BAB I PENDAHULUAN. terdapatnya kantung-kantung habitat alami yang jarang dikunjungi/terjamah

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. terdapatnya kantung-kantung habitat alami yang jarang dikunjungi/terjamah"

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Bali masih banyak memiliki binatang yang hidup liar karena terdapatnya kantung-kantung habitat alami yang jarang dikunjungi/terjamah manusia. Hutan tropis yang sejuk, lereng-lereng gunung berapi, jurang, sungai, hutan mangrove dan daerah tepi pantai, hingga lautan adalah tempat hidup flora dan fauna di daerah tropis seperti Bali. Kehidupan satwa liar di Bali masih dapat ditemukan di berbagai habitat, misalnya di area persawahan, perkebunan, sepanjang aliran sungai dan di area pemukiman (McKay, 2006). Ular (Reptilia) adalah kelompok hewan melata yang dapat ditemukan hampir diberbagai macam habitat. Hewan ini hidup terestrial, arboreal, semi aquatik dan aquatik. Ular dapat ditemukan aktif pada siang hari (diurnal) dan beberapa spesiesnya aktif pada malam hari (nokturnal). Permukaan tubuhnya ditutupi oleh kulit yang bersisik, dan mengalami pergantian kulit (exdisis) secara keseluruhan. Ular merupakan hewan berdarah dingin (poikiloterm), umumnya bereproduksi dengan cara bertelur (ovipar) dan beberapa spesies bertelur-beranak (ovovivipar). Saluran ekskresi pada ular berakhir pada kloaka (Zug, 1993). Ular mampu beradaptasi walaupun habitatnya sudah mengalami banyak perubahan yang diakibatkan karena aktivitas manusia, oleh sebab itu ular sering kali hidup berdampingan dengan manusia. Masyarakat pada umumnya menganggap semua ular berbahaya karena memiliki bisa atau racun yang dapat 1

2 2 membunuh dengan sekali gigitan. Hal ini tentu dapat berpengaruh terhadap keberlangsungan hidup ular, karena apabila masyarakat melihat ular kemungkinan mereka akan segera membunuhnya. Pengetahuan masyarakat tentang ular berbisa masih sangat sedikit, misalnya dari observasi langsung di Desa Singapadu Kecamatan Sukawati Kabupaten Gianyar, ditemukan bahwa kebanyakan orang yang melihat ular akan langsung membunuh ular tersebut. Wilayah Desa Singapadu terdiri dari area persawahan, pemukiman dengan beberapa sungai, serta terdapat lembaga konservasi. Keragaman habitat ini, diperkirakan berpengaruh terhadap keanekaragaman jenis-jenis ular yang ada di Desa Singapadu. Habitat sungai dan persawahan adalah salah satu contoh habitat yang memiliki sumber makanan untuk ular, misalnya serangga, burung, tikus, tupai, siput, kadal, katak, dan kodok. Oleh sebab itu informasi mengenai jenisjenis ular di berbagai habitat yang terdapat di Desa Singapadu akan dapat membantu masyarakat untuk mengenal lebih baik tentang jenis jenis ular. Keanekaragaman jenis-jenis ular dan fungsi biologisnya akan tetap terjaga apabila masyarakat mengetahui jenis-jenis ular yang ada disekitarnya. Langkah penting pertama yang perlu dilakukan adalah mengidentifikasi dan menginventarisasi ular-ular yang ada, sehingga dapat diketahui jenis-jenis ular serta habitat dimana ular itu hidup.

3 3 1.2 Rumusan Masalah 1. Jenis-jenis ular apa saja yang terdapat di Desa Singapadu Kabupaten Gianyar Bali? 2. Apakah perbedaan habitat akan berpengaruh terhadap jenis ular yang ditemukan di Desa Singapadu Kabupaten Gianyar Bali? 1.3 Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui jenis-jenis ular yang terdapat di Desa Singapadu Kabupaten Gianyar Bali. 2. Untuk mengetahui jenis-jenis ular yang hidup pada habitat yang berbeda. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat Teoritis Memberikan informasi tentang jenis-jenis ular serta habitatnya di Desa Singapadu Kabupaten Gianyar Bali Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan tentang jenis-jenis ular yang ditemukan pada habitat persawahan, aliran sungai, area lembaga konservasi, dan area pemukiman. Hasil penelitian ini juga dapat digunakan sebagai sumber informasi untuk penelitian lebih lanjut, yang berkaitan dengan jenis-jenis ular dan habitatnya.

4 4 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Desa Singapadu Desa Singapadu memiliki luas 345,93 ha dan secara topografi merupakan dataran rendah dengan curah hujan sedang. Luas wilayah Desa Singapadu dibagibagi menjadi area pemukiman seluas 53,19 ha, persawahan dengan luas 115,7 ha, perkebunan 1,53 ha dan penggunaan lain-lain yang mencakup fasilitas umum seperti area untuk pura, kuburan, jalan, lapangan, dan peruntukan umum lainnya seluas 4,47 ha. Desa Singapadu memiliki enam banjar, yaitu: Banjar Dinas Apuan, Banjar Dinas Seseh, Banjar Dinas Mukti, Banjar Dinas Kebon, Banjar Dinas Sengguan dan Banjar Dinas Bungsu. Sebagian besar penduduk di Desa Singapadu bekerja sehari-hari sebagai petani (RPJM.DES., ). Petani secara tidak langsung akan bertemu dengan ular di lingkungan persawahan dan saluran irigasi, karena sawah merupakan salah satu habitat yang baik untuk ular. Tiga petani digigit ular berbisa di Banjar Dinas Apuan selama bulan September 2013, jenis ular yang menggigit adalah ular hijau ekor merah atau ular mati ekor (Sutisna, kom.pri., 2013). Desa Singapadu juga memiliki daerah yang dijadikan kebun binatang atau lembaga konservasi. Lembaga konservasi tersebut yaitu Bali Bird Park, Rimba Reptile Park dan Bali Zoo. Ketiga lembaga konservasi tersebut terletak di tepi sungai dan area persawahan yang merupakan habitat yang baik untuk ular. 4

5 5 Lembaga konservasi Bali Bird Park adalah salah satu lembaga yang khusus memelihara satwa burung. Burung merupakan mangsa utama dari kelompok ular. Tikus dan hewan pengerat lainnya secara tidak langsung akan masuk ke area lembaga konservasi untuk mencari sisa makanan burung dan membangun sarang untuk berkembangbiak (Obs. Pri.). Banyaknya jumlah burung dan hewan pengerat dapat menarik ular untuk mencari mangsa di area lembaga konservasi. Rimba Reptile Park merupakan lembaga konservasi yang khusus memelihara satwa reptil. Kemungkinan beberapa spesies ular atau anak-anak ular hasil breeding ada yang lepas dari kandangnya dan hidup disekitar area lembaga konservasi. Masyarakat Desa Singapadu masih cukup banyak yang memanfaatkan sungai untuk tempat persembahyangan, mandi, mencuci, dan memancing. Beberapa spesies ular arboreal dan terestrial memanfaatkan lingkungan sungai sebagai sumber air, tempat membuat sarang, tempat beristirahat/sembunyi dan tempat berburu mangsa. 2.2 Habitat Ular Ular merupakan kelompok hewan yang memiliki tingkat adaptasi tinggi. Ular dapat ditemukan di seluruh benua dan pulau-pulau kecil di Bumi kecuali Antartika dan New Zeland. Ular tersebar di daerah-daerah basah/lembab, hutan tropis, hutan beriklim sedang, gurun pasir, padang rumput, persawahan, laut, pegunungan, daerah pemukiman dan daerah pinggiran pemukiman (O shea and Halliday, 2001). Beberapa spesies ular yang ditemukan di area persawahan seperti jenis ular sawah/indo-chinese rat snake (Ptyas korros). Ular koros aktif mencari makan

6 6 pada siang hari, terutama memangsa tikus, kodok, katak dan kadal. Ular koros dapat dijumpai di daerah-daerah pertanian, perkebunan, pemukiman dan hutan muson (Cox et al., 1998; Ahsan and Shayla, 2001; McKay, 2006). Ular jali belang/banded rat snake (Ptyas mucosa) dapat ditemukan di habitat persawahan. Ular jali belang tidak berbahaya dan tidak berbisa, ular ini memangsa burung, kodok, katak dan tikus. Ular jali belang memiliki panjang tubuh mencapai 3,7 m dengan tubuh berbentuk bulat silindris serta gerakan yang cepat ketika berburu dan menghindari predator (Boeadi et al., 1998; Cox et al., 1998; McKay, 2006; Rajesh et al., 2013). Ular berbisa lemah yang dapat ditemukan di pepohonan (arboreal) di area perkebunan/pertanian dan dipinggir sungai adalah dari jenis ular pucuk/green vine snake (Ahaetulla prasina). Ular pucuk aktif pada siang hari memangsa kadal, kodok, katak, burung, dan ular-ular kecil lainnya, sedangkan pada malam hari ular ini beristirahat di atas pohon dengan melingkarkan tubuhnya pada ranting pohon (Cox et al., 1998; McKay, 2006). Kemampuan adaptasi ular yang tinggi tidak selalu diimbangi dengan peningkatan populasi individu yang konstan. Hal ini diakibatkan karena lebih banyak masyarakat memilih untuk membunuh ular atau mengganggu sarang ular yang ditemukan di area pemukiman. Beberapa spesies ular ada yang jumlahnya melimpah, tetapi banyak spesies jumlahnya semakin menurun sehingga perlu dilindungi dengan cara konservasi ex-situ ataupun in-situ. Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES) adalah dokumen yang dapat digunakan sebagai acuan untuk mengetahui spesies ular endemik Indonesia yang dilindungi. Spesies ular di Indonesia yang masuk ke

7 7 dalam dokumen CITES adalah ular sanca bodo/burmese python (Python molurusbivitatus), ular sanca hijau/green tree python (Chondropython viridis) dan ular sanca timor (Python timorensis). 2.3 Klasifikasi Ular Klasifikasi ular dalam taksonomi menurut O Shea (1996) dengan contoh dari beberapa genus dan spesiesnya adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Subordo Famili Genus Spesies : Animalia : Chordata : Reptilia : Squamata : Serpentes : Typhlopidae, Pythonidae, Colubridae, Elapidae, Viperidae : Ramphotyphlops, Python, Ptyas, Naja, Trimeresurus : Ramphotyphlops braminus, Python reticulatus, Ptyas korros, Naja sputatrix, Trimeresurus insularis. Ular memiliki sisik seperti kadal dan sama-sama digolongkan ke dalam Kelas Reptilia bersisik Ordo: Squamata. Ular dibedakan dari reptil lainnya karena semua ular tidak memiliki kaki sebagai alat pergerakan. Perbedaan ular dengan kadal adalah kadal pada umumnya berkaki, walaupun beberapa spesies kakinya mereduksi seperti pada amphisbaenians atau worm lizards. Kadal memiliki lubang telinga dan kelopak mata yang dapat dibuka dan ditutup. Ular merupakan salah satu reptil yang paling sukses berkembang di dunia. Ular semakin jarang

8 8 ditemukan di tempat-tempat yang dingin, seperti di puncak-puncak gunung, Irlandia, Selandia baru dan daerah daerah kutub (Taylor and O Shea, 2004). Beberapa contoh ular dengan berbagai cirinya seperti dijelaskan berikut ini. Ular koros berukuran sedang dan agak ramping, biasanya berwarna coklat dengan warna sisik berpinggiran hitam. Bagian ventral tubuhnya berwarna putih atau agak kekuning-kuningan, memiliki mata yang besar dengan pupil yang bulat. Sisiknya halus dan sedikit berlunas, dalam 15 baris di bagian tengah tubuhnya. Terdapat 187 sisik ventral, 146 pasang sisik subkaudal, 7 sisik bibir atas dengan sisik anus terbelah. Ular ini tidak memiliki bisa, sehingga tidak berbahaya bagi manusia (Cox et al., 1998; McKay, 2006). Ular jali belang memiliki bentuk tubuh dan warna yang hampir sama dengan ular koros. Ular jali belang berukuran besar dan dapat mencapai panjang hingga 3,7 m dengan diameter badan 5 10 cm. Ular jali belang berwarna coklat dengan garis-garis tebal berwarna hitam dari perut sampai ekor. Sisik-sisik pada bibir berpinggiran hitam dan seringkali terdapat garis-garis tebal berwarna agak kuning dari kepala sampai perut, terutama pada ular muda. Sisik-sisik dari perut sampai ekor kadang-kadang berpinggiran hitam. Tubuh bagian ventral agak kuning atau putih dengan 17 sisik halus pada bagian dorsal tengah tubuh. Terdapat 213 sisik ventral, 146 pasang sisik subkaudal dan 9 sisik bibir atas dengan sisik anus terbelah (McKay, 2006). Ular pucuk memiliki tubuh ramping dan panjang, tubuh berwarna hijau dengan garis-garis putih yang putus-putus. Ular pucuk memiliki 15 baris sisik halus di bagian tengah tubuh, jumlah sisik ventral 189, sisik subkaudal 141, sisik bibir atas 8 dan sisik anus terbelah. Panjang

