PENGEMBANGAN MINYAK LUMAS BIOBASED: FORMULASI DENGAN ASHLESS ANTIWEAR AGENT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGEMBANGAN MINYAK LUMAS BIOBASED: FORMULASI DENGAN ASHLESS ANTIWEAR AGENT"

Transkripsi

1 PENGEMBANGAN MINYAK LUMAS BIOBASED: FORMULASI DENGAN ASHLESS ANTIWEAR AGENT Dicky Dermawan 1, Dyah Setyo Pertiwi, Ahmad Siddik, Sayd Rachadiyan Pahlevi Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Nasional Jl. PHH Mustafa No. 23 Bandung Abstrak Pelumas bio-based yang lebih ramah lingkungan dikembangkan sebagai alternatif bagi pelumas konvensional yang dibuat dari minyak bumi. Pada makalah ini dilaporkan hasil-hasil studi empirik untuk meningkatkan kemampuan minyak lumas bio-based eksperimental dalam mengurangi aus pada permukaan gesek, dengan cara memformulasikannya dengan ashless antiwear agent. Pelumas yang diuji memenuhi spesifikasi viskositas pelumas SAE 50/SAE 90W/ISO VG-150. Aditif yang digunakan meliputi benzotriazol, sulfur elemental, dibutilfosfit, dan 2,5-dimercapto-1,3,4-thiadiazol (DMTD) serta kombinasinya. Uji kinerja dilakukan dengan mesin fourball wear tester menurut ASTM D-4172 dan ASTM D Hasil-hasil percobaan menunjukkan bahwa semua aditif yang dicoba memberikan peningkatan sifat antiwear. Hal ini ditunjukkan dengan penurunan wear scar diameter, WSD, dari 0,84 mm menjadi 0,34 0,75 mm. Load-wear index, LWI, meningkat dari 27,12 menjadi 29,45-52,49. Hasil-hasil mengindikasikan bahwa a) secara individual, dibutilfosfit merupakan aditif terbaik b) kombinasi aditif tidak memberikan efek perbaikan pada WSD, tetapi dapat memberikan perbaikan pada LWI, c) tidak ada korelasi langsung antara WSD dan LWI sehingga kombinasi aditif direkomendasikan untuk mendapatkan hasil terbaik pada kedua kriteria, dan d) formulasi dengan antiwear agent dapat berdampak pada korosivitas dan ketahanan oksidasi. 1. Pendahuluan Kata kunci: pelumas bio-based; ashless antiwear agent; wear scar diameter; load wear index Pelumas adalah bahan yang dipakai untuk memisahkan suatu permukaan yang melakukan gerak relatif terhadap permukaan lainnya. Fungsi utamanya adalah untuk menghindari kontak langsung antara kedua permukaan sehingga aus dan gesekan dapat dikurangi. Pelumas dapat pula berfungsi sebagai pendingin, seal, mencegah korosi, dan mengurangi bising. Meningkatnya kepedulian terhadap masalah lingkungan dan energi saat ini menuntut penggunaan bahan-bahan substitusi dan penggunaan proses yang lebih hemat energi dan lebih ramah lingkungan. Pelumas yang bahan dasarnya berasal dari minyak nabati merupakan bahan alternatif bagi bahan dasar pelumas konvensional yang diturunkan dari minyak bumi karena sifatnya yang bio-based sehingga terbaharukan, dan secara intrinsik tidak mengandung sulfated ash/phosphorus/sulfur (SAPS). SAPS dinilai merusak lingkungan dan trend formulasi pelumas masa depan diarahkan pada penurunan SAPS. (Carnes, 2005; Canter, 2006). Perancangan viskositas dan peningkatan ketahanan oksidasi pelumas eksperimental yang bahan bakunya berasal dari minyak nabati telah kami lakukan sebelumnya. (Dermawan dkk. 2004, 2010). Pada makalah ini dilaporkan hasil-hasil studi untuk meningkatkan kemampuan pelumas eksperimental ini dalam melindungi permukaan dari aus akibat gesekan. Aus adalah terlepasnya material dari permukaan akibat proses mekanik, yaitu kontak dan gerakan relatif antara dua permukaan gesek. Permukaan yang secara makroskopis tampak sangat rata, dalam skala mikroskopis akan tampak memiliki lembah dan bukit, yang dikenal sebagai asperity. Pada rejim pelumasan hidrodinamik, kontak langsung antarpermukaan gesek hampir tidak terjadi karena permukaan gesek hampir sepenuhnya dipisahkan oleh lapisan pelumas sehingga jarak antarpermukaan gesek relatif jauh. Beban yang makin berat akan mempersempit jarak ini sehingga mekanisme pelumasan bergeser ke rejim mixed lubrication. Dalam rejim ini, semakin dekat jarak antarpermukaan mengakibatkan peningkatan contact asperity. Kemungkinan terjadinya aus meningkat, koefisien gesek makin tinggi, dan pelumas makin panas. Aus dapat terjadi melalui proses abrasi, adhesi, erosi, reaksi tribokimia, dan fatigue. Pada boundary lubrication, panas akibat gesekan cukup untuk mengakibatkan terjadinya pengelasan lokal: gerak 1 Korespondensi: 2d@itenas.ac.id F-04-1

2 relatif antara kedua permukaan menjadi sangat terhambat sehingga koefisien gesek menjadi sangat tinggi sehingga pada akhirnya dapat mengakibatkan gagal berfungsinya komponen mesin. Gambar 1 Rejim-rejim Pelumasan (Kurva Stribeck): η = viskositas, V = kecepatan, W = beban (Kajdas, 1993) Pelumas mencegah keausan mesin dengan cara membentuk lapisan film yang berfungsi menahan beban sehingga kontak langsung antarpermukaan gesek dapat dihindari. Kemampuan membentuk lapisan ini umumnya berasal dari aditif antiwear agent, AW, yang merupakan bagian dari formulasi pelumas. Seng dialkil ditiofosfat (ZnDTP) merupakan AW terpenting yang hampir selalu digunakan dalam formulasi paket kinerja karena efektivitasnya yang tinggi. Selain sebagai AW, ZDTP juga berfungsi sebagai antioksidan dan metal passivator. Akan tetapi, hasil penelitian Minami & Mitsumune (2002) menunjukkan bahwa kinerja ZnDTP diinhibisi oleh produk degradasi minyak nabati. Lebih jauh, inkompatibilitas ZnDTP dengan konverter katalitik menyarankan penggunaan bahan alternatif bagi ZnDTP pada pelumas masa depan. Aditif ashless lebih disukai karena tingkat toksisitasnya yang relatif rendah serta tidak memberikan kontribusi pada sulfated ash content. Pada penelitian ini dilakukan formulasi terhadap pelumas eksperimental yang memenuhi spesifikasi viskositas pelumas SAE 50/SAE 90W/ISO VG-150 dengan berbagai jenis antiwear agent yang dinilai ramah lingkungan dan berpotensi baik untuk meningkatkan wear properties dari pelumas eksperimental ini. Aditif yang digunakan meliputi 1) dibutilfosfit, mewakili aditif yang mengandung unsuf fosfor, 2) sulfur elemental yang direaksikan dengan bahan dasar pelumas, mewakili aditif yang mengandung unsur belerang, 3) benzotriazole, mewakili aditif yang mengandung unsur nitrogen, dan 4) 2,5-dimercapto-1, 3,4-thiadiazole (DMTD), mewakili aditif yang mengandung N dan S sekaligus, serta kombinasinya. 2. Bahan dan Metode Penelitian Bahan: gliserol, asam oleat, katalis soda kaustik 1%, zeolit, serta sulfur elemental yang digunakan adalah bahan-bahan dengan grade teknis yang diperoleh dari pemasok bahan kimia eceran lokal: Brataco Chemica, Bandung. Antioksidan phenyl-α-naphtylamine 98% (disingkat PNA) dan 4,4 -methylene-bis(2,6-ditert-butyl) phenol 98% (disingkat MBP) serta bahan-bahan antiwear dibutylphosphite 96%, benzotriazole 99% dan 2,5-dimercapto-1,3,4-thiadiazole 98% (disingkat DMTD) diperoleh dari Aldrich. Semua bahan digunakan tanpa perlakuan awal. Pelumas Bio-based merupakan senyawa ester kompleks yang dibuat sesuai dengan skema pada Gambar 2. Dehidrasi gliserol dilakukan dengan atmosfer inert nitrogen pada suhu 250 o C selama 2 jam dengan bantuan katalis NaOH 1%. Stabilisasi asam oleat dilakukan dengan atmosfer inert nitrogen pada suhu 230 o C dengan bantuan katalis zeolit halus sebanyak 5% selama 3 jam. Pada tahap ini juga diumpankan antioksidan PNA sebanyak 1,6%. Setelah esterifikasi berakhir, ditambahkan pula 0,01% berat antifoaming agent silikon serta antioksidan MBP sebanyak 1% (tidak ditunjukkan pada gambar). Formulasi dilakukan dengan mencampurkan pelumas ester eksperimental dengan bahan-bahan ashless antiwear: 1) dibutilfosfit, mewakili aditif yang mengandung unsur fosfor, 2) sulfur elemental yang direaksikan dengan bahan dasar ester, mewakili aditif yang mengandung unsur belerang, 3) benzotriazol, mewakili aditif yang mengandung unsur nitrogen dan 4) DMTD, mewakili aditif yang mengandung unsur-unsur belerang dan nitrogen sekaligus, serta kombinasi dari aditif-aditif ini. Kadar aditif ditentukan berdasarkan kadar maksimum yang diperkenankan pada pelumas CJ-4, yaitu 0,12% untuk kadar fosfor dan 0,4% untuk kadar sulfur. Kadar N pada benzotriazol diatur sedemikian hingga sama dengan kadar N pada DMTD yang mengandung 0,4% S. F-04-2

