PEMBUATAN PELUMAS MESIN OTOMOTIF DARI BAHAN TERBAHARUKAN
|
|
- Suhendra Iskandar
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1
2
3 SEMINAR NASINAL TEKNIK KIMIA INDNESIA 2006 ISBN Palembang, Juli 2006 bersamaan dengan Seminar Nasional Rekayasa Kimia dan Proses 2006 (Undip), Soehadi Reksowardojo 2006 (ITB), Fundamental & Aplikasi Teknik Kimia 2006 ITS), Teknologi Proses Kimia (UI), dan Seminar Teknik Kimia Anggota APTEKIND 2006 PEMBUATAN PELUMAS MESIN TMTIF DARI BAHAN TERBAHARUKAN Dicky Dermawan Jurusan Teknik Kimia FTI ITENAS Bandung Jl. PHH Mustafa 23 Bandung Abstrak Bahan-bahan terbaharukan berupa gliserol dan asam oleat digunakan sebagai bahan baku dalam upaya pencarian bahan dasar alternatif untuk pelumas mesin otomotif. Proses pembuatan melibatkan polimerisasi gliserol, konversi asam oleat menjadi estolida, dan esterifikasi antara produk kedua reaksi sebelumnya. Semua proses dilakukan secara batch pada tekanan atmosferik. Polimerisasi gliserol pada 250 o C dengan katalis 1% NaH. Pembuatan estolida dilakukan secara diabatik menggunakan katalis H 2 S 4 2½%v/v - 10%v/v. Pengaturan waktu polimerisasi gliserol 1 4 jam dan kadar estolida 7½% - 15% memungkinkan diperolehnya ester yang memenuhi spesifikasi pelumas SAE 30 - SAE 60 untuk pelumas mesin otomotif. Dikembangkan pula model matematika dan visualisasi grafis yang bermanfaat untuk memperkirakan parameter reaksi yang diperlukan untuk membuat pelumas dengan kelas viskositas pelumas mesin otomotif tertentu menurut SAE. Sifat-sifat pelumas yang diperoleh secara umum dapat dikategorikan baik. Indeks viskositas yang dihasilkan sangat tinggi, berkisar antara Flash point mencapai 259 o C o C. Hasil formulasi dengan bahan-bahan aditif antifoaming agent, antioksidan, bahan antikorosi, dan bahan antiwear menghasilkan pelumas yang memenuhi syarat karakteristik SK Dirjen Migas No. 041/K/34/DDJM/1988. Beberapa keunggulan komparatif pelumas hasil penelitian dibandingkan dengan pelumas komersial sekelas adalah tingginya indeks viskositas secara intrinsik, tingginya flash point, korosivitasnya yang sangat rendah, rendahnya volatilitas, dan tingginya viskositas HT/HS. Akan tetapi, studi lanjutan untuk meningkatkan kualitas, terutama stabilitas termal/oksidasi yang berkaitan dengan masa pakai pelumas perlu dilakukan. Kata kunci: pelumas, ester, poligliserol, estolida Abstract Renewable sources, i.e. glycerol and oleic acid were used as raw materials to synthesize alternative basestock for automotive engine oil. The reaction pathway involved glycerol polymerization, conversion of oleic acid to estolide, and esterification of the former product. All processes were carried out batchwise in atmospheric condition. Glycerol polymerization were carried out at 250 o C using 1% NaH as catalyst, while estolide were produced diabatically using 2½%v/v - 10%v/v H 2 S 4 as catalyst. Varying polymerization time 1 4 hours and estolide content of 7½% - 15% resulting in polyglycerol oleic acid estolide esters meet SAE 30 - SAE 60 engine oil viscosity classification. Mathematical model and graphical visualization were developed to predict reaction parameters required to produce certain oil viscosity class according to SAE. The physical and chemical properties of oil produced were generally satisfactory and comparable with those of commercial engine oils. Viscosity indices were classified very to extra high, ranged ; flash points 259 o C o C. Formulated with antifoaming agent, antioxidants, corrosion inhibitors, and antiwear agent, the oil met standard characteristics of SK Dirjen Migas No. 041/K/34/DDJM/1988. However, further studies are required to improve thermal/oxidation stability thus extending the oil useful life. Keywords: lubricating oil, ester, polyglycerol, estolide PMBM 01-1
4 1. Pendahuluan Indonesia merupakan negara penghasil CP terbesar kedua di dunia setelah Malaysia, dengan produksi mencapai 5 juta ton pertahun. Perkembangan ini perlu diikuti dengan tindak lanjut berupa pengembangan industri hilir yang memanfaatkan produk-produk industri oleokimia menjadi bahan-bahan dengan nilai tinggi. Di pihak lain, bertambahnya kebutuhan pelumas untuk keperluan industri dan otomotif yang disertai dengan keterbatasan sumber alam berupa fraksi minyak bumi yang sesuai memaksa pemerintah untuk mengimpor sebagian bahan dasar minyak lumas yang diperlukan di dalam negeri. Kedua persoalan di atas dapat dipecahkan bersama-sama melalui pemanfaatan produk industri oleokimia sebagai alternatif bahan baku bagi pembuatan bahan dasar pelumas sintetik. Pemakaian minyak lumas sintetik yang dibuat dari bahan terbaharukan, selain dapat menjamin ketersediaan yang melimpah dan tak berkesudahan, juga menjanjikan biodegradabilitas yang lebih tinggi dibandingkan minyak lumas konvensional yang banyak dipakai selama ini. Dalam kebanyakan aplikasi, pelumas digolongkan menurut viskositasnya. Standar yang umum diacu adalah klasifikasi pelumas mesin otomotif dari SAE. Pelumas mesin yang banyak digunakan di Indonesia memerlukan viskositas sesuai dengan SAE 40 atau SAE 50. Penggunaan pelumas pada berbagai aplikasi sering memerlukan sifat tambahan lain, misalnya pada pencampuran dengan udara tidak membentuk buih. Pemakaian untuk suhu rendah menghendaki titik tuang yang rendah. Untuk pemakaian pada tekanan tinggi, sensitivitas viskositas terhadap tekanan menjadi penting. Formulasi dilakukan untuk memenuhi persyaratan spesifik yang diperlukan. Berbagai aditif ditambahkan kepada bahan utama yang dikenal sebagai bahan dasar. Sebagian atau semua aditif kadang-kadang ditambahkan pada bahan dasar pada saat pembuatan pelumas. Akan tetapi, biasanya pembuat aditif membuat formulasi paket aditif atau paket kinerja yang dijual kepada pembuat pelumas. Paket kinerja merupakan campuran dari berbagai aditif sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Paket kinerja pelumas mesin otomotif, misalnya, dapat terdiri dari 5 hingga 15 macam komponen aditif yang terdiri dari dispersant, overbased detergent, antioksidan, antiwear agent, pour point depressant, corrosion inhibitor, dan antifoaming agent. Viscosity modifier biasanya dibeli dan dicampurkan tersendiri untuk memperbaiki sifat viskometrik pelumas yang dibuat. Komposisi tipikal pelumas mesin otomotif adalah 84,8% - 85,2% bahan dasar, 9,2% - 10,8% paket kinerja, dan 4% - 6% viscosity modifier (ATC, 1993). Umumnya pelumas mesin diformulasikan dengan viscosity modifier dan paket kinerja. Untuk menjaga kerahasiaan formulasi, pelumas mesin dijual tanpa penjelasan mengenai komposisi eksaknya. Komposisi eksak ini sangat bervariasi, bergantung pada jenis dan kualitas bahan dasar serta tujuan penggunaannya. Pada penelitian ini dibuat ester poligliserol estolida asam oleat (EPG) dari gliserol dan asam oleat dan dipelajari karakteristiknya sebagai bahan pelumas mesin otomotif. Dilakukan pula formulasi melalui penambahan aditif. 