, pen with not access to water pool (dry condition). There was 8 muscovy ducks and 80 ducks egg. The content of flocks is 4 muscovy ducks with 10 ducks egg incubating in the nest. Based on result of statistic descriptive analysis indicate that in wet and dry condition for incubating spended 22 hours 57 minutes and 22 hours 56 minutes in one day, whereas for take care of hen s body (include eating, drinking, swimming, walking, defication) is 1 hour 3 minutes and 1 hour 4 minutes in one day, feeding frequency mean 3 times, drinking mean 3 times, swimming in wet condition mean 1 times during incubation period with long time is 1 minute, turning egg frequency mean 26 and 30 times in one day. Hatchability eggs is 100% and 95%. Key word: Behaviour, incubating, wet and dry condition Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran 1

2 PENDAHULUAN Itik domestik (Anas platyrhynchos) merupakan salah satu unggas aquatik yang memiliki sifat mengeram yang sangat rendah. Menurut para ahli rendahnya sifat ini disebabkan proses domestikasi sehingga terjadi mutasi pada sifat mengeram unggas tersebut, oleh karena itu untuk mempertahankan siklus hidup itik domestik diperlukan peranan manusia dalam perkembangbiakannya yaitu dengan cara membuat penetasan tiruan (artificial incubation) atau dengan cara melakukan penetasan alami yang dibantu pengaturannya. Penetasan alami pada telur itik dilakukan dengan bantuan jenis unggas yang lain terutama entok (Cairina moschata). Berbeda dengan itik domestik (Anas platyrhynchos), entok (Cairina moschata) yang satu famili yaitu Anatidae memiliki sifat mengeram yang paling baik diantara semua kerabatnya. Sudah sejak lama penetasan alamiah dikenal banyak masyarakat Indonesia dan bahkan secara praktiknya cara ini sangat populer dikalangan peternak unggas baik di pedesaan ataupun di kota dengan industri penetasannya. Penetasan alamiah menggunakan entok umumnya dilaporkan cukup baik karena hasil tetas yang didapatkan bisa mencapai lebih dari 80%, berbeda dengan penetasan buatan hasil tetas yang didapatkan masih di bawah 70%. Keuntungan lain dari penetasan alamiah yaitu mudah dilakukan peternak, daya tetas tinggi, dan tidak memerlukan pengawasan intensif seperti pengaturan suhu, kelembaban, dan pemutaran telur. Kelemahan dari penetasan alamiah ini terdapat pada kapasitas telur yang dapat dierami yaitu hanya sekitar butir telur tergantung besarnya tubuh induk yang mengerami, oleh sebab itu perusahaan penetasan telur di Indonesia lebih memilih menggunakan mesin tetas karena permintaan konsumen atas DOD (Day Old Duck) yang semakin meningkat. Permasalahan utama perusahaan penetasan telur itik di Indonesia yang menggunakan mesin tetas adalah tingginya tingkat kegagalan menetas saat proses inkubasi dibandingkan dengan penetasan telur ayam, karena mesin tetas yang digunakan masih berorientasi pada mesin tetas untuk penetasan telur ayam. Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik melakukan penelitian Eksplorasi Tingkah Laku Entok (Cairina moschata) Mengerami Telur Itik pada Pemeliharaan Basah dan Kering, sebagai dasar untuk merancang mesin tetas yang memiliki daya tetas tinggi. BAHAN DAN METODE Pengamatan tingkah laku entok mengerami telur itik pada pemeliharaan basah dan kering, kandang dibagi menjadi 2 flok. Pertama, kandang pemeliharaan basah yaitu kandang dengan adanya akses ke air kolam. Kedua, kandang pemeliharaan kering yaitu kandang dengan Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran 2

3 umbaran tanpa adanya akses ke air kolam. Setiap kandang ditempatkan 4 buah sarang dengan 4 ekor entok betina dewasa dan 1 ekor pejantan yang dijadikan satu, bertujuan agar terjadi perkawinan secara alami. Kedua jenis ini dipelihara sampai betina bertelur dan mengerami telurnya. Pada saat entok betina keluar dari sarang, semua telurnya diambil dan diganti dengan telur itik yang akan ditetaskan. Secara alami entok akan mengerami telur itik tersebut pada sarang penetasan yang telah disediakan. Telur-telur tetas yang digunakan merupakan hasil perkawinan alami dari itik jantan dan itik betina yang diperoleh dari peternak itik lokal. Telurtelur tetas tersebut dikumpulkan sebelum ditetaskan selama tidak lebih dari tiga hari. Telurtelur tetas ditempatkan pada sarang masing-masing diisi 10 butir telur dan dierami oleh 1 ekor induk entok pengeram. Pengamatan untuk tingkah laku mengeram (termasuk makan, minum, mandi jalan-jalan, defikasi) dilakukan dengan memakai rekaman CCTV kamera besar yang dipasang di dalam kandang dan kamera outdoor yang dipasang di luar kandang, sedangkan pengamatan pemutaran telur dilakukan dengan memakai rekaman CCTV kamera kecil yang dipasang di atas sarang. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksploratif yaitu metode yang mengeksplorasi tingkah laku entok selama proses mengerami telur itik, baik di dalam kandang maupun di luar kandang. Metode eksploratif dilaksanakan untuk menggali informasi baru dan ditujukan untuk kepentingan pendalaman penelitian. Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis statistik deskriptif yaitu untuk membuat gambaran tingkah laku entok mengerami telur itik secara sistematis dan faktual. HASIL DAN PEMBAHASAN Tingkah Laku Mengeram Hasil dari pengamatan rekaman CCTV diketahui bahwa pada pemeliharaan basah terdapat tingkah laku entok mengerami telur itik dengan dua ekor entok pada satu sarang, tingkah laku tersebut dinamakan brood parasitism atau dump-nesting. Menurut Sorensen (1991), brood parasitism atau mengeram parasit adalah keadaan yang melibatkan dua spesies unggas meletakkan telurnya di dalam satu sarang untuk dierami. Keadaan tersebut sesuai dengan penelitian pada hari ke-3 bahwa terdapat satu sarang yang tidak dierami oleh entok dan terdapat satu sarang yang dierami oleh dua ekor entok yaitu entok 1 dan entok 2 pada pemeliharaan basah, sedangkan sisa enam sarang yang diteliti dierami masing-masing oleh satu entok. Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran 3

4 Tingkah laku brood parasitism ini tidak jauh berbeda dengan tingkah laku mengeram dengan satu ekor entok, tetapi karena melibatkan dua ekor entok di dalam satu sarang, terkadang kedua entok tersebut menjaga sarangnya bersama-sama dan atau bergantian ketika akan melakukan aktivitas lain seperti makan, minum, mandi ataupun istirahat sehingga akan berpengaruh pada penetasan telur yang dierami kedua entok tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Semel dkk. (1988) bahwa keberhasilan penetasan telur dengan adanya dump-nesting atau brood parasitism ini akan berkurang karena telur rusak (akibat terinjak induk entok) dan telur yang ditinggalkan tidak menetas. Selain tingkah laku brood parasitism, selama penelitian tingkah laku mengeram yang diamati adalah ketika entok akan keluar dari sarang, entok akan menutupi telurnya dengan jerami yang digunakan sebagai litter atau alas untuk mengeram, tujuannya adalah untuk menjaga suhu telur agar tetap hangat selama entok meninggalkan sarangnya dan melindungi telur dari hewan pengganggu. Tingkah Laku Makan dan Minum Hasil penelitian frekuensi makan dan minum entok pada pemeliharaan basah dan kering disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Frekuensi Makan dan Minum Selama Entok Mengerami Telur Itik pada Pemeliharaan Basah dan Kering Pemeliharaan Rataan Makan (kali) Rataan Minum (kali) Basah 3 3 Kering 3 3 Hasil analisis pada Tabel 1. menunjukkan rataan frekuensi makan dan minum harian entok selama masa mengeram pada pemeliharaan basah dan kering adalah 3 kali. Frekuensi tingkah laku makan dan minum yang rendah pada masa pengeraman telur terjadi karena entok tidak menghasilkan telur, sehingga kebutuhan nutrient rendah. Selain itu, aktivitas induk entok yang sedang mengeram sangat rendah karena hampir sepanjang waktu induk entok berada di dalam sarang, sehingga kesempatan untuk mengkonsumsi ransum dan air berkurang. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Etches (1996) bahwa dua hari menjelang mengeram, induk entok mulai meningkatkan tingkah laku bersarang, serta konsumsi ransum dan air menurun. Entok biasanya keluar dari sarang atau tempat pengeraman untuk mencari makan atau minum dan istirahat. Tingkah laku entok saat makan biasanya sambil minum air kemudian makan kembali apabila tempat makan dan minum saling berdekatan. Ketaren dkk. (1999) menduga buruknya efisiensi penggunaan pakan pada itik disebabkan oleh tabiat makan itik Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran 4

