KELEKATAN BALITA PADA ORANGTUA KANDUNG DAN TETANGGA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KELEKATAN BALITA PADA ORANGTUA KANDUNG DAN TETANGGA"

Transkripsi

1 1 KELEKATAN BALITA PADA ORANGTUA KANDUNG DAN TETANGGA Trah Gita Anindya ( rara_nindy24@yahoo.com) Ari Pratiwi Faizah Universitas Brawijaya Malang Abstrak Penelitian ini membahas kelekatan balita pada orangtua kandung dan tetangga yang berperan sebagai orangtua pengganti dari aspek tahap kelekatan, ciri kelekatan, pola kelekatan, dan figure kelekatannya. Selama proses mengasuh, muncullah suatu kelekatan antara orangtua dan anak, yangmana nantinya akan berkontribusi kepada kualitas hubungan. Penelitian ini menggunakan metodologi penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus dengan subjek penelitian sebanyak dua balita yang masing-masing berusia 2 dan 4 tahun. Pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa untuk tahap pembentukan kelekatan, subjek I mencapai tahap Goal-Coordination Partnership, sedangkan subjek II berada pada tahap Clear-Cut Attachment. ciri kelekatan dengan masingmasing pengasuhnya walaupun dalam kapasitas yang berbeda. Pola secure ditunjukkan subjek I kepada ibu kandung, ibu pengganti, dan ayah pengganti. Sedangkan subjek II hanya menunjukkan pola secure pada ibu pengganti saja. Subjek I memilih ibu pengganti, dan ayah pengganti sebagai figur lekat utama, sedangkan subjek II memilih ibu penggantinya saja sebagai figur lekat utama. Kata Kunci : Kelekatan, Orangtua Kandung, Tetangga Abstract This study aims to determine the toddler s attachment to the biological parents and neighbors who serve as surrogate parents from the aspect of the attachment formation stage, characteristic of attachment, attachment pattern, and attachment figure. During the parenting process, there is an attachment between parent and child, each of whom contributes to the quality of the relationship. This study uses qualitative research methodology with a case study approach to research subjects toddlers, aged 2 and 4 years. Data was collected through observation, interviews, and documentation.results from this study was found that from the aspect of the attachment formation stage, the subjects I have reached the stage of Goal-Coordination Partnership, while the subject II is in phase Clear- Cut Attachment. In review of the aspects of attachment characteristics, both subjects showed a characteristic attachment to both guardians but in different capacities. Review of aspects of the attachment pattern, indicated that the secure pattern of subject I was biological mother, surrogate mother and surrogate father. Whereas subject II only showed a secure pattern to the surrogate mother. If viewed from the attached figure aspect, it is known that subject I chose a surrogate mother and surrogate father as a main attachment figure, whereas subject II chose the replacement mother as a main attachment figure. Keywords: Attachment, Biological Parents, Neighbors

2 2 Latar Belakang Perkembangan anak tidak lepas dari peran penting orangtua, yang mana orangtua bertanggung jawab dalam segala hal terutama mengasuh dan mendidik anak-anaknya, seperti yang di jelaskan oleh Yani, dkk. (2011) bahwa perkembangan anak harus menjadi perhatian khusus bagi orangtua, sebab proses tumbuh kembang anak akan mempengaruhi kehidupan mereka pada masa mendatang. Selama proses mengasuh dan mendidik anak ini, muncullah suatu kelekatan antara orangtua dan anak. Berbicara tentang pengasuhan dan hubungannya dengan kelekatan antara anak dengan orangtuanya, tidak semua orangtua menerapkan pola pengasuhan atau memberikan kualitas pengasuhan yang sama terhadap anak-anak mereka, Hal ini menimbulkan pola kelekatan yang berbeda pula diantara mereka. Kelekatan menurut Papalia, Olds, & Feldman (2009) adalah suatu ikatan timbal balik yang bertahan antara dua orang, terutama bayi dan pengasuh, yang masing-masing berkontribusi kepada kualitas hubungan. Dalam pembentukan kelekatan orangtua diharuskan mampu untuk menimbulkan rasa kepercayaan pada anak sejak bayi. Hal ini sejalan dengan pemaparan Papalia, dkk (2009) bahwa model kerja bayi tentang kelekatan berhubungan dengan konsep basic trust Erikson, dimana Erikson memandang trust sebagai suatu kesesuaian antara kebutuhan-kebutuhan bayi dengan dunia sekitarnya, yang mana yang dimaksud disini adalah terpenuhinya kebutuhan bayi dari orangtuanya, sehingga terbentuk rasa aman pada diri anak saat berada bersama dengan orangtuanya. Menurut Ainsworth (Santrock, 2007) kelekatan terdiri atas 2 bagian yaitu kelekatan aman (secure attachment) dan kelekatan tidak aman (insecure attachment), yang kemudian insecure attachment terbagi lagi menjadi resistant attachment, avoidant attachment, dan disorganized attachment. Masing-masing pola kelekatan tersebut diyakini memiliki dampak jangka panjang (pengaruh) bagi perkembangan bayi di masa selanjutnya. Kelekatan antara orangtua dan anak tidak begitu saja terbentuk, namun membutuhkan waktu yang cukup lama. Hal ini senada dengan pernyataan Seiffert & Hoffnung (Desmita, 2009), bahwa kelekatan terbentuk berdasarkan 4

3 3 tahap, pertama yaitu Tahap Indiscriminate Sociability, Tahap kedua Attachment Is The Makin, Tahap ketiga Specific, Clear-Cut Attachment, dan Tahap keempat Goal-Coordination Partnerships. Kelekatan yang telah terbentuk antara orangtua dan anak, biasanya menimbulkan ketergantungan secara emosional pada diri anak terhadap orangtuanya, sehingga anak sering merasa tidak dapat beradaptasi dengan lingkungan baru, seperti merasa takut atau gelisah ketika berdekat dengan orang lain. Manfaat dari kelekatan bagi anak menurut Dariyo (2007) yaitu untuk memperoleh rasa aman, perlindungan, dan kenyamanan dari ibunya. Demikian pula dengan pemaparan Thompson & Goodvin (Santrock, 2007), yang mana menurut mereka kelekatan sangat penting bagi perkembangan, khususnya kelekatan yang aman, sebab kelekatan yang aman mencerminkan hubungan positif antara bayi dan orang tua, dan merupakan pondasi yang mendukung perkembangan sosioemosional yang sehat di tahun-tahun mendatang. Sears & Sears (2009) menyatakan bahwa menghabiskan waktu bersama dengan anak merupakan prasyarat dalam kelekatan. Namun pada kenyataannya saat ini, tidak hanya laki-laki atau seorang ayah yang bekerja untuk mencari nafkah, peluang kerja untuk wanitapun semakin banyak. Didukung lagi kebutuhan ekonomi yang makin meningkat, menjadi alasan sebagian besar wanita memilih untuk turut bekerja, sehingga konsekuensi dari ibu yang bekerja adalah adanya perubahan kehidupan keluarga. Fenomena seperti ini membuat munculnya kecenderungan orangtua, khususnya ibu, melepas tanggung jawab pengasuhan. Hal ini menurut Irwanto (Yani dkk, 2011) tentu mengurangi besarnya peran ibu terhadap perkembangan anak yang akan mempengaruhi kualitas perkembangan anak. Terutama bagi balita yang sangat besar ketergantungannya kepada ibu. Situasi yang mengharuskan orangtua bekerja, ketika mereka meninggalkan rumah, maka tanggung jawab mengasuh dan mendidik anak secara tidak langsung berpindah kepada orangtua pengganti. Peran orangtua pengganti ini dapat diserahkan kepada keluarga terdekat seperti kakek-nenek, baby sitter, TPA (Tempat Penitipan Anak), ataupun ke siapapun yang dapat dipercaya oleh orangtua untuk mengasuh anak-anak mereka. Hal ini menurut Yani, dkk. (2011)

4 4 menyebabkan anak kurang dekat dengan ibu sehingga anak lebih menuruti orang lain. Selain itu penelitian National Institute of Child Health and Human Development (NICHD) (Intikhobah, 2009) di Amerika, juga membuktikan bahwa memberikan pengasuhan anak kepada pengasuh anak selain ibu ternyata lebih banyak memberikan dampak negatif, walaupun ditemukan pula dampak positif. Diantaranya dampak negatif dari pengasuhan selain ibu yaitu semakin sering anak dititipkan sebelum usianya 4,5 tahun, akan semakin meningkatkan agresivitas dan ketidakpatuhan anak. Selain itu juga berdampak pada rendahnya keharmonisan interaksi ibu dan anak, munculnya perilaku bermasalah ketika anak menginjak usia dua tahun, dan rendahnya kedekatan hubungan di antara mereka. Sedangkan dampak positif dari pengasuhan oaring lain yaitu pengasuh yang mempunyai kualitas pengasuhan yang baik akan meningkatkan kemampuan akademik anak dan membuat hubungan kedekatan ibu dan anak menjadi lebih baik pula. Mengantisipasi pengasuhan yang buruk dan dampak negatifnya, maka orangtua yang bekerja harus pintar-pintar dalam memilih pengasuh atau orangtua pengganti untuk mengasuh anak mereka selama mereka bekerja. Tetangga merupakan salah satu alternatif yang dapat dijadikan pilihan oleh orangtua sebagai orangtua pengganti bagi anak mereka. Hal ini seiring dengan pernyataan Qodriyah (2012) bahwa tetangga merupakan orang yang paling dekat dengan kita, dan bisa dijadikan bagian dari keluarga kita. Oleh sebab itu, orangtua dapat mempercayakan pengasuhan anaknya selama mereka bekerja kepada tetangga, sebab tetangga merupakan orang terdekat, dimana sehari-hari selalu bertemu, sehingga sedikit banyak dapat diketahui seperti apa watak tetangga tersebut, dan layak atau tidak tanggung jawab pengasuhan diserahkan kepada mereka. Berdasarkan penjelasan diatas, peneliti ingin mengetahui kelekatan yang dibentuk oleh balita yang juga diasuh oleh tetangga dan menghabiskan sebagian besar waktunya bersama tetangganya tersebut. Sehingga peneliti mengangkat judul Kelekatan Balita pada Orangtua Kandung dan Tetangga dalam penelitian ini.