2. Fundamental Kajian-kajian literatur secara ekstensif yang ditindaklanjuti dengan percobaanpercobaan di laboratorium untuk mempelajari kemungkinan penggunaan minyak sawit sebagai sumber alam terbaharukan bagi pembuatan pelumas sintetik menunjukkan bahwa senyawasenyawa turunan minyak sawit, khususnya gliserol dan asam oleat, memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai bahan baku pembuatan pelumas sintetik berupa ester poligliserol estolida asam oleat. Hasil studi ekstensif perbandingan berbagai sifat pelumasan beberapa bahan dasar pelumas sintetik menunjukkan bahwa senyawa ester merupakan golongan senyawa yang berpeluang besar menjadi pelumas masa depan menggantikan posisi pelumas mineral. Potensi ester sebagai bahan pelumas sintetik banyak dikemukakan dalam literatur (Booser, 1994) dan menjadi subjek klaim banyak paten: stabilitas termal/oksidasi ester bergugus hidroksil terkonversi parsial lebih tinggi dibandingkan ester lain, memiliki polaritas tinggi yang sangat penting peranannya dalam menurunkan efek gesekan dan keausan, serta menghemat konsumsi bahan bakar (Pafford, 1997), tingkat emisinya rendah (Scholsberg, 1997), biodegradabilitasnya tinggi (Duncan, 1998; Cermak, 2001). Gambar 1 menunjukkan suatu tipikal dari struktur molekul yang representatif dari EPG yang menjadi objek penelitian ini. Ditunjukkan pula beberapa keunggulan sifat yang diharapkan muncul karena gugus-gugus fungsional yang dikandungnya. Stuktur semacam ini dapat diperoleh dengan cara mempolimerisasikan gliserol, mereaksikan asam oleat menjadi estolida, dan mengesterkan kedua hasil reaksi terdahulu. Struktur ester yang dihasilkan dapat divariasikan dengan cara memvariasikan derajat polimerisasi gliserol dan memvariasikan kadar estolida dalam campuran. Semakin tinggi derajat polimerisasi gliserol dan kadar estolida, akan diperoleh struktur molekul yang makin rumit PMBM 01-2
5 dengan massa molekul relatif yang makin tinggi. Hal ini diharapkan akan menghasilkan ester dengan sifat-sifat fisik yang bervariasi pula. H eter menurunkan titik leleh sebagian gugus hidroksil tak terkonversi meningkatkan stabilitas termal/oksidasi ikatan rangkap menjamin senyawa bertitik leleh rendah ester dikenal memiliki sifat pelumasan yang baik percabangan menurunkan titik leleh Gambar 1. Struktur ester poligliserol estolida asam oleat 3. Metode Penelitian Pembuatan EPG a. Polimerisasi Gliserol Polimerisasi dilangsungkan pada suhu 250 o C menggunakan susunan peralatan yang terdiri dari reaktor batch berupa erlenmeyer 1000 ml di atas hotplate berpengaduk magnetik yang dilengkapi dengan termometer, kondenser, serta penampung kondensat. Pada proses ini, digunakan NaH 1 %b/b sebagai katalis. Kelangsungan reaksi diikuti dengan cara mengamati secara fisik terbentuknya uap air yang memisahkan diri dari massa reaksi, terkondensasi dalam kondenser, dan terkumpul dalam penampung kondensat. Waktu reaksi divariasikan selama 1 hingga 4 jam, masing-masing dengan 4 kali ulangan. b. Konversi Asam leat Menjadi Estolida Dilakukan secara diabatik pada tekanan atmosferik dalam reaktor batch berpengaduk dengan katalis asam sulfat sebanyak 2½ - 10 %v/v. Variasi rasio relatif antara estolida dengan asam oleat dilakukan melalui pencampuran antara estolida hasil reaksi dengan asam oleat segar. c. Esterifikasi Dilangsungkan pada rentang suhu 160 o C hingga 240 o C. dalam reaktor polimerisasi. Campuran estolida dan asam oleat ditambahkan ke dalam hasil polimerisasi. Tidak digunakan tambahan katalis selain yang dipakai untuk polimerisasi gliserol. Rasio reaktan ditetapkan sebesar 1½ mol asam oleat permol gliserol. Formulasi Dilakukan melalui penambahan bahan-bahan aditif antifoaming agent, overbased detergent, antioksidan, dan corrosion inhibitor serta antiwear agent. EPB dicampurkan dengan aditif sambil diaduk dan dihangatkan pada atmosfer inert hingga seluruh aditif larut. Uji Karakteristik Karakteristik yang diuji berikut metodenya meliputi viskositas (ASTM D-445), indeks viskositas (ASTM D-2270), specific gravity (D- 1296), pour point (ASTM D-97), flash point (ASTM D-92), total acid number (ASTM D- 664), total base number (ASTM D-2896), sulphated ash content (ASTM D-874), foaming tendency/stability (ASTM D- 892), Copper Strip Corrosion (ASTM D-130), High Temperature/ High Shear Rate Viscosity (ASTM D-4683), Cold Cranking Simulator (ASTM D-5293), dan Four Ball Wear Test (ASTM D-2783) Kecuali uji viskositas, indeks viskositas, dan specific gravity yang dilakukan sendiri, seluruh uji karakteristik dilakukan di Laboratorium Proses dan Laboratorium Aplikasi PPPTMGB Lemigas, Jakarta. Analisis termal (termographymetry, TGA & differential analysis, DTA) dilakukan di Laboratorium Polimer Fisika Terapan LIPI, Bandung. 4. Hasil dan Pembahasan Pembuatan EPG dan Karakteristik Hasilnya Berdasarkan klasifikasi viskositas pelumas mesin dari SAE (SAE J300, 1991), ester yang dihasilkan pada percobaan-percobaan ini berada dalam kisaran SAE 30 hingga SAE 60. Mudah dipahami bahwa apabila percobaan dilakukan lebih lanjut pada variasi waktu polimerisasi dan kadar estolida yang berada di luar rentang percobaan ini, akan diperoleh ester yang lebih encer atau yang lebih viscous. Tabel 1 Viskositas Kinematik Ester pada 40 o C [cst] % Estolida Waktu Polimerisasi Gliserol, jam Tabel 2 Viskositas Ester pada 100 o C [cst] & kelas SAE-nya % Estolida SAE 30 SAE 30 SAE 40 SAE 40 SAE 40 SAE SAE 40 SAE 40 SAE 40 SAE 40 SAE 40 SAE SAE 40 SAE 40 SAE 40 SAE 50 SAE 50 SAE SAE 40 SAE 50 SAE 50 SAE 50 SAE 50 SAE Waktu Polimerisasi Gliserol, jam Kecenderungan umum yang tampak dalam Tabel 1 dan Tabel 2 adalah makin tinggi PMBM 01-3