5 termasuk kebiasaannya yang segera mencari air minum setelah makan, dan umumnya pakan tercecer pada saat itik pindah dari tempat pakan ke tempat minum. Hal ini menunjukkan bahwa unggas air sangat tergantung pada ketersediaan (kemudahan pencapaian) air, terutama untuk masuknya ransum ke dalam saluran pencernaannya (Rasyaf 1994). Menurut Prasetyo dkk. (2005), itik sangat memerlukan bantuan air walaupun hanya sedikit untuk menelan ransum yang ada di mulutnya, oleh karena itu itik mempunyai kebiasaan langsung lari ke tempat air minum begitu ada ransum di dalam mulutnya. Larbier dan Leclercq (1994) menyatakan bahwa konsumsi air minum dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain umur unggas dan ransum. Tingkah Laku Mandi Hasil analisis frekuensi mandi entok dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Frekuensi Mandi Selama Entok Mengerami Telur Itik pada Pemeliharaan Basah Hari ke- Frekuensi Mandi (kali/hari) Entok 1 Entok 2 Entok 3 Entok Keterangan : : tidak ada yang mandi Hasil analisis Tabel 2. menunjukkan entok 1, 2 dan 4 melakukan mandi sebanyak 1 kali selama masa pengeraman pada kolam yang telah disediakan yaitu berurutan pada hari ke-1, 6, dan 23. Entok 3 melakukan mandi pada hari ke-1, 17 dan 23 masing-masing sebanyak 1 kali selama masa pengeraman. Entok melakukan mandi selama 1 sampai 5 menit dengan rataan 1 menit setiap kali mandi. Perilaku entok yang tidak banyak melakukan mandi selama masa mengeram disebabkan karena entok lebih banyak hidup di darat. Hal ini sesuai dengan pendapat Sinabutar (2009) bahwa meskipun entok atau Muscovy duck tergolong sebagai unggas air, tetapi lebih banyak hidup di darat (bersifat terrestrial). Entok akan turun dari sarang untuk mandi bertujuan untuk mendinginkan telur-telur yang sedang mengalami tingkat metabolisme tinggi akibat perkembangan embrio. Tingginya tingkat metabolisme yang dialami oleh telur ini mengakibatkan suhu telur menjadi tinggi sehingga telur menjadi panas. Semakin lama proses pengeraman maka tingkat metabolisme telur akan semakin meningkat. Dengan meningkatnya suhu akibat dari proses metabolisme telur ini maka pada hari ke-1, 6, 17, 23 dan 24 entok melakukan mandi. Menurut Crossley (1964) bahwa unggas air berupaya untuk mendinginkan telur dan meningkatkan kelembaban di dalam sarang. Tujuan utama dari pembasahan yaitu untuk mengatur suhu tubuh induk dan manfaat lainnya untuk kelembaban dan pendinginan telur (Drent, 1970). Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran 5

6 Entok pada saat melakukan mandi atau berenang biasanya tidak lama hanya sekitar 1-5 menit. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Universitas Oklahoma State (2002) menyatakan bahwa entok tidak dapat berenang terlalu lama karena kelenjar minyak yang ada pada tubuh itik manila atau entok tidak berkembang dibandingkan dengan itik lain. Pada saat induk entok mandi, kepalanya akan dimasukkan ke dalam air sambil mengepakkan sayapnya. Setelah mandi, entok tidak langsung masuk ke dalam sarang, tetapi melakukan pengeringan dan penyisiran bulunya terlebih dahulu. Tingkah Laku Pemutaran Telur Hasil analisis frekuensi pemutaran telur oleh entok dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Frekuensi Pemutaran Telur Selama Entok Mengerami Telur Itik pada Pemeliharaan Basah dan Kering Pemeliharaan Rataan (kali) Basah 26 Kering 30 Hasil analisis Tabel 3. menunjukkan bahwa frekuensi pemutaran telur pada pemeliharaan basah dan kering adalah rataan 26 dan 30 kali dalam sehari. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Vallane (1966) bahwa pemutaran telur menggunakan paruh terjadi 24 kali sampai 33,6 kali per hari dalam sarang. Menyisir bulu dengan paruh dan tidur adalah kegiatan besar lainnya selama beristirahat dalam keadaan duduk mengeram, tetapi kegiatan ini tidak secara langsung mempengaruhi telur yang dieramkan. Hampir sepanjang hari entok yang sedang mengeram berada dalam sarang. Selama di dalam sarang entok akan melakukan pergeseran posisi tubuhnya untuk menyamakan suhu setiap butir telur yang berada di dalam sarang. Paruhnya akan menarik satu telur menuju ke tengah pengeraman sehingga akan menggeser posisi kedudukan seluruh telur terhadap satu sama lain, pergerakan telur ini berguna untuk penyeragaman panas dan perkembangan embrio telur. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Weller (1958) bahwa pada suhu yang tinggi, seperti pada Common Nighthawk (Chordeiles minor) selalu berputar merubah arah posisi tubuhnya sehubungan dengan panas matahari. McKinney (1952) melaporkan bahwa tingkah laku Mallard yang melakukan pemutaran telur dengan paruh sampai menduduki kembali sebanyak 65%. Lebih lanjut dinyatakan Drent (1970) frekuensi pemutaran telur oleh paruh ditemukan meningkat ketika telur tiruan ditempatkan di sarang. Perbedaan suhu antara telur hidup dan tiruan dapat meningkatkan aktivitas paruh dalam menyamakan panas semua telur. Drent (1970) dan Franks (1967) melaporkan terdapat perbedaan tingkah laku induk akibat adanya telur tiruan. Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran 6

7 Pada waktu entok mengerami telur di dalam sarang, biasanya entok berdiri untuk memutar telur, setelah itu entok menduduki kembali telur di dalam sarang dengan perubahan arah tubuh yang berbeda dari sebelumnya, menarik bahan sarang ke sarang, menyelipkan telur dengan paruhnya dan sedikit gerakan tubuh ke kanan dan ke kiri, serta gerakan kaki di atas telur ke depan dan belakang. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Drent (1970) dan McKinney (1952) bahwa ketika dadanya menduduki telur, induk entok melakukan gerakan yang disebut waggling atau mengayuh. Waggling menggambarkan sisi ke sisi gerakan tubuh entok, sementara mengayuh menggambarkan tindakan kaki. Ketika induk entok menduduki telur, kakinya akan bergerak di atas telur ke depan dan ke belakang. McKinney (1952) melaporkan tindakan menggoyangkan dan mengayuh telur dilakukan % setiap kali akan menduduki telur. Salah satu faktor yang mempengaruhi penetasan telur adalah tingkah laku pemutaran telur. Menurut Lasmini dkk. (1992) banyak faktor yang mempengaruhi penetasan telur, secara umum dapat dikelompokkan dalam dua faktor yaitu faktor intern yang merupakan faktor yang terdapat di dalam telur tetas tersebut dan faktor ekstern yang merupakan faktor teknis dalam tatalaksana program penetasan telur. Lama Waktu Mengeram Hasil analisis lama waktu mengeram entok dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Lama Waktu Entok Mengerami Telur Itik pada Pemeliharaan Basah dan Kering Pemeliharaan Rataan Basah 22 jam 57 menit Kering 22 jam 56 menit Hasil analisis Tabel 4. menunjukkan bahwa lama waktu entok untuk mengerami telur pada pemeliharaan basah adalah rataan 22 jam 57 menit atau 95,62% dalam sehari, sedangkan untuk memelihara tubuhnya (termasuk makan, minum, mandi, jalan-jalan, defikasi) adalah rataan 1 jam 3 menit atau 4,48% dalam sehari. Pada pemeliharaan kering lama waktu entok untuk mengerami telur adalah rataan 22 jam 56 menit atau 95,56% dalam sehari, sedangkan untuk memelihara tubuhnya (termasuk makan, minum, mandi, jalan-jalan, defikasi) adalah rataan 1 jam 4 menit atau 4,44% dalam sehari. Hal ini hampir sama dengan penelitian Semenov-Tyan-Shanski dan Bragin (1969) yang menyatakan bahwa frekuensi lama induk entok mengeram yang normal rataan 23 jam 20 menit atau 97,22% dari 24 jam yang dihabiskan selama masa mengeram. Angsa betina jenis Canada (Branta canadensis) dalam mengerami telurnya menghabiskan waktu 98,5%. Green-winged Teal (Anas crecca) dan Common Goldeneye (Bucephala clangula) menghabiskan waktu 7/8 dalam mengerami telurnya. Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran 7

8 Hampir sepanjang waktu entok yang sedang mengalami masa mengeram berada di dalam sarangnya. Entok akan keluar sebentar dari sarangnya hanya untuk makan, minum, istirahat dan defekasi. Peningkatan tingkah laku mengeram entok di dalam sarang pada masa pengeraman disebabkan oleh adanya peningkatan hormon prolaktin dalam sirkulasi darahnya. Hal ini sesuai dengan pendapat El-Halawani dan Rozenboim (1993) bahwa secara fisiologis tingkah laku mengeram berkaitan dengan peningkatan kadar prolaktin dalam sirkulasi darah. Induk entok biasanya mulai melakukan kebiasaan bersarangnya pada saat matahari terbit dan meninggalkan sarang pada selang waktu siang hingga sore hari. Pada saat malam hari biasanya entok tetap berada di sarang untuk mengerami telurnya. Cooper (1976) menyatakan bahwa angsa kanada (Canada goose) melakukan pengeraman telur pada malam hari dan siang hari untuk pembentukan sarang. McKinney (1952) melaporkan bahwa Mallard Duck lebih aktif selama menetaskan. Lind (1961) pada Black-tailed Godwit dan Drent (1970) pada Herring Gull, melaporkan unggas lebih aktif pada masa penetasan. Data penelitian menunjukkan peningkatan aktivitas selama masa penetasan pada entok kemungkinan karena induk mendapat rangsangan yang diberikan oleh embrio (Vince, 1969). Daya Tetas Hasil analisis daya tetas telur itik lokal disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Rata-rata Daya Tetas Telur Itik Lokal pada Pemeliharaan Basah dan Kering Pemeliharaan Rataan (%) Basah 100 Kering 97,5 Hasil analisis Tabel 5. menunjukkan bahwa daya tetas telur itik lokal yang ditetaskan secara alami dengan menggunakan entok selama penelitian pada pemeliharaan basah dan kering adalaha rataan 100% dan 97,5%. Pada pemeliharaan kering terdapat 2,5% telur yang tidak menetas, hal tersebut terjadi karena embrio dalam telur mati. Kondisi pada penetasan sangatlah penting khususnya suhu, suhu yang tidak sesuai bisa menyebabkan kematian. Lyons (1998) menyatakan bahwa suhu yang rendah pada penetasan menyebabkan pertumbuhan yang tidak prosposional dan dapat menyebabkan gangguan jantung, pernafasan dan gizi yang tidak dapat diserap oleh embrio. Suhu untuk penetasan yaitu C dan kelembaban 68%, di bawah suhu tersebut embrio masih dapat berkembang tetapi tidak optimal sehingga terjadi gangguan pada sistem pernafasan dan jantung dan menyebabkan kematian. Blakely dan David (1998) menyatakan pada temperatur C masih dapat berkembang terbatas (tidak optimal), tetapi kemampuan selanjutnya untuk tetap hidup sangatlah rendah. Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran 8