5 5 Landasan Teori A. Kelekatan 1. Definisi Kelekatan Kelekatan atau yang disebut Attachment menurut Santrock (2007) merupakan ikatan emosional yang erat diantara dua orang. Sedangkan menurut Papalia (2009), attachment adalah suatu ikatan emosional yang bersifat timbal balik yang bertahan antara dua orang, terutama bayi dan pengasuh, yang masing-masing berkontribusi kepada kualitas hubungan. 2. Tahap-Tahap Pembentukan Kelekatan Seiffert & Hoffnung (Desmita, 2009) menjelaskan tentang tahap-tahap pembentukan kelekatan sebagai berikut : a. Tahap Indiscriminate Sociability (0-2 bulan), dimana bayi merasa senang atau menerima dengan senang orang yang dikenal maupun yang tidak dikenal. b. Tahap Attachment Is The Makin (2-7 bulan), yaitu bayi mulai mengakui dan menyukai orangorang yang dikenal, tersenyum pada orang yang lebih dikenal. c. Tahap Specific, Clear-Cut Attachment (7-24 bulan), bayi telah mengembangkan keterikatan dengan ibu atau pengasuh pertama lainnya, ia akan berusaha untuk senantiasa dekat dengan pengasuhnya, dan akan menangis ketika berpisah dengannya. d. Tahap Goal-Coordination Partnerships (24 keatas), dimana bayi merasa lebih aman dalam berhubungan dengan pengasuh pertama, bayi tidak merasa sedih selama berpisah dengan ibunya atau pengasuh pertamanya dalam jangka waktu yang lama. 3. Ciri-Ciri Kelekatan antara Anak dan pengasuh Menurut Maccoby ( Ervika, 2005) seorang anak dapat dikatakan lekat pada seseorang jika memiliki kelekatan fisik dengan seseorang, menjadi cemas ketika berpisah dengan figur lekat,

6 6 gembira dan lega ketika figur lekatnya kembali, dan orientasinya tetap pada figur lekat walaupun tidak melakukan interaksi. 4. Pola Kelekatan Metode Strange Situation yang diciptakan Ainsworth, dkk (Dariyo, 2007) memunculkan 4 pola kelekatan sebagai berikut : a. Kelekatan Emosional yang Aman (Secure Attachment) Suatu kondisi kelekatan emosional yang ditandai dengan perasaan aman, tenang dan nyaman pada seorang bayi ketika bayi berada di dekat ibunya. b. Kelekatan Emosional Tidak Aman (Avoidant Attachment) Suatu kondisi kelekatan emosional yang ditandai dengan perilaku bayi yang jarang tidak menangis bila berpisah dengan ibunya, namun ia akan menolak (menghindar) untuk melihat, menoleh atau menatap muka bila ibunya datang mendekatinya. c. Kelekatan Emosional yang Membingungkan (Ambivalent or Resistant Attachment) Suatu kelekatan emosional pada bayi yang ditandai dengan perasaan bingung, cemas atau tidak aman sebelum ibunya meninggalkan dirinya. Bayi juga merasa bingung dalam menyikapi kehadiran ibunya di dekatnya. d. Kelekatan Emosional yang Tidak Terarah dan Tidak Terorganisir (Disorganized-Disoriented Attachment) Bayi tidak mampu mengorganisir perilakunya dengan jelas dan tidak terarah ketika melihat ibunya datang kembali mendekati dirinya. 5. Figur Kelekatan Ada dua macam figur lekat sebagaimana diungkapkan oleh Bowlby (Ervika, 2005) yaitu : a. figur lekat utama, yaitu individu yang responsif dan memberikan perawatan fisik pada anaknya.

7 7 b. figur lekat pengganti, yaitu individu yang selalu siap memberikan respon ketika anak menangis tetapi tidak memberikan perawatan fisik. B. Balita 1. Definisi Balita Menurut Sutomo & Anggraeni (Muksin, 2011), Balita adalah istilah umum bagi anak usia 1-3 tahun (batita) dan anak prasekolah (3-5 tahun). Saat usia batita, anak masih tergantung penuh kepada orangtua untuk melakukan beberapa aktivitas. 2. Perkembangan Psikososial Balita Berdasarkan 8 Tahap Perkembangan psikososial yang di ungkapkan oleh Erik Erikson (Mutiah, 2010), balita berada dalam tiga tahap yaitu : a. Trust vs Mistrust, yang mana tahap ini berkaitan dengan persoalan apa yang patut dipercaya dan apa yang tidak patut untuk dipercaya. b. Autonomy vs Shame, dimana anak mulai mencoba untuk mandiri dengan melakukan ekplorasi/penjelajahan, sehingga kemampuan anak untuk percaya diri turut berkembang. c. Initiative vs Guild, tahap dimana anak mulai belajar berfantasi dan menjadi kreatif. C. Orangtua Kandung 1. Definisi Orangtua Orangtua menurut Permana (2010) adalah komponen keluarga yang terdiri dari ayah dan ibu, dan merupakan hasil dari sebuah ikatan perkawinan yang sah yang dapat membentuk sebuah keluarga. Orangtua memiliki tanggung jawab untuk mendidik, mengasuh dan membimbing anakanaknya untuk mencapai tahapan tertentu yang menghantarkan anak untuk siap dalam kehidupan bermasyarakat.

8 8 2. Tipe Pola Asuh Orangtua Beberapa tipe pola asuh menurut Mangoenprasodjo (2004) yang pada umumnya diterapkan oleh orang tua : a. Pola Asuh Otoriter, yaitu pola asuh yang pada umumnya lebih menegakkan kepatuhan seorang anak pada orangtuanya. b. Pola Asuh Permisif, yaitu pola asuh yang memungkinkan seorang anak untuk menentukan pilihannya sendiri, tanpa larangan dan tidak ada istilah persetujuan orangtua. c. Pola Asuh Asertif-Demokratis, yaitu pola asuh yang mengajarkan pada anak bahwa taggung jawab adalah prioritas utama. D. Orangtua Pengganti 1. Definisi Orangtua Pengganti Gunarsa (2006) menyebutnya dengan pengasuh, didefinisikan sebagai orang-orang yang bertugas mengasuh anak, baik mereka yang berasal dari lembaga professional maupun tidak. Pengasuh ini mencakup pembantu rumah tangga, baby sitter, serta nanny. Penggunaan kata pengasuh sering dikaitkan dengan pengertian bahwa mereka tidak memiliki hubungan kekeluargaan dengan anak yang diasuh, namun mereka tinggal didalam rumah keluarga yang bersangkutan. 2. Definisi Tetangga Menurut Qodriyah (2012), tetangga adalah orang yang paling dekat dengan kita, dan bisa jadi bagian dari keluarga kita. Bronfenbrenner (Paquette & Ryan,2001) menyatakan bahwa mikrosistem adalah tempat dimana individu tinggal, termasuk di dalamnya yaitu keluarga (orangtua), teman sebaya, tetangga, dan kehidupan sekolah.

9 9 Metode Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Menurut Afriani (2009), studi kasus adalah studi yang mengeksplorasi suatu masalah dengan batasan terperinci, memiliki pengambilan data yang mendalam, dan menyertakan berbagai sumber informasi. Subjek dari penelitian ini yaitu dua orang balita yang memiliki orangtua kandung keduanya bekerja, dan dititipkan dirumah tetangganya selama lebih dari 12 jam. Data primer diperoleh melalui observasi, yang mana observasi dilakukan dengan tiga metode, yaitu metode anecdotal record, In Partial-Interval time sampling, dan In Variable Interoccasion Interval Time Sampling. Sedangkan data sekunder diperoleh melalui wawancara dengan masing-masing pengasuh subjek, baik orangtua kandung maupun tetangganya. Teknik analisis data menggunakan model interaktif milik Miles & Huberman (1992), dimana dalam teknik ini terdapat tiga komponen analisis yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Hasil Berdasarkan pengolahan seluruh data yang didapat, baik data primer dan data sekunder, maka diketahui bahwa subjek I (FN) berada pada tahap pencapaian kelekatan Goal-Coordination Partnership. Pada FN tahap ini ditunjukkan melalui observasi dan wawancara dengan orangtua penggantinya, yang mana mereka menyatakan bahwa FN tidak pernah menanyakan keberadaan orangtua kandungnya saat ditinggalkan dalam waktu yang lama, begitu pula sebaliknya. Tahap ini juga terjadi karena kebiasaan, dimana menurut wawancara yang dilakukan kepada masingmasing figur orangtua, mereka menyatakan bahwa respon FN saat berpisah tidak ada perasaan sedih sebab hal tersebut sudah menjadi kebiasaan yang dilakukan setiap hari, seolah FN mengerti bahwa kepergian orangtua kandungnya untuk berkerja. Selain itu FN juga masih mau diajak bermain bersama oleh orang asing walaupun hal itu dilakukan FN dengan terpaksa. Sedangkan NL berada pada tahap Specific, Clear-Cut Attachment, yaitu tahap yang muncul pada balita usia 7-24 bulan, dimana bayi telah mengembangkan keterikatan dengan ibu atau pengasuh pertama lainnya, ia akan senantiasa dekat dengan pengasuhnya, dan akan