6 derajat polimerisasi gliserol, viskositas makin tinggi. Demikian pula, viskositas meningkat dengan makin tingginya kadar estolida. Beberapa penyimpangan yang tampak dapat diakibatkan oleh perbedaan komposisi nyata dari ester yang dihasilkan. Ditinjau dari indeks viskositasnya (Tabel 3), ester yang dibuat pada percobaan-percobaan ini kualitasnya sebanding dengan pelumas mesin terformulasi yang beredar di pasaran, yang berkisar antara untuk pelumas berbasis minyak bumi, dan untuk pelumas semisintetik (Subiyanto, 1995) sehingga penambahan viscosity index improver tidak diperlukan bagi formulasinya. % Estolida Tabel 3 Indeks Viskositas EPG Waktu Polimerisasi Gliserol, jam Gambar 2 menunjukkan bagaimana berbagai kelas viskositas pelumas mesin otomotif dapat dibuat melalui pengaturan waktu reaksi polimerisasi gliserol dan komposisi relatif campuran estolida dengan asam oleatnya. Pada gambar ini ditunjukkan pula kaitan antara waktu reaksi polimerisasi gliserol t dengan X dan derajat polimerisasi n pada sumbu mendatar. Pada sumbu tegak, komposisi campuran estolida asam oleat diwakili oleh Y dan bilangan estolida m. Dalam diagram, ditunjukkan pula massa molekul relatif rata-rata ester, sisa gugus hidroksil tak terkonversi, bilangan hidroksil teoritik, serta viscosity-temperature coefficient vtc. Tampak pada Gambar 2 bahwa massa molekul relatif ester tidak secara langsung dapat dikorelasikan dengan viskositasnya. Ester dengan massa molekul relatif rata-rata yang relatif kecil dapat memiliki kelas viskositas yang lebih tinggi. Gambar 2 juga menyarankan bahwa peningkatan indeks viskositas dapat dilakukan dengan cara secara simultan meningkatkan derajat polimerisasi gliserol dan menurunkan fraksi massa estolida. Hal ini dapat dipahami dengan pendekatan molekuler (Murphy, 1950) bahwa polimerisasi gliserol, selama masih membentuk polimer linier, akan meningkatkan panjang molekul tanpa perubahan berarti pada diameternya. Akan tetapi, percabangan molekul yang berasal dari estolida akan memperkecil rasio antara panjang molekul terhadap diameternya. Gambar 2 Kurva estimasi kelas viskositas EPG sebagai bahan dasar pelumas mesin otomotif Densitas ester yang dibuat (Tabel 4) secara umum berada pada kisaran sempit antara 0,9539 gram/ml hingga 0,9631 gram/ml dengan kecenderungan meningkat seiring dengan peningkatan derajat polimerisasi gliserol dan peningkatan kadar estolida. % Estolida Tabel 4 Densitas EPG pada 20 o C [g/ml] Waktu Polimerisasi Gliserol, jam Formulasi dan Perbandingan Sifat dengan Pelumas Komersial Tabel 5 menunjukkan hasil uji selengkapnya berikut perbandingan karakteristik antara 3 sampel EPG yang dibuat sebelum diformulasikan (A,B,C) dan sesudah diformulasikan (R,S,T) dengan beberapa jenis dasar serta pelumas mesin komersial. Indeks viskositas EPG sudah comparable dengan pelumas komersial dan jauh lebih baik dibandingkan standar yang hanya mensyaratkan nilai minimum 90. Titik tuang EPG sudah sebanding dengan bahan dasar pelumas konvensional, tetapi masih terlalu tinggi bila dibandingkan pelumas komersial. Hal ini sebenarnya tidak menjadi persoalan untuk penggunaan di Indonesia. Sekalipun titik tuangnya relatif tinggi, hasil uji Cold Cranking Simulator pada suhu -10 o C menunjukkan harga 5617 cp; artinya, pelumas ini setara kinerjanya dengan pelumas multigrade SAE 20W/50. Hal ini didukung pula oleh harga PMBM 01-4
7 Tabel 5 Perbandingan Karakteristik Tipikal Hasil Penelitian dengan Bahan Dasar dan Pelumas Mesin tomotif Komersial Karakteristik ASTM Hasil Penelitian Hasil Formulasi Bahan Dasar Pelumas Pelumas Mesin Standar Konvensional Komersial A B C R S T HVI-160S HVI-650 M SS Kelas SAE SAE 50 SAE 40 SAE 50 SAE J300 SAE 50 SAE 50 SAE 50 20W/50 20W/50 API Service SG/CD SG/CD Specific Gravity D ,9604 0,9583 0,9621 0,9634 0,9556 0,9635 0,8864 0,9159 0,8900 0,8782 ν 40 o C, cst D ,3 108,7 123,0 172,7 136,5 144,6 110,56 571, ,0 ν 100 o C, cst D ,83 14,24 16,31 19,5 17,52 17,84 11,33 33,52 19,3 17,19 Indeks Viskositas D > Pour Point, o C D < -35 Flash Point, o C D > TAN, mg KH/g D-664 4,199 9,904 7,063 4,170 2,112 2,617 1,37 1,38-4,37 TBN, mg KH/g D ,173 4,089 4,172 > 2,5 4,783 8,419 4,977 0,052 0,047 10,26 11,96 Sulfated Ash, % D-874 0,729 0,551 0,575 0,687 1,147 0,003 0,003 1,47 Foaming, ml D-892 Seq. I 295/Nil 465/20 380/15 < /Nil 5/Nil 5/Nil 5 Seq. II 20/Nil 100/Nil 30/Nil < 25 10/Nil 10/Nil 5/Nil 20 Seq. III 30/Nil 280/Nil 250/Nil < /Nil 10/Nil Nil/Nil 5 Corrosion Copper D-130 1a 1a 1a Keterangan: Belum diformulasikan dengan aditif. Kep. Dirjen Migas No. 041/K/34/DDJM/1988 Sumber: Subiyanto dkk, 1995) M = Mineral il SS = Pelumas Semi Sintetik (Subiyanto, 1995) PMBM 01-5
8 indeks viskositasnya yang comparable dengan pelumas mesin komersial pada grade SAE 20W/50. Flash point EPG yang relatif tinggi menandakan baiknya keandalan kinerja pelumas yang dibuat pada pengoperasian suhu tinggi, khususnya dari bahaya kebakaran. Sekalipun lebih rendah dibandingkan pelumas-pelumas komersial. TBN dan kandungan sulfated ash EPG EPG masih relatif rendah sekalipun sudah memenuhi persyaratan yang ditetapkan. Satu-satunya karakteristik yang belum memenuhi persyaratan adalah foaming tendency & stabilitynya, tetapi antifoaming agent yang ditambahankan dalam formulasi berhasil mengatasi persoalan ini (bandingkan hasil uji untuk sampel A,B,C dengan R,S,T). Hasil uji korosi (Copper strip) terhadap semua EPG terformulasi memberikan hasil terbaik: IA. T G A : % massa 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% 100% 90% MXP EPG Suhu, o C (a) Dengan Kehadiran ksigen dilakukan dengan Thermo Gravimetric Analysis (TGA). Tampak secara keseluruhan (Gambar 5b) bahwa intensitas penguapan EPG lebih rendah daripada MXP. Dengan kata lain, secara intrinsik MXP lebih mudah menguap daripada EPG. Akan tetapi, oksidasi, sebagaimana ditunjukkan Gambar 4, jauh lebih intensif pada EPG. Akibat oksidasi ini (Gambar 3a), EPG terdekomposisi menghasilkan produk ringan, sehingga kurva TGA EPG 'sempat' berada di bawah MXP, seakan-akan menunjukkan bahwa pada kisaran suhu ini EPG lebih mudah menguap daripada MXP. DTA, μv DTA, mv Suhu, o C Pengaruh ksigen Tanpa ksigen Dengan oksigen Pengaruh ksigen Tanpa ksigen Dengan oksigen (a) EPG T G A : % massa 80% 70% 60% 50% 40% Suhu, o C (b) Pelumas Mesin Komersial MXP 30% 20% 10% 0% MXP EPG Suhu, o C (b) Tanpa Kehadiran ksigen Gambar 3 Termogram EPG dan MXP Perbandingan volatilitas EPG dengan pelumas komersial konvensional MXP yang Gambar 4 Hasil Differential Thermal Analysis Berkaitan dengan kinerja pelumas pada keadaan stress dilakukan pengujian dengan Tappered Bearing Simulator menurut ASTM D-4683 pada suhu dan shear-rate tinggi, berturut-turut sebesar 150 o C dan 10 6 s -1. Harga HT/HS yang tinggi menunjukkan tingginya ketahanan pelumas untuk bekerja pada beban berat dengan kecepatan tinggi. Untuk grade SAE 50 ke atas, API mensyaratkan harga minimum 3,7 cp. Hasil uji terhadap suatu formulasi hasil PMBM 01-6