9 Adanya telur-telur yang tidak menetas pada satu induk juga dapat disebabkan oleh bakteri yang masuk ke dalam telur dari air yang digunakan oleh induk untuk merawat diri dan sarang yang tidak bersih. Hal ini menyebabkan embrio mati sebelum menetas karena penetasan sangat bergantung pada mikroorganisme sebagaimana yang dikemukakan oleh Lyons (1998) bahwa mikroorganisme dapat menyebabkan daya tetas jelek dan telur busuk. Dari data penelitian yang didapat rataan daya tetas telur itik secara alami sebesar 97,5%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa daya tetas yang tinggi pada penetasan secara alami lebih baik dibandingkan dengan penetasan buatan menggunakan mesin tetas ataupun dengan menggunakan sekam padi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Lasmini, dkk. (1992) menyatakan bahwa cara penetasan alami dengan menggunakan entok sebagai pengeram mendapatkan hasil yang lebih baik daripada penetasan buatan. Hal ini dikarenakan sesuai dengan kondisi alamiah entok itu sendiri yang dapat mengatur kebutuhan suhu, kelembaban, serta pemutaran telur bagi telur yang akan ditetaskannya, sehingga akan menetas dengan optimal. Menurut Suharno (2009) penggunaan entok sebagai penetasan alami daya tetasnya bisa mencapai 80-90%. Lasmini, dkk. (1992) menyatakan bahwa dengan menggunakan entok sebagai penetasan telur itik Tegal dan Alabio didapatkan hasil yang lebih baik daripada menggunakan inkubator listrik dan minyak tanah. Itik Alabio yang ditetaskan dengan menggunakan mesin tetas dihasilkan rataan daya tunas dan tetas masing-masing 79,18% dan 48,98% (Brahmantiyo dan Prasetyo, 2002). Rataan daya tunas dan tetas dari itik Alabio yang ditetaskan menggunakan sekam padi masing-masing 88,08% dan 67,16% (Setioko, dkk. 1996). Anak entok yang ditetaskan dari penetasan secara alami dihasilkan rataan daya tunas dan tetas masing-masing 80,31% dan 64,29% (Basran, 2002). KESIMPULAN Selama periode mengeram, tingkah laku entok (Cairina moschata) pada pemeliharaan basah dan kering meliputi waktu mengeram adalah 22 jam 57 menit dan 22 jam 56 menit dalam sehari, sedangkan untuk memelihara tubuhnya (termasuk makan, minum, mandi, jalan-jalan, defikasi) adalah 1 jam 3 menit dan 1 jam 4 menit dalam sehari, frekuensi makan rataan 3 kali dan minum rataan 3 kali dalam sehari, frekuensi mandi pada pemeliharaan basah rataan 1 kali selama masa pengeraman dengan lama waktu 1 menit, frekuensi pemutaran telur rataan 26 dan 30 kali dalam sehari. Daya tetas telur 100% dan 95%. Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran 9

10 SARAN Untuk penelitian selanjutnya sebaiknya dilakukan penyeragaman perkawinan entok terlebih dahulu, hal ini untuk penyerempakan periode pengeraman. Serta sebaiknya untuk memakai kamera CCTV dengan kualitas bagus dan ditempatkan untuk 2-5 ekor entok dalam satu jangkauan kamera CCTV, hal ini bertujuan untuk mengefisienkan waktu dan tenaga. Sebagai informasi dari penulis bahwa dalam sehari untuk satu kamera CCTV terdapat 24 film berdurasi satu jam dalam sehari. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Allah SWT, kepada kedua orang tua, serta kepada Dr. Ir. Iwan Setiawan, DEA. sebagai pembimbing utama dan Ir. Dani Garnida, MS. sebagai pembimbing anggota. DAFTAR PUSTAKA Basran Fertilitas, Daya Tetas dan Nisbah Kelamin Anak Entok (Cairina moschata) yang diperoleh dari Penetasan Alami. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Blakely, J. dan H.B. David Ilmu Peternakan. Edisi Keempat. Terjemahan : Bambang Srigandono. Universitas Gadjah Mada Press, Yogyakarta. Brahmantiyo, B. dan L. Prasetyo Pengaruh Bangsa Itik Alabio dan Mojosari Terhadap Performan Reproduksi. Pros. Lokakarya Unggas Air. Bogor, 6-7 Agustus Halaman Cooper, J. A The History and Nesting Biology of Canada Geese of Marshy Point, Manitoba. Wildl. Monogr., in press. Crossley, R Spur-winged Plovers Wetting Their Feathers Before Incubation. Brit. Birds 57: Drent, R.H Functional Aspect of Incubation in the Herring Gull. Pp in the Herring Gull and its Egg (G.P. Baerends and R.H. Drent, Eds). Behaviour Suppl. 17. El-Halawani, M.E. dan I. Rozenboim The Ontogeny and Control of Incubation Behaviour in Turkey. Poult Sci 72: Etches, R.J Reproduction in Poultry. Wallingford : CAB International. Franks, E.C The Responses of Incubating Ringed Turtle Doves (Steptopelis riseria) to Manipulated Egg Temperatures. Condor. 69: Ketaren, P.P. Prasetyo, L.H. Murtisari, T Karakter Produksi Telur Itik Silang Mojosari x Alabio. Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Pusat Penelitian Peternakan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor. Larbier, M. dan Leclerq, B Nutrition and Feeding of Poultry. Nottingham University Press. INRA. Perancis. Lasmini, A., R. Abdelsamie. dan N.M. Parwati Pengaruh Cara Penetasan Terhadap Daya Tetas Telur Itik Tegal dan Alabio. Prosiding Pengolahan Dan Komunikasi Hasil- Hasil Penelitian. Unggas Dan Aneka Ternak. Balai Penelitian Ternak, Ciawi. Bogor. Lind, H Studies on the Behaviour of the Balck-tailed Godwit (Limosa limosa (L.)). Medd. Naturfredningsradets Reservatudvlg 66: Lyons, J.J Small Flock Series : Incubation of Poultry. Agricultural Publication. University of Missouri. Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran 10

11 McKinney, D.F Incubation on Hatching Behaviour in the Mallard. Wildfowl Trust Ann. Rept. 5: Oklahoma State University Muscovy. Oklahoma, USA. Diakses pada bulan Juni Prasetyo, L.H., Ketaren, P.P., Hardjosworo, P.S Perkembangan Teknologi Budidaya Itik di Indonesia. Prosiding Lokakarya Unggas Air sebagai Peluang Usaha Baru. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Rasyaf, M Beternak Itik Komersil. Edisi Kedua Kanisius, Yogyakarta. Semel, B., Sherman, P.W. dan Byers, S.M Effects of brood parasitism and nest-box placement on Wood Duck breeding ecology. Condor 90: Semenov-Tyan-Shanski, O.I. dan A.B. Bragin Incubation Conditions for Some Precocial Birds in the Subarctic. Byull. Moskovskogo Odshch. Isp. Prirody, Otdel. Biol. 74: Setioko, A.R., Sofjan Iskandar dan T. Antawidjadja Unggas Air (Itik dan Entok) Sebagai Alternatif Pendapatan Petani. Prosiding Seminar Peternakan dan Veteriner. Jilid I. Balai Penelitian Ternak Ciawi. Sinabutar, M.O Pengaruh Frekuensi Inseminasi Buatan Terhadap Daya Tetas Telur Itik Lokal (Anas platyrynchos) yang di Inseminasi Buatan dengan Semen Entok. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatra Utara. Sorensen M.D The functional significance of parasitic egg laying and typical nesting in redhead ducks: an analysis of individual behaviour. Animal Behaviour, 42: Suharno, Bambang Beternak Itik Secara Intensif. Penebar swadaya. Jakarta. Vallane, K Incubation Behaviour and Temperature of Cappercaillie (Tetrao Urogallus) and Willow Grouse (Lagopus lagopus). Suomen Riista 19: Vince, M.A Embryonic Communication (R.A. Hinde, Ed). Cambridge, England. Cambridge Univ. Press. Weller, N.W Observations on the Incubation Behaviour of a Common Nighthawk. Auk 75: Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran 11

PENGARUH BANGSA ITIK ALABIO DAN MOJOSARI TERHADAP PERFORMAN REPRODUKSI (REPRODUCTIVE PERFORMANCE OF ALABIO AND MOJOSARI DUCKS) ABSTRACT ABSTAAK