3 Uap Air Gliserol Dehidrasi Gliserol Soda Kaustik Uap Air Asam Oleat Stabilisasi Esterifikasi Antioksidan PNA KatalisZeolit Pelumas Biobased Gambar 2 Proses Pembuatan Pelumas Bio-based Wear Test. Karakteristik kemampuan pelumas dalam mencegah mesin dari aus diuji sesuai dengan ASTM D Bola uji merupakan bola baja alloy kromium berdiameter 0,5 in yang dibuat dari baja standar AISI No. E Grade 25 EP (Extra Polish) dengan tingkat kekerasan Rockwell C antara Pengujian dilakukan pada kondisi: - Temperatur : 75 ± 2 o C - Kecepatan : 1200 ± 60 rpm - Durasi : 60 ± 1 menit - Beban : 40 kg (Opsi B) Pengujian load carrying capacity dilakukan sesuai dengan ASTM D Mesin dan sampel yang diuji mulamula harus berada pada suhu antara o C. Mesin kemudian diberi beban seberat 80 kg dan diputar dengan kecepatan 1760 ± 40 rpm selama 10 detik. Scar diameter dari ketiga bola stasioner kemudian diukur dengan mikroskop. Apabila nilai rata-ratanya belum melebihi 5% dari compensation scar diameter, maka disimpulkan belum terjadi seizure. Uji kemudian dilakukan dengan beban 100, 126, 160, 200, 250, 315 kg, dst hingga terjadi welding, yaitu ketiga bola stationer terpatri menjadi tetrahedron bersama-sama dengan bola putarnya. Uji Korosi Oksidasi. Aditif yang teradsorpsi pada permukaan gesek dapat memberikan efek korosif pada permukaan sehingga logam pada permukaan ini terlarut, membentuk ion yang mengkatalisis proses degradasi oksidatif pelumas. Untuk mempelajari kemungkinan terjadinya efek negatif ini, sampel sebanyak 120 gram ditempatkan dalam gelas uji. Suhu gelas beaker berisi sampel dijaga tetap pada 150 o C. Ke dalam sampel dialirkan udara dan ditambahkan logam berupa tembaga dan besi dengan luas permukaan dan massa berturutturut 8 in 2 (166 gram) dan 16 in 2 (245 gram). Pengujian dilakukan selama 24 jam. Persen kehilangan berat kedua logam setelah pengujian dijadikan kriteria penilaian korosivitas. Kenaikan viskositas kinematik digunakan sebagai ukuran ketahanan oksidasi: oksidasi pelumas cenderung menggabungkan molekul-molekul pelumas sehingga memberikan peningkatan pada viskositas pelumas. Jadi, sampel dengan kenaikan viskositas terkecil merupakan sampel dengan ketahanan oksidasi terbaik. Viskositas diukur pada suhu 40 o C menurut ASTM D Hasil dan Pembahasan Scar Diameter dan Load Wear Index Tabel 1 menunjukkan ringkasan pengaruh formulasi terhadap kemampuan pelumas dalam melindungi permukaan mesin dari aus akibat gesekan. Perbandingan antara data No. 1 dengan No. 2 5 dalam Tabel 1 menunjukkan bahwa keempat aditif yang digunakan berhasil memberikan perbaikan terhadap kemampuan pelumas dalam melindungi permukaan gesek dari aus. Secara umum hasil formulasi yang dilakukan sudah memberikan WSD (lihat data No. 4 dan 7-10) yang comparable dengan pelumas-pelumas gear oil yang diuji pada kondisi sama sebagaimana dipublikasikan Amsoil (2007) yang berkisar antara 0,423 0,516. Akan tetapi, hanya formulasi No. 10 saja yang memberikan LWI yang berada dalam rentang nilai pelumas komersial pembanding yang nilainya berkisar antara 44,54 72,29. Kombinasi aditif cenderung memberikan WSD yang berada di antara WSD masing-masing aditif secara individual. Sebagai contoh, kombinasi aditif No. 2 (WSD = 0,64) dan No. 3 (WSD = 0,71) memberikan WSD = 0,66 (No. 6). Dengan kata lain, pada kombinasi aditif, masing-masing aditif tidak berinteraksi, tetapi cenderung berkompetisi untuk menempati permukaan. Hal ini mungkin terjadi karena kondisi pengujian WSD, sesuai standar, dilakukan pada suhu yang relatif rendah, yaitu hanya 75 o C. Pada kondisi uji yang melibatkan beban yang lebih berat dan kecepatan yang lebih tinggi, elemenelemen aditif bereaksi satu sama lain memberikan hasil reaksi dengan perlindungan yang lebih baik daripada F-04-3