10 10 menangis ketika berpisah dengannya. Perilaku FN yang membuktikan ada pada tahap ini antara lain merasa tidak nyaman bersama orang asing dan mencoba untuk berlindung pada figur lekatnya, Menangis dan berontak mencoba memukul dan menendang saat berpisah dengan figur lekatnya. Selain itu NL juga selalu menanyakan ataupun mengecek sendiri keberadaan figur lekat utamanya. Penyebab NL masih berada pada tahap Specific, Clear-Cut Attachment ini, selain karena kebiasaan NL yang lebih sering bersama orangtua penggantinya, bisa juga karena pola asuh yang diterapkan kedua pasang orangtua yaitu pola asuh permisif dengan kadar yang berbeda. Pada saat pengamatan, terlihat bila NL lebih dimanjakan oleh ibu penggantinya dibandingkan ketiga orangtua yang lain. Oleh karena itu NL terlihat sangat sulit dipisahkan dengan ibu penggantinya. Selain itu menurut pernyataan ibu pengganti saat wawancara, NL lebih senang bersama beliau karena beliau dan suaminya lebih telaten dalam memperlakukan NL dibandingkan dengan orangtua kandungnya. Tampak pada saat NL berbuat kasar pada ibu penggantinya, ibu pengganti ini lebih memilih untuk diam dan menghindar saja tidak memberikan hukuman. Sedangkan ibu kandungnya masih memarahi NL jika diperlakukan kasar dengan anaknya. Dilihat dari aspek ciri kelekatan, baik FN maupun NL menunjukkan ciri-ciri kelekatan pada orangtua kandung maupun orangtua penggantinya, namun dalam kapasitas yang berbeda, begitu pula sebaliknya. Maksud dari kapasitas yang berbeda, sebab jika ditinjau dari teori Maccoby, tidak pada semua ciri umum yang menunjukkan kelekatan tersebut muncul, misalkan saja pada FN, perilaku lekat pada ayah penggantinya dimunculkan pada keempat ciri umum kelekatan, hal ini menunjukkan kapasitas lekat yang tinggi. Munculnya ciri-ciri kelekatan tersebut bisa karena perlakuan masing-masing orangtua kepada subjek. Semakin orangtua mengetahui dan dapat memenuhi kebutuhan subjek, maka subjek juga akan lekat kepada mereka. Pada FN, ketiga orangtuanya yaitu ibu kandung, ibu pengganti, dan ayah penggantilah yang terlihat dapat memahami keinginan FN, sehingga FN lekat kepada mereka. Sedangkan pada NL, hanya ibu pengganti yang dapat memahami keinginannya, sehingga NL terlihat sangat lekat pada ibu penggantinya.

11 11 FN membentuk pola secure attachment kepada ibu kandung, ibu pengganti, dan ayah penggantinya. Kepada ibu kandungnya sebab walaupun beliau bekerja, beliau tetap memberikan waktu khusus untuk berkumpul bersama keluarga. Sedangkan pola secure yang dibentuk FN pada ibu pengganti dan ayah penggantinya karena mereka mengerti apa yang diinginkan dan dibutuhkan FN. Selain itu, ciri kelekatan seperti yang dijelaskan sebelumnya, juga menjadi penyebab terbentuknya pola secure attachment pada ketiga orangtua FN, dimana ketiganya memberikan perawatan fisik, menampakkan persaan sedih saat akan berpisah, dan gembira saat bertemu kembali dengan FN. Sedangkan pola perilaku yang berbeda ditunjukkan oleh FN kepada ayah kandungnya. Pola kelekatan yang dibentuk oleh FN pada ayah kandungnya yaitu pola Ambivalent or Resistan Attachment. FN membentuk pola Ambivalent or Resistan Attachment pada ayah kandungnya karena ayah kandung FN kurang begitu peka dengan kebutuhan FN dan masih terlihat cuek/acuh dengan keadaan FN. Pola secure attachment yang dibentuk NL hanyalah kepada ibu penggantinya saja. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi, NL membentuk pola secure attachment pada ibu penggantinya karena beliau memberikan perawatan fisik dan memahami serta mampu memenuhi kebutuhan NL, dan memanjakan NL, sehingga NL memliki ketergantungan dengan beliau. Pola kelekatan yang dibentuk NL kepada ayah kandungnya yaitu pola Ambivalent or Resistan Attachment, hal ini ditunjukkan dengan perilaku NL tampak tidak menangis saat berpisah dengan ayahnya, namun adakalanya NL menunjukkan sikap bingung atau cemas saat akan ditinggalkan ayah penggantinya. Hal tersebut terbukti dengan adanya perilaku NL yang menunjukkan perilaku antara mau tidak mau berpisah dengan ayahnya. Sedangkan pada ayah pengganti dan ibu kandung, NL membentuk pola Disorganized-Disoriented Attachment, dimana NL menunjukkan perilaku yang tidak stabil menyikapi kehadiran ibu kandung dan ayah penggantinya. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi, NL membentuk pola yang tidak secure pada ketiga orangtuanya karena mereka kurang begitu peka dengan kebutuhan NL dan masih terlihat cuek/acuh dengan keadaan NL.

12 12 Hasil observasi dan wawancara menunjukkan bahwa figur lekat utama FN yaitu ibu kandung, ibu pengganti, dan ayah pengganti. Sedangkan figur lekat utama NL yaitu ibu penggantinya saja. Terbentuknya figur lekat dapat diketahui melalui observasi, wawancara, serta pembahasan life style masing-masing keluarga. Disamping itu dapat diketahui pula melalui penggabungan penjelasan dari tahap pembentukan kelekatan, ciri kelekatan, dan pola kelekatan kedua subjek, yang mana penjelasan tersebut memiliki kesinambungan yang pada akhirnya juga mengarah pada alasan mengapa kedua subjek memilih figur lekat utama mereka masing-masing dan figur lekat utama tersebut berbeda pada masing-masing subjek. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan, maka didapatkan sebuah fakta bahwa kelekatan kedua subjek dengan orangtua kandung dan tetangganya berbeda-beda. Hal ini diketahui melalui perilaku yang dimunculkan subjek kepada masing-,masing pengasuhnya, ditinjau dari indikator-indikator perilaku yang telah ditentukan dan sesuai dengan masing-masing aspek kelekatan. Subjek I (FN) yang berusia 2 tahun telah mencapai tahap Goal-Coordination Partnership, dimana dikatakan bahwa pada tahap ini, bayi merasa lebih aman dalam berhubungan dengan pengasuh pertama, tidak bersedih selama ditinggalkan dalam waktu yang lama. FN berhasil mencapai tahap akhir dari pembentukan kelekatan karena kebiasaan atau rutinitas, dimana baik orangtua kandung maupun tetangganya menyatakan bahwa respon FN saat berpisah tidak ada perasaan sedih sebab hal tersebut sudah menjadi kebiasaan yang dilakukan setiap hari. Namun proses perkembangan anak juga menjadi penyebab masih munculnya perilaku FN yang mencirikan indikator tahaptahap sebelumnya. Sedangkan pada subjek II (NL) yang berusia 4 tahun berada pada tahap Clear-Cut Attachment, yaitu tahap diman bayi telah mengembangkan keterikatan dengan ibu atau pengasuh pertama lainnya. Sama halnya dengan FN, tahap Clear-Cut Attachment terbentuk pada NL kerena kebiasaan, dimana FN lebih sering menghabiskan waktu bersama dengan orangtua pengganti, sehingga ia sulit dipisahkan dengan tetangganya. Selain itu, pada kasus FN, diketahui

13 13 bahwa pola asuh juga menjadi faktor yang turut menentukan tahap pembentukan kelekatan, dimana kedua pengasuhnya sama-sama menerapkan pola asuh permisif. Pola asuh permisif yaitu pola asuh yang memungkinkan seorang anak untuk menentuka pilihannya sendiri, tanpa larangan, dan tidak ada istilah persetujuan orangtua. Namun pola asuh ini diterapkan oleh kesdua pengasuh dalam kadar yang berbeda, tetangganya lebih memanjakan dan telaten mengasuh NL dibandingkan dengan orangtua kandungnya, sehingga NL lebih cenderung lekat dengan tetangganya tersebut. Berdasarkan aspek ciri kelekatan diketahui baik FN maupun NL menunjukkan ciri kelekatan pada orangtua kandung maupun orangtua pengganti, namun dalam kapasitas yang berbeda. Berdasarkan teori Maccoby (Ervika,2005), kapasitas kelekatan dikatakan tinggi jika anak memunculkan keempat ciri umum kelekatan, yaitu memiliki kelekatan fisik, cemas ketika berpisah dengan figur lekat, gembira saat bertemu kembali, dan orientasi tetap walau tidak sedang melakukan interaksi. Selain itu peran orangtua turut menentukan, dimana dikatakan Krisnawati (2005) bahwa orangtua wajib untuk memenuhi kebutuhan fisik, intelektual, emosi, serta sosial moral anak. Pada penelitian ini masing-masing orangtua menunjukkan kepedulian dan memberikan perawatan pada kedua subjek, namun tidak semua orangtua dapat memenuhi keinginan subjek, sehingga hal ini menyebabkan kurang lekatnya subjek dengan figur tersebut. Pola Kelekatan yang ditunjukkan kedua subjek antara lain FN menunjukkan pola secure attachment pada ibu kandung, ibu pengganti, dan ayah pengganti. Hal ini terjadi karena ketiga figur tersebut memberikan perawatan fisik, menampakkan perasaan sedih saat akan berpisah, dan gembira saat bertemu kembali dengan FN. Sedangkan pada ayah kandung, FN menunjukkan pola Ambivalent or Resistan Attachment, sebab ayah kandung FN kurang begitu peka dengan kebutuhan FN dan masih terlihat cuek/acuh dengan keadaan FN, hal ini juga diperkuat dengan pernyataan ayah kandung yang mengatakan bahwa beliau tidak merasa khawatir jika FN nantinya akan lebih dekat dengan orangtua penggantinya dibandingkan dengan beliau. Sedangkan NL justru hanya menunjukkan pola secure attachment pada ibu penggantinya. Hal ini disebabkan beliau memberikan perawatan fisik dan memahami serta mampu memenuhi