PENGARUH BANGSA ITIK ALABIO DAN MOJOSARI TERHADAP PERFORMAN REPRODUKSI (REPRODUCTIVE PERFORMANCE OF ALABIO AND MOJOSARI DUCKS) ABSTRACT ABSTAAK PENGARUH BANGSA ITIK ALABIO DAN MOJOSARI TERHADAP PERFORMAN REPRODUKSI (REPRODUCTIVE PERFORMANCE OF ALABIO AND MOJOSARI DUCKS) Bram Brahmantiyo dan L. Hardi Prasetyo Balai Penelitian Ternak, Ciawi, PO.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelompok Tani Ternak Rahayu merupakan suatu kelompok peternak yang ada di

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelompok Tani Ternak Rahayu merupakan suatu kelompok peternak yang ada di IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Kelompok Ternak Kelompok Tani Ternak Rahayu merupakan suatu kelompok peternak yang ada di Desa Sidodadi, Kecamatan Way Lima, Kabupaten Pesawaran, Propinsi Lampung.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. serta meningkatnya kesadaran akan gizi dan kesehatan masyarakat. Akan

I. PENDAHULUAN. serta meningkatnya kesadaran akan gizi dan kesehatan masyarakat. Akan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kenaikan permintaan komoditas peternakan di Indonesia dari tahun ke tahun semakin berpacu dengan adanya pertambahan jumlah penduduk, pendapatan, serta meningkatnya

Lebih terperinci

HATCH PERIOD AND WEIGHT AT HATCH OF LOCAL DUCK (Anas sp.) BASED ON DIFFERENCE OF INCUBATOR HUMIDITY SETTING AT HATCHER PERIOD

HATCH PERIOD AND WEIGHT AT HATCH OF LOCAL DUCK (Anas sp.) BASED ON DIFFERENCE OF INCUBATOR HUMIDITY SETTING AT HATCHER PERIOD LAMA MENETAS DAN BOBOT TETAS TELUR ITIK LOKAL (Anas sp.) BERDASARKAN PERBEDAAN KELEMBABAN MESIN TETAS PADA PERIODE HATCHER HATCH PERIOD AND WEIGHT AT HATCH OF LOCAL DUCK (Anas sp.) BASED ON DIFFERENCE

Lebih terperinci

Kata kunci: penetasan, telur itik Tegal, dan mesin tetas

Kata kunci: penetasan, telur itik Tegal, dan mesin tetas PENGARUH PENGGUNAAN BAHAN TEMPAT AIR DAN LETAK TELUR DI DALAM MESIN TETAS YANG BERPEMANAS LISTRIK PADA PENETASAN ITIK TEGAL Subiharta dan Dian Maharsa Yuwana Assessment Institute for Agricultural Technology

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK HASIL TETAS TELUR ITIK RAMBON DAN CIHATEUP PADA LAMA PENCAMPURAN JANTAN DAN BETINA YANG BERBEDA

KARAKTERISTIK HASIL TETAS TELUR ITIK RAMBON DAN CIHATEUP PADA LAMA PENCAMPURAN JANTAN DAN BETINA YANG BERBEDA KARAKTERISTIK HASIL TETAS TELUR ITIK RAMBON DAN CIHATEUP PADA LAMA PENCAMPURAN JANTAN DAN BETINA YANG BERBEDA CHARACTERISTICS OF HATCHING EGGS OF RAMBON AND CIHATEUP DUCKS AT DIFFERENT MEETING DURATION

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. peternakan seperti telur dan daging dari tahun ke tahun semakin meningkat.

I. PENDAHULUAN. peternakan seperti telur dan daging dari tahun ke tahun semakin meningkat. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk, pendapatan, serta meningkatnya kesadaran akan gizi dan kesehatan masyarakat, maka permintaan komoditas peternakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo Anseriformes, family Anatidae, sub family Anatinae, tribus Anatini dan genus Anas (Srigandono,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah telur Itik Rambon dan

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah telur Itik Rambon dan 18 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Penelitian 3.1.1 Bahan Penelitian Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah telur Itik Rambon dan Cihateup yang diperoleh dari pencampuran jantan dan

Lebih terperinci

EVALUASI TELUR TETAS ITIK CRp (CIHATEUP X RAMBON) YANG DIPELIHARA PADA KONDISI MINIM AIR SELAMA PROSES PENETASAN

EVALUASI TELUR TETAS ITIK CRp (CIHATEUP X RAMBON) YANG DIPELIHARA PADA KONDISI MINIM AIR SELAMA PROSES PENETASAN EVALUASI TELUR TETAS ITIK CRp (CIHATEUP X RAMBON) YANG DIPELIHARA PADA KONDISI MINIM AIR SELAMA PROSES PENETASAN EVALUATION OF HATCHING EGG OF CRp (CIHATEUP X RAMBON) DUCK RAISED ON MINIMUM WATER CONDITIONS

Lebih terperinci

PROGRAM VILLAGEBREEDING PADA ITIK TEGAL UNTUK PENINGKATAN PRODUKSI TELUR: SELEKSI ITIK TEGAL GENERASI PERTAMA DAN KEDUA ABTRACT ABTRAK

PROGRAM VILLAGEBREEDING PADA ITIK TEGAL UNTUK PENINGKATAN PRODUKSI TELUR: SELEKSI ITIK TEGAL GENERASI PERTAMA DAN KEDUA ABTRACT ABTRAK PROGRAM VILLAGEBREEDING PADA ITIK TEGAL UNTUK PENINGKATAN PRODUKSI TELUR: SELEKSI ITIK TEGAL GENERASI PERTAMA DAN KEDUA (VILLAGE BREEDING PROGRAM FOR TEGAL DUCKS IN IMPROVING EGG PRODUCTION FIRST AND SECOND

Lebih terperinci

Performa Produksi Puyuh Petelur (Coturnix-coturnix Japonica) Hasil Persilangan..Wulan Azhar

Performa Produksi Puyuh Petelur (Coturnix-coturnix Japonica) Hasil Persilangan..Wulan Azhar PERFORMA PRODUKSI PUYUH PETELUR (Coturnix-coturnix Japonica) HASIL PERSILANGAN WARNA BULU HITAM DAN COKLAT THE PRODUCTION PERFORMANCE OF LAYING QUAIL (Coturnix-coturnix Japonica) COME FROM BLACK AND BROWN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Itik lokal Indonesia dikenal sebagai keturunan itik Indian Runner yang banyak

II. TINJAUAN PUSTAKA. Itik lokal Indonesia dikenal sebagai keturunan itik Indian Runner yang banyak II. TINJAUAN PUSTAKA A. Itik Mojosari Itik lokal Indonesia dikenal sebagai keturunan itik Indian Runner yang banyak tersebar di wilayah Indonesia. Beberapa bangsa itik lokal antara lain: itik alabio (Anas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. species dari Anas plitirinchos yang telah mengalami penjinakan atau domestikasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. species dari Anas plitirinchos yang telah mengalami penjinakan atau domestikasi 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Magelang Bangsa itik jinak yang ada sekarang berasal dari itik liar yang merupakan species dari Anas plitirinchos yang telah mengalami penjinakan atau domestikasi (Susilorini

Lebih terperinci

Performans Pertumbuhan Itik Talang Benih Jantan dan Betina yang Dipelihara secara Intensif

Performans Pertumbuhan Itik Talang Benih Jantan dan Betina yang Dipelihara secara Intensif Performans Pertumbuhan Itik Talang Benih Jantan dan Betina yang Dipelihara secara Intensif Performance of Male and Female Talang Benih Duck Growth Reared Intensively Kususiyah dan Desia Kaharuddin Jurusan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. salah satunya pemenuhan gizi yang berasal dari protein hewani. Terlepas dari

PENDAHULUAN. salah satunya pemenuhan gizi yang berasal dari protein hewani. Terlepas dari 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring meningkatnya pertumbuhan penduduk, kebutuhan pangan semakin meningkat pula. Pangan yang dibutuhkan oleh masyarakat jenisnya beragam, salah satunya pemenuhan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Kondisi Umum Kandang Local Duck Breeding and Production Station

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Kondisi Umum Kandang Local Duck Breeding and Production Station 29 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Kandang Local Duck Breeding and Production Station Local Duck Breeding and Production Station merupakan suatu unit pembibitan dan produksi itik lokal yang berada

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. lokal adalah salah satu unggas air yang telah lama di domestikasi, dan

I PENDAHULUAN. lokal adalah salah satu unggas air yang telah lama di domestikasi, dan I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ternak unggas penghasil telur, daging dan sebagai binatang kesayangan dibedakan menjadi unggas darat dan unggas air. Dari berbagai macam jenis unggas air yang ada di Indonesia,

Lebih terperinci

FERTILITAS DAN DAYA TETAS TELUR ITIK PERSILANGAN PEKING X ALABIO (PA) DAN PEKING X MOJOSARI (PM) YANG DIINSEMINASI ENTOK JANTAN

FERTILITAS DAN DAYA TETAS TELUR ITIK PERSILANGAN PEKING X ALABIO (PA) DAN PEKING X MOJOSARI (PM) YANG DIINSEMINASI ENTOK JANTAN FERTILITAS DAN DAYA TETAS TELUR ITIK PERSILANGAN PEKING X ALABIO (PA) DAN PEKING X MOJOSARI (PM) YANG DIINSEMINASI ENTOK JANTAN (Fertility and Hatchability of Egg of Crossbred Duck Inseminated with Muscovy

Lebih terperinci

CIRI - CIRI FISIK TELUR TETAS ITIK MANDALUNG DAN RASIO JANTAN DENGAN BETINA YANG DIHASILKAN ABSTRACT ABSTAAK

CIRI - CIRI FISIK TELUR TETAS ITIK MANDALUNG DAN RASIO JANTAN DENGAN BETINA YANG DIHASILKAN ABSTRACT ABSTAAK CIRI - CIRI FISIK TELUR TETAS ITIK MANDALUNG DAN RASIO JANTAN DENGAN BETINA YANG DIHASILKAN (PHISICAL CHARACTERISTICS OF MANDALUNG HATCHING EGGS AND THE MALE AND FEMALE RATIO OF THEIR DUCKLING) Yarwin