4 daripada masing-masing aditif secara individual sebagaimana ditunjukkan pada data untuk LWI. Kekecualian terjadi pada data No. 6: nampaknya tidak ada reaksi menguntungkan antara sulfur dengan benzotriazol. Tabel 1 Perbandingan Kinerja Aditif dan Kombinasi Aditif No. Formulasi Unsur Aktif WSD, mm Last Non-Seizure Load, kg Welding Point, kg Load-Wear Index, LWI 1 Tanpa AW Benzotriazol N Sulfurized EPG S Dibutylphosphite P DMTD N,S N S N P S P N - S P N,S P Pengaruh Elemental Berdasarkan unsur aktifnya, DMTD mengandung unsur N dan S bersama-sama sehingga dari sisi ini DMTD dipandang sebagai gabungan antara elemen S pada sulfurized base oil dengan elemen N pada benzotriazol. Kinerja yang ditampilkan DMTD mengisyaratkan adanya interaksi sinergistik antara kedua unsur: aditif yang mengandung N dan S bersama-sama memberikan kinerja yang lebih baik (WSD = 0,53 mm) daripada aditif yang hanya mengandung N (WSD = 0,64 mm) dan S (WSD = 0,75). Akan tetapi hal ini hanya terjadi pada DMTD, yang elemen N dan S nya terkandung pada molekul yang sama. Data-data WSD kombinasi aditif (No. 6 10) tidak mendukung gagasan ini. Sebagai contoh, WSD campuran aditif dengan unsur-unsur aktif N dan S adalah 0,66 mm, yaitu antara 0,64 mm dan 0,75 mm. Dengan kata lain, DMTD harus dipandang sebagai suatu individu: bukan campuran biasa antara senyawa dengan unsur N dan S. Data LWI mendukung gagasan ini: LWI DMTD lebih rendah daripada LWI benzotriazol maupun LWI sulfur. Efek formulasi dengan kombinasi aditif secara umum tidak dapat diramalkan berdasarkan kinerja elemen-elemen maupun senyawa-senyawa penyusunnya. Sebagai contoh, formulasinya dengan DMTD tidak menunjukkan hasil yang mirip dengan formulasi dengan campuran benzotriazol sulfur, sekalipun keduanya sama-sama mengandung elemen aktif N dan S. Demikian pula, campuran DMTD dibutilfosfit (no. 10) menunjukkan korosivitas terburuk, sedang formulasi no. 9 menunjukkan korosivitas terbaik, padahal keduanya sama-sama mengandung ketiga elemen aktif N, S, dan P pada konsentrasi yang sama. Efek kombinasi paling menguntungkan ditunjukkan oleh campuran benzotriazol dibutilfosfit (no. 7): benzotriazol memperbaiki korosivitas dibutilfosfit terhadap besi sekaligus menunjukkan sinergi yang ditunjukkan dengan perbaikan ketahanan oksidasi. Formulasi dengan sulfur elemental, baik secara individu maupun dalam bentuk campurannya dengan aditif lain, selalu berdampak negatif, baik pada korosivitas maupun ketahanan oksidasi. Pengaruh terhadap Korosivitas Selain membawa perbaikan terhadap kemampuan pelumas dalam melindungi permukaan gesek dari aus, pemberian AW dapat pula berpengaruh terhadap aspek lain dari sifat pelumas. Tabel 2 menunjukkan pengaruh formulasi terhadap korosivitas formulasi pelumas. Kecuali pada formulasi dengan benzotriazol, korosivitas bahan ditunjukkan oleh penurunan massa logam besi dan tembaga selama pengujian 24 jam pada suhu 150 o C. Benzotriazol menunjukkan sifat sebagai bahan antikorosi dengan daya adsorpsi pada permukaan logam yang sangat kuat sehingga terukur sebagai peningkatan berat logam uji. Aditif-aditif yang mengandung S (No. 3 dan 5) bersifat korosif terhadap tembaga tetapi tidak pada besi. Dibutilfosfit korosif terhadap besi tetapi tidak pada tembaga. Ketika dibutilfosfit dikombinasikan dengan sulfur (No.8), korosivitasnya terhadap besi dan tembaga meningkat. Penurunan korosivitas diperoleh ketika benzotriazol ditambahkan. Semua kombinasi dengan benzotriazol (No. 6,7,9) menunjukkan korosivitas yang rendah, mengindikasikan bahwa benzotriazol lebih berperan sebagai inhibitor korosi daripada sebagai antiwear agent. Keberadaan unsur N pada DMTD tidak memberikan kontribusi pada penurunan korosivitas seperti yang ditunjukkan oleh benzotriazol. Dengan kata lain, DMTD tidak menunjukkan aktivitas sebagai bahan antikorosi. Bahkan, reaksi antara dibutilfosfit dengan DMTD menghasilkan fomulasi yang tergolong paling korosif (No.10). Korelasi antara Korosivitas dengan LWI Sekalipun data yang diperoleh relatif scatter, pada Gambar 3 tampak bahwa peningkatan LWI umumnya diikuti dengan dampak negatif berupa peningkatan korosivitas terhadap kedua logam uji. Hal ini F-04-4

5 menggambarkan trade off pada formulasi pelumas secara umum: perbaikan suatu sifat (dalam hal ini LWI) diikuti dengan penurunan sifat lain (dalam hal ini naiknya korosivitas). Hal ini berkaitan dengan mekanisme kerja aditif: teradsorpsi kuat pada permukaan gesek, terdekomposisi pada suhu dan stress tinggi menghasilkan spesi yang reaktif pada permukaan logam. Reaktivitas yang terlalu tinggi berdampak pada peningkatan korosivitas. Titik-titik data yang dilingkari, yang dipandang bertanggung jawab atas rendahnya koefisien korelasi, merupakan titik-titik data untuk formulasi dengan benzotriazol dan kombinasi aditif dengan benzotriazol. Tabel 2 Pengaruh Formulasi terhadap Korosivitas dan Ketahanan Oksidasi (150 o C, 24 jam) No. Formulasi Unsur Aktif Korosivitas *) Besi Tembaga Perubahan Ketahanan Oksidasi **) 1 Tanpa AW -0.01% -0.02% control 2 Benzotriazol N 0.02% 0.02% -56% 3 Sulfurized Oil S -0.01% -0.04% -49% 4 Dibutilfosfit P -0.02% 0.00% 12% 5 DMTD N,S 0.00% -0.05% -2% N S -0.01% -0.02% -59% N P 0.00% 0.00% 33% S P -0.03% -0.15% -13% N S P 0.00% 0.00% -38% N,S P -0.07% -0.07% -93% *) Dinyatakan dalam persen penurunan massa logam sebelum dan sesudah pengujian **) Dihitung relatif terhadap bahan dasar pelumas tanpa AW. Tanda (-) menunjukkan penurunan ketahanan oksidasi. Gambar 3 Korelasi antara Korosivitas dengan LWI Pengaruh terhadap Ketahanan Oksidasi Pembahasan mengenai pengaruh formulasi terhadap ketahanan oksidasi tidak dapat dilepaskan dari pembahasan mengenai korosivitas, karena pada pengujian yang dilakukan, ketahanan oksidasi dapat merupakan dampak ikutan dari korosivitas: logam pada permukaan yang terkorosi mula-mula terlarut pada fasa curah pelumas, kemudian mengkatalisis proses degradasi oksidatif pelumas. Karena itu, data ketahanan oksidasi ditampilkan pula pada Tabel 2, bersama-sama dengan data korosivitas. Korelasi antara korosivitas dengan ketahanan oksidasi, sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 4, lebih scatter daripada korelasi antara LWI dengan korosivitas, karena sifatnya hanya berupa dampak ikutan. Tabel 2 menunjukkan bahwa bahwa efek benzotriazol terhadap korosivitas dan ketahanan oksidasi berlawanan: di satu sisi benzotriazol merupakan inhibitor korosi, tetapi pada sisi lain benzotriazol bersifat prooksidan. Dengan demikian, penggunaan benzotriazol perlu dibatasi hingga konsentrasi yang membantu menurunkan korosivitas tanpa menimbulkan dampak negatif terhadap ketahanan oksidasi. Data untuk sulfurized oil (no. 3) menunjukkan bahwa korosi tembaga mengakibatkan penurunan sangat besar terhadap ketahanan oksidasi. Tampaknya pengaruh buruk tembaga terhadap ketahanan oksidasi lebih signifikan daripada pengaruh F-04-5

6 besi. Pada formulasi dengan dibutilfosfit (no. 4), penurunan korosi tembaga berefek peningkatan ketahanan oksidasi, sekalipun korosi besinya meningkat. Peningkatan korosi tembaga yang diikuti dengan penurunan korosi besi (data no. 5) hampir tidak mengubah ketahanan oksidasi. 4. Kesimpulan Gambar 3 Korelasi antara Korosivitas dengan Ketahanan Oksidasi Dalam upaya mengembangkan pelumas ramah lingkungan, pada penelitian ini dibuatkan bahan pelumas berupa senyawa ester berbahan baku gliserol dan asam oleat. Bahan ini selanjutnya diformulasi dengan antifoaming agent dan campuran antioksidan berupa phenyl-α-naphtylamine dan 4,4 -methylene-bis(2,6-ditertbutyl) phenol. Hasil formulasi di atas selanjutnya dijadikan base case untuk meningkatkan kemampuan minyak lumas bio-based eksperimental ini dalam mencegah aus pada permukaan gesek, dengan cara memformulasikannya dengan ashless antiwear agent berupa) benzotriazole [senyawa N], sulfur elemental yang direaksikan dengan bahan dasar [senyawa S], dibutylphosphite [senyawa P] dan 2,5-dimercapto-1, 3, 4- thiadiazole (DMTD) [senyawa S,N] serta campuran-campurannya. Hasil-hasil percobaan menunjukkan bahwa semua aditif yang dicoba memberikan peningkatan sifat antiwear. Hal ini ditunjukkan dengan penurunan wear scar diameter, WSD, dari 0,84 mm menjadi 0,34 0,75 mm. Load-wear index, LWI, meningkat dari 27,12 menjadi 29,45-52,49. Hasil-hasil mengindikasikan bahwa a) secara individual, dibutilfosfit merupakan aditif terbaik b) kombinasi aditif tidak memberikan efek perbaikan pada WSD, tetapi dapat memberikan perbaikan pada LWI, c) tidak ada korelasi langsung antara WSD dan LWI sehingga kombinasi aditif direkomendasikan untuk mendapatkan hasil terbaik pada kedua kriteria, dan d) formulasi dengan antiwear agent dapat berdampak pada korosivitas dan ketahanan oksidasi. Ucapan Terima Kasih Penelitian ini dapat dilaksanakan berkat dana dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional melalui Proyek Penelitian Hibah Bersaing XVIII tahun Daftar Pustaka Amsoil (2007) A Study of Automotive Gear Lubes, Amsoil Drivetrain Division, Amsoil Inc. Canter, N. (2006) Additive Chalenges in Meeting New Automotive Engine Specifications. Tribology & Lubrication Technology, No. 62 Vol. 9, Carnes, K. (2005) Additive Trend: Zapping SAPS, Cutting Cost, and Tackling Toxins, Tribology & Lubrication Technology, No. 61 Vol. 9, hal Dermawan, D., Abidin, A.Z. & Noezar, I. (2004) Pemodelan Sifat Viskometrik Produk Esterifikasi Poligliserol dengan Campuran Estolida Asam Oleat sebagai Bahan Dasar Pelumas Mesin Otomotif, Jurnal ITENAS, No. 1 Vol. 8, hal Dermawan, D. (2010) Pengembangan Minyak Lumas Biobased: Peningkatan Ketahanan Oksidasi melalui Modifikasi dengan Phenyl- -Naphtylamine, Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Kimia dan Proses, Paper No. A03 Kajdas, C. (1993) Industrial Lubricants, dalam dalam Chemistry & Technology of Lubricants, 2nd ed. Mortier RM & Orszulik. London: Blackie Academic & Professional, hal Minami, I. & Mitsumune, S., (2002) Tribology Letters, No. 13 Vol.2 hal F-04-6