9 penelitian memberikan harga 5,85 cp; jauh melampaui harga minimum yang disyaratkan. Hasil wear test dengan mesin four ball (ASTM D-2783) terhadap pelumas hasil formulasi, bersama-sama dengan hasil uji pelumas lain ditunjukkan Tabel 6. Tampak bahwa seizure load dan welding point pelumas hasil penelitian, sekalipun lebih rendah dariipada pelumas komersial Mesran Prima, nilainya sebanding dengan pelumas dasar konvensional yang diformulasi dengan 1% - 4% ZDTP yang dibuat Lemigas. Tabel 6 Hasil Uji Mesin Four Ball Beberapa Pelumas (ASTM D-2783) Karakteristik Hasil Penelitian HVI- 160S HVI+ ZDTP*) MXP Seizure load, kg Welding point, kg Load Wear Index 42,07 21,19 50,41-51,19 50,79 *) Seng Dialkilditiofosfat 1% 4% yang dibuat Lemigas (Suhardono dkk, 1999) 5. Kesimpulan dan Saran Konversi gliserol dan asam oleat menjadi pelumas sintetik berupa campuran senyawa kompleks ester poligliserol - estolida asam oleat telah berhasil memperoleh semua kelas viskositas pelumas mesin otomotif. Pengaturan waktu polimerisasi gliserol 1 4 jam dan kadar estolida 7½% - 15% memungkinkan diperolehnya ester yang memenuhi spesifikasi pelumas SAE 30 - SAE 60 untuk pelumas mesin otomotif. Dikembangkan model matematika dan visualisasi grafis yang bermanfaat untuk memperkirakan parameter reaksi yang diperlukan untuk membuat pelumas dengan kelas viskositas pelumas mesin otomotif tertentu menurut SAE. Satu-satunya sifat EPG yang belum memenuhi persyaratan karakteristik dari Dirjen Migas No. 041/K/34/DDJM/1988 adalah tendensi dan stabilitas foamnya. Hasil studi formulasi untuk menurunkan tendensi dan stabilitas foam melalui penambahan aditif terbukti berhasil menekan harga tendensi dan stabilitas foam, sekalipun dengan penambahan overbased detergent yang berdampak pada peningkatan foaming tendency. Beberapa keunggulan komparatif pelumas hasil penelitian dibandingkan dengan pelumas komersial sekelas adalah tingginya indeks viskositas secara intrinsik, tingginya flash point, korosivitasnya yang sangat rendah, rendahnya volatilitas, dan tingginya HT/HS. Sekalipun demikian, formulasi dan pengujianpengujian lebih lanjut perlu dilakukan untuk memperbaiki beberapa kelemahannya, terutama studi peningkatan ketahanan oksidasi yang terkait langsung dengan masa pakainya. Ucapan Terima Kasih Penelitian ini dilaksanakan atas dukungan dana dari Proyek Peningkatan Penelitian Pendidikan Tinggi dan Proyek Pengkajian dan Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional melalui Hibah Bersaing XI tahun 2003 dan Hibah Bersaing Lanjutan tahun Daftar Pustaka [1] ATC, (1993) Document 49 Lubricant Additives and The Environment, CEFIC Belgium [2] Booser, (1994), CRC Handbook of Lubrication & Technology III, Scotia, New York [3] Cermak dkk, (2001), Biodegradable leic Estolide Ester Having Saturated Fatty Acid End Group Useful as Lubricant Base Stock, US Pat [4] Duncan & Exxon Chemical Pat. Inc, (1998), High Viscosity Complex Alcohol Esters, US Pat [5] Murphy, (1950), Structural Guides for Synthetic Lubricant Development, Ind. Eng. Chem 42, hal [6] Pafford & Exxon Chemical Pat. Inc, (1997), Polyol Ester Composition with Unconverted Hydoxyl Group for Use as Lubricant Base Stocks, US Pat [7] Schlosberg & Exxon Chemical Pat. Inc., (1997), Synthetic Ester Base Stocks for Low Emission Lubricants, US Pat [8] Subiyanto, (1995), Studi Minyak Lumas Semisintetik CGPS EX dan EXTE 2001G HPM Eks Pasaran, Lembaran Publikasi Lemigas Vol 29, No. 2, hal [9] Subiyanto dkk., (1995), Formulasi Minyak Lumas Mesin Bensin Multigrade SAE 20W/50, API SG/CD dari Minyak Lumas Dasar Eks UP IV Pertamina Cilacap dengan Paket dan Komponen Aditif Hylet, Proc. Diskusi Ilmiah VIII PPPTMGB Lemigas, Jakarta, hal [10] Suhardono dkk., (1999), Studi Laboratorium Metodologi Pembuatan Zn-dialkilditiofosfat sebagai Aditif Minyak Lumas tomotif, Lembar Publikasi Lemigas, Vol. 3 No.1, hal PMBM 01-7
KARAKTERISTIK ESTER POLIGLISEROL DARI ESTOLIDA & ASAM OLEAT SEBAGAI BAHAN DASAR PELUMAS MESIN OTOMOTIF
PRSIDING SEMINAR NASINAL REKAYASA KIMIA DAN PRSES 2004 ISSN : 1411-4216 KARAKTERISTIK ESTER PLIGLISERL DARI ESTLIDA & ASAM LEAT SEBAGAI BAHAN DASAR PELUMAS MESIN TMTIF Dicky Dermawan 1, A. Zainal Abidin
Lebih terperinciPENGARUH SUHU PADA PROSES ESTERIFIKASI SORBITOL DENGAN ASAM OLEAT MENGGUNAKAN KATALIS ASAM p-toluene sulfonate
PENGARUH SUHU PADA PROSES ESTERIFIKASI SORBITOL DENGAN ASAM OLEAT MENGGUNAKAN KATALIS ASAM p-toluene sulfonate Lik Anah Pusat Penelitian Kimia LIPI Jalan Cisitu Sangkuriang, Bandung 40135 Telp. : (022)
Lebih terperinciPENAMBAHAN LATEKS KARET ALAM KOPOLIMER RADIASI DAN PENINGKATAN INDEKS VISKOSITAS MINYAK PELUMAS SINTETIS OLAHAN
Akreditasi LIPI Nomor : 536/D/2007 Tanggal 26 Juni 2007 PENAMBAHAN LATEKS KARET ALAM KOPOLIMER RADIASI DAN PENINGKATAN INDEKS VISKOSITAS MINYAK PELUMAS SINTETIS OLAHAN ABSTRAK Meri Suhartini dan Rahmawati
Lebih terperinciFORMULASI GEMUK LUMAS RAMAH LINGKUNGAN (BIODEGRADABLE GREASE) Ratu Ulfiati, M. Rizkia Malik, Pandu Asmoro Bangun
FORMULASI GEMUK LUMAS RAMAH LINGKUNGAN (BIODEGRADABLE GREASE) Ratu Ulfiati, M. Rizkia Malik, Pandu Asmoro Bangun Pusat Penelitan dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi "Lemigas" ratuulfi@lemigas.esdm.go.id
Lebih terperinciOPTIMASI RASIO PALM FATTY ACID DESTILATE ( PFAD ) DAN SABUN LOGAM PADA PEMBUATAN PELUMAS PADAT (GREASE ) BIODEGRADABLE
OPTIMASI RASIO PALM FATTY ACID DESTILATE ( PFAD ) DAN SABUN LOGAM PADA PEMBUATAN PELUMAS PADAT (GREASE ) BIODEGRADABLE 1* Sukmawati, 2 Tri Hadi Jatmiko 12 Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri
Lebih terperinciBAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di laboratorium pelumas, Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi (PPPTMGB LEMIGAS ) yang berlokasi di Jalan
Lebih terperinciPENGEMBANGAN MINYAK LUMAS BIOBASED: FORMULASI DENGAN ASHLESS ANTIWEAR AGENT
PENGEMBANGAN MINYAK LUMAS BIOBASED: FORMULASI DENGAN ASHLESS ANTIWEAR AGENT Dicky Dermawan 1, Dyah Setyo Pertiwi, Ahmad Siddik, Sayd Rachadiyan Pahlevi Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri,
Lebih terperinciESTER PROPILENA DIOLEAT SEBAGAI PRODUK DOMESTIK MINYAK LUMAS DASAR SINTETIK UNTUK OLI OTOMOTIF. Roza Adriany
ESTER PROPILENA DIOLEAT SEBAGAI PRODUK DOMESTIK MINYAK LUMAS DASAR SINTETIK UNTUK OLI OTOMOTIF Roza Adriany Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi LEMIGAS rozaa@lemigas.esdm.go.id
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Minyak nabati merupakan salah satu produk utama pertanian Indonesia. Usaha agribisnis di bidang ini (terutama minyak sawit) telah memberikan kontribusi bagi perekonomian negara,
Lebih terperinciBab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan
Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Pada penelitian ini, proses pembuatan monogliserida melibatkan reaksi gliserolisis trigliserida. Sumber dari trigliserida yang digunakan adalah minyak goreng sawit.