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Peningkatan populasi penduduk di Indonesia menyebabkan perkembangan

I. PENDAHULUAN. Peningkatan populasi penduduk di Indonesia menyebabkan perkembangan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Peningkatan populasi penduduk di Indonesia menyebabkan perkembangan permintaan terhadap produk hasil ternak. Produk hasil unggas merupakan produk yang lebih

Lebih terperinci

PROGRAM PEMBIBITAN ITIK MA DI BPTU PELAIHARI KALIMANTAN SELATAN: SELEKSI PADA POPULASI BIBIT INDUK ITIK ALABIO

PROGRAM PEMBIBITAN ITIK MA DI BPTU PELAIHARI KALIMANTAN SELATAN: SELEKSI PADA POPULASI BIBIT INDUK ITIK ALABIO PROGRAM PEMBIBITAN ITIK MA DI BPTU PELAIHARI KALIMANTAN SELATAN: SELEKSI PADA POPULASI BIBIT INDUK ITIK ALABIO (Breeding Program of Ma Ducks in Bptu Pelaihari: Selection of Alabio Parent Stocks) A.R. SETIOKO

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. konstruksi khusus sesuai dengan kapasitas produksi, kandang dan ruangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. konstruksi khusus sesuai dengan kapasitas produksi, kandang dan ruangan 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bangunan Penetasan Bangunan penetasan adalah suatu tempat yang dibangun dengan konstruksi khusus sesuai dengan kapasitas produksi, kandang dan ruangan penetasan harus terpisah.

Lebih terperinci

Peking. Gambar 6 Skema persilangan resiprokal itik alabio dengan itik peking untuk evaluasi pewarisan sifat rontok bulu terkait produksi telur.

Peking. Gambar 6 Skema persilangan resiprokal itik alabio dengan itik peking untuk evaluasi pewarisan sifat rontok bulu terkait produksi telur. 23 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Pengamatan terhadap sifat rontok bulu dan produksi telur dilakukan sejak itik memasuki periode bertelur, yaitu pada bulan Januari 2011 sampai Januari 2012.

Lebih terperinci

Performan Pertumbuhan dan Produksi Karkas Itik CA [Itik Cihateup x Itik Alabio] sebagai Itik Pedaging

Performan Pertumbuhan dan Produksi Karkas Itik CA [Itik Cihateup x Itik Alabio] sebagai Itik Pedaging Jurnal Peternakan Sriwijaya Vol. 4, No. 2, Desember 2015, pp. 29-34 ISSN 2303 1093 Performan Pertumbuhan dan Produksi Karkas Itik CA [Itik Cihateup x Itik Alabio] sebagai Itik Pedaging Rukmiasih 1, P.R.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhan sumber protein. Di Indonesia terdapat bermacam-macam

PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhan sumber protein. Di Indonesia terdapat bermacam-macam 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Itik merupakan salah satu ternak unggas yang memiliki potensi untuk memenuhi kebutuhan sumber protein. Di Indonesia terdapat bermacam-macam jenis itik lokal dengan karakteristik

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Bumirestu, Kecamatan Palas, Kabupaten

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Bumirestu, Kecamatan Palas, Kabupaten 30 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Bumirestu, Kecamatan Palas, Kabupaten Lampung Selatan pada April--Mei 2015. B. Alat dan Bahan 1) Alat yang digunakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. penyediaan daging itik secara kontinu. Kendala yang dihadapi adalah kurang

PENDAHULUAN. penyediaan daging itik secara kontinu. Kendala yang dihadapi adalah kurang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha peternakan unggas di Indonesia semakin berkembang seiring dengan banyaknya kebutuhan protein hewani terutama itik lokal. Itik mulai digemari oleh masyarakat terutama

Lebih terperinci

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004 PENGARUH PROTEIN RANSUM PADA FASE PRODUKSI TELUR II (UMUR 52 64 MINGGU) TERHADAP KUALITAS TELUR TETAS DAN PERTUMBUHAN ANAK ITIK TEGAL SAMPAI UMUR SATU MINGGU (Effects of Protein Ratio a Phase II of Eggs

Lebih terperinci

(PRODUCTIVITY OF Two LOCAL DUCK BREEDS: ALABIO AND MOJOSARI RAISED ON CAGE AND LITTER HOUSING SYSTEM) ABSTRACT ABSTAAK PENDAHULUAN

(PRODUCTIVITY OF Two LOCAL DUCK BREEDS: ALABIO AND MOJOSARI RAISED ON CAGE AND LITTER HOUSING SYSTEM) ABSTRACT ABSTAAK PENDAHULUAN PRODUKTIVITAS DUA BANGSA ITIK LOKAL: ALABIO DAN MOJOSARI PADA SISTEM KANDANG BATTERY DAN LITTER (PRODUCTIVITY OF Two LOCAL DUCK BREEDS: ALABIO AND MOJOSARI RAISED ON CAGE AND LITTER HOUSING SYSTEM) Maijon

Lebih terperinci

Identifikasi Bobot Badan dan Ukuran-ukuran Tubuh Itik Bali...Herbert Jumli Tarigan

Identifikasi Bobot Badan dan Ukuran-ukuran Tubuh Itik Bali...Herbert Jumli Tarigan IDENTIFIKASI BOBOT BADAN DAN UKURAN UKURAN TUBUH ITIK BALI (Kasus Di Kelompok Ternak Itik Manik Sari Dusun Lepang Desa Takmung Kecamatan Banjarangkan Kabupaten Klungkung Provinsi Bali) IDENTIFICATION OF

Lebih terperinci

Gambar 1. Itik Alabio

Gambar 1. Itik Alabio TINJAUAN PUSTAKA Itik Alabio Itik Alabio merupakan salah satu itik lokal Indonesia. Itik Alabio adalah itik yang berasal dari Kabupaten Hulu Sungai Utara, Propinsi Kalimantan Selatan. Habitatnya di daerah

Lebih terperinci

RINGKASAN. sifat dengan itik Tegal, itik Mojosari, dan itik Alabio. Di daerah asalnya, itik

RINGKASAN. sifat dengan itik Tegal, itik Mojosari, dan itik Alabio. Di daerah asalnya, itik 40 RINGKASAN Salah satu jenis itik yang banyak dibudidayakan di daerah Jawa Barat yaitu itik Rambon. Itik jenis ini berasal dari wilayah Cirebon, memiliki kemiripan sifat dengan itik Tegal, itik Mojosari,

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA ITIK ALABIO DENGAN SISTEM LANTING DI KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH

ANALISIS KELAYAKAN USAHA ITIK ALABIO DENGAN SISTEM LANTING DI KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH ANALISIS KELAYAKAN USAHA ITIK ALABIO DENGAN SISTEM LANTING DI KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH (Feasibility Analysis of Alabio Duck Farm with Lanting System at Hulu Sungai Tengah) ENI SITI ROHAENI Balai Pengkajian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masyarakat menyebabkan konsumsi protein hewani pun meningkat setiap

I. PENDAHULUAN. masyarakat menyebabkan konsumsi protein hewani pun meningkat setiap I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Peningkatan jumlah penduduk serta semakin meningkatnya pengetahuan masyarakat menyebabkan konsumsi protein hewani pun meningkat setiap tahunnya. Konsumsi protein

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Salah satu produk peternakan yang memberikan sumbangan besar bagi. menghasilkan telur sepanjang tahun yaitu ayam arab.

1. PENDAHULUAN. Salah satu produk peternakan yang memberikan sumbangan besar bagi. menghasilkan telur sepanjang tahun yaitu ayam arab. 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sejalan dengan pertambahan penduduk dan tingkat kesadaran masyarakat akan gizi, diperlukan peningkatan ketersediaan sumber gizi terutama protein hewani. Salah

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 18 III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Mega Bird and Orchid farm, Bogor, Jawa Barat pada bulan Juni hingga Juli 2011. 3.2 Alat dan Bahan Alat yang digunakan pada

Lebih terperinci

PEMBAHASAN Penggunaan Kamera IR-CCTV

PEMBAHASAN Penggunaan Kamera IR-CCTV PEMBAHASAN Penggunaan Kamera IR-CCTV Kendala utama penelitian walet rumahan yaitu: (1) rumah walet memiliki intensitas cahaya rendah, (2) pemilik tidak memberi ijin penelitian menggunakan metode pengamatan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI SIFAT-SIFAT KUALITATIF DAN UKURAN TUBUH PADA ITIK TEGAL, ITIK MAGELANG, DAN ITIK DAMIAKING

IDENTIFIKASI SIFAT-SIFAT KUALITATIF DAN UKURAN TUBUH PADA ITIK TEGAL, ITIK MAGELANG, DAN ITIK DAMIAKING IDENTIFIKASI SIFAT-SIFAT KUALITATIF DAN UKURAN TUBUH PADA ITIK TEGAL, ITIK MAGELANG, DAN ITIK DAMIAKING S. SOPIYANA, A.R. SETIOKO, dan M.E. YUSNANDAR Balai Penelitian Ternak Jl. Veteran III PO Box 221

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN PAKAN TERBATAS TERHADAP PENAMPILAN ITIK SILANG MOJOSARI X ALABIO (MA) UMUR 8 MINGGU