PENGEMBANGAN PELUMAS RAMAH LINGKUNGAN DENGAN ESTER BORAT

PENGEMBANGAN PELUMAS RAMAH LINGKUNGAN DENGAN ESTER BORAT Pengembangan Pelumas Ramah Lingkungan dengan Ester Borat (Dicky Dermawan, dkk) PENGEMBANGAN PELUMAS RAMAH LINGKUNGAN DENGAN ESTER BORAT Dicky Dermawan 1, Jono Suhartono 2 Jurusan Teknik Kimia, Fakultas

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Pada penelitian ini, proses pembuatan monogliserida melibatkan reaksi gliserolisis trigliserida. Sumber dari trigliserida yang digunakan adalah minyak goreng sawit.

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di laboratorium pelumas, Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi (PPPTMGB LEMIGAS ) yang berlokasi di Jalan

Lebih terperinci

Pemakaian Pelumas. Rekomendasi penggunaan pelumas hingga kilometer. Peningkatan rekomendasi pemakaian pelumas hingga

Pemakaian Pelumas. Rekomendasi penggunaan pelumas hingga kilometer. Peningkatan rekomendasi pemakaian pelumas hingga Pemakaian Pelumas Rekomendasi penggunaan pelumas hingga 2.500 kilometer. Peningkatan rekomendasi pemakaian pelumas hingga 15 ribu kilometer. Pelumas : campuran base oil (bahan dasar pelumas) p ( p ) dan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK ESTER POLIGLISEROL DARI ESTOLIDA & ASAM OLEAT SEBAGAI BAHAN DASAR PELUMAS MESIN OTOMOTIF

KARAKTERISTIK ESTER POLIGLISEROL DARI ESTOLIDA & ASAM OLEAT SEBAGAI BAHAN DASAR PELUMAS MESIN OTOMOTIF PRSIDING SEMINAR NASINAL REKAYASA KIMIA DAN PRSES 2004 ISSN : 1411-4216 KARAKTERISTIK ESTER PLIGLISERL DARI ESTLIDA & ASAM LEAT SEBAGAI BAHAN DASAR PELUMAS MESIN TMTIF Dicky Dermawan 1, A. Zainal Abidin

Lebih terperinci

ESTER PROPILENA DIOLEAT SEBAGAI PRODUK DOMESTIK MINYAK LUMAS DASAR SINTETIK UNTUK OLI OTOMOTIF. Roza Adriany

ESTER PROPILENA DIOLEAT SEBAGAI PRODUK DOMESTIK MINYAK LUMAS DASAR SINTETIK UNTUK OLI OTOMOTIF. Roza Adriany ESTER PROPILENA DIOLEAT SEBAGAI PRODUK DOMESTIK MINYAK LUMAS DASAR SINTETIK UNTUK OLI OTOMOTIF Roza Adriany Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi LEMIGAS rozaa@lemigas.esdm.go.id

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Minyak nabati merupakan salah satu produk utama pertanian Indonesia. Usaha agribisnis di bidang ini (terutama minyak sawit) telah memberikan kontribusi bagi perekonomian negara,

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur analisis sifat fisikokimia minyak dan biodiesel. 1. Kadar Air (Metode Oven, SNI )

Lampiran 1. Prosedur analisis sifat fisikokimia minyak dan biodiesel. 1. Kadar Air (Metode Oven, SNI ) LAMPIRAN 39 Lampiran 1. Prosedur analisis sifat fisikokimia minyak dan biodiesel 1. Kadar Air (Metode Oven, SNI 01-3555-1998) Cawan aluminium dipanaskan di dalam oven pada suhu 105 o C selama 1 jam, kemudian

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Gesekan

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Gesekan 5 BAB II DASAR TEORI 2.1 Gesekan Ketika dua benda saling bersinggungan satu dengan yang lainnya, apabila diamati pergerakannya seperti dilawan oleh suatu gaya. Fenomena ini adalah gesekan (friction); sedangkan

Lebih terperinci

OPTIMASI RASIO PALM FATTY ACID DESTILATE ( PFAD ) DAN SABUN LOGAM PADA PEMBUATAN PELUMAS PADAT (GREASE ) BIODEGRADABLE

OPTIMASI RASIO PALM FATTY ACID DESTILATE ( PFAD ) DAN SABUN LOGAM PADA PEMBUATAN PELUMAS PADAT (GREASE ) BIODEGRADABLE OPTIMASI RASIO PALM FATTY ACID DESTILATE ( PFAD ) DAN SABUN LOGAM PADA PEMBUATAN PELUMAS PADAT (GREASE ) BIODEGRADABLE 1* Sukmawati, 2 Tri Hadi Jatmiko 12 Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri

Lebih terperinci

Jurnal Flywheel, Volume 3, Nomor 1, Juni 2010 ISSN :

Jurnal Flywheel, Volume 3, Nomor 1, Juni 2010 ISSN : PENGARUH PENAMBAHAN KATALIS KALIUM HIDROKSIDA DAN WAKTU PADA PROSES TRANSESTERIFIKASI BIODIESEL MINYAK BIJI KAPUK Harimbi Setyawati, Sanny Andjar Sari, Hetty Nur Handayani Jurusan Teknik Kimia, Institut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Korosi adalah suatu proses perusakan logam, dimana logam akan mengalami penurunan mutu (degradation) karena bereaksi dengan lingkungan baik itu secara kimia atau elektrokimia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Boiler merupakan salah satu unit pendukung yang penting dalam dunia

BAB I PENDAHULUAN. Boiler merupakan salah satu unit pendukung yang penting dalam dunia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Boiler merupakan salah satu unit pendukung yang penting dalam dunia industri. Boiler berfungsi untuk menyediakan kebutuhan panas di pabrik dengan mengubah air menjadi

Lebih terperinci

BAB I PEDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pipa merupakan salah satu kebutuhan yang di gunakan untuk

BAB I PEDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pipa merupakan salah satu kebutuhan yang di gunakan untuk BAB I PEDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pipa merupakan salah satu kebutuhan yang di gunakan untuk mendistribusikan aliran fluida dari suatu tempat ketempat yang lain. Berbagi jenis pipa saat ini sudah beredar

Lebih terperinci

BIDANG F TEKNOLOGI MATERIAL DAN POLIMER

BIDANG F TEKNOLOGI MATERIAL DAN POLIMER BIDAG F TEKLGI MATERIAL DA PLIMER F-1. F-. Peningkatan Mutu Produk Kerajinan Kayu Melalui Proses Pengeringan Dengan ven ukundayanto dan Dwi uheryanto, Balai Besar Kerajinan dan Batik, Badan Penelitian