9 9 total rata-rata adalah 1,3 m dan ukuran maksimal dapat mencapai 2 m. Memiliki bisa lemah dan tidak berbahaya bagi manusia (Cox et al., 1998; McKay, 2006). Ular membunuh mangsanya dengan kekuatan lilitan seperti yang dilakukan oleh ular Python dan beberapa spesies ular membunuh mangsanya dengan bisa yang dimiliki. Tidak semua ular berbisa dapat membunuh manusia dengan bisanya. Ular-ular yang berbisa kebanyakan termasuk famili Colubridae, tetapi pada umumnya memiliki kekuatan bisa yang lemah. Ular-ular yang berbisa kuat di Indonesia termasuk ke dalam famili Elapidae seperti ular king cobra (Ophiophagus hannah), ular sendok (Naja sputatrix), ular weling (Bungarus candidus) dan ular cabai kecil (Calliophis intestinalis). Ular berbisa mematikan yang termasuk dalam famili Hydrophiidae adalah kelompok ular laut seperti ular laut berbibir kuning/yellow-lipped sea krait (Laticauda colubrina). Kelompok ular berbisa mematikan lainnya yang hidup terestrial adalah dari famili Viperidae seperti ular tanah (Calloselasma rhodostoma) dan ular bidudak (Daboia siamensis). Ular berbisa kuat yang arboreal adalah ular mati ekor (Trimeresurus insularis) (Cox et al., 1998; Das, 2012; Marlon, 2014). 2.4 Identifikasi Ular Identifikasi ular dilakukan dengan cara mengidentifikasi ciri-ciri morfologi, seperti bentuk tubuh, pola warna tubuh, panjang total tubuh, dan bentuk kepala. Setelah mengamati ciri-ciri morfologi ular, dilanjutkan dengan mengamati ciri-ciri morfometri seperti menghitung panjang tubuh ular dan ciri meristik atau penghitungan jumlah susunan sisik labial atas (supralabial) dan

10 10 labial bawah (infralabial), jumlah sisik dorsal tengah, jumlah sisik ventral, jumlah sisik subkaudal dan tipe taring (Gambar 1) (Cox et al., 1998; McKay, 2006). a b c d Sisik ventral Sisik anal terbelah Sisik subkaudal tunggal Pasang sisik subkaudal Gambar 1. a. susunan sisik kepala bagian atas, b. susunan sisik supralabial dan infralabial, c. cara menghitung sisik dorsal tengah tubuh, d. sisik anal dan subkaudal (McKay, 2006; Lang and Vogel, 2005) Sub-ordo Serpentes terdiri dari beberapa famili ular yang dapat ditemukan di daerah tropis (Indonesia), misalnya dari famili Typhlopidae, Pythonidae, Colubridae, Elapidae dan Viperidae (McKay, 2006).

11 Famili Typhlopidae Typhlopidae adalah famili dari anggota spesies ular kawat/ular buta (blind snake) yang berukuran kecil (12 cm 18 cm) dan bentuknya seperti cacing tanah. Tubuhnya berwarna hitam, abu-abu kehitaman, kecoklatan atau abu-abu kebiruan, umumnya lebih gelap di bagian dorsal dan lebih terang di bagian ventral. Ular kawat memiliki ekor pendek dengan ujung ekor meruncing seperti duri. Matanya tersembunyi dan hanya terlihat seperti bintik gelap samar-samar di balik sisik kepala. Sisik-sisik yang menutupi bagian tengah tubuh tersusun dari 20 deret sisik yang halus dengan bentuk sama baik di bagian dorsal maupun ventral (McKay, 2006; Das, 2012). Ular kawat ini mirip dengan cacing tanah, baik ukuran tubuh maupun perilakunya. Ular kawat dapat ditemukan di bawah peralatan rumah tangga, di balik pot-pot tanaman di halaman rumah, di bawah batu, di bawah serasah daun, dan kayu-kayu busuk. Jika diamati dengan seksama, spesies ini terlihat memiliki sisik yang berkilau dan kulit tidak berlendir. Mulut ular kawat sangat kecil, memangsa telur-telur semut, rayap dan berbagai serangga kecil lainnya. Ular kawat hidup di bawah tanah (fossorial), ukurannya yang kecil dan kemampuan reproduksi dengan cara partenogenesis sangat membantu dalam penyebaran jenis ular ini. Populasi ular kawat dapat terbentuk dari satu spesimen ular yang terbawa dalam tanah pada pot tanaman (Kamosawa and Ota, 1996).

12 Famili Pythonidae Keseluruhan anggota dari familia Pythonidae merupakan ular yang tidak berbisa. Pythonidae dibedakan dari Boidae karena adanya gigi di bagian premaxilla, seperti tungkai kecil di bagian paling depan dan tengah dari rahang atas. Pythonidae umumnya lebih banyak hidup di daerah hutan hujan tropis dan merupakan ular terpanjang di dunia yang mampu mencapai ukuran panjang 10 m seperti misalnya ular sanca batik (Python reticulatus). Ular sanca memiliki lebih dari 30 sisik pada lingkar tubuh tengahnya. Python membunuh mangsanya dengan cara membelitkan tubuhnya yang berotot hingga mangsanya mati kehabisan nafas (Ario, 2010; Das, 2012). Beberapa spesies menunjukkan adanya tulang pelvis dan tungkai belakang (vestigial) seperti taji di kanan dan kiri kloaka. Taji ini lebih besar pada yang jantan dan berguna untuk merangsang pasangannya pada saat kopulasi. Ular python betina bertelur sampai 100 butir dan betinanya mengerami telur tersebut dengan cara melingkari tumpukan telur tersebut selama 90 hari. Cara Python bertelur dan merawat telurnya membedakannya dengan spesies ular famili Boidae (Boa). Familia ini terdiri dari tiga genus (Python, Morelia, dan Aspidites) dengan lebih dari 30 spesies, habitatnya meliputi Afrika dan Indo-australia. Ular famili Pythonidae memiliki tipe gigi aglypha, dimana hampir seluruh giginya teratur dengan jumlah yang banyak (Zug, 1993; Lang and Vogel, 2005) Famili Colubridae Ciri famili Colubridae yang dapat membedakannya dengan famili lain adalah sisik ventralnya berkembang dengan baik, melebar sesuai dengan lebar

13 13 perut. Kepala pada umumnya berbentuk oval dengan sisik-sisik yang tersusun secara sistematis dan memiliki ekor silindris meruncing. Panjang tubuh Colubridae bervariasi setiap spesiesnya, antara 1 3,5 m. Jumlah sisik lingkar tengahnya kurang dari 30. Famili ini merupakan keluarga ular terbesar di dunia, meliputi hampir 2/3 dari spesies ular di dunia. Kebanyakan anggota famili Colubridae tidak berbisa dengan tipe gigi aglypha. Colubridae yang memiliki bisa biasanya memiliki tipe gigi opistoglypha (tipe gigi berbisa lemah). Gigi taring opistoglypha kecil dan susah dibedakan dengan gigi-gigi lainnya dan terletak infralabial bagian tengah/belakang. Colubridae terdiri dari 320 genus dengan jumlah spesies lebih dari dan tersebar luas di seluruh dunia (Pough et al., 1998; Fry et al., 2009). McKay (2006) mengatakan bahwa beberapa spesies anggota dari famili Colubridae di Bali memiliki bisa lemah (tidak berbahaya bagi manusia). Ular dari famili Colubridae yang memiliki bisa lemah di Bali adalah: ular pucuk/greend vine snake (Ahaetulla prasina), ular blidah/dog-toothed cat snake (Boiga cynodon), ular tambak/dog-faced water snake (Cerberus rynchops), ular pohon surga/paradise tree snake (Chrysopelea paradisi), dan ular sampi/spotted keelback (Rhabdophis chrysargos). Ular dari famili Colubridae yang berbisa memiliki tipe gigi opistoglypha dengan jenis bisa hemotoksin. Jika tergigit ular ini, dalam waktu singkat mungkin tidak akan beresiko terkena racunya, karena ular dengan gigi opistoglypha harus memasukkan lebih dalam taringnya agar dapat menyuntikkan bisa yang lebih

14 14 banyak. Ular bergigi opistoglypha masih tergolong berbisa lemah, dengan efek yang ditimbulkan hanya pembengkakan sekitar area gigitan (Fry et al., 2009) Famili Elapidae Merupakan famili yang spesiesnya kebanyakan ular berbisa mematikan dan banyak ditemukan di daerah tropis dan subtropis. Panjang tubuh Elapidae bervariasi, mulai dari 30 cm 600 cm. Sisik lingkar tubuh tengahnya antara sisik. Famili Elapidae terdiri dari 62 genus dengan 280 spesies, dibagi menjadi dua sub-famili yaitu Elapinae dan Hydrophiinae. Pupil mata membulat karena kebanyakan merupakan hewan diurnal. Famili ini dapat mencapai ukuran panjang 6 m yaitu dari spesies king cobra (Ophiophagus hannah) dan biasanya ovipar namun adapula yang ovovivipar. Khusus pada spesies ular sendok (Naja sputatrix), memiliki kemampuan untuk menyemprotkan bisanya sejauh 2 m dan tepat mengenai mata musuh atau predatornya (Pough et al., 1998). Famili Elapidae adalah ular yang paling berbahaya karena sangat agresif. Ular ini memiliki gigi taring tipe proteroglypha yang terletak di bagian depan infralabial dengan bisa neurotoksin. Selain bisa neurotoksin, ular kobra dan ular laut juga memiliki tipe bisa hemotoksin dan kardiotoksin (Ario, 2010). Tipe gigi proteroglypha kaku tidak dapat digerakkan dan dibagian depan taring terdapat lubang saluran yang berfungsi untuk menyemprotkan bisa seperti pada Spitting cobra. Ular bertipe gigi seperti ini tergolong sangat mematikan meskipun ukuran taringnya tidak sepanjang taring solenoglypha yang dimiliki oleh ular viper, namun kemampuan menyuntikkan bisanya sangat kuat. Penelitian sebelumnya di Australia menyatakan bahwa spesies ular dari famili Elapidae adalah spesies ular

15 15 berbisa terkuat dengan jumlah terbanyak hingga 90 spesies (57,7%) dari 156 spesies ular terestrial yang terdapat di benua Australia (Wilson and Swan, 2003; Williams et al., 2006) Famili Viperidae Ular-ular dari familia ini memiliki gigi taring tipe solenoglypha dengan jenis bisa hemotoksin (Ario, 2010). Tipe gigi ini sangat spesial dari tipe gigi ular lainnya. Sepasang taring panjang yang terdapat di bagian depan infralabial dapat dilipat dan disembunyikan ke bagian atas rahang. Taringnya tidak hanya berfungsi sebagai penyuntik bisa, sepasang taring ini dapat digunakan untuk membantu mendorong mangsanya masuk ke dalam perut. Famili ini kebanyakan merupakan ular yang hidup di gurun, namun ada pula yang hidup di daerah tropis, tersebar hampir di seluruh dunia kecuali di Antartika, Australia, Selandia Baru, Irlandia, Madagaskar, Hawai, berbagai pulau kecil lainnya dan Artik. Sisik biasanya termodifikasi menjadi lapisan tanduk tebal dengan pergerakan menyamping. Viperidae memiliki facial pit yang berfungsi sebagai thermosensor/sensor panas. Kebanyakan anggota familinya merupakan hewan yang ovovivipar dan beberapa ada yang ovipar. Sub-famili yang ada di Indonesia adalah Crotalinae yang terdiri dari 18 genus dan 151 spesies (Pough et al., 1998) Kandungan Bisa Ular Bali memiliki spesies ular yang berbisa kuat atau mematikan dan berbisa lemah atau tidak berbahaya bagi manusia (Tabel 2.1). Bisa ular merupakan hasil sekresi khusus kelenjar mulut yang menyerupai kelenjar saliva. Setiap spesies ular menghasilkan komponen dan kandungan bahan toksik atau non toksik yang

16 16 berbeda - beda. Salah satu contoh ular yang terkenal memiliki bisa kuat dan berbahaya bagi manusia adalah ular kobra. Jenis bisa ular kobra (Elapidae) adalah neurotoksin dan sedikit hemotoksin. Gejala yang diakibatkan oleh gigitannya yaitu pembengkakan, pendarahan, fibrinolitik dan kerusakan jaringan pada lokasi gigitan. Bisa ular sebagaian besar adalah protein, kandungan protein dalam bisa ular disebut Thrombin Like Enzyme karena mempengaruhi proses pembekuan darah. Thrombine like enzyme ini termasuk protease serin dan metaloprotease yang menyerupai trombin dalam fungsinya mempengaruhi pembekuan benangbenang fibrinogen (Selistre and Giglio, 1987; Chanhome et al., 2003). Susunan kimia dari bisa ular sangat kompleks sekitar 90% tersusun atas protein yang sebagian besar adalah enzim, serta mengandung polipeptida. Enzim utama bisa ular antara lain proteolitik, hialurinidase, asam amino oksidase, kolinesterase, fosfolipase A, ribonuklease, deoksiribonuklease, fosfomonoeterase, fosfodiesterase, nukleotidase, ATPase dan DPNase. Dalam kandungan bisa ular juga terdapat logam yaitu: magnesium (Mg), zink (Zn) dan mangan (Mn) dengan konsentrasi yang bervariasi. Logam-logam ini sangat mempengaruhi kerja enzim, misalnya ion kalsium merupakan komponen penting untuk mempertahankan struktur tersier proteinase yang mempengaruhi aktivitas pendarahan (Brown, 1973; Fry, 1999).