PENGARUH PEMBERIAN PAKAN TERBATAS TERHADAP PENAMPILAN ITIK SILANG MOJOSARI X ALABIO (MA) UMUR 8 MINGGU PENGARUH PEMBERIAN PAKAN TERBATAS TERHADAP PENAMPILAN ITIK SILANG MOJOSARI X ALABIO (MA) UMUR 8 MINGGU (THE EFFECT OF RESTRICTED FEEDING ON PERFORMANCE OF MOJOSARI X ALABIO (MA) CROSSBRED DUCK AT 8 WEEKS

Lebih terperinci

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS AYAM BALI DENGAN POLA SELEKSI PRODUKSI

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS AYAM BALI DENGAN POLA SELEKSI PRODUKSI PENINGKATAN PRODUKTIVITAS AYAM BALI DENGAN POLA SELEKSI PRODUKSI (Increasing Balinese Native Chicken Productivity by Production Selection Pattern) NYM SUYASA, SUPRIO GUNTORO, I.A. PARWATI dan RAIYASA Balai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia, permintaan

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia, permintaan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia, permintaan konsumen terhadap produk hasil ternak juga meningkat. Produk hasil ternak yang dipilih

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Protein hewani memegang peran penting bagi pemenuhan gizi masyarakat. Untuk

I. PENDAHULUAN. Protein hewani memegang peran penting bagi pemenuhan gizi masyarakat. Untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Protein hewani memegang peran penting bagi pemenuhan gizi masyarakat. Untuk memenuhi kebutuhan gizi tersebut, masyarakat akan cenderung mengonsumsi daging unggas

Lebih terperinci

Pengaruh Bobot Badan Induk Generasi Pertama terhadap Fertilitas, Daya Tetas dan Bobot Tetas pada Itik Magelang di Satuan Kerja Itik Banyubiru-Ambarawa

Pengaruh Bobot Badan Induk Generasi Pertama terhadap Fertilitas, Daya Tetas dan Bobot Tetas pada Itik Magelang di Satuan Kerja Itik Banyubiru-Ambarawa Pengaruh Bobot Badan Induk Generasi Pertama terhadap Fertilitas, Daya Tetas dan Bobot Tetas pada Itik Magelang di Satuan Kerja Itik Banyubiru-Ambarawa Effect of Parent Body Weight of First Generation on

Lebih terperinci

Pengaruh Umur dan Pengelapan Telur terhadap Fertilitas dan Daya Tetas

Pengaruh Umur dan Pengelapan Telur terhadap Fertilitas dan Daya Tetas Pengaruh Umur dan Pengelapan Telur terhadap Fertilitas dan Daya Tetas (Influence of age wiping Eggs for fertility and hatchability) oleh : Zasmeli Suhaemi 1), PN. Jefri 1) dan Ermansyah 2) 1) Prodi Peternakan

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Abidin, Z Membuat dan Mengelola Mesin Tetas Semi Modern. Agromedia Pustaka. Depok.

DAFTAR PUSTAKA. Abidin, Z Membuat dan Mengelola Mesin Tetas Semi Modern. Agromedia Pustaka. Depok. 50 DAFTAR PUSTAKA Abidin, Z. 2009. Membuat dan Mengelola Mesin Tetas Semi Modern. Agromedia Pustaka. Depok. Achadi, E. L. 2007. Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Radja Grafindo Persada. Applegate, T.J, D.

Lebih terperinci

Hasil Tetas Puyuh Petelur Silangan Bulu Coklat dan Hitam...Sarah S.

Hasil Tetas Puyuh Petelur Silangan Bulu Coklat dan Hitam...Sarah S. KARAKTERISTIK HASIL TETAS PUYUH PETELUR (Coturnix coturnix japonica) SILANGAN WARNA BULU COKLAT DAN HITAM DI PUSAT PEMBIBITAN PUYUH UNIVERSITAS PADJADJARAN CHARACTERISTICS OF HATCHING PERFORMANCE FROM

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Penangkaran UD Anugrah Kediri, Jawa Timur. Penelitian dilaksanakan selama 2 bulan yaitu pada bulan Juni-Juli 2012.

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April November 2016 di Desa

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April November 2016 di Desa 12 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April November 2016 di Desa Ngrapah, Kecamatan Banyubiru, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Analisis data dilaksanakan di Laboraturium

Lebih terperinci

USAHA PENETASAN ITIK ALABIO SISTEM SEKAM YANG DIMODIFIKASI DI SENTRA PEMBIBITAN KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA

USAHA PENETASAN ITIK ALABIO SISTEM SEKAM YANG DIMODIFIKASI DI SENTRA PEMBIBITAN KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA USAHA PENETASAN ITIK ALABIO SISTEM SEKAM YANG DIMODIFIKASI DI SENTRA PEMBIBITAN KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA (The Alabio Duck Hatchery Farm with Unhulled Paddy Modification System at Breeding Centre in

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan 20 ekor Itik Rambon Betina, 4 ekor Itik

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan 20 ekor Itik Rambon Betina, 4 ekor Itik 21 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Penelitian 3.1.1 Objek Penelitian Penelitian ini menggunakan 20 ekor Itik Rambon Betina, 4 ekor Itik Rambon Jantan dan 20 ekor Itik Cihateup Betina, 4 ekor

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN STARTER DAN GROWER ITIK HASIL PERSILANGAN RESIPROKAL ALABIO DAN PEKING

PERTUMBUHAN STARTER DAN GROWER ITIK HASIL PERSILANGAN RESIPROKAL ALABIO DAN PEKING PERTUMBUHAN STARTER DAN GROWER ITIK HASIL PERSILANGAN RESIPROKAL ALABIO DAN PEKING (The Growth of Starter and Grower of Alabio and Peking Reciprocal Crossbreed Ducks) TRIANA SUSANTI 1, S. SOPIYANA 1, L.H.

Lebih terperinci

KUALITAS TELUR ITIK ALABIO DAN MOJOSARI PADA GENERASI PERTAMA POPULASI SELEKSI

KUALITAS TELUR ITIK ALABIO DAN MOJOSARI PADA GENERASI PERTAMA POPULASI SELEKSI KUALITAS TELUR ITIK ALABIO DAN MOJOSARI PADA GENERASI PERTAMA POPULASI SELEKSI (The Eggs Quality of Alabio and Mojosari Ducks on First Generation on Population Selected) MAIJON PURBA, L.H. PRASETYO dan

Lebih terperinci

PRODUKSI TELUR ITIK MA DI BPTU PELAIHARI KALIMANTAN SELATAN

PRODUKSI TELUR ITIK MA DI BPTU PELAIHARI KALIMANTAN SELATAN PRODUKSI TELUR ITIK MA DI BPTU PELAIHARI KALIMANTAN SELATAN (Egg Production of MA Duck and on BPTU Pelaihari South Kalimantan) T. SUSANTI 1, A.R. SETIOKO 1, L.H. PRASETYO 1 dan SUPRIYADI 2 1 Balai Penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Secara umum, ternak dikenal sebagai penghasil bahan pangan sumber protein

I. PENDAHULUAN. Secara umum, ternak dikenal sebagai penghasil bahan pangan sumber protein 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Secara umum, ternak dikenal sebagai penghasil bahan pangan sumber protein hewani yang dibutuhkan bagi hidup, tumbuh dan kembang manusia. Daging, telur, dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan penduduk yang semakin pesat, permintaan produk

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan penduduk yang semakin pesat, permintaan produk 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Seiring dengan perkembangan penduduk yang semakin pesat, permintaan produk hasil peternakan yang berupa protein hewani juga semakin meningkat. Produk hasil

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK FISIK SARANG BURUNG MALEO (Macrocephalon maleo) DI SUAKA MARGASATWA PINJAN-TANJUNG MATOP, SULAWESI TENGAH

KARAKTERISTIK FISIK SARANG BURUNG MALEO (Macrocephalon maleo) DI SUAKA MARGASATWA PINJAN-TANJUNG MATOP, SULAWESI TENGAH KARAKTERISTIK FISIK SARANG BURUNG MALEO (Macrocephalon maleo) DI SUAKA MARGASATWA PINJAN-TANJUNG MATOP, SULAWESI TENGAH Indrawati Yudha Asmara Fakultas Peternakan-Universitas Padjadjaran Jl. Raya Bandung-Sumedang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Inseminasi Buatan pada Ayam Arab

HASIL DAN PEMBAHASAN. Inseminasi Buatan pada Ayam Arab HASIL DAN PEMBAHASAN Inseminasi Buatan pada Ayam Arab Ayam Arab yang ada di Indonesia sekarang adalah ayam Arab hasil kawin silang dengan ayam lokal. Percepatan perkembangbiakan ayam Arab dapat dipacu

Lebih terperinci

Penyiapan Mesin Tetas

Penyiapan Mesin Tetas Dian Maharso Yuwono Pemeliharaan unggas secara intensif memerlukan bibit dalam jumlah yang relatif banyak, sehingga penetasan dengan mesin semakin diperlukan. Penetasan telur unggas (ayam, itik, puyuh,

Lebih terperinci

PENDUGAAN PARAMETER GENETIK SIFAT-SIFAT PRODUKSI TELUR ITIK ALABIO

PENDUGAAN PARAMETER GENETIK SIFAT-SIFAT PRODUKSI TELUR ITIK ALABIO PENDUGAAN PARAMETER GENETIK SIFAT-SIFAT PRODUKSI TELUR ITIK ALABIO (Genetic Parameter Estimates of Egg Production Characteristics in Alabio Ducks) T. SUSANTI dan L.H. PRASETYO 1 Balai Penelitian Ternak,

Lebih terperinci

PELUANG DAN POTENSI USAHA TERNAK ITIK DI LAHAN LEBAK ABSTRAK

PELUANG DAN POTENSI USAHA TERNAK ITIK DI LAHAN LEBAK ABSTRAK PELUANG DAN POTENSI USAHA TERNAK ITIK DI LAHAN LEBAK Eni Siti Rohaeni 1 dan Yanti Rina 2 1. BPTP Kalimantan Selatan 2. Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa (Balittra) ABSTRAK Ternak itik merupakan salah