14 14 kebutuhan NL, dan memanjakan NL, sehingga NL memliki ketergantungan dengan beliau. Pada Ayah kandung NL menunjukkan pola Ambivalent or Resistant Attachment, sedangkan kepada ibu kandung dan ayah penggantinya, NL menunjukkan pola Disorganized-Disoriented Attachment. Penyebab timbulnya pola insecure tersebut karena ketiga orangtuanya kurang begitu peka dengan kebutuhan NL dan masih terlihat cuek/acuh dengan keadaan NL. Figur lekat utama seorang anak yang diasumsikan orangtua kandung saja, ternyata juga dapat digantikan oleh orangtua pengganti. Bahkan teori Bowlby (Ervika, 2005) yang menyatakan bahwa figur lekat utama yaitu individu yang resposif dan memberikan perawatan fisik pada anaknya, dapat menjadi figur lekat pengganti pada penelitian ini. Figur-figur yang dirasa nyaman dalam memperlakukan, merawat, dan memenuhi kebutuhan mereka baik kebutuhan fisik maupun psikologis yang dipilih anak sebagai figur lekat utama. Melihat penjelasan dari tahap pembentukan kelekatan, ciri kelekatan, dan pola kelekatan, serta life style masing-masing keluarga, maka diketahui bahwa figur lekat utama FN yaitu ibu kandungnya, ibu pengganti, dan ayah pengganti. Sedangkan figur lekat utama NL yaitu ibu pengganti. Kesimpulan yang didapatkan dari penelitian ini yaitu, kelekatan yang dibentuk kedua subjek pada orangtua kandung dan tetangganya berbeda-beda ditinjau dari empat aspek kelekatan. Seperti yang telah dijelaskan, FN berada pada tahap pembentukan kelekatan Goal- Coordination Partnership, sedangkan NL berada pada tahap Clear-Cut Attachment. Kedua subjek menunjukkan ciri kelekatan pada kedua pengasuhnya dalam kapasitas yang berbeda. Pola kelekatan yang secure serta figur lekat utama ditunjukkan FN pada ibu kandungnya dan kedua orangtua penggantinya, sedangkan NL hanya menunjukkannya pada ibu penggantinya saja. Penelitian yang serupa dapat dilakukan peneliti selanjutnya dengan mempertimbangan waktu dan alat perekam. Waktu yang singkat serta alat perekam yang kurang canggih menjadi kendala dalam penelitian ini, dimana seharusnya dengan waktu yang lebih lama, kasus ini dapat dianalisis secara lebih mendalam. Alat perekam yang lebih canggih juga dapat membantu peneliti selanjutnya untuk membuat suasana observasi lebih natural. Manambahkan variabel

15 15 yang sesuai dengan tema kelekatan juga dapat dilakukan peneliti selanjutnya untuk mendapatkan hasil yang lebih menarik. Saran praktis bagi orangtua yang menitipkan anaknya pada orang lain, perlu adanya komunikasi dengan pengasuhnya tersebut agar tetap dapat memantau perkembangan sang anak. Pola asuh juga perlu diperhatikan, sebab pola asuh yang berbeda antara orangtua kandung dan pengasuh dapat menimbulkan kebingungan pada anak. Satu hal yang terpenting yaitu meluangkan waktu yang berkualitas sehingga tetap dapat menjalin kelekatan antara orangtua dengan anak. Daftar Pustaka Afriani, I. (2009). Metode Penelitian Kualitatif. Artikel. Diakses Tanggal 07 Oktober Dariyo, A. (2007). Psikologi Perkembangan Anak Tiga Tahun Pertama (Psikologi Atitama). Bandung : PT. Refika Aditama. Desmita. (2009). Psikologi Perkembangan. Bandung : PT. Remaja Rosda Karya Ervika, E. (2005). Kelekatan (Attachment) Pada Anak. Skripsi. http//library.usu.ac.id/download/fk/psikologi-eka%20ervika.pdf. Diakses tanggal 15 Juli Gunarsa, S.D. (2006). Dari Anak Sampai Usia Lanjut : Bunga Rampai Psikologi Perkembangan. Jakarta : PT. BPK Gunung Mulia. Intikhobah, I. (2009). Perbedaan Perkembangan Anak Usia Bulan Yang Berada Di Tempat Penitipan Anak (TPA) Dan Di Rumah Yang Diasuh Oleh Pembantu Rumah Tangga. Skripsi. http//lib.uin-malang.ac.id/thesis/fullchapter/ iftitahintikhobah.ps. Diakses tanggal 15 Juli 2012 Krisnawati, C. (2005). Menjadi Orang Tua & Sahabat Terbaik Anak Bagi Yogyakarta : Curiosita Anak Anda. Mangoenprasodjo, A. S. (2004). Pengasuhan Anak Di Era Internet : Mitos TV, Komputer, Spiritual Parenting, Hingga Sex Education. Yogyakarta : Thinkfresh. Miles, M.B., and Huberman A Analisis Data Kualitatif: Buku Sumber Tentang Metode- Metode Baru (Penerjemah Tjetjep Rohendi Rohidi). Jakarta : UI Press.

16 16 Muksin. (2011). Evaluasi Status Gizi Pada Balita Gizi Kurang Setelah Pemberian Makanan Tambahan Oleh Persatuan Istri PT PLN(Persero) Di Wilayah Banjirkanal Timur, Kel. Pandeanlamper, Kec. Gayamsari Semarang. Skripsi. Diakses tanggal 15 September Mutiah, D. (2010). Psikologi Bermain Anak Usia Dini. Jakarta : Prenada Media Group. Papalia, D.E., Olds, S.W., & Feldman, R. D. (2009). Human Development Buku 1. Edisi kesepuluh. Jakarta : Salemba Humanika. Paquette, D. & Ryan, J. (2001). Bronfenbrenner s Ecological System Theory. Artikel. Diakses Tanggal 11 Juni Permana, D. (2010). Peran dan Fungsi Orang Tua dalam Keluarga Terhadap Anak. Artikel. Diakses tanggal 16 September Qodriyah, L. (2012). Tetangga adalah Saudara Terdekat Kita. Artikel Sosial Budaya. Diakses tanggal 18 September Santrock, J.W. (2007). Perkembangan Anak jilid 1. Edisi kesebelas. Jakarta : Erlangga. Sears, W.M.D & Sears, M.R.N. (2009). Menggendong Anak itu Perlu Mematahkan Mitos Pengasuhan Anak. Tangerang : Buah Hati. Yani, E.R., Hardjito, Koekoeh., Windasari, W. (2011). Peran Ibu Balita Dalam Perkembangan Anak Usia 1 3 Tahun Di Desa Manggis Kecamatan Ngancar Kabupaten Kediri. Jurnal Volume II Nomor Khusus Hari Kesehatan Internasional. http// isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/2khushki11612_ pdf. Diakses tanggal 19 Juni 2012.

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah tahap yang penting bagi hampir semua orang yang memasuki masa dewasa awal. Individu yang memasuki masa dewasa awal memfokuskan relasi interpersonal

Lebih terperinci

Psikologi Kepribadian I. Psikologi Psikologi

Psikologi Kepribadian I. Psikologi Psikologi MODUL PERKULIAHAN Psikologi Kepribadian I Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Psikologi Psikologi 06 61101 Abstract Dalam perkuliahan ini akan didiskusikan pembahasan teori attachment

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang tua dengan anak. Orang tua merupakan makhluk sosial pertama yang

BAB I PENDAHULUAN. orang tua dengan anak. Orang tua merupakan makhluk sosial pertama yang BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Attachment pada manusia pertama kali terbentuk dari hubungan antara orang tua dengan anak. Orang tua merupakan makhluk sosial pertama yang berinteraksi dengan bayinya.