17 17 Tabel 2.1 Ular-ular berbisa di Bali, kandungan bisa dan kekuatan bisa (McKay, 2006). No Famili Spesies Nama lokal Kandungan Bisa Kekuatan Bisa 1 Elapidae Ophiophagus hannah King Kobra Neurotoksin Mematikan Naja sputatrix Ular Sendok Neurotoksin & Mematikan Hemotoksin Bungarus candidus Ular Weling Neurotoksin Mematikan 2 Viperidae Trimeresurus insularis Ular mati ekor Hemotoksin Mematikan 3 Colubridae Ahaetulla prasina Ular pucuk Hemotoksin Lemah Boiga cynodon Ular blidah Hemotoksin Lemah Hemotoksin adalah kandungan racun yang menyerang sistem sirkulasi darah, dalam kandungan racun hemotoksin terdapat enzim pemecah protein (proteolytic). Racun hemotoksin mengakibatkan sel-sel darah akan rusak dan terjadi penggumpalan darah. Reaksi racun sangat cepat seiring dengan pembengkakan di daerah sekitar luka gigitan, beberapa menit setelah gigitan korban akan sangat kesakitan dan terasa panas di area gigitan. Racun yang bersifat hemotoksin akan mengakibatkan gejala hemolisis. Hemolisis adalah rusaknya jaringan darah akibat lepasnya hemoglobin dari setoma eritrosit (sel darah merah). Enzim penyebab hemolisis adalah enzim lipase seperti fosfolipase. Enzim fosfolipase ditemukan pada semua bisa ular dalam beberapa bentuk dan variasi. Pada bisa ular famili Elapidae dan Viperidae ditemukan 4 jenis fosfolipase, yaitu A 1, (lesitinase A 2 ), C dan D yang diklasifikasikan berdasarkan bagian mana dari ikatan ester 3-sn fosfogliserida yang di hidrolisis (Fry, 1999; Fry et al., 2012).

18 18 BAB III KERANGKA BERFIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1 Kerangka Berfikir Desa Singapadu memiliki area persawahan yang cukup luas yaitu 115,7 hektar dengan satu induk sungai/sungai besar yang bernama Tukad Wos yang melintas di Banjar Dinas Bungsu dan beberapa anak sungai kecil lainnya seperi Tukad Ngiangan di Banjar Dinas Apuan, Tukad Anggar Besi di Banjar Dinas Sengguan, dan Tukad Apit Yeh di Banjar Dinas Kebon. Sungai dan pinggiran sungai merupakan habitat yang digunakan ular untuk bersarang, beristirahat, berburu dan berkembang biak. Habitat sawah juga di manfaatkan oleh ular untuk tempat mencari makan. Selain area persawahan yang luas, Desa Singapadu juga memiliki tiga lembaga konservasi yaitu: Bali Bird Park, Rimba Reptile Park, dan Bali Zoo. Lembaga konservasi Bali Bird Park merupakan satu lembaga yang khusus memelihara satwa burung, menarik ular untuk mencari mangsa di area tersebut. Sisa-sisa pakan satwa di lembaga konservasi juga menarik hewan pengerat dan burung-burung liar untuk mencari makan di area lembaga konservasi, sehingga ular tertarik untuk berburu masuk ke dalam area lembaga konservasi. Rimba Reptile Park dan Bali Zoo memiliki koleksi ular, yang mana beberapa jenisnya berasal dari luar Bali, bahkan luar negeri seperti Taipan yang berasal dari 18

19 19 Australia dan Boa dari Amerika. Ular-ular ini pada saat reproduksi menghasilkan banyak anak, dimana anak yang dihasilkan kemungkinan beberapa keluar area konservasi tanpa sepengetahuan stafnya. Sepanjang aliran sungai yang ditumbuhi pohon-pohon besar dan semak semak yang berbatasan langsung dengan area konservasi, sawah dan pemukiman merupakan habitat yang baik untuk ular ular arboreal dan terestrial. Beberapa jenis ular aktif di malam hari dan yang lainnya aktif di siang hari. Masyarakat di Desa Singapadu sebagian besar bekerja sebagai petani, sehingga aktif baik di siang maupun di malam hari. Persamaan waktu aktifitas ini memungkinkan masyarakat petani lebih sering untuk melihat ular. Disamping itu, masyarakat masih banyak yang memanfaatkan sungai untuk kehidupan sehari-harinya sebagai tempat untuk mandi, mencuci, dan memancing, sehingga banyak masyarakat yang sering bertemu langsung dengan ular ataupun yang tergigit ular. Mempertahankan biodiversitas (keanekaragaman) ular, populasi ular, habitat ular, serta mengurangi korban gigitan ular berbisa dapat dilakukan dengan mengetahui jenis - jenis ular yang terdapat di Desa Singapadu. Identifikasi jenisjenis ular yang ditemukan di Desa Singapadu membantu masyarakat untuk mengenal spesies ular yang tidak berbisa, berbisa lemah dan berbisa kuat. Spesies ular berbisa kuat yang telah ditemukan di Bali adalah ular sendok/spitting cobra (Naja sputatrix), ular weling (Bungarus candidus) dan ular mati ekor (Trimeresurus insularis) (McKay, 2006; Asad et al., 2012; Das, 2012).

20 Konsep Penelitian Desa Singapadu Area persawahan (saluran irigasi) Sepanjang aliran sungai Sekitar lembaga konservasi Pemukiman Identifikasi Ular Ciri Ciri Morfologi Ciri Ciri Morfometri Jumlah Ular Yang Ditemukan Waktu Aktif Ular Relung (Pohon, Air dan Tanah) Susunan Sisik Kepala, Bentuk Kepala, Bentuk Pupil Mata, Warna lidah, Tipe Gigi, Pola Warna Tubuh, bentuk sisik anus dan Bentuk Sisik (Berlunas, Halus atau Beralur). Panjang Total Tubuh, Jumlah Sisik Labial Atas/Supralabial, Jumlah Sisik Dorsal Tengah, Jumlah Sisik Ventral dan Jumlah Sisik Subkaudal Populasi Sebaran Temporal Sebaran Spatial Jenis Ular Populasi Ular Di Desa Singapadu

21 21 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penangkapan ular dilakukan di Desa Singapadu Gianyar Bali, yaitu di habitat sawah, sungai, lembaga konservasi dan pemukiman. Habitat ini tersebar di wilayah Banjar Dinas Apuan, Banjar Dinas Seseh, Banjar Dinas Mukti, Banjar Dinas Kebon, Banjar Dinas Sengguan dan Banjar Dinas Bungsu. Identifikasi dilakukan di Laboratorium Taksonomi Hewan Vertebrata Universitas Udayana Jimbaran Bali. Observasi pendahuluan dilakukan dari Bulan Desember 2013 sampai Pebruari Pengambilan sampel penelitian dilakukan dari Bulan Maret sampai April Waktu pengambilan sampel yaitu pada pagi hari sampai sore hari pukul WITA dan petang sampai malam hari pukul WITA. Habitat sawah yang dimaksud adalah seluruh area persawahan yang ditanami tanaman padi, sayur-sayuran, dan kacang-kacangan. Saluran irigasi yang mengairi sawah dan pematang sawah atau jalan setapak yang terdapat di area persawahan. Habitat sawah ini dibatasi oleh daerah aliran sungai (DAS), area lembaga konservasi, dan area pemukiman. Batas habitat sawah dari satu banjar dengan banjar lainnya dibatasi oleh saluran irigasi, jalan setapak dengan/atau tanpa dibeton, pematang sawah dan sungai. Pura dan lumbung-lumbung padi yang terdapat disekitar area persawahan juga termasuk habitat sawah. 21

22 22 Yang dimaksud dengan habitat sungai adalah daerah aliran sungai (DAS) dengan semua tumbuhan atau pepohonan yang tumbuh dipinggiran sungai. Batas habitat sungai ± 50 meter dari tepi sungai ke habitat sawah, lembaga konservasi, dan pemukiman. Ular yang ditemukan atau dicatat keberadaannya di habitat sungai adalah ular yang ditemukan di air dan pepohonan/semak-semak, bebatuan, gua-gua, celah tanah, tumpukan kayu atau daun yang membusuk, tempat pemandian, dan Pura, dimana seluruh tempat tersebut berada di pinggiran sungai. Habitat lembaga konservasi merupakan habitat buatan untuk satwa dan habitat alami yang terdapat didalam lembaga konservasi. Lembaga konservasi dikelilingi oleh tembok tinggi sebagai batas habitat. Sampel ular yang diambil dari habitat ini adalah ular yang ditemukan baik pada habitat buatan maupun habitat alami. Habitat pemukiman adalah area yang ditempati oleh penduduk dengan batas tembok-tembok rumah penduduk. Ular yang dicatat keberadaannya di habitat pemukiman adalah ular yang memasuki area rumah penduduk, baik ditemukan di atas pohon, pada atap rumah, di tanah, tumpukan kayu bakar, dan tumpukan material bangunan yang terdapat di dalam lingkungan area pemukiman penduduk. 4.2 Penentuan Sumber Data Sampel didapatkan dengan cara menangkap ular liar yang terdapat di empat habitat yang berbeda di Desa Singapadu yaitu: area persawah (saluran irigasi) terdapat di semua banjar dinas, sepanjang aliran sungai yang terdapat di

23 23 Banjar Dinas Bungsu, Sengguan, Kebon dan Apuan, lembaga konservasi di Banjar Dinas Bungsu dan Apuan, dan area pemukiman yang tersebar di semua banjar dinas (Gambar 2). Gambar 2. Lokasi/tempat pengambilan sampel ular di habitat sawah, sungai, lembaga konservasi dan pemukiman di Desa Singapadu.

24 Variabel Penelitian Variabel bebas dalam penelitian ini adalah lokasi pengambilan sampel dan waktu pengambilan sampel. Lokasi pengambilan sampel dibedakan menjadi empat habitat yaitu area persawahan (saluran irigasi), aliran sungai, sekitar lembaga konservasi, dan area pemukiman, sedangkan waktu pengambilan sampel dibedakan menjadi pagi dan malam hari. Variabel tergantung dari penelitian ini adalah jumlah individu dan jenis ular yang ditemukan. 4.4 Instrumen Penelitian Alat yang digunakan untuk menangkap ular adalah penjepit ular/tongs tipe: Collapsible Gentlet Glant 40 Inch Tong (R) Item Number: 100-GG-S-T40- CL yang terbuat dari besi (Gambar 3a). Higrometer untuk mengetahui suhu serta kelembaban lingkungan (Gambar 3b), meteran digunakan untuk mengukur panjang tubuh ular (Gambar 3c). Ular yang ditemukan saat pengambilan sampel ditangkap dan diidentifikasi dengan menggunakan tabung transparan (Gambar 3d). Led Headlamp Black Diamond (Gambar 3e), dan Flashlight Fenix PD35 (Gambar 3f) digunakan untuk mencari ular pada malam hari. Alat tulis digunakan untuk mencatat tanggal, lokasi ditemukan, suhu, waktu ditemukan, nama spesies dan waktu lama perjalanan (awal mulai sampai akhir pencarian). Kantung kain digunakan sebagai tempat membawa ular yang tidak dapat diidentifikasi di lapangan. Kamera digital Nikon Coolpix S2700 digunakan untuk pengambilan poto ular yang tertangkap.

25 25 Gambar 3. Peralatan yang digunakan untuk mencari sampel ular selama penelitian. 4.5 Prosedur Penelitian Penangkapan Ular Sampel ular di Desa Singapadu Gianyar Bali ditangkap dari area persawahan termasuk saluran irigasi, sepanjang aliran sungai, di sekitar lembaga konservasi dan di area pemukiman dari sampai sore hari dan petang sampai malam hari. Sampel ular di area pemukiman dan lembaga konservasi didapatkan dari informasi warga dan staff di lembaga konservasi. Pengambilan sampel ular dilakukan dengan metode jelajah dengan cara menelusuri habitat yang telah ditentukan (Asad et al., 2012). Hasil observasi pendahuluan menunjukkan bahwa ular dapat ditemukan di tumpukan serasah, saluran irigasi, kayu atau pohon yang sudah mati, di atas pepohonan, di semaksemak, lubang-lubang pohon, gudang-gudang tempat penyimpanan, tumpukan material bangunan dan gua-gua kecil yang kemungkinan dimanfaatkan oleh ular untuk sarang. Ular yang ditemukan ditangkap dan diidentifikasi di lapangan, sedangkan jika ular yang tidak dapat diidentifikasi secara langsung di lapangan,

26 26 dimasukkan ke dalam kantung kain untuk diidentifikasi lebih lanjut di laboratorium Identifikasi Identifikasi ular yang tertangkap di lapangan dilakukan dengan mengamati ciri morfologi yaitu bentuk tubuh, pola warna tubuh, bentuk kepala, bentuk pupil mata, warna lidah, tipe gigi, bentuk sisik anus, dan tekstur sisik (berlunas, halus atau beralur). Ciri morfometri yang diukur yaitu panjang total tubuh, dan ciri meristik yaitu jumlah sisik supralabial, jumlah sisik infralabial, jumlah sisik dorsal tengah, jumlah sisik ventral, dan jumlah sisik subkaudal serta mengacu pada kunci determinasi ular yang ditemukan di Desa Singapadu Gianyar Bali. Identifikasi dilakukan menggunakan pustaka acuan dari Cox et al.(1998), Lang and Vogel (2005), McKay (2006), Das (2012), dan Marlon (2014). 4.6 Analisis Data Data yang didapatkan dianalisa secara deskriptif kuantitatif yaitu mendeskripsikan jenis-jenis ular pada masing-masing lokasi, keadaan habitat serta ciri-ciri morfologinya, dan mengukur serta membandingkan morfometri dan meristik dari sampel ular yang ditemukan.