Lebih terperinci

SeminarNasional Peternakan dan Veteriner ARGONO R. SET10K0 1 dan ISTIANA 2

SeminarNasional Peternakan dan Veteriner ARGONO R. SET10K0 1 dan ISTIANA 2 SeminarNasional Peternakan dan Veteriner 1998 PEMBIBITAN ITIK ALABIO DI KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH (HST) KALIMANTAN SELATAN ARGONO R. SET10K0 1 dan ISTIANA 2 1 Balai Penelitian Ternak, P.O. Box 221,

Lebih terperinci

PENGARUH UMUR TELUR TETAS PERSILANGAN ITIK TEGAL DAN MOJOSARI DENGAN PENETASAN KOMBINASI TERHADAP FERTILITAS DAN DAYA

PENGARUH UMUR TELUR TETAS PERSILANGAN ITIK TEGAL DAN MOJOSARI DENGAN PENETASAN KOMBINASI TERHADAP FERTILITAS DAN DAYA PENGARUH UMUR TELUR TETAS PERSILANGAN ITIK TEGAL DAN MOJOSARI DENGAN PENETASAN KOMBINASI TERHADAP FERTILITAS DAN DAYA The Effect of Hatched Egg Age of Tegal and Mojosari Duck Crossing with Combination

Lebih terperinci

Bibit induk (parent stock) itik Mojosari muda

Bibit induk (parent stock) itik Mojosari muda Standar Nasional Indonesia Bibit induk (parent stock) itik Mojosari muda ICS 65.020.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...i Pendahuluan... iii 1 Ruang lingkup...1 2 Istilah

Lebih terperinci

Pengaruh Umur Induk dan Specific...Netty Siboro PENGARUH UMUR INDUK ITIK DAN SPESIFIC GRAVITY TERHADAP KARAKTERISTIK TETASAN

Pengaruh Umur Induk dan Specific...Netty Siboro PENGARUH UMUR INDUK ITIK DAN SPESIFIC GRAVITY TERHADAP KARAKTERISTIK TETASAN PENGARUH UMUR INDUK ITIK DAN SPESIFIC GRAVITY TERHADAP KARAKTERISTIK TETASAN The Effect Of Specific Gravity And Hen Age To Hatching Characteristics (Weight Loss Egg, Hatch Period, Weight at Hatch) On Duck

Lebih terperinci

PENETASAN TELUR ITIK DI INDONESIA

PENETASAN TELUR ITIK DI INDONESIA PENETASAN TELUR ITIK DI INDONESIA A.R. SETioico Balai Penelitian Ternak P. O. Box 221, Bogor 16002 PENDAHULUAN Telur itik mempunyai reputasi sulit untuk ditetaskan dibanding dengan telur ayam karena waktu

Lebih terperinci

Bibit induk (parent stock) itik Alabio meri

Bibit induk (parent stock) itik Alabio meri SNI 7557:2009 Standar Nasional Indonesia Bibit induk (parent stock) itik Alabio meri ICS 65.020.30 Badan Standardisasi Nasional SNI 7557:2009 Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii Pendahuluan... iii

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. tidak dapat terbang tinggi, ukuran relatif kecil berkaki pendek.

I PENDAHULUAN. tidak dapat terbang tinggi, ukuran relatif kecil berkaki pendek. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Burung puyuh (Coturnix coturnix japonica) merupakan jenis burung yang tidak dapat terbang tinggi, ukuran relatif kecil berkaki pendek. Burung ini merupakan burung liar

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS ITIK ALABIO DAN MOJOSARI SELAMA 40 MINGGU DARI UMUR MINGGU

PRODUKTIVITAS ITIK ALABIO DAN MOJOSARI SELAMA 40 MINGGU DARI UMUR MINGGU PRODUKTIVITAS ITIK ALABIO DAN MOJOSARI SELAMA 40 MINGGU DARI UMUR 20 60 MINGGU (Productivity of Alabio and Mojosari Ducks for 40 Weeks from 20-60 weeks of Age) MAIJON PURBA 1, L.H. PRASETYO 1, PENI S.

Lebih terperinci

ANALISIS FEASIBILITAS USAHA TERNAK ITIK MOJOSARI ALABIO

ANALISIS FEASIBILITAS USAHA TERNAK ITIK MOJOSARI ALABIO ANALISIS FEASIBILITAS USAHA TERNAK ITIK MOJOSARI ALABIO I G.M. BUDIARSANA Balai Penelitian Ternak Jl. Veteran III PO Box 221 Bogor 16002 ABSTRAK Analisis feasibilitas merupakan metode analisis ekonomi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Itik adalah salah satu jenis unggas air ( water fowls) yang termasuk dalam

TINJAUAN PUSTAKA. Itik adalah salah satu jenis unggas air ( water fowls) yang termasuk dalam II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Itik adalah salah satu jenis unggas air ( water fowls) yang termasuk dalam kelas aves, ordo Anseriformes, Family Anatiade, Subfamily Anatinae, Tribus Anatini dan Genus Anas

Lebih terperinci

Bibit induk (parent stock) itik Mojosari meri

Bibit induk (parent stock) itik Mojosari meri Standar Nasional Indonesia Bibit induk (parent stock) itik Mojosari meri ICS 65.020.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii Pendahuluan... iii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan

Lebih terperinci

HASIL. Penggunaan Kamera IR-CCTV pada Pengamatan Perilaku Walet Rumahan. Nesting room di dalam rumah walet

HASIL. Penggunaan Kamera IR-CCTV pada Pengamatan Perilaku Walet Rumahan. Nesting room di dalam rumah walet HASIL Penggunaan Kamera IR-CCTV pada Pengamatan Perilaku Walet Rumahan Pengamatan perilaku walet rumahan diamati dengan tiga unit kamera IR- CCTV. Satu unit kamera IR-CCTV tambahan digunakan untuk mengamati

Lebih terperinci

Pengaruh Pemberian Pakan Terbatas terhadap Produktivitas Itik Silang Mojosari X Alabio (MA): Masa Pertumbuhan sampai Bertelur Pertama

Pengaruh Pemberian Pakan Terbatas terhadap Produktivitas Itik Silang Mojosari X Alabio (MA): Masa Pertumbuhan sampai Bertelur Pertama KETAREN dan PRASETYO: Pengaruh pemberian pakan terbatas terhadap produktivitas itik silang Mojosari X Alabio (MA) Pengaruh Pemberian Pakan Terbatas terhadap Produktivitas Itik Silang Mojosari X Alabio

Lebih terperinci

Pengaruh Umur Telur Tetas Itik Mojosari dengan Penetasan Kombinasi terhadap Fertilitas dan Daya Tetas

Pengaruh Umur Telur Tetas Itik Mojosari dengan Penetasan Kombinasi terhadap Fertilitas dan Daya Tetas Pengaruh Umur Telur Tetas Itik Mojosari dengan Penetasan Kombinasi terhadap Fertilitas dan Daya Tetas Effect of Age Mojosari Duck hatching Eggs with Hatching Combination on Fertility and Hatchability Neka

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: Morfologi, korelasi, performans reproduksi, itik Tegal, seleksi ABSTRACT

ABSTRAK. Kata kunci: Morfologi, korelasi, performans reproduksi, itik Tegal, seleksi ABSTRACT HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK MORFOLOGI DAN PERFORMANS REPRODUKSI ITIK TEGAL SEBAGAI DASAR SELEKSI [Relationship Between Morphology Characteristics and Reproduction Performance of "Tegal" Duck as Based

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. banyak telur dan merupakan produk akhir ayam ras. Sifat-sifat yang

TINJAUAN PUSTAKA. banyak telur dan merupakan produk akhir ayam ras. Sifat-sifat yang 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ayam Petelur Ayam petelur adalah ayam yang dipelihara dengan tujuan untuk menghasilkan banyak telur dan merupakan produk akhir ayam ras. Sifat-sifat yang dikembangkan pada tipe

Lebih terperinci

Pengaruh Genotipa dan Kadar Aflatoksin dalam Ransum pada Karakteristik Awal Bertelur Itik Lokal

Pengaruh Genotipa dan Kadar Aflatoksin dalam Ransum pada Karakteristik Awal Bertelur Itik Lokal Pengaruh Genotipa dan Kadar Aflatoksin dalam pada Karakteristik Awal Bertelur Itik Lokal L. HARDI PRASETYO dan T. SUSANTI Balai Penelitian Ternak, PO Box 221, Bogor 16002 (Diterima dwan redaksi 23 Juli

Lebih terperinci

PENETAPAN INTERVAL INSEMINASI BUATAN (IB) PADA AYAM BURAS

PENETAPAN INTERVAL INSEMINASI BUATAN (IB) PADA AYAM BURAS PENETAPAN INTERVAL INSEMINASI BUATAN (IB) PADA AYAM BURAS KADIRAN, R.DENNY PURNAMA DAN SUHARTO Balai Penelitian Ternak Bogor,Po.Box 221 Bogor 16002 RINGKASAN Suatu pengamatan mengenai periode fertil spermatozoa

Lebih terperinci

Pengaruh Waktu Dimulainya Pendinginan Selama Penetasan Terhadap Daya Tetas Telur Itik Persilangan Cihateup Alabio

Pengaruh Waktu Dimulainya Pendinginan Selama Penetasan Terhadap Daya Tetas Telur Itik Persilangan Cihateup Alabio Jurnal Ilmu Produksi dan Teknologi Hasil Peternakan ISSN 2303-2227 Vol. 04 No. 1 Januari 2016 Hlm: 251-256 Pengaruh Waktu Dimulainya Pendinginan Selama Penetasan Terhadap Daya Tetas Telur Itik Persilangan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK UKURAN ORGAN DALAM KARKAS ITIK GENOTIPE PEKING x ALABIO DAN PEKING x MOJOSARI

KARAKTERISTIK UKURAN ORGAN DALAM KARKAS ITIK GENOTIPE PEKING x ALABIO DAN PEKING x MOJOSARI KARAKTERISTIK UKURAN ORGAN DALAM KARKAS ITIK GENOTIPE PEKING x ALABIO DAN PEKING x MOJOSARI AGUS SUPARYANTO Balai Penelitian Ternak Jl. Veteran III PO Box 221, Bogor 16002 PENDAHULUAN Itik Peking x Alabio

Lebih terperinci

Pengaruh Pengaturan Waktu Pemberian Air Minum yang Berbeda Temperatur terhadap Performan Ayam Petelur Periode Grower.