Lebih terperinci

PEMBUATAN PELUMAS MESIN OTOMOTIF DARI BAHAN TERBAHARUKAN

PEMBUATAN PELUMAS MESIN OTOMOTIF DARI BAHAN TERBAHARUKAN SEMINAR NASINAL TEKNIK KIMIA INDNESIA 2006 ISBN 979-97893-0-3 Palembang, 19-20 Juli 2006 bersamaan dengan Seminar Nasional Rekayasa Kimia dan Proses 2006 (Undip), Soehadi Reksowardojo 2006 (ITB), Fundamental

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Fungsi utama pelumas (oli) adalah mencegah terjadinya friksi dan keausan (wear) antara dua bidang atau permukaan yang bersinggungan, memperpanjang usia pakai mesin, dan fungsi

Lebih terperinci

ANALISA KEAUSAN CYLINDER BEARING MENGGUNAKAN TRIBOTESTER PIN-ON- DISC DENGAN VARIASI KONDISI PELUMAS

ANALISA KEAUSAN CYLINDER BEARING MENGGUNAKAN TRIBOTESTER PIN-ON- DISC DENGAN VARIASI KONDISI PELUMAS ANALISA KEAUSAN CYLINDER BEARING MENGGUNAKAN TRIBOTESTER PIN-ON- DISC DENGAN VARIASI KONDISI PELUMAS Darmanto 1, Wahid Nasruddin 2 dan Imam Syafa at 3 1,3 Dosen Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki lahan tambang yang cukup luas di beberapa wilayahnya.

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki lahan tambang yang cukup luas di beberapa wilayahnya. 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki lahan tambang yang cukup luas di beberapa wilayahnya. Salah satu bahan tambang yang banyak fungsinya yaitu batu bara, misalnya untuk produksi besi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Minyak Goreng Curah Minyak goreng adalah minyak nabati yang telah dimurnikan dan dapat digunakan sebagai bahan pangan. Minyak goreng berfungsi sebagai media penggorengan yang

Lebih terperinci

FORMULASI GEMUK LUMAS RAMAH LINGKUNGAN (BIODEGRADABLE GREASE) Ratu Ulfiati, M. Rizkia Malik, Pandu Asmoro Bangun

FORMULASI GEMUK LUMAS RAMAH LINGKUNGAN (BIODEGRADABLE GREASE) Ratu Ulfiati, M. Rizkia Malik, Pandu Asmoro Bangun FORMULASI GEMUK LUMAS RAMAH LINGKUNGAN (BIODEGRADABLE GREASE) Ratu Ulfiati, M. Rizkia Malik, Pandu Asmoro Bangun Pusat Penelitan dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi "Lemigas" ratuulfi@lemigas.esdm.go.id

Lebih terperinci

Tugas Perancangan Pabrik Kimia Prarancangan Pabrik Amil Asetat dari Amil Alkohol dan Asam Asetat Kapasitas ton/tahun BAB I PENGANTAR

Tugas Perancangan Pabrik Kimia Prarancangan Pabrik Amil Asetat dari Amil Alkohol dan Asam Asetat Kapasitas ton/tahun BAB I PENGANTAR BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Perkembangan industri di Indonesia semakin meningkat dari tahun ke tahun. Mulai dari industri makanan, tekstil, kimia hingga farmasi. Dalam proses produksinya, beberapa

Lebih terperinci

PENGARUH STIR WASHING, BUBBLE WASHING, DAN DRY WASHING TERHADAP KADAR METIL ESTER DALAM BIODIESEL DARI BIJI NYAMPLUNG (Calophyllum inophyllum)

PENGARUH STIR WASHING, BUBBLE WASHING, DAN DRY WASHING TERHADAP KADAR METIL ESTER DALAM BIODIESEL DARI BIJI NYAMPLUNG (Calophyllum inophyllum) PENGARUH STIR WASHING, BUBBLE WASHING, DAN DRY WASHING TERHADAP KADAR METIL ESTER DALAM BIODIESEL DARI BIJI NYAMPLUNG (Calophyllum inophyllum) Disusun oleh : Dyah Ayu Resti N. Ali Zibbeni 2305 100 023

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Cooling tower system merupakan sarana sirkulasi air pendingin yang

BAB I PENDAHULUAN. Cooling tower system merupakan sarana sirkulasi air pendingin yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cooling tower system merupakan sarana sirkulasi air pendingin yang sangat berperan dalam berbagai industri. Air pendingin dalam cooling tower system didistribusikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya perubahan metalurgi yaitu pada struktur mikro, sehingga. ketahanan terhadap laju korosi dari hasil pengelasan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya perubahan metalurgi yaitu pada struktur mikro, sehingga. ketahanan terhadap laju korosi dari hasil pengelasan tersebut. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengelasan merupakan proses penyambungan setempat dari logam dengan menggunakan energi panas. Akibat panas maka logam di sekitar lasan akan mengalami siklus termal

Lebih terperinci

Tegangan Tembus (kv/2,5 mm) Jenis Minyak RBD FAME FAME + aditif

Tegangan Tembus (kv/2,5 mm) Jenis Minyak RBD FAME FAME + aditif Hasil Pengujian Tegangan Tembus : Tegangan Tembus (kv/2,5 mm) Jenis Minyak RBD FAME FAME + aditif ASTM D3487 Minyak Zaitun 60 60 54 Minyak kanola 27 36 30 Minyak Jagung 28 34 29 >30 Minyak Kedelai 30 48

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Ancaman terhadap kerusakan lingkungan telah menjadi isu yang sangat berkembang di zaman globalisasi saat sekarang ini, sehingga menyadarkan sebagian besar penduduk

Lebih terperinci

Hasil dan Pembahasan

Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Pengukuran laju korosi logam tembaga dilakukan dengan menggunakan tiga metode pengukuran dalam larutan aqua regia pada ph yaitu 1,79; 2,89; 4,72 dan 6,80. Pengukuran pada berbagai

Lebih terperinci

MENGENAL PELUMAS PADA MESIN

MENGENAL PELUMAS PADA MESIN Mengenal Pelumas Pada Mesin (Darmanto) MENGENAL PELUMAS PADA MESIN Darmanto Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik, Universitas Wahid Hasyim Semarang Jl. Menoreh Tengah X/22 Semarang E-mail : darmanto_uwh@yahoo.co.id

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Hasil penentuan asam lemak bebas dan kandungan air Analisa awal yang dilakukan pada sampel CPO {Crude Palm Oil) yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan

Lebih terperinci

ANALISA PENGARUH AGING 400 ºC PADA ALUMINIUM PADUAN DENGAN WAKTU TAHAN 30 DAN 90 MENIT TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS

ANALISA PENGARUH AGING 400 ºC PADA ALUMINIUM PADUAN DENGAN WAKTU TAHAN 30 DAN 90 MENIT TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS TUGAS AKHIR ANALISA PENGARUH AGING 400 ºC PADA ALUMINIUM PADUAN DENGAN WAKTU TAHAN 30 DAN 90 MENIT TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS Disusun : SUDARMAN NIM : D.200.02.0196 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS

Lebih terperinci

Optimasi Sabun Logam Campuran (Li-Ca) Pada Pembuatan Pelumas Padat (Grease) Dari Palm Fatty Acid Destillate (PFAD)

Optimasi Sabun Logam Campuran (Li-Ca) Pada Pembuatan Pelumas Padat (Grease) Dari Palm Fatty Acid Destillate (PFAD) TPP 02 Optimasi Sabun Logam Campuran (Li-Ca) Pada Pembuatan Pelumas Padat (Grease) Dari Palm Fatty Acid Destillate (PFAD) Sukmawati Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini dikembangkan sensor infra red untuk mendeteksi sisa umur pelumas. Beberapa sumber sinar sensor yang digunakan adalah lampu LED near infra red komersial,

Lebih terperinci

ANALISA PERBEDAAN SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO PADA PISTON HASIL PROSES PENGECORAN DAN TEMPA

ANALISA PERBEDAAN SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO PADA PISTON HASIL PROSES PENGECORAN DAN TEMPA ANALISA PERBEDAAN SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO PADA PISTON HASIL PROSES PENGECORAN DAN TEMPA Ahmad Haryono 1*, Kurniawan Joko Nugroho 2* 1 dan 2 Jurusan Teknik Mesin, Politeknik Pratama Mulia Surakarta