Lebih terperinciPembuatan Biodiesel dari Minyak Kelapa dengan Katalis H 3 PO 4 secara Batch dengan Menggunakan Gelombang Mikro (Microwave)
Pembuatan Biodiesel dari Minyak Kelapa dengan Katalis H 3 PO 4 secara Batch dengan Menggunakan Gelombang Mikro (Microwave) Dipresentasikan oleh : 1. Jaharani (2310100061) 2. Nasichah (2310100120) Laboratorium
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini kebutuhan bahan bakar bagi penduduk di seluruh dunia semakin meningkat, sementara cadangan bahan bakar fosil semakin menipis. Oleh karena itu banyak negara
Lebih terperinciLampiran 1. Prosedur analisis sifat fisikokimia minyak dan biodiesel. 1. Kadar Air (Metode Oven, SNI )
LAMPIRAN 39 Lampiran 1. Prosedur analisis sifat fisikokimia minyak dan biodiesel 1. Kadar Air (Metode Oven, SNI 01-3555-1998) Cawan aluminium dipanaskan di dalam oven pada suhu 105 o C selama 1 jam, kemudian
Lebih terperinciPEMBUATAN BIODIESEL DARI ASAM LEMAK JENUH MINYAK BIJI KARET
PEMBUATAN BIODIESEL DARI ASAM LEMAK JENUH MINYAK BIJI KARET Dwi Ardiana Setyawardhani*), Sperisa Distantina, Hayyu Henfiana, Anita Saktika Dewi Jurusan Teknik Kimia Universitas Sebelas Maret Surakarta
Lebih terperinciPEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK NYAMPLUNG MENGGUNAKAN PEMANASAN GELOMBANG MIKRO
PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK NYAMPLUNG MENGGUNAKAN PEMANASAN GELOMBANG MIKRO Dosen Pembimbing : Dr. Lailatul Qadariyah, ST. MT. Prof. Dr. Ir. Mahfud, DEA. Safetyllah Jatranti 2310100001 Fatih Ridho
Lebih terperinciPEMBUATAN BIOGASOLINE DARI PALM OIL METIL ESTER MELALUI REAKSI PERENGKAHAN DENGAN INISIATOR METIL ETIL KETON PEROKSIDA DAN KATALIS ASAM SULFAT
PEMBUATAN BIOGASOLINE DARI PALM OIL METIL ESTER MELALUI REAKSI PERENGKAHAN DENGAN INISIATOR METIL ETIL KETON PEROKSIDA DAN KATALIS ASAM SULFAT M. Nasikin dan M.M. Dewayani Program Studi Teknik Kimia, Fakultas
Lebih terperinciSNI Standar Nasional Indonesia. Biodiesel. Badan Standardisasi Nasional
Standar Nasional Indonesia Biodiesel ICS 75.160 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah dan definisi... 2 4 Syarat mutu...
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Data Bahan Baku Minyak Minyak nabati merupakan cairan kental yang berasal dari ekstrak tumbuhtumbuhan. Minyak nabati termasuk lipid, yaitu senyawa organik alam yang tidak
Lebih terperinciDibimbing Oleh: Prof. Dr. Ir. Mahfud, DEA Ir. Rr. Pantjawarni Prihatini
PEMBUATAN TRANSFORMER OIL DARI MINYAK NABATI MELALUI PROSES TRANSESTERIFIKASI DAN PENAMBAHAN ADITIF Akh. Mokh. Hendra C. M. (2306100011) Much. Arif Amrullah (2306100081) Dibimbing Oleh: Prof. Dr. Ir. Mahfud,
Lebih terperinciPEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK KELAPA MELALUI PROSES TRANS-ESTERIFIKASI. Pardi Satriananda ABSTRACT
Jurnal Reaksi (Journal of Science and Technology) PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK KELAPA MELALUI PROSES TRANS-ESTERIFIKASI Pardi Satriananda ABSTRACT Ethyl ester and gliserol produce by reacting coconut
Lebih terperinciPemakaian Pelumas. Rekomendasi penggunaan pelumas hingga kilometer. Peningkatan rekomendasi pemakaian pelumas hingga
Pemakaian Pelumas Rekomendasi penggunaan pelumas hingga 2.500 kilometer. Peningkatan rekomendasi pemakaian pelumas hingga 15 ribu kilometer. Pelumas : campuran base oil (bahan dasar pelumas) p ( p ) dan
Lebih terperinciANALISIS PENGARUH PERBEDAAN JENIS MINYAK LUMAS DASAR (BASE OIL) TERHADAP MUTU PELUMAS MESIN
ANALISIS PENGARUH PERBEDAAN JENIS MINYAK LUMAS DASAR (BASE OIL) TERHADAP MUTU PELUMAS MESIN Rini Siskayanti 1* dan Muhammad Engkos Kosim 2 1,2 Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Muhammadyah
Lebih terperinciOptimasi Sabun Logam Campuran (Li-Ca) Pada Pembuatan Pelumas Padat (Grease) Dari Palm Fatty Acid Destillate (PFAD)
TPP 02 Optimasi Sabun Logam Campuran (Li-Ca) Pada Pembuatan Pelumas Padat (Grease) Dari Palm Fatty Acid Destillate (PFAD) Sukmawati Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi
Lebih terperinciOleh : Fachreza Maulana Rizki Bagus Satrio Putra
PABRIK BASE OIL DARI MINYAK JARAK PAGAR(Jatropa Curcas) DENGAN PROSES ESTERIFIKASI Oleh : Fachreza Maulana 2310030004 Rizki Bagus Satrio Putra 2310030012 DOSEN PEMBIMBING Ir. Agung Subyakto, MS NIP. 19580312
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1. Karakteristik Bahan Baku Biodiesel. Propertis Minyak Kelapa (Coconut Oil)
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Data Bahan Baku Minyak Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini diantaranya yaitu minyak Jarak dan minyak Kelapa. Kedua minyak tersebut memiliki beberapa karakteristik
Lebih terperinciJurnal Flywheel, Volume 3, Nomor 1, Juni 2010 ISSN :
PENGARUH PENAMBAHAN KATALIS KALIUM HIDROKSIDA DAN WAKTU PADA PROSES TRANSESTERIFIKASI BIODIESEL MINYAK BIJI KAPUK Harimbi Setyawati, Sanny Andjar Sari, Hetty Nur Handayani Jurusan Teknik Kimia, Institut
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini dikembangkan sensor infra red untuk mendeteksi sisa umur pelumas. Beberapa sumber sinar sensor yang digunakan adalah lampu LED near infra red komersial,
Lebih terperinciTransesterifikasi parsial minyak kelapa sawit dengan EtOH pada pembuatan digliserida sebagai agen pengemulsi
Transesterifikasi parsial minyak kelapa sawit dengan EtOH pada pembuatan digliserida sebagai agen pengemulsi Rita Arbianti *), Tania S. Utami, Heri Hermansyah, Ira S., dan Eki LR. Departemen Teknik Kimia,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. poly chloro dibenzzodioxins dan lain lainnya (Ermawati, 2011).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Selama ini penanganan sampah kota di negara-negara berkembang seperti Indonesia hanya menimbun dan membakar langsung sampah di udara terbuka pada TPA (Tempat Pembuangan
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran
METDE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Sebagian besar sumber bahan bakar yang digunakan saat ini adalah bahan bakar fosil. Persediaan sumber bahan bakar fosil semakin menurun dari waktu ke waktu. Hal ini
Lebih terperinciLAMPIRAN A. Pembuatan pelumas..., Yasir Sulaeman Kuwier, FT UI, 2010.