Lebih terperinci

Perkembangan dari Attachment (kelekatan) Kita harus memakai orang yang khusus di dalam kehidupan yang dapat membimbing anak-anak untuk merasakan rasa

Perkembangan dari Attachment (kelekatan) Kita harus memakai orang yang khusus di dalam kehidupan yang dapat membimbing anak-anak untuk merasakan rasa PERKEMBANGAN ATTACHMENT (KELEKATAN) Perkembangan dari Attachment (kelekatan) Kita harus memakai orang yang khusus di dalam kehidupan yang dapat membimbing anak-anak untuk merasakan rasa senang. Apabila

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa kehadiran manusia lainnya. Kehidupan menjadi lebih bermakna dan berarti dengan kehadiran

Lebih terperinci

KELEKATAN PADA ANAK. Oleh : Sri Maslihah

KELEKATAN PADA ANAK. Oleh : Sri Maslihah KELEKATAN PADA ANAK Oleh : Sri Maslihah Anak yang satu tetap nempel pada bundanya padahal sudah saatnya masuk ke kelas, ada juga anak lain menangis begitu melihat ibunya harus keluar dari kelasnya sementara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Sosial. Manusia adalah makhluk sosial.di dalam kehidupan sehari-hari manusia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Sosial. Manusia adalah makhluk sosial.di dalam kehidupan sehari-hari manusia 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyesuaian Sosial 1. Pengertian Penyesuaian Sosial Manusia adalah makhluk sosial.di dalam kehidupan sehari-hari manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa kanak-kanak awal biasanya dikenal dengan masa prasekolah. Pada usia ini, anak mulai belajar memisahkan diri dari keluarga dan orangtuanya untuk masuk dalam lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa bayi adalah periode dalam hidup yang dimulai setelah kelahiran dan

BAB I PENDAHULUAN. Masa bayi adalah periode dalam hidup yang dimulai setelah kelahiran dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masa bayi adalah periode dalam hidup yang dimulai setelah kelahiran dan berakhir dengan berkembangnya penggunaan bahasa. Masa bayi berlangsung sekitar 18

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA ATTACHMENT OBJEK PENGGANTI DENGAN TEMPERAMEN PADA ANAK USIA 4-6 TAHUN DI LINGKUNGAN SIKUNIR KELURAHAN BERGASLOR KECAMATAN BERGAS

HUBUNGAN ANTARA ATTACHMENT OBJEK PENGGANTI DENGAN TEMPERAMEN PADA ANAK USIA 4-6 TAHUN DI LINGKUNGAN SIKUNIR KELURAHAN BERGASLOR KECAMATAN BERGAS HUBUNGAN ANTARA ATTACHMENT OBJEK PENGGANTI DENGAN TEMPERAMEN PADA ANAK USIA 4-6 TAHUN DI LINGKUNGAN SIKUNIR KELURAHAN BERGASLOR KECAMATAN BERGAS SKRIPSI Disusun sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh

Lebih terperinci

Henni Anggraini Universitas Kanjuruhan Malang

Henni Anggraini Universitas Kanjuruhan Malang HUBUNGAN KELEKATAN DAN KECERDASAN EMOSI PADA ANAK USIA DINI Henni Anggraini Universitas Kanjuruhan Malang ABSTRAK. Kelekatan (Attachment) merupakan hubungan emosional antara seorang anak dengan pengasuhnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa beralihnya pandangan egosentrisme menjadi sikap yang empati. Menurut Havighurst

BAB I PENDAHULUAN. masa beralihnya pandangan egosentrisme menjadi sikap yang empati. Menurut Havighurst BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Perkembangan sosial masa dewasa awal (young adulthood) adalah puncak dari perkembangan sosial masa dewasa. Masa dewasa awal adalah

Lebih terperinci

PROBLEM PSIKOSOSIAL PADA REMAJA YANG ORANG TUA NYA MERANTAU NASKAH PUBLIKASI. Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta

PROBLEM PSIKOSOSIAL PADA REMAJA YANG ORANG TUA NYA MERANTAU NASKAH PUBLIKASI. Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta PROBLEM PSIKOSOSIAL PADA REMAJA YANG ORANG TUA NYA MERANTAU NASKAH PUBLIKASI Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Derajat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Papalia, 2009). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 1 pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. (Papalia, 2009). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 1 pasal 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah salah satu tahap penting dalam siklus kehidupan individu di samping siklus kehidupan lainnya seperti kelahiran, perceraian, atau kematian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. secara bertahap yaitu adanya suatu proses kelahiran, masa anak-anak, remaja,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. secara bertahap yaitu adanya suatu proses kelahiran, masa anak-anak, remaja, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan dan perkembangan kehidupan seorang manusia berjalan secara bertahap yaitu adanya suatu proses kelahiran, masa anak-anak, remaja, dewasa, dan lanjut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mental. Hal ini seringkali membuat orangtua merasa terpukul dan sulit untuk

BAB I PENDAHULUAN. mental. Hal ini seringkali membuat orangtua merasa terpukul dan sulit untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Beberapa pasangan suami istri menginginkan keturunan sebagai bagian dari keluarga mereka. Pasangan suami istri pasti berharap untuk mendapatkan anak yang sehat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Nilai Anak

TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Nilai Anak 7 TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Keluarga merupakan tempat pertama dan utama dimana seorang anak dididik dan dibesarkan. Berdasarkan Undang-undang nomor 52 tahun 2009, keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain

BAB I PENDAHULUAN. manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Dalam kehidupan, belum ada seorang manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain (www.wikipedia.com).

Lebih terperinci

INFANCY. Psikologi Perkembangan Unita Werdi Rahajeng

INFANCY. Psikologi Perkembangan Unita Werdi Rahajeng INFANCY Psikologi Perkembangan Unita Werdi Rahajeng www.unita.lecture.ub.ac.id MASA SENSORIMOTOR (PIAGET) 1. Substage 1: Simple Reflex 2. Substage 2: Primary Circular Reaction 3. Substage 3: Secondary

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. interaksi dengan lingkungan sosial yang lebih luas di masyarakat dan

BAB I PENDAHULUAN. interaksi dengan lingkungan sosial yang lebih luas di masyarakat dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari, setiap manusia akan bersosialisasi dengan lingkungannya, keluarga, sekolah, tempat les, komunitas, dan lainlain. Manusia pada hakikatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hubungan Antara Persepsi Terhadap Pola Kelekatan Orangtua Tunggal Dengan Konsep Diri Remaja Di Kota Bandung

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hubungan Antara Persepsi Terhadap Pola Kelekatan Orangtua Tunggal Dengan Konsep Diri Remaja Di Kota Bandung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Idealnya, di dalam sebuah keluarga yang lengkap haruslah ada ayah, ibu dan juga anak. Namun, pada kenyataannya, saat ini banyak sekali orang tua yang menjadi orangtua

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pada bab ini akan dibahas mengenai teori-teori yang menguraikan tahap

BAB II LANDASAN TEORI. Pada bab ini akan dibahas mengenai teori-teori yang menguraikan tahap 7 BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas mengenai teori-teori yang menguraikan tahap perkembangan khususnya pada tahapan dewasa muda, hubungan romantis, attachment dan tipe attachment. 2.1 Dewasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentang orang lain. Begitu pula dalam membagikan masalah yang terdapat pada

BAB I PENDAHULUAN. tentang orang lain. Begitu pula dalam membagikan masalah yang terdapat pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Wanita merupakan individu yang memiliki keterbukaan dalam membagi permasalahan kehidupan maupun penilaian mereka mengenai sesuatu ataupun tentang orang lain.

Lebih terperinci

*) Alumni Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Purwokerto **) Dosen Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Purwokerto

*) Alumni Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Purwokerto **) Dosen Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Purwokerto STUDI DESKRIPTIF KUANTITATIF TENTANG POLA KELEKATAN REMAJA DENGAN TEMAN SEBAYA PADA PESERTA DIDIK DI SLTP NEGERI 1 AYAH, KEBUMEN DESCRIPTIVE STUDY ON THE QUANTITATIVE PATTERN ADOLESCENT ATTACHMENT WITH

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. lain. Sejak lahir, manusia sudah bergantung pada orang lain, terutama orangtua

BAB 1 PENDAHULUAN. lain. Sejak lahir, manusia sudah bergantung pada orang lain, terutama orangtua BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial, artinya manusia memiliki kebutuhan untuk berinteraksi dan membentuk hubungan sosial dengan orang lain, karena pada dasarnya manusia tidak

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORITIK

BAB II KERANGKA TEORITIK BAB II KERANGKA TEORITIK A. Kajian Pustaka 1. Pola attachment a. Pengertian attachment Attachment adalah perilaku lekat atau kelekatan, istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh J. Bowlby tahun 1958

Lebih terperinci

PROSES PEMBENTUKAN KELEKATAN PADA BAYI

PROSES PEMBENTUKAN KELEKATAN PADA BAYI PROSES PEMBENTUKAN KELEKATAN PADA BAYI Dwi Hardiyanti Program Studi Pendidikan Anak Usia Dini, dwihardiyanti@ymail.com Diterima: April 2017. Disetujui: Mei 2017. Dipublikasikan: Juli 2017 ABSTRAK Kelekatan

Lebih terperinci

HUBUNGAN POLA ASUH DENGAN PERKEMBANGAN ANAK USIA PRASEKOLAH DI TK KARTIKA X-9 CIMAHI 2012

HUBUNGAN POLA ASUH DENGAN PERKEMBANGAN ANAK USIA PRASEKOLAH DI TK KARTIKA X-9 CIMAHI 2012 46 HUBUNGAN POLA ASUH DENGAN PERKEMBANGAN ANAK USIA PRASEKOLAH DI TK KARTIKA X-9 CIMAHI 2012 Oleh : Siti Dewi Rahmayanti dan Septiarini Pujiastuti STIKES Jenderal Achmad Yani Cimahi ABSTRAK Pola asuh orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa 15 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Di usia remaja antara 10-13 tahun hingga 18-22 tahun (Santrock, 1998), secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Santrock, 2000) yang menyatakan bahwa tugas perkembangan yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Santrock, 2000) yang menyatakan bahwa tugas perkembangan yang menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa dewasa muda merupakan masa dimana individu mulai mengemban tugas untuk menikah dan membina keluarga. Sesuai dengan pendapat Havighurst (dalam Santrock,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat hidup sendiri tanpa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat hidup sendiri tanpa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat hidup sendiri tanpa berinteraksi dengan individu lain. Interaksi antar individu terjadi sejak awal kehidupan seseorang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa kanak-kanak, relasi dengan orangtua sangat menentukan pola attachment dan