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengujian Bahan Baku Sebelum digunakan sebagai bahan baku pembuatan cocodiesel, minyak kelapa terlebih dahulu dianalisa. Adapun hasil analisa beberapa karakteristik minyak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahan logam pada jenis besi adalah material yang sering digunakan dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahan logam pada jenis besi adalah material yang sering digunakan dalam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahan logam pada jenis besi adalah material yang sering digunakan dalam membuat paduan logam lain untuk mendapatkan sifat bahan yang diinginkan. Baja merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biodiesel Biodiesel merupakan bahan bakar rendah emisi pengganti diesel yang terbuat dari sumber daya terbarukan dan limbah minyak. Biodiesel terdiri dari ester monoalkil dari

Lebih terperinci

Sidang Tugas Akhir (TM091486)

Sidang Tugas Akhir (TM091486) Sidang Tugas Akhir (TM091486) Dosen Pembimbing : Dr. Ir. Soeharto, DEA Oleh : Budi Darmawan NRP 2105 100 160 Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. logam menjadi satu akibat adanya energi panas. Teknologi pengelasan. selain digunakan untuk memproduksi suatu alat, pengelasan

BAB I PENDAHULUAN. logam menjadi satu akibat adanya energi panas. Teknologi pengelasan. selain digunakan untuk memproduksi suatu alat, pengelasan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengelasan adalah suatu proses penggabungan logam dimana logam menjadi satu akibat adanya energi panas. Teknologi pengelasan selain digunakan untuk memproduksi suatu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. suatu alat yang berfungsi untuk merubah energi panas menjadi energi. Namun, tanpa disadari penggunaan mesin yang semakin meningkat

I. PENDAHULUAN. suatu alat yang berfungsi untuk merubah energi panas menjadi energi. Namun, tanpa disadari penggunaan mesin yang semakin meningkat I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kendaraan bermotor merupakan salah satu alat yang memerlukan mesin sebagai penggerak mulanya, mesin ini sendiri pada umumnya merupakan suatu alat yang berfungsi untuk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Data Hasil Uji Korosi Dari pengujian yang telah dilakukan maka diperoleh hasil berupa data hasil perhitungan weight loss, laju korosi dan efisiensi inhibitor dalam Tabel

Lebih terperinci

Pengaruh Parameter Pencampuran terhadap Keseragaman Bahan Pengikat

Pengaruh Parameter Pencampuran terhadap Keseragaman Bahan Pengikat Maulida / Jurnal Teknologi Proses 5(2) Juli 6: 148 15 154 Jurnal Teknologi Proses Media Publikasi Karya Ilmiah Teknik Kimia 5(2) Juli 6: 151 155 ISSN 1412-7814 Pengaruh Parameter Pencampuran terhadap Keseragaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Korosi merupakan fenomena kimia yang dapat menurunkan kualitas suatu

BAB I PENDAHULUAN. Korosi merupakan fenomena kimia yang dapat menurunkan kualitas suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Korosi merupakan fenomena kimia yang dapat menurunkan kualitas suatu bahan akibat berinteraksi dengan lingkungan yang bersifat korosif. Proses korosi adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Minyak Goreng 1. Pengertian Minyak Goreng Minyak goreng adalah minyak yang berasal dari lemak tumbuhan atau hewan yang dimurnikan dan berbentuk cair dalam suhu kamar dan biasanya

Lebih terperinci

Bab III Metode Penelitian

Bab III Metode Penelitian Bab III Metode Penelitian Metode yang akan digunakan untuk pembuatan monogliserida dalam penelitian ini adalah rute gliserolisis trigliserida. Sebagai sumber literatur utama mengacu kepada metoda konvensional

Lebih terperinci

Laporan Tugas Akhir. Saudah Dosen Pembimbing Prof. Dr. Ir. Sulistijono, DEA

Laporan Tugas Akhir. Saudah Dosen Pembimbing Prof. Dr. Ir. Sulistijono, DEA Laporan Tugas Akhir PENGARUH KONSENTRASI INHIBITOR ORGANIK SARANG SEMUT TERHADAP LAJU KOROSI BAJA KARBON API 5L GRADE B DI LINGKUNGAN HCL 0.5M DAN H 2 SO 4 Saudah 2710100113 Dosen Pembimbing Prof. Dr.

Lebih terperinci

BAB IV KOROSIFITAS PADA ENGINE AKIBAT PROSES PEMBAKARAN TERHADAP MINYAK PELUMAS

BAB IV KOROSIFITAS PADA ENGINE AKIBAT PROSES PEMBAKARAN TERHADAP MINYAK PELUMAS BAB IV KOROSIFITAS PADA ENGINE AKIBAT PROSES PEMBAKARAN TERHADAP MINYAK PELUMAS Pada bab ini penulis akan membahas mengenai kekorosifan pada minyak pelumas yang diakibatkan oleh peristiwa pembakaran. Kekorosifan

Lebih terperinci

Prarancangan Pabrik Green Epichlorohydrin (ECH) dengan Bahan Baku Gliserol dari Produk Samping Pabrik Biodiesel Kapasitas 75.

Prarancangan Pabrik Green Epichlorohydrin (ECH) dengan Bahan Baku Gliserol dari Produk Samping Pabrik Biodiesel Kapasitas 75. A. LATAR BELAKANG BAB I PENGANTAR Saat ini Asia Tenggara adalah produsen biodiesel terbesar di Asia dengan total produksi 1.455 juta liter per tahun. Hal ini didukung dengan ketersediaan tanaman kelapa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembuatan pelumas..., Yasir Sulaeman Kuwier, FT UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. Pembuatan pelumas..., Yasir Sulaeman Kuwier, FT UI, 2010. BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dewasa ini, pelumas merupakan bagian yang tak terpisahkan dari mesin. Pelumas dibutuhkan mesin untuk melindungi komponen-komponen mesin dari keausan. Prinsip dasar

Lebih terperinci

BAB II KOROSI dan MICHAELIS MENTEN

BAB II KOROSI dan MICHAELIS MENTEN BAB II : MEKANISME KOROSI dan MICHAELIS MENTEN 4 BAB II KOROSI dan MICHAELIS MENTEN Di alam bebas, kebanyakan logam ditemukan dalam keadaan tergabung secara kimia dan disebut bijih. Oleh karena keberadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teknik pengerasan permukaan merupakan suatu proses untuk meningkatkan sifat kekerasan serta kinerja dari suatu komponen atau material. Kerusakan suatu material biasanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi merupakan aspek penting dalam kehidupan manusia dan merupakan kunci utama diberbagai sektor. Semakin hari kebutuhan akan energi mengalami kenaikan seiring dengan

Lebih terperinci

Proses Pembuatan Biodiesel (Proses Trans-Esterifikasi)

Proses Pembuatan Biodiesel (Proses Trans-Esterifikasi) Proses Pembuatan Biodiesel (Proses TransEsterifikasi) Biodiesel dapat digunakan untuk bahan bakar mesin diesel, yang biasanya menggunakan minyak solar. seperti untuk pembangkit listrik, mesinmesin pabrik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Umumnya inhibitor korosi berasal dari senyawa-senyawa organik dan

BAB I PENDAHULUAN. Umumnya inhibitor korosi berasal dari senyawa-senyawa organik dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Umumnya inhibitor korosi berasal dari senyawa-senyawa organik dan anorganik seperti nitrit, kromat, fospat, urea, fenilalanin, imidazolin, dan senyawa-senyawa amina.