27 27 BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 Klasifikasi dan Deskripsi Ular Yang Ditemukan Di Desa Singapadu Masing masing spesies yang ditemukan di Desa Singapadu memiliki ciri-ciri morfologi, morfometri dan meristik tersendiri yang membedakan spesies satu ular dengan spesies lainnya. Ciri-ciri morfologi, morfometri, dan meristik dari seluruh spesies ular yang termasuk ke dalam lima famili: Colubridae, Elapidae, Pythonidae, Typhlopidae dan Viperidae yang ditemukan selama penelitian dipaparkan lebih lengkap di bawah ini. 5.2 Famili Colubridae Spesies dari famili Colubridae ditemukan paling banyak di Desa Singapadu. Famili ini ditemukan di berbagai habitat, yaitu sawah, sungai, area lembaga konservasi, dan area pemukiman. Deskripsi dan identifikasi masingmasing spesies dari famili Colubridae yang ditemukan dijelaskan di bawah ini Ahaetulla prasina Shaw (1802) (Lélipi Gadang Arjuné/Ular Pucuk/Green Vine Snake) Kerajaan Filum Kelas Ordo Subordo Famili : Animalia : Chordata : Reptilia : Squamata : Serpentes : Colubridae 27

28 28 Genus : Ahaetulla Spesies : Ahaetulla prasina (Shaw, 1802) a b Gambar 4. Ular pucuk berwarna hijau (a) dan ular pucuk coklat (b). Ular pucuk bertubuh ramping dan panjang, dengan variasi warna hijau dan coklat. Panjang tubuh maksimal yang ditemukan pada penelitian ini adalah 200 cm dan minimal 120 cm. Pada umumnya ular ini berwarna hijau, namun beberapa berwarna coklat muda. Jika dalam keadaan agresif, Ahaetulla prasina yang berwarna hijau maupun coklat mengeluarkan warna garis putih dan hitam pada bagian leher hingga bagian tengah tubuhnya. Ular yang berwarna hijau, pada bagian ventral tubuh berwarna hijau terang dengan garis-garis putih atau kuning disepanjang sisi tubuh yang berbatasan dengan sisik lateral, sedangkan ular yang berwarna coklat memiliki warna putih kekuningan pada bagian ventral. Kepala berbentuk segitiga meruncing seperti mata kapak, dengan pupil mata horisontal, terdapat alur diantara mata dengan ujung labial atas dan lidahnya berwarna putih. Sisik supralabial berjumlah 8 10, sisik bagian dorsal tengah sebanyak 15 deret, sisik ventral dan pasang sisik subkaudal dengan sisik anus terbelah. Gigi ular pucuk bertipe opistoglypha berbisa lemah, hidup arboreal dan diurnal.

29 Boiga dendrophila Boie (1827) (Lélipi Sabuk/Ular Cincin Emas/Mangrove Cat Snake) a b Gambar 5. Ular cincin emas belang putih (a) dan ular cincin emas (b). Ular cincin emas adalah ular yang berukuran besar, dengan panjang maksimal 250 cm (Cox et al., 1998). Pada penelitian ini panjang tubuh B. dendrophila yang ditemukan maksimal 215 cm dan minimal 110 cm. Boiga dendrophila memiliki dua variasi warna yaitu hitam kuning atau hitam putih berselang-seling/berbelang-belang pada tubuh bagian dorsal dan lateral. Belang warna hitam lebih besar daripada warna kuning atau putih. Bagian ventral tubuh berwarna abu-abu kehitaman. Bentuk kepala oval dengan rahang yang lebar dan otot labial atas yang kuat. Memiliki mata yang besar seperti mata kucing dengan pupil mata bulat vertikal dan lidahnya berwarna merah, semakin ke ujung berwarna hitam. Labial berwarna kuning/putih dengan garis-garis hitam tipis, sisik supralabial berjumlah 8 9 sisik dengan sisik ketiga atau kelima bergaris masuk mengarah ke mata. Sisik bagian dorsal tengah sebanyak deret, baris sisik vertebral membesar, sisik ventral, pasang sisik subkaudal dan sisik anus tidak terbelah. Gigi bertipe opistoglypha berbisa sedang, hidup secara arboreal dan nokturnal.

30 Boiga cynodon Boie (1827) (Lélipi Awan/Ular Blidah/Dog-toothed Cat Snake) a b Gambar 6. Ular blidah mature (a) dan ular blidah juvenile (b). Ular blidah adalah ular besar, bertubuh ramping dan panjang. Panjang maksimal tubuh yang ditemukan dalam penelitian ini adalah 210 cm dan minimal 160 cm. Boiga cynodon berwarna coklat muda dengan garis membujur disepanjang tubuh bagian dorsal dan lateral tubuh berwarna hitam atau coklat tua dengan pola pinggiran tidak beraturan. Warna tubuh bagian ventral lebih muda dibandingkan warna tubuh bagian dorsal. Pada bagian ekor terdapat garis tebal berwarna hitam kecoklatan dan kuning berselang-seling. Pada bagian kepala terdapat garis berwarna hitam kecoklatan dari mata mengarah ke pangkal labial. Boiga cynodon memiliki mata besar dengan pupil mata vertikal dan lidahnya berwarna merah pucat. Sisik supralabial berjumlah 8 10, sisiknya halus dan baris sisik vertebral membesar. Sisik bagian dorsal tengah sebanyak 23 deret, sisik ventral dan pasang sisik subkaudal dengan sisik anus tidak terbelah. Gigi bertipe opistoglypha berbisa sedang, hidup secara arboreal dan nokturnal.

31 Coelognathus flavolineatus Schlegel (1837) (Lélipi Kopi/Ular Babi/Yellow-striped Racer) a b Gambar 7. Ular babi mature saat agresif (a) dan ular babi juvenile (b). Ga Ular babi adalah ular yang cukup besar dengan tubuh berbentuk silinder. Panjang maksimal tubuh ular yang ditemukan 157 cm dan minimal 120 cm. Ular dewasa memiliki pola warna yang berbeda dengan ular muda. Ular dewasa memiliki warna tubuh coklat yang memudar ke bagian ekor, menjadi warna abuabu gelap. Tubuh bagian ventral berwarna putih kekuningan, sedangkan sisik ventral bagian ekor berwarna abu-abu gelap. Kepala ular babi yang masih muda berwarna coklat dengan tiga garis tebal berwarna hitam melintang dari mata ke leher. Coelognathus flavolineatus muda memiliki garis berwarna kuning disepanjang sisik dorsal yang tepinya dibatasi dengan garis berwarna hitam. Tubuh bagian lateral terdapat bercak hitam dan putih tersusun berselang-seling. Warna ular muda akan memudar dan berubah menjadi cokelat bersamaan dengan penambahan usia. Coelognathus flavolineatus memiliki pupil mata berbentuk bulat dengan lidah berwarna merah muda pucat. Sisik supralabial berjumlah 8 9, sisik bagian dorsal tengah sebanyak 19 deret dengan tekstur halus dan agak

32 32 berlunas, sisik ventral dan pasang sisik subkaudal dengan sisik anus tidak terbelah. Coelognathus flavolineatus tidak berbisa, hidup terestrial dan nokturnal Coelognathus radiata Boie (1827) (Lélipi Bikul/Ular tikus/copperhead Racer) Gambar 8. Ular tikus saat agresif. Ular tikus adalah ular yang besar dengan tubuh lebih tinggi dibandingkan dengan lebarnya. Pada penelitian ini hanya ditemukan satu individu, dengan panjang tubuh 197 cm. Tubuh bagian dorsal berwarna coklat dengan empat garis hitam melintang, dari kepala hingga ke perut. Garis di bagian lateral umumnya lebih kecil dan terputus-putus. Ular muda umumnya memiliki pola garis berwarna hitam dan putih vertikal di bagian lateral tubuh, semakin memudar di bagian ekor. Warna tubuh bagian ventral putih atau putih kekuningan. Saat agresif ular ini akan melebarkan tubuhnya membentuk huruf S dengan kepala tegak berdiri dan mulut terbuka serta garis dan pola warna akan terlihat jelas di bagian leher hingga perut. Kepala ular ini berwarna tembaga atau jingga dengan tiga garis hitam dari mata hingga labial. Coelognathus radiata memiliki pupil mata berbentuk bulat

33 33 dengan lidah berwarna merah muda pucat. Garis hitam paling atas menyatu dengan garis hitam yang melintang dibagian belakang kepala. Sisik supralabial berjumlah 9, sisik bagian dorsal tengah sebanyak 19 deret dengan tekstur berlunas, 250 sisik ventral dan 108 pasang sisik subkaudal dengan sisik anus tidak terbelah. Coelognathus radiata tidak berbisa, hidup terestrial, diurnal dan terkadang nokturnal Dendrelaphis pictus Gmelin (1789) (Lélipi Angasan/Ular Tali/Painted Bronzeback) a b Gambar 9. Ular tali istirahat dimalam hari (a) dan ular tali saat agresif (b). Ular tali adalah ular yang berukuran sedang, memiliki tubuh yang ramping dengan ekor yang panjang. Panjang maksimal tubuh ular yang ditemukan adalah 92 cm dan minimal 25 cm. Tubuh bagian dorsal berwarna perunggu, merah tua, dan beberapa ada yang coklat kehitaman dengan dua garis hitam di lateral tubuhnya. Tubuh bagian lateral memiliki warna kuning atau hijau muda yang membatasi tubuh bagian dorsal dan ventral. Garis hitam di bagian lateral dimulai dari sisi kepala hingga ekor. Warna bercak putih, hijau muda dan biru di bagian depan tubuhnya dapat terlihat saat ular agresif dan melebarkan tubuhnya. Tubuh bagian ventral berwarna hijau muda atau kuning. Dendrelaphis pictus memiliki bentuk kepala oval mengecil ke arah ujung labial dengan mata yang besar dan

34 34 pupil berbentuk bulat. Labial bawah berwarna hijau keputihan atau terkadang berwarna putih, dengan lidah berwarna merah menyala. Sisik supralabial berjumlah 9, sisik bagian dorsal tengah sebanyak 15 baris sisik halus, sisik ventral dan pasang sisik subkaudal berlunas membentuk tonjolan dengan sisik anus terbelah. Dendrelaphis pictus tidak berbisa, hidup terestrial, diurnal dan pada malam hari dapat ditemukan beristirahat di ranting pohon Gonyosoma oxycephalum Boie (1827) (Lélipi Gadang Ikut Pélung/Ular Gadung Luwuk/Red-tailed Racer) Gambar 10. Ular gadung luwuk saat agresif. Ular gadung luwuk berukuran besar dengan tubuh lebih tinggi dari pada lebarnya. Pada penelitian ini panjang maksimal tubuh tubuh yang ditemukan adalah 180 cm dan minimal 112 cm. Gonyosoma oxycephalum berwarna hijau cerah atau hijau kusam dengan ekor berwarna merah karat, abu-abu atau coklat kemerahan. Lubang hidung bergaris hitam tipis melewati mata hingga leher, yang membatasi tubuh bagian dorsal dengan warna hijau dan ventral dengan warna kuning muda. Deretan sisik dari bagian dorsal hingga ke ekor dibatasi garis-garis hitam mengikuti pola bentuk sisik. Pangkal ekor terdapat pola lingkaran berwarna

35 35 kuning yang berputar mengelilingi pangkal ekor. Gonyosoma oxycephalum memiliki bentuk kepala oval dengan bentuk moncong memanjang dan pupil mata bulat. Labial bawah berwarna kuning muda atau hijau kekuningan dengan lidah berwarna biru. Sisik supralabial berjumlah 7-10, sisik halus bagian dorsal tengah, sisik ventral dengan alur berlunas pada setiap sisi luarnya dan pasang sisik subkaudal dengan sisik anus terbelah. Gonyosoma oxycephalum tidak berbisa, hidup arboreal dan diurnal Lycodon aulicus-capucinus Boie (1827) (Lélipi Cécék/Ular Cecak/Common Wolf Snake) Gambar 11. Ular cecak. Ular cecak adalah ular berukuran kecil dengan ukuran kepala lebih lebar dari leher. Panjang maksimal tubuh yang ditemukan pada penelitian ini 67 cm dan minimal 30 cm. Lycodon aulicus-capucinus berwarna coklat keabu-abuan atau coklat kehitaman dengan bercak-bercak seperti jaring berwarna putih atau kuning. Bagian ventral tubuh berwarna putih atau kuning, ular muda memiliki warna yang lebih cerah dibandingkanular dewasa. Kepala berwarna coklat dengan garis melintang berwarna putih dari bagian leher menuju labial, lidahnya berwarna merah muda. Sisik supralabial berjumlah 8-9, sisik halus bagian dorsal

36 36 tengah, sisik ventral dan pasang sisik subkaudal dengan sisik anus terbelah. Lycodon aulicus-capucinus tidak berbisa, hidup terestrial dan nokturnal Lycodon subcinctus Boie (1827) (Lélipi Tanah/Ular Cecak Belang/Whitebanded Wolf Snake) a b Gambar 12. Ular cecak belang mature dengan belang putih memudar ke bagian ekor (a) dan ular cecak juvenile (b). Ular cecak belang berukuran sedang, ukuran kepala lebih lebar dari leher. Panjang maksimal tubuh ular yang ditemukan 94 cm dan minimal 26 cm. Lycodon subcinctus berwarna hitam atau coklat tua, dengan garis tebal dan lebar berwarna putih berselang-seling di seluruh tubuhnya. Garis putih pada ular dewasa akan semakin memudar dari bagian tengah tubuh hingga ke ekor, sedangkan ular muda memiliki warna belang hitam dan putih dari leher hingga ujung ekor. Tubuh bagian ventral berwarna putih kecoklatan. Kepala berbentuk bulat dengan moncong yang tumpul dan lidah berwarna merah muda. Sisik supralabial berjumlah 8, 17 sisik berlunas di bagian dorsal tengah, sisik ventral dan pasang sisik subkaudal dengan sisik anus terbelah. Lycodon subcinctus tidak berbisa, hidup terestrial dan nokturnal.