Pengaruh Pengaturan Waktu Pemberian Air Minum yang Berbeda Temperatur terhadap Performan Ayam Petelur Periode Grower. Sains Peternakan Vol. 9 (2), September 2011: 77-81 ISSN 1693-8828 Pengaruh Pengaturan Waktu Pemberian Air Minum yang Berbeda Temperatur terhadap Performan Ayam Petelur Periode Grower Dede Risnajati Jurusan

Lebih terperinci

Bibit induk (parent stock) itik Alabio muda

Bibit induk (parent stock) itik Alabio muda Standar Nasional Indonesia Bibit induk (parent stock) itik Alabio muda ICS 65.020.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii Pendahuluan... iii 1 Ruang lingkup... 1 2 Istilah

Lebih terperinci

Potensi Nutrisi Tepung Azolla microphylla dalam Memperbaiki Performan Itik Manila (Cairina moschata)

Potensi Nutrisi Tepung Azolla microphylla dalam Memperbaiki Performan Itik Manila (Cairina moschata) Sains Peternakan Vol. 5 (2), September 2007: 12-17 ISSN 1693-8828 Potensi Nutrisi Tepung Azolla microphylla dalam Memperbaiki Performan Itik Manila (Cairina moschata) R. Dewanti Jurusan Peternakan, Fakultas

Lebih terperinci

TEKNOLOGI BUDIDAYA ITIK DI LAHAN PEKARANGAN Oleh Ermidias Penyuluh Pertanian Madya I.PENDAHULUAN

TEKNOLOGI BUDIDAYA ITIK DI LAHAN PEKARANGAN Oleh Ermidias Penyuluh Pertanian Madya I.PENDAHULUAN TEKNOLOGI BUDIDAYA ITIK DI LAHAN PEKARANGAN Oleh Ermidias Penyuluh Pertanian Madya I.PENDAHULUAN Iitik merupakan ternak unggas penghasil telur yang cukup potensial disamping ayam. Kelebihan ternak itik

Lebih terperinci

PENGARUH UMUR INDUK ITIK DAN SPECIFIC GRAVITY TERHADAP DAYA TETAS DAN MORTALITAS EMBRIO

PENGARUH UMUR INDUK ITIK DAN SPECIFIC GRAVITY TERHADAP DAYA TETAS DAN MORTALITAS EMBRIO PENGARUH UMUR INDUK ITIK DAN SPECIFIC GRAVITY TERHADAP DAYA TETAS DAN MORTALITAS EMBRIO THE EFFECT OF HEN AGE AND SPECIFIC GRAVITY ON HATCHABILITY AND EMBRYO MORTALITY M. Reza Ardian*, Dani Garnida**,

Lebih terperinci

Karakteristik Produksi dan Fertilitas Telur Itik Rambon dan Cihateup Hasil Kawin Alam dengan Lama Pencampuran Jantan dan Betina Berbeda

Karakteristik Produksi dan Fertilitas Telur Itik Rambon dan Cihateup Hasil Kawin Alam dengan Lama Pencampuran Jantan dan Betina Berbeda Karakteristik Produksi dan Fertilitas Telur Itik Rambon dan Cihateup Hasil Kawin Alam dengan Lama Pencampuran Jantan dan Betina Berbeda Characteristics of Egg Productions and Fertilities of Rambon and

Lebih terperinci

Sumber pemenuhan kebutuhan protein asal hewani yang cukup dikenal. masyarakat Indonesia selain ayam ialah itik. Usaha beternak itik dinilai

Sumber pemenuhan kebutuhan protein asal hewani yang cukup dikenal. masyarakat Indonesia selain ayam ialah itik. Usaha beternak itik dinilai 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sumber pemenuhan kebutuhan protein asal hewani yang cukup dikenal masyarakat Indonesia selain ayam ialah itik. Usaha beternak itik dinilai menguntungkan bagi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Itik adalah salah satu jenis ungags air ( water fawls) yang termasuk dalam

TINJAUAN PUSTAKA. Itik adalah salah satu jenis ungags air ( water fawls) yang termasuk dalam II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Itik adalah salah satu jenis ungags air ( water fawls) yang termasuk dalam kelas Aves, ordo Anseriformes, Family Anatidae, Sub family Anatinae, Tribus anatini dan Genus Anas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Kondisi Lingkungan Kelinci dipelihara dalam kandang individu ini ditempatkan dalam kandang besar dengan model atap kandang monitor yang atapnya terbuat dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persilangan dapat meningkatkan rata-rata bobot potong ayam (Gunawan dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persilangan dapat meningkatkan rata-rata bobot potong ayam (Gunawan dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Kampung Super Ayam kampung super merupakan hasil dari proses pemuliaan yang bertujuan untuk peningkatan produksi daging. Dalam jangka pendek metode persilangan dapat meningkatkan

Lebih terperinci

[Pemanenan Ternak Unggas]

[Pemanenan Ternak Unggas] SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN [AGRIBISNIS TERNAK UNGGAS] [Pemanenan Ternak Unggas] [Endang Sujana, S.Pt., MP.] KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pendahuluan Perkembangan industri peternakan yang semakin pesat menuntut teknologi yang baik dan menunjang. Salah satu industri peternakan yang paling berkembang adalah industri

Lebih terperinci

Bibit niaga (final stock) itik Mojosari meri umur sehari

Bibit niaga (final stock) itik Mojosari meri umur sehari Standar Nasional Indonesia Bibit niaga (final stock) itik Mojosari meri umur sehari Penerima dari RSNI ini diminta untuk menginformasikan adanya hak paten dalam dokumen ini, bila diketahui, serta memberikan

Lebih terperinci

PERFORMANS DAN KARAKTERISTIK AYAM NUNUKAN

PERFORMANS DAN KARAKTERISTIK AYAM NUNUKAN PERFORMANS DAN KARAKTERISTIK AYAM NUNUKAN WAFIATININGSIH 1, IMAM SULISTYONO 1, dan RATNA AYU SAPTATI 2 1 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Timur 2 Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Usaha peternakan merupakan salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk

I. PENDAHULUAN. Usaha peternakan merupakan salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Usaha peternakan merupakan salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk pemenuhan kebutuhan protein hewani masyarakat yang semakin meningkat, sejalan dengan

Lebih terperinci

THE INFLUENCES OF CAGE DENSITY ON THE PERFORMANCE OF HYBRID AND MOJOSARI DUCK IN STARTER PERIOD

THE INFLUENCES OF CAGE DENSITY ON THE PERFORMANCE OF HYBRID AND MOJOSARI DUCK IN STARTER PERIOD THE INFLUENCES OF CAGE DENSITY ON THE PERFORMANCE OF HYBRID AND MOJOSARI DUCK IN STARTER PERIOD Pinky R. P 1), E. Sudjarwo 2), and Achmanu 2) 1) Student of Animal Husbandry Faculty, University of Brawijaya

Lebih terperinci

LEVEL DOSIS INSEMINASI BUATAN (IB) ANTARA ENTOG JANTAN VS ITIK ALABIO BETINA TERHADAP KERAGAAN PENETASAN TELUR ITIK PEDAGING

LEVEL DOSIS INSEMINASI BUATAN (IB) ANTARA ENTOG JANTAN VS ITIK ALABIO BETINA TERHADAP KERAGAAN PENETASAN TELUR ITIK PEDAGING Suryana: Level Dosis Inseminasi Buatan (IB) LEVEL DOSIS INSEMINASI BUATAN (IB) ANTARA ENTOG JANTAN VS ITIK ALABIO BETINA TERHADAP KERAGAAN PENETASAN TELUR ITIK PEDAGING Suryana, A. Darmawan, Sholih, NH

Lebih terperinci

PENGARUH TEMPERATUR TERHADAP DAYA TETAS DAN HASIL TETAS TELUR ITIK (Anas plathyrinchos)

PENGARUH TEMPERATUR TERHADAP DAYA TETAS DAN HASIL TETAS TELUR ITIK (Anas plathyrinchos) PENGARUH TEMPERATUR TERHADAP DAYA TETAS DAN HASIL TETAS TELUR ITIK (Anas plathyrinchos) (THE EFFECT OF TEMPERATURE ON HATCHABILITY AND EGG HATCHING YIELD DUCK (Anas platyrinchos)) Maulidya Siella Ningtyas,

Lebih terperinci

Bibit niaga (final stock) itik Alabio meri umur sehari

Bibit niaga (final stock) itik Alabio meri umur sehari Standar Nasional Indonesia Bibit niaga (final stock) itik Alabio meri umur sehari ICS 65.020.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif...

Lebih terperinci