Lebih terperinci

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS Bab IV Pengujian dan Analisis 47 BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS Dalam melakukan pengujian menggunakan BOCLE, diperlukan perangkat data akuisisi. Perangkat ini akan mengambil data dan memindahkannya ke komputer

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Januari Februari 2014.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Januari Februari 2014. BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian 1. Waktu Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Januari Februari 2014. 2. Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Teknik Pengolahan

Lebih terperinci

VARIASI RAPAT ARUS DALAM PROSES PELAPISAN KHROMIUM KERAS PADA CINCIN TORAK. Yusep Sukrawan 1

VARIASI RAPAT ARUS DALAM PROSES PELAPISAN KHROMIUM KERAS PADA CINCIN TORAK. Yusep Sukrawan 1 VARIASI RAPAT ARUS DALAM PROSES PELAPISAN KHROMIUM KERAS PADA CINCIN TORAK Yusep Sukrawan 1 ABSTRAK VARIASI RAPAT ARUS DALAM PROSES PELAPISAN KHROMIUM KERAS PADA CINCIN TORAK. Pelapisan khromium keras

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan Alat Bahan 3.3 Prosedur Penelitian

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan Alat Bahan 3.3 Prosedur Penelitian 17 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Desember 2010 sampai dengan Juni 2011, bertempat di Laboratorium Surya, Bagian Teknik Energi Terbarukan, Departemen

Lebih terperinci

PENAMBAHAN LATEKS KARET ALAM KOPOLIMER RADIASI DAN PENINGKATAN INDEKS VISKOSITAS MINYAK PELUMAS SINTETIS OLAHAN

PENAMBAHAN LATEKS KARET ALAM KOPOLIMER RADIASI DAN PENINGKATAN INDEKS VISKOSITAS MINYAK PELUMAS SINTETIS OLAHAN Akreditasi LIPI Nomor : 536/D/2007 Tanggal 26 Juni 2007 PENAMBAHAN LATEKS KARET ALAM KOPOLIMER RADIASI DAN PENINGKATAN INDEKS VISKOSITAS MINYAK PELUMAS SINTETIS OLAHAN ABSTRAK Meri Suhartini dan Rahmawati

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 83 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 DATA FISIK DAN KIMIA BBM PERTAMINA Data Fisik dan Kimia tiga jenis BBM Pertamina diperolah langsung dari PT. Pertamina (Persero), dengan hasil uji terakhir pada tahun

Lebih terperinci

JURNAL REKAYASA PROSES. Analisis Pengaruh Bahan Dasar terhadap Indeks Viskositas Pelumas Berbagai Kekentalan

JURNAL REKAYASA PROSES. Analisis Pengaruh Bahan Dasar terhadap Indeks Viskositas Pelumas Berbagai Kekentalan 94 JURNAL REKAYASA PROSES Volume 11 No.2, 2017, hal. 94-100 Journal homepage: http://journal.ugm.ac.id/jrekpros Analisis Pengaruh Bahan Dasar terhadap Indeks Viskositas Pelumas Berbagai Kekentalan Rini

Lebih terperinci

Sulfur dan Asam Sulfat

Sulfur dan Asam Sulfat Pengumpulan 1 Rabu, 17 September 2014 Sulfur dan Asam Sulfat Disusun untuk memenuhi Tugas Proses Industri Kimia Dosen Pembimbing : Prof. Dr. Ir. Chandrawati Cahyani, M.S. Ayu Diarahmawati (135061101111016)

Lebih terperinci

: Dr. Rr. Sri Poernomo Sari ST., MT.

: Dr. Rr. Sri Poernomo Sari ST., MT. SKRIPSI/TUGAS AKHIR APLIKASI BAHAN BAKAR BIODIESEL M20 DARI MINYAK JELANTAH DENGAN KATALIS 0,25% NaOH PADA MOTOR DIESEL S-111O Nama : Rifana NPM : 21407013 Jurusan Pembimbing : Teknik Mesin : Dr. Rr. Sri

Lebih terperinci

Bab III Metoda, Peralatan, dan Bahan

Bab III Metoda, Peralatan, dan Bahan Bab III Metoda, Peralatan, dan Bahan III.1 Metodologi Penelitian Metodologi yang diterapkan dalam penelitian ini secara garis besar meliputi beberapa tahap, yaitu penyiapan aditif penurun titik tuang,

Lebih terperinci

INHIBITOR KOROSI BAJA KARBON DALAM LARUTAN 1% 4 JENUH CO2

INHIBITOR KOROSI BAJA KARBON DALAM LARUTAN 1% 4 JENUH CO2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegagalan yang terjadi pada suatu material bisa disebabkan oleh beberapa faktor, salah satu penyebabnya adalah korosi. Korosi adalah suatu kerusakan yang terjadi pada

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Kajian mengenai korosi dan inhibisi korosi pada logam Cu-37Zn dalam larutan Ca(NO 3 ) 2 dan NaCl (komposisi larutan uji, tiruan larutan uji di lapangan) melalui penentuan laju

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I. PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Korosi merupakan proses terdegradasinya suatu material karena pengaruh lingkungan. Sebagai contoh adalah baja yang akan habis karena berkarat saat dibiarkan

Lebih terperinci

BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA PENELITIAN

BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA PENELITIAN 36 BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA PENELITIAN 3.1 Peralatan yang Digunakan Peralatan yang digunakan dalam penelitian dan pengujian ini antara lain: 1. Tabung Nitridasi Tabung nitridasi merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PENDAHULUAN Proses pengeboran merupakan proses permesinan yang paling sering digunakan setelah proses bubut karena hampir semua komponen dan produk permesinan mempunyai lubang.

Lebih terperinci

BAB II TEORI KEAUSAN. 2.1 Pengertian keausan.

BAB II TEORI KEAUSAN. 2.1 Pengertian keausan. BAB II TEORI KEAUSAN 2.1 Pengertian keausan. Definisi paling umum dari keausan yang telah dikenal sekitar 50 tahun lebih yaitu hilangnya bahan dari suatu permukaan atau perpindahan bahan dari permukaannya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perak Nitrat Perak nitrat merupakan senyawa anorganik tidak berwarna, tidak berbau, kristal transparan dengan rumus kimia AgNO 3 dan mudah larut dalam alkohol, aseton dan air.

Lebih terperinci

Pemantauan Limbah Cair, Gas dan Padat

Pemantauan Limbah Cair, Gas dan Padat Pemantauan Limbah Cair, Gas dan Padat Paryanto, Ir.,MS Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Sebelas Maret Bimbingan Teknis Pengendalian B3 Pusat Pelatihan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 5 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Biogas Biogas adalah gas yang terbentuk melalui proses fermentasi bahan-bahan limbah organik, seperti kotoran ternak dan sampah organik oleh bakteri anaerob ( bakteri

Lebih terperinci

Studi Eksperimen dan Analisa Laju Keausan Material Alternatif pada Sepatu Rem Lokomotif

Studi Eksperimen dan Analisa Laju Keausan Material Alternatif pada Sepatu Rem Lokomotif JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) A-911 Studi Eksperimen dan Analisa Laju Keausan Material Alternatif pada Sepatu Rem Lokomotif Eskaridho Gultom dan Yusuf Kaelani

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Baja Baja merupakan paduan yang terdiri dari unsur utama besi (Fe) dan karbon (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang tersusun dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dimetil Eter Dimetil Eter (DME) adalah senyawa eter yang paling sederhana dengan rumus kimia CH 3 OCH 3. Dikenal juga sebagai methyl ether atau wood ether. Jika DME dioksidasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketercukupannya, dan sangat nyata mempengaruhi kelangsungan hidup suatu

BAB I PENDAHULUAN. ketercukupannya, dan sangat nyata mempengaruhi kelangsungan hidup suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Energi merupakan kebutuhan dasar manusia yang tidak dapat dihindari ketercukupannya, dan sangat nyata mempengaruhi kelangsungan hidup suatu bangsa di masa sekarang

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH PERBEDAAN JENIS MINYAK LUMAS DASAR (BASE OIL) TERHADAP MUTU PELUMAS MESIN

ANALISIS PENGARUH PERBEDAAN JENIS MINYAK LUMAS DASAR (BASE OIL) TERHADAP MUTU PELUMAS MESIN ANALISIS PENGARUH PERBEDAAN JENIS MINYAK LUMAS DASAR (BASE OIL) TERHADAP MUTU PELUMAS MESIN Rini Siskayanti 1* dan Muhammad Engkos Kosim 2 1,2 Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Muhammadyah

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN 26 BAB 4 HASIL PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN Hasil pengujian spesimen yang didapat dibandingkan dengan dua referensi utama yakni rujukan laboratorium dan artikel ilmiah yang relevan. Untuk aspek kemudahan dalam

Lebih terperinci

Tabel 3. Hasil uji karakteristik SIR 20

Tabel 3. Hasil uji karakteristik SIR 20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK BAHAN BAKU 1. Karakteristik SIR 20 Karet spesifikasi teknis yang digunakan dalam penelitian ini adalah SIR 20 (Standard Indonesian Rubber 20). Penggunaan SIR 20

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan dalam penelitian kali ini terdiri dari bahan utama yaitu biji kesambi yang diperoleh dari bantuan Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan

Lebih terperinci

PEMBUATAN BIODIESEL SECARA SIMULTAN DARI MINYAK JELANTAH DENGAN MENGUNAKAN CONTINUOUS MICROWAVE BIODISEL REACTOR

PEMBUATAN BIODIESEL SECARA SIMULTAN DARI MINYAK JELANTAH DENGAN MENGUNAKAN CONTINUOUS MICROWAVE BIODISEL REACTOR PEMBUATAN BIODIESEL SECARA SIMULTAN DARI MINYAK JELANTAH DENGAN MENGUNAKAN CONTINUOUS MICROWAVE BIODISEL REACTOR Galih Prasiwanto 1), Yudi Armansyah 2) 1. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini, minyak bumi masih memegang peranan penting bagi perekonomian indonesia, baik sebagai penghasil devisa maupun sebagai pemasok kebutuhan masyarakat dalam negeri.