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa kanak-kanak, relasi dengan orangtua sangat menentukan pola attachment dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada masa kanak-kanak, relasi dengan orangtua sangat menentukan pola attachment dan relasi antar pribadi pada masa dewasa. Hubungan attachment berkembang melalui

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Interaksi Ayah-Anak

TINJAUAN PUSTAKA Interaksi Ayah-Anak TINJAUAN PUSTAKA Interaksi Ayah-Anak Dalam kehidupan berkeluarga, ayah biasanya diidentikkan sebagai orang tua yang banyak meninggalkan rumah, menghukum, mempunyai pengetahuan yang lebih luas, berkedudukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupannya senantiasa membutuhkan orang lain.kehadiran orang lain bukan hanya untuk

BAB I PENDAHULUAN. kehidupannya senantiasa membutuhkan orang lain.kehadiran orang lain bukan hanya untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang dalam menjalankan kehidupannya senantiasa membutuhkan orang lain.kehadiran orang lain bukan hanya untuk

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA ATTACHMENT YANG DIBERIKAN ORANGTUA DENGAN BENTUK-BENTUK INTERAKSI SOSIAL ANAK USIA 4-5 TAHUN DI KAWASAN BANDUNGAN SEMARANG

HUBUNGAN ANTARA ATTACHMENT YANG DIBERIKAN ORANGTUA DENGAN BENTUK-BENTUK INTERAKSI SOSIAL ANAK USIA 4-5 TAHUN DI KAWASAN BANDUNGAN SEMARANG HUBUNGAN ANTARA ATTACHMENT YANG DIBERIKAN ORANGTUA DENGAN BENTUK-BENTUK INTERAKSI SOSIAL ANAK USIA 4-5 TAHUN DI KAWASAN BANDUNGAN SEMARANG SKRIPSI Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Anak Usia Dini

Lebih terperinci

TAHAP-TAHAP KEHIDUPAN / PERKEMBANGAN KELUARGA

TAHAP-TAHAP KEHIDUPAN / PERKEMBANGAN KELUARGA Perkembangan keluarga merupakan proses perubahan yang terjadi pada sistem keluarga meliputi; perubahan pola interaksi dan hubungan antar anggota keluarga disepanjang waktu. Perubahan ini terjadi melalui

Lebih terperinci

Seorang wanita yang telah berkeluarga dan memiliki anak, secara otomatis. memegang tanggung j awab membantu anak dalam mengembangkan semua

Seorang wanita yang telah berkeluarga dan memiliki anak, secara otomatis. memegang tanggung j awab membantu anak dalam mengembangkan semua BABI PENDAHULUAN BABI PENDAHULUAN 1.1. La tar Belakang Seorang wanita yang telah berkeluarga dan memiliki anak, secara otomatis memegang tanggung j awab membantu anak dalam mengembangkan semua potensi

Lebih terperinci

HUBUNGAN KELEKATAN AMAN (SECURE ATTACHMENT) ANAK PADA ORANGTUA DENGAN KEMANDIRIAN ANAK KELOMPOK B TK PKK 37 DODOGAN JATIMULYO DLINGO BANTUL SKRIPSI

HUBUNGAN KELEKATAN AMAN (SECURE ATTACHMENT) ANAK PADA ORANGTUA DENGAN KEMANDIRIAN ANAK KELOMPOK B TK PKK 37 DODOGAN JATIMULYO DLINGO BANTUL SKRIPSI HUBUNGAN KELEKATAN AMAN (SECURE ATTACHMENT) ANAK PADA ORANGTUA DENGAN KEMANDIRIAN ANAK KELOMPOK B TK PKK 37 DODOGAN JATIMULYO DLINGO BANTUL SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. afeksional pada seseorang yang ditujukan pada figur lekat dan ikatan ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. afeksional pada seseorang yang ditujukan pada figur lekat dan ikatan ini 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ainsworth (dalam Helmi, 2004) mengartikan kelekatan sebagai ikatan afeksional pada seseorang yang ditujukan pada figur lekat dan ikatan ini berlangsung lama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diasuh oleh orangtua dan orang-orang yang berada di lingkungannya hingga

BAB I PENDAHULUAN. diasuh oleh orangtua dan orang-orang yang berada di lingkungannya hingga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap manusia dilahirkan dalam kondisi yang tidak berdaya, ia akan diasuh oleh orangtua dan orang-orang yang berada di lingkungannya hingga waktu tertentu.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan luar. Perubahan-perubahan tersebut menjadi tantangan besar bagi

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan luar. Perubahan-perubahan tersebut menjadi tantangan besar bagi BAB I PENDAHULUAN Masa remaja merupakan masa peralihan atau masa transisi dari masa anakanak ke masa dewasa yang disertai dengan perubahan (Gunarsa, 2003). Remaja akan mengalami berbagai perubahan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak remaja sebenarnya tidak mempunyai masa yang jelas. Remaja. tergolong kanak-kanak, mereka masih harus menemukan tempat dalam

BAB I PENDAHULUAN. Anak remaja sebenarnya tidak mempunyai masa yang jelas. Remaja. tergolong kanak-kanak, mereka masih harus menemukan tempat dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak remaja sebenarnya tidak mempunyai masa yang jelas. Remaja ada diantara anak dan orang dewasa. Remaja belum mampu untuk menguasai fungsi-fungsi fisik maupun

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kelekatan Dengan Teman Sebaya 1. Pengertian Kelekatan Anak-anak biasanya selalu mempunyai figur yang paling dekat dengan dirinya seperti ibu, ayah, atau pengasuhnya. Anak-anak

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA DI JAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA DI JAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA DI JAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pola asuh merupakan interaksi yang diberikan oleh orang tua dalam berinteraksi

Lebih terperinci

Teori Etologi. Rizki Dawanti, M.Psi., Psikolog. Teori etologi Bowlby. Darwin dan Teori Evolusi. Etologi Modern. Evaluasi Teori.

Teori Etologi. Rizki Dawanti, M.Psi., Psikolog. Teori etologi Bowlby. Darwin dan Teori Evolusi. Etologi Modern. Evaluasi Teori. Modul ke: Teori Etologi Fakultas PSIKOLOGI Program Studi PSIKOLOGI Rizki Dawanti, M.Psi., Psikolog. Darwin dan Teori Evolusi Etologi Modern Teori etologi Bowlby Evaluasi Teori Eksperimen Lorenz Daftar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah impian

BAB I PENDAHULUAN. Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah impian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah impian setiap orang. Ketika menikah, tentunya orang berkeinginan untuk mempunyai sebuah keluarga yang

Lebih terperinci

BABI PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BABI PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BABl PENDAHULUAN BABI PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bagi pasangan suami istri, memiliki keturunan merupakan sesuatu yang dinantikan. Pasangan yang baru menikah ataupun sudah lama berkeluarga tapi

Lebih terperinci

CHILD DEVELOPMENT. Presented by: Lius Iman Santoso C., SE., B.Ed, M.Pd

CHILD DEVELOPMENT. Presented by: Lius Iman Santoso C., SE., B.Ed, M.Pd CHILD DEVELOPMENT Presented by: Lius Iman Santoso C., SE., B.Ed, M.Pd Area of Development 1. Otak 2. Kognitif 3. Sosial 4. Moral 5..(Spiritual) 2 BASIC UNDERSTANDING OF CHILD O Anak adalah ciptaan Tuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di masa sekarang ini, banyak perubahan-perubahan yang terjadi di dunia,

BAB I PENDAHULUAN. Di masa sekarang ini, banyak perubahan-perubahan yang terjadi di dunia, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di masa sekarang ini, banyak perubahan-perubahan yang terjadi di dunia, terutama dalam gaya hidup masyarakat. Indonesia pun tidak luput dari perubahanperubahan

Lebih terperinci

Materi kuliah e-learning HUBUNGAN ORANG TUA DENGAN ANAK REMAJA oleh : Dr. Triana Noor Edwina DS, M.Si Dosen Fakultas Psikologi Universitas Mercu

Materi kuliah e-learning HUBUNGAN ORANG TUA DENGAN ANAK REMAJA oleh : Dr. Triana Noor Edwina DS, M.Si Dosen Fakultas Psikologi Universitas Mercu Materi kuliah e-learning HUBUNGAN ORANG TUA DENGAN ANAK REMAJA oleh : Dr. Triana Noor Edwina DS, M.Si Dosen Fakultas Psikologi Universitas Mercu Buana Yogyakarta Selamat membaca, mempelajari dan memahami

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. mempraktekkannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mereka dapat

BAB V PEMBAHASAN. mempraktekkannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mereka dapat BAB V PEMBAHASAN Menurut Ratna Megawangi, pendidikan karakter adalah sebuah usaha untuk mendidik anak agar dapat mengambil keputusan dengan bijak dan mempraktekkannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Meninggalnya seseorang merupakan salah satu perpisahan alami dimana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Meninggalnya seseorang merupakan salah satu perpisahan alami dimana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Meninggalnya seseorang merupakan salah satu perpisahan alami dimana seseorang akan kehilangan orang yang meninggal dengan penyebab dan peristiwa yang berbeda-beda

Lebih terperinci

Santi E. Purnamasari, M.Si., Psi. Fak. Psikologi UMBY

Santi E. Purnamasari, M.Si., Psi. Fak. Psikologi UMBY Santi E. Purnamasari, M.Si., Psi. Fak. Psikologi UMBY Emosi adalah perasaan atau afeksi yang melibatkan gabungan antara aspek fisiologis (detak jantung misalnya) dengan perilaku tampak (tersenyum, misalnya)