37 Pareas carinatus Wagler (1830) (Lélipi Békecot/Ular Siput/ Keeled Slug-eater) Gambar 13. Ular siput saat agresif. Ular siput adalah ular bertubuh kecil dan ramping, tubuhnya lebih tebal dari pada lebarnya. Pada penelitian ini hanya ditemukan satu individu, dengan panjang tubuh 45 cm. Warna tubuh ular siput bervariasi dari coklat muda, coklat kemerahan atau abu-abu. Disepanjang tubuh terdapat garis-garis tebal berwarna hitam dengan susunan tidak rapat. Tubuh bagian ventral berwarna kekuningan dengan totolan berwarna hitam atau coklat gelap. Kepala berbentuk bulat dengan moncong yang tumpul, memiliki mata yang besar dengan pupil bulat vertikal. Pada bagian kepala terdapat garis melintang berwarna hitam gelap dari belakang mata hingga ke leher. Labial bawah tidak berlekuk (tidak terdapat alur mental) dan lidah berwarna hitam. Tidak memiliki lekukan dibagian tengah labial bawah dan lidah berwarna hitam. Sisik supralabial berjumlah 8, 15 sisik di bagian dorsal tengah, sisik ventral dan pasang sisik subkaudal dengan sisik anus tidak terbelah. Pareas carinatus tidak berbisa, hidup terestrial dan nokturnal.

38 Ptyas korros Schlegel (1837) (Lélipi Sélém Réngas/Ular Koros/Ular Sawa/Indo-chinese Rat Snake) a b Gambar 14. Ular koros mature (a) dan ular koros juvenile (b). Ular sawa adalah ular besar dengan tubuh berbentuk silinder. Panjang tubuh maksimal ditemukan dalam penelitian ini 200 cm dan minimal 25 cm. Tubuh bagian dorsal berwarna coklat keabu-abuan atau berwarna olive. Tubuh bagian ventral berwarna putih kekuning-kuningan, kuning lebih jelas terlihat pada batas sisik ventral dengan lateral. Ular koros yang masih muda/juvenile memiliki pola warna garis belang putih tipis dari bagian tengah tubuh hingga ke ekor. Warna belang putih akan menghilang dengan bertambahnya usia dan ukuran tubuh. Ptyas korros memiliki tekstur sisik halus dan sedikit berlunas. Kepala berbentuk lonjong mengerucut tumpul ke arah labial, lidah berwarna hitam dengan pupil mata besar dan bulat. Sisik supralabial berjumlah 7-8, sisik di bagian dorsal tengah, sisik ventral dan pasang sisik subkaudal dengan sisik anus terbelah. Ptyas korros tidak berbisa, hidup terestrial dan diurnal.

39 Ptyas mucosa Linnaeus (1758) (Lélipi Tiyih/Ular Jali Belang/Banded Rat Snake) Gambar 15. Ular jali belang. Ular jali belang adalah ular besar dengan tubuh berbentuk silinder. Panjang maksimal tubuh ular yang ditemukan dalam penelitian ini adalah 250 cm dan minimal 45 cm. Tubuh bagian dorsal berwarna abu-abu dengan pola garis tebal berwarna hitam yang melingkar/membujur dari perut sampai ujung ekor. Warna belang pada tubuh P. mucosa terlihat jelas pada ular muda. Tubuh bagian ventral berwarna putih kekuning-kuningan. Ular ini memiliki garis tebal berwarna putih atau kuning yang melingkari tubuhnya dari belakang kepala sampai perut. Ptyas mucosa memiliki tekstur sisik yang halus dan sedikit berlunas dibagian dorsal tubuh. Kepala berbentuk lonjong mengerucut tumpul ke arah labial, sisiksisik pada labial berpinggiran hitam, lidah berwarna hitam dengan mata yang besar dan pupil bulat. Sisik supralabial berjumlah 8-9, 17 sisik halus di bagian dorsal tengah, sisik ventral dan pasang sisik subkaudal dengan sisik anus terbelah. Ptyas mucosa tidak berbisa, hidup terestrial dan diurnal.

40 Rhabdophis chrysargos Schlegel (1837) (Lélipi Sampi/Ular Sapi/Spotted Keelback) Gambar 16. Ular sapi. Ular sapi adalah ular berukuran sedang dengan tubuh berbentuk silinder, jika sedang agresif tubuhnya akan pipih melebar. Panjang maksimal tubuh ular yang ditemukan dalam penelitian ini adalah 60 cm dan minimal 36 cm. Bagian kepala sampai perut berwarna coklat kemerahan atau coklat jingga, dari perut ke ekor berwarna coklat kusam atau coklat kehijaun dengan bercak-bercak berwarna putih, hitam dan kuning berbentuk persegi di seluruh tubuh. Tubuh bagian ventral berwarna putih kekuningan dengan totolan hitam atau coklat pada setiap tepi sisik ventral. Ular muda dengan warna yang lebih cerah dibandingkan ular dewasa. Kepala berbentuk oval, lidah berwarna merah dengan mata yang besar dan pupil bulat. Kepala berwarna merah, atau coklat gelap dengan garis putih mulai dari labial menuju ke leher berbentuk huruf V. Sisik supralabial berjumlah 8-9, 19 sisik berlunas di bagian dorsal tengah, sisik ventral dan pasang sisik subkaudal dengan sisik anus terbelah. Rhabdophis chrysargos memiliki tipe gigi opistoglypha berbisa lemah, hidup semi aquatik dan nokturnal.

41 Xenochrophis piscator Schneider (1799) (Lélipi Amin/Ular Bandotan Tutul/ Checkered Keelback) Gambar 17. Ular bandotan tutul. Ular bandotan tutul adalah ular berukuran sedang dengan tubuh berbentuk silinder, jika sedang agresif tubuhnya akan pipih melebar. Pada penelitian ini panjang maksimal tubuh 76 cm dan panjang minimal 42 cm. Tubuh berwarna coklat muda atau coklat tua dengan totol totol berwarna hitam seperti papan catur di seluruh tubuh. Tubuh bagian ventral berwarna putih kecoklatan dengan garis horisontal berwarna hitam. Kepala berbentuk oval, lidah berwarna abu-abu hingga hitam dengan mata kecil dan pupil bulat. Kepala berwarna coklat dengan dua garis hitam dari mata sampai labial bawah, dengan garis hitam tebal di bagian leher berbentuk huruf W. Sisik supralabial berjumlah 9 buah sisik dengan sisik ke-4 dan ke-5 garisnya menyentuh mata, sisik berlunas di bagian dorsal tengah, sisik ventral dan 102 pasang sisik subkaudal dengan sisik anus terbelah. Xenochrophis piscator tidak berbisa, semi aquatik dan dalam penelitian ini ditemukan nokturnal. Xenochrophis piscator aktif diurnal maupun nokturnal, tetapi lebih banyak beraktifitas pada malam hari (Das, 2012).

42 Famili Elapidae Famili Elapidae adalah kelompok spesies ular berbisa mematikan dan cenderung sangat agresif. Spesies dari famili Elapidae di Desa Singapadu ditemukan di area persawahan, pinggiran sungai dan lembaga konservasi. Deskripsi dan klasifikasi spesies dari famili Elapidae yang ditemukan di Singapadu dipaparkan sebagai berikut: Bungarus candidus Linnaeus (Lélipi Poleng/Ular Weling/Malayan Krait) Famili Genus : Elapidae : Bungarus Spesies : Bungarus candidus (Linnaeus, 1758) a b Gambar 18. Ular weling hitam putih dan hitam (a) dan ular weling coklat (b). Ular weling berukuran cukup besar, panjang tubuh maksimal 144 cm (Cox et al., 1998) (Lampiran 8). Panjang tubuh maksimal ular yang ditemukan dalam penelitian ini adalah 110 cm dan minimal 40 cm. Bungarus candidus umumnya memiliki warna belang hitam dan putih yang lebar dari leher hingga ke ujung ekor. Bungarus candidus yang ditemukan dalam penelitian ini dengan empat warna yang berbeda, yaitu: belang hitam dan putih, warna hitam mengkilap, warna coklat dan hitam dengan belang putih keperakan. Tubuh bagian ventral berwarna putih pada ular dengan belang hitam-putih dan coklat keputihan pada ular yang berwarna coklat, hitam dan belang keperakan. Bungarus candidus

43 43 memiliki sisik yang kecil dan halus, dengan sisik vertebral berukuran besar dari leher hingga ke ekor. Kepala berbentuk bulat kecil dengan moncong tumpul, lidah berwarna merah kusam dengan mata kecil dan pupil bulat. Sisik supralabial berjumlah 7 buah dengan sisik ke-3 dan ke-4 garisnya menyentuh mata, sisik di bagian dorsal tengah, sisik ventral dan sisik subkaudal tuggal dengan sisik anus tidak terbelah. Bungarus candidus memiliki gigi proteroglypha, bisanya sangat berbahaya, gigitan dapat berakibat fatal, hidup terestrial di area persawahan dan nokturnal Naja sputatrix Boie (1827) (Lélipi Sendok/Ular Sendok/Indonesian Spitting Cobra) Gambar 19. Ular sendok saat agresif. Ular sendok adalah ular agresif, berbisa mematikan dan berukuran sedang. Panjang maksimal tubuh ular yang ditemukan 100 cm dan panjang minimal 70 cm. Spitting cobra adalah ular yang dapat menyemprotkan bisa dan mengembangkan lehernya apabila merasa terancam. Tubuh bagian dorsal berwarna coklat kekuningan sedangkan bagian ventral berwarna putih kekuningan. Warna ular muda hampir sama dengan ular dewasa, namun berbeda di bagian leher. Ular sendok muda dengan pola garis lebar berwarna hitam dan

44 44 putih di bagian leher, warnanya akan hilang dengan bertambahnya usia. Kepala berbentuk segitiga tumpul, lidah berwarna merah muda pucat, pupil mata berbentuk bulat dan leher yang pipih serta dapat dilebarkan menyerupai sendok makan. Sisik supralabial berjumlah 7 buah, 19 baris sisik di bagian dorsal tengah dengan sisik ventral, sisik subkaudal dan sisik anus tidak terbelah. Naja sputatrix memiliki tipe gigi proteroglypha, gigitannya berakibat fatal, terestrial dan ditemukan diurnal dalam penelitian ini. Ular sendok aktif baik diurnal maupun nokturnal (McKay, 2006). 5.4 Famili Pythonidae Famili Pythonidae adalah famili dari spesies - spesies ular yang berukuran besar, tidak berbisa dan memiliki otot yang kuat untuk melilit mangsanya. Deskripsi dan klasifikasi spesies ular dari famili Pythonidae yang ditemukan di Singapadu adalah sebagai berikut: Python reticulatus Schneider (Lélipi Saab/Ular Sanca Batik/Reticulated Python) Famili Genus : Pythonidae : Python Spesies : Python reticulatus (Schneider, 1801) Gambar 20. Ular sanca batik.