LAMPIRAN A Transesterifikasi Transesterifikasi ini merupakan tahap awal pembuatan pelumas bio dengan mereaksikan minyak kelapa sawit dengan metanol dengan bantuan katalis NaOH. Transesterifikasi ini bertujuan
Lebih terperinciBab III Metoda, Peralatan, dan Bahan
Bab III Metoda, Peralatan, dan Bahan III.1 Metodologi Penelitian Metodologi yang diterapkan dalam penelitian ini secara garis besar meliputi beberapa tahap, yaitu penyiapan aditif penurun titik tuang,
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pada penelitian yang telah dilakukan, katalis yang digunakan dalam proses metanolisis minyak jarak pagar adalah abu tandan kosong sawit yang telah dipijarkan pada
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Fungsi utama pelumas (oli) adalah mencegah terjadinya friksi dan keausan (wear) antara dua bidang atau permukaan yang bersinggungan, memperpanjang usia pakai mesin, dan fungsi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Ketertarikan dunia industri terhadap bahan baku proses yang bersifat biobased mengalami perkembangan pesat. Perkembangan pesat ini merujuk kepada karakteristik bahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan otomatis. Maka dari itu minyak pelumas yang di gunakan pun berbeda.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem transmisi pada kendaraan di bedakan dalam transmisi manual dan otomatis. Maka dari itu minyak pelumas yang di gunakan pun berbeda. Oli untuk motor matic dikenal
Lebih terperinciPEMBUATAN BIODIESEL SECARA SIMULTAN DARI MINYAK JELANTAH DENGAN MENGUNAKAN CONTINUOUS MICROWAVE BIODISEL REACTOR
PEMBUATAN BIODIESEL SECARA SIMULTAN DARI MINYAK JELANTAH DENGAN MENGUNAKAN CONTINUOUS MICROWAVE BIODISEL REACTOR Galih Prasiwanto 1), Yudi Armansyah 2) 1. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas
Lebih terperinciPERBANDINGAN KINERJA PELUMAS MOTOR SKUTIK MINERAL DAN SINTETIK PADA UJI JALAN SAMPAI 6000 KM
PERBANDINGAN KINERJA PELUMAS MOTOR SKUTIK MINERAL DAN SINTETIK PADA UJI JALAN SAMPAI 6000 KM Rini Siskayanti Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadyah Jakarta Jl. Cempaka Putih Tengah
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 5. Reaksi Transesterifikasi Minyak Jelantah Persentase konversi metil ester dari minyak jelantah pada sampel MEJ 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ
Lebih terperinciJudul PEMBUATAN TRIGLISERIDA RANTAI MENENGAH (MEDIUM CHAIN TRIGLYCERIDE) Kelompok B Pembimbing
TK-40Z2 PENELITIAN Semester I 2006/2007 Judul PEMBUATAN TRIGLISERIDA RANTAI MENENGAH (MEDIUM CHAIN TRIGLYCERIDE) Kelompok Sarastri Cintya Hapsari (130 03 009) Pilandari Lembono (130 03 095) Pembimbing
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dimetil Eter Dimetil Eter (DME) adalah senyawa eter yang paling sederhana dengan rumus kimia CH 3 OCH 3. Dikenal juga sebagai methyl ether atau wood ether. Jika DME dioksidasi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.8. Latar Belakang Indonesia mulai tahun 2007 dicatat sebagai produsen minyak nabati terbesar di dunia, mengungguli Malaysia, dengan proyeksi produksi minimal 17 juta ton/tahun di areal
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Bahan Kimia Dan Peralatan. 3.1.1. Bahan Kimia. Minyak goreng bekas ini di dapatkan dari minyak hasil penggorengan rumah tangga (MGB 1), bekas warung tenda (MGB 2), dan
Lebih terperinciLAPORAN PENELITIAN FUNDAMENTAL PENGEMBANGAN REAKSI ESTERIFIKASI ASAM OLEAT DAN METANOL DENGAN METODE REAKTIF DISTILASI
LAPORAN PENELITIAN FUNDAMENTAL PENGEMBANGAN REAKSI ESTERIFIKASI ASAM OLEAT DAN METANOL DENGAN METODE REAKTIF DISTILASI Oleh: Kusmiyati, ST, MT, PhD DIBIAYAI OLEH DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN TINGGI,
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PERSIAPAN BAHAN 1. Ekstraksi Biji kesambi dikeringkan terlebih dahulu kemudian digiling dengan penggiling mekanis. Tujuan pengeringan untuk mengurangi kandungan air dalam biji,
Lebih terperinciSpesifikasi Mutu B-20 di Indonesia dan Perbandingannya dengan Spesifikasi Biodiesel, Minyak Solar dan Standard International
Seminar Kajian Teknis dan Uji Pemanfaatan Biodiesel B-20 pada Kendaraan Bermotor dan Alat Berat Jakarta, 17 Februari 2015 Spesifikasi Mutu B-20 di Indonesia dan Perbandingannya dengan Spesifikasi Biodiesel,
Lebih terperinciPABRIK BASE OIL DARI MINYAK DEDAK PADI (RICE BRAN OIL) DENGAN PROSES ESTERIFIKASI
Seminar Tugas Akhir PABRIK BASE OIL DARI MINYAK DEDAK PADI (RICE BRAN OIL) DENGAN PROSES ESTERIFIKASI OLEH : ENDAH DAHYANINGSIH 2308030038 VINA RATNA SARI DEWI 2308030046 DOSEN PEMBIMBING Prof. Dr. Ir.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sehingga mengakibatkan konsumsi minyak goreng meningkat. Selain itu konsumen
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Minyak goreng adalah salah satu unsur penting dalam industri pengolahan makanan. Dari tahun ke tahun industri pengolahan makanan semakin meningkat sehingga mengakibatkan
Lebih terperinciLAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU
LAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU L1.1 KOMPOSISI ASAM LEMAK BAHAN BAKU CPO HASIL ANALISIS GCMS Tabel L1.1 Komposisi Asam Lemak CPO Dari perhitungan, maka diperoleh berat molekul rata-rata FFA CPO sebesar 272,30
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. sawit kasar (CPO), sedangkan minyak yang diperoleh dari biji buah disebut
7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Minyak Kelapa Sawit Sumber minyak dari kelapa sawit ada dua, yaitu daging buah dan inti buah kelapa sawit. Minyak yang diperoleh dari daging buah disebut dengan minyak kelapa
Lebih terperinciTransesterifikasi Minyak Limbah Ikan Patin Menggunakan Isobutanol Dengan Variasi Jumlah Katalis Dan Waktu Reaksi
Transesterifikasi Minyak Limbah Ikan Patin Menggunakan Isobutanol Dengan Variasi Jumlah Katalis Dan Waktu Reaksi Risky Deliana 1, Nirwana 2, Irdoni 2 1 Program Studi Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas
Lebih terperinciBSN) BADAN STANDARDISASI NASIONAL KEPUTUSAN KEPALA BADAN STANDARDISASI NASIONAL TENTANG PENETAPAN 25 (DUA PULUH LIMA) STANDAR NASIONAL INDONESIA
',1,' BSN) KEPUTUSAN KEPALA NOM OR 184/KEP/BSN/8/2016 TENTANG PENETAPAN 25 (DUA PULUH LIMA) STANDAR NASIONAL INDONESIA KEPALA, '--- Menimbang a. bahwa untuk memenuhi kepen tingan perlindungan terhadap
Lebih terperinciBab III Metode Penelitian
Bab III Metode Penelitian Metode yang akan digunakan untuk pembuatan monogliserida dalam penelitian ini adalah rute gliserolisis trigliserida. Sebagai sumber literatur utama mengacu kepada metoda konvensional
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembuatan pelumas..., Yasir Sulaeman Kuwier, FT UI, 2010.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dewasa ini, pelumas merupakan bagian yang tak terpisahkan dari mesin. Pelumas dibutuhkan mesin untuk melindungi komponen-komponen mesin dari keausan. Prinsip dasar
Lebih terperinciPrarancangan Pabrik Dodekilbenzena dari Dodeken dan Benzena Dengan Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Peningkatan jumlah penduduk dari tahun ke tahun memiliki dampak yang sangat besar terhadap berbagai aspek dalam kehidupan. Salah satu dampak yang dapat dirasakan adalah