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. seperti ayah, ibu, dan anak. Keluarga juga merupakan lingkungan yang

PENDAHULUAN. seperti ayah, ibu, dan anak. Keluarga juga merupakan lingkungan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keluarga terdiri dari beberapa orang yang masih memiliki hubungan darah seperti ayah, ibu, dan anak. Keluarga juga merupakan lingkungan yang menyenangkan dan nyaman

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Berikut ini akan dijelaskan mengenai definisi, tahapan, dan faktor-faktor yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Berikut ini akan dijelaskan mengenai definisi, tahapan, dan faktor-faktor yang BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Regulasi Diri Berikut ini akan dijelaskan mengenai definisi, tahapan, dan faktor-faktor yang mempengaruhi regulasi diri. 2.1.1. Definisi Regulasi Diri Regulasi diri adalah proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keluarga itu adalah yang terdiri dari orang tua (suami-istri) dan anak. Hubungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keluarga itu adalah yang terdiri dari orang tua (suami-istri) dan anak. Hubungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mengasuh anak merupakan tugas orang tua dalam sebuah keluarga yang berada di lingkungan masyarakat. Di dalam keluarga merupakan tempat utama, dimana anak berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Attachment merupakan istilah yang diperkenalkan pertama kali oleh seorang psikolog dari Inggris John Bowlby pada tahun 1958 mengenai gambaran ikatan antara

Lebih terperinci

MENJADI ORANGTUA TERBAIK UNTUK ANAK DENGAN METODE PENGASUHAN YANG TEPAT

MENJADI ORANGTUA TERBAIK UNTUK ANAK DENGAN METODE PENGASUHAN YANG TEPAT MENJADI ORANGTUA TERBAIK UNTUK ANAK DENGAN METODE PENGASUHAN YANG TEPAT Dwi Retno Aprilia, Aisyah Program Studi PGPAUD Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang, Jalan Semarang 5 Malang Email:

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan BAB II LANDASAN TEORI A. KEMANDIRIAN REMAJA 1. Definisi Kemandirian Remaja Kemandirian remaja adalah usaha remaja untuk dapat menjelaskan dan melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginannya sendiri setelah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Sikap orang tua mempengaruhi cara mereka memperlakukan anak, dan perlakuan mereka terhadap anak sebaliknya mempengaruhi sikap anak terhadap mereka dan perilaku mereka.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alasan Pemilihan Teori Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being menurut Diener (2005). Teori yang dipilih akan digunakan untuk meneliti gambaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berubah dari perubahan kognitif, fisik, sosial dan identitas diri. Selain itu, terjadi pula

BAB I PENDAHULUAN. berubah dari perubahan kognitif, fisik, sosial dan identitas diri. Selain itu, terjadi pula BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Mahasiswa berada pada masa dewasa awal. Pada masa ini, mahasiswa berada pada masa transisi dari masa remaja ke masa dewasa. Pada masa transisi ini banyak hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk pertama kalinya belajar berinteraksi atau melakukan kontak sosial

BAB I PENDAHULUAN. untuk pertama kalinya belajar berinteraksi atau melakukan kontak sosial 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan lingkungan sosial pertama bagi anak. Anak untuk pertama kalinya belajar berinteraksi atau melakukan kontak sosial dengan orang lain dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perilaku asertif sangat penting bagi setiap orang guna memenuhi segala kebutuhan dan keinginan, terutama pada mahasiswa, dimana harus menyelesaikan tugas perkembangan

Lebih terperinci

POLA ASUH ORANG TUA DENGAN PERKEMBANGAN BAHASA ANAK PRASEKOLAH (USIA 3-6 TAHUN)

POLA ASUH ORANG TUA DENGAN PERKEMBANGAN BAHASA ANAK PRASEKOLAH (USIA 3-6 TAHUN) Dunia Keperawatan, Volume 5, Nomor 1, Maret 217: 61-67 POLA ASUH ORANG TUA DENGAN PERKEMBANGAN BAHASA ANAK PRASEKOLAH (USIA 3-6 TAHUN) Zuraida Mulqiah, Eka Santi, Dhian Ririn Lestari Program Studi Ilmu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Istilah Kelekatan (attachment) untuk pertama kalinya. resiprokal antara bayi dan pengasuhnya, yang sama-sama memberikan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Istilah Kelekatan (attachment) untuk pertama kalinya. resiprokal antara bayi dan pengasuhnya, yang sama-sama memberikan BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kelekatan 1. Pengertian kelekatan Istilah Kelekatan (attachment) untuk pertama kalinya dikemukakan oleh seorang psikolog dari Inggris pada tahun 1958 bernama John Bowlby. Keterikatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ibu memiliki lebih banyak peranan dan kesempatan dalam. mengembangkan anak-anaknya, karena lebih banyak waktu yang digunakan

BAB I PENDAHULUAN. Ibu memiliki lebih banyak peranan dan kesempatan dalam. mengembangkan anak-anaknya, karena lebih banyak waktu yang digunakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ibu memiliki lebih banyak peranan dan kesempatan dalam mengembangkan anak-anaknya, karena lebih banyak waktu yang digunakan bersama anak-anaknya dari pada ayah.

Lebih terperinci

PENGARUH POLA ASUH ORANGTUA TERHADAP KEDISIPLINAN PESERTA DIDIK KELAS XI DI SMK KESATRIAN PURWOKERTO TAHUN 2011/2012

PENGARUH POLA ASUH ORANGTUA TERHADAP KEDISIPLINAN PESERTA DIDIK KELAS XI DI SMK KESATRIAN PURWOKERTO TAHUN 2011/2012 PENGARUH POLA ASUH ORANGTUA TERHADAP KEDISIPLINAN PESERTA DIDIK KELAS XI DI SMK KESATRIAN PURWOKERTO TAHUN 2011/2012 THE EFFECT OF PARENTING PARENTS OF STUDENTS DISCIPLINE IN CLASS XI SMK KESATRIAN PURWOKERTO

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebutan masa kanak-kanak akhir, misalnya orangtua memberi sebutan

BAB I PENDAHULUAN. sebutan masa kanak-kanak akhir, misalnya orangtua memberi sebutan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa kanak akhir dimulai pada umur 7-12 tahun. Ada beberapa sebutan masa kanak-kanak akhir, misalnya orangtua memberi sebutan usia tidak rapih, karena anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. bahkan kalau bisa untuk selama-lamanya dan bertahan dalam menjalin suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. bahkan kalau bisa untuk selama-lamanya dan bertahan dalam menjalin suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Setiap orang tentu ingin hidup dengan pasangannya selama mungkin, bahkan kalau bisa untuk selama-lamanya dan bertahan dalam menjalin suatu hubungan. Ketika

Lebih terperinci

Menurut Knox (1985) terdapat tiga faktor yang menentukan kesiapan menikah, yaitu usia menikah, pendidikan, dan rencana karir. Pada dasarnya usia

Menurut Knox (1985) terdapat tiga faktor yang menentukan kesiapan menikah, yaitu usia menikah, pendidikan, dan rencana karir. Pada dasarnya usia 57 PEMBAHASAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesiapan menikah dan pelaksanaan tugas perkembangan keluarga dengan anak usia prasekolah. Penelitian ini dilakukan pada keluarga yang memiliki anak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keluarga adalah satuan sosial yang paling mendasar, dan terkecil dalam

I. PENDAHULUAN. Keluarga adalah satuan sosial yang paling mendasar, dan terkecil dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keluarga adalah satuan sosial yang paling mendasar, dan terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak (baik yang dilahirkan ataupun diadopsi). Menurut

Lebih terperinci

KELEKATAN DALAM PERKEMBANGAN ANAK

KELEKATAN DALAM PERKEMBANGAN ANAK KELEKATAN DALAM PERKEMBANGAN ANAK Zusy Aryanti Dosen Psikologi pada Jurusan Tarbiyah STAIN Jurai Siwo Metro Email: Zusyar4@gmail.com Abstract Attachment is strong relationship between a child and his mother

Lebih terperinci

Dalam keluarga, semua orangtua berusaha untuk mendidik anak-anaknya. agar dapat menjadi individu yang baik, bertanggungjawab, dan dapat hidup secara

Dalam keluarga, semua orangtua berusaha untuk mendidik anak-anaknya. agar dapat menjadi individu yang baik, bertanggungjawab, dan dapat hidup secara BABI PENDAHULUAN BABI PENDAHULUAN 1.1. LA TAR BELAKANG MASALAH Dalam keluarga, semua orangtua berusaha untuk mendidik anak-anaknya agar dapat menjadi individu yang baik, bertanggungjawab, dan dapat hidup

Lebih terperinci

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA KELEKATAN REMAJA PUTRI DENGAN AYAHNYA NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan oleh: Muthmainnah Ibrahim F100110086 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. laku spesifik yang bekerja secara individu dan bersama sama untuk mengasuh

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. laku spesifik yang bekerja secara individu dan bersama sama untuk mengasuh BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Pola Asuh 1.1 Definisi Pengasuhan adalah kegiatan kompleks yang mencakup berbagai tingkah laku spesifik yang bekerja secara individu dan bersama sama untuk mengasuh anak (Darling,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Departemen Kesehatan RI pada tahun 2010 jumlah anak usia dini (0-4 tahun) di