45 45 Ular sanca batik adalah ular berukuran besar yang merupakan spesies ular terpanjang di dunia, panjangnya dapat mencapai 10 meter (McKay, 2006). Panjang maksimal tubuh ular yang ditemukan dalam penelitian ini 355 cm dan minimal 230 cm. Tubuh bagian dorsal berwarna coklat atau abu - abu dengan pola berbentuk rantai berwarna hitam yang khas melingkari bagian-bagian yang berwarna coklat muda atau coklat keabu - abuan. Python reticulatus memiliki pola sisik berbentuk segitiga berwarna hitam dan putih disepanjang tubuh lateral yang berbatasan dengan sisik ventral. Tubuh bagian ventral berwarna putih kekuningkuningan atau putih kecoklatan. Pola warna yang khas seperti batik, memudahkan masyarakat lokal mengenal ular ini dengan sebutan ular Sanca Batik. Kepala P. reticulatus berbentuk bulat lonjong bermoncong panjang dengan ujung tumpul. Kepala berwarna coklat terang atau abu-abu, lidah berwarna merah muda pucat, dan pupil mata berbentuk bulat. Sensor panas berbentuk lubang-lubang terdapat dipinggiran labial atas dan belakang labial bawah. Sisik supralabial berjumlah buah, baris sisik kecil halus berwarna-warni di bagian dorsal tengah, sisik ventral, sisik subkaudal berpasangan dan sisik anus tidak terbelah. Python reticulatus memiliki tipe gigi alypha, tidak memiliki bisa, hidup terestrial dan nokturnal. 5.5 Famili Typhlopidae Famili Typhlopidae adalah kelompok ular berukuran kecil dengan bentuk hampir sama dengan cacing tanah, namun jika tubuhnya diperhatikan secara seksama, terdapat sisik-sisik kecil dengan mata hitam kecil dan mulut yang kecil. Spesies dari famili Typhlopidae hidup terestrial, memanfaatkan tumpukan daun,

46 46 ranting, celah bebatuan dan kayu yang membusuk untuk tempat tinggal. Spesies dari famili Typhlopidae memangsa semut, larva dan telur-telur invertebrata kecil lainnya. Famili Typhlopidae mampu berreproduksi secara partenogenesis (Komosawa and Ota, 1996). Deskripsi dan klasifikasi spesies dari famili Typhlopidae yang ditemukan di Singapadu adalah sebagai berikut: Ramphotyphlops braminus (Lélipi Léngis/Ular Kawat/Brahminy Blind Snake) Famili Genus : Typhlopidae : Ramphotyphlops Spesies : Ramphotyphlops braminus (Daudin, 1803) Gambar 21. Ular kawat. Ular kawat adalah ular kecil bersisik halus dan mengkilat dengan bentuk tubuh menyerupai cacing tanah. Satu individu ditemukan dalam penelitian ini dengan panjang 12 cm. Tubuh R. braminus berwarna coklat tua, ungu, atau abu abu. Tubuh bagian ventral berwarna lebih muda/terang dibandingkan tubuh bagian dorsal. Mata bulat kecil berwarna hitam dengan moncong/mulut yang membulat dari berbagai sudut. Pada bagian kepala terdapat sisik yang memiliki benjolan-benjolan kecil. Sisik tubuh bagian dorsal, lateral dan ventral berukuran

47 47 sama. Ramphotyphlops braminus tinggal di dalam tanah (fossorial) memangsa semut dan larva invertebata kecil lainnya. Ular ini tidak memiliki bisa (tidak berbahaya), hidup terestrial di habitat sawah dan nokturnal. 5.6 Famili Viperidae Famili Viperidae adalah kelompok ular berbisa kuat dengan tipe taring solenoglypha (taring yang dapat digerakkan atau dilipat). Spesies dari famili Viperidae ada yang hidup secara arboreal dan terestrial. Bertubuh pendek, memiliki kepala berbentuk segitiga tumpul yang lebih besar dan lebar daripada leher. Deskripsi dan klasifikasi spesies dari famili Viperidae yang ditemukan di Singapadu adalah sebagai berikut: Trimersurus insularis Kramer (1977) (Lélipi Gadang Ikut Barak/Ular Mati Ekor/Lesser Sunda White-lipped Viper) Famili Genus : Viperidae : Trimeresurus Spesies : Trimersurus insularis (Kramer, 1977) a b Gambar 22. Ular mati ekor saat agresif (a) dan tanda panah adalah sensor panas (facial pit) (b). Ular mati ekor adalah ular berbisa kuat dan berukuran sedang. Panjang maksimal tubuh pada penelitian ini adalah 88 cm dan minimal 36 cm. Tubuh

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Desa Singapadu Desa Singapadu memiliki luas 345,93 ha dan secara topografi merupakan dataran rendah dengan curah hujan sedang. Luas wilayah Desa Singapadu dibagibagi menjadi area

Lebih terperinci

JENIS JENIS ULAR (SERPENTES)YANG DITEMUKAN DI DESA SINGAPADU KABUPATEN GIANYAR - BALI

JENIS JENIS ULAR (SERPENTES)YANG DITEMUKAN DI DESA SINGAPADU KABUPATEN GIANYAR - BALI TESIS JENIS JENIS ULAR (SERPENTES)YANG DITEMUKAN DI DESA SINGAPADU KABUPATEN GIANYAR - BALI I GEDE AGUS PRADANA PUTRA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015 1 TESIS JENIS JENIS ULAR (SERPENTES)YANG

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN SPESIES ULAR DI DESA PERING, KECAMATAN BLAHBATUH, KABUPATEN GIANYAR, BALI

KEANEKARAGAMAN SPESIES ULAR DI DESA PERING, KECAMATAN BLAHBATUH, KABUPATEN GIANYAR, BALI JURNAL BIOLOGI UDAYANA Keanekaragaman 21 (1) : 7 - Spesies 11 Ular di Desa Pering, Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar, Bali [I Gede Made Arius Hady ISSN Budiada, : 1410-5292 dkk.] KEANEKARAGAMAN SPESIES

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Informasi Geografis 2.1.1. Pengertian dan Konsep Dasar Prahasta (2001) menyebutkan bahwa pengembangan sistem-sistem khusus yang dibuat untuk menangani masalah informasi

Lebih terperinci

Penatalaksanaan Keracunan akibat Gigitan Ular Berbisa

Penatalaksanaan Keracunan akibat Gigitan Ular Berbisa 1 Penatalaksanaan Keracunan akibat Gigitan Ular Berbisa Ular Berbisa di Indonesia Racun adalah zat atau senyawa yang masuk ke dalam tubuh dengan berbagai cara yang menghambat respons pada sistem biologis

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Trisik adalah kawasan yang masih menyimpan sisa keanekaragaman

II. TINJAUAN PUSTAKA. Trisik adalah kawasan yang masih menyimpan sisa keanekaragaman II. TINJAUAN PUSTAKA A. Keanekaragaman Burung di Pantai Trisik Trisik adalah kawasan yang masih menyimpan sisa keanekaragaman hayati di Yogyakarta khususnya pada jenis burung. Areal persawahan, laguna

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Orangutan Orangutan termasuk kera besar dari ordo Primata dan famili Pongidae (Groves, 2001). Ada dua jenis orangutan yang masih hidup, yaitu jenis dari Sumatera

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi Klasifikasi ilmiah dari Katak Pohon Bergaris (P. Leucomystax Gravenhorst 1829 ) menurut Irawan (2008) adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia, Phyllum: Chordata,

Lebih terperinci

JENIS_JENIS TIKUS HAMA

JENIS_JENIS TIKUS HAMA JENIS_JENIS TIKUS HAMA Beberapa ciri morfologi kualitatif, kuantitatif, dan habitat dari jenis tikus yang menjadi hama disajikan pada catatan di bawah ini: 1. Bandicota indica (wirok besar) Tekstur rambut

Lebih terperinci

Pengertian. Kemampuan makhluk hidup untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan

Pengertian. Kemampuan makhluk hidup untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan Adaptasi Pengertian Kemampuan makhluk hidup untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan Adaptasi dibedakan menjadi 3 jenis 1. Adaptasi Morfologi Proses adaptasi yang dilakukan dengan menyesuaikan bentuk

Lebih terperinci

ABSTRAK. INVENTARISASI JENIS ULAR DI DESA KELILING BENTENG ILIR KECAMATAN SUNGAI TABUK KABUPATEN BANJAR Oleh : Chandra Wiguna, Dharmono, Kaspul

ABSTRAK. INVENTARISASI JENIS ULAR DI DESA KELILING BENTENG ILIR KECAMATAN SUNGAI TABUK KABUPATEN BANJAR Oleh : Chandra Wiguna, Dharmono, Kaspul 33 ABSTRAK INVENTARISASI JENIS ULAR DI DESA KELILING BENTENG ILIR KECAMATAN SUNGAI TABUK KABUPATEN BANJAR Oleh : Chandra Wiguna, Dharmono, Kaspul Hampir di seluruh permukaan bumi, dapat ditemukan beragam

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioekologi Merak hijau 2.1.1 Taksonomi Grzimek (1972) menyatakan bahwa klasifikasi merak hijau jawa (Pavo muticus muticus) sebagai berikut : Kingdom Phyllum : Animalia : Chordata

Lebih terperinci

Amfibi mempunyai ciri ciri sebagai berikut :

Amfibi mempunyai ciri ciri sebagai berikut : Amfibi merupakan kelompok hewan dengan fase hidup berlangsung di air dan di darat.,yang merupakan kelompok vertebrata yang pertama keluar dari kehidupan alam air. Amfibi mempunyai ciri ciri sebagai berikut

Lebih terperinci

Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali

Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka Burung Jalak Bali Burung Jalak Bali Curik Bali atau yang lebih dikenal dengan nama Jalak Bali, merupakan salah satu spesies burung cantik endemis Indonesia. Burung

Lebih terperinci

BAB 2 DATA DAN ANALISA. Data yang di peroleh dalam membuat proyek Tugas akhir ini di peroleh dari

BAB 2 DATA DAN ANALISA. Data yang di peroleh dalam membuat proyek Tugas akhir ini di peroleh dari BAB 2 DATA DAN ANALISA 2.1. Sumber Data Data yang di peroleh dalam membuat proyek Tugas akhir ini di peroleh dari berbagai sumber, antara lain : 1. internet, buku teori, dan literatur. 2. Pasar barito,

Lebih terperinci

DESCRIPTION OF THE SPECIES OF SNAKES ON A UNIVERSITY CAMPUS FIELD ANDALAS LIMAU MANIH PADANG

DESCRIPTION OF THE SPECIES OF SNAKES ON A UNIVERSITY CAMPUS FIELD ANDALAS LIMAU MANIH PADANG DESCRIPTION OF THE SPECIES OF SNAKES ON A UNIVERSITY CAMPUS FIELD ANDALAS LIMAU MANIH PADANG DESKRIPSI JENIS-JENIS ULAR DI KAMPUS UNIVERSITAS ANDALAS LIMAU MANIH PADANG ABSTRACT Fachrul Reza 1, Djong Hon

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Lepidoptera : Noctuidae :

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Burung Tekukur Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang terbentang dari India dan Sri Lanka di Asia Selatan Tropika hingga ke China Selatan dan Asia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi Burung jalak bali oleh masyarakat Bali disebut dinamakan dengan curik putih atau curik bali, sedangkan dalam istilah asing disebut dengan white starling, white mynah,

Lebih terperinci

2015 LUWAK. Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian

2015 LUWAK. Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian 2015 LUWAK Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian LUWAK A. Biologi Luwak Luwak merupakan nama lokal dari jenis musang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. (1) secara ilmiah nama spesies dan sub-spesies yang dikenali yang disahkan

TINJAUAN PUSTAKA. (1) secara ilmiah nama spesies dan sub-spesies yang dikenali yang disahkan TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Ilmiah Pengklasifikasian primata berdasarkan 3 (tiga) tingkatan taksonomi, yaitu (1) secara ilmiah nama spesies dan sub-spesies yang dikenali yang disahkan secara terang-terangan,

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian. sumber: (http://www.google.com/earth/) Keterangan: Lokasi 1: Sungai di Hutan Masyarakat

LAMPIRAN. Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian. sumber: (http://www.google.com/earth/) Keterangan: Lokasi 1: Sungai di Hutan Masyarakat LAMPIRAN Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian Keterangan: Lokasi 1: Sungai di Hutan Masyarakat sumber: (http://www.google.com/earth/) Lampiran 2. Data spesies dan jumlah Amfibi yang Ditemukan Pada Lokasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang beriklim tropis terluas di dunia dan merupakan negara yang memiliki banyak keanekaragaman hayati baik flora maupun fauna.