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran METDE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Sebagian besar sumber bahan bakar yang digunakan saat ini adalah bahan bakar fosil. Persediaan sumber bahan bakar fosil semakin menurun dari waktu ke waktu. Hal ini

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sawit kasar (CPO), sedangkan minyak yang diperoleh dari biji buah disebut

II. TINJAUAN PUSTAKA. sawit kasar (CPO), sedangkan minyak yang diperoleh dari biji buah disebut 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Minyak Kelapa Sawit Sumber minyak dari kelapa sawit ada dua, yaitu daging buah dan inti buah kelapa sawit. Minyak yang diperoleh dari daging buah disebut dengan minyak kelapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alternatif lain yang dapat dijadikan sebagai solusi. Pada umumnya sumber energi

BAB I PENDAHULUAN. alternatif lain yang dapat dijadikan sebagai solusi. Pada umumnya sumber energi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya perindustrian di Indonesia akan menyebabkan kebutuhan bahan bakar fosil yang semakin meningkat sehingga dibutuhkan bahan bakar alternatif lain yang dapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Crude Palm Oil (CPO) CPO merupakan produk sampingan dari proses penggilingan kelapa sawit dan dianggap sebagai minyak kelas rendah dengan asam lemak bebas (FFA) yang tinggi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 5. Reaksi Transesterifikasi Minyak Jelantah Persentase konversi metil ester dari minyak jelantah pada sampel MEJ 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PELAKSANAAN

BAB III METODOLOGI PELAKSANAAN 30 BAB III METODOLOGI PELAKSANAAN 3.1 PENDAHULUAN Baterai seng udara merupakan salah satu bentuk sumber energi secara elektrokimia yang memiliki peluang sangat besar untuk aplikasi sumber energi masa depan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Ilmu mekanika kontak merupakan bagian dari ilmu tribologi yang membahas mengenai deformasi dan tegangan dua benda yang bersinggungan satu sama lain. Kontak yang terjadi

Lebih terperinci

PROSES PEMBUATAN BIODIESEL MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) DENGAN TRANSESTERIFIKASI SATU DAN DUA TAHAP. Oleh ARIZA BUDI TUNJUNG SARI F

PROSES PEMBUATAN BIODIESEL MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) DENGAN TRANSESTERIFIKASI SATU DAN DUA TAHAP. Oleh ARIZA BUDI TUNJUNG SARI F PROSES PEMBUATAN BIODIESEL MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) DENGAN TRANSESTERIFIKASI SATU DAN DUA TAHAP Oleh ARIZA BUDI TUNJUNG SARI F34103041 2007 DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS

Lebih terperinci

TATA CARA PEMBUATAN DAN PERAWATAN BENDA UJI KUAT TEKAN DAN LENTUR TANAH SEMEN DI LABORATORIUM

TATA CARA PEMBUATAN DAN PERAWATAN BENDA UJI KUAT TEKAN DAN LENTUR TANAH SEMEN DI LABORATORIUM TATA CARA PEMBUATAN DAN PERAWATAN BENDA UJI KUAT TEKAN DAN LENTUR TANAH SEMEN DI LABORATORIUM SNI 03-6798-2002 BAB I DESKRIPSI 1.1 Ruang Lingkup Tata cara ini meliputi prosedur pembuatan dan perawatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ragam, oleh sebab itu manusia dituntut untuk semakin kreatif dan produktif dalam

BAB I PENDAHULUAN. ragam, oleh sebab itu manusia dituntut untuk semakin kreatif dan produktif dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penerapan teknologi rekayasa material saat ini semakin bervariasi hal ini disebabkan oleh tuntutan untuk memenuhi kebutuhan manusia yang beraneka ragam, oleh sebab

Lebih terperinci

PERANCANGAN MESIN UJI TRIBOLOGI PIN-ON-DISC

PERANCANGAN MESIN UJI TRIBOLOGI PIN-ON-DISC D.8. Perancangan mesin uji tribologi pin-on-disc (Eko Armanto, dkk.) PERANCANGAN MESIN UJI TRIBOLOGI PIN-ON-DISC Eko Armanto *, Aan Burhanudin, Didi Dwi Krisnandi, Dian Prabowo, Ismoyo, Jamari Program

Lebih terperinci

PETA KONSEP LAJU REAKSI. Percobaan. Waktu perubahan. Hasil reaksi. Pereaksi. Katalis. Suhu pereaksi. Konsentrasi. Luas. permukaan.

PETA KONSEP LAJU REAKSI. Percobaan. Waktu perubahan. Hasil reaksi. Pereaksi. Katalis. Suhu pereaksi. Konsentrasi. Luas. permukaan. PETA KONSEP LAJU REAKSI Berkaitan dengan ditentukan melalui Waktu perubahan Dipengaruhi oleh Percobaan dari Pereaksi Hasil reaksi Konsentrasi Luas Katalis Suhu pereaksi permukaan menentukan membentuk mengadakan

Lebih terperinci

Pengaruh Variasi Arus dan Tebal Plat pada Las Titik terhadap Sifat Fisis dan Mekanis Sambungan Las Baja Karbon Rendah

Pengaruh Variasi Arus dan Tebal Plat pada Las Titik terhadap Sifat Fisis dan Mekanis Sambungan Las Baja Karbon Rendah TUGAS AKHIR Pengaruh Variasi Arus dan Tebal Plat pada Las Titik terhadap Sifat Fisis dan Mekanis Sambungan Las Baja Karbon Rendah Disusun : HENDRA ADHI NAGARA NIM : D.200.01.0173 NIRM : 01.6.106.03030.50173

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. teknologi sekarang ini. Menurut catatan World Economic Review (2007), sektor

BAB I PENDAHULUAN UKDW. teknologi sekarang ini. Menurut catatan World Economic Review (2007), sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan akan energi tidak pernah habis bahkan terus meningkat dari waktu ke waktu seiring dengan berkembangnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi sekarang ini.

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Sebelum dilakukan sintesis katalis Cu/ZrSiO 4, serbuk zirkon (ZrSiO 4, 98%) yang didapat dari Program Studi Metalurgi ITB dicuci terlebih dahulu menggunakan larutan asam nitrat 1,0

Lebih terperinci

Penghantar Fungsi penghantar pada teknik tenaga listrik adalah untuk menyalurkan energi listrik dari satu titik ketitik lain. Penghantar yang lazim

Penghantar Fungsi penghantar pada teknik tenaga listrik adalah untuk menyalurkan energi listrik dari satu titik ketitik lain. Penghantar yang lazim KONDUKTOR Penghantar Fungsi penghantar pada teknik tenaga listrik adalah untuk menyalurkan energi listrik dari satu titik ketitik lain. Penghantar yang lazim digunakan adalah aluminium dan tembaga. Aluminium

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.2 DATA HASIL ARANG TEMPURUNG KELAPA SETELAH DILAKUKAN AKTIVASI

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.2 DATA HASIL ARANG TEMPURUNG KELAPA SETELAH DILAKUKAN AKTIVASI 39 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 PENDAHULUAN Hasil eksperimen akan ditampilkan pada bab ini. Hasil eksperimen akan didiskusikan untuk mengetahui keoptimalan arang aktif tempurung kelapa lokal pada

Lebih terperinci