BAB I PENDAHULUAN. Departemen Kesehatan RI pada tahun 2010 jumlah anak usia dini (0-4 tahun) di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak usia dini merupakan saat seseorang mengalami perkembangan dan pertumbuhan yang sangat pesat dalam kehidupannya. Perkembangan dan pertumbuhan pada anak usia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan pria dan wanita. Menurut data statistik yang didapat dari BKKBN,

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan pria dan wanita. Menurut data statistik yang didapat dari BKKBN, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap orang pasti menginginkan memiliki keluarga yang bahagia. Menurut Sigmund Freud, pada dasarnya keluarga itu terbentuk karena adanya perkawinan pria dan

Lebih terperinci

2015 HUBUNGAN ANTARA ATTACHMENT PADA PENGASUH DENGAN SELF-DISCLOSURE REMAJA DI PANTI SOSIAL ASUHAN ANAK WISMA PUTRA BANDUNG

2015 HUBUNGAN ANTARA ATTACHMENT PADA PENGASUH DENGAN SELF-DISCLOSURE REMAJA DI PANTI SOSIAL ASUHAN ANAK WISMA PUTRA BANDUNG BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pada umumnya, individu dibesarkan dalam sebuah keluarga yang memiliki orang tua lengkap yang terdiri dari seorang ibu dan seorang ayah. Namun, tidak semua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik secara ukuran (pertumbuhan) maupun secara perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. baik secara ukuran (pertumbuhan) maupun secara perkembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap individu hidup akan melalui tahapan pertumbuhan dan perkembangan, yaitu sejak masa embrio sampai akhir hayatnya mengalami perubahan ke arah peningkatan baik secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja akhir merupakan rangkaian terakhir dalam rentang perkembangan remaja yang berkisar antara usia 18-21 tahun (Steinberg, 1993). Masa remaja dikatakan sebagai peralihan

Lebih terperinci

Laporan Penulisan Tugas Akhir BAB I PENDAHULUAN

Laporan Penulisan Tugas Akhir BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN Laporan 1.1. Latar Belakang Eksistensi Proyek Perkembangann zaman menimbulkan kesulitan dalam setiap segi kehidupan manusia, termasuk perekonomian. Kesulitan ekonomi mengakibatkan biaya

Lebih terperinci

Pengaruh Perceraian Pada Anak SERI BACAAN ORANG TUA

Pengaruh Perceraian Pada Anak SERI BACAAN ORANG TUA 35 SERI BACAAN ORANG TUA Pengaruh Perceraian Pada Anak Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal dan Informal Kementerian Pendidikan Nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemudian dilanjutkan ke tahapan selanjutnya. Salah satu tahapan individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemudian dilanjutkan ke tahapan selanjutnya. Salah satu tahapan individu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan hidup manusia dialami dalam berbagai tahapan, yang dimulai dari masa kanak-kanak, remaja dan dewasa. Dalam setiap tahapan perkembangan terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya untuk mempertahankan kelangsungan hidup. Oleh sebab itu manusia

BAB I PENDAHULUAN. lainnya untuk mempertahankan kelangsungan hidup. Oleh sebab itu manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang tidak mungkin dapat hidup sendiri. Di sepanjang rentang kehidupan, setiap manusia membutuhkan manusia lainnya untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecerdasan Emosional pada Remaja Akhir. 1. Pengertian Kecerdasan Emosional Pada remaja Akhir

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecerdasan Emosional pada Remaja Akhir. 1. Pengertian Kecerdasan Emosional Pada remaja Akhir BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecerdasan Emosional pada Remaja Akhir 1. Pengertian Kecerdasan Emosional Pada remaja Akhir Menurut Goleman (2000) kecerdasan emosional adalah kemampuan yang dimiliki seseorang

Lebih terperinci

PENGARUH KELEKATAN ORANGTUA TERHADAP STRESS COPING PADA MAHASISWA YANG MENYUSUN SKRIPSI DI PRODI RUMPUN IKK, UNJ

PENGARUH KELEKATAN ORANGTUA TERHADAP STRESS COPING PADA MAHASISWA YANG MENYUSUN SKRIPSI DI PRODI RUMPUN IKK, UNJ JKKP: Jurnal Kesejahteraan Keluarga dan Pendidikan http://doi.org/10.21009/jkkp DOI: E-ISSN: 2597-4521 PENGARUH KELEKATAN ORANGTUA TERHADAP STRESS COPING PADA MAHASISWA YANG MENYUSUN SKRIPSI DI PRODI RUMPUN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berkualitas dan diharapkan akan menjadi pelaku dalam pembangunan suatu

BAB I PENDAHULUAN. yang berkualitas dan diharapkan akan menjadi pelaku dalam pembangunan suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam pembangunan suatu negara, karena pendidikan dapat memberdayakan sumber daya manusia yang berkualitas dan diharapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Salah satu tugas perkembangan siswa yaitu mencapai hubungan baru dan yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Salah satu tugas perkembangan siswa yaitu mencapai hubungan baru dan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Salah satu tugas perkembangan siswa yaitu mencapai hubungan baru dan yang lebih matang dengan teman sebaya baik pria maupun wanita serta mencapai peran sosial

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA SECURE ATTACHMENT DENGAN KOMPETENSI INTERPERSONAL PADA REMAJADI SMAN 2 PADANG. Winda Sari Isna Asyri Syahrina

HUBUNGAN ANTARA SECURE ATTACHMENT DENGAN KOMPETENSI INTERPERSONAL PADA REMAJADI SMAN 2 PADANG. Winda Sari Isna Asyri Syahrina HUBUNGAN ANTARA SECURE ATTACHMENT DENGAN KOMPETENSI INTERPERSONAL PADA REMAJADI SMAN 2 PADANG Winda Sari Isna Asyri Syahrina Fakultas Psikologi Universitas Putra Indonesia ABSTRAK Tujuan penelitian ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan berkembangnya jaman, semakin banyak pula tuntutan yang harus dipenuhi oleh masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan berkembangnya jaman, semakin banyak pula tuntutan yang harus dipenuhi oleh masyarakat. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan berkembangnya jaman, semakin banyak pula tuntutan yang harus dipenuhi oleh masyarakat. Salah satunya adalah tuntutan ekonomi sebagai akibat dari biaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anak-anak terus bekerja, dan daya serap anak-anak tentang dunia makin meningkat.

BAB I PENDAHULUAN. anak-anak terus bekerja, dan daya serap anak-anak tentang dunia makin meningkat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia kognitif anak-anak ialah kreatif, bebas dan penuh imajinasi. Imajinasi anak-anak terus bekerja, dan daya serap anak-anak tentang dunia makin meningkat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak pilihan ketika akan memilih sekolah bagi anak-anaknya. Orangtua rela untuk

BAB I PENDAHULUAN. banyak pilihan ketika akan memilih sekolah bagi anak-anaknya. Orangtua rela untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Semakin berkembangnya dunia pendidikan, kini orangtua semakin memiliki banyak pilihan ketika akan memilih sekolah bagi anak-anaknya. Orangtua rela untuk mendaftarkan

Lebih terperinci

DATA SUBJEK SUBJEK I SUBJEK II SUBJEK III

DATA SUBJEK SUBJEK I SUBJEK II SUBJEK III DATA SUBJEK SUBJEK I SUBJEK II SUBJEK III Inisial A D V Usia 22 tahun 27 tahun 33 tahun Tempat/Tanggal Jakarta, 24 Mei 1986 Jakarta, 19 Maret 1981 Jakarta Lahir Agama Islam Kristen Protestan Katolik Suku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adolescence yang berasal dari kata dalam bahasa latin adolescere (kata

BAB I PENDAHULUAN. adolescence yang berasal dari kata dalam bahasa latin adolescere (kata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara psikologis perubahan merupakan situasi yang paling sulit untuk diatasi oleh seseorang, dan ini merupakan ciri khas yang menandai awal masa remaja. Dalam perubahannya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam masyarakat, seorang remaja merupakan calon penerus bangsa, yang memiliki potensi besar dengan tingkat produktivitas yang tinggi dalam bidang yang mereka geluti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara berpikir remaja mengarah pada tercapainya integrasi dalam hubungan sosial (Piaget dalam Hurlock, 1980).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. asuhan, sebagai figur identifikasi, agen sosialisasi, menyediakan pengalaman dan

BAB I PENDAHULUAN. asuhan, sebagai figur identifikasi, agen sosialisasi, menyediakan pengalaman dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Orang tua berperan sebagai figur pemberi kasih sayang dan melakukan asuhan, sebagai figur identifikasi, agen sosialisasi, menyediakan pengalaman dan berperan

Lebih terperinci

HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN PERILAKU SOSIAL ANAK KELOMPOK B DI TK DHARMA WANITA GENENGSARI KEMUSU BOYOLALI TAHUN AJARAN 2015/2016

HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN PERILAKU SOSIAL ANAK KELOMPOK B DI TK DHARMA WANITA GENENGSARI KEMUSU BOYOLALI TAHUN AJARAN 2015/2016 Artikel Publikasi: HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN PERILAKU SOSIAL ANAK KELOMPOK B DI TK DHARMA WANITA GENENGSARI KEMUSU BOYOLALI TAHUN AJARAN 2015/2016 Usulan Penelitian Diajukan untuk Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komponen dalam sistem pendidikan adalah adanya siswa, siswa

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komponen dalam sistem pendidikan adalah adanya siswa, siswa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu komponen dalam sistem pendidikan adalah adanya siswa, siswa merupakan komponen yang sangat penting dalam sistem pendidikan, sebab seseorang tidak bisa dikatakan

Lebih terperinci