Lebih terperinciKARAKTERISTIKA KOPOLIMER LATEKS KARET ALAM-METIL METAKRILAT DALAM MINYAK LUMAS DASAR MINERAL. Meri Suhartini dan Rahmawati ABSTRAK
KARAKTERISTIKA KOPOLIMER LATEKS KARET ALAMMETIL (Meri Suhartini, dkk.) KARAKTERISTIKA KOPOLIMER LATEKS KARET ALAMMETIL Meri Suhartini dan Rahmawati Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi (PATIR) BATAN
Lebih terperinciKONVERSI MINYAK JELANTAH MENJADI BIODIESEL MENGGUNAKAN KATALIS ZEOLIT TERAKTIVASI HCl
KONVERSI MINYAK JELANTAH MENJADI BIODIESEL MENGGUNAKAN KATALIS ZEOLIT TERAKTIVASI HCl Diajukan Sebagai Persyaratan Untuk Menyelesaikan Pendidikan Diploma III Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Sriwijaya
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 BIDIESEL Biodiesel merupakan sumber bahan bakar alternatif pengganti solar yang terbuat dari minyak tumbuhan atau lemak hewan. Biodiesel bersifat ramah terhadap lingkungan karena
Lebih terperinciPRODUKSI BIODIESEL DARI MINYAK JELANTAH MENGGUNAKAN KATALIS HETEROGEN CANGKANG BEKICOT (ACHATINA FULICA) DENGAN METODE PENCUCIAN DRY WASHING
PRODUKSI BIODIESEL DARI MINYAK JELANTAH MENGGUNAKAN KATALIS HETEROGEN CANGKANG BEKICOT (ACHATINA FULICA) DENGAN METODE PENCUCIAN DRY WASHING Zainul Arifin, Bayu Rudiyanto 2 dan Yuana Susmiati 2 Mahasiwa
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biodiesel Biodiesel merupakan bahan bakar rendah emisi pengganti diesel yang terbuat dari sumber daya terbarukan dan limbah minyak. Biodiesel terdiri dari ester monoalkil dari
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHAN 4.1 Data Bahan Baku Minyak Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah minyak jarak. Minyak jarak sendiri memiliki karakteristik seperti Densitas, Viskositas, Flash
Lebih terperinciPerbandingan Tegangan Tembus Isolasi Minyak Transformator Diala B Dan Mesran Super Sae 40 W Menggunakan Hypot Model 04521aa
Perbandingan Tegangan Tembus Isolasi Minyak Transformator Dan Mesran Super Sae 40 W Menggunakan Hypot Model 04521aa Agus Darwanto 1) dan Agus Prayitno 2) 1) Staff Pengajar Jurusan Teknik Elektro STTR Cepu
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DESKRIPSI PROSES
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DESKRIPSI PROSES 2.1 Biodiesel Biodiesel merupakan bahan bakar yang menjanjikan yang dapat diperoleh dari minyak tumbuhan, lemak binatang atau minyak bekas melalui transesterifikasi
Lebih terperinciBiotechnology and Energy Conservation. Prof. Dr.oec.troph. Ir. Krishna Purnawan Candra, M.S. Program Magister Ilmu Lingkungan Universitas Mulawarman
Biotechnology and Energy Conservation Prof. Dr.oec.troph. Ir. Krishna Purnawan Candra, M.S. Program Magister Ilmu Lingkungan Universitas Mulawarman 13 th Lecture Biodiesel The Aim: Students can explain
Lebih terperinciEVALUASI PENYIMPANGAN FORMULA BLENDING VISKOSITAS DAN FLASH POINT TERHADAP RIIL DI LAPANGAN (LABORATORIUM)
EVALUASI PENYIMPANGAN FORMULA BLENDING VISKOSITAS DAN FLASH POINT TERHADAP RIIL DI LAPANGAN (LABORATORIUM) Oleh : Arluky Novandy *) ABSTRAK Blending adalah salah satu proses perbaikan mutu BBM dengan mencampurkan
Lebih terperinciKARAKTERISTIK BIODIESEL DENGAN MENGGUNAKAN ETANOL KONSENTRASI RENDAH
KARAKTERISTIK BIODIESEL DENGAN MENGGUNAKAN ETANOL KONSENTRASI RENDAH Erlinda Ningsih 1* dan Suparto 2 1 Jurusan Teknik Kimia, Institut Teknologi Adhi Tama 2 Jurusan Teknik Industri, Institut Teknologi
Lebih terperinciPENGARUH TEMPERATUR TERHADAP VISKOSITAS MINYAK PELUMAS. Daniel Parenden Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Musamus
PENGARUH TEMPERATUR TERHADAP VISKOSITAS MINYAK PELUMAS Daniel Parenden dparenden@yahoo.com Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Musamus ABSTRAK Pelumas merupakan sarana pokok dari mesin untuk
Lebih terperinciPERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi dengan judul: PEMBUATAN BIODIESEL DARI RBDPO DENGAN KATALIS LIMBAH CANGKANG KEPAH dibuat untuk melengkapi sebagian persyaratan
Lebih terperinciPerbandingan aktivitas katalis Ni dan katalis Cu pada reaksi hidrogenasi metil ester untuk pembuatan surfaktan
Perbandingan aktivitas katalis Ni dan katalis Cu pada reaksi hidrogenasi metil ester untuk pembuatan surfaktan Tania S. Utami *), Rita Arbianti, Heri Hermansyah, Wiwik H., dan Desti A. Departemen Teknik
Lebih terperinciSTRATEGI FORMULASI BIODIESEL JATROPHA UNTUK MEMENUHI SPESIFIKASI WWFC
STRATEGI FORMULASI BIODIESEL JATROPHA UNTUK MEMENUHI SPESIFIKASI WWFC 2009: Teknik Blending Dengan Biodiesel Sawit dan Rekayasa Kimia (Partial Hydrogenation) Rizqon Fajar, Siti Yubaidah, Muhammad Ma ruf
Lebih terperinciDisampaikan Dalam Rangka Diskusi Meja Bundar Tinjauan Persiapan Penerapan Standard EURO II Kendaraan Type Baru 2005
Disampaikan Dalam Rangka Diskusi Meja Bundar Tinjauan Persiapan Penerapan Standard EURO II Kendaraan Type Baru 2005 Direktorat Pengolahan dan Niaga Migas Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi Jakarta
Lebih terperinciLAPORAN TUGAS AKHIR PEMBUATAN BIODIESEL DARI BIJI ALPUKAT (Persea americana) MELALUI PROSES TRANSESTERIFIKASI
LAPORAN TUGAS AKHIR PEMBUATAN BIODIESEL DARI BIJI ALPUKAT (Persea americana) MELALUI PROSES TRANSESTERIFIKASI Disusun oleh: CANDRA TRI MEISANDI EDI SANTOSO I8310019 I8310028 PROGRAM STUDI DIPLOMA III TEKNIK
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Saat ini pemakaian bahan bakar yang tinggi tidak sebanding dengan ketersediaan sumber bahan bakar fosil yang semakin menipis. Cepat atau lambat cadangan minyak bumi
Lebih terperinciPROSES PEMBUATAN BIODIESEL MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) DENGAN TRANSESTERIFIKASI SATU DAN DUA TAHAP. Oleh ARIZA BUDI TUNJUNG SARI F
PROSES PEMBUATAN BIODIESEL MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) DENGAN TRANSESTERIFIKASI SATU DAN DUA TAHAP Oleh ARIZA BUDI TUNJUNG SARI F34103041 2007 DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboraturium Riset Kimia Lingkungan,
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboraturium Riset Kimia Lingkungan, Laboratorium Kimia Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia Fakultas Pendidikan Matematika dan
Lebih terperinciKarakteristik Biodiesel Dari Minyak Jelantah Dengan Menggunakan Metil Asetat Sebagai Pensuplai Gugus Metil. Oleh : Riswan Akbar ( )
Karakteristik Biodiesel Dari Minyak Jelantah Dengan Menggunakan Metil Asetat Sebagai Pensuplai Gugus Metil Oleh : Riswan Akbar (4207 100 091) Latar Belakang Terjadinya krisis energi, khususnya bahan bakar
Lebih terperinciEsterifikasi Asam Lemak Bebas Dari Minyak Goreng Bekas
Valensi Vol. 2 No. 2, Mei 2011 (384 388) ISSN : 1978 8193 Esterifikasi Asam Lemak Bebas Dari Minyak Goreng Bekas Isalmi Aziz, Siti Nurbayti, Badrul Ulum Program Studi Kimia FST UIN Syarif Hidayatullah
Lebih terperinciDAFTAR ISI. ABSTRAK... i. KATA PENGANTAR... ii. DAFTAR ISI... v. DAFTAR TABEL... x. DAFTAR GAMBAR... xi. DAFTAR LAMPIRAN... xiv
DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR LAMPIRAN... xiv BAB I. PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Rumusan Masalah...