Lebih terperinci

PEMBAHASAN Taksonomi, Zoogeografi dan Habitat Ular M. ikaheka

PEMBAHASAN Taksonomi, Zoogeografi dan Habitat Ular M. ikaheka PEMBAHASAN Taksonomi, Zoogeografi dan Habitat Ular M. ikaheka Ular M. ikaheka pernah diperkenalkan menjadi dua subjenis yaitu M. ikaheka fasciatus dan M. ikaheka ikaheka oleh beberapa peneliti sebelumnya.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. (perairan) lainnya, serta komplek-komplek ekologi yang merupakan bagian dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. (perairan) lainnya, serta komplek-komplek ekologi yang merupakan bagian dari 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Keanekaragaman Hayati Keanekaragaman hayati merupakan keanekaragaman di antara makhluk hidup dari semua sumber, termasuk di antaranya daratan, lautan, dan ekosistem akuatik (perairan)

Lebih terperinci

Uji Organoleptik Ikan Mujair

Uji Organoleptik Ikan Mujair Uji Organoleptik Ikan Mujair Bahan Mentah OLEH : PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN SEKOLAH TINGGI PERIKANAN JAKARTA I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mutu atau nilai-nilai tertentu yang

Lebih terperinci

Prinsip-Prinsip Ekologi. Faktor Biotik

Prinsip-Prinsip Ekologi. Faktor Biotik Prinsip-Prinsip Ekologi Pembahasan ekologi tidak lepas dari pembahasan ekosistem dengan berbagai komponen penyusunnya, yaitu faktor abiotik dan biotik. Faktora biotik antara lain suhu, air, kelembapan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tikus dan mencit adalah hewan pengerat (rondensia) yang lebih dikenal sebagai hama tanaman pertanian, perusak barang digudang dan hewan pengganggu yang menjijikan di

Lebih terperinci

Burung Kakaktua. Kakatua

Burung Kakaktua. Kakatua Burung Kakaktua Kakatua Kakak tua putih Klasifikasi ilmiah Kerajaan: Animalia Filum: Chordata Kelas: Aves Ordo: Psittaciformes Famili: Cacatuidae G.R. Gray, 1840 Subfamily Microglossinae Calyptorhynchinae

Lebih terperinci

BIOLOGI TIKUS BIOLOGI TIKUS. Kemampuan Fisik. 1. Menggali (digging)

BIOLOGI TIKUS BIOLOGI TIKUS. Kemampuan Fisik. 1. Menggali (digging) BIOLOGI TIKUS BIOLOGI TIKUS Kemampuan Fisik 1. Menggali (digging) Tikus terestrial akan segera menggali tanah jika mendapat kesempatan, yang bertujuan untuk membuat sarang, yang biasanya tidak melebihi

Lebih terperinci

2014, No Republik Indonesia Nomor 4433), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia T

2014, No Republik Indonesia Nomor 4433), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia T No.714, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN KP. Larangan. Pengeluaran. Ikan. Ke Luar. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21/PERMEN-KP/2014 TENTANG LARANGAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tikus Rumah, Tikus Pohon, dan Tikus Sawah Klasifikasi dan Morfologi Bioekologi

TINJAUAN PUSTAKA Tikus Rumah, Tikus Pohon, dan Tikus Sawah Klasifikasi dan Morfologi Bioekologi 3 TINJAUAN PUSTAKA Tikus Rumah, Tikus Pohon, dan Tikus Sawah Klasifikasi dan Morfologi Berdasarkan karakter dan ciri morfologi yang dimiliki, tikus rumah (Rattus rattus diardii) digolongkan ke dalam kelas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tikus

TINJAUAN PUSTAKA Tikus 5 TINJAUAN PUSTAKA Tikus Tikus merupakan salah satu satwa liar yang menjadi hama penting bagi kehidupan manusia baik dalam bidang pertanian, perkebunan, maupun permukiman. Lebih dari 150 spesies tikus

Lebih terperinci

BAB II REPTIL PADANG PASIR ASIA. 2.1 Padang Pasir

BAB II REPTIL PADANG PASIR ASIA. 2.1 Padang Pasir BAB II REPTIL PADANG PASIR ASIA 2.1 Padang Pasir Padang pasir merupakan suatu kawasan yang memiliki iklim panas, kering dan sangat gersang, karena rendahnya curah hujan. Padang pasir biasa menerima hujan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Spodoptera litura F. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Filum Kelas Ordo Famili Subfamili Genus : Arthropoda : Insecta

Lebih terperinci

F. Kunci Identifikasi Bergambar kepada Bangsa

F. Kunci Identifikasi Bergambar kepada Bangsa MILLI-PEET, kunci identifikasi dan diagram alur, Page 1 F. Kunci Identifikasi Bergambar kepada Bangsa 1A Tubuh lunak, tergit mengandung rambut seperti kuas atau rambut sikat, sepasang kuas terdapat bagian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. energi pada kumunitasnya. Kedua, predator telah berulang-ulang dipilih sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. energi pada kumunitasnya. Kedua, predator telah berulang-ulang dipilih sebagai TINJAUAN PUSTAKA Pentingnya predasi sebagai strategi eksploitasi dapat diringkas dalam empat kategori utama. Pertama, predator memainkan peran penting dalam aliran energi pada kumunitasnya. Kedua, predator

Lebih terperinci

II.TINJAUAN PUSTAKA. Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun

II.TINJAUAN PUSTAKA. Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun II.TINJAUAN PUSTAKA A. Burung Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun demikian burung adalah satwa yang dapat ditemui dimana saja sehingga keberadaanya sangat sulit dipisahkan

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan gurame (Osphronemus goramy, Lac) kelas induk pokok (Parent Stock)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan gurame (Osphronemus goramy, Lac) kelas induk pokok (Parent Stock) SNI : 01-6485.1-2000 Standar Nasional Indonesia Induk ikan gurame (Osphronemus goramy, Lac) kelas induk pokok (Parent Stock) Prakata Standar induk ikan gurami kelas induk pokok diterbitkan oleh Badan Standardisasi

Lebih terperinci

PENYEBARAN KOMUNITAS FAUNA DI DUNIA

PENYEBARAN KOMUNITAS FAUNA DI DUNIA PENYEBARAN KOMUNITAS FAUNA DI DUNIA Materi Penyebaran Komunitas Fauna di Dunia Keadaan fauna di tiap-tiap daerah (bioma) tergantung pada banyak kemungkinan yang dapat diberikan daerah itu untuk memberi

Lebih terperinci

SWAMP EELS (Synbranchus sp.) JENIS YANG BARU TERCATAT (NEW RECORD SPECIES) DI DANAU MATANO SULAWESI SELATAN *)

SWAMP EELS (Synbranchus sp.) JENIS YANG BARU TERCATAT (NEW RECORD SPECIES) DI DANAU MATANO SULAWESI SELATAN *) Swamp Eels (Synbranchus sp.) Jenis... di Danau Matano Sulawesi Selatan (Makmur, S., et al.) SWAMP EELS (Synbranchus sp.) JENIS YANG BARU TERCATAT (NEW RECORD SPECIES) DI DANAU MATANO SULAWESI SELATAN *)

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 9 3.1 Lokasi dan Waktu BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Kawasan Lindung Sungai Lesan. Pengambilan data dilakukan pada tanggal 31 Juli sampai 19 Agustus 2010 di Kawasan Lindung Sungai

Lebih terperinci

CIRI KHUSUS MAKHLUK HIDUP DAN LINGKUNGAN HIDUPNYA

CIRI KHUSUS MAKHLUK HIDUP DAN LINGKUNGAN HIDUPNYA BAB 1 CIRI KHUSUS MAKHLUK HIDUP DAN LINGKUNGAN HIDUPNYA Tujuan Pembelajaran: 1) mendeskripsikan hubungan antara ciri-ciri khusus hewan dengan lingkungannya; 2) mendeskripsikan hubungan antara ciri-ciri

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. Walet Sarang Lumut, Burung Walet Sapi, Burung Walet Gunung dan Burung

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. Walet Sarang Lumut, Burung Walet Sapi, Burung Walet Gunung dan Burung 7 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Taksonomi dan Deskripsi Burung Walet Terdapat beberapa jenis Burung Walet yang ditemukan di Indonesia diantaranya Burung Walet Sarang Putih, Burung Walet Sarang Hitam, Burung

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Ekologi Telur

II. TINJAUAN PUSTAKA Ekologi Telur 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ekologi Telur Katak betina dewasa menentukan tempat peletakan telur setelah terjadi pembuahan dan untuk kebanyakan katak pohon telur tersebut terselubung dalam busa. Hal ini

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Kubis bunga merupakan salah satu komoditi sayuran yang banyak dikonsumsi

PENDAHULUAN. Kubis bunga merupakan salah satu komoditi sayuran yang banyak dikonsumsi 12 PENDAHULUAN Latar Belakang Kubis bunga merupakan salah satu komoditi sayuran yang banyak dikonsumsi di Indonesia. Bertambahnya jumlah penduduk akan meningkatkan jumlah kebutuhan pangan asal sayuran,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Subordo : Serpentes Famili : Elapidae

TINJAUAN PUSTAKA. Subordo : Serpentes Famili : Elapidae TINJAUAN PUSTAKA Pengenalan Ular berbisa Famili Elapidae O'Shea (1996) menjelaskan bahwa di Papua terdapat enam famili ular yaitu Acrochordidae (filesnakes), Boidae (jenis ular sanca), Colubridae (ular

Lebih terperinci

- 2 - Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 2 Juli 2013 MENTERl KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, ttd SHARIF C. SUTARDJO

- 2 - Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 2 Juli 2013 MENTERl KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, ttd SHARIF C. SUTARDJO KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37/KEPMEN-KP/2013 TENTANG PENETAPAN STATUS PERLINDUNGAN IKAN NAPOLEON (Cheilinus undulatus) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Langkat. Pulau Sembilan ini memiliki luas ± 15,65 km 2 atau ± 9,67% dari total

TINJAUAN PUSTAKA. Langkat. Pulau Sembilan ini memiliki luas ± 15,65 km 2 atau ± 9,67% dari total 15 TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Lokasi Penelitian Pulau Sembilan merupakan salah satu pulau yang terdapat di Kabupaten Langkat. Pulau Sembilan ini memiliki luas ± 15,65 km 2 atau ± 9,67% dari total luas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. frugivora lebih dominan memakan buah dan folivora lebih dominan memakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. frugivora lebih dominan memakan buah dan folivora lebih dominan memakan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taksonomi Kokah Menurut jumlah dan jenis makanannya, primata digolongkan pada dua tipe, yaitu frugivora lebih dominan memakan buah dan folivora lebih dominan memakan daun. Seperti

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) merupakan salah satu dari sub

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) merupakan salah satu dari sub II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi Gajah Sumatera Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) merupakan salah satu dari sub species gajah asia (Elephas maximus). Dua sub species yang lainnya yaitu Elephas

Lebih terperinci

BUDIDAYA BELUT (Monopterus albus)

BUDIDAYA BELUT (Monopterus albus) BUDIDAYA BELUT (Monopterus albus) 1. PENDAHULUAN Kata Belut merupakan kata yang sudah akrab bagi masyarakat. Jenis ikan ini dengan mudah dapat ditemukan dikawasan pesawahan. Ikan ini ada kesamaan dengan

Lebih terperinci

J-PAL, Vol. 6, No. 1, 2015 ISSN: E-ISSN:

J-PAL, Vol. 6, No. 1, 2015 ISSN: E-ISSN: J-PAL, Vol. 6, No. 1, 215 ISSN: 287-3522 E-ISSN: 2338-1671 Persepsi Masyarakat Terhadap Ular Sebagai Upaya Konservasi Satwa Liar Pada Masyarakat Dusun Kopendukuh, Desa Grogol, Kecamatan Giri, Kabupaten

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Gajah Sumatera (Elephas maxius sumateranus) Menurut Lekagung dan McNeely (1977) klasifikasi gajah sumatera

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Gajah Sumatera (Elephas maxius sumateranus) Menurut Lekagung dan McNeely (1977) klasifikasi gajah sumatera II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Gajah Sumatera (Elephas maxius sumateranus) Menurut Lekagung dan McNeely (1977) klasifikasi gajah sumatera sebagai berikut: Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Class

Lebih terperinci

6. Panjang helaian daun. Daun diukur mulai dari pangkal hingga ujung daun. Notasi : 3. Pendek 5.Sedang 7. Panjang 7. Bentuk daun

6. Panjang helaian daun. Daun diukur mulai dari pangkal hingga ujung daun. Notasi : 3. Pendek 5.Sedang 7. Panjang 7. Bentuk daun LAMPIRAN Lampiran 1. Skoring sifat dan karakter tanaman cabai 1. Tinggi tanaman : Tinggi tanaman diukur mulai dari atas permukaan tanah hingga ujung tanaman yang paling tinggi dan dinyatakan dengan cm.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. paling tinggi di dunia. Menurut World Wildlife Fund (2007), keanekaragaman

I. PENDAHULUAN. paling tinggi di dunia. Menurut World Wildlife Fund (2007), keanekaragaman 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati paling tinggi di dunia. Menurut World Wildlife Fund (2007), keanekaragaman hayati yang terkandung

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Buah Naga

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Buah Naga II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Buah Naga Buah naga ( Dragon Fruit) merupakan salah satu tanaman hortikultura yang baru dibudidayakan di Indonesia dengan warna buah merah yang menyala dan bersisik hijau

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk Kodok Lembu (Rana catesbeiana Shaw) kelas induk pokok (Parent Stock)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk Kodok Lembu (Rana catesbeiana Shaw) kelas induk pokok (Parent Stock) SNI : 02-6730.2-2002 Standar Nasional Indonesia Induk Kodok Lembu (Rana catesbeiana Shaw) kelas induk pokok (Parent Stock) Prakata Standar induk kodok lembu (Rana catesbeiana Shaw) kelas induk pokok disusun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Besar Penelitian Tanaman Padi, tikus sawah merupakan hama utama penyebab

BAB I PENDAHULUAN. Besar Penelitian Tanaman Padi, tikus sawah merupakan hama utama penyebab BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tikus sawah (Rattus argentiventer) merupakan salah satu spesies hewan pengerat yang mengganggu aktivitas manusia terutama petani. Menurut Balai Besar Penelitian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Clownfish Klasifikasi Clownfish menurut Burges (1990) adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Chordata : Perciformes

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.)