Lebih terperinciGambar 1.1 Produksi plastik di dunia tahun 2012 dalam Million tones (PEMRG, 2013)
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehidupan manusia saat ini banyak menggunakan peralatan sehari-hari yang terbuat dari plastik. Plastik dipilih karena memiliki banyak keunggulan yaitu kuat, ringan,
Lebih terperinciLEMBAR PERSETUJUAN PENGESAHAN LAPORAN AKHIR
LEMBAR PERSETUJUAN PENGESAHAN LAPORAN AKHIR KAPUR TOHOR SEBAGAI KATALIS PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK JELANTAH (PENGARUH PERBANDINGAN JUMLAH MINYAK JELANTAH DENGAN JUMLAH METANOL DAN TEMPERATUR) OLEH
Lebih terperinciPrarancangan Pabrik Metil Ester Sulfonat dari Crude Palm Oil berkapasitas ton/tahun BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Pertumbuhan jumlah penduduk Indonesia yang begitu pesat telah menyebabkan penambahan banyaknya kebutuhan yang diperlukan masyarakat. Salah satu bahan baku dan bahan penunjang
Lebih terperinciPassenger Car Motor Oils
Passenger Car Motor Oils 48 FASTRON FULLY SYNTHETIC 0W - 50 FASTRON SYNTHETIC OIL 10W - 40 FASTRON SEMI SYNTHETIC 20W - 50 PRIMA XP SAE 20W - 50 MESRAN SUPER SAE 20W - 50 MESRAN SAE 30, 40, 50 FASTRON
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu permasalahan nasional dewasa ini dan semakin dirasakan pada masa mendatang adalah masalah energi. Perkembangan teknologi, industri dan transportasi yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Konsumsi Bahan Bakar Diesel Tahunan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan BBM mengalami peningkatan sejalan dengan peningkatan kebutuhan masyarakat akan bahan bakar ini untuk kegiatan transportasi, aktivitas industri, PLTD, aktivitas
Lebih terperinciANALISIS KOMPATIBILITAS CAMPURAN PELUMAS INDUSTRI (MESIN DAN HIDROLIK) DARI BAHAN DASAR MINERAL DAN SINTETIK.
Analisis Kompatibilitas Campuran Pelumas Industri (Mesin dan Hidrolik) dari Bahan Dasar Mineral dan (Rini Siskayanti, Muhamad Engkos Kosim) ANALISIS KOMPATIBILITAS CAMPURAN PELUMAS INDUSTRI (MESIN DAN
Lebih terperinciLAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU
LAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU L1.1 KOMPOSISI TRIGLISERIDA BAHAN BAKU MINYAK SAWIT MENTAH CPO HASIL ANALISA GC-MS Tabel L1.1 Komposisi Trigliserida CPO Komponen Penyusun Komposisi Berat Mol %Mol %Mol x (%)
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN Rancangan penelitian yang dijalankan untuk memberikan alternatif sintesis pelumas dasar bio melalui proses esterifikasi asam lemak (asam karboksilat) berkatalis heterogen
Lebih terperinciTugas Perancangan Pabrik Kimia Prarancangan Pabrik Amil Asetat dari Amil Alkohol dan Asam Asetat Kapasitas ton/tahun BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Perkembangan industri di Indonesia semakin meningkat dari tahun ke tahun. Mulai dari industri makanan, tekstil, kimia hingga farmasi. Dalam proses produksinya, beberapa
Lebih terperinciPENGARUH STIR WASHING, BUBBLE WASHING, DAN DRY WASHING TERHADAP KADAR METIL ESTER DALAM BIODIESEL DARI BIJI NYAMPLUNG (Calophyllum inophyllum)
PENGARUH STIR WASHING, BUBBLE WASHING, DAN DRY WASHING TERHADAP KADAR METIL ESTER DALAM BIODIESEL DARI BIJI NYAMPLUNG (Calophyllum inophyllum) Disusun oleh : Dyah Ayu Resti N. Ali Zibbeni 2305 100 023
Lebih terperinciPengaruh Penambahan Aditif Proses Daur Ulang Minyak Pelumas Bekas terhadap Sifat-sifat Fisis
Pengaruh Penambahan Aditif Proses Daur Ulang Minyak Pelumas Bekas terhadap Sifat-sifat Fisis Siswanti Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta
Lebih terperinciGANDAR 800 PELUMAS ASPOT GERBONG KERETA API
GANDAR 800 PELUMAS ASPOT GERBONG KERETA API GANDAR is primarily designed for the lubrication of railway coach / lorry axles which are not requiring high performance lubricating oil. GANDAR 800 is also
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Produksi plastik tahun 2009 hingga tahun 2010 di seluruh dunia meningkat dari 15 juta ton hingga mencapai 265 juta ton, hal ini menegaskan kecenderungan jangka panjang
Lebih terperinci3 Percobaan. 3.1 Alat dan Bahan Alat Bahan
3 Percobaan 3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat Alat gelas yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat gelas yang umum digunakan di laboratorium kimia, seperti gelas kimia, gelas ukur, cawan petri, labu
Lebih terperinciPEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK BIJI NYAMPLUNG DENGAN PROSES TRANSESTERIFIKASI DALAM KOLOM PACKED BED. Oleh : Yanatra NRP.
Laporan Tesis PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK BIJI NYAMPLUNG DENGAN PROSES TRANSESTERIFIKASI DALAM KOLOM PACKED BED Oleh : Yanatra NRP. 2309201015 Pembimbing : Prof. Dr. Ir. HM. Rachimoellah, Dipl. EST
Lebih terperinciTRANSESTERIFIKASI PARSIAL MINYAK KELAPA SAWIT DENGAN ETANOL PADA PEMBUATAN DIGLISERIDA SEBAGAI AGEN PENGEMULSI
Jurnal Teknik Kimia Indonesia, Vol. 8 No. 1 April 2009, 33-37 TRANSESTERIFIKASI PARSIAL MINYAK KELAPA SAWIT DENGAN ETANOL PADA PEMBUATAN DIGLISERIDA SEBAGAI AGEN PENGEMULSI Rita Arbianti*, Tania Surya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. alternatif lain yang dapat dijadikan sebagai solusi. Pada umumnya sumber energi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya perindustrian di Indonesia akan menyebabkan kebutuhan bahan bakar fosil yang semakin meningkat sehingga dibutuhkan bahan bakar alternatif lain yang dapat
Lebih terperinciBIDANG F TEKNOLOGI MATERIAL DAN POLIMER
BIDAG F TEKLGI MATERIAL DA PLIMER F-1. F-. Peningkatan Mutu Produk Kerajinan Kayu Melalui Proses Pengeringan Dengan ven ukundayanto dan Dwi uheryanto, Balai Besar Kerajinan dan Batik, Badan Penelitian
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Crude Palm Oil (CPO) Pohon kelapa sawit merupakan tanaman tropis yang berasal dari Afrika Barat. Kelapa sawit memiliki Penggunaan sebagai makanan dan obatobatan. Minyak sawit
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Studi komparansi kinerja..., Askha Kusuma Putra, FT UI, 2008
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Semakin meningkatnya kebutuhan minyak sedangkan penyediaan minyak semakin terbatas, sehingga untuk memenuhi kebutuhan minyak dalam negeri Indonesia harus mengimpor
Lebih terperinciPENGARUH BILANGAN ASAM TERHADAP HIDROLISA MINYAK KELAPA SAWIT M.YUSUF RITONGA. Program Studi Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara
PENGARUH BILANGAN ASAM TERHADAP HIDROLISA MINYAK KELAPA SAWIT M.YUSUF RITONGA Program Studi Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN Minyak sawit (Crude Palm Oil) adalah
Lebih terperinci