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.) Menurut Fachruddin (2000) tanaman kacang panjang termasuk famili leguminoceae. Klasifikasi tanaman kacang panjang

Lebih terperinci

Bahasa Indonesia version of: A Handbook for the Identification of Yellowfin and Bigeye Tunas in Fresh Condition

Bahasa Indonesia version of: A Handbook for the Identification of Yellowfin and Bigeye Tunas in Fresh Condition Bahasa Indonesia version of: A Handbook for the Identification of Yellowfin and Bigeye Tunas in Fresh Condition David G. Itano 1 1 Pelagic Fisheries Research Programme, Honolulu, Hawaii Translation by

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Jenis Rambut

HASIL DAN PEMBAHASAN Jenis Rambut HASIL DAN PEMBAHASAN Jenis Rambut Landak Hystrix javanica memiliki tiga macam bentuk rambut: rambut halus (seperti rambut pada mamalia lain), rambut peraba, dan duri. Rambut halus dan duri terdapat di

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. terdiri atas dua sub spesies yaitu kerbau liar dan kerbau domestik. Kerbau

KAJIAN KEPUSTAKAAN. terdiri atas dua sub spesies yaitu kerbau liar dan kerbau domestik. Kerbau II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Tinjauan Umum Kerbau Kerbau adalah hewan ruminansia dari sub famili Bovidae yang berkembang di banyak bagian dunia dan diduga berasal dari daerah India. Kerbau domestikasi atau

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan di Cagar Alam tangale yang terdapat di

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan di Cagar Alam tangale yang terdapat di BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Cagar Alam tangale yang terdapat di Kabupaten Gorontalo. Cagar Alam ini terbagi menjadi dua kawasan yaitu

Lebih terperinci

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Pembentukan Taman Kupu-Kupu Gita Persada Taman Kupu-Kupu Gita Persada berlokasi di kaki Gunung Betung yang secara administratif berada di wilayah Kelurahan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. luas di seluruh dunia sebagai bahan pangan yang potensial. Kacang-kacangan

II. TINJAUAN PUSTAKA. luas di seluruh dunia sebagai bahan pangan yang potensial. Kacang-kacangan 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Tanaman Kacang Hijau Kacang-kacangan (leguminosa), sudah dikenal dan dimanfaatkan secara luas di seluruh dunia sebagai bahan pangan yang potensial. Kacang-kacangan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Capung

TINJAUAN PUSTAKA. Capung TINJAUAN PUSTAKA Capung Klasifikasi Capung termasuk dalam kingdom Animalia, filum Arthropoda, klas Insecta, dan ordo Odonata. Ordo Odonata dibagi ke dalam dua subordo yaitu Zygoptera dan Anisoptera. Kedua

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis 2.1.1. Klasifikasi Menurut klasifikasi Bleeker, sistematika ikan selanget (Gambar 1) adalah sebagai berikut (www.aseanbiodiversity.org) :

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 11 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 41 Hasil Identifikasi Berdasarkan hasil wawancara terhadap peternak yang memiliki sapi terinfestasi lalat Hippobosca sp menyatakan bahwa sapi tersebut berasal dari Kabupaten

Lebih terperinci

KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS TERNAK JALAK SUREN

KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS TERNAK JALAK SUREN KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS TERNAK JALAK SUREN Oleh : Taufik Rizky Afrizal 11.12.6036 S1.SI.10 STMIK AMIKOM Yogyakarta ABSTRAK Di era sekarang, dimana ekonomi negara dalam kondisi tidak terlalu baik dan

Lebih terperinci

untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang

untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Brontispa sp di laboratorium. Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang membutuhkan. Tujuan Penelitian Untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Vektor dalam arti luas adalah pembawa atau pengangkut. Vektor dapat berupa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Vektor dalam arti luas adalah pembawa atau pengangkut. Vektor dapat berupa BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Vektor Vektor dalam arti luas adalah pembawa atau pengangkut. Vektor dapat berupa vektor mekanis dan biologis, juga dapat berupa vektor primer dan sekunder.vektor mekanis adalah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tebu diklasifikasikan sebagai berikut, Kingdom: Plantae; Subkingdom:

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tebu diklasifikasikan sebagai berikut, Kingdom: Plantae; Subkingdom: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tebu Tebu diklasifikasikan sebagai berikut, Kingdom: Plantae; Subkingdom: Tracheobionta; Super Divisi: Spermatophyta ; Divisi: Magnoliophyta; Kelas: Liliopsida; Sub Kelas: Commelinidae;

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan 3 TINJAUAN PUSTAKA Lalat Buah (Bactrocera spp.) Biologi Menurut Departemen Pertanian (2012), lalat buah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Phylum Klass Ordo Sub-ordo Family Genus Spesies : Arthropoda

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bio-ekologi Ungko (Hylobates agilis) dan Siamang (Symphalangus syndactylus) 2.1.1 Klasifikasi Ungko (Hylobates agilis) dan siamang (Symphalangus syndactylus) merupakan jenis

Lebih terperinci

BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU

BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU EDY HENDRAS WAHYONO Penerbitan ini didukung oleh : 2 BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU Ceritera oleh Edy Hendras Wahyono Illustrasi Indra Foto-foto Dokumen

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Biologi dan Morfologi Rayap (Coptotermes curvignatus) Menurut (Nandika et, al.dalam Pratama 2013) C. curvignatus merupakan

TINJAUAN PUSTAKA. A. Biologi dan Morfologi Rayap (Coptotermes curvignatus) Menurut (Nandika et, al.dalam Pratama 2013) C. curvignatus merupakan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Biologi dan Morfologi Rayap (Coptotermes curvignatus) Menurut (Nandika et, al.dalam Pratama 2013) C. curvignatus merupakan rayap yang paling luas serangannya di Indonesia. Klasifikasi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioekologi Kupu-kupu Troides helena (Linn.) Database CITES (Convention on International Trade of Endangered Spesies of Wild Flora and Fauna) 2008 menyebutkan bahwa jenis ini termasuk

Lebih terperinci

Pengenalan Jenis-jenis Kima Di Indonesia. Kima Lubang (Tridacna crosea)

Pengenalan Jenis-jenis Kima Di Indonesia. Kima Lubang (Tridacna crosea) Pengenalan Jenis-jenis Kima Di Indonesia Kima Lubang (Tridacna crosea) Kima ini juga dinamakan kima pembor atau kima lubang karena hidup menancap dalam substrat batu karang. Ukuran cangkang paling kecil

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas Branchiopoda, Divisi Oligobranchiopoda, Ordo Cladocera, Famili Daphnidae,

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan lele dumbo (Clarias gariepinus x C.fuscus) kelas induk pokok (Parent Stock)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan lele dumbo (Clarias gariepinus x C.fuscus) kelas induk pokok (Parent Stock) SNI : 01-6484.1-2000 Standar Nasional Indonesia Induk ikan lele dumbo (Clarias gariepinus x C.fuscus) kelas induk pokok (Parent Stock) Daftar Isi Halaman Prakata... 1 Pendahuluan... 1 1 Ruang lingkup...

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Attacus atlas (L.) Klasifikasi Attacus atlas (L.) menurut Peigler (1980) adalah Filum Klasis Ordo Subordo Superfamili Famili Subfamily Genus : Arthropoda : Insecta

Lebih terperinci

keadaan seimbang (Soerianegara dan Indrawan, 1998).

keadaan seimbang (Soerianegara dan Indrawan, 1998). II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Suksesi dan Restorasi Hutan Hutan merupakan masyarakat tumbuh-tumbuhan yang di dominasi oleh pepohonan. Masyarakat hutan merupakan masyarakat tumbuh-tumbuhan yang hidup dan tumbuh

Lebih terperinci

Teknik Identifikas Reptil

Teknik Identifikas Reptil Teknik Identifikas Reptil M.Irfansyah Lubis S.Hut Oktober 2008 Ciri-ciri Reptil Vertebral Kulit tertutup sisik Membutuhkan sumber panas eksternal (ectothermal) Fertilisasi internal Telur bercangkang (amniotes)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Reptil adalah salah satu fauna yang banyak terdapat di wilayah Indonesia. Indonesia menempati peringkat ketiga sebagai negara yang memiliki jenis reptil paling tinggi

Lebih terperinci

BAB II AMFIBI, REPTIL & PENGETAHUAN ANAK-ANAK TENTANG AMFIBI DAN REPTIL

BAB II AMFIBI, REPTIL & PENGETAHUAN ANAK-ANAK TENTANG AMFIBI DAN REPTIL BAB II AMFIBI, REPTIL & PENGETAHUAN ANAK-ANAK TENTANG AMFIBI DAN REPTIL II.1 Klasifikasi Makhluk Hidup Klasifikasi makhluk hidup merupakan cara pengelompokan makhluk hidup berdasarkan ciri-ciri tertentu.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioekologi Kuntul 2.1.1 Klasifikasi Burung Kuntul Burung kuntul termasuk ordo Ciconiiformes dan famili Ardeidae (Mackinnon, 1993). klasifikasi Kuntul besar (Egretta alba) adalah

Lebih terperinci

BIOLOGI VERTEBRATA. Rizka Apriani Putri, M.Sc JURDIK BIOLOGI, FMIPA UNY Rizka Apriani Putri, M.Sc

BIOLOGI VERTEBRATA. Rizka Apriani Putri, M.Sc JURDIK BIOLOGI, FMIPA UNY Rizka Apriani Putri, M.Sc BIOLOGI VERTEBRATA JURDIK BIOLOGI, FMIPA UNY rizka_apriani@uny.ac.id 2016 Classis : Reptilia Mata Kuliah : BIOLOGI VERTEBRATA / FMIPA UNY rizka_apriani@uny.ac.id Reptilia : Terminologi Repere (Latin :

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Kambing 2.1.1. Kambing Kacang Menurut Mileski dan Myers (2004), kambing diklasifikasikan ke dalam : Kerajaan Filum Kelas Ordo Famili Upafamili Genus Spesies Upaspesies

Lebih terperinci

SUATU PANDUAN UNTUK MENGIDENTIFIKASI IKAN-IKAN PARUH PANJANG DI LAPANGAN

SUATU PANDUAN UNTUK MENGIDENTIFIKASI IKAN-IKAN PARUH PANJANG DI LAPANGAN SUATU PANDUAN UNTUK MENGIDENTIFIKASI IKAN-IKAN PARUH PANJANG DI LAPANGAN Sumber informasi di presentasi ini: A Field Guide to the Indo-Pacific Billfishes Julian Pepperell and Peter Grewe (1999) Beberapa

Lebih terperinci

Metamorfosis Kecoa. 1. Stadium Telur. 2. Stadium Nimfa

Metamorfosis Kecoa. 1. Stadium Telur. 2. Stadium Nimfa Metamorfosis Kecoa 1. Stadium Telur Proses metamorfosis kecoa diawali dengan stadium telur. Telur kecoa diperoleh dari hasil pembuahan sel telur betina oleh sel spermatozoa kecoa jantan. Induk betina kecoa

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), Setothosea asigna di klasifikasikan sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), Setothosea asigna di klasifikasikan sebagai TINJAUAN PUSTAKA Biologi Ulat Api (Setothosea asigna van Eecke) berikut: Menurut Kalshoven (1981), Setothosea asigna di klasifikasikan sebagai Kingdom Pilum Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Animalia :

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM GEOGRAFI REGIONAL INDONESIA (GPW 0101) ACARA V: PEMAHAMAN FENOMENA BIOSFER

LAPORAN PRAKTIKUM GEOGRAFI REGIONAL INDONESIA (GPW 0101) ACARA V: PEMAHAMAN FENOMENA BIOSFER LAPORAN PRAKTIKUM GEOGRAFI REGIONAL INDONESIA (GPW 0101) ACARA V: PEMAHAMAN FENOMENA BIOSFER Disusun oleh : Nama NIM : Mohammad Farhan Arfiansyah : 13/346668/GE/07490 Hari, tanggal : Rabu, 4 November 2014

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Struktur Komunitas Struktur komunitas merupakan suatu konsep yang mempelajari sususan atau komposisi spesies dan kelimpahannya dalam suatu komunitas. Secara umum

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kristensen et al. (2007) superfamili Papilionoidea terdiri dari lima

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kristensen et al. (2007) superfamili Papilionoidea terdiri dari lima 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kupu-kupu Famili Nymphalidae Menurut Kristensen et al. (2007) superfamili Papilionoidea terdiri dari lima famili, yaitu Papilionidae, Pieridae, Riodinidae, Lycaenidae dan Nymphalidae.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Botani Tanaman Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Botani Tanaman Cabai 3 TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Cabai ditemukan pertama kali oleh Columbus pada saat menjelajahi Dunia Baru. Tanaman cabai hidup pada daerah tropis dan wilayah yang bersuhu hangat. Selang beberapa

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. diikuti oleh akar-akar samping. Pada saat tanaman berumur antara 6 sampai

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. diikuti oleh akar-akar samping. Pada saat tanaman berumur antara 6 sampai TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Pada saat jagung berkecambah, akar tumbuh dari calon akar yang berada dekat ujung biji yang menempel pada janggel, kemudian memanjang dengan diikuti oleh akar-akar samping.

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49/KEPMEN-KP/2018 TENTANG PENETAPAN STATUS PERLINDUNGAN TERBATAS IKAN CAPUNGAN BANGGAI (Pterapogon kauderni) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sapi Perah Sapi perah merupakan salah satu komoditi peternakan yang dapat mendukung pemenuhan kebutuhan bahan pangan bergizi tinggi yaitu susu. Jenis sapi perah yang paling

Lebih terperinci